KORELASI ANTARA KEBIASAAN MEMBACA DENGAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN SISWA KELAS VI SDN 1 JOSARI KABUPATEN PONOROGO Mulyono Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia
Abstrak: Kemampuan membaca seseorang sangat ditentukan oleh tingkat keseringan (frekuensi) dan panjang pendeknya waktu (durasi) untuk membaca. Ini berarti, semakin sering dan banyak waktu untuk aktivitas membaca, besar kemungkinan semakin tinggi tingkat kemampuan dan semakin mudah dalam memahami isi bacaan. Tingkat keseringan membaca ini akan membuahkan sebuah kebiasaan membaca. Siswa yang memiliki kebiasaan membaca tinggi akan memiliki pengetahuan dan pengalaman yang lebih tinggi pula jika dibandingkan dengan siswa yang kebiasaan membacanya rendah. Dengan kata lain, siswa yang memilki kebiasaan membaca tinggi akan memiliki kemampuan memahami isi bacaan yang lebih baik. Penelitian, mempunyai tujuan untuk mendeskripsikan (1) kebiasaan membaca siswa, (2) kemampuan membaca pemahaman siswa, dan (3) hubungan antara kebiasaan membaca dengan kemampuan membaca pemahaman siswa. Penelitian menggunakan metode deskriptif korelasional. Rancangan ini untuk mencari hubungan antara dua variabel atau lebih yang dilakukan dengan menghitung korelasi antar variabel yang akan dicari hubungannya. Pengumpulan data penelitian menggunakan metode tes dan angket. Data penelitian berupa (1) skor/nilai angket kebiasaan membaca, dan (2) skor/nilai kemampuan membaca pemahaman. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Spearman Rank. Untuk menginterpretasikan hasil analisis data, maka angka koefisien korelasi dibandingkan dengan tabel nilai rho pada taraf kesalahan 1% atau 5%. Apabila hasil rho hitung lebih besar dari rho tabel, maka hal ini berarti terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kedua variabel dalam penelitian ini. Dengan demikian hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Berdasar hasil analisis data, diketahui bahwa (1) tingkat kebiasaan membaca siswa berada pada kategori B (baik), yaitu 76,85%; (2) tingkat kemampuan membaca pemahaman siswa berada pada kategori B (baik), yaitu 75,42%; dan (3) terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kebiasaan membaca dengan kemampuan membaca pemahaman siswa, dengan tingkat korelasi yang sangat kuat, yaitu 0,856. Kata-kata kunci: kebiasaan membaca, kemampuan membaca pemahaman Pada dasarnya belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang berlaku saat ini, pembelajaran Bahasa Indonesia pada
jenjang SD/MI, mencakup komponen kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra, meliputi (1) aspek mendengarkan/menyimak, (2) aspek berbicara, (3) aspek membaca, dan (4)
NOSI Volume 2, Nomor 4, Agustus 2014___________________________________Halaman | 323
aspek menulis. Kemampuan bersastra untuk sekolah dasar bersifat apresiatif, karena dengan sastra dapat menanamkan rasa peka terhadap kehidupan, mengajarkan siswa bagaimana menghargai orang lain, mengerti hidup, dan belajar bagaimana menghadapi berbagai persoalan. Selain sebagai hiburan dan kesenangan juga siswa dapat belajar mempertimbangkan makna yang terkandung di dalamnya (Zulela, 2012:5). Sesuai dengan judul penelitian ini, selanjutnya penulis hanya akan membahas aspek membaca. Dalam membaca, kegiatan lebih banyak dititikberatkan pada keterampilan membaca daripada teoriteori membaca itu sendiri. Dalman (2013:7) mengemukakan, “Membaca adalah proses perubahan bentuk lambang/tanda/ tulisan menjadi wujud bunyi yang bermakna”. Kegiatan membaca ini sangat ditentukan oleh aktivitas fifik dan mental yang menuntut seseorang untuk menginterpretasikan simbol-simbol tulisan dengan aktif dan kritis sebagai pola komunikasi dengan diri sendiri, agar pembaca dapat menemukan makna