KONTROL OPTIMUM VIRUS HIV MELALUI PENGGUNAAN DUA JENIS OBAT
FAJAR SATRIATAMA
DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kontrol Optimum Virus HIV Melalui Penggunaan Dua Jenis Obat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2014 Fajar Satriatama NIM G54100099
ABSTRAK FAJAR SATRIATAMA. Kontrol Optimum Virus HIV Melalui Penggunaan Dua Jenis Obat. Dibimbing oleh TONI BAKHTIAR dan FARIDA HANUM. Dalam karya ilmiah ini dipelajari model interaksi sel CD4+ T sehat dengan sel HIV serta menambahkan dua jenis kontrol, yaitu obat penambah kekebalan tubuh dan obat anti virus. Masalah interaksi ini diformulasikan dalam bentuk model kontrol optimum dengan fungsional objektif memaksimumkan populasi sel CD4+ T sehat serta meminimumkan biaya pemakaian obat-obatan tersebut. Penerapan prinsip maksimum Pontryagin memberikan empat persamaan diferensial sebagai syarat penyelesaian, yaitu dua persamaan diferensial untuk sistem dan dua persamaan diferensial untuk fungsi adjoin. Selanjutnya, penerapan kondisi Berkovitz memberikan dua buah fungsi kontrol optimum. Solusi numerik diperoleh dengan menyelesaikan sistem persamaan diferensial menggunakan metode RungeKutta orde-4. Pemberian kontrol pada sistem membuat populasi sel CD4+ T sehat bertambah dan membuat populasi sel HIV berkurang. Semakin besar bobot kontrol obat penambah kekebalan menyebabkan peningkatan sel CD4+ T sehat semakin lambat. Hal tersebut menandakan bahwa semakin besar bobot diberikan maka berefek negatif pada tubuh, sehingga pemberian obat sebaiknya segera dikurangi. Kata Kunci: dua fungsi kontrol, masalah kontrol optimum, model interaksi sel CD4+ T sehat dengan sel HIV, solusi numerik.
ABSTRACT FAJAR SATRIATAMA. Optimum Control of HIV Virus through the Use of Two Drugs. Supervised by TONI BAKHTIAR and FARIDA HANUM. This paper studied a mathematical interactions model of healthy CD4+ T cells with HIV cells by involving two types of control strategies, i.e. increasing bodyโs immune drugs and using antiviral drugs. The interaction problem is formulated in term of optimal control model, where the objective functional is maximizing the population of healthy CD4+ T cells and to minimize the systematic cost of using drugs. Application of Pontryagin maximum principle provides four differential equations as solution conditions: two differential equations for the system and two differential equations for the adjoint function. Next, applications of Berkovitz conditions provide two optimal control functions. Numerical solution was conducted using the 4th order Runge-Kutta method. Application of control to the system makes the population of healthy CD4+ T cells increase and the HIV cells population decrease. As the larger weight in the control of immune drugs increase cause decrease in healthy CD4+ T cells growth rate. It indicates that a larger weight provides negative effects on the body, so that drugs administration would be reduced. Keywords: two control functions, optimum control problem, interaction model of CD4+ T cells healthy with HIV cells, numerical solutions.
KONTROL OPTIMUM VIRUS HIV MELALUI PENGGUNAAN DUA JENIS OBAT
FAJAR SATRIATAMA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Matematika
DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Kontrol Optimum Virus HIV Melalui Penggunaan Dua Jenis Obat Nama : Fajar Satriatama NIM : G54100099
Disetujui oleh
Dr Toni Bakhtiar, MSc Pembimbing I
Dra Farida Hanum, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Toni Bakhtiar, MSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa taโala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah kontrol optimum, dengan judul Kontrol Optimum Virus HIV Melalui Penggunaan Dua Jenis Obat. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Toni Bakhtiar, MSc dan Ibu Dra Farida Hanum, MSi selaku pembimbing, serta Bapak Ruhiyat, MSi selaku penguji yang telah banyak memberi saran. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya serta kepada teman-teman Matematika Angkatan 47 atas segala dukungan dan bantuannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2014 Fajar Satriatama
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
LANDASAN TEORI
2
Kontrol Optimum
2
Prinsip Maksimum Pontryagin
3
Metode Runge-Kutta Orde Empat
4
MODEL MATEMATIKA
4
Model Tanpa Kontrol
4
Model dengan Kontrol
6
Masalah Kontrol Optimum
6
SOLUSI NUMERIK Metode Runge-Kutta Orde-4 Hasil Numerik
9 9 11
SIMPULAN
14
Simpulan
14
Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
14
LAMPIRAN
15
RIWAYAT HIDUP
20
DAFTAR TABEL 1 Variabel dan parameter 2 Nilai parameter
5 11
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6
Populasi Sel ๐ถ๐ท4+ ๐ dengan ๐ด1 = 250000 Populasi Sel HIV dengan ๐ด1 = 250000 Fungsi kontrol dengan A1 = 250000 Populasi Sel ๐ถ๐ท4+ ๐ dengan ๐ด1 = 500000 Populasi Sel HIV dengan A1 = 250000 Fungsi kontrol dengan A1 = 500000
12 12 13 13 13 13
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Penentuan solusi numerik model tanpa kontrol Penentuan solusi numerik model dengan kontrol Pembuatan gambar solusi numerik dengan nilai ๐ด1 = 250000 Pembuatan gambar solusi numerik dengan nilai ๐ด1 = 500000
15 16 18 19
