LAPORAN AKHIR IPTEK BAGI WILAYAH (IbW)
IT
G
L NA S H A IO NE A
UNIV DEPA ER R S
NDIDIKA N PE N ME PENDIDIKA NA TE AS N S
U NDI
KSHA
IbW MUNTIGUNUNG DAN PEDAHAN Oleh: Prof. Dr. I Wayan Sadia, M.Pd., NIDN.0005084901, Ketua Prof. Dr. I Wayan Rai, M.S., NIDN.0016104903, Anggota Prof. Dr. Nengah Bawa Atmaja, M.A., NIDN.0017025103, Anggota Ir. I Ketut Widnyana, M.P., NIK. 826480163, Anggota Dr.rer.nat. I Wayan Karyasa, M.Sc., NIDN.0009046901, Anggota Prof. Dr. I Ketut Suma, M.S., 0001015913, Anggota Prof. Dr. IBP. Arnyana, M.Si., NIDN>0031125821, Anggota Dr. IGN. Alit Wiswasta, MP., NIDN.0018115001, Anggota Dibayai oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penugasan Program Pengabdian kepada Masyarakat Nomor: 044/SP2H/KPM/DIT.LITABMAS/V/2013 Tanggal 13 Mei 2013
LPM UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA LPPM UNIVERSITAS MAHASARASWATI PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KARANGASEM Desember 2013 i
HALAMAN PENGESAHAN
Judul : IbW Muntigunung dan Pedahan
1.
2.
3.
4.
5. 6.
Perguruan Tinggi Pengusul a. LPM/PT A Alamat LPM Telp./ fax. b. LP2M/PT B Alamat LP2M Telp./Fax. Ketua Tim Pengusul a. Nama b. NIP/NIDN c. Jabatan/Golongan d. Jurusan/Fakultas e. Perguruan Tinggi f. Bidang Keahlian g. Alamat Kantor/Telp/Faks Anggota Pelaksana Kegiatan a. Universitas Pendidikan Ganesha b. Universitas Mahasaraswati b. Staf Pemda Lokasi Pelaksanaan IbW a. Nama Wilayah (Desa/Kecamatan) b. Kabupaten c. Propinsi Periode waktu Pelaksanaan Biaya Kegiatan Total 3 Tahun Biaya Kegiatan Total Tahun III Dikti Tahun III Pemkab Karangasem Tahun III Undiksha Tahun III
: : Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) : Jalan Udayana No. 12C Singaraja 81116 : 0362 22927/ 0362 25735 : Universitas Mahasaraswati (Unmas) : Jalan Kamboja No. 11A Denpasar Bali : 0361 227019 : Prof. Dr. I Wayan Sadia, M.Pd : 194908051977101001/0005084901 : Pembina Utama/IVe : Jurusan Pendidikan Fisika/ FMIPA : Undiksha : Pendidikan IPA : Jalan Udayana 11c, Singaraja 81116 Bali, Telp. 036225072, Fax. 036225335 : : Dosen: 6 orang, pegawai: 4 orang, alumni: 1 orang : Dosen: 2 orang, pegawai 2 orang : 3 orang : : Munti Gunung dan Pedahan (Desa Tianyar Barat dan Desa Tianyar Tengah, Kecamatan Kubu) : Karangasem : Bali : 3 tahun (2011 – 2013) : Tahun III: Maret – Desember 2013 (10 bulan) : Rp. 555.000.000,00 : Rp. 220.000.000,00 : Rp. 95.000.000,00 : Rp. 115.000.000,00 : Rp. 10.000.000,00
Mengetahui/Menyetujui Ketua LPM Undiksha
Singaraja, 6 Desember 2013 Ketua Pelaksana,
(Prof. Dr. I Ketut Suma, M.S.)
(Prof. Dr. I Wayan Sadia, M.Pd.)
NIP. 195901011984031003
NIP. 194908051977101001 ii
PRAKATA Dengan memanjatkan puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, maka laporan pengabdian kepada msayarkat yang berjudul IbW Muntigunung dan Pedahan dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Pelaksanaan IbW Muntigunung dan Pedahan dapat berjalan lancar dan mencapai targettarget sasaran sesuai dengan yang telah ditetapkan, berkat adanya dukunga dan kerjasama dari berbagai pihak. Sehubungan dengan hal itu, maka melalui kesempatan ini tim pelaksana mengucapkan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada: 1. Direktur Pembinaan Penelitian dan Pengadian kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, atas bantuan dana yang disediakan untuk pelakasanaan IbW ini; 2. Rektor Universitas Pendidikan Ganesha dan Rektor Universitas Mahasaraswati, atas dukungan terhadap pelaksanaan IbW ini; 3. Bupati Kepala Daerah Kabupaten Karangasem, atas ijin dan bantuan dana untuk pelaksanaan IbW ini; 4. Ketua Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Pendidikan Ganesha, atas dukunga dan layanan administrasi dalam pelaksanaan IbW ini; 5. Kepala desa Tianyar Tengah dan Tianyar Barat, atas dukungan dan kerjasamanya dalam pelaksanaan IbW ini; 6. Kepala dusun Muntigunung dan Pedahan yang telah berpartisipasi secara aktif dalam pelaksanaan kegiatan IbW ini; 7. Pihak-pihak lain yang tidak disebutkan satu persatu, atas berbagai bantuan dan kerjasamanya dalam pelaksanaan IbW Muntigunung dan Pedahan. Semoga proses dan hasil pelaksanaan IbW Muntigunung dan Pedahan dapat bermanfaat bagi masyarakat, khususnya bagi masyarakat Muntigunung dan Pedahan.
Singaraja, 6 Desember 2013 Tim Pelaksana,
iii
DAFTAR ISI Halaman SAMPUL MUKA LAPORAN IbW
i
LEMBAR PENGESAHAN
ii
PRAKATA
iii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
ABSTRAK
vii
BAB I PENDAHULUAN
1
1.1 Analisis Situasi
1
1.2 Permasalahan Wilayah
5
1.3 Solusi yang Ditawarkan
6
BAB II TARGET DAN LUARAN
7
2.1 Target Kegiatan IbW
7
2.2 Luaran
8
BAB III METODE PELAKSANAAN
10
BAB IV KELAYAKAN PERGURUAN TINGGI
14
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
16
5.1 Faktor-Faktor Penyebab Masyarakat Menggepeng
16
5.2 Penanganan Masalah Menggepeng Melalui Pelatihan Kecakapan Hidup
18
5.3 Pembahasan
26
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
28
6.1 Kesimpulan
28
6.2 Saran
28
DAFTAR PUSTAKA
30
LAMPIRAN
31 iv
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 01
: Luaran Tahunan
8
Tabel 02
: Kelompok Pengrajin Berbasis Lontar dan Kelompok Peternak
19
Tabel 03
: Capaian Luaran Tahunan
25
v
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 01
: Peta Lokasi IbW Muntigunung dan Pedahan
1
Gambar 02
: Produk Gula Kristal Kemasan 0,25 kg
21
Gambar 03
: Produk Gula Cetak Kemasan 100 gram dan 200 gram
22
Gambar 04
: Produk Ingka
23
Gambar 05
: Prpduk Kerajinan Jejahitan Daun Lontar
24
vi
ABSTRAK Permasalahan pokok wilayah Muntigunung dan Pedahan yang menginspirasi kegiatan ini adalah masalah gelandangan dan pengemis (gepeng) dari wilayah ini yang tetap resisten dan bahkan meningkat dari tahun ke tahun, serta rendahnya pendidikan dan keterampilan kecakapan hidup masyarakat. Akar masalah dari permasalahan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi empat hal:(1) Rendahnya sikap mental dan kesadaran masyarakat untuk membangun diri, masyarakat dan lingkungannya. (2) Rendahnya keterampilan hidup yang dimiliki masyarakat yang mampu menjamin hidup dan mengembangkan kesejahteraan berbasis sumberdaya alam yang ada. (3) Keadaan geografis yang kurang menguntungkan, sementara potensi sumber daya alam di balik keadaan geografis yang demikian belum diolah dan dikelola dengan baik. (4) Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan di wilayah ini belum terintegrasi secara sistemik, memberdayakan dan berkelanjutan. Metode yang diterapkan untuk memecahkan permasalahan ini adalah metode sistem tindakan dan pembelajaran yang partisipatif yang dikenal sebagai metode PALS (participatory action and learning system). Dengan metode PALS ini, proses dan evaluasi dilaksanakan secara partisipatif. Evaluasi program dilakukan terhadap proses, outcome, dan stakeholder. Implementasi dari strategi, pendekatan dan metode pemecahan masalah yang diuraikan di atas diterjemahkan dalam Program IPTEKS bagi Wilayah (IbW) Muntigunung dan Pedahan yang meliputi berbagai aktivitas-aktivitas yang terukur kinerjanya. Aktivitas-aktivitas yang dilaksanakan selama tiga tahun (2011-2013) diarahkan untuk mengubah pola pikir dan pola tindak untuk memutus rantai gepeng dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki. Aktivitas-aktivitas yang dikerjakan adalah sebagai berikut. (1) Peningkatan kesadaran potensi diri dan potensi kemasyarakatan di wilayah Muntigunung dan Pedahan dengan pengubahan paradigma manusia pasif menjadi manusia aktif dan kreatif. (2) Peningkatan keterampilan hidup untuk menghasilkan masyarakat produktif dan mampu mengolah dan mengelola sumber daya alam sekitar. (3) Pemberdayaan secara intensif dan terpadu warga penggepeng dan keluarganya. (4) Peningkatan ketahanan pangan dan pembinaan keluarga harapan dan keluarga miskin. (5) Peningkatan perencanaan dan implementasi program-program pembangunan desa terpadu melalui peningkatan kapasitas desa dinas, banjar/dusun dan desa pekraman. (6) Pengentasan buta aksara, peningkatan pendidikan TK, SD, SMP, SMA/SMK dan perguruan tinggi serta pembinaan spiritualitas generasi muda. Hasil kegiatan IbW Muntigunung dan Pedahan menunjukkan bahwa (1) Telah terjadi penurunan jumlah warga yang menggepeng secara signifikan, karena mereka telah memiliki keterampilan hidup yaitu keterampilan membuat ingka, membuat gula kristal dan gula cetak kemasan, kerajinan (jejahitan) untuk upakara berbasis daun lontar, dan keterampilan beternak babi dan ayam upakara; (2) Kualitas produk ingka, jejahitan daun lontar, dan gula kristal dan gula cetak kemasan cukup baik dan diterima pasar; (3) Telah terjadi penurunan angka putus sekolah dan peningkatan jenjang kualifikasi pendidikan melalui program SD Vilial dan SMP Satu Atap Kata Kunci: IbW Muntigunung dan Pedahan, gepeng, kecakapan hidup.
