Majalah Ilmiah, Vol. 24, No. 1, April 2017, Hal. 121-128 Copyright©2017 by LPPM UPI YPTK Padang
E-ISSN 2502-8774 P-ISSN 1412-5854
PENGARUH INVESTASI DAN TENAGA KERJA TERHADAP PRODUKSI SUBSEKTOR PERKEBUNAN DI SUMATERA BARAT Deni Amelia Universitas Putra Indonesia YPTK Padang
[email protected]
Abstrak The agricultural sector so far is the largest contributor to the economy of West Sumatra, the positive performance of this sector is driven by the high growth of the plantation subsector, especially the last five years. Factors that led to this sub-sector can continue to grow them is capital or invested capital (domestic and foreign) as well as labor used. Invested in the plantation subsector is expected to encourage an increase in output and input demand and therefore contributes to the increase in income and employment expansion which in turn will boost economic growth and accelerate economic recovery. Research on the effects of investment and labor to the production of plantation sub-sector with a secondary method of data collection aims to see the effect of the investment and labor to the production of plantation subsector West Sumatra. Data were analyzed statistically using the OLS method in SPSS. The analysis showed that investment in general have a positive impact on the growth of production in the plantation subsector, but the influence of investments from FDI is not significant, it which can be caused by the low proportion of FDI in West Sumatra. While the coefficient of labor but also have a significant impact negatively affect production of plantation subsector. This suggests that labor productivity is very low, thus increasing the number of workers do not have an impact on increasing production. This is line with the level of efficiency (return on scale) decreases. It will also mean an increase in production in the plantation subsector only be done by entering a technological factors and reduce labor. Key Words : domestic investment, foreign investment, labor, production of plantation subsector
1. PENDAHULUAN Perkembangan perekonomian yang terjadi di Indonesia tidak terlepas dari kontribusi sektor ekonomi yang mendukungnya. Sesuai dengan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993, tujuan pembangunan nasional jangka panjang adalah untuk mengubah struktur perekonomian agar tercipta struktur ekonomi yang seimbang, dimana industri menjadi tulang punggung ekonomi yang didukung oleh kemampuan pertanian yang tangguh. Menurut Dumairy (1997) berbagai teori pertumbuhan ekonomi klasik dan studi empiris Bank Dunia menunjukkan, bahwa sukses pembangunan sektor industri di suatu negara selalu diiringi dengan perbaikan produktivitas dan pertumbuhan berkelanjutan di sektor pertanian. Selain menyediakan kebutuhan pangan bagi penduduk serta menyerap tenaga kerja, sektor pertanian juga merupakan pemasok bahan baku bagi sektor industri. Pembangunan sektor pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang secara potensial mampu memberikan kontribusi yang besar dalam perekonomian Indonesia. Dengan kata lain, pertanian merupakan basis perekonomian Indonesia. Walaupun sumbangan nisbi (relative contribution) sektor pertanian dalam perekonomian yang diukur berdasarkan proporsi nilai tambahnya dalam membentuk PDB atau pendapatan nasional tahun demi tahun kian mengecil, hal itu bukan berarti nilai dan peranannya semakin tidak bermakna. Nilai tambah sektor pertanian ini dalam menyerap tenaga kerja tetap terpenting. Soekartawi (1995), menyatakan bahwa adanya kecendrungan penurunan kontribusi relatif sektor pertanian terhadap PDB merupakan salah satu ciri transpormasi struktural yang telah terjadi pada perekonomian dimana peran relatif sektor pertanian dan sumbangannya pada PDB serta penyerapan tenaga kerja semakin menurun. Hal ini disebabkan pula oleh sumberdaya manusia yang bekerja pada sektor pertanian pada umumnya relatif rendah, sehingga produktivitasnya
