Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 1
BAB I PENDAHULUAN
Pada Bulan November 2013, Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan telah melaksanakan beberapa kegiatan utama antara lain, Rapat Pembahasan Background Study RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan, Rapat Persiapan Kegiatan Seminar Internal Bappenas mengenai Kajian Background Study RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan dengan Tenaga Ahli, FGD Kajian Background Study RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan, serta Penyusunan TOR Kegiatan Lanjutan (SCDRR II). Selain itu juga telah dilaksanakan beberapa kegiatan pendukung dan eksternal antara lain adalah Rapat Mingguan dan Bulanan, Rapat Sertipikasi Publikasi Batas Kawasan Hutan, Rapat Koordinasi Eselon III dalam rangka persiapan Rakernas BKPRN 2013, Rapat Kerja Nasional BKPRN 2013, Konsinyasi Pasca Rakernas BKPRN 2013, Rapat Persiapan Rapat Kerja Direktorat TRP, Rapat Persiapan Lokakarya Penyelarasan Implementasi UU No. 26 Tahun 2007 dan UU No. 27 Tahun 2007. Kegiatan yang telah selesai terlaksana adalah Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS) BKPRN 2013 dan Konsinyasi Pasca Rakernas BKPRN 2013. Sedangkan kegiatan Background Study RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan, Lokakarya Penyelarasan Implementasi UU No. 26 Tahun 2007 dan UU No. 27 Tahun 2007, Rapat Sertipikasi Publikasi Batas Kawasan Hutan, serta Penyusunan TOR Kegiatan Lanjutan (SCDRR II) masih dalam tahap proses persiapan sesuai dengan target waktu yang telah ditetapkan. Pada laporan ini akan dijelaskan secara mendetail kegiatan-kegiatan utama maupun pendukung yang telah dilaksanakan pada Bulan November 2013.
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 2
BAB II KEGIATAN INTERNAL
Untuk memperoleh gambaran mengenai tingkat pencapaian kinerja atas kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan, Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan secara rutin melaksanakan evaluasi kinerja seluruh bagian melalui mekanisme rapat rutin internal yang diselenggarakan setiap minggu dan setiap bulan. Evaluasi kinerja dilakukan dengan maksud untuk dapat mengetahui dengan pasti apakah pencapaian hasil, kemajuan dan kendala yang dijumpai dalam pelaksanaan rencana kerja dapat dinilai dan dipelajari untuk perbaikan pelaksanaan rencana pembangunan dimasa yang akan datang. Fokus utama evaluasi diarahkan kepada keluaran (output) dari pelaksanaan rencana kerja. Berikut ini adalah hasil evaluasi kinerja yang dilaksanakan oleh Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, yang merupakan gambaran mengenai pencapaian kinerja kegiatan yang telah dilaksanakan oleh semua bagian yang dirinci berdasarkan tahapan kegiatan yang telah ditetapkan sesuai kerangka acuan kerja masing-masing kegiatan.
A. Kegiatan Utama 1. Evaluasi dan Pemantuan Kegiatan Pembangunan Bidang Tata Ruang dan Pertanahan di Provinsi Sulawesi Utara Pelaksanaan kegiatan pada hari Senin tanggal 11 November 2013 bertempat di Kantor Bappeda Sulawesi Utara. Beberapa isu bidang tata ruang yang teridentifikasi: Raperda RTRW Provinsi Sulawesi Utara (sebelumnya adalah Perda 3/1991) sudah memperoleh Persub BKPRN dan akan dievaluasi di Kemendagri pada tanggal 19 November 2013. Dari aspek kehutanan, telah diterbitkan SK Menhut untuk kawasan hutan non-DPCLS. Namun masih terdapat juga kawasan hutan DPCLS, dimana kondisi eksisting sudah berupa pemukiman. Kawasan DPCLS ditetapkan pada status holding zone. Daerah mengharapkan agar proses pembahasan rencana detail tidak serumit RTRW. Apabila memungkinkan diberi bantuan insentif dari pusat. Selain itu daerah juga memerlukan dukungan untuk sinkronisasi RPJPD, RPJMD, RTRW, karena akan dilaksanakan penyusunan RPJMD tahap 3. Pansus di provinsi menyiapkan SKPD bidang penataan ruang. Penataan ruang belum memiliki posisi yang cukup kuat, mengingat saat ini kelembagaan hanya setingkat bidang eselon 3 di Dinas PU. Selain itu, jumlah PPNS yang masih terbatas di tingkat provinsi maupun kab/kota juga terkadang masih sulit membedakan ranah dari objek yang disidiknya. Diusulkan Sekda Provinsi sebagai ketua BKPRD harus ditingkatkan pemahaman bidang tata ruang, karena saat ini banyak yang tidak paham tata ruang. Dari segi dekonsentrasi, titik beratnya adalah pada percepatan RTRW dan RTH. Persub utk RDTR juga akan didekonsentrasikan, namun belum ada informasi resmi dari Kementerian PU. Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 3
Beberapa isu bidang pertanahan yang teridentifikasi: Untuk mendukung pembangunan wilayah, BPN Kanwil telah memiliki neraca penatagunaan tanah. Neraca ini pada dasarnya dapat digunakan sebagai salah satu instrumen pengendali penataan ruang. Untuk itu, perlu adanya keterkaitan antara rencana pembangunan (RTRW) dan neraca tata guna tanah. Belum sinkronnya data luas kawasan pertanian di Provinsi Sulawesi Utara oleh 3 instansi (Dinas Pertanian, Dinas PU, dan BPN Kanwil) terkait dengan isu ketahanan pangan daerah, disebabkan oleh belum adanya keterkaitan dengan neraca penatagunaan tanah. Saat ini 3 instansi tersebut telah melakukan beberapa pertemuan untuk memperoleh data akhir, sehingga selanjutnya BPN dapat melakukan pengendalian pada kawasan pertanian-LP2B (Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan) yang telah ditetapkan oleh Dinas Pertanian. Terdapat sengketa tanah ulayat yang berkepanjangan di Pulau Lembeh (Kecamatan Lembeh Utara dan Lembeh Selatan). Terjadi kesimpangsiuran pada batasan tanah negara dan ulayat selama puluhan tahun. Untuk mengantisipasi hal yang lebih buruk, pada tahun 2005 Kepala Kanwil BPN memutuskan untuk menghentikan segala bentuk pelayanan pertanahan di Pulau Lembeh. 2. Evaluasi dan Pemantuan Kegiatan Pembangunan Bidang Tata Ruang dan Pertanahan di Provinsi Papua Barat Pelaksanaan kegiatan pada hari Rabu tanggal 13 November 2013 bertempat di Kantor Bappeda dan Kanwil BPN Provinsi Papua Barat. Beberapa isu bidang tata ruang yang teridentifikasi dalam kegiatan ini adalah: Perkembangan Penyusunan RTRW Propinsi, Kabupaten, dan Kota - Evaluasi rancangan peraturan daerah (raperda) RTRW Papua Barat telah dilakukan di dalam forum yang diselenggarakan oleh Kementerian Dalam Negeri. Saat ini, sedang dalam proses penomoran Perda di daerah. Adapun terkait penyelesaian masalah kawasan hutan yang menjadi kendala penyelesaian RTRW Propinsi ini, direncanakan akan diselesaikan melalui mekanisme Holding Zone (HZ), karena luasnya yang tidak terlalu besar (sekitar 3%). Untuk RTRW Kab/Kota yang telah diperdakan sebelum penetapan Perda RTRW Provinsi, akan dilakukan penyesuaian. - Terkait proses perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan, Pemprov menyampaikan kendala pembiayaan. Ini menyebabkan proses tersebut terlambat dan baru sampai di tingkat Tim Terpadu. Penguatan peran BKPRD BKPRD Provinsi secara rutin telah mengadakan pertemuan guna membahas penyelesaian RTRW Provinsi dan Kabupaten/Kota, juga rencana rincinya. Untuk itu, Pemprov bermaksud menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan BKPRD secara rutin kepada BKPRN dan membutuhkan arahan terkait format laporan. Kualitas dan Kuantitas PPNS di daerah Saat ini, Provinsi Papua Barat tidak memiliki PPNS sama sekali. Hal ini dikarenakan satu satunya PPNS yang ada, dipindahkan keluar kota. Namun, dinas PU telah mengupayakan pencarian calon PPNS yang berminat, untuk segera diusulkan mengikuti pelatihan PPNS. Sinkronisasi Rencana Tata Ruang dan Rencana Pembangunan Terkait sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan, yang di dalam RPJMN 2010-2014 merupakan Prioritas Nasional dan berbentuk dana dekonsentrasi Ditjen Penataan Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 4
Ruang Kementerian PU, diperoleh informasi bahwa tidak ada kegiatan yang dimaksud. Penggunaan dana dekonsentrasi lebih diarahkan untuk sosialisasi penyelenggaraan penataan ruang. Pemprov mengusulkan adanya Bimbingan Teknis (Bintek) dan sosialisasi terkait sinkronisasi Rencana Tata Ruang dan Rencana Pembangunan. Selain itu, Pemprov juga mengusulkan agar pemanfaatan dana dekonsentrasi lebih fleksibel dalam rangka mengakomodir kebutuhan Daerah. Penyusunan Rencana Rinci Tata Ruang Prioritas penyusunan Rencana Rinci Tata Ruang di tahun 2013 adalah RTR Kawasan Perbatasan (dengan bantuan BNPP) dan RTR KSN Raja Ampat. Beberapa isu bidang pertanahan yang teridentifikasi: Pemetaan Tanah Adat/Ulayat - Provinsi Papua Barat belum memiliki Peraturan Daerah (Perda) khusus yang mengatur mengenai pengelolaan tanah ulayat/adat di daerah tersebut. - Perlu dilakukan penataan batas tanah adat/ulayat yang melibatkan ketua adat di daerah tersebut kemudian dituangkan dalam peta tanah adat/ulayat. - Perlu sosialisasi Peraturan Menteri Agraria No. 5/1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat dan mendorong Pemda agar melakukan penelitian terkait keberadaan tanah adat/ulayat di daerah tersebut. - Perlu sosialisasi mengenai pentingnya pemetaan tanah adat/ulayat kepada masyarakat hukum adat. Penanganan Kasus Pertanahan - Kasus pertanahan yang sering muncul di Papua Barat terkait dengan pengelolaan tanah adat/ulayat selama ini dibawa ke peradilan umum. Namun secara hukum peradilan umum tidak berwenang menangani kasus adat. - Berkenaan rencana pembentukan pengadilan khusus pertanahan, perlu mengakomodir kewenangan penanganan kasus adat/ulayat yang melibatkan tokoh adat setempat. Pemetaan Kawasan hutan dan non hutan Perlu mendorong agar dilakukan pemetaan kawasan hutan dan non hutan, karena di lapangan batas kawasan hutan tidak diketahui dengan jelas sehingga menyulitkan penerbitan sertifikat tanah. 3. Lokakarya Background Study Buku III RPJMN 2015-2019 Pelaksanaan kegiatan pada hari Kamis tanggal 14 November 2013 bertempat di Hotel Grand Kemang Jakarta. Pokok-pokok penting dalam diskusi ini disampaikan oleh pemerintah provinsi antara lain: Komitmen pembangunan perlu diperkuat untuk pembangunan KSN, terutama di daerah perbatasan. Perlu penguatan kerangka regulasi, tidak hanya berfokus pada kerangka pendanaan. Perlu adanya konsolidasi kebijakan 'masa lalu' seperti KAPET dengan 'kebijakan masa kini' seperti KEK agar tidak membingungkan pemda. PPP perlu dibatasi untuk KBI, KTI masih harus didukung penuh oleh APBN karena pasar belum tercipta. Untuk 14 provinsi di KTI perlu penajaman per pulau kemudian per provinsi.
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 5
Diperlukan strategi baru, namun bukan BAU untuk memperbaiki berbagai program yang tidak berjalan saat ini. 4. Rapat Pembahasan Background Study RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan Pelaksanaan kegiatan pada tanggal 15 November 2013 bertempat di Bappenas, yang bertujuan menyiapkan paparan Background Study RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan. Secara umum. disepakati draft paparan Direktur Tata Ruang dan Pertanahan mengenai Background Study RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan untuk disampaikan dalam Rapat Kerja Kedeputian Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah.
5. Rapat Persiapan Kegiatan Seminar Internal Bappenas mengenai Kajian Background Study RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan dengan Tenaga Ahli Kegiatan ini berlangsung pada tanggal 19 November 2013 bertempat di Bappenas, yang bertujuan menyiapkan bahan paparan dan ringkasan Background Study RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan untuk seminar internal Bappenas. Dalam rapat berhasil disepakati draf paparan Background Study RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan, berikut ringkasannya. 6. Penyusunan TOR Kegiatan Lanjutan (SCDRR II) Pelaksanaan kegiatan pada tanggal 26 November 2013 bertempat di Bappenas yang bertujuan untuk melakukan konsultasi dan memperoleh masukan dari Direktorat TRP terhadap Draft TOR SCDRR II. Pada saat ini telah dilakukan perbaikan TOR untuk kegiatan tersebut. 7. FGD Kajian Background Study RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan Pelaksanaan kegiatan FGD pada tanggal 28 November 2013 bertempat di Hotel Cemara Jakarta, yang bertujuan menyampaikan hasil kajian Background Study RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan kepada unit kerja di Bappenas. Pada FGD tersebut, telah berhasil disosialisasikan Background Study RPJMN 2015 – 2019 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan dan terjaring masukan dan tanggapan terhadap Background Study RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan. Beberapa hal penting yang didiskusikdan dalam rapat antara lain, sebagai berikut: Perlu dikaji secara mendalam apakah regulasi bidang tata ruang dan pertanahan sudah disusun semua dan bagaimana keterkaitan antar regulasi tersebut. Selain itu perlu dipastikan peraturan perundangan yang disusun tidak saling ‘bertabrakan’; Peran dan fungsi Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah perlu diperkuat untuk mengatasi permasalahan pemanfaatan ruang di daerah. Selain itu, perlu peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) perlu dirumuskan dengan lebih seksama; Penyusunan RTRW perlu mempertimbangkan kebutuhan masyarakat miskin dan anggota masyarakat rentan seperti anak dan lansia; Komunikasi lintas sektor perlu dibuka untuk kegiatan lintas sektor seperti redistribusi tanah dan access reform; Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 6
Perlu dilakukan kajian komprehensif untuk perubahan sistem publikasi menjadi sistem publikasi positif; Pembentukan pengadilan khusus pertanahan lebih baik menjadi bagian dari peradilan umum namun sistemnya dibuat bagian khusus atau ‘kamar khusus’ yang hanya diperuntukan mengadili kasus pertanahan. Implikasinya perlu meningkatkan kemampuan penegak hukum termasuk polisi, jaksa dan hakim dalam Bidang Pertanahan. Percepatan penyediaan peta pertanahan secara digital dengan sistem koordinat yang pasti untuk menyediakan sistem informasi pertanahan yang lebih baik sehingga dapat mengurangi konflik pertanahan di dalam kawasan non-hutan maupun antara kawasan hutan dan nonhutan.
