LAPORAN HIBAH PENULISAN BUKU AJAR
MATA KULIAH
KIMIA ORGANIK SINTESIS I
Oleh : Dr. Firdaus, M.S.
Dibiayai oleh dana DIPA Universitas Hasanuddin Tahun 2012 Sesuai dengan SK Rektor Unhas Nomor : 15636/UN4.2/KU.10/2012 Tanggal 3 Oktober 2012
PROGRAM STUDI KIMIA JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HASANUDDIN TAHUN 2012
KEMENTERIAN TERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
LEMBAGA KAJIAN DAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN JL. Perintis Kemerdekaan Km.10 Makassar 90245 (Gedung Gedung Perpustakaan Unhas Lantai Dasar) Telp. (0411) 586 200, Ext. 1064 Fax. (0411) 585 188 e-mail mail :
[email protected]
HALAMAN PENGESAHAN HIBAH PENULISAN BUKU AJAR BAGI TENAGA AKADEMIK UNIVERSITAS HASANUDDIN TAHUN 2012
Judul Buku Ajar
: Kimia Organik Sintesis I
Nama Lengkap
: Dr. Firdaus, M.S
N I P
: 196009091988101001
Pangkat/Golongan
: Pembina/IVa
Jurusan/Bagian/Program Studi
: Jurusan Kimia/Program Studi Kimia
Fakultas/Universitas
: FMIPA/Universitas Hasanuddin
Alamat e-mail
:
[email protected]
Biaya
: Rp. 5.000.000,- (Lima juta rupiah)
Dibiayai oleh
: Dana DIPA Universitas Hasanuddin Tahun 2012 Sesuai dengan SK Rektor Unhas Nomor : 15636/UN4.2/KU.10/2012 Tanggal 3 Oktober 2012 Makassar, 21 Nopember 2012
Dekan Fakultas MIPA,
Penulis,
Prof. Dr. H. Abd. Wahid Wahab, M.Sc NIP. 194908271976021001
Dr. Firdaus, M.S NIP. 196009091988101001
Mengetahui : Ketua Lembaga embaga Kajian dan Pengembangan Pendidikan (LKPP) (L Universitas Hasanuddin,
Prof. Dr. Ir. Lellah Rahim, M.Sc NIP. 196305011988031004
i
SURAT PERNYATAAN
Saya penulis buku ini
Nama lengkap
: Dr. Firdaus, M.S.
NIDN
: 0010016002
Dengan ini menyatakan bahwa: 1. Buku ini benar saya tulis, bukan karya plagiat. Sumber semua gambar, rumus, atau opini dari orang lain yang ada di dalamnya telah dicantumkan pada Daftar Pustaka. 2. Buku ini saya serahkan kepada Lembaga Kajian dan Pengembangan Pendidikan (LKPP) Unhas, untuk selanjutnya dijadikan koleksi Perpustakaan Pusat Unhas dan dalam bentuk softcopy dipajang di www.unhas.ac.id yang dapat diakses oleh semua pengguna, khususnya mahasiswa peserta mata kuliah Kimia Organik Sintesis I Program Studi S-1 Kimia Unhas.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sungguh-sungguh. Makassar, 30 Nopember 2012 Penulis,
Dr. Firdaus, M.S NIDN: 0010016002
KATA PENGANTAR
Sudah kurang lebih satu abad yang lalu, pengetahuan tentang bagaimana cara senyawa organik bereaksi dan mekanisme reaksinya telah berkembang pesat, penemuan demi penemuan di dalam laboratorium telah terakumulasi menjadi suatu ilmu pengetahuan tentang sintesis dan mekanisme reaksi kimia organik. Produk dari sintesis senyawa organik tak jarang juga dituding sebagai sumber pencemaran lingkungan yang sangat mencemaskan sehingga ilmu pengetahuan ini sering dipandang sebagai ilmu yang menakutkan, meskipun tudingan seperti itu mengandung unsur ketidakadilan. Media massa sering hanya menyoroti sisi negatif dari produk ilmu ini dengan mengabaikan sisi positifnya yang jauh lebih besar. Media massa banyak menyoroti dampak negatif produk plastik terhadap lingkungan, tapi tidak pernah menilik sisi positif berbagai jenis obat-obatan hasil sintesis yang digunakan dalam pengobatan berbagai macam penyakit. Meskipun demikian, minimalisasi dampak negatif proses sintesis juga telah menjadi pemikiran serius dari para kimiawan, dan hal ini terpelopori dalam slogan “Green Chemistry”. Pada Program Studi Ilmu Kimia Jurusan Kimia FMIPA Unhas, Ilmu kimia organik sintesis tersaji sebagai mata kuliah dalam dua semester, yaitu Kimia Organik Sintesis I pada semester empat dan Kimia Organik Sintesis II pada semester lima. Sebelum memprogramkan mata kuliah ini, mahasiswa terlebih dahulu mengikuti mata kuliah Kimia Organik Fisis yang membahas tentang keterkaitan antara reaktivitas senyawa organik dengan strukturnya. Mata kuliah ini juga tersaji dalam dua semester, yaitu Kimia Organik Fisis I pada semester tiga dan Kimia Organik Fisis II dalam semester empat. Buku ajar tentang mata kuliah Kimia Organik Fisis I telah penulis susun dan telah diunggah ke internet sehingga pembaca dapat mengunduh
dari
internet
dengan
cuma-cuma.
Untuk
itu,
penulis
sangat
merekomendasikan agar terlebih dahulu mempelajari buku tersebut sebelum mempelajari buku ini. Berdasarkan penelusuran literatur, penulis menemukan beberapa buku kimia organik sintesis yang masih mengandung penulisan mekanisme reaksi yang kurang logis, bahkan cenderung tidak konsisten sehingga dapat membingunkan mahasiswa.
Salah salah buku teks yang penulis anggap cukup memadai untuk digunakan sebagai referensi dalam pengajaran kimia organik sintesis di tingkat S-1 adalah buku yang ditulis oleh N. O. C. Norman dengan judul “Principles of Organic Synthesis“, meskipun buku itu juga masih mengandung kekurangan sebagaimana yang telah dikemuan di atas. Oleh karena itu di dalam penulisan buku ini, penulis lebih banyak mengacu pada buku tersebut dan berusaha untuk menyajikan mekanisme reaksi yang logis dan konsisten. Penulis berharap dengan kehadiran buku ini akan dapat membantu mahasiswa dalam mempelajari tentang kimia organik sintesis, dan menghilangkan kebingungannya tentang cara menuliskan mekanisme reaksi kimia organik. Penyusunan buku ajar ini pada dasarnya diperuntukkan untuk mahasiswa program studi S-1 Ilmu Kimia, tapi tidak menutup kemungkinan untuk dapat digunakan pada displin ilmu yang serumpun seperti pada program studi Ilmu Farmasi. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan buku ini melalui E-mail:
[email protected], serta tak lupa mengucapkan
“Syukur
Alhamdulillah”
atas
rahmat
dan
hidayahNya,
dan
menyampaikan terima kasih kepada pihak Universitas Hasanuddin atas dana yang diberikan sehingga penyusunan buku ajar berbasis content ini dapat terselesaikan.
Makassar, 30 Nopember 2012
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN
……………………………………………………
i
SURAT PERNYATAAN
……………………………………………………
ii
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………
iii
DAFTAR ISI
v
BAB I
…………………………………………………………………….
PENDAHULUAN
……………………………………………………
1
1.1 Satuan Proses Dalam Reaksi Organik …………………………
1
1.1.1 Pemutusan ikatan
………………………………….
2
1.1.2 Pembentukan ikatan
………………………………….
4
1.2 Keserempakan pemutusan ikatan dengan pembentukan Ikatan
………………………………………………….. ………..
5
1.2.1 Satu ikatan tunggal putus dan satu ikatan tunggal terbentuk …………………………………………………. .
6
1.2.2 Satu ikatan rangkap dua berubah menjadi ikatan tunggal seraya satu ikatan tunggal terbentuk 1.3 Perpindahan Intramolekul BAB II
………..
8
………………………………….
10
1.4 Pemindahan Elektron …………………………………………..
11
JENIS-JENIS REAKSI KIMIA ORGANIK
………………………….
13
…………………………………………………...
14
2.1.1 Adisi Elektrofilik …………………………………………..
15
2.1.2 Adisi Nukleofilik …………………………………………..
18
2.1 Reaksi Adisi
2.2 Reaksi Eliminasi
…………………………………………..
22
-Eliminasi
…………………………………………..
22
2.2.2 -Eliminasi
…………………………………………..
30
2.3 Reaksi Substitusi
…………………………………………..
30
2.2.1
2.3.1 Substitusi serempak
………………………………….
30
2.3.2 Eliminasi diikuti dengan adisi
…………………………
36
2.3.3 Adisi diikuti dengan eliminasi
………………………….
38
……………………………………………
41
2.5 Reaksi Penataan Ulang …………………………………………...
42
2.4 Reaksi Kondensasi
2.5.1 Penataan intramolekul
…………………………………...
2.5.2 Penataan Ulang Intermolekul 2.6 Reaksi Oksidasi-Reduksi
42
…………………………..
44
……………………………………
44
2.6.1 Reaksi oksidasi
…………………………………………. .
45
2.6.2 Reaksi Reduksi
…………………………………………. .
47
BAB III PEMBENTUKAN IKATAN KARBON-KARBON MENGGUNAKAN PEREAKSI ORGANOLOGAM
………………………………….
50
3.1 Prinsip Reaksi Organologam
………………………………….
50
3.1.1 Pembuatan senyawa organologam 3.1.2 Struktur dan reaktivitas
…………………
51
………………………………….
52
3.2 Senyawa Organomagnesium (Pereaksi Grignard)
………...
53
3.2.1 Pembuatan pereaksi Grignard ………………………….
53
3.2.2 Reaktivitas pereaksi Grignard
54
………………………….
3.2.3 Pembentukan ikatan karbon-karbon
…………………
56
3.2.4 Reaksi dengan unsur selain karbon
…………………
63
3.3 Senyawa organonatrium ………………………………………..
65
3.4 Senyawa Organolitium …………………………………………. ..
65
3.4.1 Pembuatan Senyawa Organolitium
…………………
65
………………………….
67
3.5 Senyawa Organotembaga
…………………………………..
69
3.6 Senyawa Organokadmium
…………………………………..
71
3.7 Senyawa Organoseng ……………………………………………
72
3.4.2 Reaksi senyawa organolitium
BAB IV PEMBENTUKAN IKATAN KARBON-KARBON MELALUI REAKSI KONDENSASI TERKATALIS-BASA
………………………….
4.1 Prinsip Reaksi Kondensasi Terkatalis-Basa
75
…………………
75
4.2 Kondensasi Karbanion dengan Aldehida dan Keton ………...
77
4.2.1 Kondensasi Aldol …………………………………………...
77
4.2.2 Reaksi Claisen
…………………………………………..
82
4.2.3 Reaksi Perkin
…………………………………………..
82
4.2.4 Reaksi Stobbe
……………………………………………
83
4.2.5 Reaksi Darzen
…………………………………………...
85
4.2.6 Kondensasi Aldol jenis lain
…………………………..
86
……………………………………
88
4.3 Kondensasi Karbanion dengan Ester …………………………..
88
4.2.7 Reaksi Knoevenagel
4.3.1 Kondensasi Claisen
………………………………… .
88
4.3.2 Kondensasi Dickmann
………………………………...
89
………………………………………….
90
4.3.3 Reaksi Thorpe
4.4 Kondensasi ester dengan keton
………………………..
91
4.5 Enamina …………………………………………………………..
92
4.6 Alkilasi Karbanion
93
………………………………………….
4.6.1 Alkilasi senyawa monofungsi
………………………...
94
4.6.2 Alkilasi Senyawa Bifungsi
………………………...
95
…………………………
99
4.8 Kondensasi yang Melibatkan Asetilida …………………………
102
4.8.1 Kondensasi dengan alkil halida …………………………
103
4.8.2 Kondensasi dengan Gugus Karbonil
…………………
103
4.9 Kondensasi yang Melibatkan Sianida …………………………..
104
4.9.1 Kondensasi dengan alkil halida …………………………
104
4.9.2 Kondensasi dengan senyawa karbonil …………………
106
BAB V PEMBENTUKAN IKATAN KARBON-KARBON MELALUI REAKSI KONDENSASI TERKATALIS-ASAM …………………………
110
5.1 Prinsip Reaksi Kondensasi Terkatalis-Asam ………………... 5.2 Kondensasi Diri Sendiri Olefin ………………………………….
110 111
5.3 Reaksi Friedel Crafts ………………………………………….. 5.3.1 Alkilasi ……………………………………………
113 113
4.7 Adisi Karbanion ke Olefin Aktif
5.3.2 Asilasi 5.4 Reaksi Prins
……………………………………………
113
………………………………………………….. …
114
5.5 Kondensasi Aldehida dengan Keton …………………………. 5.5.1 Kondensasi diri sendiri ……………………………………
115 115
5.5.2 Kondensasi silang
……………………………………
117
5.6 Kondensasi antara Keton dengan Klorida Asam atau Anhidrida Asam ……………………………………………………. 5.7 Reaksi -Pikolin dan Senyawa yang Serupa …………………...
117 119
5.8 Reaksi Mannich
121
…………………………………………….
5.8.1 Mekanisme reaksi Mannich
……………………………
121
5.8.2 Persyaratan Struktur di dalam Reaktan ……………………
122
5.8.3 Basa Mannich sebagai zat-antara di dalam sintesis
123
…..
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………
128
BAB I PENDAHULUAN
Sasaran Pembelajaran: Memahami pentingnya pengetahuan dasar reaksi kimia organik di dalam mempelajari sintesis senyawa organik, serta prinsip-prinsip tentang pembentukan dan pemutusan ikatan 1.1 Satuan Proses Dalam Reaksi Organik Banyak reaksi kimia organik yang sepintas tampak sangat rumit, melibatkan penataan ulang ikatan-ikatan reaktan secara luas. Sebagai contoh sintesis Skraup dalam mana kuinolin diperoleh dengan rendamen > 90% melalui pemanasan anilina, gliserol, nitrobenzena, dan asan sulfat pekat:
Reaksi rumit seperti ini biasanya terdiri atas sejumlah tahap sederhana dalam mana setiap langkah terjadi penataan ulang ikatan-ikatan dan mengarah kepada hasilantara yang selanjutnya bereaksi sampai produk-akhir tercapai. Sintesis Skraup terdiri atas langkah-langkah sebagai berikut:
1
Reaksi-reaksi yang tampak sederhana juga kerap kali mengandung sejumlah langkah. Sebagai contoh, nitrasi benzena oleh campuran asam nitrat pekat dan asam sulfat pekat, yang secra stoikiometri dinyatakan dengan
terjadi melalui tahap-tahap sebagai berikut:
Ada lima macam proses yang memungkinkan ditemukan dalam peristiwa perubahan seperti di atas, yaitu: (a) pemutusan ikatan, (b) pembentukan ikatan, (c) pemutusan dan pembentukan ikatan yang terjadi secara serempak, (d) migrasi intarmolekul, dan (e) pemindahan elektron. 1.1.1 Pemutusan ikatan Suatu ikatan kovalen A B dapat mengalami pemutusan melalui salah satu dari cara, yaitu cara homolitik atau heterolitik. Pemutusan dengan cara homolitik menghasilkan A· + ·B. Pemutusan ini terjadi di mana masing-masing atom membawa satu elektron ikatannya. Proses perpindahan satu elektron biasa dinyatakan dengan anak panah lengkung berkait satu seperti berikut.
Pemutusan secara heterolitik akan dihasilkan A+ + B-. Pemutusan ini terjadi di mana pasangan elektron ikatan akan berpindah ke salah satu atom yang membentuk ikatan tersebut. Umumnya, pasangan elektron berpindah ke atom yang lebih
2
elektronegatif. Proses perpindahan sepasang elektron biasa dinyatakan dengan anak panah lengkung berkait dua seperti berikut.
Pemutusan homolitik biasanya terjadi pada pemanasan senyawa-senyawa yang mengandung ikatan lemah, seperti ikatan O-O di dalam suatu peroksida; atau peruraian yang melepaskan molekul berikatan kuat, seperti pelepasan N2 dari peruraian senyawa azo.
Pemutusan heterolitik terjadi jika spesies yang terbentuk relatif stabil. Sebagai contoh, hidrolisis t-butil klorida terjadi sangat cepat karena reaksi melalui pembentukan karbokation yang relatif stabil. Di samping itu, ion klorida merupakan gugus-pergi yang baik.
Kestabilan gugus-pergi juga merupakan faktor penting. Hal ini tercermin dalam urutan kemudahan heterolisis beberapa senyawa t-butil seperti berikut.
Sama halnya dengan urutan kekuatan keasaman seperti berikut.
3
Ion klorida dinyatakan sebagai gugus-pergi yang lebih baik daripada ion asetat, dan ion asetat adalah gugus-pergi yang lebih baik daripada ion hidroksida. Kemampuan hidroksi sebagai gugus-pergi meningkat oleh protonasi. Sebagai contoh, t-butanol tidak dipengaruhi oleh ion klorida tapi berubah menjadi t-butil klorida oleh hidrogen klorida.
1.1.2 Pembentukan ikatan Ada tiga cara pembentukan ikatan, yaitu (a) penggabungan dua radikal (atom), (b) penggabungan dua ion yang berlawanan muatannya, dan (c) penambahan ion ke suatu molekul netral. a.
Penggabungan dua radikal (atom)
Reaksi ini adalah kebalikan dari homolisis. b.
Penggabungan dua ion yang berlawanan muatannya
4
Reaksi ini adalah kebalikan dari heterolisis. Perlu dicatat bahwa ion positif yang telah jenuh (telah berikatan melebihi valensinya) tidak akan membentuk ikatan kovalen dengan anion. Sebagai contoh ion amonium kuaterner seperti (CH3)4N+ membentuk garam yang stabil di dalam larutan. Atom N dalam spesies tersebut tidak lagi mempunyai orbital yang dapat digunakan membentuk orbital ikatan; halnya yang berbeda dengan karbon kekurangan elektron dalam suatu karbokation yang mempunyai orbital kosong sehingga masih dapat menerima pasangan elektron. c.
