BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Pengertian Manajemen Pengertian Manajemen menurut Robbins Dan Coullter (2002, p7) mengatakan bahwa: manajemen adalah proses mengkoordinasi dan mengintegrasikan kegiatan - kegiatan kerja agar diselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain. Berdasarkan pendapat Robert dan Jackson (2003, pp.4-5), Human Resource (HR)
Management the design of formal system in an organization to ensure effective and effecient use of human talent to accomplish organizational goals. Manajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari suatu organisasi, yang digunakan untuk memastikan keefektifan dan keefisienan dari kemampuan karyawan dalam memenuhi tujuan organisasi. 2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Berdasarkan pendapat Mathis dan Jackson (2006, p.4-5), Manajemen Sumber Daya Manusia adalah rancangan sistem-sistem formal untuk memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan - tujuan organisasional. Sumber daya manusia adalah orang-orang yang merancang dan menghasilkan barang atau jasa, mengawasi mutu, memasarkan prosuk, mengalokasikan sumber financial serta merumuskan seluruh strategi dan tujuan organisasi. (Samsudin 2006, p20). Kemudian menurut Samsudin(2006, p23), terdapat hal yang esensial dari manajemen sumber daya manusia adalah pengelolaan dan pendayagunaan secara penuh dan berkesinambungan terhadap sumber daya manusia yang ada sehingga mereka dapat bekerja secara optimal, efektif, dan produktif dalam mencapai tujuan organisasi atau perusahaan. Masih menurut Samsudin (2006, p23), terdapat empat hal penting berkenaan dengan manajemen sumber daya manusia adalah sebagai berikut :
6
7
a.
Penekanan yang lebih dari biasanya terhadap pengintegrasian berbagai kebijakan sumber daya manusia dengan perencanaan.
b.
Tanggung jawab pengelolaan sumber daya manusia tidak lagi menjadi tanggung jawab manajer khusus, tetapi manajemen secara keseluruhan.
c.
Adanya perubahan dari hubungan serikat pekerja manajemen menjadi hubungan manajemen karyawan.
d.
Terdapat aksentuasi pada komitmen untuk melatih para manajer agar dapat berperan optimal sebagai penggerak dan fasilitator.
2.1.2 Aktivitas Manajemen Sumber Daya Manusia Berdasarkan
pendapat
Cushway
(2002,
pp.7-9)
MSDM
adalah
kegiatan
mendapatkan, mengelola, dan melepaskan sumber-sumber, dalam hal ini adalah manusia. Mendapatkan Sumber Daya Merupakan langkah dalam proses penentuan persyaratan organisasi mengenai sumber yang ingin diperoleh dengan memperhatikan kuantitas, tipe, dan kualitas. Mengelola Sumber Daya Setelah organisasi mendapatkan semua tenaga yang diperlukan untuk mencapai tujuannya, prioritas berikutnya adalah memastikan bahwa tenaga kerja tersebut akan tinggal cukup lama di organisasi, sehingga efektif dan dapat menunjukkan kinerja yang baik selama mereka disana. Sala satunya adalah: Menasehati dan menetapkan strategi pengupahan yang dapat menunjang tujuan organisasi dan rencana bisnis, yaitu strategi pengupahan yang dapat menarik dan mempertahankan pegawai sesuai dengan kemampuannya. Pemutusan Sumber Daya Akan tiba masanya dimana pegawai harus melepaskan diri dari organisasi. Alasannya bisa karena pensiun, mengundurkan diri, selesai kontrak, berakhir kontrak pelatihan, pemecatan, redundasi, dan sebagainya.
8
2.1.3 Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia Berdasarkan pendapat Cushway (2002, pp.6-7) tujuan dari MSDM bervariasi antara satu organisasi dengan organisasi lain, tergantung pada tingkat perkembangan organisasi, yang mencakup hal-hal berikut: •
Memberikan sasaran kepada manajemen tentang kebijakan SDM guna memastikan organisasi memiliki tenaga kerja yang bermotivasi dan berkinerja tinggi, serta dilengkapin dengan sarana untuk menghadapi perubahan dan dapat memenuhi kebutuhan pekerjanya.
•
Melaksanakan dan memelihara semua kebijakan dan prosedur SDM yang diperlukan untuk memastikan pencapaian tujuan organisasi.
•
Membantu
perkembangan
arah
dan
strategi
organisasi
secara
keseluruhan,terutama dengan memperhatikan segi - segi SDM. •
Menyediakan bantuan menciptakan kondisi yang dapat membantu manajer lini dalam mencapai tujuan mereka.
•
Mengatasi krisis dan situasi sulit dalam hubungan antar pegawai untuk memastikan tidak adanya gangguan dalam pencapaian tujuan organisasi.
•
Menyediakan sarana komunikasi antara karyawan dengan manajemen organisasi.
•
Bertindak sebagai penjamin standar dan nilai organisasi dalam pengelolaan SDM.
2.2 Kepuasan Kerja Menurut Danfar dalam (http://dansite.wordpress.com/2009/04/10/definisipengertiankepuasan-kerja/)
kutipan
Moh.
