LAPORAN KASUS RADIOLOGI : PENDERITA THALASEMIA β MAYOR Oleh : dr. M i l d a
Pembimbing : dr. Junus Baan, Sp.rad PENDAHULUAN Thalassemia merupakan penyakit darah bawaan pada anak yang paling banyak dibahas, paling luas diteliti dan paling lengkap diungkapkan kelainan molekulernya. Disamping itu thalassemia adalah penyakit bawaan yang terbanyak diantara penyakit darah yang bersifat kongenital, bahkan yang terbanyak dari seluruh kelainan genetik dunia, dengan 1.67% penduduk dunia sebagai pasiennya. Sekitar 7% penduduk dunia diduga carrier thalassemia, dan sekitar 300.000-400.000 bayi lahir dengan kelainan ini setiap tahunnya. Frekuensi gen thalassemia tertinggi di negara-negara tropis, namun dengan tingginya angka migrasi, penyakit ini telah tersebar ke seluruh dunia.
4,5
Di Indonesia, diperkirakan terdapat sekitar 3-10 % pembawa gen thalassemia. Penelitian oleh Daud (2002) di Sulawesi Selatan mendapatkan frekuensi pembawa sifat thalassemia-β pada suku Bugis 4,2%, Makassar 4,7%, Toraja 1,7% dan Mandar 0,4%.4,5 Thalassemia adalah suatu kelainan sintesis hemoglobin (Hb) yang diturunkan. Dua bentuk thalassemia yang mempunyai arti klinik karena dapat menimbulkan gejala adalah thalassemia alfa (α) dan thalassemia (β). Berdasarkan klinis berat ringannya manifestasi penyakit, thalassemia dibagi atas thalassemia-β mayor, thalassemia-β minor, dan thalassemia-β intermedia. Manifestasi klinik thalassemia-β/HbE biasanya mulai tampak pada anak di usia 6 bulan sampai umur 2 tahun. Anemia terjadi secara progresif dan penderita memerlukan transfusi darah secara reguler untuk mempertahankan hidupnya. Penderita
memperlihatkan
gejala-gejala
pucat,
ikterus
dan
gangguan
pertumbuhan. Limpa dan hati membesar secara progresif. Hiperplasia sumsum tulang pada tulang muka dan tengkorak akan menyebabkan wajah yang khas 1
dikenal dengan facies Cooley. Pada penderita yang cepat mendapat transfusi secara teratur, biasanya memperlihatkan pertumbuhan dan perkembangan yang normal hingga masa pubertas. Namun efek samping berupa penumpukan besi bagi yang tidak mendapat kelasi besi secara teratur, akan mengalami gangguan hati, jantung dan endokrin. IDENTITAS KASUS Nama Anak/ No RM Tanggal Lahir
: Fathian Akbar/425134 : 3 April 2009
Umur
: 1 tahun 1 bulan
Jenis Kelamin
: laki-laki
Anak
: kedua
Alamat
: BTN Mangga 3 Daya
DATA AWAL SAAT MASUK RUMAH SAKIT ( Mei 2010) -
Penderita F, laki-laki 1 tahun 1 bulan Masuk IRD Anak RS. Wahidin Sudirohusodo tanggal 1 Mei 2010 dengan keluhan pucat yang tidak diperhatikan sejak kapan munculnya. Anak tidak demam dan tidak batuk serta tidak muntah. Anak malas makan dan minum. Anak tampak lemah. Buang air besar biasa, buang air kecil lancar. Tidak ada riwayat sering-sering demam, tidak ada perdarahan dari hidung, gusi dan lebam-lebam di bagian tubuh. Tidak ada riwayat penyakit perdarahan dan penyakit keganasan dalam keluarga. Tidak ada riwayat transfusi sebelumnya. Nafsu makan menurun
-
