MANAJEMEN PENYELENGGARAAN MAKANAN DI RESTORAN SUNDA DI KOTA BOGOR
ALBETA PUTRA PRATAMA
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Manajemen Penyelenggaraan Makanan di Restoran Sunda di Kota Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2014 Albeta Putra Pratama NIM I14090046
ABSTRAK ALBETA PUTRA PRATAMA. Manajemen Penyelenggaraan Makanan di Restoran Sunda di Kota Bogor. Dibimbing oleh M. RIZAL MARTUA DAMANIK. Restoran adalah salah bentuk penyelenggaraan makanan pada institusi yang bersifat komersil. Berdasarkan jenis hidangan yang disajikan restoran dapat dibagi lagi menjadi beberapa jenis, salah satunya adalah restoran tradisional. Contoh dari restoran tradisional adalah Restoran Sunda. Keunikan dari Restoran Sunda adalah adanya lalapan sebagai pendamping menu makanan yang dihidangkan Secara garis besar, lalapan dibedakan atas lalapan mentah dan lalapan matang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penanganan terhadap lalapan pada praktik penyelenggaraan makanan yang ada di restoran sunda di Kota Bogor. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yang melibatkan 9 restoran sunda di Kota Bogor. Metode yang digunakan dalam penarikan contoh adalah purposive sampling. Jenis lalapan yang paling banyak digunakan adalah mentimun. Anggaran belanja yang dikeluarkan oleh restoran untuk membeli lalapan adalah 10.78% dari anggaran belanja harian. Sebagian besar restoran menyimpan lalapan dengan menggunakan metode penyimpanan suhu rendah pada suhu 10°C. Sisa lalapan yang tidak habis dikonsumsi langsung dibuang oleh sebagian besar restoran. Kata kunci: lalapan, penanganan lalapan, restoran sunda.
ABSTRACT ALBETA PUTRA PRATAMA. Management of Food Service in Sundanese Restaurant in The City of Bogor. Supervised by M. RIZAL MARTUA DAMANIK Restaurant is a kind of food service management at institution. Based on the food that served restaurant was separated to several types, one of them is traditional restaurant. One sample of traditional restaurant is Sundanese Restaurant. The uniquely of Sundanese Restaurant is the existence of “lalapan” as compelement of the menu that served. Generally, “lalapan” is distinguished as uncooked and cooked lalapan. The purpose of this research was to know the management of lalapan on food service practices which exist in Sundanese Restaurant in the city of Bogor. This research used a cross sectional study design that involving 9 Sundanese restaurant in the city of Bogor. Sampling methods that used was purposive sampling. The most widely used lalapan was cucumber. Expenditures spent by the restaurant to buy lalapan was 10.78% of daily budget. Most restaurant store lalapan by using low temperature storage method at 10°C of temperature. The rest of lalapan that were not consumed immediately discarded by most restaurant. Keywords : lalapan, management of lalapan, sundanese restaurant.
.
MANAJEMEN PENYELENGGARAAN MAKANAN DI RESTORAN SUNDA DI KOTA BOGOR
ALBETA PUTRA PRATAMA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Manajemen Penyelenggaraan makanan di Restoran Sunda di Kota Bogor Nama : Albeta Putra Pratama NIM : I14090046
Disetujui oleh
Prof. drh. M. Rizal Martua Damanik, MRepSc, PhD Dosen pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Rimbawan Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi yang berjudul “Manajemen Penyelenggaraan Makanan di Restoran Sunda di Kota Bogor” dengan baik. Penelitian ini diajukan dalam rangka memenuhi persyaratan untuk melaksanakan penelitian tugas akhir guna memperoleh gelar sarjana di Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Ucapan terimakasih yang mendalam penulis ucapkan kepada : 1. Prof. drh. M. Rizal M. Damanik, MRepSc, PhD selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. 2. Dr. Ir. Budi Setiawan, MS selaku dosen pemandu seminar dan penguji yang juga senantiasa membimbing dan memberikan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah. 3. Papa tercinta (Drs. Asrowi, M.Si), Mama tersayang (Yusri Merlianti), adik perempuan tercantik (Asti Dwi Putri) dan adik laki-laki tergendut (Arnaldo Syahputra) atas segala dukungan dalam segala bidang, doa, motivasi, marah-marah, finansial dan kasih sayangnya. 4. Restoran-restoran yang sudah bersedia memberikan data yang dibutuhkan oleh penulis. 5. Para rekan pembahas : I Kadek Agus Hendra Dinata, Rayfan Ambrian, Hernawan Prasetyo dan Luhur Nugroho atas pertanyaan dan masukan untuk karya ilmiah ini. 6. Teman-teman GM, kosan Pondok Iona dan teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan saran dan motivasi selama penulisan karya tulis ini. Tidak lupa penulis mohon maaf atas segala kekurangan penyusunan karya ilmiah. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Maret 2014 Albeta Putra Pratama
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
3
KERANGKA PEMIKIRAN
3
METODE
4
Desain, tempat, dan waktu penelitian
4
Jumlah dan cara penarikan contoh
4
Jenis dan cara pengambilan data
4
HASIL DAN PEMBAHASAN SIMPULAN DAN SARAN
7 20
Simpulan
20
Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
21
LAMPIRAN
23
RIWAYAT HIDUP
27
DAFTAR TABEL 1 Data, jenis data dan cara pengumpulan data .................................................... 5 2 Omzet per hari setiap restoran ......................................................................... 7 3 Jenis lalapan yang ada di setiap restoran ......................................................... 8 4 Persentase dan besaran anggaran pembelian lalapan per hari di setiap restoran.......................................................................................................... 9 5 Pembelian lalapan per hari pada setiap restoran ............................................ 10 6 Jumlah lalapan dalam satu porsi di setiap restoran ........................................ 12 7 Hasil uji beda porsi lalapan restoran omzet besar dan restoran omzet kecil............................................................................................................. 13 8 Jumlah sisa lalapan di setiap restoran ........................................................... 13 9 Hasil uji beda sisa lalapan di restoran omzet besar dan restoran omzet kecil............................................................................................................. 14 10 Efesiensi penggunaan mentimun di setiap restoran ..................................... 14 11 Efesiensi penggunaan daun poh pohan di setiap restoran............................ 15 12 Efesiensi penggunaan daun kemangi di setiap restoran............................... 15 13 Efesiensi penggunaan kol di setiap restoran ................................................ 16 14 Efesiensi penggunaan selada di setiap restoran ........................................... 16 15 Efesiensi penggunaan terong di setiap restoran ........................................... 17 16 Hasil uji beda efisiensi lalapan di restoran omzet besar dan restoran omzet kecil .................................................................................................. 17 17 Data rata-rata pendapatan per hari dan anggaran pembelian lalapan .......... 18 18 Data rata-rata penggunaan lalapan dan jumlah sisa lalapan ........................ 19 19 Data jumlah pembelian dan jumlah sisa lalapan .......................................... 19
DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pemikiran penelitian ........................................................................ 3
DAFTAR LAMPIRAN 1 Kuisioner penelitian ....................................................................................... 23
