Analisis atas Efektivitas Kegiatan Pengawasan dan Konsultasi melalui Himbauan/Konseling serta Pemeriksaan pada KPP Wajib Pajak Besar Satu Supriadi Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jl. Salemba Raya No.4, Jakarta, Indonesia
[email protected]
Abstrak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus meningkatkan pelayanan dan pengawasannya kepada Wajib Pajak untuk meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Hal tersebut dapat dilakukan melalui pengawasan dan konsultasi yang dilakukan oleh Account Representative yang dapat meliputi pengawasan pembayaran masa, himbauan serta konseling. Di sisi lain, DJP juga melakukan penegakan hukum melalui pemeriksaan, penagihan dan penyidikan. Penegakan hukum ini diharapkan akan mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak yang pada akhirnya berkontribusi dalam meningkatkan penerimaan negara. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan bertujuan untuk mengetahui efektivitas dari pemeriksaan dan pengawasan dan konsultasi melalui himbauan konseling di KPP Wajib Pajak Besar Satu. Data-data berupa data primer yang diperoleh dari wawancara dan data sekunder berupa dokumen-dokumen serta melalui media cetak ataupun online dalam bentuk data, teks dan data statistik. Hasil penelitian mendapatkan kesimpulan bahwa untuk pencapaian target penerimaan dari kegiatan pemeriksaan sudah sangat baik, tetapi masih terdapat masalah dalam penyelesaian penugasan pemeriksaan. Dari sisi pengawasan dan konsultasi, pencapaian penerimaan pajak dari kegiatan himbauan dan konseling masih belum optimal jika dibandingkan dengan prognosa. Kata kunci: Pemeriksaan, pengawasan, konsultasi, himbauan, konseling
Analysis on Effectiveness of Monitoring and Consulting through Providing Notice/Counseling and Audit in Large Taxpayer Tax Office One Abstract Directorate General of Tax (DGT) is in attempts to improve service and supervision to taxpayers to increase taxpayers’ voluntary compliance in fulfilling tax obligation. Monitoring and consulting conducted by Account Representative can be done by monitoring tax payment, providing notice and counseling to taxpayers. In addition, DGT also conducts law enforcement activities through audit, collection and investigation. These law enforcement actions are expected to influence taxpayers’ voluntary compliance that in turn may contribute to the tax revenue. This research used qualitative methods and aims to determine the effectiveness of audit and monitoring and consulting throuhg giving notice and counseling in Large Taxpayer Tax Office (LTO) One. Data used in this research consists of primary data obtained from interviews and secondary data in the form of documents and printed media or online in the form of data, text and statistical data obtained from LTO One. The results of the research came to the conclusion that tax audit has a good achievement in increasing tax revenue. But still there are problems in the completion of the audit assignment. In terms of monitoring and consulting, the achievement of tax revenue from giving notice and counseling activities are still not optimal compared with the prognosis. Key word: tax audit, monitoring, consulting, providing notice, counseling
Analisis atas..., Supriadi, FE UI, 2014
Pendahuluan Sebagai instrumen fiskal, pajak berfungsi sebagai pengisi anggaran negara guna membiayai pembangunan. Semakin besar anggaran negara yang bersumber dari pajak menggambarkan adanya kemandirian ekonomi, karena negara tidak lagi banyak tergantung pada utang yang dalam praktiknya senantiasa membebani negara dengan cicilan angsuran dan bunga. Krisis moneter tahun 1997/1998 merupakan salah satu pendorong akhirnya dilakukan reformasi perpajakan (tax reform) secara menyeluruh atau komprehensif sepanjang tahun 2002 sampai 2009. Sejak tahun 2002, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) meluncurkan program reformasi perpajakan yang terdiri dari reformasi administrasi perpajakan (tax administrative reform) dan reformasi kebijakan perpajakan (tax policy reform). Reformasi administrasi perpajakan yang secara singkat biasa disebut Modernisasi merupakan perwujudan dari good governance, yaitu penerapan sistem administrasi perpajakan yang transparan dan akuntabel, dengan memanfaatkan sistem informasi teknologi yang handal dan terkini. Kepatuhan pajak merupakan elemen penting dalam rangka peningkatan penerimaan pajak. Sebagai unsur terpenting dalam upaya peningkatan