sejak 3 bulan terakhir. Riwayat kelahiran : Berat badan lahir 3600 gram, Panjang badan lahir 48 cm Riwayat tumbuh kembang penderita mulai berbalik sejak usia 4 bulan, sudah bisa duduk sejak 8 bulan, berdiri dengan memegang 12 bulan, belum bisa
2
berjalan. Gigi pertama tumbuh saat usia -
-
7 bulan. Riwayat imunisasi dasar
lengkap. Pemeriksaan fisik : Berat Badan (BB) : BB aktual 7,3 kg, BB ideal 10,4 kg Tinggi Badan (TB) : 68 cm (< -3 SD, z-scores WHO) BB/TB : Gizi Kurang ( -2 sd -3 SD, z scores WHO) BB/U : Gizi kurang (-2 sd -3 SD, z-scores WHO) TB/U : Perawakan pendek (< -3SD, z-scores WHO) Tekanan Darah : 90/60 mmHg Nadi : 100 x/menit Pernapasan : 36 x/menit Suhu : 36,8 C (aksilla) Status general : Kepala
normosefal, lingkar kepala (LK) 45 cm, muka
simetris kiri sama dengan kanan, facies cooley
tampak. Pada mata
konjungtiva tampak pucat dan sklera subikterik. Bibi tampak pucat. Gigi tumbuh 4 buah, terdiri dari 2 buah gigi seri atas dan 2 buah gigi seri bawah. Telinga, hidung, dan tenggorok tidak ada kelainan. Tidak didapatkan pembesaran pada kelenjar servikal, submandibula, dan tiroid. Pemeriksaan paru dan jantung dalam batas normal. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan ukuran hepar membesar 4 cm bawah arcus kosta konsistensi kenyal,
pinggir
tajam
permukaan
rata,
tidak
nyeri
tekan.
limpa teraba S III, konsistensi padat, Lingkar perut 47 cm. Pemeriksaan genitalia dan extremitas tidak didapatkan kelainan.
- Pada pemeriksaan tumbuh kembang menunjukkan : Skrining perkembangan Denver II : suspek delay pada motorik kasar dan motorik halus. Dilakukan pemeriksaan penunjang dengan hasil :
( RSWS tanggal 1 mei 2010) : Laboratorium 3
Hb 3,5 g/dl, eritrosit 1,56 x 106, hematokrit 10,8%, Trombost 210.000/mm 3. MCV 69,2 fl, MCH 22,4, MCHC 32,4, retikulosit 2,1%, limfosit 47,1%, netrofil 35,3%, eosinofil 0,1%, basofil 0,2%, monosit 19%. Apusan darah tepi ( 5 Mei 2010): Eritrosit : anisopoikilositosis, mikrositik hipokrom, segmental (+), polikromasi (+) benda inklusi (-), normoblast (+) Lekosit : jumlah cukup, limfosit > PMN, granulasi toksik (+), sel muda (-) Trombosit : jumlah kurang, giant (+) Kesan : bisitopeni disertai tanda hemolitik Lekosit tanda infeksi Kimia Darah ( tanggal 6 Mei 2010) ureum 34, kreatinin 0,3, Bilirubin total 4,3mg%, bil direk 0,71 mg%, bil indirek 3,59 mg%, SGOT 80 mu, SGPT 29 mu Urin Rutin : Makroskopis: warna kuning, volume kesan cukup Mikroskopis : berat jenis 1,015, pH 7,0 urobilinogen +1 bilirubin (-) sedimen lekosit 1-3/lpb eritrosit 5/lpb Tinja : warna kuning, konsistensi keras, lekosit (-) eritrosit (-)
Pemeriksaan Radiologik : Foto kepala Lateral 4
Kesan : Gambaran hair on end appearance Foto Bone Age Manus Sinistra :
Kesan :
estimasi usia sesuai umur 2 tahun
Sesuai gambaran Thalasemia ( gambaran square off, korteks tulang menipis)
Hasil Analisa Hb (HPLC): HbA2 2,5 % (2,0-2,8) HbF > 90%. Fe 218, TIBC 253, Saturasi transferin 86%, feritin serum 2312 ng/ml Diagnosis Definitif : 5
1. 2. 3. 4.
