LAPORAN AKHIR ANALISIS ARAH PENGEMBANGAN PASAR RAKYAT
PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat serta hidayahNya, laporan “ANALISIS ARAH PENGEMBANGAN PASAR RAKYAT” dapat diselesaikan. Analisis ini dilatar belakangi Pasar rakyat juga menjadi salah satu target Kabinet Kerja Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla selama periode 2014-2019, terkait dengan upaya pencapaian prinsip “Berdikari dalam Bidang Ekonomi” di dalam target nomor 15 (lima belas) disebutkan bahwa akan dijalankan kebijakan renovasi dan revitalisasi terhadap 5000 pasar rakyat yang berumur lebih dari 25 tahun. Target besar tersebut membutuhkan pemahaman awal yang komprehensif terhadap produk hukum terkait pengembangan pasar rakyat. Menyikapi hal tersebut maka informasi terkait implementasi kebijakan revitalisasi di Kementerian Perdagangan dan kementerian lainnya menjadi semakin penting. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai landasan dan tolok ukur dalam membangun indikator program renovasi dan revitalisasi pasar rakyat lima tahun kedepan Kajian ini diselenggarakan secara swakelola oleh Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri, dengan tim peneliti terdiri dari Firman Mutakin, Bagus Wicaksena, Yudha Hadian Nur, Riffa Utama dan Nasrun serta dibantu tenaga ahli Disadari bahwa laporan ini masih terdapat berbagai kekurangan, maka kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Dalam kesempatan ini tim mengucapkan terima kasih terhadap berbagai pihak yang telah membantu terselesainya laporan ini. Sebagai akhir kata semoga hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi pemimpin dalam merumuskan kebijakan di bidang perdagangan khususnya revitalisai pasar rakyat di Indonesia. Jakarta,
April 2015
Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri
ABSTRAK/ABSTRACT salah satu target Kabinet Kerja Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla selama periode 2014-2019, terkait dengan upaya pencapaian prinsip “Berdikari dalam Bidang Ekonomi” di dalam target nomor 15 (lima belas) disebutkan bahwa akan dijalankan kebijakan renovasi dan revitalisasi terhadap 5000 pasar rakyat yang berumur lebih dari 25 tahun. Target besar tersebut membutuhkan pemahaman awal yang komprehensif terhadap produk hukum terkait pengembangan pasar rakyat. Menyikapi hal tersebut maka informasi terkait implementasi kebijakan revitalisasi di Kementerian Perdagangan dan kementerian lainnya menjadi semakin penting. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai landasan dan tolok ukur dalam membangun indikator program renovasi dan revitalisasi pasar rakyat lima tahun kedepan. Analisis ini bertujuan analisis arah pengembangan pasar rakyat serta memberikan gambaran besar fokus dan tujuan yang harus dilakukan dalam tahapan revitalisasi pasar rakyat tersebut melalui telaah literatur, Hasil dari analisis menunjukkan bahwa Perlu adanya transformasi konsep pasar rakyat dimata masyarakat yang menimbulkan persepsi bahwasanya pasar rakyat sekarang adalah: pasar rakyat yang baik, nama “Pasar Rakyat” sendiri dapat diartikan sebagai sebuah brand, yang dapat mewakili seluruh elemen yang bernaung di dalamnya, perlunya transformasi konsep dan identitas pasar rakyat, penataan sistem pengelolaan manajemen pasar dll Kata Kunci: pasar rakyat, revitalisasi pasar, Kementerian Perdagangan one of the targets of Cabinet Working Joko Widodo and Jusuf Kalla during the period 2014-2019, in relation to achieving the principle of "self-reliance in Economics" in the target number of 15 (fifteen) stated that it would run the policy of renovation and revitalization of the market 5000 people older than 25 years. The big target requires a comprehensive understanding of the beginning of the relevant legal product market development of the people. In response, the information related to policy implementation in the revitalization of the Ministry of Commerce. Such information can be used as a basis and benchmarks in building renovation and revitalization program indicator public market five years. This analysis aims at the analysis of the direction of market development of the people and provide an overview of goals that must be done in stages revitalization of the local markets through literature review, results of the analysis indicate that a need for the transformation of the concept of public market in the eyes of the people who create the perception that people's market brand, the name "pasar rakyat" itself can be interpreted as a brand, which can represent all elements under its auspices, the need transformation of the concept and identity of pasar rakyat, the market system management etc. Key Word: public market, the revitalization of the market, the Ministry of Trade
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i ABSTRAK/ABSTRACT ...................................................................................... ii DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii DAFTAR TABEL ................................................................................................ iv DAFTAR GAMBAR............................................................................................. v BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1 1.2. Tujuan Analisis ........................................................................................ 3 1.3. Keluaran Analisis .................................................................................... 3 1.4. Sistematika Penulisan ............................................................................ 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 5 2.1. Pasar Rakyat Berdasarkan Tinjauan Produk Hukum dari Tahun ke Tahun................................................................................................... 5 2.2. Fokus Pengembangan Pasar Rakyat Berdasarkan Tinjauan Terhadap UU. No. 7 Tahun 2014 ....................................................... 19 2.2.1. Pembangunan dan/atau revitalisasi pasar rakyat ............................ 19 2.2.2. Implementasi manajemen pengelolaan yang profesional .............. 25 2.2.3. Fasilitasi akses penyediaan barang ................................................... 30 2.2.4. Fasilitasi akses pembiayaan. .............................................................. 34 2.3. Studi Literatur Fenomena Pasar Rakyat (Pasar Tradisional) ........ 34 BAB III METODOLOGI ..................................................................................... 41 3.1. Kerangka Berpikir ................................................................................. 41 3.2. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data .................................. 42 3.3. Metode Analisis ..................................................................................... 43 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 44 4.1. Transformasi Konsep dan Identitas Pasar Rakyat .......................... 44 4.2. Penataan Sistem Pengelolaan Manajemen Pasar .......................... 59 4.3. Mengembangkan sistem Koordinasi dengan Pusat Distribusi....... 64 4.4. Mengembangkan Sistem Pengelolaan Fasilitas Pembiayaan ....... 66 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN ............................. 70 5.1. Kesimpulan ............................................................................................ 70 5.2. Rekomendasi ......................................................................................... 73 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 77
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Review Kebijakan Pengelolaan Pasar Tradisional (Pasar Rakyat) .. 17 Tabel 2.2. Kategorisasi Pasar Rakyat berdasarkan PerMenDag No.48 Tahun 2013. ............................................................................................... 21 Tabel 2.3. Kategorisasi Pusat Distribusi berdasarkan PerMenDag No.48 Tahun 2013. .................................................................................... 31 Tabel 4.1 Indikator (Persyaratan Umum) Pasar Rakyat Berdasarkan SNI 8152:2015 ....................................................................................... 48 Tabel 4.2. Indikator (Persyaratan Teknis) Pasar Rakyat Berdasarkan SNI 8152:2015 ....................................................................................... 50 Tabel 4.3 Indikator Persyaratan Pengelolaan Pasar Rakyat Berdasarkan SNI 8152:2015 ....................................................................................... 60
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1.Kerangka Berpikir Analisis ............................................................. 42 Gambar 4.1 Penyebaran Pusat Distribusi Komoditas Pokok dan Strategis ...... 65
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
v
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Pasar rakyat merupakan salah satu wujud aplikasi ekonomi
kerakyatan yang paling mendasar. Dimana transaksi ekonomi dilakukan oleh rakyat kebanyakan secara swadaya dengan mengelola sumber daya ekonomi yang tersedia, yang meliputi sektor pertanian, peternakan, kerajinan, makanan, dan lain sebagainya. Keseluruh kegiatan ekonomi tersebut berbasis masyarakat yang ditujukan untuk menghidupi dan memenuhi kebutuhan hidup tanpa mengekploitasi sumber daya alam yang ada. Pasar tradisional merupakan basis ekonomi rakyat yang memiliki potensi besar dan mampu menggerakkan roda perekonomian. Dalam kondisi krisis pasar tradisional terbukti tetap bertahan dan mampu melayani kebutuhan dan memberikan pelayanan kepada masyarakat luas baik kalangan menengah ke bawah maupun menengah ke atas. Pasar tradisional telah menyumbangkan lapangan kerja dan memberikan kehidupan bagi banyak orang. Saat ini di wilayah Indonesia terdapat 13.450 pasar tradisional yang tersebar di seluruh penjuru tanah air, dari jumlah tersebut menampung sebanyak 12,6 juta pedagang belum termasuk para pemasok barang serta pengelola pasar. Oleh karena itu, keberadaan pasar tradisional yang kini semakin terhimpit dari pesatnya pertumbuhan pasar modern menjadi penting untuk segera diselamatkan. Salah satunya yakni melalui program revitalisasi/ pengembangan pasar tradisional. Dalam
rangka
penataan
pasar
tradisional
secara
umum,
Pemerintah sebenarnya sudah memiliki payung hukum yang tertuang dalam dalam Peraturan Presiden Nomor 112 tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Di dalam peraturan ini disebutkan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
1
sesuai dengan bidang tugas masing-masing melakukan penataan, pembinaan dan pengawasan pasar tradisional. Secara mendasar, peraturan ini menjadi pedoman awal bagi beragam program penataan dan revitalisasi pasar tradisional di sejumlah kementerian dan lembaga non kementerian. Pasca diundangkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, penggunaan istilah “pasar tradisional” berubah menjadi “pasar rakyat”. Dalam Pasal 12 Ayat (1) disebutkan bahwa: Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Pelaku Usaha secara sendirisendiri atau bersama-sama mengembangkan sarana perdagangan berupa: (a). pasar rakyat; (b). pusat perbelanjaan; (c). toko swalayan; (d). gudang; (e). perkulakan; (f). pasar lelang komoditas; (g). pasar berjangka komoditi; atau (h). sarana perdagangan lainnya. Pasar rakyat juga menjadi salah satu target Kabinet Kerja Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla selama periode 2014-2019. Dalam Visi Misi dan Program Aksi Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, terkait dengan upaya pencapaian prinsip “Berdikari dalam Bidang Ekonomi” di dalam target nomor 15 (lima belas) disebutkan bahwa akan dijalankan kebijakan renovasi dan revitalisasi terhadap 5000 pasar rakyat yang berumur lebih dari 25 tahun. Target besar tersebut tentu membutuhkan pemahaman awal yang komprehensif terhadap produk hukum terkait pengembangan pasar rakyat. Menyikapi hal tersebut maka informasi terkait implementasi kebijakan revitalisasi di Kementerian Perdagangan dan kementerian lainnya menjadi semakin penting. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai landasan dan tolok ukur dalam membangun indikator program renovasi dan revitalisasi pasar rakyat lima tahun kedepan dalam rangka memaksimalkan potensi pasar rakyat sebagai roda perekonomian rakyat.
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
2
1.2.
Tujuan Analisis Fokus pembahasan pada analisia ini adalah
a. analisis
arah
pembahasan,
pengembangan terlebih
dahulu
pasar
rakyat.
dilakukan
telaah
Dalam pasar
proses rakyat
berdasarkan produk hukum terkait dari tahun ke tahun. Analisis terhadap produk hukum tersebut akan mengerucut/menyempit pada fokus dan arah kebijakan pengembangan pasar rakyat dengan masing-masing solusinya. b. Selanjutnya dilakukan studi literatur terhadap fenomena pasar tradisional/pasar rakyat di negara maju dan berkembang dalam rangka memperkaya pemahaman mengenai esensi dari identitas pasar rakyat yang menjadi alasan mengapa potensinya masih terus ada dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dan tetap berfungsi sebagai penggerak ekonomi lokal.
1.3.
Keluaran Analisis Telaah pasar rakyat berdasarkan produk hukum yang terkait dari
tahun ke tahun disertai dengan tambahan literatur pada akhirnya diharapkan dapat memberikan gambaran besar fokus dan tujuan yang harus dilakukan dalam tahapan revitalisasi pasar rakyat.Dengan demikian maka pembahasan selanjutnya akan difokuskan pada eksplorasi pada masing-masing tahapan revitalisasi pasar rakyat tersebut, yang akan dilakukan berdasarkan studi literatur dan teori yang sesuai. Sehingga pada
akhirnya
dapat
memberikan
rekomendasi
konsep
arah
pengembangan pasar rakyat selanjutnya.
1.4.
Sistematika Penulisan
Bagian pertama: Pendahuluan. Sistematika isi analisis ini pertama-tama adalah bagian pendahuluan, memuat latar belakang permasalahan, cakupan masalah, metodologi dan sistematika penulisan.
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
3
Bagian kedua: Tinjauan Pustaka. Pada bagian kedua dibahas mengenai tinjauan pustaka yang diperoleh dari sumber data kementerian, jurnal, buku, artikel berita, dan sumber lainnya yang membahas mengenai telaah pasar rakyat berdasarkan tinjauan produk hukum yang menaunginya, fokus arah pengembangan pasar rakyat berdasarkan peraturan terbaru, dan studi literatur fenomena pasar rakyat di negara maju dan berkembang. Bagian ketiga: Pembahasan. bagian ketiga selanjutnya membahas konsep arah pengembangan pasar rakyatberdasarkan temuan eksisting simpulan definisi revitalisasi pasar rakyat berdasarkan produk hukum yang ditetapkan oleh pemerintah, serta fenomena tentang pasar tradisional yang ada. Pada bagian ini juga menjelaskan implementasi program pemasaran pasar rakyat yang sebaiknya dilakukan, dan normatif dari penerapan konsep pengembangan pasar rakyat. Bagian keempat: Kesimpulan dan rekomendasi. Dari pembahasanpembahasan tersebut, kemudian pada bagian selanjutnya dirumuskan kesimpulan-kesimpulan pokok dan butir-butir rekomendasi terkait arah pengembangan pasar rakyat.
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pasar Rakyat Berdasarkan Tinjauan Produk Hukum dari Tahun ke Tahun Pasar adalah arena pertukaran potensial dalam bentuk fisik antara
penjual dan pembeli yang memungkinkan terlaksananya pertukaran karena adanya minat dan citra yang baik serta daya beli yang memadai (Assauri 1993 dalam Lupitosari 2011). Pasar merupakan area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu (PerMenDag No.53 tahun 2008). Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2007, “Pasar Tradisional” adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama denganswasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagangkecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dandengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar. Disempurnakan dalam penjelasan Pasal 12 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, terminologi “pasar tradisional” beralih menjadi “pasar rakyat”.
Dalam
pemerintah
yang
perkembangannya khusus
mengatur
terdapat tentang
beberapa pasar
peraturan
rakyat
(pasar
tradisional) diantaranya: a.
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan
dan
Pembinaan
Sarana
Distribusi
Bidang
Perdagangan, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern Melalui peraturan Perpres No.112 Tahun 2007 definisi pasar ditetapkan sebagai area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih
dari satu
baik
yang disebut
sebagai pusat
perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plasa, pusat
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
5
perdagangan
maupun
sebutan
lainnya.
Dalam
mekanisme
penataannya, lokasi untuk pendirian pasar rakyat (pasar tradisional) mengacu pada rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota dan rencana detail tata ruang wilayah kabupaten/kota, termasuk peraturan zonasinya. Dalam pendirian pasar rakyat (pasar tradisional) harus memenuhi beberapa kententuan sebagai berikut: (1) Pendirian
pasar
rakyat
(pasar
tradisional)
harus
memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat juga keberadaan sarana distribusi (pusat perbelanjaan, dan toko modern, serta usaha kecil, termasuk koperasi) yang sudah ada sebelumnya di wilayah yang bersangkutan (2) Selain
itu
pasar
rakyat
(pasar
tradisional)
juga
harus
menyediakan areal parkir paling sedikit seluas kebutuhan parkir 1 (satu) buah kendaraan roda empat untuk setiap 100m2 (atau sedikitnya 10%) dari luas lantai pasar rakyat. Penyediaan areal parkir tersebut dapat dilakukan melalui kerjasama dengan pihak lain. (3) Menyediakan fasilitas yang menjamin pasar rakyat yang bersih, sehat, aman, tertib, dengan tersedianya ruang publik yang nyaman. Lebih lanjut pemerintah dan pemerintah daerah diharapkan dapat melaksanakan pembinaan dan pengawasan proses berjalannya aktifitas pasar rakyat (pasar tradisional) secara teratur, baik dilakukan sendiri-sendiri maupun bersama-sama sesuai dengan bidang tugas masing-masing. Dalam
proses
pembinaan
pasar
rakyat
(pasar
tradisional)
pemerintah memberikan bimbingan dan pelatihan bagi pedagang pasar, disamping memberikan prioritas bagi pedagang lama yang aktif untuk menempati kios/los yang baru, sekiranya terjadi
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
6
renovasi/revitalisasi terhadap pasar rakyat (pasar tradisional) tersebut. b.
