LAP ORAN AKH IR P ENE LITIAN UNGGUL AN PE RGURUAN TINGGI Skema : Dasar Untuk Bagian
TRANSFER KEMISKINAN ANTARG ENERASI PADA WILAYAH AGROEKO LOGI BERBEDA Tahun ke 2 dar i r encana 2 tahun
Ketua T im P eneliti Dr . Ir. Hartoyo, M.Sc (NIDN 0014076307)
INSTITUT PERTANIAN BOGOR NOVEMBER 2014
ii
HALAM AN PE NGESAHAN Judul
: Transfer Kemiskinan Antargenerasi Pada Wilayah Agroekologi Berbeda Peneliti/pelaksana : Nama lengkap : Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc NIDN : 0014076307 Jabatan fungsional : Lektor Kepala Program studi : Ilmu Keluarga dan Konsumen Nomor HP : 08121105699 Alamat surel (e-mail) :
[email protected] Anggota (1) : Nama lengkap : Dr. Tin Hertawati, M.Si NIDN : 0018076405 Perguruan tinggi : Institut Pertanian Bogor Anggota (2) : Nama lengkap : Ir. MD. Djamaludin, M.Sc NIDN : 0016075811 Perguruan tinggi : Institut Pertanian Bogor Tahun pelaksana : Tahun ke 2 dari rencana 2 tahun Biaya tahun berjalan : Rp 35.000.000,00 Biaya keseluruhan : Rp 91.500.000,00 Bogor, 24 November 2014 Mengetahui, Dekan Fakultas Ekologi Manusia
Dr. Arif Satria, SP, M.Si NIP 19710917 199702 1 003
Ketua peneliti
Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc NIP 19630714 198703 1 002
Menyetujui, Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
Dr. Ir. Prastowo, M.Eng NIP 19580217 198703 1 004
iii
RINGKASAN Moore (2001) mengembangkan suatu kerangka kerja transfer kemiskinan antargenerasi yang menyambungkan aspek struktural dan kultural sebagai faktor penyebab kemiskinan, dengan pendekatan transfer modal antargenerasi. Modal yang dimaksud adalah : modal manusia (human capital), modal material, modal sosial, modal politik, dan modal natural. Transfer kemiskinan terjadi ketika tidak adanya atau kurangnya transfer modal tersebut antargenerasi. Penelitian ini berupaya untuk menganalisis terjadinya transfer kemiskinan antargenerasi melalui perbandingan dinamika kemiskinan pada dua generasi keluarga melalui pentransferan modal. Selain itu, penelitian ini juga berupaya menganalisis transfer kemiskinan antargenerasi di level keluarga di wilayah pesisir dan menganalisis transfer modal di level masyarakat diseluruh wilayah penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah pesisir di Kabupaten Indramayu. Sekitar 60 keluarga yang memiliki anak berusia sekolah dilibatkan dalam penelitian ini. Responden selanjutnya dipilih berdasarkan status kesejahteraan (miskin/tidak miskin) berdasarkan data penerima Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) dan jenis pekerjaan (nelayan/petani). Suami dan istri diwawancarai dengan menggunakan kuisioner terstruktur untuk mendapatkan informasi terkait keluarga contoh dan keluarga asal masing-masing. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah : status kesejahteraan keluarga asal (suami dan istri), persepsi orang tua terkait nilai anak (suami dan istri), investasi orang tua terhadap anak (suami dan istri) yang diamati melalui perilaku investasi orang tua terhadap suami dna istri (saat keduanya masih kecil) dan lama pendidikan formal suami dan istri. Selain itu, dikumpulkan juga informasi terkait persepsi suami dan istri terkait nilai anak dan perilaku investasi keduanya terhadap anak terakhir, serta warisan yang diterima suami dan istri. Analisis terjadinya transfer kemiskinan antargenerasi dilakukan melalui pendekatan
dinamika
status
kemiskinan
dnegan membandingkan
status
kesejahteraan keluarga asal dengan status kesejahteraan keluarga contoh saat ini. Faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika kemiskinan keluarga contoh dianalisis dengan menggunakan regresi logistik multinomial. Model yang
iv
dibangun melalui regresi logistik berupaya untuk mengamati variabel-variabel yang berkaitan dengan peran keluarga asal dalam mentransfer modal terhadap contoh modal yang dimiliki contoh sehingga terjadi dinamika kemiskinan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh keluarga contoh mengalami status yang sama saat mereka berada di keluarga asal maupun saat di keluarga contoh. Selain itu terjadi kemiskinan kronis yang cukup tinggi dengan presentase terbesar berada pada keluarga nelayan. Hal tersebut mengindikasikan terjadinya transfer kemiskinan antargenerasi. Penelitian ini juga menemukan bahwa modal fisik yang biasa digunakan untuk usaha atau bekerja menjadi faktor penting dalam meningkatkan status kesejahteraan keluarga. pendisikan atau pengetahuan yang dimiliki ayah juga memiliki pengaruh yang signifikan. Hal ini ini dikarenakan ayah sebagai pencari nafkah utama keluarga akan menurunkan ilmu-ilmu kepada anaknya yang berhubungan dengan usahanya. Investasi sumberdaya manusia (perilaku investasi orang tua terhadap anak) yang baik akan membentuk anak yang berkualitas dikemudian hari. Konteks profesi pekerjaan (nelayan/petani) menjadi pembeda dalam penelitian ini. Pada keluarga nelayan, istri berperan sebagai penentu status kesejahteraan, sedangkan pada keluarga petani, suami yang menjadi penentu kesejahteraan keluarga.
Keywords : transfer kemiskinan antargenerasi, investasi anak, nelayan, petani
v
PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat serta karunianya sehingga laporan penelitian ini bisa diselesaikan. Ucapan terima kasih disampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu pelaksanaan penelitian dan juga penyusunan laporan, diantaranya : asisten peneliti, asisten lapangan, pemerintah desa tempat lokasi penelitian, dan pemerintah kecamatan di lokasi penelitian, serta seluruh responden yang berkenan untuk menjadi bagian dari penelitian ini. Semoga hasil penelitian ini dapat membawa manfaat, baik bagi pengembangan ilmu pengetahuan maupun sebagai landasan pengambilan kebijakan pemerintah selanjutnya.
Bogor, November 2014
Tim Peneliti
vi
DAFTAR ISI
RINGKASAN.........................................................................................................iii PRAKATA...............................................................................................................v DAFTAR ISI...........................................................................................................vi DAFTAR TABEL..................................................................................................vii DAFTAR GAMBAR............................................................................................ viii BAB 1. PENDAHULUAN...................................................................................... 1 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................5 BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN.............................................19 BAB 4. METODE PENELITIAN..........................................................................21 BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................................26 BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................................58 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 59 LAMPIRAN.......................................................................................................................64
vii
DAFTAR TABEL Tabel 1 Definisi keluarga sejahtera menurut tahapan dalam IKS ...........................8 Tabel 2 Luaran dan indikator terukur....................................................................24 Tabel 3 Distribusi usia suami dan istri keluarga contoh berdasarkan profesi.......26 Tabel 4 Distribusi lama pendidikan suami dan istri keluarga contoh berdasarkan profesi pekerjaan (nelayan/petani) dan status kesejahteraan..................................27 Tabel 5 Distribusi jumlah anak kelaurga contoh berdasarkan profesi pekerjaan..28 Tabel 6 Distribusi pendapatan per bulan dan pendapatan per kapita keluarga..... 30 Tabel 7 Distribusi pencari nafkah utama keluarga contoh berdasarkan profesi....31 Tabel 8 Distribusi pencari nafkah utama keluarga asal suami dan istri berdasarkan profesi pekerjaan (nelayan/petani) dan status kesejahteraan..................................31 Tabel 9 Distribusi jumlah anak keluarga asal suami dan istri berdasarkan profesi ................................................................................................................................32 Tabel 10 Distribusi pekerjaan pencari nafkah utama keluarga asal suami dan istri ................................................................................................................................33 Tabel 11 Sebaran status pendapatan keluarga asal berdasarkan profesi pekerjaan (nelayan/petani) dan status kesejahteraan keluarga contoh................................... 34 Tabel 12 Sebaran kemampuan literasi orang tua di keluarga asal berdasarkan.... 35 Tabel 13 Sebaran status kepemilikan dan kondisi rumah keluarga asal............... 36 Tabel 14 Sebaran kepemilikan aset keluarga asal berdasarkan profesi pekerjaan (nelayan/petani) dan status kesejahteraan keluarga contoh................................... 37 Tabel 15 Sebaran pengaruh keluarga asal di masyarakat berdasarkan profesi..... 37 Tabel 16 Distribusi keluarga asal berdasarkan status kesejahteraannya dan status ................................................................................................................................38 Tabel 17 Distribusi keluarga nelayan berdasarkan status kesejahteraan keluarga asal (STATUS1) dan kesejahteraannya saat ini (STATUS2)................................ 39 Tabel 18 Distribusi keluarga petani berdasarkan status kesejahteraan keluarga asal (STATUS1) dan kesejahteraannya saat ini (STATUS2)................................ 40 Tabel 19 Presentase status kesejahteraan keluarga contoh berdasarkan status.....41 Tabel 20 Presentase status transfer kemiskinan antargenerasi keluarga contoh... 42 Tabel 21 Distribusi lama pendidikan suami dan istri keluarga contoh berdasarkan ..................................................................................................................................4 3 Tabel 22 Presentase skor persepsi orang tua asal terkait nilai suami per dimensi 44 Tabel 23 Presentase skor persepsi orang tua asal terkait nilai istri per dimensi... 45 Tabel 24 Presentase skor persepsi suami terkait nilai anak terakhir per dimensi berdasarkan profesi pekerjaan dan status kesejahteraan........................................ 47 Tabel 25 Presentase skor persepsi istri terkait nilai anak terakhir per dimensi berdasarkan profesi pekerjaan dan status kesejahteraan........................................ 48 Tabel 26 Regresi logistik multinomial untuk faktor-faktor yang mempengaruh..51
viii
Tabel 27 Regresi logistik multinomial faktor-faktor yang mempengaruhi...........53
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6 Gambar 7 Gambar 8 Gambar 9
Perangkap kemiskinan..........................................................................10 Dinamika kemiskinan (Moore 2005)................................................... 11 Alur transfer kemiskinan antargenerasi (Moore 2005)....................... 12 Kerangka pemikiran............................................................................. 18 Peta jalan penelitian............................................................................. 25 Presentase skor perilaku investasi orang tua asal terhadap suami........46 Presentase skor perilaku investasi orang tua asal terhadap istri...........47 Presentase skor perilaku investasi suami terhadap anak terakhir.........49 Presentase skor perilaku investasi istri terhadap anak terakhir............ 50
ix
BAB 1. PENDAHULUAN L atar Belakang Dominasi pandangan terkait penyebab kemiskinan memiliki masanya masing-masing dalam diskursus tentang kemiskinan. era 1950 hingga 1960an, diskursus terkait kemiskinan didominasi oleh pembahasan mengenai adanya budaya
kemiskinan
(culture
of
poverty,missal
Lewis)
yang
ditransfer
antargenerasi. Kajian di tahun 1970an dan awal 1980an lebih banyak difokuskan pada pembahasan terkait pencapaian status (status attainment research, misal), untuk mengkritisi pandangan sebelumnya tentang budaya kemsikinan. Sementara di akhir tahun 1980an, diskusi mengenai penyebab kemiskinan lebh mengarah kepada aspek struktural seperti diskriminasi ras dan kurangnya kesempatan. Muara dari perdebatan terkait penyebab kemsikinan tersebut berkaitan dengan pernyataan apakah kemiskinan diturunkan dari stau generasi ke generasi selanjutnya, dan bagaimana mekanismenya. Corcoran (1995) menjelaskan empat perspektif
yang dapat digunakan untuk
membahas
transfer
kemiskinan
antargenerasi, yaitu : model sumberdaya (kurangnya investasi orang tua pada anak), model korelasi ketidakberuntungan (status attainment anak yang dipengaruhi faktor status orang tua), model budaya sosial (penyimpangan nilai, sikap, dan perilaku akibat program bantuan pemerintah), dan model underclass (isolasi sosial, diskriminasi, dll). Dari keempat perspektif tersebut kembali dikelompokkan secara general ,enjadi faktor struktural dan kultural. Beberapa kajian terkait transfer kemiskinan antargenerasi di Indonesia menggunakan pendekatan model sumberdaya (missal Surachman dan Hartoyo 2012) dan pendekatan model korelasi ketidakberuntungan (missal Pakpahan et.al 2009, Botteme et.al 2009, dan Widyanti et al. 2009). Hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya persistensi kemiskinan antargenerasi. Hal tersebut yang diduga menjadi penyebab lambatnya pengurangan angka kemiskinan di Indonesia. Pemahaman terkait penyebab terjaidnya kemiskinan berperan vital dalam menentukan rumusan kebijakan pengentasan kemiskinan (Schiller 2008). Penelitian ini ditujukkan lebih dari sekedar untuk menganalisis persitensi
x
kemiskinan antargenerasi.
Lebih lanjut, penelitian
ini ditujukkan untuk
menganalisis mekanisme terjadinya transfer kemiskinan antargenerasi. Pendekatan yang digunakan adalah penggabungan antara faktor struktural dan kultural sebagai penyebab kemiskinan antargenerasi dengan menggunakan kerangka kerja transfer kemiskinan yang dikembangkan oleh Moore (2001). Analisis mekanisme transfer kemiskinan dilakukan dengan menganalisis transfer kemiskinan dilaukan dengan menganalsisi transfer modal (manusia, material, alam, budaya, dan sosial politik) antargenerasi di dalam keluarga maupun masyarakat. Selain cakupan faktor penyebab yang lebih komprehensif, penelitian ini berupaya untuk menganalisis keterkaitan antara karakteristik agroekologi yang berkaitan dengan strategi nafkah keluarga dan transfer kemiskinan antargenerasi. Penelitian ini dilakukan didaerah pesisir yang mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan. Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis transfer modal pada keluarga dan masyarakat.
Rumusan Masalah Hasil penelitian tahun pertama menunjukkan besarnya peran keluarga asal (family of orientation) terhadap status kesejhateraan keluarga prokreasi melalui investasi sumberdaya manusia yang dilakukan saat usia dini dan pendidikan formal. Artinya, upaya peningkatan kualitas kesejahteraan keluarga perlu diupayakan melalui peningkatan investasi terhadap kualitas sumberdaya manusia. Tahun 2007, Indonesia meluncurkan pilot project untuk program pengentaan kemiskinan dengan pendekatan conditional cash transfer untuk meningkatkan investasi keluarga terhadap kualitas sumberdaya manusia, yang diberi nama Program Keluarga Harapan (PKH). Program ini bersifat jangka panjang dan ditujukan untuk memotong rantai kemiskinan. penelitian Simanjuntak (2010) mencatat sejumlah permasalahan terkait implementasi PKH di Bogor, seperti ketidaksesuaian sasaran, uang bantuan yang tidak digunakan sebagaimana mestinya, dan pembimbingan yang tidak optimal. Menurut kajian Kharisma (2008), pelaksaan yang terjadi pada pelaksaan program ini dikarenakan implementasi yang terlalu terburu-buru tanpa persiapa yang memadai baik secara kajian ilmiah maupun infrastruktur.
xi
Balum lagi program pemberian bantuan tunai yang dilaksanakan oleh pemerintah beberapa tahun terakhir yang banyak menuai kritik dari berbagai pihak. Hal tersebut dianggap akan menimbulkan deviasi nilai, sikap, serta perilaku dikalangan masyarakat miskin. Istilah yang digunakan oleh Schiller (2008) adalah big brother factor, program pemerintah yang justru malah semaikin mendorong kemiskinan. lambatnya upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia bisa disimpulkan, disebabkan program pengentasan kemiskinan yang tidak substansial dan cenderung berorientasi jangka pendek. Perumusan program pengentasan kemiskinan seharusnya khas berdasarkan faktor penyebabnya (Corcoran 1995;Schiller 2008). Diperlukan kajian yang komprehensif terkait faktor penyebab kemiskinan sebagai landasan untuk perumusan kebijakan pengentasan kemiskinan. faktor karakteristik agroekologi patut menjadi pertimbangan menimbang beragamnya ciri faktor tersebut di Indonesia yang tentu akan berdampak pada hal-hal yang terkait dengan kemiskinan, seperti pola nafkah hingga nilai budaya. Berkaca pada fakta-fakta tersebut, penelitian ini berupaya untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan berikut. 1. Apakah terjadi transfer kemiskinan antargenerasi yang dianalisis melalui dinamika kemiskinan pada dua generasi keluarga di wilayah dengan karakteristik agroekologi berbeda, terutama di wilayah pesisir? 2. Bagaimana formulasi program untuk pengentasan kemiskinan dengan mengacu kepada hasil penelitian yang dilakukan? Tujuan Penelitian pada tahun pertama ditujukkan untuk menganalisis mekanisme transfer kemiskinan antargenersi yang terjadi di dalam keluarga (transfer modal manusia dan modal material). Penelitian dilakukan di dua wilayah agroekologi yang berbeda, yaitu dataran rendah dan dataran tinggi. Penelitian kedua ditujukkan untuk menganalisis mekanisme transfer kemiskinan antargenerasi dalam keluarga di wilayah pesisir.
xii
Selain itu, hasil analisis tahun pertama dan kedua digunakan sebagai bahan perumusan program pengentasan kemiskinan yang sesuai di setiap wilayah yang menjadi lokasi penelitian. L uaran yang Diharapkan Luaran yang diharapkan dari pelaksanaan penelitian pada tahun kedua adalah : 1. Hasil penelitian atau temuan terkait persistensi kemiskinan serta mekanisme transfer kemiskinan di wilayah pesisir 2. Rumusan program pengentasan kemiskinan berdasarkan hasil penelitian mekanisme transfer kemiskinan antargenerasi yang akan dirumuskan bersama dengan stakeholder, disosialisasikan secara luas, dan dilakukan advokasi kepada pihak pengambil keputusan. Ur gensi P enelitian Penelitian ini berupaya untuk mengisi kekosongan dalam diskursus akademik terkait transfer kemiskinan antargenerasi, terutama di Indonesia. Penelitian ini juga menerapkan pendekatan translation research. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai persistensi kemiskinan di sejumlah wilayah dengan karakteristik agroekologi yang berbeda serta menjelaskan faktor pendorong terjadinya kemiskinan tersebut sebagai landasan untuk perumusan kebijakan program pengentasan kemiskinan.
