MANAJEMEN RISIKO PEMBIAYAAN AL-ISTISHN„ PADA BPRS AMANAH UMMAH, LEUWILIANG-BOGOR
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (SE.Sy)
Oleh: RISA SAFARIYANI NIM : 107046101817
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011
LEMBAR PENGESAHAN PANIITIA UJIAN
ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 23
Juni
2011 M
21 Rajab 1432 H
Risa Safariyani
iv
ABSTRAK Risa Safariyani, 107046101817, “Manajemen Risiko Pembiayaan AlIstishnâ„ Pada BPRS Amanah Ummah Leuwiliang-Bogor”. Skripsi Strata satu (S1) Konsentrasi Perbankan Syariah Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2011, xiii + 113 + 35 halaman. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui mekanisme pembiayaan Al-Istishnâ„ serta manfaat dan jenis risiko yang dihadapi oleh BPRS Amanah Ummah. Selanjutnya tujuan yang hendak dicapai adalah untuk mengetahui praktek manajemen risiko yang dilakukan oleh BPRS Amanah Ummah dalam akad AlIstishnâ„. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif dengan menggambarkan permasalahan yang didasari dengan data yang didapat dari hasil survei, wawancara, studi dokumentasi, dan studi pustaka. Sedangkan analisis data dilakukan dengan metode induktif, yaitu dari data yang diperoleh kemudian dikumpulkan, dikelompokkan dan dirumuskan hasil penelitian dan dapat ditarik sebuah kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa manajemen risiko pada pembiayaan Al-Istishnâ„ disesuaikan pada sumber datangnya risiko, karena pada pembiayaan Al-Istishnâ„ terdapat 3 pihak yang terlibat yaitu pihak nasabah, pihak bank, dan pihak developer. Dari proses manajemen risiko tersebut, BPRS Amanah Ummah telah mampu untuk meminimalisir dampak dari risiko pembiayaan AlIstishnâ„.
Kata Kunci Pembimbing Daftar Pustaka
: Manajemen Risiko, Al-Istishnâ„, BPRS Amanah Ummah. : 1. Dr. H. Supriyadi Ahmad, M.A. 2. Erika Amelia, SE., M.Si. : Tahun 1995 sampai dengan tahun 2010.
v
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji serta syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam yang senantiasa memberikan pertolongan dan petunjuk yang tiada batasnya kepada seluruh ummatnya, termasuk kepada saya hingga akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, serta para sahabatnya yang telah senantiasa setia dan taat kepadanya hingga akhir zaman. Penulis bersyukur setelah proses yang panjang dan melelahkan yang sarat akan gangguan dan hambatan, akhirnya dengan limpahan kasih dan sayang-Nya, penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Manajemen Risiko Pembiayaan Al-Istishnâ„ pada BPRS Amanah Ummah Leuwiliang-Bogor”. Dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis baik langsung maupun tidak langsung dalam peyusunan skripsi ini. karena berkat bantuan mereka jugalah skripsi ini dapat terselesaikan. Sebagai bentuk penghargaan yang tidak dapat terlukiskan, izinkanlah penulis menuangkan dalam bentuk capan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Dr. H. Amin Suma, SH, MA.MM selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah
vi
mencurahkan baktinnya kepada kami, selaku Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Dr. Euis Amalia, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Muamalat dan Mukmin Rauf M.Ag, selaku Sekretaris Jurusan Muamalat yang telah memberikan pengarahan dan membantu penulis secara tidak langsung dalam menyiapkan skripsi ini. 3. Bpk Dr. H. Supriyadi Ahmad, MA., dan Ibu Erika Amalia, SE.,M.Si selaku pembimbing skripsi yang selalu dapat meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, pengarahan dan nasehat kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang dengan penuh kesabaran dan keikhlasan memberikan ilmunya kepada penulis selama di bangku kuliah. 5. Seluruh staf dan pihak lainnya dari perpustakaan Fakultas Syari‟ah dan Hukum serta Peupustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membatu dan memberikan fasilitas kepada penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini. 6. Pihak BPRS Amanah Ummah, khususnya Bpk. Dwi Mulyadi, SE., yang telah berkenan untuk melaksanakan wawancara, dan Ibu Dian yang telah banyak membantu penulis dan memperoleh data dan informasi yang penulis butuhkan dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Rasa Ta‟zim dan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tuaku tercinta Apa H. Aliyuddin dan Mamah A. Nurhayati yang tak kenal lelah berjuang dan berkorban untuk memberikan yang terbaik, perhatian serta cinta dan kasih vii
sayang yang tak pernah habis. Setiap untaian do‟a yang beliau panjatkan merupakan sumber kekuatan bagi ananda untuk menjalani hidup dan mencapai masa depan. 8. Tak lupa pula untuk keluargaku dan saudaraku tercinta, Aa Opik, adikku Meli, Ibrahim dan dede Sabila yang selalu mendoakan, memberi semangat, dan selalu menjadi inspirasi bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 9. Tempat curahan hatiku Mas Deny Arius yang selalu sabar menghadapi keluh kesah penulis, dan selalu memberikan semangat serta dukungan kepada penulis. *Semoga Allah mendengar dan mengabulkan doa-doa kita. 10. Teman, sekaligus sahabat terbaikku “The Kaspersky” Mbak Atik yang telah setia menemaniku 3 tahun tinggal bersama, Ismi sebagai teman pertamaku di UIN yang selalu hadir dengan keceriaan dan senyuman, Tiwi yang selalu perhatian dan bikin kita penasaran, Oka yang selalu punya cerita banyak dan seru yang sayang kalau terlewatkan, dan ayuk Elda Wediana yang selalu memberikan saran dan terus mendorong untuk tetap menjadi orang yang berguna dan bermanfaat. Terimakasih kepada sahabat yang selalu siap sedia menemani penulis dalam suka maupun duka, membantu penulis ketika dalam kesulitan, dan tempat berbagi cerita dan keceriaan selama penulis tinggal di Ciputat, sampai akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih atas kebersamaan dan keceriaan selama ini. Hidup di Ciputat tanpa kalian semua seperti malam tak berbintang. Keep our friendship forever and ever.
viii
11. Juga ucapan terimakasihku kepada, Bang Ipul, Joni, Pajri, yang telah memberikan bantuan dan fasilitas kepada penulis untuk kelancaran penulisan skripsi ini. Dan tak lupa kepada teman-teman seperjuanganku kelas PS D angkatan 2007 yang telah memberikan do‟a serta dukungannya kepada penulis. Semoga kisah persahabatan kita tetap terukir sepanjang masa. 12. Tanpa mengurangi rasa hormat, kepada seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, atas semua bantuan dan dukungannya, penulis ucapkan terima kasih. Semoga Allah SWT membalas kebaikan kalian dengan pahala yang berlipat ganda. Amin.
Ciputat, 09
Juni
2011 M
07 Rajab 1432 H
Risa Safariyani
ix
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN PANITIA UJIAN ................................................ iii LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................. iv ABSTRAK ............................................................................................................. v KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi DAFTAR ISI .......................................................................................................... x DAFTAR TABEL ................................................................................................. xiv DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xv BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................................... 8 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 8 D. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep ................................................ 10 E. Review Studi Terdahulu ....................................................................... 11 F. Metodologi Penelitian .......................................................................... 14 G. Sistematika Penulisan........................................................................... 17
x
BAB II. TINJAUAN TEORITIS MANAJEMEN RISIKO DAN PEMBIAYAAN AL-ISTISHN„ A. KONSEP RISIKO ................................................................................ 19 1. Pengertian Risiko............................................................................. 19 2. Peristiwa yang Menyebabkan Timbulnya Risiko ............................ 20 3. Risiko Perbankan dan Jenis-Jenis Risiko Perbankan ...................... 22 B. KONSEP MANAJEMEN .................................................................... 25 1. Pengertian Manajemen ................................................................... 25 2. Konsep Manajmen Dalam Islam .................................................... 26 C. MANAJEMEN RISIKO ...................................................................... 27 1. Pengertian Manajemen Risiko ......................................................... 27 2. Prinsip-prinsip Manajemen Risiko .................................................. 29 3. Tujuan Manajemen Risiko .............................................................. 30 4. Proses Manajemen Risiko ............................................................... 31 D. KONSEP PEMBIAYAAN................................................................... 33 1. Pengertian Pembiayaan ................................................................... 33 2. Fungsi Pembiayaan ......................................................................... 36 3. Jenis-Jenis Pembiayaan Bank Pembiayaan Rakyat Syari‟ah .......... 37 E. KONSEP ISTISHN„ ........................................................................... 38 1. Pengertian Istishnâ„......................................................................... 38 2. Landasan Hukum dan Operasional Istishnâ„ .................................. 40 3. Rukun dan Syarat-Syarat Al-Istishnâ„............................................. 43 xi
BAB III. TINJAUAN UMUM BPRS AMANAH UMMAH A. Sejarah Berdirinya ................................................................................ 46 B. Produk-Produk ..................................................................................... 48 C. Struktur Organisasi ............................................................................... 51 D. Visi dan Misi, Motto, dan Budaya Perusahaan .................................... 53 E. Susunan Pengurus ................................................................................ 53 F. Manajemen Dana Pembiayaan ............................................................. 54 BAB IV. ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PEMBIAYAAN AL-ISTISHN„ PADA BPRS AMANAH UMMAH A. Prosedur Pembiayaan Al-Istishn℠di BPRS Amanah Ummah ............ 59 B. Manfaat Serta Risiko Pembiayaan Al-Istishn℠................................... 62 C. Penyebab terjadinya Risiko Pembiayaan Al-Istishn℠......................... 68 D. Penerapan Manajemen Risiko Pembiayaan Al-Istishn℠di BPRS Amanah Ummah ................................................................................................. 72 1. Risiko yang bersumber dari pihak Nasabah .................................... 75 2. Risiko yang Bersumber dari Developer/Pengembang ..................... 93 3. Risiko yang Bersumber dari Pihak Internal Bank ........................... 97 4. Risiko yang Bersumber dari Faktor Eksternal................................. 98 E. Analisis Manajemen Risiko Pembiayaan Al- Istishn℠pada BPRS Amanah Ummah .................................................................................. 100
xii
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan ......................................................................................... 110 B. Saran.................................................................................................... 111
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 112 LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................... 117
xiii
DAFTAR TABEL 1. Tabel 1.2 Review Studi Terdahulu.............................................................. 12 2. Tabel 3.2 Jumlah Pembiayaan Per Akad .................................................... 55 3. Tabel 3.3 Jumlah Pembiayaan Per Lokasi .................................................. 56 4. Tabel 4.3 Termin Angsuran Pembayaran Dana Pembangunan ................. 96
xiv
DAFTAR GAMBAR 1. Gambar 1.1 Kerangkan Pemikiran Penelitian ............................................. 11 2. Gambar 3.1 Struktur Organisasi BPRS Amanah Ummah .......................... 52 3. Gambar 4.1 Skema Pembiayaan Al- Istishnâ„............................................. 60 4. Gambar 4.2 Skema Proses Pengendalian Risiko Yang Bersumber Dari Nasabah ...................................................................................................... 85
xv
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bisnis keuangan syariah pada saat ini menempati posisi yang strategis karena telah mampu bertahan ketika krisis global melanda keuangan dunia. Ketika perekonomian melambat, pertumbuhan bisnis keuangan syariah seperti industri perbankan syariah tidak punya masalah berarti sehingga tetap dapat melayani kebutuhan masyarakat akan transaksi keuangan. Terlebih daripada itu, saat ini Indonesia membuat kemajuan pesat dalam beberapa tahun terakhir karena sudah ada Undang-Undang Perbankan Syariah yang secara jelas dan komprehensif mengatur segala kegiatan perbankan syariah. Peraturan itu muncul di saat yang tepat bagi industri untuk masuk ke pasar, termasuk pasar internasional.1 Semua hal itu merupakan momentum bagus bagi keuangan syariah karena adanya kejelasan peraturan, baik untuk investor asing maupun pemain lokal. Selain itu, Indonesia merupakan negara dengan mayoritas Muslim terbesar di dunia. Pertumbuhan industri keuangan Syariah yang pesat yang diikuti dengan terus bertumbuhnya lembaga Bank-Bank Syariah baru, serta lembaga keuangan syariah non bank merupakan suatu hal yang sangat positif bagi pengembangan ekonomi syariah di tanah air. Dengan begitu, wacana menjadikan sistem ekonomi syariah sebagai solusi alternatif terhadap sistem ekonomi kapitalisme yang dianut Indonesia
1
Anonimous, “Bagaimana Perkembangan Industri Perbankan Syariah Saat Ini”, artikel diakses pada 30 Desember 2010 dari http://bataviase.co.id/node/282552.
1
dan sudah terbukti rentan terhadap krisis menjadi terbuka lebar. Dapat kita lihat dari statistik pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia hingga bulan Januari tahun 2011 tercatat terdapat 11 Bank Umum Syariah (BUS), 23 bank Umum Konvensional yang membuka Unit Usaha Syariah (UUS), dan terdapat 151 jumlah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).2 Hal ini dapat menunjukkan bahwasannya semakin hari industri perbankan syariah telah dapat menunjukkan eksistensinya di antara industri perbankan di Indonesia. Potensi industri keuangan syariah dalam hal ini termasuk perbankan syariah yang demikian besar harus disertai dengan kualitas pelayanan kepada nasabah. Pendapat dari para nasabah tersebut tidak terlepas dari berbagai macam produk dan akad yang terdapat di Perbankan syariah. Produk yang terdapat di Bank Syariah adalah tidak jauh berbeda dengan produk yang terdapat di bank konvensional, yaitu terdiri dari produk penghimpunan (funding), penyaluran (financing), dan produk jasa. Yang membedakan disini adalah berbagai macam akad yang digunakan dalam praktek dan aplikasi yang terdapat di Perbankan Syariah, dan juga tentunya bebas dari unsur bunga. Produk perbankan syariah adalah sebagai jawaban akan kebutuhan masyarakat akan transaksi perbankan yang menggunakan prinsip syariah. Salah satu akad yang terdapat di perbankan syariah adalah akad Istishnâ„ yang merupakan salah satu akad pembiayaan dari produk penyaluran dana (financing) yang terdapat di Perbankan Syariah, baik itu di Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha
2
Bank Indonesia, Statistik Perbankan Syariah 2011, diakses pada 2 Januari 2011 dari http://www.bi.go.id/web/id/Statistik/Statistik+Perbankan/Statistik+Perbankan+Syariah/sps_0111.htm
2
Syariah (UUS), maupun pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Istishnâ„ merupakan salah satu akad pembiayaan alternatif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat untuk memperoleh sesuatu, dan sering pula memerlukan pihak lain untuk membuatkannya. Istishnâ„ merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang. Dalam kontrak ini pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang lalu berusaha melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua belah pihak bersepakat atas harga serta sistem pembayaran; apakah pembayaran dilakukan di muka, melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai suatu waktu pada masa yang akan datang.3 Sedangkan menurut fatwa DSN-MUI No: 06/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Jual Beli Istishnâ„, Istishnâ„ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni‟) dan penjual (pembuat, shani‟).4 Ba‟i alIstishnâ„ merupakan suatu jenis khusus dari akad ba‟i as-salam. Biasanya jenis ini dipergunakan di bidang manufaktur. Istishnâ„ termasuk ke dalam kelompok akad Jual Beli karena memang pada akad Istishnâ„ pada prinsip nya adalah perjanjian jual beli, hanya saja berupa pemesanan barang. Akad Istishnâ„ ini juga termasuk kepada akad 3
tijarah yang
Abu Bakar Ibn Mas‟ud al-Kasani, al-Bada‟i was-Sana‟i fi Tartib al-Shara‟i (Beirut: DarulKitab al-Arabi edisi ke-2), Review Buku Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syari‟ah dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani Pres, 2009), h.113. 4 Dewan Syariah Nasional (DSN). Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, (Jakarta, DSN, 2003), h. 34.
3
merupakan segala macam perjanjian yang menyangkut for profit transaction. Akadakad ini dilakukan dengan tujuan mencari keuntungan, karena itu bersifat komersil.5 Apabila dilihat dari perspektif berdasarkan tingkat kepastian dari hasil yang diperolehnya, Istishnâ„ termasuk ke dalam Natural Certainty Contract (NCC). Natural Certainty Contract (NCC) adalah suatu jenis kontrak transaksi dalam bisnis yang memiliki kepastian keuntungan dan pendapatan, baik dari segi jumlah maupun waktu penyerahannya. Yang dimaksud dengan memiliki kepastian adalah masingmasing pihak yang terlibat dapat melakukan prediksi terhadap pembayaran maupun waktu pembayarannya. Dengan demikian, sifat transaksinya fixed dan predetemined (tetap dan dapat ditentukan besarannya).6 Pada prakteknya, akad Istishnâ„ yang dipraktekkan di Perbankan Syariah adalah akad Istishnâ„ paralel. Hal ini dapat dipahami karena pertama, kegiatan Istishnâ„ oleh Bank Syariah merupakan akibat dari adanya permintaan barang tertentu oleh nasabah, dan kedua bank syariah bukanlah produsen barang yang dimaksud.7 Oleh karena itu, Bank Syariah membutuhkan keterlibatan pihak ketiga, yaitu pihak developer/pengembang untuk membuat atau memproduksi barang yang dipesan oleh nasabah kepada pihak Bank. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) menurut UU Perbankan Syariah No. 21 Tahun 2008 dalam Pasal 1 Ayat 9 adalah Bank Syariah yang dalam 5
Adiwarman A Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan (Jakarta: PT Rajawali Press, 2008), h. 70. 6 Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah (Jakarta: Zikrul Hakim, 2004), h.16. 7 Ascarya, Akad &Produk Bank Syariah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h.227.
4
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.8 Sedangkan dasar hukum dari bank pembiayaan rakyat syariah ini adalah mengacu pada Peraturan Bank Indonesia No.11/23/PBI/2008 tanggal 1 Juli 2009 tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Tujuan utama yang hendak dicapai dari Bank Pembiayaan Rakyat Syariah ini adalah meningkatkan kesejahteraan ekonomi Umat Islam, terutama masyarakat golongan ekonomi lemah yang pada umumnya berada di daerah pedesaan, karena BPRS ini memang khusus melayani masyarakat pedesaan.9 Perkembangan akad Istishnâ„ di Perbankan Syariah, khususnya pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) menunjukkan angka yang cukup besar, yaitu sampai dengan bulan Januari tahun 2011, total pembiayaan Istishnâ„ pada BPRS mencapai angka Rp. 26.569.000.000.10 Hal ini menunjukkan bahwa pembiayaan yang didasarkan pada Akad Istishnâ„ telah dipercaya oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan nya disamping akad-akad yang lainnya. Selain itu juga dapat diindikasikan bahwasannya BPRS juga telah mampu menunjukkan eksistensinya kepada masyarakat bahwa ia juga mampu untuk mengaplikasikan dan mengembangkan pembiayaan berdasarkan akad Istishnâ„ ini. Dalam dunia perbankan, khususnya dalam hal pembiayaan yang dilakukan kepada nasabah pasti terdapat berbagai kendala dan masalah yang dihadapi. Hambatan atau kendala tersebut merupakan sebuah konsekuensi logis yang akan 8
UU Perbankan Syariah No. 21 Tahun 2008, Pasal 1 Ayat 9. Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Yogyakarta: Ekonisia, 2007), h. 92. 10 Bank Indonesia, Statistik Perbankan Syariah 2011, diakses pada 2 Januari 2011 dari http://www.bi.go.id/web/id/Statistik/Statistik+Perbankan/Statistik+Perbankan+Syariah/sps_0111.htm 9
5
dihadapi sebuah organisasi, termasuk perbankan dalam mencapai suatu tujuan. Bank, sebagaimana lembaga keuangan atau perusahaan umumnya dalam menjalankan kegiatan guna mendapatkan hasil usaha (return) selalu dihadapkan kepada risiko. Risiko yang mungkin terjadi dapat menimbulkan kerugian bagi Bank jika tidak dideteksi serta tidak dikelola sebagaimana mestinya. Untuk itu, bank harus mengerti dan mengenal risiko-risiko yang mungkin timbul dalam melaksanakan kegiatan usahanya.11 Risiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak dapat diperkirakan (unanticipated), yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan modal bank.12 Untuk mengantisipasi berbagai risiko tersebut, maka diperlukan adanya suatu pengelolaan risiko atau sering disebut sebagai manajemen risiko. Manajemen risiko akhir-akhir ini menjadi bagian pertimbangan dari bisnis yang tidak dapat dihindarkan. Pengembangan budaya manajemen risiko pada bank merupakan bagian yang tak terpisahkan dari tanggung jawab otoritas pengawasan dan regulator. Suatu proses manajemen risiko adalah mutlak bagi setiap bisnis yang dijalankan, tanpa terkecuali bagi pembiayaan yang menggunakan akad Istishnâ„ di Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Sebagaimana yang telah dijelaskan dimuka, bahwasannya pelaksanaan akad Istishnâ„ di perbankan tidak hanya melibatkan pihak bank dan nasabah saja, melainkan juga terdapat keterlibatan pihak
11
Ferry N. Idroes, Manajemen Risiko Perbankan Dalam Konteks Kesepakatan Basel dan Peraturan Bank Indonesia (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006), h.6. 12 Hendro Wibowo, Manajemen Risiko Bank Syariah, artikel diakses pada 31 Desember 2010 dari http://hendrowibowo.niriah.com/2010/04/26/manajemen-risiko-bank-syariah/.
6
pengembang/developer sebagai pihak yang memproduksi barang yang dipesan nasabah. Dapat kita lihat dari mekanisme Istishnâ„ paralel ini yang melibatkan banyak pihak, tentunya dapat diiringi dengan risiko-risiko yang mungkin saja terjadi, baik risiko pada saat penyerahan barang, risiko gagal bayar, risiko operasional, dll. Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu penelitian tentang jenis-jenis risiko pada pembiayaan yang menggunakan akad Istishnâ„ yang selanjutnya dikaji tentang manajemen risiko dari akad ini. Pembiayaan yang menggunakan Akad Istishnâ„ pada BPRS Amanah Ummah merupakan Akad pemesanan rumah dari nasabah kepada Bank dengan kriteria dan jangka waktu tertentu. Selanjutnya, dari pihak Bank melakukan kerjasama kepada pihak developer/pengembang untuk membuat barang yang dipesan ini. BPRS Amanah Ummah sebagai salah satu BPRS yang melaksanakan akad Istishnâ„ dalam praktiknya tentu merasakan kendala-kendala dan risiko yang ditimbulkan dari akad ini. Terlebih karena BPRS Amanah Ummah ini adalah sebuah BPRS yang melayani masyarakat pedesaan yang memiliki ruang lingkup yang lebih kecil daripada Bank Umum telah mampu mengaplikasikan pembiayaan yang cukup besar dengan akad Istishnā„. Oleh karena itu, analisis dan pembahasan mengenai implementasi manajemen risiko akad Istishnâ„ sangat perlu untuk di bahas. Berdasarkan pemaparan di atas, maka perlu kiranya penulis menganalisis lebih dalam tentang manajemen risiko dan prakteknya atas pembiayaan berdasarkan akad Istishnâ„ pada BPRS Syariah Amanah Ummah Leuwiliang-Bogor dalam upaya menghadapi risiko tersebut. Oleh karena itu, penulis memberi judul skripsi ini dengan 7
judul “MANAJEMEN RISIKO PEMBIAYAAN AL-ISTISHN„, PADA BPRS AMANAH UMMAH, LEUWILIANG-BOGOR”. B. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH 1. Pembatasan Masalah Penelitian ini khusus menganalisis tentang mekanisme pembiayaan Al- Istishnâ„ dan pelaksanaan manajemen risiko yang diterapkan oleh BPRS Amanah Ummah Leuwiliang-Bogor dalam menghadapi risiko dari pembiayaan Istishnâ„. Akad Istishnâ„ dalam skripsi ini dibatasi pada akad Istishnâ„ kepemilikan rumah yang diapplikasikan pada BPRS Amanah Ummah Leuwiliang-Bogor. 2. Perumusan Masalah Dari pembatasan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah yang akan dikaji dan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1.
Bagaimana mekanisme pembiayaan Al- Istishnâ„ pada BPRS Amanah Ummah?
2.
Apa manfaat serta risiko yang ditimbulkan dari pelaksanaan pembiayaan Al-Istishnâ„ pada BPRS Amanah Ummah?
3.
Bagaimanakah mekanisme manajemen risiko yang dilakukan oleh BPRS Amanah Ummah dalam menghadapi risiko Akad Istishnâ„ ?
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh jawaban dari permasalahan diatas, namun secara khusus dikemukakan sebagai berikut:
8
1. Untuk mengetahui mekanisme pembiayaan Al-Istishnâ„ yang dilaksanakan oleh BPRS Amanah Ummah 2. Untuk mengetahui manfaat serta risiko apa saja yang ditimbulkan dari pelaksanaan pembiayaan Al-Istishnâ„ pada BPRS Amanah Ummah. 3. Untuk mengetahui praktek dan mekanisme manajemen risiko yang dilakukan oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Amanah Ummah dalam akad Istishnâ„. Adapun hasil dari penelitian dan penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, yaitu: 1. Bagi Lembaga Keuangan Hasil penelitian ini diharapkan juga akan memberikan manfaat dan sumbangsih pemikiran bagi sektor Lembaga Keuangan, termasuk perbankan syariah, khususnya bagi BPRS dalam menghadapi berbagai risiko yang timbul dari Akad Istishnâ„, sehingga melalui penelitian ini diharapkan akan memberikan masukan dalam aplikasi perbankan dalam manajemen risiko Akad Istishnâ„. 2. Bagi Akademisi Penelitian ini bermanfaat bagi pihak akademisi yang merupakan sumber referensi dan saluran pemikiran di dalam menunjang penelitian selanjutnya yang akan bermanfaat sebagai bahan perbandingan bagi penelitian yang lain.
