MEDIA INFORMASI KERUGIAN NEGARA
Potret Penanganan Kerugian Negara di Kementerian Keuangan dan Laporan Penyelesaian Kerugian Negara di Kementerian Keuangan Tahun Anggaran
2013
Biro Perencanaan dan Keuangan Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan
INTEGRITAS - PROFESIONALISME - SINERGI - PELAYANAN - KESEMPURNAAN
Kata Pengantar
Tim Penyusun Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan SUMIYATI Kepala Bagian Perbendaharaan, Biro Perencanaan dan Keuangan VIGO WIDJANARKO Kepala Sub Bagian Tututan Ganti Rugi dan Penagihan, Biro Perencanaan dan Keuangan HALIM PERMADI; FRANK SINATRA. Bagian Perbendaharaan, Biro Perencanaan dan Keuangan : BA’UL ULLUM; ANDHIKA JEFRI; YURISTA CHRISTINA RAFAEL; BUDI SANTOSO; ZAENAL SEKTY WIJAYA; ERWIN RIADI.
P
uji syukur kita panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa karena berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga Buku Media Informasi Kerugian Negara dapat diselesaikan dengan baik. Media Informasi Kerugian Negara ditulis dengan tujuan untuk memberikan gambaran/protret penanganan kerugian negara dan juga sebagai laporan penyelesaian kerugian negara pada Kementerian Keuangan Tahun Anggaran 2013. Sebagaimana diketahui bahwa kasus kerugian negara yang terjadi di Kementerian Keuangan semakin meningkat setiap tahunnya, dan mengingat peran Biro Perencanaan dan Keuangan yang salah satu tugasnya menindaklanjuti penyelesaian kerugian negara maka diperlukan data dan informasi perkembangan penanganan kasus yang terjadi. Strategi penyelesaian kerugian negara juga perlu ditempuh untuk mempercepat penyelesaian kerugian negara terutama terhadap kasus yang kompleks dan butuh penanganan khusus.
Selain itu, dalam rangka meminimalisir terjadinya kerugian negara perlu dilakukan upaya pencegahan (preventif) dengan cara memberikan pemahaman peraturan kepada satuan kerja dan juga melalui pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern (SPI) yang dilakukan oleh masing pejabat/pegawai sesuai dengan kewenangannya. Media Informasi Kerugian Negara disusun sebagai bahan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan mengenai realisasi pelaksanaan tugas penyelesaian kerugian negara TA 2013 dan rencana kerja yang akan dilakukan pada tahun 2014. Semoga buku ini dapat digunakan sebaik-baiknya bagi pihak pihak yang memerlukan informasi penyelesaian kerugian negara di lingkungan Kementerian Keuangan. Kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penyusunan Media Informasi Kerugian Negara baik dari segi konten maupun redaksinya untuk itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif demi sempurnanya penyusunan buku berikutnya. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.
Jakarta 2014 TIM PENYUSUN
Daftar Isi 1. 2. 3. 4.
5.
6.
7.
8.
9.
Profil Tim Pertimbangan Penyelesaian Kerugian Negara ............................................................ Grand Design Penyelesaian Kerugian Negara Kementerian Keuangan .................................... Seputar Peraturan Penyelesaian Kerugian Negara ...................................................................... Laporan Utama ................................................................................................................................ 4.a. Profil Kerugian Negara ............................................................................................................. 4.b. Perkembangan Penanganan Kasus Kerugian Negara Lingkup Kementerian Keuangan TA 2013 ......................................................................................................................................... 4.c. Perbandingan Penanganan Kasus Kerugian Negara Kementerian Keuangan Dari Tahun Ke Tahun ...................................................................................................................................... Reportase (Kinerja 2013) ................................................................................................................ 5.a. Kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Mekanisme Penyelesaian Kerugian Negara .......... 5.b. Studi Banding BPK dan Kemenkumham .................................................................................. 5.c. Monitoring dan Evaluasi Penyelesaian Kerugian Negara ........................................................ 5.d. Kegiatan Rekonsiliasi Data Kerugian Negara .......................................................................... 5.e. Kinerja TPPKN Tahun 2013 ..................................................................................................... Agenda Kerja 2014 .......................................................................................................................... 6.a. Kegiatan Tim Pertimbangan Penyelesaian Kerugian Negara .................................................. 6.b. Upaya Pencegahan (Tindakan Preventif) ................................................................................ 6.c. Pelaksanaan Kegiatan Penyelesaian Kerugian Negara .......................................................... 6.d. Monitoring dan Evaluasi .......................................................................................................... Kendala Penyelesaian Ganti Kerugian Negara ............................................................................. 7.1. Implementasi Perhitungan ex-officio Pada Bendahara Penerima ............................................ 7.2. Kerugian Negara Akibat Pelanggaran Ikatan Dinas ................................................................. 7.3. Kerugian Negara Akibat Perbuatan Pihak Ketiga .................................................................... Opini ................................................................................................................................................. 8.1. Efektivitas Penyelesaian Kerugian Negara di Lingkungan Kementerian Keuangan ................ 8.2. Efektivitas Penagihan Kerugian Negara Yang Telah Dilimpahkan ke PUPN .......................... 8.3. Perlunya Sinkronisasi Implementasi UU Tipikor dan UU Perbendaharaan Negara Guna Kelancaran Penyelesaian Kerugian Negara ............................................................................ 8.4. Perlunya Asuransi Kendaraan Dinas ....................................................................................... Review Peraturan ............................................................................................................................ 9.1. KMK Nomor 21/KMK.01/2012 Tentang Pedoman Pengamanan Barang Milik Negara Di Lingkungan Kementerian Keuangan ........................................................................................ 9.2. Pembayaran Kerugian Negara Terhadap Pegawai Yang Telah Pensiun ................................ 9.3. Penghapusan Barang Milik Negara (BMN) Akibat Hilangnya BMN .........................................
01 02 03 06 06 08 13 20 20 21 23 24 27 28 28 29 32 34 35 35 36 37 37 37 39 40 42 44 44 47 48
Media Informasi Kerugian Negara 1. Profil Tim Pertimbangan Penyelesaian Kerugian Negara
Subbagian Tuntutan Ganti Rugi dan Penagihan (Budi Santoso, Yurista C. Rafael, Zaenal Sekty Wijaya, Frank Sinatra, Andika Jefri, Erwin Riadi).
D
alam rangka penyelesaian kerugian negara di lingkup Kementerian Keuangan, Menteri Keuangan dibantu oleh Tim Pertimbangan Penyelesaian Kerugian Negara (TPPKN) yang terdiri dari Pejabat di berbagai unsur terkait seperti Inspektorat Jenderal, Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Biro Perencanaan dan Keuangan, Biro SDM, Biro Hukum dan Biro Perlengkapan. Pembentukan TPPKN, merupakan amanah dari beberapa ketentuan, yaitu: a. Pasal 4 ayat (1) Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara Terhadap Bendahara; b. Pasal 4 ayat (1) PMK Nomor 193/PMK.01/2009 tentang Pedoman Penyelesaian Ganti Kerugian Negara Terhadap Bendahara Di Lingkungan Departemen Keuangan; dan
c. Bab VII KMK Nomor 508/KMK.01/1999 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelesaian Kerugian Negara Bukan kekurangan Perbendaharaan di lingkungan Departemen Keuangan. TPPKN di lingkungan Kementerian Keuangan ditetapkan melalui Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 421/KM.1/1999 tanggal 20 Agustus 1999 dan ditetapkan kembali pembentukannya setiap tahun sebagaimana terakhir ditetapkan melalui KMK Nomor 186/ KM.1/2013 tanggal 28 Maret 2013 tentang Pembentukan Tim Pertimbangan Penyelesaian Kerugian Negara di lingkungan Kementerian Keuangan Tahun Anggaran 2013. TPPKN mempunyai tugas strategis dan bersifat urgent, yang dibentuk dalam rangka Media Informasi Kerugian Negara
01
membantu Menteri Keuangan dalam menetapkan penyelesaian kerugian negara di lingkungan Kementerian Keuangan. Secara Umum TPPKN Kementerian Keuangan mempunyai tugas yaitu : 1. Melakukan penelaahan kasus-kasus kerugian negara di lingkungan Kementerian Keuangan berdasarkan hasil kajian kasus dan verifikasi dokumen/bukti pendukung yang dilakukan oleh Biro Perencanaan dan Keuangan dalam
rangka penyelesaian kerugian negara di lingkungan Kementerian Keuangan yang terjadi pada tahun berjalan maupun tahuntahun sebelumnya; dan 2. Memberikan pertimbangan kepada Menteri Keuangan dalam rangka penyelesaian tuntutan ganti rugi/tuntutan perbendaharaan kepada pegawai negeri/bendahara yang bersalah/lalai.
2. Grand Design Penyelesaian Kerugian Negara Kementerian Keuangan
B
erdasarkan Pasal 10 ayat (3) UndangUndang Nomor 15 Tahun 2006, BPK diberikan kewenangan untuk memantau penyelesaian kerugian negara/daerah yang ditetapkan oleh pemerintah, pelaksanaan pengenaan ganti kerugian negara/daerah yang ditetapkan oleh BPK dan pelaksanaan pengenaan ganti kerugian negara/daerah yang ditetapkan oleh putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Sasaran pemantauan ganti kerugian negara/daerah yang dilakukan oleh BPK meliputi: 1. Kepatuhan instansi untuk membentuk Tim Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah (TPKN/D), kinerja dan ketepatan waktu dalam penyelesaian kerugian negara/daerah. 2. Pelaksanaan penyelesaian ganti kerugian negara/daerah: a. terhadap pegawai negeri bukan bendahara atau pejabat lain oleh pemerintah; b. terhadap bendahara, pengelola BUMN/ BUMD dan pengelola keuangan negara lainnya yang ditetapkan oleh BPK; dan c. terhadap pihak ketiga yang telah ditetapkan oleh pengadilan. 3. Proses penyelesaian ganti kerugian negara/ daerah yang belum dapat ditetapkan, maupun yang masih berupa indikasi kerugian negara/ daerah dari hasil pemeriksaan BPK dan APIP yang harus segera diproses penyelesaiannya oleh instansi yang bersangkutan.
Dalam rangka mendukung program BPK tersebut, Pemerintah telah menyusun beberapa perangkat yang membidangi kerugian negara. Pada Kementerian Keuangan, sesuai PMK 184/ PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan, salah satu unit yang diberikan kewenangan adalah Biro Perencanaan dan Keuangan. Biro Perencanaan dan Keuangan mempunyai tugas menyiapkan penyusunan rencana jangka menengah, jangka pendek, strategis, dan rencana kerja tahunan, mengolah,
02
Media Informasi Kerugian Negara
menelaah, dan mengkoordinasikan perumusan kebijakan yang berhubungan dengan kegiatan Kementerian, penyusunan anggaran Kementerian, pengelolaan dan pembinaan perbendaharaan Kementerian, dan melaksanakan sistem akuntansi dan menyusun Laporan Keuangan Kementerian. Fungsi pembinaan perbendaharaan Kementerian Keuangan khususnya penyelesaian kerugian Negara pada Biro Perencanaan dan Keuangan, dilaksanakan oleh Subbagian Tuntutan Ganti Rugi dan Penagihan Bagian Perbendaharaan. Subbagian dimaksud mempunyai tugas penyiapan bahan pertimbangan dan mengikuti pelaksanaan penyelesaian masalah ganti rugi dan penagihan. Sesuai data pada Biro Perencanaan dan Keuangan, sampai dengan tanggal 31 Desember Tahun 2013, jumlah kasus yang dalam proses penanganan sebanyak 117 kasus dengan nilai saldo Rp 16.402.187.894,19. Nilai tersebut menunjukkan bahwa tingkat pelanggaran yang terjadi relatif cukup besar. Selama tahun 2013, Biro Perencanaan dan Keuangan telah mengidentifikasi ha-hal utama yang menjadi kendala dalam proses penyelesaian kerugian negara, antara lain: 1. Rendahnya Tingkat Kesadaran (awareness) dan Pemahaman tentang Mekanisme Penyelesaian Ganti Kerugian Negara; 2. Belum adanya SOP tentang mekanisme penyelesaian kerugian negara terutama pada instansi vertikal; 3. Belum Terbitnya Peraturan Pemerintah Terkait Ganti Kerugian Negara Non-Bendahara; 4. Secara umum, pada objek Bendahara, kesulitan dalam hal pembuktian. Hal tersebut dikarenakan Bendahara tidak melakukan pembukuan dan lemahnya pengawasan dari atasan langsung Bendahara; dan 5. Kerugian negara yang disebabkan oleh pihak ketiga (pencurian, perampokan, dll) yang kasusnya telah dilimpahkan kepada Kepolisian belum mendapatkan penyelesaian secara optimal.
Secara umum, sesuai amanah dari Pasal 60 ayat (1) UU No 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, penyelesaian kerugian negara diutamakan pada level Satuan Kerja sehingga ke depan, Biro Perencanaan dan Keuangan akan lebih mengoptimalkan koordinasi dengan Unit Eselon I (Sekretariat) terutama tentang pemberian pemahaman baik dari sisi konsep maupun mekanisme penyelesaian kerugian negara. Hal tersebut dimaksudkan agar fungsi pembinaan dan penanganan terhadap instansi di bawahnya dapat dilakukan secara tepat dan cepat. Dari sisi Biro Perencanaan dan Keuangan sendiri, tanpa meng-overlap tugas dan fungsi yang ada pada PMK 184/PMK.01/2010, akan lebih mengoptimalkan beberapa peranan penting, yaitu: a. Perumusan dan penyusunan konsep peraturan tentang kerugian negara lingkup Kemenkeu; b. Perumusan konsep pertimbangan kepada BPK untuk keperluan kebijakan BPK atas penyelesaian kerugian negara oleh Bendahara; c. Perumusan konsep pertimbangan penyelesaian kerugian negara untuk disampaikan kepada Unit Eselon I pemohon, berupa konsep pertimbangan tindak lanjut penyelesaian
kerugian negara, pendapat atas kendala penyelesaian kerugian negara yang dihadapi oleh Satuan Kerja dan konsep pertimbangan pemberian bantuan penghitungan jumlah kerugian negara/daerah; d. Pemberian konsultasi atas penyelesaian kerugian negara kepada Unit Eselon I; e. Pemberian bahan monitoring pelaksanaan dan tindak lanjut pemantauan penyelesaian ganti kerugian negara/daerah kepada para pemeriksa (BPK dan Itjen); f. Menyelenggarakan fungsi kepaniteraan kerugian negara dalam rangka membantu Tim Pertimbangan Penyelesaian Kerugian Negara melaksanakan kewenangan untuk memberikan pertimbangan penilaian dan/atau penetapan ganti kerugian negara sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; dan g. Menyusun kompilasi Laporan Hasil Pemantauan Penyelesaian Ganti Kerugian Negara untuk disampaikan kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan, yang pada akhirnya akan disampaikan kepada TPPKN.
3. Seputar Peraturan Penyelesaian Kerugian Negara
R
egulasi atau ketentuan yang mengatur TP/TGR tidak terkodifikasi dalam satu peraturan perundangan namun terdapat dalam beberapa peraturan perundang-undangan. Hal ini terlihat dari tersebarnya aturan mengenai TP/TGR dalam paket Undang-Undang Keuangan Negara. Pada UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dinyatakan bahwa “Setiap pejabat negara, pegawai negeri bukan bendahara, dan bendahara yang melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya baik langsung maupun tidak langsung merugikan negara wajib mengganti kerugian negara tersebut”.Selanjutnya aturan mengenai penyelesaian kerugian negara diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Di dalam struktur UU Nomor 1 Tahun 2004, tidak ditemukan pengertian TP/TGR secara khusus, yang ada adalah pengertian kerugian negara/daerah pada Pasal 1 angka 22, yakni: “kerugian negara/ daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai”. Teknis penyelesaian kerugian negara diatur pada pada Bab XI Pasal 59 sampai dengan Pasal 67. Pada pasal-pasal
tersebut diatur bahwa pengenaan ganti kerugian negara terhadap bendahara ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan sedangkan pengenaan ganti kerugian negara terhadap pegawai non bendahara ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kerugian negara terbagi menjadi 2 jenis yakni: a. Kerugian negara yang dilakukan oleh pejabat negara dan pegawai negeri non bendahara (Kerugian Negara Bukan Kekurangan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi). b. Kerugian negara yang dilakukan oleh bendahara (Kerugian Negara Kekurangan Perbendaharaan/Tuntutan Perbendaharaan). Dasar hukum penyelesaian kerugian negara yang dilakukan bendahara mengacu pada Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Terhadap Bendahara. Pengaturan lebih rinci terkait hal tersebut di Kementerian Keuangan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.01/2009 tentang Pedoman Penyelesaian Ganti Kerugian Negara Terhadap Bendahara di Lingkungan Departemen Keuangan. Adapun terkait penyelesaian kerugian negara terhadap non bendahara masih mengacu Media Informasi Kerugian Negara
03
pada Keputusan Menteri Keuangan Nomor 508/ KMK.01/1999 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelesaian Kerugian Negara Bukan Kekurangan Perbendaharaan di Lingkungan Departemen
Keuangan. Secara umum tahapan penyelesaian kerugian negara dapat dilihat pada bagan pada bagian berikut ini.
