LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN Avicennia marina DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP NUTRISI DI PERAIRAN PANTAI SERAMBI DELI KECAMATAN PANTAI LABU The Decomposition Rate and The Nutrition Contribution of Avicennia marina Litter Leaf in Serambi Deli Beach Pantai Labu Sub-distric. Ronald Fadli Naibaho1), Yunasfi2), Ani Suryanti2) Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, (Email :
[email protected]) 2) Staf Pengajar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara 1)
ABSTRACT The mangrove litter which has been decomposed contributes organic matter as food source for many species of fish and other organisms in the mangrove ecosystem. The purpose of this research is to know the decomposition rate of A.marina litter leaf and to know the nutrient content of carbon (C), nitrogen (N) and phosphorus (P) in the A. marina litter leaf which been released during the decomposition time. This research was done at Serambi Deli Beach Deli Serdang Regency, North Sumatra Province during July until November 2014. This research used purposive sampling method at three stations and the determination of the station is done by seeing the availability of A. marina at the Serambi Deli Beach. The results showed that the decomposition rate of A. marina litter leaf on day 105 are 9,76 in stasiun I, 6,24 in station II and 7,28 in III station. The fastest decomposition rate is the station I with 9.76 and the slowest decomposition rate is the station II with 6,24. The nutrient of carbon during decomposition in 105 days are 20,45% at station I, 15,15% at station II and 26,5% at station III.Nutrient of nitrogen which beendecomposed on day 105 are 0,29% in station I, 0,51% in station II and 0,38% in station III. Nutrient of phosphorus during decomposition in 105 days are 0,19% in station I, 0,23% in station II and 0,26% in station III. Keywords : Serambi Deli Beach, Decomposition, Avicennia marina PENDAHULUAN Pantai Serambi Deli secara administrasi terletak di Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, dan secara geografis berada pada 3°40´44,9˝LU dan 98o54´30,7˝BT. Dewasa ini Pantai Serambi Deli telah mengalami penurunan keseimbangan ekosistem. Hal ini disebabkan karena terjadinya alih fungsi lahan yang
dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas manusia, seperti areal pemukiman, pertambakan, penangkapan ikan dan juga pemanfaatan potensi pariwisata pantai.
Seperti ekosistem pesisir pada umumnya, di Pantai Serambi Deli ini terdiri dari ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut yang tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya toleransi terhadap garam. Mangrove berperan untuk mempertahankan kelangsungan hidup biota laut seperti ikan, udang, kepiting, siput dan biota lainnya. Mangrove juga berfungsi sebagai sumber makanan atau kesuburan pantai, tempat berlindung, berkembang biak atau tempat pembesaran biota laut lain. Ekosistem ini bersifat kompleks dan dinamis, namun labil. Kompleks, karena di dalam hutan mangrove dan perairan/tanah di bawahnya habitat berbagai senyawa dan biota perairan. Dinamis, karena hutan mangrove dapat terus berkembang serta mengalami suksesi. Labil karena mudah sekali rusak dan sulit untuk pulih kembali. Hutan mangrove menghasilkan bahan pelapukan yang menjadi sumber makanan penting bagi udang, kepiting, ikan, zooplankton, invertebrata kecil dan hewan pemakan bahan-bahan hasil pelapukan lainnya. Bahan-bahan hasil pelapukan mangrove berasal dari organ pohon mangrove yaitu daun, bunga, cabang, ranting dan sejumlah bagian pohon lain yang jatuh ke lantai hutan yang disebut serasah. Untuk dapat dimanfaatkan oleh organisme yang terdapat dalam hutan mangrove, serasah tersebut perlu didekomposisi terlebih dahulu menjadi bahan lain yang dapat menjadi sumber makanan bagi organisme tersebut.
