LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
Artikel yang berjudul Studi Pengelolaan Obat yang Mengandung Prekursor pada Apotek di Kabupaten Buol Oleh :
Dewi Sartika A. Usman
Telah diperiksa dan disetujui untuk di uji
Pembimbing 1
Pembimbing 2
Dr. Widy Susanti Abdulkadir S.Si., M.Si., Apt Nip. 19711217 200012 2 001
Dewi R. Mo’o, S.Farm., M.Sc., Apt Nip. 19820309 200604 2 003
Mengetahui Ketua Jurusan S1 Farmasi
Hamsidar Hasan, S.Si., M.Si., Apt Nip. 19770422 200604 1 003 *Dewi Sartika A.Usman, 821412151, ** Dr. Widy Susanti Abdulkadir S.Si., M.Si., Apt, *** Dewi R. Mo’o, S.Farm., M.Sc., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG.
Studi Pengelolaan Obat yang Mengandung Prekursor pada Apotek di Kabupaten Buol Management Studies at the Precursor Containing Drugs Pharmacy in Buol Dewi Sartika A. Usman1, Widy Susanti Abdulkadir2, Dewi R. Mo’o3 1) Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG 2,3) Dosen Jurusan Farmasi, FIKK, UNG E-mail:
[email protected] ABSTRAK Dewi Sartika A.Usman, 2014. Studi Pengelolaan Obat yang Mengandung Prekursor pada Apotek di Kabupaten Buol. Skripsi, Program Studi S1. Jurusan Farmasi, Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo. Di bimbing oleh Ibu Dr. Widy Susanti Abdulkadir, S.Si., M.Si., Apt selaku pembimbing I dan Ibu Dewi R.Moo, S.Farm.,M.Sc., Apt selaku pembimbing II. Prekursor adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika dan Psikotropika. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif, dengan tujuan untuk mengetahui pengelolaan obat yang mengandung prekursor pada apotek di Kabupaten Buol. Teknik pengumpulan data yaitu observasi langsung dengan instrument tabel check list. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan obat yang mengandung prekursor pada 6 apotek di Kabupaten Buol sudah cukup baik, yaitu 61,1% yang sesuai dan 38,9% yang tidak sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI No. 40 tahun 2013 tentang pedoman pengelolaan prekursor farmasi dan obat mengandung prekursor farmasi. Kata kunci : Pengelolaan, Prekursor, Apotek. Secara umum, apotek mempunyai dua fungsi, yaitu memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat, sekaligus sebagai tempat usaha yang menerapkan prinsip laba. Dengan kata lain, apotek merupakan perwujudan dari praktik kefarmasian yang berfungsi melayani kesehatan masyarakat sambil mengambil keuntungan secara finansial dari transaksi kesehatan tersebut. Kedua fungsi tersebut biasa dijalankan secara beriringan tanpa meninggalkan satu sama lain. Meskipun sesungguhnya mencari laba, namun apotek tidak boleh mengesampingkan peran utamanya dalam melayani kesehatan masyarakat. (Bogadenta, 2013 ). Sehubungan dengan maraknya penyalahgunaan obat di kalangan masyarakat, maka tenaga kefarmasian harus lebih memperhatikan pelayanan terhadap obat-obatan salah satunya yaitu obat yang mengandung prekursor. Menurut Peraturan Pemerintah RI No.44 tahun 2010, Prekursor adalah zat atau *Dewi Sartika A.Usman, 821412151, ** Dr. Widy Susanti Abdulkadir S.Si., M.Si., Apt, *** Dewi R. Mo’o, S.Farm., M.Sc., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG.
bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika dan Psikotropika. Prekursor farmasi dan obat yang mengandung prekursor farmasi di fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas kefarmasian perlu dikelola dengan baik untuk mencegah terjadinya penyimpangan dan kebocoran sehingga masyarakat dapat dilindungi dari bahaya penyalagunaan prekursor farmasi dan obat yang mengandung prekursor farmasi. (Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI No. 40 tahun 2013). Sesuai dengan informasi yang diperoleh dari asisten apoteker pada salah satu apotek di Kabupaten Buol belum terdapat pengawasan obat yang mengandung prekursor. Pengawasan obat yang mengandung prekursor tersebut sangat berpengaruh terhadap pengelolaan obat yang mengandung prekursor di mana pengawasan sangat berhubungan dengan pencatatan dan pelaporan obat yang mengandung prekursor. Sedangkan dari pihak Dinas Kesehatan belum pernah melakukan pembinaan terhadap pengelolaan obat yang mengandung prekursor kepada apoteker/pemilik sarana apotek. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti mengangkat permasalahan tersebut untuk dilakukan penelitian dengan judul Studi Pengelolaan Obat yang Mengandung Prekursor pada Apotek di Kabupaten Buol. METODE PENELITIAN Desain penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif untuk mengetahui pengelolaan obat yang mengandung prekursor pada apotek di Kabupaten Buol. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada 6 Apotek di Kabupaten Buol pada tanggal 10 Juli 2014. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh apotek di Kabupaten Buol, yaitu sejumlah 10 apotek. Sedangkan untuk sampel yaitu 6 apotek di Kabupaten Buol. Instrumen Penelitian Instrumen dalam penelitian ini menggunakan tabel check list. Definisi Operasional 1. Pengelolaan obat yang mengandung prekursor yaitu pengelolaan obat yang meliputi pengadaan, penyimpanan, penyerahan, penarikan kembali obat, pemusnahan, pencatatan dan pelaporan. 2. Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan sebelumnya. 3. Penyimpanan adalah suatu kegiatan menata dan memelihara dengan cara menempatkan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian dan gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat. *Dewi Sartika A.Usman, 821412151, ** Dr. Widy Susanti Abdulkadir S.Si., M.Si., Apt, *** Dewi R. Mo’o, S.Farm., M.Sc., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG.
4.
Penyerahan adalah kegiatan memberikan obat kepada pasien sesuai dengan kebutuhan terapi. 5. Penarikan kembali obat yaitu proses penarikan kembali obat yang telah diedarkan yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan keamanan, khasiat, mutu dan penandaan. 6. Pemusnahan obat merupakan kegiatan penyelesaian terhadap obat-obatan yang tidak terpakai karena kadaluwarsa, rusak, ataupun mutunya sudah tidak memenuhi standar. 7. Pencatatan yaitu kegiatan atau proses pendokumentasian sesuatu aktivitas dalam bentuk tulisan. Sedangkan laporan adalah catatan yang memberikan informasi tentang kegiatan tertentu dan hasilnya yang disampaikan ke pihak berwenang atau berkaitan dengan kegiatan tersebut. Teknik Pengumpulan Data Proses pengumpulan data dimulai dengan observasi langsung pada lima apotek di Kabupaten Buol dan melihat dokumentasi dari pengelolaan obat yang mengandung prekursor, kemudian dibuat dalam bentuk tabel check list dan untuk melengkapi data tersebut dilakukan wawancara antara peneliti dengan apoteker. Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis univariate kemudian dianalisis secara deskriptif kuantitatif untuk mengetahui pengelolaan obat yang mengandung prekursor dan disesuaikan dengan Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI No.40 tahun 2013. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pada penelitian ini diperoleh data sebagai berikut : Tabel 4.1 Kesesuaian pengelolaan obat yang mengandung prekursor dengan Peraturan Kepala Badan POM RI No.40 tahun 2013 dari sisi pengadaan Jumlah yang Jumlah tidak % Tidak No Nama apotek % Sesuai sesuai sesuai sesuai 1
RJ
16
94
1
6
2
DF
16
94
1
6
3
MM
16
94
1
6
4
FF
17
100
0
-
5
AF
17
100
0
-
6
KF
16
94
1
6
Sumber : Data Sekunder yang diolah, 2014 *Dewi Sartika A.Usman, 821412151, ** Dr. Widy Susanti Abdulkadir S.Si., M.Si., Apt, *** Dewi R. Mo’o, S.Farm., M.Sc., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG.
