LAPORAN PRAKTIKUM SUPPLY CHAIN MANUFACTURING
Disusun Oleh : Kelas F - Kelompok 24 Aditia Kusuma Destiana Ayu P Dian Nastiti Nindya Dini P Zakaria Abdur R
12/340662/TK/40272 12/336468/TK/40243 12/330101/TK/39289 12/331855/TK/39644 12/330546/TK/39633
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI JURUSAN TEKNIK MESIN DAN INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR LAMPIRAN
vi
BAB I PENDAHULUAN
1
1.1 Latar Belakang
1
1.2 Rumusan Masalah
2
1.3 Tujuan
2
1.4 Manfaat
2
BAB II LANDASAN TEORI
3
2.1 Point of Sales
3
2.2 Electrinic Data Interchange
4
2.3 Vendor Managed Inventory
6
BAB III PEMBAHASAN
7
3.1 Point of Sales
7
3.1.1 Kelebihan dan Kekurangan POS
7
3.1.2 Studi Kasus Penerapan POS
8
3.1.2.1 Implementasi Point of Sales di Toko Nirwana, Pamekasan 8 3.1.2.2 Implementasi Point of Sales di Pizza Hut 3.2 Electronic Data Interchange (EDI)
10 11
3.2.1 Kelebihan dan Kekurangan EDI
11
3.2.2 Studi Kasus Penerapan EDI pada Perusahaan Carrefour
13
3.3 Vendor Managed Inventory (VMI)
15
3.3.1 Kelebihan dan Kekurangan VMI
16
3.3.2 Studi Kasus Penerapan VMI
17
3.3.2.1 Profil PT. Sampharindo
17
3.3.2.2 Implementasi VMI di PT. Sampharindo
17 ii
BAB IV PENUTUP
19
4.1 Kesimpulan
19
DAFTAR PUSTAKA
20
LAMPIRAN
21
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bagan Penerapan VMI
6
Gambar 3.1 Hasil peramalan penerapan sistem Point of Sale
9
Gambar 3.2 Proses aliran data dan informasi PT Carrefour Indonesia
13
Gambar 3.3 Alur Diagram EDI Antar Stage
14
Gambar 3.4 Alur Pertukaran Data dan Informasi Carrefour Indonesia
15
Gambar 3.5 Model VMI di PT Sapharindo
18
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Perhitungan Manfaat Berwujud
9
Tabel 3.2 Perhitungan Manfaat Tidak Berwujud
9
v
DAFTAR LAMPIRAN
1.
Penurunan Biaya Inventori di PT SEMB PEL Menggunakan Metode Vendor Managed Inventory
2. ERA DIGITAL CARREFOUR INDONESIA Implementasi EDI Carrefour Indonesia 3. Electronic Data Interchange (EDI): Pengaruhnya Terhadap Strategi Pencapaian Keunggulan Kompetitif 4.
PENENTUAN KEBIJAKAN PEMENUHAN PESANANDENGAN MODEL VENDOR-MANAGED INVENTORY
5. Pengembangan Sistem Pendukung Keputusan Permasalahan Inventory Routing Problem Pada SPBU Menggunakan Algoritma Ant Colony
vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, persaingan antar industri menjadi sangat ketat. Setiap industri berkompetisi untuk memenuhi permintaan pelanggan yang tidak pasti. Keadaan seperti ini menuntut setiap industri untuk bekerja secara efektif dan efisien seperti pengolahan data yang cepat dan service level yang tinggi. Kerja sama yang terjadi diantara pihak-pihak dalam suatu industri akan menentukan keefektifitasan dan keefisiensian yang diciptakan ini. Salah satu cara untuk mencapai tingkat efektif dan efisien yang tinggi pada rantai pasok adalah dengan memanfaatkan setiap sumber daya yang dimiliki dengan optimal. Pemanfaatan sumber daya bisa dilakukan dengan menerapkan teknologi yang tinggi. Teknologi bisa digunakan untuk mengatur aliran informasi pada rantai pasok. Teknologi dapat mengintegrasikan semua kebutuhan setiap stage dalam rantai pasok dengan menyediakan informasi dalam waktu yang singkat dan tepat namun penggunaannya harus secara tepat. Teknologi ini dapat menunjang kinerja rantai pasok sehingga suatu industri dapat bertahan dan unggul diantara kompetitornya. Ada beberapa strategi yang dapat digunakan dalam rantai pasok khususnya dengan menerapkan teknologi yang ada. Beberapa strategi tersebut adalah Point of Sale (POS), Electronic Data Interchange (EDI), dan Vendor Managed Inventory (VMI). Ketiga strategi tersebut memanfaatkan teknologi untuk mengatur aliran dan sistem dalam rantai pasok. Penerapannya disesuaikan dengan kebutuhan dan batasan yang dimiliki oleh sistem rantai pasok. Sedangkan pengaruh yang diterima oleh suatu sistem juga tergantung pada proses penerapan yang dilakukan. Oleh sebab itu, praktikan pada praktikum kali ini akan menganalisa pengaruh dari ketiga strategi tersebut terhadap rantai pasok. Selain itu, kelebihan dan kekurangan dari setiap strategi juga akan dianalisis dalam praktikum ini.
