Artikel Penelitian
Kontribusi Petani Perempuan terhadap Sosial Ekonomi Keluarga Women Peasant Contribution for Family Economy Berlianti
Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
Abstrak Pada masyarakat pedesaan para perempuan sudah dituntut untuk hidup mandiri dan bekerja karena tuntutan ekonomi. Hal ini mendasari peran perempuan desa tidak hanya bekerja sebagai pembantu lakilaki khususnya dalam pertanian dan mengelola lahan pertanian dengan sendiri. Petani perempuan memberikan kontribusi yang besar dalam kehidupan sosial ekonomi keluarga. Hal tersebut terlihat dari kemampuan mereka memenuhi kebutuhan sehari-hari dari penghasilan bekerja sebagai petani dan keterlibatan dalam kehidupan sosial. Kata Kunci: Kontribusi, Petani Perempuan, Sosial Ekonomi Keluarga Abstract On rural communities the women are required to live independently and work because the demands of economy, this is the underlying role of rural women had the oppurtunnity to work as farmers and farming with his own. The women farmers make a major contribution in the socio-economic families. This is evident from their ability to meet the daily needs of income working as a farmer and involvement in social life. Key words: contribution, women farmers, socio-economic families Pendahuluan Pengakuan bahwa perempuan dan lakilaki sama, yaitu sama-sama manusia yang mempunyai pikiran, perasaan dan pendapat memang dibutuhkan oleh perempuan, karena selama berabad-abad itu masih disangkal. Banyak kerugian-kerugian yang disebabkan yang tidak mengenal atau mengakui perbedaanperbedaan ini. Pengakuan akan perbedaan antara perempuan dan laki-laki dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas kehidupan perempuan. Peranan yang berbeda antara perempuan dan laki-laki dalam keluarga dan masyarakat
30
merupakan akibat pembagian kerja secara seksual. Pembagian kerja secara seksual ini bertahan karena mendapat kekuatan dari masa ke masa melalui sosialisasi dan enkulturalisasi. Peran perempuan selalu dikaitkan dengan urusan domestik dan laki-laki di ruang publik. Dalam laporan Perserikatan BangsaBangsa (PBB) yang dikeluarkan pada tahun 2008 menunjukkan bahwa pertanian menjadi sumber utama kehidupan untuk perempuan di banyak negara berkembang dan menjadi jalan keluar utama untuk mengatasi kemiskinan di keluarganya. Namun demikian banyak
Berlianti, Kontribusi Petani Perempuan terhadap Sosial Ekonomi Keluarga Keluarga
perempuan di berbagai wilayah pedesaan tidak mempunyai akses untuk input dan sumber daya produksi bagi pertaniannya serta pelayanan publik yang memadai. Mereka juga tidak mendapatkan insentif yang memadai dalam usahanya serta sangat rentan upaya produktivitasnya di pertanian. Padahal pertanian yang dihasilkan para perempuan ini menjadi tumpuan hidup dan kehidupan banyak keluarga miskin. Bahkan pertanian menjadi kunci dari pembangunan banyak negara berkembang. Perempuan menjadi kunci dalam produksi pertanian di negara berkembang. Dimana 32% dari mereka bekerja hanya sebagai buruh dan hidup dalam keterbatasan di areal pedesaan. Perempuan menjadi sumber tenaga kerja yang potensial dalam produksi pangan yang dikonsumsi masyarakat lokal. Pertanian di berbagai negara termasuk di wilayah Asia dan Afrika menjadi mesin pertumbuhan ekonomi dan menjadi basis kehidupan di pedesaan. Lebih banyak proporsi produksi pertanian dihasilkan oleh perempuan, sehingga perempuan menjadi agen yang cukup penting dalam ketahanan pangan dan kesejahteraan keluarga. Untuk itulah sudah sewajarnya perempuan mendapatkan prioritas dalam program pertanian dan mendapatkan dukungan dari kebijakan pembangunan pertanian karena dialah sumber daya dalam keberlanjutan kehidupan pedesaan dan pengurangan kemiskinan. Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, karena sektorsektor ini memiliki arti yang sangat penting dalam menentukan pembentukan berbagai realitas ekonomi dan sosial masyarakat di berbagai wilayah Indonesia. Hal ini didukung karena potensi sumber daya alam Indonesia, lahan yang luas dan juga tanah yang masih subur di berbagai daerah dan iklim yang baik untuk pertanian juga menjadikan negara Indonesia tetap bertahan dan bertumpu pada sektor pertanian. Pertanian masih merupakan sektor strategis bagi bangsa Indonesia untuk waktu lima dan sepuluh tahun ke depan. Hal tersebut disebabkan sebagian besar penduduk Indonesia hidup di wilayah pedesaan dengan mata pencaharian utama sebagai petani. Keberadaannya merupakan suatu kekuatan
tersendiri bagi pembangunan nasional. Oleh karena itu pengaruhnya masih sangat besar terhadap pembangunan bangsa. Hal tersebut dapat dilihat dari ketahanan pangan yang masih tetap harus dipertahankan demi untuk pembangunan dan hal itu dipengaruhi oleh pertanian yang harus lebih diperhatikan lagi. Peran perempuan dalam dunia pertanian tidak sekadar menjadi teman atau pembantu lakilaki dalam mengerjakan lahan pertanian. Pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan dapat lebih berat dari laki-laki. Selain mengurus dan menyiapkan anak ke sekolah, perempuan juga harus menyiapkan dan mengirimi makan suami di lahan. Tidak berhenti disitu saja, perempuan membantu pekerjaan suami yang sedang dikerjakan. Bahkan apabila pekerjaan di lahan sudah selesai hari berikutnya perempuan dapat bekerja di lahan milik orang lain. Mereka dapat menjadi buruh untuk tanam, pemupukan dan membersihkan lahan dari rumput dan gulma. Pada saat panen perempuan jarang dilibatkan karena dianggap tidak memiliki cukup tenaga. Meskipun demikian peran lain untuk tetap menjaga ketahanan pangan keluarga masih dapat dilakukan. Peran yang sering dilakoni adalah bekerja mengumpulkan bulir-bulir padi yang tertinggal di batang pada saat panen. Dalam hal sumber pendapatan dan solidaritas rumah tangga sumbangan perempuan sangat besar terhadap keluarga dalam sumber penghasilan keluarga yang tercermin dari bekerja di lahan usahanya sendiri maupun buruh di lahan orang lain. Namun di samping sumbangan perempuan yang tinggi terhadap sumber pendapatan khususnya sumber pendapatan keluarga perempuan petani di desa masih sering kurang diperhatikan kebutuhannya dan sering ditempatkan dalam posisi marginal kurang dianggap bisa berperan dalam pengambilan keputusan, bahkan juga sering menjadi pihak yang dikorbankan dalam pemenuhan kesehatan reproduksi. Perempuan punya beban ganda sebagai ibu dan sebagai istri yang mengharuskannya menomor duakan perhatiannya terhadap kesehatan reproduksinya. Pekerjaan petani perempuan dalam usaha taninya harus dapat diseimbangkan dengan perhatian terhadap petani perempuan akan resiko pekerjaan petani. Namun sering perempuan
31
Pemberdayaan Komunitas, Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial Vol. 14, No. 1, Juni 2015