Jenis–jenis mangrove yang terdapat di Pantai Serambi Deli yaitu Avicennia marina, Rhizophora mucronata dan Rhizophora apiculata. Ekosistem mangrove di kawasan ini didominasi oleh mangrove jenis A. marina. Avicennia marina disebut juga mangrove pionir dikarenakan mangrove tersebut menjadi indikator penentu kualitas ekosistem mangrove. Avicennia marina satu di antara berbagai jenis mangrove yang toleran terhadap kisaran salinitas yang luas dibandingkan dengan jenis mangrove lainnya. A. marina juga menghasilkan banyak serasah terutama berasal dari daun yang berperan sebagai penyedia unsur hara yang penting bagi produktivitas perairan pesisir. Penelitian tentang laju dekomposisi serasah mempunyai arti penting karena serasah merupakan salah satu bagian terbesar dari ekosistem mangrove yang berperan penting terhadap kesuburan perairan melalui dekomposisi. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan suatu penelitian mengenai laju dekomposisi serasah daun. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli hingga November 2014. Pengambilan sampel dilakukan di Pantai Serambi Deli, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara dan analisis unsur hara karbon, nitrogen dan fosfor di lakukan di Laboratorium Riset dan Teknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah serasah A. marina, MnSO4, KOH-KI, H2SO4, Na2S2O3, amilum dan aquades. Alat yang digunakan berupa kantong serasah (litter bag) berukuran 40 x 30 cm yang terbuat dari nylon), jarum, benang nylon, oven, timbangan analitik, kamera digital, cool box, tali, amplop, cutter, jarum suntik, thermometer, pH meter, refractometer, botol winkler, erlenmeyer, alat tuis dan koran. Prosedur Penelitian Pengambilan serasah daun langsung dilakukan dari serasah yang jatuh secara alami di bawah pohon mangrove. Selanjutnya di siapkan 21 kantong serasah untuk tiap stasiun. Serasah daun A. marina di timbang dengan berat 30 g tiap kantong menggunakan timbangan analitik selanjutnya dimasukkan ke dalam kantong serasah. Setelah daun dimasukkan, kantong serasah di jahit kemudian di beri lubang pada dua sisi kantong agar kantong-kantong dapat dihubungkan dengan tali. Kemudian kantongan serasah diikatkan pada lokasi yang sudah di tentukan. Pada sampling pertama (hari ke-15) sampel di ambil secara acak dan sampel yang diambil tiap stasiunnya adalah 3 kantong. Kantong serasah dibersihkan selanjutnya sampel di bentangkan di atas koran untuk dikeringkan sehingga diperoleh berat basah pada serasah. Selanjutnya sampel dikeringkan dengan oven selama 1 x 24 jam. Setelah dikeringkan dengan oven, sampel ditimbang dengan timbangan analitik untuk memperoleh berat kering. Kemudian
sampel digunakan untuk analisis unsur hara C, N dan P yang di analisis di Laboratorium Riset dan Teknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Analisis unsur hara dilakukan pada hari ke 0 (kontrol), 15, 45, 75 dan 105. Laju dekomposisi serasah daun A. marina dihitung dari penyusutan bobot serasah yang terdekomposisi. Metode Pengukuran Laju Dekomposisi Serasah Daun A. marina Pendugaan nilai laju dekomposisi serasah dilakukan menurut persamaan berikut (Prabudi, 2013) :
Keterangan : X = Berat serasah setelah t
X e k t
0
periode pengamatan ke-t = Berat serasah awal = Bilangan logaritma ...natural (2,72) = Nilai Laju Dekomposisi = Periode pengamatan
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Parameter Fisika dan Kimia Perairan Pengukuran parameter fisika dan kimia perairan pada tiap stasiun dilakukan sebanyak 8 kali pengukuran. Parameter fisika dan kimia yang diukur adalah: suhu, salinitas, pH, dan oksigen terlarut. Pada setiap stasiun di lokasi penelitian memiliki perbedaan nilai parameter fisika dan kimia perairan. Kisaran nilai parameter fisika dan kimia perairan di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 1 .
Tabel 1. Kisaran nilai parameter fisika dan kimia perairan Parameter Fisika – Kimia Suhu Salinitas pH Oksigen Terlarut
Satuan °C 0 /00 mg/l
Laju Dekomposisi Serasah daun Avicennia marina mengalami pengurangan bobot dimulai dari hari ke-15 hingga hari ke-105. Hal ini ditandai pada berkurangnya berat serasah daun A. marina setelah ditimbang berat keringnya dan menunjukkan bahwa serasah daun A. marina mengalami
Stasiun I 27 – 31 19 - 27 6,0 - 7,8 3,0 - 5,0
Lokasi Stasiun II 28 - 31 16 – 27 6,1 - 8,1 2,0 - 5,0
Stasiun III 28 - 31 11 – 25 5,9 - 8,0 2,0 - 2,8
dekomposisi. Selama 105 hari, nilai berat kering tertinggi ialah pada stasiun II dengan nilai 5 sedangkan nilai berat kering terendah ialah pada stasiun I dengan nilai 1,83. Perubahan berat kering serasah daun A. marina yang mengalami dekomposisi dapat dilihat pada Gambar 1 .