121
Majalah Ilmiah, Vol. 24, No. 1, April 2017, Hal. 121-128 Copyright©2017 by LPPM UPI YPTK Padang
E-ISSN 2502-8774 P-ISSN 1412-5854
rendah. Dan disamping itu, karena tidak didukung oleh laju investasi yang memadai serta menurunnya daya beli masyarakat, hal ini terjadi karena investasi tidak membantu dan produksi serta kapasitas juga tidak bertambah. Sumatera barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang sampai saat ini struktur perekonomian daerahnya masih didominasi oleh produk pertanian, dengan kata lain sektor pertanian yang merupakan penyumbang terbesar dalam perekonomian. Dari nilai PDRB Sumatera Barat sumbangan sektor pertanian besar terhadap total nilai tambah yang dihasilkan seluruh sektor ekonomi yang ada. Dilihat secara sub-sektoral, kinerja positif sektor ini didorong oleh tingginya pertumbuhan subsektor perkebunan. Subsektor perkebunan merupakan salah satu subsektor yang berperan penting dalam kaitannya dengan PDRB, yaitu melalui perkembangan produksi komoditas pertanian. Hasil pembangunan perkebunan menunjukkan kinerja subsektor perkebunan secara kuantitatif cukup berkembang, dimana peran subsektor ini dalam sumbangannya terhadap PDRB cenderung meningkat. Untuk itu, agar pertanian khususnya subsektor perkebunan dapat berkontribusi dalam perekonomian nasional, menghadapi dinamika globalisasi dan perdagangan bebas diperlukan suatu perencanaan nasional dengan pemilihan atas dasar prioritas dan sasaran dari program pembangunan pertanian. Salah satu aspek yang cukup menetukan keberhasilan pembangunan adalah penyebaran investasi yang sesuai dengan lokasi dan kondisi masyarakat (Makmun dan Akhmad Yasin : 2003). Penanaman modal (investasi) yang ditanamkan pada sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan diharapkan mampu mendorong kenaikan output yang berpengaruh terhadap kenaikan pendapatan dan memberikan kontribusi besar terhadap sektor pertanian sebagai tulang punggung perekonomian daerah Sumatera Barat dapat terus berkembang. Resiko dan ketidakpastian serta struktur kepemilikan asset yang kurang menguntungkan terutama akibat tingginya suku bunga pinjaman, berpengaruh negatif terhadap investasi disektor pertanian, sehingga nilai investasi di sektor pertanian (khususnya subsektor perkebunan) masih sangat rendah. Kondisi ini juga disebabkan karena Sumatera Barat sering dikeluhkan tidak memiliki iklim investasi yang kondusif karena banyaknya kendala kelembagaan investasi yang masih perlu pembenahan. Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yang berasal dari subsektor perkebunan adalah tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi. Kondisi ketenagakerjaan sangat dipengaruhi oleh keadaan penduduk dan angkatan kerja. Tingginya jumlah dan laju pertumbuhan angkatan kerja menuntut implikasi perlunya perluasan dan penyediaan lapangan kerja. Masalah kesempatan kerja erat kaitannya dengan masalah pertumbuhan ekonomi. Secara keseluruhan kebijaksanaan pembangunan nasional pada dasarnya berusaha agar perekonomian sejalan dengan usaha memperluas kesempatan kerja. Dalam hal ini, semakin besarnya pertumbuhan subsektor perkebunan akan memperluas kesempatan kerja, sehingga produksi subsektor perkebunan juga dapat terus ditingkatkan. Dengan melihat berbagai permasalahan perekonomian yang ada pada saat ini, secara tidak langsung memiliki peran dalam tumbuh kembangnya subsektor perkebunan yang akan berpengaruh terhadap kinerja dan terhadap pola produksi yang dihasilkan oleh subsektor perkebunan di Sumatera Barat dan diperlukan sekali berbagai upaya efektif guna mendorong perkembangan subsektor ini. Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh investasi dan tenaga kerja terhadap produksi subsektor pekebunan di Sumatera Barat.
2. LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Investasi Keberhasilan pertumbuhan PDRB, tidak dapat dipisahkan dari meningkatnya investasi. Investasi adalah kata kunci penentu laju pertumbuhan ekonomi, karena disamping akan mendorong kenaikan output secara signifikan, juga secara otomatis akan meningkatkan permintaan input, sehingga pada gilirannya akan meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan masyarakat sebagai konsekuensi dari meningkatnya pendapatan yang diterima masyarakat. Investasi adalah kegiatan ekonomi mempunyai arti yang luas. Dalam konsep ekonomi makro, penimbunan/penumpukan modal selalu dianggap sebagai investasi. Investasi selalu dikaitkan sebagai suatu kegiatan menanamkan uang dalam proses produksi, dengan harapan mendapatkan keuntungan atau peningkatan kualitas sistem produksi pada masa yang akan datang (BPS, 2002). Teori ekonomi mendefinisikan investasi sebagai pengeluaran untuk membeli barang-barang modal
122
Majalah Ilmiah, Vol. 24, No. 1, April 2017, Hal. 121-128 Copyright©2017 by LPPM UPI YPTK Padang
E-ISSN 2502-8774 P-ISSN 1412-5854
dan peralatan-peralatan produksi dengan tujuan untuk mengganti terutama menambah barangbarang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksi barang dan jasa dimasa depan (Sukirno, 2000). Gambaran perkembangan pembangunan daerah secara makro sektoral tidak terlepas dari perkembangan distribusi dan alokasi investasi (investasi pemerintah dan swasta) antar daerah. Sumber utama investasi adalah dari tabungan domestik, baik dari masyarakat maupun pemerintah.
2.2 Konsep Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan salah satu sumber daya yang penting peranannya. Tenaga kerja dipandang sebagai suatu faktor produksi yang mampu meningkatkan daya guna faktor produksi lainnya (mengolah tanah, memanfaatkan modal, dan sebagainya) sehingga perusahaan memandang tenaga kerja sebagai suatu investasi dan banyak perusahaan yang memberikan pendidikan kepada karyawan sebagai wujud kapitalisasi tenaga kerja. Berdasarkan undang-undang No.25 Tahun 1997 tentang ketenagakerjaan, mulai tanggal 1 Oktober 1998, tenaga kerja didefenisikan sebagai penduduk yang berumur 15 tahun atau lebih. Hal ini atas dasar pertimbangan adanya program wajib belajar 9 tahun sampai SLTP, maka penduduk usia sekolah yang melakukan kegiatan ekonomi akan berkurang. Tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja yang umum dipakai yaitu penduduk yang berumur 15 tahun ke atas atau 15-64 tahun, dan dapat dikatakan pula bahwa tenaga kerja adalah penduduk yang potensial dapat bekerja. Dengan kata lain tenaga kerja adalah seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa dan jika ada permintaan terhadap tenaga mereka dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktifitas tersebut. Dalam pembangunan suatu wilayah ekonomi sumberdaya manusia mempunyai peranan yang sangat penting. Ada dua pengertian yang terkandungdalam sumberdaya manusia (Soeroto, 1992) yaitu : Pertama, mengandung pengertian usaha kerja atau jasa yang dapat diberikan dalam proses produksi. Kedua, menyangkut manusia yang mampu bekerja, mampu dalam arti dapat melakukan kegiatan yang mempunyai kelompok ekonomis. Dengan kata lain merupakan kelompok penduduk dalam usia kerja yang dikenal dengan tenaga kerja atau manpower. Dengan demikian tenaga kerja mempunyai peranan penting dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Disatu pihak, sebagai subjek yang melakukan segala kegiatan pembangunan. Dilain pihak, pendapatan yang mereka peroleh dari pekerjaan akan memberikan daya beli kepada masyarakat dan seterusnya menimbulkan permintaan efektif mengenai barang dan jasa yang dihasilkan dalam pembangunan. 