MANAJEMEN RISIKO PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA SEKTOR AGRIBISNIS (Studi Kasus PT. BPRS Amanah Ummah Periode 2011-2014)
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (SE.Sy)
Oleh :
RIZKI FAUZI NIM : 1110046100169
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/2016
ABSTRAK
Rizki Fauzi. NIM 1110046100169. MANAJEMEN RISIKO PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA SEKTOR AGRIBISNIS (Studi Kasus PT. BPRS Amanah Ummah Periode 2011-2015). Skripsi, Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam), Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1437 H/2015 M. Manajemen risiko merupakan langkah untuk mengelola kemungkinan adanya hambatan yang akan terjadi pada suatu usaha. Langkah-langkah ini akan sangat menentukan keberlangsungan suatu bisnis. Seringkali pihak bank menemukan kasus kredit macet pada pembiayaan yang telah diberikan kepada nasabah. Terlebih bila usahanya bergerak dalam sektor agribisnis yang sangat bergantung dengan alam dan masih sangat sedikit produk asuransi yang dapat digunakan untuk meng-cover jenis pembiayaan ini. Oleh karena itu diperlukan metode manajemen risiko yang sesuai untuk meminimalisasi risiko yang akan terjadi. Penyusun menggunakan metode penelitian lapangan (field research) dalam penelitian ini. Penelitian langsung dilakukan pada PT. BPRS Amanah Ummah. Dengan sifat penelitian deskriptif, dan untuk memecahkan masalah dengan pendekatan normative dengan analisa kualitatif. Data yang diperoleh melalui observasi ke tempat penelitian dengan langsung dan dengan wawancara dengan pihak BPRS yang mempunyai tanggung jawab terhadap proses manajemen risiko. Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa proses manajemen risiko pembiayaan murabahah meliputi identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko. Pihak BPRS lebih memfokuskan pada proses identifikasi risiko dalam memberikan pembiayaan kepada nasabah guna meminimalisasi risiko yang akan timbul dikemudian hari. Dalam hal ini, pihak BPRS dinilai cukup baik dalam mengelola risiko pada pembiayaan murabahah pada sektor agribisnis.
Kata Kunci
: Manajemen Risiko, Risiko Pembiayaan, Murabahah, Sektor Agribisnis, BPRS Amanah Ummah
iv
KATA PENGANTAR Bismillâhirrahmânirrahîm Asslamualaikum. Wr. Wb Tiada
yang
pantas
terucap
dari
lisan
ini
melainkan
kalimat
Alhamdulillah. Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, hidayah, inayah dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tak luput tercurahkan shalawat serta salam kepada sang pendobrak pintu kebatilan Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya hingga akhir zaman. Penulis sebagai insan yang tak akan pernah luput dari kesempurnaan, menyadari penulisan skripsi yang berjudul “Manajemen Risiko Pembiayaan Murabahah pada Sektor Agribisnis (Studi Kasus PT. BPRS Amanah Ummah Periode 2011-2014)”
ini masih banyak kekurangan, dikarenakan
keterbatasan ilmu dan pengalaman yang penulis miliki. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kemaslahatan umat dan bernilai ibadah dalam pandangan Allah SWT. Penulis tidak memungkiri akan peran berbagai pihak yang telah membantu, mendo’akan serta memberikan semangat dalam proses menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu perkenankanlah penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
v
1.
Bapak Asep Saepuddin Jahar, MA, Ph.D., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Bapak A. M Hasan Ali, M.Ag., selaku Ketua Program Studi Muamalat, Bapak Abdurrauf, Lc, MA., selaku Sekretaris Program Studi Muamalat.
3.
Ibu Aini Masruroh, M.M dan Bapak Dr. H. Zainul Arifin Yusuf, M.Pd selaku Dosen Pembimbing skripsi, terima kasih atas bimbingan dan arahan yang diberikan sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi saya.
4.
Para Dosen Fakultas Syariah dan hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu, perhatian serta nasihat kehidupan yang berguna kepada semua mahasiswanya tak terkecuali penulis.
5.
Ayahanda Ardi Firdaus dan ibunda Yunidar tercinta, adikku Asyifa Mutia, serta kakakku Anisa Prima Hilmi, yang selalu mendo’akan penulis secara tulus penuh kasih sayang dan memberikan semangat dan dukungan baik moral maupun materil. Karya dan dedikasi penulis mempersembahkan untuk keluarga tercinta. Semoga kalian semua selalu diberikan kesehatan, kebahagiaan dan umur yang panjang selamat dunia dan akhirat, sehingga ananda diberi kesempatan untuk menunjukkan bakti dan besarnya cinta anak kepada kalian.
6.
Bapak Pupu Syaefullah, A. Md. Selaku Kepala Bidang Marketing dan Ibu Dian selaku Staff Bidang Umum di PT. BPRS Amanah Ummah yang meluangkan waktunya dalam membantu dan memberikan data dan informasi yang sangat membantu penulis menyelesaikan penelitian.
vi
7.
Teman-teman Perbankan Syariah D yang telah memberikan motivasi, saran, dukungan dan bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini
8.
Rekan-rekan karib terdekat yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, namun memberikan kontribusi yang sangat besar sehingga penulis dapat menjalani perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Mengakhiri kata pengantar ini, atas semua bantuan yang telah diberikan,
penulis hanya dapat memanjatkan do’a kepada Allah semoga kebaikan yang telah diberikan dapat dinilai ibadah dan dibalas oleh Allah SWT. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dikemudian hari dan memberikan manfaat bagi semua pihak serta rekan-rekan yang membacanya, semoga yang telah penulis lakukan mendapat ridho Allah SWT.
Ciputat, November 2015
Rizki Fauzi
vii
DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
i
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
ii
LEMBAR PERNYATAAN
iii
ABSTRAK
iv
KATA PENGANTAR
v
DAFTAR ISI
viii
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1
B. Identifikasi Masalah
4
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
5
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
5
E. Kerangka Konseptual
7
F. Sistematika Penulisan
8
LANDASAN TEORI A. Teori dan Konsep Risiko
10
1. Pengertian Risiko
10
2. Peristiwa yang Menyebabkan Timbulnya Risiko
11
3. Jenis-Jenis Risiko Perbankan
11
viii
B. Teori dan Konsep Manajemen
12
1. Pengertian Manajemen
12
2. Konsep Manajemen dalam Islam
13
C. Teori dan Konsep Manajemen Risiko
13
1. Pengertian Manajemen Risiko
13
2. Prinsip dan Proses Manajemen Risiko
15
3. Peraturan Bank Indonesia tentang Manajemen Risiko
19
D. Teori Pembiayaan
23
1. Pengertian Pembiayaan
23
2. Fungsi Pembiayaan
27
E. Konsep Murabahah
BAB III
BAB IV
28
1. Pengertian Murabahah
28
2. Landasan hukum Pembiayaan Murabahah
30
F. Teori dan konsep Agribisnis
32
G. Kajian Pustaka (Review Studi Terdahulu)
35
METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian
38
B. Pendekatan Penelitian
38
C. Jenis, Kriteria, dan Sumber Data
39
D. Teknik Pengumpulan Data
40
E. Metode Analisis Data
41
F. Teknik Penulisan
41
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian
42
1. Sejarah Berdiri
42
2. Produk-Produk PT. BPRS Amanah Ummah
44
3. Struktur Organisasi
46
B. Hasil Penelitian
47
ix
1. Mekanisme Pembiayaan Murabahah pada PT. BPRS Amanah Ummah
47
2. Risiko yang Timbul dari Pembiayaan Murabahah Sektor Agribisnis
49
3. Penyebab Terjadinya Risiko Pembiayaan Murabahah pada Sektor Agribisnis
51
4. Metode Manajemen Risiko Pembiayaan Murabahah pada BPRS Amanah Ummah
53
5. Dampak dari Penetapan manajemen Risiko BPRS Amanah Ummah BAB V
74
PENUTUP A. Kesimpulan
77
B. Saran
79
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.2 Review Studi Terdahulu
35
Tabel 4.4 Data Laporan Keuangan PT. BPRS Amanah Ummah Tahun 2011-2014
74
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Kerangka Konseptual
7
Gambar 2.1 Proses Manajemen Risiko
19
Gambar 4.1 Struktur Organisasi pada PT.BPRS Amanah Ummah
46
Gambar 4.2 Skema Transaksi dengan Akad Murabahah
47
Gambar 4.3 Skema Pengendalian Risiko pada PT. BPRS Amanah Ummah
65
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Transkrip Wawancara PT. BPRS Amanah Ummah
85
Lampiran 2 Surat Keterangan Penelitian di PT. BPRS Amanah Ummah
93
xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia sering dikenal sebagai negara agraris karena besarnya potensi dari hasil pertanian. Tentu akan sangat menguntungkan jika kita memaksimalkan potensi dari lahan pertanian. Ini seharusnya dapat dijadikan sebagai peluang oleh lembaga keuangan, dengan memberikan pembiayaan kepada para petani hal itu akan sangat membantu mereka dalam hal penambahan modal guna meningkatkan kualitas dan kuantitas dari hasil pertanian. Tetapi, masih sangat sedikit pihak bank yang mempunyai jenis pembiayaan yang dikhususkan dalam pembiayaan pertanian di Indonesia. Hubungan antara risiko dan hasil secara alami berkorelasi secara linier negatif. Semakin tinggi hasil yang diharapkan, tentunya dibutuhkan risiko yang semakin besar untuk dihadapi.1 Manajemen risiko diperlukan sebagai indentifikasi dan menentukan sikap untuk mengambil langkah-langkah yang sesuai dengan bidang usaha yang ditekuni. Jika dicermati dengan seksama, ada suatu kesamaan pada sistem pertanian dan bank syariah. Sektor perbankan dengan sistem syariah merupakan sektor terpenting dalam penggerak ekonomi. Begitu juga sektor pertanian dengan sistem agribisnis. Dalam menghadapi badai krisis ekonomi, ternyata keduanya mampu 1 Ferry N. Idroes, Manajemen Risiko Perbankan Dalam Konteks Kesepakatan Basel dan Peraturan Bank Indonesia (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006), h.5
1
bertahan dan terbukti memiliki pertumbuhan positif.2 Dengan suatu kesamaan ini, sekarang bagaimana cara menyatukan sektor agribisnis yang penuh dengan risiko dan sektor perbankan syariah yang menetapkan sistem bagi hasil menjadi sebuah kekuatan membangun perekonomian bangsa yang bebas bunga.3 Agribisnis yang meliputi pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan merupakan sektor yang penting di semua negara, karena sektor ini memiliki peran stratregis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan amat signifikan dalam penyerapan tenaga kerja. Hampir 50 % dari total tenaga kerja saat ini bekerja di sektor pertanian. Selain itu juga agribisnis dapat diandalkan sebagai penghasil sekaligus penghemat devisa. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) per Agustus 2012, pembiayaan perdagangan berkontribusi signifikan di pembiayaan perbankan syariah, yakni mencapai Rp11,05 triliun. Sedangkan penyaluran pembiayaan pertanian hanya Rp2,36 triliun. Pembiayaan terbesar disalurkan sektor ke lain-lain mencapai Rp53,9 triliun, dan jasa dunia usaha sebesar Rp31,7 triliun. Total pembiayaan perbankan syariah hingga Agustus 2012 mencapai Rp124,95 triliun. Pada periode tersebut, total aset industri perbankan syariah mencapai Rp161,53 triliun, meningkat 38% dibandingkan periode sama tahun lalu. Nilai dana pihak ketiga (DPK) industri perbankan syariah sebesar Rp123,67 triliun, meningkat 34% dibandingkan Agustus 2011. Salah satu masalah yang banyak dihadapi oleh petani di Indonesia adalah permodalan. Pihak lembaga keuangan makro masih sangat minim mengalokasikan 2
Pusat pembiayaan pertanian, Bunga Rampai Pembiayaan Pertanian Mendukung Refitalisasi Pertanian, (Jakarta: Departemen Pertanian, 2007) h. 38 3 Pusat pembiayaan pertanian, Bunga Rampai Pembiayaan Pertanian Mendukung Refitalisasi Pertanian, (Jakarta: Departemen Pertanian, 2007) h. 39
2
dananya kepada sektor pertanian. Hal ini disebabkan oleh masih tingginya risiko dari sektor pertanian, oleh karena itu pihak bank cenderung untuk mengalokasikan dana untuk kepentingan konsumtif. Tentu dengan mempelajari risiko yang akan dihadapi
dan
berkaca
pada
pengalaman-pengalaman,
pihak
bank
bisa
meminimalisasi risiko yang akan dihadapi. Pihak perbankan syariah yang mendukung sektor usaha riil seharusnya mendukung para pelaku usaha yang bergelut dibidang pertanian. Dukungan pihak perbankan tentu dengan cara menitik beratkan perhatian pada permodalan untuk petani. Bank syariah dalam mengabulkan pembiayaan nasabah tentunya tidak mau mengambil risiko, pihak bank cenderung meminta agunan untuk mengatasi apabila pembiayaan tersebut mengalami kendala. Hingga saat ini, pihak Bank Syariah masih mengandalkan akad Murabahah dalam membiayai para petani yang dikarenakan jenis risiko yang akan dihadapi lebih kecil daripada menggunakan akad-akad yang lain. Belum lagi persyaratan administrasi yang berbelit harus dihadapi petani tradisional. Maka para petani lebih banyak mendapatkan pembiayaan dari rentenir atau lembaga keuangan yang tidak resmi karena cenderung lebih mudah diakses untuk petani tradisional yang ada di pelosok desa walaupun dengan bunga yang tidak wajar. Pembiayaan sektor agribisnis dapat menggunakan berbagai macam akad. Seperti murabahah, mudharabah, musyarakah, istishna, ijarah, dan lain-lain. Namun hingga saat ini akad murabahah sangat sering digunakan untuk membiayai sektor agribisnis. Hal ini dikarenakan tingkat risiko yang dihadapi oleh pihak Bank Syariah lebih kecil dari pada menggunakan akad yang lain. Selain itu pihak 3
nasabah yang mengajukan pembiayaan juga belum terlalu paham tentang akadakad yang akan digunakan. Maka ketika nasabah ingin mengajukan pembiayaan pada sektor agribisnis, pihak dari bank menyediakan untuk menggunakan akad Murabahah. Pakar ekonomi juga berpendapat bahwa high risk high return and low risk low return. Dengan mengakses peluang bisnis yang mempunyai risiko yang tinggi tentu akan mendapatkan keuntungan yang tinggi pula. Namun dengan menggunakan prinsip kehati-hatian dan dengan mengelolah risiko yang akan dihadapi sehingga pihak bank tahu langkah-langka apa saja yang akan dihadapi ketika terkendala suatu permasalahan. Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik mengajukan penelitian dengan judul “Manajemen Risiko Pembiayaan Murabahah pada Sektor Agribisnis (Studi Kasus PT. BPRS Amanah Ummah Periode 2011-2014)” B. Identifikasi Masalah 1.
Bagaimana BPR Syariah di Indonesia mengalokasikan pembiayaan dengan akad murabahah ?
2.
Apa saja peran-peran BPR Syariah dalam meningkatkan dan memajukan bisnis pada sektor agribisnis di Indonesia?
3.
Apa yang menyebabkan BPR Syariah di Indonesia hanya sedikit mengalokasikan pembiayaan murabahah pada sektor agribisnis?
4.
Apa penyebab terjadinya risiko jika BPR Syariah mengalokasikan pembiayaan murabahah pada sektor agribisnis?
4
5.
Apa langkah-langkah yang akan diambil BPR Syariah dalam memitigasi risiko yang akan dihadapi jika mengalokasikan pembiayaan murabahah pada sektor agribisnis?
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.
Pembatasan Masalah Pembahasan
dipersempit
untuk
menghindari
pembahasan
yang
melenceng dari permasalahan yang telah ditentukan. Penulis membahas tentang bagaimana BPR Syariah mengelolah risiko dalam mengalokasikan pembiayaan murabahah pada sektor agribisnis kepada nasabah. 2.
Rumusan Masalah
a. Bagaimana mekanisme pembiayaan murabahah pada sektor agribisnis di PT. BPR Syariah Amanah Ummah? b. Bagaimana metode manajemen risiko pembiayaan murabahah pada sektor agribisnis yang diterapkan oleh PT. BPR Syariah Amanah Ummah? c. Bagaimana dampak penerapan manajemen risiko pembiayaan murabahah pada sektor agribisnis yang diterapkan PT. BPR Syariah Amanah Ummah? D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.
Tujuan Penilitian Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah:
5
a.
Memahami konsep manajemen risiko yang diterapkan PT. BPR Syariah Amanah Ummah dalam pembiayaan murabahah yang dialokasikan pada sektor agribisnis.
b.
Menganalisa metode manajemen risiko yang diterapkan untuk PT. BPR Syariah Amanah Ummah dalam melakukan pembiayaan murabahah pada sektor agribisnis.
