Laporan Kegiatan Bulan Desember 2013| 1
BAB I PENDAHULUAN
Pada Bulan Desember 2013, Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan telah melaksanakan beberapa kegiatan utama antara lain, Lokakarya Background Study RPJMN Bidang Tata Ruang dan Pertanahan, Konsinyasi Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan 2013, Rapat persiapan pembuatan buku hasil kajian dengan SCDRR, serta Rapat persiapan penerbitan buletin Tata Ruang dan Pertanahan Edisi II. Selain itu juga telah dilaksanakan beberapa kegiatan pendukung dan eksternal antara lain adalah Lokakarya Tim Koordinasi RAN, Rapat Koordinasi Tingkat Eselon II BKPRN, Lokakarya Penyelarasan Implementasi UU No. 27 Tahun 2007 dan UU No. 26 Tahun 2007, Konsinyering Tim Koordinasi RAN, dan Breakfast Meeting Tingkat Eselon I BKPRN. Kegiatan yang telah selesai terlaksana adalah Lokakarya Background Study RPJMN Bidang Tata Ruang dan Pertanahan, Lokakarya Tim Koordinasi RAN, Rapat Persiapan Pembuatan Buku Hasil Kajian dengan SCDRR, Rapat Persiapan Penerbitan Buletin TRP Edisi II, Konsinyering Tim Koordinasi RAN, Konsinyasi Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan 2013. Sedangkan kegiatan Rapat Koordinasi Tingkat Eselon II BKPRN, Lokakarya Penyelarasan Implementasi UU No. 27 Tahun 2007 dan UU No. 26 Tahun 2007 dan Breakfast Meeting Tingkat Eselon I BKPRN masih dalam tahap proses persiapan pelaksanaan. Pada laporan ini akan dijelaskan secara mendetail kegiatan-kegiatan utama maupun pendukung yang telah dilaksanakan pada Bulan Desember 2013.
Laporan Kegiatan Bulan Desember 2013| 2
BAB II KEGIATAN INTERNAL
Untuk memperoleh gambaran mengenai tingkat pencapaian kinerja atas kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan, Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan secara rutin melaksanakan evaluasi kinerja seluruh bagian melalui mekanisme rapat rutin internal yang diselenggarakan setiap minggu dan setiap bulan. Evaluasi kinerja dilakukan dengan maksud untuk dapat mengetahui dengan pasti apakah pencapaian hasil, kemajuan dan kendala yang dijumpai dalam pelaksanaan rencana kerja dapat dinilai dan dipelajari untuk perbaikan pelaksanaan rencana pembangunan dimasa yang akan datang. Fokus utama evaluasi diarahkan kepada keluaran (output) dari pelaksanaan rencana kerja. Berikut ini adalah hasil evaluasi kinerja yang dilaksanakan oleh Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, yang merupakan gambaran mengenai pencapaian kinerja kegiatan yang telah dilaksanakan oleh semua bagian yang dirinci berdasarkan tahapan kegiatan yang telah ditetapkan sesuai kerangka acuan kerja masing-masing kegiatan.
A. Kegiatan Utama 1. Lokakarya Background Study RPJMN 2015 – 2019 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan Pelaksanaan kegiatan pada hari Jumat tanggal 6 Desember 2013 bertempat di Hotel Akmani Jakarta, yang bertujuan untuk mensosialisasikan hasil kajian background study RPJMN Bidang Tata Ruang dan Pertanahan. Beberapa hal yang disampaikan dan dibahas dalam lokakarya tersebut dan akan menjadi bahan masukan dalam menyusun rancangan RPJMN 2015-2019 antara lain: Bidang Tata Ruang: - Perlu melaksanakan stocktaking sebagai baseline RPJMN 2015-2019 bidang tata ruang dan pertanahan yang meliputi capaian target pelaksanaan RPJMN sebelumnya dan target yang belum terpenuhi tapi akan diluncurkan pada RPJMN berikutnya; - Kebijakan bidang penataan ruang kedepan harus merespon berbagai isu antara lain: masih tingginya ketimpangan antar wilayah, urbanisasi, alih fungsi lahan, bencana dan perubahan iklim, ketahanan dan kedaulatan pangan, permasalahan di kawasan perbatasan, pemekaran wilayah. Selain itu, dipandang perlu mendefinisikan indikator-indikator mengenai aman, nyaman dan berkelanjutan. - Kebijakan bidang tata ruang harus dapat diukur melalui indikator, meliputi: indikator pada tingkat pelaksanaan (output) dan indikator dalam konteks makro, yaitu outcome yang perlu didukung data dan fakta yang valid sebagai evidence base.
Laporan Kegiatan Bulan Desember 2013| 3
Bidang Pertanahan: - Salah satu terobosan dalam bidang pertanahan adalah pelaksanaan reforma agraria, yang disertai adanya reforma akses. - Kedepan akan dilakukan peningkatan kapasitas kelembagaan melalui peningkatan pelayanan di bidang pertanahan. - Penguatan sistem pendaftaran tanah karena jaminan kepastian hukum atas tanah yang masih rendah. Penjaminan hak atas tanah akan dilakukan melalui penyediaan peta dasar pertanahan. - Terkait dengan penyediaan tanah nasional, salah satu sumbernya berasal dari penertiban tanah terlantar namun di pengadilan tata usaha negara sering kalah. Bank tanah harus menyediakan tanah yang akan digunakan sebagai tanah obyek reforma agraria. - Terkait dengan peradilan tanah, diperlukan untuk penyelesaian kasus pertanahan namun tidak perlu dibentuk lembaga khusus hanya menjadi bagian dari pengadilan umum. Namun terdapat opini beberapa pihak bahwa peradilan pertanahan bertentangan dengan UUD 45. - Terkait dengan penyediaan SDM BPN, masih kekurangan juru ukur dan sudah dilakukan pemecahan dengan pengangkatan juru ukur berlisensi secara outsourcing. - Arahan tata ruang selama ini tidak detail sehingga menyebabkan intansi sektoral seperti BPN menjadi ragu-ragu dalam melaksanakan administrasi pertanahan yang pada akhirnya akan memperlambat pelaksanaan sertifikasi tanah yang dilakukan oleh BPN. - Pada RPJMN 2015 – 2019 kedepan perlunya koordinasi dan sinkronisasi antarsektor terkait dan peraturan perundangan untuk memastikan dan mengatasi permasalahan batas kawasan hutan-non hutan, kawasan lindung pantai, tanah ulayat/adat. 2. Konsinyasi Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan Tahun 2013 Pelaksanaan rapat pada hari Rabu – Kamis tanggal 12 – 14 Desember 2013 bertempat di Hotel Harmoni One Batam, dengan tujuan untuk melakukan penyusunan Rencana Agenda Kerja Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan Tahun 2014, serta mengevaluasi penyelenggaraan kegiatan direktorat selama tahun 2013. Hasil dari konsinyasi ini akan disusun sebagai bahan laporan akhir kegiatan tahun 2013. Beberapa hal penting yang dibahas dalam kegiatan ini adalah: Agenda Kerja direktorat Tata Ruang dan Pertanahan meliputi rencana kegiatan dari i) Subdit Tata Ruang, ii) Subdit Pertanahan, iii) Subdit Infosos, iv) Sekretariat BKPRN, dan (v) Sekretariat RAN. Highlight kegiatan pada tahun 2014 meliputi: i) Penyusunan Draf RPJMN 2015-2019, ii) Knowledge Management, iii) Keikutsertaan Raker Regional BKPRN, iv) Pilot Project Reforma Agraria dan Publikasi Tata Batas Kawasan Hutan serta v) kegiatan evaluasi dan pemantauan bidang tata ruang dan pertanahan. Isu-isu strategis direktorat meliputi: i) Kebutuhan SDM, ii) Kesekretariatan, iii) Kebutuhan Fasilitas Pendukung Kinerja, serta iv) Evaluasi kinerja tahun 2013. Laporan kegiatan selengkapnya disusun tersendiri.
Laporan Kegiatan Bulan Desember 2013| 4
3. Rapat Persiapan Penyusunan Buku Hasil Kajian SCDRR Pelaksanaan kegiatan pada tanggal 19 dan 23 Desember 2013 bertempat di Bappenas, yang bertujuan untuk menyiapkan pencetakan buku Kajian Kebencanaan KSN Jabodetabekpunjur. 4. Rapat Persiapan Penerbitan Buletin Tata Ruang dan Pertanahan Edisi II Tahun 2013 Pelaksanaan rapat pada hari Senin tanggal 23 Desember 2013 bertempat di Bappenas, yang bertujuan untuk membahas cover Buletin TRP Edisi II. Dalam rapat berhasil disepakati desain cover Buletin TRP Edisi II.
