KARAKTERISTIK MARSHALL PADA ASPAL BETON CAMPURAN HANGAT DENGAN MODIFIKASI AGREGATRAP DAN ASPAL-RESIDU OLI The Study of Marshall Characteristic of Asphalt Concrete Utilising RAP at Warm Mixture Temperature with Asphalt-Oil Residue as Modification
TUGAS AKHIR Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Di Susun Oleh :
MEINDIAR WIKANTA NIM. I 0105010
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
i
LEMBAR PERSETUJUAN KARAKTERISTIK MARSHALL PADA ASPAL BETON CAMPURAN HANGAT DENGAN MODIFIKASI AGREGATRAP DAN ASPAL-RESIDU OLI The Study of Marshall Characteristic of Asphalt Concrete Utilising RAP at Warm Mixture Temperature with Asphalt-Oil Residue as Modification
Disusun Oleh :
MEINDIAR WIKANTA NIM. I 0105010 Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Persetujuan
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Ir. Ary Setyawan, M.Sc,Ph.D NIP.1966 1204 199512 1001
Ir. Agus Sumarsono, MT NIP.1957 0814 198601 1001
LEMBAR PENGESAHAN
KARAKTERISTIK MARSHALL PADA ASPAL BETON CAMPURAN HANGAT DENGAN MODIFIKASI AGREGATRAP DAN ASPAL-RESIDU OLI The Study of Marshall Characteristic of Asphalt Concrete Utilising RAP at Warm Mixture Temperature with Asphalt-Oil Residue as Modification TUGAS AKHIR Disusun oleh : MEINDIAR WIKANTA NIM. I 0105010 Telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret pada hari Jumat, 22 Januari 2010 :
1. Ir. Ary Setyawan, MSc (Eng), PhD NIP. 19661204 199512 1 001
(....................................)
2. Ir. Agus Sumarsono, MT NIP. 19570814 198601 1 001
(....................................)
3. Ir. Djoko Santoso, MM NIP. 19520919 198903 1 002
(………………………)
4. Slamet Jauhari Legowo, ST, MT NIP. 19670413 199702 1 001
(………………………)
Mengetahui, a.n Dekan Fakultas Teknik UNS Pembantu Dekan I
Disahkan, Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UNS
Ir. Noegroho Djarwanti, MT NIP. 19561112 198403 2 007
Ir. Bambang Santosa, MT NIP 19590823 198601 1 001
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“ Dan barang siapa mengerjakan amal kebajikan, baik laki – laki maupun perempuan sedang dia beriman,maka mereka itu akan masuk ke dalam surga dan mereka tidak dizalimi sedikitpun.” ( Qs. An-Nisa’ : 124 ) “ Ilmu adalah penghibur hati di kala sendiri, teman di saat sepi, petunjuk dikala suka maupun duka, pembantu pada saat dibutuhkan, pendamping ketika tidak ada kawan dan cahaya bagi jalan untuk menuju surga-Nya.”(Al-Ghazali) “ Perubahan adalah kata lain untuk berkembang atau mau belajar.Dan, kita semua mampu melakukannya jika berkehendak.” ( Prof Charles Handy ) “ Jangan pernah menyerah untuk selalu melakukan hal yang baik dan berubahlah kearah yang lebih baik lagi selagi kamu bisa.” Karya kecil ini aku persembahkan untuk : “ Allah SWT “ yang telah melimpahkan rizki dan rahmat-Nya.” “ Ibu-ku dan bapak“ terima kasih atas segala do’a dan dukungan kalian sampai akhirnya aku berhasil menyelesaikan kuliahku.” “ Kakakku dan keponakan kecil-ku“ terima kasih atas segala do’a dan dukungan kalian sampai akhirnya aku berhasil menyelesaikan kuliahku.” “All civil’05 dan smua pihak yang tidak bisa aku sebutkan satu per satu terima kasih atas bantuan kalian dan support yang membawaku sampai akhirnya bisa selesai kuliah.”
ABSTRAK
Meindiar Wikanta, 2010, Karakteristik Marshall Pada Aspal Beton Campuran Hangat Dengan Modifikasi Agregat-RAP Dan Aspal-Residu Oli, Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian yang menggunakan material aspal hasil residu oli belum begitu digalakkan, sehingga penggunaan residu oli di Indonesia masih jarang ditemui. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha-usaha penelitian lanjutan agar residu oli ini dapat dipakai dalam campuran lapis perkerasan jalan. Dalam penelitian ini digunakan Reclaimed Aspahalt Pavement (RAP) dan agregat segar, karena banyaknya sisa lapis permukaan jalan yang tak terpakai maka RAP menjadi satu alternatif bahan penelitian dengan metode daur ulang. Dalam campuran asphalt concrete (AC) biasanya dicampur, dihampar, dan dipadatkan secara hot mix pada suhu tertentu. Proses Hot Mix Asphalt (HMA) yang suhunya 138 sampai 160o C membutuhkan asupan energi bahan bakar yang tinggi dan gas pembuangan yang tinggi pula. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan metode Warm Mix Asphalt (WMA) yang suhunya 20 sampai 55 oC lebih rendah daripada temperatur Hot Mix Asphalt (HMA). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola hubungan antara kadar residu oli dan suhu dan menentukan kadar aspal optimum asphalt concrete recycle dengan kadar residu oli pada campuran hangat. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang dilakukan di laboratorium dengan variasi residu oli 0%, 10%, 20% dan RAP 30%. Sampel yang digunakan berjumlah masing-masing 15 buah. Pengujian sampel dengan menggunakan alat uji Marshall Test. Pengujian yang digunakan untuk mendapatkan hubungan antara suhu dan variasi residu oli, nilai karakteristik Marshall dan variasi residu oli adalah dengan uji regresi dan korelasi. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa terdapat pola hubungan linear antara kadar residu oli dengan suhu pencampuran dan pemadatan. Dengan persamaan Tpc = -3,674c + 151,1 diperoleh nilai korelasi 0,97 untuk suhu pencampuran dan Tpm = -2,28c + 100,6 diperoleh nilai korelasi 0,976 untuk suhu pemadatan. Nilai kadar aspal optimum asphalt concrete recycle dengan kadar residu oli pada campuran hangat sebesar 5,87%; 6%: 5,84% untuk masing – masing variasi residu oli.
Kata Kunci : Aspal Beton , Marshall Test, RAP, Residu Oli, Warm Mix Asphalt
ABSTRACT Meindiar Wikanta, 2010, The Study of Marshall Characteristic of Asphalt Concrete Utilising RAP at Warm Mixture Temperature with Asphalt-Oil
Residue as Modification, Thesis of Civil Engineering Sebelas Maret University Surakarta. The research about oil residue as modifier is not familiar yet, so oil residue utilities in Indonesia still unknown. It require needs some continuely research so that, oil residue can be used in pavement structure. This research use Reclaimed Asphalt Pavement (RAP) and Fresh Aggregate, because there were so many waste of surface layer which is not reused. So, reused RAP is become one alternative order in recycling. Asphalt Concrete (AC) is usually blended, spreaded, and compacted with hot mix at certain temperatures. Hot Mix Asphalt (HMA) process with temperature 138 to 160o C needs more fuels consumption and increasing gas emissions. So that this research use Warm Mix Asphalt (WMA) method with temperature of 20 to 55 oC lower temperature than Hot Mix Asphalt (HMA).The objective of this study are to understand the relation between oil residue content and temperature, to determine asphalt optimum content of asphalt concrete recycle with oil residue content in warm mix. This research used experimental method in laboratory with 0%,10%,20% of oil residue mixture and 30% RAP. There were 15 samples in this study. The sample tested by Marshall Test. The determined of correlation between temperature and oil residue mixture, Marshall characteristic value and oil residue mixture by adopted regression test and correlation. The results of the study showed that there are linear relation between oil residue contents and temperatures of mixing and compaction. Similarity Tpc = -3,674c + 151,1 get correlation 0,97 for mixing temperature and Tpm = -2,28c + 100,6 get correlation 0,976 for compaction temeprature. Optimum Bitumen Content (OBC) asphalt concrete recycle with oil residue in warm mix 5,87%; 6%; 5,84% for 0%,10%,20% oil residue mixture, respectively.
Key word : Asphalt concrete, Marshall Test, RAP, Oil residue, Warm Mix Asphalt
KATA PENGANTAR Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir ini.
Penyusunan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan S-1 pada Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis mengambil tugas akhir dengan judul “Karakteristik Marshall Pada Aspal Beton Campuran Hangat Dengan Modifikasi AgregatRAP Dan Aspal-Residu Oli”, yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar nilai stabilitas aspal beton dengan campuran RAP dengan kombinasi aspal penetrasi 60/70 dan residu oli. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak maka rasanya sulit mewujudkan laporan tugas akhir ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Segenap pimpinan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Segenap pimpinan Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Ir. Ary Setyawan, MSc (Eng), PhD selaku dosen pembimbing I. 4. Ir. Agus Sumarsono, MT selaku dosen pembimbing II. 5. Ir. Siti Qomariyah, MSc selaku dosen pembimbing akademis. 6. Tim penguji pada ujian pendadaran tugas akhir. 7. Segenap staf Laboratorium Jalan Raya pada Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Surakarta. 8. Segenap staf pengajar pada Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Surakarta. 9. Rekan-rekan satu lab tugas akhir (Eka, Malik, Welly, Ipeh, Isti, Wardoyo, Wisnu, Danar, Danang, Bowo), terima kasihku atas bantuan kalian dari ngelab sampai skripsiku selesai. 10. Rekan-rekan mahasiswa Teknik Sipil angkatan 2005 yang tidak bisa disebutkan satu persatu terima kasih telah menjadi semangat dan pendukung selama kuliah.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun akan penulis terima dengan senang hati demi kesempurnaan penelitian selanjutnya.
Akhir kata semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak pada umumnya dan penulis pada khususnya.
Surakarta, Januari 2010
Penulis
DAFTAR ISI Halaman
HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN............................................................................ ii MOTTO DAN PERSEMBAHAN.....................................................................
iv
ABSTRAK.........................................................................................................
v
KATA PENGANTAR.......................................................................................
vii
DAFTAR ISI...................................................................................................... ix DAFTAR TABEL.............................................................................................. xii DAFTAR GAMBAR.........................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... xvii DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL..................................................................
xviii
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang............................................................................................ 1 1.2. Rumusan Masalah......................................................................................
4
1.3. Batasan Masalah.........................................................................................
4
1.4. Tujuan Penelitian........................................................................................ 5 1.5. Manfaat Penelitian...................................................................................... 5 BAB 2. LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka.........................................................................................
6
2.2. Dasar Teori.................................................................................................. 8 2.2.1. Umum...............................................................................................
8
2.2.2. Teknik Daur Ulang ( recycling ) ...................................................... 8 2.2.3. Lapis Aspal Beton............................................................................. 12 2.2.4. Campuran Hangat Asphalt Concrete................................................
18
2.2.5. Residu Oli.........................................................................................
18
2.3. Pemeriksaan Karakteristik Campuran......................................................... 20 2.3.1. Karakteristik Aspal...........................................................................
20
2.3.2. Karakteristik Marshall......................................................................
20
2.4. Regresi dan Korelasi...................................................................................
23
2.4.1. Regresi..............................................................................................
23
2.4.2. Korelasi.............................................................................................
24
2.5. Kerangka Pikir............................................................................................
26
BAB 3. METODE PENELITIAN
27
3.1. Metode Penelitian.......................................................................................
27
3.2. Waktu Penelitian.........................................................................................
27
3.3. Teknik Pengumpulan Data.......................................................................... 28 3.4. Peralatan...................................................................................................... 28 3.5. Bahan..........................................................................................................
30
3.6. Benda Uji....................................................................................................
31
3.7. Prosedur Pelaksanaan.................................................................................. 31 3.7.1. Uji Pendahuluan................................................................................ 31 3.7.2. Pembuatan Benda Uji.......................................................................
32
3.7.3. Volumetrik Test.................................................................................
34
3.7.4. Marshall Test....................................................................................
35
3.8. Tahap Penelitian.......................................................................................... 36 BAB 4. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
37
4.1. Hasil Pemeriksaan Bahan............................................................................ 37 4.1.1. Hasil Pemeriksaan Agregat............................................................... 37 4.1.2. Hasil Pemeriksaan RAP.................................................................... 38 4.1.3. Hasil Pemeriksaan Aspal..................................................................
38
4.2. Pola Hubungan Antara Kadar Residu Oli dan Suhu Pada Campuran 28 Hangat ........................................................................................................
40
4.3. Hasil Pemeriksaan dan Pengujian Marshall...............................................
45
4.4. Pembahasan Hasil Pengujian Marshall Test...............................................
59
4.4.1. Hubungan Kadar Aspal dengan Stabilitas Asphalt Concrete (AC) 29 pada Campuran RAP 30% dengan Kadar Residu Oli 0%,10%, 45 20%..................................................................................................
59
61 4.4.2. Hubungan Kadar Aspal dengan Densitas Asphalt Concrete (AC) pada Campuran RAP 30% dengan Kadar Residu Oli 0%, 10%, 32 dan 20%...........................................................................................
63
4.4.3. Hubungan Kadar Aspal dengan Porositas Asphalt Concrete (AC) 61 pada Campuran RAP 30% dengan Kadar Residu Oli 0%, 10%, dan 20%...........................................................................................
66
4.4.4. Hubungan Kadar Aspal dengan Marshall Quotient Asphalt 65 Concrete (AC) pada Campuran RAP 30% dengan Kadar Residu Oli 0%, 10%, 20%............................................................................ 69 4.4.5. Hubungan Kadar Aspal dengan Flow Asphalt Concrete (AC) pada 69 Campuran RAP 30% dengan Kadar Residu Oli 0%, 10%, 20%.....
72
4.5. Curing Pada Campuran Hangat..................................................................
75
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
77
5.1. Kesimpulan.................................................................................................
77
5.2. Saran............................................................................................................ 77 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................
78
LAMPIRAN.......................................................................................................
DAFTAR TABEL Halaman
Tabel 2.1. Spesifikasi Pemeriksaan Agregat........................................................... 16 Tabel 2.2. Spesifikasi Gradasi Campuran AC Spec IV........................................ 16 Tabel 2.3. Gradasi RAP.......................................................................................... 17 Tabel 3.1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian............................................................... 27 Tabel 3.2. Hasil Pemeriksaan Agregat.................................................................... 30 Tabel 3.3. Kebutuhan Benda Uji............................................................................ 31 Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Aspal....................................................................... 39 Tabel 4.2. Hasil Uji Penetrasi Dan Titik Lembek Campuran Aspal dan Residu 41 Oli.......................................................................................................... 391 Tabel 4.3. Hasil Uji Kelekatan Aspal dengan Variasi Residu Oli pada 41 Agregat.................................................................................................. 40 Tabel 4.4. Suhu Pencampuran dan Pemadatan Campuran Aspal dan Residu Oli.. 433 Tabel 4.5. Hasil Uji Volumetrik Asphalt Concrete (AC) dengan Perbandingan 47 Tabel 4.8. Campuran Aspal Tanpa Residu Oli dengan Suhu Pencampuran 44 145°C dan Suhu Pemadatan 97°C......................................................... 465 Tabel 4.6. Hasil Uji Marshall Asphalt Concrete (AC) dengan Perbandingan Campuran Aspal Tanpa Residu Oli dengan Suhu Pencampuran 145°C dan Suhu Pemadatan 97°C......................................................... 47 Tabel 4.7. Hasil Uji Volumetrik Asphalt Concrete (AC) dengan Perbandingan Campuran Residu Oli 10% dengan Suhu Pencampuran 120°C dan Suhu Pemadatan 80°C........................................................................... 48 Tabel 4.8. Hasil Uji Marshall Asphalt Concrete (AC) dengan Perbandingan Campuran Residu Oli 10% dengan Suhu Pencampuran 120°C dan Suhu Pemadatan 80°C........................................................................... 49 Tabel 4.9. Hasil Uji Volumetrik Asphalt Concrete (AC) dengan Perbandingan Campuran Residu Oli 20% dengan Suhu Pencampuran 68°C dan Suhu Pemadatan 49°C........................................................................... 50 Tabel 4.10. Hasil Uji Marshall Asphalt Concrete (AC) dengan Perbandingan Campuran Residu Oli 20% dengan Suhu Pencampuran 68°C dan Suhu Pemadatan 49°C........................................................................... 51 Tabel 4.11. Rekapitulasi Hasil Uji Marshall Campuran Aspal Tanpa Residu Oli dengan Suhu Pencampuran 145°C dan Suhu Pemadatan 97°C............. 52
Tabel 4.12. Rekapitulasi Hasil Uji Marshall Campuran Residu Oli 10% dengan Suhu Pencampuran 120°C dan Suhu Pemadatan 80°C......................... 52 Tabel 4.13. Rekapitulasi Hasil Uji Marshall Campuran Residu Oli 20% dengan Suhu Pencampuran 68°C dan Suhu Pemadatan 49°C........................... 52 Tabel 4.14. Hasil uji Marshall AC dengan campuran residu oli.............................. 59
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1.
Skema Metode Recycling...................................................................
9
Gambar 2.2.
Diagram Proses Pengolahan Minyak Pelumas Bekas........................
19
Gambar 2.3.
Diagram Alir Kerangka Pikir.............................................................
26
Gambar 3.1.
Alat Uji Marshall...............................................................................
29
Gambar 3.2
Diagram Alir Penelitian......................................................................
34
Gambar 4.1.
Agregat yang Digunakan Dalam Penelitian......................................
37
Gambar 4.2.
Bitumen Test Data Chart untuk Menentukan Suhu...........................
42
Gambar 4.3.
Hubungan
Antara
Variasi
kadar
Residu
Oli
dengan
Suhu
Pencampuran........................................................................................ Gambar 4.4.
44
Hubungan Antara Variasi Kadar Residu Oli dengan Suhu Pemadatan.............................................................................................
