LAPORAN HIBAH PENULISAN BUKU AJAR MATA KULIAH
KIMIA ORGANIK BAHAN ALAM LAUT
Oleh HANAPI USMAN Dibiayaioleh dana DIPA Layanan Umum Universitas Hasanuddin Tahun 2014 SK Rektor Unhas Nomor : 813/UN4.12/PP.12/2014
JURUSAN KIMIA FAK. MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HASANUDDIN 2014
1
HALAMAN PENGESAHAN HIBAH PENULISAN BUKU AJAR JURUSAN KIMIA FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS HASANUDDIN TAHUN 2014 Judul Buku Ajar
: Kimia Organik Bahan Alam Laut
Nama Lengkap
: Prof. Dr. Hanapi Usman, M.Si
NIP/NIDN
: 195702281987031001/ 0028025702
Pangkat?Golongan
: Pembina Utama/IVd
Jurusan
: Kimia
Fakultas/Universitas
: MIPA/ Universitas hasanuddin
Alamat e-mail
:
[email protected]
Biaya
: Rp. 5.000.000,-
Dibiayai oleh
: DIPA BOPTN Universitas Hasanuddin th. 2014 SK. Rektor universitas Hasanuddin Nomor : 813/UN4.12/PP.12/2014 Makassar, 25 Oktober 2014
Dekan
Penulis
u.b. Wakil Dekan Bid. Akademik
Dr. Eng. Amiruddin NIP 197205151997021002
Prof. Dr. Hanapi Usman, M.Si NIP. 195702281987031001
Mengetahui, Ketua LKPP, Universitas Hasanuddin Prof. Dr. Ir. Lella Rahim, M.Sc NIP. 196305011988031004
2
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Pengasih, telah memberi kemampuan ke pada penulis sehingga dapat menyelesaikan tulisan buku ajar Kimia Organik Bahan Alam Laut atau disingkat OBAT sebagai mana adanya. Buku ajar ini dibuat untuk memenuhi kebutuhan pembelajaran di jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin. Isi buku ajar ini merujuk pada berbagai buku literatur dan jurnal yang memuat hasil-hasil penelitian dari berbagai peneliti bahan alam laut, sebagaimana tercantum dalam daftar pustaka. Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih kapada mereka, semoga menjadi amal kebaikan bagi yang bersangkutan. Isi buku ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu akan selalu mengalami perbaikan dan terus menerus akan dikembangkan, karenanya terbuka terhadap perbaikan dan masukan dari berbagai pihak. Buku ajar ini menjelaskan tentang beragam molekul organik bahan alam laut khususnya kelompok metabolit sekunder meliputi karakteristik molekul, korelasi biogenetik, reaksi-reaksi yang spesifik, sifat bioaktivitas dan sumber molekul serta prospek pemanfaatan molekul organik alam laut. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terwujudnya buku ajar ini.
Makassar, 25 Oktober 2014
Penulis
3
DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................... i KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii DAFTAR ISI ………………………………………………………..…………...... iii BAB I.
PENDAHULUAN ……………………………………………….....….... 1 1.1. Gambaran Profil Lulusan Program Studi Kimia …………….......…. 1 1.2. Kompetensi Lulusan …………..…………………………….....….... 3 1.3. Analisis Kebutuhan Pembelajaran …………..…….………….....….. 5 1.4. Tinjauan Mata Kuliah …………………..……………………......…. 8 1.5. Rancangan Pembelajaran .................................................................... 9 Daftar Pustaka .......................................................................................... 19
BAB II. TERPENOID LAUT ……………….……………………………....…. 20 2.1. Pendahuluan ……………………..……………………….……..…. 20 2.2. Monoterpenoid ……………………………………..…………..….. 21 2.3. Seskuiterpen ……………………………………………..……….…24 2.3.1. Biositesis Seskuiterpen ………………………….……...…. 25 2.3.2. Seskuiterpen Furan …………………………….……….…. 33 2.3.3. Seskuiterpen Kuinon ……………………………………… 36 2.3.4. Seskuiterpen Fenolik …………………………………….... 44 2.4. Diterpenoid ……………………………………………………….. 45 2.4.1. Diterpen Hidrokuinon dan Kuinon …….………………… 60 2.4.2. Furanoterpen 21 …………………………..…………….… 62 2.4.3. Diterpen Glikosida …………………………………..….… 65 2.5. Sesterpen …………………………………………………….…… 65 2.6. Triterpen ……………………………………………….…………. 70 2.7. Saponin Triterpen …………………………………………….…... 75 2.8. Karotenoid ……………………………………………….…….… 78 Contoh Soal ............................................................................................ 80 Daftar Pustaka …………………………………………..................…… 81 BAB III. STEROID LAUT ………………………………………….……....….. 84
4
3.1. Pendahuluan …………………………………………….…………. 84 3.2. Sterol Laut ………………………………………………………… 84 3.2.1. Steroid Laut 2l atom karbon …………………………....…. 85 3.2.2. Steroid Laut 22 atom karbon …………………………...…. 86 3.2.3. Steroid Laut 24 atom karbon …………………………….... 86 3.2.4. Steroid Laut 26 atom karbon …………………………...…. 86 3.2.5. Steroid Laut 27 atom karbon …………………………….... 87 Contoh Soal .............................................................................................. 92 Daftar Pustaka ……………………...........…….…………………….…. 93 BAB IV. ALKALOID ……………………………………………....………....…. 94 4.1. Pendahuluan ……………………………………………………….. 94 4.2. Pirol Alkaloid ……………………………………….………….… 94 4.3. Alkaloid Imidazol ………………………………………….…….... 96 4.4. Piridin dan Piperidin ……………………………………….…….... 97 4.5. Alkaloid Turuna Purin ………………..…………………….….… 100 4.6. Kuinolisidin dan Indolisidin ………..…………………….…...…. 101 4.7. Indol Alkaloid ……………………..……………….………….…. 102 4.8. Quinolin dan Isoquinoline Alkaloids ………………………..…… 108 4.9. Miscellaneous Alkaloid .…………………………….…………... 111 Contoh Soal .......................................................................................... 117 Daftar Pustaka ………………………...........…….………………..….. 118
5
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Profil Lulusan Program Studi Kimia Kimia Organik Bahan Alam Laut dapat disingkat (OBAT) merupakan bahagian dari kimia organik yang mengkaji mengenai produk kimia alam laut lebih khusus molekul organik metabolit sekunder yang dihasilkan oleh berbagai organisme laut. Mata kuliah ini sangat penting bagi mahasiswa kimia untuk memahami keanekaragaman biomolekul organik alam laut beserta hukum-hukum kimiawi yang menyertainya. Mahasiswa dapat mengetahui sumber dan asal-usul biogenetik molekul, mengenal keunikan molekul organik bahan alam laut serta mengetahui berbagai manfaat dan prospek pengembangannya. Mahasiswa memiliki kesadaran tentang kekayaan benua maritim terrutama kelimpahan keanekaragaman biomolekul yang terpendam di dalamnya. Penguasaan pengetahuan tersebut akan menunjang pencapaian profil lulusan Prodi Kimia FMIPA Unhas, yang dapat berperan sebagai: (1). Inovator, motivator pengembangan dan pemanfaatan kimia (2). Peneliti di bidang ilmu kimia, (3). Pranata laboratorium kimia, (4). Pengajar ilmu kimia di tingkat SMA/SMK/MA/Bimbingan Belajar, (5). Pembelajar yang baik dalam ilmu kimia pada strata yang lebih tinggi, atau (6). Wirausahaan di bidang produsen/penggunaan bahan kimia, khususnya yang berkaitan dengan bahan alam alam laut. Untuk menghasilkan lulusan dengan profil seperti di atas maka perlu adanya deskripsi capaian pembelajaran minimum. Adapun kaitan antara profil lulusan Prodi Kimia FMIPA Unhas dengan capaian pembelajaran minimum dipaparkan seperti dalam Tabel 1.1.
6
Tabel 1.1 Capaian Pembelajaran Minimum Profil Lulusan Prodi Kimia FMIPA Unhas Propil Lulusan Prodi S1 Kimia FMIPA Unhas
Capaian Pembelajaran Minimum Mampu melaksanakan suatu penelitian kimia Mampu menganalisis hasil-hasil pengukuran dari instrumen kimia modern
1
Peneliti di bidang ilmu kimia
Mampu mengkomunikasikan hasil-hasil penelitian kimia Memiliki moral, etika, dan kepribadian yang baik di dalam melaksanakan penelitian dan mengkomunikaskan hasil penelitian Mampu menata laboratorium kimia dengan baik Mampu mengoperasikan instrumen standar
2
Pranata laboratorium kimia
laboratorium kimia Mampu membuat larutan standar Memiliki pengetahuan yang memadai tentang manajemen limbah laboratorium kimia Mengusai konsep dasar ilmu kimia
3
Pengajar di ilmu kimia di
Mampu berkomunikasi dengan baik
tingkatSMP/SMA/SMK/MA
Memiliki moral, etika, dan kepribadian yang baik di dalam menyelesaikan tugasnya Mengusai konsep dasar ilmu kimia Mampu melaksanakan suatu penelitian kimia
Pembelajar yang handal 4
dalam ilmu kimia pada strata yang lebih tinggi
Mampu menganalisis hasil-hasil pengukuran dari instrumen kimia modern Mampu mengkomunikasikan hasil-hasil penelitian kimia Mampu mengikuti perkembangan IPTEKS
7
Mengusai konsep dasar ilmu kimia Memiliki pengetahuan yang memadai Wirausahaan di bidang produsen/penggunaan bahan 5
kimia, khususnya yang berkaitan dengan bahan alam benua maritim
tentang sifat-sifat bahan kimia Memiliki kemampuan mengelolah bahan kimia Memiliki kesadaran, kepedulian, dan komitmen terhadap pengembangan dan pemanfaatan sumber daya alam benua maritim
1.2. Kompetensi Lulusan Berdasarkan kurikulum berbasis standar KKNI Prodi Kimia yang telah dirumuskan, dan mulai diterapkan pada tahun akademik 2014/2015, pembelajaran yang diberikan dalam mata kuliah Kimia Organik Bahan Alam Laut menunjang pencapaian kompetensi lulusan Prodi Kimia sebagaimana dirumuskan berikut: A. Penguasaan Pengetahuan (PP) 1. Menguasai konsep teoritis tentang struktur molekul, sifat, perubahan energi dan kinetik, identifikasi, pemisahan, karakterisasi, transformasi, sintesis dan biosintesis molekuler. 2. Menguasai pengetahuan tentang fungsi, cara mengoperasikan instrumen kimia yang umum, dan analisis data dari instrumen tersebut. 3. Menguasai prinsip dasar piranti lunak analisis dan sintesis pada bidang kimia umum atau lebih spesifik (kimia organik, biokimia, kimia analitik, kimia fisika, atau kimia anorganik). B. Kemampuan Kerja (KK) 1. Memiliki keterampilan analisis dan kemampuan untuk menerapkan berbagai metode, prinsip dasar, dan logika kimia dalam memecahkan masalah kimia. 2. Memiliki kemampuan dan keterampilan dalam pengolahan data dan informasi secara kimia.
8
3. Memiliki kemampuan dan keterampilan melakukan penelitian dengan menerapkan pengetahuan dan teknologi terkait dalam proses identifikasi, isolasi, transformasi, dan sintesis kimia secara mandiri. 4. Memiliki kemampuan mengelola bahan kimia di lingkungan dan proses manufaktur pada institusi pemerintah dan swasta. 5. Memiliki kemampuan menerapkan dan mengaktualisasikan konsep kimia dalam kehidupan berwirausaha. 6. Memiliki kemampuan mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan yang ada pada masyarakat. 7. Memiliki kemampuan mengikuti perkembangan IPTEKS. C. Karakter dan Kepribadian (KDK) 1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. 2. Memiliki moral, etika, dan kepribadian yang baik dalam menjalankan tugasnya. 3. Berperan sebagai warga negara yang bangga dan cinta tanah air serta mendukung perdamaian dunia. 4. Memiliki kesadaran, kepedulian, dan komitmen terhadap pengembangan dan pemanfaatan sumber daya alam berbasis benua maritim. 5. Memiliki pemahaman, kesadaran dan kearifan tentang berbagai aspek sosial, ekonomi dan budaya akibat dampak laju perkembangan IPTEKS yang pesat. 6. Menghargai keanekaragaman budaya, pandangan, kepercayaan, dan agama serta pendapat/temuan original orang lain. Adapun kompotensi yang ditunjang oleh mata kuliah Kimia Organik Bahan Alam Laut dipaparkan dalam Tabel 1.2.
9
Tabel 1.2 Kompetensi Lulusan Prodi Kimia FMIPA Unhas yang Didukung oleh Mata Kuliah Organik Bahan Alam Laut MK PK KK KDK Kimia
1
2
3
1
2
3
√
√
√
4
5
6
7
1
2
3
4
5
√
√
6
7
8
Organik Bahan Alam
√
√
Laut
1.3. Analisis Kebutuhan Pembelajaran Pembelajaran Kimia Organik Bahan Alam Laut (OBAT) memiliki korelasi inheren dengan mata kuliah Kimia Organik Bahan Alam (KOBA). Merupakan mata kuliah simpul bidang organik karena di kajiannya meliputi pengenalan struktur molekul organik, pengaruh stereokimia terhadap reaksi molekuler, sintesis dan biosintesis. Mata kuliah ini sangat menunjang mata kuliah Praktikum Kimia Organik dan mata kuliah tergolong tugas akhir mahasiswa, di antaranya adalah mata kuliah Seminar I, Seminar II, dan Skripsi pada semester berikutnya dan bermuara kepada penguatan capaian kompetensi lulusan Prodi Kimia. Kemampuan mahasiswa untuk menyerap dan menguasai mata kuliah ini masih rendah, untuk itu diperlukan sistimatika dan metode pembelajaran yang bertalian dengan karakter mata kuliah ini. Selain perbaikan sistimatika penguatan konten mata kuliah, juga diperlukan penyempurnaan sistem, metode pembelajaran yang lebih sesuai. Untuk itu perlu dipikirkan dengan sungguh-sungguh tentang norma pedagogis yang akan digunakan di dalam pembelajaran. Di dalam upaya untuk memahami norma pedagogis yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran mata kuliah Kimia Organik Bahan Alam Laut, maka diperlukan identifikasi dan penyesuaian terhadap babarapa hal berikut.: 1) Kondisi awal mahasiswa; 2) Norma pedagogis pemilihan materi pembelajaran; 3) Pendekatan pembelajaran yang dilakukan; dan 4) Metode Pembelajaran yang digunakan.
10
(a) Kondisi awal peserta mata kuliah Kimia Organik Bahan Alam Laut Mahasiswa peserta mata kuliah Kimia Organik Bahan Alam Laut adalah mahasiswa semester VI sehingga dapat diharapkan telah memiliki pengetahuan dasar kimia yang kuat. Dari segi psikologi, mereka telah mulai memasuki ranah kedewasaan, sehingga di dalam merangcang sistem pembelajaran yang diterapkan kepadanya harus mempertimbangkan aspek pedagogis terpelajar dewasa, di antaranya: (1) mereka sudah mampu menelusuri materi pembelajaran di banyak media, dan (2) suka mengespresikan diri mereka, mempresentasikan sesuatu, dan mengemukan pendapat. Meskipun demikian, kemampuan berpikir secara analisis, sintesis dan holistic tidaklah paralel dengan kedewasaan, melainkan melalui latihan problem solving yang banyak. Kemampuan berpikir analisis, sintesis dan holistik sangat diperlukan dalam dunia kerja. Kondisi awal mahasiswa sebagaimana telah digambarkan di atas sangat cocok dengan penerapan sistem pembelajaran dengan metode Student Center Learning (SCL), sejalan dengan itu, Unhas telah menetapkan SCL sebagai pilihan dalam penyelenggaraan proses pembelajaran tiap-tiap matakuliah. Disamping dapat meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang substansi mata kuliah, sistem ini juga memberikan peluang kepada setiap mahasiswa untuk mengekspresikan diri melalui teknik presentasi dan mengemukakan pendapat tanpa mengucilkan pendapat orang lain. (b) Norma pedagogis pemilihan materi pembelajaran Substansi pembelajaran Kimia Organik Bahan Alam Laut adalah bagaimana mengenali struktur molekul, mengetahui aspek fisikokimia dan keterkaitannya dengan biofarmakologi molekul. Penguasaan terhadap aspek tersebut sangat ditunjang oleh penguasaan tentang mekanisme reaksi, pengaruh gugus fungsi terhadap sifat kimia, fisika dan biologi serta sintesis dan analisis kimia. Substansi pembelajaran kimia organik bahan alam laut mengandung nilainilai karakter yang menuntut mahasiswa untuk berpikir secara analisis, sintesis, sistematis dan holistik. Hal ini sesuai dengan karakter yang harus dimiliki oleh mahasiswa sebagai pembelar dewasa. Oleh karena itu, norma pedagogis pembelajarannya secara signifikan mengarahkan pengajar dalam pemilihan materi
11
yang sesuai dengan karakter tersebut. Untuk peningkatan penghayatan dan skil mahasiswa digunakan metode kuliah lapangan yang dilakukan di pesisir laut. (c) Pendekatan pembelajaran Kimia Organik Bahan Alam Laut Satuan kredit semester mata kuliah Kimia Organik Bahan Alam Laut adalah 2 sks. Penyelenggaraan perkuliahan dilakukan sebanyak satu kali per-minggu. Sistem yang digunakan dalam pembelajaran Kimia Organik Bahan Alam Laut adalah kuliah “teaching”, diskusi kelas dan kajian faktual di lapangan “ eksperiential learning”. Proses pembelajaran menggunakan metode “Student Centered Learning “SCL”. Dosen sebagai fasilitator memastikan dan menjamin berlangsungnya proses pembelajaran yang kondusif selama perkuliahan berlansung dalam satu semester, dan melakukan assesmen terhadap capaian mahasiswa dan sistem pembelajaran. Langkah strategi yang dilakukan pada penyelenggaraan kuliah kimia OBAT, yaitu :
Penjelasan tentang GBRP
Kontrak Pembelajaran
Penetapan dan diskusi kelompok
Sinkronisasi, umpan balik dan penguatan materi oleh dosen
(d) Metode pembelajaran Kimia Organik Bahan Alam Laut Kuliah Kimia Organik Bahan Alam Laut diselenggarakan berdasarkan metode pembelajaran SCL. Beberapa alternatif metode SCL yang dapat menjadi pilihan, disesuaikan dengan karakter mata kuliah kimia OBAT Ada beberapa metode pembelajaran yang lazim digunakan dalam sistem pembelajaran SCL, di antaranya adalah: Small Group Discussion Role-Play & Simulation Case Study Discovery Learning (DL) Self-Directed Learning (SDL) Cooperative Learning (CL) Collaborative Learning (CbL) Contextual Instruction (CI) Project Based Learning (PBL) 12
Problem Based Learning and Inquiry (PBL) Karakter mata kuliah kimia OBAT lebih sesuai dengan metode CL, CbL dan PBL. Metode ini memberi ruang penilaian, assesmen yang lebih luas dan komperhensif, selain terhadap materi “content” juga terhadap nilai karakter pembelajar seperti peduli dan kerja sama, kreatif dan inovatif, cerdas, tangguh dan jujur. Nilai-nilai tersebut seharusnya dapat ditumbuhkan dalam proses pembelajaran sejalan dengan penguatan kompetensi keilmuan, kesemuanya dapat diformulasi melalui metode pembelajaran di atas. 1.4. Tinjauan Mata Kuliah Kimia Organik Bahan Alam Laut (OBAT) mengkaji kelompok molekul organik khususnya metabolit sekunder yang berasal dari organisme laut, mengutamakan tentang pengenalan molekul dan karakteristik biomolekul metabolit sekunder dari bahan alam laut, sumber dan asal-usul biogenetik dan mekanisme biosintesis, fungsi dan manfaat biomolekul laut, reaksi dan sintesis yang berkenaan dengan molekul laut. Mata kuliah kimia OBAT merupakan mata kuliah simpul kimia yang disajikan pada semester VI didukung oleh mata kuliah sebelumnya, yaitu Kimia Organik Dasar, Kimia Organik Fisik, Kimia Organik Sintesis, Penentuan Struktur, Praktikum
Kimia
Organik
dan
Kimia
13
Organik
Bahan
Alam.