Peraturan Menteri Perdagangan No.53/M-DAG/PER/12/2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern PerMenDag No.53 tahun 2008 merupakan petunjuk pelaksanaan hal yang telah disebutkan sebelumnya pada Perpres No.112 Tahun 2007
yang
diantaranya
mengatur
tentang
pendirian
pasar
tradisional, izin usaha pengelolaan pasar tradisional (IUP2T), serta mekanisme pembinaan dan pengawasan pasar rakyat (pasar tradisional). Sebagaimana disebutkan dalam Perpres No.112 Tahun 2007 bahwa lokasi untuk pendirian pasar rakyat (pasar tradisional) mengacu pada rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota dan rencana detail tata ruang wilayah kabupaten/kota, termasuk peraturan zonasinya, maka bagi kabupaten/kota yang belum memiliki rencana dan rencana detail tata ruang wilayah tidak diperbolehkan memberi izin lokasi untuk pembangunan pasar rakyat (pasar tradisional). Selanjutnya disebutkan bahwa pendirian pasar rakyat (pasar tradisional)
harus
memperhitungan
kondisi
sosial
ekonomi
masyarakat. PerMenDag No.53 tahun 2008 menyatakan bahwa kondisi sosial ekonomi tersebut harus bisa dijelaskan melalui analisis
berdasarkan
hasil
analisis
yang
dilakukan
oleh
badan/lembaga independen yang berkompeten. Dimana analisa kondisi sosial ekonomi masyarakat tersebut harus meliputi analisa terhadap aspek-aspek sebagai berikut: (1) Struktur penduduk menurut mata pencaharian dan pendidikan, tingkat
pendapatan
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
ekonomi
rumah
tangga,
kepadatan
7
penduduk, dan pertumbuhan penduduk. Aspek ini dikaji salah satunya diasumsikan untuk dapat meprediksi daya beli masyarakat di suatu daerah, hal ini penting mengingat pasar rakyat (pasar tradisional) yang didirikan disuatu wilayah diharapkan dapat bertahan, tumbuh, bahkan berkembang dimasa depan. (2) Kemitraan dengan UMKM lokal, penyerapan tenaga kerja lokal, serta ketahanan dan pertumbuhan pasar rakyat (pasar tradisional) sebagai sarana UMKM lokal. Pengkajian pada aspek ini bertujuan untuk melihat potensi pasar sebagai wahana
pemberdayaan
ekonomi
lokal
dimana
proses
perputaran ekonomi yang terjadi di pasar tersebut adalah dari, untuk dan oleh masyarakat di wilayah sekitar pasar itu sendiri. (3) Ada/tidak-nya keberadaan fasilitas sosial dan fasilitas umum dalam menunjang pendirian pasar rakyat (pasar tradisional). (4) Dampak positif dan negatif yang diakibatkan oleh jarak antara hypermarket dengan pasar rakyat (pasar tradisional) yang telah ada sebelumnya. Jika dalam suatu wilayah sudah terdapat pasar modern maka penting untuk mempertimbangkan jarak dalam upaya menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat. (5) Aksesibilitas wilayah, dukungan ketersediaan infrastruktur, dan perkembangan pemukian baru. Lazimnya pasar rakyat (pasar tradisional) harus dapat dijangkau dengan mudah oleh masyarakat, oleh karena itu analisis terhadap kemudahan akses dan ketersediaan infrastruktur sangat penting, sebelum suatu wilayah ditetapkan sebagai lokasi tempat didirikannya sebuah pasar rakyat (pasar tradisional). Lebih lanjut PerMenDag No.53 tahun 2008 ini membahas lebih detil terkait permohonan izin usaha pengelolaan pasar tradisional (IUP2T), dimana analisis kajian kondisi sosial ekonomi masyarakat merupakan salah satu syarat mutlak yang harus ada jika suatu
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
8
wilayah bermaksud memohon izin mendirikan dan mengelola pasar tradisional. Menindaklanjuti perihal pembinaan dan pengawasan pasar rakyat (pasar tradisional) yang sudah disebutkan sebelumnya pada Perpres No.112 Tahun 2007, maka bab VIII pasal 18 pada PerMenDag No.53 tahun 2008 menyebutkan bahwa Menteri menetapkan kebijakan pembinaan dan pengawasan terhadap pengelolaan pasar tradisional berada dalam koordinasi Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri. Pembinaan pasar rakyat (pasar tradisional) yang dimaksud adalah penciptaan sistem manajemen pengelolaan pasar, pelatihan terhadap sumber daya manusia, konsultasi, fasilitasi kerjasama, serta pembangunan dan perbaikan
sarana
maupun
prasarana
pasar.
Sedangkan
pengawasan menitikberatkan pada mekanisme pengelolaan pasar rakyat (pasar tradisional) tersebut. Terkait hal ini, Gubernur dan/atau Bupati/Walikota dapat melakukan koordinasi dengan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri untuk mengantisipasi kemungkinan timbulnya permasalahan dalam pengelolaan pasar rakyat (pasar tradisional) untuk kemudian mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. c.
Peraturan tentang
Menteri
Perdagangan
Pedoman
dan
No.48/M-DAG/PER/8/2013
Pengelolaan
Sarana
Distribusi
Perdagangan Sarana distribusi perdagangan yang dimaksud adalah pasar rakyat (pasar tradisional), pusat distribusi, dan pergudangan. Dalam kaitannya
dengan
fokus
kajian
yaitu
pasar
rakyat
(pasar
tradisional), PerMenDag No.48/M-DAG/PER/8/2013 ini mengatur tentang pedoman pembangunan dan revitalisasi/renovasi pasar rakyat (pasar tradisional).
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
9
Dijelaskan dalam PerMenDag No.48/M-DAG/PER/8/2013 bahwa pembangunan pasar tradisional harus berada di lokasi yang sebelumnya
telah
memiliki
embrio
pasar
dengan
mempertimbangkan luas lahan, daya tampung, serta bentuk bangunan dan sarana pendukung berdasarkan tipe dan jenis pasar yang telah ditetapkan sebagai berikut: (a) Pasar rakyat (pasar tradisional) tipe A Pasar dengan kategori tipe A harus sedikitnya memiliki luas lahan 3.000m2
yang
memang
diperuntukkan
untuk
lokasi
pasar
berdasarkan ketetapan RT dan RW setempat. Sedikitnya harus terdapat 150 pedagang dan memiliki kelengkapan bangunan utama yang terdiri atas: kantor pengelola dan fasilitas pembiayaan (co. Koperasi), ruang serbaguna dan ruang bermain anak dengan luas paling sedikit 50m2, toilet, tempat ibadah, pos ukur ulang, pos kesehatan, pos keamanan, drainase (yang ditutup dengan grill), tempat penampungan sampah, gudang penyimpanan stok barang, area bongkar muat, tempat parkir, area penghijauan, hidran dan fire extingusher, instalasi air bersih dan jaringan listrik, instalasi pengolahan air limbah (lpal), telekomunikasi, sistem informasi harga dan stok, serta papan informasi harga harian. Selain itu pasar harus memiliki akses yang dapat dijangkau oleh transportasi umum. Pengelolaan pasar harus dikelola langsung oleh manajemen pengelola pasar, dan operasional pasar harus dilakukan setiap hari. Jika memungkinkan pasar memiliki CCTV yang terhubung secara online dengan Kementerian Perdagangan. (b) Pasar rakyat (pasar tradisional) tipe B Pasar dengan kategori tipe B harus sedikitnya memiliki luas lahan 1.500m2
yang
memang
diperuntukkan
untuk
lokasi
pasar
berdasarkan ketetapan RT dan RW setempat. Sedikitnya harus
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
10
terdapat 75 pedagang. Kelengkapan dari bangunan utama pada pasar kategori tipe B tidak sebanyak pasar tipe A, sedikitnya pasar harus memiliki: kantor pengelola dan fasilitas pembiayaan (co. Koperasi), ruang serbaguna dan ruang bermain anak dengan luas paling sedikit 40m2, toilet, tempat ibadah, pos kesehatan, pos keamanan,
drainase
(yang
ditutup
dengan
grill),
tempat
penampungan sampah, tempat parkir, area penghijauan, hidran dan fire extingusher, instalasi air bersih dan jaringan listrik, telekomunikasi, sistem informasi harga dan stok, serta papan informasi harga harian. Sama halnya dengan pasar tipe A, pasar dengan kategori tipe B juga harus memiliki akses yang dapat dijangkau oleh transportasi umum dan pasar harus dikelola langsung oleh manajemen pengelola pasar. Operasional pasar tipe B tidak harus setiap hari, namun minimal pasar beroperasi 3 hari dalam seminggu. Jika memungkinkan pasar tipe B juga dilengkapi CCTV yang terhubung secara online dengan Kementerian Perdagangan. (c) Pasar rakyat (pasar tradisional) tipe C Pasar dengan kategori tipe C harus sedikitnya memiliki luas lahan 1.000m2
yang
memang
diperuntukkan
untuk
lokasi
pasar
berdasarkan ketetapan RT dan RW setempat. Sedikitnya harus terdapat 30 pedagang. Kelengkapan dari bangunan utama pada pasar kategori tipe C harus memiliki: kantor pengelola dan fasilitas pembiayaan (co. Koperasi), toilet, tempat ibadah, pos kesehatan, drainase (yang ditutup dengan grill), tempat penampungan sampah sementara, tempat parkir, area penghijauan, hidran, instalasi air bersih dan jaringan listrik, dan telekomunikasi. Pasar dengan kategori tipe C juga harus mudah diakses dan didukung oleh transportasi umum dan pasar harus dikelola langsung oleh manajemen pengelola pasar. Operasional pasar tipe
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
11
C tidak harus setiap hari, namun minimal pasar beroperasi 1 atau 2 hari dalam seminggu. (d) Pasar rakyat (pasar tradisional) tipe D Pasar dengan kategori tipe D harus sedikitnya memiliki luas lahan 500m2
yang
memang
diperuntukkan
untuk
lokasi
pasar
berdasarkan ketetapan RT dan RW setempat. Sedikitnya harus terdapat 30 pedagang. Kelengkapan dari bangunan utama pada pasar kategori tipe D harus memiliki: kantor pengelola dan fasilitas pembiayaan (co. Koperasi), toilet, tempat ibadah, drainase (yang ditutup dengan grill), tempat penampungan sampah sementara, area penghijauan, daninstalasi air bersih serta jaringan listrik. Pasar dengan kategori tipe D juga harus mudah diakses dan didukung oleh transportasi umum dan pasar harus dikelola langsung oleh manajemen pengelola pasar. Operasional pasar tipe C tidak harus setiap hari, namun minimal pasar beroperasi 1 atau 2 hari dalam seminggu. Masih tentang klasifikasi pasar, literatur lain menyebutkan bahwa selain
dibagi
berdasarkan
luas,
pasar
rakyat
juga
dibagi
berdasarkan jumlah pedagang yang menempati kios, los, dan kaki lima
(lapak,oprokan),
serta
berdasarkan
jumlah
pemasukan
pendapatan asli daerah per tahun. Berdasarkan cakupan wilayah pelayanan, Lupitosari (2011) membagi kelas pasar rakyat kedalam 4 (empat) kelas yaitu: 1) Pasar kelas I, yaitu pasar yang lengkap dan melayani perdagangan tingkat regional (pusat regional). 2) Pasar kelas II, yaitu pasar yang melayani perdagangan tingkat kota (pasar kota) 3) Pasar kelas III, yaitu pasar yang melayani perdagangan tingkat wilayah bagian kota (pasar wilayah), dan
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
12
4) Pasar kelas IV, yaitu pasar yang melayani perdagangan tingkat lingkungan (pasar lingkungan). Mengacu pada pembagian wilayah pasar, maka diasumsikan pasar rakyat (pasar tradisional) tipe A, B, C. Dan D adalah representasi dari pasar kelas I, II, III, dan IV yang diklasifikasikan oleh Lupitosari (2011). d.
Peraturan Menteri Perdagangan No.70/M-DAG/PER/12/2013 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern Bab V pada PerMenDag No.70/M-DAG/PER/12/2013 mengatur tentang pengelolaan pasar tradisional yang dapat dilakukan oleh Koperasi, Swasta, BUMN, dan BUMD. Pemerintah pusat dalam hal ini adalah Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota baik sendiri maupun
secara
bersama-sama
melakukan
pemberdayaan
terhadap pengelolaan pasar rakyat (pasar tradisional) dalam rangka meningkatkan daya saing. Peningkatan daya saing yang dimaksud diantaranya adalah: peremajaan atau revitalisasi bangunan pasar rakyat (pasar tradisional), penerapan manajemen pengelolaan yang profesional, penyediaan barang dagangan dengan mutu yang baik dan harga yang bersaing; dan/atau, fasilitasi proses pembiayaan kepada para pedagang pasar guna modal kerja dan kredit kepemilikan tempat usaha. Dalam
kaitannya
tradisional)
dengan
secara
pengelolaan
profesional,
pasar
rakyat
PerMenDag
(pasar
No.70/M-
DAG/PER/12/2013 menjelaskan bahwa pengelolaan pasar harus meliputi aspek: (1) Menciptakan kestabilan harga, melalui pemantauan pasokan barang yang tersedia di pasar secara teratur dan berinisiatif
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
13
menambahkan jumlah pasokan jika mulai terjadi sinyal-sinyal kelangkaan terhadap barang tertentu. (2) Memastikan kesesuaian standar berat dan ukuran sebagai upaya menjaga tertib ukur dalam proses perlindungan baik pedagang maupun konsumen pasar. Oleh karena itulah mengapa pada pasar kategori tertentu perlu adanya fasilitas pos ukur ulang, salah satu alasannya adalah untuk mencegah terjadinya
praktik-praktik
kecurangan
oknum
yang
tidak
bertanggung jawab. (3) Melaksanakan pembinaan, pendampingan, dan pengawasan kepada para pedagang. Adapun kegiatan tersebut meliputi diantaranya:
pertama,
peningkatan
pelayanan
kepada
konsumen baik mengenai kualitas barang, kebersihan, takaran, kemasan,
penyajian/penataan
barang
maupun
dalam
pemanfaatan fasilitas pasar; kedua, peningkatan kompetensi pedagang melalui pendidikan, pelatihan dan penyuluhan; ketiga, pembentukan paguyuban/kelompok pedagang dalam rangka menjaring aspirasi para pedagang. (4) Menyediakan ruang usaha bagi pedagang. Proses penyediaan ruang usaha bagi setiap pedagang diatur berdasarkan ketentuan sebagai berikut: a. Penempatan
pedagang
dilakukan
secara
adil
dan
transparan serta memberi peluang yang sama bagi para pedagang. b. Zonasi sesuai pengelompokkan barang dagangan c. Penempatan pedagang diarahkan untuk memberikan skala prioritas kepada para pedagang lama yang telah terdaftar pada kantor pengelola pasar d. Apabila terdapat kelebihan atau pengembangan tempat usaha, skala prioritas diberikan kepada: 1) pedagang lama yang tidak memiliki ijin resmi atau 2) pedagang yang menyewa tempat usaha dari pedagang resmi
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
14
e. Pembagian wilayah tempat usaha ditujukan agar lokasi usaha setiap pedagang memiliki kesempatan yang sama untuk dikunjungin, dan f.
Pembinaan, pengelolaan, serta pengawasan pedagang kaki lima (PKL).
e.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan
Pasca diundangkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, penggunaan istilah “pasar tradisional” berubah menjadi “pasar rakyat”. Dalam Pasal 12 Ayat (1) disebutkan bahwa: Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Pelaku Usaha secara sendiri-sendiri atau bersama-sama mengembangkan sarana perdagangan berupa: (a). Pasar rakyat; (b). Pusat perbelanjaan; (c). toko swalayan; (d). gudang; (e). perkulakan; (f). pasar lelang komoditas; (g). pasar berjangka komoditi; atau (h). sarana perdagangan lainnya. Dalam penjelasan Pasal 12 Ayat (1) Huruf a disebutkan bahwa: Yang dimaksud dengan ‘Pasar Rakyat” adalah tempat usaha yang ditata, dibangun, dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, swasta, Badan Usaha Milik Negara, dan/atau Badan Usaha Milik Daerah dapat berupa toko, kios, los, dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil dan menengah, swadaya masyarakat, atau koperasi serta usaha mikro, kecil, dan menengah dengan proses jual beli Barang melalui tawarmenawar. Terkait arah kebijakan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan pasar rakyat, tercantum dalam pasal 13, Ayat (1) disebutkan bahwa pemerintah bekerja sama dengan pemerintah daerah melakukan pembangunan, pemberdayaan, dan peningkatan kualitas pengelolaan pasar rakyat dalam rangka peningkatan daya saing. Selanjutnya didefinisikan pada Ayat (2) tentang bentuk pembangunan, pemberdayaan, dan peningkatan kualitas pengelolaan pasar rakyat yang meliputi: (a) pembangunan dan/atau revitalisasi pasar rakyat, (b) implementasi manajemen pengelolaan yang profesional, (c) fasilitasi akses penyediaan barang dengan mutu yang baik
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
15
dan harga yang bersaing, dan/atau (d) fasilitasi akses pembiayaan kepada pedagang besar di pasar rakyat. Sedangkan pada Ayat (3) menyebutkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai pembangunan, pemberdayaan, dan peningkatan kualitas pengelolaan pasar rakyat diatur dengan atau berdasarkan peraturan presiden.
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
16
Tabel 2.1. Review Kebijakan Pengelolaan Pasar Tradisional (Pasar Rakyat) Undangundang
UU. No. 7. Tentang Perdagangan Pasar tradisional berubah menjadi pasar rakyat. Pasar rakyat adalah tempat usaha yang ditata, dibangun, dan dikelola oleh pemerintah. Arah kebijakan peningkatan kualitas pengelolaan pasar rakyat adalah: Melakukan pembangunan, pemberdayaan, dan peningkatan kualitas pengelolaan pasar rakyat dalam rangka peningkatan daya saing yang meliputi: a) pembangunan dan/atau revitalisasi pasar rakyat, b) implementasi manajemen pengelolaan yang profesional, c) fasilitasi akses penyediaan barang dengan mutu yang baik dan harga yang bersaing, dan/atau d) fasilitasi akses pembiayaan kepada pedagang besar di pasar rakyat.
Peraturan Presiden
PP. No. 12 tentang Penataan dan Pembinaan Sarana Distribusi Bidang Perdagangan, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern Pasar adalah area tempat jual beli barang (co:pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plasa, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya). Syarat pendirian pasar: (4) Memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat juga
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
17
keberadaan sarana distribusi yang sudah ada sebelumnya (5) Menyediakan areal parkir (6) Menyediakan fasilitas yang menjamin pasar rakyat yang bersih, sehat, aman, tertib Pembinaan dan pengawasan pasar dilaksanakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah Peraturan Menteri Perdagangan
PerMenDag No.53 tentang pendirian pasar tradisional, izin usaha pengelolaah pasar tradisional (IUP2T), serta mekanisme pembinaan dan pengawasan pasar rakyat
PerMenDag No.48 tentang pedoman dan pengelolaan sarana distribusi perdagangan
PerMenDag No.53 mengatur tentang pasar tradisional sbb:
1) pembangunan pasar harus berada dilokasi yang sebelumnya telah memiliki embrio pasar 2) tipe dan jenis pasar dibedakan kedalam tipe A dan tipe B
1) lokasi pendirian harus mengacu pada rencana tata ruang wilayah 2) kondisi sosial ekonomi harus dapat dijelaskan dalam bentuk kajian akademis, sekaligus sebagai sarat penerbitan IUP2T 3) pembinaan dan pengawasan pasar rakyat berada dalam koordinasi Dirjen PDN Kementerian Perdagangan
Mengatur tentang pedoman pembangunan dan revitalisasi/renovasi pasar rakyat (pasar tradisional) sbb:
PerMenDag No.70 tentang pedoman penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan, dan toko modern Pengelola pasar tradisional harus dapat menciptakan daya saing melalui peremajaan/revitalisai pasar, penerapan manajemen pengelolaan, dan penyediaan barang dagangan dengan mutu baik dan harga bersaing Pasar harus dapat menciptakan: kestabilan harga, kesesuaian standar berat dan ukuran, pembinaan, pendampingan dan pengawasan kepada para pedagang, dan menyediakan ruang usaha bagi pedagang.
2007
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
2008
2013
2014
18
2.2.
Fokus Pengembangan Pasar Rakyat Berdasarkan Tinjauan Terhadap UU. No. 7 Tahun 2014 Berdasarkan telaah terhadap regulasi dan kebijakan terkait pasar
tradisional yang kini berubah menjadi pasar rakyat, maka fokus arah pengembangan pasar rakyat yang akan dianalisis lebih lanjut dalam analisis ini adalah pada hal-hal yang disimpulkan dalam Undang-undang No.