2.
Manfaat Penelitian
a.
Manfaat Akademis Penelitian ini dapat menjadi tambahan informasi / ilmu penengetahuan
bagi kalangan akademisi institusi tentang manajemen perbankan syariah dalam mengendalikan risiko yang akan dihadapi dalam melakuakan pembiayaan murabahah pada sektor agribisnis serta dapat mengambil keputusan-keputusan yang tepat agar risiko yang dihadapi dapat diminimalisasi dan mendapatkan hasil yang menguntungkan antara pelaku bisnis agribisnis dan pihak perbankan syariah. b.
Manfaat Praktis a) Bagi Penulis Untuk menerapkan dan mempersembahkan sebuah karya tulis terhadap ilmu yang telah didapat selama perkuliahan dan memperluas wawasan pada bidang kajian ekonomi islam. b) Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini diharapkan dapat menjadi wacana baru dalam kajian ekonomi syariah yang pada gilirannya akan mendorong lahirnya karya-karya baru oleh para akademisi. 6
c) Bagi Lembaga Keuangan Syariah Bagi para praktisi lembaga keuangan syariah hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan serta memberi masukan dalam menganalisa dan mengambil keputusan agar pembiayaan murabahah pada sektor agribisnis dapat berkembang dengan meminimalisasi risiko yang akan dihadapi. E. Kerangka Konseptual Berikut kerangka konseptual yang dijadikan acuan oleh penulis dalam memecahkan masalah yang akan diteliti: Gambar 1.1 Kerangka Konseptual PT. BPR Syariah Amanah Ummah
Penyimpanan Dana Tabungan Wadiah Tabungan Mudharabah Haji DepositoMudharabah Tabungan Pelajar
Penyaluran Dana
Mudharabah
Ijarah
Ijarah Multi Jasa
Murabahah
Layanan Musyarakah
Rahn
Qard
Manajemen Risiko PT. BPR Syariah Amanah Ummah
Risiko Pembiayaan murabahah PT. BPR Syariah Amanah Ummah pada Sektor Agribisnis
Pick up Dana Tabungan Pembayaran Rekening Listrik Transfer Online antar Bank
Analisis Risiko dan Penyebab
Metode Pengendalian Risiko pada Sektor agribisnis PT. BPR Syariah Amanah Ummah
Penerapan dan Mekanise Manajemen Risiko PT. BPR Syariah Amanah Ummah pada Sektor Agribisnis
Dampak Penerapan Manajemen Risiko pada Sektor Agribisnis PT. BPR Syariah Amanah Ummah 7
F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang digunakan dalam skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab. Masing-masing bab memiliki isi yang saling berkaitan dalam proses penelitian dan untuk analisa hasil penelitian di lapangan. Berikut adalah ulasan mengenai isi dari tiap bab tersebut. BAB I
PENDAHULUAN Bab ini meliputi latar belakang, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, kajian terdahulu, metode penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II
LANDASAN TEORI Bab ini membahas mengenai teori-teori yang berkaitan dengan isi dari skripsi ini, yaitu meliputi teori tentang murabahah, risiko, manajemen, manajemen risiko, dan teori tentang pembiayaan murabahah perbankan pada sektor agribisnis.
BAB III
METODE PENELITIAN Bab ini menjelaskan tentang jenis penelitian, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan, serta metode analisis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini.
BAB IV
ANALISA HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Bab ini penulis menguraikan hasil dari penelitian dan hasil dari analisa data yang telah diperoleh yaitu menganalisa data mengenai prosedur dan metode pembiayaan murabahah pada sektor agribisnis pada PT. BPRS Amanah Ummah, risiko pembiayaan, penyebab
8
terjadinya risiko pembiayaan, penerapan manajemen risiko pembiayaan,
analisa
manajemen
risiko
pembiayaan,
dan
menjelaskan pokok-pokok permasalahan yang telah ditetapkan. BAB V
PENUTUP Bab ini meliputi kesimpulan dari keseluruhan pembahasan yang telah dijelaskan dalam bab-bab sebelumnya serta saran-saran yang dapat penulis sampaikan.
9
BAB II LANDASAN TEORI A. Teori dan Konsep Risiko 1.
Pengertian Risiko Risiko menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah akibat yang
kurang menyenangkan (merugikan, membahayakan) dari suatu perbuatan atau tindakan.1 Sedangkan dalam Kamus Manajemen, risiko adalah ketidakpastian yang mengandung kemungkinan kerugian dalam bentuk harta atau kehilangan keuntungan atau kemampuan ekonomis.2 Selain itu, risiko dapat dikatakan sebagai suatu peluang terjadinya kerugian atau kehancuran. Ferry N. Idroes memberikan pengertian risiko yang lebih luas, yaitu sebagai ancaman atau kemungkinan suatu tindakan atau kejadian yang menimbulkan dampak yang berlawanan dengan tujuan yang ingin dicapai.3 Selanjutnya Bank Indonesia memberikan definisi risiko yang tertuang dalam PBI sebagai potensi terjadinya suatu peristiwa (events) yang dapat menimbulkan kerugian Bank.4 Risiko tersebut ada yang dinamakan dengan risko spekulatif dan ada yang disebut dengan risko murni. Risiko spekulatif, dimana terdapat dua kemungkinan yaitu antara mendapatkan keutungan atau kerugian.
1
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,2005), h.959. 2 BN. Marbun, Kamus Manajemen, (Jakarta: CV Muliasari, 2003), h.317. 3 Ferry N. Idroes, Manajemen Risiko Perbankan Pemahaman Pendekatan Pilar Kesepakatan Basel II, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h.4. 4 Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, diakses pada tanggal 13 Februari 2015 dari http: //www.bi.go.id.
10
Sedangan risiko murni, hanya terdapat satu kemungkinan yaitu, mendapatkan kerugian. Jadi, menurut teori yang ada maka dapat disimpulkan bahwa risiko adalah suatu peluang buruk yang akan terjadi jika melakukan suatu kegiatan dalam hal apapun. 2.
Peristiwa yang Menyebabkan Timbulnya Risiko Peristiwa yang menyebabkan terjadinya risiko (risk event) didefinisikan
sebagai munculnya kejadian yang dapat menciptakan potensi kerugian atau hasil yang tidak diinginkan.5 Risiko yang akan timbul bisa datang dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal dari suatu institusi. Risiko internal adalah risiko yang datang dari dalam institusi itu sendiri. Misalnya, human error, kesalahan sistem, dan lain-lain. Risiko yang bersumber dari internal masih bisa dihindari dengan melakukan pengawasan dan meningkatkan ketelitian pada saat melakukan kegiatan. Namun berbeda dengan risiko eksternal, risiko ini tidak bisa dicegah karena bersumber dari luar institusi. Contohnya, kebijakan pemerintah, bencana alam, krisis global, inflasi dan dampak “domino” yang ditimbulkan bank atau institusi lain. 3.
Jenis-Jenis Risiko Perbankan
Berdasarkan kegiatan usahanya, maka risiko tersebut mencakup: a.
Risiko kredit/ pembiayaan Risiko pembiayaan adalah risiko yang terjadi akibat kegagalan pihak
lawan (counterparty) memenuhi kewajiban. Risiko pembiayaan dapat bersumber dari berbagai aktivitas fungsional bank seperti pembiayaan (penyediaan dana), 5
Ferry N. Idroes, Manajemen Risiko Perbankan Dalam Konteks Kesepakatan Basel dan Peraturan Bank Indonesia, (Yogyakarta: Graha Ilmu,2006) h.7.
11
treasury dan investasi, dan pembiayaan perdagangan yang tercatat dalam banking book maupun trading book. b.
Risiko pasar Risiko pasar adalah risiko kerugian yang dapat dialami bank melalui
portofolio yang dimilkinya sebagai akibat pergerakan variabel pasar yang tidak menguntungkan. Variabel pasar yang dimaksud adalah suku bunga dan nilai tukar. B. Teori dan Konsep Manajemen 1.
Pengertian Manajemen Istilah manajemen berasal dari kata to manage berarti control. Dalam
bahasa Indonesia, dapat diartikan mengendalikan, menangani, atau mengelola.6 Sedangkan manajemen dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran.7 Menurut Stephen P. Robbins, manajemen berarti proses mengkoordinasi dan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan kerja agar diselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain.8 Dalam bahasa yang sederhana efisiensi itu menunjukkan kemampuan organisasi dalam menggunakan sumber daya dengan benar dan tidak ada pemborosan. Setiap perusahaan akan berusaha mencapai tingkat output dan input seoptimal mungkin. Efektivitas menunjukkan kemampuan suatu perusahaan dalam mencapai sasaran (hasil akhir) yang telah ditetapkan secara tepat. 9 Jadi dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah proses mengelolah yang pada dasarnya ditujukan pencapaian hasil akhir yang sesuai dengan target waktu yang 6
Yayat M Herujito, Dasar-Dasar Manajemen, (Jakarta: PT. Grasido, 2001), h.1. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h.708. 8 Stephen P. Robbins, Management Sixth edition Edisi Bahasa Indonesia, Penerjemah T. Hermaya, (Jakarta: Prenhallindo, 1999), h.8. 9 Amirullah, Pengantar Manajemen, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2004), h.8. 7
12
telah ditetapkan dan ukuran maupun standar yang sehingga
suatu
perusahaan
tersebut
telah
berlaku mencerminkan
memperhatikan
efektivitas
operasionalnya. 2.
Konsep Manajemen dalam Islam Pengeritan manajemen dalam Elias ‟ Modern Dictionary English
Arabic”, kata management (dalam bahasa inggris) sepadan dengan kata tadbir, Idarah, siyasah dan qiyadah dalam bahasa Arab. Dalam Al-Qur’an dari termaterma tersebut, hanya ditemui terma tadbir dalam berbagai derivasinya. Tadbir adalah bentuk masdar dari kata kerja dabbara, yudabbiru, tadbiran yang berarti penertiban, pengaturan, pengurusan, perencanaan dan persiapan. Secara istilah, idarah (manajemen) adalah suatu aktivitas khusus menyangkut kepemimpinan, pengarahan, pengembangan personal, perencanaan, dan pengawasan terhadap pekerjaan yang berkenaan dengan unsur-unsur pokok dalam suatu proyek. Tujuannya adalah agar hasil-hasil yang ditargetkan dapat tercapai dengan cara yang efektif dan efisien.10 C. Teori dan Konsep Manajemen Risiko 1.
Pengertian Manajemen Risiko Istilah manajemen mengacu pada suatu proses mengkoordinasi dan
mengintegrasikan kegiatan-kegiatan kerja agar diselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain. Proses menggambarkan fungsi-fungsi yang berjalan terus atau kegiatan-kegiatan utama yang dilakukan oleh para manajer.
10
Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (Jakarta: Kencana,2007) h.176.
13
Fungsi-fungsi tersebut biasanya disebut sebagai merencanakan, mengorganisasi, memimpin, dan mengendalikan. Manajemen risiko merupakan suatu usaha untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya kerugian. Manajemen risiko merupakan suatu usaha untuk mengetahui, menganalisis serta mengendalikan risiko dalam setiap kegiatan perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh efektifitas dan efisiensi yang lebih tinggi.11 Menurut Safri Ayat, bahwa manajemen risiko adalah suatu cara, metode, atau ilmu pengetahuan yang mempelajari berbagai jenis resiko, bagaimana pula mengaturnya dan mengelola risiko tersebut dengan tujuan agar terhindar dari resiko.12 Sedangkan pengertian yang dikemukakan oleh Syafri Ayat, manajemen Risiko merupakan suatu cara, metode, atau ilmu pengetahuan yang mempelajari berbagai jenis risiko, bagaimana pula mengaturnya dan mengelola risiko tersebut dengan tujuan agar terhindar dari risiko.13 Zainul Arifin mengartikan proses penanganan risiko termasuk risk assessment sebagaimana tindakan-tindakan untuk membangun dan menerapkan pilihan-pilihan kontrol risiko.14 Dengan kata lain manajemen risiko sebagai sebuah metode atau sebuah proses yang ditujukan untuk mengelola dari risiko-risiko yang muncul dari kegiatan sebuah perusahaan yang ditujukan untuk memastikan kesinambungan, profitabilitas dan pertumbuhan usaha sejalan dengan visi dan misi perusahaan.
11
Herman Darmawi. “Manajemen Risiko” (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2013), h.17 Safri Ayat, “Manajemen Risiko” (Jakarta: Gema Insani Akastri, 2003), h.1 13 Syafri Ayat, Manajemen Risiko, (Jakarta: Gema Akastri, 2003), h.1. 14 Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, h.252. 12
14
2.
Prinsip dan Proses Manajemen Risiko Manajemen risiko suatu organisasi hanya dapat efektif bila mampu
menganut prinsip-prinsip sebagai berikut:15 a)
Manajemen risiko haruslah memiliki nilai tambah
b) Manajemen risiko adalah bagian terpadu dari proses organisasi c)
Manajemen risiko adalah bagian dari proses pengambilan keputusan
d) Manajemen risiko secara khusus menangani aspek ketidakpastian e)
Manajemen risiko bersifat sistemik, terstruktur dan tepat waktu
f)
Manajemen risiko berdasarkan informasi terbaik yang tersedia
g) Manajemen risiko adalah khas untuk penggunanya h) Manajemen risiko mempertimbangkan faktor manusia dan budaya i)
Manajemen risiko harus transparan dan inklusif
j)
Manajemen risiko bersifat dinamis, berulang, dan tanggap terhadap perubahan
k) Manajemen risiko harus memfasilitasi terjadinya perbaikan dan peningkatan organisasi secara berlanjut Proses manajemen risiko merupakan tindakan dari seluruh entitas terkait didalam organisasi. Tindakan yang berkesinambungan yang dilakukan sejalan dengan definisi manajemen risiko yang telah ditentukan yaitu: identifikasi, pengukuran risiko, menentukan sikap, menentukan solusi, serta melakukan monitor dan pelaporan risiko.
15
Leo J. Susilo, Manajemen Risiko Berbasis ISO 31000: Untuk Industri Non Perbankan, (Jakarta: PPM Manajemen, 2010), h.22.
15
a)
Identifikasi Pada tahap ini, analisis berusaha mengidentifikasi apa saja risiko yang
dihadapi perusahaan. Perusahaan tidak selalu menghadapi seluruh risiko tersebut. Namun demikian, ada risiko yang dominan, ada pula risiko yang minor. 16 Pengidentifikasian risiko ini merupakan proses penganalisisan untuk menemukan cara sistematis dan secara berkesinambungan risiko (kerugian yang potensial) yang menantang perusahaan.17 Pelaksanaan proses identifikasi Risiko dalam Peraturan Bank Indonesia sekurang-kurangnya dilakukan dengan melakukan analisis terhadap:18 a. Karakteristik Risiko yang melekat pada Bank; dan b. Risiko dari produk dan kegiatan usaha Bank b) Kuantifikasi Pada dasarnya, pengukuran risiko mengacu pada dua faktor: kuantitas risiko dan kualitas risiko. Kuantitas risiko terkait dengan berapa banyak nilai, atau eksposur19, yang rentan terhadap risiko. Kualitas risiko terkait dengan kemungkinan suatu risiko muncul. Semakin tinggi kemungkinan risiko terjadi, semakin tinggi kemungkinan risiko terjadi, semakin tinggi pula risikonya. 20
16
Bramantyo Djohanoputro, Manajemen Risiko Terintegrasi, h.19. Herman Darmawi, Manajemen Risiko, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h.34. 18 Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, diakses pada tanggal 08 Desember 2014 dari http: //www.bi.go.id. 19 Eksposur adalah risiko kerugian maksimum yang harus dihadapi apabila terjadi suatu kejadian terburuk. 20 Bramantyo Djohanoputro, Manajemen Risiko Terintegrasi, h.20. 17
16
Dalam rangka melaksanakan pengukuran risiko, Bank wajib sekurangkurangnya melakukan: a. Evaluasi secara berkala terhadap kesesuaian asumsi, sumber data dan prosedur yang digunakan untuk mengukur risiko; b. Penyempurnaan terhadap sistem pengukuran risiko apabila terdapat perubahan kegiatan usaha bank, produk, transaksi dan faktor risiko yang bersifat material. c)
Menentukan sikap 1.
Identifikasi selera risiko organisasi (risk appetite), apakah manajemen secara umum terdiri dari: a. Penghindar risiko (risk averter) b. Penerima risiko sewajarnya (risk neutral); atau c. Pencari risiko (risk seeker).
2.
Identifikasi visi strategi (strategic vision) dari organisasi, apakah organisasi berada dalam visi: a. Agresif yang terobsesi untuk mengejar peningkatan volume usaha serta keuntungan sebesar-besarnya untuk mendukung pertumbuhan; atau b. Konservatif yang ingin menjaga kelangsungan usaha pada situasi aman dengan volume usaha dan keuntungan yang stabil.
d) Menentukan solusi 1. Hindari (avoidance): keputusan yang diambil adalah tidak melakukan aktivitas yang dimaksud.
