Arisanti dan Dahlan : Tindakan Bedah Saraf Pada Kehamilan
Laporan Kasus: Tindakan Bedah Saraf pada Kehamilan Yuliana Arisanti, Erry Gumilar Dachlan Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
ABSTRAK Cedera otak pada kehamilan didefinisikan sebagai trauma kepala komplikasi kehamilan, juga disebabkan oleh komplikasi obstetri berat seperti preeklamsia, sehingga dokter kandungan dan anggota lain dari tim perawatan kesehatan perlu memiliki pengetahuan dan pertimbangan tertentu wanita hamil dengan kasus tersebut. Kondisi ibu dan janin secara langsung berhubungan dengan keparahan cedera. Dengan beberapa pengecualian, prioritas perawatan pada wanita hamil dengan cedera otak dilakukan sebagaimana pada pasien yang tidak hamil. Pengobatan konservatif dapat diterapkan pada beberapa kasus, tetapi untuk kasus lainnya, terminasi kehamilan tidak dapat dihindari untuk keselamatan ibu. Dalam penelitian ini, dua belas kasus cedera otak pada kehamilan selama periode 2007-2008 dilaporkan, terdiri dari 6 kecelakaan lalu lintas (tabrakan kendaraan bermotor) dengan gangguan kesadaran, 3 kasus pre-eklampsia & eklamsia dengan perdarahan intraventricular, 2 tumor intrakranial dan satu kasus tanpa klasifikasi. Kasus cedera otak sedang akibat kecelakaan lalu lintas menunjukkan kondisi ibu dan janin yang baik, setelah pengobatan konservatif atau prosedur bedah trepanasi. Tetapi pada cedera otak berat, kehamilan harus dihentikan sebelum dilakukan trepanasi. Pada kasus pre-eklamsia/eklamsia, prematuritas tak terhindarkan karena manajemen trepanasi pada perdarahan intraventricular tidak dapat ditunda sehingga morbiditas janin meningkat. Pada tumor intrakranial kehamilan meningkatkan tekanan intrakranial, prosedur pembedahan otak untuk dekompresi tumor dan eksisi harus dilakukan. Sebagai kesimpulan, setelah trepanasi diputuskan, kehamilan tidak harus dilanjutkan, karena proses penyembuhan otak mungkin akan terganggu oleh eksistensi hormonal akibat kehamilan itu sendiri.(MOG 2012;20:72-76) Kata kunci: cedera otak, preeklamsia, terminasi kehamilan
ABSTRACT Brain injury on pregnancy is defined as head trauma complicating pregnancy, also caused by severe obstetric complication such as preeklamsia, which imperative that obstetricians and other members of the health care team have a working knowledge of the unique considerations for pregnant women. Maternal and fetal outcomes are directly related to the severity of injury. With few exceptions, treatment priorities in injured pregnant women with brain injury are directed as they would be in non pregnant patients. Conservative treatment could be applied on some cases, but for the remains, pregnancy termination were unavoidable for maternal safety. In this study, twelve cases of brain injury on pregnancy during 2007-2008 period reported, consist of 6 traffic (motor-vehicle crashes) accident with awareness disturbance, 3 pre-ecclampsia & eklamsia cases with intraventricular hemorrhage, 2 intracranial tumor and one unclassified case. The cases of intermediate type of brain injury due to traffic accident showed good both maternal and fetal outcomes, after either conservative treatment or surgical procedure of trepanation. But with severe type of brain injury, pregnancy should be terminated before trepanation applied. On pre-eklamsia/eklamsia cases, prematurity was unavoidable since trepanation management of intraventricular hemorrhage could not be delayed so that fetal morbidities increased. With intracranial tumor on pregnancy that increase intracranial pressure, brain surgical procedure for tumor decompression and excision should be done. In conclusion, once trepanation was decided, pregnancy should not be continued, because brain healing process would possibly be disturbed by hormonal exsistence due to pregnancy itself. (MOG 2012;20:72-76) Keywords: brain injury, preeclampsia, pregnancy termination Correspondence: Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga, RSUD Dr Soetomo, Surabaya,
[email protected]
PENDAHULUAN
Permasalahan neurologi yang paling banyak memberi pengaruh selama kehamilan yaitu cerebrovascular accident (CVA), tumor intrakranial dan trauma kepala. Sedangkan kejadian CVA meliputi perdarahan subarahnoid baik yang disebabkan aneurisma atau malformasi arterivena dan perdarahan intraserebri yang
Angka kematian ibu yang berkaitan dengan penyebab obstetri menurun akhir-akhir ini. Tetapi justru sebaliknya didapatkan peningkatan angka kesakitan dan kematian ibu berkaitan dengan penyebab nonobstetri.