7
tahun
2014
tentang
Perdagangan.
Dimana
konsentrasi
pengembangan pasar rakyat berada ada pada 4 hal sebagai berikut:
2.2.1. Pembangunan dan/atau revitalisasi pasar rakyat Menurut kamus besar bahasa indonesia (Moeliono, 2007;954), revitalisasi adalah proses, cara, pembuatan menghidupkan kembali atau menggiatkan kembali. Arti harfiah dari revitalisasi adalah menghidupkan kembali, namun makna dari kata tersebut bukan sekedar mengadakan atau mengaktifkan kembali apa yang sebelumnya pernah ada, melainkan menyempurnakan strukturnya, mekanisme kerjanya, dan menyesuaikan dengan kondisi baru, semangatnya dan komitmennya. Hal tersebut di atas selaras dengan Program Pengembangan Pasar Rakyat Kementerian Perdagangan, yaitu Revitalisasi Pasar Rakyat. Dimana, Revitalisasi Pasar Rakyat adalah program untuk mendukung pengembangan pasar tradisional berdasarkan proposal yang diajukan oleh Pemerintah Daerah. Fokus yang dilakukan pada Program Revitalisasi Pasar adalah perbaikan fisik pasar dan pemberian diklat bagi pengelola dan pedagang (Petunjuk Teknis Tinjauan Lapangan; Aspek Fisik Pasar, Kementerian Perdagangan RI, 2011). Pada periode 2011-2014, Kementerian Perdagangan bekerjasama dengan
Pemerintah
Kabupaten/Kota
telah
melakukan
pembangunan/revitalisasi terhadap 2.471 Unit Pasar Rakyat melalui mekanisme Dana Tugas Pembantuan dan Dana Alokasi Khusus. Revitalisasi fisik dilakukan melalui pembangunan pasar baru maupun renovasi. Revitalisasi manajemen dilakukan dengan melaksanakan Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
19
pelatihan manajemen pengelolaan pasar dan pendampingan pengelola pasar. Pasar Rakyat yang telah direvitalisasi diharapkan dapat dijadikan "model"
oleh
Pemerintah
Daerah
dalam
pembangunan
dan
pengembangan Pasar Rakyat dimasa yang akan datang agar Pasar Rakyat dapat tetap eksis dan mampu bersaing dengan perkembangan toko modern dan pusat-pusat perbelanjaan.
Alokasi anggaran dan jumlah Pasar Rakyat untuk program dan kegiatan
revitalisasi
menggunakan
pasar
Dana
Tugas
selama
periode
Pembantuan
2011-2014 adalah
dengan
sebesar
Rp
2.246.089.118.000 untuk merevitalisasi 541 Pasar Rakyat di 334 Kabupaten/Kota. Selain melalui mekanisme Dana Tugas Pembantuan dalam
melakukan
revitalisasi/pembangunan
baru
Pasar
Rakyat,
pembangunan Pasar Rakyat dapat dilakukan pula melalui mekanisme Dana Alokasi Khusus yang lebih diarahkan kepada pasar desa dan kecamatan. Alokasi anggaran dan jumlah Pasar Rakyat untuk program dan kegiatan revitalisasi pasar selama periode 2011-2014 dengan menggunakan Dana Alokasi Khusus adalah sebesar Rp 1.451.572.610 untuk merevitalisasi 1.929 Pasar Rakyat di 1.104 Kabupaten/Kota. Jika definisi pembangunan dan/atau revitalisasi pasar rakyat adalah perbaikan fisik pasar, maka pemerintah sebenarnya sudah memberikan definisi yang jelas terkait hal tersebut. Peraturan Menteri Perdagangan No.48 tahun 2013, telah mensyaratkan beberapa ketentuan tentang pendirian pasar rakyat yang diklasifikasikan dalam kategori pasar tipe A dan tipe B, tipe C dan tipe D. Dimana dalam peraturan tersebut, didefinisikan secara detil mengenai lokasi, kelengkapan yang harus dimiliki oleh pasar, serta aturan aksesibilitas masyarakat yang harus dipenuhi (lihat tabel 2).
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
20
Tabel 2.2. Kategorisasi Pasar Rakyat berdasarkan PerMenDag No.48 Tahun 2013. Kategori Pasar berdasarkan PerMenDag No.48 tahun 2013 Pasar a. luas lahan paling sedikit 3.000 m2; Kategori b. kepemilikan lahan dibuktikan dengan dokumen yang sah; Tipe A c. peruntukan lahan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayab (RTRW) daerah setempat; d. jumlah pedagang paling sedikit 150 pedagang; e. bangunan utama Pasar Tradisional berupa los, kios, selasar koridor/gang dan sarana pendukung lainnya, meliputi: 1) kantor pengelola dan kantor fasilitas pembiayaan; 2) ruang serbaguna untuk pembinaan pedagang, penitipan dan bermain anak dengan luas paling sedikit 50m2; 3) toilet/WC; 4) tempat ibadah; 5) pos ukur ulang (paling kecil ukuran 2m x 2m); 6) pos kesehatan; 7) pos keamanan; 8) drainase (ditutup dengan grill); 9) tempat penampungan sampah sementara; 10) gudang tempat penyimpanan stok barang; 11) area bongkar muat; 12) tempat parkir; 13) area penghijauan; 14) hidran dan/atau alat pemadam kebakaran (fire extinguisher); 15) instalasi air bersih dan jaringan listrik; 16) instalasi pengolahan air limbah (IPAL); 17) telekomunikasi; 18) sistem informasi harga dan stok; dan 19) papan pengumuman informasi harga harian f. jalan menuju Pasar Tradisional mudah diakses dan didukung dengan sarana transportasi umum; g. Pasar Tradisional dikelola secara langsung oleh Manajemen pengelolaan pasar; Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
21
h. Kegiatan/operasional Pasar Tradisional dilakukan setiap hari; dan i. CCTV yang terhubung secara online dengan Kementerian Perdagangan melalui internet untuk memantau aktifitas perdagangan. Pasar a. luas lahan paling sedikit 1.500 m2; Kategori b. kepemilikan lahan dibuktikan dengan dokumen yang sah; Tipe B c. peruntukan lahan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayab (RTRW) daerah setempat; d. jumlah pedagang paling sedikit 75 pedagang; e. bangunan utama Pasar Tradisional berupa los, kios, selasar koridor/gang dan sarana pendukung lainnya, meliputi: 1) kantor pengelola dan kantor fasilitas pembiayaan; 2) ruang serbaguna untuk pembinaan pedagang, penitipan dan bermain anak dengan luas paling sedikit 40m2; 3) toilet/WC; 4) tempat ibadah; 5) pos kesehatan; 6) pos keamanan; 7) drainase (ditutup dengan grill); 8) tempat penampungan sampah sementara; 9) tempat parkir; 10) area penghijauan; 11) hidran dan/atau alat pemadam kebakaran (fire extinguisher); 12) instalasi air bersih dan jaringan listrik; 13) telekomunikasi; 14) sistem informasi harga dan stok; dan 15) papan pengumuman informasi harga harian f. jalan menuju Pasar Tradisional mudah diakses dan didukung dengan sarana transportasi umum; g. Pasar Tradisional dikelola secara langsung oleh Manajemen pengelolaan pasar; h. Kegiatan/operasional Pasar Tradisional dilakukan paling sedikit 3 hari dalam seminggu; danCCTV yang terhubung secara online dengan Kementerian Perdagangan melalui internet untuk memantau aktifitas perdagangan. Pasar
a. luas lahan paling sedikit 1.000 m2;
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
22
Kategori b. kepemilikan lahan dibuktikan dengan dokumen yang sah; Tipe C c. peruntukan lahan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayab (RTRW) daerah setempat; d. jumlah pedagang paling sedikit 30 pedagang; e. bangunan utama Pasar Tradisional berupa los, kios, selasar koridor/gang dan sarana pendukung lainnya, meliputi: 1) kantor pengelola dan kantor fasilitas pembiayaan; 2) toilet/WC; 3) tempat ibadah; 4) pos kesehatan; 5) drainase (ditutup dengan grill); 6) tempat penampungan sampah sementara; 7) tempat parkir; 8) area penghijauan; 9) hidran; 10) instalasi air bersih dan jaringan listrik; dan 11) telekomunikasi; f. jalan menuju Pasar Tradisional mudah diakses dan didukung dengan sarana transportasi umum; g. Pasar Tradisional dikelola secara langsung oleh Manajemen pengelolaan pasar; h. Kegiatan/operasional Pasar Tradisional dilakukan 1 atau 2 hari dalam seminggu. Pasar a. luas lahan paling sedikit 500 m2; Kategori b. kepemilikan lahan dibuktikan dengan dokumen yang sah; Tipe D c. peruntukan lahan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayab (RTRW) daerah setempat; d. jumlah pedagang paling sedikit 30 pedagang; e. bangunan utama Pasar Tradisional berupa los dan sarana pendukung lainnya, meliputi: 1) kantor pengelola dan kantor fasilitas pembiayaan; 2) toilet/WC; 3) tempat ibadah; 4) drainase (ditutup dengan grill); 5) tempat penampungan sampah sementara; 6) area penghijauan; dan 7) instalasi air bersih dan jaringan listrik; f. jalan menuju Pasar Tradisional mudah diakses dan didukung dengan sarana transportasi umum; g. Pasar Tradisional dikelola secara langsung oleh Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
23
Manajemen pengelolaan pasar; h. Kegiatan/operasional Pasar Tradisional dilakukan 1 atau 2 hari dalam seminggu Lebih lanjut analisis terdahulu yang pernah dilakukan oleh Puska Dagri, BPPKP Kementerian perdagangan (2012) telah merekomendasikan sejumlah hal terkait revitalisasi yang berkaitan dengan fisik pasar, yaitu: a) Revitalisasi terhadap fisik bangunan bukan semata peremajaan atau memperbanyak jumlah kios. Penting untuk memperhatikan struktur pembangunan pasar berdasarkan potensi arah arus pengunjung sehingga visibilitas dan aksesibilitas pasar baik. b) Muka pasar harus dapat terlihat dari jalan utama, perlu adanya papan identitas pasar yang terletak di muka pasar dengan ukuran minimal 5 x 2 M. Jika pasar terletak di dalam komplek lingkungan, perlu ada tanda identitas pasar di jalan utama yang menunjukkan keberadaan pasar, bahkan jika dirasa perlu pemerintah wajib membuka akses pasar ke jalan umum (membangun sarana jalan atau menambah trayek angkutan umum menuju pasar). c) Untuk memenuhi kecukupan sirkulasi udara, tinggi bangunan pasar mulai dari lantai sampai atas minimal 6M. Sedangkan untuk memenuhi kecukupan sirkulasi manusia di lorong pasar, maka lebar jalur arus pengunjung di dalam pasar minimal 1M dengan catatan
tidak
ada
pedagang
yang
menempatkan
barang
dagangannya di lorong tersebut. d) Sebaiknya pasar memiliki fasilitas penunjang minimal yang memadai seperti fasilitas MCK, fasilitas Ibadah, fasilitas parkir (untuk pengunjung dan bongkar muat), fasilitas air bersih, listrik, saluran
pembuangan,
dan
tempat
pembuangan
sampah
sementara.
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
24
Berdasarkan tinjauan regulasi dan kebijakan serta kajian yang sudah pernah dilakukan sebelumnya terkait pasar tradisional, maka fokus revitalisasi terhadap pasar rakyat adalah pada fisik bangunan dengan memenuhi kelengkapannya sebagaimana yang telah diatur dan ditetapkan oleh pemerintah sesuai dengan peruntukan wilayahnya. Mengacu pada klasifikasi kelas pasar yang dibuat oleh Lupotosari (2011), maka pasar dengan kategori tipe A yang dimaksud dalam PerMenDag No.48 tahun 2013 dapat diklasifikasikan sebagai pasar kelas I yaitu pasar rakyat yang berada pada tingkat regional. Sedangkan pasar kategori tipe B adalah pasar kelas II yang melayani perdagangan tingkat kota, dan pasar kategori tipe C adalah pasar kelas III untuk tingkat wilayah bagian kota, dan terakhir pasar kategori tipe D adalah pasar kelas IV untuk melayani perdagangan tingkat lingkungan. 2.2.2. Implementasi manajemen pengelolaan yang profesional Implementasi pengelolaan pasar tradisional yang profesional juga telah diatur sebelumnya dalam PerMenDag No.70/M-DAG/PER/12/2013, dalam PerMenDag tersebut pengelolaan pasar yang baik harus dapat menciptakan elemen-elemen sebagai berikut: a. Menciptakan kestabilan harga. Pasar
dalam
fungsinya
menciptakan
kestabilan
harga
diterjemahkan melalui aktivitas pengelola pasar dalam memantau pasokan barang yang tersedia di pasar secara teratur, serta mengidentifikasi sinyal-sinyal kelangkaan terhadap barang tertentu. Fungsi untuk menciptakan kestabilan harga sebetulnya sudah disinggung
dalam
khususnya
untuk
kelengkapan pasar
kategori
yang A
harus dan
B,
dimiliki yaitu
pasar dengan
menyediakan sistem informasi harga dan stok, serta papan informasi harga harian.
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
25
Jika sistem informasi tersebut dijalankan dengan baik oleh pengelola pasar, maka fluktuasi harga dan barang yang beredar di pasar rakyat bisa dimonitor dengan baik. Selain itu pengunjung pasar juga bisa selalu mengetahui kisaran harga bahan pangan yang berlaku sehingga pedagang tidak bisa menentukan harga sesuai keinginannya. Sistem informasi tersebut juga bisa berlaku untuk pedagang pasar. Berjalannya sistem informasi harga dan stok dengan baik, membuat pedagang bisa melindungi dirinya dari harga yang ditawarkan oleh pengumpul ataupun saluran distribusi lain sebelum sampai ke tangannya. b. Memastikan kesesuaian standar berat dan ukuran sebagai upaya menjaga tertib ukur dalam proses perlindungan baik pedagang maupun konsumen pasar. Fungsi memastikan kesesuaian standar berat dan ukuran juga bisa dipantau langsung oleh pengelola pasar dengan kriteria selanjutnya yang harus dilengkapi oleh pasar, yaitu pos ukur ulang. Dengan adanya
pos
ukur
ulang
tersebut
baik
pedagang
maupun
pengunjung pasar dapat terlindung. Jika dijalankan dengan benar, maka pengelola pasar dapat melakukan pemantauan terhadap alat ukur (timbangan) yang digunakan oleh pedagang untuk menjual barang dagangan kepada pengunjung di pasar, selain itu pengelola pasar juga dapat membantu pedagang pasar untuk memantau pengukuran barang yang datang dari pengumpul maupun saluran distribusi lainnya. Berdasarkan pasar
PerMenDag
dengan
kategori
No.70/M-DAG/PER/12/2013, tipe
A
yang
diwajibkan
hanya memiliki
ketersediaan pos ukur ulang, hal tersebut diasumsikan karena pasar kategori tipe A adalah pasar rakyat kelas I yang melayani perdagangan
yang
berada
pada
tingkat
regional
sehingga
merupakan muara dari berbagai pengumpul dan pedagang skala Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
26
menengah dan besar. Meskipun demikian bukan tidak mungkin pos ukur ulang bisa diadakan juga di pasar kategori tipe B bahkan C dan D, namun perlu disesuaikan peruntukan dan kebutuhannya. c. Melaksanakan
pembinaan,
pendampingan,
dan
pengawasan
kepada para pedagang. Dalam perannya membina, mendampingi, dan mengawasi para pedagang. Pengelola pasar diharapkan dapat memenuhi 3 ketentuan sebagai berikut: 1. Pedagang mampu memberikan pelayanan prima kepada konsumen baik dari sisi kualitas barang, kebersihan, takaran, kemasan,
penyajian/penataan
barang
maupun
dalam
pemanfaatan fasilitas pasar. 2. Untuk dapat memenuhi poin satu, maka pengelola pasar sebisa mungkin memberikan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan cara-cara yang benar dalam memberikan pelayanan prima tersebut. 3. Membentuk paguyuban/kelompok pedagang dalam rangka menjaring aspirasi para pedagang. Meskipun banyak kesan negatif terhadap paguyuban/asosiasi pedagang, jika pengelola pasar mampu membina dan bekerja sama dengan baik, asosiasi tersebut dapat memberikan dampak positif terhadap keberlangsungan pasar tradisional; misalnya memberi masukan terhadap pembangunan, penataan, dan pengendalian pasar. Termasuk didalamnya sharing dari pedagang kelas yang lebih tinggi tentang tata cara meningkatkan status sosial kelas usaha dagang. Untuk mendukung peran pengelola pasar dalam melaksanakan pembinaan,
pendampingan,
dan
pengawasan
kepada
para
pedagang, Kementerian Perdagangan sudah memiliki program
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
27
pemberian pendidikan dan pelatihan kepada pengelola pasar dan pedagang yang disertakan sekaligus pada program revitalisasi. Meskipun pada praktiknya, hanya pasar yang proposal pengajuan revitalisasinya
disetujui
yang
berhak
mendapatkan
bantuan
program revitalisasi dan pendidikan serta pelatihan tersebut. Untuk itu, maka terlebih dahulu pasar rakyat harus menunjukkan sistem pengelolaan yang meskipun belum prima, namun sedikitnya cakap sehingga dapat diteruskan untuk menjadi pasar percontohan. d. Menyediakan ruang usaha bagi pedagang. Peran pengelola pasar dalam menyediakan ruang usaha bagi pedagang meliputi penempatan pedagang berdasarkan prioritas sebagai berikut: 1) Jika suatu pasar mengalami pengembangan bangunan fisik maka penempatan pedagang berdasarkan skala prioritas adalah: pertama, mendahulukan pedagang lama yang telah terdaftar pada kantor pengelola pasar, kedua pedagang lama yang tidak memiliki ijin resmi (namun segera didata untuk memiliki ijin resmi), ketiga pedagang yang selama ini menyewa tempat usaha dari pedagang resmi untuk difasilitasi menyewa langsung dari pengelola pasar, keempat sebisa mungkin menyediakan lokasi untuk pedagang kaki lima (PKL) agar lebih mudah bagi pengelola pasar dalam melakukan pembinaan, pengelolaan, serta pengawasan. 2) Penempatan pedagang sebisa mungkin dilakukan secara adil dan transparan serta memberikan peluang yang sama bagi pedagang. Maksudnya adalah pembagian wilayah tempat usaha ditujukan agar lokasi usaha setiap pedagang memiliki kesempatan yang sama untuk dikunjungi oleh konsumen. 3) Dengan demikian perlu dibuatkan zonasi yang disesuaikan berdasarkan
pengelompokkan
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
per
kategorgi
komoditas, 28
diantaranya:
kategori
basahan,
keringan,
sayur
mayur,
makanan dan minuman, serta kue-kue kering, dan lainnya. Untuk mendukung implementasi pengelolaan pasar tradisional yang profesional
sebagaimana
diatur
dalam
PerMenDag
No.70/M-
DAG/PER/12/2013, hasil kajian Puska Dagri, BPPKP Kementerian perdagangan (2012) menyarankan sejumlah hal yang berkaitan dengan pengelolaan pasar secara internal maupun eksternal yang meliputi koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah terkait hal-hal sebagai berikut: a. Harus disiapkan peraturan dan petunjuk teknis tertulis dan dipublikasikan mengenai pengelolaan pasar tradisional secara khusus di daerah yang terpisah dari materi penataan pasar modern, meliputi: kewenangan pemda; klasifikasi pasar; hak dan kewajiban
pedagang;
tata
cara
penempatan
pedagang,
pembiayaan; fasilitas-fasilitas yang harus tersedia di pasar (dalam ukuran kuantitas dan kualitas minimal yang harus disediakan); standar operasional prosedur pelayanan pasar (parkir, kebersihan, keamanan, air bersih, sampah, penerangan, dan keterlibatan masyarakat). b. Daerah dengan jumlah pasar desa yang signifikan sebaiknya menyiapkan
peraturan
perundangan
tersendiri
mengenai
pengelolaan pasar desa. c. Daerah yang pasar tradisionalnya dikelola oleh BUMD/Dinas Pasar sebaiknya memiliki MoU dan Perjanjian yang jelas antara Dinas Perdagangan dan BUMD/Dinas Pasar perihal pengucuran dana APBN, Pembangunan Pasar, dan serah terima pasar yang telah direvitalisasi. Dengan demikian, maka arah kebijakan pengembangan pasar rakyat, dalam tujuan untuk menciptakan manajemen pengelolaan yang profesional dapat dilakukan dengan memenuhi elemen fungsi pengelola pasar sebagaimana
yang telah ditetapkan dalam PerMenDag
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
29
No.70/M-DAG/PER/12/2013, yaitu: (1) Menciptakan kestabilan harga, (2) Memastikan kesesuaian standar berat dan ukuran sebagai upaya menjaga tertib ukur, (3) Melaksanakan pembinaan, pendampingan, dan pengawasan kepada para pedagang, (4) Menyediakan ruang usaha bagi pedagang. 2.2.3. Fasilitasi akses penyediaan barang Implementasi pasar sebagai fasilitas akses penyediaan barang dengan mutu yang baik, dan segar, serta harga yang bersaing seharusnya dapat menjadi salah satu komponen yang menjadi daya saing tersendiri bagi pasar rakyat. Namun sayangnya hal tersebut seringnya terkendala urusan
logistik
sehingga
pedagang
kerap
kesulitan
untuk dapat
menyediakan barang dengan mutu yang baik jika tidak berdekatan dengan sumber produksinya langsung. Hal tersebut sebenarnya bisa diatasi jika pusat distribusi, sebagaimana pernah disinggung dalam PerMenDag No.48 tahun 2013, sudah bisa dijalankan dengan baik. Dalam PerMenDag No.48 tahun 2013 Pusat distribusi didefinisikan sebagai tempat yang berfungsi sebagai penyangga komoditas utama untuk menunjang kelancaran arus barang baik antar kabupaten/kota maupun antar provinsi untuk tujuan pasar dalam negeri dan/atau pasar luar negeri. Pusat distribusi dibagi kedalam dua jenis yaitu; pusat distribusi regional (PDR) yang berfungsi sebagai penyangga komoditas utama di beberapa provinsi yang memiliki jumlah penduduk, aksesibilitas, daerah konsumen, yang dapat bersifat kolektor, distributor, dan berpotensi untuk dikembangkan menjadi pusat perdagangan antar pulau. Selanjutnya adalah pusat distribusi provinsi (PDP), yaitu pusat distribusi yang berfungsi
sebagai
penyangga
komoditas
utama
di
beberapa
kabupaten/kota yang memiliki jumlah penduduk, aksesibilitas, daerah konsumen, yang dapat bersifat kolektor, distributor, dan berpotensi untuk dikembangkan menjadi pusat perdagangan antar pulau. Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
30
Dalam Rencana Strategis Kementerian Perdagangan tahun 2015 – 2019 (p.26-27) telah disebutkan bahwa arah kebijakan pembangunan dalam negeri adalah “penataan sistem distribusi nasional yang menjamin kelancaran arus barang dan jasa, kepastian beursaha, dan peningkatan daya saing produk domestik”. Hal tersebut akan ditempuh antara lain dengan meningkatkan integrasi perdagangan antar dan intra wilayah dengan mengembangkan “distribution point” dalam memperlancar dan memperkuat sistem logistik nasional – PDR/PDP dan pasar rakyat. Berdasarkan Rencana Strategis Kementerian Perdagangan tahun 2015 – 2019 (p. 27), pengembangan “distribution point” tersebut telah dilakukan sejak tahun 2013 melalui pematangan konsep pusat distribusi regional, serta pengembangan dan pembangunan pusat distribusi regional.
