LAPORAN KUNJUNGAN LAPANGAN PT. UNITEX Tbk BOGOR Matakuliah Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
Disusun Oleh: Kelompok 2 Nadita Anggiasari (1111101000024) Ruditho Priyandi (1111101000041) Ahmad Afif Mauludi (1111101000051) Selly Tri Minati (1111101000069) Nurani Fitri (1111101000055) Meitama Arief Budhiman (1111101000079) Juwita Wijayanti (1112101000044) Nurmarani (1112101000051) Yolanda Mutiara (1112101000064) Putri Dewi Riani (1112101000077) Azizah (1112101000083) Ukhty Rahmah Sari Manap (1112101000084)
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas rahmat Allah SWT Yang Maha Kuasa, karena berkat nikmat sehat-Nya, penyusun dapat laporan kujungan lapangan yang berjudul “Laporan Kunjungan Lapangan PT. Unitex Tbk Bogor” ini dengan semaksimal mungkin. Laporan ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Laporan ini diharapkan dapat memberi gambaran umum mengenai kegiatan operasional di PT UNITEX Tbk serta kajian dampaknya terhadap lingkungan. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian laporan ini. Mohon maaf apabila di dalam penyusunan laporan ini terdapat kesalahan, dan semoga laporan ini berguna bagi kita semua.
Jakarta, 27 Desember 2014
Penyusun
i
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ……………………………………………………..
i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….
ii
BAB I
PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ………………………………... 1 B. TUJUAN ……………………………………………...
BAB II
2
DESKRIPSI KEGIATAN A. DESKRIPSI PERUSAHAAN ………………………..
3
B. LOKASI DAN KESESUAIAN LOKASI DENGAN TATA RUANG ……………………………………….
3
C. JENIS PRODUK, KAPASITAS, DAN BAHAN BAKU ………………………………………………… 4 D. TENAGA KERJA …………………………………….
7
E. SARANA DAN PRASARANA ……………………… 9 F. PENGGUNAAN AIR DAN BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) …………………………………….. BAB III
9
DAMPAK YANG DITIMBULKAN A. POLUSI UDARA …………………………………….. 11 B. AIR LIMBAH ………………………………………...
12
C. LIMBAH DOMESTIK ……………………………….
14
D. LIMBAH PADAT PABRIK ………………………….
14
E. KESEDIAAN KESEMPATAN KERJA ……………... 14 BAB IV
PENGELOLAAN LINGKUNGAN A. ISTARALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) ………………………………………………...
16
B. TEMPAT PENYIMPANAN SEMENTARA (TPS) ………………………………………………………… BAB V
23
PENUTUP ………………………………………………… 29
LAMPIRAN ………………………………………………………………..
30
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… 32
ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Pencemaran lingkungan di dunia saat ini sudah sangat memprihatinkan. Efek yang saat ini sudah sangat dirasakan ialah cuaca ekstreem, tingkat insidens penyakit menular yang tidak kunjung menurun, penyakit tular vector yang menjadi penyakit tahunan dan masih banyak lagi. Hal-hal tersebut diakibatkan oleh banyaknya polusi udara , air maupun tanah akibat emisi kendaraan bermotor, emisi dari industry, dan lain-lain. Emisi dari industri contohnya, bukan hanya masyarakat sekitar yang terkena pengaruh akibat limbah yang dikeluarkan, tetapi para pekerja industry tersebut juga sangat rentan dari cemaran baik emisi maupun bahan baku yang digunakan. Sebagaimana telah kita ketahui bahwa air merupakan suatu kebutuhan yang sangat vital sifatnya. Dalam waktu sehari, satu orang membutuhkan kurang lebih 15 liter untuk kebutuhan memasak dan mandi cuci kakus. Namun sayangnya saat ini untuk mendapatkan air bersih dengan kualitas yang sesuai dengan yang telah ditentukan oleh pemerintah sudah sangat sulit untuk didapatkan. Sumber air bersih dewasa ini sudah banyak sekali yang telah terkontaminasi. Sumber kontaminan tersebut dapat berasal dari berbagai tempat, salah satu contohnya ialah limbah industri. Selain air bersih, udara yang bersih dan layak untuk dihirup saat ini juga sudah sangat sulit untuk didapatkan. Tingkat pencemaran udara sudah semakin tinggi akibat penggunaan bahan bakar fosil sebagai satu-satunya sumber energy dan bahan-bahan lain yang secara alamiah memang berbahaya bila digunakan tidak aman namun menjadi bahan baku dalam proses industri. Dari berbagai dampak akibat industry tersebut maka diperlukan kajian studi AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) untuk mengetahui berbagai bidang terkait yang dapat terkena dampak akibat didirikannya suatu industri. Dalam hal ini, kami mengambil satu contoh industry tekstil di wilayah Bogor Jawa barat yakni PT.UNITEX Tbk. Industry ini memproduksi kain yang mana menggunakan kapas sebagai bahan baku dari proses industry tersebut. Selain itu,
1
hal yang dapat kami analisis ialah limbah yang dihasilkan, apakah telah tersedia sistem pengolahan limbah dan apa saja dampaknya terhadap masyarakat sekitar.
B. TUJUAN a. Umum Mengetahui berbagai dampak penting yang dapat ditimbulkan oleh adanya proses industri tekstil dari PT. UNITEX Tbk. b. Khusus 1. Menganalisis berbagai proses yang terlibat dalam industry tekstil PT. UNITEX Tbk 2. Menganalisis dampak dari penggunaan bahan baku yang digunakan terhadap pekerja 3. Menganalisis dampak sosial ekonomi, kesehatan masyarakat, fisika, biologi dan dampak di bidang lainnya
2
BAB II DESKRIPSI KEGIATAN
A. DESKRIPSI PERUSAHAAN PT UNITEX Tbk adalah asebuah perusahaan patuangan Indonesia – Jepang yang bergerak dalam bidang tekstil terpadu (fully integrated textile manufacture). PT UNITEX Tbk mulai didirikan pada tahun Juni 1971 dan mulai beroperasi secara komersial pada September 1972. Pada tanggal 12 Mei 1982, PT UNITEX Tbk menjadi perusahaan Go Public dan merupakan perusahaan ke – 11 yang memasuki Bursa Efek Jakarta.
B. LOKASI DAN KESESUAIAN DENGAN TATA RUANG PT. UNITEX Tbk berada di Jalan
Raya
Tajur
No.