1.5. RANCANGAN PEMBELAJARAN Nama / Kode Matakuliah/SKS : Kimia Organik Bahan Alam Laut (OBAT) / Komptensi Sasaran : 1. Penguasaan Pengetahuan:
/ 2 sks
Menguasai konsep teoritis tentang sifat Biofisikokimia molekul organik bahan alam laut khususnya metabolit sekunder, meliputi struktur molekul, reaksi dan bioaktivitas, sumber dan asal-usul biogenetik molekul serta penguasaan perinsip sintesis dan biositesis molekul organik alam laut. Memahami perinsip-perinsip isolasi, karakterisasi dan pemanfaatan molekul organik bahan alam laut. 2. Kemampuan Kerja: Memiliki keterampilan analisis dan kemampuan untuk menerapkan berbagai metode, prinsip dasar, dan logika kimiawi dalam memecahkan masalah kimia. Memiliki kemampuan dan keterampilan dalam pengolahan data dan informasi kimiawi Memiliki kemampuan dan keterampilan melakukan penelitian dengan menerapkan pengetahuan dan teknologi terkait dalam proses identifikasi, isolasi, karakterisasi, transformasi, dan sintesis terhadap molekul organik bahan alam laut. 3. Karakter dan Kepribadian:
Sasaran Belajar
Memiliki moral, etika, dan kepribadian yang baik di dalam menyelesaikan tugasnya. Memilliki semangat ke Maritiman dan dapat mengaktualisasikan nilai-nilai karakter jujur, peduli, kerja sama, tangguh dan cerdas Berperan sebagai warga negara yang bangga dan cinta tanah air serta mendukung perdamaian dunia. : Kemampuan menuliskan dan memahami karakteristik struktur molekul organik bahan alam laut, menjelaskan sumber dan asal-usul biogenetiknya, menuliskan mekanisme reaksi, sintesis dan biosintesis moekul obat. Memahami filosofi reaktualisasi hukum-hukum kimia molekuler untuk
14
kelangsungan hidup organisme laut termasuk prospek pendayagunaan molekul organik bahan alam laut.
Pekan ke :
Strategi Pembelajaran
Sasaran Pembelajaran
Materi Pembelajaran
Menetapkan kontrak pembelajaran, kelompok kerja/diskusi, pememilihan ketua kelas secara demokratis
Informasi rencana dan kontrak Pembelajaran
Teaching : Kuliah dosen pengasuh
Terbentuknya kelompok kerja/diskusi
Tinjauan umum dan prospektif OBAT
Active learning: Diskusi kelas
Terpilihnya ketua kelas yang defenitif
Kajian holistifikasi OBAT
Collaborative Learning Kerjasama kelompok
Kemampuan mengemukaan pendapat
1 Menjelaskan tentang Kimia Organik Bahan Alam Laut meliputi; substansi kajian dan prospektif kimia OBAT
Pencerahan dan motivasi
Indikator Penilaian
Kualitas pertanyaan Kemapanan dalam berdiskusi dan berkolaborasi
15
Bobot Nilai (%)
5
Menjelaskan tentang kekayaan,keanekaragam -an hayati laut dan sumber-sumber molekul kimia bahan alam laut
Collaborative Learning Diskusi kelompok
Kekayaan spesies dan genetik
Active learning: Diskusi individu
Keaneka ragaman, kekayaan molekul organik bahan alam laut
2
Menjelaskan tentang asal-usul dan korelasi biogenetik molekul organik laut, produk metabolit sekunder 3
Kekayaan ekosistem
Project Based Learning (PBL): Menyelesaikan soal latihan di kelas
Jalur-jalur biogenetik pembentukan molekul organik metabolit sekunder
Collaborative Learning: Kerja Kelompok dan diskusi
Prinsip-prisip transformasi, interelasi molecular dan korelasi biogenetik utama antar molekul metabolit sekunder
Project Based Learning (PBL): Menyelesaikan soal latihan di kelas
16
Kemampuan menjelaskan keaneka ragaman hayati laut Kemampuan mendeskripsikan hubungan antara kekayaan spesies dengan keaneka ragaman molekul organik laut Kemampuan mengemukaan pendapat dan pertanyaan Kemapanan, etika dalam berdiskusi Kualitas makalah; relevansi, kemutakhiran pustaka Kemampuan, kreativitas membuat power point dan presentasi Ketepatan dan kemampuan mendeskripsikan batasan/definisi/konsep
5
5
Kemampuan menuliskan struktur dan korelasi molekul metabolit sekunder bahan alam laut Kemampuan bekerjasama Kemampuan mengemukaan pendapat dan pertanyaan Kemapanan dalam berdiskusi Menjelaskan secara konprehensif tentang molekul terpenoid laut dan sumber-sumbernya serta sifat biokativitasnya
Karakteristik molekul terpenoid bahan alam laut
Collaborative Learning: Kerja Kelompok, presentase dan diskusi
Pengenalan tentang organisme laut penghasil/sumber terpenoid
Project Based Learning (PBL): Menyelesaikan soal latihan di kelas
Penelusuran kelompok terpenoid dengan pendekatan diskoneksi
Active learning: Diskusi kelas
4-5 Reaksi kimia molekuler
17
Kualitas makalah; relevansi, kemutakhiran pustaka Kemampuan, kreativitas membuat power point dan presentasi Ketepatan dan kemampuan mendeskripsikan konsep, batasan, definisi tentang terpenoid laut Kemampuan menuliskan
10
yang berkenaan terhadap terpenoid
struktur molekul berbagai terpenenoid laut. Kemampuan menuliskan reaksi-reaksi kimia dan korelasi molekul metabolit sekunder bahan alam laut Kemampuan menjelaskan sifat bioaktivitas molekul tepenoid laut Kemampuan kolaborasi, mengemukaan pendapat dan pertanyaan
Jalur biogenetik dan korelasi molekul terpenoid Sifat bioaktivitas molekul terpenoid bahan alam laut
Menjelaskan secara konprehensif tentang molekul steroid laut dan sumber-sumbernya serta sifat biokativitasnya .
6-7
Karakteristik molekul steroid bahan alam laut
Collaborative Learning: Kerja Kelompok, presentase dan diskusi
Pengenalan tentang organisme laut penghasil/sumber steroid
Project Based Learning (PBL): Menyelesaikan soal latihan di kelas
Jalur biogenetik dan korelasi molekul
18
Kualitas makalah; relevansi, kemutakhiran pustaka Kemampuan, kreativitas membuat power point dan presentasi Ketepatan dan kemampuan mendeskripsikan
10
terpenoid Active learning: Diskusi kelas
Reaksi kimia molekuler yang berkenaan dengan terpenoid Sifat bioaktivitas molekul terpen bahan alam laut
Menjelaskan secara konperhensif tentang karakteristik fenolik, sumber dan asal-usulnya serta bioaktvitasnya
Karakteristik, ciri molekul fenolik bahan alam laut
Collaborative Learning: Kerja Kelompok, presentase dan diskusi
Pengenalan tentang organisme laut
19
konsep, batasan, definisi tentang steroid laut Kemampuan menuliskan struktur berbagai molekul steroid bahan alam laut Kemampuan menuliskan reaksi –reaksi steroid Kemampuan menjelaskan sifat bioaktivitas molekul steroid laut Kemampuan bekerjasama Kemampuan mengemukaan pendapat dan pertanyaan Kemapanan dalam berdiskusi
Kualitas makalah; relevansi, kemutakhiran pustaka Kemampuan, kreativitas membuat power point
10
Project Based Learning (PBL): Menyelesaikan soal latihan di kelas
penghasil/sumber fenolik
8-9
Pengelompokan senyawa fenolik bahan alam laut
Active learning: Diskusi kelas
Jalur biogenetik dan korelasi molekul fenolik Reaksi kimia molekuler yang berkenaandengan senyawa fenolik Perinsip diskoneksi terhadap molekul bahan alam alut Sintesis molekul bahan alam laut dengan pendekatan retrosintesis dan diskoneksi Sifat bioaktivitas molekul fenolik bahan alam laut
20
dan presentasi Ketepatan dan kemampuan mendeskripsikan konsep, batasan, definisi tentang fenolik laut Kemampuan menuliskan struktur berbagai molekul fenolik bahan alam laut Kemampuan menuliskan reaksi–reaksi molekul fenolik Kemampuan menjelaskan sifat bioaktivitas molekul fenolik laut Kemampuan bekerjasama Kemampuan mengemukaan pendapat dan pertanyaan Kemapanan dalam berdiskusi
Menjelaskan secara konperhensif tentang karakteristik alkaloid, sumber dan asal-usulnya serta sifat bioaktvitasnya
10-11
Karakteristik, ciri-ciri molekul alkaloid bahan alam laut
Collaborative Learning: Kerja Kelompok, presentase dan diskusi
Klasifikasi senyawa alkaloid bahan alam laut Project Based Learning (PBL): Menyelesaikan soal latihan di kelas
Pengenalan tentang organisme laut penghasil/sumber alkaloid
Active learning: Diskusi kelas
Reaksi kimia molekuler yang berkenaan terhadap alkaloid laut Sifat bioaktivitas molekul alkaloid bahan alam laut
21
Kualitas makalah; relevansi, kemutakhiran pustaka Kemampuan, kreativitas membuat power point dan presentasi Ketepatan dan kemampuan mendeskripsikan konsep, batasan, definisi tentang alkaloid laut Kemampuan menuliskan struktur berbagai molekul alkaloid bahan alam laut Kemampuan menuliskan reaksi –reaksi alkaloid bahan alam laut Kemampuan menjelaskan sifat bioaktivitas molekul alkaloid laut Kemampuan bekerjasama Kemampuan
10
mengemukaan pendapat dan pertanyaan Kemapanan dalam Berdiskusi Menjelaskan tentang berbagai metabolit lainnya yang pernah ditemukan pada organisme laut
Ciri-ciri dari berbagai molekul yang berasal dari metabolit lain pada bahan alam laut
Collaborative Learning: Kerja Kelompok, presentase dan diskusi
Pengenalan tentang organisme laut penghasil/sumber
12
Project Based Learning (PBL): Menyelesaikan soal latihan di kelas
Asal-usul biogentik Reaksi kimia molekuler Sifat bioaktivitas molekul
Active learning: Diskusi kelas
Kajian spektroskopi molekul metabolit
22
Kualitas makalah; relevansi, kemutakhiran pustaka Kemampuan, kreativitas membuat power point dan presentasi Ketepatan dan kemampuan mendeskripsikan batasan, definisi, konsep Kemampuan menuliskan struktur berbagai molekul metabolit bahan alam laut Kemampuan menuliskan reaksi –reaksi molekulnya Menjelaskan hasil analisis spektroskopi berbagai metabolit
5
sekunder laut Kemampuan menjelaskan sifat bioaktivitas molekul berbagai metabolit laut Kemampuan bekerjasama Kemampuan mengemukaan pendapat dan pertanyaan Kemapanan dalam berdiskusi Faktualisasi kimia alam laut
Pencarian, pengenalan biota laut di pesisir
Collaborative Learning: Kerja Kelompok, presentase dan diskusi
Uji Fitokimia metabolit sekunder biota laut
13-14
Kajian tentang hubungan teori kimiawi dan fakta alamiah pada molekul bahan alam laut
23
Project Based Learning (PBL): Menyelesaikan soal latihan di kelas Experiential Learning : Belajar mengalui pengalaman yg
Kemampuan memperoleh sampel biota laut di lapangan Keterampilan mengolah sampel biota laut Keterampilan skrining fitokimia Kemampuan membuat laporan analisis Kemampuan, kreativitas membuat power point dan presentasi
15
alamiah Active learning: Diskusi
15 16
Ketepatan dan kemampuan mendeskripsikan batasan/definisi/konsep tentang fenolik Kemampuan bekerjasama Kemampuan mengemukaan pendapat dan pertanyaan Kemapanan dalam berdiskusi
UJI KOMPETENSI
25
REMEDIAL
DAFTAR PUSTAKA 1. Attaway, D.H, Zaborsky, O.R., 1993, Marine Biotechnology Volume 1 Pharmaceutical and Bioactive Natural Products, Plenum Press, New York. 2. Bhakuni, D.S, Rawat, D.S., 2005, Bioactive Marine Product, Anamaya Publisher, New Delhi India. 3. Scheuer, P.J., 1978. Produk Alami Lautan Dari Segi Kimiawi Dan Biologi jilid I, Academic Press. Inc, New york
24
BAB II TERPENOID LAUT
2.1. Pendahuluan Terpenoid adalah turunan molekul terpen yang mengandung atom lain selain atom karbon dan hidrogen, biasanya mengandung atom oksigen dalam bentuk gugus hidroksil, karbonil, karboksilat dan telah ditemukan pula terpenoid halogen, terutama yang memiliki gugus klor dan brom. Kelompok senyawa terpen dikenal sebagai metabolit sekunder, dihasilkan oleh organisme melalui jalur biogenetik asam mevalonat. Biosintesis terpenoid menggunakan prazat “precursor” asetil koenzim-A, selanjutnya melalui asam mevalonat membentuk isopren sebagai senyawa antara untuk menghasilkan molekul terpen dan selanjutnya menghasilkan terpenoid melalui reaksi-reaksi fungsionalisasi seperti oksidasi, halogenasi. Mekanisme tersebut berlangsung baik pada organisme yang ada di daratan maupun yang ada di lautan. Molekul terpenoid yang dihasilkan oleh organisme laut sangat beragam dan banyak diantaranya tidak ditemukan pada organisme darat. Banyak penelitian menunjukkan bahwa terpenoid yang berasal dari bahan alam laut memiliki sifat bioaktivitas yang sangat kuat, lebih kuat daripada terpenoid yang berasal dari bahan alam darat. Selain itu, juga telah ditemukan berbagai molekul terpenoid yang spesifik dihasilkan oleh organisme laut tertentu yang berfungsi sebagai sarana interaksi dan alat pertahanan untuk kelangsungan hidupnya. Banyak diantara kelompok senyawa terpenoid memiliki prospek untuk dikembangkan sebagai bahan obat baru. Kerangka utama terpen disusun oleh satuan isopren yang terkondensasi melalui interaksi kepala-keekor yang dikenal sebagai kaidah isopren. Berdasarkan jumlah isomer penyusunnya terpenoid dikelompokkan atas; monoterpen, sekuiterpen, diterpen, sesterpen dan triterpen tersusun berturut-turut atas dua, tiga, empat, lima dan enam isopren, serta politerpen yang memiliki lebih banyak isopren.
25
2.2. Monoterpenoid Monoterpenoid adalah golongan terpen paling sederhana yang terbentuk dari sepuluh atom karbon dalam kerangka dua isopren, dapat membentuk berbagai struktur molekul baik siklik maupun asiklik. Terpen terhalogenasi merupakan jenis terpen yang karakteristik dijumpai pada biota laut. Empat molekul monoterpen asiklik terhalogenasi (1-4) dan satu monosiklik (5) telah ditemukan dalam Portieria hornemannii. Senyawa (2.1) dan (2.2) diketahui dapat menghibisi metal transferase DNA dalam konsentrasi 1,25 – 1,65 µM. Senyawa (2.3) yang diisolasi menunjukkan keaktifan sebagai antimalaria dengan IC50 4 µg/ml tetapi
toksisitas yang lemah
terhadap biakan sel secara in vitro dengan ED50 > 20 µg/ml. Senyawa lain (2.4) menunjukkan keaktifan terhadap sel kanker (ZR-751) dengan ED50 1 µg/ml (Konig et al.,1991).
Selain itu pada alga yang sama juga telah ditemukan senyawa
sikloheskanon (5) yang beracun.
Br
Br Cl
Cl
Br
Br
Cl
Cl
(2) (2.2)
(2.1) (1)
Cl
Cl OH
Cl
(2.3)R: =RCl= Cl (3) (4) (2.4)R: =ROH = OH
O
R
(2.5) (5)
Juga telah dilaporkan monoterpen siklik terhalogenasi yang bersifat sitotoksik yang diisolasi dari kelinci laut Aplysia kurodai (Miyamoto, 1988). Aplisiaterpenoid A (2.6) diketahui dapat menghambat pertumbuhan sel L1210 (IC50 10 µg/mL), juga menunjukkan sifat insektisida yang aktif. Disamping itu juga
26
dilaporkan empat monoterpen terhalogenasi yaitu Aplisiapiranoid A-D (7-10). Keempat terpenoid tersebut menunjukkan sitotoksik yang sangat kuat melawan sel Vero, dan paling kuat adalah Aplisiapiranoid-D (10) dengan IC50 14 µg/ml) terhadap sel tumor.
A-D (2.7-2.10)
(2.6)
A: (2.7): R1 = H, R2 = Br, R3 = CH3, R4 = (E)-klorofinil B: (2.8): R1 = H, R2 = Br, R3 = (E)-klorofinil, R4 = CH3 C: (2.9): R1 = Cl, R2 = H, R3 = CH3, R4 = (E)-klorofinil D: (2.10): R1 = Cl, R2 = H, R3 = (E)-klorofinil, R4 = CH3
Argandon (2002) telah mengisolasi 9 monoterpen siklik polihalogenasi dari Plocamium cartilagineum yang memiliki sifat bioaktivitas yang cukup luas yakni aktif terhadap sel mamalia CHO, sel tumor CT26, SW480 dan sel kanker pada manusia HeLa. Kesembilan monoterpen tersebut adalah furoplokamioid C (2.11), prefuroplokamioid (2.12), piren (2.13), turunan sikloheksana (2.14-2.16), mertensen (2.17), violasen (2.18), (2.19) dan linden (2.20).