Penambahan ion ke suatu molekul netral
Untuk penambahan ke suatu kation, molekul netral harus memiliki pasangan elektron bebas; sedangkan untuk penambahan ke suatu anion, molekul netral harus mempunyai kemampuan untuk menerima pasangan elektron (mempunyai orbital kosong). Kation dan molekul kekurangan elektron yang mempunyai tendensi untuk membentuk ikatan dengan suatu spesies penerima pasangan elektron disebut elektrofil (pencari elektron), sedangkan anion dan molekul pemilik pasangan elektron yang mempunyai tendensi untuk membentuk ikatan melalui penyumbangan pasangan elektron ke spesies lain disebut nukleofil (pencari inti). 1.2 Keserempakan pemutusan ikatan dengan pembentukan ikatan Ada dua kelompok besar reaksi serempak: a) satu ikatan tunggal putus dan satu ikatan tunggal terbentuk; b) satu ikatan rangkap dua berubah menjadi ikatan tunggal (atau ikatan rangkap tiga berubah ke ikatan rangkap dua) sambil satu ikatan tunggal terbentuk. Sebagai contoh
5
Kedua reaksi di atas mempunyai dasar yang sama, yaitu satu ikatan putus secara heterolitis sambil ikatan kedua terbentuk oleh serangan nukleofil ke karbon. Untuk itu perlu pula dibahas secara terpisah tentang atom-atom yang membentuk ikatan, baik yang atom yang diserang maupun atom yang menyerang. 1.2.1 Satu ikatan tunggal putus dan satu ikatan tunggal terbentuk Berdasarkan jenis unsur atom yang diserang, reaksi dikelompokkan sebagai berikut. a. Karbon dapat disubstitusi oleh nukleofil jika terikat pada suatu gugus yang bersifat elektronegatif yang dapat pergi sebagai anion yang relatif stabil.
Penulisan yang memperlihatkan pergerakan elektron untuk reaksi jenis ini dinyatakan sebagai berikut.
Harus diingat bahwa yang berpindah adalah elektron, bukan muatan. Oleh karena itu, ujung asal anak panah harus dari pasangan elektron. Di dalam penulisan mekanisme reaksi, semua elektron valensi atom yang aktif harus dituliskan, baik sebagai pasangan titik atau garis hubung (pasangan elektron bebas) atau sebagai garis ikatan (satu garis menyatakan pasangan elektron ikatan). Bila pasangan
6
elektron bebas dinyatakan sebagai garis hubung maka muatan formal atom harus dilingkari. Sebagai contoh dalam penulisan gugus alkoksi sebagai berikut.
b. Hidrogen dapat diserang oleh nukleofil jika terikat pada suatu gugus yang elektronegatif. Sebagai contoh:
Hidrogen juga diserang oleh elektrofil jika hidrogen tersebut terikat pada unsur yang lebih elektropositif, seperti pada unsur logam tertentu seperti litium aluminium hidrida (LiAlH4) yang mengandung ion AlH4-. Sebagai contoh, reaksi karbon elektrofil gugus karbonil untuk membentuk ikatan C-H.
c. Oksigen dan Nitrogen jarang mengalami substitusi simultan. Kedua unsur, sebagai contoh ion hidroksida dan amoniak lebih menyukai bereaksi sebagai nukleofil, mengadisi ke pusat elektronfil tak jenuh dan pusat elektrofil jenuh. Ada beberapa contoh yang berguna telah diketahui, seperti pembentukan N-Oksida dan pembentukan amina dari pereaksi Grignard dan O-metilhidroksilamina sebagai berikut.
7
d. Halogen, klorin, bromin, dan iodin mengalami pengusiran oleh nukleofil seperti dalam halogenasi karbanion, sebagai contoh:
Keberhasilan reaksi ini terkait dengan kemampuan atom halogen pergi sebagai anion. Molekul halogen juga bereaksi dengan radikal, seperti dalam halogenasi hidrokarbon terkatalis radikal sebagai berikut.
1.2.2 Satu ikatan rangkap dua berubah menjadi ikatan tunggal seraya satu ikatan tunggal terbentuk Nukleofil, elektrofil, radikal, dan atom dapat mengadisi ke ikatan tak-jenuh, dan yang paling sering temui adalah:
Gugus tak-jenuh lain seperti C=N (di senyawa dalam imina), N=O (di dalam senyawa nitroso dan nitro), N=N (di dalam senyawa azo), dan C=S (di dalam senyawa tio) analog dengan senyawa-senyawa yang mengandung karbonil.
8
Ada perbedaan utama dalam hal mudahnya terjadi adisi. Olefin sederhana segera bereaksi elektrofil dan radikal, tetapi tidak bereaksi dengan nukleofil.
Pada sisi lain, gugus karbonil bereaksi dengan nukleofil.
Perbedaan ini dari olefin adalah hasil dari kenyataan bahwa oksigen lebih mampu memikul muatan negatif dibanding dengan karbon. Demikian juga, gugus siano bereaksi dengan nukleofil menghasilkan suatu spesies di mana muatan termuat pada nitrogen.
Reaksi asetilen dengan elektrofil kurang cepat dibanding dengan olefin; tetapi dengan nukleofil, reaksinya lebih cepat daripada reaksi olefin.
Perbedaan tersebut sesuai dengan fakta bahwa karbok tak-jenuh lebih elektronegatif daripada karbon-jenuh. Ikatan rangkap dua aromatik dalam benzena kurang mudah bereaksi dengan semua pereaksi daripada olefin. Hal ini disebabkan oleh hilangnya kestabilan aromatik ketika terjadi adisi pada benzena.
9
1.3 Perpindahan Intramolekul Di dalam situasi struktur tertentu, suatu gugus berpindah dari satu atom ke atom yang lain di dalam spesies yang sama tanpa terbebaskan dari spesies tersebut. Ada tiga kelompok perpindahan yang berbeda. a. Gugus berpindah beserta pasangan elektron ikatannya oleh serangan dalam spesies asalnya. Sebagai contoh, penataan ulang kation neopentil menjadi kation t-amil oleh perpindahan gugus metil, dinyatakan sebagai berikut.
Kekuatan pengarah (driving force) untuk terjadinya reaksi ini terletak pada kestabilan karbokation tersier yang lebih besar daripada karbokation primer. b. Gugus berpindah beserta satu elektron dari pasangan elektron ikatan asalnya. Sebagai contoh:
Kekuatan pengarah untuk terjadinya reaksi ini terletak pada kestabilan yang lebih besar radikal tersier daripada radikal primer.
10
c. Gugus yang berpindah tanpa disertai dengan elektron ikatan asalnya. Sebagai contoh:
Kekuatan pengarah untuk terjadinya reaksi ini terletak pada kemampuan oksigen menjadi anion lebih besar daripada karbon. 1.4 Pemindahan Elektron Spesies yang mempunyai kecenderungan kuat untuk memberikan elektron dapat bereaksi dengan spesies yang mempunyai kecenderungan menerima elektron melalui pemindahan elektron. Senyawa organik dalam hal ini dapat bertindak sebagai penerima elektron maupun sebagai pemberi elektron.
Pemberian atau penerimaan satu elektron oleh suatu senyawa organik netral menghasilkan sutau radikal yang nornalnya mengalami reaksi lebih lanjut. Sebagai contoh, penerimaan satu elektron oleh aseton dari magnesium menghasilkan suatu spesies radikal yang selanjutnya mengalami dimerisasi menjadi spesies seperti berikut.
Pengolahan dengan asam spesies ini akan mengarah kepada pembentukan pinakol.
11
SOAL LATIHAN 1. Gambarkan struktur Lewis untuk senyawa-senyawa berikut ini: (b) H2SO4 (c) H3BO3 (d) HSO3(e) BF3 (a) HNO3 (f) CH3CH2O (g) CH3NO2 (h) CN (i) AlCl3 (j) SO3 2. Urutkanlah senyawa-senyawa berikut berdasarkan penurunan reaktivitasnya terhadap elektrofil (contoh H+)
3. Perbedaan reaktivitas dalam hal apa yang diharapkan diantara masing-masing pasangan senyawa berikut ini:
"
"
"
!
12
BAB II JENIS-JENIS REAKSI KIMIA ORGANIK Sasaran Pembelajaran: Memahami tentang jenis-jenis reaksi kimia organik dan mekanisme reaksnya, serta karakteristik dari masing-masing jenis reaksi Kombinasi beberapa satuan proses yang telah dikemukaan sebelumnya menghasilkan berbagai jenis reaksi. Sebagai contoh, jika etil asetat direfluks di dalam metanol yang mengandung natrium etoksida maka akan terbentuk turunan natrium etil asetoasetat.
Satuan-satuan proses yang dikombinasikan dalam keseluruhan reaksi di atas adalah kesetimbangan asam-basa (1), pembentukan ikatan (2), pemtusan ikatan secara heterolitik (3), dan kesetimbangan asam-basa kedua yang lebih cenderung ke kanan (4):
Cara pemaparan keseluruhan proses reaksi seperti di atas adalah sangat baik; dan setelah itu, penggambaran reaksi diklasifikasikan sebagai reaksi-reaksi adisi, eliminasi, substitusi, kondensasi, penataan-ulang, rmulti-pusat, dan oksidasi-reduksi. Contoh reaksi di atas adalah reaksi kondensasi. Pembangian reaksi lebih rinci lagi juga cukup membantu; dan dalam berbagai hal, reaksi-
13
reaksi
dapat
dikelompokkan
berdasarkan
sifat
pereaksi
yang
bereaksi
menghasilkan senyawa organik. Sebagai contoh, adisi ke ikatan tak-jenuh dibagi berdasarkan pereaksinya seperti elektrofil (i), nukleofil (ii), dan atom atau radikal (iii). (i) Elektrofil - Hidrogen dalam bentuk pemberi proton seperti H3O+ atau suatu asam karboksilat. - Halogen: klorin, bromin, dan iodin. - Nitrogen seperti ion nitronium (NO2+), ion nitrosonium (NO+), alkil nitril (RO
NO2), dan ion diazonium aromatik (ArN2+).
- Belerang seperti belerang trioksida, biasanya diturunkan dari asam sulfat. - Oksigen seperti hidrogen peroksida dan ozon. - Karbon seperti karbokation (sebagai contoh, (CH3)3C+). (ii) Nukleofil - Oksigen dalam H2O, ROH, RCO2H, RSO3H, dan basa konjugasinya (OH-, RO-, dan sebagainya). - Belerang dalam H2S dan RSH, serta basa konjugasinya, dan ion bisulfit (HSO3-). - Nitrogen dalam NH3 dan NH2-, amina dan turunan amina (sebagai contoh NH2OH), - Karbon dalam ion sianida (CN-), ion asetilida (HC C- dan RC C-), karbanion (sebagai contoh, CH3COCH2-), dan senyawa organologam (sebagai contoh, CH3 MgI). - Ion halida (F-, Cl-, Br-, I-). - Hidrogen seperti ion hidrida dan spesies pembawa ion ini (sebagi contoh, LiAlH4). (iii) Radikal dan atom - Atom halogen - Radikal alkil dan aril (sebagai contoh, ·CH3, ·Ph) 2.1 Reaksi Adisi Berdasarkan jenis pereaksinya, reaksi adisi dibagi menjadi dua kelompok, yaitu reaksi adisi elektrofilik dan reaksi adisi nukleofilik.
14
2.1.1 Adisi Elektrofilik Adisi elektrofilik dapat dibedakan berdasarkan substratnya. 1) Olefin. Prinsip utama adisi terhadap olefin adalah sebagai berikut: a.
Adisi terjadi melalui dua tahap dengan spesies-antara karbokation.
Sebagai contoh
b. contoh,
Adisi adalah stereosfesifik, di mana terbentuk produk trans. Sebagai reaksi
trans-2-butena
dan
bromin
menghasilkan
meso-2,3-
dibromobutana.
c.
Spesies-antara karbokation dapat diserang oleh nukleofil yang ada.
Sebagai contoh, adisi bromin ke dalam etilena dalam larutan berair menghasilkan dibromida dan juga bromohidrin karena air adalah nukleofil.
15
Air dapat dibuat menjadi nukleofil yang utama melalui penggunaan pereaksi elektrofil seperti asam sulfat yang mana ion bisulfatnya sendiri adalah nukleofil yang sangat lemah. Hal ini membuat hidrasi suatu olefin dengan asam sulfat encer menjadi lebih mungkin dilakukan.
Jika konsentrasi air cukup rendah, molekul olefin kedua dapat bertindak sebagai nukleofil,
hasil
penambahannya
kemudian
melepaskan
proton
ke
air
menghasilkan campuran olefin.
Jika konsentrasi air lebih kecil lagi maka karbokation dimer akan mengadisi ke olefin berikutnya menghasilkan trimerik. Adisi yang berlanjut dapat mengarah pada pembentukan rantai polimer. Arah reaksi vinil eter dengan asam juga berubah oleh adanya air. Meskipun reaksi metil vinil eter dengan hidrogen klorida (HCl) menghasilkan CH3 CHCl OCH3, tetapi reaksinya dengan asam klorida (HCl dalam air) menghasilkan asetaldehida dan metanol seperti berikut.
d.
Adisi nukleofil berkompetisi dengan eliminasi proton. Eliminasi lebih
disukai terjadi jika adisi terhalang oleh sterik seperti dalam reaksi berikut.
16
Contoh lain adalah dalam adisi terhadap enol sebagi berikut.
e.
Adisi ke dalam sistem yang mengandung dua atau lebih ikatan rangkap
terkonjugasi menghasilkan campuran produk sebab muatan pada spesies karbokation-antara didelokalisasikan kepada dua atau lebih karbon yang masingmasing dapat diserang dalam tahap kedua. Sebagai contoh
2) Asetilen. Asetilen kurang rentan daripada olefin terhadap adisi elektrofil tetapi karakteristiknya sama (reaksi terjadi dalam dua tahap, melibatkan karbokation-antara, dan menghasilkan produk trans). 3) Aromatik. Ikatan rangkap karbon-karbon aromatik normalnya lebih suka bereaksi dengan elektrofil dengan cara substitusi daripada adisi sebab adisi menyebabkan hilangnya kestabilan aromatis.
17
2.1.2
Adisi Nukleofilik Adisi nukleofilik dapat dibedakan berdasarkan gugus substratnya.
1) Gugus karbonil. Pola utama adisi nukleofil ke gugus karbonil dalam aldehida dan keton adalah sebagai berikut. a. Tahap penentu kecepatan reaksi adalah adisi nukleofil. Sebagai contoh
Oleh karena gugus karbonil memperoleh satu muatan negatif partial dalam keadaan transisi maka gugus penarik elektron akan meningkatkan kecepatan reaksinya, sedangkan gugus pemberi elektron akan menurunkan kecepatannya. b. Adisi disempurnakan oleh pengambilan sebuah proton dari pelarut. Skema penyempurnaan reaksi untuk adisi hidrogen sianida ke keton di dalam larutan berair adalah sebagai berikut.
Reaksi ini adalah reaksi dikatalis oleh basa karena hidrogen sianida adalah asam lemah, dan fungsi basa adalah meningkatkan konsentrasi ion sianida yang aktif; basa tersebut dihasilkan kembali pada tahap kedua. c.
Meskipun nukleofil seperti ion sianida mengadisi secara cepat ke gugus
karbonil tapi nukleofil lemah seperti air bereaksi sangat lambat, kecuali jika gugus karbonilnya diaktifkan telah diaktifkan oleh asam.
18
Reaksi pembentukan hidrat adalah reaksi dapat balik, dan hidrat hanya bisa diisolasi dari senyawa yang mengandung substituent penarik-elektron yang kuat seperti CCl3 atau gugus karbonil kedua. Akan tetapi dengan adanya asam, aldehida bereaksi dengan alkohol menghasilkan asetal yang dapat disiolasi.
Keton tidak bereaksi dengan alkohol monohidrat menghasilkan ketal, akan tetapi bereaksi dengan 1,2-diol menghasilkan ketal siklik.
Perbedaan ini adalah salah satu contoh penting di mana faktor entropi menentukan posisi kesetimbangan. Pembentukan ketal dari satu molekul keton dengan dua molekul alkohol monohidrat menyebabkan hilangnya tiga derajat kebebasan translasi, sedangkan pada reaksi keton dengan alkohol dihidrat tidak melibatkan perubahan jumlah derajat kebebasan translasi. Aldehida dan keton menghasilkan tio yang analog dengan asetal dan ketal jika diolah dengan merkaptan dan asam.
19
2) Gugus karbonil yang lain. Gugus karbonil turunan asam (halida asam, anhidrida, ester, dan amida) juga diserang oleh nukleofil, tetapi reaksinya disempurnakan
oleh
pelepasan
gugus
elektronegatif
dan
bukan
oleh
penambahan proton. Sebagai contoh
Reaksi ini digolongkan sebagai reaksi substitusi. 3) Nitril. Ikatan rangkap tiga karbon-nitrogen dalam nitril diserang oleh nukleofil kuat seperti ion hidroksida dalam air.
Ikatan rangkap tiga karbon-nitrogen dalam nitril dapat pula diserang oleh nukleofil yang lebih lemah seperti air dan alkohol dalam adanya asam.
4) Olefin. Olefin tidak diserang oleh nukleofil kecuali ikatan rangkap karbonkarbon berkonjugasi dengan gugus jens –M. Nukleofil yang lebih kuat kemudian mengadisi ke dalam ikatan rangkap seperti berikut.
20
Nukelofil yang kurang kuat seperti alkohol akan mengadisi ke dalam sistem ini hanya dalam adanya suatu asam.
5) Asetilen. Asetilen bereaksi dengan nukleofil kuat seperti ion alkoksida dalam pelarut alkohol.
Nukleofil yang kurang kuat memerlukan katalisis, dan yang sering digunakan adalah ion raksa(II) karena kecenderungannya membentuk kompleks dengan asetilen, dan menarik elektron dari ikatan rangkap tiga. Sebagai contoh, reaksi dengan air dalam adanya raksa(II) sulfat dan asam sulfat encer menghasilkan vinil alkohol yang bertautomeri ke suatu keton menghasilkan asetaldehida.
