LAPORAN AKHIR SISTEM OBSERVASI LINGKUNGAN LAUT TERPADU (SOLID)
PUSAT RISET TEKNOLOGI KELAUTAN BADAN RISET KELAUTAN DAN PERIKANAN DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN TA. 2007
DAFTAR ISI
BAB1. PENDAHULUAN 1.1. ABSTRAK. 1.2. LATAR BELAKANG. 1.3. TUJUAN, SASARAN DAN TARGET. 1.4. LOKASI. 1.5. RUANG LINGKUP. 1.6. HASIL, MANFAAT DAN DAMPAK KEGIATAN. 1.7. METODOLOGI 1.8. LUARAN BAB 2. INDONESIA GLOBAL OCEAN OBSERVING SYSTEM (INAGOOS) 2.1. 2.2. 2.3. 2.4 2.5. 2.6.
KARAKTERISTIK FISIK KEPULAUAN INDONESIA KEBUTUHAN PEMBANGUNAN PUSAT OPERASIONAL TUJUAN GOOS MENGAPA INAGOOS KEUNTUNGAN INAGOOS DAMPAK SOSIAL DAN EKONOMI
BAB 4. INAGOOS BUOY 4.1. LATAR BELAKANG 4.2. TAHAPAN PENGEMBANGAN 4.3. RANCANGAN, KONSTRUKSI DAN UJI COBA PERANGKAT KERAS BUOY Sistem Sensor dan Akuisisi data Sistem Pengirim (Transmiter). Sistem Penerima 4.4. PERANGKAT LUNAK (SOFTWARE) Format Data Tampilan Sistem Informasi 4.5. HASIL UJI COBA LAPANG BAB5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. KESIMPULAN 5.2. REKOMENDASI LAMPIRAN
Laporan Akhir
2 3 4 5 6 7 7 8 11 12 12 14 18 20 24 25 27 27 28 29 30 30 31 34 35 37 41 43 43 43 44
1
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 1. SKEMA HUBUNGAN ANTARA SISTEM BUOY DENGAN HASIL YANG DIHARAPKAN
28
GAMBAR 2. RANCANGAN UMUM SISTEM BUOY YANG DIKEMBANGKAN
29
GAMBAR 3. MODEL SISTEM TRANSMISI BUOY GSM
32
GAMBAR 4. FOTO COMPONEN SOLAR PANEL DAN DOKUMENTASI UJI COBA
33
GAMBAR 5. ARSITEKTUR SISTEM PENERIMA BUOY GSM
34
GAMBAR 6. TAMPILAN PERANGKAT LUNAK SISTEM PENERIMA BUOY
37
GAMBAR 7. KERANGKA APLIKASI WEBSITE
38
GAMBAR 8. CONTOH TAMPILAN DATA PADA APLIKASI WEBSITE
40
GAMBAR 9. HASIL PENGUKURAN KECEPATAN ANGIN (ATAS) DAN ARAH ANGIN (BAWAH) SELAMAT 3 (TIGA) HARI PENGAMATAN. ARAH ANGIN 0 MENUNJUKKAN ARAH UTARA 41 GAMBAR 10. TAMPILAN HASIL PENGUKURAN SUHU PERAIRAN SELAMA PERIODE 24 JAM 42
Laporan Akhir
2
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1.
Abstrak. Sumberdaya kawasan pesisir merupakan tumpuan pembangunan nasional di
masa depan walaupun dihadapkan pada setumpuk masalah akut dalam pengelolaan kawasan pesisir. Beberapa masalah yang sering ditemui di kawasan pesisir antara lain; polusi/limbah, perusakan habitat fisik (hutan bakau, terumbu karang, padang lamun), abrasi pesisir, penyerobotan kawasan konservasi untuk tujuan lain, dan bencana alam. Tuntutan pengelolaan kawasan pesisir bertambah berat dengan adanya tuntutan pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Pembangunan berkelanjutan menuntut keberlanjutan sumberdaya alam dan lingkungan sebagai salah satu sokoguru pembangunan. Optimasi pengelolaan kawasan pesisir tidak terlepas pada data potensi sumberdaya fisik kelautan yang memiliki tingkat validitas tinggi dan up to date serta komprehensif. Hal ini dikarenakan perubahan yang terjadi di kawasan tersebut sangatlah cepat dan dinamik. Dengan demikian, untuk mempertahankan keberadaan sumberdaya pesisir serta mengoptimumkan pemanfaatannya secara berkelanjutan maka pengelolaan kawasan pesisir secara terpadu merupakan suatu kebutuhan mutlak. Optimalisasi tersebut harus didukung oleh desain dan analisis sistem yang mampu menyediakan data-data real time bagi kebutuhan pengguna dan pelaku lahan pesisir (stakeholders) yang terkait di bidang kelautan dan perikanan. Desain dan analisis sistem ini harus terpadu mengingat rentang pengelolaan, fenomena, potensi sumberdaya alam dan manusia sangatlah kompleks. Dukungan teknologi merupakan hal yang utama agar desain dan analisis sistem berjalan sesuai dengan perencanaan, pengaturan, pemeliharaan, pengorganisasian dan pembaharuan (up
date).
Laporan Akhir
3
1.2.
Latar Belakang. Rancangan SOLID ini berbasiskan teknologi elektronika modern dengan
ketersedian peralatan yang mudah sehingga bisa dilakukan perancangan dengan memanfaatkan
bahan
baku
lokai.
Mekanisme
sistem
ini
menggunakan
mikrokont r oler (integrated circuit) sebagai pusat kendali dan teknologi GSM (geostationary mobile) untuk transfer data parameter fisika dan kimia yang dikehendaki. Kebutuhan akan data yang kontinu dan dapat direproduksi (reproductable data) adalah besar, mengingat data-data tersebut dapat menunjang berbagai aspek yang diperlukan, bukan hanya untuk kegiatan penelitian akan tetapi juga untuk kegiatan-kegiatan umum di masyarakat, misalnya untuk pengambilan keputusan terhadap gejala alam atau prediksi suatu fenomena yang terjadi dalam jangka waktu yang lama dan lain sebagainya. Dalam pengamatan lingkungan laut, tentunya data-data yang direproduksi ini sangat penting untuk mengetahui berbagai fenomena dan pengolahan sumberdaya khususnya dilingkup kelautan dan perikanan. Contoh penting, misalnya: fluktuasi suhu permukaan laut dan salinitas dapat memperkirakan waktu musim yang sesuai untuk budidaya rumput laut dan teripang maupun kelimpahan bahan organik serta unsur hara yang dibutuhkan oleh schooling ikan ketika masa
spawning disuatu perairan. Semua itu dengan catatan adanya data yang kontinu/real time yang memperlihatkan kecenderungan atau trend tersebut. Pada dasarnya pengukuran parameter fisika dan kimia di perairan ini sudah sejak lama dilakukan oleh para peneliti dan pelaksana di lapangan. Tetapi baru sebatas pengukuran bersifat konvensional. Dengan kata lain masih mengandalkan manusia sebagai operator pencatat data. Sudah barang tentu memiliki keterbasan baik dari aspek operasional dan aspek teknik. Aspek operasional berkaitan dengan teknik sampling pengambilan data yang diukur secara acak untuk rentang kawasan yang luas dan sangat tergantung kepada kondisi alam dan kompetensi operator dalam mengoperasikan alat/instrumnen tersebut. Sedangkan aspek teknik berkaitan pada instruksi penggunaan perangkat keras maupun perangkat lunak yang dimiliki Laporan Akhir
4
instrumen agar mekanisme bekerjanya sesuai standar pengoperasian alat tersebut. Jadi apabila ada kerusakan ataupun
terjadi trouble shooting sangat tergantung
pada perusahaan yang membuat instrumen seperti Seabird instrument, RDs Instrument, Andera Instrument, Hanna Instrument dan lain-lain. Untuk mengatasi keterbatasan dan ketergantungan ini, teknologi ini didukung oleh sistem telemetri berfrekuensi tinggi baik VHF (142.025 MHz) maupun UHF (400 - 500 MHz), yang mana fungsi sistemnya untuk mentransmisikan data insitu. Sistem transmisi ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu fix platform dan mobile
platform. Fix platform digunakan frekuensi radio untuk mentransmisikan data yang jangkauannya terbatas dan mengatasi apabila sistem telemetri mobile platform mengalami kendala teknis. Sedangkan sistem telemetri mobile platform digunakan teknologi GSM (Geostationary mobile) atau lebih dikenal dengan handphone atau cellular phone saat ini hanya terbatas untuk keperluan komunikasi tapi masih jarang yang digunakan untuk kepentingan transfer data untuk kepentingan riset kelautan. Teknologi ini sangat memungkinkan diterapkan
untuk pengiriman data digital
dengan kualitas data yang baik (tanpa cacat/distorsi) pada jarak yang bermil-mil jauhnya.
