PERSIDANGAN DAN BERITA ACARA PERSIDANGAN A. PENDAHULUAN Tugas Panitera/Panitera Pengganti adalah membantu hakim dengan menghadiri dan mencatat jalannya sidang pengadilan. Catatan sidang itu selanjutnya disusun menjadi berita acara persidangan. Untuk dapat me ngikuti dan mencatat jalannya persidangan dengan baik, seorang panitera/panitra penggati pengetahuan tentang hukum formil
harus
mempunyai
khususnya yang berkenaan dengan proses
persidangan dan hukum materiil yang menjadi kewenangan pengadilan agama, tampa mengerti hukum formil dan hukum materiil mustahil dapat mengikuti dan mencatat jalannya persidangan dengan baik, tak mungkin pula dapat menyusun berita acara persidangan dengan tepat dan benar. Disamping itu harus mengerti tata bahasa Indonesia dan bahasa hukum serta dapat menggunakannya secara tepat. Tak kalah pentingnya seorang panitera/panitera pengganti harus menguasai teknologi informasi dan memiliki ketrampilan untuk mengoperasikannya sehingga dapat menyelesaikan penyusunan berita acara secara tepat waktu. Oleh karena itu dalam makalah singkat ini sepintas kilas dipaparkan tahapantahapan proses persidangan
sesuai
hukum acara dengan
harapan
agar
panitera/panitera penggugati paham tentang tahapan proses persidangan sehingga dapat mengikuti dan mencatat jalannya persidangan, mampu mengidentifikasi mana yang relevan dan harus dicatat dan mana yang tidak perlu dicatat. Pada akhirnya panitera/panitera pengganti mampu menyusun berita ac ara persidangan dengan benar,tepat sasaran, dan tepat waktu. B. PERSIDANGAN 1. MEMASUKKAN GUGATAN 1.1. Agar gugatan dapat disidangkan, gugatan harus diajukan kepada Pengadilan yang berwenang (Pasal 118 (1) HIR. pasal 66, 67 dan pasal 73 UU. No. 7/1989 jis. UU. No.3/2006 dan UU. No.50/2009. 1.2. Dalam pengajuan gugatan, pihak penggugat harus mendaftarkannya. Gugatan itu baru dapat didaftar apabila panjar biaya perkara sudah dibayar (pasal 121 ayat (4) HIR.,
pasal 89
dan 90
UU.No.7/1989
jis.
UU.No.3/2006
dan
UU.No.50/2009. 1.3. Setelah gugatan terdaftar, diberi nomor perkara, kemudian diajukan kepada ketua pengadilan sesuai prosedur. 2. PERSIAPAN SIDANG 2.1. Ketua pengadilan menunjuk majelis hakim untuk menyidangkan perkara tersebut dengan penetapan (PMH).
1
2.2. Hakim yang ditunjuk menentukan hari sidang dengan penetapan (PHS) dan memerintahkan panitera/jurusita untuk memanggil para pihak agar menghadap pada sidang Pengadilan Agama pada hari sidang yang telah ditetapkan dengan membawa saksi-saksi serta bukti-bukti yang diperlukan (pasal 121 ayat (1) HIR.). 2.3. Pemanggilan dilaksanakan oleh Jurusita. Surat panggilan tersebut dinamakan exploit. Exploit beserta salinan surat gugat diserahkan kepada tergugat pribadi di tempat tinggal/diamnya (pasal 121 ayat (2) jo. 390 ayat (1) HIR.). 2.4. Jika tergugat tidak diketemukan, surat panggilan tersebut disampaikan kepada Lurah/Kepala Desa yang bersangkutan untuk diteruskan kepada tergugat (pasal 390 ayat (1) HIR.). 2.5. Kalau tergugat sudah meningal, maka surat panggilan disampaikan kepada ahli warisnya, jika ahli warisnya tidak diketahui, maka disampaikan kepada Kepala Desa di tempat tinggal terakhir (pasal 390 ayat (2) HIR.) 26. Apabila tempat tinggal/diam tergugat tidak diketahui, maka surat panggilan disampaikan kepada Bupati dan untuk selanjutnya surat panggilan tersebut ditempelkan pada papan pengumuman di Pengadilan Agama yang bersangkutan (pasal 390 ayat (3) HIR., untuk perkara perceraikan berlaku pasal 27 PP. No.9/1975), sebagai lex specialis. 27.
