PENYELESAIAN KERUGIAN NEGARA NON BENDAHARA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN
Oleh: Setyawan Dwi Antoro (Widyaiswara Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan)
ABSTRAK Pengelolaan keuangan dan kekayaan negara menuntut kehati-hatian dan kecermatan dari setiap aparatur yang terlibat. Ketika terjadi kerugian negara akibat tindakan pegawai baik secara sengaja maupun kelalaian, pegawai yang bersangkutan berkewajiban memulihkan kembali kerugian negara tersebut. Kepala Kantor/Satuan Kerja tempat terjadinya kerugian negara tersebut juga diharuskan melakukan langkah-langkah penanganan penyelesaian kerugian negara yang terjadi. Artikel ini mengupas hal-hal yang terkait dengan sistem dan prosedur penyelesaian kerugian negara Non Bendahara di lingkungan Kementerian Keuangan. Kata kunci: kerugian negara, tuntutan ganti rugi, piutang TGR Pendahuluan Pernahkah Anda mendengar seorang pegawai di lingkungan kantor Anda kehilangan kendaraan dinas ataupun aset dinas lain yang digunakannya? Atau adakah rekan kerja Anda yang lulusan Program Diploma Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) mengundurkan diri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS), namun belum menyelesaikan kewajiban ikatan dinasnya? Kejadiankejadian tersebut berkaitan erat dengan masalah kerugian negara. Lebih tepatnya kerugian negara Non Bendahara, karena kerugian tersebut terjadi di luar kewenangan seorang Bendahara atau pegawai yang bersangkutan tidak dalam kedudukannya sebagai Bendahara. Ketika seorang PNS terlibat dalam sebuah tindakan yang menyebabkan kerugian negara, tentu saja yang bersangkutan berkewajiban untuk menyelesaikannya dengan membayar ganti kerugian yang ditimbulkannya. Hal tersebut ditegaskan dalam pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang berbunyi “Setiap pejabat negara dan pegawai negeri bukan bendahara yang melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya baik langsung atau tidak langsung yang merugikan keuangan negara diwajibkan mengganti kerugian dimaksud.“ Timbul pertanyaan bagaimana yang bersangkutan harus menyelesaikan kerugian dimaksud? Bagaimana mekanisme dan administrasi penyelesaian yang harus dilakukan oleh instansi tempatnya bekerja? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, artikel ini membahas masalah penyelesaian kerugian negara Non Bendahara di lingkungan Kementerian berada dengan mengacu pada ketentuan peraturan yang ada.
Pengertian Kerugian Negara Mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yang dimaksud dengan kerugian negara adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai (pasal 1 angka 22 UU No. 1 Tahun 2004). Menilik dari definisi tersebut, kerugian negara adalah hasil perhitungan yang nyata atau riel, bukan masih berbentuk potensi kerugian. Kerugian negara tersebut dibedakan menjadi dua, yaitu kerugian negara Bendahara dan kerugian negara Non Bendahara. Kerugian negara Bendahara adalah kerugian negara akibat perbuatan melawan hukum seorang PNS dalam kedudukannya sebagai Bendahara. Sementara itu, kerugian negara Non Bendahara adalah kerugian negara akibat perbuatan melawan hukum seorang PNS yang bukan Bendahara atau tidak dalam kedudukannya sebagai Bendahara. Yang dimaksud Bendahara disini adalah Bendahara Pengeluaran maupun Bendahara Penerimaan. Bendahara
Pengeluaran
adalah
orang
yang
ditunjuk
untuk
menerima,
menyimpan,
membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan Belanja Negara dalam pelaksanaan APBN pada Kantor/Satker Kementerian Negara/Lembaga. Bendahara Penerimaan adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang pendapatan negara dalam rangka pelaksanaan APBN pada Kantor/Satuan Kerja Kementerian Negara/Lembaga. Dalam kasus, misalnya seorang Bendahara menghilangkan atau menyalahgunakan uang persediaan yang berada dalam tanggung jawab pengelolaannya, maka kerugian negara yang timbul masuk dalam kategori kerugian negara Bendahara. Sebaliknya, ketika seorang Bendahara menghilangkan laptop kantor yang digunakannya, maka kerugian negara yang timbul dikategorikan sebagai kerugian negara Non Bendahara.
