Karya Ilmiah KONSPIRASI TRANSNASIONAL DALAM KAJIAN KORUPSI DI INDONESIA
Oleh : Dr. H. Obsatar Sinaga, SIP, M.Si DOSEN JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL FISIP UNPAD
MAKALAH: DISAMPAIKAN DALAM SEMINAR NASIONAL IKATAN CENDIKIAWAN MUSLIM se-INDONESIA (ICMI) BATAM 23 Oktober 2010
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena saya sebagai penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul KORUPSI TRANSNASIONAL DALAM KAJIAN KORUPSI DI INDONESIA Makalah ini dibuat penulis sebagai bahan diskusi untuk seminar nasional yang diadakan Ikatan Cendiakiawan Muslim se-Indonesia (ICMI). Makalah ini disempurnakan setelah mendapat masukan dari berbagai kalangan cendikiawan yang hadir dalam kesempatan seminar nasional tersebut. Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, dan dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan. Ungkapan terimakasih kami sampaikan kepada keluarga besar ICMI serta seluruh cendikiawan yang hadir. Semoga makalah ini memberi manfaat bagi kita.
Jatinangor, Oktober 2010.
Obsatar Sinaga
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ......................................................................................................... 1 Daftar Isi .................................................................................................................. 2 Pendahuluan ............................................................................................................. 3 Latar Belakang ......................................................................................................... 3 Identifikasi Masalah ................................................................................................. 4 Metode Kajian .......................................................................................................... 4 Tinjauan Pustaka ...................................................................................................... 5 Transnasionalisme .................................................................................................... 5 Aktor-aktor Non-Negara dalam Hubungan Internasional .......................................... 7 Teori Konspirasi ..................................................................................................... 15 Keamanan Internasional ......................................................................................... 17 Kerjasama Internasional ......................................................................................... 19 Jenis Kerjasama Internasional ................................................................................. 19 Objek Kajian .......................................................................................................... 21 Korupsi .................................................................................................................. 21 Dampak Negatif dari Korupsi ................................................................................. 22 Korupsi di Indonesia............................................................................................... 24 Pemberantasan Korupsi di Indonesia ...................................................................... 24 Korupsi Transnasional ............................................................................................ 26 Pembahasan............................................................................................................ 30 Kesimpulan ............................................................................................................ 33 Daftar Pustaka ........................................................................................................ 34
2
PENDAHULUAN
Latar Belakang Semakin marak isu korupsi dipermasalahkan dewasa ini. Tidak hanya di wilayah dalam negeri saja, tapi sekarang korupsi telah meluas hingga melewati batasbatas negara menjadikannya sebagai kejahatan transnasional. Masalah korupsi sudah merupakan ancaman yang bersifat serius terhadap stabilitas dan keamanan masyarakat nasional dan internasional dan telah melemahkan institusi dan nilai-nilai demokrasi serta nilai-nilai keadilan serta membahayakan pembangunan berkelanjutan dan penegakan hukum. Pernyataan ini sudah merupakan prinsip umum hukum internasional dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi. Berdasarkan pernyataan di atas maka pencegahan dan pemberantasan korupsi tidak lagi merupakan tanggung jawab satu negara melainkan juga tanggung jawab bersama negara lain. Atas dasar hal tersebut maka kerjasama internasional merupakan masalah penting yang ikut menentukan keberhasilan pencegahan dan pemberantasan korupsi. Dalam rangka memberantas korupsi, dunia internasional telah menandatangani deklarasi pemberantasan korupsi di Lima, Peru pada tanggal 7-11 September 1997 dalam konferensi anti korupsi yang dihadiri oleh 93 negara. Deklarasi yang kemudian dikenal dengan Declaration Of 8th International Conference Against Corruption diyakini bahwa korupsi mengikis tatanan moral masyarakat, mengingkari hak-hak sosial dan ekonomi dari kalangan kurang mampu dan lemah. Demikian pula korupsi dianggap menggerogoti demokrasi, merusak aturan hukum yang merupakan dasar dari setiap masyarakat, memundurkan pembangunan, dan menjauhkan masyarakat dari manfaat persaingan bebas dan terbuka, khususnya bagi kalangan kurang mampu. Konferensi tersebut juga mempercayai bahwa memerangi korupsi adalah urusan setiap orang dari setiap masyarakat. Memerangi 3
korupsi mencakup pula mempertahankan dan memperkuat nilai-nilai etika dalam semua masyarakat. Karena itu sangat penting untuk menumbuhkan kerjasama diantara pemerintah, masyarakat sipil, dan pihak usaha swasta. Perkembangan berikutnya, melalui Ad Hoc Committee For The Negotiation Of The United Nations Conventions Against Corruption sejak tanggal 1 Oktober 2003, lebih kurang 107 negara telah menyetujui korupsi sebagai transnational crime. Indonesia termasuk salah satu negara yang telah menyetujui Convention Against Corruption yang diselenggarakan di Wina tersebut. Parahnya korupsi di Indonesia membuat Indonesia mendapat predikat sebagai salah satu negara terkorup sedunia. Masalah korupsi di Indonesia dan korupsi sebagai transnational crime melatarbelakangi pembuatan makalah ini.
Identifikasi Masalah Pemberantasan korupsi yang sudah akut, dirasakan tidak cukup hanya dengan perluasan perbuatan yang dirumuskan sebagai korupsi serta cara-cara yang konvensional. Diperlukan metode dan cara tertentu agar mampu membendung meluasnya korupsi. Salah satu cara ialah dengan menetapkan kejahatan korupsi sebagai kejahatan luar biasa, sehingga pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan secara biasa, tetapi dituntut cara-cara yang luar biasa. Makalah ini difokuskan terhadap isu korupsi di Indonesia dan korupsi transnasional serta cara penanganan dan pemberantasan yang efektif.
Metode Kajian Metode kajian yang digunakan dalam makalah ini adalah metode kajian kualitatif yaitu dengan menjelaskan (eksplanasi) semua permasalahan.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Isu korupsi transnasional sudah semakin mengglobal. Untuk menganalisa mengenai korupsi transnasional, maka digunakan teori transnasionalisme, teori konspirasi, konsep keamanan dan kerjasama internasional.
Transnasionalisme Asumsi pokok dari pandangan hubungan transnasional adalah berkurangnya peranan negara sebagai aktor dalam politik dunia dan meningkatnya peranan aktor non-negara. Pendukung pandangan ini yakin bahwa batas-batas yang memisahkan bangsa-bangsa semakin kurang relevan. Transnasional didefinisikan oleh Richard Falk sebagai perpindahan barang, informasi, dan gagasan melintas batas wilayah nasional tanpa pertisipasi atau dikendalkikan secara langsung oleh aktor-aktor pemerintah. Transnasionalisme adalah sebuah konsep yang mencakup kesetiaan, aktivitasaktivitas dan fenomena-fenomena lain yang menghubungkan manusia melintasi bangsa dan batas-batas nasional. Hal ini kontradiktif dengan nasionalisme karena memajukan aktivitas politk lintas negara. Aliran pemikiran transnasionalisme merujuk kepada globalisme dan kosmopolitanisme. Globalisasi seperti perdagangan bebas, interdependensi, transportasi, dan komunikasi memungkinkan interaksi lintas negara. Sementara kosmopolitanisme lebih terarah kepada pembahasan normatif. Dalam perspektif teori normatif, Brown menyatakan bahwa kosmopolitanisme adalah pandangan tentang hirauan politik dunia mengenai kemanusiaan secara menyeluruh, atau individual. Sementara pendekatan teori normatif lainnya adalah komunitarian yang terfokus pada komunitas politik tertentu seperti negara. Pemikiran transnasionalisme dapat ditelusuri sejak zaman Stoikis Yunani dan Roma sekitar tahun 300 SM hingga 200 M, periode kemunduran negara-kota Yunani
5
dan perkembangan kekaisaran Romawi. Stoikisme1 berarti menerima kesusahan seseorang tanpa komplain. Stoikisme menyeru kepada manusia agar melihat diri mereka sebagai bagian dari umat manusia keseluruhan, bukan bagian komunitas politik yang lebih kecil. Transnasionalisme muncul dari dua sumber. Pertama adalah interaksi global seperti tingkat interdependensi ekonomi, komunikasi massa, perjalanan yang cepat karena kecanggihan teknologi transportasi, dan faktor-faktor modern lainnya yang saling menjalin kehidupan manusia di seluruh dunia. Sumber transnasionalisme yang kedua adalah pemikiran manusia. Pemikiran transnasional berasal dari kebudayaan barat yaitu Mesir Kuno sampai Kebudayaan Timur yaitu Buddhisme. Pemikiran transnasional
saat
ini
terjadi
dalam
idealisme,
postmodernisme,
dan
postinternasionalisme. Tren modern lainnya yang penting dari hubungan internasional adalah pertumbuhan pergerakan dan orrganisasi transnasional yang memperhatikan isu-isu global. Interaksi transnasional meningkat, sebagaimana kejadian-kejadian dalam perubahan di bidang ekonomi, komunikasi, transportasi, dan organisasi. Di sini adalah termasuk
peran TNCs
sebagai
aktor
non-negara
yang
turut
menyebarkan
transnasionalisme khususnya dalam bidang ekonomi. Setiap individu maupun korporasi memiliki kesempatan yang luas untuk melakukan kegiatan ekonomi seperti penanaman modal asing di luar batas negaranya. Motivasi terbentuknya TNCs ini adalah biaya produksi yang murah dan distribusi atau perluasan pasar. Faktor-faktor lain yang mendukung adanya transnasionalisme adalah agama. Kebanyakan agama memiliki unsur-unsur transnasional yang kuat. Agama telah memainkan banyak peran dalam politik dunia. Budaya membaginya
transnasional yaitu
adanya
telah
membawa
dunia
bersama-sama
kecenderungan terbentuknya
regionalisme
ataupun seperti
pembentukan ASEAN, Uni Eropa, dan lain sebagainya. Pergerakan barang, ide-ide, dan orang melewati batas nasional membantu membuat apa yang mungkin menjadi awal mula budaya global bersama. Dampak
yang
diberikan
transnasionalisme
melalui
perkembangan
kecanggihan teknologi yaitu adanya technotrenic ethnocide. Istilah ini berkaitan 1
Aliran filsafat yang didirikan oleh Zeno kira-kira tahun 308 SM di Yunani. Para Stoikis percaya bahwa ada akal yang meresapi alam semesta dan orang-orang yang bijaksana harus melakukan disiplin terhadap dirinya dan menerima nasibnya. (Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al Barry. Op cit, hlm 726).