PENDAHULUAN Latar Belakang Virus adalah parasit berukuran mikroskopik yang menginfeksi sel organisme biologis. Virus hanya dapat bereproduksi di dalam material hidup dengan menginvasi dan memanfaatkan sel makhluk hidup karena virus tidak memiliki perlengkapan selular untuk bereproduksi sendiri. Dalam sel inang, virus merupakan parasit obligat dan di luar inangnya menjadi tak berdaya. Biasanya virus mengandung sejumlah kecil asam nukleat yang diselubungi semacam bahan pelindung yang terdiri atas protein, lipid, glikoprotein, atau kombinasi ketiganya. Genom virus akan diekspresikan menjadi baik protein yang digunakan untuk memuat bahan genetik maupun protein yang dibutuhkan dalam daur hidupnya. Istilah virus biasanya merujuk pada partikel-partikel yang menginfeksi sel-sel eukariota, sementara istilah bakteriofage atau fage digunakan untuk jenis yang menyerang jenis-jenis sel prokariota (Hogg 2005). Salah satu virus yang mematikan yaitu HIV (Human Immunodeficiency Virus). HIV masih menjadi virus penyakit paling berbahaya di dunia yang telah merenggut nyawa lebih dari 25 juta orang sejak tahun 1981. HIV dapat menular dengan berbagai cara, seperti jarum suntik, transfusi darah, dan hubugan seksual. Dalam jangka waktu lama virus telah mengakar, secara sistematis telah membunuh sel-sel, dan merusak kekebalan orang yang terinfeksi. Hal tersebut membuat penderita lebih berisiko terinfeksi penyakit lain. HIV sampai ke sistem kekebalan tubuh dengan menginfeksi sel-sel penting, termasuk sel-sel pembantu yang disebut sel ๐ถ๐ท4+ ๐. Pada saat sel ๐ถ๐ท4+ ๐ yang terinfeksi bereplikasi untuk melawan infeksi apa pun, sel HIV melakukan pengkodean sehingga ikut melakukan replikasi. Setelah manusia terinfeksi HIV, jumlah sel ๐ถ๐ท4+ ๐ semakin menurun. Ini tanda bahwa sistem kekebalan tubuh manusia semakin rusak. Semakin rendah jumlah ๐ถ๐ท4+ ๐, manusia akan semakin jatuh sakit. Sel ๐ถ๐ท4+ ๐ merupakan bagian dari sel T. Sel tersebut adalah bagian yang penting dari sistem kekebalan tubuh manusia. Sel T memainkan peran utama pada kekebalan seluler. Sel T mampu membedakan jenis patogen dengan kemampuan berevolusi sepanjang waktu demi peningkatan kekebalan setiap kali tubuh terpapar patogen. Hal ini dimungkinkan karena sejumlah sel T teraktivasi menjadi sel T memori dengan kemampuan untuk berkembang biak dengan cepat untuk melawan infeksi yang mungkin terulang kembali. Aktivasi sel T memberikan respons kekebalan seperti produksi antibodi, aktivasi sel fagosit atau penghancuran sel target dalam seketika. Sel T yang telah disintesis dari kelenjar timus disebut sel ๐ถ๐ท4+ ๐. Sel ๐ถ๐ท4+ ๐ adalah sel T yang memiliki protein CD4 pada permukaannya. Protein itu bekerja sebagai โreseptorโ untuk HIV. HIV mengikat pada reseptor CD4 itu seperti kunci dengan gembok (Baratawidjaja 2000). Pada karya ilmiah ini akan dibahas model interaksi sel T, oleh Kirschner dan Webb (1998) dengan dua variabel kontrol yaitu obat penambah kekebalan tubuh dan obat penekan virus (antiviral). Model tersebut merepresentasikan laju pertumbuhan sel ๐ถ๐ท4+ ๐ yang sehat dan sel HIV, dengan adanya pemberian kontrol ini akan dilihat bagaimana pengaruhnya terhadap laju pertumbuhan kedua sel tersebut. Sumber utama karya ilmiah ini ialah artikel yang ditulis oleh Joshi (2002).
2
Tujuan Penelitian 1 2
Penulisan karya ilmiah ini bertujuan: mengonstruksi model interaksi sel ๐ถ๐ท4+ ๐ normal dan sel HIV di bawah pengaruh dua buah variabel kontrol, menentukan variabel kontrol optimum, yaitu obat penambah kekebalan dan pemberian antiviral yang memaksimumkan banyaknya sel ๐ถ๐ท4+ ๐ normal, serta meminimumkan dosis obat yang dikonsumsi.
LANDASAN TEORI Kontrol Optimum Teori kontrol optimum berkembang secara pesat pada akhir tahun 1950. Ada dua metode penyelesaian masalah kontrol optimum, yaitu dynamic programming yang diperkenalkan oleh Bellman pada tahun 1957 dan maximum principle yang diperkenalkan oleh Pontryagin pada tahun 1962 (Pontryagin et al. 1986). Masalah kontrol optimum adalah memilih variabel kontrol u(t) di antara semua variabel kontrol yang admissible, yaitu kontrol yang membawa sistem dari state awal x(๐ก0 ) pada waktu ๐ก0 kepada state akhir x(๐ก๐ ) pada waktu akhir ๐ก๐ , sedemikian rupa sehingga memberikan nilai maksimum atau nilai minimum bagi fungsional objektif tertentu. Pada masalah nyata yang berkembang menurut waktu t, sistem berada dalam keadaan atau kondisi (state) tertentu, yang dapat diungkapkan dengan variabel keadaan (state variables) ๐ฑ1 (๐ก), ๐ฑ 2 (๐ก), . . , ๐ฑ ๐ (๐ก) atau dalam bentuk vektor x(t) โ โ๐ . Dengan nilai t yang berbeda, vektor x (๐ก) menempati posisi yang berbeda di ruang โ๐ sehingga dapat dikatakan bahwa sistem bergerak sepanjang kurva x(๐ก) di โ๐ . Sistem dinamika dapat dinyatakan secara matematik oleh sistem persamaan diferensial: ๐ฑฬ = ๐(๐ฑ(๐ก), ๐ฎ(๐ก), ๐ก), (1) dengan x variabel state dan u variabel kontrol. Jika kondisi sistem diketahui pada waktu ๐ก0 , maka x( ๐ก0 )= ๐ฑ 0 , ๐ฑ 0 โ โ๐ . Jika dipilih kontrol ๐ฎ(๐ก) โ โ๐ yang terdefinisi untuk waktu ๐ก โฅ ๐ก0 , maka diperoleh sistem persamaan diferensial orde satu dengan variabel taktentu x(t). Karena ๐ฑ 0 diberikan, maka persamaan (1) memiliki solusi tunggal. Solusi yang diperoleh merupakan respons terhadap u yang dilambangkan dengan ๐ฑ ๐ฎ (๐ก). Dengan memiliki fungsi kontrol yang sesuai, berbagai solusi dapat diperoleh. Agar solusi yang diperoleh adalah solusi yang diinginkan, diperlukan adanya kriteria bagi solusi, artinya setiap kontrol u(t) dan variabel state x(t) dihubungkan dengan fungsional berikut: ๐
๐ฝ = โซ ๐(๐ฑ(๐ก), ๐ฎ(๐ก), ๐ก) ๐๐ก, 0
(2)
3
dengan f fungsi yang diberikan, ๐ก๐ tidak harus ditentukan dan x( ๐ก๐ ) memiliki kondisi tertentu. Di antara semua fungsi atau variabel kontrol yang diperoleh, ditentukan salah satu sehingga J mencapai nilai maksimum atau minimum. Kontrol yang bersifat demikian disebut kontrol optimum. Permasalahan kontrol optimum dapat dinyatakan sebagai masalah memaksimumkan atau meminimumkan suatu fungsional (2) dengan kendala (1) (Tu 1994). Prinsip Maksimum Pontryagin Tinjau masalah kontrol optimum dengan kendala pada variabel kontrol berikut: ๐ก๐
max
๐ฝ = โซ ๐(๐ฅ(๐ก), ๐ข(๐ก), ๐ก) ๐๐ก, ๐ก0
๐ฅฬ (๐ก) = ๐(๐ฅ(๐ก), ๐ข(๐ก), ๐ก), โ(๐ข, ๐ฅ, ๐ก) โฅ 0, ๐ฅ(0) = ๐ฅ0 , ๐ฅ(๐) = ๐ฅ๐ . Didefinisikan fungsi Lagrange sebagai berikut: ๐ฟ(๐ฅ(๐ก), ๐ข(๐ก), ๐(๐ก), ๐ก) = ๐(๐ฅ(๐ก), ๐ข(๐ก), ๐ก) + ๐(๐ก)๐(๐ฅ(๐ก), ๐ข(๐ก), ๐ก) + ๐ค(๐ก)โ(๐ฅ(๐ก), ๐ข(๐ก), ๐ก), dengan ๐(๐ก) merupakan โpengali Lagrangeโ atau costate variable. Misalkan ๐ขโ (๐ก) adalah variabel kontrol admissible yang membawa state awal (๐ฅ0 (๐ก0 ), ๐ก0 ) kepada state akhir (x(๐ก๐ ), ๐ก๐ ) dan ๐ฅ โ (๐ก) merupakan trajektori dari sistem yang berkaitan dengan ๐ขโ (๐ก) , serta w(t) merupakan pengali penalti h (๐ฅ(๐ก), ๐ข(๐ก), ๐ก) , dengan h(๐ฅ(๐ก), ๐ข(๐ก), ๐ก) = ๐ข(๐ก) โ ๐ โฅ 0. Agar kontrol ๐ขโ (๐ก) merupakan kontrol optimum, maka prinsip maksimum Pontryagin, syarat transversalitas, dan kondisi Berkovitz terpenuhi, yaitu 1 Prinsip maksimum Pontryagin: a.