Tanggung Jawab dan Tugas Kepala Kantor/Satuan Kerja Setiap terjadi tindakan/perbuatan PNS yang berakibat pada timbulnya kerugian negara, Kepala Kantor/Satuan Kerja tempat PNS yang bersangkutan bekerja wajib melakukan langkahlangkah penanganan penyelesaian kerugian negara. Termasuk didalamnya adalah penanganan tuntutan ganti rugi. Tuntutan ganti rugi (TGR) merupakan proses tuntutan yang dilakukan terhadap pegawai negeri bukan Bendahara dengan tujuan untuk mendapatkan penggantian atas suatu kerugian yang diderita oleh negara sebagai akibat langsung atau tidak langsung dari perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh pegawai negeri tersebut dalam rangka tugas jabatannya dan/atau melalaikan tugas kewajibannya (Keputusan Menteri Keuangan No.
508/KMK.01/1999 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelesaian Kerugian Negara Bukan Kekurangan Perbendaharaan di Lingkungan Departemen Keuangan). Berdasarkan brosur “Penyelesaian Kerugian Negara Non Bendahara di Lingkungan Kementerian Keuangan” yang diterbitkan Biro Perencanaan dan Keuangan-Kementerian Keuangan, langkah-langkah penanganan penyelesaian kerugian negara
oleh Kepala
Kantor/Satuan Kerja meliputi: 1. Membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP); 2. Apabila terbukti melakukan tindakan melawan hukum baik sengaja maupun lalai, Kepala Satker mengupayakan penyelesaian kerugian negara secara damai melalui Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTM) yang ditandatangani pegawai yang bersangkutan; 3. Membuat laporan kepada Menteri Keuangan u.p. Sekretaris Jenderal dengan disertai kelengkapan dokumen; 4. Menatausahakan piutang TGR dan menyajikannya di laporan keuangan; 5. Memantau pelaksanaan SKTM/penagihan pemulihan kerugian negara dan melaporkan perkembangannya
kepada
Biro
Perencanaan
dan
Keuangan-Sekretariat
Jenderal
Kementerian Keuangan; 6. Menerbitkan Surat Keterangan Tanda Lunas (SKTL) kepada penanggung jawab kerugian negara (pegawai yang bersangkutan) apabila kerugian negara telah terpulihkan sepenuhnya. Kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 3 di atas, terdiri atas dokumendokumen yang harus dilampirkan untuk setiap jenis kerugian negara yang timbul, yaitu: Jenis Kerugian Negara No.
Dokumen
Uang BMN
Ikatan
Surat
Dinas
Berharga
SKTM/Surat Pernyataan Bertanggungjawab 1.
(SPB)
√
√
√
√
2.
BAP
√
√
√
√
3.
Laporan Kepolisian
√
√
4.
Referensi Nilai Kerugian Negara
5.
Referensi Nilai Kerugian Negara
6.
Serah Terima/Izin Penggunaan Barang
7.
Surat Perjanjian
√
8.
SK CPNS, PNS, SPMT
√
9.