21
2.2
Reaksi Eliminasi Reaksi eliminasi dikelompok ke dalam dua kelompok utama: (a) -eliminasi
dalam mana gugus-gugus pada atom-atom yang berdekatan akan tereliminasi membentuk ikatan tak jenuh,
kelompok (b)
-eliminasi, dalam mana dua gugus tereliminasi dari atom yang
sama,
Di dalam hal yang terakhir di atas, spesies tidak stabil yang terbentuk akan mengalami reaksi lebih lanjut. 2.2.1
-Eliminasi
Ikatan tak-jenuh yang terbentuk oleh reaksi eliminasi dapat berupa salah satu dari sejumlah jenis ukatan rangkap (C=C, C≡C, C=O, C≡N, dsb). Kita hanya akan fokus pada eliminasi yang mengarah pada ikatan tak-jenuh C=C, dan terutama pada yang melibatkan hidrogen sebagai salah satu yang tereliminasi, sebagai contoh
22
Golongan reaksi ini selanjutnya dapat dibagi ke dalam eliminasi yang terjadi melalui mekanisme bimolekular (E2) yang eliminasi yang terjadi melalui mekanisme unimolekular (E1). 1) Proses bimolekular. Di sini, eliminasi difasilitasi oleh serangan suatu basa ke atom hidrogen yang akan dilepaskan, sebagai contoh
Gugus tereliminasi yang lain harus yang memiliki kemampuan pergi sebagai molekul netral atau anion yang relatif stabil. Di dalam keadaan transisi, ikatan rangkap baru terbentuk secara parsial dan gugus terelimnasi pergi secara parsial.
Gambaran utama reaksi ini adalah sebagai berikut: a. Kecepatan reaksi meningkat dengan meningkatnya kekuatan basa, sebagai contoh: CH3 CO 2- <
HO- <
EtO- < Me3 CO-
<
NH2 -
b. Kecepatan reaksi meningkat dengan meningkatanya kemampuan gugus tereliminasi-kedua untuk pergi dengan membawa pasangan elektron ikatan. Sebagai contoh, alkohol stabil terhadap eliminasi oleh basa karena kemampuan yang lemah dari gugus hidroksil untuk terelimnasi sebagai ion hidroksida,
23
sedangkan suatu sulfonat sangat mudah mengalami eliminasi karena kestabilan anion sulfonat.
c. Urutan reakstivitas gugus alkil: tersier>sekunder>primer, sebagai contoh,
Alasan untuk hal tersebut di atas adalah kestabilan termodinamik sistem olefin meningkat dengan semakin banyaknya gugus alkil yang berkonjugasi dengan sistem C=C. d. Eliminasi lebih mudah terjadi jika ikatan rangkap yang baru terbentuk menjadi berkonjugasi dengan ikatan rangkap yang sudah ada karena energi kestabilan yang disebabkan oleh konjugasi dalam produk mengambil bagian dalam kestabilan keadaan transisi. Sebagai contoh, eliminasi hidrogen bromida lebih mudah terjadi dari CH2=CH-CH2-CH2Br menghasilkan CH2=CH-CH=CH2 daripada dari n-butil bromida. Keberadaan gugus tak-jenuh jenis –M memfasilitasi eliminasi lebih kuat jika proton terikat pada karbon- daripada jika terikat pada karbon- .
24
Hal ini terjadi karena gugus –M menstabilkan struktur seperti berikut yang berkontribusi pada keadaan transisi (B = katalis basa), dengan cara demikian menurunkan energi aktivasi.
e. Reaksi lebih cepat terjadi jika posisi kedua gugus tereliminasi adalah trans satu sama lain, dan gugus-gugus tersebut sebidang dengan atom-atom karbon
yang
menghubungnya.
Sebagai
contoh,
senyawa
(1)
mudah
mengeliminasi asam toluen-p-sulfonat, sedangkan isomernya (2) yang tidak memiliki hidrogen-
pada posisi trans dengan gugus toluena-p-sulfonat adalah
inert bahkan sekalipun terhadap basa kuat.
f. Suatu senyawa yang dapat mengeliminasi gugus-gugusnya melalui dua cara menghasilkan olefin-olefin yang berbeda, secara normal memberikan produk olefin yang lebih terkonjugisi sebagai produk yang utama. Pernyataan ini dikenal dengan hukum Sayteff. Sebagai contoh,
Penyimpangan dari hukum Saytzeff terjadi dalam dua keadaan: Pertama, apabila proton yang akan tereliminasi mengikuti hukum Saytzeff berada dalam lingkungan rintangan sterik, atau jika pusat basa dari basa yang
25
digunakan terhalang secara sterik akan mengarahkan reaksi kepada produk olefin yang kurang terkonjugasi. Kondisi ini diilustrasikan sebagai berikut.
Kedua, eliminasi dari ion amonium kuaterner (eliminasi Hofmann) biasanya menghasilkan olefin yang kurang terkonjugasi.
Hal ini terjadi karena ukuran substituen amonium kuaterner yang besar sehingga konformasi yang dipersyaratkan untuk terjadinya eliminasi (yakni gugus-gugus yang akan tereliminasi harus dalam posisi anti) tidak dapat dicapai karena efek sterik dari substituen amonium kuaterner tersebut. Di antara empat konformasi yang digambarkan dengan proyeksi Newman untuk senyawa di atas, konformasi di mana hidrogen dan substituen amonium kuaterner pada posisi anti satu sama lain, yang paling mungkin dicapai adalah pada konformer (6). Hanya pada konformer tersebut di mana gugus-gugus yang besar saling berjauhan.
26
g. Reaksi SN2 selalu berkompetisi dengan reaksi E2. Proporsi eliminasi ditentukan oleh sifat basa dan gugus alkil. h. Eliminasi tidak dapat terjadi untuk menghasilkan olefin “bridgehead” di mana geometri sistem-cincin menghalangi orbital-orbital p untuk saling sebidang sebagai persyaratan untuk terjadinya overlap membentuk ikatan
. Sebagai
contoh, senyawa berikut ini tidak pernah diperoleh.
2) Proses unimolekular. Eliminasi dapat juga terjadi tanpa partisipasi suatu basa. Reaksi ini terjadi melalui dua tahap, tahap pertama adalah heterolisis unimolekuler yang merupakan tahap penentu kecepatan reaksi.
Karakteristik proses ini (E1) adalah sebagai berikut. a. Urutan reaktivitas gugus alkil adalah tersier > sekunder > primer. Hal ini karena tahap penentu kecepatan reaksi ini adalah pembentukan karbokation, dan kestabilan karbokation meningkat dari primer < sekunder < tersier. Kecepatan eliminasi dari gugus alkil perimer biasnya diabaikan. b. Efek terhadap kecepatan reaksi oleh gugus pergi sama dengan yang terjadi dalam proses E2. c. Arah eliminasi dari karbokation biasanya mengikuti hukum Saytzeff. Sebagai contoh:
27
Meskipun demikian, jika produk eliminasi Saytzeff lebih tertekan secara sterik maka olefin yang kurang konjugasilah yang mungkin terbentuk. Sebagai contoh:
Hal ini terjadi karena produk alternatif,
memiliki gaya tolakan non-ikatan antara hidrogen dengan gugus t-butil dan antara gugus t-butil dengan gugus metil yang ada pada posisi cis dengannya. d. Karbokation bukan hanya dapat tereliminasi tapi dapat pula tertambahkan oleh nukleofil menghasilkan produk substitusi (SN1). Oleh karenanya reaksi E1 dan SN1 berkompetisi. Lebih dari itu, karbokation dapat pula mengalami penataan ulang.
3) Eliminasi menghasilkan ikatan C≡C. Reaksi eliminasi terkatalis basa dari turunan olefin mempunyai prinsip yang sama dengan reaksi E2 untuk pembentukan olefin.
Reaksi ini perlu menggunakan basa kuat, dan basa kuat yang sering digunakan adalah ion amida.
28
Produk eliminasi biasanya adalah suatu asetilen terminal, sebagai contoh adalah
Hal ini terjadi karena produk yang mula-mula terbentuk mengalami sederet pergeseran prototropik, diktalis oleh basa kuat:
Driving force termodinamikanya adalah kestabilan anion asetilenat yang mana pada penambahan air akan menghasilkan asetilen terminal. 4) Eliminasi menghasilkan ikatan C=O. Eliminasi terkatalis basa dapat menghasilkan senyawa karbonil, sebagaiman halnya dalam ester nitrat:
5) Eliminasi menghasilkan ikatan C≡N. Turunan aldoksim mengalami eliminasi terkatalis basa menghasilkan nitril:
29
Seperti halnya dalam reaksi E2, kecepatan tergantung kemampuan gugus-pergi untuk pergi dengan pasangan elektron dan mempersyaratkan geometri trans dipernuhi. 2.2.2
-Eliminasi
Haloform mengalami -Eliminasi terkatalis-basa dengan membentuk karben. Reaksi ini normalnya terjadi melalui dua tahap, dan tahap kedua adalah tahap penentuk kecepatan reaksi. Sebagai contoh:
Dihalokarben adalah suatu spesies reaktif yang dapat diisolasi. Di dalam kondisi normal pembentukannya, mereka terhidrolisis menjadi asam.
2.3 Reaksi Substitusi Suatu gugus yang terikat pada karbon memungkinkan diganti dengan gugus yang lain melalui salah satu dari tiga cara: (a) dengan substitusi serempak, (b) dengan eliminasi diikuti dengan adisi, dan (c) dengan adisi diikuti dengan eliminasi. Cara yang terakhir (yaitu cara c) hanya untuk karbon tak jenuh. 2.3.1 Substitusi serempak Pereaksi dapat sebuah nukleofil (reaksi SN2) atau sebuah elektrofil (reaksi SE2). Atom atau radikal tidak mensubstitusi langsung pada karbon. 1) Reaksi SN2. Secara umum reaksi dapat dinyatakan seperti berikut.
30
dengan Nu: adalah suatu nukleofil dan Gp adalah suatu gugus pergi. Karakter utama proses tersebut adalah sebagai berikut. a. Reakstivitas relatif gugus-gugus pergi yang berbeda adalah I > Br > Cl >> F. Gugus-gugus hidroksida, alkoksida, dan amino tidak dilepaskan sebagai anionnya sehingga alkohol eter, dan amina adalah gugus-gugus yang inert terhadap nukleofil. Gugus-gugus sulfat dan sulfonat adalah gugus reaktif karena kedua gugus pergi tersebut masing-masing adalah anion dari asam kuat. b. Atom karbon di mana substitusi terjadi mengalami inversi konfigurasinya karena nukleofil menyerang dari sisi yang lurus berlawanan dengan arah ikatan gugus pergi.
c. Beberapa nukleofil dan reaksinya terhadap alkil halida (RX) dapat dilihat dalam Tabel berikut. Nukleofil OHR’OR’SR’CO2R’C≡CCNNH3 R’3N
Produk Alkohol, R-OH Eter, R-OR’ Tioeter (sulfida), R-SR’ Ester, R-OCOR’ Asetilen, R-C≡CR’ Nitril, R-CN Amina, R-NH2 Garam amonium kuaterner, R’3RN+X-
d. Urutan reaktivitas gugus-gugus alkil adalah primer > sekunder > tersier, hal ini terjadi paling tidak karena naiknya efek rintangan sterik untuk mendekati atom karbon yang lebih tersubstitusi. Sebagai contoh reaktivitas alkil bromida terhadap ion iodida dalam aseton adalah:
31
Urutan reaktivitas dalam E2 berlawanan dengan urutan ini sehingga ratio SN2/E2 paling besar untuk halida primer dan paling kecil untuk halida tersier. Berikut ini adalah hasl reaksi antara alkil bromida dengan ion etoksida dalam etanol pada 55oC.
e. Rintangan sterik juga sangat terasa jika atom karbon-
derajat
substitusinya oleh gugus alkil meningkat. Untuk reaksinya dengan ion iodida dalam aseton, reaktivitas relatif alkil bromida adalah:
Pada pemodelan terlihat bahwa untuk neopentil bromida, pendekatan nukleofil sepanjang garis lurus ikatan C-Br tidak dapat terhindar dari gangguan gugus metil yang tetap berputar di sekitar sumbu ikatan tunggal.
f.
Kecepatan reaksi dapat meningkat dengan adanya substituent kaya
elektron yang secara stereokimia cocok untuk berinteraksi dengan atom karbon
32
yang mengalami substitusi. Sebagai contoh,
-klorosulfida, C2H5SCH2CH2Cl
terhidrolisis dalam dioksan berair 10.000 kali lebih cepat daripada eter yang analog dengannya, C2H5OCH2CH2Cl. Hal ini dianggap berasal dari partisipasi atom sulfur seperti berikut.
Partisipasi oleh oksigen di dalam karboksilat dan alkoksida, dan oleh nitrogen di dalam amina primer dan sekunder dapat mengarah pada pembentukan senyawa silklik bilamana senyawa-senyawa siklik tersebut stabil pada kondisi reaksi ini. Sebagai contoh, etilen klorohidrin dengan basa menghasilkan etilen oksida.
g. Kecepatan reaksi meningkat oleh katalisis elektronfil. Sebagai contoh, meskipun alkohol inerty terhadap ion klorida, tetapi dia bereaksi dengan hidrogen klorida karena air adalah gugus pergi yang lebih baik daripada ion hidroksida.
33
Eter dapat mengalami peruraian oleh hidrogen iodida, reaksi terjadi pada pada asam konjugasi eter.
Di dalam hal ini, hidrogen iodida lebih efektif daripada asam-asam halogen yang lain karena ion iodida adalah nukleofil yang paling kuat di antara ion-ion halida. Reaktivitas alkil halida meningkat oleh sam-asam Lewis kation-kation seperti Ag+ dan Hg2+ di mana ion halida dengan dia membentuk ikatan yang kuat. h. Sistem terkonjugasi (alilik) dapat mengalami substitusi dengan penataan ulang (reaksi SN2’).
Reaksi SN2’ secara normal hanya terjadi jika proses SN2 terhalang secara sterik. Sebagai contoh, reaksi
-metilallil klorida dengan dietilamina menghasilkan
turunan krotilamina.
2) Reaksi SE2. Karbon mengalami substitusi elektrofilik bimolekuler (reaksi SE2) jika dia terikat pada atom elektropositif kuat, yakni logam. Sebuah reaksi khas untuk ini adalah terjadi pada suatu organo-raksa dengan bromin.
34
Reaksi ini terjadi mempertahankan konfigurasi pada karbon, bertentangan dengan inversi (pembalikan) konfigurasi yang karakteristik untuk reaksi SN2. 3)
Reaksi SNi. Alkohol yang memiliki substituen aromatik bereaksi dengan
tionil klorida menghasilkan senyawa klorida yang sesuai denga mempertahankan konfigurasi atom karbon yang tadinya mengikat hidroksil., sebagai contoh
Peristiwa ini dilukiskan sebagai reaksi SNi (substitusi nukleofilik internal). Reaksi ini terjadi melalui klorosulfit yang terurai melepaskan sulfurdioksida menghasilkan pasangan ion dan kemudian membentuk kloridanya.
Perananan substituent aromatik di sini adalah kemungkinan untuk menstabilkan bagian kationik pasangan ion melalui delokalisasi muatan positif. Keberadaan
piridin
menyebabkan
terjadinya
inversi
konfigurasi,
kemungkinan karena piridin mengambil proton dari hidrogen klorida yang dihasilkan pada langkah pertama dan menghasilkan klorida yang kemudian bereaksi dengan klorosulfit sebagaimana halnya dalam reaksi SN2.
35
Pereaksi lain yang umum digunakan untuk menkonversi alkohol menjadi klorida (fosfor triklorida, oksiklorida, dan pentaklorida, serta hidrogen klorida) mengarah kepada reaksi SN2, atau produk yang dominan adalah pembalikan konfigurasi. 2.3.2 Eliminasi diikuti dengan adisi Jika sutau atom karbon terikata pada suatu gugus yang mempunyai kemampuan kuat untuk pergi membawa pasangan elektron ikatan, maka suatu solvolisis unimolekuler (reaksi SN1) akan terjadi, sebagai contoh
Jadi proses SN1 berkaitan dengan reaksi SN2 seperti halnya dalam eliminasi E1 dengan eliminasi E2. Berikut ini adalah karateristik reaksi ini. a. Reaksi difasilitasi oleh substituent yang menstabilkan karbokation, yakni gugus-gugus jenis +I dan/atau +M. jadi di antara alkil halida, urutan reaktivitasnya adalah tersier > sekunder > primer. Gugus-gugus eter yang dicirikan oleh gugus +M, sebagai contoh klorometil eter, mudah sekali terhidrolisis dalam air.
b. Reaksi tidak terjadi pada pusat karbon tak jenuh; jadi etilen, asetilen, dan halida aromatik tidak bereaksi melalui mekanisme SN1. c. Atom
karbon
di
mana
substitusi
terjadi
tidak
mempertahankan
konfigurasinya. Hal ini sebagai suatu fakta bahwa suatu karbokation berbentuk segitiga planar yang dapat diserang dari setiap sisi sehingga senyawa aktif optis yang dihasilkan merupakan campuran.
36
Probabilitas serangan dari kedua sisi tampaknya sama, tapi secara normal dua produk terbentuk dalam jumlah yang tidak sama, lebih banyak produk yang konfigurasinya berawanan dengan konfigurasi reaktan (inversi mendominasi retensi). Hal ini terjadi karena gugus-pergi melindungi atom karbon pada sisi di mana dia pergi sehingga nukleofil lebih mudah menyerang dari sisi yang lain. d. Eliminasi E1 berkompetisi dengan solvolisis SN1. Sebagai contoh
Eliminasi lebih disukai bila senyawa halidanya lebih teralkilasi karena produk olefinnya lebih kuat terkonjugasi dengan alkil. Akan tetapi, ratio E1/SN1 tidak tergantung pada sifat gugus pergi karena kedua proses tersebut terjadi setelah lepasnya gugus pergi. e. Sistem alilik menghasilkan campuran produk. Sebagai contoh krotl klorida dalam aseton berair menghasilkan krotil alkohol dan -metilallil alkohol.
