LAPORAN HIBAH PENULISAN BUKU AJAR
MATA KULIAH
KIMIA ORGANIK SINTESIS BAGIAN 2
Oleh : Dr. Firdaus, M.S
Dibiayai oleh Dana DIPA Layanan Umum Universitas Hasanuddin Tahun 2014 Sesuai dengan SK Rektor Unhas Nomor 813/UN4.12/PP.12/2014 Tanggal 8 April 2014
PROGRAM STUDI KIMIA JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HASANUDDIN TAHUN 2014
KATA PENGANTAR
Kimia organik sintesis berkembang dari hasil penelitian yang dilakukan di laboratorium, baik dari hasil penelitian kimia organik bahan alam maupun dari hasil penelitian pengembangan material yang telah dikenal. Manfaat dari perkembangan ilmu ini bagi kesejahteraan umat manusia sebenarnya sudah sangat banyak, namun ilmu ini tetap saja menuai tudingan negatif dari para pemerhati lingkungan. Oleh karena itu, pemikiran tentang bagaimana meminimalisasi dampak negatif proses sintesis juga telah menjadi pemikiran serius dari para kimiawan, dan menghasilkan bidang ilmu kimia yang baru, yakni “Green Chemistry”. Di dalam proses pembelajarannya, ilmu ini mempunyai daya tarik bagi mahasiswa karena dapat melatih mahasiswa untuk berpikir secara analisis dan sintesis, serta dapat mengembangkan kreativitas dan nalar mahasiswa. Di dalam kurikulum 2009 Program Studi Kimia FMIPA Unhas, mata kuliah Kimia Organik Sintesis beri bobot 4 sks dan disajikan dalam dua semester, yaitu Kimia Organik Sintesis I dengan bobot 2 sks dan Kimia Organik Sintesis II dengan bobot 2 sks pula. Buku ajar Kimia Organik Sintesis I telah disusun oleh penulis pada tahun 2012 yang lalu dan telah diunggah ke internet. Di dalam kurikulum 2014 Program Studi Kimia FMIPA Unhas, kedua mata kuliah tersebut telah digabung menjadi satu di dalam mata kuliah Kimia Organik Sintesis dengan bobot 4 sks. Oleh karena itu, penulis memandang perlu menyusun buku ajar Kimia Organik Sintesis bagian 2 ini sebagai kelanjutan buku ajar Kimia Organik Sintesis I tersebut di atas. Jadi, dengan terbitnya buku ajar Kimia Organik Sintesis Bagian 2 ini maka buku ajar Kimia Organik Sintesis I tersebut merupakan bagian pertama buku ajar mata kuliah Kimia Organik Sintesis yang terdapat di dalam Kurikulum 2014 Program Studi Kimia FMIPA Unhas. Berdasarkan penelusuran literatur, penulis menemukan beberapa buku kimia organik sintesis yang masih mengandung penulisan mekanisme reaksi yang kurang logis, bahkan cenderung tidak konsisten sehingga dapat membingunkan mahasiswa. Salah salah buku teks yang penulis anggap cukup memadai untuk digunakan sebagai referensi dalam pengajaran kimia organik sintesis di tingkat S-1 adalah buku yang
iii
ditulis oleh N.O.C. Norman dan J.M. Coxon dengan judul “Principles of Organic Synthesis“, meskipun buku itu juga masih mengandung kekurangan sebagaimana yang telah dikemuan di atas. Oleh karena itu di dalam penulisan buku ini, penulis lebih banyak mengacu pada buku tersebut dan berusaha untuk menyajikan mekanisme reaksi yang logis dan konsisten. Penulis berharap bahwa dengan kehadiran buku ini akan dapat membantu mahasiswa dalam mempelajari tentang kimia organik sintesis, dan menghilangkan kebingungannya tentang cara menuliskan mekanisme reaksi kimia organik. Penyusunan buku ajar ini pada dasarnya diperuntukkan untuk mahasiswa program studi S-1 Ilmu Kimia, tapi tidak menutup kemungkinan untuk dapat digunakan pada disiplin ilmu yang serumpun seperti pada program studi Ilmu Farmasi. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan buku ini melalui E-mail:
[email protected], serta tak lupa mengucapkan “Syukur Alhamdulillah” atas rahmat dan hidayahNya, dan menyampaikan terima kasih kepada pihak Universitas Hasanuddin atas dana yang diberikan sehingga penyusunan buku ajar berbasis content ini dapat terselesaikan.
Makassar, 14 Oktober 2014
Penulis
iv
DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN
……………………………………………….......
i
SURAT PERNYATAAN .................................................................................
ii
KATA PENGANTAR .....................................................................................
iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................
iv
BAB 1 PENDAHULUAN
1
...........................................................................
1.1
Gambaran Profil Lulusan Program Studi Kimia .....................
1
1.2
Kompetensi Lulusan ..............................................................
2
1.3
Analisis Kebutuhan Pembelajaran .........................................
4
(a) Kondisi awal mahasiswa peserta mata kuliah Kimia Organik Sintesis
..............................................................
4
(b) Norma pedagogis pemilihan materi pembelajaran ...........
5
(c) Pendekatan pembelajaran Kimia Organik Sintesis ...........
5
(d) Metode pembelajaran Kimia Organik Sintesis .………….
6
1.4
Tinjauan Mata Kuliah ..............................................................
7
1.5
Rancangan Pembelajaran .......................................................
8
BAB 2 PEMBENTUKAN IKATAN KARBON-NITROGEN ALIFATIK ….......
16
2.1
Pendahuluan ……………………………………………………..
16
2.2
Prinsip Pembentukan Ikatan Karbon-Nitrogen
16
(a) Nitrogen nukleofil …………………………………………..
16
(b) Nitrogen elektrofilik …………………………………………
17
Substitusi Nitrogen Nukleofil Pada karbon Tak Jenuh ……...
18
(a) Reaksi amoniak dan amina ……………………………….
18
(b) Reaksi nukleofil nitrogen yang lain ……………………….
21
Adisi Nitrogen Nukleofil Ke Karbon Tak-Jenuh ……………...
23
(a) Reaksi dengan aldehid dan keton ………………………..
23
(b) Reaksi dengan karbon tak jenuh jenis yang lain ……….
28
Substitusi Oleh Nitrogen Nukleofil Pada Karbon Tak Jenuh
30
(a) Reaksi amoniak dan amina ……………………………….
31
(b) Reaksi nukleofil nitrogen lain ……………………………..
33
Reaksi Elektrofilik Nitrogen ……………………………………
33
(a) Nitrosasi …………………………………………………….
33
2.3
2.4
2.5
2.6
v
(b) Nitrasi ……………………………………………………….
35
(c) Pembentukan Imina ……………………………………….
35
Penutup ………………………………………………………….
36
(a) Soal tes formatif …………………………………………….
37
(b) Umpan balik ………………………………………………...
37
SUBSTITUSI AROMATIK ELEKTROFILIK …………………………
39
3.1
Pendahuluan …………………………………………………….
39
3.2
Mekanisme Substitusi
…………………………………………
39
3.3
Deaktivasi dan Faktor Pengontrol Kecepatan ……………….
42
3.4
Pembentukan Ikatan karbon-Karbon …………………………
43
(a) Alkilasi Friedel-Crafts ………………………………………
43
(b) Asilasi Friedel Crafts ……………………………………….
47
(c) Klorometilasi …………………………………………………
49
(d) Formilasi Gatterman-Koch ………………………………..
51
(e) Formilasi Gattermann ………………………………………
51
(f) Asilasi Hoesch ………………………………………………
52
(g) Formilasi Vilsmeyer ………………………………………..
53
(h) Formilasi Reimer-Tiemann ………………………………..
54
(i) Karboksilasi Kolbe-Schmitt ………………………………...
55
(j) Reaksi Mannich ……………………………………………..
56
Pembentukan Ikatan Karbon-Nitrogen ……………………….
56
(a) Nitrasi ……………………………………………………….
56
(b) Nitrosasi ………………………………………………………
60
Pembentukan Ikatan Karbon-Belerang ………………………
61
(a) Sulfonasi ……………………………………………………..
61
(b) Klorosulfonasi ……………………………………………….
63
(c) Sulfonilasi ……………………………………………………
63
Pembentukan Ikatan Karbon – Halogen ……………………..
64
(a) Klorinasi ………………………………………………………
64
(b) Brominasi ……………………………………………………
65
(c) Iodinasi ………………………………………………………
65
Reaksi-Reaksi Lain …………………………………………….
66
(a) Hidroksilasi ………………………………………………….
66
2.7
BAB 3
3.5
3.6
3.7
3.8
vi
(b) Metalasi ……………………………………………………..
66
(c) Penggantian gugus-gugus selain hidrogen ……………..
67
Penutup ………………………………………………………….
70
(a) Soal tes formatif ……………………………………………
70
(b) Umpan balik ………………………………………………...
71
BAB 4 SUBSTITUSI NUKLEOFILIK AROMATIK ……………………………
73
3.9
4.1
Pendahuluan
…………………………………………………..
73
4.2
Mekanisme Reaksi Substitusi Nukleofilik Aromatk …………
73
4.3
Penggantian Ion Hidrida ……………………………………...
74
4.4
Penggantian Anion Lain ………………………………………
75
(a) Halida ……………………………………………………….
75
(b) Oksianion …………………………………………………..
77
(c) Ion sulfida …………………………………………………...
77
(d) Anion nitrogen ……………………………………………..
77
4.5
Substitusi Lewat Benzin ……………………………………….
79
4.6
Reaksi SRN1 …………………………………………………….
80
4.7
Reaksi Bucherer ………………………………………………..
81
4.8
Penutup …………………………………………………………
82
(a) Soal tes formatif ……………………………………………
82
(b) Umpan balik ………………………………………………..
82
BAB 5 GARAM DIAZONIUM AROMATIK …………………………………..
84
5.1
Pendahuluan ……………………………………………………..
84
5.2
Pembentukan Garam Diazonium ……………………………..
84
5.3
Reaksi Diazonium ………………………………………………
85
(a) Reaksi nukleofil pada nitrogen ……………………………
85
(b) Reaksi SN1 ………………………………………………….
86
(c) Reduksi satu-elektron ………………………………………
86
Reaksi Di Mana Nitrogen yang Tereliminasi ………………..
87
(a) Penggantian oleh hidroksil ……………………………….
87
(b) Penggantian oleh halogen ………………………………..
87
(c) Penggantian dengan siano ……………………………….
88
(d) Penggantian dengan nitro …………………………………
89
(e) Penggantian dengan hidrogen ……………………………
89
5.4
vii
(f) Penggantian dengan karbon alifatik ………………………
91
(g) Penggantian dengan karbon aromatik ……………………
92
(h) Penggantian dengan spesies lain ………………………..
95
Reaksi Di Mana Nitrogen Dipertahankan ……………………
96
(a) Reduksi menjadi arilhidrazin ……………………………..
96
(b) Reaksi kopling ……………………………………………..
96
Nilai Sintesis Diazo-Kopling …………………………………..
100
(a) Bahan Celupan …………………………………………….
100
(b) Indikator …………………………………………………….
102
(c) Sintesis amina ……………………………………………..
102
(d) Sintesis kuinon ……………………………………………..
103
Penutup ………………………………………………………….
103
(a) Soal tes formatif ……………………………………………
104
(b) Umpan balik ………………………………………………..
104
PENATAAN ULANG MOLEKUL …………………………………….
106
5.5
5.6
5.7
BAB 6
6.1
Pendahuluan …………………………………………………….. 106
6.2
Penatan Ulang Ke Karbon Kekurangan Elektron ……………. 106
6.3
(a) perpindahan karbon ……………………………………….
106
(b) Perpindahan halogen, oksigen, belerang, dan nitrogen ..
114
Penataan Ulang Ke Nitrogen Kekurangan Elektron …………. 117 (a) Penataan ulang Hofmann, Curtius, Schmidt, dan Lossen
117
(b) Penataan Ulang Beckmann ………………………………
120
6.4
Penataan Ulang Ke Oksigen Kekurangan Elektron ………..
121
6.5
Penataan Ulang Ke Karbon Kaya Elektron ………………….
122
6.6
Penataan Ulang AromatiK …………………………………….
124
(a) Perpindahan antarmolekul dari nitrogen ke karbon …….
125
(b) Perpindahan antarmolekul dari oksigen ke karbon ……..
126
(c) Perpindahan intramolekul dari nitrogen ke karbon ……..
127
(d) Perpindahan intramolekul dari oksigen ke karbon ……… 128 6.7
BAB 7
Penutup ………………………………………………………….
129
(a) Soal tes formatif …………………………………………..
129
(b) Umpan balik ……………………………………………….
130
OKSIDASI …………………………………………………………….
132
viii
7.1
Pendahuluan …………………………………………………….
132
7.2
Hidrokarbon …………………………………………………….
133
(a) Ikatan rangkap alkena …………………………………….
133
(b) Cincin aromatik …………………………………………….
139
(c) Gugus C─H jenuh …………………………………………
142
Sistem yang Mengandung Oksigen …………………………..
148
(a) Alkohol primer ………………………………………………
148
7.3
(b) Alkohol sekunder …………………………………………… 152
7.4
(c) Alkohol alilik …………………………………………………
153
(d) Alkohol benzilik ……………………………………………..
154
(e) 1,2-Diol ………………………………………………………
156
(f) Aldehida ……………………………………………………..
157
(g) Keton ………………………………………………………..
158
(h) α-Ketol ………………………………………………………
159
Sistem yang Mengandung Nitrogen ………………………….
160
(a) Amina primer ……………………………………………….
160
(b) Amina sekunder …………………………………………….. 162 (c) Amina tersier ………………………………………………..
162
(d) Hidrazin ……………………………………………………… 162 (e) Hidrazon …………………………………………………….
163
Sistem yang Mengandung Belerang ………………………….
164
(a) Tiol …………………………………………………………..
164
(b) Sulfida ………………………………………………………
165
7.6
Sistem yang Mengandung Fosfor …………………………….
166
7.7
Sistem yang Mengandung Iodin ………………………………
166
7.8
Penutup ………………………………………………………….
166
(a) Soal tes formatif ……………………………………………
167
(b) Umpan balik ………………………………………………..
167
REDUKSI …………………………………………………………….. 8.1 Pendahuluan
170
8.2
Hidrokarbon ....………………………………………………….
171
(a) Alkana ……………………………………………………….
171
(b) Alkena ……………………………………………………….
171
7.5
BAB 8
ix
170
8.3
8.4
(c) Alkena terkonjugasi ………………………………………..
175
(d) Alkuna ……………………………………………………….
177
(e) Cincin Aromatik …………………………………………….
178
Hidrogenolisis …………………………………………………… 180 (a) Sistem benzilik ……………………………………………..
180
(b) Sistem alilik …………………………………………………
182
(c) Sistem alkil ………………………………………………….
183
(d) Sistem aromatik …………………………………………….
184
Aldehida dan Keton …………………………………………….
185
(a) Reduksi menjadi hidrokarbon ……………………………… 185
8.5
8.6
8.7
(b) Reduksi menjadi Alkohol ………………………………….
187
(c) Reduksi menjadi 1,2-diol …………………………………..
190
Epoksida …………………………………………………………
190
(a) Litium aluminium hidrida …………………………………..
190
(b) Hidroborasi …………………………………………………
191
Asam dan Turunannya ………………………………………..
191
(a) Reduksi menjadi alkohol dan amina …………………….
192
(b) Reduksi menjadi aldehida …………………………………
194
Sistem yang Mengandung Nitrogen …………………………… 198 (a) Senyawa nitro ………………………………………………
198
(b) Imina …………………………………………………………
201
(c) Oksim ………………………………………………………… 203
8.8
8.9
(d) Senyawa nitroso ……………………………………………
204
(e) Senyawa-Azo
205
………………………………………………
Sistem yang mengandung belerang …………………………. 205 (a) Disulfida ……………………………………………………..
205
(b) Sulfonil klorida ……………………………………………..
206
Penutup …………………………………………………………
206
(a) Soal tes formatif ……………………………………………
206
(b) Umpan balik ………………………………………………..
207
x
BAB 2 PEMBENTUKAN IKATAN KARBON-NITROGEN ALIFATIK 2.1 Pendahuluan Bab ini membahas tentang reaksi pembentukan ikatan antara atom karbon dan atom nitrogen. Sebagaimana diketahui bahwa atom nitrogen di dalam suatu senyawa, seperti amoniak dan amina memiliki satu pasangan elektron bebas sehingga di dalam reaksi, senyawa-senyawa semacam itu akan bertindak sebagai nukleofil, dan akan bereaksi dengan karbon elektrofil. Nitrogen juga dalam beberapa spesies kimia tertentu dapat juga bersifat elektrofil sehingga dalam pembentukan ikatan dengan karbon memerlukan karbon yang bersifat nukleofil. Umumnya nitrogen di dalam spesies kimia seperti itu mengemban muatan positif. Mekansime reaksi pembentukan ikatan karbon nitrogen di mana nitrogen bertindak sebagai nukleofil tentu berbeda dengan mekanisme reaksi di mana nitrogen bertindak sebagai elektrofil. Perbedaan itulah yang menjadi fokus bahasan dalam Bab ini, baik itu menyangkut struktur spesies kimia yang terkait, tahap-tahap reaksi, kondisi reaksi di mana reaksi dapat berjalan, dan mekanisme reaksinya. Beberapa bahasan diberikan pula contoh reaksi beserta rendamennya. 2.2 Prinsip Pembentukan Ikatan Karbon-Nitrogen Pembentukan ikatan antara karbon dengan nitrogen dibagi ke dalam dua metode. Pertama adalah nitrogen nukleofil bereaksi dengan karbon elektrofil, kedua adalah nitrogen elektrofil bereaksi dengan karbon nukleofil. Metode pertama merupakan metode yang lebih penting daripada metode kedua. (a) Nitrogen nukleofil Suatu atom nitrogen terneri memiliki sebuah pasangan elektron dan oleh karena atom tersebut bersifat nukleofil. Nitrogen terneri dapat bereaksi dengan karbon jenuh di mana suatu gugus dapat digantikan dengan pasangan elektron ikatan kovalen (reaksi SN2).
Nitrogen terneri dapat juga bereaksi dengan karbon tak jenuh, dan pada awalnya menghasilkan spesies teradisi (adduct).
16
Produk reaksi-reaksi tersebut di atas tergantung pada jenis reaktannya. Di dalam proses SN2, jika atom nitrogen tidak mengikat hidrogen maka yang terbentuk adalah suatu garam kuaterneri.
Akan tetapi, jika nitrogen mengikat satu atau lebih atom hidrogen maka satu atom hidrogen akan dilepaskan sebagai proton menghasilkan nitrogen terneri baru yang dapat bereaksi lebih lanjut.
Reaksi pada pusat tak-jenuh dapat diikuti dengan pergeseran proton menghasilkan suatu spesies teradisi, sebagai contoh:
Jika gugus karbonil mengikat sebuah gugus pergi yang bersifat elektronegatif maka akan terjadi pelepasan sebuah proton dan sebuah anion, sebagai contoh:
Eliminasi juga lazim terjadi dari spesies teradisi bila situasi struktur memungkinkan.
(b) Nitrogen elektrofilik Nitrogen di dalam kation seperti ion diazonium aromatik (ArN2+), ion nitronium (+NO2), dan ion nitrosonium (+N=O), serta di dalam molekul netral seperti alkil nitrit
17
(RO-N=O) dan nitroso (R-N=O) adalah nitrogen elektrofil. Atom nitrogen di dalam alkil nitrit dan senyawa berkaitan dengannya adalah elektrofil karena penambahan nukleofil menghasilkan sebuah oksianion yang relatif stabil; reaksi ini disempurnakan dengan pelepasan sebuah anion, sebagai contoh:
Reaksi ini analog dengan reaksi antara nukleofil dengan suatu ester karboksilat. 2.3 Substitusi Nitrogen Nukleofil Pada karbon Tak Jenuh (a) Reaksi amoniak dan amina Pengolahan suatu alkil halida dengan amoniak mulanya menghasilkan asam konjugasi dari amina primer, sebagai contoh:
Spesies ini kemudian bereaksi lagi dengan amoniak menghasilkan amina primer dalam kesetimbangan asam-basa,
dan amina primer tersebut bereaksi dengan molekul halida kedua,
Reaksi selanjutnya akan mengarah kepada pembentukan amina tersier dan garam amonium kuaterner. Sebagai konsekwensi dari reaksi di atas adalah terbentuknya campuran produk reaksi, dan alkilasi sederhana amoniak adalah suatu proses yang tidak efisien untuk pembuatan amina sekunder dan tersier. Akan tetapi, penggunaan amoniak yang berlebih dapat menghasilkan amina primer dengan rendamen yang lebih baik; dan hal ini menandakan bahwa amina yang terbentuk adalah kompetitor yang tidak efektif untuk bereaksi dengan halida. (i) Halida. Sebagaimana halnya di dalam proses SN2 yang lain, aril dan alkenil halida lembam terhadap amina dan amoniak. Halida primer bereaksi secara
18
efisien tetapi halida sekunder biasanya memberikan produk eliminasi dengan rendamen yang relatif berarti, dan halida tersier memberikan produk yang seluruhnya adalah produk eliminasi, dan amina secara istimewa bereaksi sebagai basa dan berjalan melalui reaksi eliminasi E2. Alkil tersier amina seperti (CH3)3C-NH2 biasanya dibuat melalui reaksi pereaksi Grignard dengan O-metilhidroksilamina, atau menggunakan reaksi Ritter seperti berikut.
(ii) Metode Gabriel. Masalah yang muncul di dalam usaha membuat amina primer melalui monoalkilasi dipecahkan dengan prosedur Gabriel. Reaksi ini berdasarkan pada fakta bahwa ftalamida mempunyai sebuah gugus asam N-H bereaksi dengan basa menghasilkan anion yang mengandung nitrogen; dan sebagai nukleofil, nitrogen tersebut bereaksi dengan alkil halida. Hidrolisis terhadap senyawa hasilnya akan menghasilkan amina primer.
+
2
-
2 2
-
Sebagai contoh, kalium ftalamida bereaksi dengan 1,2-dibromoetana berlebih pada suhu 180-190°C menghasilkan β-ftalamidiletil bromida dengan rendamen reaksi 75%, hidrolisis lebih lanjut menghasilkan β-bromoetilamina.
19
(iii)
Gugus pergi lain. Seperti biasanya di dalam reaksi SN2, alkohol relatif
lembam terhadap nitrogen nukleofil. Akan tetapi, di dalam kondisi yang relatif keras dengan adanya asam Lewis yang membantu perginya ion hidroksida melalui koordinasi dengan oksigen maka reaksi dapat dilangsungkan. Sebagai contoh, metilamina secara industri dibuat melalui reaksi metanol dengan amoniak pada suhu 400°C di bawah tekanan dan adanya alumina.
Seperti halnya alkohol, eter juga relatif lembam, tapi eter siklik dapat bereaksi. Sebagai contoh, etilen oksida bereaksi dengan amina sekunder menghasilkan amina tersier β-hidroksi.
Sementara amoniak bereaksi dengan etilen oksida menghasilkan amina primer βhidroksi, amina sekunder β-hidroksi, dan amina tersier β-hidroksi secara berurutan.
Reaksi lain yang analog dengan reaksi di atas adalah reaksi amoniak dengan βpropiolakton menghasilkan β-alanin.
20
Substitusi nukleofilik intramolekul dapat terjadi dengan mudah menghasilkan cincin alisiklik beranggota tiga, lima, dan enam. Sebagai contoh, distilasi etanolamin hidrogen sulfat dengan larutan natrium hidroksida menghasilkan etilenimina.
Demikian
pula
dengan
tetrametilendiamina,
dan
pirolidin
terbentuk
piperidina
terbentuk
melalui melalui
pemanasan
garam
pemanasan
garam
pentametilendiamina secara berturut-turut.
(b) Reaksi nukleofil nitrogen yang lain (i) Nitrit. Logam nitrit dapat bereaksi dengan alkil halida pada nitrogen dan oksigen secara berturut-turut menghasilkan senyawa nitro dan nitrit.
21
Perbandingan dua produk tersebut tergantung pada struktur reaktan dan kondisi reaksi. (1) Berkaitan dengan halida, perak nitrit yang disuspensikan di dalam eter memberikan senyawa nitro dengan proporsi yang lebih besar daripada logam alkali nitrit. (2) Berkaitan dengan nitrit, proporsi senyawa nitro menurun dari halida primer ke halida sekunder ke halida tersier. Sebagai contoh:
(3) Meskipun secara normal logam alkali nitrit memberikan senyawa nitro dengan rendamen yang sangat rendah, tapi penggunaan pelarut polar aprotik DMF dan DMSO untuk alkil primer dan sekunder bromida, dan alkil primer dan sekunder iodida sangat meningkatkan rendamen reaksi (sampai sekitar 5060%). Akan tetapi, alkil halida tersier di dalam kondisi ini mengalami eliminasi. Sebagai contoh, t-butil bromida menghasilkan isobutilen. Nitrometana dapat diperoleh secara konvensional melalui reaksi seperti berikut, meskipun rendamennya tidak tinggi.
22
(ii) Ion azida. Halida bereaksi dengan azida seperti natrium azida menghasilkan alkil azida. Reaksi ini menyediakan suatu metode untuk pembuatan amina primer melalui reduksi katalitik azida, sebagai contoh:
(iii)
Hidrazin.
Hidrazin
bereaksi
dengan
alkil
halida
menghasilkan
alkilhidrazin. Masuknya gugus alkil pertama meningkatkan nukleofilisitas nitrogen teralkilasi sehingga alkilasi lebih lanjut cenderung terjadi. sebagai contoh:
2.4 Adisi Nitrogen Nukleofil Ke Karbon Tak-Jenuh (a) Reaksi dengan aldehid dan keton (i) Amoniak. Amoniak bereaksi dengan aldehid dan keton tertentu, namun biasanya produknya kompleks. Reaksi dengan aldehida, tahap pertama adalah reaksi adisi nukleofilik sederhana,
Akan tetapi, produknya tidak stabil kecuali jika karbon aldehid terikat pada suatu gugus yang bersifat kuat menarik elektron. Sebagai contoh,
23
Produk reaksi ini tidak dapat diperoleh di dalam keadaan murni, sedangkan kloral memberikan produk yang stabil dan dapat diisolasi. Cl3C
Cl3C C
O
+
NH3
H
Banyak
aldehid
H2N
C
OH
H
aromatik
(contoh
benzaldehida)
memberikan
produk
kondensasi yang pembentukannya melibatkan dehidrasi produk adisi pertama diikuti dengan reaksi lebih lanjut:
Kebanyakan aldehid yang lain memberikan polimer imina bersangkutan, tetapi jika reaksi dijalankan di dalam adanya pereaksi yang dapat bereaksi dengan imina maka proses dapat menghasilkan produk yang berguna. Ada dua buah contoh sebagai berikut: (1) Sintesis Strecker. Reaksi antara aldehida dengan amoniak yang dijalankan di dalam adanya ion sianida. Produk dehidrasi spesies teradisi bereaksi dengan sianida menghasilkan α-aminonitril.
sebaiknya menggunakan larutan amonium klorida dan natrium sianida sebagai pereaksi, amoniak diproduksi secara in situ melalui hidrolisis. Hidrolisis α-aminonitril menghasilkan suatu asam α-amino.
24
(2) Aminasi reduktif. Jika reaksi antara aldehid dengan amoniak dijalankan di dalam adanya agen pereduksi seperti hidrogen dan serbuk nikel maka imina akan tereduksi sesaat terbentuknya menghasilkan amina primer.
Keton dengan amoniak tidak menghasilkan produk teradisi. Reaksi pada gugus karbonilnya terjadi secara dapat balik, tetapi hanya akan mengarah kepada produk jika reaksi tersebut diikuti dengan suatu reaksi yang menghasilkan produk yang stabil. Ada tiga contoh ilustrasi. (1) Ester asetoasetat bereaksi dengan amoniak menghasilkan imina yang bertautomeri menjadi amina terkonjugasi.
(2) 2,4-pentadienon bereaksi pada satu gugus karbonil memberikan produk adisi yang gugus aminonya pada posisi yang tepat untuk bereaksi secara intramolekul dengan gugus karbonil kedua. Dehidrasi terjadi menghasilkan 2,5-dimetilpirol.
(3) Imina dapat diperangkap dengan metode reduktif sebagaimana yang telah diuraikan untuk aldehid.
25
Aseton berkelakuan berbeda dari biasanya, mula-mula mengalami kondensasi diri sendiri di bawah pengaruh amoniak yang mana di sini lebih suka bertindak sebagai basa daripada sebagai nukleofil. Ada dua produk yang diisolasi, pertama berasal dari adisi amoniak tipe Michael ke produk reaksi,
Produk kedua adalah berasal dari suatu reaksi yang serupa pada produk kondensasi selanjutnya.
(ii) Amina primer. Seperti halnya dengan amoniak, aldehid dan keton bereaksi dengan amina primer yang diawali dengan adisi, kemudian terjadi dehidrasi menghasilkan imina.
Imina tersebut
tidak stabil (kecuali dari amina aromatik) sehingga cenderung
polimerisasi (kecuali diperangkap dalam proses adisi yang lain). Sebagai contoh,
26
Imina dari amina aromatik biasanya stabil dan dapat diisolasi. Sebagai contoh, benzaldehid dan anilin bereaksi secara eksotermis menghasilkan benzilidenanilin dengan rendamen 85%.
Senyawa-senyawa α-dikarbonil bereaksi dengan orto-diamina aromatik melaui proses adisi-eliminasi secara berurutan menghasilkan quinoksalin.