vii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi Wilayah Muntigunung dan Pedahan yang terletak di Kecamatan Kubu Kabupaten Karangasem (45 km dari Kota Singaraja, peta lokasi lihat Lampiran 2) sejak dahulu hingga sekarang dikenal masyarakat Bali, nasional dan bahkan internasional sebagai daerah asal dari gelandangan dan pengemis (gepeng) yang tersebar di pelosok Pulau Bali. Permasalahan gepeng ini menjadi momok Pemda Karangasem dan Pemprop Bali di balik berbagai keberhasilan dan kemajuan Karangasem dan Bali yang telah dicapai. Berdasarkan hasil pantauan Departemen Sosial Propinsi Bali tahun 1994, jumlah gepeng asal wilayah Muntigunung dan Pedahan sebanyak 26 keluarga gepeng, 11 keluarga asal Muntigunung dan 15 keluarga asal Pedahan. Sejak itu, peningkatan gepeng terhitung sangat tajam. Pada tahun 2009, jumlah KK gepeng dari Muntigunung sebanyak 53 KK, dan dari Pedahan 72 KK. Wilayah IbW Pedahan Laut Bali
Tianyar Barat Tianyar Tengah
Ds. Tembok, Buleleng
Gambar 01. Peta Lokasi IbW Muntigunung dan Pedahan 1
Pedahan Muntigunung
Kintamani, Bangli
Berdasarkan hasil wawancara terhadap beberapa tokoh masyarakat dan tetua di wilayah Muntigunung (Desa Tianyar Barat) dan Pedahan (Desa Tianyar Tengah) dan hasil penelitian beberapa peneliti sebelumnya, bahwa sejak dahulu tidak ada norma-norma sosial yang mengatur dan mengharuskan masyarakat desa Tianyar (kini telah dimekarkan menjadi tiga desa yaitu Desa Tianyar Barat, Tianyar tengah dan Tianyar Timur) untuk berperilaku gepeng. Hal ini merupakan sesuatu yang spesifik dari fenomena perilaku gepeng dari wilayah ini, bila dibandingkan dengan sejarah gepeng dari wilayah lainnya yang ada di Bali. Diceritakan bahwa sebelum bencana alam Gunung Agung meletus (tahun 1963), masyarakat wilayah ini hanya mengenal perilaku kegiatan meurup-urup (berjualan barter ke desa-desa yang lebih makmur). Biasanya barang yang ditukar adalah hasil produksi pertanian lahan kering, seperti jagung, kacang-kacangan, gula merah dari nira lontar, dan lain sebagainya. Munculnya kegiatan barter ini akibat keterbatasan sumber daya alam yang dapat diolah untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat, karena wilayah ini merupakan wilayah kering, apalagi pada musim kemarau sangat sulit mendapatkan air untuk keperluan pertanian maupun kebutuhan rumah tangga. Setelah sekian lama melakukan kegiatan barter, lambat laun perilaku mereka berubah menjadi gelandangan dan pengemis (gepeng). Menggepeng yang mereka lakukan dengan cara menampilkan ekspresi wajah yang sangat menderita, miskin, dan membawa anak-anak kecil bahkan menggendong bayi dengan pakaian yang kotor dengan harapan mendapatkan rasa iba dan belas kasihan dari orang yang melihatnya. Mereka berjalan menuju pintu ke pintu rumah di kota-kota ataupun di desa-desa yang relatif subur dan maju. Tidak ada yang tahu kapan persisnya perubahan perilaku dari barter ke menggepeng ini terjadi. Penuturan beberapa gepeng yang beroperasi di Kota Singaraja mengenai mengapa mereka menggepeng dan mengapa tidak lagi meurup-urup seperti yang mereka atau leluhur mereka lakukan dahulu, cukup bervariasi. Sebagian dari mereka memberikan alasan lugu namun pragmatis yaitu supaya cepat mendapatkan uang, sebagaian lagi bahkan menyatakan ’kalau boleh gantian dan kami mampu melakukannya, kami juga ingin memberi, bukan meminta-minta. Sebagian dari mereka menyampaikan bahwa pada dasarnya mereka ingin tetap meurup-urup, namun orang-orang yang mereka janjakan barang-barang bawaan mereka tidak mau dipertukarkan karena dianggap kotor dan tidak sesuai dengan kebutuhan orang-orang tersebut, apalagi mereka langsung diberi uang atau makanan tanpa mau menukarkan barang-barang mereka. Bahkan sebagian dari mereka berdalih, kalau tidak ada pengemis dan gelandangan, 2
maka tidak ada tempat bagi orang-orang kaya dan berkecukupan untuk menunjukkan kedermawanannya. Beberapa alasan inilah, kiranya yang menyebabkan tumbuhnya sikap mental yang menggelandang dan mengemis. Pemerintah Daerah Kabupaten Karangasem telah banyak mengambil kebijakan dalam penanganan gepeng dengan tujuan untuk mempercepat proses penanganan kemiskinan yang ada di Kabupaten Karangasem secara komprehensif dengan menuntaskan masalah gepeng secara terpadu baik secara lintas instansi maupun lintas sektoral dari seluruh unit yang ada di Kabupaten Karangasem. Namun demikian, tetap saja masalah gepeng ini resisten. Berbagai faktor penyebab warga menggepeng di wilayah ini telah banyak diungkap berbagai instansi dan pihak terkait, namun penanganannya tidak pernah tuntas sehingga gepeng tetap saja meningkat tahun ke tahun jumlah dan sebarannya. Pendekatan sosial ekonomi yang berfokus pada pendekatan kesejahteraan belum mampu menangani masalah ini. Permasalahan pendidikan atau kualitas SDM merupakan permasalahan utama wilayah ini. Warga gepeng asal wilayah ini umumnya (lebih dari 70%) tidak pernah mengenyam bangku sekolah, sedangkan sisanya pernah sekolah namun tidak tamat sekolah dasar (umumnya baru sampai di kelas-kelas awal). Hal ini berarti bahwa sebagian besar para gepeng ini masih tergolong buta aksara. Selain warga yang menggepeng, warga yang menetap (tidak pernah menggepeng) kualitas pendidikannya dapat dideskripsikan sebagai berikut. Kepala keluarga yang mengenyam pendidikan sekolah dasar, hampir 50% tamat SD, 48% tidak tamat SD, dan hanya sekitar 2 % yang tamat SMP dan yang lebih tinggi. Dengan demikian, kualitas pendidikan dan SDM warga masyarakat di wilayan ini tergolong sangat rendah. Hal ini sangat disadari oleh Pemkab Karangasem. Menurut penuturan Bapak Bupati Karangasem saat audensi program ini, Pemkab Karangasem sangat konsent dengan masalah pendidikan dan SDM. Tindakan nyata yang dilakukan adalah meningkatkan kesejahteraan para guru dengan pemberian tunjangan kesejahteraan (tiap guru diberikan rata-rata sat juta rupiah per bulan diluar gaji dan tunjangan lain sesuai aturan). Hal ini ditujukan untuk mengatasi permasalahan banyak guru yang pindah ke wilayah atau kabupaten lain yang lebih subur wilayahnya. Disamping itu, telah dilakukan peningkatan jumlah pengangkatan guru dan perbaikan kualitas guru (melalui berbagai kegiatan pelatihan profesi) serta peningkatan sarana dan prasarana pendidikan. Peningkatan kesadaran
3
