Jurnal Sosiologi DILEMA MEMBEDAH GAGASAN POST MODERNISME BAUDRILLARD : REALITAS SEMU Argyo Demartoto Dosen Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 57126 ABSTRACT Baudrillard who concern with relations between capitalism, technology particularly media and rationality, asks again the mean of existence of objects in society and even on the turn asks again society existence itself which means to ask also sociology existence as a subject. In the view of metaphysic Baudrillad explains being as Simulacra result from simulation process, that is object reproduction which results hipper reality. Methodologically the idea ends sociology based on dualism of metaphysic which is built by Descrates. Fatalist‘s view against technology provoked the death or the end of social, history, art, aura and so forth. Questions which raises later like responds for provocations is the mean of the death or the end ambiguity. Between the view of optimist view which lay the final mean or the death is not the end of all ends, but is as end of everything which last for long time toward the new beginning that place itself in line with social science, especially sociology with laying simulation as a new approach. And another side of pessimist view which is absent that give meaning the end of all ends. It views that the truth achievements trough theories is merely an illusion. Or in Baudrillard‘s language, the truth is not more than the only simulacrum. Social concept which becomes of sociology is hipper realized to be mass which has no reality of sociology at all. The ambiguous idea is a rally a reflection of the nuclear of the idea. According to the it‘s provocation of hipper realism which implose all of differential polars into simulacra. A. Pengantar Jean Baudrillard adalah teoritikus yang dianggap paling mendalam dalam mengartikulasikan konsep postmodernisme dan mencapai status guru serta digolongkan sebagai superteoris postmodern dan pendeta agung epoch baru.( Best dan Kellner, 1993 : 111). Sudut pandang Baudrillard dikenal mempunyai jangkauan yang luas dalam penteorisasian gagasannya. Objek kajiannya merambah mulai dari ekonomi, politik, budaya, seksual, sastra, ekologi, media, sejarah, sosiologi, anthropologi, sebuah pendekatan teori yang total.(Gane, 1994 : 117). Kesan ini tercermin dalam metode penulisannya yang bergaya layaknya teoritikus yang bekerja pada dua model yaitu secara puitis dan fiksi ilmiah. Gaya artikulasi seperti inilah yang acapkali memunculkan 12
provokasi-provokasi kontroversial yang sering menimbulkan polemik tersendiri. Gelombang kritik dan karangan bermunculan menanggapi pro vokasi Baudrillard ditandai dengan banyaknya karya Baudrillard yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris. Dalam kaitannya dengan sosiologi, gagasan pemikiran Baudrillard lebih dihubungkan dengan problematik teori sosiologi konvensional dalam menganalisa masyarakat kontemporer khususnya masyarakat konsumer. Tulisan ini berusaha untuk menjelaskan secara sistematis dan serasional mungkin gagasan Baudrillard tentang munculnya realitas hiperreal yang muncul dalam masyarakat era sekarang atau yang disebutnya sebagai era simulasi.
Argyo Demartoto Membahas Gagasan Post Modernisme Baudrillard : Realitas Semu
ISSN : 0215 - 9635, Vol 21. No. 2 Tahun 2009 B. Perkembangan Pemikiran Jean Baudrillard Lat ar belakang gagasan postmodernisme Baudrillard tidak terlepas dari setting intelektual dan sosial yang mengelilinginya. Jean Baudrillard (1922 ....) dilahirkan di Reim - Perancis, adalah professor sosiologi di Universitas Nanterre. Setelah bekerja di sekolah menengah atas di Lycee Baudrillard melanjut kan ke universitas dan mempelajari bahasa, filsafat, sosiologi dan disiplin lainnya. Tahun 1960an ia menerjemahkan karya Peter Weiss dan Bertholt Brecht ke dalam bahasa Perancis sebagai buku yang sangat berpengaruh pada gerakan revolusioner yang dikarang oleh Wilhem Mulhmann. Tidak setuju dengan intervensi Perancis dan Amerika di Algeria dan Vietnam, Baudrillard bergabung dengan gerakan Kiri Perancis. Dipengaruhi oleh Henri Levebre yang merupakan guru sosiologinya, Roland Barthes, Baudrillard mulai serius memasuki teo ri sosial, semiologi dan psikoanalisis dan menjadi dosen di Universitas X yang baru saja didirikan yaitu Nanterre. Karya awal Baudrillard (1960 – 1970) sering dihubungkan dengan alur pemikiran sayap kiri (leftist) dan kritik sosial seperti Cornelius Castoriadis, antropologi dan semiologi yang dikembangkan oleh Claude Levi-Strauss, dan kritikus sastra Rolland Barthes, serta karya awal Louis Althusser.