Laporan Pemantauan Persidangan Erik Alamsyah | 1
Resume Laporan #1 Pemantauan Persidangan Penyiksaan Erik Alamsyah Ketiadaan Perlindungan Saksi, Potensi Gagalkan Penghukuman1 I.
Pendahuluan Dalam kurun waktu Januari-April 2012, ELSAM mencatat setidaknya 22 kasus penyiksaan, perbuatan kejam, dan kasus-kasus meninggalnya sejumlah tahanan. Penyiksaan terjadi di tempat-tempat penahanan, ruang penyidikan, dan lembaga pemasyarakatan, dengan pelaku yang didominasi oleh petugas kepolisian2. Kasus-kasus Penyiksaan tersebut beberapa terjadi di Sumatera Barat, bahkan pelakunya adalah Polisi dan TNI. Pengaduan yang diterima LBH Padang3 menunjukkan meningkatnya kasus-kasus pelanggaran hak-hak sipil politik, khususnya kasus kekerasan yang dilakukan aparat. Selama 2012, LBH Padang mencatat 8 (delapan) kasus kekerasan aparat, yakni 2 (dua) kasus dilakukan TNI, dan 6 (enam) kasus dilakukan Polisi. Sebelumnya, akhir Desember 2011, kakak beradik tewas di tahanan Polsek Sijunjung akibat Penyiksaan, disusul dengan kasus tewasnya tahanan yang bernama Erik Alamsyah di Polsekta Bukittinggi. Gambaran Umum Kasus Penyiksaan Erik Alamsyah Berdasarkan kesimpulan Laporan Pemantauan Komnas HAM perwakilan Sumbar dan LBH Padang, Erik Alamsyah meninggal akibat menerima penyiksaan di Polsekta Bukittinggi pada 30 Maret 2012. Dalam kesimpulannya, Komnas HAM menduga pada kematian Erik telah terjadi pelanggaran HAM, yakni pelanggaran terhadap hak hidup, hak untuk bebas dari penyiksaan dan atas perlakuan hukum yang adil, yang diduga dilakukan oleh enam anggota Polri Polsekta Bukittinggi.4 Erik bersama 2 (dua) rekannya, Nasution Setiawan dan Marjoni (ditangkap lebih dulu) ditangkap Kepolisian karena dituduh mencuri sepeda motor. Dalam tahanan Polsekta Bukittinggi mereka mengalami penyiksaan, dan berakibat pada kematian Erik. Peristiwa diawali tatkala Marjoni ditangkap Polisi pada 22 Maret 2012 di Madina, Sumatera Utara. Dari Marjonilah Pihak kepolisian akhirnya mengetahui keberadaan Erik Alamsyah dan Nasution Setiawan. Akhirnya, pada 30 Maret 2012 sekitar pukul 12.30 WIB, Erik Alamsyah bersama rekannya, Nasution Setiawan ditangkap di sekitar rumah kontrakannya. Mereka disergap 6 orang anggota Polsekta. Awalnya, keduanya hendak melarikan diri dengan sepeda motor, namun karena ada anggota Polisi lain dari arah depan, seketika itu juga Erik Alamsyah membelokkan motornya ke sebelah kanan, sehingga motor tersebut jatuh. Meskipun terjatuh, keduanya dibawa ke Polsekta dalam keadaan sehat.5 Paska penangkapan, sekitar pukul 12.55 WIB, Erik dan Nasution Setiawan dibawa ke ruangan SUBNIT OPSNAL RESKRIM Polsekta Bukittinggi. Di ruang itu mereka berkali-
1
Laporan ini disusun oleh ELSAM dan LBH Padang berdasarkan pemantauan persidangan di Pengadilan Bukittinggi, Sumatera Barat 2 Lihat: [Me]lanjutkan Untuk Melanggar: Laporan Situasi HAM di Indonesia Caturwulan I 2012, ELSAM, hal 6. 3 Dalam kurun waktu 8 (delapan) tahun terakhir (2004-2011), LBH Padang telah menerima pengaduan dari masyarakat pencari keadilan sebanyak 1.165 kasus dengan penerima manfaat sebanyak 31.119 orang dan 2.367 KK. 4 Laporan Pemantauan, Kasus Kematian Tersangka di Mapolsek Kota Bukittinggi. Komnas HAM RI, 4 April 2012, hal 9. 5 Pihak kepolisian sedari awal menekankan bahwa dalam penyergapan tersebut, Erik Alamsyah dan Nasution Setiawan mengalami benturan akibat terjatuh dan menabrak pagar pada saat hendak melarikan diri dengan sepeda motornya (Satria FU Warna Hitam Putih). Namun, berdasarkan hasil investigasi LBH Padang bersama Komnas HAM saat mewawancarai Nasution Setiawan, Erik dan rekannya Nasution tidak pernah terjatuh dan mengalami benturan apalagi menabrak pagar.