xiii
BAB 2. TINJAUANPUSTAKA Kemiskinan Kemiskinan saat ini didefinisikan tidak hanya dari sisi ekonomi, melainkan juga meluas kedimensi sosial, kesehatan, pendidikan dan politik. Istilah kemiskinan muncul ketika seseorang atau sekelompok orang tidak mampu mencukupi tingkat kemakmuran ekonomi yang dianggap sebagai kebutuhan minimal dari standar hidup tertentu (Prastyo 2010). Hermanto (1995) menyatakan bahwa kemiskinan dapat diartikan sebagai sebuah keadaan seseorang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya, yaitu kebutuhan pangan. Sedangkan Mangkuprawira
(1993)
mendefinisikan
kemiskinan
sebagai
bentuk
ketidakberdayaan dalam pemenuhan kebutuhan pokok baik materi maupun non materi. Ellis (2000) membedakan kemiskinan menjadi tiga dimensi, yaitu ekonomi, sosial, dan politik. Kemiskinan ekonomi adalah keadaan berkuranganya sumberdaya yang dimiliki untuk meningkatkan kesejahteraan. Kemiskinan ekonomi dapat dilihat dari dua sisi, yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kedua kemiskinan ini mengacu kepada kepemilikan aset yang dikaitkan dengan standar kelayakan hidup seseorang atau keluarga. Istilah kemiskinan ini merujuk pada perbedaan sosial yang ada dalam masyarakat yang berasal dari distribusi pendapatan. Perbedaannya terletak pada ukuran yang digunakan. Kemiskinan absolut ukurannya sudah terlebih dahulu ditentukan dengan angkaangka nyata (garis kemiskinan) atau indikator yang digunakan. Sementara kemiskinan
relatif
ditentukan
berdasarkan
perbandingan
relatif
tingkat
kesejahteraan antar penduduk. Kemiskinan sosial adalah rendahnya kemampuan dalam membangun jaringan sosial serta struktur yang tidak mampu mendukung usaha peningkatan produktivitas. Kemiskinan sosial dapat disebut juga kemiskinan kultural. Kemiskinan kultural mengacu kepada sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti malas, boros, dan sebagainnya. Sedangkan kemiskinan politik biasa disebut kemiskinan struktural, yaitu merupakan
xiv
kemiskinan yang disebabkan rendahnya akses terhadap sumberdaya yang terjadi dalam suatu sistem sosila budaya atau politik. Berdasarkan Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK), kemiskinan bukan hanya berkaitan dengan pendapatan, tetapi juga mencakup kerentanan dan kerawanan orang atau sekelompok orang baik laki-laki maupun perempuan untuk menjadi miskin dan keterbatasan akses masyarakat miskin dalam penentuan kebijakan publik yang berdampak pada kehidupan mereka (Dharmawan et al. 2010). Dengan demikian, kemiskinan merupakan suatu permasalahan sosial yang kompleks karena menyangkut berbagai dimensi kehidupan. Salim (1980) dalam Dharmawan et al. (2010) menyatakan bahwa ciri-ciri penduduk miskin adalah: 1) rata-rata tidak memiliki faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, peralatan kerja, dan keterampilan, 2) mempunyai tingkat pendidikan yang rendah, 3) kebanyakan bekerja atau berusaha sendiri dan bersifat usaha kecil (sektor informal), setengah menganggur atau menganggur (tidak bekerja), 4) kebanyakan berada di daerah pedesaan atau daerah tertentu perkotaan (slum area), dan 5) kurangnya kesempatan untuk memperoleh (dalam jumlah yang cukup): bahan kebutuhan pokok, pakaian, perumahan, fasilitas kesehatan, air minum, pendidikan, angkutan, fasilitas komunikasi, dan kesejahteraan sosial lainnya. Indikator Kemiskinan Meskipun kemiskinan merupakan sesuatu yang kompleks, tidak hanya dari sisi ekonomi namun dari sisi sosial dan politik, tetapi kemiskinan sendiri lebih sering dikonsepkan dalam konteks ketidakcukupan pendapatan dan harta (lack of income and assets) untuk memenuhi kebutuhan dasar yang semuanya berada dilingkup ekonomi (Nanga 2006 dalam Sianturi 2012). Pengukuran kemiskinan di Indonesia pertama kali dipublikasikan oleh BPS pada tahun 1984 yang mencangkup data kemiskinan periode 1976-1981. Konsep yang digunakan oleh BPS adalah konsep kebutuhan dasar. BPS menggunakan garis kemiskinan sebagai batas untuk membedakan miskin dengan tidak miskin yang terdiri dari kebutuhan pangan dan non pangan. Hasil Widyakarya Pangan tahun 1978 menyatakan bahwa seseorang dapat dikatakan hidup sehat apabila telah memenuhi kebutuhan energi
xv
minimum sebesar 2100 kalori per hari. Oleh karena itu, batas miskin untuk pangan adalah nilai rupiah yang harus dikeluarkan selama sebulan agar seseorang dapat memenuhi kebutuhan energinya sebesar 2100 kalori per hari. Sedangkan kriteria kebutuhan minimum bukan makanan adalah nilai rupiah yang dikeluaran untuk dapat memenuhi kebutuhan bukan makanan (perumahan, pakaian, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya). Sedangkan World Bank (2014) mendifinisikan penduduk miskin adalah mereka yang hidup dalam keluarga yang kemampuan konsumsinya dibawah garis tertentu, seperti dibawah $1,25 atau $2 per hari atau dibawah level yang ditetapkan negara masing-masing. Selain BPS dan World Bank, indikator kemiskinan juga disusun oleh Sajogyo. Menurut Sajogyo (Suryawati 2005), tingkat kemiskinan didasarkan pada jumlah pengeluaran rumah tangga yang disetarakan dengan jumlah kilogram konsumsi beras/orang/tahun dan dibagi wilayah pedesaan dan perkotaan. Daerah pedesaan : a. Miskin : bila pengeluaran keluarga lebih kecil daripads 320 Kg nilai tukar beras/orang/tahun b. Miskin sekali : bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari 240 Kg nilai tukar beras/orang/tahun c. Paling miskin : bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari 180 Kg nilai tukar beras/orang/tahun Daerah perkotaan : a. Miskin : bila pengeluaran keluarga lebih kecil daripads 480 Kg nilai tukar beras/orang/tahun b. Miskin sekali : bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari 380 Kg nilai tukar beras/orang/tahun c. Paling miskin : bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari 270 Kg nilai tukar beras/orang/tahun Kemiskinan merupakan suatu kondisi seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan
hidup dasar, sedangkan kesejahteraan adalah
suatu
keadaan
terpenuhinya kebutuhan dasar serta terealisasinya nilai-nilai kehidupan (Sunarti 2008). BKKBN merumuskan konsep keluarga sejahtera dengan pengelompokkan secara bertahap terhadap keluarga, mulai dari keluarga pra sejahtera, keluarga
xvi
sejahtera tahap I, keluarga sejahtera tahap II, keluarga sejahtera tahap III, dan keluarga sejahtera tahap III plus. Sunarti (2008) menyatakan bahwa batasan operasional dari keluarga sejahtera adalah kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan
dasar,
kebutuhan
sosial,
kebutuhan
psikologis,
kebutuhan
perkembangan, dan kepedulian sosial. Indeks kesejahteraan keluarga merupakan satu-satunya alat untuk mengukur tingkat kesejahteraan di level keluarga yang digunakan di Indonesia (Sunarti 2008). Dengan mempertimbangan pengertian kemiskinan secara luas maka keluarga yang berada pada tahap pra keluarga sejahtera (Pra KS) dan keluarga sejahtera I (KS I) yang dapat digolongkan sebagai keluarga miskin. Keluarga pada tahap tersebut bukan hanya belum mampu memenuhi kebutuhan dasar, namun juga kebutuhan sosial psikologis seperti akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan makanan yang bergizi. T ab el 1 Defin isi k elu ar ga seja hter a men ur ut tah a pa n d a la m I KS
Tahap Keluarga Pra-KS
Definisi Keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya (basic needs) secara minimal, seperti kebutuhan akan pangan, sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan
Keluarga KS-I
Keluarga-keluarga ynag telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan
kebutuhan
sosial
psikologisnya
seperti
kebutuhan ibadah, makan protein hewani, pakaian, ruang untuk interaksi keluarga, dalam keadaan sehat, mempunyai penghasilan, bisa baca tulis latin, dan keluarga berencana Keluarga KS-II
Keluarga-keluarga disamping telah memenuhi kebutuhan dasarnya, juga telah memenuhi seluruh kebutuhan sosial psikologisnya, keseluruhan kebutuhan
akan
tetapi
kebutuhan untuk
belum
dapat
memnuhi
pengambangannya
peningkatan
agama,
seperti
menabung,
berinteraksi dalam keluarga, ikut melaksanakan kegiatan dalam masyarakat dan mampu memperoleh informasi Keluarga KS-III
Keluarga yang telah memenuhi seluruh kebutuhan dasar,
xvii
sosial psikologi, dan kebutuhan pengembangannya, namun belum dapat memberikan sumbangan yang maksimal terhadap masyarakat, seperti secara teratur memberikan sumbangan dalam bentuki material dan keuangan untuk kepentingan sosial kemasyarakatan serta berperan serta secara
aktif
dengan
menjadi
pengurus
lembaga
kemasyarakatan atau yayasan-yayasan sosial, keagamaan, kesenian, olahraga, pendidikan, dan sebagainya Keluarga
KS-III Keluarga-keluarga yang telah mampu memenuhi semua
PLUS
kebutuhannya baik yang bersifat dasar, sosial psikologis, pengembangan,
serta
telah dapat pula
memberikan
sumbangan yang nyata dan berkelanjutan bagi masyarakat Sumber : Sunarti (2008)
Kemiskinan Kronis Salah stau ciri kemiskinan kronis adalah panjangnya durasi dari kemiskinan tersebut. Kemiskinan kronis adalah kondisi kemiskinan yang berlangsung terus menerus dan dalam waktu yang panjang, bertahun-tahun, bahkans seumur hidup, dan dapat berlangsung antar generasi (CPRC 2008). Kemiskinan kronis ini dapat membuat seseorang atau keluarga masuk kedalam lingkara kemiskinan dan sulit untuk keluar dari kondisi tersebut. Sehingga terjadilah siklus kemiskinan. Keluarga yang terjebak dalam lingkaran kemiskinan memiliki pendapatan yang rendah, sehingga kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup, seperti kesehatan dan pendidikan, menjadi terbatas. Keterbatasan ini akan bermuara kepada rendahnya kualitas sumberdaya manusia. Dharmawan et al (2010) menggambarkan pernagkap kemiskinan melalui skema berikut.
Penduduk miskin à pendapatan rendah
·
Produktivitas masyarakat dan negara rendah
D aya beli rendah
· · · ·
Pangan Kesehatan Perumahan/lingkungan Pendidikan rendah
xviii
Ga mb ar 1 Per an gka p k emiskina n
Dinamika Kemiskinan Memahami dan menghadapi kemiskinan kronis, maka perlu memahami dinamika kemiskinan. Dinamika kemiskinan diartikan sebagai perubahan kesejahteraan individu atau keluarga dari waktu ke waktu. Life cycle seseorang, transisi menjadi dewasa atau usia tua, pernikahan dan kelahiran anak, janda dan kematian, sering memegang peranan penting dalam mengubah kerentanan seseorang umtuk menjadi miskin. Moore (2005) membagi dinamika kemiskinan menjadi 4 tipe, yaitu tidak pernah miskin, keluar dari kemiskinan, jatuh miskin, dan terjebak kedalam kemiskinan. Pemahaman mengenai dinamika kemiskinan dapat menjadi tanda untuk merancang kebijakan pengentasan kemiskinan daripada hanya mengandalkan kepad tren kemiskinan. Pembahasan mengenai dinamika kemiskinan memerlukan data panel keluarga untuk melacak perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu. Idealnya data panel ini terdiri dari dua gelombang pengumpulan data. Dengan cara ini,keluarga yang mengalami kemiskinan kronis dan bergerak keluar masuk dari kemiskinan dapat diidentifikasi.
Keluarga yang Keluar dari kemiskinan
Keluarga terjebak dalam kemiskinan
xix
Keluarga tidak pernah miskin
Keluarga jatuh miskin
Ga mb ar 2 Din am ika kemiskin an (Moor e 2005)
Tr ansfer Kemiskinan Antar Generasi Kemiskinan tidak ditransfer dari satu generasi ke generasi berikutnya sebagai satu paket, melainkan sebagai satu komplek faktor negatif dan positif yang mempengaruhi kemungkinan seorang individu untuk mengalami kemiskinan. Pendekatan mata pencaharian atau aset sangat berguna untuk memahami transfer kemiskinan antar generasi (intergenerational transfer of poverty/ Intergenerational transmitted poverty/ IGT of poverty), dengan cara fokus pada transfer atau tidak terjadinya transfer dari aset-aset yang berkaitan dengan kemiskinan dalam berbagai macam bentuk atau disebut capital (human capital, social-cultural capital, social-political capital, material capital, dan natural capital) (Moore 2005). Menurut Moore (2001), kemiskinan yang terjadi antargenerasi dapat dilihat sebagai karakteristik dan juga penyebab dari kemiskinan kronis. Konsep penting dalam memahami transfer kemiskinan antargenerasi adalah: 1.
Unit analisis. Fokus pada private transmission dari individu dan keluarga dari satu generasi ke generasi selanjutnya atau transfer kemiskinan dalam, antara, atau melalui ranah publik atau komunitas, negara dan pasar.
2. Arah transfer. Transfer hanya dilakukan dari generasi yang lebih tua kepada generasi yang lebih muda atau terjadi juga sebaliknya. Terkait dengan hal tersebut, apakah terjadi juga tansfer ‘ jump generation’ , misalnya dari kakek ke cucu atau sebaliknya. 3. Hal-hal yang ditransfer. Kemiskinan antar generasi dapat dipahami dengan baik dengan berfokus pada transfer, pencabutan (extraction) transfer, dan ketiadaan transfer pada berbagai bentuk modal atau capital (manusia,
xx
sosial budaya, sosial politik, keuangan atau materi, dan lingkungan alam), yang dapat menimbulkan kemiskinan baik kemiskinan multidimensional ataupun kemiskinan dalam konteks sempit. 4. Terjadinya transfer, pencabutan, atau kurangnya transfer dalam sejumlah atau seluruh capital dalam memastikan terjadinya transfer kemiskinan antargenerasi.
Orang tua miskin
Anak miskin
Dewasa miskin
Anak Orang tua tidak miskin
Anak tidak m iskin
Dewasa tidak miskin
Transfer, ekstrasi, ketiadaan modal kemiskinan Anak menjadi miskin atau tidak didasarkan pada transfer, ekstrasi, dan ketiadaan modal kemiskinan, dan faktor dari individu (ex : ketahanan) dan struktural (ex : jaringan keamanan) Life cycle change (anak tumbuh menjadi dewasa) : miskin/tidak miskin anak ‘ tumbuh kedalam’miskin/tidak miskin saat dewasa yang didasarkan pada faktor dari individu (ex : ketahanan) dan struktural (ex : jaringan keamanan) Gam ba r 3 Alu r tr an sfer kemiskin an an tar gen era si (Moor e 2005)
Nilai Anak Hoffman dan Hoffman (1973) dalam Trommsdorff (2005) menyatakan bahwa nilai anak megacu kepada fungsi anak yang bisa diberikan kepada orang tua atau kebutuhan yang bisa dipenuhi oleh anka bagi orang tua. Konsep nilai anak menggunakan pendekatan gabungan antara faktor objektif (ekonomi) dan normatif juga pengaruh psikologis yang mempengaruhi perilkau fertilitas. Menurut Sam (2001) nilai anak dikonseptualisasikan sebagainkonstruksi psikologis yang mengacu kepada keuntungan yang diharapkan dari memiliki anak dan juga biaya serta kerugiaanya. Secar spesifik, nilai anak dimaknai sebagai
xxi
refleksi motivasi orang tua untuk memilioki dan membesarkan anak, dan di dalam motivasi tersebut termasuk juga tujuan personal dan pengalaman sosialisasi orang tua (Sam 2001). Deacon dan Firebaugh (1988) menyatakan bahwa keluarga memiliki tanggung jawab dalam hal perawatan dan perkembangan dari anggota keluarganya. sebagai penghasil sumberdaya manusia, keluarga juga diharapkan untuk berfungsi dengan baik agar menghasilkan suberdaya manusia yang berkualitas. Investasi orang tua terhadap anak merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk menghasilkan sumberday manusia yang berkualitas, salah satunya melalui alokasi uang dan wkatu untuk pendidikan dan kesehatan. dengan demikian, motivasi orang tua untuk membesarkan anak dengan baik, dipengaruhi oleh persepsi orang tua tentang nilai anak. menurut Suckow dan Klaus (2002) nilai anak terdiri dari tiga dimensi, yaitu : nilai psikologis-emosional anak, nilai ekonomi-utilitarian anak, dan nilai sosial-normatif anak. Nilai anak ditransfer dari satu generasi ke generasi selanjutnya dalam keluarga melalui proses sosialisasi orang tu terhadap anak, dalam hal ini pengasuhan yang dilakukan orang tua terhadap anak. Kwast-Welfel et al. (2008) menyatakan bahwa transfer nilai antargenerasi manjadi suatu mekanisme utama untuk keberlanjutan suatu komunitas. Lebih lanjut, Grolnick et al. (1997) dalam Hayne et al. (2006) menyatakan bahwa nilai dan norma sosial diidentifikasi dan diinternalisasi melalui proses sosialisasi dan enkulturasi.
Investasi Or ang Tua Terhadap Anak Schultz (1981) menyatakan bahwa faktor penting dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin bukan terletak pada uang, energy, dan lahan pertanian, melainkan melalui peningkatan kualitas manusia dan kemajuan dibidang teknologi. Menurut Deacon dan Firebaugh (1998) modal manusia atau sumberdaya manusia adalah jumlah total dari kapasitas atau kemampuan yang dimiliki oleh manusia dan cara penggunaan sumberdaya manusia yang berpengaruh terhadap sumberdaya di masa datang. Agar manusia dapat menggunakan sumberdaya yang dimilikinya, diperlukan suatu upaya berupa
xxii
investasi sumberdaya manusia. Investasi sumberdaya manusia ini merupakan faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi (Steuerle dan Reynolds 2007) Keluarga memegang peranan penting dalam menghasilkan modal manusia, dan investasi modal manusia merupakan salah satu cara bagi keluarga untuk meningkatkan produktivitas marginal anak sehingga meningkatkan kapasitas pendapatan anak tersebut (Taubman 1996). Hartoyo (1998) mendefinisikan investasi orang tua terhadap anak sebagai segala usaha, aktivitas, atau alokasi sumberdaya keluarga yang bertujuan umtuk meningkatkan kualitas anak sehingga diharapkan akan menjadi individu yang produktif saat dewasa. Investasi untuk anggota keluarga dapat berarti sebagai investasi sumberdaya manusia yang dapat dilakukan melalui pendidikan, pengasuhan dan kesehatan. Investasi ini dilakukan untuk meningkatkan taraf hidup seseorang. Investasi yang dilakukan pada anak terdiri dari dua, yaitu nilai uang dari jasa (makanan, pakaian, rumah, transportasi, pendidikan, dan perawatan kesehatan) dan nilai wkatu (merupakan waktu yang dihabiskan orang tua, khususnya ibu untuk membesarkan anak baik melalui perawatan maupun pemeliharaan) (Bryant dan Zick 2006) Anak merupakan sumberdaya yang dapat diinvestasikan. Salah satu investasi orang tua untuk membentuk sumbedaya yang bekualitas adalah waktu dan pendapatan atau uang (Hartoyo 1998). Melalui investasi ini diharapkan anak dapat memiliki masa depan yang lebih baik. Orang tua menginginkan peningkatan kesejahteraan bagi anaknya, sehingga mereka akan melakukan apa saja untuk memaksimalkan pendapatan mereka demi melakukan investasi pada anak. Dengan harapan, pengeluaran yang dilakukan akan sesuai dengan biaya tambahan yang mereka keluarkan (Becker 1993).
Investasi Pendidikan Investasi pendidikan dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kekayaan dimasa yang akan datang dan semakin lama pendidikan yang ditempuh maka akan meningkatkan kesempatan seseorang dalam mengganti biaya pendidikannya (Bryant dan Zick 2006). Pendidikan merupakan alat untuk meningkatkan produktivitas individu, sehingga diharapkan dapat menghasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas. Namun ada suatu fenomena bahwa
xxiii
masyarakat miskin menganggap bahwa pendidikan tidak penting. Hal ini dikarenakan opportunity cost yang terlalu besar. Mereka juga memiliki pandangan bahwa banyak yang telah lulus sekolah namun sulit mencari pekerjaan. Menurut penelitian Puspitawati et al (2009) bahwa lebih dari setengah masyarakat miskin hanya mampu mencapai pendidikan sampai tamat sekolah dasar (SD), sedangkan masyarakat tidak miskin memiliki pendidikan lebih tinggi, yaitu minimal sekolah menengah atas (SMA). Beberapa golongan masyarakat menganggap bahwa terdapat perbedaan investasi anak karena gender. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa orang tua menganggap laki-laki lebih diutamakan dibandingkan perempuan, karenakan laki-laki lebih diharapkan untuk menghasilkan uang bagi keluarga (Pattinasarany 2012;Mulatsih 2002). Selain perbedaan gender, faktor lain yang mempengaruhi perilaku investasi pendidikan adalah jumlah anggota keluarga. penambahan anggota keluarga akan mengurangi dukungan keluarga terhadap pendidikan anak karena biaya yang semakin bertambah. Hal ini mengindikasikan tingkatan yang rendah dalam investasi keluarga (Leibowitz 1982). Hal ini juga didukung oleh penelitian Hartoyo (1998) yang menyatakan bahwa pengeluaran keluarga, jumlah anggota keluarga, jumlah anak sekolah, dan kelompok suku memiliki hubungan yang signifikan dengan pengeluran untuk pendidikan. Keluarga dengan jumlah anggota yang besar akan memiliki pengeluaran yang kecil untuk pendidikan.
Investasi Kesehatan Selain pendidikan, faktor yang mempengaruhi kualitas sumberdaya manusia adalah kesehatan. berbeda dengan investasi pendidikan yang bertujuan meningkatkan
produktivitas,
investasi
kesehatan
dilakukan
agar
dapat
memperpanjang umur harapan hidup dan terhindar dari penyakit sehingga menghasilkan waktu produktif yang lebih tinggi. Namun, biaya investasi kesehatan memiliki biaya tambahan yang lebih besar dibandingkan investasi pendidikan (Bryant dan Zick 2006). Melalui pengetahuan, pendidikan berkontribusi terhadap perubahan perilaku kesehatan. Pengetahuan yang berasal dari pendidikan berperan dalam
xxiv
mempengaruhi keputusan seseorang untuk berperilaku sehat (Kemenkes 2013). Menurut hasil evaluasi MDGs Indonesia (UNDP 2008), kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan mulai meningkat. Namun pada beberapa aspek perlu kerja keras yangh lebih untuk mencapai target yang diharapkan. Data BPS (2014b) menunjukkan bahwa sekitar 28,59 persen penduduk Indonesia masih mengalami keluhan kesehatan. Temuan Edward dan Grossman (1979) dalam Bryant dan Zink (2006) menunjukkan bahwa kesehatan juga berpengaruh terhadap perkembangan intelektual anak. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pendidikan dan kesehatan saling berkaitan.
Alokasi P endapatan Pendapatan yang dimiliki keluarga digunakan untuk kegiatan konsumsi dan investasi sumberdaya manusia. Pendapatan yang dialokasinya untuk investasi anak dipengaruhi oleh empat sumber, yaitu aset keluarga, kemampuan dan keterampilan yang dimiliki, lama pendidikan yang ditempuh orang tua, dan investasi pasca sekolah (Leibowitz 1982). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi alokasi pendapatan untuk investasi. Pertama, latar belakang sosial ekonomi keluarga akan mempengaruhi sumberdaya yang diberikan terhadap anak dan kualitas anak (Woodhouse 1997). Kedua, jumlah anak akan mempengaruhi pembagian alokasi pendapatan orang tua untuk anak. Peningkatan jumlah anak cenderung akan mengurangi pendapatan orang tua dan biasanya anak dihadapkan pada perbedaan alokasi uang (Behrman et al 1988 dalam Taubman 1996). Orang tua dengan anak satu akan memiliki presentasi pengeluaran sebesar 25 persen, sedangkan yang memiliki anak tiga atau lebih akan memiliki presentasi alokasi yang lebih rendah, yaitu sebesar 22 persen. Selain itu, semakin bertambah usia anak maka pengeluaran yang dilakukan orang tua semakin besar (Lino 2010). Hasil penelitian Hartoyo (1998) menunjukkan bahwa pengeluaran keluarga, jumlah anggota keluarga, jumlah anak sekolah dan kelompok suku memiliki hubungan yang signifikan dengan pengeluaran per kapita untuk pendidikan. Keluarga dengan jumlah anggota keluarga yang lebih besar akan memiliki alokasi pengeluaran per kapita untuk pendidikan yang lebih rendah. Jumlah anggota
xxv
keluarga memiliki hubungan positif dengang alokais pengeluaran per kapita pendidikan. Hal ini menyiratkan bahwa pendidikan sudah dirasa penting bagi sebagian keluarga. Pendapatan juga memiliki pengaruh terhadap investasi dan kesejahteraan psikologi ibu. Kesejahteraan ibu akan mempengaruhi perilaku ibu terhadap anak dan berhubungan dengan perilaku bermasalah anak. Tingkat dan stabilitas pendapatan keluarga memiliki pengaruh yang jelas terhadap fungsi keluarga dan kesejahteraan anak (Yeung et al 2002). Selain pendapatan, aset yang dimiliki juga dapat digunakan untuk membantu pemenuhan kebutuhan anggotanya. Aset merupakan segala sumberdaya yang dimiliki oleh keluarga dan dapat diturunkan kepada anak. Aset dapat berupa uang tunai, tabungan, kendaraan bermotor, perhiasan, dan lain-lain. Menurut Becker dan Tomes (1986), keluarga miskin akan lebih sulit memberikan investasi berupa uang karena pinjaman yang digunakan untuk menambah kekurangan sumberdaya tidak selalu tersedia.