masyarakat tentang pentingnya peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui peningkatan mutu pendidikan adalah hal mendesak yang perlu dilakukan di wilayah ini. Permasalahan besar lainnya yang dihadapi oleh warga masyarakat di wilayah Kecamatan Kubu (Karangasem) terutama wialyah Muntigunung dan Pedahan adalah
rendahnya
keterampilan hidup yang dimiliki. Hal ini meruapakn faktor utama mengapa sebagaian warga masyarakat dari wilayah ini pergi menggepeng ke wilayah lain. Alasan kekeringan sering menjadi pembenar mereka karena saat musim kering tidak ada harapan untuk menghasilkan sesuatu untuk hidup mereka. Sebagaian masyarakat (terutama yang memiliki kualitas SDM/pendidikan) yang lebih baik bermatapencaharian sebagai petani, peternak dan aneka usaha kerajinan. Para petani mengembangkan usaha pertanian lahan kering seperti tanaman lontar dan jambu mete, selain tanaman musiman (terutama saat musim hujan) seperti jagung, kacang tanah dan palawija lainnya. Selain bertani, ada beberapa warga masyarakat mengembangkan kerajinan berbasis lontar seperti pembuatan nira lontar, gula merah lontar, kerajinan daun lontar (untuk aneka sarana upakara/sesajen umat Hindu yang lebih awet pengganti janur/daun kelapa muda), dan kerajinan ingka lidi lontar. Usaha pertanian tanaman lontar dan aneka kerajinan berbasis tanaman lontar merupakan potensi yang sangat besar untuk dikembangkan dengan berbagai asupan IPTEKS dan kewirausahaan. Sedangkan pertanian jambu mete dan aneka produk olahannya juga merupakan potensi yang menjanjikan untuk dikembangkan di wilayah ini. Sementara itu usaha peternakan perlu mendapat perhatian besar untuk menunjang ketahanan ekonomi keluarga. Asupan IPTEKS peternakan lahan kering merupakan kebutuhan masyarakat wilayah ini. Keadaan alam wilayah Muntigunung dan Pedahan (Peta Lokasi Wilayah IbW Muntigunung dan Pedahan lihat Lampiran 2) tergolong wilayah tandus, musim kemarau yang panjang, tanah kering berpasir dan berbatu (akibat letusan Gunung Agung). Selain potensi pertanian lahan kering seperti yang disampaikan di atas, potensi alam yang ada di wilayah ini adalah galian C berupa pasir dan batu lahar yang belum dimanfaatkan seoptimal mungkin. Sementara ini, pasir dan batu lahar hanya ditambang begitu saja, dijual dengan harga murah dan belum ada uasah untuk memberi nilai tambah yang mampu mendongkrak pendapatan dan penambahan tenaga kerja. Asupan teknologi pengolahan bahan tambang ini sangat diperlukan.
4
Berdasarkan uraian di atas, tampak jelas bahwa penduduk di wilayah ini mengalami krisis mental, sosial dan ekonomi sehingga mereka menjadi penduduk yang seolah-olah terpinggirkan dari hiruk pikuk pembangunan di Bali. 1.2 Permasalahan Wilayah Permasalahan pokok wilayah Muntigunung dan Pedahan yang menjadi fokus perhatian adalah masalah gelandangan dan pengemis (gepeng) dari wilayah ini yang tetap resisten dan bahkan selalu meningkat dari tahun ke tahun. Permasalahan pokok lainnya adalah pendidikan masyarakat yang rendah (termasuk besarnya angka buta aksara), kemiskinan dan pendapatan yang rendah, dan ketahanan pangan yang memprihatinkan, serta kualitas kesehatan yang rendah. Akar masalah dari permasalahan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi empat hal: (1) Rendahnya sikap mental dan kesadaran masyarakat untuk membangun diri, masyarakat dan lingkungannya. Sikap mental dan kesadaran masyarakat yang dimaksud tidak saja masalah mereka terjun menggepeng, tetapi juga masalah kesadaran akan pendidikan, kesehatan dan lingkungan. Hal ini diakibatkan oleh kurangnya pembinaan masyarakat yang menyeluruh dan berkesinambungan. Pembinaan masyarakat perlu diarahkan pada peningkatan partisifasi aktif masyarakat, dengan melibatkan seoptimal mungkin tokohtokoh masyarakat, tokoh-tokoh adat setempat dan orang-orang terpelajar yang berasal dari wilayah ini. (2) Rendahnya keterampilan hidup yang dimiliki masyarakat yang mampu menjamin hidup dan mengembangkan kesejahteraan berbasis sumberdaya alam yang ada. Degradasi perilaku
masyarakat
dari
meurup-urup
(barter)
menjadi
idih-idih
(gepeng)
membuktikan bahwa tidak saja kurangnya pembinaan mental (pendidikan) dan sosial budaya tetapi juga lemahnya uapaya-upaya peningkatan keterampilan hidup masyarakat. (3) Keadaan geografis yang kurang menguntungkan, sementara potensi sumber daya alam di balik keadaan geografis yang demikian belum diolah dan dikelola dengan baik. Walaupun wilayah kering berbatu dan sebagian ditutupi oleh pasir dan batu lahar bekas letusan Gunung Agung di sepanjang wilayah Kecamatan Kubu ini, namun sampai saat ini penduduk di wilayah ini masih mampu bertahan hidup (walaupun dengan berbagai 5
keterbelakangan). Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya masih ada potensi yang menjanjikan yang mampu membuat mereka bertahan. Potensi tanaman lontar, tanaman mete (hasil usaha-usaha pengembangan masyarakat), pertanian musiman, serta galian C (pasir, kerikil, kerakal dan batu lahar) merupakan potensi yang dapat dikembangkan dan memerlukan uluran tangan dari berbagai pihak, baik kebijakan, IPTEKS, pendanaan, pengelolaan, dan pemasaran. (4) Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan di wilayah ini belum terintegrasi secara sistemik, memberdayakan dan berkelanjutan. Siklus pembangunan yang partisipatif dengan melibatkan masyarakat seoptimal mungkin perlu dilakukan sehingga perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi pembangunan yang dijalankan di wilayah ini benar-benar harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan tepat dengan kondisi wilayah. 1.3 Solusi yang Ditawarkan Berdasarkan paparan permasalahan wilayah dan potensi-potensi yang dimiliki wilayah Muntigunung dan Pedahan, strategi yang ditawarkan untuk menangani akar permasalahan tersebut adalah strategi pemberdayaan terpadu, sinergis dan berkelanjutan. Strategi pemberdayaan ini meliputi tiga tahapan. Tahap pertama adalah tahap penyadaran menyeluruh dari level masyarakat paling bawah sampai level atas, sinergis dan terpadu antar komponen penyadaran yaitu pendekatan spiritual dan agama, pendekatan pendidikan, pendekatan budaya, pendekatan sosial dan kemasyarakatan. Tahap kedua adalah tahap pengkapasitasan yang meliputi pendekatan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni (ipteks), pendekatan keterampilan hidup dan pendekatan kewirausahaan. Tahap ketiga adalah tahap pemberdayaan melalui pendekatan pendampingan melekat, pendekatan penyediaan sarana, prasarana dan sistem.
