usu
ANALISIS PENYELENGGARAAN MAKANAN DAN TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN DI RESTORAN SATE TEGAL LAKA-LAKA
RAIDA AMALINA
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
vi
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Penyelenggaraan Makanan dan Tingkat Kepuasan Konsumen di Restoran Sate Tegal Laka-laka adalah benar karya saya dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2014 Raida Amalina NIM I14100084
vi
v
ABSTRAK RAIDA AMALINA. Analisis Penyelenggaraan Makanan dan Tingkat Kepuasan Konsumen di Restoran Sate Tegal Laka-laka. Dibimbing oleh BUDI SETIAWAN. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penyelenggaraan makanan dan tingkat kepuasan konsumen di Restoran Sate Tegal Laka-laka. Penelitian ini bersifat studi kasus dan menggunakan analisis deskriptif. Metode penarikan sampel dilakukan secara purposive dan 91 konsumen digunakan dalam penelitian ini. Restoran Sate Tegal Laka-laka merupakan salah satu contoh penyelenggaraan makanan komersial dengan menu utama sate. Penyelenggaraan makanan di Restoran Sate Tegal Laka-laka terdiri dari perencanaan (anggaran) dan pelaksanaan (pengadaan bahan makanan, penerimaan, penyimpanan, pengolahan, dan penyajian). Penilaian higiene dan sanitasi merujuk pada Kepmenkes nomor 1098/Menkes/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran. Restoran Sate Tegal Laka-laka mendapatkan skor 902 yang termasuk dalam tingkat mutu A. Berdasarkan hasil analisis Importance Performance Analysis (IPA) menunjukkan bahwa atribut cita rasa makanan/minuman yang disajikan dirasa paling penting dan dinilai paling tinggi tingkat kinerjanya. Berdasarkan Customer Satisfaction Index (CSI), diperoleh nilai kepuasan sebesar 77.79 (puas). Hasil uji korelasi menunjukkan adanya hubungan yang signifikan (p<0.05) antara tingkat pendidikan dengan penilaian atribut mutu produk. Kata kunci: CSI, IPA, kepuasan konsumen, penyelenggaraan makanan ABSTRACT RAIDA AMALINA. Food Service Analysis and Level of Customers Satisfaction in Sate Tegal Laka-laka Restaurant. Supervised by BUDI SETIAWAN This research aimed to analyze food service and level of customers satisfaction in Sate Tegal Laka-laka Restaurant. Case study design was applied in this study and analyzed using descriptive analysis. Sampling method of purposive sampling was carried out and number of subjects used was 91 customers. Sate Tegal Laka-laka Restaurant is one example of the commercial food service with satay as the main menu. Food services in Sate Tegal Laka-laka Restaurant consist of planning (budget) and implementation (purchasing, receiving, storing, processing, and distributing). Assessment of hygiene and sanitation were based on Kepmenkes No. 1098/Menkes/SK/VII/2003 about Requirements of Hygiene Sanitation Restaurant. Sate Tegal Laka-laka Restaurant got score 902 were categorized in the quality level A. The result of analysis based on Importance Performance Analysis (IPA) showed that the taste of food/beverages served attributes was considered as the most important and had the highest rate performance levels. Based on the Customer Satisfaction Index (CSI), the satisfaction value was 77.79 (satisfied). There was a significant (p<0.05) correlation between education level with quality of the product. Keywords: CSI, customer satisfaction, food service, IPA
vi
vii
ANALISIS PENYELENGGARAAN MAKANAN DAN TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN DI RESTORAN SATE TEGAL LAKA-LAKA
RAIDA AMALINA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
vi
Judul· Nama NIM
: Analisis PenyelenggaraanMakanan dan Tingkat Kepuasan Konsumen di Restoran Sate Tegal Laka-Iaka : Raida Amalina : I14100084
Disetujui oleh
Dr Ir Budi Setimvan MS
Pembimbing
Tanggal disetujui:
o3
NOV 2014
vi
xi
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Mei hingga September 2014 ialah penyelenggaraan makanan, dengan judul Analisis Penyelenggaraan Makanan dan Tingkat Kepuasan Konsumen di Restoran Sate Tegal Laka-laka. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Budi Setiawan, MS selaku pembimbing akademik dan pembimbing skripsi, serta Bapak Prof. drh. M. Rizal Martua Damanik, MRepSc, PhD atas kesediaannya menjadi pemandu seminar dan penguji ujian skripsi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, dan seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Selain itu, juga kepada rekan-rekan Gizi Masyarakat angkatan 47 atas dukungannya serta semua pihak yang turut membantu dalam proses pengumpulan data. Penulis memohon maaf atas segala kekurangan ataupun kekhilafan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2014 Raida Amalina
vi
xiii
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan
2
Kegunaan Penelitian
2
KERANGKA PEMIKIRAN
2
METODE
4
Desain, Tempat, dan Waktu
4
Jumlah dan Cara Penarikan Responden
4
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
5
Pengolahan dan Analisis Data
5
DEFINISI OPERASIONAL
8
HASIL DAN PEMBAHASAN
9
Penyelenggaraan Makanan
9
Karakteristik Responden
15
Tingkat Kepentingan Konsumen dan Tingkat Kinerja Restoran
19
Tingkat Kepentingan Konsumen terhadap Mutu Produk dan Mutu Pelayanan 20 Tingkat Kinerja Restoran terhadap Mutu Produk dan Mutu Pelayanan
21
Tingkat Kepentingan dan Tingkat Kinerja Menggunakan Metode IPA
22
Tingkat Kepuasan Konsumen Menggunakan Metode CSI
25
Hubungan Karakteristik Responden dengan Penilaian Kinerja Atribut Mutu Produk dan Mutu Pelayanan
26
SIMPULAN DAN SARAN
27
Simpulan
27
Saran
28
DAFTAR PUSTAKA
29
LAMPIRAN
32
RIWAYAT HIDUP
36
vi
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Cara pengumpulan data penelitian Jenis dan kategori variabel pengolahan data Skala penilaian terhadap tingkat kepentingan dan kinerja Hasil penilaian higiene dan sanitasi Restoran Sate Tegal Laka-laka Sebaran responden berdasarkan usia Sebaran responden berdasarkan jenis kelamin Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan Sebaran responden berdasarkan pekerjaan Sebaran responden berdasarkan pendapatan Sebaran responden berdasarkan asal daerah Tingkat kepentingan konsumen dan tingkat kinerja restoran Penilaian tingkat kepentingan konsumen terhadap mutu produk Penilaian tingkat kepentingan konsumen terhadap mutu pelayanan Penilaian tingkat kinerja restoran pada atribut mutu produk Penilaian tingkat kinerja restoran pada atribut mutu pelayanan Tingkat kepuasan konsumen menggunakan metode CSI
5 6 7 12 15 15 15 16 16 17 19 20 21 21 22 26
DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pemikiran analisis penyelenggaraan makanan dan tingkat kepuasan konsumen di Restoran Sate Tegal Laka-laka 2 Koordinat kartesius kepuasan konsumen 3 Grafik menu makanan favorit Restoran Sate Tegal Laka-laka 4 Grafik menu minuman favorit Restoran Sate Tegal Laka-laka 5 Pemetaan diagram kartesius atribut mutu produk dan mutu pelayanan
3 8 18 18 23
LAMPIRAN 1 Sebaran responden berdasarkan aspek pengetahuan mengenai restoran 2 Hasil perhitungan nilai kepuasan konsumen yang dipetakan dalam diagram kartesius 3 Uji korelasi Spearman antara karakteristik responden dengan penilaian atribut mutu produk dan mutu pelayanan 4 Uji Chi Square antara karakteristik responden dengan penilaian atribut mutu produk dan mutu pelayanan 5 Dokumentasi penelitian 6 Denah Restoran Sate Tegal Laka-laka
32 32 33 33 34 35
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan dunia bisnis, bisnis jasa penyelenggaraan makanan merupakan salah satu kegiatan usaha yang mendapatkan perhatian. Hal ini terlihat dari data Dinas Informasi Kepariwisataan dan Kebudayaan Kota Bogor yang menyebutkan bahwa terjadi peningkatan jumlah restoran tradisional pada tahun 2010 sebanyak 106 menjadi 115 pada tahun 2011. Banyaknya restoran yang berkembang, menimbulkan adanya persaingan untuk dapat memenuhi tuntutan kebutuhan konsumen akan produk makanan yang berkualitas, terjangkau, dan praktis dari sisi penyajian sehingga nantinya konsumen dapat memperoleh kepuasan. Menurut Depkes (2013), penyelenggaraan makanan merupakan rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan, pengadaan bahan makanan, penerimaan, penyimpanan, pemasakan hingga pendistribusian kepada konsumen untuk memenuhi kebutuhan konsumen dalam rangka mencapai status kesehatan yang optimal dan didalamnya termasuk kegiatan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi. Penyelenggaraan makanan dibagi menjadi dua macam, yaitu non komersial (institusi) yang berorientasi pada pelayanan dan komersial yang berorientasi pada laba, salah satunya restoran (Moehyi 1992). Restoran adalah salah satu jenis usaha jasa pangan yang bertempat di sebagian atau seluruh bangunan yang permanen dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan, penyajian, dan penjualan makanan serta minuman bagi umum di tempat usahanya (Depkes 2003). Restoran Sate Tegal Laka-laka merupakan salah satu jenis penyelenggaraan makanan komersial di Kota Bogor dengan konsep menu khas tradisional Tegal dengan menu utama sate. Palacio dan Theis (2009) mengatakan bahwa tujuan utama dari penyelenggaraan makanan adalah menyajikan makanan agar konsumen merasa puas. Kepuasan konsumen tersebut ditentukan oleh mutu produk dan mutu pelayanan yang dikehendaki konsumen sehingga jaminan mutu menjadi prioritas utama bagi setiap restoran untuk dijadikan tolok ukur daya saing antar restoran yang ada. Menurut Sudarsono (2009), kepuasan konsumen erat kaitannya dengan perilaku konsumen yang didasari preferensi konsumen dalam menilai mutu produk maupun pelayanan. Preferensi konsumen tersebut menggambarkan suatu kecenderungan perilaku konsumen pada pola konsumsi dan daya tarik mereka terhadap nilai-nilai yang disediakan oleh pihak manajemen restoran. Jika kinerja memenuhi harapan, konsumen puas. Jika kinerja melebihi harapan, konsumen akan sangat puas atau senang (Kotler 2005). Uraian diatas menunjukkan pentingnya mengetahui penyelenggaraan makanan komersial yang berkualitas, baik dari segi mutu produk dan mutu pelayanan agar kepuasan konsumen dapat terpenuhi. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menganalisis penyelenggaraan makanan dan tingkat kepuasan konsumen di Restoran Sate Tegal Laka-laka.
2 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis penyelenggaraan makanan dan tingkat kepuasan konsumen di Restoran Sate Tegal Laka-laka. Tujuan Khusus Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk : 1. Mengidentifikasi penyelenggaraan makanan Restoran Sate Tegal Laka-laka, meliputi perencanaan (perencanaan menu dan anggaran) dan pelaksanaan (pengadaan bahan makanan, penerimaan, penyimpanan, pengolahan, dan penyajian). 2. Mengidentifikasi karakteristik konsumen (usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan asal daerah) di Restoran Sate Tegal Laka-laka. 3. Menganalisis tingkat kepentingan konsumen dan tingkat kinerja restoran terhadap atribut mutu produk dan mutu pelayanan Restoran Sate Tegal Lakalaka menggunakan metode IPA. 4. Menganalisis tingkat kepuasan konsumen mengenai atribut mutu produk dan mutu pelayanan Restoran Sate Tegal Laka-laka menggunakan metode CSI. 5. Menganalisis hubungan karakteristik konsumen dengan penilaian kinerja atribut mutu produk dan mutu pelayanan Restoran Sate Tegal Laka-laka. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan informasi tentang penyelenggaraan makanan di Restoran Sate Tegal Laka-laka dan tingkat kepuasan konsumennya. Selain itu, untuk pihak manajemen restoran dapat dijadikan informasi dan bahan pertimbangan untuk meningkatkan mutu produk dan mutu pelayanan sesuai harapan konsumen.
