KOORDINASI ANTARA JAKSA DENGAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN PEMERINTAH (BPKP) DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Kejaksaan Negeri Padang) Riki Ferdian1, Fitriati2, Syafridatati 1 1) Progam Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Bung Hatta 2) Progam Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Taman Siswa Email:
[email protected]
ABTRACT Coordination between the Prosecutor and the Government Audit Agency (BPKP) first occurs in the process of investigation by the Attorney when the indication of corruption. The issues raised in this paper are (1) What kind of coordination is done by the Finance Audit Agency Attorney with the government (BPKP) in the process of investigation of Corruption? (2) What are the constraints by the Prosecutor in coordinating with the Government of the State Audit Board (BPKP) on the investigation? (3) How is the effort made by the Prosecutor in overcoming obstacles in the investigation process Corruption ?. This study uses sociojuridical approach. The data used include the primary data and secondary data, the data collected by the study of documents and interviews. The data collected in qualitative analysis. From research conducted in conclude if there is fulfilled sufficient preliminary evidence about the alleged occurrence of a crime, the Prosecutor will conduct an investigation, in terms of unmet sufficient preliminary evidence, the Prosecutor may request that the Board of Audit Government to carry out further investigation in order to complete the proof required. Obstacles encountered: Frequent different perceptions about the loss of the government, existence of differences between the rules of Attorney with Government Auditing Agency. Efforts is Attorney and Agency Finance Pemeiksa Government held an internal meeting. During the meeting discussed the cooperation that will be conducted by the Attorney with the government audit agency in the investigation process against financial loss calculation State in which there are indications of corruption. Keywords: Coordination, Attorney, Corruption, Investigation Kata Kunci: Koordinasi, Jaksa, Korupsi, Penyidikan orang, dan agar tercapai kebahagiaan yang merata dalam mansyarakat. Salah satu tindak pidana yang dapat dikatakan fenomenal adalah masalah korupsi. Tindak pidana ini tidak hanya merugikan keungan negara, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu bagian dari hukum pidana khusus di samping mempunyai spesifikasi tertentu yang berbeda dengan hukum pidana umum, seperti adanya penyimpangan
Latar Belakang Persatuan masyarakat membuat hubungan yang sangat erat antara masyarakat dan negaranya. Dalam pergaulan hidup timbul berbagai hubungan atau pertalian yang mengakibatkan bahwa yang seseorang dan yang lain saling kenalmengenal dan pengaruh-mempengaruhi. Di masyarakt kerap kali harus ada kerjasama antara Lembaga yang satu dengan yang lainnya, misalnya hubungan antara Kejaksaan dan BPKP. Negara berkewajiban melindungi kepentingan tiap 1
hukum acara serta apabila ditinjau dari materi yang diatur. Karena itu, Tindak Pidana Korupsi secara langsung maupun tidakn langsung dimaksudkan menekan seminimal mungkin terjadinya kebocoran dan penyimpangan terhadap keungan dan perekonomian negara. Korupsi di Indonesia terus menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Tindak Pidana Korupsi sudah meluas dalam masyarakat, baik dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian negara, maupun dari segi kualitas tindak pidana yang dilakukan semakin sistematis serta lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat. Di lain pihak, sudah ada beberapa peraturan pemerintah yang berkaitan dengan operasional pemberantasan korupsi. Akan tetapi, kenyataannya hingga saat ini korupsi tidak juga berkurang, bahkan dirasakan cenderung meningkat. Korupsi tambah merajalela kendati telah banyak perangkat hukum yang mengaturnya. Hal ini menunjukkan tidak berfungsinya dimensi politik kriminal dari perangkat hukum pidana yang ada, khususnya yang mengatur korupsi. Secara harfiah korupsi merupakan sesuatu yang busuk, jahat, dan merusak. Jika membicarakan tentang korupsi yang memang akan menemukan kenyataan semacam itu karena korupsi menyangkut segi-segi moral, sifat dan keadaan yang busuk, jabatan dalam instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, faktor ekonomi dan politik, serta penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatannya. Dengan demikian, secara harfiah dapat ditarik kesimpulan bahwa sesungguhnya
