LAPORAN AKHIR
Judul Kegiatan :
Pengembangan Sistem Usahatani Kakao Tahun Anggaran 2007
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN SULAWESI TENGAH BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN 2007
PENDAHULUAN Latar Belakang Kabupaten Donggala merupakan produsen kakao utama untuk Provinsi Sulawesi Tengah. Luas pertanaman kakao di Kabupaten Donggala kurang lebih 42.407 ha atau 54% dari luas tanaman kakao di Sulawesi Tengah. Namun produksi kakao kering per hektarnya masih rendah. Berdasarkan hasil survei PRA yang dilakukan BP2TP di 10 desa miskin di Kabupaten Donggala menunjukkan bahwa produktivitas kakao rakyat di desa-desa tersebut hanya 300 – 600 kg/ha/th (Anonim, 2003). Angka produktivitas tersebut jauh lebih rendah dibanding rata-rata produktivitas kakao nasional yang mencapai 932,94 kg/ha/th, apalagi bila dibandingkan dengan potensi produksi kakao yang dapat mencapai 2 – 3 ton/ha/th. Hasil PRA (Participatory Rural Appraisal) melaporkan bahwa rendahnya produktivitas kakao rakyat di desa-desa miskin di Kabupaten Donggala antara lain berkaitan dengan aspek teknik produksi yang belum intensif, terutama berkaitan dengan biji atau bibit tanaman kakao, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, pemangkasan, dan naungan. Disamping itu, rendahnya mutu biji kakao kering di desa-desa tersebut selain karena tidak dilakukan fermentasi juga karena terjadi serangan hama penggerek buah kakao (PBK, Conopomorpha cramerella) dan busuk buah. Hasil pengkajian Sistem Usahatani Integrasi kakao dan kambing TA. 20042005 dengan melakukan perbaikan teknis budidaya tanaman kakao seperti pemangkasan dan pengelolaan tanaman penaungan, pemupukan yang efisien, pengendalian hama dan penyakit, maka terjadi kenaikkan produktivitas kakao. Produksi kakao kering pada pengkajian ini mencapai 1.382 kg/ha/tahun (F.F. Munier, et al. 2006) atau terjadi kenaikan dari rataan produksi di Kabupaten Donggala yakni 932 kg/ha/tahun. Produksi kakao yang tinggi ini harus diimbangi dengan mutu biji kakao yang berkualitas. Biji kakao kering yang berkualitas akan dapat dicapai melalui proses fermentasi. Biji kakao kering berkualitas diharapkan memiliki harga jual yang tinggi sesuai dengan standar harga yang berlaku.
2
Namun pada kenyataannya di tingkat petani harga jual biji kakao kering belum sesuai dengan standar harga yang berlaku karena masih lemah atau kurang berfungsinya kelembagaan yang mendukung kegiatan usahatani Lemah atau kurang berfungsinya kelembagaan mendukung kegiatan usahatani ini karena tidak memperhatikan prinsip dasar kelembagaan. Menurut Drajat dan Syukur (2006), bahwa prinsip dasar kelembagaan adalah (1) kelembagaan dibangun berdasarkan kebutuhan, (2) sebagai alat yang efektif mencapai tujuan, (3) kelembagaan dibangun dan dikembangkan dengan mudah, sederhana dan murah, (4) kelembagaan dibangun adaptif dengan sumber daya dan budaya setempat, (5) kelembagaan dibangun harus memberikan manfaat terbesar bagi petani dan masyarakat setempat dan (6) pengembangannya tidak menciptakan ketergantungan kepada pihak lain. Khusus kelembagaan agribisnis umumnya ditingkat petani belum terbentuk, kalaupun sudah terbentuk tetapi belum berfungsi dengan baik untuk membantu kegiatan usahatani. Permasalahan lainnya adalah belum terbentuknya lembaga pemasaran dan permodalan yang tangguh menyebabkan para petani mendapat kesulitan dalam memperoleh input dan modal yang diperlukan untuk meningkatkan produksi serta dalam memperoleh jaminan harga jual kakao yang tinggi sesuai dengan standar harga yang berlaku dipasaran. Disamping itu untuk mempercepat proses transfer dan penyebaran teknologi yang telah diadopsi oleh petani koperator maka perlu dilakukan transfer teknologi dari petani ke petani non koperator (difusi) melalui Forum Komunikasi dan Manajemen Program (FKMP). Aspek teknis masih tetap perlu dilakukan pengawalan agar paket teknologi SUT kakao yang telah diadopsi oleh petani koperator ini tetap berjalan dengan baik dan berkelanjutan. Keberlanjutan suatu kegiatan (inovasi teknologi) akan terjadi apabila kegiatan tersebut memberikan makna dan manfaat yang lebih bagi penggunanya (Wirjono, 2003).