Teknik
transfer
dataranya
dengan
menggunakan
point-to-point
communication atau satelite communication. Keuntungan lainnya adalah biaya pengiriman data per satuan kilobyte (Kb) yang dioperasikan oleh provider telekomunikasi sudah sangat terjangkau baik oleh institusi pemerintah lokal maupun lembaga penelitian. Hai ini berkaitan dengan adanya perang tarif dikalangan provider untuk meraih pangsa pasar konsumen sebagai pengguna cellullar. 1.3.
Tujuan, Sasaran dan Target.
TUJUAN : Ada 3 (tiga) tujuan dalam membangun teknoIogi SOLID ini, diantaranya : 1. Perancangan buoy
Laporan Akhir
5
2. Perancangan instrumen pengukuran parameter fisik lingkungan laut berbasis elektronik. 3. Instalisasi sistem telemetri terintegrasi untuk mentransmisikan data digital parameter fisika secara langsung (in-situ), terus menerus (relay). SASARAN : Keterbatasan dan ketergantungan terhadap permasalahan teknis dan operasional ditemukan solusinya sebagai akibat rendahnya kinerja pengamatan dan pengukuran paramater fisika dan kimia yang dilakukan secara konvensional, tidak efesien, tidak update dan tidak akurat. Meningkatnya perubahan lingkungan terhadap laut dan atmosfir secara global yang mempengaruhi daya dukung terhadap kegiatan pengelolaan kawasan pesisir yang terkait dengan kegiatan 1) budidaya perikanan, 2) pariwisata bahari, 3) pelestarian keanekaragaman hayati biomassa laut, 4) jalur pelayaran kapal 5) pengamanan dan perlindungan bangunan pantai 6) usaha perikanan tangkap, serta 7) bencana alam TARGET : Diketahuinya faktor-faktor utama penyebab menurunnya kualitas lingkungan laut yang berdampak pada kegiatan pengelolaan kawasan pesisir seperti diatas sehingga dengan demikian dapat diantisipasi persoalan tersebut dalam menerapkan SOLID ke depan. Dapat dijadikan role model atau tolak ukur arah pengembangan Sistem Observasi Lingkungan Laut Tertadu (SOLID) untuk kawasan pulau-pulau kecil untuk masa yang akan datang. 1.4.
Lokasi. Lokasi kegiatan ini akan dilaksanakan di perairan utara Jakarta tepatnya,
Kabupaten, Kepulauan Seribu, Pemerintahan DKI Jakarta. Kepulauan Seribu merupakan suatu wilayah Kabupaten Administratif yang terletak di sebelah Utara Jakarta. Posisinya secara geografis adalah pada 50 24' - 5045' LS dan 106025’ – Laporan Akhir
6
106040 BT dengan luas 1.180,8 hektare (11,8km2). Posisi memanjang darl utara ke selatan yang ditandai dengan pulau-puiau kecil berpasir putih dan gosong-gosong karang. 1.5.
Ruang Lingkup.
1. Mengetahui dan mengumpulkan data-data. sekunder yang mendukung terhadap penempatan buoy dengan berdasarkan kriteria sumberdaya fisik di lokasi kegiatan, 2. Merancang model dan desain buoy beserta ruang kompartemen untuk menempatkan instrumen yang tahan terhadap guncangan, kedap air, fleksibel dalam operasional serta pemeliharaan. 3. Merancang instrumen dan sensor perekam suhu dan konduktiviti yang berbasiskan pada teknologi elektronika modern. 4. Mengintegrasikan sistem telemetri baik secara menetap (fix platform) maupun mobile (mobile platform) dengan instrumen yang langsung berhubungan dengan fungsi pengolah dan pemancar data, 1.6.
Hasil, Manfaat dan Dampak Kegiatan.
HASIL: Ditemukannya faktor-faktor penyebab permasalahan menurunnya kualitas lingkungan laut serta adanya tolak ukur dalam menukur kinerja SOLID khususnya untuk di pulau pulau kecii yang dituangkan dalam bentuk masukan untuk penyusunan konsep arah pengembangan SOLID di Indonesia. MANFAAT : Aplikasi SOLID ini dapat bermanfaat bagi nelayan, pengusaha, investor, pemerintah dan pihak-pihak lain yang membutuhkan, bahkan desain ini applicable untuk pengembangan data base dan sistem informasi untuk sumberdaya kelautan lainnya. Pada akhirnya, mampu meningkatkan pendapatan nelayan, pengusaha dan pendapatan daerah. Laporan Akhir
7
DAMPAK : Meningkatnya kesadaran arti pentingnya data lingkungan laut dari hasil analisis dengan menerapkan teknologi SOLID untuk mendukung usaha pengelolaan kawasan di pulau-pulau kecil, sehingga lambat laun taraf pendapatan masyarakat pesisir menjadi bertambah. 1.7.
