KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM, DAN KEAMANAN REPUBLIK INDONESIA
LAPORAN HASIL RAPAT EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA AKSI PENANGANAN GANGGUAN KEAMANAN DALAM NEGERI (PGKDN) TAHUN 2013 TINGKAT PROVINSI PERIODE B09
JAKARTA,
OKTOBER 2013
1 PENDAHULUAN 1. Dasar a. Merujuk Inpres Nomor 2 Tahun 2013 tentang Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri Tahun 2013. b. Surat Perintah Sesmenko Polhukam Nomor 1289/Kemenko/Polhukam/Ses/10/2013 tanggal 8 Oktober 2013 tentang perintah melaksanakan evaluasi pelaksanaan rencana aksi penanganan gangguan keamanan dalam negeri tahun 2013 tingkat provinsi periode B09 di Makassar, Batam dan Surabaya (Wilayah Indonesia Bagian Timur, Barat dan Tengah). 2. Maksud dan Tujuan a. Maksud Maksud dari pembuatan laporan ini adalah untuk mengevaluasi pelaksanaan Rencana Aksi Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri periode B09 Wilayah Indonesia Bagian Timur, Barat dan Tengah. b. Tujuan Sedangkan tujuannya adalah untuk melaporkan kemajuan pelaksanaan Rencana Aksi masing-masing provinsi, mengevaluasi pelaporan periode B09 dan penyempurnaan pelaporan periode B12 yang akan datang. 3. Ruang Lingkup dan Tata Urut Laporan ini disusun mencakup semua kegiatan selama rapat evaluasi pelaksanaan Rencana Aksi Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri periode B09 di Wilayah Indonesia Bagian Timur, Barat dan Tengah, dengan tata urut sebagai berikut: a. b. c. d. e.
Pendahuluan Pelaksanaan Kegiatan Hasil yang dicapai Analisa dan Rekomendasi Penutup PELAKSANAAN KEGIATAN
4. Tahapan Kegiatan a. Persiapan Sebagai tahap persiapan telah dilakukan verifikasi terhadap pelaksanaan target B09 oleh masing-masing Provinsi di Indonesia, dan menginventarisir hal-hal yang perlu mendapat atensi terkait pelaksanaan Rencana Aksi Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri pada target B09 sebagaimana yang telah dilaporkan oleh masing-masing propinsi pada tanggal 21-28 September 2013 melalui sistem monitoring UKP-PPP.
2 b. Pelaksanaan 1) Monitoring dan Evaluasi di Indonesia Bagian Timur a) Berangkat dari Jakarta menuju Makassar tanggal 20 Oktober 2013. b) Pada tanggal 21 Oktober 2013 melaksanakan rapat evaluasi pelaksanaan Rencana Aksi Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri periode B09 khususnya di Provinsi se-wilayah Indonesia Bagian Timur. c) Kembali ke Jakarta tanggal 22 Oktober 2013. 2) Monitoring dan Evaluasi di Indonesia Bagian Barat a) Berangkat dari Jakarta menuju Batam tanggal 23 Oktober 2013. b) Pada tanggal 24 Oktober 2013 melaksanakan rapat evaluasi pelaksanaan Rencana Aksi Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri periode B09 khususnya di Provinsi se-wilayah Indonesia Bagian Barat. c) Pemantauan wilayah dan penyusunan laporan tanggal 25 Oktober 2013. d) Kembali ke Jakarta tanggal 26 Oktober 2013. 3) Monitoring dan Evaluasi di Indonesia Bagian Tengah a) Berangkat dari Jakarta menuju Surabaya tanggal 28 Oktober 2013. b) Pada tanggal 29 Oktober 2013 melaksanakan rapat evaluasi pelaksanaan Rencana Aksi Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri periode B09 khususnya di Provinsi se-wilayah Indonesia Bagian Tengah. c) Kembali ke Jakarta tanggal 30 Oktober 2013. c. Pengakhiran Penyusunan laporan hasil pelaksanaan tugas ke 3 Wilayah Indonesia, sebagai pertanggungjawaban Tim kepada pimpinan. 5. Rencana tindak lanjut Data dan informasi yang ditemukan pada saat evaluasi Rencana Aksi dapat diimplementasikan dengan baik oleh masing-masing provinsi se-wilayah Indonesia guna penyempurnaan pelaporan periode B12. 6. Penggunaan anggaran Disesuaikan dengan alokasi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun 2013 Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan. HASIL YANG DICAPAI 7. Rapat Evaluasi Pelaksanaan Rencana Aksi Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri Periode B09. a. Se-Wilayah Indonesia Bagian Timur Yang Diselenggarakan di Kota Makassar Pelaksanaan evaluasi pelaksanaan Rencana Aksi dibuka oleh Sesmenko Polhukam dan dihadiri oleh para undangan dari 11 Propinsi se-wilayah Indonesia Bagian Timur (Sekda, Ka.
