ANALISIS PENGENDALIAN PASOKAN PISANG CAVENDISH BERDASARKAN HASIL RAMALAN PENJUALAN TIME SERIES TERBAIK UNTUK WILAYAH PEMASARAN JABOTABEK PADA PT. SEWU SEGAR NUSANTARA
Oleh : Derry Andhika Wiwaha A14104662
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
RINGKASAN EKSEKUTIF DERRY ANDHIKA WIWAHA. Analisis Pengendalian Pasokan Pisang Cavendish Berdasarkan Hasil Ramalan Penjualan Time Series Terbaik Untuk Wilayah Pemasaran JABOTABEK Pada PT. Sewu Segar Nusantara (di Bawah Bimbingan M. Firdaus) Pisang di Indonesia ada beberapa jenis antara lain pisang ambon, pisang raja, pisang barangan, pisang cavendish, dan beberapa pisang lainnya yang disesuaikan dengan nama daerah asalnya. Pisang cavendish merupakan salah satu jenis pisang yang dikonsumsi oleh 80 % total konsumen luar negeri. Pisang cavendish (Musa cavendishii) sudah dibudidayakan di Indonesia, namun bukan merupakan jenis pisang asli Indonesia. Pisang cavendish berasal dari Negara Brazil dan masuk ke Indonesia pada tahun 1990-an. Salah satu perusahaan yang memproduksi pisang cavendish di Indonesia adalah PT. Nusantara Tropical Fruit (PT. NTF) yang berada di daerah Lampung. PT. NTF hanya memproduksi pisang cavendish, sedangkan distribusi dan penjualannya dilakukan oleh PT. Sewu Segar Nusantara (PT. SSN) yang berada di daerah Tangerang. PT. SSN merupakan distributor pisang cavendish dengan merek dagang Sunpride untuk ritel modern, merek Sunfresh untuk non-ritel modern, dan non- merek lainnya. Pangsa pasar pisang cavendish merek Sunpride merupakan yang terbesar bagi perusahaan yaitu sebanyak 50 persen dan selebihnya merek Sunfresh dan jenis lainnya. Perusahaan menetapkan pasar ritel modern sebagai pasar terbesarnya, karena jenis pisang ini lebih diminati oleh konsumen middle-up. Dalam manajemen distribusi pisang cavendish pada PT. SSN memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan PT. NTF. Hal ini terlihat jika pasokan pisang cavendish tidak dalam jumlah banyak dari PT. NTF, maka secara langsung pesanan yang dikirim kepada pelanggan oleh PT. SSN akan sedikit. Dalam kegiatan pengadaan pasokan pisang cavendish di PT. SSN memiliki kendala utama pada PT. NTF, yaitu akan kekurangan stock apabila kondisi cuaca di daerah produksi di Way Jepara, Lampung dalam keadaan musim kemarau, sedangkan pada musim penghujan produksi akan berlimpah. Permasalahan cuaca di daerah produksi membuat PT. NTF akan kesulitan dalam memenuhi pesanan dari PT. SSN sesuai pelanggan yang menginginkan grade pisang cavendish yang baik. Untuk itu diperlukan suatu kondisi yang optimal, agar jumlah pasokan pisang cavendish dapat tersedia sesuai pesanan pelanggan. Tujuan dari penelitian tentang peramalan penjualan dan optimalisasi pasokan pisang cavendish adalah mengidentifikasikan sistem pasokan dan distribusi pisang cavendish yang dilakukan oleh PT. Sewu Segar Nusantara, meramalkan penjualan 12 bulan ke depan untuk masing- masing pisang cavendish, dan menganalisis keadaan optimal pasokan masing- masing pisang cavenedish untuk 12 bulan ke depannya. Penelitian ini dilakukan pada PT. SSN secara sengaja (purposive), dengan didasari oleh perusahaan merupakan salah satu distributor buah-buahan khususnya pisang cavendish dengan pangsa pasar terbesar di kawasan JABOTABEK. Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer
diperoleh dari hasil pengamatan langsung dan wawancara dengan pihak manajemen yang terkait. Untuk data sekunder yang diperoleh dari PT. SSN berupa biaya-biaya yang terkait dengan pasokan pada tahun 2006, serta volume penjualan pisang cavendish grade C3 dan FB dalam kurun waktu 39 bulan bulan selama Januari 2004 – Maret 2007. Penggunaan data pada waktu tersebut didasarkan terjadinya penurunan volume penjualan pisang cavendish dalam beberapa tahun terakhir. Untuk menganalisis dilakukan secara deskriptif (kualitatif) dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk mendeskripsikan manajemen pasokan dan distribusi pisang cavendish. Analisis secara kuantitatif dilakuk an dengan menganalisis tentang peramalan penjualan dan optimalisasi pasokan pisang cavendish yang ditabulasikan dengan menggunakan MS.Excel, QSB dan MINITAB 13.20. Analisis deskriptif terhadap manajemen pasokan dan distribusi pisang cavendish, menunjukkan bahwa kegiatan di PT. SSN terdiri dari dua yaitu pematangan, penjualan dan pendistribusian pisang cavendish. Bahan baku pisang cavendish yang dikirim oleh PT. NTF dalam kondisi belum matang, sehingga PT. SSN melakukan kegiatan pematangan (ripening) dalam cold storage selama 1 – 7 hari. Setelah waktu tersebut, pisang cavendish yang dikemas dalam bentuk boks siap didistribusikan ke berbagai lokasi sesuai pesanannya. Hingga sekarang distribusi PT. SSN kurang lebih mencapai 600 outlet dan toko tersebar di wilayah JABOTABEK dengan berbagai jalur distribusi. Hasil analisis tentang peramalan penjualan pisang cavendish menunjukkan bahwa plot data sudah stasioner. Adapun metode terbaik yang didapatkan adalah ARIMA (1,0,0)(0,0,1)6 dimana hasil ramalan untuk rata-rata penjualan grade C3 yang dipasarkan pada ritel modern mencapai 23.975 boks atau meningkat dibandingkan pada tahun 2006 yang sebanyak 21.773 boks. Berlainan dengan grade FB, plot data cenderung mengalami trend penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Hasil ramalan grade FB dengan metode terbaik yaitu Winters Multiplikatif ordo 12, rata-rata penjualan untuk 12 bulan berikutnya adalah sebanyak 2.005 boks atau menurun jika dibandingkan dengan tahun 2006. Hasil ramalan 12 bulannya, akan digunakan dalam perhitungan proyeksi pengendalian persediaan pisang cavendish. Hasil analisis EOQ atau kuantitas pemesanan optimal, proyeksi pasokan 12 bulan berikutnya untuk grade C3 adalah 3.723 boks dengan frekuensi pengiriman selama 77 kali dalam setahun atau 2 – 3 kali dalam seminggu. Untuk grade FB pesanan optimal sebanyak 691 boks dengan frekuensi pengiriman selama 35 kali dalam setahun atau seminggu 1 – 2 kali. Kondisi pesanan optimal dan frekuensi pengiriman secara umum lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2006. Hal ini pula yang membuat biaya persediaan kedua grade tersebut untuk 12 bulan berikutnya mengalami penurunan, dimana pada tahun 2006 sebesar Rp. 1.612.649.386. dengan penurunan menjadi Rp. 1.116.481.142,36. Hasil analisis lainnya yaitu persediaan pengaman, menunjukkan bahwa pada 12 bulan berikutnya adalah persediaan mimimum grade C3 sebanyak 2.520 boks, dan grade FB 544 boks. Hasil analisis tentang titik pemesanan kembali untuk proyeksi 12 bulan ke depan, untuk grade C3 sebanyak 3.719 boks, dan grade FB sebanyak 645
boks. Sehingga secara keseluruhan pada saat kondisi tersebut, kondisi optimal jumlah pasokan yang harus dikirim oleh PT. NTF pada PT. SSN dalah sebanyak 6.243 boks bagi grade C3, dan 1.235 boks untuk grade FB. Saran yang dapat diberikan bagi implikasi manajemen PT. Sewu Segar Nusantara adalah memfokuskan penjualan pisang cavendish pada grade C3 yang memberikan kontribusi lebih bagi perusahaan. Dalam hal pasokan PT. SSN mengupayakan jumlah pasokan yang banyak dengan diimbangi dengan pergiliran hasil produksi yang optimal dari PT. NTF, dan me ngoptimalkan produksi bagi grade C3 yang mampu memberikan kontribusi besar terhadap penjualan di PT. SSN. Selain itu, mengurangi biaya-biaya tidak efisien bagi PT. SSN seperti biaya rijek pisang cavendish, biaya transportasi.
ANALISIS PENGENDALIAN PASOKAN PISANG CAVENDISH BERDASARKAN HASIL RAMALAN PENJUALAN TIME SERIES TERBAIK UNTUK WILAYAH PEMASARAN JABOTABEK PADA PT. SEWU SEGAR NUSANTARA
Oleh Derry Andhika Wiwaha NRP A14104662
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan Pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis-Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS Kami menyatakan bahwa Skripsi yang ditulis oleh :
Nama Mahasiswa
: Derry Andhika Wiwaha
Nomor Pokok
: A14104662
Judul
: Analisis Pengendalian Pasokan Pisang Cavendish Berdasarkan Hasil Ramalan Penjualan Time Series Terbaik Untuk Wilayah Pemasaran JABOTABEK Pada PT. Sewu Segar Nusantara
Bogor, Mei 2007 Menyetujui : Dosen Pembimbing
Dr. M. Firdaus, SP. MSi. NIP. 132.158.758
Mengetahui : Dekan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr. NIP. 131.124.019
Tanggal Lulus : 10 Mei 2007
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA KARYA TULIS TENTANG “ ANALISIS
PENGENDALIAN
PASOKAN
PISANG
CAVENDISH
BERDASARKAN HASIL RAMALAN PENJUALAN TIME SERIES TERBAIK UNTUK WILAYAH PEMASARAN JABOTABEK PADA PT. SEWU SEGAR NUSANTARA” BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI, DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA TULIS ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN
Bogor, Mei 2007
Derry Andhika Wiwaha NRP. A14104662
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 31 Desember 1983 sebagai anak dari pasangan Bapak Ahmad Hidayat dan Ibu Pipih Syaripah. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Semasa hidup penulis sekolah di TK. Rizky pada tahun 1988, SDN CIHERANG V lulus pada tahun 1995, SMP NEGERI 7 BOGOR lulus pada tahun 1998, dan SMU NEGERI 2 CIBINONG lulus pada tahun 2001. Kemudian penulis melanjutkan ke jenjang studi, denga n masuk IPB pada Program DIPLOMA III Manajemen Agribisnis melalui jalur tes pada tahun 2001. Pada tahun 2005, penulis melanjutkan studi kembali pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Penulis selama menjadi mahasiswa aktif di berbagai lembaga kemahasiswaan, dan mengikuti berbagai acara seminar dan pelatihan yang ada IPB. Penulis pernah aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian (BEM-A) tahun 2002 – 2003 sebagai staf biro Publikasi & Jurna listik, yang kemudian menjadi staf terbaik. Pada tahun 2003 – 2004 penulis pun aktif kembali di BEM-A sebagai kepala biro Jurnalistik, yang kemudian pula menjadi staf terbaik. Penulis pun aktif di Forum Komunikasi Program Studi pada tahun 2001 – 2002 sebagai staf biro Olahraga, pada tahun 2002 – 2003 sebagai Ketua I, dan ketua panitia Hari Pelepasan Wisuda (HPW) Tahun 2003. Penulis pun hingga sekarang masih aktif sebagai staf perusahaan Koran Kampus IPB tahun 2006 – 2007.
KATA PENGANTAR
Analisis Pengendalian Pasokan Pisang Cavendish Berdasarkan Hasil Ramalan Penjualan Time Series Terbaik Untuk Wilayah Pemasaran JABOTABEK Pada PT. Sewu Segar Nusantara, merupakan hasil penelitian penulis sebagai mahasiswa selama bulan April – Mei 2007. Penelitian ini didasari kondisi kurang optimalnya antara pasokan dengan penjualan dan distribusi pisang cavendish di perusahaan tersebut. Penelitian ini merupakan bagian dari proses belajar permasalahan dan potensi yang dihadapi dunia agribisnis, khususnya agribisnis pisang cavendish di Indonesia. Oleh karena itu, kajian ini sekiranya memberikan manfaat bagi penulis sebagai mahasiswa yang sedang menyelesaikan studi di Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Namun demikian, dengan segala keterbatasan dan kekurangan yang dimiiki, penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi berguna bagi PT. Sewu Segar Nusantara. Kajian ini merupakan wujud maksimal yang dilakukan oleh penulis. Oleh karena itu tak ada kesempurnaan dibalik kekurangan, saran dan kritik dibutuhkan dalam perbaikan penelitian ini. Sehingga apa yang harapan dalam penelitian dapat tercapai dengan sebaik-baiknya.
Bogor, Mei 2007
Penulis
ii
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT., karena dengan nikmat dan karuniaNYA Alhamdulliah penulis dapat menyelesaikan skripsi sesuai dengan waktu yang direncanakan. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Henny K. Daryanto, MEc., dan Dr. M. Firdaus, SP.,MSi., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan mulai dari tahapan persiapan penelitian hingga akhir penulisan skripsi. 2. Ir. Joko Purwono, MS., selaku dosen penguji utama yang telah memberikan masukan dan kritikan terhadap skripsi ini. 3. Rahmat Yanuar, SP. MSi., selaku dosen KOMDIK yang telah memberikan masukan dan kritikan terhadap penulisan skripsi. 4. Akhmad Zacky, selaku pembahas dalam seminar yang telah memberikan masukan dan kritikan terhadap penulisan skripsi. 5. Ir. Netti Tinaprilla, MM., selaku dosen evaluator dalam kolokium proposal penelitian yang telah memberikan masukan dan kritikan pada tahap persiapan penelitian. 6. Kedua orang tercinta yang telah memberikan banyak dukungan dan motivasi dengan segala ketulusan hati dan keikhlasan. 7. Bapak Dudi Pramonoharjo, selaku Manajer HRD & General Affairs PT. Sewu Segar Nusantara yang telah memberikan bantuan selama penelitian di perusahaan. Selain itu, pada Ibu Dewi, selaku pihak Finance & Accounting yang telah memberikan data untuk penelitian.
iii 8. Bapak Fahmi beserta pihak divisi Sales & Marketing PT. Sewu Segar Nusantara, yang telah memberikan informasi tentang penelitian, serta pada seluruh staf perusahaan yang telah memberikan kemudahan selama penelitian. 9. Reza Anugrah W. dan Adalan Ardana W., selaku kedua saudara kandung yang telah banyak memberikan keceriaan dan perhatian. 10. Agripa Bukit, M. Zaenal Muttaqin, Sulistiyo, Ade S., Angra Irene Bondar, Siti Hafsah, Rona Putria, selaku sahabat Angkatan 12 yang telah menjadi curahan hati, keceriaan, memberikan masukan dan kritikan, dan pengalaman. 11. Yayu Y., Eka N., Ipur Dian A., Dian J., Boyke Indra S., dan Denny K., Ageng Mubyarto beserta isteri, selaku sahabat terbaik yang selalu memberikan semangat dan bantuan dalam menyelesaikan penelitian ini. 12. Alex M., M. Fahrul A., Bina A., Agung A., Herdi R., Ana K., Elsa Firyanza, Nurul Z. Yanti, Nurul I. H., Raziyah, selaku sahabat terbaik yang telah memberikan bantuan yang tak ternilai harganya. 13. Iqbal, Taufan, Miranti, Amri, Ika, dan beserta Segenap kru KORAN KAMPUS 1PB yang telah memberikan dukungan dan pengalaman yang menarik. 14. Pihak sekretariat Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, yang telah memberikan informasi dan bantuan bagi penulis. 15. Rekan-rekan Ekstensi yang telah berkenan hadir dalam kolokium dan seminar, dan pada semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan selama penulis kuliah di Ekstensi. Akhir kata, Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, dan semoga amal Bapak / Ibu dan rekan sekalian mendapat balasan dari Allah SWT. Amin. Bogor, Mei 2007
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ....................................................................................... i UCAPAN TERIMA KASIH............................................................................. ii DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv DAFTAR TABEL.............................................................................................. vi DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... ix BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1.2. Rumusan Masalah ............................................................................... 1.3. Tujuan Penelitian................................................................................. 1.4. Kegunaan Penelitian............................................................................ 1.5. Ruang Lingkup Penelitian...................................................................
1 1 4 7 7 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 9 2.1. Pisang Cavendish ................................................................................ 9 2.2. Ritel Modern ....................................................................................... 12 2.3. Pasar Tradisional ................................................................................. 14 2.4. Rantai Pasokan (Supply Chain)........................................................... 15 2.5. Penelitian-penelitian Terdahulu .......................................................... 16 BAB III KERANGKA PEMIKIRAN.............................................................. 22 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis .............................................................. 22 3.1.1. Demand dan Supply.................................................................... 22 3.1.2. Peramalan Time Series ............................................................... 24 3.1.3. Economic Order Quantity (EOQ) .............................................. 28 3.1.4. Persediaan Pengaman (Safety Stock).......................................... 31 3.1.5. Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point) ................................ 32 3.1.6. Penjualan dan Distribusi............................................................. 33 3.1.7. Manajemen Rantai Pasokan (Supply Chain Mangement/SCM) ....................................................................... 37 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional........................................................ 39 BAB IV METODE PENELITIAN .................................................................. 42 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian............................................................... 42 4.2. Jenis dan Sumber data ......................................................................... 42 4.3. Metode Analisis dan Pengolahan Data ............................................... 44 4.4. Peramalan Time Series ........................................................................ 44 4.5. Analisis Economic Order Quantity (EOQ) ......................................... 51 4.6. Analisis Persediaan Pengaman (Safety Stock)..................................... 52 4.7. Analisis Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point)........................... 53
v
BAB V KEGIATAN UMUM PERUSAHAAN ............................................... 54 5.1. Riwayat Perusahaan ............................................................................ 54 5.2. Kondisi Lingkungan Perusahaan......................................................... 55 5.3. Kegiatan Utama Perusahaan................................................................ 57 5.3.1. Pengadaan Pasokan .................................................................... 57 5.3.2. Penjualan dan Distribusi............................................................. 60 BAB VI PERAMALAN PENJUAAN PISANG CAVENDISH ................... 65 6.1. Peramalan Penjualan Grade C3 (Sunpride) .................................. 65 6.2. Peramalan Penjualan Grade FB .................................................... 69 6.3. Implikasi Terhadap Manajemen PT. Sewu Segar Nusantara ........ 72 BAB VII PENGENDALIAN PASOKAN PISANG CAVENDISH .............. 74 7.1. Identifikasi Biaya Pemesanan dan Penyimpanan.......................... 74 7.2. Pengendalian Pasokan Pisang Cavendish ..................................... 76 7.2.1. Analisis EOQ........................................................................ 76 7.2.2. Analisis Persediaan Pengaman (Safety Stock)...................... 82 7.2.3. Analisis Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point)............ 85 7.3. Implikasi Terhadap Manajemen Pasokan PT. Sewu Segar Nusantara.............................................. 86 BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 88 8.1. Kesimpulan.................................................................................... 88 8.2. Saran .............................................................................................. 89 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 90 LAMPIRAN ....................................................................................................... 91
vi
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman 1 Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Tropis Tahun 2002 – 2005 ............................................................................................................... 2 2 Produksi Pisang Pada Sentra Produksi di Indonesia Tahun 2003 ................. 3 3 Mutu Pisang Cavendish Segar Berdasarkan Segmentasi Pasar ................... 11 4 Jenis dan Karakteristik Pisang Cavendish di PT. SSN.................................. 12 5 Jarak Ritel Modern dengan Pasar Tradisional di DKI Jakarta ...................... 15 6 Penelitian-Penelitian Terdahulu yang Relevan ............................................. 17 7 Enam Macam Strategi Distribusi yang Dapat digunakan dalam Pemasaran Produk .............................................................................. 37 8 Jenis dan Sumber Data yang Dibutuhkan Pada Penelitian di PT Sewu Segar Nusantara ........................................................ 43 9 Pola ACF dan PACF beserta Model ARIMA ............................................... 49 10 Jalur dan Lokasi Distribusi PT. SSN di Wilayah JABOTABEK.................. 62 11 Harga Jual Pisang Cavendish di PT. SSN Periode Januari 2006 – Maret 2007 .................................................................................................... 63 12 Volume Penjualan Pisang Cavendish Wilayah Pemasaran JABOTABEK Periode Januari 2006 – Maret 2007 ...................................... 64 13 Nilai MSE Metode Peramalan Penjualan Pisang Cavendish Grade C3 (Sunpride) ................................................................................................ 66 14 Hasil Ramalan Volume Penjualan Pisang Cavendish Grade C3 Periode Waktu April 2007 – Maret 2008 ...................................................... 68 15 Nilai MSE Metode Peramalan Penjualan Pisang Cavendish Grade FB (Sunfresh) ................................................................................................ 70 16 Hasil Ramalan Volume Penjualan Pisang Cavendish Grade FB Periode Waktu April 2007 – Maret 2008 ...................................................... 72 17 Komponen Biaya Pemesanan Grade C3 dan FB Tahun 2006 ...................... 74
vii
18 Komponen Biaya Penyimpanan Grade C3 dan FB Tahun 2006 .................. 75 19 Perhitungan Biaya Pemesanan dan Biaya Penyimpanan Pisang Cavendish Grade C3 dan FB di PT. SSN Tahun 2006 ................................. 75 20 Biaya Persediaan Masing- masing Grade Pisang Cave ndish di PT. SSN Tahun 2006 ........................................................................................... 76 21 Perhitungan Jumlah Pemesanan Optimal Pisang Cavendish MasingMasing Grade Tahun 2006 ........................................................................... 76 22 Perhitungan Frekuensi Pemesanan Optimal masing- masing Grade Pisang Cavendish Tahun 2006 ...................................................................... 77 23 Perkiraan Volume Penjualan Pisang Cavendish ........................................... 78 24 Proyeksi Komponen Biaya Pemesanan Grade C3 dan FB .......................... 79 25 Proyeksi Komponen Biaya Penyimpanan Grade C3 dan FB ...................... 79 26 Pehitungan Jumlah Pemesanan Optimal Pisang Cavendish MasingMasing Grade 12 Bulan Berikutnya ............................................................. 80 27 Perhitungan Frekuensi Pemesanan Optimal masing- masing Grade Pisang Cavendish .......................................................................................... 80 28 Perhitungan Biaya Pemesanan & Biaya Penyimpanan Grade C3 dan FB di PT. SSN Untuk 12 Bulan Berikutnya ................................................. 81 29 Proyeksi Biaya Persediaan Masing- masing Grade Pisang Cavendish di PT. SSN..................................................................................................... 82 30 Perhitungan Waktu Tunggu Rata-Rata dan Standar Deviasi Grade C3 dan FB ..................................................................................................... 83 31 Perbandingan Persediaan Maksimum Pisang Cavendish Grade C3 dan FB Pada Tahun 2006 dengan Proyeksi 12 Bulan ke Depan................... 85 32 Perhitungan Titik Pemesanan Kembali Pada Tahun 2006 dan 12 Bulan Berikutnya ........................................................................................... 86
viii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman 1 Permintaan dan Penawaran Turunan Serta Marjin Tataniaga ....................... 23 2
Hubungan Antara Biaya Pemesanan dan Biaya Penyimpanan ..................... 29
3
Tingkat Persediaan dengan Waktu dalam EOQ ............................................ 30
4
Karakeristik Sistem Pemesanan Kembali ..................................................... 33
5
Variasi Saluran Distribusi ............................................................................. 35
6
Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian................................................. 41
7
Proses Produksi Pisang Cavendish Pada PT. Sewu Segar Nusantara ........... 59
8
Plot Data Penjualan Pisang Cavendish Grade C3 (Sunpride) Periode Januari 2004 – Maret 2007............................................................... 65
9
Plot Data Penjualan Pisang Cavendish Grade FB (Sunfresh) Periode Januari 2004 – Maret 2007............................................................... 69
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman 1 Struktur PDB Menurutu Sektor Ekonomi/Lapangan Usaha Tahun 2003 – 2004 dan Triwulan 1 2004 – 2005 (Persentase) .................... 93 2
Struktur Organisasi PR. Sewu Segar Nusantara............................................ 94
3
Bentuk ACF & PACF Penjualan Pisang Cavendish Grade C3 .................... 95
4
Model ARIMA Penjualan Pisang Cavendish Grade C3 ............................... 96
5
Bentuk ACF & PACF Penjualan Pisang Cavendish Grade FB .................... 97
6
Model ARIMA Penjualan Pisang Cavendish Grade FB............................... 98
7
Laju Perubahan (?) Biaya Pemesanan Masing-Masing Grade Pisang Cavendish di PT. SSN Pada Tahun 2006 .......................................... 99
8
Laju Perubahan (?) Biaya Penyimpanan Masing-Masing Grade Pisang Cavendish di PT. SSN Pada Tahun 2006 ............................... 100
9
Perhitungan Persediaan Pengaman Tahun 2006 dan 12 Bulan Berikutnya ..................................................................................................... 101
10 Proyeksi Optimalisasi Pasokan 12 Bulan ke Depan...................................... 102
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penggerak pertumbuhan perekonomian Indonesia, hal ini terlihat dari kontribusinya terhadap Produk Domsetik Bruto (PDB). Pada Lampiran 1 mengenai struktur PDB sektor ekonomi dan lapangan usaha tahun 2003 – 2005, untuk triwulan pertama tahun 2005 kontribusi sektor pertanian terhadap PDB menempati urutan ketiga dengan persentase sebesar 15,21 persen, setelah sektor industri pengolahan sebesar 28,08 persen dan sektor perdagangan sebesar 16,06 persen. Pada era pemerintahan saat ini sektor pertanian mendapatkan perhatian besar, melalui program Revitalisasi Pertanian pada subsektor pangan, perkebunan, dan hortikultura. Hortikultura sebagai subsektor pertanian peranannya diharapkan mampu menunjang pembangunan ekonomi nasional. Komoditas hortikultura terdiri dari komoditas sayuran, buah-buahan, tanaman obat-obatan serta tanaman hias. Dilihat dari segi ekonomi, tanaman hortikultura memiliki nilai jual yang tinggi, sehingga berdaya saing dan berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut dalam sistem agribisnis. Salah satu jenis komoditas hortikultura yang memiliki nilai komersial yang cukup tinggi adalah buah-buahan. Konsumsi buah-buahan masyarakat Indonesia pada tahun 2002 mencapai 40 kg/kapita/tahun1 . Hal ini menunjukkan bahwa untuk memenuhi kebutuhan buah-buahan masyarakat
1
www.kompas.com. Selasa, 9 Juli 2002. Jannes Eudes Wawa. “Gerakan Peningkatan Konsumsi Buah dan Sayuran Nusantara, Memberdayakan Petani, atau Meningkatkan Impor” .
