Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized
44564 Laporan Pemantauan Konflik di Aceh 1 Maret – 30 April 2008 Bank Dunia Jumlah konflik yang terjadi mencapai puncak yang baru, terutama karena peningkatan masalah-masalah administratif, sedangkan insiden kekerasan tetap tinggi, yaitu 25 kasus yang dilaporkan pada bulan Maret, dan 23 kasus pada bulan April. 1 Selain pembantaian Atu Lintang pada tanggal 1 Maret, yang telah dibahas dalam Laporan terakhir, sejumlah kasus kekerasan, termasuk penculikan tujuh warga negara Cina di Gayo Lues pada tanggal 27 April, sekali lagi meningkatkan kekhawatiran mengenai dampak dari aksi-aksi kriminalitas dan kekerasan terhadap perkembangan Aceh. Isu-isu politik besar mengalami perkembangan baru. Ketika Partai GAM, yang baru ganti nama menjadi Partai Aceh, berhasil mengatasi rintangan terakhir dalam proses legalisasinya, kantor-kantor cabangnya menjadi sasaran sejumlah insiden. Kasus-kasus ini menekankan perlunya aparat keamanan menahan diri supaya jangan mencampuri masalah politik, dan juga menunjukkan adanya kebutuhan transformasi yang masih harus dilakukan partai tersebut untuk memperlihatkan komitmennya terhadap prinsipprinsip dasar demokrasi. Mobilisasi pendukung pembentukan provinsi ALA dan ABAS terus berlanjut, tapi mengalami pukulan politik ketika Irwandi Yusuf meyakinkan seorang tokoh elit gerakan ALA, Iwan Gayo, untuk memimpin sebuah badan pemerintah provinsi yang baru dibentuk. Jumlah konflik berkaitan dengan bantuan tetap konsisten dengan angka pada bulanbulan sebelumnya, tapi memperlihatkan kecenderungan untuk bertahan lebih lama dan semakin sering mengarah ke insiden-insiden kekerasan. Hal ini digambarkan oleh gelombang protes berkaitan dengan bantuan rehabilitasi perumahaan BRR, yang menyebabkan terjadinya sejumlah demonstrasi besar, dan dicederai dengan dua kasus kekerasan. Masalah-masalah rekonstruksi dan reintegrasi inti memerlukan perhatian segera, agar dapat mencegah ketidakpuasan yang berkembang sehingga menjadi kekerasan yang lebih besar. Konflik meningkat, kekerasan tetap tinggi Kekerasan tingkat lokal telah meningkat secara tajam sejak 2005, dan telah mencapai titik tertingginya selama enam bulan terakhir ini. Namun kekerasan pada masa-damai sekarang cenderung menelan korban jauh lebih sedikit dibanding tahun-tahun konflik. Figur 1: Insiden kekerasan dan jumlah total konflik, per bulan Jumlah total konflik
160 140 120 100 80 60 40 20 0 Jan 0 5 Feb Mar Apr May Jun Aug MJul oU Sep Oct Nov Dec Jan 0 6 Feb Mar Apr May June July Aug Sep Oct Nov Dec Jan 0 7 Feb Mar Apr May June July Aug Sep Oct Nov Dec Jan 0 8 Feb Mar Apri l
Public Disclosure Authorized
Insiden kekerasan
1
Sebagai bagian dari program dukungan analisis bagi proses perdamaian, Program Konflik dan Pengembangan di Bank Dunia Jakarta serta didanai oleh Department for International Development (DFID), menggunakan metodologi pemetaan konflik melalui surat kabar untuk merekam dan mengkategorikan semua laporan tentang insiden konflik di Aceh yang diberitakan di dua surat kabar daerah (Serambi and Aceh Kita). Program ini menerbitkan laporan bulanan yang menganalisa data dengan didukung oleh kunjungan lapangan. Laporan pemantauan bulanan dapat diakses di www.conflictanddevelopment.org. Dataset tersedia bagi mereka yang membutuhkan, dengan menghubungi Blair Palmer di
[email protected] atau Adrian Morel di
[email protected]. Terdapat keterbatasan dalam menggunakan surat kabar untuk memetakan konflik. Lihat Barron dan Sharpe (2005) yang tersedia secara online www.conflictanddevelopment.org/page.php?id=412.