Laporan Pemantauan Persidangan Erik Alamsyah | 2
kali mendapatkan kekerasan, dipukul dengan barang-barang seperti gitar kecil (Ukulele), balok besar dengan ukuran + 4 cm X 6 cm, sapu, sabuk/ikat pinggang, potongan bambu besar, dijepit dengan pena, bahkan Nasution Setiawan sempat dipukul dengan martil pada bagian lututnya. Keduanya berada di ruang itu sekitar 10 menit sampai akhirnya dipisahkan. Berdasarkan pengakuan Nasution Setiawan, dari ruangan terpisah, dirinya berkali-kali mendengar teriakan Erik. Hal ini dibenarkan Komnas HAM. Bahkan, dalam Laporannya, disebutkan bahwa Nasution melihat Erik dipukul penyidik Polsekta Bukittingi. Sekitar pukul 16.00 WIB Nasution Setiawan dan Marjoni dipertemukan dengan Erik Alamsyah di Ruangan Subnit Opsnal Resrkim. Mereka berada di ruang itu selama + 10 menit, ketika itu mereka melihat di tubuh Erik terdapat banyak luka dan di lantai terdapat ceceran darah. Keduanya menyaksikan Erik Alamsyah dalam keadaan terbaring menelungkup dan mengeluh jika perutnya sakit. Menurut pihak Kepolisian, Erik Alamsyah selanjutnya tidak sadarkan diri, dan dibawa ke RS. Ahmad Muchhtar. Setibanya di Rumah Sakit, Erik dinyatakan meninggal dunia. Kematian Erik baru terungkap ke publik pada 1 April 2012, yaitu saat dilakukannya otopsi jenazah di RS. M. Jamil, Padang.6 Awalnya, pihak Kepolisian mengatakan kepada keluarga bahwa Erik meninggal akibat kecelakaan. Sehingga keluarga menerima kematian Erik Alamsyah, tidak bersedia untuk diotopsi dan diminta menandatangani surat pernyataan tidak akan mengajukan tuntutan hukum. Namun kemudian pihak Polres Bukittinggi atas perintah Polda Sumbar menyatakan tetap harus dilakukan otopsi terhadap korban. Akhirnya jenazah Erik diotopsi di RS. M. Jamil Padang. Nyatanya di jenazah Erik terdapat luka7: 1) Dua luka robek di kepala bagian belakang sebelah atas; 2) Luka memar di bagian pelipis mata, hidung, dahi, bibir, dagu sebelah kiri dan luka goresan di bagian dahi sebelah kiri; 3) Luka memar di bagian bahu kanan dan bahu kiri, serta beebrapa bagian dari bahu kanan dan kiri tersebut terdapat rauma yang mengakibatkan lukanya membengkak, sehingga seperti luka sayatan, namun memar tersebut tidak terbuka; 4) Luka memar di beberapa bagian punggung, dan satu luka memar yang membengkak di sebelah kanan dari punggung tersebut; 5) Luka memar di bagian paha kanan dan kiri, tungkai kiri dan kanan; 6) Luka memar di bagian paha kanan dan kiri, tungkai kiri dan kanan; 7) Luka memar di bagian kepala dalam lebih dari satu. II. Proses Penyidikan, Penuntutan dan Persidangan Polres Bukittinggi menerima laporan kematian Erik, sebagaimana Laporan Polisi No. Pol: LP/124/A/III/2012/SPKT Polres Bukittinggi, tertanggal 30 Maret 2012, tentang dugaan tindak pidana secara bersama-sama melakukan kekerasan yang mengakibatkan matinya orang terhadap korban bernama Erik Alamsyah yang dilakukan Anggota Polsekta Bukittinggi. Berdasarkan Laporan Polisi tersebut, Penyidikan atas kasus Erik dimulai pada 2 April 2012, sebagaimana Surat Perintah Penyidikan No. Pol.: SP.Sidik/67/IV/2012/Dit reskrimum Sbr, yang penyidikannya dilaksanakan Subdit II Dit reskrimum Polda Sumbar. Pada 3 April 2012, penyidik Polda Sumbar menetapkan 6 orang anggota Polsekta Bukittinggi sebagai Tersangka. Keenam Tersangka tersebut ditahan penyidik Polda Sumbar. 6
LBH Padang mengetahui kejadian ini karena ditelpon oleh pihak keluarga korban. Pada saat itu pihak keluarga menginformasikan bahwa jenazah Erik Alamsyah akan di Otopsi di Rumah Sakit M. Jamil dan meminta LBH Padang untuk ikut menyaksikan proses otopsi. 7 Keterangan Dokter Forensik sesuai dengan photo pemeriksaan pihak kepolisian terhadap jenazah (investigasi LBH Padang).
Laporan Pemantauan Persidangan Erik Alamsyah | 3
Berkas perkara 6 Tersangka pelaku kematian Erik dilimpahkan (tahap I) ke Jaksa Penuntut Umum Kejati Sumbar pada 2 Mei 2012, namun dikarenakan belum lengkap, maka berkas perkara tersebut dikembalikan ke Penyidik Dit. Reskrimum Polda Sbr pada 16 Mei 2012. Akhirnya pada 23 Mei 2012, Dit. Reskrimum Polda Sumbar mengirim kembali berkas perkara tersebut setelah memenuhi petunjuk-petunjuk dari Jaksa Penuntut Umum Kejati Sumbar. A. Identitas Tersangka/Terdakwa Keenam orang Tersangka/Terdakwa dalam Perkara No. 75/Pid.B/2012/PN.PDG yang mengakibatkan Erik Alamsyah meninggal dunia adalah: Tabel 1. Identitas Para Tersangka/Terdakwa 1.
2.
3.
4.
5.
6.
Nama Lengkap Tempat lahir Umur/tanggal lahir Jenis kelamin Kebangsaan Tempat Tinggal Agama Pekerjaan Pendidikan Nama Lengkap Tempat lahir Umur/tanggal lahir Jenis kelamin Kebangsaan Tempat Tinggal Agama Pekerjaan Pendidikan Nama Lengkap Tempat lahir Umur/tanggal lahir Jenis kelamin Kebangsaan Tempat Tinggal Agama Pekerjaan Pendidikan Nama Lengkap Tempat lahir Umur/tanggal lahir Jenis kelamin Kebangsaan Tempat Tinggal Agama Pekerjaan Pendidikan Nama Lengkap Tempat lahir Umur/tanggal lahir Jenis kelamin Kebangsaan Tempat Tinggal Agama Pekerjaan Pendidikan Nama Lengkap
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
