TUGAS AKHIR
PENDIDIKAN PANCASILA
“MEMBANGUN KEMBALI PAMOR PANCASILA”
Oleh :
Akbar Nafis 11.11.5660 Strata 1 Teknik Informatika
Kelompok F Dosen : Abidarin Rosidi, Dr, M.Ma.
SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA 2011
Abstraksi
Sejak dikumandangkannya proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia, Pancasila telah tersurat dengan jelas dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai dasar filsafat negara.Akan tetapi dalam zaman modern ini Pancasila seperti kehilangan sinarnya dan seolah terlupakan. Banyak dari kita yang tidak mengerti atau bahkan tidak tahu sama sekali makna dari Pancasila. Mereka yang tahu pun tidak menerapkannya di dalam kehidupan sehari-harinya. Kalau individu-individu di dalam bangsa ini tidak berpegang teguh pada ideologi bangsanya, maka cepat atau lambat bangsa ini akan menjadi bangsa yang lemah, bahkan dapat dengan mudah diporakporandakan bangsa lain. Atas dasar tersebut dibuat sebagai sebuah partisipasi untuk berusaha mengembalikan pamor Pancasila di dalam kehidupan modern ini. Hal ini dimaksudkan untuk mengkaji dan memahami Pancasila dari sudut pandang sejarah (historis), filsafat, agar kita semua dapt menyimpulkan arti dan pentingnya Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Kualitas warga negara tergantung terutama pada keyakinan dan pegangan hidup mereka dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara disamping pada tingkat serta mutu penguasaannya atas IPTEK. Pancasila sebagai dasar negara dan pegangan hidup akan benar-benar menjadi sikap dan perilaku warga negara bila ia dapat merasakan bahwa pancasila adalah yang paling sesuai dengan kehidupannya sehari-hari.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diawali dari adanya keprihatinan terhadap makin merebaknya pandangan politik sektarian di tengah kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, Pancasila sekarang ini dianggap tidak dapat menjawab apa yang menjadi relevansinya terhadap tantangan ke depan, termasuk untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa. Era reformasi yang telah berjalan sejak 1998 dan mungkin akan terus bergulir berhasil membawa kita ke sebuah masa yang penuh kebebasan dalam menganut dan mengungkapkan suatu pandangan politik, sayangnya kebebasan itu berdampak pada penurunan pamor Pancasila. Kalau hal ini terus terjadi maka bukan tidak mungkin Pancasila sebagai ajaran tidak dikenal lagi oleh anak bangsa.Dengan demikian bagaimana mungkin mereka (generasi muda) dapat menghayati Pancasila, apalagi untuk menerapkannya.Kalau ini terjadi maka bangsa ini tidak lagi mempunyai ideologi.Bangsa yang tidak punya ideologi dapat dengan mudah diporakporandakan oleh kekuatan (ideologi) dari luar maupun faham sektarian dari dalam.Akibatnya pula kesatuan NKRI tinggal menunggu masa keretakannya.Apakah kita semua menginginkan ini terjadi?Tentu tidak bukan?Oleh sebab itu sudah sewajarnyalah kita sebagai generasi muda ikut bertanggungjawab untuk bisa mengembalikan dan mempertahankan moral bangsa.Karna kalau bukan kita yang melakukannya lalu siapa lagi?
B. Rumusan Masalah Bagaimana seharusnya kita sebagai warga Negara Indonesia khususnya generasi muda untuk mempertahankan, menghayati, dan mengamalkan apa yang sebenarnya terkandung dalam ajaran Pancasila? C. Tujuan Penulisan Sebagai warga negara yang setia pada nusa dan bangsa, sudah seharusnyalah mempelajari dan menghayati pandangan hidup bangsa yang sekaligus sebagai dasar filsafat negara, seterusnya untuk diamalkan dan dipertahankan.Oleh karena itu Pancasila sebagai dasar filsafat negara yang secara resmi tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 wajib dipelajari dan dipahami.Makalah ini dibuat sebagai salah satu bentuk partisipasi untuk kembali belajar tentang Pancasila yang telah ditetapkan sebagai dasar (ideologi) negara kita. Makalah ini diharapkan dapat membantu menganalisis dan menjawab masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat kita secara berkesinambungan dan konsisten, sesuai dengan cita-cita dan tujuan nasional seperti yang digariskan dalam Pembukaan UUD 1945. Pada tingkat pemahaman tersebut, filsafat dan ideologi Pancasila diharapkan telah menjiwai tingkah laku generasi muda ini sebagai warga negara Indonesia sehingga sekalipun mereka menguasai dan berinteraksi dengan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni global, mereka tidak akan kehilangan jati dirir atau tercabut dari akar budaya bangsa mereka.