1
Desa
Sindangrasa, Kecamatan Ciawi, Bogor 16001. Lokasi pabrik dipilih di Bogor karena
kemudahan
memperoleh
tenaga kerja dan pengangkutan bahan baku serta hasil produksi. Lokasi pabrik dekat dengan sungai Cibalok juga memudahkan untuk memperoleh
Gambar 2.1 PT UNITEX Tbk tampak atas.
air yang diperlukan untuk proses produksi. Pabrik berada di tanah seluas 152.155 m2 dan luas bangunan 53.800 m2, tidak termasuk dengan perumahan karyawan. Terdapat bangunan utama yaitu bangunan administrasi, pemintalan (spinning), penenunan (weaving), pencelupan (dyeing), sarana dan prasarana (utility), pengolahan air bersih (water treatment) dan pengolahan air limbah (waste water treatment) (Sormin, 2012). Bogor Timur memilki total luas wilayah 1101,57 Ha, terdiri dari enam kelurahan yaitu Sindang Sari, Sindang Rasa, Tajur, Katulampa, Baranangsiang, dan Sukasari. Pada Tabel 2.1 menunjukan bahwa kelurahan Sindang Rasa tidak
3
menunjukan luas inkonsistensi terhadap pemanfaatan ruang kecamatan Bogor Timur. Hal ini bisa disimpulkan bahwa PT. UNITEX Tbk sudah sesuai lokasinya. Tabel 2.1 Total Luas Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Kecamatan Bogor Timur
Sumber: (Bangun, 2008)
C. JENIS PRODUK, KAPASITAS, DAN BAHAN BAKU Sebagai sebuah perusahaan tekstil terpadu, PT. UNITEX Tbk melakukan kegiatan operasionalmnya dimulai dari pemintalan (spinning), penenunan (weaving), dan pencelupan (dyeing finishing). Dalam web PT. Unitex, dijabarkan bahwa dalam proses produksinya mereka menggunakan kapas dan polyster sebagai bahan baku dalam proses pembuatan benang. 1. Bagian Pemintalan (spinning) adalah bagian yang memproses bahan baku kapas dan polyester menjadi benang. a. Seksi Blowing dan Carding Tugas seksi ini merupakan proses dalam pembuatan benang, dimana bahan baku kapas atau polyester dimasukkan dalam mesin Blowing untuk diuraikan gumpalan-gumpalan seratnya, dibersihkan kotoran-kotorannya, dan diaduk sehingga terjadi pencampuran yang merata antara beberapa jenis kapas. Dari proses ini dihasilkan “Lap” yang selanjutnya diproses dalam mesin Carding dan menghasilkan "Sliver". b. Seksi Combing, Drawing dan Finishing Tugas seksi ini adalah melanjutkan seksi sebelumnya yaitu melalui proses Pre-drawing yang berfungsi meluruskan dan mensejajarkan serat, memperbaiki kerataan serat dan membuat sliver dengan berat persatuan 4
panjang tertentu. Tugas seksi ini juga membuat campuran antara polyester dengan kapas melalui proses Drawing. c. Seksi Ring Spinning dan Finishing Tugas dari seksi ini adalah menyiapkan benang dari hasil pemintalan dalam bentuk "Cones" dengan mesin Mach Conner. 2. Bagian Weaving adalah bagian yang memproses benang menjadi kain. Proses ini diawali dari mempersiapkan benang dalam seksi persiapan hingga terbentuk anyaman benang tate yang siap masuk mesin tenun, selanjutnya diproses dalam mesin tenun. a. Seksi Persiapan (Jumbi) Tugas seksi ini adalah menggulung ulang dari bentuk Cones menjadi bentuk Hank (relling), melakukan proses pengkajian untuk benangbenang tertentu yang perlu dikanji, mempersiapkan benang tate pada mesin Warper dan pengkanjian benang tate yang telah tergulung pada Beam dalam mesin Zising, dan membuat anyaman benang tate pada Dropper, Herdo dan Osa sesuai dengan desain dan jenis anyaman yang diinginkan. b. Seksi Pertenunan (Shokki) Tugas
seksi
ini
adalah
melakukan
proses
pertenunan
hingga
menghasilkan kain sesuai dengan yang diinginkan. Mesin yang digunakan adalah mesin Toyoda, ISL dan AJL. 3. Bagian Dyeing adalah bagian pemolesan kain terhadap warna, penampilan dan pegangan (handling). Departemen ini merupakan bagian pemrosesan kain yang terakhir mulai dari bahan baku kapas dan polyester sampai pada produk kain yang siap dipasarkan. a. Seksi Sarashi Seksi ini merupakan gabungan unit kerja yang mempersiapkan kain mentah (grey cloth) sampai kain tersebut siap untuk dicelup warna sesuai dengan order. b. Seksi pencelupan Tugas seksi ini adalah kain yang berasal dari seksi persiapan (sarashi) diproses kembali melalui proses Heat Setting dimana berfungsi untuk
5
menstabilkan serat ester dan menghilangkan garis-garis lipatan, Pencelupan, Resin Finish yang berfungsi untuk memperbaiki kehalusan kain, dan Sanforized dimana berfungsi untuk mengurangi penyusutan kain pada saat dibuat baju atau dicuci. c. Seksi Resin/Finish Tugas seksi ini adalah untuk menyempurnakan hasil proses pencelupan dengan memberikan cairan Chemical Resin dan proses penyusutan dengan menggunakan mesin Sanforized. d. Seksi Hozen Tugas seksi ini adalah mendukung kelancaran proses produksi dibagian dyeing dan celup benang dalam hal memastikan bahwa semua mesin produksi dapat beroperasi dengan baik. Seksi ini juga bertugas untuk melakukan perbaikan apabila terdapat kerusakan pada mesin atau sarana produksi lainya. e. Seksi Laborat Tugas seksi ini adalah untuk mencari resep-resep pencelupan, pengujian warna dan pengujian terhadap sifat fisik kain sesuai standar internasional. 4. Bagian Celup Benang Bagian ini pada dasarnya merupakan bagian yang berdiri sendiri dalam departemen dyeing. Seluruh aktifitas mulai dari persiapan sampai dengan pengeringan dilakukan dalam seksi ini dan tidak terkait secara langsung dengan seksi-seksi lain. Pada bagian celup benang ini terdapat dua seksi yaitu seksi celup benang sendiri dan seksi soft winder. a. Proses yang dilakukan pada seksi celup benang adalah proses pencelupan benang hasil produksi bagian spinning yang sebelum ditenun dicelup terlebih dahulu. b. Sedangkan proses yang dilakukan pada seksi soft winder adalah proses penggulungan benang kembali dari hasil spinning sehingga dapat dilakukan proses celup pada seksi celup benang. Sedangkan dari seluruh kegiatan operasional yang dilakukan oleh PT. UNITEX Tbk, terdapat kapasitas atau kemampuan produksi yang mampu dilakukan oleh industri tersebut (Tabel 2.2). Dengan mengetahui kapasitas ini
6
nantinya akan mempermudah dalam melakukan analisis besar dampak yang dilakukan serta besar upaya yang dilakukan untuk pengelolaan limbah. Tabel 2.2 Kapasitas Produksi PT. Unitex Tbk
Sumber: PT. UNITEX Tbk (www.unitex.co.id)
D. TENAGA KERJA Seperti yang tercantum dalam web PT. UNITEX Tbk, tenaga kerja yang bekerja di PT. UNITEX Tbk berjumlah sebesar 869 pegawai dimana, untuk lakilaki berjumlah 681 pegawai dan perempuan berjumlah 188 pegawai. Semua pegawai dibagi kedalam 11 sektor yang terdiri dari Biro Koordinasi Pusat (BPK), Pemintalan (Spinning), Pentenunan (Weaving), Pencelupan (Dyeing), Pencelupan Benang (Yarn Dyeing), Teknik Produksi (Technical Production), Jaminan Mutu (Guarantee of Quality), Peralatan (Utility), General Affair & Personal, Accounting dan Marketing. Berikut jumlah pegawai di masing-masing sektor. a. Biro Koordinasi Pusat (BKP) Bagian ini berfungsi untuk mengontrol produksi sesuai dengan order yang diterima. Terdiri dari 14 pegawai laki-laki dan 2 pegawai perempuan. b. Spinning Pemintalan atau bagian yang memproses bahan baku kapas dan polyester menjadi benang. Terdiri dari 156 pegawai laki-laki dan 19 pegawai perempuan. c. Weaving Pentenunan atau bagian yang memproses benang menjadi kain. Terdiri dari 274 pegawai laki-laki dan 107 pegawai perempuan.
