LAPORAN TEKNIS TA. 2014
KEGIATAN PROGRAM RINTISAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PENGAWALAN IPTEK UNTUK MENGAKSELERASI INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN (KIMBis) KABUPATEN TAKALAR, SULAWESI SELATAN
Oleh: Achmad Zamroni, Istiana, Risna Yusuf dan Novianti Bualangi
Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan 2014 ii
LEMBAR PENGESAHAN
Satuan Kerja (Satker)
: Balai Besar Penelitian Sosial Perikanan
Judul Kegiatan Riset
: Program Rintisan Pengembangan Kelembagaan dan Perekonomian Kawasan Berbasis IPTEK di Kabupaten Takalar : Baru
Status
Ekonomi Kelautan dan
Pagu Anggaran
: Rp 222.960.000,- (Dua ratus dua puluh dua juta sembilan ratus enam puluh ribu rupiah)
Tahun Anggaran
: 2014
Sumber Anggaran
: APBN, DIPA Satker Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Tahun 2014
Penanggung jawab kegiatan
: Dr. Achmad Zamroni, M.Sc
Jakarta,
Desember 2014
Mengetahui/Menyetujui: Kepala Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan
Penanggung jawab Kegiatan
Dr. Ir. Tukul Rameyo Adi, MT. NIP.196102101990031001
Dr. Achmad Zamroni, M.Sc NIP. 19780821 200312 1 002
iii
RINGKASAN Kabupaten Takalar mengembangkan program pembangunan desa mandiri yang sejalan dengan Klinik Iptek Mina Bisnis (KIMBis) untuk mengimplementasikan pengembangan ekonomi kawasan berbasis Iptek. Tujuan kegiatan ini adalah: (1) Mengidentifikasi potensi dan permasalahan kelautan dan perikanan Kabupaten Takalar; (2) Membentuk organisasi dan kelembagaan KIMBis; (3) Legalisasi kelembagaan KIMBis oleh BBPSEKP dan atau Pemda Kabupaten Takalar; (4) Mengidentifikasi keragaan teknologi kelautan dan perikanan yang ada di masyarakat; (5) Mengidentifikasi penerapan prinsip Blue Economy pada usaha perikanan; dan (6) Penyusunan program kerja KIMBis Kabupaten Takalar. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Januari sampai dengan Desember 2014 dengan lokasi bertempat di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan. Data primer diperoleh dari wawancara mendalam, diskusi kelompok terfokus dan observasi sedangkan data sekunder diperoleh dari dokumen tertulis. Hasil dari identifikasi potensi dan permasalahan pemanfaatan sumberdaya perikanan di kabupaten takalar sebagai calon lokasi kegiatan KIMBis menjelaskan bahwa secara umum lokasi potensial untuk pengembangan aktivitas ekonomi sektor perikanan dan kelautan tersebar pada 6 kecamatan yaitu: (1) Kecamatan Mangarabombang yang fokus pengembangannya untuk budidaya rumput laut dan mangrove; (2) Kecamatan Mappasunggu yang fokus pengembangannya pada budidaya rumput laut dan tambak udang/bandeng. Kecamatan ini mempunyai beberapa pulau kecil.; (3) Kecamatan Sanrobone yang fokus pengembangannya untuk budidaya rumput laut; (4) Kecamatan Galessong Selatan yang fokus pengembangannya pada perikanan tangkap dan pengolahan ikan; (5) Kecamatan Galessong yang fokus pengembangannya pada perikanan tangkap dan pengolahan perikanan; dan (6) Kecamatan Galessong Utara yang fokus pengembangannya pada perikanan tangkap dan pengolahan perikanan. Dengan melihat aspek sosial, infrastruktur dan aksesibilitas, keragaan usaha perikanan dan kompeksitas permasalahan usaha perikanan maka dipilih Desa Laikang sebagai lokasi KIMBis Kabupaten Takalar. Kegiatan sosialisasi KIMBis dilakukan dengan tujuan untuk mendapat dukungan dari SKPD-SKPD Kabupaten Takalar agar mampu bekerjasama mewujudkan desa mandiri. Hasil kegiatan sosialisasi KIMBis pada jajaran SKPD-SKPD yang ada di Kabupaten Takalar mendapat respon yang cukup baik. SKPD memberikan komitmen dan kontribusi pada pelaksanaan kegiatan KIMBis sesuai dengan kewenangan tupoksi masing-masing SKPD untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Pembentukan KIMBis Trikarsa dan pengurusnya telah dilakukan di Desa Laikang Kecamatan Mangarabombang. Dalam susunan pengurus KIMBis Takalar terdiri dari Manajer (M. Kasim,S.Kel), Asisten Manajer bidang pengembangan usaha (Kamasiah,S.Keb), Asisten Manajer bidang promosi dan pemasaran (Amin Mustono,Amd), Asisten Manajer bidang penguatan kelembagaan dan bimbingan anggota (Hussain Mabe,SE), Laisson Officer (M. Syahrir,SE) dan Unsur DinasKP (Irwan,S.Sos) dengan mitra program para kelompok usaha produktif, LSM, SKPD terkait dan mitra usaha/pasar. Para pengurs KIMBis Lokasi telah menyusun kegiatan selama satu tahun 2014 dan merancang kegiatan hingga tahun 2019. Koordinasi awal dalam rangka pengembangan jaringan dan kerjasama KIMBis dengan Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau (BPPBAP) sebagai langkah awal kegiatan pengembangan jaringan dan kerjasama KIMBis dengan SKPP terkait. iv
Koordinasi bertujuan mensinergikan kegiatan KIMBis dengan program BPPBAP untuk pengembangan budidaya secara Integrated Multi Trophic Aquaculture (IMTA) pada lahan tambak Pemerintah Daerah seluas 33 ha yang terbengkalai agar dapat dikelola untuk peningkatan ekonomi masyarakat. Kegiatan Introduksi alat perangkap bibit lobster ‘pocong’ dilaksanakan pada tanggal 9-10 Oktober 2014 di Desa Puntondo dengan narasumber dari KIMBis Lotim. Hal tersebut ditengarahi oleh ketidaktahuan masyarakat pembudidaya lobster tentang cara menangkap bibit lobster padahal perairan Laikang memiliki potensi besar. Kegiatan pengenalan rumput laut jenis Caulerpa Sp dan pemasarannya pada Festival Sanrobengi di Desa Boddia Kecamatan Galesong tanggal 10 Oktober 2014. KIMBis Trikarsa memanfaatkan moment tersebut untuk mengenalkan produk lokal daerahnya kepada masyarakat luas. Karena acara festival ini baru pertama kali digelar di kabupaten Takalar. Hasil kegiatan ini menunjukkan bahwa tidak semua masyarakat mengetahui rumput laut jenis caulerpa Sp atau yang biasa disebut lawi-lawi. Selain tidak mengetahui jenisnya, mereka juga tidak tahu cara pengolahannya untuk dikonsumsi (cara memasak). Kegiatan pengenalan budidaya polikultur untuk pemanfaatan tambak tradisional bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah tambak dengan melakukan diversifikasi jenis komoditas yang dibudidayakan, misalnya lawi-lawi, udang vaname dan bandeng. Pemahaman tentang membudidayakan secara polikultur perlu mendapatkan pendampingan untuk memperbaiki teknologi yang digunakan. Hasil koordinasi dengan rumah kemasan ditengarai oleh permasalahan pemasaran produk Kelompok binaan KIMBis Trikarsa Takalar berupa tik-tik dan dodol rumput laut yang tidak mampu memasarkan secara luas. Berdasarkan hasil koordinasi menjelaskan bahwa perlu pemberian branding pada produk. Branding adalah cara untuk mengenalkan identitas produk pada konsumen. Branding produk lebih dikenal konsumen melalui kemasan produk. Kemasan sebuah produk merupakan salah satu unsur yang mempengaruhi banyaknya penjualan atau minatnya konsumen terhadap produk. Evaluasi kinerja KIMBis dilakukan untuk mengetahui tingkat capaian KIMBis Kabupaten Takalar dalam mewujudkan fungsinya sebagai; 1) Sarana Pemberdayaan Masyarakat, 2) Sarana Pengembangan Ekonomi Masyarakat, 2) Sarana Kerjasama Peneliti, Penyuluh dan Perekayasa, 3) Mitra kolaborasi kelembagaan dan 4) laboratorium data sosial ekonomi kelautan dan perikanan. Selian itu, evaluasi ini juga digunakan untuk mengukur level KIMBis berdasarkan kriteria-kriteria yang ditetapkan oleh sekretariat KIMBis Pusat. Kriteria tersebut diantaranya; 1) Wujud Fisik Klinik IPTEK Mina Bisnis, 2) Struktur Organisasi, 3) Pelaksanaan Kegiatan Klinik IPTEK Mina Bisnis, 4) Kelompok Sasaran, 5) Output Kegiatan, dan 6) Dampak Kegiatan. Rekomendasi kebijakan untuk pengembangan ekonomi desa mandiri adalah: (1) KIMBis Kabupaten Takalar lebih fokus untuk menindaklanjuti kerjasama yang sudah dirintis pada Tahun 2014 untuk direalisasikan pada Tahun 2015.; (2) Pemerintah Kabupaten Takalar perlu memberikan arahan kepada SKPD-SKPD untuk mendukung pelaksanaan program kemandirian desa di Desa Laikang.: (3) KIMBis Kabupaten Takalar dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Takalar bersama-sama menginisiasi berdirinya rumah kemasan di Kabupaten Takalar untuk memperbaiki kualitas produk olahan perikanan.; dan (4) Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (BBPSEKP) perlu dengan segera merealisasikan perjanjian kerjasama dengan Dinas KP Kabupaten Takalar untuk memperkuat kerjasama kelembagaan.
v
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan Laporan Semester Satu untuk kegiatanKlinik Iptek Mina Bisnis (KIMBis) Kabupaten Takalar. Tujuan yang telah dicapai sampai pada Semester Satu ini adalah 1) Identifikasi potensi dan permasalahan pada pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan (SDKP) Kabupaten Takalar melalui baseline survey. 2) Sosialisasi KIMBis dengan satuan kerja pemerintah daerah (SKPD) dan 3) Pembentukan pengurus KIMBis Kabupaten Takalar. Kegiatan KIMBis di Takalar merupakan permintaan dari bupati kepala daerah Kabupaten Takalar. Hal ini dilakukan pemerintah daerah (Pemda) Takalar untuk mendukungan program program kemandirian desa di Kabupten Takalar yang dimulai pada Tahun 2014. Dukungan yang diharapkan adalah intervensi ilmu pengetahuan dan teknologi serta diharapkan ada transfer pengetahuan dan transfer teknologi dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP) untuk meningkatkan kapasitas pemanfaataan dan pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan di Kabupaten Takalar. Tahapan yang sudah dilakukan diantaranya; 1) identifikasi potensi dan permasalahan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan (SDKP); 2) sosialisasi KIMBis dengan Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD); 3) pembentukan pengurus KIMBis Kabupaten Takalar; 4) koordinasi awal dalam rangka pengembangan jaringan dan kerjasama KIMBis; 5) Introdukti dan pelatihan pembuatan/pemasangan alat perangkap bibit lobster (alat pocong); 6) pengenalan rumput laut caulerva Sp dan pemasarannya pada Festival Sonrobengi; 7) Pengenalan teknologi budidaya polikultur tambak; dan 8) koordinasi dengan rumah kemasan.
Jakarta, Desember2014
Tim Peneliti
vi
RENCANA OPERASIONAL KEGIATAN PENELITIAN
1.
JUDUL KEGIATAN
:
2.
SUMBER DAN TAHUN ANGGARAN STATUS PENELITIAN
:
Program Rintisan Pengembangan Kelembagaan dan Perekonomian Kawasan Berbasis IPTEK di Kabupaten Takalar APBN 2014
:
Baru
PROGRAM a. Komoditas
: :
Rumput Laut
b. Bidang/Masalah
:
3. 4.
RPJM Kebijakan KKP Fokus Litbang KKP c. Penelitian Pengembangan
: : :
Penanggulangan Kemiskinan Peningkatan Produksi dan Produktivitas Blue Ekonomi Sosial Ekonomi Kelautan dan : Perikanan Balai Besar Penelitian Sosial : Ekonomi Kelautan dan Perikanan
d. Manajemen Penelitian
5.
6
e. IKU KKP yang direspon √ Pertumbuhan PDB Perikanan √ Produksi KP Nilai Tukar Tingkat Konsumsi Nilai Ekspor OUTPUT KEGIATAN PENELITIAN a) TARGET REKOMENDASI YANG DIHASILKAN (JUMLAH) b) DATA DAN INFORMASI (JUMLAH PAKET) c) JUMLAH KARYA TULIS ILMIAH (KTI) PERKIRAAN TEMA REKOMENDASI YANG DIHASILKAN
Kasus penolakan ekspor Jumlah kawasan konservasi Jumlah pulau kecil IUU Fishing : a. 1 (satu) Paket Rekomendasi b. 1 (satu) Paket data dan informasi c. 1 (satu) Karya Tulis Ilmiah
:
Model Kelembagaan Pemberdayaan dan Pengembangan Kelembagaan Usaha Rumput Laut di Kabupaten Takalar vii
7.
LOKASI KEGIATAN
:
8.
PENELITI YANG TERLIBAT
:
No.
Nama
Pendidikan/ Jabatan Fungsional
1 Dr. Achmad Zamroni
S3/ Peneliti Madya
2 Risna Yusuf, M.Si 3 Istiana, M.Si 4 Novianti Bualangi, S.Kom
S2/ Peneliti Muda S2/ PenelitiMuda S1/ Non Kelas
9. TUJUAN Tujuan:
Kabupaten Takalar
Alokasi Waktu (OB) 5
Disiplin Ilmu
Tugas (Institusi)
Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Manajemen
Penanggung Jawab Anggota
5
Sosiologi Ilmu Komputer
Anggota PUMK
5 4
:
Pada tahun 2014 tujuan dari kegiatan KIMBis adalah: 1. Mengidentifikasi potensi dan permasalahan kelautan dan perikanan Kabupaten Takalar 2. Membentuk organisasi dan kelembagaan KIMBis 3. Legalisasi kelembagaan KIMBis oleh BBPSEKP dan atau Pemda Kabupaten Takalar 4. Mengidentifikasi keragaan teknologi kelautan dan perikanan yang ada di masyarakat 5. Mengidentifikasi penerapan prinsip Blue Economy pada usaha perikanan. 6. Penyusunan program kerja KIMBis Kabupaten Takalar
10.
LATAR BELAKANG
:
Kabupaten Takalar berada antara 5.3o - 5.33oLS dan antara 119.22o-118.39oBT. Kabupaten Takalar dengan ibukota Pattalasang terletak 29 km arah selatan dari Kota Makassar ibukota Provinsi Sulawesi Selatan. Luas wilayah Kabupaten Takalar adalah sekitar 566,51 km2. Bagian Utara Kabupaten Takalar berbatasan dengan Kota Makassar dan Kabupaten Gowa, bagian Timur berbatasan dengan Kabupaten Jeneponto dan Kabupaten Gowa, bagian Selatan dibatasi oleh Laut Flores, sementara bagian Barat dibatasi oleh Selat Makassar. Luas wilayah daratan Kabupaten Takalar sekitar 325, 63 km2 sedangkanluas wilayah pesisir sekitar 240,88 km2 dengan panjang garis pantai sekitar 74
viii
km. Mata pencaharian masyarakat Kabupaten Takalar, sebagian besar adalah sektor pertanian/perikanan sebanyak 80% dan sektor lain sebesar 20 %. Kabupaten Talakar merupakan daerah yang memiliki potensi pariwisata yang didukung dengan keadaan alam, kehidupan masyarakat, kondisi sosial budaya dan dunia usaha. Potensi perikanan laut Kabupaten Takalar terbesar adalah penghasil telur ikan terbang dan telah menjadi komoditas ekspor. Begitu juga, rumput laut yang juga merupakan salah satu komoditi sumber daya laut yang bernilai ekonomis dan potensial dikembangkan di pasar dalam negeri dan pasar luar negeri. Diantara ratusan jenis rumput yang banyak tersebar diperairan Takalar ada berbagai jenis rumput laut yang memiliki nilai ekonomis tinggi antara lain marga gracilaria, gelidium dan gelidiella sebagai penghasil agar, dan marga hypnea serta eucheuma sebagai penghasil carrageenan (www.rcl.or.id). Berdasarkan jumlah produksi, Kabupaten Takalar termasuk dalam lima besar tingkat Nasional penghasil rumput laut. Menurut informasi dari pihak Dinas KP (2013), banyak permasalahan yang muncul dalam pengembangan usaha dan perekonomian berbasis rumput laut seperti; 1. Rendahnya kualitas rumput laut yang dihasilkan 2. Terbatasnya kapasitas
sumberdaya manusia dalam pengolahan hasil
3. Rendahnya nilai jual rumput laut yang dihasilkan 4. Terbatasnya akses terhadap sumber permodalan. 5. Terbatasnya informasi tentang potensi usaha dan peluang ekonomi yang ada. Padahal disisi lain, Kabupaten ini ingin mengembangkan program pembangunan desa mandiri. Kendala-kendala tersebut menyebabkan sulitnya melaksanakan program desa mandiri sehingga perlu satu kelembagaan yang dapat mengatasi permasalahan tersebut. Kelembagaan Klinik Iptek Mina Bisnis (KIMBis) yang diinisiasi Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan sesuai dengan program utama Kabupaten Takalar yaitu pembentukan desa mandiri. Klinik Iptek Mina Bisnis (KIMBis) dibentuk dengan tujuan untuk mengimplementasikan pengembangan ekonomi kawasan berbasis Iptek yang dilakukan oleh Balitbang KP. Kegiatan ini dilakukan sebagai salah satu penunjang program pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat nelayan/pesisir. KIMBis adalah wadah komunikasi, advokasi/peningkatan kapasitas masyarakat, serta konsultasi antara kelompok masyarakat nelayan yang beraktivitas di daerah pesisir dengan stakeholder terkait, melalui pendekatan techno-preneurship untuk ix
meningkatkan kapasitas ekonomi masyarakat perikanan berbasis rumput laut. Klinik IPTEK Mina Bisnis tersebut dapat menjadi bagian atau cikal bakal dari pengembangan kegiatan dalam bentuk kerjasama melalui Reseach Extension Fisheries Community Network (REFINE). Pada kegiatan REFINE tersebut, peneliti–penyuluh-pelaku usaha (nelayan/pembudidaya ikan, pengolah, pedagang, dan investor) melakukan kegiatan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat melalui intervensi paket teknologi Balitbang KP yang terpilih, membangun jaringan kerja, dan renovasi paket teknologi yang diintroduksi.
11. PERKIRAAN KELUARAN: Keluaran yang diharapkan dari kegiatan KIMBis di Kabupaten Takalar pada tahun 2014 adalah: 1. Data dan informasi terkait potensi dan permasalahan kelautan dan perikanan Kabupaten Takalar. 2. Terbentuknya organisasi dan kelembagaan KIMBis. 3. Terbentuk legalitas kelembagaan KIMBis oleh BBPSEKP dan atau Pemda Kabupaten Takalar 4. Terkumpulnya data dan informasi terkait keragaan teknologi kelautan dan perikanan yang ada di masyarakat 5. Terkumpulnya data dan informasi terkait penerapan prinsip Blue Economy pada usaha perikanan. 6. Tersusunnya program kerja KIMBis Kabupaten Takalar
12.METODOLOGI PENELITIAN: Kerangka Pemikian Pemberdayaan masyarakat dan partisipasi merupakan pendekatan pembangunan yang berlandaskan pada berbagai kebijakan yang bersumber dan bertumpu pada rakyat (people centered development). Pendekatan ini menyadari pentingnya kapasitas masyarakat untuk meningkatkan kemandirian dan kekuatan internal, melalui kesanggupan untuk melakukan pengaturan dan kontrol internal atas sumberdaya material dan non-material yang penting melalui redistribusi modal atau kepemilikan (Korten 1992). Permasalahan sosial yang terjadi pada masyarakat, bukan hanya akibat dari adanya penyimpangan perilaku atau
x
masalah kepribadian. Namun juga sebagai akibat masalah struktural, kebijakan yang keliru, implementasi kebijakan yang tidak konsisten dan tidak adanya partisipasi masyarakat dalam perencanaan kebijakan pembangunan dan implementasinya (ESCAP 1999). Kondisi masyarakat berada dalam situasi struktural yang tidak memperoleh kesempatan secara bebas menyampaikan aspirasi dan merealisasikan potensi mereka dalam penanganan masalah sosial, sehingga masyarakat berada dalam kondisi yang skeptic dan tidak berdaya (Harry 1999). Oleh karena itu, diperlukan reorientasi paradigma pembangunan yang dapat memobilisasi sumber daya sosial. Sementara itu, desentralisasi penanganan masalah sosial yang selama ini menganut asas sentralistik menjadi isu pentind dalam kurun waktu yang akan datang (ESCAP 1999). Dalam hal ini, paradigma pembangunan yang berpusat pada rakyat dengan kebijakan desentralisasi dalam penanganan masalah sosial.Pembangunan yang berpusat pada rakyat lebih menekankan pada pemberdayaan (empowerment), yang memandang inisiatif-kreatif dari masyarakat sebagai sumber daya utama dalam pembangunan dan memandang kesejahteraan material dan spiritual sebagai tujuan yang akan dicapai proses pembangunan. Korten (1992) menyatakan bahwa ada tiga dasar perubahan struktural dan normatif dalam pembangunan yang berpusat pada rakyat, yaitu sebagai berikut: a)
Memusatkan pemikiran dan tindakan kebijakan pemerintah pada penciptaan keadaan-keadaan yang mendorong dan mendukung usaha masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri dan untuk memecahkan masalah mereka sendiri pada tingkat individual, keluarga dan komunitas;
b) Mengembangkan
struktur dan
proses
organisasi
yang berfungsi
menurut
kaidah-kaidah sistem swaorganisasi. c)
Mengembangkan sistem-sistem produksi-konsumsi yang diorganisasi secara teritorial yang berlandaskan pada kaidah-kaidah kepemilikan dan pengendalian lokal.
Berdasarkan ketiga hal tersebut di atas,penelitian aksi ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan hasil modifikasi pendekatan pembangunan sistem mata pencaharian berkelanjutan (sustainable livelihood system development) (Allison & Horemans 2006) dan pendekatan pemberdayaan masyarakat (community empowerment) (Pomeroy & Rivera-Gueib 2006). Dalam pendekatan pembangunan sistem mata pencaharian berkelanjutan, tujuan pembangunan adalah mengoptimalisasi dan mengembangkan 5
xi
(lima) jenis modal yang dimiliki oleh masyarakat, yaitu modal alam, modal manusia, modal keuangan, modal fisik dan modal sosial. Berdasarkan pada pendekatan pemberdayaan masyarakat, tujuan dicapai melalui kebijakan yang mengedepankan pengembangan dan penguatan kelembagaan untuk peningkatan dan pengembangan modal manusia dan modal sosial yang dapat dimiliki oleh masyarakat. Kelembagaan dibentuk untuk mendukung terlaksananya serangkaian kegiatan berupa pelatihan, pendidikan, peningkatan kesadaran dan perbaikan ketahanan pangan dan taraf kesehatan sebagai prioritas dalam peningkatan modal manusia (Allison & Horemans 2006). Kelembagaan tersebut juga dapat menciptakan penguatan organisasi masyarakat, peningkatan kesadaran akan peran dan fungsi dalam organisasi masyarakat tersebut, pembangunan kepercayaan antar anggota dan inter-anggota dan kepemimpinan serta membangkitkan inklusi sosial dalam kelompok-kelompok marjinal termasuk jejaring pendukung menjadi hal-hal yang prioritas dalam meningkatkan modal sosial. Melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat, kelembagaan adalah strategi (yang dituangkan dalam suatu rencana aksi) untuk meningkatkan kedua modal masyarakat tersebut di atas, dibangun dan dikembangkan melalui proses dialog dengan para anggota masyarakat serta stakeholder pembangunan kelautan dan perikanan lainnya. Tujuannya adalah memandirikan masyarakat dalam mengidentifikasi masalah berikut penyelesaiannya serta tantangan dan respon terhadapnya. Keluaran sumber mata pencaharian (livelihood outcomes) berupa meningkatnya pendapatan, kesejahteraan, menurunnya kerentanan terhadap perubahan lingkungan, lebih ramah dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan serta semakin terbentuknya pemberdayaan dan inklusi sosial merupakan indikator tidak langsung berhasilnya pembangunan dan pengembangan kelembagaan.
xii
Isu dan permasalahan Tekanan Pemanfa Dampak terhadap atan SD perubah sumberd perikana an iklim n tidak aya perikana ramah lingkung n an tangkap
Proses dan strategi mitigasi Proyek pesisir
PNPM
Kebijakan
Wilayah dan masyarakat pesisir Penurunan sumberdaya perikanan tangkap Dampak sosial ekonomi
Dampak terhadap mata pendaharian
Kemiskinan
Output KIMBis Mandiri Terbentuk jaringanKIMBis Tercipta sumber mata pencaharian Peningkatan skala usaha Terbentuk ekonomi kawasan
Is KIMBis Pengembangan kelembagaan Pengembangan Usaha Pengembangan Jaringan KIMBis Kabupaten ROADMAP 5 Tahun (tentative)
Rencana kerja Rencana
Gambar 1. Kerangka konseptual pelaksanaan KIMBis di Kabupaten Takalar
Berdasarkan uraian di atas, hal yang penting untuk disepakati bersama adalah terminologi kelembagaan (institutions). Kelembagaan banyak dibahas dalam berbagai bidang ilmu, mulai dari sosiologi, antropologi, hukum, dan politik, organisasi dan manajemen, psikologi hingga ilmu lingkungan. Dalam bidang sosiologi dan antropologi, kelembagaan banyak ditekankan pada norma, tingkah laku dan adat istiadat. Kelembagaan dalam perpektif ilmu politik ditekankan pada aturan main (the rules) dan kegiatan kolektif (collective action) untuk kepentingan bersama atau umum (public). Ilmu psikologi melihat kelembagaan dari sudut tingkah laku manusia (behaviour). Ilmu hukum menegaskan pentingnya kelembagaan dari sudut hukum, aturan penegakkan hukum. Sementara itu, ilmu biologi, ekologi atau lingkungan lebih melihat kelembagaan dari sudut analisis sistem lingkungan (ecosystem) atau sistem produksi dengan menekankan struktur dan fungsi sistem produksi atau sistem lingkungan. Berdasarkan sistem yang teridentifikasi selanjutnya dapat dianalisis keluaran serta kinerja dari sistem tersebut dalam karakteristik xiii
atau
kinerja
seperti
produktivitas,
stabilitas
dan
keberlanjutannya.
Dalam
perkembangannya, kelembagaan juga digunakan dalam ekonomi. Ilmu ekonomi ini berkembang karena adanya anggapan bahwa kegagalan pembangunan ekonomi secara umum merupakan kegagalan institusi. Kelembagaan berdasarkan perspektif ilmu ini dilihat dari biaya transaksi yang terjadi dalam perekonomian, termasuk analisis tentang kepemilikan dan penguasaan sumberdaya alam atau faktor produksi (Stiglitz, 1986). Kasper and Streit (1999) menjelaskan bahwa, pada tahap perencanaan kebijakan, kelembagaan merupakan dasar pembentukan aturan main atau prosedur terkait dengan pengaturan dan pengendalian perilaku stakeholder kebijakan. Pada tahap implementasi kebijakan, kelembagaan akan mengawal terwujudnya hubungan antar stakeholder yang saling menguntungkan (win-win position). Pada tahap monitoring dan evaluasi kebijakan, kelembagaan akan mempermudah untuk prediksi perilaku stakeholder, apakah mereka mendukung atau menghambat upaya-upaya untuk memaksimalkan pencapaian tujuan kebijakan tersebut. Hal tersebut diperkuat oleh DFID (2010) bahwa implementasi kelembagaan membutuhkan sebuah organisasi yaitu para pelaksana kelembagaan dimaksud (DFID 2010).
Model Pendekatan Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut di atas maka model pendekatam pengembangan kelembagaan KIMBIs ini sebagai berikut:
xiv
Sumberdaya Perikanan Potensi Perikanan -
SKPD Litbang Universitas
Keragaan teknologi
Permasalahan KIMBIS TAKALAR
Penerapan Prinsip BE
KIMBis P t Pemberdayaan
Kelompok Sasaran
Gambar 1. Model Pendekatan Pengembangan Kelembagaan KIMBis Takalar
Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu untuk kegiatan penelitian ini akan dilakukan mulai bulan Januari sampai dengan Desember 2014 dengan lokasi bertempat di Kabupaten Takalar
Provinsi Sulawesi
Selatan.
Teknik Pengumpulan dan Sumber Data Teknik pengumpulan data pada kegiatan ini dilakukan berdasarkan kebutuhan data yang disajikan pada tabel berikut:
xv
Tabel 1. No 1
2
3
4
5
Model pendekatan pengembangan Kelembagaan dan Perekonomian Kawasan Berbasis Iptek di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan Tujuan Bentuk Teknik Sumber Data Mengidentifikasi Base line Wawancara - Dinas Kelautan dan potensi dan survey Perikanan permasalahan - BPS kelautan dan - Tokoh masyarakat perikanan - Pembudidaya Kabupaten Rumput Laut Takalar Membentuk dan Pembentuka - Sosialisasi peran dan fungsi - Dinas KP legalisasi n kelompok KIMBIs kepada stakeholder/ - Kelompok sasaran kelembagaan dan kandidat pengurus - Tokoh masyarakat KIMBis kelembagaan - Diskusi kelompok terfokus (FGD) mengenai: a) technopreneurship; b) peran dan fungsi pengurus; c) Program kerja KIMBIs - Promosi peran dan fungsi KIMBIs kepada stakeholder Mengidentifikasi Base line - observasi dan survey - Dinas Kelautan dan keragaan survey Perikanan - FGD teknologi - Tokoh masyarakat kelautan dan - Pembudidaya perikanan yang Rumput Laut ada di masyarakat Mengidentifikasi Penerapan - FGD mengenai prinsip-prinsip - Dinas Kelautan dan penerapan prinsip prinsip-prins blue economy dalam usaha Perikanan blue economy ip Blue masyarakat - Tokoh masyarakat pada usaha Economy - Observasi penerapan - Pembudidaya perikanan prinsip-prinsip blue economy Rumput Laut dalam usaha masyarakat - Studi banding ke pelaku usaha yang telah memiliki kisah sukses menerapkan prinsi-prinsip blue economy Membuat Baseline - FGD mengenai program kerja - Pengurus KIMBis program kerja survey KIMBis Takalar KIMBis Kab. - Pengurus KIMBis Takalar Pusat - Pemda Kab. Takalar - Dinas KP Kab. Takalar
Metoda Analisa Data Penelitian aksi ini mengutamakan data primer sebagai bahan analisis dan bersumber dari: a) Wawancara mendalam (depth interview) dan diskusi kelompok terfokus (focus group xvi
discussion) dengan para informan yang terkait dengan tujuan kegiatan; b) Pengamatan atau observasi di lokasi penelitian juga dilakukan dalam pengumpulan data primer. Adapun data sekunder berupa data penunjang diperoleh melalui studi literatur atau desk study lebih digunakan sebagai data penunjang. Metode analisis data yang digunakan adalah metode identifikasi dan analisis penyelesaian masalah dengan menggunakan analisis kategorik dan tema (Stringer 2004). Setiap data dari seluruh informan diunitisasi melalui pemaknaan data oleh peneliti dan stakeholder KIMBis (khususnya kandidat pengurus dan pengurus KIMBis, jika sudah dibentuk). Hasilnya adalah kategori masalah yang kemudian disarikan menjadi berbagai tema atau fokus masalah.
Gambar 2. Skema analisis data (Sumber: Stringer 2004)
13.
ANGGARAN MA 521211 521213 522114 522115 524119 522119
Rincian Komposisi Pembiayaan Belanja Bahan Honor terkait ouput keg. Belanja Sewa Belanja Jasa Profesi Belanja Perjalanan Lainnya Belanja Jasa lainnya Jumlah
: Jumlah (Rp) 21.120.000 13.960.000 6.700.000 85.180.000 54.000.000 42.000.000 222.960.000
Jumlah (%) 77,41 96,42 100 98,47 100 90,72 95,30
xvii
14.
RENCANA OPERASIONAL KEGIATAN:
No KEGIATAN Persiapan 1 Studi Literatur 2 Konsultasi 3 Penyiapan instrumen pengumpulan data Operasional 1 Pra-pengumpulan data instrumen 2 Pengumpulan Data Primer dan Sekunder 3 Pengolahan/ Analisis Data 4 Seminar Hasil Riset 5 Pelaporan 16.
DAFTARPUSTAKA
1
2
3
x x x
x x x
x x x
x
x
4
5
6
x x
7
8
x x
x
x x
9
x
11
x x
x x
x
x
x x x
10
x x
x
12
x x x
x
:
Harry H. 1999. Pembangunan Sosial yang Berpusatkan pada Rakyat: Reorientasi Paradigma Pembangunan Kesejahteraan Sosial Pasca Krisis. Makalah. Bandung: Universitas Pajajaran. Kabupaten Takalar. Profil Perikanan Kabupaten Takalar. diakses pada www.rcl.or.id tanggal 21 Februari 2014 pukul 09.45 wib. Korten DC. 1992. Menuju Abad ke-21. Tindakan Sukarela dan Agenda Global: Kita Menghadapi Masalah. Jakarta: Yayasan Obor. Karsidi R. 2001. Memilih Penelitian yang Memberdayakan Masyarakat. Disampaikan dalam Seminar dan Lokakarya Penelitian di UNIBA Solo, 20 Oktober 2001. Kasper W. and M.E. Streit. 1999. Institutional Economics: Social Order and Public Policy. Northampton: Edward Elgar Publishing. Pomeroy RS. and R Rivera-Guieb. 2006. Fishery co-management: a practical handbook. Oxford: CABI Publishing. Rahmat D. 2005. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: RosdaKarya. Stiglitz JE. 1986. Economics of Information and the Theory of Economic Development. NBER Working Papers 1566, National Bureau of Economic Research, Inc. Bouthillier F and K. Shearer. 2002. Understanding Knowledge Management and Information Management: The Needed for an Empirical Perspective. Information Research Vol. 8 (1). Zulham, Armen. 2012. Modul Penguatan Kapasitas Kelembagaan KIMBis. Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan-KKP.
xviii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................. iii RENCANA OPERASIONAL KEGIATAN PENELITIAN ........................................ vii DAFTAR ISI .................................................................................................................. xix DAFTAR GAMBAR.................................................................................................... xxiii DAFTAR TABEL........................................................................................................... xxi I.
PENDAHULUAN.................................................................................................... 2 1.1. Latar Belakang ................................................................................................... 2 1.2. Tujuan ................................................................................................................ 3
II.