44
Gambar 4.5.a. Grafik hubungan Stabilitas dengan Kadar Aspal pada campuran 0% residu oli dengan suhu pencampuran 145°C dan suhu pemadatan 97°C........................................................................................................ 53 Gambar 4.5.b. Grafik hubungan Pori dengan Kadar Aspal pada campuran 0% residu oli dengan suhu pencampuran 145°C dan suhu pemadatan 97°C.......... 53 Gambar 4.5.c. Grafik hubungan Flow dengan Kadar Aspal pada campuran 0% residu oli dengan suhu pencampuran 145°C dan suhu pemadatan 97°C........................................................................................................ 54 Gambar 4.5.d. Grafik hubungan Density Bulk dengan Kadar Aspal pada campuran 0% residu oli dengan suhu pencampuran 145°C dan suhu pemadatan 97°C........................................................................................................ 54 Gambar 4.5.e. Grafik hubungan Marshall Quotient dengan Kadar Aspal pada campuran 0% residu oli dengan suhu pencampuran 145°C dan suhu pemadatan 97°C..................................................................................... 54
Gambar 4.6.a. Grafik hubungan Stabilitas dengan Kadar Aspal pada campuran 10% residu oli dengan suhu pencampuran 120°C dan suhu pemadatan 80°C....................................................................................................... 55
Gambar 4.6.b. Grafik hubungan Pori dengan Kadar Aspal pada campuran 10% residu oli dengan suhu pencampuran 120°C dan suhu pemadatan 80°C....................................................................................................... 55 Gambar 4.6.c. Grafik hubungan Flow dengan Kadar Aspal pada campuran 10% residu oli dengan suhu pencampuran 120°C dan suhu pemadatan 80°C....................................................................................................... 55 Gambar 4.6.d. Grafik hubungan Density Bulk dengan Kadar Aspal pada campuran 10% residu oli dengan suhu pencampuran 120°C dan suhu pemadatan 80°C....................................................................................................... 56 Gambar 4.6.e. Grafik hubungan Marshall Quotient dengan Kadar Aspal pada campuran 10% residu oli dengan suhu pencampuran 120°C dan suhu pemadatan 80°C..................................................................................... 56 Gambar 4.7.a. Grafik hubungan Stabilitas dengan Kadar Aspal pada campuran 20% residu oli dengan suhu pencampuran 68°C dan suhu pemadatan 49°C
56
Gambar 4.7.b. Grafik hubungan Pori dengan Kadar Aspal pada campuran 20% residu oli dengan suhu pencampuran 68°C dan suhu pemadatan 49°C
57
Gambar 4.7.c. Grafik hubungan Flow dengan Kadar Aspal pada campuran 20% residu oli dengan suhu pencampuran 68°C dan suhu pemadatan 49°C
57
Gambar 4.7.d. Grafik hubungan Density Bulk dengan Kadar Aspal pada campuran 20% residu oli dengan suhu pencampuran 68°C dan suhu pemadatan 49°C....................................................................................................... 57 Gambar 4.7.e. Grafik hubungan Marshall Quotient dengan Kadar Aspal pada campuran 20% residu oli dengan suhu pencampuran 68°C dan suhu pemadatan 49°C.................................................................................... Gambar 4.8.
Gambar 4.9.
58
Grafik hubungan Kadar Aspal dengan Stabilitas menggunakan campuran Aspal dengan Residu oli 0%, 10%, 20% dalam RAP 30%..
60
Perbandingan nilai Stabilitas terhadap kadar residu oli........................
62
Gambar 4.10. Grafik hubungan Kadar Aspal dengan Densitas menggunakan campuran Aspal dng Residu Oli 0%, 10%, dan 20% dalam RAP 30% 64 Gambar 4.11. Perbandingan nilai densitas terhadap kadar residu oli.......................... 65 Gambar 4.12. Grafik hubungan Kadar Aspal dengan Porositas menggunakan
campuran Aspal dengan Residu oli 0%,10%,20% dalam RAP 30%.... 66 Gambar 4.13. Perbandingan nilai porositas terhadap kadar residu oli........................ 68 Gambar 4.14. Grafik Hubungan Kadar Aspal dengan MQ Menggunakan Campuran Aspal dengan Residu Oli 0%, 10%, 20% dalam RAP 30% 70 Gambar 4.15. Perbandingan nilai MQ terhadap kadar residu oli................................. 71 Gambar 4.16. Grafik hubungan Kadar Aspal dengan flow menggunakan campuran Aspal dengan Residu oli 0%, 10%, 20% dalam RAP 30%
73
Gambar 4.17. Perbandingan nilai Flow terhadap kadar residu oli................................ 74 Gambar 4.18. Perbandingan
nilai
stabilitas
terhadap
kadar
residu
oli
(curing)................................................................................................... 76
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A.
Data Sekunder
Lampiran B.
Data Primer
Lampiran C.
Dokumentasi Penelitian
Lampiran D.
Surat Kelengkapan
DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL
A AASHTO
= luas permukaan benda uji = American Association of State Highway and Transportation Officials
a,b
= koefisien persamaan regresi
AC
= Asphalt concrete
AMP
= Asphalt Mixing Plant
ASTM
= American Society for Testing and Material
BS
= British Standard
BTDC
= Bitumen Test Data Chart
c
= variasi residu oli
cm
= centimeter
C
= carbon
C
= angka koreksi ketebalan
CA
= Coarse Agregate
CO
= karbon oksida
CO2
= karbondioksida
D
= densitas
F
= flow
FA
= Fine Agregate
°F
= derajat Fahrenheit
gr
= gram
H
= koreksi tebal benda uji
h
= tebal rata-rata sbenda uji
HGO
= Heavy Gas Oil
HMA
= Hot Mix Asphalt
HRA
= Hot Rolled Aspal
k
= faktor kalibrasi alat
kg
= kilogram
KPa
= kilo paskal
LASTON = Lapis Aspal Beton lb
= pound
LGO
= Low Gas Oil
MA
= Medium Agregate
MGO
= Medium Gas Oil
mm
= milimeter
MPB
= Minyak Pelumas Bekas
MQ
= Marshall Quotient
NS
= Natural Sand
n
= jumlah data
q
= Pembacaan stabilitas alat
OBC
= Optimum Bitumen Content
P
= porositas
Pa.s
= Pascal second
r2
= koefisien determinasi
r
= koefisien korelasi
RAP
= Reclaimed Asphalt Pavement
S
= Stabilitas
SG
= Spesific Grafity tiap componen campuran
SGmix
= Spesific Grafity campuran
SNI
= Standar Nasional Indonesia
TFE
= Thin Film Evaporation
Tpc
= suhu pencampuran
Tpm
= suhu pemadatan
VIM
= Void In Mix
Wagr
= persen berat agregat
Wb
= persen berat aspal
WC
= Wearing course
Wdry
= berat kering
Wf
= persen berat filler
WGI
= Wiraswasta Gemilang Indonesia
WMA
= Warm Mix Asphalt
Ws
= berat jenuh
Ww
= berat dalam air
x
= variabel bebas
y
= variabel terikat
°C
= derajat Celcius
%
= persentase
%Wak
= persen berat agregat kasar
% Wah
= persen berat aspal halus
% Wb
= persen berat aspal
%Wf
= persen berat filler
SGagk
= Specific Grafity agregat kasar
SGagh
= Specific Grafity agregat halus
SGb
= Specific Grafity aspal
SGf
= Specific Grafity filler
p
= phi ( 3,14 )
0,454
= konversi beban dari lb ke kg
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi maju dengan pesat khususnya dibidang konstruksi prasarana transportasi seiring dengan perkembangan tuntutan kebutuhan hidup manusia. Hal ini mengimbangi deman yang semakin tinggi. Oleh karena itu,
teknologi dan inovasi harus terus ditingkatkan untuk mencapai hasil yang maksimal.
Penyebab kerusakan pada konstruksi perkerasan jalan (seperti di Indonesia) adalah sistem drainase yang buruk, overload dari traffic, sistem pemeliharaan yang salah dan tidak kontinyu. Sedangkan jenis-jenis kerusakan jalan seperti: retak rambut dan retak buaya, raveling, pothole, gelombang, failure. Oleh karena itu, jalan beraspal di Indonesia yang memerlukan baik pemeliharaan maupun rehabilitasi semakin bertambah. Untuk mengatasi kerusakan- kerusakan tersebut, dengan pertimbangan ekonomi dan lingkungan telah mendorong teknologi daur ulang perkerasan jalan. Teknik daur ulang konstruksi jalan (perkerasan) adalah pengolahan dan penggunaan kembali konstruksi perkerasan lama (exsisting), baik dengan ataupun tanpa tambahaan bahan baru, untuk keperluan pemeliharaan, perbaikan maupun peningkatan konstruksi perkerasan jalan.
Pembangunan jalan di Indonesia sebagian besar menggunakan asphalt concrete (AC) atau aspal beton. Asphalt concrete (AC) merupakan campuran agregat dengan gradasi rapat yang tersusun atas agregat yang terdiri dari beberapa fraksi yaitu fraksi kasar, halus dan filler dengan menggunakan bahan ikat aspal. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan Reclaimed Asphalt Pavement (RAP) atau aspal daur ulang berupa asphalt concrete recycle. Reclaimed Aspahalt Pavement (RAP) adalah bahan bongkaran perkerasan jalan lama yang sudah rusak, biasanya digunakan sebagai bahan urugan atau bahkan 1 sering menjadi limbah. Cara mendapatkan RAP adalah dengan cara mengeruk lapis perkerasan jalan yang lama dengan menggunakan alat penggaruk aspal yang dinamakan alat milling.
Dalam campuran asphalt concrete (AC) biasanya dicampur, dihampar, dan dipadatkan secara hot mix pada suhu tertentu. Proses produksi Hot Mix Asphalt (HMA) yang suhunya tinggi (300 sampai 350o F) membutuhkan asupan energi
bahan bakar yang tinggi dan menghasilkan emisi, gas pembuangan yang tinggi pula. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan metode Warm Mix Asphalt (WMA) atau aspal campuran hangat. Warm Mix Asphalt (WMA) ini menggunakan pendekatan dengan pengurangan temperatur pada campuran aspal, yaitu dengan pencampuran dan pengolahan pada temperatur yang cukup signifikan lebih rendah dibandingkan Hot Mix Asphalt (HMA).
Metode WMA cenderung mengurangi viskositas aspal, sehingga penelitian ini mencari besarnya suhu yang diperlukan untuk pencampuran terlebih dahulu. Besarnya suhu dapat ditentukan dari pembacaan Bitumen Test Data Chart (Brown, 1990). Pembacaan ini berdasarkan pada nilai penetrasi dan titik lembek (softening point) aspal dengan variasi residu oli. Dari pernyataan di atas, bahan modifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah residu oli. Dengan residu oli dalam campuran binder aspal beton diharapkan mampu meningkatkan efisiensi dari bahan daur ulang sehingga dapat digunakan kembali. Residu merupakan sisa dari proses pemurnian Minyak Pelumas Bekas (MPB). Penelitian yang menghasilkan material berupa aspal hasil residu oli ini belum begitu digalakkan, padahal kebutuhan aspal di Indonesia meningkat. Hal ini disebabkan oleh semakin mahalnya harga aspal dan kelangkaan agregat yang memenuhi spesifikasi. Residu oli – biasa disebut asphalt - sejenis aspal minyak berwarna hitam pekat, dan kental. Pada penelitian terdahulu (Hengky, 2009), RAP digunakan sebagai pengganti sebagian agregat halus untuk kemudian menetapkan Optimum Bitumen Content (OBC) guna mencari kadar RAP yang paling baik digunakan untuk perkerasan yaitu 30%. OBC RAP sebesar 30% tersebut digunakan dalam penelitian ini, sebagai
pengembangan
dari
penelitian
terdahulu,
yaitu
masih
dengan
menggunakan campuran RAP kadar 30% dengan fresh agregat, tetapi binder dalam penelitian ini dimodifikasi yaitu dengan mencampur aspal penetrasi 60/70 dengan residu oli.
Untuk mendapatkan campuran aspal beton yang baik diperlukan uji laboratorium. Salah satu metode pengujian laboratorium yang digunakan adalah Marshall Test. Dikembangkan oleh Bruce Marshall dari mississippi State Highway Departement sekitar tahun 1940 – an, dibuat standard dalam ASTM D 1559-89, dimana metode ini hampir sama dengan metode Hot Rolled Aspal (HRA). Membuat beberapa benda uji dengan kadar aspal yang berbeda kemudian di test kadar udara (porosity), stability dan flow. Hasil test diplot terhadap kadar bitumen, kemudian kadar optimum bitumen dipilih, proses ini mengukur secara teliti : porosity, stability, flow, sehingga didapatkan sifat aspal yang awet dan tahan terhadap rutting (penurunan) serta fatigue (retak karena lelah).
Oleh karena itu, Marshall test merupakan hal yang penting yang harus di lakukan agar bisa membuat jalan yang mempunyai ketahanan yang baik. Pada penelitian ini akan memeriksa nilai Marshall test dari modifikasi agregat-RAP dan aspal residu oli pada campuran hangat.
1.2.
Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka diambil suatu rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pola hubungan antara kadar residu oli dan suhu pada campuran hangat. 2. Berapa kadar aspal optimum asphalt concrete recycle dengan kadar residu oli pada campuran hangat.
1.3.
Batasan Masalah
Agar penelitian ini dapat berjalan secara sistematis maka permasalahan yang ada perlu dibatasi dengan batasan-batasan sebagai berikut : 1. Material RAP yang digunakan berasal dari pengerukan lapis perkerasan ACWC pada ruas jalan Yogyakarta-Prambanan oleh kontraktor PT. Perwita Karya. 2. Aspal yang digunakan adalah jenis aspal keras penetrasi 60/70 dicampur dengan bitumen dari hasil pemurnian minyak pelumas bekas yang didapat dari PT. Wiraswasta Gemilang Indonesia (WGI) Cibitung, Bekasi. 3. Agregat yang digunakan diperoleh dari Laboratorium Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sebelas Maret. 4.
Diadakan pengujian Marshall pada campuran WMA baru dengan kandungan RAP 30% (Hengky, 2009).
5. Tinjauan terhadap karakteristik campuran terbatas pada pengamatan terhadap hasil pengujian Marshall. 6. Data-data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. 7. Penelitian ini hanya sebatas penerapan di laboratorium.
1.4.
Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1.4.1. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui pola hubungan antara kadar residu oli dan suhu pada campuran hangat. 2. Menentukan kadar aspal optimum asphalt concrete recycle dengan kadar residu oli pada campuran hangat.
1.4.2. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat teoritis Pemanfaatan bahan terbuang menjadi bahan yang berguna sehingga dapat memberikan kontribusi ilmiah pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang Rekayasa Jalan Raya.
2. Manfaat praktis ·
Mengurangi emisi gas pembuangan dari bahan bakar akibat pemanasan temperatur yang tidak terlalu lama dan tinggi.
·
Menambah alternatif pilihan penggunaan bahan perkerasan yang lebih ekonomis dan ramah lingkungan.
·
Mengatasi masalah limbah aspal terhadap lingkungan.
·
Mengatasi terus meningkatnya elevasi jalan akibat penambahan lapisan.
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1.
Tinjauan Pustaka
Recycling aspal merupakan sisa dari lapis permukaan jalan yang sudah tidak terpakai, cara mendapatkanya adalah dengan cara mengeruk lapis perkerasan jalan
yang lama dengan menggunakan alat penggaruk aspal yang dinamakan alat milling (Balitbang, 2006)
Asphalt concrete salah satu jenis perkerasan lentur yang umum digunakan di Indonesia, merupakan suatu lapisan pada jalan raya yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus dicampur, dihamparkan dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu. Pembuatan Lapis Aspal Beton (LASTON) dimaksudkan untuk mendapatkan suatu lapisan permukaan atau lapis antara (binder) pada perkerasan jalan yang mampu memberikan sumbangan daya dukung yang terukur serta berfungsi sebagai lapisan kedap air yang dapat melindungi konstruksi dibawahnya (Bina Marga, 1987)
… Traditional hot mix asphalt (HMA) is produced in either batch or drum plants at a discharge temperature between 280°F (138°C) and 320°F (160°C). The amount of fuel consumed is relatively large due to the continuous heating of aggregate, thus increasing the energy costs and production of greenhouse gasses. Warm mix asphalt (WMA), a new paving technology that originated in Europe, appears to allow a reduction in the temperature at which asphalt mixed are produced and placed. To be practical, WMA production must use existing HMA plants, specifications, and standards. The current focus is on dense graded mixes for wearing courses. WMA allows the asphalt mixture to be compacted at a temperature range of 250°F (121°C) to 275°F (135°C)… ( Goh et.al, 2007)
Industri aspal telah dan sedang membantu dalam meningkatkan penghematan energi dan pengurangan emissi untuk menciptakan konstruksi perkerasan yang lebih ramah lingkungan selama sepuluh tahun. Penggunaan Warm Mx Asphalt 6 (WMA) adalah salah satu contoh usaha yang dilakukan industri tersebut yang menuju kepada perbaikan.WMA diproduksi pada range temperatur 17 sampai 56˚ C (30 sampai 100˚ F) lebih rendah daripada temperatur Hot Mix Asphalt (HMA). Keuntungan WMA meliputi pengurangan konsumsi energi dan gas buang (emisi) dari pembakaran dan mengurangi penguapan dari panas aspal pada tempat produksi (plant) dan lokasi perkerasan (Goh et.al, 2008)
Aspal residu atau Petroleum asphalt yaitu aspal yang didapat dari proses penyulingan Petroleum Oil. Selama proses pengikatan antar agregat berlangsung, senyawa-senyawa di dalamnya menguap sehingga yang tertinggal adalah aspal dan dapat berlaku sebagai pengikat antar agregat. Aspal residu ini berwarna hitam kental dan biasa digunakan dalam konstruksi perkerasan jalan. (Road Techniques, 1983)
Rancangan campuran berdasarkan metode Marshall ditemukan oleh Bruce Marshall, dan telah distandarisasi oleh ASTM ataupun AASHTO melalui beberapa modifikasi, yaitu ASTM D 1559-89, atau AASHTO T-245-90. Prinsip dasar dari metode Marshall adalah pemeriksaan stabilitas dan kelelehan (flow), serta analisis kepadatan dan pori dari campuran padat yang terbentuk (Sukirman, 2003)
Pada tahun 2009, Vienti Hadsari melakukan penelitian kajian karakter marshall pada asphalt concrete dalam campuran RAP dengan residu oli. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai karakteristik Marshall campuran RAP 30% dengan residu oli 25% dan 50% dan mendapatkan nilai OBC dan % kandungan residu oli yang baik dalam campuran AC.
Pada penelitian yang dilakukan sebelumnya bertujuan untuk mengetahui nilai karakteristik Marshall campuran RAP 30% dan mendapatkan nilai OBC dengan Hot Mix Asphalt (HMA). Sedangkan pada penelitian ini, bertujuan untuk mengetahui pola hubungan antara kadar residu oli dan suhu dan menentukan kadar aspal optimum asphalt concrete recycle dengan kadar residu oli dengan Warm Mix Asphalt (WMA). Metode yang digunakan untuk perhitungan tersebut, sama dengan metode yang digunakan pada penelitian sebelumnya yaitu menggunakan metode eksperimental yang dilakukan di laboratorium.
2.2.