7
d. Dyeing Pencelupan atau bagian pemolesan kain terhadap warna, penampilan dan pegangan (handling). Terdiri dari 51 pegawai laki-laki dan 6 pegawai perempuan. e. Yarn Dyeing Pencelupan benang atau bagian proses pencelupan benang hasil produksi bagian spinning yang sebelum ditenun dicelup terlebih dahulu.Terdiri dari 43 pegawai laki-laki dan 3 pegawai perempuan. f. Techinal Production Bagian yang bertanggung jawab dalam hal proses penaggulangan masalah apabila terdapat ketidaksesuaian antara hasil rencana dengan hasil proses produksi. Terdiri dari 21 pegawai laki-laki dan 10 pegawai perempuan. g. Quarantee of Control Bagian yang berfungsi untuk melakukan pengontrolan mengenai kualitas hasil produksi, baik kualitas produksi kain grey (kain mentah), kualitas kain finish (kain jadi) maupun kualitas produksi benang. Terdiri dari 22 pegawai laki-laki dan 22 pegawai perempuan. h. Utility Bagian yang berfungsi untuk menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh departemen lainnya. Terdiri dari 47 pegawai laki-laki dan 2 pegawai perempuan. i. General Affair and Pesonal Bagian humas untuk hubungan ke luar dan personalia perusahaan. Terdiri dari 41 pegawai laki-laki dan 7 pegawai perempuan. j. Accounting Bagian pencatatan dan akuntansi, pembayaran dan pengelolaan dokumen. Terdiri dari 6 pegawai laki-laki dan 3 pegawai perempuan. k. Marketing Bagian pemasaran, penjualan dan administasi. Terdiri dari 6 pegawai laki-laki dan 7 pegawai perempuan.
8
E. SARANA DAN PRASARANA Sarana utama PT. UNITEX Tbk
berupa gedung produksi, kantor
administrasi dan pemasaran, kantin, toilet, masjid, lapangan olahraga dan lainnya. Sarana dan prasarana untuk proses produksi di PT. UNITEX Tbk di sediakan oleh bagian Utilitas
perusahaan.
Adapun sarana
dan
prasarana yang disediakan oleh Departemen Utilitas meliputi penyediaan sumber energi listrik, uap air panas, air bersih, pengatur suhu ruangan pabrik (AC), pemasangan peralatan. Disamping Gambar 2.2 Salah satu gedung produksi bagian spinning
itu
Departemen
Utilitas
juga
mengelola air limbah sisa proses pencelupan dari Departemen Dyeing. Selain itu terdapat
instalasi atau peralatan pemintalan, pentenunan, pencelupan hingga instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Sarana dan prasarana yang diberikan PT. UNITEX Tbk bagi kesejahteraan karyawan adalah pakaian, topi dan sepatu seragam, makan di kantin perusahaan, kepesertaan JAMSOSTEK seluruh karyawan, penyediaan klinik dan mobil ambulance serta penggantian pengobatan bagi karyawan dan keluarganya, koperasi karyawan yang menyediakan kebutuhan sehari-hari, simpan pinjam dan bidang usaha lainnya, fasilitas barber shop khusus karyawan, sarana olahraga (bulu tangkis, volley ball, tenis meja, tenis lapangan, basketball, yudo, futsal, dan sepak bola) , gedung serikat pekerja dan koperasi karyawan, antar jemput dengan bus karyawan, perumahan yang dikelola oleh koperasi karyawan, piknik tahunan, bonus tahunan dan THR, pesta keluarga besar di PT. UNITEX Tbk setiap tanggal 17 agustus yang diikuti karyawan beserta keluarganya. Semua fasilitas kesejahteraan karyawan di atur dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) antara perusahaan dengan SPN (Serikat Pekerja) unit kerja PT. UNITEX Tbk. F. PENGGUNAAN AIR DAN BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) Banyak industri tekstil yang memanfaatkan bahan bakar minyak maupun batubara dalam proses produksinya namun akibat keterbatasan bahan tersebut
9
berbagai industri mulai mencari teknologi alternatif yang lebih efisien, hemat energi serta ramah lingkungan yaitu teknologi plasma, seperti kapas, rayon viskosa, polyester, nilon, akrilik dan rayon asetat. PT. UNITEX Tbk merupakan salah satu industri tekstil yang menggunakan teknologi plasma pada bahan bakunya yaitu kapas, sehingga dapat disimpulkan, PT. UNITEX Tbk tidak menggunakan bahan bakar minyak untuk bahan produksinya. Selain itu, mesin yang digunakan dalam proses produksi juga tidak menggunakan bahan bakar minyak. Penggunaan bahan bakar minyak pada PT. UNITEX Tbk hanyalah berasal dari fasilitas kesejahteraan yang tersedia di industri tersebut, seperti mobil ambulan, bis antar jemput karyawan, serta bahan bakar minyak yang digunakan pada kantin perusahaan. Selain teknologi plasma, PT. UNITEX Tbk banyak menggunakan air pada proses produksinya khususnya pada proses dyeing yang didalamnya terdapat seksi pencelupan. Biasanya, air tersebut dicampurkan oleh zat warna atau cairan kimia lain seperti cairan Chemical Resin. Selain itu, juga tedapat proses celup benang yang terbagi menjadi seksi celup benang sendiri dan seksi soft winder. Seksi celup benang sendiri adalah proses pencelupan benang hasil produksi bagian spinning yang sebelum ditenun dicelup terlebih dahulu, sedangkan seksi soft winder adalah proses penggulungan benang kembali dari hasil spinning sehingga dapat dilakukan proses celup pada seksi celup benang sendiri. Melihat proses tersebut, maka tidak heran jika sebagian besar limbah yang dihasilkan oleh PT. UNITEX Tbk merupakan limbah cair. Air hasil pengolahan limbah cair di PT. UNITEX Tbk langsung dialirkan ke sungai Ciliwung, karena air tersebut tidak melebihi baku mutu lingkungan. Penggunaan air lainnya pada perusahaan tersebut berasal dari fasilitas kesejahteraan karyawan seperti pada kantin, klinik, Barber Shop, dan lainnya. PT. UNITEX Tbk juga memberikan sumbangan air bersih untuk perumahan dan masjid yang ada di lingkungan sekitar.