kurang diperhatikan peran sosialnya. Kodrat perempuan dan paham-paham tentang kodrat perempuan bahwa perempuan masih didominasi oleh laki-laki masih sangat mempengaruhi kontribusi perempuan dalam kehidupan sosial ekonomi. Bila mengingat semangat juang perempuan desa tepat bila mereka diberi julukan “perempuan perkasa”. Kondisi sosial ekonominya kurang membuka alternatif bagi mereka yang bekerja keras, dan berjuang sekuat tenaga dengan keadaan serba kurang. Mereka perkasa dinilai dari pengisian peranan yang multi dimensional yang pantang menyerah serta menerimanya sebagai suatu yang wajar. Semuanya dianggap wajar karena sudah dikenalnya sejak masih kanak-kanak. Mereka mengenalnya sebagai cara hidup yang diteladani dari ibu-ibu mereka serta dapat diamati sikap hidup perempuan dewasa di sekelilingnya. Ada perempuan yang bekerja sebagai petani tetapi suaminya tidak bekerja bersama pada usaha pertanian dalam memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya. Hal ini terlihat bahwa perempuan memiliki peran yang besar dalam perekonomian keluarganya. Walaupun perempuan sudah mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya dengan bekerja sebagai petani, namun perempuan sering dikatakan sebagai pencari nafkah tambahan. Laki-laki dianggap sebagai tuan untuk pencari nafkah dalam pemenuhan kebutuhan keluarga. Hal ini terjadi karena budaya partiarki yang masih berkembang di dalam kehidupan masyarakat khususnya masyarakat desa, yang mungkin hal ini mempengaruhi kontribusi perempuan dalam sosial ekonomi keluarga. Metode Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Sibangun Mariah Kecamatan Silimakuta Kabupaten Simalungun. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perempuan yang sudah menikah dan bekerja sebagai petani sayur-mayur, memiliki luas lahan maksimal 1 ha dan suaminya tidak bekerja sebagai petani yaitu berjumlah 15 orang. Seluruh populasi dijadikan sampel. Pengumpulan data dilakukan dengan cara penyebaran kuesioner dan melakukan wawancara yang mendalam. Data yang dikumpulkan
32
ditabulasi kemudian dianalisis dengan menggambarkan, menjelaskan dan memberikan interpretasi. Temuan dan Analisis Kehidupan keluarga dan tekanan kemiskinan menyebabkan perempuan berperan ganda yaitu sebagai pengasuh anak dan juga membantu menghidupi dalam ekonomi keluarga. Hal ini menjadikan perempuan tidak lagi hanya tergantung hidupnya terhadap laki-laki. Dengan pendapatan yang diperoleh perempuan sebagai petani akan dapat mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi keluarga. Tabel 1 : Pendapatan/Bulan No 1 2
Rupiah (x 1.000) 400 - 1.500 1.600 - 2.500 Jumlah
F
%
9 6
60 40
15
100
Sumber: Data Primer Pada umumnya pedapatan para responden sesuai dengan panen hasil tanamannya dari lahan pertanian. Mayoritas pendapatan responden setiap bulannya adalah antara Rp.400.000-Rp.1.500.000 namun penghasilan ini kadang tidak menentu. Hal ini disebabkan karena lahan yang mereka kelola tidak terlalu luas dan jenis tanaman yang diusahai adalah mayoritas tanaman sayur mayur. Penghasilan ini cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga mereka tidak memiliki kerja sampingan selain sebagai petani. Seperti penuturan Ibu Rolen Damanik berikut ini: “Penghasilan saya tidak menentu setiap bulannya, tapi setiap minggu selalu ada saja penghasilan kami dari hasil panen. Karena tanaman di ladang saya tidak hanya ditanami satu jenis tanaman, seperti sekarang saya menanam cabai di antara tanaman cabai itu saya tanam kol, baru di pinggir batas ladang saya kelilingi dengan tanaman jagung. Namun kadang ada masanya saya tidak punya penghasilan karena tanaman di ladang saya belum ada yang masa panen dan biasanya itu kurang lebih satu minggu. Biasanya
Berlianti, Kontribusi Petani Perempuan terhadap Sosial Ekonomi Keluarga Keluarga
kalau uang simpanan tidak ada saya pinjam dari teman atau tetangga sebelum panen.”