3 Badan Kesbangpol, Ka. Bappeda, Asops Kodam/Danrem, Karo Ops Polda, Asintel Kejati). Adapun hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut: 1) Sambutan Sesmenko Polhukam sekaligus pembukaan secara resmi Rapat Evaluasi Pelaksanaan Rencana Aksi Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri Periode B09 a) Meminta para peserta rapat untuk memanfaatkan acara Rapat Evaluasi ini sebaikbaiknya, agar kedatangan peserta mendapatkan manfaat bagi daerah masingmasing maupun dinas yang diwaliki serta pahala dari ibadah yang dilakukan, guna kebaikan masyarakat daerah masing-masing. b) Tupoksi kita berada dalam aspek keamanan, salah satu sisi yang sangat menentukan, karena kesejahteraan tidak akan pernah tercapai bila situasi tidak aman. Pembangunan tidak dapat berjalan sebagaimana yang dikehendaki bila situasi tidak aman. c) Kita harus melaporkan hasil implementasi Rencana Aksi Tim Terpadu Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri kepada Presiden. d) Terima kasih kepada Forkompimda Provinsi Sulawesi Selatan yang sudah membuat Protap bersama, yang ditandatangani oleh pejabat daerah (Gubernur, Pangdam, Kapolda, Kajati dan Ketua Pengadilan Tinggi) tentang Penanganan Konflik Sosial di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. e) Pemerintah daerah sipil yang dipilih oleh rakyat setiap lima tahun, bertanggungjawab terhadap kesejahteraan rakyat, yaitu sandang, papan, pangan dan ketenteraman serta rasa aman, sangat keliru kalau Kepala daerah menyampaikan bahwa keamanan merupakan tanggungjawab TNI/Polri. Justru TNI/Polri membantu dan mendukung Kepala daerah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya. f) Sekarang kita sudah menjadi satu komunitas yang mempunyai tugas menciptakan rasa aman, semua itu akan terlaksana sangat tergantung pada pemimpin, terutama yang peduli terhadap stabilitas wilayahnya dari kemungkinan terjadinya konflik. Oleh sebab itu, sangat berterimakasih kepada Sekda yang hadir dalam rapat evaluasi B09, dan langsung memimpin delegasi dari Provinsi masing-masing. g) Capaian Tim Terpadu Pusat maupun Tim Terpadu Daerah sampai dengan bulan September 2013 yang dirasakan bahwa konflik sudah berkurang bila dibandingkan pada tahun 2012, akar masalah sudah terselesaikan tanpa adanya benturan, pencegahan sudah berjalan sesuai yang diinginkan Rencana Aksi, dan kita menyadari kesombongan/ego sektral tidak menyelesaikan masalah, akan tetapi keterpaduan yang dapat menyelesaikannya. h) Tim Terpadu Pusat akan turun ke daerah mambawa K/L terkait, Tim Terpadu Daerah memaparkan bila ada masalah yang tidak bisa diselesaikan, maka bola panas akan dibawa oleh Pemerintah Pusat untuk diselesaikan dengan K/L terkait. Selanjutnya bila daerah butuh kehadiran Pemerintah Pusat (K/L terkait) silahkan dikirimkan permintaan ke Kemenko Polhukam, dan Kemenko Polhukam akan
4 mengkoodinasikan dengan K/L yang dimaksud, dan ingat bahwa kita aparat negara ini berhak dihukum bila tidak melaksanakan kewajibannya. 2) Paparan Narasumber, Prof. Muh. Ilham dengan Judul Solusi Konflik Sosial di Daerah (Prespektif Penyelesaiannya) a) Sebagai mahluk hidup kita merasa aman jika hidup disuatu lingkungan yang kita kenal. Dalam kehidupan sehari hari kita dikelilingi obyek, manusia, bangunan yang akrab dengan kita. b) Terdapat 4 faktor penyebab konflik, yaitu perbedaan kepentingan, perbedaan kebudayaan, perbedaan antar individu, dan perubahan sosial. Terdapat 3 metode pengelolaan konflik, yaitu metode simulasi konflik, metode pengurangan konflik, dan metode penyelesaian konflik, sedangkan penyebab konflik sosial adalah: (1)
Hukum adat dan garis kekerabatan yang berbeda
(2)
Latar Belakang Sejarah yang berbeda
(3)
Wilayah Indonesia yang terdiri dari berbagai pulau
(4)
Kebudayaan geografis yang berbeda
c) Terdapat 3 alternatif pengendalian konflik, yaitu: (1)
Konsiliasi melalui lembaga yang memungkinkan diskusi dan keputusan yang adil antara pihak yang bertikai.
(2)
Mediasi melalui penunjukan pihak ketiga sebagai mediator.
(3)
Perwasitan atau arbitrase yang dilakukan dengan menerima pihak ketiga
yang akan memberikan keputusan tertentu untuk menyelesaiakan konflik. d) Selain alternatif tersebut, masih terdapat cara lain untuk mengendalikan konflik melalui pemberian perhatian pada salah satu kelompok, penggunaan orang ketiga, penggunaan aturan ketat. e) Kemampuan aparatur negara yang diinginkan, antara lain: (1) (2) (3) (4) (5) (6)
Kecerdasan Kecerdasan Kecerdasan Kecerdasan Kecerdasan Kecerdasan
Intelektual Emosional Spiritual Ekologis Sosial Moral
f) Tujuh dosa sosial, menurut Mahatma Gandhi: (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
Politik tanpa prinsip Sejahtera tanpa kerja Kesenangan tanpa hati nurani Pengetahuan tanpa watak Perniagaan tanpa moralitas Ilmu pengetahuan tanpa kemanusiaan Ibadah tanpa pengorbanan
5 g) Tujuh cacat karakter: (1)
Orang yang tidak pernah mengerjakan apa yang mereka janjikan;
(2)
Orang yang melemparkan pekerjaan mereka kepada anda;
(3)
Orang yang terlambat tetapi tidak mau minta maaf;
(4)
Orang yang berkata kepada anda “saya sangat sibuk”;
(5)
Orang yang mencuri ide anda;
(6)
Orang yang menolak ide anda hanya karena dia tidak lebih dulu memikirkan;
(7)
Orang yang tidak melepaskan anda dari kesukaran.
b. Se-Wilayah Indonesia Bagian Barat Yang Diselenggarakan di Kota Batam Pelaksanaan evaluasi pelaksanaan Rencana Aksi dibuka oleh Sesmenko Polhukam dan dihadiri oleh para undangan dari 10 Provinsi se-wilayah Indonesia Bagian Barat (Sekda, Ka. Badan Kesbangpol, Ka. Bappeda, Asops Kodam/Danrem, Karo Ops Polda, Asintel Kejati). Adapun hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut: 1) Sambutan Sesmenko Polhukam sekaligus pembukaan secara resmi rapat evaluasi pelaksanaan Rencana Aksi penanganan gangguan keamanan dalam negeri periode B09 a) Kita memperbaiki niat agar kegiatan yang kita laksanakan bermanfaat bagi kita, bermanfaat bagi masyarakat, dan mendapat pahala dari Tuhan Yang Maha Esa, sehingga hadiri yang hadir jauh meninggalkan daerahnya masing-masing tidak membuang waktu secara percuma. b) Kehadiran pimpinan daerah yang mempunyai tugas memutuskan (decition maker) sangat diharapkan karena dapat memberikan semangat bagi Tim Terpadu Provinsi masing-masing. c) Apresiasi terhadap Tim Terpadu Propinsi yang sudah melaksanakan Rencana Aksi dengan baik, dengan atensi yang tinggi sehingga dapat melaporkan progres kepada Kemenko Polhukam. d) Setiap Rencana Aksi memiliki ukuran keberhasilan check point tri-wulanan yang ditetapkan melalui penajaman aksi. Saat ini kita telah memasuki Rencana Aksi periode B09, dimana sebelumnya telah dilaksanakan penajaman-penajaman melalui Rencana Aksi B04 dan B06 yang telah kita lalui. Pada periode B09 ini diharapkan agar kita dapat lebih focus pada tahap implementasi Inpres Nomor 2 Tahun 2013, yaitu tentang bagaimana Pemerintah Daerah dan instansi terkait didalamnya lebih peka dalam menyikapi konflik yang sedang dan akan terjadi, mulai dari bagaimana pencegahan konflik, penghentian konflik sampai kepada pemulihan pasca konflik. e) Dalam pelaksanaan ditahap implementasi, aparat pemerintah dituntut untuk mampu bertindak secara cepat, sigap, kompak, dan terpadu dalam menghadapi segala kemungkinan maupun gejala yang berpotensi terjadinya konflik agar tidak meluas menjadi anarkis.