BAB II PEMBAHASAN A. Beberapa Pengertian Pancasila Sebelum membahas Pancasila secara mendalam , terlebih dahulu perlu diperhatikan kata-kata mutiara pujangga besar bangsa Cina, yaitu confusius, yang disebutkan dalam bukunya (Ismaun, Tinjauan Pancasila Dasar Filsafat Negara Republik Indonesia). Ketika beliau ditanya oleh beberapa orang yang datang pada beliau: “Apakah yang mula-mula bapak kerjakan, seandainya bapak dipilih menjadi Pemimpin Negara?” Jawab Confusius adalah: “Mula-mula yang saya kerjakan ialah menerbitkan semua istilah yang ada didalam negara agar tiap-tiap istilah tidak mempunyai tafsiran yang kabur/kacau. Dengan demikian seluruh warga dan aparat negara dapat melakukan semua tugas dan kewajibannya dengan jelas dan tepat”. Ringkasnya kata-kata mutiara Confusius itu berbunyi demikian: “Kalau anda hendak mengatur negara dengan baik, maka terlebih dahulu terbitkanlah istilah-istilah yang ada didalam negara itu”: oleh karena itu, menurut Ismaun, sebelum membahas isi materi Pancasila sebagai dasar filsafat Negara Republik Indonesia, perlu diketahui terlebih dahulu apakah arti istilah “Pancasila” itu, dari bahasa apakah asalnya perkataan itu dan dimana dipergunakannya serta bagaimanakah perkembangan selanjutnya. Istilah “Pancasila” yang sekarang telah menjadi nama resmi Dasar Filsafat Negara, dahulunya mempunyai proses perkembangan, baik ditinjau dari segi
bahasa maupun sejarahnya, dari segi penulisan maupun penggunaannya. Oleh karena itu istilah “Pancasila” ini akan dibicarakan secara etimologis, secara historis, dan terminologis. a. Secara Etimologis Secara etimologis atau menurut logatnya “Pancasila” berasal dari bahasa India, yakni bahasa sansekerta, bahasa kasta Brahmana, sedangkan bahasa rakyat jelata ialah Prakerta. Menurut Muhammad Yamin, didalam bahsa sanskerta perkataan Pancasila ada dua macam arti, yaitu: Panca : artinya “lima” Syila
: dengan huruf i biasa (huruf i pendek), artinya “batu-sendi”,”alas” atau
“dasar”. Syila
: dengan huruf i panjang, artinya “ peraturan tingkah laku yang
penting/baik/senonoh”. Kata” syila” ini dalam bahasa indonesia menjadi “susila”, artinya “tingkah laku yang baik”. Dengan uraian di atas maka perkataan “ Panca-syila” dengan huruf satu ( biasa ) berarti “ berbatu sendi yang lima “, “berdasar yang lima “ atau” lima dasar “ . sedangkan “panca syila”(dengan huruf Dewanagari,dengan huruf i dua (panjang) berarti “ lima aturan tingkah laku yang penting”.
b. Secara Historis secara
historis
istilah “pancasila”
mula-mula
dipergunakan oleh
masyarakat india yang memeluk agama Budha, pancasila berarti “ lima-aturan” atau “Five Moral Principles” yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh para penganut biasa(awam) agam Budha, yang dalam bahasa aslinya, yaitu bahasa Pali “Panca-Sila”, yang berisi lima larangan atau lima pantangan yang bunyinya menurut encyclopedia atau kamus” Buddhisme adalah sebagai berikut 1. Panatipata veramani sikkhapadam samadiyami. Artinya: janganlah mencabut nyawa setiap yang hidup: maksudnya dilarang membunuh. 2.
Adinnadana
veramani
sikkhapadam
samadiyami.
Artinya:
janganlah
mengambil barang yang tidak diberikan: maksudnya dilarang mencuri 3. Kameshu micchacara veramani sikkhapadam samadiyami. Artinya: janganlah berhubungan kelamin yang tidak sah dengan perempuan; maksudnya dilarang berzinah. 4. Musawada veramani sakkhapadam samadiyami. Artinya: janganlah berkata palsu: maksudnya dilarang berdusta. 5. Sura-meraya-majja-pamadatthana veramani sikkhapadam samadiyami. Artinya: janganlah meminum minuman yang menghilangkan pikiran: maksudnya dilarang minum minuman keras. Jadi pertama kali istilah “Pancasila” digunakan untuk memberi nama rumusan lima dasar moral dalam agama Budha.
Perkembangan selanjutnya istilah ”Pancasila” masuk dalam khazanah kesusastraan Jawa-kuno pada zaman Majapahit di bawah raja Hayam Wuruk dan patih Gajah Mada.
Istilah “Pancasila”
terdapat
dalam
buku
keropak
negarakertagama,yang berupa syair pujian ditulis oleh pujangga istana bernama Empu Prapanca selesai pada tahun 1365, yakni didalam sarga 53 bait ke-2 yang berbunyi sebagai berikut: “Yatnanggewani pancasyila kertasangkarabhisekakakrama”. Artinya: Raja menjalankan dengan setia kelima pantangan (pancasila) itu begitu pula upacara-upacara ibadat dan penobatan-penobatan. Selain terdapat dalam buku Negarakertagama yang masih dalam zaman Majapahit istilah “pancasila” juga terdapat dalam buku Sutasoma karangan Empu Tantular. Dalam buku Sutasoma ini istilah pancasila disamping mempunyai arti “berbatu sendi yang lima”(dari bahasa sansekerta) juga mempunyai arti “pelaksanaan kesusilaan yang lima”, (Pancasila Krama) , yaitu: 1. Tidak boleh melakukan kekerasan 2. Tidak boleh mencuri 3. Tidak boleh berjiwa dengki 4.Tidak boleh berbohong 5. Tidak boleh mabuk miniman keras. Demikianlah perkembangan istilah “Pancasila”, dari bahasa sansekerta menjadi bahasa jawa-kuno yang artinya tetap sama terdapat pada zaman
Majapahit. Karena di zaman Majapahit hidup berdampingan secara damai kepercayaan tradisi agama Hindu Syiwa dan agama Buddha Mahayana dan campurannya Tantrayana. Sedangkan Empu Prapanca sendiri kemudian juga menjabat “Dharmadyaksa Ring Kasogatan”, yaitu Penghulu/ Kepala Urusan Agama Budha. Sesudah Majapahit runtuh dan islam tersebar ke seluruh Indonesia,sisasisa dari pengaruh ajaran moral Budha yaitu Pancasila, masih terdapat juga dikenal dalam masyarakat Jawa sebagai Lima Larangan (Pantangan, wewaler, pamali), dan isinya agak lain, yang disebut dengan singkatan “Ma-Lima” yaitu lima larangan, yang dimulai dengan awal kata “Ma”. Lima larangan tersebut adalah: Mateni : artinya membunuh Maling : artinya mencuri Madon : artinya berzina Madat
: artinya menghisap candu
Main : artinya berjudi. Lima larangan moral atau “Ma-lima”. c. Secara Terminologis Secara terminologis atau berdasarkan istilahnya yang digunakan di Indonesia, dimulai sejak sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapa Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 1 Juni 1945. Istilah “Pancasila”
dipergunakan oleh Bung Karno untuk memberi nama pada lima dasar atau lima prinsip negara Indonesia Merdeka yang diusulkannya. Sedangkan istilah tersebut, menurut Bung Karno sendiri adalah dibisikkan dari temannya seorang ahli bahasa. Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia Merdeka dan keesokan harinya tanggal 18 Agustus disahkanlah Undang-Undang Dasar 1945 yang sebelumnya masih merupakan Rancangan Hukum Dasar serta dalam Pembukaannya memuat rumusan lima dasar negara Republik Indonesia yang diberi nama Pancasila. Sejak saat itulah istilah “Pancasila” secara resmi atau secara formal masuk kedalam bahasa Indonesia walaupun didalam Pembukaan UUD 1945 itu tidak disebutkan nama Pancaasila. Pancasila dalam Pembukaan ini sebagai dasar negara, oleh karena itu istilah “Pancasila” artinya Lima-Dasar, yang dimaksud adalah satu dasar negara yang terdiri atas lima unsur yang menjadi satu kesatuan Dasar Filsafat Negara Republik Indonesia yang isinya sebagaimana tertera dalam alinea keempat bagian akhir Pembukaan UUD 1945. Pancasila dalam bahasa Indonesia dan secara yuridis yang dimaksudkannya adalah: 1. Ketuhanan Yang Maha Esa 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab 3. Persatuan Indonesia 4.