B. Kegiatan Pendukung 1. Lokakarya Tim Koordinasi Reforma Agraria Nasional Pelaksanaan kegiatan pada tanggal 11 Desember 2013 bertempat di Hotel Ibis Tamarin Jakarta, yang bertujuan untuk menyampaikan hasil dan capaian kinerja Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Tahun 2013, menjaring masukan dan informasi dalam penyusunan kebijakan pengelolaan pertanahan, menyampaikan konsep rencana Tim Koordinasi Strategis dalam penyusunan kebijakan pengelolaan pertanahan, dan menyepakati pelaksanaan kegiatan publikasi batas kawasan hutan dan non hutan Tahun 2014. Dalam rapat, berhasil disepakati beberapa hal: Kebijakan Sistem Pendaftaran Tanah Positif mendapatkan input masukan untuk penamaan kebijakan menjadi membangun sistem pendaftaran tanah menjadi positif. Pelaksanaan reforma agraria perlu melibatkan Biro Perencanaan Kementerian KUKM sehingga dapat terpetakan keterkaitan reforma agraria dengan kegiatan pemasaran UKM. Pelaksanaan reforma agraria diharapkan tercantum dalam RPJMN. Saat ini telah dilakukan komunikasi bilateral dengan Direktorat Kemiskinan Bappenas untuk mengangkat isu reforma agraria sebagai bagian dari kegiatan penanggulangan kemiskinan Pelaksanaan publikasi tata batas kawasan hutan di Provinsi Bali merupakan review tata batas kawasan hutan yang telah dilakukan oleh Dinas Kehutanan. Pilot project yang akan dilaksanakan akan mengarah kepada penyamaan informasi tata batas kawasan hutan anatar Dinas Kehutanan dan BPN agar disepakati oleh kedua pihak. Kelembagaan Bank Tanah yang diwujudkan melalui Kebijakan Pembentukan Bank Tanah diharapkan berada di BPN sehingga dapat meningkatkan kinerja BPN untuk mendorong perubahan BPN menjadi Kementerian. Pengkajian proporsi SDM Bidang Pertanahan akan dibantu oleh Litbang BPN sehingga dapat diketahui jumlah proporsi serta mekanisme perekrutan yang akan dilaksanakan pada tahun 2015. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi memiliki data spasial sebaran tanah transmigrasi yang diharapkan dapat membantu mempercepat proses sertipikasi tanah transmigrasi.
Laporan Kegiatan Bulan Desember 2013| 5
2. Rapat Koordinasi Tingkat Eselon II BKPRN Pelaksanaan kegiatan pada tanggal 16 Desember 2013 bertempat di Bappenas, yang bertujuan membahas dan menyepakati draft akhir Agenda Kerja BKPRN 2014-2015; dan pembahasan Bahan Sidang BKPRN. Hal penting yang dibahas dalam diskusi adalah: Finalisasi SEB Holding Zone. Saat ini Kementerian Kehutanan telah mengirimkan surat kepada Kemenko. Kemenko Perekonomian mengusulkan 3 (tiga) isu penting yang perlu dibahas dalam sidang BKPRN yaitu Teluk Benoa, penetapan LP2B dan KP2B kedalam RTRW, serta ketidaksesuaian Kemenhut dengan Timdu. Penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) dan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) kedalam RTRW dan Rencana Rinci Tata Ruang (RRTR). Adapun ketentuan mengenai LP2B harus dimasukkan ke dalam RTRWN. Selain itu, dari 310 Perda RTRW Kab/Kota sebanyak 107 Perda sudah menetapkan luas LP2B dan sebanyak 203 Perda Kab/Kota tidak menetapkan LP2B, sehingga berpotensi alih fungsi. Advokasi RZWP-3-K dan LP2B dilakukan lebih awal. Tindak Lanjut kegiatan RZWP-3-K menunggu hasil FGD yang akan dikoordinasikan oleh Bappenas pada tanggal 18 Desember 2013. Audit penetapan LP2B akan diberikan dalam bentuk peta oleh Kementan. Selain itu, Setkab mengusulkan Kementan untuk membuat peta teknis kesesuaian lahan sampai dengan level Kabupaten sehingga dapat dimasukkan ke dalam rencana pola ruang RTRW. 3. Lokakarya Penyelarasan Implementasi UU No. 27 Tahun 2007 dan UU No. 26 Tahun 2007 Pelaksanaan kegiatan pada tanggal 18 Desember 2013 bertempat di Hotel Ibis Tamarin Jakarta, yang bertujuan untuk mendapatkan konfirmasi mengenai konsepsi, implementasi dan pembelajaran penataan ruang di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; menggali permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dalam implementasi UU Nomor 26 Tahun 2007 dan UU Nomor 27 Tahun 2007; serta menginisiasi sosialisasi terintegrasi lintas sektor Anggota BKPRN. Dalam lokakarya, berhasil disepakati pemetaan permasalahan dan potensi konflik yang timbul dalam implementasi UU No. 26 Tahun 2007, UU No. 27 Tahun 2007 dan peraturan turunannya; serta rencana aksi Penyelarasan Implementasi UU No. 27 Tahun 2007 dan UU No. 26 Tahun 2007. selengkapnya lihat Prosiding. 4. Konsinyering Tim Koordinasi Reforma Agraria Nasional Pelaksanaan kegiatan pada tanggal 19 – 20 Desember 2013 bertempat di Hotel Morrissey Jakarta, yang bertujuan untuk mengevaluasi bersama pelaksanaan kegiatan Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional Tahun 2013, serta menyusun rencana kerja Tim Koordinasi Tahun 2014. Dalam rapat, berhasil disepakati sebagai berikut: Inventarisasi kendala pelaksanaan Kegiatan Koordinasi Strategis RAN Tahun 2013
Laporan Kegiatan Bulan Desember 2013| 6
Rencana antisipasi kendala pada pelaksanaan kegiatan tahun 2014 Rencana kerja Tim Koordinasi tahun 2014 Selengkapnya pada Prosiding. 5. Breakfast Meeting Tingkat Eselon I BKPRN Pelaksanaan kegiatan pada tanggal 20 Desember 2013 bertempat di Hotel Borobudur Jakarta, yang bertujuan untuk membahas dan menyepakati Agenda Kerja BKPRN Tahun 2014-2015; membahas dan menyepakati usulan Bahan Sidang BKPRN, yaitu perbedaan SK Menhut dengan hasil Timdu mengenai perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan (Kasus: Kepulauan Riau), serta pelaksanaan rencana reklamasi Teluk Benoa dan Pulau Serangan; dan penetapan LP2B (Kasus: Acces road Cilamaya). Dalam rapat, berhasil disepakati sebagai berikut: Rancangan Akhir Matriks Agenda Kerja BKPRN 2014-2015 beserta kegiatan prioritas; dan Usulan Bahan Sidang BKPRN, termasuk bahan mengenai konflik pemanfaatan ruang yang akan diselesaikan dalam forum Sidang BKPRN. Surat Menteri PPN/Kepala Bappenas selaku Sekretaris BKPRN perihal penyampaian hasil Rakor Eselon I kepada Menko Perekonomian selaku Ketua BKPRN dan mengusulkan sidang BKPRN untuk menetapkan Agenda Kerja BKPRN 2014-2015 dan memutuskan arahan penyelesaian konflik pemanfaatan ruang.