(Sandywell, 1994 : 128). Pada tiga karya awalnya yaitu Le Systeme des Objects, La societte de consommation, dan For a Critique of Political Economy of the Sign , dan the Mirror of Production, membahas perhatiannya akan sistem yang melingkupi suatu objek. Berpijak pada pendekatan psikoanalisis Lacanian dan strukturalisme Sausurrian, serta mengado psi sist em hubungan antara objek dan komoditas seperti sistem hubungan antara language dan parole, Baudrillard mulai merambah kerangka pemikiran Marxis dengan memfokuskan perhatiannya terutama pada
Argyo Demartoto Membahas Gagasan Post Modernisme Baudrillard : Realitas Semu
masyarakat konsumer. Mengadopsi gagasan Saussure akan bahasa, Baudrillard melihat objek konsumsi sebagai artikulasi tertentu (parole) dari sebentuk ekspresi yang telah ada sebelum komoditi (language). Berbeda dengan Saussure bahasa oleh Baudrillard lebih diartikan sebagai suatu sistem klasifikasi terhadap objek. Pada masyarakat konsumer “kebutuhan” ada karena diciptakan oleh objek konsumsi. Objek yang dimaksud adalah klasifikasi objek itu sendiri atau sistem objek, bukan objek itu sendiri sehingga konsumsi diartikan sebagai suatu tindakan sistematis pemanipulasian tandatanda. (systemic act of manipulation of signs). Dengan demikian apa yang dikonsumsi sebenarnya bukanlah objek itu sendiri melainkan sistem objek. Baudrillard mencermati suatu sistem kebutuhan yang muncul dari sistem produksi itu sendiri, yang membuat kebutuhan menjadi kekuatan konsumsi. Konsumsi menjadi ideologis dan mempunyai sistem ko munikasi (pertukaran) t ersendiri. Kepuasan (pleasure) tidak lagi menjadi tujuan utama dan pemenuhan kebutuhan. Tujuan utama konsumsi adalah untuk menyangga sistem objek. Perkembangan transisi dan tahap awal pasar persaingan kapitalis ke tahap kapitalis mo nopo li menjadi bergeser dengan menekankan perhatiannya pada pengolahan permintaan unt uk memperbesar dan mengendalikan konsumsi. Dalam masyarakat konsumer iklan, kemasan, bentuk, gaya, daya tarik seksual, media massa, dan produksi secara besar-besaran komoditas mengeraskan kuantitas tanda dan tontonan. Sat u sumbangan terpenting Baudrillard di sini adalah pemunculan suatu nilai komoditi di luar nilai komoditi yang dipahami Marx sebagai nilai guna dan nilai tukar dengan apa yang disebutnya sebagai nilai tanda (sign-value) pada komoditas dan sistem komunikasi pertukaran tanda yaitu 13
Jurnal Sosiologi DILEMA pertukaran simbolis (symbolic exchange). Hal ini dapat dikaji dari beberapa karya Baudrillard (1976-1980 - an). Dalam Symbolic Exchange and Death, Baudrillard mulai memasuki provokasinya yang paling penting dan dramatis. Dibangun dengan prinsip Bataille akan excess dan expenditur dan phataphisic desire-nya. Jarry. Baudrillard menyerang tajam kerangka pemikiran Marxian, semiologi Freud dan So siologi akademis dengan mulai membangun konsepsinya t entang simulation. Pergeseran pemikiran ini ditandai dengan pergeseran pemahaman kode yang berubah dari ko de semiologi dalam pemahaman Barthes ke kode digital dan kode genetis. Proses komunikasi kode sangat dipengaruhi oleh teknologi media informasi. Baudrillard mencermati teknologi media komunikasi telah membawa proses komunikasi semata instrumen seperti yang terjadi pada komunikasi kode genetis biomolukuler. Teknologi digital sangat berperan dalam perkembangan media komunikasi. Pergeseran ini membawa perubahan yang radikal dalam karyakaryanya. Provokasi-provokasi Baudrillard yang kontroversial menandai pergeseran ini. Beberapa karyanya mulai diterjemahkan dalam bentuk terpisah-pisah, seperti simulation yang sebenarnya merupakan bagian dari Symbolic Exchange and Death. Karya monumental lainnya yang sangat menggambarkan keradikalan pemikiran Baudrillard adalah The Ecstasy of communication. Lewat karya ini Baudrillard menerangkan bagaimana dorongan kehidupan kontemporer yang lebih dipengaruhi oleh media. Oleh sebagian kubu digolongkan sebagai postmodernis. Dalam dekade terakhir Baudrillard termasuk produktif dalam menghasilkan karya. Sejumlah tulisan dalam jurnal-jurnal dan beberapa buku diterbitkan antara lain the Illusion of The End, Cool memories, America. Beberapa provokasi yang 14