istilah korupsi memiliki arti yang sangat luas. Pada Pasal 1 butir 1 UndangUndang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia ditentukan bahwa Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undangundang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum serta wewenang lain berdasarkan undang-undang. Di dalam pasal 1 butir 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 disebutkan bahwa: (1) jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. (2) penuntut umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini utntuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. Jaksa sebagai penuntut umum dalam perkara pidana harus mengetahui secara jelas semua pekerjaan yang harus dilakukan penyidik dari permulaan hingga terakhir yang seluruhnya harus dilakukan berdasrkan hukum. Jaksa akan mempertanggungjawabkan semua perlakuan terhadap terdakwa itu mulai tersangka disidik, kemudian diperiksa perkaranya, lalu ditahan, dan akhirnya apakah tuntutannya yang dilakukan oleh jaksa itu sah atau benar atau tidak menurut hukum,sehingga benar-benar rasa keadilan masyarakat dipenuhi. Dalam tulisan ini lebih diarahkan kepada badan yang berwenang dalam pemeriksaan keungan pemerintah terkait dalam indikasi korupsi yang merupakan penyambung tangan dari masyarakat luas menuju pemerintahan yang baik serta bebas dari korupsi. Tidak hanya Badan 2
Pemeriksa Keungan Pemerintah (BPKP) tetapi Kejaksaan Negeri yang merupakan badan dari pihak yang berwenang dalam menangani kasus juga membantu dalam memberikan, memperbaiki, dan menyelesaikan kasus mengenai apapun yang menyangkut perkembangan Negara Indonesia. Oleh karena itu Negara Indonesia dalam melaksanakan Peraturan Perundangundangan akan lebih baik, jika ada suatu lembaga yang memberantas kejahatan khususnya Tindak Pidana Korupsi. Dalam hal ini sangat membantu sekali dalam memperjelas suatu instansi pemerintahan terkait dengan kejahatan korupsi ini. Aparat hukum yang berwenang seperti Kejaksaan Negeri dalam hal ini memiliki caranya sendiri dalam berinteraksi dengan pihak Badan Pemeriksa Keuangan pemerintah (BPKP) dalam mengungkap sebuah kasus pindana. Pihak Kejaksaan dan BPKP harus bekerjasama untuk mendapatkan hasil yang baik dalam penegakan hukum secara adil dimata masyarakat Indonesia. Tugas penegak hukum adalah tanggung jawab utama negara. Tugas ini tidak ringan sehingga mutlak deperlukan kerjasama antara komponen, baik dari kalangan pemerintah maupun masyarakat. Kerjasama sangat diperlukan untuk mengoptimalkan upaya penegakan hukum, lebih-lebih antara lembaga penegakan hukum Contoh Kasus: Pada tahun 2004 berdasarkan laporan dari BPKP kepada Kejaksaan Negeri Padang, bahwasannya telah terjadi dugaan penyimpangan anggaran bantuan dana kegiatan pembinaan keagamaan MUI Sumbar dan dana kegiatan pembinaan Da’i asal Mentawai pada biro pemberdayaan Sosial Pemuda dan Olah Raga (SOSPORO) Sekda Provinsi Sumatra
Barat tahun 2004 yang diterima oleh tersangka Prof. Dr. H. Masrun Haroen, Ma tidak dapat dipertanggungjawabkan/ SPJ tidak ada. Ketentuan yang dilanggar kesatu pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 ayat (1) huruf a dan b ayat (2), ayat (3) UU nomor 3 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaiman telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001. Kedua: pasal 3 jo pasal 18 ayat (1) huruf a dan b ayat (2), ayat (3) UU nomor: 31 tahun 1999 pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001. Dapat dilihat dari peraturan dan contoh kasus yang ada bahwa koordinasi antara pihak Kejaksaan dan Badan Pemeriksa Keuangan Pemerintah benar adanya dalam penegak hukum secara adil menurut masyarakat dan ketentuan yang ada. Tanpa adanya kerja sama yang saling menunjang antara lembaga penegak hukum, upaya penegakan hukum akan gagal dan tingkat kriminalitas tidak akan pernah bisa ditekan. Oleh karena itu perlu diketahui bagaimana koordinasi antara kejaksaan dan Badan Pemeriksa Keuangan Pemerintah (BPKP) berkaitan dengan penyidikan dalam memberantas Tindak Pidana Korupsi di kota Padang. Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk membahas dan mengadakan penelitian dengan judul “Koordiansi Antara Jaksa dan Badan Pemeriksa Keuangan Pemerintah (BPKP) dalam PenyidikanTindak Pidana Korupsi”. Metode Penelitian Metode adalah berupa cara yang digunakan untuk mendapatkan data yang nantinya dapat pula untuk dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Cara yang digunakan untuk mendapatkan 3