Dari tabel diatas dapat dibuat grafik sebagai berikut : 120% 100% 80% 60%
% yang sesuai
40%
% tidak sesuai
20% 0% RJ
DF
MM
FF
AF
KF
Gambar 4.1 Kesesuaian pengelolaan obat yang mengandung prekursor dengan Peraturan Kepala Badan POM RI No.40 tahun 2013 dari sisi pengadaan Tabel 4.1 dan gambar 4.1 menunjukkan pengelolaan obat yang mengandung prekursor dari sisi pengadaan, untuk apotek RJ, DF, MM dan AF, jumlah yang sesuai dengan Peraturan Kepala Badan POM RI No.40 tahun 2013 yaitu 16 (94%) dan jumlah yang tidak sesuai yaitu 1 (6%), sedangkan untuk apotek FF dan AF jumlah yang sesuai yaitu 17 (100%) dan jumlah yang tidak sesuai 0 (0%). Tabel 4.2 Kesesuaian pengelolaan obat yang mengandung prekursor dengan Peraturan Kepala Badan POM RI No.40 tahun 2013 dari sisi Penyimpanan Jumlah yang Jumlah tidak % Tidak No Nama apotek % Sesuai sesuai sesuai sesuai 1
RJ
3
60
2
40
2
DF
2
40
3
60
3
MM
2
40
3
60
4
FF
3
60
2
40
5
AF
3
60
2
40
6
KF
2
40
3
60
Sumber : Data Sekunder yang diolah, 2014
*Dewi Sartika A.Usman, 821412151, ** Dr. Widy Susanti Abdulkadir S.Si., M.Si., Apt, *** Dewi R. Mo’o, S.Farm., M.Sc., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG.
Dari tabel diatas dapat dibuat grafik sebagai berikut : 70% 60% 50% 40%
% yang sesuai
30%
% tidak sesuai
20% 10% 0% RJ
DF
MM
FF
AF
KF
Gambar 4.2 Kesesuaian pengelolaan obat yang mengandung prekursor dengan Peraturan Kepala Badan POM RI No.40 tahun 2013 dari sisi penyimpanan Tabel 4.2 dan gambar 4.2 menunjukkan pengelolaan obat yang mengandung prekursor dari sisi penyimpanan, untuk apotek RJ, FF dan AF, jumlah yang sesuai dengan Peraturan Kepala Badan POM RI No.40 tahun 2013 yaitu 3 (60%) dan jumlah yang tidak sesuai yaitu 2 (40%), sedangkan untuk apotek DF, MM dan KF jumlah yang sesuai yaitu 2 (40%) dan jumlah yang tidak sesuai 3 (60%). Tabel 4.3 Kesesuaian pengelolaan obat yang mengandung prekursor dengan Peraturan Kepala Badan POM RI No.40 tahun 2013 dari sisi penyerahan Jumlah yang Jumlah tidak % Tidak No Nama apotek % Sesuai sesuai sesuai sesuai 1
RJ
1
25
3
75
2
DF
1
25
3
75
3
MM
1
25
3
75
4
FF
2
50
2
50
5
AF
1
25
3
75
6
KF
2
50
2
50
Sumber : Data Sekunder yang diolah, 2014
*Dewi Sartika A.Usman, 821412151, ** Dr. Widy Susanti Abdulkadir S.Si., M.Si., Apt, *** Dewi R. Mo’o, S.Farm., M.Sc., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG.
Dari tabel diatas dapat dibuat grafik sebagai berikut :
80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
% yang sesuai % tidak sesuai RJ
DF
MM
FF
AF
KF
Gambar 4.3 Kesesuaian pengelolaan obat yang mengandung prekursor dengan Peraturan Kepala Badan POM RI No.40 tahun 2013 dari sisi penyerahan Tabel 4.3 dan gambar 4.3 menunjukkan pengelolaan obat yang mengandung prekursor dari sisi penyerahan, untuk apotek RJ, DF, MM dan AF, jumlah yang sesuai dengan Peraturan Kepala Badan POM RI No.40 tahun 2013 yaitu 1 (25%) dan jumlah yang tidak sesuai yaitu 3 (75%), sedangkan untuk apotek FF dan KF jumlah yang sesuai yaitu 2 (50%) dan jumlah yang tidak sesuai 2 (50%). Tabel 4.4 Kesesuaian pengelolaan obat yang mengandung prekursor dengan Peraturan Kepala Badan POM RI No.40 tahun 2013 dari sisi Penarikan kembali obat Jumlah yang Jumlah tidak % Tidak No Nama apotek % Sesuai sesuai sesuai sesuai 1
RJ
1
100
0
-
2
DF
1
100
0
-
3
MM
1
100
0
-
4
FF
1
100
0
-
5
AF
1
100
0
-
6
KF
1
100
0
-
Sumber : Data Sekunder yang diolah, 2014
*Dewi Sartika A.Usman, 821412151, ** Dr. Widy Susanti Abdulkadir S.Si., M.Si., Apt, *** Dewi R. Mo’o, S.Farm., M.Sc., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG.