1
1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah kelebihan dan kekurangan dari Point of Sales (POS), Electronic Data Interchange (EDI), dan Vendor-Managed Inventory (VMI) dalam rantai pasok? 2. Bagaimana efek yang diberikan strategi Point of Sales (POS), Electronic Data Interchange (EDI), dan Vendor-Managed Inventory (VMI) dalam rantai pasok?
1.3 Tujuan 1. Memberikan pemahaman mengenai mekanisme operasi supply chain kepada praktikan. 2. Memberikan pemahaman mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi rantai pasok kepada praktikan. 3. Menganalisis penggunaan strategi Point of Sales (POS), Electronic Data Interchange (EDI), dan Vendor-Managed Inventory (VMI) terhadap performansi rantai pasok.
1.4 Manfaat 1. Mahasiswa mampu mengetahui mekanisme operasi supply chain. 2. Mahasiswa mampu membedakan penggunaan ketiga strategi dalam rantai pasok. 3. Mahasiswa
mampu
menggunakan
software
Vensim
PLE
untuk
mengetahui beberapa strategi dalam rantai pasok.
2
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Sistem Point of Sales (POS) Menurut Hendry (2010) Point of Sales (POS) adalah sebuah sistem yang terdiri dari hardware dan software yang didesain sesuai dengan keperluan dan dapat diintegrasikan dengan beberapa alat pendukung agar dapat membantu mempercepat proses transaksi. Menurutnya, sistem POS digunakan di supermarket, restoran, hotel, dan tempat-tempat lain yang membuka jasa ritel. Dalam lingkup yang luas, POS juga berarti proses pelayanan transaksi dalam sebuah toko ritel. Secara sederhana, POS dapat diartikan sebagai sebuah titik pusat penjualan, dimana pelanggan melakukan pembayaran kepada pedagang dalam pertukaran untuk barang dan/atau jasa. Pada dasarnya sistem ini merupakan sebuah mesin POS yang berfungsi sebagai cash register untuk skala yang lebih besar, sehingga tidak jarang sistem ini sering disebut dengan sistem kasir. Point of Sales merupakan sistem untuk berbagi informasi data-data penjualan dan persediaan barang dari satu stage ke stage lain dalam suatu sistem rantai pasok untuk mencegah informasi demand yang salah yang menyebabkan bullwhip effect. Sistem ini menggunakan aplikasi perangkat lunak untuk mendata setiap transaksi yang terjadi, dan data tersebut secara real time ter-update ke semua stage dalam sebuah sistem rantai pasok. Persyaratan yang harus dipenuhi dalam sistem Point of Sales, antara lain : 1. Tingkat kepercayaan yang tinggi antar stage dalam rantai pasok sehingga data informasi aktual dapat diterima oleh semua stage 2. Strategi ini hanya dapat diterapkan pada rantai pasok dengan tingkatan level beberapa stage, seperti contohnya factory, distributor, wholesaler dan retailer. Hal ini dikarenakan rantai pasok dengan tingkatan level inilah
3
yang sering terjadi demand variability dan memerlukan sharing information antar stage. 3. Hardware dan software yang mendukung pelaksanaan Point of Sales (POS). Selain itu dalam sistem POS kita harus memperhatikan beberapa fitur yang mempengaruhi kinerja rantai pasok, antara lain: 1. Kemudahan penggunaan, perangkat lunak dengan antarmuka grafis yang user-friendly. 2. Masuknya informasi penjualan, kebanyakan sistem memungkinkan untuk memasukkan kode persediaan baik secara manual atau secara otomatis melalui pemindai bar-code. 3. Harga 4. Memperbarui informasi produk, sistem ini secara otomatis memperbarui persediaan dan catatan piutang. 5. Keamanan, sebagian besar sistem ini menyediakan jejak audit sehingga dapat melacak masalah. Beberapa keuntungan dari penggunaan sistem POS adalah sebagai berikut. a. Mempermudah analisis data penjualan, sehingga pengambilan keputusan menjadi lebih tepat. b. Mudah digunakan. c. Informasi mengenai produk dapat diperbarui secara otomatis. d. Keamanan penggunaan terjamin.