Hal ini adalah suatu hasil dari fakta bahwa karbokation-antara yang terbentuk adalah terdelokalisasi, dan dapat bereaksi pada masing-masing dari dua atom karbon yang bermuatan positif.
37
2.3.3 Adisi diikuti dengan eliminasi Karbon tak jenuh di dalam lingkungan yang cocok akan mengalami substitusi lewat proses dua langkah yang terdiri atas adisi diikuti dengan substitusi. Kelompok reaksi yang paling penting adalah substitusi nukleofilik pada gugus karbonil, serta substitusi nukleofilik dan elektrofilik pada karbon aromatik. 1) Substitusi nukleofilik pada karbonil. Turunan karboksilat dalam mana gugus karbonil berdekatan dengan gugus elektronegatif adalah rentan terhadap substitusi lewat mekanisme adisi-eliminasi. Sebagai contoh
Beberapa point yang harus dicatat dari reaksi ini adalah sebagai berikut. a. Di antara turunan asam yang umum, urutan reaktivitas adalah: halida asam > anhidrida > ester > amida. Halida asam bereaksi dengan cepat dengan nukleofil lemah, air; anhidrida bereaksi dengan lambat; ester dan amida sangat inert. b. Oleh karena jalan menuju keadaan transisi mengemban muatan negatif maka kecepatan reaksi meningkat oleh keberadaan substituen penarik elektron dan menurun oleh keberadaan substituen pendorong elektron. Sebagai contoh, etil m-nitrobenzoat terhidrolisis oleh ion hidroksida sepuluh kali lebih cepat daripada etil benzoat. c. Reaksi ini adalah reversible. Posisi akhir kesetimbangan dalam banyak kasus terletak ke salah satu sisi. Sebagai contoh di dalam hidrolisis ester oleh ion hidroksida, asam karboksilat dihilangkan oleh ionisasi dalam kondisi basa sehingga reaksi berjalan sempurna.
d. Reaksi ini adalah subyek untuk katalisis elektrofilik. Sebagai contoh, meskipun asam karboksilat tidak reaktif terhadap alkohol sendiri, akan tetapi dia akan teresterifikasi oleh adanya sedikit asam sulfat pekat atau sekitar 3% berat (terhadap alkohol) hidrogen klorida.
38
Sebaliknya, ester dapat dihidrolisis dengan larutan asam. Akan tetapi prosedur ini mengarah kepada kesetimbangan, tidak seefisien dengan metode hidrolisi basa. e. Asam karboksilat memiliki sifat yang menempatkan dia menjadi terpisah dari turunannya. Nukleofil yang sedang sifat basanya akan mengkonversi dia ke dalam bentuk basa konjugasinya, RCO2-, yang inert terhadap semua nukleofil yang paling kuatpun. Meskipun ester bereaksi dengan hidrazin menghasilkan hidrazida asam, tapi reaksi dengan asam hanya membentuk garam. f.
Substitusi pada gugus karbonil sangat dipengaruhi oleh efek rintangan
sterik. Untuk lebih jelasnya, asam tersier seperti (CH3)3C-CO2H tidak dapat diestrifikasi dengan alkohol dalam adanya asam, sangat berbeda dengan asam primer dan sekunder. Demikian pula halnya dengan esternya tidak dapat terhidrolisis jika diolah dengan ion hidroksida atau larutan asam. 2) Substitusi nukleofilik pada karbon aromatik. Benzena dan turunan halogennya, seperti etilena dan vinil halida adalah inert terhadap nukleofil dalam kondisi normal. Pada kondisi yang lebih keras akan mengarah kepada substitusi, sebagai contoh
Akan tetapi dengan masuknya gugus jenis –M pada posisi orto dan para terhadap posisi gugus pergi maka kecepatan reaksi akan meningkat dengan nyata. Sebagai contoh, p-klorobenzena terhidrolisis pada pendidihan dengan kaustik soda, dan 2,4,6-trinitroklorobenzena (pikril klorida) terhidrolisis meskipun dengan air. Reaksi ini terjadi melalui adisi nukleofil ke dalam cincin aromatik menghasilkan spesies-antara anionik yang mengandung energi yang lebih tinggi
39
daripada reaktan, dan kehilangan energi kestabilan resonansi yang lebih besar daripada energi delokalisasi muatan negatif.
Akan tetapi energi aktivasi menurun oleh terikatnya gugus-gugus –M pada posisi orto atau para karena muatan akan terdelokalisasikan ke atom-atom yang elektronegativitasnya tinggi.
Ada suatu mekanisme yang sama sekali berbeda dengan substitusi nukleofilik aromatik, diterapkan untuk reaksi halobenzena dengan ion amida dalam amoniak cair. Di sini kekuatan ion amida sebagai suatu basa lebih diutamakan daripada sifat nukleofilnya, dan terjadi eliminasi menghasilkan sebuah benzin yang kemudian beraksi dengan ion amida.
3)
Substitusi elektrofilik pada karbon aromatik. Senyawa aromatik
bereaksi dengan elektrofil melalui mekanisme adisi-eliminasi sebagaimana diilustrasikan dengan nitrasi benzena.
40
Energi aktivasi turun oleh adanya substituen pendorong elektron pada cicin benzena. Efek ini lebih besar jika substituen berada pada posisi orto atau para terhadap posisi masuknya pereaksi.oleh karena itu substituen jenis +I dan/atau +M mengarahkan pereaksi ke posisi orto dan para dan mengaktifkan posisi tersebut relatif terhadap benzena.
Sebaliknya, substituen penarik elektron akan mendestabikan kation-antara jika pereaksi masuk pada posisi orto atau para, mendeaktivasi molekul dan menyebabkan substitusi terjadi terutama pada posisi meta. Sebagai contoh
2.4 Reaksi Kondensasi Istilah kondensasi pada awalnya diterapkan pada reaksi dalam mana molekul kecil seperti air atau alkohol dilepaskan di antara dua reaktan, seperti kondensasi Calisen.
41
Akan tetapi, banyak reaksi-reaksi berkaitan erat dengan reaksi ini di mana suatu molekul tidak harus dilepaskan seperti dalam kondensasi Aldol sehingga batasan reaksi kondesasi menjadi lebih luas. Reaksi yang menggambarkan dalam mana ikatan karbon-karbon terbentuk.
Perlu ditekankan bahwa reaksi kondensasi bukanlah suatu reaksi dengan mekanisme khusus, akan tetapi terdiri atas kombinasi beberapa jenis reaksi. Langkah penentu dalam reaksi kondensasi sebagaimana dalam reaksi kondensasi Claisen adalah substitusi nukleofil oleh suatu karbanion pada gugus karbonil ester, dan langkah penghubung dalam kondensasi Aldol adalah adisi nukelofil kepada gugus karbonil suatu aldehida atau keton. 2.5 Reaksi Penataan Ulang Reaksi penataan ulang dibagi dalam dua kelompok: (a) penataan ulang di mana gugus yang berpindah tidak pernah benar-benar terlepas dari sistem di mana dia berpindah (intramolekul); dan (b) penataan ulang di mana gugus yang berpindah benar-benar terlepas dan kemudian terikat kembali (antermolekul). 2.5.1 Penataan intramolekul Contoh yang paling sederhana dari ini adalah solvolisis neopentil bromida. Di dalam pelarut polar seperti etanol, heterolisis SN1 teerjadi menghasilkan karbokation neopentil, sebuah gugus metil berpindah menghasilkan kation t-amil, dan sebagian kation ini mengalami eliminasi dan sebagian substitusi.
42
Ciri utama reaksi ini adalah sebagai berikut. a. Driving force termodinamika untuk perpindahan meningkatnya kestabilan karbokation tersier dibandingkan dengan primer. Tahap ini adalah cepat. Kecepatan terbentuknya karbokation dipengaruhi oleh sifat pelarut. b. Reaksi-reaksi lain yang mengarah kepada pembentukan karbokation dapat juga mengalami penataan ulang untuk menghasilkan karbokation yang lebih stabil. Sebagai contoh, adisi hidrogen iodida kepada t-butiletilena menghasilkan produk penataan ulang sebagai produk utama.
# #
# !
"
!
"
#
Jadi kemungkinan terjadi penataan ulang harus selalu dipertimbangkan jika reaksi yang ditinjau adalah reaksi SN1 dan E1, serta reaksi adisi terhadap ikatan rangkap dua. c. Gugus aril pada karbon-
bukan hanya mempunyai kecenderungan
berpindah yang kuat daripada gugus metil akan tetapi juga dalam peningkatan kecepatan melalui partisipasinya di dalam langkah penentu kecepatan reaksi. Oleh karenanya PhC(CH3)2 CH2Cl mengalami penataan ulang solvolisis seribu kali lebih cepat daripada neopentil klorida karena dalam tahap penentu kecepatan reaksi bukan bentuk karbokation berenergi tingg yang terlibat, melainkan ion fenonium.
$ %
&$
43
2.5.2 Penataan Ulang Intermolekul Reaksi ini tidak langsung dinyatakan jenis mekanisme baru karena dia merupakan kombinasi proses yang telah dijelaskan sebelumnya. Sebagai contoh reaksi penataan ulang N-kloroasetilida menjadi o- dan p-kloroasetilida, dikatalis dengan asam hidroklorida, mengandung pembentukan klorin melalui proses penggantian yang diikuti dengan substitusi elektrofilik asetanilida oleh klorin.
2.6 Reaksi Oksidasi-Reduksi Suatu senyawa atau gugus dinyatakan mengalami oksidasi jika ada elektron yang dilepaskan. Sebagi contoh, gugus metil teroksidasi ketika metana dikonversi oleh bromin menjadi metil bromida karena pasangan elektron dalam ikatan C Br kurang di bawah kontrol atom karbon dibanding dengan pasangan elektron dalam ikatan C H. Hal terjadi karena brom lebih elektronegatif daripada hidrogen. Akan tetapi, untuk menggunakan definisi yang lebih sempit maka di dalam buku ini dinyatakan bahwa oksidasi reaksi dalam mana elektron dilepaskan secara sempurna dari senyawa organik.
44
Reduksi digunkan untuk menyatakan reaksi sebaliknya. Oksidasi dan reduksi adalah dua hal yang saling melengkapi dalam suatu sistem dalam mana satu spesies teroksidasi dan satu spesies lain tereduksi. 2.6.1 Reaksi oksidasi Secara normal oksidasi terjadi melalui salah satu beberap cara sebagai berikut: a. Melalui pelepasan elektron, seperti dalam oksidasi fenol oleh ferisianida. Sebagai contoh
'$! (") *
$
$ * *
!
%
"
Persyaratan untuk agen pengoksidasi adalah dia harus mampu menampung satu elektron, seperti Fe(III) menjadi Fe(II) yang dicirikan dengan potensial redoks. Persyaratan untuk senyawa organik adalah dia harus mengasilkan radikal yang relatif stabil pada oksidasi, dalam kasus ini di atas, kestabilan relatif dicapai melalui delokalisasi elektron tak berpasangan ke dalam cincin benzena. b. Melalui pelepasan hidrogen, seperti dalam autooksidasi aldehida terkatalis-radikal.
45
c. Melalui pelepasan ion hidrida, seperti dalam reaksi Cannizarro.
d. Melalui penyelipan oksigen, seperti dalam epoksidasi olefin oleh perasam.
e. Melalui suatu reaksi yang simultan di mana agen pengoksidasi mengalami pengurangan dua elektron, seperti dalam oksidasi glikol oleh timbal tetra-asetat.
46
f.
Melalui
dehidrogenasi
katalitik,
seperti
dalam
reaksi
konversi
sikloheksana terkatalis-paladium menjadi benzena. 2.6.2 Reaksi reduksi Mekanisme yang paling umum adalah sebagai berikut: a. Melalui adisi satu elektron, seperti dalam pembentukan pinakol.
Dua elektron dapat ditransfer, seperti dalam trans-reduksi asetilen oleh natrium dalam amoniak.
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh agen pereaduksi adalah dia harus mempunyai kecenderungan yang kuat untuk memberikan elektron. Sebagai contoh, logam-logam elektropositi seperti natrium; dan ion-ion logam transisi bervalensi rendah, seperti Cr(II) dan Ti(III). b. Melalui adisi ion hidrida, biasanya dari hidrida suatu hidrida logam kompleks.
Reaksi dapat terjadi melalui keadaan transisi siklik, seperti dalam reduski Meerwin-Pondorf-Verley suatu aldehida dan keton.
47
c. Melalui hidrogenasi katalitik, seperti dalam reduksi olefin oleh serbuk nikel.
Reaksi ini terjadi secara stereospesifik, menghasilkan hasil adisi cis-dihidro.
48
SOAL LATIHAN 1.
Tuliskan produk yang diharapkan dari reaksi berikut ini:
2.
Tuliskan mekanisme reaksi berikut ini: (a) Hidrolisis terkatalis-asam suatu amida, RCONH2 (b) Hidrolisis terkatalis-basa suatu ester, RCO2CH3 (c) Brominasi terkatalis-asam aseton (d) Kondensasi diri sendiri terkatalis-basa etil asetat
49
BAB III PEMBENTUKAN IKATAN KARBON-KARBON MENGGUNAKAN PEREAKSI ORGANOLOGAM Sasaran Pembelajaran: 1. Memahami tentang prinsip-prinsip pembentukan ikatan karbon-karbon menggunakan pereaksi-pereaksi oragnomagnesium, organolitium, organokadmium, organotembaga, dan organoseng; serta keterbatasan dan keunggulan masing-masing pereaksi. 2. Menuliskan mekanisme reaksi yang benar untuk reaksi-reaksi yang terjadi oleh pereaksi-pereaksi oragnomagnesium, organolitium, organokadmium, organotembaga, dan organoseng; serta menentukankan produk utama reaksi-reaksi tersebut. 3. Menerapkan reaksi-reaksi tersebut untuk sintesis suatu senyawa target tertentu.
3.1 Prinsip Reaksi Organologam Semua unsur-unsur non-logam yang berikatan dengan karbon umumnya lebih elektronegatif daripada karbon, akibatnya karbon menjadi terpolarisasi positif; dan jika gugus yang terikat pada karbon tersebut mempunyai kemampuan untuk menerima pasangan elektron maka karbon menjadi rentan diserang oleh nukleofil. Sebagai contoh
Sebaliknya, karbon yang terikat pada unsur-unsur yang elektropositif (seperti logam) maka karbon tersebut terpolarisasi negatif dan akibatnya rentan diserang oleh elektrofil.
50
dengan M adalah suatu logam monovalensi. 3.1.1 Pembuatan Senyawa Organologam Bahasan berikut ini adalah metode umum untuk pembuatan senyawa organologam. 1) Pembuatan dari logam dengan halida organik. Metode yang paling sederhana dari pembuatan ini adalah melalui pengolahan logam dengan halida organik di dalam pelarut yang tidak reaktif. Sebagai contoh
2) Pertukaran Logam-Halogen. Reaksi pertukaran antara suatu senyawa organologam dengan suatu halida organik. Sebagai contoh
Kesetimbangan ini lebih cenderung ke arah senyawa organik di mana logam terikat pada karbon lebih elektronegatif. Sebagai contoh, oleh karena karbon sp2 aromatik lebih elektronegatif daripada karbon sp3 alifatik, maka senyawa aril-logam dapat dibuat dari senyawa alkil-logam.
3) Pertukaran Logam-Logam. Reaksi senyawa organologam dengan garam logam melalui pertukaran logam. Kesetimbangan lebih menyukai ke arah
51
pembentukan senyawa oragnologam yang mengandung logam kurang elektropositif. Sebagai contoh
4) Metalasi Hidrokarbon. Suatu ikatan C-H yang sifatnya asam akan bereaksi dengan pereaksi organologam yang karbonnya kurang elektronegatif menghasilkan turunan C-Logam. Sebagai contoh
3.1.2 Struktur dan reaktivitas Senyawa-senyawa organik dari natrium dan kalium adalah senyawa-senyawa yang menyerupai garam, tidak larut dalam pelarut non-polar. Senyawa-senyawa unsur-unsur logam yang kurang elektropositif seperti magnesium dan seng adalah senyawa-senyawa yang sangat penting dan dapat larut di dalam eter. Meskipun tidak ada perbedaan yang sangat nyata antara dua kelompok senyawa tersebut, namun perlu melakukan pengelompokkan berdasarkan persentase karakter ionik ikatan C-Logam-nya.Nilai karakter ionik untuk ikatan yang lebih umum adalah sebagai berikut:
Logam
K
Na
Li
Mg
Zn
Cd
% karakter ionik
51
47
43
35
18
15
Reaktivitas senyawa organologam dapat dikaitkan dengan karakter ioniknya. Senyawa-senyawa natrium dan kalium sejauh ini adalah yang paling reaktif; keduanya secara spontan terbakar di udara terbuka, sedangkan senyawa organomagnesium juga bereaksi dengan oksigen tapi tidak terlalu keras. Senyawasenyawa litium lebih reaktif daripada senyawa-senyawa magnesium, sebagai contoh senyawa-senyawa litium bereaksi dengan ion karboksilat sedangkan senyawasenyawa magnesium tidak; senyawa-senyawa timbal kurang reaktif daripada
52
senyawa-senyawa magnesium, sebagai contoh senyawa-senyawa timbal tidak bereaksi dengan keton.
3.2 Senyawa Organomagnesium (Pereaksi Grignard) Senyawa organomagnesium yang dikenal sebagai pereaksi Grignard adalah senyawa yang luas digunakan di antara pereaksi organologam yang ada, meskipun strukturnya masih dipertentangkan sampai sekarang ini. Secara konvensional, strukturnya ditulis sebagai RMgX, dengan X adalah klor, brom, atau iod; tapi ada fakta yang mendukung bahwa di dalam larutan molekul-molekulnya berada dalam kesetimbangan dengan di-organomagnesium dengan magnesium halida.
Pereaksi Grignard larut dalam eter di dalam mana pereaksi ini dibuat dan digunakan. Kelarutan ini disebabkan terbentuknya koordinasi magnesium dengan molekul-molekul eter.