6
dengan ethnic genoside, akan tetapi ethnic genoside mempergunakan cara radikal seperti kekerasan maka technotrenic ethnocide mempergunakan cara yang lebih halus melalui kecanggihan teknologi, khususnya teknologi informasi dan komunikasi internasional. Cepatnya arus informasi karena kemudahan akses yang didapat membuat setiap orang di seluruh dunia dapat mengetahui tren ataupun berita dari belahan dunia yang lain, bahkan mereka sangat terpengaruh oleh keadaan tersebut. Pengaruh yang diberikan oleh informasi dan komunikasi dapat merubah perilaku manusia dari masa ke masa, bahkan sampai meninggalkan nilai-nilai budayanya. Peninggalan nilai-nilai budaya akan mengakibatkan hilangnya identitas diri suatu bangsa. Inilah yang dimaksud dengan technotrenic ethnocide, dimana teknologi mempunyai peran yang signifikan dalam penyebaran budaya asing dan merubah budaya asli suatu masyarakat atau bangsa. Interaksi transnasional semakin intensif sejalan dengan tiga macam interaksi. Pertama,
ekonomi
transnasional dalam
hal
liberalisasi
perdagangan
yang
menghilangkan hambatan-hambatan perdagangan antar negara, interdependensi, investasi dan bantuan luar negeri. Kedua, komunikasi transnasional sebagai produk perkembangan teknologi informasi. Ketiga, transportasi transnasional sehingga individu dapat pergi ke negara manapun.
Aktor-aktor Non-Negara dalam Hubungan Internasional Karena transnasionalisme melibatkan aktor-aktor non-negara di dalamnya, maka berikut akan dijelaskan mengenai aktor-aktor non-negara dalam hubungan internasional.
Individu Seorang individu merupakan aktor yang mewakili kepentingan negaranya dan sangat berpengaruh dalam hubungan antar negara karena dengan kepemimpinan seorang individu yang disegani dan dihormati secara luas oleh masyarakat di negaranya, maka individu dapat menyatukan atau menimbulkan perang terhadap suatu negara dengan negara lainnya. Individu yang demikian termasuk dalam aktor formal karena
mengutamakan
kepentingan
nasional
untuk
memakmurkan
dan
menyejahterakan masyarakatnya. Tetapi jika individu itu bertindak untuk mencapai kepentingan di luar negaranya berdasarkan ambisi pribadinya bukan untuk
7
memakmurkan atau mensejahterakan masyarakatnnya maka individu itu dapat menjadi aktor informal. Tidak
hanya
di
negara-negara
berkembang
seorang pemimpin
yang
kharismatik dipandang sebagai simbol bangsa, tetapi juga di negara-negara yang maju seorang pemimpin dapat diharapkan tampil sebagai wakil atau personifikasi bangsa di dalam maupun di luar negeri. Tetapi karena kemampuan dan kepintaran untuk mempelajari dan memproses suatu informasi yang dimiliki individu itu terbatas maka tidak semua keputusan yang diambil oleh seorang pemimpin dapat mewakili semua kepentingan negaranya dalam hubungan dengan negara lain. Tidak ada seorang pembuat keputusan yang dapat dan benar-benar dapat menganalisa sebuah informasi. Untuk melihat bagaiman sulitnya membuat suatu keputusan maka kita harus melihat kenyataan bahwa keputusan yang dibuat itu pasti kualitasnya berdasarkan pendidikan yang dimiliki oleh individu itu. Dan untuk itu individu tersebut harus melihat iinformasi dan kenyataaan yang ada didalam mengambil keputusan. Keputusan yang dibuat oleh individu akan dapat digunakan dalam suatu organisasi baik dalam bentuk negara maupun organisasi internasional. Dalam bentuk negara, keputusan yang dibuat oleh individu yang statusnya sebagai seorang pemiimpin akan membawa pengaruh yang kuat dalam melakukan hubungan ke dalam maupun ke luar negeri. Sedangkan dalam bentuk organisasi internasional, keputusan yang dibuat oleh individu itu dapat merancang program selenjutnya yang akan ditempuh. Individu bisa dikaji dalam tiga perspektif yang berbeda, yaitu: berdasarkan sifat dasar manusia yang fundamental, cara bertindak individu dalam suatu organisasi, pengamatan motivasi dan dan perilaku dari individu tertentu. Pendekatan alamiah seorang individu dapat dilihat dari karakteristik dasar manusia. Kognitif, psikologis dan faktor biologis mempengaruhi pengambilan keputusan oleh individu. Faktor konegtif menyangkut pembuatan keputusan kognitif, konsistensi kognitif, berfikir penuh
dengan
kebijakan,
membatasi
jangkauan
keputusan,
menggunakan
perlengkapan neuristik. Serangan frustasi merupakan faktor psikologis utama yang dipertimbangkan dalam diri individu, sementara faktor biologis mencakup etnis dan jenis kelamin. Pendekatan kebiasaan-idiosinkratik menjelaskan faktor yang menentukan persepsi, keputusan, dan tindakan dari pemimpin tertentu. Sebuah kepribadian pemimpin, kesehatan mental dan fisik, ego dan ambisi, memahami sejarah, 8
pengalaman pribadi, dan semua pandangan adalah keseluruhan faktor dari pendekatan ini.