Pasal 126 HIR. memberi kemungkinan untuk memanggil tergugat yang tidak hadir sekali lagi sebelum perkaranya diputus oleh hakim.
28. Setelah melakukan pemanggilan, jurusita harus menyerahkan relaas (risalah) panggilan kepada hakim yang akan memeriksa perkara yang bersangkutan. 29. Pada hari sidang yang telah ditentukan, sidang pemeriksaan perkara dimulai. Selanjutnya dapat diikuti bahasan proses persidangan 3. PROSES PERSIDANGAN 3.1. SUSUNAN PERSIDANGAN 3.1.1. Susunan persidangan berbentuk Majelis yang terdiri dari seorang ketua dan dua orang hakim anggota, dibantu seorang panitera/panitera pengganti yang tugasnya mencatat jalannya persidangan (pasal 11 UU. No. 48/2009, pasal 80 ayat (1) dan 97 UU.No.7/1989 jis. UU.No.3/2006 dan UU.50/2009. 3.1.2. Pihak penggugat dan tergugat duduk berhadapan dengan majelis hakim, posisi tergugat di sebelah kanan dan penggugat di sebelah kiri. 3.1.3. Apabila persidangan berjalan lancar, persidangan lebih kurang 8 kali, yaitu mulai sidang pertama (perdamaian) sampai putusan hakim. 3.2. SIDANG PERTAMA
2
3.2.1. Setelah hakim membuka sidang dengan menyatakan “Sidang dinyatakan terbuka untuk umum” diikuti dengan ketukan palu, hakim mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada penggugat dan tergugat untuk mencocokkan identitas para pihak. 3.2.2. Jika yang hadir adalah kuasa dari para pihak, maka hakim mempers ilahkan para pihak untuk meneliti surat kuasa khusus pihak lawan. Apabila tidak ditemukan adanya kekuarangan atau cacat pada surat kuasa, sidang dilanjutkan (pasal 123 ayat 1 HIR.). 3.2.3. Hakim berupaya mendamaikan kedua belah pihak (pasal 130 ayat (1) HIR. jo. PERMA No.1/2008, pasal 82 UUPA). Meskipun para pihak menjawab bahwa tidak mungkin damai karena uapaya penyelesa ikan secara kekeluargaan melalui musyawarah telah ditempuh,
akan tetapi tidak
berhasil, mediasi tetap wajib ditempuh. 3.3. SIDANG KEDUA (JAWABAN TERGUGAT) 3.3.1. Apabila para pihak dapat berdamai, ada dua kemungkinan: Khusus perkara perceraian, gugatan dicabut (Buk u II, hal. 116). Mereka mengadakan perdamaian di luar atau di muka sidang. 3.3.2. Apabila perdamaian dilakukan di luar sidang, hakim tidak ikut campur. Kedua belah pihak berdamai sendiri. Ciri dari perdamaian di luar pengadilan ialah: Dilakukan para pihak sendiri tanpa ikut campurnya hakim. Apabila salah satu pihak ingkar janji, permasalahannya dapat diajukan lagi kepada pengadilan. 3.3.3. Apabila perdamaian dilakukan di muka hakim,
dibuatkan akta
perdamaian (pasal 130 ayat (2) HIR.), ciri-cirinya ialah: Kekuatan akta perdamaian sama dengan putusan pengadilan (pasal 130 ayat (2) HIR.). Jika salah satu pihak ingkar janji, perkara tidak dapat diajukan kembali. 3.3.4. Jika tidak tercapai perdamaian, sidang dimulai dengan mebacakan surat gugat, kalau tergugat sudah siap dengan surat jawabannya, dilanjutkan dengan penyerahan jawaban dari pihak tergugat. Jawaban sekurangkurangnya dibuat 3 lembar, untuk hakim (masuk dalam berkas perkara), untuk penggugat, dan untuk tergugat sendiri (pasal 131 dan 132b ayat (1) HIR.). Bersamaan dengan jawaban yang pertama itu pula tergugat dapat mengajukan: Eksepsi mengenai kompetensi maupun eksepsi lainnya, khusus kompetensi absolut dapat diajukan setiap waktu pemeriksaan (pasal 133, 134, dan 136 HIR.). 3