(iii)
Amina sekunder. Aldehid dan keton yang memiliki hidrogen yang
terikat pada karbon-α bereaksi dengan amina sekunder menghasilkan enamina, sebagai contoh:
Prosedur aminasi reduktif mengarah pada pembentukan amina tersier.
Dianilinoetana bereaksi dengan aldehid melalui reaksi nukleofilik yang berurutan, pada reaksi kedua terjadi secara intramolekul.
27
(iv)
Nukleofil nitrogen lain. Selain amina, masih banyak senyawa-senyawa
nitrogen lain dapat melakukan reaksi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, seperti hidroksilamina dan hidrazin. Hidroksilamina dengan mudah bereaksi dengan aldehid dan keton menghasilkan oksim.
Ketoksim dapat menghasilkan amida melalui penataan ulang Beckman (dibicarakan dalam Bab berikutnya), sedangkan aldoksim berubah menjadi nitril melalui didehidrasi dengan anhidrida asetat.
Hidrazin juga bereaksi dengan aldehida dan keton menghasilkan hidrazon yang bereaksi lebih lanjut dengan senyawa karbonil yang kedua menghasilkan azin, sehingga biasanya diperoleh campuran dari dua produk tersebut.
(b) Reaksi dengan karbon tak jenuh jenis yang lain (i) Nitril. Amidin dapat diperoleh melalui pemanasan nitril dengan amonium klorida.
28
Dengan cara yang sama, sianamida menghasilkan guanidin.
(ii) Sianat dan isosiant. Pemanasan amonium sianat akan menghasilkan urea. Reaksi kemungkinan terjadi melalui amoniak dan asam isosianat.
Prinsip dasar reaksi ini dapat diterapkan untuk pembuatan urea mono- dan disubstitusi.
(iii)
Tiosianat dan isotiosianat. Reaksi tiosianat dan isotiosianat analog
dengan reaksi yang dilakukan oleh sianat dan isosianat seperti pembentukan tiourea,
29
mono N-alkiltiourea, dan N,N’-dialkiltiourea. Tiourea disubstitusi simetris dengan mudah diperoleh dengan cara merefluks amina dan karbon disulfida di dalam alkohol.
Reaksi terakhir tersebut di atas adalah reaksi dapat balik, dan pengolahan dengan asam untuk memindahkan amina maka isotiosianat dapat diperoleh.
Pengolahan triourea disubstitusi dengan raksa(II) oksida telah digunakan untuk memperoleh karbodiimida.
2.5 Substitusi Oleh Nitrogen Nukleofil Pada Karbon Tak Jenuh Suatu gugus karbonil yang terikat ke suatu gugus yang mampu untuk pergi dengan pasangan elektron ikatannya adalah rentan tersubstitusi oleh nitrogen nukleofil, sebagai contoh
30
(a) Reaksi amoniak dan amina Asam dengan amoniak bereaksi hanya pada sushu tinggi. Sebagai contoh, asam benzoat dan amoniak bila dipanaskan pada suhu 200°C di dalam tabung yang ditutup rapat menghasilkan berzamida.
Pembuatan amida dan amida tersubstitusi lebih mudah bila dilakukan malalui pengolahan klorida asam atau anhidrida asam dengan aminiak atau suatu amina. Reaksi ini dapat sangat keras, terutama jika menggunakan klorida asam. R
Cl
R
C
+
NH3
O
R
O
R C
O
O
Cl C
+
R NH3
+
RCO2H
O R +
R'NH2
NHR' C
+
HCl
+
HCl
O Cl
C
HCl
NH2 C
O R
+
O
C
R
NH2 C
R +
R'2NH
O
NR'2 C O
Amida sendiri adalah nukleofil yang demikian lemah untuk dapat bereaksi lebih lanjut,. Sebagai contoh adalah reaksi
Berjalan sangat lambat dan hanya mono-asilasi yang dapat diisolasi dalam rendamen yang tinggi. Akan tetapi pengantian internal dapat terjadi jika memungkinkan
31
terbentuknya cincin beranggota lima atau enam. Sebagai contoh suksinimida dapat dapat diperoleh melalui pemanasan diamida alisiklik asam suksinat.
Di dalam prakteknya, lebih mudah memperoleh suksinimida atau imida siklik langsung dari anhidrida yang sesuai melalui pengolahan dengan amoniak pada suhu tinggi. Sebagai contoh, reaksi pembuatan ftalamida dari ahidrida ftalat melalui pemanasan pada suhu 300°C memberikan rendamen 95%.
Etil kloroformat dan fosgen (karbonil klorida) bereaksi dengan amina, masingmasing menghasilkan uretan dan urea tersubstitusi.
32
(b) Reaksi nukleofil nitrogen lain Hidrazin bereaksi dengan klorida asam, anhidrida, dan ester menghasilkan hidrazid; sebagai contoh:
Hidroksilamina juga bereaksi dengan turunan asam karboksilat menghasilkan asam hidroksamat, sebagai contoh:
2.6 Reaksi Elektrofilik Nitrogen Ada empat macam gugus mengandung nitrogen yang dapat terikat ke karbon alifatik melalui prosedur yang melibatkan nitrogen elektrofil. Keempat gugus tersebut adalah nitoso (-NO), nitro (-NO2), arilazo (-N=NAr), dan arilimino (=NAr). (a) Nitrosasi Gugus nitroso dapat dimasukkan melalui satu dari dua cara. Pertama, karbon tak jenuh yang sangat aktif terhadap elektrofil seperti bentuk enol. Di dalam reaksi dengan asam nitrit atau suatu organo nitrit dalam proses terkatalis asam, elektrofil difikirkan berubah menjadi ion nitosonium (NO+).
33
Jika produk mempunyai atom hidrogen yang terikat pada karbon yang memuat nitroso maka terjadi tautomerisasi ke oksim yang lebih stabil.
Senyawa-senyawa yang bukan enol tetapi mepunyai kemampuan untuk berenolisasi dengan katalis asam dapat pula bereaksi.
Produk nitrosasi mempunyai dua kegunaan utama di dalam sintesis. Pertama adalah reduksi mengarah kepada turunan amina. Turunan dari keton adalh tidak stabil karena dengan segera mengalami kondensasi diri sendiri, tetapi beberapa sintesis heterosiklik berhasil dijalankan dengan cara mereduksi β-keto-oksim dalam adanya senyawa-senyawa dengan mana produknya bereaksi untuk membentuk sistem cincin seperti pirol.
Kedua adalah hidrolisis memngubah oksim menjadi gugus karbonil, sebagai contoh:
34
Dengan demikian, proses keseluruhan dapat digunakan untuk transformasi –COCH2- → -CO-CO-. (b) Nitrasi Pembentukan ion nitronium (NO2+) analog dengan pembentukan ion nitrosonium, yaitu melalui pengolahan asam nitrat pekat dengan asam kuat seperti asam sulfat. Metode ini cukup luas digunakan untuk pembentukan ikatan karbon aromatik dengan gugus nitro. Akan tetapi tidak cocok untuk nitrasi sistem alifatis karena oksidasi dan degradasi yang cenderung terjadi di dalam kondisi yang sangat keras seperti itu. Meskipun demikian, suatu prosedur terkatalis basa yang analog dengan nitrosasi dapat digunakan, yakni senyawa pembentuk enolat diolah dengan basa dalam adanya nitrat organik. Sebagai contoh, benzil sianida dan metil nitrat diolah dalam adanya uion etoksida menghasilkan senyawa nitro yang mana pada hidrolisis alkali yang dikuti dengan pengasaman menghasilkan fenilnitrometana dengan rendamen 50-55%.
(c) Pembentukan Imina Senyawa pembentuk enolat bereaksi dengan senyawa nitroso aromatik menghasilkan imina.
35
Reaksi ini menyediakanmetode suatu metode untuk oksidasi gugus metilen aktif menjadi gugus karbonil yang mana dilepaskan dari imina pada hidrolisis asam. Sebagai contoh adalah reaksi 2,4-dinitrotoluena yang mana gugus metilnya diaktifkan oleh gugus nitro orto dan para menghasilkan 2,4-dinitrobenzaldehida.
2.7 Penutup Untuk menguji prestasi mahasiswa setelah mempelajari Bab ini maka pada Sub-bab 2.7 bagian (a) berikut ini diberikan contoh-contoh latihan yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran bab ini. Untuk memberikan jawaban yang benar, pada Sub-bab 2.7 bagian (b) diberikan umpan balik di mana bagian mana mahasiswa harus memdalami jawaban soal yang bersangkutan. 36
(a) Soal tes formatif 1.
Tuliskan struktur senyawa produk yang dapat diperoleh dari reaksi antara amoniak dengan: metil iodida, asetil klorida, dan etilen oksida.
2.
Bagaimana cara memperoleh suatu senyawa amina primer yang bebas dari amina sekunder dan tersier dengan mengunakan masing-masing precursor suatu alkil halida dan dan suatu aldehida. Tuliskan mekanisme reaksinya.
3.
Berikan suatu contoh reaksi di mana terjadi konversi gugus ─CO─CH2─ menjadi ─CO─CO─. Tuliskan mekanisme terjadinya reaksi tersebut.
4.
Tuliskan mekanisme reaksi konversi benzil sianida menjadi fenilnitrometana menggunakan pereaksi nitrometana yang diikuti dengan hidrolisis-asam dan dekarboksilasi.
(b) Umpan balik Setelah mengerjakan soal-soal latihan di atas, namun mahasiswa belum bisa menjawab dengan benar maka disarankan untuk mengikuti instruksi berikut: 1.
Untuk menjawab soal nomor 1 dengan benar, disarankan agar mahasiswa membaca kembali Sub-bab 2.3 dan Sub-bab 2.5
2.
Untuk menjawab soal nomor 2 dengan benar, disarankan agar mahasiswa membaca kembali Sub-bab 2.4 bagian (a).
3.
Untuk menjawab soal nomor 3 dengan benar, disarankan agar mahasiswa membaca kembali Sub-bab 2.5 bagian (a).
4.
Untuk menjawab soal nomor 4 dengan benar, disarankan agar mahasiswa membaca kembali Sub-bab 2.6 bagian (b).
Daftar Pustaka Carruthers, W. and Coldham, I., 2004, Modern Methods of Organic Synthesis, 4th Edition, Cambridge University Press, New York Norman, R.O.C and Coxon, J.M., 1993, Principles of Organic Synthesis, 3rd Edition, Alden Press, Oxford Zweifel, G.S and Nantz, M.H, 2007, Modern Organic Synthesis: An Introduction, 1st Edition, W.H. Freeman and Company, New York. 37
Senarai Istilah dan Artinya
Istilah
Arti
Adduct
Spesies kimia hasil adisi suatu gugus ke dalam spesies kimia yang mengalami adisi.
Garam kuaterneri
Suatu garam yang terbentuk dari proses kimia di mana elektron bebas nitrogen trivaensi digunakan untuk mengikat proton sehingga terbentuk kation yang kemudian berpasangan dengan suatu anion.
Karbon elektrofil
Karbon yang kekurangan elektron sehingga bersifat menyukai suatu atom yang kaya elektron
Karbon nukleofil
Karbon yang kaya elektron sehingga bersifat menyukai suatu atom yang kekurangan elektron
Nitrogen elektrofil
Nitrogen yang kekurangan elektron sehingga bersifat menyukai suatu atom yang kaya elektron
Nitrogen nukleofil
Nitrogen yang kaya elektron sehingga bersifat menyukai suatu atom yang kekurangan elektron
Nitrogen terneri
Nitrogen mengikat tiga gugus, dan salah satu pasangan elektron bebas
Spesies kimia
Unsur, molekul, senyawa, ion, atau radikal
38
BAB 3 SUBSTITUSI AROMATIK ELEKTROFILIK 3.1 Pendahuluan Meskipun senyawa aromatik tergolong senyawa tak-jenuh namun senyawa ini mempunyai stabilan yang sangat tinggi sehingga tidak mudah mengalami reaksi adisi. Untuk menghindari hilangnya energi kestabilan yang dimiliki maka senyawa aromatik lebih cenderung untuk menjalani reaksi substitusi. Cincin aromatik juga diketahui mengandung kerapatan elektron yang tinggi sehingga spesies yang dapat bereaksi dengannya adalah spesies yang kekurangan elektron (elektrofil), dan reaksi substitusi yang terjadi padanya disebut reaksi substitusi elektrofilik. Keberadaan substituen terikat pada inti aromatik mempengaruhi kerapatan elektron inti aromatik. Substituen pendorong elektron akan meningkatkan kerapatan elektron pada cincin dan meningkatkan keaktivannya terhadap elektrofil, demikian sebaliknya. Sifat-sifat substituen yang ada pada cincin suatu senyawa aromatik secara langsung berpengaruh pada reaksi yang dijalani. Di dalam Bab ini akan membahas tentang terjadinya reaksi substitusi elektrofilik, faktor-faktor yang memudahkan atau memfasilitasi terjadinya ikatan antara karbon cincin aromatik dengan substituen yang datang dan terjadinya. Beberapa golongan reaksi dinamai berdasarkan substituen yang masuk, dan sebagian dinamai berdasarkan penemunya. 3.2 Mekanisme Substitusi Substitusi benzena dengan pereaksi elektrofil (E+) terjadi dalam dua tahap, pertama: pereaksi mengadisi ke satu atom karbon inti benzena menghasilkan karbokation dalam mana muatan positif terdelokalisasi pada tiga atom karbon, dan kedua: proton tereliminasi dari spesies teradisi.
Elektrofil dapat berupa spesies bermuatan seperti ion nitronium dan kation tersier, atau spesies tak bermuatan yang dapat menangkap elektron dari inti aromatik seperti belerang trioksida dan halogen. 39
Berikut ini adalah karakter utama reaksi substitusi elektrofilik aromatik. (1)
Spesies karbokation hasil adisi tidak cukup stabil untuk diisolasi sebagai garam kecuali dalam lingkungan khusus. Sebagai contoh, benzotrifluorida bereaksi dengan nitril fluorida (NO2F) dan boron trifluorida pada suhu rendah menghasilkan kristal garam.
Produk ini satabil pada suhu -50°C, di atas suhu tersebut akan terdekomposisi menjadi nitrobenzotrifluorida, hidrogen fluorida, dan boron trifluorida. (2)
Di dalam kebanyakan kejadian, tahap pertama proses ini adalah tahap penentu kecepatan reaksi, sebagai contoh di dalam nitrasi dan brominasi benzena. Ada beberapa reaksi di mana tahap kedua sebagai penentu kecepatan reaksi, sebagai contoh adalah sulfonasi.
(3)
Dengan sedikit perkecualaian, reaksi ini adalah tak dapat balik dan produk yang terbentuk adalah hasil kontrol kinetik. Ada dua perkecualian yang penting, yaitu sulfonasi dan Friedel-Crafts.
(4)
Reaksi ini adalah subyek katalis elektrofilik. Sebagai contoh, reaksi benzena dengan bromin tanpa katalis dapat dibaikan kecepatannya, tapi dengan adanya besi(III) bromida maka reaksi menjadi lebih cepat.
40
(5)
Elektrofil dapat mengadisi ke posisi yang sudah tersubstitusi, proses ini dikenal sebagai reaksi-ipso. Karbokation yang terbentuk dapat bereaksi dengan salah satu dari tiga cara
sebagai berikut: (1)
Suatu produk substitusi dapat terbentuk melalui perginya substituen sebagai kation atau yang ekuivalen dengannya, sebagai contoh:
(2)
Jika substituen tidak mudah pergi seperti di atas (contohnya metil) maka nukleofil dapat bereaksi menghasilkan diena sebagai produk. Hal ini relatif jarang terjadi karena kebanyakan reaksi elektrofilik dengan senyawa aromatik dijalankan pada bawah kondisi di dalam mana hanya spesies nukleofil yang sangat lemah yang ada sehingga karbokation kembali ke reaktan. Akan tetapi, nitrasi dengan asam nitrat di dalam anhidrida asetat dan asam asetat maka dapat dihasilkan diena. Sebagai contoh,
(3)
Karbokation dari fenol dapat menghasilkan dienon dengan cara melepaskan proton hidroksilatnya. Sebagai contoh,
41
Catatan: Bandingkan dengan reaksi antara alkena dengan elektrofil. Meskipun benzena dan turunan sederhananya relatif lembam terhadap adisi, akan tetapi senyawa di mana dua atau lebih cincin benzena bergabung adalah cukup rentan terhadap adisi. Sebagai contoh, antarasen bereaksi dengan bromin menghasilkan 9,10-dibromo-9,10-dihidroantrasen.
Beberapa benzena tersubstitusi sangat cepat bereaksi dengan elektrofil. Sebagai contoh, asetanilida dengan cepat bereaksi dengan bromin menghasil pbromoasetanilida sebagai produk utama, bahkan reaksi dimetilanilin dengan bromin jauh lebih cepat lagi. Hal ini disebabkan oleh kemampuan substituen menstabilkan karbokation-antara.
3.3 Deaktivasi dan Faktor Pengontrol Kecepatan Peranan yang dimainkan oleh nitrogen dalam brominasi asetanilida seperti diuraikan di atas merupakan ilustrasi satu prinsip yang sangat penting di dalam substitusi aromatik, yaitu kecepatan reaksi sangat tergantung pada sifat substituen yang ada di dalam inti aromatik. Selajutnya, kemudahan relatif substitusi pada posisi yang berbeda dalam suatu senyawa aromatik juga tergantung pada sifat substituen. Di dalam hal asetanilida, urutan reaktivitas pada karbon inti adalah para > orto >>
42
meta. Efek pengarah dan efek pengontrol kecepatan reaksi dari substituen adalah suatu hal yang sangat penting dalam penerapan reaksi substitusi elektrofilik aromatik di dalam sintesis; dan diskusi tentang hal tersebut telah dibahas dalam buku “Kimia Organik Fisik”. 3.4 Pembentukan Ikatan karbon-Karbon (a) Alkilasi Friedel-Crafts Halida adalah pereaksi yang paling sering dipilih di dalam alkilasi, dan biasanya yang digunakan sebagai katalis adalah aluminium triklorida. Dipercaya bahwa karbon yang merupakan bagian dari pasangan ion yang dibentuk oleh halida primer atau sekunder dengan asam Lewis akan dipengaruhi oleh substituen. RCH2Cl
+
AlCl3
RCH2+ ACl4pasngan ion
R CH2+
H CH2R
AlCl4-
Karbokation yang dipandang bebas adalah karbokation yang melibatkan halida tersier. Sebagai contoh, benzena, t-butil klorida, dan besi(III) klorida bereaksi melalui kation t-butil menghasilkan t-butil benzena dengan rendamen 80%.
Sebagai pengalkilasi, benzil halida sangat reaktif; tapi alkenil dan aril halida lembam. Penggunaan di- dan polihalida mengarah kepada alkilasi. Benzena bereaksi dengan diklorometana di dalam adanya aluminium triklorida menghasilkan difenilmetana.
43
Reaksi dengan 1,2-dikloroetana menghasilkan dibenzil,
dan dengan karbon tetraklorida menghasilkan trifenil klrorida (efek rintangan sterik yang mencegah penggatian klor yang keempat).
Alkohol, ester, dan eter bereaksi secara analog dengan halida. Alkena bereaksi melalui karbokation yang dibentuk dengan asam-asam proton.
Sebagai contoh, adisi sikloheksena ke dalam benzena dengan adanya asam sulfat pekat pada suhu 5-10°C menghasilkan sikloheksilbenzena dengan rendamen 65%.
Stirena dibuat secara industrial melalui etilasi benzena pada katalis aluminium triklorida dan diikuti dengan dehidrogenasi.
Sintesis Bogert-Cook untuk fenantren dan turunannya menggunakan alkilasi intramolekul dengan alkena. Sebagai contoh,
44
Aldehid dan keton dapat juga bertindak sebagai agen pengalkilasi di -dalam adanya asam proton, akan tapi proses ini kalah bersaing dengan kondensasi diri sendiri senyawa karbonil kecuali jika alkilasi intramolekul lebih disukai secara stereokimia. Sebagai contoh, 4-metil-2-quinolon dapat diperoleh melalui pengolahan asam amodo-keton yang terbentuk dari anilina dan ester asetoasetat.
Me
O
H+
N H
OEt
OH
Me
O
O
Me
OH
Me
N H
O
-H2O
-H+
N H
OH
Me
- EtOH
O NH2
O
Me
N H
O
N H
O
Sintesis Skraup quinolin juga melibatkan alkilasi intramolekul terkatalis asam.
(i) Reaktivitas senyawa aromatik. Senyawa aromatik yang inti aromatik lebih reaktif daripada benzen dapat berhasil dialkilasi tetapi senyawa aromatik yang
45
terdeaktivasi sangat kuat tidak akan bereaksi. Sebagai contoh, klorobenzena bereaksi tetapi nitrobenzena tidak. Fenol tidak bereaksi dengan baik karena fenol bereaksi dengan asam Lewis melalui oksigennya (ArOH + AlCl3 → ArOAlCl2 + HCl) dan menghasilkan senyawa yang sedikit larut dalam media reaksi sehingga reaksinya sangat lambat. Konversi fenol ke dalam metil eternya berhasil dilakukan melalui alkilasi pada suhu rendah dengan meminimalkan penggunaan katalis asam untuk mencegah pemecahan gugus eter. Amina aromatik membentuk kompleks dengan asam Lewis sehingga tidak cocok untuk dialkilasi. Asam-asam Lewis yang digunakan sebagai katalis mempunyai aktivitas yang berbeda-beda. Untuk tujuan alkilasi dengan halida, urutan aktivitas katalis adalah: AlCl3 > SbCl5 > FeCl3 > SnCl4 > ZnCl2. Pemilihan katalis tergantung pada reaktivitas senyawa aromatik dan agen pengakilasinya. Disarankan untuk menggunakan katalis yang mepunyai kekuatan aktivitas sedang, karena katalis yang lebih aktif cenderung mempengaruhi isomerisasi. Alkilasi dengan alkohol dan eter dapat dikatalis dengan asam Lewis atau asam proton. Di antara asam-asam Lewis, pereaksi yang paling sering dipilih adalah boron trifluorida karena mempunyai kecenderungan yang kuat untuk membentuk kompleks dengan oksigen. Asam-asam proton yang dapat digunakan adalah hidrogen fluorida, asam sulfat pekat, dan asam fosfat; asam sulfat kerapkali tidak cocok digunakan karena kemampuannya membentuk sulfonat sebagai produk samping. Reaksi alkena, aldehida, dan keton normalnya dikatalis dengan asam proton. (ii) Masalah yang muncul pada alkilasi. Ada tiga masalah ditemukan di dalam alkilasi. 1) Oleh karena gugus alkil bersifat pengaktif di dalam substitusi elektrofilik maka produk alkilasi lebih aktif daripada bahan dasarnya, sehingga terjadinya alkilasi lebih lanjut tidak dapat dielakkan. Sebagai contoh, metilasi benzena dengan metil klorida di dalam adanya aluminium triklorida menghasilkan campuran toluena, ksilena, tri- dan tetrametilbenzena, pentametilbenzena, dan heksametiklbenzena. 2) Ada beberapa gugus alkil yang dapat mengalami penataan ulang selama alkilasi berjalan. Sebagai contoh, benzena dan propil halida menghasilkan campuran propilbenzena dan isopropilbenzena. 3) Alkilasi adalah reaksi dapat balik, dengan demikian reaksi adalah kontrol termodinamik.
Sebagai
contoh,
benzena
monosubstitusi
biasanya
46
menghasilkan turunan alkil meta sebagai produk utama karena paling stabil secara termodinamika.
Seperti halnya mudahnya gugus alkil tersier masuk ke karbon inti benzena selama alkilasi, gugus ini juga mudah lepas sebagai karbokation tersier yang relatif stabil.
Berdasarkan sifat tersebut, gugus t-butil dapat digunakan untuk melindungi posisi reaktif yang tidak diharapkan untuk bereaksi di dalam suatu senyawa, kemudian dengan penambahan benzena berlebih maka gugus t-butil dilepaskan kembali. Sebagai contoh:
(b) Asilasi Friedel Crafts Asilasi cincin aromatik dapat disempurnakan dengan klorida asam atau anhidrida asam di dalam adanya asam Lewis, atau dengan asam karboksilat dalam adanya asam proton. Di dalam metode katalis asam Lewis, ada dua elektrofil yang terlibat. Satu adalah kompleks di mana oksigen terikat dengan katalis. Sebagai contoh:
47
3 3
3 3
+
3 3
Elektrofil yang lain adalah ion asilium dalam konsentrasi rendah yang terbentuk dari kompleks tapi lebih reaktif sebagai elektrofil.
Pembentukan ion asilium lebih disukai jika R adalah aromatik. Untuk reaksi benzoilasi antara toluena dengan klorobenzena, urutan aktivitas asam Lewis adalah: SbCl5 > FeCl3 > AlCl3 > SnCl4. Ada sejumlah perbedaan penting antara asilasi dengan alkilasi. (1) Alkilasi tidak mempersyaratkan jumlah stoikiometri asam Lewis karena asam Lewis dihasilkan kembali pada tahap terakhir, sedangkan asilasi sangat mempersyaratkan lebih besar daripada jumlah ekuivalensi karena keton membentuk kompleks dengan asam Lewis. (2) Oleh karena gugus asil mendeaktivasi inti aromatik terhadap substitusi elektrofilik, jadi produk asilasi kurang reaktif daripada bahan baku dan produk mono-asilasi mudah diisolasi. (3) Suatu keuntungan lebih lanjut asilasi atas alkilasi adalah isomerisasi dan disproporsionasi yang karakteristik dari proses alkilasi tidak terjadi dalam proses asilasi. Meskipun demikian, ada satu keterbatasan yaitu usaha asilasi dengan turunan asam tersier dapat mengarah kepada alkilasi. Sebagai contoh, trimetilasetil klorida bereaksi dengan benzena di dalam adanya aluminium triklorida menghasilkan t-butilbenzena sebagai produk utama setelah pelepasan karbon monoksida.
48
Tidak disangsikan lagi bahwa driving force dekarboksilasi adalah kestabilan karbokation tersier. (4) Kompleks agen pengasilasi dengan asam Lewis jelas sangat besar ukurannya; dan sebagai pengarah orto dan para, benzena monosubstitusi memberikan sangat sedikit produk orto. Sebagai contoh, nitrasi toluena menghasilkan hampir 60% turunan orto; sedangkan pada asetilasi sangat sulit menghasilkan o-metilasetofenon, tapi p-metilasetofenon dapat mencapai rendamen lebih besar dari 85%. (i) Siklisasi. Asilasi Friedel-Crafts berguna terutama dalam pembentukan sistem siklik. Kebanyakan anhidrida asam dibasis yang digunakan dalam reaksi ini. Sebagai contoh, benzena dan anhidrida suksinat di dalam adanya aluminium triklorida menghasilkan asam β-benzoilpropionat dengan rendamen 80%, kemudian dilanjutkan dengan mereduksi gugus karbonilnya menjadi gugus metilen, konversi gugus asam menjadi gugus klorida asam, dan siklisasi dengan aluminium triklorida menghasilkan α-tetralon. Deretan reaksi tersebut dilukiskan secara sederhana seperti berikut.
(c) Klorometilasi Gugus klorometil (-CH2Cl) dapat dimasukkan ke senyawa aromatik melalui pengolahan formaldehida dengan hidrogen klorida di dalam adanya asam. Sebagai contoh, benzil klorida dapat diperoleh dengan rendamen 80% dengan cara mengalirkan hidrogen klorida ke dalam suspensi paraformaldehida dengan seng
49
klorida di dalam benzena. Mula-mula asam membebaskan formaldehida dari paraformaldehida, dan kemudian mengambil peran dalam reaksi berikut.
Fluorometilasi, bromometilasi, dan iodometilasi dapat dijalankan dengan asam halogen yang sesuai. Reaksi klorometilasi melalui mekanisme sebagai berikut.
Ada dua komplikasi yang dapat terjadi dalam klorometilasi. Pertama, produk klorometilasi dapat mengalkilasi molekul aromatik yang lain di dalam adanya katalis asam. Sebagai contoh,
Reaksi sekunder ini sangat dominan jika senyawa aromatiknya teraktivasi dengan kuat, dan dengan alasan inilah sehingga klorometilasi tidak cocok untuk metilasi fenol dan anilina. Kedua, gugus klorometil diaktifkan, meskipun kurang begitu aktif daripada gugus metil karena substituen klor dalam metil mengurangi efek +I gugus tersebut. Biasanya sulit untuk menghindari klorimetilasi lanjut, meskipun hal ini bukan merupakan persoalan penting sebagaimana halnya di dalam alkilasi Friedl-Crafts. Kondisi reaksi dapat bervariasi dengan luas. Hidrogen klorida anhidrat dapat diganti dengan
asam
klorida
pekat,
formaldehida
dapat
dimasukkan
sebagai
paraformaldehida atau metilal {CH2(OCH3)2}, dan seng klorida dapat diganti dengan asam sulfat pekat atau asam fosfat.