Gambar 1. Berat Kering Serasah Daun A. marina Laju dekomposisi serasah daun A. marina selama 105 hari yaitu pada stasiun I bernilai 9, 76, stasiun II bernilai 6,24 dan stasiun III bernilai
7,28. Nilai laju dekomposisi selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Nilai Laju Dekomposisi Serasah Daun A. marina
Makrobentos Makrobentos merupakan penghancur serasah A. marina yang pertama. Jenis makrobentos yang terdapat di dalam serasah daun A. marina lebih banyak dijumpai pada stasiun I daripada stasiun yang lainnya. Jenis makrobentos yang terdapat pada serasah daun A. marina dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Jenis-jenis makrobentos ayang ditemukan di adalam kantong serasah adaun A. marina Kelas
Ordo
Gastropoda
Mesogastropoda
Crustaceae Turbellaria
Basammotophora Decapada Macrostomida
Berdasarkan hasil dari laboratorium Riset & Teknologi, kandungan unsur hara nitrogen tertinggi ialah hari ke 45 yaitu pada stasiun I sebesar 0,92%, stasiun II sebesar 1,08% dan stasiun III sebesar 1,69%. Untuk kandungan unsur hara nitrogen terendah ialah hari ke 105 terkecuali pada stasiun II dimana nilai terendah terdapat pada hari ke 75. Kandungan unsur hara nitrogen disajikan pada Gambar 4.
Genus Eubonia, Telescopium Pupoides Chiromantes Microstonum
Kandungan Unsur Hara Karbon, Nitrogen dan Fosor Proses dekomposisi serasah daun A. marina terjadi selama 105 hari. Serasah daun A. marina mengandung unsur hara Karbon, Nitrogen dan Fosfor. Berdasarkan hasil dari Laboratorium Riset & Teknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, kandungan unsur hara karbon tertinggi terdapat pada hari ke 45 yaitu pada stasiun I sebesar 31,4 %, stasiun II sebesar 29,13% dan stasiun III sebesar 34,04%. Kandungan unsur hara karbon dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 4. Unsur Hara Nitrogen .Pada Serasah Daun A. .marina. Kandungan unsur hara fosfor yang diperoleh berdasarkan hasil laboratorium Riset & Teknologi yaitu nilai unsur hara fosfor yang diperoleh tidak terlalu berbeda antara selang hari sampling. Nilai unsur hara tertinggi didapatkan pada stasiun II hari ke 45 yang bernilai 0,34 %. Nilai kandungan unsur hara fosfor serasah daun A. marina disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Unsur Hara Fosfor Pada .Serasah Daun A. marina Gambar 3. Unsur Hara Karbon Pada …………..Serasah Daun A.marina
Rasio C/N merupakan salah satu indikator dalam laju dekomposisi serasah daun A. marina. Pada hari ke 105 nilai rasio C/N tertinggi terdapat pada stasiun I dengan nilai 70,52% dan nilai rasio C/N terendah terdapat pada stasiun II dengan nilai 29,71%. Rasio C/N disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Rasio C/N Serasah Daun .A. marina Pembahasan Parameter Fisika dan Kimia Perairan Kondisi umum perairan pantai Serambi Deli selama penelitian digambarkan melalui informasi nilai parameter kualitas air (Tabel 1). Parameter kualitas air berpengaruh terhadap laju dekomposisi serasah daun Avicennia marina di pantai Serambi Deli. Kisaran masing-masing nilai parameter fisika dan kimia lingkungan perairan pantai Serambi Deli meliputi suhu, salinitas, pH dan DO (oksigen terlarut). Nilai parameter fisika dan kimia perairan dijelaskan sebagai berikut. Suhu Berdasarkan hasil pengukuran suhu di Pantai Serambi Deli, stasiun I berkisar 27 – 31 °C, pada stasiun II dan stasiun III berkisar 28 – 31 °C. Suhu tertinggi 31°C dan suhu terendah 27°C. Adanya perbedaan suhu disebabkan
waktu pengambilan parameter suhu yang berbeda. Suhu 31°C ditemukan pada setiap stasiun, hal ini disebabkan pengukuran suhu dilakukan interval siang sampai dengan sore hari. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Yulma (2012), bahwa suhu perairan di Lampung Mangrove Centre (LMC) berkisar antara 28,35-32,30 °C, dimana pada stasiun 2 memiliki nilai paling rendah sedangkan suhu tertinggi pada stasiun 3, hal ini disebabkan oleh pengukuran suhu yang dilakukan pada siang hari. Penyebab lainnya adalah wilayah pengambilan data merupakan daerah yang terbuka, sehingga intensitas cahaya yang diterima tinggi. Menurut Indriani (2008), suhu optimum untuk bakteri berkisar 27 - 36 °C. Kisaran suhu tersebut sangat baik untuk proses penguraian dengan asumsi daun mangrove sebagai dasar metabolisme. Suhu yang diperoleh dalam penelitian ini masih berada dalam kisaran yang baik untuk proses dekomposisi. Salinitas Salinitas merupakan faktor lingkungan yang sangat menentukan perkembangan hutan mangrove, terutama bagi laju pertumbuhan, daya tahan dan zonasi spesies mangrove. Hasil nilai kisaran salinitas antar stasiun yaitu pada stasiun I 19 - 27 °/oo, stasiun II 16 27 °/oo dan stasiun III 11 – 25 °/oo. Nilai kisaran salinitas tertinggi terdapat pada stasiun I dengan nilai 19 - 27 °/oo sedangkan yang terendah terdapat pada stasiun III dengan nilai 11 – 25 °/oo. Tingginya kisaran salinitas pada stasiun I disebabkan lokasinya lebih dekat ke arah air laut dan rendahnya kisaran
salinitas pada stasiun III karena lokasinya lebih jauh dari arah air laut. Menurut (Rosmaniar, 2008), adanya penambahan air tawar yang mengalir masuk ke perairan laut melalui muara sungai akan menurunkan nilai salinitas. Derajat Keasaman (pH) Berdasarkan hasil dari pengukuran pH diperoleh kisaran nilai tertinggi terdapat pada stasiun II yaitu 6,1 – 8,1 sedangkan pada stasiun II dan III diperoleh nilai pH yang relatif hampir sama yaitu pada stasiun I berkisar 6,0 – 7,8 dan stasiun III 5,9 – 8,0. Kisaran pH tersebut masih tergolong pH normal di daerah tropis. Menurut Indriani (2008) nilai tersebut menunjukkan nilai basa yang normal untuk permukaan perairan Indonesia yang pada umumnya berkisar antara 6,08,5. (Daulat, dkk., 2014) mengacu kepada standar baku mutu air laut yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004, pH yang disyaratkan untuk menunjang kehidupan biota laut adalah 7-8,5. Oksigen Terlarut ( DO ) Nilai Oksigen terlarut pada stasiun I berkisar 3,0 – 5,0 hampir sama dengan stasiun II yang berkisar 2,0 – 5,0. Nilai Oksigen terlarut terendah terdapat pada stasiun III yaitu 2,0 – 2,8. Oksigen terlarut berperan dalam proses dekomposisi karena makrobentos sebagai dekomposer membutuhkan oksigen untuk kehidupannya. Menurut (Prabudi, 2013), bahwa faktor lingkungan berperan penting dalam proses pendekomposisian serasah daun A. marina dimana lingkungan mempengaruhi kandungan oksigen diperlukan dekomposer untuk
mendekomposisikan bahan organik yang dekomposer ini sangat besar peranannya. Laju Dekomposisi Serasah Daun A. marina Proses dekomposisi serasah daun A. marina terjadi selama 105 hari. Hasil penelitian memperlihatkan adanya perubahan berat kering dan perubahan fisik serasah daun A. marina yang bervariasi. Rata-rata berat kering berbeda-beda pada setiap stasiun. Pada hari ke-105, bobot berat kering serasah daun A. marina pada stasiun I adalah sebesar 1,83, stasiun II sebesar 5,0, dan pada stasiun III sebesar 3,73. Nilai bobot kering terendah terdapat pada stasiun I sebesar 1,83 yang artinya stasiun I mengalami laju dekomposisi paling cepat. Hal ini sesuai dengan literatur (Indriani, 2008), Perubahan bobot kering serasah daun A. marina mengalami penurunan dengan lamanya penguraian per 15 hari. Penurunan berat kering daun terbesar yaitu pada daerah dekat dengan aliran air laut yang berfungsi untuk memberikan asupan air laut bagi tambak-tambak di sekitarnya. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa laju dekomposisi tertinggi terjadi pada 15 hari pertama, hal ini terjadi pada semua stasiun penelitian. Tingginya dekomposisi serasah pada 15 hari pertama diduga karena kehilangan bahan-bahan organik serasah akibat penguraian oleh dekomposer yang terjadi di waktu awal serasah gugur. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh (Rismunandar, 2000), bahwa laju dekomposisi serasah daun A. marina menunjukkan nilai laju dekomposisi yang lebih tinggi pada awal proses