As’ad
yang
terdapat
pada
buku
“Psikologi
Industri”(2000:104), Joseph Tiffin mendefinisikan kepuasan kerja adalah “sikap karyawan terhadap pekerjaan, situasi kerja, kerjasama diantara pimpinan dan sesama karyawan”. Dan
9
pendapat M.L Blum yang dikutip oleh Moh. As’ad dalam buku “Psikologi lndustri”(2000:102) mendefinisikan kepuasan kerja adalah “suatu sikap yang umum sebagai hasil dari berbagai sifat khusus individu terhadap faktor kerja, karakteristik individu dan hubungan sosial individu di luar pekerjaan itu sendiri”. Serta ada juga pendapat dari Susilo Martoyo kepuasan kerja, merupakan adalah keadaan emosional karyawan dimana terjadi atau tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dari perusahaan atau organisasi dengan tingkat nilai balas jasa yang memang diinginkan untuk karyawan yang bersangkutan. Kepuasan
kerja
adalah
sikap
umum
terhadap
pekerjaan
seseorang,
yang
menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima (Robbins, 2003) dalam Wibowo (2007, p299). Menurut Wibowo (2007, p300) berpendapat bahwa, kepuasan kerja memiliki dua teori mengenai kepuasan kerja. Dalam pendapatnya, di katakan bahwa teori kepuasan kerja mencoba mengungkapkan apa yang membuat sebagian orang lebih puas terhadap pekerjaannya daripada beberapa lainnya. Teori ini juga mencari landasan tentang proses perasaan orang terhadap kepuasan kerja. Di antara teori kepuasan kerja adalah Two - Factor
Theory dan Value Theory. 1.
Two-Factor Theory. Teori kepuasan kerja yang menganjurkan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan merupakan bagian dari kelompok variabel yang berbeda, yaitu
motivators dan Hygiene factors. 2.
Velue Theory. Menurut konsep teori ini, kepuasan kerja terjadi pada tingkat dimana hasil pekerjaan diterima individu seperti yang diharapkan. Semakin banyak orang menerima hasil, akan semakin puas. Semakin sedikit mereka menerima hasil, akan kurang puas. Berdasarkan pendapat Robbins Dan Coulter (2002, p149) mengatakan bahwa
kepuasan kerja merupakan suatu variable bergantung yang didefinisikan sebagai perbedaan
10
antara banyaknya ganjaran yang diterima pekerja dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Kepentingan para manager pada kepuasan kerja cenderung berpusat pada kinerja karyawan. Hasil penelitian para ahli menunjukkan bahwa : 1.
Kepuasan dan produktivitas Organisasi dengan karyawan yang lebih puas cenderung menjadi lebih efektif dari
pada organisasi dengan karyawan yang kurang puas. 2.
Kepuasan dan kemangkiran Hubungan yang secara konsisten negative antara kepuasan dan kemangkiran itu
sedang saja. Masuk akal apabila dinyatakan bahwa karyawan yang tingkat kepuasannya rendah lebih besar kemungkinannya tidak kerja dan karyawan yang tingkat kepuasannya tinggi mempunyai kehadiran yang jauh lebih tinggi. 3.
Kepuasan dan tingkat keluar masuknya karyawan Secara khusus, tingkat kepuasan kurang penting dalam meramalkan keluarnya
karyawan untuk mereka yang berkinerja tinggi, karena lazimnya organisasi melakukan upaya yang cukup besar untuk menahan mereka yang berkinerja tinggi dan untuk menahan mereka dan bahkan mungkin ada tekanan halus untuk mendorong mereka agak keluar. Sebagian besar orang pada umumnya merasakan kepuasan terhadap pekerjaanya, seperti yang tertulis dalam Wibowo (2007, p314), walaupun terdapat perbedaan kepuasan diantara mereka. Penelitian yang dilakukan Greenberg dan baron (2003, p149) dalam Wibowo (2007, p314) tentang kepuasan kerja menunjukkan adanya indikasi berikut ini. •
White-collar personnel (Manajer dan profesional) cenderung lebih puas daripada blue-collar personnel (pekerja fisik, pekerja pabrik)
•
Older people pada umumnya lebih puas dengan pekerjaannya dari pada orang yang lebih muda.
11
•
Orang yang lebih berpengalaman di pekerjaannya sangat puas dari pada mereka yang kurang pengalaman.
•
Wanita dan anggota kelompok minoritas cenderung lebih tidak puas terhadap pekerjaan dari pada orang pria dan anggota kelompok mayoritas.
2.2.1 Penyebab Kepuasan Kerja Faktor yang menentukan kepuasan karyawan menurut Robbins Dan Coulter (2002, p149), adalah: 1.
Kerja yang secara mental menantang Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan - pekerjaan yang memberi mereka
kesempatan untuk menggunakan ketrampilan dan kemampuan yang masih mereka miliki menawarkan beragam tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka bekerja. Karakteristik ini membuat kerja secara menantang. Pekerjaan yang kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi yang terlalu banyak menantang menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalami kesenangan dan kepuasan. 2.
Imbalan yang pantas Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka
persepsikan sebagai adil, tidak meragukan dan segaris dengan pengharapan mereka. Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat ketrampilan individu dan standar pengupahan komunitas kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan. Banyak orang bersedia menerima uang lebih kecil untuk bekerja di lokasi yang diinginkan atau pada pekerjaan yang kurang menuntut atau mempunyai keleluasaan yang lebih besar dalam pekerjaan yang mereka lakukan dan jam kerja. Tetapi kunci yang menautkan upah dengan kepuasan bukanlah jumlah mutlak yang dibayarkan, lebih penting lagi adalah persepsi keadilan. Sama halnya pula karyawan berusaha mendapatkan kebijakan dan praktik promosi yang adil. Promosi memberikan kesempatan untuk kebutuhan pribadi, tanggung
12
jawab yang lebih banyak, dan status sosial yang meningkat. Oleh karena itu, individu yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat dengan cara yang adil (Fair and Just) kemugkinan besar akan merasakan kepuasan dengan pekerjaan mereka. 3.