3.2.1 Pembuatan pereaksi Grignard Metode baku pembuatan pereaksi Grignard adalah mereaksikan halida organik dengan logam magnesium (sebagai butiran atau serbuk) di dalam dietil kering. Pereaksi ini tidak diisolasi dari larutan, tetapi digunakan langsung untuk keperluan sintesis.
53
Gugus R dapat berupa alkil, aril, atau vinil, meskipun vinil halida memerlukan kondisi khusus. Urutan reaktivitas halida: I > Br > Cl >> F; organomagnesium fluorida sudah tidak dibuat lagi. Pembuatan vinil halida menggunakan pelarut tetrahidrofuran karena reaksinya memerlukan suhu tinggi dan waktu yang lama.
Pereaksi Grignard juga sering dibuat melalui reaksi metalasi menggunakan pereaksi Grignard yang lain. Metode ini cocok apabila atom yang terikat pada magnesium di dalam senyawa yang akan dibuat adalah jauh lebih elektronegatif daripada yang ada dalam pereaksi Grignard yang digunakan.
Grignard asetilenat secara normal dibuat dengan metode ini, sebagai contoh
Dapat pula dibuat
dari
hidrokarbon yang
bersifat
asam lainnya,
seperti
siklopentadiena.
3.2.2 Reaktivitas pereaksi Grignard Pereaksi Grignard bereaksi dengan hampir semua gugus fungsi, kecuali amina tersier, ikatan rangkap olefinik dan aromatik, ikatan rangkap tiga asetilenat, dan eter; dan oleh karenanya tidak dapat dibuat dari senyawa-senyawa yang mengandung gugus tersebut. Semua senyawa yang mengandung gugus OH dan NH bereaksi dengan pereaksi Grignard melalui penggantian hidrogen.Sebagai contoh:
54
Di dalam reaksinya dengan karbon pusat, magnesium berpindah ke oksigen atau nitrogen jika salah satu dari atom-atom tersebut ada.
Turunan Grignard dari sistem alilik dapat bereaksi pada masing-masing dari dua atom karbon seperti berikut.
Proporsi masing-masing produk tergantung pada lingkungan sterik kedua atom karbon dan sifat elektrofil. Di dalam beberapa kasus, reaksi pada atom karbonmenjadi lebih utama.Sebagai contoh, pereaksi Grignard dari 2-butenil bromida hanya menghasilkan asam -vinilpropionat jika direaksikan dengan karbon dioksida.
Kekhasan ini berguna dalam sintesis turunan pirol dan indol. Pirol bereaksi dengan pereaksi Grignard pada gugus NH-nya menghasilkan turunan N-Mg yang bereaksi dengan elektrofil pada karbon- .Sebagai contoh
55
Pereaksi Grignard yang diperoleh dari indol berkelakuan seperti pereaksi di atas, dan reaksi terjadi pada posisi- sebagaimana di dalam sintesis heteroauksin (asam indol- -asetat), suatu hormon pertumbuhan tanaman.
3.2.3 Pembentukan ikatan karbon-karbon Reaksi pereaksi Grignard pada atom karbon di dalam berbagai lingkungan dikelompokkan berdasarkan jenis senyawa yang diperoleh. 1) Hidrokarbon. Pereaksi Grignard bereaksi dengan alkil halida dan senyawasenyawa yang serupa melalui mekanisme SN2, sebagai contoh
56
Rendamen reaksi dari halida jenuh adalah rendah, akan tetapi halida allilik dan benzilik bereaksi secara efisien, sebagai contoh
Senyawa yang mengandung gugus-pergi yang lebih baik daripada halida, seperti alkil sulfat dan alkil sulfonat bereaksi dengan rendamen hasil yang lebih tinggi daripada alkil halida. Sebagai contoh, n-propilbenzena dapat diperoleh dari benzil klorida dan dietil sulfat dengan rendamen sebesar 70-75%.
Senyawa n-pentilbenzena diperoleh dari benzil klorida dan butil toluen-p-sulfonat dengan rendamen 50-60%.
Isoduren dapat dibuat dari mesitil bromida dan dimetilsulfat dengan rendamen di atas 60%.
57
2) Alkohol. Pereaksi Grignard bereaksi pada gugus karbonil aldehida dan keton menghasilkan turunan magnesium alkohol yang akan berubah menjadi alkohol melalui perlakuan dengan asam.
Formaldehida menghasilkan alkohol primer, aldehida yang lain menghasilkan alkohol sekunder, dan keton menghasilkan alkohol tersier. Sebagai contoh, pereaksi Grignard dari siklohensil klorida bereaksi dengan formaldehida menghasilkan sikloheksilkarbinol dengan rendamen reaksi sebesar 65%.
Jika alkohol sensitif terhadap asam (sebagai contoh alkohol tersier yang mudah terdehidrasi) maka disarankan melakukan penguraian garam magnesium dari alkohol menggunakan amonium klorida berair. Di dalam perlakuan ini, garam magnesium basa mengendap dan alkohol tetap tinggal dalam lapisan eter. Keterbatasan pereaksi Grignard. Pereaksi Grignard sangat dipengaruhi oleh efek rintangan sterik. Sebagai contoh, meskipun di-isopropil keton bereaksi dengan metilmagnesium bromida menghasilkan alkohol tersier dengan rendamen 95%, akan tetapi gagal menghasilkan alkohol tersier ketika digunakan pereaksi Grignard isopropil dan t-butil.
58
Jika keton mempunyai hidrogen pada salah satu atau kedua karbon- -nya maka dapat terjadi enolisasi. Di dalam hal ini, pereaksi Grignard lebih bertindak sebagai basa daripada sebagai nukleofil, dan mengabstraksi hidrogen yang aktif menghasilkan enolat. Pengolahan dengan asam menghasilkan keton itu kembali.
Jika pereaksi Grignard mengandung atom hidrogen pada karbon- -nya maka reduksi dapat terjadi melalui transfer ion hidrida dalam keadaan transisi cincin beranggota enam.
Jika masing-masing struktur mempunyai hidrogen pada posisi sebagaimana yang dikemukakan di atas maka terjadi persaingan antara enolisasi dan reduksi. Sebagai contoh, di-isopropil keton dan t-butilmagnesium bromida menghasilkan 35% enolat dan 65% di-isopropilkarbinol. Senyawa karbonil
, -tak-jenuh. Ikatan rangkap olefinik tidak bereaksi
dengan pereaksi Grignard, tetapi jika ikatan olefinik terkonjugasi dengan gugus karbonil maka terjadi adisi menghasilkan turunan magnesium dari suatu enol.
59
Perlakuan produk tersebut dengan asam akan mengarah kepada pembentukan enol yang dengan cepat bertautomeri menjadi senyawa karbonil yang lebih stabil.
Jenis reaksi ini (adisi-1,4) berkompetisi dengan reaksi adisi kepada gugus karbonil (adisi-1,2) maka perimbangan di antara keduanya ditentukan terutama oleh efek sterik. Sebagai contoh, reaksi krotonaldehida dengan etilmagnesium bromida menghasilkan produk adisi pada gugus karbonil.
tetapi 3-penten-2-on bereaksi terutama melalui adisi-1,4.
Metode alternatif untuk sintesis alkohol. Klorida asam bereaksi Grignard menghasilkan keton yang bereaksi lebih lanjut menghasilkan alkohol tersier.
60
Meskipun klorida asam jauh lebih reaktif daripada keton, tapi sangat kecil kemungkinannya untuk dapat mengisolasi keton dari reaksi ini karena tingginya reaktivitas pereaksi Grignard terhadap keton. Akan tetapi, dengan menggunakan pereaksi organokadmium, hal ini dapat dilakukan. Ester bereaksi dengan cara yang sama dengan klorida asam; sebagai contoh reaksi fenilmagnesium bromida dengan etil benzoat menghasilkan trifenilkarbinol dengan rendeman reaksi sebesar 90%.
Eter siklik cincin kecil juga dapat bereaksi dengan pereaksi Grignard untuk menghilangkan tengangan selama pembukaan cincin. Sebagai contoh, reaksi butilmagnesium bromida dengan etilen oksida menghasilkan n-heksil alkohol dengan rendemen reaksi sebesar 60%.
3) Aldehida. Reaksi pereaksi Grignard dengan etil ortoformat menghasilkan asetal yang dikonversi menjadi aldehid melalui hidrolisis asam lembut.
61
Sebagai contoh, n-pentil bromida dapat dikonversi menjadi n-heksaldehida dengan rendamen di atas 50%. 4) Keton. Ada dua metode yang tersedia. Pertama, pereaksi Grignard mengaidisi ke dalam ikatan rangkap tiga nitril menghasilkan turunan magensiumnya yang tidak reaktif terhadap adisi lebih lanjut, dan pada hidrolisis menghasilkan keton melalui ketimin yang tidak stabil.
Kedua, amida N,N-disubstitusi bereaksi dengan pereaksi Grignard menghasilkan turunan magnesium yang kemudian dengan bereaksi asam menghasilkan keton.
5) Asam karboksilat. Pereaksi Grignard mengadisi ke karbondioksida menghasilkan garam asam karboksilat yang dengan asam mineral akan menghasilkan asam bebas.
Reaksi dapat dijalankan dengan cara menuangkan larutan eter pereaksi Grignard ke atas karbondioksida padat (es kering) atau dengan mengalirkan gas karbondioksida ke dalam larutan Grignard. Sebagai contoh, dengan metode pengaliran gas karbondioksida maka asam trimetil (asam pivalat) dapat diperoleh dari t-butil klorida dengan rendamen 70%.
62
3.2.4 Reaksi dengan unsur selain karbon Pereaksi Grignard dapat digunakan untuk menyerang berbagai unsur selain karbon. Beberapa jenis senyawa yang dapat diperoleh adalah sebagai berikut. 1) Hidroperoksida. Penambahan secara perlahan-lahan pereaksi Grignard pada suhu rendah ke dalam eter dalam mana oksigen digelembungkan akan menghasilkan
turunan
magnesium-hidroperoksida
yang
akan
menghasilkan
hidroperoksida melalui pengasaman. Dengan cara ini diperoleh t-butil peroksida dengan rendamen 90%.
2) Alkohol. Jika reaksi di atas di jalankan dalam kondisi dimana pereaksi Grignard berlebih (sebagai contoh, mengelembungkan oksigen ke dalam larutan pereaksi Grignard) maka hidroperoksida akan bereaksi dengan molekul pereaksi Grignard kedua menghasilkan alkohol.
3) Tiol. Reaksi dengan sulfur mengarah kepada pembentukan tiol.
63
4) Asam sulfinat. Sulfur dioksida bereaksi dengan cara yang sama dengan karbondioksida.
5) Iodida. Reaksi dengan iodin memberikan metode yang berguna untuk iodida jika metode baku tidak dapat digunakan.
Sebagai contoh, alkil iodida biasanya dibuat dari klorida melalui pengolahan dengan natrium iodida dalam aseton (reaksi SN2), tetapi metode ini gagal jika diterapkan untuk halida yang mempunyai rintangan sterik yang tinggi seperti neopentil klorida. Akan tetapi, pereaksi Grignard dapat dibuat dari neopentil klorida, dan jika direaksikan dengan iodida menghasilkan neopentil iodida dengan rendamen yang tinggi.
6) Amina. Pereaksi yang digunakan adalah O-metilhidroksiamina.
Metode ini berguna untuk pembuatan t-alkil amina seperti (CH3)3C NH2yang tidak dapat diperoleh dari reaksi SN2 antara t-alkil halida dengan amoniak. 7) Turunan fosfor, boron, dan silikon
64
Di dalam reaksi dengan SiCl4, dimungkinkan mengisolasi silan-antara, RSiCl3, R2SiCl2, dan R3SiCl menggunakan perhitungan kuantitas pereaksi Grignard. 3.3 Senyawa Organonatrium Senyawa organo natrium bereaksi dengan cara yang sama seperti pereaksi Grignard, tapi jauh lebih keras. Organonatrium bereaksi dengan eter sehingga dalam pembuatannya harus dalam pelarut hidrokarbon.
Reaksi ini jauh lebih cepat daripada reaksi pereaksi Grignard yang analog dengannya sehingga diperlukan teknik khusus dalam pelaksanaannya, apalagi pereaksi ini secara spontan terbakar di udara sehingga nilai sintetiknya sangat terbatas, dan oleh karenanya diganti dengan organolitium. 3.4 Senyawa Organolitium Senyawa organolitium sedikit kurang reaktif daripada organonatrium yang analog dengannya, tetapi lebih reaktif daripada pereaksi Grignard. Pereaksi ini mampu melakukan beberapa reaksi yang tidak dapat dilakukan oleh pereaksi Grignard. 3.4.1 Pembuatan senyawa organolitium Seperti halnya pereaksi Grignard, senyawa organolitium dapat dibuat melalui pengolahan halida organik dengan logam litium di dalam pelarut eter.
65
Oleh karena reaktif terhadap oksigen maka reaksinya dijalankan dalam atmosfir nitrogen kering atau argon (lebih baik). Untuk mereaksikan dengan alkil halida maka sebaiknya campuran reaksi didinginkan sampai sekitar -10oC untuk meminimalkan reaksi kopling Wurtz.
Meskipun demikian, aril halida jauh kurang reaktif terhadap nuklefofil, dan sintesis senyawa organolitium dapat dijalankan pada titk didih pelarut. Logam litium selalu tidak bereaksi dengan baik dengan vinil dan aril halida, dan senyawa organolitium lebih memudahkan dibuat melalui reaksi pertukaran logam-halogen, sebagai contoh dengan butil litium.
Reaksi metalasi cocok untuk pembuatan turunan litium dari hidrokarbon yang bersifat asam, sebagai contoh
66
Beberapa metalilasi (sebagai contoh,
-pikolin dan anisol) berhasil dengan
menggunakan pereaksi Grignard; jadi pembuatan pereaksi Grignard o-anisil perlu diawali dengan pembutan o-bromoanisol. 3.4.2 Reaksi senyawa organolitium Reaksi organolitium pada dasarnya paralel dengan reaksi pereaksi Grignard, dan perhatian selanjutnya adalah reaksi yang hanya dapat dilakukan oleh senyawa organolitium, atau reaksi dimana senyawa organolitium lebih efektif sebagai pereaksi. a.
Senyawa litium kurang terpengaruh oleh rintangan sterik dari gugus yang
ada pada gugus karbonil. Sebagai contoh, meskipun isopropilmagnesium bromida tidak dapat mengadisi ke dalam di-isopropil keton, tetapi isopropil-litium berhasil mengadisi menghasilkan tri-isopropil karbinol.
b.
Meskipun reaksi pereaksi Grignard dengan keton ,!-tak-jenuh kerap kali
dominan melalui adisi-1,4, tetapi organolitium dominan beraksi melalui adisi-1,2. Sebagai contoh "# "#
"#
"# "#
"# "#$
"#
"# "#
c.
Senyawa organolitium lebih efissien bereaksi dengan alkil halida, dan
reaksi kopling Wurzt dapat dilakukan dengan rendamen yang baik. Sebuah contoh yang menarik, sintesis senyawa aktif optis 9,10-dihidro-3’,4,5’,6-dibenzofenantren dari senyawa tak aktif optis asam 1,1’-binaftil-2,2’dikarboksilat.
67
d.
Karbon dioksida bereaksi dengan pereaksi Grignard menghasilkan asam
karboksilat, tetapi reaksinya dengan senyawa organolitium menghasilkan keton.
Hal yang serupa, asam karboksilat dapat dikonversi menjadi keton dengan menggunakan
pereaksi
organolitium.Sebagai
contoh,
reaksi
asam
sikloheksanakarboksilat dengan metil litium menghasilkan metil sikloheksil keton dengan rendamen di atas 94%.
68
e.
Tidak seperti pereaksi Grignard, senyawa organolitium bereaksi dengan
ikatan rangkap dua olefinik. Olefin sederhana seperti etilen hanya bereaksi pada tekanan tinggi (100-500 atm) dan menghasilkan campuran senyawa-senyawa olefin rantai panjang yang berbeda-beda, tetapi olefin terkonjugasi bereaksi pada tekanan atmosfir.
Jika hasil adisi yang pertama mengandung litium yang terikat pada atom karbon yang terlindungi, reaksi berhenti pada tahap ini. Sebagai contoh
f.
Tidak seperti pereaksi Grignard, senyawa-senyawa litium cukup kuat
sebagai nukleofil untuk bereaksi pada inti atom-atom karbon sistem aromatik yang teraktivasi terhadap nukelofil. Sebagai contoh, fenil litium bereaksi dengan piridin pada suhu 110oC menghasilkan suatu suatu spesies yang terdekomposisi oleh air menghasilkan 2-fenilpiridin dengan rendamen 40-49%.
3.5 Senyawa Organotembaga Senyawa-senyawa karbonil
, -tak-jenuh dapat bereaksi dengan pereaksi
Grignard melalui adisi-1,2 dan adisi-1,4, sedangkan reaksinya dengan pereaksi
69
organolitium melalui adisi-1,2. Apabila diinginkan terjadi hanya adisi-1,4 maka pilihan pereaksi yang akan digunakan mengarah kepada senyawa organotembaga. Ada dua jenis pereaksi organotembaga, yaitu senyawa organotembaga, RCu; dan litium organotembaga, R2CuLi yang cara pembentukannya seperti berikut:
Masing-masing senyawa semata-mata bereaksi melalui adisi-1,4, meskipun alasan untuk itu belum jelas. Keseluruhan reaksi dapat dinyatakan sebagai berikut
Senyawa organotembanga bereaksi juga dengan alkil halida, sebagai contoh
Lebih lanjut, senyawa vinil, aril, asetilenat tembaga dapat dibuat, dan halida yang bersesuaian dapat digunakan sebagai substrat.
70
3.6 Senyawa Organokadmium Alkil dan aril kadmium dapat diperoleh melalui reaksi pertukaran logam-logam menggunakan pereaksi Grignard atau senyawa organolitium.