penerimaan pajak, kepatuhan pajak diharapkan tetap tinggi sehingga target penerimaan dapat terpenuhi. Berbagai cara dan strategi dilakukan pemerintah diantaranya dengan pendekatan hukum, norma sosial, psikologi, ekonomi, ataupun budaya. Penggalian potensi pajak terus dilakukan oleh DJP dalam meningkatkan dan mengamankan penerimaan negara melalui dua program besar, yaitu ekstensifikasi dan intensifikasi. Ekstensifikasi merupakan serangkaian kegiatan untuk memperluas basis subjek pajak dan objek pajak, sedangkan intensifikasi adalah serangkaian kegiatan penggalian potensi pajak terhadap subjek pajak yang telah terdaftar. Beberapa program ekstensifikasi yang dilakukan oleh DJP diantaranya program ekstensifikasi Wajib Pajak orang pribadi yang diselenggarakan untuk memperluas basis pengenaan pajak (tax base broadening) melalui upaya meningkatkan jumlah Wajib Pajak terdaftar, meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak, serta meningkatkan penerimaan pajak. Sedangkan penggalian potensi melalui intensifikasi yang dilaksanakan DJP antara lain pengamanan pembayaran masa yang dilakukan oleh Account Representative. Kegiatan pengawasan pembayaran masa dilaksanakan terhadap pembayaran pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak untuk setiap masa pajak dan untuk seluruh jenis pajak. Tindak lanjut dari kegiatan ini adalah himbauan dan konseling. Di sisi lain, penggalian potensi pajak juga dapat dilakukan melalui penegakan hukum (law enforcement) dalam bentuk pemeriksaan pajak. Tingkat efektivitas dari sisi kegiatan pengawasan dan konsultasi dapat diukur dari persentase pemenuhan pembetulan SPT
Analisis atas..., Supriadi, FE UI, 2014
Tahunan PPh berdasarkan himbauan. Sedangkan tingkat efektivitas dari kegiatan pemeriksaan dapat diukur dari persentase realisasi penyelesaian pemeriksaan dan persentase realisasi penerimaan hasil pemeriksaan. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka dirumuskan beberapa permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1.
Bagaimana gambaran secara umum atas penerimaan pajak di KPP Wajib Pajak Besar Satu untuk Tahun 2012-2013?
2.
Bagaimana pelaksanaaan kegiatan penggalian potensi pajak melalui pemeriksaan dan pengawasan konsultasi di KPP Wajib Pajak Besar Satu?
3.
Bagaimana efektivitas atas kegiatan pemeriksaan dan pengawasan konsultasi tersebut di KPP Wajib Pajak Besar Satu?
4.
Kendala apa saja yang dihadapi dalam melaksanakan kegiatan pemeriksaan dan pengawasan konsultasi di KPP Wajib Pajak Besar Satu di KPP Wajib Pajak Besar Satu dan bagaimana cara mengatasi kendala-kendala tersebut?
Berdasarkan uraian perumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan adalah sebagai berikut: 1.
Menggambarkan secara umum mengenai kondisi penerimaan pajak di KPP Wajib Pajak Besar Satu khususnya tahun 2012-2013.
2.
Menggambarkan pelaksanaaan kegiatan penggalian potensi pajak melalui pemeriksaan dan pengawasan konsultasi di KPP Wajib Pajak Besar Satu.
3.
Menggambarkan efektivitas atas kegiatan pemeriksaan dan pengawasan konsultasi tersebut di KPP Wajib Pajak Besar Satu.
4.
Menganalisis kendala apa saja yang dihadapi dalam melaksanakan kegiatan pemeriksaan dan pengawasan konsultasi di KPP Wajib Pajak Besar Satu di KPP Wajib Pajak Besar Satu dan bagaimana cara mengatasi kendala-kendala tersebut.
Tinjauan Teoritis Terdapat Tiga Unsur Pokok dari suatu sistem pajak penghasilan sebagaimana dikemukakan oleh Mansury (2003:1), yaitu: kebijakan pajak (tax policy), Undang-Undang Perpajakan (tax law) dan administrasi perpajakan (tax administration). 1.
Kebijakan perpajakan, merupakan alternatif yang nyata-nyata dipilih dari berbagai pilihan lain, agar dapat dicapai sasaran yang hendak dituju oleh Sistem Pajak Penghasilan yang bersangkutan. Alternatif-alternatif tersebut meliputi pajak apa yang
Analisis atas..., Supriadi, FE UI, 2014
akan dipungut, siapa yang akan dijadikan subjek pajak, apa saja yang merupakan objek pajak, berapa besarnya tarif pajak dan bagaimana prosedur perpajakannya. 2.
Undang-Undang Perpajakan, adalah seperangkat peraturan perpajakan yang terdiri dari Undang-Undang beserta peraturan pelaksanaannya. Dalam Undang-Undang Pajak diatur mengenai siapa yang menjadi subjek pajak, apa yang menjadi objek pajak, berapa besarnya pajak terutang yang harus dibayar oleh Wajib Pajak berdasarkan tarif pajak dan bagaimana prosedur perpajakannya termasuk cara pelunasan pajak terutang serta tata cara pengajuan keberatan dan sebagainya.