6
BAB II TARGET DAN LUARAN
2.1 Target Kegiatan IbW Sasaran strategis dari program IbW ini selama tiga tahun (2011 – 2013) adalah sebagai berikut. (1) Berkurangnya jumlah dan sebaran gepeng yang berasal dari wilayah ini secara signifikan disertai adanya perubahan mind-set, attitude, and behaviour serta terciptanya masyarakat mandiri dan partisipatif dalam melaksanakan pembangunan daerah secara berkelanjutan sebagai ciri perubahan paradigma masyarakat peminta-minta – menjadi masyarakat produktif dan mandiri (2) Terselenggaranya berbagai aktivitas penyadaran masyarakat melalui pendekatan religius, antropologis, sosiologis, edukatif dan memberdayakan dan ditunjukkan degan perubahan perilaku ke arah tujuan; (3) Peningkatan keterampilan hidup masyarakat dengan target terbentuknya kelompok-kelompok pengerajin yang produktif dan kelompok peternak; (4) Meningkatnya jumlah usaha mikro yang dilakukan oleh warga, terutama warga penggepeng; (5) Peningkatan taraf kesehatan diri, keluarga, masyarakat dan lingkungan serta peningkatan kapasitas dan keberdayaan secara mandiri dari keluarga, masyarakat dan organisasi desa dalam memelihara kesehatan badan dan sanitasi lingkungan; (6) Meningkatnya pendapatan perkapita dan pendapatan asli desa sebagai dampak berjalannya berbagai usaha kecil dan industri rumah tangga binaan; (7) Berkurangnya warga butaaksara (8) Meningkatnya warga usia sekolah yang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi; (9) Tersusunnya perencanaan pembangunan desa terpadu yang strategis melalui penyusunan RPJMDes yang partisipatif yang merupakan pengejewantahan RPJM Kabupaten di tingkat desa,
7
2.2 Luaran Sebagai luaran dari pelaksanaan kegiatan IbW selama tiga tahun adalah sebagai berikut (Tabel 01) Tabel 01. Luaran Tahunan
No
Uraian Luaran
1.
Pengurangan keluarga yang menggepeng (% dengan baseline jumlah keluarga penggepeng tahun 2010) Peningkatan pendapatan keluarga miskin dan keluarga yang menggepeng (% dari pendapatan per keluarga per tahun dari keluarga-keluarga yang ditangani dengan baseline tahun 2010) Peningkatan jumlah usaha mikro dan usaha kecil (% dihitung dari jumlah existing usaha mikro dan kecil di wilayah Muntigunung dan Pedahan dengan baseline tahun 2010) Adanya rumah singgah untuk penampungan sementara para penggepeng asal wilayah Muntigunung – Pedahan dan berfungsi baik (buah) Jumlah varian produk hasil kerajinan berbahan lontar dan olahan jambu mete yang dijual sebagai komoditas unggulan wilayah ini dan varian produk peternakan Pembebasan buta aksara (% yang dihitung sebagai pengurangan jumlah warga yang
2.
3.
4.
5.
6.
Target Luaran Tahun 2011
Tahun 2012
Tahun 2013
- 20%
- 50%
-75%
+ 10%
+ 30%
+ 70%
+ 20 %
+ 40%
+ 60%
1
2
3
4
5
7
30%
60%
90%
8
7 8. 9.
buta aksara dengan baseline keadaan tahun 2010) Peningkatan kualifikasi jenjang pendidikan Jumlah buku RPJM Des dan profil desa adat Publikasi dalam bentuk artikel ilmiah maupun publikasi media elektronik lainnya
20%
40%
60%
1 buah
2 buah
3 buah
1 buah
2 buah
3 buah
9
BAB III METODE PELAKSANAAN
Metode yang diterapkan untuk mencapai pemecahkan permasalahan ini adalah metode sistem tindakan dan pembelajaran yang partisipatif yang dikenal sebagai metode PALS (participatory action and learning system). Metode pemberdayaan masyarakat ini dikembangkan oleh Linda Mayoux tahun 2000-an (Chambers, 2007). Dengan metode PALS ini, proses dan evaluasi dilaksanakan secara partisipatif. Evaluasi program dilakukan terhadap proses, outcome, dan stakeholder. Evaluasi proses menggunakan metode evaluasi Snyder (Dick, 1997b). Implementasi dari strategi, pendekatan dan metode pemecahan masalah yang diuraikan di atas diterjemahkan dalam Program IPTEKS bagi Wilayah (IbW) Muntigunung dan Pedahan yang meliputi berbagai aktivitas-aktivitas yang terukur kinerjanya. Program IbW Muntigunung dan Pedahan ini diusulkan dalam tiga tahun pelaksanaan (2011 – 2013). Aktivitas-aktivitas dalam program IbW ini sejalan dengan RPJM Kabupaten Karangasem yaitu pembangunan desa terpadu berbasis masyarakat yang dibarengi dengan pembangunan sarana dan prasarana yang memberdayakan. Aktivitas-aktivitas yang diusulkan selama tiga tahun (2011-2013) diarahkan mampu mengubah pola pikir dan pola tindak untuk memutus rantai gepeng dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki. Aktivitas-aktivitas yang akan dikerjakan adalah sebagai berikut. (1) Peningkatan kesadaran potensi diri dan potensi kemasyarakatan di wilayah Muntigunung dan Pedahan dengan pengubahan paradigma manusia pasif menjadi manusia aktif dan kreatif. Potensi utama orang peminta-minta (gepeng) dari wilayah ini adalah insan yang tahan terhadap rasa malu sebagai peminta-minta yang berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya dan potensi fisik yang mampu berkelana (berjalan jauh). Melalui pendekatan sosiologis antropologis serta pendekatan religi dan pendekatan ekonomi kesejahteraan, potensi insan ini akan diubah mind setnya menjadi insan yang tangguh sebagai pelaku usaha dagang langsung dan keliling (direct selling). Sampai saat ini, masyarakat Bali masih malu, belum mau bahkan belum mampu melakukan penjualan langsung yang menguntungkan sehingga Bali diserbu oleh direct seller dari luar daerah.
10
(2) Peningkatan keterampilan hidup untuk menghasilkan masyarakat produktif dan mampu mengolah dan mengelola sumber daya alam sekitar. Aktivitas ini akan diisi dengan berbagai pelatihan dan pendampingan keterampilan hidup seperti keterampilan yang mendukung pengembangan usaha kerajinan berbasis lontar (gula, ingka, anyaman daun lontar, dsbnya), keterampilan yang mendukung usaha pertanian dan peternakan di lahan kering, keterampilan untuk mengelola dan mengolah galian C pasir, kerikil, kerakal dan batu lahar, keterampilan berusaha (kewirausahaan, koperasi), serta keterampilan merencanakan dan melaksanakan program-program pembangunan untuk kalangan pengelola adat dan desa/banjar setempat. Aktivitas ini dilanjutkan dengan pemberdayaan dan penguatan kelompok tani lontar wilayah IbW, kelompok pengerajin dan kelompok pengolah galian C. (3) Pemberdayaan secara intensif dan terpadu warga penggepeng dan keluarganya dan perintisan dan pengembangan rumah singgah yang mendidik dan memberdayakan. (4) Peningkatan ketahanan pangan dan pembinaan keluarga harapan dan keluarga miskin. (5) Peningkatan perencanaan dan implementasi program-program pembangunan desa terpadu melalui peningkatan kapasitas desa dinas, banjar/dusun dan desa pekraman bahkan banjar pekraman (6) Pengentasan buta aksara, peningkatan pendidikan TK, SD, SMP, SMA/SMK dan perguruan tinggi serta pembinaan spiritualitas generasi muda. Mekanisme pelaksanaan program IbW Muntigunung dan Pedahan untuk setiap tahunnya dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) Tahap persiapan yang meliputi (a) rapat kerja persiapan, (b) penyusunan berbagai instrumen dan detail rencana implementasi dan pengaturan kerja, dan (c) sosialisasi program IbW ke kantor kecamatan, desa-desa sasaran dan desa-desa sekitar dan sosialisasi ke dusun yang menjadi sasaran strategis. (2) Tahap Pelaksanaan meliputi: (a) Aktivitas peningkatan kesadaran potensi diri dan potensi kemasyarakatan di wilayah Muntigunung dan Pedahan dengan pengubahan paradigma manusia pasif menjadi manusia aktif dan kreatif. Kegiatan ini dilakukan dengan (i) pembinaan spiritual dan keagamaan, dan (ii) belajar kewirausahaan penjualan langsung menggantikan gepeng ke luar daerah, melalui pembelajaran praktis berbasis proyek kewirausahaan dan insentif. 11
(b) Aktivitas peningkatan keterampilan hidup untuk menghasilkan masyarakat produktif dan mampu mengolah dan mengelola sumber daya alam sekitar. Kegiatan ini dilakukan dengan (i) pelatihan dan pendampingan keterampilan hidup: berbagai kerajinan berbasis lontar yang akan dilakukan pada dua kelompok masyarakat yaitu satu kelompok di Mutigunung dan satu kelompok di Pedahan, dan (ii) pelatihan dan pendampingan keterampilan hidup: pertanian lahan kering dan peternakan yang akan disasar masing-masing dua kelompok di Muntigunung (satu kelompok petani dan satu kelompok ternak) dan di Pedahan (satu kelompok petani dan satu kelompok ternak). (c) Aktivitas pemberdayaan secara intensif dan terpadu warga penggepeng dan keluarganya, dan perintisan dan pengembangan rumah singgah yang mendidik dan memberdayakan, dilakukan dengan: (i) pelacakan sebaran dan pemetaan potensi positif dari penggepeng dan keluarganya asal Muntigunung dan Pedahan; (ii) penyadaran dan pengkapasitan terlingkung dengan aktivitas-aktivitas lainnya; dan (iii) perintisan satu rumah singgah di Kota Singaraja sebagai salah satu tujuan kota sebaran gepeng asal Muntigunung dan Pedahan, dan (iii) pelibatan secara intensif warga menggepeng dalam kegiatan pelatihan dan pendampingan kecakapan hidup (life skills) (d) Aktivitas peningkatan ketahanan pangan dan pembinaan keluarga harapan dan keluarga miskin, dilakukan dengan (i) pendampingan keluarga miskin/harapan dalam peningkatan gizi keluraga secara mandiri; dan (ii) gerakan efisiensi penggunaan air dan penggunaan air limbah rumah tangga untuk membantu penghijaun pekarangan dengan tanaman pangan bergizi . (e) Aktivitas peningkatan perencanaan dan implementasi program-program pembangunan desa terpadu melalui peningkatan kapasitas desa dinas, banjar/dusun dan desa pekraman bahkan banjar pekraman, dilakukan dengan (i) pelatihan dan pendampingan penyusunan programprogram pembangunan desa terpadu, dan (ii) rembug penyusunan RPJMDes untuk Desa Tianyar Barat (Pedahan) dan Tianyar Tengah (Muntigunung). (f) Aktivitas pengentasan buta aksara, peningkatan pendidikan TK, SD, SMP, SMA/SMK dan perguruan tinggi serta pembinaan spiritualitas generasi muda, dilakukan dengan (i) Pendataan buta aksara dan pendampingan pendidikan informal terpadu pengentasan buta aksara dan keterampilan hidup dalam kelas-kelas satelit (melibatkan mahasiswa KKN), dan 12
(ii) Pemberian beasiswa untuk anak putus sekolah (SD, SMP dan SMA/SMK), dan (iii) Persembahyangan bersama dan ceramah agama ke sekolah-sekolah, dan karang taruna. (3) Tahap pemantuan, evaluasi dan sosialisasi, yaitu meliputi: (a) pemantauan dan evaluasi pelaksanaan aktivitas-aktivitas yang dilaksanakan, (b) pelaporan, evaluasi dan refleksi program IbW dalam kurun waktu tiga tahun.
