KONSUMSI MIE, SUSU, DAN MINUMAN RINGAN TERHADAP KECUKUPAN GIZI PADA MAHASISWI DENGAN STATUS GIZI NORMAL DAN KEGEMUKAN
MERITA
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ABSTRACT MERITA. The contribution of noodle, milk, and soft drink to macronutrient intake of normal and overweight female university students. Supervised by Dodik Briawan. The objective of this research was to study noodle, milk, and soft drink contribution to nutrient adequacy among female teenagers with normal and overweight nutritional status. Design of research was cross-sectional study among female university student in dormitory of Bogor Agricultural University. This research has 90 samples, consist of 60 samples with normal nutritional status and 30 samples with overweight nutrional status. The result showed that nutritional knowledge of normal (53.3%) and overweight (60.0%) sample categorized was moderate. Attitude of product acceptance for normal sample categorized was neutral (58.7%). Whereas, overweight sample categorized was positif (60.0%). Noodle, milk, and soft drink consumption among normal sample was 2.1 ± 1.3 packs, 4.3 ± 3.2 packs, and 3.1 ± 2.5 packs per week respectively. Whereas, among overweight sample was 2.4 ± 2.2 packs, 5.1 ± 4.3 packs, and 2.0 ± 1.5 packs per week respectively. Energy contribution of noodle, milk, and soft drink to Requirement Dietary Allowance (RDA) among normal sample was 4.0%, 3.9%, and 5.5% respectively. Whereas, among overweight sample was 3.1%, 3.8%, and 3.3% respectively. Protein contribution of noodle, milk, and soft drink to RDA among normal sample was 2.7%, 8.7%, and 0.9% respectively. Whereas, among overweight sample was 2.1%, 5.4%, and 0.4% respectively. There was not significant correlation between score of nutritional knowledge and amount of noodle, milk, as well as soft drink consumption. There was not significant correlation between score of attitude and amount of noodle, milk, as well as soft drink consumption. There was significant correlation between milk consumption (gram) and nutritional status. However, there was negative correlation between soft drink consumption (gram) and nutritional status. There was not significant correlation between energy and protein intake of noodle, milk, as well as soft drink and nutritional status. Keywords : Noodle, Milk, Soft drink, Macronutrient adequacy, and University students.
RINGKASAN MERITA. Konsumsi Mie, Susu, dan Minuman Ringan terhadap Kecukupan Gizi Mahasiswi dengan Status Gizi Normal dan Kegemukan. Dibimbing oleh Dodik Briawan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji konsumsi mie, susu, dan minuman ringan terhadap kecukupan gizi pada remaja dengan status gizi normal dan kegemukan. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk : (1) Mempelajari pengetahuan gizi remaja terhadap mie, susu, dan soft drink pada remaja normal dan kegemukan; (2) Mempelajari sikap remaja terhadap mie, susu, dan minuman ringan pada remaja normal dan kegemukan; (3) Mempelajari atribut produk mie, susu, dan minuman ringan; (4) Membandingkan konsumsi dan asupan zat gizi terhadap produk mie, susu, dan minuman ringan pada remaja normal dan kegemukan; (5) Mengkaji hubungan pengetahuan dan sikap terhadap konsumsi mie, susu, dan minuman ringan pada remaja normal dan kegemukan; (6) Mengkaji hubungan konsumsi mie, susu, dan minuman ringan terhadap kecukupan gizi pada remaja normal dan kegemukan. Desain penelitian ini adalah Cross-sectional study. Contoh dalam penelitian ini adalah mahasiswi di Asrama Putri Tingkat Persiapan Bersama (TPB) Institut Pertanian Bogor (IPB) yang memiliki status gizi normal dan overweight. Teknik penarikan contoh dilakukan dengan simple random sampling dengan jumlah contoh adalah 90 contoh yang terdiri dari 60 contoh berstatus gizi normal dan 30 contoh berstatus gizi kegemukan. Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari dua data, yaitu data primer dan data sekunder. Jenis data primer yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data karakteristik idividu, pengetahuan individu yang meliputi pengetahuan gizi dan pengetahuan produk (product knowledge), sikap terhadap produk pangan pilihan, atribut poduk, dan konsumsi pangan termasuk konsumsi produk mie, susu, dan minuman ringan. Data primer seperti pengetahuan gizi dan pengetahuan produk (product knowledge), sikap terhadap produk pangan pilihan, dan atribut poduk diperoleh dengan cara wawancara langsung kepada individu menggunakan kuisioner yang dirancang oleh peneliti dengan acuan penelitian sebelumnya, data konsumsi pangan diperoleh dengan cara recall 1 x 24 jam, dan dilakukan Food Frequency Questionnaire (FFQ) dalam satu minggu terakhir untuk melihat kebiasan konsumsi produk. Data sekunder dalam penelitian ini adalah gambaran umum tentang asrama Tingkat Persiapan Bersama (TPB) Institut Pertanian Bogor yang diperoleh dari Badan Pengawas Asrama TPB. Analisis gambaran menggunakan statistik deskriptif. Analisis hubungan menggunakan uji korelasi Pearson dan Spearman, dan dilakukan uji beda (Independent Sample t-Test) pada peubah contoh normal dan kegemukan. Hasil analisis secara deskriptif menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh yang berstatus gizi normal (53.3%) dan contoh yang berstatus gizi kegemukan (60%) memiliki tingkat pengetahuan gizi sedang. Hasil uji statistik (Independent Sample t-Test), dapat diketahui tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara tingkat pengetahuan gizi contoh yang berstatus gizi normal dan kegemukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh yang berstatus gizi normal (58.7%) bersikap netral dan 41.7% bersikap positif terhadap produk mie, susu, dan minuman ringan. Namun, pada contoh yang berstatus gizi kegemukan lebih dari separuh contoh (60.0%) bersikap positif dan 40.0% bersikap netral terhadap produk mie, susu, dan minuman ringan. Uji korelasi Pearson menunjukkan adanya hubungan (p<0.05) antara pengetahuan terhadap
sikap contoh. Uji korelasi Pearson menunjukkan tidak terdapatnya hubungan signifikan (p>0.05) antara pengetahuan dan sikap contoh (normal dan kegemukan) terhadap jumlah konsumsi mie, konsumsi susu, konsumsi minuman ringan, serta asupan energi dan protein dari masing-masing produk tersebut. Produk mie dan olahannya yang biasa dikonsumsi contoh adalah mie basah dan indomie. Produk susu dan olahannya yang biasa dikonsumsi contoh adalah Ultramilk (cair), Keju (Kraft), Yoghurt (Activia). Produk minuman ringan yang biasa dikonsumsi contoh adalah Pepsi cola, Your tea, Teh kotak, dan Nutrisari. Kontiribusi mie, susu, dan minuman ringan terhadap kecukupan energi pada contoh yang berstatus gizi normal masing-masing yaitu 4.0%, 3.9%, dan 5.5%. Sedangkan, pada contoh yang berstatus gizi kegemukan masing-masing yaitu 3.1%, 3.8%, dan 3.3%. Kontribusi mie, susu, dan minuman ringan terhadap kecukupan protein pada contoh yang berstatus gizi kegemukan masing-masing yaitu 2.7%, 8.7%, dan 0.9%. Sedangkan, pada contoh yang berstatus gizi kegemukan masing-masing yaitu 2.1%, 5.4%, dan 0.4%. Kontribusi total asupan lemak pada mie, susu, dan minuman ringan terhadap kecukupan energi pada contoh yang berstatus gizi normal masing-masing yaitu 1.4%, 1.3%, dan 0.0%. Sedangkan, pada contoh yang berstatus gizi kegemukan masing-masing yaitu 1.4%, 1.7%, dan 0.0%. Kontribusi total asupan karbohidrat pada mie, susu, dan minuman ringan terhadap kecukupan energi pada contoh yang berstatus gizi normal masing-masing yaitu 2.4%, 3.0%, dan 6.4%. Sedangkan, pada contoh yang berstatus gizi kegemukan masing-masing yaitu 2.5%, 2.7%, dan 4.6%. Berdasarkan Food Frequency Questionnaire (FFQ) dalam konsumsi seminggu terakhir diketahui bahwa rata-rata konsumsi mie pada contoh yang berstatus gizi nomal adalah 2.1 ± 1.3 bungkus per minggu sedangkan pada contoh yang berstatus gizi kegemukan adalah 2.4 ± 2.2 bungkus per minggu. Rata-rata konsumsi susu pada contoh yang berstatus gizi normal adalah 4.3 ± 3.2 gelas/pack per minggu sedangkan pada contoh yang berstatus gizi kegemukan adalah 5.1 ± 4.3 gelas/pack per minggu. Rata-rata konsumsi minuman ringan pada contoh yang berstatus gizi normal adalah 3.1 ± 2.5 gelas/pack per minggu sedangkan pada contoh yang berstatus gizi kegemukan adalah 2.0 ± 1.5 gelas/pack per minggu. Hasil uji statistik (Independent Sample t-Test), dapat diketahui tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara jumlah konsumsi mie, jumlah konsumsi minuman ringan pada contoh yang berstatus gizi normal dan kegemukan. Namun, terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) pada jumlah konsumsi susu antara contoh normal dan kegemukan. Hasil uji statistik (Independent Sample t-Test), dapat diketahui tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara asupan energi dan protein pada mie, susu, dan minuman ringan contoh yang berstatus gizi normal dan kegemukan. Berdasarkan hasil uji statistik (korelasi Pearson), dapat diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara asupan energi dan protein pada mie, susu, dan minuman ringan terhadap status gizi. Uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara jumlah konsumsi mie terhadap status gizi. Namun, terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) antara jumlah susu dan terdapat hubungan berkorelasi negatif antara jumlah minuman ringan yang dikonsumsi terhadap status gizi.
KONSUMSI MIE, SUSU, DAN MINUMAN RINGAN TERHADAP KECUKUPAN GIZI PADA MAHASISWI DENGAN STATUS GIZI NORMAL DAN KEGEMUKAN
MERITA
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Gizi Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul : Konsumsi Mie, Susu, dan Minuman Ringan terhadap Kecukupan Gizi pada Mahasiswi dengan Status Gizi Normal dan Kegemukan Nama : Merita NRP
: I14070105
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN NIP. 19660701 199002 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP 19621218 198703 1 001
Tanggal lulus:
PRAKATA Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulisan skripsi yang berjudul “Konsumsi Mie, Susu, dan Minuman Ringan terhadap Kecukupan Gizi Mahasiswi
dengan Status Gizi Normal dan
Kegemukan” dilakukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Dinas Pendidikan Propinsi Jambi yang telah memberikan beasiswa kepada penulis selama menjalani pendidikan S1 di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. 2. Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN selaku pemimbing akademik sekaligus dosen pembimbing skripsi yang senantiasa membimbing, memberi arahan, masukan, serta saran yang sangat membangun kepada penulis selama melakukan penelitian dan penulisan skripsi. 3. Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS selaku dosen pemandu seminar dan penguji atas masukan dan kritikan yang telah diberikan. 4. Kepala Badan Pengelola Asrama (BPA) Tingkat Persiapan Bersama (TPB), Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di Asrama Putri TPB IPB. 5. Ayahanda (Alm), Ibunda, Kakanda, Rupi, dan keluarga tercinta yang senantiasa memberikan doa, dukungan, nasihat, dan kepercayaan penuh kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi dan program studi S1 Ilmu Gizi dengan baik. 6. Emil, Desi, Devi Nur, dan Yeni selaku pembahas seminar. 7. Teman-teman terbaik (Yulia, Linda, Nuvi, Novi Lusy, dan Stefani) serta teman-teman Gizi Masyarakat angkatan 44 yang tidak bisa disebutkan namanya satu per satu. Rekan-rekan BUD Propinsi Jambi (Ana, Novriyanti, Silvia, Cantika, Gustam, Eko, Eki, dan Rahman) serta temanteman Himpunan Mahasiswa Jambi (HIMAJA). 8. Teman-teman Kuliah Kerja Profesi di Desa Petir Dramaga dan temanteman Internship Dietetik di RS Kanker Dharmais Jakarta
Bogor,
September 2011
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan sebagai anak kedua dari dua bersaudara oleh pasangan Bapak Empri (Alm) dan Ibu Yulidar. Penulis dilahirkan di Bangko pada tanggal 18 Mei 1990. Penulis menempuh pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) Putra III Bangko pada tahun 1994 sampai 1995 dan melanjutkan ke pendidikan Sekolah Dasar Negeri (SDN) 3 Bangko pada tahun 1995 hingga 2001. Penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama pada tahun 2001 sampai 2004 di SMP Negeri 3 Bangko. Pada tahun 2004 sampai 2007 penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Bangko. Pada tahun 2007, melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Propinsi Jambi penulis diterima sebagai mahasiswi Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia di Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswi, penulis tercatat sebagai staf Kementrian Sosial dan Lingkungan Hidup BEM KM IPB periode 2007/2008 dan klub Kebijakan Pangan dan Gizi HIMAGIZI periode 2008/2009. Selain itu, penulis juga aktif di Organisasi Daerah Himpunan Mahasiswa Jambi (HIMAJA) sebagai koordinator Kebudayaan dan
Seni
periode
2008/2009
serta
dalam
berbagai
kepanitiaan
yang
diselenggarakan oleh BEM KM IPB, BEM FEMA IPB, DPM FEMA IPB, BP HIMAGIZI, serta HIMAGIZI FEMA IPB. Penulis telah melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor selama 2 bulan terhitung dari 28 Juni hingga 10 Agustus 2010. Selain itu, penulis juga telah melaksanakan Internship Dietetik di Rumah Sakit Kanker Dharmais, Jakarta pada bulan Februari 2011. Selain itu, penulis juga tercatat sebagai asisten praktikum pada mata kuliah Metodologi Penelitian Gizi tahun ajaran 2011/2012.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ..................................................................................................ii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iii DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................................iv PENDAHULUAN ................................................................................................. 1 Latar Belakang............................................................................................... 1 Tujuan............................................................................................................ 3 Hipotesis ........................................................................................................ 3 Kegunaan Penelitian ...................................................................................... 4 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 5 Remaja .......................................................................................................... 6 Pengetahuan ................................................................................................. 6 Sikap ............................................................................................................. 7 Konsumsi Pangan .......................................................................................... 7 Mie ................................................................................................................. 9 Susu ............................................................................................................ 10 Minuman Ringan .......................................................................................... 11 Status Gizi ................................................................................................... 12 KERANGKA PEMIKIRAN ................................................................................. 14 METODE PENELITIAN ..................................................................................... 16 Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ........................................................ 16 Jumlah dan Cara Penarikan Contoh ............................................................ 16 Jenis dan Cara Pengumpulan Data ............................................................. 17 Pengolahan dan Analisis Data ..................................................................... 19 Definisi Operasional ..................................................................................... 22 HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................. 24 Gambaran Umum Asrama TPB IPB ............................................................. 24 Karakteristik Contoh..................................................................................... 25 Pengetahuan Gizi ........................................................................................ 26 Sikap terhadap Mie, Susu, dan Minuman Ringan ........................................ 29 Atribut Produk .............................................................................................. 34 Konsumsi Mie, Susu, dan Minuman Ringan ................................................. 38 Asupan Energi dan Zat Gizi ......................................................................... 47 KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................. 51 Kesimpulan .................................................................................................. 51 Saran ........................................................................................................... 53 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 54 LAMPIRAN……………………………………………………………………………..57
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Kontribusi dua gelas susu ..................................................................... 11 Tabel 2 Sebaran contoh berdasarkan umur dan status gizi ............................... 25 Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan uang saku dan status gizi ....................... 25 Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi dan status gizi . 26 Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan terhadap produk mie ......... 27 Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan terhadap produk susu ....... 27 Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan terhadap produk soft drink 28 Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan sikap dan status gizi ............................... 29 Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan sikap terhadap produk mie ..................... 30 Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan sikap terhadap produk susu.................. 31 Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan sikap terhadap produk soft drink........... 32 Tabel 12 Jenis produk yang paling sering dikonsumsi ....................................... 34 Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan alasan mengkonsumsi produk .............. 39 Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan waktu biasanya mengkonsumsi produk 41 Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan cara pengolahan mie yang disukai ....... 42 Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan jenis soft drink yang dikonsumsi ........... 43 Tabel 17 Kontribusi asupan energi pada produk terhadap kecukupan energi .... 44 Tabel 18 Kontribusi asupan protein pada produk terhadap kecukupan protein .. 45 Tabel 19 Kontribusi asupan lemak pada produk terhadap kecukupan energi .... 46 Tabel 20 Kontribusi asupan karbohidrat produk terhadap kecukupan energi ..... 46 Tabel 21 Rata-rata asupan energi dan zat gizi berdasarkan status gizi ............. 48 Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein ... 49
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Bagan kerangka konsep analisis konsumsi mie, minuman ringan, dan susu terhadap kecukupan gizi mahasiswi dengan status gizi normal dan kegemukan................................................................................ 15
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Kuisioner penelitian ......................................................................... 59 Lampiran 2 Kandungan energi dan zat gizi makro tiap merk dan jenis produk ... 70 Lampiran 3 Uji hubungan uang saku dengan status gizi .................................... 72 Lampiran 4 Uji hubungan antara pengetahuan dengan sikap ............................ 72 Lampiran 5 Uji hubungan pengetahuan dan sikap terhadap konsumsi mie ........ 72 Lampiran 6 Uji hubungan pengetahuan dan sikap terhadap konsumsi susu ...... 72 Lampiran 7 Uji hubungan pengetahuan dan sikap terhadap konsumsi soft drink73 Lampiran 8 Uji hubungan status gizi terhadap jumlah konsumsi mie ................. 73 Lampiran 9 Uji hubungan status gizi terhadap jumlah konsumsi susu ............... 73 Lampiran 10 Uji hubungan status gizi terhadap jumlah konsumsi soft drink....... 73 Lampiran 11 Uji beda konsumsi produk pada contoh normal dan kegemukan ... 74 Lampiran 12 Uji beda asupan energi dan protein pada produk…………………..75
PENDAHULUAN Latar Belakang Saat ini teknologi pengolahan pangan semakin berkembang dengan pesat. Hal tersebut terlihat dari semakin banyaknya industri pangan yang menghasilkan berbagai produk pangan unggulan seperti mie, minuman ringan (soft drink), dan susu. Menurut Badan Pusat Statistik (2009), pada tahun 2008 terdapat 6316 perusahaan pangan yang bergerak dalam bidang sub sektor makanan dan minuman. Perkembangan teknologi pangan saat ini berperan dalam pola konsumsi pangan masyarakat. Menurut Martianto (1995) konsumsi pangan (food intake) seseorang yang meliputi jenis, waktu, tempat, cara, dan jumlah pangan yang dikosumsi sangat dipengaruhi oleh pengetahuan gizi dari individu sendiri. Pengetahuan gizi yang baik cenderung menciptakan pola konsumsi pangan yang baik dan sebaliknya. Pengetahuan gizi individu akan mempengaruhi keputusan pembelian terhadap pangan. Ketika konsumen memiliki pengetahuan yang lebih banyak, maka ia akan lebih baik dalam mengambil keputusan, ia akan lebih efisien dan lebih tepat dalam mengolah informasi dan mampu me-recall informasi dengan baik. Tingkat pengetahuan gizi individu berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan pangan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizi individu yang bersangkutan. Menurut Irawati, Damanhuri, dan Fachrurrozi (1992) masyarakat lebih memilih kepraktisan dalam mengkonsumsi pangan namun tetap memiliki kandungan gizi yang lengkap di dalamnya. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan pola konsumsi sehingga menjadi trend baru seiring dengan perubahan gaya hidup masyarakat dan perkembangan teknologi pangan. Mie adalah salah satu contoh hasil perkembangan teknologi pangan dan merupakan makanan berenergi yang terbuat dari tepung terigu, air, dan garam. Menurut Wulansari (1999) mie instan sangat umum dikonsumsi oleh masyarakat di dunia terutama di Asia karena makanan ini mengenyangkan, sifatnya yang praktis, mudah dibuat, rasanya dapat diterima oleh hampir seluruh kalangan, dan harganya lebih ekonomis sehingga dapat dijangkau oleh berbagai kalangan masyarakat. Perkembangan konsumsi mie yang sangat pesat memberi pelajaran bahwa bahwa mie merupakan jenis makanan yang sesuai dengan kebutuhan dan preferensi konsumen Indonesia.
2
Selain mie, salah satu makanan yang dapat memenuhi kebutuhan zat gizi adalah susu. Berdasarkan Badan Pusat Statistik Indonesia, pada tahun 2009 rata-rata konsumsi kalori dan protein yang berasal dari susu adalah 51.59 kkal/kap dan 2.96 g/kap. Susu merupakan sumber protein hewani yang kaya akan nilai gizi yang dapat menunjang kebutuhan akan gizi untuk pertumbuhan dan perkembangan pada remaja. Susu adalah bahan pangan yang dikenal kaya akan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh manusia. Konsumsi susu pada saat remaja terutama dimaksudkan untuk memperkuat tulang sehingga tulang lebih padat, tidak rapuh dan tidak mudah terkena risiko osteoporosis pada saat usia lanjut. Konsumsi global susu dan produk susu cair lainnya (tidak termasuk kedelai dan susu alternatif) mencapai yang tertinggi pada 2008, yakni sebanyak 258 milyar liter. Hal tersebut didasarkan pada riset terbaru yang dilakukan oleh Tetra Pak. Tetra Pak memperkirakan bahwa konsumsi susu global akan terus tumbuh dengan laju 5.2% mulai dari tahun 2000 hingga tahun 2012, dan akan mencapai 70 milyar liter pada tahun tersebut. Pertimbangan kuantitas dan kualitas dari susu yang ditawarkan di pasaran akan mempengaruhi juga terhadap preferensi remaja dalam mengkonsumsi susu (Komarudin 2000). Selain itu, minuman ringan (soft drink) juga merupakan produk pangan yang sering dikonsumsi dikalangan masyarakat. Minuman ringan (soft drink) adalah minuman non alkohol yang terdiri dari dua jenis, yaitu: minuman ringan dengan karbonasi dan minuman ringan tanpa karbonasi. Berdasarkan Badan Pusat Statistik Indonesia, pada tahun 2009 rata-rata konsumsi kalori dan protein dari bahan minuman adalah 101.73 kkal/kap dan 0.98 g/kap. Penelitian Sumarwan dan Tanziha (2005) pada mahasiswa Institut Pertanian Bogor, menunjukkan hasil bahwa dari 102 contoh (51%) yang mengkonsumsi minuman ringan (sari buah) memiliki alasan yaitu enak dan menyegarkan, menambah vitamin, praktis, harga terjangkau, mudah didapat, adanya keinginan mengkonsumsi dan sudah terbiasa. Salah satu temuan menarik oleh Alamsyah (2010) dalam penelitian pada remaja SMP Raksana Medan, menunjukkan bahwa minuman ringan merupakan minuman yang paling digemari
oleh
sebagian
besar
kelompok
remaja.
