Membangun Aset, Menggapai Martabat LIMA TAHUN PROGRAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KEPALA KELUARGA (PEKKA 2001-2006) Sore itu, pemandangan di desa Matanauwe, kecamatan Siotapina tidak seperti biasanya. Terlihat banyak orang bergerombol di pinggir jalan raya desa di depan halaman sebuah rumah, ada yang jongkok, berdiri, dan bahkan duduk-duduk diatas sepeda motor. Mereka terlihat sedang menunggu sesuatu sambil bercengkaram sesamanya. Ya.., mereka memang sedang menunggu dibukanya “Pasar Sore Ibu-Ibu Pekka Matanauwe”. Di pasar ini mereka dapat membeli berbagai pangan siap makan hasil olahan tangan trampil ibu-ibu yang tergabung dalam kelompok Pekka di wilayah ini, mulai dari ikan bakar, sayuran, dan kue-kue khas Buton. Berawal dari keluhan sebagian anggota kelompok Pekka di Matanauwe tentang semakin sulitnya memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, ide berjualan bersama ini dimunculkan. Tujuannya adalah untuk menambah pendapatan mereka sehingga bisa memenuhi kebutuhan hidup dan menabung di kelompok. Mereka kemudian berembug bersama beberapa anggota Komite Pendidikan Desa (KPD-PEKKA) yang bukan dari kalangan Pekka. Dalam rembugan ini mereka bersepakat untuk mencari lokasi jualan yang strategis yaitu di pinggir jalan raya. Halaman sebuah rumah penduduk yang cukup luas menjadi pilihan mereka. Bersama mereka mendatangi pemilik halaman untuk meminta izin berjualan di depan rumah tersebut. Nasib baik, sang pemilik rumah memberi izin dengan syarat mereka harus menjaga kebersihan lahan tersebut. Setelah itu bersama mereka mendatangi kepala desa untuk memperoleh restu dan izin. Kepala desa juga tidak keberatan mengingat di wilayah ini memang hanya ada satu pasar di pinggir pantai yang tidak setiap hari beroperasi pula. Para penggagas ini kemudian mempersiapkan sarana berjualan berupa meja yang sederhana. Setiap orang yang ingin berjualan harus menyediakan sendiri sarananya. Mereka juga memutuskan menjual makanan jadi seperti lauk pauk dan kue-kue, dengan pertimbangan dapat membantu orang-orang yang tidak sempat masak dirumahnya, dan mengembangkan kemampuan masak memasak mereka.
Setelah semua dirasakan siap, maka pada tanggal 4 November mulailah pasar ini dibuka. Awalnya hanya 7 orang anggota Pekka yang berjualan. Pasar dimulai sekitar pukul 4 sore hari dan berakhir sekitar pukul 9 malam setiap harinya. Antuasiasme masyarakat pembeli memotovasi anggota kelompok Pekka lainnya untuk ikut berjualan. Alhasil, setelah dua bulan jumlah pedagang di pasar ini menjadi tidak kurang dari 30 orang yang sebagian besar adalah anggota Pekka. Mereka memang memberi ruang pula pada penjual yang bukan anggota Pekka namun mau mengikuti aturan main yang mereka terapkan. Sebetulnya tidak ada aturan khusus, karena pasar ini masih sangat generic. Hanya satu yang mereka minta bahwa setiap penjual bertanggungjawab terhadap kebersihan lahan sesuai janji mereka pada pemilik tanah. Tentu saja manfaat perkembangan pasar ini tidak hanya untuk Pekka tetapi juga masyarakat secara umum. Banyak warga masyarakat yang terbantu dengan pasar yang umumnya menyediakan bahan makanan yang sudah dimasak, terutama keluarga yang tidak sempat memasak. Selain rasa yang enak, harganya juga terjangkau. Saat ini mereka mulai berfikir strategis untuk mengembangkan pasarnya menjadi pasar utama di wilayah ini. Namun, ketiadaan lahan menjadi tantangan utama. Pengalaman berorganisasi di Pekka akan mereka pergunakan untuk melakukan advokasi ke fihak pemerintah agar menyediakan lahan strategis bagi mereka. Selain itu, mereka juga mulai berfikir untuk menabung dengan harapan suatu saat dapat membangun pasar dengan sarana yang lebih tertata dengan baik. Kini, sore hari di desa Matanauwe tidak lagi sepi. Pasar ini telah ikut meramaikan kehidupan sore hingga malam hari. Roda ekonomi pun mulai berputar.
Cerita diatas hanyalah salah satu kisah sukses perjuangan kelompok Pekka di berbagai wilayah untuk mencapai tujuan mereka meningkatkan kesejahteraan, memiliki akses berbagai sumberdaya, memiliki posisi dan status setara dengan warga masyarakat lainnya serta hidup secara bermartabat. Tanpa terasa lima tahun sudah program pemberdayaan perempuan kepala keluarga ini dikembangkan. Jatuh bangun, suka duka, tantangan dan hambatan mewarnai perjalanan panjang Pekka menggapi posisi seperti saat ini. Tidak ada kesempurnaan tentunya, karena sebagai sebuah proses pemberdayaan, Pekka tidak berkembang diruang hampa. Faktor-faktor sosial ekonomi dan politik secara mikro, meso dan makro sangat mempengaruhi pencapaian sebuah pemberdayaan. Yang dapat di garis bawahi disini adalah seberapa jauh kontribusi program ini pada proses perubahan sosial di tengah masyarakat. Berikut ini adalah gambaran tentang pencapaian Pekka selama lima tahun baik kuantitatif maupun kualitatif, tantangan yang dihadapi, serta catatan pelajaran berharga Pekka dalam berbagai aspek program. Tulisan ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi fihak-fihak yang berkepentingan dalam berbagai upaya pemberdayaan masyarakat miskin di Indonesia khususnya. Saran dan kritik membangun akan sangat kami hargai untuk langkah kami selanjutnya. Apapun yang dicapai Pekka hingga saat ini, tentunya tidak terlepas dari kontribusi berbagai fihak, institusi maupun individu, yang terus menerus mendukung program ini dengan berbagai cara dan bentuk, moril maupun materiil. Penghargaan dan terima kasih yang tak terhingga sudah sepantasnya kami berikan pada semuanya. Semoga tulisan ini bermanfaat, dan selamat membaca
Jakarta, 25 Januari 2007 Nani Zulminarni Koordinator Nasional Pekka
2001; Potret Suram Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA)
Bersedih dan bermuram duka.
Terkucil, terabaikan,kesepian.
Sendiri,berjuang menghidupi anak-anak dalam kemiskinan.
Trauma dan kehilangan kepercayaan diri.
Tanpa akses sumberdaya ekonomi, tanpa aset, melakukan usaha dalam keterbatasan dan kekurangan modal, pengetahuan dan keterampilan usaha.
Anak-anak putus sekolah membantu ibu mencari nafkah dan mejaga adik.
Akses terhadap sumber kehidupan sangat sulit.
2001-2006
Telah lima tahun mereka mencoba bangkit membangun kekuatan diri dan kekuatan kolektif, melawan kemiskinan, diskriminasi dan ketidakadilan, mencoba menggapai harkat dan martabat sebagai manusia yang setara dengan yang lainnya. Program PEKKA berkontribusi pada perubahan yang terjadi dalam kehidupan PEKKA.
Wajah-wajah bahagia, gembira, berani, menyongsong hari-hari yang lebih cerah.
Merasa aman, tentram dan damai bersama keluarga dan teman senasib seperjuangan.
Penuh percaya diri membangun kekuatan kolektif, mengedepankan identitas diri, meraih pengakuan akan keberadaan.
Belajar dan berlatih meningkatkan kemampuan untuk mengatasi berbagai persoalan kehidupan sehingga mandiri.
Memperoleh akses permodalan, mengembangkan sumberdaya ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan.
Membangun aset kolektif untuk kegiatan masyarakat seperti balai pertemuan, MCK, bak penampungan air,pasar,dll.
Merintis dan mengkampanyekan perdamaian, membangun persaudaraan dan solidaritas melalui aktivitas budaya.
Berani lantang menyuarakan hak dan keadilan. Mulai didengar dan dipertimbangkan sebagai kekuatan masyarakat dalam kehidupan bernegara.
Belajar sepanjang hayat
Laporan PEKKA
I.
PEKKA DALAM SKETSA
Program Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (Pekka) yang difokuskan kepada perempuan kepala rumah tangga miskin digagas berdasarkan pengalaman program penanggulangan kemiskinan masyarakat desa melalui penguatan institusi-institusi lokal, bernama Program Pengembangan Kecamatan (PPK), yang dijalankan oleh pemerintah. Melalui refleksi dan evaluasi program, disadari bahwa skema program ini masih belum mampu menjangkau kelompok termiskin di wilayah-wilayah tertentu, terutama rumah tangga yang dikepalai oleh perempuan dan lebih khusus lagi keluarga janda. Hal ini disebabkan oleh berbagai kendala baik yang sifatnya teknis seperti kurangnya penguasaan terhadap metode pengorganisasian rakyat khususnya perempuan maupun kendala struktural yaitu rendahnya posisi perempuan kepala keluarga dalam struktur sosial masyarakat. Pada periode 2001-2006 telah selesai dilaksanakan Pilot Program di 8 propinsi yaitu : Nanggroe Aceh Darussalam, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Maluku Utara, Jawa Tengah, dan Kalimantan Barat. Secara umum program ini bertujuan untuk memperkuat perempuan kepala keluarga di kedelapan wilayah agar mempunyai akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan dirinya, serta mempunyai posisi setara dengan warga masyarakat lainnya. Untuk mencapai tujuan ini, dikembangkan strategi pengorganisasian masyarakat atau community organizing (CO) dengan penekanan pada membangun kesadaran kritis, peningkatan kapasitas untuk mengatasi berbagai persoalan kehidupan, pengembangan organisasi, jaringan, dan kepemimpinan, serta advokasi melalui berbagai kegiatan di tingkat lapang. Selama lima tahun kegiatan difokuskan pada pengorganisasian perempuan kepala keluarga dengan empat pilar pengorganisasian Pekka. Pertama, membangun kesadaran kritis terhadap hak sebagai manusia, perempuan dan warga negara, menumbuhkan motivasi untuk memperbaiki kehidupan, dan pada akhirnya memfasilitasi mereka untuk membangun visi dan misi kehidupan, Kedua, meningkatkan kapasitas pekka untuk mengatasi berbagai persoalan kehidupan melalui pendampingan intensif, berbagai pelatihan dan lokakarya terkait dengan membangun kepercayaan diri, meningkatkan keterampilan teknis dan manajerial. Melatih dan mengembangkan pemimpin dan fasilitator masyarakat dari kalangan Pekka. Ketiga, pengembangan organisasi dan jaringan kerja melalui penumbuhan, pengembangan dan penguatan kelompok berbasis di masyarakat yang diberi nama kelompok pekka di seluruh wilayah program. Kelompok-kelompok ini kemudian difasilitasi untuk berjaringan sesama kelompok pekka dari tingkat kecamatan hingga nasional, serta berjaringan dengan lembaga lain yang dapat mendukung kerja-kerja mereka seperti LSM lokal. Selain itu, kelompok juga difasilitasi untuk membangun kelembagaan keuangan mikro (LKM) dengan pengembangan swadaya mereka sendiri melalui kegiatan simpan pinjam. Melalui kelembagaan simpan pinjam ini, kelompok kemudian difasilitasi untuk mengakses dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) yang diperuntukkan bagi mereka melalui program ini. Dana BLM secara kolektif dikelola di lembaga keuangan mikro yang dikembangkan di tingkat kecamatan. Keempat, advokasi dan kampanye. Fokus pada akses terhadap informasi, sumberdaya kehidupan dan pengambilan keputusan, akses terhadap keadilan hukum. Perubahan tata nilai negatif terhadap perempuan dan perempuan kepala keluarga melalui kampanye dan pendidikan pada masyarakat luas. Bekerjasama dengan Justice for the Poor Bank Dunia, berbagai upaya pemberdayaan hukum bagi kelompok Pekka telah dilaksanakan pada dua tahun terakhir. Multistakeholder forum penegakan hukum telah pula dirintis pengembangannya pada tahap ini guna mendukung upaya Pekka mendapatkan keadilan secara lebih strategis dan berkesinambungan.
Laporan PEKKA
SKEMA EMPAT PILAR PEKKA
Selain itu, pada kurun waktu tersebut telah pula dibangun sistem pendukung berupa sekretariat nasional (Seknas) yang berkedudukan di Jakarta. Seknas didukung oleh orang-orang yang berpengalaman dalam pemberdayaan perempuan dan sistem administrais serta keuangan yang profesional sesuai dengan standar yang berlaku. Unit pendokumentasian dan publikasi juga dikembangkan di Seknas guna mendokumentasikan berbagai aspek program termasuk profil kehidupan Pekka , pelaksanaan kegiatan di tingkat lapangan, perkembangan dan tantangannya. Dokumentasi dalam berbagia bentuk seperti video, foto dan tulisan ini telha disebarluaskan hingga manca negara sebagai upaya sosialisasi dan kampanye perjuangan Pekka. Berbagai bentuk dokumentasi dan publikasi ini telah pula dipergunakan sebagai media diskusi dan pelatihan baik dikalangan Pekka maupun masyarakat lainnya. Pekka juga Sangat responsif terhadap kondisi aktual masyarakat termasuk bencana Tsunami yang melanda provinsi Aceh pada akhir tahun 2004. Program khusus pemberdayaan masyarakat paska Tsunami di Aceh telah dikembangkan secara komprehensif. Diawali dengan memfasilitasi masyarakat untuk mengembangkan visi dan misi mereka guna membangun kembali wilayahnya, masyarakat yang dimotori Pekka kemudian mengembangkan rencana kerja mereka selama tiga tahun. Berdasarkan rencana inilah kemudian Pekka memfasilitasi mereka mengakses dana bantuan langsung masyarakat dari JSDF melalui Bank Dunia untuk mewujudkan visi dan misinya. Kondisi sosial masyarakat wilayah kerja Pekka yang umumnya sangat miskin telah memotivasi Pekka untuk membantu masyatakat yang tidak mampu mendapatkan pendidikan yang dibutuhkan maka Pekka juga telah mengembangkan program pemberdayaan masyarakat melalui akses terhadap pendidikan. Program ini diperuntukkan bagi keluarga miskin dengan fokus pada pendidikan dasar anakanak miskin yang putus sekolah, fungsional literasi bagi perempuan dewasa, advokasi budget dan kurikulum pendidikan bagi masyarakat umum. Pelaksanaan program dilaksanakan sepenuhnya oleh masyarakat dengan membentuk komite pendidikan di tingkat desa.
Laporan PEKKA
Meskipun di awali dari sebuah pilot proyek dalam sebuah program masif yang dilaksanakan pemerintah (Proyek Pengembangan Kecamatan atau PPK) dengan dana hibah dari Japan Social Development Funds (JSDF) melalui Bank Dunia, Pekka pada perkembangannya telah menjadi sebuah gerakan kelompok perempuan miskin melawan kemiskinan dan ketidakadilan. Hal ini terlihat dari karakteristik Pekka dalam perjalanannya yang berbasis sangat kuat di masyarakat, menjadi organisasi yang organik, mempunyai agenda politik yang kuat yaitu pengakuan fakta maupun hukum atas status perempuan kepala keluarga dengan dimensi perubahan sosial yang kuat, serta mempunyai potensi kesinambungan pergerakan jangka panjang dengan impact yang lebih luas. Kesempatan Pekka mengakses pendanaan melalui pemerintah pada tiga tahun pertama pelaksanaan program ini, merupakan satu proses pembelajaran yang luar biasa baik bagi Pekka maupun fihak pemerintah. Kekuatan Pekka untuk tidak memtolerir berbagai bentuk korupsi dana bantuan langsung (BLM) yang menjadi salah satu komponen program ini dari tingkat nasional hingga akar rumput dilakukan dengan cara memperkuat dan meningkatkan kapasitas kelompok perempuan basis untuk mengakses dan mengontrol langsung BLM. Pekka dapat dikatakan menjadi satu contoh bagaimana sesungguhnya korupsi dapat dicegah jika ada ketegasan dari masyarakat dan kemauan politik dari fihak pemerintah. Pendanaan program Pekka dapat di klaim sebagai salah satu dari sedikit proyek yang didanai melalui mekanisme pemerintah dengan hampir nol persen kebocoran dana. Masyarakat dalam hal ini kelompok Pekka menerima hampir 100% dana BLM nya. Ada empat tantangan terbesar Pekka saat ini yaitu kemandirian, kesinambungan, keterbukaan, dan keterlibatan yang sebetulnya sudah dirintis sejak program ini dilaksanakan. Oleh karena dalam tiga tahun kedepan, merupakan upaya untuk mengantarkan Pekka menjadi sebuah gerakan perempuan dan kelompok masyarakat miskin yang mandiri, berkesinambungan, terbuka, dan terlibat secara aktif dalam mengklaim hak dan menjalankan kewajiban mereka berkontribusi pada proses membangun kehidupan yang lebih sejahtera, adil, dan bermartabat. Hal ini menjadi penting mengingat mulai tahun 2007 pemerintah Indonesia akan mengembangkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) dengan target “Making the New Indonesia Work for the Poor”. Berdasarkan pengalaman selama lima tahun, PEKKA tentunya dapat berkontribusi pada pengembangan program ini di tingkat terbawah dalam masyarakat menjangkau kelompok-kelompok marjinal.
Laporan PEKKA
II.
PEKKA DALAM ANGKA DAN GRAFIK
Hasil yang dicapai selama kurun waktu lebih dari lima tahun pelaksanaan program ini dapat dilihat dari dua hal, yaitu perkembangan aset individual dalam hal ini anggota Pekka dan masyarakat miskin lainnya, dan perkembangan aset kolektif kehidupan sosial, ekonomi dan politik masyarakat di wilayah Pekka berada, baik yang diukur secara kuantitatif maupun kualitatif.
1.