6 f) Sesuai dengan hasil penilaian Kemenko Polhukam, Provinsi yang berada pada 5 (lima) peringkat atas dari pelaporan dimaksud adalah Provinsi NTB, Kepulauan Riau, Kalimantan Timur, Gorontalo dan Jawa Tengah sedangkan Provinsi yang tidak menyampaikan laporan pada periode B09 adalah Provinsi Kalimantan Barat dan Sulawesi Tenggara. g) Diharapkan Gubernur selaku Ketua Tim Terpadu Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri Tingkat Provinsi untuk terus memberikan perhatian terhadap pelaksanaan Rencana Aksi pada periode berikutnya (B12). h) Kesejahteraan yang merupakan tanggungjawab Pemerintah daerah harus berjalan sama dengan keamanan, karena mustahil kesejahteraan dapat tercapai tanpa adanya rasa aman. Sehingga diharapkan kejadian konflik dapat direspon secara dini agar tidak terjadi konflik terbuka. 2) Paparan Narasumber, Prof. Nurhasan Ismail dengan Judul Penanganan dan Pengelolaan Konflik a) Konflik merupakan satu sisi dari kehidupan sosial bangsa Indonesia yang tidak mungkin dapat dihapus namun hanya mungkin ditekan seminimal mungkin jumlah dan dampak sosialnya. b) Bangsa ini masih berada dalam masa transisi dari politik otoriter ke arah politik demokrasi sehingga potensi konflik masih terbuka menjadi tindakan kerusuhanketidaktertiban sebagai bentuk anomi: (1) Pilkada berakhir dengan perang antar pendukung karena budaya menerima kekalahan belum tercipta. (2) Perang dipicu oleh perbedaan aliran dalam agama karena kebenaran hanya datang dari kelompoknya meskipun agama tidak pernah mengajarkan “pemaksaan” dalam pengembangan agama/aliran. (3) Komunikasi antar kelompok cenderung tidak jalan
baik di tingkat alat
perlengkapan negara maupun di tingkat masyarakat sipil dengan masingmasing kementerian/ lembaga dan kelompok hidup dalam sekat-sekat “gue bukan lo, gue-gue & lo-lo, kewenangan gue bukan kewenangan lo. (4) Kausa kata “kita” yang begitu sakral karena digunakan dalam pernyataan Proklamasi
Kemerdekaan
17
Agustus
1945
untuk
menyatakan
dan
menyatukan rakyat Indonesia sebagai bangsa merdeka semakin memudar dalam kesadaran bangsa Indonesia yang semakin modern dan abai atas kearifan & kebersamaan yang pernah dimiliki. (5) Institusi publik terutama lembaga penegakan hukum semakin mengalami degradasi kepercayaan karena kepastian hukum menjadi sesembahan namun bermain-main dengan keadilan masyarakat. (6) Kecenderungan penggunaan cara ilegal seperti penyuapan, korupsi, atau
money politics untuk memenangkan persaingan.
7 c) Mengelola agar potensi konflik tidak berubah menjadi konflik sosial, dapat dilakukan melalui mengefektifkan sistem peringatan dini, antara lain: (1) Penyusunan peta wilayah konflik yang selalu diperbaharui sesuai dengan perkembangan kondisi sosial, ekonomi, dan politik (2) Penanaman nilai-nilai
moral kebangsaan agar tumbuh kesadaran tentang
pentingnya sikap toleransi dan saling pengertian dalam masyarakat majemuk (3) Penguatan dan pemanfaatan fungsi intelijen untuk mendeteksi perkembangan konflik dan mempengaruhi agar kesadaran adanya kesamaan lebih dominan d) Namun pemadaman sumber konflik yang sebenarnya tidak kalah pentingnya untuk terus diupayakan, menginat adanya sejumlah kebijakan & peraturan perundangundangan terkait sumber daya tertentu khususnya permodalan & SD Alam yang menyebabkan
terjadinya
kesenjangan
sosial-kecemburuan
sosial-proses
pemiskinan karena: (1)
(2)
(3) (4) (5) (6)
Di satu sisi terlalu memberikan akses yang berlebih-lebihan kepada kelompok masyarakat tertentu yang kuat untuk menguasai sumber permodalan & SDA dalam skala besar atas nama liberalisasi/persaingan meskipun kemudian cenderung spekulatif & ditelantarkan Namun di sisi lain, akses kelompok masyarakat yang lemah, masyarakat lokal & MHA yang sangat memerlukan kehadiran dan perlindungan negara cenderung terbatas atau bahkan tertutup atas nama logika “mereka tidak mampu bersaing”. Perubahan dan singkronisasi kebijakan & peraturan perundang-undangan harus diupayakan yang mengarah pada Pembatasan gairah ingin menguasai semuanya dari kelompok yang kuat & penyesuaian dengan kebutuhan yang sungguh-sungguh (bukan keinginan) Pemberian akses kepada kelompok yang lemah/lokal/MHA melalui kebijakan afirmatif Pengembangan hubungan kemitraan yang sungguh saling menguntungkan antara kedua kelompok
e) Budaya egoisme yang dikembangkan oleh calon pimpinan daerah dalam setiap Pilkada sebagai salah satu wujud demokrasi telah menjadi ajang terjadinya konflik antar kelompok warga masyarakat. (1)
Hal ini terjadi dengan memanfaatkan : (a) Budaya paternalistik yang masih melekat pada sebagian masyarakat untuk melakukan apapun demi kemenangan syang calon pemimpin yang egois; (b) Sistem demokrasi yang belum matang dengan nilai ”kalah itu malu” yang harus ditebus dengan cara apapun termasuk suap + menyerang lawan yang menang.