2.2. Electronic Data Interchange (EDI) Ferguson et al (1990) dalam Riyadi (2010), mendefinisikan Electronic Data Interchange (EDI) sebagai pertukaran informasi bisnis secara elektronik dari komputer ke komputer, dalam format terstruktur, dan dilakukan diantara partner bisnis. Selain itu menurut International Data Exchange Association (IDEA), EDI didefinisikan sebagai “transfer data terstruktur dengan format standard yang telah disetujui yang dilakukan dari satu sistem komputer ke sistem komputer yang lain dengan menggunakan media elektronik”. Jadi dapat dikatakan bahwa EDI
4
merupakan penyampaian informasi dari satu pihak ke pihak lain secara elektronik dengan menggunakan media komputer sebagai sarana penghubung diantara kedua partner bisnis (Riyadi, 2010). Pada penerapannya, EDI memiliki standarisasi pengkodean transaksi perdagangan. Tujuan utama yang ingin dicapai dengan memanfaatkan teknologi EDI adalah agar transaksi yang dilakukan oleh pelaku bisnis dengan lain dapat dilakukan dengan semakin cepat, efisien, dan akurat. Karena perusahaan dapat mengeliminir kesalahan yang dapat terjadi ketika melakukan re-entry data. Selain itu dengan penggunaan teknologi EDI, perusahaan tidak perlu lagi mengeluarkan biaya yang timbul akibat penggunaan kertas, misalnya untuk formulir pesanan, faktur/invoice, dokumen pengiriman dan pembelian, dll. Sehingga biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan dapat diminimalisir. Terdapat sarana yang diperlukan untuk implementasi EDI seperti dikemukakan Laudon (1991) dalam Riyadi (2010) yaitu: a. Perangkat keras atau komputer yang harus dimiliki oleh masing-masing pihak yang akan bergabung dalam network EDI suatu transaksi bisnisnya. b. Adanya translation Software/transaction converter, yaitu perangkat lunak atau program yang tersedia yang dapat mengubah dokumen transaksi kedalam bentuk standar EDI, kemudian dikirim pada pihak lain. Dan program ini pula nantinya yang akan mengubah standar EDI kedalam bentuk dokumen transaksi yang akan diterima oleh pihak lain tersebut. c. Mail box facilities Yaitu fasilitas atau network yang dimiliki pihak ketiga yang memungkinkan pengiriman dua transaksi antar komputer. d. Adanya prosedur yang harus diikuti agar implementasi EDI dapat dilaksanakan dengan baik. Penggunaan EDI memberikan banyak manfaat selain tujuan utamanya adalah mencapai waktu transaksi yang lebih cepat. Berikut ini merupakan kelebihan EDI:
5
a. Penurunan order lead time, hal ini akan menyebabkan pengurangan terhadap biaya persediaan, b. Mutu pelayanan kepada konsumen semakin tinggi, c. Penurunan kemungkinan terjadinya out-of-stock, d. Perbaikan mutu komunikasi untuk, e. menyelenggarakan transaksi/janji, promosi, perubahan harga dan tersedianya informasi produk, f. Perbaikan ketepatan dalam pemesanan, pengiriman, dan penerimaan barang, dan g. Pengurangan biaya tenaga kerja (labour cost). (Riyadi, 2010)
2.3. Vendor Managed Inventory (VMI) Vendor Managed Inventory (VMI) yang juga dikenal dengan continuous replenishment (CR) atau supplier-managed inventory (SMI) merupakan salah satu dari program partnership yang paling banyak diterapkan diantara trading partner. VMI mulai populer pada akhir tahun 80-an ketika Wal-Mart dan Procter and Gambler sukses menerapkannya dan kemudian diikuti oleh beberapa pemain industri lainnya. VMI merupakan inisiatif supply chain dimana vendor menentukan level inventori yang optimal dari setiap produk dan kebijakan inventori untuk menjaga level yang optimal tersebut. Retail hanya bertugas menyediakan akses real time inventori kepada vendor (Peter, 2006). Menurut Khummar 2003, berikut ini ialah bagan penerapan VMI :
6
Gambar 2.1 Bagan penerapan VMI
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Point Of Sales (POS) Point of Sales merupakan sistem untuk berbagi informasi data-data penjualan dan persediaan barang dari satu stage ke stage lain dalam suatu sistem rantai pasok untuk mencegah informasi demand yang salah yang menyebabkan bullwhip effect. Sistem ini menggunakan aplikasi perangkat lunak untuk mendata setiap transaksi yang terjadi, dan data tersebut secara real time ter-update ke semua stage dalam sebuah sistem rantai pasok.