Dasar Teori
2.2.1 Umum
Perkerasan jalan merupakan lapisan konstruksi yang diletakkan diatas tanah dasar (subgrade) yang telah mengalami pemadatan dan mempunyai fungsi untuk mendukung beban lalulintas yang kemudian menyebarkannya ke badan jalan supaya tanah dasar tidak menerima beban yang lebih besar dari daya dukung tanah yang diijinkan. Tujuan dari pembuatan lapis perkerasan jalan adalah agar dicapai suatu kekuatan tertentu sehingga mampu mendukung beban lalu lintas dan dapat menyalurkan serta menyebarkan beban roda – roda kendaraan yang diterima ke tanah dasar (Sukirman, 1995).
2.2.2. Teknik Daur Ulang (recycling)
Lapis perkerasan aspal akan mengalami penurunan atau degradasi kwalitas dan kapasitas sejalan dengan “perjalanan” pelayanannya kepada lalu-lintas sesuai dengan fungsinya sebagai prasarana transportasi, disamping karena pengaruh cuaca (panas, dingin, lembab, kering bahkan sinar ultra violet) yang diterimanya (Aly,2007).
Pada dasarnya perkerasan dapat dibuat dari bahan – bahan bangunan umum yang biasa dipakai. Untuk penghematan bahan dan energi maka daur ulang (recycling) menjadi suatu pilihan yang menarik untuk direhabilitasi perkerasan. Metode daur ulang limbah aspal merupakan salah satu cara alternatif untuk meningkatkan keefektifan buangan limbah tersebut hal ini dikarenakan didalam recycling aspal terdapat sisa zat perekat sehingga jika di daur ulang dan ditunjang dengan peralatan yang memadai akan menghasilkan bahan campuran yang nilai strukturnya dapat mengimbangi campuran yang baru dan lebih bermanfaat.
Secara garis besar metode daur ulang dapat dibedakan menjadi 2, yaitu berdasarkan : a. Proses b. Tempat alat yang digunakan Lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Metode Recycling Berdasar Proses
Hot Mix Recycling
Cold Mix Recycling
Berdasarkan Tempat Alat
In Place Recycling
Hot In Place Recycling - Reform - Repave - Remix
In plant Recycling - Batch Plant - Drum Mix Plant
Cold In Place Recycling
Gambar 2.1. Skema metode Recycling
Metode daur ulang berdasarkan tempat alat bila ditinjau dari penggunaan peralatan ada 2 macam yaitu (Aravind dan Animesh, 2007) : 1. Metode daur ulang ditempat , In Place Recycling Pada metode ini digunakan ,In Place Recycling Machine. Pamanasan lapis perkerasan, pembongkaran, penggemburan lapis lama, penambahan bahan baru (agregat, aspal dan bahan peremaja) pencampuran, serta perataan dilakukan oleh satu unit peralatan yang terdiri dari : a. Pemanas lapis permukaan perkerasan ( road preheater ) b. Alat bongkar lapis perkerasan ( hot milling) c. Alat pencampur bahan lama dengan bahan baru (pugmill mixer) d. Alat penghampar (paver/finisher) e. Alat perata dan pemadat (compacting screed) 2. Metode daur ulang In Plant Recycling Pada Metode ini, material RAP hasil penggarukan dengan menggunakan alat penggaruk (milling) diangkut ke unit pencampur aspal (AMP) tipe Bach atau Continous, yang telah dimodifikasi. Didalam unit pencampur ini material RAP tersebut dicampur dengan material baru yaitu agregat, aspal dan bahan peremaja bila diperlukan. Campuran tersebut kemudian diangkut ke lokasi penghamparan dan dihampar dengan menggunakan alat penghampar kemudian dipadatkan. Peralatan yang di perlukan untuk pelaksanaan daur ulang plantmix antara lain: a. Alat penggaruk (milling)
b. Unit pencampur aspal (AMP) c. Dump truck d. Alat penghampar e. Alat pemadat
Daur ulang bahan garukan aspal merupakan suatu upaya untuk mendapatkan bahan baru yang diperoleh dari pemanfaatan bahan garukan perkerasan yang sudah menurun kualitasnya karena faktor umur atau kerusakan perkerasan. Pada penelitian daur ulang ini, bahan garukan aspal diasumsikan
sebagai agregat
sehingga kadar aspal yang terkandung pada bahan garukan tidak diperhitungkan. Sebagai pendekatan untuk mengetahui pengaruh kadar aspal yang terkandung dalam bahan garukan dilakukan pengujian dilaboratorium pada campuran panas pada agregat, aspal emulsi dan atau tanpa semen. Nilai stabilitas campuran menggunakan bahan tambah semen lebih tinggi dibandingkan tanpa semen (Anonim, tersedia di: www.kimpraswi.go.id).
Pada penelitian ini material bongkaran jalan lama atau RAP hasil penggarukan dengan menggunakan alat penggaruk (milling) sebesar 30%. Beberapa manfaat penggunaan RAP ialah : menghemat energi, menjaga keseimbangan lingkungan, mengurangi biaya konstruksi, dan melindungi agregat dan bahan pengikat pada perkerasan yang lama. RAP (Reclaimed Asphalt Pavement) diperiksa dan dievaluasi untuk mengetahui komposisi material pada campuran dan mengetahui kualitas dan sifat-sifat yang dimiliki secara garis besar evaluasi bahan ini dibagi menjadi 3, yaitu: a. Evaluasi campuran perkerasan lama. Pemeriksaan campuran perkerasan diperlukan untuk mengetahui komposisi material pada campuran dan untuk mengetahui kualitas campuran perkerasan. Besarnya komposisi material agregat dan aspal dalam campuran diperoleh dari pengujian ekstraksi, dengan demikian kadar aspal dalam campuran dapat diketahui. b. Evaluasi agregat.
Evaluasi agregat dilakukan setelah pemeriksaan ekstraksi. Agregat yang telah terpisah dari campuran perkerasan diperiksa untuk menentukan gradasinya. Gradasi agregat ini diperlukan untuk menentukan kombinasi agregat yang harus ditambahkan kedalam campuran kerja. Agregat berfungsi sebagai pendukung utama dari beban yang diterima oleh lapis keras, dengan demikian agregat harus memenuhi persyaratan seperti yang diterapkan dalam spesifikasi konstruksi (Krebs dan Walker, 1971). Persyaratan pokok yang harus dipenuhi oleh batuan yang akan dipergunakan sebagai bahan untuk lapis perkerasan adalah : 1. Tahan terhadap keausan. 2. Mempunyai kekerasan tertentu agar dapat bertahan pada saat penggilasan dan mendukung beban kendaraan. c. Evaluasi aspal. Kandungan aspal dalam campuran perkerasan lama yang telah diketahui dari pemeriksaan sebelumnya perlu diperiksa kembali untuk mengetahui sifat-sifat fisiknya. Selanjutnya dari sifat-sifat fisiknya, maka kualitas aspal dan campuran dapat diketahui. Pemeriksaan yang harus dilakukan untuk evaluasi aspal ini yaitu pemeriksaan penetrasi, daktalitas dan titik lembek aspal. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui sebarapa jauh perubahan sifatsifat fisik yang terjadi pada aspal akibat dari pengaruh lingkungan dan pembebanan. Aspal akan masih bertahan sesuai dengan sifat aslinya apabila komponen-komponen aslinya masih seimbang, yang artinya apabila kita uji masih menunjukkan kualitas sesuai dengan spesifikasi. 2.2.3. Lapis Aspal Beton
Konstruksi jalan di Indonesia sebagian besar menggunakan jenis perkerasan lentur, yaitu lapis aspal beton (laston). Jenis perkerasan lentur menggunakan aspal sebagai bahan pengikat agregat penyusunnya. Karena sifat sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, maka penggunaan aspal haruslah seefisien dan setepat mungkin.
Lapis aspal beton (Laston) merupakan suatu lapis permukaan konstruksi jalan terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang mempunyai gradasi menerus, dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu. Campuran LASTON terdiri dari agregat kasar, agregat halus, filler dan aspal. Agregat yang terdiri dari beberapa fraksi harus dicampur dengan perbandingan yang sesuai sehingga didapatkan gradasi campuran yang dipersyaratkan dalam spesifikasi.
Pembuatan Lapis Aspal Beton dimaksudkan untuk mendapatkan suatu lapis permukaan atau lapis antara pada perkerasan jalan yang mampu memberikan sumbangan daya dukung yang terukur serta berfungsi sebagai lapisan kedap air yang dapat melindungi konstruksi dibawahnya. Sebagai lapis permukaan, lapis aspal beton harus dapat memberikan kenyamanan dan keamanan yang tinggi. Adapun bahan penyusun dari lapis aspal beton adalah sebagai berikut : 1. Aspal Aspal dikenal sebagai suatu bahan / material yang bersifat viskos atau padat, berwarna hitam atau coklat, yang mempunyai daya lekat ( adhesif ), mengandung bagian – bagian utama yaitu hidrokarbon yang dihasilkan dari minyak bumi atau kejadian alami ( aspal alam ) dan terlarut dalam karbon disulfide.
Binder (bahan pengikat) / aspal membungkus agregat dan akan mengikat agregat pada saat temperatur turun. Aspal merupakan material hydrocarbon hasil lanjutan residu proses destilasi minyak bumi yang bersifat tempo plastis.
Aspal yang digunakan sebagai campuran perkerasan jalan hendaknya memenuhi syarat : a. Sifat adhesi dan kohesi Aspal memiliki adhesi dapat diartikan bahwa aspal mampu mengikat agregat sampai didapatkan ikatan yang baik antara agregat dan aspal. Sedangkan aspal yang memiliki kohesi adalah aspal yang memiliki ikatan didalam molekul aspal untuk mempertahankan agregat tetap ditempatnya setelah terjadi pengikatan.
b. Kepekaan terhadap temperatur Aspal adalah bahan yang mempunyai sifat termoplastis, akan menjadi keras atau lebih kental jika temperaturnya berkurang dan akan lunak atau lebih cair jika temperaturnya bertambah. Sifat ini yang perlu diperhatikan agar aspal tetap memiliki ketahanan terhadap cuaca, misalnya konsistensi tidak banyak berubah akibat cuaca, sehingga kondisi permukaan jalan, misalnya konsistensi gesek atau skid resistance, dapat memenuhi kebutuhan lalulintas serta tahan lama. c. Daya tahan ( durability ) Aspal dikatakan memiliki daya tahan apabila mempunyai kemampuan mempertahankan sifat aslinya dari pengaruh cuaca selama umur pelayanan. d. Kekakuan Sifat kekakuan aspal sangat penting, karena aspal yang mengikat agregat akan menerima beban yang cukup besar dan berulang-ulang. Pada proses pelaksanaan, terjadi oksidasi yang menyebabkan aspal menjadi getas atau viskositas bertambah tinggi. Peristiwa perapuhan terus terjadi setelah masa pelaksanaan selesai. Selama masa pelayanan, aspal mengalami oksidasi dan polimerisasi yang besarnya dipengaruhi oleh aspal yang menyelimuti agregat. Semakin tipis lapisan aspal, semakin besar tingkat kerapuhan aspal yang terjadi dan demikian juga sebaliknya. e. Sifat pengerjaan ( workability ) Aspal yang dipilih akan memiliki workability yang cukup dalam pelaksanaan pekerjaan pengaspalan. Hal ini mempermudah pelaksanaan penghamparan dan pemadatan untuk memperoleh lapisan yang padat dan kuat. Pada penelitian ini menggunakan aspal penetrasi 60/70 mengingat iklim Indonesia yang rata-rata memiliki temperatur yang relatif tinggi dan aspal jenis ini mampu menahan beban lalu lintas yang besar.
2. Agregat Secara umum agregat didefinisikan sebagai formasi kulit bumi yang keras dan penyal. Menurut ASTM batuan adalah suatu bahan yang terdiri dari mineral
padat, berupa masa berukuran besar ataupun berupa fragmen–fragmen. Berdasarkan proses pengolahannya agregat dibedakan atas : a. Agregat alam Agregat ini terbentuk melalui proses erosi dan degradasi. Bentuk partikel dari agregat alam ditentukan dari proses pembentukannya. Aliran air sungai membentuk
partikel – partikel bulat – bulat dengan permukaan yang licin.
Degradasi agregat di bukit – bukit membentuk
partikel – partikel yang
bersudut dengan permukaan yang kasar. Dua bentuk agregat alam yang sering dipergunakan yaitu kerikil dan pasir. Berdasarkan tempat asalnya agregat alam dapat dibedakan atas pitrun yaitu agregat yang diambil dari tempat terbuka di alam dan bankrun yaitu agregat yang berasal dari sungai / endapan sungai. b. Agregat yang mengalami proses pengolahan Agregat yang berasal dari gunung atau bukit, sungai masih banyak dalam bentuk bongkahan besar sehingga belum dapat langsung digunakan sebagai agregat konstruksi perkerasan jalan. Proses pemecahan agregat sebaiknya menggunakan mesin pemecah batu ( crusher stone ) sehingga ukuran partikel – partikel yang dihasilkan dapat terkontrol. c. Agregat buatan Agregat ini dibuat dengan alasan khusus, yaitu agregat yang merupakan filler atau pengisi diperoleh dari hasil sampingan (ASTM,1974). Agregat memiliki peranan penting dalam perkerasan jalan. Pada umumnya agregat mempunyai kekuatan mekanik untuk pembuatan jalan, demikian pula pada lapis permukaan ( paling atas ) yang akan langsung menahan beban lalu lintas, tetapi bagian ini makin lama menjadi aus karena beban lalu lintas yang tinggi, yang menyebabkan permukaan menjadi licin dan tidak sesuai / layak lagi untuk dilalui kendaraan. Oleh karena itu agregat yang digunakan harus sesuai dengan persyaratan yang ditentukan antara lain: a. Gradasi agregat
Gradasi adalah batas ukuran agregat yang terbesar dan yang terkecil, jumlah dari masing-masing jenis ukuran, persentase setiap ukuran butir pada agregat. Gradasi agregat dapat dibedakan atas : 1.
Gradasi baik (well gradation) merupakan campuran agregat kasar dan halus dalam porsi yang berimbang.
2. Gradasi seragam (uniform graded) merupakan agregat dengan ukuran butir yang hampir sama sehingga tidak dapat mengisi rongga antar agregat. Agregat dengan gradasi seragam akan menghasilkan lapis perkerasan dengan sifat permeabilitas yang tinggi, stabilitas kurang, berat volume yang kecil. 3. Gradasi buruk ( poorly graded) Merupakan campuran agregat yang yang tidak memenehui 2 kategori diatas dimana campuran agregat dengan satu fraksi hilang atau satu fraksi sedikit sekali. b. Kekuatan agregat Kualitas perkerasan sangat tergantung pada kekuatan agregatnya. Agregat halus keras, tahan lama, bersegi-segi agar saling mengunci. c. Kepadatan agregat Kepadatan tergantung dari jenis dan gradasi agregat, sehingga disarankan untuk tidak menggunakan batu bulat dengan ukuran yang sama karena akan banyak membentuk rongga-rongga kosong. d. Kestabilan lapis perkerasan Kekuatan dan kepadatan agregat menentukan kestabilan perkerasan untuk menahan beban lalu lintas, tanpa ada perubahan/pergeseran susunan permukaan lapis perkerasan. Penggunaan batu pecah akan menambah kestabilan karena pergeseran antara dua bidang batu pecah, dan juga akan memberi permukaan lebih luas untuk penyelimutan aspal. Kadar aspal dalam campuran juga mempengaruhi kestabilan lapisan, karena apabila aspalnya terlalu sedikit maka ikatan agregat satu sama lain menjadi kurang kuat. e. Rongga kosong
Rongga-rongga kosong sangat mempengaruhi sifat asphalt concrete, sehingga perlu diisi dengan mineral atau aspal yang dapat menyelimuti semua butirbutir agregat tanpa mempengaruhi volumenya. Agregat yang digunakan dalam campuran aspal harus memenuhi persyaratan sebagaimana disajikan pada tabel 2.1. Tabel 2.1. Spesifikasi Pemeriksaan Agregat No.
Jenis pemeriksaan
Syarat
1. 2. 3. 4.
Keausan (%) Penyerapan (%) Berat jenis Bulk Berat jenis SSD
max. 40% max. 3% min. 2,5 gr/cc min. 2,5 gr/cc
Sumber : Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton untuk Jalan Raya ( AASHTO T96-7 )
Suatu campuran untuk konstruksi perkerasan jalan mempunyai spesifikasi gradasi tertentu untuk menghasilkan stabilitas, keamanan dan kenyamanan yang tinggi. Spesifikasi gradasi tersebut menunjukkan prosentase agregat yang lolos pada setiap saringan terhadap berat total agregat. Spesifikasi gradasi yang digunakan adalah berdasar SNI, seperti yang disajikan pada tabel 2.2. Tabel 2.2. Spesifikasi Gradasi Campuran AC Spec IV Ukuran Saringan % Berat Lolos 19,1 mm (3/4”)
100
12,7 mm (1/2”)
80 – 100
9,52 mm (3/8”)
70 – 90
4,76 mm (#4)
50 – 70
2,38 mm (#8)
35 – 50
0,59 mm (#30)
18 – 29
0,279 mm (#50)
13 – 23
0,149 mm (#100)
8 – 16
0,074 mm (#200)
4 – 10
Sumber: Revisi SNI 03-1737-1989
Penelitian ini menggunakan 2 (dua) komposisi agregat, yaitu agregat segar (fresh aggregate) dan RAP (Reclaimed Asphalt Pavement), dengan perbandingan 70% agregat segar dan 30% RAP. Gradasi RAP menunjukkan prosentase agregat RAP
yang lolos pada setiap saringan terhadap berat total RAP. Adapun RAP yang digunakan menggunakan gradasi dari hasil penelitian sebelumnya seperti yang disajikan pada tabel 2.4.
Tabel 2.4. Gradasi RAP Ukuran Saringan
Gradasi (% Berat Lolos)
3/4 " 1/2 " 3/8 " #4 #8 # 16 # 30 # 50 # 100 # 200 Pan
100.00 98.87 94.05 74.19 58.92 46.19 33.96 25.25 17.01 15.08 0.00
Sumber : Dedy Tahan Saputro (2009)
3. Filler Filler merupakan sekumpulan mineral yang
lolos saringan no 200. Filler
berfungsi sebagai pengisi ruang kosong (voids) diantara agregat kasar sehingga rongga udara menjadi lebih kecil dan kerapatan massanya lebih kasar. Pada prakteknya fungsi dari filler adalah untuk meningkatkan viskositas dari aspal dan mengurangi kepekaan terhadap temperatur. Menurut Bina Marga tahun 1987 macam dari filler adalah abu batu, abu batu kapur (limestone dust), abu terbang (fly ash), semen portland, kapur padam dan bahan non plastis lainnya. Untuk penelitian ini filler yang digunakan adalah abu batu.