2
Indonesia, maka diperlukan produksi yang kontinyu, penangangan pasca panen, serta penyaluran yang merata di seluruh Indonesia. Berdasarkan perkembangan ekspor buah-buahan tropis Indonesia pada tahun 2003 – 2005 yang terdapat pada Tabel 1, rata-rata mengalami fluktuasi volume dan nilai ekspor. Hal ini terlihat pada salah satu komoditas yaitu pisang yang mengalami fluktuasi volume ekspor dan nilainya pada tahun 2003 yaitu 10.615 kg dengan nilainya sebesar US$ 7.899, dan mengalami peningkatan volume pada tahun 2004 sebesar 992.505 kg dengan nilai sebesar US$ 722.772. Namun pada tahun 2005 terjadi penurunan volume menjadi 745.247 kg dengan nilai ekspor US$ 266.179. Perkembangan ekspor ini menandakan bahwa, komoditas buah-buahan Indonesia masih diminati oleh konsumen luar negeri, dan mampu bersaing dengan buah-buahan lainnya di pasar internasional.
Tabel 1. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Tropis Tahun 2003 – 2005
2003 Komoditas
Volume (Kg)
Manggis Pepaya Pisang Nenas Jambu Jeruk Mangga Rambutan Buah tropis lainnya
9.304.511 187.972 10.615 2.284.432 47.871 85.920 559.224 604.006 984.820
Nilai (US $) 9.306.042 231.350 7.899 2.315.283 49.843 22.026 460.674 958.850
Tahun 2004 2005 Volume Nilai Volume Nilai (Kg) (US $) (Kg) (US $) 3.045.379 3.291.855 5.795.468 4.734.103 524.686 1.301.371 40.704 77.877 992.505 722.772 745.247 266.179 2.431.263 529.122 90.571 74.451 106.274 102.074 6.617 3.092 632.996 517.554 187.664 93.750 1.879.664 2.013.390 87.205 109.851 134.772 117.336 -
523.031 1.341.923
794.924
946.471
512.090
Sumber : Pusat Kajian Buah-buahan Tropika, 2005
Komoditas unggulan buah-buahan nasional adalah mangga, manggis, pisang, durian, apel dan salak. Pisang merupakan salah satu komoditas unggulan
3
buah-buahan nasional yang tersedia sepanjang tahun dan tersebar di berbagai propinsi. Pada Tabel 2 dapat dilihat produksi pisang pada beberapa daerah sentra produksi di Indonesia. Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa propinsi Jawa Barat merupakan daerah penghasil terbesar pisang diikuti oleh Jawa Timur, Lampung, serta beberapa daerah lainnya di Indonesia.
Hal ini terlihat dari
produksi pisang pada sentra-sentra produksi seperti di Jawa Barat sebanyak 1.449.120 ton, Jawa Timur sebanyak 873.616 ton, dan propinsi Lampung mencapai 319.081 ton.
Tabel 2. Produksi Pisang Pada Sentra Produksi di Indonesia Tahun 2003 Propinsi Jawa Barat Jawa Timur Lampung Bali Nusa Tenggara Timur Sulawesi Selatan Sumatera Utara Banten Jawa Tengah
Produksi (ton) 1,449,120 873,616 319,081 122,200 186,412 162,310 118,808 225,720 495,518
Sumber: Pusat Kajian Buah-buahan Tropika, 2005
Pisang di Indonesia ada beberapa jenis antara lain pisang ambon, pisang raja, pisang barangan, pisang cavendish, dan beberapa pisang lainnya yang disesuaikan dengan nama daerah asalnya. Pisang cavendish merupakan salah satu jenis pisang yang dikonsumsi oleh 80 % total konsumen luar negeri2 . Pisang cavendish (Musa cavendishii) sudah dibudidayakan di Indonesia, namun bukan merupakan jenis pisang asli Indonesia. Pisang cavendish berasal dari Negara Brazil dan masuk ke Indonesia pada tahun 1990-an. Daerah-daerah pembudidayaan di Indonesia terdapat di Way Jepara, Lampung dan Halmahera, 2
www.ristek.go.id/pisang.”Tentang Budidaya Pertanian Pisang”.
4
Maluku. Salah satu perusahaan yang memproduksi pisang cavendish di Indonesia adalah PT. Nusantara Tropical Fruit (PT. NTF) yang berada di daerah Lampung. PT. NTF hanya memproduksi pisang cavendish, sedangkan pemasarannya dilakukan oleh PT. Sewu Segar Nusantara (PT. SSN) yang berada di daerah Tangerang.
PT. SSN memasarkan pisang cavendish ke berbagai wilayah di
JABOTABEK, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Jogyakarta. PT. SSN selain memasarkan pisang cavendish sebagai komoditas utamanya, juga memasarkan beberapa jenis buah-buahan segar lainnya seperti melon, semangka, pepaya, mangga, rambutan, jeruk, pisang mas, apel dan pear. Tujuan akhir pemasaran PT. SSN ada tiga yaitu ritel modern, pasar tradisional, dan Hotel, Restoran, dan Katering (HOREKA). Lebih dari 50 persen produk PT. SSN didistribusikan ke ritel-ritel modern seperti HERO, Carrefour, Giant, Matahari dan sebagainya. Sedangkan untuk pasar tradisional mencapai 25 persen dari total distribusi dan HOREKA sekitar 25 persen. Pasokan pisang cavendish yang tersedia untuk merek Sunpride, Sunfresh, dan non- merek lainnya, dan distribusi yang luas pada berbagai pasar di wilayah pulau Jawa, membuat PT. SSN harus dapat mempertahankan kontinuitas dan pasokan produknya agar selalu tersedia setiap waktu. Dengan hal ini PT. SSN secara tepat telah menerapkan manajemen rantai pasokan (supply chain management/SCM) pisang cavendish mulai dari proses pasokan dari PT. NTF hingga di distribusikan ke konsumen.
1.2. Rumusan Masalah PT. SSN merupakan distributor pisang cavendish dengan merek dagang Sunpride untuk ritel modern, merek Sunfresh untuk non-ritel modern. Pangsa
5
pasar pisang cavendish merek Sunpride merupakan yang terbesar bagi perusahaan yaitu sebanyak 50 persen dan selebihnya merek Sunfresh dan jenis lainnya. Perusahaan menetapkan pasar ritel modern sebagai pasar terbesarnya, karena jenis pisang ini lebih diminati oleh konsumen middle-up. Distribusi merupakan kegiatan utama dari PT. SSN, dalam kegiatannya pisang cavendish yang didistribusikan menggunakan prinsip FIFO (First in first out)
sesuai
pesanan
dari
konsumen
atau
pelanggan.
Untuk
kegiatan
pendistribusian ke ritel modern yang berskala besar seperti HERO Group, Matahari Group, Superindo, Carrefour dan sebagainya. Pasokan pisang cavendish pada ritel tersebut dikirim setiap satu hari sekali sesuai pesanannya sebanyak 700 – 800 boks, begitu juga pada ritel modern yang berskala kecil seperti toko buah frekuensi pengiriman 2 – 3 hari. Pada pasar tradisional dan HOREKA pesanan pisang cavendish dikirim sebanyak 400 – 500 boks. Pasokan pisang cavendish di PT. SSN sepenuhnya berasal dari PT. NTF. Kedua perusahaan merupakan grup usaha dari Gunung Sewu selaku induk perusahaan dengan PT. Great Giant Pineapple selaku pemegang saham terbesarnya. PT. NTF dan PT. SSN sebelumnya memasarkan pisang cavendish untuk pasar ekspor, namun karena terjadi permasalahan budidaya maka pemasarannya dialihkan ke dalam negeri. PT. NTF memasok pisang cavendish ke PT. SSN melalui sistem pesananpembelian (purchase order) sesuai dengan pesanan dari pihak konsumen atau pelanggan. Pesanan disesuaikan menurut grade atau mutu buah yang diinginkan pelanggan dan persediaan pisang cavendish yang berada di PT. NTF. Untuk frekuensi pengiriman pisang cavendish dari PT. NTF ke PT. SSN dilakukan
6
sebanyak tiga kali dalam seminggu dengan rata-rata pasokan mencapai 10.000 – 14.000 boks atau rata-rata setiap bulannya mencapai 50.000 boks (Handayani, 2005). PT. SSN memperoleh pasokan pisang cavendish dari PT. NTF dalam bentuk belum matang dan sudah dikemas dalam boks berdasarkan mereknya. Dalam manajemen distribusi pisang cavendish pada PT. SSN, memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan PT. NTF. Keterkaitan antara keduanya dalam rantai pasokan, membuat jika pasokan pisang cavendish tidak dalam jumlah banyak dari PT. NTF, maka secara langsung pesanan yang akan dikirim kepada pelanggan oleh PT. SSN akan sedikit.
Begitu juga apabila kualitas pisang
cavendish yang ada di PT. NTF tidak dalam kondisi baik, misalnya untuk pasar ritel modern yang menginginkan grade C3 dengan merek Sunpride, maka PT. SSN akan menyediakan dan mendistribusikan pisang cavendish bagi pelanggan yang bukan ritel modern. Pada akhirnya profit penjualan PT. SSN akan menurun, untuk itu diperlukan peramalan tentang penjualan pisang cavendish di PT. SSN, agar terestimasi antara kebutuhan pasokan dengan pendistribusiannya, sehingga PT. SSN dapat merencanakan penjualan dan distribusi grade pisang cavendish yang memiliki profit tinggi. Berdasarkan hasil peramalan ini, maka akan digunakan sebagai dasar untuk pengendalian pasokan pisang cavendish di PT. SSN. Dalam kegiatan pengadaan pasokan pisang cavendish di PT. SSN memiliki kendala utama pada PT. NTF, yaitu akan kekurangan stock apabila kondisi cuaca di daerah produksi di Way Jepara, Lampung dalam keadaan musim kemarau, sedangkan pada musim penghujan produksi akan berlimpah (Handayani, 2005). Untuk itu diperlukan suatu kondisi yang optimal, agar PT.SSN mampu
7
mengendalian antara jumlah pasokan pisang cavendish yang tersedia di PT. NTF, sehingga PT. SSN dapat menjual pisang cavendish sesuai dengan pesanan pelanggan. Dari masalah- masalah di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yang dihadapi oleh PT. SSN sebagai berikut : 1. Bagaimana manajemen rantai pasokan dan distribusi pisang cavendish yang dilakukan oleh PT. SSN ? 2. Bagaimana ramalan penjualan pisang cavendish untuk 12 bulan ke depan di PT. SSN ? 3. Bagaimana keadaan optimal pasokan pisang cavendish untuk 12 bulan ke depan di PT. SSN ?
1.3. Tujuan Tujuan dari penelitian tentang peramalan penjualan dan optimalisasi pasokan pisang cavendish di PT. SSN adalah : 1. Mengidentifikasikan manajemen rantai pasokan dan distribusi pisang cavendish yang dilakukan oleh PT. SSN. 2. Meramalkan penjualan 12 bulan ke depan untuk masing- masing pisang cavendish di PT. SSN. 3. Menganalisis keadaan optimal pasokan masing- masing pisang cavendish untuk 12 bulan ke depan di PT. SSN.
8
1.4. Kegunaan Kegunaan penelitian ini adalah : 1. Bagi peneliti, penelitian memberikan ilmu dan wawasan dalam agribisnis buah-buahan. 2. Bagi perusahaan, penelitian ini berguna sebagai bahan referensi dan masukan yang objektif, sehingga dapat memberikan manfaat bagi perusahaan dalam pengembangan usaha kedepannya. 3. Bagi pembaca, penelitian memberikan bahan bacaan yang bermanfaat, dan diharapkan mampu menjadi bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah manajemen pengadaan dan distribusi pisang cavendish di PT. SSN dengan cakupan sebagai berikut : 1. Produk difokuskan pada grade pisang cavendish kemasan boks yang terdiri dari C3 (Sunpride), dan FB (Sunfresh). Hal ini terkait dengan jumlah penjualannya yang relatif konstan setiap bulan dalam beberapa tahun terakhir. 2. Sumber data yang digunakan adalah berdasarkan pada data penjualan bulanan pisang cavendish. 3. Wilayah pemasaran difokuskan pada kawasan JABOTABEK untuk ritel modern, dan pasar tradisional. Hal ini didasarkan atas market share terbesar PT. SSN dari penjualan pisang cavendish, sehingga pada berbagai cabang dan jalur distribusi lainnya yang dimiliki tidak menjadi objek dari penelitian ini. 4. Manajemen produksi di PT. NTF tidak akan dianalisis secara spesifik, walaupun nantinya akan berhubungan langsung dengan PT. SSN dalam pasokan dan pendistribusian pisang cavendish ke pelanggan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pisang Cavendish Pisang (Musa spp) adalah komoditas buah-buahan yang menjadi unggulan hortikultura di Indonesia. Tanaman pisang dapat dengan mudah ditemukan pada berbagai tempat. Tanaman pisang di Indonesia berada pada sentra-sentra produksi di wilayah Jawa Barat, Jawa Timur, Lampung, dan Jawa Tengah, sehingga tak jarang nama jenis pisang sering disesuaikan dengan nama daerah asal tanamnya. Pisang bagi masyarakat Indonesia bia sanya sebagai makanan penutup, karena mengandung vitamin yang berguna untuk menjaga kesehatan tubuh dan baik juga dikonsumsi untuk makanan diet. Pisang selain untuk dikonsumsi langsung dapat diolah menjadi keripik pisang, selai pisang, dan bubur pisang. Jenis-jenis pisang dibagi menjadi empat macam yaitu3 : 1) Pisang yang dimakan buahnya tanpa dimasak yaitu pisang cavendish, pisang Ambon, pisang susu, pisang Raja, pisang Barangan, dan pisang mas. 2) Pisang yang dimakan setelah buahnya dimasak yaitu pisang nangka, pisang tanduk, dan pisang kepok. 3) Pisang berbiji yaitu pisang batu dan pisang klutuk. 4) Pisang yang diambil seratnya yaitu pisang Manila (abacca).
Pisang cavendish (Musa cavendishii) merupakan salah satu jenis pisang bukan merupakan tanaman asli Indonesia. Pisang cavendish secara komersial lebih banyak di konsumsi oleh segmen middle-up, karena jenis pisang ini kurang 3
www.ristek.go.id (2007).
10
begitu dikenal oleh masyarakat Indonesia dan juga memiliki harga yang relatif mahal dibanding pisang lainnya. Pada pasaran dunia pisang cavendish merupakan komoditas unggulan di berbagai negara seperti di Amerika Serikat, Brazil, dan Philipina, dimana beberapa perusahaan ternama yang memproduksi pisang cavendish adalah Chiquita, dan Del Monte Produce. Pelaku agribisnis di Indonesia yang memproduksi pisang cavendish tidak begitu banyak. Beberapa perusahaan yang terlibat dalam industri pisang Cavendish di Indonesia adalah PT. Bina Purna Usaha Tama, dan PT. Nusantara Tropical Fruit (PT. NTF). PT. NTF merupakan salah satu perusahaan yang terlibat dalam produksi pisang cavendish. Perusahaan tersebut bekerjasama dengan Del Monte Produce untuk memproduksi pisang cavendish untuk tujuan ekspor dengan luasan 2000 hektar di Way Jepara, Lampung. Untuk mengenalkan pisang cavendish agar dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, PT. NTF menjalin mitra kerjasama dengan PT. Sewu Segar Nusantara (PT.SSN) sebagai distributor pisang cavendish dengan nama merek Sunpride, dan Sunfresh. Hingga sekarang pisang cavendish sudah dikonsumsi oleh sebagian masyarakat Indonesia khususnya di wilayah JABOTABEK. Pisang cavendish di Indonesia dipasarkan pada segmen tertentu dengan berbagai ciri atau keunikan dibandingkan jenis pisang lainnya seperti kulit tipis berwarna kuning muda, daging buah kuning, rasa manis, dan aroma khas. Pengkelasan (grade) pisang cavendish disesuaikan dengan pasar yang dituju yaitu kelas A, kelas B, dan Kelas C. Pengkelasan ini dibedakan atas dasar ukuran bobot, panjang jari, warna buah, kesegarannya, dan kebersihan kulit. Pada Tabel 3 dapat dilihat mutu pisang cavendish berdasarkan segmentasi pasar misalnya
11
pada kelas A ukuran bobot per sisir sebesar 3 kg, kelas B 2,5 – 3 kg, dan kelas C 2 – 2,4 kg.
Tabel 3. Mutu Pisang Cavendish Segar Berdasarkan Segmentasi Pasar Kriteria Ukuran bobot / sisir (kg) Panjang jari (cm) Diameter (cm) Warna buah Kesegaran (%) Permukaan Kulit
Kelas A > 3,0 = 17,0 3,5 – 4 Kuning merata 95 – 100 Mulus,tidak berbintik-bintik
Kelas Mutu Kelas B 2,5 – 3,0 15 - 16,9 3,5 – 4 Kuning merata 90 – 94 Mulus,tidak berbintik-bintik
Kelas C 2,0 – 2,4 13,0 14,9 3,5 – 3 Kuning 80 – 89 agak mulus
Sumber : DEPTAN, 2003
Pengkelasan pisang cavendish dengan berbagai kriteria dilakukan oleh salah satu perusahaan yang terlibat dalam distribusi pisang cavendish yaitu PT.SSN. Perusahaan mengkelaskan pisang cavendish berdasarkan warna, rasa, panjang, jumlah sisiran, dan tingkat kememaran (bruises). Pada Tabel 4 menurut Handayani (2005), PT. SSN memberikan label merek yang menandakan kualitas pisang cavendish berdasarkan gradenya, sebagai contoh pada grade C3 diberikan nama merek Sunpride yang dipasarkan untuk ritel modern yang mempunyai ciri berwarna kuning mulus, rasa yang manis, panjang minimal 3,9 inchi, jumlah sisiran antara 3 – 8, dan toleransi bruises kecil. Pada grade lainnya yaitu Finger Besar (FB) diberikan label merek Sunfresh yang dipasarkan pada pasar tradisional dengan ciri berwana kuning mulus, rasa yang manis, toleransi bruises agak banyak dari C3, ukuran sama dengan C3, dan jumlah sisiran 2 – 3. Perbedaan karakteristik antara grade memudahkan PT. SSN untuk mensegmentasikan pasarnya.
12
Tabel 4. Jenis dan Karakteristik Pisang Cavendish di PT. SSN Grade C3
Finger Besar (FB) Finger Besar (FB1) Finger Sedang (FS) Finger Sedang 1(FS1) Finger Kecil (FK) Finger Kecil 1(FK 1)
Nama Merek Karakteristik SUNPRIDE Warna kuning mulus, rasa manis, panjang minimal 7,5 inchi lebar minimal 3,9 inchi, jumlah sisiran antara 3 – 8, toleransi bruises kecil SUNFRESH Wana kuning mulus, rasa manis, toleransi bruises agak banyak dari C3, ukuran sama dengan C3, jumlah sisiran 2 – 3 Tidak Bermerek Karakteristik buah sama dengan FB, hanya jumlah sisiran satu-satu Tidak Bermerek Warna kuning mulus, rasa manis, toleransi bruises sama dengan FB, panjang minimal 6.5 inchi, jumlah sis iran 2 – 3 Tidak Bermerek Kriteria sama dengan FS, namun jumlah sisiran satu-satu Tidak Bermerek Warna kuning mulus, rasa manis, toleransi bruises sama dengan FS 1, panjang minimal 5.5 inchi, jumlah sisiran 2 – 3 Tidak Bermerek Sama dengan FK, hanya jumlah sisiran lebih sedikit
Sumber : Handayani, 2005
2.2. Ritel Modern Industri ritel di Indonesia adalah sektor yang mampu bertahan di tengah krisis dalam beberapa tahun terakhir. Sampai akhir tahun 2002, jaringan ritel di Indonesia telah mencapai 2.069 gerai yang tersebar diseluruh Indonesia, terdiri dari minimarket 972 gerai, supermarket 683 gerai, department store 376 gerai, dan hypermarket 38 gerai. Perkembangan pasar modern yang pesat tersebut ternyata belum diikuti oleh perkembangan pasar tradisional. Jumlah pasar tradisional yang ada pada tahun 1997 sebanyak 10.381 unit dan bertambah di tahun 1999 menjadi 10.430 unit atau meningkat hanya 0,47% 4 . Sejalan dengan perkembangan kebutuhan dan pola hidup masyarakat yang menghendaki kenyamanan berbelanja (convenience), kepastian harga, dan keanekaragaman barang kebutuhan membuat ritel modern menjadi alternatif 4
www.kppu.go.id. Seminar Retail Nasional, Jakarta 25 Januari 2007. Keynote speech Menteri Perdagangan RI : Mari Elka Pangestu.
13
berbelanja kebutuhan sehari- hari.
Oleh karena itu, para ritel modern seperti
Sarinah, Hero, Matahari, Sogo, dan Carrefour, akan semakin bersaing untuk senantiasa meningkatkan kualitas baik cara pengolahan, penampilan toko, maupun menambah jumlah gerainya di berbagai tempat (Somantri, 2005). Potensi pasar yang luas dengan didukung daya konsumsi masyarakat Indonesia yang tinggi, membuat para peritel mendirikan dan menambah jumlah gerainya.
Hal ini berdampak pada persaingan yang semakin ketat dalam
memperebutkan pasar (CIC, 2003).
Namun keberadaan ritel modern secara
langsung menurunkan daya beli masyarakat pada pasar tradisional, karena memang ritel modern memiliki tempat yang nyaman dan terjangkau oleh masyarakat baik di kawasan perumahan, perkotaan maupun berdekatan dengan pasar tradisional5 . Dalam ritel modern biasanya selalu ada ritel atau pengecer dengan skala besar, namun tidak semua ritel berada dalam tempat tersebut. Menurut Somantri (2005) pasar modern adalah pasar yang dibangun oleh pemerintah, swasta, atau koperasi dalam bentuk Mall, Supermarket, Departement store, dan Shopping center. Pengelolaan pasar modern dilakukan secara modern ya ng mengutamakan pelayanan, kenyamanan berbelanja, bermodal besar, dan dielngkapai denga n label harga yang pasti. Hal ini sesuai dengan Peraturan Daerah (PERDA) DKI Jakarta No.2 Tahun 2002 bahwa ritel modern dibedakan menjadi empat golongan yaitu mini swalayan atau minimarket, pasar swalayan atau supermarket, pasar serba ada (departement store atau hypermarket), dan perkulakan atau grosir.
5
www.bisnis.com. Rabu, 15/06/2005 (update pada 6 November 2006). Linda Tetty Silitonga, dan Moh. Fatkhul Maskur. Analisa Usaha Kecil Menengah “Menyimak persaingan di sektor ritel”.
14
Menurut Aini (2005) ritel modern dibedakan atas dasar ukuran dan jenis barang yang dijual yaitu minimarket, supermarket, hypermarket , special store, dan departement store. Minimarket merupakan toko dengan luasan kurang dari 150 m2 yang menjual berbagai macam produk konsumsi. Ritel ini sudah ada di Indonesia sejak tahun 1988 dan hingga sekarang perkembangan bisnis ini menjadi waralaba (franchise) seperti Alfamart, dan Indomaret. Jenis ritel lainnya yaitu supermarket yang merupakan toko dengan luasan antara 500 – 4000 m2 . Supermarket umumnya menjual berbagai macam produk segar dan kebutuhan primer manusia. Ritel ini berada pada wilayah perkotaan, adapun di Indonesia contohnya adalah Superindo, Matahari dan Hero (Susilowati, 2005). Ritel modern lain yang kini sedang berkembang di Indonesia adalah hypermarket. Ritel ini menjual berbagai ribuan produk baik produk segar maupun kebutuhan lainnya, dan ukurannya tempatnya lebih luas yaitu = 8000 m2 . Hypermarket di Indonesia merupakan ritel yang dikembangkan oleh peritel luar negeri seperti Carrefour, Wall-Mart, sehingga peritel lokal pun bersaing dengan membentuk hypermarket seperti Giant milik Hero Group dan Hypermart milik Matahari Group.
2.3. Pasar Tradisional Pasar tradisional (wet market) di Indonesia sudah ada sejak puluhan tahun lalu. Perkembangan pasar tradisional yang selalu identik dengan segmen menengah ke bawah (middle-low) masih memberikan kontribusi yang berarti bagi sektor ekonomi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Keberadaan pasar tradisional secara langsung menentukan arus barang dari berbagai saluran tataniaga untuk dikonsumsi oleh konsumen.