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Jasa penyelenggaraan makanan bagi masyarakat semakin berkembang dalam beberapa tahun terakhir. Kegiatan jasa pelayanan ini mulai berkembang pada abad ke 19, tetapi jangkauan dan lingkupnya mulai berkembang pesat seiring dengan kemajuan di berbagai bidang seperti iptek, pertanian, ekonomi, kesehatan dan sebagainya. Kondisi ini ditunjang pula dengan pergeseran pola pangan masyarakat yang ditandai dengan kurang tersedianya waktu untuk penyiapan makanan, jarak dari rumah ke tempat kerja yang jauh sehingga terlalu banyak waktu yang tersita bila harus makan di rumah, kemajuan teknologi dan pembangunan yang pesat sehingga mengubah pola pikir dan gaya hidup masyarakat. Faktor-faktor ini kemudian mendorong masyarakat umtuk memenuhi kebutuhan makanannya di luar rumah, sehingga pelayanan makanan massa merupakan tumpuan untuk memenuhi kebutuhan makanan mereka dan harus tersedia segera. Penyelenggaraan makanan adalah rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada konsumen dalam rangka pencapaian status kesehatan yang optimal melalui pemberian makanan yang tepat dan termasuk kegiatan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi (Depkes 2006). Pada dasarnya penyelenggaraan makanan institusi terdiri atas dua macam yaitu penyelenggaraan makanan institusi yang berorientasi pada keuntungan (bersifat komersial) dan penyelenggaraan makanan institusi yang berorientasi pelayanan (bersifat non komersial). Pada penyelenggaraan makanan yang berorientasi pada keuntungan, dilaksanakan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Bentuk usaha ini seperti restoran, snackbar, cafetaria, catering. Usaha penyelenggaraan makanan ini tergantung pada bagaimana menarik konsumen sebanyak-banyaknya dan manajemennya harus bisa bersaing dengan institusi yang lain. Sedangkan penyelenggaraan makanan non komersil dilakukan oleh suatu institusi baik dikelola pemerintah, badan swasta ataupun yayasan sosial yang tidak bertujuan untuk mencari keuntungan. Bentuk penyelenggaraan ini biasanya berada di dalam suatu tempat yaitu asrama, panti asuhan, rumah sakit, perusahaan, lembaga kemasyarakatan, sekolah dan lain-lain. (Moehyi 1992). Restoran adalah salah satu bentuk penyelenggaraan makanan yang bersifat komersil. Menurut KEMENKES No. 1098 Tahun 2003 Pasal 1 tentang ketentuan umum menyebutkan bahwa: “Restoran adalah salah satu jenis usaha jasa pangan yang bertempat disebagian atau seluruh bangunan yang permanen di lengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan, penyajian dan penjualan makanan dan minuman bagi umum di tempat usahanya”. Salah satu jenis restoran yang sedang berkembang saat ini adalah restoran tradisional atau restoran etnik. Menurut Dinas Informasi Kepariwisataan dan Kebudayaan Kota Bogor (2006), restoran tradisional adalah restoran yang menjadikan berbagai makanan yang berasal dari daerah tertentu yang ada di Indonesia, seperti restoran Sunda dari Jawa Barat atau restoran Padang dari Sumatera Barat. Sedangkan restoran etnik menurut menurut Torsina (2000) dapat
2 didefinisikan sebagai restoran yang menyajikan masakan dari daerah (suku atau negara) yang spesifik misalnya: masakan Jawa Timur, Manado, Cina, India, Timur Tengah, dan lain-lain. Pakaian seragam dari pelayannya disesuaikan dengan daerah asal makanan dan minuman. Dekorasi tempat dan ruangan menggambarkan suasana etnik tertentu. Kedua restoran ini sama-sama mempromosikan masakan khas suatu daerah sebagai menu unggulan. Seperti telah dijelaskan sebelumnya restoran tradisional dan restoran etnik memiliki makanan khusus sebagai menu unggulannya yaitu makanan tradisional. Dewi (2004) menyebutkan bahwa makanan tradisional adalah beragam jenis makanan yang biasa dikonsumsi masyarakat menurut golongan suku bangsa dan wilayah spesifik. Bogor sebagai salah satu kota yang ada di provinsi Jawa Barat dengan penduduknya yang bersuku bangsa sunda memiliki kuliner khas yaitu masakan tradisional sunda yang sudah diakui nilainya sebagai makanan yang enak, gurih, dan memiliki rasa yang memikat, serta banyak diperdagangkan di kota ini. Makanan tradisional sunda merupakan makanan yang umumnya dikonsumsi oleh masyarakat sunda, diolah dengan menggunakan bahan yang ada dan diproduksi dari pertanian sekitarnya, serta memiliki rasa khas yang gurih untuk selera masyarakat sunda (Dewi 2004). Masakan tradisional sunda tidak dapat dipisahkan dari berbagai macam jenis sayuran yang dikonsumsi sebagai lalapan atau diolah menjadi berbagai makanan seperti karedok, lotek, sayur bening, sayur asem dan lain-lain. Sedangkan untuk lalapan, jenis sayuran yang biasa dkonsumsi adalah mentimun, kol, daun kemangi, daun pohpohan, selada dan lain-lain. Jumlah sayuran yang cukup beragam ini tentu saja membutuhkan manajemen yang baik dalam proses pengadaan, penyimpanan, penanganan, bahkan dalam penanganan pada sisa lalapan itu sendiri. Hal inilah yang mendorong dilakukannya penelitian tentang manajemen lalapan pada restoran sunda yang ada di Kota Bogor. Tujuan Penelitian Tujuan umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui penanganan terhadap lalapan pada praktik penyelenggaraan makanan yang ada di restoran sunda di Kota Bogor. Tujuan khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui proses pengadaan dan penyimpanan lalapan. 2. Mengetahui proses penanganan pada lalapan. 3. Mengetahui proses penanganan pada sisa dan efisiensi penggunaan lalapan. 4. Menganalisis perbedaan porsi lalapan restoran besar dan restoran kecil, sisa lalapan restoran besar dan restoran kecil, efisiensi dari masing-masing lalapan pada restoran besar dan restoran kecil. 5. Menganalisis hubungan antara omzet per hari restoran dengan anggaran pembelian lalapan, jumlah penggunaan lalapan dengan jumlah sisa lalapan dan jumlah pembelian lalapan dengan jumlah sisa lalapan.
3 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran mengenai manajemen lalapan pada praktik penyelenggaraan makanan di Restoran Sunda sekota Bogor. Penelitian ini juga diharapkan bisa mempromosikan Restoran Sunda sebagai restoran dengan makanan khas Indonesia, agar mampu bersaing dengan restoran-restoran makanan cepat saji dari luar.
KERANGKA PEMIKIRAN Restoran etnik sunda memiliki ciri khas tersendiri bila dibandingkan dengan restoran lain. Salah satu pembeda itu adalah adanya lalapan sebagai pelengkap dari menu makanan yang ditawarkan. Lalap adalah salah satu makanan yang merupakan hasil pertanian yang disantap mentah. Jenis lalapan yang cukup beragam mulai dari mentimun, daun kemangi, selada, daun pohpohan dan kol sangat umum dipakai oleh setiap restoran sunda. Selain sebagai pelengkap makanan lalapan juga bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan vitamin, mineral dan juga serat. Manajemen yang baik dibutuhkan untuk mengolah lalapan agar lalapan yang dikonsumsi memiliki kualitas yang baik juga. Manajemen ini meliputi proses pengadaan, penyimpanan, penanganan pada lalapan dan penanganan pada sisa lalapan. Pada proses pengadaan lalapan, hal-hal yang perlu dipertimbangkan antara lain jenis lalapan yang dibutuhkan, alokasi dana untuk pembelian, rentang pembelian, dan juga tempat pembelian. Proses penyimpanan meliputi tempat penyimpanan, suhu penyimpanan dan lama penyimpanan. Proses penanganan pada lalapan meliputi pencucian dan pemotongan. Proses penanganan pada sisa lalapan meliputi pemanfaatan kembali atau dibuang. Keseluruhan dari proses inilah yang akan dijadikan variabel-variabel pada penelitian ini. Untuk lebih jelasnya, hubungan antar variabel dalam penelitian ditampilkan dalam Gambar 1 dibawah ini.
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
4 Keterangan : : Variabel yang diteliti : Hubungan yang diteliti
METODE Desain, tempat, dan waktu penelitian Penelitian mengenai manejemen penyelenggaraan makanan di restoran sunda di Kota Bogor ini menggunakan desain penelitian cross sectional study. Penelitian ini dilaksanakan di Restoran Sunda sekota Bogor. Pengambilan data berlangsung dari bulan Oktober sampai Desember 2013. Jumlah dan cara penarikan contoh Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh restoran yang terdapat di Kota Bogor. Sampel yang diambil dari populasi adalah yang memenuhi syarat diantaranya restoran etnik sunda, masih beroperasi dan bersedia diwawancara. Penentuan sampel menggunakan metode purposive sampling dengan pertimbangan bahwa restoran yang dipiih telah memenuhi syarat. Jumlah sampel yang memenuhi syarat diperoleh sebanyak 9 restoran dari 15 restoran sunda yang ada di Kota Bogor. Jenis dan cara pengambilan data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung melalui wawancara dan pengamatan langsung. Data primer meliputi data karakteristik contoh (nama lengkap, jenis kelamin, umur, asal daerah, nomor telepon, pendidikan terakhir, jabatan pada restoran, pendapatan perbulan, dan status pernikahan), karakteristik restoran (nama restoran, alamat restoran, nama pemilik restoran, tahun berdiri restoran, jumlah pegawai restoran, jam operasional restoran, pendapatan restoran perhari, menu andalan restoran, dan menu makanan yang disajikan dengan lalapan), dan penanganan pada lalapan (pengadaaan, penyimpanan, penanganan pada lalapan segar dan penanganan pada lalapan sisa). Sedangkan data sekunder adalah data seluruh restoran sunda yang ada di Kota Bogor yang diperoleh dari Dinas Budaya dan Pariwisata Kota Bogor. Data, jenis data dan cara pengumpulan data ditunjukkan pada Tabel 1 di bawah ini.