tulisan dan memperoleh informasi yang dibutuhkan. Sedangkan Abidin (2012:147) mengemukakan, bahwa membaca adalah sebagai suatu proses membunyikan lambang bahasa tertulis (membaca nyaring/membaca permulaan). Membaca juga dapat dikatakan sebagai suatu proses untuk mendapat informasi yang terkandung dalam teks bacaan untuk beroleh pemahaman atas bacaan tersebut (membaca pemahaman). Membaca juga merupakan aktivitas yang dilakukan guna mengkritisi isi bacaan (membaca kritis). Di samping itu, membaca juga dapat dikatakan sebagai proses memperoleh informasi sebagai bahan pengembangan produk kreatif pembaca (membaca kreatif). Setiap guru bahasa haruslah menyadari serta memahami benar-benar bahwa membaca adalah suatu metode
yang dapat dipergunakan untuk berkomunikasi dengan diri kita sendiri dan kadang-kadang dengan orang lain, yaitu mengkomunikasikan makna yang terkandung atau tersirat pada lambanglambang tertulis. Tarigan (2008:7) berpendapat bahwa “Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis”. Sedangkan Hodgson (dalam Tarigan, dkk., 2011:95) mengatakan, “Membaca adalah sustu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh seseorang untuk memperoleh kesankesan yang dikehendaki, yang disampaikan penulis melalui media katakata atau bahasa tulis”. Rahim (2009:3) mengatakan, “Membaca sebagai suatu proses visual merupakan proses menerjemahkan simbul tulis ke dalam bunyi”. Sedangkan Ghazali (2013:207) mengemukakan, “Membaca adalah sebuah tindakan merekonstruksi makna yang disusun penulis di tempat dan waktu yang berjauhan dengan tempat dan waktu penulisan”. Dalman (2013:46) mengatakan, “Kemampuan membaca adalah kecepatan membaca dan pemahaman isi”. Sedangkan Burns, dkk. (dalam Rahim, 2009:1) mengemukakan bahwa kemampuan membaca merupakan sesuatu yang vital dalam suatu masyarakat terpelajar. Namun, anakanak yang tidak memahami pentingnya belajar membaca, tidak akan termotivasi untuk belajar. Belajar membaca merupakan usaha yang terus-menerus, dan anak-anak yang melihat tingginya nilai (value) membaca dalam kegiatan pribadinya akan lebih giat belajar dibandingkan dengan anak-anak yang tidak menemukan keuntungan dari kegiatan membaca. Menurut Tampubolon (2008:7) yang dimaksud dengan “Kemampuan membaca adalah
NOSI Volume 2, Nomor 4, Agustus 2014___________________________________Halaman | 324
kecepatan membaca dan pemahaman isi secara keseluruhan”. Bond, dkk. (dalam Tarigan, 2011:35) mengatakan, “Membaca pemahaman adalah kegiatan membaca yang bertujuan memperoleh pemahaman dan penafsiran yang memadai terhadap makna-makna yang terkandung di dalam lambang-lambang tulis”. Sasaran utamanya ialah menghasilkan para pembaca yang efektif. Dalman (2013:87) mengemukakan, membaca pemahaman adalah membaca secara kognitif (membaca untuk memahami). Dalam membaca pemahaman, pembaca dituntut mampu memahmi isi bacaan. Oleh sebab itu, setelah membaca teks, si pembaca dapat menyampaikan hasil pemahaman membacanya dengan cara membuat rangkuman isi bacaan dengan menggunakan bahasa sendiri dan menyampaikannya baik secara lisan maupun tulisan. Sedangkan Tarigan (2008:58) berpendapat bahwa, “Membaca pemahaman ialah sejenis membaca yang bertujuan untuk memahami standar-standar atau normanorma kesastraan, resensi kritis, drama tulis, dan pola-pola fiksi.” Kemampuan membaca seseorang sangat ditentukan oleh tingkat keseringan (frekuensi) dan panjang pendeknya waktu (durasi) untuk membaca. Ini berarti, semakin sering dan banyak waktu untuk aktivitas membaca, besar kemungkinan semakin tinggi tingkat kemampuan dan semakin mudah dalam memahami isi bacaan. Tingkat keseringan membaca ini akan membuahkan sebuah kebiasaan membaca. Siswa yang memiliki kebiasaan membaca tinggi akan memiliki pengetahuan dan pengalaman yang lebih tinggi pula jika dibandingkan dengan siswa yang kebiasaan membacanya rendah. Hal ini, akan membantu siswa dalam mempelajari dan memahami isi bacaan yang dibacanya. Dengan kata lain, siswa yang memilki kebiasaan membaca tinggi akan