KERUGIAN NEGARA
Melanggar Hukum Baik Sengaja maupun Lalai
Pejabat/Pegawai Negeri Bukan Bendahara
KMK Nomor 508/KMK.01/1999
Bendahara
PMK Nomor193/PMK.01/2009
Tahapan:
Tahapan:
Pelaporan : Kepala Kantor/Satuan Kerja melaporkan kepada Menteri Keuangan up. Sekretaris Jenderal tembusan BPK (7 hari) Upaya Damai : Dibayar langsung lunas Dibayar dengan diangsur (24 bulan) Proses Tuntutan Ganti Rugi (TGR): Pemberitahuan Ganti Rugi (Menkeu) Pembebanan Ganti Rugi oleh Menkeu (3 bulan) Putusan Tingkat Banding (Presiden) Proses Penagihan Paksa: Diserahkan ke DJKN (PUPN)
Pelaporan : Sesuai Peraturan BPK Nomor 3/2007 Penyelesaian melalui SKTJM: SKTJM (40 hari) bila dinyatakan salah (jaminan disimpan Kepala Kantor untuk dan atas nama TPKN) Proses Tuntutan Perbendaharaan: Pembebanan sementara (Menkeu) sita jaminan (7 hari) (Dalam hal pengajuan sita jaminan Menkeu melimpahkan kewenangannya kepada Kepala Kantor/Satuan kerja) Penetapan batas waktu untuk mengupayakan pembelaan (BPK) Pembebanan oleh BPK pelaksanaan sita eksekusi (7 hari jangka waktu pelunasan, pemotongan 50% penghasilan s.d lunas) Proses Penagihan Paksa : Diserahkan ke DJKN (PUPN) Penyelesaian Administrasi Kekurangan Uang Dari Perhitungan Bendahara Penghapusan Kekurangan Uang Dari Perhitungan Bendahara. (Bendahara ditetapkan tidak bersalah oleh BPK) Peniadaan Selisih (Bendahara ditetapkan bersalah oleh BPK)
04
Force Majeur
Media Informasi Kerugian Negara
Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2007 Tahapan: Pelaporan : Atasan Langsung Bendahara/ Kepala Satuan Kerja melaporkan kepada Pimpinan Instansi (dhi. Menteri Keuangan) dan memberitahukan ke BPK (7 hari) Menteri Keuangan membentuk TPKN (Membantu Pimpinan Instansi dalam memproses penyelesaian kerugian negara terhadap bendahara yg pembebanannya akan ditetapkan oleh BPK) Menteri Keuangan menyampaikan laporan hasil verifikasi kerugian negara kepada ketua BPK paling lambat 7 (tujuh) hari sejak diterima dari TPKN. BPK mengeluarkan : SKTJM (40 hari) bila dinyatakan salah Proses Tuntutan Perbendaharaan: Pembebanan sementara (Menkeu) Penetapan batas waktu untuk mengupayakan pembebanan (BPK) Pembebanan oleh BPK (7 hari jk pelunasan, pemotongan 50% penghasilan s.d lunas) Proses Penagihan Paksa : Diserahkan ke DJKN (PUPN)
Secara umum kerugian negara yang terjadi di lingkungan Kementerian Keuangan disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Kerugian negara yang disebabkan oleh perbuatan manusia yakni kerugian negara yang disebabkan oleh kesengajaan, kelalaian, kealpaan, kesalahan, dan di luar kemampuan si pelaku seperti kerugian negara berupa akibat kehilangan motor, mobil maupun barang inventaris kantor. Kerugian negara seperti ini dapat dimintakan pertanggungjawaban ganti kerugian negara. 2. Kerugian negara yang disebabkan oleh kejadian alam atau suatu keadaan di luar dugaan atau di luar kemampuan manusia (force majeure). Kerugian daerah yang disebabkan oleh kejadian alam atau suatu keadaan di luar dugaan atau di luar kemampuan manusia (force majeure) tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atau tidak dapat dituntut untuk mengganti kerugian negara, seperti yang disebabkan oleh bencana alam seperti gempa bumi, tanah longsor, banjir dan kebakaran, serta proses alamiah seperti membusuk, mencair, menyusut, menguap, mengurai dan dimakan rayap. Untuk menunjang kelancaran penyelesaian kerugian negara setiap satuan kerja/pimpinan organisasi wajib melaksanakan penatausahaan berkas kasus kerugian negara yang terjadi secara tertib, teratur dan kronologis. Secara ketentuan juga telah diterbitkan Perdirjen Perbendaharaan Nomor Per-85/ PB/2011 tentang Penatausahaan Piutang Negara Bukan Pajak Pada Satuan Kerja Kementerian/ Lembaga. Penerimaan ganti rugi atas kerugian negara (Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi) merupakan salah satu jenis PNBP. Adapun penatausahaan piutang secara garis besar adalah sebagai berikut: 1. Membuat daftar kerugian negara. 2. Menyimpan dan mengamankan seluruh berkas/dokumen yang terkait dengan kerugian negara. 3. Pembayaran kerugian negara menggunakan akun 423921 Estimasi pendapatan pelunasan piutang non bendahara dan 423922 Estimasi pendapatan pelunasan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara (masuk TP/TGR) Bendahara. 4. Membuat Surat Penagihan (SPn) kepada penanggung jawab kerugian negara. 5. Membuat surat pemindahan penagihan apabila penanggung jawab kerugian negara pindah/ mutasi ke satuan kerja lain dan tanggung
jawab penagiahan menjadi kewajiban satuan kerja yang baru. 6. Bekerja sama dengan PT Taspen untuk memotong uang pensiun apabila terdapat penanggung jawab kerugian negara yang telah pensiun namun kerugian negara belum terselesaikan sepenuhnya. 7. Melaporkan tindak lanjut perkembangan penyelesaian kerugian negara secara berjenjang kepada Menteri/Pimpinan. Salah satu kerugian negara yang menjadi concern adalah kerugian negara yang diakibatkan oleh pelanggaran ikatan dinas atau wajib kerja. Kasus pelanggaran ikatan dinas/wajib kerja makin marak terjadi dilingkungan Kementerian Keuangan. Padahal ganti kerugian negara yang dikenakan kepada pelaku tergolong cukup besar. Untuk pelanggaran ikatan dinas program Diploma STAN mengacu kepada KMK No. 289/KMK.014/2004 tentang Ketentuan Ikatan Dinas Bagi Mahasiswa Program Diploma Bidang Keuangan Di Lingkungan Departemen Keuangan. Ketentuan ini mengatur masa wajib kerja yang lamanya 3x masa pendidikan plus satu tahun serta besaran ganti rugi yang dibebankan yakni untuk Diploma I sebesar Rp10.000.000,00, Diploma III sebesar Rp 30.000.000 dan Diploma IV sebesar Rp 50.000.0000,00. Besarnya ganti rugi yang harus dibayar dihitung berdasarkan perbandingan antara sisa masa wajib kerja dilaksanakan dari masa wajib kerja yang harus dilaksanakan dikali dengan besarnya ganti rugi. Mengacu pada Perpres Nomor 12 Tahun 1961 tentang Pemberian Tugas Beladjar dan Keputusan Menteri Pertama Nomor 224/MP/1961 tentang peraturan pelaksanaan tentang pemberian tugas beladjar di dalam dan di luar negeri, dinyatakan bahwa besaran sanksi ganti rugi yang dikenakan kepada pegawai yang tidak melaksanakan wajib kerja lebih besar lagi. Ketentuan ganti ruginya adalah mengembalikan biaya pendidikan yang telah dikeluarkan ditambah denda 100%, atau dengan kata lain apabila ada pegawai yang tidak melaksanakan wajib kerja setelah mendapatkan beasiswa tugas belajar ganti rugi yang dikenakan adalah dua kali biaya pendidikan. Melihat semakin meningkatnya kasus-kasus kerugian negara akibat pelanggaran ikatan dinas/wajib kerja kiranya perlu dilakukan upaya preventif pencegahan kasus kerugian negara dan tertib administrasi pegawai yang masih melaksanakan ikatan dinas/wajib kerja, agar apabila terjadi kasus dapat dengan mudah ditangani oleh satuan kerja.
Media Informasi Kerugian Negara
05
4. Laporan Utama 4.a. Profil Kerugian Negara
P
roses penyelesaian kerugian negara yang telah dilaporkan kepada Menteri Keuangan, secara garis besar terdiri dari dua proses yaitu proses Tuntutan Ganti Rugi (TGR) untuk kerugian negara non bendahara dan proses Tuntutan Perbendaharaan (TP) untuk kerugian yang disebabkan kekurangan perbendaharaan. Jumlah nilai kerugian negara yang dilaporkan kepada Menteri Keuangan u.p. Sekretaris
Jenderal s.d. 31 Desember 2013 adalah sebesar Rp16.402.187.894,19 dengan jumlah kasus sebanyak 117 kasus. Dari 117 kasus tersebut 89% merupakan kasus yang diproses dengan proses TGR dan 11 % merupakan kasus yang diproses dengan proses TP. Sementara itu dari segi nilai kerugian negara, 83% nilai kasus yang diproses dengan proses TGR dan 17% nilai kasus yang diproses dengan proses TP.
Tabel 1 Penyelesaian Kasus Kerugian Negara Kementerian Keuangan s.d 31 Desember 2013
No
Jenis Penyelesaian Kerugian Negara
Jumlah Kasus
Nilai Kerugian Negara (KN) (Rp)
1
Tuntutan Ganti Rugi (TGR)
104
13.583.869.226,19
2
Tuntutan Perbendaharaan (TP)
13
2.818.318.668,00
117
16.402.187.894,19
Jumlah
Keterangan : - Sesuai database, Biro Perencanaan dan Keuangan, Sekretariat Jenderal
Kerugian negara yang diproses baik melalui TGR maupun TP diselesaikan melalui tahapan-tahapan yang dapat diklasifikasikan menjadi 6 tahapan, yaitu tahap Upaya Penagihan, Proses Penagihan di DJKN, Proses di BPK, Penghapusan Secara Bersyarat, Proses di Kejaksaan, dan Banding Presiden.
06
Media Informasi Kerugian Negara
Dari tahapan-tahapan tersebut, kasus kerugian negara paling banyak diselesaikan pada tahap Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTM) sebesar 41.8% dari total jumlah kasus. Sedangkan dari segi besarnya nilai kerugian negara, nilai kerugian negara yang paling tinggi ada pada tahap penagihan secara paksa oleh DJKN sebesar 33.6% dari total nilai kerugian negara.
Tabel 2 Penyelesaian Kasus Kerugian Negara Per Tahapan Penanganan s.d 31 Desember 2013 No.
Jumlah Kasus
Jenis Penanganan
NIlai KN (Rp)
1.
Banding ke Presiden
14
2.629.988.087,17
2.
Proses di Kejaksaan
1
3.153.701.011,79
a. Pemeriksaan atas laporan verifikasi
3
1.059.673.013,00
b. Rekomendasi penghapusan bersyarat
1
689.247.512,40
4.
Dilimpahkan penagihannya ke DJKN
36
5.517.711.541,99
5.
Proses Penghapusan secara bersyarat di DJKN
2
50.463.537,00
a. SKTM
49
1.717.648.681,00
b. SPGR/SKPGR
4
248.500.000,00
c. Kasus yang dalam proses pembahasan (kasus yang dokumen tidak lengkap atau kasus lama)
7
1.335.254.509,84
TOTAL
117
16.402.187.894,19
Proses di BPK: 3.
Dalam Upaya Penagihan:
6.
Keterangan : 1. SKTM : Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak; 2. SPGR : Surat Pemberitahuan Ganti Rugi; 3. SKPGR : Surat Keputusan Pembebanan Ganti Rugi.
Saat ini Kementerian Keuangan memiliki 11 Unit Eselon I. Data kasus kerugian negara yang telah
dilaporkan kepada Menteri Keuangan, pada masing-masing unit eselon I sebagai berikut:
Media Informasi Kerugian Negara
07
Tabel 3 Penyelesaian Kasus Kerugian Negara Per Unit Eselon I s.d 31 Desember 2013 No
Unit
Jumlah Kasus
1
SETJEN
11
2
DJA
2
NIlai KN (RP) 1,968,625,183.40 25,000,000.00 $
169,062.78
3
DJP
39
1,208,017,420.00
4
DJBC
14
5,034,916,108.63
5
DJPB
26
3,304,434,388.75
6
DJKN
14
1,425,750,940.37
7
DJPK
0
-
8
DJPU
0
-
9
ITJEN
2
56,022,100.00
10
BKF
0
11
BPPK
9
270,478,836.00 $ Total*)
117
85,998.58 16,402,187,894.19
Keterangan : *) Nilai kurs tengah Bank Indonesia per 31 Desember 2013 U$ 1 = Rp12.189.00 Dari data tersebut, unit yang mengelola jumlah kasus terbanyak adalah DJP (39 kasus), namun unit yang mengelola nilai kerugian negara terbesar adalah DJBC (Rp. 5,034,916,108.63).
4.b. Perkembangan Penanganan Kasus Kerugian Negara Lingkup Kementerian Keuangan TA 2013
P
ada TA 2013 perkembangan kasus kerugian negara dapat terlihat dari jumlah kasus yang telah terselesaikan. Kasus kerugian negara yang terselesaikan pada TA 2013 sebanyak 26 kasus (22.2 % dari total jumlah kasus TA 2013) dengan nilai pemulihan kerugian negara sebesar Rp 551.895.002,00 (3.44% dari total nilai kasus TA 2013).
08
Media Informasi Kerugian Negara
Dari 26 kasus yang terselesaikan tersebut, 1 kasus TP terselesaikan karena berdasarkan hasil verifikasi BPK dinyatakan bendahara bersangkutan tidak bersalah. Sedangkan 25 kasus lainnya terselesaikan karena pelunasan penggantian kerugian negara.
Tabel 4 Kasus Kerugian Negara Yang Terselesaikan Per Unit Eselon I s.d 31 Desember 2013 Telah diselesaikan (Lunas/Tidak Bersalah/ Dihapuskan Bersyarat)
Jumlah kasus NO.
Unit Jml
Rp
1
SETJEN
11
2
DJA
2
1,863,667,623.31
3
DJP
39
1,208,017,420.00
4
DJBC
14
5
DJPB
6
Rp
Rp
1
26,050,000.00
75.182.818,00
-
-
-
13
176,000,000.00
359.425.883,54
5,034,916,108.63
4
164,804,989.00
666.875.257,00
26
3,304,434,388.75
6
143,790,013.00
722.225.754,00
DJKN
14
1,425,750,940.37
1
23,250,000.00
241.140.511,73
7
DJPK
-
-
-
-
-
8
DJPU
-
-
-
-
-
9
ITJEN
2
56,022,100.00
1
18,000,000.00
18.000.000,00
10
BKF
-
-
-
-
-
11
BPPK
9
1,205,769,292.58
-
-
28.898.453,54
117
16,402,187,894.19
551,895,002.00
2.111.748.677,81
TOTAL
1,968,625,183.40
Jml
Total Realisasi/ Angsuran s.d. 31 Desember 2013**)
*)
*)
26
Keterangan : *) Nilai kurs tengah Bank Indonesia per 31 Desember 2013 U$ 1 = Rp12.189,**) Nilai total realisasi s.d. 31 Desember 2013 telah termasuk nilai kasus yang terselesaikan (lunas/tidak bersalah/PSBDT)
Perkembangan penyelesaian kerugian negara pada TA 2013 juga dapat dilihat dari pergerakan tahapan pengurusan kasus dibandingkan dengan TA 2012. Beberapa kasus yang bergerak tahapan pengurusannya, adalah sebagai berikut: 1. Satu Kasus kerugian negara akibat pelanggaran ikatan dinas pada DJA dengan nilai kerugian negara sebesar $16,9062.78. Pada TA 2012 tahapan pengurusan masih pada tahap SPGR dan di TA 2013 telah sampai pada tahap banding ke Presiden yang saat ini masih menunggu jawaban dari Presiden. 2. Dua kasus pada DJP. a. Satu kasus kerugian negara akibat penggelapan PPh 21 dengan nilai kerugian
negara sebesar Rp 35.000.000,00. Kasus ini merupakan kasus lama yang telah tercatat pada Laporan Perkembangan Kerugian Negara sejak tahun 1998 dan tidak terdapat perkembangan penyelesaiannya karena penanggung jawab kerugian negara tidak dapat ditemukan. Pada TA 2013, berdasarkan tindak lanjut Biro Perencanaan dan Keuangan serta DJP, maka penanggung jawab kerugian negara dapat ditemukan dan tahapan pengurusan kerugian negara meningkat menjadi tahap SKTM. b. Satu kasus kerugian negara akibat kehilangan kendaraan dinas roda empat dengan nilai kerugian negara sebesar Rp96.000.000,00. Kasus ini adalah kasus Media Informasi Kerugian Negara
09
yang terjadi pada tahun 2003 dan diketahui berdasarkan temuan BPK terhadap LK DJP tahun 2010. Penanggung jawab kerugian negara telah pensiun. Kasus ini belum dilaporkan kepada Menteri Keuangan. Pada TA 2013 kasus, berdasarkan tindak lanjut Biro Perencanaan dan Keuangan serta DJP, kasus dapat dilaporkan kepada Menteri Keuangan dan telah mendapatkan persetujuan PT TASPEN untuk melakukan pemotongan pensiun guna pelunasan ganti kerugian negara yang terjadi. 3. Satu kasus pada DJPB. Perkembangan satu kasus pada DJPB di TA 2013 adalah kasus tuntutan perbendaharaan yang telah mendapatkan putusan hasil verifikasi dari BPK dimana bendahara diputuskan tidak bersalah dengan nilai kerugian negara sebesar Rp30.640.013,00. 4. Dua kasus pada DJKN. Dua kasus pada DJKN yang berkembang pada TA 2013 adalah: a. Satu kasus kekurangan perbendaharaan dengan nilai Rp 707.660.446,00 yang telah
10
Media Informasi Kerugian Negara
diketahui sejak tahun 2008; dan b. Satu kasus kekurangan perbendaharaan dengan nilai Rp 321.372.554,00 yang telah diketahui sejak tahun 2011. Namun kedua kasus tersebut belum dapat diproses karena kesulitan untuk mendapatkan kelengkapan berkas sebagai bahan verifikasi BPK. Pada TA 2013 berdasarkan tindak lanjut Biro Perencanaan dan Keuangan serta DJKN, kedua kasus tersebut dapat diserahkan kepada BPK untuk selanjutnya diproses di Majelis Tuntutan Perbendaharaan. 5. Satu kasus pada BPPK. Satu kasus di BPPK dengan nilai Rp367.788,36 dan $85.998.58 berkembang pengurusannya dari tahap SKPGR menjadi tahap penagihan paksa oleh DJKN pada TA 2013. Kasus kerugian negara juga diklasifikasikan berdasarkan jenis kasus yang terjadi. Pada TA 2013 jenis kasus yang terjadi (jenis pelanggaran/ kelalaian/hal yang menyebabkan kerugian negara) tidak ada pertambahan jenis. Perkembangan terjadi hanya pada jumlah kasus pada tiap-tiap jenis kasus yang ada.
Media Informasi Kerugian Negara
11
Penyalahgunaan Saldo TKPKN
Penggunaan Dana Bendaraha Tidak Sesuai Dengan Aturan
Pembayaran Gaji Pensiun Tidak Sesuai Aturan
Penggelapan Uang Bendahara
Ketekoran Kas Karena Pencurian Merusak Brangkas
2
3
4
5
6
TOTAL
Penyimpangan Pengurusan Piutang Negara
Tidak Dapat Mempertanggung Jawabkan Dana
1
7
Jenis Kasus Kerugian Negara
No
A. Jenis Kasus Kerugian Negara Melalui Mekanisme TP
13
3
1
1
2
1
4
1
Jumlah Kasus
2.818.318.668,00
1,051,320,387.00
30,640,013.00
23,150,274.00
229,176,150.00
3,500,000.00
677,904,173.00
410,453,628.73
166,381,572.00
30,640,013.00
2,227,272.73
33,141,822.00
-
178,062,949.00
-
(Rp)
(Rp) 802,627,671.00
Akumulasi Angsuran s.d. 31 Desember 2013
Nilai Kasus
Tabel 5 Perkembangan Kerugian Negara Berdasarkan Jenis Kasus Kerugian Negara s.d 31 Desember 2013
2,407,865,039.27
884,938,815.00
-
20,923,001.27
196,034,328.00
3,500,000.00
499,841,224.00
802,627,671.00
(Rp)
Sisa Saldo
12
Media Informasi Kerugian Negara 2
Tuntutan Pihak Ketiga Atas Pembatalan Kontrak Proyek Dengan Rekanan
Pemalsuan SPM Satker Kementerian Agama
Penggunaan Uang Negara Tidak Sesuai Ketentuan
Penyalahgunaan Uang Negara
Mark-up Harga Pengadaan Tanah
Menerima Jaminan Import Barang Tidak Sesuai Ketentuan
Penerbitan Dokumen Tanpa Jaminan
Pemalsuan SPMKP Pajak
Kehilangan Uang Negara
Kehilangan Barang Inventaris Kantor
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
TOTAL
1
Penerbitan Bilyet Giro atas APBN
3
104
4
1
1
1
1
1
22
2
1
10
Pelanggaran Ikatan Dinas
2
57
Jumlah Kasus
Kehilangan Kendaraan Dinas
Jenis Kasus Kerugian Negara
1
No.
B. Jenis Kasus Kerugian Negara Melalui Mekanisme TGR
13,583,869,226.19
17,300,000.00
85,983,106.00
186,075,300.00
754,897,146.00
235,738,671.84
145,000,000.00
4,491,874,765.31
330,108,018.00
679,007,672.00
102,178,692.00
1,500,000,000.00
3,330,721,753.04
1,701,295,049.08
14,803,000.00
39,245,058.00
2,100,000.00
296,200,000.00
24,000,000.00
-
121,311,300.00
23,834,545.45
310,479,976.00
-
96,289,711.00
46,749,999.00
726,281,459.63
(Rp)
(Rp) 1,724,984,102.00
Akumulasi Angsuran s.d. 31 Desember 2013
Nilai Kasus
11,882,574,177.11
2,497,000.00
46,738,048.00
183,975,300.00
458,697,146.00
211,738,671.84
145,000,000.00
4,370,563,465.31
306,273,472.55
368,527,696.00
102,178,692.00
1,403,710,289.00
3,283,971,754.04
998,702,642.37
(Rp)
Sisa Saldo
4.c. Perbandingan Penanganan Kasus Kerugian Negara Kementerian Keuangan Dari Tahun Ke Tahun
P
ergerakan penanganan kerugian negara pada Kementerian Keuangan dapat dilihat dari perkembangannya dari tahun ke tahun. Perbandingan dapat dilihat dari sudut pandang jumlah kasus, besarnya nilai kasus, jenis kasus dan lain-lain. Dengan mengetahui perbandingan
perkembangan kasus kerugian negara di Kementerian Keuangan dari tahun ke tahun dapat membantu pihak-pihak terkait untuk memahami hal-hal apa yang perlu ditindaklanjuti dan hal-hal apa yang sudah berjalan dengan baik dan perlu ditingkatkan lagi.
Tabel 6 Perbandingan Nilai Kerugian Negara dan Nilai Penyelesaian Kerugian Negara Di Lingkungan Kementerian Keuangan Periode TA 2008 S.D. TA 2013
No
Periode Tahun Kasus
1
2
Nilai KN
Kasus Terselesaikan (Lunas/Tidak Bersalah/Dihapuskan Bersyarat)
1.
2008
Rp 4 10,785,680,435.90
2.
2009
10,724,272,841.15
751,220,300.00
3.
2010
11,123,573,735.15 85,998.58 11,911,474,405.15 85,998.58 12,173,552,216.15 255,061.36 13,293,244,977.15 255,061.36
130,900,000.00
$ 4.