C. Rangkuman Dari 9 (sembilan) kegiatan yang direncanakan, keseluruhannya telah terlaksana dengan baik. sementara 3 (tiga) kegiatan masih berlanjut pada bulan mendatang. Selengkapnya pada Tabel 1. Tabel 1 Status Pelaksanaan Kegiatan Internal Bulan Desember 2013 No
Kegiatan
Terlaksana
Tidak Terlaksana
√
-
Selesai
√
-
Selesai
√
-
Selesai
√
-
Selesai
√
-
Selesai
Keterangan
Kegiatan Utama 1 2 3 4
Lokakarya Background Study RPJMN Bidang Tata Ruang dan Pertanahan Konsinyasi Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan 2013 Rapat Persiapan Pembuatan Buku Hasil Kajian dengan SCDRR Rapat Persiapan Penerbitan Buletin TRP Edisi II
Kegiatan Pendukung 5
Lokakarya Tim Koordinasi RAN
Laporan Kegiatan Bulan Desember 2013| 7
No
Kegiatan
Terlaksana
Tidak Terlaksana
Keterangan
6
Rapat Koordinasi Tingkat Eselon II BKPRN
√
-
Berlanjut
7
Lokakarya Penyelarasan Implementasi UU No. 27 Tahun 2007 dan UU No. 26 Tahun 2007
√
-
Berlanjut
8
Konsinyering Tim Koordinasi RAN
√
-
Selesai
9
Breakfast Meeting Tingkat Eselon I BKPRN
√
-
Berlanjut
Laporan Kegiatan Bulan Desember 2013| 8
BAB III KEGIATAN EKSTERNAL
Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh eksternal Direktorat, baik oleh unit kerja/unit organisasi di lingkungan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional ataupun kementerian/lembaga lain. Kegiatan eksternal ini sebagian dihadiri langsung oleh Direktur atau didisposisikan ke Kepala Sub Direktorat maupun Staf. 1. Pemaparan Direktorat Alokasi Pendanaan tentang Konsep Kerangka Regulasi RPJMN, pada tanggal 2 Desember 2013 bertempat di Hotel Morrissey Jakarta. Pokok-pokok paparan antara lain sebagai berikut: BPHN sudah menyepakati bahwa untuk Prolegnas 5 tahun ke depan, yang diinisiasi oleh Pemerintah, harus mengacu pada kerangka regulasi yang ada dalam RPJMN 2015-2019. Untuk regulasi yg bersifat lintas bidang, tetap perlu ditentukan institusi utama. Sedang disusun SOP mekanisme penanganan proposal kerangka regulasi, sementara ini terbatas pada tingkatan Undang-Undang. Simplifikasi regulasi akan dilakukan untuk semua tahapan RPJMN. Sementara itu, untuk kerangka regulasi 5 tahun ke depan, dapat difokuskan pada amanat RPJPN untuk RPJMN III. Bappenas harus bisa mengawal sektor untuk menjaga konsistensi antar kebijakan. Selanjutnya BPHN akan meneruskannya ke K/L. Kecenderungan melahirkan UU baru perlu dikawal secara seksama. Ke depan akan diarahkan pada simplifikasi regulasi. Pengalaman Korea, 11.600 peraturan dalam 6 bulan di-review; 52% diantaranya diputuskan untuk dihapus. Berikut beberapa hal yang dapat dicatat dari sesi diskusi: Cost and Benefit Analysis sebaiknya dilaksanakan oleh UKE di Bappenas yang paling memahami, yaitu UKE yang menangani sektor regulasi yang diusulkan. Deputi Bidang Ekonomi telah melakukan kajian sistem ekonomi nasional untuk mengevaluasi konsistensinya dengan amanat UUD 45. Kajian tersebut akan merekomendasikan juga RUU untuk sistem ekonomi nasional. Nantinya rekomendasi tersebut dapat menjadi instrumen penyaringan usulan UU. Seharusnya jika kebijakannya jelas, regulasi dapat mengikuti. Namun, faktanya sulit menjaga konsistensi antarkebijakan. Perlu pengaturan/pedoman lebih lanjut mengenai ketentuan amandemen dan penyederhanaan regulasi. 2. Rapat Koordinasi Penataan Ruang Nasional – Paska Rakernas, pada tanggal 3 Desember 2013 bertempat di Hotel Puri Denpasar Jakarta. Pokok-pokok pembahasan antara lain sebagai berikut: Pelaksanaan Raker Regional BKPRN Regional I akan berlangsung di Bandung, Jawa Barat dengan Peserta Pulau Sumatera dan Pulau Jawa Barat. Pelaksanan Raker Regional BKPRN Regional II akan berlangsung di Bali dengan peserta: Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, Pulau Papua, Kepulauan Maluku dan Nusa Tenggara, dan Pulau Bali Laporan Kegiatan Bulan Desember 2013| 9
Pembagian Regional harus memperhatikan isu kerjasama dalam implementasi RTR/Kepulauan. Isu-isu dan subtansi dari kegiatan Regional BKPRN akan dibahas lebih lanjut pada forum BKPRN dengan memperhatikan isu-isu penataan ruang yang berkembang. Prioritas agenda kerja BKPRN Tahun 2014 berdasarkan Matriks Paska Rakernas – Bali: - Evaluasi dan tindak lanjut Permasalahan terkait Holding Zone (Inpres 8/2013 dan SEB HZ). - Pedoman Pengendalian Penataan Ruang Daerah Pembinaan. - Percepatan Penyelesaian RDTR (khususnya terkait masalah pedoman skalatis perpetaan untuk percepatan aplikasinya di daerah). - Peningkatan Kapasitas PPNS di daerah (Provinsi – Kabupaten/Kota – Lintas Sektor). - Integrasi/internalisasi KLHS dalam penataan ruang. - Konsistensi dan Sinkronisasi Dokumen Penataan Ruang dan Pembangunan Daerah. 3. Seminar Kajian Tapak Ekologis Sarbagita dan Kedungsepur, pada tanggal 4 Desember 2013 bertempat di Central Park Hotel Jakarta. Seminar bertujuan untuk menyampaikan hasil Kajian Telapak Ekologis KSN Perkotaan Sarbagita dan Kedungsepur kepada anggota BKPRN. Pembahasan dalam rapat ini antara lain sebagai berikut: Amanat UU No 26 Tahun 2007 bahwa penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan, antara lain melalui perwujudan keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan, sehingga perencanaan tata ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota harus memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Proses penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah harus melalui kajian daya dukung dan daya tampung lingkungan, telapak ekologis hadir sebagai sebuah instrumen untuk mengukur keberlanjutan kota/wilayah. Telapak Ekologis merupakan alat ukur lingkungan yang dapat mengidentifikasi sejauh mana aktivitas manusia mencapai 2 (dua) tipe dari batas lingkungan: (i) produksi sumber daya; (ii) penyerapan limbah. Maksud dari kajian tapak ekologis adalah sebagai bahan pertimbangan ilmiah dalam proses penyusunan kebijakan dan strategi KSN Perkotaan Sarbagita dan Kedungsepur serta sebagai pedoman pelaksanaan pembangunan. Menghasilkan kajian telapak ekologis yang meliputi hasil perhitungan telapak ekologis dan biokapasitas yang digunakan sebagai pendukung kajian akademis dalam review penyusunan kebijakan dan strategi pengembangan KSN Perkotaan Sarbagita dan Kedungsepur. Hasil dari kajian menunjukkan bahwa daya dukung lingkungan KSN Sarbagita dan Kedungsepur adanya defisit ekologis yang berimplikasi terhadap kebijakan penataan ruang di wilayah tersebut ke depannya harus dapat mengurangi telapak ekologis saat ini. Pada sesi Tanya jawab TRP memberikan masukan mengenai: (i) sebaiknya kajian dilengkapi dengan Peta sehingga dapat menjadi alat ukur spasialnya; (ii) sebaiknya hasil rekomendasi kajian juga menghasilkan implikasi kebijakan penataan ruang yang mengatur kegiatan non spasialnya. 4. Rapat Evaluasi Raperda tentang RTRWP Bangka Belitung 2012 – 2032, pada tanggal 4 Desember 2013 bertempat di Ditjen Bina Bangda Kementerian Dalam Negeri. Rapat bertujuan untuk melakukan evaluasi Raperda Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tentang RTRWP Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2012 – 2032. Pembahasan rapat antara lain sebagai berikut:
Laporan Kegiatan Bulan Desember 2013| 10
Evaluasi terhadap Rancangan Perda dapat dilakukan jika seluruh indikator evaluasi yang dipersyaratkan dalam Permendagri No. 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Daerah terpenuhi. Evaluasi dilakukan dari aspek kelengkapan administrasi dan prosedural penetapan Perda, aspek hukum (legal drafting), serta aspek substansi. Raperda RTRWP telah mendapatkan: i) Persetujuan Substansi Menteri PU No. HK.01.03Mn/155 tertanggal 7 April 2011 dan ii) SK Menteri Kehutanan Nomor SK/798/Menhut-II/2012 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan, Perubahan Fungsi Kawasan Hutan dan Penunjukan Bukan Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tertanggal 27 Desember 2012. Terkait penetapan Pelabuhan Tanjung Batu dan Tanjung Berikat, lokasi Provinsi Bangka Belitung memang sangat strategis untuk jalur pelayaran internasional. Dalam konsideran mengingat, cukup mencantumkan peraturan yang mengamanatkan pembentukan Perda RTRWP saja seperti UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang beserta turunannya. Perlu diketahui terdapat 4.452 Ha Kawasan DPCLS yang sebagian besar wilayahnya berupa kawasan permukiman. Jika penetapan Perda RTRWP dilakukan di tahun 2013, maka dapat menggunakan mekanisme Holding Zone. Dalam rencana struktur ruang sistem perkotaan, penetapan wilayah yang menjadi PKW promosi (PKWp) tidak perlu ditetapkan dalam Perda karena dalam RTRWN hanya dikenal nomenklatur PKW dan penentuan PKWp