8 (2)
Sumber konflik ini harus dihilangkan dengan menempatkan calon pimpinan ini dalam proses hukum sebagai aktor intelektual terjadinya kerusuhan / kematian/pengrusakan fasilitas umum.
f) Berkembangnya politik aliran di tingkat kelompok yang cenderung eksklusif & bipolar. (1) Hal ini terjadi karena ketika memasuki era reformasi di satu sisi berkembang kebebasan yang cenderung berlebih-lebihan dan di sisi lain komunikasi sosialpolitik antar-kelompok semakin tidak terbina dengan baik. (2) Konsekuensinya, setiap kelompok cenderung bersikap inward looking dan menempatkan kelompok lain sebagai musuh yang harus dilawan. Kondisi demikian terjadi baik di tingkat antar-lembaga pemerintahan maupun di tingkat komunitas/masyarakat. (3) Harus ada upaya mengakhiri berkembangnya politik aliran tersebut : (a) antara-instansi/ lembaga pemerintahan harus dikembangkan koordinasi yang sistemik dengan kepemimpinan yang kuat sehingga kebijakan & pelaksanaannya mengarah pada kepentingan seluruh komponen bangsa; (b) Komunikasi sosial-politik antar-kelompok dalam masyarakat harus dibina untuk menghilangkan sekat-sekat dan berkembang sikap outward looking, saling bertoleransi & menghormati. 3) Paparan oleh Deputi III UKP-PPP tentang Monitoring dan Evaluasi Laporan Kinerja Pelaksanaan Inpres 2/2013 a) Siklus Pelaporan terdiri dari Pelaksanaan, Pelaporan, Monitoring dan Verifikasi, Check Point via Sidang Kabinet. b) Status Capaian Kinerja Periode B09 dari total 1224 Rencana Aksi adalah sebagai berikut: Merah
: 730 RA
Kuning
: 61 RA
Hijau
: 419 RA
Biru
: 9 RA
Rencana Aksi tidak memiliki B09: 5 RA c) Beberapa tantangan dalam pelaporan (1)
Kantor Pemprov (Pelapor) – Tim Terpadu (a) Mengisi ukuran keberhasilan B04, B06, B09 dan B12. (b) Melaporkan klaim capaian, % dan data dukungnya. (c) Melaporkan klaim capaian secara tepat waktu (d) Melaporkan data dukung sesuai kesepakatan
(2)
Verifikator (a) Memberikan notifikasi jadwal pelaporan melalui email secara berkala
9 (b) Memastikan Para Verifikator melakukan fungsinya dengan baik dan tepat waktu (c) Menyusun laporan sesuai siklus Monev per3 bulan. d) Tindak lanjut guna memperlancar pelaporan: (1)
Melengkapi target ukuran keberhasilan (B04, B06, B09, B12) dan data dukung pencapaian aksinya yang sesuai.
(2)
Melakukan sosialisasi kembali ke para pihak terkait pelaksanaan Inpres 2, sekaligus menjabarkan hasil capaiannya.
(3)
Menyiapkan notifikasi email secara berkala dan dikirimkan sebanyak 4 kali (2 minggu, 1 minggu, ketika sistem dibuka dan ketika sistem ditutup)
(4)
Menyampaikan laporan evaluasi capaian triwulan ke Gubernur dan Pimpinan K/L, CC ke Presiden, Wapres dan UKP-PPP.
c. Se-Wilayah Indonesia Bagian Tengah Yang Diselenggarakan di Kota Surabaya Pelaksanaan evaluasi pelaksanaan Rencana Aksi dibuka oleh Deputi V/Kamnas dan dihadiri oleh para undangan dari 12 Provinsi se-wilayah Indonesia Bagian Tengah (Sekda, Ka. Badan Kesbangpol, Ka. Bappeda, Asops Kodam/Danrem, Karo Ops Polda, Asintel Kejati). Adapun hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut: 1) Sambutan Deputi V/Kamnas Kemenko Polhukam sekaligus pembukaan secara resmi rapat evaluasi pelaksanaan Rencana Aksi penanganan gangguan keamanan dalam negeri periode B09 a)
Mengawali sambutannya menyampaikan bahawa peserta rapat sudah sering bertemu pada kegiatan sebelumnya. Kemenko Polhukam selalu intens terhadap Inpres 2 Tahun 2013 dimulai dari pembentukannya, pelaksanaannya dan pengawasannya yang telah berhasil menurunkan kejadian konflik sosial sebanyak 60%.
b)
Kemenko Polhukam telah berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan dukungan dana, melakukan monitoring wilayah guna mengatasi konflik, melakukan berbagai upaya baik secara langsung atau tidak dalam penanganan konflik yang terjadi di tiap-tiap wilayah.
c)
Dalam penanganan konflik ada kendala yang ditemukan, pejabat di daerah agar peduli dan jeli dengan situasi keamanan yang terjadi di wilayahnya masingmasing dengan meningkatkan sense of crisis and sense of responsibility sehingga potensi konflik dapat terdeteksi secara dini.
d)
Daerah yang paling baik dalam merespon perkembangan sosial masyarakat terhadap konflik adalah Gorontalo. Hal ini disebabkan adanya peran aktif Sekda dalam melaksanakan rencana aksi yang dibuat Tim Terpadu Tingkat Provinsi Gorontalo dan aparat terkait.
e)
Hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan rencana aksi adalah masalah anggaran dan pergantian/ mutasi para pejabat daerah. Hendaknya daerah dapat mensiasati dengan menggunakan anggaran yang ada dan pejabat pengganti harus aktif serta
10 memiliki atensi terhadap pelaksanaan rencana aksi seperti dicantumkan dalam memori serah terima. f)
2)
Tugas yang paling berat dalam menangani konflik adalah pada pasca konflik seperti rekonsiliasi sebagaimana yang terjadi antara kelompok Syiah dan Sunni di Madura, dimana salah satu kelompok menginginkan adanya taubat nasuha yang sulit diterima oleh kelompok yang lain karena mereka tidak merasa mengingkari agama sehingga sampai sekarang belum dapat diselesaikan oleh Pemerintah.
Paparan Narasumber, Prof. Adrianus Meliala dengan Judul Manajemen Konflik Sosial a) Konflik adalah suatu konsep yang diasosiasikan secara peyoratif (negatif, buruk) terkait suatu kondisi dan oleh karenanya cenderung dihindari. b) Konflik muncul disebabkan seseorang lebih fokus memikirkan kepentingan pribadi daripada orang lain. Konflik memiliki dimensi negatif yaitu: (1) Dekat dengan kekerasan; bahkan darah (2) Penuh amarah; emosional (3) Kondisi setelah musyarawah atau kata sepakat tidak bisa lagi berjalan/dicapai (4) Pelakunya boleh dan bisa berbuat apa saja (5) Intensi untuk mendestruksi Sedangkan dimensi positifnya adalah: (1) Ciri orang berprestasi dan mau maju (2) Memperlihatkan kesungguhan dan daya dorong pihak-pihak yang terlibat (3) Konflik berpotensi menghasilkan perubahan secara lebih cepat, nyata dan signifikan (4) Tak jarang lebih solutif ketimbang penyelesaian non-konflik (5) Apabila tidak lagi mampu melahirkan solusi, maka bisa dilakukan resolusi konflik c)
Konflik sosial merupakan situasi yang mengacu pada perbedaan tujuan serta kepentingan yang tajam antar kelompok masyarakat atau cara yang dipilih oleh kelompok-kelompok dalam masyarakat guna mengatasi perbedaan tujuan dan kepentingan.