Senyawa organokadmium jauh lebih kurang reaktif daripada pereaksi Grignard dan senyawa organolitium. Meskipun bereaksi dengan klorida asam, senyawa ini tidak bereaksi dengan keton atau ester. %
& %
&
Kespesifikan ini membuat senyawa organokadmium lebih banyak digunakan dalam sintesis. Meskipun dimungkinkan untuk mendapatkan keton dari pereaksi Grignard dan organolitium,tapi kerapkali diperlukan memasukkan gugus keton ke dalam suatu molekul yang memiliki gugus fungsi yang rentan terhadap serangan pereaksi Grignard
dan
senyawa
organolitium.
Untuk
kasus
seperti
itu,
senyawa
organokadmium dapat digunakan. Contoh khusus terjadi dalam sinstesis kolesterol di mana konversi
COCl '
COCH3 dipengaruhi oleh dimetilkadmium dalam
adanya gugus ester.
71
3.7 Senyawa Organoseng Senyawa dialkilseng diperoleh dari alkil iodida dan pasangan seng-tembaga.
Senyawa ini kurang reaktif daripada pereaksi Grignard dan mirip dengan senyawa organokadmium, cepat bereaksi dengan klorida asam tapi sangat lambat reaksinya dengan keton. Akan tetapi lebih sulit ditangani daripada pereaksi organokadmium karena terbakar dengan spontan di udara. Salah satu reaksi yang melibatkan alkil seng dan dipandang penting dalam segi sintesis adalah reaksi Reformatsky. Di dalam reaksi ini, suatu aldehida atau keton diolah dengan logam seng dan
-bromo-ester menghasilkan spesies yang
setelah dihidrolisis akan menghasilkan -hidroksi-ester.
()
*
* ()
*
() +
Reaksi ini biasanya dijalankan dalam pelarut eter, seperti halnya sintesis Grignard. Akan tetapi di dalam prakteknya berbeda karena dalam reaksi Reformatsky, semua reaktan dicampur dalam satu wadah, sedangkan di dalam reaksi Grignard, senyawa magnesium
dibuat
terdahulu
sebelum
memasukkan
senyawa
karbonilnya.
Mekanisme kedua reaksi tersebut pada dasarnya adalah sama, senyawa organoseng mula-mula terbentuk dan bereaksi pada karbonil dengan cara yang sama dengan pereaksi Grignard. Satu contoh, benzldehida dengan etil bromoasetat menghasilkan etil -hidroksidihidrosinamat dalam rendamen 61-64%.
72
Reaksi ini spesifik untuk -bromo-ester dan senyawa vinil yang sesuai seperti etil bromokrotonat.
73
SOAL LATIHAN 1. Senyawa apa yang anda gunakan sebagai substrat untuk memperoleh masing-masing senyawa berikut dengan menggunakan pereaksi fenilmagnesium bromida? Ph3C-OH; Ph2C=CH2; PhC(CH3)=CH2; PhCO2H; PhCH2Ph; PhCHO; dan PhCH2CH2OH 2. Tuliskan struktur produk yang diharapkan dari reaksi metilmagnesium bromida dengan masing-masing senyawa berikut? CH3CO2Et;
CH3CN;
ClCO2Et;
CH3CO2COCH3;
ClCH2OCH3;
CH2=CH-CH2Br; PhCOCH=CH2; dan (CH3)3CCOC(CH3)3 3. Pereaksi organologam apa yang anda gunakan untuk membuat senyawa berikut ini. +
+,
+& +
*
+ +/
+
+- +
+
+# "#
"#
+. *
+0
+
+
+%
74
BAB IV PEMBENTUKAN IKATAN KARBON-KARBON MELALUI REAKSI KONDENSASI TERKATALIS-BASA Sasaran Pembelajaran: 1. Memahami prinsip-prinsip reaksi pembentukan ikatan karbon-karbon melalui reaksi kondensasi terkatalis-basa, mampu menuliskan mekanisme reaksinya dengan benar; 2. Memahami pola kondensasi reaksi kondensasi terkatalis-basa berdasarkan struktur produknya, dan dapat menerapkan dalam reaksi sintesis suatu senyawa target 4.1 Prinsip Reaksi Kondensasi Terkatalis-Basa Pembentukan ikatan karbon-karbon melalui reaksi kondensasi terkatalisbasa dekat kaitannya dengan pembentukan ikatan karbon-karbon melalui pereaksi organologam. Di dalam masing-masing metode, karbon yang terpolarisasi negatif bereaksi dengan karbon elektrofil karbonil, alkil halida, dan senyawa-senyawa lain yang serupa. Adapun perbedaan dari kedua metode ini adalah karbon yang terpolarisasi negatif di dalam metode pereaksi organologam adalah karbon yang terikat pada logam yang memang bersifat elektropositif, sedangkan di dalam metode kondensasi terkatalis-basa, basa digunakan untuk mengabstraksi proton dari ikatan C-H menghasilkan karbanion. Faktor-faktor yang menguasai pembentukan karban ion sudah dibicarakan di dalam BAB II. Persyaratan strukturnya adalah ikatan C-H dari proton yang terabstraksi harus berdampingan dengan satu atau lebih gugus jenis –M yang dapat menstabilkan anion. Sebagai contoh,
Gugus pengaktivasi yang lebih umum digunakan dan urutan berdasarkan penurunan kekuatan aktivasinya adalah sebagai berikut:
75
Suatu hidrogen yang terikat pada karbon yang mengikat salah satu dari gugusgugus tersebut di atas (hidrogen- ) dinyatakan seabagai hidrogen teraktivasi. Semakin banyak gugus-gugus pengaktif yang ada maka semakin meningkat keasaman hidrogen tersebut. Meskipun karbanion distabilkan oleh resonansi, namun spesies tersenut berenergi tinggi yang akan bereaksi dengan karbon terpolarisasi negatif. Ada dua kelompok utama reaksi karbanion. (a) Reaksinya dengan senyawa yang mengandung gugus karbonil
(b) Reaksi dengan alkil halida
Prinsip kedua reaksi tersebut adalah mirip, keduannya melibatkan pengusiran pasangan elektron dari karbon yang mengikat atom yang lebih elektronegatif. Berbedanya
hanya
karena
reaksi
yang
pertama
melibakan
proses
kesetimbangan sedangkan reaksi yang kedua tidak. Basa yang umum digunakan dan urutan berdasarkan penurunan kekuatan basanya adalah sebagai berikut:
Pemilihan basa ditentukan oleh reaktivitas karbanion yang terbentuk. Seharusnya dicatat bahwa muatan pada suatu karbanion diperbaikan oleh karbon ke atom yang kedua, suatu unsur yang elektronegatif (biasanya oksigen dan nitrogen) sehingga reaksi pada gugus karbonil atau halida dapat terjadi pada atom yang lebih elektronegatif seperti dalam contoh berikut.
76
Pada kenyataannya, secara normal, reaksi pada karbon mendominasi reaksi pada atom yang lebih elektronegatif. Hak ini kemungkinan disebabkan oleh kestabilan secara termodinamika produknya yang lebih stabil daripada produk yang diturunkan dari reaksi melalui oksigen. Perbedaan kestabilan ini tercermin dalam keadaan transisi kedua proses tersebut. 4.2 Kondensasi Karbanion dengan Aldehida dan Keton 4.2.1 Kondensasi Aldol Perlakuan
asetaldehida
dengan
larutan
natrium
hidroksida
encer
menghasilkan senyawa Aldol.
Reaksi ini adalah contoh yang paling sederhana dari reaksi kondensasi yang umum untuk aldehida dan keton yang mempunyai satu atau lebih hidrogen pada atom karbon yang terikat pada gugus karbonil. Adapun mekanisme reaksinya adalah sebagai berikut.
77
Kinetika reaksi ini (kecepatan = k[CH3CHO][ OH]) memperlihatkan bahwa langkah pertama, yakni langkah pembentukan karbanion adalah tahap penentu kecepatan reaksi. Hal lain yang sangat dekat kaitannya adalah kondensasi diri sendiri aseton menghasilkan diaseton alkohol, kinetikanya (kecepatan = k[CH3COCH3]2[ OH] memperlihatkan bahwa tahap penentu kecepatan reaksi adalah tahap reaksi karbanion dengan molekul aseton yang kedua.
78
Perbedaan ini memperjelas bahwa gugus karbonil dalam aseton kurang cepat diserang oleh nukleofil daripada karbonil dalam asetaldehida. Hal ini terjadi karena metil yang sifatnya lebih pendorong elektron daripada hidrogen, dan karena gugus karbonil aseton lebih terlindungi daripada gugus karbonil asetaldehida. Gambaran umum reaksi ini yang harus diingat dalam penerapannya dalam sintesis adalah sebagai berikut. (1) Reaksi adalah reversibel, dan posisi kesetimbangan tidak selalu lebih cenderung ke arah produk. Sebagai contoh, reaksi pembentukan diaseton alkohol dari aseton menggunakan prosedur khusus. Barium hidroksida sebagai katalisator ditempatkan dalam timbel ekstrakstor Soxhlet yang dipasang di atas labu di mana aseton dididihkan. Aseton yang menguap akan terkondensasi di dalam kondensor air yang kemudian jatuh ke dalam timbel dan kontak dengan katalisator beberapa saat sampai terbentuk sejumlah kecil diaseton alkohol yang selanjutnya akan kembali mengalir ke dalam labu. Oleh karena titik didih produk di atas 100oC maka produk akan terakumulasi di dalam labu, sedangkan aseton yang belum bereaksi akan tetap refluks secara kontinyu. Dengan metode ini maka diperoleh diaseton alkohol dengan rendamen 70%. (2) Senyawa-senyawa Aldol tidak selalu diisolasi dari kondensasi. Sebagai contoh, asetaldol dengan segera membentuk hemi-asetal siklik.
Pada pemanasang, trimer ini dikonversi kembali ke asetaldol, yang dalam kondisi basa panas akan mengalami dehidrasi menghasilkan krotonaldehida.
79
Diaseton alkohol jauh lebih stabil, dehidrasi dapat dijalankan dengan asamatau basa menghasilkan mesitil oksida.
(3) Penggunaan alkali yang lebih pekat dapat mengarah langsung pada senyawa produk karbonil tak-jenuh dan dapat mengalami kondensasi lebih lanjut. Untuk lebih jelasnya, asetaldehida menghasilkan resin sebagai hasil dari kondensasi berantai.
Keton tak simetris. Keton tak simetris dapat mempunyai dua macam proton yang teraktifkan oleh karbonilnya, dan akan terabstraksi oleh basa menghasilkan karbanion. Sebagi contoh, metil etil keton dapat mengalami kondensasi masing lewat anion
–
CH2COCH2CH3 dan CH3CO-CHCH3 yang
mengarah kepada pembentukan senyawa berikut.
Di dalam prrakteknya, ada produk yang pertama yang dominan. Hal kemungkinan disebabkan oleh efek sterik. Kondensasi campuran. Jika masing aldehida yang berkondensasi mengandung atom hidrogen-
maka kondensasi aldol dapat menghasilkan
empat produk. Setiap aldehida dapat memberikan karbanion dan masing-masing aldehida juga dapat bertindak sebagai komponen karbonil.
80
Akan tetapi, jika satu dari dua komponen tidak mempunyai hidrogenmaka hanya dua macam produk yang akan terbentuk. Selanjutnya, jika dari kedua komponen tersebut terdapat satu komponen yang mempunyai gugus karbonil yang lebih reaktif maka hanya satu produk yang dominan. Sebagai contoh, aksi basa terhadap campuran formaldehida dengan asetaldehida mengarah kepada pembentukan -hidroksipropionaldehida.
Dalam reaksi ini, hanya asetaldehida yang dapat membentuk karbanion dan gugus karbonil yang ada dalam formaldehida lebih reaktif terhadap nukleofil yang mengadisi. Jika reaksi dijalankan dalam fase gas pada suhu tinggi (sebagai contoh, menggunakan silika sebagai katalisator pada suhu 300oC) maka terjadi dehidrasi menghasilkan akrolin,
sedangkan pada suhu rendah, kondensasi Aldol lebih lanjut terjadi sampai sampai semua hidrogen- asetaldehida tergantikan.
Kondensasi Aldol pada campuran keton dan aldehida yang tidak memiliki hidrogen aktif biasanya mengasilkan satu produk yang utama. Sebagai contoh,
81
benzalaseton diperoleh sekitar 70% dari benzaldehida dan aseton berlebih dalam adanya larutan natrium hidroksida 10%.
Jika aseton tidak berlebih maka dapat diperoleh dibenzalaseton dengan rendamen sekitar 80%.
4.2.2
Reaksi Claisen Reaksi terkatalis basa antara ester yang mengandung hidrogen aktif
dengan aldehida yang tidak mengandung hidrogen aktif dikenal sebagai reaksi Claisen. Sebagai contoh, etil asetat dan benzaldehida dengan adanya natrium etoksida menghasilkan etil sinnamat dengan rendamen sekitar 70%.
Keberhasilan reaksi ini tergantung pada fakta bahwa karbonil di dalam aldehida lebih reaktif terhadap nukleofil daripada karbonil dalam ester. Aldehida yang mengandung atom hidrogen-
bukanlah komponen yang cocok untuk reaksi
Claisen karena dapat mengalami reaksi kondensasi diri sendiri. 4.2.3
Reaksi Perkin Reaksi ini terdiri atas kondensasi anhidrida asam dengan aldehida
aromatik yang dikatalis dengan ion karboksilat. Anhidrida memberikan karbanion di bawah pengaruh basa ion karboksilat, dan anion ini menyerang karbonil
82
aldehida diikuti dengan dehidrasi dan hidrolisis gugus anhidridanya. Sebagai contoh,
4.2.4 Reaksi Stobbe Normalnya keton bereaksi dengan ester dalam adanya basa melalui mekanisme di mana karbanion dari keton menggantikan ion alkoksi dari gugus karboalkoksi ester. Akan tetapi, dialkil suksinat berprilaku berbeda, karbanion dari ester tersebut mengadisi ke dalam gugus karbonil keton.
Hasil penambahan akan mengalami siklisasi membentuk -lakton yang kemudian mengalami reaksi pembukaan cincin terkatalis basa menghasilkan garam karboksilat.
83
Kestabilan anion karboksilat adalah dasar untuk kesuksesan reaksi ini. Untuk hasil ini, kesetimbangan lebih cenderung ke produk, sedang reaksi ester monobasis dengan keton di mana situasi seperti tidak ada maka kesetimbangan lwebih cenderung ke arah kondensasi Claisen. Kondensasi Stobbe mengarah kepada pengikatan rantai atom tiga-karbon ke atom karbon ketonik, sedangkan kondensasi yang sejauh inidiuraikan mengarah kepada pengikatan rantai atom dua-karbon. Prosedur ini berguna untuk pengembangan cincin aromatik, sebagai contoh
84
4.2.5 Reaksi Darzen Kondensasi terkatalis-basa antara -halo ester dengan aldehida atau keton menghasilkan ester yang mengandung epoksida (ester glisidat).
Asam glisidat yang diperoleh dari ester tersebut melalui hidrolisis terkatalisbasa mudah mengalami penataan ulang yang sifatnya dekarboksilasi dalam adanya asam.
85
Keseluruhan proses mengandung penambahan satu atom karbon sebagai aldehida ke suatu gugus karbonil.
4.2.6 Kondensasi Aldol jenis lain Reaksi aldehida dan keton yang sejauh ini telah diuraikan karbanion diturunkan dari aldehida, keton, ester, dan anhidrida. Sebagai tambahan, kondensasi juga dapat menggunakan karbanion yang diturunkan dari senyawa nitro, nitril, dan sistem yang berpotensi aromatik. (1) Senyawa nitro. Nitrometana berkondensasi dengan aldehida dalam adanya basa menghasilkan senyawa
-hidroksi-nitro. Sebagai contoh, dengan
formaldehida masing-masing dari tiga atom hidrogen- nitrometana rentan untuk digantikan menghasilkan turunan trimetilol.
Normalnya, produk kondensasi dengan aldehida aromatik adalah senyawa nitro
, -tak-jenuh. Sebagai contoh, reaksi kondensasi benzaldehida
dengan nitrometana menghasilkan
-nitrostirena dengan rendamen sebesar
80%.
(2) Senyawa nitril. Nitril yang mengandung atom hidrogen-
berkelakuan
seperti senyawa nitro, sebagai contoh
86
(3) Sistem yang berpotensi aromatik. Anion yang diturunkan melalui abstraksi proton dari siklopentadiena adalah sistem aromatik yang mengandung enam elektro-!, dan energi kestabilan yang dihasilkan membuat siklopentadiena cukup asam untuk mengalami kondensasi terkatalis-basa. Sebagi contoh
Senyawa yang serupa seperti indin dan fluoren bereaksi dengan cara yang sama.
87
4.2.7
Reaksi Knoevenagel Kondensasi terkatalis-basa antara aldehida dan keton dengan asam
malonat atau senyawa yang serupa dengannya dikenal sebagai reaksi Knoevenagel. Di dalam prosedurnya, larutan asam malonat dan aldehida dalam piridin yang mengandung sedikit piperidin sebagai katalisator dipanaskan sampai refluks. Kondensasi diikuti dengan dehidrasi menghasilkan asam dibasis , -takjenuh yang terdekarboksilasi pada suhu refluks piridin. Dengan cara ini diperoleh asam sinnamat dari benzaldehida dengan rendamen 80%.
Penggunaan ester malonat (dietil malonat) sebagai pengganti asam malonat mengarah kepada pembentukan ester dibasis , -tak-jenuh, RCH=C(CO2Et)2. Reaksi Konevenagel lebih berguna dengan aldehida aromatik daripada aldehida alifatik. Pada penggunaan aldehida alifatik, ikatan olefinik di dalam produk diaktifkan terhadap nukleofil oleh adanya konjugasi dengan karbonil sehingga biasanya bereaksi lebih lanjut.
Keton tidak mengalami reaksi Knoevenagel dengan asam malonat atau esternya, tetapi bereaksi dengan asam sianoasetat dan esternya yang mengandung pengaktif yang lebih kuat terhadap hidrogen- .