1
Jumlah konflik tingkat lokal mencapai puncak yang baru di bulan April, dengan dilaporkannya 144 konflik baru. Lonjakan ini terjadi terutama karena meningkatnya masalah administratif, termasuk keluhan mengenai pengelolaan keuangan pemerintah serta prosedur dan akses ke pelayanan publik. Jumlah insiden kekerasan tetap tinggi dengan 25 kasus dilaporkan pada bulan Maret dan 23 kasus pada bulan April (lihat Figur 1). Kekerasan mengakibatkan korban yang relatif tinggi, dengan tujuh korban meninggal dunia pada bulan Maret, angka kematian tertinggi dalam satu bulan sejak bulan Juni 2007, dan empat korban meninggal di bulan April. Lima orang terbunuh dalam pembantaian Atu Lintang pada tanggal 1 Maret, insiden konflik yang paling banyak memakan korban sejak penandatanganan MoU Helsinki (lihat Laporan Januari – Februari 2008 untuk analisa mengenai kejadian tersebut). Namun, Figur 2 memperlihatkan bahwa skala korban di Aceh pascaperang tetap lebih rendah bila dibandingkan dengan masa sebelum penandatanganan perjanjian perdamaian, pada saat kontak senjata antara angkatan bersenjata Republik Indonesia dan GAM masih suka terjadi. Figur 2: Jumlah korban mati, per bulan 70 60 50 40 30 20 10 Jan 0 5 Feb Mar Apr May Jun J Aug Mul oU Sep Oct Nov Dec Jan 0 6 Feb Mar Apr May June July Aug Sep Oct Nov Dec Jan 0 7 Feb Mar Apr May June July Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apri l
0
Penculikan dan pembunuhan: insiden ‘misterius’ terus meningkatkan kekhawatiran terhadap tindak kejahatan dan situasi keamanan Aceh pascakonflik. Pada bulan Maret dan April, tiga insiden yang tidak saling berhubungan menarik perhatian khusus: • Penculikan Mukhlis Gayo. Pada tanggal 13 Maret, Mukhlis Gayo, mantan calon Bupati Aceh Tengah, diculik di Takengon. Korban ditinggalkan oleh para pelaku ketika mereka dihadang oleh blokade polisi di Bireuen Dua pelaku ditangkap. Unsurunsur kejadian tersebut, terutama identitas korban, menunjuk pada kemungkinan adanya hubungan dengan isu ALA/ABAS2 atau dengan teori aksi balas dendam yang diambil oleh elemen KPA setelah pembantaian Atu Lintang tanggal 1 Maret (lihat Laporan Januari – Februari). Mukhlis Gayo adalah saudara kandung Iwan Gayo dan Bupati Meriah Bener, Tagore Abubakar, dua tokoh elit gerakan ALA yang dikenal untuk loyalitasnya yang pro-Jakarta selama masa konflik. Namun penyelidikan polisi menyimpulkan kejadian tersebut pada suatu penculikan untuk penebusan. Diamnya elit pro-ALA, yang menghindari politisasi kasus ini, juga tampaknya meniadakan teori aksi balas dendam oleh anggota KPA. •
Pembunuhan Sertu Ujang. Pada tanggal 29 Maret dini hari, seorang anggota polisi militer, Ujang Ardiansyah, ditembak mati oleh dua orang yang mengendarai sepeda motor pada saat dia berkendara mobil sekitar Stadion Lhong Raya, Banda Aceh. Di antara penumpang kendaraan Ujang ada seorang anggota polisi militer lainnya dan dua anggota KPA, salah satu dari anggota KPA tersebut meninggalkan tempat kejadian setelah terjadinya insiden tersebut. Walaupun polisi dan militer terkesan tegas dalam menangani kasus tersebut, sampai sekarang para pelaku belum diketahui dan motif kejahatan tersebut tetap tidak jelas. Para sumber yang dikutip pers
2
Pembentukan dua provinsi baru, Aceh Leusesr Antara (dataran tinggi dan bagian tengah Aceh) dan Aceh Barat Selatan (pantai barat-selatan).
2
menyatakan bahwa pembunuhan Ujang mungkin terkait trafik narkoba (shabu-shabu), dengan anggota militer dan KPA terlibat dalam trafik tersebut. •
Penculikan tujuh warga negara Cina di Gayo Lues. Pada tanggal 27 April, tujuh warga negara Cina dan satu warga negara Indonesia yang sedang menjalankan survey investasi untuk perusahaan pertambangan Indonesia, diculik oleh kelompok bersenjata di wilayah Pinding, Gayo Lues. Para penculik menuntut uang tebusan sebesar Rp 300 juta. Setelah dua korban dibebaskan hari berikutnya, semua korban penculikan lainnya akhirnya dibebaskan pada tanggal 29 April, setelah setengah dari uang tebusan tersebut dibayarkan. Para pelaku belum ditangkap.