Metodologi. Pada dasarnya kegiatan ini adalah menjalankan suatu metode untuk
mendapatkan data yang valid dan dapat direproduksi sehingga dapat digunakan kapan saja dan mempunyai tingkat keakuratan yang tinggi. Data yang baik adalah data yang memiliki kontinuitas sehingga dikatakan sebagai time series data. kegiatan ini akan dibangun sistem transmisi dan terima data. Metode yang digunakan
adalah
sistem
telemetri
dengan
menggunakan
teknologi
GSM
(Geostationary Mobile) yang memanfaatkan jaringan komunikasi yang sudah ada yakni jaringan telepon selular sebagai media untuk penyampaian informasi. Ada beberapa alasan penggunaan teknologi GSM ini yaitu : Jaringan infrastruktur yang sudah tersedia sehingga memberikan kemudahan dengan tidak membuat jaringan baru yang membutuhkan biaya yang mahal. Transfer data yang cepat memungkinkan data yang diterima cepat pula dengan kapasitas yang relatif cukup besar. Biaya operasional yang murah dibandingkan dengan sistem buoy yang sudah ada dimana akses datanya tidak perlu akses ke perusahaan asing sebagai pemilik satelit, akan tetapi bisa secara langsung akses melalui instrument yang dirancang, seperti halnya sistem jaringan telepon selular biasa. Stasiun Pengirim (Transmitter) Pada bagian ini terdapat beberapa komponen penting yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Bagian ini merupakan pengambil data analog berupa besaran fisik yang diindra oleh sensor. Sensor yang akan digunakan adalah sistem array sensor yang nantinya akan ditempatkan pada setiap strata kedalaman Laporan Akhir
8
sehingga akan merepresentasikan kondisi sebenarnya pada setiap layer kedalaman tersebut. pada kegiatan ini akan dipakai 3 jenis sensor yaitu sensor oseanografi (sensor suhu, konduktiviti dan angin) yang akan ditempatkan pada strata kedalaman yang berbeda. Karena yang digunakan lebih dari satu sensor maka digunakan multiplexer sebagai data selektor yang akan meneruskan data yang diindra ke pengolah data digital yang akan dikonversikan terlebih dahulu oleh analog to digital converter (ADC). Data digital hasil konversi akan diolah oleh mikrokontroler sebagai pusat kendali dalam hal ini menggunakan mikrokontroler, kemudian data tersebut akan disimpan sementara di data logger sebelum dikirimkan ke stasiun penerima melalui pemancar yang menggunakan teknologi GSM sebagai medianya. Pada stasiun pengirim ini dilakukan pemograman, bahasa tingkat rendah (assembly) untuk mendayagunakan mikrokontroler sebagai pusat kendali yang menghubungkan (interface) antara sensor dengan rangkaian pengkode digital dan GSM. Pada pemrograman ini dilakukan langkah-langkah manipulasi bit logika, pembuatan penyimpan data sementara dengan kapasitas yang sesuai dengan kapasitas dari GSM itu sendiri dan RAM mikrokontroler yang digunakan. Adapun ilustrasi sistem keseluruhan dapat dilihat pada gambar dibawah ini: Stasiun Penerima (Receiver) Data yang dikirimkan oleh transmitter kemudian akan diterima oleh receiver. Data yang diterima itu kemudian akan diidentifikasi oleh mikrokontroler dimana datanya harus sama (sinkron) dengan data sensor yang dipilih oleh multiplekser pada sistem transmitter. Data yang diterima tersebut kemudian dapat diolah oleh personal computer (PC) dan selanjutnya ditampilkan. Data-data yang dihasilkan pada bagian ini adalah data-data yang bersifat real time yang memiliki identitas dimana dan kapan data diambil sehingga akan menjadi database yang bisa terus menerus ditampilkan. Oleh karena itu pada sistem penerima perlu dibuat satu komputer PC sebagai file server untuk menampung data yang dikirimkan oleh transmitter. Pada tahap awal ini direncanakan data yang Laporan Akhir
9
terkirim dapat dipasang langsung dari sistem penerima, mengenai kapan akan dilakukan pengambilan data dan kapan tidak dilakukan pengambilan data atau dengan kata lain waktu aktif dan tidak aktif sistem buoy akan dilakukan pada stasiun penerima. Blok diagram sistem koneksi antara stasiun pengirim dan stasiun penerima, seperti tertera pada gambar berikut : Tahapan Pekerjaan 1. Perancangan konstruksi buoy pada sistem pengirim dan penerima sehingga menjadi suatu produk yang siap pakai. Pembangunan konstruksi platform bertujuan untuk membuat dudukan/platform yang diperlukan konstruksi bangunan dalam air laut, sehingga buoy tersebut tidak terbawa arus dan gelombang dan meminimalkan kerusakan pada sirkuit elektronika. Sistem buoy ini dinamakan mooring buoy system karena desainnya bersifat menetap (anchoring). 2. Perancangan sistem pancar-terima data, sehingga bisa didapatkan prototipe instrumen buoy yang siap diaplikasikan. Pengembangan sistem data logger pada modul stasiun pengirim (transmitter), sehingga mempunyal kapasitas yang besar untuk menampung data yang dihasilkan dari sistem sensor yang ada dan diharapkan akan memperbesar jumlah data yang ditransmisikan ke sistem penerima. Pada tahapan ini didesain sistem pancar terima data digital dengan menggunakan 2 jenis sensor yaitu sensor oseanografi (suhu dan konduktiviti) serta sensor klimatologi. Sensor tersebut dapat menghasilkan profil suhu dan konduktiviti serta besaran angin dan arah angin di lokasi yang diamati secara vertikai sehingga dapat memberikan data yang optimal untuk pengamatan (observation) fenomena sumberdaya kelautan yang terjadi di Kepulauan Seribu. 3. Penguatan instalisasi antena pengirim dengan tujuan dapat mengirimkan sinyal dari buoy ke statiun penerima untuk jarak jangkauan yang lebih jauh. 4. Perancangan power supply yang digunakan pada sistem buoy ini supaya memiliki waktu yang lama untuk ditempatkan di suatu kawasan yang sudah ditentukan berdasarkan data sekunder Laporan Akhir
10
5. Replikasi dari transmitter sebanyak 2 unit untuk ditempatkan pada daerah yang berbeda sehingga diharapkan dapat memberikan informasi yang akurat dan bisa merepsentasikan kondisi sebenarnya dilapangan. 6. Pengembangan software di stasiun penerima untuk mengoiah data yang dikirim dari buoy yang selanjutnya diinterpretasi berdasarkan kajian kajlan untuk kepentingan pengelolaan kawasan pulau-pulau kecil. 7. Implementasi dari keseluruhan sisten yang sudah dirancang dimana sudah terdapat satu base station yang mampu menerima sinyal data transmitter dengan baik. 1.8.
Luaran. 1 buah Prototipe rancangan buoy yang kompatible dengan gugus pulau
untuk dioperasionalkan menjadi instrumen pengamatan fenomena oseanografi dan klimatologi.
Laporan Akhir
11