3.
Administrasi perpajakan, memiliki pengertian sebagai berikut: a.
Suatu instansi atau badan yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk menyelenggarakan pungutan pajak;
b.
Orang-orang yang terdiri dari pejabat dan pegawai yang bekerja pada instansi perpajakan yang secara nyata melaksanakan kegiatan pemungutan pajak;
c.
Kegiatan penyelenggaraan pungutan pajak oleh suatu instansi atau badan yang ditatalaksanakan sedemikian rupa sehingga dapat mencapai sasaran yang telah digariskan dalam kebijaksanaan perpajakan, berdasarkan hukum yang ditentukan dalam Undang-Undang perpajakan dengan efisiensi.
Menurut Norman D. Nowak (1970) sebagaimana dikutip oleh Mansury (2003:4), administrasi perpajakan merupakan kunci bagi berhasilnya pelaksanaan kebijakan perpajakan. Tugas administrasi perpajakan tidak membuat kebijakan atau ketentuan undang-undang, tidak memutuskan subjek pajak yang dikecualikan dari pemungutan pajak, juga tidak menentukan objek-objek pajak yang baru. Administrasi perpajakan perlu disusun dengan sebaik-baiknya sehingga mampu menjadi instrumen yang bekerja secara efisien dan efektif dalam penyelenggaraan pemungutan pajak sesuai dengan hukum pajak positif. Umumnya masyarakat disetiap negara memiliki kecenderungan untuk meloloskan diri dari pembayaran pajak. Hal ini timbul dari pemikiran bahwa membayar pajak adalah pengorbanan yang dilakukan warga negara dengan menyerahkan sebagian hartanya kepada negara dengan sukarela. Wajib Pajak yang disadari ataupun tidak mempersulit pemasukan pajak sebagai sumber penerimaan Negara. Inilah yang disebut sebagai perlawanan terhadap pajak. Menurut R. Santoso Brotodihardjo (2003:13-22) perlawanan terhadap pajak dibedakan menjadi perlawanan pasif dan perlawanan aktif. Perlawanan pasif terdiri dari hambatan-hambatan yang mempersukar pemungutan pajak yang erat hubungannya dengan struktur ekonomi suatu negara, tingkat intelektual dan penduduk suatu negara serta sistem dan cara pemungutan pajak itu sendiri. Perlawanan pasif juga terdapat apabila sistem kontrol tidak dilakukan
Analisis atas..., Supriadi, FE UI, 2014
dengan efektif atau bahkan tidak dapat diadakan. Perlawanan aktif mencakup semua usaha dan tindakan yang secara langsung ditujukan terhadap fiskus dengan tujuan menghindari pajak, yaitu Tax Avoidance, yaitu usaha meringankan beban pajak dengan cara tertentu tanpa melanggar Undang-Undang perpajakan yang berlaku dan Tax Evasion, yaitu usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar Undang-Undang perpajakan yang berlaku, misalnya dengan melakukan penggelapan pajak. Termasuk dalam usaha aktif Wajib Pajak dalam hal mengurangi, menghapus, manipulasi ilegal terhadap utang pajak atau meloloskan diri untuk tidak membayar pajak sebagaimana yang telah terutang menurut aturan perundangundangan. Masalah mengenai kepatuhan Wajib Pajak dan pengurangan tax avoidance dan tax evasion adalah permasalahan penting ekonom dalam studi mengenai sektor publik khususnya di negara-negara berkembang dimana pajak menjadi modal penting untuk membiayai program pembangunan negara. Organisation for Economic Co-operation and Development atau yang disingkat OECD (2001) membagi juga kepatuhan menjadi dua kategori, yaitu: 1.
Administrative compliance, yaitu kepatuhan terhadap aturan-aturan administrasi seperti membayar tepat waktu, termasuk juga kepatuhan dalam hal pelaporan, dan kepatuhan terhadap prosedur dan peraturan.
2.
Technical compliance, seperti menghitung pajak sesuai aturan teknis yang ditetapkan dalam undang-undang perpajakan atau Wajib Pajak membayar pajak mereka sesuai dengan ketetapan dalam undang-undang perpajakan.