72
Majalah Obstetri & Ginekologi, Vol. 20 No. Mei – Agustus 2012 : 72-76
merupakan komplikasi preeklampsia atau eklampsia. Prosedur tindakan bedah saraf pada kehamilan harus mempertimbangkan kondisi ibu dan janin. Mengingat pada wanita hamil akan menghadapi banyak kondisi patologi dibandingkan dengan pasien tidak hamil. Salah satu diantaranya selama kehamilan terjadi peningkatan volume plasma dan cardiac output. Hal tersebut disebabkan pada kehamilan terjadi perubahan metabolisme dan peningkatan produksi estrogen dan progesteron oleh sel trofoblas.1 Di Jerman tahun 1986 angka kejadian meningioma, neuroma akustik dan neoplasma primer ganas intrakranial selama kehamilan lebih sedikit dibandingkan kejadian pada populasi umum. Antara tahun 1961 – 1979 didapatkan 17 kasus kehamilan dengan tumor otak ganas dan 3 kasus kehamilan dengan meningioma. Sedangkan di Amerika Serikat didapatkan 89 wanita hamil setiap tahun dengan tumor otak.2
abortus, intra uterine fetal death (IUFD), intra uterine growth retardation (IUGR), atau kelainan saraf. Di negara-negara Eropa angka kejadian tindakan bedah non obstetri pada tahun 2004, mencapai 0,2% – 0,79% dari seluruh kehamilan.8 Di RSUD Dr Soetomo Surabaya kami mendapatkan 12 kasus ibu hamil dengan brain/head injury selama tahun 2007-2008. Didapatkan enam kasus trauma kepala akibat kecelakaan lalu lintas pada ibu hamil yang mengakibatkan penurunan kesadaran (COS/cedera otak sedang dan COB/cedera otak berat). Tiga kasus head/brain injury yang berkaitan dengan preeklampsia berat/eklampsia disertai dengan komplikasi perdarahan intrakranial yang menyebabkan penurunan kesadaran. Dua kasus dengan tumor intrakranial pada kehamilan. Serta satu kasus dengan perdarahan intrakranial dengan penyebab yang tidak jel
Angka kejadian perdarahan subarahnoid adalah 1-2 kasus per 10000 wanita hamil. Perdarahan subarahnoid dilaporkan merupakan penyebab 5% - 12% kematian ibu. Angka kejadian malformasi arterivena berkisar 4% - 5% dari seluruh perdarahan intrakranial pada pasien tidak hamil, serta 50% dari seluruh perdarahan intrakranial pada wanita.3 Angka kejadian preeklamsia berkisar antara 5-15% dari seluruh kehamilan.4. Di negara berkembang insidensinya sekitar 3-10% dan eklamsia 0,3-0,7% kehamilan, sedangkan di Eropa dan Amerika Serikat, insidensi preeklamsia sekitar 5% dan eklamsia antara 0,05-0,1% .5,6 Di RS Dr Soetomo tahun 2000 terdapat 10,68% kasus preeklamsia-eklamsia. Trauma merupakan penyebab nonobstetri terbanyak kematian ibu. Trauma terjadi pada 6% - 8% dari seluruh kehamilan. Di negara bagian North Carolina, selama 6 tahun (1987-1993) didapatkan 514 kehamilan yang mengalami trauma.7
KASUS Ada beberapa kasus head/brain injury pada kehamilan di RSUD Dr Soetomo Surabaya. Kami mendapatkan 12 kasus ibu hamil dengan brain/head injury selama tahun 2007-2008. Didapatkan enam kasus trauma kepala akibat kecelakaan lalu lintas pada ibu hamil yang mengakibatkan penurunan kesadaran (COS/cedera otak sedang dan COB/cedera otak berat). Tiga kasus dengan COS, dua diantaranya dilakukan tindakan trepanasi dengan kehamilan preterm yang dipertahankan, satu dilakukan tindakan konservatif dan terminasi kehamilan dengan SC. Ketiga kasus COS mempunyai hasil keluaran ibu dan janin yang baik. Tiga kasus COB, satu kasus dilakukan tindakan trepanasi dan terminasi kehamilan dengan histerotomi dengan hasil keluaran ibu baik namun janin meninggal karena imatur. Satu kasus COB lain hanya dilakukan tindakan pemasangan monitor ICP (intracranial pressure) dan terminasi kehamilan dengan hasil keluaran ibu dan janin meninggal karena prematuritas. Kasus COB yang terakhir hanya dilakukan tindakan konservatif dan terminasi kehamilan dengan SC dengan hasil keluaran ibu meninggal dan janin baik.