BAB 2. INDONESIA GLOBAL OCEAN OBSERVING SYSTEM (INAGOOS) 2.1. Karakteristik Fisik Kepulauan Indonesia. Kepulauan Indonesia terletak di daerah tropis antara dua samudra (Samudra Pasifik di utara dan samudra India di selatan) dan dua benua (Asia dan Australia). Pulau-pulau di Indonesia di karakteristikkan dengan banyak sungai, hutan tropis, lahan basah, hutan bakau dan daerah budidaya laut. Daerah pesisir, khususnya pulau Jawa menderita tekanan antropogenik yang kuat akibat padatnya populasi penduduk yang tinggal di kawasan garis pantai. Kondisi ini akan memberikan dampak buruk terhadap keanekaragam hayati yang hidup di daerah pesisir (Tomascik dkk., 1997). Akibat pengaruh angin musim yang kuat, perairan laut kepulauan Indonesia mempunyai sinyal variasi musiman yang kuat pada sirkulasi arus permukaan. Akibat perubahan pemanasan di kedua benua di belahan Bumi (Asia dan Australia) akan membangkitkan monsoon yang ditandai dengan perubahan arah angin dua kali dalam setahun (Tomascik dkk., 1997; Webster dkk., 1998). Perairan laut bagian selatan Indonesia musim barat dan musim timur akan memberikan proses dinamika yang berbeda. Musim timur terjadi antara bulan Juni sampai September dimana pusat tekanan udara tinggi berada di benua Australia dan tekanan rendah berada di benua Asia. Pada musim ini angin bergerak dari selatan (benua Australia) ke utara (benua Asia). Musim timur terjadi pada bulan Desember sampai Maret dimana pusat tekanan tinggi berada di benua Asia dan tekanan rendah berada di benua Australia. Angin yang mengalir dari timur laut (benua Asia dan lautan Pasifik) menuju ke selatan dan sesampainya di belahan Bumi selatan berbelok ke barat laut. Perbedaan musim ini dapat di tengarai dengan perbedaan curah hujan. Pada musim barat curah hujan tinggi dan pada musim timur curah hujan rendah. Penurunan curah hujan terjadi pada masa transisi dari musim barat ke musim timur yaitu pada bulan April-Mei, sedangkan kenaikan curah hujan terjadi pada masa transisi dari musim timur ke musim barat yang terjadi pada bulan OktoberNovember. Kondisi meteorology kepulauan Indonesia di karakteristikkan oleh Laporan Akhir
12
adanya variasi yang rendah dalam parameter temperature dan kelembaban udara, sinyal yang acak dan intensif dari curah hujan serta intensitas yang tinggi dari penyinaran Matahari dan perawanan. Rata-rata temperature udara untuk pesisir dan pulau-pulau kecil antara 26 dan 28 C, dengan kelembaban relative antara 70% dan 90% (Tomascik dkk., 1997). Perawanan cenderung rendah pada malam hari dan tinggi pada sore hari akibat tingginya aktivitas konvensi yang umumnya terjadi antara pukul 14:00 dan 18:00 (Renggono dkk., 2001). Hubungan antara system sirkulasi angin dan system sirkulai arus permukaan mempunyai pola yang sama yaitu mempunyai siklus tahunan (Wyrtki, 1987). Kondisi ini merefleksikan adanya variasi temporal akibat monsoon. These referred to the temporal variation due to the monsoon. Karakteristik massa air laut kepulauan Indonesia dipengaruhi oleh interaksi massa air dari lautan Pasifik dan lautan India. Dengan pengaruh ini diobservasi bahwa suhu muka laut bervariasi antara 25° dan 32°C. Temperatur tinggi dating dari lautan Pasifik dan temperature rendah datang dari lautan India. Lapisan termokline juga bervariasi kedalaman ataupun ketebalannya yang pada umumnya bervariasi antara 80 sampai 200 db dengan gradien sekitar –0.1°C/db (Tomascik dkk., 1997). Salinitas permukaan mempunyai variasi antara 31.0 sampai 34.5 PSU. Sifat massa air permukaan tadi bervariasi menurut musim. Beberapa fenomana penting terjadi di pesisir dan laut yaitu upwelling, arus lintas dan limpasan dipesisir (Hendiarti dkk., 2004). Beberapa peneliti telah melakukan penelitian tentang arus lintas dan upwelling baik secara observasi dan simulasi numeric. Kejadian upwelling muncul di barat Sumatra, selat Makasar, selatan jawa, selatan Bali, laut Banda, laut Arafura dan selat Sunda (Wyrtki, 1961; Bray dkk., 1996; Illahude, 1998; Potemra and Lukas, 1999; Susanto dkk., 2001; Gordon and Susanto, 2001). Sedangkan arus lintas yang menghubungkan antara lautan Pasifik dan lautan India dipicu oleh situasi iklim global sebagai hasil dari perbedaan itnggi muka air laut antara kedua samudra tersebut (Murray and Arief, 1988; Meyer, 1996; Gordon dkk., 1999; Hautala dkk., 2001). Fenomana limpasan sungai banyak ditemui di laut jawa dimana limpasan ini mengandung zat Laporan Akhir
13
terrigeneous (nutrient dan materi organic) yang dikirim dari sungai-sungai di pulau Jawa, Sumatra dan Kalimantan (Tomascik dkk., 1997). Disamping dari sungai lipasan juga berasal dari erosi dan polusi di tepi pantai. El Nino adalah gangguan pada sistem udara-laut di lautan Pasifik ekuator dan berdampak pada perubahan iklim global (Caviedes,2001). El Nino adalah osilasi iklim yang paling penting yang diasosiasikan dengan anomali suhu muka laut yaitu tingginya suhu muka laut diatas normal pada bulan Desember (Philander, 1990; Webster dkk., 1998). Selama kejadian El Nino angina pasat di tengah dan sebelah barat lautan Pasifik melemah dan terjadi depresi lapisan termokline di bagian timur Pasifik. Dibagian barat terjadi kenaikan lapisan termokline. Lautan Indonesia memainkan peranan penting sebagai trigger dari El Nino. El Nino juga mempengaruhi dinamika kepulauan Indonesia baik secara negatif maupun positif. Dampak negatifnya adalah adanya kemarau berkepanjangan yang terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia. Kemarau ini sering memicu kebkaran hutan di Kalimantan dan Sumatra. Dampak positifnya adalah terjadinya upwelling di perairan selatan Jawa sampai perairan barat Sumatra. Kejadian upwelling dikuti dengan banyakknya sat hara di permukaan sehingga merupakan daerah penangkapan ikan yang baik (Susanto dkk., 2001, Hendiarti dkk., 2004; Hendiarti dkk., 2005). 2.2. Kebutuhan Pembangunan Pusat Operasional. Pembangunan berkelanjutan daerah pesisir Indonesia, manajemen siklus air (siklus air atmosfer-laut terintegrasi), sumberdaya laut dan manajemen laut terbuka serta polusi dari daratan merupakan permasalahan yang paling serius. Jutaan orang hidup tergantung pada pengkajian secara terus menerus keadaan pesisir sehingga pencegahan
erosi,
eksploitasi
berlebihan
terhadap
sumberdaya
perikanan,
menipisnya sumber air serta musnahnya beberapa habitat ekosistem. Antara tahun 1980 sampai tahun 2001 populasi penduduk Indonesia mengalami pertumbuhan 46% yaitu dari 147 juta orang menjadi 215 juta orang. Seperti beberapa Negara di Asia Tengara, Indonesia secara ekonomi masih tergantung Laporan Akhir
14
pada sumberdaya laut dan terumbu karang. Kira-kira 60% dari kebutuhan protein hewani nasional diambil dari laut. Perikanan tangkap mulai mengekspansi bidang garapannya ke laut lepas. Akibat tekanan lingkungan maka kualitas air mengalami penurunan. Air di pesisir terpolusi hebat, khususnya daerah dengan lalulintas kapal yang sangat padat seperti di selat Malaka dan selat Lombok. Praktek perikanan tak sinambung, industri pesisir, buangan sampah dan limpasan hasil pertanian memberikan dampak buruk pada perairan pesisir dan daerah terumbu karang yang mana termasuk daerah dengan keaneka ragaman hayati yang tinggi di dunia. Polusi akibat tumpahan minyak meningkat tiap tahunnya yang diperkirakan rata-rata lebih dari 3 juta barel minyak mentah tumpah di perairan selat diatas (Tookey, 1997). Persoalan lingkungan yang menjadi perhatian utama program INAGOOS adalah: 1
Nasib dan sebaran minyak dan kontaminan di laut terbuka.
2
Nasib dan sebaran nutrien dan kontaminan dari daratan.
3
Erosi pantai
4
Aktivitas perikanan tangkap dan budidaya laut
5
Perubahan ekosistem, musnahnya beberapa spesies dan perubahan biota laut jangka panjang. Kontaminan/polutan dapat menyebar sampai ke tengah lautan tetapi saat ini
belum ada program pemantauan atas sebaran kontaminan di laut lepas. Kontaminan dari daratan disebarkan ke laut lepas melalui sungai, atmosfer (angin dan hujan) serta langsung dari tepi pantai (dari Industri pengilangan minyak misalnya). Sedangkan sebaran polutan di laut akibat aktivitas perkotaan telah banya di evaluasi.