No
Tabel 2 : Luas Lahan Yang Dikelola No 1 2 3
Luas (ha) 0,5 – 1 1 < 0,5 Jumlah
F
%
8 3 4
53,35 20 26,65
15
100
Sumber: Data Primer Lahan yang dikelola ditanami dengan tanaman yang beraneka ragam, dan jarak lahan mereka dengan rumah mereka tergolong jauh dan tidak ada angkutan ke lahan tersebut. Petani biasanya pergi ke ladang dengan berjalan kaki dan biasanya mencari jalan pintas yang akan melewati lahan pertanian penduduk lain. Lahan yang dimiliki petani tidak berada pada satu tempat. Misalnya luas lahan 1 ha tersebut terbagi atas beberapa bagian dan letaknya yang terpisah bahkan ada yang letaknya berjauhan sehingga petani dalam satu hari sering berpindah dari ladang yang satu ke ladang yang lain. Apabila pekerjaan di lahan yang satu sudah selesai maka petani akan berpindah bekerja di lahan yang satunya lagi. Jenis tanaman yang diusahai di lahan tersebut juga berbeda-beda, misalnya di lahan tempat ditanami kol, ditanami juga cabai di sekitarnya. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan sumber pendapatan yang tetap karena masa panen jenis tanaman yang berbeda. Tabel 3 : Status Kepemilikan Lahan No 1 2 3
Status
F
%
Milik Sendiri Warisan Garapan/ Sewa
4 5 6
20 53,35 26,65
15
100
Jumlah
Tabel 4 : Modal Usaha Pertanian
Sumber: Data Primer Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa status kepemilikan lahan petani sebagian besarnya adalah warisan 53,35%, garapan/sewa 26,65% dan milik sendiri 20%.
1 2 3
Modal Usaha Modal sendiri Agen Sayur Mayur Lain-lain Jumlah
F
%
2 7 6
13,5 46,65 40
15
100
Sumber: Data Primer Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa hanya 13,5% petani yang menggunakan modal sendiri dalam usahataninya, sementara 86,65% berasal dari pinjaman. Pinjaman modal kepada agen sayur mayur biasanya memiliki perjanjian dimana setiap hasil panen harus di jual kepada agen yang sudah meminjamkan modal kepada petani. Sedangkan sumber pinjaman lain-lain adalah dari pengusaha pupuk dan obat-obatan, dengan perjanjian di bayar setiap masa panen dan harus senantiasa membeli pupuk dan obat-obatan kepada pengusaha tersebut. Masyarakat jarang meminjam modal dari koperasi untuk usaha pertanian karena meminjam kepada agen sayur dan pengusaha pupuk lebih mudah. Seperti penuturan Ibu Pidawati Manihuruk berikut ini : ”Untuk modal bertani sebenarnya mudah didapat, kalau saya biasanya modal saya dari tauke saya sering kami panggil si Borla (Boru Lalahi). Kalau uang saya kurang beli pupuk biasanya dipinjamkan. Nanti pembayarannya setelah sayur saya panen, kalaupun hasil panen sedikit dan harga murah tidak di bayar langsung semua pun ga papa nanti panen untuk berikutnya bisa dibayarkan lagi sisanya”. Tabel 5 : Lokasi Penjualan Hasil Pertanian No 1 2
Lokasi Di Lahan Pertanian Di Sekitar Rumah Jumlah
F
%
6 9
40 60
15
100
Sumber: Data Primer Dalam menjual hasil panennya, petani tidak perlu lagi membawanya ke pasar karena sudah bisa di jual langsung di lahan pertanian. 33
Pemberdayaan Komunitas, Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial Vol. 14, No. 1, Juni 2015
Pembeli akan datang ke lahan dan melakukan pemanenan atau sistem borong. Selain itu para pembeli juga sudah datang dari desa ke desa untuk membeli langsung dari para petani, oleh karena itu para petani hanya perlu membawa ke halaman rumah atau bahkan di rumah dan melakukan transaksi jual beli di sekitar rumah mereka. Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa 40% petani menjual hasil pertaniannya di lahan pertanian dan 60% menjual hasil pertaniannya di sekitar rumahnya. Hal ini merupakan suatu kemudahan yang baru dirasakan para petani 5 tahun belakangan ini. Sebelumnya selain menjual di lahan pertanian mereka harus membawa ke pasar untuk di jual di sana dan harus menempuh jarak 5 km di tambah dengan uang transportasi untuk pengangkutan barang. Berdasarkan wawancara yang dilakukan bahwa seluruh petani sudah memiliki tabungan. Hal ini menunjukkan adanya kesadaran mereka akan pentingnya untuk menabung menyisihkan sebagian dari pendapatan untuk berjaga-jaga. Sebagian mereka menyimpan uangnya di bank yang ada di kota kecamatan yaitu Bank Rakyat Indonesi (BRI), Bank Sumatera Utara (Bank SUMUT). Namun mayoritas masih menyimpan tabungannya di rumah dan ada pula dalam bentuk jula-jula. Tabungan dalam bentuk jula-jula yaitu uang berupa tabungan bersama namun berbeda dengan arisan karena uang tersebut di simpan oleh satu orang dan siapa saja bisa menyimpan uang mereka kepada orang tersebut, uang tersebut akan dikutip langsung ke rumah si penyimpan dan jika uang tersebut diambil akan ada uang dipotong sebagai upah orang yang menyimpan tersebut. Di desa ini yang menyimpan uang jula-jula masyarakat yang bersedia menabung lewat jula-jula ada 2 orang yaitu Ibu Rama Sihaloho dan Ibu Minda Sinaga. Kegiatan menyimpan uang tersebut juga dianggap sebagai pekerjaan sampingan karena ada upah yang akan mereka terima dari uang yang sudah disimpan ke mereka. Tabungan sering mereka gunakan untuk membeli pupuk dan obat-obatan, keperluan sekolah, kesehatan dan kebutuhan lainnya. Seperti yang dituturkan oleh Ibu Ruli April Sinaga berikut ini: “Saya selalu
34
mengusahakan untuk menyisihkan uang untuk di tabung, karena untuk kebutuhan mendadak seperti siapa tau ada yang sakit, untuk sekolah anak, atau siapa tau kadang pupuk kurangnya uangnya untuk membeli makanya itulah saya pakai. Saya tidak begitu suka menabung di bank karena kalau saya butuh saya tidak bisa langsung mengambil, repot, lagian tabungan saya pun tidak banyak makanya bagusan simpan di rumah, biasanya kami ada juga jula jula setiap minggu.” Demikian pula penuturan ibu Musrin Girsang : “ Saya ikut jula-jula dan yang pegang uang julajula saya adalah Ibu Rama Sihaloho, uang julajula saya itu Rp.50.000 perminggu dan uang julajula tersebut biasanya selalu dijemputnya ke rumah. Kalau saya butuh saya bisa ambil uang saya tapi ada potongan yang dikasi sama ibu itu sebagai uang capeknya udah mengutip ke rumah. Ada juga yang jula-julanya perminggunya banyak lebih dari Rp.50.000, ada yang Rp.100.000.” Tabel 6 : Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari No 1 2
Jawaban Terpenuhi Kurang Terpenuhi Jumlah
F
%
10 5
66,65 33,35
15
100
Sumber: Data Primer Tabel di atas menunjukkan bahwa mayoritas petani mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya. Sangat sedikit yang kebutuhan hidupnya tidak terpenuhi. Hal ini terjadi karena masyarakat mampu dengan mudah mendapatkan pinjaman uang untuk kebutuhan sehari-hari yang nantinya bisa di bayar dengan memberikan tenaga untuk bekerja di lahan pertanian tempat peminjaman uang untuk keperluan tersebut. Petani juga mengkonsumsi sendiri hasil dari usaha tani mereka. Apabila yang dibutuhkan untuk dikonsumsi tidak terdapat di lahan sendiri, mereka dapat memintanya kepada tetangga atau teman yang memilikinya sejauh untuk dikonsumsi sendiri dan bukan untuk dijual.
Berlianti, Kontribusi Petani Perempuan terhadap Sosial Ekonomi Keluarga Keluarga
Tabel 7 : Konsumsi Sendiri Hasil Panen No 1 2 3
Jawaban Sangat Sering Sering Jarang Jumlah
F
%
7 6 2
46,65 40 13,35
15
100
Sebagai contoh untuk sayur mayur, cabai, dan tomat mereka sangat jarang membeli karena dapat di ambil dari ladang sendiri dan dapat di minta dari ladang tetangga atau teman. Tabel 8 : Kondisi Rumah
1 2 3
Kondisi Rumah Permanen Semi Permanen Darurat Jumlah
Tabel 9 : Kepemilikan Rumah No 1 2
Sumber: Data Primer
No
lebih besar dengan kamar mandi yang bagus serta memiliki teras yang fungsinya sama dengan rumah semi permanen.