ASET INDIVIDUAL
Pengembangan aset individual dilakukan dengan melakukan pendampingan intensif selama lebih dari lima tahun di lapangan serta memberikan berbagai pelatihan berupa penyadaran kritis, keterampilan tekhnis dan manajerial. Paling sedikit ada sepuluh kurikulum pelatihan yang diberikan pada anggota pekka yaitu membangun visi dan misi yang mencakup analisa sosial, motivasi bekerja dalam kelompok yang mencakup prinsip kerja sama dan keswadayaan, kepemimpinan transformatif, manajemen kelompok, pembukuan kelompok dan akuntabilitas, lembaga keuangan mikro pilosofis dan manajemennya, dan berbagai keterampilan usaha. Selain itu berbagai materi seperti hak kesehatan reproduksi, hukum dan hak perempuan, gender budget, advokasi, kesadaran gender, ke asertifan, perilaku efektif, dan topik lain yang terkait dengan pengembangan diri telah pula diberikan baik dalam pertemuan rutin maupun dalam kunjungan individu. Setiap tahun terlihat perkembangan jumlah anggota yang aktif mengikuti berbagai pelatihan yang diberikan. Hal ini dapat dilihat dari grafik di bawah ini. Dampak pelatihan yang diberikan adalah pada perubahan positif prilaku, cara pandang, motivasi, dan sikap hidup. Selain itu pelatihan juga telah meningkatkan keterampilan mereka dalam mengatasi persoalan kehidupan termasuk keterampilan usaha, manajemen, negosiasi, kepemimpinan, dan lain sebagainya. PERKEMBANGAN PESERTA PELATIHAN DI PROVINSI NAD
1400 1200 1000 800 600 400 200 0
PERKEMBANGAN PESERTA PELATIHAN DI PROVINSI JABAR
1328
400 300 474
200
283 204
100
110
84
0
Tahun 2003
Tahun 2004
Tahun 2005
Tahun 2003
Tahun 2006
503.5 503
503 502
502 501.5 Tahun 2005
Tahun 2006
Tahun 2004
Tahun 2005
Tahun 2006
PERKEMBANGAN PESERTA PELATIHAN DI PROVINSI KALBAR
PERKEMBANGAN PESERTA PELATIHAN DI PROVINSI JATENG
502.5
359
330
350 300 250 200 150 100 50 0
297 246
Tahun 2005
Tahun 2006
Laporan PEKKA
PERKEMBANGAN PESERTA PELATIHAN DI PROVINSI NTB
P ER K EM B A N GA N P ES ER TA P ELA TI H A N D I P R OVI N S I NTT
1000
795
800
604
600 485
600
497
476
443
400 288
400
200
200
92
0
0 Tahun 2003
Tahun 2004
Tahun 2005
Tahun 2003
Tahun 2006
400
416
400 300 200 89
100 0
0 Tahun 2003
Tahun 2004
Tahun 2005
Tahun 2005
Tahun 2006
PERKEMBANGAN PESERTA PELATIHAN DI PROVINSI MALUT
PERKEMBANGAN PESERTA PELATIHAN DI PROVINSI SULTRA
500
Tahun 2004
Tahun 2006
700 600 500 400 300 200 100 0
599 468 261 182
Tahun 2003
Tahun 2004
Tahun 2005
Tahun 2006
PERKEMBANGAN PESERTA PELATIHAN DI 8 PROVINSI
5000 3819 3489
4000 3000
2004 1503
2000 1000 0 Tahun 2003
Tahun 2004
Tahun 2005
Tahun 2006
Aset individu juga ditandai dengan meningkatnya kemampuan anggota menyimpan dan meminjam uang untuk berbagai kegiatan melalui kegiatan simpan pinjam di tingkat kelompok. Kemampuan menyimpan meningkat dari tahun ketahun yang dapat dilihat dari nilai kumulatif simpanan yang terus bergerak naik dalam grafik di bawah ini. Pada tahun terakhir nilai simpanan bahkan mencapi dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan meningkatnya kesadaran anggota untuk menyimpan yang tentunya diikuti dengan meningkatnya kemampuan mereka untuk menyisihkan sebagian uangnya untuk disimpan dalam kelompok. Memang jika di lihat per wilayah, beberapa menunjukkan fluktuasi yang cukup tinggi, bahkan di Jawa Barat terjadi penurunan pada akhir tahun 2006. Hal ini sangat terkait dengan perkembangan kondisi makro di wilayah tersebut termasuk musim paceklik karena bencana alam maupun kekeringan.
Laporan PEKKA
PERKEMBANGAN SIMPANAN KELOMPOK PEKKA PROVINSI JABAR
PERKEMBANGAN SIMPANAN KELOMPOK PEKKA PROVINSI NAD 80,000,000
120,000,000
75,109,650
70,000,000
100,000,000 58,295,200
80,000,000
40,000,000
Rp
Rp
50,000,000 38,561,400
30,000,000
60,000,000
61,354,900 50,040,550
40,000,000 22,113,100
20,000,000 10,000,000
100,102,750 84,687,000
60,000,000
20,000,000 7,998,700
7,200,500
-
2002
2003
2004
2005
2006
2002
2003
2004
Tahun
35,000,000
60,000,000
31,548,250
51,355,600
30,000,000
50,000,000
25,000,000
40,000,000 Rp
20,000,000 15,000,000
30,000,000
12,258,300
19,151,600
20,000,000
10,000,000
10,000,000
5,000,000 3,144,550
2003
14,592,800 1,160,900
3,993,400
2004
2005
2006
2003
2004
Tahun
2005
2006
Tahun
PERKEMBANGAN SIMPANAN KELOMPOK PEKKA PROVINSI NTB 30,000,000
PERKEMBANGAN SIMPANAN KELOMPOK PEKKA PROVINSI NTT 27,717,550
400,000,000
25,000,000
376,832,040
350,000,000
20,000,000
300,000,000 250,000,000
15,000,000 Rp
Rp
2006
PERKEMBANGAN SIMPANAN KELOMPOK PEKKA PROVINSI KALBAR
PERKEMBANGAN SIMPANAN KELOMPOK PEKKA PROVINSI JATENG
Rp
2005
Tahun
10,251,750
200,000,000
10,000,000
150,000,000
5,000,000
100,000,000 3,763,800
50,000,000
1,535,950
2003
2004
2005 Tahun
2006
105,202,835
120,385,535
61,191,225 23,439,300
2002
2003
2004
Tahun
2005
2006
Laporan PEKKA
PERKEMBANGAN SIMPANAN KELOMPOK PEKKA PROVINSI SULTRA
PERKEMBANGAN SIMPANAN KELOMPOK PEKKA PROVINSI MALUT 40,000,000
100,000,000 87,323,725
90,000,000 80,000,000
30,000,000
70,000,000
23,416,500
25,000,000
51,566,450
Rp
Rp
60,000,000 50,000,000 40,000,000
20,000,000
20,973,000
15,000,000
30,000,000 20,000,000
35,237,512
35,000,000
7,625,450
10,000,000
29,214,300
19,568,400
5,293,000
5,000,000
10,000,000 -
-
2002
2003
2004
2005
2006
2003
2004
Tahun
2005
2006
Tahun
PERKEMBANGAN SIMPANAN KELOMPOK PEKKA DI 8 PROVINSI 800,000,000
746,479,227
700,000,000 600,000,000
Rp
500,000,000 400,000,000 348,244,085
300,000,000
310,449,385
200,000,000
201,770,825
100,000,000 46,263,950
2002
2003
2004
2005
2006
Tahun
Jumlah simpanan anggota ini mencapai lebih dari 10% dari total dana bantuan langsung masyarakat (BLM) yang diterima melalui program ini. Hal ini sangat positif mengingat anggota kelompok Pekka merupakan kelompok masyarakat yang sangat miskin dengan penghasilan rata-rata kurang dari sepuluh ribu rupiah per hari. Kemampuan berswadaya juga telah menumbuhkan rasa bangga dan keyakinan diri yang tinggi pada mereka untuk bisa mandiri dan berdiri diatas kaki sendiri sebelum meminta bantuan orang lain. Secara kolektif, kelomopk juga telah mampu memutarkan bantuan yang diberikan sehingga berkembang melalui kegiatan simpan pinjamnya. Setiap tahun jumlah pinjaman yang diakses anggota kelompok juga meningkat secara signifikan. Pinjaman untuk berbagai kebutuhan seperti modal usaha, biaya pendidikan bahkan konsumsi. Rasa memiliki yang tinggi terhadap modal berputar membuat mereka cukup bertanggung jawab untuk mengembalikan pinjaman secaar disiplin. Rata-rata tingkat pengembalian diatas 90%. Jikapun terjadi penunggakan yang cukup tinggi, umumnya karena sebab yang sangat sulit untuk dikendalikan misalnya gagal panen.
Laporan PEKKA
PERKEMBANGAN PINJAMAN KELOMPOK PEKKA PROVINSI JABAR
PERKEMBANGAN PINJAMAN KELOMPOK PEKKA PROVINSI NAD 2,475,001,000
2,500,000,000
1,212,173,000
1,200,000,000 2,000,000,000
1,000,000,000
1,500,000,000
800,000,000 Rp
Rp
1,452,374,000
1,000,000,000
743,699,000
600,000,000 400,000,000
432,547,500
340,329,000
547,468,000
500,000,000
200,000,000 7,149,400
124,481,750
-
2002
2003
2004
2005
2006
2,625,000
2002
2003
Tahun
PERKEMBANGAN PINJAMAN KELOMPOK PEKKA PROVINSI JATENG
2005
2006
PERKEMBANGAN PINJAMAN KELOMPOK PEKKA PROVINSI KALBAR 1,200,000,000
1,000,000,000
1,000,000,000
800,000,000
800,000,000 Rp
1,200,000,000
600,000,000
600,000,000
359,722,000
400,000,000
400,000,000
293,437,500
200,000,000 132,238,500 -
-
235,869,500
200,000,000
94,974,520 45,770,000
-
-
-
2002
2003
2004
2005
2006
-
2002
2003
Tahun
2004
2005
PERKEMBANGAN PINJAMAN KELOMPOK PEKKA PROVINSI NTT
PER KEM B A N G A N PI N JA M A N KELO M PO K PEKKA PR O V I N SI N T B
5,000,000,000 684,421,750
700,000,000 600,000,000
4,368,187,550
4,500,000,000
672,371,250
4,000,000,000 3,500,000,000
500,000,000 400,000,000
3,000,000,000
300,000,000 200,000,000 100,000,000 -
2006
Tahun
Rp
Rp
2004 Tahun
2,500,000,000
2,351,701,850
2,000,000,000 4,665,500
1,500,000,000
21,112,500
1,338,880,400
1,000,000,000
2003
2004
2005
2006
667,198,400
500,000,000 81,414,150
-
Tahun
2002
2003
2004
Tahun
2005
2006
Laporan PEKKA
PERKEMBANGAN PINJAMAN KELOMPOK PEKKA PROVINSI SULTRA
PERKEMBANGAN PINJAMAN KELOMPOK PEKKA PROVINSI MALUT
1,400,000,000
300,000,000 269,036,100
1,158,270,400
1,200,000,000 1,000,000,000
200,000,000
898,611,800
800,000,000
Rp
Rp
283,316,100
250,000,000
606,474,000
150,000,000
600,000,000
100,000,000
400,000,000 170,384,000
50,000,000
200,000,000
3,005,000
9,430,000
-
20,625,000
2002
2003
2004
2005
2006
2003
2004
Tahun
2005
2006
Tahun
PERKEMBANGAN PINJAMAN KELOMPOK PEKKA DI 8 PROVINSI 11,000,000,000
10,776,961,300
10,000,000,000 9,000,000,000 8,000,000,000 7,000,000,000
6,776,206,020
Rp 6,000,000,000 5,000,000,000 4,000,000,000 3,145,115,900
3,000,000,000 2,000,000,000
1,310,063,650
1,000,000,000
100,618,550 2002
2003
2004
2005
2006
Tahun
Kegiatan simpan pinjam ini telah memberikan hasil bagi kelompok berupa jasa pinjaman. Dari tahun ketahun, secara umum jasa yang diterima oleh kelompok juga meningkat. Uang jasa yang terkumpul sebagian diputar kembali menjadi modal usaha simpan pinjam kelompok, dan sebagian dipergunakan untuk membiayai kebutuhan kelompok. Penurunan jasa yang diterima umumnya disebabkan karena tertundanya cicilan dari anggota karena gagal panen ataupun gagal usaha ekonomi produktif mereka. PERKEMBANGAN JASA KELOMPOK PEKKA PROVINSI NAD 35,000,000
PERKEMBANGAN JASA KELOMPOK PEKKA PROVINSI JABAR 40,000,000
33,184,750
39,071,900 35,374,200
35,000,000
30,000,000 28,619,000
30,000,000 30,496,500
25,000,000
20,000,000
Rp
Rp
25,000,000
15,000,000
20,000,000 15,000,000
13,721,300
10,000,000
10,000,000
5,000,000
5,000,000 193,100
49,800
2,178,175
3,422,300
-
2002
2003
2004 Tahun
2005
2006
2002
2003
2004 Tahun
2005
2006
Laporan PEKKA
PERKEMBANGAN JASA KELOMPOK PEKKA PROVINSI JATENG
PERKEMBANGAN JASA KELOMPOK PEKKA PROVINSI KALBAR
16,000,000
5,000,000
14,000,000
4,000,000
12,000,000
3,500,000
10,000,000
3,389,300
3,000,000 Rp
Rp
4,711,650
4,500,000
14,051,200
8,000,000 6,000,000
2,500,000
2,275,000
2,000,000
5,824,540 4,908,400
1,500,000
4,000,000
1,000,000 2,000,000
500,000
-
2004
2005
2006
2004
2005
Tahun
PERKEMBANGAN JASA KELOMPOK PEKKA PROVINSI NTT
PERKEMBANGAN JASA KELOM POK PEKKA PROVINSI NTB 30,000,000
2006
Tahun
28,887,800
300,000,000 25,000,000
255,304,950
250,000,000 20,000,000
Rp
Rp
200,000,000
220,299,925
15,000,000 150,000,000
145,008,600
10,000,000 100,000,000 8,345,600
5,000,000
50,000,000
182,750
2003
36,009,375
12,551,100
1,262,850
-
2004
2005
-
2006
2002
2003
2004
Tahun
2005
2006
Tahun
PERKEMBANGAN SIMPANAN KELOMPOK PEKKA PROVINSI MALUT
PERKEMBANGAN JASA KELOMPOK PEKKA PROVINSI SULTRA
25,000,000
70,000,000
21,802,250
61,665,650
22,339,750
60,000,000 20,000,000
50,000,000 15,000,000
Rp
Rp
45,053,950
40,000,000 35,042,400
30,000,000
10,000,000
20,000,000 5,000,000
10,000,000 33,400
6,067,750
73,000
-
2,020,950
-
2002
2003
2004 Tahun
2005
2006
2003
2004
2005 Tahun
2006
Laporan PEKKA
PERKEMBANGAN JASA KELOMPOK PEKKA DI 8 PROVINSI 500,000,000 449,094,350 450,000,000 400,000,000 350,000,000
370,256,665
Rp
300,000,000 250,000,000
243,311,400
200,000,000 150,000,000 100,000,000 47,933,350
50,000,000 12,827,400
-
2002
2003
2004
2005
2006
Tahun
Perkembangan aset individu juga dapat dilihat dari tumbuh dan berkembangnya pemimpin, fasilitator, dan kader lokal perempuan dari kalangan Pekka. Mereka telah aktif selama ini mengorganisir dan memimpin kelompoknya. Bahkan diantara mereka ada juga yang telah menjadi pemimpin yang lebih luas seperti di tingkat desa. Selama lebih dari lima tahun telah ada 421 pemimpin, fasilitator, dan kader dari kalangan Pekka dengan berbagai macam fokus tugas dan keahlian. JUMLAH KADER DAN KEAHLIANNYA DI PROVINSI NAD
Organisasi dan Kepemimpinan, 35
UKM, 10
JUMLAH KADER DAN KEAHLIANNYA DI PROVINSI JABAR
Organisasi dan Kepemimpinan, 32
UKM, 8 LKM, 8
LKM, 10 Hukum, 5
Hukum, 11
Pendidikan, 10
JUMLAH KADER DAN KEAHLIANNYA DI PROVINSI JATENG
Organisasi dan Kepemimpinan, 37
UKM, 6 LKM, 6
Pendidikan, 8
JUMLAH KADER DAN KEAHLIANNYA DI PROVINSI KALBAR
UKM, 6 Organisasi dan Kepemimpinan, 34
LKM, 6
Hukum, 10 Pendidikan, 6
Hukum, 3 Pendidikan, 4
Laporan PEKKA
JUMLAH KADER DAN KEAHLIANNYA DI 8 PROVINSI
UKM, 51 LKM, 52
Organisasi dan Kepemimpinan, 214
Hukum, 54 Pendidikan, 50
2.
ASET KOLEKTIF (SOSIAL)
Aset kolektif ditandai dengan tumbuh dan berkembangnya kelompok-kelompok swadaya Pekka yang terus bertambah dari tahun ke tahun. Selama lebih dari lima tahun, telah tumbuh dan berkembang 330 kelompok pekka dengan jumlah anggota mencapai 7912 orang kepala keluarga dan total anggota keluarga lebih kurang 39,000 jiwa. Kelompok-kelompok ini menjadi aset sosial ekonomi dan politik di 244 desa, 37 Kecamatan, 19 kabupaten, di 8 provinsi di Indonesia. JUMLAH DESA LOKASI KELOMPOK PEKKA DI PROVINSI JABAR
JUMLAH DESA LOKASI KELOMPOK PEKKA DI PROVINSI NAD
80
67
60
43
40
40
33
34 32
50
31 30
30
30
24
28
28
20
26
0
24 Tahun 2002 Tahun 2003 Tahun 2004 Tahun 2005 Tahun 2006
Tahun 2002 Tahun 2003 Tahun 2004 Tahun 2005 Tahun 2006
JUMLAH DESA LOKASI KELOMPOK PEKKA DI PROVINSI KALBAR
JUMLAH DESA LOKASI KELOMPOK PEKKA DI PROVINSI JATENG
20
17
20
16
15
15 10
14
15
11
10
10
10
5
5
4
0
0 Tahun 2003
Tahun 2004
Tahun 2005
Tahun 2006
Tahun 2003
Tahun 2004
Tahun 2005
Tahun 2006
Laporan PEKKA
JUMLAH DESA LOKASI KELOMPOK PEKKA DI PROVINSI NTB
JUMLAH DESA LOKASI KELOMPOK PEKKA DI PROVINSI NTT 28
30 25 20 15 10 5 0
35 30 25 20 15 10 5 0
21 18 15
Tahun 2003
Tahun 2004
Tahun 2005
Tahun 2006
JUMLAH DESA LOKASI KELOMPOK PEKKA DI PROVINSI MALUT
21
20 15
35 30 25 20 15 10 5 0
22
16
15
17
Tahun 2002 Tahun 2003 Tahun 2004 Tahun 2005 Tahun 2006
JUMLAH DESA LOKASI KELOMPOK PEKKA DI PROVINSI SULTRA
25
33 26
24
21
12
10 5 0
30
Tahun 2005
Tahun 2006
15
Tahun 2003
Tahun 2002 Tahun 2003 Tahun 2004 Tahun 2005 Tahun 2006
30 20
Tahun 2004
JUMLAH DESA LOKASI KELOMPOK PEKKA DI 8 PROVINSI 300 250 200 150 100 50 0
244 210 172
148 83
Tahun 2002
Tahun 2003
Tahun 2004
Tahun 2005
Tahun 2006
Meskipun secara umu kelompok cenderung bertambah, di wilayah tertentu seperti Sultra memang terjadi penurunan jumlah kelompok. Hal ini disebabkan ada kelompok yang didiskualifikasi dan tidak didampingi lagi karena melakukan penyalahgunaan dana BLM untuk kepentingan sendiri tanpa memutarkannya menjaid kegiatan simpan pinjam. JUMLAH KELOMPOK PEKKA DI PROVINSI NAD 80 70 60 50 40 30 20 10 0
JUMLAH KELOMPOK PEKKA DI PROVINSI JABAR 69
60
48
50 41
40
44
51
42
51
35
33
Tahun 2002
Tahun 2003
30 24
20 10 0
Tahun 2002
Tahun 2003
Tahun 2004
Tahun 2005
Tahun 2006
Tahun 2004
Tahun 2005
Tahun 2006
Laporan PEKKA
JUMLAH KELOMPOK PEKKA DI PROVINSI JATENG
JUMLAH KELOMPOK PEKKA DI PROVINSI KALBAR 28
30 30
26
26
25
21
20
19
20
25
16
16
15
15
11
10
10
5
5
0
0
Tahun 2002 Tahun 2002
Tahun 2003
Tahun 2004
JUMLAH KELOMPOK PEKKA DI PROVINSI NTB
40 35 30 25 20 15 10 5 0
37
Tahun 2005
57
60 50 40
18
48
42 37 30
30 20 10 0
Tahun 2002
Tahun 2003
Tahun 2004
Tahun 2002
Tahun 2005
JUMLAH KELOMPOK PEKKA DI PROVINSI SULTRA
40 35 30 25 20 15 10 5 0
Tahun 2004
JUMLAH KELOMPOK PEKKA DI PROVINSI NTT
32
17
Tahun 2003
Tahun 2005
30 27
Tahun 2002
Tahun 2003
27
Tahun 2004
Tahun 2004
Tahun 2005
Tahun 2006
JUMLAH KELOMPOK PEKKA DI PROVINSI MALUT
34 27
Tahun 2003
Tahun 2005
35 30 25 20 15 10 5 0
Tahun 2006
32
Tahun 2005
Tahun 2006
22
21
Tahun 2003
32
Tahun 2004
JUMLAH KELOMPOK PEKKA DI 8 PROVINSI 330
350 292
300 250
208
218
200 150
123
100 50 0 Tahun 2002
Tahun 2003
Tahun 2004
Tahun 2005
Tahun 2006
Laporan PEKKA
JUMLAH ANGGOTA PEKKA DI PROVINSI NAD
2000
JUMLAH ANGGOTA PEKKA DI PROVINSI JABAR
1719
1500
1200 1000
1208 1029
1024
1301
1400 929 807
800 600
1000 597
760
400 200
500 0
0
Tahun 2002
Tahun 2003
Tahun 2004 Tahun 2005
Tahun 2006
Tahun 2002
JUMLAH ANGGOTA PEKKA DI PROVINSI JATENG
Tahun 2003
Tahun 2004
Tahun 2005
700 497
500
460
438
577
600
475
480
Tahun 2006
JUMLAH ANGGOTA PEKKA DI PROVINSI KALBAR
520
500 362
400 300
438
440
200
420
100
400
239 165
0
Tahun 2003
Tahun 2004
Tahun 2005
Tahun 2006
Tahun 2003
JUMLAH ANGGOTA PEKKA DI PROVINSI NTB
1000
1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0
909
842
600
490 361
400 200 0
Tahun 2003
Tahun 2004
Tahun 2005
Tahun 2006
798 758
750 697
688
650 600 Tahun 2002
Tahun 2003
Tahun 2004
Tahun 2005
Tahun 2006
911
Tahun 2002
1227
1246
Tahun 2004
Tahun 2005
1042
Tahun 2003
Tahun 2006
JUMLAH ANGGOTA PEKKA DI PROVINSI MALUT
850
741
Tahun 2005
1495
JUMLAH ANGGOTA PEKKA DI PROVINSI SULTRA
800
Tahun 2004
JUMLAH ANGGOTA PEKKA DI PROVINSI NTT
800
700
959
Tahun 2006
800 700 600 500 400 300 200 100 0
381
Tahun 2003
717
717
Tahun 2005
Tahun 2006
332
Tahun 2004
Laporan PEKKA
JUMLAH ANGGOTA PEKKA DI 8 PROVINSI
9000 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0
7912 6567 5425
4969 3003
Tahun 2002
Tahun 2003
Tahun 2004
Tahun 2005
Tahun 2006
Kelompok-kelompok ini telah pula mengembangkan jaringan kerja dan forum rutin sebagai sarana mereka untuk memperlihatkan kekuatan kolektifnya pada masyarakat luas yang pada akhirnya sangat efektif dalam upaya advokasi mereka. Selama lima tahun telah diselenggarakan 14 Forum wilayah jaringan Pekka dengan melibatkan masyarakat luas di seluruh wilayah kerja Pekka dan satu forum nasional dengan dihadiri lebih dari 418 orang wakil Pekka dari 8 provinsi. Kekayaan kolektif lainnya yang telah berkembang selama lima tahun ini adalah dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) yang dikelola dan dikembangkan di dalam kegiatan simpan pinjam di tingkat kelompok dan di Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Hingga saat ini telah berkembang 330 kelompok simpan pinjam dan 26 LKM di seluruh wilayah Pekka. Total dana BLM yang di akses oleh kelompok Pekka adalah Rp.7,227,381,720, dan selama kurun waktu 5 tahun pelaksanaan program telah berkembang hingga mencapai Rp 10,776,961,300., meningkat 50%. BLM PEKKA-1 dan Kategorinya Rp3,000,000,000 Rp2,500,000,000 Rp2,000,000,000 Rp1,500,000,000
Makanan, Kesehatan, Prasarana
Rp1,000,000,000
UEP+Beasiswa
Rp500,000,000 Rp0 NAD
JABAR
NTB
NTT
SULTRA MALUT
Laporan PEKKA
No 1 2 3 4 5 6
Lokasi
Kategori I
Kategori II
Jumlah
2,015,985,150 844,652,141 847,618,764 2,175,483,500 893,642,415 450,000,000
1,928,867,850 781,046,481 786,374,729 2,031,196,550 797,268,210 450,000,000
87,117,300 63,605,660 61,244,035 144,286,950 96,373,955 -
2,015,985,150 844,652,141 847,618,764 2,175,483,500 893,642,165 450,000,000
7,227,381,970
6,774,753,820
452,627,900
7,227,381,720
Dana Terserap
Nangro Aceh Darusalam Jawa Barat Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Sulawesi Tenggara Maluku Utara Total
Sebagai kontribusi pada masyarakat luas Pekka telah pula membangun fasilitas umum yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat termasuk 17 balai pertemuan dan 25 unit Sumber air bersih dan MCK
3.