50
Hal yang membuat klorometilasi menjadi lebih penting adalah terletak pada mudahnya klorida benzilik digantikan oleh nukleofil. Konversi benzil klorida menjadi alkohol (ArCH2OH), eter (ArCH2OR), nitril (ArCH2CN), dan amina (ArCH2NR2) dapat terpenuhi secara efisien, pengolahan dengan enolat seperti ester malonat akan mengarah pada perpanjangan rantai karbon alifatik. Sebagai contoh,
(d) Formilasi Gatterman-Koch Gugus formil (-CHO) dapat dimasukkan ke dalam senyawa aromatik dengan cara mengolah dengan karbon monoksida dan hidrogen klorida di dalam adanya asam Lewis. HCl + asam Lewis ArH
+
ArCHO
CO
Reaksi dilakukan di bawah tekanan atau di dalam adanya tembaga(I) klorida. Patut diduga bahwa reaksi tersebut di atas terjadi melalui pembentukan formil klorida dari karbonmonoksida dan hidrogen klorida, diikuti dengan asilasi FreidelCrafts terkatalis asam Lewis; akan tetapi formil klorida tidak pernah diperoleh. Sekarang diperkirakan spesies elektrofilnya adalah kation formil [HC≡C+ ↔ HC+=O], terbentuk tanpa melalui formil klorida. HCl
+
CO
+
HCO+
AlCl3
+
AlCl4-
H+ ArH
+
HCO+
ArCHO
Formilasi tidak berhasil pada senyawa aromatik yang reaktivitas intinya lebih rendah daripada halobenzena sehingga nitrobenzena dapat digunakan sebagai pelarut dalam reaksi ini. Reaksi ini juga tidak berhasil pada amina, fenol, dan eter fenol karena membentuk kompleks dengan asam Lewis. (e) Formilasi Gattermann Reaksi ini adalah suatu reaksi alternatif untuk reaksi Gattermann-Koch, menggunakan hidrogen sianida sebagai pengganti karbon monoksida. Produk awalnya adalah iminium klorida yang dikonversi menjadi aldehida menggunakan asam mineral. 51
Reaksi ini tidak berhasil pada senyawa yang terdeaktivasi seperti nitrobenzena, dan senyawa yang reaktivitasnya sedang seperti benzena dan halobenzena yang hanya memberikan rendamen yang rendah. Senyawa yang lebih reaktif memberikan rendamen yang cukup tinggi. Sebagai contoh, antrasen menghasilkan 9-aldehida dengan rendamen 60%. Berbeda dengan reaksi Gattermann-Koch, formilasi Gattermana berhasil pada fenol dan eter fenol. Sebagai contoh, p-anisaldehida diperoleh dari fenol di dalam adanya aluminium klorida. Inti yang lebih reaktif masih dapat diformilasi dengan adanya asam Lewis yang lebih lemah seperti seng klorida, bahkan furan terformilasi menghasilkan 2-aldehida tanpa adanya katalis. Untuk menghindari penggunaan hidrogen sianida maka digunakan seng sianida yang bereaksi dengan hidrogen klorida secara in situ menghasilkan hidrogen sianida. Sebagai contoh, mesitilaldehida dapat diperoleh (rendamen 75%) dengan cara mengalirkan hidrogen klorida ke dalam larutan mesitilen di dalam tetrakloroetana dan adanya seng sianida, penambahan aluminium triklorida, dan dekomposisi imonium hidroklorida yang dihasilkan dengan menggunakan asam klorida.
(f) Asilasi Hoesch Reaksi ini adalah sebuah adaptasi formilasi Gattermann, menggunakan nitril alifatik untuk menggantikan peranan hidrogen sianida di dalam upaya untuk memperoleh turunan asil senyawa aromatik yang digunakan.
52
Reaksi ini hanya terjadi pada senyawa aromatik yang sangat teraktivasi seperti fenol di- dan polihidrat. Fenol monohidrat bereaksi terutama pada oksigennya menghasilkan imodo-ester.
Akan tetapi, kombinasi meta dari dua atau tiga gugus hidroksil akan meningkatkan reaktivitas inti posisi orto atau para terhadap hidroksil. Sebagai contoh, floroasetofenon dapat diperoleh (rendamen 80%) dengan cara mengalirkan hidrogen klorida ke dalam larutan floroglusinol dingin. Sebagai contoh, floroasetofenon dapat diperoleh (rendamen 80%) dengan cara mengalirkan hidrogen klorida ke dalam larutan floroglusinol (1,3,5-trihidroksibenzena) dan asetonitril di dalam eter yang mengandung seng klorida, dan kemudian padatan hasilnya (garam imonium klorida) dihidrolisis dengan cara mendidihkan di dalam larutan berair.
(g) Formilasi Vilsmeyer N-Formilamina dari amina sekunder dan asam format diperoleh melalui reaksi formilasi senyawa aromatik di dalam adanya fosfor oksiklorida.
53
Kebanyakan hanya senyawa aromatik reaktif yang dapat terformilasi. Sebagai contoh, benzena dan naftalena tidak reaktif tetapi antrasena menghasilkan 9-aldehida (84%), N,N-dimetilanilina menghasilkan p-dimetilaminobenzaldehida (80%), dan tiofen menghasilkan 2-aldehida (70%). Metode ini sangat efektif untuk senyawasenyawa pirol yang tidak dapat terformilasi oleh prosedur lain. Sebagai contoh, pirol menghasilkan 2-aldehida (85%) dan indol menghasilkan 3-aldehida (97%).
(h) Formilasi Reimer-Tiemann Pengolahan fenol dengan kloroform di dalam larutan basa menghasilkan aldehida. Sebagai contoh,
Reaksi terjadi melalui klorokarben yang dihasilkan dari reaksi kloroforn dengan basa, kemudian diserang oleh nukleofil ion fenoksida. Hidrolisis benzal klorida yang diikuti dengan pengasaman menghasilkan aldehida.
54
Pirol menjalani reaksi Reimer-Tiemann menghasilkan pirol-2-aldehida, tetapi produk kedua yaikni 3-kloropiridina juga masih diperoleh. Masing-masing produk dihasilkan dari spesies-antara yang sama.
Reaksi ini juga dapat digunakan untuk memasukkan gugus metil angular ke dalam turunan dekalin. Gugus angular dimasukkan sebagai –CHCl2 dan dikonversi menjadi gugus –CH3 melalui reaksi hidrogenalisis. Sebagai contoh,
(i) Karboksilasi Kolbe-Schmitt Ion fenoksida cukup reaktif untuk mengadisi ke karbondioksida yang merupakan elektrofil lemah. Reaksi dijalankan pada kondisi di bawah tekanan dan suhu 100°C. Produk orto menjadi dominan, kemungkinan disebabkan oleh pengaruh kestabilan kelat substitusi orto pada keadaan transisi. Sebagai contoh,
55
Meskipun demikian, reaksi ini dapat balik dan pada suhu sekitar 240°C, isomer para menjadi produk yang dominan. Pirol juga mengalami reaksi yang serupa menghasilkan asam pirol-2karboksilat pada pemanasan dengan amonium karbonat pada 120°C. (j) Reaksi Mannich Reaksi ini cocok untuk pembentukan ikatan karbon alifatik ke posisi reaktif fenol, pirol, dan indol. Sebagai contoh, pirol, formaldehida, dan dimetilamina menghasilkan 2dimetilaminometilpirol.
dan indol biasanya bereaksi pada posisi-3 menghasilkan gramin.
Furan bertahan pada kondisi Mannich, tetapi 2-metilfuran bereaksi pada posisi-5.
3.5 Pembentukan Ikatan Karbon-Nitrogen (a) Nitrasi Sejauh ini metode yang paling umum digunakan untuk mengikatkan nitrogen ke sistem aromatik adalah nitrasi. Alasannya adalah luasnya macam kondisi nitrasi
56
yang tersedia. Metode yang paling sering digunakan adalah sesuai dengan urutan sebagai berikut: Campuran asam nitrat pekat dengan asam sulfat pekat, Asam nitrat berasap di dalam anhidrida asetat, Asam nitrat di dalam asam asetat glasial, Asam nitrat encer. Campuran asam nitrat pekat dengan asam sulfat pekat menghasilkan ion nitronium (NO2+), dan spesies ini aktif sebagai elektrofil.
Reaksi ini merupakan reaksi kesetimbangan, dan kesetimbangan lebih mengarah kepada pembentukan ion nitronium. Akan tetapi, penambahan air dapat menurunkan konsentrasi ion nitronium sehingga kekuatan nitrasi sistem menjadi lebih rendah pula. Suatu larutan asam nitrat dalam anhidrida asetat mengandung sejumlah spesies yang berkesetimbangan.
HNO3
Ac
+
OAc
2 AcONO2 O2N
O
NO2
HO
Ac
+
AcOAc NO2+
+ +
AcO O2N
NO2 O
NO2
NO3-
Diyakini bahwa ion nitronium di sini merupakan elektrofil utama. Asam nitrat encer mengandung ion nitronium dengan konsentrasi yang sangat kecil, dan ion tersebut bertindak sebagai agen nitrasi dengan adanya asam nitrit yang terkandung di dalamnya. Spesies ini menghasilkan ion nitrosonium yang akan menitrosasi cincin aromatik, dan senyawa nitroso tersebut dioksidasi oleh asam nitrat menjadi senyawa nitro yang mana proses ini menghasilkan asam nitrit lagi untuk meneruskan reaksi berantai. ArH ArNO
+
HNO2 +
HNO3
ArNO
+
ArNO2
H2O +
HNO2
Konsenkwensinya, hanya senyawa yang mengalami nitrosasi (seperti fenol) yang dapat ternitrasi oleh asam nitrat encer.
57
(i) Benzena. Benzena dinitrasi oleh campuran asam nitrat pekat dengan asam sulfat pekat. Oleh karena gugus nitro mendeaktivasi inti aromatik terhadap elektrofil maka terjadinya dinitrasi atau polinitrasi relatif mudah untuk mencegah. Nitrobenzena dengan cepat diperoleh pada suhu 30-40°C (rendamen 95%), sedangkan dinitrasi dapat dilangsungkan pada suhu lebih tinggi, yakni 90-100°C. (ii)
Inti teraktivasi sedang. Meskipun alkilbenzena lebih reaktif daripada
benzena (contoh, kecepatan nitrasi toluena 25 kali lebih cepat daripada nitrasi benzena), asam nitrat di dalam asam sulfat pekat masih merupakan metode yang paling memuaskan. Turunan o- dan p-nitro yang dominan, tapi turunan o- gagal pada alkil yang berukuran semakin besar. (iii)
Inti teraktivasi kuat. Naftalena cukup reaktif terhadap nitrasi dengan
asam nitrat di dalam asam asetat menghasilkan 1-nitronaftalena, dan pada kondisi yang sama menghasilkan 2-nitrotiofen (70-85%) dari tiofen, dan nitromesitilen (75%) dari mesitilen. Fenol yang lebih reaktif dinitrasi dengan asam nitrat encer dan menghasilkan o- dan p-nitrofenol di dalam jumlah yang berimbang. Anilina cukup mudah teroksidasi jika dinitrasi secara langsung, sehingga gugus aminonya perlu dilindungi dahulu dengan metode asetilasi, kemudian asetanilida dinitrasi, dan gugus asetilnya dilepaskan kembali dengan metode hidrolisis. N,N-dimetilanilina kurang mudah teroksidasi daripada anilina, dan dapat nitrasi dengan asam nitrat encer. Furan dan pirol terpolimerisasi oleh sistem nitrasi asam, tetapi berhasil dinitrasi di dalam anhirida asetat pada suhu rendah. Masing-masing senyawa menghasilkan turunan-2-nitro, dan turunan 2-nitro yang dari furan terbentuk melalui suatu spesies teradisi.
Senyawa 3-nitroindol dapat diperoleh melalui pengolahan indol dengan etil nitrat di dalam etanol yang mengandung natrium etoksida. Reaksi terjadi melalui anion indolat.
58
(iv) Inti terdeaktivasi sedang. Halobenzena yang reaktivitasnya kira-kira sepersepuluh daripada benzena akan ternitrasi dengan cara sama dengan benzena. Produk yang dominan adalah turunan p-nitro, dan nitrasi lebih lanjut menghasilkan turunan 2,4-dinitro sebagai produk utama. Asam nitrat dan asam sulfat pekat pada suhu rendah atau di bawah suhu kamar cocok untuk menitrasi senyawa kurang reaktif seperti benzaldehida, asetofenon, dan metil benzoat, masing-masing menghasilkan turunan m-nitro sebagai produk utama. Sebagai contoh, nitrasi metil benzoat pada suhu 5-15°C menghasilkan metil nitrobenzoat dengan rendamen 80%. (v) Inti terdeaktivasi dengan kuat. Nitrobenzena kurang reaktif daripada senyawa-senyawa seperti benzaldehida tetapi prosedur campuran asam pada suhu 90-100°C berhasil memberikan m-dinitrobenzena dengan rendamen 80%. Senyawa m-dinitrobenzena sendiri sangat terdeaktivasi sehingga nitrasi lebih lanjut memerlukan asam nitrat berasap dan asam sulfat berasap pada 110°C selama beberapa hari untuk menghasilkan 1,3,5-trinitrobenzena. Senyawa seperti ini lebih berhasil diperoleh dari toluena karena pengaruh aktivasi gugus metilnya sehingga dengan campuran asam maka 2,4,6-trinitrotoluena mudah terbentuk, dan gugus metilnya dilepaskan menggunakan oksidasi dan dekarboksilasi.
59
Piridina sangat kuat terdekativasi sehingga pada penggunaan asam sulfat 100% dan campuran natrium dan kalium nitrat pada 300°C hanya menghasilkan 3nitropiridina sebanyak 5%.
(b) Nitrosasi Nitrosasi dijalankan dengan dengan cara mengolah senyawa aromatik dengan natrium nitrit dan asam kuat. Asam nitrit dapat digunakan karena asam ini mengoksidasi senyawa nitroso menjadi senyawa nitrat dan asam sulfat atau asam hidroklorida merupakan pilihan yang normal. Keseluruhan elektrofil adalah adalah ion nitrosonium (NO+) yang dihasilkan dari asam nitrit dan asam kuat dengan cara yang analog dengan pembentukan ion nitronium dari asam nitrat.
Nitrosasi terbatas untuk inti fenol yang sangat reaktif dan amina tersier aromatik. Amina aromatik primer mengalami diazotasi, dan amina sekunder mengalami N-nitrosasi (ArNHR + NO+ → ArNR─N=O + H+). Di dalam prosedur tertentu, 2-naftol di dalam larutan natrium hidroksida diolah dengan natrium nitrit, kemudian ditambahi dengan asam sulfat sehingga diperoleh 1-nitroso-2-naftol dengan rendamen di atas 90%.
60
Pengolahan N,N-dimetilanilina dengan natrium nitrit dan asam hidroklorida menghasilkan p-nitrosodimetilanilina dengan rendamen 85%. Senyawa nitroso yang terbentuk, di samping mudah teroksidasi, juga mudah direduksi menjadi senyawa amina aromatik. Sifat ini dimanfaatkan di dalam sintesis adenin (6-aminopurin). 2
2
2
2
- + 2
2
2
2
2 -
+
2
2
3.6 Pembentukan Ikatan Karbon-Belerang (a) Sulfonasi Agen sulfonasi elektrofilik adalah belerang trioksida yang ada di dalam asam sulfat pekat berasap sebagai hasil dari kesetimbangan seperti berikut:
Di dalam asam sulfat berasap, konsentrasi SO3 lebih tinggi. Belerang triokisda juga dapat dibawa oleh piridina dalam bentuk ion piridinium-1-sulfonat.
Senyawa ini cocok digunakan untuk sulfonasi senyawa yang tidak stabil terhadap asam.
61
Pada dasarnya mekanisme sulfonasi sama dengan substitusi elektrofilik yang lain.
Akan tetapi, tidak sama dengan kebanyakan substitusi, sulfonasi adalah reversibel; gugus asam sulfonat terlepas oleh pemanasan bersama asam sulfat encer. Pirol, furan, dan indol yang terdekomposisi oleh asam berhasil disulfonasi dengan piridinium-1-sulfonat. Reaksi terjadi pada posisi-2 masing-masing senyawa tersebut. Tiofen yang lebih stabil dapat disulfonasi dengan asam sulfat 95%, tetapi rendamen yang lebih tinggi (sekitar 90%) diperoleh jika menggunakan piridinium-1sulfonat. Anilina bereaksi dengan asam sulfat membentuk garam tetapi pada pemanasan yang kuat terjadi penataan ulang dari asam fenilsulfamat menjadi asam sulfanilat.
Fenol mengalami disulfonasi dengan mudah menghasilkan asam 2,4-disulfonat. (i) Penerapan reaksi balik sulfonasi. Reversibilitas sulfonasi membuat gugus sulfonat memungkinkan untuk digunakan sebagai pelindung. (1) Penggunaan sulfonat sebagai gugus pelindung digambarkan di dalam reaksi sintesis o-nitroanilin. Asetanilida disulfonasi menghasilkan hampir semuanya adalah asam p-sulfonat; nitrasi terjadi pada posisi orto terhadap gugus asetamido; dan pada akhirnya gugus asam sulfonat dilepaskan melalui pengolahan dengan asam sulfat.
62
(2) Sulfonasi pada suhu rendah menghasilkan produk kontrol kinetik, terutama asam toluena-p-sulfonat dari toluena, dan asam naftalena-1-sulfonat dari naftalena; sedangkan pada suhu sekitar 160°C, produk stabil yakni asam toluena-m-sulfonat dari toluena, dan asam naftalena-2-sulfonat dari naftalena yang dominan. (b) Klorosulfonasi Senyawa aromatik yang tidak terdeaktivasi kuat dan juga stabil terhadap asam dapat bereaksi dengan asam klorosulfonat. Sebagai contoh, benzena pada suhu 20-25°C menghasilkan benzenasulfonil klorida dengan rendamen 75%.
Salah satu contoh penting terjadi di dalam sintesis sulfanilamida (obat Sulfa pertama).
(c) Sulfonilasi Di
dalam
adanya
aluminium
triklorida,
benzena
bereaksi
dengan
benzenasulfonil klorida menghasilkan difenil sulfon.
63
Rekasi ini analog dengan asilasi Friedel-Crafts, dan mempunyai keterbatasan seperti klorosulfonasi.
3.7 Pembentukan Ikatan Karbon - Halogen (a) Klorinasi Ada tiga prosedur umum yang tersedia untuk klorinasi, pemilihan metode didasarkan pada reaktivitas senyawa aromatik. Kondisi yang paling lunak melibatkan penggunaan molekul klorin, biasanya dilarutkan di dalam asam asetat atau pelarut non polar seperti karbon tetraklorida. Klorin dapat dimasukkan sebagai unsur gas atau dapat dihasilkan secara in situ dari reaksi N-kloroamina dengan hidrogen klorida.
Reaktivitas molekul klorin meningkat oleh penambahan asam Lewis. Umumnya digunakan aluminium triklorida atau besi(III) klorida. Fungsi asam Lewis adalah menarik elektron dari molekul klorin sehingga meningkatkan sifat elektrofilisitasnya. Perlu ditekankan bahwa polarisasi ini tidak mengarah pada ionisasi sempurna: Cl2 + AlCl3 → Cl+ + AlCl4- ; reaksi seharusnya dinyatakan sebagai berikut:
Kondisi yang masih lebih reaktif lagi diperoleh dengan menggunakan larutan asam hipoklorat. Diduga bahwa elektofil yang efektif adalah ion klorinium (Cl+).
tapi mekanisme ini kemungkinan sangat disederhanakan. Suatu bentuk reaktif yang serupa klorin adalah diturunkan dari larutan klorin dalam karbon tetraklorida dengan adanya perak sulfat.
64
(b) Brominasi Metode brominasi sangat erat hubungannya dengan klorinasi, yakni molekul bromin ditambahkan atau dihasilkan secara in situ dari reaksi N-bromoamina dengan asam. Peningkatan kekuatan elektrofil dapat diperoleh dengan menggunakan asam Lewis. Ion brominium (Br+) diperoleh pada pengasaman asam hipobromat dan dapat pula dari reaksi bromin dengan perak sulfat di dalam asam sulfat. Bromin sendiri dapat mengkatalis molekul bromin dengan memanfaatkan kemampunannya membentuk ion tribromida.
Iodin seringkali juga digunakan untuk mengkatalis reaksi brominasi untuk melepaskan ion bromida sebagai IBr2-.
(c) Iodinasi Iodin adalah elektrofil yang relatif lemah dan hanya bereaksi dengan senyawa aromatik yang sangat teraktivasi seperti fenol dan amina. Meskipun demikian, senyawa aromatik yang kurang reaktif dapat diiodinasi di dalam adanya asam nitrit atau asam oksiasetat. Sebagai contoh, benzena dan iodin di dalam adanya asam nitrit menghasilkan iodobenzena dengan rendamen 86%.
Di dalam asam peroksida dimungkinankan agen pengiodinasi adalah iodin asetat.
65
3.8 Reaksi-Reaksi Lain (a) Hidroksilasi Hidrogen
peroksida
dan
peroksida
asam
di
dalam
media
asam
menyempurnakan reaksi hiroksilasi elektrofilik. Asam-asam proton kemungkinan bertindak dengan cara membentuk ikatan hidrogen dengan atom oksigen senyawa peroksida sehingga meningkatkan kecenderungan elektrolisis ikatan O-O di bawah pengaruh senyawa aromatik.
2 2
3
+
Asam-asam Lewis seperti boron trifluorida bertindak dengan cara membentuk koordinadi dengan oksigen.
(b) Metalasi Garam-garam dari raksa divalensi menyempurnakan reaksi merkurasi senyawa-senyawa aromatik. Sebagai contoh,
Rendamen yang diperoleh adalah rendah kecuali jika udara dan air dikeluarkan dari sistem reaksi, dan raksa(II) oksida ditambahkan untuk mengusir asam nitrat dan mencegah reaksi balik.
66
Turunan raksa mempunyai kegunaan di dalam terapan. Sebagai contoh, oiodofenol telah disintesis dengan mudah melalui pengolahan fenol dengan raksa(II) asetat, konversi turunan o-asetoksiraksa yang terbentuk menjadi turunan oklororaksa, pengolahan turunan o-klororaksa dengan iodin.
2-Bromo- dan 2-iodofuran dapat diperoleh dari furan dengan cara yang sama.
(c) Penggantian gugus-gugus selain hidrogen Sejumlah besar substitusi elektrofilik diketahui mengandung atom atau gugus selain hidrogen dilepaskan dari cincin aromatik (ipso-substitusi). (i) Dekarboksilasi. Substituen pengaktivasi kuat mengarah pada pelepasan gugus karboksil (seperti karbondioksida) dari senyawa aromatik. Sebagai contoh, asam pirol- dan furan-karboksilat terdekarboksilasi pada pemanasan di mana reaksi dipandang sebagai reaksi yang melibatkan substitusi elektrofilik internal oleh hidrogen.
Dekarboksilasi asam fenolik terkatalis asam juga mirip. Sebagai contoh,
67
Elektrofil lain daripada proton dapat melepaskan gugus karboksil dari inti teraktivasi. Sebagai contoh, asam salisilat dan bromin menghasilkan 2,4,6tribromofenol.
(ii)
Desulfonasi.
Gugus asam sulfonat mudah dilepaskan dari cincin
aromatik oleh basa dan dapat pula dilepaskan dari posisi teraktivasi kuat (contoh, orto atau para terhadap hidroksil atau amino) oleh halogen.
Br
Br
OH
OH
OH
Br
Br
Br
Br
Br2
+
SO2
- HBr Br SO2OH
SO2OH
Br
Demikian juga di dalam kondisi nitrasi, sebagai contoh:
(iii) Dealkilasi. Alkil tersier terlepas dari cincin aromatik oleh asam (kebalikan dari alkilasi Friedel-Crafts) dan juga halogen. Meskipun reaksi paling suka jika gugus alkil pada posisi orto atau para terhadap substituen teraktivasi kuat, namun terjadi pula di dalam beberapa situasi yang tidak teraktivasi. Sebagai contoh, klorinasi dan brominasi t-butilbenzena mengarah kepada klorobenzena dan bromobenzena. Reaksi ini hanya terbatas untuk gugus alkil tersier karena mengandalkan kestabilan karbokation tersier sebagai gugus pergi. Sebagai contoh,
68
Nitrasi dapat juga mengarah kepada delakilasi. Sebagai contoh, nitrasi pdiisopropil benzena menghasilkan sejumlah produk deprotonasi dan dealkilasi.
Reaksi samping ini hanya berarti jika melibatkan gugus alkil yang tersubstitusi tinggi. (iv)
Dehalogenasi.
Reaksi kebalikan dari halogenasi terjadi jika atom
halogen berdampingan dengan dua substituen yang sangat besar. Sebagai contoh, 2,4,6-tri-t-butilbromobenzena terdebrominasi oleh asam kuat. Reaksi ini difasilitasi oleh lepasnya tegangan sterik antara halogen dengan substituen orto di dalam perjalanan dari reaktan eclipsed ke spesies-antara staggered. Br Me3C
Br CMe3 H+
CMe3
H
Me3C
CMe3
CMe3
Dehalogenasi sebagai reaksi samping lebih sesrius di dalam nitrasi. Sebagai contoh, reaksi p-iodoanisol dengan asam nitrat menghasilkan p-nitroanisol.
69
Reaksi ini difasilitasi oleh efek aktivasi kuat dari gugus p-metoksil, tapi deiodinasi terjadi pula terhadap beberapa lingkungan yang kurang teraktivasi. Sebagai contoh, nitrasi iodobenzena menghasilkan pula sejumlah kecil nitrobenzena.
3.9 Penutup Untuk menguji prestasi mahasiswa setelah mempelajari Bab ini maka pada Sub-bab 3.9 bagian (a) berikut ini diberikan contoh-contoh latihan yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran bab ini. Untuk memberikan jawaban yang benar, pada Sub-bab 3.9 bagian (b) diberikan umpan balik di mana bagian mana mahasiswa harus memdalami jawaban soal yang bersangkutan. (a) Soal tes formatif Tuliskan urutan reaksi metode sintesis untuk senyawa-senyawa berikut dengan menggunakan precursor yang disebutkan, kemudian tuliskan mekanisme reaksinya secara lengkap.
70
(b) Umpan balik Setelah mengerjakan soal-soal latihan di atas, namun mahasiswa belum bisa menjawab dengan benar maka disarankan untuk mengikuti instruksi berikut: 1.
Untuk menjawab soal nomor 1 dengan benar, disarankan agar mahasiswa membaca kembali Sub-bab 3.2 dan Sub-bab 3.4 bagian (a).
2.
Untuk menjawab soal nomor 2 dengan benar, disarankan agar mahasiswa membaca kembali Sub-bab 3.4 bagian (h).
3.
Untuk menjawab soal nomor 3 dengan benar, disarankan agar mahasiswa membaca kembali Sub-bab 3.4 bagian (a).
4.
Untuk menjawab soal nomor 4 dengan benar, disarankan agar mahasiswa membaca kembali Sub-bab 3.4 bagian (h).
5.
Untuk menjawab soal nomor 5 dengan benar, disarankan agar mahasiswa membaca kembali Sub-bab 3.4 bagian (a).
6.
Untuk menjawab soal nomor 6 dengan benar, disarankan agar mahasiswa membaca kembali Sub-bab 3.8 bagian (b).
7.
Untuk menjawab soal nomor 7 dengan benar, disarankan agar mahasiswa membaca kembali Sub-bab 3.4 bagian (c).
8.
Untuk menjawab soal nomor 8 dengan benar, disarankan agar mahasiswa membaca kembali Sub-bab 3.6 bagian (b).
Daftar Pustaka Carruthers, W. and Coldham, I., 2004, Modern Methods of Organic Synthesis, 4th Edition, Cambridge University Press, New York Norman, R.O.C and Coxon, J.M., 1993, Principles of Organic Synthesis, 3rd Edition, Alden Press, Oxford Zweifel, G.S and Nantz, M.H, 2007, Modern Organic Synthesis: An Introduction, 1st Edition, W.H. Freeman and Company, New York.
71
Senarai Istilah dan Artinya
Istilah
Arti
Alkilasi
Substitusi elektrofilik pada inti aromatik di mana gugus alkil menggantikan atom hidrogen
Alkilasi intramolekul
Alkilasi yang terjadi dalam molekul yang sama
Asilasi
Substitusi elektrofilik pada inti aromatik di mana gugus asil menggantikan atom hidrogen
Efek rintangan sterik
Rintangan yang muncul dari gugus-gugus berukuran besar
Formilasi
Substitusi langsung hidrogen pada inti aromatik tersubstitusi oleh gugus formil
Hidrogenalisis
Substitusi langsung suatu gugus oleh hidrogen
Kontrol kinetik
Kuantitas setiap produk yang mungkin dari suatu reaksi ditentukan oleh seberapa cepat produk itu terbentuk
Kontrol termodinamik
Perbandingan kuantitas produk-produk yang mungkin dari suatu reaksi ditentukan oleh kestabilan relatif masing-masing produk
Klorometilasi
Substitusi elektrofilik pada inti aromatik di mana gugus klorometil menggantikan atom hidrogen
72
BAB 4
SUBSTITUSI NUKLEOFILIK AROMATIK 4.1 Pendahuluan Di dalam Bab 3 telah dijelaskan bahwa senyawa aromatik khususnya benzena cukup reaktif terhadap elektrofil, tapi senyawa ini lembam terhadap nukleofil. Meskipun demikian, keberadaan gugus jenis -M pada cincin benzena maka cincin tersebut akan teraktivasi terhadap nukleofil. Sebagai contoh, o- dan p-nitrofenol terbentuk melalui pemanasan nitrobenzena dengan serbuk kalium hidroksida.
Di dalam Bab ini akan diuraikan tentang mekanisme terjadinya reaksi substitusi nukleofilik aromatik dan faktor-faktor yang memudahkan terjadinya. 4.2 Mekanisme Reaksi Substitusi Nukleofilik Aromatk Mekanisme reaksi substitusi nukleofilik aromatik mirip dengan mekanisme reaksi substitusi elektrofilik aromatik kecuali pada spesies-antara yang terlibat, dalam hal ini melibatkan anion. Nukleofil mengadisi ke dalam cincin aromatik menghasilkan anion yang terdelokasi dan dari anion tersebut dilepaskan ion hidrida.