A.M. MUNTARIZAL Pgl AM Bukittinggi 37 Tahun/5 Februari 1975 Laki-laki Indonesia Aspol Pilai Polsekta Bukittinggi Islam Anggota Polri SMA RIWANTO MANURUNG PGL MANURUNG Bandan Siantar 38 Tahun/ 2 Oktober 1973 Laki-laki Indonesia Asrama POLRES Bukittinggi Kristen Protestan Anggota POLRI STM DEKY MASRIKO Pgl DEKI Lintau 32 Tahun/ 28 September 1997 Laki-laki Indonesia Asrama Polres Bukittinggi Islam Anggota POLRI SMA FITRIA YOHANDA Bukittinggi 28 Tahun/ 28 September 1979 Laki-laki Indonesia Asrama POLSEKTA Bukittinggi Islam Anggota POLRI SMA BOBBY HERTANTO Pgl BOBY Bukittinggi 23 Tahun/ 23 Juli 1998 Laki-laki Indonesia Asrama POLSEKTA Bukittinggi Islam Anggota POLRI SMA DODI HARIANDI
Laporan Pemantauan Persidangan Erik Alamsyah | 4
Tempat lahir Umur/tanggal lahir Jenis kelamin Kebangsaan Tempat Tinggal Agama Pekerjaan Pendidikan
: : : : : : : :
Bukittinggi 33 Tahun/ 2 April 1979 Laki-laki Indonesia Asrama POLSEKTA Bukittinggi Islam Anggota POLRI SMA
B. Majelis Hakim, Jaksa Penuntut Umum dan Penasihat Hukum Kasus ini disidangkan pertama kali di Pengadilan Negeri Bukittinggi tanggal 26 Juni 2012. Para Terdakwa didakwa dengan dakwaan alternatif8, yaitu dakwaan pertama Pasal 170 ayat (2) ke 3 KUHP, dakwaan kedua Pasal 351 ayat 3 jo Pasal 55 KUHP dan dakwaan ketiga Pasal 358 ayat (2) KUHP. Persidangan Perkara pidana No. 75/PID.B/2012/PN.BKT ini, dipimpin langsung Ketua Pengadilan Negeri Bukittinggi, dengan komposisi: 1) Petriyani, SH.9 (Ketua Majelis Hakim); 2) Supardi, SH. (Hakim Anggota); Cut Amelia, SH. (Hakim Anggota). Begitu pun Penuntut Umumnya, Tim Jaksa Penuntut Umum perkara Erik ini dipimpin langsung oleh Kasipidum Kejari Bukittinggi, Ahmad Hasurungan Harahap, SH. dengan anggotanya Yati Helfitra, SH. Para Terdakwa dalam persidangan di PN Bukittinggi didampingi 3 orang Penasehat Hukum dari Kepolisian Negara Republik Indonesia10, yakni Zulfia, SH., Hafnizal, SH., dan Hamrizal, SH. C. Dakwaan Yang Minim Uraian Perbuatan Terdakwa Atas Kematian Erik Sidang perdana penyiksaan terhadap Erik digelar pada Selasa, 26 Juni 2012. Keenam Terdakwa, yakni A.M. MUNTARIZAL dkk didakwa Jaksa Penuntut Umum dengan bentuk alternatif, yakni11: - Dakwaan Pertama : Pasal 170 ayat (2) ke 3 KUHP “Yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika kekerasan mengakibatkan maut” - Dakwaan Kedua : Pasal 351 ayat (3) Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP, Melakukan, menyuruh lakukan dan yang turut serta melakukan tindak pidana penganiayaan “jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun” - Dakwaan Ketiga : Pasal 351 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Melakukan, menyuruh lakukan dan yang turut serta melakukan “Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah” - Dakwaan Keempat : Pasal 358 ayat (2) KUHP “Mereka yang sengaja turut serta dalam penyerangan atau perkelahian di mana terlibat beberapa orang, selain tanggung jawab masing-masing terhadap apa yang khusus dilakukan olehnya, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun, jika akibatnya ada yang mati”
8
Dakwaan dengan bentuk alternatif, antara dakwaan satu dan lainnya saling mengecualikan. Dalam bentuk dakwaan ini, sebagaimana juga seperti dakwaan subsidair disusun secara berurutan, namun tidak mesti diurutkan dimulai dengan tindak pidana dari yang terberat. Bisa saja urutan pertama merupakan dakwaan yang paling ringan jika jaksa penuntut umum berpendapat bahwa dakwaan itulah yang paling mengena ditinjau dari hasil fakta yang ditariknya dari pemeriksaan penyidikan. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Jilid I, (Jakarta: Pustaka Kartini, 1993), hal 434 9 Ketua Pengadilan Negeri Bukittinggi 10 Kop Surat dari Naskah Eksepsi Tim Penasehat Hukum Para Terdakwa bertuliskan Kepolisian Negara Republik Indonesia. 11 Surat Dakwaan No. REG.PERK.:PDM-68/Ep.2/BKT/06/2012, tertanggal 11 Juni 2011
Laporan Pemantauan Persidangan Erik Alamsyah | 5
Berdasarkan dakwaan, JPU menguraikan perbuatan para Terdakwa sebagai berikut: Bermula pada Jumat tanggal 30 Maret 2012 sekira jam 12.00 Wib bertempat di Jalan By Pass Kota Bukittinggi, korban Erik Alamsyah dan Saksi Nasution Setiawan dicegat dan ditangkap lalu dibawa ke Polsekta Bukittinggi bersama-sama oleh Terdakwa I, II, III, dan IV karena telah diduga melakukan pencurian sepeda motor. Sesampainya di Polsekta Bukittinggi, selanjutnya korban Erik dan Saksi Nasution diperiksa atau diinterogasi oleh Para Terdakwa. Saat dilakukan pemeriksaan tersebut, para Terdakwa di depan dan di dalam ruang Opsnal Polsekta Bukittinggi atau di tempat yang bisa dilihat oleh umum, secara bersama-sama melakukan pemukulan terhadap Erik. Tabel 2. Tindak Kekerasan Yang Dilakukan Berdasarkan Dakwaan No 1.
Nama Terdakwa A.M. Muntarizal Pgl AM
2. 3.
Riwanto Manurung Pgl Manurung Deky Masriko Pgl Deki
4. 5.
Fitria Yohanda Bobby Hertanto Pgl Boby
6.
Dodi Hariandi
-
Tindakan Terhadap Korban Memukul kening dengan tangan; Menendang kaki korban; Memukul punggung Erik 2 x; Memukul dengan bambu 5 (lima) x; Memukul kepala dengan ikat pinggang milik Nasution; Menendang korban ; Menampar kepala; Menendang kaki 1 x; Memukul kaki dan bahu dengan balok kayu 2 x; Memukul tubuh dengan tangkai sapu 5 x.