5 Tabel 1Data, jenis data dan cara pengumpulan data Variabel Karakteristik restoran
Data
- nama restoran - alamat restoran - nama pemilik restoran - tahun berdiri restoran - jumlah pegawai restoran - jam operasional restoran - pendapatan restoran perhari - menu andalan restoran - menu makanan yang disajikan dengan lalapan Penanganan pada - pengadaaan lalapan - penyimpanan - penanganan pada lalapan segar - penanganan pada lalapan sisa Jumlah restoran di Alamat restoran Kota Bogor
Jenis Data Primer
Cara Pengambilan Data Wawancara menggunakan kuesioner
Primer
Wawancara menggunakan kuesioner dan pengamatan langsung
Sekunder
Data Dinas Kebudayaan dan Parawisata Kota Bogor
Pengolahan dan Analisis Data Data primer yang telah didapatkan dianalisis secara statistik. Tahapan pengolahan data dimulai dari pengkodean (coding), pemasukan data (entry), pengecekan ulang (cleaning) dan selanjutnya dilakukan analisis. Data-data yang diperoleh diolah dan dianalisis secara statistik deskriptif. Penyimpanan data menggunakan sistem komputerisasi Microsoft Excell. Untuk tahapan analisis data diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft Excell dan SPSS versi 16.0. Karakteristik restoran terdiri dari nama restoran, alamat restoran, nama pemilik restoran, tahun berdiri restoran, jumlah pegawai restoran, jam operasional restoran, pendapatan restoran perhari, menu andalan restoran, dan menu makanan yang disajikan dengan lalapan. Pendapatan restoran dibagi menjadi lima kategori yaitu < Rp 1 000 000, Rp 1 000 000 - < Rp 2 000 000, Rp 2 000 000 - < Rp 3 000 000, Rp 3 000 000 - < Rp 4 000 000 dan > Rp 4 000 000.
6 Penanganan pada lalapan terdiri dari pengadaaan, penyimpanan, penanganan pada lalapan segar dan penanganan pada lalapan sisa. Pengadaan lalapan meliputi jenis lalapan, jumlah lalapan yang dibeli, alokasi dana pembelian lalapan, sistem pembelian lalapan dan tempat pembelian lalapan. Penyimpanan lalapan terkait dengan metode penyimpanan, suhu penyimpanan, tempat penyimpanan dan lama penyimpanan. Penanganan pada lalapan segar terkait dengan pencucian, penggunaan alat, pengolahan tambahan, media penyajian lalapan dan pemorsian lalapan. Penanganan pada sisa lalapan meliputi jumlah sisa lalapan, penanganan tambahan terhadap sisa lalapan, pemisahan sisa lalapan dengan sampah lain dan pemanfaatan sisa lalapan. Analisis data menggunakan uji statistik deskriptif dan inferensia. Uji deskriptif digunakan untuk mendiskripsikan variabel menggunakan distribusi frekuensi. Data yang diolah secara statistik dekrtiptif diantaranya karakteristik restoran dan penanganan pada lalapan. Dalam penelitian ini digunakan uji normalitas Kolmogorov Smirnov. Uji beda Independent Sample T-test dan Mann Whitney U digunakan untuk mengetahui perbedaan porsi lalapan restoran besar dan restoran kecil, pengunanaan lalapan dan sisa, efisiensi dari masing-masing lalapan. Analisis statistik uji korelasi Pearson dan Spearman digunakan untuk mengetahui hubungan antara omset harian restoran dengan anggaran pembelian lalapan, jumlah penggunaan lalapan dengan sisa lalapan, pembelian lalapan dengan sisa lalapan.
DEFINISI OPERASIONAL Penyelenggaraan makanan adalah rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makan kepada konsumen. Restoran adalah salah satu bentuk penyelenggaran makanan yang bersifat komersil yang dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan, penyajian dan penjualan makanan dan minuman di tempat usahanya. Restoran sunda adalah restoran yang menyajikan berbagai jenis makanan yang berasal dari daerah sunda atau Jawa Barat. Lalapan adalah salah satu bahan pangan hasil pertanian yang disantap mentah dan disajikan di restoran sunda. Karakteristik restoran adalah data-data yang meliputi nama restoran, alamat restoran, nama pemilik restoran, tahun berdiri restoran, jumlah pegawai restoran, jam operasional restoran, pendapatan restoran perhari, menu andalan restoran, dan menu makanan yang disajikan dengan lalapan. Pengadaan lalapan adalah suatu proses pembelian lalapan pada waktu yang tepat dengan jumlah, kualitas dan harga yang sesuai. Penyimpanan lalapan adalah suatu cara menata, menyimpan, melihara keamanan lalapan baik kualitas maupun kuantitas. Penanganan pada lalapan segar adalah suatu proses kegiatan dalam rangka menangani lalapan sehingga siap dan layak untuk disajikan. Sisa lalapan adalah lalapan yang tidak habis dikonsumsi oleh konsumen.
7
HASIL DAN PEMBAHASAN Karekteristik Restoran Restoran sunda yang dijadikan sebagai tempat penelitian berjumlah sembilan restoran. Restoran-restoran tersebut antara lain Saung Kuring, Bale Kabayan, Bumbu Desa, Saung Mirah, Gurih 7, Sindang Rasa, Katineung, Galuga dan Pondok Tirza 3. Karekteristik restoran yang diamati meliputi tahun berdiri restoran, pendapatan per hari restoran, keadaan pegawai dan menu makanan. Tahun Berdiri Restoran Hasil wawancara menujukkan restoran-restoran ini sudah ada di Kota Bogor sejak tahun 1990-an dan ada juga yang baru didirikan di tahun 2000-an. Restoran yang sudah berdiri sejak tahun 1990 adalah restoran Bale Kabayan dan Saung Mirah. Sedangkan restoran yang terakhir didirikan pada tahun 2012 adalah restoran Sindang Rasa. Omzet per hari Restoran Supriyanto (2008) menjelaskan bahwa omzet harian restoran ditentukan oleh tingkat pertumbuhan penjualan. Semakin baik tingkat pertumbuhan penjualan maka akan semakin besar pendapatan dari restoran tersebut. Omzet restoran didapatkan melalui wawancara dan merupakan hasil estimasi dari pihak restoran. Data pendapatan per hari setiap restoran disajikan dalam Tabel 2 berikut ini. Tabel 2 Omzet per hari setiap restoran Nama Restoran Saung Kuring Gurih 7 Bumbu Desa Saung Mirah Galuga Katineung Bale Kabayan Sindang Rasa Pondok Tirza 3
Omzet per hari (Rp) 10 000 000 6 000 000 5 000 000 5 000 000 5 000 000 3 500 000 2 500 000 2 500 000 2 000 000
Data di atas menunjukkan restoran dengan omzet harian terbesar adalah Saung Kuring dengan pendapatan mencapai Rp 10 000 000 per harinya. Keadaan Pegawai Menurut Moehyi (1992) jenis tenaga kerja dapat dibagi menjadi tiga kelompok tenaga kerja yaitu pertama kelompok tenaga pengelola yang bertanggung jawab dalam penyusunan menu, standardisasi kualitas, dan cita rasa makanan yang dihasilkan, serta efisiensi penggunaan dana dan daya yang tersedia. Kelompok kedua adalah kelompok tenaga pelaksana yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan produksi makanan dan distribusi makanan kepada konsumen. Sedangkan kelompok ketiga adalah kelompok tenaga pembantu yang terlibat
8 dalam pelaksana penyelenggaraan makanan tetapi tidak memiliki tanggung jawab khusus. Tugas-tugasnya yaitu membersihkan bahan makanan, memotong, mengiris, atau membantu pekerjaan memasak lainnya termasuk membersihkan peralatan. Berdasarkan hasil penelitian, semua contoh yang diwawancara adalah tenaga kerja dari kelompok tenaga pengelola. Rata-rata jumlah pegawai dari setiap restoran adalah 37 orang. Menu Makanan Dalam perencanaan menu ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan. Menurut Palacio dan Theis (2009) faktor-faktor tersebut antara lain umur, jenis kelamin, pekerjaan, kebiasaan makan yang dipengaruhi oleh ras, daerah, agama, serta status kesehatan orang yang dilayani. Daerah Jawa Barat yang didasari oleh budaya sunda membuat perencanaan menu harus disesuaikan dengan budaya sunda tersebut. Makanan sunda menurut Dewi (2004) adalah makanan yang umumnya dikonsumsi oleh masyarakat sunda, diolah dengan menggunakan bahan yang ada dan diproduksi dari pertanian sekitarnya, serta memiliki rasa khas yang gurih untuk selera masyarakat sunda. Berdasarkan tujuan pada penelitian, menu makanan yang dilihat adalah menu makanan yang disajikan dengan lalapan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar menu utama pada setiap restoran disajikan dengan lalapan. Penyelenggaraan Lalapan Pengadaan Lalapan Pengadaan dan pembelanjaan bahan pangan termasuk salah satu proses penyelenggaraan makanan. Ratna (2009) menyebutkan pemesanan dan pembelian bahan makanan merupakan penyusunan permintaan bahan makanan berdasarkan menu. Tujuannya untuk tersedianya daftar pesanan bahan makanan sesuai standar atau spesifikasi yang ditetapkan. Pada penelitian ini pengadaan bahan pangan yang dilihat adalah pengadaan lalapan. Menurut Astawan (2010) lalapan yang sering dikonsumsi adalah mentimun, daun kemangi, daun pohpohan, kol, selada, dan terong. Jenis lalapan yang ada di setiap restoran disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3 Jenis lalapan yang ada di setiap restoran Jenis Lalapan Nama Restoran Saung Kuring Bale Kabayan Bumbu Desa Saung Mirah Gurih 7 Sindang Rasa Katineung Galuga Pondok Tirza 3