Kondisi kerja yang mendukung Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun
untuk memudahkan mengerjakan tugas yang baik, seperti kondisi fisik kerja yang nyaman dan aman, pemberian diklat untuk memudahkan karyawan dalam mengerjakan tugasnya dengan baik. 4.
Rekan kerja yang mendukung Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh
karena itu tidaklah mengejutkan bila mempunyai rekan sekerja yang ramah dan mendukung menghantar ke kepuasan kerja yang meningkat. Prilaku atasan juga merupakan determinan utama dari kepuasan. 2.2.2 Mengukur Kepuasan Kerja Terdapat dua macam pendekatan yang secara luas dipergunakan melakukan pengukuran kepuasan kerja (Robbins 2003, p73), yaitu sebagai berikut: 1.
Single global rating, yaitu tidak lain dengan meminta individu merespons atas satu pertanyaan.
2.
Summation score, merupakan pengukuran yang lebih canggih. Mengidentifikasi elemen kunci dalam pekerjaan dan menanyakan perasaan pekerja tentang masingmasing elemen. Greenberg dan Baron (2003, p151) dalam Wibowo (2007, p310) menunjukkan
adanya tiga cara untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja. 1.
Rating scales dan Kuesioner. Merupakan pendekatan pengukuran kepuasan kerja yang paling umum dipakai dengan menggunakan kuesioner dimana rating scales secara khusus disiapkan.
13
2.
Critical Incident. Individu menjelaskan kejadian yang menghubungkan pekerjaan mereka yang mereka rasakan terutama memuaskan atau tidak memuaskan.
3.
Interviews. Merupakan prosedur pengukuran kepuasan kerja dengan melakukan wawancara tatap muka dengan pekerja. Menurut Suratman dalam jurnal ( 2003, p12) banyak Faktor yang menunjang agar
karyawan dapat handal dalam menjalankan tugasnya, dah salah satu faktor itu kepuasan kerja. Kutipan dari John R Schemerhorn, Jr. James G. Hunt dan Richard N. Osborn (1985 : 65). Menurut
Danfar
dalam
(http://dansite.wordpress.com/2009/04/10/faktor-faktor-
yang-mempengaruhi-kepuasan-kerja/) kepuasan kerja
merupakan sikap
positif
yang
menyangkut penyesuaian karyawan terhadap faktor-faktor yang, mempengaruhinya. Adapun faktor - faktor yang mempengaruhi kerja, meliputi : 1. Faktor Kepuasan Finansial, yaitu terpenuhinya keinginan karyawan terhadap kebutuhan finansial yang diterimanya untuk memenuhi kebutuhan mereka seharihari sehingga kepuasan kerja bagi karyawan dapat terpenuhi. Hal ini meliputi; system dan besarnya gaji, jaminan sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan serta promosi (Moh. As’ad,1987) 2. Faktor Kepuasan Fisik, yaitu faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan. Hal ini meliputi; jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja dan istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan/suhu, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan dan umur (Moh. As’ad,1987) 3. Faktor Kepuasan Sosial, yaitu faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik antara sesama karyawan, dengan atasannya maupun karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya. Hal ini meliputi; rekan kerja yang kompak, pimpinan yang adil dan
14
bijaksana, serta pengarahan dan perintah yang wajar (Drs.Heidjrachman dan Drs. Suad Husnan.1986) 4. Faktor Kepuasan Psikologi, yaitu faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan. Hal ini meliputi; minat, ketentraman dalam bekerja, sikap terhadap kerja, bakat dan keterampilan (Moh.As’ad,1987) 2.2.3 Ketidakpuasan Kerja Dalam suatu organisasi dimana sebagian terbesar pekerjanya memperoleh kepuasankerja, tidak tertutup kemungkinan sebagian kecil di antaranya merasakan ketidakpuasan. Ketidakpuasan pekerja pekerja dapat ditunjukkan dalam sejumlah cara. Robbins (2003, p32) dalam Wibowo (2007, p314) menunjukkan empat tanggapan yang berbeda satu sama lain dalam dimensi kontruktif/ destruktif dan aktif/ pasif, dengan penjelasan sebagai berikut. 1. Exit. Ketidakpuasan ditunjukkan melalui perilaku diarahkan pada meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru atau mengundurkan diri. 2. Voice. Ketidakpuasan ditunjukkan melalui usaha secara aktif dan konstruktif untuk memperbaiki keadaan, termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan, dan berbagai bentuk aktivitas perserikatan. 3. Loyality. Ketidakpuasan ditunjukkan secara pasif, tetapi optimistik dengan menunggu kondisi untuk memperbaiki, termasuk dengan berbicara bagi organisasi dihadapkan kritik eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemen melakukan hal yang benar. 4. Neglect. Ketidakpuasan ditunjukkan melalui tindakan secara pasif membiarkan kondisi semakin buruk, termasuk kemangkiran atau keterlambatan secara kronis, mengurangi usaha, dan meningkatkan tingkat kesalahan.