9
D. KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP Risiko merupakan suatu ancaman atau kemungkinan suatu tindakan/kejadian yang menimbulkan dampak yang berlawanan dengan tujuan yang ingin dicapai.13 Risiko dalam konteks perbankan adalah suatu kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak diperkirakan (unticipated) yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan bank. 14 Manajemen Risiko merupakan suatu metode logis dan sistematik dalam identifikasi, kuantifikasi, menentukan sikap, menetapkan solusi serta melakukan monitor dan pelaporan risiko yang berlangsung pada setiap aktivitas atau proses.15 Akad Al- Istishnâ„ merupakan akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni‟) dan penjual (pembuat, shani‟). Diperlukan adanya suatu penerapan dan implementasi manajemen risiko atas pembiayaan yang menggunakan akad Istishnā„, karena dalam akad Istishnâ„memuat berbagai risiko yang menyebabkan pihak Bank ataupun dari pihak nasabah mendapatkan kerugian. Selain itu, dari sisi pihak yang terlibat dalam akad Istishnâ„ ini juga rentan untuk terjadinya suatu risiko karena terdapat 3 (tiga) pihak yang terkait, yaitu pihak nasabah, bank, dan pihak pengembang/developer.
13
Ferry N. Idroes, Manajemen Risiko Perbankan (Jakarta: PT. Rajawali Press, 2008), h. 4. Veithzal Rivai, Bank and Financial Institution Management Conventional and Sharia System (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 793. 15 Ferry N. Idroes, Manajemen Risiko Perbankan, h. 5. 14
10
Kerangka pemikiran yang dibuat dalam penelitian ini mengenai analisis pelaksanaan manajemen risiko pada pembiayaan al-Istishnâ„adalah sebagai berikut: Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Pembiayaan Al- Istishnâ‘ pada BPRS Amanah Ummah Leuwiliang-Bogor
Manfaat dan Risiko Pembiayaan Al- Istishnâ‘
Analisis Jenis Risiko dan Sumber Penyebab Terjadinya Risiko Tersebut Pada Pembiayaan Al-Istishnâ‘ pada BPRS Amanah Ummah Leuwiliang-Bogor Penerapan dan Mekanisme Manajemen Risiko atas Risiko tersebut
E. REVIEW STUDI TERDAHULU Terdapat beberapa penelitian yang membahas tentang manajemen risiko, tetapi belum ada penelitian yang membahas tentang pelaksanaan manajemen risiko pembiayaan akad Istishnâ„ pada BPRS. Meskipun demikian, terdapat beberapa penelitian yang dapat menunjang dan dapat membantu mencarikan jalan keluar demi kesempurnaan hasil penelitian kali ini, dimana terdapat perbedaan pembahasan didalamnya. Hasil penelitian sebelumnya dan perbedaan dengan penelitian yang akan diteliti oleh penulis dapat dilihat dari tabel berikut ini:
11
Tabel 1.2 Tabel Review Studi Terdahulu No Judul, Penulis, Tahun
Hasil Penelitian
Perbedaan
. 1
Skripsi,
“Akad Membahas mekanisme Akad Penelitian
Istishnâ„
Dalam Istishnâ„pada
Pembiayaan
Rumah rumah di BSM, pembiayaan memfokuskan hasil analisis
pada
Syariah bermasalah
Bank
yang
pembiayaan dilakukan
pada
Akad pada
oleh
jenis
akan penulis
risiko
yang
Mandiri (Studi Kasus Istishnâ„ serta penyelesaian ditimbulkan dari pembiayaan pada BSM Cinere)”. pembiayaan yang dilakukan Istishnâ„ Oleh Erdi Marduwira, oleh mahasiswa Syariah
BSM.
Fakultas bermasalah
dan
UIN
dan
penerapan
Pembiayaan manajemen risiko atas risiko yang
dibahas tersebut
yang diterapkan
Hukum dalam penelitian ini adalah oleh BPRS Amanah Ummah Syarif pembiayaan bermasalah dari Leuwiliang-Bogor.
Hidayatullah
Jakarta, pihak nasabah.
tahun 2010 3
Skripsi,
“Manajemen Membahas
Risiko
Operasional identifikasi dan pengukuran, oleh
Bank
Syariah
pada
UUS
proses Penelitian
yang
dilakukan
penulis
adalah
(Studi pengendalian dan pelaporan, membahas mengenai risiko Bank proses
pengukuran
dana secara umum yang dihadapi
Bukopin)”. Oleh Harun dengan metode the Basic oleh BPRS Amanah Ummah Masykur,
Fakultas Indicator Approach (BIA) Leuwiliang-Bogor
12
yang
Syariah
dan
Hukum dan
UIN
Syarif dalam
Hidayatullah
hambatan-hambatan ditimbulkan
Jakarta, operasional
manajemen risiko atas akad ini.
“Manajemen Membahas jenis risiko yang Penelitian
Skripsi,
Akad
risiko Istishnâ„ serta pelaksanaan
manajemen
tahun 2008. 4
dari
memiliki
Risiko Pada Pegadaian dihadapi Pegadaian Syariah perbedaan perspektif , yaitu Syariah”. Oleh Murni secara umum, dampak dari pada penelitian yang akan Yulianti,
mahasiswa masing-masing
Fakultas Syariah dan tersebut Hukum
UIN
Hidayatullah
yang
bisnis,
dan manajemen risiko salah satu
ditempuh akad yang terdapat lembaga
dalam menanggulangi risiko. BPRS yaitu akad Istishnâ„.
tahun 2010.
5
terhadap tentang risiko dan aplikasi
Syarif kelangsungan Jakarta, strategi
risiko dilakukan penulis mengkaji
Jurnal Manajemen, “Risk Membahas pentingnya suatu Perbedaan Management,
yang
dari
Suatu pengelolaan manajemen risiko jurnal ini dan penelitian yang
Kebutuhan Pengelolaan
pembahasan
bagi pada bank untuk menciptakan akan dilaksanakan adalah pada Perbankan sistem perbankan yang sehat, akan dibahas secara khusus
Sehat”.
Widigdo Sukarman16
Oleh serta mambahas kemungkinan mengenai terjadinya risiko.
16
manajemen
pada pembiayaan Istishnâ„.
Widigdo Sukarman, Risk Management, Suatu Kebutuhan bagi Pengelolaan Perbankan yang Sehat, Jurnal diakses pada 7 Januari 2011 dari http: //ejurnal.perpustakaan.ipb.ac.id/files/WidigdoSukarman_RiskManagement.pdf.
13
risiko
F. METODOLOGI PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Hal ini disebabkan karena data yang dianalisis tidak untuk menerima/menolak hipotesis (jika ada), melainkan hasil analisis itu berupa deskripsi dari gejala-gejala yang diamati.17 Selain itu, deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi, yaitu gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta yang berkenaan dengan hubungan antar fenomena yang diteliti.18 Dari data-data yang telah dikumpulkan, diolah dan dianalisis dan dapat menyajikan data yang didasarkan kepada pendekatan fenomena yang terjadi dalam praktek pelaksanaan manajemen risiko Akad Istishnâ„ pada BPRS Amanah Ummah. 2. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian yang dilakukan penulis dalam penelitian adalah dengan melakukan studi pada BPRS Amanah Ummah sebagai lembaga perbankan yang melaksanakan Akad Istishnâ„ dan yang mengelola risiko dari akad tersebut. 3. Jenis, Kriteria, dan Sumber Data a. Jenis Data Jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif berupa deskripsi mekanisme pembiayaan Istishnâ„ dan pelaksanaan manajemen risiko akad Istishnâ„ pada BPRS
17 18
M. Subana, Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2005), h.17. Moh, Nazir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), h. 54.
14
Amanah Ummah Bogor. Kalaupun ada data berupa angka-angka maka sifatnya hanya sebagai penunjang, pendukung dan pelengkap dari data kualitatif yang diperoleh.19 b. Kriteria Data Data dalam penelitian ini dikualifikasi menjadi dua kriteria, yaitu: 1) Data Primer Yaitu data yang didapat dari sumber pertama, baik dari individu atau perseorangan seperti hasil dari wawancara.20 Dalam penelitian ini, data primer yaitu berupa informasi dari hasil wawancara pihak yang melakukan manajemen risiko dan studi dokumentasi dari pihak BPRS Amanah Ummah LeuwiliangBogor. 2) Data Sekunder Yaitu data yang diperoleh dari literatur-literatur kepustakaan, seperti buku-buku serta sumber yang berkaitan dengan manajemen risiko dan Akad Istishnâ„ baik berupa jurnal, buku, majalah, dan lain-lain. 4. Teknik Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan teknik sebagai berikut: a. Survei, untuk mendapatkan data tentang manajemen risiko pembiayaan AlIstishnâ„ di BPRS Amanah Ummah, maka dilakukan tahap awal yaitu survei langsung ke BPRS Amanah Ummah Leuwiliang-Bogor dan memastikan
19
Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), h.51. Husein Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), h. 42. 20
15
bahwasannya manajemen risiko pada pembiayaan Al- Istishnâ„ telah dilaksanakan. b. Wawancara (interview), penulis menggunakan wawancara untuk memperoleh informasi yang berkenaan dengan hal yang berkaitan dengan praktek pelaksanaan manajemen risiko Akad Istishnâ„ di BPRS Amanah Ummah Leuwiliang-Bogor. Penulis melakukan proses wawancara dengan bagian yang bertugas untuk melaksanakan manajemen risiko, yaitu bagian Account Officer dan dibantu oleh bagian Umum BPRS. c. Studi Dokumentasi. Yang dimaksud dengan studi dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang ditunjukkan kepada subyek penelitian. 21 Studi ini dilakukan dengan cara melihat dokumen serta arsip yang dijadikan obyek penelitian yang berkaitan dengan masalah penelitian ini, seperti data namanama nasabah yang melakukan pembiayaan Istishnâ„, dan laporan keuangan BPRS Amanah Ummah tahun 2010. d. Studi Pustaka Dalam metode ini penulis melakukan penelitian dan mempelajari buku-buku kepustakaan, literatur, artikel, bahan-bahan kuliah yang berkaitan erat dengan pembahasan skripsi ini. 5. Metode Analisis Data
21
Sukandar Rumidi, Metodologi Penelitian (petunjuk Praktis untuk Peneliti Pemula), (Yogyakarta: UGM Press, 2004), h.100.
16
Dalam mengolah dan menganalisa data, penulis menggunakan metode analisis yang bersifat bersifat induktif, yaitu analisis yang lebih dapat menemukan pengaruh bersama yang mempertajam hubungan-hubungan fenomena yang dapat menguraikan latar secara penuh dan dapat membuat keputusan-keputusan.22 Data diolah dari datadata yang telah dikumpulkan dari BPRS Amanah Ummah, kemudian dikelompokkan dan dirumuskan hasil penelitian yang bersifat umum bagi BPRS Amanah Ummah. 6. Teknik Penulisan Teknik penulisan skripsi ini merujuk pada Buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007. G.
SISTEMATIKA PENULISAN Adapun penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima bab, yaitu:
BAB I
: PENDAHULUAN Yaitu meliputi latar belakang, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, kajian terdahulu, metode penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II
:
TINJAUAN
TEORITIS
MANAJEMEN
RISIKO
DAN
PEMBIAYAAN AL-ISTISHNĀ„ Yaitu membahas mengenai teori-teori yang berkaitan dengan isi dari skripsi ini, yaitu meliputi teori tentang Risiko, Manajemen, Manajemen Risiko, dan Teori tentang Akad Istishnâ„ dan Istishnâ„ Paralel.
22
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005),
h.6.
17
BAB III : GAMBARAN UMUM BPRS AMANAH UMMAH LEUWILIANGBOGOR Dalam bab ini menjelaskan tentang obyek penelitian yaitu menggambarkan secara umum BPRS Amanah Ummah Leuwiliang-Bogor yang meliputi sejarah berdirinya, visi dan misi, struktur organisasi, serta produk dan jasa yang ada di BPRS ini. BAB IV : ANALISIS MANAJEMEN RISIKO PEMBIAYAAN AL-ISTISHN„ PADA BPRS AMANAH UMMAH LEUWILIANG-BOGOR Dalam bab ini, penulis menguraikan hasil dari penelitian dan hasil dari analisis data yang telah diperoleh. Yaitu Analisa data, yang menganalisa data mengenai Prosedur Pembiayaan Al-Istishnâ„di BPRS Amanah Ummah, Manfaat dan Risiko Pembiayaan Istishnâ„, Penyebab terjadinya Risiko Pembiayaan Istishnâ„, Penerapan Manajemen Risiko Pembiayaan AlIstishnâ„, dan Analisis Manajemen Risiko Pembiayaan Al-Istishnâ„ pada BPRS Amanah Ummah BAB V
:
PENUTUP
Meliputi kesimpulan dari keseluruhan pembahasan yang telah dijelaskan dalam bab-bab sebelumnya serta saran-saran yang dapat penulis sampaikan.
18
BAB II TINJAUAN TEORITIS MANAJEMEN RISIKO DAN PEMBIAYAAN AL-ISTISHN„ 1. KONSEP RISIKO a. Pengertian Risiko Risiko menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah akibat yang kurang menyenangkan (merugikan, membahayakan) dari suatu perbuatan atau tindakan. 23 Sedangkan dalam Kamus Manajemen, risiko adalah ketidakpastian yang mengandung kemungkinan kerugian dalam bentuk harta atau kehilangan keuntungan atau kemampuan ekonomis.24 Selain itu, risiko dapat dikatakan sebagai suatu peluang terjadinya kerugian atau kehancuran. Ferry N. Idroes memberikan pengertian risiko yang lebih luas, yaitu sebagai ancaman atau kemungkinan suatu tindakan atau kejadian yang menimbulkan dampak yang berlawanan dengan tujuan yang ingin dicapai.25 Selanjutnya Bank Indonesia memberikan definisi risiko yang tertuang dalam PBI sebagai potensi terjadinya suatu peristiwa (events) yang dapat menimbulkan kerugian Bank.26 Risiko
sering
dikatakan
sebagai
uncertainty
atau
ketidakpastian.
Ketidakpastian atau uncertainty sering diartikan dengan keadaan dimana ada
23
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h.959. 24 BN. Marbun, Kamus Manajemen, (Jakarta: CV Muliasari, 2003), h.317. 25 Ferry N. Idroes, Manajemen Risiko Perbankan Pemahaman Pendekatan Pilar Kesepakatan Basel II, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h.4. 26 Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, diakses pada tanggal 13 Pebruari 2011 dari http: //www.bi.go.id.
19 19
beberapa kemungkinan kejadian dan setiap kejadian akan menyebabkan hasil yang berbeda. Tetapi, tingkat kemungkinan atau probabilitas kejadian itu sendiri tidak diketahui secara kuantitatif. Sedangkan pengertian dasar risiko terkait dengan adanya ketidakpastian dan ketidakpastiannya terukur secara kuantitatif.27 Dari pengertian yang telah dikemukakan oleh berbagai pihak, dimana inti dari pengertian itu sendiri adalah sama, hanya saja terdapat perbedaan redaksi kata saja, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwasannya risiko adalah peluang dari kemungkinan terjadinya peristiwa yang tidak diinginkan (merugikan) baik bagi perusahaan/lembaga, maupun bagi orang per orang. b. Peristiwa yang menyebabkan timbulnya risiko (risk event) Peristiwa yang menyebabkan terjadinya risiko (risk event) didefinisikan sebagai munculnya kejadian yang dapat menciptakan potensi kerugian atau hasil yang tidak diinginkan.28 Risk event secara sederhana dapat didefinisikan sebagai penyebab terjadinya suatu risiko. Peristiwa tersebut dapat berasal dari kejadian internal ataupun eksternal. Kejadian internal yang dimaksud adalah kejadian yang bersumber dari dalam institusi itu sendiri, seperti kesalahan sistem, kesalahan manusia, kesalahan prosedur, dan lain-lain. Kejadian internal pada dasarnya bisa dicegah agar tidak terjadi. Sebaliknya, kejadian eksternal adalah kejadian yang bersumber dari luar yang tidak 27
Bramantyo Djohanoputro, Manajemen Risiko Terintegrasi, (Jakarta: Penerbit PPM, 2006),
h.16. 28
Ferry N. Idroes, Manajemen Risiko Perbankan Dalam Konteks Kesepakatan Basel dan Peraturan Bank Indonesia, h.7.
20
mungkin dapat dihindari. Peristiwa yang menyebabkan timbulnya risiko bagi Bank yang bersumber dari eksternal seperti bencana alam, bencana akibat ulah manusia seperti kerusuhan dan perang, krisis ekonomi global, krisis ekonomi regional, krisis ekonomi lokal, hingga dampak sistemik yang ditimbulkan oleh masalah pada lembaga keuangan atau Bank lain. Menurut Soeisno Djojosoedarso, risiko timbul disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya
adalah ketidakpastian ekonomi
(economic uncertainty),
ketidakpastian alam (uncertainty of nature), dan ketidakpastian manusia (human uncertainty).29 Ketidakpastian ekonomi (economic uncertainty) yang dimaksud disini adalah kejadian-kejadian yang timbul dari kondisi dan perilaku pelaku ekonomi. Ketidakpastian ini dapat berupa perubahan sikap, perubahan selera, perubahan harga dan perubahan teknologi. Ketidakpastian alam (uncertainty of nature), yaitu ketidakpastian yang disebabkan oleh alam yang merupakan kejadian yang bersumber dari luar yang sulit diprediksi dan tidak mungkin dapat dihindari, seperti badai, banjir, gempa, dan lainlain. Sedangkan ketidakpastian manusia (human uncertainty) yaitu ketidakpastian yang disebabkan oleh perilaku manusia itu sendiri seperti peperangan, pencurian, penggelapan, dan sebagainya.
29
Soeisno Djojosoedarso, Prinsip-Prinsip Manajemen Risiko Asuransi, (Jakarta: Salemba Empat, 2003), h.3.
21
c. Risiko Perbankan dan Jenis-Jenis Risiko Perbankan Bank, sebagai institusi yang memiliki izin untuk melakukan banyak aktivitas, memiliki peluang yang sangat luas dalam memperoleh pendapatan (income/return). Dalam menjalankan aktivitas, untuk memperoleh pendapatan perbankan selalu dihadapkan pada risiko. Pada dasarnya risiko melekat (inherent) pada seluruh aktivitas bank.30 Meskipun manajer bank berusaha untuk menghasilkan keuntungan setinggi-tingginya, secara simultan mereka harus juga memperhatikan adanya kemungkinan risiko yang timbul menyertai keputusan-keputusan manajemen tentang struktur aset dan liabilitasnya.31 Risiko pada perbankan beserta jenis dari risiko tersebut telah tercantum pada Peraturan Bank Indonesia Nomor: 5/8/PBI/2003 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum.32 Adapun jenis-jenis risiko yang dihadapi pada dunia perbankan menurut PBI tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Risiko Kredit Penyebab utama terjadinya risiko kredit adalah terlalu mudahnya bank memberikan pinjaman atau melakukan investasi karena terlalu dituntut untuk memanfaatkan kelebihan likuiditas, sehingga penilaian kredit kurang cermat dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan risiko usaha yang dibiayainya.
30
Ferry N. Idroes, Manajemen Risiko Perbankan Pemahaman Pendekatan Pilar Kesepakatan Basel II, h.7. 31 Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syari‟ah, (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2006), h.61. 32 Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, diakses pada tanggal 13 Pebruari 2011 dari http: //www.bi.go.id.
22
2.
Risiko Pasar (Market Risk) Risiko pasar timbul karena adanya pergerakan variabel pasar (adverse movement) dari portofolio yang dimiliki oleh bank, yang dapat merugikan bank. Variabel pasar yang dimaksud adalah suku bunga (interest rate) dan nilai tukar (foreign exchange rate) dan nilai tukar (foreign exchange rate). Perbankan Islam juga berpotensi menghadapi risiko tersebut kecuali risiko tingkat bunga (interest rate risk), karena Perbankan Islam tidak akan berurusan dengan bunga.
3.
Risiko Likuiditas Likuiditas secara luas dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dana (cash flow) dengan segera dan dengan biaya yang sesuai.
4.
Risiko Operasional Menurut definisi Basle Committee, risiko operasional adalah risiko akibat dari kurangnya (deficiencies) sistem informasi atau sistem pengawasan internal yang akan menghasilkan kerugian yang tidak diharapkan. Pangeran Muhammad Al Faisal menyatakan bahwa khususnya bagi bank Islam, yang sangat diperlukan adalah good governance, transparancy, and accounting standard.
5.
Risiko Hukum Risiko hukum adalah risiko yang timbul dari potensi terjadinya pelanggaran kontrak, kasus pengadilan ata kebijakan yang salah yang dapat menyebabkan pengaruh negatif terhadap kondisi keuangan maupun operasional bank.
23
6.
Risiko Reputasi Risiko reputasi adalah risiko kerusakan potensial sebagai akibat opini negatif publik terhadap kegiatan bank sehingga bank mengalami penurunan jumlah nasabah atau menimbulkan biaya besar karena gugatan pengadilan atau penurunan pendapatan bank..33
7.
Risiko Strategik Risiko strategik adalah risiko yang disebabkan adanya penetapan dan pelaksanaan strategi bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau kurang responsifnya bank terhadap perubahan eksternal. Akibat dari keputusan yang tidak tepat ini Bank harus mengeluarkan biaya yang besar dan gagal mencapai target bisnisnya.
8.
Risiko Kepatuhan (Compliance Risk) Risiko kepatuhan merupakan risiko yang disebabkan Bank tidak mematuhi atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku. Dari berbagai risiko perbankan yang tercantum dalam PBI diatas adalah
berlaku pula pada jenis-jenis risiko yang terdapat pada perbankan syariah, baik bank umum maupun bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Hal ini dikarenakan baik bank umum konvensional ataupun syariah menghadapi risiko yang sama yang kerap kali terjadi dalam melaksanakan kegiatan usahanya, hanya saja di Bank
33
Imam Ghozali, Manajemen Risiko Perbankan, (Semarang: Pusat Penerbit Universitas Diponegoro, 2007), h.17.
24
Syariah, baik bank umum syariah maupun Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) tidak berhubungan dengan risiko tingkat suku bunga. Risiko yang dihadapi bank syariah secara umum antara lain terdiri dari risiko pembiayaan, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko hukum, risiko reputasi, risiko strategis dan risiko kepatuhan.34 Jadi, selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah, penerapan manajemen risiko bagi bank umum dapat diadopsi dan diterapkan di bank syariah. 2. KONSEP MANAJEMEN a. Pengertian Manajemen Istilah manajemen berasal dari kata to manage berarti control. Dalam bahasa Indonesia, dapat diartikan mengendalikan, menangani, atau mengelola.35 Selain itu, kata manajemen dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran.36
Demikian pula seperti apa yang
dikatakan oleh Stephen P. Robbins, manajemen berarti proses mengkoordinasi dan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan kerja agar diselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain.37 Dalam bahasa yang
sederhana efisiensi itu
menunjukkan kemampuan organisasi dalam menggunakan sumber daya dengan benar dan tidak ada pemborosan. Setiap perusahaan akan berusaha mencapai tingkat output dan input seoptimal mungkin. Efektivitas menunjukkan kemampuan suatu
34
Bank Indonesia, Pedoman Pengawasan Syariah dan Tata Cara Pelaporan Hasil Pengawasan Bagi Dewan Pengawas Syariah, (Jakarta: Direktorat Perbankan Syariah, 2006), h.4. 35 Yayat M Herujito, Dasar-Dasar Manajemen, (Jakarta: PT. Grasido, 2001), h.1. 36 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h.708. 37 Stephen P. Robbins, Management Sixth edition Edisi Bahasa Indonesia, Penerjemah T. Hermaya, (Jakarta: Prenhallindo, 1999), h.8.
25
perusahaan dalam mencapai sasaran (hasil akhir) yang telah ditetapkan secara tepat.38 Jadi, proses manajemen pada dasarnya ditujukan Pencapaian hasil akhir yang sesuai dengan target waktu yang telah ditetapkan dan ukuran maupun standar yang berlaku mencerminkan sehingga suatu perusahaan tersebut telah memperhatikan efektivitas operasionalnya. b. Konsep Manajemen dalam Islam Pengeritan manajemen dalam Elias‟ Modern Dictionary English Arabic, kata management (inggris) sepadan dengan kata tadbir, Idarah, siyasah dan qiyadah dalam bahasa Arab. Dalam Al-Qur‟an dari terma-terma tersebut, hanya ditemui terma tadbir dalam berbagai derivasinya. Tadbir adalah bentuk masdar dari kata kerja dabbara, yudabbiru, tadbiran yang berarti penertiban, pengaturan, pengurusan, perencanaan dan persiapan. Secara istilah, idarah (manajemen) adalah suatu aktivitas khusus menyangkut kepemimpinan, pengarahan, pengembangan personal, perencanaan, dan pengawasan terhadap pekerjaan yang berkenaan dengan unsur-unsur pokok dalam suatu proyek. Tujuannya adalah agar hasil-hasil yang ditargetkan dapat tercapai dengan cara yang efektif dan efisien.39 Bentuk-bentuk ungkapan konsep manajemen di dalam Al-Qur‟an diantaranya adalah terdapat pada surat Yunus ayat 3:
38 39
Amirullah, Pengantar Manajemen, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2004), h.8. Muhammad, Manajemen Bank Syariah, h.176.