73
Substitusi nukleofilik aromatik yang lebih memuaskan ditemukan bilamana gugus perginya adalah ion halida sebagaimana di dalam reaksi p-nitroklorobenzena dengan ion hidroksida.
Ada empat mekanisme lain yang dipikirkan terjadi secara luas di dalam substitusi nukleofilik aromatik. Salah satunya adalah substitusi pada senyawa heteroaromatik beranggota enam yang mengandung nitrogen aktif terhadap nukleofil. Hal ini terjadi karena muatan negatif pada posisi orto dan para terhadap nitrogen produk adisi nukleofil distabilkan oleh delokalisasi ke atom nitrogen yang lebih elektronegatif.
Akibatnya, piridina menyerupai nitrobenzena yang mengalami substitusi nukleofilik pada posisi 2 dan 4. Alasan yang serupa berlaku pada senyawa-senyawa heteroaromatik mengandung nitrogen lain seperti berikut.
4.3 Penggantian Ion Hidrida Benzena tidak diserang oleh nukleofil, dan nitrobenzena hanya bereaksi dengan nukleofil yang sangat reaktif, seperti ion amida atau ion amida tersubstitusi.
74
Senyawa m-dinitrobenzena jauh lebih teraktifkan daripada nitrobenzena, dan bereaksi dengan ion sianida.
Piridina umumnya menyerupai nitrobenzena yang mana bereaksi dengan pereaksi organologam. Produk yang dominan adalah senyawa turunan-2.
Reaksi yang serupa terjadi pada kuinolin terutama pada posisi-2, dan pada isokuinolin pada posisi-1.
4.4 Penggantian Anion Lain (a) Halida Di dalam kondisi normal, keempat halobenzena sangat lembam terhadap nukleofil. Tidak bereaksi dengan ion metoksida atau dengan perak nitrat dalam
75
alkohol mendidih. Senyawa-senyawa aromatik ini hanya dapat bereaksi jika: pertama, kondisi yang sangat keras seperti dalam pembentukan fenol melalui pemanasan klorobenzena dengan larutan natrium hidroksida 10% di bawah tekanan dan suhu 350°C. OH-
OHPhOH
PhCl
PhO-
H+
PhOH
-
- Cl
Kedua, reaksi halobenzena dengan ion alkoksida sepuluh kali lebih cepat dalam media dimetil sulfoksida daripada dalam media hidroksilat. Sebagai contoh, bromobenzena dengan ion butoksida menghasilkan fenil t-butil eter dengan rendamen reaksi sebesar 45%.
Keberadaan substituen –M pada posisi orto atau/dan para terhadap halogen meningkatkan kemudahan substitusi nukleofilik.
(i)
Reaksi terkatalis tembaga. Halida aromatik yang tidak teraktivasi
terhadap nukleofil mengalami substitusi terkatalis tembaga pada pemanasan di dalam pelarut aprotik seperti DMF. Sebagai contoh,
Diperkirakan reaksi ini terjadinya melalui adisi oksidatif halida ke Cu(I) diikuti dengan reaksi sebaliknya, tapi dengan mentransfer sianida ke cincin aromatik. 76
(b) Oksianion Meskipun fenil eter stabil dalam kondisi basa tapi masuknya substituen –M pada posisi orto dan para mempermudah hidrolisis. Sebagai contoh,
(c) Ion sulfida Peleburan sulfonat aromatik dengan basa alkali pada suhu tinggi menghasilkan fenol melalui pengusiran ion sulfida. Sebagai contoh, natrium ptoluenasulfonat dengan campuran natrium hidroksida dan sedikit kalium pada suhu 250-300°C menghasilkan p-kresol dengan rendamen 65-75%.
(d) Anion nitrogen Ion nitrit dapat dilepaskan dengan mudah dari senyawa nitro aromatik jika terdapat gugus nitro lain yang mengaktifkan inti. Sebagai contoh,
77
Jika 1,3,5-trinitrobenzena direfluks dalam metanol yang mengandung ion metoksida maka akan terbentuk 3,5-dinitroanisol dengan rendamen 70%.
Perlu dicatat di sini bahwa posisi orto dan para terhadap gugus nitro adalah posisi yang lebih teraktifkan terhadap nukleofil daripada posisi meta. oleh karena itu, kecenderungan terjadinya reaksi di atas sudah pasti disebabkan oleh kecenderungan gugus nitro pergi sebagai ion nitrit daripada hidrogen pergi sebagai ion hidrida. Substituen amino dapat dilepaskan sebagai ion amida. Metode ini berguna bila akan membuat amina sekunder tanpa terkontaminasi dengan amina primer dan tersier sebagaimana yang terjadi apabila dibuat dari alkil halida.
78
4.5 Substitusi Lewat Benzin Benzin cukup tidak stabil untuk diisolasi dan akan bereaksi dengan nukleofil apa saja yang ada. Sebagai contoh, penambahan ester malonat ke amoniak cair yang mengandung ion amida menghasilkan enolat yang bereaksi dengan benzin yang juga dihasilkan dalam sistem reaksi tersebut.
Satu kerugian pada penggunaan benzin dalam sintesis adalah nukleofil dapat bereaksi pada masing-masing ujung ikatan rangkap tiganya, jika benzinnya adalah monosubstitusi maka akan diperoleh suatu campuran dari dua produk. Sebagai contoh, p-klorotoluena dengan ion hidroksida pada 340°C menghasilkan campuran ekuimolekul m- dan p-kresol.
Untunglah karena di dalam hal tertentu, efek pengarah dari substituen juga bekerja. Sebagai contoh, m-aminoanisol adalah produk yang ekslusif dari okloroanisol dengan sodamida di dalam amoniak cair.
Di dalam tidak adanya nukleofil, benzin berdimerisasi menghasilkan bifenilena seperti berikut,
79
dan di dalam adanya diena maka diena bereaksi seperti dienofil menghasilkan produk Diels-Alder.
4.6 Reaksi SRN1 Halida-halida tak-teraktivasi mengalami substitusi nukleofilik di dalam reaksi berantai dengan melibatkan anion radikal pada tahap inisiasi transfer elektron.
Nukleofil yang digunakan adalah enolat keton, ion amida, dan anion tiol. Inisiasi biasanya dilakukan dengan salah satu dari dua cara berikut: (1) dengan cara elektron solvasi (solvated electron) (natrium di dalam amoniak cair) atau (2) dengan cara eksitasi fotokimia di mana nukleofil adalah donor elektron. Kemiripan dua tahap pertama dengan reaksi SN1 mengarahkan kepada penandaan SRN1 (R untuk radikal). Biasanya pelarut yang digunakan adalah amoniak cair, dan dapat melibatkan basa kuat bilamana diperlukan (sebagai contoh, untuk pembentukan enolat). Contoh yang berikut ini memperlihatkan suatu metode untuk konversi fenol menjadi amina.
80
4.7 Reaksi Bucherer Senyawa fenol tertentu bereaksi dengan amonium sulfit berair menghasilkan amina aromatik. Reaksi melalui hasil adisi sulfit tautomeri keto-enol fenol. Sebagai contoh,
Reaksi ini terbatas pada senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan melakukan ketonisasi, seperti 1- dan 2-naftol, dan m-dihidroksibenzena. Di dalam contoh di atas, 2-naftilamina dapat diperoleh dengan rendamen 95% dengan cara menjalankan reaksi pada suhu 150°C di bawah tekanan. Oleh karena 2-naftol dapat diperoleh dari naftalena melalui sulfonasi suhu tinggi yang diikuti dengan pengolahan dengan alkali,
81
maka reaksi ini menyediakan metode untuk memperoleh naftalena tersubstitusi-2 melalui diazotasi 2-naftilamina. Reaksi Bucherer adalah dapat balik, dan melalui pengontoralan yang hati-hati jumlah amoniak dan air maka reaksi ini dapat digunakan untuk menkoversi amina menjadi fenol.
4.8 Penutup Untuk menguji prestasi mahasiswa setelah mempelajari Bab ini maka pada Sub-bab 4.8 bagian (a) berikut ini diberikan contoh-contoh latihan yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran bab ini. Untuk memberikan jawaban yang benar, pada Sub-bab 4.8 bagian (b) diberikan umpan balik di mana bagian mana mahasiswa harus memdalami jawaban soal yang bersangkutan. (a) Soal tes formatif Tuliskan reaksi yang dapat melakukan konversi sebagai berikut, kemudian tuliskan mekanisme reaksinya. 1. Naftalena menjadi 2-naftol 2. Klorobenzena menjadi 2,4-dinitrofenilhidrazin 3. Klorobenzena menjadi p-klorofenol 4. Anisol menjadi p-EtO―C6H4―NO2 5. Piridina menjadi 2-aminopiridina (b) Umpan balik Setelah mengerjakan soal-soal latihan di atas, namun mahasiswa belum bisa menjawab dengan benar maka disarankan untuk mengikuti instruksi berikut: 1. Untuk menjawab soal nomor 1 dengan benar, disarankan agar mahasiswa membaca kembali Sub-bab 4.7. 2. Untuk menjawab soal nomor 2 dengan benar, disarankan agar mahasiswa membaca kembali Sub-bab 4.4 bagian (a). 3. Untuk menjawab soal nomor 3 dengan benar, disarankan agar mahasiswa membaca kembali Sub-bab 4.2 bagian (c). 4. Untuk menjawab soal nomor 4 dengan benar, disarankan agar mahasiswa membaca kembali Sub-bab 4.4 bagian (b).
82
5. Untuk menjawab soal nomor 5 dengan benar, disarankan agar mahasiswa membaca kembali Sub-bab 4.3.
Daftar Pustaka Carruthers, W. and Coldham, I., 2004, Modern Methods of Organic Synthesis, 4th Edition, Cambridge University Press, New York Norman, R.O.C and Coxon, J.M., 1993, Principles of Organic Synthesis, 3rd Edition, Alden Press, Oxford Zweifel, G.S and Nantz, M.H, 2007, Modern Organic Synthesis: An Introduction, 1st Edition, W.H. Freeman and Company, New York.
Senarai Istilah dan Artinya
Istilah
Arti
Eksitasi fotokimia
Eksitasi elektron yang melalui penyinaran
Elektron solvasi
Cara transfer elektron di mana sumber elektron (logam) disuspensikan di dalam pelarut
Ekuimolekul
Jumlah mol yang seimbang
Heteroaromatik
Inti aromatik yang melibatkan atom bukan karbon
Pelarut aprotik
Pelarut yang tidak memiliki hidrogen bermuatan parsil positif
Substituen –M
Substituen penarik elektron lewat peristiwa mesomeri
83
BAB 5 GARAM DIAZONIUM AROMATIK 5.1 Pendahuluan Umumnya, garam diazonium disintesis dengan tujuan untuk digunakan sebagai zat-antara di dalam sintesis senyawa yang lebih berguna, seperti zat pewarna. Diazonium terbentuk melalui reaksi antara suatu amina aromatik primer atau sekunder dengan asam nitrit dalam kondisi asam kuat. Salah satu keistimewaan yang dimiliki ion diazonium di dalam sintesis adalah kemudahannya melepaskan nitrogen dan digantikan dengan suatu nukleofil. Melalui pemanfaatan sifat tersebut, berbagai jenis senyawa telah dibuat. Di samping itu, berbagai senyawa juga telah disintesis melalui reaksi kopling antara ion diazonium dengan nukleofil yang diaktifkan oleh suatu gugus lain yang ada di dalam inti aromatik. Produk reaksi ini secara sederhana disebut produk kopling. Uraian berikut membahas tentang reaksi pembentukan garam diazonium dan reaksi-reaksi yang dapat dijalaninya sebagai zat-antara di dalam sintesis, meliputi reaksi substitusi dan reaksi kopling. Mekanisme kedua reaksi tersebut dituliskan secara lengkap dan logik. 5.2 Pembentukan Garam Diazonium Amina primer bereaksi dengan asam nitrit di dalam larutan asam menghasilkan garam diazonium (R─N+≡N) melalui mekanisme reaksi sebagai berikut:
N
+
O
R
N
H
HO
O
HO
NH
+
N
O
H O
+
N
O
N
O
H
RNH
N
R O
H
N
N O
H
H
-H O R
N
N
R O
N
N
H
H
Diazotisasi amina aromatik primer nornalnya dijalankan dengan cara menambahkan larutan natrium nitrit ke larutan (atau suspensi) amina hidroklorida di
84
dalam asam hidroklorida berlebih yang didinginkan di dalam pendingin es. Kecepatan penambahan dikontrol sedemikian rupa agar suhu tetap di bawah 5°C, dan penambahan terus lakukan sampai asam nitrit di dalam larutan sedikit berlebih. Amina aromatik yang intinya tersubstitusi dengan gugus penarik elektron tidak mudah untuk didiazotasi karena nukleofilisitas nitrogen amino berkurang oleh tarikan partial pasangan elektron bebasnya ke dalam inti. Sebagai contoh, NH2
NH2
N O
O
N O
O
Di dalam hal seperti ini, biasanya media reaksi yang cocok adalah asam asetat; bahkan dengan media asam asetat, senyawa 2,4,6-trinitroanilin dapat terdiazotasi. Kebanyakan reaksi yang menggunakan garam diazonium dapat dijalankan di dalam larutan, dan secara normal tidak perlu mengisolasi garam tersebut. Akan tetapi, bila harus diisolasi maka ada dua cara yang dapat digunakan. Pertama, larutan berair garam diazonium (biasanya garam klorida atau sulfat) disiapkan dan diolah dengan asam fluoroborat. Garam diazonium fluroborat (ArN2+BF4-) yang tidak larut akan segera mengendap. Kedua, amina hidroklorida diolah dengan nitrit organik dan asam asetat di dalam eter. Garam diazonium yang tidak larut dalam eter akan segera mengendap.
5.3 Reaksi Diazonium Ada tiga jenis reaksi yang dapat dibedakan: (a) Reaksi nukleofil pada nitrogen Meskipun ion diazonium ada dalam larutan bersama anion stabil (yakni anion dari asam kuat) seperti klorida, anion kurang stabil (yakni anion dari asam lemah) bereaksi ion diazonium menghasilkan senyawa diazo kovalen. Sebagai contoh,
85
Banyak senyawa diazo yang tidak stabil dan terdekomposisi di dalam larutan menghasilkan radikal aril. Ion fenoksida adalah salah satu gugus nukleofil penting yang dapat bereaksi dengan ion diazonium aromatik.
(b) Reaksi SN1 Pada pemanasan, ion diazonium terdekomposisi menjadi kation aril dan nitrogen. Kation aril sangat reaktif dan relatif tidak selektif, meyerang dengan cepat nukleofil apa saja yang mendekatinya. Oleh karena itu, reaksi di dalam larutan berair mengarah kepada pembentukan fenol.
(c) Reduksi satu-elektron Ion diazonium adalah subyek untuk reduksi satu-elektron dengan membentuk radikal aril dan nitrogen.
Ion tembaga(I) sering digunakan sebagai agen pereduksi satu-elektron. Radikal aril sangat reaktif dan mampu mengabstraksi suatu ligan dari ion logam transisi atau satu atom hidrogen dari ikatan kovalen.
86
5.4 Reaksi Di Mana Nitrogen yang Tereliminasi (a) Penggantian oleh hidroksil Ketika garam diazonium dipanaskan dalam penangas air maka fenol terbentuk melalui mekanisme SN1. Reaksi secara normal dijalankan di dalam larutan asam agar fenol berada dalam bentuk tak-terionkan. Jika tidak demikian maka terjadi reaksi antara garam diazonium dengan ion fenoksida. Prosedur untuk pembuatan fenol dari garam diazonium (proses 1) kerapkali memberikan rendamen yang lebih rendah daripada prosedur yang menggunakan asam sulfonat yang dipadukan dengan alkali (proses 2). Jika dimulai dari hidrokarbon aromatik, proses 1 memerlukan nitrasi, reduksi gugus nitro menjadi gugus amino, diazotasi, dan hidrolisis; sedangkan prosedur 2 hanya memerlukan sulfonasi dan peleburan alkali. Meskipun demikian, metode diazonium dapat digunakan di dalam lingkungan di mana metode sulfonat gagal. Sebagai contoh, m-nitrofenol yang tidak dapat diperoleh dari asam m-nitrobenzenasulfonat tapi dapat dibuat dari mnitroanilina dengan rendamen 80%. (b) Penggantian oleh halogen Untuk penggantian dengan halogen, prosedur yang digunakan berbeda-beda berdasarkan halogen yang akan dimasukkan. Fluorida aromatik dibuat dengan menggunakan reaksi Schiemann. Larutan berair garam diazonium diolah dengan asam fluoroborat sehingga diazonium fluoroborat mengendap. Garam ini dikeringkan kemudian dipanaskan pelan-pelan sampai mulai terdekomposisi, dan setelah itu reaksi terjadi secara spontan. Dengan cara ini maka fluorobenzena dapat diperoleh dari anilina dengan rendamen sebesar 55%. Reaksi ini melibatkan mekanisme SN1.
Prosedur termodifikasi terbaru menggunakan diazonium fluorofosfat yang lebih kurang larut daripada fluoroborat dan memberikan rendamen yang lebih baik ketika dipanaskan pada suhu 165°C.
Klorida dan bromida aromatik dapat diperoleh dengan cara yang analog dengan fluoroaromatik, yaitu dengan cara masing-masing menggunakan diazonium 87
tetrakloroborat dan tetrabromoborat. Akan tetapi senyawa tersebut kerap kali terdekomposisi dengan keras ketika dipanaskan. Prosedur untuk klorida terdiri atas penambahan larutan berair diazonium klorida ke dalam larutan tembaga(I) klorida di dalam pelarut asam hidroklorida, kompleks yang sulit larut segera terpisah dan terdekomposis menjadi aril klorida pada saat pemanasan. Reaksi melibatkan reduksi satu-elektron ion diazonium diikuti dengan transfer ligan.
Aril bromida dapat dibuat dengan cara yang serupa, yakni dari diazonium hidrogen sulfat dan tembaga(I) bromida di dalam asam hidroborat. Konversi keseluruhan dari amina memberikan rendamen antara 70 – 80% untuk p-klorotoluena dan p-bromotouluena. Aril iodida dapat dibuat tanpa menggunakan garam tembaga(I). Di dalam larutan berair garam diazonium diolah dengan kalium iodida dan dihangatkan. Dengan cara ini, biasanya iodida dapat diperoleh dengan rendamen yang tinggi; sebagai contoh, anilin memberikan 70% iodobenzena. Pada awalnya diperkirakan bahwa reaksi berjalan melalui mekanisme SN1 karena iodida adalah nukleofil yang lebih kuat sehingga mampu bersaing dengan air yang ada di dalam sistem reaksi, berbeda dengan klorida dan bromida. Akan tetapi, sekarang ada fakta bahwa ion iodida berpotensi sebagai pereduksi satu-elektron sebagaimana halnya tembaga(I).
Dengan demikian berarti bahwa reaksi tersebut dipicu oleh urutan rantai-radikal:
(c) Penggantian dengan siano Aromatik nitril diperoleh dengan menggunakan tembaga(I) sianida (Metode Sandmeyer) di dalam larutan berair kalium sianida. Sebagai contoh, p-toluidina menghasilkan 64-70% p-tolunitril.
88
(d) Penggantian dengan nitro Ada dua prosedur yang tersedia untuk konversi garam diazonium menjadi senyawa nitro. (1) Larutan netral garam diazonium diolah dengan natrium kobaltnitrit di dalam adanya tembaga(I) oksida dan tembaga(II) sulfat.
(2) Suspensi diazonium fluoroborat di dalam air ditambahkan ke larutan natrium nitrit di dalam mana serbuk tembaga tersuspensi. Sebagai contoh, p-nitrobenzena dapat diperoleh dari p-nitroanilina dengan rendamen sebesar 75%.
(e) Penggantian dengan hidrogen Ada dua metode yang dapat digunakan untuk konversi ArN2+ → ArH. Di dalam metode pertama, larutan diazonium dihangatkan bersama etanol.
Hampir dipastikan bahwa reaksi ini melibatkan radikal aril. Rendamen reaksi ini kerapkali rendah karena kompetisi nukleofil pengganti.
Pada metode kedua yang umum digunakan sekarang, agen pereduksinya adalah asam hipofosfit, dan reaksi terjadi pada suhu kamar di mana reaksi SN1 pesaing jauh lebih lambat. Garam tembaga(I) dapat mengkatalis proses ini dan terjadi reaksi berantai.
89
ArN2+
inisiasi:
Cu+
+
Ar
+
N2
+
Cu2+ H
H Ar
+
H
P
ArH
O
+
P
O
OH
OH propagasi: ArN2+
+
O
PH(OH)
H2O
Ar
+
N2
+
H3PO3
+
H+
Kemudahan pelepasan gugus amino dari cincin aromatik melalui diazotasi dan reduksi dipandang berharga di dalam sintesis. Sebagai contoh, 1,3,5tribromobenzena dapat dibuat melalui brominasi anilina diikuti dengan pelepasan gugus amino.
Sebuah jalan yang lebih rinci digunakan untuk membuat m-bromo toluena digambarkan dalam reaksi berikut:
90
(f) Penggantian dengan karbon alifatik Alkena di dalam mana C=C terkonjugasi dengan gugus tak-jenuh lain (sebagai contoh, C=O, C≡N) bereaksi dengan garam diazonium di dalam adanya sejumlah katalis tembaga(I) klorida (Reaksi Meerwein). Sebagai contoh,
Seperti di dalam reaksi Sandmeyer, tembaga(I) mereduksi ion diazonium menjadi radikal aril dan tembaga(II) yang bertindak sebagai agen transfer-ligan terhadap hasil adisi radikal tersebut dengan alkena.
Di dalam beberapa kasus, tahap akhir reaksi adalah pelepasan hidrogen. Sebagai contoh,
Radikal aril dapat pula terbentuk dari ion diazoniun dengan titanium(III) klorida. Akan tetapi, karena titanium(IV) adalah oksidan yang sangat lemah sehingga pada tahap terakhirnya justru lebih mudah terjadi reduksi oleh titanium(III) daripada oksidasi.
91
Sebagai contoh,
(g) Penggantian dengan karbon aromatik Sejumlah prosedur mengarah kepada arilasi karbon aromatik oleh garam diazonium. (i) Reaksi Gomberg. Suatu sistem cairan dua fase yang terdiri atas larutan berair garam diazonium dan suatu cairan aromatik, atau suatu larutan padatan aromatik di dalam pelarut lembam diolah dengan larutan natrium hidroksida. Diazohidroksida kovalen terbentuk (ArN2+Cl- + NaOH → Ar─N=N─OH + NaCl) dan menghasilkan radikal aril melalui suatu mekanisme kompleks yang mirip dengan reaksi diazoasetat. Radikal-radikal tersebut bereaksi dengan cairan aromatik. Rendamennya tidak pernah tinggi dan biasanya kurang dari 40%. Sebagai contoh,
Jika senyawa aromatik taksimetris, arilasi menghasilkan suatu produk campuran.
Sebagai
contoh,
benzenadiazonium
klorida
bereaksi
dengan
nitrobenzena di dalam kondisi Gomberg menghasilkan suatu campuran yang mengandung tida nitrobifenil. Reaksi tersebut akan lebih bernilai jika benzena itu sendiri atau para-substitusi benzena simetris. Mekanisme arilasi homolitik dan faktorfaktor yang menguasai orientasi substitusi.
(ii) Diazoasetat. Dekomposisi diazoasetat aromatik menjadi radikal aril yang menyempurnakan arilasi aromatik senyawa aromatik. Mekanismenya kompleks.
92
Biasanya lebih menyenangkan menggunakan N-nitrosoasilarilamina sebagai starting material daripada diazoasetat karena N-nitrosoasilarilamina mengalami penataan ulang menjadi diazoaester pada pemanasan.
O
O N
N
N
O
O
R
N N
R
Ar
N
R
Ar
N
R N
Ar O
O
O
Ar
O
(iii) Reaksi Pschorr. Salah satu metode sintesis yang lebih menyenangkan untuk pembuatan fenantrena adalah melalui reaksi antara o-nitrobenzaldehida dengan asam fenilasetat di dalam adanya anhidrida asam asetat, reduksi gugus nitro menjadi amino, diazotasi, pengolahan garam diazonium dengan tepung tembaga, dan akhirnya dekarboksilasi.
93
Awalnya prosedur ini digunakan oleh Pschorr untuk mensintesis fenantrena dan turunannya, namun sudah diperluas untuk membentuk sistem aromatik yang lain. Sebagai contoh, fluorenon dapat diperoleh dari 2-aminobenzofenon dengan metode ini.
(iv) Reduksi dengan ion tembaga(I) amonium. Penambahan tembaga(I) amonium hidroksida (diperoleh melalui pengolahan tambaga(II) sulfat di dalam amoniak dengan hidroksilamina) untuk mendiazotasi asam antranilat menghasilkan asam difenat dengan rendamen sekitar 90%.
94
Reaksi ini kemungkinan terjadi melalui reduksi satu-elektron terhadap ion diazonium diikuti dengan dimerisasi radikal aril yang dihasilkan. Substitusi nukleofilik jenis Sandmeyer yang terjadi di dalam adanya ion tembaga(II) dapat diperlihatkan di sini karena ion tembaga(II) membentuk ikatan sebagai ion tembaga(II)-amonium sehingga mekanisme ligan-transfer tidak dapat bekerja. (h) Penggantian dengan spesies lain Sama baiknya dengan ion iodida, ion azida dan beberapa jenis anion berpusat sulfur (RS-, RSS-, EtOC(S)S-) bereaksi secara langsung dengan garam diazonium. Sebagai contoh, reaksi antara asam antranilat terdiazotasi dengan natrium disulfida menghasilkan asam ditiosalisilat,
dan m-toluidina terdiazotasi bereaksi dengan kalium etil ksantat menghasilkan m-tolil etil ksantat.
Sebuah mekanisme radikal-rantai telah ditetapkan untuk reaksi tersebut di atas dengan PhS-,
dan nukleofil lain dapat bereaksi dengan cara yang serupa.
95
5.5 Reaksi Di Mana Nitrogen Dipertahankan Reaksi suatu nukleofil dengan nitrogen terminal ion diazonium menghasilkan azo-senyawa kovalen. Di dalam banyak hal, produk-produk sangat tidak stabil dan segera melapaskan nitrogen, tetapi ada dua prosedur sintesis yang memberikan produk di mana nitrogen dipertahankan. (a) Reduksi menjadi arilhidrazin Ion diazonium aromatik direduksi oleh natrium sulfit menjadi arilhidrazin. Mekanisme yang mungkin mengandung reaksi ion diazonium dengan anion sulfit menghasilkan azo-sulfit kovalen yang mempunyai ikatan rangkap terkonjugasi dengan gugus penerima elektron, mengadisi ion sulfit nukleofil kedua; dan hidrolisis menghasilkan hidrazin.
Melalui cara ini, fenilhidrazin dapat diperoleh dari anilin dengan rendamen di atas 80%. (b) Reaksi kopling Reaksi ion diazonium dengan inti aromatik dikenal sebagai reaksi kopling. Ion diazonium adalah elektrofil lemah dan hanya bereaksi dengan senyawa aromatik yang sangat teraktivasi terhadap elektrofil. Senyawa-senyawa tersebut meliputi amina, fenol, dan sistem heterosiklik seperti pirol.
96
(i) Amina. Amina aromatik tersier bereaksi dengan ion diazonium hampir eksklusif pada posisi para. Mekansime reaksi ini adalah mekanisme yang umum untuk substitusi aromatik elektrofilik, yakni ion diazonium mengadisi ke senyawa aromatik dan kemudian melepaskan hidrogen. H Me N
N
N
Me N
Ar
N
N Ar
-H Me N
N N
Ar
Pengontrolan pH dengan sangat hati-hati adalah suatu hal yang penting. pH di dalam daerah 4-10 sangat memuaskan, dan biasanya diperlukan buffer natrium asetat untuk mempertahankan kondisi yang sesuai. Amina aromatik primer dan sekunder biasanya bereaksi secara istimewa dengan ion diazonium pada atom nitrogennya. Sebagai contoh, ketika anilina hanya diazotasi parsial di dalam asam hidroklorida, adisi natrium asetat akan membebaskan anilina yang sisa dari asam konjugasinya dan kemudian terjadi kopling menghasilkan diazoaminobenzena dengan rendamen 70%.
C-kompling langsung untuk amina primer dan sekunder terjadi di dalam dua kondisi:
pertama,
ketika
ion
diazonium
sangat
reaktif
(contoh,
ion
p-
nitrobenzenadiazonium); dan kedua, di dalam larutan berair asam format yang mana pengasaman cukup bagi produk N-kopling untuk melakukan penataan ulang. Jika struktur dan stereokimia ion diazonium sesuai maka N-kopling dapat terjadi. Sebagai contoh, diazotasi o-fenilenadiamina mengarah langsung kepada pembentukan benzotriazol dengan rendamen di atas 75%.
97
(ii) Fenol. Kopling ion diazonium dengan fenol terjadi melalui ion fenoksida yang dipandang lebih teraktifkan terhadap elektrofil daripada fenolnya sendiri. pH optimum untuk terjadinya kopling adalah di sekitar 9-10, tetapi hasilnya yang memuaskan diperoleh dengan cara menambahkan larutan asam berair garam diazonium ke larutan fenol di dalam alkali yang cukup untuk menetralkan asam yang terbentuk, dan untuk mempertahankan kebasaannya yang sesuai sehingga kopling terjadi dengan cukup cepat dan dekstruksi ion diazonium menjadi tercegah. Mekanisme kopling dengan ion fenoksida analog dengan reaksi amina, dan reaksi langsung mengarah kepada posisi para. Sebagai contoh,
Jika posisi para telah tersubstitusi maka kopling terjadi pada posisi orto. Sebagai contoh,
(iii) Enol. Meskipun alkena tidak bereaksi dengan ion diazonium, namun enol dapat bereaksi karena diaktivasi oleh oksigen gugus hidroksilat. Reaksi lebih mudah terjadi di dalam kondisi alkali karena ion enolat lebih reaktif daripada enol. Salah satu contoh adalah reaksi ester asetoasetat dengan benzenadiazonium klorida di dalam buffer natrium asetat.