Thalassemia β HbE Gizi kurang Perawakan Pendek Iron Overload
Penatalaksanaan : -
Transfusi PRC Asam folat 1 x 2 mg/oral Vitamin E 1x 200 IU/oral Exjade 1 x 125 mg/oral Makanan lunak, Asi On Demand Stimulasi sesuai tahapan perkembangan (lampiran)
DISKUSI Pertumbuhan dan perkembangan anak merupakan hasil interaksi antara faktor genetik-herediter-konstitusi dengan faktor lingkungan, baik lingkungan prenatal maupun lingkungan postnatal. Faktor lingkungan ini yang akan memberikan segala macam kebutuhan yang merupakan kebutuhan dasar yang diperlukan oleh anak untuk tumbuh dan berkembang. Diagnosis thalassemia-bmayor dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, penelusuran keluarga, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan laboratorium. Gejala-gejala thalassemia-β biasanya mulai nampak antara umur 6 bulan sampai 2 tahun yaitu pada saat produksi rantai globin-γ menurun yang tidak diimbangi oleh produksi rantai globin-β seperti pada pasien ini yang mulai terdiagnosa sebagai thalassemia-β mayor sejak usia 1 tahun 1 bulan, namun gejala penurunan berat badan dan pucat sudah mulai terlihat sejak usia 8 bulan. Kadar Hb normal dalam tubuh sebagian besar terdiri dari HbA, dan pada thalassemiaβ sintesis HbA berkurang atau tidak ada sama sekali, sehingga hal ini akan mempengaruhi kadar Hb total dalam eritrosit. Kadar HbA yang berkurang 6
memberikan manifestasi hipokrom pada sel darah merah. sifat HbF mempunyai daya ikat kuat terhadap oksigen, maka oksigen sukar dilepaskan ke jaringan dan akibatnya terjadi hipoksia pada jaringan. Dengan demikian mekanisme yang dapat menerangkan terjadinya anemia pada thalassemia-β adalah: (1) eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel darah merah intrameduler, (2) destruksi eritrosit oleh sistem retikuloendotelial dan (3) sintesis kadar HbA yang menurun. Selama pemantauan setiap kali datang kontrol selalu tampak pucat karena mekanisme tersebut di atas namun setelah diberikan transfusi mengalami perubahan namun tidak bertahan lama.
4,5,9,12
Akibat eritropoesis yang masif, maka sel-sel eritroid memenuhi rongga sumsum tulang atau terjadi hiperplasia sumsum tulang
yang menyebabkan
desakan terutama pada tulang ceper seperti tulang wajah, tulang frontal, parietal, zigomatikus dan maksilla menonjol dan pangkal hidung depresi memberikan penampakan sebagai facies cooley. Pelebaran diploe disertai pemisahan tabula eksterna dan tabula interna pada tulang tengkorak secara sederhana dapat diamati dengan penambahan
ukuran lingkar kepala yang lebih progresif
dibanding anak normal lainnya. Transfusi darah secara reguler merupakan terapi suportif pada penderita thalasemia. Dengan transfusi secara reguler ini penderita thalasemia dapat bertahan hidup. Namun yang dikhawatirkan adalah efek kumulatif dari kelebihan besi akibat transfusi tersebut yang tentunya secara signifikan akan meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas jika tidak ditangani secara tepat. Akumulasi tersebut akan ditimbulkan oleh absorpsi besi di usus karena hiperaktivitas eritropoesis, meningkatnya penghancuran sel darah merah dan menurunnya pemakaian besi oleh tubuh untuk sintesis Hb. Kelebihan besi akan memperburuk perubahan-perubahan membran sel darah merah. Besi yang berlebihan ini akan menginduksi timbulnya radikal bebas dan akan merusak sel darah merah melalui proses oksidasi. Meskipun tubuh mempunyai sejumlah mekanisme antioksidan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas, namun dalam keadaan 7
kelebihan besi, mekanisme tersebut tidak mampu mencegah kerusakan oksidatif. 9,10,11 Tubuh
manusia
memiliki
banyak
mekanisme
untuk
menyerap,
mentransfer, dan menyimpan makanan-makanan esensial besi, namun tidak ada satupun mekanisme dalam tubuh untuk mengeluarkan kelebihan besi. Terapi kelasi besi merupakan satu-satunya pilihan untuk pengobatan kelebihan zat besi akibat transfusi tersebut. Sebaiknya pemberian kelasi besi diberikan bila kadar ferritin serum sudah mencapai 1000 ug/l. Dengan pemberian kelasi besi ini akan dapat mempertahankan kadar feritin serum dibawah 1000 ug/l, menghentikan progresivitas fibrosis hati menjadi sirosis hati.