Sutedi (2011:224) menjelaskan bawah salah satu faktor yang menentukan tinggi rendahnya kepatuhan Wajib Pajak adalah compliance cost atau besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh Wajib Pajak. Sedangkan biaya-biaya yang dikeluarkan fiskus dalam rangka pelaksanaan fungsi-fungsinya disebut sebagai administrative cost. Lebih lanjut lagi, time cost merupakan waktu yang terpakai oleh Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, mulai dari waktu yang terpakai untuk membaca formulir SPT dan buku petunjuknya, berkonsultasi dengan akuntan dan konsultan pajak untuk mengisi SPT, serta waktu yang terpakai untuk pergi dan pulang ke kantor pajak. DJP memainkan peran pentingnya dengan memberikan penyuluhan perpajakan (tax dissessmination), pelayanan
perpajakan (tax services), dan pengawasan perpajakan (law
enforcement). Apabila ketiga fungsi ini dapat dilaksanakan secara bersamaan akan kepatuhan sukarela Wajib Pajak didalam pemenuhan kewajiban dan haknya dibidang perpajakan akan meningkat. Dalam hal pengawasan terhadap Wajib Pajak, di Kantor Pelayanan Pajak kita kenal dengan adanya Account Representative yang diberikan kepercayaan dan kewenangan
Analisis atas..., Supriadi, FE UI, 2014
untuk memberikan pelayanan, pembinaan dan pengawasan secara langsung kepada Wajib Pajak. Sistem perpajakan Indonesia yang menganut sistem self assessment telah memberikan kepercayaan dan tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendiri pajak yang terutang, serta melaporkan kewajiban pajak melalui Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) ke Direktorat Jenderal Pajak. Pemerintah dalam hal ini aparat perpajakan sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan, pelayanan dan pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan serta penegakan hukum melalui pemeriksaan pajak, penyidikan, dan penagihan pajak. Pemeriksaan pajak disamping dimaksudkan untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya, juga bertujuan untuk meningkatkan penerimaan pajak serta mencegah rasa ketidakadilan di antara sesama Wajib Pajak (Gunadi:2004). Dalam rangka menilai efektivitas dari kegiatan pengawasan dan konsultasi serta pemeriksaan pajak, Direktorat Jenderal Pajak telah menetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU) untuk kegiatan pengawasan dan konsultasi dari himbauan dan konseling diukur dari persentase pemenuhan pembetulan SPT Tahunan PPh. Untuk kegiatan pemeriksaan terdapat 2 Indikator Kinerja Utama (IKU), yaitu Persentase pencapaian atas realisasi penerimaan hasil pemeriksaan dan Persentase realisasi penyelesaian pemeriksaan
Metode Penelitian Penulis menggunakan metode kualitatif dengan alasan untuk melihat masalah pemeriksaan dan himbauan/konseling yang dilakukan di KPP Wajib Pajak Besar Satu. Jenis dan sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian ini meliputi: 1.
Data Primer Data primer yang digunakan adalah melalui wawancara langsung dengan petugas pajak di dalam menjelaskan keadaan yang sebenarnya terjadi di KPP Wajib Pajak Besar Satu yang terdiri dari Pemeriksa Pajak dan Account Representative. Data primer ini diperoleh secara langsung dari narasumber yang dapat dipercaya, berkompeten, memiliki pengalaman yang cukup dan terlibat langsung dalam kegiatan-kegiatan yang akan diteliti.
2.
Data Sekunder Data sekunder ini didapatkan penulis baik dari KPP Wajib Pajak Besar Satu yaitu berupa dokumen-dokumen seperti jurnal hasil penelitian serta melalui media cetak seperti majalah perpajakan, ataupun online dalam bentuk data, teks dan data statistik.
Analisis atas..., Supriadi, FE UI, 2014
Metode pengumpulan data yang digunakan oleh penulis adalah: 1.
Penelitian Lapangan (field research) Metode ini paling banyak digunakan untuk mendapatkan gambaran secara nyata mengenai kegiatan pemeriksaan yang dilakukan oleh Fungsional Pemeriksa dan himbauan serta konseling yang dilakukan oleh Account Representative di KPP Wajib Pajak Besar Satu. Penelitian lapangan selanjutnya dilakukan dengan wawancara mendalam kepada pihak-pihak yang berkompeten dari KPP Wajib Pajak Besar Satu untuk memperoleh data-data yang diperlukan meliputi: 1) Fungsional Pemeriksa Pajak sebanyak 1 orang dengan level ketua tim; 2) Account Representative sebanyak 3 orang.
2.
Studi Kepustakaan (library research) Studi kepustakaan dilakukan untuk mempelajari literatur-literatur yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dan mempelajari dokumen yang berkaitan dengan masalah yang dibahas. Literatur dapat berupa undang-undang perpajakan maupun publikasi resmi yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak dan instansi lainnya yang berhubungan dengan pertambangan mineral dan batubara serta perbankan seperti dari pihak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Bank Indonesia.