98
Jika atom karbon di mana terjadinya kopling tidak memiliki atom hidrogen sehingga pergeseran prototropik terakhir tidak terjadi, maka pada produk awal segera terjadi pemutusan C-C menghasilkan arilhidrazon (reaksi Japp-Klingemann).
Diazotisasi
o-aminoasetofenon
mengarah
kepada
pembentukan
4-
hidroksisinnolin akibat terjadi reaksi secara intramolekul dengan enol yang secara streokimia sangat dimungkinkan.
(iv)
Pirol. Pirol yang juga reaktif terhadap elektrofil akan bereaksi dengan
garam diazonium terutama pada posisi-2.
Jika posisi-2 dan -5 telah tersubstitusi maka penggabungan terjadi pada posisi-3.
99
(v) Inti aromatik yang kurang teraktivasi. Inti aromatik yang kurang aktif terhadap elektrofil dibanding dengan ion fenoksida dan amina aromatik tidak akan kopling dengan ion benzenadiazonium. Akan tetapi, masuknya substituen penarik elektron pada ion diazonium akan meningkatkan elektrofilisitas ion ini dan inti yang kurang
reaktif
pun
segera
dapat
bereaksi.
Sebagai
contoh,
ion
2,4-
dinitrobenzenadiazonium cukup reaktif untuk kopling dengan anisol, dan bahkan ion 2,4-trinitrobenzenadiazonium dapat kopling dengan mesitilena.
5.6 Nilai Sintesis Diazo-Kopling (a) Bahan Celupan Senyawa azo aromatik semuanya berwarna terang (sebagai contoh, azobenzena berwarna orange-red, maks 448 nm) dan banyak dari senyawa-senyawa tersebut yang dibuat secara reaksi kopling digunakan sebagai pewarna tekstil. Ada tiga kelompok bahan pewarna. (1) Senyawa azo netral digunakan sebagai pewarna kombinasi azoik, dibuat secara in situ di dalam serat. Sebagai contoh adalah para red dibuat dari 2-naftol dan ion p-nitrobenzenadiazonium.
100
(2) Senyawa azo yang mengandung gugus sulfonat atau gugus amino terserap langsung ke serat dari larutan berair. Sebagai contoh, orange II (sebuah pewarna asam), dan Bismarck brown R (sebuah pewarna basa).
SO3H
N N O
OH +
N
N
SO3-
(3) Senyawa-senyawa azo yang mengandung gugus yang mampu membentuk khelat dengan ion logam digunakan sebagai pewarna mordant. Ion logam tersebut terserap pada serat dan mengikat zat warna. Sebagai contoh adalah alizarin yellow R yang membentuk khelat dengan bantuan gugus fenolik dan karbonilnya. Umumnya mengunakan oksida aluminium dan oksida kromium sebagai pengikat.
101
(b) Indikator Senyawa azo yang mengandung gugus asam dan basa dapat digunakan sebagai indikator karena warna basa konjugasi dan asam konjugasinya berbeda jelas. Sebagai contoh, metil merah dibuat dari asam antranilat dan dimetilanilina dengan rendamen sekitar 64%, dan metil orange dibuat dari asam sulfanilat terdiazotasi dan dimetilanilin. 3
2
2
2
(c) Sintesis amina Senyawa azo rentan terhadap hidrogenalisis menghasilkan amina. Biasanya menggunakan
natrium
ditionat
sebagai
agen
pereduksi,
tapi
dapat
pula
menggunakan metode katalitik. Sebagai contoh, 4-amino-1-naftol diperoleh 1-naftol kopling dengan benzenadiazonium klorida dikuti dengan reduksi dengan ditionat.
102
Amina alifatik dapat diperoleh dengan cara yang serupa, yakni melalui kopling dengan enol diikuti dengan reduksi. (d) Sintesis kuinon Diamina orto dan para dengan aminofenol mudah teroksidasi menjadi kuinon. Kedua kelompok senyawa tersebut dibuat melalui kopling diazo diikuti dengan reduksi, jalur ini menyediakan rute bermanfaat ke kuinon. Sebagai contoh, Ph N N O
OH PhN
Na S O
NH
O OH
O FeCl
5.7 Penutup Untuk menguji prestasi mahasiswa setelah mempelajari Bab ini maka pada Sub-bab 5.7 bagian (a) berikut ini diberikan contoh-contoh latihan yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran bab ini. Untuk memberikan jawaban yang benar, pada Sub-bab 5.7 bagian (b) diberikan umpan balik di mana bagian mana mahasiswa harus memdalami jawaban soal yang bersangkutan.
103
(a) Soal tes formatif Buatlah jalur sintesis untuk senyawa-senyawa berikut ini yang menggunakan garam diazonium, mulailah dengan suatu senyawa benzena monosubstitusi.
(b) Umpan balik Setelah mengerjakan soal-soal latihan di atas, namun mahasiswa belum bisa menjawab dengan benar maka disarankan untuk mengikuti instruksi berikut: 1. Untuk menjawab soal nomor 1 dengan benar, disarankan agar mahasiswa membaca kembali Sub-bab 5.4 bagian (b). 2. Untuk menjawab soal nomor 2 dengan benar, disarankan agar mahasiswa membaca kembali Sub-bab 5.4 bagian (c). 3. Untuk menjawab soal nomor 3 dengan benar, disarankan agar mahasiswa membaca kembali Sub-bab 5.3 bagian (b). 4. Untuk menjawab soal nomor 4 dengan benar, disarankan agar mahasiswa membaca kembali Sub-bab 5.4 bagian (e). 5. Untuk menjawab soal nomor 5 dengan benar, disarankan agar mahasiswa membaca kembali Sub-bab 5.5 bagian (b).
104
Daftar Pustaka Carruthers, W. and Coldham, I., 2004, Modern Methods of Organic Synthesis, 4th Edition, Cambridge University Press, New York Norman, R.O.C and Coxon, J.M., 1993, Principles of Organic Synthesis, 3rd Edition, Alden Press, Oxford Zweifel, G.S and Nantz, M.H, 2007, Modern Organic Synthesis: An Introduction, 1st Edition, W.H. Freeman and Company, New York.
Senarai Istilah dan Artinya
Istilah
Arti
C-kopling
Pembentukan ikatan antara dua atom C
N-kopling
Pembentukan ikatan antara dua atom N
Nukleofilisitas
Reaktivitas relatif suatu nukleofil
Prototropik
Pergeseran proton di dalam suatu molekul
105
BAB 6 PENATAAN ULANG MOLEKUL
6.1 Pendahuluan Kelompok reaksi penataan ulang muncul karena adanya banyak reaksi-reaksi yang secara mekanistik tidak dapat dimasukkan ke dalam kelompok reaksi yang umum, seperti reaksi adisi, substitusi, eliminasi, dan sebagainya. Secara mekanistik, reaksi-reaksi penataan ulang cukup variatif dan luas cakupannya, namun tetap memenuhi kaidah-kaidah mekanisme reaksi kimia organik. Ada berbagai jenis reaksi penataan ulang, secara umum reaksi-reaksi tersebut dikelompokkan berdasarkan jenis atom gugus yang berpindah. Di samping itu, dikenal pula penamaan berdasarkan senyawa asalnya, produknya, maupun penemunya. Masing-masing reaksi mempunyai ciri khas, baik dalam hal mekanisme terjadinya maupun produk yang dihasilkan. Di dalam bab ini, masing-masing reaksi tersebut akan dibahas secara lengkap baik tentang persyaratan dan mekanisme terjadinya, serta ciri khas produk yang dihasilkan.
6.2 Penatan Ulang Ke Karbon Kekurangan Elektron Reaksi penataan ulang yang melibatkan karbon kekurangan elektron dikelompokkan berdasarkan sifat gugus yang berpindah. (a) perpindahan karbon (i) Penataan ulang Wagner – Meerwein. Salah satu sistem yang paling sederhana di mana suatu karbon berpindah dengan membawa pasangan elektronikatan ke atom karbon lain yang kekurangan elektron adalah kation neopentil.
Semua reaksi yang menghasilkan ion seperti ini memberikan produk turunan dari ion penataan ulang. Sebagai contoh,
106
Driving force untuk penataan ulang ini terletak pada lebih tingginya kestabilan karbokation tersier daripada karbokation primer. Di dalam sistem alisiklik, pelepasan tegangan dapat menyediakan driving force yang kuat untuk penataan ulang. Sebagai contoh, adisi hidrogen klorida kepada αpinen memberikan produk penataan ulang, yakni isobornil klorida. Cincin beranggota empat yang tegang di dalam karbokation diperluas menjadi cincin beranggota lima, dan hal ini mengesampingkan fakta tentang kestabilan yang lebih tinggi karbokation tersier yang ada pada cincin beranggota empat daripada karbokation sekunder yang ada pada cincin yang beranggota lima.
H+ Cl isobornil klorida
-pinen
Gambaran utama yang lain dari perpindahan ini adalah sebagai berikut. 1. Karbokation dapat diperoleh melalui berbagai cara. (1) Dari halida dengan menggunakan pelarut pengion yang kuat, atau melalui penambahan
asam
Lewis
seperti
ion
perak
yang
membantu
pembentukan karbokation dengan cara mengabstraksi halida.
(2) Dari alkohol melalui pengolahan dengan asam untuk mendorong terjadinya heterolisis.
107
(3) Dari amina melalui pengolahan dengan asam nitrit. Reaksi terjadi melalui ion diazonium alifatik yang kemudian melepaskan nitrogen dengan cepat.
(4) Dari alkena melalui protonasi. Sebagai contoh,
2. Hidrogen dapat juga berpindah di dalam sistem ini. Sebagai contoh, reaksi yang terjadi melalui kation isobutil menghasilkan produk utama yang diturunkan dari kation t-butil.
Sebuah contoh lengkap tentang pergeseran hidrida adalah pergeseran yang terjadi di dalam reaksi amina alifatik primer dengan asam nitrit. Sebagai contoh,
3. Gugus aril memiliki kepantasan yang lebih besar untuk berpindah daripada gugus alkil atau hidrogen. Sebagai contoh, klorida di bawah ini mengalami
108
solvolisis dengan penataan ulang yang ribuan kali lebih cepat daripada neopentil klorida di dalam kondisi yang sama.
Gugus aril tersebut dikatakan menyediakan anchimeric assistance kepada reaksi. 4. Penataan ulang adalah stereospesifik. Gugus yang berpindah mendekati atom karbon yang kekurangan elektron dari arah yang berlawanan dengan arah perginya gugus pergi sebagaimana halnya di dalam reaksi SN2.
Akan tetapi, di dalam turunan trans-dekalin di bawah ini, gugus hidroksil tetap dalam posisi ekuatorial karena sistem cincin tidak dapat flip (membalik). Di dalam situasi seperti ini tidak ada hidrogen anti terhadap hidroksil, tetapi dua atom karbon cincin ada dalam posisi anti yang cocok untuk penataan ulang, dan di dalam adanya asam maka terjadi pengecilan cincin.
5. Penataan ulang di dalam sistem bisiklik adalah kejadian yang sangat umum, seperti di dalam konversi kamfen hidroklorida menjadi isobornil klorida, terkatalis dengan asam Lewis.
109
6. Dapat terjadi dua atau lebih penataan ulang secara berurutan. Kejadian ini digambarkan di dalam reaksi konversi berikut di mana terjadi lima pergeseran1,2, yakni tiga hidrida dan dua gugus metil.
(ii) Penataan ulang pinacol. Pengolahan 1,2-diol (pinacol) dengan asam mengarah pada penataan ulang. Sebagai contoh,
Meskipun penatan ulang pinacol pada dasarnya mirip dengan penataan ulang Wagner–Meerwien, tapi berbeda dalam hal ion yang tertata ulang. Asam konjugasi keton relatif stabil dari pada karbokation tertata ulang yang terbentuk dalam reaksi Wagner–Meerwien; akibatnya, driving force untuk penataan ulang pinacol jauh lebih besar. Berikut ini adalah karakteristik penataan ulang Wagner-Meerwien yang diterapkan pula untuk penataan ulang pinacol: (1) Alkil, aril, hidrogen berpindah (2) Kelayakan gugus aril untuk berpindah lebih besar daripada alkil atau hidrogen; dan di antara gugus-gugus aril, gugus aromatik yang paling mudah berpindah adalah gugus yang mengandung substituen yang dapat meningkatan kerapatan elektronnya. Sebagai contoh, p-klorofenil < fenil < p-metoksifenil.
110
Tol Ph HO
Tol Ph
H2SO4
OH
Ph
Tol
Tol Tol
O
Tol
+
Ph O
Ph
Ph 6%
94% Tol = p-tolil
(3) Reaksi terjadi dalam posisi anti. Ada faktor yang tidak dapat diterapkan untuk reaksi Wagner-Meerwien. Dari dua gugus hidroksil yang tersedia sebagai gugus pergi, gugus yang pergi adalah yang menghasilkan karbokation yang lebih stabil. Faktor ini mengambil hak yang lebih tinggi daripada faktor kecenderungan gugus berpindah. Sebagai contoh, penataan ulang 1,1-dimetil-2,2-difenil glikol mengarah kepada pembentukan 3,3-fenil-2butanon melalui pemindahan metil.
Persyaratan bahwa gugus yang berpindah harus pada posisi anti dengan gugus-pergi memiliki konsekwensi penting di dalam sistem alisiklik. Sebagai contoh, cis-1,2-dimetilsikloheksan-1,2-diol mengalami pergeseran metil menghasilkan 2,2dimetilsikloheksana, sedangkan isomer trans-nya mengalami pengecilan cincin dengan menghasilkan turunan siklopentana.
111
(iii) Penataan ulang benzilik. α-Diketon mengalami penataan ulang ketika diolah dengan ion hidroksida menghasilkan asam α-hidroksi. Contoh yang paling dikenal adalah konversi benzil menjadi asam benzilat. Driving force reaksi ini terletak pada kepindahan produk tersebut oleh ionisasi gugus karbonil.
(iv)
Penataan ulang melibatkan diazometan. Diazometana mengambil
bagian dalam dua jenis reaksi yang mengarah kepada produk sebagai hasil penataan ulang yang menyelipkan gugus metilen ke dalam rantai atom karbon. Pereaksi yang digunakan adalah suatu karbon nukleofil yang diturunkan dari lepasnya nitrogen. 1. Aldehida dan keton dikonversi menjadi aldehida dan keton deret homolog yang lebih panjang.
Tahap perpindahan gugus mirip dengan reaksi pinacol. Akan tetapi, ada dua kerugian menggunakan prosedur ini di dalam sintesis. Pertama, keton tak simetris memberikan campuran dua produk; dan kedua, terbentuk epoksida sebagai produk samping, dan kadang dalam beberapa kasus epoksida ini justru menjadi produk utama. O - N2
R R
R
O
R
N N
112
Reaksi ini harus dijalankan pada suhu yang sangat rendah karena reaktivitas siklopropana sangat tinggi, kalau tidak demikian maka siklopropanon bereaksi dengan diazometana membentuk siklobutanon. Diazometana dapat diperoleh secara in situ melalui pengolahan N-metilN-nitrosotoluen-p-sulfoamida dengan basa.
2. Reaksi diazometana dengan klorida asam menghasilkan diazoketon yang mana pada pemanasan di dalam adanya perak oksida akan mengalami penataan ulang Wolff menghasilkan ketena.
Di dalam reaksi ini, diazometana yang digunakan harus berlebih untuk meminimalkan pembentukan produk alternatif (RCOCH2Cl). Ketika penataan ulang dijalankan di dalam adanya air atau alkohol, ketena langsung terkonversi menjadi asam atau ester.
113
Keseluruhan proses ini (sintesis Arndt – Eistert) memberikan metode konversi suatu asam RCO2H menjadi RCH2CO2H dalam tiga langkah dengan rendamen total sekitar 50-80%. (v) Penataan ulang alkana. Rantai karbon jenuh menjalani penataan ulang ketika dipanaskan dengan dengan asam Lewis di dalam adanya sejumlah katalis halida organik. Penataan ulang terjadi melalui karbokation yang terbentuk dari halida yang kemudian mengabstraksi ion hidrida dari alkana.
Di dalam sistem asiklik, produk yang diperoleh merupakan campuran yang kompleks karena energi bebas isomer hidrokarbon asiklik hanya sedikit berbeda. Akan tetapi di dalam sistem siklik yang tegang, perbedaan energi bebas menjadi relatif besar akibat terjadinya pembebasan dari ketegangan cincin. Sebagai contoh, isomerisasi metilsiklopentana menghasilkan siklohekasana; tidak ada etil- atau dimetilsiklobutana.
(b) Perpindahan halogen, oksigen, belerang, dan nitrogen Suatu atom X yang memiliki pasangan elektron bebas di dalam sistem X-CC-Y dapat membantu heterolisis ikatan C-Y dengan cara yang sama dengan yang dilakukan gugus fenil.
114
Di dalam sistem simetris seperti Et-S-CH2CH2Cl tidak terjadi penataan ulang karena setiap serangan nukleofil kepada masing-masing atom karbon jembatan keduanya mengarah kepada produk yang sama; akan tetapi di dalam sistem tak-simetris, serangan tersebut memberikan produk yang berbeda, salah satunya adalah produk penataan ulang.
Berikut ini adalah contoh-contoh reaksi tersebut.
115
Kation jembatan dapat dibentuk melalui protonasi ikatan tak jenuh seperti di dalam penataan ulang alkohol α-asetilenat (penataan ulang Rupe). Sebagai contoh,
Gugus asetoksi tetangga membantu solvolisis melalui pembentukan ion asetoksinium beranggota-lima.
Ion siklik kemudian terbuka oleh reaksi dengan nukleofil. Reaksi dengan air terjadi pada atom karbon asetoksi menghasilkan cis-hidroksiasetat, sedangkan reaksi dengan ion asetat pada karbon alkil sebagaimana reaksi SN2 menghasilkan transdiasetat.
116
6.3 Penataan Ulang Ke Nitrogen Kekurangan Elektron (a) Penataan ulang Hofmann, Curtius, Schmidt, dan Lossen Ada satu kelompok penataan ulang yang sangat dekat hubungannya dengan perpindahan karbon dari karbon ke nitrogen. Penataan ulang ini secara umum dinyatakan sebagai berikut,
dengan R adalah gugus alkil atau aril dan –X adalah gugus-pergi boleh –Br (penataan ulang Hofmann), ─N+≡N (penataan ulang Curtius dan Schmidt), dan ─OCOR (penataan Lossen). Di dalam masing-masing reaksi tersebut, jika karbon alkil yang berpindah adalah asimetris maka terjadi pertahanan konfigurasi. (i) Penataan ulang. Ketika suatu amida asam karboksilat diolah dengan natrium hipobromit, atau bromin di dalam alkali maka senyawa N-bromoamida yang terbentuk dan bereaksi dengan basa menghasilkan basa konjugasi di mana penataan ulang terjadi menghasilkan isosianat. Akan tetapi reaksi ini secara normal dijalankan di dalam larutan berair atau beralkohol di mana pada kondisi ini suatu isosianat terkonversi menjadi amina atau uretan.
117
Penataan ulang memberikan jalur yang efisien untuk pembuatan amina alifatik dan aromatik primer. Sebagai contoh, β-alanin dapat diperoleh dengan rendamen 45% melalui pengolahan suksinat dengan bromin dan larutan kalium hidroksida. O
O OHNH
NH2
Br2-KOH
CO2-
NH2 CO2-
O
Dengan cara yang sama, asam antranilat dapat diperoleh dari ftalamida dengan 85%.
Sebuah contoh yang sangat berguna adalah reaksi pembuatan β-aminopiridin (60-70%) dari nikotinamida yang diperoleh dari alam. Senyawa tersebut tidak dapat diperoleh dari nitrasi piridin dengan rendamen yang baik.
(ii) Penataan Curtius.
Azida asam
terkomposisi oleh pemanasan
menghasilkan isosianat.
Isosianat tersebut dapat diisolasi dengan cara menjalankan reaksi di dalam media aprotik seperti kloroform, tapi biasanya reaksi menggunakan pelarut beralkohol; dan pelarut tersebut bereaksi dengan isosianat membentuk uretan. Hidrolisis uretan dengan asam yang kemudian mengalami dekarboksilasi menghasilkan amina.
118
Penataan ulang Curtius telah digunakan untuk mensintesis asam α-amino. Sebagai contoh,
(iii) Reaksi Schmidt. Asam karboksilat bereaksi dengan asam hidrazoat di dalam adanya asam sulfat pekat menghasilkan isosianat. Reaksi terjadi melalui azida asam; tapi di dalam kondisi asam yang kuat, azida asam tersebut berada sebagai asam konjugasi di mana nitrogen dilepaskan tanpa pemanasan.
Azida asam dibuat dari klorida asam melalui pengolahan dengan natrium azida,
dan dari ester dibuat dengan cara mengolah dengan hidrazin diikuti dengan asam nitrit,
119
(iv) Penataan Ulang Lossen. Reaksi ini berbeda dengan penataan ulang Hofmann hanya di dalam hal gugus-pergi, yaitu: anion karboksilat; sedangkan di dalam penataan ulang Hofmann adalah anion bromida. Starting material-nya adalah ester dari asam hidroksamat. O
O R
NH OH
R'COCl
R
NH O
OH-
R'
O R
O
R'
H2O N
R'
O
O
R
-RCO2-
N
N O
O
O
R
RNH2
+
CO2
C O
(b) Penataan Ulang Beckmann Di dalam kondisi asam, oksim mengalami penataan ulang menghasilkan amida tersubstitusi.
Penataan ulang Beckmann adalah stereospesifik, gugus trans terhadap gugus-pergi yang berpindah. Sebagai contoh, asetofenon oksim yang secara sterokimia diperlihatkan seperti berikut hanya menghasilkan asetanilida.
120
Jika atom karbon gugus yang berpindah adalah asimetris maka gugus tersebut mempertahankan konfigurasinya.
6.4 Penataan Ulang Ke Oksigen Kekurangan Elektron Penataan ulang yang paling umum dari jenis ini adalah reaksi Baeyer-Villiger di mana keton dikonversi menjadi ester, dan keton siklik diubah menjadi lakton melalui pengolahan dengan asam peroksida. Mekanismenya sangat dekat dengan mekanisme penataan ulang pinacol, yaitu nukleofil peroksida menyerang gugus karbonil menghasilkan suatu spesies-antara yang tertata ulang melepaskan anion asam. R
O O R'
R
O
O R
R
O
O
-H
O H
+
-R'CO2O
R'
R
R O O
Di dalam keton asimetris, gugus yang berpindah adalah gugus yang lebih mampu mensuplai elektron. Seperti halnya di dalam penataan ulang WagnerMeerwien, kemudahan alkil berpindah adalah: tersier > sekunder > primer > metil. Sebagai contoh, pinacolon meberikan t-butil asetat.
Urutan kemudahan gugus aril berpindah adalah p-metoksifenil > p-tolil > fenil > pklorofenil. Gugus aril lebih mudah berpindah daripada gugus alkil primer, dan jika gugus aril mengandung substituen pendorong elektron maka akan lebih mudah berpindah daripada alkil sekunder dan tersier. Keton siklik menjalani perluasan cincin ketika diolah dengan peroksida. Sebagai contoh, siloheksanon memberikan kaprolakton.
121
Reaksi Dakin. Benzaldehida yang mengandung gugus orto- dan para-hidroksil masing-masing terkonversi menjadi katekol dan kuinol.
6.5 Penataan Ulang Ke Karbon Kaya Elektron Kelompok penataan ulang ini belum dipelajari secara intensif, dan kurang penting di dalam sintesis daripada penataan ulang ke karbon yang kekurangan elektron. Contoh yang telah dikenal adalah jenis:
di dalam reaksi ini, gugus R berpindah dari X ke C. (i) Penataan ulang Steven. Ion amonium yang mengandung atom hidrogenβ mengalami eliminasi E2 (Hofmann) dengan basa. Sebagai contoh,
Akan tetapi, jika tidak ada gugus alkil yang memiliki hidrogen-β namun ada satu gugus yang memilki karbonil maka satu hidrogen-α akan dilepaskan oleh basa menghasilkan suatu ylide (suatu spesies di dalam mana atom-atom yang berdampingan memuat muatan formal yang berlawanan). Sebagai contoh,
122
Kemudian terjadi pentaan ulang:
Ph Ph Ph
Me
N Me
Ph N
Me
Ketidakberadaan
O
gugus
Me
karbonil-β
maka
hidrogen-α
O
cukup
lemah
keasamannya untuk dapat dipengaruhi oleh ion hidroksida. Basa yang kuat seperti ion amida di dalam amoniak akan efektif membangkitkan karbanion yang dapat menyebabkan penataan ulang, akan tetapi penataan ulang yang terjadi adalah pergeseran-[1,2], penataan ulang sigmatropik-[3,2] (penataan ulang Sommelet).
(ii) Penataan ulang Wittig. Benzil dan alil eter mengalami penataan ulang terkatalis basa yang analog dengan penatan ulang Steven. Karbanion benzilik atau alilik dihasilkan oleh basa kuat seperti ion amida atau fenillitium, dan kemudian karbon berpindah mengarah kepada oksianion yang lebih stabil.
(iii)
Penataan ulang Favorskii. Keton-α-halo bereaksi dengan basa
menghasilkan enolat yang tertata ulang melalui siklopropanon menjadi ester.
123
Arah pembukaan cincin ditentukan oleh karbanion mana yang lebih stabil dari dua karbanion yang mungkin. Sebagai contoh, Cl Ph O
Ph
Ph MeO
MeO - HCl Cl
O
OMe
O Me
Ph MeOH CO2Me
O Ph
CO2Me Ph
Penataan ulang dapat digunakan untuk memperkecil cincin istem siklik. Sebagai contoh, 2-klorosikloheksanon dan ion metoksida menghasilkan metil siklopentanakarboksilat dengan rendamen 60%.
6.6 Penataan Ulang Aromatik Ada sejumlah tipe penataan ulang yang terjadi di dalam senyawa aromatik.
124
Unsur X yang paling umum adalah nitrogen dan di dalam beberapa kasus adalah oksigen. Perindahan antarmolekul dan intramolekul juga dikenal di dalam reaksi ini. (a) Perpindahan antarmolekul dari nitrogen ke karbon Ada bebarapa turunan anilina yang mengalami penataan ulang pada pengolahan dengan asam. Di dalam contoh berikut, asam konjugasi amina megeliminasi spesies elektrofil kemudian beraksi dengan posisi orto dan para aktif amina. (i) N-Haloanilida. Sebagai contoh, N-kloroasetanilida dan asam hidroklorida menghasilkan campuran o- dan p-kloroasetanilida dalam perbandingan yang sama sebagai hasil klorinasi langsung asetanilida.
(ii)
N-Alkil-N-nitrosoanilina.
Ion nitrosonium dilepaskan dari asam
konjugasi amina dan menitrosasi atom karbon inti.
(iii) N-Arilazoanilina. Kation arildiazonium terbentuk dan diperpasangkan, terutama pada atom karbon para.
125
(iv) N-Alkilanilina. Mekanisme penataan ulang garam amina sama dengan mekanisme di atas, meskipun di dalam hal ini perlu pada suhu tinggi (250-300°C).
(v)
N-Arilhidroksilamina.
Penataan
ulang
arilhidroksilamina
menjadi
aminofenol secara mekanismtik berbeda dengan penataan ulang sebelumnya. Asam konjugasi hidroksilamina mengalami serangan nukleofilik oleh pelarut. Sebagai contoh,
Ketika alkohol digunakan sebagai pelarut maka yang terbentuk adalah senyawa palkoksi. (b) Perpindahan antarmolekul dari oksigen ke karbon Reaksi yang umum dari penataan ulang jenis ini adalah Penataan ulang Fries di mana aril ester diolah dengan asam Lewis menghasilkan orto dan para hidroksi-
126
keton. Kompleks antara ester dengan asam Lewis melepaskan ion asilium yang mensubstitusi posisi orto dan para sebagaiman di dalam asilasi Friedel-Crafts.
Sebagai contoh, pengolahan fenil propionat dengan aluminium pada 130°C menghasilkan isomer o-propiofenol 35% dan isomer-para 45-50%. (c) Perpindahan intramolekul dari nitrogen ke karbon Mekanisme reaksi ini belum diketahui sepenuhnya, meskipun diketahui di dalam setiap hal yang mana gugus berpindah tidak terlepas dari sistem aromatik selama penataan ulang. (i) Fenilnitramina. Senyawa ini tertata ulang pada pemanasan bersama asam menghasilkan turunan o-nitro sebagai produk utama. Sebagai contoh,
(ii)
Asam fenilsulfamat.
Senyawa ini tertata ulang pada pemanasan
menghasilkan turunan asam o-sulfonat sebagai produk utama. Sebagai contoh,
127
(iii) Hidrazobenzena. Reaksi ini menghasilkan benzidin pada pemanasan di dalam pengolahan dengan asam. Sebagai contoh,
Ada fakta bahwa senyawa-4,4’ terbentuk melalui penataan ulang sigmatrofik[5,5], tapi mekanisme terbentuk senyawa-2,4’ belum diketahui.