KERANGKA PEMIKIRAN
Keberlanjutan usaha penyelenggaraan makanan sangat ditentukan oleh sistem manajemen yang baik. Perencanaan dan pelaksanaan merupakan hal yang termasuk dalam prinsip manajemen penyelenggaraan makanan (Karyantina 2007). Pada pelaksanaan penyelenggaraan makanan perlu diperhatikan pula higiene dan sanitasinya yang mengacu pada Kepmenkes No. 1098 tahun 2003 mengenai Persyaratan Higiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran. Dewasa ini, persaingan usaha dibidang jasa penyelenggaraan makanan semakin ketat. Oleh karena itu, kepuasan konsumen menjadi prioritas utama sehingga pihak penyelenggara makanan perlu menilai faktor-faktor apa saja yang akan memengaruhi kepuasan konsumen dan apakah kepuasan konsumennya telah terpenuhi. Penelitian ini mengamati atribut mutu produk dan mutu pelayanan Restoran Sate Tegal Laka-laka. Menurut Kotler (2005), terdapat lima determinan mutu
3 pelayanan, yaitu keandalan (reliability) adalah kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya; keresponsifan (responsiveness), yaitu kemauan untuk membantu konsumen dan memberikan jasa dengan cepat; jaminan (assurance), yaitu pengetahuan dan kesopanan pekerja serta kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan atau keyakinan; empati (emphaty), yaitu syarat untuk peduli dengan cara memberikan perhatian kepada konsumen; dan berwujud (tangibles), yaitu penampilan fasilitas fisik, peralatan, personil, dan media komunikasi. Selain itu, kepuasan konsumen juga ditentukan oleh atribut mutu produk yang meliputi cita rasa, kebersihan, porsi, variasi menu, dan harga. Tingkat kepentingan menunjukkan seberapa penting atribut produk dan pelayanan bagi konsumen terhadap kinerja restoran. Sedangkan, tingkat kinerja menunjukkan sejauh mana kinerja restoran menurut konsumen berdasarkan keadaan aktual. Harapan konsumen dapat dibentuk oleh pengalaman, komentar orang lain, dan informasi pemasar atau saingan. Tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan kinerja yang dirasakan dengan harapannya. Jika kinerja dibawah harapan maka konsumen kecewa, namun sebaliknya jika kinerja sesuai dengan harapan maka konsumen puas. Selain itu, respon konsumen atas produk dan pelayanan juga dipengaruhi oleh karakteristik konsumen, seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan asal daerah. PENYELENGGARAAN MAKANAN RESTORAN SATE TEGAL LAKA-LAKA
Perencanaan (menu dan anggaran) dan pelaksanaan (pengadaan bahan makanan, penerimaan, penyimpanan, pengolahan, dan penyajian) Atribut Mutu Produk Cita rasa, porsi, variasi menu, kebersihan, dan harga
Karakteristik : Usia Jenis kelamin Tingkat pendidikan Pekerjaan Pendapatan Asal Daerah
Atribut Mutu Pelayanan Keandalan (reliability), keresponsifan (responsiveness), jaminan (assurance), empati (empathy), dan berwujud (tangibles)
Respon Konsumen
Tingkat Kepentingan
Tingkat Kinerja
KEPUASAN KONSUMEN Keterangan : : Hubungan yang diteliti : Variabel yang diteliti
Gambar 1 Kerangka pemikiran analisis penyelenggaran makanan dan tingkat kepuasan konsumen di Restoran Sate Tegal Laka-laka
4
METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian Case Study yang dilaksanakan di Restoran Sate Tegal Laka-laka yang berlokasi di Jalan H. A. Adnawijaya No.42, Indraprasta, Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Restoran Sate Tegal Laka-laka adalah salah satu Restoran yang relative baru di Kota Bogor yang menyajikan menu tradisional dengan menu utama sate khas Kota Tegal. Selain itu, jumlah pengunjung restoran yang datang mencukupi kriteria sesuai dengan definisi penyelenggaraan makanan komersial diatas 50 porsi. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-September 2014. Jumlah dan Cara Penarikan Responden Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu pengambilan sampel yang dilakukan secara sengaja dengan catatan sampel mewakili populasi. Sampel yang diambil adalah konsumen yang sedang berkunjung ke restoran tersebut pada saat pengambilan data dan bersedia mengisi kuesioner dengan lengkap. Setiap harinya diperkirakan rata-rata pengunjung sebanyak 50 orang sehingga pengunjung dalam satu bulan sebanyak 1500 orang. Jumlah pengunjung yang dijadikan sampel dalam penelitian ini sebanyak 91 orang. Penentuan proporsi konsumen digunakan proporsi 50:50 jika proporsi aktual tidak diketahui (dianggap konsumen puas sebesar 0.5 dan yang tidak puas 0.5) . Jumlah sampel penelitian berdasarkan perhitungan berikut (Lemeshow 1991) : N Z21-a/2 P (1-P) n= (N-1) d2 + Z21-a/2 P (1-P) 1500 x 1.962 x 0.5 x 0.5 n= (1500-1) 0.12 + (1.962 x 0.5 x (0.5)) = 91 orang Keterangan : n = Jumlah responden N = Jumlah populasi (rata-rata pengunjung perhari X hari kerja dalam sebulan) α = Derajat kepercayaan (0.05) P = Proporsi tingkat kepuasan konsumen (50% puas dan 50% tidak puas) d = Presisi (limit error), yaitu kesalahan yang masih dapat ditoleransi sebesar 0.1
5 Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer. Data primer meliputi penyelenggaraan makanan, karakteristik responden, tingkat kepentingan dan tingkat kinerja restoran, serta higiene dan sanitasi restoran berdasarkan variabel higiene dan sanitasi menurut Kepmenkes nomor 1098/Menkes/SK/VII/2003. Data-data tersebut diperoleh melalui kuesioner, wawancara, dan pengamatan langsung. Rincian data tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Cara pengumpulan data penelitian Variabel
Penyelenggaraan Makanan
Higiene dan sanitasi
Karakteristik responden
Tingkat kepuasan konsumen
Data
Perencanaan (menu dan anggaran) Pelaksanaan (pengadaan bahan makanan, penerimaan, penyimpanan, pengolahan, dan penyajian) Variabel Higiene dan Sanitasi
Usia Jenis kelamin Tingkat pendidikan Pekerjaan Pendapatan Asal Daerah Tingkat kepentingan konsumen dan tingkat kinerja restoran
Jenis Data
Primer
Primer
Cara Pengumpulan Data Wawancara dan pengamatan langsung
Primer
Pengamatan langsung (Merujuk Kepmenkes No. 1098 tahun 2003) Kuesioner
Primer
Kuesioner
Pengolahan dan Analisis Data Proses pengolahan data meliputi editing, coding, entry, cleaning, dan analisis data. Data yang diperoleh diolah dan dianalisis menggunakan Microsoft Excel 2007 dan program SPSS 16.0 for windows. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan karakteristik responden dalam persen (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan atau uang saku per bulan, dan asal daerah), penyelenggaraan makanan (perencanaan menu, perencanaan anggaran, pengadaan bahan makanan, penerimaan, penyimpanan, pengolahan, penyajian, serta higiene dan sanitasi restoran), dan tingkat kepentingan serta tingkat kinerja restoran yang dapat menunjukkan tingkat kepuasan konsumen. Penilaian laik
6 higiene dan sanitasi restoran berdasarkan variabel higiene dan sanitasi merujuk pada Kepmenkes nomor 1098/Menkes/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran. Jenis dan kategori variabel data disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Jenis dan kategori variabel pengolahan data Variabel Usia
Pendapatan
IPA
CSI
Tingkat kepentingan
Tingkat kinerja
Laik Higiene dan Sanitasi
Kategori < 20 tahun 20-30 tahun 31-40 tahun > 40 tahun < 1 000 000 1 000 000 - < 2 000 000 2 000 000 - < 3 000 000 3 000 000 - < 4 000 000 > 4 000 000 Dipetakan dalam diagram kartesius menjadi : Kuadran A Kuadran B Kuadran C Kuadran D Sangat puas (0.81-1.00), puas (0.660.80), cukup puas (0.51-0.65), kurang puas (0.35-0.50), dan tidak puas (0.00-0.34) Tidak penting (91-163), kurang penting (164-236), cukup penting (237-309), penting (310-382), dan sangat penting (383-455) Tidak puas (91-163), kurang puas (164-236), cukup puas (237-309), puas (310-382), dan sangat puas (383-455) Tingkat mutu A (901-1000) Tingkat mutu B (801-900) Tingkat mutu C (701-800)
Sumber
Rifai 2010
Rifai 2010
Rangkuti 2002
Rangkuti 2002
Rangkuti 2002
Rangkuti 2002 Kepmenkes No 1098 tahun 2003
Hubungan antara karakteristik responden dengan penilaian kinerja atribut mutu produk dan mutu pelayanan dianalisis menggunakan uji korelasi (Spearman) dan Chi Square. Pengolahan data tersebut menggunakan program SPSS 16.0 for windows. Penilaian tingkat kepentingan konsumen dan tingkat kinerja restoran terhadap mutu produk dan mutu pelayanan dianalisis menggunakan metode Importance Performance Analysis (IPA) dan tingkat kepuasan konsumen dianalisis menggunakan metode Customer Satisfaction Index (CSI). Metode Importance Performance Analysis (IPA) merupakan suatu teknik untuk mengukur atribut dari tingkat kepentingan dan tingkat kinerja yang berguna untuk pengembangan program pemasaran yang efektif. Metode ini merupakan
7 salah satu dasar bagi manajemen untuk mengambil keputusan mengenai tindakan apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki kinerja perusahaan dalam meningkatkan kepuasan konsumen (Simamora 2002). Tingkat kepentingan konsumen adalah keyakinan atau harapan konsumen sebelum mencoba atau membeli suatu produk atau jasa yang akan dijadikan standar acuan dalam menilai kinerja produk atau jasa tersebut (Rangkuti 2002). Penilaian tingkat kepentingan menggunakan skala Likert lima tingkat, yaitu tidak penting, kurang penting, cukup penting, penting, dan sangat penting, berurutan dengan skor masing-masing 1 hingga 5. Sedangkan, tingkat kinerja merupakan pelaksanaan aktual yang diberikan oleh restoran yang dirasakan konsumen, baik produk ataupun pelayanan (Musanto 2004). Sama halnya dengan tingkat kepentingan, penilaian tingkat kinerja menggunakan skala Likert lima tingkat dengan keterangan tidak puas, kurang puas, cukup puas, puas, dan sangat puas, berurutan dengan skor masingmasing 1 hingga 5. Total penilaian tingkat kepentingan dan tingkat kinerja masing-masing atribut diperoleh dengan cara menjumlahkan hasil skor masingmasing dengan jumlah konsumen yang memilih pada skala tersebut. Suatu rentang skala dibutuhkan untuk menginterpretasikan atribut yang dinilai secara keseluruhan berdasarkan tingkat kepentingan dan pelaksanaannya (Rangkuti 2002). Rentang skala yang digunakan adalah Rentang skala = nilai tertinggi – nilai terendah / banyak kelas = 72 Berdasarkan hasil perhitungan rentang skala, maka dapat diketahui rata-rata penilaian responden yang disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Skala penilaian terhadap tingkat kepentingan dan kinerja Skala Penilaian 91 – 163 164 – 236 237 – 309 310 – 382 383 – 455
Tingkat Kepentingan Tidak Penting Kurang Penting Cukup Penting Penting Sangat Penting
Tingkat Kinerja Tidak Puas Kurang Puas Cukup puas Puas Sangat Puas
Tahap awal untuk mengukur tingkat kepuasan konsumen menggunakan metode IPA adalah dengan mengetahui nilai rata-rata tingkat kepentingan dan tingkat kinerja menurut semua konsumen pada setiap atribut (diperoleh dari skor masing-masing atribut dibagi dengan jumlah responden). Tahap selanjutnya adalah memetakan hasil perhitungan tersebut dalam diagram kartesius. Masingmasing atribut diposisikan ke dalam sebuah diagram, dimana skor rataan penilaian terhadap kinerja menunjukkan posisi suatu atribut pada sumbu X dan posisi atribut pada sumbu Y ditunjukkan oleh skor rataan tingkat kepentingan. Adapun rumusnya sebagai berikut : Dimana : Xi = Skor rataan setiap peubah i pada tingkat kinerja; Yi = Skor rataan setiap peubah i pada tingkat kepentingan; ∑Xi = Total skor setiap peubah i pada tingkat kinerja dari seluruh konsumen; ∑Yi = Total skor setiap peubah i pada tingkat kepentingan dari seluruh konsumen; n = Total konsumen
8 Diagram kartesius adalah diagram yang terdiri dari empat bagian yang dibatasi oleh dua buah garis yang berpotongan tegak lurus pada titik (X dan Y), dimana X adalah rataan dari bobot tingkat kinerja, sedangkan Y adalah rataan dari tingkat kepentingan seluruh faktor yang memengaruhi kepuasan konsumen. Empat kuadran yang ada, yaitu kuadran A (prioritas utama), kuadran B (pertahankan prestasi), kuadran C (prioritas rendah), dan kuadran D (berlebihan). Adapun diagram kartesius disajikan pada gambar 2.