merupakan kewenangan Pemda. Jika tetap dicantumkan dalam Perda RTRWP maka PKWp tersebut harus tercantum sebagai PKW dalam Revisi RTRWN. Selain itu tidak perlu menetapkan Pusat Kegiatan Lokal promosi (PKLp), karena sesuai dengan Permen PU Nomor 15 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan RTRWP, Pemerintah Provinsi memiliki kewenangan untuk langsung menetapkan PKL. Dalam usulan Revisi RTRWN, Pangkalpinang akan ditetapkan sebagai PKN, tetapi merupakan keputusan daerah jika dirasa cukup ditetapkan sebagai PKW dalam Perda RTRWP ini. Walaupun RTRWN tidak mencantumkan bahwa provinsi Bangka Belitung sebagai daerah tambang, tetapi untuk penyusunan Perda RTRWP ini Pemda dapat merujuk pada Perpres No. 13 tahun 2012 tentang RTR pulau Sumatera yang menyebutkan bahwa wilayah peruntukan pertambangan untuk provinsi Bangka Belitung meliputi kabupaten Bangka Selatan, kabupaten Bangka Barat, Pulau Belitung, kabupaten Bangka, kabupaten Bangka Tengah, kabupaten Bangka Timur dan kabupaten Belitung Timur. Selain itu, Pulau Nadu sebagai tempat karantina hewan nasional hasil impor di Kabupaten Belitung akan diusulkan dalam proses Revisi RTRWN. Terkait dengan krisis listrik yang dialami provinsi Bangka Belitung akan lebih baik jika suplai listrik tidak hanya mengandalkan suplai listrik dan gas yang berasal dari sistem Sumatera sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (5), termasuk jenis pengembangan pembangkit energi listrik yang memanfaatkan energi terbarukan yang disebutkan sumber energinya secara spesifik. Akan lebih baik jika ditambahkan frasa “sumber lainnya” sehingga tidak menutup kemungkinan adanya penemuan sumber energi terbarukan dalam bentuk lain. Penetapan Kawasan Strategis Provinsi sudut kepentingan pertahanan dan keamanan tidak perlu dimasukan dalam RTRWP tetapi cukup diakomodir dalam rencana pola ruang sebagai “kawasan peruntukan lainnnya”. Kawasan militer seluas ± 700 ha tersebut akan diusulkan menjadi KSN. Laporan Kegiatan Bulan Desember 2013| 11
KEK di Tanjung Kelayan (pariwisata), Tanjung Berikat, dan Tanjung Batu harus masuk dalam rencana pola ruang. Dengan ditetapkannya 30 KSP maka perlu dipertimbangkan bahwa Daerah juga perlu menetapkan rencana rinci untuk masing-masing KSP tersebut. Mengingat wilayah perairan Bangka Belitung yang luas dengan potensi laut yang melimpah akan lebih baik jika penentuan pola dan struktur wilayah laut dijadikan satu dalam Perda RTRWP, sehingga pengenaan sanksi jika terjadi pelanggaran di wilayah laut sudah ada dasar hukumnya. 5. Dialog Penyelesaian Perda RTRW untuk Provinsi/Kabupaten/Kota, pada tanggal 5 Desember 2013 bertempat di Hotel Novotel Batam. Tujuan dialog adalah (i) untuk membuka kesempatan komunikasi langsung dua arah antara pelaksana kebijakan penyelenggaraan penataan ruang di daerah dengan pengambil kebijakan penyelenggaraan penataan ruang di BKPRN; (ii) mendorong agar semua pihak (BKPRN dan Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota) sesegera mungkin mendiskusikan kemungkinan adanya peluang terobosan kebijakan (breakthrough) dan kesepakatan bersama mengatasi kendala penyelesaian perda RTRW. Hal penting yang dibahas dalam dialog ini adalah: Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengamanatkan bahwa penyelesaian Rencana Tata Rung Wilayah (RTRW) paling lambat 2 tahun untuk Provinsi dan 3 tahun untuk Kabupaten/Kota, terhitung dari tahun penetapan undang-undang tersebut. Jumlah Provinsi/Kabupaten/Kota yang ada di Sumatera yang harus menetapkan Perda RTRW yaitu terdiri dari 10 Provinsi, 117 Kabupaten dan 34 Kota. Provinsi/Kabupaten/Kota dan yang telah berhasil menetapkan perda RTRW terdiri dari 4 Provinsi, 53 Kabupaten dan 23 Kota. Status kehutanan Provinsi di Pulau Sumatera, terdapat 3 Provinsi yang belum mendapatkan persetujuan perubahan peruntukan ruangnya dari Menteri Kehutanan. Terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaannya yaitu belum terbitnya SK persetujuan perubahan peruntukan fungsi kawasan hutan oleh Menteri Kehutanan, kesulitan daerah dalam melakukan penerapan Holding Zone, serta penyelesaian masalah tata batas kehutanan (tapal batas). Kesepakatan yang dihasilkan dari hasil diskusi dalam dialog: (i) Pemerintah daerah dapat menerapkan holding zone untuk usulan perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan yang belum mendapatkan persetujuan; (ii) Kementerian Kehutanan berkomitmen untuk mempercepat persetujuan perubahan kawasan hutan yang ditargetkan selesai pada Desember 2013; (iii) Mengusulkan untuk segera menyelesaikan revisi SK Menteri Kehutanan Nomor 44 tahun 2005 di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan usulan Tim Terpadu; (iv) Mengusulkan untuk merevisi SK Menteri Kehutanan Nomor 798 tahun 2012 di Provinsi Bangka Belitung karena ada ketidaksesuaian dan inkonsistensi terkait tata batas; (v) Pemerintah daerah yang persetujuan perubahan peruntukan fungsi kawasan hutan telah ditetapkan dalam rangka review RTRW Provinsi, dapat menempuh mekanisme perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan secara parsial; (vi) Penetapan RTRW Kabupaten dapat dilakukan secara simultan tanpa menunggu penetapan Perda RTRW Provinsi; (vii) Penetapan Perda tentang RTRW dapat diselesaikan secara simultan dengan penyelesaian permasalahan batas wilayah administratif; (viii) Kementerian Dalam Negeri agar dapat segera memfasilitasi penyelesaian batas wilayah administratif bersama dengan pemerintah daerah; (ix) Percepatan Perda RTRW Laporan Kegiatan Bulan Desember 2013| 12
dimaksudkan agar pemerintah daerah tidak memiliki permasalahan hukum di kemudian hari terkait izin pemanfaatan ruang; (x) Tidak ada kebijakan khusus yang menyebutkan bahwa pemerintah daerah akan mendapatkan sanksi apabila tidak segera menetapkan perda RTRW, namun demikian karena Perda RTRW merupakan matra spasial yang berfungsi sebagai landasan formal pelaksanaan pembangunan infrastruktur, pemerintah daerah harus segera menetapkan Perda RTRW agar pelaksanaan pembangunan infrastruktur dapat dilaksanakan; (xi) Pembuatan peta untuk kebutuhan penyusunan rencana tata ruang wilayah agar menggunakan peta dasar dari Badan Informasi Geospasial (BIG). 6. Rancangan Good Governance Index (GGI), pada tanggal 6 Desember 2013 bertempat di Kantor Bappeda Klaten Jawa Tengah yang bertujuan untuk mengonfirmasi kuesioner yang digunakan Good Governance Index (GGI) ini. GGI direncanakan merupakan bagian dari Background Study RPJMN 2015-2019 yang terkait aparatur Negara. GGI merupakan instrumen pengukuran penerapan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik, yang utamanya meliputi prinsip-prinsip: a) Partisipasi; b) Akuntabilitas; c) Transparansi. Penggunaan GGI sejauh ini dilakukan melalui cara self-assessment. Prinsip Partisipasi - Aspirasi DPRD seharusnya disampaikan sejak musrenbangdes, karena pengertian masyarakat seharusnya adalah ‘masyarakat’ yang turut dalam forum musrenbangdes. Sebaiknya masa reses DPRD diintegrasikan dengan saat musrenbangdes. - Partisipasi pemerintah daerah dalam penyusunan kebijakan pusat masih perlu ditingkatkan. Dalam mekanisme penyaluran Dana Alokasi Khusus (DAK), contohnya, sebaiknya disediakan ruang diskusi untuk mengonfirmasi dengan daerah yang bersangkutan, sehingga penggunaan DAK sesuai dengan kebutuhan daerah. - Saluran komunikasi masyarakat dengan Bupati disediakan dengan melalui dialog interaktif di radio, serta rubrik ‘Bupati Menjawab’ pada harian Solo Pos. Prinsip Transparansi - Berkenaan dengan penerapan UU 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, pemda memerlukan elaborasi batasan informasi yang termasuk dalam kategori Rahasia Negara. - Situs pemda Kabupaten Klaten saat ini tidak lagi aktif, padahal sebelumnya kabupaten Klaten pernah mendapatkan penghargaan untuk e-pertanian dalam rangka mendukung penerapan Inpres 3 tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Iklim Investasi. Prinsip Akuntabilitas - Unit pengaduan masyakarat yang disediakan tidak pernah ada yang mengisi. Masyarakat setempat lebih condong datang dan menyampaikan langsung pengaduannya. - Pengelolaan aset masih membutuhkan pembenahan, termasuk di dalamnya inventarisasi aset pemda. - Prestasi yang baru saja diraih Kabupaten Klaten adalah Kabupaten Layak Anak, berdasarkan kriteria yang ditetapkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak, baik kriteria fisik, misalnya ketersediaan ruang bermain anak, sarana-prasarana yang aman bagi anak; serta kriteria non fisik, seperti regulasi yang mendukung perwujudan iklim yang kondusif bagi pertumbuhan anak.