๐๐ฟ ๐๐ข
= 0,
b. ๐ฅฬ (๐ก) =
๐๐ฟ ๐๐
c. ๐ฬ(๐ก) = โ
, ๐๐ฟ
๐๐ฅ
.
2 Syarat transversalitas: โ๐(๐ก๐ ) = 0. 3 Kondisi Berkovitz: ๐ค โฅ 0, โ โฅ 0, ๐คโ = 0. (Pontryagin et al. 1986)
4 Metode Runge-Kutta Orde Empat Penyelesaian persamaan diferensial biasa dengan metode deret Taylor tidak praktis karena metode tersebut membutuhkan perhitungan turunan ๐(๐ฅ, ๐ฆ) . Lagipula, tidak semua fungsi mudah dihitung turunannya, terutama bagi fungsi yang bentuknya rumit. Semakin tinggi orde deret Taylor, semakin tinggi turunan fungsi yang harus dihitung. Karena pertimbangan ini, metode deret Taylor yang berorde tinggi pun tidak dapat diterima dalam masalah praktik. Metode Runge-Kutta adalah alternatif lain dari metode deret Taylor yang tidak membutuhkan perhitungan turunan. Metode ini berusaha mendapatkan derajat ketelitian yang lebih tinggi, dan sekaligus menghindarkan keperluan mencari turunan yang lebih tinggi dengan jalan mengevaluasi fungsi ๐(๐ฅ, ๐ฆ) pada titik terpilih dalam setiap langkah (Munir 2003). Perhatikan masalah nilai awal berikut: ๐ฆฬ = ๐(๐ก, ๐ฆ); ๐ฆ(๐ก0 ) = ๐ฆ0 dengan y merupakan fungsi/sistem yang belum diketahui dan bergantung pada variabel t. Untuk suatu โ > 0 yang disebut riap (increment), untuk ๐ = 0, 1, 2, โฆ didefinisikan 1 ๐ฆ๐+1 = ๐ฆ๐ + (๐1 + 2๐2 + 2๐3 + ๐4 ) 6 ๐ก๐+1 = ๐ก๐ + โ, dengan ๐1 = โ ๐(๐ก๐ , ๐ฆ๐ ), 1 1 ๐2 = โ ๐ (๐ก๐ + 2 โ, ๐ฆ๐ + 2 ๐1 ), 1
1
๐3 = โ ๐ (๐ก๐ + 2 โ, ๐ฆ๐ + 2 ๐2 ), ๐4 = โ ๐(๐ก๐ + โ, ๐ฆ๐ + ๐1 ), Pada skema di atas, ๐ฆ๐+1 merupakan aproksimasi Runge-Kutta orde empat bagi ๐ฆ(๐ก๐+1 ).
MODEL MATEMATIKA Model Tanpa Kontrol Misalkan T adalah populasi sel ๐ถ๐ท4+ ๐ sehat dan V merupakan populasi virus. Model Kirschner dan Webb tanpa kontrol diberikan oleh sistem persamaan diferensial berikut. ๐๐(๐ก) ๐ 2 ๐(๐ก) = ๐ 1 โ โ ๐๐(๐ก) โ ๐๐(๐ก)๐(๐ก) ๐๐ก ๐ต1 + ๐(๐ก)
(3)
๐๐(๐ก) ๐๐(๐ก) = โ ๐๐(๐ก)๐(๐ก) ๐๐ก ๐ต2 + ๐(๐ก)
(4)
5 (Kirschner dan Webb 1998) Deskripsi variabel dan parameter dari persamaan (3) dan (4) diberikan pada tabel berikut. Tabel 1 Variabel dan parameter Notasi
Deskripsi
Satuan
๐
banyaknya populasi sel ๐ถ๐ท4+ ๐ yang tidak terinfeksi
per ml
๐
banyaknya populasi virus
per ml
๐ข1
banyaknya obat penambah kekebalan tubuh
ml
๐ข2
banyaknya obat antiviral
ml
๐ 1
sumber / produksi sel ๐ถ๐ท4+ ๐
ml/hari
๐ 2
sumber / produksi sel ๐ถ๐ท4+ ๐
ml/hari
๐
per hari
๐
laju kematian populasi sel ๐ถ๐ท4+ ๐ yang tidak terinfeksi laju infeksi sel ๐ถ๐ท4+ ๐ oleh virus bebas V
๐
tingkat masukan virus dari sumber eksternal
ml/hari
๐
angka kehilangan virus
ml/hari
๐ต1
konstanta produksi virus pada getah bening
ml
๐ต2
konstanta produksi virus pada plasma
ml
ml/hari
๐ ๐(๐ก)
Pada persamaan (3) suku ๐ 1 โ ๐ต 2+๐(๐ก) merepresentasikan sumber dari sel 1
๐ถ๐ท4+ ๐ yang sehat yang meliputi dari kontribusi eksternal sel timus serta kontribusi internal dari sel ๐ถ๐ท4+ ๐ yang berbeda. Terjadi pengurangan secara alami dari sel ๐ถ๐ท4+ ๐ yang sehat yang direpresentasikan dengan suku โ ๐๐(๐ก), pengurangan ini diakibatkan oleh kematian sel secara alami atau perpindahan sel dari plasma menuju limpa. Terdapat pula pengurangan sel yang diakibatkan oleh perubahan sel yang sehat menjadi terserang virus yang direpresentasikan oleh โ ๐๐(๐ก)๐(๐ก) (Kirschner dan Webb 1998). Pada persamaan (4) suku
๐๐(๐ก) ๐ต2 +๐(๐ก)
merepresentasikan sumber virus yang
dihasilkan dari kedua kompartemen eksternal seperti getah bening serta virus yang diproduksi oleh sel yang terinfeksi dalam plasma. Pada persamaan (4) juga ada suku โ ๐๐(๐ก)๐(๐ก) yang merepresentasikan pengurangan virus yang dipengaruhi oleh respons kekebalan tubuh serta kematian virus (Kirschner dan Webb 1998).