SK Pemberhentian
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Penetapan Nilai Kerugian Negara Untuk setiap jenis kerugian negara yang timbul mempunyai dasar penetapan besaran nilai kerugian negara berbeda-beda. Nilai kerugian negara yang timbul dari hilangnya BMN Kendaraan Dinas, ditetapkan berdasarkan harga pasar resmi pada saat hilangnya, yaitu nilai jual kendaraan yang digunakan untuk menghitung Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) di instansi yang berwenang (Dispenda/ Samsat). Sementara itu, untuk hilang/rusaknya BMN Non Kendaraan, kerugian negara ditetapkan berdasarkan harga pada saat barang hilang/rusak dengan referensi harga pasar atau price list dari distributor resmi barang sejenis. Untuk BMN berupa tanah, nilai kerugian negara ditetapkan berdasarkan perkiraan nilai jual tanah yang mengacu pada Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) yang ditetapkan instansi berwenang pada tahun yang bersangkutan. Sementara itu, untuk kewajiban ikatan dinas yang belum diselesaikan, nilai kerugian negara ditetapkan berdasarkan ketentuan dalam perjanjian ikatan dinas yang bersangkutan. Untuk ikatan dinas bagi pegawai lulusan Program Diploma Keuangan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN), ketentuan yang berlaku saat ini adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 188/PMK.01/2014 tentang Ikatan Dinas bagi Pegawai Negeri Sipil Lulusan Program Diploma Bidang Keuangan dan Ganti Rugi Bagi Mahasiswa Dan Lulusan Program Diploma Bidang Keuangan di Lingkungan Kementerian Keuangan.
Mekanisme Penyelesaian Kerugian Negara Non Bendahara Rangkaian prosedur dalam mekanisme penyelesaian kerugian negara Non Bendahara dapat dilihat pada Gambar 1. Skema Penyelesaian Kerugian Negara Non Bendahara di bawah ini. Pengembalian nilai kerugian negara dapat dilakukan oleh pegawai yang bertanggung jawab atas kerugian tersebut melalui cara-cara berikut, yaitu: 1. Melakukan setoran langsung ke rekening kas negara dengan menggunakan dokumen Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP) pada akun 423921 (Pendapatan Penyelesaian Tuntutan Ganti Rugi Non Bendahara); 2. Melakukan pembayaran kepada Bendahara Penerimaan Satker yang bersangkutan (jika ada) untuk diteruskan agar disetorkan ke rekening kas negara; 3. Pemotongan langsung melalui gaji/TKPKN (jika pegawai yang bersangkutan masih aktif); 4. Pemotongan hak pensiun melalui PT Taspen (jika pegawai yang bersangkutan sudah pensiun).
Gambar 1. Skema Penyelesaian Kerugian Negara Non Bendahara
Kasus Kerugian Negara
Damai (Surat Keterangan Tanggungjawab Mutlak (SKTM)
Surat Pemberitahuan Ganti Rugi (SPGR)
Ajukan pembelaan
Damai (SKTM)
Jatuh tempo belum lunas
Lunas
Penagihan paksa
Lunas
PSBDT*)
Tidak mengajukan pembelaan, SKTM tidak diperoleh
Dibebaskan
PUPN/DJKN
Penghapusan piutang
Lunas
Pembelaan tidak diterima
Jatuh tempo belum lunas
Jatuh tempo belum lunas
Surat Keputusan Pembebanan Ganti Rugi (SKPGR)
Lunas
*) Piutang Negara Sementara Belum Dapat Ditagih
sumber: Brosur “Penyelesaian Kerugian Negara Non Bendahara di Lingkungan Kementerian Keuangan” Ketika pegawai yang bersangkutan bersedia menandatangani Surat Keterangan Tanggungjawab Mutlak (SKTM) baik secara langsung maupun setelah menerima Surat Pemberitahuan Ganti Rugi (SPGR), jangka waktu pelunasan nilai kerugian negara selamalamanya (maksimal) adalah 24 bulan sejak ditandatangani. Jika, pegawai yang bersangkutan keberatan dengan SPGR yang diterimanya, maka dapat mengajukan pembelaan selambatlambatnya dalam jangka waktu 14 hari sejak SPGR diterimanya. Selanjutnya, ketika pembelaannya tidak diterima oleh Menteri Keuangan (dengan pertimbangan dari Tim