(d) Perpindahan intramolekul dari oksigen ke karbon Penataan ulang Claisen aril alil eter menjadi alilfenol adalah reaksi sigmatrofik-[1,3]. Sebagai contoh, OH
O MeO
MeO panas
128
6.7 Penutup Untuk menguji prestasi mahasiswa setelah mempelajari Bab ini maka pada Sub-bab 6.7 bagian (a) berikut ini diberikan contoh-contoh latihan yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran bab ini. Untuk memberikan jawaban yang benar, pada Sub-bab 6.7 bagian (b) diberikan umpan balik di mana bagian mana mahasiswa harus memdalami jawaban soal yang bersangkutan. (a) Soal tes formatif Tuliskan struktur produk yang diharapkan reaksi berikut, dan tuliskan pula mekanisme reaksinya:
129
(b) Umpan balik Setelah mengerjakan soal-soal latihan di atas, namun mahasiswa belum bisa menjawab dengan benar maka disarankan untuk mengikuti instruksi berikut: 1. Untuk menjawab soal nomor 1 dengan benar, disarankan agar mahasiswa membaca kembali Sub-bab 6.2, bagian (a), sub-bagian (iv). 2. Untuk menjawab soal nomor 2 dengan benar, disarankan agar mahasiswa membaca kembali Sub-bab 6.2, bagian (a), sub-bagian (ii). 3. Untuk menjawab soal nomor 3 dengan benar, disarankan agar mahasiswa membaca kembali Sub-bab 6.2, bagian (a), sub-bagian (i). 4. Untuk menjawab soal nomor 4 dengan benar, disarankan agar mahasiswa membaca kembali Sub-bab 6.2, bagian (a), sub-bagian (iii). 5. Untuk menjawab soal nomor 5 dengan benar, disarankan agar mahasiswa membaca kembali Sub-bab 6.2, bagian (b). 6. Untuk menjawab soal nomor 5 dengan benar, disarankan agar mahasiswa membaca kembali Sub-bab 6.2, bagian (a) sub-bagian (i).
Daftar Pustaka Carruthers, W. and Coldham, I., 2004, Modern Methods of Organic Synthesis, 4th Edition, Cambridge University Press, New York Norman, R.O.C and Coxon, J.M., 1993, Principles of Organic Synthesis, 3rd Edition, Alden Press, Oxford Zweifel, G.S and Nantz, M.H, 2007, Modern Organic Synthesis: An Introduction, 1st Edition, W.H. Freeman and Company, New York.
130
Senarai Istilah dan Artinya
Istilah
Arti
Anchimeric assistance
Partisipasi gugus tetangga di dalam tahap penentu kecepatan reaksi.
Penataan ulang sigmatrofik
Penataan ulang yang mengandung perpindahan ikatan σ (sebenarnya adalah elektron σ), dan gugus yang terikat pada ikatan ini berpindah dari satu posisi di dalam suatu rantai atau cincin ke posisi baru di dalam rantai atau cincin.
Solvolisis
Suatu substitusi nukleofilik di mana pelarut bertindak sebagai pereaksi penyerang.
131
BAB 7 OKSIDASI
7.1 Pendahuluan Ada perbedaan utama tentang teknik oksidasi yang digunakan di dalam laboratorium dengan proses berskala besar di dalam industri. Di dalam laboratorium, molekul polifungsi yang rumit kerap kali dilibatkan, memerlukan pereaksi regiaoselektif dan/atau stereoselektif dan banyak di antara pereaksi-pereaksi tersebut berharga mahal, dan biasanya menghindari penggunaan suhu tinggi. Di dalam proses industri, senyawa yang digunakan relatif sederhana dan kerapkali melibatkan kondisi yang keras, lebih mementingkan biaya yang murah. Udara adalah agen pengoksidasi alami industri sebagaimana di dalam konversi isopropanol menjadi aseton, propilena menjadi propenal, dan naftalena menjadi anhidrida fatalat yang masing-masing terjadi di atas permukaan katalis logam oksida pada suhu tinggi. Oksidasi secara bakterial juga digunakan secara industri. Sebagai contoh, acetobacter suboxydans adalah pereaksi terbaik untuk oksidasi spesifik karbon-C2 Dglusitol di dalam produksi vitamin C (asam L-askorbat) dari glukosa.
132
Metode bakterial dan enzimatik dengan cepat terbukti menjadi alat yang kuat untuk oksidasi selektif di dalam laboratorium. Bab ini disusun menurut jenis sistem yang akan teroksidasi sehingga kapan saja diperlukan suatu metode tertentu maka dapat dengan mudah didapatkan, sifatsifat agen pengoksidasi tidak dikumpulkan bersama-sama. 7.2 Hidrokarbon (a) Ikatan rangkap alkena (i)
Epoksidasi. Alkena bereaksi dengan peroksida asam menghasilkan
epoksisa. Reaksi ini biasanya dinyatakan sebagai berikut,
Akan tetapi pernyataan tersebut tidak mencerminkan fakta bahwa gugus pengusirelektron di dalam alkena akan meningkatkan reaktivitasnya (sebagai contoh: RCH=CHR ~ R2C=CH2 > RCH=CH2 > CH2=CH2), seperti juga halnya gugus penarik elektron terhadap peroksiasam. Karakteristik reaksi ini adalah:
Reaksi ini adalah regioselektif terhadap ikatan rangkap yang lebih kaya elektron bilamana terdapat lebih daripada satu ikatan rangkap. Sebagai contoh,
133
Sebagaimana diharapkan dari mekanisme di atas, reaksi ini adalah stereospesifik. Sebagai contoh, cis-2-butena hanya menghasilkan produk cis.
Alkena siklik diserang terutama dari sisi yang kurang terlindungi. Sebagai contoh,
Peroksida dapat dibuat secara in situ dari asam induk dengan hidrogen peroksida. Akan tetapi, umumnya lebih disukai menggunakan bahan yang sudah tersedia secara komersial. Kebanyakan peroksida yang digunakan dan memberikan rendamen yang baik adalah asam m-kloroperoksibenzoat, tapi atas pertimbangan keamanan maka penggunaan senyawa tersebut digantikan oleh garam magnesium asam monoperoksiftalat. Senyawa karbonil α,β-tak-jenuh. Senyawa-senyawa karbonil α,β-tak-jenuh dapat diepoksidasi dengan larutan basa hidrogen peroksida. Adisi nukleofilik HO2- ke dalam gugus C=C difasilitasi oleh gugus C=O.
Epoksidasi enantioselektif: Reaksi Shapless. Alkohol alilik memberikan satu enantiomer sebagai hasil utama bila diepoksidasi dengan t-butilhidroperoksida di dalam adanya Ti(OCHMe2)4 dan senyawa dihidroksi kiral seperti (2R,3R)-dietil tatrat. Sebagai contoh,
134
Reaksi epoksida. Nilai epoksida terletak pada bervariasinya jalan sintesis yang tersedia untuk membuka cincinnya yang tegang. (1) Reduksi (litium aluminium hidrida) menghasilkan alkohol.
(2) Pengolahan dengan asam Lewis menghasilkan senyawa karbonil.
(3) Pengolahan dengan dimetil sulfoksida menghasilkan α-keto.
(4) Hidrolisis menghasilkan 1,2-diol. Hidrolisis dapat menggunakan kondisi asam atau basa.
135
Nukleofil lemah lain seperti alkohol dan ion bromida juga efektif apabila reaktivitas epoksida ditingkatkan melalui protonasi.
(ii)
Pembentukan diol. Ada tiga metode yang dapat digunakan untuk
mengkonversi langsung alkena menjadi diol. 1. Osmiun tetraoksida. Adisi alkena ke osmium tetraoksida di dalam eter menyebabkan pengendapan ester siklik osmat. Pridina yang mana dapat membentuk kompleks dengan atom osmium di dalam ester sering ditambahkan sebagai katalis. Kemudian ester dihidrolisis (umumnya menggunakan natrium sulfit berair) menghasilkan cis-1,2-diol.
Seperti halnya dengan sifatnya sebagai stereospesifik-syn, karakteristik lain yang dimiliki pereaksi ini sama dengan yang diperlihatkan oleh epoksida, yaitu (1) bilamana terdapat lebih daripada satu ikatan rangkap, pereaksi ini kebanyakan bereaksi dengan ikatan rangkap yang lebih kaya elektron sehingga dapat digunakan secara regioselektif; dan (2) menyerang sistem siklik dari arah yang kurang terlindungi. 2.
Kalium permanganat bereaksi dengan alkena dengan cara yang mirip
dengan osmium tetraoksida.
Normalnya, pereaksi ini digunakan di dalam larutan berair di mana senyawa organik tidak larut atau terdispersi, sehingga kadang menggunakan pelarut tambahan (biasanya t-butanol atau asam asetat).
136
3. Iodin-perak asetat (“basah”). Metode ini juga menghasilkan cis-diol. Alkena diolah dengan iodin di dalam larutan asam asetat dengan adanya perak asetat.
(iii) Pemutusan ikatan rangkap dua 1.
Ozonolisis. Ozon sebagai sebuah elektrofil bereaksi dengan alkena
membentuk ozonida primer yang mana tertata ulang melalui spesies-antara zwitterion menjadi ozonida yang dapat diisolasi.
Solvolisis langsung terhadap ozonida menghasilkan keton dan/atau asam, tergantung pada struktur alkenanya. Sebagai contoh,
137
Alkuna juga teroksidasi oleh ozon tetapi umumnya kecepatan reaksinya hanya seperseribu kali daripada kecepatan reaksi ozonolisis alkena. Reaksi dengan alkuna menghasilkan asam karboksilat bersama sejumlah kecil senyawa α-dikarbonil. O O3 R
C
C
R' R
R
R'
O
H2O
O
O
O
O
O
R'
O +
R
OH
HO
R'
2. Pereaksi Lemieux. Pereaksi ini terdiri atas larutan berair encer natrium periodat dengan sejumlah katalis kalium permanganat dan oksium tetraoksida. Pada awalnya alkena dioksidasi menjadi cis-diol yang kemudian diuraikan oleh periodat menghasilkan aldehida dan/atau keton. Selanjutnya, pereaksi permanganat mengoksidasi produk aldehid menjadi asam karboksilat. Reaksi ini cepat pada suhu kamar dan selektif terhadap alkena. Sebagai contoh,
3.
Kromium(VI) oksida. Pemutusan ikatan C=C dengan krom oksida
berkompetisi dengan oksidasi ikatan C─H alilik. Sebagai contoh, sikloheksena menghasilkan campuran 3-sikloheksanon dengan asam adipat.
Penggunaan media sedikit berair lebih menyukai proses pemutusan ikatan, sedangkan media ahidrus seperti asam asetat glasial lebih menyukai oksidasi alilik.
138
(b) Cincin aromatik Oksidasi cincin aromatik tak-tersubstitusi yang mengakibatkan hilangnya energi kestabilan memerlukan kondisi yang keras. Reaksi dapat menghasilkan pemecahan cincin atau pembentukan kuinon. Penggunaan ozon di dalam hal ini menyebabkan pemecahan cincin. Sebagai contoh,
Suatu metode industri yang jauh lebih murah daripada ozonolisis adalah menggunakan oksidasi udara di atas permukaan katalis vanadium pentoksida pada suhu 400-500°C. Sebagai contoh,
Reaksi seperti di atas dapat pula menggunakan kromiun(VI) oksida. Sebagai contoh, kuinolin dioksidasi oleh kromiun(VI) oksida menjadi asam piridin-2,3-
139
dikarboksilat yang mana produk ini akan melepaskan substituen-2-karboksi pada pemanasan, dan reaksi ini memberikan jalan yang mudah menuju asam nikotinat.
Kromium(VI) oksida juga dapat mengarah kepada produk tanpa pembukaan cincin. Sebagai contoh, reaksi kromium(VI) oksida dengan naftalena di dalam larutan asam asetat pada suhu kamar menghasilkan 1,4-naftokuinon dengan rendamen sebesar 20%.
Cincin aromatik fenol sangat rentan terhadap oksidasi oleh oksidan satuelektron. Lepasnya atom hidrogen menghasilkan delokalisasi radikal ariloksi.
Nasib radikal tersebut tergantung pada struktur fenol. Difenol dapat terbentuk dari radikal tersebut, seperti di dalam oksidasi 2-naftol dengan ion besi(III).
140
Reaksi oksidasi dengan Fe3+ berikutnya dapat menghasilkan kuionon. Sebagai contoh,
Amina aromatik juga sensitif terhadap oksidasi dan menjadi berwarna gelap di dalam udara. Analina teroksidasi oleh dikromat menjadi p-benzokuinon dengan rendamen 60%.
Secara industri, anilina dioksidasi menjadi benzokuinon dengan menggunakan mangan oksida dan asam sulfat. Fenol orto- dan para-dihidrat mudah teroksidasi menjadi kuinon oleh oksidan satu-elektron. Reaksi terjadi melalui delokalisasi radikal semikuinon. Sebagai contoh,
o-Benzokuinon dapat dibuat dengan cara oksidasi katekol menggunakan perak oksida yang disuspensikan di dalam eter, dan ditambahi nantrium sulfat sebagai agen
141
pendehidrasi karena kuinon sangat cepat diserang oleh air (adisi ke dalam sistem karbonil α,β-tak jenuh).
Aminofenol yang serupa bereaksi dengan cara yang sama.
(c) Gugus C─H jenuh (i) Sistem alilik dan benzilik. Kestabilan sebanding antara radikal alil dan benzil. Sebagai contoh,
Sistem alilik dan benzilik rentan terhadap oksidasi melalui reaksi radikal bebas. Oksidasi menjadi alkohol. Toluena dapat dioksidasi menjadi benzil alkohol dengan belerang klorida di dalam adanya inisiator radikal seperti peroksida diikuti dengan hidrolisis benzil klorida.
Metode yang diterapkan secara luas untuk sistem alil adalah menggunakan selenium oksida.
142
Pelibatan t-butil hidroperoksida untuk reoksidasi Se(OH)2, selenium dioksida dapat digunakan dalam jumlah katalitik. Oksidasi menjadi aldehida. Salah satu contoh yang penting secara komersial adalah oksidasi propilena menjadi propenal (CH2=CH─CHO) di atas tembaga(II) oksida pada suhu 300-400°C. Suatu metode hasil pengembangan melibatkan oksidasi udara terhadap propilena di dalam adanya amoniak di atas katalis (contoh, bismut molibdat) menghasilkan propenal sebagai produk awal dan bereaksi lebih lanjut.
Proses ini telah mengganti metode pembuatan akrilonitril dari asetilen dengan hidrogen sianida. Ada tiga metode yang tersedia untuk oksidasi selektif ArCH3 menjadi ArCHO. (1) Dengan kromil klorida (reaksi Etard). Larutan kromil klorida di dalam karbon disulfida ditambahkan secara secara hati-hati ke senyawa benzilik pada suhu 2545°C, dan kompleks warna coklat yang terpisah didekomposisi dengan air menghasilkan aldehida dan asam kromat(VI). Sebagai contoh,
CHO
Me 1) CrO2Cl2 / CS2 2) H2O
Me
Me 75%
Aldehida tersebut harus dipisahkan dengan cepat dengan cara distilasi atau ekstraksi untuk mencegah oksidasi lebih lanjut. (2) Dengan kromium(VI) oksida di dalam anhidrida asetat. Oksidasi dilakukan dengan kromium(VI) oksida di dalam campuran anhidrida asetat, asam asetat, dan asam sulfat pada suhu rendah. Sesaat terbentuk, aldehida dikonversi menjadi 1,1diasetat-nya yang stabil terhadap oksidasi. Senyawa ini diisolasi dan dikonversi lagi menjadi aldehida melalui hidrolisis asam. Sebagai contoh,
143
(3) Dengan p-nitrosodimetilanilin. Senyawa benzilik diolah dengan p-nitrosodimetilanilin, dan imina yang dihasilkan selanjutnya dihidrolisis. Metode ini hanya diterapkan untuk senyawa-senyawa yang gugus metilnya teraktivasi dengan kuat. Sebagai contoh, 2,4-dinitrotoluena.
Oksidasi menjadi asam karboksilat. Gugus metil pada cincin aromatik dapat dioksidasi dengan kromiun(VI) oksida, permanaganat, atau asam nitrat. Sebagai contoh, permanganat encer mengoksidasi o-klorotoluena menjadi asam oklorobenzoat dengan rendamen 65%.
Asam nitrat pekat mengoksidasi o-ksilena menjadi asam o-toluat dengan rendamen 54%.
Substituen pada gugus metil juga dipindahkan pada kondisi ini. Sebagai contoh, nikotin dioksidasi oleh asam nitrat pekat pada suhu 70°C menjadi asam nikotinat.
144
(ii) Sistem ─CH2─CO─. Gugus metilen yang berdampingan dengan karbonil dapat dioksidasi menjadi karbonil melalui dua cara. 1. Melalui oksim. Gugus metilen diaktivasi oleh gugus karbonil terhadap reaksi dengan nitrit organik di dalam adanya asam atau basa. Senyawa nitroso yang dihasilkan bertautomerisasi menjadi oksim yang dapat dihidrolisi menjadi senyawa αdikarbonil.
2. Dengan selenium dioksida (reaksi Riley). Reaksi ini terjadi dengan cara seperti berikut ini.
145
Sebagai, kamfor bereaksi di dalam anhidrida asetat yang refluks menghasilkan kamforkuinon dengan rendamen 95%,
dan aseton fenon bereaksi di dalam dioksan menghasilkan fenilglioksal dengan rendamen sekitar 70%.
(iii) Sistem ─CH2─CH2─CO─ dan sistem lain yang terkait. Dehidrogenasi menghasilkan senyawa karbonil α,β-tak-jenuh dapat dilakukan dengan menggunakan brominasi terkatalis-asam diikuti dengan dehidrobrominasi terkatalis-basa.
(iv) C─H tidak teraktifkan. Oksidasi selektif gugus C─H tak teraktifkan di dalam suatu molekul yang memiliki pusat alternatif untuk diserang dilakukan dengan menggunakan pereaksi di mana C─H bereaksi melalui mekanisme radikal yang relatif tidak spesifik. Akan tetapi, selektivitas diperoleh di dalam dua keadaan. Pertama, Pada radikal bebas yang kurang reaktif, seperti atom bromin maka diskriminasi menjadi lebih tajam, reaksi lebih menyukai terjadi pada C─H tersier daripada primer dan sekunder. Oksidasi C─H menjadi C─OH kadang kala dapat dicapai secara langsung dengan menggunakan permanganat alkalin, dan reaksi terjadi dengan mempertahankan konfigurasi.
146
Kedua, abstraksi radikal bebas intramolekul; reaksi secara spesifik terjadi melalui keadaan transisi beranggota-enam sehingga memungkinkan oksidasi selektif pada ikatan CH-δ.
N O
H
H
H
H
R
H
R
O
O
R
OH
NO
NO
OH
O N
H
(v)
N
R OH
OH
R
H3O+
O
R
OH
Aromatisasi. Senyawa alilik yang merupakan produk reduksi sistem
aromatik dapat didehidrogenasi aromatik melalui tiga cara. 1. Menggunakan belerang atau selenium. Reaksi terjadi dengan belerang pada 200°C dan dengan selenium pada sekitar 250°C. Hidrogen dilepaskan sebagai hidrogen sulfida atau hidrogen selenida. Penataan ulang kerangka dapat terjadi dan atom karbon dapat pula dipindahkan; khususnya metil pada sudut yang terdegredasi.
147
2. Secara katalitik. Cincin alisiklik yang mengandung beberapa karbon tak-jenuh dapat dihidrogenasi di atas permukaan katalis di mana hidrogenenasi berhasil dilakukan. Katalis yang umum digunakan adalah paladium di atas arang atau asbes. Kondisi yang terapkan untuk reaksi ini jauh lebih lunak daripada penggunaan selenium, dan prosedur diterapkan secara luas. Sebagai contoh,
3. Menggunakan kuinon. Cincin alisklik tak jenuh parsial teroksidasi oleh kuinon melalui pemindahan ion hidrida.
7.3 Sistem yang Mengandung Oksigen (a) Alkohol primer (i)
Menjadi aldehida.
Oksidasi alkohol primer menjadi aldehida
menghadirkan kesulitan-kesulitan. Pertama, aldehida mudah terosidasi menjadi asam oleh banyak jenis pereaksi; dan kedua, di bawah kondisi asam, aldehida bereaksi dengan alkohol tak-bermuatan menghasilkan campuran kesetimbangan hemiastal yang mudah teroksidasi menjadi ester.
Secara mekanistik, satu prinsip umum yang digunakan adalah untuk sistem yang mengikat gugus elektrofil kuat (X) pada oksigen alkohol, maka H+ dan X- dapat tereliminasi.
148
Pendekatan kedua adalah menggunakan oksidan penerima hidrida.
-
+
1. Kromium(vi) oksida. Untuk aldehida bertitik didih rendah, prosedur oksidasi yang paling sederhana adalah menambahi larutan berasam kalium dikromat ke dalam alkohol secara pelan-pelan. Sebagai contoh,
Reaksi terjadi melalui ester kromat dengan keadaan-transisi siklik.
Rendamen aldehida dapat ditingkatkan dengan menggunakan kompleks CrO3 – 2C5H5N yang terbentuk melalui kromium(VI) oksida dengan piridina. Penambahan kromium(VI) oksida ke piridina dikikuti dengan alkohol, atau lebih baik lagi mengisolasi kompleks diikuti dengan oksidasi di dalam diklorometana. Sebagai contoh,
Metode ini sangat berguna untuk senyawa yang mengandung gugus yang sensitif terhadap asam atau gugus yang mudah teroksidasi (contoh, ikatan C=C). 2. Klorin. Klorin mengoksidasi dengan cara menerima ion hidrida dari alkohol.
149
Hidrogen klorida yang terbentuk dapat mengkatalis klorinasi ikatan C─H yang berdampingan dengan karbonil, jadi metode ini tidak cocok untuk pembentukan aldehida sederhana. Akan tetapi, ada sejumlah senyawa penting yang telah dibuat melalui oksidasi etanol dengan klorin.
3. Dimetil sulfoksida. Ada dua metode penggunaan dimetil sulfoksida. Sulfoksida diolah dengan suatu elektrofil untuk membentuk spesies yang aktif terhadap adisi alkohol ke atom belerang dan yang juga memiliki gugus pergi yang baik, atau alkohol yang teraktifkan melalui konversi menjadi tosilatnya yang siap bereaksi dengan sulfoksida. Di dalam masing-masing metode, ion alkoksisulnium
terbentuk
dan
mengalami
eliminasi
terkatalis-basa
menghasilkan senyawa karbonil. Metode pertama dapat digambarkan melalui reaksi dengan klorida asam.
Di dalam metode kedua (metode Kornblum’s), tosilat diolah dengan dimetil sulfoksida di dalam adanya natrium hidrogen karbonat pada suhu 150°C selama beberapa menit.
150
Senyawa benzilik yang lebih reaktif daripada turunan alkilnya terhadap nukleofil bereaksi pada suhu yang lebih rendah (100°C). α-Bromo-keton menjalani oksidasi langsung, meskipun ion bromida adalah gugus pergi yang tidak sebaik dengan toluena-p-sulfonat. Sebagai contoh,
4. Dehidrogenasi katalitik. Dehidrogenasi pada permukaan tembaga atau tembaga klorida terjadi pada suhu sekitar 300°C. Secara industri, perak digunakan
sebagai
katalis
untuk
memproduksi
folmaldehida
dan
asetaldehida.
Di dalam adanya oksigen, terjadi oksidasi jenis kedua.
(ii)
Menjadi asam karboksilat. Alkohol primer dapat dioksidasi secara
langsung dengan menggunakan pereaksi seperti asam kromat(VI), asam nitrat, dan kalium permanganat; tapi di dalam masing-masing reaksi ini terjadi reaksi samping dan biasanya mempunyai rendamen yang tidak tinggi. Sebagai contoh, asam kromat(VI) mendegradasi asam karboksilat menjadi molekul-molekul kecil, terutama menghasilkan asam asetat (dari gugus C-metil) dan karbon dioksida. Metode selektif juga tersedia, seperti metode yang menggunakan oksigen pada permukaan katalis platinium. Sebagai contoh, pentaeritol di dalam kondisi terkontrol (buffer natrium hidrogen karbonat, 35°C) menghasilkan asam trihidroksimetilasetat dengan rendamen 50%.
151
(b) Alkohol sekunder Oleh karena keton hanya teroksidasi pada kondisi yang keras (dengan memutuskan C─C), oksidasi alkohol sekunder menjadi keton tidak mendatangkan kesulitan seperti yang terjadi pada oksidasi alkohol primer menjadi aldehida. Ada tiga metode yang digunakan secara luas. (1) Krom oksida. Oksidasi alkohol berskala besar dengan kondisi keras dapat dilangsungkan dengan menggunakan pereaksi yang tidak mahal seperti natrium dikromat di dalam larutan berair asam asetat panas. Akan tetapi, kondisi yang lebih lunak yaitu pada suhu kamar atau dibawahnya kerapkali diperlukan, yaitu menggunakan piridium klorokromat di dalam diklorometana atau kromium trioksida di dalam larutan asam sulfat dan aseton berair. Penambahan dihentikan ketika warna kuning campuran telah permanen yang menunjukkan Cr(VI) telah berlebih. Melalui cara ini, over oksidasi dapat dicegah dan diperoleh rendamen di atas 90%. Teknik alternatif juga telah tersedia. Sebagai contoh, kekuatan oksidan meningkat melalui penggunaan asam asetat sebagai pelarut, dan kondisi yang lebih lembut lagi dapat diperoleh dengan menggunakan kromium(VI) oksida di dalam piridin. (2) Metode Oppernauer. Alkohol sekunder dan keton berkesetimbangan dengan keton dan alkohol sekunder yang sesuai oleh pemanasan di dalam adanya aluminium
t-butoksida. Penambahan aseton berlebih menyebabkan
kesetimbangan dipaksa berjalan ke kanan.
Metode ini spesifik untuk alkohol. Sebagai contoh, senyawa yang mengandung ikatan C=C atau gugus fenolik. 152
Salah kerugian metode ini adalah bahwa senyawa aluminium adalah basa dan dapat menyebabkan terjadinya pergeseran proton di dalam produk. Sebagai contoh, oksidasi kolesterol disertai dengan perpindahan ikatan rangkap C=C menghasilkan keton α,β-tak-jenuh.
(3) Dehidrogenasi katalitik. Seperti halnya alkohol primer, alkohol sekunder terdehidrogenasi ketika dilewatkan pada katalis tertentu yang panas. Sebagai contoh, aseton diperoleh secara industri melalui dehidrogenasi isopropanol di atas tembaga atau seng oksida pada 300°C. (c) Alkohol alilik Alkohol alilik teroksidasi menjadi senyawa karbonil α,β-tak-jenuh pada permukaan suspensi mangan dioksida di dalam pelarut inert seperti diklorometana.
Metode ini cocok juga untuk alkohol benzilik tetapi tidak untuk alkohol primer dan sekunder. Kuinon yang sangat berpotensi untuk digunakan mengoksidasi alkohol alilik, benzilik, dan propargilik (─C≡C─CH(OH)─). Reaksi terjadi melalui karbokation yang relatif stabil dan terbentuk melalui pelepasan ion hidrida.
153
Cl R
Cl R
H O R'
R
R'
R'
O OH
OH
OH Cl
Cl Cl
R
R'
-H
R
Cl
R' HO
+ OH
OH
O Cl
Cl
(d) Alkohol benzilik Ada beberapa proses spesifik yang telah dikembangkan. (1) Nitrogen dioksida (metode Field’s). Benzil alkohol primer dan sekunder bereaksi dengan dinitrogen peroksida di dalam kloroform pada 0°C. Sebagai contoh,
Reaksi terjadi melalui radikal dinitrogen dioksida dengan pembentukan dan dekomposisi senyawa hidroksinitro.
(2) Heksametilentetraamina (Reaksi Sommelet). Senyawa halida dari benzil alkohol diolah dengan heksametilentetramina, dan garam yang dihasilkan dihidrolisis
dengan
asam
asetat
berair
di
dalam
masih
adanya
heksametilentetramina sehingga menghasilkan aldehida.
154
Substituen penarik elektron menurunkan rendamen reaksi ini dan substituen orto menghalangi reaksi. Sebagai contoh, baik 2,4-dinitro- maupun 2,6dimetilbenzaldehida tidak dapat dibuat melalui reaksi ini. Reaksi ini melibatkan transfer ion hidrida. Pada penggunaan asam, garam benzil kuaterner dihidrolisis menjadi benzilamina, amoniak, dan formaldehida. Benzilamina mentransfer ion hidrida ke metilenimina (dari formaldehida dan amoniak) menghasilkan imina yang dihidrolisi menjadi aldehida aromatik.
(3) Reaksi Kröhnke. Benzil halida dikonversi menjadi garam piridium-nya dan kemudian dengan p-nitrosodimetilanilina dikonversi menjadi nitroso. Hidrolisis asam menghasilkan aldehida aromatik.
155
(e) 1,2-Diol Senyawa 1,2-diol dipecah oleh timbal tetraasetat, feniliodoso asetat, dan asam periodat atau natrium metaperiodat. Sebagai contoh, dibutil tartrat dan timbal tetraasetat menghasilkan butil glioksilat dengan rendamen lebih daripada 80%; OH CO2Bu
Pb(OAc)4
BuO2C
BuO2C
H
2
OH
O
serta 2,3-butandiol dan natrium periodat menghasilkan asetaldehida.
Normalnya, reaksi ini terjadi melalui oksidasi dua-elektron (Pb(IV) menjadi P(II) dan I(VII) menjadi I(V) di dalam spesies-antara siklik.
Timbal tetrasetat juga memberikan dampak bisdekarboksilasi terhadap asam suksinat.