Kerakyatan
yang
dipimpin
oleh
permusyawaratan/perwakilan 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
hikmat
kebijaksanaan
dalam
B. Pengertian Pancasila Sebagai Sistem Filsafat Filsafat negara kita ialah Pancasila,yang diakui dan diterima oleh Bangsa Indonesia sebagai pandangan hidup. Dengan demikian,Pancasila harus dijadikan pedoman dalam kelakuan dan pergaulan sehari-hari. Sebagaimana telah dirumuskan oleh Presiden Soekarno,Pancasila pada hakikatnya telah hidup sejak dahulu dalam moral, adat istiadat, dan kebiasaan masyarakat Indonesia. “Dengan adanya kemerdekaan Indonesia, Pancasila bukanlah lahir, atau baru dijelmakan, tetapi sebenarnya pancasila itu bangkit kembali”. Sebagai pandangan hidup bangsa, maka sewajarnyalah asas-asas Pancasila disampaikan kepada generasi baru melalui pengajaran dan pendidikan. Pancasila menunjukkan terjadinya proses ilmu pengetahuan, validitas, dan hakikat ilmu pengetahuan (teori ilmu pengetahuan). Pancasila menjadi daya dinamis yang meresapi keseluruh tindakan kita, dan kita harus merenungkan dan mencerna arti tiap-tiap sila dengan berpedoman pada uraian tokoh-tokoh nasional, agar kita tidak memiliki tafsiran yang bertentangan. Dengan Pancasila sebagai filsafat negara dan bangsa Indonesia, kita dapat mencapai tujuan bangsa dan negara kita. Kesatuan Nilai-nilai Pancasila sebagai Filsafat Pancasila merupakan kesatuan, dimana sila Ketuhanan Yang Maha Esa mempunyai ruang lingkup seluruh Indonesia. Hendaknya Negara Indonesia adalah negara di mana warga negaranya dapat menjalankan ibadah agamanya
secara leluasa.Namun segenap rakyat hendaknya menghilangkan ”egoisme agama”. Sila kemanusiaan yang adil dan beradab tidak dapat dipisahkan dari silasila yang lain, misalnya dengan sila ketiga. Agar mendapat gambaran yang jelas perhatikan ucapan Bung Karno berikut: “Kita bukan saja harus mendirikan Negara Indonesia merdeka, tetapi kita harus menuju pula kepada kekeluargaan bangsa-bangsa. Justru inilah prinsip saya yang kedua, inilah filosofich principe yang nomor dua yang saya
usulkan
kepada
tuan-tuan
yang
boleh
saya
namakan
“Internasionalisme”. Tetapi jikalau saya katakan internasionalisme, bukanlah saya bermaksud kosmopolitisme, yang tidak mau adanya kebangsaan, yang mengatakan tidak ada Indonesia, tidak ada Nippon, tidak ada Birma, tidak ada Inggris, tidak ada Amerika, dan lain-lainnya. Internasionalisme tidak dapat hidup subur kalau tidak berakar di dalam buminya nasionalisme. Jadi, dua hal ini, saudara-saudara, primsip I dan prinsip II, yang pertama-tama saya usulkan kepada tuan-tuan sekalian, adalah bergandengan erat satu sama lain.” Dalam sila persatuan Indonesia, diakui dan disadari bahwa Indonesia terdiri dari bermacam-macam suku yang mempunyai adat istiadat dan kebudayaan beraneka ragam.Perbedaan-perbedaan yang ada bukanlah merupakan hambatan akan tetapi justru menjadi pendorong untuk bersatu.Sejarah menunjukkan bahwa waktu bangsa Indonesia bersatu mereka jaya, sebaliknya menderita karena perpecahan. Bung Karno (1945) antara lain mengatakan:
“Pendek kata bangsa Indonesia, Natie Indonesia, bukanlah sekadar satu golongan orang yang hidup dengan “Iedesire d’etre esemble” di atas daerah yang kecil, seperti Minangkabau, atau Madura, atau Yogya, atau Sunda, atau Bugis, tetapi bangsa Indonesia adalah seluruh manusia yang menurut geopolitik yang telah ditentukan oleh Allah SWT, tinggal dikesatuannya semua pulau-pulau Indonesia dari ujung utara Sumatra sampai ke Irian, seluruhnya.” Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan secara eksplisit menyebut istilah kerakyatan, dan bukan
demokrasi.Yang
dimaksud
“hikmah
kebijaksanaan
dalam
permusyawaratan” adalah musyawarah untuk mufakat. Kerakyatan tidak berarti sama dengan demokrasi liberal yang berprinsip pada musyawarah untuk mufakat tanpa diperkenankan melakukan pemungutan suara, sehingga dapat menimbulkan hak veto atau dictator minoritas. Musyawarah untuk mufakat adalah cirri khusus Indonesia. Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia menunjukan tujuan bangsa Indonesia, yaitu mendapatkan keadilan sosial, artinya hidup dengan bahagia, tentram, dan sejahtera jasmani dan rohani.Selain harus menjalankan kewajiban sebagaimana layaknya warga Negara, mereka juga menerima hak untuk hidup bahagia, sejahtera, aman, dan tentram. Dengan demikian berdasrakan azas-azas dan kriteria filosofis serta beberapa pendapat tersebut di atas, system filsafat Pancasila memiliki kriteria dan sifat-sifat universal dan memiliki cirri-ciri khas nasional, sebagai berikut:
