Mahasiswa Fakultas Psikologi Ikuti Konferensi di Jepang UNAIR NEWS – Mengikuti konferensi lintas negara tentunya menjadikan pengalaman berharga bagi mahasiswa. Apalagi jika konferensi tersebut dilaksanakan di luar negeri dan baru pertama kali diikuti. Begitulah pengalaman yang dirasakan I Wayan Putra Radityawan, mahasiswa S-1 Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Airlangga. Bersama Nelly Marhayati dan Prakrisno Satrio mahasiswa S-3 FPsi, Wayan berkesempatan mengikuti International Congress of International Association for Cross-Cultural Psychology (IACCP) 23rd yang dilaksaakan di Nagoya, Jepang. Acara tersebut dilaksanakan pada 30 Juli – 3 Agustus 2016 silam. Acara yang telah diselenggarakan ke-23 itu merupakan kerjasama IACCP dengan The International Academic Forum (IAFOR). Pada kesempatan ini, Wayan sapaan akrabnya, mewakili kelompoknya mempresentasikan paper dengan judul “The Application of Token Economy to Improve Obediencce Behaviour in the Students of Anak Ceria Kindergarten”. Selain Wayan, makalah tersebut ditulis oleh Ayu Fitria, Hanny Gustiyanti, Musrifatul Jannah, Nisva Lailatun Nisa, dan Windy Marifatiyanti. “Dalam hal ini, saya mewakili kelompok saya yang berhalangan hadir sehingga saat presentasi saya tampil sendiri. Akan tetapi saya tidak sendirian dari UNAIR, karena ada Bu Nelly mahasiswa S-3 Psikologi UNAIR yang juga berpartisipasi, meskipun kita berbeda ruangan dan tema. Kebetulan Bu Nelly masuk dalam tema akulturasi migrasi,” ceritanya. Wayan merasa beruntung dapat berpartisipasi pada kegiatan ini. Sebab, para peserta merupakan peneliti yang fokus pada psikologi lintas budaya yang berasal dari berbagai negara.
Mereka terdiri profesional.
dari
mahasiswa,
dosen,
bahkan
praktisi
Rangkaian acara IACCP yang bertemakan “Cultural Neuroscience: Accomplishment So Far and Future Directions” ini diawali dengan prakongres. Wayan berbangga karena berkesempatan bertemu dan berjejaring dengan akademisi lintas negara. “Saya mendapatkan banyak pengalaman baru dan wawasan baru yang tidak pernah saya dapatkan selama berada di UNAIR. Dan, yang saya apresiasi adalah bagaimana semangat penelitian dalam kongres seperti ini sangat besar. Kita saling membagikan hasil penelitian kita dan tidak sedikit dari kita mendapatkan masukan yang positif untuk pengembangan penelitian kita,” ujarnya. Wayan merasa memperoleh lecutan semangat ketika paper yang ia presentasikan mendapatkan apresiasi. Peserta dan peneliti lain mengapresiasi penelitiannya dengan memberikan kritik dan masukan. “Di sini saya yang notabene masih berstatus mahasiswa merasa mendapat pelajaran, dan saya juga berupaya mendapatkan informasi tambahan terkait studi di luar dan join dalam penelitian dengan pihak luar,” paparnya,” kata mahasiswa kelahiran Liquica, Timor Leste, 30 Oktober 1994 ini. Sementara itu, Nelly, berkesempatan mengikuti dua kegiatan di Nagoya. Sebelum mengikuti IACCP, Nelly mengikuti PhD summer school yang diselenggarakan sejak tanggal 26-30 Juli 2016, bertempat di Nakatsugawa, Nagoya. “Tujuannya adalah untuk membantu mahasiswa doktoral dari seluruh dunia terutama yang fokus di bidang psikologi cross culture menemukan tambahan pengetahuan yang mendukung penelitian disertasi mereka baik dari mentor maupun temanteman dari negara lain,” ujar Nelly. Nelly mengaku, dengan mengikuti acara tersebut ia mendapat
banyak pengalaman yang bukan hanya mendukung disertasinya namun juga pengalaman dan pengetahuan yang lain. Bahkan, ia berdiskusi dengan teman sekamarnya yang merupakan asisten riset professor dari Universitas Miami, Amerika Serikat, untuk melakukan kolaborasi penelitian pada tahun 2017 di Indonesia. “Saya sangat berterima kasih kepada UNAIR, khususnya pimpinan di lingkungan Psikologi, dan Program Doktor Psikologi atas dukungannya, sehingga saya dapat mengikuti kegiatan di Nagoya Jepang. Acara ini adalah acara dua tahunan Organisasi IACCP dan alangkah baiknya jika dari UNAIR khususnya psikologi selalu mengirimkan utusannya baik dosen maupun mahasiswa untuk kegiatan ini,” pungkas Nelly. (*) Penulis : Binti Q. Masruroh Editor: Defrina Sukma S.