Akibat perbuatan Para Terdakwa tersebut, Erik mengalami luka memar pada bagian kepala serta anggota tubuh lainnya. Pada pukul 17.00 WIB korban mengeluh sakit pada perutnya dan tak lama kemudian jatuh pingsan dan dilarikan ke RSAM Bukittinggi. Sesampainya di RSAM, Dokter Rumah sakit menyatakan bahwa korban telah meninggal dunia. Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap jenazah korban atau visum et repertum tanggal 1 April 2012 oleh Dr. Rika Susanti Sp.F di RSUP Djamil, Padang, diperoleh kesimpulan bahwa terdapat luka terbuka pada belakang kepala kiri, luka memar pada punggung, lengan, tungkai serta luka lecet pada dahi, pelipis, bibir, dagu, lengan dan jari akibat kekerasan benda tumpul. Hal yang mengakibatkan kematian korban adalah kekerasan benda tumpul pada kepala. Secara umum, dakwaan yang dibuat Jaksa Penuntut Umum ini sangat minim uraian akan masing-masing perbuatan yang dilakukan Terdakwa dengan adanya akibat yang ditimbulkan, sebagaimana disebutkan kesimpulan visum et repertum. Hal ini akan mempersulit proses pemeriksaan di persidangan, karena Majelis Hakim, JPU dan Penasehat Hukum tentu hanya akan mengacu pada dakwaan yang dibuat Jaksa. Pada akhirnya akan sulit menemukan penyebab utama kematian dari Erik Alamsyah. III. Penuntutan Tidak Imparsial & Persidangan Minim Eksplorasi Berdasarkan pemantauan ELSAM dan LBH Padang, terdapat beberapa hal yang akan menjadi kendala dalam menuntut maksimal para pelaku. Kelemahan ini sudah dimulai sejak penyidikan, diikuti dengan ketiadaan perlindungan Saksi, penyidikan Kepolisian yang tidak imparsial, dakwaan yang minim keterkaitan antara perbuatan pidana dengan akibat yang ditimbulkan, bahkan peran Hakim yang lebih terlihat pasif, menyebabkan persidangan yang
Laporan Pemantauan Persidangan Erik Alamsyah | 6
digelar lebih mirip pada tindakan hukum yang penuh kepura-puraan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hal, yakni: 1) Penyidikan Kepolisian Tidak Imparsial. Dalam proses penyidikan dan penuntutan di Pengadilan Bukittinggi, keenam Tersangka/Terdakwa mendapat bantuan hukum dari Bagian Hukum Polda Sumatera Barat. Jadi yang bertindak sebagai Penasihat Hukum para Tersangka/Terdakwa berasal dari Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Sumatera Barat. Proses penyidikan terhadap Para Tersangka/Terdakwa kematian Erik Alamsyah dapat dikatakan tidak sepenuhnya dijalani serius oleh Polisi. Karena, posisi Kepolisian di satu sisi menyidik Para Tersangka atas kematian Erik Alamsyah, di sisi lain mereka memberikan Bantuan Hukum untuk membela Para Tersangka tersebut. Hal ini juga mengartikan atau memiliki konsekuensi bahwasanya tindak kejahatan yang dilakukan Para Tersangka yang mengakibatkan kematian Erik Alamsyah adalah hal wajar terjadi di lingkungan Kepolisian, atau tindakan Para Tersangka masih dikatakan sebagai tugas Kepolisian. 2) Penyiksaan Terhadap Marjoni dan Nasution Setiawan Tak Diungkap Investigasi LBH Padang dan Laporan Pemantauan Komnas HAM atas kematian Erik Alamsyah menemukan fakta bahwa Erik Alamsyah bukan satu-satunya korban kekerasan. Rekannya, yakni Marjoni dan Nasution juga mengalami kekerasan saat di tahanan. Bahkan, Marjoni mengalami kekerasan sejak tanggal 25 hingga 30 Maret 2012. Hal ini tidak diusut oleh para penyidik di Kepolisian dan tidak diungkapkan juga dalam persidangan. Hal ini menunjukkan, bahwa kekerasan yang dilakukan Kepolisian hanya akan disidik ketika ada korban meninggal. 3) Saksi Kunci Mencabut BAP Tidak berjalannya perlindungan dari LPSK berakibat fatal pada keterangan saksi kunci. Pada persidangan yang digelar Selasa, 17 Juli 2012. Saksi Nasution Setiawan dalam keterangannya mengatakan dirinya dan Erik terjatuh pada saat penangkapan karena hendak melarikan diri. Mereka terjatuh ke arah kanan dan Erik terhempas ke kanan jalan yang terbuat dari semen. Saksi juga mengatakan mendengar Erik mengucap kata “aduh” serta menyatakan kepala Erik dalam keadaan luka dan berdarah ketika dibawa ke Polsekta. Keterangan Saksi kunci ini bertolak belakang dengan keterangan Nasution saat diwawancarai LBH Padang. Nasution Setiawan saat diwawancarai LBH Padang mengatakan bahwa mereka tidak terjatuh dan mengalami benturan, serta dalam keadaan baik-baik saja tanpa luka-luka ketika di bawa ke Polsekta Bukittinggi. Kemudian pada saat ditanya Penasihat Hukum Terdakwa, saksi menegaskan kata-kata dalam BAP dikarang oleh saksi karena stress. Saksi mengatakan dia berbohong dalam BAP dan mencabut BAP-nya. Melihat pertanyaan-pertanyaan penasehat hukum Terdakwa, dalam banyak kesempatan memang menyudutkan dan cenderung berisi ancaman bagi saksi. Terhadap kejadian ini, majelis hakim tidak sekalipun memperingatkan penasehat hukum. Laporan Pemantauan Persidangan Erik Alamsyah | 7
Dari pantauan ELSAM dan LBH Padang, dalam persidangan, Saksi jelas nampak tertekan. Hal ini Perlindungan terhadap Saksi kunci tidak berjalan. Saksi mobil dengan enam orang Terdakwa dari Polisi, bahkan satu ruang tahan.