dilont arkannya banyak mengundang perhat ian dan sering dibahas seperti provokasinya tentang akhir dari sosial, sejarah, seni atau perang Teluk yang ditegaskannya sebagai simulakrum semata, suatu perang yang tidak pernah terjadi.( Baudrillard, 1994 (b) : 62-65). Melalui provokasi-provokasi yang kontroversial gagasan Baudrillard menjadi lebih sering diperdebat kan dan sekaligus menempatkannya sebagai salah seorang tokoh postmodernis yang kontroversial. C. Realitas Semu : Simulasi Realitas dalam Ruang Simulakrum Gagasan postmodernisme Baudrillard merupakan refleksi perkembangan pemahaman ruang dan waktu masyarakat sebagai akibat kemajuan teknologi terutama media komunikasi yang berkembang pada masyarakat kapitalis yang disarati oleh komodifikasi dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kerangka rasionalitas Baudrillard kembali mempertanyakan rasionalitas masyarakat yang dijanjikan oleh era pencerahan sebagai pembebas manusia. Setting intelektual gagasan Baudrillard sering dihubungkan dengan wacana tradisi pemikiran postrukturalis Perancis yang banyak terpengaruh oleh nihilisme yang oleh sebagian kalangan dinilai sebagai akar dari pemahaman postmodernisme yang skeptis. Ruang kapitalisme yang disarati budaya konsumer dan perkembangan teknologi dari metalurgi ke semiurgi adalah fokus utama dari tema gagasan postmodernismenya. Kesadaran dalam ruang budaya konsumer membuat Baudrillard mengkaji realit as yang membangun rasionalitas masyarakat dewasa kini. Proses repro duksi o bjek dalam masyarakat dipandangnya sebagai proses telah menghasilkan realitas-realitas semu. Titik fokus gagasan postmodernisme Baudrillard terletak pada pengaruh kemajuan t ekno logi dalam proses reproduksi objek dalam masyarakat kini
Argyo Demartoto Membahas Gagasan Post Modernisme Baudrillard : Realitas Semu
ISSN : 0215 - 9635, Vol 21. No. 2 Tahun 2009 terutama dalam kebudayaan Barat dengan apa yang ia sebut sebagai simulasi (simulation). Simulasi menghasilkan ruang tersendiri yang disebut sebagai ruang simulakrum (simulacrum). Ruang simulakrum adalah ruang yang berisi realit as-realitas semu (hiperreality). Simulakrum sendiri adalah hasil penggandaan dan penggandaan sehingga tidak menyertakan realitas atau referensi asli dalam proses produksinya (reproduksi).( Rosenue, 1992 : xiv) Hiper berasal dari bahasa Yunani “hiper” yang berarti lebih, di atas, atau lebih dari normal.( http//www/Ctheory. com) Hiperrealitas atau realitas semu adalah realitas yang dihasilkan dan reproduksi objek dengan referensi objek yang tidak nyata (model). Ibarat dalam pembuatan peta, simulasi menurut Baudrillard adalah proses pembuatan peta yang mendahului teritorial. Simulasi dimulai dengan proses hiperrelisme yang meniadakan referensi untuk proliferasi tanda. Baudrillard menekankan maksud simulasi sebagai suatu proses proliferasi dalam bentuk penciptaan objek secara simulatif yaitu objek yang didasari referensi yang tidak nyata atau tidak jelas asal-usulnya. Apabila kita kembali ke analogi peta, apa yang nampak sekarang adalah teritorial (realitas) yang tidak jelas asal-usulnya (imajiner). Simulasi dalam dunia teknik komputer merupakan suatu teknik untuk merepresentasikan realitas dengan model yang dapat dimanipulasi dalam komputer digital dimana sifat-sifat objek realitas oleh komputer ditransfer ke dalam kerangka kerja untuk kepentingan tertentu. (Winkler, : 172) Dalam dunia simulasi sulit dibedakan batas-batas antara imajinasi dan realitas, keduanya menjadi setara karena posisi imajinasi berada dalam realitas itu sendiri. Jika dalam prinsip realitas nyata dapat dibedakan antara yang benar dengan yang salah, antara yang nyata dengan yang imajiner maka simulasi meluruhkan kedua