2.2.4. Campuran Hangat Asphalt Concrete
Teknologi Warm Mix Asphalt (WMA) melakukan pencampuran dan pengolahan pada temperatur yang cukup signifikan lebih rendah dibandingkan HMA. Dengan WMA, campuran aspal dapat diproduksi dengan suhu 100o F (370o C) lebih rendah secara konvensional pada pemproduksian HMA. Dengan pengurangan temperatur didapat keuntungan tambahan dari pengurangan emisi bahan bakar, gas pembuangan (CO2, CO) dan kondisi tempat kerja yang lebih baik (Anonim, tersedia di: http://www.asphaltmagazine.com).
Warm Mix Asphalt (WMA) merupakan hasil riset yang dilakukan oleh Negaranegara Eropa untuk mencari inovasi terbaru dalam bidang transportasi khususnya dalam bidang perkerasan jalan raya. WMA pertama kali diriset di Eropa tahun 1995 dan pertama kali diperkenalkan di depan publik di USA. Pendemonstrasian WMA dilakukan pada tahun 2004. Sejak itu, USA menggunakan WMA dengan total mencapai 500.000 ton WMA.
Meningkatkan penggunaan RAP mempunyai keuntungan ekonomis yang potensial bagi pengguna dan produsen. Jumlah RAP dibatasi pada HMA, karena pada penggunaan RAP yang tinggi campuran aspal akan menjadi terlalu tua setelah produksi sehingga potensial mengalami retak dini. Pada WMA, temperatur campuran yang rendah berarti aspal binder murni tidak akan sama tua pada HMA. Oleh karena itu, peningkatan penggunaan RAP bisa dilakukan sebelum campuran menjadi terlalu kaku, karena menyebabkan retak dini (Asphalt Institute, 2008).
2.2.5. Residu Oli
Residu oli yang digunakan dalam penelitian ini merupakan residu dari proses pengolahan minyak pelumas bekas, mempunyai viskositas rata-rata per hari 200 dan specific gravity 0,97. (Wiraswasta Gemilang Indonesia, 2008).
Cara mendapatkannya adalah dengan melalui berbagai proses berikut:
a.
Proses dewatering, yaitu minyak pelumas bekas (oli bekas) diproses untuk menghilangkan kadar air yang terkandung dalam oli bekas tersebut.
b.
Proses de fuelling yang bertujuan untuk meghilangkan bahan bakar yang mungkin terkandung di dalamnya (seperti solar, bensin). 1) Dari proses de fuelling, oli olahan dimasukkan dalam destillation unit dan hydro finishing unit. Dari proses distilasi unit ini masuk pada proses TFE (Thin Film Evaporation) yang kemudian diperoleh hasil berupa residu oli yang berwarna hitam pekat dengan nilai kadar C (carbon) lebih banyak dibandingkan dengan aspal cair lainya. Residu oli ini yang nantinya digunakan sebagai bahan pengikat pada campuran aspal beton. 2) Dari proses hidro finishing unit yang melalui proses distiler oil terlebih dahulu yang kemudian dihasilkan oli murni yang natinya akan digunakan untuk proses selanjutnya yaitu perolehan minyak pelumas yang baru.
c.
Distilasi adalah peroses terakhir dari pemurnian oli yang menghasilkan heavy base oil, medium base oil, low gas oil yang digunakan sebagai base oil untuk campuran utama pembuatan oli baru.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.2. di bawah ini: Furnace (water & light fraction) Row gas oil (RGO) Distiller (olie)
USED OIL
DEWATERING 150O C
DE FUELLING
DESTILLATION UNIT
HYDROFINISHING UNIT
Thin Film Evaporator (TFE)
ASPHALT Heavy Gas Oil (HGO) Base Oil
Medium Gas Oil (MGO)
DISTILASI
Low Gas Oil (LGO)
Sumber : PT.Wiraswasta Gemilang Indonesia, Bekasi 2008
Gambar 2.2. Diagram Proses Pengolahan Minyak Pelumas Bekas
2.3. Pemeriksaan Karakteristik Campuran
2.3.1. Karakteristik Aspal a. Penetrasi dan Titik Lembek (Softening Point)
Penggunaan Reclaimed Aspahalt Pavement (RAP) dan residu oli dimaksudkan untuk mengurangi biaya operasional karena sumbernya berada tidak jauh terutama untuk daerah perkotaan. Disamping itu, Reclaimed Aspahalt Pavement (RAP) masih diselimuti oleh lapisan aspal yang dapat digunakan kembali sebagai bahan perkerasan. Untuk uji pendahuluan dilakukan pengujian penetrasi dan titik lembek (softening point). Penetrasi adalah masuknya jarum penetrasi ukuran tertentu, beban tertentu, dan waktu tertentu kedalam aspal pada suhu tertentu. Pengujian penetrasi berfungsi untuk menentukan konsisitensi kekerasan asphalt concrete (AC). Pengujian titik lembek untuk menentukan titik lembek aspal dan ter yang berkisar antara 30-200o C. Hasil keduanya kemudian diplotkan pada grafik Bitument Test Data Chart untuk mendapatkan suhu pencampuran dan pemadatan campuran.
b. Pengujian Kelekatan
Pengujian kelekatan dilakukan untuk mengetahui kadar kandungan residu oli dan aspal terhadap agregat.
2.3.2. Karakteristik Marshall a. Stabilitas
Stabilitas adalah kemampuan ketahanan untuk menerima beban sampai kelelahan plastis yang dinyatakan dalam satuan kg atau lb. Nilai stabilitas diperoleh dari hasil pembacaan langsung pada alat Marshall Test sewaktu melakukan pengujian Marshall. Stabilitas terjadi dari hasil geseran antar butir, penguncian antar partikel dan daya ikat yang baik dari lapisan aspal. Dengan demikian stabilitas yang tinggi dapat diperoleh dengan penggunaan agregat dengan gradasi yang rapat, agregat
dengan permukaan kasar dan aspal dalam jumlah yang cukup. Nilai stabilitas terkoreksi dihitung dengan rumus:
S = q × C × k × 0,454…....................………………………………. (2.1 ) Dimana : S
= nilai stabilitas terkoreksi (kg)
q
= pembacaan stabilitas pada dial alat Marshall (lb)
k
= faktor kalibrasi alat
C
= angka koreksi ketebalan
0,454 = konversi beban dari lb ke kg
b. Flow
Flow dari pengujian Marshall adalah besarnya deformasi vertikal sampel yang terjadi mulai saat awal pembebanan sampai kondisi kestabilan maksimum sehingga sampel sampai batas runtuh dinyatakam dalam satuan mm atau 0,01”. Nilai flow yang tinggi mengindikasikan campuran bersifat plastis. Pengukuran flow bersamaan dengan pengukuran nilai stabilitas Marshall. Nilai flow juga diperoleh dari hasil pembacaan langsung pada alat Marshall Test sewaktu melakukan pengujian Marshall. Nilai flow dipengaruhi oleh kadar aspal dan viskositas aspal, gradasi, suhu, dan jumlah pemadatan.
c.
Marshall Quotient
Merupakan perbandingan antara stabilitas dengan kelelahan plastis (flow) dan dinyatakan dalam kg/mm.
MQ =
S ……………....................……………………………………( 2.2) F
Dimana : MQ = Marshall Quotient (kg/mm) S
= nilai stabilitas terkoreksi (kg)
F
= nilai flow (mm)
d.
Porositas (VIM)
Porositas (VIM) adalah kandungan udara yang terdapat pada campuran perkerasan, baik yang dapat mengalirkan air maupun yang tidak dapat mengalirkan air. Besarnya porositas dapat diperoleh dengan rumus berikut :
é D ù VIM = ê1 ú *100% GS max û ë
………….........……………….( 2.3 )
Dimana : VIM
: Porositas (VIM) spesimen (%)
D
: Densitas benda uji yang dipadatkan (gr/cm3)
SGmix : Specific grafity campuran (gr/cm3)
e.
Volumetrik Test
1.
Densitas
Densitas menunjukan kepadatan pada campuran perkerasan. Gradasi agregat, kadar aspal dan pemadatan akan mempengaruhi tingkat kepadatan perkerasan lentur. Besarnya nilai densitas diperoleh dari rumus berikut :
D=
Wdry …….........…………………………………….( 2.4 ) (Ws - Ww)
Dimana : Wdry
= berat kering (gram )
Ws
= berat jenuh (gram )
Ww
= berat dalam air ( gram )
2. Spesific Grafity Campuran
Spesific Grafity Campuran adalah berat campuran untuk seriap volume (dalam gr/cm³). Dihitung berdasarkan persen berat tiap komponen dan spesific grafity tiap komponen penyusun campuran aspal. Besarnya spesific grafity Campuran (SGmix) diperoleh dari rumus berikut :
SGmix =
100 ….........…………...( 2.5) %Wak %Wah %Wf %Wb + + + SGagk SGagh SGf SGb
Dimana: %Wak
: persen berat agregat kasar
(%)
% Wah
: persen berat aspal halus
(%)
% Wb
: persen berat aspal
(%)
%Wf
: persen berat filler
(%)
SGagk
: Specific Grafity agregat kasar
( gr/cm3 )
SGagh
: Specific Grafity agregat halus
( gr/cm3 )
SGb
: Specific Grafity aspal
( gr/cm3 )
SGf
: Specific Grafity filler
( gr/cm3 )
2.4.
Regresi dan Korelasi
2.4.1. Regresi
Analisis regresi digunakan untuk mengetahui pola relasi atau hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebasnya. Penggunaan garis regresi ini dipilih karena model analisis regresi ini dianggap sangat kuat dan luwes karena dapat mengkorelasikan sejumlah besar variabel bebas dengan variabel terikat. Suatu variabel terikat dan variabel bebas terdapat korelasi yang signifikan yang diuji melalui peluang ralat alpha. Variabel yang diramalkan disebut kriterium dan
variabel yang digunakan untuk meramal disebut prediktor. Korelasi antara variabel kriterium dan variabel prediktor dapat dilukiskan dalam suatu garis regresi. Garis regresi yang dianalisa adalah garis regresi linear yang dinyatakan dalam persamaan matematis yang disebut persamaan regresi. Tugas pokok analisis regresi adalah a. Mencari korelasi antara kriterium dan prediktor b. Menguji apakah korelasi itu signifikan atau tidak c. Mencari persamaan garis regresi d. Menemukan sumbangan relatif antara sesama prediktor jika prediktornya lebih dari satu (Sutrisno Hadi,1987) y = a + bx
y = nilai suhu x = nilai kadar residu oli Persamaan garis regresi ini diperoleh dari sekumpulan data yang kemudian disusun menjadi diagram pencar (scater). Dari diagram tersebut dengan bantuan Microsoft ExcelTM dapat dibuat garis regresi liniernya, kemudian dari garis regresi itu diperoleh persamaan regresi dan nilai koefisien determinasi.
2.4.2. Korelasi
Analisis korelasi dinyatakan dengan nilai koefisien determinasi (r2) dan koefisien korelasi (r). Rumus untuk mencari nilai r2 dan r adalah sebagai berikut : r2 =
( - (å y )
n(a å y + b å x. y ) - å y 2 nå y
2
)
2
2 2
,
dan
Dimana : r2
= koefisien determinasi
r
= koefisien korelasi
n
= jumlah data
a,b
= koefisien persamaan regresi
y
= variabel terikat
x
= variabel bebas
r = r 2 ............................( 2.6 )
Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui persentase kekuatan hubungan antara variabel terikat (suhu, karakteristik marshall) dan variabel bebas (kadar aspal, kadar residu oli). Batasan nilai koefisien determinasi (r2) berkisar antara 0 ≤ r2 ≤ 1. Nilai koefisien determinasi dapat dihitung dari persamaan regresi, namun dengan bantuan Microsoft ExcelTM nilainya dapat langsung diketahui. Koefisien korelasi ( r ) diperoleh dengan jalan mengambil akar r2. Koefisien korelasi digunakan untuk menentukan kategori hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebas. Indek/bilangan yang digunakan untuk menentukan kategori keeratan hubungan berdasarkan nilai r adalah sebagai berikut: a. 0 ≤ r ≤ 0,2
korelasi lemah sekali
b. 0,2 ≤ r ≤ 0,4
korelasi lemah
c. 0,4 ≤ r ≤ 0,7
korelasi cukup kuat
d. 0,7 ≤ r ≤ 0,9
korelasi kuat
e. 0,9 ≤ r ≤ 1
korelasi sangat kuat
Untuk penelitian ini sebagai variabel – variabel adalah sebagai berikut: a. Hubungan kadar residu oli dan suhu y = suhu x = kadar residu oli b. Untuk karakteristik marshall y = karakteristik marshall (stabilitas, VIM, MQ, flow) x = kadar aspal
2.5. Kerangka pikir Secara garis besar, kerangka pikir dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Latar Belakang Masalah Ketertarikan penghematan menggunakan agregat dan aspal Rumusan Masalah 1. Bagaimana pola hubungan antara kadar residu oli dan suhu pada campuran hangat. 2. Berapa kadar aspal optimum asphalt concrete recycle dengan kadar residu oli pada campuran hangat.
Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pola hubungan antara kadar residu oli dan suhu pada campuran hangat. 2. Menentukan kadar aspal optimum asphalt concrete recycle dengan kadar residu oli pada campuran hangat.
Penelitian Laboratorium a. Perencanaan campuran dan pembuatan benda uji b. Marshall test Analisa Data Hasil Pengujian
Analisis Regresi 1. Analisis regresi pola hubungan antara kadar residu oli dan suhu pada campuran hangat. 2. Analisis regresi kadar aspal optimum Marshall.
Kesimpulan
Gambar 2.3. Diagram Alir Kerangka Berpikir
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, yaitu metode yang dilakukan dengan mengadakan kegiatan percobaan untuk mendapatkan data. Data tersebut diolah untuk mendapatkan suatu hasil perbandingan dengan syarat-syarat yang ada.
3.2. Waktu Penelitian Penelitian dan uji coba dimulai tanggal 7 September 2009 sampai tanggal 16 November 2009. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dengan jadwal pelaksanaan penelitian pada tabel 3.1 :
Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian Bulan Minggu ke-
1
Sep'09 2 3
Persiapan alat dan bahan Pemeriksaan bahan Pembuatan benda uji Pengujian benda uji Analisa data
27
4
1
Okt'09 2 3
4
1
Nop'09 2 3
4
3.3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari: 1. Data Primer Data primer adalah data yang dikumpulkan secara langsung melalui serangkaian kegiatan percobaan yang dilakukan sendiri dengan mengacu pada petunjuk manual yang ada, misalnya dengan mengadakan penelitian atau pengujian secara langsung. Data primer dalam penelitian ini adalah hasil uji pendahuluan (uji penetrasi, uji titik lembek, dan uji kelekatan bitumen) serta uji pemeriksaan aspal, dan hasil uji marshall.
2. Data Sekunder Data sekunder yaitu data yang diambil dari hasil penelitian sebelumnya atau yang dilaksanakan yang masih berhubungan dengan penelitian tersebut. Data sekunder dalam penelitian ini adalah data pemeriksaan agregat, Optimum Bitumen Content RAP (Hengky,2009), dan data hasil ekstraksi RAP (Dedy,2009). Untuk beberapa hal pada pengujian bahan, digunakan data sekunder yang dikarenakan keterbatasan alat dan waktu yang tersedia pada laboratorium Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil UNS.
3.4. Peralatan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : 1. Alat pemeriksaan agregat, terdiri dari : a. Satu set mesin uji Los Angeles yang berada di Laboratorium Bahan Fakultas Teknik UNS. b. Satu set alat uji saringan ( sieve ) standar ASTM. c. Satu set mesin getar untuk saringan ( sieve shacker ). 2. Oven dan pengatur suhu. 3. Timbangan. 4. Termometer.
5. Alat pembuat briket campuran aspal hangat terdiri dari : a. Satu set cetakan ( mold ) berbentuk silinder dengan diameter 101,45 mm,tinggi 80 mm lengkap dengan plat atas dan leher sambung. b. Alat penumbuk (compactor) yang mempunyai permukaan tumbuk rata berbentuk silinder, dengan berat 4,536 kg (10 lbs), tinggi jatuh bebas 45,7 cm (18”). c. Satu set alat pengangkat briket ( dongkrak hidrolis ). 6.
Satu set water bath.
7. Satu set alat penetrasi. 8.
Satu set alat titik lembek.
9.
Satu set alat kelekatan bitumen.
10. Satu set alat Marshall, terdiri dari : a. Kepala penekan yang berbentuk lengkung (Breaking Head). b. Cincin penguji berkapasitas 2500 kg dengan arloji tekan. c. Arloji penunjuk kelelahan .
Gambar 3.1 Alat Uji Marshall
11. Alat Penunjang Panci, kompor, sendok, spatula, sarung tangan, kunci pas, obeng, roll kabel, wajan.
3.5. Bahan Bahan – bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Agregat Agregat yang digunakan berasal dari Laboratorium Perkerasan Jalan Raya Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Hasil pemeriksaan agregat merupakan data sekunder yang diperoleh dari penelitian sebelumnya seperti yang disajikan pada tabel 3.2.
Tabel 3.2. Hasil Pemeriksaan Agregat No. Jenis pemeriksaan
Hasil
Syarat
1.
Keausan (%)
26,48 %
max. 40%
2.
Penyerapan (%)
2,021 %
max. 3%
3.
Berat jenis Bulk
2,621 gr/cc
min. 2,5 gr/cc
4.
Berat jenis SSD
2,673 gr/cc
min. 2,5 gr/cc
5.
Berat jenis Apparent
2,784 gr/cc
-
Sumber : Vienti Hadsari (2009)
2. Aspal Aspal penetrasi 60 / 70 produksi PERTAMINA yang sifat-sifat telah diteliti dan diperoleh dari Lab. Jalan Raya Fak. Teknik Sipil UNS.
3. RAP (Reclaimed Asphalt Pavement) . Penelitian ini menggunakan RAP yang diperoleh dari PT. Perwita Karya yang berasal dari pengerukan lapis perkerasan jalan AC - WC pada ruas jalan Yogyakarta - Prambanan dengan Cold Milling. Adapun pemeriksaan RAP yang
dilakukan adalah penentuan gradasi RAP yang diperoleh dari penelitian sebelumnya seperti yang telah disajikan sebelumnya pada tabel 2.3.
4. Residu oli Residu oli merupakan sisa dari proses pemurnian minyak pelumas bekas, didapat dari PT. Wiraswasta Gemilang Indonesia (WGI) Cibitung, Bekasi.
