Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized
46215 Laporan Pemantauan Konflik di Aceh 1 Juli – 31 Agustus 2008 Bank Dunia Dengan dimulainya kampanye untuk Pemilu 2009 pada tanggal 12 Juli, jumlah insiden dengan kekerasan meningkat tajam, dengan 43 kasus dilaporkan terjadi pada 1 bulan Agustus. Ini merupakan jumlah kasus yang tertinggi sejak terjadinya tsunami. Sebagian dari lonjakan ini disebabkan oleh banyaknya kasus perusakan spandukspanduk kampanye politik. Walaupun kasus-kasus tersebut sampai sekarang relatif tidak berbahaya, kasus-kasus ini merupakan gejala intimidasi y150ang lebih luas. Hal ini menambah iklim ketegangan yang dapat mengakibatkan bentrokan yang lebih serius, sebagaimana dilukiskan oleh serangkaian penyerangan terhadap tokoh-tokoh dan kantor Partai Aceh yang didukung GAM/KPA 2 , yang terjadi pada bulan September 2008 ini. Persiapan untuk Pemilu ditandai dengan perselisihan terkait perundang-undangan antara DPRA dan beberapa institusi nasional, yang berakar pada perselisihan pendapat antara Aceh dan Jakarta mengenai interpretasi UUPA (Undangundang Pemerintahan Aceh), dan batas-batas otonomi daerah Aceh. Pada sisi lain, penembakan di Beutong, Nagan Raya, pada bulan Juli juga menimbulkan kekhawatiran bahwa perdamaian mungkin terancam, dengan dugaan hadirnya jaringan gerombolan mantan kombatan di Aceh yang siap melanjutkan perjuangan bersenjata untuk kemerdekaan. Tingkat dukungan yang dimiliki gerombolangerombolan seperti itu sangat lemah, baik pada masyarakat luas maupun di antara para mantan kombatan. Namun ada potensi peningkatan dukungan bila mereka yang kelak memperoleh kekuasaan di Aceh tidak menangani kebutuhan dan keluhan para pemilih. Kasus-kasus korupsi meningkat tajam pada bulan Juli dan Agustus, setelah DPRA setujui APBD 2008 dan dengan demikian memulaikan “musim tender”. Terakhir, walaupun ada kekhawatiran setelah terjadi penculikan terhadap seorang satpam dari sebuah NGO internasional di Banda Aceh, angka kejahatan bersenjata sebenarnya mengalami penurunan yang tajam. Figur 1: Insiden kekerasan dan jumlah konflik, per bulan
1
Sebagai bagian dari program dukungan analisis bagi proses perdamaian, Program Konflik dan Pembangunan di Bank Dunia Jakarta, didanai oleh Department for International Development (DfID-UK), menggunakan metodologi pemetaan konflik melalui koran untuk mencatat dan mengelompokkan semua insiden konflik di Aceh sebagaimana dilaporkan pada dua koran propinsi (Serambi dan Aceh Kita). Program ini menerbitkan laporan bulanan yang dapat dibaca online di www.conflictanddevelopment.org. Dataset ini tersedia bagi yang berminat; hubungi Adrian Morel di
[email protected]. Terdapat keterbatasan dalam menggunakan koran untuk memetakan konflik; lihat Barron and Sharpe (2005), tersedia di: www.conflictanddevelopment.org/page.php?id=412. 2 Komite Peralihan Aceh (KPA) adalah organisasi sipil yang dibentuk untuk mewakili para mantan kombatan yang dulu bergabung di sayap militer GAM (TNA).