15
Perkembangan pasar tradisional secara langsung mengalami persaingan dari pasar ritel modern. Jumlah pasar tradisional yang ada pada tahun 1997 sebanyak 10.381 buah dan bertambah di tahun 1999 menjadi 10.430 buah atau meningkat hanya 0,47%. Dengan produk yang lebih berkualitas dan harga yang tidak jauh berbeda dibandingkan dengan pasar tradisional, membuat konsumen lebih memilih ritel modern sebagai tempat membeli. Keberadaan tempat ritel modern dan pasar tradisional yang tidak begitu jauh membuat konsumen pun lebih memilih berbelanja ke ritel modern. Untuk mengurangi keberadaan ritel modern pada salah satu propinsi yaitu DKI Jakarta mengatur tentang jarak antara ritel modern dengan pasar tradisional berdasarkan Peraturan Daerah (PERDA) No.2/2002. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 5 mengenai aturan jarak antara ritel modern dengan pasar tradisional di DKI Jakarta.
Tabel 5. Jarak Ritel Modern dengan Pasar Tradisional di DKI Jakarta Luas ritel modern (m2 ) 100 -200 200 - 1.000 1.000 - 2.000 = 4.000
Jarak dengan Pasar Tradisional 0,5 km 1 km 2 km 2,5 km
Sumber: PERDA DKI Jakarta No.2/2002
2.4. Rantai Pasokan (Supply Chain) Rantai pasokan produk pada dasarnya bertujuan untuk memaksimumkan nilai yang ada, meminimalkan berbagi biaya, dan memuaskan pelanggan. Rangkaian supply chain mulai dari produsen, kemudian pemasok, distributor, hingga ke konsumen. Panjang pendeknya supply chain, tergantung dai jenis barang yang disimpan (Indrajit, 2003).
Implikasi dari supply chain, peranan
16
pemasok sangat penting terhadap keberadaan berbagai produk di pasar terutama bagi ritel modern, yang kekuatannya terletak pada banyak produk atau merek yang berada di outletnya. Pemasok
tentunya
memiliki
pelanggan
ketergantungan produk yang dipasoknya.
tetap,
apalagi
memiliki
Biasanya pemasok yang sudah
memiliki brand dan memiliki kekuatan tawar- menawar yang kuat, maka akan ditempatkan pada display khusus oleh pelanggan. Pelayanan khusus atau hak eksklusif ini tentunya memberikan keuntungan win-win solution bagi pelanggan dan pemasok.
2.5. Penelitian-Penelitian Terdahulu Terkait dengan penelitian yang dilakukan yaitu tentang peramalan penjualan dan optimalisasi pasokan di PT. SSN, ada beberapa penelitian terdahulu yang relevan baik tentang metode analisis, sistem pasokan dan distribusi, serta pasar. Penelitian-penelitian tersebut dilakukan oleh Septiati (2002) mengenai optimalisasi pengadaan dan distribusi produk buah-buahan di Moenaputra Nusantara, Sutarya (2003) megenai optimasi produksi dan distribusi sayuran di PT. Pacet Segar, dan Ismail (2007) mengenai analisis perencanaan pengendalian persediaan optimal pada PT. Sinar Sosro Kantor Penjualan Sukabumi. Mengenai hasil penelitian-penelitian terdahulu yang terkait dapat dilihat pada Tabel 6. Penelitian yang berlokasi di PT. SSN sudah ada beberapa yang melakukannya. Adapun penelitian yang telah dilakukan adalah analisis faktorfaktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian pisang Sunpride (Setianingrum, 2003), dan analisis strategi
17
pengembangan bisnis buah segar pada PT. Sewu Segar Nusantara (Handayani, 2005).
Tabel 6. Penelitian-Penelitian Terdahulu yang Relevan Tahun 2002
Penulis Nila Septiati
2003
Sutarya
2007
Ismail
Judul Optimalisasi Pengadaan dan Distribusi Produk Buah-buahan Segar di PT Moenaputra Nusantara Jakarta Optimasi Produksi dan Distribusi Sayuran di PT. Pacet Segar, Cianjur-Jawa Barat Analisis Perencanaan Pengendalian Persediaan Optimal Pada PT. Sinar Sosro Kantor Penjualan Sukabumi
Metode Profit Marjin, & Metode Transportasi
Hasil Penelitian Mendekati Kondisi Optimal antara pusat pengadaan buah dengan pelanggan
Linear Programming
Belum dalam kondisi optimal baik dalam produksi maupun distribusi
Peramalan, EOQ, Safety Stock¸dan titik pemesanan kembali
Model Peramalan yang sesuai adalah SARIMA
Septiati (2002) melakukan penelitian tentang optimalisasi pengadaan dan distribusi produk buah-buahan segar di PT. Moenaputra Nusantara Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pengadaan dan distribusi yang dilakukan oleh perusahaan tersebut, mengetahui profit marjin dan imbangan penerimaan biaya (R/C), serta mengetahui komposisi pengadaan dan distribusi yang optimal.
Untuk menganalisis tujuan digunakan software MS.Excel dan
LINDO. Hasil penelitian pola pengadaan buah-buahan di PT. Moenaputra Nusantara Jakarta terdiri dari petani, pedagang pengumpul, dan pasar induk, dengan jumlah penawaran tertinggi berasal petani dengan sebesar 64, 88 %. Distribusi buah-buahan dikirim ke kelompok eceran, grosir, dan hotel, dengan
18
jumlah permintaan tertinggi berasal dari kelompok eceran yaitu sebesar 77,04 %. Adapun buah-buahan yang didistribusikan terdiri dari buah kontinyu dan buah musiman, dengan buah-buahan yang menjadi unggulan adalah melon, semangka merah, dan semangka kuning. Berdasarkan analisis profit marjin yang terbesar adalah buah melon, dan semangka merah, sedangkan yang memiliki profit marjin terkecil adalah bangkuang. Hasil nilai R/C menunjukkan buah-buahan kontinyu memiliki nilai R/C rata-rata 1,14, sedangkan untuk buah-buahan musiman rata-rata dari nilai R/C adalah 1,12. Hasil analisis komposisi pengadaan dan distribusi dengan Model Transportasi diperoleh dengan nilai fungsi tujuan yang meminimumkan biaya adalah sebesar Rp 1.921.344.000, sedangkan dengan pengadaan dan distribusi yang dilakukan oleh PT. Moenaputra Nusantara tahun 2001 pada semester 1 adalah sebesar Rp 1.922.687.889, terdapat selisih nilai total biaya pengadaan dan distribusi sebesar Rp 1.343.136. Hal ini menunjukkan bahwa pola pengadaan dan distribusi telah mendekati kondisi optimal, sehingga tidak jauh berbeda dengan kondisi aktualnya.
Begitu juga pada semester 2 hasilnya mendekati kondisi
optimal. Perbedaan yang mendasar dari kondisi aktual dengan optimal adalah besarnya alokasi dari pusat pengadaan ke tujuannya. Dalam hal ini adala h pengambilan keputusan mengenai pusat pengadaan mana saja yang akan menyalurkan produk buah-buahan tersebut kepada pelanggan. Sutarya (2003) melakukan penelitian tentang optimasi produksi dan distribusi sayuran di PT. Pacet Segar, Cianjur-Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kombinasi distribusi yang optimal sayuran, menganalisis
19
kombinasi distribusi berdasarkan hasil produksi optimal, dan mengetahui sensitivitas solusi optimal dalam kaitan dengan ketersediaan sumberdaya dan keuntungan perusahaan tanpa mengubah kondisi optimal. Alat analisis yang mendukung tentang penelitian ini adalah melalui permodelan dengan linear programming dengan bantuan software LINDO. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sutarya (2003) penggabungan aktivitas produksi dan distribusi dalam satu model, dimaksudkan agar hasil optimal yang diperoleh dapat didistribusikan secara optimal sehingga mencapai keuntungan maksimal. Hasil penelitian dalam produksi menunjukkan bahwa 10 jenis sayuran buah rata-rata baru berproduksi sebanyak 36,65 % dari kondisi optimal, 10 jenis sayuran daun rata-rata baru berproduksi sebanyak 38,18 % dari kondisi optimal, sedangkan 10 jenis sayuran umbi, bunga, dan tunas rata-rata baru berproduksi sebanyak 37,31 % dari kondisi optimal, dan jenis sayuran unggulan rata-rata baru berproduksi sebanyak 37,31 % dari kondisi optimal. Hasil analisis dalam distribusi menunjukkan bahwa sayuran buah, daun, umbi, bunga, tunas, dan sayuran unggulan ke beberapa swalayan tertentu masih belum optimal. Hal ini dikarenakan, terdapat perbedaan alokasi distribusi optimal antara sayuran yang diolah pada model sesuai kelompoknya dengan sayuran yang diolah pada kelompok sayuran unggulan. Berdasarkan tiga kelompok sayuran, maka yang memberikan keuntungan kotor terbesar adalah jenis sayuran daun yang mencapai Rp 18.143.070, dan yang terendah adalah pada sayuran buah dengan keuntungan kotor sebesar Rp 14.295.560. Ismail (2007) melakukan penelitian tentang analisis perencanaan pengendalian optimal pada PT. Sinar Sosro Kantor Penjualan Sukabumi (PT.
20
SSKPS). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasikan manajemen persediaan yang dilakukan oleh PT. SSKPS, menganalisis metode peramalan yang paling akurat dalam memprediksi volume penjualan produk-produk Sosro dan meramalkan untuk 12 bulan ke depan, serta menghitung perencanaan persediaan yang optimal berdasarkan hasil permalan penjualan.
Metode penelitian yang
digunakan adalah berbagai teknik peramalan, Economic Order Quantity (EOQ), serta analisis persediaan pengaman dan analisis titik pemesanan kembali. Hasil penelitian tentang peramalan menunjukkan terdapat pola data penjualan bulanan Teh Botol Sosro (TBS) dan Fruit Tea Genggam (FTG) dari bulan Januari 2002 – Desember 2006 memiliki unsur trend dan musiman. Berdasarkan hasil analisis untuk penjualan TBS diperoleh model yang paling sesuai adalah SARIMA (0,0,2)(2,2,0)12 dengan nilai MSE sebesar 4.442.527. Untuk model peramalan yang paling sesuai untuk penjualan FTG yaitu SARIMA (0,0,1)(1,0,0)12 dengan nilai MSE 166.345.
Hasil penelitian lainnya dengan
metode EOQ, menunjukkan bahwa untuk TBS sebaiknya setiap kali memesan sebanyak 4.872 krat dengan frekuensi pemesanan sebanyak 57 kali, sedangkan untuk FTG setiap kali memesan sebaiknya kuantitas pemesanannya adalah 1.387 karton dengan frekuensi 19 kali dalam setahun. Analisis persediaan pengaman dengan pendekatan tingkat pelayanan (level service approach) menunjukkan persediaan pengaman yang optimal untuk TBS adalah sebesar 4.122 krat, dan untuk FTG sebesar 347 karton. Dengan adanya persediaan pengaman ini, maka biaya peyimpanan perusahaan akan bertambah sebesar Rp 119.022.750, sedangkan untuk FTG sebesar Rp 10.769.839. Hal ini memberikan selisih biaya signifikan dengan fakta yang dilakukan oleh PT.
21
SSKPS.
Analisis titik pemesanan kembali menunjukkan periode tahun 2007,
perusahaan harus memesan pada saat persediaan TBS mencapai 5.285 krat dengan selang waktu pemesanan 6 hari, sedangkan untuk FTG mencapai 457 karton dengan selang waktu 19 hari. Relevansi terhadap penelitian-penelitian di atas terhadap penelitian yang akan dilakukan, memiliki persamaan terhadap alat analisis dan metode yang digunakan yaitu berbagai teknik peramalan, analisis Economic Order Quantity (EOQ), persediaan pengaman, dan analisa titik pemesanan kembali. Pemilihan metode- metode tersebut, didasarkan pada analisa untuk memecahkan masalah yang ada di PT. SSN terhadap distribusi dan pasokan pisang cavendish pada wilayah pemasaran di JABOTABEK.
Perbedaan dengan penelitian-penelitian
terdahulu, adalah hasil ramalan akan digunakan untuk perhitungan pengendalian pasokan pada periode berikutnya, dan adanya proses identifikasi rantai pasokan.
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Permintaan dan Penawaran Secara umum dalam teori ekonomi menurut Limbong dan Sitorus (1988) permintaan terhadap suatu komoditas dapat dirumuskan sebagai berikut : Dx = f?fx{Hx, Hy, T, Pop, I,..} Keterangan : Dx = Permintaan Komoditas x Hx = Harga komoditas X(kondisi ceteris paribus); Hy = Harga barang Y (Komplemen/subtitusi); T = Selera konsumen; Pop = Jumlah penduduk; I = Daya beli masyarakat.
Pada tingkat produksi atau produsen menurut teori ekonomi mewakili sisi penawaran suatu komoditas. Secara umum penawaran suatu komoditas dapat dipengaruhi oleh faktor harga barang sendiri dan harga barang lain, teknologi yang digunakan, dan tujuan perusahaan dengan rumus sebagai berikut : Sx = f?fx{Hx, Hy, T,...} Keterangan : Dx = Permintaan Komoditas x; Hx = Harga komoditas X(kondisi ceteris paribus); Hy = Harga barang Y (Komplemen/subtitusi); T = Perkembangan Teknologi.
Permintaan di tingkat konsumen dalam teori ekonomi tidak langsung berhadapan dengan penawaran, namun diantara koduanya dihubungkan oleh suatu sistem tataniaga atau pemasaran. Dalam sistem tersebut dilakukan oleh pelaku tataniaga dengan memperoleh imbalan sebesar perbedaaan antara harga yang
23
diterima oleh produsen dengan harga yang dibayar oleh pengecer atau konsumen. Menurut Limbong dan Sitorus (1988) perbedaan harga tersebut adalah marjin tataniaga atau jasa-jasa lembaga tataniaga. Adapun secara grafis marjin tataniaga dapat dilihat pada Gambar 1. Harga (Rp/unit)
Sr Hr
Sf
M Hf
Dr Df Jumlah (Unit)
Gambar 1. Permintaan dan Penawaran Turunan serta Marjin Tataniaga. Sumber : Limbong dan Sitorus (1988) Keterangan : Hr : Harga di tingkat pedagang pengecer; Hf : Harga di tingkat petani/on-farm; Dr : Permintaan di tingkat pedagang pengecer; Df : Permintaan di tingkat petani/on-farm; Sr : Penawaran di tingkat pedagang pengecer; Sf : Penawaran di tingkat petani/on-farm; M : Nilai marjin pemasaran.
Gambar 1 menjelaskan bahwa marjin tataniaga adalah perbedaan antara harga di tingkat petani (Hf) dengan harga di tingkat pedagang pengecer (Hr). Hal ini terjadi karena adanya interaksi atau negosiasi mengenai jumlah produk dan harga berdasarkan permintaan di tingkat petani (Df) dan penawaran tingkat pertani (Sf), sehingga pada akhirnya pihak pedagang pengecer akan mengikuti
24
berapa harga produk tersebut berdasarkan permintaan (Dr) dan penawaran (Sr) dengan kondisi jumlah produk tetap.
3.1.2. Peramalan Data Time Series Peramalan merupakan suatu upaya untuk memprediksi ketidakpastian masa depan, dengan maksud membantu para pengambil keputusan untuk memutuskan suatu kebijakan secara lebih baik. Peramalan melibatkan sejumlah studi mengenai data historis dan manipulasi data tersebut untuk mencari pola data sehingga dapat digunakan untuk memperkirakan pola data di masa depan (Hanke, et al., 2003). Penggunaan peramalan untuk memprediksi masa depan, melibatkan sejumlah proses manipulasi data agar diperoleh peramalan yang efektif. Menurut Assauri (1980) terdapat tiga langkah peramalan yang dianggap penting, yaitu : 1. Menganalisa data yang lalu dengan cara membuat tabulasi untuk dapat menemukan pola dari data tersebut. 2. Menentukan metode peramalan yang akan digunakan dan memberikan hasil yang tidak jauh berbeda dengan kenyataan yang terjadi, atau metode yang menghasilkan penyimpangan data terkecil. 3. Memproyeksikan data yang lalu dengan menggunakan metode peramalan yang dipergunakan dengan mempertimbangkan beberapa faktor perubahan.
Semua prosedur formal peramalan melibatkan penarikan pengalaman masa lalu ke dalam ketidakpastian masa depan. Sebagai usaha untuk memperoleh keakuratan data masa depan, maka beberapa teknik peramalan dikembangkan agar kesalahan-kasalahan dalam proses peramalan dapat dikurangi seminimal
25
mungkin.
Menurut Hanke, et al. (2003) pengenalan terhadap operasi teknik
peramalan pada data menghasilkan kejadian historis mengarah ke identifikasi lima tahapan proses peramalan antara lain : 1. Pengumpulan data Proses ini memerlukan pentingnya perolehan data yang sesuai dan teruji kebenarannya. Tahap ini seringkali merupakan bagian paling menantang dari keseluruhan proses peramalan, dan paling sulit untuk dimonitor.
Hal ini
dikarenakan serangkaian tahapan dapat dilakukan pada data dalam menentukan kesesuaiannya dengan masalah. 2. Pemadatan atau pengurangan data Proses ini seringkali diperlukan karena mungkin saja terjadi kelebihan data dalam proses peramalan atau sebaliknya terlalu sedikit. Beberapa data mungkin tidak relevan dengan masalah dan dapat mengurangi keakuratan peramalan. Data lain mungkin sesuai, tetapi hanya dalam periode historis tertentu. 3. Penyusunan model dan evaluasi Tahap ini meliputi pencocokan data terkumpul kedalam model yang sesuai dalam hal meminimasi kesalahan peramalan. Model yang lebih sederhana, lebih baik keadaannya dalam hal diterimanya proses peramalan oleh pengambil keputusan. Seringkali harus diseimbangkan antara pendekatan peramalan canggih yang hasilnya sedikit lebih akurat dengan pendekatan sederhana yang lebih mudah dipahami serta mendapatkan dukungan. Sehingga, pendapat pribadi sering dilibatkan dalam proses pemilihan model.
26
4. Ektrapolasi model (peramalan aktual) Proses ini terdiri dari model peramalan aktual yang dihasilkan begitu data yang sesuai telah terkumpul, dan kemungkinan dikurangi dan model peramalan yang sesuai juga sudah dipilih. Untuk memeriksa keakuratan proses peramalan, peramalan untuk periode yang baru lewat dibandingkan dengan nilai hitoris aktual. Kesalahan peramalan kemudian diamati dan dirangkum dengan beberapa langkah. 5. Evaluasi peramalan Tahapan ini membandingkan nilai peramalan dengan nilai historis aktual. Beberapa nilai terkini kemudian diambil dari himpunan data yang sedang dianalisa. Setelah model peramalan selesai, maka peramalan dilakukan untuk beberapa periode ke depan dan dibandingkan dengan nilai historis yang telah diketahui. Beberapa prosedur peramalan menjumlahkan nilai absolut dari kesalahan dan hasil penjumlahan atau dibagi dengan jumlah perlakuan peramalan sehingga menghasilkan rata-rata kesalahan peramalan. Pengujian pola kesalahan seringkali mengarahkan analisa untuk memodifikasi prosedur peramalan. Dalam peramalan time series ada beberapa teknik atau metode yang digunakan antara lain sebagai berikut : 1. Metode Naïve : adalah teknik peramalan berdasarkan asumsi bahwa periode saat ini merupakan prediktor terbaik dari masa mendatang. 2. Metode Rata-rata Sederhana : digunakan apabila peramalan dilakukan secara berulang-ulang untuk data yang tidak terlalu besar (Firdaus, 2006). 3. Metode Rata-rata Bergerak Sederhana : menggunakan mean semua data untuk meramal (Hanke, et al., 2003).
27
4. Metode Rata-rata Bergerak Ganda : Teknik ini baik untuk data yang mengandung unsur trend (Firdaus, 2006). 5. Metode Pelicinan Eksponensial Tunggal : Teknik ini dapat merevisi secara kontinyu hasil peramalan dengan informasi terbaru. Metode ini berdasarkan pemulusan yang menurun secara eksponensial (Firdaus, 2006).
Selain itu,
metode ini menyediakan rata-rata bergerak tertimbang secara eksponensial semua nilai pengamatan yang lalu (Hanke, et al., 2003). 6. Metode Brown : menjelaskan bahwa ramalan merupakan hasil dari perhitungan dua kali pelicinan secara eksponensial. Tujuan dari pelicinan kedua adalah untuk mengatasi masalah data yang tidak stasioner dengan model trend yang linear (Makridakis, et al., 1999). 7. Metode Dekomposisi Aditif : Model ini memperlakukan nilai deret waktu sebagai jumlah dari komponen-komponen dalam model (Hanke, et al., 2003). 8. Metode Dekomposisi Multiplikatif : Model ini memperlakukan nilai deret waktu sebagai hasil perkalian dari komponen-komponen dalam model (Hanke, et al., 2003). 9. Metode Winters : Metode winters yang terdiri dari winters aditif dan multiplikatif. Kedua metode ini memberikan cara mudah utuk menjelaskan musiman didalam model ketika data memiliki pola musiman.
Metode
alternatif terdiri dari penghapusan musim atau penyesuaian musim pada data. Model
peramalan
ini
diaplikasikan
untuk
data
musim- terhapus
(desesasonalized data) dan kemudian musiman dimasukkan kembali untuk mendapatkan ramalan yang akurat (Hanke, et al. (2003).
28
10. Metode Box-Jenkins (ARIMA) : Model ini menggunakan pendekatan iteratif pada identifikasi suatu model yang mungkin dari model umum (Hanke, et al., 2003). ARIMA adalah singkatan dari autoregressive integrated moving average. Pada ARIMA terbagi atas model MA (moving average), AR (autoregressive), ARMA (autoregressive moving average), dan ARIMA (autoregressive integrated moving average).
Berdasarkan model- model peramalan di atas penilaian terhadap akurasi hasil peramalan dapat dilakukan dengan mengamati besarnya selisih nilai aktual pengamatan dengan nilai estimasi dari peramalan (Firdaus, 2006).
Penilaian
tersebut dilakukan dengan membandingkan nilai error yang terkecil baik melalui MSE (Mean Square Error), MAE (Mean Average Error), maupun MPE (Mean Percentage Error).
3.1.3. Economic Order Quantity (EOQ) Model EOQ atau fixed-order-quantity digunakan untuk menentukan kuantitas pesanan persediaan, yang meminimumkan biaya langsung penyimpanan persediaan, dan biaya kebalikannya (inverse cost) pemesanan persediaan. Metode ini dapat digunakan baik untuk barang-barang yang dibeli maupun yang diproduksi sendiri. Pada Gambar 2 menunjukkan hubungan antara kedua biaya tersebut biaya penyimpanan (holding dan carrying cost) dan biaya pemesanan (ordering atau set-up cost).
29
Biaya Biaya Total
Biaya Penyimpanan
Biaya Pemesanan
Q Kuantitas (Q)
Gambar 2. Hubungan Antara Biaya Pemesanan dan Biaya Penyimpanan. Sumber : Handoko, 1999
Berdasarkan Gambar 2, jumlah pesanan yang ekonomis terletak antara perpotongan biaya penyimpanan dan biaya pemesanan. Jumlah pemesanan akan optimal jika biaya penyimpanan dengan biaya pemesanan mencapai nilai minimum. Kuantitas pemesanan yang optimal terjadi pada titik Q, yaitu pada saat biaya pemesanan sama dengan biaya penyimpanan yang merupakan perpotongan antara keduanya.
Pada titik Q tersebut, total biaya pengendalian persediaan
adalah minimal. Model EOQ merupakan alat yang paling umum digunakan dalam menganalisis persediaan barang yang optimal. Menurut Handoko (1999), model EOQ mempunyai beberapa asumsi antara lain : 1. Permintaan produk adalah konstan, seragam, dan diketahui (deterministik). 2. Harga per unit produk adalah konstan. 3. Biaya penyimpanan per unit per tahun adalah konstan. 4. Biaya pemesanan per pesanan adalah konstan.
30
5. Waktu antara pesanan dan barang-barang diterima (lead time, L) adalah konstan. 6. Tidak terjadi kekurangan bahan atau back orders.
Berdasarkan asumsi tersebut, karena permintaan produk adalah konstan dan seragam, maka seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3 tingkat persediaan dari waktu ke waktu berbentuk model continuous. Hal ini ditunjukkan dimana pesanan yang dilakukan dengan pesanan yang diterima berkontinyu kapan saja persediaan mencapai titik pemesanan kembali (R) sesuai penggunaan per hari (d) dan waktu tunggu (L).
Tingkat Persediaan (dalam unit)
Q
Pesanan diterima
Pesanan dilakukan
d R Q
Economic Order Quantity
Reoder point
R = d.L
L
L
Waktu
Gambar 3. Tingkat Persediaan dengan Waktu dalam EOQ. Sumber : Handoko, 1999 Keterangan : Q = Jumlah yang dipesan R = Titik Pemesanan Kembali (Reorder point) d = tingkat permintaan atau penggunaan per hari L = Waktu tunggu (lead time)
Kelebihan EOQ yaitu sederhana, mudah dianalisis, dapat diolah secara manual, dan jika ditambahkan persediaan pengaman maka EOQ dapat digunakan untuk perusahaan yang memiliki tingkat pemakaian dan waktu tunggu yang
31
berfluktuasi. Akan tetapi, kelemahan EOQ yaitu kurang peka terhadap fluktuasi pemakaian dan waktu tunggu yang umumnya terjadi pada perusahaan. Selain itu, EOQ hanya menghitung jumlah pemesanan yang optimal dan frekuensi pemesanan.