SISTEM PENDUKUNG
Sistem pendukung merupakan hal yang sangat penting dalam perkembangan Pekka. Selama lebih lima tahun telah tumbuh dan berkembang satu unit sekretariat nasional yang dikelola oleh seorang koordinator nasional, 9 orang koordinator program, 26 orang pendamping lapang, 13 orang staf administrasi dan keuangan, serta 4 orang petugas pelayanan. Seknas telah pula menjadi anggota jaringan hingga ke tingkat global yaitu menjadi anggota E-NET FOR JUSTICE (Jaringan Nasional untuk advokasi Pendidikan), SEAPCP (South East Asia Popular Communictaion Program), dan ASPBAE (Asia South Pacific Bureau for Adult Education). Salah satu kekayaan seknas Pekka yang bernilai tinggi adalah unit dokumentasi dan publikasi. Hingga saat ini telah di buat 29 Film dokumenter, 8 series Buletin, 1 buku, lebih dari 17.000 foto, 15 artikel dalam Koran dan majalah, serta web site pekka. Pekka cukup dikenal yang dibuktikan dengan dimuatnya berita tentang Pekka baik di Koran dna media cetak daerah maupun di tingkat nasional. DOKUMENTASI DAN PUBLIKASI PEKKA No 1 2 3 4 5
Keterangan Film dokumenter Buletin series Buku Foto Artikel dalam koran dan majalah
Jumlah terbit/film 29 8 1 17.000 15
Kekuatan kolektif yang mengikuti perkembangan aset sosial telah pula diakui oleh masyarakat dan pemerintah lokal. Hal ini dibuktikan dengan terbukanya akses kelompok pekka terhadap sumberdaya lokal baik berupa dana infiormasi, maupun kesempatan mengikuti pelatihan.
Laporan PEKKA
TABEL AKSES PEKKA DALAM BERBAGAI BENTUK No 1
2 3
Keterangan Jawa Barat a. Pelatihan Usaha yang dikelola Pekka b. Pelatihan usaha yang dikelola Pemerintah c. Modal usaha d. Forwil NTT a. Pelatihan Manajemen koperasi Kalbar b. Pupuk bergulir Jumlah bantuan Dana
4.
Bentuk Bantuan
Sumber Bantuan
30,400,000 Materi dan transport 76,350,000 46,000,000
Pemerintah Pemerintah Pemerintah
Materi dan transport
Pemerintah
800,000
Dompet umat
153,550,000
PROFIL PEKKA DAN MASYARAKAT PENERIMA MANFAAT
Ketika program dimulai statistik nasional menunjukkan ada 13.4% rumah tangga di Indonesia di kepalai oleh perempuan (pekka) yang berstatus janda cerai, cerai mati, ditinggal, dan perempuan singel. Tahun 2005 perkiraan Pekka mencapai 17%. Penyebab, meninggal sakit dan konflik, bercerai, laki-laki migrasi ke negara atau daerah lain, tidak menikah, suami sakit menahun tidak mampu melaksanakan fungsí kepala keluarga. Umumnya berada di pedesaan. Secara sosial ekonomi, kondisi pekka dapat dikatakan berada pada strata sosial ekonomi yang sangat rendah. Secara umum tingkat pendidikan mereka sangat rendah 61% tidak tamat SD bahkan sebagian ada yang buta huruf (26%). Mereka umumnya bekerja di sektor informal – berdagang - dan di sektor pertanian - sebagai buruh tani dan nelayan rumput laut. Pendapatan mereka sangat terbatas dengan kisaran tertinggi dari Rp. 50.000 – Rp. 200.000 per bulan (73%) dengan jumlah jam kerja tinggi lebih dari 8 jam perhari. Mereka juga mempunyai tanggungan yang cukup banyak 1-3 orang (63%) dan 4-6 orang (15%). Sebab menjadi kepala keluarga beragam mulai yang ditinggal meninggal oleh suami (51%), ditinggal merantau/tanpa kabar (16%), bercerai (12%), atau juga lajang yang menanggung keluarga (7%) dan istri yang suaminya tidak bisa bekerja karena sakit menahun/cacat (6%).
Laporan PEKKA
5.
PIE CHART PROFIL PEKKA Persentase Pendidikan Pekka di 8 Propinsi Tahun 2006 SMA, 5%
SMP, 7%
PT, 1%
Tidak sekolah, 26%
SD, 62%
T otal Anggota s/d 2006 : 7.912 Orang
Persentase Umur Pekka di 8 Propinsi Tahun 2006 51 - 60 tahun, 23% 41- 50 tahun, 29%
31 - 40 tahun, 19% > 60 tahun, 19%
21 - 30 tahun, 7%
<=20 tahun, 1%
Missing Data, 2% T otal Anggota s/d 2006 : 7.912 Orang
Laporan PEKKA
Persentase Pekerjaan Pekka di 8 Propinsi Tahun 2006 Buruh, karyaw an dll , 7%
Tidak bekerja, 4%
Petani, ternak, perikanan dll, 43% Dagang, 33%
Jasa,penjahit, guru dll, 6%
Industri RT, kerajinan dll, 6% T otal Anggota s/d 2006 : 7.912 Orang
Persentase Jumlah Tanggungan Pekka di 8 Propinsi Tahun 2006
anak 5 dan lebih, 43% Tidak punya anak, 13% anak 2, 14%
anak 4, 13% anak 3, 7%
1 tanggungan, 11% T otal Anggota s/d 2006 : 7.912 Orang
Laporan PEKKA
Persentase Sebab Menjadi Pekka di 8 Propinsi Tahun 2006 Janda meninggal, 52%
Janda ditinggal, 10% Janda cerai, 23%
Suami sakit, 7% Missing data, 1%
Lajang, 7% T otal Anggota s/d 2006 : 7.912 Orang
Persentase Pendapatan Perhari Pekka di 8 Propinsi Tahun 2006 Rp.7501-15,000, 33%
< =Rp.7,500, 49% > Rp.15,000, 16%
Missing data, 2% T otal Anggota s/d 2006 : 7.912 Orang
Laporan PEKKA
Persentase Pengeluaran Perhari Pekka di 8 Propinsi Tahun 2005-2006
Missing data, 9% < =Rp.7,500, 34% >Rp. 15,000, 31%
Rp.7501-15,000, 25% T otal Anggota s/d 2006 : 7.912 Orang
Persentase Lama Menjadi Pekka di 8 Propinsi Tahun 2006
6 - 10 tahun, 21% 11 - 15 tahun, 8% 1 - 5 tahun, 45%
> 15 tahun, 21% Missing Data, 3% < 1 tahun, 2% Total Anggota s/d 2006 : 7.912 Orang
Laporan PEKKA
Persentase Pendidikan Anak Pekka di 8 Propinsi Tahun 2005-2006 SMA, 10% PT, 4% Tidak sekolah, 22% SMP, 13% Belum sekolah, 15% SD, 32%
T otal Anggota s/d 2006 : 7.912 Orang
Laporan PEKKA
III. PEKKA DALAM KISAH SUKA DAN DUKA x
Yulidar si mutiara dari Suka Makmur – Nanggroe Aceh Darussalam
”Saya dulu tidak dikenal dan saya juga disepelehkan orang, namun setelah masuk pekka masyarakat sekitar mulai menghargai dan bahkan dilibatkan untuk menangani berbagai kegiatan di masyarakat begitu ungkap Yulidar mengawali ceritanya”. Yulidar bisa disebut laksana mutiara yang tersimpan didalam lumpur ketika telah diangkat semua orang tertarik ingin memilikinya. Yulidar yang saat ini berusia 39 tahun adalah seorang kader dari kecamatan Suka MakmurAceh besar tinggal di desa Dilip Lam Tengoh perannya sebagai kader cukup sibuk sehingga harus mampu membagi waktunya antara perannya sebagai kepala keluarga yang harus menghidupi anak semata wayangnya yaitu Suciati berumur 6 tahun sekolah di Madrasah Ibtidaiyah kelas 1. Dengan berurai air mata Yulidar menceritakan kisah perkawinannya, yaitu tahun 1999 Yulidar menikah dengan pemuda pilihannya yang tinggal dalam satu desa. Suaminya tidak punya pekerjaan yang jelas yaitu sebagai buruh tani yang kadang-kadang kerja dan kadangkadang tidak. Karena suaminya tidak jelas bekerja, maka meskipun Yulidar menikah tetap tinggal bersama kakak-kakanya disebuah rumah yang berisi 13 orang anggota keluarga. Rumah tersebut dibangun diatas tanah milik orang kaya yang tinggal di Banda Aceh. Keluarga Yulidar hanya boleh menempati rumah dan menjaga tanah sekitarnya.
Kondisi ekonomi Yulidar serba kekurangan sehingga untuk makan dirinya dan suaminya dibantu oleh abanya Yulidar yang tinggal serumah dengan dirinya. Sebagai tanda terimakasi Yulidar mengerjakan semua pekerjaan rumah dan mengurusi anak Abangnya sehingga suaminya merasa kurang diperhatikan oleh Yulidar. Kemudian suaminya mengajak Yulidar tinggal di rumah orang tuanya. Yulidar keberatan untuk tinggal di rumah orang tuanya karena suami Yulidar tidak mempunyai pekerjaan. Akhirnya suami Yulidar meninggalkan Yulidar begitu saja dengan satu orang anak yang masih bayi. Yulidar mencoba mengajak pulang kembali suaminya dan mengajak membuat sebuah rumah gubuk pada sebuah bidang tanah sempit yang tidak jauh dari rumah abangnya. Suaminya tidak mau diajak kembali maka sejak itu Yulidar hidup terpisah dengan suaminya dan saat ini suaminya telah menikah lagi. Suaminya tinggal tidak jauh dari tempat Yulidar namun tidak pernah memberi nafkah anaknya. Jika bertemu anaknya selalu memalingkan muka. Anaknya yang bernama Suciati meskipun usianya baru 6 tahun namun pemikirannya layaknya orang dewasa, ketika ditanya tentang bapaknya Suciati menjawab bahwa dirinya benci sama ayahnya karena meninggalkan dirinya dan telah menikah dengan perempuan lain, Suciati menganggap ayahnya telah meninggal. Untuk menghidupi anaknya dan biaya sekolah Yulidar tidak bergantung pada abangnya, namun bekerja dengan menjual kripik pisang yang dititipkan di warung dengan penghasilan antara Rp 10.000,- s/d Rp 15.000,-/2 hari, dan bekerja sebagai buruh tani dengan upah Rp 20.000,-/hari dengan jam kerja 08.00 – 13.00 dilanjutkan jam 14.00 – 18.00. Waktu kerja sebagai buruh tani hanya pada musim tanam dan panen saja dalam satu tahun 2x. Total waktu tanam 20 hari dan panen 15 hari sehingga dalam satu tahun waktu
Laporan PEKKA
kerja selama 70 hari. Upah yang didapat disimpannya untuk biaya anak sekolah. Menjadi anggota pekka sejak tahuan 2002 diawali Khaerani tetangga desanya dan Iskandar sebagai Pendamping Lapang mendatangi rumahnya, kemudian Iskandar menjelaskan tentang program pekka dan meminta Yulidar untuk mencari temanya yang berstatus pekka untuk dibentuk kelompok. Yulidar merasa tidak yakin bahwa dirinya dapat mengumpulkan orang-orang dan mau diajak berkelompok. Namun Yulidar berusaha keras untuk mengumpulkan temannya sehingga terkumpul 20 orang, yang akhirnya terbentuk kelompok di desa Dilip Lam Tengoh dengan nama kelompok Barotaci., Yulidar ditunjuk sebagai sekertaris. Dengan masuk kelompok Yulidar merasa ada tempat untuk berbagi cerita, karena selama ini Yulidar sepertinya hidup tersisi dari aktivitas masyarakat. Yulidar hampir tidak dikenal oleh masyarakat sekitar sehingga ketika ditinggal suaminya Yulidar merasa hancur dan merasa tidak berguna, namun ketika masuk kelompok Yulidar ada tempat untuk berbagi cerita, ada orang yang mendengarkan tentang kisah dirinya sehingga merasa terhibur dan yang terpenting keberadaannya diakui oleh masyarakat dan ada tempat untuk pinjam ketika mengalami kesulitan keuangan. Saat ini Yulidar tidak saja sebagai sekertaris namun sebagai kader wilayah yang berperan untuk penguatan organisasi dan pengembangan kepemimpinan dengan membantu PL dalam melakukan pendampingan dan penguatan kelompok. Jumlah kelompok keseluruhan di Kecamatan Suka Makmur 14 kelompok di 13 desa. Tanggung jawab utama Yulidar mendampingi 3 kelompok di 3 desa. Namun karena kesibukan kader lainnya sehingga Yulidar juga membantu mendampingi kelompok lain di luar tanggung jawabnya. Awal mula kenal Yulidar ketika pertama kali mengikuti pelatihan kemudian diminta menyebutkan namanya terlihat gemetaran dan tidak berani bicara, namun saat ini kelihatan
berani dan penuh percaya diri bahkan saat forum wilayah yang baru saja terselenggara yaitu 19-21 januari 2007 Yulidar sebagai ketua panitia dengan penuh keyakinan memimpin kepanitiaan dan berpidato di depan orang banyak. Dalam proses tersebut berbagai pelatihan telah didapat, diantaranya; visi-misi dan motivasi berkelompok, Pelatihan kepemimpinan, Pelatihan Pengorganisasian Masyarakat, administrasi dan pembukuan kelompok, manajeman kelompok, Pengembangan LKM (Lembaga Keuangan Mikro), mengikuti forum wilayah dan juga forum nasional, dll. Kegiatan yang dilakukan Yulidar dalam perannya sebagai kader diantaranya; memimpin pertemuan rutin kelompok, pertemuan LKM, melakukan rapat pengurus untuk memberikan penguatan pada pengurus kelompok dalam menjalankan kegiatan simpan-pinjam, memberikan informasi dan pengecekan administrasi dan pembukuan keliling di 13 kelompok, mendiskusikan berbagai persoalan kelompok dan memecahkan permasalahan kemacetan pinjaman anggota, dll. Dalam proses 4 tahun dalam kelompok pekka Yulidar merasa berbagai perubahan yang terjadi pada dirinya, diantaranya; 1). Bertambahnya pengetahuan tentang cara memimpin kelompok, memahami sistim administrasi dan pengelolahan kelompok, memahami cara melakukan pengorganisasian masyarakat, memahami cara melakukan advokasi anggaran,dll. 2). Meningkatnya ketrampilan dalam memfasilitasi kelompok, mampu memeriksa administrasi dan pembukuan kelompok, mampu memimpin kelompok, mampu berkomunikasi dan bergaul dengan orang lain, mampu memecahkan masalah. 3). Berubahnya sikap dari yang tidak percaya diri menjadi percaya diri, terlibat dan dilibatkan dalam kegiatan masyarakat seperti saat ini Yulidar selain mendampingi kelompok juga diminta untuk jadi ketua Radio komunitas oleh kepala desa, dilibatkan dalam kegiatan pertemuan di tingkat desa, seringnya diundang dalam berbagai pertemuan di desanya, membantu posyandu dan juga aktif di pengajian, dan
Laporan PEKKA
berbagai kegiatan masyarakat lainnya selalu melibatkan Yulidar 4). Meningkatnya kondisi ekonomi. Dengan mendapat pinjaman 2 kali yang terdiri dari pinjaman pertama sebesar Rp 500.000,- yang digunakan untuk pengembangan usaha kripik pisang. Pinjaman ke dua sebesar Rp 4.000.000 yang digunakan untuk ternak bebek yang saat ini telurnya telah dijual. Pinjaman ke dua ini sisa tinggal Rp 1,5 juta setelah lunas Yulidar berniat untuk pinjam dan akan digunakan untuk gadai sawah. Dengan gadai sawah yang akan ditanam padi, Yulidar merasa bahagia karena selama ini dirinya menjadi buruh maka dengan gadai sawah Yulidar merasa sebagai pemilik. Dengan keaktifan tersebut pandangan masyarakat terhadap Yulidar berbeda dan lebih menghargai, bahkan Yulidar dipuji sebagai orang yang aktif di masyarakat, gigih, ulet dan sabar dalam menghadapi berbagai cobaan. Dalam proses memfasilitasi kelompok banyak tantangan dan hambatan yang dihadapinya, baik yang datang dari luar ataupun dari dalam dirinya. Yang dari luar diantaranya; anggota kelompok enggan mengembalikan pinjaman BLM. Anggota kelompok enggan mengembalikan dana BLM karena dianggap hibah. Untuk itu Yulidar berusaha keras memberikan penyadaran pada anggota kelompok agar mengembalikan pinjaman karena dana tersebut digulirkan lewat wadah LKM, enggannya beberapa anggota kelompok untuk hadir dalam pertemuan kelompok Yulidar mengatasinya dengan mendatangi ke rumah anggota untuk memberikan penyadaran dan menginformasikan bahwa dalam pertemuan ada berbagai ilmu yang didapat seperti kesehatan perempuan, berbagi cerita dan lain-lain. Dengan usaha tersebut anggota mulai aktif hadir namun ketika musim panen anggota sibuk dengan kegiatan panen sehingga tidak bisa pertemuan,
ada kecemburuan kader lain pada dirinya karena Yulidar lebih dikenal dan disukai anggota kelompok. Kecemburuan ini terasa mengganggu karena sudah berprasangka negatif. Untuk persoalan ini Yulidar minta PL atau koordinator wilayah untuk membantu menjembatani dalam memecahkan persoalan dirinya dengan teman sesama kader. Sedangkan hambatan dari dalam diantaranya; masih terbatasnya kemampuan memfasilitasi kelompok dalam pemberian materi sehingga Yulidar merasa kekurangan bahan. Untuk mengatasi persoalan ini Yulidar mencoba membaca berbagai bahan bacaan dan bertanya pada PL dan juga yang lainnya. Tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga yang harus mencari nafkah untuk membiayai sekolah anaknya dan juga waktu untuk membantu kegiatan rumah tangga abangnya karena tinggal di tempat abangnya dan abangya telah membantu memberi makan dirinya dan ankanya sehingga sulit untuk membagi waktu dalam perannya sebagai kader. Meskipun demikian Yulidar berusaha keras agar dua kegiatan kelompok dan keluarga bisa diatasi. Yulidar tidak mau meninggalkan pekka karena Yulidar sudah merasa cinta banget pada pekka. Karena lewat kelompok pekkalah dirinya menjadi berarti. Selama menjadi kader beberapa pelajaran penting yang didapat, diantaranya; Percaya diri; untuk meningkatkan kepercayaan diri harus ada usaha keras dari dalam dirinya untuk mau berubah yaitu dengan belajar dan mau mencoba, Untuk dianggap masyarakat atau diakui keberadaanya oleh masyarakat harus dibuktikan dengan kerja nyata, dan menambah wawasan. Orang-orang sekitar yang dianggap berjasa pada dirinya adalah, abangnya yang memberi waktu dan kesempatan untuk dirinya aktif di kelompok pekka, Anggota kelompok pekka dan masyarakat
Laporan PEKKA
sekitar yang memberikan kesempatan untuk membuktikan dirinya mampu, pada PL dan Seknas yang terus menerus memberi semangat, motivasi dan pengetahuan sehingga dirinya dapat berkembang. Harapan kedepan untuk kelompok adalah ingin kelompok berkembang, punya usaha yang dapat meningkatkan ekonomi anggota kelompok. Untuk LKM ingin punya tempat atau gedung sebagai pusat kegiatan pekka. Harapan untuk dirinya adalah ingin mempunyai rumah meskipun gubuk agar bisa mandiri tidak tergantung abangnya, mempunyai usaha sehingga dapat menyekolahkan anaknya. Ketika ditanya apakah tidak menginginkan untuk menikah lagi Yulidar merespon dengan cepat tidak ada keinginan menikah, luka hati masih terasa pedih, keinginan yang ada adalah ingin membesarkan anaknya dan menyekolahkannya hingga perguruan tinggi. Karena jika menikah lagi takut suaminya tidak sayang pada anaknya. Anaknyalah yang memberikan Yulidar energi untuk bisa bertahan hidup.