1
Kekerasan meningkat mendadak ketika masuk periode kampanye Pemilu 2009 Pada bulan Juli dan Agustus, jumlah konflik tetap tinggi dengan 172 konflik baru pada bulan Juli dan 175 konflik baru pada bulan Agustus (lihat Figur 1). Kekerasan meningkat secara dramatis pada bulan Agustus dengan dilaporkannya 43 kasus (70% lebih banyak daripada jumlah bulanan rata-rata dari bulan Januari hingga Juli 2008). Peningkatan mendadak ini bersamaan dengan dimulainya kampanye Pemilu yang berujung pada meningkatnya ketegangan politis (lihat bagian mengenai Pemilu di bawah). Tabel 1 mengelompokkan insiden-insiden kekerasan yang terjadi pada bulan Agustus. Pada tahun-tahun sebelumnya, perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus telah dinodai oleh kasus-kasus di mana bendera nasional diturunkan dan diganti dengan bendera GAM. Tahun ini, tidak ada laporan mengenai kasus penurunan bendera merah-putih, dan simbol GAM sudah menampak tanpa merupakan pelanggaran hukum, karena bendera Partai Aceh kelihatan di mana mana sepanjang pesisir timur Aceh. Namun, terjadi banyak insiden terkait spanduk-spanduk kampanye Pemilu. Duabelas dari 43 kasus kekerasan pada bulan Agustus (28%) merupakan perusakan spanduk kampanye dari partai politik. Kasus-kasus ini menyebabkan kerusakan materi yang ringan, dan hampir tidak ada orang yang terluka. (Satu orang terluka ketika beberapa anggota KPA memukuli seorang kepala desa yang tertangkap basah menurunkan spanduk Partai Aceh di Aceh Tamiang). Semakin dekat Pemilunya, insiden semacam ini kemungkinan besar akan meningkat jumlahnya, dengan potensi eskalasi menjadi bentuk kekerasan yang lebih serius. Tabel 1: Insiden kekerasan pada bulan Agustus Jenis masalah Perusakan bahan kampanye Penyerangan yang Melawan GAM/KPA melibatkan para mantan Melawan mantan milisi kombatan Perselisihan berkaitan dengan sumberdaya Terkait bantuan Kasus main hakim Main hakim sendiri “moral” sendiri Terhadap maling Penemuan jenazah (motif pembunuhan tidak jelas) Masalah pribadi (balas dendam) JUMLAH
# kasus 12 1 1
% 28% 4.5%
4 1 3 6 3 12
9% 2.5%
43
100%
21% 7% 28%
Korban 1 luka 5 luka 1 meninggal 1 ekskavator dibakar 1 luka 2 luka 5 luka 3 meninggal 4 meninggal, 9 luka 8 meninggal, 23 luka, 1 kasus pembakaran
Jumlah kasus konflik dengan kekerasan yang lainnya yang terjadi pada bulan Juli dan Agustus juga tinggi (dengan 28 dan 31 kasus tercatat untuk masing-masing bulan) dan mengakibatkan angka kematian yang tinggi: 11 pada bulan Juli dan delapan pada bulan Agustus.3 Di antara kasus yang paling serius adalah kasus penembakan di Nagan Raya dan kasus pembunuhan seorang mantan anggota milisi anti-separatis di Aceh Utara (lihat bagian mengenai kasus Beutong dan ancaman anti-MoU, di bawah). Kasus lain adalah penyerangan terhadap sebuah penginapan KPA oleh sekelompok orang di Banda Aceh pada tanggal 23 Agustus, di mana empat orang terluka. Insiden ini rupanya disebabkan masalah pribadi menyangkut teman perempuan, tapi barangkali juga terkait dengan ketegangan internal KPA antara pihak yang di Banda Aceh dan yang di luar.
3
Rata-rata empat kematian per bulan tercatat sejak bulan Januari hingga bulan Juni 2008. Angka tertinggi sebelumnya adalah pada bulan Juni 2007, ketika tercatat 12 kematian.