Mentimun Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya
Poh pohan Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya
Kemangi
Kol
Selada
Terong
Ya Ya Tidak Ya Tidak Ya Ya Ya Ya
Ya Ya Ya Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Ya
Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya
Tidak Ya Ya Tidak Ya Ya Ya Tidak Ya
9 Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa restoran yang menyediakan semua lalapan adalah Bale Kabayan, Sindang Rasa dan Pondok Tirza 3. Sedangkan jenis lalapan yang selalu ada di restoran adalah mentimun, daun poh pohan dan selada. Menurut Alhamidi (2006) metode pembelian yang sering dipakai oleh institusi penyelenggaraan makanan adalah metode EOQ (Economic Order Quantity). Setiap institusi penyelenggaraan makanan selalu berusaha untuk menentukan policy penyediaan bahan pangan yang tepat, dalam arti tidak mengganggu proses produksi dan disamping itu biaya yang ditanggung tidak terlalu tinggi. Untuk keperluan itu metode EOQ digunakan. Metode ini menekankan pada efektifitas pembelian. Berdasarkan hasil wawancara semua restoran sudah menerapkan metode ini. Hal ini dapat dilihat dari data pembelian lalapan yang menunjukkan lalapan yang disukai dibeli dalam jumlah yang lebih banyak dibading dengan lalapan yang kurang disukai. Anggaran dana pembelian lalapan berbeda-beda pada setiap restoran. Hal ini tergantung pada seberapa besar pendapatan dan perencanaan menu. Moehyi (1992) menyebutkan bahwa biaya yang tersedia untuk penyelenggaraan makanan harus diperhitungkan dengan baik. Pada penyelenggaraan makanan institusi biasanya telah ditetapkan biayanya dalam anggaran biaya tahunan. Makanan yang disajikan harus sesuai dengan jumlah anggaran yang tersedia. Anggaran dana belanja ini selanjutnya dialokasikan untuk membeli bahan-bahan kebutuhan restoran termasuk juga untuk pembelian lalapan. Data persentase anggaran pembelian lalapan dan besaran anggaran pembelian lalapan per hari disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4 Persentase dan besaran anggaran pembelian lalapan per hari di setiap restoran Nama Restoran Saung Kuring Bale Kabayan Bumbu Desa Saung Mirah Gurih 7 Sindang Rasa Katineung Galuga Pondok Tirza 3
Persentase Anggaran (%) 25 15 10 9 8 5 5 10 10
Besaran Anggaran (Rp) 380 000 89 000 121 000 105 000 195 000 52 750 115 000 107 500 163 000
Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa restoran dengan anggaran pembelian lalapan terbesar adalah Saung Kuring dengan total anggaran pembelian lalapan sebesar Rp 380 000. Sedangkan rata-rata persentase anggaran pembelian lalapan dari semua restoran adalah 10.78%. Setelah anggaran dana didapatkan maka proses selanjutnya adalah pembelian. Pembelian bahan pangan seperti telah dijelaskan sebelumnya bergantung pada beberapa hal. Salah satunya adalah nilai ekonomis pemakaian bahan makanan. Berdasarkan faktor ini maka bahan-bahan yang nilai ekonomisnya bisa dengan cepat turun karena penyimpanan atau pemakaian harus dibeli dengan jumlah yang tepat sesuai kebutuhan. Hal ini dilakukan agar dapat
10 menurunkan resiko kerugian akibat pembelian bahan pangan yang berlebihan. Contoh bahan pangan dengan nilai ekonomis yang bisa dengan cepat menurun adalah lalapan. Lalapan dapat rusak bila terlalu lama disimpan, oleh karena itu pembelian lalapan harus dilakukan dengan tepat. Lalapan harus dibeli dengan jumlah yang sesuai kebutuhan dan frekeunsi pembelian yang sering. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua restoran membeli lalapan dengan frekuensi tujuh kali perminggu atau setiap hari. Berdasarkan hasil wawancara didapatkan jumlah pembelian setiap jenis lalapan pada masing-masing restoran. Data pembelian lalapan per hari pada setiap restoran disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5 Pembelian lalapan per hari pada setiap restoran Nama restoran Saung Kuring Bale Kabayan Bumbu Desa Saung Mirah Gurih 7 Sindang Rasa Katineung Galuga Pondok Tirza 3 Rata-rata
Mentimun 10 1 6 6 6 2 3 10 5 5.44
Pembelian Lalapan (Kg)/hari Poh Kemangi Kol Selada pohan 2 1 10 10 0.5 0.5 1 1 1.5 0 1.5 3 1 0.25 0 2 3 0 0 3 0.25 0.25 1 0.25 1 0.25 0 3 1 0.3 0 0.5 1.5 0.5 2 2 1.31 0.32 1.72 2.75
Terong 0 0.5 1 0 6 2 1 0 2 1.39
Dari data di atas dapat dilihat bahwa lalapan yang paling banyak dibeli adalah mentimun dengan rata-rata pembelian adalah 5.44 kg. Mentimun menjadi pilihan utama dari setiap restoran karena mentimun sangat umum dikonsumsi sebagai lalap selain itu akses untuk pembelian juga relatif mudah karena mentimun selalu ada di pasar. Pemilik restoran yang diwawancarai juga menyebutkan bahwa mentimun lebih disukai oleh konsumen daripada lalapan yang lain. Pembelian bahan pangan dapat dilakukan dengan beberapa cara. Mukri dkk (1990) menjelaskan ada tiga cara pembelian bahan pangan. Pertama adalah pembelian langsung, yaitu pembelian makanan langsung ke pasar. Metode pembelian ini diharapkan mengikuti prosedur administrasi keuangan yang berlaku, harus ada bon pesanan, penerimaan dan pencatatan. Cara yang kedua adalah pembelian di pasar petani atau pasar nelayan. Biasanya pembelian ini hanya dilakukan untuk bahan makanan tertentu yang hanya tersedia secara musiman atau jumlahnya terbatas. Cara yang ketiga adalah pelelangan,cara pembelian semi resmi seperti ini mengikuti prosedur pembelian yang telah disebarkan dalam Keppres No. 29-30 Tahun 1984 dan No,8 Tahun 1986 serta peraturan yang ditetapkan pemerintah daerah ataupun penanggung jawab tertentu. Pada penelitian ini semua restoran melakukan pembelian bahan pangan dengan menggunakan cara pembelian langsung di pasar tradisional. Dalam hal ini pembelian dilakukan di pasar Bogor.
11 Penyimpanan Lalapan Proses penyimpanan sangat penting untuk menjaga kualitas lalapan. Sifat lalapan yang mudah rusak membuat proses penyimpanan harus dilakukan dengan benar. Penyimpanan dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu penyimpanan kering, penyimpanan suhu rendah dan penyimpanan beku. Suhu penyimpanan kering diperoleh berdasarkan estimasi suhu ruang sebesar 27°C. Sedangkan suhu penyimpanan rendah diperoleh dengan pengamatan langsung pada suhu yang tertera di lemari pendingin. Berdasarkan hasil wawancara ada beberapa restoran yang menggunakan dua metode penyimpanan sekaligus dan ada juga yang hanya menggunakan satu metode. Metode penyimpanan suhu rendah dipakai oleh 100% restoran dan metode penyimpanan kering hanya dipakai oleh 33.33% restoran saja. Pada penyimpanan suhu rendah, Haryanti (2007) menjelaskan suhu penyimpanan untuk sayuran segar adalah 10°C, pada suhu ini sayuran dapat mempertahankan kandungan gizinya terutama kandungan vitamin C selama 3 hari. Namun dari 100% restoran terdapat 30% restoran yang menyimpan lalapan pada suhu 15°C, hal ini tidak sesuai dengan suhu yang direkomendasikan pada penyimpanan suhu rendah. Seperti telah dijelaskan sebelumnya diketahui bahwa 33.33% restoran menyimpan lalapan dengan metode penyimpanan kering. Restoran ini menyimpan lalapannya di atas rak dan ditempatkan di dapur dengan suhu ruang 27°C. Sayuran yang disimpan dalam suhu ruang akan menjadi layu dan kuning dalam waktu 3 hari, lalu akan menjadi busuk dan tidak bisa dimanfaatkan lagi setelah disimpan selama 7 hari (Haryanti 2007). Kualitas lalapan pada saat disimpan juga dipengaruhi oleh penerapan metode FIFO. Metode FIFO (First In First Out) digunakan untuk mengoptimalkan proses penyimpanan, dimana lalapan yang lebih dahulu disimpan akan diolah lebih dahulu juga. Hasil wawancara menunjukkan semua restoran menerapkan metode FIFO dalam penyimpanan lalapannya. Penanganan pada Lalapan Penanganan yang umum dilakukan sebelum lalapan disajikan adalah pencucian, pemotongan dan pemorsian. Lalapan harus dicuci untuk menjaga kebersihan dan kesegarannya. Menurut Winarno (1981) pencucian dilakukan untuk membersihkan kotoran yang menempel dan memberi kesegaran. Selain itu dengan pencucian juga dapat mengurangi residu pestisida dan hama penyakit yang terbawa. Pencucian disarankan menggunakan air yang bersih. Berdasarkan data yang didapat semua restoran melakukan pencucian terhadap lalapan sebelum disajikan. Penggunaan produk pencuci sayuran juga sering dikaitkan dengan proses pembersihan sayuran. Hal ini perlu dipertimbangkan terlebih dahulu mengingat adanya kandungan zat kimia dalam produk tersebut. Misgiyarta (2005) menyebutkan bahwa bahan kimia yang sering digunakan dalam produk pencuci sayuran adalah senyawa klorin. Pemanfaatan senyawa klorin dalam penggunaannya harus terkendali sebab tanpa pengawasan yang ketat dalam penggunaan senyawa klorin tersebut justru menimbulkan cemaran baru berupa cemaran klorin pada sayuran segar. Terdapat 22.22% restoran yang menggunakan produk pencuci sayuran untuk membersihkan lalapan.