15
2.3 Kepemimpinan Kepemimpinan adalah proses untuk mempengaruhi kebiasaan orang lain demi pencapaian bersama menurut Madura ( 2001, p223). Kepemimpinan adalah kemampuan meyakinkan dan menggerakkan orang lain agar mau bekerja sama di bawah kepemimpinannya sebagai suatu tim untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Samsudin 2006, p287), sehingga dapat dinyatakan bahwa kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi atau menggerakkan bawahan agar mau melaksanakan apa yang diinginkan atau diharapkan oleh pimpinan tersebut. Menurut Kartono (2006, pp.38-39) pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya di satu bidang, sehingga mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan. Jadi, pemimpin itu ialah seorang yang memiliki satu atau beberapa kelebihan sebagai predisposisi (bakat yang dibawa sejak lahir) dan merupakan kebutuhan dari satu situasi zaman sehingga mempunyai kekuasaan dan kewibawaan untuk mengarahkan dan membimbing bawahan. 2.3.1 Gaya Kepemimpinan Menurut Madura (2001, p224) ada 3 macam gaya kepemimpinan : 1. Gaya otokrasi adalah gaya kepemimpinan yang memilki kekuasasan penuh untuk mengambil keputusan, para karyawan hanya memperoleh sedikit atau tidak memperoleh masukan. Sebagai contoh, jika para manajer yakin bahwa salah satu rencana manufaktur mereka senantiasa mendatangkan kerugian, mereka mungkin akan mekualitaskan untuk menutup pabrik, tanpa meminta masukan dari para pekerja pabrik. Karena manajer otokratis mungkin meyakini bahwa para karyawan tidak dapat memberikan masukan, yang dapat berkontribusi pada suatu keputusan. Para karyawan ditugaskan untuk melaksanakan tugas yang diberikan oleh manajer dan tidak dianjurkan untuk bertindak kreatif.
16
2. Gaya bebas ( laissez - faire ) adalah gaya kepemimpinan dimana pemimpin mendelegasikan sejumlah wewenang kepada karyawan. Gaya ini merupakan lawan ekstrim
dari
gaya
otokratis.
Para
manajer
yang
memberikan
kebebasan,
menyampaikan sasaran – sasaran pada karyawan, akan tetapi mengizikan para karyawan memilih cara untuk menyelesaikan sasaran – sasaran tersebut. Sebagai contoh, para manajer mungkin memberitaahukan kepada para pekerja dalam suatu pabrik manufaktur, bahwa kenerja pabrik harus ditingkatkan dan kemudian mengizinkan para pekerja untuk melaksanakan suatu strategi peningkatan. 3. Gaya partisipatif ( demokratis ) adalah gaya kepemimpinan dimana para pemimpin memperoleh beberapa masukan dari karyawan, tetapi umumnya menggunakan wewenangnya untuk mengambil keputusan. Gaya ini memerlukan komunikasi yang sering kali diadakan antara para manajer dan para karyawan. Sebagai contoh, para manajer dari pabrik manufaktur mungkin akan mempertibangkan gagasan dari para pekerja, mengenai cara meningkatan kinerja pabrik, akan tetapi para manajer akan membuat keputusan terakhir.
Sumber : Madura, Pengantar Bisnis (2001, p225) Gambar 2.1 Bagaimana gaya kepemimpinan berdampak pada pengaruh karyawan atas keputusan manajemen
17
Menurut Kartono (2006, p27) gaya kepemimpinan “sebagai suatu pola prilaku manajemen profesional yang dirancang untuk memadukan minat dan usaha pribadi serta organisasi untuk mencapai tujuan” , ada 3 macam kepemimpinan: 1.
Kepemimpinan Authoritarian (Authocratic) pemimpin mengutamakan kekuatan dari posisi formalnya: a. Kurang memperhatikan kebutuhan bawahan b. Lebih menciptakan penyelesaian tugas c. Semua aktivitas ditentukan oleh atasan d. Komunikasi hanya satu arah yaitu kebawah saja
2.
Kepemimpinan Partisipaty (Democratie) a. Melibatkan bawahan dalam perencanaan / pengambilan keputusan b. Lebih memperhatikan kepada bawahan untuk mencapai tujuan organisasi c. Menekankan 2 hal yaitu bawahan dan tugas
3.
Kepemimpinan Laissez – Faire merupakan kebalikan dari gaya kepemimpinan yang pertama: a. Disini pemimpin membiarkan bawahannya untuk mengatur dirinya sendiri b. Manajer hanya menentukan kebijaksanaan dan tujuan umum c. Bawahan dapat mengambil keputusan yang relevan dan mencapai tujuan dalam segala hal yang mereka anggap cocok.
Ada depalan tipe kepemimpinan, yaitu: • Tipe deserter (pembelot) Sifatnya: bermoral rendah, tidak memiliki rasa keterlibatan, tanpa pengabdian, tanpa loyalitas dan ketaatan. • Tipe birokrat Sifatnya: correct, kaku, patuh pada peraturan dan norma-norma.