Langkah
tersebut
dituangkan
secara
lebih
detil
dalam
PerMenDag No.48 tahun 2013 dengan memberikan definisi terperinci mengenai pusat distribusi regional dan provinsi sebagai berikut: Tabel 2.3. Kategorisasi Pusat Distribusi berdasarkan PerMenDag No.48 Tahun 2013. Kategori Pusat Distribusi berdasarkan PerMenDag No.48 tahun 2013 Pusat a. luas lahan paling sedikit 10.000 m2 (sepuluh ribu meter Distribusi persegi); Provinsi - b. kepemilikan lahan dibuktikan dengan dokumen yang PDP sah; c. peruntukan laban sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) daerah setempat; d. tersedia akses transportasi antar provinsi dan antar kabupaten dan kota; e. berada pada lokasi dekat pelabuhan dan/atau terminal angkutan; f. dapat berfungsi sebagai daerah kolektor (pusat konsolidasi) g. bangunan utama Pusat Distribusi Provinsi dan sarana pendukung, meliputi: 1. kantor pengelola, kantor pelaku logistik dan kantor Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
31
fasilitasi pembiayaan; 2. gudang tempat penyimpanan komoditi; 3. ruang/tempat untuk pelelangan komoditi; 4. etalase produk; 5. ruang sortir dan pengemasan produk; 6. toilet/WC; 7. tempat ibadah; 8. area bongkar muat; 9. tempat parkir; 10. pos kesehatan; 11. pos keamanan; 12. tempat penampungan sampah sementara; 13. drainase (di tutup dengan grill); 14. hidran; 15. instalasi air bersih dan instalasi listrik; 16. area penghijauan; 17. instalasi pengolahan air limbah; dan 18. telekomunikasi; h. sistem informasi Pusat Distribusi yang dapat mendukung manajemen persediaan dan rantai pasok (supply chain); i. dikelola secara langsung oleh suatu manajemen Pusat Distribusi; j. CCTV yang terhubung secara onlinedengan Kementerian Perdagangan melalui internet untuk memantau aktifitas perdagangan; dan k. peralatan yang menunjang kegiatan operasional Pusat Distribusi. Pusat a. luas lahan paling sedikit 15.000 m2 (lima belas ribu Distribusi meter persegi); Regional b. kepemilikan lahan dibuktikan dengan dokumen yang - PDR sah; c. peruntukan laban sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) daerah setempat; d. tersedia akses transportasi antar provinsi dan antar kabupaten/kota; e. berada pada lokasi dekat pelabuhan danfatau terminal angkutan; f. bangunan utama Pusat Distribusi Regional dan sarana pendukung, meliputi: 1. kantor pengelola, kantor pelaku logistik dan kantor Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
32
fasilitasi pembiayaan; 2. gudang tempat penyimpanan komoditi; 3. ruang/tempat untuk pelelangan komoditi; 4. etalase produk; 5. ruang sortir dan pengemasan produk; 6. toilet/WC; 7. tempat ibadah; 8. area bongkar muat; 9. area penimbunan peti kemas; 10. tempat parkir; 11. pos kesehatan; 12. pos keamanan; 13. tempat penampungan sampah sementara; 14. drainase ( di tutup dengan grili); 15. hidran; 16. instalasi air bersih dan instalasi listrik; 17. area penghijauan; 18. instalasi pengolahan air limbah; dan 19. telekomunikasi; g. sistem informasi Pusat Distribusi yang dapat mendukung manajemen persediaan dan rantai pasok (supply chain); h. dikelola secara langsung oleh suatu manaJemen Pusat Distribusi; i. CCTV yang terhubung secara online dengan Kementerian Perdagangan melalui internet untuk memantau aktifitas perdagangan; dan j. peralatan yang menunjang kegiatan operasional Pusat Distribusi. Dengan demikian, maka arah kebijakan pengembangan pasar rakyat, dalam tujuan untuk memfasilitasi akses penyediaan barang tidak bisa berdiri sendiri, melainkan harus didukung dengan adanya sistem distribusi yang terintegrasi dengan masing-masing pasar rakyatyang berlokasi di sekitarnya.
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
33
2.2.4. Fasilitasi akses pembiayaan. Meskipun tidak secara detil dibahas dalam tataran regulasi dan kebijakan tentang apa yang dimaksud dengan arah pengembangan pasar rakyat dalam fungsinya memfasilitasi akses pembiayaan, namun disetiap kategori pasar dan pusat distribusi wajib menyertakan kantor fasilitasi pembiayaan. Dalam PerMenDag No.70/M-DAG/PER/12/2013 dinyatakan bahwa fasilitasi akses pembiayaan bagi pedagang pasar dilakukan dalam upaya peningkatan modal kerja dan kredit kepemilikan tempat usaha. Dengan demikian maka dapat diasumsikan bahwa fasilitasi akses pembiayaan yang dimaksud dapat berupa koperasi ataupun fasilitas keuangan lainnya. Terkait hal tersebut maka dalam bab X (sepuluh) UU No.7 tahun 2014 tentang Perdagangan, diterakan bahwa pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyatakan akan melakukan pemberdayaan terhadap koperasi yang berupa pemberian fasilitas, insentif, bimbingan teknis, akses, dan/atau permodalan, serta bantuan promosi dan pemasaran. Dalam pelaksanaannya pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat bekerjasama dengan pihak lain. Dengan demikian, maka arah kebijakan pengembangan pasar rakyat, dalam tujuan untuk memfasilitasi akses pembiayaan dapat didukung dengan adanya sistem finansial/perbankan lainnya.
2.3.
Studi Literatur Fenomena Pasar Rakyat (Pasar Tradisional) Belajar dari karakteristik dan berbagai fenomena pasar tradisional
di banyak negara dapat memperkaya pemahaman mengenai esensi dari identitas pasar rakyat yang menjadi alasan mengapa potensinya masih terus ada dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dan tetap berfungsi sebagai penggerak ekonomi lokal. Beberapa penelitian sebelumnya mengklasifikasikan pasar rakyat berdasarkan segmentasi status sosial ekonomi pengunjung/pembeli.
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
34
Dimana masyarakat dengan status sosial ekonomi menengah atas akan cenderung meninggalkan pasar rakyat dan beralih berbelanja ke pasar modern dan begitupun sebaliknya, masyarakat dengan status sosial ekonomi menengah bawah akan cenderung berbelanja ke pasar rakyat dibandingkan pasar modern (Appel, 1972; Findlay et al., 1990; Goldman, 1981; Kaynak and Cavusgil, 1982; Kumcu and Kumcu, 1987). Namun penelitian Goldman dan Hino (2005), membuktikan sebaliknya. Faktor etnis dan budaya turun temurun, serta faktor geografis dapat memberi pengaruh yang bertolak belakang. Masyarakat dengan status sosial ekonomi menengah atas dapat lebih memilih berbelanja di pasar rakyat dibandingkan di pasar modern. Alasannya sederhana, jarak membuat pasar rakyat lebih mudah untuk dijangkau dibandingkan pasar modern yang cenderung berada di tengah kota. Dan produk yang ditawarkan di pasar rakyat cenderung lebih bervariasi, segar dan lebih memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Oleh karena itu, Gonzales & Waley (2013), membahas mengenai modernisasi pasar rakyat di Inggris sebagai jawaban atas potensinya yang masih cukup besar dalam memenuhi kebutuhan semua golongan masyarakat.
Gonzalez
dan
Waley
(2012)
mengangkat
konteksgentrification dalam upaya me-modern-kan, mengemas ulang, dan me-rebranding (memberikan identitas baru) pasar rakyat (Kirkgate di Leeds UK) agar lebih dapat memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Dalam artikelnya juga disinggung kritik terhadap otoritas lokal yang kerap menjadikan pasar rakyat sekedar “sapi perah” melalui pungutan retribusi tanpa imbal balik investasi, sehingga penurunan fisik pasar adalah fenomena umum yang sering sekali ditemui (House of Commons 2009 dalam Gonzales dan Waley, 2013.,p.5). Gentrificationadalah peningkatan vitalitas suatu kawasan melalui peningkatan kualitas lingkungan, sarana dan prasarana di dalam kawasan tersebut dalam rangka memperbaiki kondisi ekonomi (Hendrakusumah, 2014). Dalam artikelnya Gonzalez dan Waley (2013) menerjemahkan
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
35
gentrifikasi sebagai upaya untuk merenovasi dan mengimprovisasi pasar rakyat dengan mengutamakan 3 hal sebagai berikut: (1) renovasi pasar dari sisi struktur pengelolaan, (2) pengelompokkan elemen masyarakat yang terkait dengan aktivitas pasar rakyat, dan (3) upaya mempromosikan pasar rakyat sebagai kegiatan berbelanja yang dapat memberikan pengalaman tersendiri disertai dengan penyediaan lingkungan yang bersih dan tertata rapi. Menurut Gonzales dan Wasley (2013) pasar yang baik adalah pasar yang dikelola oleh badan/lembaga tertentu baik pemerintah maupun swasta, sehingga pengawasan pelaksanaan lebih terintegrasi. Selain itu diharapkan renovasi struktur diikuti dengan renovasi infrastruktur yang dapat
memberikan
ruang
spesifik
dimana
pasar
rakyat
bisa
terimplementasi dengan baik. Pasar rakyat bukan sekedar pasar untuk memenuhi kebutuhan berbelanja sehari-hari, namun dapat diekstensifikasi sebagai wisata budaya (Cook, 2008) dan kekayaan lokal, bahkan jika mungkin pusat wisata kuliner lokal (Heldke, 2007). Beralih kepada fenomena pasar rakyat di negara berkembang. Fokus utama pemberdayaan pasar rakyat di Thailand diantaranya adalah menyeimbangkan posisi pasar rakyat dengan pasar modern, dimana pertumbuhannya kian hari kian pesat dan semakin menggerus fungsi pasar rakyat (Schipmann & Qaim, 2011). Hal serupa juga terjadi di Indonesia, keberadaan pasar rakyat
kini semakin terhimpit dengan
pesatnya pertumbuhan pasar modern. Survey AC Nielsen (dalam Indroyono, 2013) menyatakan bahwa pangsa pasar rakyat (tradisional) menurun dari 65% pada tahun 2000, menjadi hanya sebesar 47% pada tahun 2008. Artinya, telah terjadi penurunan omzet pasar rakyat sebesar 18% selama 8 tahun , atau rata-rata penurunan sebesar 2,25% per tahun. Meskipun demikian, tidak selamanya pergeseran pasar rakyat dikarenakan pesatnya pertumbuhan pasar modern. Suryadarma, et al (2007) menuliskan bahwa pasar rakyat di Indonesia memang mengalami penurunan, akan tetapi penyebab penurunan minat pada pasar rakyat di
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
36
Indonesia yang sering kali dikaitkan dengan banyaknya kompetisi dari supermarket atau pasar modern tidak selamanya benar, karena sesungguhnya permasalahan utama dari pasar rakyat di Indonesia terletak pada permasalahan internal, dan permasalahan antar penjual di lapangan. Selain itu penyebab lainnya juga diungkapkan oleh Slater dan Henley (1969) bahwa, konsep pasar rakyat yang selama ini ada merupakan konsep multi-shop stopping, maksudnya adalah untuk dapat memenuhi
kebutuhannya,
seorang
konsumen
harus
mengunjungi
beberapa toko/tenant dalam satu lokasi pasar rakyat dan melakukan proses jual beli dan tawar menawar secara berulang ulang. Untuk masyarakat yang tidak menyukai kondisi yang demikian, hal tersebut dianggap sebagai aktivitas yang membutuhkan opportunity cost serta tenaga yang lebih besar dibandingkan jika mereka mendatangi pasar modern dengan konsep one-stop shopping. Dimana mereka dapat membeli semua barang yang dibutuhkan dalam satu lokasi, dan membayar pada satu exit door saja. Berdasar pada fenomena multi-shop stopping dan one-stop shopping pasar rakyat vs pasar modern, Slater dan Henley (1969) mengganggap pergeseran dari pasar rakyat menuju pasar modern cukup wajar dan seringnya terjadi untuk masyarakat dengan status sosial ekonomi menengah atas yang tidak ingin direpotkan untuk berpindahpindah kios dalam memenuhi kebutuhannya. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi, perilaku ini kemudian diikuti juga oleh masyarakat dengan status sosial ekonomi menengah bawah dengan motif “wisata” sebagai tujuan lain dari berbelanja di pasar modern. Sudut pandang lain mengenai pasar tradisional dari negara berkembang lainnya datang dari Kenya. Lagerkvist, Okello & Kalanja (2015) mengemukakan dalam penelitiannya bahwa pasar rakyat kental kaitannya dengan isu kesehatan. Jika pada literatur sebelumnya (di negara maju) pasar rakyat justru dikaitkan dengan penghasil bahan
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
37
pangan segar, maka di Kenya, pasar rakyat identik memiliki perceived risk yang lebih besar dari sisi kesehatan, karena “interaksi” langsung antara bahan pangan pokok dengan lingkungan sekitar yang tidak tertata dengan baik dari sisi kebersihan. Dalam konteks pasar rakyat di Indonesia, Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri (BPPKP, Kementerian Perdagangan, 2012) telah melakukan kajian terhadap kinerja pasar tradisional sebagai dampak atas peran revitalisasi dengan tujuan untuk mengetahui signifikasi peran revitalisasi dari sudut pandang pedagang, serta bagaimana komitmen pemerintah
daerah
terhadap
pengembangan
pasar
rakyat,
dan
memperoleh gambaran pertumbuhan ekonomi skala lokal sebagai dampak tidak langsung dari proses revitalisasi pasar tersebut. Revitalisasi sendiri diukur berdasarkan revitalisasi fisik bangunan, revitalisasi
ekonomi
(dalam
perannya
meningkatkan
pertumbuhan
ekonomi lokal), revitalisasi sosial (menjadi wadah elemen masyarakat untuk turut aktif berperan dalam prosesaktivitas pasar), dan revitalisasi manajemen (praktek pengelolaan pasar yang didasarkan pada produk hukum terkait).Hasil yang diperoleh bervariasi bergantung pada objek penelitian yang dalam kajian tersbeut dibagi dalam dua bagian sebagai komparasi dari “contoh baik” dan “contoh buruk” kinerja pasar pasca revitalisasi. Untuk pasar dengan kategori “contoh baik” maka revitalisasi berperan cukup signfikan terhadap pengelola, pedagang pasar, dan pengunjung. Bagi pengelola, fisik bangunan yang direvitalisasi membuat bentuk bangunan menjadi semakin tertata rapih, bersih, dan nyaman. Perluasan fisik juga berarti potensi penambahan pedagang baru dan/atau penempatan pedagang lama yang dahulu belum tertata dengan baik. Bagi pedagang dan pengunjung pasar, fisik bangunan yang sudah memenuhi kelengkapan pasar sebagaimana diharuskan memudahkan proses transaksi belanja sesuai dengan kebutuhannya. Dalam tahapan ini peran pasar bukan sekedar pemenuhan kebutuhan pangan sehari-hari untuk
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
38
masyarakat lokal, melainkan dapat diekstensifikasi sebagai wisata budaya dan kekayaan lokal sebagai nilai tambah dari pasar tersebut. Revitalisasi fisik yang baik pada akhirnya akan berdampak pada revitalisasi ekonomi, dimana pasar semakin menarik untuk dikunjungin. Namun sayang, dampak positif tersebut belum didukung dengan pertumbuhan omzet dan profit pedagang secara signifikan. Petumbuhan omzet dan profit yang dirasakan pedagang tidak terlalu pesat, sebagian besar diakibatkan bahwa dampak revitalisasi fisik juga berpotensi mendatangkan pedagang baru sehingga menambah tingkat persaingan. Sementara untuk disisi pengelola pasar omzet pendapatan pasar sudah pasti akan meningkat seiring dengan perluasan pasar tersebut. Dengan demikian revitalisasi perlu mempertimbangkan dampak pertumbuhan ekonomi yang terjadi bukan hanya dari sisi pengelola pasar, melainkan juga dari sudut pandang pedagang. Revitalisasi sosial yang diangkat dalam kajian tersebut adalah bagaimana pasar dapat menjadi wadah elemen masyarakat untuk turut aktif dalam proses aktivitas pasar. Pasar rakyat yang berada di wilayah tertentu akan lebih baik jika memberdayakan masyarakat yang juga tinggal dan berdomisili di wilayah tersebut. Pasar yang baik secara struktur sosial akan berdampak pada pertumbuhan sektor informal lainnya dalam mendukung aktivitas perdagangan, seperti transportasi publik, tempat kuliner, dan lainnya. Dengan demikian perlu dipertimbangkan faktor-faktor sosial masyarakan dalam melakukan revitalisasi pasar rakyat kedepannya. Yang menjadi kendala dalam revitalisasi pada “contoh baik “ maupun “contoh buruk” adalah revitalisasi manajemen, dalam kaitannya sebagai praktek pengelolaan pasar yang didasarkan pada produk hukum terkait. Hanya sedikit pasar rakyat yang di bawah kendali Dinas khusus pengelola
pasar
rakyat
di
tingkat
kabupaten/kota.