kutub perbedaan tadi. Kutub realitas dan kutub imajiner luruh dalam ruang simulakrum. Dalam tataran kesadaran, simulasi menutup kesadaran seseorang akan realitas yang sesungguhnya. Logika yang berlaku dalam simulasi sama sekali tidak berhubungan dengan logika realitas yang sesungguhnya. Kesadaran yang dibentuk oleh realitas semu adalah kesadaran dalam bentuk simulasi. Pemaknaan dunia dalam era simulasi didasari realitas semu melalui citra-citra yang dihasilkan oleh pelbagai media informasi. Definisi realitas kemudian bergeser menjadi apa yang memungkinkan untuk direproduksi secara setara (that of which it is possible to give an equivalent reproduction). Illusi menjadi tidak lagi impian atau fantasi melainkan menjadi tiruan halusinasi realitas dengan realitas itu sendiri (a halucinatory resemblance of the real with itself). Media informasi seperti televisi, dunia fantasi, shopping mall menjadi model yang membangun nilai, citra diri maupun makna dalam kehidupan sosial. Seperti yang terjadi pada masyarakat konsumer dimana kebutuhan alami dan kebutuhan yang diproduksi tidak dapat dibedakan lagi. Apa yang dikonsumsi bukan lagi dibangun dari kebutuhan objek real komoditas melainkan sistem objek yang melingkupi komoditas tersebut. 1. Contoh untuk simulasi Baudrillard mengambil Disneyland sebagai contoh yang paling tepat untuk simulasi. Pada Disneyland semua konsep permainan dan bangunan dibangun berdasarkan konsep illusi dan fantasi. Disneyland adalah gambaran miniatur bangsa Amerika yang menggambarkan secara obyektif profil sesungguhnya Amerika. Sebuah simulasi total, replika jalan-jalan pro toko l Amerika yang dianeksasikan secara elektronis untuk menjadi taman hiburan realitas semu.
Argyo Demartoto Membahas Gagasan Post Modernisme Baudrillard : Realitas Semu
15
Jurnal Sosiologi DILEMA Disneyland adalah versi khayalan dari distopia (tempat imajiner di mana orang dituntun menjadi tidak manusiawi dan berada dalam kehidupan yang menakutkan) dan merupakan perwujudan imajinasi untuk membuat kita percaya bahwa apa yang berada di hadapan kita adalah yang nyata. Disneyland adalah taman hiburan realitas di mana realitas telah menjadi tontonan. Salah satu bentuk simulasi permainan dalam Disneyland yang mempunyai tingkat interaktif paling tinggi adalah realitas virtual (virtual reality). Realitas virtual (Virtual Reality) adalah teknolo gi pencitraan komputer (computer imaging technology) yang menghasilkan objek-objek virtual yang pada dasarnya merupakan simulasi objek dalam dunia real. Dalam dunia realitas virtual yang ada adalah hasil simulasi pencitraan objek secara tiga dimensi. Dengan menggunakan seperangkat goggle, headphone dan data gloves memasuki ruang semu hasil simulasi objek yang ditampilkan secara realistis, menyerupai objek yang sesungguhnya dalam ruang real. Dimensi interaktif yang terjadi bukan lagi hanya melihat, mendengar atau merasakan namun “merasakan”. Yaitu gabungan dari ketiganya yang disalurkan melalui ketiga perangkat tadi. Teknologi ini muncul sejak tahun 1970an dan lebih banyak digunakan dalam dunia penerbangan terutama angkasa luar dalam mensimulasikan kondisi diluar angkasa. Dalam dunia virtual pengunjung diajak berinteraksi dengan objek virtual dalam ruang dan waktu yang semu seperti dalam ruang dan waktu yang real. Realitas virtual membuat kita seperti menempati dimensi lain, dimensi ke empat yang didefinisikan oleh relativitas Einsteinian dengan penyerapan kutub-kutub ruang dan waktu, atau bahkan bukan lagi sebuah dimensi karena ruang dan waktu berada di bawah kita. Kesetaraan antara imajinasi dan realit as yang mengubah pandangan konvensional akan ruang yang berdimensi tunggal. 16