Gugatan rekonpensi (pasal 132b ayat (1) HIR.). Jika dalam persidangan tingkat pertama tidak diajukan gugatan rekonpensi, maka pada tingkat banding tidak dapat diajukan. 3.4. SIDANG KETIGA (REPLIK) Penggugat menyerahkan replik (tanggapan penggugat terhadap jawaban tergugat) sekurang-kurangnya rangkap 3 untuk hakim (masuk dalam berkas), tergugat, dan penggugat sendiri. 3.5. SIDANG KEEMPAT (DUPLIK) Tergugat menyerahkan duplik, yaitu tanggapan terhadap replik dari penggugat. 3.6. SIDANG KELIMA (PEMBUKTIAN DARI PENGGUGAT) Sidang kelima dapat disebut sidang pembuktian oleh penggugat. Penggugat mengajukan alat-alat bukti untuk memperkuat dalil-dalilnya dan melemahkan dalil tergugat, berupa surat-surat dan saksi-saksi. Bukti surat berupa foto copy harus dinazegelen lebih dahulu dan dicocokkan dengan aslinya oleh hakim maupun tergugat. Hakim memberi pertanyaanpertanyaan yang dilanjutkan oleh tergugat, penggugat memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. Dalam sidang perdata justru dalam pembuktian ini ada tanya jawab dan perdebatan-perdebatan di bawah pimpinan hakim. Apabila pembuktian belum selesai, dilanjutkan pada sidang berikutnya, bisa dua tiga kali atau lebih tergantung pada kelancaran pembuktian. Saksi-saksi yang diajukan sebelum diperiksa harus disumpah terlebih dahulu (pasal 147 HIR.). 3.7. SIDANG KEENAM (PEMBUKTIAN DARI TERGUGAT) Dalam persidangan ini giliran tergugat untuk mengajukan alat-alat bukti atau sidang pembuktian dari tergugat. Jalannya persidangan sama dengan sidang kelima, tanya jawab kebalikan dari sidang kelima. 3.8. SIDANG KETUJUH (PENYERAHAN KESIMPULAN) Sidang ketujuh adalah sidang penyerahan kesimpulan dari kedua belah pihak. Kesimpulan dimaksud adalah kesimpulan dari sidang-sidang tersebut. 3.9. SIDANG KEDELAPAN (PEMBACAAN PUTUSAN) Sidang kedelapan ini dinamakan sidang putusan, hakim membacakan putusa n di hadapan para tihak. Setelah selesai membaca putusan hakim mengetukkan palu dan para pihak yang tidak puas diberi kesempatan untuk mengajukan banding dalam tenggang waktu 14 hari terhitung dari hari berikutnya setelah dibacakan putusan. Bagi pihak yang tidak hadir, isi putusan itu harus diberitahukan kepadanya (pasal 179 ayat (2) HIR.).
4
BERITA ACARA PERSIDANGAN 1. PENGERTIAN Berita acara persidangan adalah berita acara dikaitkan dengan persidangan. Berita acara searti dengan “proces verbaal” (Bld.), verslag (Bld.), official report/police warant (Ing.). Dalam Kamus Hukum Yan Pramadya Puspa disebutkan “Segala kejahatan dan pelanggaran yang didapatinya segera polisi atau pegawai khusus yang ditunjuk untuk itu segera membuat acara atau proses verbal yang memuat asal usul kejadian, meliputi: tempat kejadian, tanggal dan jam, pelaku-pelaku dan saksi-saksi bila mungkin disertai alamat, pekerjaan dsb., jalannya peristiwa, diberi tanggal pembuatannya, dan tanda tangan si pembuat.