dekomposisi. Hasil penelitian yang sama juga dilaporkan oleh (Annas, 2004), bahwa laju dekomposisi serasah daun A.marina berkisar antara 4,13-7,27 g/m2 . Dekomposisi serasah A.marina yang terbesar terdapat pada stasiun I dan yang paling cepat terdapat pada periode 15 hari pertama, hal ini di tandai dengan besar bobot penyusutan yang hilang selama penelitian. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilaporkan oleh (Farooqui, dkk., 2014), bahwa laju dekomposisi daun mangrove A. marina dan R. mucronata menunjukkan kehilangan berat yang sangat cepat pada awal penelitian dan selanjutnya laju dekomposisi mengalami penurunan hingga sisa periode penelitian. Nilai tertinggi laju dekomposisi hari ke-105 terdapat pada stasiun I dengan nilai 9,76 dan yang terendah terdapat pada stasiun II dengan nilai 6,24. Hasil penelitian ini didukung dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh (Yunasfi, 2006), bahwa laju dekomposisi terbesar terjadi pada serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi pada tingkat salinitas 20 - 30 °/oo dengan nilai k sebesar 6,8 per tahun. Berdasarkan hasil pengamatan parameter fisika dan kimia perairan, bahwa kisaran salinitas pada stasiun I adalah 19 - 27 °/oo. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh (Setiawan, 2013), bahwa laju dekomposisi serasah daun R. mucronata yang tercepat hari ke 60 pada salinitas 25 °/oo dengan nilai 0,0870. Berdasarkan hasil pada gambar 12, interval waktu 15-75 hari stasiun II mengalami laju dekomposisi tercepat, sedangkan pada hari 90 dan 105 stasiun II
mengalami laju dekomposisi terlama. Nilai laju dekomposisi tertinggi menunjukkan proses dekomposisi tercepat. Menurut (Prabudi, 2013), kecepatan terdekomposisi mungkin berbeda-beda dari waktu ke waktu tergantung faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor lingkungan diduga berpengaruh terhadap laju dekomposisi A. marina, terdapat beberapa kantong serasah yang tumbuh lumut pada permukaan dan dapat menghambat aktifitas pendekomposisi serasah. Menurut (Gultom, 2009), kantong serasah yang berisi daun mulai berlumut artinya terjadi proses humifikasi. Proses tersebut dipengaruhi oleh keadaan iklim atau kondisi lingkungan. Proses humifikasi tergantung pada kondisi tanah, aktivitas mikroorganisme, serta aktivitas manusia. Makrobentos Makrobentos yang terdapat di dalam kantong serasah yaitu kelas Gastropoda, Crustaceae, dan Turbellaria (Tabel 2). Keanekaragaman makrobentos terdapat pada semua stasiun, tetapi kelimpahan makrobentos terdapat pada stasiun I. Banyaknya makrobentos di dalam kantong serasah dipengaruhi oleh tingkat salinitas, dimana stasiun I berada di dekat pantai dengan kisaran salinitas tertinggi 19–27 0/00. Makrobentos berperan sebagai dekomposer awal yang akan mencacah sisa-sisa daun. Cacing ataupun kepiting dalam kantong serasah yang memanfaatkan sisa-sisa daun kemudian dikeluarkan lagi sebagai kotoran. Laju dekomposisi serasah daun A. marina dipengaruhi oleh makroorganisme dan
mikroorganisme dalam menguraikan bahan organik. Biota mangrove sendiri membutuhkan serasah daun sebagai pakan dimana makroorganisme dan mikroorganisme membutuhkan karbohidrat dan protein. Menurut (Prabudi, 2013), makrobentos merupakan mikroorganisme yang berfungsi sebagai pendekomposer awal pada serasah daun R. stylosa. Makrobentos dapat menguraikan bahan organik menjadi karbohidrat dan protein. Serasah daun R. stylosa dapat bermanfaat sebagai bahan makanan dari cacing, kepiting dan siput sehingga jumlah dari makrobentos sangat mempengaruhi dari proses laju dekomposisi serasah daun. Hal ini didukung oleh penelitian (Siddiqui, dkk., 2009) bahwa makrobentos berperan penting dalam laju dekomposisi di hutan mangrove Indus Delta, Pakistan. Kepadatan makrobentos mempengaruhi laju dekomposisi. Kehidupan makrobentos dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan semakin tinggi suhu akan meningkatkan aktivitas makrobentos yang juga akan mempercpat laju dekomposisi. Hasil penelitian pada gambar 11 dan lampiran 5 sejalan dengan pernyataan (Prabudi, 2013). Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot berat kering terendah pada hari 105 terjadi pada stasiun I yang mengartikan bahwa stasiun I mengalami laju dekomposisi tercepat. Kehidupan makrobentos membutuhkan habitat berlumpur yang telah dihambat oleh perakaran pohon. Selain itu, makrobentos harus mampu hidup dengan membenamkan diri dalam lumpur di bawah pohon (Gultom, 2009). Hal ini sesuai dengan lokasi penelitian untuk tiap