3.6.
Benda Uji
Penelitian ini menggunakan benda uji sebanyak 45 buah benda uji. Adapun kebutuhan benda uji tersebut seperti disajikan pada tabel 3.3. Tabel 3.3. Kebutuhan Benda Uji Variasi Residu oli dan suhu Variasi 1 residu oli dan suhu Variasi 2 residu oli dan suhu Variasi 3 residu oli dan suhu
(%)
Kadar aspal 5
5,5
6
6,5
7
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3.7. Prosedur Pelaksanaan 3.7.1. Uji Pendahuluan Uji pendahuluan ini dilakukan untuk menentukan variasi kadar residu oli yang akan
dicampur
dengan
aspal/bitumen,
serta
untuk
mendapatkan
suhu
pencampuran dan pemadatan yang hangat (di bawah temperatur HMA). Benda uji yang digunakan berupa campuran aspal dan residu oli, dengan variasi residu oli sebesar 0 % (pure bitumen), 5 %, 10 %, 15 %, 20 %, dan 25 %.
Uji pendahuluan ini terdiri dari: 1.
Uji Penetrasi (Penetration Test) Uji penetrasi ini dilakukan pada suhu 25o C, dengan pembebanan 50 gr, selama 5 detik. Pengujian dilakukan pada 4 titik untuk tiap benda uji.
2.
Uji Titik Lembek (Softening Point Test)
3.
Uji Kelekatan Bitumen pada Agregat Mengamati dan memperkirakan luas permukaan agregat yang masih dilekati bitumen secara visual.
Data yang diperoleh dari uji penetrasi dan uji titik lembek kemudian diplotkan pada Bitumen Test Data Chart (BTDC) sehingga diperoleh enam variasi range suhu pencampuran dan pemadatan dari enam variasi kadar residu oli. Selanjutnya dilakukan uji kelekatan bitumen pada agregat. Uji kelekatan bitumen pada agregat ini untuk mengetahui tingkat kelekatan bitumen (yang telah dicampur oli) pada agregat. Berdasarkan data yang diperoleh, kemudian diambil tiga variasi residu oli yang mempunyai kelekatan cukup baik dan selanjutnya digunakan pada job mix design. .3.7.2. Pembuatan Benda Uji Sebelum pembuatan benda uji diadakan pembuatan rancang campur (mix design). Perencanaan rancang campur meliputi perencanaan gradasi agregat, penentuan aspal dan pengukuran komposisi masing-masing fraksi baik agregat, aspal, residu oli dan filler. Gradasi yang digunakan adalah Standar Nasional Indonesia (SNI).
Tabel 3.4. Gradasi rencana campuran AC spec IV SNI 03-1737-1989 Gradasi Spesifikasi Ukuran Saringan (% Lolos) (% Lolos) 3/4" 100.00 100 1/2" 90.95 80 - 100 3/8" 76.68 70 - 90 #4 54.11 50 - 70 #8 44.67 35 - 50 # 30 21.98 18 - 29 # 50 15.06 13 - 23 # 100 8.62 8 - 16 # 200 7.62 4 - 10 PAN 0 Sumber: SNI 03-1737-1989
Prosedur pembuatan benda uji dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu: 1.
Tahap I Merupakan tahap persiapan untuk mempersiapkan bahan dan alat yang akan digunakan.
Menentukan
prosentase masing - masing fraksi
untuk
mempermudah pencampuran dan melakukan penimbangan secara kumulatif untuk mendapatkan proporsi campuran yang lebih tepat. 2.
Tahap II Menentukan berat aspal penetrasi 60/70, berat residu oli dan berat agregat yang akan dicampur berdasarkan variasi kadar aspal. Prosentase ditentukan berdasarkan berat total campuran, yaitu 1100 gram.
3.
Tahap III Campuran agregat dan RAP yang telah ditimbang, dituang ke dalam wajan lalu dipanaskan di atas pemanas sampai mencapai suhu pencampuran. Campuran aspal dan residu oli juga dipanaskan sambil diaduk-aduk agar merata sampai mencapai suhu pencampuran. Campuran aspal dan residu oli, kemudian dituang ke dalam wajan yang berisi agregat yang diletakkan di atas timbangan sesuai dengan prosentase bitumen content berdasarkan berat total agregat.
4.
Tahap IV Setelah variasi campuran aspal dituangkan ke dalam agregat, campuran ini diaduk sampai rata dan kemudian didiamkan hingga mencapai suhu
pemadatan. Selanjutnya campuran dimasukkan ke dalam mould yang telah disiapkan dengan melapisi bagian bawah dan atas mould dengan kertas pada alat penumbuk. 5.
Tahap V Campuran dipadatkan dengan alat pemadat sebanyak 75 kali tumbukan untuk masing - masing sisinya. Selanjutnya benda uji didinginkan pada suhu ruang selama ± 2 jam, barulah dikeluarkan dari mould dengan bantuan dongkrak hidraulis.
6.
Tahap VI Setelah benda uji dikeluarkan dari mould, kemudian dilakukan pengujian volumetrik test dan pengujian denganalat uji Marshall.
3.7.3. Volumetrik Test Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui VIM dari masing – masing benda uji. Adapun tahap pengujiannya adalah sebagai berikut : 1. Tahap I Benda uji yang telah diberi kode diukur ketinggiannya pada empat sisi yang berbeda – beda dengan menggunakan bantuan jangka sorong. Setelah
diukur
ketinggiannya,
benda
uji
tersebut
ditimbang
untuk
mendapatkan berat benda uji. 2. Tahap II Dari hasil pengukuran tinggi, berat, serta diameter benda uji, dihitung densitas dengan menggunakan rumus 2.4. 3. Tahap III Pada tahap ketiga ini dihitung berat jenis ( Specific Gravity ) masing – masing benda uji dengan menggunakan rumus 2.5 4. Tahap IV Dari hasil densitas dan SG dihitung besar VIM dengan menggunakan rumus 2.3
3.7.4. Marshall Test
Langkah dalam pengujian ini adalah sebagai berikut : 1. Benda uji direndam selama kurang lebih 24 jam. 2. Benda uji direndam dalam water bath ( bak perendam ) selama 30 menit dengan suhu 60 °C. 3. Benda uji dikeluarkan kemudian diletakkan pada alat uji Marshall untuk dilakukan pengujian. 4. Dari hasil pengujian ini didapat nilai stabilitas dan kelelahan ( flow ).
3.8. Tahap Penelitian Mulai Persiapan bahan dan alat Data sekunder - Pemeriksaan agregat fresh - Gradasi RAP dan 30% RAP - Kadar aspal dalam RAP
Data primer - Pemeriksaan aspal fresh - Pemeriksaan campuran aspal dan residu oli
Penentuan gradasi Asphalt Concrete spek IV Revisi SNI 03-1737-1989 · · · · ·
Pembuatan Benda Uji: Menimbang fresh aggregate dan RAP Menimbang campuran aspal dengan variasi residu oli 0%,10%,20% dan memanaskan sampai suhu pencampuran Mencampur fresh aggregate dengan RAP dalam wajan dan memanaskan sampai suhu pencampuran Menuangkan campuran aspal ke dalam wajan berisi campuran fresh aggregate dan RAP di atas timbangan, lalu diaduk sampai homogen dan diangin-anginkan hingga suhunya turun mencapai suhu pemadatan Menumbuk benda uji masing-masing 75 kali pada kedua sisi (atas dan bawah) benda uji secara bergantian, mengeluarkan benda uji dari mould dengan menggunakan dongkrak hidraulis Pengujian Marshall Test Data primer Hasil pengujian Marshall pada AC campuran antara RAP 30% dengan residu oli 0%, 10%, 20% Analisis Data Hasil Pengujian Analisis Regresi a. Analisis regresi pola hubungan antara kadar residu oli dan suhu pada campuran hangat b. Analisis regresi kadar aspal optimum Marshall Kesimpulan Selesai Gambar 3.3. Diagram Alir Penelitian
BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan
4.1.1. Hasil Pemeriksaan Agregat
Pemeriksaan kualitas agregat dalam penelitian dapat diketahui dengan dua macam pemeriksaan, yaitu secara visual dan percobaan sehingga diperoleh data laboratorium. Pemeriksaan visual berupa pemeriksaan terhadap bentuk butiran dan tekstur permukaan agregat kasar dan hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa agregat yang digunakan memiliki tekstur permukaan yang kasar (rough) dan mempunyai bentuk yang bervariasi seperti dapat dilihat pada Gambar 4.1.
CA
MA
FA
NS
Gambar 4.1. Agregat yang Digunakan Dalam Penelitian
37
Pemeriksaan agregat di laboratorium merupakan pemeriksaan terhadap keausan dengan menggunakan mesin Los Angeles, berat jenis semu agregat kasar dan berat jenis semu agregat halus. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa agregat yang digunakan telah memenuhi syarat yang ditentukan. Hasil pemeriksaan agregat seperti yang telah disajikan sebelumnya pada tabel 3.2.
4.1.2. Hasil Pemeriksaan RAP
Material RAP yang digunakan pada penelitian ini berasal dari pengerukan lapis perkerasan pada ruas jalan Yogyakarta-Prambanan oleh kontraktor PT. Perwita Karya. Hasil pengujian keausan agregat RAP dengan mesin abrasi Los Angeles dan ekstraksi adalah data sekunder dari penelitian sebelumnya (Dedy,2009) seperti yang telah disajikan sebelumnya pada tabel 2.3. 4.1.3. Hasil Pemeriksaan Aspal
Data hasil pemeriksaan aspal penetrasi 60/70 merupakan data hasil pengujian laboratorium. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, aspal mempunyai karakteristik yang telah memenuhi spesifikasi Petunjuk Lapis Aspal Beton sesuai dengan Revisi SNI 03-1737-1989. Hasil pemeriksaan aspal seperti disajkan pada tabel 4.1.
i
Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Aspal No.
Syarat*
Jenis Pemeriksaan
Hasil
Min.
Maks.
1.
Penetrasi, 10gr, 25 ºC, 5 detik
60
79
70
2.
Titik Lembek
48
58
48,25 ºC
3.
Titik Nyala
200 ºC
-
350 ºC
4.
Titik Bakar
200 ºC
-
370 ºC
5.
Daktilitas, 25 ºC, 5 cm/menit
100 cm
-
>150 cm
6.
Spesific Grafity
1 gr/cc
-
1.04 gr/cc
*Sumber: Syarat Pelaksanaan Lapis Aspal Beton untuk Jalan Raya
Berdasarkan uji penetrasi dan titik lembek pada campuran aspal dan residu oli diperoleh data seperti disajikan pada tabel 4.2. Tabel 4.2. Hasil Uji Penetrasi Dan Titik Lembek Campuran Aspal dan Residu Oli Variasi Residu Oli Penetrasi Titik Lembek (%)
(dmm)
(oC)
0
70
48,25
5
121
44,375
10
142
39,25
15
160
35,75
20
196
29,75
25
220
29,25
ii
Berdasarkan uji kelekatan pada agregat yang dilakukan pada campuran aspal dengan residu oli diperoleh data seperti yang disajikan pada tabel 4.3 Tabel 4.3. Hasil Uji Kelekatan Aspal dengan Variasi Residu Oli pada Agregat Kadar Residu Oli
% dari permukaan
0%
98
5%
92
10%
97
15%
96
20%
96
25%
94
Berdasarkan hasil uji kelekatan pada agregat yang diperoleh, kemudian diambil tiga variasi residu oli yang mempunyai kelekatan cukup baik yang selanjutnya digunakan pada penelitian ini. Tiga variasi residu oli digunakan adalah kadar residu oli 0%, 10%, dan 20%.
4.2. Pola Hubungan antara Kadar Residu Oli dan Suhu Pada Campuran Hangat Untuk mengetahui pola hubungan antara kadar residu oli dan suhu pada campuran hangat perlu menentukan suhu terlebih dahulu. Besarnya suhu dapat ditentukan dari pembacaan Bitumen Test Data Chart (Brown, 1990). Pembacaan ini berdasarkan pada nilai penetrasi dan titik lembek (softening point) aspal dengan variasi residu oli.
iii
Cara menentukan suhu pencampuran dan suhu pemadatan dengan Bitumen Test Data Chart adalah sebagai berikut: 1.
Menentukan titik potong yang menghubungkan nilai penetrasi aspal untuk tiap variasi residu oli dengan suhu pengujian penetrasi (25°C).
2.
Menarik garis tegak lurus dari suhu titik lembek aspal untuk tiap variasi residu oli sehingga memotong garis softening point (ASTM) yang ada pada Bitumen Test Data Chart.
3.
Menarik garis linier yang menghubungkan kedua titik potong tersebut (untuk tiap variasi residu oli).
4.
Menarik garis tegak lurus dari pepotongan garis linier dengan viskositas 0,2 Pa.s dan perpotongan garis linier dengan viskositas 0,5 Pa.s, sehingga diperoleh range suhu pencampuran.*
5.
Dari interval suhu pencampuran tersebut diambil nilai tengah sebagai suhu pencampuran (untuk tiap variasi residu oli). * cara yang sama untuk menentukan suhu pemadatan dengan viskositas ideal pemadatan sebesar 2 – 20 Pa.s.
iv
Gambar 4.2. Bitumen Test Data Chart untuk menentukan suhu
v
Berdasarkan hasil pembacaan Bitumen Test Data Chart diperoleh hasil seperti tabel 4.4. Tabel 4.4. Suhu pencampuran dan pemadatan campuran aspal dan residu oli Kadar Residu Range Suhu (°C) Suhu (°C) Oli Pencampuran Pemadatan Pencampuran Pemadatan (%) 135 - 152 83 – 110 0 142 96 133 - 151 80 – 108 5 140 94 112 - 126 68 – 91 10 120 80 97 - 108 60 – 79 15 102 69 62 - 68 43 – 53 20 65 48 59 - 65 41 – 51 25 62 46 Dari tabel 4.4 diatas dapat kita ketahui Warm Mix Asphalt (WMA) merupakan suatu teknologi perkerasan jalan yang memungkinkan produksi campuran aspal pada temperatur yang signifikan lebih rendah. Teknologi ini cenderung mengurangi viskositas aspal dan menyelimuti agregat secara menyeluruh pada temperatur yang lebih rendah. WMA diproduksi pada temperatur sekitar 20 sampai 55 oC lebih rendah daripada hot mix asphalt (HMA). Karena pengurangan viskositas, WMA meningkatkan workabilitas pada temperatur rendah yang memberi kemudahan pada saat pemadatan. Pemadatan yang mudah mengurangi permeabilitas dan pengerasan aspal termasuk penuaan, sehingga cenderung meningkatkan performa (kinerja) dalam hal ketahanan terhadap retak dan kerentanan terhadap kelembaban (Federal Highway Administration, 2008).
Berdasarkan tabel 4.4. dapat dibuat pola hubungan antara variasi kadar residu oli dengan suhu pencampuran seperti yang disajikan pada gambar 4.3.
vi
Gambar 4.3. Hubungan antara variasi kadar residu oli dengan suhu pencampuran Pada gambar tersebut tampak bahwa suhu semakin berkurang dengan bertambahnya residu oli. Residu oli yang ditambahkan dalam aspal membuat aspal menjadi encer, sehingga semakin bertambah kadar residu oli, maka semakin rendah suhu yang dibutuhkan untuk mencapai viskositas yang dibutuhkan. Berdasarkan pola hubungan tersebut diperoleh nilai koefisien determinasi (r²) sebesar 0,941 (Gambar 4.3), artinya 94,1 % variasi suhu yang dibutuhkan dapat dijelaskan oleh kadar residu oli. Nilai koefisien korelasi sebesar r merupakan akar dari koefisien determinasi (0,941), yaitu 0,970 (0,9 ≤ 0,970 ≤ 1), artinya hubungan korelasi antara kadar residu oli dengan suhu adalah sangat kuat.
vii
Gambar 4.4. Hubungan antara variasi kadar residu oli dengan suhu pemadatan Berdasarkan pola hubungan tersebut diperoleh nilai koefisien determinasi (r²) sebesar 0,953 (Gambar 4.4), artinya 95,3 % variasi suhu yang dibutuhkan dapat dijelaskan oleh kadar residu oli. Nilai koefisien korelasi sebesar r merupakan akar dari koefisien determinasi (0,953), yaitu 0,976 (0,9 ≤ 0,976 ≤ 1) artinya hubungan korelasi antara kadar residu oli dengan suhu pemadatan adalah sangat kuat.
4.3.