(2.11)
(2.12)
(2.14)
(2.15)
27
(2.13)
(2.16)
(2.17)
(2.19)
(2.18)
(2.20) Tabel 2.1. Bioaktivitas MIC senyawa terhadap beberapa sel mamalia Konsentrasi Minimal Daya Hambat [µM]
No
Senyawa
CHO
CT26
SW480
HeLa
SkMel28
1.
Furoplocamioid C (2.11)
126
63
126
126
126
2.
Prefuroplocamioid (2.12)
132
66
66
132
132
3.
Piren (2.13)
262
262
131
262
262
4.
Klorosikloheksana 1 (2.14)
3,30
6,52
3.30
13,05
6,52
5.
Klorosikloheksana 2 (2.15)
23
181
5.70
5,70
23
6.
Klorosikloheksana 3 (2.16)
362
362
362
362
362
7.
Mertensen (2.17)
39
78
78
312
>312
8.
Violasen (2.18)
141
141
141
282
282
9.
Klorosikloheksana 3 (2.19)
63
125
125
125
250
10.
Linden. (2.20)
>344
>344
>344
>344
>344
(Sumber: Argandon, 2002) Turunan monoterpen yang lain adalah geranil hidrokuinol (2.21) dan cordaikromen-A (2.22) didapatkan pada Aplydium antillense yang aktif melawan sel KB dan P388. Geranil hidrokuinol menunjukkan IC50 4,3 µg/ml terhadap sel KB dan IC50 0,035 µg/ml terhadap P388, sedangkan untuk cordaikromen-A memiliki IC50 36 µg/ml terhadap
sel KB dan IC50 0,5 µg/ml terhadap P388. Selain itu dari
28
Hydrallmania falcata
telah diisolasi turunan monoterpen siklik hidrallmanol-A
(2.23).
(2.22)
(2.21) OH
OH
(23) (2.23)
β-Siklositral (2.24) diisolasi dari spesies Microcystis merupakan produk dari hasil degradasi karotenoid. Dari alga merah Desmia hornemanni telah ditemukan suatu monoterpen jenis sikloheksadienon terhalogenasi (2.25) yang dilaporkan memiliki sifat sebagai antiviral (Higa, 1985).
(2.24)
(2.25)
2.3. Seskuiterpen Seskuiterpen mengandung 15 atom karbon yang tersususn melalui 3 isopren membentuk molekul seskuiterpen asiklik, monosiklik dan bisiklik. Banyak ditemukan seskuiterpen laut memiliki strutur molekul yang unik dan tidak ditemukan
29
pada seskuiterpen organime darat. Banyak hasil penelitian menunjukkan adanya turunan sekuiterpen laut yang terkombinasi dengan kelompok molekul lain seperti kuinon, kuinol dan senyawa fenol. Selain itu ditemukan pula seskuiterpen yang mengandung cincin furan dan gugus halogen yang menandai keanekaragaman molekul seskuiterpen laut. Sekuiterpen merupakan turunan dari molekul dasar farnesol pirofosfat yang mengalami transformasi molekul membentuk beragam molekul seskuiterpen yang berlangsung berdasarkan patron biogenetik yang dimiliki oleh tiap-tiap organisme. Berbagai organisme laut yang telah dilaporkan mengandung molekul seskuiterpen antara lain alga, kelinci laut, jamur laut, spon dan bunga karang. Telah dilaporkan pula banyak seskuiterpen yang diproduksi dari organisme laut tersebut menunjukkan sifat bioaktivitas yang beragam sehingga prospektif untuk dikembangkan dan dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, terutama sebagai bahan baku obat. Dari Acalycigorgia sp telah dilaporkan seskuiterpen linderazulen (2.26),
guaiazulen (2.27) dan 2,3-dihidrolinderazulen
(2.28) yang sedang terhadap P388, linderazulen menunjukkan aktivitas sebagai immunostimulan yang kuat (Kwaku, 2006).
Δ2-3 = (2.26) (2.27)
(2.28)
2.3.1. Biositesis Seskuiterpen Berikut ini digambarkan pola transformasi molekul yang menunjukkan hubungan biogenetik seskuiterpen turunan farnesol baik dalam konformasi trans-cis maupun konformasi trans-trans.
30
Bulgarana
Muurolana
Amorfana
Kopana
Kadinan
Kuparana
Laurena
OPP Bisabolan
Kamigrana
Spirolaurana
Perf orana
trans-cis Farnesol
Perforatana
Perf orena
Gambar. 2.1 Transformasi biogenetik beragam molekul seskuiterpen yang berasal dari trans-cis Farnesol pirofospat
31
OPP trans-trans Farnesol
Monosiklof arnesol Drimana
Daktiloksan Germakrana
OH
OH
Selinan
OH
OH Opositan Sikloeudemsol
Gambar.2.2. Transformasi biogenetik beragam molekul seskuiterpen yang berasal dari trans-trans Farnesol pirofospat
32
Seskuiterpen terhalogenasi banyak dilaporkan berasal dari beragai jenis Laurancia, berbagai spesies dalam marga ini memiliki kemampuan genetik untuk mensintesis metabolit alami yang terhalogenasi dalam beragam struktur molekul mulai dari struktur molekul yang sederhana hingga struktur molekul yang rumit. Sejak 1976 Howard dan Fanical telah berhasil memisahkan dua isomer turunan monosiklofarnesol yaitu α-sniderol (2.29) minyak [α]D + 10.4o dan β-sniderol (2.30) minyak [α]D – 14.6o dari L. obusta.
(2.29)
(2.30)
Telah dilaporkan sintesis isomer β-snidrol yang pertama kali dilakukan oleh Gonzales dkk (1976a), dengan menggunakan prekursor trans-trans metal farnesil dengan mekanisme sintesis berikut ini.
CO2Me
CO 2Me
H H : N-bromosuksinimida dan tembaga (II) asetat dalam butanol tersier dan asam asetat N : Litium aluminium hidrida dalam eter P : Fosf otribromida U : Silikagel dalm heksan jenuh air
Br
trans-trans metil f arnesat N
CH 2Br
CH 2OH
P Br
U Br
OH Br
Snidrol
Gambar 2.3. Sintesis snidrol yang dimulai dari trans-trans metilfarnesat
33
Tinjauan tentang hubungan transformasi molekuler seskuiterpen monosiklik dalam marga Laurencia ditunjukkan melalui jalur biogenetik yang dimulai dari reaksi bromosiklisasi terhadap prazat seskuiterpen asiklik yang membentuk ion karbonium monosiklik dan seterunya menghasilkan α-sniderol dan β-sniderol dan berbagai molekul yang berkaitan.
OH Br2
Bisiklik
OH Br
Nerolidol
OH
OH
OH Br
Br
Br ion karbenium monosiklik
alf a-Sniderol
beta-Sniderol
Br
OH
OH
OH
O OH
Daktiloksena A
Daktilenol
O
Daktiloksena B & C
Gambar 2.4. Hubungan biogenetik seskuiterpen monosiklik dalam Laurencia Senyawa seskuiterpen yang diisolasi dari genus Laurencia (Rhodomelaceae) umumnya menunjukkan sifat toksik yang sedang, misalnya senyawa kamigrena yaitu Isoobtusolasetat (2.31), Palisadin-A (2.32), Palisadin-B (2.33) mempunyai sitotoksisitas terhadap sel KB dengan ED50 masing-masing 2,4, 6,9, dan 1,7 µg/ml.
34
(2.32)
(2.31)
(2.33) Seskuiterpen terhalogenasi yang lain juga telah dilaporkan adalah
turunan
Kamigren dihalogenasi (2.34) yang diisolasi dari kelenjar pencernaan kelinci laut Aphysia dactylomela yang dilaporkan bersifat sitotoksik. β-bisabolen terhalogenasi (2.35) telah diisolasi dari alga merah Laurencia scoparia yang memiliki sifat aktivitas sebagai obat cacing dengan IC50 0,11 mM. CH3 Br Cl
O
Dari
alga
(2.34) (34) merah
Laurencia
(2.35) telah
ditemukan
banyak
seskuiterpen
terhalogenasi yang dilaporkan memiliki sifat bioaktif yang kuat. Pada Laurencia elata telah dilaporkan tiga senyawa terhalogenasi yang mengandung pusat spiro seperti mailion (2.36) dan seskuiterpen bromodieter (2.37), pasifenol (2.38).
(2.36)
(2.37)
35
(2.38)
Dari kelompok biota laut ini juga telah dilaporkan beberapa seskuiterpen terhalogenasi seperti sikloelatanen-A (2.38), laureasetal-B (2.39), laurensial (2.40). Lebih lanjut pada ganggang merah spesies L. composite dan L. sitoi telah ditemukan senyawa 10-bromo-3-kloro-2,7-epoksi-9-kamigren-8-β-ol (2.41) dan 10-bromo-3kloro-2,7-epoksi-9-kamigren-8-α-ol (2.42).
(2.40)
(2.39)
(2.38)
(2.41)
(2.42)
Pada alga merah telah dilaporkan beberapa senyawa seskuiterpen terhalogenasi utamanya bromina dan klorin. Terpen terhalogenasi tersebut menunjukkan
aktivitas
anti-mikroba
dan
sitotoksik,
beberapa
diantaranya
ditunjukkan strukturnya berikut; Ibhayinol (2.43), Nidifisen (2.44), Prepasifenol epoksida (2.45), Aplisistatin (2.46), Pasifenol (2.47), dan Dihidroksideodaktol monoasetat (2.48).
(2.43)
(2.44)
36
(2.45)
Br Br
H O
O
Cl O
OAc HO Cl
O Br
Br
OH
H
(46)
(47)
(2.46)
OH
O
Br
(48)
(2.47)
(2.48)
Tiga seskuiterpen terhalogenasi telah ditemukan oleh Sims dkk (1973). dari Laurencia sp dari Malaysia, yaitu Prepasifenol (2.49), Prepasifenol oksida (2.50) dan Pasifenol (2.5l)
(2.49)
(2.50)
(2.51)
Wu Guangwei pada tahun 2013 melaporkan empat senyawa seskuiterpen baru yaitu seskuiterpen kloro-trinoreremopilan (2.52) dan eremopilan 2-4 (2.532.55), yang ditemukan pada Jamur laut Antartika Penicillium sp, menunjukkan aktivitas sitotoksik terhadap sel kanker.
(2.52)
(2.53)
(2.54)
(2.55)
37
Selain empat molekul tersebut di atas pada jamur yang sama juga ditemukan eremofortin C (2.56)
2.56 2.3.2. Seskuiterpen Furan Telah dilaporkan pula kelompok seskuiterpen yang mengandung cincin puran yang dikenal sebagai furanosekuiterpen, kelompok ini banyak ditemukan pada spons. Sepuluh senyawa furanoseskuiterpen telah dipisahkan dari spons Desidea pallescens, Cimino (1975), tiga diantaranya termasuk tipe monosiklofarnesana yaitu palesensin1 (2.57), palesensin-2 (2.58) dan palesensin-3 (2.59), disamping tujuh senyawa yang memiliki hubungan korelasi biogenetik yang dekat, yaitu palesensin A-G (2.602.66). O
O
O O
(58) (2.58)
(57) (2.57)
OH
(59) (2.59)
O
O O
H H
H
H O
H
H (60) (2.60)
(62) (2.62)
(61) (2.61)
O
O
O
(64) (2.64)
(63) (2.63)
(2.65) (65)
38
(66) (2.66)
Sepuluh senyawa di atas memiliki korelasi molekul yang menunjukkan hubungan biogenetik molekul-molekul tersebut.
O
O
O Kerangka Palesensin-C 3-12 2-12
1-12 O
1
Kerangka Palesensin-B
13
2 3
6 4
9
5 7
O
6-12
11
12
Kerangka Palesensin-D
10
8
O
12-13
Kerangka Palesensin 1-3
O
Kerangka Palesensin F,G
Kerangka Palesensin-A Kerangka Palesensin-E
Gambar 2.5. Korelasi hubungan biogenetik seskuiterpenfuran pada bunga karang Tiga seskuiterpen furan telah ditemukan pada spons Dysidea etheria yakni senyawa (2.67) menunjukkan aktivitas yang lemah terhadap sel KB dengan ED50 22 µg/ml, dan senyawa (2.68) aktif terhadap pengujian udang laut dengan LD50 38 µg/ml. Disamping itu ditemukan pula dendrolasin (2.69) dari spon Spongia microfijiensis adalah sekuiterpen furan yang sedikit sitotoksik.
39
(2.67)
(2.68)
(2.69) Furanoseskuiterpen dengan struktur molekul yang lain telah diisolasi dari spons Plerapplysilla spinifer. Dehidrodendrolasin (2.70), longifolin (2.71), pleraplisilin-1 (2.72), pleraplisilin-2 (2.73), speniferin -1 (2.74), speniferin-2 (2.75)
(2.71)
(2.70)
(2.73)
(2.72)
(2.75)
(2.74)
40
2.3.3. Seskuiterpen Kuinon Seskuiterpen kuinon menunjukkan struktur hibrida antara seskuiterpen dengan molekul kuinon atau hidrokuinon. Seskuiterpen kuinon dari bahan alam laut semakin banyak mendapat perhatian para peneliti akhir-akhir ini karena kelompok terpen kuinon memiliki sifat bioaktivitas yang kuat dan luas. Banyak penelitian telah mengungkapkan bahwa kelompok senyawa ini memiliki berbagai bioaktivitas antara lain sebagai anti-inflamasi, anti-jamur, anti-tumor dan anti-HIV. Dari spon Dictyoceratida telah dilaporkan mengandung avarol (2.76), avaron (2.77), illimakuinon (2.78), nakijikuinon (2.79) dan bolina kuinon (2.80).
O
HO
O
O
O
OH
O
H
H
(76) (2.76)
COOH
HN
OCH3
(77) (2.77)
O
OH
H
OH
H
(2.79) (79)
(78) (2.78)
OH O
OCH3
OH
O
O
HO
O
O
O
H
O X
(80) (2.80)
(2.82) (81)
O
H
H
O
X = H2 : Xestokuinon (82)
(2.82)XX= =O H: 2Halenakuinon : Xestokuinon (83) (2.83) X = O : Halenakuinon
Aureol (84) (2.84) Aureol
Seskuiterpen kuinon yang lain juga telah dipisahkan dari spon Neopetrosia ef. Proxima dari famili Petrosidae yaitu Neopetrosikuinon-A (2.81), Xestokuinon (2.82), helenakuinon (2.83) dan aureole (2.84). Avaron yang paling banyak diteliti sifat bioaktivitasnya sebagai bahan obat dermatitis, kanker serta infeksi virus
41
termasuk HIV. Disamping itu, telah dilaporkan pula bahwa nakijikuinon menunjukkan aktivitas anti-jamur, dan pufenon memiliki aktivitas anti-tuberkulosis dan anti-malaria, sedangkan aureole menunjukka aktivitas sebagai anti-inveksi. Dari alga Dictyopteris undulate ditemukan suatu seskuiterpen yang memiliki gugus spiroeter, yaitu neopetrosikuinon-A (2.85) neopetrosikuinon-B (2.86) keduanya bersivat bioaktif dan isokromazonarol (2.87) OH
O
O
O
O
O H
H O
O
O
H
H
OH
(2.86) (86)
(2.85) (85)
(87) (2.87)
Dari Dysidea arenaria juga telah ditemukan sejumlah seskuiterpen kuinoid antara lain siponodiktial–A (2.88), siponodiktial-B (2.89) dan (2.90). Bersama dengan itu juga telah dilaporkan adanya molekul arenarol (2.91), arenaron (2.92).
CHO
OH
CHO
OHC
HO H
OH
OH
OH
OH
OH
(90) (2.90)
(2.89) (89)
(2.88) (88)
O
HO
OH
H
O
H
(92) (2.92)
(91) (2.91)
42
Beberapa senyawa dengan kerangka avarol namun menunjukkan tingkat oksigenasi dan subtitusi yang lebih tinggi telah diisolasi dari spon Smenospongia sp. antara lain smenortokuinon (2.93), senyawa smenospondiol (2.94). Disamping itu juga telah dilaporkan smenokuinon (2.95), smenospongin (2.96), smenospongiarin (2.97). O
COOCH3
O OCH2CH3
H
OH
OH
H
OH
(94) (2.94)
(93
(2.93)
O
O
O
H
O
H
(2.96) (96)
(95) (2.95)
senyawa
O
H
OH
OH
OH
Kelima
NHCH 2CH2CH(CH 3)2
NH2
OH O
tersebut
menunjukkan
(97) (2.97)
aktivitas
terhadap
sebagaimana ditunjukkan pada tabel berikut. Tabel 2.2 Perbandingan aktivitas turunan avarol terhadap L1210 Aktivitas terhadap No
Nama Senyawa
Sel L1210 (ID50)
1.
Smenortokuinon (2.93)
1,5 μg/ml
2.
Smenospondiol (2.94)
4 μg/ml
3.
Smenokuinon (2.95)
2,5 μg/ml
4.
Smenospongin (2.96)
1,5 μg/ml
5.
Smenospongiarin (2.97)
4,0 μg/ml
43
L1210
Seskuiterpen bensokuinon telah diisolasi dari Holichondria panace, meliputi panicein-A (2.98), panicein-B1 (2.99), panicein-B2 (2.100), panicein-B3 (2.101) dan panicein-C (2.102). O
O
O
O
HO
H3CO
OH
O
HO
H OHC O
(98) (2.98)
(100) (2.100)
(99) (2.99) OH
OH
OH
OH HO
OH
OH
OH
HO
OHC
OH
OH
atau OHC
OHC
102 (2.102)
(101) (2.101)
Seskuiterpen fenol juga telah diisolasi dari spon Dictyopteris zonarioides berupa kromazonarol (2.103), asam sonaroit (2.104), sonarol (2.105) dan isosonarol (2.106).
(2.104)
(2.103)
(2.105)
(2.106)
44
Nepteoksidiol (2.107)
suatu hidroperoksi germakran ditemukan pada
Nephthea sp, aktif terhadap sel melanoma B16 IC50 0,1 µg/ml. Metakromin-A (2.108) dan metakromin-B (2.109) diisolasi dari spons Hippospongia cf. metachromia dilaporkan toksik terhadap sel L1210 dengan IC50 masing-masing 2,4 µg/ml dan 1,62 µg/ml. Ketiga senyawa tersebut memperlihatkan efek serangan jantung dan menghambat perlawanan kalium klorida terhadap pembuluh nadi kelinci.
(2.107) OH OH
OCH3
O O O
(108) (2.108)
OCH3
OCH3
(109) (2.109)
Dua seskuiterpen dilaporkan dari Dendrodoris limbata yaitu seskuiterpen jenis dialdehid polgodial (2.110) yang bersifat antifedan bersama seskuiterpen estergliserol (2.111).