156
(f) Aldehida Aldehida dapat dioksidasi menjadi asam menggunakan pereaksi yang keras seperti asam kromat(VI) dan permanganat.
Akan tetapi, kebanyakan kasus memerlukan kondisi yang lunak. Ada tiga metode yang tersedia untuk oksida dengan kondisi lunak. (1) Pereaksi Jone’s. Reaksi ini cepat terjadi pada suhu kamar. Reaksi diperkirakan terjadi melalui 1,1-diol. HO RCHO
+
H
HO
CrO3
O
H
H2O
O
Cr R
OH
R RCO2H
+
O
OH
CrO(OH)2
(2) Oksidasi Baeyer – Villiger. Di dalam spesies-antara yang terbentuk dengan peroksida, hidrogen berpindah sebagaimana halnya gugus alkil dan aril.
Kondisi ini kurang kuat keasamannya daripada pereaksi Jone’s. (3) Perak oksida. Jika kondisi asam harus dihindari maka perak oksida dapat digunakan. Sebagai contoh,
157
(g) Keton Ikatan C─CO di dalam keton dapat dioksidasi melalui tida cara. (1) Menggunakan asam nitrat atau larutan basa kalium permanganat. Kondisi yang kuat ini menghasilkan asam karboksilat. Reaksi terjadi melalui enol (larutan asam) atau enolat (larutan basa). Sebagai contoh,
Serangan dapat terjadi pada kedua sisi gugus karbonil (kecuali keton siklik) sehingga dapat diperoleh produk yang berupa campuran. Dengan keton siklik, rendamen yang diperoleh cukup baik. Sebagai contoh, sikloheksanol dioksidasi
dengan
asam
nitrat
50%
panas
melalui
sikloheksanon
menghasilkan asam adipat dengan rendamen 60%.
(2) Mengunakan halogen di dalam alkali. Metil keton dioksidasi dengan klorin, bromin, atau iodin di dalam larutan alkali menghasilkan asam dan haloform yang sesuai. Reaksi terjadi oleh halogenasi terkatalis-basa diikuti dengan eliminasi basa-konjugasi haloform.
158
Metode ini disediakan terutama untuk sintesis asam aromatik. Sebagai contoh, asetilasi naftalena di dalam larutan nitrobenzene menghasilkan β-asetilnaftalena yang mana dari senyawa tersebut akan diperoleh asam β-naftoat dengan rendamen reaksi sebesar 97% ketika diolah dengan klorin di dalam larutan natrium hidroksida pada suhu 55°C.
(3)
Menggunakan peroksida. Keton mengalami penataan ulang oksidatif dengan peroksiasam menghasilkan ester atau lakton. O
O R
R
R
R
O
(h) α-Ketol Sistem ini sangat mudah terosidasi menjadi senyawa α-dikarbonil. Oksidan satu-elektron di dalam larutan basa cukup efektif. Bagi enediolat yang terbentuk oleh basa dapat mendonorkan satu elektron kepada oksidan menghasilkan suatu radikal yang terdelokalisasi. Pelepasan elektron menyempurnakan reaksi oksidasi.
159
Sebagai contoh, tembaga sulfat di dalam piridina pada suhu 95°C mengoksidasi benzoin menjadi bezil dengan rendamen sebesar 86%.
(i) Asam: dekarboksilasi oksidatif Asam karboksilat mengalami dekarboksilasi oksidatif ketika dipanaskan dengan timbal tetraasetat di adalam adanya sejumlah katalis garam tembaga(II).
Reaksi diperkirakan terjadi melalui homolisis timbal karboksilat diikuti dengan oksidasi radikal yang dihasilkan dengan tembaga(II). Sebagai contoh,
Ion Tembaga(I) kemudian dioksidasi dengan timbal(IV) menjadi tembaga(II).
7.4 Sistem yang Mengandung Nitrogen (a) Amina primer Amina aromatik mengalami autooksidasi pada permukaan memberikan campuran produk yang kompleks. Sejumlah produk yang dimunculkan oleh oksidasi
160
amina aromatik menjadi senyawa nitroso dan nitro dikuti dengan kondensasi, sebagai contoh, ArNH2 → ArNO; ArNH2
ArNO → ArN=NAr. Pengulangan reaksi
+
menghasilkan amina hitam. Metode yang berguna secara sintetik adalah yang mempunyai selektivitas yang tinggi. Pereaksi yang paling behasil untuk keperluan itu adalah hidrogen peroksida dan peroksiasam. (1) Hidrogen peroksida mengkonversi amina alifatik menjadi aloksim. Sebagai contoh,
Melalui substitusi nukleofilik oleh amina pada peroksida:
R
O
NH2
H
H
N OH
OH R
O
OH R
-H2O N H
H2O2 -H2O
H
-H2O
OH R
N
Oksida senyawa aromatik menjadi senyawa nitroso umumnya dijalankan dengan menggunakan asam peroksidisulfurat (HO3S─O─O─SO3H. sebagai contoh,
Senyawa nitroso aromatik dapat juga dibuat dari hidroksilamina dengan cara mengoksidasi dengan dikromat pada suhu rendah. Sebagai contoh,
(2) Asam trifluoroperoksiasetat. Oksidan ini lebih kuat daripada hidrogen peroksida, mengkonversi secara langsung amina primer menjadi senyawa
161
nitro. Umumnya amina aromatik memberikan rendamen yang tinggi. Sebagai contoh, o-nitroanilina dioksidasi di dalam diklorometana refluks menjadi odinitrobenzena dengan rendamen sebesar 92%.
Akan tetapi dengan amina alifatik, asam trifluoroperoksiasetat memberikan rendamen rendah. Oksidan lain yang telah digunakan dan cukup berhasil adalah asam peroksiasetat. Sebagai contoh, 1-heksilamina dioksidasi dengan asam peroksiasetat menjadi senyawa nitro dengan rendamen 33%. (b) Amina sekunder Oksidasi dengan hidrogen peroksida menghasilkan hidroksilamina.
(c) Amina tersier Hidrogen peroksida mengkonversi amina tersier menjadi hidrat N-oksida-nya. N-oksida diperoleh melalui penangasan hidrat tersebut di dalam vakum.
(d) Hidrazin Hidrazin monosubstitusi bereaksi dengan oksidan satu-elektron seperti ion tembaga(II) dan besi(III) menghasilkan senyawa azo yang tidak stabil sehingga terdekomposisi dengan cara melepaskan nitrogen dan menghasilkan hidrokarbon. 2+ 2
2
Arilhidrazin
dioksidasi
oleh
oksidan
dua-elektron
klorin
dan
bromin
menghasilkan garam diazonium. Sebagai contoh,
162
Hidrazin N,N’-disubstitusi menghasilkan senyawa azo. Sebagai contoh, azobisisobutironitril dapat diperoleh dari aseton, hidrazin, dan sianida diikuti dengan oksidasi. Sebagai contoh, oksidasi dengan raksa(II) oksida.
Senyawa-azo dapat dioksidasi lebih lanjut menjadi senyawa azoksi di dalam kondisi yang lebih keras. Sebagai contoh,
(e) Hidrazon Hidrazon dioksidasi oleh raksa(II) oksida menjadi diazoalkana. Reaksi ini mengandung substituen aril dan memberikan produk yang cukup stabil untuk dapat diisolasi. Sebagai contoh, benzofenon hirdazon menghasilkan difenildiazometana dengan rendamen yang baik.
Diazoalkana yang hanya mengandung gugus tak-jenuh mudah terdekomposisi menjadi nitrogen dan produk turunan dari karben (R2CN2 → R2C: + N2). Reaksi ini
163
digunakan sebagai prosedur sintesis alkuna. Bishidrazon dari α-diketon dioksidasi dengan raksa(II) oksida menjadi senyawa bisdiazo tak-stabil yang mana kemudian terdekomposisi menjadi alkuna. Monohidrazon dari α-diketon di dalam kondisi ini menghasilkan keten. Sebagai contoh, pengolahan benzil monohidrazon dengan raksa(II) oksida menghasilkan senyawa diazo yang mengalami penataan ulang dan melepaskan nitrogen pada distilasi menghasilkan difenilketen.
7.5 Sistem yang Mengandung Belerang (a) Tiol Senyawa tiol teroksidasi pada belerang jauh sangat mudah dibanding dengan oksidasi pada karbon senyawa yang mengandung hidroksil. Hal ini disebabkan oleh rendahnya energi ikat S-H dibanding dengan O-H. (i) Oksidasi menjadi disulfida. Berbagai oksidan yang relatif lemah seperti hidrogen peroksida, ion (besi(III), dan iodin mengoksidasi tiol menjadi disulfida.
(ii)
Oksidasi menjadi sulfonil klorida. Tiol dioksidasi oleh klorin melalui
disulfida menjadi sulfenil klorida.
Dari sulfenil klorida dapat diturunkan asam sulfenat. Sebagai contoh,
164
(iii)
Oksidasi asam sulfonat. Pereaksi keras seperti asam nitrat dan
permanganat menghasilkan asam sulfonat, kemungkinan melalui asam sulfenat dan asam sulfinat yang mana mudah teroksidasi menjadi senyawa yang dapat diisolasi.
Asam sulfonat juga terbentuk oleh pengolahan timbal tiolat dengan asam nitrat.
(b) Sulfida Sulfida dapat dioksidasi menjadi sulfoksida dan sulfon. Sulfoksida diperoleh reaksi sulfida dengan dinitrogen tetroksida cair di dalam etanol yang didinginkan dengan karbondioksida padat. Oksidasi lebih lanjut tidak terjadi, dan produknya adalah anhidrus.
Oksidasi ini dapat juga dijalankan dengan menggunakan natrium metaperiodat sedikit berlebih pada 0°C dan dengan hidrogen peroksida namun metode ini menyebabkan oksidasi lebih lanjut menghasilkan sulfon. Kesensitifan yang sangat pada sulfida memerlukan pengolahan yang baik. Sebagai contoh, hanya pereaksi mangan dioksida yang mengoksidasi dialil sulfida menjadi dialil sulfoksida dengan rendamen memadai. Secara normal sulfon diperoleh dari sulfida dengan cara oksidasi dengan hidrogen peroksida di dalam air atau larutan asam asetat.
165
7.6 Sistem yang Mengandung Fosfor Karakteristik kimia fosfor dibanding dengan nitrogen adalah forfor trivalen mudah teroksidasi menjadi berbilangan oksidasi lima, dan P─O lebih stabil daripada N─O. Oksidasi pada fosfor terjadi pada kondisi yang lembut. Sebagai contoh,
7.7 Sistem yang Mengandung Iodin Atom iodin di dalam aril iodida dapat dioksidasi menjadi berbilangan oksidasi tiga dan lima. Sebagai contoh, iodobenzena bereaksi dengan klorin di dalam kloroform kering menghasilkan dikloroiodobenzena dengan rendamen 90%. Dikloroiodobenzena tersebut dapat dihidrolisis menjadi iodosilbenzena dengan rendamen 60% dan iodilbenzena dapat diperoleh dengan rendamen lebih daripada 90%melalui distilasi uap iodobenzena untuk meindahkan iodobenzena yang terbentuk.
Senyawa alifatik yang valensinya lebih tinggi adalah senyawa yang tidak stabil.
7.8 Penutup Untuk menguji prestasi mahasiswa setelah mempelajari Bab ini maka pada Sub-bab 7.8 bagian (a) berikut ini diberikan contoh-contoh latihan yang berkaitan
166
dengan tujuan pembelajaran bab ini. Untuk memberikan jawaban yang benar, pada Sub-bab 7.8 bagian (b) diberikan umpan balik di mana bagian mana mahasiswa harus memdalami jawaban soal yang bersangkutan. (a) Soal tes formatif Bagaimana cara melakukan transformasi berikut ini:
(b) Umpan balik Setelah mengerjakan soal-soal latihan di atas, namun mahasiswa belum bisa menjawab dengan benar maka disarankan untuk mengikuti instruksi berikut: 1. Untuk menjawab soal nomor 1 dengan benar, disarankan agar mahasiswa membaca kembali Sub-bab 7.2, bagian (a), sub-bagian (i).
167
2. Untuk menjawab soal nomor 2 dengan benar, disarankan agar mahasiswa membaca kembali Sub-bab 7.2, bagian (a), sub-bagian (ii). 3. Untuk menjawab soal nomor 3 dengan benar, disarankan agar mahasiswa membaca kembali Sub-bab 7.2, bagian (c), sub-bagian (ii). 4. Untuk menjawab soal nomor 4 dengan benar, disarankan agar mahasiswa membaca kembali Sub-bab 7.3, bagian (h). 5. Untuk menjawab soal nomor 5 dengan benar, disarankan agar mahasiswa membaca kembali Sub-bab 7.3, bagian (d). 6. Untuk menjawab soal nomor 6 dengan benar, disarankan agar mahasiswa membaca kembali Sub-bab 7.3, bagian (a), sub-bagian (i). 7. Untuk menjawab soal nomor 7 dengan benar, disarankan agar mahasiswa membaca kembali Sub-bab 7.4, bagian (d). 8. Untuk menjawab soal nomor 8 dengan benar, disarankan agar mahasiswa membaca kembali Sub-bab 7.2, bagian (a). 9. Untuk menjawab soal nomor 9 dengan benar, disarankan agar mahasiswa membaca kembali Sub-bab 7.5, bagian (a), sub-bagian (i). 10. Untuk menjawab soal nomor 10 dengan benar, disarankan agar mahasiswa membaca kembali Sub-bab 7.2, bagian (a), sub-bagian (i) dan (ii).
Daftar Pustaka Carruthers, W. and Coldham, I., 2004, Modern Methods of Organic Synthesis, 4th Edition, Cambridge University Press, New York Norman, R.O.C and Coxon, J.M., 1993, Principles of Organic Synthesis, 3rd Edition, Alden Press, Oxford Zweifel, G.S and Nantz, M.H, 2007, Modern Organic Synthesis: An Introduction, 1st Edition, W.H. Freeman and Company, New York.
168
Senarai Istilah dan Artinya
Istilah
Arti
Bisdekarboksilasi
Dekarboksilasi yang melibatkan dua molekul CO2 yang dilepaskan
Dekarboksilasi oksidatif
Dekarboksilasi yang mengakibatkan perubahan bilangan oksidasi
Enantioselektif
Selektivitas ke salah satu enantiomer
Regioselektif
Suatu reaksi di mana satu isomer struktur yang lebih disukai daripada isomer lain yang mungkin ada
Stereospesifik
Suatu reaksi di mana stereoisomer tertentu yang bereaksi menghasilkan satu produk stereoisomer spesifik (atau pasangan d,l)
169
BAB 8 REDUKSI 8.1 Pendahuluan Proses reduksi yang diuraikan di dalam bab ini dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu pelepasan oksigen, adisi hidrogen, dan penambahan elektron. Adisi hidrogen masih dapat dibagi lagi ke dalam sub-bagian (i) hidrogenasi, yakni adisi hidrogen ke dalam sistem tak-jenuh. Sebagai contoh,
Sub-bagian (ii) adalah hidrogenalisis, yakni adisi hidrogen dengan pemutusan ikatan secara bersamaan; sebagai contoh,
Secara mekanistik, ada tiga cara reduksi terjadi: (1) Dengan cara penambahan elektron diikuti dengan pengambilan hidrogen, seperti di dalam reduksi alkuna dengan natrium di dalam amoniak cair;
atau dengan cara kopling, seperti di dalam reduksi keton menjadi pinacol.
(2) Dengan cara transfer ion hidrida, seperti di dalam reduksi gugus karbonil dengan litium hidrida.
170
Transfer seperti ini dapat pula terjadi secara intramolekul, seperti reduksi Meerwein-Pondorf-Verley. (3) Dengan cara adisi hidrogen molekul terkatalis, seperti di dalam reduksi pada molekul alkena. 8.2 Hidrokarbon (a) Alkana Alkana hanya dapat direduksi dengan cara memutuskan ikatan karbonkarbon. Agen pereduksi yang kuat belum cukup untuk melakukan reduksi ini. Akan tetapi, ada satu lingkungan di mana reduksi terkatalis dapat mempengaruhinya, misalnya dengan senyawa siklik yang tegang, karena terjadi reduksi ini akan menghilangkan tegangannya. Sebagai contoh,
(b) Alkena (i) Hidrogenasi katalitik. Hampir semua olefin dapat dijenuhkan melalui pengolahan dengan hidrogen dan katalis logam. Katalis yang paling aktif adalah yang khusus dibuat dari platina dan paladium. (1) Katalis Adams’. Asam kloroplatinat dipadukan dengan natrium nitrat menghasilkan platina coklat (PtO2) yang dapat disimpang. Ketika diperlukan, pereaksi tersebut diolah dengan hidrogen menghasilkan suspensi logam berwarna hitang yang sangat halus. Pereaksi ini biasanya dipilih di dalam laboratorium; reaksi dijalankan di dalam pelarut seperti asam asetat, etil asetat, dan metanol. Biasanya diperlukan sekitar 0,2 gram platinium oksida per 10 gram reaktan yang digunakan. (2) Paladium. Suatu bentuk aktif paladium dapat diperoleh dari paladium klorida dengan cara yang sama dengan yang digunakan di dalam katalis Adams’, 171
tapi cara yang paling umum adalah paladium klorida direduksi di dalam adanya suspensi karbon atau padatan pendukung lain di mana logam disimpan sebagai butiran yang sangat halus. Suatu katalis yang paling reaktif diperoleh dengan cara mereduksi paladium oksida dengan natrium borohidrida secara in situ di dalam adanya karbon. Molekul hidrogen yang diperlukan untuk hidrogenasi dihasilkan melalui penambahan asam ke dalam borohidrida berlebih. Kebanyakan ikatan C=C direduksi pada permukaan katalis ini pada suhu yang lebih rendah daripada 100°C dan tekanan atmosfir atau dengan sedikit penaikan tekanan. Sebagai contoh, perlakuan asam maleat di atas permukaan platina pada suhu 20°C dan tekanan 1 atmosfir selama 30 menit menghasilkan asam suksinat dengan rendamen 98%.
(3) Nikel Raney. Katalis ini sedikit kurang aktif daripada platina atau paladium, dibuat dengan cara mengolah campuran logam nikel-aluminium dengan natrium hidroksida, disusul dengan pencucian untuk membuang natrium alumina
sehingga
meninggalkan
suspensi
jenuh
berwarna
hitam.
Kebanyakan alkena dihidrogenasi di atas nikel Raney pada suhu di sekitar 100°C dan tekanan di atas 3 atmosfir. (4) Tembaga kromit. Tembaga kromit dibuat dari tembaga nitrat dan natrium kromat dan bersesuain dengan CuO.CuCr2O4. Katalis ini jauh lebih murah daripada paladium atau platina. (5) Hidrogenasi
transfer.
Hidrogen
disuplai
oleh
suatu
donor
seperti
sikloheksena atau hidrazin.
Keuntungan metode ini adalah: Selektivitas. Hidrogenasi katalitik dapat digunakan untuk reduksi selektif C=C di dalam adanya cincin aromatik dan gugus akrbonil, baik itu terkonjugasi maupun tidak terkonjugasi. Sebagai contoh,
172
Stereokimia. Reduksi adalah stereoselektif yang tinggi, menghasilkan cis-alkena yang dominan. Sebagai contoh,
(6) Hidrogenasi katalitik homogen. Penggunaan kompleks rodium atau ruterium sebagai katalis membuat hidrogenasi dapat dilakukan di dalam larutan homogen. Metode ini mempunyai beberapa keuntungan. Pertama, hanya alkena dan alkuna yang tereduksi; gugus umum yang ada seperti C=O, C≡N, dan NO2 tidak terpengaruh.
Kedua, alkena yang mono- dan disubstitusi jauh lebih cepat direduksi daripada alkena tri- atau tetrasubstitusi. Hal ini memberikan derajat selektivitas lebih lanjut sebagaimana diilustrasikan di dalam reduksi karvon menjadi dihidrokarvon yang menyisahkan ikatan rangkap trisubstitusi dengan rendamen di atas 90%.
Ketiga, hidrogenolisis tidak terjadi. Sebagai contoh, benzil sinnamat menghasilkan turunan dihidro.
173
(ii) Metode diimida. Diimida adalah suatu senyawa yang tidak stabil, biasanya dibuat melalui reaksi oksidasi terkatalis tembaga(II) terhadap hidrazin dengan udara atau
hidrogen
peroksida.
Di
dalam
tidak
adanya
spesies
yang
dapat
memerangkapnya maka senyawa tersebut akan terdekomposisi menjadi nitrogen dan hidrogen; tetapi ketika senyawa tersebut dihasilkan di dalam adanya alkena atau sedikit asam asetat maka terjadi reduksi sterospesifik-syn. Driving force reaksi ini adalah kestabilan yang tinggi molekul nitrogen dibanding dengan sistem ─N=N─. Peranan asam asetat adalah untuk mengkatalis pembentukan isomer-cis diimida dari isomer-trans yang lebih stabil, isomer-cis kemudian bereaksi dengan alkena melalui keadaan transisi siklik.
Alkuna dan senyawa azo juga direduksi, tetapi gugus yang mengandung karbonil, gugus nitro, sulfoksida, dan ikatan S─S tidak terpengaruh. (iii) Hidroborasi. Organoboran yang terbentuk melalui reaksi alkena dengan diboran atau agen boronasi lainnya tersolvolisis oleh asam organik menjadi alkana.
Diperkirakan reaksi ini terjadi seperti berikut:
Aldehida, keton, asam, ester, nitril, dan epoksida juga dapat direduksi.
174
(c) Alkena terkonjugasi (i) Transfer elektron. Untuk dapat tereduksi dengan metode katalitik, diena konjugasi dan poliena, dan senyawa yang mengandung ikatan C=C terkonjugasi dengan gugus yang mengandung karbonil dapat direduksi dengan agen transferelektron. Alasannya adalah pengambilan elektron oleh sistem ini menghasilkan spesies-antara terdelokalisasi, sedangkan adisi elektron ke alkena tidak demikian.
Reduksi diena terkonjugasi terjadi melalui adisi-1,4. Sebagai contoh,
Sebuah ikatan C=C terkonjugasi dengan cincin aromatik juga direduksi, produk adisi1,2 terbentuk karena pembentukan produk adisi-1,4 akan disertai dengan dengan hilangnya energi kestabilan aromatik. Sebagai contoh, stilbena direduksi menjadi bibenzil,
Reduksi senyawa karbonil α,β-tak-jenuh menghasilkan ion enolat sebagai spesies-antara. Meskipun protonasi lebih cepat terjadi pada oksigen daripada karbon, tapi enol dengan cepat bertautomeri menjadi senyawa karbonil yang lebih stabil. Sebagai contoh,
175
(ii) Transfer hidrida. Senyawa di mana C=C terkonjugasi dengan substituen jenis –M adalah rentan terhadap serangan nukleofil.
Reduksi jenis ini diharapkan cocok dengan senyawa karbonil α,β-tak-jenuh. Jika gugus –M adalah ─CHO, reduksi seperti di atas tidak terjadi; justru yang terjadi adalah reduksi karbonil.
Ketika konjugasi adalah suatu gugus keto (yang kurang reaktif daripada ─CHO terhadap nukleofil), campuran dari produk reduksi karbonil dan reduksi secara penuh terbentuk. Sebagai contoh,
Litium aluminium hidrida mempunyai tendensi yang relatif lebih kuat untuk bereaksi pada gugus karbonil. Di dalam reaksi di atas, litium aluminium hidrida memberikan 94% 2-sikloheksenol dan hanya 2% sikloheksanol. Akan tetapi, jika substituen –M sendiri tidak bisa tereduksi oleh hidrida maka selektivitas reduksi ikatan C=C dapat dipengaruhi. Sebagai contoh,
176
(d) Alkuna (i)
Reduksi katalitik. Ikatan C≡C dapat direduksi secara penuh pada
permukaan katalis yang digunakan untuk reduksi alkena, tetapi hal ini jarang diperlukan di dalam sintesis. (ii)
Hidroborasi. Hidroborasi alkuna dijalankan dengan cara yang sama
dengan hidroborasi alkena.
(iii) Transfer elektron. Elektron lebih mudah ditransfer ke alkuna daripada ke alkena. Pereaksi yang paling baik adalah sistem logam-amina dan logam-amoniak. Diperkirakan reaksi terjadi melalui pertukaran transfer elektron dengan proton.
Pembentukan produk-trans diperkirakan dikontrol oleh terjadinya kesetimbangan yang cepat antara radikal cis- dan trans-vinil di mana radikal trans lebih dominan. Hal ini berarti bahwa anion trans lebih cepat terbentuk. Metode ini melengkapi metode katalitik. Sebagai contoh, trans-sikloheksanon dapat diperoleh dari siklononuna.
177
(iv) Transfer hidrida. Diisobutil aluminium hidrida mereduksi alkuna menjadi alkena, tetapi litium aluminium hidrida hanya efektif ketika alkuna memilki gugus hidroksil pada pada posisi-α. Gugus hidroksil memfasilitasi reaksi melalui pembentukan kompleks dengan aluminium, dan produknya adalah alkena-trans.
(e) Cincin Aromatik (i)
Hidrogenasi katalitik. Cincin aromatik dapat dihidrogenasi pada
permukaan katalis yang cocok untuk alkena tetapi memerlukan kondisi yang lebih keras. Berbagai kondisi berdasarkan besarnya energi kestabilan yang hilang di dalam proses ini. Sebagai contoh, naftalena direduksi menggunakan katalis Adams’ pada suhu 100-150°C dan tekanan 100-150 atmosfir selama 10 jam, dibandingkan dengan reduksi alkena sederhana dilakukan pada 20°C dan tekanan atmosfir selama 1 jam. Reduksi pada kondisi lembut menghasilkan produk utama cis, tetatpi jika produk trans lebih stabil maka dibutuhkan kondisi keras untuk membuat dominan. Sebagai contoh, reduksi naftalena di dalam larutan pada permukaan platina menghasilkan produk utama cis-dekalin sedangkan pada permukaan tembaga kromit di dalam fasa gas menghasilkan trans-dekalin sebagai produk yang dominan. Senyawa aromatik yang berada di dalam kesetimbangan dengan perbandingan signifikan dapat direduksi di dalam kondisi yang cocok untuk alkena. Sebagai contoh, m-dihidroksibenzena direduksi melalui tautomeri diketo-nya pada suhu 50°C dan tekanan 80 atmosfir pada permukaan nikel Raney.
(ii) Transfer elektron. Pereaksi transfer-elektron dapat sangat selektif. Reaksi terjadi melalui transfer elektron dan proton secara berurutan. Sebagai contoh,
178
H e
H
H
(H+)
H H
H
e
(H+)
H H
Natrium di dalam amoniak cair umumnya digunakan sebagai agen pereduksi. Amoniak dapat bertindak sebagai sumber proton, akat tetapi adanya substituen pendorong elektron seperti OMe, atau NMe3, dan karena amoniak adalah sumber proton yang lemah, maka kesetimbangan pertama terletak jauh ke kiri sehingga reaksi berjalan lambat. Untuk itu, biasanya melibatkan alkohol untuk secepatnya memerangkap radikal anion. Struktur produk ditentukan oleh lokasi protonasi pertama, selanjutnya anion yang terbentuk bereaksi dengan karbon sistem delokalisasi untuk menyempurnakan adisi-1,4. Substituen pendorong elektron mengarahkan protonasi pertama terjadi pada posisi orto. Sebagai contoh,
Hidrolisis terkatalis asam (pH 2-4) terhadap produk tersebut (enol eter) menghasilkan senyawa keton tak jenuh yang mana pada kondisi yang lebih asam lagi (pH 1) bertautomeri dengan isomer konjugasinya.
179
Hal yang berbeda, substituen ─CO2- mengarahkan protonasi ke posisi para. Sebagai contoh,
Reduksi 1-naftol dan eter etil 2-naftol memberikan pertentangan yang menarik. Reduksi senyawa 1-naftol dengan litium di dalam amoniak cair yang mengandung alkohol memberikan 98% produk reduksi yang terjadi pada cincin tak tersubstitusi; sedangkan senyawa eter etil 2-naftol tereduksi pada cincin yang tersubstitusi menghasilkan 2-tetralon dengan rendamen 45% setelah dihidrolisis.
8.3 Hidrogenolisis (a) Sistem benzilik Jika gugus benzilik mengikat OH, OR, OCOR, NR2, atau halogen maka sangat rentan terhadap agen pereduksi nukleofilik, reduksi katalitik, dan pereaksi transferelektron.
180
Reduksi katalik digunakan secara luas, seperti di dalam contoh-contoh berikut.
Reduksi transfer-elektron dimungkinkan difasilitasi oleh kemampuan cincin benzoid untuk mendelokalisasikan muatan pada anion.
2e CH2
-X-
X
CH2
H+
dst
Me
Berikut ini adalah beberapa contoh reaksi tersebut di atas. Ph
H N
O
Na - NH PhMe + CO
CO H
+
H N CO H -alanin 95%
O
NH
NH Na - NH Ph
S
PhMe +
CO H
HS
CO H sistein 78%
Me
Me
Me NMe I
Na - Hg
Me
Me +
NMe
181
Sistem difenilmetil lebih mudah dihidrogenolisis daripada sistem benzil. Sebagai contoh, asam benzilik direduksi menjadi asam difenilasetat dengan rendamen 95% melalui pengolahan fosfor merah dan iodin di dalam asam asetat refluks.
Sistem trifenilmetil (tritil) masih lebih mudah direduksi.