2. Aspek-Aspek Virtualisasi Objek Munculnya ruang realitas semu ini oleh Baudrillard dijelaskan dengan virtualisasi objek. Melalui teknolo gi mikroprosessor dan sirkuit terpadu, penciptaan objek dalam dunia virtual dicapai dalam pelbagai aspek yang berbeda dalam apa yang oleh Baudrillard disebut sebagai “penulisan dunia secara oto matis” (automatic –writing of the world). Suatu penulisan realita ke dalam kode-kode biner yang tercitrakan secara sempurna melalui medium realitas virtual ini menghasilkan ruang yang bersifat sybernetik atau sering disebut sebagai Cyberspace. Ist ilah Cyberspace pertama kali ditemukan oleh penulis fiksi William Gibso n dalam novelnya yang berjudul Neuoromancer. Cyberspace adalah “ruang tanpa tempat” dalam jalur telepon. Antara pengguna dengan segala sesuatu yang di On-line-kan. Seperti ruang situs-situs Web dalam internet atau CompuServe. (Apignanensi dan Garrat, 1995 : 128.) Aspek-aspek tersebut adalah : pertama, aspek high definition di mana citra yang secara elektronik, numerik, atau yang tersintesakan tak lebih dari emanasi kode digital yang menghasilkannya. Citra ini tidak berhubungan sama sekali dengan representasi dan terlebih dengan estetika ilusi. Seluruh ilusi dihapus dalam kesempurnaan teknis. Sebuah disilusi murni yang mensubstrak satu dimensi pada dunia nyata. Dalam hologram misalnya, oleh Baudrillard dianggap sebagai penyempurnaan citra virtual, seluruh bagian secara mikrosko pik identik dengan keseluruhannya oleh karena itu kita berada dalam dekonstruksi fraktal atas citra paling sempurna yang digeser definisinya. Kedua, aspek ketepatan tinggi (high fidelity), yaitu menghilangnya musik oleh ekses peniruan yang akurat dengan penggunaan perangkat elektronik yang sanggup secara akurat mereproduksi efekefek musikal dan model teknisnya. Musik
Argyo Demartoto Membahas Gagasan Post Modernisme Baudrillard : Realitas Semu
ISSN : 0215 - 9635, Vol 21. No. 2 Tahun 2009 holografis, stereophonis, dan holophonis seolah menelan kembali kode genetiknya sendiri dan kemudian menampilkan sebuah sintesa buatan seperti musik klinis, steril, dan vulgarisasi dari segala kebisingan. Ketiga, aspek waktu nyata (real time) yaitu suatu aspek yang sebangun dengan high definition dalam konteks citra. Dengan kata lain real time adalah simultanitas perist iwa dan difusi peristiwa dalam lingkungan informasi. Proksimitas serentak manusia dan tindakannya pada jarak. Dengan medium elektronik, kita dapat mengatur usaha kita dari belahan lain dunia (telepresence). Salah satu cont oh telepresence dalam kehidupan sehari-hari sekarang ini adalah munculnya jaringan int ernet yang mempunyai fasilit as teleconf rence. Dengan t ekno logi ini memungkinkan pertemuan secara face-toface melalui pencitraan lewat TV monitor. Apa yang sesungguhnya terjadi adalah interaksi antara pengguna teleconfrence dengan medium komputer yang memindahkan citra lawan diskusi ke dalam layar monitor. Seperti halnya ruang citra pada high definition, dalam setiap momen dalam real time secara mikroskopik dirancang, diisolasi dalam sebuah sirkuit yang tertutup dan terintegrasi. Seperti hologram, setiap bagian dari waktu memusatkan informasi total
relatif dari seluruh kejadian, sehingga kita seolah-olah dapat mengendalikan peristiwa tersebut dari seluruh sisi secara bersamaan. Tidak ada jarak, ingatan, atau pun kontinuitas bahkan kematian. Sebuah titik ekstrem dari kenyataan waktu (reality of time). Aspek keempat adalah Pengkodean genetik (genetic coding), yaitu simulasi manusia yang sempurna karena pembuatan organ tubuh virtual yang jauh lebih sempurna dari sesungguhnya, seperti kecenderungan operasi plastik pada wajah, tubuh untuk mencapai bentuk yang sempurna sesuai dengan citra yang diinginkan. Kode genetiknya sendiri (DNA) yang menjadi pusat dari seluruh mahluk hidup menjadi tipe ideal dari virtualitas. Tahapan pengaburan realita ke dalam suatu realita baru yang semu adalah kunci utama pemahaman konsep terbentuknya realitas semu. 3. Proses Simulasi Objek Konsep kunci simulasi ini seperti konsep simulasi dalam teknis simulasi komputer yang terdiri dari empat tahapan yaitu pembentukan model, manipulasi model, interpretasi hasil, dan perbandingan. Proses simulasi dalam teknis komputer dapat dibagankan sebagai berikut :
Bagan 1. Pandangan sederhana Simulasi “REAL WORLD”
MODEL
APPROXIMATE REAL BEHAVIOUR
RESULT
Sumber : Stanley, Winkler, Ibid., hal. 174.