(2.110)
(2.111)
Molekul tersebut telah dipelajari biosintesinya dengan menggunakan isotop karbon 14C mevalonat yang disuntikkan pada hepatopankreas dari Dendoris limbata,
45
selanjutnya mengidentifikasi distribusi
14
C. Mekanisme biosintesis dapat diusulkan
sebagai berikut. O CH 2
HScoA
O
C
CH 2
CH 2
C
ScoA
ScoA
O
O
O C
CH
CH2
C
Aseto asetil koenzim A
ScoA
Asetil koenzim-A
HScoA 2NADPH + 2H
O HO
C
ScoA
O CH2 CH2OH
C CH H 2C
C
2NAP + HScoA
OH
CH2
C CH
HO
C
O
H2C
Asam Mevalonat
C ScoA
OH
ß-hidroksi- ß-metilglutaril ko-A
3ATP 3ADP O HO
O
CO2
O
CH2 CH 2O-P-O-P-OH
C CH C H 2C
O
OPP
O
OPP Dimetilalil pirofosf at H Isopentenil pirof osfat (DMAPP) (IPP)
H2PO4
OPO 3H
Asam -3-f osf o-5-pirof osf o mevalonat
OPP OPHPH2 OPP
Geranil pirofosf at (GPP)
Farnesil pirof osfat (FPP)
OH OPP
O
CHO CHO
O
O
OH CHO
Esterifikasi H
H
Ket :
=
14 C
Gambar 2.6. Kajian mekanisme biosintesis seskuiterpen polgodial dan seskuiterpen monoestergliserol dalam Dendrodoris limbata menggunakan isotop 14C
46
Turunan seskuiterpen hidrokuinon baru telah ditemukan dalam spons Siphonodictyon coralliphagum yaitu siponodiktial E1-E4 (2.112), (2.113), (2.114), (2.115) dan (2.116), Siklosiponodiktiol-A (2.117).
(2.112)
(2.113)
(2.115) HO
HO3SO
(2.114)
OH O
HO3SO
(2.117)
(116) (2.116)
Uji
antimikroba
menunjukkan
bahwa
siponodiktial-E3
dan
siklosiponodiktiol-A) aktif terhadap Staphilococcus aureus dan Micrococcus luteus, disamping itu siponodiktial E4 menunjukkan sifat sitotoksik terhadap L929 fibroblast tikus, KB-31 epidermoid carcinoma dan sel kanker payudara MCF7. Pada pada spons Aka coralliphagum telah dipisahkan siponodiktial-B1 (2.118), siponodiktial-B2 (2.119), siponodiktial-B3 (2.120) dan siponodiktial E (2.121)
47
OH
OH
O-
OSO3H OH
H N
OH O
SO3 H
OSO3H
O
OSO3H
(118) (2.118)
OSO3H
(119) (2.119)
(120) (2.120)
(2.121) Hubungan biogenetik molekul siponodiktial dapat diusulkan sebagai berikut
OH
OH
OH
OH
O HO
O
OH 13 11
OH
6
2-7
HO 7
Siponodiktial E
1
O 1
H
9 10
OH 8
6-11
9
2 4
6
H OH
OH
OH
O
O OH
OH OH
OH
OH
H
O OH
Siponodiktial C
Siponodiktial B
Gambar 2.7. Transformasi biogenetik siponodiktial E menjadi siponodiktial B dan siponodiktial C
48
O OH
HO HO
Siponodiktial Siphonodictyal EE H O
O OH
HO
O
HO
H
Sulfonasi O OSO 3H
HO
O
HO3SO
H
H
Siklisasi
O H
O HO
O OSO 3H
HO 3SO
HO
OH
OH
H
H OSO3H
HO
O
OSO 3H
HO3SO
HO3SO
Siphonodictyals E4a Siponodiktial E4a
Gambar 2.8. Hubungan biogenetik siponodiktial dengan derivatnya
2.3.4. Seskuiterpen Fenolik Beberapa seskuiterpen fenolik yang telah diuji bioaktivitasnya menunjukkan kemampuan bioaktivitas yang kuat. Glikosilat moritosid (2.122) ditemukan pada Euplesaura sp, menghambat pembuahan telur bintang laut pada level 1 µg/ml. Kurkufenol bisiklik (2.123),
diisolasi dari spons Didiscus flavus menunjukkan
aktivitas teradap P388 dengan nilai IC50 7 µg/ml. MIC: A-549 (paru-paru) 10 µg/ml;
49
HCT-8 (usus besar) 0,1 µg/ml; MDAMB (payu dara) 0,1 µg/ml. Dari spons Didiscus oxeata telah diisolasi kurkufenol monosiklik yaitu (+)-Kurkufenol (2.124) dan turunannya (+)-kurkudiol (2.125). (+)-Kurkufenol menunjukkan kekuatan sebagai anti-jamur yang sangat kuat dan luas dibandingkan dengan (+)-Kurkudiol yang hanya bias menghambat jamur Absidia ramnosa. Hal ini membuktikan bahwa ikatan rangkap pada rantai alifatik memiliki peran yang utama untuk menghabat pertumbuhan jamur.
(2.122)
(2.123)
(2.125)
(2.124) 2.9. Diterpenoid
Turunan diterpen yang memiliki kerangka dasar tersusun dari 4 isopren, terbentuk dari 20 atom karbon. Struktur molekulnya sangat beragam dan memiliki berbagai keunikan. Banyak diterpen yang berasal dari organisme laut ditemukan dalam bentuk molekul terhalogenasi, dan memiliki sifat bioaktivitas yang sangat kuat. Schmitz (1982) telah melaporkan adanya diterpen dibrominasi yang diisolasi dari Aplysia dactylomela adalah pargueroi (2.126). Senyawa yang serupa juga telah ditemukan pada alga merah Laurencia obtuse adalah parguerol perasetat (2.127) dan
50
16,19-diasetil parguerol (2.128) yang bersifat sitotoksik terhadap P388 dengan IC50 3,5 µg/ml. Disamping itu, pada alga yang sama juga telah diisolasi suatu parguaren (2.129) dengan cincin siklopropana yang terbuka membentuk cincin heptana, senyawa ini sangat toksik terhadap sel B16 dengan IC50 0,78 µg/ml.
(2.126)
(2.127)
(2.129)
(2.128)
Senyawa diterpen yang telah dikenal sejak 1930 adalah senyawa diterpen yang memiliki kerangka dasar asam isoagatat. Isoagatolakton (2.130) adalah diterpen yang pertama dari kelompok ini telah diisolasi dari bunga karang Spongia officinalis, oleh Kazlauskas dkk 1975 telah melaporkan adanya kelompok tetrasiklik diterpen furan yang terdiri dari delapan senyawa, sebagai berikut.
51
(2.31) : R = R’= H : Spongiadiol (2.35) : R = R’= H : Spongiadiol ’ (2.32) : R = As, R = H : Spongiadiasetat (2.36) : R = As, R’= H : Spongiadiasetat (2.33) : R = H, R’= OH : Spongiatriol (2.37) : R = H, R’= OH : Spongiatriol ’ (2.34) : R = As, R = OAs : Spongiatriasetat (2.38) : R = As, R’= OAs : Spongiatriasetat Kelompok senyawa yang serupa juga telah dilaporkan Komoto, dkk (1987) diisolasi dari Spongia sp, yaitu epispongiadiol
(2.139), isospongiadiol (2.140),
memiliki harga IC50 masing-masing 12,5 dan 2 µg/ml. Aplipallidenon (2.141) telah diisolasi dari Aplisilla sp, menunjukkan aktivitas yang sangat kuat melawan P388 dengan IC50 0,01 µg/ml.
(2.139)
(2.141)
(2.140)
Biaco (2009) telah melaporkan hasil penelitian terhadap beberapa diterpen yang berasal dari rumput laut dapat digunakan sebagai 3,7,11,15-tetrametilheksadek-1-en-3-ol (2.142)
antifouling antara lain
dari ganggang merah Laurencia
obtusa. Bersama itu dilaporkan pula dua diterpen yang bersifat antifoulan dari alga laut, yaitu pacidiktiol (2.143) dan 10, 18-diasetoksi-8-hidroksi-2,6-dolabelladiena (2.144).
(2.142)
52
(2.143)
(2.144)
Dolestan (2.145), diasetoksidolastan (2.146) dan secodolestan (2.147) adalah kelompok diterpen yang telah ditemukan pada ganggang coklat Canistrocorpus cevicornis.
(2.145)
(2.146)
(2.147)
Hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap alga coklat Dictoyota dichotoma ditemukan 9 terpen, antara lain Amijiol (2.148) dan turunannya yaitu Amijiol asetat (2.149) dan Amijiol-7,10-diasetat (2.150). 15
16 11
OH 2 3
1 4
14
8
5 6
7
20 OH
10
12
13
9
18 17 19
(154) (2.148)
Tiga diantara 9 senyawa tersebut merupakan senyawa diterpenoid baru serta enam senyawa yang telah
dikenal diperoleh dari fraksinasi ekstrak eter. Tiga
diterpen baru yaitu Amijiol asetat (2.149), dolabellatrienol (2.151).
53
Amijiol-7,10-diasetat (2.150), dan
(2.150)
(2.149)
(2.151) Disamping itu, juga telah diisolasi bersama-sama yaitu Pasidiktiol-A (2.152), 8 β-hidroksipasidiktiol-A (2.153), isopasidiktiol-A (2.154), diktiol-C (2.155). Isodiktiohemiasetal (2.156).
(2.152)
(2.153)
(2.155)
(2.154)
(2.156)
Berdasarkan hasil analisis spektroskopi diketahui bahwa senyawa 3 dan 9 merupakan terpenoid yang dapat membentuk ikatan hidrogen intermolekul.
54
O
H
H
H
16
16
O 15
O
15
12
12
11
13
1
2
O
14
10
6
4
8
5
9
3
7 18
20
OAc 10
14
6 3
11
13
1
2
7
4 5
8
OAc
18
20
17
9
17
19
19
Ikatan hidrogen dalam amijiol asetat-7,10-diasetat
Ikatan hidrogen dalam amijiol asetat
Gambar 2.9. Konfomasi molekul dan ikatan hidrogen pada amijol Uji bioaktivitas terhadap 9 senyawa tersebut menunjukkan bahwa senyawa 3 dan 9 memiliki aktivitas paling tinggi, dapat memberi perlindungan yang kuat terhadap kerusakan DNA. Menunjukkan aktivitas antioksidan yang menghambat peroksida lipid dalam otak tikus, diuji menggunakan metoda uji ABTS. Senyawa 3 dan 9 menunjukkan aktivitas antioksidan yang baik, senyawa 1,2,5,6, dan 8 menunjukkan aktivitas yang lemah sedangkan senyawa 4 aktivitasnya sangat rendah. Tabel 2.3. Hasil uji antioksidan terhadap senyawa 1-9 Kontrol
ABTS, 50μL (inhibisi, %) -
L-asam askorbat
88,61
1
50,23
2
59,90
3
83,35
4
24,36
5
61,65
6
59,20
7
57,40
8
57,73
9
80,24
Senyawa
(Sumber: Biaco, 2009)
55
Selain itu, senyawa 3 dan 9 menunjukkan aktivitas sitotoksik yang kuat terhadap sel hepatoma (HepG2), vero sel ginjal monyet Afrika (VERO), sel fibroblastsel (WI-38), dan sel dari kanker payudara (MCF-7) Tabel 2.4. Uji sitotoksitas (IC50) senyawa dengan berbagai jenis sel. Senyawa
IC50 (μg/mL)a HepG2
WI-38
VERO
MCF-7
1
40,2
24,6
24,7
37,5
2
39,2
22,4
28,3
39,2
3
25,1
14,2
20,5
21,2
4
102,3
100,6
120,6
150,5
5
81,2
62,6
72,3
68,2
6
70,2
84,6
76,4
75,5
7
70,2
84,6
76,4
75,5
8
100,7
110,6
160,6
140,5
9
47,0
16,2
21,4
30,5
5-Fu
8,6
3,2
6,5
2,3
Keterangan : IC50 (μg/mL) : • 1-10 sangat kuat • 11-25 kuat • 26-50 moderat • 51-100 rendah • 100-200 sangat rendah • > 200 tidak toksik
(Sumber: Biaco, 2009) Kajian kimiawi dari pasidiktiol A dilakukan dengan penambahan beberapa pereaksi, hal ini menunjukkan adanya gugus fungsi reaktif yang dimiliki oleh senyawa tersebut.
56
18
O
1 3
H 6
17
11 14
HO 19
LiAH
Pasidiktiol A epoksida Et2O
16 20
KOH/MeOH OCH3
HO HO H
HO
HO
POCl3/Py
HO HO
Gambar 2.10. Sifat dan transformasi kimiawi dari pasidiktiol Dari alga coklat Diktiota dikotoma telah ditemukan empat lakton yaitu asetoksidiktiolakton (2.157), diktiotalid A (2.158), diktiotalid B (2.159) dan nordiktiotalid (2.160) semuanya bersifat toksik terhadap sel melanoma B 16 dengan IC50 masing-masing 1,57; 2,57; 0,58 dan 1,58 µg/ml (Ishitsuka et al. 1988).
57
OAc O
O
O
O
Asetoksidiktiolakton (162) Asetoksidiktilakton (2.157)
H
O
Diktiotalida (163) Diktiotalida A A(2.158)
O
O
O OAc
O
O
Diktiotalida (2.159) Diktiotalida BB(164) Telah
dilaporkan
hasil
Nordiktiotalida (2.160) Nordiktiotalida (165)
kajian
kimiawi
dan
transformasi
molekul
asetoksidiktiolakton menghasilkan berbagai derivatnya dengan menggunakan berbagai pereaksi kimia yang sesuai, ditunjukkan sebagai berikut. OAc
O
O
Li/EtNH2
H2
Asetoksidiktiolakton OH
OH
LAH O O
O
O
OH
HO
OH
CrO3 O
O
O
O
O
Gambar 2.11. Transformasi kimiawi molekul asetoksidiktiolakton dan derivatnya
58
Yang (2012) berhasil mengisolasi 14 diterpen dari koral lunak Hainan Sinularia sp. Lima diantaranya adalah kelompok kembran baru yang dinamakan sinufleksibilins A-E (2.161-2.165).
(2.161)
(2.163)
(2.162)
(2.164)
(2.165)
Sembilan yang lainnya merupakan diterpen yang sudah pernah ditemukan sebelumnya yaitu kapilloid (2.166), setukarailin (2.167), sinuladiterpen-I (2.168), sinulafleksiolida-H (2.169),
fleksibilisin-A
(2.170),
9-asetoksi-5(8),
12(13)-
diepoksikemb-15(17)-en-16(4)-olida (2.171), 11-episinulariolide asetat (2.172), fleksibilida (2.173) dan mandapamate (2.174). Bioaktivitas yang terkuat dari 14 senyawa tersebut ditunjukkan oleh fleksibilida.
59
(2.166)
(2.169)
(2.172)
(2.167)
(2.168)
(2.170)
(2.171)
(2.173)
(2.174)
Yin (2013) juga berhasil mengisolasi diterpen baru yang memiliki kerangka kembran, yaitu 6 diterpen kasban baru yang diisolasi dari Sinularia sp. Keenam diterpen tersebut dikenal dengan nama sinularkasban
A-F yakni 1b-H,2b-H
Sinularkasban-A (2.175), 1b-H,2b-H Sinularkasban-B (2.176), Sinularkasban-C (2.177), 1b-H,2b-H Sinularkasban-D (2.178). 1b-H,2b-H Sinularkasban-E (2.179) dan 1b-H,2b-H Sinularkasban-F (2.180).
Bioaktivitas beberapa senyawa yang
termasuk kelompok kasban menunjukkan sifat toksitas yang cukup kuat dan aktivitas antimikroba.
60
(2.175)
(2.176)
(2.179) (2.180)
(2.177) ; R = OH (2.178) ; R =H
Stolonidiol (2.181) dan stolonidiol asetat (2.182) adalah diterpen skeleton baru yang telah diisolasi dari Clavularia sp. Menunjukkan sifat sitotoksik terhadap P388 dengan nilai IC50 0,015 µg/ml. Disamping itu, pada biota laut yang sama juga ditemukan klaenon (2.183).
(2.183)
(2.181); R = H (2.182); R = Ac
61
Dari soft coral Sclerophytum capitalis telah ditemukan scleropitin-A (2.184) aktivitas sangat kuat IC50 0,001 µg/ml. Alsionin (2.185) telah ditemukan pada Sinularia flexibilis, menunjukkan bioaktivitas yang kuat.
(2.184)
(2.185)
Fusetani (1989) telah melaporkan astrogorgin (2.186) dan opirin (2.187) diisolasi dari Astrogorgia sp. Keduanya menunjukkan sifat bioaktivitas yang kuat.
(2.186)
(2.187)
Tubiporien (2.188) adalah diterpenoid yang telah diisolasi dari karang lunak Tubipora sp. oleh Natori (1990). Senyawa ini menunjukkan aktivitas yang kuat terhadap sel melanoma B16 dengan IC50 2 µg/ml. Bersama itu juga telah dilaporkan stipoldion (2.189) yang memiliki bioaktivitas sel jaringan mamalia.
O
HO
H O
(194) (2.189)
(2.188)
62
O
Jauh sebelumnya telah dilaporkan kelompok terpen kembran yang berhasil diisolasi dari karang muda Sinularia mayi, yaitu kembranolida asetat (2.190), kembranolida (2.191) dan Dentikulatolida (2.192), memiliki tingkat sitotoksik yang baik terhadap sel B16 IC50 8,4; 2,1; dan 3,6 µg/ml (Kusumi et al 1988)
(2.190)
(2.191)
(2.192)
Suatu hal yang sangat menarik tentang diketemukannya dua biskembranoid dari kerang muda Sarcophyton glauncum yaitu metal sarkopitoat (2.193) dan metal klorosarkopitoat (2.194), keduanya aktif melawan sel B 16 masing-masing pada 7,5 dan 12 µg/ml.
(2.193)
(2.194)
Dari karang lunak Klyxum simpleks telah diisolasi empat diterpen yang bersifat sitotoksik terhadap sel kanker, yaitu simpleksin P-S (2.195-2.198) dan simpleksin A (2.199), simpleksin A memiliki sitotoksik yang paling kuat.
63
(2.196); R1 = COCH2CH2CH3, R2 = H (2.197); R2 = Ac, R2 = OH
(2.195)
(2.199)
(2.198)
Tsai (2013) telah melaporkan diterpen baru dari kerang lunak Sinularia leptoclados antara lain leptoklalin-A (2.200) yang terbukti memiliki sifat sitotoksitas terhadap sel tumor manusia T-47 dan K-562. Disamping itu ditemukan pula dua diterpen jenis norcembranoid yakni 5-episinuleptolida (2.201) dan sinuleptolida (2.202).