Sedangkan percepatan proses transfer dan
penyebaran teknologi yang telah diadopsi oleh petani koperator perlu dilakukan transfer teknologi dari petani ke petani non koperator (diffusi) melalui Forum Komunikasi dan Manajemen Program (FKMP). Peningkatan produktivitas kakao yang telah dicapai oleh petani kakao yang berada di kabupaten Donggala harus disertai dengan adanya peningkatan pendapatan
3
maka perlu dilakukan pengkajian terhadap pengembangan kelembagaan agribisnis dan sistem pemasaran yang menguntungan pihak petani. Tujuan :
Penumbuhan dan mengembangkan kelembagaan agribisnis kakao.
Mentransfer teknologi integrasi kakao dan kambing pada petani lainnya
Keluaran
Diadopsinya teknologi integrasi kakao dan kambing pada petani lainnya
Terbangunnya dan pengembangan kelembagaan agribisnis kakao.
Perkiraaan Dampak
Terselengaranya pengelolaan usaha kakao dan kambing terintegrasi yang mantap sehingga usaha tersebut menjadi produktif, efisien, dan berkelanjutan.
Terbangunannya kelembagaan agribisnis kakao yang mandiri jadi peningkatan dan perluasan lapangan usaha dan/atau lapangan kerja sebagai hasil peningkatan dan perluasan usaha kakao secara terintegrasi.
Optimalisasi sumberdaya pertanian.
Peningkatan pendapatan dan sejahteraan petani melalui adopsi teknologi dan pengembangan kelembagaan agribisnis dan perbaikan sistem pemasaran kakao dan kambing.
Sasaran PFI3P tercapai.
4
METODOLOGI Pendekatan Pengkajian ini sudah berjalan selama tiga tahun yang telah dirancang sebagai pengkajian co-operative yang menempatkan semua yang terlibat sebagai subjek Pihak petani dan penyuluh didudukkan sebagai co-peneliti secara penuh dari peneliti pembawa inisiatif (initiating researcher) dan petani dilibatkan dalam pengambilan keputusan tentang teknologi yang dibutuhkan. Antara pencari tahu (the knower) dan pemberi tahu (the known) tidak terpisahkan, mereka bersama-sama dalam sebuah hubungan interaktif atau intersubjektif serta hubungan diantara keduanya merupakan hubungan timbal-balik yang seimbang (co-equal relation). Ruang Lingkup Kegiatan Pengkajian dilaksanakan di Kecamatan Sirenja Kabupaten Donggala. Jumlah petani yang telah dilibatkan dalam pengkajian pada skala pengembangan ini sebanyak sekitar 40 kepala keluarga (KK), masing-masing desa 20 KK (satu kelompok tani) yang kebun kakaonya berada satu hamparan. Proses trasfer teknologi kepada petani lainnya (difusi) melibatkan dua kelompok tani di Desa Tondo dan di Desa Sipi. Penumbuhan dan Pengembangan Kelembagaan Untuk melakukan aktivitas produktif, para petani selain perlu menguasai teknologi juga harus mampu menjalin beragam hubungan sosial dalam bentuk kelembagaan. Hal ini diperlukan karena penguasaan sumber daya dan informasi tidak merata.