17
b. Alihkan
(transfer):
membagi
risiko
dengan
pihak
lain.
Konsekuensinya terdapat biaya yang harus dikeluarkan atau berbagi keuntungan yang diperoleh. c. Mitigasi risiko (mitigate risk): menerima risiko pada tingkat tertentu dengan melakukan tindakan untuk mitigasi risiko melalui peningkatan control, jualitas proses, serta aturan yang jelas terhadap pelaksanaan aktivitas dan risikonya. d. Menahan risiko residual (retention of residual risk): menerima risiko yang mungkin timbul dari aktivitas yang dilakukan. e)
Melakukan monitor a. Seluruh entitas organisasi harus yakin bahwa strategi manajemen risiko telah diimplementasikan dan berjalan dengan baik. 2. Lakukan pengkinian dengan mengevaluasi dan menindak lanjuti hasil evaluasi terhadap implementasi kerangka manajemen risiko yang terintegrasi kedalam strategi risiko21.
21
Ferry N Idroes. “Manajemen Resiko Perbankan: Pemahaman Pendekatan 3 Pilar Kesepakatan Basel II Terkait Aplikasi dan Pelaksanaannya di Indonesia” (Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada, 2008), hlm. 8.
18
Gambar 2.1 Proses Manajemen Risiko.22 Pemantauan dan pengkinian/kaji ulang risiko dan kontrol
Identifikasi dan pemetaan risiko
Solusi risiko, implementasi, tindakan mitigasi
3.
Kuantifikasi/ menilai/ peringkat risiko
Menegaskan profil risiko/ rencana manajemen risiko
Peraturan Bank Indonesia tentang Manajemen Risiko Bank Indonesia turut menetapkan peraturan terkait manajemen risiko dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011 yang berisi sebagai berikut,23
I.
Latar Belakang Pengaturan Tujuan pengaturan untuk mengakomodasi karakteristik kegiatan usaha Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) yang tidak sepenuhnya sama dengan perbankan konvensional dan dalam rangka memenuhi amanah Pasal 38 UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Penerapan Manajemen Risiko pada BUS dan UUS disesuaikan dengan tujuan, kebijakan usaha, ukuran dan kompleksitas usaha serta kemampuan BUS dan UUS.
22
Ferry N Idroes, “Manajemen Resiko Perbankan: Pemahaman Pendekatan 3 Pilar Kesepakatan Basel II Terkait Aplikasi dan Pelaksanaannya di Indonesia” (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 7. 23 Otoritas Jasa Keuangan, Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011, diakses pada tanggal 13 Februari 2015 dari http://www.ojk.go.id.
19
II.
Pokok-pokok Pengaturan: 1. Bank wajib menerapkan Manajemen Risiko secara efektif, untuk BUS dilakukan secara individual maupun konsolidasi dengan perusahaan anak, sedangkan untuk UUS dilakukan terhadap seluruh kegiatan usaha UUS yang merupakan satu kesatuan dengan penerapan Manajemen Risiko pada Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS (BUK induk). 2. Penerapan Manajemen Risiko paling kurang mencakup : a. pengawasan aktif Dewan Komisaris, Direksi, dan Dewan Pengawas Syariah; b. kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit Manajemen Risiko; c. kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian Risiko serta sistem informasi Manajemen Risiko; dan d. sistem pengendalian intern yang menyeluruh. 3. Bank Usaha Syariah dan Unit Usaha Syariah wajib menerapkan Manajemen Risiko yang mencakup 10 risiko, yaitu Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko Likuiditas, Risiko Operasional, Risiko Hukum, Risiko Reputasi, Strategi Risiko, Risiko Kepatuhan, Risiko Imbal Hasil (rate of return risk), dan Risiko Investasi (equity investment risk). Penerapan Risiko Imbal Hasil (rate of return risk) dan Risiko Investasi (equity investment risk) belum diperhitungkan dalam penilaian Risiko (risk profile) BUS dan UUS. BUS dan UUS wajib melakukan penilaian terhadap Risiko Imbal Hasil dan Risiko Investasi meskipun penilaian kedua jenis risiko dimaksud belum diperhitungkan dalam penilaian Risiko (risk profile) BUS dan UUS.
20
4. Peringkat risiko dikategorikan menjadi 5 peringkat, yaitu 1 (Low), 2 (Low to Moderate), 3 (Moderate), 4 (Moderate to High), dan 5 (High). 5. Implementasi/pelaksanaan manajemen risiko harus dilakukan dengan cara yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. 6. Penerapan Manajemen Risiko UUS adalah sebagai berikut : a. Manajemen Risiko UUS merupakan satu kesatuan dengan Manajemen Risiko BUK induk. b. Fungsi pengawasan aktif terbatas sampai dengan Direktur UUS. c. Kebijakan, prosedur dan penetapan limit UUS merupakan bagian tidak terpisahkan dari Manajemen Risiko BUK induk. d. Sistem Informasi Manajemen Risiko UUS dapat menggunakan teknologi sistem informasi yang digunakan dalam sistem informasi Manajemen Risiko BUK induk. e. Pelaksanaan sistem pengendalian intern untuk UUS dapat digabung dengan sistem pengendalian intern dari BUK induk. f. Komite Manajemen Risiko dan satuan kerja Manajemen Risiko untuk UUS dapat dibentuk secara tersendiri atau digabungkan dengan BUK induk sesuai dengan ukuran dan kompleksitas usaha UUS serta Risiko yang melekat pada UUS. Dalam hal Komite Manajemen Risiko untuk UUS dibentuk secara tersendiri, maka keanggotaan Manajemen Risiko UUS paling kurang terdiri dari : 1) Direktur UUS
21
2)
Direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan BUK
3)
Pejabat eksekutif terkait Dalam hal komite Manajemen Risiko untuk UUS digabung dengan komite
Manajemen risiko BUK induk maka dalam pembahasan yang terkait dengan Manajemen Risiko UUS, Direktur UUS wajib diikutsertakan sebagai salah satu anggota komite Manajemen Risiko BUK induk. 7. Pemberian masa transisi untuk UUS sebagai berikut: a. kewajiban penyampaian laporan profil Risiko untuk UUS berlaku sejak laporan posisi bulan Juni 2012. b. penyesuaian pengungkapan Manajemen Risiko untuk UUS berlaku pertama kali pada laporan tahunan BUK induk posisi akhir Desember 2012. 8. BUS dan UUS menyampaikan laporan profil risiko secara triwulanan kepada Bank Indonesia paling lambat 15 hari kerja setelah akhir bulan laporan dan mengungkapkan Manajemen Risiko dalam laporan tahunan sesuai dengan ketentuan transparansi kegiatan usaha bank. 9. Dengan diberlakukannya PBI ini, maka Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum dinyatakan tidak berlaku bagi BUS dan UUS.
22
D. Teori Pembiayaan 1.
Pengertian Pembiayaan Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.24 Pembiayaan (financing) merupakan istilah yang digunakan oleh bank syariah sebagai pengganti istilah kredit yang digunakan pada bank konvensional. Pembiayaan berasal dari kata biaya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) biaya berarti uang yang dikeluarkan untuk menggunakan (mendirikan, melakukan, dan sebagainya) sesuatu.25 Sedangkan pembiayaan berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan biaya26 Undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah, pasal 1 ayat (2) menyebutkan pengertian pembiayaan sebagai berikut: Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa: a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah. b. Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik.
24
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002) hal 92. 25 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi III,(Jakart: Balai Pustaka, 2005), h. 146. 26 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi III,(Jakart: Balai Pustaka, 2005), h. 147.
23
c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam dan istishna’. d. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh. e. Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa. Kamus perbankan mendefinisikan pembiayaan sebagai pengeluaran atau pengorbanan yang tidak terhindar untuk mendapatkan barang atau jasa dengan tujuan memperoleh manfaat, pengeluaran untuk kegiatan, tujuan atau waktu tertentu, seperti penjualan untuk mendapat atau memperolah penghasilan. Dalam laporan laba rugi perusahaan, komponen biaya merupakan pengurang dari pendapatan, pengertian biaya berbeda dengan beban. Semua biaya adalah beban, tetapi tidak semua beban adalah biaya.27 Dari definisi yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembiayaan merupakan salah satu fungsi intermediary bank syariah dalam menyalurkan dana yang telah dikumpulkannya melalui suatu kesepakatan dan dalam jangka waktu tertentu dikembalikan dengan imbalan atau bagi hasil. Adapun dari sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:28
27
Bank Indonesia, Kamus Perbankan, 1999, Cet. Ke-1, h. 30. M. Syafi‟i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h. 160. 28
24
a) Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha produksi, perdagangan, maupun industri. Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi dua, yaitu pembiayaan modal kerja dan pembiayaan investasi.29 I.
Pembiayaan modal kerja Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan: (a) peningkatan produksi baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi, maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi dan (b) untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang.30 Pembiayaan modal kerja dapat diartikan juga sebagai pembiayaan untuk modal kerja perusahaan dalam rangka pembiayaan aktiva lancar perusahaan
seperti
pembelian
bahan
baku/mentah,
bahan
penolong/pembantu, barang dagangan, biaya eksploitasi barang modal, piutang dan lain-lain.31
29
Adiwarman Karim, Bank Islam; Analisis Fiqh dan Keuangan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h. 231. 30 M. Syafi‟i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press,2001), h. 160. 31 Veithzal Rivai, dkk, Bank and Financial Institution Management Conventional & sharia System, h. 443.
25
II.
Pembiaaan investasi Pembiayaan investasi adalah pembiayaan jangka menengah atau jangka panjang untuk pembelian barang-barang modal yang diperlukan untuk:32 (i) Pendirian
proyek
baru,
yaitu
pendirian
atau
pembangunan
proyek/pabrik dalam usaha baru. (ii) Rehabilitasi, yaitu penggantian mesin/peralatan lama yang sudah rusak dengan mesin/peralatan baru yang lebih baik. (iii) Modernisasi yaitu penggantian menyeluruh mesin/peralatan lama dengan mesin/peralatan baru yang tingkat teknologinya lebih baik/tinggi. (iv) Ekspansi yaitu penambahan mesin/peralatan yang telah ada dengan mesin/peralatan baru dengan teknologi sama atau lebih baik/tinggi. (v) Relokasi proyek yang sudah ada, yaitu pemindahan lokasi proyek/pabrik secara keseluruhan (termasuk sarana penunjang kegiatan pabrik, seperti laboratorium dan gudang) dari suatu tempat ke tempat lain yang lokasinya lebih tepat/baik. b) Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan.
32
Adiwarman Karim, Bank Islam; Analisis Fiqh dan Keuangan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h. 237-238.
26
2. Fungsi Pembiayaan Sama halnya dengan perkreditan, pembiayaan mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian. Secara garis besar fungsi pembiayaan di dalam perekonomian, perdagangan, dan keuangan adalah sebagai berikut:33 a)
Pembiayaan dapat meningkatkan utility (daya guna) dari modal/uang. Uang yang terhimpun dari penabung dalam presentase tertentu ditingkatkan kegunaannya oleh lembaga keuangan. Para pengusaha menikmati pembiayaan dari bank untuk memperluas/memperbesar usahanya, baik untuk peningkatan produksi, perdagangan, ataupun usaha peningkatan produktivitas secara menyeluruh.
b)
Pembiayaan meningkatkan utility (daya guna) suatu barang Produsen dengan bantuan pembiayaan dapat memindahkan barang dari suatu tempat yang kegunaannya kurang ke tempat yang lebih bermanfaat.
c)
Pembiayaan meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang Pembiayaan yang disalurkan yang disalurkan melalui rekeningrekening koran, pengusaha menciptakan pertambahan peredaran uang giral dan sejenisnya seperti cek, bilyet giro, wesel, promes, dan sebagainya melalui pembiayaan.
33
Veithzal Riva’i, Islamic Financial Management, h.7.
27
d)
Pembiayaan menimbulkan gairah usaha masyarakat Dengan pembiayaan, maka akan menimbulkan semangat dan gairah usaha masyarakat. Karena melalui pembiayaan, masyarakat akan mendapatkan modal/tambahan modal bagi kelangsungan bisnis usahanya.
e)
Pembiayaan sebagai alat stabilitas ekonomi Pembiayaan dapat diarahkan untuk menambah perputaran suatu barang serta memperlancar distribusi barang-barang dan pendapatan agar merata ke seluruh lapisan masyarakat.
f)
Pembiayaan sebagai jembatan untuk peningkatan pendapatan nasional Semakin meningkatnya usaha. Apabila usaha tersebut dapat terus meningkat, maka pajak yang dikeluarkan pun akan meningkat pula. Secara tidak langsung, maka pembiayaan dapat meningkatkan pendapatan nasional.
E. Konsep Murabahah 1. Pengertian Murabahah Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam murabahah penjual harus memberitahukan
28
harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya.34 Fatwa DSN tentang murabahah No.04/DSN-MUI/IV/2000 mengenai ketentuan umum murabahah dalam bank syariah adalah: Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba. a) Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam. b) Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati klasifikasinya. c) Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri dan pembelian ini harus sah dan bebas riba. d) Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang. e) Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya dalam kaitan ini bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan. f) Nasabah membayar harga barang yang disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati. g) Untuk mencegah terjadinya penyalah gunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
34
Mohammad Rifai, Konsep Perbankan Syariah, (Semarang, CV. Wicaksana, 2002),h.61
29
h) Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank. Dalam kitab fiqh jual beli murabahah dilakukan oleh dua pihak yaitu penjual dan pembeli, sedangkan dalam praktek perbankan melibatkan tiga pihak yaitu supplier sebagai penjual pertama, bank sebagai pembeli pertama dan penjual kedua, dan nasabah sebagai pembeli kedua. Jadi sebenarnya yang diterapkan syariah adalah al-murabbih yurabbih (pembeli yang menjual barang). Pada jual beli pertama yaitu antara supplier dan bank, pembayaran dilakukan secara tunai, sedangkan pada jual beli kedua yaitu antara bank dengan nasabah, pembayaran dilakukan secara cicilan.35 Melalui akad murabahah, nasabah dapat memenuhi kebutuhannya untuk memperoleh dan memiliki barang yang dibutuhkan tanpa harus menyediakan uang tunai terlebih dahulu, dengan kata lain nasabah telah memperoleh pembiayaan murabahah dari bank untuk pengadaan barang tersebut. 2.