Hasil Penelitian Terhitung mulai 1 April 2012, KPP Wajib Pajak Besar Satu mengadministrasikan Wajib Pajak sektor pertambangan dan jasa penunjang pertambangan disamping Wajib Pajak sektor Perbankan dan Jasa Keuangan. Namun, selain Wajib Pajak perbankan/jasa keuangan, pertambangan, dan jasa penunjang pertambangan terdapat juga Wajib Pajak sektor lainnya dan sektor alat berat yang ikut diadministrasikan di KPP Wajib Pajak Besar Satu. Sektor lainnya disini mencakup Wajib Pajak yang bergerak di sektor usaha perdagangan besar, konstruksi, dan industri logam dasar mulia dan logam dasar bukan besi lainnya mencakup usaha pemurnian, peleburan, pemaduan, dan penuangan. Adapun rincian penerimaan pajak per sektor industri yang dicapai oleh KPP Wajib Pajak Besar Satu Tahun 2012-2013 tampak pada tabel 1. Secara umum, kita dapat melihat bahwa sektor pertambangan mengalami pertumbuhan penerimaan pajak yang negatif serta sejalan dengan Wajib Pajak yang bergerak di jasa penunjang pertambangan dan sektor lainnya. Hal ini karena terdapat keterkaitan proses
Analisis atas..., Supriadi, FE UI, 2014
bisnis diantara sektor tersebut sehingga jika sektor pertambangan turun akan berimbas pada penurunan atas permintaan jasa pertambangan dan juga kebutuhan akan konstruksi. Tabel 1 Penerimaan Pajak per Sektor Industri KPP Wajib Pajak Besar Satu Tahun 2012-2013 (dalam Rp) Sektor Industri Pertambangan Perbankan Jasa Penunjang Pertambangan Jasa Keuangan Lainnya
2012 30.929.470.688.151
s.d. Bulan Desember Kontribusi 2013 15.606.592.652.479 41,76%
Kontribusi
27.972.295.594.884
52,95%
1.889.994.095.296
3,58%
3.277.080.732.133
6,20%
3.179.593.087.844
6,02%
906.536.514.573
1,72%
52.832.092.677.209
100%
25.033.195.267.312
33,80%
2.759.134.186.631
3,73%
2.303.347.694.930 3,11% Sektor Lainnya 11.764.849.577.534 15,89% NPWP Wajib Pajak 1.271.030.012.806 000-091.000 1,72% Total Penerimaan 74.061.027.427.365 100% Sumber: KPP Wajib Pajak Besar Satu (telah diolah kembali)
29,54%
Salah satu kegiatan penggalian potensi yang dilakukan oleh Account Representatibe adalah pengamanan pembayaran masa. Rangkaian kegiatan pengawasan pembayaran masa diawali dengan kegiatan pengawasan atas kepatuhan pemenuhan kewajiban Wajib Pajak per masa pajak. Kegiatan pengawasan tersebut ditindaklanjuti oleh Account Representative yang secara persuasif mengingatkan Wajib Pajak atas kewajiban perpajakannya melalui mekanisme bimbingan, himbauan, dan konseling. Disamping itu, kegiatan pengawasan juga mencakup atas penetapan Wajib Pajak Non Efektif baik itu atas permohonan Wajib Pajak atau ditetapkan secara jabatan oleh Account Representative. Dalam rangka pengamanan penerimaan pajak melalui pengawasan kepatuhan secara efektif, terintegrasi dan berkesinambungan digunakanlah salah satu Aplikasi Profil Berbasis Web (Approweb) yang merupakan aplikasi untuk mempermudah pengawasan dan penggalian potensi Wajib Pajak yang harus digunakan di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
Tabel 2 Persentase Penerimaan Pajak dari Kegiatan Himbauan dan Konseling terhadap Total Penerimaan Pajak KPP Wajib Pajak Besar Satu (dalam Rp) 2012 1
Total Penerimaan Pajak Keseluruhan 74.061.027.427.365 2 Total Penerimaan Pajak dari Himbauan dan Konseling 5.428.180.271.094 3 Persentase penerimaan pajak dari himbauan dan konseling terhadap 7,33% penerimaan pajak keseluruhan Sumber: KPP Wajib Pajak Besar Satu (diolah kembali)
2013 52.832.092.677.209 5.712.519.171.226
Analisis atas..., Supriadi, FE UI, 2014
10,81%
Selain melalui peningkatan pelayanan dan pengawasan kepada Wajib Pajak, upaya DJP untuk meningkatkan kepatuhan sukarela (voluntary compliance) Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan adalah melalui kegiatan pemeriksaan pajak. Dengan peningkatan kepatuhan sukarela Wajib Pajak maka tugas DJP dalam menghimpun penerimaan negara akan semakin efisien.