6
Model dengan Kontrol Model Kirschner dan Webb yang dikendalikan dengan kontrol diberikan oleh sistem persamaan diferensial berikut: ๐๐(๐ก) ๐ 2 ๐(๐ก) = ๐ 1 โ โ ๐๐(๐ก) โ ๐๐(๐ก)๐(๐ก) + ๐ข1 (๐ก)๐(๐ก), ๐๐ก ๐ต1 + ๐(๐ก) ๐๐(๐ก) ๐(1 โ ๐ข2 (๐ก))๐(๐ก) = โ ๐๐(๐ก)๐(๐ก), ๐๐ก ๐ต2 + ๐(๐ก)
๐(0) = ๐0 ,
๐(0) = ๐0 , (5)
(6) (Joshi 2002)
Masalah Kontrol Optimum Masalah kontrol optimum yang dihadapi ialah menentukan fungsi kontrol ๐ข1 dan ๐ข2 , yang membawa sistem dari kondisi awal (๐0 , ๐0 ) ke kondisi akhir (๐๐ก๐ , ๐๐ก๐ ). Didefinisikan fungsional objektif sebagai berikut: ๐ก๐
๐ฝ(๐ข1 , ๐ข2 ) = โซ [๐ โ (๐ด1 ๐ข12 + ๐ด2 ๐ข22 )] ๐๐ก,
(7)
0
dengan T menyatakan banyaknya sel ๐ถ๐ท4+ ๐ dan suku lainnya menyatakan biaya sistematis dari pemakaian obat. Konstanta positif ๐ด1 dan ๐ด2 merupakan parameter bobot yang dikenakan pada kontrol, dan ๐ข12 , ๐ข22 mencerminkan dosis dari obat. Ketika obat dikonsumsi pada dosis yang tinggi, obat tersebut akan menjadi racun bagi tubuh. Memaksimumkan fungsi objektif adalah dengan memaksimumkan banyaknya sel ๐ . Dengan demikian masalah kontrol optimum dapat dituliskan sebagai berikut: max ๐ฝ,
(8)
dengan kendala: ๐๐(๐ก) ๐ 2 ๐(๐ก) = ๐ 1 โ โ ๐๐(๐ก) โ ๐๐(๐ก)๐(๐ก) + ๐ข1 (๐ก)๐(๐ก), ๐๐ก ๐ต1 + ๐(๐ก) ๐๐(๐ก) ๐(1 โ ๐ข2 (๐ก))๐(๐ก) = โ ๐๐(๐ก)๐(๐ก), ๐๐ก ๐ต2 + ๐(๐ก)
(9)
(10)
๐(0) = ๐0 , ๐(0) = ๐0 , ๐(๐ก๐ ), ๐(๐ก๐ ) tidak ditentukan (bebas), 0 โค ๐1 โค ๐ข1 โค ๐1 dan 0 โค ๐2 โค ๐ข2 โค ๐2 . Keterbatasan fungsi kontrol 0 โค ๐๐ โค ๐ข๐ โค ๐๐ , ๐ = 1,2 , dapat dituliskan kembali dalam bentuk ๐ข๐ โ ๐๐ โฅ 0,
7 ๐๐ โ ๐ข๐ โฅ 0. Dengan mendefinisikan โ1 (๐ข1 ) = ๐1 โ ๐ข1 , โ2 (๐ข1 ) = ๐ข1 โ ๐1 , โ3 (๐ข2 ) = ๐2 โ ๐ข2 , โ4 (๐ข2 ) = ๐ข2 โ ๐2 , maka fungsi Lagrange dari masalah kontrol optimum (7) didefinisikan sebagai berikut: ๐ฟ = (๐ โ (๐ด1 ๐ข12 + ๐ด1 ๐ข22 )) + ๐1 (๐ก) (๐ 1 โ
๐ 2 ๐ โ ๐๐ โ ๐๐๐ + ๐ข1 ๐) ๐ต1 + ๐
๐(1 โ ๐ข2 )๐ โ ๐๐๐) + ๐ค11 (๐ก)โ1 + ๐ค12 (๐ก)โ2 ๐ต2 + ๐ + ๐ค21 (๐ก)โ3 + ๐ค22 (๐ก)โ4 , + ๐2 (๐ก) (
(11)
dengan ๐ค11 (๐ก), ๐ค12 (๐ก), ๐ค21 (๐ก), ๐ค22 (๐ก) โฅ 0 adalah pengganda penalti dan ๐1 , ๐2 adalah fungsi adjoin. Untuk mendapatkan fungsi kontrol ๐ข1โ dan ๐ข2โ digunakan syarat (1) teorema prinsip maksimum Pontryagin pada masalah kontrol optimum. Syarat pertama prinsip maksimum Pontryagin memberikan: ๐ฟ๐ข1(๐ก) = 0 โ โ2๐ด1 ๐ข1 (๐ก) + ๐1 ๐(๐ก) โ ๐ค11 (๐ก) + ๐ค12 (๐ก) = 0, โ๐๐(๐ก) ๐ฟ๐ข2 (๐ก) = 0 โ โ2๐ด2 ๐ข2 (๐ก) + ๐2 ( ) โ ๐ค21 (๐ก) + ๐ค22 (๐ก) = 0, ๐ต2 + ๐(๐ก) sehingga diperoleh kontrol-kontrol optimum ๐ข1โ (๐ก) =
1 (๐ ๐(๐ก) โ ๐ค11 + ๐ค12 ), 2๐ด1 1
(12)
๐ข2โ (๐ก) =
1 โ๐๐(๐ก)๐2 (( ) โ ๐ค21 (๐ก) + ๐ค22 (๐ก)), 2๐ด2 ๐ต2 + ๐(๐ก)
(13)
serta ๐(๐ก), ๐(๐ก) harus memenuhi ๐ฬ(๐ก) = ๐ 1 โ ๐ฬ (๐ก) =
๐ 2 ๐(๐ก) โ ๐๐(๐ก) โ ๐๐(๐ก)๐(๐ก) + ๐ข1 (๐ก)๐(๐ก), ๐ต1 + ๐(๐ก)
๐(1 โ ๐ข2 (๐ก))๐(๐ก) โ ๐๐(๐ก)๐(๐ก). ๐ต2 + ๐(๐ก)
(14) (15)
Pada fungsi Lagrange juga terdapat fungsi adjoin ๐1ฬ dan ๐2ฬ yang memenuhi sistem persamaan berikut: ๐1ฬ = โ1 + ๐1 (๐ + ๐๐ โ (๐ก) โ ๐ข1โ (๐ก)) + ๐2 ๐๐ โ (๐ก), ๐2ฬ = ๐1 (
๐ต1 ๐ 2 (๐ต1 +
๐ โ (๐ก))
โ (๐ก)) โ ๐2 ( 2 + ๐๐
(16)
๐ต2 ๐(1 โ ๐ข2 โ (๐ก)) (๐ต2 +
๐ โ (๐ก))
2
โ ๐๐ โ (๐ก)).
