MANAJEMEN PERSEDIAAN PASOKAN BELIMBING SEGAR BERDASARKAN PERAMALAN TIME SERIES PADA PT. SEWU SEGAR NUSANTARA
Oleh AHMAD IMAM AMRULLAH HAKIM A.14102655
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
RINGKASAN AHMAD IMAM AMRULLAH HAKIM. Manajemen Persediaan Pasokan Belimbing Segar Berdasarkan Peramalan Time Series pada PT Sewu Segar Nusantara. (Di bawah bimbingan MUHAMMAD FIRDAUS). PT. Sewu Segar Nusantara (SSN) merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang distribusi buah-buahan segar, seperti pisang cavendish, melon, apel, buah-buahan impor dan lainnya di Indonesia. Komoditi belimbing, merupakan jenis buah yang baru diperdagangkan pada tahun 2007. Dalam melakukan penyediaan pasokan buah belimbing, PT. SSN melakukan kerja sama kemitraan dengan kelompok tani belimbing setempat. Kota Depok, Jawa Barat merupakan sentra penghasil belimbing terbesar di Indonesia. Varietas buah belimbing khas Depok yang cukup dikenal masyarakat adalah var. Dewa-Dewi. Namun demikian, distribusi penjualan belimbing mulai dari kebun sampai dengan ke tangan konsumen hampir sepenuhnya dikuasai tengkulak. Kondisi seperti inilah yang membuat taraf hidup petani sulit untuk meningkat. Berdasarkan kondisi di atas, PT. SSN melakukan kerjasama kemitraan dengan kelompok petani belimbing di Kota Depok. Dengan harapan, kerjasama ini dapat meningkatkan produktivitas, memperbaiki kualitas produk sekaligus meningkatkan taraf hidup petani. Gabungan Kelompok Tani Kali Licin (GKL) merupakan kelompok tani yang memenuhi syarat dalam kerjasama tersebut. Kegiatan pasokan perdana dari GKL terhadap PT. SSN terjadi pada bulan April tahun 2007. Selama periode tahun 2007, total pasokan belimbing yang diterima PT. SSN adalah 5,373 kilogram atau sekitar 149.25 kilogram per minggu. Jumlah pasokan yang diterima perusahaan sangat kontras dengan potensi permintaan yang berkisar antara 1,500 sampai dengan 2,000 kilogram per minggu. Hal ini, terjadi karena besarnya pengaruh tengkulak dan sulitnya mengkoordinasi petani setempat yang menjual hasil panennya kepada tengkulak. Kondisi ini sangat mempengaruhi kuantitas dan kontinuitas pasokan buah belimbing terhadap PT. SSN. Akibatnya seringkali PT. SSN tidak menerima pasokan belimbing. Belum lagi, PT. SSN khusus untuk komoditi belimbing, pihak perusahaan belum mempunyai perencanaan peramalan yang tepat dan perhitungan jumlah pasokan yang optimal. Untuk menjawab permasalahan tersebut, dalam riset ini akan dianalisa peramalan time series dan manajemen persediaan pasokan buah belimbing segar pada PT. SSN. Dengan demikian, perusahaan dan GKL dapat memprediksi berapa jumlah pasokan yang harus dipenuhi, sehingga kemungkinan terjadinya pasokan yang kosong tidak kembali terulang. Hasil analisis pola data, menunjukkan bahwa data pasokan merupakan data mingguan yang bersifat tidak stabil. Pada periode tahun 2007 terdapat 36 minggu atau sembilan bulan berjalan, dengan jumlah frekwensi pasokan sebanyak 33 kali pasokan yang terjadi. Sementara itu, interval kuantitas pasokan mulai dari 0 (nol) kilogram sampai dengan 530 kilogram pasokan per minggu, dengan rata-rata pasokan sebesar 149.25 kilogram per minggu. Berdasarkan grafik pola ACF dan PACF, tampak tidak ada paku-paku atau lag yang melewati garis kritis. Hal ini dapat diartikan, model dianggap memadai
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
jika komponen residual untuk berbagai time lag tidak berbeda nyata dari nol. Selain itu, kedua grafik tesebut memperlihatkan bahwa data yang tersedia tidak perlu dilakukan pen-diference-an kembali. Dengan kata lain, hipotesis awal berdasarkan pola grafik ACF dan PACF tersebut, mempunyai model data yang bersifat stasioner. Berdasarkan analisis metode peramalan yang dilakukan, maka metode peramalan yang paling sesuai dengan jenis dan kondisi data yang tersedia adalah metode dekomposisi additive dengan seasonal length 6. Dari hasil persamaan peramalan tersebut, diperoleh hipotesis yaitu proyeksi pasokan untuk periode tahun 2008 cenderung meningkat, dengan rata-rata pasokan per minggu 185.87 kilogram. Proyeksi total pasokan belimbing segar yang diterima PT. SSN tahun 2008 adalah sebesar 8,921.97 kilogram. Pola data proyeksi juga menunjukkan sifat tidak stabil. Dari perhitungan identifikasi biaya, biaya pemesanan per order adalah Rp 175,000.-; biaya penyimpanan per box sebesar Rp 15,350.- sehingga biaya pemesanan per tahun (12 bulan) sebesar Rp 7,700,000.- dan biaya penyimpanan per tahun (12 bulan) Rp 21,993,480.-. Dari hasil identifikasi biaya tersebut diperoleh biaya persediaan per tahun sebesar Rp 29,693,480.Hasil perhitungan EOQ diperoleh kuantitas pasokan komoditi belimbing yang optimal pada tahun 2007 (12 bulan) adalah 209 box atau setara dengan 1,045 kilogram pasokan per order. Sementara itu, frekwensi pasokan yang optimal untuk tahun 2007 adalah 9.2 kali pasokan atau 5.2 minggu sekali pasokan dilakukan. Untuk hasil proyeksi nilai EOQ pada periode tahun 2008, juga turut dipengaruhi pergerakan biaya pemesanan dan penyimpanan. Hasil perhitungan EOQ menunjukkan bahwa proyeksi kuantitas pasokan yang optimal adalah sebanyak 198 box atau setara dengan 990 kilogram buah belimbing. Frekwensi pengiriman optimal dalam satu tahun diproyeksikan sebanyak 9 kali, atau pengiriman dilakukan sebanyak 5.33 minggu sekali. Dampak dari hasil analisis persediaan real pada tahun 2007 dibandingkan dengan hasil perhitungan EOQ tahun 2008 memberikan efisiensi pengeluaran biaya pemesanan. Hal ini terjadi karena penurunan jumlah pesanan yang harus dilakukan PT. SSN per tahun. Besar penghematan yang dapat diterima pada periode tahun 2008 perusahaan diproyeksian sebesar 75.37 persen dibandingkan biaya pemesanan pada tahun 2007. Berdasarkan hasil analisis sensistivitas terhadap atas hasil proyeksi EOQ, ada tiga komponen yang dijadikan faktor analisis. Pertama, jumlah pasokan yang diterima PT. SSN; kedua, biaya pemesanan; dan ketiga, biaya penyimpanan. Hasil analisis tersebut menunjukkan agar perusahaan dapat tetap menggunakan sistem pasokan per minggu dengan jumlah dan frekwensi pasokan yang optimal, serta mutu kesegaran buah terjaga, maka PT. SSN harus mampu meningkatkan jumlah penerimaan total pasokan dari GKL pada tahun 2008 hingga 605 persen (63 ton) dibandingkan dengan hasil proyeksi total pasokan pada tahun 2008 (sekitar 8.9 ton atau setara dengan 1,785 box. Peningkatan jumlah pasokan hingga 63 ton (12,584 box) pasokan belimbing selama satu tahun, sangat mungkin dilakukan karena total produksi belimbing Kota Depok tahun 2006 mencapai 4,000 ton. Pada saat yang sama potensi permintaan minimal belimbing segar PT. SSN mencapai 72 ton per tahun.
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
MANAJEMEN PERSEDIAAN PASOKAN BELIMBING SEGAR BERDASARKAN PERAMALAN TIME SERIES PADA PT. SEWU SEGAR NUSANTARA
Oleh : AHMAD IMAM AMRULLAH HAKIM A. 14102655
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
Judul
: Manajemen Persediaan Pasokan Belimbing Segar Berdasarkan Peramalan Time Series pada PT Sewu Segar Nusantara
Nama
: Ahmad Imam Amrullah Hakim
NRP
: A.14102655
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Muhammad Firdaus, Ph.D NIP. 132.158.758
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian,
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr NIP. 131. 124. 019
Tanggal Kelulusan : 18 Maret 2008
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “MANAJEMEN
PERSEDIAAN
PASOKAN
BELIMBING
SEGAR
BERDASARKAN PERAMALAN TIME SERIES PADA PT SEWU SEGAR NUSANTARA” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN
ATAU
MEMPEROLEH
LEMBAGA GELAR
LAIN
MANAPUN
AKADEMIK
UNTUK
TERTENTU.
SAYA
TUJUAN JUGA
MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR–BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Maret 2008
Ahmad Imam Amrullah Hakim NRP. A14102655
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 22 Juni 1981, putra pertama dari empat bersaudara dengan Ayahanda AZ. Abidin dan Ibunda Potjut Yusnidar. Penulis mengenal dunia pendidikan pada TK Aisyah Tebet Jakarta. Kemudian penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Muhammadiyah 2 Rawadenok Depok pada tahun 1993. Untuk selanjutnya penulis menyelesaikan pendidikan menengah di SMP Negeri 2 Depok tahun 1996. Pendidikan tingkat atas, diselesaikan di SMU Negeri 2 Depok tahun 1999. Penulis mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor mulai tahun 1999, dan lulus pada Program DIII Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 2002. Untuk selanjutnya, pada tahun 2003 penulis diterima pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, IPB. Penulis mempunyai pengalaman kerja pertama kali pada PT. Agatho Agro (magang) tahun 2002. Selanjutnya tahun 2003-2004 menjadi Ketua Kelompok Usaha Pemuda Al-Ishlahy sebagai pengelola Program Life Skills Kategori KUPP dari Depdiknas RI periode tahun 2003; sebagai Ass. Manajer Adm&Keu PD. AliAkbar InspirationFile (2005 s/d sekarang); Staf Redaksi Jurnal Cultural Watch “PERISKOP” (2006 s/d sekarang); Marketing PT. Pandu Dana Utama Berjangka (2006); Agensi Iklan “Code Id Adv” (2007); sejak akhir 2007 hingga 2008 penulis menjadi Manager Operasional pada CV. MUG. Dalam bidang sosial penulis menjadi Sekretaris Umum Yayasan Manee Sawang Seujahtra (2005 s/d sekarang), foundation yang bergerak dalam bidang pemberdayaan masyarakat di Nanggroe Aceh Darussalam.
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. Atas Rahmat dan Rahim – Nya, skripsi yang berjudul “Manajemen Persediaan Pasokan Belimbing Segar Berdasarkan Peramalan Time Series pada PT Sewu Segar Nusantara (SSN)” dapat diselesaikan. Skripsi ini dilakukan sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan pada sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang distribusi buah-buahan segar dan petani mitra yang terkait. Komoditi yang diteliti adalah buah belimbing segar, merupakan jenis buah yang baru diusahakan oleh PT. SSN pada tahun 2007, dimana perusahaan menggunakan kelompok tani dalam pengembangan bisnis. Namun demikian, perencanaan dan pelaksanaan bisnis yang dilakukan belum menggunakan peramalan yang tepat. Akibatnya seringkali terjadi kondisi pasokan yang tidak sesuai dengan harapan perusahaan. Besar harapan penulis, riset ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan pihak-pihak yang berminat mendalami komoditi belimbing lebih lanjut. Akhir kata, penulis meminta maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam penulisan skripsi ini terdapat kesalahan baik berupa tulisan maupun susunan kalimat yang kurang memadai.
Bogor, Maret 2008
Penulis
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT, karena atas berkat, rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Skripsi berjudul ”Manajemen Persediaan Pasokan Belimbing Segar Berdasarkan Peramalan Time Series pada PT Sewu Segar Nusantara” sesuai dengan waktu yang telah direncanakan. Penyelesaian penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan baik moril maupun materil, yaitu: 1. Bapak Muhammad Firdaus, Ph.D, sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan bagi penulis dalam penyelesaian skripsi. 2. Ibu Ir. Yayah K Wagiono, MEc, sebagai Ketua Progam Ekstensi Manajemen Agribisnis, atas kebijakannya yang sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi. 3. Bapak Prof. Dr. Isang Gonarsyah, sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi. 4. Ibu Ir. Harmini, MS, sebagai dosen penguji sidang yang telah memberikan saran dan kritik untuk perbaikan skripsi ini. 5. Ibu Tintin Sarianti, Sp, sebagai dosen komdik Program Ekstensi Manajemen Agribisnis atas segala segala saran yang telah diberikan. 6. Kedua orang tua dan adik-adik tercinta yang telah memberikan perhatian, dorongan moril dan materil dalam penyusunan skripsi.
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
7. Bapak Hermen, yang sangat membantu penulis dalam penyediaan data pasokan belimbing terhadap perusahaan. 8. Bapak Nanang, sebagai Ketua Gapotan Kali Licin memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian. 9. Bapak Anshori, dkk di kebun belimbing yang telah memberikan bantuannya selama proses penelitian. 10. Ika, Luther, Maimun, Arie dkk atas perhatian, dukungan dan bantuan yang diberikan dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini. 11. Kak Maya, Rahmi, Mba’ Nur dan seluruh pihak sekretariat Program Ekstensi Manajemen Agribisnis atas bantuannya. 12. Seluruh rekan-rekan Ekstensi Manajemen Agribisnis terutama angkatan VIII yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam kolokium dan seminar.
Akhir kata, semoga amal baik dari Bapak, Ibu dan rekan-rekan semuanya mendapat balasan dari Allah SWT. Amin.
Bogor, Maret 2008
Penulis
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
DAFTAR ISI
Daftar Tabel ................................................................................................... xiii Daftar Gambar ............................................................................................... xiv Daftar Lampiran ............................................................................................ xv Bab I. Pendahuluan ..................................................................................... 01 1.1
Latar Belakang ................................................................................... 01
1.2
Perumusan Masalah ........................................................................... 06
1.3
Tujuan Penelitian ............................................................................... 09
1.4
Kegunaan Penelitian .......................................................................... 10
1.5
Keterbatasan Penelitian...................................................................... 10
Bab II. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 11 2.1
Keragaan Budidaya, Potensi dan Prospek Belimbing Manis............. 11
2.2
Hasil Penelitian Terdahulu ................................................................. 12
Bab III. Kerangka Pemikiran ....................................................................... 16 3.1
Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................................. 16 3.1.1 Konsep Permintaan dan Penawaran ....................................... 16 3.1.2 Peramalan ............................................................................... 18 3.1.3 Ketepatan Model Peramalan .................................................. 30 3.1.4 Economic Order Quantity (EOQ) .......................................... 31
3.2
Kerangka Pemikiran Operasional ...................................................... 33
Bab IV. Metode Penelitian ............................................................................ 37 4.1
Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................. 37
4.2
Jenis dan Sumber Data ....................................................................... 37
4.3
Analisis Data Peramalan .................................................................... 38
4.4
Analisis Economic Order Quantity.................................................... 49
Bab V. Gambaran Umum PT. SSN dan GKL ........................................... 52 5.1
Profil Perusahaan ............................................................................... 52
5.2
Profil GKL ......................................................................................... 53
5.3
Latar Belakang Kemitraan GKL – PT. SSN ...................................... 55
5.4
Pola Kemitraan dan Pemasaran PT. SSN – GKL .............................. 56
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
Bab VI. Peramalan Volume Pasokan PT SSN ............................................ 59 6.1
Identifikasi Pola Data Pasokan Buah Belimbing Segar ..................... 59
6.2
Analisa Peramalan dan Metode Peramalan Terbaik ......................... 66
6.3
Peramalan Pasokan Berdasarkan Metode Time Series Terpilih ........ 72
Bab VII. Manajemen Persediaan Pasokan pada PT SSN .......................... 75 7.1
Identifikasi Biaya ............................................................................... 77
7.2
Analisa (Economic Order Quantity) EOQ ........................................ 82
7.3
Analisa Proyeksi EOQ untuk Periode Tahun 2008 ............................ 84
7.4
Analisa Sensitivitas Hasil Proyeksi EOQ .......................................... 86
Bab VIII. Implikasi Terhadap Kebijakan Perusahaan .............................. 91 Bab IX. Kesimpulan dan Saran .................................................................... 97 9.1
Kesimpulan ........................................................................................ 97
9.2
Saran.................................................................................................... 98
Daftar Pustaka................................................................................................ 99 Lampiran ........................................................................................................ 101
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1
Pertumbuhan Penduduk di Kota Depok Periode 2002-2006 ........ 02
2
Perkembangan Produksi Hortikultura Unggulan Kota Depok Periode Tahun 2002 - 2006 ........................................................... 03
3
Volume Pasokan Komoditi Belimbing PT. SSN Tahun 2007 ...... 59
4
Nilai MSE Metode Peramalan Time Series Terbaik ..................... 69
5
Seasonal Indices pada Persamaan Metode Peramalan Dekomposisi Additive dengan Seasonal Length 6 ........................ 70
6
Ramalan Pasokan Belimbing yang diterima PT. SSN dari GKL periode Januari – Desember Tahun 2008 ..................... 72
7
Frekwensi Pasokan Belimbing Periode 2007 ................................ 77
8
Biaya Pemesanan (S) PT. SSN per Pesanan – Periode Tahun 2007 ...................................................................... 78
9
Total Biaya Pemesanan PT. SSN – Periode Tahun 2007.............. 79
10
Komponen Biaya Penyimpanan (H) Periode Tahun 2007 ........... 80
11
Uraian Perhitungan Biaya Penyimpanan PT. SSN pada Periode 2007.................................................................................. 81
12
Biaya Persediaan Belimbing PT. SSN – Periode 2007 ................. 82
13
Perhitungan Jumlah Pasokan Optimal Komoditi Belimbing Pada PT. SSN Tahun 2007 ............................................................ 83
14
Perhitungan Proyeksi Jumlah Pasokan Optimal Buah Belimbing pada PT. SSN Tahun 2008 .......................................... 84
15
Selisih Penghematan Biaya Pemesanan PT. SSN ......................... 86
16
Proyeksi Perubahan EOQ dan F Akibat Perubahan Jumlah Pasokan yang Diperoleh PT. SSN pada Tahun 2008 .................... 87
17
Proyeksi Perubahan EOQ dan F Akibat Perubahan Jumlah Biaya Persediaan pada PT. SSN Tahun 2008 ............................... 89
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1
Pembentukan Kurva Permintaan Pasar dari Kurvakurva Permintaan Individu ............................................................ 16
2
Pembentukan Kurva Penawaran Pasar dari Kurvakurva Penawaran Perusahaan ........................................................ 17
3
Grafik Hubungan antara Kedua Jenis Biaya Persediaan ............... 32
4
Tingkat Persediaan dengan Waktu dalam EOQ ............................ 33
5
Diagram alur Kerangka Pemikiran Operasional ........................... 36
6
Plot Data Pasokan Komoditi Belimbing Periode April – Desember Tahun 2007 ..................................................... 62
7
Pola ACF Plot Autokorelasi Data Pasokan Periode 2007 ............. 64
8
Pola PACF Plot Autokorelasi Data Pasokan Periode 2007 .......... 65
9
Grafik Peramalan Pasokan Belimbing Periode Januari – Desember 2008 .............................................................. 73
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1
Strukur Organisasi PT. SSN .............................................................. 102
2
Plot ACF dan PACF Pasokan Buah Belimbing PT. SSN .................. 103
3
Tabel Nilai MSE Hasil Analisis Metode Peramalan Time Series Pasokan Buah Belimbing Segar pada PT. SSN ................................. 104
4
Output Analisis Metode Peramalan ARIMA (1,0,1) ......................... 105
5
Output Analisis Metode Peramalan ARIMA (3,0,3) ......................... 106
6
Output Analisis Metode Peramalan (Terpilih) ................................... 108
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
BAB. I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk dan semakin banyaknya masyarakat yang
mengerti pentingnya nilai gizi dari buah-buahan, membuat komoditas hortikultura memiliki prospek yang cukup cerah dimasa depan. Sesuai dengan anjuran FAO, untuk mencapai kecukupan gizi, ditargetkan rata-rata konsumsi buah per kapita penduduk Indonesia mencapai 60 kg per kapita per tahun. Senada dengan hal tersebut, Dirjen Hortikultura, Departemen Pertanian RI juga menargetkan pada tahun 2005 konsumsi buah mencapai 73 kilo gram per kapita per tahun. Hal ini akan memberikan dampak peningkatan jumlah konsumsi buah yang sangat besar dimasa yang akan datang, mengingat pada tahun 1989 tingkat konsumsi buah per kapita per tahun di Indonesia hanya mencapai 22.9 kg per tahun. Sektor hortikultura khususnya komoditas unggulan, jika dinilai dari sisi ekonomi mempunyai nilai tambah yang berpengaruh pada nilai jual yang tinggi. Oleh sebab itu, jika dikelola dengan serius, efektif dan efisien serta memiliki nilai komparatif-kompetitif, sektor ini berpotensi untuk dikembangkan secara komprehensif dalam tatanan agribinis. Sektor ini juga merupakan salah satu sub sektor pertanian yang mampu meningkatkan income petani. Kota Depok merupakan salah satu Kota yang memiliki letak sangat strategis untuk dijadikan sebagai salah satu sentra hortikultura. Letak geografis Kota Depok berada pada 6.190 – 6.280 LS dan 106.430 BT. Depok merupakan daerah
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
bentangan dengan dataran rendah perbukitan bergelombang lemah, dengan elevasi antara 50 – 140 m diatas permukaan laut dan kemiringan lerengnya kurang dari 15 persen. Kondisi lahan Kota Depok juga merupakan tanah yang cukup subur. Kota Depok yang berdekatan dengan DKI Jakarta berdampak pada perkembangan Kota Depok yang cukup pesat dengan hadirnya supermarket dan supermal di wilayah ini seperti Carefour, Hipermarket, Alfa, Super Indo, Tip Top, Matahari, Ramayana dan lain-lain. Belum lagi jika dilihat dari meningkatnya jumlah penduduk yang menetap di Kota Depok yang kian tahun semakin padat, seperti yang terlihat pada Tabel 1. kondisi akan memberikan pengaruh dalam hal potensi pemasaran produk hortikultura unggulan di Kota Depok khususnya Kota Jakarta dan sekitarnya. Tabel 1. Pertumbuhan Penduduk di Kota Depok Periode 2002 -2006 No 1 2 3 4 5
Tahun 2002 2003 2004 2005 2006
Jumlah (jiwa) 1,247,233 1,289,297 1,331,559 1,374,522 1,420,480
Pertumbuhan (%) 3.37 3.28 3.23 3.34
Sumber : BPS Kota Depok, 2006
Arahan strategi pembangunan pertanian perKotaan Kodya Depok adalah pengembangan agribisnis perKotaan yang memiliki daya saing dan memiliki nilai tambah yang didukung oleh sumber daya daerah dan pemanfaatan teknologi. Kata Kunci “Daya Saing” dan “Nilai Tambah” nampaknya perlu menjadi syarat dalam pemilihan komoditas potensial di Kota Depok. Pembangunan pertanian di Kota Depok juga diarahkan untuk memelihara dan mengupayakan peningkatan ketersediaan dan keamanan pangan khususnya mengantisipasi kompetisi dan
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
diversifikasi permintaan pasar yang selalu menuntut persyaratan mutu dan keamanan produk. (Dinas Pertanian Kota Depok, 2006). Perkembangan produksi hortikultura Kota Depok antara tahun 2000 – 2005 terlihat cenderung berfluktuasi. Tidak semua tanaman memiliki trend positif. Dari sekian banyak jenis tanaman (lebih dari 30 Tanaman) hanya sekitar 12 jenis tanaman yang mempunyai trend positif. Untuk perkembangan produksi hortikultura Kota depok dapat diamati pada Tabel 2. Tabel 2.