2
Perselisihan tentang perundang-undangan dan intimidasi yang meluas menandai awalnya kampanye Pemilu Kotak 1: Partai lokal dan Pemilu 2009 Kampanye untuk Pemilu 2009 dimulai Pasal 1.2.2 pada MoU Helsinki menjamin hak partai lokal secara resmi pada tanggal 12 Juli. Enam Aceh untuk mencalonkan caleg DPRA dan DPRK pada partai politik lokal akan bersaing untuk Pemilu tahun depan. Pada bulan Mei, duabelas partai lokal pertama kalinya untuk kursi-kursi disahkan. Pada tanggal 7 Juli, KIP NAD mengumumkan DPRA dan DPRK, disertai 38 partai bahwa enam partai di antaranya memenuhi persyaratan untuk nasional (lihat Kotak 1). Partai Aceh, maju pada tahun 2009: Partai Aceh (PA), Partai Rakyat Aceh yang didukung GAM/KPA, (PRA), Partai SIRA, Partai Aceh Aman Sejahtera (PAAS), Partai Bersatu Aceh (PBA), dan Partai Daulat Aceh (PDA). diprediksikan memperoleh kursi yang Partai lokal merupakan tantangan serius bagi partai-partai tidak sedikit pada DPRA dan pada nasional seperti Golkar, PPP, PAN dan PKS yang sebelumnya sebagian DPRK-DPRK. Jumlah konflik menguasai badan legislasi di Aceh. Sejumlah tokoh partai politik meroket pada bulan Agustus nasional sudah berpindah ke partai lokal. PBA dipimpin oleh dengan dilaporkannya 39 kasus seorang politikus PAN Farhan Hamid, seorang anggota DPR. (peningkatan 160% dari angka bulan Sebuah kemenangan telak oleh partai-partai lokal dapat Juli). 70% dari semua insiden politik menjadi contoh dan menimbulkan tuntutan-tuntutan serupa di terkait langsung dengan Pemilu. Tabel 2 propinsi-propinsi Indonesia lainnya (dan sekaligus menunjukkan rincian konflik terkait menimbulkan penolakan dari Jakarta terhadap adanya partai lokal di tempat lain). Pada tahun 2006, setelah calon Pemilu selama dua bulan terakhir. independen diperbolehkan untuk pilkada Aceh, Mahkamah Masalah yang menonjol termasuk Konstitusi mengeluarkan keputusan yang membuka pintu perselisihan terkait perundang-undangan untuk calon independen secara nasional. Pemilu antara DPRA dan Jakarta, dan intimidasi yang meluas di lapangan. Tabel 2: Konflik terkait Pemilu selama bulan Juli dan Agustus. Jenis masalah Jumlah kasus Masalah hukum/administratif 7 Masalah terkait pendaftaran caleg 5 Ketegangan antar Perusakan bahan kampanye 12 partai-partai politik Bentuk-bentuk intimidasi lain 4 Masalah internal partai-partai politik 8 Lain-lain 2
% dari jumlah 19% 13% 42% 21% 5%
Persiapan Pemilu dihambat oleh dua perselisihan antara lembaga di Aceh dan Jakarta terkait perundang-undangan. Masalah pertama terkait dengan pasal 13 dan 36 dari Qanun No. 3, yang disahkan DPRA Juni lalu, yang menyatakan bahwa para calon partai lokal dan nasional harus melalui ujian membaca al-Qur’an. Depdagri menentang hak DPRA untuk mengatur partai nasional dan menuntut agar pasal 36 tersebut dibatalkan. DPRA menolak, dengan alasan bahwa legitimasi Qanun itu didasarkan pada ketentuan pada UUPA yang melindungi unsur Islam di Aceh.4 Masalah kedua berhubungan dengan pembentukan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu). Lagi-lagi, DPRA dan institusi nasional bertentangan mengenai apakah Qanun atau Undang-undang nasional yang berlaku. Qanun No. 7, yang disahkan tahun lalu, menyatakan bahwa Panwaslu harus terdiri atas lima anggota yang diusul oleh DPRA. Pada sisi lain, undang-undang nasional No. 22 2007, menyatakan bahwa hanya ada tiga anggota, yang dipilih oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dari enam anggota yang diusul oleh KIP NAD. Seperti di atas, DPRA berdalih bahwa Qanun No. 7 berasal dari ketentuan UUPA. 4
Pasal 36 (mengenai partai nasional) pada awalnya dimasukkan pada Qanun No. 3 atas tekanan kuat dari fraksi PPP, PKS dan PAN, di mana masing-masing adalah partai nasional besar Islam. PRA dan SIRA, keduanya partai lokal yang condong sekular, menyatakan bahwa bila Pasal 36 dibatalkan, maka Pasal 13 juga harus dibatalkan untuk menghindari perbedaan ketentuan untuk partai-partai lokal dan nasional.