12 Pemotongan lalapan dilakukan untuk mempermudah proses pemorsian. Sehingga pada saat disajikan lalapan sudah siap dikonsumsi. Jumlah masingmasing jenis lalapan dalam satu porsi di setiap restoran disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6 Jumlah lalapan dalam satu porsi di setiap restoran
Nama Restoran
Mentimun (ptg)
Saung Kuring Bale Kabayan Bumbu Desa Saung Mirah Gurih 7 Sindang Rasa Katineung Galuga Pondok Tirza 3 Rata-rata
2 3 2 3 10 8 10 10 6 6
Jumlah Lalapan dalam Satu Porsi Poh Kemangi Kol Selada pohan (pck) (ptg) (helai) (pck) 2 3 1 3 3 2 0.25 6 2 0 1 1 1 3 0 3 6 0 0 3 2 4 5 2 3 3 0 4 3 5 0 2 3 2 1 3 3 2 1 3
Terong (buah) 0 2 2 0 1 1 3 0 1 1
Berdasarkan tabel di atas lalapan dengan porsi terbesar adalah mentimun. Hal ini disebakan oleh jumlah mentimun yang dibeli pada proses pengadaan lalapan juga besar. Lalapan yang sudah dipotong dan diporsikan lalu disajikan ke pelanggan dan untuk menambah nilai estitika dari penyajian, lalapan ditempatkan di wadah yang menarik. Sebagian besar restoran menggunakan wadah dari bahan bambu untuk menyajikan lalapan. Pemilihan wadah bambu sebagai tempat untuk menyajikan lalapan antara lain untuk memberikan kesan tradisional dan penyesuaian terhadap budaya sunda. Lalapan yang disajikan dalam porsi kecil seperti pada restoran Saung Kuring, Bale Kabayan, Bumbu Desa dan Saung Mirah hanya berfungsi sebagai garnish, lalapan ini disajikan untuk melengkapi menu utama yang dipesan oleh konsumen. Sedangkan lalapan yang disajikan dalam porsi besar adalah lalapan yang disajikan sebagai paket sayuran. Sebagian besar restoran menyajikan lalapan secara gratis baik lalapan yang disajikan dalam porsi kecil atau besar. Hanya ada satu restoran yang menetapkan harga untuk satu porsi lalapannya yaitu restoran Gurih 7. Harga untuk satu porsi lalapan ini sekitar Rp 20 000. Untuk resoran yang menyajikan lalapan porsi besar secara gratis, lalapan didapatkan setelah memesan paket menu tertentu. Berdasarkan data jumlah lalapan dalam setiap porsi di atas, dapat dilakukan analisis statistik untuk melihat perbedaan porsi lalapan pada restoran besar yang memiliki omzet ≥ Rp 5 000 000 dan pada restoran kecil yang memiliki omzet < Rp 5 000 000. Hasil analisis uji beda menggunakan Independent T-test terhadap porsi lalapan disajikan dalam Tabel 7.
13 Tabel 7 Hasil uji beda porsi lalapan restoran omzet besar dan restoran omzet kecil Jenis Lalapan Mentimun Daun poh pohan Daun kemangi Kol Selada Terong
p 0.178 0.193 0.081 0.055 0.055 0.914
Tabel 7 di atas menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara porsi lalapan pada restoran besar dan porsi lalapan pada restoran kecil (p >0.05). Pengolahan Sisa dan Efektifitas Penggunaan Lalapan Lalapan yang disajikan tidak semuanya habis dikonsumsi oleh konsumen, ada sebagian kecil yang tersisa. Sisa lalapan yang dihitung adalah jumlah dari lalapan yang telah disajikan dan tidak habis dikonsumsi oleh konsumen. Berdasarkan hasil wawancara didapatkan jumlah sisa lalapan selama satu hari dari setiap restoran. Data jumlah sisa lalapan di setiap restoran disajikan dalam Tabel 8. Tabel 8 Jumlah sisa lalapan di setiap restoran Nama restoran Saung Kuring Bale Kabayan Bumbu Desa Saung Mirah Gurih 7 Sindang Rasa Katineung Galuga Pondok Tirza 3 Rata-rata
Mentimun 2 0 1.5 1 1.5 0 0.5 0.5 0 0.78
Sisa Lalapan (Kg)/hari Poh Kemangi Kol Selada pohan 0 0 1 0 0 0 0 0 0.4 0 0.4 0.75 0.3 0 0 0.5 1 0 0 1 0 0.1 0 0 0.5 0 0 0 0.2 0.1 0 0.1 0 0 0.25 0 0.27 0.04 0.18 0.26
Terong 0 0 0.25 0 2 0.1 0.25 0 0.5 0.34
Tabel di atas menunjukkan lalapan dengan sisa terbanyak adalah mentimun yaitu sebesar 0.78 kg. Hal ini disebabkan oleh jumlah pembelian mentimun yang juga tinggi yaitu sebesar 5.44 kg. Data sisa lalapan didapatkan dari estimasi pengelola restoran terhadap lalapan yang tidak habis dikonsumsi selama satu hari. Sisa lalapan yang tidak habis dikonsumsi ini selanjutnya dimanfaatkan kembali atau dibuang. Hasil pengamatan menunjukkan 33.33% restoran memanfaatkan kembali sisa lalapan dan 66.67% restoran lainnya membuang sisa lalapan. Pemanfaatan kembali yang dilakukan oleh restoran adalah dengan menjadikan sisa lalapan sebagai pakan ikan dan ternak. Restoran yang memanfaatkan kembali sisa lalapan ini memiliki kolam ikan di lingkungan restorannya untuk menampung lalapan yang tidak habis dikonsumsi.
14 Sedangkan restoran yang langsung membuang lalapannya terdapat 50% restoran yang membuang lalapan terpisah dari sampai lain dan 50% lagi tidak memisahkan sampah lalapan dengan sampah lain. Menurut keterangan dari pihak pengelola restoran, lalapan yang tidak habis dikonsumsi akan langsung dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam tempat sampah. Sisa lalapan yang dibuang ini harusnya dipisahkan dengan sampah lainnya, agar dapat dengan mudah diketahui sampah mana yang dapat dimanfaatkan kembali. Efriani (2005) menyebutkan pengolahan pada sampah terutama sampah organik dapat menekan jumlah sampah yang dibuang di TPA. Berdasarkan data sisa lalapan pada tabel 8 dapat dilakukan analisis lebih lanjut untuk melihat perbedaan sisa lalapan pada restoran dengan omzet besar dan sisa lalapan pada restoran dengan omzet kecil. Hasil analisis uji beda menggunakan Independet Sample T-test terhadap sisa lalapan disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Hasil uji beda sisa lalapan di restoran omzet besar dan restoran omzet kecil Jenis Lalapan Mentimun Daun poh pohan Daun kemangi Kol Selada Terong
p 0.150 0.630 0.058 0.078 0.012 0.138
Data pada Tabel 9 di atas menunjukkan tidak ada perbedaan nyata dari sebagian besar sisa lalapan yang ada di restoran besar dan restoran kecil (p > 0.05). Hanya selada yang memiliki nilai p < 0.05, hal ini menunjukkan adanya perbedaan nyata pada sisa selada di restoran besar dan restoran kecil. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh jumlah sisa selada pada restoran besar lebih tinggi bila dibandingkan dengan sisa selada pada restoran kecil. Efesiensi penggunaan lalapan dapat diperoleh dengan cara menghitung selisih antara jumlah lalapan yang dibeli dan jumlah lalapan sisa. Efisiensi dihitung menurut masing-masing jenis lalapan pada setiap restoran. Tabel 10 Efesiensi penggunaan mentimun di setiap restoran Nama Restoran
Pembelian (Kg)
Sisa (Kg)
Saung Kuring Bale Kabayan Bumbu Desa Saung Mirah Gurih 7 Sindang Rasa Katineung Galuga Pondok Tirza 3 Rata-rata ± SD
10 1 6 6 6 2 3 10 5
2 0 1.5 1 1.5 0 0.5 0.5 0
Penggunaan (Kg) 8 1 4.5 5 4.5 2 2.5 9.5 5
Efisiensi (%) 80 100 75 83.33 75 100 83.33 95 100 87.96±10.76
15 Berdasarkan data pada Tabel 10 efisiensi penggunaan mentimun sudah baik. Rata-rata persentase efisiensi dari sebagian besar restoran sudah mencapai 87.96% ± 10.76 , hal ini dapat disebabkan oleh pengolahan mentimun yang tidak hanya disajikan sebagai lalapan tetapi juga diolah menjadi menu makanan lain seperti karedok, acar dan sebagainya. Tabel 11 Efesiensi penggunaan daun poh pohan di setiap restoran Nama Restoran
Pembelian (Kg)
Sisa (Kg)
Saung Kuring Bale Kabayan Bumbu Desa Saung Mirah Gurih 7 Sindang Rasa Katineung Galuga Pondok Tirza 3 Rata-rata ± SD
2 0.5 1.5 1 3 0.25 1 1 1.5
0 0 0.4 0.3 1 0 0.5 0.2 0
Penggunaan (Kg) 2 0.5 1.1 0.7 2 0.25 0.5 0.8 1.5
Efisiensi (%) 100 100 73.33 70 66.67 100 50 80 100 82.22±18.63
Berdasarkan data pada Tabel 11 di atas efesiensi penggunaan daun poh pohan dapat dikategorikan baik dengan nilai rata-rata mencapai 82.22% ± 18.63. Penggunaan daun poh pohan menjadi efisien dapat disebabkan oleh jumlah pembelian yang tidak terlalu banyak sehingga jumlah dalam setiap porsinya juga kecil dan menghasilkan sisa yang lebih sedikit. Tabel 12 Efesiensi penggunaan daun kemangi di setiap restoran Nama Restoran
Pembelian (Kg)
Sisa (Kg)
Saung Kuring Bale Kabayan Bumbu Desa Saung Mirah Gurih 7 Sindang Rasa Katineung Galuga Pondok Tirza 3 Rata-rata ± SD
1 0.5 0 0.25 0 0.25 0.25 0.3 0.5
0 0 0 0 0 0.1 0 0.1 0
Penggunaan (Kg) 1 0.5 0 0.25 0 0.15 0.25 0.2 0.5
Efisiensi (%) 100 100 0 100 0 60 100 66.67 100 69.63±42.44
Berdasarkan data pada Tabel 12 di atas rata-rata efesiensi penggunaan daun kemangi hanya sebesar 69.63% ± 42.44. Nilai efisiensi kemangi yang cukup kecil ini dapat disebabkan oleh adanya restoran yang tidak menyediakan kemangi.