Hasil Pemeriksaan dan Pengujian Marshall
Sebelum melakukan pengujian Marshall , terlebih dahulu benda uji dihitung dengan menggunakan densitas pada rumus 2.4, Spesific Grafity pada rumus 2.5, dan porositas pada rumus2.3. Pemeriksaan ini mendapatkan tinggi dan berat benda uji lalu di lakukan proses perhitungan, sebagai contoh perhitungan pada gradasi Asphalt Concrete SNI dengan kadar aspal 5%. Hasil perhitungan selanjutnya ditampilkan pada tabel 4.6 sampai dengan tabel 4.11. Berat benda uji di udara ( Wdry )
= 1093.50 gram
Berat benda uji SSD ( Ws )
= 1096.1 gram
Berat benda uji dalam air ( Ww )
= 607.43gram
Densitas
SG
=
=
Wdry (Ws - Ww)
=
1093.50 = 2.238 gr/cc (1096.1 - 607.43)
100 100 = = 2.496 gr/cc %Wb (100 - Wb) 5 (100 - 5) + + Gac Gse 1,04 2,695
viii
VIM
D ù é é 2.238 ù = ê1 * 100% = ê1 ú ú * 100% = 10.352 % ë SG max û ë 2.496 û
Tabel 4.5. Hasil Uji Volumetrik Asphalt Concrete (AC) dengan perbandingan campuran aspal tanpa residu oli dengan suhu pencampuran 142°C dan suhu pemadatan 96°C Kadar Aspal
Kode Benda Uji
Berat
Tebal
di Udara
Benda Uji
gram
Cm
5.1.1
1093.50
5.1.2 5.1.3
(%)
5
66.08
1062.90
66.36
2.220
2.496
11.083
1086.45
65.45
2.272
2.496
8.993
2.243
10.143
5,5.1.1
1078.90
65.13
2.260
2.478
8.784
5,5.1.2
1079.90
63.24
2.249
2.478
9.230
5,5.1.3
1099.90
64.61
2.289
2.478
7.651
2.266
8.555
6.1.1
1054.20
67.55
2.271
2.460
7.667
6.1.2
1093.60
65.88
2.263
2.460
8.002
6.1.3
1075.78
65.25
2.271
2.460
7.702
2.268
7.790
6,5.1.1
1074.10
64.05
2.284
2.442
6.490
6,5.1.2
1070.30
66.95
2.262
2.442
7.372
6,5.1.3
1060.40
63.19
2.292
2.442
6.150
2.279
Rata-rata
7
Gravity % 10.352
Rata-rata
6,5
Porositas
gr/cm3 2.496
Rata-rata
6
Specific
gr/cm3 2.238
Rata-rata
5,5
Densitas
6.671
7.1.1
1134.70
62.53
2.296
2.425
5.323
7.1.2
1066.60
65.00
2.325
2.425
4.135
7.1.3
1075.40
64.56
2.259
2.425
6.821
2.293
Rata-rata
ix
5.426
% (a)
5 Ratarata
5,5 Ratarata
6 Ratarata
6,5 Ratarata
7 Ratarata
Terkoreksi
Kalibrasi
Koreksi tebal
Stabilitas Dial
Kadar Aspal
Kode benda uji
Tabel 4.6. Hasil uji Marshall Asphalt Concrete (AC) dengan perbandingan campuran aspal tanpa residu oli dengan suhu pencampuran 142°C dan suhu pemadatan 96°C
Flow
Marshal Quotient
kg
mm
kg/mm
(g ) 3.6
(h) 103.629
lb
kg
(b)
(c)
(e)
5.1.1
30
(d) 411.941
0.91
(f) 373.064
5.1.2
41
562.987
0.90
505.808
4.2
120.431
5.1.3
28
384.479
0.92
354.201
3.2
110.688
411.025
3.67
111.582
5,5.1.1
28
384.479
0.93
357.325
3.7
96.574
5,5.1.2
48
659.106
1.01
663.432
2.4
276.430
5,5.1.3
54
741.494
0.94
699.448
3.1
225.629
573.402
3.07
199.544
6.1.1
45
617.912
0.87
540.094
4.1
131.730
6.1.2
52
714.032
0.91
650.215
3.4
191.240
6.1.3
32
754.90
0.93
699.226
3.2
218.508
629.845
3.57
180.493
6,5.1.1
30
411.941
0.96
394.902
3.5
112.829
6,5.1.2
41
562.987
0.89
498.419
3.7
134.708
6,5.1.3
28
384.479
1.01
387.482
4.2
92.258
426.934
3.80
113.265
7.1.1
33
453.136
1.02
464.181
3.7
125.454
7.1.2
20
274.628
0.93
256.153
4.4
58.217
7.1.3
26
357.016
0.94
337.258
4.1
82.258
352.531
4.07
88.643
x
Tabel 4.7. Hasil Uji Volumetrik Asphalt Concrete (AC) dengan perbandingan campuran residu oli 10% dengan suhu pencampuran 120°C dan suhu pemadatan 80°C Kadar Aspal
Kode
Berat
Tebal
Benda Uji
di Udara
Benda Uji
gram
Cm
gr/cm3
gr/cm3
%
5.1.1
1093.8
65.20
2.238
2.499
10.445
5.1.2
1076.9
65.40
2.232
2.499
10.677
5.1.3
1084.7
67.25
2.234
2.499
10.602
(%)
5
10.575
66.70
2.247
2.481
9.409
5,5.1.2
1088.4
62.83
2.252
2.481
9.207
5,5.1.3
1081.4
64.33
2.247
2.481
9.425
2.249
9.347
6.1.1
1060.5
63.53
2.276
2.463
7.596
6.1.2
1064
64.83
2.259
2.463
8.265
6.1.3
1078.4
65.38
2.285
2.463
7.231
2.273
7.697
6,5.1.1
1070.4
61.60
2.265
2.445
7.376
6,5.1.2
1053.6
64.80
2.264
2.445
7.419
6,5.1.3
1115.4
61.34
2.279
2.445
6.780
2.269
Rata-rata
7
Gravity
1118.9
Rata-rata
6,5
Porositas
5,5.1.1
Rata-rata
6
Specific
2.234
Rata-rata
5,5
Densitas
7.191
7.1.1
1076.9
60.18
2.301
2.428
5.226
7.1.2
1071.7
60.93
2.287
2.428
5.825
7.1.3
1069.9
60.50
2.304
2.428
5.113
2.297
Rata-rata
xi
5.388
% (a)
5 Ratarata
5,5 Ratarata
6 Ratarata
6,5 Ratarata
7 Ratarata
Terkoreksi
Kalibrasi
Koreksi tebal
Stabilitas Dial
Kadar Aspal
Kode benda uji
Tabel 4.8. Hasil uji Marshall Asphalt Concrete (AC) dengan perbandingan campuran residu oli 10% dengan suhu pencampuran 120°C dan suhu pemadatan 80°C
Flow
Marshal Quotient
kg
mm
kg/mm
(g ) 4.8
(h) 82.252
lb
kg
(b)
(c)
(e)
5.2.1
31
(d) 425.673
0.93
(f) 394.811
5.2.2
23
315.822
0.92
291.346
5.7
51.113
5.2.3
33
453.136
0.88
398.618
3.1
128.586
361.592
4.53
87.317
5,5.2.1
40
549.255
0.89
488.837
2.9
168.565
5,5.2.2
41
562.987
1.02
572.487
5.4
106.016
5,5.2.3
25
343.284
0.95
326.510
4.1
79.637
462.611
4.13
118.072
6.2.1
38
521.792
1.00
520.749
5.5
94.682
6.2.2
33
453.136
0.94
424.815
4.2
101.146
6.2.3
39
535.524
0.92
494.355
1.9
260.187
479.973
3.87
152.005
6,5.2.1
35
480.598
1.05
504.328
4.1
123.007
6,5.2.2
22
302.090
0.94
283.416
4.3
65.911
6,5.2.3
33
453.136
1.06
479.226
5.3
90.420
422.323
4.57
93.112
7.2.1
26
357.016
1.09
390.542
5.9
66.194
7.2.2
19
260.896
1.07
279.281
5.5
50.778
7.2.3
32
439.404
1.08
476.204
6
79.367
382.009
5.80
65.446
xii
Tabel 4.9. Hasil Uji Volumetrik Asphalt Concrete (AC) dengan perbandingan campuran residu oli 20% dengan suhu pencampuran 65°C dan suhu pemadatan 48°C Kadar Aspal
Kode
Berat
Tebal
Benda Uji
di Udara
Benda Uji
gram
Cm
5.1.1
1065.72
5.1.2 5.1.3
(%)
5
5.41
1110.00
7.28
2.185
2.484
12.068
1061.00
6.14
2.241
2.484
9.789
2.234
10.065
5,5.1.1
1105.00
6.54
2.203
2.465
10.620
5,5.1.2
1098.00
6.15
2.223
2.465
9.837
5,5.1.3
1098.30
4.19
2.320
2.465
5.908
2.249
8.788
6.1.1
1047.60
5.38
2.243
2.446
8.317
6.1.2
1041.10
5.41
2.241
2.446
8.376
6.1.3
1141.80
4.41
2.290
2.446
6.367
2.258
7.686
6,5.1.1
1074.00
4.79
2.254
2.428
7.158
6,5.1.2
1086.20
4.51
2.268
2.428
6.587
6,5.1.3
1125.70
4.70
2.258
2.428
6.977
2.260
Rata-rata
7
Gravity % 8.339
Rata-rata
6,5
Porositas
gr/cm3 2.484
Rata-rata
6
Specific
gr/cm3 2.277
Rata-rata
5,5
Densitas
6.907
7.1.1
1075.00
3.63
2.292
2.409
4.858
7.1.2
1077.10
4.92
2.230
2.409
7.439
7.1.3
1085.00
4.14
2.268
2.409
5.880
2.263
Rata-rata
xiii
6.059
% (a)
5 Ratarata
5,5 Ratarata
6 Ratarata
6,5 Ratarata
7 Ratarata
Terkoreksi
Kalibrasi
Koreksi tebal
Stabilitas Dial
Kadar Aspal
Kode benda uji
Tabel 4.10. Hasil uji Marshall Asphalt Concrete (AC) dengan perbandingan campuran residu oli 20% dengan suhu pencampuran 65°C dan suhu pemadatan 48°C
Flow
Marshal Quotient
kg
mm
kg/mm
lb
kg
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g )
(h)
5.2.1
25
343.284
1.01
345.430
5.2
66.429
5.2.2
9
123.582
0.94
116.153
6.2
18.734
5.2.3
37
508.061
0.96
485.314
4.9
99.044
315.632
5.43
61.402
5,5.2.1
29
398.210
1.04
412.521
3.8
108.558
5,5.2.2
32
439.404
0.87
383.449
3.7
103.635
5,5.2.3
25
343.284
0.90
308.956
6.0
51.493
368.308
4.50
6.2.1
25
343.284
0.90
309.922
3.5
87.895 88.549
6.2.2
28
384.479
0.94
361.235
4
90.309
6.2.3
37
508.061
0.90
459.160
4.6
99.817
4.03
92.892
376.772 6,5.2.1
12
164.777
1.07
175.873
4.0
43.968
6,5.2.2
29
398.210
1.01
402.939
4.2
95.938
6,5.2.3
31
425.673
0.92
391.752
6.0
65.292
323.521
4.73
68.399
7.2.1
22
302.090
1.01
305.017
5.0
61.003
7.2.2
23
315.822
1.02
320.756
6.7
47.874
7.2.3
16
219.702
1.01
222.448
5.1
43.617
282.741
5.60
50.832
xiv
Keterangan : ( c ) = pembacaan alat ( d ) = ( c ) x faktor kalibrasi x konversi ( e ) = tabel koreksi tebal (f) =(c)x(d)x(e) ( g ) = pembacaan alat ( h ) = ( f )/( g ) Tabel 4.11. Rekapitulasi hasil uji Marshall campuran aspal tanpa residu oli dengan suhu pencampuran 142°C dan suhu pemadatan 96°C Kadar Bitumen (Residu Oli 0% dng Aspal 100%) (%)
Data Marshall
5
5,5
6
6,5
7
Densitas (gr/cm3)
2.243
2.266
2.268
2.279
2.293
Porositas/VIM (%)
10.143
8.555
7.790
6.671
5.426
Stabilitas(kg)
411.025
573.402
629.845
426.934
352.531
Flow(mm)
3.67 111.582
3.07 199.544
3.57 180.493
3.8 113.265
4.07 88.643
MQ(kg/mm)
Tabel 4.12. Rekapitulasi hasil uji Marshall campuran residu oli 10% dengan suhu pencampuran 120°C dan suhu pemadatan 80°C Kadar Bitumen (Residu Oli 10% dng Aspal 90%) (%)
Data 5
5,5
6
6,5
7
Densitas (gr/cm )
2.234
2.249
2.273
2.269
2.297
Porositas/VIM (%) Stabilitas(kg)
10.575 361.592
9.347 462.611
7.697 479.973
7.191 422.323
5.388 382.009
Flow(mm)
4.53
3.87
4.57
5.80
MQ(kg/mm)
87.317
4.13 118.072
152.005
93.112
65.446
Marshall 3
Tabel 4.13. Rekapitulasi hasil uji Marshall campuran residu oli 20% dengan suhu pencampuran 65°C dan suhu pemadatan 48°C Kadar Bitumen (Residu Oli 20% dng Aspal 80%) (%)
Data 5
5,5
6
6,5
7
Densitas (gr/cm )
2.234
2.249
2.258
2.260
2.263
Porositas/VIM (%)
10.065
8.788
7.686
6.907
6.059
Marshall 3
xv
Stabilitas(kg)
315.632
368.308
323.521
282.741
4.50
376.772 4.03
Flow(mm)
5.43
4.73
5.60
MQ(kg/mm)
61.402
87.895
92.892
68.399
50.832
Adapun grafik hubungan antara kadar aspal dengan densitas, porositas, stabilitas, flow dan Marshall Quotient pada gradasi Asphalt Concrete SNI untuk campuran tanpa residu oli pada Gambar 4.5, untuk campuran dengan residu oli 10% pada Gambar 4.6, dan untuk campuran dengan residu oli 20% pada Gambar 4.7 :
Gambar 4.5.a. Grafik hubungan Stabilitas dengan Kadar Aspal pada campuran 0% residu oli dengan suhu pencampuran 142°C dan suhu pemadatan 96°C
xvi
Gambar 4.5.b. Grafik hubungan Pori dengan Kadar Aspal pada campuran 0% residu oli
dengan suhu pencampuran 142°C dan suhu pemadatan 96°C
Gambar 4.5.c. Grafik hubungan Flow dengan Kadar Aspal pada campuran 0% residu oli
dengan suhu pencampuran 142°C dan suhu pemadatan 96°C
Gambar 4.5.d. Grafik hubungan Density Bulk dengan Kadar Aspal pada campuran 0% residu oli dengan suhu pencampuran 142°C dan suhu pemadatan 96°C
xvii
Gambar 4.5.e. Grafik hubungan Marshall Quotient dengan Kadar Aspal pada campuran 0% residu oli dengan suhu pencampuran 142°C dan suhu pemadatan 96°C
Gambar 4.6.a. Grafik hubungan Stabilitas dengan Kadar Aspal pada campuran 10% residu oli dengan suhu pencampuran 120°C dan suhu pemadatan 80°C
Gambar 4.6.b. Grafik hubungan Pori dengan Kadar Aspal pada campuran 10% residu oli
dengan suhu pencampuran 120°C dan suhu pemadatan 80°C
xviii
Gambar 4.6.c. Grafik hubungan Flow dengan Kadar Aspal pada campuran 10% residu oli
dengan suhu pencampuran 120°C dan suhu pemadatan 80°C
Gambar 4.6.d. Grafik hubungan Density Bulk dengan Kadar Aspal pada campuran 10% residu oli dengan suhu pencampuran 120°C dan suhu pemadatan 80°C
xix
Gambar 4.6.e. Grafik hubungan Marshall Quotient dengan Kadar Aspal pada campuran 10% residu oli dengan suhu pencampuran 120°C dan suhu pemadatan 80°C
Gambar 4.7.a. Grafik hubungan Stabilitas dengan Kadar Aspal pada campuran 20% residu oli dengan suhu pencampuran 65°C dan suhu pemadatan 48°C
Gambar 4.7.b. Grafik hubungan Pori dengan Kadar Aspal pada campuran 20% residu oli
dengan suhu pencampuran 65°C dan suhu pemadatan 48°C
xx
Gambar 4.7.c. Grafik hubungan Flow dengan Kadar Aspal pada campuran 20% residu oli
dengan suhu pencampuran 65°C dan suhu pemadatan 48°C
Gambar 4.7.d. Grafik hubungan Density Bulk dengan Kadar Aspal pada campuran 20% residu oli dengan suhu pencampuran 65°C dan suhu pemadatan 48°C
xxi
Gambar 4.7.e. Grafik hubungan Marshall Quotient dengan Kadar Aspal pada campuran 20% residu oli dengan suhu pencampuran 65°C dan suhu pemadatan 48°C
Dari grafik hubungan Kadar Aspal dengan Stabilitas (Gambar 4.5.a) didapatkan persamaan kuadrat: y = -209,4 X2 + 2460 X - 6639 y’ = 0 0 = -418,8 X + 2460 418,8 X = 2460 X = 5,87 % Jadi kadar aspal optimum adalah 5,87 % dari berat total campuran. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa kadar aspal optimum sebesar 5,87 % Contoh perhitungan nilai Marshall properties pada kadar aspal optimum sebagai berikut : y = -209,4 X2 + 2460 X - 6639 Stabilitas = -209,4 (5,87)2 + 2460 (5,87) - 6639 = 585,925 kg
Untuk nilai Marshall properties yang lain dihitung seperti contoh diatas dan dapat dilihat tabel 4.14.
Tabel 4.14. Hasil uji Marshall AC dengan campuran residu oli Kadar Campuran AC
Marshall
Stabilitas
Flow
Porositas
Densitas
(%)
( Kg )
( mm )
(%)
( gr/ cm³)
( kg/mm )
5.87
585.925
3.40
8.006
2.269
180.069
Aspal Optimum
Quotient
RAP 30%, Residu oli 0% Suhu 142 °C
xxii
RAP 30%, Residu Oli 10%
6
474.400
3.95
7.936
2.263
133.200
5.84
371.431
4.15
8.218
2.246
90.436
Suhu 120 °C RAP 30%, Residu Oli 20% Suhu 65 °C
4.4.
Pembahasan Hasil Pengujian Marshall Test
4.4.1. Hubungan Kadar Aspal dengan Stabilitas Asphalt Concrete (AC) pada Campuran RAP 30% dengan Kadar Residu Oli 0%,10%, 20%
Berdasarkan analisis stabilitas yang telah dilakukan, dapat ditarik suatu hubungan antara stabilitas Asphalt Concrete kadar RAP 30%, residu oli 0% dengan stabilitas Asphalt Concrete kadar RAP 30%, residu oli 10% dan 20% seperti yang terlihat pada Gambar 4.8.
xxiii
Gambar 4.8. Grafik hubungan Kadar Aspal dengan Stabilitas menggunakan campuran Aspal dengan Residu oli 0%, 10%, 20% dalam RAP 30%
Berdasarkan Gambar 4.8 dengan memasukkan nilai kadar aspal optimum sebesar 6 % pada campuran AC dengan RAP 30% dan residu oli 0% didapat nilai stabilitas sebesar 629,845 kg. Sedangkan dengan memasukkan nilai kadar aspal optimum sebesar 6 % pada benda uji dengan RAP 30% dan residu oli 10% didapat nilai Stabilitas sebesar 479,973 kg kemudian pada benda uji kadar RAP 30% dan residu oli 20% didapat 376,772 kg.
Dari nilai stabilitas yang didapat dari berbagai campuran kadar aspal dengan variasi kadar residu oli diatas menunjukan bahwa dengan penambahan kadar aspal akan menaikkan nilai stabilitasnya namun stabilitas akan turun jika sudah mencapai nilai kadar aspal optimum dan akan terus menurun seiring penambahan kadar aspal hal ini dikarenakan campuran yang mengandung kadar aspal yang
xxiv
berlebih akan mengalami bleeding sehingga kemampuan perkerasan jalan dalam menerima beban lalu lintas akan turun. Dengan grafik regresi polynomial telah dapat diketahui pola relasi atau hubungan antara stabilitas dengan kadar aspal, serta analisa Optimum Bitumen Content terhadap kadar residu oli dimana semakin banyak residu oli yang digunakan yang mana akan lebih sedikit nilai kadar aspalnya, maka semakin rendah suhu yang dibutuhkan untuk mengencerkan aspal viskositas juga cenderung berkurang, sehingga dengan kadar aspal yang sedikit pun sudah mencukupi. Akan tetapi nilai stabilitas semakin turun dikarenakan residu oli menyebabkan aspal tidak bisa menyelimuti agregat dengan sempurna. Kemudian dengan analisis korelasi dapat diketahui seberapa kuat hubungan antara variabel-variabel tersebut. Kuatnya hubungan antara variabel ini dinyatakan dalam koefisien determinasi (r²) dan koefisien korelasi (r).