Perkembangan Produksi Hortikultura Unggulan Kota Depok Tahun 2000-2006 Tahun (KW) No Komoditi 2000 2001 2002 2003 2004 2005 1 Belimbing 8,250 5,945 5,945 6,062 6,962 50,514 2 Jambu Biji 1,776 10,264 10,264 11,053 11,053 35,795 3 Pisang 3,660 17,184 17,184 17,064 20,778 37,546 4 Pepaya 5,545 15,047 15,047 15,580 21,683 33,570 5 Rambutan - 12,763 12,763 28.028 12,762 25,883 6 Mangga 1,255 2,290 2,290 2,290 2,291 4,342 Nangka / 2,057 16,502 16,502 16,525 22,637 17,980 7 Cempedak
2006* 40,473 31,766 55,355 20,029 12,769 1,798 6,909
Sumber : Dinas Pertanian Kota Depok, 2006
Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa perkembangan produksi komoditas belimbing meningkat tajam dibandingkan dengan komoditas hortikultura lainnya. Belimbing Manis Depok dengan varietas Dewa/i sudah cukup dikenal masyarakat. Dengan warna buah yang kuning kemerahan, buah yang besar dan rasa manis nampaknya cukup banyak diminati pasar. Menurut Dinas Pertanian Kota Depok, tingginya tingkat pertumbuhan produksi buah belimbing, disebabkan beberapa hal. Pertama, belimbing manis merupakan salah satu jenis tanaman potensial yang mudah dibudidayakan. Kedua,
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
terjadinya alih fungsi lahan yang sebelumnya merupakan usaha tani sawah dan sayuran, berubah menjadi perkebunan belimbing manis. Ketiga, tingginya tingkat pertumbuhan belimbing varietas Dewa/i khas Depok, juga didukung dengan Keputusan WaliKota Depok No. 18 tahun 2003, yang memuat antara lain: 1) peningkatan produktivitas pertanian; 2) pengembangan kelembagaan pertanian; 3) peningkatan pemasaran produk; 4) peningkatan pelayanan sektor pertanian; dan 5) pengembangan potensi unggulan pertanian pada tingkat pencapaian target satu produk potensial berkembang. Faktor terakhir yang juga berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan belimbing manis adalah karena adanya pergeseran pemahaman konsumen yang menjadikan buah ini bukan saja sebagai buah meja melainkan diminati karena khasiatnya. Konsumen buah belimbing manis rata-rata adalah golongan ekonomi menengah ke atas. Ditambah lagi seiring waktu, semakin banyak jenis belimbing olahan yang tersedia di pasaran. Faktor-faktor di atas menjadikan Kota Depok sebagai sentra produksi belimbing manis nomor satu di Indonesia pada tahun 2005 dan merupakan salah satu buah tropika unggulan nusantara. Selain itu, pemerintah Depok sejak tahun 2006 juga telah mencanangkan komoditas Belimbing Manis varietas Dewa/i sebagai icon Kota Depok. Secara global perkiraan permintaan belimbing manis setiap tahun diperkirakan akan meningkat. Besar peningkatannya adalah sekitar 6.1 persen per tahun (1995-2000); 6.5 persen per tahun (2000-2005); 6.8 persen per tahun (20052010); dan mencapai 8.9 persen per tahun (2010-2015). Hal ini menunjukkan
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
bahwa prospek agribisnis belimbing manis sangat cerah jika dikelola secara intensif dan komersial. Untuk Permintaan pasar lokal khususnya konsumen DKI Jakarta diperkirakan mencapai 4,000-4,500 ton per tahun. Belum lagi kebutuhan Kota-Kota besar lainnya seperti Bandung, Surabaya, Medan, Batam dan lainnya. Namun demikian, hingga saat ini kemampuan produksi buah belimbing Kota Depok hanya berkisar 2,800 – 3,000 ton per tahun. (Dinas Pertanian Kota Depok, 2006). Untuk mencapai target pemenuhan pangsa pasar dan pelaksanaan program pembangunan pertanian tersebut, Dinas Pertanian Kota Depok melakukan Progam Kegiatan Pengembangan Komoditas (KPK) Belimbing sebagai icon Kota Depok, yang merupakan kegiatan dimana outputnya adalah meningkatnya populasi belimbing yang ditanam, peningkatan produksi dan produktivitas serta peningkatan income petani pemula dan petani produktif. Kegiatan tersebut ditujukan pada 31 Kelurahan ada di Kota Depok, yang terdiri dari 23 kelompok tani dengan objek sasaran 994 jumlah petani (KK). Total pohon yang dijadikan projek adalah sebanyak 10,000 pohon belimbing. Kelas kelompok sasaran dibagi menjadi empat kelompok yaitu, Pemula, Madya, Lanjut, dan Utama atau disebut juga Kelompok Tani Panutan. Profil Kelembagaan Petani Belimbing di Kota Depok pada umumnya tergabung dalam kelompok tani atau Gapoktan, walaupun dalam hal pemasaran belimbing masing-masing anggota masih terikat oleh keberadaan tengkulak. Upaya para petani dan pemerintah untuk memfasilitasi pemasaran produk para Petani Belimbing Kota Depok dengan membentuk Asosiasi Petani Belimbing Depok (APEBEDE) belum banyak dirasakan manfaatnya.
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
Untuk itu, fasilitasi kemitraan dengan perusahaan retail buah segar terus dilakukan. Dengan tujuan posisi tawar petani dalam penjualan produk belimbingnya dapat lebih baik. Walaupun tersendat diharapkan pemasaran belimbing pada tahun mendatang lebih baik, hal ini ditunjang dengan kualitas produk yang lebih baik. Untuk mendapatkan kualitas Belimbing yang baik, terus diupayakan pelatihan Standar Operasional Produksi (SOP) Belimbing dan penerapan kebun contoh. Salah satu pilot projek bentuk kemitraan kelompok petani belimbing adalah antara Kelompok Tani Kali Licin, Kelurahan Pacoranmas (Kelas Utama/Panutan), telah menjalin kemitraan penjualan dan pembinaan dengan PT. Sewu Segar Nusantara (PT. SSN). Dalam hal ini PT. SSN bertindak sebagai pembeli belimbing manis segar langsung dari petani, untuk dijual dan didistribusikan pada supermarket, supermal dan agen PT. SSN. Jalinan kemitraan ini telah berlangsung sejak awal tahun 2007.
1.2
Perumusan Masalah PT. SSN merupakan sebuah perusahaan yang bergerak dalam distribusi
buah-buahan segar. Jenis buah yang didistribusikan, mulai dari pisang, apel, dan lain sebagainya hingga belimbing. Termasuk di dalamnya buah-buahan hasil impor. Jalinan kemitraan yang dilakukan PT. SSN dengan Gapoktan Kali Licin (GKL) merupakan salah satu bentuk diversifikasi jenis komoditas baru yang diperjualbelikan PT. SSN. Oleh sebab itu, persentase perbandingan jumlah buah belimbing dengan total jumlah komoditas buah-buahan lainnya masih dalam skala
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
kecil. Jika dibandingkan, total jumlah komoditas belimbing hanya kurang dari dua persen dari total kuantitas buah yang didistribusikan PT.SSN. Sebagai sebuah komoditas unggulan Kota Depok, pengembangan belimbing khas Depok juga terlilit berbagai masalah dalam pelaksanaan. Akar masalah tersebut adalah belum stabilnya pasokan dan penawaran belimbing; belum adanya strategi produksi, permodalan terbatas; kurangnya fasilitas pasca panen dan pengolahan; belum terciptanya jejaring usaha dan kemitraan; serta kualitas SDM yang masih rendah atau masih berorientasi subsisten. (Dinas Pertanian Kota Depok, 2006). Dari hasil penelusuran lapang, kondisi ini terjadi akibat pengaruh tengkulak yang menguasai hasil produksi buah belimbing segar hampir pada semua kebun buah belimbing di Kota Depok. Hal ini dapat terjadi disebabkan beberapa hal, antara lain kondisi petani sudah terikat secara moral (hubungan kekerabatan) maupun materil (hutang-piutang) dengan tengkulak, ditambah lagi kurangnya pengetahuan dan informasi pasar yang dimiliki petani belimbing. Selain hal tersebut, ancaman berkurang pasokan belimbing dari Kota Depok dapat juga terjadi akibat dari perubahan fungsi lahan, untuk kegiatan properti, proyek SUTET, rencana pelebaran jalan protokol dan pembuatan jalan tol. Hampir sebagian besar lahan proyek dan kegiatan tersebut, kebanyakan merupakan alih fungsi lahan yang sebelumnya merupakan lahan pertanian atau perkebunan. Hal ini pula yang menjadikan komoditi belimbing di Kota Depok akan mengalami kesulitan dikembangkan secara baik dan dikerjasamakan dengan pihak distibutor buah segar yang mapan, karena hingga saat ini belum ada kejelasan dan
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
kepastian jumlah pasokan, jumlah ril produktivitas tanaman yang menghasilkan dan hal lainnya yang berhubungan dengan kualitas, kuantitas, dan kesinambungan komoditi yang diperdagangkan. Untuk jangka panjang, kondisi seperti ini tidak menguntungkan bagi kedua belah pihak. Baik dari sisi petani maupun perusahaan. Ditinjau dari sisi perusahaan, PT. SSN merupakan mitra utama (pembeli) langsung belimbing segar dari petani. Ketidakpastian jumlah pasokan belimbing yang diterima perusahaan berakibat pada ketidakmampuan PT. SSN memenuhi permintaan rutin konsumen karena barang yang tidak tersedia. Hal ini akan memberikan dampak negatif bagi perusahaan. Pertama, PT. SSN dirugikan karena pasokan tidak stabil atau fluktuatif, sehingga konsumen dapat membatalkan pesanannya. Kedua, akibat tidak adanya jaminan kepastian jumlah pasokan yang diterima, maka biaya overhead project (BOP) perusahaan akan meningkat. Kondisi komiditi yang diperjualbelikan kosong, sementara dalam waktu bersamaan biaya variabel, upah tenaga kerja tetap yang bertanggungjawab terhadap pasokan belimbing, dan biaya lainnya harus tetap dikeluarkan. Ketiga, dengan tingginya permintaan konsumen komoditi belimbing terhadap PT. SSN namun disaat yang sama pasokan GKL tidak stabil, akan berdampak pada hilangnya kesempatan untuk mendapatkan profit bagi perusahaan. Hingga saat ini, dengan kondisi tersebut, baik PT. SSN maupun GKL belum memiliki sistem peramalan berapa jumlah komoditas belimbing yang mampu dipasok oleh GKL terhadap PT. SSN. Padahal peramalan yang dilakukan merupakan sebuah bentuk antisipasi lonjakan atau paceklik produksi belimbing dimasa yang akan datang. Tanpa adanya peramalan yang benar apalagi belum
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
tersedianya data yang akurat dan aktual, mustahil tatanan agribisnis komoditas belimbing dapat berjalan dengan benar. Dampak yang terjadi adalah pihak satu sama lain seringkali harus menerima kenyataan surplus dan defisit barang. Pada akhirnya kedua belah pihak merasa dirugikan satu sama lain, karena faktor barang yang busuk karena panen raya, atau sebaliknya. Berdasarkan uraian diatas, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pola pasokan belimbing segar dari GKL kapada PT. SSN? 2. Bagaimanakah metode peramalan yang sesuai dengan pola data pasokan dan proyeksi pasokan belimbing segar pada PT. SSN satu tahun ke depan? 3. Bagaimanakah kuantitas dan frekwensi pasokan yang optimal pada PT. SSN serta pengaruhnya terhadap biaya persediaan?
1.3
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian tentang peramalan dan optimalisasi pasokan belimbing segar di PT. SSN adalah : 1. Mengidentifikasi pola pasokan belimbing segar pada PT. SSN. 2. Menganalisis metode peramalan yang sesuai dan memprediksi pasokan belimbing segar terhadap PT. SSN satu tahun ke depan. 3. Menganalisis kuantitas dan frekwensi pasokan belimbing segar yang optimal pada PT. SSN serta pengaruhnya terhadap biaya persediaan.
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
1.4
Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah : 1. Sebagai penyusunan skripsi, sekaligus menambah pengetahuan dan pengalaman penulis dalam disiplin sosial ekonomi pertanian. 2. Sebagai bahan pertimbangan dan informasi bagi PT. SSN, GKL, Dinas Pertanian Kota Depok dan Asosiasi Petani Belimbing Depok serta pihakpihak yang ingin mengembangkan komoditas belimbing manis secara komersial dimasa yang akan datang. 3. Sebagai bahan literatur bagi para peneliti lainnya dalam melakukan riset tentang komoditas hortikultura unggulan.
1.5 Keterbatasan Penelitian Dalam analisa riset ini, penulis perlu menyampaikan beberapa keterbatasan penelitian. Beberapa hal tersebut diantaranya yaitu : 1. Jenis komoditi belimbing, merupakan jenis pengembangan usaha PT. SSN yang baru di mulai tahun 2007, begitu pula halnya dengan kerja sama antara GKL dan PT. SSN baru mulai terjalin tahun 2007. 2. Data yang tersedia masih minim dan masih dalam keadaan mentah. 3. Jangka waktu data yang tersedia relatif singkat (hanya tahun 2007). 4. Besarnya peran tengkulak dalam proses penjualan dan distribusi komoditi belimbing di Kota Depok, sehingga sulit untuk menjelaskan berapa potensi ril produksi belimbing yang dihasilkan GKL untuk PT. SSN.
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
BAB. II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keragaan Budidaya, Potensi dan Prospek Belimbing Manis Dalam website http://www.ristek.go.id pada November 2007, diuraikan bahwa belimbing merupakan tanaman buah yang berasal dari kawasan Malaysia, Pada tahun 1993 negara ini mampu mengekspor buah belimbing segar sebanyak 10,220 mt (metrik ton) senilai dua milyar rupiah yang dipasok ke Hongkong, Singapura, Taiwan, Timur Tengah, dan Eropa Barat. Di
Indonesia dikenal cukup
banyak
ragam
varietas belimbing,
diantaranya varietas Sembiring, Siwalan, Dewi, Demak Kapur, Demak Kunir, Demak Jingga, Pasar Minggu, Wijaya, Paris, Filipina, Taiwan, Bangkok, dan varietas Malaysia. Tahun 1987 telah dilepas dua varietas belimbing unggul nasional yaitu: varietas Kunir dan Kapur. Hampir semua jenis tanah yang digunakan untuk pertanian cocok pula untuk tanaman belimbing. Derajat keasaman tanah untuk tanaman belimbing yaitu memiliki pH 5.5–7.5. Kandungan air dalam tanah atau kedalaman air tanah antara 50–200 cm dibawah permukaan tanah. Ketinggian tempat yang cocok untuk tanaman belimbing yaitu di dataran rendah sampai ketinggian 500 meter dpl. Umur panen (petik) buah belimbing sangat dipengaruhi oleh letak geografi penanaman, yaitu faktor lingkungan dan iklim. Pembungaan dan pembuahan belimbing dapat terus menerus sepanjang tahun, masa panen paling lebat (banyak) biasanya terjadi tiga kali dalam setahun.
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
Potensi hasil/produksi buah belimbing varietas unggul yang ditanam di kebun secara permanen dan dipelihara intensif dapat mencapai antara 150–300 buah/pohon/tahun. Bila jarak tanam 5 x 5 m dengan populasi per hektar antara 250– 400 pohon dengan produktivitas 150–300 buah/pohon dan berat per buah rata-rata 160 gram, maka tingkat produksi per hektar mencapai 6–19 ton. Potensi produksi buah belimbing yang ditanam di kebun secara permanen dan dipelihara intensif, dengan jarak tanam antara 5x5 m atau 6x6 m, bila populasi tanaman belimbing per hektar antara 250–400 pohon dengan potensi produktivitas 150–300 buah/pohon/tahun, dan berat per buah rata-rata 160 gram, maka dapat dihasilkan/tingkat produksi per hektar mencapai 6–19 ton buah belimbing. Pada panen raya belimbing, harga belimbing rata-rata mencapai Rp. 750,- sampai Rp. 7,000.- per kg.
2.2 Hasil Penelitian Terdahulu Sebagai bahan pertimbangan, ada beberapa hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini. Hasil-hasil penelitian tersebut dijadikan sebagai salah satu bahan rujukan agar analisa yang dilakukan dalam penelitian ini dapat memperoleh hasil optimal. Hasil penelitian dari Wiwaha (2007), Sugiharta (2002), Ismail (2007), Husen (2006) dan Ernawati (1999) akan diuraikan sebagai berikut. Penelitian Wiwaha (2007), dilakukan pada PT. Sewu Segar Nusantara (SSN). Analisis yang dilakukan mengenai pengendalian pasokan pisang cavendish berdasarkan hasil peramalan penjualan time series pada perusahaan tersebut. Dasar dilakukannya penelitian ini disebabkan oleh fluktuasi pasokan pisang cavendish kualifikasi grade C3 (sunpride) dan grade FB (sunfresh) terhadap PT.
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
SSN. Metode analisis yang digunakan adalah metode peramalan time series dan analisa pengendalian pasokan atas hasil ramalan penjualan. Metode permalan yang terbaik dalam peramalan pisang cavendis grade C3 adalah menggunakan metode SARIMA (1,0,0)(0,0,1)6 dengan Nilai MSE 10,271,151. Sedangkan untuk grade FB metode peramalan yang paling tepat adalah metode SARIMA (1,2,0)(2,1,0)8 dengan nilai MSE 5,382,093. Hasil akhir dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa rata-rata penjualan pisang cavendish grade C3 cenderung stabil setiap bulannya dibandingkan grade FB. Hasil analisis EOQ atau kuantitas pemesanan optimal, membuat biaya pemesanan kedua grade tersebut untuk ke-12 bulan berikutnya menurun. Teknik peramalan yang dilakukan Sugiharta (2002) dalam penelitiannya tentang peramalan harga komoditi cabai merah di Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) Jakarta menggunakan 30 metode peramalan time series. Hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa pola harga kedua komoditi cabai merah besar dan cabai merah keriting non-stationer. Metode ARIMA (2,1,2) paling sesuai untuk harga cabai merah keriting dan ARIMA (1,1,1) paling sesuai untuk harga cabai merah besar. Metode berikutnya yang juga menghasilkan ramalan cukup akurat adalah metode SES dan metode naive. Penelitian mengenai peramalan lainnya dapat dilihat pada hasil penelitian Ismail (2007), dengan objek penelitian pada PT. Sinar Sosro Kantor Penjualan Sukabumi (SSKP), yang bertujuan mengidentifikasi menajemen persediaan, dengan jenis produk yang diteliti yaitu Teh Botol Sosro (TBS) dan Fruit Tea Genggam (FTG). Peneliti menganalisis metode peramalan yang paling akurat dalam memprediksi penjualan produk PT. SSKP selama 12 bulan kedepan.
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
Hasil risetnya menunjukkan bahwa kedua jenis produk SSKP (TBS dan FTG) mempunyai pola data trend dan musiman. sedangkan metode peramalan yang paling sesuai untuk jenis TBS adalah SARIMA (0,0,2)(2,2,0)3 dengan nilai MSE sebesar 4.442.527. Sedangkan metode peramalan yang paling cocok dengan jenis FTG adalah menggunakan metode SARIMA (0,0,1)(1,0,0)12 dengan nilai MSE 166345. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa dengan metode EOQ, untuk TBS sebaiknya dilakukan pesanan sebanyak 4.872 krat dengan frekwensi pesanan 57 kali. Sedangkan untuk FTG, kuantitas setiap kali pesanan sebaiknya sebesar 1.387 karton, dengan frekwensi 19 kali per tahun. Untuk penelitian yang berhubungan langsung dengan komoditi belimbing manis, dapat diamati pada hasil riset yang dilakukan oleh Husen (2006). Penelitian ini menganalisis pendapatan usaha tani dan pemasaran buah belimbing Depok varietas Dewa/I, penelitian dilakukan di Kota Depok. Metode penelitian yang digunakannya, meliputi analisis pendapatan usaha tani, imbangan penerimaan, R/C ratio, analisis struktur pasar, analisis perilaku pasar, saluran pemasaran, dan analisis margin serta efisiensi pemasaran. Penelitiannya mengenai pemasaran buah belimbing varietas Dewa-Dewi di Kota Depok menunjukkan bahwa petani sebagai penjual berjumlah cukup banyak, sedangkan jumlah tengkulak (pedagang pengumpul) terbatas, sehingga dalam kondisi seperti ini petani merupakan pihak penerima harga (price taker), karena tidak mempunyai daya tawar pada komoditi yang diperdagangkan. Selain itu, informasi yang diperoleh petani mengenai harga jual bersumber dari tengkulak
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
dan sesama petani, sehingga informasi harga dan pasar yang diperoleh petani tidak sempurna. Penelitian yang dilakukan oleh Ernawati (1999), menunjukkan bahwa saluran pemasaran yang paling efisien adalah adalah saluran pemasaran yang memiliki pola terpendek. Dalam pola seperti ini, keuntungan yang diperoleh petani lebih tinggi, karena petani mempunyai daya tawar lebih tinggi. Namun demikian resikonya, petani harus siap menghadapi kemungkinan buah tidak laku terjual. Dari hasil uraian di atas, penelitian yang dilakukan penulis secara umum mempunyai beberapa kesamaan. Beberapa diantaranya adalah, komoditi yang diteliti merupakan komoditi yang berkaitan dengan agribisnis, metode analisis yang digunakan juga merupakan metode peramalan time series, selain itu juga menganalisa manajemen persediaan pada perusahaan yang bersangkutan. Secara khusus riset ini mempunyai kemiripan alat analisis dengan riset Wiwaha (2007) dan Ismail (2007). Namun demikian, perbedaan mendasar dari riset ini adalah kondisi data, jenis komoditi yang diteliti, dan lamanya bisnis komoditi tersebut berjalan. Oleh sebab itu, dalam analisa riset ini ada beberapa modifikasi dan penambahan analisa yang disesuaikan dengan kondisi data dan perusahaan yang diteliti, serta belum dilakukan pada riset-riset sebelumnya. Salah satunya adalah analisa sensistivitas jumlah pasokan dan perubahan biaya persediaan terhadap jumlah dan frekwensi pasokan yang optimal komoditi belimbing pada PT. SSN.
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
BAB. III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Permintaan dan Penawaran Menurut Nicholson (2002), permintaan pasar (market demand) untuk suatu barang merupakan kuantitas total permintaan barang tersebut oleh seluruh pembeli potensial. Kurva permintaan pasar (market demand curve) menunjukkan hubungan antara kuantitas total yang diminta dengan harga pasar dari barang tersebut, ketika faktor lain dianggap konstan. Bentuk kurva permintaan pasar dan posisinya ditentukan oleh bentuk kurva permintaan setiap individu untuk produk yang diminta. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi atau menggeser kurva permintaan pada posisi yang baru antara lain pendapatan, perubahan harga barang lain, dan perubahan selera. Pembentukan kurva permintaan pasar dari kurva permintaan individu dapat diamati pada Gambar 1 berikut.
P
P
P
P’ D1 0
Q’
Q
A. Individu 1
DMarket
D2 0
Q’ B. Individu 2
Q
0 Q’
Q
C. Permintaan Pasar
Gambar 1. Pembentukan Kurva Permintaan Pasar dari Kurva-kurva Permintaan Individu Sumber : Nicholson, 2002.
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
Menurut Lipsey et al.(1995), penawaran mengacu pada keseluruhan hubungan antara penawaran dengan harga. Variabel-variabel yang mempengaruhi jumlah komoditi perusahaan bersedia memproduksi dan menawarkan yaitu, harga komoditi itu sendiri, harga-harga masukannya, tujuan perusahaan dan tahap perkembangan teknologi. Definisi kurva penawaran menurut Lipsey et al.(1995) merupakan hubungan antara jumlah atau kuantitas yang ditawarkan dan harga, jika faktor tetap sama. Menurut Nicholson (2002), istilah kurva penawaran pasar merupakan hubungan antara harga pasar dengan kuantitas suatu barang pada jangka waktu tertentu. Penjumlahan secara horizontal kurva penawaran dari dua atau lebih perusahaan akan membentuk kurva penawaran pasar. Hal tersebut tampak pada Gambar 2 berikut.
P
P
P
S2
S1
SMarket
P’
0
Q’ A. Perusahaan 1
Q
0
Q’ B. Perusahaan 2
Q
0
Q
Q’ C. Pasar
Gambar 2. Pembentukan Kurva Penawaran Pasar dari Kurva-kurva Penawaran Perusahaan. Sumber : Nicholson, 2002.