International Governmental Organizations (IGOs) IGOs adalah organisasi yang dibentuk secara sukarela oleh negara-negara berdaulat untuk memperoleh suatu hasil maksimal terhadap negara yang ingin bekerjasama melalui jenis struktur yang formal dan dimana negara tidak mampu merealisasikannya sendiri. Hampir seluruh IGOs memiliki suatu struktur pusat administrasi. Mereka diciptakan oleh suatu kesepakatan dan perjanjian yang sebagian besar mencerminkan pilihan tentang negara yang lebih kuat. Negara yang kuat menciptakan IGOs untuk melindungi national interest mereka. Pada umumnya produk yang dibuat oleh IGOs merupakan produk negosiasi diantara wakil pemerintah yang ditugaskan mereka. Secara umum itu bukan merupakan idealisme, tetapi kebutuhan negara yang mengandalkan mereka untuk bekerjasama dengan negara lain dalam konteks IGOs. Oleh karena itu, mereka menjadi bagian dari sistem nation-states. Kunci karakteristik yang membedakan keanggotaan IGOs dari tipe-tipe organisasi international lainnya adalah bahwa IGOs memiliki negara individual sebagai anggota. Beberapa IGOs seperti International Monetary Fund (IMF) dan World Bank memiliki anggota negara-negara dari seluruh belahan dunia. Beberapa IGOs yang lain memiliki ruang lingkup geografis yang terbatas pada keanggotaannya, yaitu: ASEAN, OAS, dan OAU. Keanggotaan IGOs biasanya berdasarkan pada kepentingan-kepentingan umum diantara para anggotanya IGOs bisa digolongkan dalam lingkup regional dan global berdasarkan fungsi politis, ekonomi, sosial, dan lingkungan. IGOs adalah nilai lebih yang berharga bagi nation-states dan memainkan peran penting dengan memberikan arti kerjasama dan berbagai saluran komunikasi antar negara dalam area di mana komunikasi dan kerjasama menghasilkan keuntungan bagi kebanyakan negara. IGOs meliputi kegiatan yang luas. Beberapa IGOs memiliki fungsi yang banyak (multiple function). PBB salah satu contohnya, memiliki sebuah tujuan umum yang bekerja untuk menjaga atau meningkatkan keamanan lingkungan, hak-hak asasi manusia, dan kondisi ekonomi, sebagaimana
mereka
juga
mempromosikan
perdamaian dan memelihara nilai-nilai politik tradisional. Beberapa IGOs memiliki 9
spesialisasi bidang tertentu, contohnya sepert WHO. Aliansi adalah bentuk spesial karena kebanyakan dari mereka merupakan traktat atau pakta pertahanan militer, seperi NATO (North Atlantic Treaty Organization). Semua sudah mengetahui bahwa fungsi utama IGOs adalah membuat aturan, menentukan agenda, dan mengumpulkan informasi. Sebagai tambahan, mereka mengurangi ketidakpastian antar negara dalam mencari solusi kerjasama dalam permasalahan IGOs boleh mengubah norma-norma dalam hubungan internasional dan nation-state. Sebagai contoh, program lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang memainkan peran penting di dalam penciptaan rezim seperti perlindungan laut tengah dan perlindungan lapisan ozon. Lagipula, IGOs mengawasi prinsip, norma-norma, dan peraturan tentang institusi internasional dan rezim internasional dalam nation-states. Isu utama dari IGOs adalah tentang dasar kewenangan mereka. Secara tradisional, telah memiliki sedikit kewenangan independen. Mereka merupakan kendaraan untuk kepentingan diplomasi bagi negara-negara anggotanya. Negaranegara berusaha untuk membangun sebuah koalisi IGO dengan maksud untuk mendapatkan cukup suara yang memungkinkan mereka untuk melaksanakan kebijakan politik mereka, yamg disebut diplomasi parlementer. Efektifitas IGOs berdasarkan kuat-lenahnya rezim yang berkuasa pada suatu negara karena IGOs dapat mendikte suatu negara jika negara itu lemah. Kasus yang paling terkenal terjadi pada NGOs adalah International Atomic Energy Agency (IAEA), yang mengawasi prinsip “non-proliferasi dari senjata atom” di suatu negara ketika IGOs dibuat. Mereka mengurangi biaya informasi yang dihasilkan yang lebih penting untuk negara-negara kecil dan negara miskin. Sebagai contoh, IGOs memainkan suatu peran kunci pada negara, khususnya negara kecil dalam menerima informasi politik internasional dan isu yanng bersistem. Tanpa IGOs mungkin banyak negara tidak dapat memperoleh informasi tentang politik dan masyarakat internasional. Aktivitas IGOs, seperti PBB dan International Monetary Fund (IMF) berpengaruh dalam negara-negara kecil. Mereka dapat memaksakan prinsipnya dengan mudah atas negara kecil dibanding dengan negara-negara besar. Pengaruh IGOs sangat bervariasi tergantung pada kapasitas pemerintahan negara anggotanya untuk menerapkan ketentuan mereka sendiri. Kebanyakan permasalahn yang dihadapi suatu pemerintahan adalah keterbatasan sumber daya yang membatasi kemampuan rezim mereka terhadap aktivitas dan wilayah yurisdiksi 10
mereka. Hal ini memang benar dihadapi oleh kebanyakan negara-negara, terutama untuk negara-negara terbelakang. Bahkan, negara adikuasa sekalipun tidak dapat sepenuhnya menngendalikan pemerintahannya. Kendati benar bahwa organisasi internasional digunakan oleh negara yang kuat, mereka membuat perbedaan dalam interaksi internasional yang mempunyai pengaruh penting bahkan atas negara yang paling kuat, seperti Amerika Serikat. Negara kuat lebih sedikit terkena pengaruh dari prinsip yang diteraapkan oleh IGOs dibandingkan negara yang relatif lemah. IMF dan Dewan Keamanan PBB adalah dua organisasi terkemuka dimana beberapa negara berusaha mengarahkan dan memaksakan prinsipnya pada organisasi tersebut secara teroganisir. Sebagai contoh, Dewan keamanan PBB tidak bisa mengambil keputusan yang berlawanan dengan kepentingan kelima negara anggota tetapnya. Keputusan Dewan Keamanan PBB untuk memberi sanksi terhadap Israel selalu di-veto oleh Amerika Serikat. IGOs melakukan fungsinya dengan baik dalam isu-isu teknis, seperti: telekomunikasi, transportasi, manajemen, lingkungan, dan pelayanan pos. Efek dalam masalah ekonomi juga sangat tinggi. Sebagai contoh, IMF dan Bank Dunia sangat efektif dalam siklus uang, manajemen hutang, dan isu pembayaran hutang diantara negara-negara miskin dan kaya. Saat ini telah terdapat lebih dari 400 IGOs di seluruh dunia.
Non Governmental Organizations (NGOs) Salah satu bentuk yang mengemuka pada saat ini di bidang internasional adalah banyak bermunculan NGOs yang jumlahnya melebihi banyaknya negara. Meningkatnya hubungan komunikasi diiringi dengan kemajuan teknologi komunikasi dan transportasi telah memberikan kita secara harfiah mengenai bentuk organisasi yang khusus, perwakilan, dan kelompok-kelompok. NGOs terdiri dari pribadi individu yang merasa mendapatkan keuntungan dan tidak mendapatkan keuntungan. NGOs adalah organisasi yang dibentuk oleh para aktor non-negara atau suatu organisasi yang bukan merupakan negara. Organisasi ini mirip dengan IGOs yang beroperasi secara lintas batas, tetapi di antara keduanya terdapat perbedaan. Perbedaannya adalah IGOs anggotanya terdiri dari negara-negara, sedangkan NGOs anggotanya individu-individu, sebagai contoh Amnesty International, Greenpeace, internasional bisnis, dan kelompok teroris. Makin lama jumlah dari NGOs ini meningkat dan efektivitasnya untuk transnasional makin 11
menjadi lebih relevan dalam dekade ini. Mereka sudah menjadi bagian penting dari dalam proses kebijakan internasional. NGOs
mengerahkan
jaringan
global
dengan
menciptakan
organisasi
transnasional, mengumpulkan informasi atas kondisi lokal melalui hubungan diseluruh dunia, menyiagakan jaringan global kepada anggotanya, menciptakan respon darurat di sekitar dunia, memobilisasi tekanan dari luar negara. NGOs yang melakukan hal tersebut turut
berpartisipasi dalam konferensi IGOs dengan
mengerahkan organisasi pergerakan sosial transnasional mengenai isu yang beredar dalam
IGOs,
perkembangan
membangun IGOs.
kesatuan sosial
Mereka
memudahkan
transnasional, kerjasama
dan
mendukung
internasional dengan
menyiapkan latar belakang dokumen dan laporan, mendidik delegasi dan wakil negara untuk membatasi celah teknis, bertindak sebagai aktor ketiga dalam sumber informasi, mengembangkan pilihan kebijakan, memudahkan persetujuan, dan membawa delegasi bersama-sama kedalam aktor ketiga. Ada tiga poin yang dicatat mengenai dampak dari berdirinya NGOs dalam hubungan internasional. Pertama, banyak organisasi non-pemerintah yang bersifat otonom ini bekerjasama dengan baik dengan inter-governmental organizations (IGOs), IGOs merupakan organisasi bentukan negara yang bekerja demi kepentingan negara si pembuat. Kerjasama antara IGOs dan NGOs biasanya sangat erat dalam bidang hak asasi manusia dan pembangunan. Kedua, NGOs telah menjadi bagian yang signifikan dalam percaturan internasional yang kemudian memunculkan masyarakat sipil global. Sebagai individu yang
berinteraksi
dalam
dunia internasional,
mereka
kemudian
menjadi
terinternasionalisasi dalam penampilan dan mulai memudarnya ikatan terhadap negara asal. Ketiga, pertumbuhan pesat dari NGOs memperlihatkan bahwa telah terjadi perkembangan
cukup
menggembirakan
dari
‘people
power’
dalam dunia
internasional. Hal ini terjadi terutama karena negara telah gagal dalam merespons kebutuhan warganya dalam bidang kesehatan, sosial, politik dan pelestarian lingkungan. Hingga saat ini tren pertumbuhan NGOs dalam hubungan internasional kontemporer tidak menunjukan tanda-tanda berkurang akan tetapi sebaliknya malah semakin bertambah. NGOs melakukan banyak aktivitas di dalam negara, seperti penghubung ke rekan lokal, penghubung ke pergerakan sosial internasional dan keterampilan 12
kontemporementer, bekerja dalam arena nasional untuk menyelaraskan kebijakan negara, menyediakan bantuan kemanusiaan, melindungi orang yang sedang bahaya. NGOs juga meningkatkan keikutsertaan publik dalam negara dengan mengingatkan delegasi pemerintah bahwa mereka sedang diawasi, meningkatkan pemahaman publik, ketransparanan institusi, dan negosiasi internasional, dan provokasi protest. NGOs beroperasi pada tingkatkan transnasional yang menjadi faktor penentu paling penting dari kebijakan asing pada nation-states karena dapat melobi pada tingkat nasional dan transnasional. Saat ini telah terdapat lebih dari 5000 NGOs di seluruh dunia.