B. Kegiatan Pendukung 1. Rapat Koordinasi Eselon III Dalam Rangka Persiapan Rakernas BKPRN 2013 Pelaksanaan kegiatan pada tanggal 4 November 2013 bertempat di Hotel Morrissey Jakarta yang bertujuan untuk persiapan terakhir pelaksanaan Rakernas BKPRN 2013. Rapat Koordinasi Akhir Penyelenggaraan Rakernas BKPRN 2013 membahas dan melaporkan status perkembangan terkini mengenai hal-hal sebagai berikut: Ditjen Bina Pembangunan Daerah telah selesai melakukan distribusi undangan kepada para peserta Rakernas BKPRN 2013 dan sampai pada saat rapat berlangsung beberapa Peserta Rakernas telah mengonfirmasi kehadirannya. Pimpinan K/L Anggota BKPRN yang terjadwalkan untuk hadir dalam Rakernas BKPRN 2013 yaitu: i) Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; ii) Menteri PPN/Kepala Bappenas; iii) Menteri Pekerjaan Umum; dan iv) Kepala BIG. Pimpinan K/L Anggota BKPRN yang tidak dapat menghadiri Rakernas BKPRN 2013: i) Menteri Pertahanan terjadwalkan untuk menerima Wakil Menteri Pertahanan Australia; dan ii) Menteri Lingkungan Hidup terjadwalkan melakukan Kunjungan Kerja ke Luar Negeri. Status kehadiran Menteri Dalam Negeri masih diusahakan untuk menghadiri Rakernas 2013 karena pada saat yang bersamaan terjadwal untuk melakukan Pelantikan Gubernur Sumatera Selatan. Perwakilan Gubernur yang terjadwalkan untuk hadir dalam Rakernas 2013: i) Gubernur Provinsi Kalimantan Timur (diwakilkan oleh Wakil Gubernur); ii) Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur; iii) Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara; dan iv) Gubernur Provinsi Papua. Untuk mekanisme pelaksanaan Sidang Komisi 3, Pimpinan Sidang hanya akan memaparkan kisi-kisi Sidang Komisi yang berisi isu startegis. Menko Perekonomian selaku Ketua BKPRN telah menyampaikan surat permohonan kepada Presiden RI (tertanggal 25 Oktober 2013) untuk melakukan penetapan dan pencanangan Hari Tata Ruang Nasional. Namun hingga saat ini belum ada konfirmasi dari Protokoler Presiden RI atas kesediaan Presiden RI untuk melakukan Pencanangan Hari Tata Ruang Nasional di Istana Negara. Indikator kinerja dari kegiatan ini adalah terumuskannya Agenda Rakernas 2013. Capaian yang diperoleh adalah disepakatinya susunan acara Rakernas BKPRN 2013 dan terbentuknya susunan kepanitiaan Rakernas BKPRN. Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 7
2. Rapat Kerja Nasional BKPRN 2013 Pelaksanaan kegiatan pada tanggal 6 – 8 November 2013 bertempat di Hotel Borobudur Jakarta yang bertujuan menyusun dan menyepakati Agenda Kerja BKPRN Tahun 2014 – 2015. Dalam rapat, berhasil disepakati beberapa hal: Komisi 1 dengan tema Pelaksanaan Penataan Ruang dengan beberapa isu strategis sebagai berikut : - Belum selesainya peraturan perundang-undangan dibidang penataan ruang. Rumusan yang dihasilkan: a. Percepatan penyelesaian peraturan presiden tentang RTR KSN melalui penyederhanaan prosedur; b. Perlu penguatan peran BKPRN dalam penetapan usulan pemekaran wilayah untuk memperhatikan RTRW sebagai salah satu syarat utama dalam pemekaran wilayah; c. Permasalahan pola ruang kehutanan akan dibahas pada sidang pleno tingkat Menteri BKPRN. - Konsistensi implementasi rencana tata ruang yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Rumusan yang dihasilkan: a. Indikasi program dalam RTRW sebagai dasar proses screening dalam penyusunan program sektoral untuk menjaga konsistensi dengan RTRW; b. Penyusunan SOP pengendalian pemanfaatan ruang, yang meliputi pelaporan, survei lapangan, verifikasi pelanggaran, sampai penerbitan surat dari BKPRD untuk menertibkan pelanggaran yang terjadi; c. Peningkatan peran PPNS di daerah, baik dari sisi jumlah maupun kualitas dan peran aktif dalam pengendalian pemanfaatan ruang; d. Peningkatan peran BKPRD melalui penerbitan SOP tentang tata laksana BKPRD, guna mendukung implementasi RTRW. - Percepatan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Rumusan yang dihasilkan: a. Percepatan penyusunan peta oleh masing-masing kabupaten/kota dengan kesiapan fasilitasi asistensi teknis oleh BIG, sesuai ketentuan peraturan perundangan; b. Penyusunan KLHS wajib dilakukan untuk setiap RDTR; c. Perlunya review Permendagri Nomor 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi Perda yang disesuaikan dengan mekanisme dekonsentrasi persetujuan substansi raperda RDTR; d. Untuk mendapatkan kelengkapan persyaratan permohonan persetujuan substansi oleh gubernur, cukup digunakan surat pengantar yang ditandatangani oleh bupati/walikota dan DPRD kabupaten/kota (tanpa harus melalui pembahasan pansus); e. Perlu penetapan target waktu untuk persetujuan substansi (materi teknis dan peta). - Keberadaan Tanah Ulayat, perlu peningkatan perhatian terhadap tanah ulayat di dalam Penataan Ruang.
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 8
Komisi 2 dengan tema: Kelembagaan Penyelenggaraan Penataan Ruang dengan beberapa isu strategis sebagai berikut yaitu: - Masih terbatasnya kapasitas SDM bidang penataan ruang. Rumusan yang dihasilkan sebagai berikut : a. Perlu dilakukan peningkatan kapasitas SDM bidang penataan ruang melalui pelaksanaan pelatihan dan bimbingan teknis sesuai dengan kebutuhan daerah (substansi perpetaan, mekanisme penyusunan rencana tata ruang dan sebagainya) secara berkelanjutan; b. Perlu adanya upaya untuk meningkatkan profesionalisme pelaksanaan tugas aparat penataan ruang di daerah; c. Penyusunan mekanisme perekrutan SDM bidang penataan ruang; dan d. Perlunyakaderisasi SDM yang memiliki latar belakang di bidang penataan ruang untuk diposisikan sebagai pejabat fungsional perencana. - Masih lemahnya penegakan hukum di bidang penataan ruang. Rumusan yang dihasilkan : a. Penguatan peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) daerah dalam melakukan pengawasan penyelenggaraan pemanfaatan ruang melalui dukungan serta komitmen dari Kepala Daerah sebagai penanggung jawab BKPRD, termasuk dukungan pendanaan untuk pelaksanaan tugas dan fungsinya; b. Untuk mengoptimalkan fungsi BKPRD dalam memfasilitasi penegakan hukum di bidang penataan ruang, yang ditindaklanjuti dengan penambahan jumlah PPNS yang dibutuhkan di daerah sesuai dengan kondisi dan dinamika daerah; dan c. Pengembangan pedoman mekanisme dan tata kerja PPNS dalam penegakan Perda Tata Ruang. - Masih terbatasnya ketersediaan data dan informasi yang diperlukan dalam penyusunan rencana tata ruang, khususnya dalam penyusunan Rencana Rinci Tata Ruang. Rumusan yang dihasilkan: a. BKPRD dapat menggunakan peta yang disusun setelah mendapatkan verifikasi oleh Badan Informasi Geospasial dalam rangka percepatan penyusunan rencana rinci tata ruang; b. Perlu dilakukan pengembangan sistem informasi dan komunikasi di bidang penataan ruang (pengembangan e-bkprn dan e - bkprd) melalui sistem online dan terpadu; c. Perlu adanya tertib pelaporan koordinasi penataan ruang secara hierarkis, dari Kabupaten/Kota kepada Provinsi dan dari Provinsi kepada Kementerian Dalam Negeri. - Kinerja BKPRD dalam koordinasi penataan ruang di daerah belum optimal, baik dalam proses penyusunan dan penetapan rencana tata ruang maupun dalam pemanfaatan dan pengendaliannya. Rumusan yang dihasilkan: a. Perlu adanya petujuk teknis tentang Mekanisme dan Tata kerja (Standard Operating Procedure/SOP) BKPRD dengan berpedoman pada Mekanisme Tata Kerja Sekretariat BKPRN; b. Perlunya penguatan peran BKPRD Provinsi untuk memfasilitasi penyelesaian permasalahan penataan ruang Kabupaten/Kota sebelum dibawa ke tingkat BKPRN; c. Perlu adanya komitmen Pemerintah Daerah untuk mengalokasikan anggaran guna membiayai pelaksanaan tugas dan fungsi BKPRD; dan d. Perlu adanya reward and punishment terhadap pelaksanaan kinerja BKPRD dalam mendukung penyelenggaraan penataan ruang daerah.
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 9
- Masih belum efektifnya peran BKPRD dalam pengendalian pemanfaatan ruang. Diperlukan adanya pedoman pengawasan penyelenggaraan penataan ruang. Komisi 3 dengan tema: Sinergi Kebijakan, Rencana, Dan Program Pembangunan Nasional Dan Daerah dengan beberapa isu strategis sebagai berikut : - Kurang sinergisnya berbagai peraturan perundangan sektoral yang mengatur pemanfaatan ruang. Rumusan yang dihasilkan: a. Perlu ada penyesuaian kembali UU 41/1999 tentang Kehutanan dengan UU 26/2007 tentang Penataan Ruang; b. RTRW Provinsi dan Kab/Kota agar mengakomodir materi teknis rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K) sehingga dapat ditetapkan menjadi satu Perda, termasuk di dalamnya rencana pengelolaan pesisir, pulau-pulau kecil dan laut sampai dengan 12 mil laut; c. Seluruh peraturan perundangan sektoral yang mengindikasikan penggunaan ruang perlu mewajibkan pencantuman peta pada peraturan perundangan turunannya (misal: Perda). UU 41/2009 mengamanatkan penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) ke dalam Perda, tapi tidak dicantumkan peta. Sementara itu LP2B harus jelas lokasinya; d. BKPRN perlu memfasilitasi Pemerintah Daerah dalam proses penyusunan Perda yang mengakomodasi hak ulayat. - Belum terintegrasinya rencana pembangunan dengan rencana tata ruang. Rumusan yang dihasilkan: a. Indikasi program dalam RTR seringkali tidak diacu di dalam RPJP dan RPJM. Usulan solusi: penyusunan pedoman penyerasian antara kedua rencana, sesuai amanat PP 15/2010 pasal 102. Sebagai contoh RPI2JM. Program pembangunan yang sesuai dengan indikasi program akan memudahkan evaluasi, pengendalian dan pengawasan; b) penyusunan RPJMD Provinsi dan Kab/Kota harus mengacu kepada RTRW Provinsi dan Kab/Kota; b. Perlu penguatan kapasitas kelembagaan BKPRD, terutama dalam rangka proses persetujuan substansi RDTR yang didekonsentrasikan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Provinsi; c. RTRW dengan RPJMN: perlu mekanisme penyerasian keduanya, misalnya melalui forum BKPRD atau melalui Musrenbang; d. Perlu dikaitkan antara proses penganggaran dengan penyusunan rencana tata ruang. Misal: melalui program besar lintas sektor (perkotaan, pedesaan, P3KT, dlsb); e. Untuk pembangunan Kawasan Strategis Nasional dan Kawasan Strategis Nasional Tertentu, harus ada penganggaran di dalam RPJM Nasional. Demikian juga untuk pembangunan Kawasan Strategis Provinsi di dalam RPJM Provinsi; f. Perlu ada percepatan penetapan Perda RTRW Provinsi dan Kabupaten/Kota dan Perda RZWP3K. - Isu-isu lainnya, diusulkan batas waktu Holding Zone paling lama 5 (lima) tahun sejak rencana tata ruang ditetapkan dengan Perda. Komisi 4 dengan tema Penyelesaian Permasalahan Penataan Ruang dengan beberapa isu strategis sebagai berikut: - Penyelesaian konflik penataan ruang di dalam kawasan KSN dan bersifat strategis nasional dilaksanakan oleh BKPRN, sedangkan penyelesaian konflik penataan ruang di luar KSN dan di dalam 1 Provinsi diselesaikan pada BKPRD Provinsi; Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 10
- Terkait dengan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) untuk mendukung ketahanan pangan: a. Pada akhir 2013 Kementerian Pertanian akan menerbitkan peta LP2B tingkat nasional (skala 1:50.000) dan peta tersebut akan dibahas dalam forum BKPRN; b. BKPRN perlu mempertahankan keberadaan sawah eksisting dan memfasilitasi proses integrasi LP2B ke dalam RTRW (yang sudah dan belum perda); c. Integrasi LP2B ke dalam RTRW perlu mempertimbangkan potensi minerba dan migas bawah tanah. - Langkah tindak lanjut terkait perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan di Provinsi (termasuk Kepulauan Riau): a. Perlu melakukan integrasi kawasan hutan ke dalam pola ruang RTRW; b. Terhadap kawasan hutan yang belum mendapatkan persetujuan perubahan oleh Menteri Kehutanan, integrasi kawasan hutan ke dalam pola ruang RTRW menggunakan mekanisme holding zone (Inpres no. 8 Tahun 2013); c. Terhadap lokasi yang berkategori Dampak Penting Cakupan Luas dan Strategis (DPCLS) agar BKPRN mendorong percepatan persetujuan dari DPR RI; d. Tanpa menunggu persetujuan DPCLS oleh DPR RI, terhadap lokasi yang di luar DPCLS agar diselesaikan melalui mekanisme tata batas dan perubahan kawasan hutan secara parsial (tukar menukar, pelepasan kawasan hutan) serta pinjam pakai kawasan hutan; e. Khusus penyelesaian Perda RTRW Provinsi Kepri, perlu segera disusun langkah tindak lanjut dan dijadwalkan dalam Rakor tingkat Menteri BKPRN. - Tindak lanjut terkait dengan penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K), maka perlu dilakukan beberapa hal: a. Percepatan penyusunan RZWP3K pada tingkat Provinsi dan Kabupaten / Kota (workshop nasional, sosialisasi, bimbingan teknis, dan penyediaan dana dekonsentrasi); b. BKPRN perlu memfasilitasi percepatan penyusunan RZWP3K. - Tindak lanjut terkait dengan rencana reklamasi di Teluk Benoa, akan dilakukan: a. Diperlukan pertemuan untuk memfasilitasi masalah pengembangan Teluk Benoa oleh BKPRN, Pemerintah Provinsi Bali, Pemerintah Kabupaten Badung dan Pemerintah Kota Denpasar; b. Segera diselesaikan RZWP3K di Teluk Benoa dan pencadangan/penetapan kawasan konservasi perairan Teluk Benoa. - Tindak lanjut pemanfaatan ruang di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL): a. Diperlukan pertemuan antara Pemerintah Aceh dan BKPRN untuk percepatan penyelesaian Perpres RTR KSN KEL; b. Diperlukan kejelasan penafsiran UU no. 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh khususnya mengenai pengelolaan Kawasan Ekosistem Leuser yang berstatus Area Penggunaan Lain (di luar kawasan hutan). 3. Rapat Sertipikasi Publikasi Batas Kawasan Hutan Rapat ini diadakan pada tanggal 14 November 2013 bertempat di Bappenas sebagai salah satu upaya dalam memberikan kepastian hukum hak atas tanah dengan mendorong pada perubahan sistem pendaftaran tanah dari negatif menjadi positif. Publikasi batas kawasan hutan yang dimaksud adalah pemetaan batas kawasan hutan dalam skala kadastral 1:5.000 untuk dapat Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 11
mengurangi konflik baik antarpemerintah, swasta maupun dengan masyarakat. Pokok-pokok pembahasan dalam rapat ini adalah sebagai berikut: Dalam pelaksanaan penetapan batas hutan berdasarkan mekanisme penetapan dari kehutanan didokumentasikan melalui 3 dokumen yaitu berita acara, peta dan buku ukur. Kementerian kehutanan, BPN serta Bappenas telah setuju dengan pelaksanaan kegiatan publikasi batas kawasan hutan yang diawali dengan pilot project di 3 lokasi yang sebelumnya telah di survei yaitu Hutan Yeh Ayah Bali, Hutan Mangkol dan Hutan Pantai Rebo di Bangka belitung. Pelaksanaan pilot project akan dilaksanakan padan tahun 2014 dengan pendanaan yang akan dibicarakan lebih lanjut. Pihak BPN menyampaikan bahwa pendanaan akan diusahakan melalui alokasi PNBP. 4. Konsinyasi Pasca Rakernas BKPRN 2013 Pelaksanaan kegiatan pada tanggal 18 – 20 November 2013 bertempat di Denpasar, Bali yang bertujuan untuk membahas isu konflik penataan ruang sebagai bahan Sidang BKPRN, review hasil Sidang Komisi Rakernas BKPRN 2013 dan penyusunan Agenda Kerja BKPRN Tahun 2014 – 2015. Konsinyasi Pasca Rakernas BKPRN 2013 membahas mengenai penyiapan bahan sidang Menteri BKPRN untuk pembahasan konflik pemanfaatan ruang, review hasil sidang komisi Rakernas BKPRN 2013 dan penyusunan agenda kerja BKPRN 2014-2015 Pokok-pokok penting pada pembahasan Penyiapan Bahan Sidang Menteri BKPRN untuk Pembahasan Konflik Pemanfaatan Ruang: Pembahasan terhadap perbedaan SK Menhut dengan hasil Timdu dan langkah-langkah penyelesaiannya (kasus Provinsi KEPRI, Provinsi Aceh-KEL). Finalisasi SEB Holding Zone. Adanya usulan perubahan substansi dari Menteri Kehutanan dan hasil rakernas BKPRN (jangka waktu paling lama 5 tahun). Penyelesaian rencana reklamasi Teluk Benoa. Penyebutan kawasan konservasi perairan (L3) pada Perpres No. 45 tahun 2011 tentang KSN Sarbagita yang pada Perpres 122 tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan PulauPulau Kecil, bahwa kawasan tersebut tidak dapat direklamasi sehingga diperlukan pengaturan khusus (dengan RZWP3K). Pembahasan penetapan KP2B dan LP2B ke dalam RTRW dan Rencana Rinci (RDTR). Penyelesaian Raperpres KSN Borobudur. Dalam konsinyasi berhasil disepakati inventarisasi isu penataan ruang yang akan dibahas pada Sidang BKPRN dan terumuskannya agenda kerja BKPRN Tahun 2014-2015. 5. Rapat Persiapan Rapat Kerja Sekretariat BKPRN Pelaksanaan kegiatan pada tanggal 27 November 2013 di Bappenas yang bertujuan untuk membahas evaluasi kegiatan Tahun 2013 dan rencana kerja tahun 2014-2015 Sekretariat BKPRN. Dalam rapat disepakati rancangan kegiatan Sekretariat BKPRN 2014-2015. Capaian pada Bulan November 2013 adalah mengidentifikasikan kegiatan berdasarkan tupoksi Sekretariat BKPRN.
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 12
6. Rapat Persiapan Lokakarya Penyelarasan Implementasi UU No. 26 Tahun 2007 dan UU No. 27 Tahun 2007 Pelaksanaan rapat pada tanggal 27 November 2013 di Bappenas yang bertujuan mempersiapkan penyelenggaraan Lokakarya Penyelarasan Implementasi UU No. 26 Tahun 2007 dan UU No. 27 Tahun 2007. Secara umum berhasil disepakati skenario dan agenda lokakarya yang tertuang dalam Kerangka Acuan Kerja Lokakarya Penyelarasan Implementasi UU No. 26 Tahun 2007 dan UU No. 27 Tahun 2007.