Menurut Kotler (1997), dasar pemikiran pemasaran dimulai dari kebutuhan dan keinginan manusia, sehingga adalah penting untuk membedakan antara
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
kebutuhan, keinginan dan permintaan. Permintaan adalah keinginan akan produk spesifik yang disokong oleh kemampuan dan kesediaan untuk membeli. Keinginan dapat menjadi permintaan jika didukung oleh daya beli. 3.1.2
Peramalan Peramalan merupakan unsur yang sangat penting dalam menjalankan
kegiatan usaha terutama dalam hal perencanaan produksi dan penjualan. Menurut Makridakis et al.(1991) penggunaan peramalan dalam kegiatan usaha dibutuhkan karena beberapa faktor : Pertama, makin tingginya kompleksitas organisasi dan lingkungannya yang menyebabkan
semakin
sulit
bagi
pengambil
keputusan
untuk
mempertimbangkan semua faktor secara memuaskan. Kedua, dengan meningkatnya ukuran organisasi, maka bobot dan kepentingan suatu keputusan meningkat pula dan dibutuhkan telaah peramalan khusus serta analisis yang lengkap sebelum pengambilan keputusan. Ketiga, cepatnya perubahan lingkungan harus dapat di pelajari untuk meningkatkan kemampuan perusahaan dalam menerima perubahan dengan cepat. Keempat, pengambilan keputusan yang telah semakin sistematis yang melibatkan justifikasi tindakan individual secara secara eksplisit yang dapat dibantu lewat penerapan peramalan. Kelima,
pengembangan
metode
peramalan
dan
pengetahuan
yang
menyangkut aplikasinya telah lebih memungkinkan adanya penerapan secara langsung oleh para praktisi.
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
Baik peramalan maupun perencanaan berkaitan dengan masa yang akan datang, maka penting untuk mengkombinasikan kedua fungsi tersebut dalam perencanaan pencapaian target perusahaan. Pengetahuan dan hasil teknik peramalan tidak akan berharga apabila secara efektif diterapkan dalam proses perencanaan. Ketepatan hasil peramalan dan pencapaian target dimasa yang akan datang sangat tergantung dari ketepatan alat yang digunakan. Metode peramalan Time Series didasarkan atas penggunaan analisis pola hubungan antar variabel yang akan diperkirakan dengan variabel waktu yang merupakan deret waktu. Prosedur peramalan kuantitatif ini terletak diantara dua ekstrim rangkaian kesatuan yaitu metode naive atau instuitif, dan metode kuantitatif formal yang didasarkan atas prinsip-prinsip statistika. Tujuan dari metode Time Series adalah menemukan pola dalam deret waktu dan mengekstrapolasi data tersebut ke masa depan (Makridakis et al. 1999). Hanke, et al.(2003) menyatakan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap pemilihan suatu teknik peramalan adalah identifikasi dan pemahaman atas pola data historis yang didapat. Dengan mengetahui bagaimana pola yang muncul dalam suatu data, apakah trend, musiman atau siklus maka selanjutnya dapat ditentukan metode peramalan yang mampu dan efektif dalam mengekstrapolasi data tersebut. Untuk itu ada beberapa metode peramalan yang dapat digunakan diantaranya sebagai berikut. A. Metode Trend Metode ini menggambarkan pergerakan data yang meningkat atau menurun dalam jangka waktu yang panjang. Metode ini menggambarkan hubungan antara periode dan variabel yang diramal dengan menggunakan analisis
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
regresi. Tetapi komponen musiman juga dapat dimasukkan ke dalam metode ini, bila pola data yang digunakan memiliki unsur musiman B. Metode Pemulusan (Smoothing) Menurut Makridakis et al. (1999) dasar metode pemulusan adalah pembobotan sederhana atau pemulusan pengamatan masa lalu dalam suatu deret berkala untuk memperoleh ramalan masa mendatang. Keuntungan penggunaan model ini adalah biayanya yang relatif rendah, cukup mudah diterapkan, dan hasilnya cepat diterima. Metode ini cocok untuk meramalkan sejumlah besar item pada horison waktu yang relatif pendek. Sementara Mulyono (2000) berpendapat bahwa pemulusan dapat digunakan untuk dua keperluan, yaitu peramalan dan menghilangkan atau paling tidak mengurangi gejolak jangka pendek data time series. Metode pemulusan dapat dibagi menjadi dua, yaitu metode rata-rata (average method) dan metode pemulusan eksponensial (exponential smoothing method). a. Metode Rata-rata Metode ini menggunakan suatu bentuk rata-rata tertimbang dari pengamatan masa lalu dalam memuluskan fluktuasi jangka pendek, sehingga dapat digunakan untuk peramalan periode mendatang. (Hanke et al.2003). i)
Metode Rata-rata Bergerak Tunggal (Moving Average-MA) Metode MA merupakan salah satu cara untuk mengubah pengaruh data masa lalu terhadap nilai rata-rata sebagai ramalan dengan menentukan sejak awal berapa jumlah nilai pengamatan masa lalu yang akan dimasukkan untuk menghitung rata-rata. Setiap muncul nilai pengamatan baru, nilai rata-rata baru dapat dihitung dengan membuang
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
nilai pengamatan yang paling tua dan memasukkan nilai pengamatan yang terbaru. Moving Average ini dipakai untuk meramalkan nilai variabel pada periode berikutnya. Kelebihan metode ini dibandingkan dengan metode rata-rata sederhana adalah menyangkut T (jumlah data yang digunakan dalam rata-rata) atau ordo terakhir dari data yang diketahui, jumlah titik data dalam setiap rata-rata tidak berubah dengan berjalannya waktu. Disamping itu, metode ini juga memiliki kelemahan yakni memerlukan penyimpangan yang lebih banyak karena semua T pengamatan terakhir harus disimpan, tidak hanya nilai tengahnya. Metode ini juga tidak dapat menanggulangi dengan baik adanya trend atau musiman, walaupun metode ini lebih baik dibandingkan rata-rata total (Makridakis et al 1999). ii).
Metode rata-rata Bergerak Ganda (Double Moving Average) Metode rata-rata bergerak ganda dikembangkan untuk mengurangi galat sistimatis yang terjadi bila rata-rata bergerak dipakai pada data yang memiliki pola kecenderungan naik atau turun (trend). Dasar metode ini adalah menghitung rata-rata bergerak yang kedua (Makridakis et al 1999).
b. Metode Pemulusan Eksponensial (Exponential Smoothing) Metode pemulusan eksponensial merupakan teknik peramalan yang memberikan bobot yang menurun secara eksponensial terhadap nilai pengamatan yang lebih tua. Pada metode ini terdapat satu atau lebih parameter pemulusan yang ditentukan secara eksplisit, dan hasil pilihan ini menentukan bobot yang
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
dikenakan pada nilai pengamatan serta menentukan besarnya pengaruh pengamatan terakhir terhadap nilai peramalan. Nilai pengamatan yang baru diberikan bobot yang relatif lebih besar daripada nilai pengamatan yang telah lalu. Ada tiga Metode Pemulusan Ekponensial (MPE) yang dapat digunakan dalam peramalan, yaitu MPE Tunggal, (MPE) Ganda – Brown, (MPE) Ganda – Holt dan (MPE) Triple. i).
Metode Pemulusan Eksponensial Tunggal Metode pemulusan eksponensial tunggal sangat baik untuk data yang bersifat stationer, tidak memiliki pola trend dan musiman. Metode ini memiliki keunggulan dalam mengurangi masalah penyimpanan data karena tidak perlu lagi menyimpan semua atau sebagian data histories. Data yang disimpan hanya pengamatan terakhir, ramalan terakhir dan suatu nilai pembobotan. Nilai pembobotan sendiri ditentukan dengan cara coba dan salah untuk dapat mendekati nilai optimum atau nilai yang menghasilkan MSE (Mean Square Error) minimum.
ii).
Metode Pemulusan Brown Metode pemulusan eksponensial ganda Brown digunakan untuk data yang memiliki trend naik atau turun. Perbedaan antara nilai pemulusan tunggal dan ganda dapat ditambahkan kepada nilai pemulusan tunggal dan disesuikan untuk trend.
iii). Metode Pemulusan Holt Metode Holt menggunakan dua parameter untuk konstanta pemulusannya yang dapat dipilih secara subyektif atau dengan menggunakan meminimasi ukuran galat (kesalahan) ramalan seperti MSE. Teknik Holt memuluskan
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
tingkatan dan kemiringan (slope) secara langsung dengan menggunakan konstanta pemulusan yang masing-masing berbeda. iv).
Metode Pemulusan Winters Metode TES Winter merupakan metode peramalan yang cocok digunakan untuk data yang menunjukkan suatu trend linear yang mengandung unsur musiman. Kelebihan metode ini adalah mudah dan cepat dalam mengupdate ramalan untuk data baru yang diperoleh. Kelemahan dari metode ini adalah tidak memperhitungkan komponen siklus sehingga jika ada komponen siklus, hasil ramalannya menjadi tidak baik serta dalam menentukan nilai ketiga parameter yang akan meminimumkan MSE yang pendekatannya dengan coba dan salah.
C.
Metode Dekomposisi Metode dekomposisi merupakan metode peramalan yang berusaha untuk
menguraikan atau memecah suatu data time series kedalam sub-komponen utamanya yaitu trend, musiman, siklus dan random atau acak. Metode ini melakukan suatu usaha yang terpisah untuk meramalkan pola musiman, pola trend, pola siklus dan memuluskan random atau acaknya. Peramalan dengan metode dekomposisi membuat eksptrapolasi dari tiap-tiap komponen secara terpisah dan menggabungkannya kembali kedalam ramalan akhir. Kegunaan metode ini bukan hanya menghasilkan ramalan untuk periode yang akan datang, tetapi juga menghasilkan informasi tentang komponen data time series dan dampak dari berbagai faktor seperti musiman dan siklus pada hasil yang diamati.
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
D. Metode Box-Jenkins ( ARIMA) Model ini pertama kali diperkenalkan oleh George Box dan Gwilym Jenkins pada tahun 1970. Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) adalah jenis model linear yang mampu mewakili data time series yang stationer maupun non-stationer. Model ini mengasumsikan bahwa data time series dihasilkan oleh proses acak atau random dengan bentuk yang dapat dijelaskan dan tidak mengasumsikan pola tertentu pada data historis yang diramalkan. Model ARIMA terdiri dari tiga model penyusunnya, yaitu model Autoregressive (AR), model Moving Average (MA), dan model Autoregressive Moving Average (ARMA) yang masing-masing merupakan bentuk khusus dari ARIMA untuk data time series yang tidak konstan (non-stationer) yang telah dijadikan stationer melalui transformasi atau differencing. Suatu data time series non-stationer yang telah menjadi data stationer melalui poses differencing sebanyak d kali dikatakan sebagai data time series non-stationer homogen tingkat d. Proses ARIMA dilambangkan dengan : ARIMA (p,d,q) dimana :
p = banyaknya nilai lampau yang digunakan dalam model (AR) q = banyaknya kesalahan yang digunakan dalam model (MA) d = tingkat proses differencing
Keunggulan metode BOX-Jenkins (ARIMA) antara lain : a. Alat yang sangat kuat dalam menyediakan ramalan jangka pendek. b. Model ARIMA lebih fleksibel dan dapat mewakili rentan yang lebar dari karateristik data time series yang terjadi dalam praktek. c. Prosedur formal pengujian kesesuaian model tesedia.
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
d. Interval ramalan dan prediksi langsung mengikuti modelnya. Adapun kekurangan yang dimiliki metode Box-Jenkins (ARIMA) antara lain (Hanke et al.,2003) : Diperlukan data dalam jumlah yang relatif besar. Tidak ada cara yang mudah untuk memperbarui model ARIMA ketika data baru tersedia sebagaimana yang ada pada model pemulusan. Model secara berkala harus disesuaikan kembali secara menyeluruh dan kadang-kadang model baru harus dikembangkan. pembentukan model ARIMA yang memuaskan seringkali memerlukan investasi waktu, biaya, dan sumber daya lain yang besar. Definisi jumlah data (n) besar dalam riset menurut Siagian (2002), adalah data yang berjumlah lebih dari 30 (n > 30). Sedangkan menurut Hanke et al., (2003) agar menghasilkan akurasi permalan yang baik, maka jumlah data yang digunakan dalam peramalan metode ARIMA sebaiknya minimal berjumlah 40 data (n ≥ 40). Langkah-langkah dalam metode ARIMA adalah sebagai berikut : i. Penstasioneran data Model ARIMA mengasumsikan data yang menjadi input berasal dari data stasioner. Untuk melihat kestasioneran data, dapat dilakukan dengan melihat nilai autokorelasinya (plot ACF). Apabila data yang menjadi input tidak stasioner, perlu dilakukan modifikasi untuk menghasilkan data yang stasioner. Salah satu metode yang umum dipakai adalah metode pembedaan (differencing). Data yang telah ditransformasi tersebut digunakan sebagai inputnya. Pemakaian data sebagai input akan menentukan notasi dari ARIMA
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
ii. Identifikasi model Secara umum prinsip yang digunakan dalam mengidentifikasi model adalah sebagai berikut : a. Jika koefisien autokorelasi menurun secara eksponensial menuju nol, pada umumnya terjadi proses AR (autoregressive). Estimasi orde AR dapat dilihat dari jumlah koefisien autokorelasi parsial yang berbeda secara signifikan dari nol. b. Jika koefisien autokorelasi parsial menurun secara eksponensial menuju nol, pada umumnya terjadi proses MA (moving average). Estimasi pola MA dapat dilihat dari jumlah koefisien autokorelasi yang berbeda secara signifikan dari nol. c. Jika koefisien autokorelasi maupun autokorelasi parsial parsial menurun secara eksponensial menuju nol, berarti terjadi proses ARIMA (gabungan AR dan MA). Orde MA atau AR dapat dilihat dari jumlah koefisien autokorelasi parsial yang berbeda secara signifikan dari nol. iii. Estimasi parameter dari model sementara Setelah model sementara terpilih, maka parameter dari model harus diestimasi. Teknik ARIMA akan memilih parameter yang menghasilkan kesalahan terkecil (MSE terkecil) iv. Diagnosa untuk menentukan apakah model memadai. Pengujian kelayakan dapat dilakukan dengan dua cara : a. Menguji residual (error term) Setelah nilai residual diketahui, dilakukan perhitungan nilai koefisien autokorelasi dari nilai residual tersebut. Model dianggap memadai jika
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
nilai-nilai koefisien autokorelasi dari residual untuk berbagai time lag tidak berbeda nyata dari nol. b. Melakukan uji dengan statistik Box-Pierce Q Jika nilai Q lebih kecil dari nilai pada tabel Chi-Square dengan derajat bebas m-p-q dimana p dan q masing-masing menunjukkan orde AR dan MA, model dianggap memadai dan begitu juga sebaliknya. Apabila hasil pengujian menunjukkan model belum memadai, maka proses diulangi lagi mulai dari langkah dua. c. Menggunakan model terpilih untuk peramalan Setelah diperoleh model yang memadai, maka peramalan untuk satu atau beberapa periode ke depan dapat dilakukan. Evaluasi ulang perlu dilakukan terhadap model yang dipilih karena terdapat kemungkinan pola data berubah (Mulyono, 2000). Untuk mengetahui apakah model ARIMA layak atau belum untuk digunakan, dalam penggunaan analisa metode ARIMA perlu dilakukan uji diagnostik atas model tersebut. Kaiser (2001) menyatakan, ada banyak metode diagnostik yang dapat dipergunakan untuk menguji model ARIMA. Hasil diagnostik itu akan menunjukkan bagaimana kemampuan model ARIMA untuk menjelaskan peramalan. Apakah model tersebut layak untuk digunakan atau tidak. Beberapa metode diagnostik ARIMA tersebut diantaranya adalah metode yang dilakukan Box and Jenkins (1970), Gourieroux and Monfort (1990), Harvey (1989) dan Hendry (1995). Jika uji diagnostik gagal, hasil yang diperoleh tidak memberikan atau menunjukkan kejelasan, maka model yang digunakan harus dirubah. Walaupun,
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
kita melihat fakta atau data yang dipakai dalam peramalan tak dapat disangkal menunjukkan penggunaan model ARIMA. (Kaiser, 2001). Dalam pendahuluan, telah dijelaskan model ARIMA merupakan suatu cara yang praktis untuk merumuskan pergerakan hal-hal tertentu dalam suatu series. Namun, sebelum memperoleh model analis yang cocok atau sesuai, perlu dilakukan preadjustment model data yang tersedia. Preadjustment model data akan memberikan informasi dalam analisis apakah model ARIMA layak digunakan atau tidak. Preadjustment akan memberikan pengaruh pada hasil uji diagnostik yang dilakukan terhadap analisis ARIMA. Kaiser (2001), mengklasifikasikan efek dalam preadjusment yang dapat mempengaruhi model ARIMA dalam tiga hal. Pertama, disebut dengan outliers. Efek outliers merupakan kejadian yang memberikan dampak pada subjek data yang diteliti mengalami perubahan nilai yang sangat tajam secara tiba-tiba, tapi tidak dapat dijelaskan. Efek outliers terdiri dari tiga tipe yaitu: additive outliers, level shift, dan transitory change. Kedua, efek kalender. Dalam hal ini, yang ditinjau adalah dampak dari hari kerja kalender yang memberikan pengaruh terhadap subjek diteliti. Perubahan nilai yang terjadi bukan karena sifat subjek itu sendiri, namun lebih disebabkan faktor diluar kendali subjek tersebut. Misalnya hari kerja, libur paskah, dan sebagainya. Ketiga, intervention variable yaitu perubahan nilai yang terjadi disebabkan adanya intervensi terhadap salah satu faktor yang diteliti. Hal ini disebabkan bukan karena faktor alami, sesuai dengan jejak rekam data yang tersedia.
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
Contohnya adalah intervensi pemerintah terhadap sebuah komoditi, seperti pajak, dan regulasi baru. Sesuai dengan uraian di atas, Pindyck (1987) juga menyatakan bahwa untuk mendapatkan hasil analisis ARIMA yang berkemampuan menjelaskan kondisi masa yang akan datang secara baik, maka data yang digunakan sebaiknya menggunakan data yang aktual atau bukan hasil modifikasi. Kondisi data akan sangat menentukan hasil uji diagnostik pada metode analisis ARIMA yang dilakukan. Salah satu metode uji diagnostik yang digunakan adalah uji diagnostik model Box-Jenkins. Dalam Firdaus (2006), enam kriteria tersebut yaitu : a. Residual atau error bersifat acak. Untuk memastikan apakah model ini sudah memenuhi syarat ini, digunakan indikator Box-Ljung Statistic. Dari session diketahui bahwa nilai P-value untuk uji statistik ini lebih besar dari 0,05 yang menunjukkan bahwa residual sudah acak. Selain itu, grafik ACF dan PACF dari residual menunjukkan pola cut off, yang berarti bahwa residual memang sudah acak. Hal ini dapat dilihat pada gambar ACF dan PACF residual di atas. b. Model parsimonious. Dengan model yang diperoleh dan ditulis sebagai ARIMA (p, d, q) menunjukkan bahwa model relatif sudah dalam bentuk yang paling sederhana. c. Parameter yang diestimasi berbeda nyata dengan 0 (nol). Ini dapat dilihat dari nilai P-value yang kurang dari 0.05.
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
d. Kondisi inversibilitas ataupun stasioneritas harus terpenuhi. Hal ini ditunjukkan oleh jumlah koefisien MA atau AR dimana masing-masing harus kurang dari 1 (satu). e. Proses iterasi harus convergance. Bila hal ini terpenuhi maka pada session terdapat pernyataan relative change in each estimate less than 0,000. f.
Model harus memiliki MSE yang kecil.
3.1.3 Ketepatan Model Peramalan Kemudahan dalam aplikasi teknik peramalan dan interpretasi hasil merupakan pertimbangan penting dalam pemilihan teknik peramalan yang akan digunakan. Penggunaan teknik peramalan yang semakin rumit hendaknya makin baik prediksi pola data waktunya, namun pola data deret waktu yang dibentuk dapat dan akan berubah dimasa mendatang. Sehingga memiliki suatu model yang terbaik mewakili data historis tidaklah menjamin prediksi masa depan yang lebih akurat (Hanke, et al.2003). Penggunaan berbagai ukuran keakuratan metode peramalan dapat menjadi salah satu alat bantu dalam menemukan mana alat peramalan yang terbaik yang bisa digunakan. Ukuran keakuratan peramalan tersebut merupakan hasil perataan beberapa fungsi dari selisih nilai aktual dengan nilai peramalannya atau sering kali dinyatakan sebagai residual. Ukuran keakuratan yang akan digunakan untuk memilih metode peramalan terbaik adalah dengan menghitung nilai MSE terendah. Ukuran ketepatan yang dapat digunakan untuk melihat ketepatan metode peramalan terdiri dari empat ukuran yaitu MAPE, MAD, MSE dan MPE. MPE
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
digunakan untuk melihat apakah metode peramalan mengandung bias, sedangkan ukuran MAD digunakan untuk mengukur galat ramalan dalam unit yang sama dengan deret asli. MAPE memperlihatkan berapa besar galat ramalan dibandingkan dengan nilai aktual datanya. MSE digunakan untuk melihat nilai rata-rata kesalahan kuadrat (mean square error-MSE) (Hanke et al.,2003). Ukuran keakuratan yang digunakan adalah dengan menggunakan nilai MSE. Nilai MSE dihitung dengan mengkuadratkan tiap kesalahan dan merata-ratakan nilai kuadrat tersebut. Persamaan matematis MSE adalah : n
Σ (yt - ŷt)2 MSE = t=1___ ___ n dimana : ŷt yt y t - ŷt n
= = = =
ramalan pasokan belimbing periode ke- t nilai aktual pasokan belimbing periode ke- t kesalahan ramalan periode ke-t jumlah data pasokan belimbing yang dipergunakan
Metode peramalan terbaik yang dipilih adalah yang memiliki nilai MSE terkecil. Alasan penggunaan MSE sebagai ukuran ketepatan ialah MSE lebih menekankan kesalahan-kesalahan besar dalam peramalan daripada kesalahankesalahan kecil. Kesalahan besar dapat menunjukkan adanya pencilan dalam data. Teknik yang memberikan nilai MSE paling kecil dimasa lalu berarti model tersebut
dapat
menirukan
kenyataan
secara
lebih
baik.
Model
yang
meminimumkan nilai MSE diharapkan memiliki simpangan atau deviasi yang makin kecil mendekati aktualnya (Makridakis dan Wheelwright, 1999).
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
3.1.4 Economic Order Quantity (EOQ) Konsep EOQ atau Fixed Order Quantity digunakan untuk menentukan kuantitas pesanan persediaan yang meminimumkan biaya langsung penyimpanan persediaan dan biaya kebalikannya (inverse cost) pemesanan persediaan. Gambar di bawah ini menunjukkan hubungan antara kedua biaya tersebut, biaya penyimpanan (holding atau carrying cost) dan biaya pemesanan (ordering atau set up cost) dalam bentuk grafik.
Biaya Biaya Total
Biaya Penyimpanan
Biaya Pemesanan
Kuantitas (Q)
Q
Gambar 3. Grafik Hubungan antara Kedua Jenis Biaya Persediaan. Sumber : Handoko, 1999
Model EOQ, merupakan alat yang paling umum digunakan dalam menganalisis persediaan barang yang optimal. Menurut Handoko (1999), ada beberapa asumsi yang perlu dipenuhi dalam menggunakan model ini : Permintaan akan produk adalah konstan, seragam dan deterministik. Harga per unit produk konstan Biaya penyimpanan per unit per tahun adalah konstan. Biaya pemesanan per pesanan adalah konstan.
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
Waktu antara pesanan dilakukan dan barang-barang diterima adalah konstan. Tidak terjadi kekurangan barang atau “back orders” Berdasarkan asumsi tersebut, karena permintaan produk adalah konstan dan seragam, maka kondisi yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 3. gambar tersebut menunjukkan bahwa dimana pesanan yang dilakukan dengan pesanan yang diterima berkontinyu kapan saja persediaan mencapai titik pemesanan kembali (R) sesuai penggunaan per hari (d) dan waktu tunggu (L) Tingkat Persediaan (unit) Pesanan diterima Pesanan dilakukan
Q
R
EOQ
d
Reorder Point
R = d.L
L
L
Waktu
Gambar 4. Tingkat Persediaan dengan Waktu dalam EOQ Sumber : Handoko, 1999.