Dalam pengkajian ini, kelembagaan agribisnis dan pemasaran
diperkuat peranannya ditingkat petani. Tahapan kegiatan yang dilaksanakan meliputi : 1. Penyusunan struktur dan kelengkapan organisasi 2. Pelayanan jasa konsultasi untuk pemecahan petani secara individual dan kolektif 3. Pemenuhan informasi pasar input dan output kepada petani secara individual dan kolektif. 4. Penyediaan jasa informasi melalui media cetak,
5
5. Penyelenggaraan forum diskusi untuk pemecahan masalah implementasi teknologi dan kelembagaan. Pemberdayaan Petani Pemberdayaan petani terutama dilakukan melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut yaitu; (a) Peningkatan pengetahuan dan motivasi petani (b) Ketrampilan petani melalui sekolah lapang dan pembinaan (c) Penguatan akses petani terhadap teknologi dan sarana adopsi teknologi (d) Penumbuhan modal petani dan (e) Penyediaan kredit. Rukminto (2003), menyatakan bahwa pemberdayaan komunitas petani dapat dilakukan melalui tiga tahapan yaitu; penguatan (empowering), membangun jaringan (relation) dan fasilitasi (service). Penguatan Lembaga Ekonomi Petani (LEP) Lembaga Ekonomi Petani (LEP) ini diharapkan mampu memperluas jangkauan petani dalam memperoleh kesempatan usaha dan kesempatan kerja yang diserati dengan peningkatan petani dalam memperoleh kesempatan menikmati nilai tambah yang baik. Lembaga tersebut perlu diperkuat kemampuannya tidak hanya sebatas organisasi kelompok tani tetapi kelembagaan yang mempunyai skala yang lebih besar yang memiliki wilayah usaha yang lebih luas, yaitu kelompok usaha bersama dan kemitraan usaha. Pemantapan Lembaga Ekonomi Petani (LEP) dilakukan secara bertahap sesuai keadaan sumberdaya petani. Penumbuhkembangan Forum Komunikasi dan Manajemen Program Sebagai komoditas yang diproduksi untuk dijual ke pasar, pengembangan agribisnis kakao dan kambing akan melibatkan banyak pelaku baik pelaku utama (petani dalam berbagai lapisan) maupun pelaku penunjang (penyedia input, perbankan, pemerintah, lembaga penelitian, lembaga penyuluhan, pengusaha, dan lainnya).
Forum Komunikasi dan Manajemen Program (FKMP) yang sudah
terbentuk ini harus dikembangkan dan diperkuat terutama dalam percepatan proses transfer teknologi dari petani koperator kepada petani lainnya (difusi). FKMP ini pada dasarnya adalah suatu jejaring sosial-ekonomi yang berfungsi sebagai wahana komunikasi antara berbagai pelaku terkait perkebunan di lokasi pengkajian. Melalui
6
proses
komunikasi
tersebut,
berbagai
potensi
dapat
diakumulasi
ataupun
dipertukarkan dan kepentingan-kepentingan yang berbeda ataupun bertentangan dapat dipertemukan satu sama lain, sehingga kegiatan pengembangan perkebunan dapat berlangsung secara efisien dan efektif berdasar platform bersama dan prinsip kerjasama. Suatu kerangka pemikiran diperlukan sebagai bingkai yang memberi batas-batas sekaligus ruang lingkup dan arah bagi penumbuhkembangan Forum Komunikasi dan Manajemen Program (FKMP) tersebut. Untuk tujuan itu di sini hendak digunakan konsep-konsep jejaring sosionomi (socio-economic networking), solidaritas sosial (social solidarity), dan peranserta (participation). Konsep jejaring digunakan dengan asumsi institusi FKMP yang dipasarkan oleh dalam program pada dasarnya adalah suatu wujud jejaring sosionomi yang mencakup beragam pelaku dalam kegiatan agribisnis per-kebunan. digunakan karena,
Sedangkan konsep solidaritas sosial
sebagai suatu jejaring sosio-ekonomi, institusi FKMP
mengandaikan hubungan-hubungan sosial antar pelaku yang menunjuk pada gejalagejala solidaritas sosial. Sementara konsep peranserta berguna untuk memahami makna tindakan-tindakan sosial berbagai pelaku kegiatan perkebunan dalam konteks hubungan-hubungan sosial tersebut di atas.
Data Pengamatan Data pengamatan yang dikumpulkan meliputi : Pemberdayaan petani, peranan kelembagaan agribisnis, pemasaran dan unit usaha simpan pinjam kelompok tani Analisa Data Data dan informasi yang dikumpulkan dianalisa dan disajikan dalam bentuk deskriptif.
7
HASIL DAN PEMBAHASAN Penumbuhan dan Pengembangan Kelembagaan Kelompok Tani Tumbuh dan berkembangnya kelompok-kelompok dalam masyarakat, umumnya didasarkan atas adanya kepentingan dan tujuan bersama, sedangkan kekompakan tersebut tergantung kepada faktor pengikat yang dapat menciptakan keakraban individu-individu yang menjadi anggota kelompok. Kegiatan yang telah dilaksanakan meliputi : a.