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 4
III. METODE PELAKSANAAN KEGIATAN ........................................................... 7 3.1. 3.2. 3.3. 3.4. IV.
Kerangka Pemikian ............................................................................................ 7 Model Pendekatan .............................................................................................. 9 Waktu dan Lokasi Penelitian............................................................................ 10 Teknik Pengumpulan dan Sumber Data ........................................................... 10
HASIL PELAKSANAAN KEGIATAN ............................................................... 13 4.1. Laporan Identifikasi Potensi dan Permasalahan Pemanfaatan Sumebrdaya Perikanan di Kabupaten Takalar Sebagai Calon Lokasi Kegiatan KIMBis ..... 13 4.1.1. Pendahuluan ........................................................................................... 13 4.1.2. Metode Penelitian ................................................................................... 15 4.1.3. Hasil dan Pembahasan ............................................................................ 19 4.2. Sosialisasi KIMBis Kabupaten Takalar ........................................................... 61 4.3. Pembentukan pengurus KIMBis dan Program Kerja....................................... 68 4.4. Koordinasi Awal Dalam Rangka Pengembangan Jaringan dan Kerjasama KIMBis ............................................................................................................ 70 4.5. Introduksi Dan Praktek Penggunaan Alat Perangkap Bibit Lobster ‘Pocong’ 71 4.5.1. Karakteristik responden .......................................................................... 71 4.5.2. Persepsi Peserta terhadap Alat Tangkap Pocong .................................... 72 4.6. Pengenalan rumput laut jenis Caulerpa Spdan pemasarannya pada Festival Sanrobengi di Desa Boddia Kecamatan Galesong........................................... 74 4.7. Pengenalan Budidaya Polikultur Untuk Pemanfaatan Tambak Tradisional .... 75 4.8. Koordinasi dengan Rumah Kemasan ............................................................... 76 4.9. Data dan Informasi Kelompok Usaha Binaan KIMBis ................................... 77 4.9.1. Kelompok Pembudidaya Rumput Laut Caulerpa Sp ............................. 78 4.9.2. Kelompok Pembudidaya Rumput Laut Cottnii Sp ................................. 79 4.9.3. Kelompok Pembudidaya Lobster ........................................................... 80 xix
4.9.4. Kelompok Pengolah ............................................................................... 81 V.
DESKRIPSI MODEL GENERIK HASIL PELAKSANAAN KEGIATAN: “MODEL KERJASAMA ANTAR LEMBAGA DALAM MENDUKUNG TERWUJUDNYA DESA MANDIRI DI KABUPATEN TAKALAR” ............. 83 5.1. Pendahuluan ..................................................................................................... 83 5.2. Penguatan Kelembagaan Kimbis Dan Inisiasi Kerjasama ............................... 84 5.3. Model Inisiasi Dan Pengembangan Kerjasama ............................................... 86
VI.
EVALUASI KINERJA KIMBIS TAKALAR ..................................................... 89 6.1. Evaluasi kinerja KIMBis berdasarkan fungsi KIMBis .................................... 89 6.2. Evaluasi kinerja Kimbis berdasarkan kriteria .................................................. 94
VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN ................................... 98 7.1. Kesimpulan ...................................................................................................... 98 7.2. Rekomendasi Kebijakan .................................................................................. 99 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 100 LAMPIRAN .................................................................................................................. 102
xx
DAFTAR TABEL Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8. Tabel 9. Tabel 10. Tabel 11. Tabel 12. Tabel 13. Tabel 14. Tabel 15. Tabel 16. Tabel 17. Tabel 18. Tabel 19. Tabel 20. Tabel 21. Tabel 22. Tabel 23. Tabel 24. Tabel 25.
Model pendekatan pengembangan Kelembagaan dan Perekonomian Kawasan Berbasis Iptek di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan .... 10 Prosentase Pertumbuhan riil sub sektor perikanan di Kabupaten Takalar Tahun 2008-2012 ............................................................................................ 14 Tipologi berdasarkan komoditas yang berkembang pada masing-masing kecamatan ....................................................................................................... 16 Kriteria Skoring dalam penentuan lokasi KIMBis di Kabupaten Takalar ...... 18 Jumlah Desa, Kelurahan dan Dusun Pada Masing-masing Kecamatan di Kabupaten Takalar, 2013 ................................................................................ 20 Jumlah Penduduk, Rumah Tangga Dan Rata-Rata Kepadatan Per Desa/Kelurahan, Menurut Kecamatan Di Kabupaten Takalar, 2012 .............. 21 Produksi Perikanan Laut Menurut Jenis Ikan Di Kabupaten Takalar, 2013 ... 22 Jumlah Perahu/Kapal Menurut Jenisnya Pada Masing-Masing Kecamatan Di Kabupaten Takalar, 2012 ........................................................................... 23 Jumlah Alat Penangkap Ikan Di Kabupaten Takalar, Tahun 2010 - 2012 ...... 24 Jumlah Rumah Tangga Perikanan Tangkap dan Nelayan Di Kabupaten Takalar, 2012................................................................................................... 24 Perkembangan Luas Areal Budidaya Ikan di Kabupaten Takalar .................. 25 Jumlah Rumah Tangga Perikanan Budidaya dan Pembudidaya di Kabupaten Takalar, 2012................................................................................................... 25 Produksi Udang dan Bandeng di Tambak (Ton) Kabupaten Takalar, 2012 .... 26 Luas, Jumlah Produksi Dan Pembudidaya Rumput Laut di Kabupaten Takalar, 2012................................................................................................... 26 Periode Sejarah Teknologi BudidayaAir Payau.............................................. 27 Topik Data Identifikasi Potensi dan Permasalahan di Desa Laikang ............. 40 Periode Perkembangan Teknologi Budidaya Polikultur Desa Soreang, 2014 44 Produksi, harga dan pemasaran hasil budidaya air payau di Desa Soreang, 2014 ................................................................................................................ 45 Skoring Potensi dan Permasalahan SDKP pada lokasi-lokasi potensial untuk kegiatan KIMBis ............................................................................................. 60 Respon Peserta Sosialisasi Terhadap Materi Sosialisasi KIMBis .................. 65 Respon Peserta Sosialisasi Terhadap Pemateri/Instruktur Sosialisasi KIMBis66 Respon Peserta Sosialisasi Terhadap Peserta Sosialisasi KIMBis .................. 66 Draft Rencana Program Kerja KIMBISTahun 2014....................................... 69 Permasalahan dalam kegiatan usaha perikanan di Desa Laikang ................... 85 Evaluasi Fungsi Kimbis Sebagai Sarana Pemberdayaan Masyarakat ............ 89 xxi
Tabel 26. Tabel 27. Tabel 28. Tabel 29. Tabel 30. Tabel 31. Tabel 32. Tabel 33. Tabel 34. Tabel 35.
Evaluasi Fungsi Kimbis Sebagai Sarana Pengembangan Ekonomi Masyarakat ...................................................................................................... 90 Evaluasi fungsi kimbis sebagai sarana kerjasama peneliti, penyuluh dan perekayasa....................................................................................................... 91 Evaluasi fungsi kimbis sebagai mitra kolaborasi kelembagaan ..................... 92 Evaluasi fungsi kimbis sebagai laboratorium data lapang sosial ekonomi KP93 Evaluasi kinerja KIMBis berdasarkan wujud fisik KIMBis ........................... 94 Evaluasi kinerja KIMBis berdasarkan Struktur Organisasi ............................ 95 Evaluasi kinerja KIMBis berdasarkan Pelaksanaan Kegiatan Klinik IPTEK Mina Bisnis ..................................................................................................... 95 Evaluasi kinerja KIMBis berdasarkan Kelompok Sasaran ............................. 96 Evaluasi kinerja KIMBis berdasarkan Output kegiatan ................................. 96 Evaluasi kinerja KIMBis berdasarkan Dampak kegiatan ............................... 97
xxii
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9. Gambar 10. Gambar 11. Gambar 12. Gambar 13. Gambar 14. Gambar 15. Gambar 16. Gambar 17. Gambar 18. Gambar 19. Gambar 20. Gambar 21. Gambar 22. Gambar 23. Gambar 24. Gambar 25. Gambar 26. Gambar 27. Gambar 28. Gambar 29. Gambar 30. Gambar 31.
Kerangka konseptual pelaksanaan KIMBis di Kabupaten Takalar................... 8 Model Pendekatan Pengembangan Kelembagaan KIMBis Takalar ............... 10 Skema analisis data (Sumber: Stringer 2004) ................................................. 12 Posisi kecamatan pesisir di Kabupaten Takalar .............................................. 29 Denah Desa Banggai, Kecamatan Mangarabombang .................................... 33 Kalender musim aktivitas masyarakat desa Banggai dalam satu tahun. ........ 34 Kalender musim aktivitas masyarakata desa Topejawa dalam satu tahun. ..... 35 Ukuran kolam ikan mas dan nila yang ada di desa Topejawa ........................ 36 Kondisi Infrastruktur Jalan Desa Tpejawa...................................................... 36 Tempat Pendaratan Ikan Dan SPDN Yang Tidak Termanfaatkan Lagi .......... 38 Kondisi Infrastruktur Jalan Dusun Lamangkia ............................................... 38 Kalender musim kegiatan budidaya air payau di Desa Soreang selama setahun. ........................................................................................................... 44 Kalender musim kegiatan budidaya air payau di Desa Bontomaranu selama setahun. ........................................................................................................... 48 Alat tangkap Pakkaja ...................................................................................... 49 Kalender penangkapan nelayan berdasarkan musim di Desa Boddia ............ 51 Distribusi Pemasaran Hasil Penangkapan Nelayan Desa Boddia................... 52 Kalender Musim penangkapan nelayan dan usaha budidaya rumput laut di desa Batu-batu ................................................................................................ 54 Distribusi Pemasaran Ikan Tangkapan Nelayan Desa Batu-Batu ................... 55 Susunan PengurusKlinik Iptek Mina Bisnis (Kimbis) Kabupaten Takalar .... 69 Introduksi Alat tangkap bibit lobster ‘Pocong’ ............................................... 73 Pemasangan Pocong di Teluk Laikang ........................................................... 73 Pengenalan Rumput Laut Jenis Caulerpa Sp Pada Festival Sanrobengi ........ 74 Caulerpa Sp (Lawi-lawi) dan lahan tambak lawi-lawi Mitra KIMBis ........... 75 Pengenalan teknologi budidaya secara polikultur di tambak tradisinal oleh staf Balai Budidaya Air Payau TaAklar .......................................................... 76 Pendapatan kelompok sasaran KIMBis berdasarkan usahanya pada tahun dasar (t0) ......................................................................................................... 77 Data awal kelompok budidaya Caulerva Sp ................................................... 79 Data awal kelompok budidaya Cottonii Sp .................................................... 80 Data awal kelompok budidaya Lobster .......................................................... 81 Data awal kelompok pengolah........................................................................ 82 Tahapan pengembangan ekonomi masyarakat ............................................... 86 Tahapan inisiasi dan penguatan kelembagaan KIMBis di Kabupaten Takalar 87
xxiii
Gambar 32. Model kerjasama KIMBis dan SKPD dalam rangka implementasi program desa mandiri di Kaupaten Takalar .................................................................. 88
xxiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Topik Data Identifikasi Potensi dan Permasalahan Lokasi KIMBis (berbasis desa) .............................................................................................................. 102 Lampiran 2. Kuesioner Identifikasi Lokasi KIMBis ......................................................... 108 Lampiran 3. Evaluasi Sosialisasi KIMBis......................................................................... 109 Lampiran 4. Kuesioner Persepsi Pembudidaya Lobster Terhadap Pengenalan Cara Penangkapan Bibit Lobster ............................................................................112 Lampiran 5. Evaluasi Keberhasilan Fungsi KIMBis Trikarsa Takalar ..............................115
xxv
I. 1.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kabupaten Takalar berada antara 5.3o - 5.33oLS dan antara 119.22o-118.39oBT. Kabupaten Takalar dengan ibukota Pattalasang terletak 29 km arah selatan dari Kota Makassar ibukota Provinsi Sulawesi Selatan. Luas wilayah Kabupaten Takalar adalah sekitar 566,51 km2. Bagian Utara Kabupaten Takalar berbatasan dengan Kota Makassar dan Kabupaten Gowa, bagian Timur berbatasan dengan Kabupaten Jeneponto dan Kabupaten Gowa, bagian Selatan dibatasi oleh Laut Flores, sementara bagian Barat dibatasi oleh Selat Makassar. Luas wilayah daratan Kabupaten Takalar sekitar 325, 63 km2 sedangkanluas wilayah pesisir sekitar 240,88 km2 dengan panjang garis pantai sekitar 74 km. Mata pencaharian masyarakat Kabupaten Takalar, sebagian besar adalah sektor pertanian/perikanan sebanyak 80% dan sektor lain sebesar 20 %. Kabupaten Talakar merupakan daerah yang memiliki potensi pariwisata yang didukung dengan keadaan alam, kehidupan masyarakat, kondisi sosial budaya dan dunia usaha. Potensi perikanan laut Kabupaten Takalar terbesar adalah penghasil telur ikan terbang dan telah menjadi komoditas ekspor. Begitu juga, rumput laut yang juga merupakan salah satu komoditi sumber daya laut yang bernilai ekonomis dan potensial dikembangkan di pasar dalam negeri dan pasar luar negeri. Diantara ratusan jenis rumput yang banyak tersebar diperairan Takalar ada berbagai jenis rumput laut yang memiliki nilai ekonomis tinggi antara lain marga gracilaria, gelidium dan gelidiella sebagai penghasil agar, dan marga hypnea serta eucheuma sebagai penghasil carrageenan (www.rcl.or.id). Berdasarkan jumlah produksi, Kabupaten Takalar termasuk dalam lima besar tingkat Nasional penghasil rumput laut. Menurut informasi dari pihak Dinas KP (2013), banyak permasalahan yang muncul dalam pengembangan usaha dan perekonomian berbasis rumput laut seperti; 1. Rendahnya kualitas rumput laut yang dihasilkan 2. Terbatasnya kapasitas sumberdaya manusia dalam pengolahan hasil 3. Rendahnya nilai jual rumput laut yang dihasilkan 4. Terbatasnya akses terhadap sumber permodalan. 5. Terbatasnya informasi tentang potensi usaha dan peluang ekonomi yang ada.
2
Padahal disisi lain, Kabupaten ini ingin mengembangkan program pembangunan desa mandiri. Kendala-kendala tersebut menyebabkan sulitnya melaksanakan program desa mandiri sehingga perlu satu kelembagaan yang dapat mengatasi permasalahan tersebut. Kelembagaan Klinik Iptek Mina Bisnis (KIMBis) yang diinisiasi Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan sesuai dengan program utama Kabupaten Takalar yaitu pembentukan desa mandiri. Klinik Iptek Mina Bisnis (KIMBis) dibentuk dengan tujuan untuk mengimplementasikan pengembangan ekonomi kawasan berbasis Iptek yang dilakukan oleh Balitbang KP. Kegiatan ini dilakukan sebagai salah satu penunjang program pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat nelayan/pesisir. KIMBis adalah wadah komunikasi, advokasi/peningkatan kapasitas masyarakat, serta konsultasi antara kelompok masyarakat nelayan yang beraktivitas di daerah pesisir dengan stakeholder terkait, melalui pendekatan techno-preneurship untuk meningkatkan kapasitas ekonomi masyarakat perikanan berbasis rumput laut. Klinik IPTEK Mina Bisnis tersebut dapat menjadi bagian atau cikal bakal dari pengembangan kegiatan dalam bentuk kerjasama melalui Reseach Extension Fisheries Community Network (REFINE). Pada kegiatan REFINE tersebut, peneliti–penyuluh-pelaku usaha (nelayan/pembudidaya ikan, pengolah, pedagang, dan investor) melakukan kegiatan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat melalui intervensi paket teknologi Balitbang KP yang terpilih, membangun jaringan kerja, dan renovasi paket teknologi yang diintroduksi.
1.2.
Tujuan
Pada tahun 2014 tujuan kegiatan KIMBis Kabupaten Takalar mencakup enam hal: 1.
Mengidentifikasi potensi dan permasalahan kelautan dan perikanan Kabupaten Takalar
2.
Membentuk organisasi dan kelembagaan KIMBis
3.
Legalisasi kelembagaan KIMBis oleh BBPSEKP dan atau Pemda Kabupaten Takalar
4.
Mengidentifikasi keragaan teknologi kelautan dan perikanan yang ada di masyarakat
5.
Mengidentifikasi penerapan prinsip Blue Economy pada usaha perikanan.
6.
Penyusunan program kerja KIMBis Kabupaten Takalar
3
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Pemberdayaan masyarakat muncul karena adanya suatu kondisi sosial ekonomi masyarakat yang rendah sehingga mengakibatkan produktivitasnya rendah. Kata “empowerment” dan “empower” diterjemahkan dalam bahasa indonesia menjadi pemberdayaan dan memberdayakan, menurut merriam webster dan oxfort english dictionery (dalam Prijono dan Pranarka, 1996) mengandung dua pengertian yaitu : pengertian pertama adalah to give power or authority to, dan pengertian kedua berarti to give ability to or enable. Pengertian pertama
diartikan
sebagai
memberi
kekuasaan,
mengalihkan
kekuatan
atau
mendelegasikan otoritas ke pihak lain. Sedang pengertian kedua, diartikan sebagai upaya untuk memberikan kemampuan atau keberdayaan. Konsep empowerment pada dasarnya adalah upaya menjadikan suasana kemanusiaan yang adil dan beradab menjadi semakin efektif secara struktural, baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat, negara, regional, internasional, maupun dalam bidang politik, ekonomi dan lain-lain. memberdayakan masyarakat menurut Kartasasmita (1996) adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Pemberdayaan masyarakat merupakan sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat people-centered, participatory, empowering, and sustainable.Gagasan pembangunan yang mengutamakan pemberdayaan masyarakat perlu dipahami sebagai suatu proses transformasi dalam hubungan sosial, ekonomi, budaya, dan politik masyarakat. Perubahan struktur yang diharapkan adalah proses yang berlangsung secara alamiah, yaitu yang menghasilkan dan dapat dinikmati bersama. Begitu pula sebaliknya, yang menikmati adalah yang menghasilkan. Proses ini diarahkan agar setiap upaya pemberdayaan masyarakat dapat meningkatkan kapasitas masyarakat (capacity building) melalui penciptaan akumulasi modal yang bersumber dari surplus yang dihasilkan, selanjutnya dapat menciptakan pendapatan yang dinikmati oleh seluruh rakyat. Dan proses transformasi ini harus digerakkan oleh masyarakat sendiri. Menurut Sumodiningrat (1999), bahwa kebijakan pemberdayaan masyarakat secara umum dapat dipilah dalam tiga kelompok yaitu : pertama, kebijakan yang secara tidak langsung mengarah pada sasaran tetapi memberikan dasar tercapainya suasana yang mendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat. Kedua, kebijakan yang secara langsung mengarah 4
pada peningkatan kegiatan ekonomi kelompok sasaran. Ketiga, kebijakan khusus yang menjangkau masyarakat miskin melalui upaya khusus. Pelaksanaan pemberdayaan masyarakat, menurut Kartasasmita (1996), harus dilakukan melalui beberapa kegiatan : pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering). Ketiga, memberdayakan mengandung arti melindungi. Pemberdayaan merupakan suatu upaya yang harus diikuti dengan tetap memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh setiap masyarakat. Untuk itu diperlukan langkah-langkah yang lebih positif selain dari menciptakan iklim dan suasana. Penguatan ini meliputi langkah-langkah nyata dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input) serta membuka akses kepada berbagai peluang (upportunities) yang membuat masyarakat semakin berdaya. Pemberdayaan masyarakat dan partisipasi merupakan pendekatan pembangunan yang berlandaskan pada berbagai kebijakan yang bersumber dan bertumpu pada rakyat (people centered development). Pendekatan ini menyadari pentingnya kapasitas masyarakat untuk meningkatkan kemandirian dan kekuatan internal, melalui kesanggupan untuk melakukan pengaturan dan kontrol internal atas sumberdaya material dan non-material yang penting melalui redistribusi modal atau kepemilikan (Korten 1992). Permasalahan sosial yang terjadi pada masyarakat, bukan hanya akibat dari adanya penyimpangan perilaku atau masalah kepribadian. Namun juga sebagai akibat masalah struktural, kebijakan yang keliru, implementasi kebijakan yang tidak konsisten dan tidak adanya partisipasi masyarakat dalam perencanaan kebijakan pembangunan dan implementasinya (ESCAP 1999). Kondisi masyarakat berada dalam situasi struktural yang tidak memperoleh kesempatan secara bebas menyampaikan aspirasi dan merealisasikan potensi mereka dalam penanganan masalah sosial, sehingga masyarakat berada dalam kondisi yang skeptic dan tidak berdaya (Harry 1999). Oleh karena itu, diperlukan reorientasi paradigma pembangunan yang dapat memobilisasi sumber daya sosial. Sementara itu, desentralisasi penanganan masalah sosial yang selama ini menganut asas sentralistik menjadi isu pentind dalam kurun waktu yang akan datang (ESCAP 1999). Dalam hal ini, paradigma pembangunan yang berpusat pada rakyat dengan kebijakan desentralisasi dalam penanganan masalah sosial.Pembangunan yang berpusat pada rakyat lebih menekankan pada pemberdayaan (empowerment), yang memandang inisiatif-kreatif dari masyarakat sebagai sumber daya utama dalam
5
pembangunan dan memandang kesejahteraan material dan spiritual sebagai tujuan yang akan dicapai proses pembangunan. Korten (1992) menyatakan bahwa ada tiga dasar perubahan struktural dan normatif dalam pembangunan yang berpusat pada rakyat, yaitu sebagai berikut: a) Memusatkan pemikiran dan tindakan kebijakan pemerintah pada penciptaan keadaan-keadaan yang mendorong dan mendukung usaha masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri dan untuk memecahkan masalah mereka sendiri pada tingkat individual, keluarga dan komunitas; b) Mengembangkan struktur dan proses organisasi yang berfungsi menurut kaidah-kaidah sistem swaorganisasi. c) Mengembangkan sistem-sistem produksi-konsumsi yang diorganisasi secara teritorial yang berlandaskan pada kaidah-kaidah kepemilikan dan pengendalian lokal. Berdasarkan ketiga hal tersebut di atas,penelitian aksi ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan hasil modifikasi pendekatan pembangunan sistem mata pencaharian berkelanjutan (sustainable livelihood system development) (Allison & Horemans 2006) dan pendekatan
pemberdayaan
masyarakat
(community
empowerment)
(Pomeroy
&
Rivera-Gueib 2006). Dalam pendekatan pembangunan sistem mata pencaharian berkelanjutan, tujuan pembangunan adalah mengoptimalisasi dan mengembangkan 5 (lima) jenis modal yang dimiliki oleh masyarakat, yaitu modal alam, modal manusia, modal keuangan, modal fisik dan modal sosial. Berdasarkan pada pendekatan pemberdayaan masyarakat, tujuan dicapai melalui kebijakan yang mengedepankan pengembangan dan penguatan kelembagaan untuk peningkatan dan pengembangan modal manusia dan modal sosial yang dapat dimiliki oleh masyarakat.
6
III. 3.1.
METODE PELAKSANAAN KEGIATAN
Kerangka Pemikian
Pemberdayaan masyarakat, secara umum dapat diartikan sebagai suatu proses yang membangun manusia atau masyarakat melalui pengembangan kemampuan masyarakat, perubahan perilaku masyarakat, dan pengorganisasian masyarakat. Dari definisi tersebut, terdapat tiga tujuan utama dalam pemberdayaan masyarakat yaitu mengembangkan kemampuan masyarakat, mengubah perilaku masyarakat, dan mengorganisir diri masyarakat. Kemampuan masyarakat yang dapat dikembangkan seperti kemampuan untuk berusaha, kemampuan untuk mencari informasi, kemampuan untuk mengelola kegiatan, kemampuan mengola potensi wilayah sesuai dengan kebutuhan atau permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Perilaku masyarakat yang perlu diubah adalah perilaku yang merugikan masyarakat atau yang menghambat peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pengorganisasian masyarakat dapat dijelaskan sebagai suatu upaya masyarakat untuk saling mengatur dalam mengelola kegiatan atau program yang dikembangkan. Untuk itu, masyarakat dapat membentuk panitia kerja, melakukan pembagian tugas, saling mengawasi, merencanakan kegiatan, dan lain-lain. Kelembagaan dibentuk untuk mendukung terlaksananya serangkaian kegiatan berupa pelatihan, pendidikan, peningkatan kesadaran dan perbaikan ketahanan pangan dan taraf kesehatan sebagai prioritas dalam peningkatan modal manusia (Allison & Horemans 2006). Kelembagaan tersebut juga dapat menciptakan penguatan organisasi masyarakat, peningkatan kesadaran akan peran dan fungsi dalam organisasi masyarakat tersebut, pembangunan kepercayaan antar anggota dan inter-anggota dan kepemimpinan serta membangkitkan inklusi sosial dalam kelompok-kelompok marjinal termasuk jejaring pendukung menjadi hal-hal yang prioritas dalam meningkatkan modal sosial. Melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat, kelembagaan adalah strategi (yang dituangkan dalam suatu rencana aksi) untuk meningkatkan kedua modal masyarakat tersebut di atas, dibangun dan dikembangkan melalui proses dialog dengan para anggota masyarakat serta stakeholder pembangunan kelautan dan perikanan lainnya. Tujuannya adalah memandirikan masyarakat dalam mengidentifikasi masalah berikut penyelesaiannya serta tantangan dan respon terhadapnya. Keluaran sumber mata pencaharian (livelihood outcomes) berupa meningkatnya pendapatan, kesejahteraan, menurunnya kerentanan terhadap perubahan lingkungan, lebih ramah dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan serta 7
semakin terbentuknya pemberdayaan dan inklusi sosial merupakan indikator tidak langsung berhasilnya pembangunan dan pengembangan kelembagaan. Isu dan permasalahan Tekana Peman Dampa n faatan k terhad SD peruba ap perikan han sumbe an rdaya tidak iklim perika ramah nan lingku tangka ngan Penurunan sumberdaya perikanan tangkap Dampak sosial ekonomi Dampak terhadap mata pendaharian Kemiskinan
Proses dan strategi mitigasi Proyek pesisir
PNPM
Kebijakan Wilayah dan masyarakat pesisir
Output KIMBis Mandiri Terbentuk jaringanKIMBis Tercipta sumber mata pencaharian Peningkatan skala usaha Terbentuk ekonomi kawasan
Is KIMBis Pengembangan kelembagaan Pengembangan Usaha Pengembangan Jaringan
ROADMAP 5 Tahun (tentative)
Rencana kerja Rencana KIMBis Kabupaten
Gambar 1. Kerangka konseptual pelaksanaan KIMBis di Kabupaten Takalar
Berdasarkan uraian di atas, hal yang penting untuk disepakati bersama adalah terminologi kelembagaan (institutions). Kelembagaan banyak dibahas dalam berbagai bidang ilmu, mulai dari sosiologi, antropologi, hukum, dan politik, organisasi dan manajemen, psikologi hingga ilmu lingkungan. Dalam bidang sosiologi dan antropologi, kelembagaan banyak ditekankan pada norma, tingkah laku dan adat istiadat. Kelembagaan dalam perpektif ilmu politik ditekankan pada aturan main (the rules) dan kegiatan kolektif (collective action) untuk kepentingan bersama atau umum (public). Ilmu psikologi melihat kelembagaan dari sudut tingkah laku manusia (behaviour). Ilmu hukum menegaskan pentingnya kelembagaan dari sudut hukum, aturan penegakkan hukum. Sementara itu, ilmu biologi, ekologi atau lingkungan lebih melihat kelembagaan dari sudut analisis sistem lingkungan (ecosystem) atau sistem produksi dengan menekankan struktur dan fungsi sistem produksi atau sistem lingkungan. Berdasarkan sistem yang teridentifikasi selanjutnya dapat dianalisis keluaran
8
serta kinerja dari sistem tersebut dalam karakteristik atau kinerja seperti produktivitas, stabilitas dan keberlanjutannya. Dalam perkembangannya, kelembagaan juga digunakan dalam ekonomi. Ilmu ekonomi ini berkembang karena adanya anggapan bahwa kegagalan pembangunan ekonomi secara umum merupakan kegagalan institusi. Kelembagaan berdasarkan perspektif ilmu ini dilihat dari biaya transaksi yang terjadi dalam perekonomian, termasuk analisis tentang kepemilikan dan penguasaan sumberdaya alam atau faktor produksi (Stiglitz, 1986). Kasper and Streit (1999) menjelaskan bahwa, pada tahap perencanaan kebijakan, kelembagaan merupakan dasar pembentukan aturan main atau prosedur terkait dengan pengaturan dan pengendalian perilaku stakeholder kebijakan. Pada tahap implementasi kebijakan, kelembagaan akan mengawal terwujudnya hubungan antar stakeholder yang saling menguntungkan (win-win position). Pada tahap monitoring dan evaluasi kebijakan, kelembagaan akan mempermudah untuk prediksi perilaku stakeholder, apakah mereka mendukung atau menghambat upaya-upaya untuk memaksimalkan pencapaian tujuan kebijakan tersebut. Hal tersebut diperkuat oleh DFID (2010) bahwa implementasi kelembagaan membutuhkan sebuah organisasi yaitu para pelaksana kelembagaan dimaksud (DFID 2010).
3.2.
Model Pendekatan Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut di atas maka model pendekatam
pengembangan kelembagaan KIMBIs ini sebagai berikut:
9
Sumberdaya Perikanan
Potensi
-
Permasalahan
Perikanan
SKPD Litbang Universitas
KIMBIS TAKALAR
Keragaan teknologi
Penerapan Prinsip BE
KIMBis Pusat
Pemberdayaan
Kelompok Sasaran
Gambar 2. Model Pendekatan Pengembangan Kelembagaan KIMBis Takalar 3.3.
Waktu dan Lokasi Penelitian
Waktu untuk kegiatan penelitian ini dilakukan mulai bulan Januari sampai dengan Desember 2014 dengan lokasi bertempat di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan. 3.4.
Teknik Pengumpulan dan Sumber Data
Teknik pengumpulan data pada kegiatan ini dilakukan berdasarkan kebutuhan data yang disajikan pada tabel berikut: Tabel 1.
Model pendekatan pengembangan Kelembagaan dan Perekonomian Kawasan Berbasis Iptek di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan
No Tujuan Bentuk 1 Mengidentifikasi Base line potensi dan survey permasalahan kelautan dan perikanan Kabupaten Takalar
Teknik Wawancara
-
Sumber Data Dinas Kelautan dan Perikanan BPS Tokoh masyarakat Pembudidaya Rumput Laut
2 Membentuk dan Pembentukan - Sosialisasi peran dan fungsi - Dinas KP 10
No
Tujuan legalisasi kelembagaan KIMBis
Bentuk kelompok dan kelembagaan
-
3 Mengidentifikasi keragaan teknologi kelautan dan perikanan yang ada di masyarakat 4 Mengidentifikasi penerapan prinsip blue economy pada usaha perikanan
Base line survey
5 Membuat program kerja KIMBis Kab. Takalar
Baseline survey
3.1.
-
Teknik Sumber Data KIMBIs kepada stakeholder/ - Kelompok sasaran kandidat pengurus - Tokoh masyarakat Diskusi kelompok terfokus (FGD) mengenai: a) technopreneurship; b) peran dan fungsi pengurus; c) Program kerja KIMBIs Promosi peran dan fungsi KIMBIs kepada stakeholder observasi dan survey - Dinas Kelautan dan Perikanan FGD - Tokoh masyarakat - Pembudidaya Rumput Laut
Penerapan prinsip-prinsip Blue Economy -
FGD mengenai - Dinas Kelautan dan prinsip-prinsip blue economy Perikanan dalam usaha masyarakat - Tokoh masyarakat Observasi penerapan - Pembudidaya prinsip-prinsip blue economy Rumput Laut dalam usaha masyarakat - Studi banding ke pelaku usaha yang telah memiliki kisah sukses menerapkan prinsi-prinsip blue economy - FGD mengenai program - Pengurus KIMBis kerja KIMBis Takalar - Pengurus KIMBis Pusat - Pemda Kab. Takalar - Dinas KP Kab. Takalar
Metoda Analisa Data
Penelitian aksi ini mengutamakan data primer sebagai bahan analisis dan bersumber dari: a) Wawancara mendalam (depth interview) dan diskusi kelompok terfokus (focus group discussion) dengan para informan yang terkait dengan tujuan kegiatan; b) Pengamatan atau observasi di lokasi penelitian juga dilakukan dalam pengumpulan data primer. Adapun data sekunder berupa data penunjang diperoleh melalui studi literatur atau desk study lebih digunakan sebagai data penunjang. Metode analisis data yang digunakan adalah metode identifikasi dan analisis penyelesaian masalah dengan menggunakan analisis kategorik dan tema (Stringer 2004). Setiap data dari
11
seluruh informan diunitisasi melalui pemaknaan data oleh peneliti dan stakeholder KIMBis (khususnya kandidat pengurus dan pengurus KIMBis, jika sudah dibentuk). Hasilnya adalah kategori masalah yang kemudian disarikan menjadi berbagai tema atau fokus masalah.
Gambar 3. Skema analisis data (Sumber: Stringer 2004)
12
IV.
HASIL PELAKSANAAN KEGIATAN
Bab 4 akan menjelaskan hasil kegiatan yang telah dilaksanakan oleh KIMBis Kabupaten Takalar yang meliputi: 1. Laporan Identifikasi Potensi dan Permasalahan Pemanfaatan Sumebrdaya Perikanan di Kabupaten Takalar Sebagai Calon Lokasi Kegiatan KIMBis 2. Laporan paket kegiatan 1 yang mencakup 3 kegiatan, yaitu; 1) Sosialisasi KIMBis di hadapan jajaran SKPD-SKPD di Kabupaten Takalar; 2) Pembentukan KIMBis dan pengurusnya; dan 3) pembahasan rancangan awal kesektretariatan dan program kerja selama satu tahun. 4.1.
4.1.1.
Laporan Identifikasi Potensi dan Permasalahan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan di Kabupaten Takalar Sebagai Calon Lokasi Kegiatan KIMBis Pendahuluan
4.1.2.1. 4.1.1.1.