Kejadian-kejadian yang disebut di atas sekali lagi menimbulkan kekhawatiran akan meningkatnya aksi kriminalitas bersenjata dan kekerasan terhadap investasi asing dan perkembangan ekonomi di Aceh. Selama empat bulan pertama tahun 2008, telah dilaporkan: 16 kasus penculikan (rata-rata satu kasus tiap minggu), 19 kasus perampokan bersenjata dan 20 kasus penembakan dan/atau pembunuhan. Penculikan tujuh warga negara Cina yang terjadi pada tanggal 27 April adalah kejadian pertama sejak penandatanganan MoU dimana orang asing menjadi sasaran. Figur 3 menjelaskan evolusi jumlah kasus kriminalitas bersenjata dan jenis kekerasan lain selama tujuh bulan yang lalu. 3 Sejak Desember 2007 hingga April 2008, 66% dari kasus perampokan bersenjata dan penculikan, dan 50.5% dari semua jenis kekerasan terdaftar di Figur 3, terjadi di Aceh Utara and Aceh Timur saja (termasuk Kota Lhokseumawe dan Langsa). Figur 3: Kriminalitas bersenjata dan berbagai jenis kekerasan lain (jumlah kasus) dari Oktober 07 hingga April 08 25 Bom / granat
20
Pembakaran 15 Penembakan / pembunuhan / penemuan mayat
10
Perampokan bersenjata
5
Penculikan
0 Oct-07 Nov-07 Dec-07 Jan-08 Feb-08 Mar-08 Apr-08
Sumber kekhawatiran lain adalah pemerasan, pajak nanggroe, dan penggunaan intimidasi dan ancaman oleh kontraktor untuk memenangkan tender. Perhatian khusus diberikan pada isu ini oleh keputusan perusahaan Pacific Oil and Gas, pada tanggal 4 April, untuk menghentikan sementara kegiatannya di Aceh Timur, setelah usaha intimidasi oleh seorang kontraktor yang diduga ada hubungan dengan KPA. KPA telah sering memberikan pernyataan mengutuk aksi kriminalitas dan pemerasan, dan menyuarakan komitmennya untuk bekerjasama dengan aparat keamanan. Adalah sebuah kesalahan untuk mengambil kesimpulan bahwa mantan kombatan bertanggung jawab atas semua kriminalitas dan kekerasan yang terjadi di Aceh. Juga merupakan sebuah kesalahan jika beranggapan bahwa pimpinan KPA memiliki kemampuan yang tidak terbatas untuk menerapkan disiplin kepada anggotanya di lapangan. Seperti dikatakan Ketua Forum Komunikasi dan Koordinasi Damai Aceh (FKK), “sebagian besar dari kejahatan dan kekerasan yang terjadi di Aceh sekarang berakar pada kesulitan ekonomi, bukan politik. Ini saja sudah merupakan sebuah kemajuan, tapi yang menjadi keprihatinan adalah semakin
3
Perhitungan bulanan kami mengenai kejadian-kejadian kekerasan, sebagaimana tampak pada Figur 1, tidak termasuk kriminalitas seperti penculikan untuk tebusan dan perampokan bersenjata.