Rata-rata
remaja
mengkonsumsi dua kaleng/botol dalam kurun waktu satu minggu. Hal ini terjadi karena pada masa remaja cenderung terjadi perubahan-perubahan yang cepat dalam aspek kognitif dan emosi sehingga remaja cenderung selalu ingin
3
mencoba trend baru dan cenderung menjadikan konsumsi minuman ringan sebagai gaya hidup. Ketiga produk pangan di atas merupakan bagian dari produk yang berkembang di pasaran dan sering dikonsumsi oleh kalangan remaja. Berkaitan dengan hal tersebut, peneliti tertarik untuk mengkaji lebih lanjut mengenai konsumsi mie, susu, dan minuman ringan (soft drink) terhadap kecukupan energi dan zat gizi seperti protein, lemak, dan karbohidrat pada remaja dengan status gizi normal dan kegemukan. Tujuan Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengkaji konsumsi mie, susu, dan minuman ringan terhadap kecukupan gizi pada remaja dengan status gizi normal dan kegemukan. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mempelajari pengetahuan gizi remaja terhadap mie, susu, dan minuman ringan pada remaja normal dan kegemukan. 2. Mempelajari sikap remaja terhadap mie, susu, dan minuman ringan pada remaja normal dan kegemukan. 3. Mempelajari atribut produk mie, susu, dan minuman ringan. 4. Membandingkan konsumsi dan asupan zat gizi terhadap produk mie, susu, dan minuman ringan pada remaja normal dan kegemukan. 5. Mengkaji hubungan pengetahuan dan sikap terhadap konsumsi mie, susu, dan minuman ringan pada remaja normal dan kegemukan. 6. Mengkaji hubungan konsumsi mie, susu, dan minuman ringan terhadap kecukupan gizi pada remaja normal dan kegemukan. Hipotesis 1. Adanya hubungan pengetahuan dan sikap terhadap konsumsi mie, susu, dan minuman ringan yang dikonsumsi oleh remaja normal dan kegemukan. 2. Adanya hubungan konsumsi mie, susu, dan minuman ringan terhadap status gizi remaja.
4
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kondisi sosial ekonomi, pengetahuan gizi, sikap, dan tingkat konsumsi remaja terhadap mie, susu, dan minuman ringan. Bagi mahasiswa dan kalangan masyarakat, penelitian ini dapat membantu mahasiswa dalam menilai pangan yang baik untuk dikonsumsi dan sesuai dengan kebutuhan zat gizi. Sedangkan bagi pihak produsen, penelitian ini dapat dijadikan informasi sampai sejauh mana produknya diterima oleh konsumen dan dapat menjadi masukan untuk peningkatan mutu pangan agar sesuai dengan kebutuhan gizi.
TINJAUAN PUSTAKA Remaja Istilah remaja adolesence berasal dari kata adolescere yang berarti “tumbuh’ atau “tumbuh menjadi dewasa” (Hurlock 1994). Masa remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: (1) 12-15 tahun termasuk masa remaja awal, (2) 1518 tahun termasuk masa remaja pertengahan, dan (3) 18-21 tahun termasuk remaja akhir (Monks, Knoers & Haditono 1994). Remaja membutuhkan kecukupan gizi yang khusus, karena waktu remaja merupakan periode yang rawan, hal ini disebabkan pertama karena remaja membutuhkan zat gizi dan energi yang besar untuk pertumbuhan yang cepat. Kedua ialah pada remaja terjadi perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan yang mempengaruhi asupan zat gizi. Ketiga ialah karena pada umumnya remaja banyak berpartisipasi pada olah raga, dan biasanya banyak melakukan diet ketat (Rickert 1996). Pada saat remaja kebutuhan gizi meningkat karena terjadinya proses pertumbuhan yang cepat dan aktivitas fisik yang tinggi (Almatsier 2003). Oleh karena itu sebaiknya kebutuhan gizi tercukupi secara baik. Pengetahuan Pengetahuan gizi dan kesehatan adalah pengetahuan tentang peranan makanan dan zat gizi, sumber-sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman untuk dimakan sehingga tidak menimbulkan penyakit. Pengetahuan gizi menjadi andalan yang menentukan konsumsi pangan. Individu yang memiliki pengetahuan gizi baik akan mempunyai kemampuan untuk menerapkan pengetahuan gizinya dalam pemilihan maupun pengolahan pangan, sehingga konsumsi pangan mencukupi kebutuhan (Natoadmodjo 1993). Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizi individu yang bersangkutan. Semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi seseorang diharapkan semakin baik pula keadaan gizinya. Pengetahuan gizi yang tidak memadai, kurangnya pengertian tentang kebiasaan makan yang baik, serta pengertian yang kurang tepat mengenai kontribusi gizi dari berbagai makanan akan menimbulkan gizi salah yang dapat merugikan kecerdasan dan produktivitas (Irawati, Damanhuri & Fachrurrozi 1992). Informasi pangan dapat diperoleh dari iklan, promosi, pengalaman masa lalu, keluarga, maupun pengaruh orang-orang terkemuka atau terpandang dalam masyarakat (Suhardjo et al. 1988). Setelah informasi didapat, konsumen akan
6
memproses informasi tersebut. Pada suatu keadaan tertentu, kadang-kadang konsumen merasa perlu untuk memperoleh informasi tambahan agar dapat mengevaluasi alternatif merek atau menentukan produk yang akan dibeli, informasi yang penting akan disimpan dalam ingatan. Faktor-faktor yang mendorong konsumen untuk memperoleh informasi tambahan adalah tingginya keterlibatan konsumen, tingginya resiko yang akan ditanggung, rendahnya pengetahuan terhadap produk, rendahnya tekanan waktu, mahalnya harga produk dan keanekaragaman produk (Assael 1992). Menurut Sumarwan (2003), pengetahuan konsumen adalah semua informasi yang dimiliki konsumen mengenai berbagai macam produk dan jasa, serta pengetahuan lainnya yang terkait dengan produk dan jasa tersebut dan informasi yang berhubungan dengan fungsinya sebagai konsumen. Memahami pengetahuan konsumen penting bagi pemasar karena apa yang dibeli, berapa banyak yang dibeli, dimana membeli, dan kapan membeli, akan tergantung kepada pengetahuan konsumen mengenai hal-hal tersebut. Pengetahuan konsumen akan mempengaruhi keputusan pembelian. Ketika konsumen memiliki pengetahuan yang lebih banyak, maka ia akan lebih baik dalam mengambil keputusan, ia akan lebih efisien dan lebih tepat dalam mengolah informasi dan mampu me-recall informasi dengan baik. Pengetahuan produk adalah kumpulan berbagai macam informasi mengenai produk. Pengetahuan ini meliputi kategori produk, merek, terminologi produk, atribut atau fitur produk, harga produk dan kepercayaan mengenai produk. Peter dan Olson (1999) dalam Sumarwan (2003) menyebutkan bahwa konsumen memliki tingkat pengetahuan pruduk yang berbeda. Pengetahuan ini meliputi kelas produk (product class), bentuk produk (product form), merek (brand), model/fitur (model/features). Peter dan Olson (1999) dalam Sumarwan (2003) juga membagi tiga jenis pengetahuan produk, yaitu pengetahuan tentang karakterisik atau atribut produk, pengetahuan tentang manfaat produk, dan pengetahuan tentang kepuasan yang diberikan produk. Pengetahuan atribut produk adalah bahwa seorang konsumen akan melihat suatu produk berdasarkan kepada karakterisktik atau ciri atribut dari produk tersebut. Seorang konsumen mungkin memiliki kemampuan yang berbeda dalam menyebutkan karakterisktik atau atribut dari produk-produk tersebut. Hal ini disebabkan konsumen memiliki pengetahuan yang berbeda mengenai produk tersebut. Pengetahuan mengenai atribut tersebut akan
7
mempengaruhi pengambilan keputusan konsumen. Pengetahuan yang lebih banyak mengenai atribut suatu produk akan memudahkan konsumen untuk memilih produk yang akan dibelinya. Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau obyek. Sikap belum menunjukkan suatu tindakan namun menunjukkan suatu kecenderungan bertindak (Notoatmodjo 2003). Sikap mengandung komponen kepercayaan, emosi atau evaluasi, dan kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh. Dalam pembentukan sikap yang utuh, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peran yang penting. Pengetahuan akan mendorong untuk berpikir sehingga terbentuk suatu keyakinan atau kepercayaan tertentu. Adanya keyakinan tersebut kemudian mendorong seseorang untuk mengambil sikap atau posisi tertentu terhadap suatu objek. Menurut Sumarwan (2004), sikap adalah ungkapan perasaan konsumen tentang suatu obyek, terkait suka atau tidak suka. Sikap juga bisa menggambarkan kepercayaan konsumen terhadap atribut atau manfaat dari obyek tersebut. Sikap memiliki tiga unsur, yaitu kognitif (kepercayaan terkait obyek), afektif (perasaan terkait obyek), dan konatif (kecenderungan untuk bertindak). Sikap belum merupakan suatu perbuatan, tetapi dari sikap seseorang dapat diramalkan perbuatannya. Sikap mengarahkan tindakan secara langsung. Sikap secara positif akan mondorong orang untuk menerima dan mengadopsinya menjadi tindakan (praktik), sedangkan sikap negatif cenderung menimbulkan praktik yang juga negatif semacam menghindar, menolak, atau menjauhi (Notoatmodjo 2003). Konsumsi Pangan Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia agar dapat hidup sehat (Harper et al. 1986). Semakin beragam bahan pangan yang dikonsumsi maka akan semakin beragam pula zat gizi yang diperoleh sehingga dapat meningkatkan mutu gizinya. Konsumsi pangan secara garis besar adalah kuantitas pangan yang dikonsumsi oleh seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan tertentu dengan jenis tunggal atau beragam. Ada tiga hal yang harus mempengaruhi konsumsi pangan yaitu kuantitas dan ragam pangan yang
8
tersedia dan diproduksi, pendapatan, dan tingkat pengetahuan gizi (Wulandari 2000). Konsumsi pangan tingkat individu atau pereorangan dapat dilakukan antara lain dengan metode recaIl 24 jam dan metode frekuensi makanan (food frequency). Prinsip dari metode recall 24 jam, dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Dalam metode ini enumerator meminta agar responden mengingat-ingat secara terperinci apa yang telah dikonsumsi selama 1-3 hari terakhir tersebut. Untuk keperluan ini digunakan alat bantu misalnya ukuran-ukuran rumah tangga, model pangan, dan sebagainya untuk menentukan perkiraan-perkiraan konsumsi pangan yang lebih mendekati. Cara ini relatif cepat dan murah tetapi mengandung subyektivitas tinggi dan menimbulkan kesalahan sistematik (Suhardjo 1989). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa minimal 2 kali recall 24 jam tanpa berturut-turut, dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang intake harian individu. Sedangkan metode frekuensi makanan adalah untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan, atau tahun (Supariasa, Bakri & Fajar 2001). Konsumsi makanan diartikan sebagai jumlah makanan yang dinyatakan dalam bentuk energi dan zat gizi (karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral). Konsumsi makanan yang tidak memadai kebutuhan tubuh baik kuantitas maupun kualitas akan menyebabkan masalah gizi. Konsumsi makanan adalah faktor yang mempengaruhi langsung terhadap keadaan gizi seseorang (Sediaoetomo 1996). Sanjur (1982) menyatakan bahwa konsumsi pangan seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap terhadap makanan yang tergantung pada lingkungan baik masyarakat maupun keluarga. Frekuensi makan mempengaruhi jumlah asupan makanan bagi individu dimana hal tersebut akan berpengaruh terhadap tingkat kecukupan gizi (Sukandar 2007). Frekuensi makan diukur dalam satuan kali perhari, kali per minggu, maupun kali per bulan. Frekuensi makan pada seseorang dengan kondisi ekonomi mampu lebih tinggi dibandingkan dengan orang dengan kondisi ekonomi lemah. Hal ini disebabkan orang yang memilki kemampuan ekonomi yang lebih tinggi memiliki daya beli tinggi sehingga dapat mengkonsumsi makanan dengan frekuensi yang lebih tinggi (Khomsan et al. 1998).
9
Secara umum tujuan survei konsumsi makanan dimaksudkan untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga, perorangan serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi makanan tersebut. Berdasarkan jenis data terdapat dua jenis data yaitu kualitatif dan kuantitatif. Metode yang bersifat kualitatif biasanya untuk mengetahui frekuensi makanan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan makanan dan menggali informasi tentang kebiasaan makan (food habits) serta cara-cara memperoleh bahan makanan tersebut. Kebiasaan makan merupakan cara individu atau kelompok individu memilih pangan dan mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologik, psikologik, dan sosial budaya (Sanjur 1982). Sedangkan menurut Suhardjo (1989) kebiasaan makan merupakan istilah untuk menggambarkan kebiasaan dan perilaku yang berhubungan dengan makanan dan makan seperti tata krama makan, distribusi makan antar anggota keluarga. Kebiasaan makan adalah suatu perilaku yang berhubungan dengan makan seseorang, pola makanan atau susunan hidangan yang dimakan, pantangan, distribusi makanan dalam anggota. Kebiasaan makan anak remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain teman sebaya, keadaan emosional, pelaksanaan diet, penurunan berat badan, lingkungan termasuk snack dan fast food, dan pengetahuan gizi remaja. Kebiasaan makan remaja sangat khas dan berbeda jika dibandingkan dengan usia lainnya, kebiasaan makan mereka seperti 1) tidak makan, terutama makan pagi atau sarapan, 2) kegemaran makan snack dan kembang gula, 3) mereka cenderung memilih-milih makanan, ada makanan yang disukai dan ada makanan yang tidak disukai (Suhardjo 1989). Mie Menurut Purnawijayanti (2002) mie instan adalah produk mie kering yang siap dihidangkan setelah dimasak atau diseduh dengan air mendidih paling lama 4 menit. Dalam pembuatan mie instan, setelah terbentuk mie segar, dilanjutkan dengan
proses
pengukusan,
pembentukan,
dan
pengeringan.
Proses
pengeringan dapat dilakukan dengan menggoreng mie dalam minyak ataupun menggunakan udara kering panas. Mie instan umumnya dikemas per porsi penyajian, lengkap dengan minyak sayur, bumbu, cabai kering, dengan atau tanpa penambahan sayuran kering. Mie instan mengandung karbohidrat akan
10
tetapi diperlukan tambahan sayuran segar sebagai sumber vitamin, dan telur atau daging sebagai sumber proteinnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada mahasiswa Universitas Indonesia, Jakarta oleh Wulansari (1999) menunjukkan bahwa konsumsi mie instan oleh mahasiswa memberikan kontribusi energi yang berkisar antara 3.85%-20.14% dengan rata-rata sebesar 9.64% dan kontribusi protein antara 4.19%-21.22% dengan rata-rata sebesar 9.44% dari rata-rata kecukupan gizi contoh. Terlihat dalam hal ini bahwa kisaran dan rata-rata kontribusi kedua zat gizi tersebut yang berasal dari mie instan dapat dikatakan relatif sama. Angka yang diperoleh menunjukkan sumbangan energi dan protein mie instan dalam pemenuhan kecukupan energi dan protein responden dapat dikatakan masih relatif kecil (< 50%). Susu Secara alamiah yang dimaksud dengan susu adalah hasil pemerahan sapi atau hewan menyusui lainnya, yang dapat dimakan atau dapat digunakan sebagai bahan makanan yang aman dan sehat serta tidak dikurangi komponenkomponennya atau ditambah dengan bahan-bahan lain. Hewan yang susunya digunakan sebagai bahan makanan adalah sapi perah, kerbau, unta, kambing perah (kambing etawa), dan domba (Hidiwiyoto 1993). Komposisi susu dapat sangat beragam tergantung beberapa faktor, akan tetapi angka rata-rata untuk semua jenis kondisi dan jenis sapi perah adalah lemak 3.9%, protein 3.4%, laktosa 4.8%, abu 0.72%, air 87.10%, dan bahanbahan lain dalam jumlah sedikit seperti sitrat, enzim-enzim, fosfolipid, vitamin A, vitamin B, dan vitamin C. Produk – produk susu terdiri dari susu homogeny, susu skim dan krim, susu kental manis, susu kental tidak manis atau susu diuapkan, susu kering, yoghurt, keju, es krim, dan mentega (Buckle et al. 1985). Menurut Khomsan (2002) susu dikenal sebagai minuman sumber kalsium. Oleh karena itu membiasakan diri minum susu akan memberikan dampak positif bagi kesehatan terutama untuk mencegah osteoporosis (kerapuhan tulang). Penilitan AS menunjukkan bahwa apabila kita minum 2 gelas susu sehari dimana satu gelas setara dengan 200 cc, maka susu tersebut menyumbangkan energi 10-16% dan menyumbang protein 25-44%. Kontribusi susu terhadap energi dan protein dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
11
Tabel 1 Kontribusi dua gelas susu
Umur (th) 4–9 10 – 19 (pria) 10 – 19 (wanita) 20 – 59 (pria) 20 – 59 (wanita)
Energi (%) 16 12 15 10 13 Minuman Ringan
Protein (%) 44 25 32 30 34
Minuman ringan (soft drink) pertama kali diperkenalkan oleh Joseph Priestley dari Inggris pada tahun 1772 dengan nama sparkling water, kemudian dengan berbagai penelitian lanjutan muncul minuman berkarbonat. Bisnis minuman ringan dimulai pada tahun 1806 oleh Benjamin Sillomon, seorang professor kimia di sekolah tinggi Yale di kota Connecticut. Dia memperkenalkan minuman berkarbonat yang dikemas dalam botol. Tahun 1830–1866 minuman soda dengan berbagai macam flavor menjadi populer, dan jenis flavor yang digunakan adalah cola, lemon-lime, orange, ginger ale, root beer, dan anggur. Pada tahun 1886 seorang apoteker dan pendiri confenderate solder, John Styth Pemberton menjadikan minuman tersebut menjadi favorit dengan menambahkan ekstrak dari cocoa. Minuman cola adalah minuman yang paling populer sampai sekarang (Ensminger, Konlade & Robson 1994). Minuman ringan didefinisikan sebagai minuman penyegar umumnya mengandung atau tidak mengandung karbonat, pemanis, asam, flavor alami atau buatan (Ensminger, Konlade & Robson 1994). Menurut Thorner dan Herberg (1978), minuman ringan adalah minuman tidak beralkohol yang mengandung gula, essen atau konsentrat buah yang dicampur dengan air tanpa atau mengandung karbondioksida. Klasifikasi jenis minuman ringan terdiri dari tiga kategori, yaitu: 1. Minuman bergas (carbonated), jenis minuman ini mengandung gula, asam, flavor, dan konsentrat. 2. Minuman tidak bergas (non carbonated), jenis minuman ini mencakup sari buah dan teh. 3. Minuman gas yang tidak mengandung gula, asam atau essen (sparkling water), seperti air soda. Konsumsi minuman ringan (soft drink) adalah komponen lain yang belum banyak diteliti di Indonesia, sementara di Amerika dan negara-negara Eropa penelitian tersebut telah banyak dilakukan. Menurut survey pada tahun 1998 yang dilakukan oleh Centre for Science in The Public Interest (CSPI) dalam
12
menunjukkkan bahwa remaja mengkonsumsi 64.5 galon (244.15 liter) minuman ringan/tahun. Jumlah ini merupakan tiga kali lipat lebih banyak dibandingkan tahun 1978. Sebanyak 75 % remaja laki-laki minum soda 12 ons (0.35 liter) perhari sementara 2/3 remaja perempuan minum 2 kaleng/hari. Remaja juga mengkonsumsi minuman ringan 2 kali lipat lebih banyak dari konsumsi susu. Menurut direktur CSPI kebanyakan remaja menjadikan minuman ringan sebagai minuman utama dan menyediakan 15-20% kebutuhan kalori/hari (Yule A 2002). Berdasarkan penelitian Arofah dan Hertanto (2007) tentang konsumsi soft drink pada remaja SMU N 5 Semarang diketahui bahwa minuman ringan memberi kontribusi 7.1% dari total pemasukan energi, pemanis buatan ditambahkan untuk memenuhi selera rasa yang digemari remaja, tambahan pemanis ini mencapai 7 hingga 14%, diantaranya fruktosa dan sukrosa. Tingginya kadar pemanis buatan ini meningkatkan asupan kalori pada remaja. Status Gizi Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan utilisasi (utilization) zat gizi makanan. Penilaian terhadap status gizi seseorang atau sekelompok orang akan menentukan apakah orang atau sekelompok orang tersebut memiliki status gizi yang baik atau tidak (Riyadi 2001). Menurut Riyadi (2001), faktor yang secara langsung mempengaruhi status gizi adalah konsumsi pangan dan status kesehatan. Status gizi dapat diketahui dengan beberapa cara yaitu melalui penilaian konsumsi pangan, antropometri, biokimia, dan klinis. Setiap cara penilaian status gizi tersebut melengkapi cara yang lainnya, dengan demikian membantu dalam penyediaan indikator tambahan untuk mendukung penilaian yang lebih lengkap (Riyadi 1995). Antropometri sudah digunakan pada remaja dalam konteks yang berhubungan dengan status gizi dan kesehatan. Indeks Massa Tubuh (IMT) direkomendasikan sebagai dasar indikator antropometri untuk kekurusan (thinness) dan overweight pada masa remaja. BB/U dianggap tidak informatif atau menyesatkan bila tidak ada informasi tentang TB/U. Pendekatan konvensional terhadap kombinasi penggunaan BB/U dan TB/U untuk menilai massa tubuh dianggap aneh dan memberikan hasil yang bias. Data referensi BB/TB memiliki keuntungan karena tidak memerlukan informasi tentang umur
13
kronologis. Tetapi, hubungan BB/TB berubah secara dramatis menurut umur dan menurut status kematangan seksual selama remaja (Riyadi 2001). Karena berbagai keterbatasan tersebut, IMT menurut umur (IMT/U) direkomendasikan
sebagai indikator terbaik untuk remaja.