Latar Belakang
Kemiskinan di wilayah pesisir masih menjadi masalah serius yang terus dilakukan upaya penanggulanggannya. Salah satu upaya yang selalu dilakukan adalah mengoptimalkan masyarakat pesisir untuk memanfaatkan sumberdayanya secara optimal dan berkelanjutan. Selama ini, potensi sumberdaya pesisir yang besar belum dapat di kelola dan dimanfaatkan dengan baik karena akses teknologi, modal dan pasar masih lemah serta kemampuan (pengelolaan dan pemnfaatan) masyarakat lokal dan kota masih terdapat kesenjangan. Upaya pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat merupakan agenda tetap tahunan yang dilakukan pemerintah Indonesia sampai sekarang. Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan telah melakukan berbagai strategi dan pendekatan dalam mendukung program pemerintah pusat tersebut. Klinik Iptek Mina Bisnis (KIMBis). Klinik Iptek Mina Bisnis (KIMBis) meruapakan salah satu upaya rekayasa sosial dalam mengimplementasikan pengembangan ekonomi kawasan berbasis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) yang diinisiasi oleh
Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan
Perikanan (Balitbang KP). Kegiatan tersebut sebagai salah satu penunjang program pengentasan kemiskinan yang dilakukan oleh KKP melalui pemberdayaan masyarakat pesisir. Definisi yang disepakati bersama oleh peneliti Balai Besar Peneltian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (BBPSEKP), KIMBis adalah wadah komunikasi, 13
advokasi/peningkatan kapasitas masyarakat, serta konsultasi antara kelompok masyarakat nelayan yang beraktivitas di daerah pesisir dengan stakeholder terkait, melalui pendekatan techno-preneurship untuk meningkatkan kapasitas ekonomi masyarakat perikanan di daerah, baik berdasarkan assessment calon lokasi KIMBis maupun permintaan langsung dari daerah (kabupaten). Kabupaten Takalar merupakan salah satu kabupaten yang mengajukan permohonan kepada BBPSEKP untuk mengimplementasikan di kabupaten tersebut. Hal tersebut dimaksudkan untuk mendukung program “kemandirian desa” yang merupakan program utama dari Kabupaten Takalar. Pada level lokal, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Takalar relatif stabil dalam lima tahun terakhir (2008-2012) yaitu rata-rata 6,87% per tahun. Disisi lain, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) hanya memberikan kontribusi sebesar 1,72% terhadap PDRB Sulawesi Selatan. Artinya, nilai tersebut adalah paling rendah dibandingkan dengan kabupaten lain di Propinsi Sulawesi Selatan. Pada sektor riil, pertumbuhan rata-rata sektor pertanian (termasuk perikanan) sebesar 7,34% per tahun. Nilai tersebut mengalami kenaikan (Tabel 1), sebesar 32,8% sejak Tahun 2008 hingga Tahun 2012. (BPS, 2013). Pada tahun 2012, peranan sektor pertanian memberikan konstribusi terbesar terhadap total PDRB Kabupaten Takalar sebesar 45,88%, dan sub sektor kelautan dan perikanan memberikan kontribusi pada sektor pertanian sebesar 27,75%. Tabel 2.
Prosentase Pertumbuhan Riil Sub Sektor Perikanan Di Kabupaten Takalar Tahun 2008-2012
Tahun Pertumbuhan riil (%) 2012 15,18% 2011 15,74% 2010 15,2% 2009 8,02% 2008 7,68% Sumber: BPS Kabupaten Takalar, 2013 Kondisi tersebut
Fluktuasi pertumbuhan riil (%) -1,81% 1,75% 30,92% 2,17%
mengindikasikan bahwa Kabupaten Takalar memiliki potensi
sumberdaya pertanian dan perikanan yang masih berpeluang untuk dikembangkan terutama rumput laut dan jenis ikan pelagis. Berdasarkan informasi awal yang menunjukkan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan (SDKP) yang cukup baik, maka perlu penelusuran lebih lanjut terkait dengan potensi SDKP di kecamatan dan desa pesisir di Kabupaten Takalar. Data dan informasi tersebut akan digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan calon lokasi 14
binaan KIMbis Kabupaten Takalar. Penentuan lokasi KIMBis selanjutnya akan dikoordinasikan dengan pemerintah daerah yang merupakan leader dalam program “kemandirian desa” Kabupaten Takalar.
4.1.2.2. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuipotensi dan permasalahan dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, beberapa hal yang dilakukan dapat dirumuskan sebagai berikut: - Mengidentifikasi potensi sumberdaya kelautan dan perikanan di desa pesisir terpilih di Kabupaten Takalar. - Mengekplorasi
informasi sosial ekonomi masyarakat pesisir dalam pemanfaatan
sumberdaya kelautan dan perikanan. - Mengidentifikasidan menentukan lokasi potensial untuk kegiatan KIMBis di Kabupaten Takalar. 4.1.3. Metode Penelitian 4.1.3.1. Waktu dan lokasi penelitian Kegiatan identifikasi potensi sumberdaya kelautan dan perikanan untuk penentuan lokasi KIMBis di Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan dilaksanakan pada 13-18 April 2014. Kegiatan ini dilakukan di enam kecamatan pesisir (16. desa) sebagai calon lokasi KIMBis sesuai dengan data statistik perikanan
Kabupaten Takalar serta masukan dari pihak Dinas
Kelautan dan Perikanan Kabupaten Takalar terkait dengan program kemandirian desa. Keenam kecamatan pesisir tersebut adalah:1) Kecamatan Mangarabombang, yaitu Desa Laikang, Desa Topejawa dan Desa Banggae dengan kriteria desa budidaya rumput laut ; 2) Kecamatan Mappakasunggu yaitu Desa Sorenga dengan kriteria desa budidaya perikanan; 3) Kecamatan Galesong Selatan yaitu Desa Bontomarannu dengan kriteria desa perikanan tangkap laut; 4) Kecamatan Galesong yaitu Desa Boddia dengan kriteria desa perikanan tangkap laut.
15
Tabel 3.
Tipologi Berdasarkan Komoditas Masing-Masing Kecamatan
Kecamatan
Desa
Yang
Berkembang
Pada
Tipologi/Komoditas
Mangarabombang
Laikang,Topejawa, Banggae Budidaya rumput laut (E. cottonii)
Mappasunggu
Soreang
Budidaya perikanan
Galessong Selatan
Bontomarannu
Perikanan tangkap laut
Galessong
Boddia
Perikanan tangkap laut
Galessong Utara
Ujung Batu-batu
Perikanan tangkap laut
Sumber: Data Primer Diolah, 2014
4.1.3.2. Jenis dan Sumber Data Data penelitian yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan informan kunci yang terkait kegiatan penelitian aktifitas perikanan di desa-desa tersebut. Informan kunci yang diwawancarai terdiri dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Takalar (Kepala Bidang Perikanan Tangkap, Kepala Bidang Perikanan Budidaya, Sekretaris Dinas KP, dan Bagian Program Dinas KP), LSM (Lembaga Pengembangan Masyarakat Takalar/LPMT), Badan Pengembangan Masyarakat Desa (BPMD), pengumpul produk-produk perikanan, sekretaris desa dan nelayan/pembudidayatermasuk ketua kelompok di masing-masing lokasi. Data sekunder diperoleh dari tinjauan pustaka, dan data statistik Kabupaten Takalar, dan Laporan-laporan kegiatan kelautan dan perikanan. 4.1.3.3. Teknik Pengumpulan Data Teknik Pengumpulan Data Primer Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara mendalam (indepth interview) dan menggunakan
kuesioner tidak
terstruktursecara intensif pada informan
dengan
mengunakan pedoman wawancara (interview guide) selama wawancara. Wawancara mendalam juga disebut wawancara tidak terstruktur yang serupa dengan percakapan informal. Peneliti berusaha mendorong informan untuk mengungkapkan semua informasi dengan bebas dan nyaman. Hasil wawancara akan diubah dalam bentuk catatan (data primer). Selain itu, pelaksanaan penelitian ini juga menggunakan teknik
focus group
discussion (FGD) dengan nelayan Desa Bontomarannu dan pembudidaya Desa Soreang. 16
Perbedaan teknik wawancara tersebut karena menyesuaikan dengan kondisi nalayan dan situasi dinamis di lapangan. Teknik Pengumpulan Data Sekunder Data sekunder berupa bahan-bahan tertulis yang berupa laporan tahunan, data statistik perikanan Kabupaten Takalar dan data statistik. Data ini dipakai sebagai pelengkap atau sebagai strating point untuk memperoleh orientasi yang lebih luas mengenai topik yang diteliti. Selain itu, data dan laporan terkait pengembangan “kemandirian desa” juga dikumpulkan sebagai pembanding dari hasil penelusuran informasi data primer yang diperoleh. Teknik Penentuan responden Responden dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling. Tujuannya adalahmenggali informasi yang relevan terhadap permasalahan yang dikaji dengan beranggapan bahwa responden tersebut dapat memberikan informasi sesuai dengan permasalahan penelitian. Responden kunci dalam penelitian ini antara lain: 1. Sekretaris Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Takalar 2. Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Takalar 3. Kepala Bidang Perikanan Budidaya Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Takalar 4. Kepala Program
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Takalar
5. Sekretaris Desa Banggae, Desa Topejawa, Desa Laikang dan Desa Soreang 6. Ketua dan anggota Kelompok Pembudidaya Udang-Bandeng-Rumput Laut Desa Soreang. 7. Pemilik kapal dan nelayan Desa Bontomarannu 8. Pengolah, Pengepul dan nelayan desa Boddia 9. Kepala Badan Pengembangan Masyarakat Desa (BPMD) Kabupaten Takalar 10. LSM LPMT (Lembaga Pengembangan Masyarakat Takalar) 11. Ketua kelompok/ POKWASMAS Desa Ujung Batu-Batu Kecamatan Galessong Utara 4.1.3.4. Teknik Analisis Data Data yang diperoleh dari survei dianalisis secara deskriptif kualitatif dan tabulatif. Metode ini digunakan untuk menginterpretasikan data-data primer dan sekunder kedalam bentuk narasi yang mudah dimengerti. Analisis ini mengungkapkan secara keseluruhan potensi dan permasalahan sumberdaya kelautan dan perikanan yang ada di masing-masing lokasi 17
penelitian. Analisis penentuan lokasi secara deskriptif dengan mempetimbangkan potensi dan permasalahan-permasalahan yang ada pada masing-masing desa dan berbagai pertimbangan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Takalar. Analisis data deskriptif berguna dalam rangka menginterpretasikan data-data mentah yang berupa data primer dan sekunder menjadi suatu bentuk yang mudah dimengerti dan diterjemahkan (Wibisono, 2000). Analisis penentuan lokasi dilakukan dengan teknik skoring terhadap lokasi-lokasi yang potensial untuk pelaksanaan kegiatan. Teknik skoring dapat diartikan sebagai teknik untuk mendapatkan suatu ukuran berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Kelebihan dari teknik ini adalah mudah dan sederhana untuk dilakukan. Tabel 4.
Kriteria Skoring dalam penentuan lokasi KIMBis di Kabupaten Takalar Kriteria
Skoring 5
4
3
2
1
Pemanfaatan Sumberdaya KP 1. Pemanfaatan untuk perikanan tangkap laut 2. Pemanfaatan untuk perikanan budidaya (Laut, payau dan tawar) 3. Pemanfaatan untuk pengolahan perikanan 4. Pemanfaatan untuk wisata bahari Pemanfaatan teknologi KP 1. Penggunaan teknologi penangkapan 2. Penggunaan teknologi perikanan budidaya 3. Penggunaan teknologi pengolahan 4. Penggunaan teknologi wisata bahasi Sumberdaya manusia 1. Tingkat keterbukaan masyarakat terhadapat pengembangan desa (dalam menerima pengetahuan dan nilai-nilai baru) 2. keaktifan lembaga atau kelompok masyarakat dalam kegiatan sosial ekonomi masyarakat 3. Pengaruh tokoh dalam kegiatan sehari-hari 4. Potensi kemandirian kelompok dimasa yang akan datang 5. Perhatian masyarakat terhadap kelestarian SDKP Dukungan Pemerintah 1. Adanya program bantuan dari pusat yang diterima desa 18
Kriteria
Skoring 5
4
3
2
1
2. Adanya program bantuan dari daerah yang diterima desa Aksesibilitas Lokasi 1. Kemudahan dalam hal pengontrolan kegiatan 2. kemudahan pemasaran barang-barang hasil produksi perikanan 3. kemudahan dalam mendapatkan input produksi Keterangan: Skor 5 = Sangat baik Skor 4 = Baik Skor 3 = Cukup Skor 2 = Rendah Skor 1 = Sangat rendah 4.1.3. Hasil dan Pembahasan 4.1.3.5. Kondisi Umum Kabupaten Takalar a. Geografis Kabupaten Takalar yang beribukota di Pattallassang terletak antara 5 Po P3’ – 5 Po P38’ Lintang Selatan dan 119Po P22’ – 119Po P39’ Bujur Timur. Bagian timur secara administrasi berbatasan dengan Kabupaten Gowa dan Jeneponto. Bagian utara berbatasan dengan Kabupaten Gowa. Bagian barat dan selatan dibatasi oleh Selat Makassar dan Laut Flores (BPS, 2013).
Gambar 4. Peta Kabupaten Takalar tahun 2012 (BPS, 2013)
19
Luas Wilayah Kabupaten Takalar sebesar 566,51 km2 yang terdiri dari 9 kecamatan dan 100 wilayah desa/kelurahan (76 desa dan 24 kelurahan). Jarak ibukota Kabupaten Takalar dengan ibukota Propinsi Sulawesi Selatan mencapai 45 km yang melalui Kabupaten Gowa. Tabel 5.
Jumlah Desa, Kelurahan dan Dusun Pada Masing-masing Kecamatan di Kabupaten Takalar, 2013
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kecamatan Desa Mangarabombang 11 Mappakasunggu 8 Sanrobone 6 Polombangkeng Selatan 4 Pattallassang Polombangkeng Utara 12 Galesong Selatan 12 Galesong 14 Galesong Utara 9 Jumlah 76 Sumber: BPS Kabupaten Takalar, 2013
Kelurahan 1 1 6 9 6 1 24
Dusun/Lingkungan 50 34 31 56 14 75 48 48 36 392
b. Sosial Ekonomi Masyarakat Potensi unggulan Kabupaten Takalar terdiri dari sektor pertanian, perikanan, peternakan, homeindustry dan pariwisata. Berdasarkan lapangan usaha di Kabupaten Takalar, bidang pertanian memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB Takalar dengan persentase mencapai 47,25%. Kependudukan Jumlah penduduk Kabupaten Takalar berdasarkan hasil Penghitungan Dana Alokasi Umum 2012 (DAU2012) sebanyak 275.034 jiwa yang tersebar di 9 (sembilan) kecamatan, dengan jumlah penduduk terbesar berada di Kecamatan Polombangkeng Utara, yakni 46.748 jiwa. Rasio jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan lebih banyak dari penduduk yang berjenis kelamin laki-laki perkabupaten, dimana 132.325 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 142.709 jiwa berjenis kelamin perempuan. Menurut BPS, angka rasio jenis kelamin diperoleh 92,72 (93), dapat diartikan bahwa setiap 100 orang berjenis kelamin perempuan terdapat 93 orang berjenis kelamin laki-laki. Kepadatan penduduk di Kabupaten Takalar pada tahun 2012 mencapai 485 jiwa/km2. Kecamatan dengan kepadatan penduduk tertinggi berada di Kecamatan Galesong Utara, dengan tingkat kepadatan mencapai 2.428 jiwa/km2, dan kecamatan dengan kepadatan penduduk terendah
20
berada di Kecamatan Polombangkeng Utara dengan angka kepadatan 220 jiwa/km2 (Tabel 6.). Tabel 6. No
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jumlah Penduduk, Rumah Tangga Dan Rata-Rata Kepadatan Per Desa/Kelurahan, Menurut Kecamatan Di Kabupaten Takalar, 2012
Jumlah Luas(Km2) Rumah Penduduk Penduduk Kepadatan Desa Tangga Per Penduduk Desa/Kel. (Jiwa/Km2) Mangarabombang 12 100,50 9.017 37.428 3.119 372 Mappakasunggu 9 45,27 3.612 15.444 1.716 341 Sanrobone 6 29,36 3.089 13.543 2.257 461 Polombangkeng 10 88,07 7.172 27.293 2.729 310 Selatan Pattallassang 9 25,31 8.593 35.428 3.936 1.400 Polombangkeng 18 212,25 11.958 46.748 2.597 220 Utara Galesong Selatan 12 24,71 5.706 24.334 2.028 985 Galesong 14 25,93 9.041 38.125 2.723 1.470 Galesong Utara 10 15,11 8.460 36.691 3.669 2.428 Jumlah 100 566,51 66.648 275.034 2.750 485 Kecamatan
Sumber: BPS Kabupaten Takalar, 2013
Masyarakat kabupaten Takalar terdiri dari berbagai suku yaitu masyarakat asli Takalar, suku bajo, bugis, suku jawa dan masyarakat pendatang lain yang berasal dari pulau-pulau disekitarnya. Kultur budaya masyarakat di Kabupaten Takalar maih dipengaruhi oleh etnis budaya Bugis-Makassar. Keragaman kultur sosial budaya yang terdapat di Kabupaten Takalar, merupakan pembentukan etnis dan budaya lokal, secara umum masih tergolong dalam Suku Makassar. Perbedaan dalam hal budaya umunya terletak pada dialeg, dan sistem upacara adat dan ritual keagamaan, dan bentuk bangunan.
Pendidikan dan Kesehatan Pendidikan merupakan suatu kebutuhan wajib masyarakat untuk peningkatan kualitas hidupnya. Kabupaten Takalar memiliki sarana dan prasarana pendidikan bagi masyarakatnya mulai dari jenjang Taman Kanak-Kanak (TK) hingga sekolah menengah atas. Pada tahun 2012, sarana formal yang ada di Kabupaten Takalar meliputi sekolah setingkat SD 245 buah, SLTP 75 buah dan SLTA 41 buah, dengan rasio murid terhadap guru masing-masing untuk SD 11,97, SLTP 8,66 dan untuk SLTA 9,56. Selain pendidikan, fasilitas kesehatan juga tersedia di Kabupaten Takalar seperti rumah sakit, puskesmas/pustu dan puskesmas keliling. Kabupaten Takalar memiliki 1 (satu) rumah sakit pemerintah, 14 buah puskesmas, 50 puskesmas pembantu dan puskesmas 21
keliling sebanyak 14 buah. Sarana tersebut didukung tenaga kesehatan yaitu 532 orang dengan kualifikasi 17 dokter umum, 14 dokter gigi, 7 apoteker, 42 sarjana kesehatan, 180 perawat dan 95 bidan.
4.1.3.6. Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan di Kabupaten Takalar a. Perikanan Tangkap Laut Perairan pesisir untuk kegiatan perikanan tangkap dengan bagan, perahu < 10 GT penekanan pada kegiatan penangkapan udang, ikan pelagis dan ikan laut lainnya skala kecil pada jalur penangkapan 0 – 4 mil dari garis pantai. Perairan pesisir untuk kegiatan perikanan tangkap komersil untuk perahu/kapal ikan 10 – 30 GT penekanan pada kegiatan penangkapan udang, ikan pelagis dan ikan laut lainnya skala komersil pada jalur penangkapan > 4 mil dari garis pantai. Kabupaten Takalar mempunyai 74 km panjang pantai dengan sentra pelabuhan ikan di Galesong Selatan dan pengembangan PPI di Be’ba. Kawasan untuk perikanan tangkap terdapat di perairan Selat Makassar yang mencakup Kecamatan Mappakasunggu, Mangarabombang, Galesong Utara, dan Galesong Selatan. Produksi perikanan tangkap di kabupaten ini memiliki pangsa pasar tersendiri yaitu pasar domestik dan ekspor. Penjualan ikan di pasar domestik dilakukan dalam bentuk ikan beku, ikan kering, ikan hidup dan ikan segar. Umumnya pasar domestik adalah pasar-pasar lokal pada masing-masing wilayah penangkapan Kabupaten Takalar, makasar dan surabaya. Pasar ekspor, negara tujuan adalah Korea, Singapura dan Amerika Serikat (Tabel 7.). Tabel 7. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Produksi Perikanan Laut Menurut Jenis Ikan Di Kabupaten Takalar, 2013 Jenis Ikan
Peperek Bambangan Kerapu Lencang Kurisi Gulama Cucut Pari Layang Selar Kuwe Ikan Terbang Belanak
2010 5.500 491 370 317 507 370 401 700 2.855 1.907 1.553 1.605 581
Produksi (ton) 2011 1007,8 654,8 354,5 302,9 386,9 400,9 262,9 251,2 983,0 933,8 1.371,7 1.109,4 471,9
2012 113,9 75,3 111,7 101,3 141,6 18,1 66 42,8 440,7 50,7 40 35,3 22,4 22
No
Jenis Ikan
14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Teri Japuh Tembang Lemuru Kembung Cakalang Udang Putih Cumi-Cumi Tenggiri Udang Lain Telur Ikan Terbang Gerot-gerot Manyung Layur Sotong Kakap Banyara Baronang Ikan Merah Tuna Tongkol Ikan Lainnya
2010 425 915 1.370 1.910 1.850 244 1.236 808 266 708 243 227 276 547 209 243 227 276 547 3.019 209 3.019
Produksi (ton) 2011 287,3 991,8 2.343,2 320,3 1.865,6 805,3 150,1 607,1 515,6 589,3 476 197 278 589 672 685 799 277 183 273 232 3.961
2012 415,9 16,4 401,9 80,1 464,4 177,3 24,7 37,3 26,7 31,3 17,3 13,7 18,1 11,9 34 194,9 268,1 125,6 106 200 98,7 219,8
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Takalar, 2013
Kemampuan produksi subsektor perikanan tangkap laut sangat ditentukan oleh alat tangkap dan perlengkapan yang digunakan nelayan. Perahu yang digunakan nelayan di Kabupaten Takalar adalah kapal motor dan perahu motor tempel (katinting) serta perahu tanpa motor. Alat tangkap sebagian besar menggunakan jaring insang, pancing, rawai dan pukat pantai. sebanyak
Kabupaten Takalar memiliki RTP (Rumah Tangga Perikanan) tangkap
5.262 RTP dan 5.212 nelayan yang tersebar di 6 (enam) kecamatan. Adapun
jumlah perahu & jenis alat tangkap serta jumlah nelayan & RTP tangkap laut per Kecamatan di Kab. Takalar disajikan pada Tabel 8., Tabel 9., dan Tabel 10. Tabel 8. No 1 2 3 4
Jumlah Perahu/Kapal Menurut Jenisnya Kecamatan Di Kabupaten Takalar, 2012 Kecamatan
Mangarabombang Mappakasunggu Sanrobone Polombangkeng Selatan
Perahu Tanpa Motor 161 120 40 -
Motor Tempel 243 243 162 -
Pada Kapal Motor 149 149 74 -
Masing-Masing Jumlah 533 512 276 23
No 5 6 7 8 9
Kecamatan Pattallassang Polombangkeng Utara Galesong Selatan Galesong Galesong Utara Total
Perahu Tanpa Motor 20 20 40 401
Motor Tempel 243 243 486 1.620
Kapal Motor 298 298 521 1.489
Jumlah 561 561 1047 3.510
Sumber: BPS Kabupaten Takalar, 2013
Tabel 9.
Jumlah Alat Penangkap Ikan Di Kabupaten Takalar, Tahun 2010 2012
No
Jenis Alat Tangkap
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Payang Pukat Cincing Jaring Kritik Jaring Lingkar Jaring Insang Tetap Rawai Tetap Pancing Lain Bagang Tancap Sero Jaring Insang Hanyut Jermal Alat Tangkap Lain Bubu/ Pakaja
Jumlah (Unit) 2010 2011 2012 360 360 360 300 204 320 250 284 300 520 529 600 750 12.279 12.280 1.937 3.706 3.707 1.221 3.919 3.920 42 29 29 254 229 229 890 975 976 320 282 282 9.701 9.698 9.700 1.800 5.853 5.852
Sumber: BPS Kabupaten Takalar, 2013
Tabel 10. Jumlah Rumah Tangga Perikanan Tangkap dan Nelayan Di Kabupaten Takalar, 2012 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kecamatan Nelayan Mangarabombang 513 Mappakasunggu 641 Sanrobone 108 Polombangkeng Selatan Pattallassang Polombangkeng Utara Galesong Selatan 1201 Galesong 876 Galesong Utara 1873 Total 5.212 Sumber: BPS Kabupaten Takalar, 2013
RTP 2309 1653 1022 166 45 67 5.262
24
b. Perikanan Budidaya Kabupaten Takalar juga memiliki potensi sumberdaya budidaya perikanan meliputi budidaya
laut, budidaya air payau dan budidaya air tawar. Komoditas perikanan
budidaya laut adalah rumput laut jenis eucheuma cottonii. Komoditas budidaya air payau (tambak) adalah udang windu, bandeng, rumput laut jenis glacilaria sp dan garam. Sedangkan komoditas budidaya air tawar (kolam) adalah ikan mas dan nila. Pada Tabel 11. disajikan luas areal budidaya di Kabupaten Takalar tahun 2012 yang menjelaskan bahwa pemanfaatan lahan tambak mengalami penurunan sebesar 8,34% dari tahun 2011. Pemanfaatan lahan untuk kolam mengalami kenaikan sebesar 61,83% dari tahun 2011, yang juga mengalami kenaikan sebesar 49,25% dari tahun 2010. Tabel 11. Perkembangan Luas Areal Budidaya Ikan di Kabupaten Takalar No
Tipologi Budidaya
1 Tambak 2 Sungai 3 Rawa 4 Kolam Sumber: BPS Kabupaten Takalar, 2013
2010 4.541 268 186 51
Luas Lahan (Ha) 2011 5.078,6 200,4 185,5 150
2012 4.297 201 186 636
Pada tahun 2012, jumlah RTP (Rumah Tangga Perikanan) budidaya sebanyak 5.262 RTP dengan jumlah pembudidaya sebanyak 5.212 pembudidaya. Jumlah rumah tangga perikanan budidaya mengalami penurunan sebesar 9,27% dari tahun sebelumnya (2011), begitu juga jumlah pembudidaya yang mengalami penurunan sebesar 38,8% dari tahun 2011. Hal tersebut berbanding dengan pemanfaatan lahan yang mengalami kenaikan, sehingga dapat diduga bahwa jumlah kepemilikan dan pemanfaatan oleh pembudidaya mengalami penambahan. Tabel 12. dan Tabel 13. menjelaskan jumlah rumah tangga perikanan dan pembudidaya di Kabupaten Takalar. Tabel 12. Jumlah Rumah Tangga Perikanan Budidaya dan Pembudidaya di Kabupaten Takalar, 2012 No 1 2 3 4 5 6 7 8
Kecamatan Mangarabombang Mappakasunggu Sanrobone Polombangkeng Selatan Pattallassang Polombangkeng Utara Galesong Selatan Galesong
Pembudidaya Payau Tawar 1031 135 1918 149 880 28 248 144 127 27 205
RTP Payau Tawar 729 123 1514 173 1462 181 38 69 55 296 64
25
No 9
Pembudidaya Payau Tawar 269 155 4.297 1.019
Kecamatan Galesong Utara Total
RTP Payau Tawar 188 185 4.296 781
Sumber: BPS Kabupaten Takalar, 2013
Tabel 13. Produksi Udang dan Bandeng di Tambak (Ton) Kabupaten Takalar, 2012 No
Kecamatan
1 2 3 4
Mangarabombang Mappakasunggu Sanrobone Polombangkeng Selatan Pattallassang Polombangkeng Utara Galesong Selatan Galesong Galesong Utara
5 6 7 8 9 Total 2011 2010
965 1223 570 -
478 502 365 -
Ikan Lainnya 220 215 106 -
452 496 457 462 4.625 1.707 1.601
21 276 258 28 1.924 1.726 1.527
50 68 56 715 686 675
Bandeng
Udang
Jumlah
1663 1940 1041 473 822 779 546 7.264 4.119 3.803
Sumber: BPS Kabupaten Takalar, 2013
Tabel 14. Luas, Jumlah Produksi Dan Pembudidaya Rumput Laut di Kabupaten Takalar, 2012 Luas (Ha)
No 1 2 3 4
Kecamatan
Mangarabombang Mappakasunggu Sanrobone Polombangkeng Selatan 5 Pattallassang 6 Polombangkeng Utara 7 Galesong Selatan 8 Galesong 9 Galesong Utara Total Tahun 2011 Tahun 2010
E. Glacilaria,sp Cottonii 198 1.686 853 1.150 1029 714 -
Produksi (Ton) Jumlah Pembudiday E. Glacilaria,sp a (RTP) Cottonii 157.012 158.896 23.667 124.900 150.570 23.847 102.112 127.702 -
-
-
-
-
-
2.080 1.958 1.958
3.550 2.630 2.390
47.514 46.512 31.898
45.585 429.609 427.834 417.424
45.585 482.753 478.934 453.670
Sumber: BPS Kabupaten Takalar, 2013
26
c.
Pengolahan Hasil Perikanan
Pengolahan hasil perikanan yang ada di Kabupaten Takalar untuk hasil perikanan tangkap hanya untuk rajungan yaitu perebusan saja karena yang dijual hanya daging rajungan. Pengolahan rajungan hanya dilakukan oleh pedagang pengepul. Potensi pengembangan pengolahan hasil perikanan sangat terbuka di wilayah ini. Hal ini karena kegiatan pengolahan hasil perikanan tidak dilakukan secara maksimal. Produksi penangkapan yang besar berpotensi dapatmeningkatkan taraf hidup nelayan dengan memperpanjang rantai produksi dengan melakukan variasi ikan olahan. Hal ini jika diterapkan akan melindungi nelayan dari rendahnya harga hasil tangkapan, terutama pada musim ikan melimpah. d. Teknologi Pemanfaatan SDKP Pemanfaatan teknologi dalam mengelola sumberdaya kelautan dan perikanan yang ada di kabupaten Takalar belum dilakukan secara optimal oleh masyarakat nelayan. Hal tersebut terlihat dari penggunaan kapal motor yang kapasitasnya di bawah 5GT (gross tonnase) dengan sistem penangkapan one day fishing. Pemanfaatan teknologi pada perikanan budidaya juga belum diaplikasikan oleh masyarakat pembudidaya rumput laut. Teknik budidaya bersifat sederhana (menggunakan tali ris saja tanpa dibatasi dengan jaring) dan menyesuaikan dengan musim angin (utara dan selatan). Begitu juga pengolahan hasil budidaya rumput laut yang hanya diolah menjadi rumput kering saja. Padahal pemerintah propinsi dan daerah telah memberikan pelatihan pengolahan rumput laut menjadi dodol, manisan dan stik rumput laut. Alasan pembudidaya tidak mengadopsi teknologi tersebut karena mereka tidak mengetahui pangsa pasar hasil olahan
rumpul laut.
Pada perikanan budidaya air payau (tambak) telah melakukan budidaya polikultur dengan 3 komoditas sekaligus yaitu udang, bandeng dan rumput laut. Pemanfaatan teknologi budidaya payau banyak mengalami perubahan (Tabel 15.). Tabel 15. Periode Sejarah Teknologi BudidayaAir Payau Periode …….-1994 1994/1995
Teknologi Tradisional Tradisional plus. Teknologi ini ditandai dengan adanya pompa (pompanisasi) dan pemberian makanan tambahan (pelet). Survival Rate udang sebesar 70%-80%(penebaran 50.000 benih udang dapat menghasilkan 1 ton udang). 27
Periode
Teknologi Semi intensif. Pada periode ini mulai muncul penyakit pada 1995/1996 udang. Tradisional. Meski sudah kembali ke sistem tradisional, 1996-sekarang dampak dari sistem semi intensif masih dirasakan pembudidaya terutama penyakit pada udang. Sumber: Data primer (wawancara), 2014
e.
Kelembagaan Masyarakat
Kelembagaan sosial ialah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas – aktivitas untuk memenuhi kompleks – kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat (Koentjaraningrat, 1964). Kelembagaan sosial juga dimaknai sebagai himpunan norma-norma dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok dalam kehidupan masyarakat (Soerjono Soekanto, 2007). Fungsi kelembagaan sosial adalah: 1) Memberi pedoman berperilaku kepada individu/masyarakat; 2) Menjaga keutuhan; dan 3) Memberi pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan kontrol sosial. Masyarakat Kabupaten Takalar pada umumnya membentuk kelembagaan atas inisiasi pemerintah lokal sebagai wadah untuk penyaluran bantuan pemerintah.Kelembagaan berbentuk kelompok dibentuk atas dasar kesamaan jenis usaha seperti nelayan dan pembudidaya.Sementara secara fungsional kelembagaan tidak berjalan sebagai wadah kelompok untuk saling berinteraksi dalam kegiatan usaha terlebih untuk berkordinasi dalam mengembangkan budidaya pada kawasan mereka.
4.1.3.7. Lokasi Potensial Pelaksanaan Kegiatan KIMBis Secara umum lokasi potensial untuk pengembangan aktivitas ekonomi sektor perikanan dan kelautan tersebar pada 6 kecamatan yaitu : 1. Kecamatan Mangarabombang yang fokus pengembangannya untuk budidaya rumput laut dan mangrove 2. Kecamatan Mappasunggu yang fokus pengembangannya pada budidaya rumput laut dan tambak udang/bandeng. Kecamatan ini mempunyai beberapa pulau kecil. 3. Kecamatan Sanrobone yang fokus pengembangannya untuk budidaya rumput laut 4. Kecamatan Galessong Selatan yang fokus pengembangannya pada perikanan tangkap dan pengolahan ikan
28
5. Kecamatan Galessong yang fokus pengembangannya pada perikanan tangkap dan pengolahan perikanan 6. Kecamatan Galessong Utara yang fokus pengembangannya pada perikanan tangkap dan pengolahan perikanan. Meski memiliki wilayah pesisir yang banyak, aktivitas utama masyarakatnya justru lebih banyak disektor pertanian. Hal ini terekam dari mayoritas pekerjaan penduduk menurut desa dimana terdapat 85% desa berbasis pertanian dan hanya 15% yang berbasis perikanan. Walaupun begitu, pada desa-desa berbasis pertanian juga umumnya masih dapat dijumpai sejumlah nelayan. Nelayan pada wilayah tersebut umumnya bersifat sambilan. Hal ini tidak terlepas dari mayoritas desa yang terletak di sisi laut. Sejak 2013, Takalar menetapkan program unggulan yang disebut sebagai pengembangan “Desa Mandiri”. Jumlah desa yang ditetapkan adalah sebanyak 12 desa pesisir dan 3 desa non pesisir. Pada tanggal 21-22 April 2014 akan diadakan presentasi oleh masing-masing desa mandiri beserta rencana aksi dan penandatanganan Memorandum of Undertanding (MoU) oleh Bupati Takalar. Keduabelas desa pesisir terbagi dalam 6 kecamatan pesisir yaitu; 1. Kecamatan Mangarabombang (Desa Laikang, Desa Tope Jawa, Desa Banggae) 2. Kecamatan Mappasunggu (Desa Soreang) 3. Kecamatan Sanrobone (Desa Banyuanyarak dan Desa Ujung Baji) 4. Kecamatan Galesong Selatan (Desa Kalukubodo, Desa Bontomarannu, dan Desa Kadatong) 5. Kecamatan Galesong (Desa Boddia) 6. Kecamatan Galesong Utara (Desa Sampulungan dan Desa Aeng Batu-Batu) Mangarabombang Mappasunggu
Makassar
Kab. Takalar
Sanrobone
Laut Flore s
Galessong Selatan Galessong Galessong Utara Selat Makassar
Galessong Utara Selat Makassar
Gambar 4. Posisi kecamatan pesisir di Kabupaten Takalar 29
Hasil wawancara dengan Kepala bidang Kelembagaan, Badan Pengembangan Masyarakat Desa (BPMD) diperoleh beberapa informasi terkait dengan “desa mandiri” yaitu:Definisi Desa Mandiri adalah desa yang mampu mengelola kekuatan (aset dan potensi) yang dimiliki desa serta mampu memanfaatkan peluang yang ada dalam pengelolaan pembangunan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat tanpa mengharapkan bantuan dari luar. Secara umum ◆
Desa Mandiri dicirikan antara lain :
Kemampuan masyarakat dan Pemerintah Desa untuk mengurus dirinya sendiri dengan kekuatan/potensi yang dimilikinya
◆
Pemerintah Desa memiliki wewenang dalam mengatur dan mengelola pembangunan yang didukung oleh kemandirian dalam perencanaan dan penganggaran (satu Desa satu perencanaan) sebagai acuan seluruh program pembangunan di Desa yang dijalankan secara konsisten.
◆
Sistem pemerintahannya menjunjung tinggi aspirasi dan partisipasi aktif masyarakat termasuk warga miskin, perempuan, kaum
muda, dan yang termarginalkan
lainnya. ◆
Sumber daya pembangunan dikelola secara optimal, transparan dan akuntabel untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya demi kesejahteraan seluruh masyarakat.
1. Desa mandiri dapat dilihat dari beberapa sektor kemandirian yang dimiliki masyarakat dan pemerintah desa antara lain : a. Sektor Pemerintahan Salah satu indikatornya adalah Desa yang mampu menyusun APBDes, RPJM bersama masyarakat. b. Sektor kesehatan dan keluarga berencana (KB). Indikatornya sebagai berikut : - Menurunnya angka kematian balita - Menurunnya angka kematian ibu melahirkan - Menurunnya angka kelahiran bayi dan lain-lain. c. Sektor Pendidikan, salah satu contoh indikatornya adalah : - Bebas buta huruf - Tidak ada orang putus sekolah d. Sektor ekonomi, salah satu indikatornya adalah : - Meningkatnya pendapatan masyarakat - Bagaimana mengelola potensi yang ada didesa seperti pertanian, perikanan dan kelautan sehingga kesejahteraan masyarakat semakin meningkat. 30
e. Sektor kantibmas/hukum. salah satu indikatornya adalah : - Menurunnya angka Kriminal di masyarakat - Meningkatnya kesadaran masyarakat tentang sadar hukum. f. Sektor Infrastruktur. Salah satu Indikatornya adalah : - Bagaimana peran pemerintahah Desa bersama masyarakat
meningkat dalam
hal
meningkatkan pembangunan infrastruktur yang ada di desa. 2. Tujuan dari DESA MANDIRI mencakup 5 hal, yaitu: 1. Mempercepat
lajunya
pembangunan
dan
pemberdayaan
masyarakat
desa/kelurahan. 2. Meningkatkan pendapatan masyarakat untuk kesejahteraan dan kelangsungan hidupnya. 3. Meningkatkan pelayanan Pemerintah Desa/Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten terhadap kebutuhan masyarakat. 4. Desa/kelurahan percontohan bagi desa/kelurahan yang lain. 5. Pemerataan hasil pembangunan desa dan kelurahan.
Program kemandirian desa juga dikenalkan oleh Lembaga Pengembangan Masyarakat Takalar (LPMT) sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat bergerak di bidang pemberdayaan masyarakat dan pengembangan ekonomi wilayah. Menurut Mabek (fasilitator desa mandiri LPMT) mengatakan bahwa kemandirian desa adalah sebuah program yang tujuan akhirnya adalah “desa mandiri”. Proses membangun kemandirian desa, diperlukan identifikasi potensidesa sebagai data dasar, advokasi terhadap masyarakat desa, partisipasi dan menganalisis desa. Kelompok usaha seperti kelompok usaha produktif (KUP) dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) akan dibentuk sebagai alat untuk membangun “desa mandiri”. Program “kemandirian d ”
- KUP - BUMDes
- Potensi desa, advokasi, partisipasi, menganalisis desa
“Desa Mandiri”
Pengelompokan masyarakat miskin sampai sejahtera dilakukan fokus group discussion (FGD). FGD dilakukan untuk mencari indikator lokal kesejahteraan. Kegiatan ini didanai 31
oleh ACCESS Tahap II mulai Tahun 2008–2010dan Tahap III 2010-2013 dan difasilitasi oleh BAPPEDA Takalar sebagai berikut: Tahapan ACCESS Tahap 1 Tahap 2
Periode 2002 2008-2010
Tahap 3
2010-2013
Wilayah kerja Jeneponto, Bantaeng Goa, Takalar, Selayar Takalar Target kegiatan adalah pendanaan, pelayanan kesehatan dan perubahan pola pikir masyarakat kearah kemandirian
Sumber: data primer (wawancara), 2014
ACCESS bermitra dengan LSM-LSM lokal diantaranya; LPMT, LAM, YBS (Yayasan buana lamboreta), FIK KSM. Permasalahan yang terjadi saat ini adalah terjadinya perbedaan pemahaman konsep “kemandirian desa” antara LPMT dan BPMD. Menurut LPMT, konsep yang digunakan oleh BPMD sebagai leader pengembangan desa mandiri bersifat “TOP DOWM”. Sementara, konsep yang dikembangkan oleh ACCESS bersifat “Bottom Up”. Gambar berikut merupakan historical flow chart program “desa mandiri” Kabupaten Takalar.
LSM Lokal
ACCES S
Pemerintah daerah kemudian dijadikan program “desa mandiri”
Konsep kemandirian desa
Concept owner dari kemandirian desa adalah ACCESS yang bermitra dengan LSM lokal yang difasilitasi oleh Pemda Takalar. Konsep tersebut dilanjutkan oleh Pemda sebagai program daerah “desa mandiri” seiring dengan selesainya kerja ACCESS di Kabupaten Takalar. Atas dasar pertimbangan diatas dan rekomendasi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Takalar maka survei lapangan dilakukan pada beberapa lokasi yaitu : 1. Desa Banggae Desa Banggae merupakan salah satu desa di Kecamatan Mangarabombang dan termasuk kategori desa bukan pantai dengan klasifikasi desa swasembada. Desa ini terletak diketinggian antara 51-100 meter dari permukaan laut. Luas desa Banggae seluas 3,74 km2 (3,72% dari luas kecamatan). Jarak desa ke kecamatan sejauh 1,90 km sedangkan jarak 32
desa dengan kabupaten sejauh 8,80 km. Desa ini memiliki 4 dusun, 8 RK dan 6 RT. Bangunan tempat tinggal penduduk desa ini bervariasi terdiri dari 66 rumah permanen, 23 rumah semi permanen dan 664 rumah panggung. Jumlah penduduk desa sebanyak 3.311 jiwa dengan kepadatan penduduk desa Banggae sekitar 884. Jumlah rumah tangga sebanyak 805 dengan rata-rata anggota rumah tangga 4 jiwa. Menurut Sekretaris Desa Banggae(Jamaluddin Dg, Anda) sebanyak 40% dari jumlah penduduk bekerja dibidang perikanan (20% sebagai nelayan dan petani; 20% hanya sebagai petani). Sementara, 60% bidang pertanian. Desanya mempunyai potensi pertanian dan perikanan sebagai matapencaharian masyarakat. Potensi perikanan air tawar di desa tersebut cukup besar. Potensi tersebut meliputi ikan nila dan ikan mas serta ikan mujair. Potensi pertanian meliputi padi, semangka, melon. Di bidang perikanan, terdapat 30 unit perahu ketinting dengan mesin 5 – 6 PK dengan alat tangkap jaring gillnet dan pancing. Sebanyak 16 unit perahu dengan menggunakan mesin diesel 24 PK yang menggunakan alat tangkap pancing. Penggunaan perahu bermesin diesel dimulai sejak 6 – 7 tahun yang lalu. 16 unit perahu bermesin diesel tersebut, 3 diantaranya dikelola oleh kelompok dan 16 unit milik pribadi. Sementara itu, 3 unit perahu yang dikelola kelompok tersebut, 1 merupakan kelompok swadaya dan 2 kelompok yang dibentuk karena adanya bantuan dari Dinas KP Takalar pada Tahun 2012. Ada 3 dusun pesisir di Desa Banggai, yaitu; Dusun Banggae, Dusun Bolo, dan Dusun Garesi serta 1 dusun non pesisir yaitu Dusun Jarannika. Gambar 2 berikut merupakan denah Desa Banggai.
Gambar 5. Denah Desa Banggai, Kecamatan Mangarabombang
33
Berdasarkan data BPS, Desa Banggae memiliki lahan tambak seluas 60,45 ha,
berbeda
informasi dari sekretaris desa Banggae yang menyebutkan luas tambak di Desa ini mencapai 42 ha. Komoditas ikan
yang dibudidayakan adalah ikan bandeng dan udang
windu. Tahun 2012, produksi perikanan tangkap laut sebesar 1,93 ton
dan produksi
perikanan darat sebesar 0,93 ton (BPS, 2013). Umumnya nelayan/pembudidaya memperoleh modal dari 2 sumber, yaitu: punggawa dan KUR (Kredit Usaha Rakyat, dari Bank BRI). Di desa tersebut terdapat 3 orang punggawa. Peran punggawa pada pembudidaya ikan adalah memberikan biaya operasional untuk pengadaan bibit ikan dan pakan. Sementara dibidang perikanan tangkap punggawa berperan dalam pengadaan biaya operasional setiap tripnya (one day fishing). Berikut pola musim bekerja masyarakat di Desa Banggai dalam 1 tahun: 1
2
3
Padi
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Semangka
Budidaya ikan/udang Gambar 6. Kalender musim aktivitas masyarakat desa Banggai dalam satu tahun.
Permasalahan yang dihadapi terkait dengan pemanfaatan sumberdaya perikanan di Desa Banggae adalah sebagai berikut: Belum ada kegiatan pengolahan ikan untuk efek pengganda ekonomi. Seluruh hasil tangkapan masih dijual dalam bentuk segar Belum ada pengenalan teknologi penangkapan ikan skala menengah-besar untuk mengoptimalkan sumberdaya perairan Takalar. Tidak ada TPI (tangkap dan budidaya), sehingga tidak diketahui jumlah dan jenis ikan secara rinci (tidak ada pencatatan produksi). Hal ini juga menyebabkan hilangnya potensi pendapatan pemerintah daerah dari hasil perikanan.
2. Desa Topejawa Secara administratif Desa Topejawa masuk kedalam Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar. Menurut Sekretaris Desa Topejawa, desa ini memiliki luas wilayah sebesar 274,84 KM2(4,82% dari luas kecamatan), lokasi desa berada di pesisir dengan 34
ketinggian wilayah <50 meter dari permukaan laut. Luas desa Topejawa seluas Jarak desa Topejawa dengan kecamatan sejauh 2,10 km sedangkan jarak desa dengan kabupaten sejauh 9,50 km. Desa ini memiliki 4 dusun, 8 RK dan 8 RT. Bangunan tempat tinggal penduduk desa ini bervariasi terdiri dari 58 rumah permanen, 12 rumah semi permanen dan 692 rumah panggung. Jumlah penduduk desa sebanyak 3.874 jiwa dengan kepadatan penduduk desa Topejawa sekitar 804. Jumlah rumah tangga sebanyak 884 kepala keluarga dengan rata-rata anggota rumah tangga 5 jiwa. Menurut Anwar Dg. Nyondre (Sekretaris Desa Topejawa), dari jumlah tersebut 60% diantaranya adalah petani. Sebanyak 30% sebagai nelayan dan 10% bekerja lainnya. Jenis sawah desa ini adalah sawah tadah hujan sehingga petani memanfaatkan lahan pertanian berdasarkan musim (gambar 7.).
1
2
3
Padi
4
5
6
7
8
9
10
11
12
melon, kacang tanah, cabe, bawang
Budidaya ikan Gambar 7. Kalender Musim Aktivitas Masyarakata Desa Topejawa Dalam Satu Tahun. Sebanyak 20% dari 60% tersebut merupakan petani yang mempunyai empang (kolam) dengan komoditas ikan mas dan nila. Usaha budidaya ikan di desa ini merupakan sumber pendapatan ke-dua dan/atau pekerjaan sampingan. Kegiatan budidaya kolam telah dilakukan masyarakat sejak tahun 2010 dan mengalami perkembangan yang signifikan. Luasan kolam yang dimanfaatkan penduduk desa memiliki ukuran yang bervariasi tergantung kepemilikan lahan. Menurut sekretaris desa, terdapat 30 kolam yang luasnya 3-5 ha, kolam tersebut mampu berproduksi sekitar 10 ton/kolam/musim panen. Terdapat juga kolam yang berukuran ‘kecil’ (seperti 13 x 30 meter) yang keberadaannya berada di samping rumah penduduk (± 150 kolam), kolam ukuran ini mampu berproduksi sebesar 500kg/kolam/tahun.
35
13 m 30 m
100 m
300 m Gambar 8. Ukuran Kolam Ikan Mas Dan Nila Yang Ada Di Desa Topejawa
Gambar 9. Kondisi Infrastruktur Jalan Desa Topejawa Benih ikan mas dan nila berasal dari desa. Sistem pembelian benih tersebut adalah tunai dan masing-masing pembudidaya membawa sendiri pembeliannya. Pada tahun 2014, desa ini memeliki UPR (unit pembenihan rakyat) yang dibangun pemerintah untuk mendukung pengembangan usaha budidaya ikan mas dan nila. Dalam pemasaran hasil produksi, pembudidaya menjual hasil panennya pada pengepul desa dalam bentuk ikan segar dan
36
sedikit pembudidaya yang menjual dalam kondisi ikan hidup. Sistem pembayaran tersebut adalah tunai dengan tenggang waktu 2-3 hari. Pemberian tenggang waktu tersebut dengan alasan pengepul menunggu pembayaran dari konsumen. Tujuan pemasaran produksi adalah rumah makan yang ada di Makasar dan Maros. Harga ikan mas sekitar Rp 18.000-20.000 per kg dan ikan nila sebesar Rp 2.000 per ekor. Pemerintah desa melihat potensi budidaya ikan mas dan nila sebagai perekonomian desa sehingga dalam pembangunan desa direncanakan membangun embung (waduk) yang berfungsi untuk pengembangan budidaya dan pengairan lahan pertanian. Lokasi pembangunan embung dengan memanfaatkan tanah kas desa seluas 1 ha yang ada di dusun Kajang dan dusun Topejawa. Pemanfaatan tanah kas desa untuk pembangunan embung telah menjadi hasil musrebang desa. Terdapat dua jenis kolam di desa ini yaitu kolam tadah hujan dan kolam pengairan. Kolam tadah hujan dapat berproduksi pada musim hujan yaitu bulan desember hingga bulan april/mei. Sedangkan kolam pengairan dapat berproduksi sepanjang tahun karena tidak tergantung musim. Panjang garis pantai desa ini sepanjang 5 km yang dimanfaatkan oleh 30% penduduk desa untuk mencari sumber kehidupan sebagai nelayan. Penangkapan ikan yang dilakukan oleh masyarakat masih bersifat tradisional. Kapal-kapal yang digunakan merupakan perahu motor tempel dan berukuran dibawah 5 GT (katinting) dengan alat tangkap yang banyak digunakan adalah pancing dan jaring. Jenis kapal dan alat tangkap yang digunakan tersebut membuat aktivitas penangkapan ikan hanya dilakukan pada wilayah perairan yang dekat dengan pesisir Desa Topejawa. Aktivitas penangkapan nelayan dilakukan selama 8-9 jam per hari (one day fishing), mulai dari pukul 05.00-06.00 hingga pukul 13.00-14.00 wita. Hasil tangkapan nelayan dijual dalam bentuk ikan segar dan belum ada aktivitas pengolahan ikan. Di Desa Tope Jawa terdapat 2 koperasi yaitu koperasi nelayan dan KUD untuk petani. Kegiatan koperasi nelayan meliputi simpan pinjam sedangkan KUD melayani penggilingan padi bagi petani. Dusun Lamangkia merupakan salah satu dusun dari desa Topejawa yang aktivitas penduduknya adalah sektor perikanan, sebanyak 90% penduduknya sebagai nelayan dan sisanya sebagai pembudidaya udang bandeng di tambak. Di dusun ini, terdapat multistage nelayan seperti nelayan abk, nelayan juragan, pemilik kapal, pembuat kapal dan pengepul. Di dusun ini terdapat Tempat Pendaratan Ikan yang juga berfungsi sebagai pasar ikan saat ikan di daratkan. Pemerintah juga telah membangun SPDN (Solar Pocked Dealer untuk Nelayan), namun terbengkalai. Menurut nelayan, SPDN tersebut terbengkalai karena suplai 37
solar dari pertamina sering terlambat. Disisi lain nelayan sudah memiliki hubungan dengan punggawa yang mensupali solar dengan sistem pembayaran non tunai.
Gambar 10. Tempat Pendaratan Ikan Dan SPDN Yang Tidak Termanfaatkan Lagi Gambar 11.
Gambar 12. Kondisi Infrastruktur Jalan Dusun Lamangkia Selain potensi perikanan tangkap dan budidaya, desa Topejawa juga memliki potensi wisata bahari. Area wisata bahari sudah ada dan sudah terbangun fasilitas umum seperti arena/taman bermain, toilet umum, saung dan kios makanan. Namun karena abrasi, wisata bahari ini tidak beroperasi dan saat ini pemerintah daerah sedang membangun tanggul di sepanjang pantai. Permasalahan yang dihadapi terkait dengan pemanfaatan sumberdaya perikanan di Desa Topejawa adalah sebagai berikut: Sumberdaya perikanan telah dimanfaatkan namun tidak tercatat perkembangannya (tidak ada data produksi secara berkala) Garis panjang pantai desa sepanjang 5 km yang sudah tidak dapat dilakukan pengembangannya Belum ada teknologi pengolahan hasil perikanan
38
3. Desa Laikang Desa Laikang juga termasuk salah satu desa yang secara administratif berada di kecamatan Mangarabombang. Desa ini terletak di pantai dengan ketinggian wilayah 20 meter dari permukaan laut dan termasuk dalam klasifikasi desa swasembada. Luas desa Laikang seluas 19,60 km2 (19,50% dari luas kecamatan). Jarak desa ke kecamatan sejauh 15,70 km sedangkan jarak desa dengan kabupaten sejauh 23,30 km. Desa ini memiliki 6 dusun, 12 RK dan 36 RT. Bangunan tempat tinggal penduduk desa ini bervariasi terdiri dari 37 rumah permanen, 6 rumah semi permanen dan 1.087 rumah panggung. Jumlah penduduk desa sebanyak 4.806 jiwa dengan kepadatan penduduk desa Laikang sekitar 245. Jumlah rumah tangga sebanyak 1.162 dengan rata-rata anggota rumah tangga 4 jiwa. Luas areal budidaya laut yang ada di desa ini seluas 1.686 ha. Usaha budidaya rumput laut yang dilakukan masyarakat berada di sekitar teluk Laikang yang dilakukan sepanjang tahun. Lama usaha budidaya adalah 40-45 hari sehingga dalam satu tahun dapat melakukan panen sebanyak 7-8 kali. Berbeda dengan wilayah lain yang hanya berproduksi 5-6 kali setahun. Hal tersebut didukung kondisi perairan yang bagus (dilindungi teluk Laikang) sehingga permasalahan ombak dan arus besar jarang terjadi. Rumput laut dipanen di usia 40-45 hari untuk mendapatkan kandungan karaginan yang maksimal. Rumput laut yang dipanen hanya dikeringkan saja tanpa diolah lebih lanjut. Rumput laut kering dijual pada pengepul desa dengan harga Rp 17.000/kg. Sistem penjualan dengan cara tunai Sarana penunjang usaha budidaya rumput laut di desa ini adalah telah dibangun gudang rumput laut yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan rumput laut kering untuk menjaga stabilitas harga. Gudang tersebut merupakan bantuan dari pemerintah daerah (Dinas Kelautan dan Perikanan). Selain pembangunan gudang, DKP juga memberikan program bantuan guna peningkatan produksi rumput laut seperti bantuan perahu, para-para untuk penjemuran, tali ris dan kebun bibit. Masyarakat pembudidaya rumput laut juga menerima program PUMP Budidaya dan PUMP Pengolahan. Permasalahan yang ditemui pada Desa Laikang terkait dengan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan adalah sebagai berikut : Penyakit ice-ice pada rumput laut yang belum teratasi, selama ini pembudidaya hanya melakukan tindakan ‘pemotongan’ saja (memotong rumput laut yang terkena penyakit). Besarnya biaya pemodalan terutama untuk tali cadangan jika terjadi ombak besar yang menyeret tali 39
Belum ada kegiatan pengolahan rumput laut untuk efek pengganda ekonomi. Seluruh hasil produksi rumput laut masih dijual dalam bentuk kering. Sudah ada pengenalan teknologi pengolahan rumput laut, namun belum diketahui distribusi pemasarannya. Belum ada kesadaran dari pembudidaya mengenai pentingnya usaha yang kontinyu (sustainable) dengan memanfaatkan kebun bibit. Karena selama ini bantuan kebun bibit tidak pernah difungsikan sebagai kebun bibit, malah dijadikan rumput laut konsumsi. Tabel 16. Topik Data Identifikasi Potensi dan Permasalahan di Desa Laikang
Karakteristik Perekoniman Masyarakat Desa (dapat dilihat dari data desa / KDA) Jumlah penduduk di - Pertanian : sektor : • Murni : 142 KK (9,5%) : - Perikanan : : • Tani Rumput laut : 1332 (89% dari 1496 KK) : - Murni rumput laut : 205 KK (80%) - Rumput laut dan tangkap : 690 KK - Rumput laut dan tambak: 65 KK - Rumput laut dan dagang : 42 KK - Rumput laut dan kebun : 310 KK - Rumput laut dan PNS : 20 KK - Perindustrian : 0 - Jasa : 12 orang (jualan dll) Karakteristik Sosial - Jumlah penduduk berdasarkan: pendidikan, pekerjaan, Budaya Masyarakat kepadatannya Desa (sebagian dapat - Etnis/suku penduduk: dilihat dari data desa • Makassar : 97 % / KDA) • Jawa : 0,8 % • Bugis : 1,3 % • Lain-lain : 1,9 % suku asli,suku pendatang, budaya yang masih dijalankan. Sarana dan Fasum Desa Ada - Listrik Air Sumur dan Galon - Air Bersih Ada (terbats, hanya 4 angkot dan selebihnya pick up) - Transportasi umum Aspal : 8 km, beton, 2,5 km, bebatuan 2,5 km - Jenis Jalan Puskesmas/ Dokter praktek/ Poskesdes - Sarana Kesehatan Dokter, Bidan, Mantri, Dukun - Jasa Kesehatan SMP : 1 unit, SD : 5 unit - Sarana Pendidikan Masjid : 6 unit , Musholla : 1 unit - Sarana Ibadah Perikanan - Luas Perairan : 2100 ha Tangkap - Jumlah RTP : 1332 KK
40
Karakteristik Perekoniman Masyarakat Desa (dapat dilihat dari data desa / KDA) - Jumlah Produksi • Rumput laut : 900 - 1100 ton/tahun - Sistem Penangkapan : Tradisional - Sistem ketenaga kerjaan: • Asal tenaga kerja : Lokal • Sistem pengupahan : bagi hasil - Jenis Ikan dominan: Baronang, ikan kakap, cumi, kepiting dan ikan lele laut - Pemasaran hasil: Dijual di lokasi, ada pedagang lokal - Dukungan Kelembagaan: 32 KUB, 1 BUMDES, 2 LSM, 1 Koperasi, Unit Pengelola Keuangan Mikro, Pokmaswas KUB, HSNI dll) - Telah ada perdes tentang lingkungan dan pengelolaan dana bergulir - Program bebantuan yang sudah diterima (dari Pemda/ Pusat) • Kab : Sarana dan prasarana rumput laut, Sarana KJA, Sarana penangkapan • Provinsi : Sarana rumput laut • Pusat : Dana penguatan modal (PEMP dan Revolving Fund MCRMP) - Potensi pengembangan usaha 1. Budidaya rumput laut E. cottonii 2. Budidaya caulerva 3. Budidaya Teripang 4. Budidaya udang 5. Budidaya Kepiting soka dan bakau 6. Budidaya Lobster 7. Budidaya Kuda laut 8. Pengolahan hasil rumput laut 9. Mina wisata bahari 10. Pusat anyaman dan kerajinan 11. Pusat Belajar Alam dan Sumberdaya Pesisir 12. Hatchery (Unit Pembenihan Rakyat)
Produk Kelautan (Garam)
- Permasalahan Pengembangan usahanya 1. Lemahnya akses modal 2. Kurangnya keterampilan 3. Kurangnya minat dan keberanian untuk memulai karena masyarakat belajar melalui apa yg telah berhasil di sekitarnya 4. Pembinaan kelembagaan usaha - Luas Lahan Potensi - Luas Lahan yang termanfaatkan - Jumlah RTP 41
Karakteristik Perekoniman Masyarakat Desa (dapat dilihat dari data desa / KDA) - Jumlah Produksi - Teknologi, lama budidaya - Sumber pemodalan - Sistem ketenaga kerjaan: Asal tenaga kerja, Sistem pengupahan (bagi hasil) - Pemasaran hasil: Sistem pemasaran, Distribusi pemasaran - Sarana pendukung: Ex. Gudang garam - Dukungan Kelembagaan (ex. Kelembagaan lokal, penyuluhan, Kelompok Petambak, Pokmaswas dll) - aktor, aturan & sanksi - Program bebantuan yang sudah diterima (dari Pemda/ Pusat) - Potensi pengembangan usaha - Permasalahan Pengembangan usahanya Produk Kelautan - Potensi : (Ekowisata) • Obyek ekologi berupa terumbu karang, mangrove dan lamun • Obyek Sosek : Kegiatan budidaya dan alat tangkap tradisional • Obyek Sarana : Keberadaan PPLH Puntondo dan Rencana Villa Bupati Takalar • Obyek Alam : Pasir putih dan peraiaran yang jernih dengan keragaman arus dan ombak yang berbeda pada tiap tempat - Luas Lahan yang termanfaatkan : 10 % - Kegiatan Promosi : Pesta Rakyat Pesisir, Pameran - Dukungan Kelembagaan: Masih sebatas LSM pengelola (ex. Pemerintah, Kelembagaan lokal, penyuluhan, Kelompok peduli lingkungan, Pokmaswas dll) – aktor, aturan & sanksi - Program bebantuan yang sudah diterima (dari Pemda/ Pusat) : Belum ada - Potensi pengembangan : Cukup baik dan potensial - Permasalahan Pengembangannya • Penguatan skil dan keterampilan pelaku ekowisata • Mitra usaha • Kelembagaan • Sarana umum Kelembagaan-kele - Kelembagaan Formal : KUB, Kelompok Pembudidaya, mbagaan Pokmaswas, LSM, Komunitas Lingkungan Masyarakat - Perdes : 1. Mangrove 2. Daerah Perlindungan Laut 3. Pengelolaan Pesisir Dan informasi lain - Akses lokasi dengan desa-desa lain, kecamatan dan kabupaten yang terkait : Berbatasn langsung dengan Desa Cikoang dan Punaga, Jarak dengan dari pusat Kecamatan 20 Km, jarak dari ibukota kabupaten 27 42
Karakteristik Perekoniman Masyarakat Desa (dapat dilihat dari data desa / KDA) Km pengembangan KIMBis. - Bentuk program bantuan yang diterima masyarakat: PUMP, PEMP, bantuan sarana dari Kabupaten 4. Desa Soreang Secara administratif Desa Soreang masuk kedalam Kecamatan Mappakasunggu, Kabupaten Takalar. Desa Soreang memiliki luas wilayah sebesar 3,94 KM2(8,7% dari luas kecamatan), lokasi desa berada di pesisir dengan ketinggian wilayah 30 meter dari permukaan laut. Jarak desa Soreang dengan kecamatan sejauh 2 km sedangkan jarak desa dengan kabupaten sejauh 7 km. Desa ini memiliki 4 dusun, 8 RK dan 16 RT. Bangunan tempat tinggal penduduk desa ini bervariasi terdiri dari 32 rumah permanen, 56 rumah semi permanen dan 169 rumah panggung. Jumlah penduduk desa sebanyak 1.176 jiwa dengan kepadatan penduduk desa Soreang sekitar 298. Jumlah
rumah tangga sebanyak
289 kepala keluarga dengan rata-rata anggota rumah tangga 4 jiwa. Sebagian besar pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan di desa Soreang adalah usaha budidaya air payau. Sistem budidaya adalah polikultur dengan 3 komoditas (udang windu, bandeng dan jombe (rumput laut gracilaria sp)). Menurut tokoh masyarakat Safarudding Dg. Roppu, luas tambak desa ini sekitar 200 ha dengan rata-rata kepemilikan tiap pembudidaya 1-2 ha, namun terdapat beberapa pembudidaya yang memiliki tambak seluas 30-40 ha. Menurut Safaruddin merupakan punggawa (pengelola) yang mengelola tambak sebanyak 20 Ha (20 petak tambak) dan mempunyai 5 orang sawi. Setiap hektar tambak biasanya ditebar 10.000 benih udang, 1000 ekor benih bandeng, dan 1/2 sampai 1 ton benih rumput laut. Benih udang diperoleh dari Kecamatan Galessong (hatchery) yang dibeli dengan pembayaran kontan. Sementara benih bandeng dibeli dari Bali melalui supplier. Lama pemeliharaan udang dan bandeng sekitar 3 bulan dan dalam setahun produksi hanya dua kali karena membutuhkan waktu persiapan 2 bulan. Sedangkan untuk rumput laut, lama pemeliharaan hanya 21-30 hari dan dalam satu tahun mampu berproduksi sebanyak 7-8 kali. Secara detail aktivitas budidaya di desa Soreang dapat dilihat pada gambar berikut:
43
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Penebaran sampai dengan pemanenan Persiapan lahan Penebaran sampai pemanenan Persiapan lahan Musim untuk budidaya rumput laut grasillaria di laut. Bulan 6 – 7 merupakan musim puncak yang rata-rata setiap petani memperoleh 500 kg kering. Gambar 13. Kalender musim kegiatan budidaya air payau di Desa Soreang selama setahun.
Masyarakat pembudidaya desa Soreang mengalami berbagai periode penerapan teknologi pada usaha tambaknya. Berikut adalah periode sejarah teknologi budidaya di Soreang: Tabel 17. Periode Perkembangan Teknologi Budidaya Polikultur Desa Soreang, 2014 Periode
Teknologi
…….-1994
Tradisional
1994/1995
Tradisional plus.
10.000 ekor
300-350 kg
1995/1996
Semi intensif.
10.000 ekor
600 kg
10.000 ekor
100-150 kg
1996-sekarang Tradisional.
Jumlah Benur Produksi per 1 ha 10.000 ekor 200-250 kg
Keterangan
Sepenuhnya mengandalkan alam Teknologi ini ditandai dengan adanya pompanisasi dan makanan tambahan (pelet). Pada periode ini mulai muncul penyakit pada udang (WSV & insang merah). Meski sudah kembali ke sistem tradisional, dampak dari sistem semi intensif masih dirasakan pembudidaya terutama penyakit pada udang.
Sumber: data primer diolah, 2014
Sejak tahun 1996, produksi udang mengalami penurunan sehingga teknologi yang digunakan pembudidaya mengalami kemunduran, awalnya menggunakan teknologi semi intensif menjadi tradisional. Alasan yang dikemukakan pembudidaya adalah hasil panen dengan menggunakan teknologi semi intensif dan tradisional dirasakan sama karena teknologi tidak mampu lagi menaikkan produksi. Penurunan produksi tersebut lebih disebabkan oleh penurunan produksi udang akibat WSV dan insang merah. Penurunan 44
produksi menyebabkan penurunan pendapatan, padahal selama ini pembudidaya bertumpu pada hasil panen udang. Saat ini, pembudidaya tetap melakukan usaha budidaya udang, mereka menebar benih udang dengan jumlah yang sama dan berharap akan mendapatkan panen seperti tahun-tahun kejayaan (SR= 60-70%). Namun usaha yang mereka lakukan seperti halnya ‘gambling’, terkadang panen bahkan sering juga mengalami gagal panen. Menurut pembudidaya, survival rate udang saat ini 30-40%, nilai tersebut sudah dapat dikatakan bagus (maksimal). Untuk menutupi kerugian dan sumber pendapatan keluarga, produksi bandeng dan rumput laut menjadi substitusi pendapatan. Berikut adalah informasi hasil panen ketiga komoditas perikanan tersebut. Tabel 18. Produksi, harga dan pemasaran hasil budidaya air payau di Desa Soreang, 2014 Komoditas Jumlah produksi
Harga
Pemasaran
Udang 100-200 kg/musim
- Rp. 100.000/Kg (size 40) - Rp. 115.000/Kg (size 30) - Rp. 150.000- 170.000/Kg (size 20) Petambak – pengumpul – pabrik (kawasan industry KIMA)
Bandeng 700 ekor dengan variasi berat: - 15-25 gramper ekor - 40-50 gram per keor Rp. 5000-Rp.7000/ekor besar atau Rp. 3000/ekor kecil Petambak – Pa’gandeng (pengecer) – pasar tradisional (dijual sendiri) atau dijual ke pedagang di pasar atau dijual ke restoran.
Rumput Laut 300 kg basah menjadi 100 kg kering.
Harga Rp. 7.500/Kg basah atau Rp. 15.000/kg kering Pembudidaya – jemur kering – pengumpul desa – kawasan industri
Sumber: data primer diolah, 2014
Selain tiga komoditas perikanan, di Desa Soreang juga terdapat tambak garam seluas 5 Ha. Tambak garam tersebut merupakan satu bagian dari tambak udang dan bandeng karena pegaraman hanya dilakukan pada bulan-bulan tertentu. Bagi hasil antara pemilik lahan dan penggarap lahan garam adalah sebagai berikut; 1/3 bagian untuk pemilik lahan dan 2/3 bagian untuk penggarap. Bagian-bagian tersebut sudah dikurangi dengan biaya operasional selama membudidayakan garam. Sementara pengelola mendapatkan bagian satu petak lahan yang berukuran 4 m x 10 m, atau disetarakan dengan 2 karung garam (50 45
Kg/karung). Penggarap tambak di Desa Soreang sebanyak 70 orang yang terkumpul dalam 10 kelompok. Pemasaran garam dimulai dari pegaram – pengumpul dari sawi – pengumpul besar (Kabupaten Gowa) yang mengolah menjadi garam beriodium. Sementara untuk tambak udang, bandeng, dan rumput laut bagi hasilnya 20% untuk sawi dan 80% untuk pemilik. Jumlah sawi biasanya sebanyak 6 orang yang terdiri 5 sawi dan 1 sawi merangkap sebagai pengelola. Jumlah pengumpul udang di Desa Soreang ada 2 orang, 5 pengecer Ikan Bandeng yang membeli kepada setiap pembudidaya yang berasal dari luar desa, 1 pengumpul rumput laut dan 4 pengumpul garam serta 2 orang penampung garam.Hubungan antara pemilik tambak, punggawa dan sawi adalah sebeagai berikut: Pemili
Punggawa
Sawi (5 orang)
Pembudidaya Desa Soreang memiliki kelembagaan yaitu kelompok pembudidaya ikan sebagai sarana untuk pertukaran informasi sesama pembudidaya. Pada awalnya di Desa Soreang terdapat 1 kelompok pembudidaya yaitu Kelompok pembudidaya “Sikio Baji”, yang berdiri sejak Tahun 1995. Jumlah anggota sebanyak 74 orang. Saat ini kelompok tersebut berkembang menjadi 6 kelompok yang berasal dari pemekaran dari kelompok Sikio Baji. Pemekaran kelompok tersebut dilatarbelakangi adanya kebutuhan bantuan dari pemerintah yang mensyaratkan bahwa penerima bantuan adalah kelompok. Pembentukan kelompok masih berdasarkan hubungan kekerabatan antar anggota. Meskipun kelompok tersebut dimekarkan menjadi 6 kelompok (rata beranggotakan 6 orang/kelompok), kelompk Sikio Baji dijadikan sebagai kelompok induk. Kelompok Sikio Baji
1
2
3
4
5
6
Kegiatan kelompok tersebut meliputi: 1. Memdiskusikan cara-cara budidaya 2. Kerjasama dengan pembudidaya lain 3. Rapat 3 bulan sekali untuk mendiskusikan hal-hal yang terkait dengan musim budidaya berikutnya serta penyelesaian permasalahan teknis budidaya. 46
Oleh karena itu, ketua kelompok mengharapkan adanya introduksi teknologi atau komoditas baru untuk dibudidayakan. Saat ini rumput laut yang sudah dibudidayakan dapat berpeluang menjadi komoditas utama untuk pembudidaya sebagai sumber pendapatan rumah tangga. Rumput laut grasillaria yang dibudidayakan di laut dapat dipanen pada umur 3 minggu. Hasil yang diperoleh selama ini setiap pembudidaya memperoleh 100 kg/panen (kering).Setiap pembudidaya rumput laut mempunyai 100 – 300 bentangan, dengan panjang bentangan sekitar 30 meter. Permasalahan yang ditemui pada Desa Soreang terkait dengan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan adalah sebagai berikut : Adanya penyakit udang seperti WSV dan insang merah yang belum terselesaikan hingga sekarang, selama ini pembudidaya hanya melakukan usaha budidaya secara gambling karena masih berharap mendapatkan panen yang optimal. Belum ada kegiatan pengolahan (produk turunan) untuk hasil produksi. Seluruh hasil produksi udang dan bandeng dijual segar, rumput laut masih dijual dalam bentuk kering dan garam dijual tanpa perlakuan (krosok). Ada kesadaran dari pembudidaya mengenai keberlanjutan usaha seperti mengganti komoditas budidaya, namun belum ada program introduksi dari pemerintah terkait.
5. Desa Bontomarannu Desa Bontomarannusecara administratif masuk kedalam Kecamatan Galesong Selatan, Kabupaten Takalar. Desa Bontomarannu memiliki luas wilayah sebesar 3,95 KM2 (14,93% dari luas kecamatan), lokasi desa berada di pesisir dengan ketinggian wilayah 20 meter dari permukaan laut dan termasuk desa swakarya. Jarak desa Bontomarannu dengan kecamatan sejauh 3,2 km sedangkan jarak desa dengan kabupaten sejauh 19 km. Desa ini memiliki 4 dusun, 13 RK dan 13 RT. Bangunan tempat tinggal penduduk desa ini bervariasi terdiri dari 320 rumah permanen, 143 rumah semi permanen dan 511 rumah panggung. Jumlah penduduk desa sebanyak 3.416 jiwa dengan kepadatan penduduk desa sekitar 864. Jumlah rumah tangga sebanyak 762 kepala keluarga dengan rata-rata anggota rumah tangga 4 jiwa. Sebanyak 584 penduduk bermata pencarian sebagai nelayan dan sebanyak 302 penduduk sebagai petani (BPS, 2013). Mursalin Dg. Taba seorang tokoh masyarakat Desa Bontomaranu menyampaikan beberapa informasi kegiatan perikanan tangkap yang mana 90% penduduk bekerja sebagai nelayan. Usaha perikanan tangkap terbagi menjadi dua yaitu perikanan skala kecil dan 47
skala menengah. Penangkapan skala kecil menggunakan perahu motor tempel dan berukuran dibawah 24 PK (katinting) dengan alat tangkap yang banyak digunakan adalah pancing. Ikan tangkapan berupa kerapu sunu, kerapu putih, kakap merah, bambangan dll. Aktivitas penangkapan nelayan dilakukan selama 6-7 jam per hari (one day fishing), mulai dari pukul 05.00-06.00 hingga pukul 13.00 wita. Hasil tangkapan nelayan dijual dalam bentuk ikan segar dan belum ada aktivitas pengolahan ikan.Penangkapan skala menengah yaitu kapal motor yang berukuran antara 5-10 GT dengan menggunakan alat tangkap ‘pakkaja’ untuk mendapatkan telur ikan terbang (gambar 14.).Pakkaja beroperasi di wilayah 30 mil laut di perairan kalimantan, maluku dan Bali. Peralatan pendukung penangkapan nelayan adalah GPS dan radio. Aktivitas penangkapan nelayan dilakukan selama 4-6 bulan. Hasil tangkapan dikeringkan dikapal dan dijual di darat dalam bentuk kering. Berikut ini adalah kalender musim penangkapan di Desa Bontomaranu. 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Musim penangkapan telur ikan terbang Penangkapan untuk ketinting dan purse seine (normal) Penangkapan untuk ketinting dan purse seine (normal) Musim puncak penangkapan untuk perahu ketinting dan purse seine Gambar 14. Kalender musim kegiatan budidaya air payau di Desa Bontomaranu selama setahun. Hubungan punggawa – sawi disini lebih kepada pemenuhan kebutuhan operasional dan pemasaran, bahkan pada kebutuhan investasi (kapal, mesin). Jumlah penggawa di Desa ini sebanyak 5 orang, dimana setiap punggawa mempunyai 5 – 8 sawi. Juragan darat = punggawa = pemilik modal = pemilik perahu J l t k t k l
Ukuran kapal untuk penangkapan telur ikan terbang adalah sebagai berikut: Kapasitas mesin 300 PK Panjang 13 depa (1 depa=1,5 meter) Lebar 4 meter Tinggi 2,5 meter Bagi hasil Hasil setelah dikurangi dengan operasional masing 50% pemilik dan 50% ABK (dibagi sesuai dengan jumlah ABK dimana kapten 48
Investasi Jumlah
memperoleh 2 bagian). Rp. 150.000.000/unit (lengkap dengan alat tangkap), modal berasal dari pinjaman BRI dengan agunan sertifikat tanah/rumah. 20 unit (kapal besar) Lebih 30 unit untuk ketinting
Batu sebagai pemberat
-
Biasanya sebanyak @35 titik/kapal Tali No. 5 dengan panjang 15 depa
Panjang 2 km, tali No. 10
Panjang bamboo 1 meter untuk menjepit daun kepala
Horisontal
Gambar 15. Alat Tangkap Pakkaja
Biaya untuk membuat 1 unit Pakkaja adalah Rp. 15.000.000/unit ditambah Rp. 1.000.000 untuk biaya perbaikan (tambal sulam).Biaya awal pertrip untuk penangkapan telur ikan terbang adalah Rp. 50.000.000. Apabila ada kekurangan, maka kapten kapal bisa menjual hasil tangkapan di sekitar tempat penangkapan. Sistem yang terjalin antara punggawa dan kapten kapal adalah kepercayaan, sehingga punggawa tidak memiliki rasa curiga terhadap hasil tangkapan, begitupun juga jika terjadi kerugian. Punggawa mengganggap hal tersebut adalah resiko kerja. Masyarakat nelayan desa Bontomarannu memiliki cara untuk mengungkapkan rasa syukur atas limpahan sumberdaya ikan yang diberikan Tuhan. Sebelum melakukan aktivitas penangkapan telor ikan terbang, masyarakat nelayan melakukan ritual/upacara/selamatan pada waktu masuk musim penangkapan telur ikan terbang. Selamatan dilakukan di atas kapal masing-masing oleh pemilik kapal (punggawa), juragan laut (juru mudi) dan para abk. Perayaan selamatan disebut dengan istilah “PARORO” yang biasanya dilaksanakan pada bulan 5 (Mei). Sejak adanya kenaikan harga BBM tahun 2010, pendapatan nelayan mengalami penurunan padahal oleh hasil tangkapan ikan relative tetap. Hal tersebut disebabkan oleh naikknya biaya operasional yang menyebabkan pendapatan nelayan menunjukkan trend menurun. 49
Permasalahan yang ditemui pada Desa Bontomarannu terkait dengan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan adalah sebagai berikut : Belum ada kegiatan pengolahan untuk hasil produksi. Telor ikan terbang memiliki nilai ekonomis tinggi jika diolah lebih lanjut, namun
nelayan belum mendapatkan
introduksi tentang olahan telor ikan terbang. Nelayan memikirkan keberlanjutan dan pengembangan usaha penangkapan, namun terhalang oleh tidak adanya teknologi pendukung seperti fish finder dan radar. 6. Desa Boddia Secara administratif Desa Boddia masuk kedalam Kecamatan Galesong, Kabupaten Takalar. Desa Boddia memiliki luas wilayah sebesar 3,57 KM2(13,77% dari luas kecamatan), lokasi desa berada di pesisir dengan ketinggian wilayah 20 meter dari permukaan laut dan termasuk desa swasembada. Jarak desa Boddia dengan kecamatan sejauh 0 km sedangkan jarak desa dengan kabupaten sejauh 18 km. Desa ini memiliki 5 dusun, 4 RK dan 22 RT. Bangunan tempat tinggal penduduk desa ini bervariasi terdiri dari 268 rumah permanen, 235 rumah semi permanen dan 326 rumah panggung. Jumlah penduduk desa sebanyak 4.489 jiwa dengan kepadatan penduduk desa sekitar 1.257. Jumlah
rumah tangga sebanyak 1.065 kepala keluarga dengan rata-rata anggota rumah
tangga 4 jiwa. Sebanyak 500 penduduk bermata pencarian sebagai nelayan dan sebanyak 378 penduduk sebagai petani (BPS, 2013). Desa Boddia terbagi menjadi 6 dusun, yaitu: 1. Dusun Boddia yang didominasi masyarakat nelayan 2. Dusun Burakne yang didominasi masyarakat petani 3. Dusun Manjali 1 yang didominasi masyarakat nelayan 4. Dusun Manjali 2 yang didominasi masyarakat nelayan 5. Dusun Parambodong yang merupakan desa nelayan dan petani 6. Dusun Jotea yang didominasi masyarakat petani Menurut responden (Punggawa), bahwa jumlah armada perahu motor tempel (katinting) di desa ini sebanyak 100 unit dan perahu motor sebanyak 30 unit. Perahu katinting menggunakan alat tangkap jaring ranra yaitu jaring untuk menangkap rajungan dan lobster. Sedangkan hasil tangkapan perahu motor berupa ‘ikan daging putih’ seperti kakap, kerapu, bambangan dll dengan menggunakan alat tangkap jaring dan pancing. Sistem
50
penangkapan nelayan desa Boddia adalah one day fishing. Aktivitas penangkapan lobster dan rajungan selama 16 jam per hari terhitung dari jam 16.00- 08.00 Wita. 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Musim paceklik Musim ikan terbang Musim untuk penangkapan rajungan (puncak), produksi 2 ton/trip Gambar 16. Kalender penangkapan nelayan berdasarkan musim di Desa Boddia
Nelayan menjual hasil tangkapan langsung pada pengepul yang menjadi punggawanya. Punggawa memberikan pinjaman berupa sejumlah uang kepada nelayan untuk pembelian kapal dan alat tangkap. Harga kapal fiber sebesar Rp 5 juta dan alat tangkap seharga Rp 4 juta. Punggawa memberikan harga lobster dan rajungan sesuai harga pasar. Sebelum menentukan harga, punggawa mencari informasi harga pada suplier perusahaan. Asumsi harga yang diberikan punggawa kepada nelayan yaitu jika harga umum sebesar Rp 10.000,- maka punggawa memberi harga dibawahnya yaitu sekitar Rp 7.500-8.000,-. Untuk harga rajungan, punggawa mengkonversi 4 kg rajungan menjadi 1 kg daging rajungan. Desa Boddia memiliki Punggawa rajungan sebanyak 2 orang, punggawa daging ikan putih ada 3 (1 diantaranya adalah orang yang sama dengan punggawa rajungan), dan punggawa untuk telur ikan ada 1 orang. Dalam pemberian pinjaman, punggawa tidak berharap uang pinjaman dilunasi oleh nelayan. Punggawa hanya membutuhkan kelancaran dalam menerima hasil tangkapan nelayan karena dari kelancaran suplai ikan, punggawa sudah mendapatkan keuntungan. Punggawa rajungan melakukan pengolahan untuk menjual rajungan ke suplier. Suplier yang dikenal punggawa desa Boddia adalah PT. Phillips, PT. Windika, PT. Makmur Hasil Bahari, Perusahan dari Jepang dan Korea yang semuanya ada di Kota Makasar. Pengolahan yang dimaksud adalah perebusan dan mengambil daging putih dalam rajungan. Punggawa menggunakan jasa pengupas ‘pickers’ rajungan dengan sistem upah borongan yaitu Rp 8.000,- per satu kilo daging rajungan. Umumnya tenaga borongan adalah istri nelayan sawi. Harga daging rajungan berbeda sesuai dengan bagian tubuhnya. Berikut harga daging rajungan di tingkat suplier:
51
1. Jumbo (daging dari pangkal dada) Rp 275.000,- per kg, jika terdapat daging pecah maka harga yang berlaku adalah harga lamb. 2. Lamb Rp 185.000,- - Rp 200.000,- per kg 3. Lamb pecah Rp 150.000,- per kg 4. SP dan sumpit Rp 80.000,- per kg Selain menjadi tenaga borongan, aktivitas istri nelayan sawi hanya membantu membersihkan alat tangkap ikan. Distribusi pemasaran hasil perikanan dapat dijelaskan pada gambar berikut:
Nelayan
Punggawa
Rajungan Lobster
Ikan Daging Putih
Diolah
Suplier
Perusahaan
Rumah Makan
Gambar 17. Distribusi Pemasaran Hasil Penangkapan Nelayan Desa Boddia
Di Desa Bo’dia terdapat 3 kelompok nelayan yang dibentuk berdasarkan kebutuhan program PUMP tangkap.
Selain itu, nelayan desa Boddia juga memiliki sarana Tempat
Pelelangan Ikan dan SPDN (Solar packet dealer untuk nelayan). Bangunan TPI yang ada tidak berfungsi sebagaimana mestinya dan sekarang menjadi bangunan rusak. SPDN yang ada di desa ini merupakan unit usaha koperasi nelayan, namun saat ini dikelola secara pribadi oleh individu dan tidak memberikan konstribusi bagi koperasi. Desa Boddia juga memiliki pelabuhan kecil yang lokasinya dekat dengan TPI, pelabuhan tersebut berfungsi sebagai jalur penyeberangan masyarakat pulau Tanakeke yang ingin beraktivitas di kabupaten Takalar. Desa ini juga terdapat potensi wisata yang mulai dikembangkan yaitu Pulau Sanrobengi yang dapat ditempuh selama 10 menit dari Dusun Sanrobengi dengan menggunakan perahu ketinting dengan biaya Rp. 30.000,- per orang. Potensi dari pulau (daya tarik pulau) tersebut meliputi; pasir putih, air laut yang jernih, fasilitas wisata yang mulai dibangun (fasilitas air bersih, penginapan). Saat ini pulau tersebut masih dihuni sebanyak 5 kepala keluarga (KK).
52
Permasalahan yang ditemui pada Desa Boddia terkait dengan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan adalah sebagai berikut : Penggunaan mesin kapal yang masih berkapasitas rendah, alat tangkap (jaring) yang kurang luas mengakibatkan pemanfaatan sumberdaya perikanan kurang optimal. Untuk mendukung optimalisasi pemanfaatan perairan, memerlukan introduksi teknologi seperti GPS, radar dan fish finder. Pengenalan pengolahan ikan tidak diadopsi oleh masyarakat nelayan karena harga jual olahan tidak memberikan nilai tambah, untuk itu perlu terobosan teknologi yang mampu menambah nilai ekonomis hasil tangkapan nelayan.
7. Desa Batubatu Desa Batu-Batu Kecamatan Galessong Utara. Jumlah penduduk Desa Ujung Batu-Batu sebanyak ±6000 jiwa (daftar pemilih ± 4000 jiwa). Sebanyak 85% dari jumlah penduduk adalah nelayan dan 20% diantaranya adalah nelayan yang merangkap rumput laut. Desa Ujung Batu-Batu terdapat POKWASMAS “Sipakatan”. Pembentukan kelompok ini dilatarbelakangi oleh banyaknya praktek penangkapan ikan dengan cara merusak (pengeboman, bius dll). Desa ini terbagi menjadi 5 dusun yaitu; 1. Dusun Jonggo Batu (perikanan) 2. Dusun Bontorita (pertanian) 3. Dusun Taman pandang (perikanan) 4. Dusun Karama (perikanan) 5. Dusun Ujung Kassi (perikanan) Jenis perahu yang ada di desa adalah ketinting ± 300 unit, perahu cantrang ± 16 unit, dan purse seine ± 30 unit. Selain kegiatan perikanan tangkap, rumput laut juga semakin berkembang, yang mana luas area budidaya rumput laut membentang sepanjang 4 Km yang mencakup 3 desa yaitu Desa Tamalatte, Desa Sampulungan, dan Desa Ujung Batu-Batu.
Desa Sampulungan
Desa Ujung Batu-Batu
Area Budidaya Rumput Laut
Desa Tamalatte
53
Adapun musim penangkapan dan budidaya rumput laut berdasarkan komoditas dapat digambarkan sebagai berikut: Bulan 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Masa tanam dan panen rumput laut (produksi konstan) Masa kerja perahu ketinting dengan menggunakan jaring gillnet untuk menangkap ikan tembang dan banyar, jaring kepiting, jaring onder (ukuran besar) untuk menangkap ikan pari, penyu dsb. Perahu cantrang juga beroperasi pada bulan tersebut.
Nelayan dari Desa Ujung Batu-Batu melakukan penangkapan ikan di luar desa atau kabupaten (andon) ke wilayah kabupaten sebelahnya yaitu; Bantaeng, Bulukumba dan Sinjai. Gambar 18. Kalender Musim penangkapan nelayan dan usaha budidaya rumput laut di desa Batu-batu
Ikan hasil tangkapan dibeli dilaut oleh “PABALOLANG” atau pembeli ikan yang masih berada ditengah laut. Di Desa Ujung Batu-Batu terdapat ± 100 orang Pabalolang. Mereka berasal dari Kabupaten Maros, Makassar. Adapun ikan yang tidak terbeli oleh Pabalolang akan dibawa ke darat dan dibeli oleh punggawa. Sistem bagi hasil untuk perahu ketinting, cantrang dan purse seine mempunyai sistem yang berbeda, yaitu; Perahu
Sistem bagi hasil
Purse seine dan
Hasil tangkapan dikurangi dengan biaya operasional kemudian
cantrang
di bagi 2. 50% untuk punggawa dan 50% untuk ABK. Jumlah ABK adalah 15 orang dan kapten mendapatkan 2 bagian.
Katinting
Hasil tangkapan setelah dikurangi biaya operasional dibagi menjadi 2 yaitu; 70% untuk pemilik dan 30% untuk ABK yang biasanya berjumlah 1-2 orang.
54
Sementara itu, distribusi ikan hasil tangkapan dapat digambarkan sebagai berikut;
TPI di luar desa/kabupat en
Pabalolang Ikan di laut/nelayan Punggawa
Pa’gandeng
Ecer
Pengumpulbe sar
Restoran
TPI di desa
Kawasan Industri
Pa’gandeng Pedagang besar
Gambar 19. Distribusi Pemasaran Ikan Tangkapan Nelayan Desa Batu-Batu 4.1.3.8. Analisa Calon Lokasi KIMBis Kabupaten Takalar Penetapan lokasi KIMBis di Kabupaten Takalar ini dengan berbagai pertimbangan yaitu untuk mendukung program nasional untuk mengentaskan kemiskinan, program Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk pemberdayaan masyarakat, program penyebaran iptek dari balitbang dan permintaan daerah itu sendiri, dimana bupati mengharapkan terbentuknya KIMBis di Kabupaten Takalar. Dengan terbentuknya KIMBis tersebut dapat mensinkronisasikan masyarakat dengan
teknologi yang ada. Selain itu sifat
kelembagaan KIMBis yang bersifat partisipatif, maka diberi keleluasaan untuk masing-masing SKPD berpartisipasi aktif untuk dapat memanfaatkan kelembagaan KIMBis tersebut. KIMBis juga dapat menjaring permintaan masyrakat untuk kegiatan KIMBis,
terutama
dalam
hal
pemanfaatan
teknologi
yang
digunakan
untuk
mengembangkan bisnis masyarakat sehingga dapat membantu pembanguan daerah. Sebagai sebuah kelembagaan, KIMBis memiliki dua (2) struktur organisaasi yaitu di tingkat pusat dan lokasi. Pusat umumnya terdiri dari satker yang memiliki teknologi dan sosial ekonomi, sedangkan pelaksana kegiatan KIMBis tingkat pusat yg ditugaskan di lokasi. Sebelum dilakukan penetapan lokasi KIMBis, terlebih dahulu telah dilakukan survei di KabupatenTakalar Ada beberapa kriteria pemilihan lokasi KIMBis di Kabupaten Takalar yaitu : 1. Daerah di wilayah pesisir yang punya potensi yang lebih besar; 2. Menggandeng program desa mandiri dengan harapan dapat mendukung
program
bupati melalui teknologi balitbang yang ada;
55
3. Memiliki potensi unggulan sebagai basis pengembangan ekonomi masyarakat, dimana rumput laut yang dijadikan sebagai komoditas unggulan. Oleh karena itu KIMBis dan masyarakat yang menjadi kelompok sasaran dapat membuat rangkaian prrogram untuk mengembangkan bisnis, inkubator bisnis dan menfasilitasi bisnis tersebut. 4. Melakukan skoring peniliaian yang dilakukan pada beberapa lokasi. Penilaian dengan menggunakan skoring tersebut dijadikan sebagai dasar untuk menentukan lokasi kimbis di kabupaten Takalar. Skoring ini dilakukan berdasarkan sumberdaya perikanan tangkap laut. Budidaya laut (rumput laut), budidaya air tawar (udang, bandeng dan rumput laut), sarana dan prasarana yang tersedia di lokasi, karakteristik masyarakat. Penentuan skoring dalam menentukan lokasi KIMBis adalah sebagai tahap awal penentuan lokasi KIMBis di Kabupaten Takalar.
Lokasi terpilih tersebut sebagai lokasi percontohan
ini pada akhirnya dapat menjadi bahan rujukan dalam pengembangan budidaya rumput laut, budidaya udang sesuai dengan permintaan masyarakat, sehingga KIMBis dapat berkontribusi untuk mendukung program desa mandiri.
Aspek Sosial Masyarakat Desa Banggae lebih banyak beraktivitas disektor pertanian (60%) dan hanya sekitar 40% yang beraktivitas di sektor perikanan (20% sebagai nelayan dan petani; 20% hanya sebagai nelayan). Kehidupan sehari-hari masyarakat desa Banggae lebih banyak di sektor pertanian walaupun dia sebagai nelayan. Mereka hidup tergantung musim tanam buah. Meskipun terdapat potensi perikanan tangkap dan budidaya payau & kolam, masyarakat tidak memanfaatkannya sebagai lahan ekonomis. Hal tersebut menunjukkan bahwa masyarakat desa ini bukan merupakan masyarakat pesisir. Sekitar 30% masyarakat desa Topejawa adalah nelayan dan 60% penduduknya merupakan petani yang 20% diantaranya memiliki empang budidaya ikan mas dan nila. Hal tersebut menunjukkan bahwa masyarakat desa Topejawa merupakan masyarakat pertanian. Desa Laikang terletak dipesisir pantai yang membentuk masyarakat beraktivitas. Sebagian besar pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan di desa Soreang adalah usaha budidaya air payau. Sistem budidaya adalah polikultur dengan 3 komoditas (udang windu, bandeng dan jombe (rumput laut gracilaria sp)).Desa Bontomaranu 90% penduduk bekerja sebagai nelayan.Desa Boddia, dari 6 dusun, hanya 2 dusun yang petani, lainnya nelayan.
56
Aspek Infrastruktur dan Aksesibilitas Kondisi infrastruktur jalan Desa Banggae adalah tanah padat yang sebagian sudah diaspal. Desa ini juga telah memiliki infrastruktur penerangan berupa listrik dari PLN dan air bersih dari PDAM. Infrastruktur lainnya yaitu perbankan (BRI) yang telah memberikan KUR pada masyarakat desa ini. Aksessibilitas desa ini tergolong mudah karena jarak tempuh desa ke Kecamatan Mangarabombang sekitar 1,90 km dan jarak ke kabupaten sejauh 8,8 km. Kondisi jalan Desa Topejawa beraspal dengan lebar 3 meter yang dikanan kirinya terdapat empang warga. Desa ini memeliki UPR (unit pembenihan rakyat) yang dibangun pemerintah untuk mendukung pengembangan usaha budidaya ikan mas dan nila. Desa Tope Jawa terdapat 2 koperasi yaitu koperasi nelayan dan KUD untuk petani. Kegiatan koperasi nelayan meliputi simpan pinjam sedangkan KUD melayani penggilingan padi bagi petani. Infrastruktur perikanan yang di bangun Pemerintah untuk nelayan desa Topejawa yaitu SPDN (Solar Pocked Dealer untuk Nelayan) dan tempat pendaratan ikan di dusun lamangkia, namun terbengkalai. Desa Topejawa memiliki pantai yang digunakan untuk wisata bahari dan sudah terbangun fasilitas umum seperti arena/taman bermain, toilet umum, saung dan kios makanan. Namun karena abrasi, wisata bahari ini tidak beroperasi. Jarak desa Topejawa dengan kecamatan Mangarabombang sejauh 2,1 km dan jarak desa dengan pusat kabupaten sejauh 9,5 km. Desa Laikang memiliki infrastruktur penunjang kegiatan usaha budidaya rumput laut seperti gudang dan kebun bibit. Desa ini merupakan desa terjauh dengan jarak tempuh ke kecamatan Mangarabombang sejauh 15,7 km dan jarak ke pusat kabupaten sejauh 23,3 km. Sebagian kondisi jalan desa ini beraspal dan sebagian lagi masih tanah berbatu. Desa Bontomaranu adalah desa nelayan (90%), namun desa ini tidak memiliki infrastruktur yang menunjang kegiatan penangkapan. Kondisi jalan utama desa Bontomaranu adalah tanah padat dan sepanjang jalan dusun nelayan jalan berpasir. Jarak desa Bontomarannu dengan kecamatan sejauh 3,2 km sedangkan jarak desa dengan kabupaten sejauh 19 km. Infrastruktur yang dimiliki Desa Boddia untuk kegiatan penangkapan yaitu Tempat Pelelangan Ikan dan SPDN (Solar packet dealer untuk nelayan).
Bangunan TPI yang ada
tidak berfungsi sebagaimana mestinya dan sekarang menjadi bangunan rusak. SPDN yang ada di desa ini merupakan unit usaha koperasi nelayan, namun saat ini dikelola secara pribadi oleh individu dan tidak memberikan konstribusi bagi koperasi. Desa Boddia juga 57
memiliki pelabuhan kecil yang lokasinya dekat dengan TPI, pelabuhan tersebut berfungsi sebagai jalur penyeberangan masyarakat pulau Tanakeke yang ingin beraktivitas di kabupaten Takalar. Infrastruktur untuk pengembangan wisata bahari di Pulau Sanrobengi yaitu air bersih dan penginapan (dalam taraf pembangunan). Jarak desa Boddia dengan kecamatan sejauh 0 km sedangkan jarak desa dengan kabupaten sejauh 18 km.
Keragaman Usaha Perikanan Usaha perikanan yang dilakukan masyarakat desa-desa perikanan di Kabupaten Takalar hanya sebatas penangkapan dan budidaya saja (terutama rumput laut dan tambak). Belum ada aktivitas pengolahan perikanan yang dapat menambah nilai komoditas. Seluruh hasil tangkapan masih dijual dalam bentuk segar. Kompleksitas Permasalahan Usaha Perikanan Usaha perikanan budidaya di Desa Banggae dan desa Soreang mengalami permasalahan yang sejak tahun 2000an hingga sekarang belum dapat diatasi yaitu penyakit WSV pada udang.Usaha perikanan budidaya air tawar ikan nila dan lele yang berkembang pesat di desa Topejawa memiliki permasalahan yang terkait dengan pengelolaan kolam dan ketersediaan air tawar. Perikanan tangkap laut tidak dapat dikembangkan karena panjang garis pantai desa Topejawa hanya sepanjang 5 km dan sudah tidak dapat dilakukan pengembangannya. Usaha budidaya rumput lau di Desa Laikang juga mengalami permasalahan yaitu penyakit ice-ice yang belum teratasi, selama ini pembudidaya hanya melakukan tindakan ‘pemotongan’ saja (memotong rumput laut yang terkena penyakit). Permasalahan perikanan tangkap di Desa Bontomarannu dan desa Boddia terkait dengan pemanfaatan yaitu penggunaan mesin kapal yang masih berkapasitas rendah, alat tangkap (jaring) yang kurang luas mengakibatkan pemanfaatan sumberdaya perikanan kurang optimal dan tidak adanya teknologi pendukung seperti fish finder dan radar untuk pengembangan usaha penangkapan. Sedangkan permasalahan penangkapan di Desa Batu-Batu yaitu banyaknya praktek penangkapan ikan dengan cara merusak (pengeboman, bius dll). Hampir semua kegiatan perikanan di Kabupaten Takalar belum ada kegiatan pengolahan untuk efek pengganda ekonomi. Seluruh hasil produksi perikanan masih dijual dalam bentuk segar sedangkan untuk rumput laut dalam bentuk kering dan garam dijual tanpa perlakuan (krosok). Belum ada kegiatan pengolahan (produk turunan) untuk hasil produksi. 58
Masyarakat sudah dikenalkan teknologi pengolahan perikanan, namun belum diketahui distribusi pemasarannya. Berbeda kasus di desa Boddia yang tidak mengadopsi pengenalan pengolahan ikan karena harga jual olahan tidak memberikan nilai tambah, untuk itu perlu terobosan teknologi yang mampu menambah nilai ekonomis hasil tangkapan nelayan.
59
Tabel 19. Skoring Potensi dan Permasalahan SDKP pada lokasi-lokasi potensial untuk kegiatan KIMBis Isu Pokok
Banggae
Topejawa
3 1 4 1 3
4 1 3 5 5
Lokasi Potensial KIMBis Laikang*** Soreang Bontomaran nu
Boddia
Batu-batu
a. Sumber daya Kelautan dan
Perikanan - PTL - BL: Rumput Laut - BP: Udang Bandeng - BT: Nila - Wisata Bahari b. Teknologi Perikanan dan Kelautan - PTL - BL: Rumput Laut - BP: Udang Bandeng - BT: Nila - Wisata - Pengolahan c. Sapras
3 2 3 2 3 3 -
3 5 2 1 4
3 2 3 5 4 3
3 4 2 2 3 3
UPR, KUD, SPDN, TPI
Gudang RL, Kebun bibit
3 1 5 1 1
5 1 1 1 3
5 1 1 1 5
4 3 1 1 1
3 2 3 2 2 3
4 2 2 2 3 3
3 2 2 2 5 3
3 3 2 2 2 3
-
-
TPI, Pelabuhan, Penyeberangan
-
d. Karakteristik masyarakat
-
Kooperatif/terbuka Nelayan asli lokal Perhatian terhadap sustainability (SDKP, usaha KP dan lingkungan)
3 5 3
3 5 5
4 5 4
3 5 3
3 5 3
3 5 3
3 5 3
60
4.1.3.9. Kesimpulan Kabupaten takalar memiliki potensi sumberdaya kelautan dan perikanan, namun belum tercatat dengan rapi dalam buku statistik. Potensi yang dimiliki Kabupaten Takalar meliputi perikanan tangkap (pelagis kecil, rajungan, kakap, kerapu dll), perikanan budidaya (laut: rumput laut, payau: udang, bandeng dan rumput laut, tawar: nila, lele, gurami dll), produk kelautan (garam dan wisata bahari). Potensi tersebut telah dimanfaatkan oleh masyarakat dan pemerintah untuk kebutuhan perekonomiannya, namun belum optimal. Hal tersebut dapat dilihat pada penggunaan teknologi perikanan yang masih dilakukan secara sederhana. Pada perikanan tangkap menggunakan teknologi mesin kapal dibawah 5GT dan sistem penangkapan oneday fishing. Pada perikanan budidaya laut dan tawar menggunakan sistem budidaya tradisional, begitu juga budidaya air payau menggunakan sistem budidaya tradisional yang sebelumnya telah menggunakan sistem semi intensif. Lokasi yang dikunjungi untuk kebutuhan penetapan lokasi KIMBis adalah desa Banggae, Tope Jawa dan Laikang yang merupakan satu kecamatan Mangarabombang, Desa Soreang, Desa Bontomarannu, Desa Boddia dan Desa Batu-batu. Hasil identifikasi lokasi sumberdaya kelautan dan perikanan kabupaten Takalar, semua desa memiliki potensi pengembangan. Untuk lokasi KIMBis di Kabupaten Takalar maka dipilih desa Laikang kecamatan Mangarabombang. Alasan pemilihan desa tersebut meliputi kemudahan akses transportasi, akses komunikasi (adanya sinyal telekomunikasi) dan budaya masyarakat pembudidaya yang terbuka dan mau mengembangkan usaha perikanan berbasis rumput laut.
4.2.
Sosialisasi KIMBis Kabupaten Takalar
Saat ini pembangunan perikanan di Kabupaten Takalar baik di tingkat desa, kecamatan dan kabupaten belum optimal karena masih banyak permasalahan di sektor pertanian, perikanan dan kehutanan. Permasalahan di sektor perikanan di tingkat budidaya adalah tambak yang memiliki luas sekitar 4000 ha tapi pemanfaatannya yang belum optimal dan sebagian besar masih bersifat
tradisional, di bidang perikanan tangkap, pengolahan
dan pemasaran, masalah lainnya adalah rumput laut yang menjadi
primadona di
Kabupaten Takalar tetapi kualitasnya yang masih rendah sehingga banyak terjadi 61
penolakan di industri. Dengan adanya KIMBis akan menjadi “dokter” untuk memperbaiki atau mensehatkan kelompok usaha mina bisnis yang ada. Jadi pemerintah Takalar sangat mendukung keberadaan kimbis ini.
Selanjutnya dilakukan kegiatan sosialisasi KIMBis di tingkat
Kabupaten Takalar, dimana tujuan sosialisasi KIMBis adalah untuk mendapatkan dukungan dari SKPD-SKPD terhadap kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan KIMBis dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kegiatan sosialisasi KIMBis yang dilakukan ini, berkaitan dengan kebijakan pelaksanaan kegiatan KIMBis pada tahun 2014 ini, dimana kegiatan KMIBis mencakup tiga aspek yaitu
1) Aspek
pengembangan kelembagaan KIMBis, 2) Aspek pengembangan usaha
(bisnis) KIMBis, dan 3) Aspek pengembangan jaringan KIMBis. Strategi dan Kegiatan-kegiatan dari 3 aspek diatas dilaksanakan dalam lima tahun. Dalam rangka mencapai salah satu aspek KIMBis diatas yaitu dari aspek pengembangan kelembagaan KIMBis, maka diperlukan dukungan dan komitmen dari berbagai pemangku kepentingan yang ada di Takalar. Komitmen tersebut diperlukan untuk mendukung berbagai kegiatan di dalam KIMBis dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, dibutuhkan kegiatan sosialisasi KIMBis kepada jajaran SKPD-SKPD yang ada di Kabupaten Takalar sebagai lokasi baru dibentuknya kelembagaan KIMBis. Dalam kegiatan sosialisasi tersebut maka akan disosialisasikan informasi terkait perlunya dibentuk kelembagaan KIMBis, baik fungsi dan tujuan didirikannya KIMBis. Kegiatan sosialisasi Kimbis di Kabupaten Takalar ini menjadi sangat penting dan mendapat respon yang cukup baik dari berbagai SKPD di Kabupaten Takalar, maka SKPD-SKPD di Kabupaten Takalar dapat memiliki wawasan tentang KIMBis sehingga setiap
SKPD dapat memberikan kontribusi pada pelaksanaan kegiatan KIMBis sesuai
dgn kewenangan tupoksi masing-masing SKPD sehingga dengan kelembagaan KIMBis ini pemerintah khususnya pemerintah Kabupaten Takalar dapat meningkatkan produksi dan produktivitas di sektor Kelautan dan Perikanan sehingga pada gilirannya dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan khususnya masyarakat yang ada di pesisir. KIMBis memainkan dua peran yaitu sebagai fasilitator bisnis masyarakat dan sebagai inkubator bisnis. Peran sebagai fasilitator bisnis misalnya dalam hal permodalan Kimbis ini bukan sebagai pemberi modal tetapi membantu masyarakat mencari jalan agar 62
masyarakat bisa mendapatkan modal. Peran sebagai inkubator bisnis dimana KIMBis dapat membantu masyarakat dalam mengembangkan skala usahanya, dari usaha skala kecil menjadi usaha skala menengah dan usaha skala besar.inkubator bisnis ini dilakukan secara bersama-sama baik antara pengurus KIMBis pusat, pengurus KIMBis di lokasi dan masyarakat yang menjadi kelompok sasaran. Untuk mewujudkan peran tersebut ada beberapa tahapan yang dilakukan yaitu (1) melihat potensi dan permasalahan; (2) melakukan sosialisasi; (3) pembentukkan KIMBis dan pengurusannya; (4) melakukan pertemuan terkait dengan pelaksanaan kegiatan, menentukan lokasi strategis KIMBis sehingga dapat menjangkau menjangkau semua desa; (5) meningkatkan
kapasitas
pengurus KIMBis dengan menjelaskan tugas dan fungsi nya sebagai pengurus; (6) melakukan survei terkait dengan keragaan teknologi dan usaha yg ada di masyarakat. Selanjutnya, KIMBis ini dapat melakukan perannya sebagai fasilitator bisnis dan sebagai inkubator bisnis. Peran KIMBis sebagai fasilitator bisnis masyarakat dapat dilihat dalam melakukan pelatihan bisnis dan pengenalan teknologi kepada masyarakat. Oleh karena itu, untuk mendukung perannya sebagai fasilitator dibutuhkan sekretariat KIMBis yang dapat dijadikan sebagai tempat aktivitas konsultasi antara pengurus KIMBis dengan masyarakat. Selain itu peran KIMBis juga sangat penting dalam hal pemasaran, dimana KIMBis dapat membantu masyarakat yang memiliki usaha dimana produk-produk yang dihasilkan dapat dipasarkan membuka pasar. Peran KIMBis lainnya yaitu sebagai inkubator bisnis yang berbasis iptek. seperti diketahui bahwa di Kabupaten Takalar dimana komoditas unggulannya adalah rumput laut, maka sebagai pusat inkubator ini, KIMBis dapat memberi masukan jenis rumput laut yang akan dibudidayakan, teknik budidaya rumput laut, cara penanganan pasca panennya, dan pemasaran. Dengan
berbagai program bantuan yang berasal dari direktorat teknis
terkait seperti P2HP dan direktorat budidaya dan program khusus lainnya yang dirancang oleh pemerintah daerah Kabupaten Takalar, maka KIMBis sebagai inkubator bisnis dapat memfasilitasi dengan memberikan masukan teknologi terkait dengan komoditas rumput laut. Kaitannya dengan teknologi dan sosial ekonomi ini, pembangunan Kelautan dan Perikanan di Kabupaten Takalar masih terkendala diantaranya program percepatan pembangunan di Kabupaten Takalar yang melalui penetapan 15 desa mandiri yang ada masih terkendala dengan belum diketahui secara pasti program yang tepat yang dapat dilakukan di desa-desa tersebut agar dapat mempercepat kemandirian desa tersebut, 63
sehingga diharapkan dengan keberadaan KIMBis masalah terkait dengan percepatan pembangunan melalui percepatan kemandirian desa dapat berjalan dengan baik. Oleh karena itu, peran dan fungsi KIMBis sangat penting dalam proses percepatan pembangunan di Kabupaten Takalar. Disamping peran KIMBis, terdapat pula Fungsi KIMBis dimana ada lima (5) fungsi KIMBis yaitu : (1) KIMBis sebagai tempat pemberdayaan masyarakat, dimana melakukan pemberdayaan masyarakat ini, maka masyarakat yang sebelumnya tidak dapat mengolah rumput laut pada akhirnya dapat mengolah rumput laut, kualitas rumput laut yang sebelumnya kualitasnya rendah dapat meningkatkan kualitas rumput laut, selanjutnya baik halnya pembudidaya maupun pedagang dapat mengetahui tingkatan kualitas rumput laut yang dibudidayakan. (2) Sarana pengembangan ekonomi masyarakat berbasis iptek dimana KIMBis dapat dapat memecahkan permasalahan yang ada di masyarakat, seperti halnya permasalahan permodalan, apakah dapat diselesaikan dengan program modal mandiri yaitu dengan melalui kesepakatan-kesepakatan di antara kelompok sasaran dan pengurus
KIMBis
tentang
bagaimana
menghimpun,
menyalurkan
dan
mengembalikan modal atau dengan melalui program permodalan lainnya yang berasal dari sumber modal lainnya. (3) Wadah kerjasama peneliti dan penyuluh, dimana penyuluh dapat menerima dan mempelajari teknologi yang dari peneliti, sebaliknya peneliti dapat menerima umpan balik dari penyuluh sehingga diharapkan teknologi yang akan digunakan oleh masyarakat sesuai dengan kriteria dan kebutuhan masyarakat. (4) Wadah kerjasama berbagai SKPD di Kabupaten Takalar untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat sehingga dengan wadah KIMBis, maka program-program yang ada di SKPD Kabupaten Takalar dapat disinergikan dengan teknologi yang dimiliki oleh KIMBis sehingga dapat dilaksanakan secara bersama. (5) Sebagai laboratorium data sosial ekonomi lapangan, dimana data-data tersebut sangat penting bagi pengurus KIMBis sebagai data dasar untuk melihat secara umum perilaku masyarakat yang selanjutnya dapat dijadikan pedoman untuk melakukan perbaikan-perbaikan di tingkat masyarakat.
64
Oleh karena itu, dengan adanya dukungan pemerintah daerah Kabupaten Takalar, maka program KIMBIs ini dapat menjadi program percontohan khususnya di Sulawesi dan dijadikan sebagai model pembangunan desa mandiri.
Tabel 20. Respon Peserta Sosialisasi Terhadap Materi Sosialisasi KIMBis Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 2
B.1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 90.91% 1 9.09%
B.2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 100.00% 0 0.00%
B.3 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 90.91% 1 9.09%
B.4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 100.00% 0 0.00%
B.5 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 18.18% 9 81.82%
Keterangan B.1 = Materi yang ditampilkan mudah dimengerti B.2 = Materi sejalan dengan program-program pemberdayaan pada instansi Saudara B.3 = Materi dapat digunakan sebagai bahan penyusunan Program pada Instansi Saudara B.4 = Panduan dari materi tersebut bermanfaat untuk Saudara B.5 = Pembicara merespon dengan baik pertanyaan peserta 1 = ya 2 = tidak
Tabel 20 menunjukkan bahwa hasil tabulasi data untuk bahasan ‘materi’ menjelaskan bahwa materi yang disampaikan mudah dimengerti oleh peserta (90,91%). Seluruh peserta menyebutkan bahwa materi yang disampaikan sejalan dengan program-program pemberdayaan pada instansi masing-masing peserta. Sebanyak 90,91%
peserta
sosialisasi KIMBis menyatakan bahwa materi yang ditampilkan dapat digunakan sebagai bahan penyusunan program pada masing-masing instansi peserta dalam pemberdayaan masyarakat melalui KIMBis. Panduan materi tersebut dianggap bermanfaat oleh seluruh peserta karena materi kegiatan sosialisasi belum pernah diterima sebelumnya oleh 81,82% peserta pada kegiatan sosialisasi yang lain sejenisnya.
65
Tabel 21. Respon Peserta Sosialisasi KIMBis Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 2
Sosialisasi
C.1
C.2
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 100.00% 0 0.00%
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 100.00% 0 0.00%
C.3 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 10 90.91% 1 9.09%
Terhadap
Pemateri/Instruktur
C.4 2 1 1 2 1 1 1 1 1 2 1 9 81.82% 3 27.27%
Keterangan C.1 = Pembicara menguasai materi yang disampaikan C.2 = Pembicara menyampaikan materi secara baik C.3 = Pembicara dapat mengilustrasikan contoh yang jelas C.4 = Pembicara merespon dengan baik pertanyaan peserta 1 = ya 2 = tidak Hasil tabulasi data untuk bahasan ‘instruktur’ menjelaskan bahwa seluruh peserta menyatakan bahwa instruktur atau pemateri menguasai materi yang disampaikan dan menyampaikannya secara baik. Sebanyak 90,91% peserta menyatakan bahwa pemateri dapat mengilustrasikan contoh yang jelas dalam menyampaikan materi. Sebanyak 81,82% peserta menyebutkan bahwa pemateri merespon dengan baik pertanyaan peserta.
Tabel 22. Respon Peserta Sosialisasi Terhadap Peserta Sosialisasi KIMBis Responden 1 2 3 4 5 6
D.1
D.2
1 1 1 1 2
D.3
1 1 1 1 2
D.4
1 1 1 1 1
D.5
1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 66
Responden 7 8 9 10 11 1 2
D.1
D.2 D.3 D.4 D.5 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 11 11 11 11 100.00% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00% 0 0 0 0 0 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
Keterangan D.1 = Peserta telah mewakili kepentingan daerah D.2 = Peserta merupakan kelompok sasaran sesuai dengan materi D.3 = Keberadaan KIMBis dapat membantu pembangunan daerah D.4 = Program KIMBis dapat bermanfaat bagi instansi Saudara D.5 = Instansi saudara bersedia bekerjasama dengan KIMBis untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat 1 = ya 2 = tidak Hasil tabulasi data untuk bahasan ‘peserta sosialisasi’ menjelaskan bahwa seluruh peserta menyatakan bahwa peserta yang hadir telah mewakili kepentingan daerah dan merupakan kelompok sasaran yang sesuai dengan materi yang disampaikan. Seluruh peserta juga menyatakan bahwa keberadaan KIMBis dapat membantu pembangunan daerah dan program KIMBis dapat bermanfaat bagi instansi masing-masing peserta. Begitu juga dalam kesediaan untuk bekerjasama dengan kegiatan KIMBis, seluruh peserta menyatakan bersedia bekerjasama untuk melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat. Harapan peserta terhadap pelaksanaan kegiatan KIMBis saat ini yaitu perlu adanya kecukupan waktu dalam diskusi agar terjadi kesepahaman sehingga dapat dilakukan perencanaan penyusunan program pada masing-masing instansi terkait. Untuk itu perlu ada koordinasi lanjutan dalam penentuan program kegiatan pemberdayaan masing-masing SKPD agar kegiatan dapat bersinergi, saling mendukung dan melengkapi (tidak terjadi overlaping). Koordinasi tersebut harus dilakukan secara matang dengan penjelasan program kegiatan secara rinci agar pelaksanaan kegiatan KIMBis dapat maksimal. Selain itu, perlu memperluas scoop kegiatan sosialisasi agar KIMBis mudah dikenal dan dipahami maksud kegiatannya.
67
4.3.
Pembentukan Pengurus KIMBis dan Program Kerja
Pembentukan KIMBis dan pengurusnya yang dilakukan di Desa Laikang Kecamatan Mangarabombang. Kegiatan ini dilakukan untuk mewujudkan keberadaan lembaga KIMBis di Kabupaten Takalar sekaligus sebagai sarana atau fasilitator untuk menerapkan hasil-hasil litbang KKP. Berdasarkan hasil identifikasi potensi dan permasalahan perikanan di Kabupaten Takalar, budidaya rumput laut (E cotonii) merupakan salah satu potensi yang dimiliki yaitu dengan luas areal 1.686 ha yang ada di Teluk Laikang. Usaha ini dilakukan sepanjang tahun dengan panen sebanyak tujuh hingga delapan kali. Berbeda dengan wilayah lain di Kabupaten Takalar yang hanya panen sebanyak lima hingga enam kali setahun.
Fasilitas
pendukung lainnya yang ada di desa tersebut yaitu gudang rumput laut dan kebun bibit. Pada kegiatan sosialisasi KIMBis ini, di samping kegiatan sosialisasi itu sendiri dan pembentukan pengurus KIMBis juga dilakukan rapat kerja terkait dengan kesektretariatan dan program kerja KIMBis. Kegiatan yang dilakukan dalam kesektretariatan ini selain membahas program kerja juga akan membahas tentang permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam usaha pengembangan budidaya rumput laut. Berdasarkan identifikasi permasalahan yang sudah dilakukan diketahui bahwa terdapat kendala yaitu : penyakit ice-ice pada rumput laut yang belum teratas, besarnya biaya permodalan terutama untuk tali cadangan jika terjadi ombak besar yang menyeret tali, belum adanya kegiatan pengolahan rumput laut untuk efek pengganda ekonomi, karena pemasaran rumput laut yang masih dalam bentuk kering, sudah adanya pengenalan teknologi rumput laut, namun belum diketahui daerah/lokasi pemasarannya.
68
SUSUNAN PENGURUS KLINIK IPTEK MINA BISNIS (KIMBis) KABUPATEN TAKALAR 2014
PENANGGUNG JAWAB KIMBis LOKASI
LAISON OFFICER (LO) Muh. Syahril, SE
Asisten Manajer Klinik Bidang Pengembangan Usaha KAMASIAH, S.KEP
MANAGER MUH. KASIM, S. KEL
Asisten Manajer Klinik Bidang Promosi dan Pemasaran AMIN MUSTONO
UNSUR DINAS KP IRWAN, S.SOS
Asisten Manajer Klinik Bidang Penguatan Kelembagaan dan Bimbingan Anggota HUSAIN MABE, SE
MITRA PROGRAM Kelompok usaha produktif, LSM, SKPD terkait, Mitra usaha/pasar
Gambar 20. Susunan PengurusKlinik Iptek Mina Bisnis (Kimbis) Kabupaten Takalar Rencana kegiatan dalam satu tahun (2014) telah dirancang oleh pengurus, tetapi pembahasan belum secara detil dan belum disepakati rencana operasionalnya (Tabel 23). Tabel 23. Draft Rencana Program Kerja KIMBISTahun 2014 NO
1 2 3
4 5 6
PROGRAM KERJA
Rapat Kerja Pengurus Pengadaan sekretariat dan kelengkapannya Identifikasi : - potensi dan masalah usaha - kelembagaan - Mitra Pasar Penguatan kelembagaan usaha produktif Penjajakan dan Penguatan pasar hasil budidaya dan olahan Pengelolaan Tambak Pemda untuk budidaya : - Ikan bandeng
WAKTU Juni Juni – Juli Juli
Juni – Agustus Juni – Oktober Juni - November
69
NO 7 8
9
10
PROGRAM KERJA
WAKTU
- Rumput laut caulerva Pengembangan budidaya lobster Perintisan dan Pengembagan usaha jasa produktif - Mina wisata - Pusat Belajar Masyarakat Pelatihan kewirausahaan : - Kerajinan tangan - Servis elektronik - Pengembangan usaha alternatif Pengembangan Kelompok Olahan Hasil Kelautan dan Perikanan
4.4. Koordinasi Awal Kerjasama KIMBis
Dalam
Rangka
Pengembangan
Juli – Desember Juni - Desember
November
Juli – Oktober
Jaringan
dan
Koordinasi dilakukan oleh Tim KIMBis Takalar dengan Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau (BPPBAP) sebagai langkah awal kegiatan pengembangan jaringan dan kerjasama KIMBis dengan SKPP terkait. Tujuan koordinasi ini adalah untuk mensinergikan kegiatan KIMBis Takalar dengan program BPPBAP untuk pengembangan budidaya secara Integrated Multi Trophic Aquaculture (IMTA). Hal tersebut dilatar belakangi oleh kondisi tambak Pemerintah Daerah seluas 33 ha yang pemanfaatannya/pengelolaannya diperuntukkan masyarakat. Sampai saat ini sebagian tambak tersebut hanya digunakan untuk budidaya rumput laut jenis lawi-lawi (caulerva sp) secara tradisional. Tim KIMBis menilai bahwa pemanfaatan potensi sumberdaya tambak tersebut belum optimal, padahal jika garap dengan baik maka akan menjadi peluang bagi masyarakat untuk peningkatan ekonominya. Hasil koordinasi dengan Prof (ris). Dr. Ir. Brata Pantjara,MP menjelaskan bahwa pemanfaatan lahan tambak pemerintah daerah di Desa Laikang dapat dikembangkan dengan melakukan budidaya polikultur yaitu udang vanamei, rumput laut dan sedikit bandeng secara tradisional. Ketiga komoditas tersebut dianggap sebagai komoditas yang paling cocok untuk kegiatan budidaya di masyarakat karena secara teknis, mudah untuk diterapkan. Menurut Pantjara, sangat tepat untuk memanfaatkan lahan yang terbengkalai, namun perlu juga diperhatikan kesiapan lahan dan sumberdaya manusianya serta infrastrukturnya. Secara fisik, lahan pemda tersebut belum siap untuk kegiatan budidaya karena konstruksi lahan yang kurang memadai seperti pematang tambak yang rusak.
70
Pematang tambak difungsikan untuk menahan air serta melindungi unit tambak dari bahaya banjir, erosi dan air pasang. Oleh karena itu dalam konstruksinya pematang/tanggul harus dibangun benar-benar kuat, bebas dari bocoran dan aman dari kemungkinan longsor. Selain pematang tambak, perlu juga dibuat pintu air dalam petakan tambak sebagai pengendali danmoengatur air dalam operasional budidaya. Di petakan tambak biasanya pintu air terdiri atas dua macam yaitu pintu air pemasukan dan pembuangan. Jumlah pintu air tergantung tingkat teknologi yang diterapkan. Begitu juga saluran air tambak juga perlu diperhatikan karena tambak pemda tidak memiliki saluran air. Saluran air yang berfungsi untuk memasukan air setiap saat secara mudah, baik untuk mengalirkan air dari laut ataupun air tawar dari sungai/irigasi.
4.5. Introduksi Dan Praktek Penggunaan Alat Perangkap Bibit Lobster ‘Pocong’ Kegiatan ini dilakukan dalam bentuk pengenalan alat perangkap bibit lobster ‘pocong’. Introduksi alat tangkap bibit lobster dilaksanakan pada tanggal 9-10 Oktober 2014 di Desa Puntondo dengan narasumber dari KIMBis Lotim. Alat pocong ini merupakan hasil pengembangan kreasi pembudidaya lobster mitra KIMBis Lombok Timur yaitu Bapak Sapriadi. Alat perangkap ‘pocong’ ini telah berkembang dan booming di masyarakat pesisir Lombok Timur ( di perairan pulau Lombok). Narasumber menjelaskan bahwa perairan Lotim memiliki 3 teluk, 1 teluk diantaranya dipadati oleh karamba-karamba lobster masyarakat. Kepadatan tersebut digambarkan bahwa jarak antar karamba bisa dijangkau dengan melangkah saja. Perairan tersebut dijelaskan oleh narasumber dalam kondisi yang sangat bagus dan memiliki produktivitas yang tinggi.Peserta kegiatan adalah pembudidaya lobster, pengurus KIMBis Trikarsa dan Pengurus KIMBis Pusat serta Narasumber.
4.5.1. Karakteristik responden Pembudidaya lobster yang mengikuti acara introduksi alat perangkap ‘pocong’ merupakan mitra KIMBis Trikarsa. Berdasarkan umur, sebanyak 50% peserta berusia 30-40 tahun, sebanyak 33% berusia 40-50 tahun dan sebanyak 17% berusia 25-30 tahun. 71
Berdasarkan jumlah keluarga menunjukkan bahwa sebanyak 17% berjumlah 1-2 orang, sebanyak 50% berjumlah 3-4 orang dan sebanyak 33% berjumlah 5-6 orang. Usia pembudidaya terbanyak berada pada kisaran 30-40 tahun yang merupakan usia produktif dan jumlah keluarga terbanyak berjumlah 3-4 orang yang menunjukkan bahwa responden memiliki 2-3 tanggungan. Tingkat pendidikan individu dapat menentukan tingkat pengetahuan dan tingkat penyerapan terhadap informasi baru. Berdasarkan pendidikan peserta diketahui bahwa sebanyak 17% tidak sekolah, sebanyak 58% berpendidikan SD, sebanyak 17% berpendidikan SMP dan sebanyak 8% berpendidikan SMA. Tingkat Pendidikan pembudidaya lobster terbesar yaitu Sekolah Dasar. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat pendidikan pembudidaya masih rendah dan butuh pendampingan dalam hal penyebaran informasi baru. Berdasarkan pengalaman pembudidaya dalam melakukan kegiatan budidaya lobster diketahui bahwa 17% pembudidaya baru melakukan usahanya dibawah satu tahun dan sebanyak 83% pembudidaya telah berusaha 1-2 tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa usaha budidaya lobster di perairan Laikang baru dikenalkan sebagai sumber pendapatan masyarakat. Berdasarkan status kepemilikan karamba, pembudidaya menyebutkan bahwa 33% pembudidaya memiliki karamba sendiri dan sebanyak 67% pembudidaya hanya mengelola karamba milik dinas kelautan dan perikanan Kab Takalar. Karamba milik Dinas KP terbuat dari aquatek sedangkan keramba milik pembudidaya terbuat dari bambu dan pelampungnya terbuat dari jerigen dan stereofom.
4.5.2. Persepsi Peserta terhadap Alat Tangkap Pocong Menurut pembudidaya lobster (100% responden), pengenalan alat perangkap bibit lobster ‘Pocong’ sangat sesuai dengan kebutuhan pembudidaya saat ini. Begitupun tingkat manfaatnya, 100% responden menyatakan sangat bermanfaat. Alasannya karena mereka belum mengenal teknik penangkapan bibit lobster. Selama ini kegiatan budidaya lobster berupa pembesaran selama 2-4 bulan dengan bibit berukuran 1 – 2 ons yang dibesarkan hingga menjadi 3 – 5 ons. Kegiatan pengenalan alat tangkap bibit lobster ini diterima pembudidaya Takalar sebagai sesuatu hal baru dan memiliki kebenaran. 72
Secara teknis, seluruh responden menyatakan bahwa alat tangkap ‘pocong’ mudah untuk diterapkan dan menurut mereka akan meningkatkan produksi. Secara ekonomi, menurut seluruh responden bahwa bahan baku untuk pembuatan ‘pocong’, mudah diperoleh dan harganya murah. Bahan tersebut antara lain: kertas semen, waring ukuran 0,5 x 1 m, benang dan tali ris. Total biaya untuk 1 piece pocong sekitar Rp 20.000,-. Menurut responden, biaya penerapan alat tersebut juga terjangkau karena bisa dilakukan bersamaan dengan aktivitas ke karamba.Dilihar dari aspek lingkungan, seluruh responden menyatakan bahwa alat pocong tidak merusak lingkungan (ramah lingkungan).
Gambar 21. Introduksi Alat tangkap bibit lobster ‘Pocong’
Persiapan Pemasangan Pocong di Perairan
Pemasangan Pocong di Perairan
Gambar 22. Pemasangan Pocong di Teluk Laikang
73
4.6. Pengenalan rumput laut jenis Caulerpa Spdan pemasarannya pada Festival Sanrobengi di Desa Boddia Kecamatan Galesong.
Festival Sanrobengi merupakan wujud upaya untuk mendorong pengembangan wisata bahari di Kabupaten Takalar. Festival ini dilaksanakan pada tanggal 10 Oktober 2014 di pulau Sanrobengi Desa Boddia kecamatan Galesong Selatan. KIMBis Trikarsa memanfaatkan moment tersebut untuk mengenalkan produk lokal daerahnya kepada masyarakat luas. Karena acara festival ini baru pertama kali digelar di kabupaten Takalar. Tujuannya untuk mempromosikan potensi kabupaten Takalar. Pada festival tersebut dihadiri oleh masyarakat se-Sulawesi Selatan. Pada festival ini, ada kegiatan makan rumput laut jenis Caulerpa Sp (atau yang biasa disebut lawi-lawi) terbanyak yang tercatat dalam rekor MuRI. MuRI mencatat kegiatan ini baru pertama kali dilakukan di Indonesia dengan jumlah peserta sebanyak 1.000 orang. Hasil kegiatan ini menunjukkan bahwa tidak semua masyarakat mengetahui rumput laut jenis caulerpa Sp atau yang biasa disebut lawi-lawi. Selain tidak mengetahui jenisnya, mereka juga tidak tahu cara pengolahannya untuk dikonsumsi (cara memasak). Pengurus KIMBis Trikarsa menjelaskan dengan rinci tentang lawi-lawi dan cara mengolahnya untuk siap saji. Sebanyak 300 kg lawi-lawi terjual hanya dengan waktu sekitar 3 jam. Hal tersebut menunjukkan bahwa masyarakat mau mencoba hasil alam yang dianggap baru. Pangsa pasar lawi-lawi juga terbuka luas dengan adanya festival ini.
Gambar 23. Pengenalan Rumput Laut Jenis Caulerpa Sp Pada Festival Sanrobengi
74
Lahan tambak untuk lawi-lawi
Caulerpa Sp (Lawi-lawi)
Gambar 24. Caulerpa Sp (Lawi-lawi) dan lahan tambak lawi-lawi Mitra KIMBis Gambar 25. 4.7. Pengenalan Tradisional
Budidaya
Polikultur
Untuk
Pemanfaatan
Tambak
Saat ini masyarakat di Desa Laikang masih fokus pada budidaya rumput laut E. Cottonii dan mulai untuk membudidayakan “lawi-lawi” atau kolerva di tambak rakyat. lawi-lawi tersebut selama ini digunakan sebagai konsumsi atau pelengkap makan atau sebagai sayuran. Nilai tambah tambak dapat ditingkatkan dengan melakukan diversifikasi jenis komoditas yang dibudidayakan, misalnya lawi-lawi, Udang Vaname dan Bandeng. Sebenarnya 2 komoditas lain tersebut (bandeng dan vaname) bukan merupakan produk baru di Takalar (khususnya) dan Selawesi Selatan (umumnya). Namun, cara-cara membudidayakan secara polikultur perlu mendapatkan pendampingan untuk memperbaiki teknologi yang digunakan. Kolerva merupakan salah satu jenis rumput laut yang berkembang di Desa Laikang. Masyarakat lokal menyebutnya lawi-lawi. Satu tahun terakhir ini mulai mencari pangsa pasar dan permintaan terus meningkat secara perlahan.Pengenalan dilakukan dengan mengundang instruktur dari Balai Budidaya Air Payau Takalar. Metode yang digunakan adalah pengajaran kepada kelompok pembudidaya binaan KIMBis Kabupaten Takalar.
75
Gambar 26. Pengenalan teknologi budidaya secara polikultur di tambak tradisinal oleh staf Balai Budidaya Air Payau Takalar 4.8.
Koordinasi dengan Rumah Kemasan
Kelompok binaan KIMBis Trikarsa Takalar telah memiliki produk olahan rumput laut. Keahlian tersebut diperoleh dari program IPTEKMAS yang diberikan oleh BalitbangKP melalui BBP4BKP berupa tik-tik dan dodol rumput laut. Kelompok tersebut telah mampu memproduksi olahan tersebut, namun tidak mampu memasarkan secara luas. Selama ini, produksi dilakukan berdasarkan pesanan konsumen sehingga produksi tidak secara kontinyu. Permasalahan utama adalah bagaimana mengenalkan produk kepada konsumen. KIMBis Trikarsa berupaya mencari solusinya. Salah satu ide adalah meningkatkan daya tarik konsumen melalui identitas produk (branding). Untuk itu, pengurus KIMBis melakukan koordinasi dengan rumah kemasan Bandung. Hasil koordinasi menjelaskan bahwa branding adalah cara untuk mengenalkan identitas produk pada konsumen. Branding produk lebih dikenal konsumen melalui kemasan produk. Kemasan sebuah produk merupakan salah satu unsur yang mempengaruhi banyaknya penjualan atau minatnya konsumen terhadap produk. Kualitas sebuah produk dan cara pemasaran jauh lebih diutamakan untuk meningkatkan penjualan, dibandingkan fokus pada kemasan produk. Padahal beberapa unsur yang mempengaruhi penjualan produk seperti kualitas produk, pemasaran, dan kemasan juga saling mendukung satu sama lain. Kemasan produk merupakan bagian dari strategi pemasaran.Tujuan atau fungsi utama kemasan produk adalah untuk melindungi produk dari goresan atau cacat produk yang membuat produk menjadi rusak. Selain itu juga kemasan produk tidak hanya difungsikan
76
pada saat proses pendistribusian barang dari produsen ke beberapa distributor, tapi kemasan produk juga bisa melindungi produk ketika berada di toko-toko retail. Untuk itu, perlu menyiapkan desain packaging yang tepat untuk produk agar bisa menjadi daya tarik konsumen. Sebuah kemasan produk juga berperan penting dalam memberikan informasi produk seperti, manfaat, kegunaan, tagline, maupun cara pembuatan. Semuanya dapat dicantumkan pada desain kemasan agar konsumen tahu tentang manfaat dari produk tersebut. Hal tersebut dapat mempengaruhi konsumen untuk melakukan keputusan membeli produk yang dihasilkan. Selain itu kemasan dapat membedakan produk yang memiliki rasa dan fungsi yang hampir sama, karena kemasannya berbeda, bisa jadi konsumen akan lebih cenderung memilih produk yang memiliki kemasan yang menarik menurutnya.
4.9. Data dan Informasi Kelompok Usaha Binaan KIMBis Data dan informasi kelompok usaha binaan KIMBis merupakan data awal yang dikumpulkan untuk kebutuhan perkembangan usaha selanjutnya. Data dan informasi ini akan dimanfaatkan sebagai data dasar untuk mengetahui keberhasilan kegiatan KIMBis yang akan berjalan beberapa tahun ke depan. Data dan informasi tersebut akan diolah menjadi bentuk yang berarti bagi penerimanya dan bermanfaat dalam pengambilan keputusan saat ini dan saat mendatang (Gambar 26). Pendapatan Mitra KIMBis Berdasarkan Usahanya, 2014 8.000.000 Pendapatan (Rp)
7.000.000 6.000.000 5.000.000
Kaulerva
4.000.000
RL
3.000.000
Lobster
2.000.000
Pengolah
1.000.000 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Gambar 27. Pendapatan kelompok sasaran KIMBis berdasarkan usahanya pada tahun dasar (t0) 77
Gambar 26 menunjukkan bahwa secara umum pendapatan rata-rata pembudidaya rumput laut E. cottonii berada di atas pendapatan dari usaha-usaha lain seperti caulerva, lobster dan pengolah rumput laut. Pada gambar tersebut terlihat perbedaan pendapatan terutama pada responden ke-7 sampai dengan responden ke-10. Perbedaan tersebut terjadi karena daerah budidaya rumput laut kurang produktif, sehingga mempengaruhi jumlah pendapatan yang pada setiap unit budidayanya.
4.9.1.
Kelompok Pembudidaya Rumput Laut Caulerpa Sp
Sampai saat ini jumlah pembudidaya rumput laut jenis caulerpa Sp yang menjadi binaan KIMBis di Desa Laikang sebanyak 23 orang. Luas lahan terbanyak yaitu 0,5 hingga 1 ha sebanyak 57% dan sebanyak 78% status kepemilikannya adalah milik sendiri. Rata-rata produksi lawi-lawi terbesar yaitu sebanyak 400-800 kg per panen (64%). Lama pemeliharaan lawi-lawi yaitu 40-60 hari. Harga jual selama tahun 2014 sebesar Rp 1.500,-/kg. Secara rinci, gambaran luas lahan, jumlah produksi dan pendapatan pembudidaya lawi-lawi dapat dilihat pada diagram berikut. Luas Lahan Tambak Caulerpa Sp Binaan KIMBis, 2014 4%
4% 0,5-1 ha
17% 18%
57%
1-2 ha 2-3 ha 3-5 ha >5 ha
Status Kepemilikan Lahan Tambak Caulerpa Sp Binaan KIMBis 2014 22%
78% milik sendiri sewa
78
Jumlah Produksi Caulerpa Sp Binaan KIMBis, 2014
8% 12%
Pendapatan Pembudidaya Caulerpa Sp Binaan KIMBis 2014
16% 32% 32%
400-600 kg
< 1jt
4%
200-400 kg
1 - 1,5jt
13%
31%
17%
600-800 kg 800-1000 kg >1000 kg
13%
13%
1,5 - 2jt 2 - 2,5jt 2,5 - 3jt 3 - 4jt
9%
> 4jt
Gambar 28. Data awal kelompok budidaya Caulerva Sp 4.9.2.
Kelompok Pembudidaya Rumput Laut Cottnii Sp
Desa Laikang merupakan daerah pesisir yang mata pencarian masyarakat bertumpu pada hasil perairan, salah satunya dari usaha budidaya rumput laut. Rumput laut yang dibudidaya di adalah jenis cottnii sp dengan teknik budidayanya secara longline (bentangan). Jumlah pembudidaya desa ini sebanyak 1.332 KK atau sekitar 89% dari jumlah KK (1.496 KK). Pembudidaya tersebut terbagi menjadi pembudidaya murni rumput laut sebanyak 205 KK (80%), pembudidaya dan nelayan sebanyak 690 KK, pembudidaya dan tambak sebanyak 65 KK, pembudidaya dan pengepul sebanyak 42 KK, pembudidaya dan petani sebanyak 310 KK, serta pembudidaya dan PNS sebanyak 20 KK. Luas Lahan Pembudidaya Rumput Laut Cottonii Mitra KIMBis, 2014
Jumlah Bentangan Pembudidaya Rumput Laut Cottonii Mitra KIMBis, 2014 10%
10% 20%
30%
> 1 Ha 70%
50%
1 - 2 Ha 2 - 3 Ha
< 500
10%
500 - 800 800 - 1.000 > 1.000
79
Produksi Rumput Laut Cottonii Mitra KIMBis, 2014
20%
20% 40%
< 100 kg
Pendapatan Pembudidaya Rumput Laut Cottonii Mitra KIMBis, 2014 20% 0%
20%
0%
100 - 150 kg 20%
150 - 200 kg
40%
20%
0%
200 - 300 kg
< 1jt 1 - 1,5jt 1,5 - 2jt 2 - 2,5jt 2,5 - 3jt 3 - 4jt
Gambar 29. Data awal kelompok budidaya Cottonii Sp 4.9.3.
Kelompok Pembudidaya Lobster
Budidaya lobster yang dilakukan masyarakat desa Laikang adalah menggunakan sistem karamba jaring apung (KJA) di perairan Laikang. Sistem budidaya lobster merupakan pembesaran/penggemukan lobster. Lobster kecil diperoleh dari penangkapan di perairan tersebut kemudian dibudidayakan di KJA. Ukuran lobster kecil yang ditangkap sekitar 1 – 1,5 ons kemudian dipelihara selama 3-4 bulan hingga berukuran 3-5 ons. Selama budidaya, dikeluarkan biaya untuk pakan.Sebanyak 60% KJA milik binaan KIMBis Trikarsa berstatus milik sendiri dan 40% merupakan KJA sewa. Setiap pembudidaya lobster memiliki jumlah unit KJA bermacam-macam, sekitar 70% memiliki 2 unit KJA. Produksi lobster terbanyak per bulan adalah 20-25 kg (sebanyak 40% responden) dan pendapatn terbanyak berkisar antara Rp 1.500.000,- s/d Rp 2.000.000,- per bulan sebanyak 60%.
80
Jumlah Kepemilikan KJA Lobster Binaan KIMBis, 2014
Status Kepemilikan KJA Lobster Binaan KIMBis, 2014
10% 40%
2 Unit
20% 60%
milik sendiri sewa
3 Unit
70%
4 Unit
0%
5 Unit
Pendapatan Pembudidaya Lobster Binaan KIMBis, 2014
Produksi Lobster per Bulan Binaan KIMBis, 2014
0% 0% < 1jt
40% 60%
< 10 kg
10% 0% 10% 20%
20%
1 - 1,5jt 1,5 - 2jt
10 - 15 kg 15 - 20 kg
40%
2 - 2,5jt
20 - 25 kg 25 - 30 kg > 30 kg
Gambar 30. Data awal kelompok budidaya Lobster 4.9.4.
Kelompok Pengolah
Kelompok pengolah binaan KIMBis Trikarsa kabupaten Takalar berupa tik-tik rumput laut dan dodol rumput laut. Sumber informasi teknologi olahan rumput laut yang diterima kelompok ini berasal dari program IPTEKMAS BalitbangKP melalui BBP4BKP sejak tahun 2012. Kegiatan olahan tersebut dilakukan oleh para wanita/ istri pembudidaya rumput laut. Sebanyak 50% responden memproduksi olahan rumput laut sekitar 400-500 bungkus per bulan. Pendapatan terbanyak yang diperoleh sekitar Rp 1.000.000,- s/d Rp 1.500.000,- yaitu 80%. Secara rinci dijelaskan oleh gambar dibawah ini.
81
Produksi Olahan Rumput Laut Binaan KIMBis, 2014
Pendapatan Pengolah Rumput Laut Binaan KIMBis, 2014 0%
10%
10%
0%
< 200 bks 200 - 400 bks
30% 50%
400 - 600 bks 600 - 800 bks
0% 0% 20%
< 500 rb 500 rb - 1 jt
80%
> 800 bks
1 - 1,5 jt 1,5 - 2 jt 2,5 - 3jt
Gambar 31. Data awal kelompok pengolah
82
V.
DESKRIPSI MODEL GENERIK HASIL PELAKSANAAN KEGIATAN: “MODEL KERJASAMA ANTAR LEMBAGA DALAM MENDUKUNG TERWUJUDNYA DESA MANDIRI DI KABUPATEN TAKALAR”
5.1.
Pendahuluan
Desa mandiri adalah desa yang mampu mengelola kekuatan (aset dan potensi) yang dimiliki serta mampu memanfaatkan peluang yang ada dalam pengelolaan pembangunan untuk kesejahteraan warga desa.Secara umum, desa mandiri dicirikan antara lain oleh: 1) kemampuan desa mengurus dengan kekuatan yang dimilikinya; 2) pemerintahan desa memiliki kewenangan dalam mengatur dan mengelola pembangunan yang didukung oleh kemandirian dalam perencanaan dan penganggaran (satu desa satu perencanaan), sebagai acuan seluruh program pembangunan di desa dan dijalankan secara konsisten; 3) sistem pemerintahannya menjunjung tinggi aspirasi dan partisipasi warga, termasuk warga miskin, perempuan, kaum muda dan yang termarginalkan lainnya; serta 4) sumberdaya pembangunan dikelola secara optimal transparan dan akuntabel untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya demi kesejahteraan seluruh warganya.Kunci dari Desa Mandiri adalah partisipasi aktif masyarakat dalam hal segala aspek pembangunan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Desa Laikang merupakan desa pertanian dan termasuk pula sebagai desa pesisir, dimana disebelah selatan desa ini terbentang laut (selat Makassar), dan sebelah barat dikelilingi oleh empang dan persawahan, dan disebelah timur terbentang aliran sungai yang membatasi desa ini dengan Desa Bontomanai, dan sebelah utara merupakan Desa Mangadu terpilih sebagai salah satu program desa mandiri oleh pemerintah Kabupaten Takalar. Sementara itu, hasil identifikasi terhadap calon lokasi KIMBis juga menempatkan Desa Laikang sebagai lokasi KIMBis yang salah satu lokasi pengembangan rumput laut. Permasalahan yang muncul dalam pengembangan usaha dan perekonomian berbasis rumput laut adalah; (1) Rendahnya kualitas rumput laut yang dihasilkan, (2) Terbatasnya kapasitas sumberdaya manusia dalam pengolahan hasil, (3) Rendahnya nilai jual rumput laut yang dihasilkan, (4) Terbatasnya akses terhadap sumber permodalan, dan (5) Terbatasnya informasi tentang potensi usaha dan peluang ekonomi yang ada. Kelembagaan KIMBis hadir untuk membantu menyelesaikan permasalahan tersebut dalam kerangka mendukung terlaksananya dan tercapainya tujuan program unggulan Kabupaten Takalar yaitu kemandirian desa. Peran KIMBis disini adalah mengisi 83
kebutuhan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam mengembangkan usaha perikanan. Keberadaan KIMBis di Kabupaten Takalar diharapkan dapat memberikan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi serta desimenasi hasil Balitbang KP terhadap program daerah yang disebut Program Desa Mandiri.
5.2.
Penguatan Kelembagaan Kimbis Dan Inisiasi Kerjasama
Desa Laikang merupakan daerah pesisir yang terletak di kecamatan Mangara’bombang Kabupatren Takalar, yang terdiri dari 6 dusun yaitu Dusun Laikang, Boddia, Puntondo, Turikale, Pandala, dan dusun Ongkowa. Jumlah penduduk 4.368 jiwa yakni perempuan 2337 jiwa dan laki-laki 2031. Jumlah KK adalah 1150, dengan jumlah KK perempuan 132 dan jumlah KK laki-laki 1.018. Luas wilayah ini adalah 1.459, ha, dimana luas pemukiman adalah 266, 82 ha., luas persawahan 114, 38 ha., luas perkebnunan, 1.017, 13 ha. Luas kuburan 1, 60 ha, luas pekarangan 30, 40 ha, luas perkantoran 18, 90 ha. Luas total tanah fasilitas umum adalah 4, 42 ha, tanah hutan 80 ha. Desa Laikang terpilih sebagai lokasi program kemandirian desa dan lokasi KIMBis karena kompleksitas usaha perikanan yaitu perikanan tangkap, budidaya (laut dan payau), daerah konservasi mangrove, pengolahan produk perikanan dan wisata bahari. Selain permasalahan yang terkait dengan rumput laut, saat ini masih berkembang isu-isu dalam pembangunan perikanan, yaitu; (1) Belum dioptimalkan semua dokumen perencanaan
terkait pemanfaatan dan pengelolaan smberdaya kelautan dan perikanan,
(2) Masih Terbatasnya fasilitas pendukung untuk mendorong pembangunan
perikanan,
(3) Sumberdaya Manusia (SDM) baik pengelola maupun masyarakat pelaku usaha masih perlu ditingkatkan, (4) Masih kurang terbangun kerja sama (investor) dengan pihak luar yang terkait perikanan, dan (5) Informasi dan promosi masih perlu ditingkatkan. Apabila ditinjau lebih detil, permasalahan yang berkembang dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan di Desa Laikang dibedakan menjadi menjadi perikanan tangkap, budidaya (rumput laut), budidaya di tambak dan pengolahan hasil perikanan (Tabel 24).
84
Tabel 24. Permasalahan Dalam Kegiatan Usaha Perikanan Di Desa Laikang USAHA PERIKANAN
Perikanan Tangkap
Budidaya RL
Budidaya di Tambak
Pengolahan produk hasil perikanan
PERMASALAHAN
Hasil tangkapan ikan masih dijual dalam bentuk segar, kegiatan pengolahan ikan belum berkembang. Teknologi penangkapan ikan skala kecil. Fungsi TPI belum maksimal, sehingga redording data produksi secara berkala masih lemah Nelayan (Telor Ikan Terbang) belum menggunakan teknologi pendukung seperti fish finder dan radar. Penyakit ice-ice pada rumput laut yang belum teratasi, selama ini pembudidaya hanya melakukan tindakan ‘pemotongan’ tallus saja (memotong rumput laut yang terkena penyakit). Biaya/pemodalan dirasakan cukup besar untuk pengadaan tali cadangan jika terjadi ombak besar yang merusak tali Kesadaran dari pembudidaya RL untuk membuat kebun bibit RL masih rendah. Penyakit udang seperti WSV dan insang merah yang belum terselesaikan hingga sekarang, selama ini pembudidaya hanya melakukan usaha budidaya secara gambling karena masih berharap mendapatkan panen yang optimal. Kegiatan pengolahan (produk turunan) untuk hasil produksi tambak belum berkembang. Hasil produksi udang dan bandeng dijual segar. Kegiatan pengolahan untuk hasil produksi untuk Telor Ikan Terbang belum berkembang. Teknologi pengolahan belum dikenalkan. Selama ini, Telor ikan terbang memiliki nilai ekonomis tinggi jika diolah lebih lanjut. Kegiatan pengolahan rumput laut belum berkembang, dan hasil produksi rumput laut masih dijual dalam bentuk kering. Pengenalan teknologi pengolahan rumput laut sudah dilakukan, namun masih kesulitan mencari pasar.
Pada tahun pertama ini, KIMBis di Kabupaten Takalar masih memerlukan penguatan kelembagaan KIMBis baik di level desa maupun birokrasi satuan kerja pemerintah daerah (SKPD) Kabupaten Takalar. Hal ini bertujuan untuk lebih mengenalkan kelembagaan KIMBis dan perannya dalam mendukung program kemandirian desa.
85
5.3.
Model Inisiasi Dan Pengembangan Kerjasama
Berdasarkan fokus kegiatan pada tahap 1 atau tahun ke-1, kegiatan yang dilakukan oleh Kimbis Takalar adalah identifikasi kebutuhan dan karakter masyarakat, kegiatan usaha perikanan, membangun komunikasi dan jaringan (Gambar 30.)
Gambar 32. Tahapan pengembangan ekonomi masyarakat Pada tahun ke-1 Kimbis di Kabupaten Takalar fokus kepada inisiasi kelembagaan KIMBis dengan rangkaian kegiatan identifikasi potensi dan permasalahan, kebutuhan dan memahami karakter masyarakat, usaha-usaha perikanan yang berkembang, membangun komunikasi dengan stakeholder lokal termasuk SKPD, LSM dan elemen masyarakat lainnya. Hal ini bertujuan agar KIMBis dapat diterima di masyarakat yang merupakan bagian dari pelaku pemberdayaan masyarakat dengan berbasiskan pada pengembangan potensi perikanan lokal. Berdasarkan identifikasi potensi dan permasalahan, pada Tahun ke-1 potensi yang dikembangkan adalah rumput laut, lobster dan coulerva atau lawi-lawi yang diinisiasi untuk dibudidayakan ditambak secara polikultur (Gambar 31.).
86
Gambar 33. Tahapan Inisiasi Dan Penguatan Kelembagaan Kimbis Di Kabupaten Takalar Selain pengembangan potensi rumput laut, lobster dan coulerva atau lawi-lawi , pada awal eksistensi KIMBis di Kabupaten Takalar lebih banyak melakukan sosialisasi dan diskusi instensive dengan SKPD terkait program-program yang bisa dikerjasamakan pada tahu ke-2. Beberapa SKPD telah berkomitmen untuk
mensinergikan program kerja
Tahun 2015 dengan beberapa kegiatan KIMBis di Kabupaten Takalar. Beberapa SKDP tersebut diantaranya adalah Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Koperasi dan usaha kecil menengah (UKM), Dinas pekerjaan umum dan pariwisata, lembaga pemberdayaan masyarakat pedesaan (LPMD) serta lembaga pemberdayaan masyarakat desa (LPMT) (Gambar 32.).
87
Gambar 34. Model kerjasama KIMBis dan SKPD dalam rangka implementasi program desa mandiri di Kaupaten Takalar
88
VI.
EVALUASI KINERJA KIMBIS TAKALAR
Evaluasi kinerja KIMBis dilakukan untuk mengetahui tingkat capaian KIMBis Kabupaten Takalar dalam mewujudkan fungsinya sebagai; 1) Sarana Pemberdayaan Masyarakat, 2) Sarana Pengembangan Ekonomi Masyarakat, 2) Sarana Kerjasama Peneliti, Penyuluh dan Perekayasa, 3) Mitra kolaborasi kelembagaan dan 4) laboratorium data sosial ekonomi kelautan dan perikanan. Selian itu, evaluasi ini juga digunakan untuk mengukur level KIMBis berdasarkan kriteria-kriteria yang ditetapkan oleh sekretariat KIMBis Pusat. Kriteria tersebut diantaranya; 1) Wujud Fisik Klinik IPTEK Mina Bisnis, 2) Struktur Organisasi, 3) Pelaksanaan Kegiatan Klinik IPTEK Mina Bisnis, 4) Kelompok Sasaran, 5) Output Kegiatan, dan 6) Dampak Kegiatan. 6.1.
Evaluasi kinerja KIMBis berdasarkan fungsi KIMBis
Hasil evaluasi terhadap fungsi KIMBis sebagai sarana pemberdayaan menjelaskan bahwa KIMBis Kabupaten Takalar program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh KIMBis Takalar baru pada tahap perencanaan. Sinergi dan komunikasi dengan Pemerintah Daerah Takalar dan beberapa SKPD juga sudah dilakukan dalam rangka persiapan pelaksanaan pada tahap berikutnya atau Tahun ke-2 (Tabel 25). Tabel 25. Evaluasi Fungsi Kimbis Sebagai Sarana Pemberdayaan Masyarakat Variabel kinerja
1. Kimbis sudah merancang program pemberdayaan masyarakat
Jawaban
2 (sedang disusun)
2. Program pemberdayaan tersebut sudah didiskusikan dengan SKPD terkait dilokasi Kimbis.
3 (sudah)
3. Program pemberdayaan tersebut sudah didiskusikan dengan kelompok sasaran Kimbis.
2 (akan didiskusikan)
4. Program pemberdayaan tersebut terkait dengan manajemen pengelolaan usaha. 5. Program pemberdayaan tersebut terkait dengan usaha budidaya perikanan 6. Program pemberdayaan tersebut terkait dengan usaha penangkapan ikan 7. Program pemberdayaan tersebut terkait dengan pengelolaan sumberdaya ikan 8. Program pemberdayaan tersebut terkait dengan usaha pengolahan hasil perikanan.
2 (belum terkait) 3 (terkait) 2 (belum terkait) 2 (belum terkait) 3 (terkait)
89
Variabel kinerja 9. Program pemberdayaan tersebut terkait dengan usaha pergaraman 10. Program pemberdayaan tersebut terkait dengan penguatan permodalan 11. Program pemberdayaan tersebut terkait dengan menciptakan mata pencaharian alternative. 12. Pelaksanaan program pemberdayaan tersebut didonasi oleh pihak lain (SKPD dan CSR) 13. Hasil dari kegiatan pemberdayaan tersebut berkembang dalam masyarakat. 14. Kegiatan pemberdayaan tersebut dilakukan pada sekretariat Kimbis
Jawaban 1 (tidak terkait) 1 (tidak terkait) 3 (terkait) 2 (di biayai sebagian) 2 (belum berkembang) 3 (ya)
Hasil evaluasi terhadap fungsi KIMBis sebagai sarana pengembangan ekonomitidak jauh berbeda dengan program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh KIMBis Takalar yaitu baru pada tahap perencanaan. Sinergi dan komunikasi dengan Pemerintah Daerah Takalar dan beberapa SKPD juga sudah dilakukan dalam rangka persiapan pelaksanaan pada tahap berikutnya atau Tahun ke-2 (Tabel 26). Tabel 26. Evaluasi Fungsi Kimbis Sebagai Sarana Pengembangan Ekonomi Masyarakat Variabel kinerja 1. Kimbis sudah merancang program pengembangan ekonomi masyarakat 2. Orientasi program pengembangan ekonomi kegiatan dalam Kimbis. 3. Program pengembangan ekonomi tersebut sudah didiskusikan dengan kelompok sasaran Kimbis 4. Program pengembangan ekonomi tersebut sudah didiskusikan dengan SKPD terkait 5. Program pengembangan ekonomi tersebut diarahkan untuk memanfaatkan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan setempat 6. Orientasi pengembangan ekonomi pada kelompok sasaran diarahkan untuk memanfaatkan limbah. 7. Orientasi kegiatan pengembangan ekonomi dirancang untuk menyediakan lapangan kerja untuk masyarakat yang lain. 8. Orientasi kegiatan pengembangan ekonomi dirancang memanfaatkan teknologi hasil litbang kelautan dan perikanan. 9. Orientasi kegiatan pengembangan ekonomi pada kelompok sasaran dirancang untuk menumbuhkan kegiatan usaha lain.
Jawaban
2 (sedang disusun) 3 (pasar luar daerah) 3 (Sudah) 3 (Sudah) 3 (ya) 1 (tidak) 3 (ya) 3 (ya) 3 (ya)
90
Variabel kinerja
Jawaban
10. Orientasi kegiatan pengembangan ekonomi pada kelompok sasaran dirancang bermitra dan memanfaatkan dana CSR.
3 (ya)
11. Orientasi kegiatan pengembanganekonomi pada kelompok sasaran dirancang sesuai dengan salah satu program PEMDA setempat
3 (ya)
12. Orientasi kegiatan pengembangan ekonomi pada kelompok sasaran yang dirancang sesuai dengan salah satu tujuan MDGs 13. Orientasi kegiatan pengembangan ekonomi pada kelompok sasaran yang dirancang akan menimbulkan konflik sosial dalam masyarakat
3 (ya) 2 (mungkin ada)
KIMBis Takalar belum memanfaatkan fungsinya untuk bekerjasama secara maksimal dengan peneliti lingkup Balitbang KP. Namun demikian, pengurus KIMBis Kabupaten Takalar telah mengisinisiasi kerjasama dengan perekayasa yaitu dari Balai Budidaya Air Payau Takalar dan penyuluh tingkat kecamatan. Kerjasama dengan perekayasa diwujudkan dengan inisiasi pengembangan budidaya tambah tradisional secara polikultur. Sementara itu, kerjasama dengan penyuluh dilakukan dengan koordinasi kegiatan KIMBis di Takalar yang sampai saat ini dilakukan (Tabel 27). Tabel 27. Evaluasi Fungsi KIMBis Sebagai Sarana Kerjasama Peneliti, Penyuluh Dan Perekayasa Variabel kinerja
Jawaban
1. Pelaksanaan kegiatan penerapan IPTEK, pelaksana kegiatanKimbis Pusat bermitra dengan peneliti dari satker litbang lain
3 (ya)
2. Pelaksanaan kegiatan penerapan IPTEK, pengurus Kimbis Pusat bermitra dengan penyuluh perikanan pada lokasi kegiatan
2 (sedang dipikirkan)
3. Pelaksanaan kegiatan penerapan IPTEK, pengurus Kimbis Pusat bermitra dengan instruktur pada sekolah umum atau sekolah tinggi perikanan
2 (sedang dipikirkan)
4. Program penerapan IPTEK pengurus Kimbis Pusat bekerja sama dengan Perguruan Tinggi setempat
2 (belum terpikirkan)
5. Program penerapan IPTEK ada peneliti pada satker lingkup Balitbang KP yang menolak ikut berpartisipasi.
2 (belum di coba)
6. Apakah satker lingkup P4B ikut berpartisipasi dalam penerapan IPTEK 7. Satker lingkup P4KSI ikut berpartisipasi dalam penerapan
3 (ya) 2 (belum di coba) 91
Variabel kinerja
Jawaban
IPTEK 8. Satker lingkup P3SDLP ikut berpartisipasi dalam penerapan IPTEK. 9. Satker lingkup P3TKP ikut berpartisipasi dalam penerapan IPTEK 10. Satker lingkup BBP4BKP ikut berpartisipasi dalam penerapan IPTEK 11. Peneliti dari satker lingkup Balitbang KP yang berpartisipasi pada kegiatan penerapan IPTEK tersebut memahami output dari Kimbis 12. Peneliti dari satker lingkup Balitbang KP yang berpartisipasi pada kegiatan penerapan IPTEK tersebut memahami fungsi Kimbis. 13. Pengurus Kimbis yang menjadi instruktur untuk menyebarkan IPTEK kepada kelompok lain
2 (belum di coba) 2 (belum di coba) 2 (belum di coba) 1 (tidak mengerti)
1 (tidak mengerti) 1 (tidak ada)
Pada tahun awal KIMBis di Takalar, menjalin kolaborasi sangat penting untuk menunjang pelaksanaan program KIMBis pada tahun berikutnya. Konsep kolaborasi adalah kemitraan yang dibangun atas dasar kepentingan bersama (pemberdayaan masyarakat) dan sinergitas program kegiatan terutama di lokasi KIMBis Takalar. Beberapa yang sudah terjalin inisiasi kerjasama antara lain SKPD, pemerintah daerah Kabupaten Takalar, dan beberapa SKPP lingkup KKP yang sesuai dengan permasalahan dan kebutuhan masyarakat lokal. Oleh karenanya, kolaborasi tidak dipaksakan untuk dilakukan kepada semua stakeholder (Tabel 28). Tabel 28. Evaluasi Fungsi KIMBis Sebagai Mitra Kolaborasi Kelembagaan Variabel kinerja 1. Pelaksanaan kegiatan penerapan IPTEK, pengurus Kimbis Pusat bermitra dengan SKPD KP 2. Pelaksanaan kegiatan penerapan IPTEK, pengurus Kimbis Pusat bermitra dengan SKPD-SKPD lain di Kabupaten / Kota 4. Program penerapan IPTEK pengurus Kimbis Pusat bekerja sama dengan SKPP. 5. Program penerapan IPTEK ada SKPP lingkup KKP yang menolak ikut berpartisipasi 6. Satker lingkup SKPP DJPT yang ikut berpartisipasi dalam pemberdayaan masyarakat. 7. Satker lingkup SKPP DJPB yang ikut berpartisipasi dalam penerapan IPTEK 8.
Satker lingkup SKPP P2HP yang
ikut berpartisipasi dalam
Jawaban 3 (ya) 3 (ya) 3 (ya) 1 (tidak) 1 (tdak) 3 (ya)
2 (sedang 92
Variabel kinerja penerapan IPTEK 9.
Jawaban dicoba)
Satker lingkup SKPP KP3K yang ikut berpartisipasi dalam penerapan IPTEK 10. Satker lingkup SKPP PSDKPyangikut berpartisipasi dalam penerapan IPTEK. 11. Pengusaha / perusahaan swasta yang ikut berpartisipasi dalam penerapan IPTEK 12. LSM yang ikut berpartisipasi dalam penerapan IPTEK
2 (sedang dicoba)
13. Pemerintah desa ikut berpartisipasi dalam penerapan IPTEK 14. Kelembagaan lain yang ikut berpartisipasi dalam penerapan IPTEK.
3 (ya) 2 (sedang dicoba)
1 (tidak) 2 (sedang dicoba) 3 (ya)
Pelaksanaan fungsi laboratorium data sosial ekonomi KP, KIMBis Takalar telah melakukan beberapa kegiatan diantaranya; 1) Pengurus Kimbis telah melakukan survey tentang keragaman dan keragaan teknologi yang terdapat pada wilayah kerja Kimbis, 2) survey tentang usaha kelautan dan perikanan yang menerapkan prinsip blue economy, 3) ketersediaan teknologi hasil litbang KP dengan teknologi yang diperlukan oleh masyarakat pada lokasi penelitian, serta evaluasi untuk kegiatan yang dilakukan oleh pengurus KIMBis pusat dan lokasi (Tabel 29). Beberapa kegiatan yang belum dilakukan sebabkan oleh kendala teknis dan non teknis selama pelaksanaan KIMBis tahun ke1 di Kabupaten Takalar, tetapi akan dilaksanakan pada tahun berikutnya. Tabel 29. Evaluasi Fungsi KIMBis Sebagai Laboratorium Data Lapang Sosial Ekonomi KP Variabel kinerja 1. Pengurus Kimbis telah melakukan survey tentang keragaman dan keragaan teknologi yang terdapat pada wilayah kerja Kimbis 2. Pengurus Kimbis telah melakukan survey tentang usaha kelautan dan perikanan yang menerapkan prinsip blue economy?
3. Pengurus Kimbis telah memetakan ketersediaan teknologi hasil litbang KP dengan teknologi yang diperlukan oleh masyarakat pada lokasi penelitian
Jawaban 3 (sudah) 3 (sudah)
3 (sudah)
4. Kegiatan pemberdayaan masyarakat pengurus Kimbispusat melakukan Evaluasi pelaksanaan kegiatan tersebut
3 (ya)
5. Kegiatan penerapan IPTEK pengurus Kimbis Pusat melakukan Evaluasi pelaksanaan kegiatan tersebut
3 (ya)
93
Variabel kinerja 6. Program penerapan IPTEK pengurus Kimbis Pusat melakukan pengumpulan data dan informasi sosial ekonomi tentang percepatan penyebaran teknologi hasil program IPTEKMAS 7. Program penerapan IPTEK pengurus Kimbis Pusat melakukan pengumpulan data dan informasi sosial ekonomi tentang keragaan implementasi prinsip Blue Economy
6.2.
Jawaban 1 (belum dilakukan) 1 (belum dilakukan)
Evaluasi Kinerja Kimbis Berdasarkan Kriteria
Berdasarkan Tabel 30 sampai dengan Tabel 35, secara umum fisik KIMBis, organisasi, pelaksanaan, dan kelompok sasaran sudah dilakukan dengan baik. Sementara itu, evaluasi output dan dampak kegiatan belum memberikan hasil baik, mengingat program yang dilakukan oleh KIMBis Takalar masih pada tahap inisiasi, perencanaan kegiatan dan penguatan kelembagaan KIMBis dan inisiasi stakeholder lokal. Tabel 30. Evaluasi kinerja KIMBis berdasarkan wujud fisik KIMBis A
1
2
3 4
5
6 7
Wujud Fisik Klinik IPTEK Mina Bisnis
Dukungan Pemda dalam bentuk pernyataan lisan Dukungan Pemda dalam bentuk Surat Resmi Kejelasan lokasi Sekretariat Klinik IPTEK Mina Bisnis Papan nama Klinik IPTEK Mina Bisnis Banner informasi tentang paket teknologi, poster hasil penelitian Buku administrasi aktivitas Klinik IPTEK Mina Bisnis Dokumentasi kegiatan (foto dan lain-lain)
(1) Tidak Ada atau Buruk
Penilaian (lingkari Salah Satu) (2) (3) Ada Cukup Ada Baik
(4) Ada Sangat Baik 4
4
4 4
4
2 3
94
Tabel 31. Evaluasi kinerja KIMBis berdasarkan Struktur Organisasi Peranan
B
Struktur Organisasi
(1) Tidak Berperan
(2) Cukup Berperan
Peran LO terkait Pengembangan Klinik IPTEK Mina Bisnis Peran unsur Dinas KP Kecamatan/ Penyuluh Peran Manajer Klinik IPTEK Mina Bisnis Peran Asisten Klinik IPTEK Mina Bisnis Bidang Promosi dan Pemasaran Peran Asisten Klinik IPTEK Mina Bisnis Bidang Pengembangan Usaha Peran Asisten Klinik IPTEK Mina Bisnis Bidang Penguatan Kelembagaan dan Bimbingan Anggota
1
2 3
4
5
6
(3) Berperan Baik
(4) Berperan Sangat Baik 4
4 4
3
3
3
Tabel 32. Evaluasi kinerja KIMBis berdasarkan Pelaksanaan Kegiatan Klinik IPTEK Mina Bisnis (1) Tidak Ada
(2) Ada Cukup
C
Pelaksanaan Kegiatan Klinik IPTEK Mina Bisnis
1
Ketersediaan Jadwal regular kegiatan Klinik IPTEK Mina Bisnis
2
2
Pelaksanaan kegiatan regular Klinik IPTEK Mina Bisnis
2
3 4 5
6
Ketersediaan Rencana kegiatan Pelatihan Pelaksanaan kegiatan Pelatihan Ketersediaan Jadwal Rapat Rutin pengurus Klinik IPTEK Mina Bisnis Pelaksanaan Rapat Rutin pengurus Klinik IPTEK Mina Bisnis
(3) Ada Baik
(4) Ada Sangat Baik
2 3 3
3
95
Tabel 33. Evaluasi kinerja KIMBis berdasarkan Kelompok Sasaran D
Kelompok Sasaran
1
Apakah ada kelompok sasaran
2 3
Apakah kelompok sasaran adalah nelayan Apakah kelompok sasaran adalah anggota keluarga nelayan
(1) Tidak
(1) Ya/Ada Cukup
(3) Ya/Ada Baik
(4) Ya/Ada Sangat Baik 4 4
1
4
Apakah kelompok sasaran adalah buruh nelayan
5
Apakah kelompok sasaran adalah pengolah hasil perikanan
6
Apakah kelompok sasaran adalah pedagang pengumpul
1
7
Apakah kelompok sasaran termasuk karang taruna, kelompok pengajian dan kelompok arisan.
1
1
4
Tabel 34. Evaluasi kinerja KIMBis berdasarkan Output kegiatan (1) Tidak
(1) Cukup
E
Output Kegiatan
1
Apakah keterampilan kelompok sasaran di atas meningkat
2
2
Apakah ada paket teknologi yang sudah diadopsi
2
3
Apakah ada produk yang dihasilkan
2
(3) Baik
(4) Sangat Baik
96
Tabel 35. Evaluasi kinerja KIMBis berdasarkan Dampak kegiatan F
1
2
3 4 5
6
7
8
9
10
Dampak Kegiatan Apakah kegiatan dalam Klinik IPTEK Mina Bisnis mampu memperbaiki kondisi lingkungan Apakah kegiatan Klinik IPTEK Mina Bisnis mampu meningkatkan pendapatan kelompok sasaran Apakah kegiatan Klinik IPTEK Mina Bisnis mampu membangkitkan jiwa wirausaha kelompok sasaran Apakah kegiatan Klinik IPTEK Mina Bisnis dapat menumbuhkan usaha-usaha baru Apakah adanya Klinik IPTEK Mina Bisnis membantu memperlancar masuknya modal dari bank/sumber modal lainnya Apakah kegiatan Klinik IPTEK Mina Bisnis membantu penerapan program-program pemerintah Apakah adanya kegiatan Klinik IPTEK Mina Bisnis dapat membantu kelompok sasaran memperoleh informasi tentang pemasaran hasil perikanan dan produk olahan yang dihasilkan
(1) Tidak Ada
(2) Ada Cukup
(4) Ada Sangat Baik
2
2
2 2 2
3
3
Apakah adanya kegiatan Klinik IPTEK Mina Bisnis membantu kelompok sasaran memperoleh informasi tentang teknologi Balitbang KP Apakah adanya Klinik IPTEK Mina Bisnis berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan masyarakat desa Apakah keberadaan Klinik IPTEK Mina Bisnis mempengaruhi pembangunan pedesaan
(3) Ada Baik
3
2
2
97
VII.
7.1.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
Kesimpulan
Pengembangan ekonomi melalui KIMBis di Kabupaten Takalar memerlukan fokus kepada potensi sumberdaya perikanan tertentu yang mempunyai nilai ekonomis dan mempunyai sifat yang mencirikan daerah tersebut. Karakter ekosistem Teluk Laikang di Desa Laikang mempunyai potensi untuk dikembangkan lobster, rumput laut Eucheuma cottonii dan lawi-lawi (Coulerva). Pengembangan kegiatan usaha berbasis komoditas tersebut diprediksi menciptakan peluang mata pencaharian alternatif. Program pemberdayaan masyarakat berbasis IPTEK (KIMBis) yang dilaksanakan di Kabupaten Takalar merupakan permintaan dari pemerintah kabupaten Takalar. Keberadaan KIMBis di Kabupaten Takalar diharapkan dapat memberikan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi serta desimenasi hasil penelitian dan pengembangan di Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP) terhadap program daerah yang disebut Program Desa Mandiri. Desa mandiri merupakan program unggulan Kabupaten Takalar. Program pemerintah daerah akan difokuskan melalui SKPD-SKPD. Hasil sosialisasi dan diskusi intenstif yang dilakukan oleh KIMBis pusat bersama KIMBis Kabupaten Takalar telah diperoleh komitmen untuk bekerjasama diantaranya Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Koperasi dan UKM, Dinas PU dan Pariwisata, BPMD dan LPMT. Tahapan yang sudah dilakukan diantaranya; 1) identifikasi potensi dan permasalahan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan (SDKP); 2) sosialisasi KIMBis dengan Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD); 3) pembentukan pengurus KIMBis Kabupaten Takalar; 4) koordinasi awal dalam rangka pengembangan jaringan dan kerjasama KIMBis; 5) Introdukti dan pelatihan pembuatan/pemasangan alat perangkap bibit lobster (alat pocong); 6) pengenalan rumput laut caulerva Sp dan pemasarannya pada Festival Sonrobengi; 7) pengenalan teknologi budidaya polikultur di tambak tradisional. Hasil identifikasi dan potensi permasalahan KP menghasilkan desa lokasi KIMBis adalah Desa Laikang. Sosialisasi KIMBis di Pemda Takalar menunjukkan bahwa pemerintah daerah Kabupaten Takalar mendukung kegiatan KIMBis karena sejalan dengan program desa mandiri. Dan susunan pengurus sudah disahkan dengan SK Kepala Balai Besar
98
Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Kelancaran kegiatan KIMBis terlihat dari adanya koordinasi dengan SKPP, SKPD, dan lembaga lain yang terkait untuk mensinergikan kegiatan. Hal tersebut untuk mengembangkan jaringan dan kerjasama. Desa Laikang juga memiliki potensi pengembangan usaha budidaya lobster dengan media KJA, yang baru dikenalkan tahun 2012. Untuk mengatasi permasalahan bibit lobster, KIMBis mengintroduksi dan praktek penggunaan alat perangkap lobster ‘pocong’. Selain lobster, wilayah ini juga penghasil rumput laut jenis caulerpa sp (biasa disebut lawi-lawi) yang tidak dihasilkan wilayah lain. Untuk mengenalkan produk tersebut, KIMBis memanfaatkan momen festival Sanrobengi sebagai forum pengenalan lawi-lawi dan memasarkannya.
7.2.
Rekomendasi Kebijakan
Berdasarkan kajian diatas, maka rekomendasi kebijakan untuk pengembangan ekonomi desa mandiri adalah sebagai berikut: 1. KIMBis Kabupaten Takalar lebih fokus untuk menindaklanjuti kerjasama yang sudah dirintis pada Tahun 2014 untuk direalisasikan pada Tahun 2015. 2. Pemerintah Kabupaten Takalar perlu memberikan arahan kepada SKPD-SKPD untuk mendukung pelaksanaan program kemandirian desa di Desa Laikang. . 3. KIMBis Kabupaten Takalar dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Takalar bersama-sama menginisiasi berdirinya rumah kemasan di Kabupaten Takalar untuk memperbaiki kualitas produk olahan perikanan. 4. Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (BBPSEKP) perlu dengan segera merealisasikan perjanjian kerjasama dengan Dinas KP Kabupaten Takalar untuk memperkuat kerjasama kelembagaan.
99
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2013. Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Takalar 2012. Kabupaten Takalar. Sualwesi Selatan. __________. 2013. Kabupaten Takalar Dalam Angka 2013. Kabupaten Takalar. Sulawesi Selatan. __________. 2013. Kecamatan Mangarabombang Dalam Angka 2013. Kabupaten Takalar. Sulawesi Selatan. __________. 2013. Kecamatan Mapakkasunggu Dalam Angka 2013. Kabupaten Takalar. Sulawesi Selatan. __________. 2013. Kecamatan Galesong Dalam Angka 2013. Kabupaten Takalar. Sulawesi Selatan. __________. 2013. Kecamatan Galesong Selatan Dalam Angka 2013. Kabupaten Takalar. Sulawesi Selatan. Dinas Kelautan dan Perikanan. 2014. Data Statistik Perikanan Budidaya Tahun 2013. Kabupaten Takalar. Sulawesi Selatan. Bouthillier F and K. Shearer. 2002. Understanding Knowledge Management and Information Management: The Needed for an Empirical Perspective.Information Research Vol. 8 (1). Harry H. 1999. Pembangunan Sosial yang Berpusatkan pada Rakyat: Reorientasi Paradigma Pembangunan Kesejahteraan Sosial Pasca Krisis. Makalah. Bandung: Universitas Pajajaran. Kabupaten Takalar. Profil Perikanan Kabupaten Takalar. www.rcl.or.idtanggal 21 Februari 2014 pukul 09.45 wib.
diakses
pada
Kartasasmita, G. 1996. Pemberdayaan: Konsep Pembangunan Yang Berakar pada Masyarakat. Bandung: ITB Press. Korten DC. 1992. Menuju Abad ke-21. Tindakan Sukarela dan Agenda Global: Kita Menghadapi Masalah. Jakarta: Yayasan Obor. Karsidi R. 2001. Memilih Penelitian yang Memberdayakan Masyarakat. Disampaikan dalam Seminar dan Lokakarya Penelitian di UNIBA Solo, 20 Oktober 2001. Kasper W. and M.E. Streit. 1999. Institutional Economics: Social Order and Public Policy. Northampton: Edward Elgar Publishing. Koentjaraningrat. 1964. Pengantar Antropologi. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Pomeroy RS. and R Rivera-Guieb. 2006. Fishery co-management: a practical handbook. Oxford: CABI Publishing. 100
Prijono, OS dan AMW Pranarka. 1996. Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan dan Implementasi. Jakarta: CSIS. Rahmat D. 2005. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: RosdaKarya. Soerjono Soekanto. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers. Stiglitz JE. 1986. Economics of Information and the Theory of Economic Development. NBER Working Papers 1566, National Bureau of Economic Research, Inc. Sumodiningrat, G. 1999. Pemberdayaan Masyarakat dan JPS. Jakarta: PT Gramedia Pustaka. Zulham, Armen. 2012. Modul Penguatan Kapasitas Kelembagaan KIMBis. Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan-KKP.
101
LAMPIRAN
Lampiran 1. Topik Data Identifikasi Potensi dan Permasalahan Lokasi KIMBis (berbasis desa) Nama Desa : Nama Informan : Jabatan : Karakteristik Perekoniman Masyarakat Desa (dapat dilihat dari data desa / KDA) Jumlah penduduk di sektor : - Pertanian : - Perikanan : - Perindustrian : - Jasa Karakteristik Sosial Budaya Masyarakat Desa (sebagian dapat dilihat dari data desa / KDA) - Jumlah penduduk berdasarkan : pendidikan, pekerjaan, kepadatannya Etnis/suku penduduk: : - suku asli, : - suku pendatang : - Budaya yang masih dijalankan Sarana dan Fasum Desa - Listrik - Air Bersih - Transportasi umum - Jenis Jalan - Sarana Kesehatan - Jasa Kesehatan - Sarana Pendidikan - Sarana Ibadah Perikanan Tangkap - Luas Perairan - Jumlah RTP - Jumlah Produksi - Teknologi - Sistem Penangkapan - Sistem ketenaga kerjaan • Asal tenaga kerja
: : : : : : : :
Ada/tidak PDAM/ PAM/ Air Sumber/ Sumur desa Ada/tidak Aspal/ Berbatu/.... Rumah Sakit/ Puskesmas/ Dokter praktek/ Apotek Dokter, Bidan, Mantri, Dukun PT/ SLTA-SMK/SMP/SD/TK
: : : : : :
102
-
-
-
-
• Sistem pengupahan (bagi hasil) Jenis Ikan dominan Pemasaran hasil • Sistem pemasaran • Distribusi pemasaran Sarana pendukung Ex. TPI, Pabrik Es, Coldstorage, Pabrik perikanan, SPDN, pelabuhan Dukungan Kelembagaan (ex. Kelembagaan lokal, penyuluhan, Pokmaswas KUB, HSNI dll) – aktor, aturan & sanksi Program bebantuan yang sudah diterima (dari Pemda/ Pusat) Potensi pengembangan usaha Permasalahan Pengembangan usahanya
Perikanan Budidaya Laut - Komoditas - Luas Lahan Potensi - Luas Lahan yang termanfaatkan - Jumlah RTP - Jumlah Produksi - Teknologi, lama budidaya - Sudah menerapkan CBIB - Sistem Budidaya - Sumber benih/bibit - Sistem pembelian bibit - Sumber Input produksi - Sumber pemodalan - Sistem ketenaga kerjaan • Asal tenaga kerja • Sistem pengupahan (bagi hasil) - Pemasaran hasil • Sistem pemasaran • Distribusi pemasaran - Sarana pendukung Ex. BBRL, BBI, Gudang rumput laut - Dukungan Kelembagaan (ex.
: :
:
:
: : :
: : : : : : : : : : : : :
:
: : 103
-
Kelembagaan lokal, penyuluhan, Pokdakan, Pokmaswas dll) – aktor, aturan & sanksi Program bebantuan yang sudah diterima (dari Pemda/ Pusat) Potensi pengembangan usaha Permasalahan Pengembangan usahanya
Perikanan Budidaya Payau - Komoditas - Luas Lahan Potensi - Luas Lahan yang termanfaatkan - Jumlah RTP - Jumlah Produksi - Teknologi, lama budidaya - Sudah menerapkan CBIB - Sistem Budidaya - Sumber benih - Sistem pembelian benih - Sumber input produksi - Sumber pemodalan - Sistem ketenaga kerjaan • Asal tenaga kerja • Sistem pengupahan (bagi hasil) - Pemasaran hasil • Sistem pemasaran • Distribusi pemasaran - Sarana pendukung Ex. BBI, , TPI - Dukungan Kelembagaan (ex. Kelembagaan lokal, penyuluhan, Pokdakan, Pokmaswas dll) – aktor, aturan & sanksi - Program bebantuan yang sudah diterima (dari Pemda/ Pusat) - Potensi pengembangan usaha - Permasalahan Pengembangan usahanya
: : :
: : : : : : : : : : : : :
:
: :
: : :
Perikanan Budidaya Air Tawar (Pembenihan, Pendederan, Pembesaran) : - Komoditas
104
-
-
-
-
Luas Lahan Potensi Luas Lahan yang termanfaatkan Jumlah RTP Jumlah Produksi Teknologi, lama budidaya Sudah menerapkan CBIB Sistem Budidaya Sumber benih Sistem pembelian benih Sumber input produksi Sumber pemodalan Sistem ketenaga kerjaan • Asal tenaga kerja • Sistem pengupahan (bagi hasil) Pemasaran hasil • Sistem pemasaran • Distribusi pemasaran Sarana pendukung Ex. BBI, sapras kesling Dukungan Kelembagaan (ex. Kelembagaan lokal, penyuluhan, Pokdakan, Pokmaswas dll) – aktor, aturan & sanksi Program bebantuan yang sudah diterima (dari Pemda/ Pusat) Potensi pengembangan usaha Permasalahan Pengembangan usahanya
Perikanan Budidaya Sawah - Komoditas - Luas Lahan Potensi - Luas Lahan yang termanfaatkan - Jumlah RTP - Jumlah Produksi - Teknologi, lama budidaya - Sistem Budidaya - Sumber benih - Sumber pemodalan - Sistem pembelian benih - Sistem ketenaga kerjaan
: : : : : : : : : : : :
:
: :
: : :
: : : : : : : : : : :
105
-
-
• Asal tenaga kerja • Sistem pengupahan (bagi hasil) Pemasaran hasil • Sistem pemasaran • Distribusi pemasaran Sarana pendukung Ex. BBI,
-
Dukungan Kelembagaan (ex. Kelembagaan lokal, penyuluhan, Pokdakan, Pokmaswas dll) – aktor, aturan & sanksi
-
Program bebantuan yang sudah diterima (dari Pemda/ Pusat) Potensi pengembangan usaha Permasalahan Pengembangan usahanya
-
Pengolahan Perikanan - Jenis pengolahan - Sumber bahan baku - Teknologi - Sumber Teknologi - Pemasaran • Sistem pemasaran • Distribusi pemasaran - Sarana Pendukung (ex. Showroom) - Dukungan Kelembagaan (ex. Kelembagaan lokal, penyuluhan, KUB, Pokmaswas dll) – aktor, aturan & sanksi -
Program bebantuan yang sudah diterima (dari Pemda/ Pusat) Potensi pengembangan usaha Permasalahan Pengembangan usahanya
Produk Kelautan (Garam) - Luas Lahan Potensi - Luas Lahan yang termanfaatkan
:
:
:
: : :
: : : : :
: :
: : :
: :
106
-
-
-
Jumlah RTP Jumlah Produksi Teknologi, lama budidaya Sumber pemodalan Sistem ketenaga kerjaan • Asal tenaga kerja • Sistem pengupahan (bagi hasil) Pemasaran hasil • Sistem pemasaran • Distribusi pemasaran Sarana pendukung Ex. Gudang garam
-
Dukungan Kelembagaan (ex. Kelembagaan lokal, penyuluhan, Kelompok Petambak, Pokmaswas dll) – aktor, aturan & sanksi
-
Program bebantuan yang sudah diterima (dari Pemda/ Pusat) Potensi pengembangan usaha Permasalahan Pengembangan usahanya
-
: : : : :
: : : :
:
: : :
Produk Kelautan (Ekowisata) - Luas Lahan Potensi - Luas Lahan yang termanfaatkan - Sarana pendukung Ex. Kantor konservasi laut daerah
: : :
-
Kegiatan Promosi Dukungan Kelembagaan (ex. Pemerintah, Kelembagaan lokal, penyuluhan, Kelompok peduli lingkungan, Pokmaswas dll) – aktor, aturan & sanksi
: :
-
Program bebantuan yang sudah diterima (dari Pemda/ Pusat) Potensi pengembangan Permasalahan Pengembangannya
:
-
: :
107
Lampiran 2. Kuesioner Identifikasi Lokasi KIMBis Aksesibilitas lokasi a. kemudahan dalam hal pengontrolan kegiatan Sulit= 1; Sedang = 2; Mudah = 3 b. kemudahan pemasaran barang-barang hasil Sulit= 1; Sedang = 2; Mudah = 3 produksi perikanan c. kemudahan dalam mendapatkan input produksi Sulit= 1; Sedang = 2; Mudah = 3 Potensi sumber daya kelautan dan perikanan a. potensi pengembangan perikanan tangkap b. potensi pengembangan perikanan budidaya b1. budidaya laut b2. budidaya air payau b3. budidaya air tawar c. potensi pengembangan usaha pengolahan ikan d. potensi pengembangan pariwisata bahari e. potensi pemanfaatan limbah f. potensi terjadinya multiplier efect Dukungan pemerintah lokal terhadap calon lokasi KIMbis a. Rekomendasi dinas kelautan dan perikanan b. Dukungan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Sumberdaya manusia lokal sebagai penggerak KIMBis a. keaktifan lembaga atau kelompok masyarakat dalam kegiatan sosial ekonomi masyarakat b. pengaruh tokoh dalam kegiatan sehari-hari c. kapasitas sumberdaya manusia dalam menerima pengetahuan dan nilai-nilai baru d. potensi kemandirian kelompok dimasa yang akan datang Kondisi ekonomi dan kebutuhan masyarakat terhadap teknologi a. ketidaktersentuhan masyarakat akan berbagai program pemerintah b. kerentanan dan ketidakmampuan ekonomi masyarakat
rendah = 1; sedang = 2; tinggi = 3 rendah = 1; sedang = 2; tinggi = 3 rendah = 1; sedang = 2; tinggi = 3 rendah = 1; sedang = 2; tinggi = 3 rendah = 1; sedang = 2; tinggi = 3 rendah = 1; sedang = 2; tinggi = 3 rendah = 1; sedang = 2; tinggi = 3 rendah = 1; sedang = 2; tinggi = 3
kurang = 1; sedang = 2; kuat = 3 kurang = 1; sedang = 2; kuat = 3
kurang = 1; sedang = 2; baik=3 kurang = 1; sedang = 2; baik=3 kurang = 1; sedang = 2; baik=3 rendah = 1; sedang= 2; tinggi =3
tidak pernah = 3; jarang = 2; sering =1 rendah = 1; sedang= 2; tinggi =3
108
Lampiran 3. Evaluasi Sosialisasi KIMBis BALAI BESAR PENELITIAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN KIMBis TAKALAR
PENJELASAN a. Form isian ini sangat berharga untuk membangun dan memperbaiki kinerja pelaksanaan kegiatan SOSIALISASI pada KIMBis LOMBOK TIMUR b. Berilah tanda silang (X) terhadap pertanyaan berikut sesuai dengan pendapat Bapak/Ibu/Saudara/i. c. Partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/i sangat membantu pelaksanaan tugas kami sebagai pelaksana kegiatan. d. Kuesioner mohon dikembalikan kepada panitia setelah diisi semua. JENIS KEGIATAN (SEBUTKAN)
: .......................................................
A. PENGURUS 1.
Kesiapan pengurus menyiapkan kegiatan
:
baik
buruk
2.
Kesiapan pengurus selama pelatihan
:
baik
buruk
3.
Respon pengurus terhadap keluhan peserta : selama pelatihan
baik
Buruk
4.
Keberadaan pengurus mendampingi : peserta selama kegiatan berlangsung
baik
Buruk
membantu
peserta
B. MATERI 1.
2.
3.
Apakah materi yang ditampilkan mudah ? dimengerti
Ya
Tidak
Apakah materi yang ditampilkan sejalan dengan program-program pemberdayaan ? pada instansi Bapak/Ibu/Saudara
Ya
Tidak
Apakah materi yang ditampilkan dapat ? digunakan sebagai bahan penyusunan
Ya
Tidak
109
program pada instansi Bapak/Ibu/Saudara dalam pemberdayaan masyarakat melalui KIMBis 4.
Apakah panduan dari materi tersebut ? bermanfaat untuk Bapak/Ibu/Saudara
Ya
Tidak
5.
Apakah materi pelatihan tersebut pernah Bapak/Ibu/Saudara terima sebelumnya ? pada pelatihan lain
Ya
Tidak
Ya
Tidak
1.
C. INSTRUKTUR Apakah pembicara menguasai materi ? yang disampaikan
2.
Apakah pembicara menyampaikan materi ? secara baik
Ya
Tidak
3.
Apakahpembicara dapat mengilustrasikan contoh yang jelas dalam menyampaikan ? materi
Ya
Tidak
4.
Apakah pembicara merespon dengan baik ? pertanyaan peserta
Ya
Tidak
Ya
Tidak
?
Ya
Tidak
?
Ya
Tidak
D PESERTA SOSIALISASI telah mewakili ?
1.
Apakah peserta kepentingan daerah
2.
Apakah peserta merupakan sasaran sesuai dengan materi
3.
Apakah keberadaan KIMBis membantu pembangunan daerah
4.
Apakah program KIMBis dapat bermanfaat bagi instansi Bapak/Ibu/Saudara
?
Ya
Tidak
5.
Apakah instansi Bapak/Ibu/Saudara bersedia bekerjasama dengan kegiatan ? KIMBis untuk melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat
Ya
Tidak
kelompok
dapat
110
1.
2.
Usulan Bapak/Ibu/Saudara terhadap
pelaksanaan kegiatan saat ini :
Usulan Bapak/Ibu/Saudara terhadap pelaksanaan kegiatan yang akan datang:
111
Lampiran 4. Kuesioner Persepsi Pembudidaya Lobster Terhadap Pengenalan Cara Penangkapan Bibit Lobster NAMA PEMBUDIDAYA : ALAMAT : Jenis Pertanyaan Informasi Umum Usia
Pendidikan
Jumlah keluarga
Pengalaman pada usaha budidaya
Jenis karamba budidaya yang digunakan Jenis Pelampung
Status kepemilikan karamba
Persepsi
Tingkat manfaat pemberian sosialisasi penangkapan bibit lobster
Apakah bisa diterima sebagai suatu hal baru (inovasi) bagi anda Apakah sosialisasi penangkapan bibit lobster sesuai dengan
Jawaban 1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 1. 2.
Dibawah 25 tahun 25-30 tahun 30-40 tahun 40-50 tahun Di atas 50 tahun Tidak sekolah SD SMP SMA/STM Perguruan Tinggi : a. Diploma, b. S1 1-2 orang 3-4 orang 5-6 orang Diatas 5 orang Dibawah 1 tahun 1-2 tahun 3-4 tahun Diatas 5 tahun Terbuat dari bambu Terbuat dari kayu/balok Terbuat dari Aquatek Jerigen Drum Plastik Gabus/stereofoam Aquatek Milik sendiri Milik kelompok Sewa Milik orang tua Menggarap saja Sangat bermanfaat Bermanfaat Biasa saja Tidak bermanfaat Sangat tidak bermanfaat Baru tahu Sudah tahu Pernah menerapkan Sangat Sesuai Sesuai
112
Jenis Informasi
Pertanyaan
Jawaban
kebutuhan pembudidaya lobster
3. 4. 5. Menurut anda, apakah sosialisasi 1. penangkapan bibit lobster 2. memiliki kebenaran (dilihat dari 3. penjabaran Narasumber (Pak Sapriadi) dari KIMBis LOTIM) Teknis
Ekonomi
Menurut Anda, penerapan pembuatan penangkapan bibit lobster akan meningkatkan jumlah Produksi (panen) Ketertarikan/minat pembudidaya pada penerapan penangkapan bibit lobster
Biasa saja Tidak sesuai Sangat tidak sesuai Ya, ada benarnya Tidak tahu Tidak ada kebenarannya, sebutkan alasan Anda.......
1. Produksi lebih banyak 2. Produksi tetap 3. Produksi menurun 1. 2. 3. 4. 5.
Sangat tertarik Cukup tertarik Biasa saja Tidak tertarik Sangat tidak tertarik, alasannya....
Menurut penilaian Anda, 1. Sangat Mudah penangkapan bibit lobster mudah 2. Mudah diterapkan 3. Biasa Saja 4. Sulit 5. Sangat Sulit Apakah Anda akan mencoba 1. Ya: a. Tahun ini, b. Tahun depan menerapkan penangkapan bibit 2. Tidak lobster Dari total kebutuhan bibit lobster 1. Semua dari penangkapan bibit yang biasa digunakan, kira-kira lobster sendiri berapa persen menggunakan bibit 2. 75 % dari penangkapan sendiri 3. 50% 4. 25% 5. 10% Kemudahan dan harga 1. Mudah dan murah memperoleh bahan baku untuk 2. Mudah dan mahal penangkapan bibit lobster 3. Tidak tahu 4. Sulit dan murah 5. Sulit dan mahal Kemudahan dan harga 6. Mudah dan murah memperoleh peralatan untuk 7. Mudah dan mahal penangkapan bibit lobster 8. Tidak tahu 9. Mudah dan mahal 10. Sulit dan mahal Biaya operasional penerapan 1. Terjangkau penangkapan bibit lobster 2. Biasa saja 3. Tidak Terjangkau 113
Jenis Informasi
Pertanyaan Bibit Lobster yang diperoleh
Sosial
Jawaban 1. Ukuran sama dengan bibit lobster yang digunakan saat ini 2. Ukuran lebih kecil dari bibit lobster yang digunakan saat ini
Perkiraan lobster yang dipanen 1. akan memiliki 2. 3. Perkiraan lobster yang dipanen 1. akan memiliki 2. 3. Lama pemeliharaan 1. 2. 3. Jika dibandingkan dengan 1. penggunaan bibit lobster hasil 2. tangkapan, maka... 3.
Bobot lobster, lebih Bobot lobster, sama Bobot lobster, turun Harga jual lebih tinggi Harga jual sama Harga jual turun Lebih lama Sama Lebih pendek Lebih menguntungkan, alasan:
Kesesuaian dengan budaya masyarakat Apakah penangkapan bibit lobster tersebut dapat merusak lingkungan
Sesuai Bertentangan Ramah lingkungan Biasa saja Merusak lingkungan KUB : ..................... Pokdakan: ....................... Desa :........................ Dinas: ....................... Perusahaan......... Lainnya
1. 2. Lingkungan 1. 2. 3. Kelembagaan Dukungan kelembagaan (KUB, 1. pokdakan, Desa, dinas, LSM dll) 2. pada pelaksanaan penangkapan 3. bibit lobster 4. 5. 6. Selain penangkapan bibit lobster ini, apakah pernah dikenalkan teknologi baru? Sebutkan : Sumber: a. Dinas Perikanan Takalar b. Dinas Perikanan Propinsi c. Dinas ........ d. Perusahaan......... e. ...........................
Sama saja Rugi, alasan:
114
Lampiran 5. Evaluasi Keberhasilan Fungsi KIMBis Trikarsa Takalar Evaluasi Mengenai Sarana Pemberdayaan Masyarakat Variabel Kinerja Kimbis
Masyarakat Yang Terlibat
Masyarakat Yang Tidak Terlibat
sedang disusun (3)
sedang disusun (3)
sedang disusun (3)
sudah (3)
sudah (3)
sudah (3)
Sudah (3)
Sudah (3)
Belum (2)
ya terkait (3)
ya terkait (3)
ya terkait (3)
Pengurus
Sarana Pemberdayaan Masyarakat 1. Kimbis sudah merancang program pemberdayaan masyarakat 2. Program pemberdayaan tersebut sudah didiskusikan dengan SKPD terkait dilokasi Kimbis 3. Program pemberdayaan tersebut sudah didiskusikan dengan kelompok sasaran Kimbis 4. Program pemberdayaan tersebut terkait dengan manajemen pengelolaan usaha 5.
Program pemberdayaan tersebut terkait dengan usaha budidaya perikanan
ya terkait (3)
ya terkait
(3) ya terkait (3)
6. Program pemberdayaan tersebut terkait dengan usaha penangkapan ikan
ya terkait (3)
ya terkait (3)
Ya Belum terkait (2)
7. Program pemberdayaan tersebut terkait dengan pengelolaan sumberdaya ikan
ya terkait (3)
ya terkait (3)
ya belum terkait (2)
8. Program pemberdayaan tersebut terkait dengan usaha pengolahan hasil perikanan
ya terkait (3)
ya terkait (3)
ya belum terkait (2)
9. Program pemberdayaan tersebut terkait dengan usaha pergaraman
ya belum terkait (2)
ya belum terkait (2)
Tidak terkait (1)
10. P rogram pemberdayaan tersebut terkait dengan penguatan permodalan
ya terkait (3)
ya terkait (3)
ya terkait (3)
11. Program pemberdayaan tersebut terkait dengan menciptakan mata pencaharian alternatif (perbengkelan, jahit menjahit dll)
ya terkait (3)
ya belum terkait (2)
Tidak terkait (1)
Ya dibiayai sebagian (2)
Ya di biayai penuh (3)
12. Pelaksanaan program pemberdayaan tersebut didonasi oleh pihak lain (SKPD dan Ya di biayai penuh (3) CSR) 13. Hasil dari kegiatan pemberdayaan tersebut berkembang dalam masyarakat 14. K egiatan pemberdayaan tersebut dilakukan pada sekretariat Kimbis
ya ya berkembang ya berkembang berkembang (3) (3) (3) ya (3)
ya sebagian di sekretariat (2)
tidak (1)
115
Evaluasi Sarana Pengembangan Ekonomi Masyarakat Masyarakat Variabel Kinerja Kimbis Pengurus Yang Terlibat Sarana Pengembangan Ekonomi Masyarakat 1. Kimbis sudah merancang program Sudah (3) Sudah (3) pengembangan ekonomi masyarakat 2. Orientasi program pengembangan ekonomi kegiatan dalam Kimbis. 3. Program pengembangan ekonomi tersebut sudah didiskusikan dengan kelompok sasaran Kimbis 4. Program pengembangan ekonomi tersebut sudah didiskusikan dengan SKPD terkait 5. Program pengembangan ekonomi tersebut diarahkan untuk memanfaatkan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan setempat 6. Orientasi pengembangan ekonomi pada kelompok sasaran diarahkan untuk memanfaatkan limbah 7. Orientasi kegiatan pengembangan ekonomi dirancang untuk menyediakan lapangan kerja untuk masyarakat yang lain 8. Orientasi kegiatan pengembangan ekonomi dirancang memanfaatkan teknologi hasil litbang kelautan dan perikanan 9. Orientasi kegiatan pengembangan ekonomi pada kelompok sasaran dirancang untuk menumbuhkan kegiatan usaha lain 10. Orientasi kegiatan pengembangan ekonomi pada kelompok sasaran dirancang bermitra dan memanfaatkan dana CSR 11. O rientasi kegiatan pengembangan10. ekonomi pada kelompok sasaran dirancang sesuai dengan salah satu program PEMDA setempat 12. Orientasi kegiatan pengembangan ekonomi pada kelompok sasaran yang dirancang sesuai dengan salah satu tujuan MDGs 13. Orientasi kegiatan pengembangan ekonomi pada kelompok sasaran yang dirancang akan menimbulkan konflik sosial dalam masyarakat
pasar luar daerah (3) Sudah (3)
Sudah (3)
pasar luar daerah (3) Sudah (3)
Sudah (3)
Masyaraka t Yang Tidak i sedang disusun (2) pasar setempat (2) akan didiskusikan (2) akan didiskusikan (2)
ya (3)
ya sebagian (2)
ya sebagian (2)
ya (3)
ya (3)
ya (3)
ya (3)
ya (3)
ya (3)
ya (3)
ya (3)
ya (3)
ya (3)
ya (3)
ya (3)
ya (3)
ya (3)
ya (3)
ya (3)
ya (3)
ya (3)
ya sedang dipikirkan (2)
ya sedang dipikirkan (2)
mungkin ada (2)
mungkin ada (2)
ya (3)
tidak (3)
116
Evaluasi Mengenai Sarana Kerjasama Peneliti - Penyuluh - Perekayasa Masyarakat Masyarakat Yang Yang Tidak Terlibat Terlibat Sarana Kerjasama Peneliti ------ Penyuluh ------ Perekayasa 1. Dalam pelaksanaan kegiatan penerapan sedang IPTEK, pelaksana kegiatanKimbis Pusat ya (3) dipikirkan ya (3) bermitra dengan peneliti dari satker litbang (2) l i 2. Dalam pelaksanaan kegiatan penerapan sedang sedang IPTEK, pengurus Kimbis Pusat bermitra sedang dipikirkan dipikirkan dengan penyuluh perikanan pada lokasi dipikirkan (2) (2) (2) kegiatan Variabel Kinerja Kimbis
Pengurus
3. Dalam pelaksanaan kegiatan penerapan IPTEK, pengurus Kimbis Pusat bermitra dengan instruktur pada sekolah umum atau sekolah tinggi perikanan
sedang dipikirkan (2)
4. Pada program penerapan IPTEK pengurus Kimbis Pusat bekerja sama dengan Perguruan Tinggi setempat 5. Pada program penerapan IPTEK ada peneliti pada satker lingkup Balitbang KP yang menolak ikut berpartisipasi 6. Satker lingkup P4B ikut berpartisipasi dalam penerapan IPTEK 7. Satker lingkup P4KSI ikut berpartisipasi dalam penerapan IPTEK 8. Satker lingkup P3SDLP ikut berpartisipasi dalam penerapan 9. Satker lingkup P3TKP ikut berpartisipasi dalam penerapan IPTEK 10. Satker lingkup BBP4BKP ikut berpartisipasi dalam penerapan 11. Peneliti dari satker lingkup Balitbang KP yang berpartisipasi pada kegiatan penerapan IPTEK tersebut memahami i Kisatker bi lingkup Balitbang KP 12. Penelitiddari yang berpartisipasi pada kegiatan penerapan IPTEK tersebut memahami 13. Ada Pengurus Kimbis yang menjadi instruktur untuk menyebarkan IPTEK kepada kelompok lain
sedang dipikirkan (2)
sedang dipikirkan (2)
ya (3)
ya (3)
ya (3)
tidak (3)
tidak (3)
tidak (3)
ya (3)
ya (3)
ya (3)
ya (3)
ya (3)
ya (3)
ya (3)
ya (3)
ya (3)
ya (3)
ya (3)
ya (3)
ya (3)
ya (3)
ya (3)
ya mengerti seutuhnya (3)
ya mengerti seutuhnya (3)
mengerti seutuhnya
ya mengerti seutuhnya (3)
ya mengerti seutuhnya (3)
tidak ada (1)
tidak ada (1)
tidak ada (1)
ya mengerti seutuhnya (3) ya
117
Evaluasi Mengenai Mitra Kolaborasi Kelembagaan
Variabel Kinerja Kimbis
Pengurus
Masyarakat Yang Terlibat
Mitra Kolaborasi Kelembagaan 1. Dalam pelaksanaan kegiatan penerapan IPTEK, pengurus Kimbis Pusat bermitra ya (3) ya (3) dengan SKPD KP
Masyarakat Yang Tidak Terlibat
ya (3)
2. Dalam pelaksanaan kegiatan penerapan IPTEK, pengurus Kimbis Pusat bermitra dengan SKPD-SKPD lain di Kabupaten / Kota
ya (3)
ya (3)
3. Pada program penerapan IPTEK pengurus Kimbis Pusat bekerja sama dengan SKPP
ya (3)
belum terealisasi (2)
4. Pada program penerapan IPTEK ada SKPP lingkup KKP yang menolak ikut berpartisipasi
tidak (3)
tidak (3)
tidak (3)
5. Ada satker lingkup SKPP DJPT yang ikut berpartisipasi dalam pemberdayaan masyarakat
sedang dicoba (2)
sedang dicoba (2)
tidak (1)
ya (3)
ya (3)
ya (3)
sedang dicoba (2)
sedang dicoba (2)
tidak (1)
sedang dicoba (2)
sedang dicoba (2)
tidak (1)
sedang dicoba (2)
sedang dicoba (2)
tidak (1)
sedang dicoba (2)
sedang dicoba (2)
tidak (1)
sedang dicoba (2)
sedang dicoba (2)
tidak (1)
12. Pemerintah desa ikut berpartisipasi dalam penerapan IPTEK
ya (3)
ya (3)
ya (3)
13. Ada kelembagaan lain yang ikut berpartisipasi dalam penerapan IPTEK
ya (3)
ya (3)
ya (3)
6. Ada satker lingkup SKPP DJPB yang ikut berpartisipasi dalam penerapan IPTEK 7. Apakah ada satker lingkup SKPP P2HP yang ikut berpartisipasi dalam penerapan IPTEK 8. Ada satker lingkup SKPP KP3K yang ikut berpartisipasi dalam penerapan IPTEK 9. Ada satker lingkup SKPP PSDKP yang ikut berpartisipasi dalam penerapan IPTEK 10. Ada pengusaha / perusahaan swasta yang ikut berpartisipasi dalam penerapan IPTEK 11. Ada LSM yang ikut berpartisipasi dalam penerapan IPTEK
ya (3)
belum terealisasi (2)
118
Evaluasi Mengenai Laboratorium Data Lapangan Sosial Ekonomi KP Masyarakat Masyarakat Yang Yang Tidak Terlibat Terlibat Laboratorium Data Lapangan Sosial Ekonomi KP 1. Pengurus Kimbis telah melakukan survey tentang keragaman dan keragaan teknologi sudah (3) sudah (3) sudah (3) yang terdapat pada wilayah kerja Kimbis Variabel Kinerja Kimbis
Pengurus
2. Pengurus Kimbis telah melakukan survey tentang usaha kelautan dan perikanan yang menerapkan prinsip blue economy
sudah (3)
sudah (3)
sudah (3)
3. Pengurus Kimbis telah memetakan ketersediaan teknologi hasil litbang KP dengan teknologi yang diperlukan oleh masyarakat pada lokasi penelitian
sudah (3)
sudah (3)
sudah (3)
ya (3)
ya (3)
ya (3)
ya (3)
ya (3)
ya (3)
6. Pada program penerapan IPTEK pengurus Kimbis Pusat melakukan pengumpulan data dan informasi sosial ekonomi tentang percepatan penyebaran teknologi hasil program IPTEKMAS
ya (3)
ya (3)
ya (3)
7. Pada program penerapan IPTEK pengurus Kimbis Pusat melakukan pengumpulan data dan informasi sosial ekonomi tentang keragaan implementasi prinsip Blue Economy
ya (3)
ya (3)
ya (3)
4. Pada setiap kegiatan pemberdayaan masyarakat pengurus Kimbis pusat melakukan Evaluasi pelaksanaan kegiatan tersebut 5. Pada setiap kegiatan penerapan IPTEK pengurus Kimbis Pusat melakukan Evaluasi pelaksanaan kegiatan tersebut
119