10
BAB III DAMPAK YANG DITIMBULKAN
A. POLUSI UDARA Menurut Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, yang dimaksud dengan pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Pencemaran udara dapat ditimbulkan oleh sumber-sumber alami maupun kegiatan manusia. Beberapa definisi gangguan fisik seperti polusi suara, panas, radiasi atau polusi cahaya dianggap sebagai polusi udara. Sifat alami udara mengakibatkan dampak pencemaran udara yang dapat bersifat langsung di lokasi lokal, regional, maupun global. Berdasarkan sumber pencemar, pencemar udara dibedakan menjadi dua yaitu pencemar primer dan pencemar sekunder. Pencemar primer adalah substansi pencemar yang ditimbulkan langsung dari sumber pencemaran udara. Karbon monoksida (CO2) adalah salah satu contoh pencemar udara primer karena merupakan hasil dari pembakaran. Contoh lainnya yakni partikulat, CO, dan SO2. Sedangkan yang dimaksud dengan pencemar sekunder adalah substansi pencemar yang terbentuk dari reaksi atau oleh interaksi kimiawi pencemarpencemar primer di atmosfer. Contoh nyata dari pencemar sekunder adalah smog fotokimia (London Smog). Berdasarkan pengamatan di lapangan, maka PT UNITEX Tbk menghasilkan sumber pencemar udara baik primer maupun sekunder akibat kegiatan operasional industri. Sumber pencemar primer dapat berupa partikulat kapas dalam proses spinning yang berpotensi menyebabkan penyakit bisinosis. Sedangkan sumber pencemar sekunder yang dihasilkan oleh PT UNITEX Tbk dapat berupa karbon monoksida, nitrogen oksida, dan sulfur oksida yang merupakan hasil keluaran dari aktivitas kendaraan bermotor dengan bahan bakar solar ataupun bensin. Bila zat-zat ini ter-biomagnifikasi didalam tubuh manusia maka akan menimbulkan risiko penyakit tertentu. Misalnya gas
11
CO merupakan racun bagi fungsi-fungsi darah, dan SO2 dapat menimbulkan penyakit sistem pernapasan. Didalam PT UNITEX Tbk, sumber pencemar (emisi) tersebut dapat berupa sumber bergerak seperti kendaraan bermotor; sumber bergerak spesifik seperti mobil ambulans, kendaraan operasional, kendaraan angkut; sumber tidak bergerak (stasioner) seperti alat operasional, atau sumber tidak bergerak spesifik seperti alat pemintalan. B. AIR LIMBAH Air limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan dan terutama terdiri dari air yang telah dipergunakan dan sekitar 0,1 % dari padanya berupa benda benda padat yang terdiri dari zat organik dan bukan organik. Kotoran - kotoran itu merupakan campuran dari zat - zat mineral dan organik dalam banyak bentuk, seperti partikel - partikel besar dan kecil benda padat, sisa-sisa bahan larutan dalam keadaan terapung, koloid dan setengah koloid (Mahida, 1981). Setiap kegiatan produksi PT UNITEX Tbk, maka dapat dipastikan bahawa akan meninggalkan residu berupa limbah, baik berbentuk cair, maupun padatan. Jika limbah tersebut berbentuk cair, maka limbah tersebut sebagian besar berasal dari sisa kegiatan operasional seperti penghilangan kanji (desizing), pemerseran (mercerizing), pemutihan (bleaching), pencelupan (dyeing), pencapan (printing) dan penyempurnaan (finishing). Namun, secara garis besar proses yang paling banyak menghasilkan limbah cair adalah proses pencelupan (dyeing) dan pembilasan kanji (desizing) dimana memerlukan air dalam jumlah besar, sehingga jumlah limbah cair yang dihasilkan relatif tinggi. Semakin besar kapasitas produksi, maka akan semakin besar pula limbah yang akan dihasilkan. Banyaknya limbah tersebut seringkali menyebabkan peningkatan debit air limbah yang masuk ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) (Andalusia, 2006). Menurut Widyanto dan Soerjani (1983) dalam Suryani (2010), bahan kontaminan dalam air limbah industri tekstil adalah akibat dari proses dyeing/finishing, contohnya antara lain adalah NaOH, Na2CO3, deterjen, coloring, substances, starch, wax, pectines, alkohol dan acids. Kemudian bahan lainnya yang digunakan sebagai bahan koagulasi (Na2SO4, ZnSO4, H2SO4), bahan yang dipakai dalam proses dulling, finishing, bleaching, water treatment, effluent
12
treatment dan zat untuk pembebas sulfur. Sementara bahan pengotor seperti debu, pasir, bahan dari pulp yang tidak larut, selulosa dan serat rayon yang lolos merupakan bagian dari limbah padat hasil produksi perusahaan tekstil (Suratmo, 1991). Lalu berdasarkan hasil pemeriksaan mutu limbah cair tertanggal 6 Oktober 2014 yang dilakukan oleh Balai Lingkungan Keairan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air terhadap PT UNITEX Tbk maka dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3.1 Hasil Pengukuran Limbah Cair Berdasarkan SK Gubernur Jawa Barat No. 6/1999 Bak Mutu
Hasil Pemeriksaan
Limbah Cair
No.
Parameter
Satuan
Inlet
Metode
Outlet
Industri Tekstil Kadar Maksimum
1.
BOD-5
mg/L
124
36
APHA-AWWA-WEF 5210-B-2005
60
2.
COD
mg/L
328
97
SNI 6989.2:2009
150
3.
TSS
mg/L
142
30
APHA-AWWA-WEF-2540-D-2005
50
4.
Fenol Total
mg/L
0.042
0.013
APHA-AWWA-WEF-5530-C-2005
0.5
5.
Krom Total
mg/L
<0.018
<0.018
APHA-AWWA-WEF
1.0
6.
Amonia Total
mg/L
3.56
3.02
SNI 06-2479-1991
7.
Sulfida
mg/L
0.28
<0.04
APHA-AWWA-WEF
8.
Minyak & Lemak
mg/L
0.9
9.
pH
-
9.8
10.