Gambar 2 Koordinat kartesius kepuasan konsumen (Rangkuti 2002) Metode Customer Satisfaction Index (CSI) digunakan sebagai acuan untuk menentukan sasaran-sasaran ditahun mendatang (Hill et al. 2007). Terdapat beberapa tahapan dalam pengukuran CSI. Pertama, menghitung bobot weighting factors (WF) yang diperoleh dengan membagi nilai rata-rata tingkat kepentingan terhadap total rata-rata pada tingkat kepentingan untuk seluruh atribut yang diuji. Kedua, menghitung bobot weighting score (WS) yang merupakan perkalian antara WF dengan rata-rata tingkat kepuasan (Mean Satisfaction Score). Ketiga, menghitung bobot weight mean total (WT), yaitu total dari nilai weighting score (WS) secara keseluruhan. Keempat, menghitung CSI atau indeks kepuasan konsumen, yaitu dengan perhitungan dari weight mean total (WT) dibagi skala maksimum (skala terbesar adalah 5), kemudian dikalikan 100%. Langkah terakhir adalah menentukan tingkat kepuasan konsumen dengan kriteria yang mewakili kepuasan adalah sangat puas (0.81-1.00), puas (0.66-0.80), cukup puas (0.51-0.65), kurang puas (0.35-0.50), dan tidak puas (0.00-0.34). DEFINISI OPERASIONAL Atribut mutu Pelayanan adalah atribut yang mencakup bagian pelayanan, meliputi tersedianya makanan/minuman yang tertera pada daftar menu, fasilitas toilet/washtafel, penataan eksterior dan interior ruangan, keramahan pelayanan, suasana restoran, kebersihan ruangan dan tempat makan, kemudahan proses pembayaran, keterampilan pramusaji dalam memberikan pelayanan yang cepat, dan kecepatan pramusaji dalam menanggapi keluhan konsumen. Atribut mutu produk merupakan atribut yang mencakup bagian dari produk yang meliputi cita rasa, kesesuaian harga, keamanan dan kebersihan
9 makanan/minuman, kesesuaian menu dengan selera, variasi menu, kesesuaian porsi, serta ukuran dan bentuk potongan hidangan makanan. Kepuasan konsumen adalah tingkat perasaan konsumen setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dengan apa yang diharapkannya atas komponen produk dan pelayanan. Konsumen merupakan responden yang dijadikan perhatian pada penelitian, dengan kriteria sedang berkunjung ke Restoran Sate Tegal Laka-laka pada saat pengambilan data dan bersedia mengisi kuesioner dengan lengkap. Manajemen penyelenggaraan makanan adalah proses-proses yang dilakukan dalam penyelenggaraan makanan, meliputi sistem perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan. Akan tetapi, dalam penelitian ini hanya meneliti tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan. Pelaksanaan adalah proses yang terdiri atas pengadaan bahan makanan, penerimaan, penyimpanan, pengolahan, dan penyajian makanan. Penelitian ini juga mengamati pelaksanaan higiene dan sanitasi makanan di Restoran Sate Tegal Laka-laka. Penyelenggaraan makanan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian/penyajian makanan kepada konsumen. Penyelenggaraan makanan yang dilakukan termasuk penyelenggaraan makanan komersial yang dilakukan di Restoran Sate Tegal Laka-laka, Indraprasta, Bogor. Perencanaan adalah perumusan dari tindakan-tindakan yang dianggap perlu untuk mencapai hasil yang telah ditetapkan. Pada penelitian ini yang diamati adalah perencanaan menu dan anggaran. Tingkat kepentingan konsumen adalah seberapa penting atribut produk dan pelayanan bagi konsumen terhadap kinerja Restoran Sate Tegal Laka-laka. Tingkat kinerja pelayanan adalah sejauh mana kinerja (produk dan pelayanan) Restoran Sate Tegal Laka-laka menurut konsumen berdasarkan keadaan aktual.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penyelenggaraan Makanan Gambaran umum Restoran Sate Tegal Laka-laka bertempat di Jalan H. A. Adnawijaya No.42, Indraprasta, Bogor. Penyelenggaraan makanan di restoran ini merupakan penyelenggaraan makanan komersial yang termasuk dalam kategori jasaboga golongan A2 karena dalam pelaksanaannya melayani masyarakat umum, memiliki ruangan pengolahan yang terpisah dari ruangan lain, dan mempekerjakan tenaga kerja (Depkes 2003). Restoran ini memiliki luas bangunan 250 m2 dan kapasitas 150 kursi. Fasilitas lain yang mendukung berupa toilet, mushola, dan lahan parkir kendaraan. Nama “Laka-laka” diambil dari slogan Kota Tegal yang berarti “Tiada Duanya”. Menu utama yang disajikan adalah sate, baik sate kambing, ayam, ataupun sapi. Selain menu sate, adapula menu olahan lainnya, seperti sop,
10 tongseng, gulai, dan tengkleng. Menu minuman khas yang ditawarkan berupa teh poci yang disajikan khusus menggunakan teko, gelas kecil, dan gula batu. Pemilik restoran merupakan pimpinan tertinggi yang dalam pelaksanaannya dibantu oleh supervisor yang membawahi kasir, penjamah makanan, pramusaji, dan tukang parkir. Total karyawan berjumlah 18 orang (5 orang perempuan dan 13 orang laki-laki). Restoran buka mulai pukul 11.00-22.00 WIB (last order pukul 21.45 WIB). Perencanaan Tahap perencanaan dalam penyelenggaraan makanan terbagi menjadi dua, yaitu perencanaan menu dan anggaran. Perencanaan menu merupakan suatu kegiatan dalam merencanakan segala sesuatu untuk menghasilkan output yang maksimal bagi konsumen dan penyelenggara (Moehyi 1992). Pada perencanaan menu, restoran ini tidak memberlakukan siklus menu karena restoran menggunakan tipe static menu, yaitu menu yang digunakan statis (tetap) setiap harinya (Palacio dan Theis 2009). Perencaanaan anggaran merupakan suatu kegiatan penyusunan biaya yang diperlukan untuk pengadaan bahan makanan dengan tujuan agar anggaran belanja bahan untuk memenuhi macam dan jumlah bahan makanan bagi konsumen yang dilayani dapat sesuai serta menghindari atau mengurangi pengeluaran yang berlebihan untuk menjamin agar tujuan penyelenggaraan makanan dapat tercapai (Depkes 2013). Perencanaan anggaran di restoran ini dilakukan setiap hari oleh pemilik restoran sebagai pengambil keputusan tertinggi dengan memperhatikan perubahan harga bahan baku makanan yang ada di pasaran. Perencanaan anggaran berkaitan pula dengan pengecekan bahan makanan yang digunakan pada hari tersebut ataupun bahan makanan yang masih tersisa. Dengan demikian, pemilik restoran dapat membuat perencanaan anggaran dan perencanaan pengadaan bahan makananan untuk keesokan harinya. Pelaksanaan Tahap pelaksanaan dalam penyelenggaraan makanan terdiri dari pengadaan bahan makanan, penerimaan, penyimpanan, pengolahan, dan penyajian. Palacio dan Theis (2009) mendefinisikan pengadaan bahan makanan sebagai suatu proses pembelian atau pengadaan suatu produk pada waktu yang tepat dengan jumlah, kualitas, dan harga yang sesuai. Pengadaan bahan makanan di restoran ini dilakukan melalui dua cara, yaitu pembelian langsung di pasar dan pembelian melalui pemasok khusus. Pembelian secara langsung di pasar dilakukan setiap hari, meliputi sayur, buah, dan bumbu. Sedangkan, pengadaan daging diperoleh melalui pemasok khusus, seperti pembelian daging kambing yang dilakukan setiap hari dan pembelian daging sapi serta ayam yang dilakukan setiap tiga hari sekali. Jumlah pemasok khusus restoran ini berjumlah lebih dari satu. Selain itu, terdapat pula perbedaan kuantitas pengadaan bahan makanan yang diperlukan. Pengadaan bahan makanan untuk weekend (Sabtu-Minggu) biasanya lebih banyak dibanding weekday (Senin-Jum’at) yang jumlahnya tergantung dari jenis bahan makanan. Penerimaan bahan makanan dilakukan dengan cara pengecekan barang, penimbangan ulang, pencatatan, dan pelaporan spesifikasi bahan makanan menurut permintaan atau pesanan. Pada saat penerimaan, restoran ini selalu melakukan penimbangan ulang, khususnya daging untuk memastikan daging yang
11 telah diterima dalam keadaan segar, aman, dan masuk kedalam spesifikasi barang yang dipesan. Hal ini sesuai dengan Sulaeman (2010) yang menyatakan bahwa tujuan dari penerimaan adalah untuk memastikan bahwa pangan yang diterima adalah segar dan aman serta untuk memindahkan pangan ke tempat penyimpanan dengan tepat. Restoran ini memiliki spesifikasi untuk daging kambing yang diterima, seperti tidak memiliki bobot kambing dan umur kambing lebih dari standar yang ditentukan restoran; daging berwarna merah; seratnya halus; elastis dan tidak lengket; lemaknya berwarna putih; dan beraroma “khas” (Purnomo et al. 2006). Bahan makanan yang telah diterima dan digunakan pada hari tersebut langsung diletakkan di dapur, sementara sisanya disimpan di tempat penyimpanan. Tempat penyimpanan bahan makanan di Restoran Sate Tegal Laka-laka sudah memenuhi ketentuan. Bahan makanan kering, seperti beras, bumbu, teh/kopi disimpan pada rak penyimpanan dengan suhu 25oC. Bahan makanan beku, seperti daging disimpan dalam freezer dengan suhu -24oC (Lampiran 5), dan bahan makanan basah, seperti sayur dan buah disimpan dalam lemari es dengan suhu 10oC. Terdapat pula lemari es (chilling) dengan suhu 4oC untuk tempat penyimpanan daging sementara sebelum diolah. Menurut Sulaeman (2010), tempat penyimpanan bahan makanan dilakukan pada lemari es dan chiller dengan ukuran besar yang dijaga kebersihan dan kerapihannya. Bukhori (2014) juga menyatakan bahwa penyimpanan bahan makanan yang baik perlu memperhatikan suhu dan kelembaban penyimpanan sesuai dengan jenisnya. Restoran Sate Tegal Laka-laka menggunakan sistem FIFO (First In First Out) dengan tujuan agar bahan makanan yang terlebih dahulu disimpan diprioritaskan digunakan terlebih dahulu (Nurdianty et al. 2012). Pengolahan makanan Restoran Sate Tegal Laka-laka dilakukan oleh para penjamah makanan/juru masak. Metode pengolahan yang baik dapat menjaga kualitas gizi makanan serta mengontrol biaya produksi (Nurdianty et al. 2012). Selama mengolah makanan, para penjamah menggunakan pakaian kerja, celemek, dan sepatu (Lampiran 5). Sementara, untuk perlindungan kontak langsung dengan makanan menggunakan sarung tangan plastik, penjepit makanan, serta sendok garpu dan sejenisnya. Para penjamah terbiasa melakukan perilaku higiene saat melakukan pengolahan makanan, salah satunya dengan mencuci tangan terlebih dahulu sebelum kontak dengan makanan karena proses dan cara pengolahan makanan yang baik dan benar dapat menjaga mutu serta keamanan makanan (Depkes 2013). Setelah hidangan matang, petugas pantry menyerahkan hidangan tersebut kepada pramusaji untuk disajikan ke konsumen menggunakan trolley makanan (Lampiran 5). Waktu penyajian untuk makanan sekitar 15-20 menit dan minuman sekitar 5-10 menit. Higiene dan Sanitasi Restoran Sate Tegal Laka-laka Menurut Depkes (2013), higiene adalah semua kondisi dan tindakan dalam rangka upaya preventif yang menitikberatkan pada usaha kesehatan individu atau personal hygiene. Sedangkan, sanitasi makanan merupakan salah satu upaya pencegahan yang menitikberatkan pada tindakan terhadap lingkungan yang perlu dilakukan untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat mengganggu atau merusak kesehatan mulai dari sebelum makanan