4.3 Kondensasi Karbanion dengan Ester 4.3.1 Kondensasi Claisen Kondensasi diri sendiri ester yang mengandung atom hidrogen-
dikenal
dengan kondensasi (ester) Claisen. Contoh yang paling sederhana adalah
88
pembentukan ester asetoasetat (etil asetoasetat) dari etil asetat yang dikatalis dengan ion etoksida.
Reaksi ini biasanya dilakukan dengan merefluks etil asetat yang sangat kering di atas kawat natrium. Natrium bereaksi dengan 2 - 3% etanol yang ada dalam etil asetat komersial menghasilkan ion etoksida yang kemudian mengkatalis kondensasi. Produk yang diperoleh sebagai turunan natrium dari ester asetoasetat akan dihasilkan ester bebas setelah melalui pengasaman. Rendamen reaksi ini sekitar 30%. Kondensasi Claisen berbeda dari kondensasi Aldol hanya setelah oksianion terbentuk melalui adisi karbanion ke gugus karbonil. Di dalam kondensasi Claisen, anion ini mengeliminasi ion etoksida menghasilkan ketoester; sedangkan dalam kondensasi Aldol, anion tersebut mendapat tambahan proton menghasilkan -hidroksi-aldehida atau keton. 4.3.2 Kondensasi Dieckmann Kondensasi Claisen pada di-ester dari asam di-basis C6 dan C7 terjadi secara intramolekul menghasilkan -keto-ester cincin beranggota lima dan enam. Sebagi contoh, dietil adipat di dalam toluena bereaksi dengan logam natrium menghasilkan
turunan
bernatrium
2-karboetoksisiklopentanon
yang
akan
membebaskan ester dibebaskan (80%) setelah pengasaman dengan asam asetat.
89
Di-ester dari asam dibasis rantai yang lebih pendek tidak menjalani kondensasi Dickmann karena tegangan yang muncul pada bentuk cincin kecil. Di dalam hal seperti dietil suksinat, kondensasi terjadi secara antar molekul diikuti dengan siklisasi menjadi sistem heksanadion.
4.3.3 Reaksi Thorpe Siklisasi
, -dinitril dalam adanya basa sangat mirip dengan reaksi
Dickmann. Produk awal sebagai -iminonitril segera terhidrolisi menjadi -ketonitril.
"
Seperti halnya di dalam kondensasi Dickmann, hasil yang memuaskan normalnya hanya diperoleh untuk cincin beranggota lima dan enam.
90
4.4 Kondensasi Ester dengan Keton Ada empat produk yang dapat diperoleh dari kondensasi terkatalis-basa pada campuran suatu ester dengan suatu keton yang masing-masing mengandung atom hidrogen- . Masing-masing dari dua karbanion dapat bereaksi dengan masing-masing dari dua gugus karbonil. Di dalam prakteknya, satu produk, yaitu turunan dari karbanion keton dengan karbonil ester normalnya menjadi produk utama. Sebagai contoh,
Ada dua faktor yang bertanggung jawab untuk berlangsungnya reaksi ini; pertama, dua produk Claisen dikonversi menjadi anionnya oleh etoksida sehingga kesetimbangan lebih cenderung ke arah produk, tetapi bukan kepada dua produk Aldol. Kedua, aseton dan asetilaseton adalah lebih asam daripada etil asetat dan ester asetoasetat sehingga pembentukan asetilaseton sebagai anion adalah reaksi yang lebih utama. Kondensasi dapat pula terjadi pada ester aromatik. Sebagai contoh, etil benzoat
dengan
asetofenon
bereaksi
dalam
adanya
natrium
etoksida
menghasilkan turunan natrium dibenzometana, dan keton akan diperoleh (6070%) setelah pengasaman.
91
4.5 Enamina Vinilaamina (enamina) dapat dibuat dari amina sekunder dan keton yang mengandung atom hidrogen- .
Senyawa tersebut sangat dekat hubungannya dengan karbanion yang diturunkan dari ester.
Prilakunya analog dalam reaksinya dengan asil klorida, sebagai contoh
# #
92
Hidrolisis lembut akan melepaskan amina aslinya, sehingga reaksi keseluruhan adalah pembentukan -diketon.
4.6 Alkilasi Karbanion Seperti halnya dengan nukleofil yang lain, karbanion dapat mengusir ion halida dari alkil halida dengan membentuk ikatan C-C.
Dengan cara yang sama, toluena-p-sulfonat dan metana sulfonat mengalami reaksi substitusi, sebagai contoh
Toluena-p-sulfonat (tosilat) sering kali lebih efisien bereaksi. Lebih jauh lagi, tosilat mudah dibuat dari alkohol dengan toluena-p-sulfonil klorida (TsCl).
93
Untuk uraian lebih lanjut maka memudahkan jika reaksi ini dikelompokkan berdasarkan asal karbanion diturunkan, (a) senyawa monofungsi, dan (b) senyawa bifungsi. 4.6.1 Alkilasi senyawa monofungsi Senyawa yang mengandung atom hidrogen yang teraktivasi oleh gugus jenis –M bereaksi dengan segera dengan gugus karbonil di dalam adanya ion etoksida, sedangkan reaksinya dengan alkil halida dalam kondisi ini tidak efisien. Hal ini karena ion etoksida adalah basa yang relatif lemah sehingga konsentrasi karbanion yang terbentuk hanya kecil dan kebanyakan etoksi yang tersisa akan mensubstitusi pada alkil halida. Salah satu cara untuk menghindari masalah tersebut di atas adalah dengan menggunakan basa yang kuat agar konsentrasi karbanion yang dihasilkan menjadi lebih besar, dan jika memungkinkan juga basa yang digunakan adalah basa terhalangi secara sterik dari reaksinya sebagai nukleofil. Ion t-butoksi adalah basa yang memenuhi kriteria tersebut dan telah sering digunakan, seperti dalam konversi sikloheksanon menjadi 2-metilsikloheksanon.
Keton asimetris dapat mengalami alkilasi pada masing-masing dari posisi (a dan b).
Akan tetapi, keton yang satu atom karbonnya mengikat lebih banyak gugus alkil menjadi lebih utama, sebagai contoh
94
Alasan untuk hal tersebut adalah kestabilan delokalisasi karbanion yang terbentuk bilamana muatan negatif dimuat oleh oksigen yang lebih elektronegatif.
Pada struktur pertama, ikatan olefinik berkonjugasi dengan gugus metil, dan menghasilkan energi kestabilan. Hal ini bertanggung jawab untuk keberadaan ion tersebut dalam konsentrasi yang lebih tinggi. Di dalam beberapa kasus, alkilasi terjadi pada karbon yang kurang tersubstitusi, sebagai contoh
Hal ini kemungkinan merupakan hasil dari rintangan sterik untuk reaksi pada posisi sudut yang lebih tersudtitusi.
4.6.2 Alkilasi Senyawa Bifungsi Suatu ikatan C-H yang berdekatan dengan dua gugus jenis –M adalah lebih asam daripada ikatan C-H yang hanya berdengan dengan satu gugus seperti itu, dan dapat dialkilasi dalam kondisi yang lebih lembut dengan rendamen yang lebih baik.
95
Ada dua senyawa bifungsi yang sangat penting dalam prosedur sintesis, yaitu ester malonat dan ester asetoasetat. (1) Ester malonat. Ester malonat dapat berhasil termonoalkilasi di dalam adanya ion etoksida.
Produk monoalkilasi masih mengandung hidrogen-
yang aktif dan gugus alkil
kedua dapat masuk, akan tetapi biasanya diperlukan kondisi yang sedikit lebih keras untuk alkilasi yang kedua, dan oleh karenanya memungkin dapat mengisolasi produk monoalkilasi dalam rendamen yang baik dengan hanya menggunakan satu mol alkil halida. Ester malonat tersubstitusi memungkinkan dihidrolisis menjadi asam yang memiliki dua gugus karbonil pada satu atom karbon, dan dengan segera terdekarboksilasi pada pemanasan.
Sebagai contoh, asam pelargonat dapat dibuat dari n-heptilbromida dengan rendamen 70%.
Ester malonat dapat juga digunakan untuk mensintesis senyawa alisiklik beranggota tiga dan empat dari
-dibromida. Sebagai contoh
96
$
%
"
"
"
$
%
&% ' % %
(
)
#
# *+,
Jika ester malonat atau turunan monoalkilnya diolah dengan iodin dalam adanya basa maka terjadi kondensasi menghasilkan ester tetrabasis. Mekanisme reaksinya kemungkinan seperti berikut.
Hidrolisis dan dekarboksilasi menghasilkan asam suksinat atau turunan dialkil simetris.
Reaksi ester malonat dan turunan monoalkilnya dengan bromin atau klorin dalam adanya basa berbeda dengan reaksinya dengan iodin. Reaksi berhenti pada tahap pertama dan turunan bromo atau kloro-nya dapat diisolasi.
97
Produk ini berguna sebagai zat-antara dalam sintesis asam -amino. (2) Ester asetoasetat. Seperti halnya ester malonat, ester asetoasetat dapat dimonoalkilasi atau didialkilasi dengan alkil halida dalam adanya basa.
Produk ini mengalami dua jenis pemecahan hidrolitik, tergantung pada kondisi. Pada kondisi asam encer akan mengarah pada hidrolisis gugus ester dan menghasilkan asam -keto yang melepaskan karbon dioksida.
-
.
-
-
Di sisi lain, natrium hidroksida dapat menyebabkan putusnya ikatan C-C dengan cara kebalikan dari kondensasi Calisen.
-
-
-
-
Kesetibangan lebih menyekuai ke arah produk sebagai akibat dari kestabilan ion asetat. Seperti halnya ester malonat, ester asetoasetat dan turunan monoalkilnya menjalani kondensasi terkatalis-basa dalam adanya iodin. Hidrolisi dan dekarboksilasi produk tersebut menghasilkan -diketon.
98
Tidak seperti halnya dengan ester, ester asetoasetat tidak membentuk senyawa alisiklik beranggota empat dengan
-bromopropana. Tahap pertama
alkilasi terjadi secara normal, tetapi tahap kedua melibatkan penutupan cincin yang terjadi pada oksigen, bukan pada karbon. Hal terjadi karena buila trerjadi pada karbon akan membentuk cincin beranggota empat jauh lebih tegang daripada cincin beranggota enam yang terbentuk melalui oksigen.
4.7 Adisi Karbanion ke Olefin Aktif Meskipun karbanion dan nukelofil yang lain umumnya tidak bereaksi dengan olefin sederhana, tetapi akan dapat bereaksi dengan jika olefin tersebut terkonjugasi dengan gugus jenis –M, sebagai contoh
99
Hasil penambahan yang terbentuk dapat bereaksi dengan proton pada pengasaman, baik pada oksigen maupun pada karbonnya.
Akan tetapi karena tautomeri cepat berkesetimbangan dalam suasana asam dan tautomer keto yang lebih stabil maka produk inilah yang dapat diisolasi. Jadi reaksi keseluruhan antara ester malonat dengan etil sinnamat adalah
Adisi terhadap olefin aktif biasa dinyatakan sebagai reaksi Michael. Olefin dapat diaktifkan dengan cara berkonjugasi dengan gugus karbonil, karboalkoksi, nitro, dan nitril; dan komponen pembentuk karbanion dapat merupakan senyawa
100
bifungsi seperti ester malonat, atau senyawa monofungsi seperti nitrometana. Sebagai contoh
Adisi Michael dapat secara spotanmengikuti kondensasi aldehida alifatik dengan ester malonat.
Hidrolisis dan dekarboksilasi produk ini akan menghasilkan asam glutarat tersubstitusi.
Adisi Michael ke keton
, -tak-jenuh dapat diikuti dengan kondensasi
Claisen intramolekul dalam molekulnya sendiri. Sebagai contoh, dimedon (meton) dapat dibuat dengan rendamen di atas 80% dari mesitil oksida dan ester malonat dalam adanya ion etoksida.
101
/
$
/
%
&% % /
# /
0)
4.8 Kondensasi yang Melibatkan Asetilida Asetilena dan turunan monosubstitusinya jauh lebih asam daripada olefin dan paraffin, dan mampu menjalani reaksi terkatalis-basa dengan senyawa yang mengandung gugus karbonil dan alkil halide. Reaksinya memerlukan basa kuat, dan yang paling umum digunakan adalah ion amida dalam amoniak cair. Kekhasan reaksinya adalah sebagai berikut.
Kondisi reaksi yang digunakan adalah mula-mula sodamida terbentuk melalui perlakuan amoniak cair dengan logam natrium dalam adanya katalisator garam besi(III). (Tidak adanya besi(III) dalam reaksi menyebabkan pembentukan sodamida, Na + NH3 1 Na+NH2- + ½ H2, menjadi sangat lambat dan larutan mengandung elektron tersolvasi yang merupakan pereduksi kuat). Kemudian
102
asetilen dilewatkan ke dalam larutan amoniak, dan ion asetilida terbentuk melalui reaksi kesetimbangan di atas. Ada satu metode alternatif, yaitu asetilen dilewatkan ke dalam larutan amoniak dan kemudian ditambahkan natrium pada kecepatan sedemikian sehingga tidak tidak warna biru yang muncul selama penambahan. Metode ini memiliki kelemahan, yaitu sepertiga bagian asetilen direduksi menjadi olefin.
4.8.1 Kondensasi dengan alkil halida Reaksi ini hanya berhasil dengan halida jenis RCH2CH2Hal, yakni halida yang tidak bercabang pada atom karbon-
atau – . Sebagai contoh,
pembentukan n-butilasetilen dari asetilena dengan n-butil bromida memberikan rendamen sebesar 70-77%%.
Seperti
biasanya
di
dalam
substitusi
nukleofilik
pada
halida,
urutan
reaktivitasnya adalah iodida > bromida > klorida. Fakta dapat digunakan jika diperlukan selektivitas, seperti dalam sintesis asam oleat.
4.8.2 Kondensasi dengan Gugus Karbonil Asetilida bereaksi dengan aldehida dan keton membentuk alkohol
-
asetilenat. Sebagai contoh, asetilen dan aseton dengan sodamida dalam amoniak cair menghasilkan 2-metilbut-3-un-2-ol dengan rendamen 45%.
103
Reaksi jenis ini telah digunakan secara luas untuk mensintesis zat antara di dalam kimia karatenoid dan poliena. Sevagai contoh, senyawa 3-metilpent-2-en4-un-1-ol telah dibuat melalui pengolahan metil vinil keton dengan ion asetilida di dalam amoniak cair diikuti dengan penataan ulang anionotropik terkatalis-asam.
4.9 Kondensasi yang Melibatkan Sianida Hidrogen sianida adalah isoelektronik dengan asetilen dan merupakan asam lemah, anionnya dapat dibangkitkan dengan menggunakan basa dan reaktif terhadap alkil halida dan gugus karbonil. Seringkali jauh lebih memudahkan menggunakan sianida sebagai ion sianida (contoh, NaCN) daripada sebagai hidrogen sianida. 4.9.1 Kondensasi dengan Alkil Halida Halida primer dan sekunder mengalami substitusi nukleofilik dengan ion sianida menghasilkan senyawa nitril.
Halida tersier tidak menghasilkan nitril tetapi mengalami eliminasi menghasilkan olefin.
104
Reaksi ini memberikan suatu cara untuk memperpanjang rantai karbon alipatik dengan satu atom karbon. Berikut ini adalah transformasi nitril yang berguna dalam sintesis. 1) Transformasi menjadi asam karboksilat melalui hidrolisis. Salah satu contoh penting adalah sintesis asam malonat, dan dari padanya ester malonat dapat dibuat dari asam kloroasetat dengan rendamen 75-80%. Mula-mula kloroasetat dikonversi ke dalam bentuk garamnya (kalau tidak demikian maka penambahan ion sianida akan melepaskan hidrogen sianida), substitusi oleh ion sianida menghasilkan natrium sianoasetat, dan hidrolisis basa mengahsilkan natrium malonat. Penambahan kalsium klorida akan mengendapkan kalsium malonat yang dari padanya asam malonat akan terbebaskan melalui pengolahan dengan asam hidroklorida.
#
#
#
# #
2) Transformasi menjadi amina menggunakan reduksi katalitik.
3) Transformasi menjadi aldehida menggunakan reduksi Stephen.
Aril halida tidaj segera bereaksi dengan ion sianida kecuali inti aromatik teraktivasi oleh gugus penarik elektron. Sebagai contoh, 2,4-dinitrobenzena
105
dengan segera bereaksi, akan tetapi untuk memperoleh benzonitril maka perlu mengolah bromobenzena dengan tembaga(I) sianida anhidrus pada 200oC dalam adanya piridin atau quinolin.
4.9.2 Kondensasi dengan Senyawa Karbonil Hidrogen sianida mengadisi ke aldehida dan keton menghasilkan sianohidrin. Reaksi ini dkatalis oleh basa sehingga pantas diduga bahwa spesies yang aktif adalah ion sianida. Salah satu contoh sederhana reaksi pembentukan sianohidrin adalah reaksi pembuatan glikolonitril (70%) dari formaldehida, dan aseton sianohidrin (77%) dari aseton.
Olefin teraktivasi bereaksi dengan sianida dengan cara yang sama dengan adisi Machael. Sebagai contoh, benzalasetofenon teradisi hidrogen sianida pada ikatan olefiniknya di dalam etanol yang mengandung asam asetat.
Perlu diingat bahwa olefin ini cukup reaktif terhadap adisi yang segera terjadi dalam kondisi asam, yang mana memungkinkan dibantu oleh protonasi gugus oksigen karbonil. Produk tersebut yang mengandung gugus karbonil adalah inert terhadap adisi pada kondisi ini, tetapi jika larutan dibiarkan menjadi basa maka molekul hidrogen sianida yang kedua akan mengadisi. Sianihidrin bernilai sintesis sebab mudah dikonversi melalui hidrolisis menjadi asam atau ester
-hidroksi. Sebagai contoh, asam (±)-laktat dapat
diperoleh dari asetaldehida.
106
dan metil -metakrilat (polimerisasi yang menghasilkan Persfeks) dapat diperoleh dari aseton sianohidrin melalui pengolahan dengan asam sulfat di dalam metanol yang menyebabkan esterifikasi dan dehidrasi.