1. Sistematis, fundamental, universal, integral dan radikal mencari kebenaran yang hakiki 2. Filsafat yang monotheis dan religious yang mempercayai adanya sumber kesemestaan, yaitu Tuhan Yang Maha Esa 3. Monodualisme dan Monopluralisme atau integralistik yang mengutamakan ketuhanan, kesatuan dan kekeluargaan 4. Satu kesatuan totalitas yang bulat dan utuh antar sila-sila Pancasila 5. Memiliki corak universal, terutama sila I dan sila II serta corak nasional Indonesia terutama sila III, IV, dan V 6. Idealisme fungsional (dasar dan fungsi serta tujuan idiil sekaligus) 7. Harmoni idiil (asas selaras, serasi dan seimbang) 8. Memiliki ciri-ciri dimensi idealitas,realitas dan fleksibilitas.
C. PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL a. Pengertian Ideologi Ideologi berasal dari kata Yunani idein yang berarti melihat, atau idea yang berarti raut muka, perawalan, gagasan, buah pikiran, dan kata logia yang berarti ajaran.Dengan demikian ideology adalah ajaran atau ilmu tentang gagasan dan buah pikiran atau sciene des ideas. Ideologi dapat dirumuskan sebagai komplek pengetahuan dan nilai yang secara keseluruhan menjadi landasan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami jagat
raya
dan
bumi
seisinya
serta
menentukan
sikap
dasar
untuk
mengolahnya.Sebagai ideologi bangsa dan Negara Indonesia, Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu hasil penuangan atau pemikiran seseorang atau sekelompok orang.Pancasila diangkat dari nilai-nilai adt istiadat kebudayaan serta nilai religious yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia. Pengertian ideologi secara umum adalah suatu kumpulan gagasan, ide, keyakinan serta kepercayaan yang bersifat sistematis yang mengarahkan tingkah laku seseorang dalam berbagai bidang kehidupan, seperti: a. Bidang politik, termasuk bidang hokum, pertahanan dan keamanan. b. Bidang social c. Bidang kebudayaan d. Bidang keagamaan
b. Kekuatan Ideologi Kekutan ideologi tergantung pada kualitas tiga dimensi yang ada pada ideologi tersebut: 1. Dimensi realita, yaitu bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung dalam ideology tersebut secara riil hidup di dalam serta bersumber dari budaya dan
pengalaman
sejarah
masyarakat
atau
bangsanya
(menjadi
volkgeis/jiwa bangsa). 2. Dimensi idealisme, yaitu bahwa nilai-nilai dasar ideologi tersebut mengandung idealisme yang memberi harapan tentang masa depan yang lebih baik melalui pengalaman dalam praktik kehidupan bersama seharihari. 3. Dimensi Fleksibilitas/dimensi pengembangan, yaitu ideologi tersebut memiliki keluwesan yang memungkinkan dan merangsang pengembangan pemikiran-pemikiran baru yang relevan dengan ideologi bersangkutan tanpa menghilangkan atau mengingkari jati diri yang terkandung dalam nilai-nilai dasarnya. Dengan demikian, untuk dapat menjalankan fungsinya, suatu ideologi harus senantiasa hidup, fleksibel, dan tahan uji dari masa ke masa.
c. Makna Ideologi bagi Negara Ideologi Negara dalam arti cita-cita Negara memiliki cirri-ciri sebagai berikut: a. Mempunyai derajat yang tinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan.
b. Mewujudkan satu asas kerohanian pandangan dunia, pandangan hidup yang harus dipelihara, dikembangkan, diamalkan, dilestarikan kepada generasi penerus bangsa, diperjuangkan, dan dipertahankan. Ideologi Pancasila sebagia ideologi bangsa dan Negara tumbuh dan berkembang dalam pandangan hidup bangsa dan masyarakat Indonesia. Dasar yuridis formal ideologi Pancasila tersimpul dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu “…dengan berdasar ketuhanan Yang Maha Esa…” yang memiliki makna dasar filsafat Negara sekaligus asas kerohanian Negara.
D. Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Pancasila Di dalam tatanan nilai kehidupan bernegara, ada yang disebut sebagai nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praksis.
Nilai dasar adalah asas-asas yang kita terima sebagai dalil yang kurang lebih mutlak. Nilai dasar berasal dari nilai-nilai cultural atau budaya yang berasal dari bangsa Indonesia itu sendiri, yaitu yang berakar dari kebudayaan, sesuai dengan UUD 1945 yang mencerminkan hakikat nilai cultural.
Nilai instrumental adalah pelaksanaan umum nilai-nilai dasar, biasanya dalam wujud norma social atau norma hukum, yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam lembaga-lembaga yang sesuai dengan kebutuhan tempat dan waktu. Nilai instrumental, walaupun lebih rendah daripada nilai dasar, tetapi tidak kalah penting karena nilai ini mewujudkan nilai umum menjadi konkret serta sesuai dengan zaman. Nilai instrumental merupakan tafsir positif terhadap nilai dasar yang umum.