2.3 Konsep Subsektor Perkebunan Subsektor perkebunan merupakan salah satu dari lima subsektor pertanian (subsektor tanaman pangan, subsektor perkebunan, subsektor kehutanan, subsektor peternakan dan subsektor perikanan) yang ada di Indonesia. Tanaman perkebunan menjadi pendukung utama sektor pertanian dalam menghasilkan devisa. Ekspor komoditas pertanian yang utama adalah hasil-hasil perkebunan. Hasil-hasil perkebunan yang selama ini telah menjadi komoditas ekspor konvensional terdiri atas karet, kelapa sawit, teh, kopi, tembakau serta beberapa jenis tanaman perkebunan yang diekspor namun porsinya relatif kecil (Dumairy, 1997). Dalam perekonomian Indonesia, subsektor perkebunan merupakan salah satu subsektor yang berperan penting. Subsektor perkebunan dipacu pertumbuhannya melalui berbagai kebijakan produksi, investasi, ekspor, dan berbagai kebijakan lainnya. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kinerja subsektor perkebunan dalam perekonomian nasional. Arah kebijakan pemerintah tersebut sesuai dengan keunggulan komperatif subsektor perkebunan di pasar domestik dan internasional. Peranan penting dari subsektor perkebunan diantaranya adalah peningkatan PDB melalui perkembangan produksi komoditas perkebunan, penyerapan tenaga kerja, penghasil devisa. Subsektor perkebunan secara tradisional menghasilkan komoditas yang diperdagangkan secara
123
Majalah Ilmiah, Vol. 24, No. 1, April 2017, Hal. 121-128 Copyright©2017 by LPPM UPI YPTK Padang
E-ISSN 2502-8774 P-ISSN 1412-5854
internasional, dengan demikian subsektor perkebunan juga berperan penting sebagai penghasil devisa. Subsektor perkebunan juga tercatat sebagai salah satu sumber penerimaan pemerintah melalui pajak, antara lain dengan penerimaan pajak impor, ekspor dan pajak pertambahan nilai pada beberapa komoditas perkebunan yang dilakukan pemerintah (Dratjat, 2003).
2.4 Teori Produksi dan Analisa Fungsi Produksi Produksi adalah aktivitas untuk menciptakan barang dan jasa agar dapat memenuhi kebutuhan manusia. Produksi tidak hanya meliputi perubahan dalam sifat atau benda saja, didalam pengertian ekonomi dikatakan produksi adalah setiap tindakan yang dapat menciptakan atau menambah utility dari barang-barang ekonomi. Dalam teori produksi selalu dibahas hubungan antara faktor-faktor produksi sebagai input dan produk yang dihasilkan sebagai output. Hubungan yang bersifat teknis tersebut digambarkan melalui fungsi produksi. Fungsi produksi menyatakan, bahwa untuk menghasilkan output dibutuhkan faktor produksi. Dari sejumlah faktor produksi yang tersedia untuk menghasilkan output dapat disederhanakan menjadi dua faktor yaitu faktor produksi tenaga kerja dan faktor produksi modal. Teori Neo Klasik mengumpamakan bahwa dalam perekonomian terdapat pasar persaingan sempurna. Didalam keadaan ini setiap unit faktor produksi dibayar sebesar produktivitas marginalnya. Maka nilai output yang diciptakan oleh faktor modal yang tersedia adalah sebesar marginal produktivitas faktor modal dikalikan dengan faktor modal, untuk faktor tenaga kerja adalah sebesar marginal produktivitas dari tenaga kerja dikalikan dengan faktor tenaga kerja. Keynes dalam Bronson (1979) menyatakan bahwa proses produksi juga dipengaruhi oleh faktor modal, tenaga kerja dan faktor teknologi. Dengan anggapan bahwa faktor modal dan teknologi tidak mengalami perubahan dalam jangka pendek dan semua faktor produksi yang ada dalam perekonomian tidak dimanfaatkan sepenuhnya dalam kegiatan proses produksi (under employment) untuk menghasilkan output. Sehingga untuk meningkatkan output maka diperlukan kebijaksanaan pemerintah dengan jalan mempengaruhi permintaan aggregatif yang efektif dari masyarakat. Disaat permintaan efektif meningkat berarti output yang dihasilkan terdorong untuk meningkat. Akibatnya, permintaan terhadap tenaga kerja juga akan meningkat. Dipihak lain, kenaikan pendapatan yang terjadi karena kenaikan employment hanya sebagian kecil saja yang dibelanjakan untuk keperluan konsumsi oleh masyarakat. Oleh sebab itu perlu adanya investasi dalam mengisi kesenjangan yang terjadi antara pendapatan dan konsumsi. Salah satu fungsi produksi yang digunakan dalam menganalisa perkembangan subsektor perkebunan di Sumatera Barat, menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas ini untuk melihat bagaimana pengaruh stok kapital (investasi) dan tenaga kerja yang digunakan dengan menganggap teknologi yang digunakan konstan.