(2.201) (2.200)
(2.202)
64
2.9.1. Diterpen Hidrokuinon dan Kuinon Kelompok senyawa diterpen kuinon dan hidrokuinon dihasilkan melalui perpaduan jalur biogenetik asam mevalonat dengan kelompok benzenoid. Identifikasi bagian-bagian molekul dapat lakukan melalui metode diskoneksi. Kelompok senyawa ini juga telah banyak dilaporkan berasal dari bahan alam laut. Taondiol (2.203) yang telah diisolasi dari ganggang coklat Taonia atomaria merupakan kerabat dari δ–tokoferol, memiliki rantai diterpen tersiklisasi. Disamping itu telah dilaporkan juga adanya asam atomarat (2.204) yang memiliki korelasi struktur molekul dengan taondiol yang mengalami pembukaan cincin kroman yang diikuti pergeseran hidrogen-metil secara berkesinambungan. Transformasi taondiol menjadi asam atomarat dimulai dari pembukaan cincin kroman selanjutnya diikuti oleh pergeseran hidrogen-metil secara berkelanjutan. Senyawa δ-tokotrienol (2.205) bersama senyawa epoksidanya (2.206) serta turunannya 3,4-dehidronya (2.207) telah diisolasi dari Sargassum tortile.
O
HO OCH3
OH
R
HO
HO
(208) (2.204)
(207) (2.203)
O
O 3
OH
4
OR'
R
R O
(2.205) (209)
(2.206) (210) (211) (2.207)
Plastoquinon (2.208) suatu diterpenoid poliketida yang telah dilaporkan oleh Iwashima dkk di Jepang, diisolasi dari alga laut Sargassum micracanthum. Senyawa
65
ini menginhibisi sitomegalovirus (cytomegalovirus) menunjukkan aktivitas dengan nilai IC50 = 0,49 – 2,6 µM) dan terhadap virus campak dengan IC50 = 2,7 – 3,1 μM. Disamping itu dilaporkan pula adanya kromen (2.209) suatu terpenoid turanan dari plastokuinon. OH
HO OH
OH
(2.208) (212)
HO OH O
(2.209) (213)
OH
Transformasi molekul plastokuinon menjadi kromen melalui mekanisme siklisasi membentuk cincin heterosiklik. HO OH
H+ HO OH
HO OH
Plastoquinon Plastokuinon HO O Kromen
Kromen Gambar 2.12. Transformasi plastokuinon menjadi kromen
Jenis terpen yang sama juga telah dilaporkan, yaitu sargakuinoik (2.210) dan asam sargakromenol (2.211) adalah senyawa diterpen poliketida.
Senyawa ini
menginhibisi enzim butirilkolinesterase pada konsentrasi 26 nM. Selain kedua
66
senyawa tersebut juga telah dilaporkan 2β,3α-epitaondiol (2.212) yang menunjukkan struktur molekul yang lebih kompleks dengan terbentuknya struktur pentasiklik.
O HO COOH O
O
(214) (2.210)
(215) (2.21) O H OH H
H
HO
(216) (2.212)
Dari Sargassum siliquastrum telah diisolasi senyawa meroditerpenoid (2.213) dan turunannya 10’-11’-dihidromeroditerpenoid (2.214), diketahui
memberikan
aktivitas sebagai anti radikal pada pengujian DPPH.
(2.213)
(2.214) Gambar 2.13 Reduksi meroditerpenoid mejadi dihidromeroditerpenoid 2.9.2. Furanoterpen 21 Furanoterpen yang mengandung atom karbon 21 adalah kelompok diterpen yang tidak lazim. Jenis diterpen tersebut kebanyakan ditemukan pada genus Spongia.
67
Sebagian besar mempunyai cincin furan pada kedua ujung molekulnya dan kerangka karbon yang sama. Jika dilakukan diskoneksi maka akan ditemukan pola interaksi kepal-ke-ekor dengan tambahan satu atom karbon di ujung keranka molekul, hal ini menunjukkan keunikan dari kelompok sayawa ini. Telah dilaporkan sekelompok furanoterpen
(2.215-2.224).
Perbedaan
satu-satunya
diantara
kelompok
difuranoterpen adalah pola oksigenasi pada karbon sentral, sebagaimana ditunjukkan pada gambar (12). Nitenin (2.215) dan dihidronitenin (2.216) dua dari kelompok senyawa ini yang telah dipisahkan pertama kali dari Spongia nitens. Kelompok senyawa
tersebut
kemudian
dikenal
sebagai
furospongin-1
(2.217),
anhidrofurospongin (2.218), furospongin-2 (2.219), isofurospongin-2 (2.220), dihidrofuospongin-2 (2.221), tetrahidrofurospongin-2 (2.222), tetrahidrofurospongin1 (2.223), furosponginol (2.224), dan furosponginon (2.225).
(2.215)
(2.216)
(2.217)
(2.218)
68
(2.219)
(2.220)
(2.221)
(2.222)
(2.223)
(2.224)
(2.225)
69
2.9.3. Diterpen Glikosida Tiga diterpen glikosida yaitu Vireskenosida O,P dan Q (2.226, 2.227 dan 2.228) telah diisolasi dari Acremonium striatisporum, menunjukkan sifat sitotoksik terhadap sel karsinoma.
HO
H
HOH2C O
HO
OH
H
O
HOH2C O
O
HO
O
O HO
O
OH OH
OH
OH
HO
(2.226)
O
HOH2C
HO
HO HO
H
(2.227)
(2.228)
2.10. Sesterpen Sesterpen adalah kelompok terpen yang mengandung 25 atom karbon (25-C), tersusun dari 5 isopren yang pada umumnya terbentuk melalui mekanisme kaidah isopren interaksi kepala-ke-ekor. Ada dua tipe sesterpena yang banyak ditemukan pada bunga karang yaitu kelompok sesterpena linier dan sesterpen siklik (tetra dan penta siklik). Sesterpen siklik menunjukkan kerangka molekul yang mencirikan jalur biogenetik asam mevalonat melalui geranilfarnesil membentuk siklisasi yang lazim sebagaimana pula yang terjadi pada pembentukan triterpen. Beberapa sesterpen linier telah diisolasi darai bunga karang Ircinia spinilosa. Furospinolusin-1 (2.229) selain ditemukan pada I. spinilosa juga telah dilaporkan diperoleh dari Spongia, Phyllospongia, Fasciospongia Australia. Furospongin-3 (2.230) dan Furospongin-4 (2.231) ditemukan bersama dalam S. officinalis. Senyawa isomerik difuranosesterpena, irsinin-1 (2.232) dan irsinin-2 (2.233) dari Irciniaoros merupakan dua isomer yang tidak dapat dipisahkan.
Fasikulatin (2.234) dan
variabilin(2.235) telah diisolasi dari bunga karang Mediterania Ircinia fasciculata
70
dan Ircinia variabilis. Strobilinin (2.236) juga ditemukan bersama variabilin dalam bunga karang Ircinia strobilina. Suatu sesterpen yang memiliki gugus hidroksi sebagai asam tetronat dan memiliki variasi ikatan rangkap yang baru ditunjukkan pada (2.237). Bunga laut Australia Thorecta marginalis mengandung molekul (2.238) dan (2.239) yang tidak mengandung gugus hidroksi sebagai asam tetronatnya, meskipun (2.108) mengandung gugus metilhidroksi pada cincin lakton. Suatu sesterpen yang mengandung γ-lakton jenuh telah diisolasi dari Fasciospongia Australia. Suatu sesterpen yang mengandung strutur molekul yang lebih rumit dan membentuk struktur siklik yang merupakan turunan dari Didehidrofasikulatin melalui siklisasi 4 +2, dan satu-satunya dari kelompok ini yang diperoleh dalam bentuk kristal.
(2.229)
(2.230) : R = CO2H, R’= CH3 (2.231) : R = CH3, R’= CO2H
(2.232) (2.233)
(2.234)
71
OH 13
O
O O
(139) (2.235)
R 13
O
O
O O
R = CH3 (2.236) : R =(140) CH R = CH2OH (141) 3 (2.237) : R = CH2OH 13
O
O O
(142) (2.238)
OH O O
(2.239) (143) Beberapa sesterpen siklik telah dilaporkan ditemukan pada spons umumnya berbentuk tetrasiklik. Dari spon Hippospongia sp, telah diisolasi 8 sesterpen siklik, dua sesterpen baru yaitu hipospongida-A (2.240), hipospongida-B (2.241) bersama 6 sesterpen lainnya yaitu heteronemin (2.242), heteronemin asetat (2.243), hirtiosin (2.244), 12-19-deasetoksiskalrin asetat (2.245), hirtosal (2.246) dan skalarafuran (2.247). Kedelapan senyawa tersebut menunjukkan sifat sitotoksitas melawan adenokarsinoma kolon manusia (SLJJ-1 dan HCT-116), hormon kanker payudara (T47D) dan leukemia kronis (K562). O HO
24
17
23
9 1 10 4
20
H
13 15
8
H 14
9
O
1
H
5
(144) (2.240)
12
22
4
H 19
AcO O
20
10
H
5
8
O
R 24
18
16
11 21
23
25
18 22
25
OH
O 17
H H
H
H
H
H 19
(145) (2.241)
72
(2.242) R = OH R = OH ::(146) R = OAc : (147) (2.243) R = OAc R = H ::(148) (2.244) : R = H
OAc
AcO
O
O
H O
H
OH
O
OH
H H H
H
H
H
H
O H
OAc
H
(2.246) (150)
(149) (2.245)
H
(151) (2.247)
Dari Cacospongia scalaris telah ditemukan skalarin (2.248) yang memiliki ikatan rangkap, gugus hidroksil dan satu gugus karbonilnya terdapat dalam satu cincin γ-laktol takjenuh. Selain itu, juga telah ditemukan deoksoskalarin (2.249) yang memiliki korelasi erat dengan skalaridial (2.250) dari Spongia officinalis dan Cacospongia mollior. Anggota lain dari kelompok ini adalah heteronemin (2.251) yang telah ditemukan dalam bungakarang Heteronema erecta. Penelitian berikutnya terhadap Spongia nitens menunjukkan adanya molekul yang berhubungan sebagai isomer pada posisi 12-β-OAc ekuatorial terhadap skalarin, deoksoskalarin dan skalaridial, dengan struktur sebagai β-OAc 12-episkalarin (2.253), β-OAc epideoksosklarin dan β-OAc episkalaridial (2.254).
\
(2.250) : R = α-OAc (2.251) : R = β-OAc
(2.248) : R = α-OAc (2.249) : R = β-OAc O
R
O
12
H H
H
(2.252) : R = α-OAc (2.253) : R = β-OAc
73
Korelasi kimiawi antara kelompok molekul di atas dapat ditunjukkan sebagai berikut :
HO OAc
OAc
O
O O
12
H
1. NaBH4 2. - OH
H
OH
H 12-Epideoksoskalari
H
O
12-Episkalaradial 1. NaBH4 2. - OH
O
12
H H
LiAlH 4
LiAlH4 OAc
O
O
OH
O
O O
O O
-
OH
NaBH4
Ac2O-py H
H H 1. NaBH4 2. - OH
NaBH4 HO
HO
OAc
OAc O
O O
O
H H H H 12-Episkalarin
Skalarin
Gambar 2.14. Korelasi kimiawi molekul skalrin dan derivatnya Disdein (2.254) adalah sesterpen pentasiklik yang berikatan dengan suatu hidrokuinon berhasil diisolasi dari bunga karang Disdea pallescens. Mekanisme biosintesinya dapat diusulkan sebagai berikut.
(2.254) Gambar 2.15. Mekanisme siklisasi dalam pembentukan pentasiklik disdein
74
2.11. Triterpen Triterpen memiliki 30 atom karbon atau 6 isopren. Meskipun kerangka molekulnya rumit dan bervariasi akibat terjadinya reaksi-reaksi sekunder dalam pembentukan molekulnya, namun dapat dikenali melalui satuan-satuan isoprennya dengan metoda analisis diskoneksi. Dapat dimengerti bahwa triterpen yang terdapat dalam biota laut merupakan turunan dari skualen. Sebagai contoh, asam turbinarik (2.255) ditemukan pada alga biru Turbinaria ornate oleh Asari (1989).
COOH
(2.255) (259) Dari Axinella infundibuliformis telah diisolasi 3 triterpenoid yaitu 3hidroksilup-20(29)-ene (2.256), asam 3-hidroksilup-20(29)-en-28-oat (2.257) dan asam 3-oksolup-20(29)-en-28-oat (2.258) ketiganya memiliki sifat antibakteri yang kuat terhadap Staphylococcus aureus menunjukkan zona hambat dengan diameter berturut-turut; 24.7 ±0.05; 22.0 ± 0.35 and 12.7 ± 0.09 mm.
(2.258)
(2.256) : R = CH3 (2.257) : R = CO2H
75
Triterpen polieter adalah sekelompok terpen yang memiliki keragaman struktur luas dan unik. Kelompok senyawa ini menggambarkan karasteristik molekul yang dihasilkan oleh biota laut, seperti alga, spons, kerang-kerangan dan terutama banyak diisolasi dari alga merah jenis Laurencia dan Chondria. Banyak penelitian telah melaporkan kekuatan bioaktivitas dari kelompok senyawa ini cukup beragam. Susuki. T (1987) telah melaporkan sekelompok senyawa triterpen polieter yang disolasi dari alga merah Laurencia obtusa dan telah dilaporkan memiliki berbagai sifat bioaktif. Beberapa diantaranya adalah tirsiferilasetat (2.259), tirsiferol (2.260), magireol-A
(2.261),
magireol-B
(2.262),
magireol-C
(2.263),
anhidrotirsiferol diasetat (2.264) dan 15-anhidrotirsiferol diasetat (2.265).
(2.261)
(2.259) : R = AC (2.260) : R = H
(2.262) : 15(28) (2.263) : 15(16)
(2.264) : 15(28) (2.265) : 15(16)
76
15(18)-
Tabel 2.5 . Kekuatan sifat aktivitas senyawa terpen polieter No.
Nama
IC50 (µg/mL)
1.
Tirsiferilasetat (2.259)
0,0003
2.
Tirsiferol (2.260)
0,01
3.
Magireol- A (2.261)
0,03
4.
Magireol-B (2.262)
0,03
5.
Magireol-C (2.263)
0,03
6.
15(18)-anhidrotirsiferol diasetat (2.264)
0,05
7.
15-anhidrotirsiferol diasetat (2.265)
0,10
(Sumber: Pacheco, 2011) Triterpen polieter juga dilaporkan oleh Pacheco (2011), telah diisolasi dari alga merah Laurencia viridis, antara lain dehidrotirsiferol (2.266), iubol (2.267), 22hidroksi-15(28)-dehidrovenustatriol
(2.268),
1,2-dehidropseudodehidrotirsiferol
(2.269), secodehidrotirsiferol (2.270) dan Pseudodehidrotirsiferol (2.271). Semua senyawa tersebut dilaporkan menunjukkan aktivitas sitotoksik yang signifikan terhadap panel jalur sel kanker. 28 27 9
O
26
1 2
10 14
6
3
H
O
15
16
18
23
O
OH 24
OH H
30
22 19
7
O 25
29
H
27
O
Br
(270) (2.266)
7
O 6
2 3
H
Br
28
O H
O
30
22 15
1
18
O
OH 24
OH H
Br
(272) (2.268)
77
H
30 18
OH H
(271) (2.267)
OH
H
O
22
29 15
26
1
25
O
OH
28
12
O 23 24
(2.269)
(2.270)
(2.271) Triterpen polieter tersebut menunjukkan karakter sitotoksitas yang kuat melawan sel kanker payudara. Uji sitotoksitas in vitro senyawa 1-5 menggunakan beberapa uji sel kanker manusia, antara lain Jurkat (sel T leukemia), MM14 (myeloma pada manusia), HeLa (karsinoma serviks) dan CADO-ES1 (sarcoma ewing pada manusia), dapat dilihat pada table berikut. Tabel 2.6. In Vitro Inhibisi senyawa triterpen polieter (1-5) pada sel kanker. IC50 (µM) No
Senyawa
Jurkat
MM144
HeLa
CADOES1
1.
Dehidrotirsiferol (1)
13,5 ± 1,8
21,5 ± 2,1
34,5 ± 3,2
12,0± 1,4
2.
Iubol (2)
3,5 ± 0,4
13,0 ± 1,9
27,0 ± 2,6
11,0± 1,5
3.
22-hidroksi-15(28)2,0 ± 0,2
-
2,9 ± 0,5
-
dehidrotirsiferol (4)
15,5 ± 2,8
16,5 ± 2,5
24,0 ± 3,5
10,6± 1,5
Sekodehidrotirsiferol (5)
2,5 ± 0,3
12,0 ± 1,7
30,0 ± 3,5
12,2± 1,6
dehidrovenustatriol (3) 4.
5.
1,2-dehidropseudo
(Sumber: Pacheco, 2011)
78
Hal yang menonjol pada tabel bahwa sel Jurkat Leukemia paling sensitif terhadap
kelima
senyawa
dehidrovenustatriol
tersebut.
Senyawa
Iubol,
22-hidroksi-15(28)-
dan Sekodehidrotirsiferol. Perbedaan yang menonjol antara
senyawa dehidrotirsiferol dengan 22-hidroksi-15(28)-dehidrovenustatriol adalah adanya gugus hidroksil yang terikat pada C-22, mengakibatkan menguatnya aktivitasnya terhadap sel Jurkat Leukemia. Perkiraan mekanisme transformasi biogenetik dari senyawa
Iubol dan
senyawa 22-hidroksi-15(28)-dehidrovenustatriol, diusulkan sebagai berikut.
29
30
18
24 22
O
H
29 18
30
S
H2O
R
24 H
S
O
O
H
29
30 OH
18 H
H2O
R
O
H
OH
24
OH S
H
S
OH
H
O
O
H
O
OH
H
H
OH R R
OH
S
O
S
R
O
R
OH
OH
OH
Iubol
22-hidroksi-15(28)-dehidrovenustatriol
Gambar 2.16. Transformasi biogenetik pembentukan Iubol dan 22-hidroksi-15(28)dehidrovenustatriol
79
Transformasi biogenetik kelompok senyawa ini tidak hanya terjadinya pada pembentukan cincin D, namun lebih spesifik terjadinya penataan dan resiklisasi pada cincin A. H
R
O
O O
O
O
O
H
Br H
H
O
Gambar 2.17. Interkonversi cincin A triterpen polieter pada alga merah 2.12. Saponin Triterpen Kelompok terpen yang lebih menarik lagi adalah kelompok yang disebut Saponin triterpen merupakan glikosida kompleks triterpen dengan molekul karbohidrat, yang dapat ditemui pada tanaman, bakteri dan hewan laut tingkat rendah. Istilah saponin diturunkan dari bahasa latin “sapo” berarti sabun, diambil dari kata Saponaria Vaccaria suatu tanaman yang mengandung saponin dapat digunakan sebagai sabun untuk mencuci. Saponin mengandung gugus gula terutama glukosa, galaktosa, xilosa, ramnosa atau metilpentosa yang berikatan dengan aglikon sapogenin berupa terpen ataupun juga steroid. Triterpen glikosida yang pertama kali dilaporkan adalah Holoturin A (2.272) dan B (2.273) yang diisolasi dari Teripang laut oleh Kitagawa (1981).