FKG Selenggarakan Dental Teleconference di APAN 42Hong Kong UNAIR NEWS – Asia-Pacific Advanced Networks (APAN) adalah organisasi penyedia internet melalui jalur Research and Education Network (REN) di seluruh Asia Pacific. REN menghubungkan berbagai sekolah, universitas, pusat riset, dan rumah sakit di seluruh dunia melalui internet berkecepatan tinggi. Dua kali dalam setahun, APAN menyelenggarakan pertemuan di mana pada tiap pertemuan terdapat Medical Working Group. Awal bulan Agustus 2016 lalu, pertemuan APAN diselenggarakan di Hongkong dan salah satu kegiatan dari Medical Working Group adalah Dental conference se-Asia Pacific.
Aqsa Sjuhada, drg, MKes dari FKG UNAIR adalah Chief Engineer dan Program Organizer dalam Dental Teleconference se-AsiaPacific tersebut. Dengan memilih tema “Bidirectional relationship between periodontal disease and endocrine disturbance”, teleconference menghubungkan 10 institusi dari Indonesia, Jepang, Malaysia, Taiwan dan Hong Kong di dunia maya. Aqsa menjelaskan bahwa tema tersebut dipilih karena tren riset global yang membuktian teori bahwa terdapat hubungan kausal yang kuat antara penyakit periodontal dengan ganguan endokrin, seperti diabetes mellitus. Dijabarkan dalam teleconference ilmiah tersebut, penyakit diabetes mellitus menyebabkan penyakit periodontal serta perawatan gigi dan gusi yang paripurna mellitus.
dapat
mengotrol
keparahan
penyakit
diabetes
Di masa depan, transfer of knowledge melalui teleconference akan semakin dirasakan manfaatnya seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin tinggi, koneksi gambar dan suara yang semakin berkualitas, tampilan presentasi power Point dan tayangan video yang bisa dinikmati dengan lebih nyaman oleh seluruh institusi yang terkoneksi. Aqsa menambahkan bahwa tantangan di masa depan adalah meningkatkan frekuensi teleconference untuk pendidikan jarak jauh dan berpartisipasi aktif dalam telekonferensi internasional lainnya. FKG Unair telah berperan sebagai Program Organizer dan peran ini akan ditingkatkan agar Unair menjadi leader dalam kegiatan teleconference level internasional. (*) Penulis: Humas FKG Editor: Rio F. Rachman
FEB Raih Best Paper dan Outstanding Professor di Beijing UNAIR NEWS – Predikat membanggakan kembali dicapai oleh delegasi Universitas Airlangga. Dalam International Conference in Organizational Innovation di Beijing pada 26-28 Juli 2016 lalu, delegasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) sukses menyabet gelar Best Paper, atas nama Prof Dr Bambang Tjahjadi SE.,MBA., Ak., dan Outstanding Professor atas nama Badri Munir Sukoco SE., MBA., PhD. Di Beijing, semua dosen disebut sebagai Profesor. Maka itu, meskipun Badri belum meraih gelar Guru Besar di UNAIR, dia tetap berhak atas sapaan itu dalam konferensi. “Saya melakukan riset untuk membuat paper itu bersama Bu Noerlailie (Dr. Noerlailie Soewarno SE., MBA., Ak.) dan Bu Hariyati. Isinya, soal betapa penting strategi inovasi dalam bidang manufaktur,” kata Prof Bambang saat ditanya tentang karyanya pada Selasa lalu (2/8). Pihaknya menegaskan, strategi inovasi yang dimaksud mesti dilakukan sejak tahap perencanaan, proses produksi, hingga pemasaran. Tanpanya, usaha manufaktur dalam negeri tidak akan sanggup bersaing dengan pihak asing. Terlebih, saat ini gerbang globalisasi terbuka lebar. Pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN yang dimulai sejak akhir 2015 lalu, misalnya, sudah memperluas peluang perusahaan luar negeri masuk dan memasarkan produk di Indonesia.