(17)
8
Karena diasumsikan ๐(๐ก๐ ) dan ๐(๐ก๐ ) bebas maka harus dipenuhi syarat transversalitas berikut (syarat kedua pada prinsip maksimum Pontryagin): ๐1 (๐ก๐ ) = 0 dan ๐2 (๐ก๐ ) = 0 (18) โ (๐ก) โ (๐ก) Karena ๐ข1 dan ๐ข2 berbatas, maka dilakukan analisis berikut sehingga kondisi Berkovitz terpenuhi. 1. Kasus 0 โค ๐1 โค ๐ข1 โค ๐1 ๏ท Jika dimisalkan ๐ข1 = ๐1 maka โ1 (๐ข1 ) = ๐1 โ ๐ข1 = 0 dan โ2 (๐ข1 ) = ๐ข1 โ ๐1 โฅ 0 . Kondisi Berkovitz (syarat ketiga prinsip maksimum Pontryagin) memberikan ๐ค11 (๐ก) โฅ 0 dan ๐ค12 (๐ก) = 0 , sehingga kontrol optimum (12) menjadi 1 (๐ ๐ โ ๐ค11 ). 2๐ด1 1 ๐ ๐ Karena ๐ค11 (๐ก) โฅ 0 dan ๐ข1 (๐ก) โฅ 0, maka dapat disimpulkan ๐ข1 โค 2๐ด1 atau ๐ข1 =
1
๐1 ๐
๐1 โค 2๐ด . Dengan demikian kontrol optimum 1
๐ข1โ (๐ก) = ๐1 ;
๐1 โค
๐ข1โ
diberikan oleh
๐1 ๐ . 2๐ด1
(19)
๏ท Jika dimisalkan ๐ข1 = ๐1 maka โ1 (๐ข1 ) = ๐1 โ ๐ข1 โฅ 0 dan โ2 (๐ข1 ) = ๐ข1 โ ๐1 = 0 . Kondisi Berkovitz (syarat ketiga prinsip maksimum Pontryagin) memberikan ๐ค11 (๐ก) = 0 dan ๐ค12 (๐ก) โฅ 0, sehingga kontrol optimum (12) menjadi 1 (๐ ๐ + ๐ค12 ). 2๐ด1 1 ๐ ๐ Karena ๐ค12 (๐ก) โฅ 0 dan ๐ข1 (๐ก) โฅ 0, maka dapat disimpulkan ๐ข1 โฅ 2๐ด1 atau ๐ข1 =
1
๐ ๐
๐1 โฅ 2๐ด1 . Dengan demikian kontrol optimum ๐ข1โ diberikan oleh 1
๐ข1โ (๐ก) = ๐1 ;
๐1 โฅ
๐1 ๐ . 2๐ด1
(20)
๏ท Jika dimisalkan ๐1 < ๐ข1 < ๐1 maka โ1 (๐ข1 ) = ๐1 โ ๐ข1 > 0 dan โ2 (๐ข1 ) = ๐ข1 โ ๐1 > 0 . Kondisi Berkovitz (syarat ketiga prinsip maksimum Pontryagin) memberikan ๐ค11 (๐ก) = 0 dan ๐ค12 (๐ก) = 0 , sehingga kontrol optimum ๐ข1โ diberikan oleh ๐ข1โ (๐ก) =
๐1 ๐ ; 2๐ด1
๐1 โค
๐1 ๐ โค ๐1. 2๐ด1
Dengan demikian, berdasarkan (19), (20), dan (21) dapat dituliskan
(21)
9 1 ๐ ๐ โ (๐ก) ; 2๐ด1 1 ๐ข1โ =
1 ๐ ๐(๐ก) โค ๐1 2๐ด1 1
1 (๐ ๐(๐ก)) โค ๐1 2๐ด1 1 1 (๐ ๐(๐ก)) โฅ ๐1 , 2๐ด1 1
๐1 ;
๐1 ; { atau secara ringkas dapat ditulis ๐ข1โ = min {max {๐1 ,
๐1 โค
1 (๐ ๐(๐ก))} , ๐1 }. 2๐ด1 1
(22)
2. Kasus 0 โค ๐2 โค ๐ข2 โค ๐2 Dengan cara serupa yang digunakan pada kasus sebelumnya diperoleh kontrol optimum 1 โ๐๐(๐ก) 1 โ๐๐(๐ก)๐2 (๐2 ) ( ); ๐2 โค ( ) โค ๐2 2๐ด2 ๐ต2 + ๐(๐ก) 2๐ด2 ๐ต2 + ๐(๐ก) 1 โ๐๐(๐ก)๐2 ๐ข2โ = ๐2 ; ( ) โค ๐2 2๐ด2 ๐ต2 + ๐(๐ก) 1 โ๐๐(๐ก)๐2 ๐2 ; ( ) โฅ ๐2 , 2๐ด2 ๐ต2 + ๐(๐ก) { atau dalam notasi padu dapat ditulis ๐ข2โ = min {max {๐2 ,
1 โ๐๐(๐ก)๐2 ( )} , ๐2 }. 2๐ด2 ๐ต2 + ๐(๐ก)
(23)
SOLUSI NUMERIK Metode Runge-Kutta Orde-4 Solusi numerik dari sistem optimumitas diselesaikan dengan menggunakan metode Runge-Kutta orde 4. Sistem state diselesaikan dengan metode maju sedangkan sistem adjoin diselesaikan dengan metode mundur, sehingga untuk menentukan solusi dibutuhkan dua tahap. Fungsi kontrol diperbaharui pada akhir iterasi dengan menggunakan rumus kontrol optimum (22) dan (23). Tuliskan kembali sistem (14), (15), (16), dan (17) dalam bentuk berikut: ๐๐(๐ก) = ๐น(๐ก, ๐, ๐), ๐๐ก
๐(0) = ๐0 ,
๐๐(๐ก) = ๐บ(๐ก, ๐, ๐), ๐๐ก
๐(0) = ๐0 ,
10 ๐1ฬ = ๐ป(๐ก, ๐1 , ๐2 ),
๐1 (๐ก๐ ) = 0,
๐2ฬ = ๐ผ(๐ก, ๐1 , ๐2 ), ๐2 (๐ก๐ ) = 0, dengan ๐ 2 ๐(๐ก) ๐น = ๐ 1 โ โ ๐๐(๐ก) โ ๐๐(๐ก)๐(๐ก) + ๐ข1 (๐ก)๐(๐ก), ๐ต1 + ๐(๐ก) ๐(1 โ ๐ข2 (๐ก))๐(๐ก) ๐บ= โ ๐๐(๐ก)๐(๐ก), ๐ต2 + ๐(๐ก) ๐ป = โ1 + ๐1 (๐ก)(๐ + ๐๐ โ (๐ก) โ ๐ข1โ (๐ก)) + ๐2 (๐ก)๐๐ โ (๐ก), ๐ต2 ๐(1 โ ๐ข2 โ (๐ก)) ๐ต1 ๐ 2 โ (๐ก)) โ (๐ก)). (๐ก) ๐ผ = ๐1 (๐ก) ( + ๐๐ โ ๐ ( 2 2 2 โ ๐๐ โ โ (๐ต1 + ๐ (๐ก)) (๐ต2 + ๐ (๐ก)) Algoritme untuk menentukan solusi diberikan seperti berikut: 1. Inisialisasi nilai awal untuk fungsi state, nilai akhir untuk fungsi adjoin, dan nilai awal fungsi kontrol. ๐(0) = ๐0 , ๐(0) = ๐0, ๐1 (๐ก๐ ) = 0, ๐2 (๐ก๐ ) = 0, ๐ข1 (0) = ๐ข2 (0) = 0 2. Menentukan solusi dari fungsi state menggunakan metode maju selama ๐ โ 1 iterasi . ๐ก๐ โ ๐ก0 โ= ๐ for ๐ = 0,........, ๐ -1, do: ๐11 = ๐น(๐, ๐(๐), ๐(๐)); โ โ โ ๐12 = ๐น(๐ + 2 , ๐(๐) + ๐11 2 , ๐(๐) + ๐11 2); โ
โ
โ
โ
โ
โ