Tabel 3 Kontribusi Pemeriksaan Terhadap Total Penerimaan Pajak Tahun 2012-2013 KPP Wajib Pajak Besar Satu (dalam Rp)
Total Penerimaan Pajak Hasil Pemeriksaan 1.617.297.678.260 Penerimaan Pajak Total 74.061.027.427.365 Persentase penerimaan hasil pemeriksaan 2,18% terhadap total penerimaan pajak Sumber: KPP Wajib Pajak Besar Satu (diolah kembali)
2.104.875.644.194 52.832.092.677.209 3,98%
Pemeriksaan yang dilakukan oleh Pemeriksa Pajak yang tergabung dalam suatu tim Pemeriksa Pajak berdasarkan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) yang diterbitkan untuk satu atau beberapa Masa Pajak dalam suatu Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak yang sama atau untuk satu Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak terhadap satu Wajib Pajak. Dalam hal susunan tim Pemeriksa Pajak diubah, kepala unit pelaksana Pemeriksaan harus menerbitkan surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak.
SP2 Terbit
SP2 Selesai
Tunggakan Penyelesaian SP2
696 561
260256 173171
135 4 2013
2012
161161 2
2011
0 2010
Gambar 1 Saldo Penyelesaian Tugas Pemeriksaan KPP Wajib Pajak Besar Satu Tahun 2010-2013 Sumber: KPP Wajib Pajak Besar Satu (diolah kembali)
Untuk mengukur efektivitas dari kegiatan pengawasan dan konsultasi atas himbauan dan konseling, Indikator Kinerja Utama (IKU) yang digunakan yaitu persentase pemenuhan
Analisis atas..., Supriadi, FE UI, 2014
pembetulan SPT Tahunan PPh yang merupakan Pembetulan SPT atas himbauan dari DJP kepada Wajib Pajak berdasarkan data tambahan yang diperoleh oleh DJP dan dihitung dengan formula: Jumlah pemenuhan pembetulan SPT tahunan x 100% Jumlah himbauan Pembetulan SPT Tahunan PPh Tabel 4 Persentase Pemenuhan Pembetulan SPT Tahunan PPh KPP Wajib Pajak Besar Satu Keterangan Jumlah himbauan pembetulan SPT Jumlah pemenuhan himbauan pembetulan SPT Realisasi IKU Target IKU Sumber: KPP Wajib Pajak Besar Satu (telah diolah kembali)
Tahun 2012 83 19 22,89 25%
Tahun 2013 81 51 62,96% 20%
Untuk kegiatan pemeriksaan terdapat 2 Indikator Kinerja Utama (IKU) yaitu: a)
Persentase pencapaian atas realisasi penerimaan hasil pemeriksaan, yang dihitung dengan formula: Realisasi penerimaan hasil pemeriksaan Rencana penerimaan hasil pemeriksaan
x 100%
Tabel 5 Persentase Pencapaian atas realisasi penerimaan hasil pemeriksaan (dalam Rupiah) KPP Wajib Pajak Besar Satu Tahun 2012 dan 2013 Keterangan Tahun 2012 Rencana penerimaan hasil pemeriksaan 1,172,993,714,270 Realisasi penerimaan hasil pemeriksaan 1,617,297,678,260 Realisasi IKU 137,88% Target IKU 100% Sumber: KPP Wajib Pajak Besar Satu (telah diolah kembali)
b)
Tahun 2013 939.700.007.744 2.104.875.644.194 223,99% 40%
Persentase realisasi penyelesaian pemeriksaan, yang dihitung dengan formula: Jumlah pemeriksaan selesai Jumlah rencana pemeriksaan
x 100%
Tabel 6 Persentase Pencapaian atas Realisasi Penyelesaian Pemeriksaan KPP Wajib Pajak Besar Satu Tahun 2012 dan 2013 Keterangan Tahun 2012 Jumlah rencana pemeriksaan 170 Jumlah pemeriksaan selesai 140 Realisasi IKU 82,35% Target IKU 80% Sumber: KPP Wajib Pajak Besar Satu (telah diolah kembali)
Tahun 2013 500 578 115,60% 80%
Analisis atas..., Supriadi, FE UI, 2014
Pembahasan Penerimaan Pajak Secara Umum Dengan adanya pemindahan Wajib Pajak, komposisi Wajib Pajak yang ada di KPP Wajib Pajak Besar Satu didominasi oleh sektor pertambangan dan jasa penunjang pertambangan. Dari tabel 1 dapat dilihat penerimaan pajak dari masing-masing sektor industri beserta kontribusinya
masing-masing
terhadap
total
penerimaan.