Argyo Demartoto Membahas Gagasan Post Modernisme Baudrillard : Realitas Semu
17
Jurnal Sosiologi DILEMA Tabel 1. Perbandingan Tahap Simulasi Tabel 1. Perbandingan Tahap Simulasi Baudrillard Baudrillard dan Simulasi dalam Teknis dan Simulasi dalam Teknis Komputer Komputer Tahap
Baudrillard
Dalam teknis komputer
1
Pencerminan realita dasar
Pembentukan model
2
Penutupan dan pengubahan realita
Manipulasi model
dasar 3
Menghilangnya realitas dasar
Intepretasi hasil
4
Munculnya realitas semu (simulakrum
Perbandingan dengan
murni)
realitas
Baudrillard melihat proses simulasi objek dalam masyarakat tidak berlangsung dalam satu proses linier namun secara katastropis. Dimensi katastropis lebih menggambarkan ketidaktahuan subjek dalam menempatkan fase dirinya dalam simulasi. Jika simulasi pertama berangkat dari realitas maka proses kedua dan .selanjutnya berangkat dari model atau realitas-realitas semu tadi (hipersimulation). Kesejajaran konsep simulasi Baudrillard dengan simulasi dalam simulasi teknis komputer dilatarbelakangi oleh kemajuan teknologi dalam mengolah atau reduplikasi realitas. Pemahaman makna yang secara linier atau hanya sekali pensimulasian membawa pemahaman dua macam realitas yaitu realitas dasar dan realitas hasil simulasi. Paul Virrilo menyerang konsep Simulation yang dianggapnya sebagai old fashioned. la melihat bahwasanya reproduksi objek dalam proses virtualisasi dalam teknologi masyarakat sekarang tidak menghilangkan realitas. Realitas sebagai referensi reproduksi tidak pernah hilang karena yang muncul adalah proses subtitution sehingga muncul dua realitas, yaitu realitas yang sesungguhnya dan realitas virtual meskipun suatu saat nanti realitas virtual diyakini akan mengalahkan realitas yang sesungguhnya. Sedang Baudrilard melihat pada tingkat referensi objek yang direproduksi (virtualisasi) itu sendiri sudah
18
tidak real lagi. Seperti ceritera yang tidak jelas asal usulnya seperti virtualisasi dalam Disneyland yang membuat ceritera Cinderela, Bajak laut lebih nyata dari realitas sesungguhnya. Serta proses hipersimulasi yang berarti mensimulasikan kembali model hasil simulasi. Namun dalam melihat adanya realitas baru diluar realitas sesungguhnya Virilio meramalkan bahwa realitas virtual nantinya akan mendominasi realitas dasar. Sehingga gagasan Baudrillard lebih dipandangnya sebagai ramalan realitas dimasa depan. Paul Virilio, Cyberwar, God and Television, wawancara dengan Louise Wilson dalam Jurnal Ctheory, http//www/ CTheory.com. Seperti hiperealisasi yang tengah melanda pada alat tukar uang. Pada fase pertama uang muncul sebagai alat pengganti penukar. Nilai uang pada fase Pertama ini belumlah tetap karena uang masih dalam bentuk model yang tradisional seperti kerang, batangan logam. Meskipun demikian benda-benda tadi menggambarkan alat penukar kebutuhan alami masyarakat dan mempunyai nilai tukar sendiri sesuai nilai yang terkandung dalam uang itu sendiri (nilai intrinsik). Pada fase kedua uang mulai berubah bentuk dengan mulai dikenalnya mata uang. Apa yang menjadi tolok ukur adalah, bukan nilai intrinsik benda yang dijadikan uang saja melainkan nilai nominal yang tertera pada uang tadi. Pada fase ketiga
Argyo Demartoto Membahas Gagasan Post Modernisme Baudrillard : Realitas Semu