18
• Tipe misionaris (missionary) Sifatnya: terbuka, penolong, ramah-tamah. • Tipe developer (pembangun) Sifatnya: kreatif, dinamis, inovatif, memberikan wewenang dengan baik, menaruhkan kepercayaan pada bawahan. • Tipe otokrat Sifatnya: keras, diktatoris, mau menang sendiri, keras kepala, sombong. • Benevolent autocrat (otokrat yang bijak) Sifatnya: lancar, tertib, ahli dalam mengorganisasikan. • Tipe compromiser (kompromis) Sifatnya: tidak punya pendirian, berpikir pendek dan sempit, tidak mempunyai keputusan. • Tipe eksekutif Sifatnya: bermutu tinggi, dapat memberikan motivasi, tekun. 2.3.2 Kepemimpinan Situasional Kebutuhan untuk memahami kepemimpinan yang dipertautkan dengan situasi tertentu, pada hakikatnya telah dikenal dari penelitian-penelitian yang dilakukan oleh berbagai universitas seperti universitas Ohio, yang sebagaimana telah dibahasa sebelumnya mengenai cara mengidentifikasi gaya kepemimpinan. Dalam Thoha (2007, p63) disebutkan bahwa situasional yang dimaksudkan ialah, sebuah konsepsi model yang dikembangkan oleh Hersey dan Blanchard dalam bukunya, Management of Organizational Behaviour, Utiliizing
Human Resources (1982, p150) dapat dilihat bahwa kepemimpinan didasarkan saling berhubungan dengan hal-hal berikut: 1. Jumlah petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan. 2. Jumlah dukungan sosioemosional yang diberikan oleh pimpinan. 3. Tingkat
kesiapan
atau
kematangan
para
pengikut
melaksanakan tugas khusus, fungsi, atau tujuan tertentu.
yang
ditujukan
dalam
19
Konsepsi yang telah di kembangkan ini dihadirkan agar dapat membantu orang yang menjalankan tugas kepemimpinan dengan memperhatikan peranannya, yang lebih efektif didalam setiap interaksinya dengan orang lain setiap harinya. Konsepsional melengkapi pemimpin dengan pemahaman dari hubungan antara gaya kepemimpinan yang efektif dan tingkat kematangan pengikutnya. Menurut Rahardjo (2007. p194) dalam jurnalnya kepemimpinan adalah seni dari seseorang untuk mempengaruhi orang atau kelompok orang dalam situasi tertentu untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut Ida (2005. p51) ada empat hal yang penting dalam kepemimpinan : 1. Menciptakan iklim lingkungan yang tepat Menciptakan lingkungan atau budaya yang tepat dalam organisasi sangat penting untuk membantu perubahan yang biasanya hanya menunjukkan kinerja secara menonjol. Oleh karena bawahan bergerak maju dari waktu kewaktu, peran pemimpin kepada bawahan sebaiknya: a. Mendorong kejujuran dan keterbukaan setiap saat b. Larang serangan kepada anggota lain c.
Ingatkan misi organisasi
d. Indentifikasi peluang bagi orang untuk memperbaiki kelemahan mereka 2. Memotivasi bawahan Bonus ; insentif berupa uang, hadiah dan pemberian penghargaan dan jabatan pekerjaan yang mengiurkan dapat memotivasi bawahan untuk bekerja lebih giat. Penghargaan yang diberikan dalam pujian lisan juga tidak boleh diabaikan. Buat bawahan merasa benar – benar menghargai pekerjaan mereka. Biasanya bawahan perlu merasakan : a. Pemimpin mereka benar – benar mendengar dan mempertimbangkan gagasan mereka. Jangan pernah mengabaikan saran dai setiap bawahan.
20
b. Bawahan mengerjakan pekerjaan yang menantang 3. Memonitor kinerja bawahan Menilai bagaimana bawahan bekerja akan membantu pemimpin untukbergerak dari pembiasaan ke arah menunjukkan kinerja. 4. Mengembangkan bawahan Lakukan pendekatan atau diskusi dengan masing – masing bawahan untuk mengembangkan keterampilan dan kepercayaan diri mereka dalam ’lingkungan aman’ , jauh dari tekananpemimpin. 2.3.3 Kekuasaan dan Wewenang Menurut pendapat Samsudin (2006, p287) Kekuasaan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain untuk mencapai sesuatu dengan cara yang diinginkan. Kewenangan adalah suatu kekuasaan atau hak pimpinan untuk bertindak dan memerintah orang lain atau bawahan. Unsur yang ada dalam wewenang adalah sebagai berikut : 1. Wewenang ditanamkan pada posisi seseorang. Seseorang mempunyai wewenang karena posisi yang didudukinya, bukan karena karakteristik pribadinya yang dimiliki. 2. Wewenang diterima oleh bawahan. Individu pada posisi kedudukan sosialnya yang sah akan melaksanakan wewenangnya dan akan dipatuhi oleh bawahan karena dia memiliki hak yang sah. 3. Wewenang digunakan secara vertikal. Wewenang mengalir dari atas ke bawah mengikuti hirearki kepemimpinan dalam organisasi. 2.3.4 Kriteria Seorang Pemimpin Seorang pemimpin paling sedikit harus mampu memimpin bawahan untuk mencapai tujuan organisasi, mampu menangani hubungan antar karyawan, mempunyai interaksi antarpersonel yang baik, dan mempunyai kemampuan untuk bisa menyesuaikan diri dengan keadaan. (Samsudin 2006, p293).
21
Menurut pendapat Samsudin (2006, p293), beberapa sifat pemimpin yang berguna dan dapat dipertimbangkan adalah sebagai berikut : •
Keinginan untuk menerima tanggung jawab. Seorang pemimpin yang menerima kewajiban untuk mencapai suatu tujuan berarti bersedia bertanggung jawab pada pimpinannya atas segala yang dilakukan bawahannya.
•
Kemampuan untuk ”Perceptive”. Perceptive menunjukkan kemampuan untuk mengamati atau menemukan kenyataan dari suatu lingkungan. Setiap pimpinan harus mengenal tujuan organisasi sehingga dapat bekerja untuk membantu mencapai tujuan tersebut.