memberikan keterangan di besar kemungkinan karena ditahan satu LP, dibawa satu di pengadilan ditempatkan di
4) Hakim Membiarkan Saksi Saling Mendengarkan Keterangan di Persidangan Pada persidangan 23 Juli 2012 dengan agenda pemeriksaan Saksi, dua orang Saksi dari Polsekta Bukittinggi saling mendengarkan keterangannya. Hal ini terjadi saat Saksi Zakaria memberikan keteranganya, ternyata saksi Lubis juga menyaksikan jalannya persidangan, tanpa diminta keluar oleh Hakim. Hal ini jelas melanggar hukum acara yang berlaku, karena saksi tidak boleh berhubungan satu dengan lainnya, atupun mendengarkan keterangan saksi yang lain. Menurut KUHAP, untuk memulai persidangan pemeriksaan saksi, Hakim harus mencegah agar para saksi, satu dan lainnya tidak berhubungan, sebagaimana diatur Pasal 159 ayat (1) KUHAP: “Hakim ketua sidang selanjutnya meneliti apakah semua saksi yang dipanggil telah hadir dan memberi perintah untuk mencegah jangan sampai saksi berhubungan satu dengan yang lain sebelum memberi keterangan di sidang.” 5) Majelis Hakim Tidak Pernah Menggali Secara Mendalam Keterangan Terdakwa Sidang pemeriksaan saksi demi saksi berjalan tanpa banyak eksplorasi atau pendalaman dari Majelis Hakim. Banyak fakta-fakta persidangan yang bertentangan dan berbeda dengan keterangan Saksi di BAP, namun Majelis Hakim tidak melakukan perannya dengan menanyakan persoalan lebih dalam. Berdasarkan Visum et Repertum, kondisi badan Erik memar dan luka di banyak bagian, yang mana hal ini berdasarkan keterangan Terdakwa AM. Muntarizal tidak dilihat sebelumnya. Artinya ada banyak luka atau memar yang diakibatkan kekerasan tumpul (dalam bahasa Visum) yang diterima Erik bukan ketika Erik terjatuh dari motor. Namun hal ini tidak terlihat di persidangan, bagaimana kontribusi sebenarnya antara pemukulan yang dilakukan dengan memar-memar dan banyaknya luka yang dialami Erik Alamsyah. Karena berdasarkan pemantauan di persidangan, prinsip aktif yang seharusnya dilakukan Hakim pemeriksa perkara pidana tidak dilaksanakan dengan baik. 6) Keterangan Saksi Berubah di Persidangan dan Menguntungkan Terdakwa Pada persidangan 23 Juli 2012, Saksi Doris memberikan keterangan di persidangan. Doris menyatakan bahwa saat Nasution Setiawan dan Erik Alamsyah kabur setelah kabur dari kontrakannya dengan sepeda motor, keduanya terjatuh. Menurut Saksi, kepala Erik membentur pagar besi dan dihimpit motor, saksi juga melihat Erik memegang kepalanya bagian kiri belakang, namun saksi tidak melihat darah dari kepala Erik. Polisi kemudian membangunkan Erik Alamsyah dan memegang Nasution Setiawan. Menurut saksi, saat penangkapan dilakukan polisi tidak melakukan pemukulan terhadap Erik Alamsyah. Keterangan Doris sangat bertolak belakang dengan apa yang diterangkannya kepada LBH Padang dan Komnas HAM. Saat LBH Padang mewawancarainya, Doris mengatakan bahwa Erik Alamsyah dan Nasution Setiawan memang hendak melarikan diri pada waktu disergap, keduanya sembat rebah, namun tidak terjatuh dan sama sekali tidak mengalami benturan. Laporan Pemantauan Persidangan Erik Alamsyah | 8
Ketiadaan perlindungan terhadap Saksi, yakni Doris patut dicurigai menjadi sebab mengapa keterangannya berubah. Hal ini tentunya akan meringankan Terdakwa. Padahal Doris merupakan salah satu informan LBH Padang bersama Komnas HAM pada waktu melakukan investigasi. 7) Para Terdakwa Sangat Leluasa Keluar Ruang Tahanan di PN Bukittinggi Para Terdakwa ketika menunggu atau selepas sidang seringkali tidak menempati ruang tahanannya. Mereka duduk di luar ruang tahanan dan dengan leluasa bertemu dengan tamu dari keluarganya. Hal ini sangat beda dengan terdakwa di kasus lain yang tidak bisa sedikit pun keluar ruang tahanan di Pengadilan. Hal ini bisa dilihat hampir tiap persidangan. Setidaknya, sangat jelas terlihat adalah pada sidang 14 Agustus 2012. Selesai persidangan Para Terdakwa tidak langsung dibawa oleh JPU ke dalam ruang tahanan, melainkan dibiarkan berkeliaran di luar ruang persidangan bersama keluarga mereka masing-masing. Hal ini juga dapat dijumpai pada persidangan tanggal 5 September 2012, sebelum memulai sidang, dua orang Terdakwa terlihat di luar ruang tahanan dan menerima tamunya masing-masing. 8) Jaksa Penuntut Umum Tidak Maksimal Melakukan Penuntutan a. Banyak keterangan-keterangan Saksi yang dinyatakan Hakim berbeda dengan BAP. Dalam keadaan ini, Jaksa Penuntut Umum tidak pernah melakukan pendalaman terhadap keterangan-keterangan saksi tersebut. Sehingga keterangan Saksi-Saksi yang berbeda dengan BAP dan menguntungkan Terdakwa tak satupun dapat dicounter Jaksa Penuntut Umum. Sepanjang persidangan Jaksa dan Hakim mengamini dan bahkan terjebak dalam argumentasi Terdakwa dan arah pertanyaan Penasehat Hukum. Akibatnya hal utama dalam dakwaan yaitu penganiayaan dan kekerasan yang mengakibatkan kematian tidak banyak muncul dalam elaborasi Jaksa dan Hakim. Sebagai pihak yang bertanggung-jawab untuk membuktikan unsur-unsur dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum tampak tidak mampu membuktikan unsur-unsur tersebut. Jaksa Penuntut Umum lemah dalam memakai atau menggunakan data sebagai bahan rujukan untuk mematahkan keterangan Saksi atau Terdakwa yang berbeda dengan BAP; b. Berdasarkan pemantauan, saat