hasil semaksimal mungkin terhadap suatu kejadian atau permasalahan sehingga akan mendapatkan suatu kebenaran. Untuk mendapatkan hasil yang objektif, ilmiah, dan dapat dipertanggungjawabkan tersebut, maka penulis akan memberikan klasifikasi sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah yuridis sosiologis, yaitu suatu metode pendekatan masalah melalui peraturan dan teori yang ada kemudian dihubungkan dengan kenyataan atau fakta yang ada di masyarakat. 2. Jenis Data Adapun jenis-jenis data yang digunakan dalam penulisan ini adalah: a. Data Primer Data yang di peroleh langsung dari penelitian yang di lakukan di lapangan ( Kejaksaan Negeri Padang ) untuk mendapatkan data atau informasi langsung dari dua orang jaksa yaitu Jaksa Penyidik Ibu Irna, SH dan Fitra Erwina, SH, MH pada tanggal 16-19 Januari 2015, tentang koordinasi yang di lakukan oleh Kejaksaan dan Badan Pemeriksa Keuangan Pemertintah dalam mengungkap tindak pidana korupsi serta bagaimana upaya penanggulangan tindak pidana korupsi. b. Data Sekunder Data yang telah terolah atau tersusun. Data sekunder yang ditemukan mencakup dokumen – dokumen resmi, buku – buku, hasil – hasil yang berbentuk laporan yang membahas tentang teknik penyidikan oleh penyidik dalam mengungkap tindak pidana korupsi. 3. Teknik Pengumpulan data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a.
Studi dokumen adalah alat pengumpul data yang dilakukan melalui data tertulis, data diperoleh langsung dari lapangan berupa data tertulis seperti dokumen-dokumen. b. Wawancara adalah melakukan komunikasi antara satu orang dengan beberapa orang untuk mendapatkan suatu informasi yang jelas. Dalam hal ini mengajukan pertanyaan yang disusun dalam daftar pertanyaan semi terstruktur secara langsung kepada Jaksa Penyidik Fitria Erwina, SH, MH dan Irna, SH Kejaksaan Negeri Padang dengan berpedoman kepada daftar pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan terlebih dahulu mengenai hal-hal yang berhubungan dengan penelitian ini. 4. Analisis Data Analisis data menggunakan metode kualitatif yaitu proses penarikan kesimpulan dengan tidak menggunakan angka-angka, tetapi berdasarkan perundang-undangan dan kenyataan yang ada dilapangan yang kemudian diuraikan dalam kalimat-kalimat. Hasil Penelitian dan Pembahasan A.Bentuk Koordinasi yang Dilakukan Oleh Kejaksaan dan Badan Pemeriksaan Keuangan Pemerintah (BPKP) Dalam Proses Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Koordinasi antara Kejaksaan dan Badan Pemeriksaan Keuangan Pemerintah (BPKP) pertama kali terjadi dalam proses penyidikan yang dilakukan oleh pihak Kejaksaan apabila terjadinya indikasi tindak pidana korupsi. Koordinasi yang akan dilakukan oleh Kejaksaan merupakan koordinasi dalam hal penyelesaian tindak pidana yang telah terjadi yaitu tindak 4
pidana korupsi. Kejaksaan mendapat bantuan dengan hadirnyaberbagai lembaga baru untuk berbagi peran dan tanggung jawab. Kehadiran lembaga-lembaga baru dengan tanggung jawab yang spesifik ini mestinya dipandang positif sebagai mintra kejaksaan dalam memerangi tindak pidana korupsi.
tersebut dilihat dari sudut pandang yuridisnya. 2. Adanya perbedaan aturan antara kejaksaan dengan badan pemeriksaan keuangan pemerintah yang mana pada saat melakukan birokrasi terhadap surat-menyurat ternyata rumit. Kejaksaan dan badan pemeriksaan keuangan pemerintah memiliki aturan standar yang berlaku dan harus digunakan dalam setiap melakukan pekerjaan / kegiatan apa saja termasuk dalamnya birokrasi terhadap surat – menyurat yang akan dilakukan oleh masing – masing lembaga yaitu kejaksaan dan Badan pemeriksa keuangan pemerintah.