3. METODOLOGI 3.1 Data dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berbentuk time series untuk jangka waktu 1991 hingga 2006. Data tersebut diperoleh dari hasil publikasi BPS Sumatera Barat dan instansi-instansi lain yang terkait.
3.2 Metode Analisa Dalam penelitian ini untuk menganalisa pengaruh investasi dan tenaga kerja terhadap produksi subsektor perkebunan di Sumatera Barat digunakan analisa regresi dengan menggunakan metode kuadrat terkecil. Fungsi yang digunakan yaitu fungsi produksi Cobb-Douglas. Fungsi produksi ini digunakan paling sesuai untuk mencapai tujuan dari penelitian ini, karena fungsi produksi ini mampu menerima lebih dari 2 (dua) jenis input dalam proses produksi. Bentuk umum dari fungsi produksi Cobb-Douglas adalah sebagai berikut : ..............................................................................................................................(1) Selanjutnya, dalam penelitian ini investasi yang dilakukan pada subsektor perkebunan merupakan investasi swasta yaitu dalam bentuk penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan dalam bentuk penanaman modal asing (PMA), persamaannya :
124
Majalah Ilmiah, Vol. 24, No. 1, April 2017, Hal. 121-128 Copyright©2017 by LPPM UPI YPTK Padang
E-ISSN 2502-8774 P-ISSN 1412-5854
[ ..............................................................................................................(2) Sehingga fungsi produksi Cobb-Douglas menjadi (Makmun dan Ahmad Yasin, 2003) : .................................................................................................(3) Persamaan ini akan lebih mudah ditafsir dalam bentuk logaritma natural sebagai berikut : ......................................................................(4) Dimana : Y = Produksi subsektor perkebunan Β0 = Intercept/konstanta Β1 = Koefisien investasi dalam negeri (PMDN) Β2 = Koefisien investasi luar negeri (PMA) Β3 = Koefisien tenaga kerja Dt = PMDN Ft = PMA Lt = Tenaga kerja E = Error terms
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan metodologi yang digunakan dalam penelitian ini, untuk melihat ada atau tidaknya pengaruh masing-masing faktor (independent variabel) terhadap produksi subsektor perkebunan Sumatera Barat (dependent variabel) dapat dilhat dari koefisien regresi (α dan β). Analisa regresi dilakukan dengan menggunakan program “Statistical Program Social Science (SPSS versi 11.0)”. Hasil pengolahan data dengan model regresi dapat dilihat dari persamaan berikut : Ln Yt = 46,254 + 0,366 ln Dt + 0,01143 ln Ft – 3,101 ln Lt (3,559) (3,752) (0,478) (-2,805) 2 R = 0,781 F-test = 14,292 Dw = 1,542 Angka dalam kurung adalah nilai t-test masing-masing faktor (independent variabel). Berdasarkan model di atas koefisien elastisitas variabel PMDN subsektor perkebunan Sumatera Barat adalah 0,366 yang berarti bahwa jika PMDN subsektor perkebunan naik 10%, maka produksi akan meningkat sebesar 3,66%. Dari hasil regresi tersebut diketahui adanya hubungan yang positif antara PMDN subsektor perkebunan dengan produksi subsektor perkebunan, dan pengaruh variabel ini signifikan terhadap produksi subsektor perkebunan, dapat dilihat dari hasilnya yang signifikan karena t-test lebih besar dari t-tabel dimana koefisien regresi PMDN subsektor perkebunan adalah 3,752 dan nilai t-tabel pada derajat kepercayaan 99% adalah 3,055. Demikian juga pada variabel PMA subsektor perkebunan terlihat bahwa pengaruhnya terhadap produksi subsektor perkebunan adalah positif yaitu 0,01143 yang berarti bahwa jika PMA subsektor perkebunan meningkat 10% maka akan