Prof Bambang (dua dari kanan) menerima penghargaan Best Paper (Foto: Istimewa) Bambang menuturkan, Jawa Timur memiliki potensi besar di bidang manufaktur. Hal ini harus dimanfaatkan dengan baik. Karena bila hasil yang ditelurkan maksimal, imbasnya langsung berdampak di masyarakat. Bagaimana cara mengoptimalkannya? Dengan melakukan inovasi yang berdasar perkembangan zaman. Bila terobosan yang dimaksud tidak dilaksanakan, bersiaplah tumbang dilalap para pesaing. Dan, tak menutup kemungkinan bakal sampai pada titik bangkrut. “Kalau bukan kita yang menguatkan usaha manufaktur nasional, siapa lagi?,” tutur Prof Bambang. (*) Penulis : Rio F. Rachman Editor : Binti Q. Masruroh
Tuberculosis Terus Mengancam, UNAIR Seminarkan GSEID dengan Pakar Dunia UNAIR NEWS – Tuberculosis (TB) sungguh penyakit yang mbandel. Kata itu kiranya yang pas untuk melukiskan betapa sulitnya penyakit yang menyerang dan merusak jaringan organ paru itu sulit diberantas. Itulah yang menyebabkan Indonesia menjadi salah satu negara di dunia dengan prevalensi TB tinggi. Program pengendalian TB sudah 20 tahun digencarkan dan diimplementasikan, tetapi hingga kini TB masih menjadi penyakit infeksi yang menyebabkan angka kematiannya nomor tiga di Indonesia.
kesakitan
dan
”Puluhan tahun kita mengatasinya. Banyak juga yang sembuh dan berhasil. Tetapi ditengah-tengah itu, kasus TB ini muncul lagi dan lagi dengan beragam masalah baru. Realita itulah yang mendorong UNAIR mengadakan seminar dan menghadirkan ahli-ahli TB dari berbagai negara pada 8-9 Agustus 2016 untuk mencari solusi,” tandas Dr. Soedarsono, dr., Sp.P(K), Ketua Panitia “International Seminar on Global Strategy to Combat Emerging Infectious Diseases in Borderless Era” (GSEID 2016). Dalam press conference di FK UNAIR, Jumat (29/7) kemarin, Dr. Soedarsono juga didampingi ahli-ahli mikrobiologi dan penyakit TB seperti Prof. Dr. Kuntaman, dr., MS., Sp.MK(K)., Prof. Dr. Ni Made Mertaniasih, dr., MS., Sp.MK(K) Wakil Dekan III FK UNAIR, dan Prof. Maria Inge Lusida, dr., M.Kes., Ph.D., Sp.MK(K) Ketua Institute of Tropical Diseases (ITD) UNAIR. Seminarnya nanti akan diadakan oleh kerjasama antara FK dengan ITD UNAIR, di Aula FK UNAIR. Dirancang juga menghadirkan keynote speaker dr. H. Muhamad Subuh, MPPM., Dirjen P2P Kemenkes RI. Ahli dari luar negeri yang akan dihadirkan antara lain Prof.
Toshiro Shirakawa MD., Ph.D (Kobe Iniversity), Prof. Keigo Shibayama MD, Ph.D (National Institute of Infectious Disease, Japan), Prof. Katsushi Tokunaga, PhD (Tokyo University), Prof. Dr. Mark A. Graber, MD, MSHCE, FACEP (Iowa University USA), Prof. Dr. Eric C.M van Gorp (Erasmus Medical Center, Rotterdam), dan Dr. Carmelia Basri, M.Epid (Senior Public Health Consultant). Kasus-kasus baru TB yang muncul itu antara lain penyakit penyerta (komorbit) HIV-AIDS, diabetes, resistensi Mycobacterium tuberculosis atau kuman kebal obat yang disebut multi-drug resistance (TB MDR). Kasus demikian muncul ditengarai antara lain karena dampak dari lamanya pengobatan TB hingga enam bulan non-stop, muncul rasa bosan/jenuh, berganti dengan obat lain, atau kebiasaan minum obat separo dosis, sehingga penyakit tak sembuh-sembuh dan bakteri penyebab TB (Mycobacterium tuberculosis complex) menjadi kebal atau resisten terhadap obat. “Kasus-kasus demikian itu yang akan dibahas dalam seminar nanti, termasuk pengobatannya, dengan mengolaborasikan hasil penelitian pakar-pakar Soedarsono.
dari
luar
negeri,”
tambah
Dr.
Di tingkat global, saat ini Indonesia berada di urutan 8 dari 27 negara dengan TB-MDR yang terbesar di dunia, dengan perkiraan pasien TB-MDR mencapai 6.900 kasus. Program pengobatan TB-MDR sudah diterapkan menyeluruh pada rumah sakit di Indonesia sejak 2009. “Banyak tantangan yang harus dihadapi, mulai penerapan program pengobatan TB-MDR di rumah sakit yang lamban, masalah diagnosis yang cepat, efek samping yang lebih banyak, komitmen dari berbagai pihak yang kurang memadai, membuat kasus penularan TB-MDR makin bertambah banyak. Jadi perlu ada intervensi dengan mencari akar permasalahan sehingga kedepan program pengobatan TB MDR lebih berhasil,” tambah Soedarsono, Pulmonologist RSUD Dr.Soetomo/FK UNAIR ini.