Nilai koefisien determinasi (r²) berkisar antara 0 (tidak ada relasi) dan 1 (relasi sempurna). Nilai r² pada pengujian campuran menggunakan AC dengan kadar RAP 30% dengan kandungan residu oli 0% sebesar 0,823 yang artinya 82,3% variasi stabilitas yang terjadi dapat dijelaskan oleh kadar aspal, AC dengan kadar RAP 30% dengan kandungan residu oli 10% sebesar 0,890 yang artinya 89% variasi stabilitas yang terjadi dapat dijelaskan oleh kadar aspal, dan AC dengan kadar RAP 30% dengan kandungan residu oli 20% sebesar 0,927 yang artinya 92,7% variasi stabilitas yang terjadi dapat dijelaskan oleh kadar aspal. Koefisien korelasi (r) mempunyai nilai yang merupakan akar dari koefisien determinasi dan mempunyai tanda mengikuti tanda gradien analisis regresinya. Jadi akar 0,823 adalah 0.91, akar 0,890 adalah 0,94, dan akar 0,927 adalah 0,96 sehingga dapat kita ketahui bahwa hubungan korelasi antara porositas campuran menggunakan AC dengan kadar RAP 30% dan kadar residu oli 0%,10%,20% dengan kadar aspal adalah sangat kuat.
xxv
Perbandingan Stabilitas tersebut dapat dibuat grafik dalam Gambar 4.9.
Spesifikasi Bina Marga max 750kg
Spesifikasi Bina Marga min 460kg
Gambar 4.9. Perbandingan nilai Stabilitas terhadap kadar residu oli Stabilitas adalah kemampuan lapisan perkerasan menerima beban yang bekerja tanpa perubahan bentuk. Nilai stabilitas juga menunjukkan besarnya kemampuan perkerasan untuk menahan deformasi akibat beban lalu lintas yang bekerja. Dari Gambar 4.9 di atas menunjukkan bahwa penggunaan perbedaan campuran aspal memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap nilai stabilitas sampel. Untuk campuran AC menggunakan RAP 30% dengan residu oli 0% mempunyai nilai stabilitas yang tinggi yaitu sebesar 629,845 kg, sedangkan untuk campuran AC yang menggunakan RAP 30% dengan residu oli 10% mempunyai nilai stabilitas yang lebih kecil yaitu sebesar 479,973 kg dan untuk campuran AC yang menggunakan RAP 30%, residu oli 20% nilai stabilitasnya 376,772 kg. Hal ini dikarenakan ada kandungan residu oli dalam campuran yang mengakibatkan stabilitas menurun, akan tetapi stabilitas akan kembali naik apabila didalam
xxvi
campuran AC terdapat residu oli optimum seperti pada campuran AC dengan kadar residu oli 10%. Adapun faktor terjadinya nilai optimum pada kadar residu oli 10% dikarenakan interlock antar agregat terjadi dengan baik yang disebabkan oleh daya ikat antara aspal dengan agregat baik. Hal ini akan berbeda apabila kadar residu oli yang dipakai 20% karena pada kadar ini dimungkinkan residu oli tersebut apabila tercampur dengan aspal baik yang terkandung dalam RAP maupun aspal murni yang ditambahkan dalam campuran akan membuat aspal semakin encer sehingga mengurangi stabilitas benda uji. Sehingga dari analisis diatas dapat disimpulkan bahwa stabilitas suatu campuran aspal beton dengan RAP dan residu oli akan baik jika penggunaan residu oli diminimalkan.
Spesifikasi Bina Marga adalah minimal 460 kg dan maksimal 750 kg. Berdasarkan spesifikasi tersebut maka nilai stabilitas untuk campuran RAP 30% dengan kadar residu oli 0% dan 10% memenuhi syarat Bina Marga maka AC dapat digunakan. Sedangkan untuk campuran RAP 30% dengan kadar residu oli 20% nilai stabilitas kurang memenuhi syarat yang ditetapkan, tetapi AC masih dapat digunakan.
4.4.2. Hubungan Kadar Aspal dengan Densitas Asphalt Concrete (AC) pada Campuran RAP 30% dengan Kadar Residu Oli 0%, 10%, dan 20%
Berdasarkan analisis density yang telah dilakukan, dapat ditarik suatu hubungan antara density Asphalt Concrete kadar RAP 30%, residu oli 0% dengan density Asphalt Concrete kadar RAP 30%, residu oli 10% dan 20% seperti yang terlihat pada Gambar 4.10.
xxvii
Gambar 4.10. Grafik hubungan Kadar Aspal dengan Densitas menggunakan campuran Aspal dng Residu Oli 0%, 10%, dan 20% dalam RAP 30%
Berdasarkan Gambar 4.10 dengan memasukkan nilai kadar aspal optimum sebesar 6 % pada campuran AC menggunakan RAP 30% dengan residu oli 0% didapat nilai densitas sebesar 2,268 gr/cm³. Sedangkan dengan memasukkan nilai kadar aspal optimum sebesar 6 % pada campuran AC menggunakan RAP 30% dengan residu oli 10% didapat nilai densitas sebesar 2,273 gr/cm³ kemudian pada campuran AC menggunakan RAP 30% dengan residu oli 20% didapat nilai densitas sebesar 2,258 gr/cm³.
Dari nilai densitas yang didapat dari berbagai campuran kadar aspal dengan variasi kadar residu oli diatas menunjukan bahwa dengan penambahan kadar aspal akan menaikan nilai kepadatannya , besarnya kenaikan nilai kepadatan itu sendiri seiring dengan besarnya kadar aspal yang ditambahkan. Semakin besar kadar aspal maka semakin besar nilai kepadatannya.
Dengan grafik regresi dapat diketahui pola relasi atau hubungan antara densitas dengan kadar aspal, kemudian dengan analisis korelasi akan dapat diketahui seberapa kuat hubungan antara variabel-variabel tersebut. Kuatnya hubungan
xxviii
antara variabel ini dinyatakan dalam koefisien determinasi (r²) dan koefisien korelasi (r).
Nilai koefisien determinasi (r²) berkisar antara 0 (tidak ada relasi) dan 1 (relasi sempurna). Nilai r² pada pengujian campuran menggunakan AC dengan kadar RAP 30% dan residu oli 0% sebesar 0,942 yang artinya 94,2% variasi densitas yang terjadi dapat dijelaskan oleh kadar aspal, pada campuran dengan RAP 30% dan residu oli 10% sebesar 0,920 yang artinya 92% variasi densitas yang terjadi dapat dijelaskan oleh kadar aspal, dan pada campuran dengan RAP 30% dan residu oli 20% sebesar 0,873 yang artinya 87,3% variasi densitas yang terjadi dapat dijelaskan oleh kadar aspal. Koefisien korelasi (r) mempunyai nilai yang merupakan akar dari koefisien determinasi dan mempunyai tanda mengikuti tanda gradien analisis regresinya. Jadi akar 0,942 adalah 0,97, akar 0,920 adalah 0,96, dan akar 0,873 adalah 0,93 sehingga dapat kita ketahui bahwa hubungan korelasi antara densitas campuran menggunakan AC dengan kadar RAP 30% dengan variasi kadar residu oli 0%, 10%, 20% dengan kadar aspal adalah sangat kuat.
Perbandingan densitas tersebut dapat dibuat grafik dalam Gambar 4.11.
Gambar 4.11. Perbandingan nilai densitas terhadap kadar residu oli
xxix
Densitas/ kepadatan merupakan hasil bagi berat campuran terhadap volume. Hal ini akan menunjukan besarnya berat terhadap volume yang berkaitan jenis material isian dalam campuran dan besarnya rongga yang terdapat di dalam campuran. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap nilai densitas dari benda uji menunjukan bahwa benda uji dengan menggunakan campuran RAP kadar 30% dengan residu oli 10% menghasilkan nilai densitas yang lebih baik jika dibandingkan dengan benda uji yang menggunakan campuran RAP kadar 30% dengan kadar residu oli 0% dan 20%. Hal ini dikarenakan pada kadar campuran RAP 30% dengan residu oli 10% mempunyai tingkat workability yang lebih baik sehingga residu oli yang ada dapat bercampur dengan bahan penyusun perkerasan sehingga lebih merata pada pencampurannya dan rongga yang terjadi dalam campuran dapat seminimal mungkin, dengan demikian densitas pun akan menjadi baik.
4.4.3. Hubungan Kadar Aspal dengan Porositas Asphalt Concrete (AC) pada Campuran RAP 30% dengan Kadar Residu Oli 0%, 10%, dan 20%
Berdasarkan analisis porositas yang telah dilakukan, dapat ditarik suatu hubungan antara porositas Asphalt Concrete kadar RAP 30% tanpa residu oli dengan porositas Aspalt Concrete kadar RAP 30% dengan residu oli 10% dan 20% seperti yang terlihat pada Gambar 4.12.
xxx
Gambar 4.12. Grafik hubungan Kadar Aspal dengan Porositas menggunakan campuran Aspal dengan Residu oli 0%,10%,20% dalam RAP 30% Berdasarkan Gambar 4.14 dengan memasukkan nilai kadar aspal optimum sebesar 6% pada campuran AC dengan RAP 30% dan kadar residu oli 0% didapat nilai porositas sebesar 7,790%. Sedangkan dengan memasukkan nilai kadar aspal optimum sebesar 6% pada AC dengan RAP 30% dan kadar residu oli 10% didapat nilai porositas sebesar 7,697% kemudian pada AC dengan RAP 30% dan kadar residu oli 20% didapat nilai porositas sebesar 7,686%.
Dari nilai porositas yang didapat dari berbagai campuran kadar aspal dengan variasi kadar residu oli diatas menunjukan bahwa dengan penambahan kadar aspal campuran (aspal+residu oli) akan menurunkan nilai porositas, penurunan nilai porositas itu sendiri akan turun seiring dengan besarnya kadar aspal yang ditambahkan. Semakin besar kadar aspal maka semakin kecil nilai porositasnya. Dari grafik diatas menunjukkan nilai porositas dengan perbedaan yang sangat tipis antara kadar residu oli 0%, 10%, dan 20%. Hal ini berbanding terbalik dengan nilai densitas, dimana semakin padat maka nilai porositas semakin kecil.
xxxi
Dengan grafik regresi dapat diketahui pola relasi atau hubungan antara porositas dengan kadar aspal, kemudian dengan analisis korelasi akan dapat diketahui seberapa kuat hubungan antara variabel-variabel tersebut. Kuatnya hubungan antara variabel ini dinyatakan dalam koefisien determinasi (r²) dan koefisien korelasi (r).
Nilai koefisien determinasi (r²) berkisar antara 0 (tidak ada relasi) dan 1 (relasi sempurna). Nilai r² pada pengujian campuran menggunakan AC dengan kadar RAP 30% dan variasi kadar residu oli 0%, 10%, 20% adalah sebagai berikut, residu oli 0% sebesar 0,990 yang artinya 99 % variasi porositas yang terjadi dapat dijelaskan oleh kadar aspal, residu oli 10% sebesar 0,995 yang artinya 99,5 % variasi porositas yang terjadi dapat dijelaskan oleh kadar aspal, residu oli 20% sebesar 0,988 yang artinya 98,8% variasi porositas yang terjadi dapat dijelaskan oleh kadar aspal. Koefisien korelasi (r) mempunyai nilai yang merupakan akar dari koefisien determinasi dan mempunyai tanda mengikuti tanda gradien analisis regresinya. Jadi akar 0,990 adalah 0.99, akar 0,995 adalah 0.99, dan akar 0,988 adalah 0.99 sehingga dapat kita ketahui bahwa hubungan korelasi antara porositas campuran menggunakan residu oli 0%, 10%, dan 20% dengan kadar aspal adalah sangat kuat.
xxxii
Perbandingan porositas tersebut dapat dibuat grafik dalam Gambar 4.13.
Spesifikasi Bina Marga max 6% Spesifikasi Bina Marga min 3%
Gambar 4.13. Perbandingan nilai porositas terhadap kadar residu oli Porositas adalah prosentase pori atau rongga udara yang terdapat dalam suatu campuran. Nilai porositas juga menunjukkan banyaknya rongga yang terdapat dalam campuran. Dari Gambar 4.15 diatas dapat dilihat bahwa penggunaan kadar aspal yang berbeda dalam campuran sangat berpengaruh terhadap nilai porositas dari suatu campuran itu sendiri. Apabila nilai porositas besar seperti yang diperlihatkan pada campuran yang menggunakan residu oli 0%, berarti banyak rongga yang terjadi dalam campuran tersebut yang kemungkinan disebabkan oleh agregat kasar yang saling interconnected dan pecah karena proses pemadatan yang tidak sempurna. Sehingga campuran akan kurang kedap terhadap udara dan air. Adanya pori-pori ataupun celah pada perkerasan AC memungkinkan air masuk ke dalam perkerasan. Hal ini mengakibatkan berkurangnya atau bahkan hilangnya gaya adhesi antar batuan dengan bitumen. Disamping itu, semakin besar pori-pori semakin tidak kedap air dan semakin banyak udara di dalam beton aspal, yang menyebabkan semakin mudahnya selimut aspal beroksidasi dengan udara dan menjadi getas, dan durabilitasnya menurun. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya kadar aspal dalam campuran AC. Tetapi semakin tebal selimut aspal, maka semakin mudah terjadi bleeding yang mengakibatkan jalan semakin
xxxiii
licin. Sedangkan campuran yang memiliki nilai porositas yang lebih kecil, seperti yang diperlihatkan pada campuran yang menggunakan campuran AC dengan kadar residu oli 10% dan 20% menunjukkan bahwa lapisan perkerasan tersebut mempunyai ketahanan akibat beban berulang yang hampir sebanding dengan campuran AC tanpa residu oli. Besar kecilnya porositas berpengaruh terhadap durabilitas campuran. Porositas yang lebih kecil akan menurunkan resiko terjadinya disintegrasi dari campuran, sehingga durabilitasnya menjadi tinggi. Tetapi pori yang kecil akan memberikan kelenturan ( fleksibilitas ) yang kurang baik dan akibat tambahan pemadatan dari beban lalu lintas berulang.
Spesifikasi Bina Marga adalah minimal 3% dan maksimal 6%. Berdasarkan spesifikasi tersebut maka nilai porositas kurang dari persyaratan Bina Marga maka AC dengan campuran RAP pada kadar campuran seperti disebutkan masih dapat digunakan walaupun kurang memenuhi syarat yang ditetapkan.
4.4.4. Hubungan Kadar Aspal dengan Marshall Quotient Asphalt Concrete (AC) pada Campuran RAP 30% dengan Kadar Residu Oli 0%, 10%, 20%
Berdasarkan analisis MQ yang telah dilakukan, dapat ditarik suatu hubungan antara MQ Asphalt Concrete kadar RAP 30%, residu oli 0% dengan MQ Asphalt Concrete kadar RAP 30%, residu oli 10% dan 20% seperti yang terlihat pada Gambar 4.14.
xxxiv
Gambar 4.14. Grafik Hubungan Kadar Aspal dengan MQ Menggunakan Campuran Aspal dengan Residu Oli 0%, 10%, 20% dalam RAP 30%
Berdasarkan Gambar 4.14 dengan memasukkan nilai kadar aspal optimum sebesar 6 % pada campuran AC dengan RAP 30% tanpa residu oli didapat nilai MQ sebesar 180,493 kg/mm. Sedangkan dengan memasukkan nilai kadar aspal optimum sebesar 6 % pada campuran AC dengan kadar RAP 30%, residu oli 10% didapat nilai MQ sebesar 152,005 kg/mm, dan pada campuran AC dengan kadar RAP 30%, residu oli 20% didapat nilai MQ sebesar 92,892 kg/mm.
Dari nilai MQ yang didapat dari berbagai campuran kadar aspal dengan variasi kadar residu oli diatas menunjukan bahwa dengan penambahan kadar aspal akan menaikan nilai MQ nya namun MQ akan turun jika sudah mencapai nilai kadar aspal optimum dan akan terus menurun seiring penambahan kadar aspal.
Dengan grafik regresi polynomial telah dapat diketahui pola relasi atau hubungan antara MQ dengan kadar aspal, kemudian dengan analisis korelasi akan dapat diketahui seberapa kuat hubungan antara variabel-variabel tersebut. Kuatnya
xxxv
hubungan antara variabel ini dinyatakan dalam koefisien determinasi (r²) dan koefisien korelasi (r). Nilai koefisien determinasi (r²) berkisar antara 0 (tidak ada relasi) dan 1 (relasi sempurna). Nilai r² pada pengujian campuran menggunakan AC dengan kadar RAP 30%, residu oli 0% sebesar 0,758 yang artinya 75,8% variasi MQ yang terjadi dapat dijelaskan oleh kadar aspal, nilai r² pada pengujian campuran menggunakan AC dengan kadar RAP 30%, residu oli 10% sebesar 0,824 yang artinya 82,4% variasi MQ yang terjadi dapat dijelaskan oleh kadar aspal, dan nilai r² pada pengujian campuran menggunakan AC dengan kadar RAP 30%, residu oli 20% sebesar 0,913 yang artinya 91,3% variasi MQ yang terjadi dapat dijelaskan oleh kadar aspal. Koefisien korelasi (r) mempunyai nilai yang merupakan akar dari koefisien determinasi dan mempunyai tanda mengikuti tanda gradien analisis regresinya. Jadi akar 0,758 adalah 0,87, akar 0,824 adalah 0,91, dan akar 0,913 adalah 0,95. Sehingga dapat kita ketahui bahwa hubungan korelasi antara MQ campuran menggunakan RAP 30% dengan residu oli 0% dengan kadar aspal adalah kuat. Sedangkan hubungan korelasi antara MQ campuran menggunakan RAP 30% dengan residu oli 10%, 20% dengan kadar aspal adalah sangat kuat.
Perbandingan
MQ
tersebut
dapat
dibuat
grafik
dalam
Gambar
Spesifikasi Bina Marga max 500 kg/mm
Spesifikasi Bina Marga min 100 kg/mm
Gambar 4.15. Perbandingan nilai MQ terhadap kadar residu oli
xxxvi
4.15.