Laporan Kegiatan Bulan Desember 2013| 13
Pelayanan Publik - Pemda Kabupaten Klaten telah memiliki Kantor Pelayanan Terpadu (KPT) untuk semua jenis perijinan yang ditandatangani oleh Kepala Kantor atas nama Bupati. Yang hendak dikembangkan selanjutnya adalah penerapan perijinan secara online. - Survey kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik dilakukan setiap tahun oleh masingmasing SKPD dan juga oleh tiap kecamatan. - Dukungan dana dari pusat untuk pemenuhan SPM dinilai sudah memadai oleh pemda Kabupaten Klaten, namun sebagaimana halnya dengan DAK, diperlukan diskusi dengan daerah untuk penggunaan dana tersebut, agar sesuai dengan kemampuan pemerintah. 7. Rapat Pokja Pengelolaan Lahan Rawa Berkelanjutan, pada tanggal 9 Desember 2013 bertempat di Hotel Ambhara Jakarta. Tujuan rapat pokja ini untuk membahas perkembangan isu-isu strategis pengelolaan lahan rawa berkelanjutan (Peraturan pemerintah mengenai Rawa, PP No. 73 Tahun 2013). Beberapa hal penting yang dibahas adalah: Hal yang krusial tentang rawa adalah batas hidrologisnya sehingga inventariasi rawa dengan berbagai versi dapat menjadi one map policy. Untuk pemetaannya merupakan tugas BIG, namun lampiran peta masih berupa indikatif peta yang menyangkut sebaran saja, harus ada pemaknaan dan indikasi yang jelas. Dalam penetapan rawa, hal yang penting adalah bagaimana peta dibuat, memenuhi SNI. Isi dalam pembuatan peta tersebut dikoordinasikan oleh BIG dan subtansi materi ada pada Kementerian terkait. Peta skala 1:250.000 masih kurang untuk operasional dan tetap harus ada peta rinci (1:50.000). BIG hanya menyediakan portal, kewenangan terhadap peta diserahkan kepada Kementerian/Lembaga terkait. Yang diperlukan adalah kaidah pembuatan peta rawa tersebut, sehingga penyusunan SNI menjadi sangat penting. Perlu inventarisasi dan penetapan terlebih dahulu, kementerian/lembaga mana yang akan membuat peta skala 1:50.000. Perlu diperjelas mengenai peta dari Wetland dapat menjadi salah satu peta tematik pendukung. 8. Rapat Koordinasi (Rakor) BKPRD Jawa Tengah Tahun 2013, pada tanggal 12 Desember 2013 bertempat di Kantor Bappeda Provinsi Jawa Tengah. Beberapa hal penting yang dibahas dalam dialog ini adalah: Terdapat kesalahan dalam batas wilayah di kabupaten Semarang, dimana ada 2 desa yang tidak tercantum. Disamping itu juga ada sebanyak 40% terdapat kesalahan substansi. Hal ini perlu ada kejelasan mengenai revisi terhadap perda RTRW tahun 2011. Perlu ada kejelasan mengenai penyiapan peta dasar untuk RDTR oleh Provinsi. Diharapkan BIG dapat memberikan bimbingan teknis jika peta dasar untuk RDTR disiapkan oleh daerah. Masih banyaknya SKPD yang belum memanfaatkan RTRW sebagai dasar penyusunan program, bagaimana dan pada tahapan apa sinkronisasi RTRW dan Rencana Pembanguan diberikan, agar kedua rencana tersebut menjadi acuan SKPD.
Laporan Kegiatan Bulan Desember 2013| 14
9. Diskusi Permasalahan KAPET, pada tanggal 16 Desember 2013 bertempat di Kantor Kemenko Perekonomian. Hal penting yag dibahas dalam diskusi ini antara lain: Secara konsep, KAPET ini sangat baik karena pembangunan melalui konsep kawasan akan lebih efektif dibandingkan pendekatan sektoral. Selain itu, KAPET juga mengoptimalkan sumber daya lokal yang sudah ada. Diharapkan Pusat dapat menjadi enabler, serta melakukan promosi rutin terkait KAPET. Disamping itu KAPET dapat memperkuat pelaksanaan MP3EI. PU mengusulkan draf revisi Keppres 150/2.000 tentang KAPET dapat diselesaikan per Maret 2014. Dalam hal ini, perlu dipikirkan aspek legitimasi. Selain itu juga harus ada perwakilan Bupati/Walikota, sehingga Gubernur sebagai koordinator KAPET mendapatkan legitimasi yang kuat. Ke depan, perlu disusun rencana tahunan, jangka menengah dan jangka panjang terkait pengembangan KAPET. Berdasarkan RKP 2013, 3 KAPET yang ditargetkan selesai RTR-nya adalah Sasamba, Pare-Pare dan Manado-Bitung. Pengembangan KAPET diharapkan menjadi prioritas bagi KAPET yang beririsan dengan Daerah Tertinggal. Pendekatan pengembangan KAPET jangan menggunakan "trickeling down effect", tapi lebih baik kolaborasi dan partnership. KAPET perlu menciptakan produk hilir, agar memberikan insentif bagi perkembangan industri angkutan laut. 10.Outlook Kesejahteraan Rakyat Atas Papan 2014, pada tanggal 17 Desember 2103 bertempat di Hotel Grand Mercure Jakarta. Beberapa hal penting yang dibahas dalam kegiatan ini adalah: Saat ini sedang dilakukan pengkajian terhadap beberapa terobosan/pendekatan inovatif dalam upaya percepatan pemenuhan kesejahteraan atas papan yaitu : - Pemenuhan hak atas papan dan hak atas tanah melalui skema tabungan perumahan dan bank tanah. - Penyiapan mekanisme pembiayaan berbasis pada pemupukan dana murah jangka panjang dalam bentuk tabungan perumahan merupakan bentuk jaminan sosial bidang perumahan. - Penyiapan mekanisme pencadangan tanah dalam bentuk bank tanah sebagai upaya redistribusi hak penguasaan tanah secara berkeadilan. Konsolidasi tata kelola (regulasi dan kelembagaan) dalam pemenuhan hak atas papan dan hak atas tanah dilakukan dengan : - Lembaga kementerian perumahan dan pembangunan perkotaan sebagai lembaga regulator dan enabler untuk memampukan daerah, dengan menteri yang perlu didampingi oleh wakil menteri mengingat kompleksitas krisis dan tanggung jawab lintas sektoral yang dihadapi saat ini. - Perum PERUMNAS sebagai lembaga operator/pelaksana pembangunan perumahan dan perkotaan nasional (national housing and urban development corporation). - Bank perumahan nasional sebagai pengelola tabungan dibawah koordinasi badan pelaksana jaminan sosial bidang perumahan. 11. Desiminasi dan Pelatihan Website Utama Bappenas untuk pengelola Halaman Unit Kerja Pada website Utama Bappenas, pada tanggal 17 Desember 2013 bertempat di Bappenas. Beberapa hal penting yang dibahas adalah: Penjelasan tentang tampilan baru website Bappenas. Laporan Kegiatan Bulan Desember 2013| 15
Penjelasan tentang beberapa layanan yang dilakukan oleh Pusdatin terkait website. Pelatihan cara mengisi di halaman unit kerja masing-masing. 12. Review Peraturan Perundang-undangan Bidang PKPS, pada tanggal 17 Desember 2013 bertempat di Bappenas. Tujuan rapat ini adalah untuk me-review Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 dan perubahannya. Hal penting yang dibahas dalam kegiatan ini adalah: Berdasarkan hasil review yang telah dilakukan, terdapat permasalahan dalam implementasi Perpres No. 67 Tahun 2005 sebagai berikut: - Tumpang tindih peraturan dalam implementasi proyek KPS antara Perpres No. 67 Tahun 2005 dengan peraturan sektor seperti PP 15/2005 tentang jalan tol, UU 17/2008 dan PP 61/2009 tentang Pelabuhan, PP 6/2006 dan PP 50/2007 tentang Pemanfaatan dan Kepemilikan Aset dan peraturan lainnya. - Penanggungjawab Proyek Kerjasama dan Kelembagaan (PJPK) yang masih menjadi perdebatan, apakah BUMN masih relevan sebagai PJPK dan apakah pengelola KEK dapat sebagai PJPK. - Terkait ruang lingkup proyek di sektor infrastruktur masih terdapat permasalahan seperti apakah subsektor air baku dan irigasi masih berpotensi sebagai infrastruktur yang dapat dilaksanakan dengan skema KPS atau tidak serta terdapat usulan baru agar beberapa jenis infrastruktur penunjang transportasi, sosial, dan pendidikan dapat dilaksanakan dengan skema KPS. - Dalam hal bentuk kerjasama, sejak awal disebutkan bahwa kepemilikan asset adalah milik pemerintah sehingga tidak diperlukan penyerahan kembali aset. Namun, dalam implementasinya terdapat permasalahan dalam hal kepemilikan asset ini. - Dalam Perpres 66/2013 tidak memberikan kepastian keberlanjutan proyek karena pemberian perpanjangan jangka waktu financial close tidak dibatasi. - Terkait pengadaan tanah, implementasi sudah disesuaikan dengan UU 2/2012 dan turunannya. Namun, dalam hal pelaksanaan pengadaan tanah apakah dilakukan sebelum atau setelah pembentukan badan usaha berdasarkan kekhasan sektor infrastruktur. - Pelaksanaan perjanjian kerjasama KPS terkadang terhambat dengan adanya perubahan Pemerintahan/kepala daerah. Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, diusulkan agar dilakukan perubahan/penggantian Perpres 67/2005 dan perubahannya dengan pertimbangan sebagai berikut: - Penyempurnaan pengaturan KPS harus didasarkan pada pengalaman implementasi KPS. - Perlu penyesuaian dengan perubahan regulasi sektor. - Penguatan kelembagaan KPS. - Penyempurnaan dan penyederhanaan proses pengadaan badan usaha. Beberapa masukan, usulan, dan pertanyaan yang disampaikan terkait usulan perubahan Perpres 67/2005 adalah sebagai berikut: - Perubahan/penggantian peraturan tidak menjamin keberhasilan implementasi KPS bahkan dapat menimbulkan disharmonisasi peraturan. Sehingga perlu dikaji lebih mendalam alternatif solusi lain. - Direktorat Analisa Peraturan Perundang-undangan, Bappenas akan melakukan pemetaan mengenai tumpang tindih peraturan di bidang KPS.