Laporan PEKKA
x
Kepedulian Pakka di Aceh Timur-NAD terhadap Perempuan Miskin.
Di rumah milik pak geuhik (kepala desa) desa Pulo Balang di kecamatan Darul Ihsan yang terletak di pinggir jalan raya duduk ibu Saribanun dan Rukiyah sambil menyelesaikan jahitannya. Mereka adalah pengurus kelompok pekka ‘Seroja’ dan juga pengurus koperasi ‘Bungong Jeumpa’. Sejak empat tahun lalu kedua pekka ini termotivasi untuk bergabung dalam kelompok pekka agar bisa bertukar pikiran sesama pekka. Selama Empat tahun bergabung ibu Saribanun sudah mengakses pinjaman lebih dari tiga kali untuk mengembangkan usahanya. Dia menggunakan pinjaman UEP pertama senilai dua juta rupiah untuk membuat pelaminan pengantin dan disewakan. Pinjaman berikutnya senilai lima juta rupiah dipergunakan untuk membeli mesin jahit, mesin obras, dan mesin bordir. Ibu Saribanun dan ibu Rukiyah merasakan adanya kemajuan usaha dan mengalami peningkatan pengetahuan serta kepercayaan diri setelah bergabung dalam kelompok pekka, oleh karena itu mereka ingin pengalamannya juga dirasakan oleh perempuan miskin lain di desanya. Namun sayangnya beberapa perempuan miskin di desanya tidak berstatus kepala keluarga dan menurut peraturan kelompok tidak bisa menjadi anggota kelompok. Maka mulai awal tahun 2006, mereka mulai mengajak beberapa pekka dan perempuan desa lainnya membentuk koperasi. Mereka juga mulai bolak-balik ke dinas koperasi dan UKM Aceh Timur di Langsa untuk mengurus badan hukumnya. Setelah melalui konsultasi kurang lebih sepuluh kali, ‘Bungong Jeumpa’ mendapatkan pengesahan badan hukum sebagai koperasi dengan biaya Rp. 350.000.
Setelah berbadan hukum, kedua ibu ini dengan dibantu oleh satu pengurus lainnya melakukan pertemuan dengan anggota untuk melakukan pembenahan organisasi dan merumuskan kegiatan. Anggota bersepakat untuk mengadakan pertemuan tiap tanggal 7 dan membayar simpanan pokok senilai Rp. 85.000,- dan simpanan wajib Rp. 5.000 setiap bulan. Kegiatan koperasi adalah menjahit, membordir, menjual kain dan jilbab, namun saat itu belum memiliki tempat untuk melaksanakan aktivitasnya. Kemudian pengurus menghubungi bapak Geuchik untuk meminta pendapatnya. Dia mempersilahkan koperasi menggunakan salah satu rumahnya yang terletak di pinggir jalan untuk sekertariat koperasi dengan membayar sewa empat juta lima ratus ribu untuk tiga tahun, tetapi koperasi baru memiliki uang untuk bayar sewa setahun yang berasal dari simpanan anggota dan keuntungan koperasi dari menjual jilbab dan kain. Di kantor koperasi diletakkan tiga mesin jahit, dua mesin bordir dan satu mesin obras milik Saribanun dan Rukiyah. Mesin-mesin tersebut dipergunakan untuk melayani pesanan jahitan dari masyarakat, membuat pakaian dan kerudung yang kemudian dijual di pasar Sekitar tempat tinggalnya. Jika ada pesanan pembuatan pakaian, bahan dan benang dibelikan oleh koperasi, sedangkan anggota yang mengerjakan akan mendapatkan upah tenaga kerja. Setiap hari antara jam 14.00 sampai 16.00, Saribanun dan Rukiyah memberikan kursus menjahit dan border pada empat remaja anak pekka. Dua remaja telah putus sekolah karena orang tuanya tidak bisa membiayai lagi, dua lainnya masih sekolah di SMP dan MAN (Madrasah Aliyah Negeri atau setara SMA). Selama kursus mereka hanya bayar Rp. 1.000 sehari untuk biaya listrik pada mesin obras, namun jika pada hari tersebut mereka
Laporan PEKKA
hanya menggunakan mesin jahit tanpa listrik, maka tidak pelu membayar. Menurut pengurus tujuan mereka memberi kursus adalah untuk membantu anak orang miskin agar memiliki ketrampilan untuk mencari nafkah. Setelah keempat anak ini mahir, pengurus akan menawarkan pada mereka untuk bekerja untuk mengembangkan usaha pakaian jadi pada koperasi. Namun jika mereka tidak bersedia dan ingin bekerja di tempat lain atau berencana mengembangkan usaha sendiri, maka pengurus akan mendukungnnya. Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kursus hingga mahir sekitar tiga sampai lima bulan, tergantung kemampuan peserta. Sampai dengan Januari 2007, anggota koperasi berjumlah 37 orang, dimana 12 orang berstatus non-pekka dan 25 orang adalah pekka. Sementara anggota kelompok pekka ’Seroja’ berjumlah 26 orang. Saribanun, Rukiyah, dan Rahma selain menjadi pengurus koperasi juga pengurus kelompok pekka. Mereka mengatur pertemuan kelompok pekka dan koperasi tidak bersamaan, karena sebagian besar anggota koperasi menjadi anggota kelompok pekka. Mereka menyatakan belum menemui kesulitan dalam mengelola dua organisasi yaitu kelompok dan koperasi. Namun jika kedua organisasi ini mengalami perkembangan dalam usaha dan kegiatan, ketiga orang ini akan mengalami kerepotan dalam mengelolanya. Untuk itu perlu dipikirkan untuk menggabungkan keduanya, tapi kata pengurus ada anggota pekka yang berkeberatan bergabung di koperasi karena simpanan pokok dan wajibnya lebih besar dari di kelompok. Koperasi sebaiknya meninjau ulang peraturan simpanan wajib dengan menurunkan besarannya agar bisa dijangkau oleh ibu-ibu pekka yang masih berada dibawah garis kemiskinan. Sedangkan untuk simpanan pokok, pengurus dapat menghitung jumlah simpanan pokok dan wajib di kelompok pekka ‘Seroja’ selama empat tahun yang kemungkinan besarnya
sudah melebihi Rp. 100.000 per orang. Jumlah ini dapat dialihkan ke simpanan pokok di koperasi. Tetapi masih ada persoalan lain yang menggajal bagi pengurus untuk menyatukan yaitu; anggota yang non-pekka belum dapat mengakses kredit dari LKM ‘IRAK’ yang dibentuk oleh kelompokkelompok pekka di wilayah ini, padahal anggota koperasi yang non-pekka menginginkan adanya kegiatan simpan pinjam di koperasi. Permasalahan ini juga dapat diatasi dengan menawarkan pinjaman yang berasal dari dana swadaya (simpanan di koperasi) pada non-pekka, dan anggota yang pekka tetap bisa mengakses ke LKM. Namun jika koperasi punya usaha kelompok yang didanai dari uang LKM, anggota yang nonpekka juga dapat terlibat dalam pengelolaannya. Untuk satu atau dua tahun kedepan LKM ‘IRAK’ juga harus membuka pelayanan untuk masarakat diluar pekka. Saribanun dan Rukayah ingin mengembangkan usaha yang dapat mempekerjakan anggota kelompok dan koperasi. Mereka memiliki banyak ide usaha seperti, pembuatan kerupuk, pembuatan batako, dan ternak bebek. Ketiga ide ini cukup bagus dan sesuai dengan kondisi sumberdaya setempat, tetapi perlu dilakukan analisa lebih jauh dengan melihat; kemampuan pasar menyerap produk, ketrampilan yang dimiliki, peraturan daerah yang ada, dan lain sebagainya. Guna menindak lanjuti ide-ide yang bagus tersebut pendamping lapang diminta untuk memfasilitasi pengurus dan anggota menganalisa masing-masing usaha serta menentukan satu jenis usaha yang akan dikembangkan. Jika sudah ada pilihan, pengurus dapat belajar terlebih dahulu melalui buku-buku dan berlatih pada orang yang memiliki pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman mengembangkan usaha tersebut. Kemudian baru mereka mengajukan permohonan untuk mengakses kredit dari dana BLM untuk UEP (Usaha Ekonomi Produktif) melalui LKM.
Laporan PEKKA
Domba Sumber Penghidupan di Sukabumi
Kelompok Warga Jaya di Sukabumi sudah mempunyai usaha kelompok yaitu usaha jahe instan. Usaha ini cukup berkembang, karena permintaan sudah meluas tidak terbatas di Sukabumi namun juga kini ke wilayah pekka Jawa Barat lainnya yaitu Cianjur, Subang dan Karawang. Namun hal ini nampaknya belum memuaskan kelompok. Bagi anggota yang telah berusia lanjut, mereka merasa tidak bisa banyak terlibat. Mereka hanya bisa ikut memarut jahe yang ada. Mereka berpikir jika ada usaha kelompok yang lain yang bisa melibatkan anggota pekka yang sudah berusia lanjut. Dari diskusi di kelompok muncul gagasan untuk mengembangkan ternak domba. Apalagi di wilayah tersebut masyarakat sudah biasa beternak domba. Setelah menimbang segala kemungkinan, kelompok mengajukan ke LKM. Melalui musyawarah di LKM usaha ini diterima. Sayangnya dana LKM sudah habis dipinjam kelompok lain. Ide ini akhirnya bisa diwujudkan dengan adanya dana bantuan dari pemerintah (BPMD) untuk pengembangan usaha pekka setelah ada pengajuan oleh PL. BPMD memberikan dana hibah kepada LKM yang akan diputar untuk dipinjamkan untuk pengembangan usaha kelompok anggota LKM. Ada 2 kelompok yang mendapat dana ini untuk usaha ternak domba ini yaitu kelompok Warga Jaya dan kelompok Harapan Maju.
Sebelum domba datang terlebih dahulu dilakukan pelatihan selama 3 hari oleh Dinas Peternakan Kabupaten Sukabumi. Materi pelatihan menyangkut tentang pemeliharaan domba, pembuatan dan penempatan kandang yang baik, pemilihan bibit unggul, pemberian pakan yang baik, pemanfaatan kotoran, kesiapan domba untuk kawin. Selanjutnya dilakukan penyiapan kandang oleh kelompok di lokasi yang disepakati. Setelah itu baru dilakukan pembelian domba. Sayangnya pembelian kurang tepat waktunya. Hingga harga belinya agak kemahalan menurut ibu Enti, ketua kelompok Warga Jaya yang terlibat dalam pembelian domba tersebut. Kelompok memang sengaja langsung membelikan domba, karena khawatir memegang uang terlalu lama. Uang sebanyak 10 juta dibelikan domba sebanyak 21 ekor, 10 ekor dipelihara oleh kelompok Warga Jaya dan 11 ekor lainnya oleh kelompok Harapan Maju. Semua anggota kelompok Warga Jaya terlibat dalam usaha ini. Namun dalam proses pemeliharaannya ada 5 orang anggota yang khusus bertanggung jawab yaitu ibu Tiah, ibu Icoh, ibu Mun, ibu Ikah dan ibu Mimin. Mereka ini umumnya buruh tani dan telah berusia lanjut. Sebagai ketua usaha kelompok domba dipilih ibu Tiah. Setiap orang mendapat jatah 2 ekor domba. Untuk kelancaran usaha dilakukan pembagian tugas di antara anggota yang ada. Semua bertanggung jawab untuk mencari rumput (ngarit) untuk pakan domba yang ada. Bagi mereka yang tinggal dekat kandang seperti ibu Icoh dan ibu Mun bertugas menyapu/membersihkan kandang secara bergantian. Khusus ibu Icoh dan
Laporan PEKKA
keluarganya yang menjadi tempat kandang domba, maka mereka mendapat tugas untuk melakukan pencukuran, memandikan domba dan menjaga saat malam hari. Namun semuanya wajib saling membantu. Adapun penimbangan domba dilakukan bersama-sama setiap 1 bulan sekali. Khusus untuk ketua kelompok ditugaskan untuk memandu pemberian pakan, mengawasi kegiatan harian, melakukan pencatatan perkembangan dan menyampaikan informasi terkait. Untuk mendukung kegiatan ini, maka dilakukan pencatatan. Pencatatan masih sangat sederhana meliputi daftar anggota yang ikut mencari pakan (ngarit), biaya-biaya yang harus dikeluarkan dari mulai pembuatan kandang, pembelian domba, hingga pembelian pakan tambahan. Setiap ada perkembangan yang penting selau dilaporkan dalam pertemuan kelompok domba di rumah ibu Icoh dan juga dalam pertemuan rutin kelompok 2 mingguan. Terkait dengan pembagian tugas di atas, maka kelompok sudah membuat kesepakatan pembagian hasil sebagai berikut : x 50% keuntungan akan diberikan untuk yang mencari pakan (ngarit) x 10% untuk mencukur dan memandikan x 10% untuk yang membersihkan kandang x 10% untuk yang menjaga saat malam hari x 20% untuk kelompok Setelah usaha ini berjalan, baik anggota yang langsung terlibat maupun yang tidak merasa puas dengan hasil yang ada. Setiap bulan tampak ada pertambahan berat dari domba yang ditimbang. Tentu saja hal ini sangat menggembirakan, karena harga domba sangat terkait dengan beratnya. Perkembangan ini juga memotivasi kelompok untuk bisa menambah domba lagi. Mereka juga berpikir kemungkinan untuk engembangkan usaha kompos dan pupuk kandang dari kotoran yang ada. Sejauh ini kotoran sudah dimanfaatkan untuk pupuk pertanian lahan ibu-ibu anggota dan jahe. Masyarakat di sekitarnya juga tertarik untuk bisa melakukan usaha sejenis. Mereka bertanya
bagaimana cara agar mereka bisa melakukan usaha serupa. Apalagi melihat usaha ini dikunjungi tamu dari Malaysia. Pada Desember 2006 ini domba akhirnya dijual untuk kurban hari raya Idul Adha. Seluruh domba terjual senilai Rp. 5.050.000 dan setelah dipotong pembelian bibit dan perawatan kesehatan (obat) diperoleh keuntungan Rp. 1.400.000. Hasil yang cukup lumayan untuk waktu 4 bulan. Pantas untuk kerja keras yang telah dilakukan. Kelompok bersemangat ingin melakukan usaha itu kembali. Keberhasilan usaha ini menarik minat kelompok pekka yang lain untuk melakukan usaha serupa.
Laporan PEKKA
x
Dari yang kecil, Terus Melangkah Menuju Harapan LKM PEKKA Cianjur
Sepulang kami berkeliling ke kelompok, Ibu Nunik masih sempat membiarkan saya menunggu di ruang tamu rumahnya untuk membuatkan secangkir teh manis hangat. Selalu, beserta makanan-makanan kecil yang hampir tiap waktu ada di rumahnya. Nunik Harnani namanya, 58 tahun umurnya, sudah sejak pekka berawal di kecamatan Pacet Cianjur terus aktif mengikuti berbagai kegiatan-kegiatannya. Awalnya ia penasaran, ingin tahu apa itu Pekka, karena kabar yang tersebar adalah kegiatan mengumpulkan janda-janda. Pak Lurah waktu itu yang memberi tahu, dan ketika pertama ia mengikuti pertemuan kelompok rasa penasaran itu terus ia kejar hingga sekarang katanya tak mungkin melepaskan lagi pekka dari hidupnya. Dengan anggota dan pengurus-pengurus yang lain sudah ada rasa sayang, sudah kayak saudara sendiri Mba katanya sambil menatap saya sedikit tertawa. Apalagi tentang LKM, awalnya belum terbayang sama sekali. Bagaimana membayangkan ibu-ibu ini punya bank sendiri? Tanpa berpikir jauh ia hanya memikirkan untuk mengakses bantuan modal langsung untuk masyarakat pada tahun 2003, setelahnya ia bersama kelompokkelompok bersepakat untuk mengakumulasikan dana BLM itu melalui kegiatan simpan pinjam. Mereka memutuskan LKM berdiri pada bulan oktober tahun 2004, agar modal yang ada terus berkembang dan kelompok tetap langgeng bisa memanfaatkan pinjaman-pinjaman lunak dari LKM untuk menutupi kebutuhan hidupnya sehari-hari atau juga pinjaman modal skala kecil untuk mempertahankan atau mengembangkan usaha mereka. Keanggotaan LKM terdiri dari kelompok-kelompok Pekka. Kelompok pada waktu-waktu awal dibentuk ada 8 jumlahnya. Semuanya langsung memutuskan masuk menjadi anggota LKM Pekka Kencana. Dengan memberi nama Kencana harapan mereka adalah LKM ini akan terus bersinar dan dapat membantu anggotaanggotanya mencapai kehidupan yang lebih baik.