Tabel Terlaksananya Kegiatan Internal Bulan November 2013 No 1
2
3 4
5
6 7
8
9 10 11 12 13
Kegiatan Evaluasi dan Pemantuan Kegiatan Pembangunan Bidang Tata Ruang dan Pertanahan di Provinsi Sulawesi Utara Evaluasi dan Pemantuan Kegiatan Pembangunan Bidang Tata Ruang dan Pertanahan di Provinsi Papua Barat Lokakarya Background Study Buku III RPJMN 2015-2019 Rapat Pembahasan Background Study RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan Rapat Persiapan Kegiatan Seminar Internal Bappenas mengenai Kajian Background Study RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan dengan Tenaga Ahli Penyusunan TOR Kegiatan Lanjutan (SCDRR II) FGD Kajian Background Study RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan Rapat Koordinasi Eselon III Dalam Rangka Persiapan Rakernas BKPRN 2013 Rapat Kerja Nasional BKPRN 2013 Rapat Sertipikasi Publikasi Batas Kawasan Hutan Konsinyasi Pasca Rakernas BKPRN 2013 Rapat Persiapan Agenda Kerja Sekretariat BKPRN Rapat Persiapan Lokakarya Penyelarasan Implementasi UU No. 26 Tahun 2007 dan UU No. 27 Tahun 2007
Terlaksana
Tidak Terlaksana
Keterangan Kegiatan evaluasi dan pemantauan terus berlanjut pada Bulan Desember 2013 Kegiatan evaluasi dan pemantauan terus berlanjut pada Bulan Desember 2013
√
-
√
-
√
-
Selesai
√
-
Selesai
√
-
Selesai
√
-
Berlanjut
√
-
Berlanjut
√
-
Selesai
√
-
Selesai
√
-
Berlanjut
√
-
Selesai
√
-
Berlanjut
√
-
Berlanjut
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 13
BAB III KEGIATAN EKSTERNAL
Di bawah ini adalah ulasan singkat mengenai partisipasi Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh eksternal Direktorat, baik oleh unit kerja/unit organisasi di lingkungan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional ataupun kementerian/lembaga lain, sampai dengan akhir Bulan November 2013. Kegiatan eksternal ini ada yang dihadiri langsung oleh Direktur atau didisposisikan ke Kepala Sub Direktorat maupun Staf. 1. Pembahasan Raperda RDTR Kawasan Perkotaan Parigi - Kabupaten Parigi Moutong dalam rangka Persetujuan Substansi, pada hari Rabu tanggal 6 November 2013 bertempat di Kementerian PU. Rapat ini diselenggarakan untuk membahas materi Raperda RDTR Kawasan Perkotaan Parigi. Pembahasan persetujuan substansi RDTR di Provinsi Sulawesi Tengah sendiri belum didekonsentrasikan oleh Kementerian PU, karena Perda RTRW Provinsi belum ditetapkan. Beberapa hal yang menjadi pembahasan dalam rapat ini adalah: Terdapat perbedaan skala peta minimal RDTR antara PP 8/2013 tentang Tingkat Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang dan Permen PU tentang pedoman penyusunan RDTR. Pada PP tercantum 1:10.000 dan pada Permen PU adalah 1:5.000. Lampiran V A tentang zoning text belum memuat kegiatan terkait hankam. Dipandang perlu alokasi ruang untuk satuan tempur. Kawasan Perkotaan Parigi belum menetapkan LP2B, namun sebenarnya terdapat kawasan pertanian. Perlu dijelaskan mengenai ketetapan kawasan perkotaan di dalam LP2B.
2. Evaluasi Pelaksanaan 4 Tahun RPJMN 2010-2014, pada hari Rabu tanggal 6 November 2013 bertempat di Hotel Oasis Amir Jakarta. Workshop bertujuan untuk melakukan updating/konfirmasi data capaian indikator untuk 14 Prioritas Nasional RPJMN 2010-2014 sampai dengan Juni 2013; mendiskusikan permasalahan pencapaian target indikator; dan mendiskusikan tindak lanjut. Dalam rapat ini, seluruh K/L dengan indikator terpilih memaparkan capaian kinerja sampai dengan saat ini. Termasuk di dalamnya indikasi pencapaian target RPJMN pada akhir periode pelaksanaannya. Adapun masalah yang diidentifikasi dalam rapat tersebut adalah: Perubahan cara pengambilan data dan indeksasi sehingga indikator yang ditetapkan tidak lagi sesuai. Penambahan jumlah target sehingga prosentase pencapaian tidak meningkat (saran: perhitungan prosentase tetap menggunakan target yang ada dalam RPJMN, perubahan jumlah target masuk ke dalam (footnote tabel). Beberapa K/L menyarankan perubahan indikator yang lebih sesuai dengan sasaran Prioritas Nasional (PN). Indikator kegiatan BPN dan Kementerian PU termasuk dalam Prioritas Nasional 6 Infrastruktur. Untuk BPN indikator kegiatan yang disampaikan adalah Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T). BPN menyampaikan capaian pelaksanaan kegiatan IP4T sampai dengan Juni 2013 adalah sebanyak 678.273 bidang dari total target RPJMN 2010-2014 sebanyak 1.678.325 bidang dan pada tahun 2014 Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 14
ditargetkan sebanyak 182.300 bidang. Melihat trend pencapaian yang semakin menurun dan diperkirakan sampai dengan tahun 2014 target RPJMN tidak akan tercapai. Menurunnya target IP4T karena pelaksanaan kegiatan tersebut hanya terbatas pada inventarisasi namun tidak ditindaklanjuti dengan penerbitan sertifikat hak atas tanah. 3. Seminar Akhir Tahun Kajian Peranan Masyarakat Dalam Pengembangan Pariwisata Bahari, pada hari Kamis tanggal 7 November 2013 bertempat di Bappenas. Tujuan seminar adalah untuk memahami pola dan bentuk peran serta masyarakat dalam pembangunan pariwisata bahari. Beberapa inti sari paparan pembicara adalah sebagai berikut: Pengembangan PNPM Pariwisata melalui kegiatan utama, yaitu Pengembangan kapasitas masyarakat, fasilitas sarana dan prasarana, serta fasilitas usaha kepariwisataan. Salah satu contoh keberhasilan adalah model klaster Desa Wisata dengan Desa Terkait di sekitar Desa Wisata. Contoh yang sudah berhasil di Desa Manding, Bantul DIY. Contoh lain desa-desa wisata Kabupaten Magelang (dekat dengan Borobudur). Pariwisata menjadi sektor unggulan negara. Tantangannya adalah bagaimana menangkap peluang tersebut. Isu utama pengembangan pariwisata adalah data potensi pariwisata, kesiapan masyarakat (sebagian besar masyarakat di pesisir dikategorikan miskin), fasilitas infrastruktur (khususnya bandara), koordinasi lintas sektor, keamanan, pembangunan pariwisata berkelanjutan (isu lingkungan dan perubahan iklim). Kebijakan pendukung sudah banyak untuk mendukung konsep pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan pariwisata. Namun konsep tersebut masih belum optimal berjalan. Untuk peran koordinator, diharapkan Bappenas dapat menjadi “wasit”. Pemerintah hanya berfungsi sebagai regulator dan koordinator. Aktifitas dalam memberdayakan masyarakat adalah ingin memperkuat peran pemerintah daerah dan pemerintah desa dalam mengawasi pembangunan. Bantuan project dari lembaga diharapkan bisa memperkuat lembaga adat. Diharapkan tidak membentuk lembaga baru. Kedepan perlu memperkuat lembaga lokal untuk pengembangan pariwisata. Program Mandiri bersama Bank Mandiri di dua wilayah (Wakatobi dan Desa Bayan Lombok). Bank Mandiri memiliki kepedulian tentang kualitas usaha dan kualitas pariwisata. Manfaatnya dipandang belum dirasakan oleh masyarakat. Tujuannya adalah berkontribusi mendorong ekonomi masyarakat (community economy). Jika berjalan, bisa direplikasi saat ini ada pada tahapan perencanaan dan pelaksanaan. Seharusnya project berbasis masyarakat perlu didesain multi years. Menyepakati pariwisata bahari berbasis masyarakat, berbasis lingkungan (konservasi). Permasalahan utama pariwisata bahari adalah sumberdaya manusia, terutama dipulau-pulau kecil dan infrastruktur. 4. Harmonisasi Rancangan Peraturan Presiden Tentang Batas Sempadan Pantai, pada hari Kamis tanggal 7 November 2013 bertempat di Kementerian Hukum dan HAM. Rapat ini merupakan kelanjutan rapat sebelumnya pada tanggal 9 Oktober 2013 dan diselenggarakan untuk membahas masukan Bappenas terkait RPerpres Batas Sempadan Pantai. Hasil dari rapat ini adalah disepakatinya penetapan Perda tentang Batas Sempadan Pantai tidak harus melalui perda tersendiri dan dapat diintegrasikan ke dalam Perda RTRW Kab/Kota atau RZWP3K. Adapun terkait usulan Bappenas agar jenis pemanfaatan ruang sempadan pantai tidak perlu dicantumkan, tidak diakomodir karena sudah merupakan kesepakatan lintas sektor dalam pembahasan RPerpres. Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 15
Namun, disepakati bahwa pemberian izin pemanfaatan ruang di sempadan pantai tetaplah menjadi kewenangan Pemerintah Daerah. 5. Workshop Peningkatan Kapasitas Perencana Pembangunan Nasional Dalam Proses Pengarusutamaan REDD+ ke dalam Agenda Pembangunan Nasional, pada hari Jumat tanggal 8 November 2013 bertempat di Hotel Novotel Bogor. Workshop ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan perencana pembangunan nasional di tingkat pusat mengenai kebijakan terkait dan skema REDD+, meningkatkan pemahaman stakeholder mengenai penyusunan Reference Emissions Level (REL) pada sektor berbasis lahan, dan memperdalam pemahaman tentang metode penyusunan penurunan emisi (MRV) dan pemantauan kegiatan penurunan emisi berbasis lahan. Adapun pokok-pokok penting dari workshop ini adalah: REDD+ merupakan mekanisme untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dengan cara memberikan kompensasi kepada pihak-pihak yang melakukan pencegahan deforestasi dan degradasi hutan dan melakukan perlindungan hutan. REDD+ ini bagian dari RAN-GRK (Perpres No.61/2011) yang kemudian akan disusun RAD sektor kehutanan dan lahan gambut yang akan berkontribusi minimal 22% dari 26% total penurunan emisi yang ditargetkan pada tahun 2020. Dalam workshop ini diajarkan mengenai LUWES yaitu perangkat yang membantu pemangku kebijakan dalam merancang pembangunan agar mampu menurunkan emisi dari sektor lahan, namun tetap mempertahankan pertumbuhan ekonomi. Secara umum, Perencanaan Penggunaan Lahan untuk Strategi Pembangunan Rendah Emisi (LUWES) terdiri dari 6 (enam) tahapan, meliputi: - Membangun unit perencanaan - Mengenali perubahan penggunaan lahan di masa lampau dan emisi yang ditimbulkan - Membangun skenario baseline dan Reference Emission Level (REL) - Penyusunan skenario mitigasi dan simulasi perubahan penggunaan lahan - Memilih skenario terbaik (trade-off analysis) - Implementasi dan penyusunan rencana aksi penurunan emisi 6. Konsultasi Triwulanan III Bappenas-Bappeda Provinsi Seluruh Indonesia, pada hari Rabu tanggal 6 November 2013 bertempat di Bappenas. Pertemuan ini bertujuan untuk menyinergikan perencanaan pembangunan antara pusat dan daerah. Agenda pertemuan ini dibagi kedalam 2 (dua) sesi yaitu sesi I dengan agenda pembukaan dan arahan Ibu Menteri PPN/Kepala Bappenas, Pembahasan Panel dan Diskusi. Untuk sesi II dilakukan setelah makan siang dengan agenda pemaparan SIMREG, pemaparan UKPPD On Line dan Diskusi isu strategis masing-masing provinsi. Beberapa hal yang penting yang disampaikan dalam pertemuan tersebut antara lain sebagai berikut: Menteri PPN/Kepala Bappenas - Bappenas saat ini sedang menyusun Background Study RPJMN 2015-2019 melalui pendekatan teknokratik dengan mendasarkan pada hasil evaluasi RPJMN 2010-2014. - Fokus dalam penyusunan RPJMN 2015-2019 adalah pembangunan yang berkeadilan atau pertumbuhan yang inklusif. - Harapan untuk pemerintah provinsi adalah untuk dapat mendukung program dan kegiatan yang dilakukan pemerintah pusat.
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 16
Deputi Bidang Pendanaan Pembangunan, Bappenas - Pagu Indikatif telah dibahas bersama K/L dan pemerintah daerah dalam rangkaian Pertemuan Tiga Pihak dan Musrenbangnas. Namun, dalam perkembangannya telah dilakukan pemutakhiran sesuai kesepakatan Musrenbangnas dan sebagai akibat perubahan asumsi makro. - Kesepakatan dalam musrenbangnas antara lain adalah perkuatan pembangunan infrastruktur konektivitas, irigasi, sarana pengendalian banjir, sarana kesehatan, transmigrasi. Sedangkan perubahan akibat asumsi makro adalah perkuatan belanja K/L (infrastruktur konektivitas dan listrik, transportasi massal perkotaan, irigasi, pembangunan Papua – Papua Barat, sarana kesehatan) dan perkuatan transfer daerah (DAU dan DAK) - Beberapa hal yang diharapkan dari pemerintah daerah adalah mempersiapkan isu strategis yang memiliki daya ungkit tinggi, fokus dan konkret pada penyelesaian isu, serta jelas kebutuhan serta tahapan pendanaannya. Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah, Bappenas - Fakta saat ini yang ada adalah kesenjangan (disparitas) antara wilayah Jawa dan Luar Jawa masih tetap tinggi dan tidak banyak berubah. Hal ini dibuktikan dengan angka indeks Gini yang tinggi. - Fokus Pengembangan Wilayah dalam penyusunan Buku III ini adalah penguatan daya saing daerah melalui keunggulan kompetitif. Strategi yang akan dilakukan adalah pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru, MP3EI, pengembangan ekonomi kreatif dan berbasis pengetahuan (knowledge based economy) - Buku III ini merupakan sinergi dari perencanaan wilayah yang sifatnya lintas sektor. Kerangka pikir penyusunan Buku III RPJMN 2015-2019 dibagi kedalam 8 (delapan) langkah yaitu kondisi saat ini, proyeksi, prakiraan 2015-2019, isu strategis, skenario, sasaran 2015-2018, strategi pengembangan, investasi dan regulasi. - Beberapa hal yang diharapkan dari pemerintah provinsi adalah koordinasi dalam rancangan teknokratik dan memberikan masukan atas rancangan Buku III, menjaga kesinambungan substansi perencanaan dan pentahapan pembangunan dengan rancangan nasional, memastikan kabupaten/kota menjaga kesinambungan substansi perencanaan dan pentahapan pembangunan dengan Provinsi dan Nasional. Sekretaris Menteri PPN/ Sestama Bappenas - Pemberian dana dekonsentrasi Kementerian PPN/Bappenas bertujuan untuk meningkatkan sinergi perencanaan pusat dan daerah dalam rangka pencapaian sasaran prioritas pembangunan nasional. - Fokus pelaksanaan dana dekonsentrasi Tahun 2013 adalah Fasilitasi Perkuatan Koordinasi Pelaksanaan MP3EI, MDG’s, RAD Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca, RAD Pangan dan Gizi, serta MP3KI. Untuk Tahun 2014, fokus kegiatan kurang lebih masih sama dengan tahun 2013. - Jumlah dan alokasi dana dekonsentrasi tahun 2014 sama dengan alokasi tahun 2013 namun, terdapat tambahan alokasi untuk Provinsi Kalimantan Utara. - Beberapa hal yang diharapkan dari pemerintah provinsi adalah mempersiapkan dokumen persiapan pelaksanaan dana dekonsentrasi tersebut seperti pernyataan kesanggupan, dan penetapan pengelolaan keuangan.