Landasan Hukum Pembiayaan Murabahah. Jual beli dalam pengertian bahasa berarti menukar sesuatu dengan sesuatu
yang lain. Jual beli dalam fikih Islam mempunyai banyak bentuk, namun yang biasa diterpakan dan telah banyak dikembangkan sebagai sandaran pokok dalam pembiayaan (modal kerja dan investasi) diperbankan syariah salah satunya yaitu
35
Adiwarman A. Karim, Pembiayaan Murabahah, Makalah Perbankan Syariah, h. 80
30
murabahah.36 Landasan jual beli ini dihalalkan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 275 dan surat An-Nisa ayat 29, yaitu:
ِْﻚ ﺑِﺄَﻧﱠـ ُﻬ ْﻢ ﻗَﺎﻟُﻮا َ َﺲ َذﻟ ﺸ ْﻴﻄَﺎ ُن ِﻣ َﻦ اﻟْﻤ ﱢ اﻟﱠﺬِﻳ َﻦ ﻳَﺄْ ُﻛﻠُﻮ َن اﻟ ﱢﺮﺑَﺎ ﻻَ ﻳَـﻘُﻮﻣُﻮ َن إِﻻﱠ َﻛﻤَﺎ ﻳَـﻘُﻮمُ اﻟﱠﺬِي ﻳَـﺘَ َﺨﺒﱠﻄُﻪُ اﻟ ﱠ َﻒ َ إِﻧﱠﻤَﺎ اﻟْﺒَـ ْﻴ ُﻊ ِﻣﺜْ ُﻞ اﻟ ﱢﺮﺑَﺎ َوأَ َﺣ ﱠﻞ اﻟﻠّﻪُ اﻟْﺒَـ ْﻴ َﻊ َو َﺣ ﱠﺮَم اﻟ ﱢﺮﺑَﺎ ﻓَﻤَﻦ ﺟَﺎءﻩُ ﻣ َْﻮ ِﻋﻈَﺔٌ ﻣﱢﻦ ﱠرﺑﱢِﻪ ﻓَﺎﻧﺘَـ َﻬ َﻰ ﻓَـﻠَﻪُ ﻣَﺎ َﺳﻠ َﺎب اﻟﻨﱠﺎ ِر ُﻫ ْﻢ ﻓِﻴﻬَﺎ ﺧَﺎﻟِﺪُو َن ُ ﺻﺤ ْ َِﻚ أ َ َوأَ ْﻣ ُﺮﻩُ إِﻟَﻰ اﻟﻠّ ِﻪ َوَﻣ ْﻦ ﻋَﺎ َد ﻓَﺄ ُْوﻟَـﺌ Artinya : Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. ( Al-Baqarah : 275)
َاض ِﻣ ْﻨ ُﻜ ْﻢ وََﻻ ٍ ِﻞ إ ﱠِﻻ أَ ْن ﺗَﻜُﻮ َن ﺗِﺠَﺎ َرةً َﻋ ْﻦ ﺗَـﺮ ِ ﻳَﺎ أَﻳـﱡﻬَﺎ اﻟﱠﺬِﻳ َﻦ َآ َﻣﻨُﻮا َﻻ ﺗَﺄْ ُﻛﻠُﻮا أَﻣْﻮَاﻟَ ُﻜ ْﻢ ﺑَـ ْﻴـﻨَ ُﻜ ْﻢ ﺑِﺎﻟْﺒَﺎﻃ ﺴ ُﻜ ْﻢ إِ ﱠن اﻟﻠﱠﻪَ ﻛَﺎ َن ﺑِ ُﻜ ْﻢ رَِﺣﻴﻤًﺎ َ ﺗَـ ْﻘﺘُـﻠُﻮا أَﻧْـ ُﻔ 36
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, (Jakarta BITazkia,1999),h.145
31
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, janagnlah kalian memakan hartaharta kalian di antara kalian dengan cara yang batil, kecuali dengan perdagangan yang kalian saling ridha. Dan janganlah kalian membunuh diri-diri kalian, sesungguhnya Allah itu Maha Kasih Sayang kepada kalian. (An-Nisa : 29) F. Teori dan Konsep Agribisnis Konsep agribisnis adalah suatu konsep yang utuh mulai dari proses produksi, mengolah hasil, pemasaran dan aktivitas lain yang berkaitan dengan kegiatan pertanian. Agribisnis dapat diartikan juga sebagai suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas. Agribisnis dapat diartikan sebagai suatu kesatuan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas. Agribisnis mencakup kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian.37 Black’s Law Dictionary menjelaskan “Agribusiness is pursuid of agriculture as an occupation or profit-making enterprise, including labor, land-use planning, and financing the cost of land, equipment, and other necessary expenses.” (agribisnis mengejar pertanian sebagai usaha pekerjaan atau laba perusahaan, termasuk perencanaan tenaga kerja, penggunaan lahan dan pendanaan biaya tanah, peralatan dan biaya lain yang
37
Arsyad dkk dalam Soekartawi, Agribisnis; Teori dan Aplikasinya, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), h. 2
32
diperlukan).38 Agribisnis diartikan sebagai kegiatan pertanian yang ditujukan untuk mendapatkan keuntungan usaha, tenaga kerja, rencana penggunaan tanah, biaya penggunaan tanah, sarana dan kebutuhan lain yang penting. Dengan demikian, agribisnis merupakan konsep yang utuh, mulai dari proses produksi, pengolahan hasil, pemasaran, dan aktivitas lain yang berkaitan dengan kegiatan pertanian.39 Menurut Bungaran Saragih, agribisnis sebagai suatu sistem meliputi empat subsistem, yaitu:40 a. Subsistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness) yang merupakan kegiatan ekonomi yang menyediakan sarana produksi bagi pertanian, seperti industri dan perdagangan agrokimia (pupuk, pestisida), industry agro-otomotif
(mesin dan peralatan), dan
industri
benih/bibit. b. Subsistem usaha tani (on-farm agribusiness) yang merupakan kegiatan ekonomi dengan menggunakan sarana produksi yang dihasilkan oleh agribisnis hulu untuk menghasilkan produk pertanian primer. Termasuk dalam usaha tani ini adalah usaha tanaman pangan, usaha tanaman holtikultura, usaha tanaman obat-obatan, usaha perkebunan, usaha perikanan, dan usaha kehutanan.
38
Bryan A. Carner, “Black’s Law Dictionary”, dalam Nina Nurani, Daya Saing Agribisnis,(Bandung: Penerbit Nuansa, 2007), h. 13. 39 Nina Nurani, Daya Saing Agribisnis, (Bandung: Penerbit Nuansa, 2007), h. 13. 40 Bungaran Saragih, Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian. (Bogor:LPJI Graha Griya Sarana, 2001), h. 16.
33
c. Subsistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness) yang berupa kegiatan ekonomi dengan mengolah produk antara maupun produk akhir, beserta kegiatan perdagangan di pasar domestik maupun pasar internasional. d. Subsistem penunjang (supporting system) yang mencakup seluruh kegiatan dengan menyediakan jasa bagi agribisnis, seperti lembaga pemasaran, lembaga keuangan, lembaga penelitian dan lembaga pemerintah. Strategi pembangunan pertanian dengan menerapkan konsep agribisnis, sesungguhnya terdiri dari tiga tahap perkembangan yang semestinya terjadi secara berurutan, yaitu:41 a. Agribisnis berbasis sumber daya yang digerakan oleh kelimpahan sumber daya sebagai faktor produksi (factor-driven), dan berbentuk ekstensifikasi agribisnis dengan dominasi komoditas primer. b. Agribisnis berbasis investasi (investment-driven) melalui percepatan industri pengolahan dan industri hulu serta peningkatan sumber daya manusia. c. Agribisnis berbasis inovasi (innovation-driven), dengan kemajuan teknologi. Pada tahap ini, komoditas yang diproduksi adalah hasil dari penerapan ilmu pengetahuan yang tinggi dan tenaga kerja terdidik, memiliki nilai tambah yang besar, dan tujuan pasar yang lebih luas.
41
Syahyuti, 30 Konsep Penting dalam Pembangunan Pedesaan dan Pertanian, (Jakarta: PT Bina Rena Pariwara, 2006), h. 19-20.
34
G. Kajian Pustaka (Review Studi Terdahulu) Tabel 2.2 Review Studi Terdahulu No. Judul, Penulis, Tahun Hasil Penelitian 1
Skripsi
Perbedaan
“Peran Menjelaskan
Lembaga
peran Peneitian yang akan
Keuangan pengembangan
Mikro Syariah Dalam pembiayaan
dilakukan di
bidang lebih
penulis
memfokuskan
Melakukan Pembiayaan agribisnis yang dilakukan tentang di
Sektor
Studi
Agribisnis BMT
Kasus
Miftahussalam manajemen
BMT Handapherang
Miftahussalam Ciamis Koppontren dan
Koppontren
metode
dan pada
risiko
pembiayaan
Al-Ittifaq murabahah
yang
Al- Ciwidey dari sisi jumlah dialokasikan
dalam
Ittifaq Bandung” oleh dan diversifikasinya serta sektor agribisnis yang Muhammad Hidayat,
Gufron menjelaskan peran yang dilakukan mahasiswa dilakukan
oleh
Universitas
Islam Miftahussalam
Negeri
Syarif Handapherang
Hidayatullah tahun 2011.
Jakarta, Koppontren Ciwidey
oleh
PT.
BMT BPR Syariah Amanah Ummah
dan
dan menjelaskan efek dari Al-Ittifaq metode
manajemen
dalam risiko yang dilakukan
perkembangan jumlah dan oleh PT. BPR Syariah pemberdayaan nasabah di Amanah Ummah. bidang agribisnis. 2
Skripsi
“Manajemen Membahas
Risiko
Operasional identifikasi
35
proses Dalam penelitian ini dan membahas
bank
Syariah
pada
UUS
(Studi pengukuran, pengendalian manajemen Bank dan
pelaporan
proses yang
risiko
terdapat
pada
bukopin)” oleh Harun pengukuran dana dengan pembiayaan Masykur,
mahasiswa metode the Basic Indicator murabahah
Universitas
Islam Approach
Negeri
Syarif hambatan-hambatan dalam Syariah
Hidayatullah
(BIA)
Jakarta, manajemen
tahun 2008.
dan dilakukan PT. BPR Amanah
risiko Ummah
operasional yang
yang
dan
perbankan menganalisa dampak
diterapkan
UUS yang
Bank Bukopin Syariah.
terjadi
manajemen
jika risiko
yang tepat diterapkan terhadap tingkat kredit macet
pada
pembiayaan
yang
diterapkan pada sektor agribisnis. 3
Jurnal Risiko Syariah” Rahmani
“Manajemen Kapasitas
manajemen Penelitian ini hanya
Perbankan risiko yang efisien adalah memfokuskan Oleh bagaimana bank Syari’ah manajemen Timorita mampu
Yuliani yang bersumber posisi
menempatkan pada secara
pada risiko
pembiayaan
strategis murabahah
pada
dari
dalam pasar global dengan sektor agribisnis yang
http://journal.uii.ac.id
mereduksi semua risiko. dialokasikan PT. BPR
36
yaitu kumpulan jurnal Tidak
adanya
sistem Syariah
Amanah serta
dari Universitas Islam manajemen
risiko
yang Ummah
Indonesia tahun 2009.
kuat
dapat mengetahui
sehat
dan
menghilangkan Syari’ah kemampuannya
bank yang
potensialnya.
37
untuk
dari meminimalisasi risiko dalam yang akan dihadapi.
mengatasi risiko, dan dapat mengurangi
tepat
metode
kontribusi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Hal ini disebabkan karena data yang dianalisis tidak untuk menerima/menolak hipotesis (jika ada), melainkan hasil analisis itu berupa deskripsi dari gejala-gejala yang diamati.1 Selain itu, deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi, yaitu gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta yang berkenaan dengan hubungan antar fenomena yang diteliti.2 Dari data-data yang telah dikumpulkan, diolah dan dianalisis dan dapat menyajikan data yang didasarkan kepada pendekatan fenomena yang terjadi dalam praktek pelaksanaan manajemen risiko pembiayaan murabahah pada sektor agribisnis di BPRS Amanah Ummah. B. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian yang dilakukan penulis dalam melakukan penelitian adalah dengan melakukan studi pada PT. BPR Syariah Amanah Ummah sebagai lembaga perbankan yang melakukan pembiayaan murabahah pada sektor agribisnis dan yang mengelola risiko dari pembiayaan tersebut. Peneliti menganalisis metode manajemen risiko yang digunakan BPRS Amanah Ummah dengan menggunakan standar manajemen risiko yang diatur oleh peraturan Bank Indonesia nomor 13/23/PBI/2011 yaitu, penerapan manajemen risiko paling 1 2
M. Subana, Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2005), h.17. Moh, Nazir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), h. 54.
38
kurang mencakup identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko. C. Jenis, Kriteria, dan Sumber Data 1. Jenis data Jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif berupa deskripsi mekanisme
pembiayaan
murabahah
pada
sektor
agribisnis
dan
pelaksanaan manajemen risiko pada PT. BPR Syariah Amanah Ummah. Kalaupun ada data berupa angka-angka maka sifatnya hanya sebagai penunjang, pendukung dan pelengkap dari data kualitatif yang diperoleh.3 2. Kriteria Data a) Data Primer Data primer adalah data yang didapat dari sumber pertama, baik dari individu atau perseorangan seperti hasil dari wawancara.4 Dalam penelitian ini, data primer yaitu berupa informasi dari hasil wawancara pihak yang melakukan manajemen risiko dan studi dokumentasi dari pihak PT. BPR Syariah Amanah Ummah. b) Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari literatur-literatur kepustakaan, seperti buku-buku serta sumber yang berkaitan dengan manajemen risiko dan pembiayaan murabahah disektor agribisnis baik berupa jurnal, buku, majalah, dan lain-lain.
3
Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), h.51. Husein Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), h. 42. 4
39
D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data, penulis menggunakan teknik sebagai berikut: 1. Survei, untuk mendapatkan data tentang manajemen risiko pembiayaan murabahah pada sektor agribisnis di BPRS Amanah Ummah, maka tahap awal yaitu survei langsung ke BPRS Amanah Ummah yang terletak di daerah Leuwiliang-Bogor dan untuk memastikan bahwa terdapat produk murabahah yang dialokasikan pada sektor agribisnis dan terdapat manajemen risko pada produk pembiayaan murabahah pada sektor agribisnis telah dilaksanakan. 2. Wawancara
(interview)
penulis
menggunakan
wawancara
untuk
memperoleh informasi yang berkenaan dengan hal yang diberikan dengan praktek pelaksanaan manajemen risiko pembiayaan murabahah pada sektor agribisnis di BPRS Amanah Ummah Leuwiliang-Bogor. Pada BPRS Amanah Ummah memang tidak ada divisi manajemen risiko, namun pihak yang berwenang menentukan bagaimana sistem manajemen risiko yang terdapat dalam BPRS Amanah Ummah ini adalah bagian Account Officer. Namun penulis dapat melakukan wawancara Kepala Bagian Marketing yang membawahi bagian Account Officer yang bertugas mengatur manajemen risiko pada BPRS Amanah Ummah ini. 3. Studi Dokumentasi, yang dimaksudkan dengan studi dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang ditunjukan kepada subyek penelitian.5
5
Sukandar Rumidi, Metodologi Penelitian Pemula),(Yogyakarta: UGM Press, 2004), h.100.
40
(petunjuk
Praktis
untuk
Peneliti
Studi ini dilakukan dengan cara melihat dokumen dan arsip yang dijadikan objek penelitian yang berkaitan dengan masalah penelitian ini. Seperti data dari laporan keuangan PT. BPRS Amanah Ummah tahun 2011-2014 untuk mengetahui bagaimana hasil dari implementasi dari sistem manajemen risiko yang sudah diterapkan pada BPRS Amanah Ummah 4. Studi Pustaka, dalam metode ini penulis melakukan penelitian dan mempelajari buku-buku kepustakaan, literatur, artikel, bahan-bahan kuliah yang berkaitan erat dengan pembahasan skripsi ini. E. Metode Analisis Data Dalam mengolah dan menganalisa data, penulis menggunakan metode analisis yang bersifat bersifat induktif, yaitu analisis yang lebih dapat menemukan pengaruh bersama yang mempertajam hubungan-hubungan fenomena yang dapat menguraikan latar secara penuh dan dapat membuat keputusan-keputusan.6 Data diolah dari data-data yang telah dikumpulkan dari BPRS Amanah Ummah, kemudian dikelompokkan dan dirumuskan hasil penelitian yang bersifat umum bagi BPRS Amanah Ummah. F. Teknik Penulisan Penulisan skripsi ini ditulis dengan mengikuti “Pedoman Penulisan Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta”.
6
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005),h.6.
41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1.
Sejarah Berdiri Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Amanah Ummah atau disingkat dengan
BPR Syariah Amanah Ummah adalah salah satu BPR yang beroperasi berdasar prinsip syariah, yang pertama kali didirikan di Kabupaten Bogor, yang salah satu tujuan utamnya adalah menumbuh kembangkan ekonomi masyarakat terutama UMKM atas dasar syariah Islam sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1992, dirubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Bank Syariah dan Peraturan Bank Indonesia.1 Adalah Bapak K.H, Sholeh Iskandar (Alm.), seorang ulama dan cendekiawan yang pada saat itu menjabat sebagai Ketua Badan Kerjasama Pondok Pesantren (BKSPP) Jawa Barat, yang memiliki pemikiran strategis dan menjangkau jauh kedepan merasa prihatin mencermati ketertinggalan ekonomi dikalangan masyarakat muslim lapis bawah. Ajaran Islam yang bersifat syamil dan kamil belum diamalkan dalam merespon masalah umat termasuk didalamnya tentang perekonomian “iqtisyadiayah”. Terasa dan nampak terjadi kesenjangan antara pengalaman ibadah mahdhah disatu sisi dengan muamalah disisi lain, para alim ulama hampir tidak pernah melakukan kajian dan pencerahan tentang 1
BPRS Amanah Ummah, Laporan tahunan 2014, (Bogor: BPRS Amanah Ummah, 2014),
h.4.