•
Kemampuan untuk bersikap objektif. Objektivitas adalah kemampuan untuk melihat suatu peristiwa atau merupakan perluasan dari kemampuan persepsi. Perseptivitas menimbulkan kepekaan terhadap fakta, kejadian, dan kenyataan yang lain.
•
Kemampuan untuk menentukan prioritas. Seorang pemimpin yang pandai adalah seseorang yang mempunyai kemampuan untuk menentukan hal yang penting dan yang tidak penting.
•
Kemampuan untuk berkomunikasi. Kemampuan untuk memberikan dan menerima informasi merupakan keharusan bagi seorang pemimpin. Seorang pemimpin adalah orang yang bekerja dengan menggunakan bantuan orang lain. Oleh karena itu, pemberian perintah dan penyampaian informasi kepada orang lain mutlak perlu dikuasai.
2.3.5 Perilaku Pemimpin Menurut Samsudin (2006, p294), Pemimpin yang efektif terlihat tidak mempunyai sifat-sifat yang berbeda dengan pemimpin yang tidak efektif sehingga para ahli perilaku manajemen tidak lagi meneliti persyaratan kriteria seorang pemimpin yang efektif. Para ahli lebih memilih meneliti hal-hal yang dilakukan oleh pemimpin yang efektif, seperti cara mendelegasikan tugas, mengambil keputusan, melakukan komunikasi, dan memotivasi
22
bawahan. Seorang pemimpin memang harus memiliki kualitas tertentu untuk memimpin. Perilaku pemimpin merupakan sesuatu yang dapat dipelajari. Jadi, seseorang yang dilatih dengan kepemimpinan yang tepat akan bisa menjadi pemimpin yang efektif. Perilaku pemimpin ini disebut juga gaya kepemimpinan. Berikut ini macam-macam gaya kepemimpinan. a. The Authocratic Leader. Seorang pemimpin yang Otokratik menganggap semua kewajiban untuk mengambil keputusan, menjalankan tindakan, mengarahkan, memberi motivasi, dan mengawasi bawahannya terpusat di tangannya. b. The Participative Leader. Apabila seorang pemimpin menggunakan gaya partisipasi, ia
akan
menjalankan
gaya
kepemimpinan
dengan
konsultasi.
Ia
tidak
mendelegasikan wewenangnya untuk membuat keputusan akhir dan memberikan pengarahan tertentu kepada bawahannya. Ia akan mencari berbagai pendapat dan pemikiran dari para bawahannya mengenai keputusan yang diambil. c.
The Free rein Leader. Dalam gaya kepemimpinan ini, pemimpin mendelegasikan wewenang untuk mengambil keputusan kepada para bawahannya dengan lengkap. Pimpinan menyerahkan tanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan tersebut kepada bawahannya.
2.3.6 Pemimpin Sebagai Pengambil Keputusan Menurut pendapat Samsudin (2006, p296), Pengambilan keputusan dapat dilihat sebagai salah satu fungsi kepemimpinan. Pengambilan keputusan merupakan masalah yang berat karena menyangkut kepentingan orang banyak. Tidak ada sesuatu yang pasti dalam pengambilan keputusan. Pemimpin harus memilih diantara berbagai alternatif yang ada dengan kemungkinan implikasi atau akibat dari pengambilan keputusan yang diambilnya. 2.3.6.1 Hakikat Pengambilan Keputusan Pengambilan keputusan harus didasarkan pada sistematika tertentu, antara lain mempertimbangkan kemampuan organisasi, personel yang tersedia, dan situasi lingkungan
23
yang akan digunakan untuk melaksanakan keputusan yang diambil. Pemecahan masalah tidak dapat dilakukan dengan coba-coba, tetapi harus didasarkan pada fakta yang terkumpul secara sistematis, baik, dan dapat dipercaya. Keputusan yang baik adalah keputusan yang diambil dari berbagi alternatif yang ada setelah alternatif-alternatif tersebut dianalisis secara matang. (Samsudin 2006,p296) 2.3.6.2 Langkah Pengambilan Keputusan Masalah yang dihadapi oleh seorang pemimpin terikat pada suatu tempat, situasi, orang dan waktu tertentu. Masalah dalam pengambilan keputusan senantiasa dihubungkan dengan tujuan yang jelas. Jenis-jenis masalah yang dihadapi oleh seorang pemimpin berdasarkan internitasnya dapat digolongkan menjadi masalah yang sederhana dan masalah yang kompleks. Masalah yang sederhana adalah masalah yang kecil, berdiri sendiri, dan tidak atau kurang mempunyai kaitan dengan masalah lain. Masalah yang kompleks adalah masalah yang besar, tidak berdiri sendiri, berkaitan dengan masalah-masalah lain dan mempunyai akibat yang luas. Pemecahannya umumnya dilakukan bersamaan antara pimpinan dengan stafnya. Pengambilan keputusan, antara lain juga diartikan sebagai suatu teknik memecahkan suatu masalah dengan mempergunakan teknik-teknik ilmiah. Secara singkat dapat dikatakan bahwa terdapat tujuh langkah yang perlu diambil sebagai usaha untuk memecahkan masalah dengan mempergunakan tehnik-tehnik ilmiah. Langkah-langkah tersebut (Siagian SP, 1973), dalam buku Samsudin (2006, p298) adalah sebagai berikut. 1. Mengetahui
hakikat
dari
masalah
yang
dihadapi,
dengan
perkataan
lain,
mendefinisikan masalah yang dihadapi dengan setepat-tepatnya. 2. Mengumpulkan fakta dan data yang relevan. 3. Mengelola fakta dan data tersebut. 4. Menentukan beberapa alternatif yang mungkin ditempuh. 5. Memilih cara pemecahan dari alternatif-alternatif yang telah diolah dengan matang.