2011 $
5.
2012 $
6.
2013 $
Sisa Nilai KN
Rp 5 334,191,571.75
Rp 6 10,451,488,864.15 9,973,052,541.15
$ 455,350,000.00 $ 1,207,252,853.00 $ 551,895,002.00 $
10,992,673,735.15 85,998.58 11,456,124,405.15 85,998.58 10,966,299,363.15 255,061.36 12,741,349,975.15 255,061.36
Catatan: Pada TA 2010 dan TA 2011 terdapat KN dengan mata uang Dolar Amerika sebesar $85.998.58 Pada TA 2012 dan TA 2013 terdapat KN dengan mata uang Dolar Amerika sebesar $255.061,36
Media Informasi Kerugian Negara
13
Tabel 7 Perbandingan Jumlah Kerugian Negara dan Jumlah Penyelesaian Kerugian Negara Di Lingkungan Kementerian Keuangan Periode TA 2008 S.D. TA 2013
Berdasarkan Tabel 6, nilai kerugian negara meningkat dari tahun ke tahun, sedangkan nilai penyelesaiannya fluktuaktif. Nilai penyelesaian terbesar pada TA 2012 dikarenakan terdapat penyelesaian atas 3 kasus dengan nilai yang cukup signifikan. Nilai penyelesaian terendah pada TA 2010 dikarenakan jumlah kasus yang terselesaikan juga paling rendah di TA 2010 (lihat Tabel 7). Dari segi jumlah kasus kerugian negara yang terjadi dan jumlah kasus kerugian negara yang terselesaikan (Tabel 7), keduanya konsisten mengalami kenaikan pada tiga tahun terakhir. Jumlah penyelesaian kasus tertinggi pada TA 2013. Namun hal ini tidak sejalan dengan total nilai yang terselesaikan pada TA 2013, karena pada TA 2013 nilai yang kasus-kasus yang terselesaikan tidak terlalu signifikan. Data di atas mengindikasikan
14
Media Informasi Kerugian Negara
bahwa kesadaran dan pengetahuan satker di Kementerian Keuangan terhadap adanya proses Tuntutan Ganti Rugi untuk menyelesaikan kerugian negara juga meningkat. Hal ini ditandai dengan meningkatnya laporan dan pengurusan kasuskasus kerugian negara yang terjadi. Di lain sisi, data di atas juga perlu menjadi perhatian karena dengan meningkatnya jumlah dan nilai kerugian negara dari tahun ke tahun, maka perlu ditinjau kembali, apakah pengelolaan aset dan pengawasan keuangan di satker-satker Kementerian Keuangan telah berjalan optimal. Untuk menjawab hal ini tentunya perlu dilakukan peninjauan kembali atas data-data yang ada dari sudut pandang lain yang lebih mendetail.
Tabel 8 Perbandingan Jumlah Kasus Baru Per Unit Eselon I Periode TA 2008 s.d TA 2013
Catatan: Pada Tahun 2013 sudah tidak terdapat unit BAPEPAM-LK. Tabel 9 Jumlah Kasus Baru TA 2008 s.d TA 2013
Media Informasi Kerugian Negara
15
Tabel 8 dan Tabel 9 menunjukkan jumlah kasus baru yang masuk tiap tahunnya dari TA 2008 s.d. TA 2013. Kasus baru berarti kasus yang baru dilaporkan oleh Satker kepada Menteri Keuangan pada tahun bersangkutan. Tampak dari data per
Unit Eselon I (Tabel 8) bahwa sejak tahun 2010 DJP adalah unit yang paling banyak memiliki kasus baru tiap tahunnya. DJPU, Bapepam LK, dan BKF adalah unit yang tidak terdapat kasus baru sejak TA 2008 s.d. saat ini.
Tabel 10 Perbandingan Nilai Kasus Baru Yang Dilaporkan TA 2008 s.d. TA 2013 No.
Tahun Anggaran
Nilai Kasus Baru
1.
2008
304,500,000.00
2.
2009
273,083,977.00
3.
2010
1,156,071,971.00 $ 4.
2011
5.
2012
85,998.58 918,800,670.00 717,493,901.00
$ 6.
2013
Tabel 10 menunjukkan perbandingan nilai kasus baru yang masuk tiap tahunnya dari TA 2008 s.d. TA 2013. Tampak bahwa nilai kasus baru meningkat secara signifikan pada TA 2010 jika dibandingkan dengan TA 2009. Hal ini disebabkan meningkatnya jumlah kasus baru yang masuk dan terdapat beberapa kasus baru yang masuk dengan
16
Media Informasi Kerugian Negara
169,062.78 2,326,945,524.00
nilai yang cukup besar serta terdapat kasus baru dengan nilai dalam mata uang Dolar Amerika. Pada TA 2013 juga terjadi peningkatan nilai kasus baru yang masuk, hal ini disebabkan karena terdapat 8 kasus baru yang masuk dengan nilai yang cukup signifikan.
Tabel 11
Tabel 11 s.d. Tabel 16 menampilkan perbandingan jumlah kasus dan jumlah kasus terselesaikan/ lunas pada TA 2008 s.d. Ta 2013 per Unit Eselon I lingkup Kementerian Keuangan. Jumlah kasus kerugian negara terbanyak konsisten dipegang oleh DJP.
Tabel 12
Tabel 13
Beberapa Unit Eselon I, memiliki kasus yang telah lama tercatat dalam laporan perkembangan tuntutan ganti ruginya dari tahun ke tahun. Kasus-kasus ini sulit diselesaikan karena mengalami beberapa kendala dan pada umumnya kendala yang dihadapi adalah karena kasus-kasus lama tersebut sudah tidak berada di bawah pengurusan Kepala kantor atau Menteri Keuangan (sebagai COO). Kasus-kasus tersebut antara lain kasus yang telah dilimpahkan pengurusannya ke DJKN, kasus yang mengajukan banding kepada Presiden, kasus yang masih menunggu hasil eksekusi dari Kejaksaan, dan kasus yang masih menunggu rekomendasi penghapusan dari BPK. Selain itu ada juga beberapa kasus yang terkendala pada proses penyelesaian internalnya.
Media Informasi Kerugian Negara
17
Tabel 14
Tabel 15
Tabel 16
18
Media Informasi Kerugian Negara
Tabel 17 Perbandingan Jumlah Kasus Per Tahapan Penanganan TA 2008 s.d TA 2013
Tabel 17 menunjukkan perbandingan jumlah kasus kerugian negara pada tiap-tiap tahapan penanganan. Terlihat bahwa sebagian besar kasus kerugian negara diselesaikan dengan penyelesaian damai (SKTM). Jumlah kasus terbesar kedua ada pada tahap pengurusan piutang di DJKN. Kasus yang dilimpahkan pengurusannya ke DJKN ini konsisten mengalami penurunan jumlah pada tiga tahun terakhir. Hal ini menandakan bahwa pengurusan piutang TGR di DJKN mulai sedikit menunjukkan hasil jika dibandingkan TA 2008 s.d. TA 2010.
Selanjutnya, terdapat jumlah yang konstan pada tahap banding Presiden dan tahap di pengurusan eksekusi di Kejaksaan. Hal ini dikarenakan terdapat sebagian besar kasus banding Presiden belum mendapatkan putusan dari Presiden (untuk TA 2013 ada satu kasus yang baru diajukan bandingnya kepada Presiden telah mendapatkan putusan dari Presiden, sedangkan untuk 13 kasus yang lain masih dalam proses pembahasan untuk mendapatkan putusan Presiden). Sedangkan untuk 1 kasus yang masih menunggu hasil eksekusi dari Kejaksaan, belum mendapatkan informasi perkembangan terakhirnya.
Media Informasi Kerugian Negara
19
5. Reportase (Kinerja 2013) 5.a. Kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Mekanisme Penyelesaian Kerugian Negara
P
engetahuan tentang tata cara penyelesaian kerugian negara pada satuan kerja di lingkungan Kementerian Keuangan pada umumnya belum dipahami secara menyeluruh meskipun telah terdapat peraturan yang dengan rinci mengaturnya. Indikasi bahwa mekanisme penyelesaian kerugian negara belum dipahami secara baik dapat dilihat dari laporan kerugian negara kepada Menteri Keuangan yang diterima Biro Perencanaan dan Keuangan. Dalam hal ini, terdapat beberapa laporan kasus kerugian negara yang belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku (misalnya terkait kelengkapan dan ketepatan dokumen pendukung), hal ini menyebabkan proses penyelesaiannya menyita waktu yang cukup panjang. Selain itu, terdapat beberapa kasus kerugian negara yang tidak dilaporkan kepada Menteri Keuangan, dimana Biro Perencanaan dan Keuangan memperoleh informasi Kerugian Negara dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan, tembusan hasil pemeriksaan Inspektorat Jenderal ataupun berdasarkan sumber informasi lainnya. Di sisi lain ada kalanya terdapat perbedaan data kerugian negara pada tingkat Kementerian (yang dikelola oleh Biro Perencanaan dan Keuangan) dengan data pada unit-unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan, baik menyangkut jumlah kasus kerugian negara ataupun outstanding nilai kerugian negara. Kondisi tersebut dapat dipahami bahwa pada umumnya pengetahuan terkait penyelesaian kerugian negara bukan merupakan hal yang menarik bagi satuan kerja, karena tidak bersentuhan langsung dengan tugas dan fungsi satuan kerja dan tidak diharapkan untuk diterapkan. Memperhatikan masih belum menyeluruhnya pemahaman satuan kerja di lingkungan
20
Media Informasi Kerugian Negara
Kementerian Keuangan terkait mekanisme penyelesaian kerugian negara, pada tahun 2013 telah dilaksanakan kegiatan sosialisasi mekanisme penyelesaian kerugian negara pada satuan kerja di lingkungan Kementerian Keuangan dalam bentuk Focus Group Discussion (FGD). Sasaran dari kegiatan tersebut adalah agar petunjuk pelaksanaan tata cara penyelesaian kerugian negara di lingkungan Kementerian Keuangan dapat dilaksanakan secara efektif sekaligus sebagai upaya preventif apabila terjadinya permasalahan.
Materi yang menjadi bahan sosialisasi adalah memberikan pemahaman tentang penanganan atas terjadinya kerugian Negara di lingkungan Kementerian Keuangan baik oleh pegawai negeri bukan bendahara atapun bendahara, memberikan pemahaman tentang penatausahaan Piutang TP/ TGR atas penyelesaian kerugian Negara, dan diskusi terkait upaya praktis yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kerugian negara di lingkup satuan kerjanya. Dalam kegiatan tersebut
juga dibahas materi KMK Nomor 21/KMK.01/2012 tentang Pedoman Pengamanan Barang Milik Negara di Lingkungan Kementerian Keuangan yang berguna untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran akan tanggung jawab pengelolaan BMN. Kegiatan tersebut diikuti oleh pejabat/pegawai yang mempunyai tugas dan fungsi terkait pengelolaan keuangan dan aset yaitu Kepala Bagian Umum/Kepala Sub Bagian Keuangan dan Bendahara pada satuan kerja lingkup Kementerian Keuangan. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada 9 kota dengan total peserta 84 Satuan kerja, yaitu: Jambi, Balikpapan, Gorontalo, Yogyakarta, Pangkalpinang, Kupang, Banjarmasin, Bengkulu, dan Pontianak. Dalam kesempatan tersebut, Tim Biro Perencanaan dan Keuangan menekankan pentingnya masalah penyelesaian kerugian negara dengan peran aktif Kepala Kantor untuk mengupayakan penyelesaian kerugian negara secara damai melalui SKTM atau penyelesaian seketika. Berdasarkan penelaahan data statistik penyelesaian kerugian negara di lingkungan Kementerian Keuangan, terdapat kecenderungan bahwa apabila penyelesaian secara damai tidak dapat dilaksanakan maka penagihan piutang negara akan mengalami kemacetan dan selanjutnya pengurusan piutang tuntutan ganti rugi diserahkan ke PUPN/DJKN. Berdasarkan data pada Biro Perencanaan dan
Keuangan, persentase ketertagihan atas piutang TP/TGR di lingkungan Kementerian Keuangan yang telah diserahkan pengurusannya ke PUPN hanya mencapai 3.18%. Terjadinya kerugian negara di satuan kerja daerah merupakan suatu beban tersendiri. Supaya beban tersebut tidak berkelanjutan dan menimbulkan permasalahan yang lain maka proses penyelesaiannya harus dengan cara yang benar. Ada kecenderungan Satuan Kerja daerah melakukan pembiaran sehingga berpotensi menambah permasalahan jika kerugian negara tersebut menjadi temuan aparat pemeriksaan dan penanggung jawab kerugian negara telah mengalami mutasi penempatan kerja atau telah memasuki masa pensiun. Tantangan yang dihadapi dalam rangka penyelesaian kerugian negara dari tahun ke tahun akan semakin berat seiring bergulirnya transformasi kelembagaan dan semakin meningkatnya jumlah alokasi anggaran dan aset BMN di Kementerian Keuangan. Oleh sebab itu, dibutuhkan upaya preventif dan pemahaman terkait tata cara penyelesaian kerugian negara yang menyeluruh agar penyelesaian kerugian negara pada masa yang akan datang dapat dilaksanakan secara efektif, cepat, tepat, dan taat pada peraturan.
5.b. Studi Banding BPK dan Kementerian Hukum dan HAM
S
alah satu kendala umum dalam penyelesaian kerugian negara secara nasional di Kementerian Negara/lembaga adalah Peraturan Pemerintah (PP) mengenai penyelesaian ganti rugi bukan kekurangan perbendaharaan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yang sampai saat ini belum ditetapkan. Akibatnya, penyelesaian kerugian negara internal lingkup Kementerian Keuangan, sampai dengan saat ini masih mendasarkan pada KMK 508/ KMK.01/1999 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelesaian Ganti Rugi Bukan Kekurangan Perbendaharaan di Lingkungan Departemen Keuangan. Beberapa ketentuan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 508/KMK.01/1999 memang masih relevan, namun di sisi lain terdapat pula beberapa substansi perlu disesuaikan/ disempurnakan. Mengingat Keputusan Menteri Keuangan masih berdasarkan pada ketentuan ICW maka KMK tersebut tidak memiliki dasar hukum
yang kuat dalam rangka menyelesaikan kasuskasus kerugian negara. Selain itu terdapat beberapa permasalahan yang ternyata belum cukup jelas diatur sehingga masih dijumpai kasus kerugian negara yang terjadi pada unit-unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan belum dapat memperoleh penyelesaian secara tuntas. Sebagai respon atas ketidakjelasan nasib Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP TGR) dan kebutuhan yang mendesak akan adanya pedoman teknis penyelesaian kerugian negara yang relevan dengan kondisi yang sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku saat ini, Biro Perencanaan dan Keuangan setelah berkoordinasi dengan Biro Hukum berinisiatif menyusun RKMK Perubahan atas KMK Nomor 508/KMK.01/1999. RKMK tersebut merubah beberapa ketentuan yang sudah tidak relevan dan urgent untuk disesuaikan, dimana hal tersebut selama ini menjadi kendala dalam penyelesaian kerugian negara, adapun untuk penyusunan RPMK pengganti KMK Nomor 508/KMK.01/1999 menunggu penetapan PP TGR. Media Informasi Kerugian Negara
21
Dalam konsep (draft) ketentuan pengganti KMK 508/ KMK.01/1999 yang disusun oleh Biro Perencanaan dan Keuangan masih terdapat beberapa alternatif perubahan substansi teknis/pengaturan dan alternatif solusi permasalahan atas KMK 508/ KMK.01/1999 yang belum disepakati dan perlu disempurnakan kembali. Mengingat revisi petunjuk pelaksanaan penyelesaian kerugian negara bukan kekurangan perbendaharaan memiliki kompleksitas yang cukup tinggi dan untuk mempercepat proses revisi, serta dapat menghasilkan petunjuk pelaksanaan yang aplicable, pada tahun 2013 telah dilaksanakan kegiatan studi banding guna mempelajari/melakukan kajian terhadap proses penyelesaian kasus TGR di BPK dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kegiatan studi banding penyelesaian kerugian negara telah dilaksanakan dalam 2 tahap. Tahap pertama dilakukan pada Badan Pemeriksa Keuangan tanggal 23 Oktober 2013 sedangkan kegiatan studi banding pada Kementerian Hukum dan HAM dilaksanakan tanggal 3 Desember 2013. Kegiatan dilaksanakan dengan metode diskusi dengan narasumber (pejabat/anggota TPKN Kementerian/Lembaga), yang difokuskan pada proses penyelesaian kasus TGR mulai dari upaya damai sampai tahap penuntutan. Tujuan dari kegiatan dimaksud adalah untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai mekanisme penyelesaian kerugian negara pada Kementerian/ Lembaga lainnya, dan memperoleh informasi penanganan kerugian negara yang tidak dapat
22
Media Informasi Kerugian Negara
diselesaikan secara administratif yang selama ini menjadi kendala di Kementerian Keuangan. Beberapa materi yang menjadi pertanyaan/diskusi antara lain sebagai berikut: a. Struktur dan mekanisme kerja Tim Penyelesaian Kerugian Negara (TPKN); b. Upaya pengajuan pembelaan/keberatan/ banding yang dilakukan penanggung jawab kerugian negara; c. Tata cara penetapan nilai kerugian negara; d. Penentuan unsur-unsur lalai atau melawan hukum dari perbuatan yang menimbulkan kerugian negara; e. Penanganan atas kasus yang keberadaan penanggung jawab kerugian negaranya tidak diketahui; f. Ketentuan terkait perlunya jaminan dalam Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTM) (SKTM); dan g. Penyelesaian kerugian negara yang dilakukan oleh pihak ketiga. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan dalam mekanisme/tata cara penyelesaian kerugian negara pada masingmasing Kementerian Negara/Lembaga. Perbedaan mendasarnya adalah tata cara penyelesaian kerugian negara pada BPK dan Kemenkum HAM telah disesuaikan dengan ketentuan dalam paket undang-undang Keuangan Negara (Kementerian Keuangan masih mengadopsi ketentuan ICW), adapun mekanisme/tata cara pelaksanaan
penyelesaian kerugian negara pada masingmasing Kementerian Negara/Lembaga berbedabeda disesuaikan dengan struktur dan kultur organisasi masing-masing Kementerian Negara/ Lembaga dalam rangka penyelesaian kerugian negara yang efektif dan efisien. Atas beberapa perbedaan mekanisme penyelesaian kerugian negara tersebut, pihak pemeriksa (Auditor BPK) tidak mempermasalahkannya karena belum terdapat penafsiran yang standar terkait pelaksanaan penyelesaian kerugian negara sesuai paket Undang-undang Keuangan
Negara (yang diharapkan diatur dalam PP TGR). Sejauh ini, fokus pihak auditor masih sebatas jika terjadi kasus kerugian negara maka harus segera diselesaikan, adapun tata cara penyelesaiannya diserahkan pada standar yang berlaku di masingmasing Kementerian/Lembaga. Hasil studi banding tersebut memberikan keyakinan yang lebih bagi internal Kementerian Keuangan untuk segera menetapkan ketentuan penyelesaian kerugian negara bukan kekurangan perbendaharaan tanpa menunggu penetapan Peraturan Pemerintah (PP) mengenai TGR.