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Seperti yang telah diulas sebelumnya mengenai permasalahan pasokan belimbing segar GKL terhadap PT. SSN, pasokan belimbing yang dilakukan GKL terhadap PT. SSN terkait banyak hal. Mulai dari kurangnya pemahaman petani hingga anggota GKL yang dikuasai tengkulak. Kondisi ini mengakibatkan fluktuasi pasokan Belimbing yang disuplai GKL terhadap PT. SSN. Belum lagi
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
potensi ancaman alih fungsi lahan besar-besaran yang mengakibatkan terancam hilangnya pasokan belimbing khas Depok varietas Dewa/i kepada PT. SSN. Kegiatan utama PT. SSN yang bergerak dalam bidang pengadaan dan distribusi buah-buah di Indonesia, sangat terkait dengan perencanaan masa depan. Perencanaan masa depan khususnya komoditas hortikultura sangat terkait dan bergantung dengan hasil ramalan yang mempunyai unsur ketidakpastian. Unsur ketidakpastian itulah yang seringkali menyebabkan realisasi perencanaan tidak dapat tercapai. Apalagi jika metode peramalan yang digunakan tidak tepat. Walaupun kondisi tersebut kerap terjadi, baik PT. SSN maupun GKL hingga saat ini belum memiliki sistem peramalan berapa jumlah komoditas belimbing yang dibutuhkan PT. SSN dan berapa jumlah minimal pasokan belimbing varietas Dewa/i yang harus disediakan GKL pada waktu tertentu dimasa yang akan datang. Padahal peramalan yang dilakukan merupakan sebuah bentuk antisipasi lonjakan dan paceklik produksi belimbing dimasa yang akan datang. Dampak yang terjadi adalah pihak satu sama lain seringkali harus menerima kenyataan surplus dan defisit barang. Pada akhirnya kedua belah pihak merasa dirugikan satu sama lain, disebabkan faktor barang yang busuk karena panen raya, atau sebaliknya. Oleh sebab itu, untuk menjawab problematika tersebut ada beberapa hal yang perlu dilakukan. Pertama, perlunya menganalisa mengenai bagaimana pola pasokan buah belimbing segar varietas Dewa/i pada PT. SSN. Dengan diketahuinya pola permintaan tersebut maka dapat diketahui bagaimana bentuk atau pola pasokan PT. SSN yang berkaitan erat jumlah minimal pasokan belimbing yang dapat disediakan oleh GKL kepada PT. SSN.
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
Kedua, menganalisa metode peramalan apa yang tepat dan sesuai dengan pola data pasokan yang tersedia serta bagaimana ramalan kebutuhan belimbing segar PT. SSN satu tahun ke depan. Dengan diketahuinya motode peramalan yang tepat, maka realisasi pencapaian target perencanaan PT. SSN dapat lebih dimungkinkan, sedangkan dari sisi GKL faktor resiko jatuhnya harga saat panen raya dapat dikurangi. Ketiga, untuk selanjutnya melakukan analisa manajemen persediaan pasokan komoditi buah belimbing segar. Dalam analisa ini, data yang diperoleh berdasarkan hasil peramalan pasokan tersebut digunakan dalam analisa kuantitas pasokan dan frekwensi yang optimal pada PT. SSN guna meminimumkan biaya persediaan. Selain analisa tersebut, hasil proyeksi pasokan juga digunakan untuk menganalisis dampak sensitivitas perubahan jumlah pasokan serta biaya persediaan terhadap kuantitas dan frekwensi persediaan yang optimal. Dengan demikian, dapat diketahui bagaimana kondisi pasokan dimasa yang akan datang dan dampaknya jika terjadi perubahan-perubahan diluar kendali perusahaan terhadap jumlah kuantias dan frewensi pasokan belimbing yang optimal. Hasil dari analisis ini diharapkan mampu menjadi masukan dan solusi bagi PT. SSN dan GKL dalam masalah penyediaan Belimbing khas Depok varietas Dewa/i. Untuk selanjutnya, riset ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi untuk menajemen perencanaan pasokan yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
Pasokan Komoditas Belimbing terhadap PT. SSN yang tidak stabil dan tidak kontinyu.
Perusahaan belum melakukan analisis peramalan pasokan dan EOQ terhadap pasokan komoditi belimbing.
Mengumpulkan data pasokan dan identifikasi biayabiaya yang berhubungan dengan pasokan.
Identifikasi Pola Data Pasokan dan Analisis Peramalan Pasokan dengan Metode Peramalan Time Series
Analisis Biaya Persediaan
Peramalan Pasokan
Analisis EOQ dan Frekwensi Pasokan optimal
Analisis Sensitivitas Hasil Proyeksi EOQ
Implikasi terhadap kebijakan PT. SSN
Rekomendasi bagi PT. SSN dan GKL
Gambar 5. Diagram Alur Kerangka Pemikiran Operasional
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
BAB. IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kota Depok. Pemilihan lokasi tersebut disebabkan Kota Depok merupakan sentra produksi belimbing varietas Dewa/i nomor satu di Indonesia. Dengan demikian, hal tersebut akan memberikan kemudahan pengumpulan data dan memperoleh akurasi data yang lebih baik sebagai sampel dalam penelitian. Penelitian lapang tersebut dilakukan pada bulan September sampai dengan Desember 2007.
4.2 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan adalah data kualitatif dan kuantitatif mengenai pasokan buah belimbing segar dari GKL terhadap PT. SSN. Data kuantitatif yang diperoleh terdiri dari : Data kuantitatif perkembangan pasokan buah belimbing segar pada PT. SSN periode tahun 2007 . Data kuantitatif yang berhubungan dengan biaya persediaan buah belimbing segar periode tahun 2007 pada PT. SSN. Untuk data kualitatif dan data pendukung lainnya diperoleh dari hasil wawancara dengan ketua GKL Kota Depok, petani belimbing Kota Depok, pihak PT. SSN, studi literatur beberapa skripsi, internet dan buku-buku yang berkaitan dengan materi penelitian.
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
4.3 Analisis Data Peramalan Data kuantitatif yang diperoleh akan diolah dengan menggunakan Microsoft Excel dan Minitab 14. Pemilihan program tersebut dikarenakan keduanya merupakan program yang telah banyak dan mudah digunakan. Untuk data kualitatif diolah dan disajikan dalam bentuk narasi. Metode peramalan yang digunakan untuk mengolah data pasokan adalah metode peramalan secara Time Series. Metode tersebut antara lain metode Trend, Peramalan bergerak rata-rata (simple moving average), metode rata-rata bergerak sederhana (simple moving average), metode pemulusan eksponensial tunggal (single exponential smoothing), metode pemulusan eksponensial ganda Holt (Holt-double exponensial smoothing), metode Dekomposisi dan ARIMA yang akan diolah dengan menggunakan Minitab 14. Metode yang nantinya akan dipilih sebagai metode yang tepat dalam melakukan peramalan adalah dengan memilih metode mana yang menujukkan nilai MSE terkecil sebagai salah satu ukuran keakuratan model. Pemilihan metode peramalan Time Series didasarkan atas penggunaan analisis pola hubungan antar variabel yang akan diperkirakan dengan variabel waktu yang merupakan deret waktu. Tujuan dari metode Time Series adalah menemukan pola dalam deret waktu dan mengekstrapolasi data tersebut ke masa depan (Makridakis et al. 1999). Hanke, et al.(2003) menyatakan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap pemilihan suatu teknik peramalan adalah identifikasi dan pemahaman atas pola data historis yang didapat. Dengan mengetahui bagaimana pola yang muncul dalam suatu data, apakah trend, musiman atau siklus maka selanjutnya dapat
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
ditentukan metode peramalan yang mampu dan efektif dalam mengekstrapolasi data tersebut.
4.3.1 Metode Trend Metode trend menggambarkan pergerakan pola data yang meningkat atau menurun dalam jangka waktu yang panjang. Metode ini juga menggambarkan hubungan antara periode dan variabel yang diramal dengan menggunakan analisis regresi. Persamaan peramalan dengan menggunakan metode Trend Linear adalah : Ŷt+1 = a + b.t dimana : Ŷt+1 = ramalan pada masing-masing pasokan belimbing pada periode t + 1 a = intersep b = slope kenaikan atau penurunan t = periode Persamaan peramalan dengan menggunakan metode Trend Kuadratik adalah : Trend Kuadratik Ŷt = b0 + bt + btt2 Dimana : Ŷt = nilai ramalan pasokan belimbing untuk periode t + 1 b0 = intersep b1dan b2 = intersep t = periode 4.3.2 Metode Perataan Metode perataan (Moving Average) digunakan bila peramalan dilakukan secara berulang-ulang untuk data-data yang tidak terlalu besar. Metode ini digunakan dengan asumsi fluktuasi pada nilai-nilai di masa lalu menggambarkan unsur randomness dari suatu seri pengamatan. Teknik ini menggunakan rataan berbobot, baik sama ataupun tidak dari nilai-nilai masa lalu untuk memuluskan fluktuasi tersebut.
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
Simple Average : n
_ Σ yt ŷt+1 = y = t=1___ n
Metode rataan sederhana menggunakan semua data yang tersedia. Moving Average dapat digunakan untuk infomasi terkini, yaitu setiap ada informasi terbaru, nilai rataan (ramalan) terbaru diperoleh dengan meghilangkan informasi terlama lalu memasukkan informasi terbaru. Pada Moving Average semua informasi mempunyai bobot yang sama. Sebagai contoh MA(1) atau MA derajat (order) 1 berarti hanya menggunakan satu observasi sebelumnya untuk meramalkan satu nilai yang akan datang. Semakin besar order, berarti bobot untuk data terkini semakin kecil, demikian pula sebaliknya. Metode Moving Average (MA) merupakan salah satu cara untuk mengubah pengaruh data masa lalu terhadap nilai rata-rata sebagai ramalan dengan menentukan sejak awal berapa jumlah nilai pengamatan masa lalu yang akan dimasukkan untuk menghitung rata-rata. Metode ini dipakai untuk meramalkan nilai variabel pada periode berikutnya. Persamaan Moving Average untuk pola data stasioner sebagai berikut :
M t = ŷt+1 = dimana : ŷt+1 yt t n
(yt - yt-1 + yt-2 + ... + yt-n+1)
_______________________________________
; n adalah order
n
= ramalan pada masing-masing pasokan belimbing pada periode t+1 = data aktual pada masing-masing pasokan belimbing pada periode t = jumlah periode waktu pasokan = jumlah periode yang digunakan dalam rata-rata
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
Metode rata-rata bergerak ganda dikembangkan untuk mengurangi galat sistematis yang terjadi bila rata-rata bergerak dipakai pada data yang memiliki pola kecenderungan naik atau turun (trend). Persamaan Double Moving Average untuk pola data trend sebagai berikut : (yt - yt-1 + yt-2 + ... + yt-n+1) M t = ŷt+1 = _______________________________________ ; n adalah order n (Mt - Mt-1 +Mt-2 + ... + Mt-n+1) M’t = _____________________________________________ ; n adalah order n at = 2 Mt - M’t 2 bt =
____
(Mt - M’t) n–1
ŷt+p = at + bt dimana : Mt Mt’ yt t n at bt ŷt+p
= = = = = = = =
nilai rata-rata bergerak tunggal (pemulusan tahap 1 periode t) nilai rata-rata bergerak ganda (pemulusan tahap 2 periode t) data aktual pasokan belimbing pada periode t jumlah periode waktu jumlah data pasokan belimbing yang digunakan dalam rata-rata nilai perbedaan pemulusan 1 dan 2 periode t nilai penyesuaian periode 1 ramalan pasokan belimbing untuk periode t + p
4.3.3 Metode Pemulusan Eksponensial Metode
pemulusan
eksponensial
adalah
teknik
peramalan
yang
memberikan bobot yang menurun secara eksponensial terhadap nilai pengamatan yang lebih tua. Pada metode ini terdapat satu atau lebih parameter pemulusan yang ditentukan secara eksplisit, dan hasil pilihan ini menentukan bobot yang dikenakan pada nilai pengamatan serta menentukan besarnya pengaruh pengamatan terakhir terhadap nilai peramalan.
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
Metode pemulusan eksponensial merupakan prosedur yang dapat merevisi secara kontinu hasil peramalan dengan informasi terbaru. Metode ini berdasarkan perataan (pemulusan) yang menurun secara eksponensial. Prediksi berdasarkan pembobotan data dengan memberikan bobot yang lebih tinggi untuk informasi yang terbaru. Dalam penelitian ini metode pemulusan eksponensial yang digunakan meliputi metode pemulusan eksponensial tunggal dan metode pemulusan eksponensial ganda. i.
Metode Pemulusan Eksponensial Tunggal Metode pemulusan eksponensial tunggal sangat baik untuk data yang
bersifat stationer, tidak memiliki pola trend dan musiman. Metode ini memiliki keunggulan dalam mengurangi masalah penyimpanan data karena tidak perlu lagi menyimpan semua atau sebagian data histories. Metode ini menyediakan rata-rata bergerak tertimbang secara eksponensial semua nilai pengamatan yang lalu (Hanke, et al., 2003). Formula umum untuk metode pemulusan eksponensial tunggal : Ŷt+1 = α yt + (1- α) Ŷt atau Ŷt+1 = Ŷt + α (yt - Ŷt) dimana : Ŷt+1 = ramalan pada masing-masing pasokan belimbing pada periode t + 1 yt = nilai pengamatan baru pasokan belimbing atau nilai aktual ŷt = nilai ramalan pasokan belimbing pada periode ke- t yt - Ŷ = kesalahan ramalan periode ke-t α = konstanta pemulusan (bobot), 0< α <1 ii.
Metode Pemulusan Eksponensial Ganda Brown Metode pemulusan eksponensial ganda Brown digunakan untuk data yang
memiliki trend naik atau turun. Perbedaan antara nilai pemulusan tunggal dan
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
ganda dapat ditambahkan kepada nilai pemulusan tunggal dan disesuikan untuk trend. Metode pemulusan eksponensial ganda brown cocok untuk digunakan pada data yang memiliki pola trend linear. Hasil dari pemulusan eksponensial tunggal akan dihaluskan kembali oleh metode ini dengan cara memberi bobot yang menurun secara eksponensial. Formulasi untuk metode ini adalah : S’t = a Yt + ( 1- a ) S’t-1 S’’t = a S’t + ( 1- a ) S’’t-1 at = S’t+ (S’t - S’’t) = 2 S’t - S’’t a bt
= 1- a
Ŷt+m =
(S’t - S’’t)
at + bt m
Dimana : S’t S’’t at bt Ŷt+m
= pemulusan pertama pada periode t = pemulusan kedua pada periode t = intersep = slope = nilai jumlah pasokan belimbing pada periode t + m
4.3.4 Metode Dekomposisi Metode dekomposisi merupakan metode peramalan yang berusaha untuk menguraikan atau memecah suatu data time series ke dalam sub-komponen utamanya yaitu trend, musiman, siklus dan random atau acak. Metode ini melakukan suatu usaha yang terpisah untuk meramalkan pola musiman, pola trend, pola siklus dan memuluskan random atau acaknya. Peramalan dengan metode dekomposisi membuat ekstrapolasi dari tiap-tiap komponen secara terpisah dan menggabungkannya kembali kedalam ramalan akhir. Kegunaan metode ini bukan hanya menghasilkan ramalan untuk periode
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
yang akan datang, tetapi juga menghasilkan informasi tentang komponen data time series dan dampak dari berbagai faktor seperti musiman dan siklus pada hasil yang diamati. Metode ini merupakan metode yang bertujuan untuk memisahkan komponen-komponen pembentuk pola data yang menunjukkan karakteristik dari pengamatan variabel ekonomi atau bisnis seperti pola trend, musiman dan siklikal. Metode dekomposisi dapat dibagi menjadi dua yaitu model dekomposisi additive dan model dekomposisi multipikatif. Penulisan matematis umum dari pendekatan dekomposisi adalah : Yt = f (Trt, Snt, Clt, Et) dimana : f Trt Snt Clt Et i.
= fungsi peramalan pasokan belimbing = komponen trend pasokan belimbing pada periode t = komponen musiman pasokan belimbing pada periode t = komponen siklus pasokan belimbing periode t = komponen kesalahan periode t
Model Dekomposisi Additive Model ini memperlakukan nilai dari deret waktu sebagai penjumlahan dari
komponen-komponen dalam modelnya (Hanke, et al., 2003). Model metode dekomposisi aditif adalah sebagai berikut. Ŷt = Tt + Ct + St + ε Dimana : Tt = komponen trend pada periode t Ct = komponen siklus pada periode t St = komponen musiman pada periode t ε = komponen galat pada periode t
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
ii.
Model Dekomposisi Multiplikatif Model ini memperlakukan nilai dari deret waktu sebagai perkalian dari
komponen-komponen dalam modelnya (Hanke, et al., 2003). Model metode dekomposisi multiplikatif adalah sebagai berikut. Ŷt = Tt x Ct x St x ε Dimana : Tt = komponen trend pada periode t Ct = komponen siklus pada periode t St = komponen musiman pada periode t ε = komponen galat pada periode t 4.3.5 Metode ARIMA Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) adalah jenis model linear yang mampu mewakili data time series yang stationer maupun nonstationer. Model ini mengasumsikan bahwa data time series dihasilkan oleh proses acak atau random dengan bentuk yang dapat dijelaskan dan tidak mengasumsikan pola tertentu pada data historis yang diramalkan. Metode ini tidak mensyaratkan suatu pola data tertentu supaya model dapat bekerja dengan baik. Sugiarto dan Harijono (2000) menyebutkan bahwa metode ARIMA menggunakan pendekatan iteratif dalam mengidentifikasi suatu model yang paling tepat dari berbagai alternatif model yang ada. Model dianggap sudah memadai apabila residual terdistribusi secara random, kecil dan independen satu sama lain. Sesuai dengan uraian di atas, metode ARIMA mempunyai beberapa keunggulan dan kelemahan. Hal ini tergantung pada jenis dan pola data yang akan dianalisis. Keunggulan metode BOX-Jenkins (ARIMA) antara lain : Alat yang sangat kuat dalam menyediakan ramalan jangka pendek.
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
Model ARIMA lebih fleksibel dan dapat mewakili rentan yang lebar dari karateristik data time series yang terjadi dalam praktek. Prosedur formal pengujian kesesuaian model tesedia. Interval ramalan dan prediksi langsung mengikuti modelnya. Adapun kekurangan yang dimiliki metode Box-Jenkins (ARIMA) antara lain (Hanke et al.,2003) : Diperlukan data dalam jumlah yang relatif besar. Tidak ada cara yang mudah untuk memperbarui model ARIMA ketika data baru tersedia sebagaimana yang ada pada model pemulusan. Model secara berkala harus disesuaikan kembali secara menyeluruh dan kadangkadang model baru harus dikembangkan. pembentukan model ARIMA yang memuaskan seringkali memerlukan investasi waktu, biaya, dan sumber daya lain yang besar. Definisi jumlah data (n) besar dalam riset menurut Siagian (2002), adalah data yang berjumlah lebih dari 30 (n > 30). Sedangkan menurut Hanke et al., (2003) agar menghasilkan akurasi permalan yang baik, maka jumlah data yang digunakan dalam peramalan metode ARIMA sebaiknya minimal berjumlah 40 data (n ≥ 40). Suatu data time series non-stationer yang telah menjadi data stationer melalui poses differencing sebanyak d kali dikatakan sebagai data time series nonstationer homogen tingkat d. Untuk selanjutnya model yang telah terpilih dilakukan pengujian kembali dengan uji kriteria model Box-Jenkins. Model ARIMA secara umum dapat dinotasikan sebagai berikut :
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
ARIMA (p,d,q). Dimana : p menunjukkan orde atau derajat autoregressive (AR) d menunjukkan orde atau derajat differencing (pembedaan) q menunjukkan orde atau derajat moving average (MA) Simbol-simbol yang digunakan dalam model dapat juga dinyatakan dalam bentuk lain, seperti MA (2) sama artinya dengan ARIMA (0,0,2), AR (1) sama artinya dengan ARIMA (1,0,0) dan ARMA (2) sama artinya dengan ARIMA (1,0,2). Model AR menggambarkan bahwa variabel dependen yang dipengaruhi oleh variabel dependen itu sendiri pada periode-periode yang sebelumnya. Perbedaan dengan model MA adalah pada jenis variabel independennya. Variabel independen pada model AR adalah nilai sebelumnya (lag) dari variabel dependen (Yt) itu sendiri sedangkan pada model MA adalah nilai residual pada periode sebelummya. Menurut Sugiarto dan Harijono (2002), dalam ARIMA terbagi atas model MA (moving average), AR (autoregressive), ARMA (autoregressive moving average). Persamaan model tersebut adalah : a. Model AR Yt = b0 + b1 Yt-1 + b2 Yt-2 dimana : Yt Yt-1 ,Yt-2 b0 , b1 dan b2 et
+ .... + bq Yt-q + et = = = =
nilai series yang stasioner nilai sebelumnya konstanta dan koefisien model kesalahan peramalan
b. Model MA Yt = a0 + et – a1 et-1 – a2 et-2 - .... – aq et-q dimana :
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
Yt et-1 ,et-2 a0 , a1 dan a2 et
= = = =
nilai series yang stasioner kesalahan peramalan masa lalu konstanta dan koefisien model kesalahan peramalan
c. Model ARMA, apabila data asli yang dikumpulkan bersifat stasioner. Yt = b0 + b1 Yt-1 + b2 Yt-2 + .... + bp Yt-p + et – a1 et-1 – a2 et-2 - .... – aq et-q dimana : Yt = nilai data pasokan yang stasioner = nilai sebelumnya Yt-1 ,Yt-2 et-1 ,et-2 = kesalahan peramalan masa lalu b0 , b1, bp , a1, aq = konstanta dan koefisien model et = kesalahan peramalan d. Model ARIMA, apabila data asli yang dikumpulkan bersifat non stasioner. (φB) (1-B)d Yt = μ’ + (θB) εt dimana : (φB) = 1- φ1B - φ1B2 - …. - φpBp (θB) = 1- θ1B - θ1B2 - …. - θqBq μ, φ, θ = konstanta dan koefisien model Notasi umum model seasonal ARIMA adalah sebagai berikut : ARIMA (p,d,q)(P,D,Q)s (φB)(Φ Bs)(1-B)d(1- Bs) DYt = μ’ + (θB) (Θ Bs) εt dimana : Φ, Θ = koefisien model seasonal p = banyaknya parameter AR non musiman d = banyaknya orde ke-d non musiman q = banyaknya parameter MA non musiman P = banyaknya parameter AR musiman D = pembedaan orde ke-D musiman Q = banyaknya parameter MA musiman S = panjang atau periode musiman B = backward shift operator yang didefinisikan Bk Yt = Yt-k Secara umum pembedaan ke-k yang digunakan untuk menentukan selisih data pada periode ke-k sebelumnya dengan data sekarang dan biasa digunakan untuk data dengan unsur musiman, dirumuskan dengan : D = (1 - Bk)Yt
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
Pebedaan ordo ke-k yang digunakan untuk menemukan selisih data pada periode ke-k sebelumnya dari data sekarang dan biasa digunakan untuk data dengan unsur trend, dirumuskan dengan : d = (1 - Bk)Yt Untuk
mendapatkan
hasil
analisis
ARIMA
yang
berkemampuan
memprediksi masa yang akan datang secara baik, maka sebelum dianalisis dengan menggunakan metode ARIMA, akan dilakukan preadjustment terlebih dahulu terhadap kondisi, jenis dan pola data yang tersedia. Hasil analisa preadjustment akan memberikan pengaruh layak atau tidaknya metode ARIMA untuk digunakan. Hal ini akan tampak pada hasil uji diagnostik yang dilakukan pada saat melakukan analisa ARIMA. Uji diagnostik yang dilakukan dalam riset ini yaitu menggunakan uji enam kriteria Box-Jenkins.