Debit
11
Debit
3030-B-
2005/ 3111-B-2005
8.0 4500.S-F-
0.3
<0.1
APHA-AWWA-WEF 5520-B-2005
3.0
7.2
SNI 06-6989.11-2004
6.0 – 9.0
l/detik
9.83
Perhitungan
-
m3/bulan
25491
Perhitungan
42000
2005
Berdasarkan tabel diatas, maka dapat diketahui bahwa seluruh parameter yang diukur disaat outlet berada di bawah nilai baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah Jawa Barat tahun 1999. Selain itu dapat pula dilihat selisih nilai pada hasil pengukuran inlet dan outlet yang mengindikasikan bahwa proses pengolahan limbah yang dilakukan oleh PT UNITEX Tbk sudah sangat baik. Hal ini tentu saja mendukung prestasi yang telah dicapai oleh PT UNITEX Tbk sendiri pada 1991 dalam PROKASIH (Program Kali Bersih No 1) di Indonesia, serta peringkat hijau oleh BAPEDAL pada penilaian proper PROKASIH. 13
C. LIMBAH DOMESTIK Limbah domestik adalah semua limbah yang berasal dari kamar mandi, dapur, tempat cuci pakaian, dan lain sebagainya, yang secara kuantitatif limbah tersebut terdiri atas zat organik baik padat maupun cair, bahan berbahaya dan beracun (B3), garam terlarut dan lemak (Kristianto, 2002). Limbah domestik yang mungkin dihasilkan oleh PT UNITEX Tbk adalah berasal dari toilet dan air limbah kantin. Limbah domestik berbentuk padat akan diendapkan dalam septic tank, sedangkan limbah berbentuk cair akan dialirkan menuju Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Selain itu limbah domestic yang berasal dari kantin contohnya seperti sisa bahan makanan, serta pembungkus makanan dan minuman akan dibuang ke tempat pembuangan sampah. D. LIMBAH PADAT PABRIK Berdasarkan sumbernya maka limbah padat pabrik dikategorikan sebagai limbah non domestik. Limbah non domestik yaitu limbah yang berasal dari pabrik, industri, pertanian, peternakan, perikanan, dan transportasi serta sumbersumber lainnya (Kristianto, 2002). Limbah padat pabrik yang dihasilkan oleh PT UNITEX Tbk dapat berupa sisa kapas, wol, sutra, nilon, polyester, akrilik, sisa benang, kain, serta bahan pembungkus seperti plastik, kertas, dan limbah padat dari IPAL berupa lumpur dari kolam pengendapan. E. KESEDIAAN KESEMPATAN KERJA DAN SOSIAL EKONOMI PT. UNITEX Tbk memiliki jumlah karyawan sebanyak 882 orang. Dengan rincian BKP 12 orang, spinning 173 orang, weaving 387 orang, Dyeing 59 orang, yarn dyeing 45 Orang, technical production 28 orang, guarantee quality 45 orang, utility 49 Orang, general & personal 62 orang, accounting 9 orang, dan marketing 13 orang. Berdasarkan data BPS (2013) terdapat 422.528 orang yang termasuk pada angkatan kerja pada tahun 2012. Bila dihitung Gambar 3.1 Wawancara dengan Tukang Bubur disekitar PT UNITEX Tbk
berdasarkan angka tersebut (dengan asumsi pekerja merupakan penduduk Kota Bogor) maka daya serap PT. UNITEX Tbk adalah 2 per mil dari seluruh
14
angkatan kerja di Kota Bogor pada tahun 2012. Kemudian untuk mengetahui dampak secara sosial dan ekonomi keberadaan PT UNITEX Tbk terhadap masyarakat, maka dilakukanlah wawancara terhadap penjual bubur yang berlokasi di depan PT UNITEX Tbk (teks terlampir). Dari wawancara tersebut diketahui bahwa dengan adanya PT UNITEX Tbk, Pak Apud (penjual bubur) mengalami kenaikan dalam segi ekonomi karena dapat berjualan bubur di sekitar PT UNITEX Tbk, namun karena dinamika organisasi perusahaan (pergantian pemimpin perusahaan) Pak Apud sempat mengalami penurunan penghasilan, bahkan terancam tidak dapat berjualan kembali di sekitar PT UNITEX Tbk. Diketahui pula bahwa masyarakat sekitar tidak merasa bahwa linkungan sekitar tidak dipengaruhi oleh limbah PT UNITEX Tbk. Hal tersebut menunjukkan bahwa PT UNITEX Tbk telah menangani limbahnya dengan baik. Diketahui pula pengetahuan masyarakat yang kurang terhadap limbah dan pengelolaan limbah. Namun, kesimpulan ini tidak dapat digeneralisasi karena hanya mewawancarai satu orang saja.
15
BAB IV PENGELOLAAN LINGKUNGAN
A. INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) Pengolahan air limbah PT. UNITEX Tbk dilakukan dalam rangka mengendalikan
atau
membatasi
terbuangnya
bahan-bahan
pencemar
ke
lingkungan perairan di sekitarnya. Meskipun bahan-bahan pencemar ini tidak sepenuhnya dapat dihilangkan dari air limbah, namun diharapkan dapat memenuhi ambang baku mutu air buangan yang ditetapkan pemerintah. Untuk itu pada tahun 1988 PT. UNITEX Tbk membangun instalasi air limbah (IPAL) di atas tanah seluas 4000m2. Biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan IPAL beserta penyempurnaannya hingga tahun 1995 adalah sebesar 4 milyar. Dalam perkembangan selanjutnya IPAL terus mengalami perbaikan dan penambahan instalasi sejalan dengan peningkatan produksi kapasitas IPAL di PT. UNITEX Tbk.
Gambar 4.1. Proses Pengolahan Air Limbah PT. UNITEX Tbk
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang terdapat di PT. UNITEX Tbk melakukan penanganan air limbah secara berkesinambungan selama 24 jam dengan kapasitas pengolahan maksimu sebesar 3000m3 per hari. Proses penanganan air limbah PT. UNITEX dilakukan dengan cara fisika, kimia dan biologi dengan tahapan seperti berikut (Irawan, 2006).
16
17
1. Pengolahan pendahuluan (Pre Treatment) Sebelum dilakukan proses pengolahan awal, maka limbah terlebih dahulu ditampung di penampungan umum. Limbah ini masih berupa limbah campuran antara limbah padat dan lim ah air. Pada kolam umum ini maka suhu lim ah yang masuk erkisar
C dengan pH
. Selanjutnya dilakuakn
pengolahan pendahuluan berupa penyaringan air limbah, baik menggunakan saringan kasar maupun halus. Saringan kasar berupa rangka berjeruji (iron bars) dengan jara antar jeruji 50mm, 20mm, dan 10mm. Penyaringan ini bertujuan untuk menyaring sisa-sisa benang atau kain yang terbawa dalam air limbah pada saat proses, sedangkan saringan halus berfungsi untuk menyaring padatan tersuspensi lainnya (Jamhari, 2006). Pada awal berdirinya IPAL pada tahun 1988, PT. UNITEX Tbk memisahkan air limbah berwarna dengan air umum (tidak berwarna). Namun sejak Maret 2001, kedua macam air tersebut dicampurkan menjadi satu tangki melalui
pipa
yang saling
berhubungan.
Hal
ini
dilakukan
untuk
menghomogenkan karakteristik air limbah (mengencerkan bahan pencemar yang terdapat pada salah satu air limbah tersebut) sehingga lebih mudah dalam proses pengolahan selanjutnya. Setelah
melalui
fase
penyaringan, maka limbah tersebut akan dialirkan tower
guna
suhu
lim ah.
Pada awal masuk
lim ah
cooling menurunkan
terse ut ersuhu pH Gambar 4.2 Cooling Tower PT. UNITEX Tbk
11,
C dengan
namun
memasuki maka
menjadi
ke
setelah
cooling
tower
akan
turun
suhu
C dengan pH 11. Hal ini dilakukan untuk mempermudah proses
selanjutnya yakni tahap koagulasi dan sedimentasi dimana terdapat syarat khusus terkait suhu limbah dan pH. Dari cooling tower, maka limbah dialirkan ke kolam equalisasi untuk menghomogenkan llimbah.