5.c. Monitoring dan Evaluasi Penyelesaian Kerugian Negara
S
alah satu tugas dan fungsi yang dilaksanakan oleh Biro Perencanaan dan Keuangan sesuai Pasal 23 dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 184/ PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan adalah menyiapkan bahan pertimbangan dan menindaklanjuti pelaksanaan penyelesaian kerugian negara dan penagihan. Dalam rangka melaksanakan kegiatan tersebut telah dilakukan beberapa kegiatan dan rangkaian proses penyelesaian kerugian negara terhadap kasus-kasus kerugian negara yang terjadi di lingkup Kementerian Keuangan, yaitu:
a. Monitoring dan Evaluasi pada Kantor Pusat Unit Eselon I Kegiatan Monitoring dan Evaluasi pada Kantor Pusat Unit Eselon I merupakan agenda tahunan Biro Perencanaan dan Keuangan sebagai salah satu upaya agar tercapai efektifitas dan koordinasi yang baik dalam rangka penyelesaian kasus kerugian negara. Kegiatan tersebut dilaksanakan dalam bentuk rapat koordinasi pembahasan penyelesaian kerugian negara dengan unit kerja yang menangani penyelesaian kerugian negara pada kantor pusat unit eselon I lingkup Kementerian Keuangan. Kegiatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas penanganan kasus dan penatausahaan dokumen kerugian negara agar penyelesaian kasus kerugian negara dapat membawa hasil yang lebih baik dan optimal. Secara garis besar hasil yang didapat dari kegiatan tersebut adalah sebagai berikut : 1) Terhadap kasus-kasus kerugian negara yang belum dilaporkan kepada Menteri Keuangan sebagai tindak lanjutnya, unit eselon I akan melaporkan kerugian negara beserta dokumen pendukung sesuai ketentuan yang diatur dalam KMK Nomor 508/KMK.01/1999 maupun PMK 193/
KMK.01/2009. 2) Atas kasus-kasus baru yang masih aktif, unit eselon I akan menindaklanjuti sesuai prosedur dengan mendasarkan pada saran dan tindak lanjut hasil rekonsiliasi dan melaporkan perkembangannya kepada Biro Perencanaan dan Keuangan. 3) Terhadap kasus-kasus kerugian negara yang telah dilimpahkan ke DJKN sebagai upaya mempercepat penyelesaian piutang macet untuk penagihan paksa diperlukan koordinasi/dukungan antara unit eselon I/penyerah piutang dengan PUPN yang menangani piutang macet. Hasil kegiatan tersebut dituangkan dalam Risalah Kegiatan Monitoring dan Evaluasi yang berisi rencana tindak lanjut yang konkret terkait penanganan penyelesaian kerugian negara dan disepakati oleh perwakilan Biro Perencanaan dan Keuangan dan perwakilan unit eselon I. b. Kegiatan Bimbingan Kerugian Negara
Teknis
Penyelesaian
Berdasarkan hasil inventarisasi data kasus kerugian negara di lingkungan Kementerian diketahui bahwa terdapat beberapa kasus yang memerlukan penanganan lebih lanjut. Agar upaya penyelesaian kasus kerugian negara dapat dilaksanakan secara optimal, tertib dan sesuai dengan peraturan yang berlaku, Biro Perencanaan dan Keuangan berinisiatif melakukan bimbingan teknis kepada satuan kerja. Pada tahun 2013 kegiatan bimbingan teknis penyelesaian kerugian negara dilaksanakan pada KPP Pratama Balikpapan, KPKNL Kendari, KPP Pratama Kepanjen, KPPBC Palembang, Kanwil DJBC Sumbagsel, Kanwil DJKN Denpasar, dan Kanwil DJPB Jawa Tengah. Media Informasi Kerugian Negara
23
Secara umum kendala yang dihadapi satuan kerja dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu kendala internal berupa belum dipahaminya mekanisme penyelesaian kasus kerugian negara oleh pejabat/pegawai di satuan kerja dan kendala eksternal berupa penanggung jawab kerugian negara yang tidak beriktikad baik dalam menyelesaikan kerugian negara.
Agar kasus kerugian negara terselesaikan sesuai dengan tahapan/proses penyelesaian sesuai ketentuan yang berlaku, dalam kegiatan tersebut Tim Biro Perencanaan dan Keuangan memberikan saran tindak lanjut/langkahlangkah yang harus dilakukan oleh satuan kerja dalam rangka penyelesaian kerugian Negara tersebut.
5.d. Kegiatan Rekonsiliasi Data Kerugian Negara a. Latar belakang Pencatatan Kerugian negara di lingkungan Kementerian Keuangan tercantum dalam dua laporan yang berbeda, yaitu di Laporan Perkembangan Penyelesaian Kerugian Negara di Lingkungan Kementerian Keuangan dan di Laporan Keuangan Kementerian Keuangan. Pencatatan kerugian negara dalam kedua laporan tersebut menggunakan dasar yang berbeda sehingga seringkali nominal saldo kerugian negara yang tercantum 2 (dua) laporan tersebut adalah tidak sama, perbedaan tersebut menjadi pertanyaan bagi auditor sehingga memerlukan penjelasan lebih lanjut. Dalam rangka meningkatkan keandalan dan akuntabilitas penyajian data piutang TP/TGR dalam laporan keuangan Kementerian Keuangan dan penyajian data kerugian negara dalam Laporan Perkembangan Penyelesaian Kerugian negara, pada tahun 2013 dilaksanakan kegiatan rekonsiliasi data kerugian negara antara unit akuntansi unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan dengan Biro Perencanaan dan Keuangan selaku unit yang menatausahakan penyelesaian kerugian negara di lingkungan Kementerian Keuangan. 1. Pencatatan Kerugian Negara dalam Laporan Keuangan
Kerugian negara yang tercatat dalam Laporan Keuangan tampak pada saldo Piutang TP/ TGR yang disajikan di neraca. Piutang TP/TGR merupakan salah satu piutang PNBP namun dalam penyajiannya di Laporan Keuangan ditampilkan terpisah dari piutang PNBP dalam neraca laporan keuangan.
24
Media Informasi Kerugian Negara
Pencatatan dalam Laporan Keuangan didasarkan pada prinsip-prinsip akuntansi terkait piutang. Salah satu istilah akuntansi yang populer dalam akuntansi adalah substance over form yang dapat diterjemahkan sebagai substansi (inti) mengungguli bentuk, dimana maksud dalam istilah ini adalah dalam suatu transaksi adalah bagaimana melihat inti dari suatu transaksi dibandingkan dengan pelaporan transaksi tersebut dalam laporan keuangan. Akuntansi lebih menekankan kenyataan ekonomis suatu kejadian daripada bukti legalnya. Prinsip tersebut menyatakan bahwa transaksi atau suatu peristiwa perlu dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi, dan bukan hanya aspek formalitasnya. Apabila substansi transaksi atau peristiwa lain tidak konsisten/berbeda dengan aspek formalitasnya, maka hal tersebut harus diungkapkan dengan jelas dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
Peristiwa yang menimbulkan hak tagih berkaitan dengan TP/TGR, harus didukung dengan bukti Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTM), yang menunjukkan bahwa penyelesaian atas TP/TGR dilakukan dengan cara damai (di luar pengadilan). SKTM merupakan surat keterangan tentang pengakuan bahwa kerugian tersebut menjadi tanggung jawab seseorang dan bersedia mengganti kerugian tersebut. Apabila penyelesaian TP/TGR tersebut dilaksanakan melalui jalur penuntutan, pengakuan piutang baru dilakukan setelah ada surat pembebanan yang telah diterbitkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga.
Media Informasi Kerugian Negara
25
2. Pencatatan kerugian negara dalam Laporan Perkembangan Penyelesaian Kerugian Negara Pencatatan dalam Laporan Perkembangan Penyelesaian Kerugian Negara didasarkan pada aspek formalnya. Sehingga meskipun terdapat piutang TP/TGR yang telah tercatat dalam Laporan Keuangan namun jika belum diproses sesuai ketentuan yang berlaku (formal), maka atas kasus kerugian negara tersebut belum dapat dicatatkan dalam Laporan Perkembangan Penyelesaian Kerugian Negara.
Data dalam Laporan Perkembangan Penyelesaian Kerugian Negara adalah data kerugian negara yang telah dilaporkan secara formal sesuai ketentuan yang berlaku kepada Menteri Keuangan. Syarat pencantuman dalam Laporan Perkembangan adalah kasus kerugian negara telah dilaporkan dilaporkan secara formal sesuai ketentuan yang berlaku kepada Menteri Keuangan, Penanggungjawab kerugian negara diketahui, nilai kerugian negara telah pasti (mendapat penetapan sesuai ketentuan yang berlaku).
b. Manfaat Rekonsiliasi Data Kerugian Negara Rekonsiliasi data kerugian negara mempunyai beberapa manfaat baik bagi pihak unit akuntasi eselon I maupun bagi Biro Perencanaan dan Keuangan. Bagi unit akuntansi unit eselon I rekonsiliasi data kerugian negara bermanfaat dalam membantu unit akuntansi dalam menentukan nilai saldo piutang TP/TGR yang akuntabel dalam Laporan Keuangan karena dalam Berita Acara Rekonsiliasi Data Kerugian Negara disepakati mengenai saldo kerugian negara yang tercantum pada Laporan Keuangan, membantu dalam memberikan penjelasan dalam Catatan Atas Laporan Keuangan terkait status termutakhir piutang TP/TGR dan penjelasan jika ada pemeriksaan dari auditor terkait penyajian piutang TP/TGR. Sekaligus sebagai upaya preventif atas temuan auditor terkait kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan berkenaan dengan penyelesaian kerugian negara.
Bagi Biro Perencanaan dan Keuangan, rekonsiliasi data kerugian negara bermanfaat untuk Mempercepat penyampaian informasi perkembangan penyelesaian kasus kerugian negara. Mengetahui kendala dan permasalahan kasus-kasus pada unit eselon I lingkup Kementerian Keuangan, mengetahui angsuran pemulihan kerugian negara yang mutkahir mengingat beberapa satuan kerja tempat tercatatnya kerugian negara tidak secara aktif menyampaikan perkembangan penyelesaian kerugian negara, mengupayakan penyelesaian kasus secara optimal dengan menyampaikan saran tindak lanjut penanganan kasus. Penjelasan atas perbedaan pencatatan antara Laporan Perkembangan Penyelesaian Kerugian Negara di Lingkungan Kementerian Keuangan dengan Laporan Keuangan Kementerian Keuangan dilakukan apabila ada pemeriksaan dari aparat pemeriksaan internal maupun eksternal.
b. Pelaksanaan Rekonsiliasi Data Kerugian Negara Data yang menjadi objek dalam rekonsiliasi adalah data piutang TP/TGR yang akan dilaporkan dalam neraca Laporan Keuangan masing-masing unit eselon I dengan data saldo kerugian negara belum terpulihkan yang ditatausahakan oleh Biro Perencanaan dan Keuangan. Kegiatan Rekonsiliasi Data Kerugian Negara dilaksanakan secara bersama-sama untuk periode penatausahaan s.d tanggal 31 Desember 2013 dengan melakukan proses pencocokan data terhadap kasus-kasus kerugian negara yang ditatausahakan oleh Biro Perencanaan dan Keuangan dengan data piutang TP/TGR yang akan dicantumkan dalam Laporan Keuangan Unit Eselon I. Rekonsiliasi piutang TP/TGR tidak bertujuan untuk menyamakan saldo kerugian negara yang akan dicatat dalam Laporan Perkembangan Penyelesaian Kerugian Negara di Lingkungan Kementerian Keuangan dengan yang di Laporan Keuangan Kementerian Keuangan. Hasil dari
26
Media Informasi Kerugian Negara
rekonsiliasi dituangkan dalam Berita Acara Rekonsiliasi (BAR) Data Kerugian Negara yang berisi penjelasan atas perbedaan pencatatan kerugian negara dan tindak lanjut yang diperlukan. Dalam BAR Data Kerugian Negara dicantumkan alternatif tindak lanjut sebagai berikut: i. Jika perbedaan pencatatan kerugian negara disebabkan oleh data angsuran piutang TP/TGR yang kasus kerugian negaranya telah diproses secara formal sesuai dengan ketentuan yang berlaku maka saldo piutang dalam laporan keuangan dan laporan perkembangan penyelesaian kerugian negara dapat disesuaikan dengan data angsuran terupdate. ii. Jika perbedaan tersebut disebabkan oleh piutang TP/TGR yang tercatat pada Laporan Keuangan unit eselon I namun kasus kerugian negara secara formal belum diproses sesuai
ketentuan yang berlaku, maka kasus tersebut belum dapat dicatatkan dalam Laporan perkembangan penyelesaian kerugian negara. Atas kasus tersebut unit eselon I akan menindaklanjuti dengan memproses pelaporan kerugian negara secara formal sesuai ketentuan yang berlaku. iii. Jika perbedaan tersebut disebabkan oleh data kerugian negara yang telah tercatat dalam Laporan Perkembangan Penyelesaian Kerugian Negara namun belum tercatat dalam Laporan Keuangan unit eselon I, maka ada 2 kemungkinan tindak lanjut: a) Apabila atas kasus kerugian negara tersebut telah diterbitkan dokumen pengakuan piutang (SKTM atau SK pembebanan)
maka piutang tersebut dicatat dalam Laporan keuangan unit eselon I. b) Apabila atas kasus kerugian negara tersebut belum diterbitkan dokumen pengakuan piutang maka kerugian negara belum dapat dicatatkan dalam Laporan Keuangan mengingat pada dasarnya piutang PNBP diakui pada saat terjadinya hak untuk menagih piutang TP/TGR atau pada saat terbit surat keputusan tentang Piutang TGR misalnya Surat Ketetapan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM) yang merupakan dokumen untuk mengakui TGR untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang sampai pada tanggal neraca belum dibayar oleh wajib bayar harus dicatat sebagai Piutang PNBP dalam neraca.
5.e. Kinerja TPPKN 2013 Pada TA 2013, TPPKN telah melakukan rapat pembahasan dan menghasilkan rekomendasi kepada Menteri Keuangan sebagai berikut:
No
Unit
Jenis Kasus
1.
BPPK
Kasus Pelanggaran Ikatan Dinas Diploma STAN
2.
BPPK
Kasus Pelanggaran Ikatan Dinas Diploma STAN
BPPK
Kasus Pelangaran Ikatan Dinas Diploma STAN
DJPB
Kasus Kehilangan Kendaraan Dinas Roda Empat
DJA
Kasus Pelanggaran Ikatan Dinas Beasiswa S2 Luar Negeri
DJPB
Kasus Kehilangan Kendaraan Dinas Roda Empat
DJPB
Kasus Kehilangan Kendaraan Dinas Roda Empat
3.
4.
5.
6.
8.
Nilai Kerugian Negara
Rekomendasi
Hasil/Tindak Lanjut
Keterangan
Rp25.500.000,-
Memenuhi unsur Perbuatan Hukum dan Tidak bersedia damai
SPGR nomor : PEM-2/MK.1/2013
Risalah nomor : 01/ TPPKN/2013 tanggal 18 April 2013
Rp21.000.000,-
Memenuhi unsur Perbuatan Hukum dan Tidak bersedia damai
SPGR nomor : PEM-3/MK.1/2013
Risalah nomor : 01/ TPPKN/2013 tanggal 18 April 2013
Rp21.000.000,-
Memenuhi unsur Perbuatan Hukum dan Tidak bersedia damai
SPGR nomor : PEM-4/MK.1/2013
Risalah nomor : 01/ TPPKN/2013 tanggal 18 April 2013
Rp177.000.000,-
Menolak materi banding/pembelaan SKPGR
S-571/MK.1/2013
Risalah nomor : 01/ TPPKN/2013 tanggal 18 April 2013
US$169.068.78
Menolak materi banding/pembelaan SPGR
SKPGR nomor : KMK-474/ KM.1/2013
Risalah nomor : 01/ TPPKN/2013 tanggal 18 April 2013.
Rp177.000.000,-
Memenuhi unsur Perbuatan Hukum dan Tidak bersedia damai
SPGR nomor: PEM-5/MK.1/2013
Risalah nomor : 02/ TPPKN/2013 tanggal 20 Juni 2013
Rp177.000.000,-
Menolak materi banding/pembelaan SPGR
SKPGR nomor 796/KM.1/2013
Risalah nomor: 03/ TPPKN/2013 tanggal 23 September 2013
Media Informasi Kerugian Negara
27
No
9.
10.
11.
Unit
Jenis Kasus
Nilai Kerugian Negara
Rekomendasi
DJA
Kasus Pelanggaran Ikatan Dinas Beasiswa S2 Luar Negeri
DJP
Kasus kecelakaan yang mengakibatkan kendaraan dinas rusak berat
Belum diketahui
Mengusulkan untuk proses BAP dan koodinasi secara internal
Kasus pencurian dan perampokan BMN di Kantor
KPP Pratama Singosari Rp34.012.200 KPP Pratama Kepanjen Rp231.888.800,Rp41.745.000,-
Mengusulkan agar satker meneliti kembali hasil pemeriksaan apakah ada pegawai lalai/ tidak dan meminta informasi progres penyidikan dari Kepolisian.
DJP
Hasil/Tindak Lanjut
Keterangan
US$169.068.78
Menolak materi banding/pembelaan SKPGR
S-881/MK.1/2013
Risalah nomor: 03/ TPPKN/2013 tanggal 23 September 2013
S-552/SJ.1/2013
-
S-534/SJ.1/2013 S-535/SJ.1/2013
-
Selain pembahasan kasus-kasus dan memberikan pertimbangan/rekomendasi kepada Menteri Keuangan, pada TA 2013 TPPKN juga melakukan satu kali pembahasan terhadap draft KMK Pengganti KMK 508/KMK.01/1999. Hasil
pembahasan tersebut kemudian dituangkan dan disempurnakan kembali oleh internal Biro Perencanaan dan Keuangan dan telah diteruskan kembali kepada anggota TPPKN untuk dimintakan pendapatnya.
6. Agenda Kerja 2014 6.a. Kegiatan Tim Pertimbangan Penyelesaian Kerugian Negara
T
im Pertimbangan Penyelesaian Kerugian Negara (TPPKN) Kementerian Keuangan Tahun 2014 mempunyai tugas yaitu : 1. Melakukan penelaahan kasus-kasus kerugian negara di lingkungan Kementerian Keuangan berdasarkan hasil kajian kasus dan verifikasi dokumen/bukti pendukung yang dilakukan oleh Biro Perencanaan dan Keuangan dalam rangka penyelesaian kerugian negara di lingkungan Kementerian Keuangan yang terjadi pada tahun berjalan maupun tahuntahun sebelumnya. 2. Memberikan pertimbangan kepada Menteri Keuangan dalam rangka penyelesaian tuntutan ganti rugi/tuntutan perbendaharaan kepada pegawai negeri/bendahara yang bersalah/lalai; dan 3. Menyusun draft penyempurnaan/revisi atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 508/ KMK.01/1999 tentang petunjuk Pelaksanaan
28
Media Informasi Kerugian Negara
Penyelesaian Kerugian Negara Bukan Kekurangan Perbendaharaan di Lingkungan Departemen Keuangan. Dalam rangka menindaklanjuti penyelesaian kasus kerugian negara dan mengatasi kendala dan permasalahannya, TPPKN akan melaksanakan kegiatan terkait penyelesaian kerugian negara di lingkungan Kementerian Keuangan, meliputi : 1. Pembahasan Kasus Kerugian Negara antara lain berupa : a. Kehilangan Barang Milik Negara Berupa Kendaraan Bermotor; b. Kehilangan Barang Inventaris Kantor Akibat Perbuatan Pihak Ketiga; c. Kendaraan Dinas Yang Mengalami Kecelakaan; d. Pelanggaran Ikatan Dinas; dan e. Pengelolaan Keuangan oleh Bendahara.
Berdasarkan ketentuan dalam KMK Nomor 508/KMK.1/1999, dalam hal terjadi kerugian negara akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja atau lalai oleh pejabat/pegawai yang mengakibatkan terjadinya kerugian negara sebagaimana tersebut di atas, maka proses penyelesaian selanjutnya dilakukan penuntutan terhadap pejabat/pegawai tersebut. Pembahasan kasus oleh TPPKN ini diperlukan untuk menentukan tindak lanjut atas kasus yang telah dilaporkan kepada Menteri Keuangan, apakah kasus tersebut perlu dilakukan penuntutan ganti rugi atau pembebasan.
2. Pembahasan Materi Peraturan Pengganti KMK Nomor 508/KMK.1/1999. Sebagai tindak lanjut dari dilaksanakannya kegiatan rapat koordinasi penyusunan rancangan peraturan pengganti KMK Nomor 508/KMK.1/1999, maka Biro Perencanaan dan Keuangan akan melaksanakan rapat pembahasan materi-materi peraturan pengganti KMK Nomor 508/KMK.1/1999 dengan TPPKN. Diharapkan dengan dilaksanakannya rapat yang cukup intensif, rancangan peraturan pengganti KMK Nomor 508/KMK.1/1999 dapat segera diselesaikan.