Hal
tersebut
mengakibatkan revitalisasi dan pengelolaan pasar terkadang belum fokus. Persoalan mendasar yang harus diperhatikan adalah bahwa upaya
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
39
revitalisasi pengelolaan
merupakan yang
langkah
lebih
baik,
awal
dari
terciptanya
manajemen
sehingga
diperlukan
karakteristik
kelembagaan pengendali dan pengelola yang lebih kuat. Mengaitkan definisi revitalisasi berdasarkan regulasi dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah, serta fenomena tentang pasar tradisional yang ada, terdapat beberapa hal yang dapat disimpulkan dalam hal ini sebagai gambaran besar fokus dan tujuan dari revitalisasi pasar tradisional itu sendiri, yaitu: Perlu adanya transformasi konsep pasar rakyat dimata masyarakat yang menimbulkan persepsi bahwasanya pasar rakyat sekarang adalah: pasar rakyat yang baik secara infrastruktur (Gozales dan Waley, 2012), cakap secara pengelolaan, bermutu dan higienis dalam penyajian bahan pangan lokal (Goldman dan Hino, 2005; Lagerkvist, Okello & Kalanja, 2015), serta mendukung pertumbuhan ekonomi lokal.Dalam prosesnya penting untuk tetap mempetimbangkan kaitannya dengan elemen sosial dan memperimbangkan kepentingan bukan hanya pengelola pasar dan pengunjung, melainkan juga pedagang pasar sebagai penggiat utama dari pasar rakyat itu sendiri.
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
40
BAB III METODOLOGI
3.1.
Kerangka Berpikir Fokus
pembahasan
pada
studi
ini
adalah
analisis
arah
pengembangan pasar rakyat. Dalam proses pembahasan, terlebih dahulu dilakukan telaah pasar rakyat berdasarkanproduk hukum terkait dari tahun ke
tahun.
Kajian
terhadap
produk
hukum
tersebut
akan
mengerucut/menyempit pada fokus dan arah kebijakan pengembangan pasar rakyat dengan masing-masing solusinya. Selanjutnya dilakukan studi literatur terhadap fenomena pasar tradisional/pasar rakyat di negara maju dan berkembang dalam rangka memperkaya pemahaman mengenai esensi dari identitas pasar rakyat yang menjadi alasan mengapa potensinya masih terus ada dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dan tetap berfungsi sebagai penggerak ekonomi lokal. Telaah pasar rakyat berdasarkan produk hukum yang terkait dari tahun ke tahun disertai dengan tambahan literatur pada akhirnya diharapkan dapat memberikan gambaran besar fokus dan tujuan yang harus dilakukan dalam tahapan revitalisasi pasar rakyat.Dengan demikian maka pembahasan selanjutnya akan difokuskan pada eksplorasi pada masing-masing tahapan revitalisasi pasar rakyat tersebut, yang akan dilakukan berdasarkan studi literatur dan teori yang sesuai. Sehingga pada
akhirnya
dapat
memberikan
rekomendasi
konsep
arah
pengembangan pasar rakyat selanjutnya.. Kerangka pemikiran dijelaskan pada Gambar 3.1 berikut.
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
41
ARAH PENGEMBANGAN PASAR RAKYAT
LITERATUR REVIEW
studi literatur terhadap fenomena pasar tradisional/pasar rakyat di negara maju dan berkembang dalam rangka memperkaya pemahaman mengenai esensi dari identitas pasar rakyat
REKOMENDASI KONSEP ARAH PENGEMBANGAN PASAR RAKYAT SELANJUTNYA.
Gambar 3.1.Kerangka Berpikir Analisis
3.2.
Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data Metodologi analisis ini seluruhnya dilakukan berdasarkan studi
literatur melalui telaah terhadap gambaran kebijakan pemerintah di tingkat nasional, serta mengenai arah dan implementasi program pengembangan pasar rakyat sebagai referensi. Studi literatur juga digunakan untuk
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
42
mengumpulkan berbagai literatur, konseptual dan hasil penelitian sebelumnya yang terkait dengan tema analisis. Dalam kerangka ini, literatur akan dikumpulkan melalui eksplorasi data yang relevan dari buku-buku, jurnal, terbitan berkala, situs internet, serta referensi lainnya yang signifikan dengan analisis ini. Review kebijakan (policy review) akan dilakukan terhadap sejumlah produk hukum dan kebijakan terkait dengan pengembangan pasar tradisional (pasar rakyat).
3.3.
Metode Analisis Untuk memastikan validitas dari temuan literatur yang digunakan
pada
analisis
ini,
dilakukan
serangkaian
teknik
keabsahan
data
diantaranya: triangulasi sumber data, yaitu dengan mengumpulkan data sekunder dari berbagai sumber yang berbeda untuk meminimalisir bias dan
kecenderungan
konteks
pembahasan.
Selanjutnya
dilakukan
triangulasi investigator, dalam hal ini dipekerjakan lebih dari satu peneliti untuk dapat menginterpretasi data sekunder yang ditemukan, juga untuk meminimalisir bias pemahaman subjektif peneliti terhadap kontek literatur yang diperoleh. Untuk memenuhi kriteria reliability, maka dilakukan inter-rater reliability, yaitu dengan meminta pendapat ahli (expert) untuk me-review hasil analisis dalam upaya menyimpulkan temuan awal, memberikan masukan
dan
evaluasi
terhadap
kecukupan
temuan
data,
serta
memberikan masukan dalam upaya mempertajam hasil analisis.
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
43
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada akhir dari bab sebelumnya disimpulkan bahwa gambaran besar fokus dan tujuan dari revitalisasi pasar tradisional adalah: Perlu adanya transformasi konsep pasar rakyat dimata masyarakat yang menimbulkan persepsi bahwasanya pasar rakyat sekarang adalah: pasar rakyat yang baik secara infrastruktur (Gozales dan Waley, 2012), cakap secara pengelolaan, bermutu dan higienis dalam penyajian bahan pangan lokal (Goldman dan Hino, 2005; Lagerkvist, Okello & Kalanja, 2015), serta mendukung pertumbuhan ekonomi lokal. Fokus tersebut akan diulas satu persatu dalam sub-bab berikut:
4.1.
Transformasi Konsep dan Identitas Pasar Rakyat Revitalisasi pasar rakyat merupakan upaya serius dari Kementerian
Perdagangan untuk mentransformasi citra pasar rakyat dari kesan yang identik dengan kotor, becek, semrawut, bau, gersang, dan kumuh menjadi pasar rakyat yang bersih, nyaman dan tepat ukur dalam upaya meningkatkan daya saing pasar rakyat terhadap pasar modern. Salah satu upaya untuk mewujudkan hal tersebut adalah pengembangan konsep identitas baru dari pasar rakyat yang dikemudian hari
dapat
dikomunikasikan
secara
massal
kepada
masyarakat
Indonesia.Untuk mengembangkan identitas tersebut agar lebih terstruktur, maka pembahasan kali ini akan meminjam konsep dan teori tentang brand. Brand adalah sebuah nama, istilah, tanda, simbol, desain, atau kombinasi dari semua elemen tersebut yang dimaksudkan untuk dapat mengidentifikasi sekaligus membedakan suatu produk dan/atau jasa dengan pesaingnya (AMA dalam Keller, 2008). Mengapa sebuah brand menjadi penting karena melaluinya seorang konsumen akan menilai suatu produk/jasa yang ditawarkan.
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
44
Konsep brand dapat dilekatkan hampir pada apa saja. Keller (2008) menyebutkan bahwa brand dapat dilekatkan pada: physical goods, service, retailers and distributors, online product and services, people and oraganizations, sport, arts and entertainment, geographic locations, dan terakhir ideas and causes. Pasar rakyat dalam hal ini masuk dalam kategori retailers and distributor. Bagi para retailer dan distributor, kehadiran brand berfungsi untuk menjadi sinyal atas apa yang mereka tawarkan di tokonya. Brand tidak selalu harus diterjemahkan secara simbolis dalam bentuk logo ataupun trademark. Nama “Pasar Rakyat” sendiri dapat diartikan sebagai sebuah brand, yang dapat mewakili seluruh elemen yang bernaung di dalamnya. Mulai dari ketersediaan fasilitas, sistem pengelolaan pasar, kategori pedagang, komoditas yang diperjual belikan, dan hal-hal terkait lainnya. Dengan demikian maka brand “Pasar Rakyat” akan dengan sendirinya menjadi rujukan bagi konsumen yang ingin berbelanja ke pasar tradisional yang bersih, nyaman dan tepat ukur.Oleh karena itu harus dikembangkan sebuah identitas standar dimana pasar rakyat merupakan jaminan dari layanan pasar tradisional yang memiliki diferensiasi tersendiri dibandingkan dengan pasar modern. Diferensiasi sebuah produk/jasa dapat dilakukan berdasarkan fisik dan non-fisik (Zeugner -Roth, et al., 2008). Dalam konteks pasar rakyat, diferensiasi fisik akan dikembangkan dengan menetapkan standardisari pembangunan fisik pasar rakyat dalam rangka mengubah citra dan menegaskan identitas pasar rakyat. Sedangkan diferensiasi non-fisik dapat dikembangkan dengan membangun brand equity dari konsep pasar rakyat tersebut (Pappu, et. Al., 2005 dalam Moradi & Zarei, 2011; Bennett & Rundle-Thiele, 2005), yang kedepannya dapat menjadi amunisi untuk komunikasi
publik
tentang
konsep
pasar
rakyat
Indonesia.
Mengembangkan brand equity butuh waktu yang tidak sebentar karena ekuitas hanya akan terbentuk jika suatu produk/jasa sudah berjalan dan berinteraksi dengan konsumennya. Dengan demikian maka transformasi
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
45
konsep dan identitas pasar rakyat yang akan dibahas hanya akan fokus pada diferensiasi fisik. Dalam salah satu target kinerja yang tercantum pada Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Perdagangan tahun 2015 – 2019, disebutkan bahwa meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana distribusi dan logistik nasional salah satunya dapat dicapai melalui pembangunan terhadap sejumlah pasar rakyat. Momen tersebut dapat dijadikan awal yang sangat baik untuk melakukan transformasi pada fisik pasar dalam rangka memberikan identitas khusus yang menjadi diferensiasi pasar rakyat dengan pasar modern. Terdapat 3 kategori revitalisasi pasar menurut hasil FGD pada pembahasan analisis arah pengembangan pasar rakyat, yaitu: revitalisasi yang sifatnya memperbaiki fisik bangunan pasar yang cacat (umumnya mencakup 30% dari vomule bangunan), revitalisasi yang sifatnya merubah struktur dan layout (60% dari volume banguan), dan revitalisasi rehabilitasi yang sifatnya merubah total struktur bangunan dan layout pasar (90% 100% dari volume pasar). Target sasaran pembangunan yang tercantum pada Renstra Kemendag tahun 2015 – 2019 adalah pasar rakyat dengan kategori tipe A dan tipe B (khususnya untuk pasar yang berusia di atas 25 tahun). Pemilihan usia pasar di atas 25 tahun penting untuk dikedepankan, mengingat pasar yang berusia di atas 25 tahun umumnya sudah memenuhi syarat untuk direvitalisasi total secara fisik bangunan. Dengan demikian maka revitalisasi pasar rakyat yang akan dibahas selanjutnya fokus pada revitalisasi rehabilitasi, yang sifatnya merubah total struktur bangunan dan layout pasar. Badan Standardisasi Nasional Indonesia telah menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang pembangunan dan pengelolaan pasar rakyat. SNI 8152:2015 menggabungkan sejumlah produk hukum antar kementerian yang erat kaitannya dengan konteks pengembangan pasar rakyat, diantaranya adalah:
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
46
a. Peraturan Presiden (Perpres) No. 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan PasarTradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern; b. Peraturan Menteri Perdagangan No. 48 Tahun 2013 tentang Pedoman
Pembangunan
dan
Pengelolaan
Sarana
DistribusiPerdagangan; c. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 70 Tahun 2013tentang
Pedoman
Penataan
dan
Pembinaan
Pasar
Tradisional, Pusat Perbelanjaan danToko Modern; d. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 20 Tahun 2012 tentang Pengelolaan dan Pemberdayaan Pasar Tradisional; e. Peraturan Menteri Kesehatan No. 15 Tahun 2013 tentangFasilitas Khusus Menyusui dan Memerah ASI; f. Keputusan Menteri Kesehatan RepublikIndonesia No. 519 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat; g. PeraturanMenteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia No. 29 Tahun 2006 tentang PedomanPersyaratan Teknis Bangunan Gedung; serta h. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 30Tahun 2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung Berdasarkan koordinasi atas sejumlah produk hukum diatas, maka arah pengembangan dan transformasi fisik pasar rakyat idealnya memenuhi ketentuan sebagai berikut (Tabel 4 dan Tabel 5):
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
47
Tabel 4.1 Indikator (Persyaratan Umum) Pasar Rakyat Berdasarkan SNI 8152:2015 Variabel
Indikator/Persyaratan
Lokasi Pasar a) Setiap lokasi pasar harus mempunyai bukti dokumen kepemilikan yang sah. b) Lokasi pasar sesuai dengan rencana tata ruang wilayah setempat. c) Untuk pembangunan pasar di lokasi yang baru, terdapat persyaratan lokasi yang harus dipenuhi yaitu: 1) Jalan menuju pasar mudah diakses dan didukung dengan transportasi umumsehingga menjamin kelancaran kegiatan bongkar muat dan distribusi. 2) Terletak di daerah yang aman dari banjir dan longsor. 3) Jauh dari fasilitas yang berpotensi membahayakan, seperti pabrik atau gudangbahan kimia berbahaya, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) atau tempatpembuangan sampah/limbah kimia dengan jarak minimal 10 m. 4) Tidak terletak pada bekas tempat pembuangan sampah atau bekas pabrik bahan kimia. Kebersihan dan Kesehatan
a) Fasilitas pasar harus memenuhi ketentuan kebersihan yaitu bebas dari binatang penularpenyakit dan tempat perindukannya (tempat berkembang biak) seperti: lalat, kecoa,tikus, dan nyamuk. b) Fasilitas dan peralatan ruang dagang harus memenuhi ketentuan kesehatan antara lain: 1) Tempat penjualan makanan siap saji harus menyajikan makanan secara tertutup. 2) Tersedia tempat penyimpanan bahan pangan basah bersuhu rendah (4 – 10) C,khusus untuk ruang dagang bahan pangan basah. 3) Penyajian karkas daging harus digantung. 4) Penggunaan alas pemotong (talenan) yang, tidak mengandung bahan beracun,kedap air dan mudah dibersihkan, dibedakan untuk bahan mentah dan matang 5) Pisau untuk memotong bahan mentah dan matang harus berbeda dan tidak berkarat.
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
48
Variabel
Indikator/Persyaratan 6) Tersedia tempat untuk pencucian bahan pangan dan peralatan. 7) Tersedia tempat cuci tangan dilengkapi dengan sabun dan air yang mengalir,khususnya di tempat penjualan bahan pangan basah. 8) Tersedia ruang disinfektan.