18
2. Pengolahan Pertama (Primary Treatment) Proses pengolahan pertama air limbah PT. UNITEX Tbk adalah proses
kimia,
yaitu
koagulasi,
flokulasi, dan sedimentasi dimana bertujuan agar zat padat terlarut maupun
tersuspensi
dapat
dihilangkan. Menurut Irawan (2006) air
Gambar 4.3 Proses flokulasi untuk menghilangkan warna
limbah yang terdapat pada tangki ekualisasi
dialirkan
ke
tangki
koagulasi 1 (volume 14,2m3) untuk penambahan bahan kimia SPT atau ferro sulfat sebagai bahan koagulan untuk mengikat zat warna terlarut maupun yang tersuspensi. Koagulan ini
hanya
bisa bekerja pada pH
Gambar 4.4 Proses pemberian fero sulfat
diatas 8. Hasil dari pemberian fero sulfat ini adalah menurunnya pH menjadi 8. Hal ini dikarenakan syarat untuk masuk ke kolam aerasi adalah pH
dan suhu
Selanjutnya flokulasi
memasuki dimana
penambahan deflox)
yang
C. kolam
dilakukan
flokulan bertujuan
(polymer
Gambar 4.5 Kolam Sedimentasi
untuk
memperbesar pembentukan gumpalan/flok sehingga mudah untuk diendapkan di kolam sedimentasi I (primary clarifier) dengan volume 407 m3. Lalu limbah tersebut dialirkan ke kolam sedimentasi dimana flokulan-flokulan dari kolan flokulasi diendapkan. Endapan ini lalu dialirkan menuju belt filter press (pengepresan lumpur) untuk dipisahkan airnya. Lumpur hasil pengepresan
19
selanjutnya
ditangani
sebagai
limbah,
sedangkan
limbah
cairnya
dikembalikan ke dalam tangki ekualisasi. Air yang terpisahkan dari tangkI sedimentasi (supernatant) di atas lalu dialirkan ke tangki aerasi untuk selanjutnya mengalami pengolahan tahap kedua secara biologi (Secondary Treatment). Selain itu dimensi masing-masing unit pengolahan air limbah PT. UNITEX Tbk dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Dimensi Unit-unit Pengolahan Air Limbah PT. UNITEX
3. Pengolahan Kedua (Secondary Treatment) Sistem lumpur aktif PT. UNITEX Tbk merupakan sistem aerobik yang terdiri atas tangki aerasi, tangki penjernih (tangki sedimentasi I atau secondary clarifier dengan volume 407 m3), sistem pemompaan untuk mengembalikan lumpur (Return Activated Sludge) yang terendapkan dalam tangki sedimentasi II dan untuk membuang kelebihan lumpur (Wasting Sludge) ke belt filter press serta sistem pemompaan udara (aerasi). PT. UNITEX Tbk memiliki 3 tangki aerasi yang saling berhubungan dengan total kapasitas 2175 m3, 7 buah pengaduk (surface aerator) dengan kecepatan pengadukan 1440rpm dan blower yang berfungsi sebagai alat pemasok udara ke dalam air. Pengaduk dan blower juga berfungsi untuk
20
mencegah timbulnya gumpalan, serta penggerak laju aliran limbah (Jamhari, 2006). Proses pengolahan biologi air limbah berlangsung pada tangki aerasi I (tangki berbentuk oval), tangki aerasi II dan III (berbentuk
empat
persegi
panjang). Dalam tangki aerasi, air limbah bercampur dengan Gambar 4.6 Kolam Aerasi II dengan lumpur aktif
massa mikroorganisme (lumpur aktif) dan terjadi penguraian
bahan organik serta pembentukan sel-sel mikroorganisme baru. Pada proses – penguraian bahan organik oleh lumpur aktif diperlukan suplai oksigen yang memadai. Konsentrasi oksigen tidak boleh terlalu tinggi ataupun rendah, berkisar antara 1-2 mg/l. Jika konsentrasi oksigen terlalu tinggi serta debit air yang masuk besar maka flok – flok di tangki sedimentasi II akan sulit diendapkan, sehingga menimbulkan adanya lumpur mumbul (rising sludge) yang disebut carry over. Untuk mengatasi hal ini dilakukan penanganan dengan cara mengurangi jumlah kerja pengaduk (surface aerator) pada tangki aerasi agar lumpur yang terbawa ke tangki sedimentasi II lebih kecil, memperbesar konsentrasi koagulan (polymer) agar flok-flok yang terbentuk lebih cepat diendapkan serta penambahan Alum (Al2(SO4)3) yang membantu dalam
proses
penjernihan
dan
mampu menurunkan kekeruhan air, karena jika terjadi carry over kekeruhan
air
akan
meningkat
tinggi. Proses
selanjutnya
berlangsung Gambar 4.7 Lumpur Aktif Dari Bak Pengendap Akhir Dikembalikan Ke Bak Aerasi Tahap Pertama
sedimentasi
dalam II,
disini
tangki terjadi
pemisahan antara air yang telah ’ ersih’ ( erkurang nilai BODnya) dengan lumpur aktif dari tangki aerasi. 21
Lumpur dalam tangki sedimentasi II sebagian (atau sekitar 90 m3/jam) dikembalikan (sebagai return activated suldge) ke tangki aerasi I untuk regenerasi mikroorganisme serta untuk menjaga keseimbangan sistem biologi, sedangkan sebagian lagi akan dialirkan ke dalam belt filter press sebagai lumpur buangan (wasting activated sludge). 4. Pengolahan Tersier (Tertiery Treatment) Pengolahan ketiga merupakan pengolahan lanjutan setelah pengolahan biologi dengan lumpur aktif dalam tangki aerasi (pengolahan kedua), bertujuan untuk mengikat partikel tersuspensi (partikel mikroorganisme dan koloid) yang masih lolos dari pengolahan sebelumnya, meliputi proses koagulasi, flokulasi dan sedimentasi (Rachmawati, 1994). Air limbah hasil pengolahan biologi pada tangki aerasi akan mengalir menuju tangki sedimentasi II untuk dilakukan pengendapan. Kemudian air limbah yang telah diendapkan tersebut akan mengalir menuju tangki koagulasi II, untuk proses penghilangan padatan tersuspensi dan
penjernihan
menggunakan
air
dengan
Al2(SO4)3
dan
polymer. Selanjutnya, air limbah akan
dialirkan
ke
tangki
sedimentasi III (volume 207 m3) dan ditambahkan antifoam untuk menghilangkan busa yang timbul pada effluent. Tangki sedimentasi
Gambar 4.8 Air hasil olahan sebelum dibuang ke lingkungan dimana sisi ujung kiri atas terdapat kolam ikan
III merupakan tahapan akhir dari proses pengolahan air limbah PT. UNITEX Tbk. Air limbah pada tangki sedimentasi III telah melalui tahapan proses penjernihan dan telah melalui pengukuran uji seperti pH, temperatur, dan warna. Kualitas air limbah pada tangki sedimentasi III telah sesuai dengan baku mutu lingkungan sebelum dibuang ke badan air. Sebelum dialirkan ke saluran akhir, sebagian air limbah olahan dialirkan ke kolam ikan, untuk menguji apakah air tersebut sudah layak untuk dibuang ke badan air serta tidak berbahaya bagi makhluk hidup di lingkungan sekitar.