pemeriksaan Saksi ayah Erik Alamsyah, Jaksa Penuntut Umum bertanya dengan gaya agak memojokkan keluarga korban, sehingga Alamsyah (ayah korban) yang dihadirkan sebagai saksi terlihat sedikit tertekan sehingga tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan lancar. Bahkan yang pada awalnya Saksi ingin menyampaikan pengajuan Restitusi terhadap kasus tersebut gagal disampaikan di persidangan, karena tidak terlepas dari rasa tertekan yang dialaminya dalam pemeriksaan saksi; c. Jaksa Penuntut Umum terlihat sangat dekat dengan para Terdakwa dan Penasehat Hukumnya. Sebelum persidangan JPU terlihat memasuki ruang tahanan dan berbincang-bincang dengan para Terdakwa dan keluarga terdakwa. JPU juga sering terlihat bercanda dengan Penasehat Hukum Terdakwa; d. Pernah sekali terjadi, selesai persidangan JPU menemui keluarga korban, dan mengatakan bahwa kemungkinan untuk menang pada kasus ini sangat kecil, sebab menurut JPU, dalam sidang tidak bisa dibuktikan apakah dia (Erik) meninggal akibat terjatuh atau akibat dipukul. Selain itu, JPU mengatakan jika capaian kita ingin memberikan hukuman terhadap Polisi, sebenarnya itu sudah mereka dapatkan, minimal mereka akan mendapat hukuman dari instansi mereka, dan hukuman kurungan selama menjalani persidangan ini. Laporan Pemantauan Persidangan Erik Alamsyah | 9
Pembicaraan JPU seperti ini menunjukkan ketidakseriusannya melakukan penuntutan. Bahkan JPU terkesan menyudutkan keluarga korban dengan hanya menyatakan bahwa capaiannya hanya sekedar memberi hukuman terhadap para pelaku. e. Dalam persidangan pemeriksaan para Terdakwa, Jaksa Penuntut Umum tidak sekalipun menyanggah keterangan-keterangan Terdakwa yang tidak konsisten antara satu dengan lainnya, atau perbedaan Keterangan Terdakwa dengan isi BAP. Bahkan pertanyaan-pertanyaan Jaksa Penuntut Umum kepada para Terdakwa justru mengarah pada keterangan bahwa saat terjatuh dari motor, seakan Erik mengalami benturan keras di kepalanya Jaksa Penuntut Umum juga membiarkan saat, pihak Penasihat hukum berusaha mengarahkan pengakuan Salah seorang Terdakwa dari perbuatan “menendang” menjadi “menyenggol”. IV. Perlindungan Saksi LPSK Tak Berjalan Atas kematian Erik Alamsyah, keluarga korban, dalam hal ini ayah Erik. Melalui LBH Padang sebagai Kuasa Hukumnya mengajukan permohonan restitusi12 kepada LPSK berupa ganti kerugian secara materiil maupun immateril. Permohonan restitusi ini diajukan LBH Padang melalui surat nomor 74/SK-E/LBH-PDG/V/2012, perihal: Permohonan Restitusi, tertanggal Padang, 11 Mei 2011 kepada LPSK. Hak atas restitusi atau ganti kerugian menjadi tanggung jawab pelaku tindak pidana, dan berdasarkan UU Perlindungan Saksi Korban korban berhak mengajukan ke Pengadilan melalui LPSK. Permohonan Restitusi dari keluarga korban telah ditindaklanjuti LPSK dengan mengirimkan surat kepada Majelis Hakim pemeriksa perkara dan Jaksa Penuntut Umum. Kemudian secara formal, permohonan restitusi ini harus dinyatakan Jaksa Penuntut Umum dalam Surat Tuntutannya, agar kemudian diputus Majelis Hakim yang memeriksa perkara sebagaimana diatur Pasal 7 ayat (2) UU Perlindungan Saksi dan Korban. Berdasarkan putusan hakim-lah nanti LPSK memberikan Restitusi kepada korban, yakni keluarga Erik Alamsyah. LBH Padang, selain menjadi kuasa hukum keluarga korban juga menjadi Kuasa Hukum Nasution Setiawan dan Marjoni, baik dalam pemeriksaan keduanya sebagai Saksi kematian Erik Alamsyah maupun sebagai Tersangka kasus pencurian dan penadahan kendaraan roda dua. LBH Padang juga mengajukan Permohonan Perlindungan kepada LPSK melalui suratnya Nomor: 54/SK-E/LBH-PDG/IV/2012, tertanggal 7 April 2012, perihal Permohonan Perlindungan Saksi Kunci dan Korban. Permohonan perlindungan Saksi ini telah diterima LPSK yang dinyatakannya dalam surat Nomor: R – 0576/1.3/LPSK/06/2012, perihal: Pemberitahuan Diterimanya Perlindungan an. Nasution Setiawan, tertanggal 1 Juni 201213. Kemudian berkenaan dengan diterimanya
12
Permohonan ini diajukan berdasarkan Pasal 7 UU no. 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Keterangan ini juga bisa dilihat dalam Pers Release Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Nomor: 32/PR/LPSK/V/2012, LPSK Menerima Perlindungan Saksi Kunci Tewasnya Erik Alamsyah, http://www.lpsk.go.id/page/4fb38b6d378c3 13
Laporan Pemantauan Persidangan Erik Alamsyah | 10
permohonan perlindungan tersebut LPSK akan meneruskannya kepada pejabat Kepolisian Daerah Sumatera Barat. Meskipun secara formal permohonan perlindungan telah dikabulkan oleh LPSK, namun dalam kenyataannya Saksi Marjoni dan Nasution Setiawan tidak mendapatkan perlindungan memadai, hal ini dapat dilihat dari: 1) Saksi Marjoni dan Saksi Nasution Setiawan ditahan di Lapas Biaro, Baso, Kab. Agam, Sumatera Barat yang sama dengan para Terdakwa penyiksaan yang mengakibatkan Erik meninggal. Meskipun ditempatkan pada blok yang berbeda14; 2) Marjoni dan Nasution Setiawan yang juga sedang menjalani persidangan perkara pencurian di PN Bukittinggi, sempat beberapa kali berada dalam satu mobil dengan para Terdakwa perkara Erik Alasmyah. Padahal kendaraan tahanan Kejari Bukittinggi tersebut sangat kecil, yakni hanya muat mungkin 12 penumpang; 3) Pihak LPSK tidak pernah bertemu dengan Saksi