12 diproduksi hingga saat makanan dan minuman tersebut siap dikonsumsi konsumen. Higiene sanitasi makanan sebagai suatu upaya untuk mengendalikan faktor makanan, orang, tempat, dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan (Depkes 2003). Upaya higiene sanitasi yang dilakukan di Restoran Sate Tegal Laka-laka sudah baik. Selain itu, didukung pula dengan fasilitas yang cukup memadai. Akan tetapi, sebaiknya perlu dilakukan peningkatan untuk komponen yang belum sesuai dengan ketentuan. Hasil penilaian higiene sanitasi Restoran Sate Tegal Laka-laka merujuk Kepmenkes Nomor 1098/Menkes/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil penilaian higiene dan sanitasi Restoran Sate Tegal Laka-laka No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Variabel Lokasi Bangunan Pembagian ruang Lantai Dinding Ventilasi Pencahayaan/penerangan Atap Langit-langit Pintu Air bersih Pembuangan air limbah Toilet Tempat sampah Tempat cuci tangan Tempat mencuci peralatan Tempat mencuci bahan makanan Loker pekerja Peralatan pencegah masuknya serangga dan tikus Dapur Ruang makan Gudang bahan makanan Bahan makanan Makanan jadi Proses pengolahan Penyimpanan bahan makanan Penyimpanan makanan Cara penyajian Ketentuan peralatan Pengetahuan/sertifikat laik higiene dan sanitasi makanan Pakaian kerja Pemeriksaan kesehatan Personal hygiene TOTAL
Bobot 2.0 2.0 1.0 0.5 0.5 1.0 1.0 0.5 0.5 1.0 3.0 2.0 1.0 2.0 2.0 1.0 1.0 1.0 2.0
Nilai 6 10 9 10 10 10 10 10 10 0 10 10 9 10 10 8 8 0 10
Skor 12 20 9 5 5 10 10 5 5 0 30 20 9 20 20 8 8 0 20
7.0 5.0 3.0 5.0 6.0 5.0 4.0 5.0 5.0 15.0 4.0
9 7 10 10 10 10 10 10 8 10 6
63 35 30 50 60 50 40 50 40 150 24
2.0 2.0 7.0
10 2 10
20 4 70 902
Penilaian higiene dan sanitasi penyelenggaraan makanan di Restoran Sate Tegal Laka-laka terdiri dari 33 variabel yang diamati seperti yang terdapat pada
13 Tabel 4. Setelah dilakukan penilaian, diperoleh skor 902 yang berada pada rentang 901-1000 (Depkes 2003). Hal tersebut menunjukkan bahwa secara umum laik higiene dan sanitasi di Restoran Sate Tegal Laka-laka memiliki tingkat mutu A merujuk pada Kepmenkes Nomor 1098/Menkes/SK/VII/2003. Berdasarkan Kepmenkes Nomor 1098/Menkes/SK/VII/2003, terdapat ketentuan tentang lokasi dan bangunan. Syarat lokasi yang baik adalah tidak berada pada arah angin dari sumber pencemaran debu, asap, bau, dan cemaran lainnya. Selain itu, sebaiknya lokasi juga tidak berada pada jarak <100 meter dari sumber pencemaran debu, asap, bau, dan cemaran lainnya. Restoran Sate Tegal Laka-laka tidak berada pada arah angin dari sumber pencemaran debu, asap, bau, dan cemaran lainnya. Akan tetapi, bangunan dari restoran ini berada pada jarak <100 meter dari jalan raya yang memungkinkan adanya debu dan asap kendaraan. Bangunan restoran kokoh, rapat dari serangga dan tikus, serta terpisah dengan tempat tinggal termasuk tempat tidur. Lantai bangunan bersih, kedap air, tidak licin, rata, dan kering. Dinding dibuat kedap air, rata, dan bersih. Ventilasi yang tersedia berfungsi dengan baik sehingga dapat menghilangkan bau tidak enak dan cukup menjamin rasa nyaman. Pencahayaan tersebar merata pada setiap ruangan, tidak redup, dan tidak menyilaukan. Atap bangunan restoran tidak menjadi sarang tikus dan serangga, cukup landai, serta tidak bocor. Selain itu, ukuran tinggi langit-langit restoran telah memenuhi ketentuan, yaitu 8 meter (ketentuan tinggi minimal sebesar 2.4 meter), tidak terdapat lubang-lubang, rata, dan bersih. Pembagian ruang pada restoran terdiri dari dapur, ruang makan/saji, toilet, gudang bahan makanan, ruang administrasi/kasir, dan gudang peralatan. Ruang makan yang tersedia terbagi atas lesehan dan meja kursi yang selalu terjaga kebersihannya. Fasilitas tambahan berupa mushola dan lahan parkir (Lampiran 6). Bangunan restoran didesain terbuka sehingga tidak terdapat pintu bukatutup untuk akses dari lahan parkir menuju arah ke bangunan (ruang makan). Sebaiknya, terdapat pintu yang menutup dengan baik dan membuka ke arah luar, terbuat dari bahan yang kuat, dan mudah dibersihkan (Depkes 2003). Meskipun demikian, akses dari ruang makan menuju dapur dan dari luar menuju dapur, diberikan masing-masing satu pintu agar tikus dan kucing tidak masuk ke dapur ketika restoran tutup. Upaya pencegahan lainnya adalah upaya untuk menghindari masuknya serangga dan tikus yang dilakukan dengan cara memasang setiap lubang ventilasi dengan kassa serangga dan teralis tikus, persilangan pipa dan dinding tertutup rapat serta tempat tandon air mempunyai tutup sehingga bebas jentik nyamuk. Fasilitas sanitasi untuk ketersediaan air bersih di Restoran Sate Tegal Lakalaka dalam jumlah mencukupi untuk seluruh kegiatan di restoran, tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna. Pembuangan air limbah pun melalui saluran tertutup, kedap air, dan mengalir dengan lancar meskipun tidak terdapat grease trap. Pada setiap ruang penghasil sampah tersedia tempat sampah. Ketika restoran tutup, sampah-sampah tersebut dikumpulkan di tempat sampah besar yang terbuat dari bahan plastik, kedap air, dan mempunyai tutup. Kapasitas tempat sampah terangkat oleh petugas sampah dan sampah tersebut diangkut tiap 24 jam. Terdapat dua toilet bersih yang letaknya tidak berhubungan langsung dengan dapur serta ruang makan dan dua kran tempat cuci tangan pengunjung (Lampiran 5). Menurut Depkes (2003), untuk kapasitas 150 kursi setidaknya terdapat dua kran tempat cuci tangan untuk pengunjung yang dilengkapi dengan
14 sabun serta air bersih yang mencukupi. Selain itu, terdapat dua kran tempat cuci tangan untuk karyawan (diluar tempat pencucian peralatan). Hal ini telah sesuai dengan ketentuan Depkes (2003) bahwa setiap penambahan 10 orang karyawan dilakukan penambahan satu kran. Tempat pencucian peralatan terdiri dari tiga bak pencuci yang dilengkapi satu kran untuk menghasilkan air pada tiap bak pencucian. Tiga bak tersebut memiliki fungsi masing-masing, yaitu untuk mengguyur, menyabun, dan membilas (Depkes 2003). Tempat mencuci bahan makanan terbuat dari stainless steel yang dilengkapi oleh kran untuk tersedianya air yang mengalir. Restoran memiliki dapur dengan ukuran 60 m2. Hal ini telah sesuai dengan Depkes (2003) yang menyebutkan bahwa luas dapur sekurang-kurangnya berukuran 40% dari luas ruang saji/makan. Dapur selalu dijaga kebersihannya serta dilengkapi dengan cungkup dan cerobong asap. Dapur dilengkapi fasilitas penyimpanan makanan (rak, lemari es, dan freezer), kompor, dan termos panas serta alat pembakaran sate. Gudang bahan makanan terletak tidak jauh dari dapur dan rapat dari serangga serta tikus. Barang-barang yang disimpan pada rak penyimpanan merupakan bahan makanan kering. Bahan makanan yang digunakan dalam keadaan yang baik dan berasal dari sumber resmi serta terdaftar pada Depkes RI. Sama halnya dengan makanan jadi yang digunakan pun dalam keadaan yang baik. Tenaga pengolah makanan menggunakan pakaian kerja dengan benar, seperti menggunakan celemek, penutup kepala, dan sarung tangan. Karyawan juga terbiasa mencuci tangan sebelum kontak langsung dengan makanan. Pengambilan makanan jadi menggunakan alat khusus,seperti penjepit makanan, sendok, ataupun garpu. Penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi dilakukan secara terpisah. Suhu dan kelembaban disesuaikan dengan jenis yang disimpan. Bahan makanan segar (sayur dan buah) disimpan di lemari es, sedangkan daging disimpan pada freezer ataupun lemari es (chilling) untuk tempat penyimpanan sementara. Tempat penyimpanan pun terpelihara kebersihannya. Setelah makanan selesai diolah, makanan disajikan untuk konsumen oleh pramusaji menggunakan trolley makanan terbuka dalam kondisi makanan yang masih panas dan disajikan menggunakan alat yang bersih. Menu sate biasanya dihidangkan menggunakan hot plate sehingga kondisi panasnya masih terjaga. Ketentuan cara mencuci peralatan, mengeringkan, dan menyimpan peralatan di restoran sudah sesuai dengan syarat yang telah ditetapkan, yaitu setelah selesai dibersihkan, peralatan ditiriskan pada rak anti karat yang terbuat dari bahan galvalum hingga kering sendiri dan tidak dilap dengan kain. Setelah kering, peralatan masak ataupun makan disimpan dalam keadaan kering dan bersih. Peralatan pengolahan dan alat makan di restoran ini dalam keadaan baik, utuh, dan bersih. Pemilik restoran pernah mengikuti temu karya berkaitan dengan penyelenggaraan makanan. Tidak semua penjamah makanan mengikuti kursus mengenai higiene dan sanitasi. Hanya satu orang penjamah makanan dan supervisor yang mengikuti kursus. Walaupun demikian, sebelum tergabung menjadi karyawan, biasanya para karyawan diwawancarai terlebih dahulu oleh pemilik dan diberikan pengetahuan serta training tentang higiene sanitasi makanan. Setiap hari ketika jam operasional, semua karyawan menggunakan pakaian kerja lengkap dan rapi yang digunakan hanya ketika berada di restoran. Pakaian
15 yang tersedia bersih dan selalu diganti serta dicuci setiap harinya. Jika karyawan restoran sakit, disarankan untuk tidak bekerja dan berobat ke dokter untuk menghindarkan dari kontaminasi. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara, setiap karyawan berperilaku bersih dan berpakaian rapi. Karyawan pun terbiasa untuk mencuci tangan terlebih dahulu sebelum melakukan aktivitas yang berhubungan dengan makanan. Karakteristik Responden Karakteristik responden Restoran Sate Tegal Laka-laka yang diamati adalah usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan asal daerah. Jumlah responden sebanyak 91 orang yang dipilih berdasarkan kriteria, yaitu konsumen yang sedang berkunjung ke Restoran Sate Tegal Laka-laka pada saat pengambilan data dan bersedia mengisi kuesioner dengan lengkap. Usia Sebaran responden berdasarkan kelompok usia tidak tersebar secara merata pada tiap golongan usia. Kebanyakan konsumen berusia lebih dari 21 tahun. Urutan golongan usia konsumen dari terbanyak hingga terendah adalah golongan usia lebih dari 40 tahun (39.6%), 20-30 tahun (31.9%), dan 31-40 tahun (25.3%). Hal ini sejalan dengan penelitian Rifai (2010) yang menyatakan bahwa sebagian besar konsumen yang berkunjung ke restoran berusia diatas 21 tahun. Sebaran responden berdasarkan usia disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Sebaran responden berdasarkan usia Usia <20 tahun 20-30 tahun 31-40 tahun >40 tahun Total