d) Problem utama konflik sosial adalah: (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
berada di level kelompok terdapat memori negatif berkepanjangan tereskalasi menjadi fungsional dipertahankan tidak ada faktor penghambat
e) Sumber kerusuhan:
11 (1) Terbatasnya sumber kekuasaan, penghasilan, harga diri, KKN, SDA/lingkungan hidup (2) Kendala pada kendali disebabkan Pemerintah daerah yang lemah, Conflict of interest antar instansi pemerintah, Kepentingan investor, Deteksi lemah f)
Konflik sosial dilihat dari dimensi potensi: (1) Melihat potensi (serta dimensi maupun indikatornya) untuk tetap tersembunyi, semu/teralihkan atau pecah/terbuka (2) Melihat potensi untuk pecah, namun apakah reconcillable (3) Melihat potensi, jika tidak reconcillable, apakah akan mengarah pada intractable/protracted conflict
g) Manajemen Resolusi Konflik (1) Displacing: Mengalihkan konflik dalam bentuk lain; misal mengadakan pertandingan tinju (2) Dialoguin: Menahan konflik tetap pada level yang bisa dimusyawarahkan (3) Upraising: Membawa konflik pada pihak yang dianggap lebih tinggi dan lebih adil untuk diselesaikan secara adil ; misal, meminta petunjuk tokoh masyarakat atau tokoh agama (4) Formalizing: Membiarkan konflik diambil-alih oleh pihak resmi ; misal membawa sengketa ke pengadilan (5) Localizing: Menahan konflik untuk tetap fokus, tidak dikaitkan atau mengaitkan dengan berbagai hal lain. d. Penyampaian Hasil Evaluasi B09 oleh Asdep 3/V Kamnas sekaligus penutupan rapat evaluasi 1)
Hal-hal menonjol yang ditemukan pada B09 pada beberapa Rencana Aksi serta Provinsi mana saja yang perlu mendapat perhatian dalam pelaksanaan Rencana Aksi tersebut.
2)
Hasil verifikasi pelaksanaan rencana aksi penanganan gangguan keamanan dalam negeri periode B09: a)
Wilayah Indonesia Bagian Timur diperoleh peringkat dengan urutan Prov. Gorontalo, Prov. Sulut, Prov. NTT, Prov. Sulsel, Prov. Maluku, Prov. Sulbar, Prov. Papua, Prov. Sulteng, Prov. Maluku Utara, dan Prov. Papua Barat sedangkan untuk Provinsi Sulawesi Tenggara tidak melaporkan pelaksanaan rencana aksi periode B09.
b)
Wilayah Indonesia Bagian Barat diperoleh peringkat dengan urutan Prov. Kepri, Prov. Jambi, Prov. Lampung, Prov. Aceh, Prov. Sumut, Prov. Sumbar, Prov. Babel, Prov. Sumsel, Prov. Bengkulu, dan Prov. Riau.
c)
Wilayah Indonesia bagian Tengah diperoleh peringkat dengan urutan Prov. NTB, Prov. Kaltim, Prov. Banten, Prov. Jawa Tengah, Prov. DIY, Prov. DKI Jakarta, Prov. Kalsel, Prov. Kalteng, Prov. Jawa Timur, Prov. Jawa Barat, Prov. Bali, Prov. Kalbar.
12 d) 3)
Selain itu disampaikan juga perbandingan capaian pada B09 dan B06 pelaksanaan target Rencana Aksi masing-masing Provinsi.
Turut disampaikan bahwa setiap Provinsi agar segera menyusun Rencana Aksi Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri untuk dilaksanakan pada Tahun 2014. Hal ini bertujuan agar pelaksanaan dari Rencana Aksi Tahun 2014 dapat dilaksanakan secara maksimal oleh Propinsi, mengingat pada pertengahan Desember 2013 APBD akan disahkan.
e. Diskusi 1)
Wilayah Indonesia Bagian Timur Yang Diselenggarakan di Kota Makassar a) Tanggapan dan Masukan (1) Sekda Gorontalo (a) Sekarang masyarakat sudah tidak mau tau bahwa hanya pemerintah yang harus dapat menyelesaikan konflik (b) Masyarakat perlu mendapatkan pencerahan tentang latar belakang, faktor, dan penyebab konflik (2) Sekda Kabakesbangpol Prov. Papua Barat (a)
Penyebab konflik di Maybrat bukan berasal dari masyarakat Maybrat tetapi karena ada putusan MK yang memicu konflik. Bagaimana cara penyelesaiannya? (b) Mengusulkan untuk melaksanakan evaluasi terhadap regulasi yang bertentangan dengan Inpres 2/2013, misalnya peraturan mengenai pertanahan, dll. (3) Kabankesbangpol Prov. NTT Saat ini, masyarakat sudah tidak percaya lagi kepada pemerintah dan dapat dikatakan bahwa pemerintah telah gagal dalam menghantarkan rakyat menuju kesejahteraan. Apabila hal tersebut, tidak dicarikan solusi pemecahannya akan menjadi sumber konflik. (4) Bappeda Prov. Sultra (a) Salah satu penyebab minimnya laporan karena ada beberapa mutasi di lingkungan Pemprov dan tidak mendukungnya sarana dan prasarana. (b) Mengusulkan untuk pembiayaan penanganan konflik dipusatkan di Kemenko Polhukam kemudian disalurkan kepada daerah melalui dana dekonsentrasi. (c) Pelaksanaan pelaporan rencana aksi memang tidak optimal, namun sebenarnya kegiatan dalam rangka pelaksanaan Rencana Aksi telah dilaksanakan. b) Tanggapan dari Narasumber (1) Pemda harus berupaya memberikan pemahaman kepada masyarakat sehingga tidak ada konflik, misalnya pada saat terjadi konflik di Ambon,
13 Bapak Jusuf Kalla, yang pada saat itu sebagai Wakil Presiden turut berperan sebagai mediator dengan mengadakan pertemuan di Malino untuk membuat suatu kesepakatan penyelesaian konflik. Contoh lain adalah konflik Aceh sebagai mediatornya adalah Pemerintah Helsinki. (2) Di negara kita memang belum ada lembaga yang bertugas untuk memediasi konflik, sedangkan konflik baru dapat selesai apabila dilakukan mediasi. (3) Konflik dapat terjadi karena ketidakpatuhan lembaga pemerintah dalam melaksanakan aturan. Oleh karena itu, dikembalikan kepada aturan yang berlaku. c) Tanggapan dari Kemenko Polhukam (1) Kepala daerah harus bertanggungjawab memenuhi kesejahteraan masyarakat di wilayahnya masing-masing. Sehingga apabila terjadi konflik, kepala daerah harus bertanggungjawab untuk menyelesaiakan konflik tersebut. Namun pada kenyataannya, para kepala daerah memiliki motivasi lain. (2) Apabila konflik diselesaikan sampai ke akar masalahnya, maka konflik tidak akan muncul lagi. Ketika konflik terjadi di daerah, pemda setempat harus segera mengambil tindakan secara maksimal untuk menyelesaikan konflik, apabila tindakan tersebut telah diambil tetapi konflik belum selesai maka pemda wajib melaporkan kepada keatas secara berjenjang. (3) Mengenai anggaran penanganan gangguan keamanan dalam negeri dapat dilihat pada diktum keempat Inpres Nomor 2 Tahun 2013, selain itu terdapat Surat Edaran Mendagri Nomor 330/3757/S3 tentang Juklak Tindak Lanjut UU Nomor 7 Tahun 2012 dan Inpres Nomor 2 Tahun 2013 tanggal 18 Juli 2013. (4) Mengenai adanya evaluasi terhadap regulasi yang bertentangan dengan Inpres Nomor 2 Tahun 2013 contohnya peraturan mengenai kehutanan, dan lainnya, kami sangat sependapat. 2)
Wilayah Indonesia Bagian Barat Yang Diselenggarakan di Kota Batam a) Masukan dan saran (1) Asintel Kejati Jambi (a) Sependapat dengan narasumber bahwa konflik tidak berasal sematamata dari masyarakat namun konflik dapat dipicu dari produk hukum atau kebijakan pemerintah. (b) Terkait penanganan kasus PT. Asiatic, dimana perizinan dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat, akan tetapi Pemerintah daerah (Gubernur) menjadi sasaran unjuk rasa, masyarakat menuntut dan meminta Gubernur untuk mencabut izin PT. Asiatic oleh masyarakat, padahal bukan kewenangan Gubernur.