42
iqtisyadiyah kepada umat sementara para praktisi ekonomi, pengusaha, pedagang, bankir dalam menjalankan bisnisnya terhegemoni oleh sistem kapitalis dan ribawi yang tidak memihak kepada mustadh’afiin. Oleh karena menurut beliau ada kebutuhan dan keharusan agar umat Islam memulai memikirkan untuk memiliki lembaga keuangan sebagai media memberdayakan ekonomi umat secara syariah, ditengah-tengah sudah mengakar kuatnya praktek sistem ekonomi yang kapitalistik dan layanan transaksi sistem perbankan konvensional yang ribawi. Untuk mewujudkan pemikiran tersebut kepada ulama dan cendekia muslim yang ternyata mendapat respon dan dukungan positif. Untuk lebih memantapakan dan memperluas gagasan tersebut, selanjutnya pada awal Januari 1991 beliau secara resmi mengundang sejumlah ulama, cendekia, dan pengusaha muslim untuk mendiskusikan pendirian lembaga keuangan yang beroperasi atas dasar syariah Islam. Dari hasil pertemuan tersebut disepakati bahwa sudah saatnya dibentuk lembaga keuangan yang beroperasi secara syariah Islam yang diarahkan ntuk dapat membantu masyarakat muslim, khususnya para pengusaha muslim yang berekonomi lemah. Mengingat pada suatu itu belum ada peraturan resmi yang mengatur pendirian lembaga keuangan Islam, maka sebagai tahap awal dibentuklah semacam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dengan kegiatan utama dengan kegiatan utama gerakan Simpan Pinjam “Koperasi Ikhwanul Muslimin”. Seiring dengan pendirian koperasi Ikhwanul Muslimin tersebut, pada peretengahan Januari 1991 diperoleh informasi bahwa di Bandung, Jawa Barat terdapat jenis Bank Perkreditan Rakyat yang beroperasi berdasarkan syariah. 43
Sebagai responden terhadap informasi dari Bandung tersebut, beliau menetapkan pilihan bahwa di Bogor harus melakukan hal yang sama yaitu mendirikan dan memiliki lembaga perbankan berupa Bank Perkreditan Rakyat (BPR) maka awal Februari 1991 dibentuklah tim untuk menyusun proposal pendirian BPR, yang pada awal Juli 1991 Proposal Pendirian diajukan kepada Departemen Keuangan Republik ndonesia. Semangat (ghairah) ke-Islaman yang sangat kuat, pemikiran strategis yang menjangkau jauh kedepan dari Bapak K.H. Sholeh Iskandar (Alm.) yang melatar belakangi dan mendorong kuat proses pendirian BPR Syariah Amanah Ummah. Produk-Produk BPRS Amanah Ummah2
2.
Produk dan jasa PT. BPR Syariah Amanah Ummah terdiri dari: a. Penyimpanan Dana A Tabungan Wadiah Ummah B. Tabungan Mudharabah, Tabungan Haji dan Umroh ( TAHAROH ) C. Deposito-mudharabah D. Tabungan Pelajar b. Penyaluran Dana A. Mudharabah B. Ijarah C. Ijarah Multi Jasa D. Mudharabah
2
BPRS Amanah Ummah, Laporan tahunan 2014, (Bogor: BPRS Amanah Ummah, 2014),
h.33.
44
E. Musyarakah F. Rahn G. Qardhul Hasan dan Qardh c. Layanan A. Pembayaran Rek Listrik, Telp dll B. Pick up Dana Tabungan C. Transfer Online Antar Bank
45
3.
Struktur Organisasi Gambar 4.1 Struktur Organisasi pada PT. BPRS Amanah Ummah.3 RUPS
Dewan Pengawas Syariah
Dewan Komisaris
Direksi Asisten Direksi Kabid Operasional
Kabid Umum & Personalia
Ka. Kantor Kas
Teller
Ka. Kantor Kas
Customer Service
Deposito
SIM Pembukuan
Kacab Bogor
Kacab Cicurug
Ka. Bag ADMP
Kabid Marketing
Account Officer
Legal Officer
Staff ADMP
Remedial
Funding Officer
Staff Gadai Emas
Inventaris & Personalia Administrasi & Keuangan Sekretariat
Office Boy
Non Banking
Satpam Supir
3
BPRS Amanah Ummah, Laporan tahunan 2014, (Bogor: BPRS Amanah Ummah, 2014), h.26.
46
Asisten Direksi
Gadai Emas
Remedial
B. Hasil Penelitian 1. Mekanisme Pembiayaan Murabahah pada BPRS Amanah Ummah Pembiayaan murabahah pada BPRS Amanah Ummah merupakan kontrak penjualan dengan basis penangguhan pembayaran (deffered paymen) dengan harga yang ditentukan dengan pasar fixed mark-up profit. Dengan mark-up ini bukan dihubungkan dengan penundaan pembayaran, karena jika pihak yang didanai mengalami default pada jatuh tempo maka jumlah yang harus dibayar tetap sama. Mark-up sebagai tingkat keuntungan yang diperoleh pemilik dana berkaitan dengan jasa dalam memperoleh barang dan risiko yang dihadapi dalam upaya perolehan tersebut. Pembiayaan murabahah digunakan untuk membantu permodalan dan melengkapi kebutuhan nasabah baik bersifat produktif dan konsumtif. Berikut skema dari pembiayaan murabahah pada BPRS Amanah Ummah. Gambar 4.2 Skema Transaksi dengan Akad Murabahah 1) Negosiasi dan Persyaratan
2) Akad Jual Beli
BANK
NASABAH 5) terima Barang dan Dokumen
6) Bayar
3) beli barang
SUPLIER PENJUAL 47
4) Kirim
Menjalankan transaksi dengan akad murabahah dapat dilakukan dengan pertama, nasabah dan BPRS Amanah Ummah bernegosiasi untuk membeli barang yang dibutuhkan oleh nasabah. Dalam negosiasi ini pihak bank dan nasabah menentukan harga beli yang akan dikeluarkan pihak bank kepada penyedia barang dan harga jual yang akan dibayarkan oleh nasabah kepada pihak bank. Pihak bank memberikan persyaratan administrasi yang harus dilengkapi untuk mendapatkan pembiayaan. Berikut persyaratan administrasi pengajuan pembiayaan murabahah di BPRS Amanah Ummah. 1) Pegawai / Karyawan a.
3 lembar fotokopi KTP suami istri yang masih berlaku
b.
1 lembar fotokopi Kartu Keluarga
c.
1 lembar pas foto 4 x 6 suami / istri berwarna
d.
Fotokopi mutasi rekening bank (bila ada)
e.
Rekening listrik, telepon, PDAM, dan gas
f.
Fotokopi buku nikah
g.
Slip gaji 3 bulan terakhir
h.
Fotokopi surat jaminan
2) Wirausaha a.
3 lembar fotokopi KTP
b.
1 lembar fotokopi Kartu Keluarga
c.
1 lembar pas foto 4 x 6 suami / istri berwarna
d.
Fotokopi mutasi rekening bank (bila ada)
e.
Rekening listrik, telepon, PDAM, dan gas 48
f.
Fotokopi buku nikah
g.
Pembukuan usaha minimal 6-12 bulan terakhir
h.
Fotokopi surat jaminan
3) Perusahaan / Lembaga a.
3 lembar fotokopi KTP pimpinan dan wakil perusahaan
b.
1 lembar pas foto berwarna 4 x 6 pimpinan dan wakil pimpinan perusahaan
c.
Akta pendiri perusahaan
d.
SIUP, NPWP, TDP
e.
Laporan keuangan perusahaan Neraca dan Laba-Rugi 12-24 bulan terakhir dan tahunan
f.
Fotokopi surat jaminan
Kedua pihak bank dan nasabah melakukan akad murabahah. Ketiga, pihak bank membeli barang kepada pihak penyedia barang atau penjual. Keempat, penjual barang mengirimkan barang yang dipesan kepada pihak nasabah. Kelima, pihak nasabah menerima barang beserta dokumen yang dibutuhkan dari penjual barang. Keenam, pihak nasabah membayar angsuran kepada pihak bank sesuai dengan harga yang sudah disetujui antara pihak bank dan nasabah pada awal transaksi. 2. Risiko yang Timbul dari Pembiayaan Murabahah Sektor Agribisnis a. Risiko internal 1) Adanya kesalahan yang disebabkan pihak Account Officer dalam mengidentifikasi calon nasabah yang mengajukan pembiayaan. 49
Terdapat nasabah yang disetujui pihak Account Officer untuk menerima pembiayaan ternyata masih belum memenuhi standar menerima pembiayaan yang sudah ditetapkan bank. 2) Kelalaian pada saat pengawasan. Kegiatan monitoring dari pihak bank kegiatan produksi dan usaha dari nasabah dapat memperbesar terjadinya risiko gagal bayar dari nasabah. b. Risiko eksternal 1) Default atau kelalaian, yaitu nasabah yang tidak dapat membayar angsuran dari pembiayaan sesuai dengan jumlah dan waktu yang telah disepakati. Jenis risiko ini terdapat dalam produk pembiayaan manapun. Risiko yang sering disebut kredit macet ini sangat rentan terjadi dari suatu pembiayaan. 2) Gagal panen, hasil produksi yang kurang maksimal dari para petani yang dapat terjadi dikarenakan banyaknya faktor. Misalnya faktor dari tingkat curah hujan, kemarau panjang, hama dan lain-lain dapat mengakibatkan kerugian kepada petani dan berdampak besar pada proses membayar angsuran kepada bank. 3) Kenaikan harga faktor produksi, harga pupuk, pakan ternak dan bibit yang cenderung fluktiatif dapat menghambat tingkat produktifitas petani untuk memperoleh penghasilan guna menutupi beban angsuran atas pinjaman modal kepada pihak bank.
50
4) Penolakan nasabah, barang yang dikirim kemudian ditolak oleh nasabah karena barang yang mereka terima rusak atau tidak sesuai dengan spesifikasi barang yang mereka pesan. 5) Bencana alam, kondisi alam yang tidak bisa diperkirakan dengan pasti memicu andil yang sangat besar dalam tingkat risiko yang akan timbul dan akan dihadapi para pelaku bisnis di sektor agribisnis. Timbulnya gagal panen yang dikarenakan faktor alam ini sangat sering terjadi. 3. Penyebab Terjadinya Risiko Pembiayaan Murabahah pada Sektor Agribisnis a. Faktor Internal 1) Petugas Pembiayaan Faktor kesalahan yang bersumber dari staff atau karyawan yang bertugas dalam mengeluarkan pembiayaan dapat terjadi. Terkadang petugas dalam bidang pembiayaan ini dalam menjalankan tugasnya kurang dibekali dengan kemampuan dan pengetahuan yang mendalam sebagai petugas pembiayaan. Kesalahan yang terjadi bila petugas pembiayaan tidak mendapatkan data yang akurat guna melengkapi persyaratan pengajuan pembiayaan dari nasabah kepada bank. Selain itu data yang diperoleh dari analisis nasabah yang tidak memenuhi syarat pemberian pembiayaan, tetapi
dikatakan memenuhi
syarat. Salah satu
penyebabnya adalah disebabkan hubungan kedekatan dengan nasabah dan moral hazard petugas sehingga dalam analisisnya dilakukan secara tidak objektif.4
4
Kasmir, Manajemen Perbankan, Jakarta: Raja Grafindo Persada,2000, h.102.
51
2) Manajemen Kelemahan yang bersumber dari pihak manajemen adalah kelemahan dalam menentukan kebijakan yang dibentuk oleh pejabat pembiayaan dan komite disiplin pejabat pembiayaan dalam menerapkan sistem dan prosedur pembiayaan rendah. Kelemahan ini berakibat pula pada sistem penyaluran dan pengawasan. Pembiayaan yang bermasalah tentu sangat rentan terjadi bila sistem pengawasan yang kurang maksimal dari pejabat pembiayaan. Dalam BPRS ini yang bertugas mengawasi pembiayaan adalah kepala bidang marketing. b. Faktor Eksternal 1) Default atau Kelalain Risiko gagal bayar (Default Risk) pada sisi pembeli, disebut dengan kegagalan untuk membayar secara penuh dan tepat waktu. Hal ini sangatlah menjadi risiko klasik dari suatu pembiayaan atau yang sering dikenal dengan kredit macet 2) Gagal Panen Risiko yang terjadi akibat gagal panen yang dialami nasabah bisa terjadi akibat banyak faktor. Mulai dari tingkat curah hujan yang kapasitasnya berlebih mau pun kurang dapat mengakibatkan kondisi tanaman yang dipelihara petani menjadi tidak sehat. Selain itu faktor yang mengancam terjadinya gagal panen adalah faktor dari hama. Dengan adanya gagal panen yang terjadi pada pembiayaan pada sektor agribisnis ini tentu saja menghambat nasabah dalam melunasi kewajibannya pada bank.
52
3) Kenaikan harga faktor porduksi Bahan yang menunjang kegiatan usaha dari para pelaku bisnis pada sektor agribisnis seperti bibit, pakan ternak, pupuk, dan pestisida cenderung memiliki harga yang fluktuatif. Kenaikan harga faktor produksi ini disebabkan karena mekanisme pasar adanya permintaan barang yang melebihi persediaan barang menjadikan harga barang tersebut melonjak. Selain itu tingkat distribusi yang kurang merata sehingga terjadi perbedaan harga antar daerah. 4) Penolakan nasabah Ketika nasabah mengajukan pembiayaan untuk pengadaan peralatan pertanian seperti mesin traktor maka pihak bank membeli barang kepada penyedia barang atau penjual yang terkadang tidak sesuai dengan spesifikasi yang diminta oleh nasabah. Ini terjadi karena pihak penyedia barang tidak mendapat data yang akurat dari nasabah langsung tentang spesifikasi barang yang dimaksudkan oleh nasabah. 5) Bencana alam Ketika terjadi bencana alam, tentu saja berakibat kerugian pada semua pihak. Kondisi alam yang tidak bisa diprediksi ini disebabkan karena kondisi alam yang sudah mulai tidak baik dan kebanyakan alam dirusak oleh oknum-oknum yang kurang bertanggung jawab untuk memperoleh keuntungan pribadi. 4. Metode Manajemen Risko Pembiayaan Murabahah pada BPRS Amanah Ummah Dewan direksi harus mengurai keseluruhan strategi manajemen risiko kredit dengan menunjukkan kemauan bank untuk menyalurkan pembiayaan 53
diberbagai sektor usaha, lokasi geografis, jangka waktu, dan tingkat profitabilitas tertentu. Sejalan dengan hal tersebut, juga harus memahami tujuan dari kualitas kredit, pendapatan, pertumbuhan, dan hubungan timbal balik antara risiko tingkat return dari aktifitas yang dijalankan. Dan yang terpenting, strategi manajemen risiko kredit tersebut harus dikomunikasikan pada seluruh bagian perusahaan.5 Untuk itu, sebagai salah satu pilar sektor keuangan dalam melaksanakan fungsi intermediasi dan pelayanan jasa keuangan, lembaga keuangan jelas sangat memerlukan adanya manajemen risiko yang berfungsi sebagai filter terhadap kegiatan usaha.6 Pentingnya sistem manajemen risiko yang diterapkan pada pembiayaan yang dijalankan tentu disadari oleh pihak BPRS Amanah Ummah. Dengan melakukan analisis, mengawasi, mengevaluasi, dan remedial untuk menyelesaikan suatu pembiayaan bermasalah. Menurut bapak Pupu Syaefullah, sebagai Kepala Bidang Marketing, pihak BPRS Amanah Ummah terlah membentuk divisi khusus bagian pembiayaan yang memiliki tugas untuk memproses pengajuan pembiayaan, melakukan analisis kelayakan, serta memberikan rekomendasi atas pengajuan pembiayaan sesuai dengan hasil analisis yang telah dilakukan. Selain itu, Kepala Bidang Marketing, Account Officer, dan Legal Officer adalah pihak yang bertugas untuk menangani manajemen risiko pada BPRS Amanah Ummah ini. Walaupun dalam BPRS
5
Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, manajemen risiko lembaga keuangan syariah, (Jakarta: PT. Bumi Aksara), 2008, h.20. 6 Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007, h.225.
54
Amanah Ummah tidak ada divisi manajemen risiko, tapi mereka telah menerapkan manajemen risiko dalam setiap pembiayaan. Mengelola manajemen risiko pada pembiayaan murabahah di sektor agribisnis ini sangat kompleks. Dengan mengidentifikasi jenis usaha yang ditekuni nasabah yang mengajukan pembiayaan, selaku pihak manajemen risiko harus tahu bagaimana seluk-beluk jenis usaha tersebut. Para pelaku usaha dibidang agribisnis tentu akan sangat menggantungkan bisnisnya pada kondisi geografis atau alam sekitar. Menurut peraturan Bank Indonesia tentang manajemen risiko nomor 13/23/PBI/2011, Penerapan manajemen risiko paling kurang mencakup proses identifikasi,
pengukuran,
pemantauan
dan
pengendalian
risiko.7
Untuk
menghindari risiko sejak dini pihak BPRS Amanah Ummah lebih menekankan pada identifikasi risiko kegiatan pembiayaan sebagai tindakan mencegah atau meredam jenis risiko agar meminimalisasi pembiayaan bermasalah. a. Risiko Internal Risiko yang bersumber dari pihak internal bank, mulai dari kemungkinan terjadinya kesalahan yang disebabkan oleh petugas pembiayaan dan kelemahan dalam sistem pengawasan yang dilakukan kepala bidang marketing dalam menjalankan pembiayaan murabahah pada sektor agribisnis. Menurut Bapak Pupu Saefullah, untuk mencegah terjadinya risiko yang bersumber dari pihak internal bank dengan cara sebagai berikut: 7
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, diakses pada tanggal 1 September 2015 dari http: //www.bi.go.id.