Indikator ini
memerlukan informasi tentang umur. Indikator ini juga sudah divalidasi sebagai indikator lemak tubuh total pada persentil atas dan indikator ini juga sejalan dengan indikator-indikator yang direkomendasikan untuk orang dewasa. Indeks Massa Tubuh diukur dengan menggunakan rumus IMT=BB/TB 2 (kg/m2). Menurut WHO (2007) status gizi remaja dapat dikategorikan menjadi sangat kurus (z < -3 SD), kurus (-3 SD ≤ z ≤ -2 SD), normal (-2 SD ≤ z ≤ +1 SD), overweight (+1 SD ≤ z ≤ +2 SD), dan obese (z > +2 SD). Istilah obesitas dan overweight seringkali dianggap sama. Sebenarnya kedua istilah tersebut tidak sama. Obesitas adalah kondisi kelebihan lemak, baik di seluruh tubuh atau terlokalisasi pada bagian-bagian tertentu. Sedangkan, overweight merupakan suatu kondisi dimana perbandingan berat badan dan tinggi badan melebihi standar yang ditentukan (Mahan et al. 2000). Perbedaan overweight dan obesitas terutama karena perbedaan komposisi tuubuh. Obesitas merupakan suatu kelebihan lemak tubuh, sedangkan overweight berkaitan dengan berat badan yang melebihi standar dan tidak selalu berhubungan dengan kelebihan lemak, karena komponen tubuh tidak hanya lemak tetapi juga protein, mineral dan air (Riyadi 1993). Pada dasarnya penyebab kegemukan/gizi lebih adalah faktor-faktor seperti psikologis atau psikomotorik, pendidikan dan pengetahuan gizi, aktivitas fisik, kelainan endokrin (hormon), intake makanan yang melebihi kebutuhan, faktor ekonomi dan keturunan (Suyono 1986). Menurut Wirakusumah (1994) intake makanan yang melebihi kebutuhan dapat disebabkan antara lain karena banyak makan ketika menghadapi stress atau depresi dan akibat perilaku/kebiasaan makan yang salah, antara lain ketika memilih makanan, mengolah makanan, kebiasaan ngemil, melupakan makan pagi, makan dengan tergesa-gesa, makan secara berlebihan, frekuensi makan yang tidak teratur, dan terkadang menghindari nasi.
KERANGKA PEMIKIRAN Individu yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswi di Asrama Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB yang menurut golongan umur termasuk remaja akhir (18–21 tahun) serta memiliki status gizi normal dan overweight. Data yang diperoleh dari karakteristik individu ini meliputi status gizi, jenis kelamin, umur, uang saku dan pengalokasiannya. Karakteristik individu berpengaruh terhadap pengetahuan dan sikap yang nantinya akan mempengaruhi konsumsi individu tersebut. Pengetahuan individu dalam hal ini adalah pengetahuan gizi dan pengetahuan terhadap produk (kandungan zat gizi, manfaat, dan keamanan) yang menjadi andalan dalam menentukan konsumsi pangan. Tingkat pengetahuan tersebut berpengaruh terhadap sikap yang dalam hal ini adalah sikap individu terkait manfaat mengkonsumsi, pengolahan atau penyajian, kandungan zat gizi, dan keamanaan (safety) dari masing masing produk tersebut yang nantinya akan mempengaruhi dalam pemilihan makanan (produk). Pengetahuan dan sikap yang terbentuk akan mempengaruhi dalam konsumsi individu terhadap suatu produk. Hal ini juga dipengaruhi oleh atribut dari produk itu sendiri seperti harga, merek, rasa, dan informasi nilai gizi. Atribut produk
yang
dianggap
bermanfaat
dan
menguntungkan
cenderung
mempengaruhi individu untuk mengkonsumsi produk tersebut. Kecenderungan berperilaku
tersebut kemudian akan berpengaruh
terhadap konsumsi pangan termasuk jumlah konsumsi mi, susu, dan minuman ringan yang dikonsumsi oleh remaja. Berdasarkan kecukupan gizi individu dapat diketahui tingkat kecukupan zat gizi dari mie, susu, dan minuman ringan yang dikonsumsi oleh individu tersebut.
15
Karakteristik Individu
Pengetahuan (Pengetahuan Gizi dan Pengetahuan Produk)
Sikap
Atribut Produk
Konsumsi mie, susu, dan minuman ringan
Kontribusi zat gizi (Energi, Protein, Karbohidrat, dan Lemak)
Status gizi normal
Status gizi kegemukan
Gambar 1 Bagan kerangka konsep analisis konsumsi mie, minuman ringan, dan susu terhadap kecukupan gizi mahasiswi dengan status gizi normal dan kegemukan.
METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain survei melalui pendekatan Cross-sectional study, yaitu penelitian yang dilakukan pada suatu waktu untuk meneliti variabel tertentu dan menentukan hubungan antara variabel tersebut. Penelitian ini dilaksanakan di Asrama Putri Tingkat Persiapan Bersama (TPB), Institut Pertanian Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive (sengaja) dengan alasan Peguruan Tinggi tersebut merupakan Perguruan Tinggi unggulan di Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2011. Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Contoh dalam penelitian ini adalah remaja (mahasiswa tingkat pertama) Tahap awal dalam penarikan contoh adalah melakukan survei terhadap sampel. Berdasarkan survey diketahui bahwa jumlah mahasiswa asrama TPB-IPB adalah 1456 yang terdiri dari 5 asrama yaitu A-1, A-2, A-3, Rusunawa, dan Sylvasari. Jumlah sampel tersebut dikelompokan menurut katagori status gizi. Pengukuran status gizi dikategorikan berdasarkan nilai (IMT/U) menurut WHO (2007) yang dikategorikan menjadi sangat kurus (z < -3 SD), kurus (-3 SD ≤ z ≤ 2 SD), normal (-2 SD ≤ z ≤ +1 SD), overweight (+1 SD ≤ z ≤ +2 SD), dan obese (z > +2 SD). Kriteria contoh dalam penelitian ini adalah mahasiswi yang tergolong remaja akhir (18-21 tahun) serta memiliki status gizi normal dan kegemukan dengan pertimbangan prevalensi status gizi normal dan kegemukan pada remaja kota Bogor masing-masing yaitu sebesar 81.9% dan 8.9% (Riskesdas 2007). Metode yang digunakan dalam penarikan contoh adalah secara simple random sampling. Jumlah contoh ditentukan berdasarkan rumus studi deskriptif (Chandra 1996) adalah sebagai berikut: n1 = p1 (1-p1) (Z/d)2 = 0.819 (1-0.819) (1.96/0.10)2 = 56.9 n2 = p2 (1-p2) (Z/d)2 = 0.089 (1-0.089) (1.96/0.10)2 = 31.1
17
Keterangan: n1 = jumlah contoh dengan status gizi normal n2 = jumlah contoh dengan status gizi overweight d = toleransi estimasi (10%) = 0.10 p1 = prevalensi remaja status gizi normal (81.9%) = 0.819 p2 = prevalensi remaja status gizi overweight (8.9%) = 0.089 Z = 1.96 dengan derajat kepercayaan 95% Berdasarkan jumlah contoh minimal tersebut di atas, maka jumlah contoh yang diteliti adalah 60 contoh dengan status gizi normal dan 30 contoh dengan status gizi kegemukan selanjutnya diberi kuisioner penelitian untuk mengetahui tingkat konsumsi mie, susu, dan minuman ringan. Sebanyak 90 contoh yang akan dijadikan sasaran penelitian diperoleh dengan terlebih dahulu mengunjungi Badan Pengurus Asrama (BPA) untuk meminta perizinanan dalam melakukan survey awal penelitian. Melalui survey awal diperoleh jumlah mahasiswi yang tinggal di Asrama TPB. Setelah itu, dilakukan penimbangan berat badan dan pengkuran tinggi badan terhadap mahasiswi yang status gizi normal dan kegemukan untuk mendapatkan hasil yang akurat. Setelah diketahui hasil status gizi dari keseluruhan mahasiswi di Asrama TPB maka secara acak (simple random sampling) akan diambil mahasiswi yang berstatus gizi normal dan kegemukan berdasarkan perhitungan di atas yaitu 60 contoh dengan status gizi normal dan 30 contoh dengan status gizi kegemukan yang akan diberikan kuisioner penelitian. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari dua data, yaitu data primer dan data sekunder. Jenis data primer yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data karakteristik individu, pengetahuan individu yang meliputi pengetahuan gizi dan pengetahuan produk (product knowledge), sikap terhadap produk pangan pilihan, atribut produk, dan konsumsi pangan termasuk konsumsi produk mie, susu, dan minuman ringan. Data primer ini diperoleh dengan cara wawancara langsung kepada individu menggunakan kuisioner yang dirancang oleh peneliti dengan acuan penelitian sebelumnya. Data sekunder dalam penelitian ini adalah gambaran umum tentang asrama Tingkat Persiapan Bersama (TPB) Institut Pertanian Bogor yang diperoleh dari Badan Pengawas Asrama TPB.
18
Data karakteristik individu meliputi nama, tempat dan tanggal lahir, usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, pendidikan, dan alokasi uang saku. Data tersebut diperoleh dengan pengisian kuisioner yang dilakukan sendiri oleh contoh dengan panduan peneliti. Data antropometri yang terdiri dari berat badan dan tinggi badan diperoleh melalui pengukuran secara langsung menggunakan timbangan injak (bathroom scale) dengan ketelitian 0.1 kg dan microtoise dengan ketelitian 0.1 cm sedangkan data lainnya diperoleh melalui pengisian kuisioner yang telah dirancang oleh peneliti. Pada waktu dilakukan penimbangan, contoh diminta untuk melepaskan sepatu dan tidak diperkenankan untuk membawa dompet, handphone maupun barang lain di sakunya. Sedangkan saat pengukuran tinggi badan, contoh diminta melepaskan sepatu/alas kaki dan topi atau aksesoris rambut lainnya (jika ada). Pengetahuan contoh diukur dengan memberikan kuisioner yang berisikan pertanyaan yang berkaitan dengan gizi dan pertanyaan yang berkaitan dengan pengetahuan produk. Pengetahuan gizi meliputi 15 pertanyaan yang berkaitan tentang gizi secara umum yang disesuaikan dengan instrumen pengetahuan gizi pada remaja dalam desertasi Emillia (2008). Pengetahuan produk meliputi 13 pertanyaan yang meliputi kandungan zat gizi, manfaat, merek, dan keamanan (safety) dari masing-masing produk. Pengisian kuisioner dilakukan sendiri oleh contoh dengan panduan peneliti. Sikap terkait dengan mie, susu, dan minuman ringan diperoleh dengan cara memberikan 15 pernyataan “positif” terkait manfaat mengkonsumsi, pengolahan atau penyajian, kandungan zat gizi, dan keamanaan (safety) dari dari masing masing produk tersebut. Data tersebut diperoleh dengan pengisian kuisioner yang dilakukan sendiri oleh contoh dengan panduan peneliti. Data atribut produk diperoleh dengan cara terlebih dahulu mengetahui merek produk yang paling sering dikonsumsi individu. Setelah mengetahui merek produk yang paling sering dikonsumsi, maka dilakukan survey pasar untuk melihat atribut produk yang meliputi harga, rasa, merek, informasi nilai gizi (nutrition fact), dan produsen dari produk mie, susu, dan minuman ringan yang biasa dikonsumsi oleh individu tersebut. Data konsumsi pangan termasuk produk mie, susu, dan minuman ringan diperoleh dengan me-recall 1 x 24 jam terakhir dalam waktu sehari, dan frekuensi konsumsi dari masing-masing produk tersebut dalam waktu seminggu.
19
Selain itu, diberikan juga 10 pertanyaan yang terkait dengan ketiga produk yang dikonsumsi contoh. Data sekunder pada penelitian ini adalah karateristik kampus yang meliputi letak/lokasi kampus, sarana dan prasarana, dan jumlah mahasiswa tingkat pertama yang diperoleh dari buku profil Badan Pengawas Asrama (BPA), Asrama Putri Tingkat Persiapan Bersama, Insititut Pertanian Bogor. Pengolahan dan Analisis Data Tahapan pengolahan data dimulai dari coding, entri, cleaning dan analisis. Coding dilakukan dengan cara menyusun code-book sebagai panduan entri dan pengolahan data. Selanjutnya dilakukan entri data, kemudian cleaning data dilakukan untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukkan data. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel 2007 dan Statistical Program for Social Sciences (SPSS) versi 16.0 for Windows. Data karakteristik contoh terdiri dari usia, jenis kelamin, status gizi, uang saku per hari dan alokasi pengeluaran. Data usia dikategorikan sama menjadi (1) 12-15 tahun termasuk masa remaja awal, (2) 15-18 tahun termasuk masa remaja pertengahan, dan (3) 18-21 tahun termasuk remaja akhir (Monks, Knoers, & Haditono 1994). Data jenis kelamin dibedakan menjadi laki-laki dan perempuan. Data status gizi dikategorikan berdasarkan nilai (IMT/U) menurut WHO (2007) yang dikategorikan menjadi sangat kurus (z < -3 SD), kurus (-3 SD ≤ z ≤ -2 SD), normal (-2 SD ≤ z ≤ +1 SD), overweight (+1 SD ≤ z ≤ +2 SD), dan obese (z > +2 SD). Data uang saku dan alokasi uang saku dikategorikan berdasarkan sebaran data yang dikelompokkan menjadi 3 yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Pengetahuan contoh terkait gizi dan produk (kandungan zat gizi, manfaat, dan keamanan) dianalisa dengan cara menjumlah skor jawaban yang benar, kemudian diberi skor. Dari total skor yang diperoleh kemudian digolongkan ke dalam tiga kriteria tingkat pengetahuan gizi yaitu: 1) baik jika skor > 80%, 2) sedang jika skor 60 – 80%, dan 3) kurang jika skor < 60% (Khomsan 2000). Pengukuran sikap terhadap produk mie, susu, dan minuman ringan didasarkan pada skala Likert dengan lima skala dari sangat setuju sampai sangat tidak setuju. Lima skala tersebut adalah sangat setuju, setuju, biasa, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Skala biasa, pada penelitian ini tidak digunakan untuk mengukur sikap remaja. Alasan meniadakan skala biasa adalah agar remaja jelas menunjukkan sikapnya terhadap produk tersebut. Hal ini didasarkan pertimbangan bahwa pada beberapa hasil penelitian yang menggunakan lima
20
skala termasuk skala biasa, responden sering memiilih skala biasa ketika raguragu dalam menentukan penilaian sehingga hasil persentase skala biasa menjadi lebih besar dari skala yang lain. Menurut Pranowo (2001) yang melakukan penelitian tentang keterkaitan konsumsi produk susu dan coklat dengan sikap dan preferensi remaja terhadap iklan televisi di kota Semarang, keraguan dalam memberikan penilaian biasanya disebabkan responden tidak mengetahui secara pasti tentang hasil yang dimaksud dalam pertanyaan. Selain itu dari hasil uji coba kuisioner yang dilakukan peneliti terhadap 10 mahasiswa tingkat satu dan 10 pelajar SMU Semarang, menunjukkan sebanyak 45 % responden mempunyai sikap netral terhadap suatu produk dan iklan. Dari hasil uji pendahuluan inilah, ditetapkan bahwa pada penlitian ini skala biasa tidak digunakan. Sehingga penilaian sikap dimulai dari nilai terbesar yaitu sangat setuju (SS) = 4, setuju (S) = 3, tidak setuju = (TS), dan sangat tidak setuju (STS) = 1. Pengukuran sikap dilakukan dengan cara memberikan 15 pernyataan “positif” terkait sikap contoh terhadap produk mie, susu, dan minuman ringan kemudian diberikan penilaian masing-masing dengan memberi skor 1 apabila setuju dan sangat setuju, akan diberi skor 0 apabila tidak setuju dan sangat tidak setuju. Selanjutnya total skor sikap contoh terhadap produk tersebut akan dikategorikan menjadi tiga, yaitu (1) sikap negatif, apabila skor <60% dari total jawaban yang benar, (2) sikap netral, apabila skor 60% - 80% dari total jawaban yang benar, serta (3) sikap positif, apabila skor >80% dari total jawaban yang benar (Khomsan 2000). Data konsumsi pangan diperoleh dengan me-recall 1 x 24 jam terakhir. Data konsumsi pangan yang telah didapatkan lalu dikonversikan ke dalam satuan energi (kkal), protein (g), karbohidrat (g), dan lemak (g) merujuk pada Daftar Konversi Bahan Makanan (DKBM 2004) dan informasi nilai gizi yang terdapat pada produk mie, susu, dan minuman ringan yang konsumsi. Konversi dihitung dengan menggunakan rumus (Hardinsyah dan Briawan 1994) sebagai berikut: KGij= (Bj/100) x Gij x (BDDj/100) Keterangan: KGij
= Kandungan zat gizi i dalam bahan makanan j
Bj
= Berat makanan j yang dikonsumsi (g)
Gij
= Kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD bahan makanan
BDDj
= Bagian bahan makanan j yang dapat dimakan
21
Data konsumsi mie, susu, dan minuman ringan dihitung dengan kesetaraan dalam bentuk padat dikonversi ke dalam satuan gram (g) dan bentuk cair dikonversi ke dalam satuan milliliter (ml). Jumlah mie yang dikonsumsi contoh dalam seminggu (per bungkus) diperoleh dari hasil perkalian antara frekuensi mengkonsumsi mie dalam seminggu dengan jumlah mie yang biasa dikonsumsi dalam sekali makan. Jumlah susu yang dikonsumsi contoh dalam seminggu
(per
gelas)
diperoleh
dari
hasil
perkalian
antara
frekuensi
mengkonsumsi susu dalam seminggu dengan jumlah susu yang biasa dikonsumsi dalam sekali makan. Sedangkan, jumlah soft drink yang dikonsumsi contoh dalam seminggu (per botol/kemasan) diperoleh dari hasil perkalian antara frekuensi mengkonsumsi soft drink dalam seminggu dengan jumlah soft drink yang biasa dikonsumsi dalam sekali makan. Tingkat konsumsi diperoleh dari hasil pembagian antara konsumsi dengan kecukupan, kemudian dikali seratus persen. Tingkat asupan energi dan protein dari konsumsi pangan dikriteriakan menjadi defisit tingkat berat jika <70% AKG, defisit tingkat sedang jika (70-79% AKG), defisit tingkat ringan jika (80-89% AKG), normal jika (90-119% AKG), dan kelebihan jika kelebihan (≥ 120% AKG) (Depkes 1996). Analisis data dilakukan dalam dua tahap yaitu univariat dan bivariat. Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan seluruh variabel. Melalui uji deskriptif tersebut dapat diketahui nilai minimal, nilai maksimal, nilai rata-rata serta frekuensi dan sebaran data. Analisis bivariat dilakukan dengan tiga uji statistik, yaitu uji korelasi Pearson, uji korelasi Spearman, dan uji beda t-test. Uji korelasi Pearson dilakukan untuk menganalisis hubungan tingkat konsumsi dan kontribusi zat gizi terhadap kecukupan gizi, menganalisis hubungan pengetahuan dan sikap terhadap konsumsi mie, susu, dan minuman ringan. Uji korelasi Spearman digunakan untuk menganalisis hubungan antara uang saku dengan status gizi. Uji beda t-test dilakukan untuk mengetahui ada-tidaknya perbedaan nilai ratarata dari contoh yang memiliki IMT normal dan kegemukan terhadap variabel pengetahuan, sikap, konsumsi, dan kontribusi zat gizi terhadap kecukupan gizi.