24
6. Memutuskan tindakan-tindakan yang hendak dilakukan. 7. Menilai hasil-hasil yang diperoleh sebagai akibat dari keputusan yang telah diambil
2.4 Kinerja Karyawan 2.4.1 Pengertian Manajemen Kinerja dan Kinerja Berdasarkan pendapat Vroom dalam Fred Luthans (2006 p279), tingkat sejauh mana keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan pekerjaannya disebut "level of performance". Biasanya orang yang level of performance - nya tinggi disebut sebagai orang yang produktif, dan sebaliknya orang yang levelnya tidak mencapai standar dikatakan sebagai tidak produktif atau berperformance rendah. Penilaian kinerja adalah salah satu tugas penting untuk dilakukan oleh seorang manajer atau pimpinan. Walaupun demikian, pelaksanaan kinerja yang obyektif bukanlah tugas yang sederhana, Penilaian harus dihindarkan adanya "like dan dislike" dari penilai, agar obyektifitas penilaian dapat terjaga. Kegiatan penilaian ini penting, karena dapat digunakan untuk memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada para karyawan tentang kinerja mereka. Manfaat penilaian kinerja menurut Fred Luthans (2006, p619) bahwa manajemen sumber daya manusia tidak lagi bisa berpuas diri hanya dengan mencoba sesuatu yang baru dan berbeda dan berharap dapat meningkatkan kinerja. Saat ini terhadap tekanan terhadap segala sesuatu perlu dibuktikan bahwa dia memiliki nilai. Kebutuhan akan empat tingkat evaluasi Kirkpatrick dalam Fred Luthans (2006, p619) yang terkenal (reaksi, belajar, perubahan perilaku dan peningkatan kinerja) lebih ditekankan. Sistem manajemen kinerja yang dikutip oleh Mathis dan Jackson (2006, p377) terdiri atas proses untuk mengidentifikasi, mendorong, mengukur, mengevaluasi, meningkatkan dan memberikan penghargaan atas kinerja karyawan.
25
Kinerja adalah hasil kerja individu atau kelompok dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan organisasi sesuai dengan periode waktu yang telah ditetapkan. Kelompok atau organisasi terdiri dari beberapa individu, sehingga kinerja individu akan mempengaruhi kinerja kelompok atau organisasi. Kinerja merupakan terjemahan dari kata performance. Mathis dan Jackson (2006, p378) berpendapat bahwa kinerja (performance) pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan. Kinerja Karyawan yang umum untuk kebanyakan pekerjaan meliputi elemen sebagai berikut: kuantitas dari hasil; kualitas dari hasil; ketepatan waktu dari hasil; kehadiran; dan kemampuan bekerja sama. Kinerja adalah hasil kerja individu atau kelompok dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan organisasi sesuai dengan periode waktu yang telah ditetapkan. Kelompok atau organisasi terdiri dari beberapa individu, sehingga kinerja individu akan mempengaruhi kinerja kelompok atau organisasi. Kinerja merupakan terjemahan dari kata performance. Menurut Robbins dan Coulter (2005, p.226) kinerja adalah hasil akhir kegiatan Kinerja individu yang dikutip oleh Simanjuntak (2005, p10), adalah kemampuan dan keterampilan melakukan kerja. Kompetensi setiap orang dipengaruhi oleh beberapa faktor: Kemampuan dan keterampilan kerja; motivasi dan etos kerja. Kinerja setiap individu dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat digolongkan, yaitu kompetensi orang yang bersangkutan, dukungan organisasi dan dukungan manajemen.
26
Sumber : Simanjuntak, Manajemen dan Evaluasi Kinerja (2005, p14) Gambar 2.2 Model Kinerja Individual Model Kinerja Individu menurut Simanjuntak dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu kompetensi individu, dukungan organisasi, dan dukungan manajemen. 2.4.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi kinerja Para pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja antara satu karyawan dengan karyawan lainnya yang berada di bawah pengawasannya. Walaupun karyawan-karyawan bekerja pada tempat yang sama namun produktivitas mereka tidaklah sama. Secara garis besar perbedaan kinerja ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu : faktor individu dan situasi kerja. Menurut Gibson, et al. (2007, p434) ada tiga perangkat variabel yang mempengaruhi perilaku dan prestasi kerja atau kinerja, yaitu: 1. Variabel individual, terdiri dari: a. Kemampuan dan keterampilan: mental dan fisik b. Latar belakang: keluarga, tingkat sosial, penggajian c. Demografis: umur, asal-usul, jenis kelamin. 2. Variabel organisasional, terdiri dari: a. Sumberdaya b. Kepemimpinan
27
c. Imbalan d. Struktur e. Disain pekerjaan. 3. Variabel psikologis, terdiri dari: a. Persepsi b. Sikap c. Kepribadian d. Belajar e. Motivasi. 2.4.3 Dimensi Kinerja Karyawan Pengertian kinerja karyawan menunjuk pada kemampuan karyawan dalam melaksanakan keseluruhan tugas-tugas yang menjadi tanggungjawabnya. Menurut Mitchel T.R dan Larson yang dikutip oleh Sedarmayanti (2000, p51). Dimensi kinerja karyawan dapat meliputi : kemampuan, inisiatif, ketepatan waktu, kualitas hasil kerja dan komunikasi. 2.4.4 Proses Manajemen Kinerja Berdasarkan pendapat Cushway (2002, pp.89-107) ada 4 langkah pokok dalam pengenalan terhadap proses manajemen kinerja yang luas: 1.