16 Tabel 13 Efesiensi penggunaan kol di setiap restoran Nama Restoran
Pembelian (Kg)
Sisa (Kg)
Saung Kuring Bale Kabayan Bumbu Desa Saung Mirah Gurih 7 Sindang Rasa Katineung Galuga Pondok Tirza 3 Rata-rata ± SD
10 1 1.5 0 0 1 0 0 2
1 0 0.4 0 0 0 0 0 0.25
Penggunaan (Kg) 9 1 1.1 0 0 1 0 0 1.75
Efisiensi (%) 90 100 73.33 0 0 100 0 0 87.5 50.09±48.15
Berdasarkan data pada Tabel 13 di atas rata-rata efesiensi penggunaan kol hanya mencapai 50.09% ± 48.15. Nilai efisiensi kol yang kecil ini dapat disebabkan oleh adanya beberapa restoran yang tidak menyediakan kol. Tabel 14 Efesiensi penggunaan selada di setiap restoran Nama Restoran
Pembelian (Kg)
Sisa (Kg)
Saung Kuring Bale Kabayan Bumbu Desa Saung Mirah Gurih 7 Sindang Rasa Katineung Galuga Pondok Tirza 3 Rata-rata ± SD
10 1 3 2 3 0.25 3 0.5 2
1 0 0.4 0 0 0 0 0 0.25
Penggunaan (Kg) 9 1 2.6 2 3 0.25 3 0.5 1.75
Efisiensi (%) 90 100 86.67 100 100 100 100 100 87.5 96.02±6.03
Berdasarkan data pada Tabel 14 di atas rata-rata efesiensi penggunaan selada sebagian besar sudah mencapai 96.02% ± 6.03 dan dapat dikategorikan baik. Penggunaan selada menjadi efisien dapat disebabkan oleh jumlah pembelian yang tidak terlalu banyak sehingga jumlah dalam setiap porsinya juga kecil dan menghasilkan sisa yang lebih sedikit.
17 Tabel 15 Efesiensi penggunaan terong di setiap restoran Nama Restoran
Pembelian (Kg)
Sisa (Kg)
Saung Kuring Bale Kabayan Bumbu Desa Saung Mirah Gurih 7 Sindang Rasa Katineung Galuga Pondok Tirza 3 Rata-rata ± SD
0 0.5 1 0 6 2 1 0 2
0 0 0.25 0 2 0.1 0.25 0 0.5
Penggunaan (Kg) 0 0.5 0.75 0 4 1.9 0.75 0 1.5
Efisiensi (%) 0 100 75 0 66.67 95 75 0 75 54.07±41.88
Berdasarkan data pada Tabel 15 di atas rata-rata efesiensi penggunaan terong hanya mencapai 54.07% ± 41.88 dan dapat dikategorikan belum cukup baik. Penggunaan terong menjadi belum efisien dapat disebabkan oleh konsumen yang kurang menyukai terong sehingga sisa yang dihasilkan cukup banyak. Analisis statistik lanjutkan dilakukan untuk melihat perbedaan efisiensi setiap jenis lalapan dari restoran dengan omzet besar dan restoran omzet yang kecil. Hasil uji beda menggunakan Independent Sample T-test terhadap efisiensi lalapan disajikan dalam Tabel 16. Tabel 16 Hasil uji beda efisiensi lalapan di restoran omzet besar dan restoran omzet kecil Jenis Lalapan p Mentimun 0.936 Daun poh pohan 0.218 Daun kemangi 0.023 Kol 0.796 Selada 0.594 Terong 0.001 Berdasarkan hasil uji beda pada Tabel 16 di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar lalapan tidak memiliki perbedaan efisiensi yang nyata (p>0.05) baik pada restoran dengan omzet yang besar atau restoran dengan omzet yang kecil. Terdapat dua jenis lalapan yaitu daun kemangi dan terong yang memiliki nilai p < 0.05, hal ini menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada efisiensi penggunaan kemangi dan terong pada restoran beromzet besar dan restoran beromzet kecil. Pada restoran dengan omzet yang besar sisa kemangi lebih sedikit dibandingkan dengan restoran beromzet kecil. Sedangkan sisa terong pada lebih banyak pada restoran yang beromzet besar. Kedua hal inilah yang dapat menyebabkan adanya perbedaan pada efisiensi penggunaan lalapan di kedua restoran.