3
besarnya jurang antara elit GAM/KPA dan para eks-kombatan di lapangan yang tidak banyak mendapat manfaat dari kemajuan ekonomi di masa perdamaian”.4 Partai GAM menghadapi tantangan di lapangan Pada bulan April, kantor-kantor cabang Partai GAM menjadi sasaran sejumlah insiden (lihat Kotak 1). Menurut Kanwil Departmen Hukum dan Hak Azazi Manusia Provinsi Aceh, isu mengenai nama Partai GAM beserta simbol-simbolnya telah Kotak 1: Insiden berkaitan dengan Partai GAM diselesaikan pada bulan Februari ketika partai • 5 April, Kota Langsa. Puluhan anggota kepolisian tersebut mengganti namanya menjadi Partai memaksa pegawai kantor cabang Partai GAM Gerakan Aceh Mandiri (lihat Laporan Januari – untuk melepaskan papan nama partainya dari Februari). Partai GAM justru wajib memajang halaman muka gedungnya. logonya pada kantor-kantor sebagai suatu syarat • 18 April, Singkil. Anggota masyarakat memprotes dalam proses legalisasi. Namun insiden pada kehadiran kantor cabang Partai GAM di Aceh tanggal 5 April memperlihatkan bahwa Singkil. penggunaan nama dan simbol GAM tetap • 21 April, Serbajadi, Aceh Timur. Dini hari, kantor mengakibatkan ketegangan. Keputusan untuk cabang Partai GAM di Peunaron hangus terbakar. mengganti nama partai untuk kedua kalinya di Walau polisi menyatakan sebab kebakaran adalah kecelakaan, diduga kebakaran tersebut bulan Mei menjadi Partai Aceh sepertinya mampu disengaja. mencegah terjadinya insiden-insiden lanjutan. Kasus ini juga menimbulkan pertanyaan terhadap komitmen aparat keamanan untuk tidak mencampuri persoalan-persoalan politik. Motif-motif sebenarnya dibalik demonstrasi pada tanggal 18 April di Singkil dan pembakaran tanggal 21 April masih belum jelas. Namun perilaku pendukung Partai GAM kadang-kadang menimbulkan kemarahan dari masyarakat. Pada tanggal 21 April, pimpinan partai menerima laporan bahwa warga di beberapa daerah di Aceh Utara diintimidasi untuk menyerahkan kartu identitasnya dalam upaya mendapatkan jumlah anggota partai yang besar. Pada tanggal 22 Mei, Partai GAM akhirnya diresmikan, bersama sebelas partai politik lokal lainnya. Demi mencegah terjadinya insiden yang dapat mengganggu pelaksanaan pemilu tahun depan dan memperkecil ruang bagi Jakarta untuk tetap menpermasalahkan keikutsertaan GAM dalam politik lokal, partai ini perlu meningkatkan disiplin anggotanya agar jangan menggunakan taktik-taktik intimidasi. Mobilisasi ALA/ABAS berlanjut, Gubernur membentuk badan pemerintah baru Mobilisasi demi membentuk provinsi ALA dan provinsi ABAS (lihat Laporan bulan Januari – Februari) dilanjutkan pada bulan Maret dan April. Sejak tanggal 18 hingga 24 Maret, 430 kepala desa dari dataran tinggi Aceh tengah melakukan demonstrasi di Jakarta. Pada tanggal 10 April, 300 kepala desa dari Bener Meriah mengancam akan memboikot pemilu 2009 dan menutup perwakilan lokal partai-partai nasional. Namun, gerakan ALA mengalami kemunduran ketika Gubernur Irwandi Yusuf berhasil meyakinkan Iwan Gayo, salah satu tokoh utama Komite Persiapan Pembentukan Provinsi ALA (KP3ALA) dan koordinator dari demonstrasi-demonstrasi di Jakarta, untuk memimpin sebuah badan pemerintah baru, Komite Khusus Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (KKP2DT). Badan ini harus menunjukkan visi dan strategi yang jelas, dan diberi kemampuan untuk melaksanakan strateginya, jika diharapkan dapat menanggulangiani penderitaan ekonomi daerah-daerah tertinggal di Aceh, dan meredakan ketegangan di dataran tinggi dan pantai barat selatan Aceh
4
Wawancara dengan Brigjen Amiruddin Usman, Banda Aceh, 27 Mei.