๐13 = ๐น(๐ + 2 , ๐(๐) + ๐12 2 , ๐(๐) + ๐12 2); ๐14 = ๐น(๐ + โ, ๐(๐) + ๐13 โ , ๐(๐) + ๐13 โ); 1 ๐1 = 6 (๐11 + 2 ๐12 + 2 ๐13 + ๐14 ); ๐21 = ๐บ(๐, ๐(๐), ๐(๐)); โ โ โ ๐22 = ๐บ(๐ + 2 , ๐(๐) + ๐21 2 , ๐(๐) + ๐21 2); ๐23 = ๐บ(๐ + 2 , ๐(๐) + ๐22 2 , ๐(๐) + ๐22 2); ๐24 = ๐บ(๐ + โ, ๐(๐) + ๐23 โ , ๐(๐) + ๐23 โ); 1 ๐2 = 6 (๐21 + 2 ๐22 + 2 ๐23 + ๐24 ); ๐(๐ + 1) = ๐(๐) + โ ๐1 ; ๐(๐ + 1) = ๐(๐) + โ ๐2 ; end 3. Menentukan solusi dari fungsi adjoin dengan metode mundur selama ๐ โ 1 iterasi. ๐ก๐ โ ๐ก0 โ= ๐ for i = 0,........, ๐ -1, j = (๐ โ 1) โ ๐ do: ๐11 = ๐ป(๐ + 1, ๐1 (๐ + 1), ๐2 (๐ + 1));
11 โ
๐12 = ๐ป(๐ + 1 + 2 , ๐1 (๐ + 1) + ๐11 โ
โ
โ
2
โ
, ๐2 (๐ + 1) + ๐11 2); โ
๐13 = ๐ป(๐ + 1 + 2 , ๐1 (๐ + 1) + ๐12 2 , ๐2 (๐ + 1) + ๐12 2); ๐14 = ๐ป(๐ + 1 + โ, ๐1 (๐ + 1) + ๐13 โ , ๐2 (๐ + 1) + ๐13 โ); 1 ๐1 = 6 (๐11 + 2 ๐12 + 2 ๐13 + ๐14 ); ๐21 = ๐ผ(๐ + 1, ๐1 (๐ + 1), ๐2 (๐ + 1)); โ โ โ ๐22 =๐ผ(๐ + 1 + 2 , ๐1 (๐ + 1) + ๐21 2 , ๐2 (๐ + 1) + ๐21 2); โ
โ
โ
๐23 = ๐ผ(๐ + 1 + 2 , ๐1 (๐ + 1) + ๐22 2 , ๐2 (๐ + 1) + ๐22 2); ๐24 = ๐ผ(๐ + 1 + โ, ๐1 (๐ + 1) + ๐23 โ , ๐2 (๐ + 1) + ๐23 โ); 1 ๐2 = 6 (๐21 + 2 ๐22 + 2 ๐23 + ๐24 ); ๐1 (๐) = ๐1 (๐ + 1) โ โ ๐1 ; ๐2 (๐) = ๐2 (๐ + 1) โ โ ๐2 ; end 4. Setelah nilai numerik dari fungsi state dan adjoin diketahui, nilai dari fungsi kontrol dapat ditentukan menggunakan persamaan (23) dan (26) for i = 0,........, ๐, do: 1
๐ข1 (๐) = min {max {๐1 , 2๐ด (๐1 (๐) ๐(๐))} , ๐1 }; 1
1
โ๐๐(๐)๐2 (๐)
๐ข2 (๐) = min {max {๐2 , 2๐ด ( 2
๐ต2 +๐(๐)
)} , ๐2 };
end Hasil Numerik Karya ilmiah ini menggambarkan kasus untuk dua nilai ๐ด1 yang berbeda untuk jadwal perawatan selama 50 hari. Sintaks penentuan solusi numerik dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. Sintak untuk pembuatan gambar solusi numerik dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Lampiran 4. Gambar 1-4 menggunakan ๐ด1 = 250000 sedangkan Gambar 5-8 menggunakan ๐ด1 = 500000 dan nilai parameter lain tetap sama. Nilai parameter pada sistem diberikan sebagai berikut: Tabel 2 Nilai parameter Notasi Nilai 75 ๐ด2 0 ๐1 0 ๐2 0.02 ๐1 0.9 ๐2 2.0 ๐ 1 1.5 ๐ 2 0.002 ๐ K 2.5 x 10โ4 G 30 C 0.007
12 Tabel 2 Nilai parameter (lanjutan) Notasi Nilai 14.0 ๐ต1 1.0 ๐ต2 Berdasarkan jenis obat yang dijadikan kontrol nilai ๐1 , yaitu batas atas kontrol ๐ข1 , jauh lebih kecil dari nilai ๐2 yaitu batas atas kontrol ๐ข2 . Untuk menyeimbangkan efek perbedaan nilai ini maka koefisien penyeimbang ๐ด1 diambil jauh lebih besar dari pada ๐ด2 . Gambar 1 mewakili jumlah sel ๐ถ๐ท4+ ๐ selama 50 hari. Grafik sel ๐ถ๐ท4+ ๐ tanpa kontrol mengalami penurunan sedangkan sel ๐ถ๐ท4+ ๐ dengan kontrol mengalami kenaikan signifikan sampai hari ke-45 lalu mendekati kestabilan pada periode selanjutnya. Gambar 2 mewakili populasi HIV selama 50 hari, populasi HIV tanpa kontrol terus mengalami kenaikan sampai hari ke-50 sedangkan populasi HIV dengan kontrol mengalami kenaikan sampai hari ke-2 lalu mengalami fluktuasi sehingga mengalami penurunan tajam sampai hari ke-40 lalu mendekati kestabilan pada periode selanjutnya. Gambar 3 mewakili kontrol ๐ข1 dan ๐ข2 untuk jadwal pemberian obat selama 50 hari, obat peningkat kekebalan tubuh diberikan dalam skala penuh selama 38 hari dan kemudian dikurangi sampai nol di hari ke-50 berbeda dengan obat penekan virus yang konsumsinya selalu berkurang sampai nol di hari ke-50. Gambar 4 dan 5 mewakili jumlah sel ๐ถ๐ท4+ ๐ dan HIV dengan nilai ๐ด1 yang berbeda yaitu sebesar 500000. Ketika Gambar 1 dan 2 dibandingkan dengan Gambar 4 dan 5, terlihat bahwa nilai ๐ด1 yang lebih tinggi dapat mengurangi populasi sel ๐ถ๐ท4+ ๐ . Gambar 6 mewakili kontrol ๐ข1 dan ๐ข2 untuk jadwal pemberian obat selama 50 hari dengan nilai ๐ด1 = 500000. Terlihat pada Gambar 6 bahwa obat peningkat kekebalan tubuh hanya bisa dikonsumsi penuh selama 23 hari.