Melaksanakan pertemuan-pertemuan dengan kelompok tani yang dihadiri oleh tokoh masyarakat, aparat desa dan penyuluh pertanian dalam rangka penyusunan rencana kerja dan cara kerja kelompok (Gambar 1 dan 2)
Gambar 1. Pertemuan dengan kelompok tani binaan
Gambar 2. Pertemuan dengan kelompok tani binaan
8
b.
Pelaksanaan
sosialisasi
Peratutan
Menteri
Pertanian
No.
273/KPTS/OT.160/4/2007 tentang Pedoman Pembinaan Kelembagaan Petani di kelompok tani binaan Leleakatuvua desa Tondo dan kelompok tani Mappasidapi desa Jono Oge. Dengan jumlah peserta yang mengikuti sebanyak 45 0rang (Gambar 2 dan 3)
Gambar 3. Pelaksanaan Sosialisasasi di Kelompok Leleakatuvua Desa Tondo
Pembinaan kelompok tani diarahkan pada penerapan sistem agribisnis, peningkatan peranan, peran serta petani dan anggota masyarakat pedesaan lainnya, dengan menumbuhkankembangkan kerjasama antar petani dan pihak yang terkait untuk mengembangkan usahataninya.
Gambar 4. Pelaksanaan Sosialisasasi di Kelompok Tani Leleakatuvua Desa Jono Oge
9
Pembinaan kelompok tani diarahkan pada sistem agribisnis, peningkatan peranan, peran serta petani dan anggota masyarakat pedesaan lainya dengan menumbuhkembangkan kerjasama antar petani dan pihak lainnya yang terkait untuk mengembangkan usahataninya.
Selain itu pembinaan kelompok tani diharapkan
dapat membantu menggali potensi, memecahkan masalah usahatani anggotanya secara lebih efektif dan lebih memudahkan dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan dan sumberdaya lainnya (Departemen Pertanian, 2007) c.
Memfasiltasi penyediaan sarana dan prasarana kesekretariatan kelembagaan kelompok
tani
binaan
Leleakatuvua,
kelompok
tani
Sintuvu
Siduo
(pengembangan) Desa Tondo, dan kelompok tani Mappasidapi Desa Jono Oge (Gambar 4,5,6 dan 7). Kegiatan yang telah dilaksanakan meliputi : 1. Menfasilitasi dam memotivasi berdirinya kantor kesekretaritan kelompok yang tetap. 2. Penyediaaan Papan Nama Kelompok Tani 3. Penyediaan papan-papan display 4. Penyediaan sarana sekretariat kelompok tani binaan 5. Penyusunan struktur dan kelengkapan organisasi kelompok tani Leleaktuvua dan Mappasidapi 6. Pembuatan Anggaran Dasar (AD) dan Angaran Rumah Tangga Kelompok Tani Leleakatuvua dan Mappasidapi.
Gambar 5. Kantor Sekretariat Kelompok Tani Leleakatuvu Desa Tondo
10
Gambar 6. Kantor Sekretariat Kelompok Mappasidapi Desa Jono Oge
Pengembangan Kelompok Tani Pengembangan kelompok tani diarahkan pada peningkatan kemampuan kelompok tani dalam melaksankanan fungsinya, peningkatan kemampuan para anggota dalam mengembangkan agribisnis. Peningkatan kemampuan kelompok tani dimaksudkan agar kelompok dapat berfungsi sebagai kelas belajar, wahana kerjasama dan unit produksi, unit penyedia sarana dan prasarana produksi, unit pengolahan, pemasaran serta unit jasa penunjang sehingga menjadi organisasi petani yang kuat dan mandiri. Kegiatan yang telah dilaksanakan meliptu : 1. Pembinan kepada dua kelompok tani sebagai pengembangan kelompok tani binaan yaitu kelompok tani Sintuvu Maroso Desa Tondo dan Sigaya esa Sipi Kecamatan Sirenja, Kabupaten Donggala. 2. Memumbuhkankembangkan kreativitas dan praksarsa anggota kelompok tani untuk memanfaatkan setiap peluang usaha, informasi dan akses permodalan yang tersedia. 3. Membantu memperlancar proses dalam mengidentifikasi kebutuhan dan masalah serta menyusun rencana kerja dan memecahkan masalah yang dahadapi dalam usahataninya. 4. Meningkatkan kemampuan dalam menganalisa potensi pasar dan peluang usaha serta menganalisa potensi wilayah dan sumberdaya yang dimiliki
11
untuk mengembangkan komoditi yang diusahakan guna memberikan keuntungan usaha yang lebih besar 5. Meningkatkan kemampuan untuk dapat mengelola usahatani secara komersial, berkelanjutan dan akrab lingkungan 6. Meningkatkan kemampuan dalam menganalisa potensi usaha masingmasing anggota untuk dijadikan satu unit usaha yang menjamin pada permintaan pasar dilihat dari kuantitas, kualitas serta kontinuitas. 7. Mengembangkan kemampuan untuk menciptakan teknologi lokal spesifik 8. Mendorong dan mengadvokasi agar petani mau dan mampu melaksanakan kegiatan simpan pinjam guna memfasiltasi pengembangan modal usaha.