Kerangka P emikir an Penelitian Dalam penelitian ini, kemiskinan antargenerasi dikaji pada dua generasi keluarga (keluarga contoh dengan keluarga asalnya) dengan memperhatikan transfer modal antargenerasi, diantaranya modal manusia, modal material, modal sosial budaya, modal sosial politik, dan modal alam. Transfer kemiskinan terjadi ketika transfer modal antargenerasi tidak berlangsung atau kurang. Penelitian ini tidak hanya mengestimasi tingkat persistensi kemiskinan pada dua generasi keluarga, namun juga menganalisis lebih jauh mekanisme penyebab kemiskinan tersebut melalui kerangka transfer kemiskinan antargenerasi.
Modal sosial politik
Modal natural
xxvi
Keluarga asal ibu
Keluarga asal ayah kakek
kakek
nenek Faktor lainnya
Faktor lainnya
Tingkat kesejahteraan Miskin
tingkat kesejahteraan
tidak miskin
Investasi anak
nenek
Miskin
Nilai-nilai
Nilai anak
Tidak miskin
Nilai-nilai
Keluarga contoh Ayah
Ibu Faktor lainnya
Tingkat kesejahteraan Miskin
Tidak Miskin
Investasi anak
N ilai-nilai
Keluarga Kualitas anak Ga mb ar 4 Ker a ngk a p em ik ir an
xxvii
BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Tujuan Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis transfer kemiskinan antargenerasi di wilayah dengan karakteristik agroekologi yang berbeda sebagai dasar untuk menyusun formulasi kebijakan pengentasan kemiskinan yang sesuai dengan hasil analisis tersebut. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: Tahun I: 1. Menganalisis dinamika kemiskinan pada dua generasi keluarga untuk mengamati terjadinya transfer kemiskinan antargenerasi 2. Menganalisis mekanisme transfer modal manusia dan modal material serta menganalisis pengaruhnya terhadap transfer kemiskinan antargenerasi Tahun II: 1. Menganalisis mekanisme transfer kemiskinan di level masyarkat melalui identifikasi modal sosial, politik, dan alam serta keterkaitannya denga transfer kemiskinan antargenerasi 2. Merumuskan
formulasi
program
pengentasan
kemiskinan
yang
berlandaskan pada kajian transfer kemiskinan antargenerasi Manfaat P enelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Penelitian
ini
ditujukkan
untuk
memberikan
kontribusi
terhadap
pengayaan konsep terkait kemiskinan dengan setting Indonesia, terutama yang berkaitan dengan konsep transfer kemiskinan antargenerasi. Penelitian
ini berupaya
menganalisis
proses
transfer
kemiskinan
antargenerasi di wilayah pesisir, yaitu nelayan dan petani. 2. Penelitian ini menggunakan pendekatan translation research, untuk menghubungkan antara ranah teori dan konsep dengan praktek dan pengambilan kebijakan. Hasil dari penelitian ini digunakan sebagai upaya formulai kebijakan pengentasan kemiskinan yang berlandaskan pada hasil yang telah dilakukan.
xxviii
BAB 4. METODE PENELITIAN Desain dan L okasi P enelitian Penelitian ini adalah gabungan anatara penelitian konklusif-deskriptif dan eksploratif. Desain dari konklusif-deskriptif yang digunakna adalah crosssectional study (pengamatan pada satu waktu yang bersamaan) dengan retrospective study (penggalian informasi masa lalu), serta metode yang digunakan adalah survey dengan menggunakan kuisioner sebagai alat bantu. Sementara itu, penelitian ini juga menggunakan metode focus group discussion dan in-depth interview (eksploratori) untuk menambah kelengkapan dan kekayaan informasi yang dikumpulkan. Penelitian dilakukan di Jawa Barat yang dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan jumlah penduduk terbanyak dan salah satu provinsi dengan penduduk miskin terbanyak. Penentuan lokasi selanjutnya dipilih dengan perimbangan kesesuaian karakteristik agroekologi yang diharapkan untuk dibandingkan (nelayan/petani). Kabupaten Indramayu dipilih sebagai lokasi penelitian yang merepresentasikan wilayah dataran rendah dan pesisir dengan pertimbangan kabupaten tersebut memiliki presentase desa pesisir tertinggi (11,94%) di Jawa Barat (Muflikhati 2010). Contoh dan Metode Penarikan Contoh Populasi penelitian ini adlaah keluarga yang bertempat tinggal di wilayah pesisir Kabupaten Indramayu dan memiliki anak beusia sekolah. Contoh dalam penelitian ini adalah 60 keluarga yang dibedakan menjadi miskin dan tidak miskin. Penggolongan dilakukan berdasarkan data penerima bantuan langsung tunai dari pemerintah. Penarikan contoh dilakukan dengan metode stratisfied random sampling dengan status kesejhateraan keluarga sebagai kriteria stratifikasi. Sebelumnya telah dipilih terlebih dahulu kecamatan, desa, dsn RW dari masing-masing lokasi secara purposive dengan syarat jumlah keluarga yang memenuhi kriteria di RW (atau RW-RW) terpilh di masing-masing lokasi dengan proporsi yang sama antara keluarga yang miskin dengan tidak miskin.
xxix
J enis dan T eknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terbagi menjadi data primer dan data sekunder. Data dprimer dikumpulkan melalui survey terhadap ayah dan ibu dari keluarga contoh, FGD, dan in-depth interview. Data yang dikumpulkan melalui wawancara survey terhadap ayah dan ibu sebagai responden meliputi : karakteristik sosiodemografi dan ekonomi keluarga contoh dan keluarga asal masing-masing, persepsi orang tua terkait nilai anak (keluarga asal terhadap keluarga contoh dan keluarga contoh terhadap anaknya) dengan menggunakan instrument yang dikembangkan oleh Surachman (2011) dengan nilai α-cronbach masing-masing 0,653 dan 0,712, transfer modal manusia yang diukur melalui perilaku investasi orang tua pada anak (keluarga asal terhadap keluarga contoh dan keluarga contoh terhadap anaknya), dan transfer modal material dari keluarga asal kepada keluarga contoh. Transfer modal manusia dari kleuarga asal ke keluarga contoh diukur melalui perilaku investasi keluarga asal terhadap responden saat berusia balita menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Surachman (2011) dengan nilai α-cronbach sebesar 0,849, dan lama pendidikan formal yang diselesaikan oleh keluarga contoh. Sedangkan perilaku investasi keluarga contoh terhadap anaknya yang berusia sekolah menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Surachman (2011) dengan nilai α-cronbach sebesar 0,889. Sementara itu, transfer modal material diukur melalui warisan yang diberikan keluarga asla terhadap keluarga contoh serta mas kawin saat ayah dan ibu menikah. Tingkat kesejahteraan keluarga
asal diukur dengan menggunakan
instrumen yang diadopsi dari Family Life History (FLH) yang dikembangkan oleh Bottema, Siregar, dan Madiadipura (2009). Indikator yang digunakan meliputi stabilitas pendapatan keluarga asal, kepemilikan dan kondisi rumah keluarga asal, kepemilikan aset (lahan pertanian, hewan ternak, perahu, dan lainnya), kemampuan literasi orang tua, dan pengaruh orang tua di masyarakat. Riwayat migrasi dan kesehatan juga turut ditanyakan untuk melengkapi informasi. Sementara itu, informasi mengenai transfer modal sosial dan alam dikumpulkan melalui kegiatan FGD dan in-depth interview.
xxx
P engolahan dan Analisis Data Pengolahan data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Penggolahan data kuantitatif dilakukan menggunakan program computer yang sesuai. Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan menggunakan tabulasi data yang diperoleh, serta analisis statistic inferensia melalui uji hubungan antar variabel yang ditentukan dan analisis regresi. Adapun tahapan analisis data yang dilakukan untuk menjawab tujuan penelitian adalah sebagai berikut. 1. Karakteristik demografi, sosial, dan ekonomi individu serta kedua generasi keluarga dianalisis secara deskriptif. Status kesejahteraan keluarga generasi pertama (keluarga asal) dikelompokkan menjadi miskin dan tidak miskin berdasarkan skor FLH. 2. Dinamika kemiskinan yang dialami oleh contoh dianalisis dengan membandingkan status kesejahteraan keluarga asal dan keluarga contoh. Status dinamika kemiskina dibedakan menjadi empat, yaitu ; selalu miskin, keluar dari kemiskinan, menjadi miskin, dan selalu miskin. Transfer kemiskinan terjadi apabila dinamika kemiskinan yang dialami adalah menjadi miskin atau selalu miskin. 3. Data transfer kemiskinan modal manusia, modal material, dan persepsi nilai anak diolah secara deskriptif untuk melihat gambaran masing-masing variabel kemudian dianalisis keterkaitannya secara deskriptif dengan status transfer kemiskinan melalui tabulasi silang. 4. Data terkait modal sosial dan modal alam dianalisis secara deskriptif. 5. Analsiis hubungan dan pengaruh dilakukan utuk melihat keterkaitan diantara variabel yang diteliti.
T ab el 2 L u ar a n da n in d ik a tor ter uk ur
Waktu
Kegiatan
Luaran
Indikator
xxxi
Tahun pertama Analisis transfer modal manusia dan material melalui transfer dalam keluarga di wilayah dengan karakteristik agroekologi yang berbeda yaitu wilayahdataran rendah dan tinggi melalui survey Analsisi transfer Tahun kedua modal manusia dan material melalui transfer dalam keluarga di wilayah pesisir melalui survey Analisis transfer sosial, budaya, politik, dan natural di wilayah agroekologi berbeda : dataran tinggi, rendah, dan pesisir melalui FGD dan in-depth interview dengan prominent figure di masyarakat Perumusan kebijakan transfer kemiskinan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan mensosialisasikannya
Hasil penelitian dari setiap lokasi
Tersusunnya artikel ilmiah
Hasil penelitian
Tersusunnya artikel ilmiah
Hasil penelitian
Terususunnya artikel ilmah
Formulais program pengentasan kemiskinan
Terususunnya naskah formulasi program pengentasan kemiskinan
xxxii
xxxiii
Studi perilaku investasi orang tua di wilayah pedesaan
Perilaku investasi Kualita s anak
Transfer kemiskina n di pedesaan Persistensi kemiskina n
Transfer kemiskia nn di wilayah agroekologi yang berbeda Investasi orang tua
Mekanisme transfer
Persistensi kemiskinan Dataran rendah dan tinggi
Mekanisme transfer
Penelitian tahun 1
Penelitian tahun 2 Perilaku investasi
Implikasi perilaku investasi pada anak terhadap pengentsan kemiskinan di keluarga nelayan
Gam ba r 5 Peta jala n p en elitia n
Rumusan kebija kan
Penelitian di wilayah pesisir, dan penelitian transfer modal di level masyarakat serta rumusan program pengentasan kemiskinan
Program pengentasan kemiskinan khas berdasarkan faktor penyebab
xxxiv
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakter istik Keluar ga Contoh Secara keseluruhan persentase tertinggi (41,7%) responden berkisar antara 41-50 tahun (Tabel 3). Kondisi tersebut juga ditemukan pada responden petani miskin (46,7%) dan tidak miskin (60%). Lain halnya pada nelayan, persentase umur tertinggi berkisar antara usia 31-40 tahun (33,3%) dan lebih dari 50 tahun (33,3%). Jika dikategorikan menurut Hurlock (1980) maka secara umum usia suami termasuk dalam kategori dewasa madya (41-60 tahun). Persentase tertinggi usia isteri (41,7%) berada pada selang 31-40 tahun. Hal yang sama juga terjadi pada usia isteri petani miskin (53,3%) dan tidak miskin (46,7%), sehingga menurut Hurlock (1980) rentang usia 31-40 tahun termasuk kategori dewasa muda. Kondisi yang berbeda terjadi pada kelompok usia isteri nelayan miskin dan tidak miskin, dimana persentase tertinggi berada pada selang usia 41-50 tahun dan menurut Hurlock (1980) selang usia tersebut termasuk kategori desa madya (4160) tahun. Berdasarkan data usia tersebut maka pasangan suami isteri dalam penelitian ini termasuk pasangan yang masih produktif. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara usia suami pada nelayan miskin dan tidak miskin, demikian juga antara petani miskin dan tidak miskin (α <0,05). Ta b el 3 Distr ibu si u sia su am i da n istr i kelua r ga con toh berd a sa r ka n p r ofesi pek er jaa n (n ela ya n /p eta n i) d an sta tus keseja hter aa n
Usia (tahun)
Nelayan Miskin Tidak miskin n % N %
Petani Miskin n
%
Tidak miskin n %
Total n
%
Suami 20-30 0 0,0 1 6,7 0 0,0 0 0,0 1 1,7 31-40 5 33,3 5 33,3 5 33,3 1 6,7 16 26,6 41-50 5 33,3 4 26,7 7 46,7 9 60,0 25 41,7 >50 5 33,3 5 33,3 3 20,0 5 33,3 18 30,0 Total 15 100,0 15 100,0 15 100,0 15 100,0 60 100,0 Rata-rata 47,67±9,59 44,67±9,25 45,07±8,49 51,80±10,52 47,30±9,68 ± sd p-value 0,391 0,064 Istr i 20-30 0 0,0 2 13,3 3 20,0 1 6,7 6 10,0 31-40 5 33,3 5 33,3 8 53,3 7 46,7 25 41,7
xxxv
41-50 7 46,7 6 40,0 3 20,0 4 26,7 20 33,3 >50 3 20,0 2 13,3 1 6,7 3 20,0 9 15,0 Total 15 100,0 15 100,0 15 100,0 15 100,0 60 100,0 Rata-rata 43,73±6,82 41,20±8,92 38,67±8,06 42,87±9,10 41,62±8,28 ± sd p-value 0,390 0,190 Sebagian besar (lebih dari 70%) lama pendidikan yang ditempuh suami dan isteri adalah kurang atau sama dengan enam tahun (Tabel 4). Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden memilki tingkat pendidikan yang rendah karena setara dengan lulusan SD atau tidak lulus SD. Jika dilihat dari tingkat pendidikan yang ditempuh maka
terdapat pola yang berbeda antara
nelayan dan petani. Pada nelayan, lama tempuh pendidikan suami isteri antara miskin dan tidak miskin berbeda secara nyata (α<0,05), dimana persentase suami isteri dari nelayan miskin yang memiliki lama pendidikan kurang atau sama dengan enam tahun lebih tinggi (lebih dari 85%) dibandingkan yang tidak miskin (60%). Sementara lama tempuh pendidikan suami isteri pada kelompok petani miskin dan tidak miskin tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (α<0,05). Menurut Yadollahi et al. (2009) pendidikan adalah salah satu determinan penentu status ekonomi dan pekerjaan seseorang. Menurut Gunarsa dan Gunarsa(2004), tingkat pendidikan yang dicapai seseorang akan mempengaruhi cara dan pola berfikir, persepsi, serta kepribadian seseorang. T ab el 4 Distr ibu sila ma pend idik a n sua mi da n istr i k elu ar ga con toh ber da sar k an pr ofesi p eker ja a n (n ela yan /petan i) d a n sta tus k eseja h ter aa n
Nelayan Miskin Tidak miskin n % n %
Lama pendidikan (tahun) Suami 6 7-9 10-12 >12 Total Rata-rata ± sd p-value Istr i 6 7-9
Petani Miskin n
Tidak miskin n %
%
Total n
%
13 86,7 9 60,0 10 66,7 10 66,7 42 70,0 1 6,7 2 13,3 2 13,3 2 13,3 7 11,7 1 6,7 0 0,0 2 13,3 3 20,0 6 10,0 0 0,0 4 26,7 1 6,7 0 0,0 5 8,3 15 100,0 15 100,0 15 100,0 15 100,0 60 100,0 2,87±3,7 8,07±5,43 6,80±4,00 5,93±4,30 5,92±4,72 7 0,005** 14 0
93,3 0,0
0,572 9 1
60,0 6,7
11 2
73,3 13,3
11 2
73,3 13,3
45 5
75,0 8,3
xxxvi
10-12 >12 Total Rata-rata ± sd p-value
1 6,7 3 20,0 2 13,3 2 13,3 8 13,3 0 0,0 2 13,3 0 0,0 0 0,0 2 3,3 15 100,0 15 100,0 15 100,0 15 100,0 60 100,0 3,67±3,27 7,47±5,10 6,20±3,32 4,93±4,08 5,57±4,16 0,022**
0,572
Berdasarkan data keseluruhan maka persentase tertinggi jumlah anak yang dimiliki antara 3-5 orang (Tabel 5). Jika dilihat berdasarkan status pekerjaan maka persentase tertinggi jumlah anak pada keluarga nelayan miskin dan tidak miskin adalah 3-5 orang. Walaupun demikian masih ditemukan (lebih dari 20%) keluarga nelayan miskin yang memiliki anak lebih dari 6 orang. Pada keluarga petani terdapat pola yang berbeda, persentase tertinggi (53,3%) jumlah anak yang dimiliki keluarga miskin kurang atau sama dengan dua, sedangkan jumlah anak pada keluarga tidak miskin antara 3-5 orang. Jika mengacu pada BKKBN (1996) maka sebagian besar keluarga pada memiliki jumlah anggota keluarga dengan kategori sedang yaitu antara 5-7 orang. Hasil uji statistik tidak menunjukkan adanya perbedaan jumlah anak pada keluarga miskin dan tidak miskin, baik pada nelayan maupun petani (α<0,05). Ta bel 5 Distrib usi ju mla h a na k kelau rga contoh b erd asa rk a n p rofesi pek er jaa n (n ela ya n /p eta n i) d an sta tu s keseja htera a n
Jumlah anak 2 3-5 6-8 9 Total Rata-rata ± sd p-value
Nelayan Petani Miskin Tidak Miskin Tidak Total miskin miskin n % n % n % n % n % 4 26,7 4 26,7 8 53,3 5 33,3 21 35,0 7 46,7 9 60,0 5 33,3 7 46,7 28 46,7 3 20,0 2 13,3 2 13,3 1 6,7 8 13,3 1 6,7 0 0,0 0 0,0 2 13,3 3 5,0 15 100,0 15 100,0 15 100,0 15 100,0 60 100,0 4,47±2,62 3,53±1,73 2,93±1,53 4,13±3,46 3,77±2,46 0,258
0,234
Lebih dari sepertiga (36,7%) keluarga memiliki pendapatan keluarga per bulan lebih atau sama dengan tiga juta rupiah dan sepertiga
(30%) keluarga
berpendapatan antara Rp 1000 000-2000 000 (Tabel 5). Jika dilihat dari jenis pekerjaan terdapat pola yang berbeda antara nelayan miskin dan tidak miskin, demikian juga petani miskin dan tidak miskin.
Persentase tertinggi keluarga
xxxvii
miskin nelayan (46,7%) dan petani (40%) memiliki pendapatan keluarga antara Rp 1000 000-< 2000 000, sedangkan perentase tertinggi pendapatan keluarga tidak miskin nelayan (53,3%) dan petani (73,3%) lebih atau sama dengan Rp 3000 000. Hasil uji statistik menunjukkan adanya perbedaan antara pendapatan keluarga miskin dan tidak miskin, baik pada keluarga nelayan maupun petani (α <0,05). Jika dilihat dari tingkat pendapatan perkapita yang dihitung dari pendapatan keluarga dibagi jumlah anggota keluarga maka terdapat pola yang berbeda antara kelompok. Persentase tertinggi pendapatan perkapita pada keluarga miskin nelayan adalah kurang dari Rp 250 000, sedangkan pada keluarga miskin petani antara Rp 250 000 - < 500 000. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat sosial ekonomi nelayan lebih rendah dibandingkan petani, kondisi ini juga didukung oleh rata-rata pendapatan perkapita keluarga miskin nelayan yang lebih rendah dibandingkan keluarga miskin petani.
Pola yang sama ditemukan pada keluarga
tidak miskin nelayan dan petani, dimana persentase tertinggi pendapatan perkapita kelompok tersebut adalah lebih dari Rp 750 000. Hasil uji statistik menunjukkan adanya perbedaan antara pendapatan perkapita keluarga miskin dan tidak miskin, baik pada keluarga nelayan maupun petani (α<0,05). Menurut Alabi et al (2006) rendahnya pendapatan pada keluarga akan menyebabkan pemenuhan kebutuhan akan pendidikan, kesehatan, dan pangan menjadi tidak memadai sehingga akan berpengaruh pada kesejahteraan keluarga.
T ab el 6 Distr ibu sip end apa ta n per b ula n d an pen da pata n p er ka p ita kelua r ga contoh b er d asa rk an p rofesi peker jaa n (n ela ya n /p eta n i) d an sta tus keseja hter aa n
Pendapatan
Nelayan
Petani
Total
xxxviii
(ribu rupiah)
Miskin
Tidak miskin n %
Tidak miskin n %
Miskin
n % n % P endapatan per bulan <1000 5 33,3 3 20,0 2 13,3 0 0,0 1000 - <2000 7 46,7 4 26,7 6 40,0 1 6,7 2000 - <3000 3 20,0 0 0,0 4 26,7 3 20,0 3000 0 0,0 8 53,3 3 20,0 11 73,3 Total 15 100,0 15 100,0 15 100,0 15 100,0 Rata-rata 1310,3 4521,3 1981 5725 Sd 724,1 4559 1063 3728 P-value 0,017** 0,002** P endapatan per kapita <250 9 60,0 4 26,7 4 26,7 1 6,7 250 - <500 5 33,3 4 26,7 6 40,0 1 6,7 500 - <750 1 6,7 1 6,7 3 20,0 5 46,7 750 0 0,0 6 40,0 2 13,3 8 53,3 Total 15 100,0 15 100,0 15 100,0 15 100,0 Rata-rata 238,1 931,4 419,5 1237,2 Sd 166,7 1132,1 237,9 1249,5 p-value 0,034** 0,025**
n
%
10 16,7 18 30,0 10 16,7 22 36,7 60 100,0 3384,4 3455
18 30,0 16 26,7 10 16,7 16 26,7 60 100,0 706,5 925,1
Sebagian besar (lebih dari 70% ) pencari nafkah utama pada keluarga nelayan dan petani adalah suami (Tabel 7). Menurut Puspitawati (2012), dominasi suami pencari nafkah dilandasi oleh budaya patriarki yang umumnya dianut oleh keluarga di Indonesia. Budaya tersebut menganggap bahwa laki-laki sebagai a main/primary breadwinner dan perempuan sebagai a secondary breadwinner. Seiring dengan meningkatnya tekanan ekonomi, semakin banyak kelompok perempuan yang berpartisipasi di sektor publik untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. Hasil penelitian juga ditemukan sebanyak 28,3 persen suami dan isteri bekerja,
bahkan persentase pada keluarga miskin nelayan lebih
tinggi
dibandingkan kelompok lainnya.