55
1) Menyelenggarakan pelatihan dan seminar untuk meningkatkan kualitas, pengetahuan dan akhlak dari sumber daya manusia yang ada di BPRS Amanah Ummah. Pihak BPRS juga mengikutsertakan para karyawan dalam pelatihan yang diselenggarakan oleh pihak diluar BPRS sebagai studi banding karyawan. 2) Pihak kepala bidang marketing bertugas melakukan pengawasan pada proses pembiayaan yang telah dijalankan. Dengan melakukan pengawasan yang maksimal, maka risiko yang akan timbul dari pihak internal bank dapat diminimalisasi. 3) Jika terbukti ada kesalahan yang dari pihak petugas pembiayaan dalam menjalankan tugasnya, maka pihak direksi berkewajiban memberikan teguran atau hukuman bagi petugas yang tidak menjalankan tigasnya dengan baik dan benar. b. Risiko Eksternal Risiko yang timbul dari nasabah, suplier dalam pengadaan barang, maupun faktor lain yang menyebabkan nasabah kesulitan untuk memenuhi kewajibannya dalam membayarkan angsuran kepada pihak bank. Risiko yang terbesar dalam ruang lingkup eksternal ini adalah risiko gagal bayar (default risk). Sering terjadi nasabah yang membatalkan kontrak dan gagal menunda waktu pengiriman sehingga bank harus menanggung risiko tambahan.
56
1) Identifikasi Risiko Proses dalam memulai suatu manajemen risiko berawal dari proses identifikasi risiko. Dengan mengidentifikasi risiko yang mungkin terjadi pada suatu usaha secara akurat dan tepat, pihak bank dapat mengetahui seberapa banyak risiko yang akan timbul dan dapat menentukan langkah-langkah yang tepat dalam mengambil keputusan pada langkah selanjutnya. Risiko yang paling besar akan dihadapi oleh pihak BPRS Amanah Ummah adalah risiko gagal bayar yang disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: gagal panen, kenaikan harga faktor produksi, penolakan barang yang dikirim kepada nasabah, dan bencana alam. Kemudian risiko berkurangnya laba yang akan diterima pihak bank jika adanya nasabah yang membayar angsuran pembiayaan lebih cepat daripada apa yang telah disepakati sebelumnya dengan pihak bank. Pada proses klasifikasi risiko yang akan dihadapi pada pembiayaan murabahah sektor agribisnis dilakukan juga menggabungkan dan menganalisa informasi yang risiko dari seluruh informasi yang tersedia. Dengan menganalisa informasi dari nasabah yang mengajukan pembiayaan diharapkan semua risiko yang bersumber dari nasabah dapat diatasi dan dapat diidentifikasi sedini mungkin sebelum pembiayaan dicairkan kepada nasabah. Analisa pembiayaan diperlukan agar pihak bank dapat memperoleh keyakinan
bahwa
pembiayaan
yang
diberikan
kepada
nasabah
dapat
dikembalikan. Pada BPRS Amanah Ummah, analisa pembiayaan dilakukan pada 2 aspek, yaitu :
57
a) Analisa Kualitatif (willingness to pay) Analisa kemampuan bayar yang bersifat kualitatif yaitu kegiatan menganalisa data-data non keuangan berupa kondisi nasabah, usaha/proyek yang dibiayai dan aspek makro maupun mikro lainnya yang berkaitan dengan nasabah. Aspek yang dianalisis mencakup karakter (akhlak) dan komitmen nasabah. Karakter
dari
nasabah
yang
diberikan
pembiayaan
sangat
mempengaruhi tingkat kelancaran proses pembayaran angsuran kepada pihak bank dan dapat menjadi tolak ukur tingkat keberhasilan suatu pembiayaan. Karakter nasabah juga menjadi perhatian khusus dari petugas pembiayaan dan petugas manajemen risiko. Karena dengan mengidentifikasi karakter dari nasabah merupakan langkah awal dalam menjalankan proses manajemen risiko dan pihak manajemen risiko dapat meminimalisasi risiko yang akan timbul dari suatu pembiayaan. Metode yang digunakan BPRS Amanah Ummah dalam menganalisa karakter dari nasabah dengan melakukan wawancara dengan nasabah yang ingin mengajukan pembiayaan dan dengan mencari informasi yang berkaitan dengan kegiatan dari nasabah. I. Wawancara Wawancara digunakan untuk menggali informasi dari nasabah. Proses wawancara ini merupakan proses awal pengajuan pembiayaan dengan menilai lebih lanjut dari keseharian nasabah, hubungn keluarga, pendidikan, dan lain-lain. Dengan bertatap muka langsung dengan nasabah 58
yang akan mengajukan pembiayaan, pihak petugas pembiayaan dan manajemen risiko dapat mengidentifikasi dengan jelas tentang perilaku dan kebiasaan dari nasabah. II. Pemeriksaan (Checking) i.
Personal Checking
Personal checking ini dilakukan oleh Account Officer selaku petugas manajemen risiko untuk mencari informasi dari karakter nasabah melalui tokoh masyarakat atau orang-orang tertentu pada lingkungan nasabah. Meliputi karakter, hubungan keluarga, utang-piutang, dan lain-lain. ii.
Trade Checking
Informasi tentang calon nasabah melalui pelanggan atau perusahaan yang berkaitan dengan nasabah. Tignkat kualitas bisnis, utang-piutang, reputasi bisnis dan manajemen dari usaha yang ditekuni dari calon nasabah ini. iii.
Bank Checking
Informasi tentang calon nasabah melalui Bank Indonesia (Sistem Informasi Debitur). Meliputi kualitas hubungan nasabah dengan bank, fasilitas yang diperoleh dan kolektibilitas. Jika informasi yang diperoleh tentang nasabah ini mendapat catatan buruk dari Bank Indonesia, maka pihak BPRS Amanah Ummah tidak dapat menerima pengajuan pembiayaan nasabah. b) Analisa kuantitatif (Ability to Pay) Analisa kemampuan bayar yang bersifat kuantitatif merupakan proses analisa yang bersumber dari data-data keuangan dari calon nasabah yang memiliki 59
kaitan dengan kemampuan bayar dari nasabah terhadap pembiayaan yang akan diberikan.8 I. Analisa Aspek keuangan Nasabah Penilaian terhadap aspek keuangan nasabah dapat dilakukan dengan cara menganalisis lebih mendalam dari formulir pembiayaan yang telah diisi nasabah. Dengan mengalisa formulir dari nasabah dapat diketahui berapa rata-rata pengasilan yang diterma nasabah setiap bulannya. II. Jaminan nasabah Fungsi pemberian jaminan tersebut adalah guna memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapatkan pelunasan dengan barang-barang jaminan tersebut bilamana nasabah bercidera janji tidak membayar kembali kewajibannya pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian.9 Apabila suatu kredit diberikan telah dilakukan penelitian secara mendalam, sehingga nasabah sudah dikatakan layak untuk memperoleh kredit, maka fungsi jaminan kredit hanyalah utuk berjaga-jaga.10 Pada pembiayaan murabahah yang dialokasikan pada sektor agribisnis, jaminan yang harus diberikan oleh nasabah berupa sertifikat berharga, akta jualbeli, BPKB kendaraan bermotor, atau jaminan milik orang lain dengan menyertakan surat kuasa dari pemilik barang tersebut. Hal ini berperan pada proses pengeksekusian jaminan. Jika pada proses angsuran terdapat cidera janji, maka pihak bank dapat menarik jaminan yang telah diberikan kepada bank. 8
BPRS Amanah Ummah, Pedoman Pembiayaan, (Bogor: BPRS Amanah ummah, 2012),
9
Soedijono Reksoprajitno, Pengantar Manajemen Bank Umum, (Jakarta: Gunadarma, 1999),
h.3. h.99 10
Kasmir, Manajemen Perbankan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), h. 91.
60
Namun menurut Bapak Pupu Syefullah, jaminan yang diberikan oleh nasabah hanya bersifat pelengkap. Jadi nilai jaminan yang diberikan oleh nasabah kepada bank tidak harus sesuai dengan nilai pembiayaan yang diberikan kepada nasabah melainkan nilai pinjaman adalah sesuai dengan tingkat kepercayaan bank kepada nasabah dan sesuai dengan kebutuhan nasabah. Dengan kata lain, nilai jaminan tidak harus dapat meng-cover nilai pinjaman.11 2) Pengukuran Risiko Pengukuran risiko dilakukan untuk menganalisa sejauh mana risiko yang telah diidentifikasi dapat mempengaruhi keberlangsungan pembiayaan yang diberikan. Proses pengukuran risiko yang ada pada BPRS Amanah Ummah dengan cara mencari tahu sumber risiko berasal atau mengidentifikasi penyebabpenyebab risiko yang bisa saja timbul dan dapat menghambat nasabah dalam menyelesaikan kewajiban membayar angsuran kepada pihak bank. Maka pihak bank mengelompokkan pembiayaan nasabah berdasarkan kolektibilitas dan kelancaran proses pembayaran angsuran pembiayaan nasabah. Pengelompokkan pembiayaan berdasarkan keadaan dan kelancarannya sangat perlu dilakukan demi kelancaran tugas-tugas pengamanan fasilitas-fasilitas yang telah diberikan kepada para nasabah, sehingga sikap dan cara-cara menghadapi nasabah pun akan dapat disesuaikan sedemikian rupa dengan kelancaran proses pembayaran angsuran pembiayaannya.12 Maka dari itu Bank Indonesia mengharuskan bank umum melakukan pengelompokan kredit atau pembiayaan berdasarkan collectibility yang telah digunakan sesuai dengan 11
Wawancara Pribadi dengan Bapak Pupu Syaefullah. Bogor, 11 Juni 2015 Muchdarsyah Sinungan, Manajemen Dana Bank, Edisi Kedua, (Jakarta: Bumi Aksara,2000), h.265. 12
61
maksud pengamanan. Penggolongan kolektibilitas nasabah pada BPRS Amanah Ummah delakukan sesuai dengan yang direkomendasikan Bank Indonesia untuk membagi kedalam 4 kategori, yakni : a) Pembiayaan Lancar Pembiayaan lancar adalah pembiayaan yang kewajiban-kewajibannya secara lancar dipenuhi oleh nasabah dan tidak terjadi tunggakkan lebih dari 3 (tiga) bulan. b) Pembiayaan Kurang Lancar Pembiayaan kurang lancar adalah pembiayaan yang kewajiban-kewajibannya lebih dari 3 (tiga) bulan tidak dibayar, tetapi tidak melampaui dari 6 (enam) bulan dan pembiayaan tersebut tidak melewati jatuh tempo. c) Pembiayaan Diragukan Pembiayaan diragukan adalah pembiayaan yang kewajiban-kewajibannya lebih dari 6 (enam) bulan tidak dibayar, tetapi tidak melampaui dari 27 (dua puluh tujuh) bulan dan pembiayaan tersebut tidak melewati jatuh tempo lebih dari 3 (tiga) bulan. d) Pembiayaan Macet Pembiayaan macet adalah pembiayaan yang kewajiban-kewajibannya tidak dibayar melewati dari 27 (dua puluh tujuh) bulan dan jatuh tempo pembiayaan lebih dari 24 (dua puluh empat) bulan. Apabila memenuhi syarat
kategori
pembiayaan
macet
tersebut harus dikeluarkan dari
fortofolio pembiayaan yang harus dihapusbukukan.
62
Pihak BPRS Amanah Ummah melakukan pengategorian kolektibilitas ini juga bermaksud untuk sebagai dasar dan acuan dalam mengambil keputusan untuk menyelamatkan pembiayaan yang diberikan kepada nasabah. 3) Pemantauan Risiko BPRS Amanah Ummah dalam melakukan pemantauan risiko atas pembiayaan yang telah diberikan kepada nasabah dilakukan dengan berdasarkan data-data akurat yang telah diperoleh yang kemudian pihak bank melakukan pemetaan berdasarkan tingkatan yaitu, rendah, sedang, dan tinggi. Proses pemetaan dilakukan untuk mempermudah pihak bank dalam memantau kegiatan pembiayaan berikutnya apabila terindikasi nasabah yang menujukkan gejala timbulnya risiko. Pengawasan atau pemantauan risiko bertujuan sebagai dasar pihak bank dalam mengambil keputusan yang tepat sesuai dengan tingkat risiko yang terjadi. Berdasarkan pengukuran risiko yang telah dilakukan sebelumnya, proses pemantauan risiko ini dilakukan menurut tingkat kolektibilitas, yaitu: a) Pembiayaan Lancar I. II. III.
Monitoring usaha Pengolahan account dan pembinaan debitur Membuat surat pemberitahuan
b) Pembiayaan Kurang Lancar I. II. III.
Membuat surat teguran/peringatan Kunjungan lapangan/collecting Penyelamatan pembiayaan 63
c) Pembiayaan Diragukan dan Macet I. II.
Penyerahan account ke bagian remedial (AO) Pemanggilan debitur
III.
Surat peringatan
IV.
Penyelamatan dengan membentuk Satuan Tugas Khusus
V.
Upaya penyelamatan pembiayaan
Pada proses pemantauan risiko di BPRS Amanah Ummah ini, pihak pengawasan dilakukan dengan menjalin hubungan dekat dengan nasabah. Pihak bank melakukan pengawasan berupa mengunjungi tempat nasabah dan lebih sering melakukan konsultasi maupun evaluasi terkait usaha yang ditekuni nasabah. Pihak bank memposisikan nasabah bukan sebagai debitur, melainkan sebagai rekan mitra usaha. Dengan cara ini tentu dapat diketahui dengan cepat tentang perkembangan dan hambatan-hambatan yang dirasakan nasabah dalam menjalankan usahanya. Dan pihak bank dapat lebih cepat mengambil langkah tindakan bila terindikasi risiko yang mempersulit nasabah dalam melakukan kewajiban membayar angsuran kepada pihak bank. 4) Pengendalian Risiko Pengendalian risiko pembiayaan murabahah pada sektor agribisnis merupakan langkah pihak bank untuk menyelematkan pembiayaan yang mengalami masalah. Berikut adalah proses pengendalian risiko yang dilakukan BPRS Amanah Ummah. Berikut merupakan proses pengendalian risiko bersumber dari nasabah.
64
Gambar 4.3 Skema Pengandalian Risiko pada PT. BPRS Amanah Ummah Evaluasi Ulang Pembiayaan (Yuridis, Pemasaran, Keuangan, Teknis, Management, dan Jaminan)
Berat Write Off Klarifikasi
Merah : - Pailit - Non Jaminan
Klarifikasi
Ringan / Sedang Potensial Income /Jaminan
Penanganan Langsung (Panggilan, Teguran, Kunjungan)
Kuning : - Mampu - Terdapat jaminan
Revitalisasi - Resceduling - Restructuring - Reconditioning - Bantuan Management
Eksekusi - Likuidasi Usaha - Parate Eksekusi - Collection Agent - Ligitasi
Gambar diatas adalah skema yang terjadi pada BPRS Amanah Ummah. Jika terdapat pembiayaan bermasalah yang disebabkan kelalaian dari nasabah maka pihak bank akan mengambil langkah-langkah sebagai berikut :
Apabila terjadi kegagalan pembayaran angsuran nasabah kepada bank, maka pihak BPRS melakukan evaluasi ulang pembiayaan meliputi evaluasi yuridis, pemasaran, keuangan, manajemen, dan jaminan.
Setelah dilakukan identifikasi dan evaluasi dibidang pembiayaan bermasalah tersebut menurut rating, yaitu ringan atau sedang yang dapat ditangani secara langsung dengan cara melakukan tindakan-tindakan administratif seperti melakukan pemanggilan dan tindakan lain yang 65
menjelaskan sebelumnya pada proses pemantauan risiko. Apabila risiko tersebut termasuk kedalam kategori berat, maka pihak BPRS melakukan tindakan revitalisasi/penyelamatan pembiayaan dan yang terakhir adalah eksekusi jaminan. a)
Langkah-Langkah Revitalisasi Pembiayaan Berikut ini adalah langkah-langkah BPRS Amanah Ummah untuk
menyelamatkan pembiayaan. 1. Rescheduling (Penjadwalan Ulang) Syarat-syarat: a. Potensi usaha masih ada b. Kemampuan debitur masih ada c. Problem cash flow sementara d. Plafon tetap Rescheduling (penjadwalan ulang) pembiayaan dapat dilakukan jika beberapa persyaratan diatas terpenuhi. Pertama, kondisi usaha yang dimiliki nasabah masih dapat dijalankan dan tidak terdapat masalah pada pengurus yang bertugas pada perusahaan milik nasabah. Kedua, nasabah yang diberikan pembiayaan oleh bank masih dapat mempunyai kemampuan
dalam
mengelola
usaha
yang
dimilikinya.