Dari tabel diatas dapat dibuat grafik sebagai berikut : 120% 100% 80% % yang sesuai
60%
% tidak sesuai
40% 20% 0% RJ
DF
MM
FF
AF
KF
Gambar 4.4 Kesesuaian pengelolaan obat yang mengandung prekursor dengan Peraturan Kepala Badan POM RI No.40 tahun 2013 dari sisi Penarikan kembali obat Tabel 4.4 dan gambar 4.4 menunjukkan pengelolaan obat yang mengandung prekursor dari sisi penarikan , semua apotek sesuai dengan Peraturan Kepala Badan POM RI No.40 tahun 2013 (100% sesuai). Tabel 4.5 Kesesuaian pengelolaan obat yang mengandung prekursor dengan Peraturan Kepala Badan POM RI No.40 tahun 2013 dari sisi Pemusnahan Jumlah yang Jumlah tidak % Tidak No Nama apotek % Sesuai sesuai sesuai sesuai 1
RJ
1
25
3
75
2
DF
1
25
3
75
3
MM
3
75
1
25
4
FF
1
25
3
75
5
AF
1
25
3
75
6
KF
1
25
3
75
Sumber : Data Sekunder yang diolah, 2014
*Dewi Sartika A.Usman, 821412151, ** Dr. Widy Susanti Abdulkadir S.Si., M.Si., Apt, *** Dewi R. Mo’o, S.Farm., M.Sc., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG.
Dari tabel diatas dapat dibuat grafik sebagai berikut :
80% 70% 60% 50% 40%
% yang sesuai
30%
% tidak sesuai
20% 10% 0% RJ
DF
MM
FF
AF
KF
Gambar 4.5 Kesesuaian pengelolaan obat yang mengandung prekursor dengan Peraturan Kepala Badan POM RI No.40 tahun 2013 dari sisi Pemusnahan Tabel 4.5 dan gambar 4.5 menunjukkan pengelolaan obat yang mengandung prekursor dari sisi pemusnahan, 5 apotek (RJ,DF,FF,AF dan KF), jumlah yang sesuai dengan Peraturan Kepala Badan POM RI No.40 tahun 2013 yaitu 1 (25%) dan jumlah yang tidak sesuai yaitu 3 (75%) sedangkan untuk apotek MM jumlah yang sesuai 3 (75%) dan jumlah yang tidak sesuai 1 (25%). Tabel 4.6 Kesesuaian pengelolaan obat yang mengandung prekursor Peraturan Kepala Badan POM RI No.40 tahun 2013 Pencatatan dan Pelaporan Nama Jumlah yang Jumlah tidak No % Sesuai apotek sesuai sesuai
dengan dari sisi % Tidak sesuai
1
RJ
0
-
8
100
2
DF
0
-
8
100
3
MM
2
25
6
75
4
FF
2
25
6
75
5
AF
0
-
8
100
6
KF
0
-
8
100
Sumber : Data Sekunder yang diolah, 2014 *Dewi Sartika A.Usman, 821412151, ** Dr. Widy Susanti Abdulkadir S.Si., M.Si., Apt, *** Dewi R. Mo’o, S.Farm., M.Sc., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG.