Nilai Praksis adalah nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan. Semangatnya nilai praksis ini seyogyanya sama dengan semangat nilai dasar dan nilai Instrumental. Nilai inilah yang sesungguhnya merupakan bahan ujian apakah nilai dasar dan nilai instrumental sungguh-sungguh hidup dalam masyarakat atau tidak.
Darjidarmodihardjo,
dkk.(1991:
52)
merumuskan
terkandung dalam Pancasila sebagai berikut:
nilai-nilai
yang
(1) Dalam sila I Ketuhanan Yang Maha Esa terkandung nilai-nilai religius antara lain: a. keyakinan ter hadap adanya Tuhan Yang Maha Esa dengan sifatsifatnya Yang Maha sempurna, yakni Maha Kasih, Maha Kuasa, Maha Adil, Maha Bijaksana, dan sifat suci lainnya; b. ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yakni menjalankan semua perintahNya dan menjauhi segala larangan-Nya; c. nilai sila I ini meliputi dan menjiwai sila-sila II, III, IV, dan V. (2) Dalam sila II Kemanusiaan yang adil dan beradab, terkandung nilai-nilai kemanusiaan, antara lain: a. Pengakuan terhadap adanya martabat manusia; b. Perlakuan yang adil terhadap sesama manusia; c. Pengertian manusia yang beradab memiliki daya cipta, rasa, karsa, dan keyakinan sehingga jelas adanya perbedaan antara manusia dan hewan; d. Nilai sila II meliputi dan menjiwai sila III, IV, dan V. (3) Dalam sila III yang berbunyi Persatuan Indonesia terkandung nilai persatuan bangsa, antara lain: a. Persatuan Indonesia ialah persatuan bangsa yang mencakup seluruh wilayah Indonesia; b. Bangsa Indonesia adlah persatuan suku-suku bangsa yang mendiami wilayah Indonesia; c. Pengakuan terhadap ke-“Bhineka Tunggak Ika”-an suku bangsa dan kebudayaan bangsa (berbeda-beda namun satu jiwa) yang memberikan arah pembinaan kesatuan bangsa; d. Nilai sila ini III meliputi dan menjiwai sila IV dan V.
(4) Dalam sila IV Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan terkandung nilai kerakyatan, antara lain: a. Kedaulatan Negara adalah di tangan rakyat; b. Pemimpin kerakyatan adalah hikmah kebijaksanaan yang dilandasi oleh akal sehat; c. Manusia Indonesia sebagai warga Negara dan warga masyarakat Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama; d. Musyawarah untuk mufakat dicapai dalam permusyawaratan wakilwakil rakyat; e. Nilai sila IV meliputi dan menjiwai sila V. (5) Dalam sila V Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia terkandung nilai keadilan social, antara lain: a. Perwujudan
keadilan
sosial
dalam
kehidupan
sosial
atau
kemasyarakatan meliputi seluruh rakyat Indonesia; b. Keadilan dalam kehidupan sosial terutama meliputi bidang-bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, dan pertahanan keamanan nasional (Ipoleksosbudhankamnas); c. Cita-cita masyarakat adil dan makmur secara material dan spiritual yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia; d. Keseimbangan antara hak dan kewajiban, dan menghormati hak orang lain; e. Cinta akan kemajuan dan pembanguna f. Nilai sila V ini diliputi dan dijiwai sila I,II,III,IV.
Nilai-nilai yang terkandung dalam sila I sampai dengan sila V Pancasila merupakan cita-cita, harapan, dambaan bangsa Indonesia yang akan diwujudkan dalam kehidupannya. Sejak dahulu kala nilai-nilai itu selalu didambakan, dicitacitakan bangsa Indonesia agar terwujud dalam masyarakat yang tata tentrem, karta raharja, gemah ripah loh jinawi, dengan penuh harapan diupayakan terrealisasi dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan manusia Indonesia.
E. BEDAH BUTIR PADA PANCASILA 1.Ketuhanan Yang Maha Esa
Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaanya dan ketaqwaanya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama anatra pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaanya masing masing Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Mengakui persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturrunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan. Berani membela kebenaran dan keadilan. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
3. Persatuan Indonesia
Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah. Dengan i’tikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban. Menghormati hak orang lain. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum. Suka bekerja keras. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
F. PENGHAYATAN FUNGSI PANCASILA Pancasila tidak lahir secara mendadak pada tahun 1945, melainkan telah melalui proses yang panjang, dimatangkan oleh sejarah perjuangan bangsa Indonesia, dengan melihat pengalaman bangsa-bangsa lain, dengan diilhami oleh gagasan-gagasan besar dunia, dan dengan tetap berakar pada kepribadian bangsa Indonesia sendiri dan gagasan-gagasan besar bangsa Indonesia sendiri. Pancasila sebagai pandangan hidup yang berakar dalam kepribadian bangsa dan yang merupakan cerminan dari jiwa bangsa Indonesia, diterima sebagai dasar Negara yang mengatur hidup ketatanegaraan. Hal ini tampak dalam sejarah bahwa meskipun dituangkan dalam rumusan yang agak berbeda, namun dalam tiga buah Undang-Undang Dasar yang pernah dimiliki bangsa Indonesia (yaitu dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, dalam Mukaddimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949, dan dalam Mukaddimah UndangUndang Dasar Sementara 1950) Pancasila tetap tercantum di dalamnya. Pancasila yang selalu dikukuhkan dalam kehidupan konstitusional itu, Pancasila yang selalu menjadi pegangan bersama pada saat-saat terjadi krisis nasional dan ancaman terhadap eksistensi bangsa Indonesia, merupakan bukti sejarah bahwa Pancasila memang selalu dikehendaki oleh bangsa Indonesia sebagai dasar kerohanian Negara, dikehendaki sebagai dasar Negara. Dasar Negara ini jelas dikehendaki oleh bangsa dan rakyat Indonesia, karena sebenarnya ia telah tertanam dalam kalbunya bangsa Indonesia, oleh karena itu ia juga merupakan dasar Negara yang mampu mempersatukan bangsa Indonesia.
