KONTROVERSI HATI MOBIL MURAH : PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH Oleh : Deni Rusyana* Kebijakan mobil murah yang diterbitkan pemerintah, menjadi perdebatan yang mendapat perhatian masyarakat, apalagi perdebatan ini melibatkan pimpinan di pemerintah pusat dan di pemerintah daerah. Tidak sedikit yang kontra dengan kebijakan tersebut tetapi juga ada yang pro, dalam bahasa vickynisasi yang saat ini ramai di dunia gaul, adanya kebijakan mobil murah telah mengakibatkan “Kontroversi Hati Antara Pemerintah Pusat dan Sebagian Pemerintah Daerah”.
Mengapa Mereka Menolak Secara garis besar pihak yang kontra, melihat kebijakan ini didasari oleh sudut pandang transportasi dan urgensi dari kebijakan tersebut. Dari sudut pandang transportasi, kebijakan transportasi yang baik adalah mengarah kepada pengembangan angkutan masal atau angkutan umum berkapasitas banyak atau membatasi penggunaan angkutan umum berkapasitas sedikit. Hal ini sudah diimplenmetasikan oleh negara-negara maju melalui pengembangan angkutan umum masal seperti Kereta Api, Bus, MRT dll. Dampak dari kebijakan ini menciptakan penggunaan ruang jalan yang efesien, pengunaan energi yang lebih hemat dan biaya transportasi lebih murah (meskipun ongkos murah tersebut, juga ditunjang dari adanya subsidi pemerintah). Hal lain yang menjadi alasan pihak yang kontra terhadap kebijakan mobil murah ini adalah bahwa kebijakan kendaraan murah bukan hal yang urgen atau mendesak di dalam membangun sistem transportasi di Indonesia. Hal yang lebih urgen menurut mereka adalah pengembangan trasportasi yang murah melalui pengembangan angkutan masal sebagaimana yang dinyatakan Jokowi, Gubernur DKI Jakarta dan Jusman Syafi'I Djamal, mantan Menteri Perhubungan. Jokowi juga berpendapat bahwa pengembangan mobil produk lokal adalah lebih penting dibanding kebijakan mobil murah, meskipun untuk mengembangkan mobil produk lokal memerlukan proses yang lama. Pendapat lain yang kontra dengan kebijakan ini melihat bahwa kebijakan mobil murah ini juga berpotensi akan hilangnya pendapatan negara dari Pajak Penjulan atas Barang Mewah sebesar minimal Rp. 10 Triliun setiap tahun serta akan meningkatkan besaran subsidi BBM, sebagaimana disampaikan Anggota Dewan Transportasi Kota Jakarta, Tulus Abadi.
Apakah pendapat mereka yang kontra terhadap kebijakan mobil murah adalah benar ? Benar, saya sependapat dengan mereka. Selanjutnya apakah kebijakan mobil murah itu salah ? Belum tentu.
Kebijakan Mobil Murah Sebelum kita memberikan penilaian mengenai kebijakan mobil murah, alangkah bijaknya kita mengetahui apa itu mobil murah. Kebijakan mobil murah, secara legalitas, diinisiasi dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 33/ M-. IND/PER/7/2013 tentang Pengembangan Produksi. Kendaraan Bermotor Roda Empat Yang Hemat Energi dan Harga Terjangkau dan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2013 Tentang Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor Yang Dikenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
Mobil murah atau kendaraan dengan harga terjangkau merupakan kendaraan dengan syarat tertentu seperti besaran selinder mesin (yaitu 980 – 1200 cc utk mesin bensin dan kurang dari 1500 cc untuk mesin disel), efesiensi konsumsi bahan bakar paling sedikit 20 Km/Liter, dll yang diproduksi/ dirakit di dalam negeri untuk kemudian diberikan insentif/ fasilitas berupa penetapan dasar pengenaan pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan besaran 0% (nol persen) dari Harga Jual untuk kendaraan bermotor. Tujuan kebijakan mobil murah adalah penguatan kemampuan dan pengembangan kemandirian industri kendaraan bermotor yang berdaya saing dalam rangka memenuhi kencenderungan peningkatan permintaan kendaraan bermotor yang hemat energi dan harga terjangkau. Menangkap Peluang Permintaan Kendaraan Dengan Harga Terjangkau
Salahkah tujuan kebijakan pengembangan mobil yang hemat energi dan harga terjangkau ? saya berpandangan tidak ada yang salah, kebijakan itu adalah salah
satu upaya pemerintah untuk memenuhi permintaan masyarakat terhadap permintaan kendaraan bermotor yang hemat energi dan harga terjangkau. Pada tahun 2015, masyarakat ekonomi Asean akan diberlakukan, pada saat ini beberapa negara Asean telah mengimplementasikan kebijakan yang sama, setelah 2015 hanya sedikit intrumen yang bisa membatasi mobil-mobil yang sejenis masuk ke Indonesia. Apabila kita terlambat dalam mengantisipasi hal tersebut, maka peluang tersebut akan diambil oleh negara lain di luar Indonesia (negara Asean) meskipun prinsipalnya sama. Multiplier effect dari keterlambatan tersebut tentunya akan menyebabkan hilangnya peluang investasi, peluang terciptanya lapangan kerja dan peluang bergelitanya industri lain yang mensupport industri kendaraan bermotor yang ujungnya adalah peningkatan laju pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Kendaraan Yang Hemat Energi Sebagaimana telah disampaikan bahwa salah satu persyaratan kebijakan mobil nurah adalah harus memebuhi syarat : mempunyai selinder mesin 980 – 1200 cc untuk mesin bensin dan kurang dari 1500 cc untuk mesin disel, efesiensi konsumsi bahan bakar paling sedikit 20 Km/Liter dan tambahan merek, mode, logo yang mencerminkan Indonesia. Syarat-syarat tersebut tentunya ditujukan dalam upaya melakukan penghematan energi dan meningkatkan identitas Indonesia.