Selain itu juga perwakilan-perwakilan kelompok memilihnya menjadi ketua LKM Pekka yang dibantu oleh Ibu Oting dan Ibu Euis sebagai pengurus. Cara untuk menjadi anggota adalah sesuai dengan apa yang mereka sepakati. Anggota kelompok adalah
Perempuan yang berperan sebagai kepala di keluarganya, yang menanggung ekonomi keluarga. Ia harus mendaftar ke pengurus untuk menjadi anggota, selain juga mengikuti kegiatan simpan pinjam dan menaati peraturan kelompok. Hal-hal yang berhubungan dengan keanggotaan diputuskan bersama dalam musyawarah kelompok oleh setiap anggotanya. Demikian pula halnya dengan memilih pengurus maupun pengelola LKM, semua melalui musyawarah anggota kelompok atau LKM. Keputusannya biasanya diambil melalui proses pengambilan suara terbanyak atau voting atas caloncalon yang akan dipilih. Untuk kelompok baru yang ingin bergabung menjadi anggota, harus menjalani masa percobaan dulu selama 1-5 bulan sebelum akhirnya diputuskan boleh meminjam atau tidak. Sebelum dapat meminjam ke LKM anggotanya hanya dapat meminjam uang swadaya kelompok yang mereka kumpulkan bersama. Calon peminjam dinilai dulu apakah bisa dipercaya atau tidak, domisili anggota menetap atau tidak di desa tersebut. Setelah itu pengajuan pinjamannya diverifikasi lagi oleh oleh pengurus dan anggota yang lain. Pengurus bisa memberikan keputusan apakah pinjaman tersebut disetujui atau tidak dengan melakukan survey baik untuk pinjaman di tingkat kelompok maupun di tingkat LKM. Selanjutnya pinjaman anggota yang disetujui direkap menjadi usulan kelompok. Sejauh ini, peran LKM bagi pekka cukup banyak juga, diantaranya, meminjamkan uang, membuat forum komunikasi atau disebut juga Forum LKM dimana dalam forum tersebut dibicarakan masalah-masalah yang berhubungan dengan kegiatan simpan pinjam atau lainnya yang berhubungan dengan LKM. Sebagai
Laporan PEKKA
tempat menggulirkan uang, LKM juga sangat terasa manfaatnya untuk pekka, kredit kecil dengan jasa ringan yang nantinya dibagikan di anggotanya, LKM pekka menjadi lembaga keuangan yang terhitung sangat membantu pekka. Kesulitan memperoleh pinjaman lunak dengan syarat yang mudah untuk mengaksesnya menjadikan perputaran modal yang dimiliki oleh pekka terhitung cukup tinggi. Bagi anggotanya sendiri, kelompok-kelompok pekka, kegiatan LKM untuk memberikan bantuan pelatihan pembukuan sangat membantu. Pengecekan pembukuan setiap bulan terus memotivasi anggotanya dalam melakukan pembukuan dan administrasi di kelompoknya. Hal ini bukanlah mudah. Karena hampir semua anggotanya berpendidikan rendah dengan tingkat partisipasi dan kemampuan administrasi yang masih juga rendah. Namun seiring berjalannya waktu, pengurus-pengurus kelompok mulai terbiasa melakukan proses pencatatan dan juga membuka ruang komunikasi bersama untuk membicarakan berbagai permasalahan dan pengambilan keputusan. Sebagai sebuah Lembaga Keuangan Mikro yang baru berjalan LKM Pekka juga membuat beberapa program, diantaranya simpanan untuk kegiatan sosial dan asuransi. Beberapa masalah juga tentu ada didapati oleh LKM misalnya program asuransi yang juga dicoba dijalankan masih menemukan hambatan, asuransi susah berjalan karena sebagian anggota sudah tua2. Selain itu ada juga anggota yang minjam seenaknya, ada juga yang berbohong dengan statusnya yang bukan pekka, atau kasus Pendamping Lapang yang suka dipakai namanya untuk alasan meminjam. Sebagai lembaga baru, masalah-masalah ini menjadi bahan pelajaran untuk lebih baik dalam pengelolaannya. Misalnya saja, sekarang ia menemukan beberapa cara agar anggota dapat mengembalikan pengembalian tepat waktu dari pengalaman mengelola pinjaman anggota. Juga dalam melakukan pengecekan calon anggota yang mengajukan pinjaman, ia sudah terbiasa membaca alasan yang diungkapkan untuk menentukan kredibilitas anggota. Sebagai pengurus LKM yang mengikuti perkembangannya dari awal, ada juga tentu pengalaman menarik yang dialami Ibu Nunik. Untuknya pengalaman yang mengesankan adalah
pengalaman naik pesawat. Karena inilah pengalaman pertama dan ia mendapatkan kesempatan itu dalam salah satu kesempatan pelatihan di Jogyakarta.
Banyaknya kegiatan yang diikuti dalam pekka membuat ia terkadang mengesampingkan usaha katering pribadinya apabila waktunya berbenturan dengan kegiatan pekka. Terutama untuk pesananpesanan dalam jumlah sedikit. Karena terbatasnya waktu dan banyaknya kegiatan. Karena ini menyangkut tanggung jawab sosial dan jumlah uang yang besar jadi lebih diprioritaskan olehnya. Walau tidak ada gaji. Karena memang sudah terlanjur sayang dan dekat dengan pekka sehingga ada rasa memiliki. Tantangan yang sekarang dirasakan adalah makin berkembangnya kelompok baik dari sisi kualitas organisasi dan kepemimpinan maupun jumlahnya. Kelompok yang awalnya berjumlah 8 kelompok sekarang menjadi 18 kelompok. Ini menyebabkan mengatur alokasi pinjaman uang menjadi sulit karena modal yang ada jumlah kenaikannya modal swadaya tidak sebanding dengan banyaknya permintaan pinjaman. Sehingga untuk mengatur alokasi pinjaman uang, dilihat dulu mana yang paling membutuhkan. Jumlahnya diperkecil dan mengutamakan yang dianggap paling penting untuk diberi pinjaman. Lebih diutamakan pinjaman untuk usaha daripada untuk kebutuhan konsumtif. Selain itu menanggulangi kemacetan dan berusaha mendapatkan pengembalian tepat waktu tetap menjadi perhatian LKM. Dalam bayangan Bu Nunik, dalam beberapa tahun ke depan LKM dapat mempunyai kantor untuk kegiatannya, asuransi yang dijalankan dapat berkembang, dan pelatihan-pelatihan yang dibutuhkan untuk mengembangkan diri bisa terus berjalan. Bukan tidak mungkin juga LKM Pekka dapat menjadi bank yang besar dan berbadan hukum selain juga modalnya berkembang dengan mempunyai usaha yang besar untuk kemandiriannya.
Laporan PEKKA
x
Memulai Lembaga Keuangan Mikro dari Dana Swadaya di Kecamatan Sei.Raya, Kabupaten Pontianak-Kalbar
Nur Azizah adalah perempuan keturunan Madura yang lahir dan tinggal di Kalimantan Barat. Karena konflik antara etnis Melayu dan Madura di kabupaten Sambas tahun 2000, dia harus kehilangan harta benda dan memulai hidup baru di daerah relokasi di desa Mekarsari di kecamatan Sungai Raya di kabupaten Pontianak – Kalbar. Suaminya stress dan hilang ingatan setelah peristiwa tersebut, dan Nur harus banting tulang sendiri menghidupi keempat anak serta suaminya. Pada umumnya etnis Madura tidak bisa berbahasa Indonesia dan hidup secara eksklusif dalam kelompoknya, namun Nur punya kemampuan berbahasa Indonesia yang bagus. Dia bersama kader Pekka lainnya melatih dan mengajak perempuan Madura di kampungnya untuk menggunakan bahasa Indonesia agar mereka bisa berbaur dengan anggota masyarakat lain yang beretnis lain. Usaha mereka memperlihatkan ada hasilnya, sekarang sebagian besar anggota kelompok sudah bisa berbahasa Indonesia secara pasif. Pada tangal 22 Juni 2006, 10 kelompok Pekka di kecamatan Sungai Raya di Kabupaten Pontianak – Kalimantan Barat bersepakat membentuk Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dengan tujuan memajukan usaha kelompok dan anggota. Setiap hari kamis minggu kedua perwakilan kelompok pekka bertemu di desa Limbung untuk melakukan transaksi kas dan mendiskusikan berbagai persoalan LKM dan kelompok pekka. Permasalahan yang muncul antara lain; banyak anggota kelompok yang mengajukan pinjaman tapi modal kelompok masih terbatas dari dana
simpanan, dan ada kelompok yang merasa belum memperoleh manfaat dari keberadaan LKM. Setiap bulan mereka menyimpan dan mengeluarkan biaya transport untuk menghadiri pertemuan, namun usulan pinjamannya masih belum juga dicairkan. Nur bersama pengurus LKM lain berusaha memberi pemahaman pada perwakilan kelompok, dan biasanya setelah melakukan diskusi 3 hingga 4 kali perwakilan kelompok akan memahaminya. Namun persoalan tersebut tidak berhenti, karena perwakilan kelompok tidak melanjutkan informasi tersebut ke anggota kelompok sehingga anggota tetap menuntut dan mempertanyakannya. Bila menghadapi kasus demikian, biasanya pengurus LKM akan turun langsung ke kelompokkelompok untuk menjelasakan tujuan didirikannya LKM dan memberi pengertian kenapa pinjamannya belum cair. Dari dana yang berasal dari simpanan kelompok, LKM sudah dapat memberikan pinjaman pada kelompok At Takwa senilai satu juta rupiah. Pinjaman ini dipergunakan untuk mengembangkan usaha anggota kelompok At taqwa. Nur berharap agar LKM di Sei Raya dapat memberikan pinjaman untuk mengembangkan usaha kelompok, dan memiliki sekertariat yang bisa dipakai sebagai kantor dan tempat berkumpul kelompok. Dalam rangka mewujudkan harapannya, pengurus LKM dengan didampingi PL (pendamping lapang) telah memfasilitasi kelompok membuat usulan pinjaman UEP-BLM melalui Seknas Pekka. Nur juga ingin belajar membuat proposal, dan akan mengajukannya untuk mengembangkan usaha kelompok ke pemerintah daerah melalui beberapa dinas yang ada.
Laporan PEKKA
Nur Azizah sudah pernah mengikuti pelatihan pengembangan LKM di Pontianak dan Pengembangan LKM lanjutan di Jakarta yang difasilitasi oleh Seknas Pekka. Sepulang dari pelatihan di Jakarta, dia bersama pengurus LKM lain membawa pulang computer untuk membantu kerja pengurus LKM dan pengurus kelompok agar lebih cepat dalam menyelesaikan pembukuan. Sehingga setiap pertemuan tidak banyak menghabiskan waktu untuk menyelesaikan pembukuan, dan anggota bisa mempunyai waktu untuk mendiskusikan beberapa materi sesuai kebutuhan guna meningkatkan daya kritis anggota kelompok. Namun pengurus LKM belum dapat memanfaatkan computer secara maksimal untuk membantu kerja mereka, karena mereka masih belajar menggunakannya dan lokasi kantor LKM jauh dari tempat tinggalnya. Nur harus mengeluarkan uang Rp. 22.000 untuk pergi dan pulang ke sekertariat LKM ynag masih menumpang disalah satu rumah pengurus LKM di desa Limbung. Padahal penghasilan dia sehari hanya dapat untuk mencukupi kebutuhan dasar keluarganya. Menurutnya jika LKM punya dana cukup, dia akan mengajukan pinjaman untuk mengembangkan usaha warungan yang pernah dirintisnya dulu. Permasalahan yang dihadapi NurAzizah juga dialami oleh beberapa pengurus LKM di wilayah lain yang modalnya masih terbatas. Di beberapa LKM yang telah memiliki modal banyak seperti di Sulawesi Tenggara dan NTT sudah memiliki keuntungan yang cukup dari jasa pinjaman guna mengganti transport pengurus. Kedepan LKM juga perlu memikirkan untuk mengganji beberapa pengurus untuk mengerjakan tugas rutin LKM seperti membuat pembukuan LKM dan kelompok, menerima simpanan dan angsuran berserta jasa dari kelompok, serta menerima usulan pinjaman dari kelompok. Jika keuntungan dari jasa pinjaman belum banyak, LKM juga dapat memikirkan untuk mengembangkan suatu jenis usaha dan pengurus dapat digaji dari keuntungan usaha tersebut.
Laporan PEKKA
Sang Kader Pemberani dari Kalimantan Barat
Agus begitu panggilan sehari-harinya, nama lengkapnya Agusniwati usia 31 tahun tepatnya pada tanggal 17 Agustus 1975. Suaranya keras, energik, lincah dan percaya diri. Sehari-harinya cukup sibuk selain bekerja sebagai cleaning service di kantor Dinas Kesehatan YANG BEKERJA setiap hari kecuali hari minggu dari jam 6.30 s/d jam 11.00. Agus juga mengajar pada PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) untuk anak-anak dari hari Senin s/d Rabu jam 15.00 s/d 17.00 juga mengajar program KF (Keaksaraan Fungsional) untuk ibu-ibu yang belum bisa baca tulis dari hari Kamis s/d Sabtu jam 14.00-16.00. Di program pekka Agus sebagai kader lokal dan di kelompok Kapuas desa Kapur, kecamatan Sungai Raya sebagai bendahara. Pertemuan di kelompok 2 minggu sekali. Agus telah menjanda selama satu setengah tahun beranak dua. Penyebab pekka dikarenakan suaminya menikah lagi, kemudian judi dan tidak memberi nafkah. Karena tidak tahan lagi Agus meminta cerai. Kedua anaknya perempuan semua. Anak pertamanya usiah 7 tahun sekolah kelas 1 SD dan yang kedua usia 5 tahun sekolah Paut semacam TK. Agus tinggal dengan orang tuanya, sehingga ketika Agus bekerja anaknya dititipkan ke ibunya. Untuk hidup sehari-hari anak dan keluarganya Agus mendapat gaji bulanan dari Dinas kesehatan sebesar Rp 500.000/bln, sebagai tenaga pengajar KF mendapat gaji Rp 900.000 untuk 6 bulan, sebagai pengajar di PKBM atau Paut mendapat honorer sebesar Rp 50.000,/bln. Pendidikan Agus hanya sampai tamat SMP,. Agus tidak dapat melanjutkan study karena orang tuanya tidak mampu untuk membiayai sekolah. Agus bercita-cita ingin menjadi guru. Cita-cita
Agus sebenarnya telah tercapai meskipun tidak jadi guru di lembaga formal, namun di lembaga non formal atau di masyarakat telah menjadi guru yaitu dengan mengajar masyarakat. Dengan kondisi tersebut Agus merasa bersyukur dan merasa berbahagia karena dapat berbagi pengetahuan dengan orang lain. Aktif di program pekka diawali dengan kedatangan PL pada 3 tahun yang lalu. Saat itu PL mengajak ibunya yang telah menjanda untuk masuk menjadi anggota kelompok. Setelah Agus cerai kemudian diajak masuk pekka. Awalnya Agus ragu untuk masuk kelompok, namun setelah ikut pelatihan di kelompok kemudian dapat penjelasan tentang program pekka Agus menjadi tertarik dan merasa kumpulan para perempuan yang satu nasib. Kelompok yang dimasuki yaitu kelompok Kapuas, saat itu anggotanya hanya 4 orang. Agus ditunjuk jadi bendahara karena Agus dianggap mampu membuat pembukuan. Kemudian Agus bekerja keras untuk menambah anggota saat ini anggotanya 24 orang. Pernah anggotanya hingga 30 orang namun pasang surut. Untuk mengaktifkan anggotanya agar tidak hanya kegiatan simpan-pinjam Agus mengajak anggotanya untuk melakukan kegiatan produktif yaitu berkebun dengan memanfaatkan tanah kosong dengan ditanami umbi-umbian yang hasilnya akan dimanfaatkan untuk menambah pendapatan. Pada kesempatan tersebut Agus juga dapat memberikan pemahaman kepada anggotanya tentang kelompok pekka. Dalam perannya sebagai kader Agus memimpin kelompok, memberikan materi tentang anggaran yang rsesponsif gender, membentuk kelompok baru dan juga mengajar anggota pekka yang buta huruf. Untuk melakukan perannya tersebut
Laporan PEKKA
berbagai pelatihan yang telah Agus ikuti diantaranya pelatihan tentang motivasi, visi-misi, pelatihan usaha, pelatihan pengorganisasian, kepemimnpinan, pelatihan tentang anggaran yang responsif gender, dan juga mengahadiri dialog dengan para pengambil kebijakan di wilayahnya. Dengan ikut pelatihan tersebut menambah kepercayaan diri dan juga mempunyai pengetahuan untuk dibagikan ketemannya. Keaktifannya di kelompok dilatarbelakangi oleh kesadaraan Agus untuk membantu sesamanya, karena perempuan pekka diwilayahnya banyak yang sudah tua, pengetahuan terbatas, tingginya buta huruf dan juga Agus senang berorganisasi dan aktif di masyarakat yaitu sebagai kader Posyandu namun sekarang tidak lagi karena sibuk di Pekka juga aktif di PKK menjadi ketua Pokja. Menjadi kader bukannya tanpa hambatan, meskipun Agus cukup tegar dan percaya diri, namun dalam menghadapi ibu-ibu pekka membutuhkan kesabaran yang luar biasa. Seperti ketika pertemuan kelompok, belajar mengajari baca tulis harus tunggu satu jam lebih baru anggota muncul satu-persatu, semangat dan motivasi anggota untuk belajar rendah sehingga meski Agus telah mengajar namun hasilnya belum nampak, karena anggota tidak rutin hadir dan selalu merasa dirinya bodoh. Inilah yang menjadi tantangan terberat, untuk mengatasinya Agus mengajak ibu-ibu pekka berkebun dengan memanfaatkan lahan. Pada kesempatan tersebut Agus mencoba memotivasi anggota untuk belajar dan mengajar membaca. Kesulitan lainnya dalam mendampingi kelompok yaitu transportasi. Agus telah membentuk kelompok dengan nama kelompok Hidayah namun lokasinya cukup jauh, untuk datang dalam pertemuan kelompok harus menunggu kendaraan lewat sehingga membutuhkan waktu lama, selain itu juga Agus sering diminta untuk membantu pembukuan kelompok Pinang dengan tidak adanya kendaraan menjadikan hambatan karena Agus waktunya terbatas dan punya tanggung jawab untuk mengajar di PKBM dan di KF.