3
DPRA menolak untuk mengubah posisinya dalam kedua masalah. Uji membaca alQur’an dilaksanakan bagi semua calon pada bulan September. Sebuah kompromi tampak mendekat pada masalah Panwaslu, di mana KIP akan menyerahkan ke Jakarta calon-calon yang sama yang telah diseleksi pada bulan Juni oleh DPRA, walau belum jelas berapa calon akan dilantik. Masalah pelantikan merupakan masalah yang sangat penting bagi lancarnya pelaksanaan Pemilu. Panwaslu bertanggungjawab untuk mengawasi pelaksanaan Pemilu dan menyelidiki keluhan-keluhan, termasuk laporan intimidasi (lihat di bawah ini). Kegagalan untuk segera melantik anggota Panwaslu dapat berakibat pada penolakan terhadap hasil Pemilu oleh calon-calon yang kalah. Kedua masalah tersebut berakar pada masalah yang lebih luas mengenai interpretasi ketentuan-ketentuan UUPA. Jika DPRA didominasi oleh Partai Aceh setelah Pemilu, ini dapat menyebabkan ketidak-sepahaman yang ada antara Aceh dan Jakarta mengenai lingkup ‘otonomi daerah’ Aceh semakin parah. Walau ketidak-sepahaman seperti itu tidak semata-mata buruk, ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah tersebut dapat menyebabkan ketidaksenangan yang semakin meningkat di Jakarta maupun di Aceh. Awal kampanye Pemilu juga ditandai dengan intimidasi yang meluas di berbagai wilayah. Selain perusakan spanduk, SMS-SMS berisi ancaman dikirim ke sejumlah pendukung dan pejabat dari beberapa partai politik. Hanya ada satu kasus intimidasi fisik – terhadap keluarga seorang calon PKS di Aceh Utara - dilaporkan, tapi pasti telah terjadi banyak kasus lain yang tidak dilaporkan atau diumumkan. Pendukung Partai Aceh (PA) dianggap berada dibalik sebagian besar intimidasi yang terjadi. Sebagian besar kasus yang dilaporkan terjadi di wilayah kekuasaan GAM di pesisir timur. Di daerah ini, pendukung Partai Aceh menyebarkan berita bahwa “PA tidak boleh tidak menang” dan bahwa mereka yang tidak akan memilih PA seharusnya “pulang ke Jawa”.5 Kepemimpinan KPA mengakui masalah ini, tapi tidak berbuat banyak untuk menerapkan disiplin secara efektif. Namun PA sendiri telah menjadi sasaran perusakan dan propaganda permusuhan.6 Di Aceh Timur, SMS diedarkan yang menghubungkan PA dengan para ‘komunis’. Di Langsa, spanduk bertulisan: “mendukung separatisme sama dengan menghancurkan perdamaian” dibentangkan seputar kota. KPA secara resmi telah membantah provokasi-provokasi tersebut sebagai bagian dari kampanye fitnahan terselubung yang dilakukan pasukan keamanan. Partai lokal lainnya juga telah terkena dampak serupa. Intimidasi tidak hanya mengancam legitimasi hasil pemungutan suara, tapi juga berperan dalam meningkatkan ketegangan dan saling curiga yang dapat mengakibatkan konfrontasi yang lebih serius. Pada saat laporan ini ditulis (pertengahan September), sebuah granat meledak di rumah Muzzakir Manaf (Ketua KPA dan Partai Aceh), dua kantor PA dibakar di Lhokseumawe dan Aceh Timur, dan sebuah granat dilemparkan ke kantor PA di Bireuen. Semua ini terjadi dalam masa tujuh hari. Jurubicara PA, Adnan Beuransah, menuduh para mantan milisi antiseparatis sebagai dalang kejadian-kejadian ini, dan menyebut kejadian tersebut sebagai upaya mengacaukan Pemilu (penyerangan-penyerangan tersebut akan dibahas secara lebih rinci pada Laporan berikutnya). Pada bulan Agustus semua partai lokal, dan cabang Aceh dari sebagian besar partai nasional, menerima undangan dari Komisi Pemeliharaan Perdamaian di Aceh (CoSPA – Commission on Sustaining Peace in Aceh) untuk menghadiri Forum 5
SMS-SMS yang diforward ke team kami, dan wawancara dengan masyarakat sipil. PA merupakan target dari enam kasus yang dilaporkan di Bireuen, Aceh Timur dan Aceh Tamiang. PKS berada pada urutan kedua, dengan lima kasus, kemudian SIRA (tiga kasus), PRA dan PIS (masing-masing satu kasus). 6