T a bel 7 Distr ib usi p enca ri na fka h utam a k elu a rga contoh b er d asa rk a n p rofesi pek er jaa n (n ela yan /petan i) d a n sta tus k eseja h ter aa n
Pencari nafkah
Nelayan Miskin Tidak miskin n % n %
Petani Miskin n
%
Tidak miskin n %
Total n
%
xxxix
Suami Istri Suami dan istri Total
9 0 6
60,0 0,0 40,0
15 100,0
12 0 3
80,0 0,0 20,0
15 100,0
11 0 4
73,3 0,0 26,7
15 100,0
11 0 4
73,3 0,0 26,7
43 71,67 0 0,0 17 28,3
15 100,0
60 100,0
Karakter istik Keluar ga Asal Persentase tertinggi pencari nafkah utama pada keluarga asal suami (48,3%) dan asal isteri (50%) adalah ayah dan ibu. Meskipun demikian masih banyak (46-48%) pencari nafkah utamanya adalah suami. Kondisi tersebut hamppir sama dengan keadaan keluarga responden sekarang, yaitu suami, atau suami dan isteri sebagai pencari nafkah utama. Pada keluarga asal, pencari nafkah ibu ditemukan pada keluarga miskin nelayan (13,3% ) dan keluarga tidak miskin petani (6,7%). T ab el 8 Distr ibu sip enca ri na fka h u tam a k elu a rga a sal sua mi d an istri b er d asa rk a n p r ofesi p ekerja an (nelaya n/p eta ni) da n statu s k esejah ter a an
Nelayan Pencari nafkah Miskin Tidak utama miskin n % n % Keluar gaAsal Suami Ayah 10 66,7 11 73,3 Ibu 2 13,3 0 0,0 Ayah dan ibu 3 20,0 4 26,7 Anggota kel. 0 0,0 0 0,0 Lainnya Total 15 100,0 15 100,0 Keluar gaAsal Istr i Ayah 7 46,7 10 66,7 Ibu 0 0,0 0 0,0 Ayah dan ibu 8 53,3 5 33,3 Anggota kel. 0 0,0 0 0,0 Lainnya Total 15 100,0 15 100,0
Petani Miskin Tidak miskin n % n % 4 0 11 0
26,7 4 0,0 0 73,3 11 0,0 0
Total n
26,7 29 0,0 2 73,3 29 0,0 0
% 48,3 3,3 48,3 0,0
15 100,0 15 100,0 60 100,0 6 0 9 0
40 0,0 60 0,0
5 1 8 1
33,3 28 6,7 1 53,3 30 6,7 1
46,7 1,67 50 1,67
15 100,0 15 100,0 60 100,0
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase tertinggi jumlah anak pada keluarga asal suami (43,3%) dan asal isteri (41,67%) berkisar antara 3-5 orang. Jumlah yang cukup tinggi juga ditemukan pada keluarga asal suami dan isteri yang memiliki anak 6-8 orang. Mengacu pada BKKBN (1996) maka jumlah anggota keluarga asal suami dan isteri termasuk kategori sedang (4-7 orang),
xl
tetapi banyak juga yang berkategori keluarga besar (> 7 orang). Jika dibandingkan jumlah anak pada keluarga responden sekarang, maka jumlah anak pada keluarga asal suami dan isteri lebih besar. Hal ini juga didukung oleh rata-rata jumlah anak pada keluarga asal lebih besar dibandingkan dengan jumlah anak pada keluarga responden sekarang. Ta b el 9 Distr ib u si jum la h an ak kelua r ga a sa l su am i d a n istr i ber da sar ka n pr ofesi p ekerja an (nelaya n/p eta ni) da n statu sk esejah ter a an
Nelayan Petani Jumlah Miskin Tidak Miskin Tidak anak miskin miskin n % n % n % N % Keluar gaAsal Suami 2 0 0,0 5 33,3 4 26,7 2 13,3 3-5 8 53,3 6 40,0 5 33,3 7 46,7 6-8 4 26,7 4 26,7 2 13,3 4 26,7 9 3 20,0 0 0,0 4 26,7 2 13,3 Total 15 100,0 15 100,0 15 100,0 15 100,0 Rata-rata 5,00±3,08 2,93±1,90 4,47±3,72 4,27±3,13 ± sd Keluar gaAsal Istr i 2 1 6,7 4 26,7 0 0,0 3 20,0 3-5 7 46,7 5 33,3 6 40,0 7 46,7 6-8 6 40,0 4 26,7 8 53,3 4 26,7 9 1 6,7 2 13,3 1 6,7 1 6,7 Total 15 100,0 15 100,0 15 100,0 15 100,0 Rata-rata 4,07±2,08 4,07±2,86 4,93±2,02 4,00±2,42 ± sd
Total n
%
11 18,3 26 43,3 14 23,3 9 15,0 60 100,0 4,17±3,04
8 13,3 25 41,67 22 36,7 5 8,3 60 100,0 4,27±2,34
Hasil menunjukkan bahwa keluarga asal suami (66,7%) dan isteri (lebih dari 80%) dari kelompok nelayan miskin dan tidak miskin memiliki pekerjaan sebagai nelayan. Meskipun demikian masih ditemukan (6-13,3%) jenis pekerjaan yang dimiliki keluarga asal suami yaitu buruh, petani, wiraswasta, pedagang dan pegaawai. Persentase tertinggi (lebih dari 66% ) pekerjaan keluarga asal suami dan isteri adalah sebagai petani. Jika melihat data tersebut maka pekerjaan nelayan dan petani yang dimiliki keluarga sekarang merupakan pekerjaan yang bersifat turun temurun. Ta b el 10 Distrib usi peker jaa n p encar i na fka h u tam a k elu a rga a sla sua mi da n istri b er da sar k an pr ofesi p eker ja a n (nela ya n/p eta ni) da n sta tu s keseja htera a n
Jenis pekerjaan
Nelayan Miskin Tidak miskin
Petani Miskin
Tidak miskin
Total
xli
n % n % n % Keluar gaAsal Suami Petani/buruh 1 6,7 1 6,7 10 66,7 tani Buruh 0 0,0 2 13,3 1 6,7 Pedagang 0 0,0 0 0,0 2 13,3 Wiraswasta 0 0,0 1 6,7 0 0,0 PNS/aparat 1 6,7 0 0,0 0 0,0 desa/TNI Pegawai 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Nelayan 10 66,7 10 66,7 2 13,3 Lainnya 1 6,7 1 6,7 0 0,0 Total 15 100,0 15 100,0 15 100,0 Keluar gaAsal Istr i Petani/buruh 0 0,0 0 0,0 9 60,0 tani Buruh 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Pedagang 1 6,7 1 6,7 2 13,3 Wiraswasta 0 0,0 0 0,0 1 6,7 PNS/aparat 0 0,0 1 6,7 0 0,0 desa/TNI Pegawai 0 0,0 1 6,7 1 6,7 Nelayan 14 93,3 12 80,0 2 13,3 Lainnya 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Total 15 100,0 15 100,0 15 100,0
n
% 13
86,7
0 1 0 0
0,0 6,7 0,0 0,0
n
%
25 41,67 3 3 1 1
5,0 5,0 1,67 1,67
0 0,0 1 6,7 0 0,0 15 100,0
0 0,0 23 38,3 2 3,3 60 100,0
11
73,3
20
33,3
0 2 0 0
0,0 13,3 0,0 0,0
0 6 1 1
0,0 10,0 1,67 1,67
0 0,0 2 13,3 0 0,0 15 100,0
2 3,3 30 50,0 0 0,0 60 100,0
Status Kesej ahteraan Keluar ga Asal Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh keluarga asal suami dan istri memiliki pendapatan yang tidak stabil. Jika dibandingkan antara nelayan dan petani, maka keluarga asal asal suami dan istri yang saat ini berprofesi sebagai nelayan memiliki pendapatan yang tidak stabil dibandingkan dengan yang berprofesi sebagai petani. Hal ini disebabkan karena mayoritas orang tua keluarga asal suami dan istri yang berprofesi sebagai nelayan memiliki pekerjaan sebagai melayan pula. Jika dibandingkan antara nelayan dan petani, maka dapat dikatakan bahwa nelayan memiliki pendapatan yang tidak stabil dikarenakan pekerjaannya yang bergantung pada laut, sedangkan kondisi di laut tidak dapat diprediksi. Tingkat dan stabilitas pendapatan keluarga memiliki pengaruh yang jelas terhadap fungsi keluarga dan kesejahteraan anak (Yeung et al 2002). Hasil penelitian Aytec et al (2005) menunjukkan bahwa pendapatan yang tidak stabil dapat menyebabkan keluarga kekurangan sumberdaya sehingga
xlii
kebutuhan seperti pendidikan, pangan, dan kesehatan menjadi kurang memadai dan pembentukan sumberdaya manusia menjadi tidak optimal. Selain itu, Pendapatan yang dialokasikan untuk investasi anak dipengaruhi oleh empat sumber, yaitu aset keluarga, kemampuan dan keterampilan yang dimiliki, lama pendidikan yang ditempuh orang tua, dan investasi pasca sekolah (Leibowitz 1982). Sehingga jika sebuah keluarga memiliki pendapatan yang kurang, maka investasi anak yang dilakukan akan terhambat T ab el 11 Seba ra n sta tu s pend a pa tan kelua r ga asa l b erd asa r ka n p rofesi pek er jaa n (n ela ya n /p eta n i) da n statu s k esejah ter a an kelua r ga con toh
Nelayan Status pendapatan
Petani
Miskin
Tidak miskin
n
n
%
Keluar ga Asal Suami Stabil 2 86,7 Tidak 13 13,3 stabil Total 15 100,0 Keluar ga Asal Istr i Stabil 0 0,0 Tidak 15 100 stabil Total 15 100,0
1 14
% 6,7 93,3
15 100,0 0 15
0,0 100
15 100,0
Miskin N
%
10 5
66,7 33,3
15 100,0 9 6
60,0 40,0
15 100,0
Total
Tidak miskin n
% 13 2
86,7 13,3
n
% 26 34
43,3 56,7
15 100,0
60 100,0
12 3
21 39
80,0 20,0
15 100,0
35,0 65,0
60 100,0
Pada tabel 11 dapat dilihat setengah keluarga asal suami dan istri memiliki kemampuan literasi (baca, tulis, hitung), sedangkan setengahnya lagi belum mampu. Kemampuan literasi ini menggambarkan akses terhadap pendidikan, baik secara formal maupun informal. Jika dibandingkan antara keluarga yang miskin dengan tidak miskin, dapat dilihat bahwa keluarga miskin memiliki kemampuan literasi yang kurang dibandingkan keluarga tidak miskin. Akses terhadap pendidikan ini dipengaruhi oleh lokasi tempat tinggal keluarga. Keluarga yang tinggal di lokasi yang strategis memudahkannya dalam mendapatkan pendidikan dan membantunya berfikir lebih terbuka. Orang tua dengan pendidikan yang rendah akan berpengaruh terhadap keefektivitasan perilaku perkembangan anak (Corcoran 1995). T ab el 12 Seba ra n kema mp ua n liter a si ora n g tua d i k elu ar ga a sal ber da sar k an pr ofesi p eker ja n (n ela ya n /petan i) d an sta tus keseja hter aa n k elu a rga
xliii
con toh
Nelayan Kemampuan calistung
Miskin n
Ayah Bisa Tidak bisa Total Ibu Bisa Tidak bisa Total Ayah Bisa Tidak bisa Total Ibu Bisa Tidak bisa Total
%
Petani
Tidak Miskin miskin n % n % Or ang tua suami
Tidak miskin n %
Total n
%
5 33,3 10 66,7 15 100,0
8 53,3 7 46,7 15 100,0
5 33,3 10 66,7 15 100,0
8 53,3 7 46,7 15 100,0
26 43,3 34 56,7 60 100,0
6 60,0 9 40,0 15 100,0
8 53,3 5 33,3 7 46,7 10 66,7 15 100,0 15 100,0 Or ang tua istr i
9 60,0 6 40,0 15 100,0
28 46,7 32 53,3 60 100,0
7 46,7 8 53,3 15 100,0
12 80,0 3 20,0 15 100,0
10 66,7 5 33,3 15 100,0
8 7 15
37 23 60
4 26,7 11 73,3 15 100,0
11 73,3 4 26,7 15 100,0
8 53,3 7 46,7 15 100,0
6 40,0 9 60,0 15 100,0
53,3 46,7 100
61,7 38,3 100
29 48,3 31 51,7 60 100,0
Pada tabel 13 dapat dilihat bahwa mayoritas keluarga asal menempati rumah milik sendiri, hanya sebagian kecil yang menyewa atau lainnya (asrama). Jika dilihat berdasarkan kondisi rumah, maka lebih dari separuh keluarga contoh menyatakan bahwa rumah yang ditempati pada masa balita sama saja kondisinya dengan tetangga sekitar pada saat itu. Keluarga asal suami dan istri yang saat ini berstatus miskin, baik yang berprofesi sebagai nelayan maupun petani, memiliki kondisi rumah yang lebih buruk dibandingkan rumah sekitarnya dengan prsentase tertinggi (13-33%) dibandingkan dengan keluarga tidak miskin. T ab el 13 Seb a ra n statu s k epemilika n d an kon disi r u ma h k elu a rga a sal b er da sar k an pr ofesi p eker ja a n (nela ya n/p eta ni) da n sta tu s keseja htera a n kelua r ga con toh
Nelayan Petani Miskin Tidak Miskin Tidak Total miskin miskin n % n % n % n % n % Kepemilikan r umah Keluar ga Asal Suami Milik 15 10,00 15 100,0 15 100,0 15 100,0 60 100,0 Kepemilikan dan kondisi rumah
xliv
sendiri Sewa 0 0,0 Lainnya 0 0,0 Total 15 100 Keluar ga Asal Istr i Milik 15 100,0 sendiri Sewa 0 0,0 Lainnya 0 0,0 Total 15 100,0 Keluar ga Asal suami Lebih baik 1 6,7 Sama saja 9 60,0 Lebih buruk 5 33,3 Total 15 100,0 Keluar ga Asal Istr i Lebih baik 0 0,0 Sama saja 13 86,7 Lebih buruk 2 13,3 Total 15 100,0
0 0 15
0,0 0,0 100
0 0 15
14
93.3
0,0 0,0 100
0 0 15
0,0 0,0 100
0 0 60
0,0 0,0 100
15 100,0
15 100,0
59
98.3
0 0,0 0 0,0 1 6,7 0 0,0 15 100,0 15 100,0 Kondisi r umah
0 0,0 0 0,0 15 100,0
0 0,0 1 1,7 60 100,0
2 13,3 11 73,3 2 13,3 15 100,0
0 0,0 13 86,7 2 13,3 15 100,0
3 20,0 12 80,0 0 0,0 15 100,0
6 10,0 45 75,0 9 15,0 60 100,0
4 26,7 8 53,3 3 20,0 15 100,0
0 0,0 14 93,3 1 6,7 15 100,0
0 0,0 14 93,3 1 6,7 15 100,0
4 6,7 49 81,7 7 11,7 60 100,0
Pada umumnya, keluarga asal suami dan istri yang berstatus miskin, baik yang berprofesi sebagai petani maupun nelayan memiliki aset berupa hewan ternak. Sedangkan pada keluarga tidak miskin memiliki aset hewan ternak dan lahan pertanian. Jenis aset lain yang dimiliki adalah perahu dan aset usaha jasa. Hal ini sesuai dengan salah satu ciri keluarga miskin yaitu tidak memiliki faktor produksi sendiri (Salim 1980 dalam Dharmawan et al. 2010). Aset merupakan hal yang penting karena aset akan membantu perekonomian keluarga menjadi lebih maju (Rothwel 2011). Keluarga dengan aset yang lebih banyak cenderung lebih sejahtera dibandingkan dengan yang tidak memiliki. Ta b el 14 Seba r an kep em ilik an aset k elu a rga a sal b er d asar k an pr ofesi peker jaa n (n ela ya n/p eta n i) da n sta tus keseja h ter aa n k elu a rga contoh
Nelayan Kepemilikan aset
Miskin
n % Keluar ga Asal Suami Lahan 1 6,7 pertanian Hewan 3 20,0 ternak
Petani
Tidak miskin n %
Miskin n
%
Tidak miskin n %
Total n
%
4
26,7
5
33,3
12
80,0
22
36,7
2
13,3
5
33,3
8
53,3
18
30,0
xlv
Perahu 1 Lainnya 0 Keluar ga Asal Istri Lahan 1 pertanian Hewan 1 ternak Perahu 5 Lainnya 0
6,7 0,0
8 0
53,3 0,0
0 0
0,0 0,0
1 0
6,7 0,0
10 0
16,7 0,0
6,7
4
26,7
6 40,0
9
60,0
20
33,3
6.7
4
26,7
13 86,7
7
46,7
25
41,7
33,3 0,0
8 1
53,5 6,7
1 0
6,7 0,0
14 1
23,3 1,7
0 0
0,0 0,0
Baik keluarga asal suami maupun istri memiliki orang tua yang tidak berpengaruh di masyarakat. Walaupun demikian, pada keluarga asal suami dan istri yang saat ini berprofesi sebagai nelayan memiliki orang tua yang berpengaruh di masyarakat. Peran orang tua di masyarakat memiliki pengaruh terhadap kesejahteraan anaknya. Anak akan lebih termotivasi untuk melakukan usaha yang mampu meningkatkan kesejahteraan karena berusaha menjaga nama baik keluarga. Hal ini juga berhubungan dengan modal sosial yang dimiliki keluarga. T ab el 15 Seb a ra n p enga ru h k elu a rga a sal di ma sya r ak a t b erd asa rk a n p rofesi p ek erja an (nelaya n/p eta ni) da n statu sk esejah ter a an kelua r ga con toh
Nelayan Petani Pengaruh Miskin Tidak Miskin Tidak keluarga miskin miskin n % n % n % n % Keluar ga Asal Suami Berpengaruh 1 6,7 1 6,7 0 0,0 0 0,0 Tidak 14 93,3 14 93,3 15 100,0 15 100,0 berpengaruh Total 15 100,0 15 100,0 15 100,0 15 100,0 Keluar ga Asal Istr i Berpengaruh 0 0,0 1 6,7 0 0,0 0 0,0 Tidak 15 100,0 14 93,3 15 100,0 15 100,0 berpengaruh Total 15 100,0 15 100,0 15 100,0 15 100,0
Total n 2 58
% 3,3 96,7
60 100,0 1 59
1,7 98,3
60 100,0
Berdasarkan perbandingan antara kesejahteraan keluarga asal dengan keluarga contoh dapat dilihat bahwa pada keluarga yang saat ini berstatus miskin dan berprofesi sebagai nelayan berasal dari keluarga yang miskin pula. Hal ini mengindikasikan adanya kemiskinan relatif dalam masyarakat. Kemiskinan relatif muncul karena adanya standar-standar kemiskinan yang dibuat sendiri oleh masyarakat sekitar. Standar yang ada akan berbeda pada setiap tempat. Sehingga sulit untuk keluar dari standar yang sudah ada. Selain itu jenis pekerjaan jenis
xlvi
pekerjaan dan aset yang dimiliki mempengaruhi terjadinya kemiskinan yang diturunkan. Terdapat fenomena yang menarik yaitu keluarga petani yang saat ini berstatus miskin berasal dari keluarga istri yang tidak miskin. Hal ini terjadi karena beberapa hal, salah satunya karena perkawinan. Perkawinan yang dilakukan akan mempengaruhi status kesejahteraanya seseorang menjadi miskin atau tidak miskin. Selain itu, pendidikan warisan juga memegang peranan penting. Penelitian ini menunjukkan bahwa pada keluarga yang saat ini tidak miskin, baik yang berprofesi sebagai petani maupun nelayan, berasal dari keluarga yang tidak miskin pula. Ini menunjukkan bahwa keluarga contoh mampu mempertahankan status kesejahteraannya. Ta b el 16 Distrib usi kelua r ga asa l b erd asa rk a n statu sk esejah ter a an nya d a n status keseja htera a n k elu ar ga contoh men ur ut jenis p eker ja a n
Nelayan Petani Kesejahteraan Miskin Tidak Miskin Tidak keluarga asal miskin miskin n % n % n % n % Keluar ga Asal Suami Miskin 12 80,0 8 53,3 9 60,0 5 33,3 Tidak miskin 3 20,0 7 46,7 6 40,0 10 66,7 Total 15 100 15 100 15 100 15 100 Keluar ga Asal Istr i Miskin 12 80,0 6 40,0 4 26,7 6 40,0 Tidak miskin 3 20,0 9 60,0 11 73,3 9 60,0 Total 15 100 15 100 15 100 15 100 Dinamika kemiskinan Antar gener asi
Total n
% 34 56,7 26 43,3 60 100 28 46,7 32 53,3 60 100
Hasil penelitian menunjukkan pada keluarga nelayan, sebagian besar keluarga contoh yang terbentuk dari suami dan istri yang berstatus miskin, maka akan berpeluang menghasilkan keluarga yang miskin pula. Ini menandakan terjadinya kemiskinan kronis pada keluarga tersebut (status dinamika kemiskinan selalu miskin). Ketika seorang suami yang berasal dari keluarga miskin menikah dengan istri yang berasal dari keluarga tidak miskin, maka peluang terbesar keluarga yang terbentuk akan menjadi tidak miskin. Begitu pun ketika suami yang berstatus tidak miskin menikah dengan istri yang berstatus miskin, maka peluang terbentuknya keluarga miskin dan tidak miskin sama besarnya. Pilihan istri untuk menikah dengan suami yang miskin, cenderung akan membuat istri jatuh miskin. Ta bel 17 Distr ibu sik elua rga nelaya n ber da sar k an sta tus keseja hter aa n k elu ar ga a sal (ST ATUS1) d an k eseja h ter aa n nya sa at ini (ST ATUS2)
xlvii
STATUS 1
Miskin
Suami
Tidak miskin
Total
Istri Miskin STATUS2 Miskin Tidak miskin Sub total Miskin Tidak miskin Sub total Miskin Tidak miskin Sub total
Tidak miskin STATUS2 n Miskin 2 Tidak 4 miskin Sub total 6 Miskin 1 Tidak 5 miskin Sub total 6 Miskin 3 Tidak 9 miskin Sub total 12
n 10 4 14 2 2 4 12 6 18
Total STATUS2 Miskin Tidak miskin Sub total Miskin Tidak miskin Sub total Miskin Tidak miskin Sub total
n 12 8 20 3 7 10 15 15 30
Lain halnya yang terjadi pada keluarga petani. Penelitian menunjukkan bahwa bahwa ketika suami dan istri yang berasal dari keluarga miskin menikah, peluang untuk terbentuknya keluarga miskin menjadi lebih tinggi. Begitu pun ketika seorang istri yang berstatus tidak miskin memutuskan untuk menikah dengan suami yang berstatus miskin, maka peluang keluarga yang terbentuk adalah keluarga miskin. Namun, terdapat perbedaan pola pada suami yang tidak miskin ketika memutuskan untuk menikah dengan istri yang berstatus miskin. Pada keluarga petani, hal tersebut akan memberikan peluang lebih besar terbentuknya keluarga yang tidak miskin. Keluarga yang saat ini tidak miskin, seluruhnya berasal dari suami dan istri yang tidak miskin. Ini menandakan bahwa keluarga contoh mampu mempertahankan kesejahteraannya. Ta bel 18 Distr ibu sik elu a rga p eta n i b er d asa rk a n sta tus k eseja h ter aa n k elu a rga a sal (ST ATUS1) d an k eseja h ter aa n nya sa at ini (ST ATUS2)
STATUS 1
Miskin
Suami
Tidak miskin Total
Istri Miskin STATUS2 Miskin Tidak miskin Sub total Miskin Tidak miskin Sub total Miskin Tidak
n 3 2 5 1 4 5 4 6
Tidak miskin STATUS2 N Miskin 6 Tidak 3 miskin Sub total 9 Miskin 5 Tidak 6 miskin Sub total 11 Miskin 11 Tidak 9
Total STATUS2 Miskin Tidak miskin Sub total Miskin Tidak miskin Sub total Miskin Tidak
n 9 5 14 6 10 16 15 15
xlviii
miskin Sub total
10
miskin Sub total
20
miskin Sub total
30
Pada tabel 18 dapat dilihat adanya penentu kesejahteraan keluarga saat ini. Pada keluarga nelayan, penetu kesejahteraan adalah istri. Ini dapat dilihat dari presentase terbesar keluarga yang saat ini tidak miskin berasal dari suami yang tidak miskin. Peran istri disektor domestik yang salah satunya mengelola keuangan keluarga berpengaru terhadap kesejahteraan keluarga. Selain itu, peran istri yang membantu suami mencari nafkah juga mempengaruhi perekonomian keluarga. Sedangkan pada keluarga petani, suami adalah penentu kesejahterasan keluarga. Posisi suami sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga akan berpengaruh terhadap kesejahteraan keluarga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peluang terjadinya transfer kemiskinan pada keluarga nelayan dan petani sama-sama besar. Keluarga nelayan lebih cenderung terjadi peristiwa selalu miskin, sedangkan keluarga petani cenderung mengalami jatuh miskin.