22
Definisi Operasional Mie adalah produk pasta yang terbuat dari tepung terigu yang dapat digolongkan menjadi mie basah dan mie instan, biasanya digunakan sebagai pengganti nasi dan diproses dengan cara perebusan dan penggorengan serta dijual dalam kemasan berbentuk kantong, cup, atau mangkuk. Susu adalah hasil pemerahan dari sapi atau hewan lainnya yang sudah mengalami proses pengolahan yang biasa dikonsumsi baik dalam bentuk cair, bubuk atau susu kental manis termasuk produk olahannya seperti yoghurt, keju, dan es krim. Minuman Ringan adalah jenis minuman produk olahan industri yang dikemas dalam botol, kotak sachet dan sebagian besar komposisinya terdiri dari gula, essen atau konsentrat buah yang dicampur dengan air, tanpa atau mengandung karbondioksida (seperti Coca Cola, Fanta, Sprite, Pepsi-Cola, A&W, Adem Sari, Nutri Sari, Fruit Tea, Teh Sosro). Contoh adalah mahasiswi di Asrama Putri Tingkat Persiapan Bersama (TPB) Institut Pertanian Bogor (IPB) yang memiliki status gizi normal dan kegemukan, dan mengkonsumsi mie, susu, dan minuman ringan. Remaja adalah mahasiswi di Asrama putri Tingkat Persiapan Bersama (TPB) Institut Pertanian Bogor (IPB) yang berusia dari 18 sampai 21 tahun yang tergolong remaja akhir. Alokasi uang saku adalah jumlah uang saku yang digunakan contoh dalam satuan rupiah (Rp) untuk membeli makanan, minuman, dan keperluan akademik, keperluan pribadi, hiburan, dan transportasi dalam sehari, seminggu atau sebulan. Pengetahuan adalah kemampuan contoh dalam memahami 28 pertanyaan multiple choice yang meliputi 15 pertanyaan yang berhubungan dengan gizi secara umum dan 13 pertanyaan yang berhubungan dengan pengetahuan produk (kandungan zat gizi, manfaat, dan keamanan) pada produk mie, susu, dan minuman ringan. Sikap adalah respon contoh terhadap 15 pernyataan
terkait manfaat,
pengolahan/penyajian, kandungan zat gizi, dan keamanan dari produk mie, susu, dan minuman ringan sebagai produk pangan pilihan yang diukur dengan skala Likert yaitu setuju, sangat setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju.
23
Atribut Produk adalah karakteristik dari produk mie, susu, dan minuman ringan yang mempengaruhi konsumsi contoh. Karakterisitik produk dalam hal ini adalah harga, rasa, merek, informasi nilai zat gizi (nutrition fact), dan produsen. Konsumsi pangan adalah jumlah konsumsi mie, susu, dan minuman ringan yang dikonsumsi oleh contoh dalam satuan gram (g) atau milliliter (ml) selama dilakukan recall 1 x 24 jam dan frekuensi konsumsi terhadap masing-masing produk dalam waktu seminggu terakhir. Kontribusi Zat Gizi adalah persantase zat gizi dari mie, susu, dan minuman ringan yang memberikan sumbangan energi, protein, karbohidrat, dan lemak terhadap kecukupan gizi. Kecukupan Zat Gizi adalah jumlah zat gizi seperti energi, protein, karbohidrat, dan lemak yang sebaiknya dipenuhi oleh mahasiswi di Asrama Putri TPB IPB yang dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, berat badan dan tinggi badan. Status gizi normal adalah suatu kondisi dimana perbandingan berat badan dan tinggi badan contoh berada pada kisaran normal yang ditentukan dengan hasil Indeks Massa Tubuh (IMT/U) berada pada kisaran -2 SD ≤ z ≤ +1SD atau dengan IMT pada kisaran 16.5 – 25 kg/m2. Status gizi kegemukan adalah suatu kondisi dimana perbandingan berat badan dan tinggi badan contoh melebihi standar yang ditentukan dengan hasil Indeks Massa Tubuh (IMT/U) yang berada pada kisaran overweight yaitu +1 SD ≤ z ≤ +2 SD atau dengan IMT pada kisaran 25 – 29.7 kg/m2.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Asrama TPB IPB Setiap tahun tidak kurang dari 3000 mahasiswa dari seluruh wilayah di Indonesia masuk menjadi mahasiswa baru Institut Pertanian Bogor (IPB) antara lain melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), Ujian Talenta Mandiri, Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN), Beasiswa Utusan Daerah (BUD), serta Beasiswa Prestasi Olahraga dan Seni. Dengan berbagai jalur seleksi tersebut, mahasiswa baru yang tersaring masuk IPB sangat plural, berasal dari berbagai daerah di Indonesia dengan berbagai latar belakang keilmuan dan budaya yang beragam. Mahasiswa IPB pada tahun pertama diwajibkan menjalani kegiatan perkuliahan dasar yang dinamakan Tingkat Persiapan Bersama (TPB) selama dua semester atau satu tahun. Jumlah satuan kredit semester (SKS) yang diambil selama masa TPB adalah 36 SKS. Khusus mahasiswa jalur masuk USMI, UTMI, dan BUD diwajibkan juga menjalani kegiatan perkuliahan matrikulasi yang diselenggarakan satu bulan lebih awal, sebelum perkuliahan regular berlangsung. Selain menjalani perkuliahan, mahasiswa TPB juga diwajibkan menjalani Program Pengembangan Akademik dan Multibudaya (PPAMB) dan tinggal di asrama. Program tersebut memberikan kesempatan berinteraksi dengan berbagai latar belakang bidang ilmu, budaya, agama, dan suku bangsa. Asrama mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor (TPB IPB) terdiri atas asrama putra dan asrama putri. Dalam hal penelitian ini, contoh yang diambil hanya mahasiswi di asrama putri. Asrama putri terdiri atas lima gedung, yaitu A1, A2, A3, A4 (Rusunawa), dan A5 (Sylvasari). Setiap gedung asrama berbentuk hampir sama (kecuali Rusunawa dan Sylvasari yang merupakan gedung tambahan). Setiap gedung terbagi atas beberapa lorong yang dikepalai oleh seorang Senior Residence (SR) untuk mempermudah pengawasan dan pengelolaan. Satu lorong terdiri sekurang-kurangnya 40 orang (10 kamar, masing-masing kamar diisi oleh empat orang). Fasilitas kamar tidur asrama TPB IPB memiliki ukuran 16m 2 (4mx4m). Dalam setiap kamar tersedia dua ranjang tidur bertingkat, empat buah lemari, empat buah meja belajar (lengkap dengan lampu), kapstok, tempat sampah, dan lain-lain. Satu kamar diisi oleh empat orang (kecuali Asrama Sylvasari, satu kamar diisi oleh tiga orang). Di setiap lorong disediakan toilet, ruang setrika, dan
25
pantry. Di dalam lingkungan asrama juga terdapat toko koperasi dan jasa fotokopi yang menginduk kepada Koperasi Mahasiswa IPB. Karakteristik Contoh Umur Menurut Monks, Knoers & Haditono (1994), masa remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: (1) 12-15 tahun termasuk masa remaja awal, (2) 15-18 tahun termasuk masa remaja pertengahan, dan (3) 18-21 tahun termasuk remaja akhir. Pada penelitian ini sebagian besar contoh baik yang berstatus gizi normal (53.5%) maupun kegemukan (76.7%) berusia 19 tahun. Berdasarkan hasil uji statistik (Independent Sample t-Test) diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara umur pada contoh yang berstatus gizi normal dan kegemukan. Sebaran contoh berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Sebaran contoh berdasarkan umur dan status gizi Normal
Umur (tahun)
n 27 32 1 60
18 19 20 Total
Kegemukan % 45.0 53.3 1.7 100.0
n 7 23 0 30
% 23.3 76.7 0.0 100.0
Uang Saku Uang saku contoh dalam penelitian ini merupakan jumlah uang saku yang digunakan contoh dalam satuan rupiah (Rp) untuk membeli makanan, minuman, dan keperluan akademik, keperluan pribadi, hiburan, dan transportasi dalam sehari, seminggu atau sebulan. Sebaran contoh berdasarkan uang saku dan status gizi dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan uang saku dan status gizi Normal
Uang saku (Rp / bulan)
Kegemukan
< 299000
n 2
% 3.3
n 0
% 0.0
300000 – 599000 > 600000 Total
25 33 60
41.7 55.0 100.0
9 21 30
30.0 70.0 100.0
Uang saku per bulan contoh dibagi menjadi tiga kategori yaitu < Rp 299000, Rp 300000 – 599000, dan lebih dari Rp 600000. Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh yang berstatus gizi normal (55.0%) mendapatkan uang saku lebih Rp 600000 per bulan dan sebagian besar contoh yang berstatus gizi kegemukan (70.0%) juga mendapatkan uang saku lebih dari Rp 600000 per bulan. Uang saku contoh < Rp 299000, hanya terdapat pada
contoh
berstatus
gizi
normal.
Hasil analisis
korelasi
Spearman
26
menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan (p>0.05) antara besar uang saku dengan status gizi contoh. Besarnya uang saku yang diperoleh contoh belum tentu status gizi contoh juga baik begitu pula sebaliknya, uang saku yang rendah belum tentu status gizi contoh tergolong rendah. Pengetahuan Gizi Pengetahuan gizi dan kesehatan adalah pengetahuan tentang peranan makanan dan zat gizi, sumber-sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman untuk dimakan sehingga tidak menimbulkan penyakit. Pengetahuan gizi menjadi andalan yang menentukan konsumsi pangan. Individu yang memiliki pengetahuan gizi baik akan mempunyai kemampuan untuk menerapkan pengetahuan gizinya dalam pemilihan maupun pengolahan pangan, sehingga konsumsi pangan mencukupi kebutuhan (Natoadmodjo 1993). Pengetahuan
gizi dalam penelitian adalah kemampuan contoh dalam
memahami pertanyaan yang berhubungan dengan gizi dan pengetahuan produk (kandungan zat gizi, manfaat, dan keamanan) pada produk mie, susu, dan minuman ringan. Terdapat 28 pertanyaan berganda dengan memilih jawaban yang paling benar (Corect-Answer Multiple Choice). Pertanyaan yang diberikan mencakup gizi secara umum (15 soal) dan pengetahuan produk (13 soal). Setiap jawaban yang benar akan dinilai 1 poin, sedangkan contoh yang menjawab salah tidak mendapatkan tambahan poin. Nilai pengetahuan yang diperoleh contoh berkisar antara 17 hingga 27 dengan rata – rata nilai 22.1 ± 2.1. Berdasarkan
Khomsan
(2000),
tingkat
pengetahuan
gizi
contoh
dikategorikan menjadi 3 bagian yaitu tingkat pengetahuan rendah (<60%), sedang (60-80%), dan tinggi (80%). Tabel 4 menunjukkan hasil sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi dan status gizi. Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi dan status gizi Pengetahuan gizi Baik (>80) Sedang (60-80) Kurang (<60) Total
n 28 32 0 60
Normal % 46.7 53.3 0.0 100.0
Kegemukan n % 12 40.0 18 60.0 0 0.0 30 100.0
Total n 40 50 0 90
% 44.4 55.6 0.0 100.0
Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa lebih dari separuh contoh yang berstatus gizi normal (53.3%) dan contoh yang berstatus gizi kegemukan (60.0%) memiliki tingkat pengetahuan gizi sedang, dan tidak ada contoh (normal dan kegemukan) yang memiliki tingkat pengetahuan kurang. Nilai pengetahuan contoh berkisar antara 17 hingga 27 dengan rata-rata nilai pengetahuan pada
27
contoh normal sebesar 22.2 ± 2.2 dan pada contoh kegemukan sebesar 22.0 ± 2.0. Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan terhadap produk mie
Kandungan gizi Manfaat karbohidrat pada mie
n 82 66
Menjawab "Benar" % 91.1 73.3
n 8 24
% 8.9 26.7
Nama pengawet Nama pewarna Pilihan produk
61 20 76
67.8 22.2 84.4
29 70 14
32.2 77.8 15.6
Jenis pertanyaan
Menjawab "Salah"
Berdasarkan Tabel 5 di atas diketahui bahwa hampir seluruh contoh yang berstatus gizi normal dan kegemukan (91.1%) mengetahui bahwa kandungan gizi terbanyak pada mie adalah karbohidrat. Hal ini diduga karena contoh mengetahui bahwa mie dapat dijadikan pengganti nasi yang merupakan sumber utama karbohidrat. Hal tersebut juga sejalan dengan hasil persentase yang menunjukkan bahwa sebesar 73.3% contoh menjawab benar bahwa manfaat karbohidrat pada mie adalah sebagai sumber energi. Sebagian besar contoh (67.8%) mengetahui bahwa Sodium Benzoat merupakan salah satu pengawet yang terdapat pada bumbu mie. Namun, sebagian besar contoh yang berstatus gizi normal dan kegemukan (77.8%) menjawab salah tehadap pertanyaan tentang nama pewarna yang terdapat pada mie. Contoh tidak mengetahui bahwa Tetrazin Cl merupakan jenis pewarna yang terdapat pada mie. Hal ini menunjukkan bahwa masih kurangnya pengetahuan contoh terhadap Bahan Tambahan Pangan (BTP) pada produk mie. Selain itu, diberikan pertanyaan ilustrasi tentang pemilihan produk mie dimana sebesar 84.4% contoh (normal dan kegemukan) menjawab dengan benar tentang merk mie yang memiliki kandungan gizi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan energi dan protein contoh dalam sehari. Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan terhadap produk susu Jenis pertanyaan Kandungan gizi Manfaat kalsium pada susu Nama bakteri susu Nama pewarna
n 85 89 59 27
Menjawab "Benar" % 94.4 98.9 65.6 30.0
Menjawab "Salah" n 5 1 31 63
% 5.6 1.1 34.4 70.0
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh contoh yang berstatus gizi normal dan kegemukan mengetahui manfaat kalsium pada susu.
28
Hal ini dibuktikan dari sebanyak 98.9% contoh yang berstatus gizi normal dan kegemukan menjawab benar bahwa manfaat kalsium pada susu adalah untuk mencegah terjadinya osteoporosis. Sebesar 94.4% contoh (normal dan kegemukan) sudah mengetahui bahwa sumber zat gizi utama pada susu adalah kalsium. Selain itu, contoh yang berstatus gizi normal maupun kegemukan (65.6%) mengetahui bahwa Lactobacillus casei merupakan bakteri yang terdapat pada susu dan dapat menyebabkan diare. Namun, berbeda dengan pertanyaan tentang nama pewarna pada susu. Sebagian besar contoh yang berstatus gizi normal dan kegemukan (70.0%) tidak mengetahui bahwa karmiosin merupakan salah satu nama pewarna yang terdapat pada susu. Hal ini menunjukkan bahwa masih kurangnya pengetahuan contoh terhadap Bahan Tambahan Pangan (BTP) khususnya adalah pewarna pada produk susu. Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan terhadap produk minuman ringan Jenis pertanyaan Kandungan gizi Manfaat gula Nama pengawet Nama pewarna
n 83 33 81 45
Menjawab "Benar" % 92.2 36.7 90.0 50.0
Menjawab "Salah" n 7 57 9 45
% 7.8 63.3 10.0 50.0
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh contoh yang berstatus gizi normal dan kegemukan mengetahui kandungan gizi pada minuman ringan. Hal ini terbukti dari sebanyak 92.2% contoh menjawab benar bahwa gula merupakan komposisi zat gizi utama pada minuman ringan. Selain itu, diketahui bahwa contoh yang berstatus gizi normal maupun kegemukan (90.0%) mengetahui bahwa Natrium benzoat merupakan nama pengawet yang sering dijumpai pada produk minuman ringan dan sebagian contoh (50.0%) juga mengetahui bahwa Tartrazin merupakan jenis pewarna yang biasa digunakan pada produk minuman ringan. Namun, berbeda dengan pertanyaan tentang manfaat gula pada minuman ringan. Sebagian besar contoh yang berstatus gizi normal dan kegemukan (63.3%) tidak mengetahui bahwa gula yang terkandung pada minuman ringan bermanfaat sebagai sumber energi. Contoh yang menjawab salah terhadap pertanyan tentang manfaat gula tersebut diduga karena keraguan dalam menjawab pertanyaan yang disebabkan ada dua jawaban yang meragukan contoh yaitu penyegar dan sumber energi. Contoh yang menjawab salah pertanyaan tersebut cenderung memilih jawaban dimana gula bermanfaat sebagai penyegar.
29
Berdasarkan hasil uji statistik (Independent Sample t-Test), dapat diketahui tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara tingkat pengetahuan gizi contoh yang berstatus gizi normal dan kegemukan. Hal ini dikarenakan sebesar 53.3% contoh berstatus gizi normal memiliki pengetahuan sedang dan 46.7% memiliki pengetahuan baik sedangkan 55.6% contoh kegemukan memiliki pengetahuan sedang dan 44.4% contoh kegemukan memiliki pengetahuan baik. Sikap terhadap Mie, Susu, dan Minuman Ringan Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau obyek. Sikap belum menunjukkan suatu tindakan namun menunjukkan suatu kecenderungan bertindak (Notoatmodjo 2003). Menurut Sumarwan (2004), sikap adalah ungkapan perasaan konsumen tentang suatu obyek, terkait suka atau tidak suka. Sikap juga bisa menggambarkan kepercayaan konsumen terhadap atribut atau manfaat dari obyek tersebut. Sikap memiliki tiga unsur, yaitu kognitif (kepercayaan terkait obyek), afektif (perasaan terkait obyek), dan konatif (kecenderungan untuk bertindak). Sikap terhadap produk mie, susu, dan minuman ringan adalah respon contoh terhadap 15 pernyataan yang dikelompokkan menjadi pernyataan terkait manfaat, pengolahan/penyajian, kandungan zat gizi, dan keamanan dari produk mie, susu, dan minuman ringan sebagai produk pangan pilihan. Setiap jawaban diberi poin 1 apabila setuju dan sangat setuju, akan diberi poin 0 apabila tidak setuju dan sangat tidak setuju. Selanjutnya total poin sikap contoh terhadap produk tersebut akan dikategorikan menjadi tiga, yaitu (1) sikap negatif, jika skor <60% dari total jawaban yang benar, (2) sikap netral, jika skor 60% - 80% dari total jawaban yang benar, serta (3) sikap positif, jika skor >80% dari total jawaban yang benar (Khomsan 2000). Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan sikap dan status gizi Klasifikasi Sikap Positif (>80) Netral (60-80) Negatif (<60) Total
Normal n 25 35 0 60
% 41.7 58.7 0.0 100.0
Kegemukan n % 18 60.0 12 40.0 0 0.0 30 100.0
Total n 43 47 0 90
% 47.8 52.2 0.0 100.0
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh yang berstatus gizi normal (58.7%) bersikap netral dan 41.7% bersikap positif. Namun, pada contoh yang berstatus gizi kegemukan lebih dari separuh contoh (60.0%) bersikap positif dan 40.0% bersikap netral. Sikap negatif tidak ditemukan pada
30
contoh yang berstatus gizi normal atau pun kegemukan. Nilai sikap yang diperoleh contoh berkisar antara 9 hingga 15 dengan rata – rata nilai sikap pada contoh normal sebesar 12.4 ± 1.5 dan pada contoh kegemukan sebesar 12.9 ± 1.4. Pernyataan terkait sikap terhadap produk mie dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan sikap terhadap produk mie No
Menjawab “S & SS” n %
Pernyataan
Menjawab "TS & STS" n %
1
Mie merupakan makanan berbahan baku tepung terigu yang dapat dijadikan sebagai pengganti nasi
47
52.2
43
47.8
2
Mie dapat diolah dengan berbagai cara
86
95.6
4
4.4
3
Mie merupakan sumber karbohidrat sehingga dalam penyajian diperlukan tambahan sayuran sebagai vitamin dan telur sebagai sumber protein
83
92.2
7
7.8
37
41.1
53
58.9
88
97.8
2
2.2
Sebungkus mie yang mengadung 390 kkal dapat dijadikan menu sarapan pagi Mie instan sebagai produk industri siap saji tidak luput dari bahan-bahan tambahan makanan sintetik yang mengandung zat berbahaya bagi kesehatan
4
5
Ketarangan: S = Setuju SS = Sangat Setuju
TS = Tidak Setuju STS = Sangat Tidak Setuju
Menurut Purnawijayanti (2002) mie instan adalah produk mie kering yang siap dihidangkan setelah dimasak atau diseduh dengan air mendidih paling lama 4 menit. Dalam pembuatan mie instan, setelah terbentuk mie segar, dilanjutkan dengan
proses
pengukusan,
pembentukan,
dan
pengeringan.