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, berita acara berarti catatan laporan yang dibuat (oleh polisi) mengenai waktu terjadi, tempat, keterangan, dan petunjuk lain mengenai suatu perkara atau peristiwa. Persidangan berasal dari kata sidang yang berarti pertemuan untuk membicarakan sesuatu. Persidangan berarti cara, proses, perbuatan bersidang. Pasal 97 UUPA menyatakan, “Panitera, Wakil Panitera, Panitera Muda, dan Panitera Pengganti bertugas membantu hakim dengan menghadiri dan mencatat jalannya sidang pengadilan”, di dalam penjelasannya dikatakan bahwa berdasarkan catatan panitera, disusun berita acara persidangan. Pasal 186 ayat (1) HIR. menyatakan, “Panitera membuat berita acara dari tiaptiap satu perkara di dalam berita acara itu disebut juga selain dari yang terjadi dalam persidangan, nasehat yang tersebut pada ayat ketiga pasal 7 Reglemen tentang aturan Hakim dan Mahkamah serta kebijaksanaan kehakiman di Indonesia”. Jadi berita acara persidangan adalah tulisan yang berisi catatan tentang proses persidangan yang dibuat dan disusun dalam bentuk tertentu oleh pejabat yang berwenang untuk itu. 2. BENTUK DAN PEMBUATAN BERITA ACARA PERSIDANGAN Ditinjau dari segi bentuk dan pembuatannya, berita
acara persidangan dapat
digolongkan sebagai “akta otentik” karena memenuhi dua unsur: Dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu. Pembuatannya sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Berita acara persidangan sebagai suatu akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian: Kekuatan Pembuktian Lahir Yang dimaksud kekuatan pembuktian lahir ialah k ekuatan pembuktian yang didasarkan atas keadaan lahiriahnya atau yang tampak pada lahirnya. Surat yang tampak seperti akta, dianggap mempunyai kekuatan pembuktian seperti akta sepanjang tidak terbukti sebaliknya.
5
Kekuatan Pembuktian Formil Artinya memberi kepastian tentang peristiwa bahwa pejabat atau para pihak menyatakan dan melakukan seperti yang dimuat dalam akta. Kekuatan pembuktian formil menyangkut pertanyaan, “Benarkah ada pernyataan?”. Kekuatan Pembuktian Materiil Berarti memberi kepastian tentang peristiwa bahwa pejabat atau para pihak menyatakan dan melakukan seperti yang dimuat dalam akta. Kekuatan pembuktian materiil menyangkut pertanyaan, “Benarkan isi pernyataan dalam naskah itu?”. 3. FUNGSI BERITA ACARA PERSIDANGAN 3.1. SUMBER INFORMASI Berita acara persidangan sebagai akta otentik yang mempunyai tiga kekuatan pembuktian sebagaimana diuraikan di atas (lahir, formil, matriil) menjadi salah satu sumber informasi bagi hakim dalam mebuat putusan. Menurut yurisprudensi, apa yang diterangkan dalam berita acara itu dianggap benar, karena dibuat secara resmi dan ditandatangani oleh hakim dan panitera pengganti yang bersangkutan, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya (Putusan MARI No. 901 K/Sip/1974 tanggal 18 Pebruari 1976). 3.2. PENGGANTI PUTUSAN YANG HILANG Jika karena sesuatu hal putusan asli hilang, salinan maupun foto copynya tidak dapat diketemukan, maka berita acara persidangan yang antara lain memuat amar putusan yang diucapkan oleh hakim di persidangan, dapat dijadikan sebagai alat bukti pengganti putusan yang hilang. 