F
%
4 8 3
26,65 53.35 20
15
100
Sumber: Data Primer Kondisi perumahan yang didiami petani sudah memadai. Dimana 80% kondisi rumahnya sudah semi permanen-permanen. Hanya 20% yang memiliki kondisi rumah darurat dengan ciriciri dinding tepas, atap terbuat dari kelapa, lantai semen dan ada pula yang memiliki lantai tanah. . Berdasarkan hasil observasi mayoritas kondisi rumah petani adalah semi permanen yaitu rumah yang berlantai semen dengan dinding rumah setengah beton dan setengah papan. Rumah semi permanen tersebut seluruhnya sudah memiliki kamar mandi hanya saja kondisi kamar mandi mereka yang berbedabeda. Ada yang besar dengan lantai yang bagus, ada juga yang kurang bagus yaitu berdinding bagus tapi kamar mandi tersebut tidak memiliki atap. Rumah semi permanen ini juga hampir semuanya memiliki teras walaupun kecil. Teras di anggap penting karena senantiasa diperlukan sebagai tempat alat-alat pertanian atau juga sebagai tempat penyimpanan sementara bibit tanaman ataupun hasil panen tanaman mereka. Rumah permanen petani adalah rumah yang seluruhnya beton dan berlantai semen. Rumah permanen sudah memiliki ukuran yang
Kepemilikan Milik Sendiri Kontrak/Sewa Jumlah
F
%
9 6
60 40
15
100
Sumber: Data Primer Dari tabel di atas diketahui bahwa sebagian besar petani memiliki rumah sendiri dengan latar belakang rumah warisan dan ada yang dibeli dari penghasilan keluarga. Terdapat 60% dengan status kepemilikan milik sendiri dan 40% adalah mengontrak. Berikut penuturan Ibu Dinaria Girsang : “Rumah yang saya dan keluarga tinggali adalah rumah orangtua suami saya, yang sudah diwariskan kepada suami saya dan sekarang sebagai tempat tinggal saya dan keluarga. Dahulu rumah warisan ini tidak sebagus sekarang tapi sudah saya perbaiki dengan uang penghasilan dari ladang.” Tabel 10 : Kepemilikan Kendaraan No 1 2 3
Jenis
F
%
Sepeda Motor Lain-lain/Pedati Tidak Ada
6 3 6
40 20 40
15
100
Jumlah Sumber: Data Primer
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa 40% keluarga petani memiliki sepeda motor. Biasanya kendaraan ini dipakai oleh anggota keluarga baik anak maupun suami karena masih jarang ditemukan perempuan yang mampu menggunakan sepeda motor. Terdapat 20% yang memiliki pedati atau sering disebut dengan kareta horbo yaitu kendaraan dari kayu dengan penariknya adalah ternak kerbau. Kendaraan ini biasanya digunakan untuk mengangkut hasil-hasil pertanian dan juga bisa digunakan sebagai alat transportasi ke 35
Pemberdayaan Komunitas, Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial Vol. 14, No. 1, Juni 2015
ladang karena mampu melalui jalan yang berlumpur dan terjal. Selanjutnya terdapat 40% yang tidak memiliki kendaraan baik sepeda motor, pedati ataupun kendaraan lainnya. Tabel 11 : Tempat Berobat Keluarga No 1 2
Berobat
F
%
RS Swasta/Klinik Puskesmas
10 5
66,65 33,35
Jumlah
15
100
Sumber: Data Primer Sesuai dengan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas masyarakat membawa keluarganya yang sakit Rumah Sakit Swasta atau Klinik Kesehatan. Tidak banyak yang membawa anggota keluarganya yang sakit berobat ke puskesmas terdekat. Hal ini disebabkan karena tim medis yang ada di puskesmas terdekat sangat terbatas dan sering tidak berada di tempat. Anggota keluarga yang sakit lebih sering dibawa berobat ke rumah sakit swasta atau klinik kesehatan walaupun rumah sakit atau klinik tersebut berada di kota kecamatan yang jaraknya 5 km dari desa. Tabel 12 : Keterlibatan Keputusan No 1 2 3
Jawaban Jarang Sering Sangat sering Jumlah
Dalam
Pengambilan F
%
5 7 3
33,35 46,65 20
15
100
Sumber: Data Primer Perempuan sering dianggap kurang bisa mengambil keputusan baik dalam masyarakat maupun dalam keluarga. Namun dari tabel di atas terlihat bahwa kaum perempuan sudah sering dilibatkan dalam pengambilan keputusan dalam keluarga. Dimana ada 66,65% menyatakan mereka sudah sering dilibatkan untuk mengambil keputusan dalam keluarga.