4
Silaturrahmi Partai Politik Peserta Pemilu 2009. Pada tanggal 12 September, anggotaanggota Forum secara terbuka menandatangani sumpah di depan Masjid Baiturrahman, untuk mematuhi peraturan Pemilu, tidak melakukan intimidasi dan politik uang, dan untuk menerima apapun hasil pemungutan suara. Namun sayangnya, acara tersebut tidak dihadiri oleh Partai Aceh. Delegasi Partai Aceh menonton dari kejauhan tapi memilih untuk tidak turut serta dalam pengambilan sumpah tersebut.7 Insiden Beutong dan ancaman “anti-MoU” Pada tanggal 15 Juli, empat orang yang diduga merencanakan aktivitas kriminal dibunuh setelah terjadi baku tembak dengan pasukan keamanan di kecamatan Beutong, Nagan Raya. Seorang anggota kelompok tersebut menyerahkan diri. Senjata-senjata otomatis dan spanduk-spanduk GAM disita di tempat kejadian. Pihak polisi mengidentifikasi kelompok tersebut, yang anggotanya berasal dari Aceh Timur, Aceh Utara dan Bireuen, sebagai bagian dari jaringan kriminal yang lebih besar yang terlibat dalam sejumlah perampokan bersenjata dan penculikan di wilayah pesisir timur dan pertengahan Aceh. Namun, berita menyebar, didorong oleh pernyataan-pernyataan dari tokoh-tokoh KPA, bahwa ada unsur politik dalam kegiatan kelompok tersebut. Sebelum baku tembak terjadi, mereka dilaporkan telah berbicara kepada penduduk desa, menuturkan bahwa arusutama GAM telah mengkhianati perjuangan kemerdekaan, dan bercerita tentang rencana pembunuhan dan tindakan lainnya terhadap KPA dan Partai Aceh. Gubernur Irwandi Yusuf selanjutnya mengaku bahwa dia secara pribadi telah menerima ancaman pembunuhan, dan menuduh bahwa kelompok tersebut mendapatkan dukungan dari Front Demokratik untuk Kemerdekaan Aceh (FDKA), sebuah jaringan internasional yang terdiri dari anggota GAM dalam pengasingan yang bertujuan melanjutkan perjuangan bersenjata untuk kemerdekaan (lihat Kotak 2).
Kotak 2: KPAMD dan MP-GAM Organisasi yang disebut Irwandi Yusuf sebagai FDKA sebenarnya adalah Komite Persiapan Aceh Merdeka Demokratik (KPAMD). Komite ini berhubungan erat dengan Majelis Pemerintah Gerakan Aceh Merdeka (MP-GAM), sebuah kelompok pecahan dari GAM yang dibentuk pada tahun 1999 sebagai akibat dari perebutan kekuasaan di antara kepemimpinan GAM dalam pengasingan. MP-GAM dipimpin oleh Husaini Hasan, seorang mantan menteri dalam cabinet GAM. Pada bulan Januari tahun 2006 di New York, KPAMD mengeluarkan pernyataan yang mengakui keberhasilan MoU Helsinki dalam hal membawa perdamaian ke Aceh. Namun, pernyataan itu juga menyebutkan tekad organisasi ini untuk melanjutkan gerakan kemerdekaan dan “melaksanakan setiap langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan ini”. [Teks lengkap pernyataan ini dapat dilihat online pada website KPAMD: www.freeacheh.com]. Jaringan KPAMD menjangkau diaspora Aceh di Amerika Serikat, Australia, Swedia, Norwegia dan Malaysia. Diduga organisasi ini juga mendapatkan anggota baru di Aceh di antara para mantan kombatan yang kecewa. Para pendukungnya dikenal sebagai “GAM Husaini”, dari nama pemimpin MP-GAM.
Tuduhan serupa mengenai keterkaitan dengan FDKA/MP-GAM juga telah dibuat mengenai Alm. Teungku Badruddin, seorang mantan komandan militer GAM dari Sawang, Aceh Utara, yang terbunuh pada bulan Desember tahun lalu (lihat Kotak 3). Sehari setelah kejadian Beutong, seorang yang diduga sebagai pemimpin baru pengikut Badruddin, Tgk Brimob, ditangkap oleh polisi Bireuen sebagai tersangka dalam sejumlah penculikan. Penyelidikan kasus Beutong mengarah ke afiliasi pribadi antara kedua kelompok. Elemen dari jaringan tersebut kemudian teridentifikasi sebagai pihak yang bertanggungjawab atas pembunuhan seorang anggota Berantas, sebuah mantan milisi anti-separatis, di Cot Girek, Aceh Utara, pada tanggal 26 Agustus.