Gambar 1 Populasi Sel ๐ถ๐ท4+ ๐ dengan ๐ด1 = 250000
Gambar 2 Populasi Sel HIV dengan ๐ด1 = 250000
13
Gambar 3 Fungsi kontrol dengan ๐ด1 = 250000
Gambar 5 Populasi Sel HIV dengan ๐ด1 = 500000
Gambar 4 Populasi Sel ๐ถ๐ท4+ ๐ dengan ๐ด1 = 500000
Gambar 6 Fungsi kontrol dengan ๐ด1 = 500000
14
SIMPULAN Simpulan Pemberian kontrol pada model interaksi sel ๐ถ๐ท4+ ๐ memberikan pengaruh yang baik karena dapat membuat jumlah sel ๐ถ๐ท4+ ๐ menjadi semakin naik, sedangkan jumlah sel HIV menjadi semakin menurun. Namun, semakin tinggi parameter bobot, semakin cepat pengobatan harus dihentikan. Parameter bobot yang tinggi menunjukkan bahwa obat tersebut semakin beracun atau dapat mengakibatkan overdosis. Saran Karya ilmiah ini hanya membahas interaksi antara sel ๐ถ๐ท4+ ๐ yang sehat dengan sel HIV. Ada baiknya dibahas persamaan lainnya pada model Kirschner dan Webb yaitu persamaan yang merepresentasikan laju sel ๐ถ๐ท4+ ๐ yang sakit (terinfeksi), sehingga tidak hanya jumlah sel ๐ถ๐ท4+ ๐ yang sehat atau jumlah sel HIV yang bisa diketahui tetapi dapat pula diketahui jumlah sel ๐ถ๐ท4+ ๐ yang terinfeksi. Dengan begitu dapat dibandingkan sel ๐ถ๐ท4+ ๐ yang sehat dengan sel ๐ถ๐ท4+ ๐ yang sakit pada waktu ๐ก๐ .
DAFTAR PUSTAKA Baratawidjaja KG. 2000. Imunologi Dasar. Jakarta (ID): Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hogg S. 2005. Essential Microbiology. Oxford (UK): John Wiley & Sons Ltd. Joshi HR. 2002. Optimum control of an HIV immunology model. Optimum Control Applications and Methods. 23(4):199-213.doi: 10.1002/oca.710 Kirschner D, Webb GF. 1998. Immunotheraphy of HIV-1 infection. Journal of Biological Systems. 6(1):71-83.doi: 10.1142/S0218339098000091. Munir R. 2003. Metode Numerik. Bandung (ID): Informatika. Pontryagin LS, Boltyanskii VG, Gamkrelidze RV, Mischenko, EF. 1986. The Mathematical Theory of Optimal Process. Montreux (CH): Gordon and Breach Science Publisher. Tu PNV. 1994. Dynamical Systems: An Introduction with Applications in Economics and Biology. Heidelberg (DE): Springer-Verlag.
15 Lampiran 1 Penentuan Solusi Numerik Model tanpa Kontrol function [T,V] = hiv_nocontrol(s1,s2,mu,k,g,c,B1,B2,T0,V0,t0,tf,n) h = (tf-t0)/n; T = zeros(1,n+1); V = zeros(1,n+1); T(1) = T0; V(1) = V0; for i = 1:n n11 = s1 - s2*V(i)/(B1+V(i)) - mu*T(i) - k*V(i)*T(i); n12 = s1 - s2*(V(i)+n11*h/2)/(B1+(V(i)+n11*h/2)) mu*(T(i)+n11*h/2) - k*(V(i)+n11*h/2)*(T(i)+n11*h/2); n13 = s1 - s2*(V(i)+n12*h/2)/(B1+(V(i)+n12*h/2)) mu*(T(i)+n12*h/2) - k*(V(i)+n12*h/2)*(T(i)+n12*h/2); n14 = s1 - s2*(V(i)+n13*h)/(B1+(V(i)+n13*h)) - mu*(T(i)+n13*h) - k*(V(i)+n13*h)*(T(i)+n13*h); n1 = (n11+2*n12+2*n13+n14)/6; n21 = g*V(i)/(B2+V(i)) - c*V(i)*T(i); n22 = g*(V(i)+n21*h/2)/(B2+(V(i)+n21*h/2)) c*(V(i)+n21*h/2)*(T(i)+n21*h/2); n23 = g*(V(i)+n22*h/2)/(B2+(V(i)+n22*h/2)) c*(V(i)+n22*h/2)*(T(i)+n22*h/2); n24 = g*(V(i)+n23*h)/(B2+(V(i)+n23*h)) c*(V(i)+n23*h)*(T(i)+n23*h); n2 = (n21+2*n22+2*n23+n24)/6; T(i+1) = T(i) + h*n1; V(i+1) = V(i) + h*n2; end
16 Lampiran 2 Penentuan Solusi Numerik Model dengan Kontrol function [T,V,lambda1,lambda2,u1,u2,J] = hiv_withcontrol(s1,s2,mu,k,g,c,B1,B2,A1,A2,a1,a2,b1,b2,T0,V0,t0,tf ,n) tol = 0.000001; error1 = tol + 1; error2 = tol + 1; h = (tf-t0)/n; T = zeros(1,n+1); V = zeros(1,n+1); lambda1 = zeros(1,n+1); lambda2 = zeros(1,n+1); T(1) = T0; V(1) = V0; u1 = zeros(1,n+1)+0.5; u2 = zeros(1,n+1)+0.5; while(error1 > tol && error2 > tol) oldu1 = u1; oldu2 = u2; for i = 1:n n11 = s1 - s2*V(i)/(B1+V(i)) - mu*T(i) - k*V(i)*T(i) + u1(i)*T(i); n12 = s1 - s2*(V(i)+n11*h/2)/(B1+(V(i)+n11*h/2)) mu*(T(i)+n11*h/2) - k*(V(i)+n11*h/2)*(T(i)+n11*h/2) + u1(i)*(T(i)+n11*h/2); n13 = s1 - s2*(V(i)+n12*h/2)/(B1+(V(i)+n12*h/2)) mu*(T(i)+n12*h/2) - k*(V(i)+n12*h/2)*(T(i)+n12*h/2) + u1(i)*(T(i)+n12*h/2); n14 = s1 - s2*(V(i)+n13*h)/(B1+(V(i)+n13*h)) mu*(T(i)+n13*h) - k*(V(i)+n13*h)*(T(i)+n13*h) + u1(i)*(T(i)+n13*h); n1 = (n11+2*n12+2*n13+n14)/6; n21 = g*(1-u2(i))*V(i)/(B2+V(i)) - c*V(i)*T(i); n22 = g*(1-u2(i))*(V(i)+n21*h/2)/(B2+(V(i)+n21*h/2)) c*(V(i)+n21*h/2)*(T(i)+n21*h/2); n23 = g*(1-u2(i))*(V(i)+n22*h/2)/(B2+(V(i)+n22*h/2)) c*(V(i)+n22*h/2)*(T(i)+n22*h/2); n24 = g*(1-u2(i))*(V(i)+n23*h)/(B2+(V(i)+n23*h)) c*(V(i)+n23*h)*(T(i)+n23*h); n2 = (n21+2*n22+2*n23+n24)/6; T(i+1) = T(i) + h*n1; V(i+1) = V(i) + h*n2; end for i = 1:n j = (n+1)-i; n11 = -1 + lambda1(j+1)*(mu+k*V(j+1)-u1(j+1)) + lambda2(j+1)*c*V(j+1);