n 3 29 23 36 91
% 3.3 31.9 25.3 39.6 100.0
Jenis Kelamin Berdasarkan hasil survei, sebanyak 59.3% responden berjenis kelamin lakilaki, sedangkan responden perempuan sebanyak 40.7%. Jenis kelamin merupakan salah satu pedoman dasar dalam melakukan segmentasi pasar. Menurut Atikah (2014), laki-laki biasanya lebih leluasa untuk makan di luar rumah, baik bersama rekan kerja ataupun bersama keluarga. Sebaran responden berdasarkan jenis kelamin disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Sebaran responden berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total
n 54 37 91
% 59.3 40.7 100.0
Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan dapat diukur dari pendidikan terakhir yang ditamatkan oleh individu. Berdasarkan tingkat pendidikan, sebagian besar responden yang berkunjung ke restoran berlatar belakang pendidikan sarjana (58.2%), kemudian
16 berturut-turut pascasarjana (16.5%), diploma (15.4%), dan SMA (9.9%). Menurut Sumarwan (2011), tingkat pendidikan seseorang memengaruhi nilai-nilai yang dianut, cara berpikir, cara pandang, bahkan persepsi seseorang akan suatu hal. Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan Tingkat pendidikan SMA/sederajat Diploma Sarjana Pascasarjana Total
n 9 14 53 15 91
% 9.9 15.4 58.2 16.5 100.0
Pekerjaan Pekerjaan responden dalam penelitian ini bervariasi. Sebagian besar (35.2%) responden bekerja sebagai pegawai swasta. Sebaran profesi lainnya secara berturut-turut, yaitu wiraswasta (13.2%), PNS (12.1%), pelajar/mahasiswa (9.9%), ibu rumah tangga (8.8%), profesional, seperti dokter, konsultan, arsitek, dan pramugari (7.7%), BUMN/BUMD (6.6%), guru/dosen (4.4%) dan lainnya (2.2%). Sebaran responden berdasarkan pekerjaan disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Sebaran responden berdasarkan pekerjaan Pekerjaan Pegawai swasta PNS Wiraswasta Ibu rumah tangga Pelajar/mahasiswa Guru/dosen Profesional BUMN/BUMD Lain-lain Total
n 32 11 12 8 9 4 7 6 2 91
% 35.2 12.1 13.2 8.8 9.9 4.4 7.7 6.6 2.2 100.0
Pendapatan Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa sebagian besar (60.4%) konsumen yang berkunjung ke restoran memiliki pendapatan per bulan lebih dari Rp 4 000 000. Sedangkan, persentase terkecil (2.2%) menunjukkan konsumen restoran dengan pendapatan per bulan kurang dari Rp 1 000 000. Sebaran responden berdasarkan pendapatan per bulan disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Sebaran responden berdasarkan pendapatan Pendapatan < 1 000 000 1 000 000 - < 2 000 000 2 000 000 - < 3 000 000 3 000 000 - < 4 000 000 > 4 000 000 Total
n 2 5 12 17 55 91
% 2.2 5.5 3.2 18.7 60.4 100.0
17 Asal Daerah Asal daerah responden beragam sehingga dikelompokkan menjadi Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan luar Jawa. Sebagian besar (57.1%) responden berasal dari daerah Jawa Barat, seperti Bogor, Tasikmalaya, Sukabumi, Bandung, dan Bekasi. Hal ini diduga berkaitan dengan lokasi dari restoran yang berada di Kota Bogor, Jawa Barat. Sebanyak 18% responden berasal dari Jawa Tengah, seperti Pekalongan, Tegal, Solo, Kebumen, Pemalang, Cilacap, dan Brebes. Sementara, sebanyak 11 % responden yang lainnya berasal dari wilayahwilayah di luar Jawa (Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan). Sebaran responden berdasarkan asal daerah disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Sebaran responden berdasarkan asal daerah Asal daerah Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Luar Pulau Jawa Total
n 8 52 18 3 10 91
% 8.8 57.1 19.8 3.3 11.0 100.0
Aspek Pengetahuan Mengenai Restoran Berdasarkan hasil survei, sebanyak 37.4% responden mengetahui informasi akan keberadaan Restoran Sate Tegal Laka-laka dari papan reklame yang dipasang di jalan raya dan papan reklame depan restoran sambil melewatinya. Sebanyak 7.7% responden mengetahui restoran karena lokasi yang dekat dengan rumah. Selain itu, ada pula yang mengetahui restoran dari teman (31.9%) dan keluarga/saudara (23%). Sebagian besar (71.4%) responden menyatakan alasan utama berkunjung ke restoran karena cita rasa. Sebanyak 18.7% responden menyatakan alasan utama berkunjung karena lokasi yang strategis berada di pinggir jalan, dekat dengan kantor, ataupun rumah. Kebanyakan responden (64.8%) berkunjung ke Restoran Sate Tegal Laka-laka bersama keluarga. Adapula yang sendiri (12.1%), bersama rekan kerja (12.1%), ataupun bersama teman (11%). Berdasarkan kunjungan responden dalam satu bulan terakhir, sebanyak 49.5% responden menyatakan berkunjung ke restoran dengan frekuensi satu kali. Sebaran responden berdasarkan aspek pengetahuan mengenai informasi restoran disajikan pada Lampiran 1. Menu Favorit Restoran Restoran Sate Tegal Laka-laka menyajikan A La Carte Menu. A La Carte Menu merupakan suatu daftar menu yang memuat jenis makanan dan minuman yang disediakan restoran disertai dengan harganya masing-masing (Palacio dan Theis 2009). Daftar menu yang digunakan pada restoran ini berupa rincian jenis makanan dan minuman yang ditawarkan beserta harganya (Lampiran 5). Ada baiknya, jika daftar menu tersebut ditambahkan foto real dari makanan atau minuman yang dihidangkan sehingga konsumen memiliki gambaran akan jenis hidangan yang dipesan. Ciri lain dari A La Carte Menu adalah makanan atau minuman akan diolah setelah dipesan sehingga setiap pesanan memiliki jangka waktu tertentu hingga siap untuk disajikan. Restoran ini menawarkan menu utama sate. Ada pula menu lain yang ditawarkan. Berdasarkan hasil survei, makanan
18 favorit di restoran ini adalah sate kambing (Lampiran 5) yang dipilih oleh 42 responden. Kebanyakan dari responden menyatakan bahwa sate kambing yang disajikan empuk dan tidak menimbulkan bau (prengus). Hal ini sesuai dengan Hafid dan Syam (2009) yang menyatakan bahwa cita rasa, warna, dan keempukan merupakan sebagian dari sifat mutu yang menentukan penerimaan konsumen terhadap daging. Keempukan daging dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor antemortem (sebelum pemotongan), seperti genetik (spesies), umur, dan jenis kelamin serta faktor postmortem (setelah pemotongan), seperti metode chilling, pelayuan, suhu penyimpanan, metode pengolahan, dan penambahan bahan pengempuk. Adapun grafik menu makanan favorit disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3 Grafik menu makanan favorit Restoran Sate Tegal Laka-laka Minuman yang disajikan pun bervariasi. Sebanyak 30 responden memilih teh sebagai minuman favorit, baik teh manis ataupun teh tawar. Teh yang digunakan pada restoran ini adalah teh poci. Teh poci merupakan salah satu jenis teh hitam (teh fermentasi). Perbedaan teh hitam dengan jenis teh lainnya adalah lamanya tahap oksidasi enzimatis yang dilalui daun. Teh mengandung katekin yang berpotensi sebagai antioksidan yang mampu melindungi tubuh dari radikal bebas. Selain itu, teh hitam juga diketahui dapat menurunkan kolesterol dan memiliki potensial besar dalam pencegahan penyakit jantung koroner. Sebaiknya, teh dikonsumsi dengan jumlah yang tidak berlebih dan diimbangi dengan konsumsi protein sehari-hari yang adekuat agar penyerapan zat besi dalam tubuh tidak terganggu (Liwang 2010). Grafik persentase menu minuman favorit responden disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4 Grafik menu minuman favorit Restoran Sate Tegal Laka-laka
19 Tingkat Kepentingan Konsumen dan Tingkat Kinerja Restoran Penentuan kepuasan konsumen ditentukan oleh atribut-atribut dari segi tingkat kepentingan konsumen (responden) dan tingkat kinerja restoran. Atributatribut tersebut meliputi atribut mutu produk dan mutu pelayanan. Tingkat kepentingan konsumen dan tingkat kinerja Restoran Sate Tegal Laka-laka menurut masing-masing atribut disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Tingkat kepentingan konsumen dan tingkat kinerja restoran Atribut
1 2 3
4 5 6 7
8 9 10 11 12 13 14 15 16
Mutu Produk Cita rasa makanan dan minuman yang disajikan Kesesuaian harga makanan/minuman Keamanan dan kebersihan dari makanan dan minuman yang disajikan Kesesuaian menu dengan selera Variasi menu yang ditawarkan Kesesuaian porsi makanan/minuman Ukuran dan bentuk potongan hidangan makanan Mutu Pelayanan Tersedianya makanan dan minuman yang tertera pada daftar menu Fasilitas toilet, wastafel, pengering tangan, dan cermin (sanitary kit) Penataan eksterior dan interior ruangan Keramahan pelayanan Suasana restoran Kebersihan ruangan dan tempat makan Kemudahan proses pembayaran Keterampilan pramusaji dalam memberikan pelayanan yang cepat Kecepatan tanggapan pramusaji terhadap keluhan konsumen
Tingkat Kepentingan
Keterangan
Tingkat Kinerja
Keterangan
435
Sangat penting
396
Sangat puas
370 427
Penting Sangat penting
346 370
Puas Puas
365 347 365 354
Penting Penting Penting Penting
353 341 356 343
Puas Puas Puas Puas
384
Sangat penting
355
Puas
400
Sangat penting
351
Puas
348
Penting
332
Puas
416 382 429
Sangat penting Penting Sangat penting
351 344 358
Puas Puas Puas
376 391
Penting Sangat penting
348 359
Puas Puas
405
Sangat penting
348
Puas
Mutu produk merupakan keunggulan dalam suatu produk bila dibandingkan dengan produk pesaing dilihat dari sudut pandang konsumen (Kotler 2005). Atribut yang menggambarkan mutu produk menurut tingkat kepentingan konsumen dan tingkat kinerja restoran dalam penelitian ini adalah cita rasa, kesesuaian harga, keamanan dan kebersihan makanan/minuman, kesesuaian menu dengan selera, variasi menu, kesesuaian porsi, serta ukuran dan bentuk potongan hidangan makanan. Sedangkan, atribut yang menggambarkan mutu pelayanan adalah tersedianya makanan/minuman yang tertera pada daftar menu, fasilitas toilet/wastafel, penataan eksterior dan interior ruangan, keramahan pelayanan, suasana restoran, kebersihan ruangan dan tempat makan, kemudahan proses pembayaran, keterampilan pramusaji dalam memberikan pelayanan yang cepat, dan kecepatan pramusaji dalam menanggapi keluhan konsumen.