a. Penghayatan Fungsi Pancasila Pancasila yang direnungkan dan digali atas dasar pola hidup bangsa Indonesia sendiri dapat dihayati secara berurutan sebagai tahap-tahap penghayatan Pancasila secara sistematik dan sekaligus dapat menunjukan bahwa Pancasila dalam kehidupan sehari-hari sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia. Penghayatan Pancasila secara sistematis ini dimulai dari pemikiran tentang jiwa bangsa Indonesia sampai dapat dinyatakan sebagai pedoman hidup bangsa Indonesia yang merupakan sebagai fungsi dan kedudukan Pancasila, yakni: 1. Pancasila sebagai Jiwa Bangsa Indonesia Setiap manusia lahir dibekali dengan jiwa sebagai sumber daya bagi manusia untuk memikirkan serta memutuskan apa yang sesuai dengan dirinya. Demikian juga bangsa sebagai kumpulan manusia yang mempunyai sifat-sifat tertentu yang sama sebagai kesatuan, kumpulan jiwa inipun membentuk juga “jiwa bangsa” yang mengandung kesamaan untuk seluruh warganya. Jiwa bangsa Indonesia adalah Pancasila, yang lahir bersamaan dengan adanya bangsa Indonesia, bukan hal baru, hanya perumusannya yang baru kemudian.Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia ini merupakan sumber daya bagi kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia. 2. Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia Jiwa bangsa Indonesia mempunyai arti statis (tetap tidak berubah), dan mempunyai arti dinamis (bergerak).Jiwa ini keluar diwujudkan dalam sikap mental dan tingkah laku serta amal perbuatan. Sikap mental,
tingkah laku, dan amal perbuatan bangsa Indonesia mempunyai cirriciri khas, artimya dapat dibedakan dengan bangsa lain. Ciri-ciri khas yang merupakan perwujudan dari jiwa bangsa inilah yang dimaksud dengan kepribadian bangsa, dan kepribadian bangsa Indonesia adalah Pancasila. 3. Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia Dengan kepribadian bangsa Indonesia yang kuat maka secara langsung kepribadian
itu
menjelma
menjadi
pandangan
hidup,
yakni
Pancasila.Ditinjau dari segi materinya Pancasila ini merupakan kristalisasi dari nilai-nilai luhur yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri yang diyakini kebenarannya dan menimbulkan tekad pada bangsa Indonesia untuk mewujudkannya.Dan adanya tekad ini maka Pancasila dapat mempersatukan bangsa Indonesia, member petunjuk dalam mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan lahir maupun batin dalam masyarakat Indonesia yang beraneka ragam sifatnya. Karena itulah maka dalam melaksanakan pembangunan, bangsa Indonesia tidak dapat begitu saja mencontoh atau meniru model yang dilakukan oleh bangsa lain tanpa menyesuaikannya dengan pandangan hidup dan kebutuhan-kebutuhan bangsa Indonesia sendiri. Kepribadian bangsa yang menjelma sebagai pandangan hidup ini secara langsung dapat juga menentukan tujuan hidup bagi bangsa Indonesia. 4. Pancasila sebagai Sarana Tujuan Hidup Bangsa Indonesia Tujuan hidup manusia adalah kebahagiaan dunia dan kebahagiaan sempurna.Tujuan ini pengertiannya umum dan bersifat abstrak, di
samping juga relative.Oleh karena itu perlu dijabarkan dan disesuaikan dengan pandangan hidup bangsa sendiri sehingga tujuan hidup yang ingin dicapai itu bukan hal-hal yang di luar jangkauannya, tapi betulbetul cerminan dari jiwa dan kepribadian sendiri. Kebahagiaan hidup yang ingin dicapai dengan Pancasila adalah kebahagiaan hidup yang selaras serasi dan seimbang, baik dalam hidup manusia pribadi, dalam hubungan manusia dengan masyarakat, dalam hubungan manusia dengan alam semesta, dan dalam hubungan manusia dengan Tuhannya, maupun dalam mengejar kemajuan lahiriah dan kebahagiaan rohaniah, yang sekaligus juga menciptakan tata masyarakat yang adil dan makmur atas dasar pertimbangan hikmat Tuhan dan kebijaksanaan bangsa Indonesia. 5. Pancasila sebagai Pedoman Hidup Bangsa Indonesia Dengan berdasar kepada pandangan hidup Pancasila dan tujuan hidup Pancasila, maka antara pandangan dan tujuan ini ada suatu cara yang ingin dilaksanakan. Untuk menyesuaikan pandangan hidup terhadap tujuan hidup yang sama dan identik yakni Pancasila ini, maka pelaksanaannya merupakan
juga
pengamalan
Pancasila
itu
sendiri
yang
suatu pedoman hidup, sehingga dinyatakan Pancasila
berfungsi sebagai pedoman hidup bangsa Indonesia. Dengan berpedoman Pancasila ini berarti juga memelihara nilai-nilai luhur yang menjadi kepribadian bangsa Indonesia yang diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dan meneruskan ke generasi berikutnya dengan menyesuaikan perkembangan masyarakat modern.Oleh karena itu