Merencanakan kinerja : Seperti halnya mengenali proses - proses yang lain, pertama - tama kita harus jelas tentang alasan utama mengenalkan manajemen kinerja, juga harus memiliki pandangan yang jelas tentang apa yang diharapkan akan diperoleh. Harus ada komitmen yang kuat dari atasan dalam memperkenalkan proses ini, karena tanpa adanya komitmen ini akan sulit untuk mendapatkan bantuan dari tingkatan yang lebih rendah, dan sumber yang tersedia untuk mencapai hasil akan tidak mencukupi. Tahap berikutnya dalam merancang proses manajemen kinerja adalah menetapkan tujuan. Tujuan ini dikembangkan dari arah dan strategi organisasi secara keseluruhan dan dari pernyataan yang mengandung maksud dan
28
tujuan organisasi yang akan diperbaiki secara bertahap dan mengalir kebawah sampai dalam bentuk target individual. Hal ini dikenal dengan nama pendekatan dari atas ke bawah. Alternatif nya adalah pendekatan dari bawah ke atas. Seperti namanya, maka prioritas dan target ditentukan oleh organisasi yang lebih rendah. Dalam beberapa hal seperti tidak logis, karena bertentangan dengan teori, yaitu keberadaan suatu pekerjaan adalah untuk maksud tertentu dan maksud tersebut ditentukan oleh
manajemen
organisasi.
Jika
pertimbangan diberikan
untuk
penentuan target individual, maka harus diingat bahwa individu-individu tersebut mempunyai tujuan yang tidak hanya berhubungan dengan pekerjaan saja. Sebenarnya prioritas mereka lebih pada hal-hal seperti prospek ada tidaknya promosi, upah, jati diri, cuti, gaya hidup, hubungannya dengan rekan sekerja dan atasan. 2.
Mengelola kinerja : Bila tujuan kinerja sudah ditetapkan, dan rencana tindakan telah disetujui, langkah berikutnya dalam proses manajemen kinerja adalah memastikan bahwa rencana tersebut dilaksanakan, dan hasil yang ditentukan dapat tercapai.
3.
Meninjau kinerja : Peninjauan kinerja merupakan bagian dari proses pengaturan kinerja. Namun, dengan melihat pertimbangan khusus yang dapat diterapkanpada aspek proses, maka akan lebih mudah dalam proses pemeriksaan sebagai bagian yang terpisah. Penilaian kinerja, biasanya terjadi pada saat wawancara yang diadakan beberapa waktu antara karyawan dengan para manajernya. Seringkali hasil dari wawancara tersebut berpengaruh langsung pada pelatihan, dan pengembangan.
4.
Memberi imbalan : Imbalan kinerja merupakan bagian dari proses manajemen kinerja yang mencoba memberikan karyawan semacamimbalan atas pencapaian targetnya. Seringkali apa yang dicari oleh pekerja adalah pengakuan atas kinerja yang telah dilakukannya.hanya saja ketika uang yang menjadi ukuran, maka imbalan
29
kinerja akan menjadi suatu masalah yang rumit, dan penekanan masalah tersebut terdapat pada aspek finansial.
2.5 Kerangka Pemikiran
Analisis path ε1 -
Kepuasan Kerja (X1) Faktor psikologi Faktor fisik Faktor sosial Faktor financial -
Gaya kepemimpinan (X2) - Otoriter - Laissez Faire - Demokrasi
Kinerja Karyawan (Y) Kemampuan Inisiatif Ketepatan Waktu Kualitas hasil kerja Komunikasi
Analisis path ( R2YX1X2 )
Sumber : Penulis Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran
Analisis path
30
2.6 Hipotesis Menurut Sekaran (2006, p135), Hipotesis bisa didefinisikan sebagai hubungan yang diperkirakan secara logis di antara dua atau lebih variabel yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji. Hubungan tersebut dapat diperkirakan berdasarkan jaringan asosiasi yang ditetapkan dalam kerangka teoritis yang dirumuskan untuk studi penelitian. Dengan menguji hipotesis dan menegaskan perkiraan hubungan, diharapkan bahwa solusi dapat ditemukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah : Untuk T-1 Ho = Tidak ada pengaruh atau kontribusi secara signifikan antara kepuasan kerja terhadap kinerja Karyawan Ha = Ada pengaruh atau kontribusi secara signifikan antara kepuasan kerja terhadap kinerja Karyawan Untuk T-2 Ho = Tidak ada pengaruh atau kontribusi secara signifikan antara gaya kepemimpinan terhadap kinerja Karyawan Ha = Ada pengaruh atau kontribusi secara signifikan antara gaya kepemimpinan terhadap kinerja Karyawan Untuk T -3 Ho = Tidak ada pengaruh atau kontribusi secara signifikan antara kepuasan kerja dan gaya kepemimpinan terhadap kinerja Karyawan Ha = Ada pengaruh atau kontribusi secara signifikan antara kepuasan kerja dan gaya kepemimpinan terhadap kinerja Karyawan