ISSN : 0215 - 9635, Vol 21. No. 2 Tahun 2009 proliferasi tanda yang tercitrakan lewat angka-angka pada uang benar-benar menggeser nilai uang sesungguhnya (nilai intrinsik). Uang semata hanyalah nilai simbolis nominal, seperti yang terjadi pada uang logam yang semakin tersisih penggunaannya. Dan pada fase ke empat muncullah realitas semu baru yang sama sekali tidak berhubungan dengan realitas dasar uang sebagai alat penukar kebutuhan alami masyarakat. Pendigitalisasian uang melalui kode biner merubah bentuk uang ke dalam kode biner kosong dan satu, seperti yang terdapat dalam arus pertukaran melalui teknologi medium-medium baru. Sistem digital adalah sistem yang beroperasi berdasarkan sistem biner atau sistem yang berbasis dua bukan berbasis sepuluh. Notasi sistem digital ini terdiri dari angka satu dan nol (10 = 2, 1001 = 9, 11001 =21 dan seterusnya. Pengolahan informasi secara digital pada komputer pada tombol on (dot yang dimagnetikkan 1) dan tombol off (absennya dot yang dimagnektikkan) (Appignanesi dan Garrant, 1997 : 66) Seperti munculnya kartu kredit, teleshopping di mana kita dapat bertransakai lewat kode-kode digital yang ditransfer melalui modem atau faks. Dalam realitas baru ini uang telah mengalami proses hiperialisasi hingga menjadi bentuk yang secara tiga dimensi tidak ada bentuknya lagi karena uang telah berubah menjadi kodekode digital. Penggunaan telepon selular, faksimili adalah media utama dalam pertukaran keuangan yang sedikit pun tidak melibatkan uang yang sesungguhnya. Uang telah berubah bentuk menjadi semu namun lebih nyata dari realitas uang itu sendiri. Bahkan uang tidak lagi mencerminkan alat tukar yang menggambarkan nilai suatu komoditas. Apa yang terjadi adalah justru sebaliknya uanglah yang menentukan nilai komoditas. Contoh nyata dari keuangan hiperreal ini adalah perdagangan saham dan mata uang pada pasar keuangan dunia. Seperti krisis moneter yang tengah dihadapi
masyarakat Indonesia. Krisis ini menggambarkan proses hiperialisme pada uang. Barang komoditas mempunyai nilai yang selalu berubah setiap harinya. Uang tidak menggambarkan realitas kebutuhan masyarakat yang seharusnya dikandungnya sebagai alat penukar. Nilai mata uang benarbenar dipengaruhi oleh citra-citra diluar kebutuhan alami masyarakat seperti isu-isu po litik, statement pejabat , manuvermanuver politik tokoh-tokoh tertentu, dan lain-lain. Perubahan harga secara terusmenerus dalam jangka waktu yang relatif pendek menggambarkan uang yang beredar bukan lagi uang sebagai alat penukar yang seharusnya menjembatani pertukaran nilai ko moditas. Nilai mata uang lebih mencerminkan citra gejo lak-gejo lak sentimen pasar yang muncul dalam masyarakat selama krisis berlangsung. (Baudrillard, 1987 : 86.) Hiperealisme objek yang menghasilkan realitas semu ini tak lepas dari pergeseran paradigma teknologi dari penguasaan alam melalui pengetahuan hukum-hukum alam yang universal menuju ke pengkodean realitas dalam oposisi biner. Hiperealisme melalui digitalisme membuat strategi tersendiri dalam memunculkan realitas, Baudrillard menyebutnya sebagai “deterrence”. Deterrence mendasari pemikiran Baudrillard akan eksistensi sejarah. Proses hiperialisme realitas yang membuat kita percaya bahwa apa yang tengah terjadi adalah benar-benar nyata dan merupakan bagian dari suatu sejarah. Deterrence adalah bentuk tindakan yang sangat aneh : deterrence adalah apa yang menyebabkan sesuatu tidak pada tempat nya. Deterrence mendominasi seluruh periode kontemporer kita, yang cenderung untuk tidak menghasilkan peristiwa sebagai penyebab sesuatunya menjadi tidak muncul, sementara kita melihat (seperti berpikir) bahwa sesuatu itu adalah peristiwa sejarah. (Baudrillard , 1994 : 17)