3.1.4. Persediaan Pengaman (Safety Stock) Persediaan pengaman adalah persediaan tambahan yang diadakan untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan barang (stock out). Oleh karena itu, persediaan pengaman berfungsi sebagai cadangan untuk menjaga kelancaran operasional penjualan. Dalam hal ini yang menjadi faktor-faktor yang menentukan besarnya persediaan pengaman adalah permintaan produk rata-rata dan waktu tunggu (lead time). Permintaan produk rata-rata dan standar deviasi dari permintaan produk rata-rata perlu diketahui untuk menentukan persediaan pengaman. Hal ini untuk mengetahui penyimpangan penggunaan produk dari ratarata, karena adanya pemakaian yang berfluktuasi. Menurut Assauri (1980) dalam menentukan besarnya persediaan pengaman dapat digunakan beberapa pendekatan antara lain pendekatan kemungkinan kekurangan barang (probabilty of stock approach) dan pendekatan keterlambatan produk yang dipesan (level of service approach). Pada pendekatan kemungkinan kekurangan barang digunakan asumsi bahwa lead time konstan. Waktu tunggu (lead time) adalah lamanya waktu antara mulai dilakukannya pemesanan sampai dengan kedatangan produk dan diterima di gudang penerima. Lamanya waktu tersebut berbeda atau bervariasi antara satu pesanan dengan pesanan lainnya. Dengan asumsi lead time konstan, stock out hanya terjadi dengan adanya penambahan dalam permintaan barang.
32
Pendekatan keterlambatan produk yang dipesan digunakan asumsi adanya ketidakpastian lead time dan permintaan produk, yang menyebabkan terjadinya stock out . Dalam hal ini tergantung pada keadaan penggunaannya yaitu : 1. Tingkat pelayanan frekuensi (frequency level of service) : secara rata-rata tingkat pelayanan x persen dalam jangka panjang, persediaan dapat memenuhi seluruh permintaan langganan dalam periode pemenuhan atau penggantian x dari setiap 100. 2. Tingkat pelayanan kuantitas (quantity level of service) adalah perbandingan secara rata-rata dalam jangka panjang dari seluruh pesanan pelanggan, yang dapat dipenuhi dengan persediaan yang ada tanpa pembatalan atau penangguhan.
Setelah diketahui tingkat pelayanan, kemudian ditentukan frekuensi distribusi permintaan produk yaitu distribusi normal untuk barang yang cepat bergerak, dan distribusi Chi-square untuk barang yang lambat bergerak. Selain itu juga ada faktor-faktor jarak waktu penyerahan produk yang dipesan sampai ke gudang, dan waktu yang terlindungi dimana persediaan pengaman dapat menutup fluktuasi permintaan tanpa dibantu oleh penambahan persediaan.
3.1.5. Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point) Titik pemesanan kembali adalah suatu batas dari jumlah persediaan yang ada pada saat pesanan harus diadakan kembali, dan titik ini menunjukkan untuk mengganti persediaan yang telah digunakan (Assauri, 1980). Besarnya penggunaan barang ditentukan oleh lead time dan tingkat penggunaan rata-rata.
33
Berdasarkan Gambar 4, persediaan mencapai titik pesanan kembali apabila ROP yang telah ditentukan sebelumnya, sama dengan pemesanan yang dilakukan sebanyak Q. Hal ini dikarenakan permintaan selama masa tenggang tidak pasti, sedangkan persediaan dapat berfluktuasi, sehingga mengakibatkan kehilangan penjualan atau tunggakan pesanan (back order) sampai pesanan sebanyak Q unit yang diterima. Tingkat Persediaan nan Pesanan dilakukan
Pesanan dilakukan
Pesanan dilakukan
ROP
Jumlah Unit Kehilangan Penjualan
Waktu
Gambar 4. Karakeristik Sistem Pemesanan Kembali. Sumber : Buffa dan Sarin(1996)
3.1.6. Penjualan dan Distribusi Menurut Downer, dan Erickson (1989), penjualan adalah suatu tindakan pengalihan pemilikan barang dan jasa, serta memiliki keterkaitan terhadap laba. Sedangkan menurut Gultinan, Paul (1990), penjualan meliputi semua kegiatan yang terjadi dalam mentransfer barang, dan menyediakan bantuan serta informasi kepada pembeli akhir atau distributor. Kegiatan penjualan selalu identik dengan kegiatan distribusi, karena keduanya saling berkaitan sama lain. Menurut Yunarto (2006), kegiatan distribusi adalah kegiatan pemasaran yang berusaha memperlancar dan mempermudah
34
penyampaian produk dari produsen kepada konsumen, sehingga penggunaannya sesuai dengan yang diperlukan baik dari jenis, jumlah, harga, tempat dan maupun saat dibutuhkan. Menurut Ta mbulun (2004), distribusi produk menggunakan berbagai alat angkut seperti truk, kereta api, kapal, dan pesawat Untuk menjual produk agar sampai ke konsumen, diperlukan berbagai macam cara dalam penjualan dan distribusi. Menurut Gultinan, dan Paul (1990) ada beberapa cara dalam kegiatan tersebut antara lain : 1. Sistem tanggapan langsung : fungsi utamanya adalah mendapatkan order, produk didistribusikan langsung ke konsumen akhir, pesanan penjualan disampaikan kepada pembeli secara peorangan melalui telepon atau surat langsung. 2. Sistem penjualan tatap muka langsung : fungsi utamanya menyediakan informasi kepada pelanggan, produk didistribusikan kepada pembeli akhir, dan pesanan penjualan disampaikan dengan kontak tatap muka. 3. Sistem penjualan perdagangan : fungsi utama mendapatkan dukungan dari distributor, pesanan penjualan melalui kontak tatap muka dan telepon, dan produk didistribusikan melalui pedagang besar atau pengecer yang membeli untuk dijual kembali kepada pembeli akhir. 4. Penjualan misionaris : fungsi utama memberikan informasi produk dan layanan kepada pelanggan secara langsung, produk didistribusikan langsung ke pembeli akhir, dan pesanan penjualan disampaikan dengan kontak tatap muka.
Berkaitan dengan pendistribusian produk, terdapat saluran distribusi yang merupakan rangkaian perantara baik yang dikelola pemasar maupun yang independen dalam menyampaikan barang dari produsen ke konsumen. Menurut
35
Yunarto (2006) bahwa saluran distribusi (distribution channel) merupakan sekumpulan organisasi yang saling berhubungan untuk membuat suatu produk atau jasa yang tersedia bagi konsumen atau pemakai dan kemudian dapat dikonsumsi oleh konsumen tersebut. Menurut Gultinan, dan Paul (1990), saluran distribusi adalah seperangkat unit organisasi yang biasanya dilakukan oleh distributor untuk melaksanakan semua kegiatan yang diperlukan, untuk menyampaikan suatu produk dari penjual ke pembeli akhir. Sehingga, tugas distributor adalah menyediakan produk di lokasi yang memudahkan bagi pelanggan, serta penjualan dan pengiklanan setempat mengenai manfaat produk. Selain itu distributor meyediakan produk bagi konsumen dari persediaan barang jadi (Buffa dan Sarin, 1996). Dalam saluran distribusi ada tiga komponen utama yaitu perantara (Intermediary), agen (agent), dan fasilitator. Pada Gambar 5 dapat dilihat variasi saluran distribus i dimana produsen dapat langsung mendistribusikan produknya ke konsumen akhir, selain itu produsen pun dapat menyalurkan produk ke agen, wholesaler, dan retailer.
PRODUSEN
AGEN
WHOLESALER
RETAILER
KONSUMEN AKHIR
Gambar 5. Variasi Saluran Distribusi. Sumber : Yunarto, 2006
AGEN
36
Saluran distribusi menurut Yunarto (2006) berperan penting dalam sistem distribusi, hal ini dikarenakan antara lain : 1. Membantu produsen yang kekurangan sumberdaya dalam memasarkan secara langsung ke pemakai akhir. Untuk memasarkan dan mendistribusikan suatu produk dibutuhkan sumberdaya (resources) untuk melakukan komunikasi dan membina hubungan dengan customer, dan sumberdaya lainnya. 2. Penjualan secara langsung tidak memungkinkan karena produk dari produsen harus dijual dengan produk lainnya yang sejenis. 3. Mengatasi ketidakcocokan produk (product discrepancies), jumlah, paket atau campuran, waktu dan tempat. 4. Mengurangi banyak kontak yang berhubungan dengan biaya transaksi. 5. Memfokuskan diri ke bidangnya masing- masing misalnya hanya pada produksi saja, sehingga produsen akan memperoleh return on investment (ROI) yang lebih besar jika dibandingkan fokus juga ke bidang distribusi.
Dalam strategi distribusi ada beberapa macam yang digunakan yaitu strategi struktur saluran distribusi, cakupan distribusi, saluran distribusi berganda, modifikasi saluran distribusi, pengendalian saluran distribusi, dan manajemen konflik dalam saluran distribusi. Berikut pada Tabel 7 secara rinci akan dijelaskan mengenai strategi distribusi tersebut.
37
Tabel 7. Lima Macam Strategi distribusi yang Dapat digunakan dalam Pemasaran Produk No. Strategi 1. Struktur saluran distribusi 2.
Cakupan distribusi
3.
Saluran distribusi berganda
4.
Modifikasi saluran distribusi
5.
Pengendalian Saluran Distribusi
Keterangan Berkaitan dengan penentuan jumlah perantara yang gunakan untuk mendistribusikan barang dari produsen ke konsumen. Alternatif yang dipilih dapat berupa distribusi langsung (direct channel) atau distribusi tidak langsung (indirect channel). Berkaitan dengan penentuan jumlah perantara di suatu wilayah atau market exposure. Tujuan dari strategi ini adalah melayani pasar dengan biaya yang minimal, namun bisa menciptakan citra produk yang diinginkan. Ada tiga macam cakupan distribusi antara lain distribusi eksklusif, distribusi intensif, dan distribusi selektif. Berkaitan dengan penggunaan lebih dari satu saluran yang berbeda untuk melayani beberapa segmen pelanggan. Tujuannya adalah untuk memperoleh akses yang optimal pada setiap segmen. Penggunaan saluran distribusi ganda ada dua jenis yaitu saluran komplementer (tidak saling berhubungan), dan saluran kompetitif (saling berhubungan). Strategi yang mengubah susunan saluran distribusi yang ada berdasarkan evaluasi dan peninjauan ulang. Adapun perubahan-perubahn yang terjadi di pasar antara lain mencakup perubahan di pasar konsumen dan kebiasaan membeli, timbulnya kebutuhan baru, perubahan kepentingan relatif dari tipe outlet, dan perubahan volume penjualan pada produk saat ini. Menguasai semua anggota dalam saluran distribusi, agar dapat mengendalikan kegiatan secara terpusat ke arah pencapaian tujuan bersama. Tujuan dari strategi ini adalah untuk meningkatkan pengendalian, memperbaiki ketidakefisienan, mengetahui efektifitas biaya melalui kurva pengalaman, dan mencapai skala ekonomis.
Sumber : Yunarto, 2006
3.1.7. Manjemen Rantai Pasokan (Supply Chain Management/SCM) Menurut
Render,
dan
Heizer
(2001),
SCM
adalah
kegiatan
mentransfomasikan bahan mentah menjadi barang dalam proses dan barang jadi, dan mengirimkan produk tersebut ke konsumen melalui sistem distribusi. Kegiatan-kegiatan ini mencakup fungsi pembelian tradisional ditambah kegiatankegiatan lainnya yang penting bagi hubungan antara pemasok dengan distributor
38
seperti pengangkutan, transfer kredit dan tunai, pemasok, pergudangan, pemenuhan pesanan, dan pengendalian persediaan. SCM menurut Indrajit (2003), adalah cara baru memandang mata rantai penyediaan barang, dimana maslah logistik dilihat sebagai rangkaian yang sangat panjang sejak bari bahn dasar sampai barang jadi yang dipakai oleh konsumen akhir.
SCM berkaitan dengan siklus lengkap bahan baku dari pemasok, ke
produksi, ke gudang, ke distribusi, sampai ke konsumen (Render, dan Heizer, 2001).
Menurut Tambulun (2004) perusahaan dalam menerima pasokan dari
suppliers harus disesuaikan dengan keputusan pembelian, persediaan (invetory) di gudang, dan standarisasi perusahaan terhadap pasokan. Dalam kegiatan pasokan, pihak yang melakukan aktivitas tersebut adalah pemasok (suppliers).
Menurut Tambulun (2004), pemasok merupakan bagian
penting di dalam sistem konversi, yang dimulai dari input faktor berupa bahan baku (raw materials), dalam proses transformasi berupa bahan pembantu, komponen peralatan untuk mesin, serta untuk output berupa bahan pembungkus. Setiap perusahaan dalam memenuhi pasokan produk terlebih dahulu memesan pada pihak suppliers melalui telepon atau faksimili, serta pembelian via internet (E-commerce). Menurut Chopra, dan Meindl (2007), kegiatan pasokan produk hingga ke konsumen melibatkan berbagai tahapan mulai dari suppliers, perusahaan, distributor dan pengecer. Dalam SCM, secara langsung terkait dengan pengendalian persediaan. Menurut Chopra, dan Meindl (2003), persediaan merupakan seluruh bahan baku bahan setengah jadi, dan barang jadi yang terdapat dalam supply chain. Menurut Buffa, dan Sarin (1996), pengendalian persediaan adalah strategi untuk menjaga
39
keseimbangan antara kelebihan dan kekurangan persediaan, agar tercapai kondisi biaya optimum. Adapun fungsi utama pengendalian persediaan pada dasarnya adalah menyimpan persediaan untuk melayani kebutuhan perusahaan dari waktu ke waktu.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional PT. Sewu Segar Nusantara (PT. SSN) merupakan salah satu distributor pisang cavendish dan buah-buahan segar di Indonesia.
Pendirian PT. SSN
berawal dari kebutuhan PT. Nusantara Tropical Fruit (PT. NTF) yang berada dalam satu grup usaha dari Gunung Sewu dalam memasarkan pisang cavendish di dalam negeri. PT. SSN memiliki visi ya ng berupaya menjadi standar industri pendistribusian buah dan sayuran segar pada tahun 2006. Begitu juga pada misi yang dilakukan yaitu ingin memfokuskan diri pada pendistribusian buah dan sayuran segar dengan kualitas dan volume yang superior untuk konsumen di Indonesia. Kegiatan utama di PT. SSN terdiri dari dua yaitu pengadaan dan distribusi buah-buahan. Dalam kegiatan pengadaan, pasokan pisang cavendish pada PT. SSN memiliki keterkaitan erat dengan PT. NTF. Kedua perusahaan merupakan anak perusahaan dari PT. Great Giant Pineapple, sehingga PT. SSN dan PT. NTF tidak melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam pengadaan pasokan pisang cavendish. Pisang cavendish yang berbuah sepanjang tahun memiliki permasalahan terhadap kondisi cuaca di daerah produksi yaitu di Way Jepara, Lampung. Hal ini berdampak pada fluktuasi produksi pisang cavendish di PT. NTF dimana pada saat musim penghujan pisang cavendish akan berbuah banyak, sedangkan musim
40
kemarau akan berbuah sedikit. Permasalahan faktor produksi pada PT. NTF akan membuat PT. SSN akan kesulitan dalam memenuhi pesanan pelanggan dalam jumlah tertentu dan memenuhi grade pisang cavendish yang baik. Dalam distribusi PT. SSN berhubungan langsung dengan permintaan pisang cavendish dari pelanggan yang berasal dari ritel modern, pasar tradisional, dan HOREKA. Pemenuhan permintaan berdasarkan pesanan bagi PT. SSN terkait dengan keberadaan pasokan yang tersedia di PT. NTF. Apabila pasokan pisang cavendish tersedia dalam jumlah banyak tentunya akan memudahkan PT. SSN untuk memasarkannya, namun pada saat hasil produksi di PT. NTF tidak mampu mencukupi permintaan pesanan, maka PT. SSN akan menganalisis jumlah yang akan didistribusikan dan perubahan harganya. Penelitian ini akan menganalisis peramalan penjualan pisang cavendish grade C3 dan FB selama 12 bulan ke depan dengan berbagai metode peramalan secara time series. Setelah menganalisis peramalan penjualan, maka akan dipilih metode terbaik, yang akan digunakan untuk menganalisis jumlah pasokan optimal bagi 12 bulan berikutnya.
Adapun alat analisis yang digunakan dalam
pengendalian pasokan pisang cavendish adalah metode jumlah pemensanan optimal atau Economic Order Quantity (EOQ), persediaan pengaman (safety stock), dan titik pemesanan kembali (reorder point). Hasil dari analisis diharapkan mampu memberikan solusi bagi PT. SSN dalam manajemen rantai pasokan, dengan menimimumkan biaya dan memperoleh profit penjualan yang tinggi pada wilayah pemasaran JABOTABEK. Selain itu, hasil ini memberikan informasi penunjang bagi PT. NTF untuk meningkatkan hasil produksi pisang cavendishnya, sehingga PT. SSN mampu menyesuaikan
41
pasokannya dengan PT. NTF. Untuk lebih jelasnya mengenai kerangka pemikiran operasional penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 6. PT. Sewu Segar Nusantara
1. Pasokan pisang cavendish tergantung persediaan pisang cavendish di PT. Gambar 6. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian. Nusantara Tropical Fruit 2. Distribusi pisang cavendish berdasarkan pesanan, dengan pangsa pasar terbesar di kawasan JABOTABEK terutama untuk ritel modern 3. Permintaan pelanggan menuntut pasokan pisang cavendish tersedia setiap waktu, sehingga berdampak pada fluktuasi penjualan dan perubahan harga jual
Peramalan Penjualan Pisang Cavendish Grade C3 dan FB Berdasarkan Metode Time Series
Pengendalian Pasokan Atas Hasil Ramalan Penjualan
Identifikasi Biaya Persediaan
1. Analisis Economic Order Quantity (EOQ) 2. Analisis Persediaan Pengaman (Safety stock) 3. Analisis Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point)
Biaya Persediaan dan Pemesanan Minimum
Rekomendasi Bagi PT. Sewu Segar Nusantara
= Alur Pemikiran
Gambar 6. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian.
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada PT. Sewu Segar Nusantara yang berlokasi di Jl. Telesonic Dalam (Jalan Gatot Subroto KM 8), Jatiuwung, Kota Tangerang, Propinsi Banten. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive), dengan didasari oleh perusahaan merupakan salah satu distributor buah-buahan khususnya pisang cavendish dengan pangsa pasar terbesar di kawasan JABOTABEK. Waktu pengumpulan data penelitian pada bulan April – Mei 2007.
4.2. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan langsung dan wawancara pada bagian Sales & Marketing, Product Supply Organization (PSO), Pembelian (Purchasing), dan bagian Ekspedisi. Adapun materi datanya berupa kegiatan umum perusahaan, rantai pasokan pisang cavendish dari PT. NTF dan distribusi pisang cavendish ke pelanggan. Data sekunder yang diperoleh dari bagian Finance & Accounting (F&A), berupa laporan jumlah pasokan pada selama tahun 2006, biaya-biaya yang terkait dengan pasokan, serta volume penjualan pisang cavendish grade C3 dan FB dalam kurun waktu 39 bulan bulan selama Januari 2004 – Maret 2007. Penggunaan data pada waktu tersebut didasarkan terjadinya penurunan volume penjualan pisang cavendish dalam beberapa tahun terakhir. Secara rinci dapat
43
dilihat pada Tabel 8 tentang data primer dan sekunder yang dibutuhkan pada PT. SSN.
Tabel 8. Jenis & Sumber Data yang Dibutuhkan dalam Penelitian di PT. SSN Jenis dan Sumber Data Pasokan
Distribusi
Data Primer
Data Sekunder
Wawancara dan pengamatan langsung pada Product Supply Organization (PSO), Purchasing, & Ekspedisi. Data yang dibutuhkan berupa manajemen pasokan pisang cavendish
Biaya pemesanan, dan biaya penyimpanan, volume pembelian Januari 2006 – Maret 2007
Wawancara dan pengamatan langsung pada Sales & Marketing, PSO, & Ekspedisi. Data yang dibutuhkan berupa manajemen distribusi pisang cavendish
Harga jual dan volume penjualan pisang cavendish dari bulan Januari 2004 – Maret 2007
Keterangan 1. Biaya pemesanan : - Biaya telepon - Biaya bongkar muat - Biaya transportasi - Biaya administrasi dan umum - Biaya penerimaan dan pemeriksaan 2. Biaya Penyimpanan : - Biaya listrik cold storage - Biaya pemeliharaan cold storage - biaya adminstrasi gudang - Biaya pengamanan
Data sekunder lainnya diperoleh dari studi pustaka pada instansi pemerintah terkait seperti Departemen Pertanian, Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura, Biro Pusat Statisik, dan Departemen Perindustrian. Selain itu, diperoleh juga rujukan dari berbagai media cetak, situs web internet, makalah dan jurnal penelitian.
44
4.3. Metode Analisis dan Pengolahan Data Untuk menganalisis peramalan penjualan dan optimalisasi pasokan pisang cavendish di PT. SSN dilakukan secara deskriptif (kualitatif) dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk mendeskripsikan manajemen pasokan dan distribusi pisang cavendish yang terdiri dari pola pengiriman, sistem pembayaran, penyimpanan, dan penjualannya. Analisis secara kuantitatif dilakukan dengan menganalisis tentang peramalan penjualan dan optimalisasi pasokan pisang cavendish di PT. Sewu Segar Nusantara. Data-data tersebut ditabulasikan dengan menggunakan MS.Excel, QSB dan MINITAB 13.20.
4.3.1. Peramalan Time Series Peramalan penjualan yang digunakan melalui data seri waktu (time series) selama 3 tahun terakhir dari volume penjualan pisang cavendish grade C3 dan FB pada wilayah pemasaran JABOTABEK di PT. Sewu Segar Nusantara. Adapun model peramalan time series yang akan digunakan adalah metode Moving Average, pelicinan eksponensial tunggal, metode brown, dekomposisi aditif dan multiplikatif, metode winters aditif dan multiplikatif, serta metode Box-Jenkins (ARIMA/SARIMA). Pada model- model peramalan time series di atas penilaian terhadap akurasi hasil peramalan dapat dilakukan dengan mengamati besarnya selisih nilai aktual pengamatan dengan nilai estimasi dari peramalan. Didefinisikan bahwa residual (error) atau et adalah perbedaan antara nilai aktual dengan nilai hasil peramalan, yaitu : et = yt - yt. Berdasarkan nilai residual tersebut diperoleh beberapa ukuran akurasi hasil peramalan antara lain MAE (Mean Absolute Error), MSE (Mean
45
Square Error) atau MSD (Mean Squrae Deviaotion) dan MPE (Mean Percentage Error).
1. Metode Rata-rata Bergerak Sederhana Metode ini menggunakan mean semua data dengan formulanya adalah :
(Y + Yt −1 + Yt− 2 + ... + Yt − n+1 ) Yˆt +1 = t n Dimana : yˆ t+1 = nilai ramalan untuk periode t+1 t = periode aktual n = jumlah periode yang akan dirata-ratakan (ordo) 2. Metode Rata-rata Bergerak Ganda Teknik ini baik untuk data yang mengandung unsur trend (Firdaus, 2006). Formula untuk teknik ini adalah :
(Y + Yt −1 + Yt − 2 + Yt −3 + ... + Yt −n +1 ) M t = Yˆt +1 = t n (M t + M t−1 + M t −2 + M t −3 + ... + M t −n −1 ) M t' = n ' at = 2M t − M t 2 bt = M t − M t' n −1
(
)
Model yang akan didapat adalah : Yˆt + p = at + bt . p Dimana : yˆ t+1 yt t n p
= nilai ramalan untuk periode t+1 = nilai aktual periode t = periode aktual = jumlah periode yang akan dirata-ratakan (ordo) = periode yang akan diramalkan
3. Metode Pelicinan Eksponensial Tunggal : yˆ t+1 = αyt + (1 + α ) yˆ t Dimana : yˆ t+1 = nilai ramalan untuk periode t+1 a = konstanta pemulusan (0
46
4. Metode Brown :
S t = α (Y t ) + (1 − α )S t − 1
S t" = α (S t ) + (1 − α )S t"− 1 a t = 2 S t − S t" α S t − S t" 1−α Yˆt = a t + b t .t Dimana : St = pelicinan tahap 1 at = nilai intersep " St = pelicinan tahap 2 bt = nilai slope Yt = nilai aktual perriode t yˆ t = nilai peramalan periode t a = konstanta pemulusan t = periode waktu (0
(
)
5. Metode Dekomposisi Aditif : Yt = Tt + Ct + St + ε Dimana: Tt Ct St a.
= komponen trend pada periode t = komponen siklus pada periode t = komponen musiman pada periode t = komponen galat pada periode t
6. Metode Dekomposisi Multiplikatif : Yt = Tt x Ct x St x εt Dimana: Tt Ct St ε
= komponen trend pada periode t = komponen siklus pada periode t = komponen musiman pada periode t = komponen galat pada periode t
7. Metode Winters a. Metode Winters Aditif Yt = Tt + S t + ε t dengan Tt = a + b (t ) a t = α (Yt − S t −1 ) + (1 − α )(a t−1 + bt−1 ) bt = β (at − at −1 ) + (1 − β )(bt−1 )
S t = γ (Yt − at ) + (1 − γ )(S t −L ) Yˆt + p = [at + bt ( p )] + S t− L + p
Dimana : at = pemulusan terhadap deseasonalized data pada periode t bt = pemulusan terhadap trend pada periode t St = pemulusan terhadap variasi musiman pada periode t Yˆt + p = ramalan p periode ke depan setelah periode t a,ß,? = koefisien pemulusan L = penjangnya musim
47
b. Metode Winters Mulktiplikatif Y Lt = α t + (1 − α )( Lt −1 + Tt −1 ) St −s Tt = β ( Lt − Lt−1 ) + (1 − β )Tt −1
Dimana : Lt a Yt ß Tt γ St P s Yt+p
Yt + (1 − γ )S t − s Lt = ( Lt + pTt )S t − s+ p
St = γ Yˆt+ p
= nilai pemulusan baru atau level estimasi saat ini = konstanta pemulusan untuk level (0= a =1) = pengamatan baru atau nilai aktual periode t = konstanta pemulusan untuk estimasi trend (0= ß =1) = estimasi trend = konstanta pemulusan untuk estimasi musiman (0= γ =1) = estimasi musiman = periode yang diramalkan = panjangnya musim = ramalan p periode ke depan
8. Metode Box-Jenkins (ARIMA/SARIMA) Pada ARIMA non-seasonal terbagi atas model MA (moving average), AR (autoregressive), dan ARIMA (autoregressive integrated moving average). Selain itu ada SARIMA yang merupakan seasonal ARIMA yang menunjukkan data time series secara musiman.