9,10,11,12
Saat ini telah dikembangkan terapi kelasi yang terbaru dengan sediaan oral, yaitu deferasirox ( nama dagang: Exjade). Diharapkan dengan terapi kelasi sediaan oral tersebut, tingkat kepatuhan penderita dalam mengkonsumsi obat akan lebih baik dan dapat menurunkan efek morbiditas dan mortalitas akibat kelebihan besi pada penderita thalasemia. Pada pasien ini, setelah terdiagnosis sebagai thalasemia, pemeriksaan kadar feritinnya 2312 mg/dl dengan saturasi transferin 86%, sehingga terapi kelasi besi langsung diberikan. Komplikasi
yang dapat terjadi pada penderita akibat kelebihan besi
karena tidak diberikan kelasi
adalah gangguan endokrin seperti diabetes
melitus, hipotiroidisme, hipoparatiroidisme. Pelacakan ke arah disfungsi kelenjar endokrin telah dilakukan dengan melakukan pemeriksaan GDS, FT4, TSHs, namun pada penderita ini hasil pemeriksaan dalam batas normal. Dapat pula ditemukan penumpukan besi di hati yang menyebabkan fibrosis dan sirosis hati, gangguan ginjal. Pada penderita ini fungsi hati dan ginjal masih dalam batas normal, begitupun dengan echocardiografi jantung, belum didapatkan tandatanda penumpukan kelebihan besi, serta kontrol pemeriksaan gigi mulut masih dalam batas normal. Beberapa pemeriksaan lainnya untuk melihat toksisitas besi dalam jaringan bersifat invasif, namun dengan pemeriksaan rutin feritin, dengan biaya lebih murah bisa memonitor kelebihan besi dalam jaringan, meskipun 8
kadar feritin serum masih dipengaruhi oleh beberapa faktor lainnya. Hanya komplikasi ringan dari terapi exjade yang dialami penderita selama dua periode pemantauan yang bergejala yaitu piodermi, namun sembuh dengan sendirinya tanpa mengurangi dosis obatnya.12,13,14 Transfusi darah penderita thalassemia-βHbE merupakan tindakan rutin dan konvensional. Tujuan pemberian ini adalah untuk mengurangi komplikasi anemia yang menyebabkan anoksia jaringan dan mengancam hidup penderita, membantu pertumbuhan
dan perkembangan anak dan
memperpanjang
ketahanan hidup serta menghambat peningkatan absorpsi besi di usus. Selain itu transfusi reguler bertujuan untuk mencegah perubahan skeletal, mencegah hemopoesis
ekstra
meduler,
sehingga
mengurangi
splenomegali
dan
hipersplenisme. Sejak dirawat pasien telah mendapatkan transfusi darah sebanyak 3459 ml, dengan kebutuhan tahun pertama sebanyak 140 ml/kgBB, tahun ke-2 sebanyak 170 ml/kgBB. Selain tranfusi darah dan exjade sebagai kelasi besi, penderita juga harus mengkonsumsi asam folat dan vitamein E setiap harinya. Tujuan pemberian asam folat 1 x 2 mg setiap hari untuk mengatasi defisiensi asam folat pada penderita thalasemia akibat eritropoesis yang meningkat dan absorbsi asam folat yang rendah. Sedangkan fungsi vitamin E pada penderita thalasemia sebagai anti oksidan yang bekerja melindungi asam lemak tak jenuh ganda dan komponen membran sel dari oksidasi radikal bebas, melindungi sel dari toksisitas besi dan melindungi eritrosit terhadap proses hemolisis. Tidak ada kesulitan dalam mengkonsumsi semua obat ini karena penderita sangat koperatif. Menyadari bahwa kelainan genetik ini belum dapat disembuhkan dan perawatannya memerlukan biaya tinggi, maka perlu dilakukan pencegahan thalassemia dengan beberapa strategi berupa: penapisan (skrining) pembawa sifat thalasemia, konsultasi genetik, diagnosis prenatal. Skrining pembawa sifat dapat dilakukan secara prospektif dan retrospektif. 9
Prognosis pada penderita thalassemia baik bila diterapi dengan ideal dan ada upaya untuk memperbaiki, yaitu dengan menjamin kadar Hb dengan transfusi dan mencegah komplikasi yang ditimbulkan, karena banyak penderita thalasemia dapat hidup lebih lama bahkan sampai menikah dan mempunyai anak. Prognosis kasus ini baik qua ad vitam maupun qua ad sanationem bonam.