Multinational Corporations (MNCs) NGOs yang terkemuka saat ini adalah perusahaan korperasi multinasional (MNCs). MNCs adalah pengarah utama dari pengintegrasian ekonomi global dan menetapkan pertalian yang belum pernah terjadi antara ekonomi di seluruh dunia. Perluasan perdagangan internasional, investasi dan interaksi finansial yang lain telah membawa peningkatan terhadap anggota MNCs. MNCs merupakan aktor yang paling kuat membawa aktivitas komersial untuk dijadikan keuntungan bagi banyak negara. Dalam hal ini tidak ada wilayah dimana manusia hidup yang tidak terpengaruh oleh perusaahaan ini. MNCs bergerak secara non-formal karena kegiatannya bertujuan untuk memenuhi kepentingan ekonomi pada suatu perusahaan, misalnya: McDonald, KFC, Freeport, Danone, dan Coca-cola Company. Kerjasama industri atau perusahaan ini yang paling besar dan paling efektif didasarkan di Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang. MNCs dapat digolongkan menurut macam aktivitas bisnis yang mereka hasilkan, seperti sumber daya ekstraktif, pertanian, produk industri, transportasi, perbankan, dan pariwisata. Hal yang paling menonjol dari MNCs adalah kerjasama keuangan dan industri. Sasaran pokok MNCs adalah memaksimalkan laba. Mereka sangat efektif dalam mengarahkan kebijakan asing, termasuk yang paling penting, mereka menetapkan agenda untuk masyarakat internasioanal. Mereka sudah menjadi faktor utama dalam pengambilan keputusan ekonomi nasioanal. Miller pada tahun 1994 berpendapat bahwa adanya MNCs bisa saja berasal dari ketidakm ampuan pertumbuhan negara berdaulat untuk mengendalikan dan mengatur sescara efektif kegiatan ekonmi dalam sektor swasta. Jika itu terjadi maka salah satu dasar pemikiran internasional atas dasar kedaulatan modern ditiadakan. 13
Salah satu pengukuran pengaruh MNCs adalah melalui tingkat sumber daya yang mereka kendalikan. Mereka mempunyai kemampuan fleksibel dalam pergerakan barang, uang, personel, dan
teknologi kebtasan nasional, dan fleksibilitas ini
meningkatkan kekuatan penawaran mereka terhadap pemerintah. Menurut liberalisme, MNCs adalah ujung tombak pemerintahan dunia baru sejak mereka mempunyai alatalat produksi yanhg paling efisien. Ahli ekonnomi liberal berpendapat bahwa efisiensi global yang ditingjkatkan dari hasil kekayaan diakibatkan oleh kemampuan untuk bebas berinvestasi ke perbatasan internasional. Beberapa ahli ekonomi bahakn menyambut pengalihan nation-state oleh MNCs sebagai komponen ekonomi utama. Perspektif merkantilis dan nasionalis berpendapat bahwa MNCs adalah instrumen negara pemiliknya. Untuk itu, MNCs ini bisa menjadai kepentingan nasional menyangkut negara ataupun bisa menjadi ancaman kepada negara itu. Marxis mengangap MNCs sebagai instrumen pengeksploitasi dan sebagai suatu perluasan imperialisme
neggara
ketidaksaman
dan
kapitalis
kuat.
perkembangan tidak
Kekuasaan seimbang
monopoli dalam
menyebabkan
pembagian kajian
internasional. Dalam dunia sekarang, kombinasi perspektif yaitu suatu pendekatan elektrik, sepertinya lebih relevan menganggap MNCs seperti halnya masalah ekonomi lainnya. Ketika kita mengamati aktivitas MNCs, kita lihat bahwa operasi mereka menciptakan berbagai peluang dan permasalahan terhadap negara pemiliknya, negara dimana MNCs berpusat, dan negara dimana suatu MNCs asing beroperasi. Dalam teorinya, setidaknya ada timbal balik kepentingan yang diakibatkan oleh penciptaan kekayaan dari negara penyelenggara MNCs itu. Itulah mengapa negara penyelenggara mempunyai kerugian atau keuntungan dalam berhubungan dengan MNCs. MNCs mungkin diperlakukan sebagai instrumen pembangunan ekonomi untuk negara terbelakang. MNCs membahayakan kedaulatan negara yang ditempatinya. Negara yang ditempatinya bisa saja melepaskan kendali ekonomi atas mereka. Mereka boleh menciptakan divisi sosial dan politik untuk mencegah perkembangan industri domestik dalam negara itu. Mereka bisa saja memanipulasi harga ekspor dan impor di negara itu. Perusahaan multinasional atau transnasional bisa menjadi bencana nasional karena rawan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan bisa menjadi kekuatan penghambat proses demokratisasi di negara-negara sedang berkembang. Ada kecenderungan kuat, para pemimpin pemerintahan atau negara di negara-negara 14
berkembang tunduk pada kekuatan modal perusahaan-perusahaan transnasional. Jadi, jangan heran bila banyak kebijakan pemerintah soal perburuhan misalnya, lebih memihak kepentingan perusahaan transnasional. Dimanapun, perusahaan-perusahaan multinasional selalu berusaha menggunakan setiap celah untuk mendikte norma internasional. Dampak buruk dari perusahaan multinasional yaitu dapat menimbulkan berbagai kerusakan. Berbagai kerusakan itu antara lain perampasan tanah, penghancuran tradisi, perampasan hak penduduk atas lingkungan hidup yang sehat, penghancuran sumber daya alam, serta pelecehan seksual. Dalam menyelesaikan banyak persoalan, perusahaan-perusahaan multinasional cenderung menghamburkan uang untuk menyuap tokoh masyarakat, buruh, atau para politisi dan birokrat Dalam rangka mengurangi dampak negatif MNCs, pemerintah wajib untuk megintervensi MNCs itu melalui nasionalisasi, inisiasi pemerintah dan keikutsertaan pemerintah dalam proyek pengembangan gabungan. Lagipula, pemerintah harus memelihara kendali atas hasil pajak, tingkat inflasi, kebijakan neraca perdagangan, neraca pembayaran, pembatasan perdagangan, nilai moneter, tenaga kerja, dan perencanan ekonomi untuk menceagah ketergantungan mereka terhadap MNCs. Negara boleh menempatkan pembatasan atas perilaku dan kepemilikan cabang dan kebebasan bisnis. MNCs berusaha untuk melayani kepentingan nasioanl negara pemilik sebagai instrumen pembangunan global, suatu mekanisme penyebar ideologi dan alat diplomasi. Bagaimanapun terdapat banyak konflik antara MNCs dengan negaranegara pemiliknya, yang meliputi perpajakan, kebijakan perdagangan, dan sanksi ekonomi MNCs bisa saja tidak mau mengikuti kebijakan pemerintahannya.