Penerimaan
dari
sektor
pertambangan mengalami pertumbuhan negatif yang utamanya disebabkan oleh penurunan harga batubara dan menurunnya aktivitas produksi dari sektor pertambangan. Hal ini kemudian berdampak pada penerimaan pajak dari sektor jasa penunjang pertambangan karena karena hampir seluruh tahap kegiatan pertambangan mulai dari general survey, sampai dengan eksploitasi dan kegiatan pasca tambang dilakukan oleh perusahaan Jasa Tambang maupun tenaga ahli atau konsultan dari luar negeri. Selain itu, perusahaan pertambangan juga memiliki ketergantungan terhadap sektor konstruksi dan alat-alat berat dalam membantu proses penambangan mineral dan batubara. Disisi lain, penerimaan pajak dari sektor perbankan memperlihatkan pertumbuhan yang positif. Selama tahun 2012 dan 2013, secara umum kinerja sektor perbankan dan jasa keuangan cukup baik ditandai dengan indikator kenaikan laba bersih, kenaikan pendapatan bunga dan adanya pembagian dividen.
Analisis atas Penerimaan Pajak dari Kegiatan Pengawasan dan Konsultasi Berdasarkan pada tabel 2, kita melihat bahwa kegiatan himbauan dan konseling menyumbang penerimaan sebesar 7,33% di tahun 2012 dan 10,81% untuk tahun 2013 atau hanya meningkat sebesar 3% dari tahun sebelumnya. Salah satu faktor penyebabnya adalah kemampuan Wajib Pajak untuk membayar jika ternyata dari hasil himbauan terdapat kekurangan pembayaran pajak yang harus dilunasi atau Wajib Pajak akhirnya diusulkan untuk dilakukan pemeriksaan khusus setelah melakukan konseling dengan Account Representative. Dengan melihat kondisi perekonomian khususnya sektor pertambangan dan jasa penunjang pertambangan yang belum menunjukkan tanda-tanda membaik sebaiknya prognosa dapat disesuaikan sehingga tidak terlalu tinggi sehingga tidak dapat dicapai.
Analisis Penerimaan Pajak atas Kegiatan Pemeriksaan Dari tabel 3, kita dapat melihat persentase sumbangan penerimaan dari hasil pemeriksaan terhadap total penerimaan pajak KPP Wajib Pajak Besar Satu adalah sebesar 2,66% pada tahun 2012 dan 3,24% pada tahun 2013. Jumlah penerimaan pajak dari hasil pemeriksaan
Analisis atas..., Supriadi, FE UI, 2014
tidak terlalu signifikan jika dibandingkan dengan total penerimaan KPP karena sebenarnya hasil dari pemeriksaan baru menyumbang penerimaan beberapa bulan bahkan dalam hitungan tahun karena adanya upaya hukum oleh Wajib Pajak atau perpanjangan jangka waktu pemeriksaan. Namun atas nilai SKP yang diajukan upaya hukum lainnya oleh Wajib Pajak dapat menjadi potensi penerimaan pajak di tahun-tahun berikutnya jika DJP dapat menang menghadapi upaya hukum Wajib Pajak tersebut. Sekali lagi, bahwa tujuan utama dari pemeriksaan bukan semata-mata hanya untuk mencari penerimaan pajak saja, tetapi untuk memberi efek jera dan mendorong agar Wajib Pajak dapat membayar pajaknya secara benar. Salah satu permasalahan yang dihadapi dari kegiatan pemeriksaan adalah masih banyaknya tunggakan pemeriksaan yang belum selesai. Dari gambar 1 terlihat tunggakan penyelesaian SP2 di KPP Wajib Pajak Besar Satu. Keterbatasan fungsional pemeriksa pajak yang hanya berjumlah 56 orang menjadi salah satu kendala dalam menyelesaikan penugasan pemeriksaan dari kantor. Untuk tahun 2012, satu orang pemeriksa rata-rata menangani 5 pemeriksaan. Peningkatan besar terjadi di tahun 2013 dimana satu orang pemeriksa menangani rata-rata 13 pemeriksaan. Selain itu, terkait waktu penyelesaian pemeriksaan pemeriksa pajak dapat melakukan perpanjangan jangka waktu pengujian.
Analisis atas Efektivitas Kegiatan Pengawasan dan Konsultasi melalui Himbauan dan Konseling Dari tabel 4 diatas, terlihat bahwa untuk tahun 2012 realisasi IKU tidak mencapai target yang ditetapkan yaitu hanya sebesar 22,89% dari total target 25%. Hal ini karena dari beberapa himbauan yang dilakukan oleh Account Representative tidak dipenuhi oleh Wajib Pajak sehingga langkah selanjutnya yang dapat dilakukan oleh Account Representative yaitu mengusulkan untuk dilakukan pemeriksaan khusus berdasarkan analisis risiko atas Wajib Pajak tersebut. Untuk tahun 2013, realisasi IKU atas pembetulan SPT Tahunan melebihi target yang ditetapkan yaitu sebesar 62,96% dari total target sebesar 20%.