Tindakan bedah nonobstetri pada kehamilan bukan merupakan hal baru, ada beberapa yang telah dilaporkan yaitu tindakan bedah laparoskopi dan bypass jantung paru. Resiko tindakan bedah nonobstetri pada wanita hamil diantaranya efek tetratogenik obat anestesi dan persalinan prematur. Kecenderungan persalinan prematur pada tindakan bedah saraf lebih kecil dibandingkan tindakan bedah intraabdomen. Di negaranegara Eropa dan Amerika setelah usia kehamilan 25 minggu dengan berat badan lebih dari 800 gram, angka kematian bayi kurang dari 25%. Sedangkan resiko efek teratogenik obat anestesi dapat dilewati setelah usia kehamilan 12 minggu. Bagaimanapun juga secara teori didapatkan resiko asfiksia janin intraoperasi dan apakah kita bisa melakukan deteksi dengan monitor eksternal fetal heart rate (FHR) intraoperasi. Apabila janin memiliki resiko asfiksia intraoperasi, wanita hamil dengan tindakan bedah nonobstetri mempunyai resiko
Didapatkan tiga kasus head/brain injury yang berkaitan dengan preeklampsia berat/eklampsia. Ketiga kasus preeklampsia/eklampsia disertai dengan komplikasi perdarahan intrakranial yang menyebabkan penurunan kesadaran. Satu kasus eklampsia dilakukan tindakan konservatif karena didaptkan tanda-tanda mati batang otak serta dilakukan terminasi SC, dengan hasil keluaran ibu meninggal dan janin baik. Satu kasus HT kronis SI PEB dilakukan tindakan konservatif karena didapatkan tanda-tanda mati batang otak serta dilakukan terminasi SC, dengan hasil keluaran ibu meninggal dan
73
Arisanti dan Dahlan : Tindakan Bedah Saraf Pada Kehamilan
dilakukan. Tindakan yang dilakukan pada COB lebih bersifat maternal live saving.
janin meninggal karena apgar score yang rendah. Kasus HT kronis SI PEB yang lain juga dilakukan tindakan konservatif serta dilakukan terminasi histerotomi, dengan hasil keluaran ibu meninggal dan janin meninggal karena prematuritas.
Satu kasus eklampsia dengan gambaran CT-Scan perdarahan dan didapatkan tanda-tanda mati batang otak hanya dilakukan tindakan konservatif, serta dilakukan terminasi SC, dengan hasil keluaran ibu meninggal dan janin baik (berat badan 1800 gram serta apgar score baik). Satu kasus HT kronis SI PEB dengan gambaran CT-Scan perdarahan dan didapatkan tanda-tanda mati batang otak hanya dilakukan tindakan konservatif, serta dilakukan terminasi SC, dengan hasil keluaran ibu meninggal dan janin meninggal meskipun dengan berat badan 2300 gram karena apgar score yang rendah. Kedua tindakan yang dilakukan diatas lebih bersifat fetal live saving. Kasus HT kronis SI PEB yang lain dengan gambaran CT-Scan perdarahan hanya dilakukan tindakan konservatif serta dilakukan terminasi histerotomi, dengan hasil keluaran ibu meninggal dan janin meninggal karena prematuritas (berat badan 600 gram). Ketiga kasus preeklampsia berat/eklampsia dengan perdarahan otak semuanya langsung dilakukan tindakan terminasi kehamilan.