13
BAB IV KELAYAKAN PERGURUAN TINGGI
Program ini akan dilaksanakan secara kerjasama tripartit Universitas Pendidikan Ganesha – Universitas Mahasaraswati – Pemkab Karangasem. Universitas Pendidikan Ganesha yang merupakan perluasan mandat dari IKIP Negeri Singaraja (sejak Mei 2007) memiliki motivasi kuat dalam mengembangkan diri sebagai sebuah universitas yang turut berperan aktif dalam meningkatkan daya saing produk lokal baik di bidang pendidikan dan pengajaran maupun bidang non-kependidikan untuk mampu berkontribusi dalam meningkatkan daya saing bangsa. Melalui berbagai hibah kompetitif yang dimenangkan Undiksha, universitas negeri satu-satunya di Bali Utara ini, di samping sedang memperkuat kapasitas lembaga, Undiksha juga mengembangkan berbagai program unggulan dan rintisan seperti pengembangan komunitas (community development) yang diharapakan mampu menghasilkan aktivitas-aktivitas yang mendatangkan revenue sendiri (self generating revenue activities), pengembangan pusat-pusat kajian yang dikoordinasikan oleh Lembaga Penelitian Undiksha diantaranya adalah Pusat Kajian Lingkungan Hidup dan pusat-pusat layanan yang dikoordinasikan oleh Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) Undiksha diantaranya adalah Pusat Layanan Pendidikan Sekolah dan Masyarakat, Pusat layanan Penerapan IPTEK dan Dampak Lingkungan, Pusat layanan KKN dan KKL, dan Pusat Layanan Kewirausahaan dan Konsultasi Bisnis. Dengan program-program tersebut diharapan motivasi Undiksha untuk dapat turut mensinergikan pemberdayaan sumberdaya (SDM dan good practices) yang ada di Undiksha dengan pemberdayaan potensi stakeholder dan masyarakat sekitar dapat diwujudkan. Berkaitan dengan usulan IbW ini, Undiksha memiliki komitmen dan dorongan moril yang tinggi untuk turut membantu dan mendampingi Pemerintah Kabupaten Buleleng dalam meningkatkan taraf hidup masyarakatnya dengan pengerahan potensi kepakaran yang dimiliki. Dorongan lain adalah kegiatan ini diharapkan sebagai wahana menerapkan scientific based enterpreneurship di kalangan masyarakat yang mendukung pengembangan kawasan Bali Utara yang membentang dari Gilimanuk (Kabupaten Jembrana hingga Tianyar (Kabupaten Karangasem). Pelibatan dosen dan mahasiswa/alumni dalam berbagai kegiatan pengabdian masyarakat diharapkan dapat memberikan timbal balik yang berarti pada Undiksha sendiri dalam mengembangkan program14
programnya yang memang benar-benar dibutuhkan masyarakat setempat dan yang mampu meningkatkan daya saing lokal ke tingkat global. Undiksha telah mulai bangkit dalam menyukseskan program-program P2M yang diselenggarakan oleh PPM DP2M DIKTI program multiyears dalam dua tahun terakhir sebagai berikut: (1) Sibermas Kubutambahan 2009 (dilanjutkan sebagai IbW Kubutambahan 2010), (2) IbW Gerokgak (2010), IbIKK Pigmen Anorganik (2010). Universitas Mahasaraswati (Unmas) yang menjadi partner kerja Undiksha merupakan universitas yang telah mampu berkiprah banyak dalam pengabdian kepada masyarakat di Bali. Banyak
program
pengabdian
kepada
masyarakat
yang
telah
dilakukan
Universitas
Mahasaraswati telah diapresiasi oleh masyarakat Bali, para pejabat di pemkab maupun pemprop bahkan di tingkat nasional. Di samping itu Universitas Mahasaraswati telah mampu memenangkan
beberapa
pendanaan
kompetitif
pengabdian
kepada
masyarakat
yang
diselenggarakan oleh DP2M Dikti dan telah mampu pula menjalankannya dengan baik. Pengalaman dan best practices yang telah dimiliki Universitas Mahasaraswati dalam berkontribusi membangun Bali menjadi bahan berbagi (sharing) serta adanya motivasi dan komitmen tinggi untuk berkolaborasi dan menjadi partner kerja Undiksha tidak saja di bidang kependidikan tetapi juga di bidang-bidang non-kependidikan, menyebabkan LPM Undiksha dan LP2M Universitas Mahasaraswati menjalin kemitraan yang sinergis dan saling menguntungkan. Motivasi khusus adalah Undiksha belum memiliki Fakultas Pertanian sementara Universitas Mahasaraswati memiliki Fakultas Pertanian dengan SDM yang sangat memadai.