Persamaan model tersebut adalah sebaga i
berikut : 1. Model MA : Yt = a0 + et - a1 et-1 - a2 et-2 -......- aq et-q Di mana : Yt et et-1 ,et-2 a0 , a1 dan a2
= Nilai series yang stasioner = Kesalahan peramalan = Kesalahan pada masa lalu = Konstanta dan koefien model
2. Model AR : Yt = b0 + b1 Yt-1 b2 Yt-2 +.....+ bq Yt-q + et Di mana : Yt = Nilai series yang stasioner Yt-1 ,Yt-2 = Nilai sebelumnya b0 dan b1 ,b2 = Konstanta dan koefisen model et = Kesalahan peramalanModel ARMA Yt = b0 + b1 Yt-1 b2 Yt-2 +.....+ bp Ytp + et - a1 et-1 +.....+ aq et-q Di mana : Yt et-1 ,et-q b0 dan b1 ,bp , a1 , aq et
= Nilai series yang stasioner = Kesalahan pada masa lalu = Konstanta dan koefisen model = Kesalahan peramalan
48
3. Model ARIMA : B (B) (1-B) d Yt = b0 + a (B) et Di mana : b (B) + 1-b1 B-b2 B2 -.....-aqBp a(B) = 1-a1-a2 B2-.....-aqBq B = Backward shift operator (BYt = Yt-1 , B2 Yt = Yt-2 dst.) Metode ARIMA memiliki beberapa tahapan yang harus digunakan agar memperoleh model yang optimal dan terbaik.
Beberapa tahapan pembentukan
model ARIMA adalah sebagai berik ut : 1. Identifikasi Model Pada tahap ini dilakukan identifikasi terhadap data deret waktu yang tersedia. Identifikasi yang dilakukan meliputi identifikasi pola data apakah mengandung pola musiman atau tidak, indentifikasi terdapat kestasioneran data, dan yang terakhir adalah identifikasi terhadap pola atau perilaku ACF dan PACF. Hal yang perlu diperhatikan adalah kebanyakan data deret waktu tidak bersifat stasioner. Apabila data yang dihadapi bersifat non-stasioner, maka data tersebut harus dikonversikan terlebih dahulu untuk mendapatkan data yang stasioner dengan teknik pembedaan (differencing). Pembedaan pertama pada data diperoleh dengan mengurangi nilai dua pengamatan yang berurutan pada data tersebut dengan menggunakan formulasi : Z t = ∆Yt = Yt − Yt−1 Setelah dilakukan teknik pembedaan pertama (first differencing) data masih belum stasioner, maka dilakukan pembedaan kedua (second differencing). Pembedaan kedua dilakukan dengan melakukan pembedaan kembali pada data hasil pembedaan pertama. Pembedaan kedua dilakukan dengan formula berikut : Z t = ∆2Yt = (Yt − Yt−1 ) − (Yt −1 − Yt −2 )
49
Setelah dilakukan proses pembedaan untuk mendapatkan data yang stasioner, tahap selanjutnya adalah memeriksa kestasioneran data dengan menggunakan koefisien korelasi. Perhitungan koefisien korelasi menggunakan formula : r k =
∑ (Z − Z )(Z − Z ) ∑ (Z − Z ) t+k
t
2
t
Dimana : Zt Zt+k Z rk
= data deret waktu stasioner = data k periode waktu ke depan = nilai rataan deret waktu stasioner = koefisien autokorelasi antara dua set data
Koefisie n autokorelasi dapat bernilai antara -1 sampai +1 (-1< rk <1). Suatu data deret waktu dikatakan stasioner jika koefisien korelasinya nol untuk semua tingkatan pembedaan data. Setelah data deeret waktu dipastikan stasioner, tahap berikutnya adalah mengidentifikasi perilaku ACF dan PACF. 2. Estimasi Model Pada tahapan ini yang penting dilakukan adalah menganalisis perilaku ACF dan PACF. Perilaku ACF dan PACF yang dapat dilihat pada Tabel 9akan menentukan model dari data deret waktu yang akan diramalkan.
Tabel 9. Pola ACF dan PACF beserta model ARIMA ACF Dies down
PACF Cut-off setelah orde ke p
Cut-off setelah Dies down proses orde ke q
Model proses Autoregressive (AR) AR (p) Zt = δ + θ1Zt-1 + ε t Zt = δ + θ1Zt-1 + θ2Zt-2 + εt Moving Average (MA) MA (q) Zt = µ - θ1 εt-1+ εt Zt = µ - θ1 εt-1 - θ2 εt-2+ εt
Dies down
Dies down
Sumber : Hanke, et al., 2003
Autoregreeive Moving Average (ARMA) ARIMA (p,d,q) Zt = δ + θ1Zt-1 - θ1ε t-1 + εt
50
3. Evaluasi Model Terdapat enam kriteria dalam evaluasi model BOX-Jenkins, ya itu: − Residual peramalan bersifat acak. Hal ini dapat diketahui dari nilai P-value yang lebih besar dari 0,05. Selain itu, dapat dilihat pula dari grafik ACF dan PACF residual yang menunjukkan pola cut-off. − Model parsimonious artinya adalah model harus dalam bentuk yang paling sederhana. − Parameter yang diestimasi berbeda nyata dengan nol. Hal ini dapat dilihat dari nilai P-value yang harus kurang dari 0,05. − Kondisi
invertibilitas
ataupun
stasioneritas
harus
terpenuhi
dengan
ditunjukkan oleh jumlah koefisien MA atau AR yang masing- masing harus kurang dari 1. − Proses iterasi harus convergence. Berdasarkan hasil output peranti Minitab 13.20 dapat dilihat pada session terdapat pernyataan relative change in each estimate less than 0,0010. − Model harus memiliki nilai MSE (Mean Square Error) yang kecil. Setelah hasil evaluasi dilakukan, maka selanjutnya adalah memilih metode peramalan terbaik yang sesuai kriteria di atas, dan perbandingan dengan metode ARIMA/SARIMA lainnya.
4. Peramalan (Forecasting) Tahap ini adalah tahapan terakhir dari metode Box-Jenkins (ARIMA). Pada tahap ini model yang diperoleh digunakan untuk meramalkan data deret waktu yang ada. Peramalan dapat dilakukan untuk beberapa periode ke depan.
51
4.3.2. Analisis Economic Order Quantity (EOQ) Metode EOQ bertujuan untuk menentukan jumlah dan frekuensi pemesanan yang optimal.
Metode ini mengasumsikan bahwa biaya pasokan
terdiri dari biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Menurut Handoko (1999), secara matematis biaya-biaya tersebut dapat ditulis sebagai berikut : Biaya Total Penyimpanan = (0,5) (Q) (H) Biaya Total Pemesanan = (S) (D) / (Q) Biaya total pasokan karena adanya penyimpanan dan pemesanan yaitu : TC = H
Q D + S 2 Q
Nilai kuantitas barang akan optimal, apabila TC mencapai minimal. Hal ini akan tercapai jika turunan pertama dari TC terhadap variabel Q sama dengan 0, adapun perhitungannya sebagai berikut : Q =
2SD H
Untuk mengetahui frekuensi pemesanan yang optimal selama satu periode digunakan rumus sebagai berikut : F = Dimana : D S H Q F TC
D Q
= Permintaan pisang cavendish (grade C3, FB) per tahun = Biaya pemesanan per pesanan = Biaya penyimpanan per unit per tahun = Kuantitas pisang cavendish (grade C3, FB) setiap pemesanan = Frekuensi pemesanan pisang cavendish (grade C3, FB) = Total biaya pasokan pisang cavendish (grade C3, FB)
Model EOQ didasarkan pada asumsi bahwa permintaan produk dan waktu tunggu (lead time) adalah konstan dan dapat diketahui, sehingga model EOQ kurang peka terhadap fluktuasi pemakaian dan waktu tunggu. Untuk itu perlu ditambahkan dengan menghitung tingkat persediaan pengaman dan pemesanan
52
kembali, sehingga EOQ dapat digunakan untuk perusahaan yang memiliki tingkat pemakaian dan waktu tunggu yang berfluktuasi.
4.3.3. Analisis Persediaan Pengaman (Safety Stock) Terdapat dua faktor yang perlu diperhatikan sebelum persediaan pengaman dapat ditentukan, yaitu jarak waktu penyerahan dan waktu yang terlindung.
Jarak waktu penyerahan adalah jarak antara pemesanan sampai
pesanan tersebut diterima. Waktu terlindung adalah jangka waktu yang efektif, dimana persediaan pengaman dapat menutup fluktuasi permintaan tanpa dibantu oleh penambahan persediaan. Adapun rumusnya sebagai berikut : S = K. ßu
ßu = L(β D2 ) + D 2 (β L2 ) Dimana : S = Persediaan pengaman (safety stock) K = Policy factor yang nilainya tergantung pada besarnya tingkat pelayanan ßu = Standar deviasi dari waktu yang terlindungi ßD = Standar deviasi dari permintaan pisang cavendish (grade C3, FB) ßL = Standar deviasi dari waktu tunggu (lead time) L = Waktu tunggu rata-rata D = Penggunaan pisang cavendish (grade C3, FB) rata-rata
Penggunaan rumus di atas dipakai untuk menentukan tingkat persediaan pengaman berdasarkan distribusi normal, yaitu untuk bahan baku yang dipakai begerak cepat. Persediaan minimum besarnya sama dengan persediaan pengaman, sedangkan persediaan maksimum diperoleh dari jumlah persediaan pengaman ditambah dengan jumlah pemesanan pisang cavendish yang optimal.
53
4.3.4. Analisis Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point) Perhitungan titik pemesanan kembali harus memperhatikan besarnya penggunaan barang selama barang yang dipesan belum datang dan persediaan pengaman. Besarnya titik pemesanan kembali dapat diketahui melalui rumus sebagai berikut : T = (L . d) + S Dimana : T = Titik pemesanan kembali L = Waktu tunggu rata-rata d = Rata-rata pengiriman pisang cavendish per hari L.d = Permintaan pisang cavendish (grade C3, FB) selama waktu tunggu S = Persediaan pengaman
BAB V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
5.1. Riwayat Perusahaan PT. Sewu Segar Nusantara (PT. SSN) merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang distributor buah-buahan dan sayuran segar di Indonesia. Perusahaan didirikan pada tanggal 7 Desember 1995 sebagai satu korporat dari Grup Gunung Sewu dan anak perusahaan dari Great Giant Pineapple Corporation (PT.GGPC). Pendirian PT. SSN didasari atas perlunya pemasaran dan distribusi pisang cavendish yang dimiliki oleh anak perusahaan lainnya dari GGPC yaitu PT. Nusantara Tropical Fruit (PT. NTF). PT. NTF sendiri selaku pembudidaya pisang cavendish berproduksi di Way Jepara, Lampung dengan luasan areal 500 hektar. Pada awalnya pisang cavendish di PT. NTF diperuntukkan perdagangan ekspor, namun adanya permasalahan utama yaitu serangan hama fusarium sp. dan kondisi iklim yang berbeda dengan aslinya membuat lebih mudah terkena serangan penyakit.
Hal ini terjadi hingga tahun 2000, sehingga produksi untuk ekspor
dihentikan oleh PT. NTF. Atas dasar tersebut PT. SSN selaku distributor, berupaya meraih pasar yang ada di dalam negeri dengan memasuki pasar modern dan tradisional. PT. SSN selaku anak perusahaan PT. GGPC awalnya memanfaatkan pasar dan jaringan distribusi yang luas yang dimiliki induk perusahaannya tersebut, sehingga memudahkan PT. SSN untuk memasarkan pisang cavendish di Indonesia. Hingga sekarang PT. SSN telah mampu mengembangkan jalur distribusinya sendiri
55
ke berbagai pasar dan tidak hanya memasarkan pisang cavendish saja, namun juga buah-buahan segar lainnya seperti melon, apel, pear, dan sebagainya. PT. SSN selaku perusahaan yang memasarkan pisang cavendish dan buahbuahan lainnya mengutamakan mutu dan kualitas yang baik, sehingga untuk memenuhinya diperlukan nama merek yang mengakomodasikan kepentingan perusahaan. Penggunaan nama merek dagang Sunpride yang diambil dari kata sun yang artinya cerah seperti matahari digunakan untuk jenis pasar modern, sedangkan merek Sunfresh digunakan untuk pasar tradisional dan sejenisnya.
Pisang
cavendish sebagai komoditas unggulan perusahaan tentunya menggunakan kedua merek tersebut, dan sekarang merek- merek tersebut sudah dikenal konsumen di Indonesia.
5.2. Kondisi Lingkungan Perusahaan PT. SSN berlokasi di Jalan Telesonic Dalam (Jalan Gatot Subroto KM 8), Desa Kadujaya, Kecamatan Curug, Tangerang, Banten.
Pemilihan lokasi yang
strategis didasari oleh kedekatan dengan pasar dan kedekatan dengan transportasi pasokan pisang cavendish dari PT. NTF di Lampung.
PT. SSN dalam
mendistribusikan pisang cavendish tersebar di kawasan Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (JABOTABEK), selain itu PT. SSN memiliki empat kantor cabang atau area yang dikepalai oleh manager Area denga n lokasi antara lain sebagai berikut : 1. Bandung, Jawa Barat berlokasi di Kopo Permai I Blok 55 A No.12, Bandung. Area ini berdiri sejak tahun 2001 untuk wilayah pemasaran di Jawa Barat. 2. Jogyakarta berlokasi di Jl. Indraprasta TR III/292, Tegal Rejo. Area ini berdiri sejak tahun 2002 untuk wilayah pemasaran di Jogyakarta dan Jawa Tengah.
56
3. Semarang berlokasi di Jl.Borobudur Utara II/2 Semarang Barat, Semarang. Area ini berdiri sejak tahun 2003 untuk wilayah pemasaran di Semarang. 4. Surabaya, Jawa Timur berlokasi di Jl. Beringin Bendo Kav.8 Kawasan Industri Ragam II Beringin Bendo, Sidoarjo. Area ini berdiri sejak tahun 2004 untuk wilayah pemasaran Jawa Timur dan Bali.
PT. SSN dikelola oleh berbagai manajer dan staf antara lain bagian Pembelian (Purchasing) bertanggung jawab terhadap pembelian buah-buahan, bagian Sales & Marketing yang bertanggung jawab terhadap penjualan, bagian Finance & Accounting (F&A) yang bertanggung jawab terhadap keuangan perusahaan, Product Supply Organizing (PSO) yang bertanggung jawab terhadap logistik, produksi, dan Quality Control (QC). Selain itu ada bagian Information Technology (IT), bagian Ekspedisi, serta bagian HRD & General Affairs. Pada Lampiran 2 dapat dilihat Struktur Organisasi PT. SSN. PT. SSN menjalankan usaha pada lahan seluas 2,2 hektar dengan berbagai fasilitas dan bangunan seperti gedung kantor, 26 ruang pendingin (cold storage) dan pematangan buah (ripening) dengan kapasitas produksi sebesar 1 kontainer per ruang dengan tinggi sebesar 40 kaki atau + 1000 boks pisang cavendish. Dalam hal ini tenaga kerja yang terlibat di PT. SSN ada sekitar 200 orang dalam berbagai lini pekerjaan.
Untuk menunjang aktivitas distribusi PT. SSN memiliki armada
pengiriman berupa mobil boks berjumlah 26 unit yang dilengkapi dengan udara pendingin, mobil kantor sebanyak 3 unit, bengkel armada, dan asrama tempat tinggal karyawan.
57
5.3. Kegiatan Utama Perusahaan Kegiatan utama PT. SSN adalah pengadaan pasokan dan distribusi buahbuahan dan sayuran segar.
Kedua kegiatan ini di PT. SSN saling berkaitan,
terutama pada komoditas pisang cavendish yang menjadi unggulan penjualannya. Untuk lebih jelasnya berikut ini akan dibahas mengenai kegiatan pengadaan pasokan dan distribusi yang difokuskan pada komoditas pisang cavendish.
5.3.1. Pengadaan Pasokan Kegiatan pengadaan pasokan pisang cavendish di PT. SSN sepenuhnya berasal dari PT. NTF yang berlokasi di Way Jepara, Lampung.
Kegiatan ini
dilakukan oleh bagian Product Supply Organizing (PSO) yang bertanggung jawab membeli pisang cavendish dari PT. NTF. PT. SSN memperoleh pisang cavendish dari PT. NTF dalam keadaan belum matang, sehingga PT. SSN yang akan melakukan kegiatan pematangan (ripening). Dasar kegiatan pematangan dilakukan oleh PT. SSN, karena kondisi pisang cavendish yang rentan memar atau rusak sehingga PT. SSN perlu mengantisipasi resiko kerusakan pisang cavendish. Pasokan pisang cavendish yang dikirim berumur 9 – 11 minggu yang dilakukan selama 2 hari sekali dengan jumlah sebanyak + 1.000 boks per sekali kirim atau sebulan + 30.000 boks. Pengiriman pisang cavendish pada saat bulan September – Desember dimana musim kemarau di propinsi Lampung, PT. NTF akan mengirimkan pasokan pisang cavendish dalam jumlah < 50 % dibandingkan pada bulan Januari – Agustus yang merupakan musim penghujan dimana jumlah pasokan normal yaitu + 30.000 boks per bulan. Secara umum proses produksi di PT. SSN dibagi menjadi dua yaitu pendinginan dan pematangan. Kegiatan pendinginan dilakukan pada saat awal
58
barang datang dari PT. NTF dengan menyimpan pisang cavendish di cold storage. Pisang cavendish yang masuk cold storage terlebih dahulu dilakukan penyesuaian suhu mencapai standar produksi + 18 0 C. Setelah suhu telah mencapai 14 0 C, kemudian pisang cavendish dimutasi untuk proses pematangan. Kegiatan pertama yaitu pisang cavendish yang sampai di PT. SSN, dilakukan penyortiran dan grading terlebih dahulu sebelum disimpan ke ruang pendingin.
Kegiatan penyortiran pisang cavendish dilakukan dengan sistem
random sampling sebesar 1 % dari total pasokan yang dikirim dari satu truk pengangkut.
Selama penyortiran dilakukan pengamatan terhadap tingkat
kememaran (bruises), panjang minimal 7,5 inchi, kalibrasi buah atau lingkar buah minimal 3,9 inchi, serta penimbangan bobot pisang per boks. Pisang cavendish yang telah disortir, kemudian dimasukkan ke dalam ruang pendingin (cold storage) dengan suhu 14 0 C – 18 0 C selama waktu tiga hari. Kegiatan kedua yaitu pematangan, dimana dilakukan gasing atau penyemprotan dengan gas etilen konsentrasi 200 ml selama 24 jam. Kegiatan ini dilakukan, agar pisang cavendish berada dalam kondisi matang pada saat dipasarkan ke pasar. Kegiatan pematangan ini tidak boleh ada aktivitas keluarmasuk cold storage, hal ini dilakukan agar proses pematangan dengan gas etilen menjadi sempurna. Setelah kegiatan pematangan, cold storage dapat dibuka untuk mengecek kondisi suhu ruangan, inspeksi mutu buah, dan step kematangan pisang cavendish. Kegiatan inspeksi mutu pisang cavendish dilakukan oleh bagian Quality Control (QC) dengan mengamati kondisi buah, antara lain cari pemotongan bonggol (crown), panjang dan kalibrasi buah, tingkat bruises lama dan baru, tingkat
59
keseusaian grade buah (under, over, atau full grade), goresan (scaring), kondisi cacat buah (malformed), tingkat kematangan buah (maturity). Begitu juga pada kegiatan pengecekan step kematangan buah dilakukan dengan melihat berbagai kondisi pisang cavendish, antara lain Step pertama untuk kondisi buah masih hijau, Step kedua untuk tingkat perubahan dari hijau ke kuning, Step ketiga untuk warna kuning muda. Step ini pisang cavendish layak didistribusikan, Step keempat untuk warna kuning matang. Step ini sama seperti step ketiga pisang cavendish layak didistribusikan. Kegiatan pematangan pisang cavendish yang telah selesai, kemudian dimutasi ke bagian Logistik untuk dijadikan sebagai stock atau barang yang siap untuk dipasarkan. Total waktu kegiatan pengadaan pasokan pisang cavendish dari PT. NTF hingga siap didistribusikan ke pelanggan oleh PT. SSN dilakukan selama + 7 – 10 hari. Secara rinci dapat dilihat pada Gambar 7 mengenai proses produksi pisang cavendish di PT. SSN. Materials (Pisang Cavendish)
Pendinginan
Produksi atau Pematangan
Logistik
Stock barang siap untuk dipasarkan
Gambar 7. Proses Produksi Pisang Cavendish pada PT. SSN
60
Dalam kegiatan akhir pengadaan, pisang cavendish yang telah matang dimasukkan ke dalam boks-boks karton yang berkapasitas 10 kg dan 18 kg yang diberikan penyekat dari bahan styrofoam, dan peti kayu yang berkapasitas 18 kg. Untuk kemasan boks masing- masing sisiran pisang cavendish sudah diberikan merek grade C3 merek Sunpride, dan grade Finger Besar (FB) merek Sunfresh, sedangkan kemasan peti kayu digunakan untuk grade Finger Kecil (FK). Kemasan boks dan peti kayu yang telah diberikan label oleh PT. SSN siap untuk didistribusikan oleh bagian Ekspedisi ke pelanggan pada berbagai lokasi sesuai dengan pesanannya.
5.3.2. Penjualan dan Distribusi Kegiatan penjualan dan distribusi merupakan kegiatan utama PT. SSN. PT. SSN dalam mendistribusikan pisang cavendish menggunakan sistem FIFO (First In First Out) yaitu pisang cavendish yang lebih dahulu datang dari PT. NTF adalah buah yang akan dididistribusikan terlebih dahulu sesuai pesanan pelanggan. Biasanya jumlah yang dipasok dari PT. NTF dengan yang dikirim ke pelanggan relatif sama.
Pisang cavendish yang telah layak jual oleh bagian PSO akan
didistribusikan ke pelanggan menurut pesanannya dan biasanya pelanggan memesan 1 – 7 hari sebelumnya sesuai sistem penjualannya. Sistem penjualan pisang cavendish di PT. SSN dilakukan secara putus, artinya PT. SSN hanya menjual pisang cavendish sesuai pesanan pelanggan dan tidak menerima kembali produknya kecuali reject. Sistem penjualan di PT. SSN terdiri dari dua, yaitu kredit bagi segmen pasar modern, dan langsung bagi segmen pasar tradisional. Penjualan secara kredit dilakukan dengan cara memesan pisang cavendish ke PT. SSN dan kemudian dikirim ke pelanggan, setelah itu bagian debt
61
collector akan menagih pelunasan pembayaran sesuai dengan jatuh tempo yang telah ditetapkan.
Untuk penjualan langsung dilakukan dengan cara pelanggan
memesan ke PT. SSN, kemudian pelanggan membayar langsung ke bagian kasir, sedangkan bagian Sales & Marketing dan bagian Ekspedisi yang akan mengirimkan ke tempat tujuan pelanggan. Sistem pengiriman pisang cavendish ke pelanggan oleh PT. SSN dilakukan dengan menggunakan 26 armada angkut yang dilengkapi pendingin masing- masing memiliki kapasitas berbeda antara lain 80 boks, 120 boks, dan 240 boks. Masingmasing armada angkut mengirimkan pisang cavendish tergantung waktu pemesanan dari pelanggan, adapun waktu pengirimannya adalah pagi hari yang menggunakan + 20 armada angkut, dan siang hari yang menggunakan enam armada angkut. PT. SSN yang menguasai pasar pisang cavendish di berbagai wilayah JABOTABEK tentunya memiliki saluran pemasaran yang luas. Adapun saluran pemasaran pisang cavendish yang terdapat di PT. SSN meliputi : 1. PT. SSN à Grosir à Semi Grosir à Pengecer à Konsumen 2. PT. SSN à Semi Grosir à Pengecer à Konsumen 3. PT. SSN à Supermarket/ Swalayan/Minimarket à Konsumen 4. PT. SSN à Distribution Centre à Supermarket/Swalayan/Minimarket à Konsumen 5. PT. SSN à Katering à Konsumen 6. PT. SSN à Outlet buah à Konsumen 7. PT. SSN à Pasar Tradisionalà Konsumen
PT. SSN mengirimkan ke 600 outlet dan toko buah yang berada di wilayah JABOTABEK, dimana sebagian besar pelanggan utamanya adalah ritel-ritel
62
modern terkenal seperti Carrefour, Matahari, HERO, dan minimarket lainnya seperti Alfamart, Indomaret, Superindo, dan Indo Grosir. PT. SSN mengirimkan pisang cavendish yang dilakukan oleh bagian Ekspedisi memiliki 16 jalur distribusi dengan titik-titik pengiriman pada setiap jalurnya sekitar 8 – 12 tempat tujuan. Pada Tabel 10 dapat dilihat ke-16 jalur distribusi pisang cavendish di wilayah pemasaran JABOTABEK.
Dalam kegiatan pendistribusian setiap pengiriman
pisang cavendish mencapai + 3.000 boks per hari.