Dari tabel diatas dapat dibuat grafik sebagai berikut : 120% 100% 80% 60% 40%
% yang sesuai
20%
% tidak sesuai
0% RJ
DF
MM
FF
AF
KF
Gambar 4.6
Kesesuaian pengelolaan obat yang mengandung prekursor dengan Peraturan Kepala Badan POM RI No.40 tahun 2013 dari sisi pencatatan dan pelaporan Tabel 4.6 dan gambar 4.6 menunjukkan pengelolaan obat yang mengandung prekursor dari sisi pencatatan dan pelaporan , untuk 4 apotek (RJ,DF,AF dan KF) 100 % tidak sesuai dengan Peraturan Kepala Badan POM RI No.40 tahun 2013. Sedangkan untuk 2 apotek (MM dan FF), 25% yang sesuai dengan Peraturan Kepala Badan POM RI No.40 tahun 2013 dan 75% yang tidak sesuai. Tabel 4.7 Kesesuaian pengelolaan obat yang mengandung prekursor dengan Peraturan Kepala Badan POM RI No.40 tahun 2013. Jumlah (%) apotek yang sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pengelolaan obat yang No POM RI No. 40 tahun 2013 mengandung prekursor Sesuai Tidak sesuai Pengadaan (PD) 1 6 (100%) 2 3 4 5 6
Peyimpanan (PY) Penyerahan (PR) Penarikan kembali obat (PO) Pemusnahan (PM)
6 (100%)
-
3 (50%)
3 (50%)
6 (100%)
-
1 (17%)
5 (83%)
-
6 (100%)
22 (61,1%)
14 (38,9%)
Pencatatan dan pelaporan (PP) Jumlah
Sumber : Data Sekunder yang diolah, 2014 *Dewi Sartika A.Usman, 821412151, ** Dr. Widy Susanti Abdulkadir S.Si., M.Si., Apt, *** Dewi R. Mo’o, S.Farm., M.Sc., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG.
Dari tabel diatas dapat dibuat grafik sebagai berikut : 120% 100% 80% 60%
% yang sesuai
40%
% tidak sesuai
20% 0% PD
PY
PR
PO
PM
PP
Gambar 4.7
Kesesuaian pengelolaan obat yang mengandung prekursor dengan Peraturan Kepala Badan POM RI No.40 tahun 2013. Tabel 4.7 dan gambar 4.7 menunjukkan pengelolaan obat yang mengandung prekursor dari sisi pengadaan, penyimpanan, penyerahan, penarikan kembali obat, pemusnahan, pencatatatn dan pelaporan yaitu 61,1% yang sesuai dengan Peraturan Kepala Badan POM RI No.40 tahun 2013 dan 38,9% yang tidak sesuai dengan Peraturan Kepala Badan POM RI No.40 tahun 2013. Pembahasan Pada tabel 4.1 dan gambar 4.1 menunjukkan pengelolaan obat yang mengandung prekursor pada apotek di Kabupaten Buol dari sisi pengadaan, untuk 2 apotek 100% sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI No. 40 tahun 2013 tentang pedoman pengelolaan prekursor farmasi. Sedangkan untuk 4 apotek, 94% yang sesuai dan 6 % yang tidak sesuai. Hal ini dikarenakan pada SPB masih ada yang kurang lengkap dan yang tidak tercantum pada SPB yaitu isi/kandungan obat yang di pesan, sedangkan yang menyiapkan SPB yaitu PBF. Sehingga apabila SPB tidak lengkap, hal ini disebabkan oleh BPF yang menyediakan SPB tersebut. Pada tabel 4.2 dan gambar 4.2 menunjukkan pengelolaan obat yang mengandung prekursor pada apotek di Kabupaten Buol pada sisi penyimpanan, untuk 3 apotek, 60% yang sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI No. 40 tahun 2013 tentang pedoman pengelolaan prekursor farmasi dan obat mengandung prekursor farmasi dan 40% yang tidak sesuai. Sedangkan untuk 3 apotek lainnya, 40% yang sesuai dan 60% yang tidak sesuai. Ketidaksesuaian ini dikarenakan semua apotek tidak rutin melakukan stock opname secara berkala sekurang-kurangnnya 6 bulan sekali dan beberapa apotek tidak mendokumentasikan hasil investigasi jika ada selisih stok dengan fisik tetapi ada pula apotek yang mendokumentasikan hal tersebut namun tidak secara lengkap sedangkan untuk obat yang kadaluwarsa atau rusak beberapa apotek menyimpannya di dalam satu tempat namun tidak secara aman atau biasanya *Dewi Sartika A.Usman, 821412151, ** Dr. Widy Susanti Abdulkadir S.Si., M.Si., Apt, *** Dewi R. Mo’o, S.Farm., M.Sc., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG.