15
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Faktor-Faktor Penyebab Masyarakat Menggepeng Hasil kajian pada tahun pertama dari kegiatan IbW Muntigunung dan Pedahan menunjukkan bahwa permasalahan pokok wilayah Muntigunung dan Pedahan yang menjadi fokus perhatian adalah masalah gelandangan dan pengemis (gepeng) dari wilayah ini yang tetap resisten dan bahkan selalu meningkat dari tahun ke tahun. Permasalahan pokok lainnya adalah pendidikan masyarakat yang rendah (termasuk besarnya angka buta aksara), kemiskinan dan pendapatan yang rendah, dan ketahanan pangan yang memprihatinkan, serta kualitas kesehatan yang rendah. Akar masalah dari permasalahan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi empat hal: (1) Rendahnya sikap mental dan kesadaran masyarakat untuk membangun diri, masyarakat dan lingkungannya. Sikap mental dan kesadaran masyarakat yang dimaksud tidak saja masalah mereka terjun menggepeng, tetapi juga masalah kesadaran akan pendidikan, kesehatan dan lingkungan. Hal ini diakibatkan oleh kurangnya pembinaan masyarakat yang menyeluruh dan berkesinambungan. Pembinaan masyarakat perlu diarahkan pada peningkatan partisifasi aktif masyarakat, dengan melibatkan seoptimal mungkin tokohtokoh masyarakat, tokoh-tokoh adat setempat dan orang-orang terpelajar yang berasal dari wilayah ini. Secara khusus karakter diri masyarakat penggepeng rendah, mereka kurang memiliki rasa malu, kurang memiliki harga diri, tanggungjawabnya rendah, dan etos kerjanya rendah. (2) Rendahnya keterampilan hidup yang dimiliki masyarakat yang mampu menjamin hidup dan mengembangkan kesejahteraan berbasis sumberdaya alam yang ada. Degradasi perilaku
masyarakat
dari
meurup-urup
(barter)
menjadi
idih-idih
(gepeng)
membuktikan bahwa tidak saja kurangnya pembinaan mental (pendidikan) dan sosial budaya tetapi juga lemahnya upaya-upaya peningkatan keterampilan hidup masyarakat. (3) Keadaan geografis yang kurang menguntungkan, sementara potensi sumber daya alam di balik keadaan geografis yang demikian belum diolah dan dikelola dengan baik. Walaupun wilayah kering berbatu dan sebagian ditutupi oleh pasir dan batu lahar bekas 16
letusan Gunung Agung di sepanjang wilayah Kecamatan Kubu ini, namun sampai saat ini penduduk di wilayah ini masih mampu bertahan hidup (walaupun dengan berbagai keterbelakangan). Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya masih ada potensi yang menjanjikan yang mampu membuat mereka bertahan. Potensi tanaman lontar, tanaman mete (hasil usaha-usaha pengembangan masyarakat), pertanian musiman, serta galian C (pasir, kerikil, kerakal dan batu lahar) merupakan potensi yang dapat dikembangkan dan memerlukan uluran tangan dari berbagai pihak, baik kebijakan, IPTEKS, pendanaan, pengelolaan, dan pemasaran. (4) Kemiskinan. Masyarakat melakukan kegiatan menggepeng karena rendahnya kualitas hidup dan tidak adanya sumber penghidupan yang layak. Mereka tidak memiliki mata pencaharian yang tetap yang dapat digunakan untuk menopang kehidupannya. Mereka juga tidak memiliki keterampialn hidup (life skill) untuk mengolah sumber daya alam yang ada di desanya. (5) Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan di wilayah ini belum terintegrasi secara sistemik, memberdayakan dan berkelanjutan. Siklus pembangunan yang partisipatif dengan melibatkan masyarakat seopimal mungkin perlu dilakukan sehingga perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi pembangunan yang dijalankan di wilayah ini benar-benar sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan tepat dengan kondisi wilayah ini. (5) Rendahnya Tingkat Pendidikan. Pendidikan masyarakat yang menggepeng masih rendah dan bahkan banyak yang masih buta aksara. Anak-anak yang sering diajak menggepeng sesungguhnya ingin sekolah, tetapi mereka mengalami keterbatasan biaya. Hasil wawancara dengan guru dan para siswa menunjukkan bahwa: (1) para siswa sangat ingin sekolah, dan bahkan mereka ingin sekolahs ampai SMP dan SMA/SMK; (2) anak-anak yang menggepeng adalah anak-anak kelas I, II, III, dan IV. Jika mereka sudah kelas V dan VI mereka tidak mau lagi diajak menggepeng, mereka sudah merasa malu untuk menggepeng; (3) anak-anak yang absen berturut-turut selama dua hari atau tiga hari, karena diajak menggepeng oleh ibunya atau ibu orang lain, (4) sekarang ada kecenderungan, siswa SD absen beberapa hari (tiga hari) lalu masuk lagi, absen beberapa hari lagi kemudian masuk lagi. Kondisi ini sangat memprihatinkan, dan 17
bahkan bisa terjadi putus sekolah; (5) sumber belajar (buku-buku pelajaranh ) sangat kurang dis sekolah. 5.2 Penanganan Masalah Menggepeng Melalui Pelatihan Keterampilan Kecakapan Hidup Berdasarkan
paparan
faktor-faktor
penyebab
masyarakat
menggepeng
serta
memperhatikan potensi-potensi yang dimiliki wilayah Muntigunung dan Pedahan, strategi yang ditawarkan untuk menangani akar permasalahan tersebut adalah strategi pemberdayaan terpadu, sinergis dan berkelanjutan. Strategi pemberdayaan ini meliputi tiga tahapan. Tahap pertama adalah tahap penyadaran menyeluruh dari level masyarakat paling bawah sampai level atas, sinergis dan terpadu antar komponen penyadaran yaitu pendekatan spiritual dan agama, pendekatan pendidikan, pendekatan budaya, pendekatan sosial dan kemasyarakatan. Tahap kedua adalah tahap pengkapasitasan yang meliputi pendekatan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni (ipteks), pendekatan keterampilan hidup dan pendekatan kewirausahaan. Tahap ketiga adalah tahap pemberdayaan melalui pendekatan pendampingan melekat, pendekatan penyediaan sarana, prasarana dan sistem. Aktivitas-aktivitas dalam model pemecahan masalah disesuaikan dengan RPJM Kabupaten Karangasem yaitu pembangunan desa terpadu berbasis masyarakat yang dibarengi dengan pembangunan sarana dan prasarana yang memberdayakan. Aktivitas-aktivitas yang diusulkan diarahkan mampu mengubah pola pikir dan pola tindak untuk memutus rantai gepeng dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki. Aktivitas-aktivitas yang akan dikerjakan adalah sebagai berikut. 1) Peningkatan kesadaran potensi diri dan potensi kemasyarakatan di wilayah Muntigunung dan Pedahan dengan pengubahan paradigma manusia pasif menjadi manusia aktif dan kreatif. Potensi utama orang peminta-minta (gepeng) dari wilayah ini adalah insan yang tahan terhadap rasa malu sebagai peminta-minta yang berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya dan potensi fisik yang mampu berkelana (berjalan jauh). Melalui pendekatan sosiologis antropologis serta pendekatan religi dan pendekatan ekonomi kesejahteraan, potensi insan ini akan diubah mind setnya menjadi insan yang tangguh sebagai pelaku usaha dagang langsung dan keliling (direct selling). Peningkatan kesadaran potensi diri harus dimulai sejak dini melalui pendidikan di Sekolah Dasar. 18
Salah satunya adalah dengan cara meningkatkan intensitas dan kualitas pendidikan karakter, guna membangun jati diri, rasa tanggung jawab, etos kerja, harga diri, moral, dan kejujuran. Dengan demikian siklus menggepeng akan dapat diputus sejak dini melalui jalur pendidikan. Melalui strategi peningkatan kesadaran potensi diri dan potensi kemasyarakatan di wilayah Muntigunung dan Pedahan dengan pengubahan paradigma manusia pasif menjadi manusia aktif dan kreatif, telah dapat dibentuk kelompokkelompok pengrajin berbasis lontar yakni 1) kelompok pengrajin gula kristal, dan gula cetak kemasan, 2) kelompok pengrajin jejahitan berbahan baku daun lontar, dan 3) kelompok pengrajin ingka berbahan lidi daun lontar. Di samping itu, mulai tahun kedua telah dapat dibentuk kelompok peternak babi dan ayam upacara (ayam brumbun). Jumlah kelompok pengrajin berbasis lontar dan kelompok peternak dari tahun pertama sampai tahun ketiga disajikan pada Tabel 1 berikut.
Tabel 02. Kelompok Pengrajin Berbasis Lontar dan Kelompok Peternak No.
1
Kelompok
Gula Kristal
Tahun 2011
Tahun 2012
Tahun 2013
Total
Kel/anggota
Kel/anggota
Kel/anggota
Kel/anggota
1/10 orang
2/20 orang
2/20
6/60
1/10
2/20
2/20
5/50
-
1/10
2/20
3/30
-
1/10
1/10
2/20
Pedahan 2
Gula Kristal Muntigunung
3
Gula cetak Pedahan
4
Gula cetak Muntigunung
5
Ingka Pedahan
1/20
2/20
2/20
6/60
6
Ingka
2/10
2/20
2/20
6/60
1/10
1/10
1/10
3/30
1/10
1/10
1/10
3/30
Muntigunung 7
Jejahitan Lontar Pedahan
8
Jejahitan Lontar
19
Muntigunung 9
Peternak babi
-
1/10
1/10
2/20
-
1/10
1/10
2/20
-
-
2/20
2/20
-
-
2/20
2/20
7/70
14/140
19/190
dan ayam Pedahan 10
Peternak babi dan ayam Muntigunung
11
Kue singkong Pedahan
12
Kue singkong Muntigunung
Dalam kurun waktu tiga tahun telah dibentuk 19 kelompok pengrajin dengan jumlah anggota sebanyak 190 orang, yang tersebar dalam enam varians kecakapan hidup (life skills). Dari seluruh peserta pelatihan dan pendampingan kecakapan hidup, sekitar 50% diantaranya adalah mereka yang selama ini melakukan kegiatan menggepeng yaitu sebanyak 84 orang.