Sistem trifenilmetil siap membentuk kation tritil dan kation ini sangat rentan terhadap reduksi dengan agen transfer-hidrida. Sebagai contoh,
(b) Sistem alilik Sistem alilik di dalam kebanyakan reaksi berkelakuan yang analog dengan sistem benzilik. Akan tetapi, meskipun sistem benzilik lebih normal tereduksi melalui hidrogenolisis daripada hidrogenasi cincin aromatik, tapi sistem alilik berkelakuan sebaliknya sehingga reduksi katalitik umumnya tidak cocok untuk hidrogenolisis sistem alilik. Untungnya litium aluminium hidrida dan natrium di dalam amina adalah pereaksi yang cocok karena tidak akan bereaksi dengan ikatan C=C terisolasi,
dan ester alil pecah oleh natrium di dalam etilamina,
182
(c) Sistem alkil Sistem alkil umumnya kurang mudah dihidrogenolisis daripada sistem benzil yang terkait dengannya. (i)
Alkohol tidak dapat dihidrogenolisis langsung tetapi dapat dikonversi
menjadi toluena-sulfonat yang dapat direduksi dengan natrium sianoborohidrida atau dengan litium aluminium hidrida.
(ii) Halida jauh lebih reaktif daripada alkohol di dalam reaksi substitusi SN2 dan oleh karenanya lebih rentan terhadap transfer hidrida dari litium aluminium hidrida atau hidrida yang lebih baik lagi, yakni natrium sianoborohidrida. Sebagai contoh,
Agen transfer-elektron bereaksi dengan 1,2-dihalida. Kedua atom halogen dilepaskan dan ikatan satu ikatan C=C terbentuk. Normalnya menggunakan seng sebagai agen pereduksi.
Sebagai contoh, alena dapat diperoleh dengan rendamen 80% melalui pengolahan 2,3-dikloropropilena dengan seng di dalam etanol berair. Cl Zn
H2C
-ZnCl2
+
ZnBr2
Cl
183
(iii)
Asetal dan ketal dihidrogenolisis menjadi eter dengan rendamen yang
tinggi oleh litium aluminium hidrida di dalam adanya aluminium triklorida.
(iv) Amina primer dapat direduksi dengan cara mengolah turunan toluena-psulfonamida dengan asam hidroksilamina-O-sulfonat di dalam alkohol alkali.
(d) Sistem aromatik Aril halida dapat direduksi melalui pembentukan pereaksi Grignard atau senyawa litium diikuti dengan pengolahan dengan air; atau dengan hidrazin pada permukaan katalis paladium. Sebagai contoh, 2-bromonaftalena direduksi menjadi naftalena di dalam etanol mendidih selama 5 menit dengan rendamen sebesar 95%.
Reduksi
dengan
ion
kromium(II)
juga
efesien.
Sebagai
contoh,
1-
bromonaftalena dengan kromium(II) yang dikomplekskan dengan etilendiamina di dalam dimetilformamida berair menghasilkan naftalena dengan rendamen sebesar 93-98%. Atom halogen pada posisi 2- dan 4-piridin dan turunannya dapat efisien dilepaskan menggunakan agen pereduksi hidrogen terkatalis dan agen pereduksi transfer-elektron. Oleh karena gugus hidroksil pada posisi tersebut dapat dikenversi menjadi substituen klor dengan fosfor oksiklorida maka cara ini menyediakan metode untuk reduksi fenol.
184
Fenol dapat didehidrogenolisi lewat ester fosfatnya dengan cara mereduksi dengan natrium di dalam amoniak cair, tapi rendamen yang diperoleh biasanya tidak lebih dari 50%.
Amina aromatik tidak dapat dihidrogenolisis langsung, senyawa ini terdeaminasi oleh reduksi terhadap ion diazonium-nya.
8.4 Aldehida dan Keton Aldehida dan keton dapat direduksi menjadi hidrokarbon, alkohol, dan 1,2-diol. (a) Reduksi menjadi hidrokarbon Ada lima metode yang tersedia. Pemilihan metode berdasarkan sensitivitas gugus pusat pusat di dalam senyawa yang akan direduksi. (1) Metode Clemmensen. Agen pereduksinya adalah seng amalgam dan asam hidroklorida.
185
Metode ini sangat berguna untuk keton yang mengandung gugus penolik atau karbosiklik. Sebagai contoh, reduksi asam 3-benzoilpropionat di dalam toluena menghasilkan asam 4-fenilbutirat dengan rendamen 85%.
(2) Metode Wolff – Kishner. Hidrazon dari aldehida dan keton direduksi di dalam kondisi basa dan keras dengan melepaskan nitrogen.
(3) Metode Mozingo. Senyawa karbonil dikonversi dengan etanaditiol di dalam adanya asam Lewis menjadi asetal-ditio atau ketal, dan kemudian dihidogenolisis pada permukaan nikel Raney.
Sebagai alternatif, senyawa ditiosiklik direduksi menggunakan transfer-hidrogen dari hidrazin pada suhu 100-200°C. (4) Metode tosilhidrazon. Reaksi senyawa karbonil dengan toluena-psulfonilhidrazin menghasilkan tosilhidrazon yang efisies direduksi dengan natrium borohidrida atau sianoborohidrida.
186
Kemungkinan reaksi terjadi melalui mekanisme seperti berikut:
(5) Litium aluminium hidrida. Keton aromatik direduksi dengan litium aluminium hidrida di dalam adanya aluminium triklorida. Reaksi terjadi melalui reduksi menjadi alkohol diikuti dengan hidrogenolisis sistem benzilik yang dibantu dengan asam Lewis. Ar O
LiAlH4
R
Ar
Ar
AlCl3
H
H3Al
O
R
R H
O AlCl2
Ar +
H
CH
H
O
AlCl2
R
(b) Reduksi menjadi Alkohol Senyawa karbonil direduksi menjadi alkohol dengan berbagai pereaksi. Dari tiga kelompok proses reduksi yang umum, hidrogenasi katalitik normalnya tidak digunakan karena lambat, tetapi transfer-hidrida dan transfer-elektron keduanya digunakan. (i) Transfer hidrida. Hidrida logam alkali (NaH) tidak cocok sebagai agen pereduksi karena tidak larut di dalam pelarut organik, dan yang paling utama lagi adalah karena kekuatan efeknya sebagai katalis reaksi yang dikatalis basa. Akan tetapi, litium aluminium hidrida (LiAlH4) dan natrium borohidrida (NaBH4) telah berhasil digunakan. (1) Litium aluminium hidrida dibuat dengan cara mengolah litium hidrida dengan aluminium triklorida.
Pereaksi ini larut di dalam eter seperti dietil eter dan terahidrofuran dalam mana normalnya digunakan. Pelarut tersebut harus benar-benar kering karena hidrida dihancurkan oleh air,
187
Harus juga ditangani sebagai padatan dengan sangat hati-hati karena dapat menyala secara spontan selagi digerus di dalam lumpang , dan dapat meledak dengan keras pada pemanasan yang kuat. Semua senyawa yang mengandung hidroksil, amino, dan tiol melepaskan hidrogen secara kuantitatif dari reaksi ini. Sebagai contoh,
Setiap atom hidrogen di dalam aluminium hidrida bersedia ditransfer ke gugus karbonil. Sebagai contoh, R
R H3Al
H
H
O
OAlH3
O
3 RR'C
(RR'CHO)4Al
R
R 4 H2O
4 RR'CH
OH
+
Al(OH)3
+
OH-
(2) Sodium borohidrida jauh kurang reaktif. Pereaksi ini dapat digunakan di dalam pelarut alkoholik dan bahkan air, untuk dekomposisi pereaksi ini maka cukup hanya membuat larutannya menjadi alkalin.
Kemoselektivitas. Dua pereaksi di atas berbeda kekuatan reduksinya. Litium aluminium hidrida tidak hanya mereduksi gugus aldehida dan keton, tetapi juga gugus-gugus asam, klorida asam, ester, nitril, imina, dan nitro; sedangkan natrium borohidrida hanya mereduksi aldehida, keton, klorida asam, dan imina. (ii) Sistem transfer-hidrida yang lain (1) Reaksi cannizarro. Aldehida yang tidak mempunyai gugus α-CH tidak dapat mengalami reaksi terkatalis-basa. Sebagai gantinya pereaksi ini bereaksi dengan basa melalui disproporsinasi yang melibatkan transfer ion hidrida. Sebagai contoh, Ph
Ph
Ph
-
O
OH
H
O
H
O
OH
+
PhCH2
O
PhC
OH
+
PhCH2
O
H
O PhC
O
OH
188
(2) Reaksi Meerwien-Ponndorf-Verley. Reaksi ini adalah kebalikan dari oksidasi Oppernauer. Kesetimbangan ditetapkan antara gugus karbonil untuk direduksi dan isopropanol pada satu sisi, dan alkohol dan aseton yang diperlukan pada sisi lain di dalam adanya aluminium isopropoksida. Oleh karena aseton yang mempunyai titik didih paling rendah di dalam campuran, maka senyawa produk tersebut dapat didistilasi secara kontinyu sehingga kesetimbangan bergeser ke kanan.
(ii) Pereaksi transfer-elektron. Pereaksi-pereaksi dari golongan ini kurang selektif daripada pereaksi natrium borohidrida dan Meerwien-Ponndorf-Verley. Pereaksi ini mereduksi juga ikatan C=C di dalam senyawa karbonil α,β-tak-jenuh. Meskipun demikian, di dalam kasus yang sederhana reaksinya cepat dan efisien. Sebagai contoh, 2-heptanon direduksi dengan sodium di dalam etanol menjadi 2heptanol dengan rendamen di atas 60%,
dan heptanal direduksi dengan besi di dalam asam asetat berair menjadi 1-heptanol dengan rendamen 80%. Jika keton mengandung substituen pada posisi-α yang merupakan gugus pergi yang baik, spesies-antaranya yakni radikal-anion akan mengalami eliminasi. Sebagai contoh,
189
Di dalam reduksi ini, seringkali juga menggunakan seng sebagai agen pereduksi. (c) Reduksi menjadi 1,2-diol Di dalam hal tidak adanya suatu donor proton, logan elektropositif mereduksi keton menjadi 1,2-diol lewat dimerisasi radikal-anion.
Prosedur standar-nya menggunakan magnesium amalgam dengan benzena sebagai pelarut, padatan garam magnesium dari diol terbentuk dan dihidrolisis menjadi diolnya sendiri. Sebagai contoh, refluks aseton di dalam benzena selama 2 jam menghasilkan pinacol dengan rendamen 45%.
Me
Mg - Hg Me2C
O
Me
Me
Me O
O Mg
R
H2O
R
R
R
HO
OH pinacol
Di dalam prosedur yang yang telah dikembangkan melibatkan titanium tetraklorida. 8.5 Epoksida (a) Litium aluminium hidrida Epoksida direduksi menjadi alkohol dengan litium aluminium hidrida. Oleh karena epoksida dengan mudah diperoleh dari alkena maka reaksi keseluruhan melayani untuk hidrasi alkena. Prosedur ini melengkapi metode hidroborasi karena hidrida ini menyerang secara selektif ke karbon epoksida yang kurang teralkilasi, sehingga menghasilkan alkohol lebih teralkilasi.
Reaksi ini memiliki karakteristik stereokimia proses SN2. Sebagai contoh,
190
Cincin tegang di dalam eter beranggota-empat juga dibuka oleh litium aluminium hidrida. Sebagai contoh,
Akan tetapi, eter beranggota lima memerlukan kondisi yang lebih keras yang diperoleh dengan menggunakan aluminium triklorida.
(b) Hidroborasi Epoksida direduksi oleh diboran menghasilkan alkohol yang kurang tersubstitusi sebagai produk utama.
8.6 Asam dan Turunannya Sebelum datangnya metode hidrida logam kompleks (1947), metode yang digunakan untuk mereduksi asam dan turunannya relatif tidak selektif. Sebagai contoh, ester dapat direduksi menjadi alkohol di atas tembaga kromit di dalam kondisi yang keras. Sebagai contoh,
191
Akan tetapi, gugus-gugus lain yang dapat tereduksi di dalam molekul seperti C=C dan C≡C juga ikut tereduksi. Ada banyak metode yang tersedia, beberapa di antaranya unik dan yang lain cukup selektif. (a) Reduksi menjadi alkohol dan amina Litium aluminium hidrida mereduksi asam dan semua turunannya menjadi alkohol atau amina. Mekanisme umumnya adalah sebagai berikut:
Diboran mereduksi asam karboksilat menjadi alkohol, serta nitril dan amida menjadi amina melalui pembentukan kompleks.
192
Metode ini mempunyai keuntungan dibanding dengan litium aluminium hidrida, yakni gugus ester dan nitro tidak direduksi. Sebagai contoh, asam p-nitrobenzoat menghasilkan nitrobenzil alkohol dengan rendamen reaksi sebesar 80%. Ester dapat direduksi dengan metode asilon dan dengan metode BouveaultBlanc (natrium di dalam etanol refluks). Sebagai contoh,
Klorida asam dapat direduksi dengan natrium borohidrida di dalam larutan diglim. Gugus aldehida dan keton tereduksi, tetapi asam, ester, amida, C=C, dan C≡C di dalam molekul tidak tereduksi. Natrium trimetoksiborohidrida (NaBH(OCH3)3) juga mereduksi gugus ─COCl menjadi ─CH2OH tanpa mempengaruhi gugus ester. Nitril dapat direduksi secara katalitik. Tanpa penambahan amoniak, amina sekunder yang terbentuk cukup banyak jumlahnya karena amina primer dapat mengadisi ke dalam amino spesies-antara.
193
Berbelit-berlitnya proses ini adalah penambahan amoniak berlebih yang diasumsikan berperan sebagai nukleofil di tempat amina primer dan kemudian meningkatkan rendamen. Sebagai contoh, di atas Raney nikel, benzil sianida di dalam amoniak di bawah tekanan menghasilkan feniletilamina dengan rendamen 85%; dan 1,8oktandinitril di dalam etanol beramoniak menghasilkan dekametilendiamina dengan rendamen 79-80%.
Reduksi nitril dengan natrium di dalam etanol mengalami kerugian karena terbentuknya amina sekunder, sebagaimana di dalam metode katalitik amoniakbebas.
(b) Reduksi menjadi aldehida Seringkali diperlukan untuk mengkonversi asam dan turunannya menjadi aldehida. Untuk itu diperlukan prosedur yang selektif karena aldehida mudah tereduksi menjadi alkohol.
194
(i) Asam. Litium di dalam etilamina dapat digunakan tapi pada umumnya memberikan rendamen rendah. Sebagai contoh,
Rendamen yang memuaskan dapat diperoleh melalui mereduksi imidazolida asam tersebut dengan litium aluminium hidrida. Sebagai contoh,
(ii) Ester (1) Metoda McFadyen dan Stevens’ terkandung di dalam konversi ester menjadi hidrazinnya; yaitu ester diolah dengan benzenasulfonil klorida, dan produknya dihidrolisis dengan basa.
2
3
2
2
2
o
Hanya aldehida aromatik yang dapat dibuat dengan cara ini, dan rendamennya kerap kali rendah. (2) Diisobutilaluminium hidrida (DIBAL) mereduksi ester menjadi alkohol pada suhu kamar. Reaksi terjadi dengan cara spesies-antara aluminium alkoksida secara spontan membentuk aldehida yang lebih mudah tereduksi daripada esternya menjadi alkohol.
195
Gugus amida, nitril, dan C≡C juga direduksi.
(iii) Halida asam (1) Metode Rosenmund’s mengandung reduksi klorida asam dengan hidrogen di atas permukaan katalis paladium yang didukung dengan barium sulfat, atau kalsium karbonat, atau karbon.
Mengontrol suhu adalah suatu hal yang penting dilakukan, reaksi harus dijalankan pada suhu serendah mungkin untuk mencegah reduksi lebih lanjut. Toluena atau ksilena refluks (yakni 110-140°C) biasanya sudah sesuai, dan reaksi dapat diikuti dengan cara melewatkan hidrogen klorida ke dalam basa standar. Rendmen reaksi biasanya tinggi, bahkan dengan senyawa yang rintangan steriknya tinggi. Sebagai contoh,
(2) Desulfurisasi ester tiol di atas Raney nikel yang telah dideaktivasi secara parsial dengan cara mendidihkan dengan aseton adalah suatu metode yang efektif. Sebagai contoh,
196
(3) Litium tri-t-butoksialuminium hidrida, mereduksi amida disubstitusi menjadi aldehida, suhu harus dijaga agar tetap rendah.
Pada suhu yang lebih tinggi, spesies-antara yang pertama akan tereliminasi, dan reduksi terjadi lebih lanjut menjadi amina. Biasanya menggunakan N-metilanilida. Sebagai contoh,
(v) Nitril (1) Reaksi Stephen melibatkan penambahan nitril ke dalam suspensi timah(II) klorida di dalam dietil eter jenuh dengan hidrogen klorida, diikuti dengan hidrolisis. Reduksi terjadi pada suhu kamar. Sebagai contoh,
197
(2) Hidrogen dan nikel Raney di dalam adanya semikarbazida dan air menghasilkan semikarbazon dari aldehida yang mana dari produk tersebut dilepaskan aldehida dengan cara mempertukarkannya dengan formaldehida. Over reduksi di sini dicegah dengan cara memerangkap aldehida.
H
H2 - Ni R
C
H
H2O
N R
NH
R
O
H
H2NNHCONH2 R
H
CH2O
H N
NH2
N
R
O
O
(3) DIBAL dan litium trietoksialuminium hidrida dapat digunakan mereduksi nitril menjadi aldehida. Sebagai contoh,
8.7 Sistem yang Mengandung Nitrogen (a) Senyawa nitro Reduksi senyawa-nitro alifatik menjadi amina hanya memiliki sedikit kepentingan karena gugus amino mudah dimasukkan ke dalam senyawa alifatik melalui sejumlah cara. Ada dua metode yang sesuai untuk keperluan ini, yakni litium aluminium hidrida dan reduksi katalitik di atas nikel Raney. Sebagai contoh, 2nitrobutana direduksi menjadi 2-aminobutana menggunakan pereaksi litium aluminium hidrida dengan rendamen sebesar 85%. Reduksi senyawa-nitro aromatik jauh lebih penting karena gugus nitro dapat dimasukkan ke dalam berbagai sistem aromatik dengan cara nitrasi, sedangkan gugus amino hanya dapat dimasukkan ke dalam sistem aromatik jika senyawa aromatik tersebut sangat teraktivasi terhadap nukleofil. Ada beberapa jenis produk reduksi yang diperoleh sebagaimana digambarkan untuk nitrasi benzena:
198
Di dalam larutan netral yang dibufer dengan amonuim klorida, fenilhidrolamina adalah produk utama. Di dalam larutan basa, penggunaan pereduksi lemah seperti dekstrosaatau glukosa, spesies-antara yakni nitrobenzena bereaksi dengan fenilhidroksilamina menghasilkan azoksibenzena yang dengan agen pereduksi kuat akan terkonversi menjadi azobenzena dan hidrazobenzena. Litium aluminium hidrida menghasilkan azobenzena secara kuantitaif, dan di dalam adanya asam Lewis, terjadi reaksi lebih lanjut menghasilkan hidrazobenzena. Logam-logam di alam larutan asam menyempurnakan reduksi menjadi anilina. Secara industri, besi dan asam hidroklorida digunakan sebagai agen pereduksi, produknya dinetralisasi dengan kapur, dan anilina diisolasi dengan cara distilasi. Reaksi elektrolitik terkontrol terjadi di dalam tahap yang pasti:
199
Untuk memperoleh gugus amino melalui reduksi gugus nitro biasanya menemui hambatan, khususnya masalah selektivitas pereaksi bilamana terdapat gugus lain yang dapat tereduksi di dalam senyawa nitro tersebut. Pereaksi standar untuk mereduksi nitrobenzena menjadi anilina, yakni timah dan asam hidroklorida tidak cocok untuk kebanyakan senyawa nitro tersubstitusi. Metode katalitik adalah metode yang sesuai untuk reduksi senyawa nitro di mana tidak terdapat gugus C=C dan C≡C. Sebagai contoh,
Hidrogenasi-transfer oleh hidrazin pada permukaan paladium juga sangat efektif. Pereaksi transfer-elektron yang lembut juga dapat digunakan. Sebagai contoh,
Kebalikan dari dua reaksi yang terakhir di atas adalah reduksi gugus aldehida tanpa mereduksi gugus nitro. Reaksi ini dapat diefektifkan dengan menggunakan natrium borohidrida. Dimungkinkan pula mereduksi satu gugus nitro di dalam adanya gugus nitro yang lain. Metode yang sudah lama dikenal adalah menggunakan amonium sulfida. Sebagai contoh,
200
Biasanya, metode katalitik lebih efesien. Sebagai contoh, m-dinitrobenzena memberikan hampir seluruhnya adalah m-nitroanilina ketika direduksi di atas paladium dengan sikloheksena sebagai donor hidrogen.
(b) Imina Imina tipe RCH=NR’ dan RCH=NR’2+ dapat direduksi secara selektif dengan natrium borohidrida.
Suatu pereaksi alternatif adalah dimetilamina boran yang mereduksi C=N tanpa mereduksi asam, ester, atau nitro. Rendamennya juga tinggi. Sebagai contoh,
(i)
Aminasi reduktif. Ketika reaksi antara aldehida atau keton dengan
amoniak atau amina primer atau amina sekunder dijalankan di dalam adanya agen pereduksi yang sesuai, maka imina atau ion imonium yang terbentuk dapat direduksi secara in situ menjadi amina. Biasanya agen pereduski yang digunakan adalah hidrogen di atas nikel Raney Sebagai contoh,
201
atau natrium sianoborohidrida. Sebagai contoh,
Reaksi ini dirugikan oleh terjadinya reaksi samping. Amina dapat bereaksi lebih lanjut dengan senyawa karbonil menghasilkan imina baru dan dengan reduksi menghasilkan amina baru. Sebagai contoh,
Reaksi samping ini dapat diminimalkan dengan menggunakan amoniak atau amina primer secara berlebih. Salah satu variasi metode yang sesuai untuk pembuatan amina tersier, yang mana paling tidak mengandung gugus N-metil adalah memanaskan amina bersama formaldehida dan asam format di bawah refluks (100°C) (reaksi Eschweiler-Clarke). Dengan amina sekunder, ion imonium yang merupakan spesies-antara direduksi menjadi ion format.
202
Ketika dimulai dari primer, kondensasi dan reduksi terjadi secara berurutan.
Sebagai contoh, konversi PhCH2CH2NH2 → PhCH2CH2NMe2 terjadi dengan rendamen 80%. Reaksi Leuckart adalah varian dari reaksi Eschweiler-Clarke di dalam mana aldehida dan keton selain dari formaldehida dipanaskan bersama amonium format atau formamida pada suhu 180-200°C. Sebagai contoh, Ph
Me +
HCO2-
NH4+
O
180oC
Ph
Me NH2 60%
(c) Oksim Normalnya, pereaksi yang digunakan adalah pereaksi transfer-elektron sebagaimana di dalam pembentukan 1-heptilamina dari oksim heptanal dan natrium di dalam etanol dengan rendamen 60%.
Di dalam sintesis pirol dengan metode Knorr, natrium ditionit digunakan sebagai pereaksi transfer-elektron.
203
Metode katalitik lebil efisien tetapi juga cenderung menghasilkan amina sekunder. Sebagai contoh,
(d) Senyawa nitroso Senyawa C-nitroso dapat dikonversi menjadi hidroksilamina melalui reduksi elektrolitik terkontrol. Reduksi menjadi amina secara normal dilakukan dengan pereaksi transfer-elektron. Sebagai contoh, NH2
NO OH
OH N2S2O4
70%
Reaksi ini umumnya digunakan untuk memperoleh gugus amino di dalam inti aromatik yang teraktifkan dengan kuat terhadap nukleofil, karena lebih mudah menitrosasi senyawa-senyawa seperti itu daripada menitrasinya. Senyawa N-nitroso direduksi dengan pereaksi transfer-elektron lembut menjadi hidrazin tersubstitusi. Sebagai contoh, N-nitroso-N-metilanilin dengan seng di dalam asam asetat menghasilkan N-metil-N-fenilhidrazin dengan rendamen 55%.
Agen pereduksi yang kuat akan memutuskan ikatan N-N. sebagai contoh,
204
(e) Senyawa-Azo Senyawa-azo direduksi menjadi senyawa-hidrazo oleh litium aluminium hidrida di dalam adanya asam Lewis. Jenis reduksi yang lebih berguna adalah reduksi yang dilakukan oleh natrium ditinit yang dapat memutuskan ikatan N=N menjadi amina. Sebagai contoh,
Metode alternatif di mana nitosasi yang diikuti dengan reduksi juga tersedia.
8.8 Sistem yang mengandung belerang Reduksi katalitik senyawa yang mengandung belerang melepaskan belerang sebagai hidrogen sulfida. Reduksi dengan mempertahankan atom belerang memerlukan metode yang selektif, biasanya menggunakan pereaksi yang kurang aktif. (a) Disulfida Seng di dalam asam asetat refluks digunakan secara normal. Sebagai contoh, asam tiosalisilat dapat diperoleh dari asam antranilat dengan cara ini, rendamen reaksi keseluruhan sebesar 75-80%.
205
(b) Sulfonil klorida Asam sulfonat tidak mudah direduksi, tapi turunan kloridanya dengan mudah direduksi menjadi asam sulfinat dan menjadi tiol. Reaksi ini mirip dengan reduksi gugus nitro. Seng atau timah di dalam asam mineral menghasilkan gugus tiol, sedangkan di dalam larutan netral atau alkali akan diperoleh produk-antara. Sebagai contoh, reduksi benzenasulfonil klorida dengan seng di dalam asam sulfat menghasilkan tiofenol dengan rendamen 96%.
Reduksi toluena-p-sulfonil klorida dengan seng di dalam larutan berair natrium hidroksida menghasilkan natrium toluena-p-sulfinat dengan rendamen sebesar 64%. SO2- Na+
SO2Cl Zn - NaOH
Me
Me
8.9 Penutup Untuk menguji prestasi mahasiswa setelah mempelajari Bab ini maka pada Sub-bab 8.9 bagian (a) berikut ini diberikan contoh-contoh latihan yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran bab ini. Untuk memberikan jawaban yang benar, pada Sub-bab 8.9 bagian (b) diberikan umpan balik di mana bagian mana mahasiswa harus memdalami jawaban soal yang bersangkutan. (a) Soal tes formatif Bagaimana cara melakukan transformasi berikut ini:
206
m
m
m
m
m m
trans 2
(b) Umpan balik Setelah mengerjakan soal-soal latihan di atas, namun mahasiswa belum bisa menjawab dengan benar maka disarankan untuk mengikuti instruksi berikut: 1. Untuk menjawab soal nomor 1 dengan benar, disarankan agar mahasiswa membaca kembali Sub-bab 8.7, bagian (b). 2. Untuk menjawab soal nomor 2 dengan benar, disarankan agar mahasiswa membaca kembali Sub-bab 8.2, bagian (b) dan Sub-bab 8.2, bagian (c) subbagian (iii). 3. Untuk menjawab soal nomor 3 dengan benar, disarankan agar mahasiswa membaca kembali Sub-bab 8.6, bagian (a); Sub-bab 8.4 bagian (a); dan Subbab 8.2 bagian (b). 4. Untuk menjawab soal nomor 4 dengan benar, disarankan agar mahasiswa membaca kembali Sub-bab 8.2, bagian (c) dan Sub-bab 8.6.
207
5. Untuk menjawab soal nomor 5 dengan benar, disarankan agar mahasiswa membaca kembali Sub-bab 8.6, bagian (b), sub-bagian (iii). 6. Untuk menjawab soal nomor 6 dengan benar, disarankan agar mahasiswa membaca kembali Sub-bab 8.4, bagian (b), sub-bagian (ii); Sub-bab 8.7, bagian (a), Sub-bab 8.4 bagian (a). 7. Untuk menjawab soal nomor 7 dengan benar, disarankan agar mahasiswa membaca kembali Sub-bab 8.2, bagian (b). 8. Untuk menjawab soal nomor 8 dengan benar, disarankan agar mahasiswa membaca kembali Sub-bab 8.5, bagian (a) dan bagian (b). 9. Untuk menjawab soal nomor 9 dengan benar, disarankan agar mahasiswa membaca kembali Sub-bab 8.4 bagian (b), sub-bagian (ii).
Daftar Pustaka Carruthers, W. and Coldham, I., 2004, Modern Methods of Organic Synthesis, 4th Edition, Cambridge University Press, New York Norman, R.O.C and Coxon, J.M., 1993, Principles of Organic Synthesis, 3rd Edition, Alden Press, Oxford Zweifel, G.S and Nantz, M.H, 2007, Modern Organic Synthesis: An Introduction, 1st Edition, W.H. Freeman and Company, New York.
Senarai Istilah dan Artinya
Istilah
Arti
Disproporsinasi
Tahap terminasi reaksi radikal di mana dua radikal bereaksi menghasilkan dua senyawa yang berbeda
Hidrogenolisis
Hidrogenasi yang disertai dengan peruraian
Kemoselektivitas
Selektivitas berdasarkan reaktivitas kimia
208
Daftar Pustaka
Carruthers, W. and Coldham, I., 2004, Modern Methods of Organic Synthesis, 4th Edition, Cambridge University Press, New York Norman, R.O.C and Coxon, J.M., 1993, Principles of Organic Synthesis, 3rd Edition, Alden Press, Oxford Orchin, M., Kaplan, F., Macomber, R.S, Wilson, R.M., and Zimmer, H., 1980, The Vocabulary of Organic Chemistry, John Wiley & Sons, New York Zweifel, G.S and Nantz, M.H, 2007, Modern Organic Synthesis: An Introduction, 1st Edition, W.H. Freeman and Company, New York.
209