Gambar 7. Kantor Sekretariat Kelompok Tani Sintuvu Siduo Desa Tondo
Pemberdayaan Petani Pemberdayaan petani terutama dilakukan melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut yaitu; (a) Peningkatan pengetahuan dan motivasi petani (b) Ketrampilan petani melalui sekolah lapang dan pembinaan (c) Penguatan akses petani terhadap teknologi dan sarana adopsi teknologi (d) Penumbuhan modal petani dan (e) Penyediaan kredit. Rukminto (2003) menyatakan bahwa pemberdayaan komunitas petani dapat dilakukan melalui tiga tahapan yaitu; penguatan (empowering), membangun jaringan (relation) dan fasilitasi (service). Dalam konsep pemberdayaan petani, sebab terjadinya keterbelakangan petani, baik dalam motivasi maupun tindakan/usaha produktif, terutama bukan karena keterbelakangan mentalitas, tetapi
karena akses-akses yang mereka perlukan
12
tersebut dikuasai pihak lain, oleh karena itu intisari dari pemberdayaan petani adalah pembebasan petani dari dominasi dan eksploitasi pihak lain melalui pembukaan dan atau perluasan akses petani terhadap peluang usaha, akses petani terhadap berbagai sarana untuk menjalankan peluang usaha (lahan, modal,teknologi, dan input produksi lainnya), akses petani terhadap pasar, serta akses petani dalam memperoleh imbalan (margin) yang wajar dari usaha yang telah dilakukan. Pemberian fasilitas kepada petani adalah pemberian input produksi. Fasilitas tersebut jumlah sangat terbatas sehinga hanya berperan sebagai stimulus.
Agar
pemberian bantuan fasilitas berjalan efektif, maka kontrol terhadap pengelolaan bantuan harus dibangun sinergis antara pengendalian aturan tertulis dan melalui pengawasa sosial oleh komunitas petani. Selain itu untuk meningkatkan volume bantuan fasilitas dilakukan kerjasama yang sinergis dengan institusi terkait seperti pemerintah daerah (Pemda) dan perusahaan swasta. Kegiatan yang telah dilaksanakan : 1. Penguatan Modal Usaha Kelompok Tani (Kelompok Tani Leleakatuvua dan Mappasidapi) 2. Peningkatan pengetahuan dan motivasi petani melalui pelatihan Administasi Keuangan Unit Usaha Simpan Pinjam. Kegiatan dilaksanakan di Kelompok Tani Lelakatuvua Desa Tondo dan Kelompok Tani Mappasidapi Desa Jono Oge. Jumlah peserta yang mengikuti sebanyak 50 orang (Gambar 8 dan 9)
Gambar 8. Pelatihan Administrasi Keuangan Unit Simpan Pinjam di Kelompok Tani Leleakutuvua desa Tondo
13
Gambar 9. Pelatihan Administrasi Keuangan Unit Simpan Pinjam di Kelompok Tani Mappasidapi desa Jono Oge
Transfer Teknologi Kepada Petani Nonkooperator Proses transfer teknologi dari petani kooperator ke petani nonkooperator lainnya dilakukan baik secara formal maupun informal. Secara formal dilakukan oleh petani dari salah satu kelompok tani binaan yang dipercayakan sebagai pelatih, sedangkan transfer teknologi secara informal dilakukan baik perorangan maupun kelompok. Pelaksanaan kegiatan telah dilaksanakan di 2 kelompok tani sebagai kelompok tani pengembangan yaitu Sintuvu Maroso di Desa Tondo dan Sigaya Desa Sipi. Pelaksanaanya dalam bentuk sekolah lapang (SL) dengan jumlah peserta yang mengikuti sebanyak 65 orang. Pembawa materi yang sekaligus bertindak sebagai pelatih berasal dari Kelompok Tani Leleakatuvua dan Mappasidapi masing-masing berjumlah 2 orang. (Gambar 10 dan 11). Teknologi yang ditransfer ke petani non kooperator lainnya (difusi) lebih didominasi tentang budidaya kakao dan sebagian kecil tentang pemeliharaan kambing.
