Laporan Hasil Pertemuan Pelaksana Teknis Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi (Knpk) Tahun 2016
“REFORMASI SISTEM PENEGAKAN HUKUM DAN PELAYANAN PUBIK YANG TRANSPARAN DAN AKUNTABEL”
Jakarta, 23 November 2016
Latar Belakang
Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi (KNPK) merupakan agenda tahunan Komisi Pemberantasan Korupsi yang mempunyai dua tujuan utama. Pertama, melakukan evaluasi sehingga dapat terbentuknya rekomendasi atas inovasi pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh pemerintahan. Kedua, media untuk menyampaikan kemajuan pemberantasan korupsi yang telah dicapai oleh pemerintahan kepada publik. Untuk menuju tujuan tersebut, pada KNPK 2016 diadakan dengan dua rangkaian agenda. Agenda pertama adalah pertemuan pelaksana teknis yang menghadirkan pejabat eselon 1 (senior official meeting) yang memaparkan inovasi-inovasi yang telah dilakukan untuk dapat dilakukan evaluasi dan rekomendasi bersama berdasarkan masukan ahli yang dipilih serta para pemangku kepentingan. Sedangkan agenda selanjutnya adalah Puncak Pertemuan KNPK yang berperan sebagai media bagi Kepala Lembaga atau Menteri untuk memaparkan hasil dari rapat pelaksana teknis dari sudut pandang masing-masing. Adapun tema pada tahun ini adalah reformasi lembaga penegak hukum dan pelayanan publik yang transparan dan akuntabel. Artinya terdapat dua aspek penting yang ingin diangkat. Pertama, bagaimana sinergi antara pemangku kepentingan untuk mengembalikan kepercayaan Masyarakat terhadap penegakan hukum melalui terciptanya penegak hukum berintegritas. Sebagaimana diketahui bahwa sampai hari ini masih terdapatnya oknum-oknum aparat penegak hukum yang ditangani oleh KPK karena terlibat korupsi. Kedua, bagaimana upaya kita bersama untuk menghapuskan korupsi yang berkaitan dengan pelayanan publik dan perizinan. Hal tersebut sangat penting untuk mendukung salah satu fokus Presiden yang menekankan perlunya pembersihan pelayan publik dari segala jenis korupsi yang salah satunya ditunjukan melalui pembentukan Satuan Tugas Pemberantasan Pungutan Liar.
Kesimpulan dan Rekomendasi Halaman 1 dari 7 halaman
A. Subtema : Reformasi Lembaga Penegak Hukum
Pelaksanaan Pertemuan Pelaksana Teknis Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi (KNPK) dengan subtema Reformasi Lembaga Penegak Hukum berjalan dengan sangat baik dan menunjukkan antusiasme yang sangat tinggi dari seluruh pihak yang berpartisipasi pada acara ini. Pertemuan ini telah menghadirkan narasumber dari beberapa instansi yaitu: 1. Kepolisian RI. 2. Kejaksaan Agung RI. 3. Mahkamah Agung RI. 4. Komisi Pemberantasan Korupsi RI.
Selain itu, telah melibatkan para penanggap yaitu Prof. Agus Dwiyanto (Guru Besar Administrasi Negara Universitas Gadjah Mada), Prof. Komariah Emong Sapardjaja (Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjajaran) dan Dr. Zainal Arifin Muchtar (Dosen Hukum Administrasi Negara dan Kepala Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjahmada). Masing-masing narasumber dan penanggap telah dapat menjelaskan mengenai: 1. Reformasi birokrasi terkait penguatan kapasitas, pengelolaan dan integritas sumber daya manusia; 2. Reformasi dan inovasi yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja; 3. Reformasi dalam Sistem Penanganan Perkara; dan 4. Rencana tindak lanjut. Pelaksanaan seluruh sesi diskusi berjalan dengan sangat baik dan telah berhasil mengidentifikasi inovasiinovasi dalam rangka reformasi birokrasi untuk meningkatkan kinerja pelayanan publik dan sistem penanganan perkara, yaitu: I. Kesimpulan 1. Kepolisian memaparkan inovasi untuk terkait penanganan perkara terpadu yang sudah terdapat MoUnya dengan aparat penegak hukum lain. Sedangkan, Kejaksaan memaparkan inovasi penanganan perkara dalam bentuk regulasi terkait percepatan penanganan perkara, pembentukan database sudah dilakukan melalui SIMKARI serta Pengaduan Masyarakat via website tetapi belum optimal dan perbaikan struktur melalui penunjukan pejabat eselon 5 dalam penanganan perkara di Kejari. Akan tetapi, upaya-upaya tersebut perlu diimplementasikan secara kongkrit dalam pelaksanaan program.