2) Peningkatan keterampilan kecakapan hidup (life skills) untuk menghasilkan masyarakat produktif dan mampu mengolah dan mengelola sumber daya alam sekitar. Aktivitas ini akan diisi dengan berbagai pelatihan dan pendampingan keterampilan hidup seperti keterampilan yang mendukung pengembangan usaha kerajinan berbasis lontar (gula, ingka, anyaman daun lontar, dsbnya). Sebagai pilot project telah dilakukan pelatihanpelatihan keterampilan bekal hidup antara lain (1) pelatihan dan pendampingan pembuatan gula kristal, (2) pelatihan dan pendampingan kerajinan gula cetak kemasan, (3) pelatihan dan pendampingan kerajian daun lontar, dan (4) pelatihan dan pendampingan pembuatan ingke, (5) pelatihan dan pendampingan peternakan babi dan ayam upakara (ayam brumbun), dan (6) pelatihan dan pendampingan pembuatan kue berbahan baku singkong.
20
(1) Biaya produksi, nilai jual, dan penghasilan pengrajin gula kristal Biaya produksi gula kristal per kilogram: 1.Nira/tuak 10 liter @ Rp. 800,- = Rp. 8.000,2. Gas LPJ
= Rp. 4.000,--------------------Total
= Rp. 12.000,-
Nilai jual gula Kristal/kg
= Rp. 40.000,-
Produksi per bulan
= 50 kg
Penghasilan pengrajin gula Kristal per bulan: 50 x Rp. 28.000 = Rp. 1.400.000,-
Gambar 02. Produk Gula Kristal Kemasan 0,25 kg
(2) Biaya produksi, nilai jual, dan penghasilan pengrajin gula cetak kemasan Biaya produksi gula cetak kemasan per kilogram: 1. Nira/tuak 5 liter @ Rp. 800,-
= Rp. 4.000,21
2. Gas LPJ
= Rp. 1,500,-
3. Kemasan plastik
= Rp.
500,-
-----------------Total
= Rp. 6.000,-
Nilai jual gula cetak kemasan/kg
= Rp. 20.000,-
Produksi per bulan
= 120 kg
Penghasilan pengrajin gula cetak kemasan per bulan: 120 x Rp. 14.000 = Rp. 1.680.000
Gambar 03. Produk Gula Cetak Kemasan 100 gram dan 200 gram
(3) Biaya produksi, nilai jual, dan penghasilan pengrajin ingka Biaya produksi ingka per ingka (bahan baku lidi lontar)
= Rp. 1.000,-
Nilai jual per ingka
= Rp. 3.500,-
Jumlah produksi per bulan 600 buah ingka Penghasilan pengrajin ingka lidi lontar per bulan: 600 x Rp. 2.500,- = Rp. 1.500.000
22
Gambar 04. Produk Ingka
(4) Pengrajin jejahitan berbahan daun lontar Seorang pengrajin dapat memproduksi 1500 buah tamas per bulan, dengan nilai jual Rp. 1000,- per biji dan bahan baku per biji tamas Rp. 250,-. Penghasilan pengrajin jejahitan daun lontar (tamas) per bulan Rp. 1.125.000,-
23
Gambar 05. Produk Kerajinan Jejahitan Daun Lontar
Berdasarkan hasil analisis biaya produksi dan nilai jual pengrajin gula kristal, gula cetak kemasan, pengrajin ingka dan jejahitan daun lontar tampak bahwa warga dusun Muntigunung dan Pedahan yang dilibatkan dalam kegiatan IbW ini memperoleh penghasilan yang cukup memadai. Kondisi ini telah menyebabkan mereka yang semula menggepeng telah memilih profesi sebagai pengrajin dengan bahan baku yang tersedia di desa mereka. Dampak dari dimilikinya keterampilan kecakapan hidup berkat kegiatan IbW antara lain 1) mereka yang semula menggepeng telah berbah menjadi pengrajin, 2) taraf hidupnya bertambah baik, 3) pendidikan keluarganya telah meningkat yang ditandai oleh berkurangnya warga buta aksara, berkurangnya angka putus sekolah di SD, sebagian besar anak usia sekolah setealh tamat SD melanjutkan ke SMP Satu Atap yang terdapat di desa Tianyar Tengah dan desa Tianyar Barat. Secara rinci, capaian target luaran dari kegiatan IbW ini yang telah dilaksanakan selama tiga tahun dapat dilihat pada Tabel 03 berikut.
24
Tabel 03. Capain Luaran Tahunan
No
Uraian Luaran
1.
Pengurangan keluarga yang menggepeng (% dengan baseline jumlah keluarga penggepeng tahun 2010) Peningkatan pendapatan keluarga miskin dan keluarga yang menggepeng (% dari pendapatan per keluarga per tahun dari keluarga-keluarga yang ditangani dengan baseline tahun 2010) Peningkatan jumlah usaha mikro dan usaha kecil (% dihitung dari jumlah existing usaha mikro dan kecil di wilayah Muntigunung dan Pedahan dengan baseline tahun 2010) Adanya rumah singgah untuk penampungan sementara para penggepeng asal wilayah Muntigunung – Pedahan dan berfungsi baik (buah) Jumlah varian produk hasil kerajinan berbahan lontar dan olahan jambu mete yang dijual sebagai komoditas unggulan wilayah ini dan varian produk peternakan Pembebasan buta aksara (% yang dihitung sebagai pengurangan jumlah warga yang buta aksara dengan baseline keadaan tahun 2010) Peningkatan kualifikasi jenjang pendidikan Jumlah buku RPJM Des dan profil desa adat Publikasi dalam bentuk artikel ilmiah.
2.
3.
4.
5.
6.
7 8. 9.
Target Luaran Tahun 2011
Tahun 2012
Tahun 2013
- 20%
- 40%
-66%
+ 10%
+ 30%
+ 70%
+ 20 %
+ 40%
+ 60%
1
2
3
4
6
8
30%
45%
60%
20%
40%
60%
1 buah
2 buah
3 buah
1 buah
1 buah
1 buah
25
5.3 Pembahasan Capaian luaran pertama dari pelaksanaan kegiatan IbW ini menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan persentase warga Muntigunung dan Pedahan yang menggepeng yakni sebesar 66% . Dari 127 orang warga penggepeng berkurang sebanyak 84 orang karena telah ikut serta dalam program pelatihan keterampilan kecakapan hidup dan tinggal sebanyak 43 orang yang belum ikut pelatihan keterampilan kecakapan hidup. Dari seluruh peserta pelatihan keterampilan kecakapan hidup yang jumlahnya 190 orang dalam kurun waktu tiga tahun hanya sekitar 45% yang berasal dari warga penggepeng dan 55% dari warga biasa yang tidak menggepeng. Pendekatan sosiologis humanistik yang dilakukan oleh tim IbW telah mampu merubah mindset warga penggepeng untuk beralih menjadi pengrajin berbasis pohon lontar yang merupakan potensi sumber daya alam yang terdapat di dusun Muntigunung dan Pedahan. Peserta pelatihan kecakapan hidup yang berasal dari warga bukan penggepeng juga berperan mempengaruhi warga penggepeng agar berubah dari menggepeng menjadi pengrajin berbasis pohon lontar. Hasil wawancara dengan peserta pelatihan yang semula menggepeng menunjukkan bahwa mereka menggepeng karena ketidak tersediaan lapangan pekerjaan di desa mereka dan juga mereka tidak memiliki keterampilan kerja. Karena itu kegiatan IbW dengan fokus pada pelaksanaan pelatihan kecakapan hidup disambut baik oleh warga penggepeng, terlebih lagi karena mereka diberi bantuan bahan baku dan peralatan pada saat ikut pelatihan. Dari hasil analisis biaya produksi dan nilai jual produk kerajinan sebagai dampak dari kegiatan pelatihan keterampilan kecakapan hidup, menunjukkan bahwa para pengrajin baik pengrajin gula kristal, gula cetak, ingka, dan jejahitan daun lontar memperoleh penghasilan antara Rp 1.125.000,- sampai Rp. 1.680.000,- per bulan. Hal ini telah menambah pendapatan perkapita warga sekitar 70%, yang bermuara pada terjadinya peningkatan taraf hidup dan kesehatan mereka. Di samping itu, adanya peningkatan pendapatan warga Muntigunung dan Pedahan telah berdampak pada terjadinya peningkatan kualifikasi jenjang pendidikan anak-anak usia sekolah, dan berkurangnya angka putus sekolah. Anak-anak usia sekolah dasar (SD) yang rumahnya jauh dari sekolah induk mau bersekolah pada SD Vilial. Keberadaan SMP Satu Atap di desa Tianyar Tengah dan di desa Tianyar Barat telah secara signifikan member dorongan dan motivasi kuat bagi anak-anak SD untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Pada tahun ketiga tim IbW telah memprogram dan melaksanakan kegiatan yang khusus ditujukan untuk peningkatan kualitas proses pembelajaran di SD Vilial dan SMP Satu Atap. 26
Tujuan utamanya adalah untuk memotivasi guru dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan dan bermuara pada terjadinya peningkatan prestasi belajar siswa, menekan angka putus sekolah, dan tumbuhnya keinginan siswa untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi. Jumlah varian produk pelatihan yang semula pada tahun pertama hanya empat telah bertambah menjadi delapan pada tahun ketiga, diharapkan dapat lebih meningkatkan pendapatan warga di masa datang. Pemerintah kabupaten Karangasem melalui forum desiminasi produk IbW yang di selenggarakan di Kampus Undiksha telah memberi janji akan melajutkan kegiatankegiatan IbW pada tahun berikutnya mengingat anggaran dari Dikti telah berakhir. Produk unggulan IbW Muntigunung dan Pedahan yaitu gula kristal, gula cetak kemasan, dan ingka yang berkualitas sangat baik diharapkan dapat menjadi ikon dan merubah image masyarakat di Bali yang semula dusun Muntigunung dan dusun Pedahan sebagai penghasil gepeng menjadi penghasil gula kristal, gula cetak kemasan dan ingka. Produk gula kristal dan gula cetak kemasan telah terjual ke pasaran dengan label “Dewata Sugar” Berdasarkan target luaran IbW yang telah tercapai yakni terjadinya penurunan warga menggepeng sebesar 65%, peningkatan pendapatan masyarakat Muntigunung dan Pedahan meningkat sekitar 60%, peningkatan jumlah usaha mikro sekitar 60%, peningkatan jumlah varian produk menjadi delapan jenis, peningkatan kualifikasi jenjang pendidikan warga usia sekolah, penguranganjumlah warga yang buta aksara, maka dapat secara implicit dan eksplisit pelaksanaan program IbW Muntigunung dan Pedahan telah mampu meningkatkan Indek Pembangunan Manusia (IPM) di Muntigung dan Pedahan.