Beberapa teknologi yang telah ditransfer
meliputi (a) pemangkasan kakao, (b) cara pemupukan, (c) sanitasi kebun kakao, (d) pengendalian hama PBK dengan metode sarungisasi, (d) pengendalian busuk buah, (e) penggunaan herbisida kontak, (e) teknik konservasi, (f) pengendalian kanker batang, (g) cara sambung samping dan sambung pucuk. Untuk ternak kambing meliputi; (a) pemanfaatan kulit buah kakao sebagai pakan ternak, (c) teknologi kandang sederhana.
14
Gambar 10. Pelaksanaan Sekolah Lapang (Difusi) di Desa Sipi
Gambar 11. Pelaksanaan Sekolah Lapang (Difusi Teknologi) di Desa Tondo
Penguatan Lembaga Ekonomi Petani (LEP) Pendirian Koperasi Bersama Dalam penumbuhan kelembagaan ekonomi petani telah dirintis pendirian koperasi bersama pada tahun 2006. Pendirian koperasi bersama berdasarkan hasil musyawarah dua kelompok tani binaan (kooperator) ditambah satu kelompok tani konsensi Desa Ombo (Desa pengembangan) dengan nama “Koperasi Garuda Jaya “, Tindak lanjut pendirian koperasi tersebut sejak dirintis pendiriannya sampai tahun 2007 kegiatannya belum dapat berjalan karena surat izin operasionalnya masih dalam proses.
15
Pembinaan dan penumbuhan unit usaha simpan pinjam kelompok tani Kegiatan kelompok dalam bentuk kerjasama pada aktifitas usahatani masih belum optimal, namun kegiatan usaha simpan pinjam dengan memanfaatkan iuran anggota sudah berjalan dengan baik. Usaha simpan pinjam yang berkembang di kelompok tani binaan yaitu kelompok tani ‘Mappasidapi’ Desa Jono Oge. Pinjaman minimal Rp 100.000 – Rp 1.000.000, dengan jangka waktu pengembalian 3 bulan dan dapat diperpanjang untuk peminjaman uang kembali. Berdasarkan kesepakatan bunga ditetapkan sebesar 2% per bulan. Untuk kelancaran pengembalian para anggota melakukan pertemuan kelompok arisan setiap dua minggu sekali. Setiap anggota yang mendapat arisan dan memiliki pinjaman di kelompok langsung dipotong sebesar Rp 50.000. Apabila pinjaman jatuh tempo pengembalian, petani sebagai peminjam harus menyetor ke bendahara atau petugas penagih yang ditugaskan oleh kelompok. Jumlah dana yang dipinjamkan kepada kelompok sampai akhir tahun 2007 sebesar Rp 1.850.000,-.
anggota Sedangkan
perkembangan keadaan kas keuangan unit usaha simpan pinjam yang ada sebesar Rp 4.407.000,- Untuk kelompok tani binaan ‘Leleakatuvua’ Desa Tondo, usaha simpan pinjam baru dilaksanakan pada tahun 2007 dengan penguatan modal awal kelompok sebesar Rp 1.500.000. Penguatan Forum Komunikasi dan Manajemen Program (FKMP) Sebagai komoditas yang diproduksi untuk dijual ke pasar, pengembangan agribisnis kakao akan melibatkan banyak pelaku baik pelaku utama (petani) maupun pelaku penunjang (penyedia input, perbankan, pemerintah, lembaga penelitian, lembaga penyuluhan, penguasaha dan lainya). Untuk menghadapi hambatan lokal dan tantangan globall sebaiknya seluruh pelaku tersebut mempunyai wadah bersama. Forum komunikasi dan manajemen bersama (FKMP) adalah suatu jejaring sosial-ekonomi yang berfungsi sebagai wahana komunikasi antar berbagai pelaku terkait dalam sistim usahatani di suatu daerah. Melalui proses komunikasi tersebut, berbagai potensi dapat diakumulasi atau dipetukarkan dan kepentingan-kepentingan yang berbeda ataupun bertentangan dapat dipertemukan satu sama lain. Melalui komunikasi diharapkan akan berlangsung wacana dialog kritis antar berbagai komponen atau lapisan masyarakat, sehingga terjadi refleksi diri dan penguatan yang
16
dapat mengikis penaklukan antara satu bagian masyarakat oleh bagian masyarakat lainnya (Hardiman, 2003). Forum komunikasi dan manajemen bersama (FKMP) di lapangan belum berjalan dengan baik atau masih dalam proses penumbuhan. Kegiatan pemasaran hasil kakao masih dilakukan petani dengan cara kelompok dengan cara membeli dari petani dan kemudian kelompok melalui unit usaha menjual kepada pedagang pengumpul provinsi. Rantai pemasaran kakao di lapangan hingga sampai di tingkat eksportir sebagaimana terlihat pada Gambar 1.