18 Hubungan Antar Variabel Pendapatan per hari Restoran dengan Anggaran Pembelian Lalapan Salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pembelian bahan makanan menurut Mukrie et al. (1990) adalah harga tiap jenis bahan makanan itu sendiri. Untuk memenuhi faktor ini dibutuhkan pendanaan yang cukup agar bahan makanan dapat dibeli dan proses penyelenggaraan makanan dapat dilakukan. Sumber pendanaan dalam pembelian bahan makanan adalah dari pendapatan restoran setiap harinya. Berdasarkan penjelasan ini dapat dilakukan analisis untuk melihat hubungan antara pendapatan per hari restoran dengan anggaran pembelian bahan makanan. Anggaran pembelian bahan makanan yang dianalisis adalah anggaran pembelian lalapan. Data pendapatan per hari dan anggaran pembelian lalapan dari setiap restoran disajikan dalam Tabel 17. Tabel 17 Data rata-rata pendapatan per hari dan anggaran pembelian lalapan Anggaran Pembelian Lalapan (Rp) Saung Kuring 10 000 000 380 000 Bale Kabayan 2 500 000 89 000 Bumbu Desa 5 000 000 121 000 Saung Mirah 5 000 000 105 000 Gurih 7 6 000 000 195 000 Sindang Rasa 2 500 000 52 750 Katineung 3 500 000 115 000 Galuga 5 000 000 107 500 Pondok Tirza 3 2 000 000 163 000 Hasil analisis korelasi Pearson menunjukkan adanya hubungan positif antara pendapatan restoran dengan anggaran pembelian lalapan (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar pendapatan maka anggaran pembelian lalapan juga cenderung lebih besar. Menurut Supriyanto (2008) semakin baik tingkat pertumbuhan penjualan maka semakin baik juga pendanaan dari restoran dan akan memberikan pengaruh yang positif dalam pengalokasian dana belanja bahan makanan. Pada restoran Galuga yang memiliki omzet Rp 5 000 000, dana yang dikeluarkan untuk pembelian lalapan tergolong kecil yaitu hanya sebesar Rp 107 500. Hal ini disebabkan oleh restoran Galuga memiliki kebun sendiri sehingga pengadaan kemangi sebagian besar dipenuhi melalui kebun yang dikelolan oleh restoran. Penggunaan Lalapan dengan Sisa Lalapan Lalapan yang digunakan dalam satu porsi penyajian akan menentukan konsumsi dari lalapan itu sendiri. Pada penelitian ini tidak dilakukan analisis terhadap konsumsi lalapan. Pengamatan hanya dilakukan terhadap efisiensi dari penggunaan lalapan dan sisa lalapan yang dibuang. Untuk menjaga efisiensi dari penggunaan lalapan proses pemorsian harus dilakukan dengan benar agar tidak banyak lalapan yang dibuang. Menurut Karyantina (2007) harus ada pembakuan porsi makanan untuk memudahkan perhitungan kebutuhan bahan makanan dan meminimalkan risiko makanan terbuang karena tidak habis dikonsumsi. Berdasarkan penjelasan ini dapat dilakukan analisis hubungan antara penggunaan Nama Restoran
Omzet (Rp)
19 dengan jumlah sisa lalapan. Data penggunaan lalapan dan sisa lalapan disajikan dalam Tabel 18. Tabel 18 Data rata-rata penggunaan lalapan dan jumlah sisa lalapan Jenis Lalapan Mentimun Daun Poh pohan Daun Kemangi Kol Selada Terong
Penggunaan (Kg) 4.60 1.54 0.32 1.54 2.57 1.04
Sisa (Kg) 0.78 0.27 0.04 0.18 0.26 0.34
Hasil analisis korelasi Pearson menunjukkan adanya hubungan positif antara penggunaan lalapan dengan sisa lalapan (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak lalapan yang digunakan dalam setiap porsinya maka jumlah lalapan yang tersisa juga cenderung lebih besar. Berdasarkan analisis ini maka perlu dilakukan pembakuan porsi lalapan agar efisiensi penggunaan lalapan dapat terjaga dan tidak banyak lalapan yang dibuang. Pembelian Lalapan dengan Sisa Lalapan Penyelenggaraan makanan yang baik harus ditunjang oleh manajemen yang baik juga terutama pada penyelenggaraan makanan yang berorientasi komersil karena tujuan dari penyelenggaraan makanan ini adalah adalah untuk mendapatkan laba atau keuntungan. Biaya produksi harus ditekan seminimal mungkin untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal. Karyantina (2007) menjelaskan bahwa untuk mendapatkan manajemen yang baik harus dilakukan penetapan strategi khusus agar keuntungan yang memadai dapat diperoleh. Salah satu strategi yang harus dipertimbangkan adalah pengadaan bahan makanan. Manajemen pengadaan bahan makanan harus diperhitungkan dengan baik agar bahan makanan yang sudah dibeli dapat dimanfaatkan dengan efektif dan tidak banyak yang terbuang percuma. Berdasarkan penjelasan di atas dapat diamati efisiensi dari pembelian bahan makanan, dalam penelitian ini bahan makanan yang diamati adalah lalapan. Pengamatan terhadap efisiensi dari pembelian lalapan dapat dilakukan dengan menganalisis hubungan antara jumlah pembelian lalapan dengan jumlah sisa lalapan. Data jumlah pembelian dan jumlah sisa lalapan disajikan dalam Tabel 19. Tabel 19 Data jumlah pembelian dan jumlah sisa lalapan Jenis Lalapan Mentimun Daun Poh pohan Daun Kemangi Kol Selada Terong
Pembelian (Kg) 5.44 1.31 0.32 1.72 2.75 1.39
Sisa (Kg) 0.78 0.27 0.04 0.18 0.26 0.34
20 Hasil analisis korelasi Pearson menunjukkan adanya hubungan positif antara pembelian lalapan dengan sisa lalapan (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar jumlah lalapan yang dibeli maka jumlah lalapan yang tersisa juga cenderung lebih besar. Berdasarkan analisis ini nilai efisiensi dari pembelian lalapan dapat dijaga dengan pembelian lalapan yang tepat dan sesuai kebutuhan agar tidak banyak lalapan yang dibuang dan tidak terjadi pemborosan biaya produksi.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Jumlah restoran sunda di kota Bogor sebanyak 15 restoran. Dalam pengadaan lalapan, jenis lalapan yang paling banyak dibeli adalah mentimun. Rata-rata anggaran belanja dalam pengadaan lalapan sebesar 10.78% dari anggaran belanja harian restoran. Pengadaan lalapan dilakukan dengan sistem pembelian langsung di pasar tradisional dengan frekuensi pembelian setiap hari. Dalam penyimpanan lalapan, metode penyimpanan yang paling banyak digunakan oleh restoran adalah metode penyimpanan suhu rendah dengan suhu yang direkomendasikan yaitu 10°C. Penerapan metode FIFO pada proses penyimpanan sudah dilakukan dengan baik oleh seluruh contoh. Dalam penanganan pada lalapan, seluruh contoh sudah melakukan proses pencucian sebelum lalapan disajikan. Lalapan dengan porsi terbanyak dalam penyajian adalah mentimun. Pada pengolahan sisa lalapan, jenis lalapan dengan sisa terbanyak adalah mentimun. Sebagian besar contoh membuang sisa lalapan yang tidak habis dikonsumsi. Sebagian besar lalapan sudah dimanfaatkan dengan efektif oleh restoran dalam hal penggunaan. Tidak terdapat perbedaan antara porsi semua jenis lalapan yang disajikan sebagai pendamping makanan utama dengan lalapan yang disajikan bukan sebagai pendamping menu utam (p>0.05). Hubungan antara pendapatan per hari restoran dengan anggaran pembelian lalapan menunjukkan bahwa semakin besar pendapatan restoran maka anggaran pembelian lalapan cenderung meningkat. Analisis hubungan antara pembelian lalapan dengan jumlah sisa lalapan dan hubungan antara penggunaan lalapan dengan jumlah sisa lalapan juga berhubungan positif dengan nilai p<0.05. Saran Pengadaan lalapan sebaiknya menggunakan metode pembelian langsung ke petani agar biaya yang dikeluarkan dapat ditekan. Selain itu hal tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pendapatan petani lokal. Pada penyimpanan suhu rendah sebaiknya setiap restoran menggunakan suhu yang sudah direkomendasikan agar kualitas lalapan yang disimpan tetap terjaga dengan baik. Pencucian lalapan sebaiknya dilakukan pada air yang mengalir tanpa menggunakan produk pencuci buah dan sayur untuk menekan risiko kontaminasi bahan kimia pada lalapan. Sisa lalapan sebaiknya dimanfaatkan kembali sebagi
21 pakan ternak atau pupuk kompos, hal ini ditujukan agar jumlah sampah yang dibuang ke TPA dapat dikurangi sehingga lingkungan menjadi lebih bersih. Penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan food model untuk mempermudah estimasi berat lalapan. Penelitian selanjutnya juga diharapkan dapat melakukan analisis statistik lebih lanjut mengenai lalapan dengan tingkat konsumsi sayur, lama penyimpanan dengan tingkat kesegaran lalapan dan lainlain.
DAFTAR PUSTAKA Alhamidi F. 2006. Analisis Model Pengadaan Bahan Makanan Kering Berdasarkan Metode Eoq pada Instalasi Gizi Rumah Sakit Roemani Semarang. Jurnal Undip 21(3). Astawan, M. 2010. Bahan Pangan Berwarna Putih. www.cybermetd.cbn.net.id [10 Oktober 2013] [BPS] Badan Pusat Statistik Jawa Barat. 2013. Upah Minimum Kota Bogor 2013 http://jabar.bps.go.id [DEPKES RI] Departemen Kesehatan RI. 2003. Pedoman Tatalaksana Gizi Usia Lanjut untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta : Depkes RI [Depkes RI] Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman pelayanan gizi rumah sakit. Jakarta (ID): Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat Dewi ST. 2004. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian oleh Konsumen Restoran Tradisional Sunda (Studi Kasus di Kotamadya Bogor) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dinas Kepariwisataan dan Kebudayaan Kota Bogor. 2009. Pariwisata Kota Bogor 2009. Bogor. Efriani R. 2005. Analisis Timbulan dan Komposisi Sampah Domestik Kota Padang Tahun 2004 Berdasarkan Metode SNI 19-3964-1994 [Tugas Akhir]. Padang : Jurusan Teknik Lingkungan, Universitas Andalas. Hardenburg, RE. 1986. The Commercial Storage of Fruits, Vegetables, Florist and Nursery Stocks, USA: United States Department of Agriculture. Haryanti S, Safaryani N, Hastuti EP. 2007. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan terhadap Penurunan Kadar Vitamin C Brokoli (Brassica oleracea L). Jurnal Anatomi dan Fisiologi, Vol 15 No. 2. Karyantina Merkuria. 2007. Industri Jasa Boga. Surakarta : Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Slamet Riyadi. Misgiyarta. 2005. Pemanfaatan Bakteri Asam Laktat Untuk Biosanitizer Sayuran Segar. Jakarta : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Moehyi S. 1992. Penyelenggaraan makanan institusi dan jasa boga. Jakarta (ID): Bhratara. Mukrie NA. 1990. Manajemen Pelayanan Gizi Institusi Dasar. Jakarta (ID): Akademi Gizi. Palacio dan Theis. 2009. Introduction to food service. Ed ke-11. Ohio (OH): Pearson Education
22 Ratna, M.R. 2009. Evaluasi Manajemen Penyelenggaraan Makanan Institusi di Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso. Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi Surakarta, Vol. 4 No.2. Supriyanto E, Falikhatun. 2008. Pengaruh Tangibility, Pertumbuhan Penjualan dan Ukuran Perusahaan terhadap Struktur Keuangan. Jurnal Bisnis dan Akuntansi Universitas Sebelas Maret. Vol. 10 No.1. Torsina F. 2000. Usaha Restoran yang Sukses. Jakarta : Bhuana Ilmu Populer Winarno F.G. 1981. Fisiology Lepas Panen. Jakarta: Sastra Hudaya Wirakusumah. 1990. Sistem Nasional Pengawasan Makanan. Makalah. Dalam : Lokakarya Sistem Pengawasan Makanan BLKM DEPKES RI di Ciloto, 46 Oktober. Yuliati L, Widyawati. 2005. Respon ketidakpuasan terhadap kualitas dan pelayanan food court di Kampus IPB. Jurnal Media Gizi dan Keluarga.Vol. 29 No. 2: 88-95.