Keamanan a) Penataan sirkulasi yang memudahkan pengunjung dan dapat bergerak dengan leluasa. Kenyamanan b) Bahan bangunan hendaknya berupa bahan yang memudahkan perawatan.
Membaca indikator di atas, terdapat catatan kritis terutama pada implementasi indikator yang berkaitan dengan variabel kebersihan dan kesehatan pasar. Dalam prakteknya akan sangat sulit bagi pasar rakyat untuk mengaplikasikan indikator tersebut, terutama untuk pemenuhan poin (a) dimana pasar rakyat idealnya bebas dari lalat, kecoa, tikus dan nyamuk. Hal tersebut sulit dicapai karena kondisi Indonesia yang merupakan negara dengan iklim tropis dimana perkembangbiakan serangga (lalat, nyamuk, dan lainnya) dapat dengan mudah terjadi. Selain itu hal tersebut dalam prakteknya akan bertentangan dengan fakta bahwasanya produk segar bebas formalin adalah produk yang umumnya mengundang serangga untuk mendekat, terutama produk-produk segar dan basahan seperti daging, ikan, bahkan sayur dan buah-buahan. Dengan demikian, maka poin (a) pada variabel kebersihan dan kesehatan pasar rakyat, hanya dapat terpenuhi jika dalam prakteknya bentuk bangunan pasar rakyat diasumsikan sama dengan bentuk bangunan pasar modern, yang tertutup dan dilengkapi dengan pendingin udara, sehingga kontaminasi serangga dapat diminimalisir.
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
49
Tabel 4.2. Indikator (Persyaratan Teknis) Pasar Rakyat Berdasarkan SNI 8152:2015 Variabel
Indikator/Persyaratan
Ruang Dagang
Ruang dagang terdiri atas toko/kios, los dan jongko/konter/pelataran harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Toko/kios dibuat tidak menutupi arah angin. b. Los harus dibuat modular. c. Jongko/konter/pelataran berada pada area yang sudah ditentukan yang tidak mengganggu akses keluar masuk pasar dan tidak menutupi pandangan toko/kios atau los
Aksesibilitas dan Zonasi
Aksesibilitas harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Seluruh fasilitas harus bisa diakses dan dimanfaatkan oleh semua orang, termasuk penyandang cacat, dan lansia. b. Akses kendaraan bongkar muat barang, harus berada di lokasi yang tidak menimbulkan kemacetan. b. Pintu masuk dan sirkulasi harus disediakan untuk menjamin ketercapaian semua fasilitas di dalam pasar, baik ruang dagang maupun fasilitas umum, termasuk untuk menanggulangi bahaya kebakaran. Penataan zonasi sebagai berikut:
harus
memenuhi
persyaratan
a. Dikelompokkan secara terpisah untuk bahan pangan basah, bahan pangan kering, siap saji, non pangan, dan tempat pemotongan unggas hidup. b) Memiliki jalur yang mudah diakses untuk seluruh konsumen dan tidak menimbulkan penumpukan orang pada satu lokasi tertentu. c) Tersedia papan nama yang menunjukkan keterangan lokasi zonasi. Area parkir harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a) Tersedia area parkir yang proporsional dengan Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
50
Variabel
Indikator/Persyaratan b) c) d)
e)
area pasar. Tersedia pemisah yang jelas antara area parkir dengan wilayah ruang dagang. Memiliki tanda masuk dan keluar kendaraan yang jelas dan dibedakan antara jalur masuk dan keluar. Area parkir dipisahkan berdasarkan jenis alat angkut, seperti: mobil, motor, sepeda,andong/delman dan/atau becak. Memiliki area yang rata, tidak menyebabkan genangan air dan mudah dibersihkan.
Area bongkar muat sebaiknya terpisah dari tempat parkir pengunjung. Khusus setelah digunakan untuk kegiatan bongkar muat hewan hidup, area yang digunakan harus dibersihkan dengan metode tertentu. Koridor/gangway harus dapat memberikan kemudahan untuk sirkulasi pedagang dan pembeli, termasuk penyandang cacat, dalam melakukan kegiatan transaksi dan keluar masuk barang dari area bongkar muat ke toko/kios, los, maupun jongko/konter/pelataran. Pos Ukur Ulang
Pos ukur ulang dan sidang tera harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a) Tersedia alat ukur, takar, dan timbang yang sudah ditera/ tera ulang dan masih berlaku, serta ada penandaan untuk digunakan konsumen dan/atau pedagang secara mandiri guna memeriksa barang yang dibeli dan/atau diperdagangkan. b) Tersedia ruangan permanen atau menggunakan fasilitas lainnya yang memiliki lantai datar dan terlindung dari hujan untuk menyelenggarakan kegiatan sidang tera/ tera ulang.
Fasilitas Umum
Kantor pengelola pasar persyaratan sebagai berikut:
harus
memenuhi
a) Merupakan ruangan tetap yang dapat berada di area pasar atau di luar area pasar. b) Lokasi kantor pengelola harus mudah dicapai oleh pengunjung maupung pedagang. Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
51
Variabel
Indikator/Persyaratan c) Tersedia Standard Operating Procedures (SOP) yang mendeskripsikan tugas, cara kerja dan alur kerja setiap jabatan. SOP terdokumentasi dengan baik dan mudah diakses oleh pihak yang berwenang. Toilet dan kamar mandi persyaratan sebagai berikut:
harus
memenuhi
a) Tersedia toilet laki-laki dan perempuan yang terpisah dilengkapi tanda atau simbol. b) Toilet terjaga kebersihannya dan letaknya terpisah dari tempat penjualan. c) Pada toilet tersedia jamban leher angsa dilengkapi dengan tempat penampungan air. d) Tersedia ventilasi dan pencahayaan yang memadai. e) Penampungan air yang disediakan harus bersih dan bebas jentik f) Tersedia tempat cuci tangan yang dilengkapi dengan sabun dan air mengalir. g) Limbah toilet/kamar mandi dibuang ke septic tank atau lubang peresapan yang tidakmencemari air tanah. h) Lantai dibuat tidak licin dan mudah dibersihkan. i) Tersedia tempat sampah yang kedap air, tertutup dan mudah diangkat. Ruang menyusui sebagai berikut:
harus
memenuhi
persyaratan
a) Tersedia ruangan tersendiri yang nyaman dan tertutup. b) Tersedia fasilitas untuk menyimpan ASI. c) Tersedia wastafel dengan air mengalir untuk cuci tangan dan mencuci peralatan. d) Lantai ruangan memiliki permukaan yang rata, tidak licin, tidak mudah retak, mudah dibersihkan dan terbuat dari bahan yang kedap air. e) Memiliki ventilasi dan sirkulasi udara. f) Penerangan dalam ruangan cukup dan tidak menyilaukan.
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
52
Variabel
Indikator/Persyaratan Pemasangan CCTV harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a) Ditempatkan di lokasi yang dapat memantau seluruh kegiatan pasar. b) Pemantauan CCTV hanya dapat diakses oleh pengelola pasar. c) Tidak ditempatkan pada wilayah yang bersifat pribadi misalnya toilet, kamar mandi, dan ruang menyusui. Tersedia ruang untuk melakukan ibadah yang memadai pada area pasar; Tersedia ruang bersama yang digunakan untuk kegiatan komunitas pasar; Tersedia fasilitas pelayanan kesehatan untuk pengguna pasar dalam menanggulangi keadaan darurat, minimal Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K); Tersedia pos keamanan yang memadai pada area pasar; Tersedia ruang untuk merokok yang memenuhi syarat kesehatan; Tersedia ruang disinfektan untuk membersihkan sarana pengangkutan dan peralatan yang digunakan untuk unggas; Area penghijauan yang memadai harus tersedia pada area pasar.
Elemen bangunan
Elemen bangunan pasar harus mengikuti persyaratan bangunan terkait yang sudahditetapkan, dengan memenuhi ketentuan khusus untuk pasar rakyat yaitu: a) Pertemuan lantai dengan dinding, serta pertemuan dua dinding harus berbentuklengkung (conus). b) Bilamana bangunan berlantai dua memiliki ketinggian anak tangga maksimal 18 cm. c) Lantai yang selalu terkena air harus mempunyai kemiringan ke arah saluranpembuangan air sehingga tidak terjadi genangan d) Meja tempat penjualan mempunyai permukaan yang rata, tepi meja berbentuk lengkung,mudah dibersihkan, dan dilengkapi dengan lubang pembuangan air sehingga tidakmenimbulkan genangan. e) Meja tempat penjualan untuk zonasi pangan harus
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
53
Variabel
Indikator/Persyaratan memiliki tinggi minimal 60 cm darilantai serta terbuat dari bahan tahan karat dan bukan dari kayu.
Keselamatan dalam bangunan
Keselamatan dalam bangunan pasar harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a) Memiliki prosedur keselamatan pengguna bangunan dari kondisi darurat b) Tersedia jalur-jalur evakuasi dan titik kumpul (assembly point) untuk kondisi daruratsesuai standar keselamatan pada bangunan. c) Tersedia sistem pencegahan bahaya kebakaran. d) Untuk bangunan baru, perencanaan bangunan harus mengakomodasi kemungkinanmelokalisasi bagian bangunan yang terbakar untuk melindungi bagian bangunanlainnya.
Pencahayaan
Bangunan harus memiliki pencahayaan alami atau pencahayaan buatan, termasukpencahayaan darurat sesuai dengan fungsinya dengan persyaratan tertentu untukpencahayaan umum, area sekitar tangga, serta area toilet dan kamar mandi.
Sirkulasi udara
Sistem sirkulasi udara harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a) Bangunan harus mempunyai ventilasi alami atau buatan sesuai dengan fungsinya. b) Bukaan saluran ventilasi harus dirancang untuk menghindari gangguan hewan. c) Teknis sistem ventilasi harus terdiri dari bukaan permanen, seperti jendela, pintu atausarana lain yang dapat dibuka.
Drainase
Drainase berikut:
harus
memenuhi
persyaratan
sebagai
a) Ditutup dengan kisi sehingga saluran mudah dibersihkan. b) Memiliki kemiringan sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga mencegahgenangan air. c) Tidak ada bangunan los/kios di atas saluran Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
54
Variabel
Indikator/Persyaratan drainase.
Ketersediaan air Penyediaan air bersih harus memenuhi persyaratan bersih sebagai berikut: a) Jaringan air bersih harus disediakan untuk melayani kebutuhan pengguna dankapasitasnya harus dihitung menurut jenis dan jumlah pengguna. b) Tersedia air bersih secara berkesinambungan dan/atau tempat penampungan airdilengkapi dengan kran supaya air bisa mengalir. c) Tersedia instalasi air bersih pada area bahan pangan basah. d) Pemeriksaan kualitas air bersih dilakukan melalui pengujian secara berkala. Pengelolaan air limbah
Pengelolaan air limbah harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a) Direncanakan dengan mempertimbangkan jenis dan tingkat bahayanya sertamemisahkan pembuangan air limbah yang mengandung bahan beracun dan berbahayadengan air limbah domestik. b) Limbah cair harus diolah terlebih dahulu dengan persyaratan tertentu sebelum dibuangke saluran pembuangan umum. c) Tersedia saluran pembuangan limbah tertutup yang tidak melewati area penjualan. d) Pemeriksaan kondisi limbah cair dilakukan melalui pengujian secara berkala.
Pengelolaan sampah
Persyaratan pengelolaan sampah harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a) Sistem pembuangan sampah direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkanfasilitas penampungan dan jenisnya. b) Tersedia fasilitas pewadahan yang memadai, sehingga tidak mengganggu kesehatandan kenyamanan. c) Tersedia tempat sampah yang kedap air, tertutup
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
55
Variabel
Indikator/Persyaratan
d)
e)
f) g)
h)
i) j)
Sarana telekomunikasi
dan mudah diangkat serta dipisahkanantara jenis sampah organik dan non organik. Tersedia tempat sampah yang terpisah antara sampah kering dan basah dalam jumlahyang cukup. Tempat sampah harus terbuat dari bahan kedap air, tidak mudah berkarat, kuat,tertutup, dan mudah dibersihkan. Tersedia alat angkut sampah yang kuat, mudah dibersihkan, dan mudah dipindahkan. Tersedia Tempat Pembuangan Sampah (TPS) sementara yang kedap air, kuat, mudahdibersihkan, serta mudah dijangkau petugas pengangkut sampah. Lokasi TPS terpisah dari bangunan pasar dan memiliki akses tersendiri yang terpisahdari akses pengunjung dan area bongkar muat barang Sampah diangkut minimal 1 x 24 jam. Terdapat kegiatan pengelolaan sampah berdasarkan prinsip 3R reduce, reuse, dan/ataurecycle (misalnya bank sampah, pembuatan kompos) yang mempunyai nilai ekonomi.
Sarana telekomunikasi yang berfungsi sebagai penunjang ketersediaan informasi harustersedia di kantor pengelola.
Catatan kritis yang perlu diperhatikan terkait dengan persyaratan teknis dari bangunan pasar rakyat adalah sebagai berikut: a) Pada indikator aksesibilitas yang menyatakan bahwa seluruh fasilitas harus bisa diakses oleh penyandang cacat dan lansia, maka idealnya pasar rakyat adalah bangunan satu lantai dengan seluruh area lantai memiliki permukaan yang rata sehingga dapat diakses oleh penyandang cacat dan lansia yang menggunakan kursi roda. Jika pasar rakyat akan dibangun lebih dari satu lantai maka untuk memenuhi indikator ini perlu dipertimbangkan adanya Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
56
lift atau akses kursi roda (yang aman) untuk mencapai lantai tersebut. b) Ketersediaan fasilitas umum seperti ruang menyusui dan pos kesehatan dapat dipertimbangkan lebih lanjut dan disesuaikan dengan kebutuhan. Idealnya mengunjungi pasar rakyat maksimal hanya akan menghabiskan waktu 1-2 jam dan umumnya tidak melibatkan balita. Kalaupun ruang menyusui ditetapkan harus ada, maka pada prakteknya bisa dijadikan satu dengan pos kesehatan, sehingga penggunaannya tidak disalahgunakan (untuk ruang istirahat, tidur, dan lainnya) c) Terjadi kontradiktif aturan yang cukup signifikan antara persyaratan umum dan persyaratan teknis dalam pembangunan pasar, khususnya yang meliputi indikator kebersihan dan kesehatan (pada persyaratan umum) dan indikator pencahayaan dan sirkulasi udara (pada persyaratan teknis). Disebutkan
pada
catatan
kritis
sebelumnya,
bahwa
untuk
memenuhi indikator kebersihan sebagaimana yang dimaksud, maka pasar rakyat idealnya adalah banguan tertutup yang dilengkapi
dengan
pendingin
udara.
Namun
berdasarkan
persyaratan teknis yang menyebutkan bahwa pasar rakyat harus memiliki pencahayaan serta sirkulasi udara yang alami, maka bangunan pasar segar idealnya adalah bangunan terbuka yang dapat menampung cukup sinar matahari yang dapat mematikan kuman,
dan
baik
secara
sirkulasi
udara
sehingga
dapat
menghilangkan bau tidak sedap. Sebagai jalan tengah dari kontradiksi kedua indikator ini, SNI pasar rakyat
meberikan
solusi
dengan
membolehkan
adanya
pencahayaan dan sirkulasi udara buatan, jika solusi tersebut dipenuhi maka wujud dari pasar rakyat akan diterjemahkan sebagai pasar rakyat tertutup, dengan disertaipendingin udara, dan penerangan lampu sehingga kebutuhan kesehatan, pencahayaan Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
57
dan sirkulasi udara terpenuhi. Namun jika demikian, esensi pasar rakyat dalam mempertahankan kearifan lokal akan hilang sama sekali. Pasar rakyat bukan sekedar bertransformasi melainkan diubah menjadi pasar modern yang tidak ramah lingkungan dan hemat energi. d) Dalam kaitannya dengan pengelolaan air limbah dan sampah, Perlu adanya koordinasi dan pembinaan khusus pada saat awal pembangunan
pasar
rakyat,
sehingga
aplikasi
dari
sistem
pengelolaan air limbah dan sampah tidak disalah artikan. Sosialisasi kepada pengelola pasar (terutama petugas yang akan bertanggung jawab secara langsung) dan para pedagang juga penting terkait pemeliharaan dan pemakaian sistem tersebut. Persyaratan umum dan persyaratan teknis yang diatur oleh SNI pasar rakyat dalam hal ini adalah persyaratan yang sangat ideal untuk mewujudkan
pengembangan
sebuah
pasar
rakyat.
Terlepas
dari
beberapa cacatan kritis yang harus diperhatikan dalam pelaksanaannya, pasar rakyat yang baik idealnya harus memenuhi ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam SNI pasar rakyat tersebut.Dengan memenuhi ketentuan di atas, maka asumsinya transformasi konsep dan identitas pasar rakyatadalah berubahnya citra dan kesan pasar yang identik dengan kotor, becek, semrawut, bau, gersang, dan kumuh menjadi pasar yang bersih, nyaman, dan tepat ukur. Perlu
ditekankan bahwa
transformasi konsep
pasar rakyat
seharusnya bukan mengubah konsep pasar rakyat menjadi pasar modern. Pasar rakyat harus tetap memiliki fungsi dan perannya sebagai salah satu warisan budaya dan menjunjung kearifan lokal dimana transaksi antara pedagang dan pembeli bukan sebatas pertukaran barang atau transaksi finansial layaknya yang terjadi di pasar modern, melainkan sebagai perwujudan dari interaksi sosial masyarakat melalui transaksi jual beli dan tawar menawar antara penjual dan pembeli dalam kondisi yang dibuat lebih nyaman, bersih dan aman.Dengan demikian maka konsep Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
58
revitalisasi tetap menjaga konteks revitalisasi sosial dalam menciptakan lingkungan yang menarik (interesting), dan berdampak positif serta dapat meningkatkan dinamika dan kehidupan sosial masyarakat/ warga (public realms). Identitas inilah yang nantinya akan disampaikan atas nama brand “Pasar Rakyat”. Dengan demikian pasar yang memajang nama/brand “Pasar Rakyat” pada papan informasinya, akan diasosiasikan oleh masyarakat sebagai pasar yang ber-SNI namun masih memiliki konsep layaknya pasar tradisional pada umumnya. Untuk itu idealnya tidak semua pasar tradisional dialih bahasakan menjadi pasar rakyat, karena seharusnya “Pasar Rakyat” adalah brand yang diusung oleh Kementerian Perdagangan sebagai indikasi terhadap pasar yang telah direvitalisasi secara fisik berdasarkan SNI pasar rakyat. Dengan demikian maka label “Pasar Rakyat” dengan sendirinya akan menjadi diferensiasi dengan pasar modern atau pasar tradisional lain yang belum direvitalisasi oleh Kementerian Perdagangan.