Dua kasus dengan tumor intrakranial pada kehamilan. Satu kasus dengan riwayat telah dilakukan eksisi tumor fossa posterior dan pemasangan VP shunt (12 tahun lalu), datang dengan keluhan ketuban pecah. Oleh karena resiko peningkatan tekanan intrakranial, dengan VP shunt telah dilepas, persalinan dilakukan dengan SC, dengan hasil keluaran ibu dan janin baik. Satu kasus kehamilan dengan meningioma dilakukan tindakan trepanasi dekompresi dan eksisi tumor, serta dilakukan terminasi kehamilan dengan SC, dengan hasil keluaran ibu dan janin yang baik. Satu kasus dengan perdarahan intrakranial dengan penyebab yang tidak jelas, yang mana keluarga menolak dilakukan trepanasi, dilakukan terminasi kehamilan dengan SC, dengan hasil keluaran ibu meninggal dan janin baik. Seluruh kasus head/brain injury pada kehamilan telah kami rangkum dalam tabel.
Satu kasus kehamilan dengan riwayat telah dilakukan eksisi tumor fossa posterior dan pemasangan VP shunt (12 tahun lalu), datang dengan keluhan ketuban pecah. Oleh karena resiko peningkatan tekanan intrakranial, dengan VP shunt telah dilepas, sehingga persalinan dilakukan dengan SC, dengan hasil keluaran ibu dan janin baik. Hal tersebut menunjukkan kehamilan dengan tumor intrakranial yang telah dilakukan tindakan eksisi tumor, dapat berlanjut sampai aterm. Satu kasus kehamilan aterm dengan meningioma dan didapatkan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial dilakukan terminasi kehamilan dengan SC serta secara simultan dilakukan tindakan trepanasi dekompresi dan eksisi tumor, dengan hasil keluaran ibu dan janin yang baik.
TATA LAKSANA KASUS Dua kasus COS dilakukan tindakan trepanasi evakuasi EDH dengan hasil memuaskan, serta kehamilan preterm dapat dipertahankan. Satu kasus COS dengan gambaran CT-Scan contusional hemorrhage hanya dilakukan tindakan konservatif dan terminasi kehamilan dengan SC, mengingat usia kehamilan 34/35 minggu dengan taksiran berat janin > 2000 gram. Ketiga kasus COS mempunyai hasil keluaran ibu dan janin yang baik. Pada kasus COS dengan kehamilan, apabila kehamilan masih preterm dan bayi belum viable, dengan tindakan yang tepat kehamilan dapat dipertahankan sampai aterm.