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 17
Kasubdit Data dan Informasi Kewilayahan, Bappenas - Saat ini Bappenas (c.q Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah) sedang menyusun sistem UKPPD on line sampai tingkat kabupaten/kota dan Sistem Informasi dan Manajemen Data Dasar Regional (SIMREG). - Sistem UKPPD merupakan sistem yang memuat data dan informasi secara terpadu yang digunakan untuk menyelaraskan kebutuhan daerah dan pusat dengan cara menyandingkan Usulan Kegiatan dan Pendanaan Pemerintah Daerah (UKPPD) dan Rancangan Kerja (Renja) K/L dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP). - Tujuan sistem ini adalah mempermudah dalam melaksanakan pengusulan dan pembahasan kegiatan dan anggaran dalam Musrenbang dari tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasional serta mempermudah dalam melakukan monitoring dan evaluasi. - Sistem SIMREG dibuat untuk mendukung kebutuhan data dan informasi kewilayahan yang mudah diakses dan disebarluaskan bagi seluruh unit kerja perencana baik di pusat maupun di daerah. Diharapkan daerah dapat membantu pengisian data tersebut. Beberapa hal penting dalam diskusi yang disampaikan oleh peserta rapat adalah: - Terdapat perbedaan tahun pelaksaan RPJMN dan RPJMD sehingga perlu dipikirkan bagaimana penyelesaiannya. - Mekanisme pemberian dana transfer kedaerah (DAU dan DAK) perlu ditinjau ulang tidak hanya berdasarkan luas wilayah tapi juga jumlah penduduk. - Perlu ada pemberian insentif bagi pemerintah daerah yang memberikan sumbangan tinggi bagi pencapaian target nasional. - Penyusunan Buku III RPJMN 2015-2019 sebaiknya memperhitungkan dampak pemberlakuan Asian Economic Community (AEC) sehingga bisa diidentifikasi kesiapan wilayah-wilayah dalam menghadapi AEC tersebut. Selain itu perlu ada keberpihakan pada pembangunan wilayah tertinggal. - Perlu dilakukan reviu oleh Bappenas terhadap dokumen RPJMD Provinsi seluruh Indonesia untuk melihat kesesuaian RPJMD Provinsi dengan RPJMN. - Sinkronisasi peraturan di pusat yang mengatur proses perencanaan pembangunan di daerah terutama antara Bappenas dengan Kementerian Dalam Negeri. 7. Ekspose Usulan Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan dalam RTRWP NTT, pada hari Selasa tanggal 12 November 2013 bertempat di Gedung Manggala Wanabhakti. Rapat ini diselenggarakan dalam rangka dengar pendapat atas usulan Pemerintahan Provinsi NTT terkait usulan perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan. Usulan tersebut disampaikan langsung oleh Gubernur Provinsi NTT. Kawasan hutan yang diusulkan untuk perubahan peruntukan dan fungsi menjadi APL yaitu seluas 227.450,53 Ha. Usulan perubahan tersebut telah dilengkapi dengan data-data di lapangan. Dengan adanya pengurangan kawasan hutan tersebut, Kementerian Kehutanan mengharapkan Pemprov NTT juga telah memikirkan replacement dengan adanya pengurangan fungsi tutupan lahan misalnya melalui penanaman vegetasi lain di kawasan yang diusulkan. Pemprov NTT mengharapkan pada tahun 2014 Kementerian Kehutanan selesai menetapkan perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan tersebut.
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 18
8. Diskusi Perencanaan Pembangunan Bidang Transportasi di Kawasan Perbatasan, Daerah Tertinggal, Papua dan Papua Barat, pada hari Senin tanggal 11 November 2013 bertempat di Hotel Millenium. Adapun hal-hal penting dalam diskusi ini adalah sebagai berikut: Kebijakan pembangunan transportasi dalam RPJMN 2015 – 2019 (disusun oleh Direktorat Transportasi Bappenas) akan mewujudkan sinkronisasi moda dan industri transportasi yang handal dengan: i) membangun konektivitas nasional, ii) membangun industri transportasi yang efisien dan berdaya saing tinggi serta iii) dilakukannya integrasi isu strategis sektor dan lintas sektor. Kementerian Perhubungan dalam melakukan percepatan pembangunan bidang transportasi di Provinsi Papua dan Papua Barat mendapatkan anggaran direktif Presiden yaitu pembangunan 3 dermaga dan 3 bandara, namun belum dapat terlaksana dikarenakan permasalahan koordinasi dengan Komisi V DPR RI. Kementerian Perhubungan menyarankan agar kegiatan Percepatan Pembangunan Propinsi Papua dan Papua Barat (P4B) dialokasikan penganggarannya melalui BA.022 (anggaran Kementerian Perhubungan) sehingga dapat terrealisasi dengan efisien. Peningkatan kualitas SDM bidang transportasi juga diperlukan karena berimplikasi pada kualitas realisasi termasuk penyerapan anggaran. Termasuk pembinaan SDM yang perlu disesuaikan dengan kondisi wilayah, seperti Provinsi Papua dan Papua Barat yang perlu pembinaan intensif. Diharapkan UP4B tidak memaksakan kebijakan (misalnya usulan lokasi pembangunan infrasturktur bidang transportasi) dengan alasan kegiatannya merupakan direktif presiden, hal ini dikarenakan usulan-usulan lokasi pembangunan yang masuk di Kementerian Perhubungan setelah peninjauan lapangan tidak layak untuk pembangunan Dalam percepatan pembangunan infrastruktur bidang transportasi, dokumen rencana yang memiliki keterkaitan substansi variasinya sangat tinggi, misalnya Sistem Logistik Nasional, MP3EI, RPJMN, RPJMD, RTRW, KLHS. Hal ini dapat diantisipasi dengan melakukan pengelompokkan berdasarkan tingkatan prioritasnya untuk mengimplementasikan dokumen rencana tersebut. Direktorat Transportasi Bappenas juga mengusulkan agar dokumen RPI2JM menjadi alat untuk mengoordinasikan berbagai dokumen perencanaan yang ada. Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) telah mendukung pembangunan infratruktur bidang transportasi khususnya transportasi laut di wilayah pulau terpencil dan terluar dengan memberikan bantuan sosial dalam pembangunan banyak dermaga dan pengadaan kapal-kapal penumpang yang menghubungkan antar pulau dan kabupaten sejak 2012. Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) juga melaporkan bahwa hingga saat ini pos-pos lintas batas sedang dalam proses pembangunan. 9. Diskusi Perencanaan Pembangunan Bidang Energi di Kawasan Perbatasan, Daerah Tertinggal, Papua dan Papua Barat, pada hari Senin tanggal 11 November 2013 bertempat di Hotel Millenium. Pembahasan dalam diskusi ini adalah menjelaskan posisi Indonesia saat ini dalam kondisi krisis energi karena bukan merupakan negara pengekspor minyak, memiliki populasi penduduk tinggi, pertumbuhan ekonomi yg sedang berkembang, sedangkan pasokan energi yang dimiliki Indonesia belum mencukupi. Hal ini memicu kebutuhan energi semakin besar sehingga energi harus menjadi fokus kedepan. Aksesibilitas dan sistem konektivitas energi di Indonesia yang sudah cukup memadai yaitu di Pulau Jawa, Pulau Madura dan Pulau Kalimantan.
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 19
Adapun hambatan utama dari distribusi energi adalah sebagai berikut: Karakteristik negara Indonesia yang berbentuk kepulauan. Terdapat beberapa daerah yang sumber energi listriknya besar namun masih sering kekurang pasokan listrik dan sering terjadi pemadaman listrik. RPJMN saat ini tidak memiliki kekuatan dalam hal penentuan lokasi rencana Bidang Energi, sehingga konflik pembangunan Bidang Energi di beberapa daerah tidak dapat dipungkiri (Kabupaten Demak). Pembangunan infrastruktur energi yang diarahkan pada lokasi-lokasi belum terjangkau listrik PLN melalui kegiatan pembangunan PLTMH dan PLTS untuk daerah terpencil dan perbatasan. Terbatasnya kemampuan di daerah dalam penyiapan program/perencanaan energi terbarukan serta sulitnya membangun komitmen masyarakat pengelola instalasi EBT. Potensi energi terbarukan rata-rata berada pada daerah yang sulit aksesibilitas. Disamping jauh dari beban juga ada kesulitan transportasi barang peralatan, sehingga pekerjaan menjadi sering terlambat, sehingga perlu koordinasi/keterlibatan dengan K/L terkait dalam rangka menyelesaikan permasalahan yang timbul di lokasi. Tidak adanya kebijakan yang terintegrasi antara sektor energi dengan sektor lain. 10. Lokakarya Nasional Penyusunan Model Dinamika Spasial Kawasan Perhatian Investasi (KPI) Di Koridor Ekonomi MP3EI Provinsi Bali, pada hari Selasa tanggal 12 November 2013 bertempat di Hotel Bidakara Jakarta. Lokakarya ini bertujuan untuk media komunikasi antar stakeholder, khususnya dengan pihak daerah Provinsi Bali dalam proses penyusunan model, berdiskusi mengenai hasil simulasi dari berbagai skenario yang mungkin diputuskan oleh pengambil kebijakan; dan memperoleh masukan, kritik, dan saran terhadap hasil, proses simulasi dan pengembangan lanjutan. Model ini nantinya ditujukan agar terjadi sinkronisasi kebijakan implementasi KPI dengan kebijakan spasial (MP3EI), juga dapat mendukung perencanaan dan evaluasi penerapan kebijakan KPI yang ada untuk pengambil kebijakan baik di pusat maupun daerah. Dalam model ini variabel ruang menjadi salah satu indikator utama, beberapa diantara parameter yang digunakannya adalah luas lahan hutan, perumahan, sawah, ladang dan pariwisata karena sektor pariwisata dan pertanian menjadi sektor utama yang dikembangkan. Model dapat disimulasikan secara spasial dengan menggunakan tiga skenario (pesimis, moderat dan optimis) dengan menggunakan indikator investasi MP3EI KPI Bali, pertumbuhan penduduk, daya dukung lingkungan (proporsi hutan dan rasio supply demand air). Dalam simulasi ini RTRWP juga dijadikan variabel batas yang kemudian menghasilkan kejadian perubahan guna lahan secara spasial yang akan terjadi di Bali berdasarkan masing-masing skenario. Hasil ini kemudian disandingkan dengan nilai PDRB yang akan dicapai. 11. Bentuk dan Tata Cara Pemberian Insentif dan Disinsentif Bidang Penatan Ruang, pada hari Rabu tanggal 13 November 2013 bertempat di Hotel Amos Cozy Jakarta. Rapat ini membahas antara lain: Penetapan indikator dan kriteria merupakan tahapan penting yang perlu dipertimbangkan pada saat penyusunan bentuk dan tata cara pemberian insentif dan disinsentif di daerah. Usulan agar substansi terkait bentuk dan tata cara pemberian insentif dan disinsentif untuk tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota dipisahkan, karena untuk tingkat Kabupaten/Kota pasti lebih rinci dibandingkan untuk tingkat provinsi. Substansi bentuk dan tata cara pemberian insentif dan disinsentif seyogyanya diakomodasi dalam peraturan daerah. Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 20
Definisi insentif dan disinsentif dalam pedoman ini selain mengikuti UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan PP No 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, juga mengacu pada peraturan perundangan lainnya yang terkait dengan insentif dan disinsentif. Lingkup pedoman perlu dipertajam terutama terkait hal-hal yang perlu diacu oleh daerah. Kedudukan, fungsi dan manfaat pedoman perlu dicermati kembali. Selain itu penulisan pedoman perlu diperbaiki kembali agar lebih terarah, lebih rinci dan lebih mudah diacu/diimplementasikan oleh pengguna pedoman. Pedoman ini diharapkan sudah dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah Daerah, walaupun Pemda belum memiliki perda terkait insentif dan disinsentif. Terminologi yang tercantum dalam pedoman juga perlu diperbaiki sesuai dengan ketentuan yang ada. Usulan agar aturan terkait insentif dan disinsentif tidak berdiri sendiri tapi dapat digabungkan ke dalam aturan lainnya, misalnya perda tentang rencana rinci tata ruang. Selain mengatur ruang darat juga dapat memberi masukan pada pengaturan ruang laut terkait bentuk dan tata cara pemberian insentif dan disinsentif. 12. Workshop dalam rangka Peninjauan Kembali PP No. 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur (Jabodetabekpunjur), pada hari Selasa tanggal 12 November 2013 bertempat di Hotel Grand Kemang Jakarta. Kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan yang diselenggarakan dalam rangka peninjauan kembali Perpres No.54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur untuk melakukan konfirmasi hasil temuan awal dengan pemangku kepentingan terkait. Adapun pokok-pokok pembahasan dalam workshop ini adalah sebagai berikut: Kajian Tim Teknis harus lebih tajam terkait arah pengembangan kawasan Jabodetabekpunjur dan kedepannya harus mempertahankan kawasan pertanian atau mengorbankan alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan non-pertanian. Rencana Penataaan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur kedepannya juga harus bisa menjamin kawasan tersebut akan menjadi kawasan berkelanjutan. Pengembangan kawasan Jabodetabekpunjur harus mengatur kewenangan yang terintegrasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta dan peran serta masyarakat. Sehingga perlunya arahan yang jelas di dalam Perpres Jabodetabekpunjur terkait rencana pengembangan transportasi secara terintegrasi melalui sinkronisasi dengan kebijakankebijakan baru yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat seperti Permenhub No.54 Tahun 2013 tentang Rencana Sistem Transportasi Jabodetabek (tanpa Punjur) dan MPAs (Metropolitan Priority Area) tahun 2010. Arahan pengembangan kawasan industri di Kawasan Jabodetabekpunjur harus diatur secara terpadu. Hal-hal yang diperlukan dalam peninjauan kembali antara lain: (i) memprekdisikan kecenderungan perubahan tata ruang 15 tahun ke depan seperti apa terkait perubahan pola ruang, pertumbuhan pusat-pusat kegiatan, dan perubahan pola interaksi; (ii) sejauh mana kesesuaian pola dan struktur ruang eksisting terhadap rencana tata ruang Jabodetabekpunjur. Perlu mempertimbangkan lebih dalam terkait implikasi-implikasi peraturan perundangundangan yang ditetapkan setelah Perpres Jabodetabekpunjur ditetapkan seperti (UU 32 Tahun 2009, UU 41 Tahun 2009 dan sebagainya). Selain itu juga perlu menilai dari hasil rekomendasi dari tim teknis terkait penambahan luasan wilayah Jabodetabekpunjur hingga Karawang dalam rangka peninjauan kembali perpres tersebut. Untuk perpres Pulau Jawa-Bali harus dapat diintegrasikan ke dalam Perpres Jabodetabekpunjur. Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 21
Pengaturan mengenai aspek mitigasi bencana dan pengaturan pengelolaan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil menjadi hal yang penting untuk dimasukkan kedalam Perpres Jabodetabekpunjur seperti program Giant Sea-Wall dan program lainnya. 13.Rapat Evaluasi Rancangan Perda Tentang RTRW Provinsi Papua Tahun 2013-2033, pada hari Selasa tanggal 12 November 2013 bertempat di Kementerian Dalam Negeri. Rapat ini bertujuan untuk menindaklanjuti surat Gubernur Papua Nomor: 188.3/5688/SET kepada Kementerian Dalam Negeri perihal Permohonan Evaluasi Raperda RTRW Provinsi Papua Tahun 20132033.Beberapa hal yang menjadi pembahasan dalam rapat yaitu: Terdapat jeda waktu yang cukup lama sejak dikeluarkannya persetujuan substansi teknis dari kementerian PU pada tahun 2011 dan substansi kehutanan pada tahun 2012. Peran BKPRD pada bagian pengendalian pemanfaatan ruang perlu ditinjau kembali apakah sudah sesuai dengan peran dan fungsinya sebagai lembaga ad hoc. Masih ada elemen-elemen peta yang belum tercantum secara lengkap baik pada peta struktur ruang maupun pola ruang. 14.FGD Penyusunan Modul Sosialisasi Peraturan Presiden Tentang RTR Pulau dan RTR KSN, pada hari Rabu tanggal 13 November 2013 bertempat di Hotel Amos Cozy Jakarta. Kegiatan ini merupakan kegiatan penjaringan masukan terhadap modul sosialisasi peraturan presiden tentang RTR Pulau Papua dan Kepulauan Maluku serta RTR Selat Sunda, Kapet Pare-Pare, dan HOB. Pokok-pokok pembahasan dalam kegiatan ini adalah: Sosialisasi Perpres RTR Pulau/Kepulauan dan RTR KSN sebagai upaya penyebarluasan materi Perpres Pulau/Kepulauan dan RTR KSN kepada seluruh pihak yang berkepentingan, agar terdapat pemahaman bersama mengenai Perpres dan mampu menindaklanjutinya.Perangkat sosialisasi tersebut berupa Buku Popular dan bahan tayang. Materi dibagi menjadi 2 bagian yaitu: - Materi Umum: kebutuhan penyusunan RTR sebagai rencana rinci RTRWN, pemahaman dasar RTR, materi pendukung sosialisasi. - Materi Khusus: isu strategis dan kebijakan nasional yang mempengaruhi yang mempengaruhi penataan ruang di wilayah RTR, materi sosialisasi perpres untuk masingmasing stakeholders. 15. Diskusi Integrasi Penanggulangan Bencana Dengan Adaptasi Perubahan Iklim dan Penanggulangan Kemiskinan Dalam Konteks Persiapan Penyusunan RPJMN 2015-2019, pada hari Senin tanggal 11 November 2013 bertempat di Hotel Millenium Jakarta. Penyelenggaraan FGD memiliki tujuan untuk memasukan isu manajemen resiko bencana dan perubahan iklim kedalam proiritas nasional RPJMN 2015-2019. Garis besar arah kebijakan dan sasaran prioritas dalam manajemen resiko bencana dan perubahan iklim meliputi : Fase Pra Bencana - Pengurangan resiko bencana melalui tindakan mengurangi kerentanan pada daerah rawan bencana terutama pada penduduk miskin. - Penegakan RTRW berbasis mitigasi bencana. - Memantau potensi bencana dengan menggunakan IPTEK. Sasaran prioritas fase pra bencana adalah PKN, PKW, KSN dengan potensi indeks bencana tinggi baik geologi maupun perubahan iklim. Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 22
Fase Tanggap Darurat - Koordinasi lintas sektor pelaksanaan operasi kemanusiaan. - Percepatan mobilisasi satuan reaksi cepat ke daerah pasca bencana. Fase Pasca Bencana - Koordinasi lintas sektor dalam pemulihan perumahan, prasaranan, sosial, ekonomi pasca bencana. - Revisi dan penegakan RTRW dengan memperhatikan potensi resiko dimasa depan. Dari segi tata ruang perlu didorong upaya pemetaan KRB dalam skala 1:5000 sehingga manajemen resiko bencana dapat diterapkan dalam rencana tata ruang yang detail. Dari segi lingkungan, perlu dilakukan pemetaan secara mendetail mengenai potensi dan dampak resiko bencana pada setiap kawasan sehingga dapat melengkapi pemetaan yang telah dilakukan oleh BNPB. 16.Workshop Fasilitasi Kelembagaan Penataan Ruang Provinsi/Kabupaten Pemekaran Wilayah I, pada hari Rabu tanggal 13 November 2013 bertempat di Hotel Ambhara. Workshop ini bertujuan untuk memberikan fasilitasi kepada Daerah Otonom Baru (DOB) hasil pemekaran yaitu Kabupaten Pesisir Barat dan Kabupaten Pangandaran khususnya dalam rangka pembentukan kelembagaan penataan ruang. Workshop ini dibagi menjadi 3 sesi yaitu pembahasan mengenai pembentukan kelembagaan penataan ruang DOB, sosialisasi peraturan perundang-undangan dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang termasuk untuk penyusunan RTRW Kabupaten DOB, serta penyusunan kerangka dasar penyusunan RTRW Kabupaten DOB. Adapun pembahasan dalam workshop ini adalah sebagai berikut: Kabupaten Pesisir Barat dan Kabupaten Pangandaran memiliki karakteristik geografis yang sama yaitu terletak pada wilayah pesisir serta potensi pariwisata yang beragam. Organisasi kelembagaan struktural pada kedua kabupaten tersebut, memiliki permasalahan yang sama yaitu tingginya frekuensi mutasi pejabat yang mengakibatkan ketidakkondusifan lingkungan kerja. Selain itu organisasi kelembagaan struktural di Kabupaten DOB walaupun terkesan minimalis dan dipaksakan tugas dan fungsinya sesuai dengan arahan Kemen PAN dan Kemendagri tidak menjadi suatu masalah, dikarenakan nantinya dapat dilakukan penyesuaianpenyesuaian.