stasiun, dimana semua stasiun memiliki substrat yang berlumpur sehingga terdapat keanekaragaman makrobentos yang mempengaruhi proses laju dekomposisi. Menurut (Badrun, 2008) umumnya makrozoobentos dapat dijumpai dalam jumlah yang lebih banyak pada substrat lumpur berpasir hingga lumpur dibandingkan pada substrat pasir. Kandungan Unsur Hara Karbon, Nitrogen dan Fosfor Laju dekomposisi memberikan sumbangan unsur hara yang berperan dalam pembentukan pertumbuhan dan perkembangan tumbuh-tumbuhan, ikan, udang, kepiting dan mikroorganisme lainnya di hutan mangrove. Unsur hara merupakan unsur esensial yang berasal dari bahan organik mati yang dilakukan oleh aktivitas makroorganisme dan mikroorganisme. Menurut (Ulqodry, 2008), bahwa kualitas nutrisi yang tinggi akan menghasilkan proses dekomposisi yang lebih cepat. Kandungan unsur hara yang dianalisis meliputi karbon, nitrogen dan fosfor. Berdasarkan hasil penelitian, kandungan unsur hara karbon memiliki nilai yang tertinggi. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh (Yulma, 2012), bahwa kandungan bahan organik karbon (C) pada serasah mangrove jauh lebih besar dari kandungan nitrogen (N) maupun posfor (P). A. marina mengandung bahan organik karbon 47,93%, nitrogen 0,35%, fosfor 0,083%, kalium 0,81% dan magnesium 0,49% sedangkan daun R. apiculata mengandung bahan organik karbon 50,83%, nitrogen 0,83%, fosfor
0,025%, kalium 0,35%, kalsium 0,75% dan magnesium 0,80%. Karbon (C-Organik) Kandungan unsur hara karbon dengan lama dekomposisi 15 hari yaitu pada stasiun I sebesar 21,51 %, stasiun II sebesar 23,94% dan stasiun III sebesar 25,16%. Kandungan karbon (%) meningkat pada hari ke 45 yakni stasiun I 31,4%, stasiun II 29,13% dan stasiun III 34,04%. Pada hari ke 75 dan 105 kandungan unsur hara karbon mengalami penurunan. Kandungan unsur hara karbon hari ke 75 memiliki rata-rata sebesar 22,55% dan hari ke 105 memiliki rata-rata sebesar 20,7 %. Menurut (Ulqodry, 2008), bahwa kandungan unsur hara karbon cenderung menurun seiring dengan penambahan waktu dekomposisi dan pengurangan ukuran partikel serasah. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian (Prabudi, 2013) bahwa penurunan kadar karbon dapat dilihat pada tingkat salinitas yang sama dengan perbedaan lama waktu dekomposisi yang dialami oleh serasah daun R. stylosa seperti pada kadar karbon pada tingkat salinitas ±0-10 dengan lama dekomposisi 15 hari yakni sebesar 10,32 % pada lama dekomposisi 45 hari yakni sebesar 12,04% pada lama dekomposisi 75 hari yakni sebesar 13,76% dan lama dekomposisi 90 hari yakni sebesar 14,91%. Berdasarkan hasil, bahwa kandungan unsur hara karbon selama 15 hari sampai 105 hari terdapat perbedaan kandungan karbon tiap stasiunnya. Hasil ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh (Setiawan, 2013), bahwa kandungan unsur hara karbon pada tingkat salinitas selama hari
pengamatan menunjukkan hasil yang tetap. Berdasarkan hasil penelitian (Setiawan, 2013) unsur hara karbon serasah daun R. mucronata pada salinitas 5 °/oo dengan nilai 52,8 mg/l selama penelitian, salinitas 15 °/oo bernilai 70,4 mg/l selama penelitian, salinitas 25 °/oo bernilai 79,2 mg/l selama penelitian kecuali hari ke 15 yang bernilai 74,8 mg/l serta pada salinitas 35 °/oo bernilai 88 mg/l selama penelitian. Nitrogen Hasil penelitian menunjukkan perbedaan kandungan nitrogen yang berbeda-beda pada setiap stasiun dan lama waktu proses pendekomposisian yang dilakukan di lapangan, hal ini diduga oleh aktifitas makrobentos yang terdapat pada tempat serasah itu di letakkan dan aktifitas fungi yang terdapat pada serasah daun A. marina yang membantu proses dekomposisi serasah yang menyebabkan perbedaan kadar nitrogen. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitin yang dilaporkan oleh (Bosire, dkk., 2005), bahwa untuk jenis S. alba dan R. mucronata kandungan Nitrogen meningkat diseluruh periode sampling pada semua perlakuan, dengan pengecualian R. mucronata dimana kandungan Nitrogen konstan pada musim kemarau. Berdasarkan hasil analisis, pada pengamatan hari terakhir (105) kandungan nitrogen tertinggi ialah pada stasiun II yang bernilai 0,51 %, sedangkan kandungan nitrogen terendah stasiun I yang bernilai 0,29%. Hasil kandungan nitrogen tertinggi terdapat pada stasiun III hari ke 45 dengan 1,69%, sedangkan kandungan nitrogen terendah terdapat pada stasiun I hari ke 105