Pancasila dalam kehidupan sehari-hari harus dijabarkan dengan bahasa yang jelas dan mudah dimengerti oleh seluruh warga bangsa dan rakyat Indonesia. Dengan lima tahap penghayatan ini yang semuanya merupakan satu kesatuan tidak dapat dipisah-pisahkan dan adanya secara bersamaan, hanya pemikirannya diuraikan secara bertahap. Lima penghayatan diatas ada sejak adanya bangsa Indonesia bukan hal baru, hanya penganalisaannya yang baru menjelang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.Oleh karena itulah maka Pancasila disebut sebagai Filsafat hidup bangsa Indonesia, hal ini ditinjau dari segi material atas dasar kehidupan bangsa Indonesia itu sendiri.Pancasila tidak dapat terlepas dari bangsa Indonesia, demikian juga bangsa Indonesia tidak dapat meninggalkan Pancasila. Selanjutnya Pancasila jika diperhatikan dari segi formal mempunyai arti khusus yang diterapkan pada ketatanegaraan Indonesia.Kedua tinjauan itu saling memperkuat, sehingga dapat menambah kekuatan Pancasila sebagai ideology bangsa dan Negara Indonesia. Pada saat bangsa Indonesia mendirikan Negara (Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945), rakyat Indonesia belum mempunyai Undang-Undang Dasar Negara yang tertulis.Baru pada keesokan harinya tanggal 18 Agustus 1945 disahkanlah Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang didalamnya mengandung lima rumusan yang diberi nama Pancasila sebagai dasar Negara. PPKI ini merupakan penjelmaan atau wakil-wakil dari seluruh rakyat Indonesia yang mengesahkan Pancasila sebagai dasar Negara yang merupakan inti dari Pembukaan dan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945.Dengan pengesahan
ini maka Pancasila merupakan perjanjian luhur bangsa dan rakyat Indonesia pada waktu mendirikan Negara. Pancasila sebagai perjanjian luhur ini, bukan sekedar karena ia ditemukan kembali dari kandungan kepribadian dan cita-cita bangsa Indonesia yang terpendam sejak berabad-abad yang lalu, melainkan karena Pancasila itu telah mampu membuktikan kebenarannya setelah diuji oleh sejarah perjuangan bangsa. Dengan demikian secara formal Pancasila merupakan Perjanjian luhur Rakyat Indonesia, dan sekaligus juga Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia.
G.
GLOBALISME
BERTENTANGAN
DENGAN
PANCASILA Jika Pancasila menentang kolonialisme,imperialisme,dan kapitalisme tidaklah mengherankan kalau ia bertentangan dengan globalisme,yang tidak lain daripadaa kapitalisme lanjut model Amerika yang sedang berusaha menguasai dunia dalam aspek ekonomi. Neokapitalisme ini bersifat global dan sebagian besar negara sedikit banyak dikuasai, tetapi secara terpisah-pisah. Sementara itu di pusatnya sendiri mulai timbul gerakan reaktif, terutama karena melahirkan kesenjangan ekonomi, sosial, dan informatif. Kesenjangan itu akan mencolok dengan kemiskinan yang makin merata dan menuju kemelaratan jika pusat-pusat kecil berlawanan sekarang terdapat di Amerika Serikat, Amerika Latin, Eropa, Asia, dan Afrika, di masa depan diramalkan akan lebih merata dan lebih kuat, bahkan di negara- negara yang sekarang menerima globalisme sebagai taktik dan strategi jangka pendek. Globalisasi bertentangan dengan sila ke- 1 karena ia membangkitkan materialisme yang menentang spiritualitas dan bangkitnya semangat eksploitatif mondial, yang menggerus moral dan etika. Pada globalisasi hormat terhadap nyawa dan manusia berkurang dengan drastis demi pengejaran kesenangan duniawi dan kebahagiaan semu. Demikian pula terjadi komersialisasi agama dan berbagai aspek agama dijadikan komoditas, serta pudarnya substansi agama. Terdapat pula pergeseran hormat dari kekuatan supernatural absolut ke ikon-ikon kemewahan, dan fokus kegiatan perahlikan ke hibuaran.
Kontradiksi dengan sila ke- 2. Dengan globalisasi manusiaan dan perikemanusiaan di ganti oleh teknologi dan efisiensi, manusia menjadi usang atau menjadi suku mesin- industri ( teknologisasi ) dan dapat dibuang setaip waktu karena tidak diperlukan lagi. Pada arus globalisasi, ahlak manusia dan etika dilanggar kalau bertentangan dengan usaha mencari laba dan kekuasaan. Siklus kehidupan manusia di tandai oleh pembatasan kehamilan dan kelahiran, kemiskinan dan eksploitasi, serta pembunuhan oleh kejahatan dan senjata pembunuh massal. Penidikan dan pelayanan kesehatan menjadi komoditas, demikian pula seni ( proses dan produknya),sedangkan yang di pentingkan adalah sumber daya manusia ( faktor produksi) komoditas hidup mulai dari kehamilan sampai kematian, penjualan bagian- bagian badan, dan rekayasa intihayati. Globalisasi bertentangan dengan sila ke- 3, karena hilangnya porositas batas negara- bangsa oleh arus bebas faktor-faktor produksi, pelenyapan tarif ( meskipun asimetris ), tak terkendalinya arus lintas-batas informasi dan nilai- nilai. Demikian pula semakin meningkatnya intervensi dari luar oleh negara kuat dan korporasi transnasional dalam pemilu, deplomatik, penyadapan komunikasi, operasi intel teritorial dan lewat angkasa, pusat pengambilan keputusan pindah ke pusat globalisme serta global pop art mendominasi kesenian. Kerjasama asimetrismiliter, sekularitas dan industri negara lemah menjadi tidak aman. Nasionalisme, negara bangsa, ideologi dan kesejahteraan rakyat suatu bangsa di anggap sudah berakhir. Globalisasi bartentangan dengan sila ke- 4 Pancasila karena globalisme menaikan penghasilan per- kapita nasional, tetapi menambah pula presentase orang miskin, sehingga terjadi rekonfigurasi lapisan- lapisan sosial- ekonomis.