Kedua Kabupaten tersebut belum memiliki dokumen RPJPD-RPJMD, lembaga BKPRD, dan masih dalam tahapan penyusunan RTRW Kabupaten DOB. 17.FGD Pembahasan Kebijakan dan Strategi Kawasan Megapolitan dan Metropolitan, Kota Sedang dan Keterkaitan Kota-Desa, pada hari Kamis tanggal 14 November 2013 bertempat di Bappenas. FGD diselenggarakan dalam rangka menjawab permasalahan dan tantangan pembangunan perkotaan di masa depan dengan menyusun Naskah Akademis Kebijakan dan Strategi Pembangunan Perkotaan Nasional (KSPPN) yang diharapkan akan menjadi acuan strategis dan antisipatif dalam pembangunan perkotaan di Indonesia khususnya kawasan megapolitan, metropolitan, kota sedang, kecil dan keterkaitan kota dan desa.
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 23
Pokok-pokok pembahasan dalam kegiatan ini adalah: Tipologi Kota dalam RTRWN: kawasan megapolitan, kawasan metropolitan, kawasan perkotaan besar, kawasan perkotaan sedang, kawasan perkotaan kecil (Tipologi dalam RTRWN tersebut masih belum mempertimbangkan daerah otonom). Terdapat perbedaan definisi dan tipologi kota antara RTRWN dengan KSPPN, setelah melakukan pembahasan dan diskusi dengan melihat berbagai dinamika yang berkembang saat ini, maka disepakati tipologi kota ada 7 yaitu Kawasan Megapolitan, Kawasan Metropolitan, Kota Metropolitan, Kota Besar, Kota Sedang, Kota Kecil dan kawasan perkotaan di dalam Kabupaten. Kebijakan dan strategi secara umum mengenai perkotaan sudah ada, kedepannya kebijakan dan strategi harus dibedakan setiap masing-masing tipologi kota untuk diajukan prioritas dalam RPJMN 2015-2019. 18.Penyelesaian Perda RTRW, pada hari Kamis tanggal 14 November 2013 bertempat di Bappenas. Pertemuan ini dilakukan untuk membahas penyelesaian Perda RTRW Kabupaten Tanjung Jabung Barat oleh DPRD Kabupaten. Isu-isu yang disampaikan oleh anggota Pansus dalam proses penyelesaian Perda RTRW tersebut antara lain sebagai berikut: Perda RTRW Kabupaten Tanjung Jabung Barat sudah berakhir Tahun 2001 dan saat ini masih dalam tahap penyelesaian Perda RTRW. Permasalahan yang menghambat dalam penyelesaian Perda RTRW Kabupaten Tanjung Jabung Barat adalah terkait dengan kawasan hutan dimana sebagian besar wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Barat masuk kedalam kawasan hutan. Namun, didalam kawasan hutan itu sendiri banyak izin yang dikeluarkan untuk konsesi pertambangan, kehutanan, perkebunan besar yang seringkali menjadi konflik dengan masyarakat setempat. Bappeda Kabupaten Tanjung Jabung Barat sudah mengusulkan pelepasan kawasan hutan kepada tim terpadu sebesar 11.000 Ha, namun yang dilepaskan hanya sebanyak 4.000 Ha. Masih terdapat luasan kawasan hutan yang belum disepakati dan masih menjadi perdebatan antara pemerintah dan DPRD sebesar 15.000 Ha. Batas waktu maksimal yang diperbolehkan menurut aturan perundang-undangan bagi Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota untuk segera menyelesaikan Perda RTRW. Terkait isu-isu tata ruang yang disampaikan oleh Pansus DPRD, Direktur TRP menyampaikan beberapa hal sebagai berikut Mekanisme holding zone yang diatur dalam Inpres No. 8 Tahun 2013 tentang Penyelesaian Perda RTRW Provinsi Kabupaten/Kota. Pelepasan kawasan hutan dapat dilakukan melalui mekanisme tim terpadu kehutanan yang melibatkan semua pihak terkait. Legislatif dan Eksekutif perlu melakukan pemetaan bersama terhadap semua kawasan diwilayahnya untuk kemudian diklasifikasi mana wilayah yang sudah jelas (clear) dan mana wilayah yang masih belum sepakat. Apabila terdapat konflik dalam penataan ruang, pemerintah daerah dapat berkirim surat kepada Menteri Perekonomian selaku Kepala BKPRN untuk dibahan dalam forum BKPRN (Eselon I maupun II).
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 24
19.Seminar Penyempurnaan UUPA Sebagai Peraturan Pokok Agraria (Dalam Rangka Peringatan 53 Tahun UUPA), pada hari Senin tanggal 11 November 2013 bertempat di Universitas Brawijaya Malang. Pertemuan ini bertujuan untuk membahas gagasan terkait penyempurnaan pasal-pasal UU No. 5 tahun 1960 serta mencari bentuk, wujud, ide dan konsep penyempurnaan terhadap ketentuan dalam pasal-pasal UUPA yang sudah tidak sesuai. Narasumber dalam seminar ini adalah Prof. Dr. Achmad Sodiki, SH; Dr. Risnarto, MS; Abdon Nababan; dan Dr. Yagus Suryadi, SH, M.Si. Beberapa hal yang penting yang disampaikan oleh narasumber dalam seminar tersebut antara lain sebagai berikut: UUPA merupakan UU yang sifatnya populis yang mengatur mengenai landreform, kedudukan hukum adat, berbagai hak atas tanah nasional, penggunaan tanah untuk kepentingan umum, serta penyatuan hukum (unifikasi) tanah dari berbagai lingkaran hukum adat, hak menguasai negara dan sebagainya. Dalam pelaksanaannya UUPA tidak pernah diamalkan secara sungguhsunguh. Hal ini terlihat dari banyaknya UU sektor yang terbit tidak mendasarkan pada UUPA. Teridentifikasi masih ada 462 aturan-aturan pertanahan yang disharmonisasi yang perlu disempurnakan. Akibat yang timbul salah satunya adalah muncul banyak konflik yang terkait dengan tanah yang disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan tanah untuk pembangunan, persoalan konflik masa lalu yang tidak segera diselesaikan dan dibiarkan berlarut-larut, persoalan tanah privat dengan tanah publik. Terkait dengan tanah adat, secara substansif telah diatur dalam UUPA, namun pelaksanaannya belum optimal dan cenderung meminggirkan hak masyarakat adat. Teridentifikasi banyak regulasi yang akhirnya justru menyingkirkan masyarakat adat. Pihak Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menolak kegiatan sertifikasi tanah di wilayah-wilayah adat karena akan menciptakan komersialisasi terhadap tanah adat karena akan lebih mudah untuk melepaskan hak tanah jika telah ada sertifikasi. Kemudian AMAN telah melakukan kegiatan pemetaan batas wilayah adat seluas 2,6 juta Ha dan sudah diintegrasikan kedalam peta BIG. Semua narasumber sepakat bahwa UUPA perlu penyempurnaan substansi teknis sejalan dengan tuntutan masyarakat Indonesia seperti yang terkait dengan hak atas tanah dan hak menguasai Negara. Penyempurnaan UUPA perlu diserasikan dengan Tap MPR No. IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria. 20. FGD Perencanaan Pembangunan Bidang Kesehatan di Kawasan Perbatasan, Daerah Tertinggal , Papua dan Papua Barat, pada hari Selasa tanggal 12 November 2013 bertempat di Hotel Millenium Jakarta. Isu penting dalam diskusi ini adalah sebagai berikut: Permasalahan kesehatan di daerah tertinggal, perbatasan, dan Papua-Papua Barat realitasnya belum mampu ditangani sendiri secara optimal oleh kementerian Kesehatan, sehingga memerlukan pemikiran bersama dengan KPDT, BNPP dan UP4B terutama dalam menyusun strategi mengatasi keterbatasan anggaran, kondisi geografis, birokrasi pusat – daerah (tata kelola) dan SDM. Terkait dengan penyediaan SDM tenaga kesehatan di dating, katas, papua-pabar, dalam 10 tahun mendatang kita akan kasalib oleh RDTL dalam pelayanan kesehatan di perbatasan, karena mereka saat ini sedang menyiapkan para dokter/tenaga kesehatan ke luar negeri termasuk Indonesia dan Birma, jika kita sendiri kurang segera mencari jalan keluar mencari solusi dalam memberikan pelayanan kesehatan di perbatasan, dating, Papua. Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 25
Memerlukan indikator IPM yang berbeda antara dating dengan daerah non tertinggal, mengingat jumlah penduduk sedikit dan persebaran penduduk yang jauh. Aspek kesehatan tidak terfokus hanya dipengaruhi oleh pelayanan kesehatan dasar saja, namun dipengaruhi juga oleh pelayanan air bersih dan sanitasi, dan pertanian (gizi). Lima aspek kesehatan yang ditawarkan untuk lima tahun kedepan adalah sesuai 5 (lima) pilar. Memerlukan kesepakatan antara Bappenas, Kementerian Keuangan, dengan KPDT, BNPP dalam hal KPDT dan BNPP dapat melakukan kegiatan fasilitasi sepanjang tidak dilakukan oleh Kementerian Kesehatan. Social cultural salah satu pilar MEA, bagaimana negara tidak boleh lepas tangan/salah menentukan kebijakan dalam penyedian pelayanan dasar. 21.Diskusi Perencanaan Pembangunan Bidang Pendidikan di Kawasan Perbatasan, Daerah Tertinggal, Papua dan Papua Barat, pada hari Selasa tanggal 12 November 2013 bertempat di Hotel Millenium Jakarta. Diskusi ini diadakan dalam rangka penajaman rancangan RPJMN 20152019, khususnya bidang Pendidikan. Identifikasi isu-isu permasalahan bidang pendidikan dipandang dari sektor maupun lintas sektoral. Diharapkan dapat menyampaikan masalahmasalah nasional pendidikan, kebijakan-kebijakan seperti apa untuk 5 tahun kedepan, seperti yang terdapat dalam buku 3 akan mengakomodir pelayanan pendidikan di kewilayahan. 22.Seminar Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah 2013, pada hari Kamis tanggal 14 November 2013 bertempat di Hotel Santika Jakarta. Dalam kegiatan ini, Bappenas bekerja sama dengan 33 Perguruan Tinggi Negeri (PTN) untuk mengevaluasi pelaksanaan RPJMN 2010-2014. Seminar ini bertujuan untuk menyampaikan hasil evaluasi capaian indikator terpilih dari 11 PN dan 3 prioritas lainnya dengan fokus utama pada analisis capaian kinerja tahun 2010, 2011, 2012, dan progres pelaksanaan 2013, penentuan isu strategis nasional, penentuan isu strategis provinsi dan proyeksi target kinerja daerah. Pembahasan dalam seminar ini meliputi: Secara umum, permasalahan yang muncul ketika melakukan evaluasi di daerah adalah: - Data yang dibutuhkan tidak tersedia atau berbeda satu sama lain, hal ini salah satunya disebabkan oleh perbedaan indikator yang dibuat oleh Bappenas dan Kemendagri, juga perbedaan rentang RPJMD yang digunakan. - Tidak adanya definisi operasional dari Bappenas terhadap indikator yang ditentukan sehingga dapat menimbulkan perbedaan interpretasi dan hasil evaluasi antar wilayah. Untuk melengkapi kegiatan Monev Direktorat TRP, berikut disampaikan hal-hal penting terkait pencapaian kinerja daerah di beberapa provinsi yang juga menjadi lokasi monev TRP: - Provinsi Aceh: Pertumbuhan ekonomi Aceh masih cenderung rendah. Belum adanya kepastian ruang untuk lahan peternakan sehingga pengembangannya masih terbatas (terkait juga dengan belum diperdakannya RTRWP). Dalam hal infrastruktur, terutama jalan dalam kondisi baik karena selaludi perbaiki, dan saat ini terdapat banyak pelabuhan yang dibuka untuk impor. - Provinsi Bangka Belitung: Kebutuhan Babel yang bergantung pada impor (wilayah lain) berakibat pada tingginya inflasi. RTRWP dan RTRW Kab/Kota belum diperdakan, namun akan dibangun bandara dan pelabuhan baru dengan kapasitas 5 kali lebih besar dari kapasitas pelabuhan yang ada saat ini. Banyaknya timah di provinsi ini menjadi lahan pekerjaan temporer bagi penduduknya dan perekonomiannya sangat bergantung pada perekomian dunia.untuk memenuhi kebutuhan listriknya akan dibangun PLTN. Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 26
- Provinsi Papua Barat: RTRWP belum diperdakan menjadi kendala dalam pembangunan. Saat ini pembangunan infrastruktur jalan banyak dilakukan di daerah pemekaran baru. - Provinsi Bali: Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah di Provinsi Bali direspon cukup pesat yaitu dari 10 persen pada tahun 2009 menjadi 70 persen pada tahun 2012. Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Denpasar sudah mencapai 38.5 persen artinya melebihi dari ketentuan minimal proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota yaitu 30 persen . RTH di Kota Denpasar kebanyakan merupakan alun-alun, sempadan jalan, taman rekreasi, taman halaman kantor, hotel dan rumah pribadi, trotoar. Isu strategis pada prioritas IX, meningkatnya alih fungsi lahan di perkotaan cenderung kurang memperhatikan fungsi ekologis, arsitektural dan nilai estetika serta kelangsungan kehidupan perkotaan. - Provinsi Jawa Tengah: terkait dengan PN IX, untuk prioritas lingkungan hidup dan penanggulangan bencana di Jawa Tengah masih tingginya lahan kritis pada DAS dan kawasan lindung, masih rendahnya produktivitas sumber daya hutan, masih tingginya potensi gangguan terhadap hutan, dan belum optimalnya pemberdayaan dan distribusi manfaat bagi masyarakat sekitar hutan. 23. Rapat Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Sumatera Utara Tahun 2013-2033, pada hari Jumat tanggal 15 November 2013 bertempat di Kementerian Dalam Negeri. Pelaksanaan evaluasi ini dilaksanaan untuk memastikan bahwa Raperda Provinsi Sumut tidak bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan yang lebih tinggi. Adapun pembahasan dalam rapat tersebut antara lain: Rencana struktur ruang dalam Raperda RTRW Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013 - 2033 telah mengacu pada persetujuan substansi teknis yang telah diterbitkan oleh Menteri PU Nomor HK.01 03-Mn/247 tanggal 27 Mei 2011. Apabila RTRW Provinsi Sumatera Utara telah ditetapkan menjadi Perda, maka Pemerintah Provinsi Sumatera Utara agar melakukan pengintegrasian atas hasil Keputusan Menteri Kehutanan tentang perubahan peruntukan dan/atau fungsi kawasan hutan ke dalam RTRW melalui Perda Perubahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam konsideran menimbang perlu ditambahkan: 1) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2013 tentang Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang; dan 2) dasar hukum yang digunakan dalam menentukan rencana pola ruang kawasan hutan Raperda RTRWP Sumatera Utara, karena SK Menteri Kehutanan tentang Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan Provinsi Sumatera Utara yang belum diterbitkan. Pada rencana struktur ruang belum ada pengaturan tentang jalur dan ruang evakuasi bencana yang dibedakan berdasarkan jenis bencana alam yang berpotensi terjadi di Provinsi Sumatera Utara serta perlu dituangkan dalam peta kawasan rawan bencana. Perlu disebutkan lokasi-lokasi penyebaran SUTET di seluruh kabupaten/kota Provinsi Sumatera Utara. Selain itu juga perlu adanya restrukturisasi penetapan kawasan strategis antara kawasan strategis nasional dan kawasan strategis provinsi. Untuk pengenaan sanksi pidana perlu disebutkan secara eksplisit pasal-pasal mana yang dilanggar serta menyebutkan jenis sanksi pidananya. 24.Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Perkotaan, pada hari Selasa tanggal 19 November 2013 bertempat di Hotel Akmani Jakarta. Rapat ini diselenggarakan untuk menerima masukan dari K/L berkenaan dengan pelaksanaan RPJMN 2010-2014 Bidang Perkotaan.