26
Artinya: “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, Kemudian dia bersemayam di atas 'Arsy untuk mengatur segala urusan. tiada seorangpun yang akan memberi syafa'at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian Itulah Allah, Tuhan kamu, Maka sembahlah Dia. Maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS. Yunus/10: 3) Pada dasarnya ajaran Islam yang tertuang dalam Al-Qur‟an dan As-Sunnah juga ijma‟ ulama banyak mengajarkan tentang kehidupan yang serba terarah dan teratur. Teori dan konsep manajemen yang digunakan saat ini sebenarnya bukan hal yang baru dalam perspektif Islam.40 Manajemen itu telah ada paling tidak ketika Allah menciptakan alam beserta isinya. Unsur-unsur manajemen dalam pembuatan alam serta makhluk-makhluknya lainnya tidak terlepas dengan manajemen langit. Ketika Nabi Adam sebagai khalifah memimpin alam raya ini juga telah melaksanakan unsur-unsur manajemen tersebut. 3. MANAJEMEN RISIKO a. Pengertian Manajemen Risiko Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwasannya setiap perusahaan, atau bahkan setiap orang yang menjalankan suatu aktivitas termasuk aktivitas bisnis memiliki berbagai risiko. Risiko dapat menimbulkan kerugian apabila tidak diantisipasi serta tidak dikelola dengan semestinya. Sebaliknya risiko yang
40
Hefniy, Manajemen dalam Perspektif Islam, artikel diakses pada tanggal 31 Mei 2011 dari http://hefniy.wordpress.com/2008/10/06/manajemen-dalam-perspektif-islam/.
27
dikelola dengan baik akan memberikan ruang pada terciptanya peluang untuk memperoleh suatu keuntungan yang lebih besar. Demikian pula halnya pada sebuah bank, kompleksitas risiko yang mengancam sebuah bank harus diantisipasi untuk meminimalkan kerugian. Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu manajemen risiko untuk mengelola risiko tersebut. Terdapat beberapa pengertian manajemen risiko yang telah dikemukakan oleh para pakar dan lembaga terkait. Pengertian yang dikemukakan oleh Syafri Ayat, manajemen Risiko merupakan suatu cara, metode, atau ilmu pengetahuan yang mempelajari berbagai jenis risiko, bagaimana pula mengaturnya dan mengelola risiko tersebut dengan tujuan agar terhindar dari risiko.41 Zainul Arifin mengartikan manajemen risiko sebagai pengambilan keputusan yang rasional dalam keseluruhan proses penanganan risiko termasuk risk assessment sebagaimana tindakan-tindakan untuk membangun dan menerapkan pilihan-pilihan kontrol risiko.42 Menurut Herman Darmawi, manajemen risiko merupakan suatu usaha untuk mengetahui, menganalisis serta mengendalikan risiko dalam setiap kegiatan perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh efektifitas dan efesiensi yang lebih tinggi.43 Bank Indonesia dalam PBI No. 5/8/2003 mendefinisikan Manajemen Risiko secara lebih spesifik yaitu sebagai serangkaian prosedur dan metodologi yang
41
Syafri Ayat, Manajemen Risiko, (Jakarta: Gema Akastri, 2003), h.1. Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, h.252. 43 Herman Darmawi, Manajemen Risiko, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h.17. 42
28
digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko yang timbul dari kegiatan usaha Bank.44 Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan di atas, pada dasarnya memiliki esensi yang sama mengenai pengertian dari manajemen risiko, yaitu sebagai sebuah metode atau sebuah proses yang ditujukan untuk mengelola dari risiko-risiko yang muncul dari kegiatan sebuah perusahaan yang ditujukan untuk memastikan kesinambungan, profitabilitas dan pertumbuhan usaha sejalan dengan visi dan misi perusahaan. b. Prinsip-prinsip Manajemen Risiko Manajemen risiko suatu organisasi hanya dapat efektif bila mampu menganut prinsip-prinsip sebagai berikut:45 1. Manajemen risiko haruslah memiliki nilai tambah 2. Manajemen risiko adalah bagian terpadu dari proses organisasi 3. Manajemen risiko adalah bagian dari proses pengambilan keputusan. 4. Manajemen risiko secara khusus menangani aspek ketidalpastian. 5. Manajemen risiko bersifat sistemik, terstruktur dan tepat waktu. 6. Manajemen risiko berdasarkan informasi terbaik yang tersedia. 7. Manajemen risiko adalah khas untuk penggunanya. 8. Manajemen risiko mempertimbangkan faktor manusia dan budaya.
44
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, diakses pada tanggal 5 Januari 2011 dari http: //www.bi.go.id. 45 Leo J. Susilo, Manajemen Risiko Berbasis ISO 31000: Untuk Industri Non Perbankan, (Jakarta: PPM Manajemen, 2010), h.22.
29
9. Manajemen risiko harus transparan dan inklusif. 10. Manajemen risiko bersifat dinamis, berulang, dan tanggap terhadap perubahan. 11. Manajemen risiko harus memfasilitasi terjadinya perbaikan dan peningkatan organisasi secara berlanjut. c. Tujuan Manajemen Risiko Diterapkannya proses suatu manajemen risiko di dalam ruang lingkup manajemen perusahaan tentunya memiliki tujuan-tujuan yang hendak dicapai. Tujuan manajemen risiko menurut Soeisno Djojosoedarso adalah sebagai berikut:46 (a) Tujuan sebelum terjadinya peril47 Tujuan yang ingin dicapai menyangkut hal-hal sebelum terjadinya peril antara lain: 1. Hal-hal yang bersifat ekonomis, misalnya upaya penanggulangan kemampuan kerugian dengan cara yang paling ekonomis melalui teeknik analisis keuangan. 2. Hal-hal yang bersifat non ekonomis, misalnya upaya untuk mengurangi kecemasan dan ketakutan, sehingga dengan adanya penanggullangan maka kondisi tersebut dapat diatasi. (b) Tujuan sesudah terjadinya peril
46
Soeisno Djojosoedarso, Prinsip-Prinsip Manajemen Risiko dan Asuransi, (Jakarta: Salemba Empat, 1999), h.12. 47 Peril adalah peristiwa atau kejadian yang menimbulkan kerugian.
30
Tujuan yang ingin dicapai menyangkut hal-hal sesudah terjadinya peril dapat berupa: 1. Menyelamatkan operasi perusahaan, artinya perusahaan harus dapat mengupayakan pencarian strategi bagaimana agar kegiatan perusahaan dapat berjalan setelah perusahaan tetap berjalan setelah perusahaan terkena peril. 2. Mengupayakan agar pendapatan perusahaan tetap mengalir, meskipun tidak sepenuhnya, paling tidak cukup untuk menutup biaya variabelnya. 3. Mencari upaya agar operasi perusahaan tetap berlanjut sesudah perusahaan terkena peril. 4. Berupaya tetap dapat melakukan tanggung jawab sosial terhadap perusahaan. d. Proses Manajemen Risiko Dari pengertian manajemen risiko yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwasannya dalam proses manajemen risiko terdapat prosedur-prosedur atau proses yang dijalankan oleh suatu perusahaan. Setidaknya terdapat 4 langkah umum yang terdapat dalam proses manajemen risiko, sebagaimana yang telah tercantum dalam Peraturan Bank Indonesia, yaitu sebagai berikut: Tahap 1: Identifikasi Risiko Pada tahap ini, analisis berusaha mengidentifikasi apa saja risiko yang dihadapi perusahaan. Perusahaan tidak selalu menghadapi seluruh risiko tersebut. Namun demikian, ada risiko yang dominan, ada pula risiko yang minor.48
48
Bramantyo Djohanoputro, Manajemen Risiko Terintegrasi, h.19.
31
Pengidentifikasian risiko ini merupakan proses penganalisisan untuk menemukan cara sistematis dan secara berkesinambungan risiko (kerugian yang potensial) yang menantang perusahaan.49 Pelaksanaan proses identifikasi Risiko dalam Peraturan Bank Indonesia sekurang-kurangnya dilakukan dengan melakukan analisis terhadap:50 a. Karakteristik Risiko yang melekat pada Bank; dan b. Risiko dari produk dan kegiatan usaha Bank Tahap 2: Pengukuran Risiko Pada dasarnya, pengukuran risiko mengacu pada dua faktor: kuantitas risiko dan kualitas risiko. Kuantitas risiko terkait dengan berapa banyak nilai, atau eksposur51, yang rentan terhadap risiko. Kualitas risiko terkait dengan kemungkinan suatu risiko muncul. Semakin tinggi kemungkinan risiko terjadi, semakin tinggi kemungkinan risiko terjadi, semakin tinggi pula risikonya.52 Dalam
rangka
melaksanakan
pengukuran
Risiko,
Bank
wajib
sekurangkurangnya melakukan: a. Evaluasi secara berkala terhadap kesesuaian asumsi, sumber data dan prosedur yang digunakan untuk mengukur Risiko; b. Penyempurnaan terhadap sistem pengukuran Risiko apabila terdapat perubahan kegiatan usaha Bank, produk, transaksi dan faktor Risiko yang bersifat material. 49
Herman Darmawi, Manajemen Risiko, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h.34. Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, diakses pada tanggal 13 Pebruari 2011 dari http: //www.bi.go.id. 51 Eksposur adalah risiko kerugian maksimum yang harus dihadapi apabila terjadi suatu kejadian terburuk. 52 Bramantyo Djohanoputro, Manajemen Risiko Terintegrasi, h.20. 50
32
Tahap 3: Pemantauan Risiko Dalam
rangka
melaksanakan
pemantauan
Risiko,
Bank
wajib
sekurangkurangnya melakukan: a. Evaluasi terhadap eksposur Risiko; b. Penyempurnaan proses pelaporan apabila terdapat perubahan kegiatan usaha Bank, produk, transaksi, faktor Risiko, teknologi informasi dan sistem informasi Manajemen Risiko yang bersifat material. Tahap 4: Monitor dan Pengendalian Tahap monitor dan pengendalian menjadi penting karena yang pertama adalah manajemen perlu memastikan bahwa pelaksanaan pengelolaan risiko berjalan sesuai dengan rencana. Ini berarti, monitor dan pengendalian prosedur itu sendiri. Kedua, manajemen juga perlu memastikan bahwa model pengelolaan risiko cukup efektif. Artinya, model yang diterapkan sesuai dengan dan mencapai tujuan pengelolaan risiko. Ketiga, karena risiko itu sendiri berkembang, monitor dan pengendalian bertujuan untuk memantau perkembangan terhadap kecenderungan-kecenderungan berubahnya profil risiko. Perubahan ini berdampak pada pergeseran peta risiko yang otomatis pada perubahan prioritas risiko. 4. KONSEP PEMBIAYAAN 1. Pengertian Pembiayaan Istilah pembiayaan yang terdapat pada perbankan syariah pada bank syariah pada dasarnya sama dengan istilah kredit pada bank konvensional, yang berarti penyaluran dana perbankan. Disebut pembiayaan karena bank Syariah menyediakan 33
dana
guna
membiayai
kebutuhan
nasabah
yang
memerlukan
dan
layak
memperolehnya.53 Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.54 Perbedaan pokok antara kredit pada perbankan konvensional dengan pembiayaan pada perbankan syariah adalah dilarangnya riba (bunga) pada pembiayaan syariah. Kredit atau pembiayaan konvensional dilakukan melalui pemberian pinjaman uang (lending) kepada nasabah sebagai peminjam dimana pemberi pinjaman memperoleh imbalan berupa bunga yang harus dibayar oleh peminjam. Untuk menghindari penerimaan dan pembayaran bunga (bunga) maka perbankan syariah menempuh cara memberikan pembiyaan (financing) berdasarkan prinsip jual beli (al-bai„), prinsip sewa-beli (ijarah muntahia bi tamlik) atau berdasarkan prinsip kemitraan (partnership) yaitu prinsip penyertaan (musyarakah) atau prinsip bagi hasil (mudharabah). Istilah pembiayaan menurut Veithzal Riva‟i pada intinya berarti I Believe, I trust, „saya percaya‟ atau „saya menaruh kepercayaan‟. 55 Perkataan pembiayaan yang artinya kepercayaan (trust), berarti lembaga pembiayan selaku shahibul maal menaruh kepercayaan kepada seseorang untuk melaksanakan amanah yang diberikan.
53
Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, h.200. Kasmir, Dasar—Dasar Perbankan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h. 102. 55 Veithzal Riva‟i, Islamic Financial Management, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h.3. 54
34
Dana tersebut harus digunakan dengan benar, adil, dan harus disertai dengan ikatan dan syarat-syarat yang jelas, dan saling menguntungkan bagi kedua belah pihak, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Nisa: 29 dan surat Al-Maidah: 1. Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. (QS. An-Nisa: 29)
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya”. (QS. Al-Maidah: 1) Sedangkan
pengertian
pembiayaan
menurut
Bank
Indonesia
adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu. 56 Secara luas, pengertian tersebut dapat diartikan sebagai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara lembaga keuangan pihak lain yang mewajibkan pihak memnjam
56
Bank Indonesia, “Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah”, diakses pada tanggal 5 Januari 2011 dari http: //www.bi.go.id.
35
untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu, dengan imbalan atau bagi hasil. 2. Fungsi Pembiayaan Sama halnya dengan perkreditan, pembiayaan mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian. Secara garis besar fungsi pembiayaan di dalam perekonomian, perdagangan, dan keuangan adalah sebagai berikut:57 1. Pembiayaan dapat meningkatkan utility (daya guna) dari modal/uang. Uang yang terhimpun dari penabung dalam presentase tertentu ditingkatkan kegunaannya oleh lembaga keuangan. Para pengusaha menikmati pembiayaan dari bank untuk memperluas/memperbesar usahanya, baik untuk peningkatan produksi, perdagangan, ataupun usaha peningkatan produktivitas secara menyeluruh. 2. Pembiayaan meningkatkan Utility (daya guna) suatu barang Produsen dengan bantuan pembiayaan dapat memindahkan barang dari suatu tempat yang kegunaannya kurang ke tempat yang lebih bermanfaat. 3. Pembiayaan meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang Pembiayaan yang disalurkan yang disalurkan melelui rekening-rekening koran, pengusaha menciptakan pertambahan peredaran uang giral dan sejenisnya secepri cek, bilyet giro, wesel, promes, dan sebagainya melalui pembiayaan. 4. Pembiayaan menimbulkan gairah Usaha Masyarakat
57
Veithzal Riva‟i, Islamic Financial Management, h.7.
36
Dengan pembiayaan, maka akan menimbulkan semangat dan gairah usaha masyarakat. Karena melalui pembiayaan, masyarakat akan mendapatkan modal/tambahan modal bagi kelangsungan bisnis usahanya. 5. Pembiayaan sebagai alat stabilitas ekonomi Pembiayaan dapat diarahkan untuk menambah perputaran suatu barang serta memperlancar distribusi barang-barang dan pendapatan agar merata ke seluruh lapisan masyarakat. 6. Pembiayaan sebagai jembatan untuk peningkatan Pendapatan nasional Semakin meningkatnya suatu pembiayaan, maka akan terjadi pula peningkatan usaha. Apabila usaha tersebut dapat terus meningkat, maka pajak yang dikeluarkan pun akan meningkat pula. Secara tidak langsung, maka pembiayaan dapat meningkatkan pendapatan nasional. 3. Jenis-Jenis Pembiayaan Bank Pembiayaan Rakyat Syari‟ah (BPRS) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) menurut UU Perbankan Syariah No. 21 Tahun 2008 adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.58 Sedangkan dasar hukum dari bank pembiayaan rakyat
syariah
ini
adalah
mengacu
pada
Peraturan
Bank
Indonesia
No.11/23/PBI/2009 tanggal 1 Juli 2009 tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Tujuan utama yang hendak dicapai dari Bank Pembiayaan Rakyat Syariah ini adalah meningkatkan kesejahteraan ekonomi Umat Islam, terutama masyarakat golongan 58
Bank Indonesia, “Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, Pasal 1 Ayat 9”, diakses pada tanggal 5 Januari 2011 dari http: //www.bi.go.id.
37
ekonomi lemah yang pada umumnya berada di daerah pedesaan, karena BPRS ini memang khusus melayani masyarakat pedesaan.59 Pembiayaan yang dilakukan oleh bank syariah, khususnya pembiayaan yang dilakukan oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang tercantum dalam UU No. 21 tahun 2008 adalah sebagai berikut: 1. Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah atau musyarakah; 2. Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, salam, atau Istishnâ„; 3. Pembiayaan berdasarkan Akad qardh; 4. Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; dan pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah; 5. KONSEP ISTISHNA 1. Pengertian Istishna‟ Dalam kamus Bahasa Arab, kata Istishna„ berasal dari kata ( صنعshana„a) yang artinya membuat.60 Kemudian ditambah huruf alif, sin dan ta‟ menjadi إستصناع (Istishnâ„ )
yang berarti minta membuat (sesuatu). Istishna„ merupakan kontrak
penjualan antara pembeli dan pembuat barang, dimana dalam kontrak ini pembuat barang menerima pesanan dari pembeli.61 Menurut Sayyid Sabiq dalam buku Fiqh
59
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, h. 92. Ahmad Warson Munawir, Kamus Al-Munawir Arab-Indonesia Terlengkap, cetakan ke- 14, (Jakarta: Pustaka Progresif, 1997), h.796. 61 Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syari‟ah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Pres, 2009), h113. 60
38
Sunnah-nya, Istishnâ„ adalah menjual barang yang dibuat (seseorang) sesuai dengan pesanan.62 Menurut Moh. Rifa‟i, Istishnâ„ ialah kontrak/transaksi yang ditandatangani bersama antara pemesan dengan produsen untuk pembuatan sutu jenis barang tertentu atau suatu perjanjian jual beli dimana barang yang akan diperjualbelikan belum ada.63 Sama halnya dengan pengertian yang dikemukakan oleh Wahbah Zuhaili, Istishnâ„ adalah perjanjian dengan pekerja atau pembuat barang untuk membuat sesuatu yang telah ditentukan, atau dengan kata lain akad pembelian suatu barang yang dibuat oleh pekerja (Shani‟) dan barang serta pengerjaannya dari pihak Shani‟.64 DSN MUI menjelaskan pengertian Istishnâ„, yaitu akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni‟) dan penjual (pembuat, shani‟). Istishna„ merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang. Dalam kontrak ini pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang lalu berusaha melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua belah pihak bersepakat atas harga serta sistem pembayaran; apakah pembayaran dilakukan
62
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, terjemahan H. Kamaluddin A. Marzuki, (Bandung: PT AlMa‟arif, 1987), Jilid 12, h.87. 63 Moh. Rifa‟i, Konsep Perbankan Syariah, (Semarang: Wicaksana, 2002), h.73. 64 Wahbah Zulhaili, Fiqh Muamalat Perbankan Syariah Kapita Selekta Al-Fiqhu Al-Islam Wa Adillatuhu, (Jakarta: Bank Mu‟amalat Indonesia, 1999), h.5.
39
di muka, melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai suatu waktu pada masa yang akan datang.65 Menurut jumhur fuqaha, bai‟ Al-Istishnâ„ merupakan suatu jenis khusus dari akad bai‟ as-Salam. Biasanya jenis ini dipergunakan di bidang manufaktur. Dengan demikian, ketentuan bai‟ al-istishna mengikuti ketentuan dan aturan bai‟ as-Salam. 2. Landasan Hukum dan Operasional Istishna‟ Landasan hukum Syari‟ah pelaksanaan Akad Al-Istishnâ„ adalah merujuk pada ayat Al-Qur‟an, yaitu sebagai berikut: …. …. Artinya: ”.... dan Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba....” (Q.S. Al-Baqarah/2: 275) …. …. Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar...” (Q.S. Al-Baqarah/2: 282). Selain itu, para Ulama juga membahas lebih lanjut tentang hukum kebolehannya akad Al-Istishnâ„. Menurut mazhab Hanafi, bai‟ Al-Istishnâ„ termasuk akad yang dilarang karena bertentangan dengan semangat ba‟i secara qiyas. Mereka mendasarkan pada Sargumentasi bahwa pokok kontrak penjualan harus ada dan dimiliki oleh penjual, sedangkan dalam Istishnâ„, pokok kontrak itu belum ada atau 65
Abu Bakar Ibn Mas‟ud al-Kasani, al-Bada‟i was-Sana‟i fi Tartib al-Shara‟i (Beirut: DarulKitab al-Arabi edisi ke-2), review buku Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syari‟ah dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani Press, 2009), h.113.
40
tidak dimiliki penjual. Meskipun demikian, mazhab Hanafi menyetujui kontrak Istishnâ„ atas dasar istihsan karena alasan-alasan berikut ini:66 a. Masyarakat telak mempraktikkan bai‟ Al-Istishnâ„ secara luas dan terus menerus tanpa ada keberatan sama sekali. Hal demikian menjadikan bai‟ AlIstishnâ„ sebagai kasus ijma‟ atau konsensus umum. b. Di dalam syariah dimungkinkan adanya penyimpangan terhadap qiyas berdasarkan ijma‟ ulama. c. Keberadaan bai‟ Al-Istishnâ„ didasarkan atas kebutuhan masyarakat. Banyak orang seringkali memerlukan barang yang tidak tersedia di pasar sehingga mereka cenderung melakukan kontrak agar orang lain membuatkan barang untuk mereka. d. Bai‟ Al-Istishnâ„ sah sesuai dengan aturan umum mengenai kebolehan kontrak selama tidak bertentangan dengan nash atau aturan syariah. Dalam madzhab Maliki, Syafi‟i dan Hambali, Istishnâ„ adalah sah berdasarkan akad jual beli Salam dan kebiasaan masyarakat Islam seperti dalam Salam. Mengingat Al-Istishnâ„ merupakan lanjutan dari bai‟ as-salam, maka secara umum landasan syariah yang berlaku pada bai‟ as-Salam juga berlaku pada bai‟ AlIstishnâ„. Sementara itu, menurut Maulana Taqi Utsmani dalam Buku Standarisasi Akad yang diterbitkan oleh Bank Indonesia menegaskan beberapa perbedaan pokok Istishnâ„ dan Salam, yaitu:67 66
Syafi‟i Antonio, Bank Syari‟ah dari Teori ke Praktik, h.115.
41
1. Kedua akad sama-sama terkait dengan jual beli dimana penyerahan barang dilakukan secara tangguh. Namun Istishnâ„ menekankan bahwa barang yang dipesan perlu dibuatkan terlebih dahulu sesuai dengan pesanan, sedangkan salam bersifat lebih umum tidak mempersyaratkan perlunya barang dibuat terlebih dahulu. 2. Dalam Salam, harga perlu dibayar dimuka secara penuh. Sedangkan Istishnâ„ harga dapat doibayar secara cicilan sesuai dengan tingkat penyelesaian pesanan. 3. Dalam Salam, ketika perjanjian ditandatangani maka tidak dapat dibatalkan secara sepihak. Namun dalam Istishna pembatalan dapat dilakukan sejauh tahapan proses produksi belum dimulai. Landasan operasional Al-Istishnâ„ yaitu berdasarkan Keputusan Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 06/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Jual Beli Istishnâ„ dan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No: Nomor: 22/DSN-MUI/III/2002 Tentang Jual Beli Istishnâ„Paralel. Selain itu, ketentuan praktek Jual Beli Istishnâ„ pada perbankan syariah terdapat pada UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, juga terdapat pada
Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/46/PBI/2005 Tentang Akad Peghimpunan dan Penyaluran Dana Bagi Bank yang melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
67
Bank Indonesia, Standarisasi Akad Produk Bank Syariah: Ijarah, IMBT, Salam, dan Istishna‟, (Jakarta: Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, 2006), hal.64
42
3. Rukun dan Syarat-Syarat Al-Istishnâ„ 1. Rukun Al-Istishnâ„ Rukun dari akad Istishnâ„ yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa hal, yaitu:68 a. Pelaku Akad, yaitu mustashni‟ (pembeli) adalah pihak yang membutuhkan dan memesan barang, dan shani‟ (penjual) adalah pihak yang memproduksi barang pesanan. b. Objek Akad, yaitu barang atau jasa (mashnu‟) dengan spesifikasinya dan harga (tsaman); dan c. Shighah, yaitu Ijab dan Qabul 2. Syarat-Syarat Al- Istishnâ„ Sebagai suatu akad, maka syarat sahnya Istishnâ„ harus memenuhi persyarata khusus yang berkaitan dengan kontrak Istishnâ„, yaitu: a. Barang yang menjadi obyek, yaruslah dapat dispesifikasikan secara jelas, baik dari sisi mutu maupun jumlah, tapa adanya potensi selisih pendapat berkaitan dengan spesifikasi tersebut. b. Barang yang dipesan haruslah barang yang menurut kelaziman dapat diproduksi dan dihasilkan, sehingga barang yang tidak lazim dan sulit untuk diwujudkan, tidak sah menjadi obyek Istishnâ„.