memiliki kemampuan memahami isi bacaan yang lebih baik. Dalam usaha pembentukan kebiasaan membaca, ada dua aspek yang perlu diperhatikan, yaitu minat (perpaduan antara keinginan, kemauan, dan motivasi) dan keterampilan membaca. Yang dimaksudkan keterampilan membaca ialah keterampilan mata dan penguasaan teknik-teknik membaca. Kalau minat tidak berkembang, maka kebiasaan membaca sudah tentu tidak akan berkembang. Oleh karena itu diperlukan usaha-usaha untuk meningkatkan minat dan kebiasaan membaca. Kebiasaan membaca merupakan suatu kegiatan yang dilakukan seseorang secara otomatis, dengan sengaja atau terencana dan teratur atau berulang-ulang dalam rangka memahami, menafsirkan, dan memaknai isi suatu bacaan. Aktivitas membaca dikatakan otomatis, jika seseorang yang memiliki kebiasaan membaca, dengan sendirinya terangsang untuk membaca, jika situasi dan kondisi seperti waktu, tempat, dan jenis bacaan dapat terpenuhi. Tampubolon (2008:227) mengatakan bahwa kebiasaan adalah kegiatan atau sikap, baik fisik maupun mental, yang telah membudaya dalam suatu masyarakat. Kebiasaan tersebut merupakan bagian dari kebudayaan suatu masyarakat. Kebiasaan juga berkaitan dengan minat, dan merupakan perpaduan antara keinginan dan kemauan yang dapat berkembang jika ada motivasi. Sedangkan Kemendikbud (2014) mengemukakan,kebiasaan adalah sesuatu yang biasa dikerjakan, atau suatu pola untuk melakukan tanggapan terhadap situasi tertentu yang dipelajari oleh seorang individu dan yang dilakukannya secara berulang untuk hal yg sama. Lebih lanjut Tampubolon (2008:228) mengatakan, kebiasaan membaca ialah kegiatan membaca yang telah mendarah daging pada diri seseorang. Dari segi
NOSI Volume 2, Nomor 4, Agustus 2014___________________________________Halaman | 325
kemasyarakatan, kebiasaan membaca adalah kegiatan membaca yang telah membudaya dalam suatu masyarakat. Yang perlu dicapai ialah kebiasaan membaca yang efesien, yaitu kebiasaan membaca yang disertai minat yang baik dan keterampilan yang efesien yang secara bersama-sama berkembang dengan maksimal. Kenyataan menunjukkan bahwa soalsoal ujian, baik ujian nasional, ujian sekolah maupun ujian akhir semester sebagian besar menuntut pemahaman siswa dalam mencari dan menentukan tema, gagasan pokok, gagasan penjelas, kalimat utama, kesimpulan, pesan/amanat, tokoh utama, latar, dan sebagainya. Nurgiyantoro (2013:378) mengemukakan, “Soal yang umum ditanyakan dalam tes membaca pemahaman adalah (1) tema, (2) gagasan pokok, (3) gagasan penjelas, (4) makna tersurat dan tersirat, (5) bahkan juga makna istilah dan ungkapan. Jadi, tes kompetensi kosakata dapat menumpang di sini”. Tanpa kemampuan membaca pemahaman yang tinggi, siswa tidak akan dapat menjawab soalsoal tersebut. Di sinilah peran penting membaca pemahaman untuk menentukan jawaban yang benar. Belum lagi dengan adanya standar nilai kelulusan yang terus meningkat dari tahun ke tahun, hal ini memicu guru bahasa Indonesia khususnya untuk dapat mencapai target nilai tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh deskripsi objektif tentang (1) kebiasaan membaca siswa kelas VI SDN 1 Josari Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo tahun pelajaran 2013/2014, (2) kemampuan membaca pemahaman siswa kelas VI SDN 1 Josari Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo tahun pelajaran 2013/2014, dan (3) korelasi antara kebiasaan membaca dengan kemampuan membaca pemahaman siswa kelas VI SDN 1 Josari Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo tahun pelajaran 2013/2014.
METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini, dipergunakan metode deskriptif korelasional. Rancangan ini untuk mencari hubungan antara dua variabel atau lebih yang dilakukan dengan menghitung korelasi antarvariabel yang akan dicari hubungannya. Korelasi merupakan angka yang menunjukkan arah dan kuatnya hubungan antar dua variabel atau lebih. Arah dinyatakan dalam bentuk hubungan positif atau negatif, sedangkan kuatnya hubungan dinyatakan dalam besarnya koefisien korelasi (Sugiyono, 2013:224). Lebih lanjut Sugiyono (2013:225226) menyatakan, hubungan dua variabel atau lebih dikatakan hubungan positif, bila nilai suatu variabel ditingkatkan, maka akan meningkatkan variabel yang lain, dan sebaliknya bila satu variabel diturunkan maka akan menurunkan nilai variabel yang lain. Sedangkan dua variabel atau lebih dikatakan hubungan negatif, bila nilai satu variabel dinaikkan maka akan menurunkan nilai variabel yang lain, dan juga sebaliknya bila nilai satu variabel diturunkan, maka akan menaikkan nilai variabel yang lain. Kuatnya hubungan antar variabel, dinyatakan dalam koefisien korelasi. Koefisien korelasi positif terbesar adalah 1 dan koefisien korelasi negatif terbesar adalah -1, sedangkan yang terkecil adalah 0. Dalam penelitian ini, metode korelasional digunakan untuk membuktikan ada atau tidak ada hubungan positif yang signifikan antara kebiasaan membaca dengan kemampuan membaca pemahaman pada siswa kelas VI SDN 1 Josari Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo tahun pelajaran 2013/2014. Instrumen dalam penelitian ini terdiri atas angket dan tes. Pengisian angket dilakukan untuk memperoleh data skor/nilai kebiasaan membaca siswa.
NOSI Volume 2, Nomor 4, Agustus 2014___________________________________Halaman | 326
Sedangkan tes dilakukan untuk memperoleh data skor/nilai kemampuan membaca pemahaman siswa. Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan berupa data ordinal, yaitu data yang berupa angka yang menunjukkan tingkatan. Data ordinal disebut juga data berjenjang/ranking, untuk menganalisisnya menggunakan teknik korelasi Spearman Rank, dengan rumus (Sugiyono, 2013: 245). Untuk menginterpretasikan hasil analisis data, maka angka koefisien korelasi dibandingkan dengan tabel nilai rho pada taraf kesalahan 1% atau 5%. Apabila hasil rho hitung lebih besar dari rho tabel, maka hal ini berarti terdapat hubungan yang signifikan antara kedua variabel dalam penelitian ini. Dengan demikian hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. HASIL DAN PEMBAHASANNYA Berdasar hasil pembahasan dan analisis data, dapat diketahui bahwa data kebiasaan membaca siswa kelas VI SDN 1 Josari Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo tahun pelajaran 2013/2014, adalah (1) responden yang memiliki kebiasaan membaca dengan kategori A (sangat baik), sebanyak 8 responden (25,00%), (2) responden yang memiliki kebiasaan membaca dengan kategori B (baik), sebanyak 15 responden (46,88%), (3) responden yang memiliki kebiasaan membaca dengan kategori C (cukup), sebanyak 9 responden (28,12%), (4) responden yang memiliki kebiasaan membaca dengan kategori D (kurang), tidak ada (kosong), (5) responden yang memiliki kebiasaan membaca dengan kategori E (kurang sekali), tidak ada (kosong), (6) skor tertinggi kebiasaan membaca yang diperoleh responden adalah 112 (93,33%), (7) skor terendah kebiasaan membaca yang diperoleh responden adalah 73 (60,83%), dan (8) skor ratarata kebiasaan membaca yang diperoleh responden adalah 92,22 (76,85%).