T ab el 19 Presenta se sta tus keseja htera a n k elu ar ga contoh ber da sar k an sta tus k esejah ter a an kelua r ga asa l su am i d an istr i d enga n jen is p eker ja a n nelaya n d an petan i
Jenis pekerjaan
Nelayan
Petani
Keluarga asal Suami Istri Miskin Miskin Tidak miskin Tidak miskin Miskin Miskin Tidak miskin Tidak miskin
Keluarga contoh Miskin (%) Tidak miskin (%)
Miskin Tidak miskin Miskin Tidak miskin Miskin Tidak miskin Miskin Tidak miskin
71,4 33,3 50,0 16,7 60,0 66,7 20,0 45,5
28,6 66,7 50,0 83,3 40,0 33,3 80,0 54,5
Perbandingan antara status kesejahteraan keluarga asal dengan status kesejahteraan
keluarga contoh
akan menghasilkan
dinamika
kemiskinan
antargenerasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa empat dari sepuluh keluarga
xlix
nelayan mengalami status selalu miskin dan sepertiga keluarga mengalami status menjadi miskin. Pada keluarga petani sepertiganya mengalami kondisi tidak pernah miskin, namun presentase yang cukup besar juga dialami keluarga petani pada kondisi menjadi miskin. Keluarga yang mengalami kemiskinan kronis masih cukup tinggi dan presentase tertinggi dialami keluarga nelayan. Keluarga nelayan mengalami kemiskinan kronis karena jenis pekerjaan mereka yang memiliki penghasilan tidak menentu. Nelayan merupakan profesi yang mengandalakan alam seutuhnya dalam mencari penghasilan. Kondisi alam yang tidak menentu menyebabkan nelayan memiliki pendapatan yang tidak menentu pula. Hasil tangkap yang diperoleh di laut pun tidak dapat bertahan lama, sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari nelayan hanya mengandalkan hasil tangkap. Lain halnya denga keluarga petani. Pekerjaan petani juga mengandalkan alam sebagai sumberdaya penghasilkannya. Namun masalah yang dialami masih dapat diprediksi dan petani dapat meminimalisir kerugian. Hasil bertani, berupa gabah, dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama, sehingga jika petani mengalami gagal panen atau musim paceklik, maka mereka masih memiliki aset untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pekerjaan sebagai petani dapat dilakukan oleh suami dan istri. Ini akan membuka peluang bagi istri untuk membantu suaminya mencari penghasilan dan akan meningkatkan kesejahteraan keluarga. T a bel 20 Pr esenta se sta tus tra n sfer k em isk ina n a n ta r gen er a si kelu ar ga con toh b er d asa rk an jen is p ekerja a n
Status transfer kemiskinan Tidak pernah miskin Keluar dari kemiskinan Menjadi miskin Selalu miskin Total
Nelayan Petani Suami Istri Suami Istri n % n % n % n % 7 23,3 9 30,0 10 33,3 9 30,0 8
26,7
6
20,0
5
16,7
6
20,0
Total n 30
% 25,0
30
25,0
3 10,0 3 10,0 6 20,0 11 36,7 21 17,5 12 40,0 12 40,0 9 30,0 4 13,3 39 32,5 30 100,0 30 100,0 30 100,0 30 100,0 120 100,0
Mekanisme Tr ansfer Kemiskinan Antargener asi Pendidikan dianggap sebagai “ elevator sosial ”yang berfungsi sebagai sarana untuk meningkatkan posisi sosial seseorang (Deng & Treiman 1997;Hout
l
1989). Tabel 21 memperlihatkan tabulasi silang antara dinamika kemiskinan dengan lama pendidikan yang ditempuh suami dan istri. Perguruan tinggi merupakan suatu ‘ barang mewah’bagi sebagian orang. Suami dan istri yang mampu mengenyam pendidikan sampai perguruan tinggi adalah yang memiliki status dinamika tidak pernah miskin. Sebaliknya, suami dan istri yang berada pada dinamika jatuh miskin atau selalu miskin sebagian besar menempuh pendidikan hanya sampai SD/sederajat atau tamat SD. Pada dinamika keluar dari kemiskinan, pendidikan yang ditempuh istri lebih tinggi dibandingkan suami. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan sangat penting bagi seorang perempuan. Pendidikan yang tinggi akan membuat perempuan memiliki pengetahuan yang lebih luas dan terbuka, sehingga perannya di sektor domestik akan memberikan pengaruh terhadap keluarganya. selain itu, pendidikan bagi istri juga akan mempengaruhi pola pikir dan memicu istri untuk lebih kreatif dan produktif. Pendidikan yang diperoleh masyarakat juga dipengaruhi oleh lokasi atau tempat tinggal keluarga. Bagi keluarga yang tinggal di daerah pesisir dan kurang akses atau tertutup, dapat menyebabkan pertukaran informasi yang terjadi menjadi terhambat. Hal ini tentu saja mempengaruhi cara berfikir masyarakat. Lain halnya dengan keluarga yang tinggal di daerah yang terbuka dan dekat dengan jalur perekonomian. Masyarakat yang tinggal di daerah tersebut akan mendapatkan informasi atau pengetahuan yang lebih karena bersosialisasi dengan orang dari luar daerahnya. T ab el 21 Distrib usi la ma p en didika n sua m id an istr i k elu a rga contoh b er d asa rk a n p rofesi pek er ja an (n ela yan /petan i) d a n d in a mika kemisk in a n
Lama pendidikan (tahun)
Nelayan
Suami 6 7-9 10-12 >12 Total Istr i 6 7-9 10-12 >12
Status dinamika kemiskinan TM KM MM SM n % n % n % n %
Total n
%
2 28,6 1 14,3 0 0,0 4 57,1 7 100,0
7 87,5 1 12,5 0 0,0 0 0,0 8 100,0
3 100,0 10 83,3 22 73,3 0 0,0 1 8,3 3 10,0 0 0,0 1 8,3 1 3,3 0 0,0 0 0,0 4 13,3 3 100,0 12 100,0 30 100,0
4 1 2 2
5 0 1 0
3 100,0 11 0 0,0 0 0 0,0 1 0 0,0 0
44,4 11,1 22,2 22,2
83,3 0,0 16,7 0,0
91,7 23 0,0 1 8,3 4 0,0 2
76,7 3,3 13,3 66,7
li
Petani
Total Suami 6 7-9 10-12 >12 Total Istr i 6 7-9 10-12 >12 Total
9 100,0
6 100,0
3 100,0 12 100,0 30 100,0
6 60,0 1 10,0 3 30,0 0 0,0 10 100,0
4 80,0 1 20,0 0 0,0 0 0,0 5 100,0
2 33,3 2 33.3 1 16,7 1 16,7 6 100,0
8 88,2 20 66,7 0 0,0 4 13,3 1 11,1 5 16,7 0 0,0 1 3,3 9 100,0 30 100,0
5 83,3 7 63,7 0 0,0 2 18,2 1 16,7 2 18,2 0 0,0 0 0,0 6 100,0 11 100,0
4 100,0 22 73,3 0 0,0 4 13,3 0 0,0 4 13,3 0 0,0 0 0,0 4 100,0 30 100,0
6 66,7 2 22,2 1 11,1 0 0,0 9 100,0
Keteran g an :T M = tid ak p ern ah mis kin; K M = k elu ar d ari k emis k in an ;M M = men jad i mis k in; SM = s elalu mis k in
Investasi merupakan salah satu cara pentransferan modal manusia. Perilaku investasi yang dilakukan akan mempengaruhi kualitas sumberdaya manusia yang dihasilkan dan berdampak terhadap kesejahteraannya. Pada penelitian ini, investasi dibagi menjadi dua, yaitu perilaku investasi keluarga asal terhadap responden dan perilaku investasi keluarga contoh terhadap anak terakhir. Perilaku investasi yang dilakukan orang tua kepada anaknya tidak terlepas dari persepsi orang tua terhadap nilai anak. menurut Sam (2001), persepsi orang tua terkait nilai anak, selain mendorong orang tua untuk memiliki anak, juga akan mempengaruhi motivasi orang tua untuk merawat dan membesarkan anak. persepsi mengenai nilai anak dalam penelitian ini diukur melalui tiga dimensi, yaitu dimensi psikologi, sosial, dan ekonomi (Suckow dan Klaus 2002). Nilai psikologi diartikan sebagai kebahagiaan, kesenangan, dan persahabatan atau ketidaknyamanan dan stress yang diharapkan orang tua ketika memiliki anak. Nilai sosial merupakan keuntungan sosial atau ketidakberuntungan yang dirasakan orang tua terhadap kehadiran anak. Nilai ekonomi mengacu kepada harapan orang tua akan manfaat dan biaya yang dikeluarkan ketika anak maish kecil dan ketika sudah dewasa nanti. Hasil penelitian yang ditunjukkan pada Tabel 22 menunjukkan bahwa ratarata nilai anak pada tiap dimensi dari orang tua contoh suami yang saat ini tidak miskin lebih tinggi dibandingkan rata-rata nilai orang tua contoh suami yang saat ini berstatus miskin, baik pada keluarga nelayan maupun petani. Artinya, orang tua dari contoh yang saat ini tidak miskin memiliki dorongan yang lebih untuk
lii
memiliki anak dan merawat anak dengan lebih baik. Ta bel 22 Pr esenta se skor p ersepsi or a ng tua asal terk ait nila i su am ip er d im ensi b er da sar k an pr ofesi p eker ja a n d an sta tus keseja hter aa n k elu ar ga contoh
Dimensi nilai anak Psikologis Sosial Ekonomi Total
Nelayan Miskin Tidak miskin 43,55 50,22 53,77 56,00 48,44 44,44 48,59 50,22
Petani Miskin
Tidak miskin 48,88 67,55 45,77 54,07
55,11 52,44 38,66 48,74
Total 49,44 57,44 44,33 50,41
Ke t : 1= tida k se tuju;2= kura ng se tuju;3= se tuju;4=sanga t se tuju
Pada keluarga nelayan, baik yang berstatus miskin maupun tidak miskin, lebih menganggap bahwa kehadiran anak dapat memberikan keuntungan maupun ketidakberuntungan terhadap keluarga secara sosial dibandingkan psikologis maupun ekonomi. Keluarga petani yang berstatus miskin mengganggap bahwa anak lebih memberikan keuntungan secara psikologis, sedangakn pada keluarga yang tidak miskin lebih merasa beruntung secara sosial atas kehadiran anak. secara keseluruhan, nilai sosial anak lebih tinggi dirasakan orang tua dibandigkan nilai lainnya. Sama halnya dengan persepsi orang tua contoh suami, rata-rata nilai orang tua contoh istri pun juga memiliki pandangan yang sama bahwa kehadiran anak dapat memberikan manfaat secara psikologis, sosial, dan ekonomi. Tabel 23 menunjukkan bahwa rata-rata nilai orang tua contoh istri yang saat ini berstatus tidak miskin lebih tinggi dibandingkan rata-rata nilai orang tua contoh istri yang saat ini berstatus miskin, baik pada keluarga nelayan maupun petani. Orang tua dari contoh istri yang saat ini berstatus tidak miskin memiliki persepsi yang lebih tinggi untuk memiliki anak dan merawatnya dengan baik karena kehadiran anak dianggap memiliki manfaat, baik secara psikologis, sosial, maupun ekonomi. keluarga asal istri, baik yang berprofesi sebagai nelayan maupun petani, menganggap bahwa kehadiran anak dapat memberikan keuntungan atau ketidakberutungan secara sosial dibandingkan dengan psikologis ataupun ekonomi. T ab el 23 Pr esenta se sk or p er sepsi or an g tu a a sal ter k ait nilai istr i per d imensi ber da sar k an pr ofesi p eker ja a n d an sta tu s keseja htera a n k elu ar ga contoh
Dimensi nilai anak Psikologis
Nelayan Miskin Tidak miskin 49,77 48,44
Petani Miskin 55,55
Tidak miskin 51,55
Total 51,33
liii
Sosial Ekonomi Total
59,55 39,11 49,48
57,33 48,88 51,55
61,77 48,00 55,11
65,77 48,00 55,11
61,11 46,00 52,81
Ke t : 1= tida k se tuju;2= kura ng se tuju;3= se tuju;4=sanga t se tuju
Skor perilaku investasi orang tua terhadap suami pada Gambar 6 menunjukkan bahwa orang tua suami pada keluarga nelayan yang saat ini berstatus miskin, memiliki skor perilaku investasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan skor orang tua suami yang saat ini berstatus tidak miskin. Hal ini menunjukkan bahwa keluarga asal suami memiliki harapan yang lebih tinggi kepada anaknya agar anaknya mendapatkan masa depan lebih baik. Berbeda dengan orang tua suami pada keluarga nelayan, orang tua suami pada keluarga petani yang saat ini berstatus tidak miskin memiliki skor perilaku investasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan skor orang tua suami yang saat ini berstatus miskin.
Ga mb a r 6 Pr esenta se skor p erila ku in vestasi or a ng tu a asal terh ad a p sua mi
Tidak jauh berbeda dengan kasus suami, pada contoh istri pun terdapat gambaran hasil yang hampir sama. Skor perilaku investasi baik dalam bentuk waktu maupun uang, orang tua dari istri pada keluarga nelayan yang saat ini berstatus miskin memiliki skor lebih tinggi dibandingkan skor orang tua istri yang saat ini tidak miskin. Sedangkan orang tua suami pada keluarga petani yang saat ini berstatus tidak miskin memiliki skor perilaku investasi yang lebih tinggi
liv
dibandingkan dengan skor orang tua suami yang saat ini berstatus miskin. Secara keseluruhan, investasi uang pada keluarga miskin lebih rendah dibandingkan dengan keluarga tidak miskin, dan investasi waktu keluarga miskin lebih tinggi dibandingkan keluarga tidak miskin. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku invetasi berhubungan dengan status kesejahteraan. Menurut Corcoran (1995), kurangnya alokasi pendapatan bagi investasi anak terjadi pada keluarga miskin, karena mereka memiliki pendapatan yang terbatas.
Ga mb ar 7 Presen tase sk or p er ilak u in vesta si or an g tu a a sal ter h ad ap istr i
Perilaku investasi tidak semata-mata hanya dilakukan, tetapi juga disosialisasikan kepada anak. Sosialisasi yang dilakukan selain untuk memenuhi kebutuhan anak juga sebagai wahana untuk mentransfer nilai-nilai dan perilaku yang diharapkan ada pada diri seorang anak (Tromsdroff 2002). Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh suami menyetujui bahwa kehadiran anak terakhir memiliki manfaat, terutama manfaat secara sosial. Sementara itu, berkaitan dengan manfaat psikologis dan ekonomi dari kehadiran anak terakhir, hanya sekitar empat dari sepuluh suami yang menyetujui bahwa kehadiran anak terakhir memiliki manfaat secara psikologis dan ekonomi. Ta bel 24 Pr esenta se skor p ersepsi su a mi ter ka it n ilai an a k ter a kh ir p er d im en si b erd asa rk a n p rofesi peker jaa n d a n sta tus k eseja h ter aa n
Dimensi nilai anak
Nelayan Miskin Tidak miskin
Petani Miskin
Tidak miskin
Total
lv
Psikologis Sosial Ekonomi Total
43,11 48,00 38,67 43,26
49,77 71,55 49,33 56,88
51,11 63,55 43,55 52,74
49,77 68,00 44,00 53,93
48,44 62,77 43,88 51,70
Ke t : 1= tida k se tuju;2= kura ng se tuju;3= se tuju;4=sanga t se tuju
Senada dengan persepsi nilai anak suami, istri dalam penelitian ini pun secara umum mempersepsikan bahwa kehadiran anak
terakhir memberikan
manfaat secara sosial terhadap orang tua. Lebih lanjut dijelaskan bahwa hanya berkisar separuh istri pun yang menyetujui kehadiran anak terakhir bisa memberikan manfaat secara psikologis dan ekonomi bagi orang tua. Suami dan istri merasa bahwa anak memiliki nilai sosial yang tinggi. Hal ini dikarenakan sebagian besar keluarga merasa ‘ beruntung’ memiliki anak. Secara umum masyarakat tidak membeda-bedakan antara anak perempuan maupun lakilaki, namun ada harapan tersendiri yang diberikan orang tua kepada anak perempuan. Masyarakat menganggap bahwa anak perempuan lebih mudah mendapatkan pekerjaan dibandingkan laki-laki, missal sebagai tenaga kerja wanita (TKW) ke luar negeri. Pandangan yang ada di masyarakat adalah ketika sebuah keluarga memiliki anak perempuan yang bekerja menjadi TKW, maka dapat dikatakan keluarga tersebut mampu dan derajat keluarga meningkat. T ab el 25 Presen tase sk or p er sep si istri ter k ait nilai a na k tera k hir per d imensi ber da sar ka n pr ofesi peker jaa n d a n sta tus k eseja h ter aa n
Dimensi nilai anak Psikologis Sosial Ekonomi Total
Nelayan Miskin Tidak miskin 49,77 49,77 62,67 70,67 46,67 41,77 53,04 54,07
Petani Miskin 54,67 64,88 44,88 54,81
Tidak miskin 49,33 68,00 48,88 55,40
Total 50,88 65,55 45,55 54,33
Ke t : 1= tida k se tuju;2= kura ng se tuju;3= se tuju;4=sanga t se tuju
Sejalan dengan hasil yang disajikan sebelumnya, status kesejahteraan berkaitan dengan besarnya investasi yang dilakukan orang tua terhadap anak. Pada grafik di bawah ini ditunjukkan bahwa skor perilaku investasi suami terhadap anak terakhir yang berasal dari keluarga yang tidak miskin memiliki skor yang lebih tinggi dibandingkan keluarga yang berstatus miskin, baik pada keluarga nelayan maupun petani. Hasil lain yang menarik untuk digarisbawahi, untuk
lvi
konteks suami, skor perilaku investasi melalui uang lebih tinggi dibandingkan skor perilaku investasi waktu. Hal tersebut berkaitan dengan peran suami yang sebagian besar merupakan pencari nafkah utama dalam keluarga, sehingga investasi terhadap anak lebih banyak dilakukan dalam bentuk uang dibandingkan waktu.