Dalam melakukan koordinasi antara Kejaksaan Negeri dengan Badan Pemeriksaan Keuangan Pemerintah (BPKP) dalam penyidikan tindak pidana korupsi ada beberapa bentuk kegiatan yang dilakukan Kejaksaan Negeri selaku penyidik terhadap Badan Pemeriksaan Pemerintah (BPKP) selaku lembaga yang memiliki keahlian dalam perhitungan keuangan pemerintah dimana disebut dengan keterangan ahli.
C.Upaya Yang Dilakukan Oleh Kejaksaan Negeri Padang Dalam Melakukan Koordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan Pemerintah (BPKP)
B.Kendala oleh Kejaksaan dalam Melaksanakan Koordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan Pemerintah ketika Proses Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Dilakukan.
Berdasarkan wawancara dengan penyidik kejaksaan negeri padang Ibu Fitria Erwina, SH, MH dan Ibu Irna.SH bahwa penyidik memiliki beberapa upaya dalam mengatasi kendala yang terdapat dalam koordinasi antara kejaksaan dengan Badan Pemeriksa Keuangan Pemerintah dalam proses penyidikan untuk memberantas tindak pidana korupsi adalah sebelum melakukan penyidikan oleh kejaksaan,kejaksaan memeriksa pemberitahuan berbentuk tertulis seperti surat kepada Badan Pemeriksa Keuangan Pemerintah untuk membantu dalam perhitungan kerugian keuangan negara terhadap tindak pidana korupsi. Setelah adanya balasan dari Badan Pemeriksa Keuangan Pemerintah, kejaksaan meminta kepada Badan Pemeriksa Keuanagn Pemerintah utk
Dalam setiap melakukan hubungan koordinasi antara instansi dalam sistem peradilan pidana pasti ada kendala yang timbul. Hasil wawancara penulis dengan penyidik Kejaksaan Negeri padang memaparkan bahwa yang menjadi kendala adalah: 1. Seringnya terjadi perbedaan persepsi mengenai kerugian pemerintah tersebut. Menurut badan pemeriksaan keuangan pemerintah keuangan negara dilihat dari jumlah atau nominal yang dikuasi ileh pelaku tindak pidana korupsi, sedangkan menurut kejaksaan negeri, kerugian negara 5
mengadakan rapat internal antara Kejaksaan dengan Badan Pemeriksa Keuangan Pemerintah, dalam rapat itu membahas mengenai adanya kerjasama yang akan dilakukan oleh kejaksaan dengan Badan Pemeriksa Keuangn Pemerintah dalam proses penyidikan terhadap perhitungan kerugian keuangan negara yang didalamnya terdapat indikasi terjadinya tindak pidana korupsi
2. Hal-hal yang menjadi kendala oleh Kejaksaan dalam melaksanakan koordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan Pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi adalah adanya perbedaan persepsi atas makna dari kerugian keuangan Negara antara Kejaksaan dengan Badan Pemeriksa Keuangan Pemerintah, tidak hanya itu saja tetapi perbedaan aturan yang mendasar yang dipergunakan oleh masing-masing lembaga Kejaksaan dengan Badan Pemeriksa Keuangan Pemerintah serta sistem birokrasi yang dipergunakan oleh masing-masing pihak hendaknya jangan berbelitbelit agar tercapainya tujuan bersama dalam memberantas tindak pidana korupsi.
Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Bentuk Koordinasi antara Kejaksaan dan Badan Pemeriksaan Keuamgan Pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi sangat dibutuhkan demi kelancaran dalam proses tingkat penyidikan terhadap adanya indikasi tindak pidana korupsi pada keuangan Negara. Sebagaimana telah dipaparkan pada hasil penelitian dan pembahasan secara garis besarnya bentuk kegiatan dari koordinasi antara Kejaksaan dan Badan Pemeriksaan Keuangan Pemerintah dapat berupa pemberian bantuan tenaga auditor, pemberian keterangan ahli, pemberian bantuan audit investigasi yang mana audit investigasi ini merupakan audit yang dilakukan dengan cara investigasi sesuai dengan kemampuan penyidik Kejaksaan dalam menemukan indikasi tindaki pidana korupsi terhadap data yang diaudit oleh Badan Pemeriksa Pemerintah dan Pemberian perhitungan keuangan Negara.