masih bersatu dengan stok obat lainnya namun adapula yang menyimpan dengan aman dan terpisah dari obat-obat lainnya. Hal ini terjadi karena apoteker penanggung jawab tidak selalu atau jarang berada di apotek karena sebagian besar mereka mempunyai pekerjaan ganda dan mereka juga tidak mempunyai asisten apoteker sehingga tidak ada yang dapat menggantikan untuk memperhatikan penyimpanan, serta pegawai apotek lainnya juga tidak sering memperhatikan hal tersebut. Tujuan stock opname yaitu untuk menghitung jumlah barang, memisahkan barang yang hampir dan telah expire serta barang yang rusak (Efendi, 2012) Pada tabel 4.3 dan gambar 4.3 menunjukkan pengelolaan obat yang mengandung prekursor pada apotek di Kabupaten Buol pada sisi penyerahan, untuk 4 apotek, 25% yang sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI No. 40 tahun 2013 tentang pedoman pengelolaan prekursor farmasi dan obat mengandung prekursor farmasi dan 73% yang tidak sesuai. Sedangkan untuk 2 apotek, 50% yang sesuai dan 50% yang tidak sesuai. Ketidaksesuaian ini dikarenakan semua apotek hanya melakukan penyerahan obat yang mengandung prekursor sesuai kebutuhan terapi, tetapi tidak dapat memperhatikan penyerahan obat diluar kewajaran atau pembelian dalam jumlah besar dan pembelian secara berulang-ulang. Hal ini disebabkan karena banyaknya pasien yang datang ke apotek, dan apabila tidak di izinkan membeli obat tersebut dalam jumlah besar, kemungkinan ada pasien yang menyuruh orang lain untuk membeli obat tersebut sehingga hal-hal tersebut tidak dapat diperhatikan. Penyerahan obat mengandung prekursor ini perlu diperhatikan untuk mencegah penyalahgunaan dari obat karena obat tersebut dijual secara bebas dan apabila terjadi pembelian dalam jumlah besar atau berulang-ulang, kemungkinan karena pasien sudah ketergantungan dengan obat tersebut. Pada tabel 4.4 dan gambar 4.4 menunjukkan pengelolaan obat yang mengandung prekursor pada apotek di Kabupaten Buol pada sisi penarikan kembali obat, semua apotek 100% sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI No. 40 tahun 2013. Hal ini dikarenakan semua apotek belum pernah melakukan penarikan kembali obat dimana obat yang diberikan sesuai kebutuhan terapi mereka dan tidak ada pasien yang mengeluh terhadap obat yang diberikan atau diserahkan. Menurut Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK.04.1.33.12.11.09938 tahun 2011 Penarikan adalah proses penarikan kembali obat yang telah diedarkan yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan keamanan, khasiat, mutu dan penandaan. Sedangkan untuk semua apotek telah mengedarkan obat yang memenuhi standar atau persyaratan keamanan, khasiat, mutu dan penandaan sehingga tidak pernah terjadi munculnya keluhan dari pasien atau masyarakat. Pada tabel 4.5 dan gambar 4.5 menunjukkan pengelolaan obat yang mengandung prekursor pada apotek di Kabupaten Buol pada sisi pemusnahan, untuk 5 apotek, 25% yang sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI No. 40 tahun 2013 tentang pedoman pengelolaan prekursor farmasi dan obat mengandung prekursor farmasi dan 75% yang tidak sesuai. *Dewi Sartika A.Usman, 821412151, ** Dr. Widy Susanti Abdulkadir S.Si., M.Si., Apt, *** Dewi R. Mo’o, S.Farm., M.Sc., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG.