Timbul pertanyaan apakah mungkin dengan adanya kendaraan baru akan menghemat energi ?. Dengan asumsi bahwa kendaraan baru tersebut tidak akan berdampak
terhadap peningkatan penjualan kendaraan bekas, artinya bahwa dengan adanya kendaraan baru yang terjangkau penjualan kendaraan bekas tidak mengalami penurunan, tentunya tujuan dari hemat energi tersebut tidak akan tercapai. Namun demikian secara teori ekonomi, ketika terdapat kendaraan baru dengan harga yang murah maka akan berdampak pada penurunan permintaan untuk kendaraan yang lebih mahal dengan asumsi preferensi masyarakat terhadap kendaraan tersebut sama. Penurunan kendaraan dapat terjadi pada pemintaan kendaraan bekas (pada level harga yang sama/ tidak jauh berbeda untuk kendaraan murah dan kendaraan baru) dan permintaan kendaraan baru (dengan harga yang lebih tinggi dan konsumsi bahan bakar yang lebih tinggi). Apabila hal itu yang terjadi, maka kebijakan pemerintah tersebut akan lebih berdampak pada terjadinya shifting/ peralihan kepemilikan dari masyarakat yang sebelumnya sudah memiliki kendaraan dibandingkan pada peningkatan pembeli/ pengguna baru. Artinya jumlah kendaraan yang akan beroperasi akan relatif tidak meningkat secara signifikan. Dengan asumsi dan skenario seperti itu maka penghematan energi bisa terjadi. Semua Pendapat Berdasarkan Pada Prediksi dan Asumsi Dari pembahasan di atas, saya melihat bahwa kebijakan mobil murah adalah untuk mencapai target-target ekonomi yang lebih luas dan tidak semata-mata dari kacamata transportasi. Hal ini berbeda dengan pendapat pihak yang kontra yang melihat kebijakan tersebut adalah ancaman dari kacamata sistem transportasi. Pendapat saya diatas belum tentu sepenuhnya benar, karena pendapat itu berupa prediksi/ kemungkinan dengan banyak asumsi. Hal yang sama juga disampaikan oleh pihak-pihak yang pro dan kontra terhadap kebijakan ini. Diantara pihak yang kontra, ada yang berpendapat bahwa kebijakan kendaraan murah akan meningkatkan kemacetan. Pendapat tersebut sangat mungkin terjadi di kota-kota yang saat ini sudah bersahabat dengan kemacetan seperti DKI, Surabaya, Bandung. Tidak demikian halnya untuk Kota/ Daerah lain di Indonesia, yang jumlahnya lebih banyak. Pernahkan dilakukan penelitian apakah benar bahwa kebijakan kendaraan murah
merupakan variabel/ penyebab utama terhadap terjadinya kemacetan/ prediksi peningkatan ke macetan ?. Sekali lagi pendapat tersebut hanyalah prediksi dengan asumsi yang mendasarinya.