4
Konflik terkait bantuan mengakibatkan lebih banyak insiden, dan lebih sering berujung kepada kekerasan Pada bulan Maret dan April, jumlah konflik baru yang berkaitan dengan bantuan masih tetap konsisten dengan angka-angka bulan-bulan sebelumnya, dengan masing-masing 28 dan 27 konflik bantuan baru (lihat Figur 4). Figur 4: Konflik baru terkait bantuan dan jumlah total konflik baru, per bulan Konflik baru terkait bantuan
Jumlah total konflik baru
160 140 120 100 80 60 40 20 Jan 0 5 Feb Mar Apr May Jun Aug MJul oU Sep Oct Nov Dec Jan 0 6 Feb Mar Apr May June July Aug Sep Oct Nov Dec Jan 0 7 Feb Mar Apr May June July Aug Sep Oct Nov Dec Jan 0 8 Feb Mar Apri l
0
Namun, konflik terkait bantuan pada bulan Maret dan April cukup menarik karena konflikkonflik tersebut membuktikan bawah, sejak November tahun lalu: Konflik terkait bantuan cenderung mengakibatkan insiden lebih banyak. Walaupun jumlah konflik baru yang berkaitan dengan bantuan masih tetap seperti bulan-bulan sebelumnya, jumlah insiden yang diakibatkan oleh konflik-konflik tersebut meningkat secara tajam, mencapai 57 insiden pada bulan Maret, dan 72 pada bulan April (lihat Figur 5).5 Lonjakan ini terkait dengan gelombang protes dan demonstrasi terhadap program rehabilitasi perumahaan BRR (lihat seksi di bawah ini). 15 dan 32 insiden terkait dengan isu ini saja masing-masing terjadi di bulan Maret dan April. Namun, jika kami tidak menghitung protes-protes BRR tersebut, Figur 5 menunjukkan bahwa perbedaan antara jumlah konflik dan jumlah insiden tetap meningkat secara tajam sejak November tahun lalu. Ini menunjukkan bahwa konflik yang berkaitan dengan bantuan cenderung berlangsung lebih lama daripada sebelumnya, dan juga lebih sulit diselesaikan. Figur 5: Konflik, insiden dan kekerasan terkait bantuan, per bulan dari Oktober 06 hingga April 08 Total insiden terkait bantuan
Konflik baru terkait bantuan
Insiden kekerasan terkait bantuan
Tidak termasuk protes BRR
80 70 60 50 40 30 20 10 Apr
Mar
Feb
Jan 08
Nov
Dec
Oct
Sep
Aug
July
May
June
Apr
Mar
Feb
Dec
Jan 07
Nov
Oct
0
Konflik terkait bantuan akhir-akhir ini lebih sering berujung kepada kekerasan dibanding periode-periode sebelumnya. Konflik terkait bantuan biasanya tidak berujung kepada kekerasan. Biasanya dimulai dengan keluhan yang disuarakan melalui surat kabar atau diarahkan kepada otoritas terkait, dan kadang-kadang menjadi demonstrasi kalau tidak dapat 5
Database kami membedakan jumlah konflik dan insiden. Suatu konflik mengenai sengketan tanah, misalnya, dapat menimbulkan beberapa insiden seperti protes, demonstrasi dan blokade. Kami menandai ini sebagai tiga insiden, tapi satu konflik.
5
diselesaikan dengan cara lain. Namun, sebanyak empat insiden kekerasan terkait bantuan dilaporkan pada bulan Maret dan April (lihat Tabel 1). Sejak Desember tahun lalu, jumlah insiden kekerasan terkait bantuan yang terjadi tiap bulan rata-rata tiga kali lebih tinggi dari periode Oktober 2006 - November 2007 (2.4 kasus per bulan dibanding 0.85). Tabel 1: Insiden kekerasan terkait bantuan, Maret dan April 2008 Tanggal Lokasi Keterangan 7 Maret Meuraxa,B.Aceh Pertengkaran antara anggota masyarakat mengenai program perumahan BRR. 14 Maret Seunuddon, Anggota masyarakat “menyita” enam kendaraan sebagai akibat pertentangan Aceh Utara dengan INGO Cordaid mengenai program perumahan. 17 April Banda Aceh Saat terjadi demonstrasi mengenai program rehabilitasi perumahan BRR, seorang pemuda mengancam akan meledakan granat kalau masa tidak membubarkan diri. Dia hanya dapat menghindari pengeroyokan dengan berlindung di sebuah rumah. Ternyata pemuda tersebut terganggu jiwanya. 24 April Lhokseumawe Saat terjadi demonstrasi mengenai program rehabilitasi perumahan BRR, seorang pengendara motor mengatai para demonstran sebagai komunis. Dia terluka akibat pengeroyokan.