Proses
pengeringan dapat dilakukan dengan menggoreng mie dalam minyak ataupun menggunakan udara kering panas. Mie instan umumnya dikemas per porsi penyajian, lengkap dengan minyak sayur, bumbu, cabai kering, dengan atau tanpa penambahan sayuran kering. Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa sebagian besar contoh (97.8%) memilih setuju dan sangat setuju bahwa mie mengandung zat berbahaya bagi kesehatan, dan sebanyak 92.2% memilih setuju dan sangat setuju bahwa mie perlu disajikan dengan tambahan sayuran dan telur dan 7.8% memilih tidak setuju dan sangat tidak setuju. Hal ini mengacu pada Haryati (2003), yang menyatakan bahwa mie instan mengandung karbohidrat akan tetapi diperlukan tambahan sayuran segar sebagai sumber vitamin, dan telur atau daging sebagai sumber protein. Namun, berbeda pada pernyataan no 4 dimana lebih dari separuh contoh (58.9%) memilih tidak setuju dan sangat tidak setuju jika sebungkus mie dapat dijadikan menu sarapan pagi dan hanya 41.1% contoh yang memilih setuju dan sangat setuju pada pernyataan tersebut. Contoh yang
31
cenderung setuju terhadap pernyataan bahwa mie dapat dijadikan sebagai pengganti nasi dan dapat dijadikan sebagai menu sarapan pagi diduga telah terbiasa mengkonsumsi mie sehingga berpersepsi bahwa mie dapat memberikan rasa kenyang seperti halnya mengkonsumsi nasi. Namun, contoh yang cenderung tidak setuju terhadap pernyataan tersebut diduga karena berpersepsi bahwa belum merasakan kenyang jika belum mengkonsumsi nasi sehingga mie dianggap tidak dapat menggantikan nasi. Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan sikap terhadap produk produk susu No
1 2 3
Pernyataan
Kalsium pada susu berfungsi dalam pembentukan tulang dan gigi, dan mencegah terjadinya osteoporosis Susu dapat dikonsumsi oleh siapa saja dan kapan saja Bagi remaja, susu bisa dijadikan sebagai makanan tambahan dalam upaya pemenuhan kebutuhan zat gizi
Menjawab “S & SS”
Menjawab "TS & STS" n %
n
%
90
100.0
0
0.0
78
86.7
12
13.3
87
96.7
3
3.3
4
Jika sudah mengkonsumsi susu dipagi hari maka masih perlu mengkonsumsi makanan lainnya untuk memenuhi kebutuhan zat gizi di pagi hari
76
84.4
14
15.6
5
Susu dapat menetralisirkan racun sehingga apabila ada orang yang keracunan harus minum susu sebanyak-banyaknya
72
80.0
18
20.0
Ketarangan: S = Setuju SS = Sangat Setuju
TS = Tidak Setuju STS = Sangat Tidak Setuju
Secara alamiah yang dimaksud dengan susu adalah hasil pemerahan sapi atau hewan menyusui lainnya, yang dapat dimakan atau dapat digunakan sebagai bahan makanan yang aman dan sehat serta tidak dikurangi komponenkomponennya atau ditambah dengan bahan-bahan lain. Hewan yang susunya digunakan sebagai bahan makanan adalah sapi perah, kerbau, unta, kambing perah (kambing etawa), dan domba (Hidiwiyoto 1993). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar contoh memiliki sikap yang positif terhadap produk susu. Hal ini dibuktikan dengan besarnya persentase menjawab setuju dan sangat setuju terhadap lima pernyataan positif terkait produk susu. Tabel 10 di atas menunjukkan bahwa seluruh contoh (100.0%) memilih setuju dan sangat setuju bahwa kalsium pada susu berfungsi dalam pembentukan tulang dan gigi, dan mencegah terjadinya osteoporosis. Menurut Khomsan (2002) susu dikenal sebagai minuman sumber kalsium. Oleh karena itu membiasakan diri minum susu akan memberikan dampak positif bagi
32
kesehatan terutama untuk mencegah osteoporosis (kerapuhan tulang). Sebagian besar contoh bersikap positif terhadap pernyataan terkait produk susu. Sebanyak 86.7% contoh memilih setuju dan sangat setuju bahwa susu dapat dikonsumsi oleh siapa saja dan kapan saja. Namun, sebesar 13.3% tidak setuju dan sangat tidak setuju bahwa susu dapat dikonsumsi oleh siapa saja dan kapan saja. Hal ini diduga karena contoh berpersepsi bahwa bagi yang intoleransi terhadap susu tidak dapat mengkonsumsi susu dan mengkonsumsi susu tidak bisa dikonsumsi pada setiap waktu. Sebesar 96.7% contoh memilih setuju dan sangat setuju bahwa susu bisa dijadikan sebagai makanan tambahan karena kandungan zat gizi yang terkandung pada susu seperti vitamin dan mineral, sebesar 84.4% contoh memilih setuju dan sangat setuju bahwa meskipun sudah mengkonsumsi susu dipagi hari makanan lainnya tetap dibutuhkan, sebesar 80.0% contoh memilih setuju dan sangat setuju bahwa susu dapat menetralisirkan racun . Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan sikap terhadap produk produk minuman ringan No
1
2
3
Pernyataan Minuman ringan menjadi minuman yang tak dapat dipisahkan dari keseharian remaja khususnya remaja di perkotaan Remaja lebih sering mengkonsumsi minuman ringan ketika sedang berkumpul bersama temanteman sebaya Hal yang paling mendasari kesukaan konsumen terhadap minuman ringan adalah rasanya yang manis dan efeknya yang menyegarkan
Menjawab “S & SS” n %
Menjawab "TS & STS" n %
58
64.4
32
35.6
76
84.4
14
15.6
86
95.6
4
4.4
4
Minuman ringan tidak dapat mencukupi kebutuhan zat gizi remaja dalam sehari
82
91.1
8
8.9
5
Remaja yang sering mengkonsumsi minuman ringan lebih rentan menjadi obesitas
83
92.2
7
7.8
Ketarangan: S = Setuju SS = Sangat Setuju
TS = Tidak Setuju STS = Sangat Tidak Setuju
Minuman ringan didefinisikan sebagai minuman penyegar umumnya mengandung atau tidak mengandung karbonat, pemanis, asam, flavor alami atau buatan (Ensminger, Konlade & Robson 1994). Menurut Thorner dan Herberg (1978), minuman ringan adalah minuman tidak beralkohol yang mengandung gula, essen atau konsentrat buah yang dicampur dengan air tanpa atau mengandung karbondioksida. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar contoh memilih setuju dan sangat setuju terhadap pernyataan terkait produk minuman ringan. Tabel 11 menunjukkan bahwa hampir seluruh contoh (95.6%) memilih setuju dan
33
sangat setuju bahwa kesukaan terhadap minuman ringan dikarenakan rasanya yang manis dan efek yang menyegarkan. Rasa manis yang terdapat dalam minuman ringan dapat berasal dari sukrosa atau pemanis buatan. Sukrosa merupakan perpaduan antara fruktosa dan glukosa yang termasuk dalam karbohidrat. Pemanis buatan ditambahkan untuk memenuhi selera rasa yang digemari remaja, tambahan pemanis ini mencapai 7 hingga 14.0%, diantaranya fruktosa dan sukrosa (Yule 2002). Hasil uji statistik (korelasi Pearson) pada penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) antara pengetahuan terhadap sikap contoh. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Irawati, Damanhuri, dan Fachrurrozi (1992) dimana tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan. Berdasarkan uji statistik (korelasi Pearson) yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara pengetahuan dan sikap contoh (normal dan kegemukan) terhadap jumlah konsumsi mie, serta asupan energi dan protein pada mie. Meskipun pengetahuan gizi contoh cenderung baik namun tidak berhubungan dengan jumlah konsumsi mie contoh. Hal ini disebabkan adanya faktor kepraktisan dimana mie instan dianggap sebagai makanan cepat saji yang mudah diolah dan mampu memenuhi kebutuhan pangan secara cepat. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Wulansari (1999) yang menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan gizi dengan jumlah mie yang dikonsumsi dikarenakan kepraktisan masih menjadi penilaian yang kuat bagi contoh dalam mengkonsumsi mie instan dengan tidak mempertimbangkan pengetahuan gizi yang telah dimilikinya, baik itu tinggi, sedang maupun rendah. Uji korelasi Pearson juga menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara pengetahuan dan sikap contoh (normal dan overweight) terhadap jumlah konsumsi susu, serta asupan energi dan protein pada susu.
Tidak terdapat hubungan
yang signifikan (p>0.05) antara
pengetahuan dan sikap contoh (normal dan kegemukan) terhadap jumlah konsumsi minuman ringan, serta asupan energi dan protein pada minuman ringan. Pengetahuan yang baik namun tidak berhubungan dengan jumlah konsumsi minuman ringan. Meskipun contoh mengetahui bahwa minuman ringan dapat
menyebabkan
kegemukan namun
karena
rasa
yang
enak dan
34
menyegarkan sehingga tidak mempengaruhi banyak atau sedikitnya jumlah konsumsi. Atribut Produk Atribut produk dalam penelitian ini mencakup karakteristik dari produk mie, susu, dan minuman ringan yang mempengaruhi konsumsi contoh. Karakterisitik produk dalam hal ini adalah harga, rasa, merek, informasi nilai zat gizi (nutrition fact), dan produsen. Berdasarkan hasil Food Frequency Quistionnaire (FFQ) dalam waktu seminggu diketahui jenis produk mie, susu, dan minuman ringan yang paling sering dikonsumsi. Jenis produk yang paling sering dikonsumsi oleh contoh yang berstatus gizi normal dan kegemukan dapat dilihat pada Tabel 12 di bawah ini. Tabel 12 Jenis produk yang paling sering dikonsumsi Kategori Mie basah Mie instan Susu cair Keju Yoghurt Minuman Bersoda Teh (non komersial) Teh (komersial) Sari buah
Merk Produk Mie basah Indomie Ultramilk Kraft Activia Pepsi Cola Your tea Teh kotak Nutrisari
Jumlah contoh yang mengkonsumsi Normal Kegemukan n(%) n(%) 36(60.0) 18(20.0) 24(40.0) 13(14.4) 23(38.3) 14(15.6) 7(11.7) 1(1.1) 4(6.7) 4(4.4) 3(5.0) 2(2.2) 11(18.3) 7(7.8) 11(18.3) 2(2.2) 2(3.3) 1(1.1)
Mie adalah salah satu contoh hasil perkembangan teknologi pangan dan merupakan makanan berenergi yang terbuat dari tepung terigu, air, dan garam. Menurut Wulansari (1999) mie instan sangat umum dikonsumsi oleh masyarakat di dunia terutama di Asia karena makanan ini mengenyangkan, sifatnya yang praktis, mudah dibuat, rasanya dapat diterima oleh hampir seluruh kalangan, dan harganya lebih ekonomis sehingga dapat dijangkau oleh berbagai kalangan masyarakat. Bedasarkan hasil penelitian diketahui bahwa jenis mie yang biasa dikonsumsi contoh adalah mie basah. Lebih dari separuh contoh yang berstatus gizi normal (60.0%) dan kegemukan (20.0%) biasa mengkonsumsi mie basah yang telah diolah dalam makanan siap saji seperti mie bakso dan mie ayam. Berdasarkan hasil survei di lingkungan kampus, kisaran harga dari satu porsi mie bakso dan mie ayam adalah Rp. 6000 hingga Rp. 8000. Harga tersebut relatif murah dan terjangkau untuk kalangan mahasiswa. Diduga bahwa rasanya yang enak, mengenyangkan, dan dianggap dapat memenuhi kebutuhan energi
35
menjadi alasan mie basah olahan adalah jenis mie yang biasa dikonsumsi oleh contoh. Selain itu, produk mie komersial juga menjadi aspek dalam penelitian ini. Merek mie komersial yang biasa dikonsumsi contoh adalah Indomie. Indomie yang biasa dikonsumsi adalah indomie rasa soto, indomie goreng, dan indomie kari ayam. Lebih dari separuh contoh yang berstatus gizi normal (40.0%) dan kegemukan (14.4%) sering mengkonsumsi mie instan dengan merek Indomie. Berdasarkan hasil survei pasar yang dilakukan di lingkungan kampus IPB, harga satu bungkus mie instan relatif sama untuk setiap merek yaitu Rp. 1400 hingga Rp. 1500 dengan berat bersih sebesar 79 gram dan mengandung 400 kkal. Dibandingkan dengan merek lainnya, indomie yang diproduksi oleh PT Indofood telah berhasil menarik minat konsumen karena Indomie tergolong mie instan dengan harga relatif murah dan terjangkau. Kepercayaan konsumen terhadap merek, rasa, harga, dan nilai gizi pada Indomie menjadikan Indomie sebagai mie yang digemari oleh konsumen. Hal ini sejalan dengan hasil penelititian Diana (2003) tentang kebiasaan makan mi instan pada mahasiswa dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, bahwa merek yang paling banyak dikonsumsi adalah Indomie yang dipandang sebagai produk yang paling menguntungkan karena nilai kepercayaan pada atribut rasa dan nilai gizi paling tinggi. Selain itu, produk susu dan olahannya juga merupakan salah satu aspek dalam penelitian ini. Susu merupakan sumber protein hewani yang kaya akan nilai gizi yang dapat menunjang kebutuhan akan gizi untuk pertumbuhan dan perkembangan pada remaja. Susu adalah bahan pangan yang dikenal kaya akan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh manusia. Konsumsi susu pada saat remaja terutama dimaksudkan untuk memperkuat tulang sehingga tulang lebih padat, tidak rapuh dan tidak mudah terkena risiko osteoporosis pada saat usia lanjut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pruduk susu dan olahan yang biasa dikonsumsi adalah Ultramilk (cair), Keju (Kraft), dan Yoghurt (Activia). Ultramilk adalah merek susu yang paling sering dikonsumsi contoh. Lebih dari separuh contoh yang berstatus gizi normal (38.3%) dan kegemukan (15.6%) sering mengkonsumsi susu dengan merek Ultramilk. Ultramilk yang diproduksi oleh PT Ultra Jaya terdiri dari berbagai jenis rasa seperti putih biasa, coklat, dan strawbery. Ultramilk yang dipasarkan terdiri dari tiga takaran saji yaitu 200 ml, 250 ml, dan 1000 ml. Berdasarkan hasil survei pasar di lingkungan kampus IPB diketahui bahwa harga ultramilk yang biasa dikonsumsi contoh (250ml) adalah
36
Rp. 3500,- dengan kandungan energi sebesar 150 kkal. Kepraktisan kemasan dari berbagai takaran diduga mempengaruhi daya beli konsumen terhadap produk tersebut. Produk susu olahan seperti keju dan yoghurt juga merupakan produk olahan
susu
yang
biasa
dikonsumsi oleh konsumen.
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sebanyak 11.7% contoh yang berstatus gizi normal dan 1.1% contoh yang berstatus gizi kegemukan sering mengkonsumsi keju dengan merek Kraft. Keju yang biasa dikonsumsi oleh contoh sebagian besar berasal dari jajanan seperti singkong keju, jagung keju, dan martabak. Berdasarkan informasi nilai gizi, keju kraft dengan takaran saji 30 gram menyumbang 90 kkal energi, 6 gram protein, 8 gram lemak, dan 1 gram karbohidrat. Selain keju, yoghurt juga termasuk produk olahan susu yang biasa dikonsumsi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 6.7% contoh yang berstatus gizi normal dan 4.4% contoh yang berstatus gizi kegemukan sering mengkonsumsi yoghurt dengan merek Activia. Hasil survei pada penelitian ini diketahui bahwa dalam satu takaran saji (80 gram) yoghurt Activia mengandung 70 kkal energi, 3 gram protein, 2.5 gram lemak, dan 10 gram karbohidrat. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh program pascasarjana Manajemen dan Bisnis Institut Pertanian Bogor tahun 2010, produk yang dihasilkan PT Danone tersebut mulai mencoba menembus pasar Indonesia pada bulan Januari 2008. PT Danone telah melakukan berbagai upaya pemasaran (marketing effort) untuk memperebutkan pangsa pasar yoghurt dan menjadi pemimpin pasar di industri yoghurt, tujuannya adalah agar yoghurt Activia dapat terus establish dan tumbuh serta mendapatkan keuntungan, baik keuntungan jangka pendek maupun jangka panjang. Minuman ringan (soft drink) juga merupakan produk komersil yang sering dikonsumsi dikalangan masyarakat terutama remaja. Minuman ringan (soft drink) adalah minuman non alkohol yang terdiri dari dua jenis, yaitu: minuman ringan dengan karbonasi dan minuman ringan tanpa karbonasi (BPS 2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis minuman ringan dengan kategori minuman bergas (carbonated) yang biasa dikonsumsi contoh adalah Pepsi Cola. Sebanyak 5.0% contoh yang berstatus gizi normal dan 2.2% contoh yang berstatus gizi kegemukan sering mengkonsumsi minuman ringan bergas dengan merek Pepsi Cola. Hasil survei pasar yang dilakukan di lingkungan kampus IPB diketahui bahwa harga pepsi cola adalah Rp. 13600,- dengan
37
takaran saji 330 ml yang mengandung 110 kkal energi dan 35 gram karbohidrat. Pepsi Cola
yang diproduksi oleh PT.
Pepsi-Cola
Indobeverage
merupakan suatu perusahaan yang bergerak didalam bidang minuman ringan Carbonat dan Uncarbonat. Perusahaan ini berusaha agar mendapatkan suatu pandangan yang positif dari masyarakat dan selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik bagi para konsumen. Jenis minuman ringan dengan kategori tidak bergas (non carbonated) yang biasa dikonsumsi contoh adalah your tea, teh kotak, dan nutrisari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 18.3% contoh yang berstatus gizi normal dan 7.8% contoh yang berstatus gizi kegemukan sering mengkonsumsi minuman Your tea. Hasil survei pasar menunjukkan bahwa Your tea bukan merupakan jenis minuman ringan komersil yang diperdagangkan berdasarkan peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sehingga untuk mengetahui nilai gizi yang terkandung dari minuman tersebut dilakukan dengan konversi terhadap Daftar Bahan Makanan (DKBM). Selain itu, teh kotak juga termasuk kategori minuman ringan tidak bergas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 18.3% contoh yang berstatus gizi normal dan 2.2% contoh yang berstatus gizi kegemukan sering mengkonsumsi Teh kotak. Berbeda halnya dengan your tea, teh kotak merupakan salah satu minuman ringan komersil yang diproduksi oleh PT Ultra Jaya. Berdasarkan hasil survei pasar yang dilakukan diketahui bahwa satu kemasan (200ml) dengan harga Rp. 3000,- mengandung 70 kkal energi dan 17 gram protein. Nutrisari yang diproduksi oleh PT. Nutrifood merupakan jenis minuman ringan kategori tidak bergas (non carbonated) yang mengandung sari buah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 3.3% contoh yang berstatus gizi normal dan 1.1% contoh yang berstatus gizi kegemukan sering mengkonsumsi Nutrisari. Nutrifood adalah perusahaan yang secara inovatif menginspirasi dan membantu setiap individu untuk mencapai keseimbangan hidup dengan menjalankan pola hidup sehat yang menyenangkan dan memperhatikan asupan nutrisi sehingga dapat menikmati hidup sehat lebih lama. Berdasarkan hasil survei pasar diketahui bahwa nutrisari yang biasa dikonsumsi oleh contoh adalah nutrisari sachet dengan takaran saji 29 gram yang mengandung 110 kkal energi dan 29 gram karbohidrat.
38
Konsumsi Mie, Susu, Dan Minuman Ringan Konsumsi mie, susu, dan minuman ringan diketahui dengan metode Food Frequency Quetionnaire (FFQ) selama satu minggu terakhir. Ukuran Rumah Tangga (URT) yang digunakan disesuaikan dengan jenis produk yang dikonsumsi. URT yang digunakan untuk konsumsi mie yaitu per bungkus untuk jenis mie komersial (mie instan) dan mangkok untuk jenis mie basah (mie bakso). Konsumsi susu dan minuman ringan menggunakan URT seperti per bungkus untuk jenis kemasan yang bisa langsung dikonsumsi (200 ml dan 240 ml), dan per gelas untuk jenis susu dan minuman ringan yang diseduh sendiri atau jenis susu dan minuman ringan dengan kemasan 1000 ml. Rata-rata konsumsi mie pada contoh yang berstatus gizi nomal adalah 2.1 ± 1.3 bungkus per minggu dengan frekuensi konsumsi rata-rata 1 kali dalam seminggu. Pada contoh yang berstatus gizi kegemukan adalah 2.4 ± 2.2 bungkus per minggu dengan frekuensi konsumsi rata-rata 2 kali dalam seminggu. Rata-rata konsumsi mie pada contoh yang berstatus gizi normal adalah 177.8 gram per minggu sedangkan pada contoh yang berstatus gizi kegemukan adalah 206 gram per minggu. Rata-rata konsumsi susu pada contoh yang berstatus gizi normal adalah 4.3 ± 3.2 gelas/pack per minggu dengan frekuensi konsumsi rata-rata 3 kali dalam seminggu. Pada contoh yang berstatus gizi kegemukan adalah 5.1 ± 4.3 gelas/pack per minggu dengan rata-rata konsumsi rata-rata 3 kali dalam seminggu. Rata-rata konsumsi susu pada contoh yang berstatus gizi normal adalah 319 gram per minggu sedangkan pada contoh yang berstatus gizi kegemukan adalah 514 gram per minggu. Rata-rata konsumsi minuman ringan pada contoh yang berstatus gizi normal adalah 3.1 ± 2.5 pack per minggu dengan frekuensi konsumsi rata-rata 2 kali dalam seminggu. Pada contoh yang berstatus gizi kegemukan adalah 2.0 ± 1.5 pack per minggu dengan frekuensi konsumsi rata-rata 2 kali dalam seminggu. Rata-rata konsumsi minuman ringan pada contoh yang berstatus gizi normal adalah 352 ml per minggu sedangkan pada contoh yang berstatus gizi kegemukan adalah 309 ml per minggu. Alasan Mengkonsumsi Mie, Susu, dan Minuman Ringan Setiap contoh memiliki alasan khusus dalam memilih jenis pangan dan produk yang akan dikonsumsi. Alasan contoh mengkonsumsi produk mie, susu, dan minuman ringan dapat dilihat pada Tabel 13.