meningkatkan produksi sebesar 0,1143%. Namun variabel ini tidak signifikan terhadap produksi subsektor perkebunan, hal ini dapat dilihat dari nilai t-test yang lebih kecil dari t-tabel dimana koefisien regresi PMA subsektor perkebunan dengan produksi subsektor perkebunan adalah 0,0478 dan nilai t-tabel pada derajat kepercayaan 90% yaitu 1,782. Pengaruh PMA subsektor perkebunan terhadap produksi subsektor perkebunan yang tidak signifikan pada tahun analisis 1991 sampai 2006 dapat dikarenakan masih kecilnya proporsi PMA di provinsi Sumatera Barat. Walaupun PMA di Sumatera Barat terkonsentrasi sebagian besar pada subsektor perkebunan terutama dua tahun terakhir analisis, namun proporsinya relatif kecil dibandingkan dengan PMDN. Hal ini disebabkan karena iklim investasi yang tidak kondusif di Indonesia khususnya di Provinsi Sumatera Barat. Lain halnya dengan variabel jumlah tenaga kerja subsektor perkebunan, terlihat bahwa pengaruhnya terhadap produksi subsektor perkebunan Sumatera Barat adalah negatif yaitu -3,101. Ini berarti jika jumlah tenaga kerja subsektor perkebunan meningkat 10% maka produksi akan berkurang 1,01%. Ini berarti pula bahwa hipotesa yang dikemukakan pada penelitian ini tidak terbukti dimana adanya pengaruh yang negatif jumlah tenaga kerja subsektor perkebunan terhadap
125
Majalah Ilmiah, Vol. 24, No. 1, April 2017, Hal. 121-128 Copyright©2017 by LPPM UPI YPTK Padang
E-ISSN 2502-8774 P-ISSN 1412-5854
produksi subsektor perkebunan di Sumatera Barat. Berdasarkan nilai t-test diketahui bahwa variabel ini signifikan pada derajat kepercayaan 95% dimana nilai t-testnya 2,805 sedangkan ttabelnya adalah 2,179. Pengaruh jumlah tenaga kerja terhadap produksi subsektor perkebunan bertanda negatif menunjukkan bahwa produktivitas tenaga kerja sangat rendah, sehingga penambahan jumlah tenaga kerja tidak berdampak pada peningkatan produksi. Hal ini sesuai dengan teori pertambahan hasil yang semakin menurun (The Law of Diminishing Return). Pada awalnya penambahan jumlah tenaga kerja akan meningkatkan produksi, tetapi kemudian tambahan produksi yang diciptakan oleh tambahan tenaga kerja makin lama menjadi semakin berkurang. Untuk melihat kuat atau tidaknya pengaruh antara dependent variabel dengan independent variabel digunakan koefisien determinasi (R2). Dari hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar 0,781. Artinya, bahwa 78,1% perubahan produksi subsektor perkebunan di Sumatera Barat dipengaruhi oleh besarnya investasi (PMDN dan PMA) serta jumlah tenaga kerja subsektor perkebunan. Sedangkan sisanya (21,9%) dipengaruhi oleh variabel lain. Uji statistik F merupakan pengujian secara simultan tentang kuat atau tidaknya pengaruh antara dependent variabel terhadap independent variabel. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai F-test sebesar 14,292 dan nilai F-tabel pada tingkat kepercayaan 99% adalah 5,95. Ini berarti F-test lebih besar dari F-tabel yang menunjukkan memang terdapat pengaruh yang kuat atau signifikan antara dependent variabel dengan independent variabel dan berarti secara statistik pada tingkat kepercayaan 99% tersebut. Dengan melakukan uji autokorelasi akan dapat dilihat korelasi antar datum data yang diurutkan berdasarkan waktu sehingga satu datum dipengaruhi datum sebelumnya. Dari analisis data, uji autokorelasi dilakukan dengan rumus Durbin-Watson adalah 1,542. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat autokorelasi. Dengan melihat terdapatnya pengaruh investasi PMDN dan PMA serta jumlah tenaga kerja subsektor perkebunan terhadap perkembangan dan pertumbuhan produksi subsektor perkebunan, usaha untuk mempercepat pertumbuhan produksi subsektor perkebunan di Sumatera Barat dapat dilakukan dengan mengambil kebijaksanaan yang erat hubungannya dengan peningkatan dan ketepatan penggunaan dana investasi PMDN dan PMA dan ketepatan penggunaan jumlah tenaga kerja subsektor perkebunan. Hasil penemuan empiris juga menunjukkan bahwa investasi PMDN dan PMA memberikan kontribusi yang positif terhadap peningkatan produksi subsektor perkebunan, dengan kontribusi PMDN yang lebih besar dari PMA. Untuk itu pemerintah perlu menempuh kebijakan yang memprioritaskan pada upaya mendorong peningkatan penanaman modal di provinsi Sumatera Barat yang sangat berpengaruh terhadap peningkatan efisiensi dan skala produksi subsektor perkebunan, dan dengan kebijakan tersebut diharapkan akan dapat mengatasi faktor-faktor penghambat investasi. Beberapa kebijakan yang diperlukan : 1. Menciptakan iklim investasi daerah yang baik dan kondusif baik oleh pemerintah maupun swasta dengan memberlakukan Undang-undang perpajakan yang baru, yang kemudian diikuti dengan deregulasi, debirokratisasi, berupa penyederhanaan perizinan, serta memberi kesempatan berusaha seluas-luasnya kepada dunia usaha. 2. Diberlakukannya Keppres No.34 tahun 1992, tentang pemanfaatan tanah hak guna usaha dan hak guna bangunan. Untuk usaha patungan PMA, telah ditetapkan bahwa Hak Guna Usaha (HGU) dapat diberikan langsung kepada perusahaan PMA patungan, untuk jangka waktu 35 tahun. HGU ini dapat diperpanjang sampai 25 tahun kemudian, sepanjang perusahaan yang bersangkutan menjalankan usahanya dengan baik, ia dapat diperbaharui
126
Majalah Ilmiah, Vol. 24, No. 1, April 2017, Hal. 121-128 Copyright©2017 by LPPM UPI YPTK Padang
E-ISSN 2502-8774 P-ISSN 1412-5854
lagi, dan dapat pula digunakan sebagai jaminan utang (collateral). Keputusan ini yang dimaksudkan untuk memacu investasi asing subsektor perkebunan. 3. Memberikan kemudahan dan fasilitas khusus bagi investor nasional dan asing serta menerbitkan brosur-brosur tentang potensi ekonomi serta usaha yang diprioritaskan bagi PMA dan PMDN. 4. Menciptakan pemerataan penyebaran investasi ke seluruh ndonesia dalam upaya peningkatan PMDN dan PMA di daerah. Penyebaran investasi belum merata ke seluruh Indonesia, dengan sebagian besar PMA dan PMDN masih terkonsentrasi di pulau Jawa. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari minimnya penyediaan sarana dan prasarana di luar Jawa, serta kurangnya tenaga terampil, khususnya di Sumatera Barat. Efek lanjutnya menyebabkan proporsi PMA dan PMDN yang masih rendah di daerah-daerah, termasuk Provinsi Sumatera Barat. 5. Disamping itu, dengan melakukan kebijakan penurunan tingkat suku bunga yang akan mendorong investasi. Karena tingkat investasi yang diinginkan atau direncanakan akan lebih rendah jika suku bunga semakin tinggi, dan sebaliknya suku bunga yang rendah membuat pengeluaran investasi pada tingkat yang tinggi. Pada variabel tenaga kerja, menunjukkan bahwa kebijaksanaan dalam bidang ketenagakerjaan subsektor perkebunan kurang berjalan baik, dimana pengaruhnya negatif terhadap peningkatan produksi subsektor perkebunan. Untuk itu diperlukan pula upaya meningkatkan efisiensi tenaga kerja lebih lanjut sebagai upaya peningkatan produksi, diantaranya melalui kebijaksanaan : 1. Peningkatan kualitas dan revolusi pendidikan, dengan melakukan upgrading tingkat keterampilan sumber daya manusia. 2. Peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat. 3. Peningkatan etos kerja dan disiplin masyarakat. 