Reaksi aldehida alifatik dengan natrium sianida dalam adanya amonium klorida menghasilkan -amino-nitril, hidrolisis menghasilkan asam -amino.
Aldehida
aromatik
tidak
membentuk
sianohidrin
tetapi
mengalami
kondensasi benzoin. Reaksi benzaldehida dengan natrium sianida di dalam etanol menghasilkan benzoin sendiri dengan rendamen sekitar 80%. Reaksi terjadi melalui adisi sianida dan memberikan produk yang dengan abstraksi proton-
oleh basa menghasilkan karbanion yang kemudian bereaksi dengan
molekul aldehida kedua dan melepaskan hidrogen sianida.
107
Perbedaan antara aldehida alifatik dengan aromatik dapat dianggap berasal dari fakta bahwa delokalisasi muatan negatif melalui cincin aromatik memberikan energi ekstra yang cukup untuk mendorong terjadinya reaksi.
108
SOAL LATIHAN 1. Bagaimana
cara
mensintesis
senyawa
berikut
melalui
reaksi
kondensasi terkatalis-asam?
2. Tuliskan struktur produk yang diharapkan dari reaksi-reaksi berikut ini:
109
BAB V
PEMBENTUKAN IKATAN KARBON-KARBON MELALUI REAKSI KONDENSASI TERKATALIS-ASAM Sasaran Pembelajaran: 1. Memahami prinsip-prinsip reaksi pembentukan ikatan karbon-karbon melalui reaksi kondensasi terkatalis-asam, mampu menuliskan mekanisme reaksinya dengan benar; 2. Memahami pola kondensasi reaksi kondensasi terkatalis-asam berdasarkan struktur produknya, dan dapat menerapkan dalam reaksi sintesis suatu senyawa target 5.1 Prinsip Reaksi Kondensasi Terkatalis-Asam Prinsip yang diterapkan di dalam semua reaksi kondensasi terkatalis-asam adalah pembentukan spesies elektrofilik dengan bantuan asam, dan keberadaan nukleofil yang akan bereaksi dengan elektrofil. Elektrofil dapat diperoleh dari alkil atau asil halida melalui pengolahan dengan asam Lewis, seperti di dalam alkilasi olefin
atau yang paling umum adalah melalui adisi proton ke dalam ikatan rangkap. Ikatan rangkap dapat berupa olefinik seperti dalam dimerisasi olefin, sebagai contoh
atau suatu karbonil, seperti dalam reaksi kondensasi diri sendiri aldehida dan keton, sebagai contoh
Elektrofil di dalam reaksi Mannich dihasilkan dari reaksi antara aldehida dan amina dalam adanya asam, sebagai contoh
110
Nukleofil dalam reaksi ini boleh olefin, enol, atau nuklefil yang digunakan dalam reaksi Mannich dan senyawa-senyawa yang serupa seperti indol. Contoh yang sederhana adalah reaksi etilena dengan t-butil klorida dalam adanya aluminium triklorida.
5.2 Kondensasi Diri Sendiri Olefin Pengolahan isobutilena dengan asam sulfat 60% menghasilkan campuran 2,4,4-trimetil-1-pentena dengan 2,4,4-trimetil-2-pentena. Reaksi terjadi melalui protonasi satu molekul olefin menghasilkan karbokation yang mengadisi ke gugus metilen molekul kedua (hukum Markovnikov), karbokation yang baru kemudian melepaskan sebuah proton.
Kondisi reaksi harus dikontrol dengan hati-hati, jika digunakan asan sulfat encer maka karbokation yang mula-mula terbentuk akan bereaksi dengan air menghasilkan t-butil alkohol.
111
Tapi jika asam yang lebih pekat digunakan maka karbokation kedua akan bereaksi lebih dengan molekul isobutilen,
dan selanjutya dapat terjadi
polimerisasi.
Di dalam sutu prosedur yang sudah dimodifikasi, iso-oktan dapat diperoleh lansung dari isobutilena dan asam sulfat pekat melalui reaksi yang dijalankan di dalam adanya isobutana. Dimerisasi terjadi seperti di atas, tetapi karban ion yang dihasilkan lebih menyukai mengeliminasi sebuat proton atau bereaksi lagi dengan isobutilena, mengabstraksi ion hidrida dari isobutana.
Sebuah karbokation t-butil baru di hasilkan dan mengadisi ke isobutilena sehingga suatu reaksi berantai menyebar. Di-olefin mengalami siklisasi terkatalis asam menjadi cincin yang secara stereokimia disukai, yaitu cincin beranggota lima atau enam. Sebagai contoh dipilih konversi
-ionon menjadi - dan -ionon, yang mana -ionon diperlukan
dalam sintesis vitamin A.
112
5.3
Reaksi Friedel Crafts Nama Friedel dan Crafts sebenarnya hanya menyertai alkilasi dan asilasi
sistem aromatik dalam adanya asam Lewis. Sebagai contoh
5.3.1
Alkilasi Contoh sederhana alkilasi yang efisien adalah pembuatan neoheksil klorida
(75%) dari t-butil klorida dan etilena pada suhu -10oC dalam adanya aluminium triklorida.
Ada beberapa reaksi samping yang ditemukan di dalam reaksi alkilasi. Pertama, olefin seringkali beriosmerisasi dengan aluminium klorida; kedua, alkil halida dapat mengalami penataan ulang, sebagai contoh n-propil klorida menghasilkan turunan isopropil; dan yang terakhir adalah halida produk dapat bereaksi lebih lanjut. Maslah ini tidak muncul pada contoh di atas karena etilena tidak dapat berisomerisasi, t-butil halida tidak mengalami penataan ulang oleh asam Lewis, dan halida primer sebagai produk jauh kurang reaktif daripada halida tersier terhadap aluminium klorida. Meskipun demikian, harus ditekankan bahwa penggunaan alkilasi di dalam sintesis adalah terbatas. 5.3.2
Asilasi Asilasi olefin disebabkan oleh klorida asam atau anhidrida asam dalam
adanya asam Lewis. Kemungkinan elektrofilnya adalah ion asilum yang kemudian mengadisi ke dalam ikatan olefinik.
113
Reaksi disempurnakan oleh pengambilan nukleofil, sebagai contoh
5.4 Reaksi Prins Pengolahan olefin dengan formaldehida dalam adanya asam menghasilkan 1,3-diol bersama dengan turunan asetal siklik dari 1,3-diol dengan molekul formaldehida kedua.
Etilena sendiri memerlukan kondisi keras untuk bereaksi; tetapi olefin teralkilasi yang karenanya lebih reaktif terhadap elektrofil, cukup cepat bereaksi. Olefin tipe RCH=CHR menghasilkan 1,3-diol sebagai produk utama dalam rendamen yang rendah, sedangkan olefin tipe RCH=CH2 dan R2C=CH2 menghasilkan asetal (1,3-dioksan) dengan rendamen yang kadang lebih baik. Sebagai contoh, 4-fenil-1,3-dioksan dapat diisolasi dengan rendamen sekitar 80% dari hasil refluksasi campuran stirena, formalin 37%, dan asam sulfat pekat.
114
5.5 Kondensasi Aldehida dengan Keton 5.5.1 Kondensasi diri sendiri Aldehida dan keton yang mampu berenolisasi akan mengalami kondensasi diri sendiri jika diolah dengan asam. Asam mempunyai dua fungsi, untuk meningkatkan reaktivitas gugus karbonil terhadap adisi nukleofil, sebagi contoh
Kedua, mengkatalis enolisasi senyawa karbonil, sebagi contoh
Molekul enol kemudian bereaksi dengan molekul senyawa karbonil teraktifkan.
Normalnya reaksi ini diikuti dengan dehidrasi terkatalis-asam.
Suatu keton yang memiliki satu atau lebih hidrogen pada masing-masing karbon-
dapat mengalami kondensasi lebih lanjut. Sebagi contoh, jika aseton
dijenuhkan dengan hidrogen klorida maka diperoleh suatu campuran mesitil oksida dengan foron sebagai produk.
Perlu dicatat bahwa beberapa aldehida terpolimerisasi oleh asam melalui oksigen. Sebagai contoh, asetaldehida dengan sedikit asam sulfat pekat akan
115
menghasilkan
trimer
siklik
(paraldehida),
dan
beberapa
tetramer
siklik
(metaldehida) .
Polimerisasi adalah reaksi reversibel dan aldehida dapat diperoleh kembali melalui pemanasan dengan asam encer.
Pengolahan dengan asam sulfat menghasilkan trioksan (trioksimetilen).
Formaldehida dan asetaldehida lebih memudahkan masing-masing disimpan dalam bentuk paraformaldehida dan paraldehida; pengolahan dengan asam encer sesat sebelum digunakan atau secara in situ akan menghasikan aldehida bebas.
116
5.5.2
Kondensasi silang Seperti halnya dalam kondensasi terkatalis basa, kondensasi silang antara
dua senyawa karbonil yang masing-masing dapat mengalami enolisasi akan menghasilkan campuran dari empat produk. Akan tetapi, jika hanya satu senyawa yang dapat megalami enolisasi dan senyawa karbonil yang lebih reaktif karbonilnya maka dapat diperoleh produk tunggal dengan rendamen yang baik. Salah satu contoh adalah kondensasi antara asetofenon dengan salisilaldehida yang dikatalis dengan hidrogen klorida anhidrus. Kondensasi ini diikuti dengan eliminasi air terkatalis-asam menghasilkan garam oksonium yang merupakan induk sistem antosianidin.
5.6 Kondensasi antara Keton dengan Klorida Asam atau Anhidrida Asam Kondensasi dapat juga terjadi antara keton dengan gugus karbonil yang sangat reaktif seperti klorida asam dan anhidrida asam. Untuk mencegah hidrolisis klorida asam atau anhidrida asam maka kondisi berair harus dihindari, dan sebaiknya menggunakan asam Lewis untuk mengkatalis tahap enolisasi. Sebagai contoh
117
Melalui reaksi ini asetilaseton dapat diperoleh dengan cara melewatkan gas trifluorida ke dalam campuran aseton dengan anhidrida asetat, penambahan tembaga(II) asetat untuk mengendapkan produk sebagai turunan tembaga(II) dari enol, dan mengkonversi kembali menjadi asetilaseton (80%) dengan menggunakan asam. Metode kondensasi terkatalis-asam telah menjadi metode penting di dalam aplikasi
sebagai
menggunakan
pelengkap
metode
metode
kondensasi
kondensasi
terkatalis-basa.
terkatalis-asam,
metil
alkil
Ketika keton,
CH3COCH2R terasilasi terutama pada gugus metilennya; tetapi dengan metode kondensasi terkatalis-basa, asilasi tutama terjadi pada gugus metilnya.
118
5.7 Reaksi -Pikolin dan Senyawa yang Serupa Senyawa
-pikolin berkondensasi dengan aldehida dengan seng klorida
yang menkatalis konversi
-pikolin menjadi senyawa nitrogen yang serupa
dengan enol. Sebagai contoh
Reaksi yang serupa terjadi dengan -pikolin, 2- dan 4-metilkuinolin, dan 1metilisokuinolin, masing-masing dapat mengalami reaksi terkatalis-asam.
Akan tetapi, senyawa turunan metil yang lain dari heterosiklik tersebut di atas tidak mampu membentuk turunan metilennya (seperti
-pikolin) karena
menyebabkan kehilangan energi kestabilan aromatiknya yang cukup besar pada proses enolisasi. Sebagai contoh
119
Garam
kuaterner
turunan
metil
senyawa
heterosiklik
yang
dapat
berenolisasi mengalami kondensasi yang serupa pada pemanasan. Sebuah contoh yang sangat berguna sintesis pinasianol dari kuinaldin (2-metilkuinolin) etiodida dan etil ortoformat.
120
Pinasianol dan senyawa yang serupa telah dibuat melalui jalur reaksi yang sama, dan merupakan kation yang sangat berwarna dan digunakan sebagai sensitizer fotografi.
5.8 Reaksi Mannich Senyawa enolik atau potensil enolik, dan juga asetilen tertentu bereaksi dengan campuran aldehida (biasanya formaldehida) dan amina primer atau sekunder dalam adanya asam akan menghasilkan turunan metil amino setelah dibasakan. Sebagai contoh, dengan merefluks suatu campuran aseton, dietilamina
hidroklorida,
paraformaldehida,
metanol,
dan
sedikit
asam
hidroklorida pekat, kemudian diolah dengan basa akan diperoleh 1-dietilamino-3butanon dengan rendamen di atas 70%.
5.8.1
Mekanisme Reaksi Mannich Mekanisme yang mungkin dari reaksi Mannich dapat digambar dengan
mengambil contoh reaksi di atas. Amina bereaksi dengan aldehida dalam adanya asam memberikan suatu hasil penambahan yang melepaskan air membentuk suatu elektrofil.
Asam juga mengkatalis aseton menjadi tautomer enoliknya.
121
Enol tersebut kemudian bereaksi dengan elektrofil dan hasil penambahan bertautomeri menjadi garam aminanya.
5.8.2
Persyaratan Struktur di dalam Reaktan Amina dapat berupa amina primer atau sekunder. Di dalam hal amina
primer, produknya adalah amina sekunder yang biasanya bereaksi lebih lanjut, sebagi contoh
Amoniak juga dapat digunakan, biasanya menghasilkan tiga reaksi berurutan, sebagai contoh
Umumnya aldehidanya adalah formaldehida, tetapi aldehida yang lebih tinggi telah berhasil digunakan. Hal yang penting adalah reaktan ketiga harus enol, senyawa berupa enol, atau senyawa mampu mengalami enolisasi dalam adanya asam. Fenilasetilen dan beberapa turunan tersubstitusi pada inti benzena, meskipun bukan enolik tapi dapat juga mengalami reaksi Mannich. Sebagai contoh
122
Fenol bereaksi pada semua sisi aktif yang ada di dalam inti benzennya.
5.8.3
Basa Mannich sebagai zat-antara di dalam sintesis Kenyataan bahwa reaksi Mannich dapat diterapkan kepada senyawa-
senyawa dalam cakupan yang luas, biasanya lebih efektif, dan memberikan suatu produk (basa Mannich) yang mengalami sejumlah jenis transformasi, serta menyumbangkan proses aplikasi yang luas di dalam sintesis. Berikut ini adalah keguaannya yang penting dari reaksi Mannich. 1) Pembentukan senyawa karbonil
, -tak-jenuh. Reaksi Mannich
normalnya memberikan hidroklorida dari basa Mannich. Garam ini biasanya stabil pada suhu kamar, tetapi senyawa turunan alifatiknya melepaskan suatu amina hidroklorida pada pemanasan. Sebagai contoh
Reaksi ini mirip dengan eliminasi Hofmann dari garam amonium kuaterner, cuma reaksi Hofmann memerlukan basa yang lebih kuat (ion hidroksida). Basa Mannich dengan mudah mengalami eliminasi karena ikatan rangkap yang terbentuk dari senyawa alifatik berkonjugasi dengan gugus tak-jenuh yang kedua. Eliminasi jenis ini mempunyai dua kegunaan. Pertama, reduksi ikatan rangkap olefinik menghasilkan deret homolog keton yang lebih tinggi dari basa Mannich yang diturunkan.
123
!
Kedua, garam kuarterner basa Mannich adalah sumber penting senyawa , -takjenuh yang diperlukan untuk reaksi kondensasi. Contoh yang paling baik yang diketahui adalah aplikasinya pada reaksi perluasan cincin Robinson, digunakan untuk membangun sistem cincin steroid.
2) Substitusi gugus amino. Basa Mannich yang diturunkan dari sistem aromatik seperti fenol dan indol adalah senyawa jenis benzilik, dan senyawa seperti
itu
adalah
rentan
terhadap
serangan
nukleofil
(reaksi
SN2).
Keuntungannya dapat digunakan untuk mengganti gugus amino dengan gugus fungsi yang lain. (a) Sebuah alternatif untuk sintesis heteroauksin (asam indol-"-asetat) yang menggunakan basa Mannich dari indol (gramin). Metilasi dengan dimetilsulfat diikuti dengan pengolahan dengan ion sianida dan kemudian hidrolisis menghasilkan heteroauksin.
(b) Gramin juga digunakan sebagai starting material dalam sintesis triptofan. Senyawa kuaterner diolah dengan ester asetamidomalonat dalam adanya basa, karbaion malonat menggantikan garam kuaterner menghasilkan suatu senyawa yang segera terhidrolisis dan terdekarboksilasi menjadi triptofan.
124
# #
# # #
$
%
3) Penggunaan
aldehida
&
selain
formaldehida:
sintesis
alkaloid.
Sejumlah sintesis alkaloid yang menarik telah dilakukan berdasarkan reaksi Mannich, seperti sintesis tropinon yang diperlukan untuk sintesis atropin. Suatu campuran
suksindialdehida,
metil
amina,
dan
garam
kalsium
dari
asetondikarboksilat didiamkan selama beberapa hari pada pH 5-7 menghasilkan tropinon dengan rendamen 40%. Ketika campuran reaksi ini dibuffer pada pH 5 maka rendamen meningkat menjadi 90%.
125
Tropilon dapat dikonversi menjadi atropin melalui reduksi gugus karbonilnya diikuti dengan pembentukan ester dengan asam tropat.
' (
)
Sintesis uini telah diadopsi untuk mensintesis kokain.
126
SOAL LATIHAN 1. Tuliskan struktur produk yang diharapkan dari reaksi berikut:
2. Gambarkan metode sintesis untuk senyawa-senyawa berikut: *
#
3. Tuliskan mekanisme untuk reaksi berikut ini:
127
DAFTAR PUSTAKA Ahluwalia, V. K. and Parashar, R. K., 2007, Organic Reaction Mechanisms, 3rd Edition, Alpha Science, Oxford. Allinger, N. L., Cava, M. P., Jongh, D. C. D., Johnson, C. R., Lebel, N. A., dan Steven, C. L., 1976, Organic Chemistry, 2nd Edition, Worth Publishers, Inc., New York. Norman, N. O. C., 1978, Principles of Organic Synthesis, 2nd Edition, Chapman and Hall, London.