Ketiga,
permasalahan atau kendala pada aliran kas masih bersifat sementara dan
66
masih dapat diselesaikan. Keempat, jumlah maksimal pembiayaan yang diberikan bank kepada nasabah tidak memiliki perubahan. Perubahahan: a. Jangka waktu b. Jadwal angsuran c. Grace period d. Jumlah angsuran Setelah persyaratan untuk dilakukannya resceduling dipenuhi, maka terdapat beberapa perubahan. Yaitu yang pertama, jangka waktu pembiayaan dapat disesuaikan sesuai dengan kemampuan nasabah. Kedua, jadwal nasabah ketika membayar angsuran dapat berubah. Ketiga, masa tenggang (grace period) pembayaran angsuran. Keempat, jumlah angsuran yang harus dibayarkan kepada bank dapat disesuaikan dengan kemampuan nasabah. 2. Restucturing (Penataan Ulang) Syarat-syarat: a. Potensi usaha masih ada b. Kemampuan debitur masih ada c. Problem cash flow sementara d. Plafon berubah 67
Restructuring (penataan ulang) pembiayaan dapat dilakukan dengan beberapa persyaratan. Yaitu yang pertama, kondisi usaha yang dimiliki nasabah masih dapat dijalankan dan tidak terdapat masalah pada pengurus yang bertugas pada perusahaan milik nasabah. Kedua,
nasabah yang
diberikan pembiayaan oleh bank masih dapat mempunyai kemampuan dalam mengelola usaha yang dimilikinya. Ketiga, permasalahan atau kendala pada aliran kas masih bersifat sementara dan masih dapat diselesaikan. Keempat, jumlah maksimal pembiayaan yang diberikan bank kepada nasabah berubah. Perubahan: a. Jangka waktu b. Jadwal angsuran c. Grace Period d. Jumlah angsuran e. Jumlah plafon f. Persyaratan g. Jaminan Setelah persyaratan untuk dilakukannya restructuring dipenuhi, maka terdapat beberapa perubahan. Yaitu yang pertama, jangka waktu pembiayaan dapat disesuaikan sesuai dengan kemampuan nasabah. Kedua, 68
jadwal nasabah ketika membayar angsuran dapat berubah. Ketiga, masa tenggang (grace period) pembayaran angsuran. Keempat, jumlah angsuran yang harus dibayarkan kepada bank dapat disesuaikan dengan kemampuan nasabah. Kelima, jumlah maksimal pembiayaan yang diberikan bank kepada nasabah berubah untuk memenuhi kebutuhan nasabah. Keenam, persyaratan administrasi dari BPRS terdapat perubahan dari persyaratan awal yang harus dipenuhi pihak nasabah. Ketujuh, jaminan yang diberikan nasabah kepada pihak BPRS berubah sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. 3. Reconditioning (Persyaratan Ulang) Syarat-syarat: a. Potensi usaha masih ada b. Sarana usaha memadai c. Problem cash flow dan management d. Platfon tetap/berubah Reconditioning (persyaratan ulang) pembiayaan dapat dilakukan dengan beberapa persyaratan. Yaitu yang pertama, kondisi usaha yang dimiliki nasabah masih dapat dijalankan. Kedua, usaha yang dimiliki nasabah masih
memiliki
fasilitas
penunang
produksi.
Ketiga,
terdapat
permasalahan pada aliran kas dan pengurus yang bertugas mengelola
69
perusahaan. Keempat, jumlah maksimal pembiayaan yang diberikan bank berubah maupun tetap. Perubahan: a. Jangka waktu b. Jadwal angsuran c. Harga jual d. Agunan e. Pengurusan f. Nama dan status perusahaan g. Perubahan debitur Setelah persyaratan untuk dilakukannya reconditioning dipenuhi, maka terdapat beberapa perubahan. Yaitu yang pertama, jangka waktu pembiayaan untuk membayar angsuran. Kedua, jadwal pembayaran angsuran yang harus dipenuhi nasabah kepada pihak BPRS. Ketiga, harga jual barang dari pembiayaan yang diajukan nasabah kepada bank. Keempat, jaminan yang diberikan untuk meng-cover pembiayaan yang diberikan bank. Kelima, pengurus yang bertugas untuk mengelola usaha nasabah. Keenam, nama dan status perusahaan yang akan dibiayai oleh bank. Ketujuh, nasabah yang mengajukan pembiayaan.
70
4. Bantuan Management Bantuan
manajemen
yang
dimaksudkan
adalah
bertujuan
untuk
memberikan saran dan masukan kepada nasabah untuk memberikan saran atas seluk-beluk usaha yang nasabah geluti. Bantuan manajemen ini digunakan untuk menangani pembiayaan mudharabah dan musyarakah. b) Eksekusi Pembiayaan atau Jaminan Revitalisasi
yang
dilakukan
oleh
BPRS
Amanah
Ummah
dalam
menyelamatkan pembiayaan yang bermasalah dengn cara menjual, menguasai jaminan/usaha karena nasabah sudah tidak prospektif dan tidak dapat melunasi pembiayaan. Tindakan eksekusi yang ditempuh oleh BPRS Amanah Ummah adalah sebagai berikut: 1. Tanpa Pengadilan a. Likuidasi Usaha Likuidasi usaha dari nasabah dengan menjual persediaan barang dagangan, sarana produksi, tempat usaha, jaminan, dan lain-lain yang akan digunakan untuk menutupi sisa dari angsuran yang harus dibayarkan nasabah kepada pihak bank. Dalam hal pembiayaan murabahah pada sektor agribisnis ini, menjalankan liquidasi dari jaminan yang diberikan nasabah kepada bank dan berasal dari barang yang diberikan pembiayaan pada bank. Misalnya ketika nasabah mengajukan pembiayaan murabahah untuk membeli traktor atau alat pertanian yang memiliki nilai jual, maka pihak bank dapat menarik barang tersebut untuk dijadikan jaminan pembiayaan yang 71
diberikan kepada nasabah. Tetapi jika pembiayaan yang diberikan berupa pakan ternak, bibit, pupuk, dan lain-lain yang telah dipakai nilai gunanya oleh nasabah, maka pihak bank mengambil alih jaminan yang diberikan nasabah berupa surat berharga atau surat kendaraan. b. Parate Eksekusi Parate eksekusi adalah upaya pengembalian/pelunasan pembiayaan dengan menjual jaminan nasabah secara sukarela. c. Collection Agent Collection Agent adalah proses penagihan pembiayaan bermasalah melalui pihak ketiga (orang/lembaga lain). 2.
Pengadilan Ligitasi Proses mengambil alih jaminan secara paksa dengan saluran hukum yang berlaku dengan melibatkan lemaga pengadilan resmi negara yang bergerak dibidang hukum melalui gugatan ke Basyarnas atau pengadilan agama.
c)
Asuransi dan Garansi Barang Pada kontrak pembiayaan dengan akad murabahah, pihak nasabah harus membayar premi asuransi jiwa. Asuransi ini berguna untuk meng-cover nasabah jika nasabah mengalami kecelakaan atau hal yang tidak diinginkan yang dapat menghambat pembayaran angsuran kepada bank, maka pihak ahli waris dari nasabah mendapatkan klaim dari perusahaan asuransi untuk menmbayar sisa angsuran kepada BPRS Amanah Ummah.
d) Penghapusan Pembiayaan Bermasalah 72
Penghapusan
pembiayaan
melalui
pertimbangan
yang
berdasarkan
permohonan atau permintaan dari nasabah dan berdasarkan hasil penelitian, pengusutan, penagihan, tindakan hukum, atau penjualan barang jaminan. Penghapusan pembiayaan yang telah diberikan kepada nasabah dilakukan dengan ketentuan-ketentuan yang telah dibuat pihak bank dan pihak bank dapat menyimpulkan bahwa: a. Nasabah tersebut betul-betul dalam keadaan tidak berkemampuan lagi, demikian juga pihak-pihak yang ikut sebagai penjamin. Nasabah tersebut masuk pada kategori mustahik zakat, meninggal dunia, terkena musibah atau force majeur (kebakaran, banjir, dan lain-lain) b. Nilai barang jaminan sudah tidak ada atau tidak cukup lagi nilainya jika dibandingkan dengan jumlah tagihan yang wajib dilunas oleh nasabah. c. Pengikatan jaminan tidak kuat atau tidak sempurna dan bahkan adanya kelemahan-kelemahan yang dapat berakibat gugatan balik (rekonvensi terhadap bank jika diteruskan gugatan hukumnya. d. Usaha penagihan ditingkat apapun untuk selanjutnya hanya akan menimbulkan biaya-biaya yang percuma dan akan memperbesar pengeluaran atau kerugian bank karena sudah pasti tidak akan terpenuhi lagi oleh hasil tagihan. Terdapat
mekanisme
yang
dijalankan
dalam
melakukan
proses
penghapusan pembiayaan ini. Pengajuan akan diproses setelah adanya pengajuan dari pihak Account Officer kepada Kepala Bidang Marketing dan selanjutnya 73
diajukan kepada Direksi secara tertulis, kemudian dibuat berita acara yang ditandatangani oleh Direksi dengan persetujuan Dewan Pengawas Syariah dan Dewan Komisaris. 5. Dampak dari Penetapan Manajemen Risiko BPRS Amanah Ummah Tabel 4.4 Data Laporan Keuangan PT. BPRS Amanah Ummah Tahun 2011-2014 Tahun
Nominal (dalam ribuan rupiah)
Persentase Total Pembiayaan (dalam ribuan (%) rupiah)
Nilai NPF dari semua sektor pembiayaan (%)
2011
1.067.397
1,62
65.866.168
0,65
2012
1.563.136
1,97
79.294.901
1,09
2013
1.778.781
1,83
96.871.360
0,15
2014
1.206.570
1,02
118.034.040
0,87
Sumber : Laporan keuangan PT. BPRS Amanah Ummah 2011-2014 Pada metode manajemen risiko yang telah diterapkan oleh BPRS Amanah Ummah dalam pembiayaan murabahah sektor agribisnis dapat memperoleh hasil yang cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari jumlah pembiayaan Non Performing atau pembiayaan macet berdasarkan portofolio pembiayaan yaitu, dari tahun 2011 hingga 2014 tentang tingkat pembiayaan pada sektor agribisnis dan tingkat NPF atau pembiayaan bermasalah sebesar 0,65% pada tahun 2011, sedangkan pada tahun 2012 mengalami kenaikan yang cukup signifikan yaitu sebesar 1,09%, kemudian mengalami penurunan pada tahun 2013 yaitu sebesar 0,15%, kemudian pada tahun 2014 tingkat NPF Berada pada titik 0,87%.. Namun tingkat pembiayaan macet yang dialami BPRS Amanah Ummah ini tidak stabil dikarenakan berbagai macam faktor.
74
Tingkat pembiayaan yang dialokasikan pada sektor pertanian atau agribisnis masih terbilang kecil. Alokasi pembiayaan sektor pertanian masih berkisar antara 1 sampai 2 persen pertahun dari total pembiayaan yang dikeluarkan BPRS Amanah Ummah. Penyebab jumlah alokasi pada pembiayaan yang ada disektor agribisnis ini merupakan dampak dari beberapa faktor. Mulai dari tingkat sosialisasi yang dilakukan bank kepada masyarakat hingga tingkat manajemen risiko yang diterapkan oleh bank. Pada saat ini masih sangat sedikit produk asuransi yang bisa dipakai oleh pihak bank untuk meng-cover pembiayaan pada sektor agribisnis ini. Pihak bank masih bergantung pada kebijakan pemerintah yang bekerja sama dengan departemen pertanian untuk memberikan pembiayaan kepada para petani agar pembiayaan ini dapat dirasakan oleh petani secara merata dan bertujuan untuk menjaga ketahanan pangan untuk negara kita. Metode manajemen risiko yang diterapkan oleh bank bisa saja menjadi faktor penghambat yang nasabah dalam mengajukan pembiayaan pada sektor tertentu. Dengan sistem manajemen risiko yang cenderung memberatkan nasabah dalam melengkapi persyaratan yang diwajibkan pihak bank demi memperoleh jaminan baik berupa materil maupun non-materil untuk meminimalisasi risiko yang dapat timbul. Dengan menemukan sistem atau metode manajemen risiko yang tepat untuk diterapkan agar pihak bank mendapatkan jaminan materil dan non materil dari nasabah dan pihak nasabah tidak merasa diberatkan dalam mengajukan pembiayaan murabahah pada sektor agribisnis. Hal ini dikarenakan masih banyak pelaku bisnis dibidang agribisnis yang masih tradisional. Para 75
petani ini masih belum banyak dibantu dengan teknologi yang berkembang untuk memperoleh informasi yang digunakan membantu usaha mereka. Mereka pun juga masih sedikit yang mengandalkan permodalan mereka dari lembaga keuangan yang resmi seperti BPRS Amanah Ummah ini.
76
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN Berdasarkan uraian dari bab-bab terdahulu, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Produk yang disediakan oleh BPRS Amanah Ummah dalam pembiayaan pada sektor agribisnis ini menggunakan akad murabahah. Dalam proses menggunakan akad murabahah terdapat pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi ini. Terdapat pihak bank, supplier, dan nasabah yang terlibat. Pihak bank membelikan barang dari pihak supplier dan diberikan kepada nasabah sesuai dengan perjanjian atau kesepakan yang telah disepakati oleh pihak nasabah dan bank. 2. Strategi yang dapat digunakan PT. BPRS Amanah Ummah untuk memitigasi risiko yang dihadapi jika mengalokasikan pembiayaan pada sektor agribisnis diantaranya adalah: a.
Menjalin hubungan baik dengan nasabah,
b.
Petugas manajemen risiko melakukan pengawasan, seperti mengunjungi tempat usaha nasabah,
c.
Melakukan konsultasi maupun evaluasi terkait usaha yang ditekuni nasabah. Dengan cara ini tentu dapat diketahui dengan cepat tentang perkembangan dan hambatan-hambatan yang dirasakan nasabah dalam menjalankan usaha. Pihak bank tentu dapat lebih cepat mengambil
77
langkah dan tindakan bila terindikasi risiko yang mempersulit nasabah dalam melakukan kewajiban membayar angsuran kepada pihak bank. d.
Petugas manajemen risiko pada bank ini juga harus paham dan menguasai masalah agribisnis. Hal ini bertujuan untuk memberikan arahan dan masukan kepada nasabah tentang usaha yang digelutinya agar tidak terjadi risiko yang dihadapi dalam menjalankan usaha. Apabila terdapat kendala, maka petugas manajemen risiko dan nasabah dapat menemukan jalan keluar untuk menyelamatkan usahanya. Petugas manajemen risiko tidak bisa memberikan pembiayaan jika jenis usaha pertanian yang digeluti nasabah tidak sesuai dengan kondisi alam yang dihadapi, karena faktor alam sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan usaha pada sektor ini.
3. Metode manajemen risiko yang diterapkan BPRS Amanah Ummah menggunakan pedoman yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia melalui peraturan
Bank
Indonesia
Tentang
Manajemen
Risiko
Nomor
13/23/PBI/2011. Penerapan manajemen risiko paling kurang mencakup proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko. Pihak BPRS Amanah Ummah lebih memfokuskan pada tahap identifikasi risiko yang bertujuan untuk mencegah risiko sejak dini. Pihak yang bertanggung jawab dalam mengelola risiko pada BPRS Amanah Ummah adalah bagian Kepala Bidang Marketing dan bagian Legal Officer. 4. Berdasarkan data yang diperoleh dari tahun 2011 hingga 2014 tentang tingkat pembiayaan pada sektor agribisnis dan tingkat NPF atau pembiayaan
78
bermasalah sebesar 0,65% pada tahun 2011, sedangkan pada tahun 2012 mengalami kenaikan yang cukup signifikan yaitu sebesar 1,09%, kemudian mengalami penurunan pada tahun 2013 yaitu sebesar 0,15%, kemudian pada tahun 2014 tingkat NPF Berada pada titik 0,87%. Dapat disimpulkan bahwa BPRS Amanah Ummah telah cukup baik dalam mengelola risiko. Namun, untuk meminimalisasi risiko yang akan timbul jika memberikan pembiayaan pada sektor agribisnis, tetap perlu dilakukan evaluasi yang mendalam. B. Saran 1. Risiko yang dihadapi pihak BPRS Amanah Ummah dalam melakukan pembiayaan murabahah pada sektor agribisnis ini sebagian besar timbul dari pembayaran angsuran dari nasabah yang macet atau sering disebut kredit macet. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, mulai dari jenis bisnis yang ditekuni nasabah sangat bergantung dengan kondisi alam hingga tingkat pengetahuan dan keahlian para petani dalam mengelola usahanya. Dengan mengidentifikasi dengan intenstif karakter dan kondisi cuaca yang ada pada sekitar usaha petani maka pihak bank akan dapat mencegah risiko dengan efektif dan efisien. 2. Pihak yang bertanggung jawab dalam mengelola risiko pada BPRS Amanah Ummah adalah Kepala Bagian Marketing dan Bagian Account Officer. Menurut hemat penulis, maka sebaiknya BPRS Amanah Ummah ini membentuk divisi khusus untuk menangani dan menjalankan manajemen risiko. Hal ini bertujuan untuk lebih memaksimalkan proses manajemen risiko.