80
O O HO
O OH
O O OH NaO 3SO CH 3
(2.272)
O
O OH CH 2OH O O
HOH 2C O
O
OH
OCH3 HO HO
HO
HO
OH O HO
O O OH
(2.273)
NaO3SO CH3
O O
OH HOH2C O
O
CH2OH O O
OH
OCH 3 HO HO HO
HO
81
O
Molekul yang serupa juga telah dilaporkan yaitu Hemoiedemosida-A (2.274) yang diisolasi dari Hemoiedema spectabilis oleh Chludil (2002) dilaporkan sangat aktif terhadap benur udang dan juga bersifat antifugal melawan Cladosporium cucumerinum. Demikian juga halnya terhadap senyawa Hemoiedemosida-B (2.275) memiliki potensi bioaktivitas yang sama terhadap benur udang dan jamur. Saponin yang sejenis juga telah dilaporkan oleh Hegde (2002) yang dikoleksi dari cucumber laut Talenata ananas menghasilkan glikosida triterpen (2.276) dan (2.277) O
O
HO
O
O R1 O HO R3 O HO H3 CO
R2 O O
HO O
O
O HO
OH
OH
OH
O
O
(2.274) : Hemoiedemosida A: R1 = R2 = SO3Na, R3 = H (2.275) : Hemoiedemosida B: R1 = R2 = R3 = SO3Na
O
O
HO
O OH
HO HO
O
HO
O
O
O HO
OH O
O
HO HO
OH
(2.276) : Hemoiedemosida C
82
O HO
HO HO H 3CO
HO O HO O
O
O
O O
HO
OH
OH HO HO H 3CO
O
O
HO O HO O
O
OH
OH
O HO
O
OH
(2.277) : Hemoiedemosida D
2.13. Karotenoid Karotenoid adalah kelompok terpen yang tersebar luas di alam baik pada organisme darat maupun organisme laut, banyak berfungsi sebagai zat pewarna alami. Pigmen yang terdapat pada biota laut seperti pada bunga karang, alga dan organisme laut lainnya, menunjukkan warna jingga, merah, kuning dan ungu cerah umumnya dari karotenoid. Pada umumnya karotenoid tidak larut dalam air tapi larut dalam pelarut organik ataupun lemak. Karotenoid dibagi atas dua kelompok besar yaitu karotena adalah karotenoid yang molekulnya hanya terdiri dari hidrokarbon, dan xantofil adalah karotenoid yang mengandung atom oksigen selain hidrogen dan karbon. Karotenoid dihasilkan melalui jalur biogenetik asam mevalonat berlanjut pada jalur karotenogenesis, hal ini menjadi petunjuk dan sangat mendukung kajian dalam pengembangan kemotaksonom. Pada umumnya karotenoid tergolong sebagai tetraterpen yang memiliki 40 atom karbon dan tersusun dari 8 isopren. Beberapa karotenoid yang telah ditemukan dalam biota laut antara lain pada Paracentrotus lividus ditemukan β-karoteonoid (2.278), α- karoteonoid (2.279), γ- karoteonoid (2.280) juga ekinenon (4-okso-β-karoten) (2.281).
83
(2.278) β-karoten
(2.279) α-karoten
(2.280) γ-karoten
O
(2.281) Ekinenon
Telah dilaporkan pula adanya kelompok karotenoid yang memilki senyawa aromatik di ujung rantainya, diisolasi dari R. japonica, renieratena (2.282), isorenieratena (2.283) dan renierapurpurin (2.284).
(2.282) Renieratena
84
(2.283) Isorenieratena
(2.284) Renierapurpurin
SOAL 1. Jelaskan karakteristik, ciri utama terpenoid laut dan tuliskan empat contoh molekul yang dimaksud 2. Tuliskan mekanisme transformasi molekul di bawah ini dari A ke B
OH OH OH O O
O HO
O O
O
H
O H Br
OH
H
H
Br
A
B
3. Sebutkan kelompok molekul B, tunjukkan melalui diskoneksi 4. Jelaskan mengapa β-karotenoid disebut sebagai sumber molekul Vitamin A 5. Tuliska 3 molekul terpen yang dapat berfungsi sebagai anti-kanker, Jelaskan mengapa demikian
85
DAFTAR PUSTAKA 1.
Argadon V. H., Rovirosa J., San-Martin A., Riquelme A., Diaz-Marrero A. R., Cueto M., Darias J., Santana O., Guano A., and Gonzales-Coloma A. 2002. Antifeedant effect of marine halogenated monoterpenes. J. Agric. Food. Chem. 50, 7029-7033.
2.
Asari F, Kusumi T, Kakisawa H. 1989. Turbinaric acid, a cytotoxic secosqualene carboxylic acid from the brown alga Turbinaria ornata. Journal of Natural Products. 52(5):1167–1169.
3.
Biaco, M.E., Rogers, R., Teixeira, V.L., Pereira, R.C. 2009. Antifoulant Diterpenes Produced by The Brown Seaweed Canistrocarpus cervicornis. J Appl Phycol. 21, 341-346.
4.
Chludil, H.D., Muniain, C.C., Saldes, A.M. 2002. J. Nat. Prod. 65, 860.
5.
Fusetani, N., Nagata, H., Hirota, H., Tsuyuki, T. 1989. Astrogorgiadiol and astrogorgin, inhibitors of cell division in fertilized starfish eggs, from a gorgonian Astrogorgia sp. Tetrahedron Letters. 30, 50, 7079–7082.
6.
Gonzales, A.G., Martin, J.D., Perez, C., dan Ramirez, M.A, 1976a, Tetrahedron Lett, hlm. 137-138.
7.
Guang Wei Wu, Aiqun Lin, Qianqun Gu, Tianjiao Zhu and Dehai Li. 2013. Four New Chloro-Eremophilane Sesquiterpenes from an Antarctic Deep-Sea Derived Fungus, Penicillium sp. PR19N-1. Mar. Drugs. 11, 1399-1408
8.
Hegde, V.R., Chan, T.M. 2002, Bioorg Med Chem, Lett. 12, 3203
9.
Higa, T. 1985. 2-(1-Chloro-2-hydroxyethyl)-4,4-dimethylcyclohexa-2,5dienone, precursor of 4,5-dimethylbenzo[b] furan from red alga Desmia hornemanni. Tetrahedron Lett. 26, 2335–2336.
10. Howard, B.M., dan Fenical, W. 1976. Tetrahedron Lett. hlm 41-44 11. Ishitsuka M.O., Kusumi T. Kakisawa H., 1988. Antitumor And xenicane and norxenicane lactones from the brown alga Dictyota dichotoma, J. Org. Chem. 53, 5010–5013. 12. Kazlauskas, K., Murphy, P.T., Quinn, K.J. and Wells, R.J. 1975. Int. Symp. Mar. Nat. Prod.
86
13. Kitagawa I, Kobayashi M, Kyogoku Y. Marine natural product. IX. 1981. Structural elucidation of triterpenoidal oligoglycosides from the Bahamean sea cucumber Actinopyga agassizi. Chem Pharm Bull. 30:2045–2050. 14. Konig G.M., Wright A.D. Sticher O., de Nys R. 1991. Five New Monoterpenes from the Marine Red Alga Portieria hornemannii. Tetrahedron Lett. 47:5717– 5724. 15. Komoto S, Mc Connell OJ, Cross SS. 1987. Antitumor and antiviral furanoditerpenoids from a marine sponge. Chem Abstr. 111: 50424x. 16. Kusumi T, Uchida H, Ishitsuka MO, Yamamoto H, Kakisawa H. 1988. Alcyonin, a new cladiellane diterpene from the soft coral Sinularia flexibilis. Chem Lett. 1077–1078. 17. Kwaku Kyeremeh, Thomas C. Baddeley, Bridget K. Stein, Marcel Jaspars. 2006. A homologous series of eunicellin-based diterpenes from Acalycigorgia sp. characterised by tandem mass spectrometry. Tetrahedron Lett. 62,(37):8770– 8778 18. Miyamoto, T., Higuchi, R,. Marubayashi, N., and Komori, T. 1988. Studies on the constituents of marine opisthobranchia, IV: Two new polyhalogenated monoterpenes from the sea hare Aplysia kurodai. European Journal of Organic Chemistry. 12, 1191–1193. 19. Natori, T., Kawai, H., Fusetani N. 1990. Tubiporein, a novel diterpene from a Japanese soft coral Tubipora sp.. Tetrahedron letters. Coden Teleay. 31(5), 689690. 20. Pacheco F.C., Pulgarin J.A, Mollinedo F., Martin M.N., Fernandez J.J., and Daranas A.H. (2011). New Polyether Triterpenoids from Laurencia viridis and Their Biological Evaluation. Marine Drugs. 9, 2220-2235 21. Schmitz, F.J.; Michaud, D.P.; Schmidt, P.G. 1982, Marine natural products: parguerol, deoxyparguerol, and isoparguerol. New brominated diterpenes with modified pimarane skeletons from the sea hare Aplysia dactylomela. J. Am. Chem. Soc. 104, 6415-6423. 22. Sims, J.J., Fenical, W., Wing, R.M., dan Radlick, P., 1973, J. Am. Chem. Soc, 95, 972-973. 23. Suzuki, T.; Takeda, S.; Suzuki, M.; Kurosawa, E.; Kato, A.; Imanaka, Y. 1987, Cytotoxic squalenederived polyethers from the marine red alga Laurencia obtusa (Hudson) Lamouroux. Chem. Lett. 16, 361-364.
87
24. Tsai T-C., Wu Y-J., Su J-H., Lin W-T and Lin Y-S. 2013, A New Spatene Diterpenoid from the Cultured Soft Coral Sinularia leptoclados. Marine Drugs. 11, 114-123 25. Yang Li, Wen-ting Chen, Yue-wei Guo. 2012. Terpenoids of Sinularia Soft Corals:Chemistry and bioactivity. Acta Pharmaceutica Sinica B. 2(3):227–237 26. Yin J., Zhao M., Ma M., Xu Y., Xiang Z., Cai Y. 2013. New Casbane Diterpenoids from a South China Sea Soft Coral, Sinularia sp. Marine Drugs. 11, 455-465 (hal 35)
88
BAB III STEROID LAUT 3.1. Pendahuluan Pada umumnya steroid laut ditemukan dalam bentuk sterol. Sterol adalah kelompok steroid yang mengandung gugus hidroksil. Meskipun steroid yang dihasilkan oleh organisme darat dan laut memiliki kerangka dasar yang sama yakni 1,2-siklopentanoperhidropenantren namun kedua kelompok ini ditemukan banyak yang memiliki perbedaan pada subtituen dan jenis rantai sampingnya. Steroid adalah salah satu kelompok metabolit sekunder yang sangat melimpah, berbagai jenis hormon merupakan turunan steroid dan lazim disebut hormone steroid. Steroid dalam organisme dihasilkan melalui jalur biogenetik asam mevalonat dengan prazat asetilkonenzim-A. Metabolisme steroid diturunkan melalui penataan ulang triterpen yang diawali oleh siklisasi skuelen dan penataan ulang lanosterol (pada heawan) dan sikloartenol (pada tumbuhan) menghasilkan berbagai turunan steroid. Ciri utama molekul
steroid
ditunjukkan
oleh
kerangka
dasar
berupa
1,2-
siklopentanoperhidropenantren, keragaman steroid terletak pada rantai samping yakni R1, R2 dan R3 serta pola oksigenasinya. R2
12
17
11 1
R3
13
R1
16
9
2
14
10
8
3
15
7 5 6
4
Siklopentanoperhidropenantren
Gambar 3.1. Kerangka dasar molekul steroid 1,2-siklopentanoperhidrofenantren 3.2. Sterol Laut Penelitian sterol laut mulai berkembang sejak tahu 1970, ketika itu banyak ditemukan sterol laut yang unik. Perbedaan dengan sterol darat biasanya terletak pada pola alkilasi rantai samping termasuk ditemukannya rantai samping sebagai cincin siklopropil, alkilasi pada karbon 22 dan 23, karakteristik hidroksilasi, bentuk-
89
bentuk peroksida sterol dan ditemukan sterol nonkonvensional dengan inti termodifikasi. Penelitian saat ini telah menunjukkan dengan jelas bahwa organisme laut mengandung senyawa sterol dengan deversivitas yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan hewan maupun tumbuhan darat. 3.2.1. Steroid Laut 2l atom karbon Kelompok sterid terkecil yang pernah diisolasi dari ikan bintang adalah 3β,6α-dihidroksi-5α-pregn-9(11)-en-12-on (3.1) oleh ApSimon dan Eenkhoorn (1974). Senyawa yang sama juga telah diisolasi dari mahkota ikan laut berduri Acanthaster planci. Disamping itu juga telah dilaporkan saponin turunannya yang disebut asterossaponin-A (3.2), merupakan glikosida dari O-(6-deoksi-α-Dgalaktopiranosil)-(1,4)-O-(6-deoksi-α-D-galaktopiranosil)-(1,4)-O-(
6-deoksi–α-D-
glukopiranosil)-1-(14)-6-deoksi-D-glukosa, yang berikatan melalui C-3, disamping itu, molekul ini juga mengandung ester sulfat yang terikat pada C-6. Pada ikan bintang Asterias rubens juga telah diisolasi suatu steroid pregnan 3β, 6α-dihidroksi5α-pregn-20-on (3.3) jenuh beserta turunannya yakni 3β, 6α, 20β-trihidroksi-5-αpregn-9(11)-en-20-on (3.4).
O
OH
HO H
HO H
OH
OH
(3.4)
(3.3)
90
3.2.2. Steroid Laut 22 atom karbon Kanazawa dan Teshima (1971) telah melaporkan suatu sterol yang tidak lazim dengan 22 atom karbon dan memiliki dua ikatan rangkap pada C5-C6 dan C20-C21 yaitu Sterol 3β-hidroksi-5(6), 20(21)-diena (3.5), diisolasi dari ketam Tapes philippinarum. Struktur molekulnya diusulkan sebagai berikut.
HO
(3.5) 3.2.3. Steroid Laut 24 atom karbon Dua senyawa sterol laut dengan 24 atom karbon telah dilaporkan oleh Vanderah dan Vanderah (1977), keduanya diisolasi dari pena laut Ptilosarsus gurneyi. 3β-hidroksil-5(6)-ena 24 ester metil kolat (3.6), kerangka molekulnya sejenis asam kolat namun sangat berbeda pada pola oksigensinya, tidak memiliki gugus hidroksil pada C7 dan C9 dan mengandung gugus ester pada ujung rantai samping.
O OCH 3
HO
(3.6) 3.2.4. Steroid Laut 26 atom karbon Kelompok sterol ini memiliki rantai samping dengan 7 atom karbon, tidak menunjukkan adanya tambahan oksigenasi kecuali gugus fungsi hidroksil yang ada
91
pada C-3, hal tersebut menjadi penciri yang unik bagi sterol laut ini. Sterol jenis ini diketuhui terdistribusi secara luas diantara invetebrata. Beberapa di antaranya telah dilaporkan, yaitu (22E)-24-Norkolesta-5,22-dien-3β-ol (3.7) yang ditemukan pada molusca Pelecypod oleh Idler (1970). Sterol sejenis adalah (22E)-24-Nor-5-kolesta7,22-dien-3β-ol atau Asterosterol (3.8), telah dilaporkan oleh Kobayashi (1972) yang ditemukan pada bintang laut Asterias amurensis. Disamping itu, juga telah dilaporkan
(22E)-24-Nor-5-kolet-22-en-3β-ol
(3.9)
ditemukan
dalam
spon
Halocynthia roretzi oleh Erdman (1972) 24-Norkolest-5-en-3β-ol (3.10) dilaporkan berasal dari Placopectenmagellancus.
(3.8)
HO
HO
H
(3.7)
HO H
HO
(3.9 )
(3,10 )
3.2.5. Steroid Laut 27 atom karbon Sterol dengan atom karbon 27 yang berasal dari organisme laut memiliki varian kerangka molekul serupa dengan kolesterol dengan memiliki ikatan karbon jenuh maupaun tidak jenuh. Meskipun banyak diantaranya memiliki gugus teroksigenasi yang lebih banyak. Erdman (1972) telah mengisolasi trans-22-5βdehidrokolestanol (3.11), berasal dari Hymeniacidon perleve, disamping itu juga
92
telah
ditemukan
cis-22-kolesta-5,22-dien-3β-ol
(3.12).
Sheik
(1973)
telah
melaporkan adanya trans-22-5β-kolesta-7,24-dien-3β-ol (3.13).
HO
HO
H
(3.12)
(3.11)
HO H
(3.13). Telah ditemukan pula suatu kelompok sterol C-27 namun memiliki keunikan karena pada rantai sampingnya nonkonvensional, tidak memiliki gugus metil terminal. (22E)-27-Nor-(24S)-24-metilkolesta-7,22-diena-3β-ol (3.14), atau biasa dinamakan amuresterol yang ditemukan pada pada ikan bintang Leiaster leachi oleh Kobayashi (1974). Sterol sejenis juga telah dipisahkan dari anelida cacing Pseudopotamilla occelata adalah (22E)-27-Nor-(24S)-24-metilkolesta-5,22-diena3β-ol (3.15) yang juga disebut occelasterol. Sterol ketiga yang memilki rantai samping 27-nor atau serupa dengan amurestana adalah (22E)-27-Nor-(24S)-24-metil 5α-kolest-22-diena-3β-ol (3.16) atau Patinosterol, dilaporkan oleh Kobayashi (1975).
(3.14)
HO
HO
H
93
(3.15)
HO H
(3.16)
Telah dilaporkan pula beberapa sterol C27 memiliki pola oksigenasi yang beragam terutama dalam bentuk gugus hidroksil. Fattorusso (1975) melaporkan Kolesta-5,23-diena-3β, 25-diol (3.17), (3.18), yang diberi nama liagosterol dengan rantai samping 23 cis dan trans sebagai isomer telah diisolasi dari laga merah Liagora distenta. Senyawa yang serupa juga telah dilaporkan Sheik (1972), 5αKolesta-9(11)-17(20),24-triena-3β,6α-diol (3.19) yang diisolasi dari ikan bintang berduri Acanthaster planci. Suatu sterol triol diisolasi dari ikan laut Asterias amurensis adalah 5α-Kolesta-9(11)-3β,6α,23-triol (3.20) dilaporkan oleh Ikegami (1972). OH
OH
HO
HO
(3.18)
(3.17)
OH
HO H
HO
OH
H OH
(3.20)
(3.19)
94
Suatu hal yang lebih menarik dengan ditemukannya kelompok senyawa ini memiliki gugus keton sebagai gugus fungsi pada rantai samping. Dari Marthasterias glacial ditemukan martasteron atau 3β,5α-Dihidroksi-5α-kolesta-9(11)-24-diena-23on (3.21) disebut Martasteron dilaporkan oleh Nicholson (1976), bersama dengan itu ditemukan pula turunannya berupa glikosida yang terikat pada C6. Molekul serupa juga telah dipisahkan dari 3β,5α-Dihidroksi-5α-kolesta-9(11)-24-diena-23-on-6β-Dglikosida (3.22) dinamai Glukosida Martasteron. Senyawa keto diol yaitu 3β,6αDihidroksi-5α-kolesta-9(11)-20(22)-diena-23-on (3.23) dan
3β,6α-Dihidroksi-5α-
kolesta-9(11)-20(22)-diena-23-on 6-β-D-6’-deoksiglukosida (3.24) ditemukan pada ikan A. planci dilaporkan oleh Sheik (1972). Bersama itu juga telah ditemukan sterol yang mengandung tiga gugus hidroksi yaitu 3β,6α-Dihidroksi-5α-kolesta-9(11)20(22)-diena-23-on (3.25) dikenal sebagai tarnasterol A.