PEMBAHASAN
Satu kasus COB dilakukan tindakan trepanasi evakuasi EDH, SDH dan pemasangan monitor ICP dengan hasil memuaskan, serta terminasi kehamilan dengan histerotomi dengan janin meninggal karena imatur. Satu kasus COB lain hanya dilakukan tindakan pemasangan monitor ICP dan terminasi kehamilan dengan hasil keluaran ibu dan janin meninggal karena prematuritas. Kasus COB yang terakhir dengan gambaran CT-Scan edema serebri hanya dilakukan tindakan konservatif, dan dibidang obstetri dilakukan tindakan konservatif pula. Namun setelah dua hari perawatan konservatif, GCS semakin menurun dan gambaran CT-Scan edema serebri semakin luas akhirnya dilakukan terminasi kehamilan dengan SC dengan hasil keluaran janin baik, namun ibu meninggal. Pada kasus COB dengan kehamilan, tindakan terminasi kehamilan langsung
Prosedur anestesi optimal dengan memahami fisiologi ibu dan janin, perubahan farmakodinamik dan farmakokinetik obat yang digunakan, harus dipertimbangkan untung ruginya baik bagi ibu maupun janin. Tujuan utama adalah melakukan anestesi yang aman bagi ibu hamil, dan secara tidak langsung mengurangi resiko persalinan prematur serta kematian janin.9 Pada sistem pernafasan, selama kehamilan terjadi penambahan berat badan, meliputi pembesaran payudara dan pembengkakan jaringan lunak mulut dan saluran nafas atas, menyebabkan sulitnya intubasi trakea. Penurunan functional residual capacity (FRC) dan peningkatan konsumsi oksigen menyebabkan
74
Majalah Obstetri & Ginekologi, Vol. 20 No. Mei – Agustus 2012 : 72-76
cepatnya desaturasi oksihemoglobin bila intubasi terlambat dilakukan. Posisi terlentang dapat menyebabkan menutupnya saluran nafas karena adanya penurunan FRC. Oleh karena itu diperlukan preoksigenasi dan intubasi oleh orang yang terlatih.9 Peningkatan alveolar MV mempercepat induksi anestesi jika digunakan teknik induksi inhalasi. Volume total ruang epidural dan subarahnoid berkurang pada kehamilan sebagai akibat kompresi vena cava inferior, yang mengakibatkan pembengkakan pleksus vena epidural. Hal tersebut merupakan penyebab utama penyebaran luas dari obat anestesi lokal yang diberikan melalui blokade neuraxial sentral.9
tekanan darah ibu dan terapi hipotensi serta hipoksia yang tepat agar janin tetap dalam kondisi baik. Pemberian cairan intravena secara bolus dapat mencegah hipotensi, namun dapat meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga merupakan predisposisi terjadinya edema paru. Apabila pemberian cairan intravena belum bisa mengatasi hipotensi dapat diberikan efedrin. Efedrin sebagai vasopressor lebih efektif mempertahankan tekanan darah ibu dan mencegah asidosis janin. Selain itu idealnya dilakukan pemasangan monitor untuk mengetahui kondisi janin dan uterus, kalau memang tersedia. Penggunaan dopler eksternal untuk mengetahui kondisi fetal heart rate (FHR) akan sangat bermanfaat.1,9
Untuk mencegah terjadinya aspirasi pnemonia selama prosedur anestesi digunakan antagonis reseptor H2 pada wanita hamil mulai usia kehamilan 16 minggu. Harus dipertimbangkan resiko kompresi aortacava dan aspirasi pneumonia pada wanita hamil yang dilakukan tindakan bedah, sehingga harus diposisikan miring kiri 15° . Pemberian induksi intravena pada anestesi general harus didahului dengan diberikan meticulous denitrogenation dengan oksigen 100% selama 5 menit dan dilakukan tekanan pada krikoid.7
Tindakan pasca operasi bedah saraf pada wanita hamil tidak berbeda jauh dari pasien tidak hamil. Ekstubasi ditunda sampai pasien benar-benar sadar untuk mencegah regurgitasi dan aspirasi jalan nafas. Pasien dipertahankan dalam posisi miring dengan kepala agak ditinggikan. Pemberian analgesik adekuat penting untuk mencegah nyeri yang dapat meningkatkan resiko persalinan prematur. Pemberian dekstran dapat menyebabkan reaksi anafilaksis yang menyebabkan fetal distress. FHR dan kontraksi uterus harus tetap dimonitor minimal 24 – 48 jam pasca tindakan pembedahan.1,9