Halaman 2 dari 7 halaman
2. Telah ditandatanganinya Nota Kesepahaman Bersama (MoU) antar penegak hukum untuk sistem penanganan terpadu berbasis online yang difasilitasi oleh Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan untuk menciptakan integrated criminal justice system. 3. Mahkamah Agung telah memiliki sistem informasi putusan pengadilan berbasis online, tetapi masih belum optimal, karena belum semua putusan sudah di-unggah, khususnya putusan pada Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi. 4. KPK saat ini sedang mengembangkan aplikasi Case Management Administration System untuk manajemen perkara korupsi yang ditangani langsung oleh KPK dan e-Korsup untuk membantu KPK dalam menjalankan tugas koordinasi dan supervisi termasuk SPDP Online. 5. Bahwa dana penanganan perkara di Kepolisian dan Kejaksaaan yang belum memadai menjadi salah satu hambatan yang mempengaruhi kinerja lembaga penegak hukum. 6. Hal-hal yang telah dilakukan Kepolisian RI dalam rangka reformasi birokrasi adalah:
Peningkatan kapasitas dan kapabilitas SDM POLRI;
Penguatan pengawasan internal POLRI;
Peningkatan layanan publik dan inovasi termasuk PBJ.
7. Hal-hal yang telah dilakukan Kejaksaan RI dalam rangka reformasi birokrasi adalah:
Berupaya membangun sistem elektronik pada penanganan perkara, pengaduan, website, informasi publik;
Melaksanakan tahapan-tahapan Reformasi Birokrasi sesuai arahan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi tapi belum optimal;
Penguatan tata laksana lembaga kejaksaan (evaluasi beban kerja, jabatan, kebutuhan kantor, grading dan jabatan struktural).
8. Hal-hal yang telah dilakukan Mahkamah Agung dalam rangka reformasi birokrasi adalah:
Kerjasama dengan KPK dan lembaga lain dalam kegiatan pencegahan korupsi;
Penyampaian informasi publik dalam SIPP (Sistem Informasi Penelusuran Perkara), pengawasan secara elektronik dan semi real time;
Penguatan pengawasan internal.
9. Hal-hal yang telah dilakukan KPK dalam rangka reformasi birokrasi adalah:
Penerapan manajemen SDM KPK berbasis kinerja (perencanaan,.rekruitmen terbuka, karir, nilai integritas, penegakan pengawasan internal);
Manajemen kinerja (strategic map, kontrak kinerja sampai satuan terkecil, evaluasi kinerja, single salary sistem); Halaman 3 dari 7 halaman
Pengembangan RB (penilaian mandiri RB dan pelaksanaan rekomendasi buat internal, mendorong pelaksanaan RB di lembaga lain);
Manajemen perkara (pemanfaatan aplikasi dalam penanganan kasus (CMAS) dan menyusun modul-modul penanganan kasus).
10. Kendala yang dihadapi lembaga penegak hukum dalam melaksanakan reformasi birokrasi, antara lain budaya kerja yang belum baik, regulasi yang tumpang tindih, tupoksi unit organisasi yang tumpang tindih, SOP dan manajemen kearsipan yang belum maksimal, whistleblower system yang belum maksimal, monev anggaran yang belum maksimal dan standar pelayanan publik belum optimal. 11. Reformasi birokrasi di Indonesia sudah berlangsung cukup lama, akan tetapi efektivitasnya perlu dikaji lebih lanjut karena penanggap menilai sumberdaya yang dihabiskan lebih banyak dibandingkan dengan hasil yang dicapai. Selain itu, belum adanya evaluasi yang dilakukan untuk mengukur kemajuan dan melihat dampak dari kebijakan yang telah dilakukan dalam kerangka reformasi birokrasi.
II. Rekomendasi 1. Diperlukan implementasi sistem penanganan perkara termasuk berbasis online diinternal masingmasing lembaga penegak hukum untuk mendorong penegakan hukum yang akuntabel sehingga tidak hanya berupa regulasi tertulis saja. 2. Perlu kerjasama dalam implementasi sistem penanganan perkara terpadu antar lembaga penegak hukum melalui perbaikan sistem administrasi khususnya dalam penanganan tipikor yang sinergi antara SPPT dan pelaporan SPDP online (e-Korsup). 3. Perlu didorong kecukupan anggaran Pengaduan Masyarakat, penyidikan dan penuntutan yang berbasis at cost khususnya di Kepolisian dan Kejaksaan. 4. Perlunya penanganan penegakan hukum oleh Lembaga Penegak Hukum yang jelas jangka waktunya, berintegritas dan professional untuk menjamin kepastian hukum. 5. SIPP Mahkamah Agung perlu ditingkatkan terkait kelengkapan putusan dan sinergi dengan publikasi putusan pada tingkat pengadilan negeri dan tinggi. 6. untuk meningkatkan efektifitas reformasi birokrasi di Kepolisian, akan dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: Implementasi revolusi mental dalam budaya kepolisian termasuk pembentukan sistem rekruitmen anggota polri yang terbuka dan akuntabel; Membangun sistem pengawasan internal dan eksternal yang terpadu; Halaman 4 dari 7 halaman
Pengukuran terhadap keberhasilan pelaksanaan program POLRI. 7. Untuk meningkatkan efektifitas reformasi birokrasi di Kejaksaan, diperlukan langkah-langkah sebagai berikut : Tetap menjalankan komponen reformasi birokrasi dan perlu untuk terus dilakukan pengembangan; Melakukan evaluasi beberapa sistem tata laksana (misal analisa jabatan, kebutuhan, rekruitmen, promosi dan mutasi,remunerasi, dsb). 8. Untuk meningkatkan efektifitas reformasi birokrasi di MA, diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:
Penguatan fungsi badan pengawas kerjasama dengan lembaga relevan: KPK, BPKP, Ombudsman, NGO;
Memperluas ruang lingkup dan kualitas SIPP;
Menyempurnakan sistem dan manajemen kinerja MA melalui program2 anti korupsi.