Teori Konspirasi Teori persekongkolan atau teori konspirasi (conspiracy theory) adalah teoriteori yang berusaha menjelaskan bahwa penyebab tertinggi dari satu atau serangkaian peristiwa (pada umumnya peristiwa politik, sosial, atau sejarah) adalah suatu rahasia, dan seringkali memperdaya, direncanakan diam-diam oleh sekelompok orang-orang atau organisasi yang sangat berkuasa atau berpengaruh. Banyak teori konspirasi yang
15
mengklaim bahwa peristiwa-peristiwa besar dalam sejarah telah didominasi oleh para konspirator belakang layar yang memanipulasi kejadian-kejadian politik. 2 Teori konspirasi adalah teori yang dibangun atas dasar prakonsepsi, asumsiasumsi atau bahkan imajinasi yang sudah kita bangun lebih dulu, dan sulit dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Teori konspirasi selalu mengarah pada apa yang disebut pharanoia within reason. Sehingga menimbulkan semacam pharanoia dalam akal pikiran. Teori konspirasi juga biasa mengembangkan apa yang dalam ilmu komunikasi disebut sistimatically distortion of information, informasi yang sengaja didistorsi secara sistematis, sehingga sulit untuk dipertanggungjawabkan. Teori konspirasi juga mengarah pada terrorizing of the truth, meneror kebenaran itu sendiri, karena sulit dibuktikan. 3 Teori ini ada di seputaran gerak dunia global dan merambah hampir kesemua ranah kehidupan manusia. Dari urusan politik sampai makanan. Bagi orang yang tidak percaya selalu menganggap semua hanya olok-olok, mengada-ada, menyia-nyiakan waktu, kurang kerjaan, dan sebagainya. Bagi para penganutnya teori itu tidak sertamerta muncul mendunia tanpa ada yang menciptakan polanya. Penganut teori ini pun terbelah dalam dua kubu utama. Kelompok pertama adalah mereka yang hanya percaya bahwa segala hal mungkin terjadi apabila ada dukungan argumentasi yang kuat, fakta akurat, data ilmiah, pendapat yang bisa diverifikasi kebenarannya, tokoh-tokoh yang nyata, sejarah yang memang ada dan bukan mitos, dan sebagainya. Kelompok ini percaya JFK sebenarnya tidak tertembak, tetapi diselamatkan oleh mahluk UFO, misalnya. Kelompok kedua adalah mereka yang percaya tanpa syarat alias mereka yang menganggap apapun yang terjadi sudah dirancang sedemikian rupa, yang acapkali menghubungkan dengan mitos, legenda, supranatural, dan sebagainya. Misalnya, mereka percaya bahwa peristiwa 11 September sudah dirancang sebagaimana yang terlihat pada lipatan uang kertas 20 dolar AS; di mana apabila kita melipat uang itu sedemikian rupa akan tercipta gambar menara kembar yang terbakar. Teori konspirasi adalah dugaan tentang konspirasi yang sebenarnya atas dasar indikasi, saat muncul kecurigaan atau adanya petunjuk. Jika teori konspirasi diperkuat oleh suatu bukti yang definitif, maka terbongkarlah konspirasi dan berakhir. Tetapi sering bukti nyata yang definitif semacam itu tidak bisa diperoleh. Sifat khusus yang 2 3
http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_persekongkolan http://islamlib.com/en/page.php?page=article&mode=print&id=414
16
membuatnya menjadi menarik karena mengurangi kompleksitas. Berbagai penyebab kejadian yang rumit dan berlapis-lapis disederhanakan dalam bentuk kambing hitam. Fungsi teori konspirasi dalam mereduksi keterkaitannya yang rumit menjadi sederhana membuatnya menjadi alat ideal bagi propaganda dan agitasi. 4 Teori konspirasi sejatinya lahir dari bangunan prakonsepsi, asumsi, praduga atau bahkan imajinasi yang sudah terbangun mendahului fakta. Hal seperti ini sangat sulit untuk dipertanggungjawabkan. Menurut Dr. Syafii Anwar, teori konspirasi menjadi masalah besar ketika masuk pada tiga area. Pertama, ketika teori konspirasi mengarah kepada apa yang disebut sebagai pharanoia within reason. Jadi, selalu ada semacam pharanoia atau ketakutan yang berlebihan yang selalu mengikut dalam akal manusia. Hal ini sesuai dengan yang disebut Freud, pencetus psikoanalis, sebagai penyebab dari mimpi, yakni ketakutan atau keinginan yang berlebihan yang selalu menekan alam bawah sadar manusia. Kedua, teori konspirasi juga mengembangkan apa yang dalam ilmu komunikasi disebut sebagai systematically distortion of information, informasi yang didistorsi sedemikian rupa secara sistematis sehingga sulit untuk dipertanggungjawabkan. Pasti kita juga ingat pepatah yang mengatakan bahwa kebohongan yang diulang seribu kali akan menjadi sebuah kebenaran. Ketiga, teori konspirasi juga selalu mengarah kepada terrorizing of the truth. Karena sulit dibuktikan, maka pernyataan yang berbau konspiratif justru menjadi teror bagi kebenaran. Di berbagai kasus berbau terorisme, teori konspirasi adalah teori yang paling mudah berkembang. Semakin subur pertumbuhannya ketika pihak-pihak berwenang gagal memberikan informasi yang masuk akal. Masuk akal dalam artian, informasi dihadirkan dengan fakta-fakta solid, bukti pendukung memadai, dan alur kronologis yang jelas. 5
Keamanan Internasional Kajian keamanan internasional dalam studi Hubungan Internasional telah berlangsung lama. Berakhirnya Perang Dingin telah membuka era baru dalam pemahaman tentang keamanan. Definisi keamanan pasca Perang Dingin tidak lagi bertumpu pada konflik ideologis antara blok barat dan blok timur. Namun, kini
4 5
http://www.vhrmedia.net/home/index.php?id=view&aid=2624&lang= http://asopian.blogspot.com/2004_09_01_archive.html
17
definisi keamanan meliputi pula soal-soal ekonomi, pembangunan, lingkungan, demokratisasi, hak asasi manusia, dan masalah-masalah sosial lainnya. Masyarakat internasional saat ini dituntut untuk memberikan perhatian pada masalah keamanan yang menunjukan kedudukannya yang semakin kuat sebagai instrumen politik luar negeri baik dalam kaitannya dengan tujuan nasional maupun kepentingan nasional suatu negara, dan bahkan memperlihatkan kedudukannya sebagai suatu kekuatan yang riil. Bentuk-bentuk kejahatan yang semula bersifat nasional berkembang menjadi bentuk-bentuk kejahatan yang bersifat internasional baik dilihat dari segi organisasi, peralatan, metode, dan hal lainnya. Kejahatan
internasional
seperti
terorisme,
penyelundupan,
kejahatan
lingkungan, kejahatan HAM, dan sebagainya menunjukan peningkatan cukup tajam dan berkembang menjadi isu keamanan internasional. Silang hubungan yang berlangsung dalam proses perubahan global, regional, dan domestik telah membentuk suatu spektrum ancaman dan gangguan keamanan nasional suatu negara yang bersifat kompleks. Karena itu isu keamanan regional dan global memerlukan keterlibatan aktif semua negara untuk mewujudkan perdamaian dan ketertiban dunia. Kerjasama internasional merupakan bukti dari adanya
saling pengertian antar bangsa
(international understanding) sebagai akibat dari adanya interdependensi antar bangsa dan bertambah kompleksnya kehidupan dalam masyarakat internasional. Keamanan (security) berarti lebih daripada hanya pertahanan (defense) melawan ancaman militer. Tetapi di Indonesia masih terdapat dua pandangan para pakar ilmu politik di Indonesia dalam melihat apakah pengertian pertahanan dan keamanan merupakan pengertian yang utuh atau dua pengertian yang berdiri sendiri. Penggunaan kedua konsep tersebut sering kali saling dipertukarkan (interchangeable). Selain itu, kini para pembuat kebijakan banyak di bawah tekanan pada aspek-aspek ekonomi, lingkungan dan budaya dari keamanan (transnational security issues seperti economic security, environmental security dan cultural security). Terdapat sejumlah strategi bagi perlindungan keamanan nasional yang tersedia pada negara yaitu: 1. Dapat secara unilateral mengembangkan angkatan bersenjatanya bergabung dengan negara-negara lain dalam aliansi militer (seperti NATO), atau tergantung pada organisasi keamanan kolektif (misalnya PBB) untuk melindunginya dari agresi.
18
2. Setiap negara harus juga menentukan gabungan deterens (lawan untuk tidak menyerang dengan pengancaman dengan hukuman) dan pertahanan (menahan dan menyetop suatu serangan). 2.2
Kerjasama Internasional Dalam konstelasi dunia modern saat ini, tidak ada satu negara di dunia ini
yang dapat bertahan sendiri, walaupun Amerika Serikat yang dianggap sebagai negara superpower tanpa negara lain tentu akan runtuh. Rasa saling ketergantungan ini telah memicu semua negara untuk saling melakukan kerjasama dengan negara lain, kerjasama yang dimaksud adalah kerjasama yang damai serta saling menguntungkan bagi negara yang melakukan kerjasama tersebut. Hal yang paling penting dalam membuat kerjasama internasional atau kerjasama dengan negara lain adalah adanya kesadaran dari masing-masing pihak yang terlibat secara etis normatif untuk mematuhi dan tidak melanggar hal-hal yang telah disepakati. Karena sudah merupakan kesepakatan yang telah dibahas dan dimusyawarahkan maka negara yang terlibat harus konsisten menjalankan kerjasama yang telah dibuatnya.