Nilai hasil bagi Marshall (Marshall Quotient) merupakan hasil bagi dari stabilitas dengan kelelahan yang digunakan sebagai pendekatan terhadap tingkat kekakuan atau fleksibilitas campuran. Nilai Marshall Quotient yang tinggi menunjukkan kekakuan dari perkerasan dan berakibat mudah timbul retak - retak (cracking). Sebaliknya jika nilai Marshall Quotient yang rendah menunjukkan campuran terlalu plastis/fleksibel yang akan berakibat perkerasan mudah mengalami deformasi pada waktu menerima beban lalu – lintas.
Dari hasil penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 4.15 menunjukkan bahwa semakin besar kadar residu oli yang ditambahkan pada campuran AC dengan RAP 30% maka semakin rendah pula Marshall Quotient nya ini dikarenakan residu oli membuat aspal menjadi sulit untuk mengeras, ditambah lagi karena aspal telah mengalami penurunan kualitas yang diakibatkan oleh cuaca, temperatur dan pengaruh beban yang melintasi jalan tersebut.
Spesifikasi Bina Marga adalah minimal 100 kg/mm dan maksimal 500 kg/mm. Berdasarkan spesifikasi tersebut maka nilai MQ untuk campuran RAP 30% dengan kadar residu oli 0% dan 10% memenuhi syarat Bina Marga maka AC dengan campuran RAP dengan residu oli pada kadar campuran tersebut dapat digunakan. Sedangkan untuk campuran RAP 30% dengan kadar residu oli 20% nilai MQ kurang memenuhi syarat yang ditetapkan, tetapi AC masih dapat digunakan.
4.4.5. Hubungan Kadar Aspal dengan Flow Asphalt Concrete (AC) pada Campuran RAP 30% dengan Kadar Residu Oli 0%, 10%, 20%
Berdasarkan analisis flow yang telah dilakukan, dapat ditarik suatu hubungan antara flow Asphalt Concrete menggunakan kadar RAP 30% dan residu oli 0%
xxxvii
dengan flow Asphalt Concrete kadar RAP 30% dengan residu oli 10%, 20% seperti yang terlihat pada Gambar 4.16.
Gambar 4.16. Grafik hubungan Kadar Aspal dengan flow menggunakan campuran Aspal dengan Residu oli 0%, 10%, 20% dalam RAP 30%
Berdasarkan Gambar 4.16 dengan memasukkan nilai kadar aspal optimum sebesar 6 % pada campuran AC dengan RAP 30% tanpa residu oli didapat nilai flow sebesar 3,57 mm. Sedangkan dengan memasukkan nilai kadar aspal optimum sebesar 6 % pada campuran AC dengan kadar RAP 30% dengan residu oli 10% didapat nilai flow sebesar 3,87 mm, dan pada campuran AC dengan kadar RAP 30% dengan residu oli 20% didapat nilai flow sebesar 4,03 mm.
Dari nilai flow yang didapat dari berbagai campuran kadar aspal dengan variasi kadar residu oli diatas menunjukan bahwa dengan penambahan kadar aspal akan menaikan nilai kelelehannya, besarnya kenaikan nilai kelelehan itu sendiri seiring dengan besarnya kadar aspal yang ditambahkan semakin besar kadar aspal maka semakin besar nilai kelelehanya.
xxxviii
Dengan grafik regresi polynomial telah dapat diketahui pola relasi atau hubungan antara flow dengan kadar aspal, kemudian dengan analisis korelasi akan dapat diketahui seberapa kuat hubungan antara variabel-variabel tersebut. Kuatnya hubungan antara variabel ini dinyatakan dalam koefisien determinasi (r²) dan koefisien korelasi (r).
Nilai koefisien determinasi (r²) berkisar antara 0 (tidak ada relasi) dan 1 (relasi sempurna). Nilai r² pada pengujian campuran menggunakan AC dengan kadar RAP 30% dengan residu oli 0% sebesar 0,717 yang artinya 71,7% variasi flow yang terjadi dapat dijelaskan oleh kadar aspal, kemudian nilai r² pada pengujian campuran menggunakan AC dengan kadar RAP 30% dengan residu oli 10% sebesar 0,982 yang artinya 98,2% variasi flow yang terjadi dapat dijelaskan oleh kadar aspal, dan nilai r² pada pengujian campuran menggunakan AC dengan kadar RAP 30% dengan residu oli 20% sebesar 0,970 yang artinya 97% variasi flow yang terjadi dapat dijelaskan oleh kadar aspal. Koefisien korelasi (r) mempunyai nilai yang merupakan akar dari koefisien determinasi dan mempunyai tanda mengikuti tanda gradien analisis regresinya. Jadi akar 0,717 adalah 0,85, akar 0,982 adalah 0,99, dan akar 0,970 adalah 0,98 sehingga dapat kita ketahui bahwa hubungan korelasi antara flow campuran menggunakan RAP 30% dan kadar residu oli 0% dengan kadar aspal adalah kuat. Sedangkan hubungan korelasi antara flow campuran menggunakan RAP 30% dan kadar residu oli 10% dan 20% dengan kadar aspal adalah sangat kuat.
xxxix
Perbandingan flow
tersebut
dapat
dibuat
grafik
dalam
Gambar
4.17.
Gambar 4.17. Perbandingan nilai Flow terhadap kadar residu oli Nilai flow merupakan besarnya perubahan bentuk plastis dari campuran akibat adanya beban sampai batas keruntuhan. Nilai flow menunjukkan tingkat kelenturan atau kekakuan campuran. Nilai flow dipengaruhi beberapa faktor, yaitu kadar aspal, penetrasi aspal, suhu, gradasi dan jumlah pemadatan. Dari Gambar 4.17 di atas menunjukkan bahwa penggunaan perbedaan kadar residu oli tidak memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap nilai Flow. Untuk campuran aspal yang menggunakan RAP 30% dengan residu oli 0% mempunyai nilai Flow yang paling rendah yaitu sebesar 3,57 mm, sedangkan untuk campuran aspal yang menggunakan RAP 30% dengan residu oli 20% mempunyai nilai Flow yang lebih besar yaitu sebesar 4,03 mm. Nilai Flow yang tinggi mengindikasikan campuran bersifat elastis dan lebih mampu mengikuti deformasi akibat beban, Sedangkan nilai Flow yang rendah mengisyaratkan campuran berpotensi retak dini dan berdurabilitas rendah. Hal ini disebabkan karena aspal dengan kadar campuran residu oli yang tinggi memiliki kegetasan yang tinggi pula karena mutu dari material aspal dari bahan bongkaran mengalami penurunan yang dikarenakan oleh pengaruh lingkungan yang berupa temperatur, cuaca, dan pengaruh beban yang melintasi jalan tersebut.
4.5.
Curing Pada Campuran Hangat
xl
Benda uji yang digunakan pada Marshall Test diatas tidak mendapat perlakuan curing. Oleh karena itu dibuat 6 benda uji pada kadar aspal optimum, yaitu kadar aspal 6% dengan kadar residu oli 10% dan 20% dengan perlakuan curing.
Perlakuan curing dilakukan dengan pengovenan selama 3 jam pada suhu 40˚C dapat dibuat grafik dalam Gambar 4.18.
Spesifikasi Bina Marga max 750kg
Spesifikasi Bina Marga min 460kg
Gambar 4.18. Perbandingan nilai stabilitas terhadap kadar residu oli (curing)
Berdasarkan Gambar 4.18 didapat nilai stabilitas untuk campuran RAP 30% dengan kadar residu oli 10% pada kadar aspal 6% adalah 589,948 kg, dan untuk campuran RAP 30% dengan kadar residu oli 20% pada kadar aspal 6% adalah 494,693 kg. Dari hasil tersebut, menunjukkan nilai stabilitas yang lebih baik dari sebelumnya.
Spesifikasi Bina Marga adalah minimal 460 kg dan maksimal 750 kg. Berdasarkan spesifikasi tersebut maka nilai stabilitas untuk campuran RAP 30% dengan kadar residu oli dengan curing yang dilakukan dengan pengovenan selama 3 jam memenuhi syarat Bina Marga maka AC dapat digunakan. Untuk campuran
xli
RAP 30% dengan kadar residu 10% tanpa curing juga memenuhi syarat Bina Marga, sedangkan campuran RAP 30% dengan kadar residu 20% tanpa curing nilai stabilitas kurang memenuhi syarat yang ditetapkan, tetapi AC masih dapat digunakan.
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Berdasarkan data hasil penelitian di laboratorium dan hasil analisis data yang diperoleh, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Pola hubungan linier antara variasi residu oli dengan suhu campuran hangat (suhu pencampuran dan pemadatan) sangat erat seperti terlihat pada persamaan sebagai berikut: dengan nilai korelasi 0,97 dengan nilai korelasi 0,976 Keterangan: Tpc : suhu pencampuran Tpm : suhu pemadatan c
: variasi residu oli
2. Kadar aspal optimum yang diperoleh dengan menggunakan campuran agregat RAP 30% dan variasi residu oli 0%, 10% dan 20% masing-masing adalah : · Kadar aspal optimum 5,87% untuk 0% residu oli. · Kadar aspal optimum 6% untuk 10% residu oli.
xlii
· Kadar aspal optimum 5,84% untuk 20% residu oli.
5.2. Saran a. Penelitian lebih lanjut sebelum dilakukan pengujian sebaiknya dengan curing terlebih dahulu untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. b. Kontrol suhu perlu lebih diperhatikan baik pada saat pencampuran maupun pemadatan. c. Nilai porositas kurang dari persyaratan Bina Marga maka kontrol saat pemadatan perlu lebih diperhatikan untuk mendapat hasil yang lebih baik. xix
DAFTAR PUSTAKA 77 Anonim. 2005. Buku Pedoman Penulisan Tugas Akhir. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret. Surakarta. _______. 1995. A Big Stop Forward in Enviromental Protection. Bekasi : PT. Wiraswaststa Gemilang Indonesia. Aly, Mohamad Anas. 2007. Teknik Dasar dan Potensi Daur Ulang Konstruksi Jalan. Yayasan Pengembang Teknologi dan Manajemen, Jakarta. Ayuningtyas, Cory D.T., ST. 2009. Karakter Kuat Tekan Aspal Beton Agregat Campuran 30% RAP Dengan Kombinasi Aspal Penetrasi 60/70 Dan Residu Oli. Skripsi. Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Aravind,K. and Animesh Das (b). [Pavement Design with Central Plant Hot-Mix Recycled Asphalt Mixes]. Construction and Building Materials, 21(5). Diunduh di: http://www.google.co.id/jurnalresiduolibekas [2007, May]. Brown, Stephen. 1990. The Shell Bitumen Handbook. Chertsey : Shell Bitumen U.K. Departemen Pekerjaan Umum. 1987. Petunjuk Pelaksanaan Lapis aspal beton (Laston) Untuk Jalan Raya. Direktorat Jendral Bina Marga, Jakarta.
xliii
Goh, Shu Wei, PhD., et al. 2007. Laboratory Evaluation and Pavement Design for Warm
Mix
Asphalt.
Proceedings
of
the
2007
Mid-Continent
Transportation Research Symposium, Ames, Iowa, August 2007. Tersedia di : www.ctre.iastate.edu/PUBS/midcon2007/YouLaboratory.pdf Goh, Shu Wei, PhD., dan Zhanping You. 2008. Laboratory Evaluation of Warm Mix Asphalt : A Preliminary Study. International Journal of Pavement Research
and
Technology.
Tersedia
di
:
www.ijprt.org.tw/files/sample/Vol1_No1(5).pdf Hadi, S. 1987. Analisis Regresi. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Hadsari, Vienti.2009. Kajian Karakter Marshall Pada Asphalt Concrete Dalam Campuran Material RAP Dengan Residu Oli. Skripsi. Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Krebs, et al.1971. Highway Material. Mc Graw Hill. Modul Kuliah. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Pradipta, Welly., et al. 2008. Laporan 78 Praktikum Perkerasan Jalan Raya. Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Saputro, Dedy Tahan.2009. Observasi Permeabilitas Pada Asphalt Concrete Campuran Panas Dengan RAP. Skripsi. Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Setyawan, Ary. 2007. Handout Mata Kuliah Perkerasan Jalan. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Shahani, Dr.P.B. 1983 and Visiting Scholar of University of California, Berkeley and Ohio State University, Columbus, USA. Road Techniques. Khanna Publishers, Delhi. Sukirman, Silvia. 1995. Perkerasan Lentur Jalan Raya. Nova, Bandung. Sukirman, Silvia.2003. Buku Beton Aspal Campuran Panas; edisi 1. Granit, Jakarta. Wahyu, Hengky.2009. Observasi Karakteristik Marshall Pada Aspal Concrete Dengan Reclaimed Aspalt Pavement (RAP). Skripsi. Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
xliv
SPESIFIKASI BAHAN DAN CAMPURAN Tabel A.1.Spesifikasi Pemeriksaan Agregat No. Jenis pemeriksaan
Syarat
1.
Keausan (%)
max. 40%
2.
Penyerapan (%)
max. 3%
3.
Berat jenis Bulk
min. 2,5 gr/cc
4.
Berat jenis SSD
min. 2,5 gr/cc
Sumber : Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton untuk Jalan Raya ( AASHTO T96-7 )
Tabel A.2. Spesifikasi Gradasi Campuran AC Spec IV Ukuran Saringan % Berat Lolos 19,1 mm (3/4”)
100
12,7 mm (1/2”)
80 – 100
9,52 mm (3/8”)
70 – 90
4,76 mm (#4)
50 – 70
2,38 mm (#8)
35 – 50
0,59 mm (#30)
18 – 29
0,279 mm (#50)
13 – 23
0,149 mm (#100)
8 – 16
0,074 mm (#200)
4 – 10
Sumber: Revisi SNI 03-1737-1989
Tabel A.3. Spesifikasi Pemeriksaan Aspal Keras Pen 60
xlv
No.
Jenis Pengujian
Metode
Persyaratan
1.
Penetrasi, 25°C; 100 gr; 5 detik, 0,1 mm
SNI 06-2456-1991
60-79
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Titik Lembek, °C Titik nyala, °C Daktalitas 25°C, cm Berat jenis, gr/cc Kelarutan dalam trichlor, % berat Penurunan Berat (dengan TFOF) % berat Penetrasi setelah penurunan berat,% asli Daktilitas setelah penurunan berat,% asli Uji nodal aspal Standar naptha Naptha xylene Hephtane Xylene
SNI 06-2434-1991 SNI 06-2433-1991 SNI 06-2432-1991 SNI 06-2441-1991 RSNI M -04-2004 SNI 06 -2440-1991 SNI 06-2456-1991 SNI 06-2432-1991 SNI 03-6885-2002
48-58 min. 200 min. 100 min. 1,0 min. 99 mak. 0,8 min.54 min. 50 negatif
Sumber: Revisi SNI 03-1737-1989
Tabel A.4. Persyaratan Marshall Test Parameter Tes Marshall No.
Kondisi Lalu Lintas
Stabilitas (kg)
Densitas (gr/cc)
Flow (mm)
Porositas (%)
MQ (kg/mm)
1.
Berat
≥550
2-3
2-4
3-5
200-350
2.
Sedang
≥450
2-3
2-4,5
3-5
200-350
3.
Ringan
≥350
2-3
2-5
3-5
200-350
Sumber: Bina Marga (1987)
xlvi
PEMERIKSAAN AGREGAT DAN RAP Tabel A.5. Hasil Pemeriksaan Agregat No.
Jenis pemeriksaan
Hasil
Syarat
1.
Keausan (%)
26,48 %
max. 40%
2.
Penyerapan (%)
2,021 %
max. 3%
3.
Berat jenis Bulk
2,621 gr/cc
min. 2,5 gr/cc
4.
Berat jenis SSD
2,673 gr/cc
min. 2,5 gr/cc
5.
Berat jenis Apparent
2,784 gr/cc
-
Sumber : Vienti Hadsari (2009)
Tabel A.6. Gradasi RAP Ukuran Saringan E1 3/4 " 100.00 1/2 " 97.89 3/8 " 91.30 #4 69.56 #8 55.11 # 30 31.16 # 50 23.25 # 100 15.71 # 200 12.46
Benda uji (% Lolos) E2 E3 E4 100.00 100.00 100.00 99.47 98.65 99.27 95.79 94.20 95.50 78.05 74.52 78.30 63.20 58.39 63.82 36.57 35.14 36.87 27.28 26.23 27.20 18.54 17.72 18.05 17.49 15.91 16.02
E5 100.00 99.05 93.45 70.49 54.06 30.06 22.28 15.05 13.51
Rata-rata (% Lolos) 100.00 98.87 94.05 74.19 58.92 33.96 25.25 17.01 15.08
Sumber : Dedy Tahan Saputro (2009)
Tabel A.7. Kadar Aspal Rata-rata RAP Benda Uji
Kadar Aspal Hasil Ekstraksi
E1 E2 E3 E4 E5 Rata-rata
5,04 % 4,95 % 3,26 % 4,23 % 5,06 % 4,51 %
Sumber : Dedy Tahan Saputro (2009)
xlvii
Tabel A.8. Angka Korelasi Stabilitas Isi benda uji Tebal benda uji (cm) (in) (mm) 200 - 213 1 25,6 214 - 225 1 1/16 27,0 226 - 237 1 1/8 28,6 238 - 250 1 3/16 30,2 251 - 264 1 1/4 31,8 265 - 276 1 5/16 33,3 277 - 289 1 3/8 34,9 290 - 301 1 7/16 36,5 301 - 316 1 1/2 38,1 317 - 328 1 9/16 39,7 329 - 340 1 5/8 41,3 341 - 353 1 11/16 42,9 354 - 367 1 3/4 44,4 368 - 379 1 13/16 46,0 380 - 393 1 7/8 47,6 393 - 405 1 15/16 49,2 405 - 420 2 50,8 421 - 431 2 1/16 52,4 432 - 443 2 1/8 54,0 444 - 456 2 3/16 55,6 457 - 470 2 1/4 57,2 471 - 482 2 5/16 58,7 483 - 495 2 3/8 60,3 496 - 508 2 7/16 61,9 509 - 522 2 1/2 63,5 523 - 535 2 9/16 64,0 536 - 546 2 5/8 65,1 547 - 559 2 11/16 66,7 560 - 573 2 3/4 68,3 574 - 585 2 13/16 71,4 586 - 598 2 7/8 73,0 599 - 610 2 15/16 74,6 611 - 625 3 76,2
xlviii
Angka korelasi 5,56 5,00 4,55 4,17 3,85 3,57 3,33 3,03 2,78 2,50 2,27 2,08 1,92 1,79 1,67 1,56 1,47 1,39 1,32 1,25 1,19 1,14 1,09 1,04 1,00 0,96 0,93 0,89 0,86 0,83 0,81 0,78 0,76
xlix
l
li