Tabel 10. Jalur dan Lokasi Distribusi PT. SSN di Wilayah JABOTABEK Jalur Distribusi Jalur 1 Jalur 2 Jalur 3 Jalur 4 Jalur 5 Jalur 6 Jalur 7 Jalur 8 Jalur 9 Jalur 10 Jalur 11 Jalur 12 Jalur 13 Jalur 14 Jalur 15 Jalur 16
Lokasi Distribusi Hero Sentral Cibitung dan sekitarnya. Karawang, Cikarang, dan sekitarnya. Kelapa Gading dan sekitarnya. Lebak Bulus dan sekitarnya. Kota Tangerang dan sekitarnya. Pluit dan sekitarnya. Bogor, Cileungsi sekitarnya. Cengkareng dan sekitarnya. Depok dan sekitarnya. Wilayah Jend. Sudirman, Jakarta dan sekitarnya. Wilayah Roxy, Jakarta dan sekitarnya. Wilayah Bekasi dan sekitarnya. Wilayah Rawamangun, Jakarta Pusat dan sekitarnya. Wilayah Klender dan sekitarnya. Bintaro, Kebayoran Lama, dan Sekitarnya. Serang, Cilegon, dan sekitarnya.
PT. SSN menjual pisang cavendish di pasaran berdasarkan boks atau peti dengan harga yang bervariasi sesuai gradenya. Harga tersebut disesuaikan dengan tujuan pasar baik ritel modern, pasar tradisional maupun HOREKA, sebagai contoh harga jual per boks untuk wilayah pemasaran JABOTABEK hingga bulan Maret 2007 untuk merek Sunpride atau C3 adalah sebesar Rp 119.626,93, merek Sunfresh atau FB harga jual per boks sebesar Rp 70.000, grade FB1 harga jual per boks sebesar Rp 56.000, grade FK yang dijual per peti harga jualnya sebesar Rp 45.000,
63
serta grade FS1 dan FS harga jual per boksnya adalah Rp 57.500. Secara rinci variasi harga masing- masing grade pisang cavendish di PT. SSN dari periode penjualan bulan Januari 2006 – Maret 2007 dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Harga Jual Pisang Cavendish Untuk Wilayah Pemasaran JABOTABEK Periode Januari 2006 – Maret 2007
Bulan Januari 2006 Februari 2006 Maret 2006 April 2006 Mei 2006 Juni 2006 Juli 2006 Agustus 2006 September 2006 Oktober 2006 November 2006 Desember 2006 Januari 2007 Februari 2007 Maret 2007
Grade C3 FB1 FB FK FS1 FS (Rp/Boks) (Rp/Boks) (Rp/Boks) (Rp/Peti) (Rp/Boks) (Rp/boks) 89.018,74 14.148,73 21.531,03 40.000 47.500 13.916,86 92.902,27 12.663,98 32.496,44 17.245,5 47.500 11.905,84 87.387,15 50.000 25.416,26 40.909 47.500 48.899,52 90.574,49 50.000 35.089,73 * 47.460,37 48.950,23 91.604,53 50.000 36.766,41 * 47.500 49.234,66 93.670,99 50.000 44.918,93 * 49.208,33 50.882,84 92.338,97 50.000 50.812,4 * 50.000 50.905,21 90.064,71 49.565,05 51.858,62 * 49.909,69 50.803,5 97.749,86 49.403,06 48.313,02 * 49.985,68 51.259,25 102.872,65 50.910 49.638,5 40.324,76 50.000 52.250,96 105.433,11 * 46.880,8 40.625,94 50.000 52.009,63 104.649,09 54.489,38 39.562,72 40.909 50.000 51.970 100.661,61 20.168,33 29.363,53 10.723,14 47.921,2 10.552,77 120.793,66 57.500 67.204,55 55.000 57.500 57.500 119.626,93 56.000 70.000 45.000 57.500 57.500
Sumber : Dept. F & A, 2007 Keterangan : * = tidak ada penjualan
Pada tabel di atas menunjukkan bahwa rata-rata harga pisang cavendish per bulan hingga bulan Maret 2007 untuk semua grade mengalami kenaikan harga. Hal ini diakibatkan oleh pasokan pisang cavendish dari PT. NTF tidak dalam jumlah banyak atau dalam keadaan musim kemarau, sehingga PT. SSN menjualnya dengan harga yang lebih tinggi. Selain itu ada beberapa grade yang tidak mengalami penjualan atau nol mulai dari bulan April – September 2006 pada grade FK yang dijual dalam kemasan peti kayu. Hal ini diakibatkan oleh tidak adanya pasokan dari PT. NTF untuk grade tersebut, dan juga tidak adanya pesanan dari pelanggan akan grade FK.
64
PT. SSN yang kegiatan utamanya adalah menjual dan mendistribusikan pisang cavendish, pada dasarnya menyesuaikan jumlah yang dijual dengan jumlah pasokan, sehingga bagian sales & marketing yang bertanggung jawab dalam penjualan akan merubah harga jual sesuai keadaan di cold storage. Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat bahwa volume penjualan pada salah satu grade yaitu C3 pada wilayah pemasaran JABOTABEK merupakan yang terbesar dengan rata-rata penjualan per bulan mencapai 22.289 boks, dimana jumlah penjualan terbanyak yaitu terjadi pada bulan Januari 2007 yang mencapai 30.697 boks. Selain grade C3, grade yang penjualannya relatif stabil adalah grade FB, FS, dan FS1.
Tabel 12. Volume Penjualan Pisang Cavendish Wilayah Pemasaran JABOTABEK Periode Januari 2006 – Maret 2007
Bulan Januari 2006 Februari 2006 Maret 2006 April 2006 Mei 2006 Juni 2006 Juli 2006 Agustus 2006 September 2006 Oktober 2006 November 2006 Desember 2006 Januari 2007 Februari 2007 Maret 2007
C3 (Boks) 18.363 18.671 23.504 23.579 27.911 25.849 26.414 28.917 18.082 13.323 14.805 21.860 30.697 19.633 22.733
FB1 (Boks) 511 991 57 47 42 32 42 371 134 5 8 1604 186 28
Grade FB FK (Boks) (Peti) 11205 437 2899 802 6716 69 5985 13282 12660 12295 5374 2609 2969 70 297 297 2368 76 1645 726 44 86 6 7
Sumber : Dept. F & A, 2007 Keterangan : * = boks dalam berat 10 kg
FS1 (Boks) 1583 992 1001 1514 1307 1860 1176 604 635 1140 952 153 368 314 176
FS C3 (Boks) (Boks)* 2489 4136 214 226 228 335 2474 574 3974 572 3426 398 2567 165 2095 340 2393 42 2932 1971 84 158 3169 6 4077
BAB VI PERAMALAN PENJUALAN PISANG CAVENDISH
6.1. Peramalan Penjualan Grade C3 (Sunpride) Data penjualan grade C3 dengan merek dagang Sunpride adalah data bulanan yang diperoleh dari bulan Januari 2004 hingga Maret 2007. Dalam series waktu tersebut terdapat 39 bulan, yang berarti terdapat 39 data penjualan grade C3 dalam satuan boks. Berdasarkan hasil plot data yang dapat dilihat pada Gambar 8, diidentifikasikan bahwa penjualan grade C3 selalu berfluktuasi dan stasioner dengan rata-rata penjualan mencapai 23.338 boks per bulan.
40000 35000 30000 25000 20000 15000 10000 5000 0
C3
Ja n07
Se p-0 6
Ja n06 M ay -06
Se p-0 5
Ja n05 M ay -05
Linear (C3)
Ja n04 M ay -0 4 Se p04
Boks
Penjualan Pisang Cavendish (Grade C3 )
Bulan
Gambar 8. Plot Data Penjualan Pisang Cavendish Grade C3 (Sunpride) Periode Januari 2004 – Maret 2007
Berdasarkan pengamatan terhadap plot data tersebut penjualan grade C3 (Sunpride) mengalami peningkatan tertinggi yaitu pada bulan Agustus 2005 sebesar 33.903 boks.
Hal ini diperkirakan PT. SSN menjual dengan harga yang lebih
rendah dibandingkan bulan sebelumnya yaitu sebesar Rp. 70.995,85 per boks, dikarenakan pasokan pisang cavendish dari PT. NTF dalam jumlah yang banyak. Sehingga keadaaan ini dimanfaatkan oleh PT. SSN untuk menjual grade C3 dalam
66
jumlah banyak, dan kecenderungan pesanan pelanggan dari ritel modern di kawasan JABOTABEK membuat permintaan akan pisang cavendish grade C3 pun banyak. Selain adanya peningkatan penjualan, juga terjadi penurunan penjualan terendah yaitu pada bulan Oktober 2006 sebesar 13.323 boks. Hal ini diperkirakan PT. SSN tidak menerima pasokan dalam jumlah yang banyak, dikarenakan kondisi produksi di PT. NTF dalam keadaan musim kemarau. Kondisi penurunan penjualan pisang cavendish grade C3 berlangsung hingga bulan November 2006. Hipotesis awal berdasarkan plot data series waktu terlihat bahwa data sudah stasioner. Hal ini ditunjukkan dari sebaran data penjualan yang berfluktuasi di sekitar nilai rata-rata yang konstan. Hasil analisis metode peramalan time series, yang paling sesuai untuk memprediksi penjualan pisang cavendish grade C3 adalah SARIMA (1,0,0)(0,0,1)6 dengan nilai MSE sebesar 10.271.151. Mengenai nilai MSE masing- masing teknik peramalan dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 13. Nilai MSE Metode Peramalan Penjualan Pisang Cavendish Grade C3 (Sunpride) No. Metode 1 Moving Average 2 Single Eksponensial 3 Double Eksponensial Dekomposisi 4 Multiplikatif 5 Dekomposisi Aditif 6 Winters Multiplikatif 7 Winters Aditif 8 SARIMA (1,0,0)(0,0,1) 6
a
0.45 0.45
ß
0.05 0.05
?
0.9 0.9
Ordo
12 12 12 12
Urutan MSE Terbaik 7 20.088.564 2 191.36.154 8 21.499.701 19.146.447 19.323.085 19.543.677 20.498.109 10.271.151
3 4 5 6 1
Pengidentifikasian model ini dilakukan dengan melihat terlebih dahulu bentuk ACF dan PACF, untuk mengetahui adanya unsur stasioner. Bentuk ACF dan PACF dari penjualan pisang cavendish grade C3 yang dapat dilihat pada
67
Lampiran 3, karena pada time lag kedua nilai autokorelasinya sudah tidak berbeda secara nyata dengan nol. Sehingga data penjualan pisang cavendish grade C3 tidak dilakukan differencing. Begitu juga dalam penentuan faktor musiman dapat dilihat pada ACF dan PACF yang berada time lag keenam. Setelah dilakukan pengidentifikasikan data, maka dilakukan uji diagnostik atas model SARIMA tersebut. Uji dia gnostik tersebut terdiri dari enam kriteria model Box-Jenkins, antara lain : 1. Residual atau error peramalan bersifat random.
Pada Lampiran 4 error
peramalan sudah random, hal ini dibuktikan pada Ljung-Box Statistic dimana Pvalue lebih besar daripada a (0,05) yaitu 0,600; 0,803; 0,851. 2. Model parsimonious dimana model tentatif yang diperoleh yaitu SARIMA
(1,0,0)(0,0,1)6 , menunjukkan bentuk model yang paling sederhana. 3. Parameter yang diestimasi berbeda nyata dengan nol. Hal ini dapat dilihat dari nilai P-value yang kurang dari a (0,05), dimana pada P-value koefisien = 0.000. 4. Kondisi invertibilitas ataupun stasioneritas harus terpenuhi, yang ditunjukkan oleh jumlah koefisien MA yang harus kurang dari satu yaitu MA = 0,5084 dan SMA = 0,8067. Sehingga model ARIMA (1,0,0)(0,0,1)6 sudah inve rtibilitas. 5. Proses iterasi harus convergence. Pada session sudah terdapat penyataan bahwa Relative change in each estimate less than 0.0010. 6. Model harus memiliki MSE yang kecil.
Pada model ARIMA ditunjukkan
dengan nilai MSE sebesar 10.271.151.
Tahapan
selanjutnya
dalam
Box-Jenkins
adalah
meramalkan
hasil
(forecasting) penjualan pisang cavendish grade C3, dengan metode SARIMA (1,0,0)(0,0,1)6 . Bentuk model SARIMA (1,0,0)(0,0,1)6 adalah sebagai berikut :
68
Yt = F yt-1 – wL(et-L – F 1 yt-L-1 ) + et Yt = 0,5084 (yt-1 ) – 0,8067 (et-L - 0,5084 yt-L-1 ) + et Hasil ramalan penjualan untuk 12 bulan ke depan yang terdapat pada Tabel 14, menunjukkan bahwa tingkat penjualan pisang cavendish grade C3 berfluktuasi dengan rata-rata penjualan mencapai 23.975 boks per bulan. Ramalan penjualan tertinggi terjadi pada Mei 2007 yaitu sebesar 28.105 boks, dimana hasil ramalan penjualan sejak bulan April 2007 pun sudah terjadi peningkatan dibandingkan kondisi aktualnya bulan Maret 2007 yaitu dari 22.733 boks menjadi 27.752 boks.
Tabel 14. Hasil Ramalan Volume Penjualan Pisang Cavendish Grade C3 Periode Waktu April 2007 – Maret 2008 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan April 2007 Mei 2007 Juni 2007 Juli 2007 Agustus 2007 September 2007 Oktober 2007 November 2007 Desember 2007 Januari 2008 Februari 2008 Maret 2008
Ramalan Volume Penjualan (boks) 27.542 28.105 22.721 16.848 23.285 25.971 24.729 24.097 23.776 23.613 23.530 23.488
6.2. Peramalan Penjualan Grade FB Data penjualan grade FB dengan merek dagang Sunfresh adalah data bulanan yang diperoleh dari bulan Januari 2004 hingga Maret 2007. Dalam series waktu tersebut terdapat 39 bulan, yang berarti terdapat 39 data penjualan grade FB dalam satuan boks. Grade FB merupakan grade penjualan tertinggi kedua setelah grade C3. Berdasarkan hasil plot data yang dapat dilihat pada Gambar 9, penjualan
69
grade FB selalu berfluktuasi dengan penjualan tertinggi pada bulan Agustus 2005 yaitu sebesar 19.572 boks. Penjualan Pisang Cavendish Grade FB 25000
Boks
20000 15000
FB
10000
Linear (FB)
5000
Ja n04 M ay -0 4 Se p04 Ja n0 M 5 ay -05 Se p-0 5 Ja n06 M ay -0 6 Se p06 Ja n07
0
Bulan
Gambar 9. Plot Data Penjualan Pisang Cavendish Grade FB (Sunfresh) Periode Januari 2004 – Maret 2007
Pada Gambar 9 terlihat bahwa plot data penjualan pisang cavendish grade FB cenderung mengalami trend yang menurun.
Hal ini berdampak pada
berkurangnya pasokan grade FB dari PT. NTF akibat faktor cuaca, terutama sejak bulan Agutus 2006 – Maret 2007. Kondisi membuat PT. SSN menurunkan harga jual grade FB, agar pesanan pelanggan akan grade FB tetap tersedia. Hipotesis awal berdasarkan plot data series waktu terlihat bahwa data mengandung unsur trend. Berdasarkan hasil analisis metode peramalan time series yang paling sesuai, untuk memprediksi penjualan pisang cavendish grade FB adalah SARIMA (1,2,0)(2,1,0)8 dengan nilai MSE sebesar 5.382.093. Mengenai nilai MSE masing- masing teknik peramalan dapat dilihat pada Tabel 15. .
70
Tabel 15. Nilai MSE Metode Peramalan Penjualan Pisang Cavendish Grade FB (Sunfresh) No. Metode 1 Moving Average 2 Single Eksponensial 3 Double Eksponensial Dekomposisi 4 Multiplikatif 5 Dekomposisi Aditif 6 Winters Multiplikatif 7 Winters Aditif 8 SARIMA (1,2,0)(2,1,0) 8
a
ß
?
0.9 0.05 0.05 0.9 0.05 0.05
Ordo
MSE 11.772.591 11.403.822 11.804.552
12 12 12 12
18.586.309 18.001.105 6.544.385 7.165.290
5.382.093
Urutan Terbaik 5 4 6 8 7 2 3 1
Pengidentifikasian model SARIMA (1,2,0) (2,1,0)8 dilakukan dengan melihat terlebih dahulu bentuk ACF dan PACF, untuk mengetahui adanya unsur stasioner. Bentuk ACF dan PACF ternyata belum stasioner sehingga dilakukan differencing sebanyak dua kali. Begitu juga untuk mengetahui adanya unsur faktor musiman, maka dilakukan differencing seasonal sebanyak satu kali. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 5 mengenai bentuk ACF dan PACF penjualan pisang cavendish grade FB baik reguler maupun seasonal. Berdasarkan hasil ACF dan PACF penjualan pisang cavendish grade FB, diperoleh hasil bahwa pada pola ACF sudah dying down, sedangkan PACF sudah cut-off pada lag kedua. Sehingga nilai autokorelasinya sudah tidak berbeda secara nyata dengan nol. Dalam penentuan faktor musiman ACF dan PACF yang berada time lag kedelapan diperoleh hasil bahwa ACF sudah dying down dan PACF sudah cut-off. Setelah dilakukan pengidentifikasikan data kestasioneran, maka langkah selanjutnya dilakukan uji diagnostik atas model ARIMA tersebut. Uji diagnostik tersebut terdiri dari enam kriteria model Box-Jenkins, antara lain :
71
1. Residual atau error peramalan bersifat random.
Pada Lampiran 6 error
peramalan sudah random, hal ini dibuktikan pada Ljung-Box Statistic dimana Pvalue lebih besar daripada a (0,05) yaitu 0,131 dan 0,885. 2. Model parsimonious dimana model tentatif yang diperoleh yaitu ARIMA
(1,2,0)(2,1,0)8 , menunjukkan bentuk model yang paling sederhana. 3. Parameter yang diestimasi berbeda nyata dengan nol. Hal ini dapat dilihat dari nilai P-value yang kurang dari a (0,05), dimana pada P-value SAR (8) SAR (16) koefisiennya = 0,000, namun pada P-value AR (1) koefisiennya adalah 0,075. 4. Kondisi invertibilitas ataupun stasioneritas harus terpenuhi, yang ditunjukkan oleh jumlah koefisien AR yang harus kurang dari satu. Pada model ARIMA (1,2,0)(2,1,0)8 koefisien AR = -0,374 dan SAR (-1,2273-0,997 = -2,2243) 5. Proses iterasi harus convergence. Pada session sudah terdapat penyataan bahwa Relative change in each estimate less than 0.0010 6. Model harus memiliki MSE yang kecil.
Pada model ARIMA ditunjukkan
dengan nilai MSE sebesar 5.382.093.
Adanya salah satu uji dianostik yang tidak memenuhi syarat, menjadikan model ini bukan yang terbaik, walupun memiliki nilai keakuratan model atau MSE yang kecil. Sehingga, model SARIMA (1,2,0) (2,1,0)8 akan diganti dengan metode terbaik lain yaitu Winters Multiplikatif ordo 12 (0,9;0,05;0,05) yang berada di urutan terbaik kedua dengan nilai MSE sebesar 6.544.385. Hasil ramalan penjualan untuk 12 bulan ke depan dengan metode Winters Multiplikatif ordo 12 (0,9;0,05;0,05) yang terdapat pada Tabel 16, menunjukkan bahwa tingkat penjualan pisang cavendish grade FB berfluktuasi setiap bulannya.
72
Hal ini dapat diidentifikasikan bahwa grade FB akan menyesuaikan pola penjualannya dengan grade C3, yang selama ini di PT. SSN selalu demikian.
Tabel 16. Hasil Ramalan Volume Penjualan Pisang Cavendish Grade FB Periode Waktu April 2007 – Maret 2008 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan April 2007 Mei 2007 Juni 2007 Juli 2007 Agustus 2007 September 2007 Oktober 2007 November 2007 Desember 2007 Januari 2008 Februari 2008 Maret 2008
Ramalan Volume Penjualan (boks) 379 1.280 1.957 2.657 2.571 2.667 2.530 1.556 2.965 2.559 1.787 1.157
6.3. Implikasi Terhadap Manajemen PT. Sewu Segar Nusantara Hasil perhitungan peramalan penjualan pisang cavendish selama bulan April 2007 – Maret 2008, pada dasarnya hanya perhitungan yang belum menggambarkan kondisi perusahaan secara komprehensif.
PT. SSN pun memiliki acuan atas
penjualan pisang cavendish. Namun alangkah lebih baiknya jika PT. SSN mampu menjadikan hasil yang didapatkan ini, sebagai salah satu alternatif pemecahan masalah penurunan volume penjualan pisang cavendish dalam beberapa tahun terakhir. Ramalan penjualan terhadap grade C3 dan FB, untuk 12 bulan ke depan merupakan representatif pelanggan dari ritel modern, dan pasar tradisional. Penjualan grade C3 ke ritel modern merupakan pasar unggulan dari PT. SSN. Sehingga perhitungan terhadap hasil ramalan penjualan grade C3 adalah yang mampu terealisasi dan logis untuk ditingkatkan pada divisi Sales & Marketing.
73
Sedangkan untuk grade FB dimungkinkan untuk ditingkatkan, walaupun trend penjualannya cenderung menurun setiap bulannya. Implikasi manajerial dengan adanya peramalan penjualan pisang cavendish, dengan kebijakan yang selama ini telah dilakukan oleh PT. SSN memang tidak jauh berbeda. Dalam hal ini kebijakan PT. SSN yang cenderung mengikuti pola musim pisang cavendish di PT. NTF, dimana grade C3 menjadi prioritas utama dalam pengadaan pasokan bagi PT. SSN. PT. SSN seharusnya memfokuskan penjualan dan distribusinya pada grade C3 yang memberikan kontribusi keuntungan yang lebih. Sehingga grade lain yang cenderung turun penjualannya dikurangi pasokan, dan diganti dengan grade C3 yang banyak diminati oleh pelanggan.
BAB VII PENGENDALIAN PASOKAN PISANG CAVENDISH
7.1. Identifikasi Biaya Pemesanan dan Penyimpanan Penggunaan biaya dalam optimalisasi pasokan pisang cavendish pada PT. SSN terdiri dari biaya pemesanan dan penyimpanan. Dalam hal ini asumsi dalam penelitian ini, bahwa kedua biaya tersebut digunakan adalah sama untuk semua grade baik C3 maupun FB. Asumsi ini digunakan karena pisang cavendish yang dipasok dari PT. NTF hanya berupa pisang cavendish yang belum matang, sedangkan PT. SSN hanya melakukan kegiatan pematangan (ripening). Biaya pemesanan adalah biaya yang dikeluarkan oleh PT. SSN mulai dari pesanan pasokan pisang cavendish dari PT. NTF di Lampung hingga penerimaan barang di gudang. Biaya-biaya pemesanan meliputi biaya transportasi atau ongkos angkut, biaya reject dan biaya konversi pisang cavendish. Komponen biaya pemesanan grade C3 dan FB pada tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 17 di bawah ini.
Tabel 17. Komponen Biaya Pemesanan Grade C3 & FB Pada Tahun 2006 Jenis Biaya Biaya Transportasi Biaya Reject Biaya Konversi Total
Grade C3 (Rp/Pesanan) 2.075.563 2.837.491 21.713 4.934.767
Grade FB (Rp/Pesanan) 1.245.337 1.702.495 13.028 2.960.860
Sumber : Dept. F & A, 2006 (diolah)
Biaya penyimpanan adalah biaya yang dikeluarkan oleh PT. SSN untuk menyimpan persediaan pisang cavendish, mulai dari penyimpanan materials pisang cavendish di gudang hingga menyimpannya dalam cold storage untuk
75
dimatangkan dengan gasing. Biaya-biaya penyimpanan terdiri dari biaya listrik cold storage, biaya materials handling, dan biaya bahan pembantu pisang cavendish. Mengenai komponen biaya penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Kompo nen Biaya Penyimpanan Grade C3 & FB Pada Tahun 2006 Jenis Biaya Biaya Listrik (65 %) Biaya Materials Handling Biaya Bahan Pembantu Total
Grade C3 (Rp/Boks/Tahun) 258.999 28,91 30.066 289.094
Grade FB (Rp/Boks/Tahun) 365.287 40,77 42.404 407.732
Sumber : Dept. F & A, 2006 (diolah)
Untuk pemesanan pisang cavendish dalam setahun, PT. SSN melakukan 144 kali pemesanan untuk semua grade, dimana setiap minggu rata-rata tiga kali pengiriman. Untuk rata-rata pengiriman pisang cavendish khusus wilayah pemasaran JABOTABEK, grade C3 dikirim sebanyak 2.100 boks, grade FB sebanyak 900 boks. Perhitungan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Perhitungan Biaya Pemesanan dan Biaya Penyimpanan Pisang Cavendish Grade C3 dan FB di PT. SSN Tahun 2006 Biaya Pemesanan a. Grade C3 Frekuensi kirim = 144 kali; Biaya pesanan (Rp/pesanan) = Rp 4.934.767 b. Grade FB Frekuensi kirim = 144 kali; Biaya Pesanan (Rp/pesanan) = Rp2.960.860 Total Biaya Pemesanan (Rp/Tahun) a. Grade C3 = 710.606.400 b. Grade FB = 426.363.840 Keterangan : *) = dikali 0,5
Biaya Penyimpanan*) a. Grade C3 Jumlah pasokan per kir im = 2100 boks; Biaya simpan (Rp/Boks/Tahun) = Rp 289.094 b. Grade FB Jumlah pasokan per kirim = 900 boks; Biaya simpan (Rp/boks/tahun) = Rp 407.732 Total Biaya Penyimpanan (Rp/Tahun) a. Grade C3 = 303.549.466 b. Grade FB = 182.129.680
76
Atas hasil perhitungan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan pisang cavendish di PT.SSN, dapat diketahui bahwa total biaya persediaan untuk grade C3 mencapai Rp 1.014.155.866, dan grade FB mencapai Rp 608.493.520. Secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 20 mengenai biaya persediaan PT. SSN tahun 2006.