Sedangkan untuk 1 apotek lagi, 75% yang sesuai dan 25% yang tidak sesuai. Ketidaksesuaian ini dikarenakan ada beberapa apotek yang melakukan Daftar inventaris obat yang rusak dan kadaluwarsa yang akan dimusnahkan namun tidak secara lengkap dan untuk pelaksanaan pemusnahan beberapa apotek hanya dilakukan oleh penanggung jawab apotek namun tidak disaksikan oleh petugas Balai POM/Dinas Kesehatan Kab/Kota setempat sehingga tidak ada pula Dokumentasi dalam berita acara pemusnahan ditandatangani oleh pelaku dan saksi. Hal ini terjadi karena dari pihak Dinas Kesehatan atau Badan POM jarang melakukan evaluasi terhadap obat-obat kadaluwarsa atau rusak dan untuk pemusnahannya biasanya dibakar karena jumlah obat yang kadaluwarsa juga hanya dalam jumlah sedikit. Kemudian ada pula apotek yang tidak pernah melaksanakan pemusnahan dikarenakan tidak ada obat yang kadaluwarsa atau rusak dimana obat-obat tersebut sebelum tiba tanggal kadaluwarsa obat tersebut telah habis atau langsung dikembalikan ke PBF. Tujuan dari pemusnahan ini adalah untuk menghindari masyarakat dari terpapar produk yang tidak terjamin keamanan, khasiat atau manfaat dan mutunya akibat efek negatif dari produkproduk tersebut (Badan POM, 2012). Pada tabel 4.6 dan gambar 4.6 menunjukkan pengelolaan obat yang mengandung prekursor pada apotek di Kabupaten Buol pada sisi pencatatan dan pelaporan, untuk 4 apotek 100% tidak sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI No. 40 tahun 2013 tentang pedoman pengelolaan prekursor farmasi dan obat mengandung prekursor farmasi. Sedangkan untuk 2 apotek, 25% yang sesuai dan 75% yang tidak sesuai. Ketidaksesuaian ini dikarenakan semua apotek melakukan pencatatan tetapi tidak lengkap sedangkan untuk jumlah yang diterima, diserahkan, sisa persediaan serta tujuan penyerahan tetap dilakukan dan ada pula pihak apotek yang tidak mencatat tujuan penyerahan tersebut . Ini disebabkan oleh pihak Dinas Kesehatan atau Badan POM tidak pernah mempertanyakan hal tersebut. Sebagian besar pencatatan yang dilakukan hanyalah jumlah yang diterima dan diserahkan. Sedangkan untuk pelaporan tidak pernah dilakukan oleh semua apotek. Hal ini terjadi karena dari pihak Dinas Kesehatan tidak pernah memberikan konsep pelaporan kepada pihak apotek dan dari pihak Badan POM juga tidak pernah melakukan pengawasan atau tidak pernah mempertanyakan pelaporan terhadap obat yang mengandung prekursor di setiap apotek di Kabupaten Buol sehingga untuk pencatatan dan pelaporan tidak sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI No. 40 tahun 2013. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.35 tahun 2014, Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai meliputi pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stock), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan, Sedangkan pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen apotek, meliputi keuangan, barang serta laporan lainnya dan pelaporan eksternal dibuat untuk memenuhi kewajiban *Dewi Sartika A.Usman, 821412151, ** Dr. Widy Susanti Abdulkadir S.Si., M.Si., Apt, *** Dewi R. Mo’o, S.Farm., M.Sc., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG.
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan meliputi pelaporan narkotika (menggunakan formulir 3 sebagaimana terlampir), psikotropika (menggunakan formulir 4 sebagaimana terlampir) serta pelaporan lainnya. Pada tabel 4.7 dan gambar 4.7 menunjukkan pengelolaan obat yang mengandung prekursor pada apotek di Kabupaten Buol dari sisi pengadaan, penyimpanan, penyerahan, penarikan kembali obat, pemusnahan, pencatatan dan pelaporan yaitu 61,1% yang sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI No. 40 tahun 2013 tentang pedoman pengelolaan prekursor farmasi dan obat mengandung prekursor farmasi dan 38,9% yang tidak sesuai. Hasil yang di dapatkan dari jumlah keseluruhan pengelolaan obat yang mengandung prekursor dengan menggunakan skala Guttman dan tergolong cukup baik apabila menggunakan skala likert. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pengelolaan obat yang mengandung prekursor pada 6 apotek di Kabupaten Buol sudah cukup baik, yaitu 61,1% yang sesuai dan 38,9% yang tidak sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI No. 40 tahun 2013 tentang pedoman pengelolaan prekursor farmasi dan obat mengandung prekursor farmasi. Saran 1. Untuk pihak apotek di kabupaten Buol dapat memperhatikan kembali pengelolaan obat yang mengandung prekursor agar lebih baik lagi dari sebelumnya seperti dalam hal penyimpanan, penyerahan, pemusnahan dan pencatatan. 2. Untuk pihak Dinas Kesehatan/Badan POM perlu melakukan evaluasi/pengawasan terhadap obat yang mengandung prekursor dan memberikan konsep pelaporan untuk obat yang mengandung prekursor sehingga pengelolaan obat yang mengandung prekursor dapat berjalan sesuai Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI No. 40 tahun 2013. 3. Untuk peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian seperti ini dengan metode dan tempat yang berbeda agar dapat diketahui kesesuaian pengelolaan obat yang mengandung prekursor dengan Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI No. 40 tahun 2013. DAFTAR PUSTAKA Ahyari Jimmy, 2014. Pelaporan prekursor farmasi dan obat yang mengandung sprecursor farmasi, (http://www.farmasi.asia/pelaporan-prekursor-farmasidan-obat-mengandung-prekursor-farmasi/). Diakses 15 April 2014.
*Dewi Sartika A.Usman, 821412151, ** Dr. Widy Susanti Abdulkadir S.Si., M.Si., Apt, *** Dewi R. Mo’o, S.Farm., M.Sc., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG.
Badan POM, 2012. Pemusnahan Obat Kadaluwarsa. (http://www.pom.go.id/new/indeks.php/view/berita/1409/Pemusnahan-ObatKadaluwarsa.html). Diakses 25 Agustus 2014 Bogadenta Aryo, 2013. Manajemen Pengelolaan Apotek. D-Medika. Yogyakarta. Efendi, 2012. Inventori Kontrol di Gudang Farmasi. (http//dongengusang.wordpress.com/2012/04/24/inventori-kontrol-digudang-farmasi/). Diakses 25 agustus 2014 Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. No. 40 .2013, Pedoman Pengelolaan Prekusrsor Farmasi Dan Obat Mengandung Prekursor Farmasi. Jakarta Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomor 168, tahun 2005. Prekursor Farmasi. Jakarta. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor 44, tahun 2010. Prekusrsor. Jakarta. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor 51, tahun 2009. Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta. Ritmaleni, 2008. Distribusi Dan monitoring Prekursor Narkotika, psikotropika dan Zat Aditif. Seminar National. Stifar Yayasan Farmasi Semarang. Rubiana Husniah, 2008. Pengetahuan Tentang Obat : Perlunya Pendekatan Dari Perspektif Masyarakat. Jakarta. Slamet Lucky, 2013. Report To The Nation : Laporan Kinerja Pengwasan Obat Dan Makanan RI Tahun 2012. Badan Pengawasan Obat Dan Makanan RI.Jakarta Sudjianto Totok, 2009. (online) : (https://sites.google.com/site/hisfarma/Home/ pengelolaan-obat). Diakses 15 Agustus 2014 Syamsuni, 2005. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Buku Kedokteran Egc. Jakarta. Syamsuni, 2007. Ilmu Resep. Buku Kedokteran Egc. Jakarta. Tjay Tan Hoan dan Rahardja Kirana, 2007. Obat-Obat Penting. PT Elex Media Komputindo. Jakarta *Dewi Sartika A.Usman, 821412151, ** Dr. Widy Susanti Abdulkadir S.Si., M.Si., Apt, *** Dewi R. Mo’o, S.Farm., M.Sc., Apt. Program Studi S1, Jurusan Farmasi, FIKK, UNG.