6.b. Upaya Pencegahan (Tindakan Prenventif)
U
paya pencegahan (preventif) sangat diperlukan guna meminimalisir terjadinya kasus kerugian negara karena sifatnya yang antisipatif. Selain itu, pentingnya upaya preventif juga disebabkan karena upaya preventif bukan hanya untuk meminimalisir terjadinya kasus kerugian negara, tetapi juga untuk mendukung pelaksanaan sistem pengendalian intern agar berjalan optimal. Untuk itu, perlu adanya regulasi/aturan yang memadai untuk mendukung pelaksanaan upaya tersebut. Untuk dapat mencapai kondisi yang optimal dalam mengantisipasi adanya potensi terjadinya kasus kerugian negara, salah satunya diperlukan Sistem Pengendalian Intern yang memadai, baik dari segi ketentuan yang mendukung, kapasitas pejabat/pegawai yang terlibat serta pengawasan atas pelaksanaannya. Guna menjalankan upaya preventif terjadinya kerugian negara di TA 2014, direncanakan akan dilaksanakan beberapa kegiatan antara lain: 1. Koordinasi dengan (Pengamanan BMN)
Biro
Perlengkapan
Dasar hukum yang dijadikan acuan dalam pelaksanaan penatausahaan Barang Milik Negara (BMN) di lingkungan Kementerian Keuangan adalah PMK Nomor 96/ PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan, Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara. Selain itu, terdapat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 21/KMK.01/2012 tentang Pedoman Pengamanan dan Pemeliharaan Barang Milik Negara di Lingkungan Kementerian Keuangan, yang mengatur mengenai standar pengamanan/protap BMN di Lingkungan Kementerian Keuangan. Pada database Biro Perencanaan dan Keuangan, porsi kerugian negara akibat
kehilangan Barang Milik Negara berupa kendaraan dinas dan barang inventaris kantor di lingkungan Kementerian Keuangan cukup besar. Berdasarkan hasil verifikasi dan penelitian terhadap dokumen kasus kehilangan BMN pada kantor/satuan kerja di lingkungan Kementerian Keuangan, dapat disimpulkan bahwa terjadinya kehilangan BMN antara lain diakibatkan hal-hal sebagai berikut: 1) Satuan kerja belum sepenuhnya melaksanakan/mentaati prosedur tetap (protap) dalam penggunaan BMN sesuai KMK Nomor 21/KMK.01/2012 tentang Pedoman Pengamanan Barang Milik Negara di Lingkungan Kementerian Keuangan; 2) Satuan kerja kurang memberikan pemahaman kepada pejabat/pegawai mengenai tanggung jawab atas pengunaan BMN yang diserahterimakan; 3) BMN digunakan untuk kepentingan pribadi (diluar kepentingan dinas/kantor); 4) Belum diterapkannya standar pengamanan BMN secara optimal; dan 5) Terdapat kasus kehilangan/kerusakan BMN yang disebabkan perampokan. Dalam rangka menindaklanjuti hal tersebut, Biro Perencanaan dan Keuangan akan melaksanakan kegiatan koordinasi dengan Biro Perlengkapan, yaitu : 1) Mendorong tindak lanjut sosialisasi KMK 21/KMK.01/2012 tanggal 30 Januari 2012 untuk kota/daerah lainnya yang belum dilaksanakan agar seluruh unit vertikal di daerah dapat mengetahui penjelasan dari KMK tersebut; 2) Memberikan masukan terkait kasus kerugian negara berupa kehilangan/ Media Informasi Kerugian Negara
29
Tabel 18 Kasus Kerugian Negara Akibat Kehilangan Barang Milik Negara Sampai dengan Tahun
Akumulasi Jumlah Kasus Kehilangan BMN
Kasus Yang Lunas
Penambahan Kasus
2011
49
-
-
Belum diterbitkan KMK.01/2012
KMK
Nomor
21/
2012
59
20
10
Sudah diterbitkan KMK.01/2012
KMK
Nomor
21/
61
14
22
- Sudah diterbitkan KMK Nomor KMK.01/2012 - Sampai dengan 31 Desember 2013
21/
2013
Keterangan
Total
kerusakan kendaraan bermotor yang penanganannya masih terkendala kelengkapan/kejelasan aturan dalam KMK 21/KMK.01/2012 tanggal 30 Januari 2012; 3) Membahas penanganan masalah terkait kendala teknis pengamanan BMN dan perlunya monitoring dan evaluasi atas standar pengamanan BMN yang sama pada setiap satuan kerja; 4) Menyampaikan wacana pembahasan mengenai kemungkinan kendaraan dinas dapat diansuransikan secara pribadi oleh penanggung jawab kendaraan, mengingat asuransi kendaraan dinas sampai dengan saat ini belum bisa dibiayai oleh beban APBN. 2. Koordinasi dengan Unit Terkait Penanganan Pelanggaran Wajib Kerja/Ikatan Dinas Potensi kerugian negara maupun kerugian negara yang telah dilaporkan sebagai akibat pelanggaran perjanjian ikatan dinas nilainya cukup signifikan, namun sampai dengan saat ini penanganan atas hal tersebut belum memadai. Untuk itu diperlukan adanya penelaahan kembali atas ketentuan terkait wajib kerja/ ikatan dinas, maupun materi standar yang tercantum pada perjanjian ikatan dinas, dan pembinaan kepada pegawai yang terikat wajib kerja/ikatan dinas sehingga ketika terjadi kerugian negara dapat segera ditangani secara efektif.
Salah satu kendala penyelesaian TGR yang telah dilaporkan kepada Menteri Keuangan adalah penyelesaian kerugian negara terhadap pegawai yang melanggar kontrak wajib kerja/ ikatan dinas. Ketentuan yang berlaku terkait
30
Media Informasi Kerugian Negara
wajib kerja/ikatan dinas saat ini yaitu KMK Nomor 289/KMK.014/2004 tentang Ketentuan Ikatan Dinas Bagi Mahasiswa Program Diploma Bidang Keuangan di Lingkungan Departemen Keuangan dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.01/2009 tentang Tugas Belajar Di Lingkungan Departemen Keuangan. Untuk menindaklanjuti permasalahan penanganan kasus kerugian negara akibat pelanggaran kontrak kerja/ikatan dinas tersebut, Biro Perencanaan dan Keuangan akan melaksanakan kegiatan antara lain: 1. Mendorong dan memberi masukan atas revisi/penyempurnaan mengenai ketentuan tugas belajar maupun ikatan dinas oleh pihak-pihak terkait seperti Biro Sumber Daya manusia dan BPPK. 2. Menghimbau unit eselon I lingkup Kementerian Keuangan agar memberikan pembinaan berupa pemahaman kepada pejabat/pegawai yang melaksanakan wajib kerja/ikatan dinas. Hal-hal yang perlu disampaikan dalam pembinaan kepegawaian tersebut antara lain, terkait ketentuan yang berlaku dalam ikatan dinas, penjelasan hak dan kewajiban, dan konsekuensi atas pelanggaran wajib kerja/ ikatan dinas. Dari kegiatan tersebut diharapkan dapat meminimalisir permasalahan/kendala penyelesaian kerugian negara akibat pelanggaran wajib kerja/ikatan dinas. 3. Peningkatan Disiplin Bendahara Dalam pelaksanaan anggaran, Menteri/ pimpinan lembaga dapat menunjuk bawahannya
sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Agar pelaksanaan pengelolaan keuangan memenuhi unsur check and balance, KPA dapat menunjuk bawahannya sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk melaksanakan tugas dalam pengambilan keputusan dan/ atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran negara dan Pejabat Penanda Tangan SPM untuk menguji pengeluaran yang dilakukan oleh PPK serta pelaksanaan pembayaran oleh Bendahara. Terkait kasus kerugian negara dalam pengelolaan keuangan negara, pejabat perbendaharaan yang merupakan subjek kerugian negara adalah Bendahara. Hal ini dikarenakan fungsi Bendahara sebagai pengelola keuangan negara dimana tanggung jawab keuangan negara yang dikelolanya berada pada pribadi Bendahara tersebut. Namun demikian, lingkup terjadinya kerugian negara seringkali juga dilatarbelakangi oleh kelalaian/kesalahan pejabat perbendaharaan terkait seperti KPA, PPK, dan PPSPM. Untuk itu perlu dilakukan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan tugas dan fungsi pejabat perbendaharaan, apakah berjalan sesuai aturan yang berlaku.
Terkait hal tersebut, internal Biro Perencanaan dan Keuangan akan bersinergi untuk melaksanakan kegiatan–kegiatan sebagai berikut: a. Memberikan wawasan pengetahuan hukum terkait pelaksanaan wewenang dan tanggung jawab pejabat perbendaharaan negara melalui diseminasi dan sosialisasi; b. Meningkatkan pemahaman pejabat perbendaharaan negara atas konsekuensi pendelegasian wewenang dalam pelaksanaan anggaran antara lain dengan diadakannya forum bendahara; c. Membahas studi kasus penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab pejabat perbendaharaan negara; dan d. Melakukan monitoring dan evaluasi atas kepatuhan pelaporan LPJ, pengawasan KPA, dan pembukuan Bendahara.
4. Sosialisasi Peraturan TGR dan Bimbingan Teknis tentang Mekanisme Penyelesaian Kerugian Negara di Lingkungan Kementerian Keuangan
Sesuai hasil rekonsiliasi antara data kerugian negara pada Biro Perencanaan dan Keuangan dengan laporan keuangan masing-masing unit eselon I, diketahui bahwa pemulihan piutang kerugian negara belum sepenuhnya berjalan secara optimal. Selain itu, diketahui bahwa terdapat beberapa laporan kerugian negara yang disampaikan kepada Menteri Keuangan, tidak didukung dengan dokumen yang memadai. Terdapat pula beberapa kasus kerugian negara yang tidak mengalami perkembangan dalam penyelesaiannya (macet). Disamping itu, terdapat pula beberapa unit eselon I belum secara optimal menindaklanjuti hasil/ kesepakatan kegiatan monitoring dan evaluasi, serta belum menanggapi surat terkait saran tindak lanjut penyelesaian kasus yang telah disampaikan oleh Biro Perencanaan dan Keuangan. Mengingat kondisi tersebut di atas, diperlukan monitoring yang berkelanjutan dan evaluasi yang menyeluruh baik di level pusat maupun di daerah. Pelaksanaan kegiatan ini bertujuan untuk : 1) M e n i n g k a t k a n koordinasi antara Biro Perencanaan dan Keuangan serta dengan unit eselon I lingkup Kementerian Keuangan; 2) Mengetahui permasalahan dan kendala yang dihadapi dalam penyelesaian kerugian negara; 3) Mengupayakan penyelesaian terhadap kasus-kasus yang belum terselesaikan, dengan didasarkan pada proses/ mekanisme pemulihan piutang kerugian negara sesuai ketentuan yang berlaku; dan 4) Meningkatkan kualitas penanganan kasus dan penatausahaan dokumen kerugian negara pada satuan kerja vertikal dan Kantor Pusat unit eselon I agar penyelesaian kasus kerugian negara tersebut memperoleh hasil yang lebih optimal.
Selain melakukan monitoring dan evaluasi di atas, Biro Perencanaan dan Keuangan akan dilaksanakan kegiatan bimbingan teknis penyelesaian kerugian negara, Forum Group Discussion (FGD), penyebaran leaflet TP/ TGR, dan sosialisasi tentang mekanisme penyelesaian kerugian negara di lingkungan Kementerian Keuangan.
Media Informasi Kerugian Negara
31
6.c. Pelaksanaan Kegiatan Penyelesaian Kerugian Negara
D
alam rangka pelaksanaan strategi penanganan penyelesaian kerugian negara di Kementerian Keuangan dan untuk mengatasi kendala dan permasalahan yang terjadi selama ini, Biro Perencanaan dan Keuangan akan melaksanakan kegiatan sebagai berikut: 1. Penyusunan Peraturan Pengganti KMK 508/ KMK.01/1999 Dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, maka UndangUndang Perbendaharaan Indonesia atau Indische Comptabiliteitswet (ICW) dinyatakan tidak berlaku lagi. Hal ini mengakibatkan tata cara penyelesaian kerugian negara yang diatur dalam KMK Nomor 508/KMK.01/1999 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelesaian Kerugian Negara Bukan Kekurangan Perbendaharaan di Lingkungan Kementerian Keuangan, perlu direvisi dan disesuaikan dengan paket Undang-Undang tersebut. Disamping itu beberapa substansi yang diatur dalam KMK 508/KMK.01/1999 tersebut sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini. Seiring dengan proses penyusunan RPP terkait penyelesaian kerugian negara bukan kekurangan perbendaharaan, pada tahun 2012 telah dilakukan identifikasi serta pembahasan pokok-pokok perubahan aturan teknis mekanisme penyelesaian kerugian negara yang berlaku di lingkungan Kementerian Keuangan (KMK 508/KMK.01/1999). Selanjutnya pada tahun 2013 telah ditindaklanjuti dengan tersususunnya draft awal peraturan pengganti KMK 508/KMK.01/1999 untuk dibahas secara intensif dalam rapat koordinasi pembahasan draft rancangan pengganti KMK Nomor 508/ KMK.1/1999. Pada TA 2014, rapat koordinasi tersebut direncanakan akan diadakan dengan mengundang anggota TPPKN dengan mendatangkan narasumber dari pihak-pihak lain terkait yang memiliki kompetensi dalam bidang kerugian negara. Beberapa ketentuan dalam KMK Nomor 508/KMK.01/1999 yang diusulkan untuk diubah meliputi pelaporan kerugian negara, penetapan besarnya kerugian negara, proses tuntutan ganti rugi, tata cara penagihan, dan penatausahaan kasus kerugian negara.
32
Media Informasi Kerugian Negara
2. Penyelesaian Kasus-Kasus Lama Terdapat kasus kerugian Negara yang dikelola Biro Perencanaan dan Keuangan yang mengalami kendala dalam proses penyelesaiannya sehingga mengakibatkan kerugian negara tidak dapat terselesaikan. Kasus-kasus tersebut sampai dengan saat ini masih tercantum dalam Laporan Perkembangan Kerugian Negara di Lingkungan Kementerian Keuangan dan Laporan Keuangan Kementerian Keuangan. Kasus-kasus yang mengalami kendala antara lain kasus yang masih dalam proses banding kepada Presiden yang sampai saat ini belum mendapat putusan, kasus yang belum dilakukan penuntutan/ pembebanan ganti rugi hingga batas waktu kadaluarsa terlampaui, dan kasus yang belum dapat terselesaikan karena masih menunggu eksekusi aset sitaan yang saat ini ditangani oleh Kejaksaan.
Masih tercatatnya beberapa piutang negara lingkup Kementerian Keuangan yang belum terselesaikan sehingga piutang negara yang disajikan pada Laporan Keuangan dinilai belum mencerminkan kondisi piutang yang ada. Hal tersebut dikarenakan kasus-kasus tersebut diantaranya tidak memenuhi kaidah pelaporan kerugian Negara, namun telah dicatat dalam Daftar Kerugian Negara. Atas kasus-kasus tersebut Kementerian Keuangan secara resmi telah meminta rekomendasi kepada BPK terkait penyelesaian kasus-kasus kerugian negara yang mengalami kendala tersebut dapat dikeluarkan dari Daftar Kerugian Negara Kementerian Keuangan, mengingat piutang atas kasus tersebut tidak dapat dihapuskan melalui prosedur yang saat ini berlaku karena tidak dapat memenuhi ketentuan penghapusan yang dipersyaratkan.
Untuk mendapatkan solusi terhadap masalah tersebut, Biro Perencanaan dan Keuangan merencanakan akan mengadakan rapat pembahasan dengan pihak-pihak terkait melibatkan anggota TPPKN, Bagian Keuangan, Bagian Kepegawaian, Unit Kepatuhan Internal, dan mengundang narasumber perwakilan BPK.
3. Rekonsiliasi Data Kerugian Negara Lingkungan Kementerian Keuangan
di
Dalam rangka penyelesaian kerugian negara terkait dengan Piutang Tuntutan Ganti Rugi dan Tuntutan Perbendaharaan perlu dilakukan rekonsiliasi data kerugian negara antara Biro Perencanaan dan Keuangan dengan unit
eselon I lingkup Kementerian Keuangan. Terkait hal tersebut, Biro Perencanaan dan Keuangan dan unit eselon I perlu mempunyai pemahaman yang sama dalam pengklasifikasian dan penyajian kualitas piutang Tuntutan Ganti Rugi dan Tuntutan Perbendaharaan pada Laporan Keuangan Semester I Tahun 2013. Hal ini dilakukan sesuai pedoman teknis Perdirjen Perbendaharaan Nomor 82/PB/2011 tentang Pedoman Akuntansi Penyisihan Piutang Tak Tertagih Pada Kementerian/Lembaga dan Perdirjen Perbendaharaan Nomor 85/ PB/2011 tentang Penatausahaan Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak Pada Satuan Kerja Kementerian/Lembaga. Dari kegiatan rekonsiliasi data kerugian negara akan diperoleh hasil sebagai berikut : a. Mempercepat penyampaian informasi perkembangan penyelesaian kasus kerugian negara. b. Mengetahui kendala dan permasalahan kasus-kasus pada unit eselon I lingkup Kementerian Keuangan. c. Mengupayakan penyelesaian kasus secara optimal dengan menyampaikan saran tindak lanjut penanganan kasus. d. Rekapitulasi data kerugian negara dan menyajikannya pada Laporan Keuangan Semester I Tahun 2013 terutama terkait saldo piutang dan kualitas piutang TP/TGR. 4. Peningkatan Koordinasi Biro Perencanaan dan Keuangan dengan Inspektorat Jenderal
Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan selaku pengawas internal di Kementerian Keuangan merupakan salah satu sumber informasi untuk mengetahui terjadinya kasus kerugian negara di Kementerian Keuangan. Selama ini beberapa kasus kerugian negara diketahui dan diproses dari adanya laporan temuan dari Inspektorat Jenderal. Temuantemuan itjen atas kasus kerugian negara sangat diperlukan mengingat masih kurangnya tingkat kepatuhan Satuan Kerja/kantor.
Untuk menindaklanjuti hal tersebut hal tersebut, Biro Perencanaan dan Keuangan akan melaksanakan koordinasi dengan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan terutama terkait temuan-temuan Itjen menyangkut kerugian negara baik TP/TGR agar informasi tersebut dapat segera diproses oleh Biro Perencanaan dan Keuangan sesuai ketentuan yang berlaku. Selain itu, Biro Perencanaan dan Keuangan juga akan berkoordinasi dengan Itjen terkait pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern di Kementerian Keuangan. Hal ini diperlukan mengingat salah satu faktor penyebab terjadinya kasus kerugian negara terkait dengan pelaksanaan Sistim Pengendalian Internal yang belum optimal.
5. Peningkatan Kepatuhan Pelaporan Kasus Kerugian Negara
Secara umum, informasi kasus kerugian negara di Kementerian Keuangan, dapat diketahui dari hasil : a. Temuan Inspektorat Jenderal dimana kasus tersebut belum dilaporkan; b. Kegiatan monitoring dan evaluasi data kasus kerugian negara oleh Biro Perencanaan dan Keuangan; c. Kegiatan pendataan aset oleh Biro Perlengkapan; dan d. SK Pemberhentian Dengan Tidak Hormat oleh Biro SDM yang didalamnya terdapat unsur kerugian negara akibat pelanggaran kontrak kerja/ikatan dinas.