4.4 Analisis Economic Order Quantity (EOQ) Setiap perusahaan, baik jasa maupun manufaktur selalu memerlukan persediaan. Tanpa adanya persediaan, perusahaan akan dihadapkan pada resiko pada suatu waktu tidak dapat memenuhi kebutuhan pelanggannya. Dalam hal ini berarti, perusahaan mengalami kehilangan kesempatan memperoleh keuntungan yang seharusnya didapat. Salah satu teknik pengendalian persediaan adalah melalui analisis Economic Order Quantity atau jumlah pemesanan optimal. Dipilihnya metode ini atas beberapa pertimbangan kondisi aktual pasokan yang terjadi, dengan tujuan untuk menghilangkan resiko keterlambatan datangnya barang, menghindari stok kosong,
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
menghilangkan resiko barang yang rusak dan memberikan pelayanan yang terbaik kepada konsumen. Metode EOQ bertujuan untuk menentukan jumlah dan frekuensi pemesanan yang optimal. Metode ini mengasumsikan bahwa biaya pasokan terdiri dari biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Menurut Handoko (1999), secara sistematis biaya-biaya tersebut dapat ditulis sebagai berikut : Biaya Total Penyimpanan
= (0,5) (Q) (H)
Biaya Total Pemesanan = (S) (D) / (Q) Biaya total pasokan karena adanya penyimpanan dan pemesanan yaitu : TC = H Q + S D 2
Q
Nilai kuantitas barang akan optimal, apabila TC mencapai minimal. Hal ini akan tercapai jika turunan pertama dari TC terhadap variabel Q sama dengan 0, adapun perhitungannya sebagai berikut : Q =
2 SD H
Untuk mengetahui frekuensi pemesanan yang optimal selama satu periode digunakan rumus sebagai berikut : F = D Q
Dimana : D S H Q F TC
= Permintaan Belimbing per tahun = Biaya pemesanan per tahun = Biaya penyimpanan per unit per tahun = Kuantitas Belimbing setiap pemesanan = Frekuensi pemesanan belimbing = Total biaya pasokan belimbing
Model EOQ didasarkan pada asumsi bahwa permintaan produk dan waktu tunggu (lead time) adalah konstan dan dapat diketahui, sehingga model EOQ kurang peka terhadap fluktuasi pemakaian dan waktu tunggu. Untuk itu perlu
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
ditambahkan dengan menghitung persediaan pengaman dan pemesanan kembali, sehingga EOQ dapat digunakan untuk perusahaan yang memiliki tingkat pemakaian dan waktu tunggu yang berfluktuasi. Dalam kasus khusus, untuk mengetahui Optimum Order Quantity (EOQ), walaupun dalam perhitungan penyediaan pasokan, mengalami beberapa kendala dengan tidak diterimanya pasokan, persamaan yang digunakan dalam perhitungan jumlah pasokan optimal masih dapat menggunakan persamaan Q =
2 SD H
.
Menurut Rangkuti (2007), rekomendasi persamaan ini dapat dilakukan dengan dua alasan sebagai berikut : a. Jumlah biaya order-processing per tahun ditambah dengan biaya penyimpanan per tahun tidak begitu sensitif terhadap tingkat kesalahan (EOQ) sepanjang order – quantity dekat dengan nilai optimal. b. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa meskipun Q dan order point secara teoritis dapat ditentukan secara simultan, tidak ada denda keterlambatan yang ditimbulkan apabila EOQ independen. Oleh sebab itu, persamaan tersebut merupakan rumus dasar untuk EOQ meskipun permintaan (pasokan) merupakan probabilitik.
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
BAB. V GAMBARAN UMUM PT SEWU SEGAR NUSANTARA DAN GAPOKTAN KALI LICIN
5.1
Profil Perusahaan PT Sewu Segar Nusantara (PT. SSN) merupakan salah satu perusahaan yang
bergerak dalam distribusi buah-buahan segar di Indonesia. Perusahaan ini telah berdiri lebih dari satu dasawarsa, sejak Desember 1995. Bidang utama yang menjadi perhatian khusus PT. SSN, sejak perusahaan ini berdiri adalah pendistribusian pisang cavendish. Seiring berjalannya waktu dan pengembangan pasar dan kondisi perekonomian, saat ini PT. SSN tidak hanya memasarkan pisang cavendish saja, akan tetapi juga buah-buahan segar lainya, seperti melon, apel, pear dan sebagainya. Pengembangan usaha yang terakhir adalah distribusi komoditi buah belimbing yang baru dimulai tahun 2007. PT. SSN berlokasi di Jl. Telesonik Dalam (Jl. Gatot Subroto Km. 8), Desa Kadujaya, Kecamatan Curug, Tanggerang, Banten. Hampir semua jenis buah yang dipasokan terhadap PT.SSN disimpan di alamat tersebut, baru untuk selanjutnya didistribusikan sesuai dengan pesanan konsumen PT.SSN. Secara struktur organisasi, PT. SSN dikelola oleh para manajer dan staf, yang terdiri dari beberapa divisi atau bagian. Diantaranya yaitu : Bagian Purchasing, bertanggungjawab terhadap penjualan. Bagian Finance and Accounting, bertanggungjawab terhadap keuangan perusahaan. Bagian Product Supply Organizing, bertanggung jawab menyangkut masalah logistik dan produksi.
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
Selain yang disebut di atas, termasuk di dalamnya bagian Quality Control, IT, Ekspedisi, HRD dan General Affair. Struktur Organisasi PT. SSN dapat dilihat pada bagian lampiran.
5.2 Profil Gapoktan Kali Licin Gapoktan Kali Licin (GKL), merupakan perhimpunan kelompok tani belimbing yang berada di daerah Kecamatan Pancoranmas, Kodya Depok. GKL saat ini diketuai oleh Bapak Nanang. Tujuan dibentuknya GKL adalah tumbuhnya industri belimbing yang berdaya saing. Tolok ukur dari pencapaian tujuan tersebut yaitu, meningkatnya daya saing produk, mampu terpenuhinya peluang pasar DKI Jakarta, mampu memberikan nilai tambah produk, tercapainya penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat tani belimbing. Di Kota Depok sendiri, saat ini sudah berdiri 23 gapoktan, dengan kelas kelompok yang dibagi menjadi empat. Sesuai dengan tingkat keterampilan, pengetahuan, dan umur tanaman. Kelas kelompok tersebut terdiri dari kelompok utama, lanjut, madya, dan pemula. Hingga tahun di akhir tahun 2007, gapoktan yang memenuhi syarat untuk masuk dalam kualifikasi kelas kelompok utama hanya GKL. Berdasarkan data Kelompok Usaha Bersama Agribisnis (KUBA) Belimbing Kota Depok, jumlah anggota yang tercatat bergabung dalam kelompok tani Kali Licin berjumlah 35 orang. Luas area tanam mencapai 18 hektar dengan jumlah tanaman belimbing 4.375 pohon produktif. Tingkat produktivitas per tahun kelompok tani ini mencapai 500 ton. Alamat administrasi kantor GKL berada di Kampung Pitara, Kecamatan Pancoranmas, Kodya Depok.
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
Seperti yang telah diuraikan, pembungaan dan pembuahan belimbing dapat terus menerus sepanjang tahun. Masa panen paling lebat (banyak) biasanya terjadi tiga kali dalam setahun. Begitu pula yang terjadi pada kondisi aktual produksi belimbing di Kota Depok. Sepanjang tahun, produksi belimbing selalu tersedia. Hal ini terjadi karena setiap kelompok tani, bahkan dalam satu kelompok tani itu sendiri, anggotanya mempunyai jadwal panen yang berbeda satu sama lainnya, sehingga komoditi belimbing dapat tersedia sepanjang tahun. Aktifitas resmi gapoktan ini baru mulai dilakukan pada tahun 2007, dengan berbagai kendala yang harus dibenahi. Salah satunya adalah peran tengkulak yang begitu besar dalam penguasaan distribusi belimbing di Kota Depok. Begitu pula halnya dengan GKL, sebagian besar anggotanya juga terikat dengan keberadaan tengkulak. Keberadaan tengkulak yang secara tradisional telah menjadi bagian dalam tatanan tata niaga buah belimbing, membuat petani belimbing menjadi sulit untuk maju, terikat secara emosional dan ditambah lagi kurangnya pengetahuan dan informasi pasar membuat banyak petani lebih mempercayai informasi yang bersumber dari tengkulak dibandingkan informasi yang berasal dari sumber resmi, seperti Dinas Pertanian. Dari data produksi komoditi belimbing Dinas Pertanian Kota Depok, di Kecamatan Pancoranmas pada tahun 2006 produksi belimbing segar mencapai 1,850 ton, dengan luas area tanam 74 hektare. Jumlah pohon yang telah berumur lebih dari lima tahun sekitar 17,785 pohon belimbing. Tingkat pengalaman berkebun belimbing yang telah bertahun-tahun, jumlah produktivitas yang cukup tinggi, dan berbagai kelebihan lainnya yang dimiliki GKL, tentu saja peran GKL dalam hal ini bukan saja bertindak sebagai tempat
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
berkumpulnya petani belimbing. Lebih dari hal tersebut, guna mengatasi peran tengkulak yang sangat besar, GKL juga sangat diharapkan dapat bertindak sebagai koordinator pengumpul komoditi belimbing yang telah terseleksi dari gapoktangapoktan di wilayah Depok dan sekitarnya. Komoditi tersebut untuk selanjutnya dipasok kepada perusahaan tertentu, seperti halnya PT. SSN.
5.3 Latar Belakang Kemitraan PT. SSN - GKL Sebagai sebuah perusahaan berskala nasional yang berhubungan langsung dengan lahan produksi, produktivitas serta mental kerja petani serta hal-hal yang terkait lainnya, PT. SSN sangat menyadari pentingnya peran petani dalam mencapai target dan kontinuitas pencapaian produk sesuai pesanan konsumen PT. SSN. Hal inilah yang melatarbelakangi perusahaan membuat strategi membangun jalinan kerjasama melalui sistem kemitraan langsung dengan petani. Bukan dengan tengkulak atau calo atau pengumpul buah. Latar belakang pola pikir dan cara bertindak yang sangat berbeda antara PT. SSN dan GKL, dimana PT. SSN dalam setiap tindakannya berorientasi ekonomis dan pemenuhan kepuasan konsumen dengan aturan-aturan yang telah baku. Sementara GKL, merupakan kelompok tani yang terdiri dari berbagai latar belakang dan belum memiliki SOP yang jelas. Oleh sebab itu, walaupun jalinan kerjasama ini berlangsung sejak 2006, namun demikian realisasi pelaksanaan jualbeli berdasarkan kemitraan kedua belah pihak baru mulai terlaksana pada bulan April 2007. Dengan terciptanya jalinan kemitraan antara petani belimbing yang tergabung dalam gapoktan dengan pengusaha retail buah segar, maka tujuan
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
tercapainya posisi tawar petani dalam penjualan produk belimbingnya dapat lebih mungkin terjadi. Oleh sebab itu, untuk mendapatkan kualitas Belimbing yang baik, terus diupayakan pelatihan SOP Belimbing dan penerapan kebun contoh.
5.4 Pola Kemitraan dan Pemasaran PT. SSN – GKL Persyaratan utama produk agribisnis dapat diterima oleh PT. SSN adalah, produk tersebut harus mempunyai kualitas yang baik, kontinyu dan spec yang seragam. Oleh sebab itu, untuk dapat memenuhi persyaratan tersebut, PT. SSN menyediakan bantuan langsung kepada pihak GKL dalam bentuk penyediaan saprodi dan saprotan yang dibutuhkan petani yang tergabung dalam GKL. Syarat utama penyediaan saprodi dan saprotan adalah, komoditas belimbing yang dihasilkan gapoktan diwajibkan hanya boleh dijual kepada PT. SSN. Sayangnya, hal tersebut hingga saat ini belum mampu terlaksana dengan baik. Salah satu penyebabnya adalah terlalu besarnya peran tengkulak dalam distribusi belimbing di Kota Depok. Hal ini terbukti dari masih cukup banyak petani yang masih tetap menjual hasil kebunnya kepada tengkulak atau pengumpul. Untuk mengatasi problem ini, PT. SSN memberikan solusi, dengan penawaran harga beli di atas harga beli yang dilakukan tengkulak. Namun dengan persyaratan, kualitas barang harus terjaga. Selain hal tersebut, PT. SSN juga memberikan fasilitas lain dengan menyanggupi pembelian komoditas belimbing secara cash and carry yang dilakukan setiap minggu. Walaupun seringkali yang terjadi di lapangan, produk belimbing kosong. Namun demikian, demi menjaga kelangsungan hubungan baik
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
dengan mitra tani, pihak PT. SSN tetap mendatangi tempat pengumpulan barang untuk dijual kepada PT. SSN. Secara umum, potensi permintaan konsumen PT. SSN terhadap buah belimbing cenderung meningkat. Hal ini terlihat dari besarnya tingkat pesanan yang diterima oleh PT. SSN. Namun demikian, sayangnya hal tersebut tidak diimbangi dengan kemampuan penyediaan barang (komoditi belimbing) itu sendiri. Akibatnya, penjualan komoditi belimbing PT. SSN per minggu hanya berdasarkan jumlah stok barang yang tersedia. Pola pasokan buah belimbing pada PT. SSN merupakan pola yang berlangsung setiap minggu. Proses tersebut berkelanjutan untuk setiap minggunya. Jumlah minimal kuantitas komoditas belimbing yang bisa ditampung langsung PT. SSN, dengan metode jemput langsung kelapangan adalah di atas 100 kilogram setiap kali ambil. Jika barang yang tersedia dibawah angka tersebut, maka barang dianggap tidak tersedia (kosong). Pangsa pasar belimbing yang dikelola PT. SSN tidak hanya berada di wilayah jadebotabek, melainkan juga di beberapa Kota lainnya seperti Surabaya, Bandung dan Jogjakarta. Oleh sebab itu, pasokan barang yang kontinyu dengan kualitas produk yang baik merupakan persyaratan utama sebuah hubungan kemitraan ini dapat berlanjut. Penetapan harga beli yang dilakukan PT. SSN terhadap mitranya adalah harga konstan. Dalam kondisi apapun, baik panen raya, atau pun musim paceklik, harga yang ditetapkan tidak akan berubah. Tujuannya adalah agar adanya stabilisasi harga produk di pasaran. Harga beli yang ditetapkan PT. SSN pada produk yang dihasilkan GKL adalah dengan menggunakan sistem harga per
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
kilogram berat buah, yaitu Rp 6,300.- per kilogram. Berbeda dengan sistem yang diterapkan sebagian besar tengkulak yaitu, menggunakan sistem harga jual per buah dan tergantung volume belimbing yang dihasilkan.
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
BAB. VI PERAMALAN VOLUME PASOKAN BELIMBING SEGAR PADA PT. SEWU SEGAR NUSANTARA
6.1 Identifikasi Pola Data Pasokan Buah Belimbing Segar varietas. Dewa/i Data pasokan buah belimbing yang tersedia pada PT Sewu Segar Nusantara (PT. SSN) adalah data jumlah pasokan buah belimbing yang diterima PT. SSN per minggu. Dengan jumlah data (n) sebanyak 36 data. Dalam rentang waktu 36 minggu, mulai dari bulan April – Desember tahun 2007. Walaupun proses penjajakan dan kerjasama sudah dilakukan sejak awal tahun 2007, namun pasokan perdana komoditi belimbing yang diterima PT. SSN dari GKL baru dapat dilaksanakan pada minggu ke-13 atau bulan April tahun 2007. Data pasokan belimbing yang diterima PT. SSN dapat dilihat pada Tabel 3 mengenai volume pasokan selama 36 minggu pada tahun 2007.
Tabel 3. Volume Pasokan Komoditi Belimbing pada PT. SSN Tahun 2007 t
Minggu ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Pasokan (Kg) 115.00 125.00 0.00 330.00 0.00 140.00 0.00 205.00 0.00 0.00 407.00 0.00
t
Minggu ke
13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Pasokan (Kg) 205.00 230.00 0.00 0.00 530.00 420.00 206.00 200.00 0.00 168.00 203.00 233.00
t
Minggu ke
25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
Pasokan (Kg) 0.00 0.00 225.00 248.00 0.00 220.00 155.00 238.00 214.00 208.00 0.00 148.00
Sumber : Hermen. Dept. PSO PT. SSN, 2007 (diolah)
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
Dari Tabel 3 tersebut, selama periode tahun 2007 tersebut, total pasokan yang diterima PT. SSN sebanyak 5,373 kilogram. Dimana rata-rata pasokan komoditi belimbing yang diterima PT. SSN sekitar 149.25 kilogram per minggu. Kondisi ini sangat kontras jika dibandingkan dengan data potensi permintaan komoditi belimbing konsumen PT. SSN yang berkisar antara 1,500 kilogram sampai dengan 2,000 kilogram per minggu. Kondisi ini, sebenarnya dapat dijadikan acuan prospek komoditi belimbing dimasa yang akan datang. Bahwa, komoditi ini sebenarnya sangat menjanjikan untuk diusahakan, jika dilakukan dengan baik dan benar. Namun demikian, sayangnya kemampuan pasokan pihak GKL terhadap PT. SSN masih jauh dari harapan. Bahkan jika dibandingkan dengan data minimal potensi permintaan belimbing yaitu sebesar 1,500 kilogram per minggu. Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa maksimal volume pasokan yang diterima PT. SSN hanya 530 kilogram yang terjadi pada minggu ke-29 bulan Agustus tahun 2007, atau hanya memenuhi 35.34 persen dari potensi minimal permintaan per minggu. Kondisi ini pun (pasokan > 500 kg per minggu) hanya terjadi satu kali dalam 36 minggu periode tahun 2007. Berdasarkan data pasokan pada Tabel 3, dapat diambil hipotesis awal bahwa pola data mempunyai pergerakan yang terlihat tidak stabil. Hal itu nampak dari naik dan turunnya volume pasokan belimbing yang sangat tajam. Belum lagi jika diamati turun drastisnya pasokan hingga mencapai nol kilogram per minggu seperti yang tampak pada Tabel 3, yang menunjukkan terdapat 13 minggu PT. SSN tidak menerima pasokan belimbing sama sekali dari pihak GKL. Kondisi ini terjadi karena GKL tidak mampu memenuhi syarat minimum barang yang harus
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
disediakan jika ingin dibeli oleh PT.SSN yaitu lebih dari 100 kilogram setiap kali pengambilan barang. Kondisi ini cukup ganjil, jika terjadi di Kota Depok – sebagai sentra buah belimbing terbesar di Indonesia dan telah menjadikan belimbing sebagai icon Kota Depok. Apalagi, GKL merupakan kelompok perhimpunan tani belimbing dengan kualifikasi utama atau panutan. Selain itu, ditinjau dari sifat tanaman, pohon belimbing merupakan jenis tanamaan yang dapat berkembang dan berbunga sepanjang tahun. Terlebih lagi, sudah dilakukan pengaturan waktu tanam dan panen, sehingga panen akan dapat dihasilkan sepanjang tahun. Dengan demikian, dapat diambil hipotesis bahwa komoditi belimbing jika melihat kondisi lapang bukan merupakan jenis tanaman musiman. Untuk melihat sifat fluktuatif dari pola data tersebut, lebih jelasnya dapat diamati berdasarkan Gambar 6. Dari ilutrasi plot data pasokan menunjukkan sebaran data pasokan mengalami naik dan turun yang sangat tajam atau dapat juga dikatakan mempunyai sebaran yang tidak berada pada sekitar garis rataan. Hal ini menunjukkan pola data yang mempunyai sifat tidak stabil, karena jumlah pasokan pada waktu tertentu dapat tiba-tiba menurun drastis hingga nol kilogram. Plot pada Gambar 6, juga menunjukkan pasokan belimbing terhadap PT. SSN pada tahun 2007 mempunyai rata-rata jumlah pasokan sebanyak 149.25 kilogram per minggu. Interval pasokan mulai dari nol kilogram per minggu sampai dengan 530 kilogram per minggu. Dari plot data tersebut juga tampak bahwa pasokan yang mencapai angka lebih dari 400 kilogram per minggu hanya terjadi tiga kali selama periode tahun 2007.
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
Pasokan Belimbing PT. SSN Periode 2007 600.00
Pasokan (Kg)
500.00 400.00 Pasokan (Kg)
300.00 200.00 100.00
46
43
40
37
34
31
28
25
22
19
16
13
-
Minggu ke-
Gambar 6. Plot Data Pasokan Komoditi Belimbing Periode April – Desember Tahun 2007 Kembali pada kerangka teoritis yang telah dibahas pada bab empat. Menurut Kaiser (2001), kondisi aktual di lapangan seperti yang telah diuraikan di atas menunjukkan perlu dilakukannya preadjustment jenis, kondisi dan pola data sebelum melakukan analisa metode peramalan yang terbaik seperti halnya ARIMA. Berdasarkan klasifikasi yang dilakukan oleh Kaiser (2001), kondisi ini menunjukkan ketiga efek yang terjadi yaitu outliers, calender effect dan interventions variable. Outliers effect ditunjukkan dengan adanya kejadian naik dan turunnya jumah pasokan yang sangat tajam dan sulit dijelaskan. Hal ini terjadi bukan karena faktor kemampuan produktivitas tanaman yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pasokan PT. SSN, namun lebih dipengaruhi oleh faktor eksternal diluar kendali perusahaan dan GKL. Kondisi inilah yag memberikan dampak tidak diterimanya pasokan belimbing oleh PT. SSN, padahal komoditi tersebut dihasilkan
di
kebun
petani.
Dengan
demikian,
ada
sebuah
kejadian
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
ketidaksesuaian antara pasokan yang diterima (tercatat dalam data) dengan kondisi yang sesungguhnya. Kondisi 13 minggu pada tahun 2007 PT. SSN tidak menerima pasokan (pasokan dianggap nol), padahal tanaman belimbing selalu berproduksi sepanjang tahun merupakan bentuk kejadian outliers effect. Berdasarkan kondisi lapang, calender effect ditunjukkan oleh beberapa keadaan dan perilaku petani sebagai pengelola kebun. Seperti halnya yang terjadi pada akhir tahun, banyak petani belimbing yang membutuhkan biaya mendadak akhir tahun untuk berbagai keperluan, sehingga ada pemilik kebun yang beralih pekerjaan lain untuk sementara waktu demi mengejar pendapatan instan atau bahkan menggadaikan kebun untuk sementara waktu. Contoh lain misalnya pada saat puasa atau menjelang lebaran dan libur panjang. Beberapa hal di atas memberikan pengaruh terhadap kemampuan pasokan belimbing, yang berdampak pada jumlah pasokan yang diterima berubah (naik atau turun) yang disebabkan pengaruh kalender (hari kerja, libur panjang, dan sebagainya). Hal ketiga menurut Kaiser (2001), yaitu pengaruh intervensi variabel. Interventions variable dalam hal ini ditunjukkan dengan adanya pengaruh pihak tertentu yang mengakibatkan terjadinya pergerakan perubahan produktivitas dan pasokan. Seperti adanya kebijakan Pemerintahan Kodya Depok yang menjadikan komoditi belimbing sebagai icon Kota Depok dan berbagai regulasi yang mengatur perkembangan komoditi ini. Pihak yang dapat melakukan intervensi terhadap perkembangan sebuah komoditi, tidak hanya pemerintah, namun juga bisa dipengaruhi oleh pihak lain yang mempunyai kemampuan kontrol komoditi dari hulu sampai dengan hilir walaupun tidak tertulis secara resmi, seperti halnya tengkulak. Begitu pula yang
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
terjadi pada distribusi komoditi belimbing di Kota Depok, distribusi hasil produksi belimbing sangat dikuasai tengkulak. Akibatnya, banyak hasil produksi petani yang seharusnya untuk dipasok terhadap perusahaan tidak sesuai dengan yang diterima. Ada beberapa faktor yang membuat kondisi ini terjadi, salah satunya disebabkan oleh kurangnya kemampuan kontrol GKL terhadap anggotanya sendiri ditambah lagi ketidakmampuan GKL mengimbangi pengaruh tengkulak dalam penguasaan jaringan distribusi buah belimbing. Dari uraian di atas, pengaruh pola data pasokan yang mempunyai kondisi pasokan yang tidak stabil memberikan dampak terhadap pengambilan kebijakan perusahaan dalam pemakaian metode peramalan yang tepat, karena menyangkut biaya pemesanan, simpan dan sebagainya. Oleh sebab itu, langkah selanjutnya untuk menentukan metode peramalan apa yang tepat, perlu diketahui sifat pola data apakah stasioner atau tidak. Untuk itu, dalam menentukan stasioner atau tidaknya pola data tersebut, dapat digunakan gambar plot ACF dan PACF. Berikut adalah gambar grafik ACF.