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 27
Pembahasan dalam rapat ini adalah: Kemendagri, DJPR-PU dan Bappenas sama-sama menyusun indikator penilaian kinerja kota, dengan kriteria masing-masing. Disarankan untuk digabungkan menjadi satu, mengingat bahwa indikator tersebut akan menjadi acuan dari Pemerintah. Selain itu, penyusunan indikator juga perlu mempertimbangkan Standar Pelayanan Perkotaan (SPP). Direktorat Perkotaan - PU telah mempersiapkan perluasan program pengembangan kota hijau (P2KH) dan melaksanakan program sister-city dengan tema Simbio City antara kota Indonesia dengan kota di Swedia. Selain itu, disusun RPI2JM di 5 KSN Perkotaan sebagai prioritas: Mebidangro, Sarbagita, Jabodetabekpunjur, Mamminasata dan Cekungan Bandung. Perlu diperhatikan kualitas RDTR, mengingat beberapa provinsi telah didelegasikan kewenangan pemberian persetujuan substansi dari Pusat. 25. Sosialisasi E-Monev Daerah Tahun 2013, pada hari Rabu tanggal 20 November 2013 bertempat di Hotel Lumiere Jakarta. Sosialisasi ini mencakup antara lain: Pembangunan e-monev daerah dilatarbelakangi menyediakan media pelaporan secara online (form A) bagi satker di daerah terutama untuk dekonsentrasi, tugas pembantuan dan tugas wewenang lainnya. Selain itu juga untuk memberikan bantuan/fasilitasi dalam pengumpulan laporan satker kepada Kementerian/Lembaga, Bappeda Propinsi/Kabupaten/Kota dan mendorong berjalannya sistem yang dapat memberikan feedback bagi pelaksanaan pelaporan PP 39/2006. Sebagai tindak lanjut untuk menggunakan aplikasi E-monev, Direktorat Sistem dan pelaporan Evaluasi Kinerja Pembangunan mengadakan sosialisasi aplikasi e-monev ini agar dapat segera dimanfaatkan oleh seluruh pihak pelaksana yang terkait dengan kegiatan pelaporan, pemantauan dan evaluasi pengelolaan dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Manfaat dari e-Monev daerah ini adalah : - Dashboard: Setiap Account memiliki “dashboard” untuk melihat status pelaksanaan kegiatannya, juga terhadap capaian Bappeda/Satker/SKPD lainnya. - Notifikasi Warna: untuk menunjukkan status capaian/realisasi anggaran dan kemajuan fisik suatu kegiatan yang ditentukan berdasarkan rata-rata gap antara target dan realisasi output pada kegiatan. - Efektif: Memudahkan pelaporan karena proses entry yang lebih sederhana, dan dapat langsung dikirim dan diterima oleh penerima laporan (Bappeda dan K/L terkait). 26. Workshop Background Study RPJMN 2015-2019 Bidang Pendanaan Pembangunan, pada hari Selasa tanggal 19 November 2013 bertempat di Hotel Lumiere Jakarta. Pokok-pokok penting dalam workshop ini adalah sebagai berikut: Kebijakan pendanaan pembangunan nasional 2015-2019 ditujukan untuk mengoptimalkan sumberdaya yang ada. Penguatan alokasi dilakukan dengan meningkatkan belanja yang lebih baik, mendorong peran swasta melalui PPP dan meningkatkan investasi pemerintah melalui lembaga seperti Pusat Investasi Pemerintah (PIP). Untuk mendukung arahan RPJPN Periode III, yaitu transformasi ekonomi menuju industrialisasi, pembangunan infrastruktur menjadi prioritas utama. Terobosan yang sedang dimatangkan adalah creative financing seperti infrastructure bond, penugasan BUMN, Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 28
privatisasi finance incentive, performance based annuity scheme, private infrastructure dan infrastruktur berbasis masyarakat. Tantangan lain yang tidak kalah penting adalah masalah pengadaan tanah untuk kepentingan umum. PIP dapat menyediakan uang ganti rugi tanah bila APBN dan APBD belum tersedia, setelah dianggarkan dapat dibayarkan kembali ke PIP. 27. Workshop Integrasi Perencanaan Kawasan Transmigrasi dalam RTRW, pada hari Kamis tanggal 14 November 2013 bertempat di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Dalam diskusi panel diperoleh beberapa hal penting yaitu: Pengembangan wilayah berbasis penataan ruang, mengisyaratkan keberadaan dan potensi kawasan transmigrasi di dalam RTRW, khususnya RTRW Kabupaten dan rencana rincinya. Perlu adanya kerjasama lintas sektor dalam pengembangan wilayah (termasuk transmigrasi). Kunci dari pengembangan wilayah transmigrasi adalah bukan tentang pemindahan penduduknya, namun apakah wilayah tersebut dapat berkembang. Pengembangan wilayah dilakukan dengan strategi pengembangan pusat-pusat pertumbuhan dan pengembangan sektor unggulan dan pusat pertumbuhan yang ideal adalah yang mampu menggerakkan daerah sekitarnya. Meskipun terdapat produksi yang bagus namun akan percuma apabila tidak ada pasar/demand (berupa permukiman dan prasarananya) karena tidak akan ada yang belanja (tidak ada pemutaran uang). Banyak contoh daerah menghasilkan devisa besar, namun masyarakat tetap miskin, karena ada kebocoran (dibelanjakan di luar, tidak di lokal). Untuk RPJMN 2015-2019, indikator harus mulai bisa diukur, jangan hanya sekedar jumlah penduduk atau KK. Lebih baik berupa sertifikasi tanah, sarana dan prasarana dasar. KTM dihimbau oleh Kementerian PU agar ditetapkan menjadi Kawasan Strategis Kabupaten. Round Table Discussion III Tahun 2013, pada hari Kamis tanggal 14 November 2013 bertempat di Bappenas. Harapan yang ingin di penuhi pada RTD III kali ini adalah: (1) Perguruan Tinggi Memberikan Sumbang Pemikiran Untuk RPJMN 2015-2019; (2) Pendalaman Fokus Strategi Kebijakan Pembangunan RPJMN 2015-2019; (3) Perguruan Tinggi bekerja sama dengan Bappenas untuk mensosialisasikan draft RPJMN 2015-2019 kepada Tim Sukses Capres dan Cawapres. Beberapa hal yang disampaikan dalam Round Table Discussion (RTD III) sebagai berikut: Forum ini sangat diperlukan dalam rangka mendapatkan masukan dalam penyusunan RPJMN 2015-2019 yang dapat dijadikan pembanding eksternal dan menjadi wujud implementasi inklusifitas penyusunan perencanaan komprehensif. Hasil konferensi terakhir telah disepakati pembagian peran sebagai berikut: Universitas Padjadjaran (Pengembangan Daya Saing); Universitas Hasanuddin (Pembangunan Indonesia Timur); Universitas Brawijaya (Pembangunan IPTEK); Universitas Negeri Surakarta (Pembangunan IPTEK); Universitas Diponegoro (Reformasi Birokrasi dan Hukum); Universitas Airlangga (Pembangunan SDM). UNS menyampaikan hasil diskusi dalam Forum Rektor Indonesia (FRI) dan HIPIIS (Himpunan Ilmuwan dan Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial) yang sangat dominan menginginkan adanya haluan negara seperti yang telah di wujudkan dalam GBHN pada masa Orde Baru. Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo memberikan tanggapan bahwa RPJP tidak dijadikan acuan bagi hampir seluruh kepala daerah. GBHN memiliki haluan yang lebih jelas. Hendaknya konsep
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 29
dibuat dengan bahasa yang sederhana agar seluruh kepala daerah mudah memahami haluan negara yang hendak dicapai dalam kurun waktu tertentu. Menimbang waktu yang sangat sempit bagi capres/cawapres untuk pada masa kampanye tahun depan, maka momentum yang paling tepat untuk sosialisasi kepada Capres/cawapres adalah sebelum Bakal calon menjadi Capres/cawapres. Kerjasama Bappenas dan Perguruan Tinggi dapat menjadi solusi sistemik untuk meningkatkan kapasitas penelitian Perguruan TInggi ke tingkat nasional bahkan internasional. Bahkan keragaman dan kedalaman penelitian dan kajian regional yang dihasilkan oleh Perguruan Tinggi akan berkontribusi memperkaya pengetahuan holistic pembangunan Indonesia. Dengan demikian, dalam jangka pendek jejaring Bappenas dan Perguruang Tinggi perlu mengembangkan karakter budaya lokal, penguatan kekayaan karakteristik bangsa dan politik atau demokrasi. Pengembangan spesialisasi Perguruan Tinggi sebagai Center of Excelent, mendapat tanggapan positif, sehingga perguruan tinggi akan fokus pada spesialisasi bidang tertentu. Dengan demikian Perguruan Tinggi menjadi kanalisasi pesan terhadap kebutuhan Nasional dalam perspektif kedalaman kajian yang terspesialisasi. Secara teknis manajerial, pada internal Bappenas perlu diperjelas mekanisme dan personil dalam mengelola hasil kajian kerjasama dengan Perguruan Tinggi untuk sampai pada rumusan dalam penyusunan RPJMN. Kajian dan penelitian Perguruan Tinggi diperlukan dalam penyusunan RPJMN sebagai perbandingan dan external review terutama sekali terhadap isu-isu yang bersifat lintas bidang. Salah satu kelemahan Penyusunan Buku RPJMN I-III adalah buku tersebut belum pernah di uji konsistensi, kelemahan lain adalah secara teknis internal Bappenas kesulitan melakukan diskusi lintas kedeputian. Khusus wilayah timur Indonesia, memiliki karakterisitik yang khas sehingga dengan menggunakan pendekatan yang sesuai dengan karakteristik daerah tersebut, pemahaman perencanaan pembangunan akan lebih efektif dan mudah difahami. Kedalaman pengetahuan tentang kekhasan daerah akan sangat signifikan memberikan kontribusi penyusunan RPJMN yang lebih membumi sesuai tingkat kebutuhan masing-masing daerah.
28.FGD Pembahasan Kerangka Regulasi Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan 2015-2019, pada hari Rabu tanggal 20 November 2013 bertempat di Hotel Lumiere Jakarta.Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan penyusunan Background Study Penanggulangan Kemiskinan serta keterkaitannya dengan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Indonesia (MP3KI) 2012-2025. Tujuan dari kegiatan FGD ini adalah untuk mengidentifikasi regulasi pada bidang teknis yang berpengaruh besar pada program penanggulangan kemiskinan dalam RPJMN 2015-2019. Beberapa hal penting yang mengemuka adalah: (a) Ketidaksinkronan antara kerangka regulasi dan kerangka kebijakan yang salah satunya menyebabkan hambatan dalam kebijakan penanggulangan kemiskinan. Kebijakan penanggulangan kemiskinan perlu juga memperkuat mekanisme koordinasi dan sinkronisasi dengan kerangka regulasi dan regulasi-regulasi terkait. Seringkali kebijakan penanggulangan kemiskinan kurang optimal karena tidak didukung dengan sinergi antar peraturan perundang-undangan. Kerangka regulasi ini dapat diintegrasikan dalam tatacara penyusunan RPJMN di internal Bappenas. b) Rencana pengintegrasian kerangka regulasi dalam RPJMN 2015-2019. Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 30
Terkait amandemen undang-undang, jika dipandang perlu dan ada justifikasi urgensinya, kiranya dapat dicantumkan dalam RPJMN. Setiap sektor di Bappenas, perlu melakukan analisa peraturan perundang-undangan terkait sektor masing-masing. Terkait batasan-batasan dalam pengusulan regulasi, Bappenas memang harus mengambil peran untuk membangun kriteria-kriteria regulasi tersebut, misalnya amandemen, pencabutan dan sebagainya. Bappenas dapat menganalisa pengusulan regulasi berdasarkan pada analisa sektor baik dari sisi cost and benefit dan analisa lain sebelum mengusulkan. Tantangannya adalah bagaimana untuk menyederhanakan cost and benefit analysis agar sektor dapat dengan cepat dan praktis menerapkan. Dengan mempertimbangkan berbagai “kerumitan” cost and benefit analysis dan sebagainya, dapat juga menggunakan MAPP (Metode Analisa Peraturan Perundang-undangan). Sampai dengan saat ini sudah ada draft Perpres terkait sinergi peran Bappenas dan Kementerian Hukum dan HAM dalam menyaring usulan-usulan regulasi dari pemerintah, sehingga Kementerian Hukum dan HAM tidak akan menindaklanjuti usulan tanpa persetujuan Bappenas. 29.Workshop Nasional dan Akselerasi Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan PulauPulau Kecil, pada hari Kamis tanggal 21 November 2013 bertempat di Kementerian Kelautan dan Perikanan. Workshop ini bertujuan untuk mensosialisasikan pentingnya penyusunan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil kepada Daerah agar akselerasi penyusunan bisa tercapai. Adapun pokok-pokok pembahasan dalam workshop ini sebagai berikut: Penyusunan RZWP-3-K sangat diperlukan khususnya di wilayah Indonesia daerah perbatasan, kawasan terluar, dan kawasan terpencil. Proses penyusunan RZWP-3-K akan difasilitasi oleh KKP dan dibantu dengan BKPRN. Selain itu dokumen RZWP-3-K harus terintegrasi dengan Dokumen Rencana Tata Ruang dan Rencana Pembangunan. Sehubungan dengan hal tersebut proses persetujuan substansi RZWP-3-K harus melalui forum BKPRN dan proses penetapan Perda harus melalui proses evaluasi dari Kemendagri. Adapun sosialisasi substansi RZWP-3-K disertai dengan sharing pembelajaran (lessons learned) dari daerah yang telah memiliki perda tentang RZWP-3-K. Beberapa masukan dari daerah yang harus dipertimbangkan kembali: (i) pendelegasian penyediaan data spasial yang teknis dan mekanisme melalui MOU yang berlaku di BIG dengan Daerah; (ii) proses penyusunan RZWP3-K perlakuannya disamakan dengan proses pendampingan penyusunan dokumen Rencana Tata Ruang dari KemenPU. 30. Sosialisasi dan Peluncuran Software Simulator Informasi Geospasial, pada hari Rabu tanggal 20 November 2013 bertempat di Hotel Red Top Jakarta. Kegiatan ini menyajikan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dosen Teknik Informatika, Universitas Trisakti dalam rangka untuk membantu penentu kebijakan dalam pengambilan keputusan. Adapun pokok-pokok pembahasan dalam kegiatan ini sebagai berikut: Simulator ini diharapkan dapat membantu pengguna dalam proses perencanaan, pemantauan, dan evaluasi kegiatan pembangunan. Teknik yang digunakan dalam pembuatan simulator ini adalah metode interpolasi dan ekstrapolasi. Metode interpolasi adalah metode untuk menghasilkan titik-titik data baru dalam suatu jangkauan dari suatu set discrete data yang diketahui. Sedangkan metode ekstrapolasi adalah metode untuk memperkirakan nilai suatu variabel melampaui interval pengamatan aslinya berdasarkan hubungannya dengan variabel lainnya. Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 31