17 n12 = -1 + (lambda1(j+1)+n11*h/2)*(mu+k*V(j+1)-u1(j+1)) + (lambda2(j+1)+n11*h/2)*c*V(j+1); n13 = -1 + (lambda1(j+1)+n12*h/2)*(mu+k*V(j+1)-u1(j+1)) + (lambda2(j+1)+n12*h/2)*c*V(j+1); n14 = -1 + (lambda1(j+1)+n13*h)*(mu+k*V(j+1)-u1(j+1)) + (lambda2(j+1)+n13*h)*c*V(j+1); n1 = (n11+2*n12+2*n13+n14)/6; n21 = lambda1(j+1)*(B1*s2/(B1+V(j+1))^2+k*T(j+1)) lambda2(j+1)*(B2*g*(1-u2(j+1))/(B2+V(j+1))^2 - c*T(j+1)); n22 = (lambda1(j+1)+n21*h/2)*(B1*s2/(B1+V(j+1))^2+k*T(j+1)) (lambda2(j+1)+n21*h/2)*(B2*g*(1-u2(j+1))/(B2+V(j+1))^2 c*T(j+1)); n23 = (lambda1(j+1)+n22*h/2)*(B1*s2/(B1+V(j+1))^2+k*T(j+1)) (lambda2(j+1)+n22*h/2)*(B2*g*(1-u2(j+1))/(B2+V(j+1))^2 c*T(j+1)); n24 = (lambda1(j+1)+n23*h)*(B1*s2/(B1+V(j+1))^2+k*T(j+1)) - (lambda2(j+1)+n23*h)*(B2*g*(1-u2(j+1))/(B2+V(j+1))^2 c*T(j+1)); n2 = (n21+2*n22+2*n23+n24)/6; lambda1(j) = lambda1(j+1) - h*n1; lambda2(j) = lambda2(j+1) - h*n2; end temp1 = lambda1.*T/(2*A1); uu1 = min(b1,max(a1,temp1)); temp2 = -lambda2.*V./(2*A2*(B2+V)); uu2 = min(b2,max(a2,temp2)); u1 = 0.5*(uu1+oldu1); u2 = 0.5*(uu2+oldu2); error1 = sum(abs(oldu1-u1)); error2 = sum(abs(oldu2-u2)); [error1, error2] end f = T - (A1*u1.^2 + A2*u2.^2); J = sum(f*h);
18 Lampiran 3 Pembuatan Gambar Solusi Numerik dengan Nilai ๐ด1 = 250000 clear all close all s1 = 2.0; s2 = 1.5; mu = 0.002; k = 2.5e-4; g = 30; c = 0.007; B1 = 14.0; B2 = 1.0; A1 = 25e+4; A2 = 75; a1 = 0; a2 = 0; b1 = 0.02; b2 = 0.9; T0 = 400; V0 = 3.5; t0 = 0; tf = 50; n = 2000; [Tc,Vc,lambda1,lambda2,u1,u2,J] = hiv_withcontrol(s1,s2,mu,k,g,c,B1,B2,A1,A2,a1,a2,b1,b2,T0,V0,t0,tf ,n); [T,V] = hiv_nocontrol(s1,s2,mu,k,g,c,B1,B2,T0,V0,t0,tf,n); t = linspace(0,tf,n+1); plot(t,T,t,Tc,'--','LineWidth',2); title('Populasi Sel CD4^+ T Sehat (T)'); legend('tanpa kontrol','dengan kontrol',2); grid; xlabel('hari'); ylabel('konsentrasi (per mm^3)'); figure; plot(t,V,t,Vc,'--','LineWidth',2); title('Populasi HIV (V)'); legend('tanpa kontrol','dengan kontrol',3); grid; xlabel('hari'); ylabel('konsentrasi (per ml)'); figure; plot(t,u1,t,u2,'--','LineWidth',2); title('Kontrol Optimum (u_1 dan u_2)'); legend('u_1','u_2'); grid; xlabel('hari'); figure; plot(t,lambda1,t,lambda2,'--','LineWidth',2); title('Fungsi Adjoin (\lambda_1 dan \lambda_2)'); legend('\lambda_1','\lambda_2'); grid; xlabel('hari');
19 Lampiran 4 Pembuatan Gambar Solusi Numerik dengan Nilai ๐ด1 = 500000 clear all close all s1 = 2.0; s2 = 1.5; mu = 0.002; k = 2.5e-4; g = 30; c = 0.007; B1 = 14.0; B2 = 1.0; A1 = 50e+4; A2 = 75; a1 = 0; a2 = 0; b1 = 0.02; b2 = 0.9; T0 = 400; V0 = 3.5; t0 = 0; tf = 50; n = 2000; [Tc,Vc,lambda1,lambda2,u1,u2,J] = hiv_withcontrol(s1,s2,mu,k,g,c,B1,B2,A1,A2,a1,a2,b1,b2,T0,V0,t0,tf ,n); [T,V] = hiv_nocontrol(s1,s2,mu,k,g,c,B1,B2,T0,V0,t0,tf,n); t = linspace(0,tf,n+1); plot(t,T,t,Tc,'--','LineWidth',2); title('Populasi Sel CD4^+ T Sehat (T)'); legend('tanpa kontrol','dengan kontrol',2); grid; xlabel('hari'); ylabel('konsentrasi (per mm^3)'); figure; plot(t,V,t,Vc,'--','LineWidth',2); title('Populasi HIV (V)'); legend('tanpa kontrol','dengan kontrol',3); grid; xlabel('hari'); ylabel('konsentrasi (per ml)'); figure; plot(t,u1,t,u2,'--','LineWidth',2); title('Kontrol Optimum (u_1 dan u_2)'); legend('u_1','u_2'); grid; xlabel('hari'); figure; plot(t,lambda1,t,lambda2,'--','LineWidth',2); title('Fungsi Adjoin (\lambda_1 dan \lambda_2)'); legend('\lambda_1','\lambda_2'); grid; xlabel('hari');
20
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 19 November 1992 dari ayah Bastaman dan ibu Sonaningsih. Penulis adalah putra pertama dari dua bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 26 Bandung dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Talenta Masuk IPB dan diterima di Departemen Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten dosen Kalkulus II pada tahun ajaran 2011/2012 dan 2013/2014, asisten praktikum Pengantar Metode Komputasi pada tahun ajaran 2012/2013, dan asisten dosen Pemodelan Matematika pada tahun ajaran 2013/2014. Penulis juga pernah aktif sebagai staf Departemen MATH EVENT GUMATIKA IPB pada periode kepengurusan 2012 dan Kepala Departemen MATH EVENT GUMATIKA IPB pada periode kepengurusan 2013.