27
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan Berdasarkan capaian target luaran program IbW Muntigunung dan Pedahan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. Pertama, program IbW Muntigunung dan Pedahan melalui pendekatan sosiologis humanistik dan pelaksanaan pelatihan keterampilan kecakapan hidup (life skills) secara signifikan mampu menurunkan jumlah warga menggepeng sebesar 66%. Kedua, pemberian keterampilan kecakapan hidup melalui pelatihan dan pendampingan telah dapat meningkatkan pendapatan perkapita warga peserta pelatihan, dengan peningkatan sekitar 70%. Ketiga, program IbW dalam bidang pendidikan serta terjadinya peningkatan pendapatan perkapita dan keberadaan SMP Satu Atap
telah mampu meningkatkan jumlah warga usia
sekolah untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Di samping itu, juga telah terjadi pengurangan warga buta aksara. Keempat, telah terjadi penambahan usaha mikro dan usaha kecil sebagai dampak dari bertambahnya varians produk IbW. Kelima, sebagai sinergi dan akumulasi dari telah terjadinya peningkatan pendapatan per kapita, peningkatan taraf hidup dan kesehatan, peningkatan kualitas dan jenjang pendidikan, program IbW Muntigunung dan Pedahan secara signifikan telah mampu meningkatkan Indek Pembangunan Manusia (IPM) di Muntigunung dan Pedahan.
6.2 Saran Berdasarkan temuan dan capaian target luaran kegiatan IbW Muntigunung dan Pedahan, maka diajukan saran-saran sebagai berikut. Pertama, pelaksanaan program IbW Muntigunung dan Pedahan telah mampu menurunkan jumlah warga yang menggepeng secara siginfikan yakni sekitar 66% selama tiga tahun dan masih ada sebagian warga yang masih menggepeng. Oleh karena itu, kepada pihak pemerintah kabupaten Karangasem disarankan agar tetap melanjutkan kegiatan pelatihan dan
28
pendampingan keterampilan kecakapan hidup (life skills) bagi masyarakat Muntigung dan Pedahan. Kepada pihak pemerintah kabupaten Karangasem disarankan agar menyediakan bantuan modal bagi pengembangan usaha mikro dan kecil yang telah tumbuh di dusun Muntigunung dan Pedahan, serta membantu pemasaran produk-produk yang dihasil oleh kelompok-kelompok pengrajin gula kristal, gula cetak kemasan, ingka dan jejahitan daun lontar. Kepada pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan kabupaten Karangasem agar memberi perhatian yang lebih fokus kepada SD Vilial dan SMP Satu Atap yang terdapat di desa Tianyar Tengah dan Tianyar Barat, mengingat bahwa pendidikan formal maupun pendidikan nonformal sangat efektif untuk memutus siklus menggepeng. Masyarakat Muntigunung dan Pedahan sangat mengharapkan keberadaan program PAUD, kejar paket B, kejar paket C. Kepada pihak Universitas Pendidikan Ganesha disarankan untuk menjadikan dusun Muntigunung dan dusun Pedahan sebagai desa binaan, mengingat program IbW Muntigunung dan Pedahan belum tuntas.
29
DAFTAR PUSTAKA Atmadja, N.B. 2010. Komodifikasi Tubuh Perempuan Joged “Ngebor” di Bali. Denpasar: Pustaka Larasan. Atmadja, N. B. 2010a. Ajeg Bali, Gerakan, Identitas Kultural, dan Globalisasi. Yogyakarta: LKiS. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. De Soto, H. 1991. Masih Ada Jalan Lain Revolusi Tersembunyi di Negara Dunia Ketiga. [Penerjemah: M. Maris]. Jakarta: Yayasan Obor. Halpern, D. 2005. Socia Capital. Cambridge: Polity Press. McClelland, D. 1987. Memacu Masarakat Berprestasi Mempercepat Laju Pertumbuhan Ekonomi Melalui Peningkatan Motivasi Berprestasi. [Penerjemah: S. Suyanto]. Jakarta: Intermedia. Rohidin, T.R. 2000. Ekspresi Seni Orang Miskin Adaptasi Simbolik Terhadap Kemiskinan. Jakarta: Penerbit Nuansa. Ropke, J. 1988. Kebebasan yang Terhambat Perkembangan Ekonomi dan Perilaku Kegiatan Usaha di Indonesia. [Penerjemah: Tim Penerjemah]. Jakarta: Gramedia. Sanderson, S. K. 1993. Sosiologi Makro Sebuah Pendekatan terhadap Realita. [Penerjemah: F. Wadjidi]. Jakarta: Rajawali Grafindo. Singarimbun, M. Dan D.H. Penny. 1976. Penduduk dan Kemiskinan Kasus Sriharjo di Pedesaan Jawa. Jakarta: Bhratara Karya Aksara. Walgito, B. 2007. Psikologi Kelompok. Yogyakarta: Andi.
30
Lampiran DOKUMENTASI KEGIATAN PELATIHAN IbW DI DUSUN MUNTIGUNUNG DAN PEDAHAN
Gambar 1. Proses penyaringan nira lontar sebelum dimasak menjadi gula Kristal
31
Gambar 2. Nira lontar setelah disaring dan siap dimasak
Gambar 3. Peserta pelatihan memasak nira lontar hasil penyaringan
32
Gambar 3. Gula lontar diaduk-aduk sampai terbentuk gula berbentuk serbuk kristal berwarna merah kecoklatan
33
Gambar 4. Peserta pelatihan sedang menyaring gula lontar kristal untuk memisahkan ukuran serbuk halus dengan yang lebih kasar.
34
Gambar 5. Mesin penggiling gula lontar menjadi serbuk halus (disesuaikan dengan ukuran mesh atau saringan)
Gambar 6. Instruktur bersama peserta pelatihan sedang menggiling gula lontar Kristal dengan menggunakan mesin penggiling
35
Gambar 7. Gula lontar kristal sudah dikemas dan siap di pasarkan
Gambar 8. Pameran produk gula lontar kristal dari hasil pelatihan pada gebyar Ipteks IbW.
36
Gambar 9. Peserta pelatihan sedang membuat kerajinan daun lontar dan ingka.
37
Gambar 10. Instruktur mendampingi peserta pelatihan membuat kerajinan daun lontar dan ingka.
Gambar 11. Tahap akhir (finishing) pembuatan kerajinan daun lontar.
38
Gambar 12. Peserta pelatihan sedang membuat kerajinan ingka dari lidi daun lontar.
Gambar 13. Pameran produk kerajinan daun lontar dan kerajinan ingka dari hasil pelatihan pada gebyar Ipteks IbW.
39
Foto Kegiatan Pelatihan Analisis dan Implementasi Kurikulum 2013 Bagi Guru-Guru SD Vilial dan SMP Satu Atap Desa Pedahan Kecamatan Kubu, Karangasem
Foto Kegiatan Pelatihan Analisis dan Implementasi Kurikulum 2013 Bagi Guru-Guru SD Vilial dan SMP Satu Atap Desa Pedahan Kecamatan Kubu, Karangasem
40