Jenis Kerjasama Internasional Kerjasama Internasional Menurut Subjeknya 1. Kerjasama antarnegara yang dilakukan oleh banyak negara yang merupakan subjek hukum internasional. 2. Kerjasama internasional antarnegara dan subjek hukum internasional lainnya, seperti antara International Monetary Fund (IMF) dengan Indonesia. 3. Perjanjian antarsesama subjek hukum internasional selain negara, seperti antara organisasi internasional satu dengan organisasi internasional lainnya. Contoh: kerjasama ASEAN dengan Uni Eropa.
Kerjasama Internasional Menurut Isinya 1. Segi politis, seperti Pakta Pertahanan yang dibentuk ketika Perang Dingin untuk saling membendung ideologi lawan. Contoh: NATO, ANZUS, SEATO, Pakta Warsawa. 2. Segi ekonomi, seperti bantuan ekonomi dan bantuan keuangan. Contoh: IMF, CGI, IBRD, World Bank.
19
3. Segi hukum, seperti status kewarganegaraan (Indonesia-RRC), ekstradisi tersangka kejahatan. 4. Segi kesehatan, seperti masalah karantina, penanggulangan wabah yang melintasi antarnegara (AIDS, SARS dll). 5. Segi teritori, seperti menentukan batas laut dan daratan negara satu dengan negara lain yang berbatasan langsung.
Kerjasama Internasional Menurut Jenisnya 1. Kerjasama Bilateral, kerjasama ini bersifat khusus karena hanya mengatur halhal yang menyangkut kepentingan kedua negara saja. Oleh karena itu, kerjasama bilateral biasanya bersifat “tertutup”. Artinya, sangat sulit bagi negara lain untuk turut serta dalam kerjasama tersebut. Contoh kerjasama bilateral: Kerjasama antara Indonesia dan Singapura untuk membantu memperbaiki pendidikan di Indonesia. 2. Kerjasama Regional, kerjasama ini bersifat tertutup pula karena anggotaanggotanya terbatas hanya dari wilayah atau regional yang sama. Kerjasama ini biasanya terjadi karena banyaknya kesamaan antarnegara dalam regional tersebut. Contoh: ASEAN dan Uni Eropa.
20
OBJEK KAJIAN
Korupsi Definisi korupsi menurut Transparency International adalah perilaku pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.6 Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur sebagai berikut: perbuatan melawan hukum; penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana; memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi; merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, diantaranya: memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan); penggelapan dalam jabatan; pemerasan dalam jabatan; ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara); menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara).
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya.
6
Titik
ujung
korupsi adalah kleptokrasi,
yang
arti harafiahnya
http://id.wikipedia.org/korupsi
21
pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali. Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas|kejahatan. Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain. Adapun kondisi yang mendukung munculnya korupsi adalah: Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab
langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik. Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari
pendanaan politik yang normal. Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar. Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman
lama". Lemahnya ketertiban hukum. Lemahnya profesi hukum. Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa. Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil. Rakyat
yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal
memberikan perhatian yang cukup ke pemilihan umum. Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau
"sumbangan kampanye".
Dampak Negatif dari Korupsi Demokrasi Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good 22
governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
Ekonomi Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan resiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien. Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah. Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu fakto r keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri, bukannya diinvestasikan ke 23
dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering benar bahwa ada diktator Afrika yang memiliki rekening bank di Swiss). Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu potongan dari semuanya (meminta sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui investasi infrastruktur, ketertiban
hukum,
dan
lain-lain.
Pakar
dari Universitas
Massachussetts
memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian modal dari 30 negara subSahara berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah utang luar negeri mereka sendiri. Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan mereka di luar negeri, di luar jangkauan dari ekspropriasi di masa depan.
Korupsi di Indonesia Korupsi di Indonesia berkembang secara sistemik. Bagi banyak orang korupsi bukan lagi merupakan suatu pelanggaran hukum, melainkan sekedar suatu kebiasaan. Dalam seluruh penelitian perbandingan korupsi antar negara, Indonesia selalu menempati posisi paling rendah. Perkembangan korupsi di Indonesia juga mendorong pemberantasan korupsi di Indonesia. Namun hingga kini pemberantasan korupsi di Indonesia belum menunjukkan titik terang melihat peringkat Indonesia dalam perbandingan korupsi antar negara yang tetap rendah. Hal ini juga ditunjukkan dari banyaknya kasus-kasus korupsi di Indonesia. Beberapa kasus korupsi di Indonesia di antaranya adalah: Kasus dugaan korupsi Soeharto: dakwaan atas tindak korupsi di tujuh yayasan Pertamina: dalam Technical Assistance Contract dengan PT Ustaindo Petro Gas. Bapindo: pembobolan di Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) oleh Eddy Tansil. HPH dan dana reboisasi: melibatkan Bob Hasan, Prajogo Pangestu, sejumlah pejabat Departemen Kehutanan, dan Tommy Soeharto. Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI): penyimpangan penyaluran dana BLBI. Abdullah Puteh: korupsi APBD.
24
Pemberantasan Korupsi di Indonesia Pemberantasan korupsi di Indonesia dapat dibagi dalam 3 periode, yaitu pada masa Orde Lama, Orde Baru, dan Orde Reformasi.
Orde Lama Dasar Hukum: KUHP (awal), UU 24 tahun 1960. Antara 1951 - 1956 isu korupsi mulai diangkat oleh koran lokal seperti Indonesia
Raya
yang dipandu Mochtar
Lubis dan Rosihan Anwar.
Pemberitaan dugaan korupsi Ruslan Abdulgani menyebabkan koran tersebut kemudian di bredel. Kasus 14 Agustus 1956 ini adalah peristiwa kegagalan pemberantasan korupsi yang pertama di Indonesia, dimana atas intervensi PM Ali Sastroamidjoyo, Ruslan Abdulgani, sang menteri luar negeri, gagal ditangkap oleh Polisi Militer. Sebelumnya Lie Hok Thay mengaku memberikan satu setengah juta rupiah kepada Ruslan Abdulgani, yang diperoleh dari ongkos cetak kartu suara pemilu. Dalam kasus tersebut mantan Menteri Penerangan kabinet Burhanuddin Harahap, Syamsudin Sutan Makmur, dan Direktur Percetakan Negara, Pieter de Queljoe berhasil ditangkap. Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar justru kemudian dipenjara tahun 1961 karena dianggap sebagai lawan politik Soekarno. Nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda dan asing di Indonesia tahun 1958 dipandang sebagai titik awal berkembangnya korupsi di Indonesia. Upaya Jenderal AH Nasution mencegah kekacauan dengan menempatkan perusahaan-perusahaan hasil nasionalisasi di bawah Penguasa Darurat Militer justru melahirkan korupsi di tubuh TNI. Jenderal Nasution sempat memimpin tim pemberantasan korupsi pada masa ini, namun kurang berhasil. Pertamina sebagai penghasil uang terbesar merupakan lahan korupsi paling subur. Kolonel Soeharto, panglima Diponegoro saat itu, yang diduga terlibat dalam kasus korupsi gula, diperiksa oleh Mayjen Suprapto, S Parman, MT Haryono, dan Sutoyo dari Markas Besar Angkatan Darat. Sebagai hasilnya, jabatan panglima Diponegoro diganti oleh Letkol Pranoto, Kepala Staffnya. Proses hukum Soeharto saat itu dihentikan oleh Mayjen Gatot Subroto, yang 25
kemudian mengirim Soeharto ke Seskoad di Bandung. Kasus ini membuat DI Panjaitan menolak pencalonan Soeharto menjadi ketua Senat Seskoad.
Orde Baru Dasar Hukum: UU 3 tahun 1971. Korupsi orde baru dimulai dari penguasaan tentara atas bisnis-bisnis strategis.