Secara garis besarnya, upaya penegakan hukum yang dilakukan terhadap tindak pidana korupsi sering mengalami kendala. Kendala tersebut antara lain dapat berupa: a. Modus operasi yang tergolong canggih b. Pelaku mendapatkan perlindungang korps, atasan, atau teman-temannya c. Objeknya rumit, misalnya karena berkaitan dengan berbagai peraturan d. Sulitnya mengumpulkan berbagai bukti permulaan e. Manajemen sumber daya manusia f. Perbedaan persepsi dan interprestasi (dikalangan lembaga penegak hukum yang berkaitan) 6
g. Sarana prasarana yang belum memadai 3. Upaya dalam mengatasi kendala tersebut. Upaya yang dilakukan Kejaksaan dalam melaksanakan koordinasi bilamana terdapat kendala dalam proses penyidikan untuk memberantas tindak pidana korupsi adalah mengadakan forum koordinasi berupa rapat pidana korupsi adalah mengadakan forum koordinasi berupa rapat internal mengenai koordinasi dalam proses penyidikan Kejaksaan dengan Badan Pemeriksa Keuangan Pemerintah serta mengadakan join investigation dengan pihak Badan Pemeriksa Keuangan Pemerintah secara langsung.
2. Sebelum melakukan koordianasi penyidik kejaksaan telah melengkapi terlebih dahulu surat atau dokumen atau pembantu untuk memudahkan proses penyidikan yang akan dilakukan dan untuk mengefektifkan waktu, sebelum tahap penyidikan dimulai, penyidik melakukan join investigation dengan pihak Pemeriksa Keuangan Pemerintah demi kelancaran dan tujuan bersama untuk penegakan hukum secara adil. 3. Mengadakan pendidikan dan pelatihan guna meningkatkan pengetahuan dan keahlian bagi para pemeriksa Badan Pemeriksa Keuangan Pemerintah dan aparat Kejaksaan, seperti diklat teknis bidang hukum bagi pemeriksa Badan Pemeriksa Keuangan Pemerintah, diklat tentang pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negera bagi aparat Kejaksaan dan diklat tentang pemeriksaan investigatif.
SARAN Berdasarkan pengamatan dan penelitian yang telah penulis lakukan, dalam hal permasalahan atau kendala yang timbul, maka penils mencoba memberikan saran-saran bagi semua pihak khususnya antara Kejaksaan dan Badan Pemeriksa Keuangan Pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi, sebagai berikut: 1. Perlunya mengadakan rapat terlebih dahulu sebelum penyidikan akan dilakukan untuk mempermudah proses penyidikan yang dilakukan oleh penyidik Kejaksaan dimana rapat tersebut benrbentuk forum internal yang hanya ada pihak terkait dalam proses penyidikan tersebut seperti penyidik kejaksaan dan pihak badan pemeriksa keuangan pememerintah yang telah ditunjuk sebagai pembicara dari badan pemeriksa keuangan pemerintah.
Ucapan Terima Kasih Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada pihak-pihak yang sudah membantu penulis selama menyelesaikan skripsi. Pihak-pihak yang dengan sabar membimbing dan selalu memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi. Pihak tersebut adalah: (1) Ibu Dr. Fitriati, S.H., M.H, selaku Pembimbing I (2) Ibu Syafridatati, S.H., M.H selaku Pembimbing II, dan merangkap Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum, (3) ibu Yetisma Saini, S.H., M.H dan selaku Penguji II (4) ibu Dr. Uning Pratimaratri, S.H., M.H, selaku Penguji I, (5) Bapak Rianda, S.H., M.H, 7
selaku Penguji III, (6) Keluarga tercinta yang selalu memberi dukungan moril maupun materi. (7) serta teman-teman seperjuangan. Daftar Pustaka A.Buku-buku Acmad Basyuni, 2009, Koordinasi dan Hubungan kerja, Diklat PIM IV RRI. Bambang Sugono, Metode Penelitian Hukum, 1996, Pt Raja Gravindo Persada, Jakarta. Badan Pembinaan Hukum Nasional Depertemen Hukum dan HAM RI, Analisis dan Eveluasi Hukum Tentang Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana Korupsi, 2007, Jakarta. CST Kansil, 1993, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, jilid 1 Evi Hartanti, 2005, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Gravika, Jakarta
Lilik Mulyadi, 2006, Tindak Pidana Korupsi Normatif, Teoritis Praktis, dan Masalahnya, Pt Alumni, Jakarta Sumber Kutipan: Pra Penelitian di Kejaksaan Negeri Padang, tanggal 4 November 2014 BPerundang-undangan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia C.Lain-lain http://bentuk-tindak-pidana-korupsi.html http:/Agustinhutabarat,Tindak Pidana Korupsi di Indonesia.worldpress.com 8