Laporan Kegiatan Bulan Desember 2013| 16
- Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan Bappenas, menyampaikan bahwa dalam setiap penawaran proyek KPS harus memperhatikan dokumen RTRW (RTRWN, RTR Pulau, RTRW Provinsi/Kabupetan/Kota). Selain itu, untuk pengadaan tanah diusulkan agar dilakukan oleh Pemerintah sehingga mengurangi biaya operasional pihak swasta dalam proyek KPS karena komponen biaya untuk pengadaan tanah yang sangat besar. - Perlu adanya pengaturan mengenai jaminan dari Pemerintah Daerah sebagai pendamping jaminan Pemerintah Pusat. - Proyek KPS perlu diperluas dengan menambahkan sektor lain seperti pendidikan, kesehatan, sosial diluar sektor infrastruktur. 13.Lokakarya Nasional Kebijakan dan Strategi Pembangunan Perkotaan Nasional (KSPPN), pada tanggal 18 Desember 2013 bertempat di Hotel Pullman Jakarta. Lokakarya ini bertujuan untuk memperoleh masukan sekaligus mensosialisasikan Kebijakan dan Strategi Pengembangan Perkotaan Nasional (KSPPN) yang telah disusun oleh Kementerian PPN/Bappenas bersama Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pekerjaan Umum. KSPPN ini diharapkan menjadi induk dari kebijakan mengenai perkotaan. Bebepa hal penting yang dibahas dalam lokakarya ini adalah: Secara konsep, konektivitas menjadi perhatian utama untuk menghubungkan kota-kota, dengan juga memperhatikan sistem logistik. Untuk itu, kebijakan dan strategi ini diformulasikan kembali menjadi langkah operasional untuk pengembangan wilayah perkotaan. Kemudian, dari sisi praktik, perlu dipertimbangkan tipologi dari masing-masing kawasan perkotaan, seperti DKI Jakarta yang saat ini memerlukan pengaturan mengenai reklamasi, ruang bawah tanah dan udara, dan dalam pengembangan infrstruktur perlu segera penyediaan lahan melalui land banking dan land consolidation. Pembiayaan untuk kerjasama akan didorong melalui IDF. Selain itu dengan adanya SPP ini, pola kerjasama menjadi wajib melalui mekanisme insentif disinsentif dan akan ada tim untuk menetapkan kewajiban standar pelayanan sebaiknya seperti apa. Kendala yang ada dalam pembangunan perkotaan adalah belum selesainya Perda RTRW daerah. Hal ini perlu adanya revitalisasi kota untuk kawasan yang tidak sesuai dengan RTRW. Selain itu dalam pembangunan perkotaan diperlukan adanya Standar Pelayanan Perkotaan (SPP) yang didalamnya sudah memperhitungkan fungsi PKN dan akan diselesaikan pada tahun 2025. Kemendagri dan BPN sedang menyusun kesepakatan untuk mengatur pengalihan dari penguasaan oleh pengembang kepada masyarakat untuk kebutuhan publik, seperti rumah sakit (sertifikasi penguasaan lahan untuk kepentingan umum). Selain itu perizinan skala besar akan diatur lebih detail. Isu strategis perkotaan perlu secara terus menerus disosialisasikan kepada seluruh stakeholder, termasuk DPRD dan instansi sektoral, untuk menyakinkan bahwa masa depan terletak pada pembangunan kota. Selain itu perlu memisahkan antara kota sedang dan kota kecil. 14. Konsinyering Draft Pedoman Klasifikasi Arsip dan Jadwal Retensi Arsip, pada tanggal 18 Desember 2013 bertempat di Hotel Balairung Jakarta yang bertujuan untuk mendapatkan masukan terhadap draft pedoman klasifikasi arsip, jadwal retensi arsip dan klasifikasi keamanan dan akses arsip substantif untuk menjadi pedoman bagi pengelolaan kearsipan di lingkungan Laporan Kegiatan Bulan Desember 2013| 17
Kementerian PPN/Bappenas sesuai dengan pengelolaan arsip dinamis yang efektif dan efisien berdasarkan UU No. 43 Tahun 2009. Pembahasan meliputi konfirmasi kepada peserta terhadap materi klasifikasi arsip substansi, jadwal retensi arsip dan akses keamanan arsip substansi. Kode klasifikasi terdiri 13 kode fasilitasi, dan 1 kode substansi. Dimana Kode klasifikasi terdiri dari beberapa kode sekunder dan tersier. Hal-hal yang dibahas dalam kode klasifikasi ini adalah: - mengenai klasifikasi terhadap rancangan pendanaan dan kegiatan RKP, Koordinasi dan sinkronisasi, dimana jika kegiatan yang dilakukan merupakan substansi kegiatan maka akan masuk dalam kode klasifiksi RKP, sedangkan mengenai anggaran yang tertera dalam pembahasan RKP akan merupakan bagian kode rancangan pendanaan. - Untuk kode Evaluasi, perlu penambahan sub bagian kode evaluasi tematik, hal ini untuk mengakomodasi untuk tema-tema yang spesifik setiap tahunnya. - Secara keseluruhan kode klasifikasi sudah mengakomodir dari tupoksi Bappenas. Selain penambahan kode untuk evaluasi tematik, perlu ditambahkan juga untuk kode analisis laporan regional. - Penggunaan kode klasifikasi ini akan digunakan untuk semua kegiatan yang terkait dengan fungsinya masing-masing direktorat dan kedeputian. Misalnya untuk kegiatan Kajian dan Analisis, hampir seluruh unit kerja melakukannya, namun tetap disesuaikan dengan fungsi kegiatan direktorat yang bersangkutan. - Pada Kode Klasifikasi PP 01 03: Seminar/Workshop telah ditambahkan juga klasifikasi untuk Sosialisasi. Klasifikasi ini untuk mengakomodasi berbagai kegiatan sosialisasi dokumen hasil kajian yang dilakukan oleh unit kerja eselon I/II. - Pada jadwal retensi arsip: juga telah ditambahkan kategori pada poin 9.b (Konsultasi Insidentil) surat Pemda. Kategori ini untuk mengakomodasi permohonan konsultasi dari Bappeda atau DPRD untuk materi RTRWP/RTRWK, RPJMD serta kebijakan pertanahan. - Pada tahun 2013 ini, Kedeputian Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah mendapat pendampingan dari Tim Kajian ini untuk dapat mengimplementasikan dan mencoba menerapkan penggunaan dari masing-masing kode klasifikasi, jadwal retensi arsip dan bagaimana akses keamanan arsip substansi dalam pengelolaan arsip. 15.Workshop Program Pengembangan Wilayah Perbatasan Negara, pada tanggal 18 Desember 2103 bertempat di Hotel Ambhara Jakarta yang bertujuan untuk meminta masukan Kementerian/Lembaga terkait dalam penyusunan Program Pengembangan Wilayah Perbatasan Negara. Program ini disusun oleh Direktorat Bina Program dan Kemitraan, Ditjen Tata Ruang PU untuk menjadi acuan bagi penyusunan rencana pembangunan di wilayah darat perbatasan negara. Beberapa hal penting yang dibahas adalah: Telah ada Rencana Induk dan Rencana Aksi yang menjadi mandat Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) sebagai alat koordinasi rencana pembangunan di wilayah perbatasan. P2WDPN sebaiknya menjadi input bagi kedua rencana tersebut, ketimbang menjadi rencana baru.