Perlu dicatat bahwa semua insiden terdaftar di tabel ini berkaitan dengan persoalan perumahan. Tiga dari empat insiden tersebut merupakan perkelahian antara anggota masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa protes atas kebutuhan-kebutuhan dasar yang belum terpenuhi memiliki potensi yang bisa menyebabkan kerusuhan dan ketegangan sosial. Protes dan konfrontasi politis mengenai program rehabilitasi perumahan BRR Bulan Maret dan April ditandai oleh gelombang protes dan demonstrasi luar biasa yang disebabkan keputusan Kuntoro Mangkusubroto, Kepala BRR, pada tanggal 5 Maret, untuk memangkas alokasi untuk program rehabilitasi perumahan 2008 menjadi Rp 2.5juta per unit, daripada Rp 15 juta. Kuntoro beralasan bahwa keputusan tersebut didasari oleh kekurangan dana dan kenyataan bahwa rumah-rumah yang telah direhabilitasi dua tahun lalu dengan alokasiRp 15 juta/unit mengalami kerusakan yang parah, sedangkan rumah-rumah yang direhabilitasi sekarang sudah diperbaiki sebagian oleh pemiliknya. Korban tsunami dan gempa segera menolak perubahan kebijakan ini, dan juga mempertanyakan transparansi dan ketepatan proses pendataan BRR. Protes dan demonstrasi menyebar Kotak 2: Protes menentang program rehabilitasi perumahan dengan cepat dari Aceh Barat, BRR pada bulan Maret dan April Pidie dan Aceh Singkil ke wilayah [21 demonstrasi berkaitan dengan masalah ini dilaporkan terjadi antara tanggal 11 Maret hingga 26 April – kotak ini hanya lain dan memuncak ketika ratusan mengulas kejadian-kejadian utama] korban tsunami dan gempa bumi • 2 April. Kira-kira 300 korban tsunami dan gempa dari Aceh dari pantai barat melakukan Barat dan Nagan Raya melakukan perjalanan ke Banda perjalanan ke Aceh pada tanggal 2 Aceh dan berdemonstrasi di muka kantor pusat BRR pada April dan berulang kali tanggal 4 April. berdemonstrasi di depan kantor • 5 April, Banda Aceh. Gubernur Irwandi Yusuf dan Ketua pusat BRR selama dua minggu. DPRA menandatangani rekomendasi yang menuntut agar Selama bulan Maret dan April, 21 BRR merevisi data serta menetapkan kembali alokasi pada demonstrasi dilakukan di Banda Rp 15juta/unit. Aceh, Aceh Barat, Lhokseumawe, • 7 April, Banda Aceh. Demonstrasi di kantor pusat BRR, Aceh Singkil, Pidie dan Kota ditandai dengan ketegangan yang meninggi. Subussalam. Dua demonstrasi • 11 – 12 April. Sayed Zakaria, Ketua DPR Aceh, dan 34 anggota lainnya melaporkan kebijakan BRR sebagai dicederai oleh insiden kekerasan. pelanggaran terhadap Keputusan Presiden No. 30/2005 Isu ini juga mengakibatkan yang menentukan alokasi minimum untuk rehabilitasi konfrontasi politis di mana perumahan sebesar Rp 10juta/unit dan menuduh BRR telah Gubernur Irwandi Yusuf dan berbohong mengenai kekurangan anggaran. anggota DPRA memihak kepada • 17 April. Gubernur Irwandi Yusuf melaporkan BRR ke KPK. demonstran dan menekan BRR untuk mempertimbangkan jumlah alokasi (lihat Kotak 2).
6
Sementara itu, negosiasi antara Badan Reintegrasi-Damai Aceh (BRA) dan Jakarta mengenai pendanaan mencapai jalan buntu. Awal April, temuan audit Badan Pengawasan Keuangan Propinsi atas program BRA diumumkan. Laporan tersebut menunjukkan sejumlah kesalahan dalam pengelolaan dana reintegrasi, termasuk tuduhan korupsi. Gubernur Irwandi Yusuf dan Kepala BRA, M. Nur Djuli, bereaksi secara tegas dengan mengajak pihak-pihak berwenang untuk mengusut kasus-kasus tersebut. Namun, kemungkinan besar penemuan audit tersebut akan semakin mempersulit BRA untuk mendapatkan dana dari Jakarta. Setelah gagal mendapat dana senilai Rp 450milyar (US$ 50 juta) pada tahun 2007, BRA hingga saat ini belum menerima dana yang dijanjikan pemerintah pusat untuk mendanai program-program 2008, sehingga semua program BRR sementara dibekukan. Kesulitan yang dialami BRA maupun konfrontasi antara pemerintah daerah dan BRR mengenai masalah bantuan perumahan menunjukkan berlanjutnya kekurangpercayaan antara pemerintah lokal dan pusat. Kerjasama yang lebih baik sangat dibutuhkan untuk menjamin lancarnya peralihan tanggung jawab program-program rekonstruksi dan reintegrasi dari Jakarta kepada provinsi.
7