Laporan Akhir
15
Erosi pantai di pesisir umumnya terjadi akibat perluasan kota (reklamasi pantai), perubahan tata guna lahan dan pembangunan struktur keras (jeti, groin dll). Arus, gelombang dan pasang surut laut berinteraksi dengan cara yang rumit sehingga mereka bertanggungjawab atas terjadinya proses erosi, sebaran limbah serta perpindahan sedimen sehingga ketiga parameter diatas haris dipantau secar terusmenerus. Flusk biogeokimia dan siklus paparan benua secara parsial diatur oleh input atmosfer dan sungai. Perairan laut Indonesia sangat erat terkait dengan siklus biogeokimia laut
terbuka dan dinamika lingkuaran biomokro yang mana
mempengaruhi herbivora dalam dinamika rantai makanan baik di laut terbuka maupun pesisir. Sedangkan pemantauan lingkungan secara kontinu variabilitas iklim sangat diperlukan dalam pengkajian stok ikan. Semua persoalan lingkungan mensyaratkan dasar pengertian ilmiah, pemantauan dan pemodelan dari lingkungan laut. Kita mencoba untuk mengkaji perkembangan riset dan teknologi yang diperlukan untuk keperluan diatas, dimana akan digunakan
Laporan Akhir
16
sebagai dasar untuk pengembangan operasional oseanografi. Berdasarkan kondisi diatas sebagai contoh, selat Lombok dengan lokasi antara pulau Bali dan pulau Lombok mempunyai arti penting dalam dua hal yaitu sebagai lintasan sekunder dari arus lintas Indonesia dimana 25% dari total transport masuk ke selat Lombok. Kedua sebagai pintu gerbang utama rata-rata trasmisi energi (55.6±13.9%) gelombang Kelvin yang menjalar dari samudra India [Syamsudin dkk., 2004]. Arus lintas Indonesia masuk dari Pasifik melalui selat Makasar sedangakn gelombang Kelvin masuk ke perairan Indonesia melalui selat Lombok, selat Bali dan selat Lesser Sunda [Arief and Murray, 1996; Meyers, 1996; Michida and Yoritaka, 1996; Yamagata dkk., 1996; Sprintall dkk., 1999, 2000; Molcard et al, 2001; Syamsudin dkk., 2004; Wijffels and Meyers, 2004]. Pantai selatan Jawa sampai bali dipengaruhi oleh fenomena yang dikenal dengan nama mode dipole samudra India [Saji dkk., 1999]. Arus Jawa selatan yang menjalar sepanjang pantai selatan Jawa sampai Bali juga mempengaruhi dinamika selat Lombok pada skala waktu tahunan. Sedangkan skala yang lebih pendek atau frekuensi yang lebih tinggi dipengaruhi secara kuat oleh swell yang tercipta dari samudra India timur. Swell ini masuk ke selat lombaok setelah mengalami amplifikasi. Swell ini berinteraksi dengan arus lintas dan pasang surut akan membangkitkan gelombang triangle yang dapat membahayakan pelayaran. Sering dilaporkan telah terjadi kecelakaan pelayaran [Syamsudin, 2003]. Gambaran umum system gelombang dan arus di selat lombok dapat dilihat pada gambar di halaman berikut. Laut internal Indonesia termasuk di selat Lombok dan perairan disekitarnya adalah lintasan dari arus lintas Indonesia dan merupakan gaya jauh (remote forcing) dari gelombang Kelvin dan gelombang Rosby. Pertukaran massa air yang dipercepat oleh arus lintas menghasilkan kondisi yang menguntungkan untuk industri akuakultur jika direncakan dengan cermat. Monitoring secara kontinu akan variabel oseanografi (suhu, arus dll) dapat digunakan untuk menentukan lokasi secara tepat dan efisiensi industri akuakulture tersebut.
Laporan Akhir
17
Dalam rangka keperluan diatas pendirian SEACORM (Southeast Asia Center for Ocean Research and Monitoring) di Perancak Bali tahun 2004 sangat strategis untuk maksud diatas diasmping berguna untuk keperluan ilmiah yaitu memberikan pengertian lebih baik dinamika laut di selat Lombok, selat bali dan perairan sekitarnya. 2.3. Tujuan GOOS. Akibat variabilitas alam yang besar dan perubahan yang diakibatkan oleh manusia di perairan laut kepulauan Indonesia memerlukan pemantauan, analisis dan prakiraan secara kontinu untuk keperluaan operasional oseanografi (GOOS, 1996). Operasional oseanografi di perairan Indonesia sangat berguna untuk memecahkan isu pembangunan berkelnjutan baik di laut terbuka maupun wilayah
Laporan Akhir
18
pesisir. Atas dasar itulah program ini ditujukan untuk melakukan pemantauan dinamika oseanografi perairan laut kepulauan Indonesia secara terpadu dan kontinu. Ketersediannya data real time, kualitas control dari informasi lingkungan yang dating dari hasil observasi dan model dapat digunakan untuk menopang pembuat
keputusan
untuk
mengatur
pembangunan
yang
terpadu
dan
berkelanjutan. Beberapa aspek dari pemantauan lingkungan laut dan model di dalam cara yang real time, beberapa riset dasar masih diperlukan dan beberapa peralatan baru harus dikembangkan. Untuk itu diperlukan koordinasi dari berbagai disiplin ilmu ataupun lembaga riset terkait di dalam kerangka konsep ilmu operasional. Disini kita mencoba untuk melakukan konsolidasi jaringan operasional oseanografi saat ini dan pada saat yang sama menggunakan system peramalan untuk mengembangkan system pemantauan laut yang ada. Kita juga akan mengkaitkan operasional oseanografi dengan pengguna informasi lingkungan untuk mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan di wilayah laut dan pesisir. Ada tiga fase pengetahuan yang diperlukan untuk mengembangkan suatu system operasional yaitu: 1 Diskripsi dengan observasi 2 Kalibrasi hasil observasi dengan model 3 Pengkajian skill prakiraan dan re formulasi persoalan. Pada saat yang sama pengembangan sistem operasional mensyaratkan empat fase implementasi yaitu: 1
Riset
2
Pilot project
3
Proyek pre-operasional
4
Sistem operasional.
Laporan Akhir
19
Sistem monitoring laut yang diajukan dapat dibagi dalam enam aksi yang konsentrasinya pada persoalan lingkungan laut berbeda, yaitu: 1
Hidrodinamika laut
2
Siklus dan fluks biogeokimia
3
Polusi laut terbuka dan pesisir
4
Erosi pantai dan fluks sedimen
5
Operasional perikanan
6
Sietem pemantauan multi-bencana
Kunci utama terfokus pada riset, pengembangan dan latihan demonstrasi untuk menjembatani jurang antara operasional oseanografi dan pengguna akhir dari prakiraan untuk solusi persoalan pembangunan berkelanjutan. 2.4
Mengapa INAGOOS. Selama
satu
dasawarsa
terakhir, pemntauan dan prakiraan kondisi
lingkungan laut dan pesisir telah dilakukan oleh proyek riset dan sekarang telah dilakukan secara operasional oleh beberapa institut riset dan agen operasional di seluruh Eropa ataupun dunia. UNESCO/IOC mendirikan program the Global Ocean Observing System-GOOS dan its Coastal Ocean Observing Panel-COOP dengan jaringan tersebar diseluruh dunia untuk mendapatkan data laut yang real time serta prakiraan kondisi terkini lingkungan laut serta kondisi terkini suatu ekosistem pesisir. Di Eropa, EuroGOOS (EuroGOOS, 1995) telah mengembangkan program oseanografi operasional sejak pertengahan abad 19 melalui agen riset dan operaional. Aplikasi dan implementasi dari prototype tersebut telah dilaksanaankan di daerah paparan Eropa dan dunia. Salah satu grup diatas yaitu Tim Mediteranian telah
mengembangkan
system
prakiraan
laut
mediterania
dan
mengimplementasikannya di laut mediterania. EuroGOOS dan the Mediterranean Task Team juga mengembangkan MedGOOS (MedGOOS, 1998) untuk melakukan koordinasi dan penghembangan pada sector kelautan dengan berbagai stekholder Laporan Akhir
20