Laporan Kegiatan Bulan Desember 2013| 18
Pada RTR KSN Perbatasan juga sudah disusun indikasi program utama lima tahunan yang menjadi referensi bagi penyusunan rencana pembangunan di Pusat maupun Daerah. P2WDPN, merupakan produk DJPR-PU, sehingga perlu bersinergi dengan RTR KSN tersebut. 16. Rapat Background Study RPJMN Bidang Pertanian, pada tanggal 18 Desember 2013 bertempat di Hotel Novotel Jakarta yang bertujuan untuk menyempurnakan Background Study RPJMN 2015 – 2019 bidang Pertanian. Beberapa hal penting yang dibahas adalah: Fluktuasi Harga Komoditas Pertanian. Seperti halnya defisit kedelai dan daging sapi yang sangat tinggi. Selain itu pembiayaan pertanian kurang efektif (KKP-E, KUR, KUPS, KPEN-RP). Peningkatan produksi pangan makin sulit dikarenakan alih fungsi lahan, kerusakan irigasi, perubahan iklim dan sistem penyuluhan yang belum efektif. Sistem perbenihan dan pembibitan masih lemah. Pergeseran konsumsi rumah tangga. Kesejahteraan petani masih rendah. 17. Diskusi dengan Pemerintah Daerah Kota Sorong, pada tanggal 18 Desember 2013 bertempat di Kantor Bappeda Kota Sorong. Beberapa hal penting yang dibahas adalah: Progress penyelesaian RTRW Kota Sorong sudah dibahas pada forum BKPRN, hinga saat ini masih belum ditandatangani Menteri Pekerjaan Umum. RPJMD dan RKPD sudah ditetapkan sehingga substansinya dapat disinkronkan dengan substansi RTRW Kota Sorong. Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Daerah dalam penyusunan RTRW Kota Sorong: - Tidak tersedianya peta 1:25.000 wilayah Papua dari BIG. Target penyelesaian penetapan perda RTRW Kota Sorong awal tahun 2014 dengan catatan Perda RTRW Provinsi Papua Barat sudah ditetapkan. - Perbedaan deliniasi wilayah perbatasan antara pemerintah provinsi dan pemerintah kota sorong. - Perbedaan Data Kehutanan dari Provinsi dan data Kementerian Kehutanan. Hingga saat ini, BKPRD Kota Sorong belum terbentuk, sehingga koordinasi sulit untuk dilakukan. Kota Sorong belum memiliki PPNS, hingga saat ini Dinas PU telah mengupayakan pencarian calon PPNS. Kota Sorong belum memiliki Peraturan Daerah (Perda) khusus yang mengatur mengenai pengelolaan tanah ulayat/adat di daerah tersebut. Sudah pernah dilakukan pemetaan tanah ulayat, namun kegiatan tersebut tidak diteruskan karena kekurangan dana dan bukan menjadi kegiatan prioritas (masyarakat pemilik tanah ulayat bersifat kooperatif). Tahun 2014 – 2017 direncanakan kegiatan pengembangan Bandar Udara Domine Edward Osok-Sorong: - Perpanjangan landas pacu bandara dari 2000 m menjadi 2400 m - Pelebaran landas pacu dari 30 m menjadi 45 m - Pelebaran strip area dari 60 m menjadi 150 m - Pembuatan taxiway paralel - Pembuatan drainase terbuka - Pembangunan gedung terminal dengan luasan 104x71 mm - Pembangunan Daerah terbuka hijau serta daerah resapan air terpadu Laporan Kegiatan Bulan Desember 2013| 19
Pelabuhan Sorong juga akan direncanakan pengembangannya, sehingga perlu diperhatikan rencana pengembangannya agar fungsinya tidak bertabrakan dengan pengembangan pelabuhan di Hinterland kota Sorong. Hal ini juga berlaku untuk pengembangan bandar udara Kota Sorong. Selain itu, ada isu pemekaran wilayah Kota Sorong menjadi 10 distrik dan 41 Kecamatan (saat ini: 6 distrik dan 31 kecamatan). 18.Pembangunan Transportasi yang Berkelanjutan dan Responsif Terhadap Perubahan Iklim, pada tanggal 19 Desember 2013 bertempat di Bappenas yang bertujuan untuk menjaring masukan dalam rangka finalisasi laporan kajian Pembangunan Transportasi yang Berkelanjutan dan Responsif terhadap Perubahan Iklim. Beberapa hal penting yang dibahas adalah: Perencanaan pembangunan berbasis climate friendly, melalui enabling environment di tingkat nasional dan sub nasional untuk mendukung rencana aksi pengendalian perubahan iklim. Dimana Indonesia turut menuju energy intensity, yaitu efisiensi pemanfaatan energi. Saat ini Indonesia sudah memiliki indonesia vulnerability map (terhadap perubahan iklim). Jika dibandingkan dengan pengambilan air tanah (land subsidence) mencapai 10 cm/th, jauh lebih besar daripada dampak perubahan iklim. Perlu roadmap/blue print pengurangan subsidi BBM secara bertahap, sehingga dapat selaras dengan “pricing system”. Selain itu pula memastikan governance-nya, agar implementasi lebih lancar. Terkait pertumbuhan kota, seharusnya ada penyebaran pusat-pusat pertumbuhan, termasuk kota menengah, yang akan menjadi bagian dari arah kebijakan rancangan RPJMN 2015-2019. Semua aktivitas kita akan menghasilkan emisi karbon. Hal ini menunjukkan perkotaan sebagai sumber pencemaran yang sangat tinggi, termasuk transportasi. Smart city, Kombinasi pemanfaatan teknologi untuk peningkatan efisiensi energi (termasuk di dalamnya intelligence transport system). Strategi meningkatkan konektivitas: i) Optimalisasi (value creation), tidak selalu harus membangun baru; ii) Pengembangan infrastruktur baru (asset creation, spt jembatan selat sunda). Kondisi saat ini transportasi Indonesia sangat tidak efisien. Sehingga perlunya mewujudkan sinergi antar pusat-pusat pertumbuhan. Selain itu, hubungan antarlembaga perlu diperbaiki, karena regulasi masih sektoral. Langkah menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan: - Makro, Greening MP3EI untuk revisi Perpres MP3EI - Mezo, Pembangunan koridor ekonomi ramah lingkungan (tidak single project); sebagai contoh Kawasan Lingkungan Hidup Strategis Sei Mangkei. - Mikro, Amdal (single project) Muncul berbagai istilah Resilience transport, low emission transport dan sebagainya. Sebaiknya definisi sustainable transportation perlu disepakati, tidak perlu terlalu kompleks, yang penting terintegrasi antar moda, otomatis akan mengurangi konsumsi energi. Keterkaitan tata ruang dan sistem transportasi, dapat diterapkan melalui: Traffic system management; TOD (Transit Oriented Development) untuk menghindari penggunaan transportasi secara signifikan (mengurangi emisi 2,5-5%). Kereta Api membutuhkan equal treatment, bukan diistimewakan, sehingga KA dapat bersaing, juga mengurangi kebutuhan Laporan Kegiatan Bulan Desember 2013| 20
pembangunan dan pemeliharaan jalan. Saat ini tengah dilaksanakan re-design stasiun KA, termasuk dengan menyediakan fasilitas park and ride, contohnya di Bogor. Dari perbandingan di beberapa negara yang terpenting untuk transportasi yang berkelanjutan adalah komponen TDM (Traffic Demand Management), how to shift to public tranpsort. Pentingnya penataan ruang melalui penerapan TOD dan compact city untuk mengurangi pergerakan. Strategi yang tepat adalah memperbaiki angkutan umum dulu, baru kurangi angkutan pribadi. Kebijkaan nasional juga perlu 1 arah, jangan ada yang justru mendorong penggunaan kendaraan pribadi. Biaya logistik Indonesia 24% dari PDB. Sehingga pendanaan ke arah green yang least cost, jadi bukan yang terbaik, namun second best, mengingat anggaran yang terbatas. Hal yang perlu diperhatikan adalah tersedianya transportasi dan juga merata. Dimana Instrumen pendanaan akibat perubahan iklim antara lain Asuransi, APBN, APBD, gotong royong masyarakat, CSR. Konversi BBM dapat didorong melalui subsidi, atau dengan insentif pembebasan pajak.