22
B. TEMPAT PENYIMPANAN SEMENTARA (TPS) PT UNITEX Tbk dalam menyimpan sampah padatnya hanya menggunakan sebuah ruangan terpisah. Sampah ini pada umumnya berupa limbah B3 padat sebagai sisa dari produksi industri. Menurut Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), Penyimpanan adalah kegiatan menyimpan limbah B3 yang dilakukan oleh penghasil dan/atau pengumpul dan/atau pemanfaat dan/atau pengolah dan/atau penimbun limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara. Kemudian menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 30 tahun 2009 tentang Tata Laksana Perizinan Dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun Serta Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun Oleh Pemerintah Daerah. Penyimpanan limbah B3 adalah kegiatan menyimpan limbah B3 yang dilakukan oleh penghasil, pengumpul, pemanfaat, pengolah dan/atau penimbun limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara. Untuk dapat melakukan penyimpanan limbah B3 sementara harus mendapatkan izin. Berikut data minimal yang harus dilampirkan agar mendapatkan izin penyimpanan limbah B3 sementara:
Selain itu lokasi untuk penyimpanan limbah B3 yang dimiliki oleh PT UNITEX Tbk dinilai sudah memenuhi persyaratan teknis, dimana persyaratan 23
teknis ini akan meminimalkan dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan sekitarnya. Persyaratan teknis tersebut antara lain: 1. Letak lokasi TPS berada di area kawasan kegiatan; 2. Merupakan daerah bebas banjir; 3. Letak bangunan berjauhan atau pada jarak yang aman dari bahan lain yang mudah terkontaminasi dan/atau mudah terbakar dan atau mudah bereaksi atau tidak berdekatan dengan fasilitas umum. Kemudian syarat-syarat bangunan yang dapat digunakan untuk menyimpan limbah B3 sementara antara lain sebagai berikut: 1. Bangunan untuk tempat pengumpulan dan tempat penyimpanan sementara limbah B3 harus memenuhi persyaratan teknis antara lain: a) memiliki rancang bangun dan luas ruang penyimpanan yang sesuai dengan jenis, karakteristik dan jumlah limbah B3 yang disimpan. b) bangunan beratap dari bahan yang tidak mudah terbakar, dan memiliki ventilasi udara yang memadai. c) terlindung dari masuknya air hujan baik secara langsung maupun tidak langsung. d) memiliki
sistem
(lampu/cahaya
penerangan
matahari)
yang
memadai. e) lantai harus kedap air, tidak bergelombang, kuat dan tidak retak. f) mempunyai dinding dari bahan yang tidak mudah terbakar. g) bangunan
dilengkapi
Gambar 4.9 Simbol B3 pada bangunan TPS
dengan
simbol h) dilengkapi dengan penangkal petir jika diperlukan. i) bila tempat penyimpanan yang digunakan untuk menyimpan limbah B3 yang mudah terbakar maka bangunan tempat penyimpanan limbah B3 harus:
24
1) tembok beton bertulang atau bata merah atau bata tahan api 2) lokasi harus dijauhkan dari sumber pemicu kebakaran dan atau sumber panas j) Bila tempat penyimpanan yang digunakan untuk menyimpanan limbah B3 yang mudah meledak maka bangunan tempat penyimpanan limbah B3 harus: 1) kontruksi bangunan baik lantai, dinding maupun atap harus dibuat dari bahan tahan ledakan dan kedap air. Kontruksi lantai dan dinding harus lebih kuat dari kontruksi atap, sehingga bila terjadi ledakan yang sangat kuat akan mengarah ke atas (tidak kesamping). 2) suhu dalam ruangan harus dapat dikendalikan tetap dalam kondisi normal. k) Bila tempat penyimpanan yang digunakan untuk menyimpanan limbah B3 yang mudah reaktif, korosif dan beracun maka bangunan tempat penyimpanan limbah B3 harus: 1) kontruksi dinding harus dibuat mudah lepas, guna memudahkan pengamanan limbah B3 dalam keadaan darurat. 2) kontruksi atap, dinding dan lantai harus tahan terhadap korosi dan api. l)
dan hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah: 1) Jika yang disimpan 100% limbah B3 berupa fasa cair, maka tempat penyimpanan memerlukan bak penampung (untuk menampung jika terjadi bocor/tumpahan) dengan volume minimal 110% dari volume kemasan terbesar yang ada. 2) lokasi bak penampungan sebaiknya berada didalam tempat penyimpanan dan jika bak penampung berada diluar tempat penyimpanan, maka: a. bak penampung harus dalam keadaan tertutup; b. bak penampung harus dibuat kedap air; c. saluran dari lokasi tumpahan dalam tempat penyimpanan menuju bak penampung harus dalam keadaan tertutup dan
25
dibuat melandai dengan kemiringan minimal 1% menuju bak penampung. 3) Penyimpanan limbah B3 fasa cair yang mudah menguap dalam kemasan, harus menyisakan ruang 10% dari total volume kemasan; a. Jika yang disimpan berupa fasa padat, maka : b. tempat penyimpanan tidak memerlukan bak penampung. c. lantai tempat penyimpanan tidak perlu ada kemiringan. m) Jika yang disimpan limbah B3 yang memiliki sifat self combustion, perlu dipertimbangkan untuk mengurangi kontak langsung dengan oksigen. n) Jika limbah B3 yang disimpan berupa fasa padat dimana kandungan air masih memungkinan terjadi rembesan atau ceceran (misal sludge IPAL), maka: 1) tempat penyimpanan memerlukan bak penampung dengan volume bak penampung disesuaikan dengan perkiraan volume ceceran. 2) bak penampung harus dibuat kedap air. 3) kemiringan lantai minimal 1% menuju saluran bak penampung. o) Jika yang disimpan berupa limbah B3 dengan karakteristik berbeda, maka: 1) perlu ada batas pemisah antara setiap jenis limbah yang berbeda karakteristik. 2) memerlukan bak penampung dengan volume yang disesuaikan. 3) bak penampung harus dibuat kedap air. 4) kemiringan lantai minimal 1% mengarah ke saluran bak penampung. p) Jika bangunan tempat penyimpanan berada lebih tinggi dari bangunan sekitarnya, maka diperlukan penangkal petir; q) Luas area tempat penyimpanan: Luas area tempat penyimpanan disesuaikan dengan jumlah limbah yang dihasilkan/dikumpulkan dengan mempertimbangkan waktu maksimal penyimpanan selama 90 hari . 2. Jika menyimpan dalam jumlah yang besar per satuan waktu tertentu seperti fly ash, bottom ash, nickel slag, iron slag, sludge oil, drilling cutting maka tempat penyimpanan dapat didesain sesuai dengan kebutuhan tanpa memenuhi sepenuhnya persyaratan yang ditetapkan pada butir 1 (satu) di atas.
26
3. Tempat penyimpanan limbah B3 dapat berupa tanki atau silo.
Gambar 4.10 Adanya titik koordinat TPS, Standar Operasional Prosedur (SOP), Panduan tindakan darurat Kebakaran, serta Kotak P3K didalam bangunan TPS
Sementara itu terdapat beberapa dasar hukum yang mengatur tentang penyimpanan sementara limbah B3, yang antara lain: 1. Undang-Undang RI No.32 Tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 2. Peraturan Pemerintah RI Nomor 18 Tahun 1999, tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. 3. Peraturan Pemerintah RI Nomor 85 Tahun 1999, tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. 4. Peraturan MENLH Nomor 18 Tahun 2009, tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. 5. Peraturan MENLH Nomor 30 Tahun 2009, tentang Tata Laksana Perizinan dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun serta Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun oleh Pemerintah Daerah. 6. Keputusan Kepala Bapedal Nomor 1 Tahun 1995, tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. 7. Keputusan Kepala Bapedal Nomor 2 tahun 1995 , tentang Dokumen Lingkungan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
27
8. Keputusan Kepala Bapedal Nomor 5 Tahun 1995 + Lampiran Kepka Bapedal No.5 th 1995, tentang Simbol dan Label Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. 9. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 8 Tahun 2003, tentang Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup. PT UNITEX Tbk mengaku limbah B3 yang dihasilkan selama 1 bulan berkisar 100m3 atau rata-rata 10 karung dengan daya tampung 10m3. Limbah B3 ini akan dikirim ke Badan Pengolah B3 yang bertanggung jawab terhadap proses pemusnahan limbah B3 PT UNITEX Tbk. Harga yang biasanya dibayarkan adalah Rp 600.000 per ton.