3.1.1
Kelebihan dan Kekurangan POS Penggunaan Point Of Sales (POS) memiliki beberapa kelebihan, yaitu : 1. Mereduksi biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan, dalam hal ini memanfaatkan keunggulan yang ditawarkan oleh sistem untuk mengurangi biaya overhead. 2.
Menghindari pengeluaran biaya yang tidak perlu karena adanya teknologi informasi.
3.
Memperbaiki kualitas keputusan yang diambil.
7
4.
Meningkatkan loyalitas pelanggan, adanya sistem POS menjadikan proses operasional lebih efektif dan efisien.
5.
Meningkatkan moral kerja pegawai, penerapan sistem POS dapat meberikan stimulus bagi pegawai.
6.
Pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat
7.
Dukungan manajemen dalam pengambilan keputusan.
8.
Sistem dapat menunjukkan harga jual, menghitung harga jumlah penjualan, dan menghitung total penjualan.
9.
Dapat mengetahui jumlah penjualan yang lalu untuk memprediksi pembelian material untuk periode mendatang.
10. Software POS merupakan software yang mudah digunakan. 11. Mempersingkat proses transaksi. 12. Mempermudah laporan gudang tentang stok barang. 13. Menjaga keamanan transaksi. Penggunaan Point Of Sales juga memiliki kekurangan antara lain : 1. Untuk membuat software yang mengintegrasikan seluruh perusahaan yang akan tergabung dalam Point of Sales tersebut memerlukan biaya. 2. Untuk membuat rantai pasok serta menyebarkan informasi dan data memerlukan waktu yang cukup lama, terutama apabila ada pihak yang tidak mengirimkan data tepat waktu sesuai rencana.
3.1.2
Studi Kasus Penerapan POS
3.1.2.1 Implementasi Point of Sales di Toko Nirwana, Pamekasan Toko Nirwana adalah salah satu toko terbesar di Pamekasan, Madura. Toko ini menjual berbagai macam kebutuhan pokok secara grosir dan eceran. Toko ini memiliki tiga gudang dengan jumlah karyawan 13 orang. Pelanggan yang datang untuk membeli tiap harinya kurang lebih 300 orang. Hal ini mengakibatkan sering terjadinya kesalahan pencatatan, perhitungan saat transaksi, dan lambatnya informasi ketersediaan barang di gudang. Banyaknya pelanggan dan jumlah transaksi tiap harinya, membuat pemilik toko memutuskan untuk menggunakan aplikasi Point of Sale (POS) untuk menangani proses transaksi penjualan pada bagian kasir yang terintegrasi dengan aplikasi penunjang, antara lain: persediaan dan pembelian.