Argyo Demartoto Membahas Gagasan Post Modernisme Baudrillard : Realitas Semu
19
Jurnal Sosiologi DILEMA Sejarah, perang, realitas dan nafsu adalah tempat di mana strategi deterrence bekerja. Salah satu provokasi bentuk deterrence Baudrilard adalah tidak berlangsungnya perang Teluk. Perang Teluk yang terjadi hanyalah hasil hiperrealisme televisi yang disiarkan secara langsung oleh CNN secara nonstop. Dalam perang Teluk apa yang menjadi pertanyaan bukanlah siapa menghadapi perang melainkan siapa menghadapi realitas perang. Apa- yang muncul dipermukaan adalah citra-citra yang ditampilkan oleh medium. Perang tak lebih dari perang media untuk mendapatkan opini atau perhitungan untung-rugi. Perang telah mengalami krisis definisinya. Baudrillard menganalogikan perang Teluk seperti simulakrum Helen yang merupakan jantung dari perang Troya. Dengan simulakrum Helen tadi para pendeta merealisasikannya dalam realitas dalam bentuk strategi perang Troya yang terkenal itu. Perang Teluk bagi Baudrillard tak lebih dari reproduksi simulakrum perang Troya yang seolah-olah masuk dalam suatu sejarah. St rategi deterrence melalui teknologi digitalisme medium komunikasi telah meyakinkan semua orang bahwa perang Teluk benarbenar nyata dan berlangsung. D. Penutup Realit as semu adalah hasil dari implosi medium yang menghasilkan penetralan kutub realitas dan ilusi. Realitas semu muncul dari proliferasi tanda yang tidak jelas asal usulnya. Proses reproduksi
objek dalam masyarakat yang disebut Baudrillard sebagai era simulasi telah mengalami pergeseran dari reproduksi yang bersifat mekanis menuju digital. Dari pemahaman kode semiolo gis ke pemahaman kode yang digital. Proses yang muncul kemudian adalah semacam dematerialisasi objek yaitu virtualisasai objek melalui kode-kode digital yang mempunyai proses penyampaian informasi yang bersifat instrumental seperti kode-kode genetis. Pada akhirnya proses penyampaian instrumental ini mengancam eksistensi aura setiap objek atau yang disebut Baudrillard sebagai ekstasi komunikasi. Baudrillard yang mencermati pertautan antara kapitalisme, teknologi terutama media dan rasionalitas, kembali mempertanyakan makna eksistensi objekobjek dalam masyarakat bahkan pada gilirannya mempertanyakan kembali eksistensi masyarakat itu sendiri yang berarti mempertanyakan juga eksistensi sosiologi sebagai sebuah subjek. Dalam pandangan metafisikanya Baudrillrad menjelaskan being sebagai simulakra hasil dari proses simulasi yaitu reproduksi objek yang menghasilkan realitas sernu (hiperreality). Secara metodologis gagasannya mengakhiri sosiologi yang didasarkan pada metafisika dualisme yang dibangun oleh Descartes. Pandangannya yang fatalis t erhadap teknolo gi ini membuatnya memprovokasikan kematian atau akhir dari sosial, sejarah, seni, aura dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA Baudrillard, Jean, 1983(a), Simulation transl. Paul Foss, Paul Patton dan Phillip Beitchman, Semiotex(e) _____________, 1994 (a) The ascent of the vacuum towards the periphery, dalam The Illusion of the End terj. Chris Turner Polity Press Cambridge. _____________, 1994(b), The Illusion of War, dalam The Illusion Of the End, terjemahan Chris Turner, Polity Press, Cambridge Best, Steven dan Douglas Kellner, 1993, Postmodern Theory : Critical Interogations, Mac Millan Education Ltd. Gane, Mike, 1994, Radical Theory: Baudrillard and Vulnerability dalam Theory Culture and Society, Vol. 12 Nomor 4 November 1995.
20
Argyo Demartoto Membahas Gagasan Post Modernisme Baudrillard : Realitas Semu