68
Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h.97.
43
c. Waktu penyerahan barang haruslah ditetapkan secara jelas guna menghindari terjadinya kelalaian dalam memenuhi kontrak yang berakibat terjadinya perselisihan antar pihak yang berkontrak. d. Kebutuhan bahan baku produksi yang disediakan oleh pembuat, karena bila disediakan oleh pesmesan maka akan masuk ke dalam akad ijarah. e. Tempat penyerahan barang perlu diperjanjikan secara jelas terutama apabila ada konsekuensi timbulnya biaya transportasi.69 Harga tidak bisa dinaikkan atau diturunkan karena perubahan harga bahan baku atau perubahan biaya tenaga kerja. Perubahan harga dimungkinkan atas kesepakatan bersama bila terjadi perubahan material pada mashnu‟.70 Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional No: 06/DSN-MUI/IV/2000
terdapat ketentuan tentang
pembayaran, barang, dan ketentuan lain-lain antara lain: 1. Ketentuan tentang Pembayaran: a. Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau manfaat. b. Pembayaran dilakukan sesuai dengan kesepakatan. c. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang. 2. Ketentuan tentang Barang: a. Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang.
69
Bank Indonesia, Standarisasi Akad Produk Bank Syariah: Ijarah, IMBT, Salam, dan Istishna‟, (Jakarta: Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, 2006), hal.66. 70 Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah: Wacana Ulama & Cendekiawan, (Jakarta, Tazkia Institute, 1999), cet.ke 1, h.147.
44
b. Harus dapat dijelaskan spesifikasinya. c. Penyerahannya dilakukan kemudian. d.
Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
e. Pembeli (mustashni‟) tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya. f. Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan atau membatalkan akad. 3. Ketentuan Lain: a. Dalam hal pesanan sudah dikerjakan sesuai dengan kesepakatan, hukumnya mengikat. b. Semua ketentuan dalam jual beli salam yang tidak disebutkan di atas berlaku pula pada jual beli . c. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari‟ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.71
71
Dewan Syariah Nasional (DSN). Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, (Jakarta, DSN, 2003), h. 34.
45
BAB III TINJAUAN UMUM BPRS AMANAH UMMAH A. Sejarah Singkat BPRS Amanah Ummah Bank Perkreditan Rakyat Syariah Amanah Ummah atau disingkat dengan BPR Syariah Amanah Ummah adalah salah satu Bank Perkreditan Rakyat Syariah yang tumbuh di Indonesia khususnya wilayah bogor Barat
yang beroperasi
berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam yang bertujuan diantaranya menumbuhkan ekonomi masyarakat atas dasar syariah Islam sebagaimana telah diatus dalam Undang-Undang nomor 21 tahun 2008.72 Sebagai bangsa yang mayoritas penduduknya beragama Islam, maka kehadiran
Bank
Syariah
di
Indonesia
yang
diyakini
prinsip-prinsip
dan
operasionalnya sesuai dengan Syari‟ah Islamiyah adalah suatu keyakinan ummat yang kuat bahwa ajaran Islam adalah ajaran yang tidak hanya mengatur masalah aqidah dan akhlaq juga mengatur ibadah dan muamalah dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk kehidupan sosial-ekonomi. Akan tetapi dilihat dari realitas kehidupan masyarakatnya yang serba tertinggal baik dilihat dari sisi ekonomi maupun yang lainnya tidak mencerminkan nilai-nilai syari‟ah. Keadaan ini menimbulkan keprihatinan seorang ulama dan cendekiawan muslim Bogor, yaitu Bapak KH. Soleh Iskandar (Alm.) yang pada saat itu menjabat sebagai Ketua Badan Kerjasama Pondok Pesantren (BKSPP) Jawa Barat, Beliau 72
BPRS Amanah Ummah, Laporan tahunan 2010, (Bogor: BPRS Amanah Ummah, 2010), h.
3.
46
mulai merintis pembentukkan sebuah lembaga keuangan yang mampu menyentuh sekaligus menolong masyarakat muslim yang hidup di bawah garis kemiskinan. Dalam berbagai kesempatan beliau melontarkan gagasannya dihadapan sejumlah ulama dan cendekiawan muslim dan ternyata mendapatkan tanggapan dan dukungan yang positif. Selanjutnya pada awal Januari 1991 secara resmi beliau mengundang sejumlah ulama, cendekiawan dan pengusaha muslim untuk membicarakan pendirian lembaga keuangan yang beroperasi atas dasar Syariah Islam. Dari pertemuan itu tercapai kesepakatan bahwa sudah saatnya dibentuk lembaga keuangan yang beroperasi atas dasra Syaria‟ah Islam yang nantinya dapat membantu masyarakat muslim khususnya pengusaha muslim yang berekonomi lemah. Mengingat pada saat itu belum ada peraturan resmi tentang lembaga keuangan Isla, maka dibentuk Lembaga Swadaya Masyarakat yang berupa gerakan simpan pinjam yang diberi nama Koperasi Ikhwanul Muslimin. Bersamaan dengan hasil evaluasi tersebut, pada pertengahan Januari 1991, pemrakarsa mendapatkan informasi bahwa di Indonesia khususnya di Jawa Barat telah lahir BPR yang beroperasi berdasarkan Syari‟ah. Pada awal Pebruari 1991 dibentuk tim untuk menyusun proposal pendirian Bank Syari‟ah, pada bulan Juli 1991 proposal diajukan ke Departemen Keuangan Republik Indonesia, Alhamdulillah pada tanggal 16 Desember 1991 terbit izin prinsip dari Departemen Keuangan Republik Indonesia, dan pada tanggal 18 Mei 1992 bertepatan dengan tanggal 02 Muharram 1413 H terbit izin operasional usaha bank, akhirnya pada tanggal 11 Juli 1992 diadakan soft opening sekaligus mulai melakukan 47
operasionalnya. Sedangkan peresmiannya dilaksanakan pada tanggal 8 Agustus 1992 ioleh Bapak Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kabupaten Bogor. Dengan demikian BPR Syari‟ah Amanah Ummah lahir dan beroperasi dengan semangat (ghirah) keagamaan dan keinginan yang kuat untuk memperbaiki kehidupan ekonomi ummat Islam. B. Produk-Produk BPRS Amanah Ummah73 1. Penghimpunan Dana 1. Tabungan Wadi‟ah Tabungan adalah simpanan pihak ketiga pada Bank, yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat dan cara-cara tertentu. Produk tabungan yang ada di BPR Syari‟ah Amanah Ummah adalah tabungan wadi‟ah dengan akad wadi‟ah yadAdhomanah, berupa titipan nasabah kepada Bank. Bank diberi wewenang untuk mengelola uang dari nasabah tersebut. Alat penarikan dana tabungan melalui buku atau ATM. 2. Tabungan Ummah Tabungan yang diperuntukkan bagi masyarakat umum, berbentuk tabungan biasa dengan setoran awal minimal Rp. 10.000,- dan untuk setoran selanjutnya minimal Rp. 5.000,- Sedangkan untuk perusahaan / Badan Usaha, setoran awal minimal Rp. 100.000,- dan setoram selanjutnya minimal Rp. 50.000,-. Tabungan ini dapat diambil kapan saja dan pada setiap jam kerja. 3. Tabungan Pelajar 73
BPRS Amanah Ummah, Laporan tahunan 2010, h.7.
48
Tabungan yang diperuntukkan bagi pelajar dan santri dengan setoran awal minimal Rp. 10.000,- dan untuk setoran selanjutnya minimal Rp. 5.000,-Pengambilan dan penyetoran tabungan dapat dilakukan kapan saja pada setiap jam kerja. 4. Tabungan Haji dan Umrah Tabungan yang berfungsi untuk investasi dana bagi masyarakat yang akan melaksanakan ibadah haji dan umroh. Setoran awal tabungan haji dan umroh minimal Rp. 100.000,- dan setoran selanjutnya minimal sebesar Rp. 50.000,- tabungan ini dapat diambil pada saat nasabah hendak membayar Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) atau sesuai dengan kesepakatan antara Bank dengan nasabah. Nasabah akan mendapatkan bagi hasil sesuai kesepakatan dengan Bank. 5. Deposito Mudharabah Simpanan berupa investasi tidak terikat pihak ketiga pada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasrakan perjanjian antara nasabah pemilik dana (shohibul maal) dengan Bank (mudharib), jangka waktu tersebut adalah satu, tiga, enam, dan dua belas bulan dengan bagi hasil sesuai dengan nisbah yang telah disepakati. 2. Penyaluran Dana 1. Murabahah (MBA) Akad jual beli barang antara Bank sebagai pemilik barang dengan nasabah seharga pokok barang ditambah dengan marjin keuntungan yang disepakati.
49
2. Istishnâ„ (Ist) Akad jual beli barang atas dasar pesanan antara nasabah dan bank dengan spesifikasi tertentu yang diminta nasabah. Bank akan meminta produsen/kontraktor untuk membatkan barang pesanan sesuai permintaan nasabah dan setelah selesai nasabah akan membeli barang tersebut dari bank dengan harga yang telah disepakati bersama. 3. Ijarah (IJR) Akad sewa menyewa atas manfaat suatu barang dan/atau jasa antara pemilik obyek sewa (Bank) dengan penyewa (nasabah) untuk mendapatkan imbalan berupa sewa atau upah bagi pemilik obyek sewa. 4. Ijarah multi Jasa (IJR) Ijarah Multi Jasa adalah pembiayaan dimana bank memberikan pembiayaan kepada nasabah dalam rangka memperoleh manfaat atas suatu jasa. Dalam pembiayaan Ijaroh Multi Jasa tersebut bank dapat memperoleh imbalan jasa/ujrah atau fee. Pembiayaan ijarah Multi Jasa diperuntukkan untuk biaya pendidikan dan kesehatan. 5. Mudharabah (MDA) Akad kerjasama antara Bank sebagai pemilik dana (shahibul maal) dengan nasabah sebagai pelaksana usaha (mudharib) dimana keuntungan dibagi sesuai nisbah yang disepakati sebelumnya, sedangkan kerugian ditanggung pemilik dana/modal. 6. Musyarakah (MSA) Akad kerjasama antara Bank dengan nasabah untuk usaha tertentu, dimana masingmasing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan
50
dibagi berdasarkan nisbah yang disepakati sebelumnya, sedangkan kerugian ditanggung oleh para pihak sebesar partisipasi modal yang disertakan dalam usaha. 7. Rahn (Gadai Emas Syariah) Akad penyerahan barang (emas) dari nasabah (rahin) kepada Bank (murtahin) sebagai jaminan untuk mendapatkan hutang. 8. Qardhul Hasan (QH) dan Qardh (QR) Akad pinjaman dana oleh nasabah kepada bank syariah tanpa imbalan dengan kewajiban pihak nassabah mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu. Qardhul Hasan dananya bersumber dari infaq dan shodaqoh, sedangkan Qardh umum dan Qardh haji bersumber dari modal atau laba Bank. C. Struktur Organisasi Struktur organisasi yang terdapat di BPRS Amanah Ummah dalam menjalankan kegiatan operasionalnya adalah sebagai berikut:
51
Gambar 3.1
Struktur Organisasi
52
D. Visi dan Misi, Motto, dan Budaya Perusahaan BPRS Amanah Ummah BPRS Amanah Ummah Leuwiliang mempunyai Visi sebagai berikut: “Menjadikan BPR Syariah Pilihan Ummat” “Menjadi BPR Syari‟ah yang Amanah dan Profesional” Adapun Misi BPRS Amanah Ummah Leuwiliang adalah: “Membangun Kualitas Kehidupan Ummat Melalui Perbankan Syariah” Motto dari BPRS Amanah Ummah adalah: “Meraih Laba-Menepis Riba-Mengundang Berkah” BPRS
Amanah
Ummah
memiliki
Budaya
Perusahaan
yang harus
dilaksanakan setiap saat dalam kegiatan usahanya, yaitu: “Pelayanan Cepat-Amanah dan Ramah”. E. Susunan Pengurus Bank Kantor pusat Bank berlokasi di Jl. Raya Leuwiliang No. 01 Leuwiliang, Bogor. Sampai dengan tanggal 31 Desember 2009, bank memiliki 1 kantor cabang yang berlokasi di Jl. RE Martadinata No. 2 Bogor dan 1 kantor Kas di Universitas Ibnu Khaldun (UIKA) Bogor. Adapun susunan pengurus Bank adalah sebagai berikut: Dewan Pengawas Syariah Ketua
: Prof. Dr. KH. Didin Hafidhuddin, M.Si.
Anggota
: KH. Khodamul Quddus
Dewan Komisaris Bank Komisaris Utama : Drs. H. Djufri Djamaluddin, M.Pd. 53
Komisaris
: H. Didi Hilman, SH. M.Ag.
Dewan Direksi Bank Direktur Utama
: H. Taufiq Rahman, S.HI.
Direktur
: Drs. M. Abduh Khalid M, M.Si.
Jumlah Karyawan bank pada tahun 2010 sebanyak 61 orang. F. Manajemen Dana Pembiayaan Manajemen dana bank syari‟ah adalah upaya yang dilakukan oleh lembaga bank Syariah, dalam hal ini BPRS dalam mengelola atau mengatur posisi dana yang diterima dari aktivitas funding untuk disalurkan kepada aktivitas financing (pembiayaan), dengan harapan BPRS tetap mampu memenuhi kriteria-kriteria likuiditas, rentabilitas, dan solvabilitasnya.74 Manajemen dana pada BPRS Amanah Ummah, khususnya untuk sektor financing (pembiayaan) dapat kita lihat dari total aktiva produktif, jumlah pembiayaan per-Akad, pembiayaan per-pangsa, pembiayaan per-sektor ekonomi dan lokasi, yang keseluruhan data diperoleh dari laporan tahunan BPRS Amanah Ummah tahun 2010. 1. Aktiva Produktif Aktiva produktif adalah penanaman dana Bank Syariah baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk pembiayaan, piutang, qardh, surat berharga syariah, penemppatan, penyertaan modal, penyertaan modal sementara, komitmen
74
Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP-AMP YKPN, 2002), h.67.
54
dan kontijensi pada transaksi rekening administratif serta sertifikat wadiah bank Indonesia.75 2. Pembiayaan Per-Akad Pembiayaan yang dilakukan oleh BPRS Amanah Ummah, khususnya pada tahun 2010 didominasi oleh Pembiayaan dengan skim murabahah sebesar 87,79%, untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel berikut ini: Tabel 3.2 Jumlah Pembiayaan Per Akad
JENIS AKAD MURABAHAH MULTIJASA ISTISHN„ MUSYARAKAH MUDHARABAH IJARAH QARD QARD RAHN QARD HAJI JUMLAH
PEMBIAYAAN PER-AKAD TAHUN 2010-2009 (Dalam Ribuan) TAHUN 2010 TAHUN 2009 NOMINAL % JML NSB NOMINAL % JML NSB 41,967,030 87.79 1,440 34,188,548 84.79 1,403 28,371 0.06 2 728,896 1.52 7 782,315 1.94 4 597,813 1.25 2 460,000 1.14 2 75,000 0.16 1 75,000 0.19 1 764,566 1.60 31 545,603 1.35 27 43,494 0.09 14 27,608 0.07 8 3,556,767 7.44 411 4,240,305 10.52 701 40,000 0.08 2 47,801,939 100 1,91 40,319,379 100 2,146
Sumber: Laporan Tahun 2010 BPRS Amanah Ummah Dari total jumlah pembiayaan yang tertera di atas, alokasi pembiayaan yang disalurkan kepada nasabah pada tahun 2010 diberikan dalam bentuk modal kerja (47,58%), investasi (15,04%), dan konsumtif (37,38%). Penyebaran pembiayaan menurut sektor ekonomi sepanjang tahun 2010 meliputi sektor perdagangan 75
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia nomor 5/7/PBI/2003 tentang Kualitas Aktiva Produktif Bagi Bank Syariah, diakses pada tanggal 5 Januari 2011 dari http: //www.bi.go.id.
55
(50,17%), disusul lain-lain (37,38%), sektor jasa (10,79%), Pertanian (0,87%), dan sektor industri (0,79%).76 3. Pembiayaan Per-Lokasi Berdasarkan Penyebaran lokasi pembiayaan, sebagian besar disalurkan ke daerah-daerah di sekitar lokasi BPRS, yaitu mencakup: Tabel 3.3
LOKASI LEUWILIANG JASINGA CIGUDEG NANGGUNG RUMPIN CIBUNGBULANG PAMIJAHAN CIAMPEA PARUNG DRAMAGA CIOMAS KODYA BOGOR LAIN2 LUAR KOTA JUMLAH
Jumlah Pembiayaan Per-Lokasi
PEMBIAYAAN PER-LOKASI TAHUN 2010-2009 (Dalam Ribuan) TAHUN 2010 TAHUN 2009 NOMINAL JML NSB % NOMINAL % JML NSB 15,354,075 594,000 32.12 16,957,642 42.06 859 837,225 23 1.75 2,081,676 5.16 47 984,336 38 2.06 392,181 0.97 20 3,636,072 169 7.61 2,427,106 6.02 116 704,815 19 1.47 21,500 0.05 12 3,806,960 246 7.96 5,002,046 12.41 484 751,373 92 1.57 5,058,180 253 10.58 657,615 1.63 16 1,346,159 31 2.82 1,044,688 2.59 41 1,023,883 41 2.14 725,093 1.80 45 1,204,110 21 2.52 2,501,084 6.20 197 11,556,102 359 24.17 8,057,140 19.98 302 1,538,649 24 3.22 451,600 1.12 7 47,801,939 1,910 100.00 40,319,379 100.00 2,146
Sumber: Laporan Tahun 2010 BPRS Amanah Ummah Dari tabel diatas, dapat kita ketahui lokasi mana saja yang paling banyak mengajukan pembiayaan pada BPRS Amanah Ummah. Desa Leuwiliang, sebagai tempat BPRS Amanah Ummah berada merupakan lokasi yang paling banyak 76
BPRS Amanah Ummah, Laporan Tahunan 2010, h.26.
56
memiliki nasabah yaitu sebesar 32,12% dari total jumlah nasabah. Selain itu, untuk lokasi-lokasi yang lainnya juga berada tidak jauh dari Leuwiliang. Hal ini menunjukkan bahwa BPRS Amanah Ummah memiliki fungsi untuk memberdayakan masyarakat sekitar lokasi BPRS. 4. Petugas-Petugas Pembiayaan Berdasarkan surat Keputusan Komisaris-Direksi PT. BPRS Amanah Ummah No: 3/SK/BPRS-AU/I/2011 tentang Team Komite Pembiayaan PT. BPRS Amanah Ummah menetapkan Susunan Team komite Pembiayaan PT BPR Syariah Amanah Ummah adalah sebagai berikut:77 I.
Pembiayaan Umum
1. Pembiayaan diatas Rp. 250 juta, Team Komite Pembiayaan terdiri atas: a. b. c. d. e. f.
Komisaris Utama atau Anggota Komisaris Direktur Utama Direktur Kepala Bidang Marketing Account Officer (AO) yang memproses Legal Officer (LO)
2. Pembiayaan diatas Rp. 35 juta s/d Rp. 250 juta, Team Komite Pembiayaan terdiri atas: a. b. c. d. e.
Direktur Utama Direktur Kepala Bidang Marketing Account Officer (AO) yang memproses Legal Officer (LO)
77
BPRS Amanah Ummah, Surat Keputusan Komisaris-Direksi BPRS Amanah Ummah tentang Tea Komite Pembiayaan BPRS Amanah Ummah, (Bogor: BPRS Amanah Ummah, 2011)
57
3. Pembiayaan diatas Rp. 7,5 juta s/d Rp. 35 juta, Team Komite Pembiayaan terdiri atas: a. b. c. d.
Direktur Kepala Bidang Marketing Account Officer (AO) yang memproses Legal Officer (LO)
4. Pembiayaan sampai dengan Rp. 7,5 juta, Team Komite Pembiayaan terdiri atas: a. Kepala Bidang Marketing b. Account Officer (AO) yang memproses c. Legal Officer (LO). II. 1.
Pembiayaan Gadai Emas Pembiayaan diatas Rp. 250 juta, Team Komite Pembiayaan terdiri atas: a. b. c. d.
2.
Komisaris Utama atau Anggota Komisaris Direktur Utama Direktur Ka.Bag Gadai Emas
Pembiayaan diatas Rp. 10 juta s/d Rp. 250 juta, Team Komite Pembiayaan terdiri atas: a. Direktur Utama b. Direktur c. Ka.Bag Gadai Emas
3.
Pembiayaan sampai dengan Rp. 10 juta, Team Komite Pembiayaan terdiri atas: a. Direktur atau 2 (dua) orang Kepala Bidang bila Direktur tidak berada di tempat b. Ka.Bag Gadai Emas
58
BAB IV ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PEMBIAYAAN AL-ISTISHN„ PADA BPRS AMANAH UMMAH A. Prosedur Pembiayaan Al-Istishnâ„ di BPRS Amanah Ummah Pembiayaan Al-Istishnâ„ pada BPRS Amanah Ummah merupakan suatu jawaban atas kebutuhan masyarakat/nasabah khususnya yang berada di lingkungan BPRS untuk pembiayaan konstruksi dan pembangunan rumah berdasarkan kriteria dan spesifikasi yang diserahkan sepenuhnya kepada nasabah. 78 Sebelum adanya akad Al-Istishnâ„, masyarakat hanya dapat membeli rumah siap huni dari BPRS dengan menggunakan akad murabahah, tanpa adanya spesifikasi tertentu sesuai dengan keinginan nasabah. Akad
Al-Istishnâ„
yang
diaplikasikan
pada
pemberian
pembiayaan
kepemilikan rumah kepada nasabah pada BPRS Amanah Ummah ini melibatkan pihak ketiga, sehingga dalam hal ini pihak BPRS Amanah Ummah mengaplikasikan akad Al-Istishnâ„ paralel. Hal ini disebabkan karena memang pada dasarnya Bank Syariah hanya menyediakan fasilitas pembiayaan saja, bukan berfungsi sebagai penyedia barang sebagaimana penjual barang pada umumnya. Pada BPRS Amanah Ummah, sebagaimana yang tertera pada kontrak akad Istishnâ„
paralel, pihak
developer/produsen sebagai pihak yang membuatkan rumah pesanan nasabah disebut sebagai penjual/pengembang.
78
Wawancara Pribadi dengan Dwi Mulyadi. Bogor, 4 April 2011.
59
Adapun prosedur pembiayaan Al-Istishnâ„ dan Al-Istishnâ„ paralel yang terdapat di BPRS Amanah Ummah dan sama dengan skema yang dikemukakan oleh Sunarto Zulkifli adalah sebagai berikut:79 Skema Pembiayaan Al- Istishnâ„ di BPRS Amanah Ummah
Gambar 4.1
2b
Ib
1a
Nasabah
2a
BPRS Amanah Ummah
Pemasok
3
3b
Keterangan: 1a : Akad Istishnâ„ I 3a 1b : Spesifikasi Barang 3c 2a : Akad Istishnâ„ II 2b : Spesifikasi Barang 3 : Pembayaran dana pembangunan 3a : Penyerahan rumah kepada BPRS Amanah Ummah 3b : Penyerahan rumah dari bank kepada nasabah 3c : Pembayaran Angsuran Pembiayaan
Penjelasan Pembiayaan dengan prinsip Akad Al- Istishnâ„ dan Istishnâ„ paralel yang diterapkan pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Amanah Ummah Leuwiliang-Bogor berdasarkan skema diatas adalah sebagai berikut:80 1. Nasabah datang ke BPRS untuk melakukan pembiayaan Al-Istishnâ„, nasabah datang ke bank disertai spesifikasi dan kriteria tertentu untuk pembuatan sebuah 79
Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2004), h.73. 80 Wawancara Pribadi dengan Dwi Mulyadi. Bogor, 4 April 2011.