19. Rapat Fasilitasi Proses Tindak Lanjut Penetapan Raperda RTRW Provinsi Sumatera Selatan, pada tanggal 19 Desember 2013 bertempat di Kantor Ditjen Bina Bangda Kementerian Dalam Negeri yang bertujuan untuk menyikapi terbitnya SK 822/Menhut-II/2013 tentang Penetapan Kawasan Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan antara usulan yang diajukan Pemprov Sumsel dengan penetapan Menteri Kehutanan. Dimana luas usulan perubahan kawasan hutan mencapai 536.513 ha, sementara luas keputusan Menhut 315.694 ha (selisih: 220.819 ha). Diantara perbedaan tersebut, 2 (dua) hal yang dianggap penting dan butuh penyelesaian oleh BKPRN: Kawasan Pelabuhan Tanjung Api-api yang masuk DPCLS. Padahal, tahun 2008 telah keluar surat DPR RI (Komisi IV) yang merekomendasikan kawasan tersebut sebagai APL/kawasan non hutan. Kawasan Dangku 2, merupakan Hutan Lindung KSA, yang tidak disetujui untuk dilepaskan menjadi APL. Dikarenakan telah ada HGU 2 PT dan permukiman Desa Pangkalan Tungkal. Diskusi di dalam Rapat menyebutkan beberapa hal berikut: Tahun 2008 Kawasan Pelabuhan Tanjung Api-api dimintakan melalui perubahan parsial. Dikarenakan tidak terselesaikan, maka diikutkan ke dalam timdu perubahan kawasan hutan untuk RTRW. Sehingga Kemenhut berpendapat, status Tanjung Api-api tetap DPCLS. Namun, Kemenhut akan bersurat ke DPR RI menginfokan bahwa Tanjung Api-api sudah pernah diputuskan tahun 2008. Tidak ada permasalahan yang berarti dalam hal ini. Untuk Dangku 2, terdapat perbedaan persepsi antara Pemda dan Kemenhut. Pemda berpendapat pada proses tata batas tahun 1990, Pemkab Musi Banyuasin (sebagai lokus Dangku 2) tidak menyetujui dimasukkannya Dangku 2 sebagai Kawasan Suaka Alam (KSA). Namun, pada tahun 2001 terbit SK Menhut no. 76 menyatakan Dangku 2 sebagai KSA. Pemda mempermasalahkan proses ini. Namun, bagi Kemenhut, Dangku 2 sah sebagai KSA dan HGU yang terbit setelah 2001 dianggap melanggar.
Laporan Kegiatan Bulan Desember 2013| 21
20. Seminar Pengembangan Kapasitas Kerjasama Lintas Wilayah Lembaga Pengelola KSN Perkotaan Jabodetabekpunjur, Cekungan Bandung Mebidangro, Gerbangkertosusila, Sarbagita dan Mamminasata, pada tanggal 20 Desember 2013 yang bertujuan untuk memaparkan hasil akhir dari Kajian Pengembangan kapasitas Kerjasama Lintas Wilayah Lembaga Pengelola KSN Perkotaan Jabodetabekpunjur, Cekungan Bandung Mebidangro, Gerbangkertosusila, Sarbagita dan Mamminasata yang diselenggarakan oleh Direktorat Perkotaan, PU. Beberapa hal penting yang dibahas adalah: Hasil kajian perlu diperjelas, agar tidak tumpang tindih dengan rencana kerja Ditjen Bina Bangda, Kemendagri. Sebaiknya fokus pada kebutuhan sebelum pada bentuk. Terkait KSN Perkotaan, maka kebutuhan yang utama adalah implementasi program pembangunan yang berkaitan dengan nilai strategis KSN. Maka, lembaga yang dibentuk harus fokus pada kebutuhan sinkronisasi program K/L Pusat, sebab KSN adalah prioritas nasional. Sebaiknya dioptimalkan kelembagaan yang sudah ada, karena membentuk lembaga yang baru sangat sulit. 21. Rapat Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang RTRW Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013 – 2033, pada tanggal 23 Desember 2013 bertempat di Kantor Ditjen Bina Bangda Kementerian Dalam Negeri yang bertujuan untuk mengevaluasi Raperda RTRW Provinsi Sulawesi Tenggara yang merupakan salah satu tahapan akhir sebelum Perda RTRW Provinsi Sulawesi Tenggara ditetapkan. Beberapa hal yang dibahas di dalam rapat adalah sebagai berikut: Terkait perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan, Provinsi Sulawesi Tenggara tidak menggunakan konsep Holding Zone. Adapun untuk kawasan yang masih masuk DPCLS, maka fungsinya dikembalikan ke RTRW sebelumnya. Disampaikan bahwa DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara akan menyusun Peraturan Daerah tersendiri terkait LP2B. Beberapa perbaikan yang penting kami catat adalah sebagai berikut: - Terkait kriteria peninjauan kembali lebih dari 1x dalam 5 tahun, perlu disesuaikan dengan PP 26/2008 tentang RTRWN dan PP 15/2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. - Perlu perbaikan pada indikator dalam pasal Ketentuan Peralihan. 22. Rapat Evaluasi Raperda RDTR DKI Jakarta, pada tanggal 30 Desember 2013 bertempat di Kantor Ditjen Bina Bangda yang bertujuan untuk mengevaluasi Raperda RDTR DKI Jakarta yang telah memperoleh persetujuan substansi dari Menteri PU. Hal penting yang dibahas adalah: RDTR DKI Jakarta telah mengakomodir hasil pembahasan persetujuan substansi pada bulan September 2013 di Kementerian PU. Terkait akurasi peta 1:5.000 yang dicantumkan masih menjadi masalah, menurut BIG. Sebab, setelah dilakukan beberapa uji lapangan, sempat ditemukan perbedaan lebih dari 20 meter antara lokasi di peta dengan kenyataan. Maka, BIG meminta agar peta Raperda RDTR DKI Jakarta diperbaiki kembali. Pemprov DKI mengusulkan agar peta 1:5.000 yang tercantum dalam Raperda RDTR DKI Jakarta dapat ditetapkan terlebih dahulu. Sebagai pelengkap RDTR, akan disusun peta skala 1:1.000. Dalam penyusunannya, Pemprov DKI akan berkoordinasi intensif dengan BIG. Pimpinan rapat memberi catatan, bahwa persetujuan evaluasi dari Mendagri dapat keluar setelah masukan BIG diakomodir. Laporan Kegiatan Bulan Desember 2013| 22
23. Evaluasi Raqanun RTRW Provinsi Aceh, pada tanggal 30 Desember 2013 bertempat di Kantor Ditjen Bina Bangda yang bertujuan untuk mengevaluasi Raqanun RTRW Provinsi Aceh. Beberapa hal penting yang dibahas adalah: Mengingat bahwa penyusunan RTRW Provinsi Aceh telah dilakukan dalam waktu yang cukup lama. Secara substansi, RTRW Aceh telah cukup baik. Adapun terkait permasalahan kehutanan yang belum selesai, Pemprov Aceh memilih untuk menggunakan mekanisme holding zone. Untuk itu, maka perlu dilakukan revisi terhadap pasal dan lampiran peta terkait prinsip holding zone. Pemprov Aceh juga menegaskan bahwa tidak akan ada lagi usulan perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan yang baru dari Gubernur Aceh Pimpinan Rapat menyimpulkan bahwa Raqanun RTRW Provinsi Aceh dapat diberikan persetujuan evaluasi dengan catatan sudah mengakomodir masukan terkait holding zone.
Laporan Kegiatan Bulan Desember 2013| 23
BAB IV RENCANA KEGIATAN BULAN JANUARI 2014
Berdasarkan evaluasi atas kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan, disepakati beberapa agenda penting sebagai tindak lanjut yang akan dilaksanakan di Bulan Januari 2014. Agenda tersebut adalah sebagai berikut: 1. Bilateral Meeting dengan Kemenko Perekonomian pada tanggal 15 Januari 2014 2. Lokakarya UN-Habitat pada tanggal 15-16 Januari 2014 3. Breakfast Meeting Eselon II BKPRN pada tanggal 16 Januari 2014 4. Konsinyasi Sekretariat BKPRN pada tanggal 17 Januari 2014 5. Pertemuan dengan mitra K/L membahas substansi RPJMN 2015-2019 pada tanggal 21 Desember
2013 6. Pelaksanaan Sosialisasi Kajian (BS dan SCDRR) pada tanggal 28 Januari 2014
Laporan Kegiatan Bulan Desember 2013| 24
BAB V PENUTUP
Secara umum kegiatan Bulan Desember 2013 di Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan telah dilaksanakan dengan baik sesuai dengan rencana pencapaian tahapan-tahapan kegiatan yang telah ditetapkan. Secara individu, seluruh staf dan kasubdit telah memenuhi target kinerja yang ditetapkan oleh pimpinan seperti kehadiran dan jam kerja serta tanggungjawab atas kegiatan tertentu. Untuk menjaga efektifitas pelaksanaan kegiatan di Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan perlu tetap dipertahankan pola kerja yang sistematis dan berkelanjutan. Disamping itu, mengoptimalkan kerjasama dengan instansi/lembaga lain baik internal ataupun eksternal Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas dalam rangka percepatan dan optimalisasi pencapaian target kinerja Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan di masa mendatang. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dan ditingkatkan ke depan oleh internal Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan adalah: 1. Disiplin mengikuti mekanisme pemantauan dan evaluasi kegiatan dari setiap bagian yang biasa dilaksanakan secara mingguan dan bulanan; 2. Koordinasi dan kerjasama antar bagian sehubungan banyaknya kegiatan yang dilaksanakan secara serentak; 3. Pembagian beban kerja yang lebih proporsional sesuai dengan kapasitas perorangan dan penciptaan suasana kerja yang kondusif dalam rangka persiapan menghadapi jadwal kegiatan-kegiatan yang padat; 4. Melanjutkan keberlangsungan hubungan baik dengan mitra kerja Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, termasuk dengan instansi di luar Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas.
Laporan Kegiatan Bulan Desember 2013| 25