8
Dalam penggunaan aplikasi POS dilakukan analisis kelayakan dari segi finansial dengan metode Cost Benefit Analysis (CBA) digunakan untuk membandingkan biaya yang dikeluarkan dan manfaat yang akan diterima. Biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan berupa biaya langsung dan tidak langsung. Dari hasil analisis ini dapat diketahui manfaat yang diperoleh dari aplikasi POS. manfaat berwujud atau yang tampak diperoleh dari investasi aplikasi POS berasal dari total pendekatan cost displacement, cost advoidance, decision analysis, dan impact analysis yaitu sebesar Rp 264.606.128,00. Manfaat tidak berwujud yang diperoleh dari aplikasi POS berasal dari peningkatan produktivitas pegawai, peningkatan moral kerja pegawai, dan dukungan manajemen dalam pengambilan keputusan dengan total manfaat sebesar Rp113.952.000,00. Dari hasil implikasi dengan menggunakan peramalan regresi linier memberikan jawaban bahwa penerapan sistem POS memberikan kontribusi terhadap peningkatan omset Toko Nirwana. Tabel 3.1 Perhitungan Manfaat Berwujud
Tabel 3.2 Perhitungan Manfaat Tidak Berwujud
9
Gambar 3.1 Hasil peramalan penerapan sistem Point of Sale
3.1.2.2 Implementasi Point of Sales di Pizza Hut Pizza Hut adalah perusahaan yang bergerak di bidang waralaba makanan internasional yang berdiri sejak 1958. Pizza Hut dikenal sebagai pemimpin pasar penjualan $25 milyar pizza semenjak 1971 dengan hampir 12.000 restoran. Pizza Hut hadir di Indonesia pada tahun 1984 dan merupakan restoran pizza pertama di Indonesia. Pizza hut menawarkan fasilitas yang lengkap, baik dari pelayanan maupun produk yang dijual. Kualitas layanan merupakan salah satu aspek yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan Pizza Hut dalam penjualan produknya. Untuk memenuhi kebutuhan pasar, maka Pizza Hut menerapkan sistem informasi yang dapat berjuang saing. Pizza Hut berinvestasi pada sistem point of sale dan operasi toko secara otomatis serta membuka toko secara online di jaringan internet. Transaction processing system merupakan bagian yang penting dari sistem pendukung operasi yang bertugas mengolah dan merekam data laporan dari transaksi bisnis. Transaction processing system yang digunakan oleh Pizza Hut adalah point of sale (POS) system. Kemampuan hardware dan software yang dapat diandalkan merupakan faktor kunci kelangsungan operasional. Transaction processing system yaitu suatu sistem yang menggunakan terminal elektronik cash
10
register untuk menyimpan dan mengirim data entry penjualan pada semua jaringan yang langsung terhubung dengan computer pusat dan dapat diproses untuk keperluan cepat atau periodic. Sistem operasional secara otomatis, pesanan pelanggan diterima oleh sistem point of sale yang akan dicatat oleh line station sebagai pengumpul data kolektif dari beberapa order station. Kemudian pesanan pelanggan akan diproses langsung oleh kitchen dengan hardcopy document transaksi sebagai perintah kerja. Semua data transaksi akan tersimpan di dalam file server, sedangkan driver routing diperlukan sebagai pengawal kegiatan operasional. Sistem informasi POS sangat mudah digunakan untuk mendukung kelancaran kegiatan operasional perusahaan. Oleh karena itu, sistem informasi yang digunakan oleh Pizza Hut sangat bermanfaat terhadap keuntungan strategis perusahaan.
3.2
Electronic Data Interchange (EDI) Seperti telah dibahas pada bab sebelumnya mengenai perngertian EDI
yaitu sebagai metode transfer data secara electronic melalui jaringan computer. EDI merupakan teknologi less investment, dimana pelaku bisnis tidak perlu lagi memberi alat infrastruktur sebagai alat pertukaran dokumennya. Secara 3.2.1
Kelebihan dan Kekuragan EDI Dalam penerapannya terdapat kelebihan teknologi EDI yaitu sebagai
berikut: a. Menghemat biaya dokumentasi. Teknologi EDI dapat menekan biaya yang digunakan ketika proses transaksi, serta dapat menaikkan efisiensi. Penghematan yang diperoleh dari EDI bisa bersumber dari berbagai bidang seperti meminimalisir penggunaan kertas dalam pemrosesan dokumen. b. Menghemat waktu dan mempercepat waktu transaksi. Penggunaan EDI pada suatu perusahaan akan mempercepat waktu yang dibutuhkan dalam transfer atau pertukaran datanya dengan pihak lain, karena sistem pertukaran datanya tidak lagi menggunakan metode
11