Kendala pribadi lebih pada perannya sebagai kepala keluarga selain harus mencari nafkah bagi dua anaknya juga melakukan perannya sebagai kader juga aktif di masyarakat. Agus sering tidak punya waktu bagi kedua anaknya, untungnya orang tuanya mendukung dan membantu menjaga anaknya. Masyarakat sekitar juga cukup menghargai sehingga dapat meningkatkan kedudukan Agus di masyarakat. Pengetahuan yang bertambah setelah aktif di pekka yaitu memahami cara mengorganisir masyarakat, mempunyai berbagai pengetahuan yang diperolehnya dari pelatihan, seperti tentang gender budget, tentang kesehatan, dapat melakukan administrasi dan pembukuan simpanpinjam, juga meningkatnya kepercayaan diri, belajar komputer dan banyak teman dan juga relasi lainnya yaitu kenal dengan berbagai kantor instasi pemerintah saat dialog. Perubahan ini terjadi karena orang sekitar Agus mempunyai peran yang cukup besar seperti; orang tua, lingkungan sekitar, PL, ibu-ibu pekka dan Seknas Yang paling berkesan bagi Agus dalam perannya sebagai kader yaitu ketika akan puasa Agus meminta maaf pada ibu-ibu pekka. Saat itu ibu-ibu pekka menangis dan menyampaikan selama ini sebenarnya ibu-ibu pekka sayang sama Agus dan mendoakan Agus. Mendapat respon yang cukup baik dan kasih sayang ibu-ibu pekka menjadikan Agus terharu dan merasa bahwa meskipun Agus cukup galak kepada para pekka namun ternyata kegalakan Agus difahami oleh ibu-ibu pekka sebagai bentuk kasih sayang. Kejadian ini memberikan kesan mendalam pada hidup Agusn dan memotivasi dirinya untuk tetap aktif di pekka meski rasa jenuh kadang datang. Kekuatan Agus yang menonjol adalah bisa bergaul dan mudah masuk kesemua lingkungan, kemampuan memimpin, percaya diri, dapat menjahit. Sedangkan kelemahannya adalah cepat bosan, gampang meledak-ledak hingga tidak dapat kontrol emosi, terutama ketika mendampingi ibu-ibu. Sesudahnya Agus
Laporan PEKKA
merenung dan merasa kasihan pada ibu-ibu pekka yang kena marah dirinya. Harapan kedepan yang ingin dicapai dalam hidupnya untuk kelompok ingin melihat kelompok dan anggotanya mempunyai ketrampilan sehingga dapat meningkatkan pendapatan anggotanya karena saat ini banyak anggota pekka yang bekerja sebagai buruh di PHK Untuk masyarakat Agus menginginkan antara masyarakat dan ibu-ibu pekka terlibat kegiatan bersama. Harapan untuk anaknya adalah agar anaknya punya pendidikan yang lebih baik dibandingkan dengan dirinya. Sedangkan harapan untuk dirinya adalah ingin punya ketrampilan menjahit yang lebih baik lagi, punya usaha kecil dengan beberapa karyawan sehingga dapat membantu orang lain, mempunyai suami yang mengerti tentang aktivitasnya di kelompok pekka, karena Agus ketika punya suami nanti tidak akan meninggalkan kelompok pekka.
Laporan PEKKA
x
Paralegal yang percaya diri dari Brebes
Ibu Maryati merupakan salah satu kader Pekka yang sangat aktif di Desa Larangan Kecamatan Brebes Jawa Tengah. Ibu Maryati di sebuah rumah yang sederhana di desa Larangan Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes Jawa Tengah. Kesehariannya bekerja sebagai buruh tani bawang merah dan mengolah bawang merah tersebut menjadi bawang goreng kemasan untuk dijual. Sekilas Ibu Maryati terlihat seperti perempuan pada umumnya, namun perannya di masyarakat membuat Ibu Maryati berbeda dengan perempuan kebanyakan. Sejak tahun 2003 Ibu Maryati bergabung dengan pekka dan dipilih menjadi ketua kelompok Pekka Rukun Sejahtera. Pada bulan Agustus 2005, ibu Maryati mengikuti pelatihan sebagai kader hukum (paralegal) di Wisma BPK Kalibata Jakarta Selatan. Pengalaman pahitnya dalam perkawinan sehingga harus melewati perceraian sebanyak 3 kali membuat ibu setengah baya tersebut menghayati peran demi peran yang dilakoninya dan memahami betul betapa pentingnya kehadiran seseorang yang peduli ketika mengalami kesusahan. “Saya tidak meneruskan sekolah karena kata orang tua nikah saja sama orang kaya biar hartanya bisa dimakan anak cucu pun tidak habis. Sekitar tahun 1971 saya dipaksa nikah oleh orangtua, tapi hanya 1 tahun karena suami selingkuh dengan teman baik saya. Tahun 1975, orangtua memaksa saya untuk nikah lagi karena malu mantan suaminya sudah nikah lagi dengan teman yang juga tetangga deket.” Pernikahan kedua ibu Maryati ini dikarunia 3 orang anak, namun Allah berkehendak lain. Anak pertama meninggal 3 hari setelah dilahirkan, anak
kedua keguguran saat berumur 2 bulan dalam kandungan, dan anak ketiga hanya berumur 1 tahun 15 hari. Perkawinan kedua inipun tidak berumur panjang. Ibu Maryati meminta cerai karena tidak tahan dengan suaminya yang tidak pernah memberikan nafkah malah menghabiskan uang hasil kerja ibu Maryati dengan berjudi. Sawah pemberian orangtua ibu Maryati juga habis dijual untuk berjudi. Selang beberapa tahun setelah perceraian dengan suami kedua, ibu Maryati berkenalan dengan seorang laki-laki dari Desa Batang. Berharap akan memperbaiki kehidupannya, Ibu Maryati akhirnya bersedia diajak menikah. Pernikahan ketiga ini tidak kunjung dikarunia anak. Suamipun pacaran lagi dengan perempuan lain karena sangat menginginkan anak. “kata suami saya kalo punya anak dari pacarnya mau dikasi sama saya. Saya marah dan tidak terima dengan ucapan suami, akhirnya saya minta cerai”. Tingkat pendidikan yang dikenyamnya hanya sampai SD tidak menjadi halangan buat ibu Maryati menjalankan perannya sebagai kader hukum. Ibu Maryati memberikan informasi hukum dan hak perempuan, melakukan pendampingan kasus, menjadi penghubung antara masyarakat dengan aparat desa maupun aparat penegak hukum. Informasi yang disampaikannya berkaitan dengan kasus yang banyak terjadi di desanya yaitu kekerasan dalam rumah tangga, seputar perkawinan dan perceraian. Kegigihan ibu Maryati dalam menyebarluaskan pengetahuan hukum di masyarakat maupun di pertemuan kelompok, menjadikan ibu Maryati kerap didatangi oleh masyarakat untuk mengadukan permasalahan yang dialami Berikut petikan dialog antara Ibu R saat meminta masukan tentang persoalannya kepada Ibu Maryati:
Laporan PEKKA
“Saya mau minta pertimbangan sama Yu Maryati. Begini mantan suami saya minta rujuk kembali tapi saya bilang tidak mau, saya ingin hidup bersama anak-anak saja. Tau-tau...mantan suami nyuruh Wa Lebe’ untuk meminta talak (meminta surat talak) ke saya karena ingin menikah lagi dengan orang Desa Karangbale. Saya bilang dia kan punya surat talak sendiri. Kata Uwa lebe’ surat talaknya hilang. Jadi saya harus bagaimana Yu Maryati, karena saya sudah berjanji mau ngasih surat talak saya ke mantan suami”. Ibu Maryati juga tak jarang memberikan masukan, saran, pertimbangan dan jalan keluar kepada perempuan di desanya: “Saya sebagai kader hanya pesan dan memberi saran dengan ibu Yati dan Ibu Taryem nanti apabila R datang Ibu Yati dan Ibu Taryem nanya jangan sampai membuat R ketakutan atau minder. Ibu Yati dan Ibu Taryem harus melakukan pendekatan. Ibu Yati dan Ibu Taryem pura-pura mengimbangi progesi dia, karena tujuannya untuk mempermudah masalah dan menemui titik temu. Baru kita menjelaskan seandainya anak itu lahir lantas dijual itu namanya trafficking dan apabila anak itu lahir bayinya dibuang itu namanya kekerasan terhadap anak, nanti bisa dihukum dan nanti kita bertiga bareng-baren lapor ke polisi”. Hal tersebut diungkapkan ibu maryati saat ada pengaduan dari salah satu anggota Pekka tentang Ibu R yang merupakan tetangga mereka di desa Larangan yang bekerja di Jakarta sebagai pembantu rumah tangga. Ketika pertama kali R pulang kampung, perut ramina membesar yang menurut dugaan tetangga R hamil. Dan saat R balik ke Jakarta perutnya terlihat kempes. Selang beberapa bulan R pulang ke Larangan dengan perut yang kembali besar, dan seperti sebelumnya perut R kembali kempes saat balik ke Jakarta. Hal ini mengundang kecurigaan masyarakat.
Ibu Maryati juga mendapatkan kepercayaan masyarakat dalam mengurus surat perceraian ke Pengadilan Agama Brebes. Padahal selama ini masyarakat umumnya mengurus cerai melalui Pak Lebe (Kaur Kesra di Desa). Keberadaan ibu Maryati di masyarakat sangat diperhitungkan, sehingga ibu Maryati punya bargaining position yang tinggi di masyarakat. “Pokoknya kamu sekali lagi datang ke rumah Pak Lebe, nanti kalau Pak Lebe tidak mau membikinkan surat permohonan (cerai), kamu bilang aja terus terang akan berangkat ke Brebes dengan ibu Maryati pasti Pak Lebe ketakutan, dan pasti akan membikinkan surat, apalagi kamu sudah ‘ditinggal’ begitu aja dan juga kamu pernah dipukul dua kali itu termasuk kekerasan KDRT”. Saran ibu Maryati kepada salah satu ibu yang ingin membuat surat cerai. Ibu Maryati juga mampu mengorganisir masyarakat untuk memperjuangkan sebuah perubahan. Bersama dengan Ibu Kartini – Kader Hukum Desa Wlahar, Ibu Maryati memperjuangkan anggota kelompok Pekka dan masyarakat memperoleh akte kelahiran gratis secara massal. ”Saya berangkat ke Brebes membawa persyaratan untuk bikin akte kelahiran dari berbagai kelompok” catat Ibu Maryati dalam catatan hariannya pada tanggal 15 Agustus 2006. Mereka berdua menemui petugas Catatan Sipil mewakili 280 orang ibu lainnya yang mengalami kesulitan mengurus akte anaknya dikarenakan berbagai sebab antara lain tidak punya surat nikah, tidak punya kartu tanda penduduk (KTP), tidak punya uang untuk membayar biaya administrasi, dan sebagainya. Berkat perjuangan mereka berdua, 50 orang anggota pekka dan masyarakat telah memperoleh akte kelahiran gratis. Untuk 230 orang lainnya masih diperjuangkan.
Laporan PEKKA
Banyak hal yang telah dilakukan Ibu Maryati untuk memperjuangkan hak-hak perempuan di desanya. Kepeduliannya terhadap perempuan yang mengalami kekerasan dan ketidakadilan serta keinginan agar perempuan tahu akan hak-haknya menjadikan pijakan bagi ibu Maryati menjalankan perannya sebagai kader hukum. “Saya punya tujuan yaitu saya ingin supaya dalam rumah tangga itu menjadi sakinah mawadah dan warohmah; karena saya dulu pernah jadi korban, jika ada orang susah saya itu ikut mikir , peduli dengan orang lain, dan ingin orang-orang yang dipelosok tahu hak mereka, tahu tentang hukum.”
Laporan PEKKA
Sang penggerak Pekka yang penuh dedikasi dan serba bisa dari NTB
Dian Mariyati lahir tanggal 3 Maret 1975 di desa Karang Bayan, Kecamatan Lingsar Nusa Tenggara Barat. Dian anak ke 5 dari 8 bersaudara. Dengan berlinang air mata Dian menuturkan bahwa sejak kecil mengalami diskriminasi dari orang tuanya. Kelima saudaranya yang laki-laki sekolah sampai tamat SMA, tapi Dian tidak disekolahkan oleh orang tuanya dengan alasan perempuan tidak perlu sekolah meskipun orang tuanya mampu. Karena kegigiannya ingin bersekolah Dian akhirnya sekolah dengan biaya sendiri yang diperoleh dari hasil kerjanya sebagai pengrajin ketak begitupun keperluan hidup lainya dipenuhinya sendiri. Ijaza SD telah dirahinya, kemudian Dian ingin melanjutkan ke SMP, lalu keinginan tersebut disampaikan kembali ke orang tuanya, namun orang tuanya tetap menolak meski Dian telah menunjukan prestasinya. Sekolah di SMP bianya cukup tinggi karena jauh dari tempatnya dan juga belum ada SMP terbuka saat itu, akhirnya keinginan tersebut dipendamnya. Pada usia 25 tahun tepatnya tgl 3 September 1999 Dian menikah atas pilihannya sendiri. Pernikahan tersebut hanya berlangsung 4 tahun tepatnya tahun 2003 Dian minta cerai dari suaminya karena suaminya peminum dan juga main perempuan bahkan telah menikah. Dian tidak mendapatkan harta gono-gini padahal telah mempunyai sebuah rumah yang hasil jeri payah kerja bersama. Karena kebiasaan masyarakat seperti itu tidak menuntut harta gono-gini dan Dian pun tidak mengerti bahwa istri berhak atas harta gono-gini akhirnya Dian tidak menuntut harta gono-gini pada suaminya. Dian punya kepedulian yang tinggi pada orang yang mengalami kesulitan hal tersebut dilatar belakangi kehidupannya yang sulit sehingga Dian
muda tergugah hatinya untuk membantu orang lain dan juga membuktikan dirinya pada orang lain khususnya orang tuanya bahwa dia dapat melakukan hal yang berguna bagi orang lain meski tidak berpendidikan tinggi. Untuk itu sejak gadis sampai menikah Dian aktif di masyarakat sebagai kader Posyandu, di program PSM, program kebersihan lingkungan dan kesehatan.,dll Keikutannya dalam program Pekka diawali dengan adanya para janda dikumpulkan di rumah pak Kadus. Saat itu Dian hanya melihat dari luar rumah Pak Kadus, alasannya malu karena belum lama sekitar 3 bulan baru saja cerai dengan suaminya. Kondisi Dian saat itu tidak percaya diri, dengan statusnya janda menjadikan guncingan dan takut suaminya direbut. Perkawinannya telah dijalani sekitar 4 tahun, tepatnya menikah pada tgl 3 September 1999 cerai pada tahun 2003. Setelah pertemuan di tempat pak Kadus esok harinya Reny sebagai PL datang ke rumah Dian. Saat itu Dian kesal kenapa PL selalu datang ke rumahnya. Pada pertemuan selanjutnya Dian diminta mengajak teman-temannya, yang kemudian mendapat penjelasan tentang program Pekka, akhirnya Dian mulai tertarik. Pertemuan para janda dilaksanakan kembali di rumah Pak Kadus, Dian tidak masuk ruangan hanya melihat dari jarak jauh. Saat pemilihan pengurus semua orang menunjuk dirinya. Dian merasa kaget, namun juga merasa dihargai, penunjukan tersebut kemudian diterimanya.
Laporan PEKKA
Menurut Dian ibu-ibu menunjuk dirinya kemungkinan karena keaktifan Dian di Kampung sebagai kader yang dapat menggerakan orang dan perkatannya didengar masyarakat. Dengan keaktifannya di Pekka menjadikan Dian semakin dikenal sehingga pada saat pemilihan Kadus Dian diminta menjadi calon Kadus, namun Dian belum berani karena Dian merasa belum pantas, tugasnya lebih berat dan juga harus tahan omongan orang. Pada saat pemilihan ketua RT Dian kembali ditunjuk, peran ini Dian ambil. RT yang Dian pimpin RT yang terbesar diwilayahnya berjumlah 80 KK 150 jiwa. Ketika pertama jadi pengurus kelompok Dian belum faham akan tugas dan tanggung-jawabnya sebagai pengurus, belum dapat membuat administrasi dan pembukuan simpan-pinjam juga belum bisa memimpin rapat dan bicara didepan orang banyak. Namun setelah mendapat pelatihan tentang kepemimpinan, management kelompok yang didalamnya menjelaskan tentang tugastugas pengurus, administrasi dan pembukuan menjadikan Dian memahami perannya sebagai pengurus. Suka-duka dan tantangan yang dihadapi dalam perannya sebagai pengurus yaitu menyadarkan masyarakat sekitar untuk mau berkelompok. Pada awal kegiatan mengumpulkan para pekka, saat itu yang hadir sekitar 40 orang, namun kemudian menyusut sekitar 26 orang dengan alasan menikah lagi, kerja ke luar negeri, bosan dan tidak mengerti. Dengan kondisi tersebut Dian mencoba berulang kali memberi semangat dan pengertian kepada teman-temannya akan manfaat berkelompok dan memberikan pengertian bahwa selama ini kita terjerat rentenir yang menyusahkan kehidupan kita, maka dengan berkelompok dapat membantu ketika kesulitan uang dengan pinjam ke kelompok. Akhirnya teman-temannya mulai faham dan keanggotaanya mulai tetap.
Berbagai peran dan tanggung jawab yang Dian emban dalam Pekka yaitu sebagai pengurus kelompok, kader LKM. Pada saat ada penguatan hukum dan program pendidikan meski bukan Dian yang langsung jadi kader hukum dan pendidikan tapi Dian turut serta memberikan penguatan hukum dan mendata pendidikan. Tanggung jawab Dian pada kelompok Pekka tidak saja dikelompoknya juga dua kelompok di desa lainnya. Pertemuan bulanan yang dilaksanakan sebulan sekali di tiga kelompok dilakukan pada malam hari, dari habis magrib sampai jam 22.00. Dua kelompok yang berada di desa lain cukup jauh untuk menempuhnya dengan jalan kaki. Rasa lelah dan takut pergi dimalam hari Dian coba singkirkan karena Dian merasa bertanggung jawab pada kelompok pekka. Pertemuan kelompok tidak tergantung pada kedatangan PL, meski PL tidak hadir pertemuan tetap berjalan dengan berbagai agenda dan pemberian materi disampaikan olehnya dengan dibantu dua temannya yaitu Alimin dan Musina. Materi yang sering Dian sampaikan adalah tentang bagaimana mengembangkan kelompok dengan kegiatan usaha dan simpan-pinjam, pemberian materi hukum dan juga memberi semangat pada orang tua agar menyekolahkan anaknya setinggi mungkin. Dian meskipun belum memiliki anak tapi mempunyai keinginan yang tinggi agar para anak mempunyai pendidikan lebih tinggi dari orang tuanya. Anak-anak perempuan jangan dihalangi pendidikannya seperti yang dialaminya dulu. Untuk memberikan penyadaran tentang hukum tidak saja diberikan di kelompok pekka, Dian manfaatkan berbagai sarana misal saat di mushola atau masjid, di tempat hajatan, ketika naik kendaraan sudomo, dan berbagai tempat lainya Dian membawa selebaran tentang anti kekerasan terhadap perempuan, tentang hak
Laporan PEKKA
perempuan terhadap harta gono-gini dan lain sebagainya. Kemudian masyarakat pada bertanya tentang isi selebaran tersebut Dian menjelaskannya dengan percaya diri. Dari kegiatan tersebut ketika perempuan mendapat perlakuan kekerasan mendatangi dirinya, petugas P3NTR yang selama ini jika menikah surat nikahnya ditahan telah dibagikan, Kadus juga jika di desanya ada persoalan dan ada yang belum mendapatkan surat nikah melaporkannya ke Dian.
x Bertemu dengan orang banyak di 8 propinsi sehingga punya teman dan pengalaman banyak. x Naik pesawat x Memberikan penguatan hukum pada masyarakat umum dan pada bapak-bapak. x Adanya program pendidikan meningkatkan semangatnya karena sebelumnya Dian merasa sedih karena tingginya anak yang putus sekolah diwilayahnya.
Pengaruh Dian untuk perubahan kehidupan di masyarakat karang Bayan cukup baik. Percaya diri, tanggung jawab, peduli terhadap orang yang kesusahan, jujur itulah yang menjadi kekuatan dirinya tutur Dian, meskipun demikian kelemahan Dian pun cukup banyak yaitu; cepat hilang moodnya ketika mengalami permasalahan, pengetahuan dan pendidikan masih terbatas, kepercayaan diri untuk memimpin desa masih kurang.