Marjoni dan Nasution Setiawan secara langsung untuk menerangkan soal perlindungan yang dijanjikan LPSK terhadap keduanya, tetapi hanya datang ke Padang untuk menemui Polda Sumbar da Polres Bukittinggi. Ini merupakan tindakan tidak profesional dan menerjemahkan makna pemenuhan hak prosedural dengan sangat sempit dan mengabaikan keputusan paripurna; 4) Dalam persidangan dengan agenda pemeriksaan Saksi Nasution Setiawan, Saksi tampak tertekan dalam memberikan keterangannya, dan sangat jauh berbeda dengan apa yang diterangkannya di BAP dan keterangan yang diberikan saat wawancara dengan LBH Padang, dan ini menguntungkan Para Terdakwa; 5) Bahkan dalam persidangan, Saksi Nasution Setiawan akhirnya mencabut BAP, ketika menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Penasehat Hukum para Terdakwa; 6) Kuasa Hukum Nasution Setiawan dan Marjoni, yakni LBH Padang, semenjak menerima surat keterangan bahwasanya Permohonan Perlindungan Saksi telah diterima/dikabulkan LPSK, tidak pernah sekalipun mengetahui tindak lanjut atau bentuk perlindungan terbsebut. V. Poin-poin Persesuaian Fakta Adanya Penyiksaan Terhadap Erik 1) Saksi Melihat Darah di Kepala Erik Fakta bahwasanya seorang saksi kunci mencabut keterangannya yang telah diberikan di kepolisian, sungguh akan memperlemah dakwaan Jaksa Penuntut Umum bahwa ada keterkaitan antara perbuatan yang dilakukan para Terdakwa saat di tahanan Polsekta Bukittinggi dengan kematian Erik Alamsyah. Meskipun begitu, dari keseluruhan keterangan yang diberikan Saksi di persidangan, setidaknya dapat melihat bahwa benar di tahanan Polsekta Bukittinggi, Erik Alamsyah terlihat bibirnya bengkak, bahkan Erik yang tadinya duduk akhirnya terlihat dalam posisi tidur dan keluar darah dari kepalanya dengan kondisi lemas15. Seorang Saksi juga melihat ada anggota Polisi yang memukul Erik16 bahkan terlihat di ruang Opsnal itu Erik mengalami memar-memar di bagian pelipis kiri Erik Alamsyah, dan darah kering di bagian kepala Erik Alamsyah.17 2) Terdapat Luka-luka Tidak Wajar di Tubuh Erik Alamsyah 14
Hal ini dikemukakan juga oleh Jaksa Penuntut Umum pada 5 September 2012 Saksi Kanit di Polsekta Bukittinggi. Zakaria panggilan Jek. Anggota Polri pada Polresta Bukittinggi 16 Saksi Atmaizar Kanit II Bagian Reserse, tamparan itu dilakukan karena Erik Alamsyah menurut saksi berteletele. 17 Saksi Irwandy (kanit II Bagian Opsnal) 15
Laporan Pemantauan Persidangan Erik Alamsyah | 11
Hal yang perlu menjadi perhatian bagi Jaksa Penuntut Umum dan Majelis Hakim dalam mengadili perkara Erik Alamsyah ini adalah kenyataan bahwa fakta di persidangan telah ditemukan adanya luka-luka yang tidak wajar di tubuh Erik. Luka-luka tersebut tidak mungkin luka yang didapatkan kalaupun Erik mengalami kecelakaan. Erik Alamsyah telah meninggal sekitar pukul 18.00 wib18, di dalam tubuhnya ditemukan luka-luka pada bagian dada kiri, luka lecet di bagian pergelangan tangan kanan, luka lingkaran di bagian tangan kanan, luka lingkaran di bagian tangan kiri, dan goresan di bagian pelipis. Selain itu di dalam tubuh korban sendiri tidak ditemukan cairan. Ditemukan juga bengkak di kepala bagian kepala kiri, lecet lebam di punggung, dan bengkak di bagian kepala depan. Bahkan Propam Polres Bukittinggi melihat memar-memar di sekujur tubuh Erik Alamsyah saat pengambilan photo di RS. Ahmad Muchtar. Memar dan luka-luka ini juga dilihat Alamsyah (ayah Erik) ketika akan dilakukan otopsi. sepengetahuan saksi Korban tidak pernah mengalami sakit. Dari pemeriksaan dalam ditemukan satu luka memar pada selaput otak pada kepala bagian kanan, luka tersebut tepatnya terdapat antara selaput lunak otak dan selaput keras otak. 19 Luka dalam pada kepala tersebut terdapat darah beku sebanyak 15 cc, dan luka pada kepala inilah yang mengakibatkan kematian. 3) Terdapat Barang Bukti Atas Kematian Erik Dari pemeriksaan yang dilakukan Propam Polres Bukittinggi telah ditemukan barang bukti di depan ruangan Opsnal berupa balok, ikat pinggang, bambu dan sapu yang diduga sebagai alat yang digunakan Para Terdakwa untuk menganiaya Erik.20 4) Para Terdakwa Mengakui Melakukan Pemukulan Dalam persidangan pemeriksaan Terdakwa, para Terdakwa telah mengakui di persidangan bahwasanya masing-masing memang melakukan pemukulan, menendang atau menyabet dengan ikat pinggang terhadap Erik Alamsyah. Namun jika dicocokkan dengan hasil Visum, yang menerangkan adanya memar di sekujur tubuh Erik, hal itu tidak cocok. Pukulan, tendangan atau sabetan yang diakui oleh Para Terdakwa di persidangan jika dinalar dengan akal sehat tentu tidak berkontribusi banyak akan luka dan memarmemar yang dialami Erik Alamsyah, sebagaimana hasil Visum et Repertum. Oleh karenanya, Majelis Hakim harus bisa mengaitkannya dengan bukti-bukti lain seperti misalnya Saksi atau hasil visum tersebut. VI. Rekomendasi Pada Senin, 24 September 2012, Pengadilan Negeri Bukittinggi akan menggelar kembali persidangan para pelaku penyiksaan Erik Alamsyah dengan agenda pembacaaan Tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum. Sidang kali ini merupakan agenda utama dalam penghukuman pelaku penyiksaan di Polsekta Bukittinggi, karena kami berharap keseriusan dari JPU, yakni dengan menyusun Tuntutannya yang dapat menjerakan pelaku.