Berdasar analisis data, dapat diketahui bahwa data kemampuan membaca pemahaman siswa kelas VI SDN 1 Josari Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo tahun pelajaran 2013/2014, adalah (1) responden yang memiliki kemampuan membaca pemahaman dengan kategori A (sangat baik), sebanyak 8 responden (25,00%), (2) responden yang memiliki kemampuan membaca pemahaman dengan kategori B (baik), sebanyak 16 responden (50%), (3) responden yang memiliki kemampuan membaca pemahaman dengan kategori C (cukup), sebanyak 5 responden (15,62%), (4) responden yang memiliki kemampuan membaca pemahaman dengan kategori D (kurang), sebanyak 3 responden (9,38%), (5) responden yang memiliki kemampuan membaca pemahaman dengan kategori E (kurang sekali), tidak ada (kosong), (6) skor tertinggi kemampuan membaca pemahaman yang diperoleh responden adalah 29 (96,67%), (7) skor terendah kemampuan membaca pemahaman yang diperoleh responden adalah 15 (50,00%), dan (8) skor rata-rata kemampuan membaca pemahaman yang diperoleh responden adalah 22,63 (75,42%). Dalam penelitian ini, data dianalisis dengan teknik korelasi Spearman Rank. Dari hasil analisis data, diperoleh nilai p (koefisien korelasi Spearman Rank) sebesar 0,856. Dalam analisis data selanjutnya, diperoleh nilai t sebesar 9,069. Untuk mengetahui harga t hitung tersebut signifikan atau tidak, maka harus dibandingkan (dikonsultasikan) dengan harga t tabel, untuk taraf kesalahan tertentu, yaitu 1% maupun 5%, dengan dk = n – 2. Karena di sini uji dua fihak, maka harga t dilihat pada harga t uji dua fihak dengan dk = 30, dengan taraf kesalahan 1% diperoleh harga t = 2,750, dan taraf kesalahan 5% diperoleh harga t = 2,042. Karena harga t hitung lebih besar daripada harga t
NOSI Volume 2, Nomor 4, Agustus 2014___________________________________Halaman | 327
tabel untuk taraf kesalahan 1% maupun 5% (9,069 > 2,750 > 2,042), maka Ho yang menyatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan membaca dengan kemampuan membaca pemahaman ditolak, dan Ha diterima. Jadi kesimpulannya, terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kebiasaan membaca dengan kemampuan membaca pemahaman siswa kelas VI
SDN 1 Josari Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo tahun pelajaran 2013/2014, dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,856. Berikut ini juga dikemukakan hasil analisis data dengan teknik korelasi Spearmans Rank, dengan bantuan SPSS Statistics 17.0 sebagaimana di bawah ini.
Descriptive Statistics
KebiasaanMembaca MembacaPemahaman
Mean 92.2188 22.6250
Std. Deviation 12.24148 3.74812
N 32 32
Correlations
Spearman's rho
Kebiasaan Membaca
Kebiasaan Membaca 1.000
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) . N 32 Membaca Correlation .856** Pemahaman Coefficient Sig. (2-tailed) 0.000 N 32 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Berdasar hasil pembahasan dan analisis data, dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kebiasaan membaca dengan kemampuan membaca pemahaman siswa kelas VI SDN 1 Josari Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo tahun pelajaran 2013/2014, dengan tingkat korelasi yang sangat kuat, yaitu 0,856. Jadi, semakin tinggi tingkat kebiasaan membaca siswa, maka akan semakin tinggi pula tingkat kemampuan membaca pemahaman siswa tersebut. Implikasi dari hasil penelitian tersebut terhadap pemebelajaran membaca, dapat dikemukakan (1) siswa diharapkan memiliki tingkat kebiasaan membaca minimal dalam kategori B (baik), namun kenyataannya masih ada 28,12% siswa
Membaca Pemahaman .856** 0.000 32 1.000 . 32
yang memiliki tingkat kebiasaan membaca dalam kategori C (cukup), (2) siswa diharapkan memiliki tingkat kemampuan membaca pemahaman minimal dalam kategori B (baik), namun kenyataannya masih ada 15,62% siswa yang memiliki tingkat kemampuan membaca pemahaman dalam kategori C (cukup) dan 9,38% siswa yang memiliki tingkat kemampuan membaca pemahaman dalam kategori D (kurang), (3) siswa diharapkan selalu meningkatkan kebiasaan membaca, tanpa harus ada paksaan dari siapapun, sehingga kemampuan membaca pemahaman mereka pun bisa meningkat, (4) siswa diharapkan selalu meningkatkan kemampuan membaca pemahaman, sehingga mereka memperoleh berbagai macam informasi,
NOSI Volume 2, Nomor 4, Agustus 2014___________________________________Halaman | 328