4.2.
Penataan Sistem Pengelolaan Manajemen Pasar Implementasi pengelolaan pasar tradisional yang profesional juga
telah diatur sebelumnya dalam PerMenDag No.70/M-DAG/PER/12/2013, dalam PerMenDag tersebut pengelolaan pasar yang baik harus dapat menciptakan kestabilan harga, memastikan kesesuaian standar berat dan ukuran sebagai upaya menjaga tertib ukur dalam proses perlindungan baik pedagang maupun konsumen pasar, melaksanakan pembinaan, pendampingan,
dan
pengawasan
kepada
para
pedagang,
serta
menyediakan ruang usaha bagi pedagang. Selain menetapkan standar persyaratan umum dan persyaratan teknis pengembangan pasar rakyat, Badan Standardisasi Nasional Indonesia telah menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang persyaratan pengelolaan pasar rakyat yang diantaranya meliputi prinsip pengelolaan pasar, tugas pokok dan fungsi pengelola pasar, prosedur kerja pengelola pasar, strutur pengelola pasar, pemberdayaan pedagang, Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
59
dan pembangunan pasar. Adapun persyaratan pengelolaan pasar rakyat idealnya memenuhi ketentuan sebagai berikut (Tabel 6):
Tabel 4.3 Indikator Persyaratan Pengelolaan Pasar Rakyat Berdasarkan SNI 8152:2015 Variabel
Indikator/Persyaratan
Prinsip pengelolaan pasar
Prinsip pengelolaan suatu pasar rakyat adalah:
Tugas pokok dan fungsi pengelola pasar
Pengelola pasar mempunyai tugas pokok dan fungsi dalam hal melaksanakan pelayanan umum di bidang pengelolaan area pasar, membina pedagang pasar, ikut membantu stabilitas harga dan kelancaran distribusi barang dan jasa di pasar. Fungsi pengelola pasar mencakup hal-hal sebagai berikut:
a) Efisien, dalam hal penggunaan sumber daya secara terukur, terkendali, rasional danwajar. b) Efektif, dalam hal pelaksanaan kegiatan operasional sesuai dengan tujuan pengelola. c) Produktif, dalam hal meningkatkan pendapatan pedagang. d) Akuntabel, dalam hal pengelolaan administrasi, teknis, maupun keuangan dengan hasilyang dapat dipertanggungjawabkan. e) Kepentingan umum, dalam hal pelaksanaan kegiatan untuk ikut mendukungpeningkatan kesejahteraan masyarakat. f) Berwawasan lingkungan, dalam hal pelaksanaan kegiatan operasional agar selarasdengan pengelolaan lingkungan. g) Tanggung jawab sosial, dalam hal alokasi dana untuk pemberdayaan komunitas pasar. h) Gotong royong, dalam hal menjaga kebersihan, kesehatan, keamanan dan kenyamanan pasar.
a) Perencanaan, pembangunan, pemeliharaan dan perawatan area pasar. b) Penyediaan, pemeliharaan dan perawatan sarana kelengkapan area pasar. c) Pengawasan dan pengendalian pemanfaatan area pasar. Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
60
Variabel
Indikator/Persyaratan d) Pengelolaan dan pengembangan area pasar. e) Pembinaan pedagang dalam rangka pemanfaatan area pasar. f) Bantuan terhadap stabilitas harga barang. g) Bantuan terhadap ketersediaan dan kelancaran distribusi barang dan jasa. h) Pelaksanaan dan pengembangan kerjasama. i) Pengendalian keamanan dan ketertiban area pasar. Tugas pengelola pasar antara lain: a) Melaksanakan tugas rutin, misalnya pendataan pedagang, pendaftaran wajib retribusi pasar, penagihan retribusi pasar, potensi pendapatan, pembukuan, pelaporan pendapatan pasar b) Memberikan pelayanan informasi kepada konsumen, seperti nama pedagang, nomor dan letak los atau kios, jenis komoditi yang diperdagangkan di pasar, c) Menyediakan informasi mengenai zonasi pasar yang dipampang secara jelas dan terbuka, d) Menyediakan informasi kisaran harga komoditas tertentu yang dipampang secara jelas dan terbuka, e) Menyelenggarakan program pengembangan dan aktivasi pasar melalui diversifikasi kegiatan pasar seperti penambahan jam buka dengan aktivitas baru, festival pasar, dan promosi. f) Menyelenggarakan program pembinaan dan pemberdayaan pedagang serta komunitas pasar. g) Melakukan pengawasan terhadap produk sesuai ketentuan, berkoordinasi dengan instansi terkait. h) Menyelenggarakan sidang tera dan tera ulang minimal 1 kali dalam setahun, berkoordinasi dengan instansi terkait.
Prosedur kerja pengelola pasar
Tersedia prosedur kerja atau Standard Operating Procedures (SOP) yang mendeskripsikan tugas, cara kerja dan alur kerja setiap jabatan. SOP terdokumentasi dengan baik dan mudah diakses meliputi: a) Pengenaan retribusi dan pajak pasar,
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
61
Variabel
Indikator/Persyaratan b) c) d) e) f) g) h) i)
Keamanan dan ketertiban, Kebersihan dan penanganan sampah, Pemeliharaan sarana pasar, Penataan pedagang pasar, Penanggulangan kebakaran, Penataan parkir di area pasar, Penataan reklame di area pasar, Mekanisme pengaduan dan penanganan pengelolaan pasar, j) Pemakaian ruang dagang, k) Sanksi dan peringatan, l) Pengawasan untuk memastikan tersedianya barang dagangan yang aman, sehat, dan bebas dari bahan berbahaya serta memenuhi ketentuan yang berlaku. Struktur pengelola pasar
Struktur pengelola pasar adalah sebagai berikut:
Pemberdayaan pedagang
Pemberdayaan pedagang dilakukan dengan cara:
Pembangunan pasar
Pembangunan pasar rakyat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) b) c) d) e)
Kepala Pasar, Bidang Administrasi dan Keuangan, Bidang Ketertiban dan Keamanan, Bidang Pemeliharaan dan Kebersihan, Bidang Pelayanan Pelanggan dan Pengembangan Komunitas.
a) Mengupayakan sumber alternatif permodalan pedagang pasar, b) Mengupayakan sumber pasokan dan ketersediaan barang untuk menjaga stabilitas harga, c) Peningkatan kompetensi, pengetahuan, dan kapasitas pelayanan pedagang pasar, d) Memprioritaskan kesempatan memperoleh ruang dagang bagi pedagang pasar existing apabila dilakukan revitalisasi atau relokasi; e) Memperkuat relasi sosial berdasarkan kepercayaan dan gotong royong.
a) Persyaratan pembangunan pasar berlaku untuk pembangunan pasar di lokasi existing maupun di
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
62
Variabel
Indikator/Persyaratan lokasi yang baru, b) Proses pembangunan pasar meliputi proses studi kelayakan (termasuk UKL, UPL, AMDAL), perencanaan teknis, konstruksi, dan pengoperasian pasar, c) Proses perencanaan teknis harus bersifat partisipatif dengan melibatkan pemangku kepentingan, d) Rencana untuk pembangunan pasar harus mendapatkan izin dari pihak-pihak yang berwenang.
Secara
khusus
tidak
ada
catatan
kritis
pada
persyaratan
pengelolaan pasar yang ditetapkan dalam SNI pasar rakyat. Meskipun demikian perlu adanya penekanan pada implementasi pengelolaan pasar, khususnya yang berkaitan dengan pemberdayaan pedagang dan pembangunan pasar. Pengelola pasar dalam perannya melakukan pemberdayaan pedagang harus memberikan output berupa revitalisasi secara ekonomi di tingkat
pedagang.
Yaitu
mengakomodasi
kegiatan
ekonomi
dan
meningkatkan omzet pedagang. Pengelola pasar harus jeli dalam melakukan prioritas penempatan ruang dagang untuk pedagang apabila pasar mengalami revitalisasi atau relokasi. Pengajuan revitalisasi pasar juga harus sudah mempertimbangkan aspek analisis bisnis, yang terkait apakah pasar memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan dan tidak malah mematikan pedagang karena over capacity pedagang tidak disertasi dengan kepadatan pengunjung. Sedangkan yang perlu ditekankan pada aspek pembangunan pasar adalah telaah terhadap aspek hukum dan legalitas pasar tersebut. Sudah benar bahwa salah satu indikator pada pembangunan pasar adalah harus mendapatkan
izin
dari pihak berwenang,
termasuk
di dalamnya
melibatkan sejumlah pemangku kepentingan. Namun penting juga untuk memperhatikan tindak lanjut dari proses pasca pengembangan pasar tersebut. Bagaimana proses serah terima pasar, siapa yang bertanggung Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
63
jawab terhadap pengelolaannya, apakah ada dinas khusus pasar yang bertanggung jawab atau ditempelkan pada dinas terkait lainnya. Kewenangan pengelolaan pasar berdasarkan aspek hukum dan legalitas tersebut pada prakteknya akan menjadi sangat penting untuk memastikan kondisi pasar rakyat yang bebas “sengketa” sehingga dikemudian hari menjadi aset yang dapat dijaminkan sebagai syarat kerjasama dengan lembaga keuangan dalam kaitannya mengupayakan sumber alternatif permodalan bagi pedagang pasar. hal tersebut dikarenakan hanya pasar yang sehat secara hukum dan sehat secara pengelolaan yang bisa menjadi penjamin bagi pedagang yang ingin melakukan peminjaman dengan mengagunkan surat tanda sewa kios pada pasar tersebut.
4.3.
Mengembangkan sistem Koordinasi dengan Pusat Distribusi Pusat distribusi pada dasarnya merupakan pengembangan sistem
logistik nasional dalam upaya meningkatkan daya saing produk nasional baik di pasar domestik, regional maupun di pasar global. Pusat distribusi berfungsi sebagai penyangga komoditas utama untuk menunjang kelancaran arus barang baik antar kabupaten/kota maupun antar provinsi untuk tujuan pasar dalam negeri dan/atau pasar luar negeri. Pusat distribusi berperan menjembatani antara petani/peternak/nelayan
kepentingan
dan kepentingan pasar (konsumen rumah
tangga, konsumen non rumah tangga, industri pengolahan dan ekspor). Pusat distribusi juga berperan sebagai penyeimbang dan penyangga dari sistem
rantai
pasok
komoditas
di
wilayah
rural
dan
urban.
Mengembangkan sistem koordinasi dan kerjasama antara pasar rakyat dengan pusat distribusi dapat mendukung fungsi pasar rakyat sebagai akses penyediaan bahan pangan yang bermutu, segar, dan higienis, sekaligus mendukung fungsi PDR dalam menjangkau konsumen akhir. Sebagai amanat dalam sistem logistik nasional, maka pusat distribusi ini akan ditempatkan pada tingkat kabupaten/kota, provinsi dan regional, dan akan berada di bawah koordinasi pemerintah daerah Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
64
setempat. Oleh karena itu akan ada Pusat Distribusi Daerah tingkat kabupaten/kota (PDD), dan Pusat Distri Distribusi busi tingkat Provinsi (PDP), dan Pusat Distribusi Regional di tingkat Nasional (PDR). Pusat distribusi regional (PDR) sendiri berada dalam naungan Kementerian Perdagangan. Sampai dengan saat ini Indonesia memiliki 5 lokasi Pusat distribusi regional (PDR) yang ang tersebar di lokasi-lokasi lokasi sebagai berikut: untuk Sumatera di Kuala Tanjung Padang, dan Palembang; Jawa di Jakarta, Semarang, dan Surabaya; Kalimantan di Banjarmasin; Sulawesi di Bitung dan Makassar; Nusa Tenggara di Larantuka; dan Papua di Sorong dan Jayapura.
Gambar 4.1 Penyebaran Pusat Distribusi Komoditas Pokok dan Strategis Sumber: Sislognas, 2012 (dalam Analisis Pendirian Pusat Distribusi Regional, Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri, BPPKP, Kementerian Perdagangan, 2013). Berdasarkan wilayah persebaran pusat distribusi tersebut, maka pasar rakyat dapat berkoordinasi dengan pusat distribusi sesuai dengan wilayah cakupannya. Seperti misalnya pasar rakyat di Bali idealnya akan mengambil bahan pangan yang di dipasok dari PDR di Surabaya (jika bahan pangan tersebut rsebut tidak bisa dipenuhi di Bali). Dengan demikian dalam arah pengembangan pasar rakyat penting untuk dapat menyertakan pengembangan sistem koordinasi dan integrasi dengan PDR setempat dalam upaya memberikan alternatif yang dapat dipilih oleh pedagang pasar dalam proses penyediaan kebutuhan barang
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
65
dagangannya (selain dari pemasok yang biasa). Dalam prakteknya pengelola pasar dapat membuat sistem informasi ketersediaan komoditas (per kategori), informasi distributor serta kisaran harga dari masingmasing PDR yang masih beradadalam wilayah jangkauan pasar rakyat tersebut. Sistem informasi tersebut disarankan untuk dipampang secara jelas dan terbuka, dan diperbaharui secara berkala.
4.4.
Mengembangkan Sistem Pengelolaan Fasilitas Pembiayaan Materi pengaturan terkait pengelolaan fasilitas pembiayaan untuk
peningkatan produktifitas usaha para pedagang di pasar rakyat tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 70 Tahun 2013 Pasal 18 ayat: a.
Pengelolaan Pasar Tradisional dapat dilakukan oleh Koperasi, Swasta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
b.
Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota baik sendiri maupun secara bersama-sama melakukan pemberdayaan terhadap pengelolaan Pasar Tradisional dalam rangka peningkatan daya saing.
c.
Peningkatan daya saing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam bentuk: 1) peremajaan atau revitalisasi bangunan Pasar Tradisional; 2) penerapan manajemen pengelolaan yang profesional; 3) penyediaan barang dagangan dengan mutu yang baik dan harga yang bersaing; dan/ atau 4) fasilitasi proses pembiayaan kepada para pedagang pasar guna modal kerja dan kredit kepemilikan tempat usaha. Merujuk pada ketentuan tersebut, kebijakan dukungan fasilitasi
pembiayaan bagi para pedagang pasar menjadi bagian tidak terpisahkan dari upaya pengembangan dan peningkatan daya saing pasar rakyat. Kajian BPPKP Kementerian Perdagangan (2012), menunjukan sejumlah aspek menarik terkait perihal kemauan dan kemampuan pedagang pasar untuk mengakses peminjaman dana dari sejumlah sumber pembiayaan: Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
66
a. Sumber atau lokasi peminjaman dana. Salah satu indikator apakah usaha dagang mengalami pertumbuhan adalah penambahan modal yang umumnya diiringi dengan peminjaman bantuan dana. Hasil kajian menunjukan bahwa sebelum dilakukan revitalisasi, tidak sampai 50% pedagang di lokasi kajian yang pernah meminjam dana. Sementara paska revitalisasi, semakin banyak pedagang yang berani melakukan pinjaman ke bank, lembaga-lembaga keuangan lainnya dan koperasi pasar. Meskipun demikian, presentase pedagang yang melakukan pinjaman ke perseorangan (rentenir atau bank keliling) dan kerabat cenderung menurun, tetapi angkanya cukup signifikan untuk diperhatikan. b. Alasan peminjaman dana. Alasan peminjaman pun beragam, mayoritas pedagang melakukan pinjaman dana untuk menambah modal dagang/usaha. Meskipun, ada sebagian kecil pedagang yang meminjam dana untuk kebutuhan biaya pendidikan anak dan penanggulangan kebutuhan darurat karena adanya musibah. c. Jaminan peminjaman dana. Dalam rangka mendapatkan dana pinjaman tersebut, mayoritas (sepertiga) pedagang mengagunkan surat bukti pemilikan kendaraan bermotor (BPKB) yang dimiliki. Selanjutnya materi lain yang biasanya dijadikan agunan peminjaman adalah sertifikat kepemilikan tanah dan surat kepemilikan atau penyewaan kios di pasar. Berdasarkan temuan di atas, terdapat sejumlah aspek yang harus diperhatikan
dalam
rangka
mendorong
pedagang
pasar
untuk
meningkatkan modal usahanya: a. Kondisi positif menunjukan bahwa semakin banyak pedagang yang melakukan peminjaman ke bank, koperasi pedagang pasar dan lembaga-lembaga
keuangan
lainnya.
Hal
ini
pertanda
bahwa
kesadaran pedagang untuk mengakses pembiayaan dari perbankan dan lembaga keuangan lainnya sudah semakin terlihat. Di sisi lain, perbankan juga melihat bahwa secara aspek kelayakan bisnis dan Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
67
ekonomi, para pedagang di pasar rakyat sudah memiliki nilai kelayakan yang cukup memenuhi syarat untuk diberikan bantun dana permodalan. b. Kondisi negatif yang harus diperhatikan adalah kenyataan bahwa masih ada sebagian pedagang yang masih tetap mengakses peminjaman ke sumber pembiayaan perorangan, yang biasanya disebut sebagai ‘rentenir’ atau ‘bank keliling’. Tidak dapat dipungkiri, mengakses peminjaman dari sumber-sumber tidak resmi ini memiliki resiko tinggi, terutama resiko gagal bayar karena besaran bunga pengembalian yang jauh lebih tinggi dari nilai normal di perbankan. Meskipun demikian, mekanisme peminjaman melalui praktek ‘rentenir’ ini memberikan kemudahan perihal prosedur pengajuan peminjaman ketimbang prosedur peminjaman di perbankan. Hal ini yang mungkin yang menjadi daya tarik bagi para pedagang untuk tetap meminjam di ‘rentenir’, terlebih bagi pedagang yang secara nilai kelayakan bisnis usahanya tidak memenuhi syarat untuk meminjam dana di perbankan. c. Fakta lain yang harus diperhatikan adalah perihal materi yang diagunkan untuk kebutuhan pengajuan peminjaman. Kenyataan yang menunjukan bahwa hanya sekitar seperempat pedagang yang mengagunkan surat bukti kepemilikan atau perjanjian penyewaan kios, secara tidak langsung memunculkan persoalan bahwa belum semua kios yang dimiliki, atau terutama yang disewa oleh pedagang bisa memenuhi kelayakan hukum dan bisnis untuk digunakan sebagai agunan peminjaman. Kondisi tersebut semakin menegaskan kebutuhan bahwa dalam rangka meningkatkan produktifitas dan omset pedagang pasar rakyat, maka sedari awal aspek kelayakan bisnis usaha mereka harus terpenuhi sehingga bisa digunakan sebagai syarat dan jaminan peminjaman modal usaha ke lembaga perbankan. Salah satu komponen utama dalam kelayakan bisnis adalah kejelasan terkait bukti kepemilikan dan atau penyewaan kios di setiap pasar. Karena itu, di awal pembangunan pasar harus dipastikan tidak ada konflik hukum terkait kepemilikan pasar yang Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
68
berdampak terhadap ketidakjelasan kepemilikan dan atau penyewaan kios kepada para pedagang. Kejelasan pengelolaan pasar berdasarkan aspek hukum dan legalitas tersebut pada prakteknya akan menjadi sangat penting untuk memastikan kondisi pasar rakyat yang bebas “sengketa” sehingga dikemudian hari menjadi aset yang dapat dijaminkan sebagai syarat kerjasama dengan lembaga keuangan dalam kaitannya mengupayakan sumber alternatif permodalan bagi pedagang pasar. Hal tersebut dikarenakan hanya pasar yang sehat secara hukum dan sehat secara pengelolaan yang bisa menjadi penjamin bagi pedagang yang ingin melakukan peminjaman dengan mengagunkan surat tanda sewa kios pada pasar tersebut.