dengan 0,29%. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh (Yunasfi, 2006), bahwa peningkatan kandungan unsur hara Nitrogen terjadi pada serasah yang mengalami dekomposisi selama 15 hari sampai 105 hari, kandungan unsur hara Nitrogen mengalami penurunan pada hari 120 sampai hari ke 135. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh (Handayani, 2004) bahwa kandungan nitrogen yang terkandung dalam serasah daun yang terdekomposisi akan mengalami peningkatan sejalan dengan proses dekomposisi pada masing-masing stasiun pengamatan. Menurut (Indriani, 2008), bahwa faktor yang mempengaruhi penguraian (dekomposisi) bahan organik adalah suhu, kelembaban, tata udara tanah, pengolahan, dan pH tanah. Faktorfaktor tersebut juga dapat mempengaruhi kandungan nitrogen total dalam laju dekomposisi. Fosfor Berdasarkan hasil Gambar 16, kandungan fosfor stasiun I relatif sama. Pada hari ke 15 dan 45 bernilai 0,16% serta hari ke 75 dan 105 bernilai 0,19%. Kandungan fosfor pada stasiun II mengalami peningkatan, dimana hari ke 15 bernilai 0,2%, hari ke 45 0,34%, hari ke 75 dan 105 0,23%. Kandungan fosfor pada stasiun III memiliki kadar yang berbeda antar interval waktu penelitian. Stasiun II memiliki rata-rata tertinggi yakni 0,247%. Menurut (Thaher, 2013), kadar fosfat yang tinggi diduga berasal dari penguraian senyawa-senyawa organik (hewan, tumbuhan dan sebagainya) disertai dengan pertumbuhan lumut yang berada di perairan.
Rasio C/N Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh dalam laju dekomposisi serasah daun A. marina menunjukkan bahwa rasio C/N yang tertinggi pada hari ke 105 adalah stasiun I sebesar 70,52%. Rasio C/N yang tinggi menunjukkan bahan organik masih mentah dan menunjukkan tingkat kesulitan substrat terdekomposisi. Menurut (Dewi, 2009) bahwa C/N merupakan salah satu indikator untuk melihat laju dekomposisi bahan organik, dimana semakin tinggi C/N maka akan semakin lama bahan organik itu terdekomposisi. Semakin cepat serasah terdekomposisi maka akan semakin banyak unsur hara yang tersedia bagi tanaman, makrobentos dan mikroorganisme. Berdasarkan hasil yang diperoleh terdapat variasi nilai rasio C/N pada tiap stasiun selama periode pengamatan. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh (Farooqui, dkk., 2014), bahwa rasio C/N rendah pada awal laju dekomposisi A. marina. Rasio C/N meningkat pada hari ke 79 dengan kisaran rasio 25-30%, selanjutnya rasio C/N menurun hingga hari ke 123 dengan kisaran rasio 5 %. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Laju dekomposisi serasah daun A. marina pada hari ke-105 yaitu pada stasiun I bernilai 9,76, stasiun II bernilai 6,24 dan stasiun III bernilai 7,28. Laju dekomposisi tercepat ialah pada stasiun I dengan nilai 9,76 dan laju dekomposisi terlama terdapat pada stasiun II dengan nilai 6,24. 2. Kandungan unsur hara karbon selama proses dekomposisi 105 hari yaitu stasiun I sebesar
20,45%, stasiun II sebesar 15,15% dan stasiun III sebesar 26,5%. Unsur hara nitrogen yang terdekomposisi pada hari ke 105 yaitu stasiun I sebesar 0,29%, stasiun II sebesar 0,51% dan stasiun III sebesar 0,38%. Kandungan unsur hara fosfor selama proses dekomposisi 105 hari yaitu stasiun I 0,19%, stasiun II 0,23% dan stasiun III 0,26%. Saran Perlu dilakukan kajian tentang bakteri dan fungi yang aktif dalam proses dekomposisi serasah daun Avicennia marina di Pantai Serambi Deli Kecamatan Pantai Labu. DAFTAR PUSTAKA Annas, S. 2004. Produksi dan Laju Dekomposisi Serasah Mangrove Jenis Avicennia marina (Api-Api) di Hutan Mangrove Way Penet Labuhan Maringgai, Lampung Timur, Lampung. [Skripsi]. IPB. Bogor. Badrun, Y. 2008. Analisis Kualitas Perairan Selat Rupat Sekitar Aktivitas Industri Minyak Bumi Kota Dumai. Jurnal Ilmu Lingkungan. Pekanbaru. Bosire, J. O., Dahdous-Guebas, F., Kairo, J. G., Kazungu, J., Dehairs, F., Koedam, N. 2005. Litter Degradation and CN Dynamics in Reforested Mangrove Plantations at Gazi Bay, Kenya. Journal Biological Conservation. 126 : 287-295.