O
O
HO
HO H
H OH
(3,21)
O
O
HO
(3.23)
O -glukosida
(3.22)
HO H
H OH
(3.24) OH
O
(3.25)
HO H OH
95
O 6' -deoksiglukosida
Keragaman sterol C27 sangat variatif terutama adanya gugus hidroksil yang melimpah. Beberapa contoh dari kelompok sterol ini berbeda dengan sterol lain yang telah dilaporkan sebelumnya karena mengandung lebih banyak gugus hidroksil, umumnya memiliki gugus hidroksil pada C15 dan tidak memiliki ikatan rangkap. 5αKolestana-3β,6α,15α,24ξ-tetrol (3.26) diisolasi dari ikan bintang Jepang Asterias amurensis oleh Kamiya (1974). Senyawa tetrol yang lain juga telah dipisahkan dari gorgonia Pseudopterogorgia elisabethae adalah 5α-Kolestana-3β,5α,6β,9α-tetrol (3.27) dilakukan oleh Scmitz (1976).
OH
OH
OH
OH HO
HO
OH
H
OH
OH
(3.27)
(3.26)
Dari empedu ikan hiu telah dipisahkan 5β-Kolestana-3α,7α,12α,24ξ,26,27heksol (3,28) dikenal dengan nama Skimol. Bersama itu juga telah dilaporkan anhidroskimol atau 5β-Kolestana-24(26) epoksida-3α,7α,12α,27-heksol (3.29). Dua alkohol empedu
juga telah dipisahkan dari hagfish yaitu miksinol atau
Kolestana-3β,6α,16α,26-tetrol (3.30) dan
16-Deoksimiksinol atau 5α-Kolestana-
3β,7α,26-triol (3.31) dilaporkan oleh Anderson (1967). O
OH OH
OH
OH OH
OH
HO
HO
OH
OH H
H
3.28)
(3.29)
96
5α-
OH
OH OH
OH
HO
H
HO
OH
OH H
(3.31)
(3.30)
SOAL 1. Jelaskan dengan 3 contoh karakteristik molekul steroid laut 2. Buat struktur konformasi molekul di bawah dan beri nomor serata nama IUPAC OH
OH HO OH OH
3. Berdasarkan struktur konformasi tersebut tuliskan reaksnya dengan (1). Asam asetat (2). CrO3 4. Tulis rumus 3 molekul steroid yang bersifat anti bakteri dan sebutkan sumbernya
97
DAFTAR PUSTAKA 1.
Anderson, I.G., Haslewood, G.A.D., 1967. Biochem. J. 104, 1061
2.
Erdman, T.R., Thomson, R.H. 1972. Tetrahedron. 28, 5163
3.
Fattorusso, E., Magno, S., Mayol, L. 1975. Tetrahedron. 31, 1715
4.
Idler, D.R., Wiseman P. 1970. Comp. Biochem. Physiol. A. 38, 581
5.
Ikegami, S., Kamiya, Y.,Tamura, S. 1972. Tetrahedron Lett. 3725
6.
Kamiya, Y., Ikegami, S., Tamura, S. 1974. Tetrahedron Lett. 655
7.
Kanazawa, A., Teshmina, S. 1971. Nippon Suisan Gakkaishi. 37, 675
8.
Kobayashi, M., Mitsuhashi, H. 1974. Tetrahedron. 30, 2147
9.
Kobayashi, M., Mitsuhashi, H. 1975. Steroids. 26, 605
10. Nicholson, S.H., Turner, A.B. 1976. J. Chem. Soc. Perkin Trans. I. 1357 11. pSimon, J.W., Eenkhoorn, J.A. 1974. Can. J. Chem. 52, 4113 12. Sheikh, Y.M., Djarassi, C. 1973. Tetrahedron Lett. 2927 13. Sheikh, Y.M., Tursch, B., Djarassi, C. 1973. J.Am. Chem. Soc. 94. 3278 14. Sheikh, Y.M., Djarassi, C. 1973. Tetrahedron Lett. 2927 15. Scmitz, F.J., Campbell, D.C., Kubo, I. 1976. Steroids. 28, 211 16. Vanderah, D. J., Djerassi, C. 1977. Tetrahedron Lett. 683
98
BAB IV ALKALOID 4.1. Pendahuluan Alkaloid termasuk kelompok molekul metabolit sekunder yang terseber luas di alam dan banyak juga ditemukan dalam biota laut. Nitrogen merupakan ciri utama dari kelompok senyawa ini baik sebagai bahagian dari cincin heterosiklik maupun sebagai gugus subtituen pada cincin. Pada umumnya molekul alkaloid disintesis dalam organisme dengan menggunakan asam amino sebagai prazat atau prekursor sintesis. Meskipun ada juga sebagian kecil alkaloid disintesis tidak menggunakan asam amino sebagai prekursor, kelompok ini dikenal sebagai pseudoalkaloid. Karakteristik kimiawi alkaloid bersifat basa, hal ini tercermin pada penamaan alkaloid yang berasal dari kata alkali yang berarti bersifat basa. Sifat basa molekul alkaloid disebabkan oleh adanya gugus nitrogen yang bersifat basa melekat pada molekul alkaloid. Banyak temuan melalui hasil penelitian menunjukkan penyebaran dan keragaman molekul alkaloid dalam organisme laut sengat luas. Begitu pula manfaat fisiologi dan farmakologi kelompok senyawa ini telah banyak diungkapkan memiliki prospek yang sangat tinggi. Selain dari pada itu, yang cukup menarik para peneliti terhadap adanya keunikan tersendiri molekul alkaloid yang berasal dari organisme laut. 4.2. Pirol Alkaloid Alkaloid pirol terbrominasi telah ditemukan pada berbagai organism laut menunjukkan struktur molekul yang unik. Bakteri berwarna ungu dari genus Alteromonas menghasilkan tetrabromopirol (4.1) dan satu alkaloid bispirol yaitu heksabromo-2,2’-bispirol
(4.3)
dilaporkan
oleh
Anderson
(1974)
bersifat
antimikroba terhadap Stayphylococcus aureus, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa dan Candida albicans secara in vitro. Disamping itu adanya alkaloid terbrominasi yaitu asam 4,5-dibromopirol-2-karboksilat (4.2).
99
Br
Br
Br
Br
Br N H
N H
Br
(4.3) Ageladian-A (4.4) suatu alkaloid yang memiliki struktur cukup unik, merupakan kombinasi dari unit pirol-piridin-imidazol, telah diisolasi dari spons Agelas nakamurai yang bersifat anti-angiogenik. Alkaloid (4.5) diisolasi dari Teichaxinella morchella dan Ptilocaulis walpersi menunjukkan sifat toksitas terhadap sel L1210 (Wright and Thompson, 1987). Suatu alkaloid pirol dengan struktur
2,3,4-tribromo-5-(1’hidroksi-2’,4’-dibromopenil)
atau
disebut
pentabromopenilpirol (4.6) diproduksi oleh beberapa bakteri, aktif in vitro terhadap leukemia dan sel melanoma tetapi tidak aktif in vivo (Laatsch dan Pudleiner, 1989). Porpirin corallistin-A (4.7) diisolasi dari Corallistes sp dari karang laut.
100
4.3. Alkaloid Imidazol Girollin (4.8) telah ditemkan pada spons Pseudaxissa cantharella yang aktif terhadap P388 pada 0,001-1 g/ml. Pada Aplydium sp telah dilaporkan dua isomer turunan 1,2,3-tritian (4.9) dan (4.10) keduanya menunjukkan keaktivan terhadap P388 dengan nilai IC50 12 dan 13 µg/ml (Copp 1989).
101
Pironamida (4.11) diisolasi dari spons Leucetta, toksit terhadap sel KB dengan MIC 5 µg/ml (Akee 1990). Alkaloid 2-amino imidasol yang dikanal dengan nama namidin (4.12) ditemukan pada Leucetta chagosensic (Carmely 1989), namidin bersifat sitotoksik terhadap sel P388 dengan IC50 = 2 µg/ml.
Metabolit utama dari spons Filipina Oceanapia sp. adalah alkaloid oceanapamin (4.13) memiliki kerangka dasar alkaloid imidasol histamin. Bersifat antibacterial, diisolasi dari garam trifluoroasetat. Struktur dan konfigurasi mutlak oceanapamin ditentukan oleh data spektroskopi. Senyawa ini menunjukkan aktivitas antimikroba, yang menghambat B. subtilis dan E. coli pada 25 g/ disk, S. aureus dan C. albicans pada 50 g/ disk dan P. aeruginosa pada 100 g/ disk..
4.4. Piridin dan Piperidin Dari spon Theonella swinhoei dilaporkan adanya piridin alkaloid theonelladin A-D (4.14 – 4.17) (J.Kobayashi 1989). Senyawa-senyawa tersebut dilaporkan 20 kali
102
lebih kuat dari kafein untuk membebaskan Ca2+ dari reticulum sarcoplasmic. Perbandingan aktivitas keempat senyawa tersebut ditunjukkan pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Aktivitas Theonelladin terhadap P388 dan L1210 No
.
Molekul
L1210 IC50
KB ED50
(µg/ml)
(µg/ml)
1.
(4.14)
4,7
10
2.
(4.15)
1,0
3,6
3.
(4.16)
3,6
10
4.
(4.17)
1,6
5,2
(Sumber : J.Kobayasi 1989) Juga telah dilaporkan alkaloid pridin yang dipisahkan dari Niphates sp, yaitu
nipatine-A (4.18) dan nipatin-B (4.19). Keduanya menunjukkan korelasi molekuler yang dekat satu sama lainnya dan menunjukkan sifat sitotoksit yang kuat terhadap P388 dengan nilai IC50 = 0,5 µg/ml (Quinon dan Crews, 1987).
103
Suatu alkaloid makrosiklik yaitu haliklamin-A (4.20) dan B (4.21), diisolasi dari spons genus Haliclona dan ilaporkan lebih aktif dalam pengujian berbagai macam sel (Fusetani 1989).
Dua isomer alkaloid piperidin yaitu pseudodistomin-A (4.22) dan B (4.23) merupakan sepasang isomer E dan Z telah ditemukan pada bagian kulit Pseudodistoma kanoko. Pseudodistomin adalah alkaloid piperidin yang pertama ditemukan dalam organisme spons laut Niphates sp
104
4.5. Alkaloid Turuna Purin Benerapa alkaloid dengan kerangka dasar purin telah ditemukan di berbagai organisme laut. Telah dilaporkan bahwa Sagartia troglodytes memiliki alkaloid dengan struktur 1-iminometil-3- metil-6-aminometil-9H-purin (4.24) yang memilki kemampuan menghambat pertumbuhan tumor, virus tanaman atau bakteri. Dilaut Pasifik Utara ditemukan Phidolopora pacifica yang mengandung desmetilpidolopin (4.25) yang menunjukkan aktivitas antimikroba.
Spons Fijian Jaspis johnstoni dilaporkan menandung dua nuklesida sitotoksik (ZabriskiE, 1989). 5-(metoksikarbonil) turbesidin (4.26) dan toyokamisin (4.27). Nuklesida ini memperlihatkan nilai IC50 masing-masing 0,0026 dan 0,27 µg/ml terhadap L1210. Dari berbagai penelitian menggsmbarkan bahwa sumber utama nukleosida pada spons adalah hasil simbiosis dengan bakteri.
105
Rigidin (4.28) adalah alkaloid pirolpirimidine telah diisolasi dari bagian kulit Eudistoma cf. rigida. Rigidin menunjukkan aktivitas antagonis Kalmodulin.
4.6. Kuinolisidin dan Indolisidin Telah dilaporkan adanya akalaoid laut yang memiliki kerangka dasar kuinolisidi dan indolisidin. Klavepistin A (4.29) dan klavepistin B (4.30) memiliki keragka dasar kuinolisidin sedangkan stellettamid (4.31) memiliki kerangka dasar indolisidin.
Klavepistin A dan B diisolasi dari tunika Clavelina picta yang
menujukkan bersifat aktif terhadap P388 dan tiga tumor pada manusia (A-549, U521 dan SN12K1) dengan IC50 = 1,8 – 8,5 µg/ml (Raub 1991).
Stellettamid
ditemukan pada spons Stelleta sp, menunjukkan aktivitas anti fungal dan juga menghambat perkembangan sel K562 epitelium dengan nilai IC50 = 5,1 µg/ml. (Hirota 1990).
106
4.7. Indol Alkaloid Pada umumnya alkaloid indol laut merupakan senyawa-senyawa yang sederhana. Namun, beberapa alkaloid indol memiliki bentuk struktural yang unik.. Dari spons Polyfibro Spongia australis telah ditemukan triptamin terbrominasi yakni 5,6-dibromotriptamin (4.32)
dan N-metil-5,6-dibrmotriptamin (4.33) diperoleh.
menunjukkan aktivitas antibakteri in vitro pada gram negatif, gram positif, dan menghambat agregasi trombosit darah.
Dari spons Axinella sp telah diisolasi herbindol A (4.34), B (4.35), C (4.36) yang bersifat sitotoksik dan antifedan (Herb 1990).
Suatu bisindol (4.37) telah diisolasi dari alga biru-hijau Rivularia firma dilaporkan bersifat anti-inflamasi.
Dragmacidin (4.38) ditemukan pada spons
Dragmascidon sp bersifat toksit terhadap P388 dengan IC50 3,7 μg/ml dan juga terhadap paru-paru A549, usus besar KCT-8 dan sel payudara MDAMB dengan IC50 1-10 μg/ml. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh dragmacidon A (4.39) diisolasi
107
dari spons Pasifik Hexadella sp. dikumpulkan dari pantai Inggris-Columbia, bersifat sitotoksik terhadap sel L1210 dengan ID50 10 μg/ml. H N Br Br Br Br N H
(4.37)
Dari spons Topsentia qenitrix telah dilaporkan beberapa alkaloid turunan topsentin (4.40), topsentin B (4.41) dan topsentin C (4.42), (Bartik 1987) semuanya toksit terhadap ikan. Alkaloid yang serupa juga telah dilaporkan diisolasi dari famili Holichondriidae yaitu dehidrodeoksibromo topsentin (4.43) memiliki aktvitas invitro terhadap P388. Ashour (2006) telah melaporkan alkaloid indol yang ditemukan pada spesies Petrosia nigricans yang beasal dari Pulau Barranglompo, SulawesiIndonesia yakni nigrikinol [4-((1H-Indol-3-il) metil)-2-amino-5-(1H-indol-3-il)-3Hpirol-3-one]. H N
H N
R1
H N
R2
O NH
(4.40) : R1 = R2 = H (4.41) : R1 = OH, R2 = H (4.42) : R1 = OH, R2 = Br
108
Fascaplisin (4.44) sebagai pigmen merah darah yang diperoleh dari spons Fiji Fascaplysinopsis sp. Fascaplisin, menunjukkan sifat antimikroba dan sitotoksik. Citorellamin (4,45) dilaporkan aktif terhadap sel L1210 dengan IC50 = 3,7 μg/ml (Roll et al 1985). Citorellamin merupakan alkolid disulfida simetris yang ditemukan pada tunika Polycitorella mariae dilaporkan pula memiliki sifat aktif terhadap berbagai mikroorganisme. Br
Cl HN
S
N H2
S
H2 N
NH
Cl (4.45) Br
β-Karbolin termasuk turunan alkaloid triptofan yang banyak ditemukan pada bahan alam laut. Pada Riterella sigilinoides telah dilaporkan sejumlah alkaloid eudistomin antara lain eudistomin B (4.46), C (4.47) dan D (4.48). Eudistomin B-C dilaporkan toksik terhadap sel L1210 (IC50 = 3,4; 0,36 dan 2,4 μg/ml) dan sel L5178Y (IC50 = 3,1; 0,42 dan 1,8 μg/ml) sedangkan eudistomin K dilaporkan sangat aktif terhadap P388. Dari Eudistoma juga telah ditemukan eudistomin tetrasiklik yaitu eudistomin E (4.49), K (4.50) dan L (4.51) ketiganya memiliki aktivitas antimikroba, anti virus yang sangat kuat.
109
Br Br
HO N
CH3 N
N H N H
H2N
H2N
(4.46)
S-CH3
(4.47) CH3
HO
R1
Br
N
R2
O
N N H
R3
N CH3
S H2N
(4.49) : R1 =Br, R2 = OH, R3 = H (4.50) : R1 = H, R2 = H, R3 = Br (4.51) : R1 = H, R2 = Br, R3 = H
(4.48)
Pada kulit tanaman Karibia Eudistoma olivaceum telah ditemukan eudistomin-A (4.52) memiliki pirol-β-karbolin dan eudistomin-G (4.53) memiliki struktur pirolinil-β-karbolin. HO
Br
N N H
(4.52)
Br
N N H
NH
Br
N
(4.53) N
HO
N H
N
(4.53)
Pada kulit tanaman Okinawa Eudistoma glaucus telah ditemukan pula turunan eudistomin A (4.53), senyawa ini menunjukkan aktivitas
antagonis
kalmodulin yang kuat dan merupakan antagonis kalmodulin pertama berasal dari
110
laut. Senyawa ini sekitar 15 kali lebih kuat dari W-7, sebuah antagonis kalmodulin terkenal. Telah dilaporkan pula bahwa eudistomin-B dapat berfungsi menghambat Na+, K+ ATP-ase, tetapi mengaktifkan ATP-ase oktomiosin, sedangkan eudistominC menunjukkan aktivitas antagonis kalmodulin Chartelline A (4.54) adalah β-laktam alkaloid indol yang unik, menunjukan sifat sitotoksisitas secara in vitro terhadap KB, dan sel PS, telah diisolasi dari Chartella papyraceayang dikumpulkan di perairan utara Inggris. Cl O
H N
Br
Br Br CH3 CH3
N
Br
(4.54)
Empat turunan flustramin, yaitu dihidroflustramin-C (4.55), dan N-oksida flustramin-D (4.56) serta N-oksida C dan N-oksida D telah diisolasi dari bryozoan Flustra foliaceae. Flustramin adalah alkaloid indol yang memiliki aktivitas terhadap mikroba. Oksidasi dihyro flustramine-C dan D menggunakan asam m-klorobenzoat menghasilkan N-oksida yang berkesusaian, masing-masing (4.57) dan (4.58). Hubungan biogenetik keempat molekul tersebut dapat diusulkan sebegai berikut. HO
HO
Isopren
NCH3
N H
Br
N H
Br
NCH3
(4.56)
(4.55)
(O)
(O)
HO
HO
N Br
N H
CH3
N
O
Br
N H
CH3
O
(4.58)
(4.57)
Grossularin-1 (4.59) dan grossularin-2 (4.60) dapat pula digolongkan kedalam kelompok alkaloid indol karena struktur memiliki unit-unit indol. Keduanya
111
telah diisolasi daritunika Dendrodoa grosularia (Guyot 1989), toksit terhadap sel L1210 (IC50 = 4 μg/ml), juga sangat toksit terhadap tumor usus besar dengan nilai IC50 = 0,001 μg/ml N(CH3)2
N(CH3)2 NH
N
NH
N
O
O
N
N N H
N H N H
(4.59)
OH
(4.60)
Kelompok alkaloid yang memilki struktur molekul lebih kompleks adalah manzamin. Manzamin-A (4.61) dilaporkan sebagai garam hidroklorida memiliki aktivitas terhadap sel P388 dengan IC50 = 0,07 μg/ml, diisolasi dari spons Halielona sp (Sakai 1986). Dari spons yang sama telah ditemukan manzamin-B (4.62) dan C (4.63). Manzamin-D (4.64) dan manzamin-E (4.65) dilaporkan berasal dari spons Xestospongia (Ichibia 1988). Aktivitas manzamin A hingga menzamin E terhadap sel P388 dapat dilihat pada IC50 berturut-turut yaitu A = 0,07 μg/ml B = 6 μg/ml ; C = 3 μg/ml; D = μg/ml 5 dan E = μg/ml 6.