20 Berdasarkan Tabel 11, penilaian tingkat kepentingan konsumen diperoleh rentang skor dari 347-435, sedangkan untuk penilaian tingkat kinerja restoran diperoleh rentang skor 332-396. Tingkat kepentingan responden berada pada rentang sangat penting hingga penting, sedangkan tingkat kinerja restoran menurut responden berada pada rentang sangat puas hingga puas. Konsumen yang puas tersebut biasanya akan berkunjung dan melakukan pembelian ulang serta cenderung berpotensi untuk menjadi pelanggan yang loyal. Pelanggan yang loyal diharapkan dapat meningkatkan keuntungan restoran (Widyaratna dan Chandra 2001). Tingkat Kepentingan Konsumen terhadap Mutu Produk dan Mutu Pelayanan Tingkat kepentingan konsumen merupakan keyakinan atau harapan konsumen sebelum mencoba atau membeli suatu produk atau jasa yang akan dijadikan standar acuan dalam menilai kinerja produk atau jasa tersebut (Rangkuti 2002). Penelitian ini menggunakan tujuh atribut yang menggambarkan mutu produk yang dapat dilihat pada Tabel 12. Berdasarkan Tabel 12, dapat diketahui bahwa terdapat 2 atribut yang mendapatkan skor tertinggi, yaitu atribut 1 (435) dan atribut 3 (427). Hal ini menunjukkan bahwa atribut-atribut tersebut dirasa sangat penting dipertimbangkan ketika akan memutuskan untuk membeli makanan/minuman. Cita rasa menjadi daya tarik tersendiri bagi konsumen sehingga hal tersebut dijadikan konsumen sebagai pembeda antara satu restoran dengan lainnya (Hapsari 2010). Selain itu, keamanan dan kebersihan dari makanan/minuman juga dirasa sangat penting oleh konsumen sebagai upaya pencegahan agar terhindar dari penyakit yang disebabkan oleh makanan yang tercemar/kotor. Tabel 12 Penilaian tingkat kepentingan konsumen terhadap mutu produk Atribut
Tingkat Kepentingan (n x skala) SP
P
CP
KP
Skor
Rataan
TP
Mutu Produk 1
Cita rasa makanan dan minuman yang 360 72 3 0 0 435 4.780 disajikan 2 Kesesuaian harga makanan/minuman 145 176 42 6 1 370 4.066 3 Keamanan dan kebersihan dari 325 96 6 0 0 427 4.692 makanan dan minuman yang disajikan 4 Kesesuaian menu dengan selera 110 196 57 2 0 365 4.011 5 Variasi menu yang ditawarkan 65 208 66 8 0 347 3.813 6 Kesesuaian porsi makanan/minuman 105 200 60 0 0 365 4.011 7 Ukuran dan bentuk potongan hidangan 125 160 60 6 3 354 3.890 makanan Keterangan : SP = Sangat Penting, P = Penting, CP = Cukup Penting, KP = Kurang Penting, TP = Tidak Penting
Pada penelitian ini digunakan sembilan atribut yang menggambarkan mutu pelayanan yang dapat dilihat pada Tabel 13. Berdasarkan Tabel 13, atribut 13 mendapatkan skor tertinggi (429). Atribut ini dinilai sangat penting oleh konsumen. Ruangan dan tempat makan yang bersih dapat memberikan rasa nyaman bagi konsumen. Menurut Yuliati dan Widyawati (2005), ketidakbersihan
21 dari restoran merupakan penyebab utama ketidakpuasan konsumen sehingga sebaiknya pihak pengelola memperhatikan keamanan pangan, baik dari proses persiapan makanan hingga penyajian (Damayanthi et al. 2008). Tabel 13 Penilaian tingkat kepentingan konsumen terhadap mutu pelayanan Atribut
Tingkat Kepentingan (n x skala) SP
P
CP
KP
Skor
Rataan
TP
Mutu Pelayanan 8
Tersedianya makanan dan minuman 170 172 42 0 0 384 4.220 yang tertera pada daftar menu 9 Fasilitas toilet, wastafel, pengering 225 148 27 0 0 400 4.396 tangan, dan cermin (sanitary kit) 10 Penataan eksterior dan interior ruangan 110 144 87 6 1 348 3.824 11 Keramahan pelayanan 295 100 21 0 0 416 4.571 12 Suasana restoran 155 192 33 2 0 382 4.198 13 Kebersihan ruangan dan tempat makan 335 88 6 0 0 429 4.714 14 Kemudahan proses pembayaran 165 156 51 4 0 376 4.132 15 Keterampilan pramusaji dalam 190 168 33 0 0 391 4.297 memberikan pelayanan yang cepat 16 Kecepatan tanggapan pramusaji 255 120 30 0 0 405 4.451 terhadap keluhan konsumen Keterangan : SP = Sangat Penting, P = Penting, CP = Cukup Penting, KP = Kurang Penting, TP = Tidak Penting
Tingkat Kinerja Restoran terhadap Mutu Produk dan Mutu Pelayanan Pengukuran tingkat kinerja dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana kinerja restoran menurut konsumen berdasarkan keadaan aktual (Musanto 2004). Responden diminta untuk memberikan penilaian terkait kinerja restoran pada tiap atribut menggunakan skala Likert yang dilakukan setelah konsumen mendapatkan pelayanan dari restoran. Hasil yang diperoleh menggambarkan kepuasan konsumen. Berdasarkan Tabel 14, atribut mutu produk yang dinilai tingkat kinerjanya paling tinggi adalah atribut 1 (396). Konsumen menyatakan bahwa cita rasa makanan/minuman yang disajikan di restoran ini berbeda dari yang lainnya karena memiliki khas tersendiri. Selain itu, konsumen merasa sangat puas karena cita rasa dari hidangan yang disajikan enak dan stabil (tidak berubah-ubah). Tabel 14 Penilaian tingkat kinerja restoran pada atribut mutu produk Atribut
Tingkat Kinerja (n x skala) Skor SP P CP KP TP
Rataan
Mutu Produk Cita rasa makanan dan minuman yang 195 180 21 0 0 396 4.352 disajikan 2 Kesesuaian harga makanan/minuman 60 204 78 4 0 346 3.802 3 Keamanan dan kebersihan dari makanan 115 204 51 0 0 370 4.066 dan minuman yang disajikan 4 Kesesuaian menu dengan selera 75 212 60 6 0 353 3.879 5 Variasi menu yang ditawarkan 35 220 84 2 0 341 3.747 6 Kesesuaian porsi makanan/minuman 70 224 60 2 0 356 3.912 7 Ukuran dan bentuk potongan hidangan 60 196 84 2 1 343 3.769 makanan Keterangan : SP = Sangat Puas, P = Puas, CP = Cukup Puas, KP = Kurang Puas, TP = Tidak Puas 1
22 Tabel 15 Penilaian tingkat kinerja restoran pada atribut mutu pelayanan Atribut
Tingkat Kinerja (n x skala) SP P CP KP TP
Skor
Rataan
Mutu Pelayanan 8 Tersedianya makanan dan minuman 60 232 63 0 0 355 3.901 yang tertera pada daftar menu 9 Fasilitas toilet, wastafel, pengering 70 200 81 0 0 351 3.857 tangan, dan cermin (sanitary kit) 10 Penataan eksterior dan interior ruangan 55 172 96 8 1 332 3.648 11 Keramahan pelayanan 95 164 90 2 0 351 3.857 12 Suasana restoran 65 180 99 0 0 344 3.780 13 Kebersihan ruangan dan tempat makan 110 164 84 0 0 358 3.934 14 Kemudahan proses pembayaran 65 200 81 2 0 348 3.824 15 Keterampilan pramusaji dalam 100 188 69 2 0 359 3.945 memberikan pelayanan yang cepat 16 Kecepatan tanggapan pramusaji terhadap 75 188 81 4 0 348 3.824 keluhan konsumen Keterangan : SP = Sangat Puas, P = Puas, CP = Cukup Puas, KP = Kurang Puas, TP = Tidak Puas
Terdapat lima atribut untuk menggambarkan mutu pelayanan, yaitu keandalan, keresponsifan, jaminan, empati, dan berwujud. Berdasarkan Tabel 15, skor atribut mutu pelayanan yang dinilai tingkat kinerjanya paling tinggi adalah atribut nomor 15 (359), yaitu keresponsifan pramusaji. Keresponsifan merupakan kemauan untuk membantu konsumen dan memberikan informasi serta layanan yang cepat (Kotler 2005). Berdasarkan hasil pengamatan, pramusaji cukup terampil dalam memberikan pelayanan yang cepat untuk konsumen, sebagai contoh dalam proses penyajian pesanan konsumen. Waktu yang dibutuhkan tergantung dari jenis makanan/minuman yang dipesan konsumen. Tingkat Kepentingan dan Tingkat Kinerja Menggunakan Metode IPA (Importance and Performance Analysis) Tingkat kepuasan konsumen diketahui dengan cara mengukur tingkat kepentingan dan tingkat kinerja setelah konsumen mendapatkan pelayanan. Tingkat kepentingan dan tingkat kinerja dinilai menggunakan skala Likert. Skala Likert dibuat berjenjang mulai dari prioritas rendah hingga prioritas tinggi (Supranto 2003). Berdasarkan hasil penilaian konsumen maka dapat diperoleh skor rata-rata untuk 16 atribut yang diamati. Selanjutnya, dilakukan analisis menggunakan metode IPA (Importance and Performance Analysis) dimana atribut tersebut dipetakan dalam diagram kartesius yang disajikan pada Gambar 5. Sumbu X merupakan nilai rataan tingkat kinerja dan sumbu Y merupakan nilai rataan kepentingan. Kedua sumbu tersebut membentuk dua garis tegak lurus yang saling berpotongan pada koordinat titik (3.88:4.25) yang membagi diagram tersebut menjadi empat kuadran (A, B, C, dan D) dan tiap kuadran menunjukkan kondisi yang berbeda dengan kuadran lain (Rangkuti 2002). Menurut Martilla (1977), dapat dilakukan strategi yang berbeda berdasarkan posisi masing-masing atribut pada keempat kuadran.
23
Keterangan: (1) Cita rasa makanan dan minuman yang disajikan, (2) Kesesuaian harga makanan/minuman, (3) Keamanan dan kebersihan dari makanan dan minuman yang disajikan, (4) Kesesuaian menu dengan selera, (5) Variasi menu yang ditawarkan, (6) Kesesuaian porsi makanan/minuman, (7) Ukuran dan bentuk potongan hidangan makanan, (8) Tersedianya makanan dan minuman yang tertera pada daftar menu, (9) Fasilitas toilet, wastafel, pengering tangan, dan cermin (sanitary kit), (10) Penataan eksterior dan interior ruangan, (11) Keramahan pelayanan, (12) Suasana restoran, (13) Kebersihan ruangan dan tempat makan, (14) Kemudahan proses pembayaran, (15) Keterampilan pramusaji dalam memberikan pelayanan yang cepat, dan (16) Kecepatan tanggapan pramusaji terhadap keluhan konsumen.
Gambar 5 Pemetaan diagram kartesius atribut mutu produk dan mutu pelayanan Kuadran A (Prioritas Utama) Kuadran A merupakan wilayah yang menunjukkan bahwa atribut yang berada didalamnya memiliki tingkat kepentingan yang tinggi menurut konsumen, akan tetapi kinerja pelaksanaannya rendah oleh restoran sehingga kurang sesuai dengan keinginan konsumen (Martilla 1977). Secara keseluruhan, konsumen telah puas dengan kinerja yang diberikan Restoran Sate Tegal Laka-laka dilihat dari skor penilaian kinerja yang masuk dalam rentang puas (skor 310-382). Akan tetapi, setelah dilakukan pemetaan masih terdapat atribut dalam kuadran A karena rataan penilaian kinerja atribut-atribut tersebut lebih rendah dibandingkan dengan atribut yang termuat dalam kuadran lainnya. Berdasarkan diagram, atribut yang masuk dalam kuadran A, yaitu (9) fasilitas toilet, wastafel, pengering tangan, dan cermin, (11) keramahan pelayanan, dan (16) kecepatan tanggapan pramusaji terhadap keluhan konsumen. Menurut konsumen, ketiga atribut tersebut sangat penting (rataan tingkat kepentingan diatas 4.20). Atribut-atribut ini perlu mendapatkan perhatian yang khusus atau diprioritaskan untuk segera diperbaiki kinerjanya agar tingkat kepuasan konsumen dapat meningkat. Fasilitas toilet, wastafel, pengering tangan, dan cermin memiliki nilai rataan tingkat kepentingan yang lebih besar (4.39) dibandingkan dengan nilai rataan tingkat kinerja (3.85). Hal ini menunjukkan atribut tersebut sangat penting
24 menurut konsumen tetapi kinerjanya kurang sesuai dengan keinginan konsumen. Pada Restoran Sate Tegal Laka-laka terdapat dua toilet, dua kran wastafel pengunjung beserta cermin, tempat wudhu, dan mushola dalam satu lingkup ruangan. Kondisi dari fasilitas tersebut sangat baik dan bersih. Akan tetapi, tidak terdapat penunjuk arah yang menunjukkan keberadaan dari fasilitas tersebut sehingga banyak responden yang tidak tahu akan keberadaan fasilitas tersebut karena letaknya berada di belakang ruang makan. Sebaiknya, perlu ditambahkan penunjuk arah untuk menginformasikan kepada konsumen akan keberadaan fasilitas tersebut. Pengering tangan tidak disediakan dekat wastafel sehingga konsumen menggunakan tissue yang ada dimeja untuk mengeringkan tangannya. Keramahan pelayanan dapat memengaruhi tingkat kepuasan konsumen. Mandasari dan Tama (2011) menyatakan bahwa perilaku karyawan, diantaranya keramahan pelayanan merupakan atribut yang paling berpengaruh terhadap kepuasan konsumen. Pada penelitian ini, atribut keramahan pelayanan dirasa konsumen sangat penting (nilai rataan tingkat kepentingan 4.57), akan tetapi kinerjanya masih dirasa kurang sesuai dengan harapan konsumen sehingga keramahan pelayanan perlu ditingkatkan lagi agar konsumen merasa lebih puas. Atribut terakhir yang perlu diperbaiki kinerjanya adalah kecepatan tanggapan pramusaji terhadap keluhan konsumen. Menurut hasil penelitian Raharjani (2005), kepuasan dapat dicapai apabila konsumen merasa semua kebutuhannya terpenuhi dan mendapatkan pelayanan yang baik. Berdasarkan pengamatan, ketika restoran dalam keadaan ramai pengunjung, para pramusaji sibuk melayani konsumen sehingga kadangkala konsumen lain harus menunggu dan memanggil berulang kepada pramusaji ketika ingin menyampaikan keluhan ataupun pesanan tambahan. Atribut ini dirasa sangat penting (nilai rataan tingkat kepentingan 4.57) bagi konsumen sehingga sebaiknya menjadi perhatian pihak restoran untuk segera diperbaiki agar semua konsumen merasa puas telah dilayani dengan baik. Hal yang sama juga dikatakan oleh Sugiarto (2002), terdapat tiga aspek dari variabel keresponsifan yang dinilai sangat penting bagi konsumen, yaitu aspek penanganan kerapihan dan kebersihan, penyampaian informasi, dan penanganan keluhan konsumen. Kuadran B (Pertahankan Prestasi) Kuadran B merupakan wilayah yang memuat atribut yang dianggap penting oleh konsumen dan tingkat kinerja atribut tersebut telah sesuai dengan yang dirasakan konsumen sehingga tingkat kepuasannya relatif tinggi dan harus dipertahankan (Rangkuti 2002). Atribut yang masuk dalam kuadran ini adalah (1) cita rasa makanan dan minuman yang disajikan, (3) keamanan dan kebersihan dari makanan dan minuman yang disajikan, (13) kebersihan ruangan dan tempat makan, dan (15) keterampilan pramusaji dalam memberikan pelayanan yang cepat. Hal ini konsisten dengan hasil penelitian Mandasari dan Tama (2011) yang menyatakan bahwa konsumen lebih mementingkan mutu dari produk dan pelayanan yang dihasilkan, yaitu rasa, keramahan karyawan ketika melayani konsumen, dan kebersihan serta kenyamanan restoran. Kuadran C (Prioritas Rendah) Kuadran C merupakan wilayah yang menunjukkan atribut yang dianggap kurang penting oleh konsumen dan pada kenyataannya kinerja restoran tidak