konvensional seperti kertas, namun dengan memanfaatkan teknologi informasi yang ada. c. Meningkatkan service level kepada pelanggan. EDI dapat mempercepat waktu transaksi yang diperlukan oleh perusahaan dengan pelaku bisnis lainnya, sehingga pelanggan akan lebih puas. d. Menghemat biaya tenaga kerja. Dengan menggunakan teknologi EDI, dapat mengurangi proses reentry data, dimana akan mencegah terjadinya kesalahan ketika melakukan input data. Sehingga dapat menurunkan jumlah staff yang diperlukan perusahaan sebagai hasil dari eliminasi data re-keying, koreksi kesalahan, dll. e. Menghemat biaya pembelian. Dengan menggunakan EDI, perusahaan dapat menekan biaya yang bersumber dari pembelian kertas yang dahulu digunakan sebagai metode komunikasi secara konvensional. f. Mengendalikan manajemen persediaan. Penerapan EDI di suatu perusahaan dapat menurunkan tingkat inventori. Hal tersebut dapat terjadi karena waktu proses transaksi yang semakin cepat, dan dapat mengeliminasi ketidakpastian seperti order delivery time, sehingga inventori perusahaan dapat dikelola secara lebih baik. Selain kelebihan-kelebihan diatas, penggunaaan EDI dalam suatu perusahaan juga memiliki kelemahan seperti: a. Tidak adanya standar global maupun internasional mengenai teknologi EDI. b. Mahalnya biaya implementasi. Penerapan EDI pada suatu perusahaan akan memakan biaya yang tidak sedikit. Biaya tersebut disebabkan karena mahalnya biaya hardware, software, fasilitas telekomunikasi, serta biaya tenaga kerja yang terampil dalam mengoperasikan teknologi EDI ini. c. Dual system. Dual system atau implementasi yang setengah-setengah, hal ini terjadi karena faktor sarana network yang relatif mahal dan sedikitnya pemakai EDI (Riyadi, 2010). Sehingga perusahaan yang menggunakan EDI, masih harus
12
tetap menggunakan sistem manualnya, kondisi yang seperti ini akan menimbulkan kebosanan bagi operatornya karena harus menangani kedua sistem tersebut d. Hambatan budaya. Selain itu juga terdapat kendala lain seperti budaya suatu daerah. Penggunaan EDI melibatkan banyak perusahaan dan pelaku bisnis yang dapat saja berasal dari daerah berbeda yang memiliki ragam budaya, dapat menyebabkan kendala yaitu perbedaan bahasa. e. Terdapat kesulitan faktor manusia mengenai kemauannya untuk mempelajari teknologi EDI tersebut.
3.2.2
Studi Kasus Penerapan EDI pada Perusahaan Carrefour Carrefour merupakan perusahaan retail terbesar kedua setelah Walmart.
Carrefour memiliki pusat perusahaan yang terletak di Prancis. Gerai Carrefour pertama dibuka pada 3 Juni, 1957, di Annecy, dimana didirikan oleh Marcel Fournier dan Louis Deforey. Di Indonesia sendiri, Carrefour berdiri sejak tahun 1996, dengan gerai pertamanya terletak di Cempaka Putih, Jakarta. Konsep yang diusung oleh perusahaan ritel ini yaitu “One-Stop Shopping” yang menawarkan tempat pilihan dengan produk yang beragam, harga murah, dan juga memberikan pelayanan terbaik sehingga melebihi harapan pelanggan. Dalam menjalankan usahanya Carrefour memanfaatkan kemajuan teknologi informasi yaitu dengan penggunaan Electronic Data Interchange (EDI). Teknologi tersebut digunakan perusahaan ini dalam proses pertukaran data antara Carrefour dengan pihak supplier, seperti PO, receiving report, dan invoice. Penggunaan EDI bagi semua supplier Carrefour adalah bersifat wajib.
13
Gambar 3.2 Proses aliran data dan informasi PT Carrefour Indonesia
Untuk memberikan keleluasaan kepada para suppliernya, Carrefour Indonesia membedakan menjadi tiga macam EDI yaitu: klasik EDI, EDI Message, dan EDI Web. a. Klasik EDI Klasik EDI merupakan tipe EDI yang menggunakan sistem pertukaran dokumen dengan menggunakan koneksi langsung dengan sistem Carrefour. Tipe ini memerlukan investasi yang besar untuk penyediaan perangkat keras (server), perangkat lunak (aplikasi untuk koneksi ) dan sumber daya manuasia yang ahli di bidang IT. b. EDI Message Tipe ini hampir sama dengan tipe klasik EDI, perbedaannya terletak pada jalur koneksi yang dilaluinya. Tipe ini menggunakan “EDI Service Provider” sebagai perantara antara sistem Carrefour dengan Supplier. Dari segi biaya, tipe ini lebih murah dibandingkan dengan tipe klasik EDI. c. Web EDI Web EDI adalah tipe EDI yang menggunakan jaringan pelayanan internet. Tipe ini mengadopsi metode yang digunakan pada saat membuka email. Supplier tinggal mengakses situs provider untuk melihat dokumen yang sudah terkirim.