Reformasi Dasar Hukum: UU 31 tahun 1999, UU 20 tahun 2001. Pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini dilakukan oleh beberapa institusi: 1. Tim Tastipikor (Tindak Pidana Korupsi). 2. KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). 3. Kepolisian. 4. Kejaksaan. 5. BPKP. 6. Lembaga non-pemerintah. Korupsi Transnasional Korupsi sekarang sudah tidak mengenal lagi batas-batas wilayah. Dengan kata lain, korupsi kini sudah menjadi fenomena lintas negara. Korupsi itu sendiri bahkan berinteraksi dengan berbagai bentuk kejahatan terorganisasi lintas negara yang lain. Sedemikian buruknya dampak yang ditimbulkan oleh praktik-praktik korupsi, sehingga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) secara khusus mengeluarkan Konvensi PBB Menentang Korupsi. Konvensi tersebut menekankan perlunya peningkatan kapasitas internal masing-masing negara serta upaya memperkuat kerja sama internasional untuk mencegah dan memberantas korupsi. Secara substantif, Konvensi PBB Menentang Korupsi menorehkan sejarah baru dalam evolusi hukum internasional. Karena untuk pertama kalinya, mekanisme penarikan aset hasil tindak korupsi secara komprehensif diatur di dalam konvensi tersebut. Konvensi ini mengakui hak negara yang menjadi korban dan dirugikan oleh tindak korupsi, untuk menarik kembali aset-aset negara yang disimpan oleh para koruptor di luar negeri. Agar upaya pengembalian aset bisa berhasil secara maksimal, diperlukan kerja sama internasional dalam penyelidikan beserta tindak lanjut
26
penyelidikan itu, termasuk peningkatan kapasitas para aparat penegak hukum, kerja sama penegakan hukum, serta ekstradisi para pelaku tindak pidana korupsi. Pemerintah Indonesia telah menandatangani Konvensi PBB untuk Menentang Korupsi (United Nations Convention Against Corruption) pada bulan Desember 2003 di New York. Sudah lebih dari sembilan puluh sembilan negara penandatangan konvensi tersebut. Pasca penandatanganan konvensi tersebut berdampak terhadap strategi pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia yang selama ini menitikberatkan
kepada
pendekatan
yang
bersifat
represif, dan
kurang
mempertimbangkan pendekatan yang bersifat preventif dan rehabilitatif. Perubahan strategi pencegahan dan pemberantasan korupsi pasca adopsi Konvensi PBB perlu dilaksanakan sesuai dengan tujuan konvensi dan materi muatan konvensi yang telah disepakati. Konvensi PBB 2003 memuat 7 ketentuan meliputi: Ketentuan Umum; tindakan pencegahan; kriminalisasi dan penegakan hukum; kerjasama internasional; pengembalian asset; bantuan teknis dan tukar menukar informasi; mekanisme pelaksanaan konvensi; dan ketentuan penutup. Tujuan umum konvensi (Pasal 1) untuk meningkatkan dan memperkuat tindakan-tindakan untuk mencegah dan memberantas korupsi agar lebih efisien dan efektif; meningkatkan, memfasilitasi dan mendukung kerjasama internasional dan bantuan
teknis
dalam
pencegahan
dan
pemberantasan
korupsi,
termasuk
pengembalian asset; dan meningkatkan integritas, akuntabilitas dan manajemen yang baik dalam pelayanan public dan pengelolaan milik negara. Pembentukan peraturan perundang-undangan baru khusus ditujukan untuk pencegahan dan pemberantasan korupsi transnasional tampaknya diperlukan atas dasar pertimbangan sebagai berikut: 1. Konvensi PBB 2003 secara substansial telah banyak mengadopsi sistem hukum Common Law dibandingkan dengan sistem hukum Civil Law. Hal ini terbukti dengan beberapa pernyataan dalam mukadimah yang menetapkan korupsi sebagai kejahatan transnasional dan dihubungkan dengan implikasi luas terhadap pembangunan berkelanjutan dengan konsekuensi logis bahwa aspek pengembalian asset hasil korupsi sebagai asset pembangunan yang tiada ternilai. Dalam kaitan ini sesungguhnya tindakan pengembalian asset bukan lagi bersifat kepidanaan melainkan sudah memasuki rezim hukum keperdataan yang lebih mengutamakan prinsip win-win solution daripada prinsip win-lose 27
solution. Dalam kaitan ini sudah terjadi pergeseran pandangan terhadap hakekat dan makna penyelesaian kasus korupsi yang bersifat lintas batas Negara. Apalagi korupsi yang semula merupakan individual crime atau white collar crime kemudian saat ini sudah merupakan organized crime dan systematic white collar crime. Kualifikasi tersebut sekaligus menunjukkan bahwa penegakan hukum terhadap korupsi bukan tugas yang mudah akan tetapi sangat kompleks dan melibatkan sistem birokrasi yang bergandengan tangan erat dengan sektor swasta. Hasil penelitian mengenai coorporate crime yang merugikan negara menunjukkan bahwa prinsip win-lose tidak lagi ampuh di bandingkan dengan prinsip win-win dalam menyelesaikan kasus-kasus coorporate crime yang merugikan negara. 2. Rezim hukum pidana konvensional tidak mengakui pola penyelesaian win-win solution, kecuali tujuan pembalasan, penjeraan dan tujuan kemanfaatan bagi masyarakat luas di mana pertanggungjawaban pidana diletakkan kepada individu pelaku kejahatan; dan baru pada tahun 1990-an diakui korporasi sebagai subjek tindak pidana korupsi. Sehubungan dengan tindak pidana korupsi dalam abad 20 sudah merupakan organized crimes sebagaimana diakui dalam Konvensi Transnational Organized Crimes, maka telah terjadi pergeseran paradigma dari coorporate crime of corruption menjadi organized crime of corruption; suatu pergeseran bentuk baru dari subjek pelaku tindak pidana korupsi yang bersifat transnasional. Bentuk dan modus operandi baru dalam perkembangan tindak pidana korupsi tersebut belum dapat dijangkau oleh Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 juncto Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan UU Nomor 31 tahun 1999 karena organized crime of corruption transnasional memerlukan payung hukum yang dapat menjangkau ke luar batas territorial.
Political
will Pemerintah
Indonesia
dalam
upaya
melawan korupsi
transnasional, yang sejalan dengan prinsip-prinsip Konvensi PBB Menentang Korupsi, sebetulnya sudah dilakukan sejak beberapa tahun lalu. Keterlibatan Indonesia dalam berbagai perjanjian internasional antikorupsi adalah bukti keinginan Pemerintah Indonesia untuk sungguh-sungguh menegakkan pemberantasan korupsi. Sejarah Indonesia ikut terlibat pemberantasan korupsi sudah berlangsung sejak lama. Pemerintah Indonesia telah menandatangani Perjanjian Palermo untuk 28
Mencegah dan Melawan Kejahatan Transnasional Terorganisir pada bulan Desember 2000. Tiga tahun setelah penandatanganan Konvensi Palermo, konferensi tingkat tinggi guna mempersiapkan penandatanganan Konvensi PBB Menentang Korupsi digelar di Merida, Meksiko, 9-11 Desember 2003. Dua konvensi itu telah ikut ditandatangani Pemerintah Indonesia. Setelah
terlibat
dalam
sejumlah
proses
itu,
pemerintah
Indonesia
mengumumkan UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi, yang diamendemen dengan UU No 20 Tahun 2001, serta UU No 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering). Selanjutnya dibentuk pula UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK). Diumumkannya berbagai UU antikorupsi tersebut adalah sederet bukti upaya pemerintah agar hukum nasional yang terkait pemberantasan korupsi bisa memenuhi standar internasional, baik yang secara prinsip tercantum di dalam Konvensi Palermo 2000 maupun Konvensi Merida 2003. Menghadapi tindak pidana korupsi terorganisasi dan bersifat lintas batas territorial yang sulit pembuktiannya diperlukan koordinasi lintas kelembagaan penegakan hukum termasuk KPK. Kasus-kasus tindak pidana korupsi selalu melibatkan aktivitas perbankan dan juga keterangan ahli dan pembuktian yang memadai sehingga dalam menghadapi tindak pidana korupsi yang sudah sistemik dan meluas diperlukan kerjasama yang intensif dan berkesinambungan antara lembaga penegakan hukum baik pada tingkat nasional maupun pada tingkat bilateral dan multilateral. Kesulitan-kesulitan selalu dihadapi oleh lembaga-lembaga penegakan hukum ketika harus berhubungan dengan pihak terkait seperti Bank Indonesia, atau pimpinan perbankan. Kesulitan ini semakin nyata ketika keperluan memperoleh buktibukti, saksi-saksi atau dokumen-dokumen yang berada di negara lain. Koordinasi dan kerjasama penegakan hukum merupakan posisi kunci yang menentukan keberhasilan pencegahan dan pemberantasan korupsi yang bersifat organized dan transnasional.