7
Untuk analisa yang lebih mendalam mengenai Pemilu dan masalah politik lainnya, lihat International Crisis Group (2008) “Pre-Election Anxieties in Aceh”, tersedia online di www.crisisweb.org.
5
Informasi dari lapangan mengesankan bahwa GAM Husaini (lihat Kotak 2) sedang memperluas jangkauannya pada wilayah tertentu di Bireuen, Aceh Kotak 3: Tgk Badruddin dan Pasukan Peudeung Tgk Badruddin, yang dikenal karena sikap anti-MoUnya Utara dan Aceh Timur, berkat yang kuat dan sikap bermusuhannya terhadap KPA, juga frustrasi yang membara dan telah dituduh melakukan sejumlah tindakan kriminal, perasaan ditelantarkan pada termasuk menyita kendaraan milik NGO Cardi pada bulan banyak mantan kombatan (oleh Mei 2007. KPA diduga bertanggung jawab atas karena itu mereka disebut “GAM pembunuhannya, yang menimbulkan sejumlah aksi sakit hati”). Namun, ancaman dari pembalasan pada awal tahun ini (lihat Laporan kelompok-kelompok “anti-MoU” Pemantauan Konflik Desember 2007 dan Januari 2008). tidak perlu dibesar-besarkan. Dengan menggunakan jubah hitam dan membawa pedang, Walaupun KPAMD/MP-GAM para pengikut Badruddin, yang dikenal sebagai Pasukan menentang ketentuan MoU Peudeung, dianggap mengintimidasi NGO-NGO yang beroperasi di Sawang, mengacau ketertiban umum, dan Helsinki, tidak ada bukti bahwa merusak spanduk-spanduk Partai Aceh. Mengaku mewakili mereka sedang merencanakan TNA asli, pandangan politiknya – yang agak pemberontakan bersenjata yang membingungkan – mengkaitkan ideologi separatis dan baru. Seandainya ada, rencana pengaruh jihadi. Akhir-akhir ini, mereka dilaporkan tersebut tidak akan diterima mengganggu para perempuan pekerja NGO yang tidak dengan baik oleh mayoritas berpakaian secara “benar”. masyarakat Aceh, yang lagi menikmati hasil perdamaian. Ibrahim KBS, juru bicara KPA, telah mengisyaratkan bahwa kelompok-kelompok yang terlibat dalam kekerasan hanyalah kelompok kriminal yang menggunakan ideologi sebagai pembenaran bagi tindakannya. Gubernur Irwandi juga telah menyatakan bahwa kelompok-kelompok seperti itu terlalu lemah organisasinya, dan dukungannya terlalu sedikit untuk menjadi ancaman serius bagi proses perdamaian. Berkaitan dengan Pasukan Peudeung dari Sawang, wawancara yang dilakukan oleh team kami dengan Tgk Brimob dan tokoh-tokoh KPA lokal selama bulan-bulan terakhir memberi kesan bahwa mereka lebih merupakan kelompok anak muda yang kemarahannya dan frustrasinya lebih didasari kemiskinan serta pengangguran daripada ideologi. Walaupun keprihatinan serupa mengenai kemiskinan dan pengangguran memang meluas di antara para mantan kombatan, tetapi hampir semuanya tetap menghendaki perdamaian dan tetap setia pada KPA, terutama pada saat di mana ada harapan baru akan kemenangan politik lebih lanjut. Pada masa mendatang seruan yang mengajak untuk memperbaharui perjuangan bersenjata bisa mendapatkan dukungan, atau sebaliknya kehilangan dukungan, tergantung pada sejauh mana pemerintah daerah dan DPRA/DPRK yang baru berhasil memenuhi harapan-harapan masyarakat. Peningkatan kasus-kasus terkait korupsi, pada saat dimulainya “musim tender” Jumlah konflik terkait korupsi telah meningkat secara dramatis selama dua bulan terakhir, dengan puncaknya pada bulan Juli ketika 41 kasus dilaporkan (peningkatan sebanyak hampir tiga kali lipat bila dibandingkan dengan jumlah bulanan antara bulan Maret hingga bulan Juni). 45 40 35 30 25 20 15 10 5
July Augu st
Feb Mar Apr May June
Nov Dec Jan 0 8
Oct
July Aug Sep
Feb Mar Apr May June
Oc t 0
6 Nov Dec Jan 0 7
0
Figur 2: Kasus-kasus korupsi baru dari Oktober 2006 hingga Agustus 2008