Pada gambar 3.2 berikut ditampilkan alur pertukaran data dan informasi tiaptiap stage rantai pasok pada Carrefour Indonesia.
14
Gambar 3.3 Alur Diagram EDI Antar Stage
Dengan penerapan EDI, terdapat pertukaran data maupun informasi yang dikirimkan melalui jaringan komputer. Data-data yang ditransmisikan tersebut dari berbagai stage dalam rantai pasoknya, dari Retailer menuju ke Supplier maupun sebaliknya. Jenis data yang ditukarkan menggunakan teknologi EDI pada Carrefour Indonesia ditampilkan pada gambar 3.3 dibawah ini.
Gambar 3.4 Alur Pertukaran Data dan Informasi Carrefour Indonesia
Dalam implementasi EDI, pihak Carrefour tidak melakukan penarikan biaya. Biaya yang dikeluarkan hanya untuk investasi di sisi supplier dan biaya jasa “EDI Service Provider”. Carrefour hanya menentukan besaran yang boleh dibayar pihak supplier ke provider. EDI Service Provider adalah perusahaan penyedia jasa layanan EDI yang sudah dipilih Carrefour untuk melayani semua supplier Carrefour. Saat ini
15
Carrefour Indonesia memiliki dua service provider yaitu Power E2E (Esolid) dan ASYX. a. Power E2E (Esolid) Power E2E adalah penyedia jasa layanan EDI yang sekarang ini bukan saja melayani supplier Carrefour Indonesia, tetapi juga sebagai provider EDI satu-satunya untuk seluruh supplier Carrefour di China. Local pusat data di cyber building – Jakarta dan local support khusus untuk melayani customer di Indonesia adalah bukti komitmen Power E2E untuk suppliers Carrefour Indonesia. b. ASYX ASYX adalah penyedia jasa layanan EDI yang terakhir bergabung dengan Carrefour.
3.3 Vendor Managed Inventory (VMI) VMI merupakan inisiatif supply chain dimana vendor menentukan level inventori yang optimal dari setiap produk dan kebijakan inventori untuk menjaga level yang optimal tersebut. Retail hanya bertugas menyediakan akses real time inventori kepada vendor (Peter, 2006). 3.3.1
Kelebihan dan Kekurangan VMI Kelebihan VMI :
1. Membantu Vendor dalam perencanaan dan pengadaan persedian. Dengan menerapkan VMI maka Vendor akan lebih cepat mengetahui permintaan konsumen dan lebih cepat pula palam pelakukan pengendalian produksi dan pengendalian persediaan (Hartini,2010). 2. Mengurangi Biaya Operasi Biaya Operasi dapat dikurangi karena menggunakan perencanaan rute yang lebih efisien dengan menggunakan metode full truck (Satria, 2012) 3. Mengurangi Bullwhip Effect dan meningkatkan service level
16
Dengan menerapkan VMI maka kenaikan variasi demand di upstream dapat di antisipasi dengan demikian service level akan meningkat.
Kekurangan VMI : Menurut Supplychain-mechanic.com beberapa kekurangan VMI ialah sebagai berikut : 1. VMI hanya dapat diterapkan pada bisnis besar, karena apabila distributor kecil maka penerapan VMI akan merugi karenan rendahnya demand dan jarangnya pemesanan. 2. VMI tidak dapat dicapai secara instan karena harus berlandaskan kepercayaan antar stages. Dengan demikian butuh waktu lama untuk membangun kepercayaan. 3. VMI sangat tergantung pada teknologi sehingga apabila ada error dalam teknologi tersebut bisa merusak proses.
3.3.2
Studi Kasus Penerapan VMI
3.3.2.1 Profil PT.Sampharindo
PT. Sampharindo Perdana ialah sebuah perusahaan penyedia obat obatan yang berpusat di Semarang, Jawa Tengah. Berikut ini ialah profil singkat perusahaan: Alamat : Jl. Tambak Aji Raya No 8 Semarang 50185 Nomor : Telp 024 8660461 8660462 No Fax : 024 8660463 Hinga Tahun ini PT. Sampharindo memiliki 24 Distributor aktif di seluruh Indonesia untuk memasarkan produk tersebut kepada konsumen. Jenis obat obatan yang di distribusikan bervariasi muali dari tablet, kablet, sirup, dan kapsul.