dan menkonstruksikan psuatu pembangunan yang terpadu dan berkelanjutan di laut mediterania. Komisi Eropa dan V kerangka progran utnuk riset dan pengembangan di danai oleh suatu kluster oseanografi operasional dan sedang mengembangkan prototype system (the Arctic Sea and North Atlantic- TOPAZ dan the Mediterranean Sea-MFS) bersama-sama dengan kapasitas pembangunan (the Baltic Sea-PAPA, in the Mediterranean Sea- MAMA, in the Black Sea- ARENA). Usaha tingkat nasional lain adalah dengan mensponsori penghembangan oseanografi operasional lautan Atlantic dan laut (MERCATOR, France and FOAM, UK). Sejalan dengan itu strategi ruang angkasa Eropa yang dikembangkan oleh Komisi dan the European Space Agency (ESA), the EU dan ESA Councils menekankan pentingnya akses secara global untuk pemantauan lingkungan laut dan keperluan lainnya seperti mitigasi bencara, pencemaran laut dan sebagainya. Pengembangan program ini disebut Global Monitoring of Environment dan SecurityGMES. GMES adalah konsep yang memerlukan niat politis untuk pemantauan lingkuangan laut dan isu keselamatan alut denbgan dasar ilmu dan teknologi misalnya satelit. GMES dicoba akan dikembangkan di Indonesia dalam rangka kolaborasi antara Indonesia dengan Eropa. Pada tanggal 9 Agustus 2005 Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia mencanangkan suatu program nasional yang dinamakan Deklarasi Indonesian Global Ocean Observing System disingkat INA-GOOS. INA-GOOS adalah kontribusi Indonesia pada GEOSS, pada khususnya GOOS programme dan IOGOSS (Indian Ocean GOOS). Visi dari INA-GOOS adalah untuk lebih memhami lingkungan laut Indonesia dan kehidupan yang lebih baik di tengah komunitas Internasional melalui pengertian laut
Indonesia
dan
sekitarnya. Adapun misinya
adalah
untuk
membangun system monitoring yang komprehensip dan kemampuan prakiraannya serta interaksi udara laut di perairan laut Indonesia dan sekitarnya. Laporan Akhir
21
Tujuan
dari
INA-GOOS
adalah
untuk
mendapatkan
observasi
yang
komprehensif dan berkelanjutan dari fenomena iklim laut, serta dampak bencana yang ditimbulkannya pada manusia dan alamsekitarnya melalui pembangunan system monitoring dan skema prediksi di pesisir, selat dan lain sebagainya. INAGOOS di desain untuk mempertemukan informasi dan data dengan pembuat keputusan dan nantinya akan berguna bagi a. Penmahanan, kajian, prediksi, mitigasi dan adaptasi pada perubahan iklim. b. Pengertian factor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan manusia. c. Peningkatan manajemen dan proteksi
daratan, pesisir dan ekosistem
laut. d. Menopang pertanian berkelanjutan; e. Pemahaman, monitoring dan konservasi keanekaragaman hayati. f. Reduksi penurunan kehidupan akibat bencana secara alamiah atau akibat ulah manusia. g. Peningkatan manajemen sumberdaya energi.
Laporan Akhir
22
INA-GOOS akan menopang GEOSS yang sejalan United Nations Millennium Declaration dan the 2002 World Summit on Sustainable Development, dengan tujuan the Millennium Development Goal. INA-GOOS akan sebagai paying beberapa institusi nasional dan program kerjasama internasional dalam pemantuan laut Indonesia dan laut sekitarnya yang
Laporan Akhir
23
akan di integrasikan dengan global Earth observations of GEOSS di tingkat internasional. INAGOOS akn terdiri dari beberapa program observasi yang telah berjalan seperti program INDOO (Indonesia Ocean Observation System) yang merupakan kerjasama antara Indonesia dan Italia yang didanai oleh EU, ATSEF (Arafura and Timor seas Expert Forum), dan pemasangan TRITON buoys di lautan Pasifik barat dan lautan India timur ekuator. Di masa depan beberapa program monitoring akan dilakukan di laut Cina Selatan dan lokasi penting lainnya. Pengukuran dalam program INA-GOOS meliputi insitu, airbone dan observasi atas dasar satelit. Kondisi ini akan menfokuskan penelitian untuk isu skala regional dan local dengan aplikasi lintas sektoral. INA-GOOS juga akan mempromosikan kemampuan pembanguan di laut dan fenomena terkait dalam skala local, nasional, regional dan internasional. 2.5. Keuntungan INAGOOS. INA-GOOS mencoba untuk mendapatkan strategi untuk mengkaitkan produk oseanografi operasional pada tingkat skala yang berbeda yang dapat diterapkan pada pembuat keputusan untuk memutuskan kebijakan pencegahan,mitigasi dan konservasi. INA-GOOS mencoba untuk menegembangkan ilmu yang diperlukan untuk mendapatkan instrumen yang tepat untuk memecahkan masalah lingkungan. Dan ini akan digunakan sebagai langkah awal untuk memecahkan proses skala medium yaitu dalam skala temporal hari sampai bulan. Derah pesisir merupakan daerah mempunyai lingkungan yang unik dimana daratan, lautan, atmosfer dan manusia saling berinteraksi dan memnerikan energi dan materi satu sama lain. Daerah ini juga merupakan daerah dengan populasi paling padat di dunia. Di pesisir banyak orang tinggal, bekerja dan bermain dengan demikiana kan meningkatkan polusi dan degradasi lingkungan. Hasil dari konflik antara
bisnis,
rekreasi,
industri
dan
lain
sebagainya
akan
menyebabkan
meningkatnya suhu politok dan kehidupan menjadi lebih mahal. Untuk menyelesaikan konflkiks dengan cara yang efektif dan bijak diperlukan
Laporan Akhir
24
kemampuan kita untuk memonitor, penentukan kondisi terkini dan peramalan kondisi lingkungan laut yang akurat. INA-GOOS mempunyai kemampuan untuk menjebatani
kemampuan
operasional
dan
pengambil
keputusan
untuk
menyelesaikan konflik yang berhubungan dengan isu lingkungan. Terakhir,
INA-GOOS
akan
mendukung
pemahaman
ilmiah
tentang
perubahan dan variabilitas iklim dengan meningkatkan kemampuan kontrol kualitas data jangka panjang. INA-GOOS juga menyiapkan sistemn monitoring dan peramalan untuk menopang kegiatan GMES dan juga dikembangkan dengan partipasi konsultan dan partner lain yang tertarik baik di Indonesia maupun di Eropa. Keuntungan lain adalah: 1. Memproduski objektivitas, reabilitas dan informasi yang comparable yang berkaitan dengan pertanian, implementasi dan pengembangan lebih jauh kebijakan lingkungan. 2. Memberikan dukungan pemerintah lokal dan regional (Kabupaten dan propinsi) untuk melakukan identifikasi, preparasi dan evaluasi regulasi, legalitasi kebijakan lingkungan. 2.6. Dampak Sosial dan Ekonomi. The Global Ocean Observing System (GOOS) adalah program internasional yang didirikan oleh UNESCO-IOC dalam rangka penyiapan observasi,modelling dan analisis. Pendekatan regional dilkaukan dalam kegiatan yang dinamakan GOOS yang bertujuan melakukan monitoring, modelling dan analisis data laut skala regional. Untuk Indonesia program GOOS dilakukan oleh INAS-GOOS yang sejalan dengan Johannesburg Conference tahun 2002: 1)
Kebijakan Lingkungan Indonesia: Pengembangan system peramalan operasional untuk daerah paparan dan regional di kep;ulauan Indonesia dengan menekankan pada aspek lingkungan seperti polusi, kesehatan ekosistem dan menajemen sumberdaya laut yang akan berkontribusi pada kebijakan Indonesia mengenai perlindungan lingkungan laut. INA-GOOS akan
Laporan Akhir
25
dilaksanakan atas dasar ilmiah, real time dan atas dasar ekosistem untuk pembuat keputusan tingkat regional. 2) Kebijakan Perikanan: INA-GOOS akan secara konsiten berkontribuasi kepada manajemen yang lebih baik dan eksploitsi berkelanjutan dari sumberdaya biota laut. Sumberdaya laut yang penting ini rentan terhadap perubahan iklim dan eksploitasi, suatu kombinasi yang telah terbukti merusak di daerah laut Atlantik dan aderah lain di dunia. 3) Kebijakan Manajemen Pesisir terintegrasi: Aspek interdisiplin dan kefokusan dari program INA-GOOS akan digunakan sebagai justifikasi ilmiah untuk pengembangan menajemen pesisir terintegrasi yang mana merupakan usaha keras dari pemerintah Indonesia dan parlemen di Eropa. 4) Kebijakan Perusahaan Kecil dan: Implementasi dari operasional peramalan laut mensyaratkan peningkatan system monitoring yang robus dan pelayanan laut yang baru. Saat ini pemerintah Indonesia telah mengembangkan komponen regional untuk pemantauan laut yaitu INA-GOOS ini yang merupakan implementasi GOOS di asia tenggara. Keragaman dalam tingkat medium dan kecil membuka pasar baru yang dapat bersaing dengan pasar global.