Ditambahkan oleh Prof. Kuntaman bahwa bakteri resisten yang menjadi perhatian dunia saat ini minimal ada tiga kelompok. Pertama, MRSA (Methicillin Resistant Staphycoccus aureus) yaitu resisten terhadap semua obat golongan pinisilin dan turunannya. Prevalensinya tahun 2002 kurang dari 1% dan kini (2015) telah meningkat menjadi 8%. Kelompok yang kedua adalah bakteri penghasil ESBL (Extended Spectrum Beta Lactamase) yang telah resisten terhadap antibiotika generasi baru dari pinisilin dan turunannya, kecuali beberapa yang masih sensitif. “Pada tahun 2006 baru mencapai 24%, tetapi tahun 2013 sudah mencapai 38-66%. Jadi saat ini (2016) mungkin sudah makin tinggi lagi,” kata Prof. Kuntaman. Kelompok ketiga adalah Carbapenem Resistance Enterobacteriaceae (CRE) yang merupakan ancaman terbaru, dimana bakteri ini telah resisten terhadap antibiotik pamungkas yang dimiliki Indonesia maupun dunia pada umumnya. “Bahteri ini sudah dideteksi di Indonesia, khususnya di Jakarta dan Surabaya. Kan Indonesia ini sangat luas, sehingga informasi terbaru bakteri resisten mungkin tidak merata. Inilah tanggungjawab kita untuk menyebarluaskan,” tambah Guru Besar ilmu Mikrobiologi Klinik FK UNAIR ini. (*) Penulis: Bambang Bes
Matangkan Join Conference dengan Salahaddin University
Erbil UNAIR NEWS – Utusan dari Salahaddin University Erbil bernama Abdullah Y. Hewa berkunjung ke UNAIR Selasa lalu (14/3). Kedatangannya bertujuan untuk mematangkan rencana publikasi bersama dan konferensi bersama. Dia diterima oleh Rektor UNAIR Prof. Dr. H. Mohammad Nasih, MT., SE., Ak, CMA dan jajaran pejabat rektorat yang lain. Wakil Rektor III UNAIR Prof. Mochammad Amin Alamsjah, Ir., M.Si., Ph.D., mengatakan, utusan dari kota Kurdistan Erbil (dekat Irak dan Syiria, Red) itu menindaklanjuti kesepakatan kerja sama yang sudah dilaksanakan sebelumnya. Hal ini juga terkait kesediaan UNAIR untuk hadir dalam eveng simposium internasional ICOWOBAS yang bakal digelar pada 2017 mendatang. “Tahun 2015 lalu, UNAIR menjadi tuan rumah. Tahun depan, acara dua tahunan di bidang life science ini digelar di Erbil. Insya Allah UNAIR datang,” kata guru besar Fakultas Perikanan dan Kelautan tersebut.
Utusan dari Salahaddin University Erbil Abdullah Y. Hewa (tiga dari kanan) diterima oleh Rektor UNAIR M. Nasih (empat dari
kanan) dan pejabat lainnya (Foto: UNAIR NEWS) Amin mengungkapkan, ICOWOBAS tergolong event internasional dengan skala besar yang diikuti oleh perwakilan negara-negara di dunia. Maka itu, merupakan kebanggaan bagi UNAIR bila bisa terus berpartisipasi. Melalui keaktifan dalam gelaran semacam ini, jaringan dengan dunia luar juga bisa terus meluas. (*) Penulis: Rio F. Rachman
Video Conference, Komunikasi Kekinian Ala FKG UNAIR NEWS – FKG UNAIR tak pernah henti berinovasi. Misalnya, saat sejak 2011 lalu, fakultas yang berlokasi di kampus A ini menggunakan mekanisme video conference untuk berkomunikasi dan berdiskusi mengenai program kerjasama dengan kampus luar negeri. Tak hanya itu, terdapat pula kuliah bersama sekaligus dengan empat universitas di empat negara berbeda, Jepang, Kamboja, Vietnam dan Indonesia. Video conference juga digunakan untuk menjembatani ketiadaan dosen FKG secara fisik di fakultas. Kuliah secara E-learning telah dilaksanakan oleh dosen ilmu faal, Aqsa Syuhada, drg., M.Kes, yang saat ini sedang menjalani training selama satu bulan di Kyusyu University, Jepang. Tidak berhenti sampai di situ saja, kegiatan video conference juga dilaksanakan untuk acara penutupan student exchange selama 6 bulan di Hiroshima University dan wawancara 2 dosen muda FKG yang akan berangkat study program doktoral si Tohoku University, Jepang.
Video conference menjadi sesuatu yang sangat berguna bagi FKG untuk membuka jalinan komunikasi dengan universitas di luar negeri. Sehingga, percepatan UNAIR menuju WCU menjadi sesuatu yang lebih mudah untuk diraih. (*) Penulis: Humas FKG Editor: Rio F. Rachman