23
LAMPIRAN Lampiran 1 Kuisioner penelitian KUESIONER PENELITIAN MANAJEMEN PENYELENGGARAAN MAKANAN DI RESTORAN SUNDA DI KOTA BOGOR A. Pengantar Bapak/ Ibu/saudara/saudari yang terhormat Kuesioner ini diberikan dalam rangka penyusunan tugas akhir Albeta Putra Pratama, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Berikut ini adalah pertanyaan yang berkaitan dengan “Manajemen Lalapan”. Bacalah setiap pertanyaan dengan cermat sebelum menjawab, kemudian pilihlah jawaban yang Anda rasa paling sesuai dengan manajemen lalapan yang ada di restoran pada lembar jawaban yang tersedia. Saya sangat mengharga ikejujuran dan keterbukaan Anda.
TerimaKasih.
No. kuesioner (diisi oleh peneliti) Kode responden (diisi oleh peneliti) Tanggal (diisi oleh peneliti)
: : :
Saya setuju untuk mengisi kuesioner
Tandatangan responden B. Petunjuk 1. Silahkan bapak/ibu/saudara/saudari jawab pertanyaan dengan jujur 2. Jawaban akan dijaga kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk penelitian I. Identitas A. Identitas Responden Petunjuk pengisian : Isilah pertanyaan dengan tanda silang (X) pada kotak yang disediakan. 1. Nama Lengkap : 2. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan 3. Umur : <20 tahun 20-30 tahun 31-40 tahun > 40 tahun 4. Asal Daerah :
24 5. 6.
Telp/HP Pendidikan terakhir
: :
SD SLTP SLTA
Diploma Sarjana Pascasarjana
7. 8.
Jabatan pada restoran : Pendapatan perbulan : Rp. <1000.000 Rp. 1000.000 – Rp. <2000.000 Rp. 2000.000 – Rp< 3000.000 Rp. 3000.000 – Rp. <4000.000 Rp. > 4000.000 9. Status pernikahan : Belum menikah Menikah B. Identitas Restoran 1. Nama restoran : 2. Alamat restoran : 3. Nama pemilik restoran : 4. Tahun berdiri restoran : 5. Jumlah pegawai restoran : orang 6. Jam operasional restoran : WIB s.d WIB 7. Pendapatanrestoran perhari : Rp. <1.000.000 Rp. 1.000.000 – Rp. <2.000.000 Rp. 2.000.000 – Rp< 3.000.000 Rp. 3.000.000 – Rp. <4.000.000 Rp. > 4.000.000 8. Menu andalan restoran : 1. ........................................................... 2. ........................................................... 3. ........................................................... 4. ........................................................... 5. ........................................................... 9. Menu makanan yang disajikan dengan lalapan : 1. .................................................................... 2. .................................................................... 3. .................................................................... 4. .................................................................... 5. .................................................................... II. Manajemen Lalapan A. Pengadaan lalapan 1. Jenis lalapan yang dibeli : 2. Mentimun Daun pohpohan 3. Daun kemangi Kol 4. Selada Lainnya........................ 2. Jumlah lalapan yang dibeli 1. Mentimun : .........Kg Daun pohpohan : ..........Kg 2. Daun kemangi :..........Kg Kol : .........Kg Selada : ............Kg Lainnya........................Kg 3. Berapakah alokasi dana untuk pembelian lalapan ? (dalam persen) ...................................................................................................... 4. Frekuensi pembelian lalapan ...........................kali perminggu
25 5.
6.
B. 1.
2. 3.
4.
5. 6. 7.
8. 9. 10.
11.
12.
13
C. 1. 2. 3.
Apakah sistem pembelian lalapan menggunakan sistem tender? (jika iya, langsung ke poin B penyimpanan lalapan) Ya, sebutkan................................ 1. Tidak Tempat pembelian lalapan 3. pasar tradisional lainnya....................... supermarket Penyimpanan lalapan Apakah pada penyimpanan lalapan menerapkan metode penyimpanan kering? (jika tidak, lanjut ke pertanyaan nomer 8) Ya Tidak Suhu ruang penyimpanan (diisi oleh peneliti) : ..........°C Tempat penyimpanan lalapan 1. di atas meja rak khusus 2. di atas lantai lainnya............... Lama penyimpanan lalapan 1. < 7 hari 10 – 14 hari > 14 hari 2. 7 – 10 hari Apakah lalapan disimpan di tempat yang terkena sinar matahari langsung? Tidak 3. Ya Apakah lalapan disimpan di tempat yang terpisah dengan makanan jadi? 1. Ya Tidak Apakah pada proses penyimpanan lalapan menerapkan prinsip FIFO (First In First Out)? Tidak 1. Ya Apakah tersedia lemari pendingin untuk menyimpan lalapan? 1. Ya Tidak Suhu lemari pendingin(diisi oleh peneliti) : ..............°C Apakah lalapan disimpan secara terpisah dengan bahan pangan lain di dalam lemari pendingin ? Tidak 1. Ya Lama penyimpanan lalapandi dalam lemari pendingin 1. < 7 hari 10 – 14 hari 2. 7 – 10 hari > 14 hari Apakah dilakukan pengecekan secara berkala terhadap lalapan yang di simpan di lemari pendingin? 1. Ya Tidak Apakah pada proses penyimpanan lalapan di lemari pendingin menerapkan prinsip FIFO (First In First Out)? 2. Ya Tidak Penanganan pada lalapan segar Apakah lalapan dicuci sebelum disajikan? 1. Ya Tidak Apakah lalapan dicuci dengan air yang mengalir? 1. Ya Tidak Apakah lalapan dicuci dengan menggunakan bahan kimia ( cairan pencuci komersil )? Tidak 1. Ya
26 4.
Apakah pisau selalu dibersihkan sebelum digunakan untuk memotong lalapan? 1. Ya Tidak
5.
Apakah ada pengolahan tambahan sebelum lalapan disajikan? 1. Ya, sebutkan........................... Tidak Pemorsian lalapan sebelum disajikan
6.
Jenis lalapan
Jumlah
7.
Tempat penyajian terbuat dari bahan 1. Plastik Melamin Kayu/rotan/bambu 2. Kaca Aluminium Lainnya.................. D. Penanganan pada sisa lalapan 1. Jumlah sisa lalapan 1. Mentimun : .........Kg Daun pohpohan : ..........Kg 2. Daun kemangi :..........Kg Kol : .........Kg Selada : ............Kg Lainnya........................Kg 2. Apakah ada penanganan tambahan terhadap sisa lalapan? (jika Ya, lanjut ke pertanyaan nomer 4 ) Ya Tidak, langsung dibuang 3. Apakah sisa lalapan dibuang terpisah dengan sampah lain? Ya Tidak 4. Pemanfaatan kembali lalapan, sebutkan.................................
TERIMA KASIH
27
RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, putra pasangan Bapak Drs. Asrowi, M.Si dan Ibu Yusri Merliyanti. Penulis dilahirkan di Prabumulih pada tanggal 16 Mei 1991. Pendidikan SD ditempuh pada tahun 1997-2003 di SD Negeri Gunung Ibul. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 5 Prabumulih tahun 2003-2006, dan SMA Negeri 2 Prabumulih tahun 2006-2009. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB), Fakultas Ekologi Manusia, Departemen Gizi Masyarakat melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2009. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi, yaitu sebagai anggota OMDA (Organisasi Mahasiswa Daerah) IKAMUSI, anggota Klub GIZOR (Gizi Olahraga), dan anggota ZIPER (Gizi Perkusi). Penulis juga aktif diberbagai kepanitiaan internal maupun eksternal di departemen dan fakultas. Pada bulan Juli-Agustus 2012 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi di Desa Ragatunjung Kecamatan Paguyangan Kabupaten Brebes dan pada Maret 2013 penulis mengikuti Internship Dietetik (ID) di Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong.