Laporan Problem Based Learning I Blok Reproduksi “ Kehamilan “
Tutor : dr. Catharina Widiartini, M.Med.Ed Disusun Oleh: Kelompok 10
Karina Adistiarini B.
G1A009010
Dera Fakhrunnisa
G1A009020
Gita Ika Irsatika
G1A009030
Sukma Setya N.
G1A009040
Purindri Maharani
G1A009050
Bunga Wiharning
G1A009060
Sadam Husein S.
G1A009070
Herlinda Yudi S .
G1A009080
Aris Wibowo
G1A009108
Rendha Fatima R.
G1A009123
Firman Pranoto
G1A009134
Kaharudin
G1A007134
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO
2011
BAB I PENDAHULUAN A. Skenario Informasi 1 :
Seorang pasien nama Ny. Hartini, usia 32 tahun datang yang pertama kali ke Puskesmas Gumelar untuk memeriksakan kehamilannya. Dia datang ditemani oleh suaminya bernama Tn. Tarno, usia 37 tahun. Informasi 2 : 1. HPHT : 6 Januari 2011 Interpretasi : Dengan menggunakan rumus neaggle (+7
-3
+1) dapat ditentukan
taksiran persalinannya, yaitu tanggal 23 Oktober 2011. 2. Paritas : G3P1A1 Interpretasi : Hamil 3 kali, melahirkan dengan kelahiran hidup 1 kali, abortus 1 kali. 3. Riwayat pernikahan : Menikah selama 5 tahun dengan suami sekarang, belum pernah mengguanakan kontrasepsi selama menikah dan hubungan seksual teratur normal. Interpretasi : Infertilitas sekunder 4. Riwayat persalinan saat ini : Gerakan janin masih dirasakan baik dan sering, sudah merasakan kenceng-kenceng sejak 4 jam yang lalu, lendir-darah sudah keluar dari lan lahir sejak 4 jam yang lalu, air ketuban belum dirasakan keluar. Interpretasi: Janin hidup, pasien sudah inpartu. 5. Riwayat persalinan sebelumnya : Hamil pertama kegugran saat usia kandungan 3 bulan, dikuret di RS. Hamil kedua sehat, anak lahir normal saat usia kandungan 9 bulan di bisan, jenis kelamin perempuan, berat badan saat lahir 2800 gram. Saat ini usia anak 5 tahun dan sehat. 6. Riwayat penyakit dahulu/penyakit keluarga : tidak ada Interpretasi: Normal
Informasi 3 Hasil Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan umum: Baik, kesadaran compos mentis, tidak anemis, tidak sesak nafas 1
Interpretasi: Normal 2. Tanda vital: TD: 110/90 mmHg, Nadi: 88x/menit, RR: 22x/menit, temperatur tubuh; 36,4°C axiller Interpretasi: TD normal, nadi normal, RR normal, temperatur tubuh normal 3. Status internus: dalam batas normal 4. Status obstetrikus: Janin tunggal hidup intrauterine, presentasi belakang kepala, kepala masuk rongga panggul > 1/3 bagian kepala, his: 3-4x dalam 10 menit durasi 20 detik, intensitas sedang, serta fundal dominant dan simetris. Interpretasi: Inpartu Kala I fase laten Pemeriksaan Dalam (Vaginal Toucher) Vulva, vagina dan uretra tenang (tidak ada kelainan), porsio konsistensi agak lunak, pendataran 80%, posisi di tengah, pembukaan 2-3 cm, kulit ketuban positif (utuh), presentasi belakang kepala, kepala sudah turun di bidang khayal hoge I – II, penunjuk (point of direction) ubun – ubun kecil di jam 5, air ketuban (-), sarung tangan lendir darah (+). Interpretasi: Malposisi janin. Pemeriksaan Laboratorium: Hb normal, tidak ada protein urin. Interpretasi: Normal Informasi 4 Diagnosis: Seorang wanita G3P1A1 32 tahun hamil 40 minggu. Janin tunggal hidup intrauterine, presentasi belakang kepala sudah dalam persalinan Kala I Fase Laten. Persalinan telah berlangsung 4 jam, dengan riwayat infertil sekunder
2
BAB II PEMBAHASAN
A. Klarifikasi istilah Tidak ada kata sulit dalam skenario PBL kasus 1 info 1.
B. Mengidentifikasi masalah 1. Pasien Ny.Hartani 32 th, kunjungan pertama untuk pemeriksaaan kehamilan. 2. Ditemani oleh suami 37 tahun.
C. Analisis Masalah 1. Anamnesis yang perlu dieksplorasi dan digali dari informasi pasien tersebut.
D. Penjelasan Mengenai Permasalahan 1. Anamnesis a. Identitas pasien : 1) Nama 2) Umur 3) Alamat 4) Pekerjaan pasien atau pekerjaan suami 5) Nama suami b. Keluhan utama 1) Apakah pasien datang untuk pemeriksaan kehamilan ataukan ada pengaduanpengaduan lain yang penting. c. Riwayat haid 1) Menarche 2) Haid teratur atau tidak 3) Lama haid 4) Volume darah yang keluar 5) Disertai nyeri atau tidak 6) Hari pertama haid terakhir 3
d. Riwayat perkawinan 1) Sudah menikah atau belum 2) Pernikahan ke berapa 3) Lama pernikahan e. Riwayat kontrasepsi 1) Memakai alat kontrasepsi atau tidak 2) Jenis alat kontrasepsi yang digunakan 3) Terakhir kali pemakaian alat kontrasepsi f. Riwayat kehamilan dan persalinan 1) Asuhan antenatal, persalinan dan nifas kehamilan sebelumnya 2) Cara persalinan 3) Jumlah dan jenis kelamin anak hidup 4) Berat badan lahir 5) Cara pemberian asupan bagi bayi yang dilahirkan 6) Informasi dan saat persalinan atau keguguran terakhir g. Riwayat kehamilan saat ini 1) Identifikasi kehamilan 2) Identifikasi penyulit (preeklampsia atau hipertensi dalam kehamilan) 3) Penyakit lain yang diderita 4) Gerakan bayi dalam kandungan h. Riwayat penyakit ibu 1) Penyakit yang pernah diderita 2) Diabetes mellitus, infeksi saluran kemih 3) Penyakit jantung 4) Infeksi virus 5) Alergi 6) Inkompatibilitas rhesus 7) Paparan sinar - X i. Riwayat penyakit yang memerlukan tindakan pembedahan 1) Dilatase dan kuretase 2) Reparasi vagina 4
3) Seksio sesaria 4) Serviks inkompeten 5) Operasi non - ginekologi j. Riwayat Keluarga 1) Penyakit keturunan dari keluarga 2) Anak kembar 3) Penyakit menular seksual
E. Perumusan Sasaran Belajar 1. Apa definisi antenatal care? 2. Apakah tujuan dari antenatal care? 3. Bagaimana pemeriksaan antenatal care? 4. Bagaimana melakukan pemeriksaan obstetri (leopard manufer & caranya)? 5. Bagaimana teknik pemeriksaan His? 6. Bagaimana teknik pemeriksaan BJJ? 7. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan VT, apa saja indikasi dan kontraindikasinya serta apa saja yang dinilai dalam pemeriksaan VT ? 8. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan Hb? 9. Sikap dan tindakan apa yang harus dilakukan? 10. Info apa yang bisa dijelaskan pada pasien dan suami? 11. Bagaimana prognosis dari persalinan? Apa saja yg mempengaruhi prognosis persalinan? 12. Komplikasi persalinan apa saja yang terdapat pada kasus baik pada ibu maupun janin? 13. Bagaimana pendapat saudara mengenai riwayat infertlitas sekunder pada kasus? 14. Bagaimana pengawasan persalinan pada KALA I? 15. Bagaimana cara menggunakan partograf sebagai alat bantu persalinan? 16. Bagaimana penegakan diagnosis partus tak maju? 17. Apa etiologi dari partus tak maju? 18. Bagaimana jika partus tak maju karena adanya disposisi, malposisi, petopelvik karena adanya malpresentasi, malposisi, panggul sempit, inersia uteri sekunder,dan ibu kelelahan?
5
F. Belajar Mandiri 1.
Pengertian Antenatal Care ANC adalah kunjungan ibu hamil dengan tenaga kesehatan untuk mendapatkan pelayanan ANC sesuai standar yang ditetapkan. Kunjungan yang dimaksud tidak hanya mengandung arti bahwa ibu hamil yang berkunjung ke fasilitas pelayanan, tetapi adalah setiap kontak tenaga kesehatan baik di Posyandu, pondok bersalin desa, kunjungan rumah dengan ibu hamil tidak memberikan pelayanan ANC sesuai dengan standar dapat dianggap sebagai kunjungan ibu hamil (Depkes RI, 2008).
2.
Tujuan dari Antenatal Care Tujuan dilakukannya antenatal care diantaranya adalah sebagai berikut (Sarwono, 2009): a. Membangun rasa saling percaya antara klien dan petugas kesehatan. b. Mengupayakan terwujudnya kondisi terbaik bagi ibu dan bayi yang dikandungnya c. Memperoleh informasi dasar tentang kesehatan ibu dan kehamilannya. d. Mengidentifikasi dan menata laksana kehamilan resiko tinggi. e. Memberikan pendidikan kesehatan yang diperlukan dalam menjaga kualitas kehamilan dan merawat bayi. f. Menghindarkan gangguan kesehatan yang diperlukan dalam menjaga kualitas kehamilan yang akan membahayakan keselamatan ibu hamil dan bayi yang dikandungnya.
3.
Pemeriksaan Antenatal Care Pemeriksaan yang dilakukan meliputi : a. Keadaan Umum ibu hamil, pemeriksaan sama dilakukan seperti pada pasien yang lainnya yaitu dengan melihat keadaan umum yang meliputi kesadaran ibu hamil ketika datang untuk pemeriksaan. b. Vital sign meliputi : tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu. Pemeriksaan umumnya masih sama seperti yang dilakukan pada pemeriksaan biasanya, tetapi pada saat pemeriksaan tekanan darah posisi ibu hamil harus berbaring dan miring ke 6
kiri, karena ada penekanan dari uterus sehingga sirkulasi dan aliran balik vena tidak lancar, dan apabila diukur pada saat posisi duduk maka hasilnya tidak akan akurat. Sedangkan untuk melihat respirasi rate bisa dilakukan juga ketika ibu hamil dalam posisi berbaring miring (Cunningham et all, 2005). c. Tinggi badan ibu hamil Sama seperti pemeriksaan pada umumnya. d. Berat badan ibu hamil Sama seperti pemeriksaan pada umumnya. Berat badan ibu hamil harus terus dipantau selama melakukan ANC, hal ini penting untuk menentukan apakah nutrisi ibu hamil tercukupi atau tidak. Pada ibu hamil terdapat anjuran pertambahan berat badan dengan janin tunggal yaitu : 1) BMI rendah <19,8 bertambah 12,5-18 kg 2) BMI normal 19,8-26 bertambah 11,5-16 kg 3) BMI tinggi >26029 bertambah 7-11,5 kg 4) Kegemukkan, BMI>29 bertambah <7 kg (Cunningham et all, 2005).
4.
Pemeriksaan Obstetri (Leopold manuver) Manuver Leopold membantu menentukan (Bickley, 2008): a. Letak janin, atau posisi janin terhadap punggung wanita (longitudinal dan transversal). b. Presentasi, atau ujung janin yang masuk ke dalam pintu atas panggul (kepala atau bokong). c. Lokasi punggung janin. d. Engagement, atau seberapa jauh bagian presentasi janin yang turun ke dalam panggul ibu. e. Taksiran berat janin. Teknik pemeriksaan (Manuaba, 1993): a. Leopold I: kedua telapak tangan pada fundus uteri untuk menentukan tinggi fundus uteri dan bagian apa yang ada di fundus pada letak membujur atau kosong pada letak lintang. 7
b. Leopold II: Telapak tangan ke samping fundus untuk menentukan punggung janin pada letak bujur dan kepala kanan/kiri pada letak lintang. c. Leoplod III : tangan memegang bagian terendah di atas symphisis, menentukan kepala atau bokong. d. Leopold IV: pemeriksaan dilakukan menghadap kaki penderita kedua tangan di atas symphisis. Bila bagian terendah masuk PAP melebihi lingkaran terbesar maka tangan akan divergen, sedangkan bila belum melalui lingkaran terbesar tangan akan konvergen.
5.
Teknik Pemeriksaan His His yang sempurna bila terdapat: a) Kontraksi yang simetris b) Kontraksi paling kuat atau adanya dominasi di fundus uteri c) Sesudah itu terjadi relaksasi His yang paling tinggi terletak di fundus uteri karena memiliki lapisan otot yang paling tebal.Sedangkan puncak kontraksi terjadi simultan di seluruh bagian uterus.sesudah tiap his, otot – otot korpus uteri menjadi lebih pendek daripada sebelumnya yang disebut sebagai retraksi. Oleh karena serviks kurang mengandung otot, serviks tertarik dan terbuka (penipisan dan pembukaan); lebih – lebih jika ada tekanan oleh bagian janin yang keras, misalnya kepala (Joewono, 2008). Pemeriksaan HIS dilakukan dengan pengukuran kontraksi uterus secara klinis dilakukan dengan meletakkan tangan pada daerah fundus dan mencatat frekuensi, interval, dan durasinya (Joewono, 2008). His menyebabkan pembukaan dan penipisan di samping tekanan air ketuban pada permulaan kala I dan selanjutnya oleh kepala janin yang makin masuk ke rongga panggul dan sebagai benda keras yang mengadakan tekanan kepada serviks hingga pembukaan menjadi lengkap (Joewono, 2008).
6.
Teknik pemeriksaan Detak Jantung Janin Berikut adalah teknik pemeriksaan detak jantung janin : a. Baringkan ibu hamil dengan posisi terlentang 8
b. Lakukan pemeriksaan Leopold untuk menentukan posisi punggung janin. c. Letakkan stetoskop Leanec pada punggung janin dengan sedikit ditekan d. Perhitungan DJJ dapat dilakukan pada 5 detik pertama, 5 detik ketiga dan kelima. Setelah itu, jumlahkan ketiganya dan hasilnya dikalikan dengan 4. Interpretasi: Normal: 120-160 x/menit (Prawirohardjo, 2009).
7.
Pemeriksaan Vaginal Toucher a. Indikasi vaginal toucher pada kasus kehamilan atau persalinan adalah sebagai berikut: 1) Sebagai bagian didalam menegakkan diagnosa kehamilan muda (Depkes RI, 2004). 2) Pada primigravida dengan usia kehamilan lebih dari 37 minggu digunakan untuk melakukan evaluasi kapasitas panggul (pelvimetri klinik ) dan menentukan apakah ada kelainan pada jalan lahir yang diperkirakan akan dapat mengganggu jalannya proses persalinan pervaginam (Depkes RI, 2004). 3) Pada saat masuk kamar bersalin dilakukan untuk menentukan fase persalinan dan diagnosa letak janin (Depkes RI, 2004). 4) Pada saat inpartu digunakan untuk menilai apakah kemajuan proses persalinan sesuai dengan yang diharapkan (Depkes RI, 2004). 5) Pada saat ketuban pecah digunakan untuk menentukan ada tidaknya prolapsus bagian kecil janin atau talipusat (Depkes RI, 2004). 6) Pada saat inpartu, ibu nampak ingin meneran dan digunakan untuk memastikan apakah fase persalinan sudah masuk pada persalinan kala II (Depkes RI, 2004). b. Teknik vaginal toucher (Depkes RI, 2004) 1) Didahului dengan melakukan inspeksi pada organ genitalia eksterna. 2) Tahap berikutnya pemeriksaan inspekulo untuk melihat keadaan jalan lahir. 3) Labia minora disisihkan kekiri dan kanan dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri dari sisi kranial untuk memaparkan vestibulum. ( Gambar 1 )
9
4) Jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan dalam posisi lurus dan rapat dimasukkan kearah belakang - atas vagina dan melakukan palpasi pada servik. (Gambar 2).
Gambar 1 Sisihkan kedua labia major dengan telunjuk dan ibu jari tangan kiri
Gambar 2. Memasukkan jari telunjuk dan tengah tangan kanan dalam keadaan lurus kedalam vagina 5) Menentukan dilatasi (cm) dan pendataran servik (prosentase). 6) Menentukan keadaan selaput ketuban masih utuh atau sudah pecah, bila sudah pecah tentukan : warna, bau, jumlah air ketuban yang mengalir keluar . 7) Menentukan presentasi (bagian terendah) dan posisi (berdasarkan denominator) serta derajat penurunan janin berdasarkan stasion. (gambar 3 )
10
Gambar 3. Derajat desensus kepala melalui pemeriksaan vaginal dengan titik 0 (zero point) setinggi spina ischiadica 8) Menentukan apakah terdapat bagian janin lain atau talipusat yang berada disamping bagian terendah janin. 9) Menentukan apakah terdapat bagian janin lain atau talipusat yang berada disamping bagian terendah janin. 10) Pada primigravida digunakan lebih lanjut untuk melakukan pelvimetri klinik: a) Pemeriksaan bentuk sacrum b) Menentukan apakah coccygeus menonjol atau tidak. c) Menentukan apakah spina ischiadica menonjol atau tidak. d) Mengukur distansia interspinarum. e) Memeriksa lengkungan dinding lateral panggul. f)
Meraba promontorium, bila teraba maka dapat diduga adanya kesempitan panggul (mengukur conjugata diagonalis).
g) Menentukan jarak antara kedua tuber ischiadica. 8.
Teknik Pemeriksaan Hb Pemeriksaan Hb pada ibu hamil dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan yaitu pada : a. Pada trimester I : umur kehamilan sebelum 12 minggu b. Pada trimester III : umur kehamilan 28-36 minggu (Mannaba, 2001)
11
Pemeriksaan Hb dilakukan dengan Metode Sahli, berikut adalah cara pemeriksaannya : a. Alat yang dipergunakan : 1) Alat untuk mengambil darah vena atau kapiler. 2) Hemometer Sahli, yang terdiri dari : a) Tabung pengencer panjang 12 cm, dinding bergaris mulai angka 2 (bawah) s/d 22 ( atas ). b) Tabung standart Hb. c) Pipet Hb dengan pipet karet panjang 12,5 terdapat angka 20 ul. d) Pipet HCL. e) Botol tempat aquadest dan HCL 0,1 N. f) Batang pengaduk ( dari kaca )
Gambar 4. Hemometer Sahli
b. Prinsip pemeriksaan : Mengukur kadar Hb berdasar warna yang terjadi akibat perubahan Hb menjadi asam hematin setelah penambahan HCL 0,1 N ( tidak semua Hb terukur ). Sampel yang digunakan biasanya adalah darah vena maupun darah kapiler.
c. Cara pemeriksaan : 1) Isi tabung pengencer dengan HCL 0,1 N sampai angka 2 (± 5 tetes). 12
2) Dengan pipet Hb hisap darah sampai angka 20 ul, jangan sampai ada gelembung udara yang ikut terhisap. 3) Hapus darah yang ada pada ujung pipet. 4) Tuang darah kedalam tabung pengencer, bilas dengan HCL bila masih ada darah dalam pipet, aduk sampai darah dan reagen tercampur. 5) Diamkan 1 – 3 menit 6) Tambahkan aquadest tetes demi tetes, aduk dengan batang kaca pengaduk. 7) Bandingan larutan dalam tabung pengencer dengan warna larutan standart. 8) Persamaan campuran dgn batang standard harus dicapai dalam waktu 3 – 5 menit setelah darah tercampur dengan HCL. 9) Bila sudah sama warnanya penambahan aquadest dihentikan, baca kadar Hb pada skala yang ada di tabung pengencer / gr / 100 ml darah. d. Interpretasi :
9.
Nilai normal
: 12,5 gr %
Tidak anemia
: 11 gr %
Anemia ringan
: 9-10 gr %
Anemia sedang
: 7-8 gr %
Anemia berat
: <7 gr % (Mannaba, 2001).
Sikap dan Tindakan yang Harus Dilakukan Sikap dan tindakan yang akan dilakukan adalah membantu pasien melakukan persalinan normal. Berikut adalah langkah yang harus dilakukan : 1) Mendengar dan melihat adanya tanda persalinan kala dua. 2) Memastikan kelengkapan alat pertolongan persalinan termasuk mematahkan ampul oksitosin dan memasukan alat suntik sekali pakai 2½ ml ke dalam wadah partus set. 3) Memakai celemek plastik. 4) Memastikan lengan tidak memakai perhiasan, mencuci tangan degan sabun dan air mengalir.
13
5) Menggunakan sarung tangan DTT pada tangan kanan yang akan digunakan untuk pemeriksaan dalam. 6) Mengambil alat suntik dengan tangan yang bersarung tangan, isi dengan oksitosin dan letakan kembali ke dalam wadah partus set. 7) Membersihkan vulva dan perineum dengan kapas basah dengan gerakan vulva ke perineum. 8) Melakukan pemeriksaan dalam (pastikan pembukaan sudah lengkap dan selaput ketuban sudah pecah). 9) Mencelupkan tangan kanan yang bersarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, membuka sarung tangan dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5%. 10) Memeriksa denyut jantung janin setelah kontraksi uterus selesai (pastikan DJJ dalam batas normal (120 – 160 x/menit)). 11) Memberi tahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik, meminta ibu untuk meneran saat ada his apabila ibu sudah merasa ingin meneran. 12) Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran (pada saat ada his, bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan ia merasa nyaman. 13) Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk meneran. 14) Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit. 15) Meletakan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5 – 6 cm. 16) Meletakan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian bawah bokong ibu 17) Membuka tutup partus set dan memperhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan, 18) Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan. 19) Saat kepala janin terlihat pada vulva dengan diameter 5 – 6 cm, memasang handuk bersih untuk mengeringkan janin pada perut ibu. 20) Memeriksa adanya lilitan tali pusat pada leher janin 21) Menunggu hingga kepala janin selesai melakukan putaran paksi luar secara spontan. 14
22) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental. Menganjurkan kepada ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakan kepala ke arah bawah dan distal hingga bahu depan muncul di bawah arkus pubis dan kemudian gerakan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang. 23) Setelah bahu lahir, geser tangan bawah ke arah perineum ibu untuk menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang tangan dan siku sebelah atas. 24) Setelah badan dan lengan lahir, tangan kiri menyusuri punggung ke arah bokong dan tungkai bawah janin untuk memegang tungkai bawah (selipkan jari telunjuk tangan kiri di antara kedua lutut janin). 25) Melakukan penilaian selintas : (a) Apakah bayi menangis kuat dan atau bernafas tanpa kesulitan? (b) Apakah bayi bergerak aktif ? 26) Mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah dengan handuk/kain yang kering. Membiarkan bayi di atas perut ibu. 27) Memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus. 28) Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus berkontraksi baik. 29) Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 unit IM (intramaskuler) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikan oksitosin). 30) Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Mendorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat pada 2 cm distal dari klem pertama. 31) Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut bayi), dan lakukan pengguntingan tali pusat di antara 2 klem tersebut. 32) Mengikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian melingkarkan kembali benang tersebut dan mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya. 33) Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan memasang topi di kepala bayi. 34) Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 -10 cm dari vulva
15
35) Meletakan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis, untuk mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat. 36) Setelah uterus berkontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan, sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati ke arah dorsokrainal. Jika plasenta tidak lahir setelah 30 – 40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan menunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan mengulangi prosedur. 37) Melakukan penegangan dan dorongan dorsokranial hingga plasenta terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian ke arah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorsokranial). 38) Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-hati. Bila perlu (terasa ada tahanan), pegang plasenta dengan kedua tangan dan lakukan putaran searah untuk membantu pengeluaran plasenta dan mencegah robeknya selaput ketuban. 39) Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase (pemijatan) pada fundus uteri dengan menggosok fundus uteri secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras). 40) Periksa bagian maternal dan bagian fetal plasenta dengan tangan kanan untuk memastikan bahwa seluruh kotiledon dan selaput ketuban sudah lahir lengkap, dan masukan ke dalam kantong plastik yang tersedia. 41) Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Melakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan. 42) Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam. 43) Membiarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1 jam. 44) Setelah satu jam, lakukan penimbangan/pengukuran bayi, beri tetes mata antibiotik profilaksis, dan vitamin K1 1 mg intramaskuler di paha kiri anterolateral. 45) Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan imunisasi Hepatitis B di paha kanan anterolateral. 46) Melanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam. 16
47) Mengajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi. 48) Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah. 49) Memeriksakan nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan. 50) Memeriksa kembali bayi untuk memastikan bahwa bayi bernafas dengan baik. 51) Menempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah di dekontaminasi. 52) Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai. 53) Membersihkan ibu dengan menggunakan air DDT. Membersihkan sisa cairan ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu memakai memakai pakaian bersih dan kering. 54) Memastikan ibu merasa nyaman dan beritahu keluarga untuk membantu apabila ibu ingin minum. 55) Dekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klorin 0,5%. 56) Membersihkan sarung tangan di dalam larutan klorin 0,5% melepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5% 57) Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir. 58) Melengkapi partograf ( Sarwono 2006).
10. Informasi yang Harus Dijelaskan Pada Pasien dan Suami Informasi yang disampaikan ke pasien dan keluarganya adalah (Manuaba, 2003): a. Tentang keadaan ibu : 1) Tentang keadaan kesehatan ibu saat ini 2) Apakah ini primigravida/multigravida 3) Bagaimana keadaan jalan lahir ibu. 4) Taksiran persalinan b. Tentang keadaan janin 1) Berapa umur kehamilan ibu saat ini 2) Apakah janin dalam kandungan ibu hidup atau mati? 3) Apakah janin tunggal atau kembar 4) Bagaimana letak janin saat ini 17
5) Apakah intra/ekstra uterin
11. Prognosis Dari Persalinan dan Yang Mempengaruhi Prognosis Persalinan Dilihat dari power, passage dan passanger prognosis dari persalinan pada kasus adalah baik dan dapat dilahirkan per vaginam meskipun ada malposisi, tetapi masih bisa dikoreksi. Selain itu dengan menggunakan skor Bishop juga dapat ditentukan prediksi dari persalinan pada kasus adalah baik. Tabel 1. Skor Bishop Skor
Faktor Pembukaan
Pendataran
(cm)
(%)
Station
Konsistensi
Posisi
serviks
Serviks
0
Tertutp
0 -30
-3
Keras
Posterior
1
1-2
40 - 50
-2
Sedang
Tengah
2
3-4
60 – 70
-1, 0
Lunak
Anterior
3
≥5
≥ 80
+1, +2
-
-
Jumlah skor yang didapat adalah 10, jika jumlah skor yang didapat ≥ 6 bayi dapat dilahirkan per vaginam. Selain hal – hal diatas, prognosis persalinan juga dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain sebagai berikut : a. Paritas Cervix yang pernah mengalami pembukaan sampai pembukaan lengkap memberikan tahanan yang lebih kecil. Juga dasar panggul seorang multipara tidak memberikan tahanan banyak terhadap kemajuan anak. b. Cervix Cervix yang kaku memberikan tahanan yang jauh lebih besar dan dapat memperpanjang persalinan. c. Umur bumil Primimuda (12-16 tahun), persalinan umumnya berlangsung seperti biasa tetapi pada usia ini lebih sering didapatkan toksemia gravidarum. Umur lanjut biasanya membawa hipertensi, obesitas, dan mioma uteri, sedangkan penyulit obstetrinya 18
adalah letak sungsang, partus prematurus, dan kelainan bawaan lebih sering dijumpai misalnya mongolismus. Primitua (pertama kali hamil usia 35 tahun atau lebih) ada kemungkinan persalinan berlangsung lebih panjang disebabkan cervix yang kaku atau inertia uteri (kelemahan his). Penyulit lain berupa hipertensi, mioma uteri, dan iskemia rahim yang dapat menyebabkan hipoksia janin. d. Interval antara persalinan Jika interval antara persalinan > 10 tahun maka kehamilan dan persalinan menyerupai kehamilan dan persalinan pada primi tua. Sebagai penyulit dapat berupa persalinan lama, plasenta previa, dan solutio plasenta. Kematian perinatal juga lebih tinggi. e. Besarnya anak Jika bayinya besar, maka ada kecenderungan untuk persalinan yang lebih lama baik dalam kala I maupun kala II.
12. Komplikasi Persalinan Pada Kasus Komplikasi persalinan yang mungkin dapat terjadi pada kasus a. Pada ibu 1) Kemungkinan dapat menyebabkan hambatan terhadap kemajuan persalinan pada ibu (Distosia) 2) Perlukaan vagina atau serviks oleh karena adanya malposisi. 3) Perdarahan b. Pada Janin 1) Malposisi 2) Trauma pada bayi
13. Pengawasan Persalinan pada KALA I Berikut adalah hal – hal yang dilakukan dalam pengawasan KALA I a. Pemantauan Kesejahteraan Janin Selama Persalinan Untuk mendapatkan hasil akhir kehamilan yang optimal, harus dibuat program yang tersusun rapi untuk memberikan surveilans ketat tentang kesejahteraan ibu dan 19
janin selama persalinan. Semua observasi harus dicatat secara tepat. Frekuensi, intensitas, dan lamanya kontraksi uterus, serta respon denyut jantung janin terhadap kontraksi uterus tersebut harus diperhatikan benar, aspek-aspek ini dapat dievaluasi denga tepat dalam urutan yang logis (Cunningham et all, 2005). b. Pemantauan Ibu 1) Tanda vital ibu Suhu, denyut nadi, tekanan darah ibu dievaluasi setidaknya setiap 4 jam. 2) Pemeriksaan vagina selanjutnya. Untuk mengetahui status serviks dan stasion serta posisi terbawah (presentasi janin) (Cunningham et all, 2005). 3) Asupan oral Makanan harus ditunda pemberiannya selama proses persalinan aktif, karenan dapat dimuntahkan kembali. Hal ini dikarenakan karena waktu pengosongan lambung yang lambat dan memanjang sehingga makanan atau obat-obatan yang masuk berada tetap di dalam lambung dan tidak direabsorpsi (Cunningham et all, 2005). 4) Cairan intravena Walaupun telah menjadi kebiasaan di rumah sakit untuk memasang infus secara intravena, tetapi pada ibu hamil jarang dilakukan saat awal persalinan setidaknya sampai analgesik diberikan. Pemberian infus ini menguntungkan selama masa nifas dini untuk memberikan oksitoksin profilaksis dan seringkali bersifat terapeeutik (Cunningham et all, 2005). 5) Posisi ibu selama persalinan Ibu yang dalam proses bersalin tdak perlu terus berbaring di tempat tidur persalinan, bisa disediakan kursi yang nyaman yang akan bermanfaat bagi psikologis dan mungkin juga secara fisiologis (Cunningham et all, 2005). 6) Analgesia Perhatikan jenis analgesia, jumlah dan frekuensi pemberian, hendaknya diberikan berdasarkan kebutuhan untuk menghilangkan nyeri (Cunningham et all, 2005). 7) Amniotomi 20
Perhatikan jika selaput ketuban masih utuh, dalam persalinan normal pun dapat dilakukan amniotomi dan harus diupayakan menggunakan teknin aspetik (Cunningham et all, 2005). 8) Fungsi kandung kemih Distensi kandung kemih harus dihindarkan karena dapat mengakibatkan persalinan macet dan hipotonia serta infeksi kandung kemih. Untuk mencegah hal tersebut dilakukan pada saat pemeriksaan abdomen, diinspeksi dan palpasi untuk mendeteksi pengisian kandung kemih (Cunningham et all, 2005).
14. Penggunaan Partograf Sebagai Alat Bantu Persalinan Penggunaan partograf model WHO dengan prinsip (Hadiyanto, ____): a. Persalinan fase aktif dimulai pada pembukaan servik 3 cm. b. Persalinan fase laten sudah harus berakhir tidak lebih dari 8 jam. c. Selama masa persalinan fase aktif, rata-rata pembukaan servik tidak kurang dari 1 cm per jam. d. Batas keterlambatan waktu 4 jam yang diberikan antara persalinan fase aktif berjalan lambat dan kebuthan intervensi, dimaksudkan jangan sampai sudah terjadi jelek dari janin maupun ibu ataupun jangan sampai memberikan intervensi yang sebetulnya belum dibutuhkan. e. Pemeriksaan vaginal harus dilakukan sejarang mungkin sesuai dengan “safe practice” (dianjurkan tiap 4 jam).
15. Penegakan Diagnosis Partus Tak Maju Penegakan diagnosis partus tak maju adalah sebagai berikut (Manuaba, 2003): a. Janin dengan kepala fleksi b. Janin dengan kepala defleksi c. Bekas seksio sesarea d. Ekstraksi vakum gagal e. Letak sungsang f. Letak lintang g. Presentasi rangkap 21
h. Janin kembar dua i. Retensi janin kembar B
16. Etiologi Partus Tak Maju a. Disproporsi sefalopelvik (pelvis sempit atau janin besar) Keadaan
panggul
persalinan, tetapi yang
merupakan
faktor
penting
dalam
kelangsungan
penting ialah hubungan antara kepala janin dengan
panggul ibu. Besarnya kepala janin dalam perbandingan luasnya panggul ibu menentukan apakah ada disproporsi sefalopelvik atau tidak. Disproporsi sefalopelvik adalah ketidakmampuan janin untuk melewati panggul. Panggul yang sedikit sempit dapat diatasi dengan kontraksi uterus yang efisien, letak, presentasi, kedudukan janin yang menguntungkan dan kemampuan kepala janin untuk mengadakan molase. Sebaliknya kontraksi uterus yang jelek, kedudukan abnormal, ketidakmampuan kepala untuk mengadakan molase dapat menyebabkan persalinan normal tidak mungkin. Kehamilan pada ibu dengan tinggi badan < 145 cm dapat terjadi disproporsi sefalopelvik, kondisi luas panggul ibu tidak sebanding dengan kepala bayi, sehingga pembukaannya berjalan lambat dan akan menimbulkan komplikasi obstetri. Disproporsi sefalopelvik terjadi jika kepala janin lebih besar dari pelvis, hal ini akan menimbulkan kesulitan atau janin tidak mungkin melewati pelvis dengan selamat. Bisa juga terjadi akibat pelvis sempit dengan ukuran kepala janin normal, atau pelvis normal dengan janin besar atau kombinasi antara bayi besar dan pelvis sempit. Disproporsi sefalopelvik tidak dapat didiagnosis sebelum usia kehamilan 37 minggu karena sebelum usia kehamilan tersebut kepala belum mencapai ukuran lahir normal. Disproporsi sefalopelvik dapat terjadi : 1) Marginal (ini berarti bahwa masalah bisa diatasi selama persalinan, relaksasi sendi-sendi pelvis dan molase kranium kepala janin dapat memungkinkan berlangsungnya kelahiran pervaginam). 2) Moderat (sekitar setengah dari pasien-pasien pada kelompok lanjutan ini memerlukan kelahiran dengan tindakan operasi). 22
3) Definit (ini berarti pelvis sempit,
bentuk kepala abnormal atau janin
mempunyai ukuran besar yang abnormal, misalnya hidrosefalus,
operasi
diperlukan pada kelahiran ini). b. Presentasi yang abnormal Hal ini bisa terjadi pada dahi, bahu, muka dengan dagu posterior dan kepala yang sulit lahir pada presentasi bokong. 1) Presentasi Dahi Presentasi Dahi adalah keadaan dimana kepala janin ditengah antara fleksi maksimal dan defleksi maksimal, sehingga dahi merupakan bagian terendah. Presentasi dahi terjadi karena ketidakseimbangan kepala dengan panggul,
saat persalinan kepala janin tidak dapat turun ke dalam rongga
panggul sehingga persalinan menjadi lambat dan sulit. Presentasi dahi tidak dapat dilahirkan dengan kondisi normal kecuali bila bayi kecil atau
pelvis luas,
persalinan dilakukan dengan tindakan
caesarea. IR presentasi dahi 0,2% kelahiran pervaginam, lebih sering pada primigravida. 2) Presentasi Bahu Bahu merupakan bagian terbawah janin dan abdomen cenderung melebar dari satu sisi kesisi yang lain sehingga tidak teraba bagian terbawah anak pada pintu atas panggul menjelang persalinan. Bila pasien berada pada persalinan lanjut setelah ketuban pecah, bahu dapat terjepit kuat di bagian atas pelvis dengan satu tangan atau lengan keluar dari vagina. Presentasi bahu terjadi bila poros yang panjang dari janin tegak lurus atau pada sudut akut panjangnya poros ibu, sebagaimana yang terjadi pada letak melintang. Presentasi bahu disebabkan paritas tinggi dengan dinding abdomen dan otot uterus kendur, prematuritas, obstruksi panggul. 3) Presentasi Muka Pada presentasi muka, kepala mengalami hiperekstensi sehingga oksiput menempel pada punggung janin dan dagu merupakan bagian terendah. Presentasi muka terjadi karena ekstensi pada kepala, bila pelvis sempit atau janin sangat besar. Pada wanita multipara, terjadinya presentasi muka karena 23
abdomen yang menggantung yang menyebabkan punggung janin menggantung ke depan atau ke lateral, seringkali mengarah kearah oksiput. Presentasi muka tidak ada faktor penyebab yang dapat dikenal, mungkin terkait dengan paritas tinggi tetapi 34% presentasi muka terjadi pada primigravida. c. Abnormalitas pada janin Hal ini sering terjadi bila ada kelainan pada janin misalnya : hidrosefalus, pertumbuhan janin lebih besar dari 4.000 gram, bahu yang lebar dan kembar siam. d. Abnormalitas sistem reproduksi Abnormalitas sistem reproduksi misalnya tumor pelvis, stenosis vagina kongenital, perineum kaku dan tumor vagina.
17. Partus Tak Maju Karena Adanya Disposisi, Malposisi, Petopelvik Karena Adanya Malpresentasi, Malposisi, Panggul Sempit, Inersia Uteri Sekunder dan Ibu Kelelahan Partus tak maju adalah ketidakmajuan proses persalinan pada kala I. Jika partus tak maju karena malpresentasi, malposisi, dan inersia uteri pada: a. Presentasi dahi Persalinan vaginal pada presentasi dahi akan meningkatkan resiko prolaps tali pusat sebanyak 5 kali, rupture uteri 17 kali, transfuse darah 3 kali, infeksi pasca persalinan 5 kali, dan kematian perinatal 2 kali. Jika presentasi dahi didiagnosis pada persalinan awal dengan selput ketuban yang masih utuh dapat diobservasi untuk mengetahui kemungkinan perubahan presentasi secara spontan (Saifuddin, 2008). Pemberian stimulasi oksitosin pada kontraksi uterus yang lemah dilakukan secara hati-hati dan tidak boleh dilakukan jika tidak terjadi penurunan kepala atau dicurigai adanya disproporsi kepala-panggul. Presentasi dahi yang menetap dengan selaput ketuban yang sudah pecah dilakukan penangan dengan bedah sesar. Penanganan dengan bantuan ekstrakssi vakum, forceps, atau simpisiotomi akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas (Saifuddin, 2008). b. Presentasi muka 24
Persalinan per vaginal dapat dilakukan
jika posisi dagu anterior. Jika
setelah pembukaan lengkap, dagu masih berada di posterior maka dapat dilakukan bedah sesar. Penggunaan alat bantu ekstraksi vacuum tidak diperkenankan.. stimulasi oksitosin diperbolehkan pada posisi dagu anterior dan tidak ada tandatanda disproporsi (Saifuddin, 2008). c. Presentasi majemuk : Pada presentasi majemuk penanganannya dimuali dengan mengetahui adanya prolaps tali pusat atau tidak. Jika terdapat prolaps tali pusat, maka dilakukan bedah sesar. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada presentasi majemuk adalah presentasi janin, ada tidaknya prolaps tali pusat, pembukaan serviks, keadaan selaput ketuban, kondisi dan ukuran janin, ada tidaknya kehamilan kembar (Saifuddin, 2008). Pada keadaan partus macet atau lambat, dilakukan upaya reposisi ekstremitas yang prolaps. Tekanan ekstremitas yang prolaps oleh bagian terendah janin dilonggarkan terlebih dahulu dengan cara membuat ibu dalam posisi dada lutut.. jika ketuban masih utuh, maka dilakukan amniotomi terlebih dahulu. Dorong ekstremitas yang prolaps kea rah cranial, tahan hingga timbul his yang akan menekan kepala atau bokong memasuki panggul. Bersamaan sengan turunnya bagian terendah janin, jari penolong dikeluarkan perlahan. Keberhasilan upaya ini ditandai dengan tidak teraba lagi ekstremitas yang prolaps. Jika reposisi gagal, maka dilakukan bedah sesar (Saifuddin, 2008). d. Presentasi bokong Jika terjadi keterlambatan kenajuan persalinan, stimulasi oksitosin tidak boleh dilakukan. Pengamatan terhadap terjadinya prolaps tali pusat atau kegawatan pada janin perlu dilakuakan secara seksama. Pengeluaran mekonium sebelum janin masuk panggul merupakan indikasi terjadinya kegawatan janin.sebelum ibu dipimpin mengejan, dicek terlebih dahulu apakah pembukaan serviks sudah lengkap. Sebelum pembukaan serviks lengkap, ibu diminta tidak mengejan, untuk mencegah terjebaknya kepala akibat bagian janin yang lebih kecil lahir sebelum pembukaan lengkap (Saifuddin, 2008).
25
e. Inersia uteri Jika diagnosis inersi uteri telah ditetapka, diperiksa keadaan serviks, presentasi serta posisi janin, turunnya kepala janin dalam panggul, dan keadaan panggul. Jika terdapat disproporsi cefalopelvik berat, sebaiknya dilakukan bedah sesar. Pemberian oksitosin melalui infuse intravena diberikan beberapa jam saja. Jika ternyata tidak ada kemajuan, pemberian dihentikan supaya penderita dapa beristirahat. Kemudian dicoba diberika oksitosi lagi untuk beberapa jam. Jika tetap tidak terdapat kemajuan, maka lebih baik dilakukan seksio sesaria (Saifuddin, 2008).
26
BAB III KESIMPULAN
1. Diagnosis pada kasus ini adalah seorang wanita G3P1A1 32 tahun hamil 40 minggu. Janin tunggal hidup intrauterine, presentasi belakang kepala sudah dalam persalinan Kala I Fase Laten. Persalinan telah berlangsung 4 jam, dengan riwayat infertil sekunder. 2. Informasi yang harus disampaikan pada pasien dan keluarga pasien (suami) adalah mengenai keadaan pasien seperti keadaan kesehatan saat ini, keadaan jalan lahir, taksiran persalinan serta mengenai keadaan janin seperti janin dalam kandungan ibu hidup atau mati, janin tunggal atau kembar dan letak janin saat ini. 3. Sikap dan tindakan yang harus dilakukan dokter pada kasus tersebut adalah membantu persalinan pasien dengan cara pervaginam. 4. Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien kasus tersebut adalah hambatan terhadap kemajuan persalinan pada ibu (distosia), perlukaan vagina atau serviks oleh karena adanya malposisi, serta perdarahan, sedangkan komplikasi yang dapat terjadi pada bayinya adalah malposisi dan trauma pada bayi. 5. Prognosis dari persalinan pasien adalah baik dan dapat lahir pervaginam meskipun ada malposisi pada janin tetapi masih dapat dikoreksi.
27
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Buku Praktikum PK Blok Hematologi Immunologi. Purwokerto: FKIK Unsoed.
Bickley, L. S. 2008. Buku Saku Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Bates. Jakarta: EGC.
Cunningham F. Gary et all. 2005. Obstetri Williams Edisi 21 Volume 1. Jakarta : EGC.
Departemen Kesehatan RI. 2004. Pedoman Pelayanan Kebidanan Dasar Berbasis Hak Asasi Manusia dan Keadilan Gender. Jakarta: Depkes RI.
Departemen Kesehatan RI. 2008. Panduan Pelayanan Antenatal. Jakarta : Depkes RI.
Hadiyanto, B. Pemantaun Persalinan dengan Partograf.
Joewono, Hermanto Tri. 2008. His dan Tenaga Lain dalam Persalinan dalam buku Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Manuaba, I.G.M., 2003. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga berencana untuk pendidikan bidan. Jakarta: EGC.
Mannuaba. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi Dan KB. Jakarta : EGC.
Manuaba, I. B. 1993. Penuntun Biskusi Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC.
Norwitrz, E., & Schorge, J. 2007. At a Glance Obstetri and Ginekologi edisi 2. Jakarta: Erlangga Medical Series. 28
Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Saifuddin, Abdul Bari, dkk. 2008. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta : P.T. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
29