Ga mb a r 8 Pr esenta se skor p erila ku in vestasi su a mi ter ha d ap an ak ter a kh ir
Hasil yang berbeda ditunjukan pada Gambar 9 yang menunjukkan rata-rata skor perilaku investasi istri terhadap anak terakhir. Pada konteks keluarga nelayan, skor perilaku investasi istri yang berasal dari keluarga yang tidak miskin memiliki skor yang lebih tinggi dibandingkan dengan istri yang berasal dari keluarga yang berstatus miskin. Sementara hasil yang berbeda ditunjukkan pada keluarga petani, yaitu skor perilaku investasi istri yang berasal dari keluarga yang berstatus miskin memiliki skor yang lebih tinggi dibandingkan dengan istri yang berasal dari keluarga yang tidak miskin. Berbeda dengan suami, skor perilaku investasi istri melalui waktu lebih tinggi dibandingkan skor perilaku investasi uang. Hal ini dapat berkaitan dengan peran istri yang sebagian besar memiliki peran domestik yaitu sebagai ibu rumah tangga yang memungkinkan lebih banyak meluangkan waktu untuk anak.
lvii
Ga mb ar 9 Presen tase sk or p er ilak u in vesta si istri ter h ad ap a na k tera k hir
Secara umum,
masyarakat
menganggap bahwa
pendidikan
anak
merupakan suatu hal yang penting bagi sebuah keluarga. Orang tua memiliki pandangan bahwa anak harus memiliki pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan orang tuanya. Hal tersebut yang memotivasi orang tua untuk melakukan investasi pada anak, khususnya dibidang pendidikan. Baik keluarga yang tidak miskin maupun miskin akan mengupayakan segala cara agar anaknya dapat sekolah kejenjang yang lebih tinggi. Bila dilihat perbandingan antara pendapatan per bulan dengan pengeluaran untuk pendidikan anak per bulan, keluarga yang tergolong miskin, baik nelayan maupun petani, mengalokasikan pendapatannya untuk pendidikan anak lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga yang tidak miskin. Sebanyak tujuh dari sepuluh keluarga miskin mengalokasikan pendapatannya untuk pendidikan anak sebesar 40 persen, dan sebanyak 16,7 persen mengaokasikan pendapatan hampir seratus persen untuk pendidikan. Sedangkan seluruh keluarga yang tergolong tidak miskin
mengalokasikan pendapatannya untuk pendidikan sekitar 0-40
persen.
Faktor -faktor yang Mempengaruhi Tr ansfer Kemiskinan Antargener asi Hasil pengujian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas
lviii
kemiskinan antargenerasi pada suami menunjukkan bahwa model tersebut secara statistic signifikan (Chi-Square=110,494;df=153;p<=0,001). Nilai Neglekerke R Square untuk model tersebut adalah 0,759, menunjukkan bahwa model tersebut dapat menjelaskan 75,9 persen faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas kemiskinan suami dan sisany dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti. Kebehasilan prediksi dari model secara umum sekitar 70 persen dengan prediksi terbesar 88,2 persen untuk tidak pernah miskin dan 71,4 persen untuk selalu miskin. Faktor-faktor yang secara signifikan mempengaruhi mobilitas kemiskinan pada suami dengan dinamika kemiskinan tidak pernah miskin adalah perilaku investasi orang tua, kepemilikan lahan pertanian, kepemilikan kapal kecil, dan pendidikan ayah. Ketiadaan lahan pertanian akan menurunkan peluang 1,08E-11 kali untuk menjadi tidak miskin jika dibandingkan dengan yang memiliki jika mengacu pada suami yang selalu miskin. Semakin banyak kapal kecil yang dimiliki seseorang akan meningkatkan peluang untuk menjadi tidak miskin sebesar 1,242 kali dibandingkan dengan suami yang selalu miskin. Ayah yang kurang terhadap pendidikan akan menurunkan peluang anaknya (suami) untuk menjadi tidak miskin sebesar 0,006 kali. T a bel 26 R egr esi logistik m ultinomia l u n tuk fa ktor-fa ktor yan g m em pen ga r uh mobilita s kemiskin an an tar gen era si p a da su a mi
No
V ariabel Independen
T ida k per nah m iskin 1 Intercept 2 Perilaku investasi (skor) 3 Pendidikan suami (tahun) 4 K epemilikan lahan pertanian (0=tidak memiliki, 1=memiliki) 5 K epemilikan kepal kecil 6 Pemberian warisan (0=tidak dapat, 1=dapat) 7 Pendidikan ayah (0= buta huruf, 1=calistung) K eluar da r i kem iskina n 1 Intercept 2 Perilaku investasi (skor) 3 Pendidikan suami (tahun) 4 K epemilikan lahan pertanian (0=tidak memiliki, 1=memiliki) 5 K epemilikan kepal kecil 6 Pemberian warisan (0=tidak dapat,
Dinamika kemiskinan (1=tidak pernah miskin, 2=keluar dari kemiskinan, 3= jatuh miskin, 4= selalu miskin) B Exp. (B) 11,882 0,242 0,247
1,274* 1,280
-25,264
1,08E-11**
0,217
1,242**
1,426
4,162
-5,172
0,006**
19,867 -0,013 0,086
0,987 1,090
-17,719
2,018E-8**
0,168 -2,535
1,183** 0,079
lix
1=dapat) 7 Pendidikan ayah (0= buta huruf, 1=calistung) J a tuh m iskin 1 Intercept 2 Perilaku investasi (skor) 3 Pendidikan suami (tahun) 4 K epemilikan lahan pertanian (0=tidak memiliki, 1=memiliki) 5 K epemilikan kepal kecil 6 Pemberian warisan (0=tidak dapat, 1=dapat) 7 Pendidikan ayah (0= buta huruf, 1=calistung) Chi-Square N agelkerke R-Square
-1,372
0,254
16,811 0,120 0,129
1,127 1,137
-20,190
1,704E-9**
-0,212
0,809
-1,571
0,208
-4,293
0,014**
110,494 0,759
K ete ran gan : refe ren ce ca tegory is 4; * * sign ifika n p a da p -va lu e,0 ,01 ;* sign ifika n p a da p -va lu e ,0 ,05
Agar seorang suami dapat keluar dari kemiskinan maka kepemilikan lahan pertanian dan kapal kecil menjadi sangat penting. Suami yang memiliki lahan pertanian akan meningkatkan peluang untuk keluar dari kemiskinan sebesar 2,018E-8 kali dibandingkan dengan yang tidak memiliki. Begitu pula dengan semakin banyak kapal kecil yang dimiliki maka akan meningkatkan peluang suami sebesar 1,183 kali untuk keluar dari kemiskinan dibandingkan dengan yang tidak memiliki jika ngacu pada suami yang selalu miskin. Faktor-faktor yang mempengaruhi suami menjadi miskin diantaranya kepemilikan lahan pertanian dan pendidkan ayah. Jika suami tidak memiliki lahan pertanian maka akan menyebabkan dia menjadi jatuh miskin dengan peluang 1,704E-9 kali dibandingkan dengan yang memiliki. Pendidikan atau pengetahuan ayah yang kurang memberikan peluang kepada anaknya (suami) untuk menjadi miskin sebesar 0,0014 kali jika mengacu kepada suami yang selalu miskin. Hasil pengujian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas kemiskinan pada istri menunjukkan bahwa model tersebut secara statistik signifikan (Chi-Square=94,044;df=150;p=<0,001). Nilai Neglekerke R Square untuk model tersebut adalah 0,710, menunjukkan bahwa model tersebut menjelaskan 71 persen faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas pada istri, sedangkan sisanya 29 persen dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti. Keberhasilan prediksi dari model secara umum sekitar 56,7 persen dengan prediksi terbesar 62,5 persen untuk selalu miskin dan 57,1 persen untuk menjadi miskin. Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas kemiskinan pada istri adalah
lx
perilaku investasi, pendidikan istri, kepemilikan lahan pertanian, kepemilikan kapal kecil, pemberian warisan, dan pendidikan ayah. Faktor-faktor yang mempengaruhi seorang istri untuk menjadi tidak miskin adalah kepemilikan lahan pertanian dan pendidikan ayah. Istri yang memiliki lahan pertanian memiliki peluang sebesar 5,65E-11 untuk menjadi tidak miskin dibandingkan dengan yang tidak memiliki jika mengacu kepada istri yang selalu miskin. Orang tua (ayah) yang memiliki pendidikan yang baik akan memberikan peluang bagi anaknya (istri) untuk menjadi tidak miskin sebesar 2,36E-11 kali jika dibandingkan dengan yang selalu miskin. Modal fisik seperti lahan pertanian dan kapal kecil merupakan faktor yang mempengaruhi seorang istri untuk keluar dari kemiskinan. Kepemilikan lahan pertanian akan memberikan peluang sebesar 0,078 kali untuk keluar dari kemiskiann jika dibandingkan dengan yang tidak memilii jika mengacu kepada istri yang selalu miskin. Jumlah kapal kecil yang digunakan untuk usaha memiliki peluang 1,140 untuk membantu istri keluar dari kemiskinan jika dibandingkan dengan yang tidak memiliki jika mengacu kepada istri yang selalu miskin. Pendidikan orang tua (ayah) menjadi faktor yang mempengaruhi seorang istri menjadi miskin dengan peluang sebesar 2,24E-11 kali jika dibandingkan dengan orang tua yang memiliki pendidikan yang tinggi jika mengacu kepada kondisi selalu miskin. T a bel 27 R egr esi logistik m ultinomia l fa ktor-fa ktor yan g m emp en ga r uh i mobilitas kemiskin an p ad a istri
No
V ariabel Independen
T ida k per nah m iskin 1 Intercept 2 Perilaku investasi (skor) 3 Pendidikan istri (tahun) 4 K epemilikan lahan pertanian (0=tidak memiliki, 1=memiliki) 5 K epemilikan kepal kecil 6 Pemberian warisan (0=tidak dapat, 1=dapat) 7 Pendidikan ayah (0= buta huruf, 1=calistung) K eluar da r i kem iskina n 1 Intercept 2 Perilaku investasi (skor) 3 Pendidikan istri (tahun)
Dinamika kemiskinan (1=tidak pernah miskin, 2=keluar dari kemiskinan, 3= jatuh miskin, 4= selalu miskin) B Exp. (B) 16,035 0,159 -,009
1,173 0,991
-23,596
5,65E-11**
0,050
1,051
1,078
2,939
-24,467
2,36E-11**
0,869 -0,022 -0,002
0,978 0,998
lxi
4
K epemilikan lahan pertanian (0=tidak memiliki, 1=memiliki) 5 K epemilikan kepal kecil 6 Pemberian warisan (0=tidak dapat, 1=dapat) 7 Pendidikan ayah (0= buta huruf, 1=calistung) J a tuh m iskin 1 Intercept 2 Perilaku investasi (skor) 3 Pendidikan istri (tahun) 4 K epemilikan lahan pertanian (0=tidak memiliki, 1=memiliki) 5 K epemilikan kepal kecil 6 Pemberian warisan (0=tidak dapat, 1=dapat) 7 Pendidikan ayah (0= buta huruf, 1=calistung) Chi-Square N agelkerke R-Square
-2,556
0,078*
0,131
1,140**
1,833
6,252
-0,221
0,802
14,076 0,209 -0,074
1,233 0,929
-22,582
1,55E-10
-0,307
0,736
0,545
1,724
-24,521
2,24E-11**
94,044 0,710
Bila melihat hasil regresi, dapat dikatakan bahwa yang mempengaruhi seseorang untuk berubah menjadi miskin atau tidak miskin adalah modal fisik berupa peralatan yang dibutuhkan untuk usaha. Bagi nelayan, kepemilikan perahu merupakan suatu modal yang penting untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Kegiatan melaut akan terganggu jika perahu dan alat tangkap yang digunakan tidak ada atau rusak. Rata-rata nelayan yang berhasil adalah yang memiliki perahu dan alat tangkap pribadi, karena nelayan akan mudah mengatur waktu kapan akan melaut tanpa bergantung kepada orang lain. Penghasilan yang diperoleh pun menjadi milik pribadi, sehingga penghasilan akan meningkat. begitu pula dengan petani. Kepemilikan lahan pertanian, dalam hal ini sawah, menjadi hal penting. Petani yang memiliki sawah sendiri akan memiliki keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan yang hanya menjadi buruh tani. Semakin luas sawah yang dimiliki, semakin besar kemungkinan penghasilannya pun akan meningkat. Keluarga contoh yang memiliki aset usaha merupakan hasil warisan dari orang tua sebelumnya. Warisan merupakan suatu hal yang penting, karena untuk memiliki aset usaha tersebut memerlukan modal yang besar, dengan warisan yang diberikan akan membantu dalam usaha sehingga dengan berjalannya waktu keluarga mampu menambah aset dan meningkatkan pendapatan keluarga. Ayah sebagai pencari nafkah utama keluarga berperan dalam mentransfer pengetahuan yang berhubungan dengan pekerjaan yang digelutinya kepada anak.
lxii
Hal tersebut dilakukan agar ketika dewasa anak mampu melakukan pekerjaan dengan baik dan memiliki pendapatan yang lebih tinggi. Wawasan yang diberikan tidak hanya kepada anak laki-laki, namun juga kepada anak perempuan, dengan harapan anak perempuan dapat membantu memberikan arahan kepada suaminya kelak. Pendidikan yang tinggi akan berpengaruh terhadap pekerjaan yang diperoleh. Semakin tinggi pendidikan yang dicapai, maka peluang mendapatkan pekerjaan yang lebih baik akan lebih besar dan pada akhirnya akan mempengaruhi terhadap pendapatan keluarga.
Modal Sosial Organisasi-organisasi yang berada di wilayah pesisir terdiri dari organisasi keagamaan, organisasi sosial, dan organisasi pendidikan. Masyarakat menganggap bahwa organisasi yang ada memberikan manfaat terhadap keluarga. Missal, organisasi yang bergerak dibidang pendidikan menyediakan sekolah gratis bagi anak-anak sekitar. Hal ini tentu saja membantu orang tua dalam melakukan investasi dibidang pendidikan tanpa perlu dihalangi oleh masalah biaya yang selama ini menjadi momok besar bagi masyarakat. Pertimbangan opportunity cost antara anak sekolah atau bekerja merupakan suatu pertimbangan yang sulit yang selama ini dihadapi keluarga. Selain itu, organisasi yang bergerak dibidang ekonomi, seperti koperasi unit desa (KUD) atau gerakan kelompok tani (Gapoktan) memberikan bantuan secara kepada keluarga dalam hal produksi. Keberadaan organisasi ini dinggap mampu membantu perekonomian masyarakat. Namun masih ditemukan beberapa kendala, seperti organisasi tersebut hanya membantu nelayan besar sehingga nelayan kecil merasa tidak mendapatkan manfaat yang signifikan. Hasil P enelitian tahun 1 dan 2 Hasil penelitian tahun pertama menunjukkan bahwa masih terjadi transfer kemiskinan antargenerasi di wilayah desa dan kota dan warisan tidak memberikan pengaruh terhadap transfer kemiskinan tersebut. Perilaku investasi anak yang dilakukan orang tua sudah cukup baik, namun masih perlu memperhatikan aspek pendidikan bagi anak. Hal ini dikarenakan responden pada tahun pertama adalah
lxiii
keluarga yang memiliki anak balita, sehingga perilaku investasi dibidang pendidikan kurang terlihat. Pada penelitian tahun kedua masih ditemukan terjadinya transfer kemiskinan antargenerasi dengan presentase tertinggi berada di keluarga nelayan. Penelitian tahun kedua menemukan bahwa keluarga yang berstatus miskin mengalokasinya pendapatan per bulannya untuk pendidikan lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga yang berstatus tidak miskin. Ini menunjukkan bahwa orang tua sangat memperhatikan mengenai pendidikan anak, meskipun biaya yang harus dikeluarkan setiap bulan hampir seratus persen dari pendapatannya. Ini juga menggambarkan bahwa kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya sudah tinggi, biaya yang tinggi tidak menjadi penghalang bagi orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya.
lxiv
PROGRAM P ENGENT ASAN KEM ISKINAN
Untuk pengentasan kemiskinan diperlukan program-program secara tepat sehingga pengentasan kemiskinan akan menjadi lebih optimal. Berdasarkan hasil temuan penelitian, maka program pengentasan kemiskinan yang diusulkan adalah: 1. Peningkatan kapasitas petani dan nelayan Program peningkatan kapasitas petani dan nelayan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Untuk kelompok petani, kegiatan yang diusulkan untuk meningkatkan keterampilan adalah pelatihan teknologi budidaya tanaman padi, pengolahan pasca panen, pelatihan kewirausahaan dan penyuluhan manajemen sumberdaya keluarga. Untuk kelompok nelayan, kegiatan yang diusulkan adalah pelatihan teknologi pengolahan ikan, penyuluhan manajemen sumberdaya manusia, pelatihan kewirausahaan, dan pelatihan pengembangan teknologi alat tangkap. 2. Peningkatan kualitas infrastruktur Kegiatan
yang
dilakukan
dalam
rangka
meningkatkan
kualitas
infrastruktur yaitu memperbaiki sarana transportasi untuk mempermudah akses pemasaran hasil tangkap ikan dan hasil panen, sarana dan prasana kesehatan yang mudah diakses oleh masyarakat. 3. Penguatan kelembagaan Penguatan kelembagaan yang diperlukan terutama adalah kelembangaan koperasi di wilayah setempat yang bisa memfasilitasi kebutuhan semua golongan petani dan nelayan. Untuk para petani, kelembagaan Gapoktan juga harus diperkuat sehingga dapat membantu permasalahan yang dihadapi oleh para petani. Pembentukan kelembagaan yang berfokus pada pengaturan alih fungsi lahan.
lxv
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Transfer kemiskinan antargenerasi masih terjadi di wilayah pesisir dengan keluarga nelayan mengalami dinamika selalu miskin dan keluarga petani mengalami dinamika menjadi miskin. Bagi keluarga nelayan, istri adalah penentu tingkat kesejahteraan keluarga, sedangkan pada keluarga petani suami yang menjadi penentu kesejahteraan keluarga. Perilaku investasi anak yang dilakukan, khususnya dibidang pendidikan sudah baik. Masyarakat menganggap bahwa pendidikan bagi anak merupakan suatu hal yang penting, agar anak dapat berhasil ketika dewasa. Keluarga miskin mengalokasikan pendapatan per bulan untuk pendidikan lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga yang tidak miskin. Faktorfaktor yang mempengaruhi dinamika kemiskinan secara signifikan adalah kepemilikan lahan pertanian, kepemilikan perahu, dan pendidikan ayah.
Sar an Perbedaan
profesi
pekerjaan
menunjukkan
bahwa
faktor
yang
mempengaruhi kemiskinan berbeda-beda. Secara keseluruhan aset fisik untuk usaha merupakan faktor penentu terjadinya kemiskinan. Dengan demikian, program pengentasan kemiskinan yang dilakukan harus memperhatikan kebutuhan setiap sekor, khususnya yang mendukung terhadap produksi keluarga. Selain itu, didukung dengan pelatihan atau pembimbingan yang intensif terhadap faktor produksi yang diberikan.
lxvi
DAFTAR PUSTAKA Alabi DI, Soyebo KO., Ogbimi GE. 2006. Minimizing Management for Problems among Rural Women for Sustainable Economic Empowerment : Case of Osun State, Nigeria. Research Journal of Social Sciences, 1 (1) : 5155 Aytec, Isik, Rankin, Bruce. 2005. Economic Crisis and Family Distress in turkey. Paper presented at the annual meeting of the American Sociological Associattion. Philadelphia [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014a. Berita Resmi Statistik. Profil kemiskinan di Indonesia September 2013. [internet]. http:bps.go.id [22 Februari 2014] Becker GS, Tomes N. 1986. Family and the distribution of economic rewards. Journal of Labor Economics. Chicago : University of Chicago Press Becker GS. 1993. Human Capital : A Theoretical and Empirical Analisys with Special Reference to Education. Chicago : University of Chicago Press Bottema T, Masdjidin S, Madiadipura H. 2009. Family life history as a tool in the study of long-term dynamics of poferty : an exploration. Di dalam : Rusastra, Pasaribu, Yusdja Y, editor. Land and Household economy 19702005. Bogor (ID) : Indonesian Center for Agriculture Socio-Economic and Policy Studies Bryant WK, Zick CD. 2006. The Economic Organization of the Household, Second Edition. Cambridge: Cambridge University Press. Bryant WK, Zick CD. 2006. The Economic Organization of the Household, Second Edition. Cambridge: Cambridge University Press. \[CPRC] Chronic Poverty Research Center. 2008. Escaping poverty traps. The Chronic
Poverty
Report
2008-09.
[internet].
http://www.chronicpoverty.org/uploads/publication_files/CPR2_ReportFul l.pdf [21 Maret 2014] Corcoran M. 1995. Rags to Rags : Poverty and mobility in the United States. Annual Review of Sociology, vol 21:237-267. Michigan : University of Michigan Deacon RE, Firebaugh FM. 1988. Family Resource Management: Principles and
lxvii
Application. Boston: Allyn and Bacon, Inc. Deng z, Treiman DJ. 1997. The impact on the cultural revolution on trends in educational attainment in China. American Journal of Sociology, Vol 103(2):391-428 Dharmawan et al. 2010. Rencana Riset Kemiskinan Kemiskinan 2010. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Ellis F. 2000. Rural Lvelihoods and Diversity in Developing Countries. Oxford : Oxford University Press Gunarsa & Gunarsa (2004). Psikologi Praktis, Remaja dan Keluarga. Jakarta : Gunung Mulia Hartoyo. 1998. Investmenting in children: study of rural families in Indonesia. [Disertasi]. Blacksburg: Virginia Tech University. Hermanto.
1995.