17
3.3.2.2 Implementasi VMI pada PT. Shampharindo Dalam pembahasan penerapan VMI pada PT. Sampharindo dibatasi hanya pada pendistribusian produk obat obatan jenis tablet dan kablet di Wilayah Pulau Jawa , Sumatera dan Bali saja. Pada tahun 2010 PT. Shamparindo memiliki tiga distributor untuk jenis tersebut yaitu : 1. PT. Total Mandiri Farma, Semarang. 2. PT. Intan Surya, Den Pasar. 3. PT. Rosa Nugraha, Bandar Lampung. Berikut ini ialah model VMI berdasarkan penjabaran sebelumnya:
Gambar 3.5 Model VMI di PT Sapharindo
Dari hasil perbandingan antara kebijakan usulan dengan kebijakan lama untuk PT Sampharindo dalam pengisian produk ke gudang ternyata kekosongan dan keterlambatan pengiriman ke distributor dapat diminimasi. Kekosongan ini dapat mempengaruhi service level. Sehingga minimasi kekosongan dan keterlambatan dapat diperlihatkan dengan semakin tingginya nilai service levelnya. Rata-rata service level yang dapat dicapai PT Sampharindo dalam memenuhi permintaan di distributor PT Total Mandiri Farma adalah sebesar 95% pada kondisi aktual dan 100% dengan kebijakan VMI. Sedangkan untuk PT Rosa Nugraha Abadi adalah sebesar 99% pada kondisi aktual dan 100% dengan kebijakan VMI. Dan untuk PT Intan Surya sebesar 95% pada kondisi aktual dan 100% dengan kebijakan VMI ( Hartini, 2010).
18
BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan 1
Masing-masing strategi dari POS, EDI maupun VMI memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dalam hal ini perlu adanya penyesuaian pemilihan strategi yang tepat agar system supply chain yang akan dibuat dapat berjalan dengan baik.
2
Dari masing-masing strategi yang telah dibahas, terdapat efek-efek yang berbeda-beda. Misalnya dengan adanya VMI maka stage yang berasa di down stream tidak perlu mengetahui demand yang sedang dipenuhi oleh vendor.
19
DAFTAR PUSTAKA
Smaros, J., 2004, The Value of Point Of Sales Data in Managing Product Introduction : Results from A Case Study, 16th Annual NOFOMA Conference. Shabrina, Arrizqy Nur dan Sholiq, 2013, Analisis Kelayakan Investasi Aplikasi Poinf of Sale pada Toko Grosir dan Ecer dengan Cost Benefit Analysis (Studi Kasus: Toko Nirwana Pamekasan), OSIT : 17 Riyadi, S., 2010, Electronic Data Interchange (EDI) : Pengaruhnya Terhadap Strategi Pencapaian Keunggulan Kompetitif, Jurnal Mitra Ekonomi dan Manajemen Bisnis, Vol.1, No.1. Carrefour Indonesia, Tanpa tahun. ERA DIGITAL CARREFOUR INDONESIA: Implementasi
EDI
Carrefour
Indonesia.
[online].
Tersedia
di:
[Diakses pada 14 November 2014] Peter.A.Zalzuro, 2006 . Vendor Managed Inventory and Their Effect to Supply Chain Performance.Kellye School : Indoana University Khumar, Pani. 2003. Vendor Managed Inventory in Retail Industry. White Paper:Khus Hartini, Sri. 2010, PENENTUAN KEBIJAKAN PEMENUHAN PESANAN DENGAN MODEL VENDOR-MANAGED INVENTORY, Jurnal Teknik Industri, Vol. 11, No. 2, Agustus 2010: 95–100.
20
Satria Nur Alam, 2012, Pengembangan Sistem Pendukung Keputusan Permasalahan Inventory Routing Problem Pada SPBU Menggunakan Algoritma Ant Colony. JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, (Sept, 2012) ISSN: 2301-9271 Supplychain-mecanic.com.2011. 10 Problems With Vendor Managed Inventory. [on-line]. Tersedia < http://supplychain-mechanic.com/?p=161 >. [diakses pada : 14 Nov.2014]
LAMPIRAN
21