39
Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan alasan mengkonsumsi mie, susu, dan minuman ringan Produk Mie
Susu
Minuman Ringan
Kepraktisan Harga ekonomis Mengeyangkan Lainnya Total Kepraktisan Zat gizi yang terkandung Enak Lainnya Total Kepraktisan
Normal n % 45 75.0 6 10.0 1 1.7 8 13.3 60 100.0 8 13.3 39 65.0 11 18.3 2 3.3 60 100.0 21 35.0
Kegemukan n % 17 56.7 3 10.0 2 6.7 8 26.7 30 100.0 3 10.0 21 70.0 5 16.7 1 3.3 30 100.0 9 30.0
n 62 9 3 16 90 11 60 16 3 90 30
% 68.9 10.0 3.3 17.8 100.0 12.2 66.7 17.8 3.3 100.0 33.3
Rasa enak Harga Ekonomis Lainnya Total
32 1 6 60
20 0 1 30
52 1 7 90
57.8 1.1 7.8 100.0
Alasan Mengkonsumsi
53.3 1.7 10.0 100.0
66.7 0.0 3.3 100.0
Total
Alasan mengkonsumsi mie terdiri dari empat pilihan, yaitu:
(1)
Kepraktisan dalam hal ini adalah kemudahan cara pengolahan dan penyajian pada mie; (2) Harga yang ekonomis dalam hal ini mie merupakan produk yang memiliki harga relatif murah dan terjangkau untuk kalangan masyarakat khususnya mahasiswa; (3) Mengenyangkan dalam hal ini adalah manfaat mie yang dianggap sebagai makanan berbahan baku tepung terigu yang dapat dijadikan sebagai pengganti nasi yang bersifat mengenyangkan; (4) Alasan lainnya merupakan pilihan contoh selain alasan yang telah disediakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar contoh (68.9%) mengkonsumsi mie dengan alasan kepraktisan, sebesar 17.8% dengan alasan lainnya seperti rasanya yang enak, sebesar 10.0% dengan alasan harga yang lebih ekonomis, dan hanya 3.3% dengan alasan mengenyangkan. Praktis sebagai alasan utama menunjukkan masih rendahnya kesadaran contoh yang berstatus gizi normal dan kegemukan untuk memilih makanan bergizi. Mie instan dianggap sebagai makanan cepat saji yang mudah diolah dan mampu memenuhi kebutuhan pangan secara cepat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wulansari (1999) yang menyebutkan mie instan adalah salah satu bentuk pangan olahan yang disukai masyarakat Indonesia karena harganya yang relatif murah dan pengolahannya yang praktis. Alasan mengkonsumsi susu terdiri dari empat pilihan, yaitu: (1) Kepraktisan dalam hal ini adalah kemudahan cara penyajian pada susu; (2) Zat gizi yang terkandung dalam hal ini adalah kandungan zat gizi pada susu yang
40
dianggap dapat memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi individu, dan kandungan kalsium pada susu yang dapat mencegah terjadinya osteoporosis; (3) Enak dalam hal ini adalah rasa yang enak dan disajikan dalam berbagai rasa seperti coklat, strawberry, kurma, mocca, dan lainnya yang dianggap sebagai alasan dalam konsumsi susu; (4) Alasan lainnya merupakan pilihan contoh selain alasan yang telah disediakan. Tabel 13 menunjukkan bahwa sebagian besar contoh berstatus gizi normal (65.0%) dan contoh berstatus gizi kegemukan (70.0%) memilih mengkonsumsi susu dengan alasan zat gizi yang terkandung di dalam produk susu. Hal ini sejalan dengan penelitian Komarudin (2000) yang menunjukkan hasil bahwa remaja termotivasi untuk mengkonsumsi susu dengan alasan susu merupakan makanan sehat dan bergizi, dimana zat gizi yang terkandung pada susu penting untuk kesehatan dan pertumbuhan. Selain itu, dalam penilitian ini terdapat pula alasan lainnya sebesar (3.3%) seperti menimbulkan rasa kenyang. Alasan mengkonsumsi minuman ringan terdiri dari empat pilihan, yaitu: (1) Kepraktisan dalam hal ini adalah kemudahan cara penyajian pada minuman ringan sehingga memudahkan contoh untuk mengkonsumsi; (2) Enak dalam hal ini adalah rasa yang enak dan disajikan dalam berbagai cita rasa buah serta efek kesegaran yang dapat melepaskan dahaga sehingga dianggap sebagai alasan dalam konsumsi minuman ringan; (4) Alasan lainnya merupakan pilihan contoh selain alasan yang telah disediakan. Pada penelitian ini lebih dari separuh contoh yang berstatus gizi normal (32.0%) dan contoh berstatus gizi kegemukan (66.7%) memilih mengkonsumsi minuman ringan dengan alasan rasa yang enak. Alasan lainnya seperti saat merasakan haus terdapat pada contoh berstatus gizi normal (10.0%) dan contoh berstatus gizi kegemukan (3.3%). Berdasarkan hasil uji statistik (korelasi Pearson), dapat diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara jumlah konsumsi serta asupan energi dan protein pada mie terhadap status gizi. Tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara asupan energi dan protein dari susu dan minuman ringan terhadap status gizi. Selain itu, diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) antara jumlah susu dengan status gizi. Hal ini menunjukkan bahwa banyaknya konsumsi susu pada contoh yang berstatus gizi normal. Namun, terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) dengan korelasi negatif antara jumlah minuman ringan yang dikonsumsi terhadap status gizi. Hal
41
ini menunjukkan bahwa banyaknya konsumsi minuman ringan pada contoh yang berstatus gizi normal. Waktu Biasanya Mengkonsumsi Mie, Susu, dan Minuman Ringan Waktu biasanya mengkonsumsi dalam penelitian ini terdiri dari empat pilihan waktu, yaitu: (1) Pagi, selang waktu pagi dalam penelitian ini adalah pukul 05.00 WIB–11.00 WIB; (2) Siang, selang waktu siang dalam penelitian ini adalah pukul 11.01 WIB–15.00 WIB; (3) Sore, selang waktu sore dalam penelitian ini adalah pukul 15.01 WIB–18.00 WIB; (4) Malam, selang waktu malam dalam penelitian ini adalah pukul 18.01 WIB–02.00 WIB. Pemilihan waktu tersebut berdasarkan pertimbangan terhadap survei awal yang dilakukan terhadap contoh yang menunjukkan bahwa aktifitas contoh yang berhubungan degan konsumsi mie, susu, dan minuman ringan berlangsung pada pukul 05.00 WIB–02.00 WIB. Waktu biasanya contoh mengkonsumsi mie, susu, dan minuman ringan dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan waktu biasanya mengkonsumsi mie, susu, dan minuman ringan Produk Mie
Susu
Minuman Ringan
Waktu biasanya Mengkonsumsi Pagi Siang Sore Malam Total Pagi Siang Sore Malam Total Pagi Siang Sore Malam Total
Normal n % 4 6.7 18 30.0 6 10.0 32 53.3 60 100.0 40 66.7 9 15.0 1 1.7 10 16.7 60 100.0 0 0.0 52 86.7 7 11.7 1 1.7 60 100.0
Kegemukan n % 3 10.0 13 43.3 0 0.0 14 46.7 30 100.0 21 70.0 6 20.0 1 3.3 2 6.7 30 100.0 0 0.0 26 86.7 4 13.3 0 0.0 30 100.0
Total n 7 31 6 46 90 61 15 2 12 90 0 78 11 1 90
% 7.8 34.4 6.7 51.1 100.0 67.8 16.7 2.2 13.3 100.0 0.0 86.7 12.2 1.1 100.0
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh berstatus gizi normal (53.3%) dan contoh berstatus gizi kegemukan (46.7%) biasa mengkonsumsi mie pada malam hari. Selain itu, dapat diketahui bahwa contoh yang berstatus gizi kegemukan tidak ada yang biasa mengkonsumsi mie pada sore hari tetapi sebanyak 10.0% contoh berstatus gizi normal biasa mengkonsumsi mie pada sore hari. Hal ini diduga karena kecendrungan contoh yang merupakan mahasiswi Asrama yang terbiasa mengerjakan tugas kuliah hingga larut malam sehingga sering menimbulkan keadaan lapar. Alasan kepraktisan pada konsumsi mie menjadi indikator dalam pemilihan waktu
42
konsumsi mie pada malam hari. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa frekuensi konsumsi mie pada contoh yang berstatus gizi normal adalah 1 kali dalam seminggu sedangkan pada contoh yang berstatus gizi kegemukan adalah 2 kali dalam seminggu. Berbeda dengan waktu biasanya mengkonsumsi mie, lebih dari separuh contoh (67.8%) terbiasa mengkonsumsi susu pada pagi hari dengan frekuensi konsumsi susu pada contoh normal dan kegemukan adalah 3 kali dalam seminggu. Sebanyak 66.7% contoh berstatus gizi normal dan 70.0% contoh berstatus gizi kegemukan biasa mengkonsumsi susu pada pagi hari. Hal ini diduga karena alasan kandungan gizi yang terdapat pada produk susu dapat menyumbangkan energi dan zat gizi pada pagi hari (sarapan) sebagai penunda lapar ketika harus berangkat kuliah dipagi hari. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Komarudin (2000) sebagian besar remaja mengkonsumsi susu pada pagi hari pada waktu sarapan. Segelas susu ditambah dengan sarapan sangat baik bagi remaja untuk memenuhi kebutuhan gizi yang diperlukan pada saat aktivitas berlangsung. Berdasarkan Tabel 14 di atas diketahui bahwa sebagian besar contoh berstatus gizi normal (86.7%) dan contoh berstatus gizi kegemukan (86.7%) biasa mengkonsumsi minuman ringan pada siang hari dengan frekuensi konsumsi minuman ringan pada contoh normal dan kegemukan adalah 2 kali dalam seminggu. Selain itu, diketahui bahwa contoh berstatus gizi normal dan kegemukan tidak ada yang biasa mengkonsumsi minuman ringan pada pagi hari. Kebiasaan mengkonsumsi minuman ringan pada siang hari diduga karena rasanya yang enak pada minuman ringan sehingga menimbulkan efek kesegaran memicu keinginan pada contoh untuk mengkonsumsi minuman ringan ketika pulang kuliah pada siang hari yang cuacanya cenderung panas. Jenis dari Cara Pengolahan Mie Jenis dari cara pengolahan produk mie dalam hal ini adalah mie instan. Cara pengolahan mie dalam penelitian ini digolongkan menjadi dua yaitu digoreng dan direbus. Sebaran contoh berdasarkan jenis dari cara pengolahan mie yang paling disukai dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan cara pengolahan mie yang paling disukai Cara pengolahan mie yang paling disukai Digoreng Direbus Total
Normal n % 25 41.7 35 58.3 60 100.0
Kegemukan n % 9 30.0 21 70.0 30 100.0
Total n 34 56 90
% 37.8 62.2 100.0
43
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar
contoh (62.2%)
menyukai pengolahan dengan direbus. Sebanyak 58.3% contoh berstatus gizi normal dan 70.0% contoh berstatus gizi kegemukan menyukai pengolahan mie dengan cara direbus. Pengolahan mie dengan cara direbus lebih disukai diduga karena faktor rasa, yaitu rasa lebih gurih. Selain itu, mengkonsumsi mie instan berkuah dianggap terasa lebih mengenyangkan karena adanya tambahan air sehingga dapat dijadikan alternatif makanan yang praktis untuk memenuhi rasa lapar. Jenis Minuman Ringan Menurut Thorner dan Herberg (1978), klasifikasi jenis minuman ringan terdiri dari tiga kategori, yaitu (1) Minuman bergas (carbonated), jenis minuman ini mengandung gula, asam, flavor, dan konsentrat; (2) Minuman tidak bergas (non carbonated), jenis minuman ini mencakup sari buah dan teh; dan (3) Minuman gas yang tidak mengandung gula, asam atau essen (sparkling water), seperti air soda. Sebaran contoh berdasarkan jenis minuman ringan yang biasa dikonsumsi dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan jenis minuman ringan yang biasa dikonsumsi
Gula, asam, flavor& konsentrat
Normal n % 8 13.3
Sari buah & teh
51
85.0
27
90.0
78
86.7
Air soda
1
1.7
0
0.0
1
1.1
Total
60
100.0
30
100.0
90
100.0
Jenis minuman ringan
Kegemukan n % 3 10.0
Total n % 11 12.2
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar contoh (86.7%) biasa mengkonsumsi minuman ringan dengan jenis sari buah dan teh. Sebanyak 85.0% contoh berstatus gizi normal dan 90.0% contoh berstatus gizi kegemukan biasa mengkonsumsi minuman ringan dengan jenis sari buah dan teh. Sari buah dapat didefinisikan sebagai sari yang diperoleh dari buah dengan melalui proses mekanik, memiliki warna dan cita rasa yang sama dengan buah asalnya (Elfarina 1998). Sari buah dapat berupa jus buah, jus buah kemasan bermerek, sari buah kemasan tetrapack dan botol. Selain itu, dari hasil penelitian juga diketahuhi hanya 1.7% contoh berstatus gizi normal yang biasa mengkonsumsi minuman ringan jenis air soda dan tidak ada contoh berstatus gizi kegemukan yang biasa mengkonsumsi minuman ringan jenis air soda.
44
Kontribusi Energi dan Zat Gizi pada Mie, Susu, dan Minuman Ringan Mie, susu, dan minuman ringan memberikan sumbangan zat gizi pada contoh yang mengkonsumsi. Kontribusi energi dan zat gizi pada penelitian ini adalah energi, protein, lemak, dan karbohidrat yang dilakukan dengan metode Food Frequency Questionnaire (FFQ) selama 1 minggu terakhir. Tabel 17 di bawah ini menunjukkan persentase konstribusi mie, susu, dan minuman ringan terhadap kecukupan energi. Tabel 17 Kontribusi asupan energi pada mie, susu, dan minuman ringan terhadap kecukupan energi Variabel
Status gizi Normal
Kegemukan
81 4.0
82 3.1
83 3.9
101 3.8
121 5.5
86 3.3
Mie Asupan energi (kkal/hari) Kontribusi (%) Susu Asupan energi (kkal/hari) Kontribusi (%) Minuman ringan Asupan energi (kkal/hari) Kontribusi (%)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata asupan energi dari mie yang terbesar adalah pada contoh berstatus gizi kegemukan yaitu 82 kkal. Namun, kontribusi mie terhadap kecukupan energi yang terbesar adalah pada contoh berstatus gizi normal yaitu sebesar 4.0% sedangkan contoh berstatus gizi kegemukan hanya menyumbang energi sebesar 3.1%. Secara alamiah yang dimaksud dengan susu adalah hasil pemerahan sapi atau hewan menyusui lainnya, yang dapat dimakan atau dapat digunakan sebagai bahan makanan yang aman dan sehat serta tidak dikurangi komponenkomponennya atau ditambah dengan bahan-bahan lain (Hidiwiyoto 1993). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kontribusi susu terhadap kecukupan energi adalah sebesar 3.9% pada contoh berstatus gizi normal dengan rata-rata asupan energi pada susu sebesar 83 kkal, sedangkan pada contoh berstatus gizi kegemukan adalah sebesar 3.8% dengan rata-rata asupan energi pada susu sebesar 101 kkal. Minuman ringan memberikan sumbangan energi sebesar 5.5% terhadap kecukupan energi pada contoh berstatus gizi normal dengan rata-rata asupan energi sebesar 121 kkal. Sedangkan, pada contoh berstatus gizi kegemukan minuman ringan memberikan kontribusi sumbangan energi sebesar 3.3% terhadap kecukupan energi dengan rata-rata asupan energi sebesar 86 kkal. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Arofah dan Hertanto (2007) tentang konsumsi
45
minuman ringan pada remaja SMU N 5 Semarang yang menunjukkan bahwa minuman ringan memberi kontribusi energi sebesar 7.1%. Tabel 18 di bawah ini menunjukkan persentase kontribusi asupan protein pada mie, susu, dan minuman ringan terhadap kecukupan protein. Tabel 18 Kontribusi asupan protein pada mie, susu, dan minuman ringan terhadap kecukupan protein Variabel
Status gizi Normal
Kegemukan
1.4 2.7
1.4 2.1
5.0 8.7
3.7 5.4
0.4 0.9
0.3 0.4
Mie Asupan protein (gram/hari) Kontribusi (%) Susu Asupan protein (gram/hari) Kontribusi (%) Minuman ringan Asupan protein (gram/hari) Kontribusi (%)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi protein dari mie pada contoh berstatus gizi normal dan kegemukan adalah sama yaitu 1.4 gram. Namun, kontribusi mie terhadap kecukupan protein yang terbesar adalah pada contoh berstatus gizi normal yaitu sebesar 2.7% sedangkan contoh berstatus gizi kegemukan hanya menyumbang energi sebesar 2.1%. Hasil ini tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan pada mahasiswa Universitas Indonesia, Jakarta oleh Wulansari (1999) yang menunjukkan bahwa konsumsi mie instan oleh mahasiswa memberikan kontribusi protein antara 4.2% - 21.2 % dengan rata-rata sebesar 9.4% dari rata-rata kecukupan gizi contoh. Rata-rata asupan protein pada mie terhadap contoh berstatus gizi normal dan kegemukan adalah sama, namun memberikan kontribusi yang berbeda. Hal ini dikarenakan kecukupan zat gizi pada individu dipengaruhi oleh usia dan berat badan pada contoh yang cenderung berbeda. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kontribusi susu terhadap kecukupan protein adalah sebesar 8.7% pada contoh berstatus gizi normal dengan rata-rata konsumsi protein pada susu sebesar 5.0 gram, sedangkan pada contoh berstatus gizi kegemukan adalah sebesar 5.4% dengan rata-rata konsumsi protein pada susu sebesar 3.7 gram. Minuman ringan memberikan sumbangan protein sebesar 0.9% terhadap kecukupan protein pada contoh berstatus gizi normal dengan rata-rata konsumsi protein sebesar 0.4 gram. Sedangkan, pada contoh berstatus gizi kegemukan minuman ringan memberikan kontribusi sumbangan protein sebesar 0.3%
46
terhadap kecukupan protein dengan rata-rata konsumsi protein sebesar 0.4 gram. Tabel 19 di bawah ini menunjukkan persentase kontribusi asupan lemak pada mie, susu, dan minuman ringan terhadap kebutuhan energi. Tabel 19 Kontribusi asupan lemak pada mie, susu, dan minuman ringan terhadap kecukupan energi Variabel
Status gizi Normal
Kegemukan
28 1.4
29 1.4
25 1.3
33 1.7
0 0.0
0 0.0
Mie Asupan lemak (kkal/hari) Kontribusi (%) Susu Asupan lemak (kkal/hari) Kontribusi (%) Minuman ringan Asupan lemak (kkal/hari) Kontribusi (%)
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa asupan lemak pada mie menyumbang sebesar 1.4% terhadap kecukupan energi pada contoh normal dengan rata-rata konsumsi lemak pada mie sebesar 21.9 gram, dan pada contoh berstatus gizi kegemukan adalah sebesar 1.4% terhadap kecukupan energi dengan rata-rata konsumsi lemak pada mie sebesar 22.2 gram. Asupan lemak pada susu menyumbang sebesar 1.3% terhadap kecukupan energi pada contoh berstatus gizi normal dengan rata-rata konsumsi lemak pada susu sebesar 19.8 gram. Pada contoh berstatus gizi kegemukan menyumbang sebesar 1.7% terhadap kecukupan energi dengan rata-rata konsumsi lemak pada susu sebesar 25.6 gram. Sedangkan, asupan lemak pada minuman ringan tidak memberikan kontribusi terhadap kecukupan energi pada contoh berstatus gizi normal maupun contoh berstatus gizi kegemukan. Tabel 20 di bawah ini menunjukkan persentase konstribusi asupan karbohidrat pada mie, susu, dan minuman ringan terhadap kecukupan energi. Tabel 20 Kontribusi asupan karbohidrat pada mie, susu, dan minuman ringan terhadap kecukupan energi Variabel Normal
Status gizi Kegemukan
Mie Asupan karbohidrat (kkal/hari) Kontribusi (%) Susu Asupan karbohidrat (kkal/hari) Kontribusi (%) Minuman ringan Asupan karbohidrat (kkal/hari) Kontribusi (%)
49 2.4
49 2.5
63 3
52 2.7
127 6.4
90 4.6
47
Tabel 20 di atas menunjukkan bahwa asupan karbohidrat pada mie menyumbang sebesar 2.4% terhadap kecukupan energi pada contoh berstatus gizi normal dengan rata-rata konsumsi karbohidrat sebesar 84.9 gram, dan contoh berstatus gizi kegemukan adalah sebesar 2.5% terhadap kecukupan energi dengan rata-rata konsumsi karbohidrat pada mie sebesar 85.8 gram. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa asupan karbohidrat pada susu menyumbang sebesar 3.0% terhadap kecukupan energi pada contoh berstatus gizi normal dengan rata-rata konsumsi karbohidrat pada susu sebesar 110.2 gram. Sedangkan, pada contoh berstatus gizi kegemukan adalah sebesar 2.7% terhadap kecukupan energi dengan rata-rata konsumsi karbohidrat pada susu sebesar 91.7 gram. Asupan karbohidrat pada minuman ringan menyumbang sebesar 6.4% terhadap kecukupan energi pada contoh berstatus gizi normal dengan rata-rata konsumsi karbohidrat pada minuman ringan sebesar 222.6 gram. Sedangkan pada contoh berstatus gizi kegemukan adalah sebesar 4.6% terhadap kecukupan energi dengan rata-rata konsumsi karbohidrat pada minuman ringan sebesar 157.3 gram. Berdasarkan hasil uji statistik (Independent Sample t-Test), dapat diketahui tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara jumlah konsumsi mie, serta asupan energi dan protein mie pada contoh yang berstatus gizi normal dan kegemukan. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara jumlah konsumsi susu, serta asupan energi dan protein susu pada contoh yang berstatus gizi normal dan kegemukan. Tidak terdapat terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara jumlah konsumsi minuman ringan, serta asupan energi dan protein minuman ringan pada contoh yang berstatus gizi normal dan kegemukan. Asupan Energi dan Zat Gizi Manusia
membutuhkan
energi
untuk
mempertahankan
hidup,
menunjukkan pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Selain energi, dalam penelitian ini zat-zat gizi yang dihitung adalah protein, lemak, dan karbohidrat. Rata-rata asupan energi dan zat gizi diperoleh dengan menggunakan metode recall 1x24 jam pada hari kuliah. Rata-rata asupan energi dan zat gizi berdasarkan status gizi dapat dilihat pada Tabel 21.