4. HAL-HAL YANG HARUS DIMUAT DALAM BERITA ACARA 4.1. WAKTU DAN TEMPAT Berita acara pertama-tama harus memuat waktu dan tempat terjadinya peristiwa yang meliputi: hari, tanggal, jam, dan tempat terjadinya peristiwa. Mengenai jam terjadinya peristiwa tidak lazim disebutkan dalam berita acara persidangan meskipun dalam penundaan sidang sering disebutkan oleh hakim yang memerintahkan kepada pihak-pihak untuk hadir pada hari, tanggal, dan jam yang telah ditentukan. Hal ini disebabkan karena pada umumnya d imualainya persidangan tidak sesuai dengan jam yang telah ditentukan dalam penundaan (pasal 186 ayat (1) HIR.). 4.2. NAMA PARA PIHAK BESRTA IDENTITASNYA Pasal 55 UUPA menyatakan bahwa tiap pemeriksaan perkara di pengadilan dimulai sesudah diajukan suatu permohonan atau gugatan dari pihak-pihak yang berperkara dan telah dipanggil menurut ketentuan yang berlaku. Karena itu dalam kenyataannya apakah pihak-pihak yang namanya tersebut dalam surat 6
gugatan telah cocok dengan para penghadap. Jika diwakili oleh kuasanya, maka sebutkan pula identitas mereka serta dasar pemberian kuasa. 4.3 SUSUNAN PERSIDANGAN Pasal 17 UU. No. 4/2004 dan pasal 80 UUPA menentukan bahwa sidang dengan majelis hakim yang sekurang-kurangnya terdiri dri tiga orang dan dibantu oleh seorang panitera atau yangditugaskan untuk itu. 4.4. SIDANG TERBUKA UNTUK UMUM Pasal 13 ayat (1) UU. No. 48/2009 sidang terbuka untuk umum merupakan suatu asas yang harus dipatuhi. Karena itu harus diperhatikan jangan sampai lupa. Kelalaian tidak menyebutkan hal itu akan berakibat tidak sahnya persidangan. Dikecualikan dari hal itu persidangan yang menyangkut perkara yang oleh undang-undang memang dikecualikan, misalnya masalah perceraian (pasal 80 ayat (2) UUPA). 4.5. DATANG TIDAKNYA PIHAK-PIHAK Pasal 122-125 dan 390 HIR. para pihak hadir sendiri atau kuasa hukumnya, bisa jadi salah satu atau kedua belah pihak maupun kuasa hukumnya tidak hadir. 4.6. UPAYA PERDAMAIAN Pasal 130 ayat (1) HIR. dan pasal 82 UUPA. Upaya perdamaian imperatif bagi hakim, dilanjutkan dengan mediasi sesuai PERMA No . 1/2008. 4.7. SIDANG TERTUTUP Khusus perkara perceraian pemeriksaannya dalam sida ng tertutup untuk umum (Pasal 80 ayat (2) UUPA). 4.8. PEMBACAAN SURAT GUGATAN Pemeriksaan perkara dimulai dengan pembacaan surat gugatan (Pasal 131 ayat (1) HIR.). Dalam praktek kalau yang hadir dalam persidangan adalah kuasa hukumnya, biasanya minta kepada Majelis untuk tidak usah dibacakan karena telah membaca salinan surat gugat yang dilampirkan pada surat panggilan. Meskipun demikian dalam berita aca persidangan tetap ditulis d ibacakan. 4.9. JAWAB-MENJAWAB Jawaban tergugat atas gugatan penggugat. Replik, jawaban penggugat atas jawaban tergugat. Duplik, jawaban tergugat atas replik penggugat Biasanya sampai tiga kali (Pasal 131 ayat (2) – 135, dan 136 HIR.) 4.10. PEMBUKTIAN Pembuktian, pasal 163 HIR Siapa yang harus membuktikan. Apa yang harus dibuktikan.