60
rumah, seperti merk semen, ukuran rumah, jenis batu bata, fondasinya seperti apa, dan lain sebagainya. Untuk lokasi perumahan, nasabah bisa mengajukan sendiri lokasi tanah yang dimaksud, atau nasabah dapat meminta bank untuk mencarikan lokasi perumahan untuk nasabah. Sejauh ini, akad Istishnâ„ yang ada di BPRS Amanah Ummah baru mencakup 2 perumahan, yaitu perumahan Permata dan Cendo Indah yang terletak di Leuwiliang-Bogor, dimana pihak perumahan/developer hanya menyediakan kavling tanah, sehingga pihak nasabah harus membangun sendiri rumah yang diinginkan. 2. Setelah
itu,
pihak
bank
menunjuk
dan
menghubungi
seorang
developer/pengembang untuk membuatkan rumah yang disertai kriteria dan spesifikasi sesuai keinginan nasabah. Selanjutnya, pihak developer menaksir harga dari rumah tersebut dengan spesifikasi yang dipersyaratkan nasabah. Setelah
diketahui
kisaran
harga
rumah
tersebut,
maka
pihak
bank
memberitahukan kepada nasabah mengenai harga rumahnya, lalu diadakan kesepakatan antara bank dan nasabah untuk biaya angsuran per bulannya, uang muka, dll. Setelah terjadi kesepakatan, maka rumah yang dipesan mulai dikerjakan oleh pihak developer dengan jangka waktu yang telah disepakati, yaitu selama 3 bulan masa pengerjaan. 3. Untuk pembayaran uang muka, maka nasabah membayar uang muka sebesar 30% dari total harga rumah, dengan kata lain pihak bank hanya dapat membiayai sekitar 70% dari total harga rumah dengan batas pembiayaan maksimum sebesar Rp. 800 juta dan batas waktu pembiayaan maksimal 7 tahun. Setelah rumah 61
selesai dibangun, maka rumah langsung dapat dihuni oleh nasabah, tetapi untuk surat-suratnya masih berada di pihak bank sampai masa akad selesai. 4. Penetapan margin keuntungan bank tidak bersifat tetap (fixed) tetapi berdasarkan pada kesepakatan antara pihak bank dengan nasabah. Tetapi kalau disetarakan dengan presentase, rata-rata untuk pembiayaan Istishnâ„ ini tidak melebihi 1.1% perbulan nya, pada intinya kesepakatan antara nasabah dan Bank lah yang dijadikan patokan. Apabila nasabah kurang setuju dengan margin yang ditawarkan Bank, maka Bank bisa saja mengurangi margin nya. B. Manfaat serta Risiko yang Ditimbulkan dari Pembiayaan Al-Istishnâ„ Sebelum membahas tentang risiko yang terdapat pada pembiayaan AlIstishnâ„ dalam hal ini termasuk Al-Istishnâ„ paralel, maka perlu diketahui pula manfaat yang dapat diambil dari pembiayaan Al-Istishnâ„ itu sendiri, baik bagi bank sebagai penyelenggara, maupun bagi nasabah. Manfaat yang dapat diambil bagi Bank Syariah, khususnya bagi BPRS Amanah Ummah dari pembiayaan Al-Istishnâ„ adalah sebagai berikut: a. Meningkatkan pendapatan BPRS Amanah Ummah akibat adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga jual rumah kepada nasabah dan harga rumah yang ditawarkan dari pihak developer/pengembang. Harga rumah yang ditawarkan oleh pihak developer sebagai pihak yang membangunkan rumah untuk nasabah (pada Al-Istishnâ„ paralel) dapat ditambahkan dengan besaran margin tertentu sesuai dengan kesepakatan yang dapat dijadikan sebagai salah satu sumber pendapatan BPRS. 62
b. Sebagai salah satu diversifikasi produk yang terdapat di BPRS Amanah Ummah. Diversifikasi produk merupakan salah satu upaya pihak BPRS Amanah Ummah dalam mengembangkan jenis-jenis produk penyaluran dana (financing) yang terdapat pada BPRS Amanah Ummah.81 Pada awalnya, pembiayaan kepemilikan rumah bagi nasabah hanyalah menggunakan akad murabahah. Akan tetapi, akad murabahah untuk kepemilikan rumah terdapat keterbatasan-keterbatasan diantaranya nasabah tidak dapat memesan rumah berdasarkan spesifikasi tertentu maka pihak BPRS Amanah Ummah berupaya untuk melaksanakan akad AlIstishnâ„ yang sesuai dengan ketentuan syariah. c. Memberikan kepastian pendapatan (return) bagi BPRS Amanah Ummah, baik dari segi jumlah (ammount) maupun waktu (timing) nya. Maksud dari kepastian pendapatan disini adalah bahwasannya dari pembiayaan Al-Istishnâ„, BPRS dapat menerima pendapatan yang pasti karena pembiayaan Al-Istishnâ„ merupakan akad pembiayaan berbasis jual beli yang memperoleh keuntungan bagi Bank dari suatu besaran margin tertentu yang disepakati pada awal akad. d. Memberikan pelayanan mudah kepada nasabah, sehingga nasabah menjadi loyal pada LKS. Sedangkan manfaat akad Al-Istishnâ„ yang dapat dirasakan oleh nasabah diantaranya adalah: a. Merupakan
suatu
jawaban
atas
kebutuhan
masyarakat/nasabah
dalam
kepemilikan rumah berdasarkan spesifikasi dan kriteria tertentu sesuai dengan 81
Wawancara Pribadi dengan Dwi Mulyadi. Bogor, 4 April 2011.
63
keinginan nasabah. Maksud dari spesifikasi tertentu disini adalah nasabah dapat meminta bank untuk membuatkan rumah dengan berbahan dasar semen merk X, batu bata tipe Y, dan lain sebagainya. b. Sebagai suatu alternatif pembiayaan kepemilikan rumah yang berlandaskan prinsip syariah. Nasabah yang memiliki keterbatasan dana untuk membangun sebuah rumah, dapat mengajukan pembiayaan akad Al-Istishnâ„ ke BPRS. Dengan adanya akad Al-Istishnâ„ ini, nasabah tidak perlu mengajukan pembiayaan kepada lembaga perbankan konvensional yang menyediakan skim kepemilikan rumah dengan tingkatan bunga tertentu. c. Penetapan margin yang ditawarkkan oleh BPRS Amanah Ummah pada Akad Istishnâ„ masih bisa dinegosiasikan dengan nasabah. Hal ini dapat memberikan manfaat dan keuntungan bagi nasabah karena besaran margin pembiayaan tidak tetap (fixed), maka nasabah dapat mendapatkan harga berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Dari beberapa manfaat yang telah dikemukakan di atas, telah terlihat bahwasannya akad Al-Istishnâ„ yang diterapkan di BPRS Amanah Ummah memiliki banyak manfaat dan maslahah bagi masyarakat pada umumnya, dan khususnya bagi bank itu sendiri. Selain manfaat yang dapat diambil dari akad Al-Istishnâ„, akad Al-Istishnâ„ juga memiliki beberapa risiko. Risiko-risiko ini ada karena ketika bank syariah masuk ke dalam akad Istishnâ„, akan selalu melibatkan peran para pengembang, kontraktor, perusahaan manufaktur, dan supplier. Selama bank syariah tidak memiliki 64
spesialisasi dalam hal ini maka akan selalu tergantung pada subkontraktor.82 Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Bapak Dwi Mulyadi berdasarkan risiko yang pernah dialami dan disertai dengan kemungkinan-kemungkinan terjadinya berbagai risiko yang lain adalah sebagai berikut: a. Risiko yang bersumber dari internal BPRS Amanah Ummah 1. Terdapat kemungkinan terjadinya kesalahan pihak AO (Account Officer) pada saat identifikasi nasabah pembiayaan. Nasabah yang tidak layak untuk mendapatkan pembiayaan, dikatakan layak untuk mendapatkannya, sehingga menimbulkan risiko kegagalan pembayaran angsuran pembiayaan. 2. Kemungkinan terjadinya kelemahan pada saat monitoring/pemantauan risiko, atau kegiatan monitoring yang dilakukan oleh BPRS Amanah Ummah tidak dilakukan secara optimal, terutama pada risiko pembiayaan nasabah dan risiko dari pihak pengembang. Hal ini dapat menyebabkan kerugian pada bank. b. Risiko yang bersumber dari pihak nasabah/yang memesan rumah kepada Bank 1. Risiko gagal bayar (default risk) pada sisi pembeli adalah bersifat alamiah, atau sering disebut sebagai kegagalan untuk membayar secara penuh dan tepat waktu. Hal ini sangatlah menjadi risiko klasik dari suatu pembiayaan. Keterlambatan pembayaran atau lebih sering kita dengar sebagai kredit macet sangatlah rentan dari suatu pembiayaan.
82
Tariqullah Khan, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h.56.
65
2. Ada kemungkinan nasabah dapat membatalkan kontrak dan gagal menunda waktu pengiriman sehingga bank harus menanggung risiko tambahan. 3. Adanya keluhan dari nasabah mengenai rumah yang telah jadi. Terdapat nasabah yang mengeluh/protes karena rumah yang baru ditempati 2 bulan atapnya sudah bocor, rumah yang dipesan tidak sesuai dengan keinginan nasabah, dll. 4. Risiko adanya kemungkinan berkurangnya laba yang diterima BPRS Amanah Ummah akibat adanya pihak nasabah yang membayar angsuran pembiayaan lebih cepat dari apa yang telah disepakati. Misalnya pada awal akad telah disepakati jangka waktu pembiayaan adala 36 bulan, tetapi dalam perjalanannya, pada bulan ke 24 nasabah telah mampu untuk membayar sisa angsuran nya. Hal ini dapat dijadikan sebagai keuntungan yang diterima Bank karena terbebas dari risiko kegagalan bayar, tetapi dapat juga dimasukkan kedalam kategori sebuah risiko karena berkurangnya laba Bank. tetapi menurut Bapak Dwi Mulyadi, kejadian seperti ini sangat jarang terjadi pada pembiayaan. c. Risiko yang bersumber dari pihak Developer/Pengembang/Pemasok 1. Terdapat
kemungkinan
supplier/developer
membatalkan
kontrak.
Kemungkinan ini bisa saja terjadi, pada saat kontrak telah ditandatangani, tiba-tiba dari pihak developer membatalkan begitu saja dengan alasan tertentu. 2. Risiko kemungkinan terjadinya barang yang dibuat dalam hal ini rumah tidak sesuai dengan keinginan nasabah. Hal ini kemungkinan besar terjadi, yang 66
dimana pada dasarnya akad Istishnâ„ ini pihak developer-lah yang berperan dalam pembuatan barang pesanan, dalam hal ini pembangunan rumah. Risiko seperti ini misalnya adalah fondasi rumah yang telah jadi tidak sesuai dengan apa yang diinginkan nasabah, dan lain sebagainya. 3. Risiko pihak developer yang memalsukan data progress pembuatan rumah. Maksud dari memalsukan data progress disini adalah pada akad Istishnâ„ paralel yang terjadi antara bank dengan pihak developer/penjual, telah disepakati bahwasannya pihak developer harus mengirimkan bukti progress dari pembangunan rumah yang dilaksanakan. Hasil bukti ini adalah berupa foto/laporan yang disampaikan kepada pihak bank sesuai dengan waktu yang telah diperjanjikan. Risiko ini muncul apabila pihak developer melaporkan laporan palsu mengenai progress pembangunan rumah kepada pihak Bank. 4. Risiko kegagalan yang terkait dengan waktu pengiriman, dalam hal ini pihak developer terlambat menyerahkan rumah sesuai dengan waktu yang telah disepakati. Pihak developer bisa saja terlambat dalam menyelesaikan pembangunan rumah yang dipesan. Dalam perjanjian pembangunan sebuah rumah antara pihak developer dan pihak BPRS disepakati selama 3 bulan masa pembangunan. d. Kemungkinan risiko yang bersumber dari luar subyek akad (faktor eksternal)
67
1. Risiko jatuhnya harga barang (price-drop risk). Risiko jatuhnya harga barang diantisipasi dengan menetapkan bahwa jenis pembiayaan ini hanya dilakukan atas dasar kontrak/pesanan yang telah ditentukan harganya.83 2. Risiko terjadinya bencana alam. Risiko bencana alam adalah suatu risiko yang tidak terduga dan tidak dapat dihindari. Khusus dalam pembiayaan Al- Istishnâ„, risiko terjadinya bencana alam ini berdampak pada dua pihak, yaitu bencana alam dapat terjadi pada nasabah, sehingga nasabah tidak mampu lagi melunasi kewajiban kepada BPRS, dan bencana alam yang terjadi menimpa bangunan rumah yang sedang atau telah selesai proses pembuatan. Risiko ini telah diantisipasi oleh pihak BPRS yang mengikutsertakan asuransi atas rumah tersebut. C. Penyebab terjadinya Risiko Pembiayaan Al- Istishnâ„ Menurut hasil wawancara, risiko tersebut dapat disebabkan karena beberapa faktor, yaitu:
1. Faktor Internal BPRS a. Petugas Pembiayaan (knowledge, skill, attitude) Faktor kesalahan dari petugas pembiayaan yang dimaksud adalah adakalanya petugas pembiayaan tidak memiliki kemampuan dan pengetahuan yang lebih mendalam dalam menjalankan tugasnya sebagai petugas pembiayaan, sehingga
83
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), h.265.
68
data-data yang diperlukan tidak akurat dan menyebabkan kerugian pada bank. Selain itu, menurut Bapak Dwi Mulyadi, kesalahan dari petugas pembiyaan ini adalah data yang diperoleh dari analisis nasabah yang tidak memenuhi syarat, dikatakan memenuhi persyaratan.84 Salah satu penyebabnya adalah disebabkan hubungan kedekatan dengan nasabah dan moral hazard petugas sehingga dalam analisisnya dilakukan secara tidak obyektif.85 b. Kelemahan sistem (Penyaluran, Monitoring dan pelunasan) Faktor risiko yang berasal dari sistem pada BPRS Amanah Ummah mencakup dari segi kelemahan sistem penyaluran pembiayaan, dimana bisa saja terjadi kesalahan dalam penyaluran pembiayaan kepada nasabah yang tidak memenuhi persyaratan, monitoring yang lemah dan kurang intensif dari petugas pembiayaan pada BPRS terhadap nasabah, dan kelemahan sistem pelunasan pembiayaan yang terdapat di dalam intern BPRS. Kelemahan sistem ini dapat menyebabkan pembiayaan bermasalah.
c. Manajemen Dalam hal ini, kelemahan dari manajemen internal BPRS mencakup kelemahan kebijakan pembiayaan yang dibentuk oleh komite dan pejabat pembiayaan,
84 85
Wawancara Pribadi dengan Dwi Mulyadi. Bogor, 4 April 2011. Kasmir, Manajemen Perbankan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000, h.102.
69
disiplin pejabat pembiayaan dalam menerapkan sistem dan prosedur pembiayaan rendah.86 2. Faktor Internal Nasabah Risiko pembiayaan bermasalah, khususnya pembiayaan Al-Istishnâ„ juga dapat disebabkan oleh faktor internal nasabah, diantaranya adalah: a. Adanya pemutusan Hubungan Kerja (PHK) nasabah dari pekerjaannya, sehingga nasabah tidak mendaptakan lagi penghasilan, dan secara otomatis mereka tidak mampu lagi untuk melunasi sisa pembiayaan kepada BPRS Amanah Ummah. b. Adanya hubungan keluarga tidak harmonis, seperti terjadi perceraian antara suami isteri nasabah. Khususnya dalah pembiayaan Al-Istishnâ„ di BPRS Amanah Ummah, kasus seperti ini pernah terjadi. Perceraian nasabah menyebabkan terjadinya perebutan hak dan kewajiban atas rumah tersebut. Hingga pada akhirnya rumah tersebut di take over (dipindah tangankan/di jual kembali) kepada pihak lain. c. Terlibat hutang dengan pihak lain. Adakalanya nasabah yang memiliki kewajiban kepada BPRS Amanah Ummah, juga memiliki kewajiban (hutang) kepada pihak lain. Ha ini mengakibatkan tersendatnya pembayaran kewajiban kepada BPRS Amanah Ummah.
86
BPRS Amanah Ummah, Pedoman Pembiayaan, (Bogor: BPRS Amanah Ummah, 2010),
h.3.
70
d. Kondisi usaha nasabah yang sedang mengalami penurunan. Kondisi ini menyebabkan berkurangnya kemampuan nasabah untuk melunasi kewajibannya kepada bank. 3. Faktor Developer Khusus pada pembiayaan Al-Istishnâ„ yang melibatkan pihak ke tiga, yaitu pihak developer/pengembang/penjual rumah yang dipesan oleh nasabah juga dapat menyebabkan suatu risiko tersendiri. Menurut Bapak Dwi Mulyadi, belum pernah terjadi pembiayaan bermasalah yang disebabkan oleh faktor developer, tetapi terdapat beberapa faktor pembiayaan Al-Istishnâ„ bermasalah yang dimungkinkan terjadi yang berasal dari pihak developer, yaitu: a. Adanya itikad/karakter kurang baik dari developer yang membangun rumah dengan tidak memerhatikan secara benar pesanan dari nasabah, sehingga rumah tidak sesuai dengan kriteria pesanan. b.
Pihak developer yang kabur/melarikan diri membawa lari uang yang telah diberikan BPRS guna membangunkan rumah.
4. Faktor Eksternal Maksud dari faktor eksternal adalah faktor-faktor penyebab terjadinya risiko yang bersumber dari luar faktor subyek akad, yaitu Bank, nasabah dan pihak developer/pemasok. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
a. Bencana alam 71
Risiko bencana alam adalah suatu risiko yang tidak terduga dan tidak dapat dihindari. Khusus dalam pembiayaan Al-Istishnâ„, risiko terjadinya bencana alam ini berdampak pada dua pihak, yaitu bencana alam dapat terjadi pada nasabah, sehingga nasabah tidak mampu lagi melunasi kewajiban kepada BPRS, dan bencana alam yang terjadi menimpa bangunan rumah yang sedang atau telah selesai proses pembuatan. b. Musim Bagi pembiayaan Al-Istishnâ„ dalam hal ini pembiayaan atas pembangunan sebuah rumah, faktor musim dapat saja mempengaruhi terkait dengan waktu penyelesaian rumah tersebut. Musim yang tidak menentu menyebabkan proses penyelesaian rumah menjadi tersendat dan terlambat. D. Penerapan Manajemen Risiko Pembiayaan Al-Istishnâ„ di BPRS Amanah Ummah Maraknya berbagai lembaga keuangan syariah yang tumbuh, serta perubahan yang cepat baik dari sisi regulator, teknologi dan informasi yang tak terbayangkan sebelumnya, sektor keuangan menjadi sektor dengan tingkat risiko yang sangat tinggi. Risiko dalam berbagai bentuk dan sumbernya merupakan komponen yang tak terpisahkan dalam setiap aktivitas muamalat (ekonomi).87 Untuk itu, sebagai salah satu pilar sektor keuangan dalam melaksanakan fungsi intermediasi dan pelayanan
87
Masyhud ali, Manajemen Risiko: Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), h.xix..
72
jasa keuangan, lembaga keuangan jelas sangat memerlukan adanya manajemen risiko yang berfungsi sebagai filter terhadap kegiatan usaha.88 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Amanah Ummah juga telah menyadari pentingnya suatu manajemen risiko pada pembiayaan yang dijalankan demi kelangsungan BPRS. Hal ini dapat terlihat dari salah satu tugas dan tanggungjawab bagian pembiayaan BPRS yang melakukan analisis, memonitor, mengevaluasi dan remedial untuk menyelesaikan suatu pembiayaan bermasalah. Hal ini juga telah disampaikan oleh Bpk. Dwi Mulyadi, selaku Accout Officer BPRS Amanah Ummah, bahwasannya BPRS Amanah Ummah telah membentuk divisi/bagian pembiayaan dimana memiliki fungsi utama jabatan yaitu memproses pengajuan pembiayaan, melakukan analisis kelayakan serta memberikan rekomendasi atas pengajuan pembiayaan sesuai dengan hasil analisis yang telah dilakukan. Selain itu, AO juga bertugas untuk menyelesaikan berbagai risiko yang dihadapi dari pembiayaan tersebut bersama dengan Legal Officer (LO) dan Kepala Bidang Marketing. Oleh karena itu, BPRS Amanah Ummah dalam proses manajemen risiko dan dilaksanakan oleh Account Officer yang bekerjasama dan terkoordinasi dengan Kepala Bagian Marketing dan Legal Officer, tidak ada divisi/bagian khusus yang menangani manajemen risiko pembiayaan. Meskipun demikian, pihak manajemen BPRS Amanah Ummah telah menerapkan manajemen risiko dalam pembiayaan yang dilakukan, termasuk pembiayaan Al- Istishnâ„.
88
Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007, h.225.
73
Proses manajemen risiko sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia, setidaknya mencakup 4 tahapan utama manajemen risiko, yaitu proses identifikasi risiko, pengukuran/penilaian risiko, pemantauan risiko, dan pengendalian risiko.89 Demikian hal nya yang dilaksanakan pada BPRS Amanah Ummah dalam proses manajemen risiko pembiayaan telah tercakup ke dalam keempat proses tersebut. Dalam prakteknya, BPRS Amanah Ummah lebih memprioritaskan pada identifikasi risiko kegiatan pembiayaan. Identifikasi risiko ini dimaksudkan sebagai tindakan preventif yang dilakukan oleh BPRS dalam penyaluran pembiayaan bagi nasabah untuk menghindari terjadinya pembiayaan macet dan untuk meminimalisir pembiayaan bermasalah sedini mungkin. Setelah risiko akad Al-Istishnâ„ diklasifikasikan menurut sumber darimana risiko tersebut datangnya, yaitu dari kontraktor/developer yang membuatkan rumah bagi nasabah, dari nasabah itu sendiri, dan dari sumber eksternal diluar kontraktor dan nasabah, maka dari berbagai risiko tersebut dilakukan serangkaian proses manajemen risiko. Proses manajemen risiko ini dibedakan menurut sumber risiko, karena memang pada akad Istishnâ„
melibatkan pihak ketiga yaitu pihak
kontraktor/developer yang tidak terdapat pada akad lainnya. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Bpk. Dwi Mulyadi selaku Account Officer yang bertugas pula untuk proses manajemen risiko pembiayaan, bahwasannya pembiayaan Istishnâ„
ini
memiliki risiko yang lebih kompleks dibandingkan dengan pembiayaan lainnya,
89
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, diakses pada tanggal 5 Januari 2011 dari http: //www.bi.go.id.
74
sehingga dalam hal penanganan/manajemen risiko nya itu sendiri juga disesuaikan dengan jenis risiko yang terdapat pada akad Al-Istishnâ„ ini.90 1. Risiko yang bersumber dari pihak Nasabah/yang memesan rumah kepada Bank Risiko yang bersumber dari nasabah, sebagaimana yang telah dijelaskan dibagian awal diantaranya adalah Risiko gagal bayar (default risk), Ada kemungkinan nasabah dapat membatalkan kontrak dan gagal menunda waktu pengiriman sehingga bank harus menanggung risiko tambahan, dan adanya keluhan dari nasabah mengenai rumah yang telah jadi, maka BPRS mengambil tindakan manajemen risiko sebagai berikut: I.
Identifikasi Risiko Proses ini meliputi identifikasi risiko yang mungkin terjadi dalam suatu
aktivitas usaha. Identifikasi risiko secara akurat dan komplet sangatlah vital dalam manajemen
risiko.