36
Tabel 13 : Mengikuti Kegiatan Sosial di Desa No 1 2 3
Frekuensi
F
%
Jarang Sering Sangat sering
2 9 4
13,35 60 26,65
Jumlah
15
100
Sumber: Data Primer Ada beberapa kegiatan sosial yang biasanya dilakukan yaitu perkumpulan keagamaan atau kelompok sektor gereja, kelompok arisan dan kelompok serikat tolong menolong (STM). Berdasarkan tabel di atas dapat di lihat bahwa mayoritas responden sering mengikuti kegiatan sosial. Namun ada juga yang jarang mengikuti kegiatan sosial yaitu sebesar 13,35%. Hal ini disebabkan mereka menganggap kurang penting melakukan kegiatan tersebut. Mereka menganggap bahwa dengan giat bekerja akan menjadikan kehidupan lebih baik walaupun jarang mengikuti kegiatan sosial. Keseluruhan kelompok ini senantiasa bekerja sama dalam melaksanakan kegiatankegiatan yang ada di desa, sebagai contoh jika ada pesta pernikahan suatu keluarga, secara inisiatif kelompok ini akan mengambil peranan dalam pelaksanaan pesta tersebut. Demikian juga apabila terjadi peristiwa kemalangan. Tabel 14 : Tanggapan Terhadap Pekerjaan Yang Dilakukan No 1 2 3
Tanggapan Sangat Menyenangkan Menyenangkan Tidak Menyenangkan Jumlah
Aktivitas
F
%
2 8 5
13,35 53,35 33,3
15
100
Sumber: Data Primer Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa hampir seluruhnya menganggap pekerjaan mereka menyenangkan, mereka bekerja dengan hati yang tidak terpaksa. Namun ada juga yang merasa pekerjaannya tidak menyenangkan hal ini di sebabkan karena modal yang dimiliki sering tidak mencukupi, sehingga kualitas hasil pertaniannya
Berlianti, Kontribusi Petani Perempuan terhadap Sosial Ekonomi Keluarga Keluarga
sering tidak bagus dan sering mendapat rugi karena panen pada saat harga sayur turun. Seperti yang dituturkan oleh ibu Sahnaria Simanjuntak : ”Saya merasa bekerja jadi petani tidak menyenangkan, karna sering modal kurang dan sering juga merugi dalam hal usaha tani selain itu bertani itu capek karena saya harus bekerja sendiri baik memompa memupuk kalau kira-kira sudah sangat tidak mampu barulah meminta bantuan kepada teman yang bisa diajak bertukar tenaga. Tapi walaupun gitu harus tetaplah bertani mau ngapain lagi namanya juga sudah tinggal di kampung yang bisa dikerjai adalah bertani karena walaupun tidak menyenangkan harus dibawa enak biar semangat kerjanya”. Jika dilihat dari pekerjaan yang dilakukan bahwa mereka sudah mengerjakan pekerjaan yang berat. Namun pekerjaan tersebut tidak dianggap berat karena pekerjaan tersebut adalah pekerjaan yang harus dikerjakan dan sudah menjadi tanggung jawab sebagai manusia bekerja untuk keluarga. Seberat apapun pekerjaan yang dilakukan tidak membuat mereka merasa tertindas ataupun mengalami kekerasan karena merasa bahwa pekerjaan tersebut sudah menjadi tanggung jawab sebagai orang tua dan ibu yang harus berjuang demi keluarga dan anak-anaknya. Tabel 15 : Interaksi Sekitar No 1 2
Frekuensi
Dengan
Keluarga
Dan
F
%
Baik Cukup Baik
11 4
73,35 26,65
Jumlah
15
100,00
Sumber: Data Primer Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa mereka memiliki interaksi yang baik baik dengan keluarga maupun lingkungan sekitar. Hal ini disebabkan karena desa masih identik dengan sistem kekerabatn yang masih sangat baik. Berikut adalah penuturan Ibu Erika Sembiring : ”Saya dan keluarga punya interaksi yang baik karena keluarga saya tempat saya hidup dan saya bekerja juga demi keluarga saya. Kalau dengan lingkungan sekitar saya