29
PEMBAHASAN
Korupsi yang semakin meluas merupakan salah satu bentuk kejahatan yang sulit dihilangkan. Cakupannya sekarang tidak hanya di wilayah domestik saja, tapi juga telah melewati batas-batas negara sehingga bersifat transnasional. Dengan begitu, korupsi bisa disebut sebagai salah satu bentuk dari transnational crimes. James N. Rosenau mendefinisikan transnasional sebagai proses dimana hubungan internasional yang dilakukan oleh negara bangsa dilengkapi dengan hubungan antar individu, kelompok dan masyarakat yang memiliki konsekuensi penting pada
hubungan internasional. Sebagai transnational crime, korupsi
transnasional biasanya dilakukan oleh orang atau sekelompok orang yang memiliki kepentingan yang sama dan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan serta melewati batas-batas negara. Dari hal tersebut bisa kita lihat adanya suatu konspirasi antar individu dan atau negara dalam pencapaian tujuan tertentu yang melewati batas negara. Teori konspirasi sangat melekat dengan korupsi. Karena pihak yang terkait di dalam korupsi transnasional sudah tentu melakukan persekongkolan agar semua tujuannya dapat dicapai. Maka bila begitu pihak-pihak yang melakukan korupsi transnasional bisa saja disebut sebagai terorisme karena cakupannya tidak hanya domestik. Karena pihak-pihak itu melakukan serangkaian kegiatan yang terencana secara sistematik hanya untuk menguntungkan diri sendiri saja, mendapatkan kekuasaan dan merugikan pihak lain yang tidak bersalah. Dan tentu saja korupsi transnasional akan menggangu keamanan internasional. Korupsi transnasional telah mengundang PBB untuk ikut campur tangan. Sebagai salah satu bentuk solusi menangani korupsi transnasional, maka disepakati Konvensi PBB Melawan Korupsi (United Nations Convention Against Corruption). Pada 2005, UNCAC ditandatangani oleh pemerintah Indonesia, untuk selanjutnya diratifikasi
bersama-sama
dengan
"Konvensi
PBB
Menentang
Kejahatan
Transnasional Terorganisasi" (UN Convention Against Transnational Organized Crimes) Tahun 2000.
30
Tonggak utama UNCAC, yang berlaku efektif sejak bulan Desember 2005, adalah diciptakannya mekanisme pengembalian aset (asset recovery) hasil tindak pidana korupsi yang untuk pertamakalinya diatur secara komprehensif. Konvensi ini juga mengakui hak negara yang menjadi korban dan dirugikan dari tindak pidana korupsi, untuk dapat memperoleh lagi pengembalian aset-aset mereka. Selain dicantumkannya ketentuan yang merupakan terobosan besar dalam proses pengembalian aset hasil korupsi, ketentuan mengenai larangan pencucian uang juga tercantum dalam substansi Konvensi PBB. Upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi, sebagaimana tercantum dalam UNCAC, juga tidak sebatas yang melibatkan lembaga negara, tetapi juga yang di sektor swasta. Sebab jika dicermati, pencegahan dan kriminalisasi tindak pidana di sektor swasta sudah diuraikan secara terperinci dalam UNCAC, sebagaimana dapat kita baca pada tiga pasal konvensi itu. Pasal 12 UNCAC menyebutkan, negara pihak berkewajiban untuk mencegah korupsi yang melibatkan sektor swasta dengan antara lain meningkatkan sistem akuntansi dan standar audit. Selanjutnya pada Pasal 21 disepakati, bahwa negara pihak berkewajiban mengadopsi legislasi nasional maupun langkah-langkah yang diperlukan dalam mengkriminalisasi tindak pidana korupsi di sektor swasta. Terdapat beberapa kelemahan pada UNCAC ini dalam pemberantasan korupsi di Indonesia, yaitu: 1. Seiring dilakukannya ratifikasi terhadap UNCAC, sejumlah kebijakan diupayakan ditempuh pemerintah Indonesia. Selain mencegah korupsi di sektor swasta melalui peningkatan sistem akuntansi, sejumlah langkah dan legislasi nasional juga diadopsi untuk mempidanakan tindak pidana korupsi di sektor swasta. Selain itu, tindak penggelapan hak milik di sektor swasta juga dipidanakan. Namun, pemberantasan korupsi di sektor swasta tidaklah segampang membalikkan telapak tangan. Pemberantasan korupsi di sektor swasta belum secara jelas diatur, serta pengenaan sanksinya. Contohnya, UU No.31 Tahun 1999 dan UU No.20 Tahun 2001 mengatur mengenai pencegahan dan pemberantasan korupsi, termasuk pelaku tindak pidana baik dari kalangan publik maupun swasta, khususnya pada Pasal 20 UU No.31 Tahun 2001. Korupsi yang dilakukan oleh korporasi dalam pasal 20 tersebut dinilai belum tegas. Sebab, praktik korupsi hanya dikenai sanksi administratif, dan bukan sanksi pidana. 31
2. Di dalam UNCAC, terminologi yang digunakan terkait dengan subjek tindak pidana korupsi adalah "pejabat publik". Pejabat publik sebagaimana dimaksud dalam Konvensi PBB itu adalah (i) setiap orang yang memegang suatu jabatan legislatif, eksekutif, administratif atau yudisial, baik ditunjuk atau dipilih, tetap atau sementara, dibayar
atau tidak,
(ii) setiap orang
lainnya
yang
melaksanakan fungsi publik, termasuk suatu instansi publik, atau yang memberikan pelayanan publik, (iii) setiap orang yang ditetapkan sebagai pejabat publik. Konsekuensinya, subjek korupsi dalam Konvensi UNCAC lebih luas ketimbang subjek korupsi yang diatur dalam UU No.28 Tahun 1999 dan UU No.31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 Tahun 2001. Subjek UU No.31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 adalah "pegawai negeri" atau "penyelenggara negara".
Terlepas dari semua kendala yang menghadang, korupsi transnasional tetap diberantas meskipun sulit. Karena itu dibutuhkan suatu kerjasama internasional antar negara-negara dan juga individu agar masalah ini bisa diselesaikan. Adanya badanbadan pemberantas korupsi di dalam negeri merupakan langkah awal. Karena bila korupsi dalam negeri bisa teratasi, maka korupsi transnasional sedikit demi sedikit juga akan bisa diatasi.
32
KESIMPULAN
Korupsi di Indonesia berkembang secara sistemik. Bagi banyak orang korupsi bukan lagi merupakan suatu pelanggaran hukum, melainkan sekedar suatu kebiasaan. Dalam seluruh penelitian perbandingan korupsi antar negara, Indonesia selalu menempati posisi paling rendah. Perang melawan korupsi di Indonesia telah dilakukan sejak tahun 1967 dengan pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi melalui Keputusan Presiden No. 228/1967. Kasus korupsi yang semakin marak di Indonesia sekarang meluas menjadi korupsi transnasional atau korupsi yang melewati batas-batas negara dan tidak hanya melibatkan aktor negara saja tapi juga aktor non-negara. Hal ini tentu akan mengganggu keamanan internasional. Teori konspirasi sangat melekat pada korupsi. Hai itu dihubungkan dengan adanya persekongkolan antar individu dan atau negara untuk mencapai tujuan tertentu dan tujuan ini dilakukan dengan cara yang sistematik dan merugikan pihak lain. Karena itu korupsi bisa digolongkan menjadi transnational crime. Meskipun menemui berbagai kendala, pemberantasan korupsi transnasional dilakukan oleh negara-negara dengan melakukan suatu kerjasama internasional. Cerminan dari pemberantasan korupsi ini misalnya disepakatinya Konvensi PBB Melawan Korupsi (United Nations Convention Against Corruption), juga kesepakatan kerjasama antar negara dan individu dalam pemberantasan korupsi lainnya.
33
DAFTAR REFERENSI
http://asopian.blogspot.com/2004_09_01_archive.html http://forum2004.portalhukum.com/index.php?name=News&file=article&sid =20 http://id.wikipedia.org http://islamlib.com/en/page.php?page=article&mode=print&id=414 http://www2.dw-world.de/indonesia/Politik_Wirtschaft/1.185255.1.html http://www.antikorupsi.org/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid= 10939 http://www.depdagri.go.id/konten.php?nama=BeritaDaerah&op=detail_berit a_daerah&id=236 http://www.detikfood.com/index.php/detik.read/tahun/2006/bulan/03/tgl/21/ti me/132945/idnews/562798/idkanal/10 http://www.goodgovernancebappenas.go.id/archive_wacana/kliping_wawasan /Klip_wsn_2006/wawasan_170.htm http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1998/12/11/0033.html http://www.kompas.com http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/politik-hukum/pengembalianaset-korupsi-masukkan-konverensi-internasional-anti-korupsi-3.html http://www.suarapembaruan.com http://www.unisosdem.org/kliping_detail.php?aid=7784&coid=1&caid=34 http://www.vhrmedia.net/home/index.php?id=view&aid=2624&lang=
34