Kemiskinan
di
Pedesaan
:
Masalah
dan Alternatif
Penanggulangannya. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi. Bogor (ID) : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian IPB Hout M, DiPrete TA. 2006. What we have learned : RC28’ s contributions to knowledge about social stratification. Research in Social Stratifitation and Mobility, Vol 24:1-20 [Kemenkes] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Profil kesehatan Indonesia 2012. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Leibowitz A. 1982. Home Investment in Children. Schultz TW, editor. Chicago : University of Chicago Press Lino M. 2010. Expendetures on children by families 2009. US. Department of Agriculture, center for nutrition Policy and Promotion. Miscellaneous Publication. Mangkuprawira S. 1993. Pendekatan Pengentasan Kemiskinan oleh Perguruan Tinggi. Bogor (ID) : Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat IPB Moore K. 2001. Frameworks for understanding the intergenerational transmission of poverty and well-being in developing countries. CPRC: Working Paper 8. ________ 2005. Thingking about youth poverty, through the lenses of cronic poverty, life-course poverty and intergenerational poverty. CPRC working
lxviii
paper 57. Manchester : IDPM/Cronic Poverty Research Centre Mulatsih S, Mulyaningrum PR. 2002. Perilaku investasi pendidikan bagi anka perempuan dibandingkan anak laki-laki : Suatu tinjauan ekonomis [laporan kegiatan]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor Pakpahan,Yus M, Daniel S, Asep S. 2009. Destined for Destitution : Intergenerational poverty persistence in Indonesia. Working paper. Jakarta (ID) : SMERU Research Institute Pakpahan,Yus M, Daniel S, Asep S. 2009. Destined for Destitution : Intergenerational poverty persistence in Indonesia. Working paper. Jakarta (ID) : SMERU Research Institute Pattinasarany IRI. 2012. Mobilitas sosial vertikal antar generasi: kajian terhadap masyarakat kota di Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur [disertasi]. Depok (ID) : Universitas Indonesia Prastyo AA. 2010. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan (studi kasus 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah tahun 2003-2007) [skripsi]. Semarang (ID) : Universitas Diponegoro Puspitawati H, Sarma M,
Hartoyo, Latifah M, Herawati T. 2009. Survey
Kepuasan Terhadap Pelayanan Pendidikan Dasar yang Disediakan Oleh Sistem Desentralisasi Sekolah. Kerjasama LPPM-IPB dan ADB-PRMAP BAPPENAS. Puspitawati H. 2012. Pengantar Studi Keluarga. IPB Press. Bogor Rothwel D. 2001. Exploring Asset and Family Stress. Center for Research Children and Family. McGill School of Social Work Sam DL. 2001. Value of children : Effects of globalization on fertility behavior and child-rearing practices in Ghana. Research Review NS 17.2 (2001) 516 Schiller BR. 2008. The Economics of Poverty and Discrimination. New Jersey : Prantice Hall. Schultz TW. 1981. Investing in People : The Economics of Population Quality. Berkeley : University of California Press Sianturi SMT. 2012. Analisi determinasi jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Utara [thesis]. Medan (ID) : Universitas Sumatera Utara
lxix
Simanjuntak M. 2010. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan keluarga dan prestasi belajar anak pada keluarga penerima PKH [tesis]. Bogor : FEMA, IPB Steuerle EC, Reynolds G. 2007. Investing in Children. America : Paternship for America’ s Economic Succes. Suckow J, Klaus D. 2002. Value of children in six cultures. Proceeding of the symposium. Masayrk : Fakultas Ilmu Sosial, University Brno Sunarti E. 2008. Naskah Akademik: Indikator Keluarga Sejahtera. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Surachman, A. 2011. Transfer kemiskinan antergenerasi : Pengaruh nilai anak dan perilaku investasi pada anak (Kasus di Desa Pesawahan, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi). [Skripisi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor Suryawaty C. 2005. Memahami kemiskinan secara multidimensional. Jurnal Pembangunan. Semarang : Universitas Diponegoro Taubman P. 1996. The roles of the family in the formation of offsprings’earnings and income capacity. Household and Family Economics. Menchik PL, editor. Boston : Kluwer Academic Publisher Taubman P. 1996. The roles of the family in the formation of offsprings’earnings and income capacity. Household and Family Economics. Menchik PL, editor. Boston : Kluwer Academic Publisher Trommsdroff G. 2002. Value of children and intergenerational relations : A crosscultural study. Ikatan Psikologi Perkembangan Indonesia Bulletin 1 (2002). Pp. 6-14 [UNDP] United Nations Development Programme. 2008. Let’ s Speak out for MDGs-ID Widyanti W, Suryahadi A, Sumarto S, Yumma A. 2009. The relationship between chronic poverty and household dynamics : evidence from Indonesia. Jakarta : SMERU Research Institute Woodhouse S. 1997. Parental Strategies for Increasing Child Well-being: The Case of Elementary School Choice. Barkeley : University of California World
Bank.
2014.
Poverty
and
equity.
[internet].
lxx
http://povertydata.worldbank.org/poverty/country/IDN [19 April 2014] Yadollahi M., Hj Paim L., Othman M., Suandi T. 2009. Factors Affecying Family Status. European Journal of Scientific Research. ISSN 1450-216X Vol. 37 No. 1 (2009), pp. 94-109. Yeung WJ, Liver MR, Brooks-Gunn J. 2002. How money metters for young children’ s development : Parental investment and family processes. Journal of Child Development
lxxi
LAMPIRAN
lxxii
1. Kuisioner, panduan FGD, dan panduan in-depth interview KODE:
KUESIONER TRANSFER KEMISKINAN ANTARGENERASI PADA WILAYAH AGROEKOLOGI YANG BERBEDA
Hari/ Tanggal Wawancara
:
Enumerator
:
Editor
:
Entri
:
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
lxxiii 1. Karakteristik Keluarga Contoh [Ditanyakan satu kali kepada Ayah atau Ibu] Identitas Keluarga
N o.
Nama Anggota Keluarga
Status dalam Keluarga1)
JK 2)
Tang gal Lahir (Tgl/bln/ thn)
Pendidikan 3)
Penyakit yang diderita
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Keterangan: 1) 1. Suam i/ayah; 2.Istri/ibu; 3.Anak; 4. Lainnya 2) Jenis kelamin: 1. Laki-laki; 2. Perem puan 3) 0. Tidak pernah sekolah; 1.Tidak tamat SD; 2.SD/sederajat; 3. SMP/sederajat; 4. SMA/sederajat; 5. Akademi/diploma/PT
Pendapatan Keluarga Status Pekerjaan 1)
Anggota Keluarga KK Istri Anak Anggota lain 2 )
Per hari
Pendapata n Per minggu
Per bulan
Utama: Tambaha n: Utama: Tambaha n: Utama: Tambaha n: Utama: Tambaha n:
Tota l pendapata n Keterangan: 1) 2)
Pekerjaan utam a dilihat dari rutinitas, w aktu yang dikeluarkan paling banyak dan penghasilan yang paling banyak Bila anggota lain yang memberikan kontribusi terhadap pendapatan keluarga lebih dari satu orang, maka dijum lahkan
2. Karakteristik Keluarga Asal Responden [Ditanyakan kepada Ayah dan Ibu] Ayah Responden Nama Status Penyakit yang diderita
: : :
a. Masih hidup b. meninggal, tahun ……………..
lxxiv Ibu Responden Nama : Status : a. Masih hidup b. meninggal, tahun …………….. Penyakit yang diderita : Pengasuh utama lain (bila resp. tidak tinggal dengan orangtua kandung) Nama : Hubungan dengan responden : Besar Keluarga Asal Jumlah anggota keluarga asal : Jumlah saudara kandung : Pendidikan dan Pekerjaan Saudara Kandung Anak keNama JK Tingkat Pendidikan Pekerjaan Saat ini
Status Sosial Ekonomi Keluarga Asal Pencari nafkah utama keluarga : a. ayah b. ibu c. ayah dan ibu d. lainnya, …………………… …… Pekerjaan a. Ayah : b. Ibu : c. Pengasuh utama lain, : …………………. Statuskepemilikan rumah : a. milik sendiri b. sewa c. lainnya, …………….. Kondisi rumah (bila : a. lebih baik b. samasaja c. lebih buruk dibandingkan dengan rumah di sekitarnya) Tingkat pendidikan orangtua (bila tidak tahu, ditanyakan kemampuan calistung) a. Ayah : b. Ibu : c. Pengasuh utama lain, : ….……………… Kepemilikan aset a. Lahan pertanian : a. Ya b. Tidak b. Hewan ternak : a. Ya b. Tidak c. Perahu : a. Ya b. Tidak d. Lainnya, ………… : a. Ya b. Tidak
lxxv Pengaruhkeluarga di masyarakat Warisan Warisan yang didapatkan responden
:
a. Ya, dalam bidang? (sosial/politik/keagamaan/………….) b. Tidak ada pengaruh
:
Waktu menerima warisan
:
a. uang, Rp ………………………………….. b. tanah/ sawah, luas = ……………………. c. lainnya, ……………………………………. Tahun ____________________
Migrasi yang pernah dilakukan keluarga asal Tahun Asal
Alasan1 )
Tujuan
Ket: * ) 1=program pemerintah, 2=pekerjaan, 3=lainnya, ………………………. Kondisi keluarga setelah migrasi 1 : a. Lebih baik b. sama saja c. lebih buruk Kondisi keluarga setelah migrasi 2 : a. Lebih baik b. sama saja c. lebih buruk Kondisi keluarga setelah migrasi 3 : a. Lebih baik b. sama saja c. lebih buruk Adversity (kemalangan, ex: bencana alam, kemalingan, pencari nafkah sakit parah) Tahun Persitiwa Kemalangan Dampak terhadap keluarga
Program Bantuan Pemerintah yang Didapat Keluarga Asal Tahun Nama Program
Jenis Bantuan
3. Persepsi Orang tua Keluarga Asal terkait Nilai Anak [Ditanyakan kepada Ayah & Ibu] (keterangan:1= tidak setuju; 2= kurang setuju; 3= setuju;4=sangat setuju) N Pernyataan o Nilai Psikologis
1
2
3
4
lxxvi N o 1
Pernyataan
1
2
3
4
Orang tua sayamenganggap bahwa kehadiran anak dalam keluarga dapatmemperkuat hubungan suami istri 2 Kehadiran anak memberikan rasa puas bagi orang tua saya 3 Orang tua sayamerasa stress dengan kehadiran anak 4 Saya dan saudara-saudarasaya diangggap sebagai jaminan hari tua orang tua 5 Orang tua sayamenganggap anak sebagai beban Nilai Sosial 6 Orang tua sayamenganggap bahwa keberadaan anak merupakan keharusan dalam keluarga 7 Orang tua sayapernah menyampaikan bahwa dirinya merasa khawatir anak-anaknyaakan mempermalukan nama baik keluarga karenakelakuannya 8 Orang tua sayamenganggap bahwa anak yang terdidik dengan baik bisamenimbukan penghargaan bagi orang tua dan keluarga di mata masyarakat 9 Orang tua sayaberpikir bahwa kehadiran anak dapatmencoreng nama baik keluarga di mata masyarakat 10 Menurut orang tua saya, keluarga akan lebih dihargai bila memiliki anak yang berpendidikan tinggi Nilai Ekonomi 11 Orang tua sayamenganggap bahwa semakin banyak jumlah anak, semakin besar beban tanggungan keluarga 12 Orang tua sayamengharapkan anak-anaknyadapat memberikan bantuan secara ekonomi di hari tua mereka 13 Orang tua sayamenganggap bahwa kehadiran anak menyita waktu 14 Orang tua menganggap bahwa kehadiran anak dapatmembantu untuk menyelesaikan pekerjaan rumahtangga 15 Menurut orang tua Anda, kehadiran anak menyita waktu dan uang
4. Perilaku Investasi Orang tua Keluarga Asal [Ditanyakan kepada Ayah dan Ibu] (keterangan: 1= tidak pernah;2= kadang-kadang; 3= sering; 4= selalu) No Pernyataan Alokasi waktu untuk anak 1 Orang tua memandikan atau memastikan Anda mandi di pagi/sore hari 2 Orang tua menyiapkan sarapan untuk Anda 3 Orang tua menyuapi atau mendampingi Anda saat makan 4 Orang tua mengajak Anda untuk ikut terlibat dalam kegiatan memasak 5 Orang tua mengajak Anda untuk bersosialisasi dengan tetangga 6 Orang tua Anda memiliki waktu khusus untuk bercengkrama dengan Anda 8 Orang tua membacakan cerita sebelum Anda tidur 9 Orang tua mengajak Anda ke acara perkumpulan keluarga atau semacamnya 10 Orang tua mengajak Anda untuk berolahraga minimal seminggu sekali Alokasi uang untuk anak 1 Orang tua Anda menyediakan menu makanan lengkap setuap hari untuk Anda(nasi-lauk-sayur)
1
2 3
4
lxxvii No 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pernyataan Orang tua menyediakan buah untuk Anda konsumsi Orang tua membelikan sandal atau alas kaki untuk digunakan saat Anda bermain di luar rumah Orang tua Anda menyediakan susu untuk Anda konsumsi Orang tua membelikan Anda pakaian baru minimal satu tahun sekali Orang tua memberikan hadiah di hari ulang tahun Anda Orang tua membawa Anda ke dokter atau fasilitas kesehatan lainnya saat sakit Orang tua Anda membelikan minyak kayu putih dan bedak untuk Anda Orang tua membelikan Anda mainan Orang tua menyediakan vitamin atau suplemen untuk Anda
1
2 3
5. Perkawinan dan Kepemilikan Aset [AyahdanIbu saling melengkapi] Tahun menikah
:
Nama suami/ istri Pemilihan pasangan Mas kawin saat menikah
: : a. dijodohkan b. pilihan sendiri c. lainnya, ……………. : a. Uang tuani, Rp ………............... b. Emas, ……………… gram c. Tanah, …………………… d. Lainnya, …………………. : :
Jumlah anak Jumlah anak yang diinginkan
Akumulasi sumberdaya setelah perkawinan Statusdan riwayattempat : 1. tinggal dengan orang tua tinggal/ rumah setelah a. pernah, tahun …… sampai ….. menikah 2. sewa/ kontrak a. pernah, tahun …… sampai ….. 3. rumah sendiri a. pernah, tahun …… sampai ….. Info tambahan:
b. tidak pernah b. tidak pernah b. tidak pernah
Kepemilikan kendaraan bermotor
: a. Ya/ Pernah, - sepeda motor: ……….. unit, sejak tahun …. - mobil: ……………. Unit, sejak tahun ……… - Saat ini masih ada atau tidak? Alasan bila sudah tidak ada?
b.Tidak pernah memiliki
Kepemilikan lahan (kebun/ sawah)
: a. Ya/ Pernah, - Luas = ………………………….. - Sejak tahun: ………………...... - Saat ini masih ada atau tidak? Alasan bila sudah tidak ada?
b.Tidak pernah memiliki
4
lxxviii
Kepemilikan hewan ternak
: a. Ya/ pernah - Ayam/ unggas: …… ekor | Sejak tahun: …… - Kambing/ domba: ….. ekor | sejak tahun: …. - Sapi/ kerbau:……... ekor | sejak tahun: …… - Saat ini masih ada atau tidak? Alasan bila sudah tidak ada?
Kepemilikan alat elektronik (dilingkari bila dimiliki keluarga contoh)
: a. TV b. DVD c. Kulkas d. Mesin cuci e. Rice cooker f. Dispenser g. handphone h. Lainnya, …………………………………… i. Lainnya, ……………………………………. j. Lainnya, …………………………………… : a. Ya/ pernah, - berat= ……….. g - sejak tahun= ……………. - saat ini masih ada atau tidak? Alasan bila sudah tidak ada?
Kepemilikan perhiasan
Kepemilikan tabungan di Bank
: a. Ya/ pernah - sejak tahun: ……….. - saat ini masih ada atau tidak? Alasan bila sudah tidak ada?
Kepemilikan perlengkapan usaha No Jenis Barang Jumlah Satuan Kepemilikan* 1 Kapal nelayan besar 2 Kapal nelayan kecil 3 Alat tangkap ikan 4 Traktor 5 Truk 6 Pickup 7 Lumbung 8 Peralatan pertanian (cangkul, sekop, dll) 9 Lainnya, ………. 10 Lainnya, ………. Keterangan: *= 1) milik sendiri, 2) sewa, 3) gadai, 4) pinjaman, 5) warisan, 6) lainnya, sebutkan…. **= 1) baik 2) cukup 3) kurang/buruk
b.Tidak pernah memiliki
b.Tidak pernah memiliki
b.Tidak pernah memiliki
Kondisi**
Adversity (kemalangan, misal: tertimpa bencana alam, kemalingan, pencari nafkah sakit parah, dll.) Tahun Persitiwa kemalangan Dampak terhadap Keluarga
lxxix
Modal Sosial Program Bantuan Pemerintah yang Didapat Tahun Nama Program
Apakah responden memiliki jaringan pinjaman modal usaha Dalam bentuk apa pinjaman diberikan
Apakah respondnen memberikan dukungan sosial kepada orang lain Dalam bentuk apa bantuan diberikan
Modal Finansial Apakah responden memiliki uang tunai saat ini? Apakah responden memiliki tabungan di Bank? Apakah responden memiliki kredit/ hutang? Apakah responden memiliki asuransi? Sumber dana darurat
Jenis Bantuan
: A. Ya, dari …………………….. B. Tidak : A. uang tunai B. Faktor produksi, …………… C. Lainnya, …………………… : A. Ya, kepada………………… B. Tidak A. uang tunai B. Faktor produksi, …………… C. Lainnya, …………………… : A. Ya, Rp ……………………… B. Tidak : A. Ya, Rp ……………………… B. Tidak : A. Ya, di …….………………… B. Tidak : A. Ya, untuk…………………… B. Tidak : A. Tabungan B. Menjual tanah C. Menjual perhiasan D. Menjual alat elektronik E. Meminjam ke Bank F. Meminjam ke rentenir G. Lainnya, …………………….
6. Persepsi Ayah dan Ibu terkait Nilai Anak [Ditanyakan kepadaAyah dan Ibu] (keterangan: 1= tidak setuju; 2= kurang setuju;3= setuju; 4= sangat setuju) N Pernyataan o Nilai Psikologis 1 Saya merasa stress karena kehadiran anak
1
2
3
4
lxxx N Pernyataan o 2 Bagi saya, anak merupakan jaminan rasa aman di hari tua 3 Kehadiran anak memperkuat hubungan sayadengan pasangan 4 Anak adalah beban hidup 5 Kehadiran anak memberikan kepuasan pada diri saya Nilai Sosial 6 Menurut saya, setiap keluarga harus memiliki anak 7 Saya menganggap bahwa keluarga akan lebih dihargai bila memiliki anak yang berpendidikan tinggi 8 Saya merasa khawatir anak akan mempermalukan nama baik keluarga karenaperilakunya 9 Saya beranggapan bahwa anak yang terdidik dengan baik akan menimbulkan penghargaan bagi orang tua dari masyarkat 10 Saya khawatir kehadiran anak akan mencoreng namabaik keluarga di mata masyarakat Nilai Ekonomi 11 Kehadiran anak membantu orang tua dalam menyelesaikan pekerjaan rumahtangga 12 Bagi saya, merawat dan membesarkan anak menguras keuangan keluarga 13 Saya berharap anak akan memberikan bantuan ekonomi saat saya tua 14 Saya merasa bahwa kehadiran anak menyita waktu dan uang keluarga 15 Saya menganggap bahwa semakin banyak anak, semakin bertambah pulabeban tanggungan keluarga
1
2
3
4
7. Perilaku Investasi Ayah dan Ibu terhadap Anak Terakhir [Ditanyakan kepadaAyah dan Ibu] (keterangan: 1= tidak pernah;2= kadang-kadang; 3= sering; 4= selalu) No Pernyataan Alokasi waktu untuk anak 1 Andamemandikan anak di pagi hari 2 Andamenyiapkan sarapan untuk anak 3 Andamenyuapi/ mendampingi anak saat makan 4 Andamengajak anak untuk ikut terlibat saat memasak 5 Andamengajak anak saat bersosialisasi dengan tetangga 6 Andamembawa anak ke Posyandu setiap bulan 8 Andamencurahkan seluruh perhatian untuk anak saat sakit 9 Andamengajak anak untuk berolahraga bersama seminggu sekali 10 Andamengajak anak ke acara perkumpulan keluarga atau semacamnya Alokasi uang untuk anak 1 Andamenyediakan menu makanan lengkap setuap hari untuk Anda (nasi-lauk-sayur) 2 Andamenyediakan buah untuk dikonsumsi anak 3 Andamenyediakan susu untuk dikonsumsi anak 4 Andamembawa anak ke dokter atau fasilitas kesehatan lainnyasaat sakit 5 Andamembelikan anak mainan yang sesuai dengan usianya
1
---
2
3
4
lxxxi No 6 7 8 9 10
Pernyataan Andamenabung untuk keperluan pendidikan anak di masa yang akan datang Andamenyediakan obat-obatan darurat untuk anak di rumah, seperti obat turun panas dan sejenisnya Andamembelikan minyak kayu putih dan bedak untuk anak Andamembelikan vitamin atau suplemen untuk anak Andamengajak anak untuk berekreasi bersama keluarga, minimal enam bulan sekali
1
2
3
4
8. Interpretasi Kondisi[Ditanyakan kepada Ayah dan Ibu] N o 1
2
3
Pertanyaan Menurut Anda, apa yang menjadi penyebab keluarga menjadi miskin? (pilihan jawaban tidak disebutkan)
Menurut Anda, apakah mungkin keluarga miskin keluar dari kemiskinan (menjadi tidak miskin)? Bila mungkin, bagaimana cara keluarga miskin untuk bisa keluar dari kemiskinan? (pilihan jawaban tidak disebutkan)
Jawaban A. B. C. D. E. F. G. H. I.
Takdir Keturunan Kurangnyapendidikan Kurang kerja keras Kurangnyabantuan pemerintah Perekonomian negara Bencana alam Konflik Lainnya, ………………………………… …… A. Mungkin/ bisa B. Tidak mungkin A. B. C. D.