Autocorrelation Function for Pasokan (Kg/Mg) (with 5% significance limits for the autocorrelations) 1.0 0.8
Autocorrelation
0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 2
4
6
8
10
12 14 Lag
16
18
20
22
24
Gambar 7. Pola ACF Plot Autokorelasi Data Pasokan Periode 2007
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
Autokorelasi adalah korelasi diantara variabel itu sendiri dengan selang (lag) satu atau beberapa periode ke belakang. Sebagaimana yang ditunjukkan dalam Gambar 7 pola ACF tersebut menyerupai bentuk pola dying down dengan pola gelombang sinus (Damped Sine Wafe). Tampak dari ilustrasi gambar, bahwa hanya ada satu lag pada lag ke-8 yang menyentuh garis kritis atau sering juga disebut batas eror, dengan nilai ACF
(-0.37968). Kondisi pola seperti ini
menunjukkan, bahwa komponen residual tidak perlu dilakukan proses differencing lagi. Jumlah lag yang melewati garis kritis atau batas error yang kurang dari tiga memberikan hipotesis awal bahwa pola data telah menunjukkan stasioner. Koefisien autokorelasi parsial, merupakan hubungan antara dua data deret waktu yang berbeda ketika pengaruh dari variabel lainnya telah dihilangkan. Bentuk grafik PACF dapat diamati pada Gambar 8 sebagai berikut.
Partial Autocorrelation Function for Pasokan (Kg/Mg) (with 5% significance limits for the partial autocorrelations) 1.0
Partial Autocorrelation
0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 2
4
6
8
10
12 14 Lag
16
18
20
22
24
Gambar 8. Pola PACF Plot Autokorelasi Data Pasokan Periode 2007
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
Berdasarkan bentuk grafik PACF pada Gambar 8, tampak bentuk garis kritis berupa garis lurus horizontal, dimana komponen residual berada di dalam interval garis kritis positif dan garis kritis negatif. Gambar 8 juga menunjukkan tidak ada komponen residual yang melewati batas eror. Satu-satunya nilai residual yang menyentuh garis kritis tersebut yaitu pada lag ke-8 dengan nilai PACF sebesar (0.337376). Sesuai dengan uraian di atas, bentuk plot grafik PACF pada Gambar 8 memberikan hipotesis bahwa pola data pasokan sudah bersifat stasioner. Pola seperti ini menunjukkan, bahwa komponen residual tidak perlu dilakukan proses differencing lagi. Oleh sebab itu, seperti tampak dari Gambar 7 dan Gambar 8 dapat diartikan dalam perhitungan nilai koefisien autokorelasi dari nilai aktual, model dianggap memadai jika nilai-nilai koefisien autokorelasi dari nilai aktual untuk berbagai time lag tidak berbeda nyata dari nol. Selain itu, kedua grafik tesebut memperlihatkan bahwa data yang tersedia tidak perlu dilakukan pen-diference-an kembali. Dengan kata lain, hipotesis awal berdasarkan pola grafik ACF dan PACF tersebut di atas, model data yang tersedia mempunyai sifat stasioner.
6.2 Analisa Peramalan dan Metode Peramalan Terbaik Berdasarkan identifikasi unsur-unsur yang terdapat dalam pola pasokan buah belimbing segar GKL terhadap PT. SSN, maka dapat ditentukan motode peramalan kuantitatif terbaik yang dapat digunakan. Metode time series digunakan dengan harapan metode ini dapat mengatasi unsur trend dan musiman. Dari hasil analisis yang dilakukan, metode time series digunakan untuk mencari metode peramalan seperti apa yang paling baik untuk digunakan dalam
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
kasus pasokan GKL terhadap PT. SSN. Ada berbagai alternatif atau pilihan metode peramalan time series yang digunakan (Lampiran). Penggunaan metode peramalan sangat terkait dengan hasil analisis pola data pasokan yang telah diuraikan sebelumnya. Seperti halnya penggunaan metode ARIMA sebagai salah satu metode peramalan yang terbaik. Agar hasil peramalan dapat mencerminkan kondisi masa depan seakurat mungkin, maka perlu dilakukan uji diagnostik. Jika uji diagnostik gagal, hasil yang diperoleh tidak memberikan atau menunjukkan kejelasan, maka model yang digunakan harus dirubah. Walaupun, kita melihat fakta atau data yang dipakai dalam peramalan tak dapat disangkal menunjukkan penggunaan model ARIMA. (Kaiser, 2001). Oleh sebab itu, berdasarkan uraian pembahasan pada sub bab identifikasi pola data pasokan, ada beberapa kondisi data yang perlu mendapat perhatian khusus. Dari hasil preadjustment jenis, kondisi dan pola data yang tersedia menunjukkan pertama terjadinya outliers effect, yaitu data menunjukkan kejadian naik dan turunnya jumah pasokan yang sangat tajam. Kondisi 13 minggu pada tahun 2007 PT. SSN tidak menerima pasokan (pasokan dianggap nol), padahal tanaman belimbing selalu berproduksi sepanjang tahun merupakan bentuk kejadian outliers effect. Kedua, adanya calender effect terhadap jumlah pasokan yang diterima oleh PT. SSN. Hal ketiga yaitu intervention variable, dalam hal ini yang dilakukan oleh pihak pemerintah dan tengkulak yang menguasai distribusi buah belimbing segar di Kota Depok. Berdasarkan preadjustment yang telah dilakukan, untuk sementara dapat diambil hipotesis bahwa ada kecenderungan hasil uji diagnostik pada metode
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
peramalan ARIMA tidak memenuhi persyaratan. Dengan demikian, dalam analisis peramalan dengan kondisi dan pola data seperti yang telah diuraikan di atas, sebaiknya tidak menggunakan metode ARIMA. Hal ini terbukti dari hasil uji diagnostik yang dilakukan terhadap analisa dengan metode ARIMA menunjukkan, ada beberapa kriteria Box-Jenkins yang tidak mampu untuk dipenuhi persyaratannya, walaupun memiliki nilai MSE yang kecil. Analisis lengkapnya dapat dilihat pada bagian lampiran. Berdasarkan beberapa model perhitungan analisis peramalan dengan menggunakan metode ARIMA, semua hasil perhitungan menunjukkan ada kriteria yang tidak memenuhi syarat Box-Jenkins. Sebagai contoh, hasil tersebut tampak dari hasil uji diagnostik terhadap ARIMA (1, 0, 1) yang menunjukkan kondisi invertibilitas tidak terpenuhi, karena nilai koefisien MA lebih dari satu (1.0568). Begitu pula dengan hasil uji diagnostik terhadap ARIMA (3, 0, 3) yang menunjukkan pertama, model belum dapat dikatakan acak karena nilai P-Value yang seharusnya lebih dari 0.05 namun pada kenyataannya pada lag ke-12 sebesar 0.047; kedua, parameter yang diestimasi belum dapat dihipotesiskan berbeda nyata dengan nol (0). Oleh sebab itu, dengan kondisi data mempunyai sifat khas seperti yang telah diuraikan di atas, analisa metode peramalan ARIMA belum dapat dijadikan sebagai pilihan metode peramalan yang terbaik walaupun dalam perhitungannya mempunyai nilai MSE yang lebih kecil dibandingkan dengan metode peramalan yang lain. Seperti halnya metode dekomposisi dan lain sebagainya. Dengan demikian, setelah melakukan analisa metode-metode peramalan time series pada deret data pasokan komoditi belimbing yang tersedia, untuk
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
selanjutnya akan ditetapkan model peramalan yang dianggap paling baik dan sesuai. Hasil analisis tersebut akan diperbandingkan dengan tujuan untuk mengetahui angka penyimpangan yang terkecil dari suatu hasil peramalan. Agar hasil nilai ramalan tersebut dapat mendekati kondisi nilai sebenarnya di masa yang akan datang. Berdasarkan perhitungan metode analisis peramalan, tampak tujuh besar metode peramalan terbaik yang dapat digunakan dalam peramalan pasokan, seperti yang terlihat pada Tabel 4. Untuk urutan hasil analisa metode peramalan secara lengkap dapat diamati pada lampiran.
Tabel 4. Nilai MSE Metode Peramalan Time Series Terbaik No
Metode Peramalan
MSE
Rank
1
Dekomposisi Additive (6)
17658.6
1
2
Trend Kuadratik
18094.3
2
3
Dekomposisi Multiplikatif (6)
18232.1
3
4
Dekomposisi Additive (3)
18363.2
4
5
Trend Linier
18528.7
5
6
Dekomposisi Additive (2)
18732.2
6
7
Dekomposisi Multiplikatif (3)
18762.5
7
Tujuh metode pada Tabel 4 di atas diurutkan berdasarkan nilai MSE terkecil. Nampak ada tiga metode peramalan terbaik secara berturut-turut adalah dekomposisi Additive dengan seasonal lenght (6), metode trend kuadratik, dan dekomposisi multiplikatif dengan seasonal lenght (6). Dari sekian banyak metode peramalan tersebut yang terbaik tersebut, hanya satu yang akan digunakan. Untuk menentukan mana metode peramalan yang terbaik dan sesuai dengan pola data,
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
digunakan besaran nilai MSE. Semakin kecil nilai MSE, maka metode peramalan tersebut akan semakin baik. Untuk itu, maka metode analisis peramalan yang akan digunakan adalah metode yang mempunyai peringkat MSE pertama, yaitu metode dekomposisi additive, dengan seasonal lenght 6. Hasil analisis dengan metode ini memberikan nilai MSE sebesar 17658.6 dengan bentuk persamaan peramalan sebagai berikut : Yt = 133.118 + 0.872008*t Dimana, Yt
: Nilai peramalan pasokan dimasa yang akan datang (Kg/mg)
t
: Periode waktu (minggu ke- …)
Persamaan trend di atas mempunyai seasonal indices yang dapat diamati pada Tabel 5, sebagai berikut :
Tabel 5.
Seasonal Indices pada Persamaan Metode Peramalan Dekomposisi Additive dengan Seasonal Length 6 Periode 1 2 3 4 5 6
Indeks -44.042 55.458 -123.708 6.792 75.625 29.875
Nilai-nilai pada Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa, metode persamaan dekomposisi additive mempunyai siklus atau iterasi kejadian setiap enam periode waktu. Dalam hal ini periode waktu peramalan (t) menunjukkan periode minggu dalam perhitungan ramalan pasokan belimbing segar yang diterima PT. SSN pada jangka waktu tertentu. Dengan demikian, persamaan yang didapatkan dari hasil metode peramalan dekomposisi additive dengan seasonal lenght 6 adalah
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
persamaan trend ditambah nilai index yang disesuaikan dengan iterasi periode waktu tertentu (1, 2, 3, 4, 5, dan 6). Berdasarkan Tabel 5 tersebut, juga dapat diambil hipotesis bahwa proyeksi pasokan pada masa yang akan datang akan mengalami penurunan pasokan tertinggi pada minggu ketiga dan akan berulang setiap enam periode (minggu). Kedua, pasokan buah belimbing segar akan mengalami peningkatan pasokan terbesar yang terjadi pada minggu kelima dan akan mengalami iterasi (proyeksi penambahan pasokan) setiap enam minggu sekali atas hasil perhitungan persamaan trend di atas. Terpilihnya metode peramalan dekomposisi additive, disebabkan beberapa faktor. Pertama, metode ini merupakan metode peramalan yang berusaha untuk menguraikan atau memecah suatu data time series ke dalam sub-komponen utamanya yaitu trend, musiman, siklus dan random atau acak. Metode ini melakukan suatu usaha yang terpisah untuk meramalkan pola musiman, pola trend, pola siklus dan memuluskan random atau acaknya. Kedua, peramalan dengan metode dekomposisi membuat eksptrapolasi dari tiap-tiap komponen secara terpisah dan menggabungkannya kembali kedalam ramalan akhir. Kegunaan metode ini bukan hanya menghasilkan ramalan untuk periode yang akan datang, tetapi juga menghasilkan informasi tentang komponen data time series dan dampak dari berbagai faktor seperti musiman dan siklus pada hasil yang diamati. Dengan demikian, sesuai dengan kondisi dan jumlah data yang relatif sedikit (n<40), metode peramalan dekomposisi additive merupakan metode peramalan yang akan digunakan dalam peramalan pasokan belimbing. Hal ini
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
disebabkan metode peramalan ini mampu menjelaskan unsur musiman dengan baik yang terdapat di dalam data.
6.3 Peramalan Pasokan Berdasarkan Metode Time Series Terpilih Sesuai hasil analisis peramalan terbaik yang telah diuraikan sebelumnya, metode peramalan terbaik yang dilakukan adalah metode dekomposisi additive, dengan seasonal lenght 6. Dari hasil analisis metode peramalan tersebut, tampak dalam Tabel 6 mengenai peramalan jumlah pasokan belimbing GKL terhadap PT. SSN. satu tahun ke depan (Januari 2008 – Desember 2008)
Tabel 6.
Periode (mg)
Ramalan Pasokan Belimbing yang Diterima PT. SSN dari GKL Periode Januari–Desember Tahun 2008. Ramalan Periode (Kg/mg) (mg)
Ramalan (Kg/mg)
Periode (mg)
Ramalan (Kg/mg)
Periode (mg)
Ramalan (Kg/mg)
49
121.34
61
131.81
73
142.27
85
152.73
50
221.71
62
232.18
74
242.64
86
253.11
51
43.42
63
53.88
75
64.35
87
74.81
52
174.79
64
185.25
76
195.72
88
206.18
53
244.50
65
254.96
77
265.42
89
275.89
54
199.62
66
210.08
78
220.55
90
231.01
55
126.57
67
137.04
79
147.50
91
157.97
56
226.95
68
237.41
80
247.87
92
258.34
57
48.65
69
59.11
81
69.58
93
80.04
58
180.02
70
190.49
82
200.95
94
211.41
59
249.73
71
260.19
83
270.66
95
281.12
60
204.85
72
215.31
84
225.78
96
236.24
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
Berdasarkan Tabel 6 di atas, hasil perhitungan dengan Minitab 14, menunjukkan bahwa nilai standar deviasi sesuai dengan data tersebut adalah sebesar 69.4553 dengan proyeksi total pasokan yang akan diterima PT. SSN sebesar 8,921.97 kilogram.Untuk memperjelas bagaimana bentuk perkembangan kemampuan pasokan belimbing yang dihasilkan GKL, dapat juga diamati dari Gambar 9, yang mengilustrasikan perkembangan jumlah pasokan belimbing yang akan diterima PT. SSN periode yang akan datang. Peramalan Pasokan PT. SSN periode 2008 300.00
Pasokan (Kg)
250.00 200.00 150.00
Pasokan (Kg)
100.00 50.00
94
89
84
79
74
69
64
59
54
49
-
Minggu Ke -
Gambar 9. Grafik peramalan pasokan belimbing Januari – Desember 2008
Ilustrasi pada Tabel 6 dan Gambar 9 di atas, memperlihatkan bahwa untuk periode tahun 2008, ada beberapa hipotesis yang dapat diambil. Pertama, potensi kemampuan pasokan belimbing oleh GKL kepada PT. SSN untuk periode yang akan datang akan mengalami kecederungan peningkatan jumlah pasokan. Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan terjadi trend positif pasokan belimbing dimasa yang akan datang, sesuai dengan rumusan hasil analisa peramalan. Hal tersebut ditunjukkan dengan peningkatan rata-rata jumlah pasokan pada periode
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
tahun 2008 menjadi 185.87 kilogram per minggu, sedangkan pada periode tahun 2007 rata-rata pasokan per minggu hanya 149.25 kilogram. Kedua, Hasil data peramalan pasokan menunjukkan perbedaan kondisi jumlah pasokan periode tahun 2007. Hal ini tampak dari tidak adanya pasokan dengan nilai 0 (nol) kilogram perminggu dalam hasil peramalan pada periode tahun 2008. Ketiga, dari data Tabel 6 dan ilustrasi Gambar 9, tampak bahwa terjadi perulangan jumlah pasokan minimal dan maksimal dalam jangka waktu tertentu yang cenderung tetap. Seperti halnya jumlah pasokan yang kurang dari 100 kilogram perminggu terjadi pertama kali pada minggu ke-51 (atau minggu ke3 tahun 2008) dan mengalami iterasi setiap enam minggu sekali. Keempat, sesuai dengan uraian di atas, jika menggunakan peraturan yang ditetapkan PT. SSN bahwa minimal pasokan yang diterima sekurang-kurangnya 100 kilogram untuk sekali ambil, maka sesuai dengan hasil ramalan untuk periode tahun 2008, selama 48 minggu setidaknya ada delapan kali (delapan minggu) PT. SSN tidak menerima pasokan. (Terjadi penurunan jumlah pasokan kosong, sebelumnya mencapai 13 kali selama 36 minggu pada periode tahun 2007). Kelima, jika kondisi ini terus bertahan tanpa ada perubahan strategi peningkatan pasokan, sangat sulit dan dibutuhkan waktu yang sangat lama untuk dapat memenuhi potensi minimal dari permintaan konsumen PT. SSN akan belimbing yang mencapai 1,500 kilogram per minggu. Sementara itu, disaat yang sama ramalan volume pasokan maksimal hanya berkisar pada angka 281.12 kilogram per minggu yang akan diterima PT. SSN pada minggu ke-95 (minggu ke-3 Desember 2008). Pasokan ini pun hanya satu kali.
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
BAB. VII MANAJEMEN PERSEDIAAN PASOKAN PADA PT. SEWU SEGAR NUSANTARA
Analisa Economic Order Quantity (EOQ), merupakan salah satu teknik metode analisis manajemen persediaan yang sering digunakan. Metode ini dapat digunakan baik untuk barang-barang yang dibeli maupun yang diproduksi sendiri. Dalam hal ini, perhitungan manajemen persediaan PT. SSN, digunakan untuk barang-barang “belimbing segar” yang dipasok dari GKL. Analisa ini berfungsi sebagai optimalisasi pasokan belimbing segar pada PT. SSN. Perencanaan
pengendalian
pasokan
komoditi
belimbing
dilakukan
berdasarkan pada tingkat permintaan yang akan terjadi, dalam hal ini dengan melihat besarnya volume pasokan pada waktu yang akan datang. Hasil peramalan pasokan pada tahun 2008 dijadikan sebagai acuan untuk menggambarkan tingkat permintaan satu tahun ke depan yang digunakan untuk menghitung kuantitas dan dan frekwensi pemesanan yang optimal berdasarkan perhitungan EOQ. Dengan melihat kondisi data yang tersedia dan dihubungkan dengan persyaratan perhitungan EOQ yang harus dipenuhi, seperti yang telah dibahas dalam bab sebelumnya, dalam perhitungan EOQ diperlukan beberapa modifikasi data. Tujuannya adalah rumusan EOQ yang digunakan dapat memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Permasalahan antara persyaratan rumusan EOQ dan kondisi real data tersedia sebagai berikut :
Permintaan akan produk harus konstan, seragam dan deterministik. Sementara, data yang tersedia tidak mencerminkan angka konstan, melainkan fluktuatif.
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
Biaya penyimpanan per unit per tahun (H) dan biaya pemesanan (pesanan) per pesanan (S) adalah konstan. Sementara itu, data yang tersedia tidak mencerminkan hal tersebut.
Waktu antara pesanan dilakukan dan barang diterima (lead time, L) adalah konstan. Namun, dalam kondisi real pasokan kepada PT. SSN hal tersebut tidak ditemukan.
Tidak terjadi kekurangan barang. Disaat bersamaan, dalam 36 minggu berjalan ada 13 minggu pasokan yang tidak mampu terpenuhi.
Oleh sebab itu, dalam analisa ini menggunakan beberapa modifikasi perhitungan data. Modifikasi perhitungan yang dilakukan sebagai berikut :
Nilai permintaan akan produk berdasarkan jumlah pasokan yang akan datang.
Agar nilai (S) dan (H) mempunyai angka konstan, maka dalam perhitungan ini semua biaya yang tersedia dirubah menurut jenis waktu dan jumlah unit dalam bentuk tertentu. Untuk kemudian diambil nilai rataannya, yang diasumsikan konstan sepanjang periode tersebut.
Penggunaan nilai (L) berdasarkan asumsi rata-rata waktu antara pesanan dilakukan dan barang diterima selama periode tersebut, sehingga nilai (L) dapat diasumsikan konstan.
Diasumsikan, tidak terjadi kekurangan barang. Oleh sebab itu, dalam perhitungan ini jumlah barang yang dapat berhasil dikirim merupakan nilai rataan selama periode tahun tertentu (2007) dalam satuan tertentu pula, yang dianggap konstan.
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
7.1
Identifikasi Biaya Jenis biaya yang digunakan dalam perhitungan untuk optimalisasi pasokan
belimbing segar pada PT. SSN terdiri dari biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Sebelum masuk ke dalam pembahasan mengenai identifikasi biaya, perlu kita amati terlebih dahulu frekwensi pengiriman barang pada periode tahun 2007 pada tabel 7. Dari tabel tersebut tampak bahwa total pengiriman pada periode tahun 2007 sebanyak 33 kali (sembilan bulan) dengan catatan pengiriman pertama dilakukan baru dilakukan pada bulan ke-4 tahun 2007. Oleh sebab itu, diperlukan modifikasi dengan cara melakukan konversi waktu data agar dapat diketahui frekwensi ratarata pengiriman dalam satu tahun berjalan (12 bulan).
Tabel 7. Frekwensi Pasokan Belimbing pada PT. SSN Periode Tahun 2007 Tahun
Bulan
2007
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
TOTAL
Frekwensi Pesan (kali)
3 3 2 5 6 4 4 3 3 33
Sumber : Hermen. Dept. PSO PT. SSN, 2007
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
Berdasarkan uraian data pada Tabel 7, dapat diperhitungkan bahwa frekwensi pesanan per tahun yang dibuat rataan dengan asumsi konstan sepanjang tahun sebesar 3.67 kali pesanan per bulan selama periode tahun 2007. Kembali dalam pembahasan identifikasi biaya, yang dimaksud biaya pemesanan adalah biaya yang dikeluarkan PT. SSN dirunut dari pesanan belimbing pada GKL hingga penerimaan barang di gudang PT. SSN. Komponen biaya pemesanan dapat diamati pada Tabel 8 berikut ini.
Tabel 8. Biaya Pemesanan (S) Belimbing PT. SSN per Pesanan Tahun 2007 Jenis Biaya B. Solar B. TK Akomodasi, telp, dsb
Satuan
Jumlah
@Rp
Rp Rp Rp
1 2 1
100,000 20,000 35,000
JUMLAH
Total (Rp) 100,000 40,000 35,000 175,000
Sumber : Hermen. Dept PSO-PT.SSN, 2007 (diolah)
Dari Tabel 8 tersebut, dapat diambil sebuah hipotesa bahwa setiap proses pesanan dibutuhkan biaya sebesar Rp 175,000.- dengan jumlah pesanan pada tahun 2007 sebanyak 33 kali. Dengan demikian, total biaya pemesanan berdasarkan banyaknya pesanan adalah banyak pesanan (33 kali) dikalikan biaya yang dikeluarkan setiap kali melakukan pemesanan (Rp 175,000.- per pesanan), sehingga didapatkan total biaya pemesanan berdasarkan banyak pesanan (sembilan bulan) selama periode tahun 2007 adalah senilai Rp 5,775,000.-. Untuk dapat mengetahui berapa nilai biaya pesanan selama satu tahun, bukan hanya berdasarkan jumlah pesanan, maka diperlukan data jumlah bulan berjalan pesanan, jumlah biaya pesanan per bulan dan pada akhirnya ditemukan jumlah biaya pesanan selama satu tahun yang telah dibuat rataan selama satu
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
tahun. Hasil perhitungan yang dilakukan dapat diamati pada Tabel 9 sebagai berikut :
Tabel 9. Total Biaya Pemesanan Buah Belimbing PT. SSN Thn 2007 Uraian Jumlah bulan berjalan pesanan Maka biaya pesanan rata-rata per bulan Biaya Total Pesanan rata-rata dalam 1 thn (12 bln)
Satuan
Nilai
Bln Rp / Bln
9 641,667
Rp / Thn
7,700,000
Dari Tabel 9, nilai biaya pesanan rata-rata per bulan berasal dari pembagian total biaya pemesanan berdasarkan pesanan periode tahun 2007 (Rp 5,775,000.-) dengan jumlah bulan berjalan pesanan (9 bulan), sehingga biaya rata-rata yang dikeluarkan untuk melakukan pemesanan per bulan senilai (Rp 641,667.-). Untuk mendapatkan total biaya pemesanan per tahun, maka biaya pesanan rata-rata per bulan dikalikan jumlah bulan dalam satu tahun (12 bulan). Dengan demikian, tampak bahwa total biaya pemesanan (S) PT. SSN pada periode tahun 2007 adalah sebesar Rp 7,700,000.- per tahun. Komponen biaya kedua yang turut diperhitungkan dalam EOQ yaitu biaya penyimpanan (H). Yang dimaksud biaya penyimpanan adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan melakukan penyimpanan. Biaya penyimpanan meliputi Oppurtunity Cost, biaya Packing dan Wrapping sampai dengan biaya Pre Delivery Outlet. Rincian besar biaya penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 10 berikut.