Pertimbangan Penyelesaian Kerugian Negara-TPPKN) sebagaimana dituangkan dalam Surat Keputusan Pembebanan Ganti Rugi (SKPGR), maka pegawai tersebut wajib melunasi kerugian negara yang timbul selambat-lambatnya dalam jangka waktu (3) tiga bulan sejak menerima SPGR. SKPGR juga diterbitkan ketika pegawai telah menandatangani SKTM, namun belum melunasi seluruh nilai kerugian negara yang terjadi hingga saat jatuh tempo. Demikian juga ketika pegawai yang bersangkutan tidak mengajukan pembelaan, tetapi SKTM tidak dapat diperoleh dari pegawai tersebut. Satuan kerja yang bersangkutan harus mencatat kerugian negara yang belum dilunasi sebagai Piutang Tuntutan Ganti Rugi (TGR). Apabila hingga saat jatuh tempo pelunasan piutang TGR belum didapatkan, maka Kepala Satuan Kerja dapat melimpahkan penagihan Piutang TGR tersebut kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) pada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). Hal tersebut dapat dilakukan setelah Satuan Kerja melaksanakan upaya maksimal untuk menagih Piutang TGR yang ada. Meskipun penagihannya telah dilimpahkan, Satuan Kerja yang bersangkutan tetap diwajibkan memelihara catatan Piutang TGR dalam akuntansinya dan melaporkannya pada Neraca. Piutang TGR dapat dihapusbukukan dari akuntansi dan laporan Neraca, setelah PUPN/DJKN menyatakan piutang tersebut sebagai Piutang Negara Sementara Belum Dapat Ditagih (PSBDT).
Kesimpulan Terjadinya peristiwa yang menimbulkan kerugian negara tentunya bukanlah sesuatu yang diharapkan. Oleh karena perlu ada upaya nyata/konkrit dari setiap unsur aparat sebuah instansi untuk mencegah terjadinya kerugian negara tersebut. Upaya yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan pemahaman yang memadai serta mengingatkan kepada para pegawai terkait tugas dan tanggung jawab atas BMN yang diserahterimakan kepadanya. Terkait hal ini telah ditetapkan prosedur tetap dalam penggunaan BMN di lingkungan Kementerian Keuangan sesuai Keputusan Menteri Keuangan No. 21/KMK.01/2012 tentang Pedoman Pengamanan Barang Milik Negara di Lingkungan Kementerian Keuangan. Namun demikian, jika tetap terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian negara Non Bendahara maka Kepala Kantor/Satuan Kerja wajib melakukan langkah-langkah untuk menyelesaikan kerugian negara Non Bendahara tersebut. Dalam praktiknya, sering terjadi pegawai yang bertanggung jawab atas kerugian negara kurang kooperatif dan kurang disiplin dalam penyelesaian kerugian negara tersebut. Kepala Kantor/Satuan Kerja harus melakukan upaya agar pegawai yang bersangkutan kooperatif dalam menyelesaikan kerugian negara,
sehingga kerugian negara tersebut dapat dipulihkan kembali. Selama kerugian negara yang timbul belum dilunasi oleh pegawai yang bertanggungjawab, kerugian tersebut akan dicatat dan dilaporkan oleh Satuan Kerja yang bersangkutan sebagai Piutang TGR.
Daftar Pustaka Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara. Keputusan
Menteri
Keuangan
No.
508/KMK.01/1999
tentang
Petunjuk
Pelaksanaan
Penyelesaian Kerugian Negara Bukan Kekurangan Perbendaharaan di Lingkungan Departemen Keuangan. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 188/PMK.01/2014 tentang Ikatan Dinas bagi Pegawai Negeri Sipil Lulusan Program Diploma Bidang Keuangan dan Ganti Rugi Bagi Mahasiswa Dan Lulusan Program Diploma Bidang Keuangan di Lingkungan Kementerian Keuangan. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.01/2014 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan No. 508/KMK.01/1999 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelesaian Kerugian Negara Bukan Kekurangan Perbendaharaan di Lingkungan Departemen Keuangan. Biro Perencanaan dan Keuangan-Kementerian Keuangan, brosur “Penyelesaian Kerugian Negara Non Bendahara di Lingkungan Kementerian Keuangan”.