Laporan Akhir
26
BAB 4. INAGOOS BUOY 4.1.
Latar Belakang. Ketersediaan data sangat dibutuhkan untuk menunjang berbagai keperluan,
tidak hanya untuk kegiatan penelitian akan tetapi juga untuk kegiatan-kegiatan umum di masyarakat, misalnya untuk pengambilan keputusan/kebijakan, prediksi suatu fenomena alam yang akan terjadi, dan lain-lain sebagainya. Pengumpulan dan pencatatan data dalam bidang perikanan dan kelautan, sangat penting bagi pengelolaan sumber daya dan jasa lingkungan kelautan dan perikanan.
Misalnya: data suhu dan salinitas dapat dimanfaatkan untuk
memperkirakan kondisi up-welling, front, kelimpahan bahan organik dan unsur hara di perairan.
Data DO (disolved oxigent), turbidity, H2S, dan sebagainya,
menentukan kondisi dan kualitas perairan secara aktual dan dapat dianalisis trend kondisi perairan secara umum. Salah satu platform pengumpulan dan pencatatan data perairan yang dapat digunakan adalah dengan berbasis buoy. Saat ini, pada umumnya buoy-buoy dioperasikan menggunakan frekuensi tinggi dalam mentransmisikan data yang diperoleh, seperti Coastal Monitoring AANDERAA Buoy (CMB 3280) yang menggunakan VHF Radio Transmitter 3149 dengan frequensi 142.025 MHz dan
UHF Radio Transmitter 3694 dengan frequensi 400-500 MHz.
(DATA SHEET
AANDERAA INSTRUMENT. 1998). Untuk buoy yang sedang dikembangkan ini, sistem transmisi yang digunakan berbasis teknologi GSM. Penggunaan teknologi GSM (Global system for mobile
communications) atau lebih dikenal dengan handphone atau cellular phone saat ini hanya terbatas untuk keperluan komunikasi tapi masih jarang yang digunakan untuk transfer data untuk kepentingan riset kelautan, padahal dengan teknologi ini sangat memungkinkan untuk diterapkan pengiriman data digital dengan kualitas data yang baik (tanpa cacat, distorsi) berkilo-kilo meter jaraknya, karena
infrastruktur-nya
sudah
dibangun
dengan
memanfatkan
point-to-point
communication atau satellite communication. Laporan Akhir
27
4.2.
Tahapan Pengembangan. Skema hubungan antara buoy dengan hasil yang diperoleh seperti terlihat
pada Gambar 1.
Buoy Transmitter Receiver Sistem Informasi berupa software interaktif untuk menampung data Raw data Grafik Data Base Informasi berupa parameter yang diamati dengan dilengkapi analisis terhadap data sesuai dengan keinginan pengguna.
Sistem informasi dan Tampilan data
Stake Holder Perikanan dan Kelautan pada daerah yang diamati: ¾ Nelayan ¾ Pengusaha Pemanfaatan data ¾ Peneliti ¾ Pemerintah daerah
Gambar 1. Skema hubungan antara sistem buoy dengan hasil yang diharapkan
Laporan Akhir
28
4.3.
Rancangan, Konstruksi dan Uji Coba Perangkat Keras Buoy. Sistem pemantau lingkungan perairan yang dikembangkan menggunakan
sistem buoy. Adapun rancangan umum dari sistem yang dikembangkan ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Rancangan umum sistem buoy yang dikembangkan
Laporan Akhir
29
Berikut ini diuraikan secara singkat masing-masing komponen penyusun sistem buoy. Sistem Sensor dan Akuisisi data. Sensor adalah device yang berfungsi untuk mengubah besaran-besaran fisik yang ada di alam menjadi besaran listrik sehingga mampu diolah secara elektronika. Besaran yang diukur pada sistem buoy yang dibangun terdiri atas suhu, arah dan kecepatan angin, salinitas dan kecerahan. Keluaran dari sensor pada umumnya memiliki perubahan yang kecil dan cenderung tidak stabil sehingga membutuhkan rangkaian penyangga (buffer) yang berfungsi untuk menstabilkan perubahan keluaran sekaligus memperkuat sinyal perubahan sensor. Keluaran dari sistem sensor ini kemudian diumpankan ke sistem ADC (Analog to Digital Converter) untuk merubah sinyal analog sensor menjadi sinyal-sinyal dalam bentuk digital yang nantinya akan diolah oleh mikrokontroler. ADC
yang
digunakan
dalam
sistem
buoy
merupakan
fitur
built-in
dari
mikrokontroler yang digunakan. Adapun karakteristik ADC yang digunakan yaitu: Presisi 10 bit (1024 kemungkinan keluaran), Tegangan kerja 0 – 5 Volt, Frekuensi cacah 12.500 KHz, dan Tipe pencacahan Successive Approximation. Mikrokontroler yang digunakan adalah tipe ATMega8535 buatan ATMEL. Ada tiga fungsi utama mikrokontroler dalam sistem yang dibangun yaitu: (1) Sebagai ADC yang merupakan fitur built-in dari mikrokontroler ini, (2) Sebagai pegolah sinyal yang telah dibaca oleh ADC, menyusun data tersebut menjadi format data dan mengatur pewaktuan serta sinkronisasi pengiriman data ke sistem pengirim (transmiter), dan (3) Mengirimkan data, menerima respon dari dan ke sistem pengirim melalui jalur RS232 Sistem Pengirim (Transmiter). Sistem pengirim data menggunakan frekuensi GSM (900 MHz atau 1800 MHz). Pengiriman data dilakukan dalam bentuk SMS (Short Message Service). Modul GSM yang digunakan yaitu modul Wavecom. Fungsi utama dari modul ini
Laporan Akhir
30
yaitu menerima data dan perintah dari mikrokontroler kemudian mengirimkan data menggunakan layanan SMS dari GSM. Sistem Penerima Data yang dikirimkan oleh sistem pengirim kemudian diterima oleh stasiun penerima data. Ada 3 bagian utama dari sistem penerima yaitu modul penerima dan perangkat lunak dan server website. Modul penerima merupakan modul GSM yang berfungsi menerima SMS, kemudian data yang telah disusun sesuai dengan format data yang ada dalam bentuk SMS diterima oleh perangkat lunak kemudian dibagi (split) sehingga dapat disimpan dalam basisdata buoy. Data yang disimpan dalam basisdata kemudian diolah sesuai kebutuhan untuk ditampilkan dalam website sebagai bentuk layanan public. Model sistem transmisi buoy GSM yang diuji coba diperlihatkan pada Gambar 3. Selain ini telah diujicoba rangkain/sirkuit perangkat keras komponen catu daya (power supplay) berupa solar panel bagi keperluan sensor, penanda buoy dan komponen pelengkap lainnya. Pada Gambar 4 diperlihatkan foto saat pengujian perangkat keras yang ada.