berinteraksi dengan baik karena semua saling membutuhkan makanya selalu saling membantu. Di desa ini semua sudah seperi keluarga itu sebab jarang ada perselisihan kalaupun ada perselisihan biasanya dibantu Gamot atau yang sering disebut dengan kepala masyarakat untuk menyelesaikan.” Berdasarkan hasil observasi, interaksi sosial di desa tersebut baik. Hal ini terlihat dari kondisi keseharian masyarakat yang senantiasa memperhatikan anggota keluarga dan saling bertegur sapa dengan tetangga dan masyarakat sekitar dan tidak lepas dari candaan. Selain itu juga kepedulian dan interaksi yang baik itu terlihat yaitu seluruh masyarakat desa saling mengenal satu sama lain walaupun jarak rumah mereka tidak berdekatan. Kesimpulan Petani perempuan memberikan kontribusi yang baik terhadap sosial ekonomi keluarga. Hal tersebut terlihat dari kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonomi keluarga. Peran perempuan dianggap sudah semakin penting, terlihat bahwa mereka sudah lebih diberikan kesempatan untuk terlibat dalam pengambilan keputusan pada keluarga. Bekerja sebagai petani masih dianggap merupakan pekerjaan yang baik untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Petani perempuan bukan lagi merupakan pencari nafkah tambahan namun merupakan pencari nafkah pokok karena penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan untuk peningkatan kehidupan sosial ekonomi keluarga. Petani perempuan dengan kesibukannya dalam bekerja sebagai petani, namun masih mampu menyeimbangkan interaksi antara keluarga dan lingkungannya dengan masih senantiasa mengikuti kegiatan kelompok sosial yang ada di desa. Petani perempuan merupakan perempuan-perempuan yang luar biasa dan pekerja keras karena mampu melakukan pekerjaan yang sangat berat demi memenuhi kebutuhan keluarga dan anak-anak karena bagi mereka bekerja adalah tanggung jawab dan tidak merasa terbebani oleh pekerjaan tersebut.
37
Pemberdayaan Komunitas, Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial Vol. 14, No. 1, Juni 2015
Daftar Pustaka Badan
Pendidikan dan Latihan Penyuluh Pertanian. 1990. Gema Penyuluhan Pertanian No. 34 Departmen Pertanian Republik Indonesia, Jakarta.
Carolina Nitimihardjo, Jusman Iskandar. 1993. Dinamika Kelompok. Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial. Bandung. Danim, Sudarwan. 1995. Transformasi Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara. Jakarta. Idrus, Muhammad. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Erlangga. Yogyakarta. Kartasapoetra, A.G. 1994. Teknologi Penyuluhan Pertanian. Bumi Aksara. Jakarta. Mardikanto, Totok. 1994. Bunga Rampai pembangunan Pertanian. Sebelas Maret University Press. Surakarta. Marzuki. 1989. Kelompok Tani. Departemen Pertanian. Jakarta. Narwoko, J. Dwi. Bagong Suyanto. 2007. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Kencana Prenada Media Grup. Jakarta
38
Rukminto Adi, Isbandi. 2003. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi. Saragih Bungaran, dkk. 2004. Mandiri. Penebar Swadaya. Jakarta.
Pertanian
Sarlito. 2001. Psikologi Sosial. Balai Pustaka. Jakarta. Silalahi Ulber. 2009. Metode Penelitian Sosial. PT. Refika Aditama. Bandung. Slamet, Margono. 2001. Kelompok, Organisasi dan Kepemimpinan: Makalah tidak dipublikasikan Soehartono, Irawan. Metode Penelitian Sosial. 2004. Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung. Soekanto, Soerdjono. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Suharto, Edi. 2009. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Revika Aditama. Bandung.