25 terlalu istimewa atau kurang diperhatikan. Atribut tersebut antara lain, (2) kesesuaian harga makanan/minuman, (4) kesesuaian menu dengan selera, (5) variasi menu yang ditawarkan, (7) ukuran dan bentuk potongan hidangan makanan, (10) penataan eksterior dan interior ruangan, (12) suasana restoran, dan (14) kemudahan proses pembayaran. Peningkatan kinerja atribut dalam kuadran ini sebaiknya dipertimbangkan kembali oleh pihak restoran karena pengaruh terhadap manfaat yang dirasakan konsumen sangat kecil (Wulansari 2013). Meskipun demikian, atribut-atribut tersebut masih perlu dicermati dan dikendalikan karena tingkat kepentingan konsumen dapat berubah seiring meningkatnya kebutuhan. Kuadran D (Berlebihan) Kuadran D merupakan wilayah yang memuat atribut dengan tingkat kepentingan rendah, namun kinerjanya dirasakan terlalu berlebihan. Pada penelitian ini, atribut tersebut adalah (8) tersedianya makanan dan minuman yang tertera pada daftar menu dan (6) kesesuaian porsi makanan/minuman. Pihak restoran tidak perlu melakukan peningkatan kinerja untuk kedua atribut tersebut, akan tetapi kinerjanya harus tetap dipertahankan karena dapat menjadi daya tarik untuk meningkatkan kepuasan konsumen (Rangkuti 2002). Tingkat Kepuasan Konsumen menggunakan Metode CSI (Customer Satisfaction Index) Pada dasarnya setiap konsumen ingin dipuaskan sehingga kepuasan konsumen menjadi suatu hal yang sangat penting. Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan kinerja aktual terhadap harapan konsumen. Jika kinerja tidak memenuhi harapan maka konsumen akan tidak puas. Jika memenuhi atau melebihi harapan maka konsumen akan puas atau sangat puas (Kotler 2005). Kepuasan akan mendorong konsumen untuk melakukan pembelian ulang atas produk dan jasa yang telah dikonsumsi. Menurut Hill et al. (2007), pengukuran Customer Satisfaction Index (CSI) diperlukan karena hasil dari pengukuran dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan sasaran ditahun mendatang. Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata pada tingkat kepentingan dan tingkat kinerja dari masing-masing atribut mutu produk dan mutu pelayanan digunakan untuk menghitung CSI. Nilai rata-rata tingkat kepentingan dan tingkat kinerja diperoleh dari total penilaian konsumen pada masing-masing atribut kemudian dibagi dengan jumlah konsumen (responden). Selanjutnya, dapat diperoleh nilai Weighted Factor (WF) dengan membagi nilai rata-rata tingkat kepentingan terhadap total rata-rata pada tingkat kepentingan. Sedangkan, untuk mendapatkan nilai Weighted Score (WS) diperoleh dengan cara mengalikan nilai WF dengan rata-rata tingkat kepuasan (Mean Satisfaction Score). Nilai Weighted Average Total (WT) sebesar 3.889 merupakan penjumlahan dari seluruh Weighted Score (WS) pada masing-masing atribut. Nilai CSI yang diperoleh berada pada rentang skala 0.66-0.80 (66-80%), yaitu sebesar 77.79%. Secara umum, konsumen telah puas terhadap kinerja Restoran Sate Tegal Laka-laka. Akan tetapi, pihak restoran perlu meningkatkan kinerja, baik dari atribut produk dan atribut pelayanan agar kepuasan konsumen mendekati 100%. Konsumen yang
26 memperoleh kepuasan atas produk yang dibelinya cenderung melakukan pembelian ulang produk yang sama. Salah satu faktor penting yang dapat membuat konsumen puas adalah kualitas atau mutu (Nurullaili dan Wijayanto 2013). Irawan dan Japarianto (2013) menyatakan bahwa mutu produk menjadi faktor penting yang berpengaruh dalam menciptakan kepuasan konsumen. Menurut Aryani dan Rosinta (2010), terdapat pengaruh yang kuat dan positif antara kualitas atau mutu atribut pelayanan dengan kepuasan konsumen, semakin tinggi kualitas layanan maka kepuasan konsumen semakin tinggi. Adapun hasil perhitungan CSI pada mutu produk dan mutu pelayanan disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 Tingkat kepuasan konsumen menggunakan metode CSI Atribut
Rataan tingkat kepentingan 4.780
WF
0.070
Rataan tingkat kinerja 4.352
WS
0.306
1
Cita rasa
2
Kesesuaian harga
4.066
0.060
3.802
0.227
3
Keamanan dan kebersihan makanan/minuman
4.692
0.069
4.066
0.280
4
Kesesuaian menu dengan selera
4.011
0.059
3.879
0.229
5
Variasi menu
3.813
0.056
3.747
0.210
6
Kesesuaian porsi
4.011
0.059
3.912
0.231
7
Ukuran dan bentuk hidangan
3.890
0.057
3.769
0.215
8
Kesesuaian menu pada daftar menu
4.220
0.062
3.901
0.242
9
Toilet, wastafel, pengering tangan, dan cermin
4.396
0.065
3.857
0.249
10
Penataan eksterior dan interior
3.824
0.056
3.648
0.205
11
Keramahan pelayanan
4.571
0.067
3.857
0.259
12
Suasana restoran
4.198
0.062
3.780
0.233
13
Kebersihan ruangan dan tempat makan
4.714
0.069
3.934
0.272
14
Kemudahan pembayaran
4.132
0.061
3.824
0.232
15
Kecepatan pramusaji melayani
4.297
0.063
3.945
0.249
16
Kecepatan pramusaji menanggapi keluhan
4.451
0.065
3.824
0.250
WT
3.889
CSI
77.79
Hubungan Karakteristik Responden dengan Penilaian Kinerja Atribut Mutu Produk dan Mutu Pelayanan Pada penelitian ini dilakukan uji hubungan antara karakteristik responden dengan penilaian atribut mutu produk dan mutu pelayanan. Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara usia dan pendapatan dengan penilaian kinerja mutu produk. Menurut Sumarwan (2011) perbedaan usia akan mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap suatu hal. Jumlah pendapatan juga akan menggambarkan besarnya daya beli konsumen. Daya beli akan menggambarkan banyaknya produk dan jasa yang bisa dibeli atau dikonsumsi seseorang. Berdasarkan hasil uji Chi Square tidak terdapat hubungan (p>0.05) antara jenis kelamin, pekerjaan, dan asal daerah dengan penilaian kinerja atribut mutu produk. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja
27 dari atribut mutu produk restoran bisa diterima baik oleh berbagai kalangan konsumen yang berkunjung, baik berdasarkan jenis kelamin, pekerjaan, dan asal daerah. Hal ini sejalan dengan penelitian Marsellita dan Goenawan (2008) yang menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh antara jenis kelamin dengan penilaian konsumen akan mutu produk. Konsumen laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki tujuan yang sama ketika berkunjung ke restoran, yaitu mendapatkan produk dengan mutu yang baik. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan terdapat hubungan yang positif signifikan antara tingkat pendidikan dengan penilaian mutu produk (p=0.032, r=0.226). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka konsumen akan semakin mengerti pentingnya mutu produk serta lebih kritis dalam menilai mutu produk yang dibeli atau dikonsumsi. Hal ini sejalan dengan penelitian Wulansari (2013) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan penilaian mutu produk. Menurut Sumarwan (2011), tingkat pendidikan seseorang akan memengaruhi nilai-nilai yang dianutnya, cara berpikir, cara pandang, bahkan persepsinya terhadap suatu masalah. Konsumen dengan pendidikan yang lebih tinggi akan lebih responsif. Selain itu, pendidikan juga memengaruhi konsumen dalam memilih produk ataupun merek. Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman dan Chi Square, tidak terdapat hubungan (p>0.05) antara karakteristik responden dengan penilaian mutu pelayanan. Menurut Wulansari (2013), penilaian mutu pelayanan didasari oleh pelaksanaan kinerja aktual dan tidak dipengaruhi oleh karakteristik individu. Mutu pelayanan juga tidak memengaruhi seseorang dalam proses pengambilan keputusan untuk mengkonsumsi atau tidak mengkonsumsi suatu produk (Kotler 2005).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Restoran Sate Tegal Laka-laka tidak memberlakukan siklus menu karena menggunakan menu yang sama (static) setiap harinya. Perencanaan anggaran dilakukan setiap hari oleh pemilik restoran. Tahap pelaksanaan restoran sudah sesuai dengan ketentuan, dimulai dari pengadaan bahan makanan, baik melalui pemasok khusus untuk pembelian daging, dan pembelian langsung di pasar untuk sayur, buah, dan bumbu. Restoran memiliki fasilitas penyimpanan berupa rak penyimpanan, freezer, dan lemari es yang digunakan sesuai dengan jenis bahan makanan. Pengolahan bahan makanan dilakukan di dapur oleh juru masak dan dalam pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan, yaitu menggunakan pakaian kerja dilengkapi celemek, sarung tangan, dan penutup kepala serta membiasakan mencuci tangan sebelum kontak dengan makanan. Setelah hidangan jadi, pihak pantry memberikan kepada pramusaji untuk disajikan kepada konsumen. Pendistribusian makanan dilakukan menggunakan trolley khusus untuk makanan sehingga makanan tidak ditumpuk satu dengan lainnya. Berdasarkan hasil penilaian laik higiene dan sanitasi yang merujuk pada Kepmenkes Nomor
28 1098/Menkes/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran, restoran mendapatkan skor 902 (tingkat mutu A). Berdasarkan karakteristik responden, sebagian besar responden (39.6%) berusia lebih dari 40 tahun dan didominasi oleh laki-laki (59.3%). Sebanyak 58.2% responden adalah sarjana. Sebagian besar (35.2%) responden bekerja sebagai pegawai swasta. Mayoritas responden memiliki pendapatan per bulan lebih dari Rp 4 000 000 (60.4%). Kebanyakan (57.1%) dari responden berasal dari daerah Jawa Barat. Sebagian besar (37.4%) responden mengenal Restoran Sate Tegal Laka-laka dari papan reklame yang ada sembari melewatinya. Responden mengunjungi restoran dengan alasan utama cita rasa (71.4%). Sebagian besar (64.8%) berkunjung bersama keluarga dan persentase frekuensi kunjungan terbanyak selama satu bulan terakhir (49.5%) adalah satu kali. Menu yang ditawarkan adalah A La carte dengan makanan favorit pilihan responden berupa sate kambing dan minuman favorit berupa teh. Secara umum, penilaian tingkat kepentingan konsumen terhadap atribut mutu produk dan mutu pelayanan berada pada kisaran penting hingga sangat penting. Sama halnya dengan penilaian konsumen terhadap tingkat kinerja restoran akan mutu produk dan mutu pelayanan, berada pada kisaran puas hingga sangat puas. Berdasarkan metode Importance and Performance Analysis (IPA), dari pemetaan diagram kartesius dapat diketahui atribut yang menjadi keunggulan dari Restoran Sate Tegal Laka-laka, yaitu cita rasa makanan/minuman yang disajikan, keamanan dan kebersihan makanan/minuman yang disajikan, kebersihan ruangan dan tempat makan, serta keterampilan pramusaji dalam memberikan pelayanan yang cepat. Nilai Customer Satisfaction Index (CSI) yang diperoleh sebesar 77.79% yang berarti konsumen puas terhadap kinerja Restoran Sate Tegal Laka-laka. Berdasarkan hasil uji korelasi, terdapat hubungan yang positif signifikan (p<0.05) antara pendidikan dengan penilaian atribut mutu produk dan tidak terdapat hubungan (p>0.05) antara karakteristik responden dengan penilaian atribut mutu pelayanan. Saran Saran yang dapat diberikan kepada pihak restoran berdasarkan pemetaan diagram kartesius adalah masih terdapat atribut yang berada dalam kuadran A, seperti fasilitas toilet, wastafel, pengering tangan, dan cermin; keramahan pelayanan; serta kecepatan tanggapan pramusaji terhadap keluhan konsumen. Oleh karena itu, sebaiknya pihak restoran lebih memprioritaskan perbaikan kinerja atribut-atribut tersebut dan tetap mempertahankan kinerja atribut-atribut yang sudah memenuhi harapan konsumen serta tetap mempraktikkan personal hygiene yang baik bagi juru masak ataupun pramusaji. Adapun hal yang dapat dilakukan untuk pengembangan penelitian selanjutnya adalah berdasarkan segi keilmuan gizi, selain higiene dan sanitasi restoran dapat dilakukan pula pengkajian tentang penilaian tingkat kepentingan dan tingkat kinerja atribut kandungan gizi hidangan yang disajikan menurut konsumen.