Globalisme menekan aspirasi rakyat suatu negara dengan ambisi-ambisi korporasi transnasionalyang lebih kuat daripada ambisi negara.Globalisme menghalangi kecerdasan dan kesehatan rakyat dengan bertambah mahalnya komoditas ilmu pengetahuan dan kesehatan. Demikian pula, menekan kepribadian dan autoekspresi melalui produksi massal, produk konsumtif, uniformasi kehidupan, dan penguasaan pendapat oleh mediasi transnasional. Pembelian suara, kebijakan, wewenang dan lisensi antara calo-calo dan calon pejabat, sangat subur terjadi di era globalisme ini. Sila kelima juga ditentang oleh dlobalisme karena keadilan komutatif, distributif, dan legal diperjualbelikan; konsumen tidak berhubungan langsung dengan produsen; produksi, distribusi, dan sistem legal dibuat demi keuntungan modal; dan eksploitasi lingkungan dapat mengancam keadilan nasional, regiomal, internasional, maupun intergenerasional, karena hutang dan pajak lingkungan tidak dibayar. Akibat globalisme lingkungan kultural dan natural akan berubah melalui waktu.Pancasila akan berubah pula dan demikian pula penafsiran dan prakteknya. Dehumanisasi dan komodifikasi manusia harus di cegah,termasuk lalu lintas perdagangan manusia. Kesenjangan ekonomi akan meningkatkan kejahatan, bunuh diri dan deviasi kultural. Presentase narapidana akan bertambah, karena kesulitan ekonomi akan mendorong orang dengan iman dan pendidikan terbatas untuk cenderung terancam oleh demoralisasi atau kriminalisasi. Geografi tidak berarti lagi dalam sistem statonasional. Gerakan asosiatif oleh globalisme akan memunculkan gerakan disosiatif, sesesi (separatisme) etnis,
kelompok-kelompok politik dan kultural sempalan, “negara regional”, autonomi ekstra-luas, dan kelompok yang termaginalisasi. “negara-negara terlalu kecil untuk mengurus soal-soal besar dan terlalu besar untuk mengurus soal-soal kecil”. Ia tidak berdaya menghadapi pengaruh korporasi internasional dan tidak mampu menghadapi masalah-masalah lokal. Demokrasi kehilangan substansinya. Negara tidak menguasai sumber daya alam yang melingkup hajat hidup orang banyak, terjadilah denolasisasi badan usaha negara, serta transnasionalisasi mendesak “penyewaan” tanbang, hutan, laut, dan pulau. Desentralisasi pemerintah yang terlalu cepat dan berlebih memunculkan masalah kuantitatif dan kualitatif birokrasi, dan pemekaran daerah menimbulkan penciutan teritorial dan anggaran, serta rumitnya pengelolaan negara kesatuan. Dalam soal keadilan, rekonfigurasi sosial-ekonomi menjadi biang keladi konflik dengan kekerasan, masa pengembara sengsara yang berkeliling mencari kerja untuk bertahan hidup akan berjumlah 20%, sedangkan hiperkelas minoritas menguasai faktor-faktor produksi (termasuk informasi). Sisanya mencari kesempatan naik ke hiperkelas ataupun puas dengan berbagai macam hiburan, produk-produk konsumtif massal dan narkotika. Kita dapat memanfaatkan dan mengamalkan Pancasila dalam menghadapi masa depan. Ada cara-cara lain untuk itu tetapi Pancasila sudah kita miliki, hanya belum kita praktekkan sungguh-sungguh dan kita sesuaikan dengan evolusi budaya global.
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian beberapa konteks Pancasila secara historis beserta pelbagai hal yang mengiringinya maka dapatlah dilihat secara jelas bahwa rumusan-rumusan lima hal yang diberi nama Pancasila itu mempunyai inti-inti kesamaan yang merupakan pokok pandangan hidup bangsa Indonesia, sebagai dasar filsafat negara, maupun sebagai ideologi negara Indonesia, walaupun ada peerbedaan hanya merupakan hal-hal yang secara kebetulan saja, karena merupakan penjelmaan bawaan manusia mempinyai perbedaan antara satu dengan yang lainnya. Pancasila pada hakikatnya telah hidup sejak dahulu dalam moral, adat istiadat, dan kebiasaan masyarakat Indonesia.Secara garis besar Pancasila adalah suatu realita yang keberadaan dan kebenarannya tidak dapat diragukan.Inti Pancasila, yaitu ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kemasyarakatan, dan keadilan harus menjadi pedoman dan tolak ukur bagi seluruh kegiatan kemasyarakatan dan kenegaraan bangsa Indonesia.Pancasila adalah dasar negara, ideologi, kepribadian, jiwa, pandangan hidup bangsa Indonesia.Sebagai pandangan hidup bangsa, maka sewajarnyalah asas-asas Pancasila disampaikan kepada generasi baru melalui pengajaran dan pendidikan. Pancasila menunjukkan terjadinya proses ilmu pengetahuan, validitas, dan hakikat ilmu pengetahuan.
A. Saran Sebagai warga negara yang setia pada nusa dan bangsa, sudah seharusnyalah mempelajari dan menghayati pandangan hidup bangsa yang sekaligus sebagai dasar filsafat negara, seterusnya untuk diamalkan dan dipertahankan.Oleh karena itu Pancasila sebagai dasar filsafat negara yang secara resmi tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 wajib dipelajari dan dipahami untuk selanjutnya diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat. Pancasila juga harus dijadikan pengajaran dan pendidikan agar dapat dikenali oleh anak-anak bangsa.
Daftar Pustaka
Saksono, Gatut, 2007. Pancasila Soekarno. Yogyakarta: URNA CIPTA MEDIA JAYA. Zubaidi, Akhmad, 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Paradigma. Setiadi, EllyM, 2003.Pendidikan Pancasila. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Bakry, NoorMs, 1997. Pancasila Yuridis Kenegaraan. Yogyakarta: Liberty. www.ideologipancasila.wordpress.com