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
Tabel 10. Komponen Biaya Penyimpanan (H) Buah Belimbing pada PT. SSN Tahun 2007 Jenis Biaya Satuan Jumlah @Rp Total (Rp) Oppurtunity Cost B. Packing/ Wraping B. Pre Delivr Outlet
Rp / Box Rp / Box Rp / Box
TOTAL
Rp / Box
1 1 1
12,600 750 2,000
12,600 750 2,000 15,350
Sumber : Hermen. Dept PSO-PT.SSN, 2007 (diolah)
Dari Tabel 10, biaya penyimpanan yang dibutuhkan per box komoditi belimbing sebesar Rp 15,350.- per box. Dalam satu box, berisikan lima kilogram buah belimbing segar yang siap jual kepada konsumen. Agar rumusan EOQ dapat dipakai, maka perlu ada modifikasi data agar nilai biaya penyimpanan per tahun di PT. SSN dapat diperhitungkan. Untuk itu, modifikasi data yang dilakukan adalah dengan merubah nilai komponen biaya penyimpanan dengan satuan Rp/Box menjadi Rp/thn. Hal tersebut dilakukan dengan melihat jumlah minggu berjalan pesanan, jumlah minggu menghasilkan box, sehingga dihasilkan jumlah box selama periode tahun 2007. Dari nilai tersebut dapat diperhitungkan total biaya simpan minggu berjalan pesanan. Selanjutnya diperhitungkan rata-rata jumlah box per minggu, untuk mendapatkan nilai biaya total penyimpanan selama satu tahun (H), maka satuan box per minggu (Box/Mg) dirubah menjadi box per tahun (Box/Thn) dan dikalikan dengan biaya penyimpanan per box (Rp/box). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 11 berikut.
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
Tabel 11. Uraian Perhitungan Biaya Penyimpanan PT. SSN – Periode 2007 Uraian
Satuan
Nilai
minggu minggu
36 23
box
1,075
Rp
16,495,110
Rata-rata Jumlah Box per Tahun (12 Bln) – Konversi
Box / Thn
1,433
Total Biaya Penyimpanan dalam 1 thn (12 Bln) – Konversi
Rp / Thn
21,993,480
Jumlah minggu berjalan pesanan Jml minggu menghasilkan box Jumlah box periode thn 2007 Total Biaya Penyimpanan berdasarkan minggu berjalan pesanan (9 bln)
Jumlah box yang dihasilkan berdasarkan total jumlah pasokan yang terjadi pada tahun 2007 sebanyak 5,373 kilogram dibagi dengan volume box sebanyak lima kilogram per box, sehingga menghasilkan 1,075 box selama periode tahun 2007. Sedangkan total biaya simpan minggu berjalan pesanan – sembilan bulan sebesar (Rp 16,495,110.-) merupakan hasil perkalian antara jumlah box yang dihasilkan selama tahun 2007 (1,075 box) dengan biaya penyimpanan per box (Rp 15,350,- per box). Berdasarkan perhitungan di atas, maka akan diperoleh total biaya penyimpanan rataan dalam satu tahun yang telah dikonversikan satuan periode waktunya menjadi 12 bulan. Sesuai dengan uraian pada Tabel 11, tampak total biaya penyimpanan (H) dalam satu tahun pada PT. SSN yang telah dikonversikan sebesar Rp 21,993,480.- per tahun Atas hasil perhitungan biaya pemesanan (S) dan perhitungan biaya penyimpanan (H) belimbing akan didapat biaya persediaan. Biaya persediaan didapat dari penjumlahan (S) dan (H). Dengan demikian, dapat diketahui berapa
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
biaya persediaan yang didapat setelah perhitungan konversi satuan waktu banyaknya pesanan dalam satu tahun dari (sembilan bulan menjadi 12 bulan), dengan nilai biaya persediaan sebesar Rp 29,693,480.- per tahun. Hasil perhitungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 12 di bawah ini.
Tabel 12. Biaya Persediaan Belimbing PT. SSN – Periode 2007 Uraian Biaya
Satuan
Jumlah
(%)
Estimasi Biaya Pemesanan per Tahun Estimasi Biaya Penyimpanan per Tahun
Rp / Thn Rp / Thn
7,700,000 21,993,480
26 74
Total Biaya Persediaan per Tahun
Rp / Thn
29,693,480
100
Berdasarkan Tabel 12 diatas, terlihat bahwa komponen biaya persediaan per tahun terbesar adalah komponen biaya penyimpanan. Estimasi besar biaya penyimpanan mencapai 74 persen dari total biaya persediaan.
7.2
Analisis Economic Order Quantity (EOQ) Berdasarkan uraian dan hasil perhitungan biaya persediaan komoditi
belimbing yang diterima PT. SSN pada periode tahun 2007, untuk selanjutnya digunakan dalam analisa
EOQ. Dalam perhitungan ini, komponen yang
digunakan adalah penjualan (pasokan) “D”; biaya pemesanan “S” dan biaya penyimpanan “H”. Untuk mengetahui jumlah persediaan optimum walaupun dalam penyediaan pasokan, PT. SSN mengalami beberapa kendala dengan tidak diterimanya pasokan,
persamaan
yang
digunakan
dalam
perhitungan
EOQ
masih
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
menggunakan Q =
2 SD H
. Menurut Rangkuti (2007), rekomendasi persamaan ini
dapat dilakukan dengan dua alasan sebagai berikut : a. Jumlah biaya order-processing per tahun ditambah dengan biaya penyimpanan per tahun tidak begitu sensitif terhadap tingkat kesalahan (EOQ) sepanjang order – quantity dekat dengan nilai optimal. b. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa meskipun Q dan order point secara teoritis dapat ditentukan secara simultan, tidak ada denda keterlambatan yang ditimbulkan apabila EOQ independen. Oleh sebab itu, persamaan tersebut merupakan rumus dasar untuk EOQ meskipun permintaan (pasokan) merupakan probabilitik. Dengan demikian, hasil perhitungan tersebut dapat diamati pada Tabel 13.
Tabel 13. Perhitungan Jumlah Pasokan Optimal Komoditi Belimbing pada PT SSN Periode (12 bln) Tahun 2007 Uraian Satuan Nilai Jumlah Pasokan per Thn (D) B. Pemesanan per Tahun (S) B. Penyimpanan per Tahun (H) EOQ
Box Rp/Thn Rp/Thn
1,433 7,700,000 21,993,480 209
Berdasarkan perhitungan di atas, maka diperoleh kuantitas pasokan yang optimal untuk komoditi belimbing pada tahun 2007 adalah sebanyak 209 box atau setara dengan 1,045 kilogram buah belimbing setiap kali pasokan. Atas dasar hasil perhitungan tersebut, dapat dihitung berapa frekwensi pasokan yang optimal selama periode tahun 2007. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa untuk
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
frekwensi pasokan optimal dalam setahun untuk belimbing adalah sebanyak 9.2 kali. Dengan demikian, pasokan sebaiknya dilakukan sekitar 5.21 minggu sekali.
7.3
Analisa Proyeksi EOQ Untuk Periode Tahun 2008 Untuk perhitungan analisa EOQ pada hasil ramalan pasokan tahun yang
akan datang, ada beberapa komponen data yang berubah saat dilakukan perhitungan. Pertama, jumlah total pasokan periode tahun 2008 berdasarkan hasil ramalan, dan kedua, pergerakan biaya pada tahun 2008. Dalam hal ini, khusus untuk komoditi belimbing, sebagai komoditi yang baru mulai diusahakan, Dept. PSO PT. SSN menetapkan asumsi pergerakan peningkatan biaya untuk biaya pemesanan (S) sekitar 20 persen pada tahun 2008 dibandingkan
tahun
sebelumnya.
Sedangkan
untuk
peningkatan
biaya
penyimpanan (H) pada tahun 2008 diproyeksi juga mengalami peningkatan sebanyak 25 persen. Sesuai dengan kebijakan PT.SSN tersebut maka proyeksi biaya dan nilai EOQ dapat diamati pada Tabel 14.
Tabel 14. Perhitungan Proyeksi Jumlah Pasokan Optimal Komoditi Belimbing pada PT SSN Periode Tahun 2008 % Jumlah Uraian Satuan Nilai Kenaikan Estimasi Pasokan (D) B. Pemesanan (S) B. Psimpanan/unit/Thn (H) EOQ
Box Rp/pesanan Rp/Box/Thn
1,785 175,000 15,350
20 25
1,785 210,000 19,188 198
Berdasarkan perhitungan pada Tabel 13, maka diperoleh proyeksi kuantitas pasokan yang optimal untuk komoditi belimbing pada tahun 2008 adalah
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
sebanyak 198 box atau setara dengan 990 kilogram buah belimbing. Atas dasar hasil perhitungan tersebut, dapat dihitung berapa frekwensi pasokan yang optimal selama periode tahun 2008. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa untuk frekwensi pengiriman optimal dalam setahun untuk belimbing adalah sebanyak sembilan kali. Dengan demikian, pengiriman pasokan sebaiknya dilakukan sekitar 5.33 minggu sekali. Dampak dari hasil perhitungan real pasokan pada tahun 2007 dibandingkan dengan proyeksi perhitungan EOQ periode tahun 2008, memberikan pengaruh pada berkurangnya jumlah frekwensi pasokan yang harus dilakukan per tahun. Dari 33 proses pemesanan pada tahun 2007, maka pada tahun 2008 diproyeksikan hanya membutuhkan sembilan kali frekwensi pasokan per tahun. Hal ini akan berdampak pada penghematan biaya total pemesanan barang dan akhirnya akan menimbulkan efisiensi pengeluaran biaya persediaan dimasa yang akan datang. Untuk memperbandingkan efisiensi yang terjadi pada periode tahun 2007 dengan tahun 2008, maka jumlah pasokan pada tahun 2007 (sembilan bulan) harus terlebih dahulu dikonversikan menjadi pasokan selama 12 bulan. Hal ini perlu dilakukan agar, perbandingan yang dilakukan setimbang atau sama-sama hasil pasokan selama 12 bulan. Dengan demikian, hasil perbandingan akan memberikan informasi yang lebih akurat. Dari hasil perhitungan, didapatkan periode tahun 2007 pada PT. SSN, menunjukkan bahwa hasil konversi 33 pasokan selama sembilan bulan dianggap sama dengan 44 pasokan selama 12 bulan. Untuk selanjutnya, hasil konversi (44 pasokan dalam 12 bulan) inilah yang akan dijadikan dasar perbandingan efisiensi biaya pada perusahaan.
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
Hal tersebut dapat diamati pada Tabel 15 di bawah ini, yang mengilustrasikan penghematan komponen biaya pemesanan yang dikeluarkan PT. SSN. Tampak dalam tabel tersebut biaya pemesanan pada periode tahun 2008 menurun sebesar Rp 5,803,631.-. atau menurun sebanyak 75.37 persen dari total pengeluaran biaya pemesanan dari tahun sebelumnya. Sementara itu, disaat yang bersamaan terjadi peningkatan pasokan, dengan total proyeksi pasokan pada periode tahun 2008 adalah 1,785 kilogram.
Tabel 15. Penghematan Biaya Pemesanan pada PT. SSN pada Tahun 2008 Tahun
B. Pesanan (Rp)
Frekwensi
2,007 2,008
175,000 210,000
44 9
Total "S" per Tahun (Rp) 7,700,000 1,896,369
PENGHEMATAN (Rp) Persentase Penghematan (%)
7.4
5,803,631 75.37
Analisa Sensitivitas Hasil Proyeksi EOQ Untuk mengetahui bagaimana pengaruh hasil proyeksi EOQ periode tahun
2008 pada PT. SSN, maka dibutuhkan analisa sensitifitas perubahan komponenkomponen nilai yang mempengaruhi hasil proyeksi kuantitas pasokan dan jumlah frekwensi yang optimal. Dengan demikian, resiko negatif yang mungkin akan terjadi akibat perubahan hal-hal tersebut dapat dikurangi. Komponen-komponen yang diasumsikan berubah adalah kenaikan dan penurunan biaya pemesanan, biaya penyimpanan dan jumlah pasokan. Ketiga komponen inilah yang merupakan faktor independen, yang mampu mempengaruhi nilai EOQ dan F.
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
a.
Sensitivitas Hasil Proyeksi EOQ Akibat Perubahan Jumlah Pasokan Berdasarkan hasil perhitungan sensitivitas terhadap perubahan pasokan,
tampak perubahan (kenaikan atau penurunan) jumlah box per tahun yang dipasok GKL terhadap PT. SSN hasil peramalan pada tahun 2008 akan berdampak terhadap nilai EOQ dan F. Dalam perhitungan sensitivitas ini, diasumsikan kenaikan S dan H pada tahun 2008, tetap sesuai dengan kebijakan perusahaan. Hal tersebut tampak pada Tabel 16 sebagai berikut.
Tabel 16. Proyeksi Perubahan EOQ dan F Akibat Perubahan Jumlah Pasokan yang Diperoleh PT. SSN pada Tahun 2008 Uraian Tetap Kenaikan
Penurunan
Perubahan (%) 10 25 50 100 605 -
(10) (25) (50)
EOQ
F
198.00 207.00 221.00 242.00 279.54 525.00 188.00 171.00 140.00
9.00 9.50 10.10 11.10 12.77 24.00 8.60 7.80 6.40
Berdasarkan Tabel 16, tampak bahwa kenaikan jumlah pasokan per tahun sebesar 10 persen, yang dihitung berdasarkan hasil peramalan untuk periode tahun 2008 (1,075 box) akan meningkat menjadi 1,964 box tidak memberikan pengaruh banyak terhadap jumlah pemesanan yang optimal yaitu 9.5 kali kirim per tahun. Begitu pula dengan asumsi peningkatan total pasokan belimbing yang mencapai 50 persen pada tahun 2008 hanya memberikan pengaruh pertambahan jumlah pemesanan dua kali dalam satu tahun yaitu 11 kali pemesanan. Dengan demikian, peningkatan proyeksi pasokan pada tahun 2008 yang mencapai 50 persen, hanya
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
memberikan pertambahan biaya sebesar Rp 420,000.- (dua kali biaya pesanan) atau meningkatkan biaya pemesanan sebesar 22.15 persen. Dari tabel 16, juga dapat memberikan ilustrasi terhadap PT. SSN agar kebijakan pasokan dengan sistem per minggu dapat tetap dipertahankan, maka ada konsekuensi yang harus diterima PT. SSN dan GKL. Konsekuensi yang harus ditempuh pihak perusahaan adalah PT. SSN harus mendapatkan kenaikan jumlah pasokan hingga mencapai 605 persen dari proyeksi total pasokan per tahun pada tahun 2008. Peningkatan 605 persen jumlah pasokan total komoditi belimbing selama satu tahun pada periode tahun 2008 yang diharapkan diterima PT. SSN adalah sebesar 12,584 box atau sekitar 63 ton (dibulatkan) buah belimbing. Jumlah pasokan ini, jika dibandingkan dengan potensi minimal permintaan komoditi belimbing segar PT. SSN masih berada di bawah angka potensi minimal permintaan konsumen PT. SSN. Dengan potensi minimal per minggu mencapai 1.5 ton, maka total potensi minimal permintaan konsumen akan buah belimbing segar per tahun mencapai 72 ton. Berdasarkan Tabel 16, juga menunjukkan penurunan pasokan belimbing per tahun akan memberikan dampak berkurangnya nilai pasokan optimal (EOQ) dan jumlah frekwensi optimal (F) yang dilakukan. Dari uraian di atas dapat diambil hipotesis bahwa, jumlah penerimaan pasokan PT. SSN berbanding lurus dengan jumlah pasokan optimal (EOQ) dan frekwensi pasokan optimal (F). b.
Sensitivitas Hasil Proyeksi EOQ Akibat Perubahan Jumlah Biaya Sesuai dengan uraian sebelumnya, komponen lain yang dapat memberikan
pengaruh terhadap perubahan nilai pasokan optimal dan jumlah frekwensi optimal
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
yaitu komponen biaya. Pada Tabel 17 berikut, nampak proyeksi perubahan nilai EOQ dan F akibat terjadinya fluktuasi biaya persediaan pada tahun 2008. Dalam perhitungan sensitivitas ini, jumlah pasokan dianggap konstan, dengan nilai pasokan merupakan nilai real hasil peramalan untuk periode tahun 2008 yaitu 1,075 box.
Tabel 17. Proyeksi Perubahan EOQ dan F Akibat Perubahan Jumlah Biaya Persediaan pada PT. SSN Tahun 2008 B. Pemesanan B. Penyimpanan Uraian EOQ F (%) (%) Tidak Berubah
0
0
202
9
Sesuai Kebijakn
20
25
198
9
10 20 50
10 20 30 50
212 221 47 192 184 177 165
8 8 7 9 10 10 11
(10) (20) (30) (50)
191 180 143 213 226 241 285
9 10 14 8 8 7 6
Kenaikan
(10) (20) (50) Penurunan
Berdasarkan nilai EOQ dan F pada Tabel 17, ada tiga kejadian yang dapat diambil hipotesis berdasarkan dampak yang ditimbulkan terhadap kedua nilai tersebut. Pertama, perubahan naiknya S dan H tidak memberikan dampak sangat besar bagi perubahan nilai F. Kondisi ini akan memberikan pengaruh pada tidak
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
signifikannya perubahan penambahan biaya pemesanan akibat perubahan jumlah frekwesi pemesanan. Kondisi sebaliknya yang terjadi adalah jika terjadi penurunan S dan H akan berdampak signifikan terhadap jumlah frekwensi pemesanan yang optimal. Penurunan S atau H hingga 50 persen akan merubah besar biaya pemesanan total hingga mencapai 55 persen. Hal ini tampak dari banyaknya penambahan jumlah frekwensi yang berubah dalam satu tahun hingga lima kali frekwensi. Kedua, peningkatan biaya pemesanan berbanding terbalik dengan nilai EOQ dan F. Namun, penurunan biaya pemesanan berbanding lurus dengan nilai EOQ, semakin tinggi nilai penurunan biaya pemesanan maka nilai EOQ akan semakin kecil. Ketiga, kenaikan biaya penyimpanan akan berdampak pada semakin rendahnya nilai jumlah pasokan yang optimal dan sebaliknya nilai frekwensi optimal akan semakin tinggi. Hal ini dapat diartikan bahwa kenaikan biaya penyimpanan akan memberikan dampak berbanding terbalik terhadap jumlah pasokan optimal dan berbanding lurus terhadap frekwensi pasokan yang optimal. Demikian pula jika ditinjau dari penurunan biaya penyimpanan. Semakin biaya penyimpanan turun akan mengakibatkan jumlah pasokan optimal yang semakin tinggi, sebaliknya jumlah frekwensi optimal akan semakin rendah.
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
BAB. VIII IMPLIKASI TERHADAP KEBIJAKAN PERUSAHAAN
Seperti yang telah diuraikan pada bab mengenai peramalan, jika diamati dari hasil peramalan yang telah dilakukan, sangat terlihat pertumbuhan kemampuan produksi GKL sangat lamban. Kondisi ini akan sangat berpengaruh pada kebijakan dan perencanaan perusahaan dimasa yang akan datang. Sebagai ilustrasi, dapat dipergunakan data hasil proyeksi jumlah pasokan komoditi belimbing untuk periode tahun 2008. Berdasarkan data pada Tabel 6, ramalan volume pasokan belimbing segar maksimal hanya berkisar pada angka 281.12 kilogram per minggu yang akan diterima PT. SSN pada minggu ke-95 (minggu ke-3 Desember 2008). Pasokan ini pun hanya satu kali. Sementara itu, potensi permintaan belimbing segar minimal PT. SSN adalah sekitar 1,500 kilogram per minggu. Dengan demikian, GKL hanya mampu memasok maksimal 18.74 persen dari potensi permintaan minimal konsumen PT. SSN. Belum lagi jika turut diperhitungkan jumlah pasokan yang tidak memenuhi syarat minimal order, yaitu setiap pengiriman pasokan, minimal harus tersedia komoditi belimbing segar minimal seberat 100 kilogram. Hal ini tentu saja berdampak pada pasokan yang tidak dapat terkirim. Sebagaimana analisa hasil peramalan periode tahun 2008, maka PT. SSN mempunyai kemungkinan tidak mendapatkan pasokan sebanyak delapan minggu dalam 48 minggu pesanan. Kondisi jumlah pasokan yang sangat jauh dari potensi jumlah permintaan komoditi belimbing, membuat kerap kali PT. SSN mengalami kekurangan barang dan berdampak pada seringnya komplain dari pihak konsumen karena barang
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
yang diminta tidak tersedia. Banyaknya masalah yang terjadi dalam pengadaan komoditi belimbing, mulai dari penguasaan tengkulak, kecilnya pasokan, tidak adanya kontinuitas membuat perusahaan cenderung beranggapan bahwa komoditi belimbing Kota Depok masih merupakan komoditi kelas dua. Dalam arti bukan sebagai komoditi utama, karena pengembangan komoditi unggulan ini masih jauh dari perhatian pemerintah daerah setempat. Padahal, komoditi belimbing varietas dewa/i sudah merupakan icon Kota Depok. Oleh sebab itu, untuk periode yang akan datang, jika PT. SSN tidak melakukan perubahan strategi pengadaan pasokan, mustahil harapan PT. SSN agar potensi permintaan terpenuhi dapat terwujud. Mulai dari pihak pemerintah, pengusaha hingga petani terlibat dan harus saling mendukung satu sama lainnya demi tercapainya harapan tersebut. Untuk itu, dalam perencanaan perusahaan mengenai penyediaan pasokan belimbing di masa yang akan datang ada beberapa langkah yang harus diambil agar masalah–masalah yang terjadi seperti pasokan yang sangat minim, seringkali pasokan kosong dan tidak memenuhi kualifikasi pengambilan barang, belum teratasinya peran tengkulak yang sangat menguasai distribusi buah belimbing segar dan lambatnya pertumbuhan pasokan belimbing terhadap PT. SSN dapat teratasi. Berbeda dengan perhitungan peramalan dan EOQ pada perusahaan manufacture atau pabrikasi dimana output yang dihasilkan merupakan barang mati (tidak bernyawa), peramalan perhitungan dan resiko pada perusahaan yang bergerak pada bidang agribisnis, seringkali lebih banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal, seperti perubahan cuaca, serangan hama dan penyakit, serta hal lainnya
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
di luar kendali manusia. Oleh sebab itu, seringkali hasil perhitungan peramalan pada perusahaan agribisnis tidak memberikan akurasi yang seratus persen menepati kebenaran dimasa yang akan datang. Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, analisis EOQ sangat berguna dalam menentukan jumlah pasokan komoditi belimbing segar yang optimal. Dengan diketahuinya jumlah peramalan yang mendekati kebenaran di waktu yang akan datang, maka diharapkan pula perhitungan EOQ mendekati kenyataannya. Dengan diketahui komponen pengeluaran biaya di luar budget dan komponen pengeluaran yang boros, maka PT. SSN dapat menerapkan dan mencari solusi bagaimana kondisi tersebut. Dengan demikian, PT. SSN dapat menekan dan mengurangi komponen biaya yang tidak urgen dan dibutuhkan. Berdasarkan analisa EOQ tersebut, ada beberapa hal yang berdampak pada perusahaan dan kebijakan yang akan diambil. Pertama, hasil perhitungan EOQ menunjukkan pengeluaran biaya yang lebih efisien, dibandingkan dengan metode perusahaan yang hanya mengandalkan informasi ada atau tidaknya pasokan. Dengan perhitungan EOQ tersebut, dapat diketahui berapa jumlah optimal yang dapat dipasok. Dengan demikian akan memberikan pengaruh pada efisiensi biaya pemesanan, sehingga tidak perlu melakukan pemesanan berlebihan. Selain itu, perhitungan tersebut juga memberikan dampak pada biaya penyimpanan, karena dengan perhitungan yang tepat, maka jumlah barang yang busuk atau rusak karena menunggu pengiriman akan dapat berkurang. Pada akhirnya, pengurangan komponen-komponen biaya tersebut memberikan dampak pada berkurangnya biaya persediaan per tahun yang dikeluarkan pihak perusahaan.