Tabel 20. Biaya Persediaan Masing-masing Grade Pisang Cavendish di PT. SSN Tahun 2006 Grade C3 FB Total
Biaya Pemesanan (Rp/Tahun) 710.606.400 426.363.840 1.136.969.240
Biaya Penyimpanan (Rp/Tahun) 303.549.466 182.129.680 485.679.146
Biaya Persediaan (Rp/Tahun) 1.014.155.866 608.493.520 1.612.649.386
7.2. Pengendalian Pasokan Pisang Cavendish 7.2.1. Analisis EOQ Berdasarkan hasil perhitungan biaya persediaan atau pasokan grade C3 dan FB pada tahun 2006, maka akan digunakan dalam perhitungan EOQ. Analisis ini digunakan untuk membandingkan dengan proyeksi pasokan pisang cavendish 12 bulan berikutnya. Dalam EOQ, hal- hal yang digunakan dalam perhitungannya adalah total penj ualan pisang cavendish (C3, FB) pada tahun 2006, biaya pemesanan, dan biaya penyimpanan.
Berikut ini pada Tabel 21 perhitungan
tentang EOQ masing- masing grade pisang cavendish.
Tabel 21. Perhitungan Jumlah Pemesanan Optimal Pisang Cavendish Masing-Masing Grade Tahun 2006 Grade C3 FB
Penjualan (boks) 261.278 78.659
Biaya Pemesanan (Rp) 4.964.767 2.960.860
Biaya Penyimpanan (Rp) 289.094 467.732
EOQ (boks) 2.987 998
77
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel di atas, maka diperoleh hasil bahwa kuantitas pemesanan yang optimal untuk masing- masing grade pisang cavendish pada tahun 2006 adalah sebanyak 2.987 boks untuk C3, dan grade FB sebanyak 998 boks. Atas dasar hasil tersebut, pada Tabel 22 dihitung frekuensi pemesanan yang optimal selama tahun 2006.
Hasilnya menunjukkan bahwa
frekuensi pengiriman dalam setahun untuk grade C3 sebanyak 88 kali, dan grade FB sebanyak 79 kali atau rata-rata pengiriman kedua grade tersebut seminggu 2 – 3 kali.
Tabel 22. Perhitungan Frekuensi Pemesanan Optimal masing-masing Grade Pisang Cavendish Tahun 2006 Grade C3 FB
Penjualan (boks) 261.278 78.659
EOQ (boks) 2.987 998
Frekuensi Pemesanan (setahun) 88 79
Setelah menganalisis jumlah pesanan dan fr ekuensi pemesanan yang optimal pada tahun 2006, maka selanjutnya adalah memproyeksikan optimalisasi pasokan selama 12 bulan berikutnya. Proyeksi optimalisasi pasokan pisang cavendish yang dilakukan, pada dasarnya pada tingkat permintaan yang akan terjadi, yaitu dengan melihat besarnya volume penjualan yang akan datang. Hasil ramalan penjualan terhadap grade C3 dan FB yang menggambarkan tingkat permintaan 12 bulan berikutnya, akan digunakan dalam menghitung kuantitas dan frekuensi pemesanan yang optimal dengan metode EOQ. Berdasarkan volume penjualan pisang cavendish di PT. SSN untuk 12 bulan berikutnya yang dapat dilihat pada Tabel 23, grade C3 diperkirakan mencapai total penjualan sebanyak 287.705 boks, grade FB diperkirakan mencapai total penjualan sebanyak 24.065 boks.
78
Tabel 23. Perkiraan Volume Penjualan Pisang Cavendish 12 Bulan Berikutnya Bulan April 2007 Mei 2007 Juni 2007 Juli 2007 Agustus 2007 September 2007 Oktober 2007 November 2007 Desember 2007 Januari 2008 Februari 2008 Maret 2008 Total Standar Deviasi Rata-Rata
Grade C3 (boks) 27.542 28.105 22.721 16.848 23.285 25.971 24.729 24.097 23.776 23.613 23.530 23.488 287.705 2.825,15 23.975
Grade FB (boks) 379 1.280 1.957 2.657 2.571 2.667 2.530 1.556 2.965 2.559 1.787 1.157 24.065 787,85 2.005
Untuk menghitung proyeksi optimalisasi pasokan 12 bulan berikutnya di PT. SSN, selain menggunakan hasil ramalan penjualan, perhitungan biaya juga harus diasumsikan.
Oleh karena itu, asumsi dasar yang digunakan dalam
menghitung biaya persediaan 12 bulan berikutnya adalah laju rata-rata persentase perubahan biaya persediaan setiap bulannya pada tahun 2006. Berdasarkan Lampiran 7 tentang laju perubahan (?) biaya pemesanan pada tahun 2006, maka secara umum pada 12 bulan berikutnya akan mengikuti perubahan biaya tersebut. Untuk biaya transportasi akan meningkat sebanyak 47,8 persen per bulan, biaya reject akan menurun sebanyak 8 persen per bulan, dan biaya konversi akan menurun sebanyak 175 % per bulan. Adapun proyeksi komponen biaya pemesanan 12 bulan berikutnya dapat dilihat pada Tabel 24.
79
Tabel 24. Proyeksi Komponen Biaya Pemesanan Grade C3 dan FB Jenis Biaya Biaya Transportasi Biaya Rijek Biaya Konversi Total
Grade C3 (Rp/Pesanan) 3.086.113,97 2.631.001,13 (16.332.64) 5.700.782,46
Grade FB (Rp/Pesanan) 1.840.478,34 1.569.062,23 (9740,52) 3.399.800,05
Pada Lampiran 8 juga dapat dilihat mengenai laju perubahan (?) biaya penyimpanan pada tahun 2006, hal ini pula akan menjadi bahan perhitungan dalam perubahan biaya tersebut pada 12 bulan berikutnya. Untuk biaya listrik cold storage akan menurun hingga 3 persen, biaya materials handling akan menurun hingga 0,94 persen, dan biaya bahan pembantu akan menurun hingga 2,67 persen. Mengenai proyeksi komponen biaya penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 27.
Tabel 25. Proyeksi Komponen Biaya Penyimpanan Grade C3 dan FB Jenis Biaya Biaya Listrik (65 %) Biaya Materials Handling Biaya Bahan Pembantu Total
Grade C3 (Rp/Boks/Tahun) 246.285,36 37,10 (9763.50) 236.558,96
Grade FB (Rp/Boks/Tahun) 355.808,99 (1,63) (13.770, 08) 342.037,30
Berdasarkan proyeksi komponen biaya pemesanan dan biaya penyimpanan untuk masing- masing grade pisang cavendish, maka didapatkan perhitungan dalam EOQ 12 bulan berikutnya. Dalam EOQ, hal-hal yang digunakan dalam perhitungannya adalah total permintaan pisang cavendish (C3, FB ) 12 bulan berikutnya, proyeksi biaya pemesanan, dan proyeksi biaya penyimpanan. Berikut ini pada Tabel 26 perhitungan tentang EOQ masing- masing grade pisang cavendish.
80
Tabel 26. Perhitungan Jumlah Pemesanan Optimal Pisang Cavendish Masing-Masing Grade 12 Bulan berikutnya Grade C3 FB
Penjualan (boks) 287.705 24.065
Biaya Peme sanan (Rp) 5.700.782,46 3.399.800,05
Biaya Penyimpanan (Rp) 236.558,96 342.037,30
EOQ (boks) 3.723 691
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel di atas, maka diperoleh hasil bahwa kuantitas pemesanan yang optimal untuk masing- masing grade pisang cavendish pada 12 bulan berikutnya adalah sebanyak 3.723 boks untuk C3, dan grade FB sebanyak 691 boks. Atas dasar hasil tersebut, maka dapat dihitung frekuensi pemesanan yang optimal selama 12 bulan berikutnya. Pada Tabel 27 dapat dilihat perhitungan tentang frekuensi pemesanan optimal masing- masing grade pisang cavendish selama 12 bulan berikutnya. Hasil proyeksi frekuensi pemesanan dalam setahun grade C3 sebanyak 84 kali, dan grade FB sebanyak 37 kali. Hal ini sedikit menurun dibandingkan dengan kondisi riil di PT. SSN berdasarkan pada tahun 2006.
Tabel 27. Perhitungan Frekuensi Pemesanan Optimal masing-masing Grade Pisang Cavendish Grade C3 FB
Penjualan (boks) 287.705 24.065
Setelah
diketahui
EOQ (boks) 3.723 691
kuantitas
Frekuensi Pemesanan (setahun)
pemesanan
77 35
optimal
dan
frekuensi
pemesanannya, maka dapat dihitung biaya persediaan masing- masing grade pisang cavendish untuk 12 bulan berikutnya. Hasil perhitungan yang terdapat pada Tabel 28, menunjukkan bahwa biaya pemesanan grade C3 per tahun adalah sebesar Rp 438.960.249,42, sedangkan grade FB Rp 118.993.001,75. Pada biaya
81
penyimpanan grade C3, adalah sebesar Rp 440.354.504,04, dan untuk grade FB sebesar Rp 118.173.387,15.
Apabila dibandingkan dengan tahun 2006, maka
biaya pemesanan dan biaya penyimpanan secara umum relatif lebih rendah, walaupun pada grade C3 terjadi peningkatan jumlah pasokan dan pengurangan frekuensi pengiriman pasokan.
Tabel 28. Perhitungan Biaya Pemesanan & Biaya Penyimpanan Grade C3 dan FB di PT. SSN Untuk 12 Bulan Berikutnya Biaya Pemesanan a. Grade C3 Frekuensi kirim = 77 kali; Biaya pesanan (Rp/pesanan) = Rp 5.700.782,46 b. Grade FB Frekuensi kirim = 35 kali; Biaya Pesanan (Rp/pesanan) = Rp 3.399.800,05 Total Biaya Pemesanan (Rp/Tahun) a. Grade C3 = 438.960.249,42 b. Grade FB = 118.993.001,75
Keterangan :
*)
Biaya Penyimpanan*) a. Grade C3 Jumlah pasokan per kirim = 3.723 boks; Biaya simpan (Rp/Boks/Tahun) = Rp 236.558,96 b. Grade FB Jumlah pasokan per kirim = 691 boks; Biaya simpan (Rp/boks/tahun) = Rp 342.037,30 Total Biaya Penyimpanan (Rp/Tahun) a. Grade C3 = 440.354.504,04 b. Grade FB = 118.173.387,15
= dikali 0,5
Atas hasil proyeksi perhitungan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan pisang cavendish di PT.SSN, maka dapat diketahui bahwa proyeksi total biaya persediaan. Total keseluruhan proyeksi biaya persediaan mencapai Rp 1.116.481.142,36 atau menurun dibandingkan pada tahun 2006 yaitu sebesar Rp 1.612.649.386. Hal ini terjadi karena rata-rata laju perubahan pada salah satu yaitu biaya penyimpanan mengalami penurunan, sehingga memberikan respons efisien bagi pengendalian biaya di PT. SSN. Secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 29 mengenai proyeksi biaya persediaan untuk 12 bulan berikutnya.
82
Tabel 29. Proyeksi Biaya Persediaan Masing-masing Grade Pisang Cavendish di PT. SSN Grade C3 FB Total
Biaya Pemesanan (Rp/Tahun) 438.960.249,42 118.993.001,75
Biaya Penyimpanan (Rp/Tahun) 440.354.504,04 118.173.387,15
Biaya Persediaan (Rp/Tahun) 879.314.753,46 237.166.388,90 1.116.481.142,36
7.2.2. Analisis Persediaan Pengaman (Safety Stock) Dalam menentukan besarnya persediaan pengaman pada suatu perusahaan harus didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan analitik yang rasional, sehingga dapat menghasilkan implementasi yang yang akurat.
Persediaan
pengaman merupakan salah satu alternatif bagi perusahaan untuk mengantisipasi perubahan permintaan dan ketidapastian pengirimann produk dari pemasok. Dengan persediaan pengaman, persediaan tambahan yang diadakan dapat menjaga kelangsungan penjualan dari probabilitas kekurangan produk (stock out), yang disebabkan oleh permintaan yang lebih besar dari perkiraan atau disebabkan keterlambatan penerimaan produk. Persediaan pengaman bagi pisang cavendish di PT. SSN diperuntukkan bagi bahan ment ah dari PT. NTF, dengan kondisi pisang belum matang. PT. SSN sendiri punya estimasi antara jumlah yang berhasil dimatangkan dengan tingkat kerusakannya. Untuk menentukan besarnya persediaan pengaman pisang cavendish pada PT. SSN dibutuhkan data mengenai permintaan rata-rata, standar deviasi permintaan, serta data waktu tunggu (lead time), dan standar deviasi waktu tunggu. Sebelum memulai proyeksi untuk 12 bulan berikutnya, maka akan dilakukan terlebih dahulu analisis safety stock untuk tahun 2006. Berdasarkan
83
data penjualan tahun 2006, volume penjualan rata-rata grade C3 sebanyak 21.773 boks dengan standar deviasi sebesar 5.116,46 boks. Untuk grade FB rata-rata penjualannya sebanyak 6.555 boks dengan standar deviasi sebesar 4.644,93. Setelah menentukan hal-hal di atas, maka selanjutnya adalah menghitung waktu tunggu pemesanan masing- masing grade. Dalam hal ini waktu tunggu rata-rata untuk masing- masing grade berkisar antara 1 – 2 hari. Hasil perhitungan waktu tunggu per bulan untuk grade C3 dan FB adalah 0,0495 bulan dan standar deviasinya 0,0233 bulan. Hasil ini pun akan menjadi dasar dalam perhitungan proyeksi untuk 12 bulan berikutnya. Pada Tabel 30 dapat dilihat hasil perhitungan waktu tunggu rata-rata dan standar deviasi lead time.
Tabel 30. Perhitungan Waktu Tunggu Rata-Rata dan Standar Deviasi Grade C3 dan FB Grade C3 dan FB Rata-Rata Standar Deviasi
Waktu Tunggu (Lead Time) Hari Bulan 1 0,033 2 0,066 1,5 0,0495 0,7071 0,0233
Analisis persediaan pengaman yang dilakukan terhadap pisang cavendish di PT. SSN adalah menggunakan pendekatan berdasarkan tingkat pelayanan (level service approach).
Pendekatan ini dipilih, karena PT. SSN selalu dapat
memenuhi kebutuhan pelanggannya baik ritel modern, pasar tradisional maupun HOREKA dari pasokan yang dimilikinya, walaupun pisang cavendish memiliki umur simpan yang singkat. Untuk itu tingkat pelayanan yang digunakan adalah sebesar 99,9 % untuk semua grade denga nilai policy factors adalah (K) pada frequency level of service 99,9 % adalah 3,0.
84
Atas dasar berbagai perhitungan waktu tunggu rata-rata dan standar deviasi, maka dapat ditentukan persediaan pengaman pisang cavendish untuk tahun 2006 dan proyeksi 12 bulan berikutnya.
Hasilnya perhitungan yang
terdapat pada Lampiran 9, menunjukkan bahwa persediaan pengaman untuk masing- masing grade adalah sebagai berikut : 1. Grade C3 è Tahun 2006 : 3.738 boks; 12 bulan berikutnya : 2.520 boks. 2. Grade FB è Tahun 2006 : 3.147 boks; 12 bulan berikutnya : 544 boks.
Dalam hal ini persediaan minimum yang harus dimiliki PT. SSN sama besarnya dengan persediaan pengaman hasil perhitungan EOQ. Selain persediaan minimum, perusahaan harus memperhitungkan besarnya persediaan maksimum yang optimal.
Persediaan maksimum merupakan batas jumlah persediaan yang
paling besar, agar tidak menyimpan pisang cavendish secara over stock. Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 31, persediaan maksimum masing- masing grade secara umum untuk proyeksi 12 bulan berikutnya menurun dibandingkan dengan tahun 2006. Pada 12 bulan berik utnya persediaan maksimum untuk grade C3 sebesar 6.243 boks, sedangkan grade FB sebesar 1.235. Kondisi ini terjadi karena, jumlah proyeksi yang dikirim dari PT. NTF mengalami perubahan, sehingga persediaan mininum berkurang dibandingkan dengan periode sebelumnya.
85
Tabel 31. Perbandingan Persediaan Maksimum Pisang Cavendish Grade C3 dan FB Pada Tahun 2006 dengan Proyeksi 12 Bulan Berikutnya Grade
Persediaan Minimum (boks)
Jumlah Pemesanan Ekonomis (boks)
Tahun 2006 C3 3.738 FB 3.147 12 Bulan Berikutnya C3 2.520 FB 544
Persediaan Maksimum (boks)
2.987 998
6.725 4.145
3.723 691
6.243 1.235
7.2.3. Analisis Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point) Titik pemesanan kembali (reorder point) merupakan suatu batasan dari jumlah persediaan yang ada pada suatu saat, dimana pesanan harus diadakan kembali. Dalam menentukan batas ini harus mempertimbangkan besarnya permintaan selam aproduk yang dipesan belum datang. Dengan reorder, maka akan mengetahui kapan waktu yang tepat untuk melakukan pemesanan. Untuk mengetahui titik pemesanan kembali, maka diperlukan data mengenai rata-rata permintaan produk per hari, waktu tunggu rata-rata per hari, dan persediaan pengaman. Berdasarkan perhitungan pada Tabel 32, dapat diketahui bah1.186wa titik pemesanan kembali untuk proyeksi 12 bulan berikutnya relatif lebih kecil dibandingkan pada tahun 2006. Sehingga pada 12 bulan berikutnya PT. SSN harus memesan kembali pasokannya kepada PT. NTF pada saat persediaan masing- masing grade telah mencapai reorder point C3 sebanyak 3.719 boks, FB sebanyak 3.534 boks, dan sebanyak 167 boks. Apabila terjadi stock out akibat keterlambatan kedatangan pisang cavendish atau permintaan yang over, maka dapat dipenuhi dari persediaan pengaman.
86
Tabel 32. Perhitungan Titik Pemesanan Kembali Pada Tahun 2006 dan 12 Bulan Berikutnya Grade
Waktu Tunggu Rata-rata (hari) Tahun 2006 C3 1,5 FB 1,5 12 Bulan Berikutnya C3 1,5 FB 1,5
Rata-rata Permintaan Per Hari
Permintaan selama Waktu Tunggu
Persediaan Titik Pengaman Pemesanan Kembali
726 219
1.089 329
3.738 3.147
4.827 3.476
799 67
1.199 101
2.520 544
3.719 645
Dengan demikian hasil dari keseluruhan optimaliasi pasokan pisang cavendish di PT .SSN, maka dapat dirancang proyeksi 12 bulan berikutnya nya. Mengenai proyeksi optimalisasi pasokan pisang cavendish selama 12 bulan berikutnya dapat dilihat pada Lampiran 10. Proyeksi ini diestimasikan mampu menjamin kebutuhan pasokan pisang cavendish untuk wilayah pemasaran JABOTABEK, sehingga permasalahan yang terjadi antara pesanan dari pelanggan dengan pasokan pisang cavendish dari PT. NTF di Lampung dapat teratasi atau setidaknya dapat diperkirakan secara efektif dan efisien.
7.3. Implikasi Terhadap SCM PT. Sewu Segar Nusantara Optimalisasi pasokan yang memiliki keterkaitan dengan peramalan penjualan pisang cavendish pada dasarnya adalah solusi dalam mengatasi penurunan penjualan. PT. SSN dalam menjalankan usahanya selama ini masih tergantung akan seberapa banyak pasokan yang berada di PT. NTF. Sehingga jika PT. SSN ingin menambah penjualan pisang cavendish, maka akan sangat terkait dengan keberadaan pasokannya di PT. NTF. Begitu juga PT. NTF yang menjadi mitra usaha PT. SSN, akan sangat tergantung berapa jumlah yang ingin dipesan oleh pelanggan. Sehingga PT. NTF akan mempersiapkan waktu panen pisang
87
cavendish secara bergiliran, dan akhirnya akan sesuai antara pesanan pelanggan dengan ketersediaan pasokan pisang cavendish. Implikasi manajerial pengendalian pasokan pisang cavendish, dengan kebijakan yang selama ini telah dilakukan oleh PT. SSN memang tidak jauh berbeda. Misalnya penjualan pada salah satu grade yaitu C3, maka PT. SSN harus menyesuaikan dengan hasil produksi yang terjadi di PT. NTF.
Karena
produksi dipengaruhi oleh kondisi cuaca, maka PT. SSN dalam menjualnya pun menerapkan strategi perubahan harga setiap bulannya. Sehingga PT. SSN harus mengendalikan persediaan pasokan pisang cavendish, pada saat kondisi banyak atau sedikit. PT. NTF yang terlibat langsung dalam rantai pasokan pisang cavendish dengan PT. SSN, harus mengikuti keinginan pasar terhadap grade yang banyak diminta. Implikasi terhadap PT. NTF adalah menambah jumlah pasokan setiap pengiriman ke PT. SSN, dengan pertimbangan frekuensi yang dikirim akan berkurang. Sehingga, PT. SSN dan PT. NTF dapat menekan biaya operasional khususnya biaya persediaan pisang cavendish, seperti biaya rijek pisang cavendish, dan biaya transportasi. Pada akhirnya, secara keseluruhan PT. SSN harus melakukan SCM yang tepat mulai dari tahap pengiriman pasokan dari PT. NTF, pergudangan, proses pematangan, pemenuhan pesanan pelanggan, dan pengendalian persediaan pisang cavendish.
BAB VIII KESIMPULAN & SARAN
8.1. Kesimpulan PT. Sewu Segar Nusantara (PT. SSN) merupakan salah satu distributor buah-buahan di Indonesia terutama pisang cavendish.
PT. SSN memperoleh
pasokan pisang cavendish dalam bentuk belum matang dari PT. Nusantara Tropical Fruit (PT. NTF) yang merupakan mitra bisnis dalam pengadaan pasokan. Kedua perusahaan merupakan anak perusahaan dari PT. Great Giant Pineapple, sehingga memiliki keterkaitan erat antara perusahaan. Dalam beberapa tahun terakhir, penjualan pisang cavendish di PT. SSN mengalami trend penurunan. Begitu juga dalam hal pasokan, jumlah yang dikirim dari PT. NTF relatif tidak dalam kondisi optimal, karena adanya pengaruh kondisi cuaca. Sehingga PT. SSN setiap bulannya akan melakukan perubahan harga jual untuk menyesuaikan antara permintaan dan penawaran. Hasil analisis tentang peramalan penjualan pisang cavendish menunjukkan bahwa rata-rata penjualan grade C3 cenderung stabil setiap bulannya dibandingkan grade FB. Hasil analisis EOQ atau kuantitas pemesanan optimal, secara umum lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2006. Hal ini pula yang membuat biaya persediaan kedua grade tersebut untuk 12 bulan berikutnya mengalami penurunan. Hasil analisis lainnya yaitu persediaan pengaman, analisis titik pemesanan kembali untuk proyeksi 12 bulan ke depan relatif lebih kecil dibandingkan pada tahun 2006.
89
8.2. Saran Saran yang dapat diberikan pada PT. SSN adalah sebagai berikut : 1. Memfokuskan penjualan pisang cavendish pada grade C3 yang memberikan kontribusi lebih bagi perusahaan. 2. PT. SSN harus mengupayakan manajemen rantai pasokan pisang cavendish yang tepat mulai dari pengiriman atau pengangkutan, pergudangan, proses produksi, pemenuhan pesanan, dan pengendalian persediaan. 3. PT. SSN harus menyesuaikan hasil penjualan dan distribusi pisang cavendish, tergantung pada pasokan PT. NTF. Dengan mengupayakan jumlah pasokan yang banyak diimbangi dengan pergiliran hasil produksi yang optimal dari PT. NTF, bagi grade C3 yang mampu memberikan kontribusi besar bagi PT. SSN. 4. Meminimumkan biaya rijek pisang cavendish dan biaya transportasi yang tidak efisien bagi PT. SSN. 5. Penelitian selanjutnya sebaiknya menganalisis tentang strategi pemasaran pisang cavendish dalam upaya mempertahankan pasar di JABOTABEK, dan analisis manajemen rantai pasokan pisang cavendish ke ritel modern.
DAFTAR PUSTAKA
Aini, Q. N. 2005. Analisis Sistem Pasokan Sayur Ke Ritel Modern. Program Studi Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Assauri, S. 1980. Manajemen Produksi. FEUI. Jakarta. Buffa, E.S dan Sharin, R.K. 1996. Manajemen Operasional dan Produksi Modern. Edisi ke-8. Binarupa Aksara. Jakarta. Chopra, S, dan Meindl. 2007. Supply Chain Management : Strategic Planning & Operations Third Edition. Pearson. USA. Departemen Pertanian (DEPTAN). 2003. Pisang. www.deptan.go.id/pisang. (update : 17 Februari 2007). Downer, W.D., dan Steven P. E. 1989. Manajemen Agribisnis Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta. Firdaus, M. 2006. Analisis Deret Waktu Satu Ragam. IPB Press. Bogor. Gultinan, J.P., dan Gorelon W.P. 1990. Strategi dan Program Manajemen Pemasaran Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta. Handayani, D. 2005. Analisis Strategi Pengembangan Bisnis Buah Segar pada PT. Sewu Segar Nusantara, Tangerang. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Handoko, H. 1999. Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi Edisi Pertama. BPFE. Yogyakarta. Hanke, J.E., Arthur G. R., dan Dean W. W. 2003. Peramalan Bisnis. Prenhallindo. Jakarta. Indrajit, R.E, dan Richardus D. 2003. Konsep Manajemen Supply Chain, Cra Baru Memandang Mata Rantai Penyediaan Barang. GRASIONDO. Jakarta. Ismail, A. 2007. Analisis Perencanaan Pengendalian Optimal Pada PT. Sinar Sosro Kantor Penjualan Sukabumi. Program Sarjana Ekstensi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Laporan Pengeluaran Biaya Pengadaan Pisang Cavendish PT. Sewu Segar Nusantara Periode Tahun 2006.