14 (2)
Kabankesbangpol Prov. Sumut (a) Seharusnya semakin tinggi pendidikan masyarakat, maka semakin tinggi pula kesadaran, sehingga kehidupan damai lebih baik. Tetapi kenyataan yang ada saat ini terbalik, sehingga masyarakat Indonesia merindukan kedamaian, dimana kesalahan pendidikan kita? (b) Menyarankan agar media turut serta dalam penanganan konflik, karena yang terjadi saat ini justru media yang memperkeruh situasi keamanan, khususnya dalam penanganan konflik dengan selalu mengulang-ulang dalam peliputan konflik sehingga masyarakat mencontoh dari tayangan media dan Pemerintah Pusat ikut campur dalam penyelesaian sehingga permasalahan menjadi besar. Bagaimana penanganan kedepan? (c) Tim Terpadu Tingkat Pusat diharapkan dapat memberi kemampuan mediator kepada Tim Terpadu Daerah, sehingga Tim Terpadu Daerah mampu memediasi setiap kejadian konflik. (d) Menyarankan agar Pemerintah Pusat membuat surat kepada Pemerintah Provinsi, tentang Inpres Nomor 2 berlanjut pada tahun 2014. (e) Menyarankan agar penyusunan Rencana Aksi untuk tahun 2014 sebaiknya dilaksanakan pada bulan November 2013, dengan pertimbangan pada awal Desember 2013 APBD untuk tahun 2014 akan diketok oleh DPRD provinsi. Padahal Rencana Aksi salah satu persyaratan dalam pengajuan anggaran.
(3)
Asintel Kejati Bangka Belitung (a) Kondisi laporan pada B04, B06, dan B09 tidak berjalan lancar. Maka pada evaluasi B12, dapat diprediksi akan anjlok karena Rencana Aksi saling berkaitan dari B04 sampai B12. Bagaimana upaya untuk meningkatkan pada pelaporan B12 yang akan datang. (b) Sebagian besar permasalahan anggaran di daerah adalah bagaimana kemanpuan untuk meyakinkan DPRD sehingga pengajuan anggaran dapat diterima dan disetujui, pada anggaran perubahan 2013 untuk Provinsi Bangka Belitung tidak disetujui DPRD karena tidak ada dasar hukum yang kuat untuk anggaran Tim Terpadu Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri Provinsi Bangka Belitung.
(4)
Karo Ops Polda Bangka Belitung Kondisi Tim Terpadu Provinsi Bangka Belitung untuk saat ini belum pernah melaksanakan rapat membahas tentang pelaksanaan Rencana Aksi, pihak Polda berinisiatif mengirimkan laporan melalui Sistem Monitoring UKP-PPP dengan meminta ke Mabes Polri, sehingga laporan Provinsi Bangka Belitung tidak kosong, terutama Rencana Aksi dengan penanggungjawab Polda.
15 b) Tanggapan Narasumber (1) Pembentukan organisasi baru untuk mengatasi permasalahan tidak selalu mengahasilkan yang lebih baik, namun penilaian masyarakat melihat hasil yang nyata seperti yang dilakukan KPK saat ini, namun adanya ide untuk membentuk Densus Anti Korupsi, narasumber kurang sependapat karena lebih baik memberdayakan kemampuan Reskrim yang ada, pembentukan Densus bisa-bisa menjadi konflik dalam intern Polri. Bila terjadi hal yang demikian, maka masyarakat tidak percaya dengan aparat penegak hukum. (2) Pemerataan ekonomi dan aset Sumber Daya Alam harus dilaksanakan agar rakyat dan pengusaha mendapatkan hasil yang sama, sehingga tidak terjadi kesenjangan yang berakibat terjadinya konflik antara masyarakat dengan perusahaan. (3) Kebebasan media merupakan ciri dari demokrasi suatu bangsa, sehingga tidak ada aturan hukum yang membatasi kepentingan media massa. Sehingga diharapkan media seharusnya mampu menilai dan mengutamakan kepentingan bangsa sebagai tanggungjawab bersama. c) Tanggapan Kemenko Polhukam (1) Provinsi Bangka Belitung menunjukan belum terpadunya aparat dalam menangani suatu konflik yang telah ditunjukan bahwa belum pernah Tim Terpadu Provinsi Bangka Belitung dikumpulkan, sehingga tidak tahu tugas masing-masing, diharapkan agar segera mengingatkan kepada pimpinan masing-masing (Forkopimda) tentang tugas dan tanggungjawab terkait pelaksanaan Inpres Nomor 2 Tahun 2013. (2) Kasus PT Asiatic di Jambi bila merupakan kewenangan pusat, Tim Terpadu Provinsi Jambi agar membuat surat dan melaporkan ke Pusat, sehingga dapat ditangani oleh K/L terkait, dan Kemenko Polhukam ditembusi. (3) Untuk Provinsi Sumut, terkait dengan pengarahan Tim Terpadu Kab/Kota agar membuat surat kepada Kemenko Polhukam sehingga menurunkan Tim Terpadu Pusat yang didampingi Tim dari UKP-PPP untuk memberikan pengarahan tentang pelaporan dan mediasi. (4) Kemenko Polhukam akan membuat surat kepada Presiden untuk memperpanjang Inpres Nomor 2 Tahun 2013 tentang Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri, pada tahun 2014. (5) Untuk mensiasati penganggaran tahun 2014, Kemenko Polhukam menyarankan agar masing-masing Provinsi menyusun terlebih dahulu Rencana Aksi Provinsi Tahun 2014, dan selanjutnya penyempurnaan Rencana Aksi Tingkat Provinsi direncanakan pada bulan Januari 2014 di Kemenko Polhukam. (6) Agar pelaporan pada periode B12 lebih sempurna, masing-masing Provinsi memanfaatkan waktu yang tersedia untuk melaksanakan kegiatan sesuai
16 dengan Rencana Aksi yang telah dibuat, guna penyempurnaan capaian yang diperoleh pada akhir periode pelaporan Rencana Aksi tahun 2013. 3)
Wilayah Indonesia Bagian Tengah Yang Diselenggarakan di Kota Surabaya a)