Beberapa hal yang dapat dilakukan dengan menggunakan simulator ini adalah (i) simulasi perubahan penggunaan lahan; dan (ii) pemantauan bahaya rawan kebakaran hutan. Beberapa masukan yang disampaikan terkait simulator tersebut antara lain adalah: - Simulator yang dihasilkan tidak mencantumkan posisi koordinat sehingga menyulitkan mengetahui posisi suatu wilayah. Idealnya simulator informasi geospasial mencatumkan posisi koordinat. - Penggunaan datanya harus disesuaikan, seperti untuk perencanaan dapat digunakan data rencana seperti RTRW yang sudah disahkan. - Metode yang digunakan perlu disesuaikan, misal penggunaan metode cellular outomata yang kurang tepat untuk perencanaan kawasan perkotaan. - Simulator yang dihasilkan sifatnya masih tematik, bila memungkinkan dapat menggabungkan beberapa tema sehingga untuk proses perencanaan dapat memberikan hasil yang lebih akurat. 31.Workshop Background Study RPJMN Bidang Pertanahan BPN RI, pada hari Kamis tanggal 21 November 2013 bertempat di Kantor BPN Jakarta. Beberapa isu strategis yang menjadi masukan BPN dalam penyusunan background study RPJMN Bidang Pertanahan antara lain meliputi: Perubahan sistem pendaftaran tanah, pengadilan pertanahan, penyediaan bank tanah, pelaksanaan reforma agraria acces, pemenuhan SDM bidang pertanahan dan peningkatan layanan di bidang pertanahan. Diharapkan usulan yang dibuat untuk dimasukan kedalam RPJMN melihat pada capaian pada RPJMN sebelumnya sehingga dapat dilaksanakan dengan baik dan tidak mengada ada. 32. Diskusi Kajian Pembangunan Transportasi dan Perubahan Iklim, pada hari Jumat tanggal 22 November 2013 bertempat di Hotel Grand Alia Jakarta. Tujuan dari diskusi ini adalah untuk membahas draf TOR seminar akhir serta mendapatkan masukan untuk draft laporan kajian. Seminar akhir direncanakan berlangsung pada hari Selasa tanggal 10 Desember 2013 dengan dibuka oleh Ibu Menteri PPN. 33. Diskusi Kelompok Terfokus Pengembangan Kapasitas Kerjasama Lintas Wilayah Lembaga Pengelola KSN Perkotaan, pada hari Jumat tanggal 22 November 2013 bertempat di Werdhapura Village Center Bali. Rapat ini merupakan kelanjutan dari diskusi kelompok terfokus sebelumnya yang membahas KSN Perkotaan di wilayah Barat di Jakarta (Gerbangkertasusila, Jabodetabekpunjur dan Mebidangro). Adapun pokok-pokok pembahasan antara lain sebagai berikut: Rencana pembentukan kelembagaan harus didasarkan pada substansi pokok. Misalnya, apabila kelembagaan dalam bentuk lembaga kerjasama, maka perlu diperjelas objek yang akan dikerjasamakan. Dalam Perpres tidak disebutkan secara khusus jenis lembaganya. Kemendagri lebih memilih jenis lembaga ad-hoc ketimbang permanen. Menurut Kemenkeu, mengingat nilai strategis KSN, maka perlu dibentuk lembaga baru. Dalam perspektif pusat, lembaga baru adalah lembaga non struktural yang dibentuk dengan tujuan mengoordinir rencana pembangunan Pemerintah Pusat di KSN. Kelembagaan tidak akan mengambil alih fungsi perizinan dari Pemda. Beberapa permasalahan yang diungkapkan daerah tidak secara langsung berhubungan dengan kebutuhan lembaga baru. Melainkan, banyak permasalahan daerah yang tidak selesai Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 32
diharapkan dapat diselesaikan oleh lembaga baru. Pembentukan lembaga baru harus dapat mengoordinir pelaksanaan indikasi program dari RTR KSN Sarbagita. Di kawasan Sarbagita sudah terbentuk 4 (empat) UPT Daerah. Pembentukan kelembagaan baru perlu mempertimbangkan UPTD yang ada. 34. Seminar Akhir Kajian Peran serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang Wilayah Pesisir, pada hari Senin tanggal 25 November 2013 bertempat di Bappenas. Hal-hal penting yang dibahas dalam seminar akhir tersebut adalah: Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dapat membantu edukasi masyarakat dalam rangka pelibatan masyarakat dalam penyusunan rencana tata ruang di wilayah pesisir. Di Indonesia terdapat 47 kota di wilayah pesisir, dimana 5 diantaranya adalah metropolitan. Dari 472 kabupaten dan kota, 300 di antaranya dibangun dekat sumber air. Derajat partisipasi masyarakat sangat kontekstual. Keterlibatan masyarakat semakin berkurang pada tingkat makro. Sehingga perlu diferensiasi partisipasi berdasarkan produk rencana. Hasil temuan Tim Kajian, tingkat partisipasi masyarakat sebatas pelibatan di tahap akhir. Selain itu, kendala juga ditemui dalam hal ketersediaan waktu, khususnya bila dikaitkan dengan sistem keproyekan yang lamanya hanya satu tahun. 35.Project Preparation Grant (PPG) dalam Rangka Program Perencanaan Pembangunan Terpadu Ekosistem Rimba (Riau, Jambi, Sumatera Barat), pada hari Kamis tanggal 21 November 2013 bertempat di Hotel Cosmo Amarossa Jakarta. Pokok-pokok pembahasan dalam kegiatan tersebut antara lain: Proyek RIMBA merupakan bagian dari rencana aksi penyelamatan ekosistem Sumatera seperti yang tertera dalam Perpres 13/2012 tentang RTR Pulau Sumatera. Dalam proyek RIMBA tersebut terbagi kedalam lima koridor, yaitu (i) Koridor Aceh-Sumatera Utara; (ii) Koridor RiauJambi-Sumatera Barat (RIMBA); (iii) Koridor Jambi-Sumatera Selatan; (iv) Koridor JambiBengkulu-Sumatera Selatan; dan (v) Koridor Bengkulu-Sumatera Selatan-Lampung. Pengelolaan kawasan koridor RIMBA dikelola dengan pendekatan ekonomi hijau (green economy) yang menitikberatkan pada keseimbangan aspek ekonomi, sosial, dan ekologi secara proporsional. Pendekatan ekonomi hijau menargetkan restorasi ekosistem hutan yang terkait dengan ketersediaan air, peningkatan cadangan karbon, ketahanan biodiversitas, pengelolaan perkebunan, dan hutan lestari. Untuk mewujudkan pengelolaan dalam kawasan RIMBA tersebut, maka dalam pelaksanaannya difokuskan pada 3 (tiga) klaster utama sebagai target program GEF yaitu Simpul Dharmasraya/Kuantan Singingi/Tebo sebagai Klaster I, koridor hutan gambut dataran rendah di Tanjung Jabung Timur dan Muaro Jambi sebagai Klaster II, dan hutan alam pada dataran tinggi Kerinci dan Merangin sebagai Klaster III. Kegiatan RIMBA tersebut nantinya akan didanai dari hibah yang mekanisme pembiayaan hibahnya harus mengacu pada PP No 10/2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah serta Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas No 4/2011 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengajuan Usulan, Penilaian, Pemantauan, dan Evaluasi Kegiatan yang Dibiayai dari Pinjaman Luar Negeri dan Hibah. Sebelum hibah kegiatan tersebut diberikan, saat ini sedang dilakukan penyiapan dokumen perencanaan proyek tersebut yang juga dibiayai dari hibah melalui kegiatan Project Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 33
Preparation Grant (PPG) dalam rangka program perencanaan pembangunan terpadu ekosistem RIMBA (Riau, Jambi, Sumatera Barat) dengan waktu pelaksanaan selama 9 bulan. Struktur kelembagaan dari proyek RIMBA ini terdiri dari (i) komite pengarah (pejabat eselon I); (ii) komite manajemen (pejabat eselon II); dan (iii) sekretariat bersama. Bertindak sebagai executing agency adalah Ditjen Bina Bangda, Kementerian Dalam Negeri dan Co-Agency adalah WWF. Beberapa masukan yang disampaikan terkait kegiatan penyiapan dokumen hibah ini adalah sebagai berikut: - Perlu dilakukan sosialisasi secara masif kepada pihak provinsi, kabupaten, dan juga masyarakat di lokasi proyek mengenai manfaat yang akan didapat dari kegiatan ini. - Unsur kelembagaan yang perlu diperluas melibatkan pihak swasta dan pihak legislatif (DPRD). - Penggunaan metode dan data sifatnya masih umum dan perlu diperjelas. Selain itu perlu dipikirkan bagaimana bila dalam suatu daerah terdapat berbagai kebijakan (seperti MP3EI, RAN GRK, RIMBA). 36. Sosialisasi Peraturan Perundang-undangan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, pada hari Senin tanggal 25 November 2013 bertempat di Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta. Tujuan sosialisasi ini adalah memberikan pemahaman kepada seluruh instansi yang terlibat dalam proses pengadaan tanah mengenai peraturan pengadaan tanah yang terbaru. Dengan demikian diharapkan proses pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum dapat berjalan dengan lancar. Adapun hal penting yang dibahas dalam sosialisasi ini adalah sebagai berikut: Peraturan perundang-undangan terbaru yang mengatur pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum adalah. - UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. - Perpres No. 71/2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. - Peraturan Kepala BPN No. 5/2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah. - Peraturan Menteri Keuangan No. 13/2012 tentang Biaya Operasional dan Biaya Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. - Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 72/2012 tentang Biaya Operasional dan Biaya Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Terkait perencanaan kegiatan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, beberapa hal penting adalah: - Pentingnya ketersediaan tanah untuk melaksanakan pembangunan bagi kepentingan umum dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. - Permasalahan dan hambatan yang dihadapi dalam pengadaan tanah selama ini seperti maraknya spekulasi tanah, adanya penolakan masyarakat karena besaran ganti rugi yang tidak sesuai, rencana lokasi pembangunan yang tidak sesuai dengan RTRW dan lain-lain. - Untuk mengatasi permasalahan dan hambatan dalam pengadaan tanah, dilakukan terobosan dalam hal peraturan perundang-undangan dengan lahirnya UU 2/2012 dan
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 34
Perpres 71/2012 yang mempunyai prinsip tanah untuk pembangunan kepentingan umum harus tersedia. - Pengadaan tanah untuk kepentingan umum pelaksanaannya harus sesuai dengan RTRW, Rencana pembangunan nasional/daerah, rencana strategis, dan rencana kerja setiap instansi. - Tahapan penyelenggaraan pengadaan tanah terdiri dari 4 (empat) tahapan yaitu: perencanaan, persiapan, pelaksanaan, dan penyeraan hasil. Pada tahap perencanaan, setiap instansi yang memerlukan tanah harus menyusun dokumen perencanaan pengadaan tanah yang sesuai dengan hasil studi kelayakan. Terkait penganggaran dalam kegiatan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, beberapa hal yang disampaikan adalah: - Ruang lingkup biaya operasional dan biaya pendukung dalam pengadaan tanah meliputi semua tahapan pengadaan tanah (perencanaan, persiapan, pelaksanaan, dan penyerahan hasil) termasuk untuk biaya administrasi dan pengelolaan serta biaya sosialisasi. Namun tidak termasuk biaya ganti kerugian dan biaya jasa penilai. Biaya Operasional dan Biaya Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum ditentukan berdasarkan perhitungan dimulai dari 4% (empat perseratus) untuk nilai ganti kerugian tanah sampai dengan atau setara dengan Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) pertama dan selanjutnya dengan prosentase menurun sesuai ketentuan. - Dalam hal pembentukan tim penyelenggaraan pengadaan tanah, biaya honorarium sudah diatur dalam PMK No. 13/2012 pada bagian lampiran III dimana satuan biaya yang tertera merupakan batas tertinggi. - Beberapa hal penting yang harus dilakukan oleh instansi yang memerlukan tanah dan tim penyelenggara pengadaan tanah adalah berkoordinasi dengan semua stakeholder dan menyesuaikan dengan satuan biaya yang ditetapkan dalam PMK. Dalam lingkup perangkat daerah, beberapa hal yang disampaikan adalah: - Terdapat perbedaan definisi antara mandat dan delegasi, UU 2/2012 menggunakan konstruksi mandat dan delegasi sedangkan dalam Perpres 71/2012 menggunakan mandat. - Mandat diperoleh apabila ditugaskan oleh atasan kepada pejabat bawahan atau merupakan pelaksanaan tugas rutin. Dalam hal ini tanggungjawab tetap pada pemberi mandat. Sedangkan delegasi apabila diberikan oleh badan/pejabat pemerintahan kepada badan/pejabat pemerintahan lainnya yang ditetapkan dalam PP, Perpres, Perda dan merupakan wewenang pelimpahan. Dalam hal ini tanggungjawab beralih kepada penerima delegasi. - Contoh kewenangan delegasi ada pada Pasal 19 ayat (5) dan (6); Pasal 21 UU 2/2012 atau Pasal 47 Perpres 71/2012. Sedangkan contoh kewenangan mandat ada di Pasal 49 dan Pasal 50 Perpres 71/2012. 37. Rapat Pembahasan (Gugus Kerja) Draf Rapermen tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Penyelenggaraan Penataan Ruang (KSNPPR), pada hari Kamis tanggal 14 November 2013 bertempat di Hotel Grand Kemang Jakarta. Beberapa hal penting yang disampaikan dalam rapat ini adalah: Ruang Wilayah Indonesia yang multidimensi (UU 26 Tahun 2007 Pasal 1 ayat 1) memiliki potensi, masalah, peluang dan tantangan sehingga membutuhkan penyelenggaraan penataan ruang sebagai acuan bagi pembangunan di tingkat pusat maupun di daerah. Penyelenggaraan Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 35
penataan ruang akan memberikan dampak jangka pendek dan jangka panjang terhadap seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Diperlukan Kebijakan dan strategi nasional penyelenggaraan penataan ruang yang menjadi acuan untuk seluruh komponen bangsa Indonesia, sehingga Kebijakan dan Strategi Nasional Penyelenggaraan Penataan Ruang (KSNPPR) ini akan menjadi acuan bagi Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN). Dokumen ini diharapkan mampu menjadi wadah untuk optimalisasi ruang dalam rangka meningkatkan kesejahteraan, sinergi sektor dan pemecahan masalah keruangan serta mencapai ruang yang lebih terstruktur dan terpola. Selain itu, juga diperlukan pengelompokkan misi dan Jakstra agar lebih teridentifikasi keterkaitannya.
Mengarahkan penataan ruang sebagai platform pembangunan yang dikaitkan dengan isu konteks keruangan dan perlu ditambahkan Jakstra pesisir, perut bumi dan dikaitkan dengan RTR Pulau, serta daya dukung lingkungan, cagar budaya, isu dan kebijakan pertanahan dan perdesaan, peningkatan kapasitas kelembagaan dan peningkatan kualitas SDM. 38. Workshop Nasional Prakarsa Strategis Pengembangan Sistem UKPPD On Line di Tingkat Daerah, pada hari Kamis tanggal 28 November 2013 bertempat di Hotel Akmani Jakarta. Workshop nasional ini diselenggarakan oleh Kedeputian Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah, Bappenas bertempat di Hotel Akmani, Jakarta. Tujuan dari workshop nasional ini adalah untuk mendapatkan masukan atas rancangan akhir sistim UKPPD Online di Tingkat Daerah serta memperoleh gambaran tentang proses dan sistem yang digunakan oleh Pemerintah Daerah untuk pengusulan program dan kegiatan yang selama ini digunakan dari Kabupaten/Kota ke Provinsi dan dari Provinsi ke Pusat. Adapun hal-hal penting dalam kegiatan tersebut adalah: Sejak tahun 2012, Kementerian PPN/Bappenas telah mengembangkan sistem UKPPD yaitu usulan kegiatan dan pendanaan pemerintah daerah secara on line (web based). Dengan sistem UKPPD, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota, dalam hal ini instansi perencanaan tingkat provinsi dan kabupaten/kota mengalami kemudahan dalam penyampaian usulan program dan kegiatan untuk selanjutnya dibahas dalam Musrenbang di tingkat pusat. Dengan demikian, dalam rangka sinergi perencanaan pembangunan pusat dan daerah dan mendukung pelaksanaan revitalisasi Musrenbang di tingkat daerah, perlu dilakukan pengembangan UKKPD sampai ketingkat provinsi dan kabupaten/kota dengan melakukan pengembangan UKPPD sampai ketingkat provinsi dan kabupaten/kota dengan melakukan proyek percontohan (pilot project) di beberapa daerah. Dengan adanya pengembangan sistem UKPPD on line ini diharapkan pada tahun 2014 akan dapat dilaksanakan dan diterapkan sistem tersebut pada 33 Provinsi dengan menambahkan forum tanya diskusi untuk mendapatkan masukan dari daerah sekaligus forum tanya jawab tentang proses dan sistem perencanaan pembangunan nasional. Manfaat yang diperoleh dari kegiatan prakarsa strategis ini adalah (a) memperkuat koordinasi dan meningkatkan sinergi perencanaan pembangunan dari tingkat daerah ke pusat, (b) memudahkan penyampaian usulan program, kegiatan dan anggaran, (c) meningkatkan akselerasi dan akurasi penyampaian usulan program, kegiatan danggaran yang merupakan hasil pelaksanaan musrenbang kab/kota/propinsi dan pusat. Ruang Lingkup kegiatan meliputi : (a) Review sistem UKPPD eksisting, (b) Identifikasi daerah percontohan, (c) membangun sistem UKPPD di Tingkat Daerah, (d) Uji coba sistem UKPPD di tingkat daerah, (e) penyusunan panduan teknis sistem dan laporan kegiatan.