Bekerja lebih keras Dibantu pemerintah Mendorong pendidikan anak Lainnya, ………………………………… ……
9. Startegi Nafkah Ketika keluarga Anda mengalami kesulitan, musibah, tertimpa bencana, dan hal semacamnya, apakah Anda melakukan hal-hal berikut ini: (keterangan: 1: tidak pernah; 2: jarang; 3: sering; 4: selalu) No Pernyataan Strategi nafkah 1 Mencari pekerjaan tambahan 2 Menambah waktu bekerja 3 Memintanaggota keluarga yang sebelumnya tidak bekerja untuk turut bekerja 4 Menggunakantabungan atau simpanan keluarga 5 Mennggadaikan aset keluarga (emas, tanah, alat elektronik, dll) 6 Menjual aset keluarga(emas, tanah, alat elektronik, dll)
1
2
3
4
lxxxii 7
Meminjam uang ke lembaga keuangan formal (bank, lembaga simpan pinjam, dll) 8 Meminjam uang kepada keluarga luas, rentenir, bank keliling, dll Strategi Pengeluaran 1 Mengurangi alokasibelanja pangan 2 Mengganti/ mengurangi sumber pangan utama, misal nasi dengan jagung 3 Memintaanggota keluarga mengurangi porsi makan 4 Mengurangi alokasiuang jajan anak 5 Memberhentikananak dari sekolah 6 Memanfaatkan sumber bahan pangan dari tanaman yang dihasilkan di pekarangan atau kebun sendiri 7 Memanfaatkan hewan ternak untuk sumber pangan keluarga 8 Mencari kayu bakar di kebun atau hutan sebagai alternatif bahan bakar Rekayasa Spasial (Migrasi) 1 Berpindah tempat untuk mendapat peluang usaha atau pekerjaan baru 2 Memperluas jangkauan wilayah usaha 3 Anggotakeluarga mencari pekerjaan di kota besar 4 Menitipkan anak kepada saudara yang telah sukses 5 Mengajak seluruh keluarga untuk pindah tempat tinggal 6 Mengirim anggota keluarga untuk menjadi TKI di luar negeri
10. Kesejahteraan Subjektif No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Pertanyaan Konsumsi makanan keluarga sudah mencukupi Pendapatan yang diperoleh sudah mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarga Sebagian pendapatan keluarga dapat ditabung Pakaian yang dimiliki keluarga sudah layak dan mencukupi Rumah yang ditempati layak untuk dihuni Kondisi rumah dan fasilitasnya sudah membuat nyaman anggota keluarga Lingkungan sekitar tempat tinggal aman dan nyaman bagi keluarga Keluarga mampu membiayai pendidikan anggota keluarga Tingkat pendidikan anggota keluarga sudah sesuai dengan harapan Keluarga mampu mengakses fasilitas kesehatan Seluruh anggota keluarga berada dalam kondisi kesehatan yang baik Hubungan antar anggota keluarga terjalin dengan baik Komunikasi suami-istri berjalan dengan baik Komunikasi orang tua dengan anak berjalan dengan baik Hubungan dengan keluarga besar terjalin dengan baik Bahagia dengan jumlah anak yang dimiliki sekarang Merasa berhasil dalam mendidik dan membesarkan anak Seluruh anggota keluarga mampu berosialisasi dan bergaul di tengah masyarakat Seluruh anggora keluarga menjalankan kewajiban ibadah sesuai ajaran agama Keluarga berpartisipasi dalam kegiatan gotong royong di tengah masyarakat
Ya
Tidak
lxxxiii
11. Kesehatan Mental No Pertanyaan Dalam 1 bulan terakhir: 1 Apakah Anda sering menderita sakit kepala 2 Apakah Anda tidak nafsu makan 3 Apakah Anda sulit tidur 4 Apakah Anda mudah takut 5 Apakah Anda merasa tegang, cemas, atau kuatir 6 Apakah tangan Anda gemetar 7 Apakah pencernaan Anda sering terganggu? 8 Apakah Anda sulit untuk berpikir jernih? 9 Apakah Anda merasa tidak bahagia? 10 Apakah Anda jadi lebih sering menangis? 11 Apakah Anda merasa sulit untuk menikmati kegiatan seharihari? 12 Apakah Anda merasa sulit untuk mengambil keputusan? 13 Apakah pekerjaan atau aktivitas Anda sehari-hari menjadi terganggu? 14 Apakah Anda merasa tidak mampu melakukan hal-hal yang bermanfaatdalam hidup 15 Apakah Anda kehilangan minat padaberbagai hal? 16 Apakah Anda merasa tidak berharga 17 Apakah Anda mampunyai pikiran untuk mengakhiri hidup? 18 Apakah Anda merasa lelah sepanjang waktu? 19 Apakah Anda mengalami rasa tidak enak di perut 20 Apakah Anda mudah lelah?
Jawaban a. Ya a. Ya a. Ya a. Ya a. Ya a. Ya a. Ya a. Ya a. Ya a. Ya a. Ya
b. Tidak b. Tidak b. Tidak b. Tidak b. Tidak b. Tidak b. Tidak b. Tidak b. Tidak b. Tidak b. Tidak
a. Ya a. Ya
b. Tidak b. Tidak
a. Ya
b. Tidak
a. Ya a. Ya a. Ya a. Ya a. Ya a. Ya
b. Tidak b. Tidak b. Tidak b. Tidak b. Tidak b. Tidak
lxxxiv
PANDUAN PELAKSANAAN FGD 1. Apakah terdapat organisasi-organisasi yang bersifat formal maupun non formal didaerah tersebut? Siapa sajakah anggotanya? Bagaimana peran organisasi tersebut di masyarakat? 2. Adakah seseorang atau sekelompok orang yang memiliki pengaruh di masyarakat (ras dan etnik, kasta, “ nama”keluarga, daerah)? Bagaimana pengaruhnya di masyarakat? 3. Bagaimana masyarakat sekitar berinteraksi dengan organisasi, orang, atau sekelompok orang yang memiliki peran di masyarakat? 4. Nilai-nilai, norma, dan budaya apa saja yang terdapat didaerah tersebut? Bagaimana nilai-nilai dan norma tersebut berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat? 5. Bagaimana sumberdaya alam mampu membantu dalam pendapatan masyarakat? 6. Bagaimana pandangan masyarakat sekitar terkait keberadaan anak dalam keluarga? 7. Bagaimana pandangan masyarakat menganai pendidikan bagi anak? Kendala apa yang dihadapi keluarga untuk menyekolahkan anak-anaknya hingga kejenjang yang lebih tinggi? Apakah masyarakat membedakan perlakuan kepada anak (terkait pendidikan) menurut jenis kelamin? 8. Bagaimana padangan masyarakat mengenai kesehatan anak? Bagaimana akses masyarakat terhadap fasilitas kesehatan? Kendala apa yang ditemukan ketika mengakses fasilitas kesehatan? 9. Bagaimana pandangan masyarakat mengenai kemiskinan? Apakah terdapat perbedaan pendapat/cara pandang antargenerasi yang ada? Dimana letak perbedaannya? 10. Menurut masyarakat, apa yang menjadi penyebab terjadinya kemiskinan? 11. Tindakan apa yang dapat dilakukan keluarga agar keluar dari kemiskinan? 12. Bagaimana peran pemerintah dalam menangani masalah kemiskinan tersebut? 13. Menurut masyarakat, bagaimana pengaruh pendidikan dan kualitas anak terhadap kemiskinan yang terjadi?
lxxxv
PANDUAN PELAKSANAAN IN-DEP TH INTE RVIEW 1. Bagaimana peran organisasi atau kelompok masyarakat yang berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat sekitar selama ini? 2. Kendala apa yang dihadapi dalam interaksi antara masyarakat dengan organisasi atau kelompok masyarakat tersebut? 3. Apakah dampak positif dan negatif dari adanya organisasi atau kelompok masyarakat tersebut? 4. Sejauh mana nilai-nilai dan norma dalam masyarakat saat ini berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat, khususnya pendidikan? Nilai dan norma mana yang menonjol? 5. Seberapa besar pengaruh sumberdaya alam dalam mempengaruhi kehidupan (perekonomian) masyarakat? 6. Hal apa yang ingin didapat dari keberadaan anak dalam keluarga? 7. Bagaimana kondisi pendidikan di wilayah ini? 8. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian jenjang pendidikan pada anak-anak? 9. Bagaimana penilaian masyarakat terhadap kondisi kesejahteraan yang dialami saat ini? (dibandingkan dengan masyarakat sekitar dan orang tuanya) 10. Bagaimana program pengentasan kemiskinan yang dilakukan pemerintah berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat? 11. Bagaimana program pengentasan kemiskinan yang seharusnya diberikan kepada masyarakat?
lxxxvi
3. Hasil Focus Group Discussion Hasil Focus Group Discussion Di Kecamatan Juntinyuat Kabupaten Indramayu Mingggu, 14 September 2014 1. Organisasi-organisasi yang berada di Kecamatan Juntinyuat adalah organisasi yang bergerak di bidang ekonomi dan keagamaan. Organisasi yang bergerak di bidang ekonomi adalah KUD Mina yang menampung hasil tangkap para nelayan. Pada saat ini KUD tidak berjalan, tetapi lagi merintis kembali dan akan dirubah menjadi Kelompok Usaha Bersama. Organisasi lainnya adalah Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) yang memfasilitasi para petani dalam menangani permasalahan usaha tani dan mengelola bantuan dari pemerintah seperti bibit dan obat-obatan pertanian. Semua warga tani mendapatkan fasilitas peayanan yang sama dari Gapoktan. Fasilitas pendukung lain yang ada adalah puskesmas, posyandu, sekolah SD, SMP dan MTs. 2. Hasil FGD menyatakan bahwa tidak ada seseorang atau sekelompok orang yang berpengaruh besar dalam kehidupan masyarakat. Kepala Desa (Kuwu) dan Ulama yang agak disegani masyarakat. 3. Interaksi organisasi dengan masyarakat belum optimal karena KUD yang ada sekarang hanya melayani dan memfasilitasi nelayan besar. Menurut pengurusnya jika nelayan-nelayan kecil yang kita fasilitasi tidak memberikan keuntungan yang besar bagi KUD. interaksi dengan kepala desa hanya sebatas keperluan kedinasan atau pemerintahan, sedangkan dengan Ulama hanya sebatas kegiatan pengajian 4. Nilai dan budaya yang ada di Kecamatan Juntinyuat adalah nilai-nilai yang berlaku pada anak, terutama nilai ekonomi anak. Anak adalah sebagai pendukung utama ekonomi keluarga, terutama anak perempuan. Ada kecenderungan bahwa anak perempuan adalah anak emas yang diharapkan oleh keluarga. Hal tersebut disebabkan karena kemudahan anak perempuan mendapatkan pekerjaan terutama menjadi TKW, dibandingkan perempuan. Mereka juga menyatakan bahwa jika anak laki-laki mau menjadi TKI maka biaya yang harus ditanggung keluarga sangat mahal mencapai 40 juta, sedangkan perempuan hanya sekitar 8 jutaan bahkan diberi bantuan keringanan. Jadi anak perempuan lebih menguntungkan dibandingkan anak laki-laki menurut pandangan keluarga. 5. Sumberdaya alam sangat mendukung terhadap kehidupan masyarakat, adanya laut dan lahan pertanian yang memberikan hasil sangat mendukung terhadap perekonomian dan kelangsungan hidup masyarakat. Meskipun demikian terdapat beberapa kendala dalam memanfaatkan sumberdaya laut seperti mahalnya BBM sehingga pengeluaran BBM dan hasil tangkapan tidak seimbang. Jika tidak melaut maka sebagian nelayan berpindah menjadi buruh tani. Kendala dalam usaha pertanian adalah ketersediaan air, hama, alih fungsi lahan dan abrasi sawah. Menurut masyarakat, alih fungsi lahan mempersempit warga
lxxxvii
6.
7.
8.
9.
10.
11. 12.
13.
untuk mencari nafkah di bidang pertanian. Anak adalah buah hati yang dapat membantu orang tua di masa depan. Oleh karena itu keluarga mengusahakan pendidikan bagi anak-anaknya, minimal SMU. Sebagian keluarga menilai bahwa anak perempuan lebih berharga karena lebih mudah mendapatkan pekerjaan terutama menjadi TKW Pendidikan anak sangat penting karena anak adalah andalah orang tua di masa depan. Minimal pendidikan anak SMU, karena untuk melanjutkan ke pendidikan tinggi ada kendala biaya. Keluarga tidak membeda-bedakan kualitas pendidikan bagi anak laki-laki dan perempuan. Kesehatan anak di Kecamatan Kandanghaur sudah bagus, tidak ditemukan lagi anak balita yang gizi buruk. Warga mudah mengakses pelayanan kesehatan seperti puskesmas, dokter dan posyandu. Warga juga memiliki fasilitas BPJS dan jaminan kesehatan lainnya sehingga dapat meringankan biaya pengobatan. Jenis penyakit yang banyak diderita anak balita adalag demam dan batuk. Fasilitas kesehatan sudah baik dan mudah diakses oleh semua warga di Juntinyuat. Adanya Jamkesmas sangat membantu pembiayaan pengobatan warga. Tidak ditemukan gizi buruk dan jenis penyakit yang banyak diderita anak balita adalah sakit panas. Kesadaran orangtua membawa anak ke posyandu juga sudah meningkat. Kemiskinan adalah jika keluarga memiliki pendapatan yang tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari dan fasilitas rumah yang kurang mendukung. Keadaan keluarga saat ini merupakan suatu nasib. Kondisi anak-anak sekarang lebih baik jika dilihat dari segi pendapatannya. Faktor yang menyebabkan keluarga menjadi miskin adalah warisan, sempitnya lapangan pekerjaan, alih lahan dari sawah ke perumahan, dan semakin meningkatnya jumlah penduduk sedangkan lapanngan pekerjaan semakin sempit. Tindakan yang harus dilakukan agar keluar dari kemiskinan adalah anak pergi ke luar negeri menjadi TKW dan pendidikan anak perlu diperhatikan Pemerintah sudah banyak berperan dalam mengentaskan kemiskinan tapi sebaiknya pemerintah memperbanyak lapangan pekerjaan yang sesuai profesi/pendidikan, BBM diturunkan dan bantuan yang diberikan pemerintah harus tepat sasaran. Pendidikan anak sangat penting karena memudahkan anak mencari pekerjaan. Dengan demikian anak akan memperoleh pendapatan yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup, sehingga dapatterhindar dari kemiskinan.
Hasil Focus Group Discussion
lxxxviii
Di Kecamatan Kandanghaur Kabupaten Indramayu Mingggu, 21 September 2014 1. Organisasi-organisasi yang berada di Kecamatan Kandanghaur adalah organisasi yang bergerak di bidang pendidikan, ekonomi dan keagamaan. Organisasi yang bergerak di bidang pendidikan adalah yayasan Al-Ikhlas, Muhamadiyah dan Misaya Mina. Organisasi di bidang pendidikan sangat membantu meningkatkan kualitas pendidik warga Kandanghaur dengan cara sekolah gratis dan memberikan bantuan beasiswa bagi siswa yang tidak mampu. Sebagian warga di Kandanghaur sudah ada yang melanjutkan pendidikannya sampai perguruan tinggi. Organisasi di bidang ekonomi adalah KUD Misaya Mina dan Kelompok Gapoktan. KUD Misaya Mina adalah salah satu fasilitas yang dimanfaatkan penduduk khususnya nelayan besar dalam menampung hasil tangkapan ikannya serta kegiatan simpan pinjam. KUD Mina Bahari adalah koperasi yang mendapat pasokan dari nelayan-nelayan kecil, sedangkan koperasi Kaplasar adalah koperasi yang beranggotakan penangkap, pengolah dan pemasar. Gapoktan adalah Gabungan Kelompok Tani yang membantu petani dalam menangani berbagai permasalahan di bidang pertanian dan sebagai koordinator dalam pelaksanaan Program PUAP. Program PUAP adalah salah satu program pemberdayaan dari kantor kemanterian pertanian yang dikelola oleh Gapoktan. Dalam pelaksanaannya PUAP memberikan fasilitas simpan pinjam uang kepada anggota Gapoktan. Adanya PUAP warga petani merasa dibantu meringankan beban biaya dalam mengelola usaha taninya. Organisasi keagamaan yang ada adalah majelis ta’ lim yang diikuti oleh warga Kandanghaur, baik laki-laki maupun perempuan. Menurut hasil FGD, adanya kegiatan majelis ta’ lim sangat membantu dalam meningkatkan sosialisasi nilainilai keagamaan ke warga yang mengikutinya. 2. Hasil FGD menyatakan bahwa tidak ada seseorang atau sekelompok orang yang berpengaruh besar dalam kehidupan masyarakat. Kepala Desa (Kuwu) dan Ulama yang dapat mempengaruhi pada kondisi-kondisi yang bersifat umum, misalnya kondisi sarana dan prasarana termasuk infrastruktur wilayah dan tidak mempunyai pengaruh yang besar dalam kehidupan masyarakat. Kuwu lebih banyak berbicara pembangunan desa dan ulama berkisar masalah agama. 3. Interaksi masyarakat dengan organisasi yang ada di wilayah Kandanghaur cukup baik, tetapi interaksi dengan kepala desa hanya sebatas keperluan kedinasan atau pemerintahan 4. Nilai dan budaya ada berkembang di Kecamatan Kandanghaur yaitu Nadran dan Pasak Bumi dan Pasa Siri. Nadran atau dikenal sebagai pesta laut adalah budaya
lxxxix
yang berkembang di penduduk nelayan dalam rangka memberikan sesaji kepada dewa laut yang dilakukan secara bersama-sama dengan masyarakat. Adat ini biasanya memberi sesaji berupa kepala kerbau yang akan diberikan ke dewa laut. Sebagian keluarga nelayan memberikan sesaji misalnya nasi kuning untuk dipersembahkan ke laut. Hal ini dilakukan sebagai rasa terima kasih kepada Tuhan melalui lautan yang telah memberikan kehidupan pada warga nelayan. Kegiatan ini dilakukan satu kali dalam satu tahun dengan acara yang cukup meriah, jika kegiatan ini tdk dilaksanakan maka mitos yg berkembang adalah akan timbulnya bencana alam/musibah. 5. Sumberdaya alam sangat mendukung terhadap kehidupan masyarakat, adanya laut dan lahan pertanian yang memberikan hasil sangat mendukung terhadap perekonomian dan kelangsungan hidup masyarakat. 6. Pasak Bumi adalah nilai atau budaya yang berkembang pada warga petani. Pasak bumi dilakukan pada saat akan memulai mencangkul dan sedangkan pasak giri adalah budaya yang dilakukan ketika mau panen. Kegatan tersebut dilakukan dengan cara sebagian besar keluarga memasak untuk dibawa ke tengah sawah. Kegiatan yang menyertainya adalah berdoa bersama, wayang golek dan makan bersama. Kegiatan ini dilakukan satu kali dalam satu tahun dengan acara yang cukup meriah, jika kegiatan ini tdk dilaksanakan maka mitos yg berkembang adalah gagal panen. 7. Anak adalah generasi yang akan melanjutkan kehidupan keluarganya. Beberapa anak yang tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, pada umumnya melanjutkan usaha keluarga seperti nelayan dan petani. 8. Pendidikan anak merupakan hal yang sangat penting bagi keluarga. Orangtua memiliki persepsi bahwa pendidikan anak harus lebih tingggi dibandingkan orangtuanya. Kendala yang dihadapi oleh keluarga dalam bidang pendidikan adalah terbatasnya biaya untuk melanjutkan ke pendidikan tinggi. Keluarga tidak membeda-bedakan pendidikan anak laki-laki dan perempuan. Ada kecenderungan perempuan lebih mudah mendapatkan pekerjaan terutama menjadi TKW. 9. Kesehatan anak di Kecamatan Kandanghaur sudah bagus, tidak ditemukan lagi anak balita yang gizi buruk. Warga mudah mengakses pelayanan kesehatan seperti puskesmas, dokter dan posyandu. Warga juga memiliki fasilitas BPJS dan jaminan kesehatan lainnya sehingga dapat meringankan biaya pengobatan. Jenis penyakit yang banyak diderita anak balita adalag demam dan batuk. 10. Hasil FGD, sudah tidak bisa lagi dibedakan antara keluarga miskin dan tidak miskin. Keluarga dikategorikan miskin jika kehidupan sehari-harinya tidak
xc
mencukupi kebutuhan pokok, anaknya banyak dan pekerjaan anaknya sebagai buruh, dan kondisi fisik rumahnya memprihatinkan. Menurut generasi muda, jaman sekarang banyak keluarga yang kaya akan harta tapi miskin hati. Secara umum tidak ada perbedaan cara pandang kemiskinan antar generasi, baik generasi muda dan tua memandang bahwa kemiskinan adalah tidak terpenuhinya kebutuhan pokok sehari-hari. Menurut orangtua, generasi sekarang memiliki kesejahteraan yang lebih baik. 11. Menurut hasil diskusi bahwa penyebab kemiskinan di Kecamatan Kandanghaur adalah jika kepala keluarga bekerja sebagai wiraswasta yang mengalami bangkrut (gulung tikar) maka biasanya jatuh miskin dan kurangnya perilaku menabung. Kepala keluarga yang jatuh miskin biasanya bekerja sebagai pengolah ikan.. 12. Tindakan yang dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Kandanghaur agar keluar dari kemiskian adalah bekerja keras,dan menabung. Para Nelayan pada umumnya lebih malas untuk menabung dibandingkan dengan petani. Nelayan menganggap esok harinya masih ada kesempatan untuk menangkap ikan lagi. Para petani menyadari adanya musim paceklik dan serangan hama sehingga pa petani bersemangatmenanbung untuk menghadapi kedua kondisi tersebut. 13. Menurut Masyarakat Kecamatan Kandanghaur untuk menangani kemiskinan maka pemerintah perlu mengalokasikan dananya untuk pengadaan dan perbaikan infrastrutur yang dapat mendukung pemasaran hasil-hasil bumi yang dihasilkan oleh penduduk Kecamatan Kandanghaur, seperti perbaikan dan pelebaran jalan. Program lain yang ada Kecamatan Kandanghaur adalah Raskin, PNPM, BOS dan BLSM. 14. Pengaruh pendidikan dan kualitas anak sangat mempengaruhi kemiskinan, anak harus sekolah tinggi sehingga mendapatkan ijazah yang dapat digunakan untuk mencari kerja. Bekerja adalah upaya untuk mendapatkan pendapatan, jika sekolah tinggi maka pekerjaan yang diperoleh juga akan baik dan menghasilkan pendapatan yang cukup tinggi. Pendapatan yang cukup tinggi inilah yang dapat digunakan untuk memehuni kebutuhan pokok sehingga keluarga akan terhindar dari kemiskinan.
xci