Daulat, A., Mariska, A. K., Rizki, A. A., Widodo, S. P. 2014. Sebaran Kandungan CO2Terlarut di Perairan Pesisir Selatan Kepulauan Natuna. Jurnal Depik. 3 (2) : 166-177. Dewi, N. 2009. Laju Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina Pada Berbagai Tingkat Salinitas. [Skripsi]. USU. Medan. Farooqui, Z., Pirzada, J. S., Munawwer, R. 2014. Changes in Organic, Inorganic Contents, Carbon Nitrogen Ratio in Decomposi ng Avicennia marina and Rhizophora mucronata Leaves on Tidal Mudflats in Hajambro Creek, Indus Delta, Pakistan. The Jounal of Tropical Life Science. 4 (1) : 37-45. Gultom, I. M. 2009. Laju Dekomposisi Serasah Daun Rhizopora mucronata Pada Berbagai Tingkat Salinitas. [Skripsi]. USU. Medan. Handayani, T. 2004. Laju Dekomposisi Serasah Mangrove Rhizopora mucronata di Pulau Untung Jawa, Kepulauan Seribu, Jakarta. [Skripsi]. IPB. Bogor. Indriani, Y. 2008. Produksi dan Laju Dekomposisi Serasah Daun Mangrove Api-Api (Avicennia marina Forssk. Vierh) di Desa Lontar, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Tangerang,
Provinsi Banten. [Skripsi]. IPB. Bogor.
Berbagai Tingkat Salinitas. [Skripsi]. USU. Medan.
Prabudi, T. 2013. Laju Dekomposisi Serasah Rhizophora stylosa Pada Berbagai Tingkat Salinitas. [Skripsi]. USU. Medan.
Ulqodry, T. Z. 2008. Produktifitas Serasah Mangrove dan Potensi Kontribusi Unsur Hara di Perairan Mangrove Tanjung Api-Api Sumatera Selatan. [Tesis]. IPB. Bogor.
Rismunandar. 2000. Laju Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina Pada Berbagai Tingkat Salinitas. [Skripsi]. IPB. Bogor. Rosmaniar. 2008. Kepadatan dan Distribusi Kepiting Bakau (Scylla spp.) serta Hubungannya dengan Faktor Fisika Kimia di Perairan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang. [Tesis]. USU. Medan. Setiawan, M. A. 2013. Laju Dekomposisi Serasah Daun Rhizopora mucronata Pada Berbagai Tingkat Salinitas. Jurnal Program Strata 1 Ilmu Kelautan. Universitas Padjajaran. Bandung. Siddiqui, P. J. A., Zafar, F., Ehsan, E. V., Munawwer, R., Sheema, S. 2009. Studies on Decomposition Rates of Avicennia and Rhizophora Leaves on Tidal Mudflats in Active Indus Deltaic Area of Pakistan. Journal Int. J. Phycol. Phycocem. 5 (1) : 9398. Thaher, E. 2013. Laju Dekomposisi Serasah Rhizophora mucronata dengan Aplikasi Fungi Aspergillus Sp. pada
Yulma. 2012. Kontribusi Bahan Organik dari Mangrove ApiApi (Avicennia marina) Sebagai Bahan Evaluasi Pengelolaan Ekosistem Mangrove. [Tesis]. IPB. Bogor. Yunasfi. 2006. Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina oleh Bakteri dan Fungi pada Berbagai Tingkat Salinitas. [Disertasi]. IPB. Bogor.