95
Laporan Penjualan Pisang Cavendish PT. Sewu Segar Nusantara Periode Januari 2004 – Maret 2007. Makridakis, S, dan Steven C. Wheelwright. 1994. Metode Peramalan untuk Manajemen Edisi Kelima. Binarupa Aksara. Jakarta. PT.
Capricorn Indonesia Consult Inc (CIC). 2003. Laporan Bisnis Indocommercial. Profil Bisnis”Perkembangan dan Prospek Bisnis Hypermarket, dan Perkulakan di Jakarta”. No.322 – 26 Mei 2003, halaman : 3. PT Capricorn Indonesia Consult Inc. Jakarta.
Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT). 2005. Perkembangan Ekspor Buahbuahan Tropis Tahun 2003 – 2005. www. rusnasbuah.or.id. (update : 17 Februari 2007). Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT). 2005. Produksi Pisang Pada Sentra Produksi di Indonesia Tahun 2003. www. rusnasbuah.or.id. (update : 17 Februari 2007). Render, B., dan Jay H. 2001. Prinsip-Prinsip Manajemen Operasi. Salemba Empat. Jakarta. Septiati, N. 2002. Optimalisasi Pengadaan dan Distribusi Produk Buah-Buahan Segar PT. Moenaputra Nusantara Jakarta. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Somantri, E. 2005. Analisis Strategi Bersaing (Competitive Strategy) Manajemen Hero Supermarket dalam Industri Ritel. Jurusan Ilmu- Imu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sutarya, E. 2003. Optimasi Produksi dan Distribusi Sayuran di PD. Pacet Segar, (Kasus di PD. Pacet Segar, Cianjur-Jawa Barat). Jurusan Ilmu- Ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tambulun, M.P. 2004. Manajemen Operasional (Operations Management). Ghalia Indonesia. Jakarta. Yunarto, H.I. 2006. Business Concept Implementation Series In Sales and Distribution Management. Elex Media Komputindo. Jakarta.
LAMPIRAN
93
Lampiran 1. Struktur PDB Menurut Sektor Ekonomi/Lapangan Usaha Tahun 2003 – 2004 dan Triwulan I 2004 – 2005 (Persentase) Sektor Ekonomi/Lapangan Usaha 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa PDB PDB Tanpa Migas
Sumber : BPS, 2005
2003
2004
Triwulan I
15,92
15,39
2004 16,70
2005 15,21
8,29 28,84 0,96 5,50 16,51 5,78 8,52
8,55 28,34 0,99 5,84 16,17 6,10 8,45
7,70 28,58 0,99 5,58 15,99 5,93 8,55
9,31 28,08 0,96 6,01 16,06 6,11 8,22
9,68 100 91,52
10,17 100 90,98
9,98 100 91,45
10,04 100 90,32
94
Lampiran 2. Struktur Organisasi PT. Sewu Segar Nusantara Direktur Utama
General Manager Sekretaris
Purchasing Dept. Head
Sales & Marketing Manager
PSO Dept. Head
F & A Manager
IT Dept. Head
Ekspedisi Dept. Head
HRD & GA Dept. Head
Staf Staf Sales Admin Spv.
Sales Admin
Accounting Spv.
Sales Executive
Sales Pasar Supervisor
Sales Executive
Area Manager
Staf
Finance Spv.
Pelaksana Area
Pelaks
Staf Produksi
Pelaks
Maintenance
Staf
Kasir Sales Outlet Spv.
Logistik
Staf
Staf HRD Staf Umum
Driver Debt Collector
Finance Staf
QC
Pelaks
Satpam Ass Driver
Lampiran 3. Bentuk ACF & PACF Penjualan Pisang Cavendish Grade C3
Autocorrelation
Autocorrelation Function for Grade C3 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0
5 Lag Corr
15
25 Lag Corr
35
T
LBQ
Lag Corr
T
LBQ
T
LBQ
T
LBQ
1 0.55 3.44
12.76
10 0.08
0.31
29.62
19 0.01 0.03
32.91
Lag Corr
28 -0.00 -0.02
38.73
2 0.23 1.15 3 -0.04 -0.20
15.13 15.21
11 -0.02 -0.08 12 -0.03 -0.11
29.64 29.69
20 -0.01 -0.02 21 -0.03 -0.11
32.92 32.99
29 -0.06 -0.24 30 -0.10 -0.39
39.34 41.12
4 -0.22 -1.07 5 -0.22 -1.03
17.50 19.85
13 -0.11 -0.46 14 -0.17 -0.69
30.46 32.27
22 0.03 0.12 23 0.03 0.12
33.06 33.16
31 -0.09 -0.35 32 0.00 0.02
42.72 42.72
6 -0.38 -1.70
26.75
15 -0.06 -0.26
32.54
24 0.08 0.31
33.81
33 -0.00 -0.02
42.73
7 -0.21 -0.87
28.91
16 -0.04 -0.17
32.66
25 0.09 0.36
34.71
34 0.05
0.21
43.68
8 -0.08 -0.32
29.21
17 0.06
0.23
32.90
26 0.09 0.35
35.68
35 -0.00 -0.02
43.69
9 -0.04 -0.17
29.30
18 -0.01 -0.04
32.91
27 0.15 0.60
38.73
Partial Autocorrelation
Partial Autocorrelation Function for Grade C3 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0
5 Lag PAC
Lag PAC
T
25 Lag PAC
35
T
Lag PAC
T
0.55
3.44
10
0.07
0.41
19
0.04
0.27
28 -0.19
-1.18
2 -0.10 3 -0.19
-0.62 -1.16
11 -0.15 12 -0.13
-0.92 -0.81
20 -0.19 21 -0.01
-1.21 -0.04
29 -0.03 30 -0.02
-0.18 -0.11
4 -0.15 5 0.01
-0.94 0.08
13 -0.09 14 -0.07
-0.56 -0.43
22 0.00 23 -0.02
0.00 -0.15
31 -0.03 32 -0.03
-0.20 -0.17
6 -0.34
-2.13
15 -0.02
-0.13
24 -0.09
-0.56
33
0.04
0.26
7
0.18
1.11
16 -0.01
-0.04
25
0.01
0.06
34 -0.12
-0.75
8 -0.02
-0.14
17 -0.04
-0.27
26 -0.04
-0.26
35 -0.12
-0.77
9 -0.14
-0.90
18 -0.24
-1.48
27
0.27
1
T
15
0.04
96
Lampiran 4. Model ARIMA Penjualan Pisang Cavendish Grade C3 ARIMA Model: Grade C3 Estimates at each iteration Iteration SSE Parameters 0 718356332 0.100 0.100 2.10E+04 1 572596761 0.247 0.250 1.76E+04 2 495973474 0.337 0.400 1.55E+04 3 445892400 0.405 0.550 1.39E+04 4 409766388 0.459 0.700 1.27E+04 5 401055432 0.513 0.850 1.14E+04 6 396009660 0.514 0.811 1.14E+04 7 395801180 0.507 0.808 1.16E+04 8 395796107 0.508 0.807 1.15E+04 9 395795744 0.508 0.807 1.15E+04 Relative change in each estimate less than 0.0010 Final Estimates of Parameters Type Coef SE Coef AR 1 0.5084 0.1457 SMA 6 0.8067 0.1980 Constant 11525.0 130.4 Mean 23444.5 265.2
T 3.49 4.07 88.41
P 0.001 0.000 0.000
Number of observations: 39 Residuals: SS = 369761481 (backforecasts excluded) MS = 10271152 DF = 36 Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag 12 24 36 48 Chi-Square 7.4 15.4 24.7 * DF 9 21 33 * P-Value 0.600 0.803 0.851 * Forecasts from period 39 Period 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51
Forecast 27542.4 28104.7 22720.6 16848.1 23284.5 25970.5 24728.7 24097.4 23776.4 23613.3 23530.3 23488.1
95 Percent Limits Lower Upper 21259.6 33825.2 21056.5 35152.9 15487.7 29953.4 9568.2 24127.9 15992.6 30576.4 18675.4 33265.5 15907.3 33550.1 14922.7 33272.2 14512.6 33040.3 14326.5 32900.0 14237.6 32823.0 14193.9 32782.3
Actual
97
Lampiran 5. Bentuk ACF & PACF Penjualan Pisang Cavendish Grade FB Partial Autocorrelation Function for FB
L ag
Co rr
T
LBQ
1 2 3 4 5 6 7 8 9
0.76 0.55 0.30 0.14 - 0.01 - 0.12 - 0.20 - 0.25 - 0.14
4.72 2.34 1.13 0.51 - 0.03 - 0.44 - 0.71 - 0.90 - 0.48
24.00 36.99 41.01 41.90 41.90 42.60 44.51 47.79 48.79
5
15
25
Partial Aut ocorrelat ion
Aut ocorrelation
Autocorrelation Function for FB 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 - 0.2 - 0.4 - 0.6 - 0.8 - 1.0
35
1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0
10 La g Corr 10 11 12 13 14 15 16 17 18
-0.1 0 -0.0 4 -0.1 0 -0.1 2 -0.2 3 -0.2 3 -0.2 9 -0.3 5 -0.3 5
T
L BQ
-0 .33 -0 .15 -0 .34 -0 .43 -0 .79 -0 .78 -0 .97 -1 .14 -1 .10
49.29 49.40 49.97 50.92 54.33 57.87 63.74 72.68 81.99
Lag
Corr
T
L BQ
Lag
Corr
T
LBQ
19 -0.27 -0.83 8 7.86 20 -0.18 -0.54 9 0.63 21 -0.10 -0.31 9 1.56 22 0.03 0.09 9 1.64 23 0.07 0.20 9 2.08 24 0.19 0.56 9 5.81 25 0.19 0.57 10 0.01 26 0.17 0.51 10 3.75 27 0.09 0.26 10 4.81
28 29 30 31 32 33 34 35
0.03 0.01 -0.01 0.00 -0.02 -0.02 -0.01 0.03
0.10 0.02 -0.03 0.01 -0.07 -0.06 -0.02 0.07
104.9 8 104.9 8 105.0 0 105.0 0 105.1 3 105.2 3 105.2 5 105.5 1
20
Lag
PAC
T
Lag
PAC
T
1 2
0.7 6 -0.0 5
4.72 - 0.32
10 11
-0.14 -0.07
3 4
-0.2 2 0.0 1
- 1.39 0.05
12 13
-0.16 -0.04
5 6
-0.0 9 -0.1 0
- 0.54 - 0.60
14 15
7 8
-0.0 4 -0.0 8
- 0.24 - 0.51
9
0.3 0
1.87
Lag
PAC
T
-0 .85 -0 .45
19 0.11 20 - 0.18
-1 .00 -0 .28
21 22
0.03 0.04
-0.23 0.11
-1 .43 0 .71
23 24
0.00 0.09
0 .01 0 .55
16 17
-0.21 -0.08
-1 .30 -0 .52
25 - 0.13 26 - 0.11
-0 .80 -0 .67
18
-0.02
-0 .14
27
0 .21
0.03
30 L ag
PAC
T
0 .70 -1 .13
28 -0 .14 29 0 .09
-0.8 5 0.5 7
0 .22 0 .25
30 -0 .04
-0.2 5
(a) ACF dan PACF sebelum differencing Autocorrelation Function for C13 Partial Autocorrelation
Partial Autocorrelation Function for C13
Autocorrelation
1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0
5
15
25
35
1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0
5 Lag Corr
T
LBQ
Lag Corr
T
LBQ
Lag Corr
T
LBQ
Lag Corr
T
15
25
35
LBQ Lag PAC
T
Lag PAC
T
Lag PAC
T
Lag PAC
T
1 -0.61 -3.71 2 0.27 1.25
14.89 17.92
10 -0.17 -0.64 11 0.16 0.63
34.11 35.62
19 0.05 0.19 20 0.07 0.23
50.71 51.08
28 0.01 0.02 29 0.03 0.08
86.98 87.11
3 -0.24 -1.08
20.46
12 -0.19 -0.72
37.73
21 -0.21 -0.73
55.08
30 -0.08 -0.25
88.38
1 -0. 61 2 -0. 16
-3.71 -0.97
10 -0.10 11 -0.08
-0.63 -0.50
19 -0.01 20 0.08
-0.05 0.47
28 -0.01 29 -0.06
-0.09 -0.39
4 0.10 0.44
20.92
13 0.22 0.81
40.57
22 0.26 0.88
61.53
31 0.09 0.29
90.48
3 -0. 24
-1.49
12 -0.24
-1.43
21 -0.09
-0.54
30 -0.06
-0.38
5 -0.00 -0.02 6 -0.05 -0.20
20.92 21.02
14 -0.25 -0.93 15 0.25 0.88
44.65 48.66
23 -0.31 -1.02 24 0.28 0.90
71.18 79.74
32 -0.05 -0.16 33 0.01 0.04
91.26 91.32
4 -0. 24
-1.47
13
0.02
0.13
22 -0.02
-0.13
31 -0.13
-0.78
7 0.15 0.65
22.13
16 -0.13 -0.47
49.90
25 -0.16 -0.52
82.93
34 0.01 0.02
91.35
5 -0. 10 6 -0. 17
-0.62 -1.04
14 -0.25 15 -0.02
-1.49 -0.12
23 -0.12 24 -0.11
-0.73 -0.67
32 -0.02 33 -0.07
-0.12 -0.41
8 -0.34 -1.42
27.74
17 0.05 0.18
50.10
26 0.15 0.46
85.72
35 -0.01 -0.04
91.48
7 0. 06
0.34
16 -0.09
-0.57
25 -0.06
-0.35
34 0.05
0.29
9 0.31 1.24
32.66
18 -0.07 -0.24
50.47
27 -0.09 -0.29
86.97
8 -0. 35
-2.13
17 -0.05
-0.32
26 -0.09
-0.52
35 -0.06
-0.39
9 -0. 21
-1.26
18 -0.11
-0.69
27 0.07
0.41
(b) ACF dan PACF sesudah differencing (2) Partial Autocorrelation Function for 8 Partial Autocorrelation
Autocorrelation
Autocorrelation Function for 8 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0
10 Lag Corr
T
LBQ
1 0.75 4.18 2 0.56 2.12 3 0.30 1.02
Lag Corr
20
T
LBQ
19.25 30.15
10 -0.07 -0.20 11 0.00 0.00
33.51
12 -0.03 -0.07
4 0.16 0.51
34.45
5 -0.02 -0.05 6 -0.14 -0.46
34.46 35.30
7 -0.28 -0.90 8 -0.35 -1.08 9 -0.17 -0.50
Lag Corr
T
LBQ
45.55 45.55
19 -0.22 -0.63 20 -0.16 -0.44
45.58
21 -0.11 -0.31
13 -0.01 -0.03
45.59
22 -0.02 -0.07
68.57
14 -0.10 -0.29 15 -0.09 -0.27
46.17 46.71
23 -0.01 -0.02 24 0.07 0.20
68.57 69.32
38.70
16 -0.20 -0.59
49.38
25 0.07 0.19
44.05
17 -0.26 -0.76
54.34
26 0.07 0.20
45.33
18 -0.29 -0.82
60.75
27 0.03 0.07
1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0
30 Lag Corr
10
20
30
T
LBQ
Lag PAC
T
Lag PAC
T
Lag PAC
T
Lag PAC
T
64.96 67.25
28 0.02 0.04 29 -0.01 -0.02
71.46 71.49
1 0.75 2 -0.02
4.18 -0.11
10 -0. 15 11 -0. 24
-0.86 -1.35
19 -0.18 20 0.07
-1.02 0.38
28 -0.06 29 -0.05
-0.33 -0.31
68.50
30 -0.00 -0.01
71.50
3 -0.25
-1.38
12 -0. 04
-0.23
21 -0.10
-0.54
30 -0.02
-0.12
4 0.04
0.24
13 -0. 02
-0.09
22 -0.10
-0.55
5 -0.16 6 -0.12
-0.86 -0.65
14 -0. 28 15 0. 01
-1.56 0.06
23 -0.00 24 -0.01
-0.00 -0.06
70.14
7 -0.14
-0.80
16 -0. 09
-0.49
25 0.12
0.64
71.21
8 -0.05
-0.26
17 0. 24
1.33
26 -0.02
-0.11
71.38
9 0.51
2.84
18 -0. 04
-0.23
27 -0.04
-0.22
(c) ACF dan PACF Seasonal sesudah differencing (1)
98
Lampiran 6. Model ARIMA Penjualan Pisang Cavendish Grade FB Estimates at each iteration Iteration SSE Parameters 0 2822442072 0.100 0.100 0.100 8.762 1 2194269017 -0.050 0.015 0.093 -6.231 2 1659355320 -0.200 -0.110 0.065 2.093 3 1287934872 -0.314 -0.260 0.003 29.162 4 1036596994 -0.394 -0.410 -0.083 61.768 5 843622862 -0.455 -0.560 -0.190 98.195 6 682803473 -0.502 -0.710 -0.320 138.431 7 541347059 -0.533 -0.855 -0.470 181.893 8 420760447 -0.543 -0.977 -0.620 225.922 9 302392909 -0.530 -1.081 -0.770 277.017 10 174706364 -0.486 -1.171 -0.920 349.965 11 136675829 -0.419 -1.228 -1.010 502.247 12 134725986 -0.409 -1.232 -0.998 551.464 13 134673198 -0.400 -1.232 -0.997 556.522 14 134653566 -0.393 -1.231 -0.997 559.486 15 134642847 -0.388 -1.230 -0.997 561.649 16 134636979 -0.384 -1.229 -0.997 563.257 17 134633771 -0.381 -1.229 -0.997 564.449 18 134632017 -0.379 -1.228 -0.997 565.331 19 134631060 -0.377 -1.228 -0.997 565.984 20 134630536 -0.376 -1.228 -0.997 566.466 21 134630250 -0.375 -1.228 -0.997 566.823 22 134630094 -0.375 -1.227 -0.997 567.086 23 134630009 -0.374 -1.227 -0.997 567.280 24 134629962 -0.374 -1.227 -0.997 567.424 Relative change in each estimate less than 0.0010 Final Estimates of Parameters Type Coef SE Coef AR 1 -0.3740 0.2014 SAR 8 -1.2273 0.0788 SAR 16 -0.9970 0.0805 Constant 567.4 433.7
T -1.86 -15.57 -12.39 1.31
P 0.045 0.000 0.000 0.203
Differencing: 2 regular, 1 seasonal of order 8 Number of observations: Original series 39, after differencing 29 Residuals: SS = 134552324 (backforecasts excluded) MS = 5382093 DF = 25 Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag 12 24 36 48 Chi-Square 12.5 12.8 * * DF 8 20 * * P-Value 0.131 0.885 * * Forecasts from period 39 Period 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51
Forecast 6014 8420 12830 17838 21826 25248 22963 20619 25630 27614 22909 29869
95 Percent Limits Lower Upper 1466 10562 -262 17102 -1088 26748 -1991 37667 -4593 48245 -8351 58847 -18370 64295 -28960 70198 -32142 83402 -38584 93813 -51897 97715 -53770 113508
Actual
99
Lampiran 7. Laju Perubahan (?) Biaya Pemesanan Masing-Masing Grade Pisang Cavendish di PT. SSN pada Tahun 2006
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total Rata-Rata
Biaya Pemesanan C3 (per bulan) Biaya Transportasi Rijek Konversi Rp ? Rp ? Rp ? 4.224.000 84.895.215,5 -104.766 26.766.250 5,34 39.534.670 -0,53 530.857,5 -6,07 45.740.000 0,71 66.791.578,5 0,69 -4.517.100 -9,51 38.671.500 -0,16 32.169.266,5 -0,52 -116.337 -0,97 25.775.000 -0,33 74.008.037,5 1,30 104.862 -1,90 48.937.500 0,90 68.644.555,5 -0,07 -335.837 -4,20 35.725.000 -0,27 10.581.219,5 -0,85 205.699,5 -1,61 48.612.500 0,36 12.566.625,5 0,19 110.534 -0,46 12.389.000 -0,75 6.582.080 -0,48 369.225,5 2,34 11.182.000 -0.1 5.646.436,5 -0,14 -51.069,5 -1,14 834.000 -0.93 3.545.787,5 -0,37 -360.085 6,05 3.588.929 0,012 153.894,5 -1,.43 298.856.750 4,78 408.554.402 -0,77 -4010122 -18.90 0.478 -0,08 -1,75
Sumber : Dept. F & A, 2006 (diolah) (1)
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total Rata-Rata
Biaya Pemesanan FB (per bulan) Biaya Transportasi Rijek Konversi Rp ? Rp ? Rp ? 2.534.400 50.937.129 -62.860 16.059.750 5.34 23.720.802 -0,53 318.514.5 -6,07 27.444.000 0.71 40.074.947 0,69 -2.710.260 -9,51 23.202.900 -0.15 19.301.560 -0,52 -69.802 -0,97 15.465.000 -0.33 44.404.823,5 1,30 62.917 -1,90 29.362.500 0.9 41.186.733 -0,07 -201.502 -4,20 21.435.000 -0.27 6.348.732 -0,85 123.420 -1,61 29.167.500 0.36 7.539.975 0,19 66.320 -0,46 7.433.400 -0.75 3.949.248 -0,48 221.535 2,34 6.709.200 -0.1 3.387.862 -0,14 -30.642 -1,14 500.400 -0.93 2.127.472,5 -0,37 -216.051 6,05 2.153.357 0,012 92.337 -1,.43 179.314.050 4,78 245.132.641 -0,77 -2.406.073 -18.90 0.478 -0,08 -1,75
Sumber : Dept. F & A, 2006 (diolah) (2)
100
Lampiran 8. Laju Perubahan (?) Biaya Penyimpanan Masing-Masing Grade Pisang Cavendish di PT. SSN pada Tahun 2006
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total Rata-Rata
Biaya Penyimpanan Grade C3 Biaya Handling Biaya Listrik Biaya Bhn. Pembantu Rp ? Rp ? Rp ? 26.081.762 -2.808.500 20.799.662 -0,25 23.931.775 1,12 22.841.544 0,09 138.250 -1 4.168.550 -4,74 24.595.903 0,07 25.334.481 0,03 -49.250 27.248.567 0,07 -13.000 -0,74 312.00.712 0,13 -39.250 2,02 2.300.000 -1 23.174.653 -0,35 17.674.408 -0,31 2.253.553 -1 17.606.617 -0,004 17.962.516 0,02 17.418.440 -0,03 1728074 -1 -0,54 0,28 31.573.452 -6,62 271.939.265 36.750 -0,05 0,09 -1,32
Sumber : Dept. F & A, 2006 (diolah) (1)
Bulan Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Total Rata-Rata
Biaya Penyimpanan Grade FB Biaya Handling Biaya Listrik Biaya Bhn. Pembantu Rp ? Rp ? Rp ? 33.906.290 -1,685,100 27.039.561 -0,25 14,359,065 1,12 29.694.008 0,09 82.950 -1 2.501.130 -4,74 31.974.673 0,07 32.934.826 0,03 -29.550 35.423.137 0,07 -7.800 -0,74 40.560.925 0,13 -23.550 2,02 1.380.000 -1 30.127.049 -0,35 22.976.731 -0,31 1.352.132 -1 22.888.602 -0,004 23.351.271 0,02 22.643.972 -0,03 1.036.844 -1 -0,54 0,28 18.944.071 -6,62 353.521.045 22.050 -0,05 0,09 -1,32
Sumber : Dept. F & A, 2006 (diolah) (2)
101
Lampiran 9. Perhitungan Persediaan Pengaman Tahun 2006 dan 12 Bulan Berikutnya 1. Grade C3 ßu =
( )
( )
L β D2 + D 2 β L2
(
2
)+ 21.773 (0,0233 ) à Tahun 2006 2
=
0,0495 5.116,46
=
1.295.819,07 + 257.364,35
=
1.553.183,42
2
= 1.246,27 è S = K x ßu = 3 x 1.246,27 = 3.738 boks Proyeksi : ßu =
(
)
(
)
0,0495 2.825,15 2 + 23.925 2 0,0233 2 à Tahun 2007
=
395.082,89 + 310.753, 29
=
705.836,18
= 840,14 è S = K x ßu = 3 x 840,14 = 2.520 boks 2. Grade FB ßu =
( )
( )
L β D2 + D 2 β L2
(
)
(
)
=
0,0495 4.644,93 2 + 6.555 2 0,0233 2 à 12 Bulan
=
1.077.199,5 + 23326,91
=
1.100.526,41
= 1.049,06 è S = K x ßu = 3 x 1.049,06 = 3.147 boks Proyeksi : ßu =
(
)
(
)
0,0495 787,85 2 + 2.005 2 0,02332 à 12 Bulan
=
30.725,03 + 2.182,43
=
32.907,46
= 181,4 è S = K x ßu = 3 x 181,4 = 544 boks
102
Lampiran 10. Proyeksi Optimalisasi Pasokan 12 Bulan ke Depan Boks Persediaan diterima
6.243 Persediaan maksimum Waktu Pesan
Waktu Pesan
Waktu Pesan
Waktu Pesan
EOQ = 3.723
3.719 Reorder point
2.520 Persediaan pengaman
hari 6
8
12
14
18
20
24
26
(a) Grade C3 Boks Persediaan diterima
1.235
Persediaan maksimum Waktu Pesan
Waktu Pesan
Waktu Pesan
Waktu Pesan
EOQ = 691
645 Reorder point
544 Persediaan pengaman
hari 6
8
12
14
18
20
(b) Grade FB
24
26