Masukan dan saran (1) Asops Kodam V/ Brawijaya Masalah kasus Sampang yang sudah termasuk kategori intractable, dimana tokoh masyarakat Sampang akan menerima kembali kelompok Syiah apabila mereka sudah melaksanakan taubaat nasuha. Dengan kondisi yang demikian, rekonsiliasi yang bagaimana untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. (2) Wa Asops Kodam IV/ Diponegoro Mengangkat kejadian konflik Temanggung yang sudah disidangkan 4 kali di pengadilan namun terjadi konflik karena adanya campur tangan Pastor yang memprovokasi melalui tulisan yang mendiskreditkan umat Muslim dan adanya himbauan dari tokoh agama Islam yang beraliran keras, sementara kemampuan aparat hanya dapat menyelesaiakan konflik di hilir sedangkan akar masalah tidak dapat diselesaikan. (3) Kaban Kesbangpol Kalbar Kaban Kesbangpol Kalbar yang baru menjabat 1 minggu, menyampaikan bahwa Pemprov Kalbar sudah menyampaikan laporan pada tanggal 1 Oktober tetapi sudah tidak dapat lagi diterima sehingga dinilai tidak ada laporan, selanjutnya kendala yang dihadapi karena belum adanya pendanaan untuk pelaksanaan rencana aksi di Kalbar yang mempersulit terimplementasinya rencana aksi yang sudah disusun. (4) Ketua Bappeda Kalteng Secara teori anggaran untuk penanganan konflik harus berjumlah lebih besar, bagaimana penyelesaian terkait dengan ketersediaan dana sedangkan tidak ada konflik yang terjadi di wilayah, karena apabila tidak dimanfaatkan menimbulkan penilaian tidak maksimalnya Pemprov dalam penggunaan anggaran. (5) Karo Ops Polda NTB Mengangkat konflik antara kelompok Bali/Hindu dengan kelompok Karangmas yang didalamnya terdapat masyarakat sasak yang beragama Islam. Apabila penyelesaian masalah ditempuh melalui jalur hukum timbul penilaian bahwa Polri akan berpihak pada salah satu kelompok sehingga penyelesaian masalah melalui mediator/ musyawarah untuk mufakat. Bilamana penyelesaian kasus dilakukan melalui jalur hukum atau mediasi. (6) Danrem NTB Menyampaikan bahwa belum terlihatnya peran ormas dan LSM dalam penyelesaian konflik dan sulitnya berkoordinasi dengan para pejabat daerah
17 apabila terjadi konflik. Disarankan agar mengadakan pelatihan manajemen konflik yang melibatkan para pejabat daerah dan tokoh masyarakat. (7) Kasi Ops Korem 072/ Pamungkas Bagaimana upaya yang harus dilakukan dalam penanganan konflik, sementara aparat di wilayah belum terpadu misalnya dengan adanya otonomi daerah menyebabkan Pemda mudah mengeluarkan ijin tempat hiburan yang berpotensi menimbulkan konflik. (8) Bappeda DKI Jakarta Menyarankan agar segera menyusun Rencana Aksi Tahun 2014 dikarenakan APBD akan disahkan pada awal November 2013. (9) Kabid Kesbangpol NTB Menyarankan agar tersedianya dukungan dana dekonsentrasi terhadap pelaksanaan rencana aksi seperti halnya dana FKDM di Kemdagri karena selama ini pembiayaan operasional terhambat. (10) Kaban Kesbangpol Jatim Pelaporan Pemprov Jatim pada periode B09 mengalami banyak kendala, salah satunya pelaksanaan Pemilukada di tingkat provinsi dan di 4 Kota yang semuanya bermasalah sedangkan indikator keberhasilan pelaksanaan rencana aksi adalah kepedulian kepala daerah dan tersedianya dukungan anggaran. Apabila diperlukan, disarankan dilakukan rapat koordinasi di daerah dengan mengundang kabupaten/kota dan dihadiri oleh pejabat pemerintah pusat misalnya Sesmenko Polhukam agar mendapat dorongan, motivasi dalam melaksanakan rencana aksi. b) Tanggapan Narasumber (1) Intractable/ protected conflict bahwa pihak-pihak yang berkonflik sudah mencapai titik puncak yang mengarah pada terjadinya tindak kekerasan. Berkaitan dengan adanya perbedaan yang memicu konflik, upaya yang dapat dilakukan adalah toleransi, kontestasi yang bersifat demokrasi, harus dapat melupakan masa lalu karena pihak-pihak yang berkonflik tidak ada yang paling benar dan tidak ada yang paling salah, dan tidak ada syarat-syarat yang memberatkan untuk berdamai bagi pihak-pihak yang berkonflik. (2) Terkait dengan konflik di Temanggung adalah merupakan salah satu contoh bekerjanya tata kelola karena harus didukung ketersediaan anggaran, hanya perlu dipikirkan bagaimana agar kegiatan penggalangan intelijen dapat dilakukan karena membutuhkan anggaran yang besar. (3) Seseorang boleh memiliki pemikiran yang radikal tetapi tidak dengan perilaku yang radikal sehingga tidak menimbulkan ketidaknyamanan bagi orang lain. (4) Terkait dengan pendekatan hukum yang dilakukan dalam penyelesaian kasus di NTB harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan trauma, karena putusan hakim hanya pada penentuan benar dan salah. Sebaiknya