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
69
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
5.1.
Kesimpulan
a. Mengaitkan definisi revitalisasi berdasarkan regulasi dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah, terdapat beberapa hal yang dapat disimpulkan dalam hal ini sebagai gambaran besar fokus dan tujuan dari revitalisasi pasar rakyat itu sendiri, yaitu: Perlu adanya transformasi konsep pasar rakyat dimata masyarakat yang menimbulkan persepsi bahwasanya pasar rakyat sekarang adalah: pasar rakyat yang baik secara infrastruktur (Gozales dan Waley, 2012), cakap secara pengelolaan, bermutu dan higienis dalam penyajian bahan pangan lokal (Goldman dan Hino, 2005; Lagerkvist, Okello & Kalanja, 2015), serta mendukung pertumbuhan ekonomi lokal. Dalam prosesnya penting untuk tetap mempetimbangkan kaitannya dengan elemen sosial
dan
memperimbangkan kepentingan bukan hanya pengelola pasar dan pengunjung, melainkan juga pedagang pasar sebagai penggiat utama dari pasar rakyat itu sendiri. b. Nama “Pasar Rakyat” sendiri dapat diartikan sebagai sebuah brand, yang dapat mewakili seluruh elemen yang bernaung di dalamnya. Mulai dari ketersediaan fasilitas, sistem pengelolaan pasar, kategori pedagang, komoditas yang diperjual belikan, dan hal-hal terkait lainnya. Dengan demikian maka brand “Pasar Rakyat” akan dengan sendirinya menjadi rujukan bagi konsumen yang ingin berbelanja ke pasar tradisional yang bersih, nyaman dan tepat ukur. Oleh karena itu harus dikembangkan sebuah identitas standar dimana pasar rakyat merupakan jaminan dari layanan pasar tradisional yang memiliki diferensiasi tersendiri dibandingkan dengan pasar modern. c. Transformasi konsep dan identitas pasar rakyat. Idealnya arah pengembangan
dan
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
transformasi
fisik
pasar
rakyat
dapat 70
memenuhi ketentuan SNI 8152 Tahun 2015 tentang Pasar Rakyat. Pemetaan awal menunjukan sejumlah catatan kritis terkait upaya implementasi SNI tersebut: 1) Tantangan pada implementasi indikator yang berkaitan dengan variabel kebersihan dan kesehatan pasar, terutama untuk pemenuhan poin (a) dimana pasar rakyat idealnya bebas dari lalat, kecoa, tikus dan nyamuk. Hal tersebut sulit dicapai karena kondisi Indonesia yang merupakan negara dengan iklim tropis dimana perkembangbiakan serangga (lalat, nyamuk, dan lainnya) dapat dengan mudah terjadi. Indikator tersebut idelanya dapat terpenuhi jika dalam prakteknya bentuk bangunan pasar rakyat diasumsikan sama dengan bentuk bangunan pasar modern, yang tertutup dan dilengkapi dengan pendingin udara, sehingga kontaminasi serangga dapat diminimalisir. 2) Pada indikator aksesibilitas yang menyatakan bahwa seluruh fasilitas harus bisa diakses oleh penyandang cacat dan lansia bisa terpenuhi jika bangunan pasar rakyat hanya satu lantai dengan seluruh area lantai memiliki permukaan yang rata sehingga dapat diakses oleh penyandang cacat dan lansia yang menggunakan kursi roda, atau tersedia fasilitaslift atau akses kursi roda (yang aman)jika bangunan lebih dari satu lantai. 3) Terjadi kontradiktif aturan antara persyaratan umum dan persyaratan teknis dalam pembangunan pasar, khususnya yang meliputi indikator kebersihan dan kesehatan (pada persyaratan umum) dan indikator pencahayaan dan sirkulasi udara (pada persyaratan teknis). Sebagai jalan tengah dari kontradiksi kedua indikator ini, SNI pasar rakyat memberikan solusi dengan membolehkan adanya pencahayaan dan sirkulasi udara buatan.Jika solusi tersebut dipenuhi maka wujud dari pasar rakyat akan diterjemahkan sebagai pasar
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
71
rakyat tertutup, disertai dengan pendingin udara, dan penerangan
lampu
sehingga
kebutuhan
kesehatan,
pencahayaan dan sirkulasi udara terpenuhi. Namun jika demikian, esensi pasar rakyat dalam mempertahankan kearifan lokal akan hilang sama sekali. Resikonya, pasar rakyat bukan hanya sekedar bertransformasi melainkan diubah menjadi pasar modern yang tidak ramah lingkungan dan hemat energi. 4) Persyaratan umum dan persyaratan teknis yang diatur oleh SNI pasar rakyat dalam hal ini adalah persyaratan yang sangat ideal untuk mewujudkan pengembangan sebuah pasar rakyat. Terlepas dari beberapa cacatan kritis yang harus diperhatikan dalam pelaksanaannya, pasar rakyat yang baik idealnya harus memenuhi ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam
SNI
pasar rakyat
tersebut.
Dengan
memenuhi
ketentuan di atas, maka asumsinya transformasi konsep dan identitas pasar rakyat adalah berubahnya citra dan kesan pasar yang identik dengan kotor, becek, semrawut, bau, gersang, dan kumuh menjadi pasar yang bersih, nyaman, dan tepat ukur. d. Penataan sistem pengelolaan manajemen pasar. SNI Pasar Rakyat juga mengatur tentang persyaratan pengelolaan pasar rakyat.
Terkait
dengan
ketentuan
tersebut,
perlu
adanya
penekanan pada implementasi pengelolaan pasar, khususnya yang berkaitan dengan pemberdayaan pedagang dan pembangunan pasar.
Pengelola
pasar
harus
memberikan
output
berupa
revitalisasi secara ekonomi di tingkat pedagang yang diarahkan untuk meningkatkan omzet pedagang. Pengelola pasar harus jeli dalam melakukan prioritas penempatan ruang dagang untuk pedagang apabila pasar mengalami revitalisasi atau relokasi. Pengajuan revitalisasi pasar juga harus sudah mempertimbangkan aspek analisis bisnis, yang terkait apakah pasar memiliki potensi
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
72
yang cukup besar untuk dikembangkan dan tidak malah mematikan pedagang karena over capacity pedagang tidak disertasi dengan kepadatan pengunjung. e. Mengembangkan sistem koordinasi dengan pusat distribusi. Dalam arah pengembangan pasar rakyat penting untuk dapat menyertakan pengembangan sistem koordinasi dan integrasi dengan PDR setempat dalam upaya memberikan alternatif yang dapat dipilih oleh pedagang pasar dalam proses penyediaan kebutuhan barang dagangannya (selain dari pemasok yang biasa). Dalam prakteknya pengelola pasar dapat membuat sistem informasi
ketersediaan
komoditas
(per
kategori),
informasi
distributor serta kisaran harga dari masing-masing PDR yang masih berada dalam wilayah jangkauan pasar rakyat tersebut. Sistem informasi tersebut disarankan untuk dipampang secara jelas dan terbuka, dan diperbaharui secara berkala. f. Mengembangkan sistem pengelolaan fasilitas pembiayaan. kebutuhan bahwa dalam rangka meningkatkan produktifitas dan omset pedagang pasar rakyat, maka sedari awal aspek kelayakan bisnis usaha mereka harus terpenuhi sehingga bisa digunakan sebagai syarat dan jaminan peminjaman modal usaha ke lembaga perbankan. Salah satu komponen utama dalam kelayakan bisnis adalah kejelasan terkait bukti kepemilikan dan atau penyewaan kios di setiap pasar. Karena itu, di awal pembangunan pasar harus dipastikan tidak ada konflik hukum terkait kepemilikan pasar yang berdampak
terhadap
ketidakjelasan
kepemilikan
dan
atau
penyewaan kios kepada para pedagang.
5.2.
Rekomendasi
a. Revitalisasi fisik yang baik pada akhirnya akan berdampak pada revitalisasi ekonomi. Meskipun demikian, revitalisasi fisik juga berdampak pada meningkatnyajumlah pedagang baru sehingga menambah tingkat persaingan. Konsekuensi disisi pengelola pasar, Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
73
maka omzet pendapatan pasar sudah pasti akan meningkat seiring dengan perluasan pasar tersebut. Ke depannya, revitalisasi perlu mempertimbangkan dampak pertumbuhan ekonomi yang terjadi bukan hanya dari sisi pengelola pasar, melainkan juga dari sudut pandang pedagang. b. Perlu adanya transformasi konsep pasar rakyat dimata masyarakat yang menimbulkan persepsi bahwasanya pasar rakyat sekarang adalah: pasar rakyat yang baik secara infrastruktur, cakap secara pengelolaan, bermutu dan higienis dalam penyajian bahan pangan lokal, serta mendukung pertumbuhan ekonomi lokal. Dalam prosesnya penting untuk tetap mempertimbangkan kaitannya dengan elemen sosial dan memperimbangkan kepentingan bukan hanya pengelola pasar dan pengunjung, melainkan juga pedagang pasar sebagai penggiat utama dari pasar rakyat itu sendiri. c. Transformasi konsep pasar rakyat seharusnya bukan mengubah konsep pasar rakyat menjadi pasar modern. Pasar rakyat harus tetap memiliki fungsi dan perannya sebagai salah satu warisan budaya dan menjunjung kearifan lokal dimana transaksi antara pedagang dan pembeli bukan sebatas pertukaran barang atau transaksi finansial layaknya yang terjadi di pasar modern, melainkan sebagai perwujudan dari interaksi sosial masyarakat melalui transaksi jual beli dan tawar menawar antara penjual dan pembeli dalam kondisi yang dibuat lebih nyaman, bersih dan aman. Dengan demikian maka konsep revitalisasi tetap menjaga konteks revitalisasi sosial dalam menciptakan lingkungan yang menarik (interesting), dan berdampak positif
serta dapat meningkatkan
dinamika dan kehidupan sosial masyarakat/ warga (public realms). d. Identitas inilah yang nantinya akan disampaikan atas nama brand “Pasar
Rakyat”.
Dengan
demikian
pasar
yang
memajang
nama/brand “Pasar Rakyat” pada papan informasinya, akan diasosiasikan oleh masyarakat sebagai pasar yang ber-SNI namun masih memiliki konsep layaknya pasar tradisional pada umumnya.
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
74
Idealnya tidak semua pasar tradisional dialih bahasakan menjadi pasar rakyat, karena seharusnya “Pasar Rakyat” adalah brand yang diusung oleh Kementerian Perdagangan sebagai indikasi terhadap pasar yang telah direvitalisasi secara fisik berdasarkan SNI pasar rakyat. Dengan demikian maka label “Pasar Rakyat” dengan sendirinya akan menjadi diferensiasi dengan pasar modern atau pasar tradisional lain yang belum direvitalisasi oleh Kementerian Perdagangan. e. Dilakukan telaah mendalam terhadap aspek hukum dan legalitas pasar rakyat yang akan dibangun. Sudah benar bahwa salah satu indikator pada pembangunan pasar adalah harus mendapatkan izin dari pihak berwenang, termasuk di dalamnya melibatkan sejumlah pemangku kepentingan. Namun penting juga untuk memperhatikan tindak lanjut dari proses pasca pengembangan pasar tersebut. Bagaimana proses serah terima pasar, siapa yang bertanggung jawab terhadap pengelolaannya, apakah ada dinas khusus pasar yang bertanggung jawab atau ditempelkan pada dinas terkait lainnya. f.
Kewenangan pengelolaan pasar berdasarkan aspek hukum dan legalitas tersebut pada prakteknya akan menjadi sangat penting untuk memastikan kondisi pasar rakyat yang bebas “sengketa atau konflik hukum” sehingga dikemudian hari menjadi aset yang dapat dijaminkan sebagai syarat kerjasama dengan perbankan dan lembaga keuangan lainnya dalam kaitannya mengupayakan sumber alternatif permodalan bagi pedagang pasar.Hal tersebut dikarenakan hanya pasar yang sehat secara hukum dan sehat secara pengelolaan yang bisa menjadi penjamin bagi pedagang yang ingin melakukan peminjaman dengan mengagunkan surat tanda sewa kios pada pasar tersebut.
g. Arah kebijakan pengembangan pasar rakyat penting untuk dapat menyertakan pengembangan sistem koordinasi dan integrasi dengan pusat distribusi setempat dalam upaya memberikan
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
75
alternatif yang dapat dipilih oleh pedagang pasar dalam proses penyediaan kebutuhan barang dagangannya (selain dari pemasok yang biasa). Dalam prakteknya pengelola pasar dapat membuat sistem informasi ketersediaan komoditas (per kategori), informasi distributor serta kisaran harga dari masing-masing pusat distribusi yang masih berada dalam wilayah jangkauan pasar rakyat tersebut. Sistem informasi tersebut disarankan untuk dipampang secara jelas dan terbuka, dan diperbaharui secara berkala.
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
76
DAFTAR PUSTAKA
Appel, D., (1972). The supermarket: early development of an institutional innovation. Journal of Retailing 48 (Spring), 39–52. Badan Standardisasi Nasional. (2015). Standar Nasional Indonesia 8152 Tahun 2015 tentang Pasar Rakyat Bennet, R., & Rundle-Thiele, S. (2005). The brand loyalty life cycle: Implications for marketers. Journal of Brand Management, 12 (4), 250–263. Cook, I. (2008). Geographies of food: mixing, Progress in Human Geography 32(6): 821–833. Findlay, A., Paddison, R., Dawson, J. (Eds.), (1990), Retailing Environments in Developing Countries. Routledge, London. Goldman, A., (1981). Transfer of a retailing technology into less developed countries: the supermarket case. Journal of Retailing 57 (2), 5–29. Goldman, A., and Hayiel Hino. (2005). Supermarkets vs. traditional retail stores: diagnosing the barriers to supermarkets’ market share growth in an ethnic minority community. Journal of Retailing and Consumer Services. pp. 273–284. Gonzalez, S and Waley, P. (2013). Traditional Retail Markets: The New Gentrification Frontier? Antipode: a radical journal of geography, 45 (4). 965 - 983. ISSN 0066-4812. Heldke, L. (2003). Exotic Appetites: Ruminations of a Food Adventurer. London: Routledge. Hendrakusumah, E. (2014). Penanganan Permukiman Kumuh Berbasis Kawasan Bernilai Tambah dan Berkelanjutan. Seminar Nasional. UNISBA. Indroyono, Puthut. (2013). “Revitalisasi Pengelolaan Pasar Rakyat Berbasis Ekonomi Kerakyatan”. Yogyakarta: Academic article presented in Center for Economic Democracy Studies. Universitas Gadjah Mada. Kaynak, E., Cavusgil, T., (1982). The evolution of food retailingsystems: contrasting the experience of developed and developing Countries. Journal of the Academy of Marketing 10 (3), 249–269.
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
77
Keller, K.L., (2008). Strategic brand management: Building, measuring and managing brand equity. Upper Saddle River, New Jersey, Pearson Education Inc. Kementerian Perdagangan, BPPKP, Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri. (2012). Peran Revitalisasi Terhadap Kinerja Pasar Tradisional. Kementerian Perdagangan, BPPKP, Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri. (2013). Analisis Pendirian Pusat Distribusi Regional. Kementerian Perdagangan, Direktorak Jenderal Perdagangan Dalam Negeri. (2011). Petunjuk Teknis Tinjauan Lapangan Aspek Fisik Pasar. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 519 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat. Kumcu, E., Kumcu, M., (1987). Determinants of food retailing in developing countries: the case of Turkey. Journal of Macromarketing 7 (fall), 26–40. Lagerkvist, et al. (2015). Consumers' evaluation of volition, control, anticipated regret, and perceived food health risk. Evidence from a field experiment in a traditional vegetable market in Kenya. Food Control 47, pp. 359-368. Lupitosari, D. (2011). Dampak Jumlah Pasar dan Jumlah Pedagang Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kota Surakarta Sebelum Dan Sesudah Kebijakan Revitalisasi Pasar Tradisional. Skripsi. Surakarta - F.Ekonomi. Moeliono, Anton. M. (2007). Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka. Moradi, H., & Zarei, A. (2011). The Impact of Brand Equity on Purchase Intention and Brand Preference: The Moderating Effects of Countryof-origin Image. Australian Journal of Basic and Applied Sciences, 5(3): 539-545. Pappu, R., P.G. Quester, R.W. Cooksey, (2005). Consumer-based brand equity: improving the measurement-empirical evidence. Journal of Product & Brand Management, 14(3): 143-154. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 20 Tahun 2012 tentang Pengelolaan dan Pemberdayaan Pasar Tradisional Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 15 Tahun 2013 tentang Fasilitas Khusus Menyusui dan Memerah ASI
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
78
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 30 Tahun 2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia No. 29 Tahun 2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung; serta Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 27 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Perdagangan Tahun 20152019. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 48 Tahun 2013 tentang Pedoman Pembangunan dan Pengelolaan Sarana Distribusi Perdagangan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 53 Tahun 2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Rakyat, Pusat Perbelanjaan dan took Modern Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 70 Tahun 2013 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern Schipmann, C., & Matin Qaim. (2011). Supply Chain Differentiation, Contract Agriculture, and Farmers’ Marketing Preference: The Case of Sweet Pepper in Thailand. Globalfood Discussion Papers. Slater, C. and Henley, D. (1969). Market processes in La Paz, Bolivia, Latin American Studies Center. Michigan State University, East Lansing. Suryadarma, et al. (2009). Dampak Supermarket terhadap Pasar dan Pedagang Ritel Tradisional di Daerah Perkotaan di Indonesia. SMERU. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan Zeugner-Roth, K.P., A. Diamantopoulos, & A. Montesinos. (2008). Home country image, country brand equity and consumers’ product preferences: An empirical study. Management International Review, 5: 576-602.
Puska Dagri, BP2KP, Kemendag
79