Kemacetan antara Permintaan dan Penawaran Dalam ilmu ekonomi, hal yang umum untuk mengidentifikasi permasalahan adalah dengan berdasar pada teori permintaan dan penawaran. Demikian juga dengan kemacetan, kemacetan dijalan terjadi ketika penawaran (kapasitas jalan/ prasarana transportasi) lebih rendah dari pemintaan (Jumlah kendaraan/ sarana transportasi). Dengan demikian maka untuk mengurangi kemacetan lalu lintas, kebijakan yang diperlukan adalah dengan meningkatkan penawaran (kapasitas jalan/
prasarana transportasi) dan/atau mengurangi permintaan (Jumlah kendaraan/ sarana transportasi). Kapasitas jalan dapat ditingkatkan melalui pembangunan jalan-jalan baru, menghilangkan gangguan/ penggunaan jalan diluar kepentingan lalu lintas seperti PKL dan mengoptimal kapasitas jalan melalui kebijakan rekayasa/ manajemen lalu lintas. Pengurangan jumlah kendaraan dapat dilakukan dengan membatasi kendaraan yang beroperasi melalui kebijakan disentif kepada pemilik kendaraan pribadi seperti pengenaan tarif yang tinggi, pemberlakukan road pricing, pentapan pajak kendaraan yang mahal, pengenaan pajak BBM yang tinggi/ menghilangkan subsidi BBM dsb. Pengurangan jumlah kendaraan juga dapat dilakukan melalui pengalihkan pengunaan kendaraan yang occupansi/ tingkat penggunaan kendaraan rendah ke occupansi tinggi seperti pengalihan penggunaan kendaraan pribadi ke angkutan umum masal. Dengan demikian adalah hal tidak bijak jika kita berkesimpulan bahwa kendaraan murah/ terjangkau menjadi penyebab kemacetan (dengan tidak memperhatikan variabel/ penyebab kemacetan lainnya).
Bauran Kebijakan Antara Yang Pro dan Kontra Selayaknya didalam menerbitkan kebijakan publik, pemerintah malakukan pengkajian terlebih dahulu secara konperhensif untuk melihat dampak negatif dan positif apabila kebijakan tersebut diimplemetasikan. Dalam setiap kebijakan publik tentunya tidak akan diterima secara baik oleh semua lapisan masyarakat, akan selalu ada pihak yang kontra. Permasalahannya adalah bagaimana Pemerintah bisa mengkomunikasikan kebijakan tersebut secara konperhensif sesuai hasil kajiannya, sehingga pihak yang kontra bisa lebih memahami dengan membawa mereka melihat kebijakan tersebut dalam sudut pandang yang lebih luas. Nasi sudah menjadi bubur, kebijakan sudah diterbitkan, tersebut dibawah beberapa pendapat yang menurut pandangan saya bisa mengakomondir kepentingan dari pihak yang kontra dan pro terhadap kebijakan mobil murah, sebagai berikut : 1. Kebijakan mobil murah tetap bisa berjalan dalam upaya meningkatkan pengembangan industri kendaraan bermotor, meningkatkan investasi, meperluas lapangan kerja, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, memberikan kesempatan kepada masyarakat yang ingin memiliki kendaraan baru dengan kemampuan yang terbatas dan menangkap adanya peluang pasar permintaan kendaraan dengan harga terjangkau. 2. Untuk meminimalisir meningkatnya kemacetan di Kota-Kota terntentu, Pemerintah daerah dapat meningkatkan kapasitas jalan melalui : pembangunan jalan baru, pembatasan/ pelarangan tempat parkir, pembebasan ruang jalan dari PKL. 3. Pemerintah daerah juga dapat mengurangi kemacetan dengan mengurangi jumlah kendaraan yang beroperasi melalui : Penyediakan sarana transportasi masal yang nyaman, meberlakukan kebijakan disentif kepada kendaraan
pribadi dengan mengenakan tarif parkir kendaraan yang tinggi, pemberlakuan road pricing, pengenaan pajak prograsif yang tinggi, memberlakukan 3 in 1 atau penggunaan no ganjil-genap, pengenaan pajak BBM yang tinggi/ menghilangkan subsidi BBM dan teknis lainnya. 4. Untuk memberlakukan kebijakan-kebijakan tersebut diatas tentunya diperlukan biaya. Biaya bisa diperoleh dari peningkatan pendapatan daerah yang diperoleh dari peningkatan pendapatan pajak bea balik nama dan pajak kendaraan bermotor karena adanya kendaraan mobil murah tersebut serta dari pendapatan yang diperoleh dari peningkatan biaya parkir, road pricing, pajak BBM, pengalihan subsidi BBM serta dana CSR dari perusahaan dalam industri kendaraan bermotor. 5. Kebijakan diatas sepertinya akan bertolak belakang antara keinginan pemerintah untuk meningkatkan produksi kendaraan murah/ harga terjangkau dengan keinginan untuk membatasi penggunaan kendaran pribadi. Hal seperti itu yang mungkin akan terjadi, namun demikian adanya kebijakan yang bertolak belakang tersebut, pada suatu titik/ waktu tertentu akan menciptakan terjadinya keseimbangan baru permintaan dan penawaran transportasi. Keseimbangan tersebut akan menekan adanya peningkatan pertumbuhan kendaraan dan peningkatan kapasitas jalan.
*Koordinator Gerai pada Badan Pelayanan Perijinan Terapadu Provinsi Jabar, alumni Sekolah Tinggi Transportasi Darat (STTD) Bekasi, STIA LAN Bandung dan Pasca Sarjana Ilmu Ekonomi – UI. Ref : http://www.tempo.co.id, http://www.merdeka.com,