Tujuan
dilakukannya
identifikasi
risiko
adalah
untuk
mengidentifikasi seluruh jenis risiko yang melekat pada setiap aktivitas fungsional yang berpotensi merugikan Bank.91 Proses Identifikasi mengenai jenis-jenis risiko yang bersumber dari nasabah Bank, yaitu Risiko gagal bayar (default risk), ada kemungkinan nasabah dapat membatalkan kontrak dan gagal menunda waktu pengiriman, adanya keluhan dari nasabah mengenai rumah yang telah jadi, dan Risiko adanya kemungkinan 90
Wawancara Pribadi dengan Dwi Mulyadi. Bogor, 4 April 2011. Bank Indonesia, Pedoman Standar Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, diakses pada tanggal 5 Januari 2011 dari http: www.bpkp.go.id 91
75
berkurangnya laba yang diterima BPRS Amanah Ummah akibat adanya pihak nasabah yang membayar angsuran pembiayaan lebih cepat dari apa yang telah disepakati. Mengenai proses identifikasi risiko tidak hanya sampai disini saja. Sebagaimana yang terdapat dalam Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, terdapat hal-hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan identifikasi risiko ini, salah satunya yaitu menggabungkan dan menganalisa informasi risiko dari seluruh sumber informasi yang tersedia. Oleh karena risiko ini bersumber dari nasabah BPRS, maka proses identifikasi ini juga harus disertai dengan informasi yang berkaitan dengan sumber risiko itu sendiri, yaitu informasi mengenai nasabah bank. Dengan adanya identifikasi nasabah, maka diharapkan semua risiko yang dihadapi bank yang bersumber dari nasabah dapat diatasi dan dapat diidentifikasi sedini mungkin sebelum pembiayaan dicairkan kepada nasabah. Pada proses mengidentifikasi dan menganalisis risiko pembiayaan AlIstishnâ„, BPRS Amanah Ummah lebih menekankan kepada proses analisis pada awal pengajuan pembiayaan dari nasabah melalui analisis pembiayaan. Analisa pembiayaan merupakan suatu upaya untuk menilai prospek dan risiko atas sebuah usulan pembiayaan dengan melakukan pemeriksaan dan evaluasi baik secara kualitatif maupun kuantitatif serta proses pengajuan usulan persetujuan. Analisa pembiayaan diperlukan agar bank memperoleh keyakinan bahwa pembiayaan yang diberikan dapat dikembalikan oleh nasabah. Pada BPRS Amanah Ummah, analisa pembiayaan dilakukan pada 2 aspek, yaitu:
76
1. Analisa terhadap kemauan bayar disebut analisa kualitatif (willingness to pay). Adalah kegiatan menganalisis data-data non keuangan berupa kondisi nasabah, usaha/proyek yang dibiayai dan aspek makro maupun mikro lainnya yang berkaitan dengan nasabah. Aspek yang dianalisis mencakup karakter (akhlak) dan komitmen nasabah. Analisis aspek status dan karakter nasabah. Karakter nasabah sangat mempengaruhi bagi kelancaran pembiayaan, khususnya bagi kelancaran proses angsuran pembiayaan. Selain itu, karakter/akhlak dari nasabah merupakan suatu tolok ukur keberhasilan suatu pembiayaan yang dijalani. Banyak pembiayaan yang berakhir dengan proses penghapusan pembiayaan hanya karena akhlak dan karakter nasabah yang tidak baik. Khususnya pada pembiayaan Al-Istishnâ„, karakter nasabah ini juga menjadi sorotan khusus bagi Bank, khususnya bagian Account Officer/Bagian Pembiayaan. Selain disebabkan untuk menghindari risiko kegagalan pembayaran angsuran pembiayaan, lebih jauh lagi adalah untuk meminimalisir potensi terjadinya proses take over (penjualan kembali) rumah hasil pembiayaan Al-Istishnâ„. Hal ini dapat terjadi apabila di tengah proses pembiayaan berlangsung, ternyata karakter nasabah tidak baik, maka besar kemungkinan proses pembayaran angsuran pembiayaan akan tersendat, yang pada akhirnya harus menempuh jalan untuk take over/penjualan kembali rumah kepada pihak lain. Sedangkan untuk proses take over itu sendiri tidaklah mudah, pihak Bank harus mencari nasabah lain/pihak lain yang bersedia membeli rumah tersebut atau meneruskan angsuran pembiayaan si nasabah. 77
Karakter nasabah dapat dilihat oleh pihak BPRS pada masa awal nasabah mengajukan pembiayaan dengan menggunakan beberapa metode yang dapat dilakukan. Metode yang dipergunakan adalah melalui wawancara yang mendalam, atau mencari sumber informasi lain yang berhubungan dengan kegiatan nasabah. 1. Wawancara Mencari informasi calon nasabah melalui calon nasabah sendiri. Proses wawancara ini dapat dilakukan pada awal pengajuan pembiayaan dengan menilai lebih lanjut dari kebiasaan nasabah, hubungan keluarga, latar belakang pendidikan, dan lain sebagainya. 2. Checking a. Personal Checking Informasi tentang calon nasabah melalui tokoh masyarakat atau orang-orang tertentu yang mengetahui calon nasabah tersebut. Meliputi karakter, hubungan dengan keluarga, utang piutang, dll. Personal checking ini dilakukan oleh bagian AO kepada para tetangga nasabah/tokoh masyarakat setempat tanpa diketahui oleh nasabah itu sendiri, sehingga Bank lebih yakin akan integritas nasabah. b. Trade Checking Informasi tentang calon nasabah melalui pelanggan/perusahaan yang berhubungan dengan calon nasabah. Meliputi kualitas hubungan bisnis, utang piutang, reputasi bisnis dan manajemen. Hal ini perlu dilakukan, apabila nasabah memiliki perusahaan/pelanggan. Pihak Bank dapat bertanya kepada pelanggan tersebut mengenai karakter dan kredibilitas nasabah. 78
c. Bank Checking Informasi tentang calon nasabah melalui Bank Indonesia (Sistem Informasi debitur/SID). Meliputi Kualitas hubungan dengan bank, fasilitas yang diperoleh dan kolektibilitas. Apabila nasabah telah memiliki catatan buruk, maka Bank tidak dapat mengabulkan permohonan pembiayaan nasabah. Selain melalui beberapa metode yang telah disebutkan, ada juga nasabah hasil rekomendasi dari karyawan BPRS Amanah Ummah. Hal ini juga akan meminimalisir dampak risiko yang bersumber dari karakter nasabah, karena nasabah yang berasal dari rekomendasi karyawan dapat lebih dipercaya yang secara tidak langsung karyawan tersebut adalah personal guarantee dari nasabah itu sendiri. 2. Analisa terhadap kemampuan bayar yang disebut dengan analisa kuantitatif (Ability to Pay). Analisa kuantitatif adalah analisis data-data keuangan nasabah yang berhubungan dengan kemampuan keuangan terhadap pembiayaan yang diberikan.92 a. Analisis Aspek Keuangan nasabah Penilaian terhadap aspek keuangan nasabah dapat dilakukan dengan cara menganalisis lebih mendalam dari form pembiayaan yang telah diisi oleh nasabah. Dari form yang telah diisi nasabah, dapat terlihat dari berapa penghasilan yang diterima oleh nasabah. b. Aspek Jaminan nasabah
92
BPRS Amanah Ummah, Pedoman Pembiayaan, (Bogor: BPRS Amanah Ummah, 2010),
h.3.
79
Fungsi pemberian jaminan tersebut adalah guna memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapatkan pelunasan dengan barang-barang jaminan tersebut bilamana nasabah bercidera janji tidak membayar kembali kewajibannya pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian.93 Apabila suatu kredit diberikan telah dilakukan penelitian secara mendalam, sehingga nasabah sudah dikatakan layak untuk memperoleh kredit, maka fungsi jaminan kredit hanyalah utuk berjaga-jaga.94 Untuk pembiayaan Al-Istishnâ„, yang dijadikan barang jaminan adalah rumah itu sendiri, sehingga nasabah tidak perlu lagi menyediakan jaminan lain untuk meng-cover pembiayaan yang diajukan. Hal ini dapat berimplikasi pada pengeksekusian jaminan, maka apabila di tengah-tengah perjanjian nasabah cidera janji, maka rumah tersebut dapat ditarik kembali oleh BPRS. Pada saat rumah beserta surat tanah dan/atau bangunan telah selesai, maka surat atas bangunan tersebut disimpan di Bank sebagain jaminan sampai nasabah telah selesai mengangsur pembiayaan sampai akhir periode. Disamping itu, nasabah juga bisa mengajukan jaminan lain, seperti jaminan BPKB Kendaraan, dan lain-lain dengan syarat, nilai jaminan tersebut dapat meng-cover dari nilai pembiayaan nasabah. II.
Pengukuran Risiko Pengukuran risiko dalam hal ini mengukur sejauh mana risiko yang telah ada
dapat mempengaruhi keberlangsungan BPRS. Dalam pengukuran risiko, BPRS tidak 93
Soedijono Reksoprajitno, Pengantar Manajemen Bank Umum, (Jakarta: Gunadarma, 1999),
94
Kasmir, Manajemen Perbankan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), h. 91.
h. 99.
80
menggunakan teknik untuk mengukur risiko yang ada Pada Bank dengan metodemetode tertentu, tetapi dalam hal ini usaha yang dilakukan oleh BPRS Amanah Ummah dalam mengukur tingkat risiko adalah melihat dan meninjau terlebih dahulu sumber dan faktor dari risiko tersebut dapat terjadi. Salah satu penyebab terjadinya risiko pada bank adalah dari nasabah itu sendiri dalam menyelesaikan kewajiban membayar angsuran kepada bank. Maka dalam hal ini pihak bank mengelompokkan pembiayaan nasabah berdasarkan kategori kolektibilitas dan kelancaran proses pembayaran angsuran pembiayaan nasabah. Pengelompokkan pembiayaan berdasarkan keadaan dan kelancarannya sangat perlu dilakukan demi kelancaran tugas-tugas pengamanan fasilitas-fasilitas yang telah diberikan kepada para nasabah, sehingga sikap dan cara-cara menghadapi nasabah pun akan dapat disesuaikan sedemikian rupa dengan kelancaran proses pembayaran angsuran
pembiayaannya.95
Untuk
itulah
Bank
Indonesia
mengharuskan
pengelompokkan kredit/pembiayaan berdasarkan collectibility yang telah digunakan sesuai berdasarkan collectibility yang telah digunakan sesuai berdasarkan dengan maksud pengamanan. Pada BPRS Amanah Ummah, penggolongan kolektibilitas nasabah adalah sama dengan yang dikemukakan oleh Bank Indonesia, yaitu dibagi kedalam 4 kategori. Pengkategorian tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pembiayaan Lancar (Kol 1)
95
Muchdarsyah Sinungan, Manajemen Dana Bank, Edisi Kedua, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), h.265.
81
Adalah pembiayaan yang kewajiban-kewajibannya secara lancar dipenuhi oleh nasabah dan tidak terjadi tunggakkan lebih dari 3 (tiga) bulan. 2. Pembiayaan kurang lancar (Kol 2) Adalah pembiayaan yang kewajiban-kewajibannya lebih dari 3 (tiga) bulan tidak dibayar, tetapi tidak melampaui dari 6 (enam) bulan dan pembiayaan tersebut tidak melewati jatuh tempo. 3. Pembiayaan diragukan (Kol 3) Adalah pembiayaan yang kewajiban-kewajibannya lebih dari 6 (enam) bulan tidak dibayar, tetapi tidak melampaui dari 27 (dua puluh tujuh) bulan dan pembiayaan tersebut tidak melewati jatuh tempo lebih dari 3 (tiga) bulan. 4. Pembiayaan Macet (Kol 4) Adalah pembiayaan yang kewajiban-kewajibannya tidak dibayar melewati dari 27 (dua puluh tujuh) bulan dan jatuh tempo pembiayaan lebih dari 24 (dua puluh empat) bulan. Apabila memenuhi syarat kategori pembiayaan macet tersebut harus dikeluarkan dari fortofolio pembiayaan yang harus dihapusbukukan. Kolektibilitas pembiayaan dibentuk, selain untuk mengelompokkan nasabah berdasarkan tingkat kelancaran pembiayaan, juga berfungsi sebagai bahan acuan bagi BPRS Amanah Ummah untuk mengambil sejumlah tindakan penyelamatan pembiayaan. III. Pemantauan Risiko Pemantauan risiko dilakukan dengan memperhatikan perubahan yang ada pada kegiatan pembiayaan yang sedang dilakukan, berdasarkan pada data-data yang 82
ada dan akurat yang telah berhasil dikumpulkan, kemudian bank memetakan risiko tersebut berdasarkan tingkatannya yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Pemetaan ini bertujuan untuk memudahkan pihak bank dalam memantau kegiatan pembiayaan berikutnya, jika teridentifikasi adanya suatu gejala yang menunjukkan akan adaya risiko, misalnya nasabah mulai terlambat melakukan pembayaran maka bank akan mencari solusi atau cara yang tepat untuk mengendalikan risiko tersebut. Dalam rangka melaksanakan pemantauan Risiko, Bank wajib sekurangkurangnya melakukan evaluasi terhadap eksposur Risiko, dan penyempurnaan proses pelaporan apabila terdapat perubahan kegiatan usaha Bank, produk, transaksi, faktor Risiko, teknologi informasi dan sistem informasi Manajemen Risiko yang bersifat material. Dengan adanya pemantauan risiko, maka bank dengan segera dapat melakukan tindakan yang sesuai dengan tingkat risiko yang terjadi pada BPRS. Hasil pemantauan risiko pada BPRS Amanah Ummah merupakan suatu tindakan lanjut dan berkesinambungan dari tahapan manajemen risiko sebelumnya, yaitu proses pengukuran risiko. pada tahapan pengukuran risiko, BPRS Amanah Ummah mengelompokkan nasabah sesuai dengan tingkat kolektibilitas pembayaran angsurannya, sedangkan dalam tahap pemantauan risiko adalah tindakan yang dilakukan BPRS Amanah Ummah dalam menghadapi risiko menurut tingkat kolektibilitasnya, yaitu: 1. Pembiayaan lancar (Kol 1) a. Monitoring usaha 83
b. Pengelolaan account dan pembinaan debitur c. Buat surat pemberitahuan 2. Pembiayaan Kurang Lancar (Kol 2) a. Buat surat teguran/peringatan b. Kunjungan lapangan/collecting c. Penyelamatan pembiayaan 3. Pembiayaan Diragukan dan Macet (Kol 3 dan 4) a. Penyerahan account ke bagian remedial (AO) b. Pemanggilan debitur c. Surat peringatan d. Penyelamatan dengan membentuk STK (Satuan Tugas Khusus) e. Upaya Penyelamatan Pembiayaan. Untuk proses pemantauan risiko atas adanya keluhan nasabah atas rumah yang yang telah jadi adalah pihak BPRS Amanah Ummah melakukan pengamatan secara periodik sampai dengan 6 bulan, yaitu batas waktu garansi rumah yang diberikan oleh Bank kepada nasabah. Oleh karena itu, apabila rumah yang telah jadi terdapat kerusakan dalam jangka waktu 6 bulan, maka pihak BPRS masih memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk memperbaiki dan menanggapi keluhan nasabah. IV. Pengendalian Risiko Setelah melakukan proses pemantauan risiko, maka BPRS Amanah Ummah akan melakukan proses pengendalian risiko. Pengendalian risiko merupakan upaya penyelamatan pembiayaan bermasalah yang dilakukan oleh BPRS Amanah Ummah. Sebelum meentukan langkah dala rangka menyelamatkan pembiayaan bermasalah,
84
terlebih dahulu perlu diteliti sebab-sebab terjadinya kemacetan dalam pembiayaan (pembiayaan bermasalah).96 Adapun proses pengendalian risiko yang ada pada BPRS Amanah Ummah dapat dilihat dari diagram berikut: Gambar 4.2
Skema Proses Pengendalian Risiko Yang Bersumber Dari Nasabah
Evaluasi Ulang Pembiayaan (Yuridis, Pemasaran, Keuangan, Teknis, Management, & Jaminan)
Berat Write Off Klasifikasi
Klasifikasi
Ringan/Sedang Potensial Income/Jaminan
Penanganan Langsung (Panggilan, Teguran, Kunjungan) Merah . Pailit . Non Jaminan
Kuning . Mampu . Jaminan OK
Tidak Bayar/Bayar Sebagian Risiko yang bersumber dari nasabah, dalam hal ini sebagian besar adalah dari Sumber: Pedoman Pembiayaan BPRS Amanah Ummah faktor ketidakmampuan nasabah untuk membayar angsuran kepada BPRS, maka REVITALISASI EKSEKUSI - Resceduling - Likuidasi Usaha pihak BPRS Amanah Ummah menempuh langkah-langkah berikut ini:Eksekusi - Restructuring - Parate - Reconditioning - Collection Agent 1. Apabila terjadi risiko kegagalan pembayaran angsuran - Bantuan - nasabah Ligitasi kepada Bank, Management
maka pihak BPRS melakukan evaluasi ulang pembiayaan meliputi evaluasi yuridis, pemasaran, keuangan, teknis, manajemen dan jaminan. 2. Setelah dilakukan identifikasi dan evaluasi ulang di bidang pembiayaan, maka tahap selanjutnya adalah pengklasifikasian pembiayaan bermasalah tersebut menurut rating, yaitu ringan/sedang yang dapat ditangani langsung dengan cara 96
Muhdarsyah Sinungan, Manajemen Dana Bank, h.280.
85
melakukan tindakan-tindakan administratif seperti melakukan pemanggilan dan tindakan lain yang telah dijelaskan sebelumnya pada proses pemantauan risiko. Apabila risiko tersebut termasuk ke dalam kategori berat, maka pihak BPRS melakukan tindakan revitalisasi/penyelamatan pembiayaan dan yang terakhir adalah eksekusi jaminan. a. Langkah-Langkah Revitalisasi Pembiayaan Berikut ini adalah langkah-langkah revitalisasi/penyelamatan pembiayaan bermasalah yang diterapkan di BPRS Amanah Ummah.97 1. Rescheduling (Penjadwalan ulang) Syarat-syarat: a. Potensi usaha masih ada b. Kemampuan debitur masih ada c. Problem cash flow sementara d. Plafon tetap Perubahan: a. Jangka waktu b. Jadwal angsuran c. Grace Period d. Jumlah Angsuran 2. Restucturing (Penataan Ulang) Syarat-syarat: a. Potensi usaha masih ada b. Kemampuan debitur masih ada c. Problem cash flow sementara 97
BPRS Amanah Ummah, Pedoman Pembiayaan, (Bogor: BPRS Amanah Ummah, 2010),
h.5.
86
d. Plafon bisa berubah Perubahan: a. Jangka waktu b. Jadwal angsuran c. Grace Period d. Jumlah Angsuran e. Jumlah plafon f. Persyaratan g. Jaminan 3. Reconditioning (Persyaratan Ulang) Syarat-syarat: a. Potensi usaha masih ada b. Sarana Usaha Memadai c. Problem cash flow & management d. Plafon tetap/berubah Perubahan: a. Jangka waktu b. Jadwal angsuran c. Harga jual d. Agunan e. Kepemilikan f. Pengurus g. Nama & status perusahaan h. Perubahan debitur 4. Bantuan Management Yang dimaksud dengan bantuan management adalah diusulkan agar nasabah mendapat bantuan management dari pihak lain yang lebih menguasai mengetahui seluk beluk usahanya (untuk pembiayaan mudharabah dan musyarakah). 87
b. Eksekusi Pembiayaan/Jaminan Apabila usaha untuk revitalisasi/penyelamatan pembiayaan tetap saja gagal, maka selanjutnya akan dilakukan eksekusi pembiayaan. eksekusi pembiayaan merupakan
upaya
penyelesaian
pembiayaan
dengan
menjual,
menguasai
jaminan/usaha karena nasabah sudah tidak prospektif dan tidak dapat melunasi sisa pembiayaan. tindakan eksekusi pembiayaan/jaminan yang terdapat pada BPRS Amanah Ummah adalah sebagai berikut: 1. Di Luar Pengadilan a. Likuidasi Usaha Adalah upaya penjualan stock barang dagangan, sarana produksi, tempat usaha, jaminan, dll, guna menutupi pembiayaan yang tertunggak secara sukarela. Untuk pembiayaan Al-Istishnâ„, apabila nasabah sudah tidak dapat melunasi sisa angsuran pembiayaan, tetapi jaminan masih ada dalam kuasa Bank, maka pihak BPRS Akan mengeksekusi jaminan tersebut atas dasar kesepakatan nasabah. Dalam usaha untuk melakukan eksekusi jaminan, BPRS Amanah Ummah memiliki strategi dalam mengeksekusi jaminan tersebut, yaitu: Simpati, dalam hal ini berarti petugas pembiayaan bersikap sopan, menghargai kepada nasabah. selain itu, strategi yang dilakukan BPRS dalam mengeksekusi jaminan adalah Empati, diantaranya menyelami keadaan nasabah, bicara seakan untuk kepentingan nasabah, dan Menekan yang berarti tegas. b. Parate Eksekusi
88
Parate eksekusi adalah upaya pengembalian/pelunasan pembiayaan dengan/dari penjualan jaminan nasabah secara sukarela. c. Collection Agent Collection Agent merupakan proses penagihan pembiayaan bermasalah melalui pihak ketiga (orang/lembaga lain). 2. Melalui Pengadilan Litigasi Adalah proses pengambilalihan jaminan secara paksa dengan saluran hukum yang berlaku dengan melibatkan lembaga resmi negara dibidang hukum (melalui gugatan ke Basyarnas/Pengadilan Agama). Selama praktek akad Al-Istishnâ„ pada BPRS Amanah Ummah dilaksanakan, belum ada persoalan dan permasalahan yang diajukan ke pengadilan atau Basyarnas. Seluruh persoalan yang berkaitan dengan pembiayaan yang menggunakan akad AlIstishnâ„ dilaksanakan melalui jalur musyawarah mufakat. c. Proses Take over Rumah Khusus
bagi
pembiayaan
Al-Istishnâ„,
terdapat
langkah
lain
bagi
pengendalian risiko yang bersumber dari nasabah, yaitu take over/pindah tangan/balik nama atas rumah tersebut. Hal ini telah terjadi di BPRS Amanah Ummah, dimana ada salah satu nasabah pembiayaan Al-Istishnâ„ yang tidak dapat melanjutkan kembali pelunasan sisa pembiayaan kepada Bank karena pihak nasabah terlibat konflik rumah tangga yang cukup berat, maka BPRS melakukan tindakan penyelamatan dengan proses take over, atau dengan kata lain pihak BPRS dan nasabah sepakat untuk menjual rumah tersebut kepada pihak lain. Proses penjualan rumah tersebut diawali 89
dengan promosi kepada pihak lain, yang pada akhirnya pihak ketiga tersebut bersedia untuk melunasi dan membiayai rumah tersebut.98 Proses take over ini adalah sah karena pada saat rumah telah selesai dibangun, rumah tersebut telah sah milik nasabah hanya saja surat tanah dan surat lainnya disimpan di bank yang dijadikan sebagai jaminan. Apabila proses take over tersebut telah selesai, maka nasabah pertama yang melakukan take over mendapatkan angsuran pokok yang telah dibayarkan kepada BPRS. Pada kasus yang pernah dialami oleh BPRS, pihak yang membeli rumah telah menempati rumah tersebut dan permasalahan ini telah selesai. d. Asuransi dan Garansi Rumah Pada kontrak akad Istishnâ„ , terdapat biaya asuransi yang harus dibayar oleh nasabah. Biaya Asuransi ini meliputi asuransi jiwa dan asuransi kerugian. Asuransi jiwa
merupakan
asuransi
untuk
meng-cover
nasabah
apabila
nasabah
kecelakaan/terjadi klaim, maka pihak nasabah/ahli waris mendapatkan klaim dari perusahaan asuransi untuk membayar sisa angsuran kepada pihak BPRS. Sedangkan Asuransi Kerugian adalah asuransi untuk melindungi rumah yang telah jadi dari peristiwa kebakaran. Nilai Klaim yang dapai diterima adalah sesuai dengan masa waktu terjadinya musibah. Misalnya terjadi musibah kebakaran pada rumah tersebut pada saat3 bulan pertama, maka pihak asuransi dapat memberikan pertanggungan sebesar 100%, sedangkan apabila kebakaran tersebut terjadi setelah 1 tahun, maka nilai pertanggungannya menjadi 80%. 98
Wawancara Pribadi dengan Dwi Mulyadi. Bogor, 4 April 2011.
90
Tindakan pengendalian risiko yang dilakukan oleh BPRS dalam menghadapi risiko adanya keluhan dari nasabah atas rumah yang telah jadi, maka dalam hal ini pihak BPRS memberikkan suatu garansi atas rumah tersebut selama 6 (enam) bulan, terhitung dari waktu selesainya masa pembangunan rumah. Oleh karena itu, apabila dalam rentang waktu enam bulan ini terjadi keluhan dari nasabah mengenai rumah yang telah jadi, maka pihak Bank akan bertanggung jawab mengatasi keluhan tersebut. Misalnya pada waktu 3 bulan setelah rumah selesai dibangun terjadi keluhan dari nasabah bahwa atap dari rumah tersebut sudah bocor. Maka nasabah dapat mengajukan protes kepada BPRS, dan selanjutnya pihak BPRS akan langsung menghubungi pihak developer/pembangun rumah tersebut untuk memperbaikinya. e. Penghapusan Pembiayaan Bermasalah 1. Dasar Pertimbangan Penghapusan Pembiayaan Pertimbangan
penghapusan
pembiayaan
bukanlah
didasarkan
pada
permohonan atau permintaan nasabah, tetapi semata-mata didasarkan kepada hasil penelitian, pengusutan, penagihan, tiindakan hukum, atau penjualan barang jaminan, sehingga telah didapat kesimpulan bahwa: a. Nasabah tersebut betul-betul dalam keadaan tidak berkemampuan lagi, demikian juga pihak-pihak yang ikut sebagai penjamin. Nasabah tersebut masuk pada kategori mustahik zakat, meninggal dinia, terkena musibah atau force majeur (kebakaran, banjir, dll) b. Nilai barang jaminan sudah tidak ada atau tidak cukup lagi nilainya jika dibandingkan dnegan jumlah tagihan yang wajib dilunas oleh nasabah. 91
c. Pengikatan jaminan tidak kuat atau tidak sempurna dan bahkan adanya kelemahan-kelemahan yang dapat berakibat gugatan balik (rekonvensi terhadap bank jika diteruskan gugatan hukumnya. d. Usaha
penagihan
ditingkat
apapun
untuk
selanjutnya
hanya
akan
menimbulkan biaya-biaya yang percuma dan akan memperbesar pengeluaran atau kerugian Bank karena sudah pasti tidak akan terpenuhi lagi oleh hasil tagihan. 2. Mekanisme Penghapusan Pembiayaan Penghapusan pembiayaan hanya dapat dilaksanakan setelah ada pengajuan dari Account Officer nasabah yang bersangkutan kepada Kepala Bidang Marketing yang selanjutnya diajukan kepada Direksi secara tertulis, kemudian dibuat berita acaranya dan ditandatangani oleh Direksi dengan disetujui oleh Dewan Pengawas Syariah dan Dewan Komisaris. Pembiayaan yang telah dihapusbukukan jika terjadi realisasi angsuran, maka angsuran tersebut dimasukkan ke dalam pos cadangan penghapusan pembiayaan. Untuk risiko adanya kemungkinan berkurangnya laba yang diterima BPRS Amanah Ummah akibat adanya pihak nasabah yang membayar angsuran pembiayaan lebih cepat dari apa yang telah disepakati, maka pihak BPRS Amanah Ummah tidak memberikan denda atau pinalti, melainkan memberikan penghargaan berupa diskon yang diberikan kepada nasabah. meskipun hal ini dapat dikategorikan sebagai risiko berkurangnya jumlah laba, tetapi pihak BPRS Amanah Ummah menganggap ini sebagai suatu kejadian yang patut untuk diberikan penghargaan karena telah 92
menghindari risiko kegagalan pembayaran. Apabila hal ini terjadi, maka pihak direksi dan marketing Bank mengeluarkan kebijakan bahwasannya nasabah hanya membayar sisa pokok dan margin 4 bulan ke depan. Misalnya perjanjian awal akad adalah selama 36 bulan, tetapi pada bulan ke 24, nasabah telah mampu untuk melunasi sisa angsuran, maka nasabah hanya membayar sisa pokoknya saja dan membayar margin untuk 4 bulan kemudian, yaitu sampai bulan ke 28. 2. Risiko yang Bersumber dari Developer/Pengembang/Penjual I.