ilmu, dan pengetahuan yang sangat bermanfaat, (5) guru diharapkan dapat meningkatkan kebiasaan membaca siswa, misalnya dengan menambah jam wajib kunjung perpustakaan dan diadakannya jam wajib baca, (6) guru diharapkan dapat meningkatkan kemampuan membaca pemahaman siswa, misalnya dengan banyak memberi tugas membaca, khususnya membaca pemahaman, (7) pihak sekolah diharapkan mendukung usaha peningkatan kebiasaan membaca siswa, misalnya dengan melengkapi fasilitas perpustakaan, seperti menambah koleksi buku, ruang baca yang nyaman, dan diadakannya lomba menulis sinopsis. Hal ini perlu dilakukan, agar dapat membangkitkan semangat dan motivasi siswa dalam membaca, dan (8) pihak sekolah dan orang tua, diharapkan dapat memberikan contoh kepada siswa dalam hal kebiasaan membaca, sehingga dapat terbentuk budaya baca. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis data, dapat dikemukakan beberapa kesimpulan (1) kebiasaan membaca siswa kelas VI SDN 1 Josari Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo tahun pelajaran 2013/2014 dalam kategori B (baik), yaitu 92,22 (76,85%), (2) kemampuan membaca pemahaman siswa kelas VI SDN 1 Josari Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo tahun pelajaran 2013/2014 dalam kategori B (baik), yaitu 22,63 (75,42%), dan (3) terdapat korelasi positif yang signifikan antara kebiasaan membaca dengan kemampuan membaca pemahaman siswa kelas VI SDN 1 Josari Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo tahun pelajaran 2013/2014, dengan tingkat korelasi yang sangat kuat, yaitu 0,856. Saran
Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis data, dapat dikemukakan beberapa saran (1) siswa hendaknya memiliki tingkat kebiasaan membaca minimal dalam kategori B (baik), namun kenyataannya masih ada 28,12% siswa yang memiliki tingkat kebiasaan membaca dalam kategori C (cukup), (2) siswa hendaknya memiliki tingkat kemampuan membaca pemahaman minimal dalam kategori B (baik), namun kenyataannya masih ada 15,62% siswa yang memiliki tingkat kemampuan membaca pemahaman dalam kategori C (cukup) dan 9,38% siswa yang memiliki tingkat kemampuan membaca pemahaman dalam kategori D (kurang), (3) siswa hendaknya selalu meningkatkan kebiasaan membaca, tanpa harus ada paksaan dari siapapun, sehingga kemampuan membaca pemahaman mereka pun bisa meningkat, (4) siswa hendaknya selalu meningkatkan kemampuan membaca pemahaman, sehingga mereka memperoleh berbagai macam informasi, ilmu, dan pengetahuan yang sangat bermanfaat, (5) guru hendaknya dapat meningkatkan kebiasaan membaca siswa, misalnya dengan menambah jam wajib kunjung perpustakaan dan diadakannya jam wajib baca, (6) guru hendaknya dapat meningkatkan kemampuan membaca pemahaman siswa, misalnya dengan banyak memberi tugas membaca, khususnya membaca pemahaman, (7) sekolah hendaknya mendukung usaha peningkatan kebiasaan membaca siswa, misalnya dengan melengkapi fasilitas perpustakaan, seperti menambah koleksi buku, ruang baca yang nyaman, dan diadakannya lomba menulis sinopsis, hal ini perlu dilakukan, agar dapat membangkitkan semangat dan motivasi siswa dalam membaca, (8) sekolah dan orang tua, hendaknya dapat memberikan contoh kepada siswa dalam hal kebiasaan membaca, sehingga dapat terbentuk budaya baca, dan (9) dalam
NOSI Volume 2, Nomor 4, Agustus 2014___________________________________Halaman | 329
penelitian berikutnya, hendaknya peneliti menggunakan lebih dari dua variabel, sehingga hasilnya lebih representative, selain kebiasaan membaca, masih ada faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi atau meningkatkan kemampuan membaca pemahaman siswa yang perlu mendapat perhatian, misalnya minat baca, motivasi, dan emosi. DAFTAR RUJUKAN Abidin, Y. 2012. Pembeljaran Bahasa Berbasis Pendidikan Karakter. Bandung: PT Refika Aditama. Dalman. 2013. Keterampilan Membaca. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Ghazali, S. 2013. Pembelajaran Keterampilan Berbahasa dengan Pendekatan Komunikatif-Interaktif. Bandung: PT Refika Aditama. Kemendikbub. 2014.Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Online), (http://kbbi.web.id/, diakses 17 Februari 2014). Nurgiyantoro, B. 2013. Penilaian Pembelajaraan Bahasa Berbasis Kompetensi. Yogjakarta: BPFE. Rahim, F. 2009. Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara. Sugiyono. 2013. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Tampulonon, D.P. 2008. Kemampuan Membaca, Teknik Membaca Efektif dan Efisien. Bandung: Angkasa. Tarigan, H.G. 2008. Membaca sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa. Tarigan, H.G., Saifullah, A.R., dan Harnas, K.A. 2011. Membaca dalam Kehidupan. Bandung: Angkasa. Zulela M.S. 2012. Pembelajaran Bahasa Indonesia, Apresiasi Sastra di Sekolah Dasar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
NOSI Volume 2, Nomor 4, Agustus 2014___________________________________Halaman | 330