Dari informasi tersebut di atas, dapat diindikasikan bahwa tingkat kepatuhan pelaporan kasus kerugian negara di Kementerian Keuangan yang seharusnya dilakukan oleh satuan kerja selama ini masih rendah. Latar belakang masih rendahnya tingkat kepatuhan pelaporan kasus kerugian negara oleh Satuan Kerja/kantor di Kementerian Keuangan disebabkan antara lain: 1. Kurangnya pemahaman tentang penanganan/penyelesaian kerugian negara termasuk pemahaman atas kelengkapan dokumen yang diperlukan; 2. Adanya persepsi yang keliru atas terjadinya kasus kerugian negara, dimana terdapat anggapan bahwa terjadinya kerugian negara mengakibatkan penilaian yang kurang baik terhadap kinerja Satuan Kerja/kantor tersebut termasuk pegawai yang bertanggung jawab sehingga hal ini merupakan hal yang perlu “disembunyikan” agar tidak diketahui oleh pihak lainnya; dan 3. Belum optimalnya fungsi kepatuhan internal untuk mendorong proses dilaporkannya kasus kerugian negara. Dampak dari kurangnya kepatuhan oleh Satuan Kerja/kantor unit eselon tersebut adalah adanyanya temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan yang mengakibatkan penilaian atas tingkat kepatuhan pelaporan dan penyelesaian kasus keuangan negara di Kementerian Keuangan di Kementerian Keuangan kurang optimal sehingga adanya catatan rekomendasi atas hal ini. Media Informasi Kerugian Negara
33
Menindaklanjuti hal tersebut, Biro Perencanaan dan Keuangan akan melaksanakan kegiatan: 1. Monitoring dan evaluasi data kasus kerugian negara di unit eselon I berdasarkan data informasi dari unit terkait seperti Biro Perlengkapan, Biro Sumber Daya Manusia, dan Inspektorat Jenderal berupa temuan atas terjadinya kasus kerugian Negara; 2. Melakukan perbaikan terhadap peraturan yang mendukung dilaksanakan kepatuhan pelaporan kasus kerugian negara di Satuan Kerja/kantor unit eselon I Kementerian Keuangan.
penghapusan kerugian negara karena belum diterbitkan Piutang Sementera Belum Dapat Tertagih (PSBDT). Penerbitan PSBDT oleh PUPN tidak dapat dipastikan, mengingat syarat diterbitkannya PSBDT yaitu apabila penagihan dinilai telah optimal oleh PUPN. Pengertian “optimal” disini tidak terbatas oleh jangka waktu tertentu sehingga berpotensi menghambat tindak lanjut kasus kerugian negara dalam rangka “membersihkan” Daftar Kerugian Negara Kementerian Keuangan dari kasuskasus yang terindikasi tidak akan tertagih. Terkait hal tersebut, upaya yang dilakukan Biro Perencanaan dan Keuangan adalah: a. Melakukan rekonsiliasi data secara periodik dengan DJKN dalam rangka mencocokkan data realisasi dan status penanganan piutang Negara yang telah diserahkan. b. Menyampaikan data/informasi performance penagihan piutang negara kepada DJKN sebagai dasar bagi DJKN untuk melakukan konsolidasi dan koordinasi internal dengan KPKNL-KPKNL yang menangani kerugian Negara. c. Melakukan koordinasi dengan Direktorat Piutang Negara dan Kekayaan Negara Lain-lain, agar pembayaran angsuran kerugian Negara melalui potongan uang pensiun oleh PT Taspen (Persero) dapat dioptimalkan.
6. Optimalisasi Penagihan Piutang TP/TGR Untuk mendorong percepatan penyelesaian kerugian negara, diperlukan monitoring dan evaluasi terkait perkembangan penagihan piutang yang telah diserahkan pengurusannya kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN). Dalam database kerugian negara Kementerian Keuangan, tercatat penagihan piutang Tuntutan Ganti Rugi/Tuntutan Perbendaharaan yang telah dilimpahkan penagihannya ke DJKN sebagian besar tidak mengalami perkembangan yang signifikan. Proses penagihan paksa yang dilaksanakan oleh unit vertikal DJKN belum efektif untuk menyelesaikan masalah piutang TP/TGR yang mengalami kemacetan. Hal tersebut terlihat dari beberapa kasus yang telah lama diserahkan penagihannya ke DJKN hingga saat ini belum terselesaikan dan tidak ada perkembangan.
Pelimpahan penagihan piutang ke DJKN yang diharapkan menjadi jalan keluar terhadap piutang yang mengalami kemacetan, ternyata belum banyak membantu dalam memecahkan permasalahan tersebut. Lebih jauh lagi, terhadap kasus-kasus yang mengalami kemacetan tidak dapat dilakukan proses
Disamping itu, diperlukan pula pembahasan antara Biro Perencanaan dan Keuangan dengan DJKN, adapun pokok-pokok materi pembahasan adalah: a. Penanganan Piutang Negara yang telah lama dilimpahkan dan perlu dioptimalkan pengurusannya; dan b. Pengajuan usulan penghapusan piutang negara secara bersyarat terhadap piutang lama yang macet dan proses penagihannya sulit dilakukan.
6.d. Monitoring dan Evaluasi
D
alam rangka menindaklanjuti unit eselon I yang belum secara optimal menindaklanjuti hasil/kesepakatan kegiatan monitoring dan evaluasi tahun sebelumnya dan belum menanggapi surat terkait saran tindak lanjut penyelesaian kasus yang telah disampaikan oleh Biro Perencanaan dan Keuangan, maka direncanakan kegiatan monitoring dan evaluasi kepada unit-unit eselon I lingkup Kementerian Keuangan. Pelaksanaan kegiatan tersebut bertujuan untuk: 1. Meningkatkan koordinasi antara Biro Perencanaan dan Keuangan dengan unit eselon I lingkup Kementerian Keuangan.
34
Media Informasi Kerugian Negara
2. Mengetahui permasalahan dan kendala yang dihadapi dalam penyelesaian kerugian negara. 3. Mengupayakan penyelesaian terhadap kasuskasus yang belum terselesaikan, dengan didasarkan pada proses/mekanisme pemulihan piutang kerugian negara sesuai ketentuan yang berlaku. 4. Meningkatkan kualitas penanganan kasus dan penatausahaan dokumen kerugian negara pada satuan kerja vertikal dan Kantor Pusat unit eselon I agar penyelesaian kasus kerugian negara tersebut memperoleh hasil yang lebih optimal.
7. Kendala Penyelesaian Ganti Kerugian Negara Penyelesaian ganti kerugian negara dikehendaki kembalinya kerugian negara kepada negara. Pada prakteknya, upaya mengembalikan kerugian negara tidak mudah dan menemui beberapa kendala. Kendala-kendala tersebut berbeda antara satu kasus dengan kasus lainnya, hal ini
dikarenakan karakterisitik penyelesaian setiap kasus kerugian negara juga berbeda. Berikut ini, beberapa hal yang menghambat penyelesaian ganti kerugian negara di Keamenterian Keuangan sepanjang tahun 2013.
7.1. Implementasi Perhitungan ex-officio Pada Bendahara Penerima
S
alah satu pokok penyelesaian kerugian negara/daerah dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang mengadopsi pengaturan dalam Undang-Undang Perbendaharaan Indonesia yang diperbaharui (ICW) adalah penyelesaian kerugian negara yang dilakukan oleh pihak lain (pengampu/ yang memperoleh hak/ahli waris). Ketentuan tentang hal tersebut termasuk di dalamnya penjelasan tentang perhitungan ex-officio diatur secara rinci dan berurutan dalam ketentuan Pasal 74 84 dan 86 ICW. Dimana dalam Pasal 86 ICW disebutkan bahwa “Bila seorang Bendaharawan berada dalam pengampuan (kuartil), atau melarikan diri atau mati, maka perhitungan yang seharusnya ia bikin, akan dibuat ex-officio oleh seorang pegawai yang ditunjuk untuk itu oleh atau atas nama Pemerintah”. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 66, pengaturan mengenai perhitungan ex-officio tersebut justru tidak dijelaskan. Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2007 Pasal 34 ayat (1) mengatur bahwa tata cara penyelesaian kerugian terhadap Bendahara berlaku pula terhadap kasus kerugian negara yang diketahui berdasarkan perhitungan ex-officio. Secara praktek, dengan adanya kasus-kasus kerugian negara yang penanggungjawabnya melarikan diri setelah melakukan perbuatan melawan hukum, atau meninggal dunia atau berada di bawah pengampuan, menjadikan perhitungan ex-officio sebagai salah satu alat utama untuk membuktikan terjadinya kerugian negara maupun memastikan jumlah kerugian negara yang terjadi. Pada Kementerian Keuangan terdapat kasus penyalahgunaan uang hasil pengurusan piutang dan lelang oleh Bendahara Penerima KPKNL. Selama menjalankan tugas sebagai bendahara, penanggungjawab kerugian negara diketahui
tidak pernah melakukan pembukuan. Hal ini mengakibatkan jumlah pasti kerugian negara tidak dapat diperoleh dan kelengkapan dokumen pelaporan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.01/2009 dan Peraturan BPK Nomor 3 tahun 2007 tidak dapat dipenuhi. Sebagai upaya penyelesaian kasus kerugian negara, KPKNL berkoordinasi dengan Biro Perencanaan dan Keuangan mencoba melakukan perhitungan ex-officio atas kasus tersebut. Pada prakteknya perhitungan ex-officio sulit dilakukan, hal ini dikarenakan sumber uang yang diterima oleh Bendahara Penerima baik secara tunai maupun melalui transfer ke rekening penampungan berasal dari berbagai macam sumber dan pada akhirnya sulit diidentifikasi. Permasalahan ini kemungkinan besar tidak akan ditemukan dalam kasus Bendahara Pengeluaran, mengingat pada Bendahara Pengeluaran sumber uang yang masuk ke rekening Bendahara hanya satu yaitu Rekening Kas Negara. Jika Bendahara Pengeluaran menyalahgunakan uang, maka jumlah uang yang disalahgunakan dapat diidentifikasi dengan cara melakukan rekonsiliasi (crosscheck) dengan KPPN atas jumlah uang yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, hal ini tidak dapat serta merta dilakukan dalam kasus Bendahara Penerimaan. Hal lain yang mengakibatkan munculnya kendala dalam melaksanakan perhitungan ex-officio yaitu karena minimnya informasi serta ketentuan yang mengatur secara rinci tata cara pelaksanaan perhitungan ex-officio. Tidak adanya best practice pelaksanaan perhitungan ex- officio di lingkungan Kementerian Keuangan juga mengakibatkan KPKNL tidak memiliki acuan tentang bagaimana melaksanakan perhitungan ex-officio yang baik dan benar.
Media Informasi Kerugian Negara
35
7.2. Kerugian Negara Akibat Pelanggaran Ikatan Dinas
D
alam rangka peningkatan kualitas Pegawai di lingkungannya, Kementerian Keuangan memberikan beasiswa kepada para pegawai maupun calon pegawainya melalui program Tugas Belajar. Sesuai Peraturan menteri Keuangan Nomor 18 Tahun 2009 tentang Tugas Belajar di Lingkungan Departemen Keuangan, Tugas Belajar di Kementerian Keuangan terdiri atas Tugas Belajar Dalam Negeri dan Tugas Belajar Luar Negeri baik dengan jenjang pendidikan DIII, DIV, S1, S2, dan S3. Kementerian Keuangan melalui satuan kerja Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) juga memberikan kesempatan kepada lulusan SMA / Sederajat di Indonesia untuk dapat mengikuti program pendidikan Diploma III dan Diploma I Keuangan. Menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 289/KMK.014/2004 tentang Ketentuan Ikatan Dinas Bagi Mahasiswa Program Diploma Bidang Keuangan DI Lingkungan Departemen Keuangan Program Diploma Bidang Keuangan merupakan program pendidikan ikatan dinas yang mewajibkan lulusannya untuk bekerja di lingkungan Kementerian Keuangan atau instansi pemerintah lainnya selama jangka waktu tertentu. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertama Nomor 224/MP/1961 tentang Peraturan Pelaksanaan Tentang Tugas Belajar di Dalam dan di Luar Negeri dan KMK Nomor 289/KMK.014/2004 tentang Ketentuan Ikatan Dinas Bagi Mahasiswa Program Diploma Bidang Keuangan di Lingkungan Departemen Keuangan, pegawai yang mendapatkan beasiswa tugas belajar maupun program diploma STAN diwajibkan membayar ganti rugi kepada negara apabila melanggar ketentuan ikatan dinas. Hingga saat ini sebagian besar kasus kerugian negara akibat pegawai yang tidak memenuhi kontrak/perjanjian wajib kerja/ikatan dinas tidak terselesaikan dengan tuntas, bahkan hingga penagihan kerugian negara tersebut dilimpahkan ke DJKN untuk penagihan secara paksa. Kasus kerugian negara tersebut masing-masing memiliki karakteristik tersendiri namun disamping itu juga terdapat pola-pola yang hampir sama antara kasus yang satu dengan yang lainnya. Secara umum, kendala utama kasus-kasus tersebut adalah keberadaan penanggung jawab kerugian negara tidak diketahui dan upaya pencarian terhadap penangungjawab seringkali tidak membuahkan hasil. Penyelesaian kerugian negara akibat pelanggaran ikatan dinas, terutama untuk pegawai yang mengikuti program tugas belajar di luar negeri, terhambat dikarenakan
36
Media Informasi Kerugian Negara
domisili penanggungjawab berada yang berada di luar negeri. Hal ini menyebabkan komunikasi antara stuan kerja dengan penanggungjawab kerugian negara terbatas.Minimnya komunikasi dengan penaggungjawab kerugian negara mengakibatkan upaya persuasif untuk menempuh jalan damai sulit dilaksanakan. KMK No.508/KM.01/1999 mengatur bahwa dalam setiap penyampaian surat pemberitahuan/ keputusan kepada pegawai negeri yang bertanggung jawab atas kerugian negara, Kepala Kantor/Satuan Kerja membuat tanda terima. Tanda terima tersebut digunakan untuk menghitung tanggal batas waktu pembelaan atas SPGR dan menghitung tanggal jatuh tempo SKPGR.Kendala tersebut di atas menyebabkan Kepala Kantor sulit memperoleh tanda terima atas pemberitahuan/ keputusan penyelesaian kerugian negara yang disampaikan, sehingga pada akhirnya menghambat proses penyelesaian kerugian negara. Selain permasalahan dari sisi penanggung jawab kerugian negara, terdapat kendala yang berasal dari internal Kementerian Keuangan, antara lain: a. Penatausahaan dokumen perjanjian ikatan dinas pada STAN/BPPK belum tertib. Hal ini menyebabkan kendala dalam penyelesaian kerugian Negara. Dokumen perjanjian ikatan dinas yang diselenggarakan di bawah tahun 2008 belum ditatusahakan dengan baik. b. Belum adanya revisi peraturan terkait tugas belajar dan ikatan dinas dari Biro SDM. Revisi peraturan tersebut sangat diperlukan untuk mengatasi kendala penyelesaian kerugian negara bagi unit eselon I mengingat masih adanya beberapa kelemahan dalam aturan yang saat ini berlaku. Kelemahan paling utama dalam PMK Nomor 18 Tahun 2009 tentang Tugas Belajar di Lingkungan Departemen Keuangan adalah belum mencantumkan ketentuan ganti rugi baik untuk tugas belajar luar dan dalam negeri sehingga perjanjian ikatan dinas yang dibuat berbeda-beda antar unit eselon I.
7.3. Kerugian Negara Akibat Perbuatan Pihak Ketiga
P
ada beberapa satuan kerja Kementerian Keuangan terdapat kerugian negara yang disebabkan oleh pihak ketiga seperti perampokan dan pencurian. Dalam kasus tersebut tidak ditemukan adanya indikasi pegawai yang terlibat baik melawan hukum sehingga proses penuntutan kepada penanggung jawab tidak dapat dilaksanakan. Sebagian besar perampokan dan pencurian BMN oleh pihak ketiga di Kementerian Keuangan terdapat pada satuan kerja Direktorat Jenderal Pajak. Hal ini terutama diakibatkan oleh banyaknya gedung/bangunan kantor lama yang tidak lagi ditempati namun masih dipergunakan untuk menyimpan Barang Milik Negara.
Lingkungan Kementerian Keuangan. Hal tersebut mangakibatkan kehilangan BMN sebelum tahun 2012 sulit ditindaklanjuti mengingat klausula perbuatan melanggar hukumnya tidak dapat dibuktikan karena belum adanya peraturan yang mengatur mengenai pengamanan BMN. Hal ini juga mengakibatkan penuntutan ganti rugi terhadap kasus kehilangan BMN menjadi terhambat. Selain itu, pembuktian terhadap pelaku/pihak yang menyebabkan kerugian negara akibat kehilangan BMN juga sulit dibuktikan, apakah memang murni dilakukan oleh pihak ketiga ataupun terdapat unsur kelalaian dari pegawai kantor bersangkutan yang menyebabkan pencurian tersebut terjadi.
Banyaknya gedung kantor dan BMN yang terbengkalai, disebabkan karena adanya reorganisasi di Direktorat Jenderal Pajak pada tahun 2003/2004. Beberapa gedung yang sebelumnya difungsikan sebagai Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan tidak lagi digunakan mengingat fungsi KPPBB telah melebur ke dalam Kantor Pelayanan Pajak Pratama. Gedung KPPBB yang tidak lagi difungsikan tersebut tidak dijaga dengan baik sehingga gedung menjadi rusak dan beberapa BMN di dalamnya hilang dicuri oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab (pihak ketiga).
KMK Nomor 508/KMK.1/1999 mengatur bahwa dalam hal kerugian negara nyata-nyata dilakukan oleh pihak ketiga dan penyelesaian damai tidak dapat dilakukan maka tindak lanjut penyelesaian kerugian negaranya adalah sebagai berikut : a. Jika perbuatan yang dilakukan oleh pihak ketiga tersebut mengandung unsur tindak pidana, Kepala Kantor/Satuan Kerja menyerahkan proses penyelesaian selanjutnya kepada pihak kepolisian setempat. b. Untuk proses tututan ganti ruginya dilaksanakan dengan cara menyerahkan perkaranya langsung kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat. Penyerahan perkara tuntutan ganti rugi ke Pengadilan Negeri setempat juga mengalami hambatan, mengingat pada KMK Nomor 508/KMK.1/1999 tidak dijelaskan teknis/ tata cara penyerahan perkara dimaksud.
Di lingkungan Kementerian Keuangan peraturan terkait pengamanan BMN baru diterbitkan pada tahun 2012 yaitu melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 21/SJ.1/2012 tentang Pedoman Pengamanan Barang Milik Negara Di
8. Opini 8.1. Efektivitas Penyelesaian Kementerian Keuangan
B
Kerugian
erdasarkan data dari Biro Perencanaan dan Keuangan, dapat diketahui bahwa jumlah kerugian negara di lingkungan Kementerian Keuangan hingga tanggal 31 Desember 2013 yaitu sebesar Rp16.402.187.894,19. Kerugian negara tersebut diakibatkan oleh pelanggaran ikatan dinas, kehilangan uang dan kehilangan barang baik yang dilakukan oleh pegawai negeri, bendahara maupun oleh pihak ketiga. Dari total kerugian negara tersebut, kasus yang sering terjadi pada Satuan Kerja-Satuan Kerja yaitu kasus kehilangan Barang Milik Negara (BMN).
Negara
Di
Lingkungan
Definisi kerugian negara berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 22 UU Nomor 1 Tahun 2004 yaitu kekurangan uang, surat berharga dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai. Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap terjadi kerugian negara, negara belum tentu mempunyai hak tuntut kepada yang bersangkutan untuk memulihkan kerugian negara. Hak tuntut tersebut muncul apabila yang bersangkutan dinyatakan bersalah baik sengaja Media Informasi Kerugian Negara
37
maupun lalai. Jadi apabila kerugian negara tersebut bukan sebagai akibat perbuatan melawan hukum, maka hal tersebut hanya merupakan sebuah kerugian negara dimana negara tidak memiliki hak tuntut kepada yang bersangkutan. Dari total kerugian negara sebesar Rp16.402.187.849,19, saat ini kerugian negara
telah terpulihkan sebesar Rp2.111.748.677,81. Pemulihan kerugian negara tersebut dibagi dalam 3 kategori, yaitu pemulihan secara damai, pembebanan kerugian negara (SKPGR) dan penagihan paksa oleh PUPN, DJKN. Tabel rincian pemulihan kerugian negaranya adalah sebagai berikut:
Pemulihan Kerugian Negara Uraian
Pembebanan (SKPGR)
Secara Damai (SKTM)
Penagihan Paksa oleh PUPN, DJKN
Jumlah Kasus
49
4
36
Pelaksanaan
45
1
24
91%
20%
67%
1.682.398.681,00
269.500.000,00
4.990.931.322,99**
713.929.206,00
90.000.000,-
158,867,095.82***
1.003.719.475,00
158.500.000,00
4,831,524,227.17
42%
33%
3%
Pelaksanaan (%) Jumlah KN* Angsuran Sisa Angsuran (%)
*KN: Kerugian Negara ** Nilai Kerugian Negara yang dilimpahkan ke PUPN (Nilai total kasus yang saat ini diurus oleh DJKN adalah Rp5.517.711.541,99) *** Total angsuran setelah penagihan paksa (akumulasi angsuran Rp686.187.314,81) Berdasarkan data pada tabel di atas dapat kita lihat bahwa persentase pelaksanaan pemulihan kerugian negara dan persentase realisasi angsuran dengan angka tertinggi terdapat pada penyelesaian secara damai, yaitu 91% untuk pelaksanaan dan 42% untuk realisasi angsurannya. Penyelesaian kerugian negara secara damai jauh lebih efektif bila dibandingkan dengan penyelesaian melalui pembebanan ataupun penagihan paksa oleh PUPN, yaitu hanya 67% untuk jumlah pelaksanaan dan 3% untuk nilai angsuran. Dengan memperhatikan data perkembangan penyelesaian kerugian negara tersebut, diharapkan agar Kepala Kantor/Satuan Kerja dapat berperan aktif dalam penyelesaian kerugian
38
Media Informasi Kerugian Negara
negara secara damai. Peran dari Kepala Kantor/ Satuan Kerja sangatlah penting dalam proses tuntutan ganti rugi. Cepat atau lambatnya pelaporan kerugian negara oleh Kepala Kantor/Satuan Kerja juga berpengaruh terhadap pelaksanaan dan realisasi pemulihan kerugian negara. Semakin cepat penanganan dan pelaporan kerugian negara, kemungkinan kerugian negara terpulihkan akan semakin besar. Berdasarkan kasus-kasus yang terjadi, apabila terjadi kerugian negara pada suatu Satuan Kerja dan tidak segera dilaporkan kepada Menteri Keuangan u.p Sekretaris Jenderal, maka biasanya penanggung jawab kerugian negara tidak bersedia memulihkan kerugian negara secara damai dan sulit ditemukan keberadaannya, terutama untuk pelanggaran ikatan dinas.