48
Tabel 21 Rata-rata asupan energi dan zat gizi berdasarkan status gizi Zat Gizi Energi (kkal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g)
Normal
Kegemukan
1432 ± 539 42.7 ± 19.4 43.2 ± 18.8
1265 ± 371 38.8 ± 18.3 41.8 ± 15.7
542.7 ± 506.9
412.3 ± 422.5
Berdasarkan hasil recall konsumsi pangan selama 1 hari, terdapat kecenderungan konsumsi pada contoh berstatus gizi normal. Rata-rata asupan energi dan zat gizi pada contoh berstatus gizi normal lebih besar daripada contoh berstatus gizi kegemukan. Asupan energi dan zat gizi pada contoh berstatus gizi normal yaitu 1432 ± 539 kkal energi, 42.7 ± 19.4 g protein, 43.2 ± 18.8 g lemak, dan 542.7 ± 506.9 g karbohidrat. Sedangkan, asupan energi dan zat gizi pada contoh berstatus gizi kegemukan yaitu 1265 ± 371 kkal energi, 38.8 ± 18.3 g protein, 41.8 ±15.7 g lemak, 412.3 ± 422.5 g karbohidrat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa total asupan energi dan protein pada contoh normal masing-masing menyumbang 71.0% dan 81.9% dari Angka Kecukupan Gizi (AKG). Sedangkan, total asupan energi dan protein pada contoh kegemukan masing-masing menyumbang 64.0% dan 75.7% dari Angka Kecukupan Gizi (AKG). Berdasarkan hasil uji statistik (Independent Sample t-Test), dapat diketahui tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara rata-rata konsumsi energi dan zat gizi pada contoh yang berstatus gizi normal dan kegemukan. Jumlah pangan yang dikonsumsi mempengaruhi kecukupan energi dan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh. Kebutuhan manusia akan energi dan zat gizi lainnya sangat bervariasi meskipun faktor-faktor seperti tinggi badan, jenis kelamin, aktivitas fisik, dan faktor lainnnya sudah diperhitungkan. Jumlah zat gizi yang dibutuhkan dapat tergantung pada kualitas makan karena efisiensi penyerapan dan pendayagunaan zat gizi oleh tubuh dipengaruhi oleh komposisi dan keadaan makanan secara keseluruhan (Suhardjo & Kusharto 1992). Berikut adalah sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi dapat dilihat pada Tabel 22.
49
Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein Energi Normal Kegemukan n (%) n (%) 39 (65.0) 16 (53.3) 6 (10.0) 6 (20.0) 6 (10.0) 6 (20.0) 7 (11.7) 2 (6.7) 2 (3.3) 0 (0.0) 60 (100) 30 (100)
Katogori Defisit Tingkat Berat Defisit Tingkat Sedang Defisit Tingkat Ringan Normal Kelebihan Total
Protein Normal Kegemukan n (%) n (%) 30 (50.0) 18 (60.0) 8 (13.3) 3 (10.0) 6 (10.0) 2 (6.7) 5 (8.3) 5 (16.7) 11 (18.3) 2 (6.7) 60 (100) 30 (100)
Tingkat asupan energi dan protein dari konsumsi pangan dikriteriakan menjadi defisit tingkat berat jika <70% AKG, defisit tingkat sedang jika (70-79% AKG), defisit tingkat ringan jika (80-89% AKG), normal jika (90-119% AKG), dan kelebihan jika (≥ 120% AKG) (Depkes 1996). Berdasarkan tingkat kecukupan energi diketahui bahwa sebagian besar contoh berstatus gizi normal (65%) dan contoh berstatus gizi kegemukan (53.3%) mengalami defisit tingkat berat. Sebanyak 11.7% contoh berstatus gizi normal dan 6.7% contoh berstatus gizi kegemukan tergolong normal. Sedangkan, kelebihan energi terjadi pada contoh berstatus gizi normal (3.3%). Rata-rata sumbangan energi terbesar adalah berasal dari beras giling masak (nasi) sebesar 458 ± 207 kkal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asupan energi yang paling rendah pada contoh berstatus gizi normal yaitu 630 kkal dan asupan tertinggi yaitu 3954 kkal. Sedangkan, pada contoh berstatus gizi kegemukan asupan energi terendah yaitu 576 kkal dan asupan energi tertinggi yaitu 2357 kkal. Asupan energi pada contoh normal yang cenderung lebih besar daripada contoh berstatus gizi kegemukan diduga karena contoh berstatus gizi kegemukan memiliki persepsi bahwa kebutuhan energi mereka lebih sedikit jika dibandingkan dengan contoh berstatus gizi normal. Berdasarkan tingkat kecukupan protein diketahui bahwa sebagian besar contoh berstatus gizi normal (50.0%) dan contoh berstatus gizi kegemukan (60.0%) mengalami defisit tingkat berat. Sebanyak 18.3% contoh berstatus gizi normal mengalami kelebihan protein sedangkan pada contoh berstatus gizi kegemukan
hanya
6.7%
yang
mengalami kelebihan
protein.
Rata-rata
sumbangan protein terbesar adalah berasal dari protein hewani (daging ayam) sebesar 4.8 ± 2.2 gram. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asupan protein yang paling rendah pada contoh berstatus gizi normal yaitu 16.3 gram dan asupan tertinggi yaitu 117.8 gram. Sedangkan, pada contoh berstatus gizi kegemukan asupan protein
50
terendah yaitu 19.3 gram dan asupan protein tertinggi yaitu 112.9 gram. Menurut Almatsier (2003), kekurangan protein dapat menyebabkan gangguan pada asupan dan transportasi zat-zat gizi, dalam keadaan berlebih protein akan mengalami deaminase, nitrogen akan dikeluarkan dari tubuh dan sisa-sisa ikatan karbon akan diubah menjadi lemak dan disimpan dalam tubuh. Oleh karena itu, protein secara berlebihan dapat menyebabkan kegemukan. Menurut Khumaidi (1989), kecukupan protein akan terpenuhi apabila kecukupan energi telah terpenuhi karena sebanyak apapun protein akan dibakar menjadi panas dan tenaga apabila cadangan energi masih dibawah kebutuhan. Berdasarkan hasil recall konsumsi selama 1 x 24 jam diketahui bahwa persentase asupan lemak terhadap total asupan energi pada contoh berstatus gizi kegemukan lebih besar daripada contoh berstatus gizi normal. Pada contoh berstatus normal, asupan lemak menyumbang energi sebesar 27.2% terhadap total asupan energi sedangkan pada contoh berstatus kegemukan asupan lemak menyumbang energi sebesar 30% terhadap total asupan energi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asupan lemak yang paling rendah pada contoh berstatus gizi normal yaitu 13.3 gram dan asupan tertinggi yaitu 89.1 gram. Sedangkan, pada contoh berstatus gizi kegemukan asupan lemak terendah yaitu 27.8 gram dan asupan lemak tertinggi yaitu 93.3 gram. Rata-rata sumbangan lemak terbesar berasal dari olahan pangan yang digoreng menggunakan minyak kelapa sawit sebesar 7.0 ± 3.1 gram. Persentase asupan karbohidrat terhadap total asupan energi pada contoh berstatus gizi normal lebih besar dibandingkan dengan contoh berstatus gizi kegemukan.
Pada
contoh
berstatus
gizi
normal,
asupan
karbohidrat
menyumbang energi sebesar 149% terhadap total asupan energi sedangkan contoh berstatus kegemukan asupan karbohidrat menyumbang energi sebesar 120% terhadap total asupan energi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asupan karbohidrat yang paling rendah pada contoh berstatus gizi normal yaitu 106.8 gram dan asupan tertinggi yaitu 2329.2 gram. Sedangkan, pada contoh berstatus gizi kegemukan asupan protein terendah yaitu 62.6 gram dan asupan protein tertinggi yaitu 2143.5 gram. Total asupan karbohidrat pada contoh berstatus gizi normal lebih besar daripada contoh berstatus gizi kegemukan. Hal ini diduga karena contoh yang berstatus gizi kegemukan membatasi pangan sumber karbohidrat dengan tujuan program diet penurunan berat badan sedangkan contoh yang berstatus gizi normal
51
berusaha untuk mencapai ataupun mempertahankan berat badan ideal. Ratarata sumbangan karbohidrat terbesar adalah dari pangan beras giling masak (nasi) sebesar 104.5 ± 47.2 gram.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Lebih dari separuh contoh yang berstatus gizi normal (53.3%) dan contoh yang berstatus gizi kegemukan (60.0%) memiliki tingkat pengetahuan gizi sedang. Berdasarkan hasil uji statistik (Independent Sample t-Test), dapat diketahui tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara tingkat pengetahuan gizi contoh yang berstatus gizi normal dan kegemukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh yang berstatus gizi normal (58.7%) bersikap netral dan 41.7% besikap positif. Namun, pada contoh yang berstatus gizi kegemukan lebih dari separuh contoh (60.0%) bersikap positif dan 40.0% bersikap netral. Uji korelasi Pearson menunjukkan adanya hubungan (p<0.05) antara pengetahuan terhadap sikap contoh. Uji korelasi Pearson menunjukkan tidak terdapatnya hubungan signifikan (p>0.05) antara pengetahuan dan sikap contoh (normal dan kegemukan) terhadap jumlah konsumsi mie, konsumsi susu, konsumsi minuman ringan, serta asupan energi dan protein dari masing-masing produk tersebut. Produk mie dan olahannya yang biasa dikonsumsi contoh adalah mie basah dan indomie. Produk susu dan olahannya yang biasa dikonsumsi contoh adalah Ultramilk (cair), Keju (Kraft), Yoghurt (Activia). Produk minuman ringan yang biasa dikonsumsi contoh adalah Pepsi cola, Your tea, Teh kotak, dan Nutrisari. Kontiribusi mie, susu, dan minuman ringan terhadap kecukupan energi pada contoh yang berstatus gizi normal masing-masing yaitu 4.0%, 3.9%, dan 5.5%. Sedangkan, pada contoh yang berstatus gizi kegemukan masing-masing yaitu 3.1%, 3.8%, dan 3.3%. Kontribusi mie, susu, dan minuman ringan terhadap kecukupan protein pada contoh yang berstatus gizi kegemukan masing-masing yaitu 2.7%, 8.7%, dan 0.9%. Sedangkan, pada contoh yang berstatus gizi kegemukan masing-masing yaitu 2.1%, 5.4%, dan 0.4%. Kontribusi total asupan lemak pada mie, susu, dan minuman ringan terhadap kecukupan energi pada contoh yang berstatus gizi normal masing-masing yaitu 1.4%, 1.3%, dan 0.0%. Sedangkan, pada contoh yang berstatus gizi kegemukan masing-masing yaitu 1.4%, 1.7%, dan 0.0%. Kontribusi total asupan karbohidrat pada mie, susu, dan minuman ringan terhadap kecukupan energi pada contoh yang berstatus gizi normal masing-masing yaitu 2.4%, 3%, dan 6.4%. Sedangkan, pada contoh yang berstatus gizi kegemukan masing-masing yaitu 2.5%, 2.7%, dan 4.6%.
53
Rata-rata konsumsi mie pada contoh yang berstatus gizi nomal adalah 2.1 ± 1.3 bungkus per minggu sedangkan pada contoh yang berstatus gizi kegemukan adalah 2.4 ± 2.2 bungkus per minggu. Rata-rata konsumsi susu pada contoh yang berstatus gizi normal adalah 4.3 ± 3.2 gelas/pack per minggu sedangkan pada contoh yang berstatus gizi kegemukan adalah 5.1 ± 4.3 gelas/pack per minggu. Rata-rata konsumsi minuman ringan pada contoh yang berstatus gizi normal adalah 3.1 ± 2.5 gelas/pack per minggu sedangkan pada contoh yang berstatus gizi kegemukan adalah 2.0 ± 1.5 gelas/pack per minggu. Hasil uji statistik (Independent Sample t-Test), dapat diketahui tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara jumlah konsumsi mie, jumlah konsumsi minuman ringan pada contoh yang berstatus gizi normal dan kegemukan. Namun, terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) pada jumlah konsumsi susu antara contoh normal dan kegemukan. Hasil uji statistik (Independent Sample t-Test), dapat diketahui tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara asupan energi dan protein pada mie, susu, dan minuman ringan contoh yang berstatus gizi normal dan kegemukan. Berdasarkan hasil uji statistik (korelasi Pearson), dapat diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara asupan energi dan protein pada mie, susu, dan minuman ringan terhadap status gizi. Uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara jumlah konsumsi mie terhadap status gizi. Terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) antara jumlah susu dengan status gizi. Terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) berkorelasi negatif antara jumlah minuman ringan yang dikonsumsi terhadap status gizi. Saran Bagi masyarakat disarankan untuk mengecek atribut produk sehingga lebih selektif dalam memilih produk pangan yang sesuai dengan kebutuhan zat gizi. Berdasarkan penelitian, produk mie, susu, dan minuman ringan hanya sedikit menyumbang energi dan zat gizi sehingga diperlukan asupan pangan lainnya untuk mencukupi kebutuhan gizi individu. Terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) berkorelasi negatif antara jumlah minuman ringan yang dikonsumsi terhadap status gizi sehingga diharapkan untuk membatasi konsumsi minuman ringan 2 hingga 3 gelas/pack perminggu untuk mencegah kegemukan. Sedangkan bagi pihak produsen, diharapkan untuk memperhatikan mutu produk agar dapat diterima dan memenuhi kebutuhan gizi konsumen.
DAFTAR PUSTAKA Almatsier S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Alamsyah RM. 2010. Efek Perbedaan Cara Meminum Soft Drink (Minuman Ringan) Terhadap Penurunan pH Saliva Pada Siswa SMP Raksana Medan [Disertasi]. Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara (USU). Arofah D & Hertanto WS. 2007. Konsumsi soft drink sebagai faktor risiko terjadinya obesitas pada remaja usia 15-17 tahun. Universitas Diponegoro: Media Medika Muda. Assael H. 1992. Consumer Behavior and Marketing Action (2 nd end). New York: Publishing Company. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Indonesia Population. http://www.bps.go.id. [18 Maret 2010]. Buckle K.A, R.A Edward, G.H Fleet, & M. Wooten. 1985. Ilmu Pangan. (Hari Purnomo & Adiono, Penerjemah). Jakarta: UI Press. Chandra B. 1996. Pengantar Prinsip dan Metode Epidemiologi. Jakarta: EGC. Depkes RI. 1996. 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang. Jakarta: Direktorat Bina Gizi Kesehatan Keluarga. Diana. 2003. Kebiasaan Makan Mi Instan pada Mahasiswa dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya [Skripsi]. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB. Emilia E. 2008. Pengembangan Alat Ukur Pengetahun Gizi, Sikap dan Praktek Gizi pada Remaja [Skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Elfarina R. 1998. Mempelajari Sitem Pengendalian Mutu pada ProsesProduksi Mutu pada Proses Produksi Minuman Berkarbonasi dan inuman Konsentrasi Sari Buah Kasus PT Suba Indah [Skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ensminger, Konlade, dan Robson. 1994. Food & Nutrition Encyclopedia (2nd ed). RCR Press. USA. Hardinsyah & D Briawan. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Harper LJ, Deaton BJ, Driskel JA. 1986. Pangan, Gizi, dan Pertanian. Suhardjo, penerjemah. Jakarta: UI Press. Hidiwiyoto. 1993. Hasil-Hasil olahan Susu, Ikan, Daging, dan Telur. Yogyakarta: Liberty.
55
Hurlock EB. 1994. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga. Irawati, Damanhuri, Fachrurrozi. 1992. Pengetahuan Gizi Murid SD dan SLTP di Kotamadya Bogor. Penelitian Gizi dan Makanan. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi. Khomsan A, D Sukandar, U Sumarwan dan D Briawan. 1998. Pangan Sebagai Indikator Kemiskinan. Di dalam Posiding Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI. Jakarta: LIPI. Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Diktat Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB. Komarudin C. 2000. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Susu Pada Remaja. [Skripsi]. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. __________. 2002. Susu Minuman Bergizi Untuk Peningkatan Kualitas SDM. http://kolom.pacific.net.id/ind/ali_khomsan/artikel [2 Januari 2011]. Khumaidi. 1989. Gizi Masyarakat. Departemen Pendidikan & Kebudayaan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mahan, Adair, Popkin B.M. 2002. Ethnic differences in the association betwen body mass index and hypertension. Am J Epidemiology. 155:346353. Martianto D. 1995. Konsumsi dan Permintaan Pangan Hewani di Berbagai Provinsi di Indonesia. [Tesis]. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Monks FJ, Knoers AMP, Haditono SR. 1994. Psikologi Perkembangan, Pengantar dalam Berbagai Bagian-Bagiannya. Jakarta: UGM Press. Natoadmodjo S. 1993. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Andi Ofset. ______________. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta. Pranowo IS. 2001. Keterkaitan Konsumsi Produk Susu Dan Coklat Dengan Sikap Dan Preferensi Remaja Terhadap Iklan Televis di Kota Semarang [Tesis]. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, IPB. Purnawijayanti. 2002. Mi Sehat. Yogtakarta: Kanisius. Rickert, VI. 1996. Adolescent Nutrition Assesment and Management. Chapman & Hall. University of Texas. Riyadi H. 1993. Anak gemuk: Usianya lebih Pendek. Majalah Seruling Pagi, 2(1), Hal. 6-8.
56
_______. 1995. Prinsip dan Petunjuk Penilaian Status Gizi. Bogor : Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. _______. 2001. Metode Penelitian Status Gizi secara Antropometri. Diktat Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sanjur D. 1982. Social and Culture Perspective in Nutrition. Englewood Cliffts, Prantice-Hall, New Jersey. Sediaoetomo AD. 1996. Ilmu Gizi Jilid II. Jakarta: Dian Rakyat. Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. ________, Hardinsyah, Riyadi H. 1988. Survey Konsumsi Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Sukandar D. 2007. Studi Sosial Ekonomi, Aspek Pangan, Gizi dan Sanitasi. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, IPB. Sumarwan U. 2003. Perilaku Konsumen. Jakarta: Ghalia Indonesia. _________. 2004. Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Bogor: Ghaila. _________, Tanziha I. 2005. Analisis Pengetahuan Gizi dan Produk Minuman Sari Buah Kemasan Dihubungkan Dengan Merek yang Dikonsumsi pada Mahasiswa IPB. Media Gizi & Keluarga, Edisi Desember 2005, Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, 29 (2): 75-87. Supariasa, B Bakri, dan I Fajar. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Suryana A, dan Karsryno F. 1989. Proporsi dan Ciri Rumah Tangga Defisit Energi. Jakarta: WKNPG Suyono S. 1986. Hubungan Timbal Balik Antara Kegemukan dan Berbagai Penyakit. Dalam S. Waluyo & Tjokronegoro (Eds), Kegemukan Masalah dan Penanggulangannya. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Thorner, M.B & Herzberg. 1978. Non Alcoholic Food Service Benerage Hendbook (2nd) AUC Public. In Westport, Connecticut. Wirakusumah ES. 1994. Cara Aman dan Efektif Menurunkan Berat Badan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Wulandari DS, Sumarwan U. 2003. Analisis Citra Merek dan Perpindahan Merek pada Produk Mie Instan. Media Gizi & Keluarga, Edisi Juli 2003, Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, 27 (1): 36-45.
57
Wulansari L. 1999. Kontribusi mie instan terhadap kecukupan gizi mahasiswa universitas Indonesia Jakarta [skripsi]. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Fakutas Pertanian, IPB. [WHO] World Health Organization. 2007. Growth refrence 5-19 years. http://www.who.int/growthref/who2007_bmi_for_age/en/index.html. [5 Maret 2011]. Yule A. 2002. Increased Soft Drink Consumption is Contributing to an Increased Incidence of Obesity. Nutrition Bytes: 8 (1). http://repositories.cdlib.org/uclabiolchem/nutritionbytes/vol8/iss1/art7. [2 Maret 2011].