Pembeli Di Kelompok
P e t a ni
Pedagang Pengumpul Desa
Pedagang Pengumpul Provinsi
Eksportir
Gambar 1. Rantai pemasaran kakao
17
KESIMPULAN a. Pemberdayaan kelembagaan kelompok tani melalui penataan struktur, kelengkapan organisasi dapat meningkatkan peran dan fungsinnya sebagai kelas belajar, wahana kerja sama, unit produksi, unit penyedia sarana dan prasarana produksi, unit pengolahan, dan unit pemasaran sehingga menjadi organisasi petani yang kuat dan dan mandiri. b. Pemberdayaan petani melalui pelatihan, pembinaan dan pendampingan dapat meningkatkan ketrampilan petani untuk memperbaiki sistim usahatani berbasis kakao secara terpadu . c.
Penguatan lembaga ekonomi petani yang mandiri dan kuat dapat meningkatkan pengembangan usahatani berbasis kakao yang saling menguntungkan
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2003. Pengembangan inovasi dan diseminasi teknologi pertanian untuk pemberdayaan petani miskin pada lahan marginal di Donggala, Sulawesi Tengah. Laporan Akhir. BP2TP dan BPTP Sulteng Departemen Pertanian. 2007. Peraturan Menteri Pertanian Tentang Pedoman Pembinaan Kelembagaan Petani Drajat, B dan M. Syukur. 2006. Petunjuk Teknis Kelembagaan. Materi TOT, Apresiasi Manajemen dan Konsep Prima Tani untuk Menajer Laboratorium Agrbisnis di Hotel Plaza Semarang 5-8 Nopember 2006. Hardiman, F.B. 1993. Menuju Masyarakat Komunikatif. Ilmu Masyarakat, Politik, dan Postmodernisme Menurut Jurgen Habermas. Kanisius, Jogyakarta. Munier, F.F. A. Ardjanhar, U. Fadjar, Dwi Priyanto, Syafruddin, Femmi N.F, Yakob Langsa dan S. Wiryadiputra, 2005. Laporan Hasil Pengkajian Pengembangan Sistem Usahatani Integrasi Kambing dan Kakao di Sulawesi Tengah. Kerjasama BPTP Sulteng dengan LRPI, Puslitbangnak Munier, F.F. A. Ardjanhar, U. Fadjar, Dwi Priyanto, dan Yakob Langsa, 2006. Laporan Hasil Pengkajian Pengembangan Sistem Usahatani Terpadu Berbasis Kakao di Lahan Kering di Kabupaten Donggala Dalam Rangka Peningkatan Pendapatan Petani.
18
Rukminto, A.I. 2003. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas: Pengantar pad Pemikiran dan Pendekatan Praktis. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Suhirman. M dan Syafrudi Ahmad. 2003. Menjadi Petani Berdaya. Suatu Konsep dari Pengalaman Sukses Pemberdayaan Petani Melalui SMSTCDP Warsito, R. 1993. Pembentukan Modal di Pedesaan Jawa. Studi Sosiologi di Dua Komunitas di DAS Jratunseluna Jawa Tengah. Tesis Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Wirjono, B. 2003. Manajemen Organisasi KUAT. Makalah Pelatihan Tenaga Pendamping P3T di Balai Penelitian Padi, Sukamandi 25-29 Maret 2003
19