28
BAB V PENUTUP Dari kunjungan lapangan yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa PT UNITEX Tbk berstatus layak operasi. Hal ini dapat diketahui dengan melakukan kajian pada kesesuaian lokasi industri dengan tata ruang, membandingkan proses produksi yang dilakukan dengan dampak yang ditimbulkan, serta tingkat kepedulian terhadap lingkungan. Saran yang dapat diajukan yakni perlunya pembaruan pada utilitas IPAL yang dinilai sudah terlampau tua, serta perlunya peningkatan upaya kesehatan preventif dan promotif terhadap keberlangsungan kegiatan operasional di PT UNITEX Tbk.
29
Lampiran 1 Wawancara Tukang Bubur Keterangan: M: Mahasiswa A: Pak Apud
M: Bagaimana pendapat anda mengenai keberadaan PT Unitex Tbk di wilayah anda? A: Biasa aja, karena saya kurang paham di dalam seperti apa. M: Apakah anda merasakan dampak positif atau negatif dari adanya PT Unitex Tbk? A: Biasa-biasa saja M: Apakah anda merasakan terganggu dengan keberadaan PT Unitex Tbk? A: Kadang-kadang ya, kadang-jadang tidak. Dulu sempet ngga boleh jualan disini. Saya jualan dari tahun 90-an. Dulu sebelum pemimpin perusahaan ganti saya boleh jualan keliling di dalam sampai komplek. Sekarang ga boleh, bahkan sempat ingin diusir dari sini tapi saya berdalih ini (tempat pak apud jualan) punya PEMDA bukan PT.Unitex jadi saya teta disini. Dulu sempat disuruh pindah ke dalam, tapi pendapatan saya menurun karena karyawan jarang yang beli dan orang yang lewat dipinggir jalan ga tau saya jualan di dalam. Akhirnya saya pindah lagi keluar, pendapat lebih naik walau tidak sebanyak dulu keliling M: Di PT Unitex Tbk menghasilkan limbah, apakah anda terganggu dengan limbah tersebut? A: Tidak M: Dengan adanya PT Unitex Tbk, apakah anda merasakan adanya polusi udara yang berubah di daerah anda? A: Tidak M: Jika adanya pencemaran dari PT Unitex Tbk, apa yang anda lakukan? A: tidak tahu, tidam begitu paham M: Apakah ada anggota keluarga anda yang bekerja di PT Unitex Tbk? A: tidak
30
M: Dari segi ekonomi, apakah ada peningkatan dalam pendapatan keluarga? A: iya, karena saya berjualan disekitar PT. Unitex M: Apakah lingkungan mengalami perubahan sebelum dan sesudah ada PT. Unitex? A: Tidak tahu, baru berjualan sekitar tahun 90-an, dimana PT.Unitex sudah berdiri, sebelumnya saya tinggal di Tasik.
31
DAFTAR PUSTAKA
Andalusia, 2006. Mempelajari Pengolahan Air Bersih (Water Treatment) dan Pengolahan Pengolahan Air Limbah (Wastewater Treatment) PT. UNITEX, Bogor. [Skripsi]. Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara : Medan. Bangun, Ekayana Putri P. 2008. Analisis Inkonsistensi Tata Ruang dan FaktorFaktor yang Mempengaruhi Pola Penggunaan Lahan di Kota Bogor. Fakultas Pertanian Institusi Pertanian Bogor. CRS Group Engineers In . 97 . Operator’s Po ket Guide to A tivated Sludge. Houston Texas. Irawan, Iwan. 2006. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT. UNITEX [Skripsi]. Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor: Bogor. 40 hlm. Jamhari. 2006. Mempelajari Penerapan Teknologi dan Penanganan Limbah Industri Tekstil di PT. UNITEX, Ciawi – Bogor, Jawa Barat. [Skripsi]. Departemen Teknologi dan Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor: Bogor. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 1995. Tentang Baku Mutu Limbah Cair Kegiatan Industri. Kristianto, P. 2002. Ekologi Industri. Yogyakarta: Andi. Online. Tersedia: http://library.um.ac.id/free-contents/index.php/buku/detail/ekologi-industriphilip-kristanto-25873.html diakses pada 25 Desember 2014. Mahida, U. N 1981. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. Alih Bahasa : G.A Ticoalu. C.V. Rajawali. Jakarta. MetCalf and Eddy. 2004. Wastewater Engineering Treatment and Use. 4th edition. McGraw-Hill Companies, Inc : NewYork. 1542 hlm. Putra, Y. 2011. Pengelolaan Limbah Rumah Tangga (Upaya Pendekatan Dalam Arsitektur). Skripsi. Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatra
Utara.
Tersedia:
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:k-
32
TRlL0nf0MJ:download.portalgaruda.org/article.php%3Farticle%3D60911% 26val%3D4187+&cd=3&hl=en&ct=clnk Rachmawati, T. S. 1994. Efisiensi Sistem Pengolahan Air Limbah PT. UNITEX dan Kontribusi Air Limbah Terolah Terhadap Perairan. [Skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor: Bogor. Hlm 143 Sugiharto, 1987.Dasar-dasar Pengolahan Air Limbah. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 190 hlm. Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 6 Tahun 1999 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Kegiatan Industri di Jawa Barat Suratmo, F. G. 1991. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah
Mada
University
Press.
Online.
Tersedia:
http://library.um.ac.id/free-contents/index.php/buku/detail/analisismengenai-dampak-lingkungan-f-gunarwan-suratmo-21298.html
diakses
pada 25 Desember 2014. Suryani, Novita. Kajian Efisiensi Sistem Pengolahan Air Limbah PT. UNITEX Serta Dampaknya Terhadap Perairan. Bogor : departemen manajemen sumberdaya perairan. Fakultas perikanan dan ilmu kelautan. Institut pertanian bogor. Skripsi Sormin, Kety Rohani. 2012. Hubungan Karakteristik dan Perilaku Pekerja yang Terpajan Debu Kapas dengan Kejadian ISPA di PT Unitex Tahun 2011. Skripsi S1 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia: Depok. Suryani, Novita. 2010. Kajian Efisiensi Sistem Pengolahan Air Limbah PT. UNITEX Serta Dampaknya Terhadap Perairan. Tesis. Fakultas Ilmu kelautan
dan
Perikanan
Institut
Pertanian
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/62807
Bogor. diakses
Tersedia: pada
25
Desember 2014 Utami, Devy Nandya. 2009. Plasma dalam Industri Tekstil. (Online) Terdapat di http://majarimagazine.com/2009/05/plasma-dalam-industri-tekstil/
diakses
pada 25 Desember 2014.
33
UNITEX.
Kegiatan
Produksi.
(Online)
Terdapat
di
http://www.unitex.co.id/kegiatan_produksi.htm diakses pada 25 Desember 2014. UNITEX.
Bagian
Dyeing.
(Online)
Terdapat
di
www.unitex.co.id/detil_dyeing.htm diakses pada 25 Desember 2014. UNITEX.
Sumber
Daya
Manusia.
(Online)
Terdapat
di
http://www.unitex.co.id/sdm.htm diakses pada 25 Desember 2014. UNITEX. Kepegawaian. Online. Diakses dari http://www.unitex.co.id/index.htm pada 25 Desember 2014
34