LAMPIRAN
59
Lampiran 1 Kuisioner penelitian KUISIONER PENELITIAN
KONSUMSI MIE, SUSU, DAN MINUMAN RINGAN TERHADAP KECUKUPAN GIZI PADA MAHASISWI DENGAN STATUS GIZI NORMAL DAN KEGEMUKAN
No. Sampel
:
Enumerator
:
Tanggal Wawancara : Nama Responden
:
Asrama/No. Kamar
:
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
A. KARAKTERISTIK RESPONDEN 1. Nama
:
2. Jenis Kelamin
: Perempuan
3. Tanggal Lahir/Umur
:
4. Tinggi Badan
:
cm
5. Berat Badan
:
kg
6. Fakultas/Jurusan
:
7. Alamat asal
:
8. Alamat kosan/asrama/no.kamar 9. Nomor HP/telpon
:
:
10. Berapakah uang saku yang Anda peroleh dalam sebulan? beri tanda silang pada jawaban yang Anda pilih (X). a. Rp 0 – Rp 299.000 per bulan b. Rp 300.000 – Rp 599.000 per bulan c. > Rp 600.000 per bulan Berikut ini adalah kolom alokasi pengeluaran Anda. Isi lah kolom tersebut dengan satuan rupiah (Rp) pada masing-masing pengeluaran. Alokasi Pengeluaran Keperluan akademik - Buku - Foto copy - Alat tulis - Les Kegiatan non akademik - Seminar - Lomba-lomba - Sumbangan/iuran Keperluan pribadi - Kosmetik - Perlengkapan mandi Hiburan Biaya transportasi Biaya pulsa Makan Minum Mie Susu Minuman ringan (soft drink) Cemilan Lainnya (sebutkan)
Besar pengeluaran (Rp,-) per Hari Minggu Bulan
B. PENGETAHUAN GIZI Pilih salah satu jawaban dengan memberi tanda silang (X) pada jawaban yang benar. 1. Menurut Anda, makanan yang bergizi adalah: a. Makanan yang diperlukan orang sakit saja b. Makanan yang mengandung zat gizi yang dibutuhkan tubuh c. Makanan yang enak dan mahal d. Makanan yang dikemas dengan baik 2. Makanan yang beragam adalah makanan yang mengandung bahan makanan sumber: a. Zat tenaga, zat pembangun, dan zat pemelihara b. Zat tenaga, zat pemelihara, dan zat pengatur c. Zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur d. Zat tenaga, zat pembangun, dan zat penyeimbangan 3. Diantara menu makanan berikut, mana yang menurut anda yang beragam? a. nasi, mie, kerupuk b. nasi, kentang, ayam c. nasi, ikan, sayur d. nasi, sayur, lalap 4. Zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh terdiri dari: a. Karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral b. Karbohidrat dan protein c. vitamin 5. Suatu restoran fast food menawarkan paket makan siang yang murah. Jenis makanan yang lebih sehat adalah: a. Kentang goreng, ayam goreng, perkedel, dan teh botol b. Nasi goreng, ayam goreng, salad dan soft drink c. Nasi putih, ayam goreng, sop sayuran, air mineral 6. Ditinjau dari segi kesehatan, minuman beralkohol dapat mengakibatkan: a. Hilangnya pengendalian diri
c. Terbentuknya masukan zat gizi lain
b. Pencetus tindak kriminal 7. Makanan yang mengandung paling sedikit serat adalah: a. Rujak dan es buah
c. Pecel dan gado-gado
b. Bakso dan bubur ayam 8. Makanan yang sering mengandung zat pewarna yang dilarang (bukan pewarna
makanan) adalah:
a. Es krim dan dadar gulung
c. Sirop dan kerupuk
b. Teh manis dan bakwan 9. Label pada makanan yang dikemas berisi keterangan tentang: a. Informasi yang menyesatkan konsumen b. Berat kotor dan jenis makanan c. Jenis makanan dan tanggal kadaluarsa 10. Pangan yang dikenal sebagai sumber kalsium adalah: a. Soft drink
b. Coklat
c. susu
11. Contoh pangan yang mengandung karbohidrat adalah: a. Ubi, kentang, daging
c. Nasi, singkong, jagung
b. Daging, telur , susu
d. Mie, telur, susu
12. Mengurangi frekuensi makan (tidak sarapan atau tidak makan malam) dapat menyebabkan: a. Remaja tidak biasa memiliki tubuh yang langsing b. Remaja harus menahan selera makan atau keinginan untuk makan c. Kebutuhan zat gizi untuk pertumbuhan cepat tidak terpenuhi 13. Konsumsi yang berlebihan akan disimpan dalam tubuh dalam bentuk: a. Tenaga
c. Lemak
b. Energi
d. Tidak tahu
14. Masalah kegemukan meningkatkan resiko terkena penyakit: a. Bronchitis dan anemia b. Asma dan jantung koroner c. Malaria dan anemia 15. Cara mengatasi kegemukan seperti di bawah ini, kecuali: a. membatasi aktivitas fisik b. mengkonsumsi produk /obat pelangsing c. mengatur pola makan d. berolahraga
C. PENGETAHUAN PRODUK Pilih salah satu jawaban dengan memberi tanda silang (X) pada jawaban yang benar. 1. Apa kandungan gizi terbanyak pada mie instan ? a. Karbohidrat
b. Serat
c. Kolesterol
2. Apa manfaat karbohidrat yang terkandung pada mie? a. sumber energi
b. sumber lemak
c. sumber daya ingat
3. Apa nama pengawet pada bumbu mie yang dapat menyebabkan iritasi lambung? a. Rhodamine
b. Sodium benzoat
c. Kalsium Benzoat
4. Apa nama pewarna makanan yang biasa digunakan dalam produk mie instan? a. Tetrazin Cl
b. Methanyl Yellow
c. Formaline
5. Sumber zat gizi utama pada susu adalah? a. Karbohidrat
b. Protein
c. Kalsium
6. Kalsium pada susu dapat mencegah terjadinya penyakit, yaitu: a. Obesitas
b. Osteoporosis
c. Osteoblasma
7. Salah satu nama bakteri yang terdapat pada susu dan dapat menyebabkan diare adalah? a. Lactobacillus casei
b. Rizoma
c. Stapilococcus
8. Apa nama pewarna makanan yang biasa digunakan dalam produk susu? a. Karmiosin
b. Anato
c. Kantaxantin
9. Apa komposisi zat gizi utama dari minuman ringan? a. Kalsium
b. Alkohol
c. Gula
10. Apa manfaat gula yang terkandung dalam minuman ringan (soft drink)? a. Penyegar
b. Penambah stamina
c. Sumber energi
11. Apa nama pengawet minuman yang sering dijumpai pada produk minuman ringan? a.Natrium Benzoat
b. Lakto bacillus
c. Alkohol
12. Apa nama pewarna makanan yang biasa digunakan dalam produk minuman ringan? a. Tartrazin
b. Sodium Benzoat
c. Natrium Benzoat
13. Kecukupan energi dan protein yang dianjurkan untuk Anda dalam sehari beturut-turut adalah 2000 kkal dan 51 gram. Jika di suatu Supermarket terdapat dua pilihan produk mie yang berbeda yaitu Indomie dan Sarimie. “Indomie” dengan harga Rp. 1300,- memiliki kandungan karbohidrat sebesar
21% dan protein sebesar 36% dari kecukupan yang dianjurkan. Sedangkan, “Sarimie” dengan harga Rp. 1200,- memiliki kandungan karbohidrat sebesar 19% dan protein sebesar 34% dari kecukupan yang dianjurkan. Jika Anda memiliki uang sebesar Rp. 1500,- produk mie mana yang akan Anda pilih untuk memenuhi kebutuhan energi dan protein Anda? a. Indomie
b. Sarime
D. SIKAP Sikap Terhadap Konsumsi Mie, Susu, dan Minuman Ringan Pilih salah satu jawaban dengan memberi tanda checklist ( √ ) pada jawaban yang Anda pilih. No
Pernyataan STS
Jawaban TS S
D1A. MIE 1 Mie merupakan makanan berbahan baku tepung terigu yang dapat dijadikan sebagai pengganti nasi 2 Mie dapat diolah dengan berbagai cara 3 Mie merupakan sumber karbohidrat sehingga dalam penyajian diperlukan tambahan sayuran sebagai vitamin dan telur sebagai sumber protein 4 Sebungkus mie yang mengadung 390 kalori dapat dijadikan menu sarapan pagi 5 Mie instan sebagai produk industri siap saji tidak luput dari bahan-bahan tambahan makanan sintetik yang mengandung zat berbahaya bagi kesehatan D1B. SUSU 6 Kalsium pada susu berfungsi dalam pembentukan tulang dan gigi, dan mencegah terjadinya osteoporosis 7 Susu dapat dikonsumsi oleh siapa saja dan kapan saja 8 Bagi remaja, susu bisa dijadikan sebagai makanan tambahan dalam upaya pemenuhan kebutuhan zat gizi 9 Jika sudah mengkonsumsi susu dipagi hari maka masih perlu mengkonsumsi makanan lainnya untuk memenuhi kebutuhan zat gizi di pagi hari 10 Susu dapat menetralisirkan racun sehingga apabila ada orang yang keracunan harus minum susu sebanyakbanyaknya D1C. MINUMAN RINGAN (SOFT DRINK) 11 Soft drink menjadi minuman yang tak dapat dipisahkan dari keseharian remaja khususnya remaja di perkotaan 12 Remaja lebih sering mengkonsumsi soft drink ketika sedang berkumpul bersama teman-teman sebaya 13 Hal yang paling mendasari kesukaan konsumen terhadap soft drink adalah rasanya yang manis dan efeknya yang menyegarkan 14 Soft drink tidak dapat mencukupi kebutuhan zat gizi remaja dalam sehari 15 Remaja yang sering mengkonsumsi soft drink lebih rentan menjadi obesitas
*Keterangan: STS TS
= Sangat Tidak Setuju = Tidak Setuju
S SS
= Setuju = Sangat Setuju
SS
E. KONSUMSI PANGAN Pilih salah satu jawaban dengan memberi tanda silang (X) pada jawaban yang benar. 1. Apa alasan Anda mengkonsumsi mie? a. Kepraktisan dalam mengkonsumsi b. Harganya lebih ekonomis c. Mengenyangkan d. Lainnya, sebutkan………………………………………………………………….. 2. Cara penyajian/pengolahan mie yang Anda sukai adalah: a. digoreng
b. direbus
3. Kapan biasanya Anda mengkonsumsi mie?...................................................... 4. Apa alasan Anda mengkonsumsi susu? a. Kepraktisan dalam mengkonsumsi b. Zat gizi yang terkandung dalam susu c. Rasa yang enak d. Lainnya, sebutkan………………………………………………………………….. 5. Kapan biasanya Anda mengkonsumsi susu? .............................................. 6. Apa jenis minuman ringan yang biasa anda konsumsi? a. Minuman yang mengandung gula, asam, flavor, dan konsentrat b. Minuman sari buah dan teh c. Air soda 7. Apa alasan Anda mengkonsumsi minuman ringan? a. Kepraktisan dalam mengkonsumsi b. Rasa yang enak c. Harganya lebih ekonomis d. Lainnya, sebutkan …………………………………………………………………. 8. Kapan biasanya anda mengkonsumsi minuman ringan?...................................
F. RECALL KONSUMSI MAKANAN DAN MINUMAN (1 x 24 jam) Hari/Tanggal :
Menu
Harga*
Jenis Bahan Pangan
Jumlah yang dikonsumsi Berat / volume URT* (g atau ml)
Pagi
Jajanan
Siang
Jajanan
Malam
Harga* = jika dibeli URT* = Ukuran Rumah Tangga, seperti: sdm (sendok makan), sdt (sendok teh), bks (bungkus), ktk (kotak), btl (botol), gelas (gls), piring (prg), mangkok (mgkk), potong (ptg).
G. FOOD FREQUENCY Lengkapilah tabel frekuensi konsumsi pada seminggu yang lalu terhadap produk mie/susu/produk olahannya, dan minuman ringan (soft drink) di bawah ini: Jenis Produk
Produk olahannya*
Merek
Konsumsi dalam seminggu yang lalu Kali
Jumlah per kali
Total
Berat (g)/ Volume (ml)
URT*
Harga (Rp)
Mie
Susu
Minuman Ringan (soft drink)
Produk olahannya* URT*
= jika dalam bentuk produk olahan seperti: mie bakso, mie ayam, yoghurt, keju, dan es krim (hanya untuk produk mie dan susu). = Ukuran Rumah Tangga, seperti: sdm (sendok makan), sdt (sendok teh), bks (bungkus), ktk (kotak), btl (botol), gelas (gls), piring (prg), mangkok (mgkk), potong (ptg).
H. CONTOH FORMULIR PENGAMATAN PRODUK Jenis Produk
:
Merek
:
Produsen
:
Harga
:
Komposisi Produk
:
Bahan Tambahan Pangan (BTP)
Informasi Nilai Gizi
: (disesuaikan dengan tabel informasi nilai gizi pada produk)
Expired
:
Hari/Tanggal survey :
Lokasi survey
:
:
70
Lampiran 2 Kandungan energi dan zat gizi makro tiap merk dan jenis produk mie, susu, dan minuman ringan (soft drink)
No
Kategori produk
1 2
Mie Mie
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43
Mie Mie Mie Mie Mie Mie Mie Susu Susu Susu Susu Susu Susu Susu Susu Susu Susu Susu Susu Susu Susu Susu Susu Susu Susu Susu Susu Susu Susu Susu Susu Susu Susu Yoghurt Yoghurt Yoghurt Keju Es krim Es krim Es krim soft drink
Merk produk
Bentuk
Takaran saji (mL/g)*
Indomie goreng Indomie kari ayam Indomie soto Mie basah Mie gelas Mie sedap Sarimie ABC pedas Supermie Anlene Ansure Bear brand Bendera Boneeto Dancow (bubuk) Diabetasol frisian flag Frisian flag Hilo Hilo Lactamil Milo (bubuk) Milo Nestle omela Ovaltine prenagen SKM bendera SKM cap nona SKM enak Skm indomilk susu bantal Susu bendera Susu kedelai Weight gain Cimori Vitacharm Yakult keju (kraft) Corneto Wals Magnum abc
Padat Padat
79 69
Padat Padat Padat Padat Padat Padat Padat Bubuk Bubuk Cair Bubuk Bubuk Bubuk Bubuk Bubuk Cair Bubuk Cair Bubuk Bubuk Cair Bubuk Bubuk Bubuk Bubuk Cair Cair Cair Cair Cair Cair Cair Bubuk Cair Cair Cair Cair Cair Cair Cair Cair
70 100 32 91 70 70 90 25 52.3 189 40 35 27 60 40 200 40 200 40 28 240 27 42 33 35 45 45 42 42 200 190 200 25 250 65 65 30 28 100 90 250
Kandungan energi per takaran saji E P L KH (kkal) (g) (g) (g) 400 7 15 60 360 7 13 54 370 86.0 140 410 300 330 440 88 230 120 170 160 130 254 170 170 160 160 160 110 180 130 150 140 110 130 150 140 140 150 141 100 120 213 45 50 90 60 70 230 130
7 0.6 3 10 7 6 8 8.3 8 6 5 6 7 0 5 5 6 6 8 3 5 7 1 2 6 3 1 1 3 6 5 3 7 5 1 1 6 1 2 2 0
14 3.3 6 17 10 14 17 0.2 7 7 3.5 5 7 0 3.5 5 3 2 2 2.5 5 7 5 3 1 3.5 5 4 3.5 4 4 1.5 6 5 0 0 8 2.5 4.5 12 0
53 14.0 19 53 48 46 64 13.2 33 9 29 22 11 37.9 29 25 28 29 26 19 28 11 24 26 21 22 27 24 24 22 21 18 9 37 10 11 1 8 6 29 31
71
44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75
soft drink soft drink soft drink soft drink soft drink soft drink soft drink soft drink soft drink soft drink soft drink soft drink soft drink soft drink soft drink soft drink soft drink soft drink soft drink soft drink soft drink soft drink soft drink soft drink soft drink soft drink soft drink soft drink soft drink soft drink soft drink soft drink
Abc Abc mocca Adem sari air kelapa Ale-ale AW Buavita Coca cola corona Energen Estea Fanta Fresh Juicy Fresh time Fresstea Fruit tea Fruitamin Frutang Gogo Green sands Green tea Jasjus Joy tea Jungle juice Lemon water madurasa Marimas Marjan Moccachino Mountea Nata de coco Nu green tea
Cair Cair Bubuk Cair Cair Cair Cair Cair Cair Bubuk Cair Cair Cair Cair Cair Cair Cair Cair Cair Cair Cair Bubuk Cair Cair Cair Bubuk Bubuk Cair Cair Cair Cair Cair
35 182 41 200.6 200 330 300 250 100 30 3.7 250 300 200 250 500 200 165 11 300 300 8 300 500 500 15 8 35 182 180 180 250
100 352 37 17 100 186 150 105 153 130 132 140 150 61 125 150 60 35 100 0.3 70 30 85 100 148 294 30 100 352 45 140 80
0 17.4 0.8 0.2 0 0 1 0 0 1 19.5 0 1 3.2 0 0 0 0 44 0 0 0 0 44 0 0.3 0 0 17.4 0 0 0
0 1.3 0.1 0.1 0 0 0 0 0 3.5 0.7 0 0 3.5 0 0 0 0 0.8 0 0 0 0 0.8 0 0 0 0 1.3 0 0 0
76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91
soft drink soft drink soft drink soft drink soft drink soft drink soft drink soft drink soft drink soft drink soft drink soft drink soft drink soft drink soft drink soft drink
Nutrisari Nutrisari Okky jelly drink Pepsi Pocari Pop ice Pulpy orange Segar sari Sirup giant Sosro Sprite Teh 2 tang Teh gelas Teh kotak Teh poci U'r tea
Bubuk Cair Cair Cair Cair Cair Cair Bubuk Cair Cair Cair Cair Cair Cair Cair Cair
29 200 180 330 100 25 350 8 35 250 250 37 190 200 250 250
110 120 45 110 25 100 164 30 100 85 130 132 70 70 910 910
0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 19.5 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0.5 0 0 0 0 0 0.7 0 0 0 0
Keterangan: (mL/g)* = (mL) untuk bentuk cair, (g) untuk bentuk padat dan bubuk
25 69 12.3 3.8 24 49 37 28 16 24 67.8 35 37 4.3 31 38 16 9 0.2 0 14 8 21 0.2 37 79.5 8 25 69 11 35 20 29 28 11 35 6 23 40 8 25 21 31 67.8 19 17 235 235
72
Lampiran 3 Uji hubungan uang saku dengan status gizi IMT (Status gizi)
Uang saku Spearman's rho
Uang saku
Correlation Coefficient
1.000
.130
.
.221
90
90
Correlation Coefficient
.130
1.000
Sig. (2-tailed)
.221
.
90
90
Sig. (2-tailed) N IMT (Status gizi)
N
Lampiran 4 Uji hubungan antara pengetahuan dengan sikap Pengetahuan Pengetahuan
Sikap
Pearson Correlation
1
Sig. (2-tailed)
.003
N Sikap
.306**
Pearson Correlation
90
90
**
1
.306
Sig. (2-tailed)
.003
N
90
90
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Lampiran 5 Uji hubungan pengetahuan dan sikap terhadap konsumsi mie Konsumsi mie (gram) pengetahuan
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
Asupan protein pada mie (gram)
-.059
-.043
-.011
.605
.708
.924
N Sikap
Asupan energi pada mie (kkal)
79
79
79
-.108
-.100
-.093
.343
.380
.417
79
79
79
N **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Lampiran 6 Uji hubungan pengetahuan dan sikap terhadap konsumsi susu Konsumsi susu (gram) Pengetahuan
Asupan protein pada susu (gram)
Pearson Correlation
.170
.051
-.066
Sig. (2-tailed)
.139
.661
.570
77
76
76
Pearson Correlation
.029
-.153
-.170
Sig. (2-tailed)
.806
.187
.141
77
76
76
N Sikap
Asupan energi pada susu (kkal)
N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
73
Lampiran 7 Uji hubungan pengetahuan dan sikap terhadap konsumsi soft drink Konsumsi soft drink (ml) Pengetahuan
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
Asupan protein soft drink (gram)
-.010
-.204
-.046
.939
.112
.724
N sikap
Asupan energi soft drink (kkal)
62
62
62
Pearson Correlation
.108
.133
.190
Sig. (2-tailed)
.401
.303
.139
62
62
62
N **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Lampiran 8 Uji hubungan status gizi terhadap jumlah konsumsi mie Konsumsi mie (gram) status_gizi
Asupan energi mie (kkal)
Asupan protein mie (gram)
Pearson Correlation
.158
.024
-.002
Sig. tailed)
.165
.833
.987
79
79
79
(2-
N **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Lampiran 9 Uji hubungan status gizi terhadap jumlah konsumsi susu Asupan energi susu (kkal) Status gizi
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Asupan protein susu (gram)
Konsumsi susu (gram)
.092
-.016
.265*
.429
.892
.021
76
76
76
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Lampiran 10 Uji hubungan status gizi terhadap jumlah konsumsi soft drink Asupan energi soft drink (kkal) Status gizi
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Asupan protein soft drink (gram)
Konsumsi soft drink (ml)
-.221
.029
-.266*
.082
.819
.037
63
63
62
74
Lampiran 11 Uji beda konsumsi produk pada contoh normal dan kegemukan Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F Konsumsi Equal mie (gram) variances assumed
Sig.
Equal variances assumed
Equal variances assumed Equal variances not assumed
3.132 .082
Df 77
95% Confidence Interval of the Sig. Difference (2Mean Std. Error tailed) Difference Difference Lower Upper .762
12.521
41.171
-69.462 94.504
.314 54.275 .755
12.521
39.844
-67.351 92.394
2.619 .110 2.525
Equal variances not assumed Konsumsi soft drink(ml)
t
.010 .920 .304
Equal variances not assumed Konsumsi susu (gram)
t-test for Equality of Means
75
.014
291.388
115.399 61.502 521.275
2.348 39.775
.024
291.388
124.119 40.489 542.288
1.612
62
.112 -193.718
120.203
46.565 434.001
60.775 1.933
.058 -193.718
100.202
394.099
6.663
75
Lampiran 12 Uji beda asupan energi (kkal) dan protein (gram) pada mie, susu, dan minuman ringan Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F
Asupan Equal variances assumed energi pada Equal variances not mie assumed Asupan Equal variances assumed protein pada Equal variances not mie assumed Asupan Equal variances assumed energi pada Equal variances not susu assumed Asupan Equal variances assumed protein pada Equal variances not susu assumed Asupan energi pada soft drink
Equal variances assumed
Asupan protein pada soft drink
Equal variances assumed
.175
.685
.000
.677
.410
.983
t
.045
Std. Sig. Mean Error (2Difference Differenc tailed) e
Df
77
.963
.324
Lower
Upper
5.111
114.358
-222.606
232.828
.041 40.753
.967
5.111
124.009
-245.377
255.599
.010
.992
.0260
2.5908
-5.1329
5.1850
.010 43.933
.992
.0260
2.7221
-5.4602
5.5123
.682
.497
123.087
180.487
-236.542
482.715
.464
123.087
167.028
-211.183
457.357
.676
-9.1537
21.7857
-52.5625
34.2552
.557
-9.1537
15.5015
-40.2180
21.9106
77
74
.330 -.420
74
-.591 55.110 .492
95% Confidence Interval of the Difference
.964
.737 58.598
Equal variances not assumed
Equal variances not assumed
Sig.
t-test for Equality of Means
.486 -.642
61
.523
-250.923 390.810 -1032.395 530.550
-.766 59.214
.447
-250.923 327.594
.571 -.336
-906.387 404.542
61
.738
-.8799
2.6226
-6.1241
4.3643
-.363 56.925
.718
-.8799
2.4220
-5.7300
3.9703