18 penyelesaian kasus dilakukan melalui musyawarah untuk mufakat dengan prinsip saling meminta maaf dan memaafkan seperti yang dilakukan oleh Nelson Mandela di Afrika Selatan. c) Tanggapan Kemenko Polhukam (1) Solusi terkait masalah anggaran dapat dilihat dari surat edaran Mendagri Nomor 330/3757/SJ tentang petunjuk pelaksanaan tinjut undang-undang nomor 7 th 2102 ttg penanganan konflik sosial & Inpres Nomor 2 Tahun 2013 tentang PGKDN tahun 2013 dan diktum Ke empat Inpres Nomor 2 Tahun 2013. (2) Terkait penyelesaian kasus Syiah dan Sunni di Sampang, Pemerintah Pusat sudah banyak melakukan upaya penyelesaian melalui proses rekonsiliasi namun kasus tersebut dimanfaatkan oleh pihak lain secara politis dan ekonomis untuk kepentingan pemilukada dan meminta bantuan penghidupan yang berakibat pada sulitnya penyelesaian kasus. (3) Terkait dengan kasus Temanggung, melalui Inpres 2 Tahun 2013 diharapkan dapat dilakukan deteksi dini dan adanya keterpaduan antara pejabat daerah serta penyelesaian kasus secara berjenjang baik oleh tim terpadu kabupaten, provinsi maupun pusat. Inpres 2 Tahun 2013 merupakan suatu sistem karena adanya hubungan tata kerja yang terpadu. (4) Setelah masa reformasi peran pemerintah dikurangi dengan harapan LSM atau Ormas dapat mengambil alih peran tersebut namun pada kenyataannya LSM atau Ormas belum siap berperan sebagaimana yang diharapkan sehingga terkesan LSM atau Ormas mau melaksanakan kegiatan yang menghasilkan dana saja. (5) Terkait dengan saran pelatihan manajemen konflik diterima. Saat ini Pemerintah Pusat berupaya untuk melanjutkan Inpres 2 Tahun 2013 dengan membuat surat kepada Presiden untuk dilanjutkan pada tahun 2014 sehingga pelatihan manajemen konflik dapat dilaksanakan pada tahun 2014. (6) Mengantisipasi suatu masalah dengan anggaran bukan berarti tidak melaksanakan pemanfaatan anggaran dengan baik, karena upaya pencegahan konflik oleh Pemprov lebih baik daripada mengatasi apabila konflik terjadi dan apabila anggaran tidak digunakan dapat dikembalikan kepada negara, namun tetap dianggarkan kembali pada tahap berikutnya. (7) Nafas dari Inpres 2 Tahun 2013 adalah keterpaduan semua aparat yang ada di wilayah dalam mengatasi suatu masalah sehingga diharapkan Pemprov DIY melaksanakan rapat dengan menghadirkan seluruh stakeholder terkait. (8) Diharapkan masing-masing provinsi terlebih dahulu menyusun rencana aksi tahun 2014 untuk selanjutnya dibahas di Kemenko Polhukam yang direncanakan pada bulan November 2014 dengan mengundang seluruh Provinsi dan KL secara bergantian.
19 (9) Terkait usulan dana dekonsentrasi dari pusat kepada daerah seperti halnya dana FKDM di Kemdagri akan dibahas terlebih dahulu dengan K/L terkait.
APRESIASI DAN REKOMENDASI 8.
Apresiasi a. Secara umum pelaksanaan Rencana Aksi periode B09 di seluruh wilayah Indonesia berjalan dengan baik. Hal ini terlihat dari adanya peningkatan nilai/capaian yang diperoleh beberapa Provinsi pada periode pelaporan B09 dan data dukung yang dilampirkan cukup lengkap. b. Masih adanya kepala daerah dan pimpinan DPRD yang kurang memberikan atensi dalam pelaksanaan Rencana Aksi Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri Tahun 2013, khususnya dalam hal penganggaran pelaksanaan kegiatan Rencana Aksi Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri. c. Pada hakekatnya kondisi keamanan di seluruh Provinsi di Indonesia hingga saat ini masih kondusif karena para pejabat di daerah sudah melaksanakan Rencana Aksi dalam rangka pencegahan konflik, namun terjadi pengecualian di Provinsi Papua Barat dalam penanganan kasus ibukota Kab Maybrat dimana Tim Terpadu Tingkat Provinsi telah memfasilitasi kedua belah pihak yang bertikai untuk penyelesaian dan sudah diperoleh kesepakatan bersama. Hal ini tidak dapat ditindaklanjuti karena adanya perbedaan antara putusan MK dengan hasil kesepakatan bersama tentang ibukota Maybrat sehingga berimplikasi pada situasi keamanan di Provinsi Papua Barat. d. Keterpaduan antara pejabat daerah masih terlihat kurang kompak. Hal ini ditandai dengan ketidakhadiran salah satu anggota Tim Terpadu di beberapa daerah provinsi pada kegiatan ini. e. Pada hakekatnya kondisi keamanan hingga saat ini masih kondusif karena masyarakat di wilayah pada umumnya menyadari pentingnya rasa aman dalam beraktifitas, sehingga dengan terbitnya Inpres Nomor 2 Tahun 2013 dapat menekan terjadinya konflik sosial di dalam masyarakat yang merusak sendi-sendi kehidupan yang selama ini sudah terpelihara dengan baik. f. Keamanan dapat diwujudkan apabila ada kerjasama yang baik antara aparat pemerintah daerah dengan tokoh masyarakat dan tokoh agama.
9. Rekomendasi a. Agar masing-masing Provinsi menyusun Rencana Aksi Tahun 2014 mengingat pada pertengahan Desember 2013 APBD TA 2014 akan disahkan. b. Sekda Provinsi berperan aktif mendorong seluruh SKPD dan instansi penanggunjawab untuk melaksanakan Rencana Aksi Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri Tahun 2014 agar mendapat hasil yang lebih maksimal pada capaian akhir tahun 2013, dan melakukan pengawasan serta mendorong kepada operator, agar melaksanakan pelaporan.
20 c. Perlunya dipertahankan komunikasi dan koordinasi yang baik antara Pemerintah daerah, tokoh masyarakat, tokoh agama, seluruh aparat keamanan dan LSM, guna mengantisipasi seluruh gangguan kamtibmas di seluruh daerah dalam rangka mendapatkan solusi yang terbaik mengatasi perkembangan situasi yang mengarah pada terjadinya konflik.
PENUTUP Demikian laporan hasil evaluasi pelaksanaan Rencana Aksi Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri (PGKDN) Tahun 2013 Tingkat Provinsi Periode B09 di 3 wilayah Indonesia (bagian Timur, Barat dan Tengah) sebagai tindak lanjut pelaksanaan Inpres Nomor 2 Tahun 2013 ini dibuat untuk dapat digunakan sebagai pengambilan kebijakan lebih lanjut oleh Pimpinan.
Jakarta,
Oktober 2013
Asdep 3/V Kamnas ttd Drs. Royke Lumowa, MM