4. Peningkatan penerapan agama serta pembinaan moral dan akhlak masyarakat. 5. Peningkatan kursus keterampilan dan latihan kerja, dan 6. Pengembangan pusat informasi pasar tenaga kerja untuk memudahkan pengisian lapangan kerja bagi angkatan kerja. Peningkatan efisiensi tenaga kerja juga merupakan investasi yang tidak kalah pentingnya. Karena investasi tidak hanya dalam arti uang yang ditanamkan untuk membeli peralatan dan prasarana produktif. Investasi ini menyangkut perilaku manusia terhadap kerja produktif, disiplin dan kejujuran. Walaupun investasi fisik dan finansial tidak bertambah, pertumbuhan ekonomi terjadi bila manusia yang dibelakang investasi itu bekerja makin produktif, makin disiplin dan makin jujur. Selain kebijakan yang berhubungan dengan investasi dan tenaga kerja, dalam upaya peningkatan produksi dan pengembangan subsektor perkebunan dalam jangka panjang maka diperlukan juga kebijakan yang berhubungan dengan upaya mengatasi faktor-faktor yang menjadi kendala pengembangan perkebunan. Kendala pengembangan perkebunan di Provinsi Sumatera Barat diantaranya : 1. Lahan atau reformasi pertanahan yang masih rendah. 2. Perda investasi Sumatera Barat belum jelas. 3. High cost ekonomi.
127
Majalah Ilmiah, Vol. 24, No. 1, April 2017, Hal. 121-128 Copyright©2017 by LPPM UPI YPTK Padang
E-ISSN 2502-8774 P-ISSN 1412-5854
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil regresi dapat disimpulkan bahwa pengaruh investasi pada subsektor perkebunan terhadap produksi signifikan, begitu juga pengaruh tenaga kerja yang signifikan. Dilihat dari jenis investasi, pengaruh PMDN signifikan, sedangkan untuk PMA tidak signifikan. Hasil regresi juga menjelaskan bahwa perubahan produksi subsektor perkebunan 78,1% dipengaruhi variabel investasi dalam hal PMDN dan PMA serta tenaga kerja. Pengaruh tenaga kerja terhadap produksi subsektor perkebunan bertanda negatif menunjukkan bahwa produktivitas tenaga kerja Sumatera Barat masih sangat rendah, sehingga penambahan jumlah tenaga kerja tidak berdampak pada peningkatan produksi. Ekspansi kegiatan ekonomi pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan salah satu kunci pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat. Hal ini dapat dilakukan melalui kebijakan dalam mendorong investasi di Sumatera Barat. Tanpa kebijakan yang jelas dalam mendorong investasi, Sumatera Barat bisa kehilangan momentum pembangunan ekonomi akibat tidak efektif dan tidak optimalnya pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki, baik sumberdaya alam, sumberdaya finansial maupun sumberdaya manusia. Oleh karena itu, pembangunan perekonomian mesti bersumber pada kekuatan internal yang kita miliki disamping tetap berupaya menarik pihak luar untuk menanamkan modalnya di Sumatera Barat.
DAFTAR PUSTAKA [1].Dradjat, Bambang. 2003. Kinerja Subsektor Perkebunan : Evaluasi Masa Lalu (1994-1998) dan Prospek Pada Era Perdagangan Bebas Dunia (2003-2008) : Jurnal Ekonomi Rakyat. [2].Dumairy. 1997. Perekonomian Indonesia. Jakarta. Erlangga,. [3].Makmun dan Akhmad Yasin. 2003. Pengaruh Investasi dan Tenaga Kerja terhadap PDB Sektor Pertanian ; Kajian Ekonomi dan Keuangan Vol. 7, No. 3. 2003. [4]Soekartawi. 1995. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis Cobb-Douglas. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada. [5]Soeroto. 1992. Strategi Pembangunan dan Perencanaan Kesempatan Kerja. Yogyakarta. Gajah Mada University Press. [6]Sukirno, Sadono. 2000. Pengantar Teori Mikro Ekonomi, Edisi Kedua. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.
128