Perlu dilakukan pengukuran terhadap efektivitas program yang dilaksanakan dan menjelaskan dampak yang dirasakan (evaluasi berbasis dampak) dari program reformasi birokrasi.
B. Subtema : Optimalisasi Pelayanan Publik Pelaksanaan Pertemuan Pelaksana Teknis Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi (KNPK) dengan subtema Optimalisasi Pelayanan Publik berjalan dengan baik dengan pemapar sebagai berikut: Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri menyampaikan pelaksanaan Single Identity Number (SIN) dalam mendukung optimalisasi pelayanan publik; Walikota Denpasar menjelasan inovasi pelayana publik yang dilakukan didaerahnya; Dirjen DJPK Kementerian Keuangan menyampaikan konsep terkait rencana pemberian insentif untuk meningkatkan kualitas Pelayanan Publik; Sesdirjem Dikdasmen Kemendikbud menyampaikan inovasi terkait bagaimana strategi keterbukaan akses informasi terkait biaya serta belanja pendidikan termasuk mekanisme pelaporan apabila adanya penyimpangan; dan Perwakilan Tim Satuan Tugas Pemberantasan Pungutan Liar. Selain itu, sesi ini juga dihadiri penanggap adalah Bapak Sunarso Ombudsman RI (ORI) dan Prof Ridwan Rangkuti (akademis USU). Adapun hasil pembahasan tersebut sebagai berikut:
I. Kesimpulan Halaman 5 dari 7 halaman
1. Dibutuhkan komitmen Pimpinan instansi/daerah untuk mendukung inovasi pelayanan publik . 2. Diperlukan inovasi untuk pencegahan korupsi dan optimalisasi pelayanan publik antara lain informasi yang jelas, one day service, online sistem. 3. Penggunaan sistem berbasis IT diperlukan untuk mengoptimalkan pelayanan publik di bidang pendidikan. 4. PTSP berbasis IT untuk meningkatkan Pelayanan publik. 5. Dibutuhkan sistem pelayanan publik berbasis IT yang terintegrasi antar-kementerian yang memungkinkan inter-koneksi dan pertukaran informasi dan data untuk efisiensi pelayanan publik. 6. SIN memiliki peran yang sangat penting dalam mengoptimalkan pelayanan publik khususnya sebagai sumber data utama untuk membangun sistem pelayan publik terpadu berbasis IT (database/sistem terintegrasi). 7. Pengaduan masyarakat dapat dijadikan tools untuk peningkatan pelayanan publik. 8. Sistem pelaporan pelayanan publik belum digunakan efektif. 9. Pemberian Insentif diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik, namun perlu dilihat strategi implementasinya misalnya dilihat dari kondisi geografis Indonesia. 10. Pembentukan tim Saber Pungli dalam Peningkatan Pelayanan Publik. 11. Saber Pungli sudah melakukan pemetaan Pelayanan Publik yang berpotensi rawan pungli.
II. Rekomendasi 1. Sistem/aplikasi berbasis IT yang terintegrasi penting untuk meningkatkan kualitas dan transparansi pelayanan publik. 2. Dalam pelayanan publik, setiap KL dan Pemerintah Daerah diwajibkan untuk menggunakan SIN. 3. Penggunaan NIK untuk semua pelayanan publik dan NPWP untuk Badan, dapat dilaksanakan dengan cara kerjasama antar lembaga untuk akses data. 4. Optimalisasi interkoneksi data dan sistem antar lembaga untuk efisiensi pelayanan publik. 5. Masyarakat memiliki peran strategis sebagai mitra KL dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik. 6. Penerapan mekanisme Whistleblowing System/ pengaduan masyarakat yang efektif untuk meningkatkan pelayanan publik. 7. Berkomitmen mewujudkan pelayanan publik dan penegakan hukum yang bebas dari suap dan korupsi. 8. Penguatan Aparat Pengawas Internal dalam pengawasan kebijakan publik. Halaman 6 dari 7 halaman
Halaman 7 dari 7 halaman