Laporan Akhir
31
RS232 2400 bps RS232 2400 bps
Modem Wavecom M1306B
Mikrokontroller ATMega8535 ADC 10 bit 8 Channel
Channel 3 Channel 0
Channel 2
Sensor 4
Channel 1
Sensor 1
Sensor 2
Sensor 3
Gambar 3. Model sistem transmisi buoy GSM
Laporan Akhir
32
Gambar 4. Foto componen solar panel dan dokumentasi uji coba
Laporan Akhir
33
4.4.
Perangkat Lunak (software). Data yang dipancarkan buoy
melalui modem GSM diterima di stasiun
penerima oleh komputer pada. Untuk itu dibuat aplikasi desktop dalam bentuk sebuah perangkat lunak Fungsi utama dari perangkat lunak ini yaitu melakukan pengantarmukaan dengan modem penerima sehingga dapat membaca SMS yang diterima dari buoy, kemudian memecah SMS menjadi bentuk data yang diinginkan dan menyimpannya dalam database buoy. Adapun ilustrasi dari sistem penerima dapat diperlihatkan pada Gambar 5.
Aplikasi Web Server Aplikasi Destkop
Server Website Server penerima SMS Server
Software Penerima SMS
MySQL / POSTGRESQL SERVER DATABASE
GSM MODEM internet
Gambar 5. Arsitektur Sistem Penerima Buoy GSM
Ada beberapa persyaratan teknis yang harus dipenuhi agar perangkat lunak yang dibuat dapat berjalan dengan baik yaitu: Sistem Operasi Windows XP
Laporan Akhir
34
/ Server 2003, AT COMMAND library (sesuai dengan GSM/CDMA 800/1800 MHz Modem yang digunakan), MySQL Server 5.1, dan Serial Com / USB com Library untuk pengantarmukaan dengan /CDMA 800/1800 MHz Modem Format Data Pengirima data SMS dilakukan 2 kali yaitu pengiriman data angin (arah dan kecepatan) yang dilakukan setiap 5 menit dan data pengukuran suhu, salinitas dan kecerahan dikirim setiap 30 menit. Kedua pengiriman ini memiliki format SMS yang berbeda yaitu: a. [no buoy][-][jam][-][tanggal][-][suhu][-][salinitas][-][kecerahan] b. [no buoy][-][jam][-][tanggal] [-][arah angin]-[kec. Angin] Data yang dikirim dan diterima dalam sistem buoy GSM yang dibuat disimpan dalam format data tertentu. Format data disusun mengikuti format data yang digunakan oleh National Data Buoy Centre (NDBC) NOAA. Adapun field-field data yang dimaksud yaitu seperti pada Table 1.
Laporan Akhir
35
Table 1. Field Data Buoy. No
Field
Sumber Data
Value
1
YY
SMS
Tahun (Integer)
2
MM
SMS
Bulan (Integer)
3
DD
SMS
Hari (integer)
4
Hh
SMS
Jam (integer)
5
Mm
SMS
Menit (integer)
6
Depth
inisialisasi
7
OTMP
sensor
Suhu (single)
8
COND
sensor
Konduktivitas (single)
9
SAL
Sensor
Salinitas (single)
10
O2%
-
0
11
O2PPM
-
0
12
CLCON
-
0
13
TURB
14
PH
-
0
15
EH
-
0
16
ID STASIUN
17
DATE
Konversi
Tanggal dalam format UTC
18
TIME
Konversi
Jam dalam Format UTC
Sensor
Inisialisasi
Kedalaman (single)
Kecerahan (single)
Nomor buoy (stasiun)
Catatan: Salinitas diukur berdasarkan nilai konduktivitas Data yang belum diukur diberi nilai 0, hal ini dilakukan untuk menjaga konsistensi terhadap format dari NDBC sehingga data yang dimiliki compatible dengan data yang dikeluarkan oleh badan tersebut.
Laporan Akhir
36
Tampilan Sistem Informasi Berikut tampilan sistem informasi yang telah dibuat (Gambar 6).
Gambar 6. Tampilan perangkat lunak sistem penerima buoy Keterangan: 1. Opsi Pembacaan secara Otomatis atau tidak 2. Informasi pada terminal port serial tempat GSM Modem 3. Grafik Keadaan Sinyal dari GSM Modem 4. Data yang sudah ada di Database 5. Setting koneksi dengan GSM Modem 6. Informasi tentang GSM Modem yang digunakan
Laporan Akhir
37
Data yang telah disimpan oleh perangkat lunak desktop kedalam basisdata kemudian ditampilkan kedalam website mengikuti suatu kerangka aplikasi sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 7.
Gambar 7. Kerangka aplikasi website Aplikasi ini terdiri atas menu yang sudah dikelompokkan, data ditampilkan pada menu Data Display sedangkan layanan penyediaan data dalam jumlah banyak disediakan menu untuk melakukan pemesanan pada menu Data Delivery. Spesifikasi Teknis dari aplikasi website yang dibangun yaitu: Apache Web Server 2.1, PHP Scripting Language, PHP-MySQL Library, DNS Server.
Laporan Akhir
38
Contoh tampilan data pada website diperlihatkan pada Gambar 8.
Laporan Akhir
39
Gambar 8. Contoh Tampilan data pada aplikasi website
Laporan Akhir
40
4.5.
Hasil Uji Coba Lapang
Hasil uji coba lapang yang dilakukan selama 3 (tiga) hari pemancaran dapat dilihat pada Gambar 9 dan 10.
Dari hasil ujicoba tersebut terlihat bahwa
sistem buoy yang dikembangkan telah cukup berhasil dengan baik memancarkan data yang diukur, dalam hal ini data ujicoba meliputi arah dan kecepatan angin serta suhu perairan.
Gambar 9. Hasil pengukuran kecepatan angin (atas) dan arah angin (bawah) selamat 3 (tiga) hari pengamatan. Arah angin 0 menunjukkan arah Utara
Laporan Akhir
41
Gambar 10. Tampilan hasil pengukuran suhu perairan selama periode 24 jam
Laporan Akhir
42
BAB5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1. Kesimpulan 1.
Sistem INAGOOS buoy pesisir (Coastal Buoy) telah berhasil dikembangkan dan diujicobakan di perairan Kepulauan Seribu.
Selanjutnya, diperlukan
periode pengukuran yang lebih panjang untuk melihat kehandalan (reliability) dan efektivitas operasional sistem ini. Selain itu, pengukuran dalam periode yang lebih panjang diperlukan untuk merumuskan nantinya biaya operasional yang optimum dalam suatu sistem pengamatan. Diharapkan pelaksanaan pengukuran nyata di lapang dapat segera dimulai pada tahun 2008. 2.
Sistem WEB Site INAGOOS telah dapat ditampilkan ke sistem PUSDATIN DKP dan Web Site BRKP pada tahun 2008.
5.2. Rekomendasi 1.
Perlu adanya pengembangan di desain dan material buoy untuk menghindari vandalisme.
2.
Perlu adanya integrasi sistem website dan mirror site untuk keperluan pertukaran data
3.
Perlu adanya workshop/bengkel untuk meng-efisiensikan biaya pembuatan buoy.
4.
Perlu adanya pembangunan aplikasi seperti aplikasi prediksi gelombang , oil spill dan lain-lain.
5.
Perlu adanya penambahan sensor-sensor oseanografi lainnya untuk mendukung operasional INAGOOS.
6.
Perlu adanya sarana wahana khusus (kapal riset) untuk mendukung
deployment dari buoy.
Laporan Akhir
43
LAMPIRAN
Laporan Akhir
44
Laporan Akhir
45
Laporan Akhir
46
Laporan Akhir
47
Laporan Akhir
48
Laporan Akhir
49
Laporan Akhir
50