N H H
N NH
N
N H
N H
H
OH
H
N
HN
Cl
(4.62)
(4.61)
112
OH
(4.67)
N H
N N H
H
N
N
N H
R
OH
N
(4.63)
(4.64) : R = H (4.65) : R = OH
O
Dilaporkan pula bahwa famili petrosiidae, seperti, Xestospongia sp. dan Petrosia sp, antara lain spons Petrosia hoeksemai ditemukan mengandung alkaloid manzamine. Dua metabolit sekunder telah diisolasi dari spons Petrosia hoeksemai yang dikoleksi dari Pulau Menjangan, Bali-Indonesia. Senyawa tersebut adalah manzamine A (4.61) dan xestomanzamine A (4.66). Senyawa alkaloid manzamine dilaporkan memiliki aktivitas antimalaria dan anti-HIV (Murti, 2006)..
N N H
O N
(4.66)
N CH3
4.8. Quinolin dan Isoquinoline Alkaloids Dilaporkan bahwa spons genus Suberites mengandung turunan aaptamin (4.67), (4.68) dan (4.69) bersifat anti tumor (Fedoreev 1988). Pada spons Aaptos aaptos telah diisolasi alkaloid yang sama (4.70) disamping alkaloid (4.71) yang toksit terhadap sel HeLa, dengan ED50 0,87 μg/ml. Sekelompok alkaloid pirolquinolin yaitu isobatzellin A-D (4.72-4.74) yang ditemukan pada ekstrak spons Batzella sp (Sun 1990). Keempat senyawa tersebut aktif terhadap C. albicans.
113
OCH3
OCH3
R1O
O
R2N
N N
N
(4.67) : R1 = CH3, R2 = H (4.68) ; R1 = H, R2 = H (4.69) ; R1 = H R2 = CH3
H3C
R
H3C
N
S-CH3 N
O
O
H2N
(4.70)
H2N
N
N Cl
X (4.72) ; R = SCH3, X = Cl (4.73) : R = SCH3, X = H (4.74) ; R = H, X = Cl
(4.71)
Spons biru Reniera sp. menghasilkan berbagai alkaloid isoquinoline, renieron (4.75) memiliki kemampuan aktivitas tertinggi sebagai anti-bakteri. Semua alkaloid yang telah diisolasi dari spons Reniera sp. menunjukkan aktivitas antimikroba terhadap mikroorganisme daratan maupun lautan. Renierone dan N-formil-1,2dihidrorenierone (4.76 dan 4.77) keduanya menghambat pembelahan sel dalam telur landak laut yang dibuahi. Renierone bersama O-demetilrenierone (4.78) dan kribrostatin (4.79) ditemukan pula pada Petrosian sp. Asal Filipina (El Sayed, 2001)
(4.76); R = H (4.77); R = CH3
(4.75)
114
O
O
HO3S
N HO
O
N N H O
O
O
O
(4.79)
(4.78)
Sebuah alkaloid isoquinoline imbricatin (4.80) telah diisolasi dari bintang laut Dermasterias imbricata. Alkaloid tersebut menunjukkan aktivitas signifikan anti- neoplastik, juga toksit terhadap L1210 IC50 < 1 μg/ml (Pathirana, 1986) CH3 N
NH2
N COOH S HO
COOH NH OH
(4.80) OH
Sigel (1970) telah berhasil mengisolasi sejumlah molekul alkaloid kelompok ekteinasidin bersifat sangat aktif
terhadap sel P388 dari spons Ecteinascidia
turbinata. Ekteinasidin (4.81), (4.82), (4.83) dan (4.84). Berikut Rinehart dkk (1991) melaporkan adanya melekul serupa (4.85) dan (4,86) namun memiliki karakteristik dengan adanya unit tetrahidrokarbolin sebagai pengganti tetrahidroisokuinolin. Berikut ditunjukkan perbandingan ekteinasidin berdasarkan tingkat keaktifan invivo. Ekteinasidin memiliki prospek untuk dikembangkan sebagai obat baru.
115
OCH3
OCH3 HO OAc
H
HO
CH3 OAc
H
H
H H
H
H 3C
H 3C
NR2
NR
N
N
O
H
O H O
O
S
X
H
H O
O
NH
H
S R 1
O
O H3CO
CH3
H
H N HN
HO
(4.81) : R = H, (4.82) : R = CH3, (4.83) : R = CH3, (4.84) : R = CH3,
X= X= X= X=
(4.85) : R1 = OH, R2 = CH3 (4.86) : R2 = OH, R2 = H
OH OH H CN
Tabel 4.2. Aktivitas Ekteinasidin terhadap P388 dan L1210 In vivo activity T/C In vitro No Molekul (μg/Kg) (%) (μg/ml) 1.
(4.81)
3,8
214
0,00093 (P338)
2.
(4.82)
15
167
0,0013
3.
(4.83)
250
111
0,00088 (L1210)
(P388)
(Sumber: Wright, 1990) 4.9. Miscellaneous Alkaloid Halichlorine (4.87) dan asam pinnaik (4.88) keduanya erat terkait dengan alkaloid yang diisolasi oleh Okinawan dari kerang Pinna muricata dan Halichondria okadai. Kedua senyawa menunjukkan
spons
aktivitas anti-inflamasi,
meskipun dengan mekanisme yang berbeda. Asam pinnaik menghambat cPLA2 in vitro (IC50 = 0,2 mM) sedangkan halichlorine melawan adhesionmolecule-1 (VCAM-1) padasel pembuluh darah.
116
(4.87)
(4.88)
Beberapa bromotirosine turunan alkaloid telah diisolasi dari spons, purealin (4.89) dan lipopurealin A-C (4.90-4.92) telah diperoleh dari spons Okinawan Psammaplysilla purea.
(4.89) Purealin dan lipopurealin-A dan C (4.90 dan 4.92) mampu menghambat aktivitasion Na+, K+-ATPase. Purealin (4.89) adalah produk alam pertama yang ditemukan untuk aktivitas myosin K. EDTA-ATP-ase dimana enzim ini memiliki aktivitas penghambatan oleh lipopurealin B (4.91).
117
(4.90) : R = CO (CH2)12CH3 (4.91) : R = CO (CH2)11(CH3)2 (4.92) : R = CO (CH2)14CH3
Bagian kulit selektif mengakumulasi vanadium (atau besi) khususnya dalam sel-sel darah. Bagian kulit Molgula manhattensis telah menghasilkan dua tunichromes (4.93 dan 4.94) yang dilaporkan dapat mengakumulasi logam.
(4.93) = R1 = R2 = H (4.94) = R1 = R2 = OH Zoantamin
(4.95),
zoantenamin
(4.96),
zoantamida
(4.97),
deoksizoantanamina (4.98) dan zoantaminona merupakan kelas baru alkaloid yang telah diisolasi dari spesies baru koloni zoantial dari genus Zoanthus dikumpulkan dari Teluk Benggala. Struktur zoantamin telah ditentukan oleh analisis kristalografi Sinar-X.
118
(4.95)
(4.96)
(4.97) (4.98) Alkaloid pertama Aplisepine (4.99) 1,4-benzo-diazepine asal laut diisolasi dari kelinci laut Aplysia kurodi. The Cangkang moluska Guinea baru Dolabella auricularia ditemukan mengandung serangkaian chlorin hijau-biru. Salah satu senyawa ini ditemukan khelat nikel-tunichlorin (4.100) yang sebelumnya hanya diisolasi dari bagian Karibbean Trididemnum solidum. Penemuan tunichlorin di wilayah laut menunjukkan bahwa kejadian tersebut adalah hewan laut mungkin lebih umum mengkonsumsi ganggang. Tiga alkaloid imidazol, leucettamines A dan B, dan
119
leucettramidine diisolasi dari spons Palawan Leucetta microraphis dan strukturnya telah dielusidasi pada analisis spectra luas dasar Leucettamine A menunjukkan Aktivitas leukotrien ampuh mengikat reseptor B4 (Ki = 1,3 M).
(4.99)
(4.100)
Biard melaporkan hasil isolasi dan elusidasi struktur dari alkaloid laut lepadiformine (4.101) dari bagian kulit tanaman laut Clavelina lepadiformis pada tahun 1994 dan kemudian dari C. moluccensis. Lepadiformine menunjukkan aktivitas sitotoksik terhadap berbagai lini sel tumor. Baru-baru ini, ditemukan bahwa lepadiformine sangat aktif in vivo dan in vitro dalam sistem kardiovaskular. Struktur lepadiformine ditentukan berdasarkan analisis luas
spektral. Baru-baru ini,
Kibayashi et al., melaporkan total sintesis dari (-) lepadiformine. Asmarines A (4.102) dan B (4.103) diisolasi dari ekstrak etil asetat spons laut Raspailia sp.yang dikumpulkan dari invertebrata laut pada Laut Merah. Alkaoilds ini menunjukkan aktivitas sitotoksik kuat terhadap empat baris sel kanker manusia. Struktur asmarine A dipastikan dengan analisis difraksi sinar-X. Sintesis total alkaloid ini baru-baru ini telah dicapai.
120
(4.101)
(4.102) (4.103) = 5’ Epi Berlinck et al., telah melaporkan isolasi dan penjelasan structural alkaloid laut ingenamine G (4.104), dan campuran cyclostellettamines baru G, H, I, K dan L (4.105-4.109) dari sponge laut Pachychalina sp. Ekstrak metanol ingenamine G menunjukkan aktivitas sitotoksik terhadap sel kanker
HCT-8 (kolon), B16
(leukemia), dan MCF-7 (payudara), aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus (ATCC 25923), Escherichia coli (ATCC 25922), dan empat strain S. aureus oxacilin-resistant, dan aktivitas antimikroba terhadap Mycobacterium tuberculosis strain H37Rv.
(4.104)
121
Senyawa (4.105) diisolasi sebagai padatan optik aktif setelah pemisahan berulang pada kromatografi.
Rumus molekul senyawa ditentukan sebagai
C32H51N2O oleh HR-FABMS (m/z 479,40007, calcd 479,40014). Rumus molekul menunjukkan adanya sembilan derajat ketidakjenuhan.
(4.105) = (4.106) = (4.107) = (4.108) = (4.109) =
m = 2, n = 3 m = 1. n = 3 m = 1, n = 4 m=1 n=5 m = 2, n = 5
SOAL 1. Jelaskan sifat kimia alkaloid 2. Tuliskan karakteristik molekul alkaloid yang bersal dari biota laut 3. Sebutkan pengelompokan molekul alkaloid, beri masing-masing 2 contoh 4. Jelaskan jenis/kelompok alkaloid (X) di bawah 5. Diskoneksi (X) dan temukan prekursornya 6. Tuliskan mekanisme biosintesis (X) menggunakan precursor yang anda temukan pada no. 5 7. Tuliskan reaksi (X) dengan (1) HCl
(2) NaOH
8. Perkirakan mengapa molekul (X) sangat aktif terhadap Virus
122
DAFTAR PUSTAKA 1.
Akee R.K., Carroll T.R., Yoshida W.Y., Scheuer P.J., Stout T.J., Clardy J. 1990. Two Imidazole Alkaloids From The Marine Sponge. J. Org. Chem. 55:1944– 1946.
2.
Ashour, M. A. A., 2006, Structure Elucidation of Bioactive Marine Natural Products Using Modern Methods of Spectroscopy, Diseretation.
3.
Anderson RJ, Wolfe MS, Faulkner DJ. 1974, Autotoxic Antibiotic Production By A Marine Chromobacterium. Mar Biol. 27:281–285.
4.
Berlinck, R.G.S.; Britton, R.; Piers, E.; Lim, L.; Roberge, M.; Moreira da Rocha, R.; Andersen, R.J. 1998, Granulatimide and Isogranulatimide, Aromatic Alkaloids with G2 Checkpoint Inhibition Activity Isolated From The Brazilian Ascidian Didemnum granulatum: Structure Elucidation and Synthesis. J. Org. Chem. 63, 9850-9856
5.
Biard, J. F.; Guyot, S.; Roussakis, C.; Verbist, J. F.; Vercauteren, J.; Weber, J. F.; Boukef, K. 1994, Tetrahedron Lett. 35, 2691.
6.
Carmely S., Ilan M., Kashman Y. 1989. 2-Amino Imidazole Alkaloids From The Marine Sponge Leucetta chagosensis. Tetrahedron Lett. 45:2193–2200.
7.
Copp B.R., Blunt J.W., Keyzers R.A., Munro M.H.G and Pannell, L.K., 1989. A Biologically Active 1,2,3-Trithiane Derivate From The New Zealand Ascidian Aplidium sp. D. Tetrahedron Lett. 30(28):3703–3706.
8.
El Sayed, K. L., Kelly, M., Kara, U. K., Ang, K. H., Katsuyama, I., Dunbar, D.C., Khan, A. A., and Hamann, M.T., 2001, New Manzamine Alkaloids With Potent Activity Against Infectious Disease, J. Am. Chem. Soc., 123, 1804 1808.
9.
Fedoreev, S. A.; Prokof’eva, N. G.; Denisenko, V. A.; Rebachuk, N. M. 1988, Pharm.Chem. J. (USSR) 22, 615–618.
10. Fusetani N, Yasumuro K, Matsunaga S, Hirota H, 1989, Haliclamines A and B, Cytotoxic Macrocyclic Alkaloids From A Sponge Of The Genus Haliclona. Tetrahedron Lett. 30: 6891. 11. Guyot, M., Moquin-Pattey, C. 1989, Grossularine-1 And Grossularine-2, Cytotoxic a-Carbolines From The Tunicate: Dendrodoa grossularia. Tetrahedron Lett. 45 (11), 3445– 3450.
123
12. Herb, R. et al. 1990. Tetrahedron. 46, 3089. 13. Hirota, H.; Matsunaga, S. & Fusetani, N. 1990. Stellettamide A, An Antifungal Alkaloid From A Marine Sponge of the Genus Stelletta. Tetrahedron Letters, New York, 30:4163-4164. 14. Ichiba, T.; Sakai, R.; Kohmoto, T.; Saucy, G.; Higa, T. 1988, Tetrahedron Lett. 29, 3083-3086. 15. Roll, D.M., Ireland, C.M., Lu, H.S.M., Clardy, J. 1985, Fascaplysin, An Unusual Antimicrobial Pigment From The Marine Sponge Fascaplysinopsis sp. J. Org. Chem. 53, 3276-8. 16. Kobayashi, J., Murayama, T., and Ohizumi, Y. 1989. Theonelladins A-D, Novel Antineoplastic Pyridine Alkaloids From The Okinawa Sponge Theonella swinhoei. Tetrahedron Lett. 30, 4833 17. Laastch, H., Pudleiner, H. 1989. Leibigs. Ann. Chem. 863-881 18. Murti, Y. B., 2006, Isolation And Structure Elucidation Of Bioactive Secondary Metabolites From Sponss Collected At Ujung Pandang And In The Bali Sea, Indonesia, Disertation. 19. Pathirana, C. and R. J. Andersen. 1986, Imbricatine, An Unusual BenzylTetrahydroisoquinoline Alkaloid Isolated From The Starfish Dermasteriasimbricata. Journal of the American Chemical Society, 108:8,288-9. 20. Quinoa, E., and Crews, P. 1987b. Nnyphatynes, Methoxylamine Pyridines From Sponge Niphates sp. Tetrahedron Lett. 28(22):2467-2468. 21. Raub, M.F. Cavdellina, J.H., Choundary, M.I., NI, C.Z, Clardy, J., E Alley, M.C., 1991. Clavepicitines A and B: Cytotoxic Quinolizidines from The Tunicate Clavelina picta. Journal The American Chemical Society. 133, 31783180. 22. Rinehart, K.L.; Sakai, R. 1991. Isolation, Structure Elucidation, And Bioactivities Of Novel Ecteinascidins From Ecteinascidia turbinata. US Pat. Appl. Publ. 0059112. 23. Roll, D.M.; Ireland, C.M.; Lu, H.S.M.; Clardy, J. 1988, Fascaplysin, An Unusual Antimicrobial Pigment From The Marine Sponge Fascaplysinopsis sp. J. Org. Chem. 53, 3276-8.
124
24. Sakai, R.; Higa, T.; Jefford, C. W.; Bernadinelli, G. 1986, J. Am. Chem.Soc. 108, 6404-6405. 25. Sigel, M.M., Welham, L.L., Lichter, W., Dudeck, L.E., Gargus, J., Lucas, A.H. 1970. Anticellular and Antitumor Activity of Extract from Tropical Marine Invertebrates. In: Younghen Jr HW, Food Drugs from the Sea Proceedings, Marine Technology Society, Washington, DC. 281-294. 26. Sun HH, Sakemi S, Burres N, McCarthy P. 1990, Isobatzellines A, B, C, and D. Cytotoxic And Antifungal Pyrroloquinoline Alkaloids From The Marine Sponge Batzella sp. J Org Chem. 55:4964–4966. 27. Wright, A.E, and Thompson, W.C. 1987, Compositions Imidazolylpyrroloazepines. Chem. Abstr. 110(17): 147852c
Containing
28. Wright, A.E.; Forleo, D.A.; Gunawardana, G.P.; Gunasekera, S.P.; Koehn, F.E.; McConnell, O.J. 1990, Antitumor Tetrahydroisoquinoline Alkaloids From The Colonial Ascidian Ecteinascidia turbinata. J. Org. Chem. 55, 4508-4512. 29. Zabriskie, T.M., Ireland, C.M. 1989. The Isolation and Structure of Modified Bioactive Nucleosides from Jaspis johnstoni. J Nat Prod. 52(6):1353-6.
125