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 36
Sebelum dilaksanakankannya workshop nasional ini telah dilakukan Focus Group Discussion (FGD) di dua tempat yaitu di Bappeda Provinsi Yogyakarta dan Bappeda Kabupaten Bekasi. Hasil dari FGD tersebut antara lain perlu diperhatikan pengadaan fasilitas penambahan nomenklatur untuk daerah-daerah yang mempunyai keistimewaan khusus seperti Yogyakarta, DKI dan Banda Aceh. Fasilitas ini diperlukan untuk menjaga keragaman rencana pembangunan di setiap daerah. 39. Breakfast Meeting Pembahasan Prosedur Legalisasi Raperpres RTR Kawasan Strategis Nasional, pada hari Rabu tanggal 13 November 2013 bertempat di Hotel Grand Mahakam. Beberapa hal yang dibahas dalam rapat tersebut adalah: Berdasarkan PP No. 26 tahun 2008 terdapat 76 Kawasan Strategis Nasional (KSN). Sampai dengan tahun 2013 Ditjen Penataan Ruang sudah menyusun 70 materi teknis dan draft RTR KSN. Kemajuan penyelesaian RTR KSN sampai dengan tahun 2013 antara lain : - 5 RTR KSN sudah menjadi Perpres - 3 Raperpres RTR KSN sudah selesai harmonisasi di Kemen. Kumham dan saat ini sedang dalam finalisasi - 5 draft Raperpres RTR KSN sedang dalam pembahasan harmonisasi di Kemen. Kumham - 11 draft Rperpes RTR KSN sudah mendapatkan persetujuan dari Gub/Bupati/Walikota dan akan dibahas di forum BKPRN eselon I - 15 sudah dibahas dalam forum BKPRN eselon II dan sudah menjadi draft Raperpres - 6 dalam penyelesaian materi teknis dan draft Raperpres Prosedur Penetapan RTR Kawasan Strategis Nasional berdasarkan Perpres No. 68 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden dan kesepakatan BKPRN yang umum dilakukan adalah: 1. Penyusunan Raperpres RTR KSN 2. Pembahasan Raperpres RTR KSN di Daerah 3. Pembahasan Raperpres RTR KSN di Forum Eselon II BKPRN 4. Asistensi teknis Raperpres RTR KSN dengan Sektor 5. Kesepakatan Raperpres RTR KSN dengan Gubernur/Bupati/Walikota 6. Pembahasan Raperpres RTR KSN di Forum Eselon I BKPRN 7. Pembahasan Raperpres RTR KSN di Forum Harmonisasi Kemenkumham 8. Penyampaian Raperpres RTR KSN kepada presiden untuk dilegalisasi 9. Finalisasi Perpres RTR KSN di Setkab 10. Perpres RTR KSN Rapat membahas prosedur penetapan RTR KSN agar dapat lebih efisien dalam rangka akselerasi penyelesaian penetapan Perpres RTR KSN. Rapat juga membahas mengenai Acara yang bisa menggambarkan momentum pencanangan Hari Tata Ruang Nasional yang telah ditetapkan melalui Keppres No. 28 Tahun 2013. 40. Konsultasi Publik Rancangan Peraturan Menteri Penganti Peraturan Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas Nomor 1 Tahun 2007, pada hari Jumat tanggal 22 November 2013 bertempat di Bappenas. Kegiatan ini membahas Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas nomor 1 tahun 2007 tentang Mekanisme dan Prosedur di Kementerian PPN/Bappenas dalam Proses Penyiapan, Pemantauan dan Evaluasi Kegiatan yang Dibiayai dari Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri, merujuk pada PP 2/2006 dan Permen PPN/Ka Bappenas 5/2006 yang sudah diganti Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 37
dengan PP 10/2011 dan Permen PPN/Ka Bappenas 4/2011. Untuk itu, Permen PPN/Ka Bappenas No 1/2007 perlu direvisi. Beberapa perubahan penting terkait rancangan Permen pengganti Permen PPN/Ka Bappenas 1/2007 adalah: Dokumen jangka menengah dibuat terpisah antara hibah dan pinjaman: - RKPLN menjadi RPPLN (pinjaman) dan RPH (hibah). - DRPHLN JM menjadi DRPLN JM (hanya pinjaman tanpa hibah) Dokumen tahunan berubah dari DRPPHLN menjadi DRPPLN (pinjaman) dan DRKH (hibah). Isi DRPPLN bisa lebih banyak dari yang tercantum di dalam RKAKL. Bila tidak ada di DRPPLN tidak bisa dicantumkan di dalam RKAKL dan tidak boleh dilaksanakan negosiasi. 41. Seminar Background Study Pengintegrasian Kerangka Regulasi dalam RPJMN 2015-2019, pada hari Jumat tanggal 22 November 2013 bertempat di Hotel Aryaduta. Seminar ini membahas tentang integrasi penyusunan kerangka regulasi yang semakin diperlukan dalam RPJMN mendatang. Hal ini dikarenakan antara lain: Performance based budgeting membuat setiap unit berkonsentrasi untuk mencapai sasarannya sendiri, tanpa mempertimbangkan koordinasi dengan unit lain. Khusus untuk regulasi, indikator yang digunakan adalah jumlah regulasi yang telah dihasilkan. Membuat jumlah regulasi meningkat dengan cepat. Prolegnas yang ditetapkan sepihak oleh Kementerian Hukum dan HAM tidak bisa dilakukan tanpa dukungan sektor lain. Sampai dengan saat ini telah ditetapkan langkah utama integrasi kerangka regulasi yaitu: Identifikasi oleh masing-masing K/L dan provinsi. Simplifikasi peraturan perundang-undangan. Perbaikan lebih baik daripada membuat peraturan baru. Pentingnya amandemen perlu disosialisasikan. Pembatalan berbagai peraturan yang kontra produktif perlu segera dilakukan. Harmonisasi tidak saja dilaksanakan oleh Kementerian Hukum dan HAM tetapi juga oleh seluruh Menko dan Bappenas yang lebih mengerti konten peraturan. 42. Workshop Integrasi Informasi Geospasial Tematik untuk Mendukung Terwujudnya One Map Policy, pada hari Selasa tanggal 26 November 2013 bertempat di Hotel Sofyan Betawi Jakarta. Tujuan workshop ini adalah memberikan pemahaman kepada instansi pemerintah pembuat peta tentang pentingnya data informasi geospasial yang terintegrasi untuk mendukung one map policy. Dalam rangka mendukung pelaksanaan One Map Policy maka perlu dilakukan upaya standardisasi data Informasi Geospasial Tematik dengan tujuan untuk menyamakan data dasar yang digunakan, adanya standar baku informasi geospasial, dan pembuatan satu simpul jaringan (one gate) yang bisa diakses oleh semua pihak. Adapun hal-hal penting dalam kegiatan tersebut antara lain sebagai berikut: Permasalahan yang ada saat ini terkait data informasi geospasial tematik adalah setiap instansi membuat data spasial untuk kepentingan instansinya namun menggunakan metode dan klasifikasi yang dibuat masing-masing sehingga untuk satu jenis data hasilnya akan berbeda-beda. Contoh data spasial untuk lahan gambut yang dikeluarkan oleh Kementerian Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 38
Lingkungan Hidup akan berbeda dengan data lahan gambut yang dikeluarkan Kementerian Kehutanan. Untuk dapat mewujudkan one map policy maka perlu ada pemahaman oleh semua pihak pembuat peta/data spasial mengenai standardisasi struktur basis data geospasial yang terdiri dari (i) dataset fundamental (FDS); dan (ii) Katalog unsur geografi. Dataset Fundamental (FDS) terdiri dari peta dasar dan peta tematik dasar sedangkan katalog unsur geografi merupakan gabungan dari peta dasar, peta tematik dasar, peta tematik, dan peta tematik turunan. Pengklasifikasian katalog unsur geografi dilakukan berdasarkan kesamaan fungsi dan penggunaan data spasial, atau kesamaan karakteristik atribut. Misalkan untuk kategori transportasi, dataset harus menggambarkan sarana dan prasarana transportasi yang terdiri dari subkategori transportasi darat, laut, dan udara. Terkait dengan bidang tata ruang, informasi geospasial tematik sangat diperlukan untuk menyusun peta rencana tata ruang wilayah, dibutuhkan 14 jenis peta tematik untuk menyusun peta RTRW. Selain itu, informasi tematik juga dapat digunakan untuk pengendalian rencana tata ruang wilayah. Beberapa masukan dan pertanyaan yang disampaikan dalam diskusi adalah: - Terkait update data informasi geospasial tematik, siapa yang berhak melakukan update data dan seperti apa mekanismenya. - Untuk update data peta dari skala umum ke skala yang lebih detil perlu dilakukan inventarisasi masalah yang akan timbul. Misal: update data peta perijinan dari skala 1:250.000 menjadi skala 1:50.000 tentu akan menggeser lokasi perijinan yang telah dikeluarkan. - Perlu dilakukan kembali kualitas peta yang dihasilkan oleh setiap K/L. - Perlu pelatihan dan penambahan alokasi SDM bidang pemetaan bagi setiap K/L yang membutuhkan untuk dapat menghasilkan peta dengan kualitas yang baik.
43. Sertipikasi Barang Milik Negara (BMN) Berupa Tanah, pada hari Jumat tanggal 29 November 2013 bertempat di Hotel Novotel Jakarta. Tujuan rapat ini adalah mengevaluasi pelaksanaan sertipikasi BMN berupa tanah Tahun 2013 dan pemantapan persiapan sertipikasi Tahun 2014. Hal-hal penting dalam rapat tersebut adalah sebagai berikut: Kegiatan sertipikasi tanah barang milik negara (BMN) berupa tanah sesuai dengan amanat perundang-undangan yaitu UU 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, PP 6/2006 tentang Pengelolaan BMN/D dan PMK No 96/PMK,06/2007 yang menyebutkan bahwa BMN yang berupa tanah yang dikuasai Pemerintah Pusat harus disertifikatkan atas nama Pemerintah Republik Indonesia c.q K/L yang menguasai. Kegiatan ini dimulai pada Tahun 2012 dengan target identifikasi untuk 10.000 bidang namun belum dilakukan sertifikasi hanya balik nama. Untuk Tahun 2013, sesuai kesepakatan target sertipikasi tanah BMN sebesar 2.000 bidang dan Tahun 2014 sebanyak 5.000 bidang. Hasil monitoring pelaksanaan sertipikasi tanah BMN Tahun 2013 sampai dengan Triwulan III adalah dari target sebanyak 2.000 bidang tanah, yang berstatus clean and clear sebanyak 1.639 bidang. Kemudian yang sudah keluar sertipikat sebanyak 492 bidang dan masih dalam proses pensertipikatan sebanyak 877 bidang. Kegiatan sertipikasi tanah BMN ini dilakukan di 17 Provinsi. Pada Tahun 2014, target sertipikasi tanah BMN sebanyak 5.000 bidang yang terdiri bidang tanah dan tanah jalan nasional. Kriteria yang digunakan untuk bidang tanah adalah Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 39
< 25.000 m2 dan > 25.000 sampai 100.00 m2. Sedangkan untuk tanah jalan nasional digunakan satuan sesuai nomenklatur BPN yaitu bidang dan bukan ruas atau panjang jalan. Terdapat permasalahan yang akan dihadapi dalam sertipikasi tanah jalan nasional yaitu terkait dengan kelengkapan berkas dokumen yang dibutuhkan, serta tidak semua tanah jalan nasional yang akan disertipikatkan sudah memiliki patok (ledger). Terdapat pergeseran alokasi target yang semula diperuntukkan untuk Provinsi Kepulauan Riau dipindahkan ke provinsi lain. Hal ini dikarenakan terdapat SK Menteri Kehutanan yang menyatakan bahwa Provinsi Kepulauan Riau statusnya semua tanah hutan sehingga tidak dapat dilakukan sertipikasi tanah. 44.FGD terkait Strategi Pembiayaan RPJMN 2015-2019 Bidang Penanggulangan Kemiskinan, pada hari Selasa tanggal 26 November 2013 bertempat di Hotel Lumiere. Kegiatan ini dilakukan dalam rangka penyusunan RPJMN 2015-2019 melalui background study. Rangkaian diskusi yang sudah dilakukan diantaranya adalah diskusi mengenai kerangka regulasi dan re-definisi kemiskinan. Pembahasan dalam kegiatan ini mengenai kerangka pembiayaan dan kerangka regulasi merupakan kerangka yang fundamental dalam program dan kegiatan terkait penanggulangan kemiskinan. Penanggulangan kemiskinan diharapkan melibatkan pemerintah, swasta dan BUMN untuk mencapai pertumbuhan inklusif. Beberapa hal penting yang mengemuka, yaitu: Penanggulangan kemiskinan tersebut tidak diperlakukan sebagai program tetapi sebagai mainstreaming, mengingat tujuan bernegara. Penanggulangan kemiskinan tidak hanya menjadi sasaran dari suatu program tertentu. Tahap ketiga RPJP adalah peningkatan daya saing yang salah satunya berbasiskan SDM, dimana untuk mendapatkan SDM yang berkualitas adalah melalui penanggulangan kemiskinan yang membutuhkan biaya besar. Kerangka regulasi diharapkan dapat mengarahkan sektor swasta untuk ikut berkontribusi dalam pembangunan. Status Indonesia sebagai middle income country, menimbulkan konsekuensi bahwa Indonesia tidak eligible mendapatkan pinjaman dengan bunga murah dan potensi penerimaan hibah luar negeri semakin terbatas. Banyak Negara yang terjebak dalam middle income trap karena SDM-nya tidak siap Potensi sumber pembiayaan program penanggulangan kemiskinan adalah pajak dan non-pajak baik pusat dan daerah, hibah dalam dan luar negeri, kerjasama pemerintah dan swasta, maupun BUMN. KPS sektor sosial dapat dilakukan pada kegiatan pendidikan dan kesehatan. CSR tidak dapat dikelola oleh pemerintah dalam hal dananya. Telah ada harmonisasi pelaksanaan CSR dengan program pembangunan nasional (buku dapat diunduh di web bappenas). Konsep CSR yang sesungguhnya adalah bukan semata-mata charity, tetapi tanggung jawab produk dan pelayanan serta membayar pajak, adalah juga bentuk CSR. Isu-isu yang menarik untuk CSR adalah good corporate governance, lingkungan dan pengangguran serta infrastruktur.
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 40
Kebanyakan perusahaan yang melakukan CSR adalah yang berlokasi di pusat pertumbuhan, padahal CSR akan bermakna jika melakukan CSR di komunitas sekitar mereka, sehingga kegiatan CSR sulit dilakukan diluar pusat pertumbuhan. Penanggulangan kemiskinan bukan hanya tugas sektor dan instansi tertentu. Penanggulangan kemiskinan tampaknya memang perlu didefinisikan kembali, karena pembangunan disemua sektor arahnya adalah penanggulangan kemiskinan. Selain itu pemetaan kebijakan penanggulangan kemiskinan perlu dilakukan, bidang mana yang terlibat dan pendanaannya, monev dan publikasi. Pendekatan kemiskinan dapat juga didasarkan pada pendekatan ekonomi wilayah.
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 41
BAB IV RENCANA KEGIATAN BULAN DESEMBER 2013
Berdasarkan evaluasi atas kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan, disepakati beberapa agenda penting sebagai tindak lanjut yang akan dilaksanakan di Bulan Desember 2013. Agenda tersebut adalah sebagai berikut: 1. Lokakarya Background Study RPJMN Bidang Tata Ruang dan Pertanahan pada tanggal 6
Desember 2013. 2. Lokakarya Tim Koordinasi RAN pada tanggal 11 Desember 2013. 3. Rapat Kerja Direktorat TRP yang direncanakan pada tanggal 12-14 Desember 2013. 4. Rapat Koordinasi Tingkat Eselon II BKPRN pada tanggal 16 Desember 2013. 5. Lokakarya Penyelarasan Implementasi UU No. 27 Tahun 2007 dan UU No. 26 Tahun 2007 pada
tanggal 18 Desember 2013. 6. Rapat Persiapan Penyusunan Buku Hasil Kajian dengan SCDRR pada tanggal 19 Desember 2013. 7. Konsinyering Tim Koordinasi RAN pada tanggal 19-20 Desember 2013. 8. Breakfast Meeting Tingkat Eselon I BKPRN pada tanggal 20 Desember 2013. 9. Rapat Lanjutan Persiapan Penyusunan Buku Hasil Kajian dengan SCDRR pada tanggal 23
Desember 2013. 10. Rapat Persiapan Penerbitan Buletin TRP Edisi II pada tanggal 23 Desember 2013.
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 42
BAB V PENUTUP
Secara umum kegiatan Bulan November 2013 di Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan telah dilaksanakan dengan baik sesuai dengan rencana pencapaian tahapan-tahapan kegiatan yang telah ditetapkan. Untuk menjaga efektifitas pelaksanaan kegiatan di Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan perlu tetap dipertahankan pola kerja yang sistematis dan berkelanjutan. Disamping itu, mengoptimalkan kerjasama dengan instansi/lembaga lain baik internal ataupun eksternal Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas dalam rangka percepatan dan optimalisasi pencapaian target kinerja Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan di masa mendatang. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dan ditingkatkan ke depan oleh internal Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan adalah: 1. Disiplin mengikuti mekanisme pemantauan dan evaluasi kegiatan dari setiap bagian yang biasa dilaksanakan secara mingguan dan bulanan; 2. Koordinasi dan kerjasama antar bagian sehubungan banyaknya kegiatan yang dilaksanakan secara serentak; 3. Pembagian beban kerja yang lebih proporsional sesuai dengan kapasitas perorangan dan penciptaan suasana kerja yang kondusif dalam rangka persiapan menghadapi jadwal kegiatan-kegiatan yang padat; 4. Melanjutkan keberlangsungan hubungan baik dengan mitra kerja Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, termasuk dengan instansi di luar Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas.
Laporan Kegiatan Bulan November 2013| 43