18
Keterangan Dr. Riri dari RM Achmad Mukhtar. Saksi memeriksa korban pada Pukul 19.50 wib Rr. Rika Susanti, SpF yang merupakan dokter forensik pada RS. M. Djamil Padang yang melakukan dan mengeluarkan hasil visum et revertum (VeR) Alm. Erik Alamsyah. 20 Keterangan saksi Propam Polres Bukittinggi Hendrizal, Bobi dan Akriadi 19
Laporan Pemantauan Persidangan Erik Alamsyah | 12
Melihat berbagai kasus yang terjadi, terdapat sejumlah faktor yang menyuburkan kasuskasus penyiksaan, dan perlakukan kejam kepada para tahanan, diantaranya: pertama, belum berubahnya kultur masa lalu Kepolisian saat melakukan interogasi kepada para tersangka. Mereka kerap gunakan cara-cara menyiksa dan melakukan tindakan kejam demi mendapatkan pengakuan. Kedua, pelaku penyiksaan dihukum ringan dan tak jarang pula hanya dikenai hukuman disiplin, yang menjadikan ketiadaan pelajaran dan peringatan bahwa pelaku penyiksaan akan dihukum dengan setimpal. Penolakan-penolakan atas dugaan adanya praktik penyiksaan yang dilakukan institusi kepolisian juga memberikan dampak pada upaya perlindungan bagi para oknum polisi yang melakukan penyiksaan. Ketiga, hukuman ringan itu juga tidak terlepas dari lemahnya instrumen hukum pidana terkait dengan kejahatan penyiksaan. KUHP yang selama ini menjadi landasan penghukuman bagi kejahatan penyiksaan, masih mendasarkan pada delik penganiayaan dan delik-delik lainnya, dan belum sesuai dengan pengertian penyiksaan sebagaimana yang didefinisikan dalam Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Anti Penyiksaan). Keempat, lemahnya pengawasan di tempat-tempat penahahan telah menyuburkan praktikpraktik penyiksaan dan perlakuan kejam terhadap para tahanan. Tindakan penyiksaan, penganiayaan, perlakuan kejam, dan tidak manusiawi seringkali juga dilakukan oleh sipir penjara karena berbagai alasan. Kelima, tidak diberikannya pendampingan hukum. Bagi para Tersangka, hak atas pendampingan hukum yang layak selama penangkapan dan penahanan penting demi menjamin hak atas pembelaan yang efisien dan perlindungan integritas fisik dan mental sebagai orang yang dikurangi kebebasannya. KUHAP mengatur hak atas pendampingan hukum pada pasal 54 s.d 57, diantaranya mengatur tentang hak untuk mendapatkan bantuan hukum setiap tingkat pemeriksaan untuk pembelaannya (pasal 54), hak untuk memilih sendiri penasehat hukumnya (pasal 55). Bahkan berdasarkan pasal 56 KUHAP, tersangka atau terdakwa yang disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam pidana mati atau ancaman pidana 5 tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana 5 tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasehat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasehat hukum bagi mereka dengan cuma-cuma. Hal ini juga dikuatkan pasal 56 UU No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.21
21
Hak atas pendampingan hukum juga dijamin dalam sejumlah peraturan perundang-undangan, yakni: 1) Pasal 18 (4) UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM yang menyatakan setiap orang yang diperiksa berhak mendapatkan bantuan hukum sejak penyidikan sampai adanya putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap; 2) Berdasarkan Peraturan Kapolri tentang Implementasi dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian RI, dalam penangkapan setiap petugas wajib memberitahukan kepada tersangka hak-haknya termasuk hak atas bantuan hukum (pasal 17 huruf g), tersangka berhak mendapatkan bantuan hukum, diberitahukan kepada keluarganya untuk mendapatkan bantuan hukum dalam setiap tingkat pemeriksaan, mendapatkan bantuan hukum gratis, berkomunikasi dengan penasehat hukumnya, baik dalam bentuk surat menyurat yang tidak boleh dibuka (pasal 36); 3) Semua perjanjian HAM internasional yang relevan menjamin hak tersangka/terdakwa atas penasehat hukum atas pilihannya sendiri (pasal 14(3) (d) Kovenan Internasional Hak Sipil Politik. Selain itu Bantuan Hukum juga merupakan prasyarat untuk melaksanakan perlindungan penting yang menjamin keadilan mendasar dan kepercayaan masyarakat dalam proses peradilan pidana. (Lih: United Nations Principles and Guidelines on Access to Legal Aid in Criminal Justice Systems)
Laporan Pemantauan Persidangan Erik Alamsyah | 13
Berdasarkan pemantauan selama persidangan Erik Alamsyah di Pengadilan Negeri Bukittinggi yang kami lakukan, kami memberikan rekomendasi: 1) Jaksa Penuntut Umum harus menuntut para Terdakwa dengan hukuman maksimal, yakni 12 tahun penjara demi memberikan efek jera terhadap para pelaku; 2) Jaksa Penuntut Umum, di persidangan harus menuntut agar para Terdakwa segera diberhentikan dari Institusi Kepolisian. Hal ini demi mencegah terjadinya kembali tindakan penyiksaan sebagai kebiasaan buruk di Institusi Polri; 3) Majelis Hakim harus menunjukkan keberanian untuk melakukan terobosan-terobosan hukum yang diperlukan, mengingat dalam proses pemeriksaan saksi sangat minim keterangan penyebab kematian Erik Alamsyah; 4) Jaksa Penuntut Umum dan Majelis Hakim tidak boleh terpengaruh alur argumentasi Penasehat Hukum Terdakwa, keterangan Terdakwa sendiri yang terlihat menafikan bukti Visum et Repertum. Terdapatnya luka-luka tidak wajar yang dialami Erik Alamsyah bisa menjadi acuan Majelis Hakim dalam menyimpulkan perbuatan para Terdakwa terhadap Erik Alamsyah; 5) Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Barat harus segera memberhentikan para Terdakwa dari jabatannya sebagai anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia; 6) Kepala Kepolisian Republik Indonesia harus segera melakukan upaya efektif dalam pencegahan terjadinya penyiksaan di ruang-ruang tahanan atau dalam proses penggalian keterangan Tersangka di kantor Kepolisian. Selain itu juga memberikan pemahaman yang komprehensif kepada seluruh anggotanya mengenai makna dan maksud dari UU HAM, Konvensi Anti Penyiksaan dan Perkap No. 8/2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian RI; 7) LPSK harus mengevaluasi kinerja timnya yang gagal memberikan perlindungan terhadap Saksi dalam perkara ini. Ketiadaan perlindungan terhadap Saksi kunci telah berdampak buruk dalam proses penuntutan, karena Saksi mengubah keterangannya di persidangan yang akhirnya menguntungkan para Terdakwa dan bahkan berpotensi membebaskannya dari hukuman; 8) Komnas HAM agar dapat kembali mensosialisasikan pentingnya pemahaman terhadap Konvensi Anti Penyiksaan dan menekankan kepada aparat Kepolisian bahwasanya bebas dari penyiksaan merupakan hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan dan oleh siapapun, sebagaimana dijamin Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 4 UU HAM, serta berbagai instrumen hukum Internasional.
Laporan Pemantauan Persidangan Erik Alamsyah | 14