Tujuan utama intervensi tindakan bedah saraf pada wanita hamil adalah untuk mempertahankan kelangsungan hidup baik ibu maupun janin. Penanganan sebelum operasi dan setelah operasi pada wanita hamil tidak berbeda jauh dari pasien tidak hamil. Beberapa tindakan pencegahan harus dilakukan pada tindakan bedah saraf, bertujuan untuk mencegah asfiksia janin, mencegah efek teratogenik obat-obatan yang digunakan serta mencegah persalinan prematur. Oksigenasi pada janin sangat tergantung pada kadar oksigen arteri ibu dan aliran darah plasenta.7
Pada proses persalinan wanita hamil dengan tumor intrakranial atau kelainan pembuluh darah, pencegahan hipertensi dan peningkatan ICP adalah hal yang penting. Proses persalinan pervagina pada wanita hamil dengan peningkatan tekanan intrakranial diperbolehkan. Namun kala II harus dipercepat dan kondisi ibu mengejan harus dihindari karena dapat meningkatkan ICP, yaitu dengan tarikan forsep dan pemasangan epidural anestesi. Meskipun elektif sectio cesarean direkomendasikan pada wanita hamil dengan malformasi arteri vena yang utuh, beberapa ahli menganjurkan prosedur sectio cesarean dilakukan berdasarkan indikasi ibu dan janin. Pada wanita hamil yang telah terdiagnosa aneurisma, malformasi arterivena dan tumor intrakranial, tindakan sectio cesarean terbukti tidak bermanfaat dalam mencegah peningkatan ICP dibandingkan persalinan pervagina.1
Selama tindakan bedah saraf, pemberian diuretik osmotik, mengontrol hipotensi, hipotermi dan hipokarbia, adalah tindakan yang sering dilakukan untuk menurunkan tekanan intrakranial (ICP/ intracranial pressure). Yang mana semua tindakan diatas pada wanita hamil dapat memberikan efek yang merugikan pada janin. Kondisi tersebut diatas dapat dicegah dengan mempertahankan PaO2 ibu, PaCO2 ibu dan aliran darah uterus tetap pada kadar normal. Pemberian manitol pada ibu hamil menunjukkan bahwa air akan tertarik dari fetus menuju ibu, sehingga mengakibatkan fetus mengalami dehidrasi berat. Pemakaian manitol 100 g pada wanita hamil yang dilakukan tindakan bedah saraf adalah aman. PCO2 arteri normal adalah 32 mmHg, dengan hiperventilasi kadar PCO2 akan sangat rendah. Kondisi hipoksik janin terjadi bila kadar CO2 arteri mencapai 24 mmHg atau kurang. Kondisi hipokapni berat secara langsung menyebabkan vasokonstriksi uterus, sehingga mengakibatkan hipoksik janin.7 Diperlukan observasi ketat
KESIMPULAN Pada kasus cedera otak pada kehamilan, setelah trepanasi diputuskan, kehamilan tidak harus dilanjutkan, karena proses penyembuhan otak mungkin akan terganggu oleh eksistensi hormonal akibat kehamilan itu sendiri.
75
Arisanti dan Dahlan : Tindakan Bedah Saraf Pada Kehamilan
DAFTAR PUSTAKA 6.
1. Cirak, B Kiymaz, N Kerman, M Tahta K. Neurosurgical Procedure in Pregnancy, Acta Cir. 2003; Bras: 18 (1). 2. Tewari KS. Et al. Obstetric emergiencies pricipitated by malignant brain tumor. American Journal of Obstetry and Gynecology. 2000; 182 (5). 3. Karnard DR, Guntupalli KK. Neurologic Disordiers in Pregnancy. Critical Care Medicinel. 2005; 33 (10): 362-371. 4. Angsar MD. Hipertensi dalam kehamilan, Edisi IV. Lab/SMF Obstetri Ginekologi FK Unair/RSU Dr. Soetomo. 2005. 5. Cunningham FG, Gant NF, Leveno K, Gilstrap LC, Hauth JC, Westrom, KD. Williams Obstetrics, 22th
7. 8.
9.
76
Edition, The Mc Graw-Hill Companies, New York. 2005. Lopez-Novoa JM. Soluble Endoglin is in An Accurate Predictor and a Pathogenic Molecule in Preeclampsia. Nephrol Dial Transplant. 2007; 22:712-714. Penning D. Trauma in Pregnancy. Canadian Journal Anic esthesiologists. 2001; 48 (6). Macharthur A. Craniotomy of sprasellar meningioma during pregnancy: role of fetal monitoring. Canadian Jaournal Anesthesiology. 2004; 51 (6): 535-538. Mhuireachtaight RN and O’Gorman DA. Anesthesia in pregnancy for nonobstetric surgery. Jaornal of Clinical Anesthesia. 2006; 18: 60-66.