7
Dimulai dari bukti penggugat, tanggapan bukti penggugat oleh tergugat, barulah bukti tergugat dan tanggapan bukti tergugat oleh penggugat. 4.11. PEMERIKSAAN ALAT-ALAT BUKTI Pemeriksaan alat-alat bukti (pasal 164 HIR), alat-alat bukti dalam perkara perdata ada 5 macam, yaitu: Surat Saksi Persangkaan-persangkaan Pengakuan Sumpah 4.12. PEMERIKSAAN SAKSI Pasal 169 – 172 HIR Ketua menanya namanya, pekerjaannya, umurnya dan tempat diam atau tinggalnya,
ada tidaknya hubungan darah atau hubungan persemendaan
dengan kedua belah pihak, apakah ia makan gaji atau jadi pembantu pada salah satu pihak (pasal 144 ayat (2) HIR.). Tiap-tiap kesaksian harus berisi segala sebab pengetahuan (pasal 171 ayat (1) HIR.). Sebelum saksi memberikan keterangannya, lebih dahulu disumpah menurut agamanya (pasal 147 HIR.). Hakim dapat mengajukan segala pertanyaan kepada saksi dengan maunya sendiri yang ditimbangnya berguna untuk mendapat kebenaran (pasal 150 ayat (3) HIR.). Kedua belah pihak boleh mengajukan pertanyaan kepada saksi melalui hakim, hakim boleh tidak menanyakan apa yang hendak ditanyakan pihak-pihak kepada saksi jika pertanyaan itu menyimpang dari perkara itu (pasal 150 ayat (1 dan 2) HIR.). 4.13. KESIMPULAN Kesimpulan penggugat. Kesimpulan tergugat. Dapat disampaikan secara lisan atau tertulis. 4.14. RAPAT MUSYAWARAH Pasal 14 UU. No. 48/2009, permusyawaratan bersifat rahasia, hakim wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapatnya secara tertulis, jika tidak tercapai sepakat bulat, pendapat hakim yang berbeda wajib dimuat dalam putusan (dissenting opinion).
8
4.15. PEMBACAAN PUTUSAN Pembacaan putusan dalam sidang terbuka untuk umum (pasal 13 ayat (2) UU. 48/2009, pasal 60 dan 81 ayat (1) UUPA. 4.16. PENANDATANGAN BERITA ACARA DAN PUTUSAN Berita acara ditandatangani oleh ketua majelis dan panitera yang bersidang (pasal 51 UU.No. 48/2009 dan pasal 62 ayat (3) UUPA. Putusan ditandatangani oleh ketua, hakim- hakim yang memutus perkara, dan panitera yang bersidang (pasal 52 ayat (2) UU. No. 48/2009 dan pasal 62 ayat (2) UUPA) 26 PERMASALAHAN BERKENAAN DENGAN BERITA ACARA 1. KETUA MAJELIS MENINGGAL, BERITA ACARA BELUM DITANDATANGANI Hakim anggota yang lebih senior menandatangani berita acara tersebut. Jika panitera yang tidak dapat menandatangani, maka harus dijelaskan dalam berita acara (pasal 187 ayat (1 dan 2) HIR. Ketentuan tersebut juga berlaku untuk putusan. 2. KEHADIRAN PANITERA/PANITERA PENGGANTI DALAM RAPAT PERMUSYAWARATAN Pasal 51 UU. No. 48/2009 menyatakan, “Penetapan, ikhtisar rapat permusyawaratan, dan berita acara pemeriksaan sidang ditandatangani oleh ketua majelis hakim dan panitera sidang.” Berdasarkan ketentuan tersebut panitera/panitera pengganti ikut hadir dalam rapat permusyawaratan hakim. Dalam Buku II Edisi Revisi dikataka n, “Apabila dipandang perlu dan mendapat persetujuan majelis hakim, panitera sidang dapat mengikuti rapat pemusyawaratan majelis hakim” (Buku II Edisi Revisi, hal. 31). Meskipun demikian ikut tidaknya panitera/panitera pengganti dalam rapat permusyawaratan hakim terserah pada ketua majelis. 3. PEMBERIAN NOMOR URUT PADA BERITA ACARA SIDANG Nomor urut berita acara sidang harus dibuat secara bersambung dari sidang pertama sampai sidang terakhir.Jawaban, replik, duplik, dan kesimpulan tertulis menjadi kesatuan berita acara dan diberi nomor urut halaman (Buku II Edisi Revisi 2010, hal. 31). 4. PENGETIKAN TANYA JAWAB DALAM BERITA ACARA Cara pengetikan tanya jawab tidak terdapat aturan yang baku, selama ini yang dianjurkan menggunakan sistem iris talas dan balok. Baik sistem iris talas maupun balok sebenarnya yang dimaksud adalah agar ada pemisahan secara jelas antara pertanyaan hakim dengan jawaban. Untuk selanjutnya terserah mana yang paling mudah, rapi, dan efficien
9
Bandung, 31 Mei 2011 PENYAJI,
MUHTADIN
10