Identifikasi Risiko Identifikasi jenis-jenis risiko yang dihadapi oleh BPRS Amanah Ummah dari
pembiayaan Al-Istishnâ„ atas sebuah rumah yang dipesan oleh nasabah sebagaimana yang
telah
dijelaskan
sebelumnya,
yaitu
risiko
adanya
kemungkinan
supplier/developer membatalkan kontrak, risiko kemungkinan terjadinya barang yang dibuat dalam hal ini rumah tidak sesuai dengan keinginan nasabah, risiko pihak developer yang memalsukan data progress pembuatan rumah, dan risiko kegagalan yang terkait dengan waktu pengiriman. Sama halnya dengan proses identifikasi pada risiko yang bersumber dari nasabah, maka diterapkan pula proses identifikasi pihak developer/pengembang/penjual. Untuk pembiayaan Al-Istishnâ„, yang melibatkan pihak ketiga sebagai developer/pengembang /penjual rumah yang dipesan oleh nasabah, pihak BPRS juga sangat memperhatikan karakter dari pihak developer tersebut. Sejauh ini, akad AlIstishnâ„ baru dilaksanakan pada 2 perumahan,yaitu perumahan Permata dan Perumahan Cendo Indah yang berlokasi di Leuwiliang-Bogor. Untuk pihak 93
developer, pihak Bank telah mengenal baik karakter dari developer rumah tersebut, sehingga Bank dapat meminimalisir risiko yang bersumber dari karakter pihak developer. II.
Pengukuran Risiko
Proses pengukuran risiko bagi risiko
yang bersumber dari pihak
developer/pengembang adalah dimulai dari awal pihak BPRS memilih developer tersebut untuk bekerjasama membangun sebuah rumah pesanan nasabah. pihak BPRS dalam memilih dan menentukan seorang developer pasti sudah mengukur tingkat risiko yang akan dihadapi oleh BPRS apabila sampai memilih developer tersebut. Oleh karena itu, pihak BPRS memilih developer yang telah dikenal untuk meminimalkan risiko. Selain itu, proses pengukuran risiko juga dapat dilihat dari dibuatkannya tahapan-tahapan pembayaran angsuran dana pembangunan rumah. Hal ini diawali dengan adanya pengukuran yang dilakukan oleh pihak BPRS terhadap risiko moral hazard dari pihak developer. III. Pemantauan Risiko Pada tahapan pemantauan risiko, hal yang dilakukan oleh BPRS adalah memantau dan melihat secara langsung progress/perkembangan dari pembangunan rumah yang dilakukan oleh developer tersebut. Proses pengerjaan developer dalam pembangunan rumah yang dipesan oleh bank itu adalah selama 3 bulan. Maka dalam jangka waktu 3 bulan ini, bank dapat memantau secara langsung dan periodik akan perkembangan pembangunan rumah tersebut. Pemantauan atas pembangunan rumah dilakukan oleh bagian marketing pihak BPRS. 94
Dari hasil pemantauan risiko, maka
hal ini dapat mengurangi risiko
ketidaksesuaian dengan rumah yang dipesan dan pemalsuan data hasil perkembangan rumah. Selain memantau perkembangan pembangunan rumah, pihak BPRS pun melakukan pemantauan atas risiko ketidaksesuaian bahan bangunan yang telah disepakati pada masa awal akad. Misalnya telah disepakati merk semen X untuk pembuatan rumah, maka pada proses pemantauan ini pihak Bank melihat dan menanyakan langsung ke lapangan mengenai kebenaran bahan bangunana yang telah disepakati. IV. Pengendalian Risiko Proses pengendalian risiko yang dilakukan oleh BPRS Amanah Ummah merupakan tahapan selanjutnya setelah pemantauan risiko. Setelah selesai melaksanakan
tahapan
pemantauan
risiko,
maka
secara
berkesinambungan
dilaksanakanlah tahapan pengendalian risiko ini. Proses pengendalian risiko yang dilakukan oleh BPRS Amanah Ummah dalam menghadapi dan meminimalisir berbagai risiko yang bersumber dari pihak developer/pengembang dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Pembayaran untuk dana pembangunan rumah dilakukan secara bertahap. Hal ini dapat meminimalisir risiko kerugian BPRS secara finansial. Apabila pembayaran dana untuk pembangunan dilakukan secara sekaligus, maka kemungkinan terjadi kerugian sangatlah besar. Ada kemungkinan developer tersebut melarikan diri membawa uang untuk dana pembangunan. Ilustrasi Pembayaran angsuran dana pembangunan rumah dilakukan per termin, yaitu: 95
Tabel 4.3
Tabel Termin Angsuran Pembayaran Dana Pembangunan Rumah Tahap Pencairan Dana Uang Muka 40%
Proses Kesiapan Rumah Tanah kosong 0%
Termin I
30%
Pondasi, Naik bata, tiang pancang, kusen
30%
Termin II
20%
Pasang genteng, Poles Dinding
70%
Termin III
10%
Lantai, cat finishing, instalasi
100%
2. Pihak developer diwajibkan untuk menyerahkan laporan perkembangan pembangunan rumah tersebut kepada Bank secara berkala. Laporan tersebut berisi foto-foto hasil perkembangan pembangunan rumah, total dana yang telah dikeluarkan untuk pembangunan, yang selanjutnya pihak BPRS membayarkan kembali angsuran dana pembangunan rumah tersebut. Untuk menghindari risiko kebohongan dari pihak developer atas informasi dan laporan yang diberikan, maka dalam hal ini faktor pemantauan risiko sangatlah penting. 3. Apabila pihak developer gagal menyerahkan rumah tepat waktu, maka telah disepakati pada masa awal akad akan adanya sejumlah denda tertentu yang harus dibayarkan oleh pihak developer. Tetapi dalam hal ini pihak Bank tidak serta merta langsung menagih uang denda keterlambatan kepada pihak developer, melainkan BPRS juga menganalisa dulu lebih jauh mengenai sebab akan keterlambatan tersebut. Apabila keterlambatan tersebut disebabkan oleh
96
faktor alam yang tidak dapat dielakkan lagi, maka sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak hal ini dapat dimaklumi. Pihak bank dapat mengetahui sebab keterlambatan ini dari adanya proses pemantauan pembangunan rumah. Oleh karena itu, tahapan pemantauan risiko ini sangatlah penting. 3. Risiko yang Bersumber dari Pihak Internal Bank Risiko yang bersumber dari pihak internal bank, seperti adanya kemungkinan terjadinya kesalahan pada identifikasi nasabah pembiayaan, dan kelemahan sistem monitoring/pengawasan pada pembiayaan. Sebagian besar risiko ini merupakan risiko akibat adanya moral hazard dari pegawai BPRS Amanah Ummah. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Bapak Dwi Mulyadi, bahwasannya pada BPRS Amanah Ummah belum menemukan kasus seperti ini, tetapi risiko ini tetap mungkin terjadi. Beberapa upaya pencegahan dan pengendalian risiko yang bersumber dari pihak internal bank adalah sebagai berikut: a. Apabila risiko ini terjadi di lingkungan BPRS Amanah Ummah, dan sudah diselidiki kebenarannya maka pihak Direksi bisa saja memberikan teguran atau bahkan sanksi bagi pegawai yang melanggar norma dan etika bank. b. Selain itu, diadakan pula monitor/pengawasan dari pihak Kabid Marketing dalam proses kelancaran pembiayaan sehingga proses monitoting pembiayaan akan tetap berjalan secara maksimal. c. Terakhir, sebagai upaya pencegahan timbulnya risiko ini adalah dengan mengikutsertakan para pegawai BPRS Amanah Ummah dalam berbagai kegiatan seperti pelatihan dan seminar yang bertujuan untuk pengembangan Sumber Daya 97
Insani BPRS Amanah Ummah. Diantaranya adalah mengikuti pelatihan Analisa Pembiayaan Bank Syariah yang diselenggarakan oleh Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) pada tanggal 21-25 Juni 2010.99 4. Risiko yang Bersumber dari Faktor Eksternal Risiko ini termasuk ke dalam risiko yang tidak disebabkan oleh pihak bank, nasabah, maupun pihak developer. Risiko ini sangatlah sulit untuk diperkirakan karena tidak berkaitan dengan subyek dari pembiayaan Al-Istishnâ„ ini. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi dari timbulnya risiko ini pihak Bank telah mengantisipasi sebelum akad Al-Istishnâ„ dilaksanakan, yaitu sebagai berikut: 1. Risiko naiknya harga barang bangunan Untuk menghadapi risiko naiknya harga bangunan secara tiba-tiba, maka pihak BPRS telah menetapkan bahwa harga yang telah disepakati adalah harga pada awal akad dilaksanakan, tidak diperkenankan pihak developer menaikkan atau meminta tambahan dana pembangunan rumah kepada pihak Bank. Misalnya telah disepakati harga rumah pada awal akad adalah sebesar Rp. 150.000.000 dengan spesifikasi bahan bangunan yang telah disepakati. Tiba-tiba setelah 2 bulan berjalan, harga barang bangunan naik sehingga pihak developer harus menanggung tambahan dana. Hal seperti ini adalah tanggung jawab developer yang menanggung biaya kenaikkan barang. Pada awal kontrak ditandatangani, terdapat pasal yang menyebutkan bahwa harga rumah adalah harga yang disepakati pada awal akad ditandatangani. 99
BPRS Amanah Ummah, Laporan tahunan 2010, (Bogor: BPRS Amanah Ummah, 2010), h.
35.
98
Meskipun demikian, menurut Bpk Dwi Mulyadi risiko seperti ini kemungkinannya sangat kecil, karena masa pengerjaan untuk sebuah rumah adalah disepakati selama 3 bulan. Jadi, selama 3 bulan masa pengerjaan rumah kemungkinan adanya kenaikkan barang secara drastis dan tiba-tiba sangatlah kecil. Selain itu, menurut Beliau pihak developer menaksir harga rumah tersebut sudah beserta keuntungan yang diterima, sehingga apabila ada kenaikkan harga, pihak developer hanya mengurangi keuntungannya saja, tidak menambah biaya pribadi. Meskipun demikian, selama akad ini berlangsung risiko kenaikkan barang bangunan sehingga pihak developer menanggung biaya tambahan belum pernah terjadi.
2. Risiko bencana alam dan musibah lainnya Risiko selanjutnya yang bersumber dari luar subyek akad adalah risiko terjadinya bencana alam dan musibah lainnya. Musibah lainnya ini diantaranya adalah musibah kebakaran. Musibah seperti ini dapat terjadi pada 2 pihak sekaligus, yaitu pihak nasabah yang apabila terkena musibah sehingga tidak dapat melanjutkan pembayaran angsuran kepada Bank, dan kepada pihak developer beserta Bank, apabila dalam proses pembangunan rumah terjadi musibah sehingga tidak dapat melanjutkan kembali proses pembangunan. Untuk risiko bencana alam dan musibah lainnya yang dialami oleh nasabah, maka tindakan manajemen risiko dan penyelamatan pembiayaan yang dilakukan oleh pihak BPRS adalah mengikuti proses manajemen risiko atas risiko yang bersumber 99
dari nasabah yang telah dijelaskan sebelumnya. Sedangkan untuk risiko bencana alam yang dialami oleh rumah yang telah selesai dibangun, maka salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan cara menyertakan rumah tersebut dengan Asuransi yang dapat meng-cover kerugian. Apabila rumah sedang dibangun, maka kerugian tersebut ditanggung oleh Bank. Meskipun demikian, risiko bencana alam ini belum pernak terjadi pada akad Al-Istishnâ„, karena perumahan yang dijadikan lokasi pembiayaan merupakan lokasi yang aman dari bencana alam. 5. Analisis Manajemen Risiko Pembiayaan Al-Istishnâ„ pada BPRS Amanah Ummah Proses manajemen risiko bagi industri perbankan merupakan suatu keharusan diterapkan bagi keberlangsungan bisnis dan kehidupan perbankan. Termasuk di dalamnya adalah bagi Bank Pembiayaan Syariah yang berfungsi sebagaimana bank umum dan untuk memberikan suatu pembiayaan, khususnya bagi masyarakat sekitar Bank. Manajemen risiko yang diterapkan pada lembaga Perbankan Syariah tidak hanya meliputi manajemen risiko secara keseluruhan lembaga, melainkan juga proses manajemen risiko bagi pembiayaan yang menggunakan akad-akad tertentu. Hal ini disebabkan karena pada masing-masing pembiayaan yang menggunakan berbagai akad terdapat risiko yang khas yang memerlukan suatu proses manajemen risiko yang berbeda pula. Bank Indonesia sebagai pemegang regulasi di bidang perbankan, baik perbankan konvensional maupun syari‟ah telah memberikan regulasi mengenai manajemen risiko yaitu Peraturan Bank Indonesia nomor 5/8/PBI/2003 tentang 100
Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum sebagai pedoman bagi bank untuk menerapkan manajemen risiko bagi kegiatan usahanya. Terdapat penegasan kembali yaitu pada Pedoman Standar Manajemen Risiko Bagi Bank Umum menyebutkan bahwa Esensi dari penerapan manajemen risiko adalah kecukupan prosedur dan metodologi pengelolaan risiko sehingga kegiatan usaha Bank tetap dapat terkendali (manageable) pada batas/limit yang dapat diterima serta menguntungkan Bank. Namun demikian mengingat perbedaan kondisi pasar dan struktur, ukuran serta kompleksitas usaha Bank, maka tidak terdapat satu sistem manajemen risiko yang universal untuk seluruh Bank sehingga setiap Bank harus membangun sistem manajemen risiko sesuai dengan fungsi dan organisasi manajemen risiko pada Bank. Oleh karena itu, tahapan dan proses manajemen risiko ini diisesuaikan dengan keadaan lembaga itu sendiri. Pada BPRS Amanah Ummah, sebagai tempat penulis melakukan penelitian telah menerapkan suatu manajemen risiko untuk menghadapi berbagai risiko yang dihadapi. Sejalan dengan ketentuan dari Bank Indonesia tentang kewajiban Bank untuk menerapkan manajemen risiko dalam seluruh kegiatannya, BPRS Amanah Ummah telah melakukan langkah pembenahan terhadap semua aspek penerapan manajemen risiko.100 Adapun langkah-langkah yang dilakukan BPRS Amanah Ummah dalam mengelola manajemen risiko adalah sebagai berikut: 1. Melakukan ekspansi pembiayaan secara selektif dan fokus kepada target market yang telah diterapkan. 100
BPRS Amanah Ummah, Laporan tahunan 2010,h. 31.
101
2. Melakukan monitoring dan evaluasi pembiayaan secara terus menerus dan berkesinambungan. 3. Membentuk cadangan penyisihan penghapusan aktiva produktif yang memadai. 4. Mengasuransikan aktiva tetap dan aktiva kas (penyetoran dan pengambilan dana) dengan asuransi cash in transit dan asuransi jaminan gadai emas. 5. Terus melakukan sosialisasi dan internalisasi manajemen risiko untuk menumbuhkan risk awarness pada seluruh karyawan baik melalui pengkinian Standar Operasional Prosedur (SOP) maupun dalam bentuk pelatihan terkait manajemen risiko. 6. Mengoptimalkan peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam pengawasan terhadap produk dan operasional bank agar tetap sesuai dengan prinsip-prinsip syariah (Syari‟ah Compliance). 7. Menetapkan limit untuk portofolio bank dan limit transaksional, seperti: Limit pembiayaan, dan likuiditas. 8. Menerbitkan laporan portofolio pembiayaan setiap bulan untuk memberikan informasi mengenai perkembangan portofolio dan kualitas pembiayaan. Upaya yang terpenting yang dilakukan oleh pihak BPRS untuk meminimalisir risiko, khususnya pada risiko pembiayaan adalah pengenalan nasabah yang dilakukan pada awal nasabah mengajukan pembiayaan.101 Pengenalan nasabah ini merupakan salah satu upaya untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penanaman dana 101
Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, (Yogyakarta: Ekonosia, 2005), h.120.
102
Bank Syari‟ah pada Aktiva Produktif. Pengurus Bank, dalam hal ini dilakukan oleh Bagian Pembiayaan (Account Officer) wajib memantau dan mengambil langkah antisipasi102 agar kualitas Aktiva produktif senantiasa dalam keadaan lancar. Oleh karena itu, sebagaimana yang telah diterapkan pada bank pada umumnya yaitu pada setiap pembiayaan diterapkan prinsip-prinsip kehati-hatian dalam penyaluran pembiayaan yang harus ditaati untuk memperlancar proses pembiayaan bank. Adapun prinsip pembiayaan untuk pengenalan nasabah yang diterapkan pada BPRS Amanah Ummah, sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Bpk. Dwi Mulyadi dan dipertegas pula dalam pedoman pembiayaan adalah sebagai berikut: 1. Prinsip 3R a. Return Principle Bank harus menilai apakah pembiayaan itu akan menghasilkan tambahan pendapatan sehingga calon nasabah mampu memenuhi kewajibannya untuk membayar pembiayaannya. b. Repayment Capacity. Kemampuan calon nasabah untuk membayar kembali pembiayaan tepat pada waktunya. c. Risk Bearing Tingkat risiko yang dihadapi usaha yang dibiayai oleh bank.
102
Yang dimaksud dengan memantau adalah mengawasi perkembangan kinerja usaha nasabah dari waktu ke waktu. Yang dimaksud dengan langkah-langkah antisipasi adalah melakukan tidakan dan upaya pencegahan atas kemungkinan timbulnya kegagalan dalam penanaman dana.
103
Selain prinsip 3R, BPRS Amanah Ummah juga mempunyai prinsip pembiayaan 5C dan 4P, yaitu Prinsip 4P, yaitu: a. Personality Bank mencari data tentang kepribadian nasabah seperti riwayat hidupnya (kelahiran, pendidikan, pengalaman, usaha/pekerjaan, dan sebagainya), hobinya, keadaan keluarga (istri/suami, anak), social standing (pergaulan dalam masyarakat serta bagaimana pendapat masyarakat tentang diri si peminjam), serta hal-hal lain yang erat hubungannya dengan kepribadian nasabah. b. Purpose Mencari data tentang tujuan atau keperluan pengguna kredit. Apakah akan digunakannya untuk berdagang, berproduksi atau untuk membeli rumah. Dan apakah tujuan penggunaan kredit itu sesuai dengan line of business kredit bank bersangkutan. Misalnya, keperluan/tujuan kredit untuk perkapalan sedangkan line of business bank justru dalam bidang pertanian. c.
Prospect
Yang dimaksud dengan prospect adalah harapan masa depan dari bidang usaha atau kegiatan usaha si peminjam. Ini dapat diketahui dari perkembangan usaha si peminjam
selama
beberapa
bulan/tahun,
perkembangan
keadaan
perdagangan, keadaan ekonomi /perdagangan sektor usaha si peminjam. d. Payment
104
ekonomi
Mengetahui bagaimana pembayaran kembali peminjaman yang akan diberikan. Hal ini dapat diperoleh dari perhitungan tentang prospect, kelancaran penjualan dan pendapatan sehingga dapat diperkirakan kemampuan pengembalian pinjaman ditinjau dari waktu serta jumlah pengambilannya. Sedangkan prinsip 5C terdiri dari: 1. Character Ini merupakan tolok ukur C yang paling penting. Yang dimaksud dengan character disini ialah sifat atau watak dari calon debitur. Tujuannya adalah untuk memberikan keyakinan kepada bank bahwa sifat atau watak dari calon debitur benar-benar dapat dipercaya. Keyakinan ini tercermin dari latar belakang si nasabah baik yang bersifat latar belakan pekerjaan maupun yang bersifat pribadi, seperti cara atau gaya hidup yang dianutnya, keadaan keluarga, hobi dan sosial standingnya. Character merupakan ukuran untuk menilai „kemauan‟ nasabah membayar kreditnya. Orang yang memiliki karakter yang baik akan berusaha untuk membayar kreditnya dengan berbagai cara.103 2. Capacity Yang dimaksud dengan capacity ini ialah kemampuan pimpinan perusahaan yang mengajukan permohonan kredit dalam mengelola perusahaannya.
103
Soedijono Reksoprajitno, Pengantar Manajemen Bank Umum, (Jakarta: Gunadarma, 1999),
h. 103.
105
3. Capital Capital adalah untuk mengetahui sumber-sumber pembiayaan yang dimiliki nasabah terhadap usaha yang akan dibiayai oleh bank. 4. Collateral Yang dimaksud dengan pengertian collateral adalah jaminan dalam bentuk aktiva, yang dalam artian bahwa apabila pihak peminjam tidak mampu memenuhi kewajibannya, maka aktiva yang digunakan sebagai jaminan dijual dan hasil penjualannya dipergunakan untuk memenuhi kewajiban tersebut. 5. Conditions Yang dimaksud dengan conditions disini adalah apa yang bisa disebut suasana dunia usaha, yaitu istilah lain untuk keadaan perekonomian, khususnya dilihat dengan menggunakan kacamata perusahaan. Setelah dilakukan analisis prinsip pembiayaan atas nasabah, maka setelah pembiayaan dicairkan, pihak BPRS tetap melakukan monitoring dan melaksanakan manajemen risiko atas segala risiko yang sedang atau dimungkinkan terjadi dari pembiayaan tersebut. Proses manajemen risiko ini disesuaikan dengan jenis pembiayaan yang dilakukan, karena setiap pembiayaan memiliki karakter risiko tersendiri yang berbeda dengan jenis pembiayaan yang lainnya. Pada BPRS Amanah Ummah,
yang
melaksanakan
proses
manajemen
risiko
adalah
bagian
pembiayaan/Account Officer karena pada BPRS ini belum dibentuk bagian/divisi khusus yang menangani manajemen risiko pada BPRS. Hal ini dapat dilihat dari job description dari AO itu sendiri, yaitu memiliki tugas dari mulai memproses 106
pengajuan pembiayaan, melakukan analisis pembiayaan dengan tepat dan lengkap sesuai dengan SOP dan mempresentasikan dalam rapat komite, menyelesaikan pembiayaan bermasalah, melakukan manajemen atas risiko pembiayaan yang dilakukan, mengembangkan pasar pembiayaan, dan melakukan monitoring atas ketepatan alokasi dana serta ketepatan angsuran pembiayaan nasabah. 104 Tugas AO yang sedemikian banyak ini tetap dibantu oleh bagian Legal Officer, dan Kepala Bidang Marketing karena memiliki unit kerja pada Bagian marketing. Meskipun belum memiliki bagian khusus untuk melakukan proses manajemen risiko, tetapi BPRS Amanah Ummah dapat mengatasi berbagai masalah dan risiko yang dihadapi selama proses pembiayaan dilakukan. Hal ini dapat dilihat dari telah terbentuknya PPAP (Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif) yaitu sebesar 5% dari total pembiayaan yang digolongkan ke dalam kategori Lancar. Pembentukkan PPAP ini dilakukan untuk mengatasi risiko kerugian atas kegagalan penanaman dana yang dilakukan oleh Bank dan untuk mewujudkan prinsip kehati-hatian atas aktiva produktif yang ditanamkan pada nasabah.105 Dari pembentukkan PPAP tersebut, digunakan untuk melakukan penghapusbukukan piutang yang digolongkan macet dan manajemen beranggapan piutang tersebut tidak mungkin tertagih lagi. Meskipun telah dilakukan berbagai upaya untuk meminimalkan risiko, khusunya risiko kredit (pembiayaan) penghapusbukuan merupakan hal yang lazim dilakukan oleh perbankan, karena berbagai macam hal. Meskipun demikian, sistem perbankan yang 104
BPRS Amanah Ummah, Job Description Account Officer, (Bogor: BPRS Amanah Ummah, 2009), h.3 105 Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, (Yogyakarta: Ekonisia, 2005), h.127.
107
baik adalah Bank yang telah mempersiapkan pengcover-an penghapusbukuan ini. Pada tahun 2010, penghapusbukuan telah dilakukan pada piutang murabahah sebesar Rp. 142.070.000, sedangkan untuk piutang lain, seperti piutang Istishnâ„ belum pernah terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa manajemen risiko atas pembiayaan Istishnâ„ sudah cukup baik, mengingat risiko dari pembiayaan Istishnâ„ cukup kompleks. Selain dilihat dari telah dibentuknya PPAP, apabila dilihat dari tingkat keuntungan dan laba yang diperoleh BPRS Amanah Ummah pada tahun 2010 sebesar Rp. 1.713.506.418,- naik dari tahun 2009, yaitu sebesar Rp. 1.433.922/787.106 Dari tingkat laba yang diperoleh, dapat kita garis bawahi bahwasannya BPRS Amanah Ummah telah dapat mengelola pembiayaan yang dilakukan, sehingga risiko-risiko yang dihadapi juga dapat diatasi dan diminimalisir. Pembiayaan yang menggunakan akad Istishnâ„ pada BPRS Amanah Ummah, meskipun sampai dengan tahun 2011 baru ada 10 nasabah yang mengajukan, tetapi dilihat dari jumlah dana yang disalurkan untuk pembiayaan Istishnâ„ ini cukup banyak, yaitu berada pada posisi ketiga terbanyak, setelah pembiayaan murabahah dan mudharabah. Selain itu, BPRS Amanah Ummah selama melaksanakan pembiayaan ini, yaitu dari tahun 2008 telah dihadapkan pada berbagai macam risiko, mulai dari risiko nasabah, risiko yang bersumber dari bank itu sendiri, dari pihak developer, sampai pada risiko dari luar subyek akad. Dengan demikian, manajemen risiko atas pembiayaan Al- Istishnâ„ ini pun harus diperhatikan. Dapat dilihat dari 106
BPRS Amanah Ummah, Laporan tahunan 2010, h. 14.