8.2. Efektivitas Penagihan Kerugian Negara yang Telah Dilimpahkan ke PUPN
P
engenaan penuntutan ganti rugi atas kerugian negara secara langsung menimbulkan hak tagih negara kepada penanggungjawab kerugian negara, hak tagih ini selanjutnya diakui dalam bentuk piutang yang disebut piutang tuntutan ganti rugi maupun piutang tuntutan perbendaharaan (TP/TGR). Piutang TP/TGR termasuk ke dalam jenis Piutang Pendapatan Negara Bukan Pajak (Piutang PNBP), sehingga pengurusannya juga mengikuti kaidah-kaidah umum pengurusan piutang. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/ PMK.06/2007 tentang Pengurusan Piutang Negara Pasal 2 mengatur bahwa pengurusan piutang tingkat pertama diselesaikan sendiri oleh Instansi Pemerintah susuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di lingkungan Kementerian Keuangan pengurusan tuntutan ganti rugi (Piutang TP/TGR) diatur melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 508/KMK.1/1999. KMK Nomor 508/KMK.1/1999 mengatur bahwa pengurusan kerugian negara telah diupayakan dengan maksimal oleh Kementerian Keuangan apabila atas Surat Keputusan Pembebanan Ganti Rugi (SKPGR) yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan kepada penanggungjawab kerugian negara tidak membawa hasil. Apabila penagihan kerugian negara melalui SKPGR mengalami Jumlah Kasus
kemacetan sehingga tidak membawa hasil selama tiga bulan berturut-turut, maka penagihan selanjutnya diserahkan kepada PUPN untuk dilakukan penagihan secara paksa. Sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/ PMK.06/2007, Pasal 3 mengatur bahwa dalam hal penyelesaian piutang negara tidak berhasil, Instansi Pemerintah wajib menyerahkan pengurusan piutang negara kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN). Sejalan dengan PMK Nomor 128/PMK.06/2007, KMK Nomor 508/KMK.1/1999 juga mengatur bahwa apabila penagihan kerugian negara melalui SKPGR tidak membuahkan hasil, maka pengurusan kerugian negara dilimpahkan kepada PUPN/DJKN untuk dilakukan penagihan paksa. Di lingkungan Kementerian Keuangan hingga tahun 2013 terdapat 36 kasus kerugian negara (piutang TP/TGR) yang pengurusannya telah diserahkan kepada PUPN/DJKN, pada DJKN piutang TP/TGR tersebut diurus oleh beberapa Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang yang merupakan unit vertikal dari DJKN dan juga bertindak sebagai Panitia Urusan Piutang Negara Cabang (PUPN Cabang). Adapun KPKNL yang saat ini mengurus piutang TP/TGR Kementerian Keuangan yang telah dilimpahkan yaitu :
Jumlah Yang Dilimpahkan
No
KPKNL/PUPN Cabang
1.
KPKNL Jakarta V
27
3,580,175,521.37
90,216,995.54
3,489,958,525.83
2.
KPKNL Malang
2
59,100,000.00
10,363,636.55
48,736,363.45
3.
KPKNL Bogor
2
185,000,000.00
-
185,000,000.00
4.
KPKNL Samarinda
1
20,250,000.00
19,522,732.00
727,268.00
5.
KPKNL Medan
1
11,200,000.00
409,091.00
10,790,909.00
6.
KPKNL Makassar
2
49,650,274.00
13,295,454.55
36,354,819.45
7.
KPKNL Palembang
1
1,085,015,527.62
-
1,085,015,527.62
36
4,990,931,322.99
158,867,095.82
4,831,524,227.17
Total
Total Angsuran
Sisa
Media Informasi Kerugian Negara
39
Sebanyak 36 piutang TP/TGR di Kementerian Keuangan yang pengurusannya dilakukan oleh DJKN/PUPN, terdapat 19 piutang yang dilimpahkan sebelum tahun 2009 dan hingga saat ini belum mendapatkan penyelesaian, baik lunas maupun status Piutang Sementara Belum Dapat Tertagih (PSBDT). Selain itu, dari tabel di atas dapat pula diketahui bahwa tingkat efektifitas penagihan paksa oleh PUPN/PUPNC yaitu sebesar 3.18% dari total jumlah piutang yang dilimpahkan. Berdasarkan rekonsiliasi yang dilakukan antara Biro Perencanaan dan Keuangan dan Direktorat Piutang Negara dan Kekayaan Negara Lain-Lain diketahui bahwa sepanjang tahun 2013 dari 6 KPKNL tersebut diketahui bahwa pada 3 KPKNL yaitu KPKNL Jakarta V, KPKNL Bogor dan KPKNL Medan sejak tahun 2013 tidak terdapat perkembangan pembayaran angsuran kerugian negara (piutang TGR), sedangkan pada 3 KPKNL Lainnya yaitu KPKNL Makassar, KPKNL Malang dan KPKNL Samarinda diketahui bahwa terdapat angsuran yang dilakukan secara rutin oleh penanggung jawab kerugian negara meskipun jumlah angsuran tidak terlalu besar. Sebagian besar Piutang TP/TGR yang dilimpahkan kepada PUPN/DJKN dilaksanakan oleh KPKNL
Jakarta V (27 kasus), dan diketahui bahwa sepanjang TA 2013 tidak terdapat perkembangan angsuran Piutang TP/TGR di KPKNL Jakarta V. Hal tersebut disebabkan oleh besarnya porsi piutang TP/TGR yang diurus oleh KPKNL Jakarta V. Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa proses penagihan paksa yang dilaksanakan oleh unit vertikal DJKN/KPKNL belum efektif untuk menyelesaikan masalah piutang Tuntutan Ganti Rugi/Tuntutan Perbendaharaan yang mengalami kemacetan. Pelimpahan penagihan piutang ke DJKN yang diharapkan menjadi jalan keluar terhadap piutang yang mengalami kemacetan, ternyata belum banyak membantu dalam memecahkan permasalahan tersebut.
8.3. Perlunya Sinkronisasi Implementasi UU Tipikor dan UU Perbendaharaan Negara Guna Kelancaran Penyelesaian Kerugian Negara
P
enyelesaian kerugian negara melalui proses tuntutan ganti rugi di Kementerian Keuangan dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara. Tujuan utama tuntutan ganti rugi adalah agar kekayaan negara dapat segera dikembalikan dan untuk meningkatkan disiplin serta tanggung jawab para pejabat negara/pegawai negeri. Tuntutan ganti rugi dimaksud dilakukan apabila terjadi kerugian negara yang disebabkan oleh kelalaian atau pelanggaran hukum pejabat negara/ pegawai negeri dalam rangka pelaksanaan
40
Media Informasi Kerugian Negara
wewenang administratifnya. Dalam ketentuan umum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, mendefinisikan kerugian negara sebagai kekurangan uang, surat berharga, dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai. Berbicara mengenai kerugian negara yang dapat terjadi karena pebuatan melanggar hukum, maka implementasi proses tuntutan ganti rugi sangat mungkin bersinggungan dengan kerugian negara yang disebabkan tindak pidana. Hubungan Antara
proses tuntutan ganti rugi dan pidana ini terlihat dalam Pasal 64 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa suatu putusan pidana tidak membebaskan dari tuntutan ganti rugi. Ketentuan ini dapat diartikan bahwa walaupun seseorang telah dipidana, namun negara tetap berhak untuk melakukan tuntutan ganti rugi guna mencapai tujuan agar kekayaan negara yang hilang dapat segera dikembalikan. Salah satu tindak pidana yang sering dikaitkan dengan kerugian negara adalah tindak pidana korupsi. Proses pemberantasan tindak pidana korupsi diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Terkait dengan prinsip dalam Undang-Undang Perbendaharaan Negara bahwa suatu putusan pidana tidak membebaskan pelaku dari tuntutan ganti rugi, telah sejalan pengaturannya dengan Pasal 4 Undang-Undang Pemberantasan Tipikor yang mengatur bahwa pengembalian kerugian negara tidak menghapuskan pemidanaan terhadap pelaku. Kedua hal ini dapat diartikan bahwa apabila terjadi kerugian negara maka kerugian tersebut harus di ganti, dan apabila terpenuhi unsur pidana maka pemidanaan harus dilakukan. Pasal 32 Undang-Undang Tipikor mengatur bahwa bila tidak terbukti adanya tindak pidana namun telah nyata terdapat kerugian negara, maka kerugian negara dapat diajukan gugatan perdata. Begitu pula apabila putusan menyatakan bebas, tidak menghilangkan hak negara untuk mengajukan gugatan. Terkait dengan ganti kerugian negara, dalam Undang-Undang Tipikor dikenal adanya pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti. Apabila penanggung jawab kerugian negara tidak dapat membayar uang pengganti, maka akan diganti dengan pidana. Secara normatif, terkait dengan kerugian negara yang diakibatkan oleh tindak pidana, ketentuan dalam Undang-Undang Pebendaharaan Negara dan Undang-Undang Pemberantasan Tipikor telah tampak sinkron. Namun, permasalahan yang muncul adalah pada tahapan implementasi dari
ketentuan tersebut. Pada Kementerian Keuangan, kasus-kasus kerugian negara yang diselesaikan melalui proses tuntutan ganti rugi dicatat dalam laporan keuangan sebagai piutang tuntutan ganti rugi. Pada tataran teknis, apabila piutang tidak dapat terselesaikan, untuk menghapuskan piutang tersebut dari laporan keuangan haruslah melalui proses penagihan maksimal oleh PUPN dan memperoleh persetujuan BPK. Sampai dengan saat ini kerugian negara yang diakibatkan oleh tindak pidana korupsi yang telah diproses oleh kejaksaan maupun KPK tidak tercatat dalam laporan keuangan Kementerian Keuangan. Hal ini dengan pertimbangan bahwa proses penyelesaian kerugian negara telah dilakukan oleh Kejaksaan atau KPK dan tidak akan terkendala dengan proses penghapusan piutang apabila kerugian negara tidak dapat dikembalikan melalui uang pengganti. Tekait hal ini, bila melihat ketentuan dalam Undang-Undang Perbendaharaan dan Undang-Undang Pemberantasan Tipikor, s e b e n a r n y a proses pidana dan proses tuntutan ganti rugi adalah hal yang berbeda. Namun dalam pelaksanaannya apabila seseorang telah dipidana, akan sulit untuk menuntut ganti kerugian untuk terselesaikan. Adanya pengaturan mengenai pidana tambahan berupa uang pengganti sebenarnya cukup membantu dalam menghubungkan proses pemidanaan dan proses tuntutan ganti rugi. Namun diperlukan koordinasi dalam pelaksanaannya. Koordinasi diperlukan dalam hal jumlah kerugian negara yang nyata dan pasti. Sehingga jumlah kerugian negara dalam proses pidana dan proses tuntutan ganti rugi tidak akan berbeda. Selain itu diperlukan pula koordinasi dengan PUPN/DJKN serta BPK untuk menyusun ketentuan terkait dengan proses penghapusan kerugian Negara, bilamana penanggung jawab kerugian negara telah dipidana dan tidak dapat melunasi penggantian kerugian negara melalui uang pengganti. Apabila telah terdapat koordinasi yang baik dalam kedua hal tersebut, maka mencatat piutang TGR yang prosesnya melalui pidana akan relatif tidak terkendala.
Media Informasi Kerugian Negara
41
8.4. Perlunya Asuransi Kendaraan Dinas
B
e r d a s a r k a n Keputusan Menteri Keuangan Nomor 21 tahun 2012 tentang Pedoman Pengamanan Barang Milik Negara di Lingkungan Kementerian Keuangan, kendaraan dinas bermotor dibagi menjadi 2 macam, yaitu kendaraan dinas operasional jabatan (KDOJ) dan kendaraan dinas operasional (KDO). KDOJ yaitu kendaraan bermotor perorangan milik negara yang digunakan untuk pelaksanaan tugas pejabat negara dan pejabat struktural, sedangkan KDO, yaitu kendaraan bermotor selain Kendaraan Dinas Operasional Jabatan. Sesuai ketentuan KMK Nomor 21 tahun 2012 tersebut, kendaraan dinas tersebut peruntukannya hanya untuk kepentingan dinas yang menunjang tugas dan fungsi Kementerian, dibatasi hanya pada hari kerja kantor, digunakan hanya di dalam kota, dan untuk KDO dilarang untuk dibawa pulang. Namun pada kenyataannya masih sering
terjadi penyalahgunaan penggunaan kendaraan dinas operasional. Selain itu, tak jarang juga kendaraan dinas diparkir di luar garasi yang seringkali pengamanannya kurang memadai dan tidak sesuai dengan ketentuan standar pengamanan yang ada. Meskipun persentasenya relatif kecil dibandingkan total pemegang kendaraan dinas, akan tetapi ini sangat berisiko terjadi kehilangan kendaraan dinas yang mengakibatkan kerugian negara. Apabila yang bersangkutan terbukti bersalah atau melawan hukum baik sengaja maupun lalai, maka mau tidak mau ia harus menanggung dan memulihkan kerugian negara tersebut. Sesuai data dari Biro Perencanaan dan Keuangan diperoleh informasi bahwa penyumbang kerugian negara terbanyak adalah kehilangan barang milik negara, khususnya adalah kendaraan dinas. Rincian kasus kehilangan kendaraan dinas selama 3 tahun terakhir adalah sebagai berikut:
Tahun 2011 Roda 4 Unit
42
Roda 2
Jumlah*
Lunas
Jumlah*
Lunas
Setjen
4
0
0
0
DJP
13
0
7
4
DJBC
3
3
1
1
DJPB
5
0
3
1
DJPK
2
1
0
0
ITJEN
0
0
1
0
Bapepam-LK
4
0
0
0
Total
31
4
12
6
Media Informasi Kerugian Negara
Tahun 2012 Roda 4 Unit
Roda 2
Jumlah*
Lunas
Jumlah*
Lunas
Setjen
4
2
1
0
DJP
14
3
12
4
DJBC
1
1
2
1
DJPB
5
1
2
0
DJPK
1
1
0
0
ITJEN
0
0
1
0
Bapepam-LK
4
0
0
0
BPPK
2
0
0
0
Total
31
8
19
5
Tahun 2013 Roda 4 Unit
Roda 2
Jumlah*
Lunas
Jumlah*
Lunas
Setjen
6
0
1
1
DJP
14
2
18
11
DJBC
1
1
2
2
DJPB
5
0
4
4
DJKN
0
0
3
0
DJPK
0
0
0
0
ITJEN
0
0
1
1
Bapepam-LK
0
0
0
0
BPPK
2
0
0
0
Total
28
4
29
19
Ket: * Jumlah kendaraan dinas yang hilang tahun berjalan ditambah jumlah sisa kendaraan dinas tahun sebelumnya.
Media Informasi Kerugian Negara
43
Berdasarkan data di atas, tampak bahwa kehilangan kendaraan dinas masih sering terjadi dan kerugian negara yang dapat terpulihkan hanya sebagian kecil saja. Mengingat kerugian negara akibat hilangnya kendaraan dinas sangat minim yang terpulihkan sepenuhnya, maka perlu ada langkah-langkah untuk perlindungannya, seperti pemegang kendaraan dinas mengasuransikan kendaraan dinas tersebut secara pribadi. Hal ini dimaksudkan agar pemegang kendaraan dinas terbebas dari kerugian negara akibat peristiwa yang tidak terduga terjadinya. Karena tujuan asuransi pada dasarnya adalah untuk mengalihkan risiko
kerugian. Secara umum, asuransi didefinisikan sebagai suatu perjanjian dimana seorang penanggung membuat ikatan dengan seorang tertanggung dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan yang mungkin akan dialaminya akibat peristiwa yang tidak terduga. Jadi apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti kehilangan kendaraan dinas, tidak perlu dikhawatirkan tentang penggantiannya, hanya mengajukan klaim pertanggungan asuransi dan kerugian negarapun terpulihkan.
9. Review Peraturan 9.1. KMK Nomor 21/KMK.01/2012Tentang Pedoman Pengamanan Barang Milik Negara Di Lingkungan Kementerian Keuangan a. Pertimbangan Perumusan
d. Tata Cara Pengamanan BMN
KMK Nomor 21/KMK.01/2012 ditetapkan dan diundangkan, serta berlaku pada tanggal 30 Januari 2012. Keputusan Menteri Keuangan ini ditetapkan dalam rangka mewujudkan pengamanan dan pemeliharaan Barang Milik Negara di lingkungan Kementerian Keuangan yang tertib, terarah, efektif, efisien, optimal, dan akuntabel.
b. Definisi dan Ruang Lingkup
Barang Milik Negara (BMN) adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Ruang lingkup pengamanan BMN meliputi pengamanan fisik, pengamanan administrasi, dan pengamanan hukum, sedangkan ruang lingkup pemeliharaan BMN meliputi pemeliharaan ringan, pemeliharaan sedang, dan pemeliharaan berat.
c. Objek Objek pengamanan dan pemeliharaan adalah Barang Milik Negara di lingkungan Kementerian Keuangan berupa tanah, bangunan, kendaraan bermotor, serta selain tanah, bangunan, dan kendaraan bermotor.