DAFTAR PUSTAKA 1. Orkin SH, Nathan DG. The thalassemia. In: Nathan DG, Orkin SH, Ginsburg D, Look AT. Hematology of infant and childhood; 6 th ed. Philadelphia: WB Saunders Co, 2003; 842-900. 2. Sekartini R. Skrining pertumbuhan dan perkembangan anak. Dalam: Pulingan AB, Hendarto A, Hegar B, Oswari H, penyunting. Nutrition, growth 10
and development. Makalah Lengkap Continuing Professional Development IDAI Jaya. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2006; 79-92. 3. Kaptiningsih A, Saputro D, Humris E. Stimulasi, deteksi dan intervensi dini tumbuh kembang anak. Jakarta : Bakti Husada, 2006 ; 1-41. 4. Daud D. Cacat molekul dan ekspresi fenotip thallasemia-β dan hemoglobin O Indonesia pada suku Bugis, Makassar, Mandar dan Toraja. Disertasi. Makassar: Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, 2002. 5. Daud D. Thalassemia sebagai penyakit genetik, saat kini dan masa akan datang. Disampaikan pada upacara penerimaan jabatan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UNHAS. Makassar, 2 September 2010. 6. Narendra MB. Penilaian pertumbuhan dan perkembangan anak. Dalam: Narendra MB, Sularyo TS, Soetjiningsih, Suyitno H, Ranuh IGN, Editor. Buku ajar I tumbuh kembang anak dan remaja, edisi pertama. Jakarta: CV Sagung Seto, 2002; 95-111. 7. Soetjiningsih, Suandi IKG. Gizi untuk tumbuh kembang anak. Dalam: Narendra MB, Sularyo TS, Soetjiningsih, Suyitno H, Ranuh IGNG, Eds. Buku ajar tumbuh kembang anak dan remaja. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2002;22-49. 8. Cahyono H.A. Pertumbuhan dan Gangguan Pertumbuhan. All About Kids. Subbagian Endokrinologi Anak BIKA FK-UB. RS. Saiful Anwar Malang. 2008 ; 1-13. 9. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Kapita selekta hematologi (Essential haematology); edisi 4. Jakarta: EGC, 2002 ; 64-80. 10. Debaun, MR. Vichinsky Elliot, Hemoglobinopathy, Thalassemia. Nelson Textbook of Pediatrics, 18 th edition, 2007. 11. Taher A, Capellini. Update on the Use of Deferasirox in the Management of Iron Overloaded. Therapeutics and Clinical Risk Management, 2007 12. Permono B, Ugrasena. Hemoglobin Abnormal- Talasemia. Buku Ajar hematologi-onkologi Anak.Ikatan FDokter Anak Indonesia. 2006 : 64-84. 11
13. Honig GR. Hemoglobin disorders. In : Behrman RE, Kliegman RM, Eds. Nelson textbook of pediatrics; 17 th ed. Philadelphia: WB Saunders Co, 2004 ;1630-4. 14. Ratih D, Susanto R, Sudarmanto B. Pengaruh De erasirox terhadap Kadar T4 dan TSH pada β Thalassemia Mayor dengan Kadar Ferritin Tinggi. Sari Pediatri, Vol 12. No.6, 2011 ; 433-8. 15. Andayani S, Sekarwana N, Fadil R. Association between age and serum ferritin level with bone age deficit in children with thalassemia major. Paediatrica Indonesiana, volume 48, No 1, 2008; 33-5. 16. Made A, Ketut A. Profil pertumbuhan, Hemoglobin Pre-Transfusi, kadar feritin, dan usia tulang anak pada Thalassemia Mayor. Sari Pediatri, Vol 13, No 4, 2011 ; 299-303. 17. Louis CK. Growth of children with β-thalassemia major. Symposium on growth and its disorders, 2005; 72: 159-64. 18. Marengo AJ. The thalassemias and related disorder, Baylor University Medical Center, 2007;20:27-31.
LAPORAN KASUS RADIOLOGI
PENDERITA THALASEMIA β MAYOR
12
MILDA PEMBIMBING ; dr. JUNUS BAAN Sp,rad
PESERTA PPDS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015
13