29
DAFTAR PUSTAKA [DEPKES RI] Departemen Kesehatan RI. 2003. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1098/MENKES/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Higiene dan Sanitasi Rumah Makan dan Restoran. Jakarta (ID): Depkes RI. ______________. 2013. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta (ID): Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat. Aryani D, Rosinta F. 2010. Pengaruh Kualitas Layanan terhadap Kepuasan Pelanggan dalam Membentuk Loyaltas Pelanggan. Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi. 17(2): 114-126. Atikah NS. 2014. Analisis Kinerja Penyelenggaraan Makanan dan Tingkat Kepuasan Konsumen Restoran Khas Padang di Bogor. Jurnal Gizi dan Pangan. 9 (1): 59-64. Bukhori AM. 2014. Studi Higiene Sanitasi Restoran Sunda di Kota Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Damayanthi E, Yuliati LN, Suprapti VY, Sari F. 2008. Aspek Sanitasi dan Higiene di Kantin Asrama Tingkat Persiapan Bersama (TPB) Institut Pertanian Bogor. Jurnal Gizi dan Pangan. 3(1): 22-29. Dinas Informasi, Kepariwisataan dan Kebudayaan Kota Bogor. 2011. Data Perkembangan Jumlah Restoran dan Rumah Makan di Kota Bogor. Bogor (ID): Dinas Informasi Kepariwisataan dan Kebudayaan Kota Bogor. Hafid H, Syam A. 2009. Kualitas Organoleptik Daging Kambing Lokal dengan Lama Pelayuan dan Cara Pemasakan yang Berbeda. Jurnal Peternakan. 33(3): 178-182. Hapsari AU. 2010. Analisis Kepuasan dan Loyalitas Konsumen Restoran Seafood Golden Prawn Kota Batam berdasarkan Atribut Bauran Pemasaran [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hill N, Roche G, Allen R. 2007. Customer Satisfaction: The Customer Experience Through the Customer’s Eyes. London : Cogent Publishing Customer. Irawan D, Japarianto E. 2013. Analisa Pengaruh Kualitas Produk terhadap Loyalitas melalui Kepuasan sebagai Variabel Intervening pada Pelanggan Restoran Por Kee Surabaya. Jurnal Manajemen Pemasaran. 1(2): 1-8. Karyantina M. 2007. Industri Jasa Boga. Surakarta (ID): Universitas Slamet Riyadi. Kotler P, Keller KL. 2005. Manajemen Pemasaran. Sabran B, penerjemah; Maulana A, Hayati YS, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Marketing management. Ed ke-13. Lemeshow S, Lwanga SK. 1991. Sample Size Determination in Health Studies: a Practical Manual. Switzerland: World Health Organization.
30 Liwang F. 2010. Manfaat Konsumsi Teh Hitam Sebagai Upaya Preventif Penyakit Jantung Koroner Akibat Aterosklerosis di Indonesia. Jurnal UI untuk Bangsa Seri Kesehatan, Sains, dan Teknologi. 1: 25-38. Mandasari V, Tama BA. 2011. Analisis Kepuasan Konsumen terhadap Restoran Siap Saji melalui Data Mining. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. 6 (1): 25-27. Marsellita PV, Goenawan V. 2008. Analisa Perbandingan Harapan dan Persepsi Pria dan Wanita dalam Memilih sebuah Restoran di Surabaya ditinjau dari Segi Meal Experience. Jurnal Manajemen Perhotelan. 4(1): 6-17. Martilla, John A. James, John C. 1977. Importance Performance Analysis. Journal of Marketing. 41(1): 77-79. Moehyi S. 1992. Makanan Institusi dan Jasa Boga. Jakarta: PT Bhratara. Musanto T. 2004. Faktor-Faktor Kepuasan Pelanggan dan Loyalitas Pelanggan: Studi Kasus pada CV. Sarana Media Advertising Surabaya. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. 6 (2): 123-136. Nurdianty, Radhiyah, Daetilan DM, Nawir N. 2012. Penyelenggaraan Makanan dan Tingkat Kepuasan Atlet di Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Makassar. Media Gizi Masyarakat Indonesia. 1(2): 91-96. Nurullaili, Wijayanto A. 2013. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Loyalitas Konsumen Tupperware (Studi pada Konsumen Tupperware di Universitas Diponegoro). Jurnal Administrasi Bisnis. 2(1): 89-97. Palacio, Theis. 2009. Introduction to food service. Ed ke-11. Ohio (OH): Pearson Education. Purnomo H, Rosyidi D, Prastiti RP. 2006. Profil Kolesterol Daging Kambing Peranakan Etawah (PE) Jantan dan Kambing Persilangan Boer (PB) Kastrasi. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak. 1(1): 1-4. Raharjani J. 2005. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pemilihan Pasar Swalayan sebagai Tempat Berbelanja (Studi Kasus pada Pasar Swalayan di Kawasan Seputar Simpang Lima Semarang. Jurnal Studi Manajemen dan Organisasi. 2(1): 1-15. Rangkuti F. 2002. Teknik Mengukur dan Strategi Meningkatkan Kepuasan Pelanggan Plus Analisis Kasus PLN-JP. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Rifai H. 2010. Analisis Perilaku Konsumen dalam Proses Keputusan Pembelian Makanan di Restoran de’Leuit “Sensasi Nasi Jambal” Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Simamora B. 2002. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Sudarsono. 2009. Tingkat Kepuasan dan Loyalitas Konsumen Restoran De’Leuit di Kota Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
31 Sugiarto H. 2002. Analisis Tingkat kepuasan Konsumen Terhadap Kinerja Restoran Ayam Goreng Fast Food di Kelapa Gading Jakarta [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sulaeman A. 2010. Prinsip-prinsip HACCP dan Penerapannya pada Industri Jasa Boga. Bogor (ID): FEMA IPB. Sumarwan U. 2011. Perilaku Konsumen Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Jakarta (ID): PT Asdi Mahasatya. Supranto, J. 2003. Metode Riset Aplikasinya dalam Pemasaran. Jakarta (ID) : PT Asdi Mahasatya. Widyaratna T, Chandra F. 2001. Analisis Kepuasan dan Loyalitas Konsumen terhadap Tingkat penjualan di Warung Bu Kris. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. 3(2): 85-95. Wulansari A. 2013. Penyelenggaraan Makanan dan Tingkat Kepuasan Konsumen di Kantin Zea Mays Institut Pertanian Bogor. Jurnal Gizi dan Pangan. 8(2): 151-158. Yuliati L, Widyawati. 2005. Respon Ketidakpuasan terhadap Kualitas dan Pelayanan Food Court di Kampus IPB. Jurnal Media Gizi dan Keluarga. 29 (2): 88-95.
32 Lampiran 1 Sebaran responden berdasarkan aspek pengetahuan mengenai restoran No Keterangan 1 Mengenal restoran Teman Keluarga/saudara Papan reklame/dilewati Dekat rumah Total 2 Alasan utama berkunjung Cita rasa Harga Suasana Lokasi Lainnya Total 3 Bersama siapa berkunjung Sendiri Keluarga/saudara Teman Rekan kerja Total 4 Frekuensi kunjungan (1 bulan terakhir) 1 kali 2 kali 3 kali 4 kali 5 kali >5 kali Total
n
%
29 21 34 7 91
31.9 23.0 37.4 7.7 100.0
65 3 1 17 5 91
71.4 3.3 1.1 18.7 5.5 100.0
11 59 10 11 91
12.1 64.8 11.0 12.1 100.0
45 27 8 7 1 3 91
49.5 29.7 8.8 7.7 1.1 3.3 100.0
Lampiran 2 Hasil perhitungan nilai kepuasan konsumen yang dipetakan dalam diagram kartesius X Y
Q1
Q2
Q3
Q4
Q5
Q6
Q7
Q8
4,352 4,780 Q9
3,802 4,066 Q10
4,066 4,692 Q11
3,879 4,011 Q12
3,747 3,813 Q13
3,912 4,011 Q14
3,769 3,890 Q15
3,901 4,220 Q16
X 3,857 3,648 3,857 3,780 3,934 3,824 3,945 3,824 Y 4,396 3,824 4,571 4,198 4,714 4,132 4,297 4,451 Keterangan : Rataan nilai X dan Y masing-masing 3.881 dan 4.254 dijadikan sebagai pembatas sumbu X (kinerja) dan Y (kepentingan) dalam diagram kartesius
33 Lampiran 3 Uji korelasi Spearman antara karakteristik responden dengan penilaian atribut mutu produk dan mutu pelayanan Usia
.491**
Mutu produk -.006
Mutu pelayanan -.082
.000 91 1.000
.000 91 .297**
.952 91 .226*
.437 91 .172
.000
.
.004
.032
.104
91
91
91
91
91
1.000
.065
-.021
Spearman' Usia s rho
Correlation 1.000 Coefficient Sig. (2-tailed) . N 91 Pendidikan Correlation .375** Coefficient Sig. (2-tailed) N Pendapatan Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Mutu Produk
.491
Pendapatan
.375**
**
.297
.000
.004
.
.540
.844
91
91
91
91
91
*
.065
1.000
.577** .000
Correlation Coefficient
-.006
.226
Sig. (2-tailed)
.952
.032
.540
.
91
91
91
91
N Mutu pelayanan
**
Pendidikan
Correlation Coefficient
-.082
.172
-.021
Sig. (2-tailed)
.437
.104
.844
.000
.
91
91
91
91
91
N
.577
91 **
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Lampiran 4 Uji Chi Square antara karakteristik responden dengan penilaian atribut mutu produk dan mutu pelayanan
Mutu produk Mutu pelayanan
Jenis kelamin 0.996 0.129
Asymp.Sig. (2-sided) Asal daerah 0.798 0.620
Pekerjaan 0.973 0.721
1.000
34 Lampiran 5 Dokumentasi penelitian
Konsumen Restoran Sate Tegal Laka-laka
Freezer storage
Trolley makanan
Proses pengolahan
Daftar menu
Satu porsi sate kambing
Wastafel pengunjung
35 Lampiran 6 Denah Restoran Sate Tegal Laka-laka KM/ WC
KM/ WC
W U D H U
W1
MUSHOLA
GUDANG BAHAN MAKANAN
D. MINUMAN K. PEMILIK
LESEHAN 4 W2
LE
M 12 T A M A N
K A S I R
M 10
M 11
K O M P O R
MP 1
LESEHAN 3
T. CUCI PIRING DAN ALAT MASAK
STOPPER
M5
M6
M7
M8
M9
R1
LESEHAN 2 F R E E Z E R
LESEHAN 1 M3
M4
M2
MP 2
K2
M1 PANTRY GRILL
MASUK MP 3
W3
AREA BAKAR K3
PARKIR MOBIL
PARKIR MOTOR
Keterangan: W1 W2/W3 K2 K3 R1 MP1 MP2 MP3 LE
: Wastafel pengunjung : Wastafel karyawan : Pemanas Hot Plate : Alat bakar : Rak penyimpanan alat makan bersih : Meja persiapan bahan matang : Meja persiapan bahan mentah : Meja area bakar : Lemari es
34 36
RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan tunggal dari pasangan Sunarto dan Azizah. Lahir di Jakarta pada tanggal 4 September 1992. Penulis menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bogor. Kemudian melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2010 melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) Selama perkuliahan, penulis aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), yaitu MAX!! (Music Agriculture X-pression!!) dan menjadi bendahara divisi musik selama dua periode (2010-2012). Penulis juga aktif mengikuti kegiatan kepanitiaan, seperti Yuri Honing Concert 2010 (kerjasama Erasmus Huis-IPB), Musyawarah Nasional ILMAGI 2011, Masa Perkenalan Departemen 2012, ACRA 2012 (Art Collaboration and Revolutionary Action), dan Pekan Ekologi Manusia 2013. Penulis pernah mengikuti Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Lebakbarang, Kecamatan Lebakbarang, Kabupaten Pekalongan selama bulan Juli-Agustus 2013. Pada bulan Februari-Maret 2014 penulis melaksanakan Internship Dietetic (ID) di Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor. Topik kajian selama ID adalah kasus penyakit dalam (Dyspepsia, Diabetes melitus tipe II, Gastropathy diabetic, Vomitus, Low intake), kasus penyakit anak (Febris Leukositosis, Typhoid (Prolong Fever), Anemia), dan kasus bedah (Ca Mammae Pro Radikal Mastektomi, Anemia).