Hambatan yang dihadapi untuk mencapai citacitanya adalah Dian merasa belum punya banyak pengalaman dan pendidikan SD, pernah masyarakat mencurigai dirinya yaitu tengah buat pondasi rumahnya yang dapat bantuan dari orang tuanya setelah sekian lama berjuang keorang tuanya untuk mendapatkan hak yang sama seperti anak lainnya, kemudian bersamaan dengan itu dana BLM turun, maka terjadilah gonjang-ganjing mencurigai dana BLM digunakan untuk buat rumahnya. Dian kemudian menjelaskan pada masyarakat tentang keberadaan uang tersebut yang tersimpan dalam Bank ditunjukannya seluruh catatan pembukuan dan buku rekening Bank, akhirnya masyarakat menerima. Sebenarnya Dian merasa sedih sekali atas tuduhan tersebut, namun karena rasa cintanya terhadap sesama dan ingin selalu berbagi maka perasaan tersebut disingkirkannya. Hambatan lainnya adalah pengkaderan belum berjalan dengan baik, sebagian besar aktivitas kelompok dilakukan oleh dirinya dengan dua orang temannya Alimin dan Musina inipun tidak bisa full karena temannya punya anak kecil sehingga Dian merasa kelelahan, meskipun kelelahan dapat terobati ketika berkunjung di kelompok tertawa gembira. Hambatan dari luar semula masyarakat ketika mensosialisasikan hukum tidak percaya dan tidak peduli, namun ketika ada kasus hukum kemudian Dian membantu untuk mendampinginya akhirnya lambat laun percaya pada dirinya, masyarkatpun mendukung untuk program penguatan hukum.
Dalam proses pengkaderan sulit dilakukan diwilayahnya, Dian sudah mencoba mengajak anggota yang potensial dengan mengajari pembukuan, bicara didepan orang, namun tidak berhasil karena yang muda punya anak kecil tidak mau untuk diajak jadi kader dan yang lainya banyak yang tua dan tidak bisa baca. Ada juga yang punya motivasi tinggi tapi buta huruf maka difungsikan untuk menggerakan anggota sambil diajari baca. Pengalaman berharga yang didapat selama di kelompok pekka adalah; x Bisa membeli barang yang selama ini tidak mampu dibelinya, seperti TV x Dari kecil hidup susah mencari makan sendiri, dari situ tumbuh keinginan besar untuk mendidik para ibu-ibu agar peduli pada anakanak dan tidak membedahkan laki-lakiperempuan. x Meski tidak punya anak rasa cintanya pada anak disalurkan juga dengan membiayai sekolah anaknya saudara.
Laporan PEKKA
Cita-cita dan harapan kedepan dalam hidupnya untuk kelompok menginginkan kelompok punya gudang beras, ada usaha ternak sapi yang mana tenaga kerjanya dengan memanfaatkan anakanak pekka atau di luar pekka yang menganggur, pekka tidak lagi jadi buruh tapi jadi pemilik, anakanak tidak putus sekolah punya pendidikan tinggi dibandingkan orang tuanya. Sedangkan cita-cita untuk dirinya adalah ingin menjadi pemimpin yang baik yaitu kepala desa dan ingin naik haji.
Laporan PEKKA
Berstrategi untuk mengatasi kredit macet di Gerung
Dengan wajah berbinar Kasirah menceritakan pengalamannya menjadi kader yang mengurusi pengelolaan keuangan di kelompok dan di Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Awalnya ia diajak oleh anggota kelompok untuk ikut kelompok pekka, kemudian diminta menjadi pengurus, karena sebagian besar anggota buta huruf serta menolak menjadi pengurus. Pada saat ditawari, dia menolak karena tidak percaya diri untuk menyelesaikan pembukuan kelompok. Menurutnya pembukuan sulit dan memusingkan, padahal dia hanya tamat SD. Namun dengan ketekunan dan motivasi tinggi, dia terus belajar tentang pembukuan dan cara mengelola kelompok melalui pelatihan, dampingan rutin PL, dan belajar dengan sesama kader lainnya. Setelah setahun belajar, barulah dia berani mengerjakan pembukuan sendiri, dan sekarang dia sering diminta bantuan untuk menyelesaikan pembukuan kelompok lain di kecamatan Gerung. Permasalahan terberat yang pernah dialaminya adalah saat menagih hutang pada Sunaah, seorang kader yang tidak mau mengangsur dan menganggap dana UEP yang dipinjam adalah haknya. Kasirah bersama pengurus lainnya mendatangi Sunaah beberapa kali untuk mengingatkan dan memberi pengertian bahwa jumlah pekka di NTB banyak dan semuanya mau mengangsur pinjaman, dan cuma dia yang bandel serta merusak nama baik kelompok pekka . Namun Sunaah cuma diam dan tetap tidak mau membayar. Pada saat pertemuan rutin kelompok, pengurus mendiskusikan permasalahan ini bersama anggota dan anggota setuju untuk mendatangi rumah Sunaah bersama-sama serta mengadakan pertemuan rutin di rumahnya. Metode ini cukup mengena, karena pada saat pertemuan Sunaah terlihat malu. Demudian dia mulai mau mengasur dan berjanji akan melunasinya jika usahanya lancar. Hingga kini,
dia masih malu untuk bertemu anggota kelompok pekka dan berusaha menghindar. Kasirah dan pengurus kelompok menggunakan ‘kasus ‘Sunaah’ sebagai media untuk mengingatkan anggota lain agar tidak meniru. Karena nama kelompok Al Hawa khususnya serta kelompok pekka pada umumnya jelek gara-gara kasus ini, dan sebagian besar anggota ingin agar kelompoknya maju. Mereka umumnya lancar mengangsur pinjaman, jika ada yang kesulitan mengangsur, maka mereka akan menginformasikan dan meminta dispensasi tapi tetap membayar jasa. Misalnya pada saat bulan puasa lalu, tiga anggota kelompok Al Hawa meminta keringanan mengangsur karena harus memenuhi kebutuhan rumah tangga menjelang lebaran. Permasalahan ini didiskusikan bersama dalam pertemuan, dan semua anggota mengizinkan mereka untuk tidak mengangsur pada bulan tersebut. Jumlah simpanan swadaya di kelompok ini adalah Rp. 1.514.500, pada tahun 2004 mendapatkan dana UEP sebesar Rp. 40.000.000 yang digunakkan untuk usaha ’gadai sawa’ dengan keuntungan sampai dengan akhir Oktober sebesar Rp. 1.050.000,-. Meskipun keuntungannya kecil, tapi anggota senang karena mempunyai akses dan kontrol terhadap usaha pertanian. Selama ini mereka hanya menjadi buruh pertanian di lahan orang lain.
Laporan PEKKA
Dalam keterbatasan meraih kepercayaan masyarakat di Ile Boleng, NTT
Kresen Kewa berwajah manis dan berwibawa, suaranya lembut namun tegas, usianya 39 tahun menikah pada 19 Oktober 1993 dikaruniai 2 anak yaitu laki-laki dan perempuan. Telah delapan tahun suaminya tidak bekerja, karena ketika bekerja di Malaysia suaminya cacat kakinya pincang sehingga tidak bisa bekerja lagi hanya duduk di rumah. Dengan kondisi tersebut peran sebagai kepala keluarga disandang sepenuhnya oleh Kresen. Untuk menghidupi keluarganya Kresen menerima jahitan dari luar. Nama lengkapnya Kresensia Kewa, aktif sebagai kader pekka sejak Pebuari 2002 diawali dengan terbentuknya kelompok di desa Helan Langowuyo dengan nama kelompok Susah hati. Keaktifannya di kelompok diawali sebagai pengurus kelompok, kemudian ketika pembentukan UPD pada Mei 2002 Kresen ditunjuk sebagai ketua UPD. Pada awal 2003 sejak pelatihan pengorganisasian di Denpasar Kresen aktif sebagai kader lokal kemudian sejak 27 Mei 2006 menjadi kader OK. Penunjukan Kresen Kewa sebagai pengurus karena sebelumnya Kresen aktif di PKK ketua Pokja, selain itu perempuan disekitar sebagian besar buta huruf dan Kresen dianggap mampu memimpin. Ketua UPD ditunjuk oleh 5 pengurus UPD yang lain, sedangkan untukm menjadi kader lokal yang menunjuk PL. Awalnya Kresen merasa berat dan merasa tidak mampu, namun setelah mendapat berbagai pelatihan, seperti; visi-misi kepemimpinan, manajemen kelompok, administrasi dan pembukuan Kresen menjadi berani, semula susah bicara di depan orang banyak menjadi bisa bicara, dengan para kader lainnya dan juga anggota masyarakat menjadi lebih akrab. Selain itu Kresen mendapat berbagai pelatihan lainnya yaitu pengorganisasian masyarakat, pergi keberbagai tempat untuk bertemu dan berbagi pengalaman dengan para pekka dari propinsi lain, yaitu ke Denpasar, tahu Solo, ke Jakarta
beberapa kali. Dengan pengalaman menjadikan Kresen semakin percaya diri.
ini
Perubahan yang terjadi yang dirasakan Kresen setelah aktif di kelompok pekka diantaranya; x Pertama belum begitu dikenal di masyarakat setelah menjadi kader menjadi lebih dikenal x Awalnya tidak bisa bicara di depan orang banyak sekarang bisa dan berani x Rumahnya dulu berlantai tanah saat ini sudah berkeramik x Awalnya suaminya setelah cacat malu ketemu orang dan Kresen juga malu memperkenalkan suaminya, namun setelah seringnya orang datang kerumah menjadikan suami Kresen tidak malu ketemu orang begitupun Kresen tidak malu lagi memperkenalkan suaminya. x Dulu belum mampu memimpin, saat ini Kresen sudah mampu memimpin orang x Awal tidak terlalu lancar baca tulis, saat ini lancar membaca dan menulis x Dapat membuat pembukuan dan administrasi dalam simpan-pinjam x Dapat menggunakan kalkulator x Dapat memakai Hand phone x Dapat displin waktu dan memanfaatkan waktu x Dilibatkan oleh masyarakat desa untuk ikut Rapat Tahunan Desa x Diikutkan dalam Musrenbang untuk penyusunan APBD x Di PKKpun tetap aktif hingga sekarang Pihak yang menjadikan Kresen mempunyai perubahan yang cukup baik adalah PL, ibu-ibu kelompok, Seknas, Suami dan ankanya. Dalam perannya sebagai kader berbagai tantangan yang dihadapi, baik dari dalam dirinya, keluarga maupun masyarakat. Tantangan yang dihadapi dari masyarakat adalah awalnya masyarakat melihat dirinya tidak mampu karena sebagai seorang perempuan mengelola BLM yang uangnya banyak. Masyarakat juga curiga
Laporan PEKKA
BLM akan dimanfaatkan untuk pribadi dengan alasan untuk kelompok., Kebudayaan dan adat cukup menyulitkan karena ketika Kresen telah mengatur waktunya untuk melakukan kegiatan kelompok, namun jika ada urusan adat, kegiatan kelompok dianggap oleh adat tidak terlalu penting dan harus mendahulukan kegiatan adat, harus menanggung biaya adat meski suaminya telah cacat tidak pandang bulu jika tidak punya akan dicatat sebagai hutang. Tantangan dalam keluarga adalah tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga yang harus mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari dan sekolah anaknya apalagi saat ini semuanya mahal, sementara pekerjaannya sebagai penjahit dan perannya sebagai kader yang jarang ada di rumah menjadikan pekerjaan menjahit banyak ditinggalkan, transportasi untuk kunjungan ke kelompok lain sangat terbatas dan dibayarkan 2-3 bulan mendatang menjadikan Kresen semakin sulit keuangan, suami dan anak-anak mendukung Kresen namun masyarakat mencurigai Kresen karena suaminya cacat Kresen berhubungan dengan laki-laki lain. Kresen memberikan pengertian pada keluarga dan menjelaskan tentang tugasnya sebagai kader akhirnya keluarga memahami dan masyarakat saat ini tidak lagi curiga dan menghargai dan bangga ternyata Kresen meskipun perempuan mampu memimpin Pekka. Dalam koordianasi dengan PL mengalami kesulitan karena PL tidak berada dilokasi wilayah pekka padahal persoalan pekka kompleks, banyaknya kelompok, pembukuan semakin sulit, namun karena PL tidak ada di lokasi Pekka menjadikan para kader kesulitan berkonsultasi dengan PL dan PL juga jarang kunjungan ke kelompok. Kresen mengalami kebinguan disatu sisi tanggung jawabnya sebagai kader, namun disisi lain Kresen harus menghidupi anggota keluarganya. Sebenarnya Kresen menginginkan
mempunyai gaji tetap untuk masa depan anakanaknya. Kresen pernah mencoba pinjam uang untuk usaha namun banyak yang hutang sehingga usahanya tidak berlangsung lama. Dengan bertambahnya kader di wilayah Ille Boleng Kresen berencana untuk mengatasi kesulitan ekonomi keluarganya akan pergi ke Malaysia selain untuk bekerja juga mengambil uang suaminya yang saat bekerja diperusahaan di Malaysia dipotong sebagai simpanan. Dalam menjalankan kehidupannya Kresen mempunyai kekuatan yang dimilikinya, yaitu: mempunyai prinsip hidup untuk maju dan berpatokan orang lain bisa kenapa saya tidak bisa, Jujur itulah yang selalu dijunjung tinggi oleh Kresen, apa yang diomonkgna sesuai dengan pelaksanaannya, mampu meimpin orang, berani, mampu memperbaiki diri dan percaya diri. Selain kekuatan yang dimilikinya Kresen juga mempunyai kelemahan, diantaranya; gampang terpancing menjadi marah, sering punya perasaan putus asa dan ingin berhenti menjadi kader, tidak suka dibohongi. Harapan kedepan bagi kelompok adalah kelompok pekka maju seperti kelompok pekka di Kelubagolit, di wilayahnya ad perpustakaan, sehingga dapat mengurangi ibu pekka yang buta huruf, LKM mempunyai gedung saat ini telah mempunyai tanah dengan membeli 10 juta, masyarakat lebih mengakui keberadaan pekka. Harapan nuntuk diri sendiri ingin mempunyai gaji tetap agara lebih focus pada pendampingan kelompok, ingin menjadi pemimpin yang baik dan lebih dikenal, harapan untuk keluarga dan anakanak adalah anak-anaknya berpendidikan tinggi. Pengetahuannya tentang kelompok; Menurut Kresen pekka dibentuk dalam kelompok agar dapat bersatu, ada ikatan dan memperjuangkan
Laporan PEKKA
nasib pekka untuk hidup lebih baik. Mimpi kelompok adalah hidup sejahtera, untuk mencapainya dengan cara harus bersatu, kelompok mempunyai usaha, banyak belajar dari kelompok lainnya, dan tidak berhenti belajar. Agar kelompok mandiri adalah dengan memperbanyak kader di tiap kelompok, meningkatkan swadaya, meningkatkan simpanan swadaya, mengembangkan usaha di kelompok, misal tenun, titi jagung. Yang bertanggung jawab untuk mengembangkan kelompok yang utama adalah para pekka dan pengurus kelompok, kader, PL masyarakat, mitra kerja seperti Seknas dan pemerintah setempat. Untuk mencapai kemandirian kelompok dibutuhkan pemimpin yang pandai, rela berkorban, disiplin waktu, mampu melakukan pembukuan dan komputer dan yang terpenting bertanggung jawab dan jujur. Untuk itu diperlukan pengkaderan terus menerus dengan banyak belajar memperluas kelompok, memberi pelatihan pada para pekka, berbagi pengalaman, melatih pekka untuk memfasilitasi kelompok, memberi kesempatan pada pekka untuk menjadi pengurus. ................................................................................ ................................................................................ ................................................................................ ................................................................................ ................................................................................ ................................................................................ ................................................................................ ................................................................................ ................................................................................
Laporan PEKKA
IV. PEKKA DAN PELAJARAN BERHARGA PILOT PROGRAM PEKKA pada awalnya memang sebuah proyek yang memiliki waktu dan pendanaan terbatas. Dalam pelaksanaannya dengan memaksimalkan sumberdaya yang ada, Pekka di arahkan menjadi sebuah gerakan pemberdayaan masyarakat miskin yang mampu berkembang menembus batas ketentuan sebuah proyek. Cukup banyak pelajaran berharga yang dapat diambil dari jatuh bangun, gagal suksesnya perjalanan Pekka selama lima tahun, yang jika dicermati dapat menjadi masukan berguna bagi upaya pemberdayaan masyarakat miskin dan marjinal secara umum.
1.
Strategi
Aksi afirmasi (affirmative action) Dengan melakukan pengorganisasian eksklusif perempuan kepala keluarga miskin, memberikan banyak ruang dan kesempatan bagi kelompok khusus ini untuk berkembang termasuk membangun kekuatan diri dan kolektif, serta memperoleh akses terhadap berbagai sumberdaya yang hampir tidak pernah mereka peroleh sebelumnya. Meskipun hal ini mengundang kecemburuan di lain fihak, pelajaran dari pekka menunjukkan bahwa aksi afirmasi sangat efektif untuk mengorganisir kelompok paling rentan dalam masyarakat yang tidak mampu bersaing dengan kelompok mainstream lainnya. Untuk mengatasi kecemburuan sosial yang muncul, secara bertahap, Pekka membagi sumberdaya yang ada untuk anggota masyarakat miskin lainnya termasuk sumberdana, informasi, pengetahuan dan kesempatan. Pendekatan kelompok Mendampingi dan mengorganisir Pekka secara berkelompok dirasakan sangat efektif dan memberikan dampak yang lebih luas dalam masyarakat. Kelompok yang dibentuk merupakan cikal bakal berkembangnya sebuah organisasi kemasyarakatan, tempat anggota berlatih organisasi dan mengembangkan kepemimpinan mereka. Melalui kelompok mereka juga membangun kekuatan kolektif, menghimpun swadaya, mengangkat keberadaan mereka agar dikenal dan difahami dalam masyarakat. Tantangan yang harus diatasi dalam pendekatan kelompok adalah tidak meratanya tingkat pemahaman dan kemampuan anggota karena perbedaan keaktifan dan fungsi-fungsi dalam kelompok. Di Pekka, hal ini coba diatasi dengan memilih peserta pelatihan secara random dan bergantian. Kader dan pemimpin lokal Mengembangkan kader lokal dan pemimpin dari kalangan Pekka dengan melatih dan memfasilitasi mereka secara intensif untuk mengembangkan diri menjadi penggerak kelompok masyarakat memberikan hasil yang sangat positif. Transfer pengetahuan dan keterampilan dapat langsung dilakukan oleh mereka kepada sesamanya di dalam masyarakat. Kendala tentu saja dari ketersediaan sumberdaya yang ada. Khusus di kalangan Pekka sangatlah sulit menemukan kader yang mempunyai kapasitas dan kemauan untuk berkembang. Hal ini diatasi dengan melibatkan juga kader dari masyarakat sekitar yang bukan anggota Pekka. Karena pada prinsipnya pendekatan pengembangan kader adalah untuk menghasilkan pemimpin dari kalangan basis. Tantangan lain dari pendekatan ini adalah munculnya “elit” dalam kelompok pekka. Karena memilki pengetahuan, wawasan dan pengalaman yang lebih banyak dibandingkan dengan yang lain, ada saja kader yang menjadi “pongah” merasa diri hebat, dan menyalahgunakan kekuasaan yang diberikan melakukan tindakan yang merugikan masyarakat termasuk korupsi. Di program ini hal ini coba diatasi
Laporan PEKKA
dengan mengembangkan kader secara berlapis dan dalam jumlah yang banyak sehingga keberadaan mereka bukan lagi merupakan kelompok yang istimewa ditengah yang lainnya. Selain itu sangsi tegas juga diterapkan bagi kader yang terbukti melanggar dengan menutup penuh akses mereka terhadap berbagai sumberdaya. 2.