6
Lonjakan ini terjadi setelah APBD 2008 disetujui pada bulan Juni. Anggaran sebesar Rp 8.5 trilyun (US$ 940 juta) mencakup Rp 3.5 trilyun (US$ 390 juta) untuk Dana Otonomi Khusus (Otsus), yang sebagian besar akan dialirkan ke kabupatenkabupaten untuk mendanai proyek pemerintah daerah. Sekarang adalah saat sibuk bagi dinas-dinas propinsi dan kabupaten serta perusahaan kontraktor, dengan dimulainya “musim tender”. Saat ini terdapat banyak peluang untuk memperkaya diri, untuk membuat transaksi-transaksi rahasia, dan ada peningkatan tekanan atas para pejabat ketika para peserta tender memanfaatkan jaringan-jaringan mereka untuk memenangkan kontrak-kontrak yang didanai APBD itu. Tabel 3 menggambarkan masalah-masalah terkait korupsi yang sering terjadi pada bulan Juli, ketika jumlah terbanyak kasus dilaporkan. Tabel 3: Jenis-jenis utama kasus terkait korupsi Juli 2008 Jenis masalah Masalah mengenai kontrak dan kontraktor Pejabat korup
Tender-tender Keluhan mengenai pelaksanaan proyek Pemerintah Daerah, Dinas-dinas Perangkat desa Lain-lain
Jumlah kasus 5 7 12 4 5
% dari jumlah 12% 18% 30% 10 % 12 %
Dalam konteks pra-Pemilu sekarang ini, penting diingat bahwa korupsi adalah bagian dari hasil hubungan patron-klien yang mendominasi politik Aceh (dan tentu saja Indonesia). Para individu maupun partai mengumpulkan dukungan dana dengan cara menjual jasa dan janji akan akses kepada pendukung kaya, yang setelah calonnya sudah naik jabatan dan uang mulai mengalir, menekan supaya dana dan dukungan mereka dibalas. Penegakan peraturan yang berlaku mengenai pendanaan kampanye akan merupakan langkah yang berguna dalam membatasi hubungan patron-klien itu dalam Pemilu 2009, dan dengan otomatis itu akan ikut membatasi motivasi dan peluang untuk melakukan korupsi di masa mendatang.8 Selama dua tahun terakhir ini, ada tekanan yang signifikan dari beberapa pihak di KPA kepada pejabat-pejabat yang berhubungan dengan GAM, untuk mendapatkan kontrak-kontrak dan keuntungan lainnya. Jikalau PA nanti membuat terobosan serius ke DPRK dan DPRA seperti diprediksikan, tekanan ini hanya akan meningkat, dengan resiko bahwa sebagian dari sumber daya negara diambil oleh kepentingan usaha yang terkait dengan para mantan GAM. Kejahatan: penculikan satpam NGO internasional menimbulkan kekhawatiran, namun kejahatan bersenjata berkurang. Pada tanggal 26 Agustus, seorang satpam pada rumah Save the Children di Banda Aceh diculik dengan tuntutan uang tebusan sebesar Rp 100 juta (US$ 1100). Ini merupakan penculikan pertama dengan uang tebusan yang diarahkan ke NGO internasional. Setelah penculikan tujuh warga negara Cina yang bekerja pada sektor swasta pada bulan April, dan peledakan granat di kantor Save the Children di Bireuen pada bulan Mei, kasus baru ini telah mengakibatkan kekhawatiran dalam komunitas internasional. Penculikan yang menimpa salah satu tim kami pada bulan September juga menambah kekhawatiran. Namun, kejadian-kejadian ini tetap jarang. Jumlah kejahatan bersenjata yang serius rupanya menurun tajam selama beberapa bulan
8
Lihat sebuah laporan mendatang dari Program Konflik dan Pembangunan: Samuel Clark and Blair Palmer (2008). “Peaceful Pilkada, Dubious Democracy: Aceh’s Post-Conflict Elections and their Implications”, Indonesian Social Development Paper No. 11. Jakarta: World Bank. Tersedia dalam waktu dekat online di: www.conflictanddevelopment.org
7
terakhir (lihat Figur 3). Walaupun begitu, sikap was-was – dan pemantauan terusmenerus – tetap diperlukan. Figur 3: Perampokan bersenjata dan penculikan pada tahun 2008
8