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
Seperti yang telah diilustrasikan pada Tabel 14, maka dapat diambil sebuah hipotesis bahwa perhitungan EOQ yang tepat akan memberikan efisiensi pengeluaran biaya pemesanan hingga Rp 5,803,631.- per tahun atau sebesar 75.37 persen per tahun. Hal ini dapat terjadi karena perhitungan EOQ menunjukkan bahwa untuk masa yang akan datang frekwensi pengiriman berkurang dari 33 kali pengiriman menjadi hanya sembilan kali pengiriman pasokan selama satu tahun dimasa yang akan datang. Dengan adanya perubahan jumlah pengiriman pasokan per tahun yang sangat signifikan, hal ini akan sangat berdampak pada kebijakan perusahaan yang selama ini berpijak pada pasokan per minggu. Hasil perhitungan pada uraian sebelumnya, menunjukkan bahwa pengiriman pasokan yang dilakukan secara per minggu akan memberikan dampak tingginya biaya pemesanan barang. Oleh sebab itu, perlu ada kajian lebih lanjut mengenai dampak yang akan terjadi jika sistem pasokan per minggu dirubah menjadi per bulan, yang dihubungkan dengan kemampuan jumlah pasokan tersedia, konsekuensi terhadap mutu kesegaran buah serta kebutuhan konsumen. Dengan demikian, harapan terjadinya efisiensi biaya pemesanan terhadap pasokan yang dilakukan PT. SSN dapat tercapai dan disaat yang sama perusahaan juga tidak mengalami potensi kehilangan profit akibat kehilangan konsumen. Berdasarkan uraian di atas, kondisi ini tentu saja akan memberikan pengaruh pada sistem panen GKL. Sistem pasokan per minggu atau pun per bulan seperti yang telah diuraikan, berdampak pada sistem panen GKL yang selama ini tidak menjadikan waktu panen tertentu sebagai acuan kapan panen belimbing harus dilakukan. Oleh karena itu, dimasa yang akan datang pihak GKL diharapkan
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
mampu melakukan koordinasi waktu panen dengan kelompok tani lainnya guna melakukan panen secara bergilir. Hal ini sangat perlu untuk diperhatikan, karena sebagai sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang distribusi buah-buahan segar, tingkat kesegaran buah tentunya sangat perlu diperhatikan. Tingkat kesegaran buah sangat berhubungan erat dengan umur buah sejak waktu panen sampai dengan ditangan konsumen. Oleh sebab itu, sebagai sebuah komoditi yang menonjolkan tingkat kesehatan dan kesegaran buah, maka buah yang dipanen diharapkan harus segera tiba pada konsumen. Untuk itu, akan sangat baik bagi PT. SSN jika tetap menggunakan sistem pasokan per minggu untuk dapat menjaga mutu produk yang dihasilkan tersebut. Uraian di atas, dapat dijadikan PT. SSN sebagai salah satu acuan kebijakan perencanaan pengendalian pasokan dimasa yang akan datang. Dari hasil analisa sensitivitas tersebut menunjukkan jika perusahaan ingin tetap bertahan pada sistem pasokan per minggu, maka konsekuensi yang paling mungkin dilakukan adalah melakukan peningkatan jumlah pasokan yang diterima PT. SSN dari GKL. Langkah yang perlu dilakukan dengan meningkatkan penerimaan pasokan buah belimbing periode tahun 2008 hingga 605 persen (63 ton) adalah salah satu bentuk agar kebijakan tersebut dapat terlaksana, walaupun terlihat mustahil. Hal ini sangat mungkin dilakukan, karena total produksi buah belimbing segar di Kota Depok pada tahun 2006 telah mencapai angka 4,000 ton per tahun. Sementara itu, pada tahun 2007 PT. SSN hanya menerima pasokan 5.3 ton buah belimbing selama satu tahun. Padahal potensi permintaan per minggu PT. SSN minimal sebesar 1,500 kilogram. Jika dikalkulasikan selama satu tahun nilai total
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
potensi permintaan belimbing segar PT. SSN mencapai 72 ton. Nilai potensi permintaan yang belum dapat terpenuhi ini, ternyata hanya 1.8 persen dari total produksi belimbing Kota Depok. Berdasarkan perhitungan proyeksi total pasokan yang diterima PT. SSN tahun 2008 adalah sekitar 8.9 ton (1785 box). Jika ditinjau dari asumsi peningkatan total pasokan hingga 605 persen, nilai ini setara dengan 63 ton pasokan yang akan diterima PT. SSN selama satu tahun. Jika dihubungkan dengan potensi permintaan minimal PT. SSN yang mencapai 72 ton per tahun, hal ini dapat diartikan masih ada kekurangan pemenuhan potensi permintaan minimal sebanyak sembilan ton selama satu tahun. Dari uraian tersebut, tampak bahwa PT. SSN mempunyai peluang yang cukup besar untuk dapat meningkatkan penerimaan pasokan belimbing segar tersebut guna efisiensi biaya dan mendapatkan potensi profit perusahaan yang selama ini belum dapat diraih.
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
BAB IX KESIMPULAN DAN SARAN
9.1
Kesimpulan Berdasarkan uraian pembahasan yang telah dilakukan, ada beberapa
kesimpulan yang dapat diambil. Pertama, hasil identifikasi data pasokan menunjukan bahwa, bentuk pola data bersifat tidak stabil dan mempunyai bentuk stasioner. Pola data tersebut juga menunjukkan banyaknya pasokan yang tidak mampu dipenuhi oleh GKL terhadap PT. SSN. Kedua, analisis hasil metode peramalan terbaik yang memenuhi syarat untuk meramalkan pasokan komoditi belimbing segar 12 bulan ke depan yaitu dekomposisi additive - seasonal lenght 6 dengan nilai MSE sebesar 17658.6. Dari hasil proyeksi peramalan untuk periode tahun 2008, pola data hasil ramalan bersifat fluktuatif. Hasil proyeksi, memperlihatkan bahwa kemampuan pasokan belimbing kepada PT. SSN sangat kecil. Ketiga, hasil perhitungan EOQ menunjukkan perlu dilakukannya perubahan jumlah pasokan dan frekwensi yang optimal. Untuk itu, dalam rangka memenuhi potensi permintaan konsumen sebesar 72 ton per tahun, pada tahun 2008 perlu dilakukan penambahan jumlah pasokan. Dari nilai proyeksi total pasokan sebesar 8.9 ton selama satu tahun menjadi 63 ton. Hal ini sangat mungkin dilakukan, karena total potensi permintaan konsumen PT. SSN hanya 1.8 persen dari total produksi belimbing Kota Depok selama satu tahun (4.000 ton).
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
9.2
Saran Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai pasokan buah
belimbing segar terhadap PT. SSN sesuai dengan jenis dan kondisi data yang tersedia, maka penulis menyarankan : a. Perusahaan sebaiknya menggunakan dekomposisi additive (6) untuk melakukan perencanaan jumlah pasokan buah belimbing segar dimasa yang akan datang. b. Agar tingkat efisiensi dapat tercapai dan kebutuhan konsumen dapat dipenuhi, maka untuk periode tahun 2008 perlu peningkatan jumlah total pasokan dari 8.9 ton per tahun menjadi 63 ton. Untuk itu perlu dilakukan pembenahan kerjasama dengan GKL atau membuka kerjasama dengan pihak kelompok tani lain. c. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya lebih menekankan tentang strategi menjaga kontinuitas dan kualitas serta meningkatkan volume pasokan buah belimbing segar yang diterima PT. SSN dari GKL.
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pertanian. 2005. Buah Tropika Nusantara. Direktorat Budidaya Tanaman Buah. Direktorat Jenderal Hortikultura. Departemen Pertanian. Dinas Pertanian Kota Depok. 2005. Profile KUBA-Depok.. Firdaus, M. 2006. Analisis Deret Waktu Satu Ragam. IPB Press. Bogor. Handoko, TH. 1997. Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi Edisi-I. BPFE. Yogyakarta. Hanke, JE., et al. 1999. Peramalan Bisnis Edisi 7- Terjemahan. PT. Prenhalindo. Jakarta. Husen, HA. 2006. Analisis Pendapatan Usaha Tani dan Pemasaran Buah Belimbing Depok var Dewa/I (kasus Kecamatan Pancoranmas – Depok). Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Ismail, A. 2007. Analisis Perencanaan Pengendalian Optimal pada PT. Sinar Sosro Kantor Penjualan Sukabumi. IPB. Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Kaiser, R., Maravall, A. 2001. Measuring Business Cycles in Economic Time Series. Springer – Verlag. New York. Kotler P. 1997. Manajemen Pemasaran. Jilid Dua. Prenhalindo. Jakarta. Lipsey, et al. 1995. Pengantar Mikroekonomi Jilid I. Edisi Kesepuluh. Binarupa Aksara. Jakarta. Makridakis, S dan Steven C,W. 1994. Metode Peramalan untuk Manajemen Edisi Kelima. Binarupa Akasara. Jakarta. Mulyono, S. 2000. Peramalan Bisnis dan Ekonometrika. Edisi Pertama. BPFE. Yogyakarta. Nicholson, W. 2002. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Edisi Kedelapan. Gramedia. Jakarta. Pemkot Depok. 2006. Design Activity: Program Pendanaan Kompetitif – Akselerasi Peningkatan IPM Prov. Jawa Barat Bidang Daya Beli. Pemkot Depok. 2006. Program Pengembangan Belimbing Sebagai icon Kota Depok.
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
Pemkot Depok. 2007. Depok dalam Angka.. Pindyck, R, S., Rubinfield, D, L. 1987. Econometric Models and Economic Forecasts. Second Edition. 6 th Printing. Mc. Graw-Hill International. Rangkuti, F. 2007. Manajemen Persediaan, Aplikasi di Bidang Bisnis. Edisi ke-2. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta. Siagian, D., Sugiharto. 2002. Metode Statistik untuk Bisnis dan Ekonomi. Cet-2. Gramedia. Jakarta. Sugiarto dan Harjono. 2000. Peramalan Bisnis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Sugiharta, F. 2002. Aplikasi Metode Peramalan terhadap Harga komoditas Cabai Merah sebagai Dasar Pengambilan Keputusan para Pelaku Perdagangan (Studi Kasus Pasar Induk Kramat Jati Jakarta). Skripsi. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor Wiwaha, DE. 2007. Analisis Pengendalian Pasokan Pisang Cavendish Berdasarkan Hasil Ramalan Penjualan Time Series Terbaik Untuk Wilayah Pemasaran Jabotabek pada PT. Sewu Segar Nusantara. Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
LAMPIRAN
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
Lampiran 1. Struktur Organisasi PT. SSN Direktur Utama General Manager Sekretaris
Purchasing Dept. Head
F & A Manager
Sales & Marketing Manager
Acc. Spv
Staff Sales Admin Spv
Sales Admin
Sales Outlet Spv
Sales Executive
Sales Pasar Spv
Sales Executive
Area Manager
Staff
Finance Spv
PSO Dept. Mgr
Staff
Kasir Debt Colct
Finance Staff
IT Dept. Head
Logistic
Pelaks
Staff Prods
Pelaks
QC
Pelaks
Ekspedisi Dept. Head
Maintenance
HRD & GA Dept Head
Staff HRD
Staff
Staff Umum
Driver
Satpam
Ass Driver
Staff
Pelaksana Area
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
Lampiran 2. Plot ACF dan PACF Pasokan Buah Belimbing PT. SSN Autocorrelation Function: Pasokan (Kg/Mg) A u t o c o r r e la t io n ( w ith
5 %
F u n c t io n
s ig n ific a n c e
lim its
f o r fo r
P a s o k a n
th e
( K g / M g )
a u to c o r r e la tio n s )
1 .0 0 .8
Autocorrelation
0 .6 0 .4 0 .2 0 .0 - 0 .2 - 0 .4 - 0 .6 - 0 .8 - 1 .0 2
Lag 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
ACF -0.103112 -0.152417 -0.015340 0.010157 -0.028268 0.180368 0.028607 -0.379698 0.060193 0.092564 -0.086622 -0.220674
4
6
T -0.62 -0.90 -0.09 0.06 -0.16 1.05 0.16 -2.14 0.30 0.46 -0.43 -1.09
8
1 0
1 2 L a g
LBQ 0.42 1.35 1.36 1.36 1.40 2.88 2.92 9.97 10.15 10.60 11.01 13.79
1 4
Lag 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
1 6
1 8
ACF 0.146484 0.085427 -0.075653 0.095744 -0.070112 -0.171506 0.107326 0.089656 -0.073781 -0.013623 0.040912 -0.023350
2 0
2 2
T 0.70 0.40 -0.36 0.45 -0.33 -0.80 0.49 0.41 -0.33 -0.06 0.18 -0.11
2 4
LBQ 15.06 15.52 15.89 16.52 16.87 19.11 20.03 20.72 21.22 21.23 21.41 21.47
Partial Autocorrelation Function: Pasokan (Kg/Mg) P a r tia l A u t o c o r r e la tio n ( w ith
5 %
s ig n ific a n c e
F u n c tio n
lim its
fo r
th e
f o r
P a s o k a n
( K g / M g )
p a r tia l a u to c o r r e la tio n s )
1 .0
Partial Autocorrelation
0 .8 0 .6 0 .4 0 .2 0 .0 - 0 .2 - 0 .4 - 0 .6 - 0 .8 - 1 .0 2
Lag 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Lag
PACF -0.103112 -0.164801 -0.052612 -0.024301 -0.042363 0.176061 0.066602 -0.337377 0.001366 0.006593 -0.106432 -0.298780 ACF
4
T -0.62 -0.99 -0.32 -0.15 -0.25 1.06 0.40 -2.02 0.01 0.04 -0.64 -1.79 T
6
8
1 0
1 2 L a g
1 4
13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
1 6
1 8
0.065052 0.222118 -0.061696 -0.074301 0.002686 -0.064277 -0.060575 -0.213336 0.047393 0.129636 -0.074759 -0.040169
2 0
2 2
2 4
0.39 1.33 -0.37 -0.45 0.02 -0.39 -0.36 -1.28 0.28 0.78 -0.45 -0.24
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
Lampiran 3. Tabel Nilai MSE Hasil Analisis Metode Peramalan Time Series Pasokan Buah Belimbing Segar pada PT. SSN
Metode Peramalan
MSE
Rank
Dekomposisi Additive (6)
17658.6
1
Trend Kuadratik
18094.3
2
Dekomposisi Multiplikatif (6)
18232.1
3
Dekomposisi Additive (3)
18363.2
4
Trend Linier
18528.7
5
Dekomposisi Additive (2)
18732.2
6
Dekomposisi Multiplikatif (3)
18762.5
7
Single Exponential Smoothing
19724.4
8
Dekomposisi Additive (4)
20169.2
9
Dekomposisi Multiplikatif (4)
21778.0
10
Moving Average (4)
25307.3
11
Dekomposisi Multiplikatif (2)
25941.3
12
Double Exponential Smoothing
26967.2
13
Moving Average (3)
28622.6
14
Moving Average (2)
33558.6
15
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
Lampiran 4. Output Analisis Metode Peramalan ARIMA (1, 0, 1)
ARIMA Model: Pasokan (Kg/Mg) 101 Estimates at each iteration Iteration 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
SSE 673649 662672 659099 655803 652737 648468 640586 623951 608894 604305 600477 596715 568238 566637 565286 564089 563089 562260
0.100 0.043 0.191 0.338 0.480 0.606 0.732 0.794 0.797 0.780 0.771 0.766 0.787 0.788 0.788 0.787 0.787 0.786
Parameters 0.100 134.415 0.157 142.859 0.307 120.802 0.457 98.945 0.607 77.808 0.757 59.144 0.874 40.430 0.951 31.337 0.990 30.969 0.991 33.966 1.003 35.537 1.005 36.670 1.051 33.635 1.052 33.468 1.053 33.459 1.055 33.519 1.056 33.605 1.057 33.696
Relative change in each estimate less than 0.0010
Final Estimates of Parameters Type AR 1 MA 1 Constant Mean
Coef 0.7863 1.0568 33.6955 157.665
SE Coef 0.1219 0.0156 0.1015 0.475
T 6.45 67.91 331.88
P 0.000 0.000 0.000
Number of observations: 36 Residuals: SS = 533030 (backforecasts excluded) MS = 16152 DF = 33
Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag Chi-Square DF P-Value
12 13.8 9 0.131
24 21.5 21 0.429
36 * * *
48 * * *
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
Lampiran 5. Output Analisis Metode Peramalan ARIMA (3, 0, 3)
ARIMA Model: Pasokan (Kg/Mg) 303 Estimates at each iteration Iteration 0
SSE 673649
1
645668
0.011 -0.259 166.088 0.473 0.478 604358
0.127 -0.097 4
-0.175 -0.347 9 0.198 0.127 61.859 0.979 0.852 496015 -0.302 -0.383 17 0.255 0.135 60.339 0.982 0.854 495856 -0.302 -0.383
-0.022 -0.066 130.130 0.818 0.828 544253 -0.212 -0.380 12 0.256 0.133 60.827 0.982 0.853 495901 -0.301 -0.383 20 0.255 0.136 60.012 0.982 0.854
0.100 0.100 0.040 126.712 0.225 0.250 635324 -0.161 -0.426 7 0.197 0.076 69.741 0.953 0.850 498230 -0.297 -0.383 15 0.255 0.134 60.523 0.982 0.853 495868
0.100 0.100 0.020 2 -0.139 -0.291 172.220 0.560 0.627 582210 -0.152 -0.369 10 0.244 0.127 61.771 0.981 0.852 495944 -0.301 -0.383 18
-0.302 -0.383 23
0.255 0.135 60.193 0.982 0.854 495848
0.255
-0.302
Parameters 0.100 0.100 0.100 0.100 0.094 0.160 643627 -0.110 146.626 0.097 0.323 -0.233 0.378 5 625531 0.053 0.068 73.842 0.916 0.841 520997 -0.257 -0.381 13 0.253 0.133 60.715 0.982 0.853 495889 -0.302 -0.383 21 0.256 0.136 59.978 0.982
-0.272 -0.335 8 0.198 0.094 67.004 0.944 0.851 496164 -0.303 -0.383 16 0.254 0.134 60.376 0.982 0.853 495858 -0.301 -0.383 24
0.100 0.100 0.180 -0.050 3
0.100 0.100 0.106 0.182 641290
-0.171 -0.141 150.529 0.710 0.777 553570
-0.038 -0.338 6
-0.201 -0.372 11 0.259 0.133 60.722 0.982 0.852 495920 -0.302 -0.383 19 0.255 0.136 60.158 0.982 0.854 495845
0.158 0.076 66.938 0.936 0.841 507745 -0.305 -0.383 14 0.254 0.134 60.562 0.982 0.853 495874 -0.301 -0.383 22 0.255 0.136 59.946
Relative change in each estimate less than 0.0010 * WARNING * Back forecasts not dying out rapidly Back forecasts (after differencing) Lag Lag Lag Lag Lag Lag Lag Lag Lag Lag Lag Lag
-96 -90 -84 -78 -72 -66 -60 -54 -48 -42 -36 -30
-
-91 -85 -79 -73 -67 -61 -55 -49 -43 -37 -31 -25
273.499 251.266 148.680 48.344 31.882 113.546 227.930 282.347 231.928 116.611 29.540 41.889
78.900 190.150 272.124 257.853 157.953 52.790 27.837 104.215 220.854 283.323 240.292 125.755
84.975 27.111 70.826 181.613 270.062 264.010 167.408 57.890 24.399 94.968 213.314 283.778
275.531 205.770 92.168 26.663 63.023 172.727 267.310 269.697 177.006 63.659 21.670 86.037
132.186 240.398 278.437 214.645 99.855 26.899 55.541 163.537 263.879 274.905 186.779 70.286
44.558 36.491 122.888 234.455 280.717 223.379 108.008 27.840 48.444 154.124 259.870 279.837
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
Lag Lag Lag Lag Lag
-24 -18 -12 -6 0
- -19 - -13 - -7 - -1 0
144.821 256.016 286.307 213.233 102.824
32.338 36.774 137.839 257.847
248.808 136.393 38.769 39.592
205.793 284.854 260.384 156.020
20.213 78.830 201.783 295.350
197.299 79.337 24.094 83.700
-0.301 0.731 3.095 3.585 -0.036 -5.728 -8.042 -3.157 6.466 12.823 8.985 -3.792 -15.317 -13.912 3.827 30.505
-0.476 -2.073 -2.001 1.341 5.645 6.171 0.548 -7.719 -11.178 -4.992 7.543 16.345 12.848 -1.229 -12.547 -3.860
1.120 0.913 -1.843 -4.830 -4.075 1.603 8.159 9.080 1.586 -9.450 -14.371 -6.944 9.113 22.061 22.642 15.894
-0.073 1.917 3.789 2.277 -2.930 -7.655 -6.519 1.490 10.610 12.344 3.232 -10.533 -16.724 -6.820 16.738 44.219
-1.286 -2.421 -0.693 3.661 6.645 4.055 -3.693 -10.501 -9.301 1.026 13.104 16.334 6.515 -8.348 -11.644 12.088
Back forecast residuals Lag Lag Lag Lag Lag Lag Lag Lag Lag Lag Lag Lag Lag Lag Lag Lag Lag
-96 -90 -84 -78 -72 -66 -60 -54 -48 -42 -36 -30 -24 -18 -12 -6 0
-
-91 -85 -79 -73 -67 -61 -55 -49 -43 -37 -31 -25 -19 -13 -7 -1 0
0.550 1.333 -0.209 -3.566 -5.110 -1.716 5.189 9.658 6.264 -4.064 -13.250 -12.230 0.644 16.769 24.023 19.110 16.684
Final Estimates of Parameters Type AR 1 AR 2 AR 3 MA 1 MA 2 MA 3 Constant Mean
Coef 0.1365 -0.3831 0.8541 0.2552 -0.3017 0.9820 59.946 152.745
SE Coef 0.1671 0.1196 0.1635 0.2730 0.2520 0.2358 2.714 6.916
T 0.82 -3.20 5.22 0.93 -1.20 4.16 22.09
P 0.421 0.003 0.000 0.358 0.241 0.000 0.000
Number of observations: 36 Residuals: SS = 484952 (backforecasts excluded) MS = 16722 DF = 29
Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag Chi-Square DF P-Value
12 11.3 5 0.047
24 16.6 17 0.484
36 * * *
48 * * *
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008
Lampiran 6. Output Analisis Metode Peramalan (Terpilih)
Additive Model Seasonal Length 6 Data pasokan (Kg/Mg) Length 6 NMissing 0
Fitted Trend Equation Yt = 133.118 + 0.872008*t
Seasonal Indices Period 1 2 3 4 5 6
Index -44.042 55.458 -123.708 6.792 75.625 29.875
Accuracy Measures MAPE MAD MSD
33.5 101.7 17658.6
Time Series Decomposition Plot for Pasokan (Kg/Mg) Additive Model 600
Variable Actual Fits Trend
Pasokan (Kg/Mg)
500
A ccuracy Measures MA PE 33.5 MA D 101.7 MSD 17658.6
400 300 200 100 0 4
8
12
16
20 Index
24
28
32
36
By. A.Imam. AH (NRP A.14102655) / Mar - 2008