108
belum adanya nasabah pembiayaan Istishnâ„ yang mengalami penghapusbukuan, semua rumah yang dipesan nasabah telah selesai dibangun, dan masih lancarnya pembayaran angsuran yang dilakukan nasabah,
maka dapat dikatakan proses
manajemen risiko atas akad Istishnâ„ ini telah dilakukan secara baik, meskipun pada perjalanannya terdapat banyak sekali kendala dan risiko yang dihadapi, namun pihak BPRS telah sanggup untuk menghadapi dan menyelesaikan berbagai risiko tersebut.
109
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian pada bab-bab terdahulu, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pembiayaan Al- Istishnâ„ yang dilakukan oleh BPRS Amanah Ummah merupakan pembiayaan yang ditujukan untuk kepemilikan sebuah rumah bagi nasabah berdasarkan spesifikasi dan kriteria yang diinginkan nasabah. Akad Istishnâ„
yang di dunia perbankan syariah, khususnya pada BPRS Amanah
Ummah adalah Istishnâ„ paralel yang melibatkan pihak bank, nasabah, dan pihak developer/pengembang sebagai pihak yang membangunkan rumah bagi nasabah. 2. Manfaat yang dapat dirasakan dari pembiayaan Istishnâ„ ini adalah bagi bank penyelenggara akan mendapatkan keuntungan dari margin yang telah disepakati dan sebagai diversifikasi produk pembiayaan, bagi nasabah akan mendapatkan rumah sesuai dengan keinginan dan kriteria yang diinginkan sedangkan bagi pihak kontraktor/developer, akad Istishnâ„ dapat dijadikan sarana untuk mendapatkan keuntungan dari harga rumah yang disepakati. Akan tetapi, dari sistem akad Istishnâ„ yang terdapat 3 pihak yang terlibat juga terdapat kemungkinan terjadinya risiko yang akan dihadapi oleh BPRS pun akan semakin besar. 3. Proses manajemen risiko BPRS Amanah Ummah dilakukan oleh Account Officer yang dibantu oleh bagian Marketing yang lain, yaitu bagian Legal Officer dan 110
110
Kabag Marketing disesuaikan dengan sumber penyebab terjadinya risiko, yaitu risiko yang bersumber dari nasabah, dari pihak developer dan dari pihak bank itu sendiri. Selama proses manajemen risiko akad Al-Istishnâ„ dilaksanakan, dapat dikatakan bahwa BPRS Amanah Ummah telah mampu untuk menghadapi dan meminimalisir risiko yang ditimbulkan dari akad Al-Istishnâ„ ini. B. Saran 1. Risiko yang dihadapi oleh BPRS Amanah Ummah dalam pembiayaan AlIstishnâ„ sebagian besar merupakan risiko yang disebabkan oleh adanya pembiayaan angsuran nasabah yang macet (kredit macet) dan dapat pula disebabkan oleh faktor dari developer yang dapat merugikan bank. Oleh karena itu, diperlukan adanya sikap kehati-hatian dalam proses identifikasi nasabah dan pihak developer. Hal ini dikarenakan dari proses identifikasi yang meliputi penilaian karakter, sikap, dan perilaku nasabah dan pihak developer-lah sebagai faktor yang paling utama dari kelancaran proses pembiayaan Al-Istishnâ„ . 2. Pelaksanaan manajemen risiko untuk menghadapi dan meminimalisir risiko yang timbul dari pelaksanaan pembiayaan, termasuk pada pembiayaan Al-Istishnâ„ pada BPRS Amanah Ummah dilaksanakan oleh bagian Account Officer yang dibentu oleh bagian marketing lain. Menurut hemat penulis, maka sebaiknya dibentuk bagian/divisi khusus untuk menangani dan melaksanakan manajemen risiko, agar proses manajemen risiko lebih maksimal, walaupun pada prakteknya proses manajemen risiko pada BPRS Amanah Ummah telah dilaksanakan dengan baik 111
DAFTAR PUSTAKA Ali, Masyhud, Manajemen Risiko: Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006.
Amirullah, Pengantar Manajemen, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2004. Antonio, Muhammad Syafi‟i, Bank Syari‟ah dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani Press, 2009.
--------------, Bank Syariah: Wacana Ulama & Cendekiawan, Jakarta, Tazkia Institute, 1999, cet.ke 1. Arifin, Zainul, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syari‟ah, Jakarta: Pustaka Alvabet, 2006.
Ascarya, Akad &Produk Bank Syariah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007.
Ayat, Syafri, Manajemen Risiko, Jakarta: Gema Akastri, 2003.
Danim, Sudarwan, Menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung: Pustaka Setia, 2002).
Darmawi, Herman, Manajemen Risiko, Jakarta: Bumi Aksara, 2006.
Djohanoputro, Bramantyo, Manajemen Risiko Terintegrasi, Jakarta: Penerbit PPM, 2006.
Djojosoedarso, Soeisno, Prinsip-Prinsip Manajemen Risiko Asuransi, Jakarta: Salemba Empat, 2003.
112
Dewan Syariah Nasional (DSN). Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional. Jakarta: DSN, 2003.
Ghozali, Imam, Manajemen Risiko Perbankan, Semarang: Pusat Penerbit Universitas Diponegoro, 2007.
Herujito, Yayat M, Dasar-Dasar Manajemen, Jakarta: PT. Grasido, 2001.
Idroes, Ferry N, Manajemen Risiko Perbankan Dalam Konteks Kesepakatan Basel dan Peraturan Bank Indonesia, Yogyakarta: Graha ilmu, 2006.
--------, Manajemen Risiko Perbankan Pemahaman Pendekatan Pilar Kesepakatan Basel II, Jakarta: PT. Rajawali Press, 2008.
Indonesia, Bank, Pedoman Pengawasan Syariah dan Tata Cara Pelaporan Hasil Pengawasan Bagi Dewan Pengawas Syariah, Jakarta: Direktorat Perbankan Syariah, 2006.
--------------, Standarisasi Akad Produk Bank Syariah: Ijarah, IMBT, Salam, dan Istishna‟, Jakarta: Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, 2006.
Karim, Adiwarman A, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta: PT Rajawali Press, 2008.
Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002.
--------------, Manajemen Perbankan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.
Khan, Tariqullah, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Marbun, BN, Kamus Manajemen, Jakarta: CV Muliasari, 2003. 113
Moleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung:Remaja Rosdakarya, 2005.
Muhammad, Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta: UPP-AMP YKPN, 2002.
--------------, Manajemen Dana Bank Syariah, Yogyakarta: Ekonosia, 2005.
Munawir, Ahmad Warson, Kamus Al-Munawir Arab-Indonesia Terlengkap, cetakan ke- 14, Jakarta: Pustaka Progresif, 1997.
Nasional, Departemen Pendidikan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005.
Nazir, Moh, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002.
Reksoprajitno, Soedijono, Pengantar Manajemen Bank Umum, Jakarta: Gunadarma, 1999. Rifa‟i, Moh., Konsep Perbankan Syariah, Semarang: Wicaksana, 2002.
Rivai, Veithzal, Bank and Financial Institution Management Conventional and Sharia System, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2007.
--------------, Islamic Financial Management, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008.
Robbins, Stephen P, Management Sixth edition Edisi Bahasa Indonesia, Penerjemah T. Hermaya, (Jakarta: Prenhallindo, 1999).
114
Rumidi, Sukandar, Metodologi Penelitian (petunjuk Praktis untuk Peneliti Pemula), (Yogyakarta: UGM Press, 2004), h.100.
Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah, terjemahan H. Kamaluddin A. Marzuki, Jilid 12, cetakan ke-5, Bandung: PT Al-Ma‟arif, 1995,.
Sinungan, Muchdarsyah, Manajemen Dana Bank, Edisi Kedua, Jakarta: Bumi Aksara, 2000.
Subana, M, Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah, Bandung: CV Pustaka Setia, 2005.
Sudarsono, Heri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta: Ekonisia, 2007.
Susilo, Leo J., Manajemen Risiko Berbasis ISO 31000: Untuk Industri Non Perbankan, Jakarta: PPM Manajemen, 2010.
Umar, Husein, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.
Ummah, BPRS Amanah, Laporan tahunan 2010, Bogor: BPRS Amanah Ummah, 2010.
-------------, Surat Keputusan Komisaris-Direksi BPRS Amanah Ummah tentang Tea Komite Pembiayaan BPRS Amanah Ummah, Bogor: BPRS Amanah Ummah, 2011. --------------, Pedoman Pembiayaan, Bogor: BPRS Amanah Ummah, 2010.
Zulhaili, Wahbah, Fiqh Muamalat Perbankan Syariah Kapita Selekta Al-Fiqhu AlIslam Wa Adillatuhu, Jakarta: Bank Mu‟amalat Indonesia, 1999.
Zulkifli, Sunarto, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, Jakarta: Zikrul Hakim, 2004. 115
Rujukan Dari Internet Anonimous, “Bagaimana Perkembangan Industri Perbankan Syariah Saat Ini”, artikel diakses pada 30 Desember 2010 dari http://bataviase.co.id/node/282552.
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia nomor 5/7/PBI/2003 tentang Kualitas Aktiva Produktif Bagi Bank Syariah, diakses pada tanggal 5 Januari 2011 dari http: //www.bi.go.id.
-------------, Pedoman Standar Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, diakses pada tanggal 5 Januari 2011 dari http: www.bpkp.go.id
-------------, Peraturan Bank Indonesia nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, diakses pada tanggal 13 Pebruari 2011 dari http: //www.bi.go.id.
Hendro Wibowo, Manajemen Risiko Bank Syariah, artikel diakses pada Desember 2010 dari http://hendrowibowo.niriah.com/2010/04/26/manajemen-risikobank-syariah/.
Widigdo Sukarman, Risk Management, Suatu Kebutuhan bagi Pengelolaan Perbankan yang Sehat, Jurnal diakses pada 7 Januari 2011 dari http: //ejurnal.perpustakaan.ipb.ac.id/files/WidigdoSukarman_RiskManagement.pdf.
116
PEDOMAN WAWANCARA Nama
: Dwi Mulyadi, SE
Jabatan
: Bagian Account Officer (AO)/Pembiayaan
Tempat
: BPRS Amanah Ummah Leuwiliang-Bogor
Waktu
: 6 April 2011
1. Dari produk pembiayaan yang terdapat pada BPRS Amanah Ummah, pembiayaan apa yang paling banyak dilakukan oleh BPRS sampai sekarang? Apa alasannya? Sampai sekarang, produk yang paling banyak disalurkan oleh BPRS Amanah Ummah adalah produk jual beli/ murabahah, yaitu sampai sebesar 87% dari total pembiayaan. 2. Bagaimana mekanisme pembiayaan Al-Istishnâ„ di BPRS Amanah Ummah? Mekanisme pembiayaan istishna yang dilaksanakan di BPRS Amanah Ummah adalah: 5. Pertama-tama nasabah datang ke BPRS untuk melakukan pembiayaan Istishnâ„. Sebelum BPRS menyetujui untuk memberikan fasilitas akad Istishnâ„, pihak BPRS meminta nasabah untuk melengkapi persyaratan pembiayaan. Selanjutnya pihak bank mewawancarai nasabah, guna mengetahui
karakter, keadaan
ekonomi nasabah, dan lain-lain. Sambil memproses syarat-syarat pembiayaan, pihak BPRS merapatkannya dengan team komite pembiayaan untuk memutuskan apakah pembiayaan nya dapat direalisasikan atau tidak.
117
6. Setelah itu, pihak bank menanyakan spesifikasi dan kriteria rumah yang diinginkan nasabah seperti lokasi pembangunan rumah, merk semen, ukuran rumah, jenis batu bata, fondasinya seperti apa, dll. Untuk lokasi perumahan, nasabah bisa mengajukan sendiri lokasi tanah yang dimaksud, atau nasabah dapat meminta bank untuk mencarikan lokasi perumahan untuk nasabah. Tetapi, selama pembiayaan ini dilakukan, lokasi perumahan yang dijadikan obyek istishna dan sudah mengadakan kerjasama dengan BPRS adalah berada di 2 lokasi, yaitu perumahan Permata, dan perumahan Cendo Indah di Leuwiliang. 7. Lalu pihak bank menunjuk seorang developer/pengembang untuk membuatkan rumah yang disertai kriteria dan spesifikasi sesuai keinginan nasabah. Pihak nasabah juga bisa mengajukan sendiri pihak developer nya (sesuai dengan keinginan nasabah). Tetapi sejauh ini pihak bank lah yang menunjuk developer/pengembang yang sudah dikenal oleh pihak bank, yaitu developer dari kedua perumahan tersebut dan telah disetujui oleh nasabah. Setelah itu, pihak Bank memberi tahu kepada pihak developer spesifikasi rumah yang diinginkan, selanjutnya pihak developer menaksir harga dari rumah tersebut. 8. Setelah diketahui kisaran harga rumah tersebut, dan pihak BPRS menyetujui akan maka pihak bank memberitahukan kepada nasabah mengenai harga rumahnya, lalu diadakan kesepakatan antara bank dan nasabah untuk biaya angsuran per bulannya, uang muka, dll.
118
9. Untuk pembayaran uang muka, maka nasabah membayar uang muka sebesar 30% dari total harga rumah, dengan kata lain pihak bank hanya dapat membiayai sekitar 70% dari total harga rumah. 10. Setelah terjadi kesepakatan, maka rumah yang dipesan mulai dikerjakan oleh pihak developer dengan jangka waktu yang telah disepakati. 11. Setelah rumah selesai dibangun, maka rumah langsung dapat dihuni oleh nasabah, tetapi untuk surat-suratnya masih berada di pihak bank sampai masa akad selesai. 3. Sudah berapa lama pembiayaan ini dilaksanakan? Dan bergerak di bidang apa saja kah akad Istishnâ„ yang dilaksanakan di BPRS Amanah Ummah? Pembiayaan Istishnâ„ sudah berjalan dari tahun 2008, jadi sudah tahun ke-3 berjalan, dan pembiayaan Istishnâ„ di BPRS Amanah Ummah baru bergerak di bidang pemesanan rumah saja, untuk bidang properti yang lain belum ada. 4. Sudah berapa banyak nasabah yang mengajukan pembiayaan Istishnâ„ ini? Sampai saat ini, baru 10 (sepuluh) orang nasabah. Dari kesebelas nasabah tersebut, rumah sudah jadi, ada yang sudah selesai akad, dan ada juga nasabah yang akad nya masih berlangsung karena masih tahap pembayaran angsuran. 5. Untuk pembiayaan Istishnâ„ yang telah dijalankan, rata-rata di daerah mana lokasi rumahnya? Seluruhnya berada di sekitar kecamatan Leuwiliang saja, belum ada yang mengajukan pembiayaan dari yang lokasinya jauh dari BPRS. Dan selama akad ini
119
dilakukan, baru terdapat dua lokasi perumahan yang pihak developer-nya juga telah dikenal oleh BPRS, yaitu perumahan Permata dan Cendo Indah di Leuwiliang. 6. Berapakah nilai minimum dan maksimum pembiayaan yang disalurkan kepada nasabah dalam pembiayaan Istishnâ„? dan Berapa lama batas waktu dalam pembiayaan istishna‟? Untuk nilai minimal tidak ada, tetapi untuk maksimum pembiayaan yang diajukan adalah Rp. 800 juta. Rata-rata yang mengajukan pembiayaan istishna‟ ini adalah Rp. 100 juta, ada yang kurang dari Rp 100 juta, ada juga nasabah yang lebih dari Rp. 100 juta. Batas waktu untuk akad pembiayaan Istishnâ„ ini adalah maksimal 7 tahun. 7. Bagaimana penetapan margin keuntungan Bank dalam pembiayaan istishna ini? Penetapan margin keuntungan bank tidak bersifat tetap (fixed) tetapi berdasarkan pada kesepakatan antara pihak bank dengan nasabah. Tetapi kalau disetarakan dengan presentase, rata-rata untuk pembiayaan Istishnâ„ ini tidak melebihi 1.1% perbulan nya. Tetapi pada intinya kesepakatan antara nasabah dan Bank lah yang dijadikan patokan. Apabila nasabah kurang setuju dengan margin yang ditawarkan Bank, maka Bank bisa saja mengurangi margin nya. 8. Persyaratan apa saja yang diajukan bank kepada nasabah yang akan melakukan pembiayaan Istishnâ„ ini? Persyaratan yang diajukan bank kepada nasabah pembiayaan Istishnâ„ adalah sama dengan persyaratan kepada nasabah yang hendak mengajukan pembiayaan yang lainnya, seperti fotocopy slip gaji, dll yang terdapat dalam form pengajuan pembiayaan. 120
9. Untuk masalah jaminan, apa saja jaminan yang harus disediakan oleh nasabah untuk pembiayaan Istishnâ„ ini? Mengenai jaminan, rumah yang dipesan adalah jaminan utamanya. Pada saat rumah sudah jadi, maka surat-surat/sertifikat rumah disimpan dulu di bank sebagai jaminan sampai masa perjanjian/akad Istishnâ„ selesai (sampai pembayaran angsuran lunas). Tetapi nasabah juga bisa mengajukan jaminan lain, misalnya BPKB mobil, dengan syarat nilai dari BPKB tersebut dapat meng-cover total pembiayaan (melebihi total pembiayaan) 10. Selama pembiayaan Istishnâ„ dilakukan, apakah ada permasalahan/risiko yang telah dihadapi oleh pihak BPRS? Apa saja kah risiko tersebut? Selama pembiayaan istishna‟ berlangsung, telah terjadi permasalahan/risiko, seperti: 3. Adanya keluhan dari nasabah mengenai rumah yang telah jadi. Terdapat nasabah yang mengeluh/protes karena rumah yang baru ditempati 2 bulan atapnya sudah bocor, rumah yang dipesan tidak sesuai dengan keinginan nasabah, dll. 4. Adanya pembayaran angsuran pembiayaan nasabah yang macet yang disebabkan karena faktor internal dari nasabah itu sendiri. 11. Selain risiko yang telah terjadi pada pembiayaan Al- Istishnâ„
apakah ada
kemungkinan risiko lain yang akan muncul dari pembiayaan Al- Istishnâ„? Risiko pada setiap akad yang dilakukatn pasti ada, tergantung dari jenis pembiayaan itu sendiri. Sedangkan pada pembiayaan Istishna ini terdapat 3 pihak yang terlibat, 121
yaitu pihak bank, nasabah dan pihak developer. Jadi, terjadinya risiko juga pasti berasal dari ketiga itu, ditambah mungkin dari faktor eksternal seperti bencana alam. Misalnya dari pihak developer, bisa saja data yang dilaporkan ke pihak BPRS itu adalah laporan palsu, atau bisa saja pihak developer itu kabur. Atau bisa saja terjadi kesalahan dari dalam BPRS itu sendiri, seperti penilaian nasabah yang tidak obyektif, dan lain-lain. 12. Siapakah yang berwenang untuk mengelola risiko yang dihadapi oleh bank? Jawab: Pihak yang mengelola risiko pembiayaan di BPRS Amanah Ummah adalah Accout Officer (AO) dan bagian lain yang termasuk ke dalam bidang marketing, jadi tidak ada divisi khusus yang mengelola risiko yang terjadi. AO di BPRS Amanah Ummah memiliki tanggung jawab sepenuhnya atas berlangsungnya pembiayaan, dari mulai nasabah mengajukan pembiayaan, risiko yang dihadapi, sampai nasabah menyelesaikan akad pembiayaan tersebut. 13. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan risiko itu terjadi? Faktor-faktor dari penyebab terjadinya risiko adalah pasti bersumber dari pihak yang melakukan akad pembiayaan. Untuk pembiayaan Al- Istishnâ„ pastilah risiko tersebut bisa datang dari internal bank, nasabah, developer. Misalnya, pernah terjadi risiko pada pembiayaan Al- Istishnâ„: a. Untuk rumah yang baru selesai, tiba-tiba ada keluhan kerusakan maka itu dimungkinkan adanya kesalahan dari pihak developer.
122
b. Untuk pembayaran angsuran yang macet, berasal dari faktor internal nasabah, seperti gangguan cash-flow (keuangan) nasabah, dan ada juga faktor masalah pribadi yang lain, seperti terjadi perceraian sehingga tidak dapat melanjutkan angsuran pembiayaan. 14. Apabila di tengah-tengah masa akad harga bahan bangunan naik, maka itu tanggung jawab Bank atau developer? Apabila terjadi demikian, maka itu tanggung jawab developer, karena pada masa awal akad sudah disepakati harga. Tetapi selama pembiayaan ini dilakukan, belum terjadi kasus seperti itu karena rentan waktu pembangunan hanya berkisar 3 bulan. 15. Langkah-langkah apa saja yang ditempuh pihak manajemen BPRS Amanah Ummah dalam Proses manajemen risiko? Proses manajemen risiko yang dilaksanakan oleh BPRS Amanah Ummah dalam menghadapi risiko pembiayaan melalui berbagai tahapan yang seluruhnya dilaksanakan oleh bagian pembiayaan. tetapi tahapan yang paling penting dan mendasar adalah tahapan pertama, yaitu tahapan pengenalan/identifikasi karakter dan kondisi nasabah. Langkah-langkah yang ditempuh Bank dalam proses manajemen risiko pembiayaan Al- Istishnâ„ antara lain adalah: 1. Pada saat nasabah pertama kali datang ke Bank untuk mengajukan pembiayaan, maka aspek 5C sangat diperhatikan untuk meminimalkan risiko. 2. Untuk meminimalkan risiko, maka pihak bank menunjuk pihak developer yang telah dikenal. 123
3. Bank membayar biaya pembangunan rumah secara bertahap kepada developer 4. Bank terjun langsung ke developer (melihat secara langsung progress dari pembangunan rumah tersebut) 5. Bank meminta laporan dari pihak developer atas progress pembangunan rumah tersbeut secara bertahap. 6. Apabila terjadi keterlambatan pembayaran angsuran sampai batas waktu maksimal (4 bulan berturut-turut), maka pihak bank akan melakukan tindakan sebagai berikut: 1) Mengirimkan surat panggilan kepada nasabah, apabila surat panggilan tersebut tidak diindahkan, maka dilanjutkan ke tahap ke-2. 2) Mengirimkan surat peringatan kepada nasabah untuk segera melunasi cicilan angsran. 3) Apabila kedua surat tersebut tidak ada hasilnya, maka nasabah harus menandatangani surat pernyataan pemindah tangan an rumah (take over) kepada pihak lain, dengan kata lain, pihak bank menjual kembali rumah tersebut kepada pihak lain. Apabila terjadi take over, maka uang muka, ditambah angsuran pokok (tidak beserta margin) yang telah dibayarkan nasabah dikembalikan kepada nasabah, dan angsuran selanjutnya di lanjutkan oleh pihak lain yang membeli rumah.
124
7. Apabila terjadi keluhan dari nasabah mengenai rumah yang sudah jadi, maka diadakan garansi atas rumah tersebut berkisar 3-6 bulan, itu menjadi tanggung jawab pihak developer. Maka apabila ada keluhan sampai dengan batas waktu tersebut, maka nasabah dapat langsung mengajukan protes, dan developer langsung memperbaikinya. 16. Bagaimana kerangka kerja manajemen risiko tersebut? Pada BPRS Amanah Ummah, tidak ada kerangka kerja manajemen risiko secara terstruktur, tetapi pihak Bank lebih menitik beratkan kepada pelaksanaan manajemen risiko untuk meminimalisir/untuk menghadapi risiko yang ada. Jadi, apabila terjadi risiko/permasalahan, maka pihak Bank langsung menempuh langkah-langkah untuk mengantisipasi risiko tersebut. 17. Apakah langkah-langkah yang dilakukan oleh Bank dalam menghadapi risiko istishna sama dengan pembiayaan yang lainnya? Langkah-langkah yang dilakukan Bank dalam menghadapi risiko adalah sama dengan langkah-langkah yang dilakukan Bank untuk pembiayaan yang lainnya, hanya saja pada pembiayaan Istishna‟ ini agak berbeda karena adanya pihak developer/pengembang, jadi langkah-langkah untuk mengatasi risiko nya disesuaikan dengan akad dan kebutuhan. Upaya pencegahan yang dilakukan yang dilakukan yaitu dengan melakukan tahapan pertama kali nasabah melakukan pembiayaan, yaitu pada proses pengenalan dan identifikasi nasabah. Hal ini menjadi sangat penting karena sebagian besar risiko pembiayaan adalah berasal dari nasabah,
125
sehigga karakter nasabah lah yang menjadi acuan pertama kali untuk proses kelancaran pembiayaan. 18. Apa peran DPS dalam proses manajemen risiko ini? DPS tidak berperan langsung kepada manajemen risiko pembiayaan, yang terjun langsung ke dalam proses pengelolaan risiko ini adalah pihak AO. DPS hanya bertugas untuk mengawasi kesyariah an dari produk-produk yang dilaksanakan di BPRS.
126