Kegiatan pintu masuk
Simpan pinjam Kegiatan simpan pinjam merupakan pintu masuk yang sangat efektif dalam proses pemberdayaan Pekka. Selain mampu menumbuhkan jiwa keswadayaan, simpan pinjam juga menjadi sarana saling bantu dalam mengatasi persoalan ekonomi anggota. Waktu menyimpan dan meminjam merupakan ruang bagi anggota untuk bertemu secara rutin sehingga ikatan kelompok dapat dibangun. Pengelolaan simpan pinjam juga menjadi sarana berlatih “manajemen” bagi pengurus khususnya dan anggota pada umumnya. Lebih dari sekedar kegiatan, simpan pinjam telah mampu mengubah perilaku konsumtif menjadi produktif. Kewajiban menyimpan sebelum meminjam memaksa anggota kelompok untuk belajar cermat mengelola keuangannya agar dapat menabung. Kebiasaan menabung dalam kelompok juga membantu anggota melawan pemborosan dari pembelanjaan yang tidak berguna. Tantangan muncul ditahap awal ketika masyarakat merasa tidak mempunyai uang untuk menabung karena miskin. Hal ini diatasi dengan memberikan beberapa alternatif cara menabung, misalnya menabung barang, menabung dalam jumlah kecil, dan menabung harian. Penghargaan terhadap anggota yang rajin menabung dengan mendapatkan sisa hasil usaha di akhir tahun juga dapat memotivasi anggota untuk menabung. Prisip koperasi Sistem koperasi yang dikenalkan pada Pekka sangat baik karena sistem ini menjamin demokratisasi proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan sumberdaya keuangan kelompok. Pemimpin yang dipilih oleh anggota, pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak, jumlah simpanan pokok dan wajib yang sama untuk setiap orang, menjadi dasar untuk membangun kesetaraan dan demokratisasi proses pengambilan keputusan dalam kelompok serta rasa memiliki dan tanggung jawab kolektif terhadap perkembangan kelompok. Rapat tahunan anggota dalam sistem ini, mengajarkan Pekka membangun sistem pertanggungjawaban yang transparan. Pergantian kepemimpinan secara berkala dapat memberi kesempatan pada banyak orang untuk berlatih memimpin dan menghalangi munculnya elit yang terlalu berkuasa dan cenderung status quo. Tantangan terberat dari strategy pintu masuk dengan kegiatan tertentu adalah kelanjutan pada aspekaspek lainnya. Ada kecenderungan kelompok terjebak pada rutinitas simpan pinjam sehingga luput memperhatikan aspek kehidupan sosial lainnya. Di Pekka hal ini diatasi dengan mengembangkan kegiatan-kegiatan tematik seperti kesehatan, pemberdayaan hukum, pendidikan, dan politik. Kegiatan tematik ini efektif menggiring Pekka untuk terus bergerak melakukan pemberdayaan secara komprehensif meskipun ada keluhan padatnya kegiatan di tingkat lapangan. 3.
Kebutuhan sistem pendukung
Peran pendamping lapang (PL) Pendamping lapang yang langsung hidup ditengah masyarakat merupakan keharusan. Merekalah yang melakukan aktivitas sehari-hari di tingkat lapang termasuk mengorganisir, melatih dan mendampingi. PL berfungsi sebagai fasilitator yang mengarahkan kelompok dan kader-kader untuk
Laporan PEKKA
mengembangkan kegiatan mereka. Yang terpenting dari seorang PL adalah dedikasi dan motivasi yang kuat untuk bekerja di tengah masyarakat yang penuh tantangan dan hambatan. Keterampilan dan pengetahuan bisa ditingkatkan melalui berbagai pelatihan. Tantangan terberat pendekatan ini adalah menemukan PL yang mau mempunyai komitmen bekerja untuk jangka waktu tertentu di tingkat lapang. Selain itu menemukan PL yang mempunyai tingkat kejujuran dan tanggung jawab yang tinggi juga merupakan persoalan serius lainnya. PL harus mampu bekerja dengan penuh rasa tanggungjawab tanpa pengawasan yang melekat mengingat lokasinya berjauhan. Di program ini, dibangun berbagai perangkat komunikasi dan pelaporan untuk menghadapi tantangan diatas. Selain itu monitoring lapang secara intensif dan pertukaran PL antar wilayah juga cara yang cukup efektif untuk menghadapi tantangan tersebut. Insentif atau honor pada PL sering menjadi persoalan dalam program Pekka. Perbedaan sistem penggajian di Pekka dengan program serupa lainnya, kadang menimbulkan gejolak di kalangan PL. Hal ini diatasi oleh Pekka dengan memberikan kompensasi lain berupa peningkatan kapasitas dan kesempatan pada PL untuk berkembang serta fleksibelitas waktu dalam bekerja. Sekretariat dan tim koordinasi dan tenaga ahli PL harus di dukung sebuah sistem untuk pengembangan konsep, kerangka, metodologi dan konten karena rutinitas dan letak yang jauh dari berbagai sumber informasi menyebabkan PL sulit untuk mengembangkan diri. Oleh karena itu keberadaan sekretariat nasional dengan tim koordinasi yang terdiri dari ahli berbagai aspek pemberdayaan yang dilakukan dilapang menjadi perlu. Tugas tim ini adalah mendukung kerja PL termasuk meningkatkan kapasitas PL secara terus menerus agar mampu melaksanakan fungsinya. Tim juga bertanggungjawab terhadap pengembangan kader dan memastikan bahwa program berjalan mencapai tujuan yang digariskan. Kesulitan mengembangkan sekretariat pendukung adalah dalam menemukan orang-orang yang berpengalaman dan mau bekerja dalam jangka panjang untuk proses pemberadayaan di masyarakat. Hal lainnya yang harus difikirkan secara serius adalah kesinambungan secretariat dan transformasi peran ketika kegiatan di lapang telah berjalan dengan baik. Di Pekka, secretariat diarahkan untuk mentransformasi diri menjadi institusi untuk peningkatakan kapsitas fasilitator masyarakat. Keahlian yang telah teruji di lapangan selama ini dapat menjadi bahan penting dalam mengembangkan fasilitator dan pemimpin di tingkat basis untuk upaya pemberdayaan masyarakat. Dokumentasi Mendokumentasikan proses dan hasil program secara intensif sejak awal merupakan kekuatan sebuah program. Dokumentasi dibuat dalam beragam bentuk termasuk audio dan cetak serta dilakukan di berbagai tingkatan baik oleh secretariat pendukung, pendamping lapang dan oleh anggota kelompok. Hasil dokumentasi dapat disebarluaskan pada khalayak selain sebagai bahan kampanye dan pendidikan, juga sebagai media untuk pelatihan dan diskusi. Dokumentasi juga merekam proses dengan baik sehingga pembelajaran dapat dilakukan secara lebih intensif dengan data yang akurat. Tekhnologi dan penguasaannya merupakan tantangan dalam pendokumentasian. Kesulitan menemukan orang-orang yang mampu menuliskan proses dan pengalamannya sendiri secara rutin menyebabkan dokumentasi juga menghadapi persoalan kesinambungan.
Laporan PEKKA
4. Jaringan dan Forum Pemangku Kepentingan Jaringan dan komunikasi dengan pemangku kepentingan (pemerintah; eksekutif, legislative, aparat penegak hukum dan penjaga keamanan, LSM, dan Lembaga Pendidikan dan Kajian) melalui forum rutin sangat penting dalam upaya pemberdayaan masyarakat agar perubahan structural dapat dicapai. Hal ini dapat dilakukan dengan mengembangkan jaringan kelompok masyarakat dampingan dengan sesama mereka. Selain itu, komunikasi dan forum dialog antara jaringan kelompok masyarakat dengan pemangku kepentingan dalam hal ini pemerintah dan lembaga donor misalnya, dapat membuka akses masyarakat terhadap berbagai informasi, sumberdaya, bahkan proses pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan. Memang tidak mudah untuk mempertemukan kelompok masyarakat dengan fihak pemerintah karena umumnya kedua belah fihak sudah memiliki stereotype tertentu terhadap yang lainnya. Di Pekka hal ini coba diatasi dengan memfasilitasi dialog rutin kelompok masyarakat dengan pemangku kepentingan, serta memfasilitasi terbentuknya forum pemangku kepentingan yang dapat membantu Pekka mengatasi berbagai persoalannya. 5. Kebutuhan Pendanaan Ada tiga komponen pendanaan yang dibutuhkan untuk upaya pemberdayaan masyarakat termiskin seperti Pekka. Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) BLM merupakan pendanaan yang dibutuhkan dalam proses pemberdayaan masyarakat khususnya kelompok termiskin. BLM disediakan sebagai dana stimulan sampai masyarakat mampu mengembangkan dan mengelola sumberdaya lokal, dan pemerintah daerah setempat berkomitmen untuk mengintegrasikan kepentingan mereka dalam pendanaan daerah secara rutin. BLM dibutuhkan untuk berbagai kepentingan termasuk modal usaha simpan pinjam kelompok yang selanjutnya digulirkan untuk modal usaha anggota, pendidikan anak-anak dan perempuan, pembangunan sarana dan prasarana bagi pemberdayaan perempuan dan masyarakat, kesehatan dan kebutuhan pangan pada kondisi ekstrim. Tantangan terberat keberadaan BLM adalah berkembangnya motivasi dan orientasi kelompok yang mengharapkan bantuan dan ketergantungan terhadap pendanaan luar. Konflik kepentingan dan korupsi di berbagai tingkatan juga merupakan tantangan berat yang dihadapi dalam mengawal BLM sehingga sampai kepada yang berhak tanpa kebocoran. Tantangan lainnya, berputarnya dana BLM sehingga tidak habis begitu saja. Di dalam Pekka hal ini diatasi dengan beberapa cara. Pertama sejak awal mulai mengorganisir, tidak diberikan janji keberadaan BLM. Dengan demikian, kelompok yang memang berorientasi pada bantuan cuma-cuma akan terseleksi dengan sendirinya. Kedua, BLM diberikan bersyarat yaitu jika kelompok sudah mampu mengakumulasi dan mengelola dana swadaya mereka paling sedikit selama satu tahun. Ketiga, komponen terbesar BLM haruslah untuk dana berputar di kegiatan simpan pinjam kelompok sehingga dapat diakses secara merata dan bergantian oleh anggota kelompok. Keempat, dana langsung dialirkan melalui transfer bank dan sampai kepada penerima manfaat langsung sehingga tidak dapat diselewengkan oleh yang tidak berhak. Anggota kelompok di latih untuk mempertahankan dan menuntut hak nya serta mempertanggungjawabkan BLM secara transparan. BLM haruslah merupakan komponen pendanaan terbesar dalam pemberdayaan masyarakat miskin. BLM tidak seharusnya hanya diperuntukan bagi modal usaha, pangan, perumahan dan pembangunan fisik, namun juga untuk pengembangan sumberdaya manusia seperti kegiatan pembiayaan pelatihan, pengembangan pusat informasi dan pembelajaran.
Laporan PEKKA
Pelatihan dan pendampingan tekhnis Dana untuk pelatihan dan pendampingan tekhnis secara intensif sangat dibutuhkan untuk program pemberdayaan paling sedikit selama lima tahun. Dana pelatihan dan pendampingan tekhnis harus dinilai sebagai investasi yang tak ternilai untuk proses pemberdayaan yang bertitik berat pada pengembangan sumberdaya manusianya. Dana pelatihan untuk memenuhi kebutuhan logistik seperti akomodasi, konsumsi, peralatan dan perlengkapan pelatihan, sedangkan dana pendampingan tekhnis untuk membayar honor, transportasi dan operasional pendamping lapang, tim koordinasi dan tenaga ahli yang umumnya melakukan pelatihan di tingkat basis. Idealnya dana pelatihan dan pendampingan tekhnis besarnya berkisar 25-40% dari total biaya program. Hal ini mengingat dibutuhkannya upaya yang sangat intensif untuk membangun kapasitas kelompok termiskin dan termarjinal. Kesekretariatan Seluruh proses pemberdayaan membutuhkan dukungan kesekretariatan yang mengelola administrasi dan keuangan program serta dokumentasi, agar sistem transparansi program dapat dikembangkan dan dijaga dengan baik. Peruntukan dana ini termasuk untuk sewa kantor, kebutuhan komunikasi, bahan dan peralatan perkantoran, sarana transportasi, produksi dan distribusi produk dokumentasi program. Banyak program yang tidak mau mendukung pembiayaan kesekretariatan, padahal komponen ini sama pentingnya dengan komponen lainnya. Memberikan alokasi khusus untuk kesekretariatan dapat membantu mencegah penyalahgunaan alokasi pendanaan lainnya. Idealnya peruntukkan kesekretariatan berkisar 10% dari total biaya program. Sumber pendanaan merupakan tantangan terberat yang harus dihadapi terutama menjaga kesinambungan sebuah program di masyarakat. Lembaga donor dengan dana hibah merupakan sumberdana ideal untuk upaya seperti ini karena lebih fleksibel pengelolaannya. Fleksibelitas pendanaan, artinya dapat dilakukan penyesuaian dengan perkembangan di lapangan sangat dibutuhkan untuk sebuah pemberdayaan. Selain itu, prosedur yang sederhana namun akurat juga menjadi syarat penting karena dinamisnya kondisi di masyarakat, dan terbatasnya kapasitas masyarakat miskin mengelola sistem administrasi keuangan. Sumber pendanaan lainnya adalah dari anggaran pemerintah dengan meng-integrasikan proses pemberdayaan pada upaya pembangunan secara umum. Sumber dana ini akan lebih rumit dalam mengaksesnya. Swadaya masyarakat dan donasi fihak-fihak independen yang tidak mengikat dapat menjadi sumber alternatif pemberdayaan. Darimana pun sumbernya, yang terpenting adalah pengelolaan dan pengadministrasiannya haruslah cepat, fleksibel, dan transparan.
Laporan PEKKA
V.
PEKKA DAN TANTANGAN SEBUAH PILOT PROGRAM
Tantangan utama yang dihadapi PEKKA sebagai sebuah pilot program dalam kerangka pemberdayaan adalah kemandirian (independency) anggota dan kelompok PEKKA, keberlanjutan (suitainability) program setelah pendanaan proyek berakhir, perluasan manfaat (inclusiveness) anggota masyarakat lain untuk memperoleh sumberdaya di PEKKA, partisipasi, keterlibatan serta posisi politik (engagement) anggota PEKKA dalam sistem yang lebih luas termasuk peran aktif dalam PNPM baik sebagai penerima manfaat maupun sebagai pemantau aktif pelaksanaan program ini di tingkat desa. 1. Kemandirian (independency) Kemandirian terkait dengan kemampuan Pekka mengakses, mengelola, mengembangkan dan mempertanggungjawabkan semua sumberdaya yang dibutuhkan oleh mereka maupun masyarakat miskin lain dengan bantuan minimal dari fihak luar. Hal ini terkait dengan kapasitas individu dan kolektif Pekka dan masyarakat baik dalam hal tekhnis, managerial, pengambilan keputusan, dan keyakinan diri untuk mengatasi berbagai persoalan kehidupan yang dihadapi secara mandiri. 2. Keberlanjutan (sustainability) Keberlanjutan terkait dengan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumberdaya dan pengembangannya, perluasan jangkauan pemanfaat sumberdaya, serta kaderisasi kepemimpinan yang berlangsung secara terus menerus dan terencana dengan baik. Hal ini terkait dengan kemampuan Pekka dan masyarakat menterjemahkan visi dan misi yang telah terbangun dalam konteks sosial kemasyarakatan yang lebih luas, pengembangan kemampuan untuk mengambil alih fungsi-fungsi pendampingan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat seharí-hari, serta kemampuan mengintegrasikan gerakan yang dipelopori Pekka dalam kehidupan masyarakat secara umum. 3. Perluasan manfaat (inclusiveness) Pengembangan PEKKA pada awalnya merupakan upaya “Affirmative Action” bagi kelompok marginal perempuan kepala keluarga dalam proses pembangunan. Oleh karena itu, pendekatan yang dilakukan memang pendekatan eksklusif yang artinya seluruh sumberdaya yang ada untuk program ini hanya diperuntukkan bagi kelompok Pekka. Setelah lima tahun berjalan, sumberdaya yang ada telah semakin berkembang, dan banyak anggota masyarakat lain yang hidup dalam kondisi setara Pekka sebelumnya. Oleh karena itu, proses yang lebih “inclusive” (melibatkan masyarakat umum) harus segera dilakukan agar “multiple impact” dari program ini dapat dicapai. Upaya ini terkait dengan kemampuan Pekka untuk membuka diri dan membangun visi dan misi masyarakat luas untuk berproses bersama dalam mengembangkan berbagai sumberdaya yang ada. 4. Partisipasi, keterlibatan dan posisi politik (engagement) Selama limat tahun baik individu maupun kolektif telah mampu mengembangkan kemampuan sumberdaya manusianya dengan baik. Telah cukup banyak pemimpin-pemimpin potencial yang lahir dari kalangan Pekka. Dengan kemampuan yang ada saat ini, PEKKA tentunya dapat ikut memainkan peranperan strategis dalam masyarakat termasuk dalam mengambil keputusan, memfasilitasi masyarakat serta memimpin masyarakat untuk proses perubahan sosial. Hal ini tentunya terkait juga dengan kemauan politik para pengambil keputusan dan masyarakat untuk memberikan desempatan pada Pekka untuk bergerak vertical memainkan peran-peran yang lebih strategis dalam kehidupan sosial politik di wilayahnya.
Laporan PEKKA
VI.
PEKKA DAN ORGANISASI PELAKSANA
Struktur organisasi pelaksana Pekka berkembang dan berubah sesuai dengan perkembangan program dan kebutuhan di lapangan. Per Desember 2006, struktur organisasi pelaksana Pekka sebagai berikut:
Badan Pengurus
Koordinator Nasional
Tim Ahli
Office Manager
Tim supporting
Korprog. OKA.
Korprog. Pendidikan
Korprog. LKM
Korprog. UKM
KaDiv Pemberdayaan Hukum
x x x x
NAD Koordinator Suporting staff Tim PL Assisten PL
JABAR
JATENG
KALBAR
NTB
NTT
SULTRA
MALUT
Laporan PEKKA
VII.
PEKKA DAN PENDANAANNYA
Selama 5 tahun, program PEKKA telah manghabiskan dana sejumlah Rp.23,717,019,779 (Dua puluh tiga milyar tujuh ratus tujuh belas juta sembilan belas ribu tujuh ratus tujuh puluh Sembilan rupiah),(data per 31 Desember 2006). 57% pendanaan langsung diterima masyarakat anggota PEKKA dalam bentuk BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) dan pelatihan. 14 % untuk pendampingan di lapang,18 % untuk konsultasi dan bantuan teknis dari ahli, serta 11 % untuk kesekretariatan (overhead). Seluruh dana berasal dari hibah pemerintah Jepang (Japan Social Development Funds atau JSDF) yang disalurkan melalui Bank Dunia dalam tiga jenis perjanjian kerja sama. Periode 1 (2002-2004) pendanaan melalui PMD didalam program PPK, periode 2 (2005-2006) pendanaan langsung melalui dua kontrak TF 053442-IND untuk PEKKA secara keseluruhan dan TF 055749-IND. Khusus untuk di PEKKA Aceh paska Tsunami. PENDANAAN PEKKA 2002 - 2006 NO. 1 2 3 4 5
PERIODE 2002 - 2004 2005 - 2006
URAIAN BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT PELATIHAN PENDAMPINGAN DI LAPANGAN KONSULTASI DAN BANTUAN TEKNIS SEKRETARIAT PENDUKUNG
TOTAL (IDR)
%
7,227,381,720 3,826,675,738 1,634,382,428 1,802,599,100 546,535,870
749,787,655 1,662,361,100 1,652,674,715 2,463,858,410 2,150,763,043
7,977,169,375 5,489,036,838 3,287,057,143 4,266,457,510 2,697,298,913
34% 23% 14% 18% 11%
15,037,574,856
8,679,444,923
23,717,019,779
100%
PENDANAAN PEKKA
2,697,298,91 7,977,169,37 BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT
4,266,457,51
PELATIHAN PENDAMPINGAN DI LAPANGAN KONSULTASI DAN BANTUAN TEKNIS SEKRETARIAT PENDUKUNG 3,287,057,14
5,489,036,83