44
Media Informasi Kerugian Negara
Pengamanan BMN menurut KMK Nomor 21/ KMK.01/2012 ada 3 jenis, yaitu pengamanan fisik, pengamanan administrasi, dan pengamanan hukum. Tata cara pengamanan fisiknya adalah sebagai berikut: 1. BMN Berupa Bangungan
Gedung
dan/atau
Pengamanan Fisik: a. Membangun pagar pembatas Gedung dan/atau Bangunan; b. Memasang tanda kepemilikan berupa papan nama; c. Melakukan tindakan antisipasi untuk mencegah/ menanggulangi terjadinya kebakaran; d. Memastikan kelayakan dan kelaikan jaringan listrik, jaringan air, dan jaringan lainnya jika ada, termasuk pipa dan kabel, secara berkala; e. Membatasi dan mengendalikan akses keluar masuk gedung dan/atau bangunan serta fasilitas lainnya, baik di dalam jam kerja maupun di luar jam kerja; f. Menyediakan stiker kendaraan bagi pegawai yang bekerja di gedung dan/ atau bangunan bersangkutan untuk dipasang pada kaca kendaraan roda
empat atau spakbor kendaraan roda dua, yang berlaku selama 1 (satu) tahun; g. Untuk gedung dan/atau bangunan yang memiliki fungsi strategis atau yang berlokasi di ibukota provinsi dengan tugas dan fungsi melakukan pelayanan langsung kepada masyarakat: 1) memasang Closed-circuit television (CCTV), baik di dalam maupun di luar gedung dan/atau bangunan, untuk memonitor akses, mobilitas, dan/atau kegiatan yang terjadi di tempat tertentu; 2) memasang metal detector di pintu masuk gedung dan/atau bangunan. h. Menyediakan Satuan Pengamanan (Satpam) dengan jumlah sesuai fungsi dan peruntukkan gedung dan/atau bangunan BMN; i. Untuk gedung dan/atau bangunan kantor Menteri, Wakil Menteri, kantor pusat Unit Organisasi Eselon I, dan kantor instansi vertikal Unit Organisasi Eselon I yang berlokasi di ibukota provinsi, harus disediakan tenaga penerima tamu (resepsionis); j. Pengamanan fisik terhadap BMN berupa gedung dan/atau bangunan dilakukan dengan memperhatikan skala prioritas dan ketersediaan anggaran, yaitu sebagai berikut: 1) fungsi penggunaan bangunan, diantaranya sebagai gedung kantor, gudang, tempat ibadah, atau tempat pelayanan umum; 2) lokasi bangunan, yaitu berada di lokasi perkantoran, pemukiman, perniagaan, daerah padat penduduk, tingkat kerawanan kejahatan yang tinggi, ataupun daerah dan lokasi tertentu lainnya; dan 3) unsur nilai strategis bangunan, yaitu bangunan yang telah digunakan secara optimal atau bangunan yang masih dalam taraf perencanaan penggunaan, renovasi/rehabilitasi/ rekonstruksi, dan lain-lain. 2. BMN Berupa Kendaraan Dinas
BMN berupa kendaraan dinas bermotor terdiri dari: a. Kendaraan Dinas Operasional Jabatan, yaitu kendaraan bermotor perorangan milik negara yang digunakan untuk pelaksanaan tugas pejabat negara dan pejabat struktural. Kendaraan tersebut meliputi:
1) Kendaraan dinas bermotor roda empat yang digunakan oleh Menteri, Wakil Menteri, Pejabat Eselon I, Pejabat Eselon II, Pejabat Eselon III sebagai Kepala Kantor, dan Pejabat Eselon IV sebagai Kepala Kantor dengan wilayah kerja minimal 1 (satu) kabupaten/ kota. 2) Kendaraan dinas bermotor roda dua yang digunakan oleh pejabat Eselon IV sebagai Kepala Kantor dengan wilayah kerja kurang dari 1 (satu) kabupaten/kota. b. Kendaraan Dinas Operasional, yaitu kendaraan bermotor selain Kendaraan Dinas Operasional Jabatan. Pengamanan Fisik a. Kendaraan Dinas Operasional Jabatan 1) Membuat Berita Acara Serah Terima kendaraan antara Kepala Satuan Kerja (Kuasa Pengguna Barang) dan penanggung jawab kendaraan, yang berisi klausa antara lain: √ pernyataan tanggung jawab atas kendaraan dengan keterangan nomor polisi, merek, dan tahun perakitan kendaraan tersebut dengan seluruh resiko yang melekat diatasnya; dan √ pernyataan untuk mengembalikan kendaraan segera setelah berakhirnya jangka waktu peminjaman atau masa jabatan telah berakhir kepada unit pengelola kendaraan yang meminjamkan kendaraan dimaksud. 2) Kehilangan Kendaraan Dinas Operasional Jabatan di luar kantor menjadi tanggung jawab penanggung jawab kendaraan. b. Kendaraan Dinas Operasional 1) Membuat surat pernyataan tanggung jawab atas kendaraan dinas operasional dimaksud, yang ditandatangani oleh Kepala Satuan Kerja (Kuasa Pengguna Barang) dan penanggung jawab kendaraan dinas operasional dan berisi klausa antara lain: √ keterangan nomor polisi, merek dan tahun perakitan kendaraan; √ pernyataan tanggung jawab atas kendaraan dinas dengan seluruh risiko yang melekat atas kendaraan dinas tersebut; dan √ pernyataan untuk mengembalikan kendaraan dinas segera setelah jangka waktu peminjaman berakhir. 2) Menyimpan kendaraan dinas pada Media Informasi Kerugian Negara
45
tempat yang sudah ditentukan di lingkungan kantor dan diberi pengaman berupa kunci ganda atau sistem pengamanan lainnya. 3) Kendaraan dinas dilarang untuk dibawa pulang. 4) Karcis/kartu pas masuk dipegang oleh penanggung jawab kendaraan dinas operasional. c. Kendaraan dinas bermotor hanya digunakan dalam kepentingan dinas yang menunjang tugas dan fungsi Kementerian. d. Penggunaan kendaraan dinas bermotor dibatasi hanya pada hari kerja kantor. e. Kendaraan dinas bermotor hanya digunakan di dalam kota. f. Pengecualian atas ketentuan pada huruf d dan huruf e dimungkinkan sepanjang terdapat izin pejabat yang ditunjuk oleh Kuasa Pengguna Barang sebagai penanggung jawab kendaraan dinas bermotor atau penugasan dari Kepala Satuan Kerja (Kuasa Pengguna Barang), Kepala Kantor atau atasan struktural paling rendah setingkat pejabat Eselon III. g. Jika kendaraan dinas bermotor mengalami kerusakan yang terjadi karena kecelakaan atau tindak kejahatan lain yang dialami sebagai akibat dari kesalahan atau kelalaian penanggung jawab kendaraan dinas bermotor atau penyimpangan dari ketentuan dalam Keputusan Menteri Keuangan ini, maka pejabat negara, pejabat struktural, dan/atau pejabat yang ditunjuk sebagai penanggung jawab kendaraan dinas bermotor bertanggungjawab untuk melakukan perbaikan atas kerusakan dimaksud. h. Jika kendaraan dinas bermotor hilang sebagai akibat dari kesalahan atau kelalaian penanggung jawab kendaraan dinas bermotor atau penyimpangan dari ketentuan dalam Keputusan Menteri Keuangan ini, maka pejabat negara, pejabat struktural, dan/atau pejabat yang ditunjuk oleh Kuasa Pengguna Barang sebagai penanggung jawab kendaraan dinas bermotor dikenakan Tuntutan Ganti Rugi yang pemrosesannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. i. Kesalahan sebagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h diartikan sebagai suatu tindakan dalam kendaraan dinas bermotor yang secara sengaja melawan hukum, aturan, norma, atau kebiasaan yang berlaku. j. Kelalaian sebagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h diartikan sebagai suatu tindakan yang tidak direncanakan sebelumnya yang menimbulkan dampak
46
Media Informasi Kerugian Negara
negatif, baik langsung maupun tidak langsung kepada kendaraan dinas bermotor. Pemeliharaan Pemeliharaan merupakan kegiatan atau tindakan agar semua barang selalu dalam keadaan baik dan siap untuk digunakan secara berdaya guna dan berhasil guna. Pemeliharaan dilakukan terhadap BMN tanpa mengubah, menambah atau mengurangi bentuk ataupun kontruksi asal, sehingga dapat dicapai pendayagunaan barang yang memenuhi persyaratan, baik dari segi unit pemakaian maupun dari segi keindahan. 1. Bentuk Pemeliharaan: a. Pemeliharaan ringan adalah pemeliharaan yang dilakukan seharihari oleh unit pemakai/pengurus barang/penanggung jawab barang tanpa membebani anggaran; b. Pemeliharaan sedang adalah pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan secara berkala oleh tenaga terdidik/terlatih yang mengakibatkan pembebanan anggaran; c. Pemeliharaan berat adalah pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan secara sewaktu-waktu oleh tenaga ahli yang pelaksanaannya tidak dapat diduga sebelumnya, tetapi dapat diperkirakan kebutuhannya yang mengakibatkan pembebanan anggaran. 2. Objek Pemeliharaan Barang yang dipelihara dan dirawat adalah BMN yang tercatat dalam Daftar Barang Pengguna/Kuasa Pengguna. 3. Pelaksanaan Pemeliharaan a. Pemeliharaan dilaksanakan oleh Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang terhadap BMN yang berada dalam penguasaannya masing-masing sesuai dengan daftar kebutuhan pemeliharaan BMN yang ada. b. Pelaksanaan pemeliharaan BMN ditetapkan dengan Surat Perintah Kerja/Perjanjian/Kontrak yang ditandatangani oleh Pengguna Barang, Kuasa Pengguna Barang, dan/atau pejabat yang berwenang. c. Dalam rangka tertib pemeliharaan setiap jenis BMN, harus dibuat kartu pemeliharaan/perawatan. d. Pencatatan dalam kartu pemeliharaan/ perawatan barang dilakukan oleh
pengurus barang. e. Penerimaan pekerjaan pemeliharaan/ perawatan barang: 1) Pekerjaan pemeliharaan barang yang akan diterima harus dilakukan pemeriksaan oleh Kuasa Pengguna Barang atau pejabat yang ditunjuk; 2) Hasil pemeriksaan dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan Pekerjaan yang ditandatangani oleh Kuasa Pengguna Barang atau pejabat yang ditunjuk; 3) Pelaksanaan pekerjaan/ pemeliharaan barang dilaporkan kepada Pengguna Barang; f. Biaya pemeliharaan dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. g. Kuasa Pengguna Barang wajib membuat Daftar Hasil Pemeliharaan Barang untuk selanjutnya dilaporkan kepada Pengguna Barang secara berkala. h. Laporan tersebut dijadikan sebagai bahan evaluasi oleh Pengguna Barang. Pengawasan 1. Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang wajib melakukan pengawasan dan pengendalian secara rutin dan sewaktu-waktu terhadap pengamanan
dan pemeliharaan Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya sesuai batasan kewenangan dan tanggung jawabnya masing-masing sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan ini dan peraturan perundangundangan di bidang pengelolaan Barang Milik Negara. 2. Monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan ini dilaksanakan oleh Sekretaris Jenderal cq. Kepala Biro Perlengkapan yang dalam pelaksanaannya dapat melibatkan Unit Organisasi Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan. Ketentuan Peralihan 1. Pengamanan dan pemeliharaan Barang Milik Negara yang telah dilakukan sebelum berlakunya Keputusan Menteri Keuangan ini dapat tetap dilaksanakan sepanjang tidak di bawah standar yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan ini. 2. Pengamanan dan pemeliharaan Barang Milik Negara yang telah dilakukan sebelum berlakunya Keputusan Menteri Keuangan ini namun masih di bawah standar yang ditetapkan, maka wajib dilakukan penyesuaian paling lambat 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan ini.
9.2. Pembayaran Kerugian Negara Terhadap Pengawai yang Telah Pensiun
P
enatausahaan piutang TP/TGR pada prinsipnya harus terselesaikan (lunas) sebelum pegawai memasuki usia purnabakti. Namun apabila pegawai tidak bisa menyelesaikan kewajiban pelunasan kerugian negara maka pembayaran dapat dilakukan dengan 2 cara yakni: 1. Langsung disetor ke kas negara; 2. Bekerjasama dengan PT Taspen (Persero) untuk melakukan pemotongan pensiun guna pembayaran kerugian negara. Hal yang perlu diperhatikan apabila piutang TP/TGR belum terselesaikan pada saat penerbitan Surat Keterangan Penghentian Pembayaran (SKPP). Dalam dokumen tersebut harus mencantumkan besaran piutang kerugian negara. SKPP inilah yang menjadi dasar PT Taspen (Persero) melakukan pemotongan hak pensiun pegawai. Secara umum mekanisme pembayaran kerugian negara terhadap pegawai pensiun sebagai berikut :
A. Kerugian negara yang masih ditangani satuan kerja berdasarkan peraturan dirjen perbendaharaan nomor 85/PB.1/2011 tentang Penatausahaan Piutang PNBP Pasal 14, hal yang perlu dilakukan : 1. Apabila pegawai negeri yang masih memiliki tunggakan/kewajiban membayar utang kepada negara telah memasuki batas usia pensiun, pelunasan piutang dilakukan paling lambat sebelum pembayaran gaji terakhir bersangkutan. 2. Apabila pegawai negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat melunasi kewajiban pembayaran utang kepada negara, pelunasan piutang dilakukan: a. melalui pemotongan pembayaran pensiun pegawai bersangkutan; atau b. disetor sendiri ke Kas Negara. 3. Dalam hal penyelesaian piutang PNBP dilakukan melalui pemotongan pembayaran Media Informasi Kerugian Negara
47
pensiun, Satuan Kerja menyampaikan surat pemberitahuan kepada cabang PT. Taspen (Persero) /PT. Asabri (Persero) yang menjadi tempat pembayaran uang pensiun pegawai yang bersangkutan paling lambat 15 (lima belas) hari setelah penerbitan SKPP Pensiun. 4. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilampiri dengan: a. copy SKPP Pensiun pegawai yang bersangkutan; dan b. copy SPn pegawai yang bersangkutan. 5. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan lampiran pendukungnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sebagai dasar PT. Taspen (Persero) /PT. Asabri (Persero) dalam melakukan pemotongan uang pensiun. 6. Cabang PT. Taspen (Persero)/ PT. Asabri (Persero) paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah pemotongan, menyetorkan hasil pemotongan uang pensiun atas piutang PNBP ke Kas Negara. 7. Penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat digabung untuk setiap Satuan Kerja. 8. Paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah penyetoran, cabang PT. Taspen (Persero)/ PT. Asabri (Persero) melaporkan kepada Satuan Kerja penerbit SKPP Pensiun dilampiri dengan copy SSBP dan rincian per orang dalam hal penyetoran piutang digabungkan sebagaimana dimaksud pada ayat (7). B. Kerugian negara (piutang negara) yang telah dilimpahkan penagihanya kepada Panitia Urusan Piutang Negara mekanismenya berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 218/PMK.1/2011 tentang Tata Cara Perhitungan, Penyediaan, Pencairan, dan
Pertanggungjawaban Dana Belanja Pensiun Yang Dilaksanakan Oleh PT Taspen (Persero). 1. Pasal 12 : - Dalam hal terdapat tuntutan ganti kerugian negara, PT Taspen (Persero) berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. - Dalam rangka penyelesaian piutang negara yang berasal dari tuntutan ganti kerugian negara, PT Taspen (Persero) menyetorkan bagian dana pensiun kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. - Bagian dana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit 30% (tiga puluh per seratus) dari yang diterima oleh penerima pensiun untuk pelunasan tuntutan ganti kerugian negara. 2. Pasal 13 : Dalam hal PT Taspen (Persero) tidak dapat melakukan penagihan atas sisa piutang negara kepada penerima manfaat pensiun, PT Taspen (Persero) menyampaikan sisa piutang negara tersebut kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. 3. Pasal 14 : PT Taspen (Persero) harus menyetorkan potongan belanja pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan tuntutan ganti kerugian negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) dan ayat (3) ke Kas Negara/Kas Daerah paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
9.3. Penghapusan Barang Milik Negara (BMN) Akibat Hilangnya BMN efinisi penghapusan Barang Milik Negara (BMN) adalah tindakan menghapus Barang Milik Negara dari daftar barang dengan menerbitkan keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan Pengguna Barang dari/atau Kuasa Pengguna Barang di lingkungan Kementerian Keuangan dari tanggung jawab administrasi dan fisik barang yang berada dalam penguasaannya.
D
Penghapusan BMN di lingkungan Kementerian Keuangan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan,
48
Media Informasi Kerugian Negara
Penghapusan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara. Secara lebih detil, telah dikeluarkan Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor SE- 2/ MK.1/2012 Tentang Pedoman Penghapusan Barang Milik negara Di Lingkungan Kementerian Keuangan. Banyak sebab suatu BMN perlu dihapuskan dan salah satu yang melatarbelakangi penghapusan BMN adalah kehilangan BMN akibat pencurian, kebakaran ataupun bencana alam (force majeure). Hilangnya BMN bisa pula mengakibatkan peristiwa yang merugikan negara yang pelakunya bisa dikenakan tuntutan ganti rugi. Berbeda dengan
peraturan sebelumnya yakni Surat Edaran Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan Nomor SE-231/SJ/2008 tentang Tata Cara Penghapusan Barang Milik Negara di Lingkungan Departemen Keuangan, yang menyatakan bahwa penghapusan BMN yang mengakibatkan kerugian negara salah satu syarat yang harus dilengkapi adalah melampirkan Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTM) untuk menjamin pemulihan kerugian negara, hal ini tentu saja menghambat upaya penghapusan dikarenakan banyak Satuan Kerja belum berani melakukan penghapusan kalau kerugian negara belum dibayarkan lunas oleh pelaku kerugian negara. Aturan yang baru dalam SE- 2/MK.1/2012 tidak memerlukan dokumen SKTM sehingga dapat dilihat proses administrasi pemulihan kerugian negara merupakan sesuatu yang berjalan terpisah dengan administrasi penghapusan BMN. Dengan adanya aturan tersebut penghapusan BMN akibat kehilangan BMN dapat langsung dilakukan tanpa harus menunggu pelunasan kerugian negara. Prosedur Pelaksanaan Penghapusan Barang Milik Negara adalah sebagai berikut : 1. Pejabat yang mengurus dan menyimpan Barang Milik Negara menyampaikan usul penghapusan barang yang berada dalam pengurusannya kepada Kuasa Pengguna Barang dengan dilengkapi data: a. Surat keterangan dari kepolisian/instansi berwenang atau hasil audit, sesuai dengan penyebab diajukannya usulan penghapusan; b. Identitas dan kondisi barang; c. Tempat/Iokasi barang; dan d. Harga perolehan atau perkiraan nilai barang bersangkutan apabila tidak terdapat harga perolehan. 2. Kuasa Pengguna Barang melakukan penelitian atas usulan penghapusan yang disampaikan oleh Pejabat yang mengurus/menyimpan Barang Milik Negara antara lain: a. Penelitian data administratif; b. Penelitian atas kondisi fisik; c. Penelitian dari aspek yuridis; dan d. Pemenuhan persyaratan Barang Milik Negara Iayak untuk dihapuskan. 3. Dalam hal usulan tersebut layak diproses lebih lanjut, Kuasa Pengguna Barang mengusulkan penghapusan Barang Milik Negara kepada Pengguna Barang diserta sebab/penjelasan
penghapusan berikut dokumen pendukungnya yang meliputi: a. Daftar Barang Milik Negara yang Diusulkan Untuk Dihapus; b. Surat keterangan dari Kepolisian/Instansi Berwenang atau Hasil Audit, sesuai dengan penyebab diajukannya usulan penghapusan; c. Hasil penelitian dari Kuasa Pengguna Barang; d. Fotokopi bukti kepemilikan Barang Milik Negara; e. Fotokopi salinan Keputusan Penetapan Status Penggunaan; f. Laporan Intrakomptabel dan Ekstrakomptabel; g. Laporan Kondisi Barang; h. Kartu Identitas Barang (bila memiliki KIB); dan i. Foto berwarna Barang Milik Negara yang akan dihapuskan. 5. Pengguna Barang melakukan penelitian atas usulan yang disampaikan oleh Kuasa Pengguna Barang. 6. Dalam hal usulan tersebut dapat disetujui, maka Pengguna Barang menyampaikan usul penghapusan Barang Milik Negara dimaksud kepada Pengelola Barang. 7. Berdasarkan persetujuan penghapusan Barang Milik Negara dari Pengelola Barang, Pengguna Barang menerbitkan keputusan penghapusan Barang Milik Negara paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal persetujuan penghapusan dari Pengelola Barang. 8. Berdasarkan keputusan penghapusan dimaksud, Kuasa Pengguna Barang menghapus Barang Milik Negara dari Daftar Barang Kuasa Pengguna dan melakukan pemusnahan Barang Milik Negara yang dituangkan dalam Berita Acara sesuai alasan penghapusan Barang Milik Negara. 9. Kuasa Pengguna Barang menyampaikan laporan pelaksanaan penghapusan Barang Milik Negara tersebut dengan melampirkan fotokopi salinan keputusan penghapusan dan Berita Acara Penghapusan Barang Milik Negara kepada Pengguna Barang paling lambat 2 (dua) minggu setelah penghapusan. 10. Pengguna Barang menyampaikan laporan penghapusan Barang Milik Negara kepada Pengelola Barang paling lambat 1 (satu) bulan setelah pemusnahan.
Media Informasi Kerugian Negara
49
Humor TeGeeR-PeDia Sial, Gue bakal kena TGR ni mbah… Mobil dinas Gue ilang digondol maling.
Ooii Cok, kenape muka Lu panik gitu? Kayak orang susah aje?
Mana bos mau laporin kasus Gue ke Pak Menteri…
Penghasilan Gue Kecil…
Ga ada DL…
Lha lu naruh tuh mobilnye dimane Cok?
Gimana nih???
Ga ada konser…
Mana mungkin Gue bisa lunasin…
Kemaren mobilnya Gue pake buat menghadiri undangan rapat di kantor pusat Bea Cukai mbah… Mobil Gue parkir, habis rapat tau-tau mobil dah gak ada…
Iya.. Iyaa…
Hahaha…ucok…ucok… gitu doang kok stress… Mobil hilang belum tentu kena TGR kali…
Dilihat dulu, ape ada unsur kesalahannye apa kagak??
Kalo emang kagak salah,..ya kagak bakalan kena TGR..tahu lu. Jadi ngapain takut?? Biarin aje, sono dilaporin Pak Menteri,.. Kagak ape-ape…
50
Media Informasi Kerugian Negara
Ooo…gitu ya mbah?? Baru tau Gue…
Makasih mbah Komar… Gue udah ga stress lagi nih.. hahahaha
Biro Perencanaan dan Keuangan Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan Republik Indonesia Gedung Djuanda I Lt.9, Jl Wahidin Raya No.1 Jakarta Pusat www.kemenkeu.go.id |
[email protected]