79
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta: Departemen Agama RI, 1990 Amirullah, Pengantar Manajemen, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2004. Antonio, M. Syafi’i, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani Press, 2001 Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, Jakarta BITazkia,1999 Arifin, Zainul, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta: Pustaka Alvabet, 2006 Arsyad dkk, Agribisnis; Teori dan Aplikasinya, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003 Ayat, Syafri, Manajemen Risiko, Jakarta: Gema Akastri, 2003 Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, diakses pada tanggal 13 Februari 2015 dari http: //www.bi.go.id. Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, diakses pada tanggal 08 Desember 2014 dari http: //www.bi.go.id.
80
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, diakses pada tanggal 1 September 2015 dari http: //www.bi.go.id BN., Marbun, Kamus Manajemen, Jakarta: CV Muliasari, 2003 BPRS Amanah Ummah, Laporan tahunan 2011, Bogor: BPRS Amanah Ummah, 2011 BPRS Amanah Ummah, Laporan tahunan 2012, Bogor: BPRS Amanah Ummah, 2012 BPRS Amanah Ummah, Laporan tahunan 2013, Bogor: BPRS Amanah Ummah, 2013 BPRS Amanah Ummah, Laporan tahunan 2014, Bogor: BPRS Amanah Ummah, 2014 BPRS Amanah Ummah, Buku Pedoman Pembiayaan, Bogor: BPRS Amanah Ummah, 2014 Carner, Bryan A., “Black’s Law Dictionary”, dalam Nina Nurani, Daya Saing Agribisnis, Bandung: Penerbit Nuansa, 2007 Danim, Sudarwan, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung: Pustaka Setia, 2002 Darmawi, Herman. Manajemen Risiko, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2013. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,2005
81
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: 2008. Djohanoputro, Bramantyo, Manajemen Risiko Terintegrasi, Jakarta: Penerbit PPM, 2012 Herujito, Yayat M, Dasar-Dasar Manajemen, Jakarta: PT. Grasido, 2001 http://www.ojk.go.id/peraturan-bank-indonesia-nomor-13-23-pbi-2011 Idroes, Ferry N, Manajemen Resiko Perbankan: Pemahaman Pendekatan 3 Pilar Kesepakatan Basel II Terkait Aplikasi dan Pelaksanaannya di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008. Idroes, Ferry N., Manajemen Risiko Perbankan Dalam Konteks Kesepakatan Basel dan Peraturan Bank Indonesia, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006 Karim, Adiwarman, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007 Karim, Adiwarman, Bank Islam; Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008. Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002. Kasmir, Manajemen Perbankan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000 Khan, Tariqullah dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008 Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005
82
Muhammad, Manajemen Bank Syariah, Jakarta: Kencana,2007 Nazir, Moh, , Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002 Nurani, Nina, Daya Saing Agribisnis, Bandung: Penerbit Nuansa, 2007 Peraturan Bank Indonesia, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi III, Jakarta: Balai Pustaka, 2005. Pusat pembiayaan pertanian, Bunga Rampai Pembiayaan Pertanian Mendukung Refitalisasi Pertanian, Jakarta: Departemen Pertanian, 2007 Pusat pembiayaan pertanian, Bunga Rampai Pembiayaan Pertanian Mendukung Refitalisasi Pertanian, Jakarta: Departemen Pertanian, 2007 Reksoprajitno, Soedijono, Pengantar Manajemen Bank Umum, Jakarta: Gunadarma, 1999 Rifai, Mohammad, Konsep Perbankan Syariah, Semarang, CV. Wicaksana, 2002. Rivai, Veithzal, dkk, Bank and Financial Institution Management Conventional & Sharia System, Jakarta: Raja Grafindo, 2007 Riva‟i , Veithzal, Islamic Financial Management, Jakarta: Rajawali Pers, 2008 Robbins, Stephen P., Management Sixth Edition Edisi Bahasa Indonesia, Penerjemah T. Hermaya, Jakarta: Prenhallindo, 1999.
83
Rumidi, Sukandar, Metodologi Penelitian (petunjuk Praktis untuk Peneliti Pemula),(Yogyakarta: UGM Press, 2004 Saragih, Bungaran, Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian. Bogor:LPJI Graha Griya Sarana, 2001 Sinungan, Muchdarsyah, Manajemen Dana Bank, Edisi Kedua, Jakarta: Bumi Aksara, 2000 Subana, M., Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah, Bandung: CV Pustaka Setia, 2005 Susilo, Leo J., Manajemen Risiko Berbasis ISO 31000: Untuk Industri Non Perbankan, Jakarta: PPM Manajemen, 2010 Syafariyani, Risa, Skripsi: Manajemen Risiko Pembiayaan Al-Istishna pada BPRS Amanah Ummah, Leuwiliang-Bogor, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011 Syahyuti, 30 Konsep Penting dalam Pembangunan Pedesaan dan Pertanian, Jakarta: PT Bina Rena Pariwara, 2006 Umar, Husein, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004
84
LAMPIRAN 1
TRANSKRIP WAWANCARA PT. BPRS AMANAH UMMAH
Narasumber
: Pupu Syaefullah, A. Md
Jabatan
: Kepala Bidang Marketing
1. Apa saja produk pembiayaan BPRS Amanah Ummah yang ada pada sektor agribisnis? Sektor agribisnis menggunakan produk murabahah, seperti pembelian pakan ternak, pembelian benih tanaman, dan berupa peralatan-peralatan saja. Menggunakan akad jual beli dengan murabahah. Akad akad yang lain memang banyak tersedia seperti salam dan lainnya. Tapi kami merasa belum siap karena risiko yang akan diadapi cukup lumayan besar. Dan juga para petani belum ada yang mengajukan, sebagian besar petani baru mengajukan untuk pembelian pakan ternak dan pupuk. 2. Apa saja akad yang digunakan BPRS Amanah Ummah pada pembiayaan sektor agribisnis? Sampai saat ini hanya murabahah. 3. Bagaimana mekanisme pembiayaan BPRS Amanah Ummah yang ada pada sektor agribisnis? Mekanisme pembiayaan di PT. BPR Syariah Amanah Ummah itu dengan melengkapi persyaratan seperti KTP, Kartu Keluarga, Kartu Nikah, Surat Izin Usaha, dan jaminan seperti akta jual beli, sertifikat, BPKB kendaraan,
85
dan lain-lain. Tetapi nilai pembiayaan yang dikeluarkan BPRS ini tergantung kebutuhan dan tidak harus senilai dengan jaminan yang diberikan oleh nasabah. Dan pihak bank ini menjadikan jaminan hanya sebagai pelengkap saja. Pihak BPRS dalam memberikan pembiayaan mengacu pada konsep pemberian kredit yang kita kenal dengan 5 C, yaitu Character
(Karakter),
Capacity
(Kemampuan),
Capital
(Modal),
Condition (Kondisi), Collateral (Jaminan). 4. Menurut anda, bagaimana peluang dan tantangan yang ada pada pembiayaan BPRS Amanah Ummah yang ada pada sektor agribisnis? Mengenai peluang kalau menurut saya, besar jika kita bisa membuka dan memberikan kesempatan pada ini, karena pada umumnya disekitar kita banyak masyarakat yang ada di sektor pertanian, seperti sawah, perkebunan. Tetapi rata-rata mereka tergolong petani tradisional. Jadi peluang disini tergantung dengan orangnya juga. Jadi kita menganalisa karakternya dulu. Oke lah, pasti sektor pertanian disini sangat jelas. Ya disini banyak sawah dan perkebunan, tetapi kita kembalikan pada faktor karakter itu sendiri. Jadi kita kembalikan pada konsep 5C tadi, kalau ada salah satu faktor yang penting tidak terpenuhi, kita susah untuk memberikan pembiayaan. Selain dengan jaminan tadi. 5. Dimana lokasi pembiayaan BPRS Amanah Ummah yang ada pada sektor agribisnis lebih banyak diberikan? Saat ini hanya di wilayah Kabupaten Bogor dan sekitarnya.
86
6. Apa saja risiko yang terjadi pada pembiayaan yang dialokasikan pada sektor agribisnis? Risiko yang ada sangat banyak, rata-rata gagal panen, kenaikan harga pupuk, kenaikan harga pakan, kenaikan harga bibit, hama, nasabah yang tidak komitmen, dan yang paling penting adalah risiko yang disebabkan oleh faktor alam. Seperti tingkat curah hujan dan bencana alam lainnya. 7. Apa faktor yang menyebabkan terjadinya risiko pada pembiayaan sektor agribisnis? Karena tidak di mitigasi risiko, contoh, gagal panen, karena tekologi pertaniannya tidak baik, pestisida yang digunakan kurang bagus, tidak bisa menyesuaikan dengan siklus cuaca, seperti musim hujan dan musim kemarau. Karena hal tersebut mengakibatkan terjadinya kredit macet. 8. Bagaimana langkah-langkah BPRS Amanah Ummah dalam menekan risiko yang berasal dari internal yang ada pada pembiayaan yang ada pada sektor agribisnis? Petugasnya harus dilengkapi pengetahuan dari bisnis yang ia jalankan bersama nasabah, diadakan seminar atau pelatihan. Harus memberikan pembinaan, dengan mengingatkan silahturahmi, jangan ketika pencairan pembiayaan kita tidak ada tindak lanjutnya. 9. Apakah metode manajemen risiko BPRS Amanah Ummah sudah diterapkan dengan efektif? Sudah efektif, karena sebenarnya dana yang dialokasikan ke sektor ini lumayan kecil, alokasinya hanya sekitar 10% dari total pembeiayaan yang
87
diberikan pada sektor lain. Dan dilihat dari NPF kita pada tahun ini hanya berkisar dibawah 1%. 10. Bagaimana penetapan margin dari pembiayaan BPRS Amanah Ummah yang ada pada sektor agribisnis? Kalau margin sama dengan pembiayaan murabahah pada sektor lain, tapi karena memang kita jarang dengan menggunakan akad-akad lain untuk sektor agribisnis. 11. Apakah ada persyaratan atau jaminan khusus dari nasabah untuk mengajukan pembiayaan BPRS Amanah Ummah yang ada pada sektor agribisnis? Jaminan khusus yang diperlukan jaminan yang bersifat likuid, seperti sertifikat kendaraan, sertifikat rumah, tidak seperti sawah, karena risiko yang dihadapi lumayan besar. 12. Bagaimana metode manajemen risiko yang tepat agar pihak PT. BPR Syariah Amanah Ummah dan pihak penerima pembiayaan pada sektor agribisnis sama-sama tidak merasa dirugikan? Sama-sama saling tahu hak dan kewajiban. Contoh, kewajiban BPRS membina nasabah, silahturahmi dan mengingatkan nasabah untuk bayar dengan tepat waktu, dan seorang nasabah dan pihak bank harus tahu dengan ilmu yang bersangkutan dengan bisnisnya, karena seorang marketing harus bisa
memerankan siapa saja, seperti sebagai penjual
sembako, seperti usaha tempe, dan usaha di sektor agribisnis ini, kita harus tahu bagaimana tahapan-tahapan untuk orang yang berbisnis pada sektor 88
agribisnis ini. Karena memang sangat berisiko dalam menjalankan usaha dalam sektor agribisnis ini. Seperti KUT (Kredit Usaha Tani). Denger-denger KUT yang dari BRI itu, ini mau digulirkan lagi, karena kabarnya negara kita akan fokus kebidang pertanian dan maritim. Ya harus sering diperiksalah, antara nasabah dan bank. Kita jadikan nasabah itu sebagai mitra, jangan dijadikan seperti kreditur, mitra usaha yang saling menguntungkan. Kalau tidak begitu pendekatannya susah, ya cuma bayar, bayar, bayar. Tapi itu bukannya lebih memakan banyak waktu dan tenaga? Ya kita melakukan itu tidak setiap hari, ya skala prioritas saja. Tapi ya harus sih, gimana seandainya kalau macet produksinya kan susah juga terkadang kita juga harus sering memonitor usaha dari nasabah itu sendiri, itu termasuk pembinaan juga. Ya seperti keuntungannya macet dan kita tidak tahu ya sudah dua bulan nunggak ya kita harus memantau kan. Kalau dengan pendekatan ini kan dengan mengobrol, ini ya o ada kendala di iniini. Ya minimal kita ngasih solusi ya kan, ngasih masukan ya yang bagus seperti ini dalam memecahkan masalah petani itu sendiri. Jadi kita jangan takut dan diam, ya kalau ada kesulitan ya sharing, kan di cek terus. Selain lele, pertanian tadi ya, seperti padi, dan untuk pembelian bibit ikan juga ada ikan mujaer yang di Suka Bakti, mereka membelinya dengan akad murabahah. 89
13. Siapa saja yang berwewenang untuk menelola risiko yang akan dihadapi oleh BPRS Amanah Ummah? Account Officer dan Kepala Bidang Marketing, Kepala Bidang juga kayak saya juga harus bisa kasih masukan risiko apa yang bisa timbul di agribisnis, dari semua bidang juga harus bisa memberikan masukan yang baik, jadi yang semua yang terkait dalam pembiayaan harus tahu. 14. Adakah peran dari Dewan Syariah Nasional dan Dewan Pengawas Syariah dalam meminimalisasi risiko dalam pembiayaan? Paling ini saja, paling DSN itu harus patuh kepada syariah, maksudnya apakah transaksi itu sesuai dengan syariah atau tidak. Jangan sampai menyalah gunakan akad dan kebutuhan, contoh yang katanya danannya untuk beli pakan tapi dipakai untuk usaha yang lain. Setiap minggu pihak DSN pun mengontrol masalah pembiayaan, DSN pun mengontrol jenis usahanya, pakah betul, bonya ada ga?. 15. Bagaimana hasil dari manajemen risiko yang telah diterapkan BPRS Amanah Ummah dalam pembiayaan pada sektor agribisnis? Cukup bagus ya, karena kita melihat dari NPF yang sangat kecil. 16. Apakah ada yang perlu dievaluasi dalam sistem dan langkah-langkah manajemen risiko yang sudah diterapkan BPRS Amanah Ummah? Ya setiap ini harus ada pengetahuannya, karena kita kan pengetahuan terbatas, ya dengan cara salah satunya dengan training masalah agribisnis manajemen risiko.
90
Training-nya itu ada klasikal bisnis, ada klasikal karyawan. Ada seperti klassindo mengadakan training kita diundang dan ikut serta. Kalau dari pihak kementrian pertanian belum ada. 17. Apa langkah kedepan dari BPRS Amanah Ummah dalam membantu permodalan petani di wilayah ini? Kalau saya berharap kedepannya sih bisa, setiap sektor karena bank syariah itu kan multi-kebutuhan. Harus meng-cover segala kebutuhan umat. Harus, karena sektor pertanian ini sangat menjanjikan, karena memang menyangkut kebutuhan sehari-hari, dimakan kan ya pasti laku, karena ya memang manajemen dipertanian sendiri masih sangat tradisional. Belum meng-update teknologi yang baru-baru kan, traktor saja jarang kan. Juga sangat perlu mengadakan sosialisasi kepada para petani untuk mengajukan pembiayaan dengan akad lain. Karena itu bagian marketing. Karena bagian marketing itu bisa perorangan, bisa berkelompok, tapi biasanya harus bekerja sama dengan kelompok tani yang memang sudah teruji dan sudah punya link nya ke pemerintah. Misalnya seperti di desa kan ada sekitar 5 kelompok tani. Ya kita bekerja sama dengan kelompok itu untuk menjembatani dan memberikan pencerahan, bahwa iya, ada pembiayaan di BPRS ini tentang penyediaan masalah pupuk dan alat-alat pertanian. Ya hal-hal yang berhubungan dengan pertanian saja. Dan pihak bank juga merasa sangat terkendala dengan hadirnya para petani tradisional yang mengajukan bantuan modal kepada rentenir atau lembaga
91
keuangan yang tidak resmi. Karena ya memang berat, kita perlu kerja sama dengan pengajian-pengajian untuk memberikan pencerahan kepada mereka. Dalam pengajian itu kita juga mengisi dengan pengetahuan muamalah, memberikan pengetahuan bahwa rentenir itu tidak boleh, haram. Ya seperti misalnya orang itu kesulitan ya kita bisa membantu dengan akad Qordul hasan. Kalau masih kecil ya. Untuk menangani rentenir itu memang sangat sulit. Perlu banyak sosialisasi dan bekerja sama dengan banyak pihak kan. Kita juga kan kalau ceramah langsung ga mungkin juga kan. 18. Apa harapan dari BPRS Amanah Ummah dalam meningkatkan kemajuan perekonomian dalam bidang agribisnis? Memang di kita di bidang pertanian sangat menjanjikan. Cuma kita ya masih sangat banyak kelemahan. Karena kendala dari petaninya itu sendiri. Terus risiko-risiko yang timbul kan.
92
LAMPIRAN 2
93