Analisis atas Efektivitas Kegiatan Pemeriksaan Dari tabel 5, tampak bahwa realisasi IKU melebihi target yang telah ditetapkan yaitu sebesar 137,88% untuk tahun 2012 dan 223,99% untuk tahun 2013. Pencapaian ini diperoleh dari pencairan atas SKP yang terbit di tahun berjalan maupun SKP yang terbit tahun sebelumnya, sebelum adanya upaya penagihan berupa penerbitan surat teguran (penagihan aktif). Realisasi atas penyelesaian pemeriksaan melampaui target yang ditetapkan yaitu sebesar 82,35% di tahun 2012 dan 115,60% di tahun 2013 sebagaimana pada tabel 6. Walaupun
Analisis atas..., Supriadi, FE UI, 2014
realisasi atas penyelesaian pemeriksaan melebih target IKU, pada kenyataannya masih terdapat tunggakan pemeriksaan yang belum selesai di KPP Wajib Pajak Besar Satu. Hal ini karena keterbatasan jumlah pemeriksa maupun pengajuan perpanjangan jangka waktu pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksa.
Analisis Kendala-Kendala untuk Meningkatkan Penerimaan Pajak dari Kegiatan Pengawasan dan Konsultasi serta Pemeriksaan Kendala Eksternal 1.
Terdapat Wajib Pajak Non Efektif (NE) Dari hasil pemindahan Wajib Pajak ke KPP Wajib Pajak Besar Satu per 1 April 2012, ternyata terdapat Wajib Pajak yang sudah seharusnya dikategorikan sebagai Wajib Pajak Non Efektif (NE). Hal ini baru diketahui kemudian ketika Wajib Pajak tersebut ditangani oleh Account Representative di KPP Wajib Pajak Besar Satu. Wajib Pajak NE ini menjadi salah satu “beban administrasi” dan tidak menjadi efektif untuk menyumbangkan penerimaan pajak.
2.
Kondisi Keuangan Wajib Pajak yang kurang baik Kinerja keuangan Wajib Pajak di bidang pertambangan sangat tergantung kepada harga barang hasil tambang dan kondisi wilayah tambang. Dengan melihat harga batubara yang terus mengalami penurunan dan belum menunjukkan adanya peningkatan harga ke arah yang lebih baik menyebabkan Wajib Pajak menunjukkan kinerja keuangan yang kurang baik. Hal ini tentunya berakibat pada pembayaran pajak dimana Wajib Pajak akan mengajukan pengurangan angsuran PPh Pasal 25.
3.
Kurangnya kerjasama dengan Pihak Lain Salah satu yang menjadi kendala utama dalam penggalian potensi Wajib Pajak adalah keterbatasan data-data terkait kegiatan usaha Wajib Pajak baik itu dari instansi di lingkungan Kementerian Keuangan sendiri seperti Direktorat Bea dan Cukai maupun dari pihak eksternal seperti Kementerian ESDM dan Perbankan. Terkadang beberapa instansi sangat susah untuk memberikan data walaupun dengan jelas dalam Ketentuan Umum Perpajakan pasal 35 dinyatakan bahwa setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak. Ketersediaan Waktu Wajib Pajak dalam merespon Surat Himbauan
4.
Sesuai PER-170/PJ/2007 mengenai Tata Cara Pelaksanaan Konseling Terhadap Wajib Pajak sebagai Tindak Lanjut Surat Himbauan, Wajib Pajak diberi kesempatan untuk
Analisis atas..., Supriadi, FE UI, 2014
memberi respon paling lama 14 hari sejak jangka waktu dalam surat himbauan. Namun dalam praktiknya, jangka waktu tersebut terkadang terlewati karena Wajib Pajak perlu waktu untuk menyiapkan bahan-bahan argumen dengan Account Representative. Disisi lain, pihak Account Representative tidak dapat memaksa Wajib Pajak apalagi jika masalah yang akan dibahas termasuk kompleks dan memerlukan data-data yang komprehensif. Kendala Internal 1.
Data Wajib Pajak dalam Approweb yang kurang update Seperti dijelaskan sebelumnya, Approweb menjadi aplikasi yang digunakan oleh Account Representative dalam melakukan penggalian potensi Wajib Pajak yang ditangani. Dengan kata lain seluruh aktivitas Account Representative direkam didalam Approweb. Masalah utamanya adalah masih terdapat beberapa data dalam Approweb yang tidak update dikarenakan Account Representative tidak menginput aktivitas yaang sedang atau telah selesai dilakukan. Akibatnya terkadang Account Representative pengganti melakukan lagi kegiatan himbauan/konseling yang sebenarnya telah dikerjakan oleh Account Representative sebelumnya. Hal ini tentunya akan membuat Wajib Pajak menjadi tidak nyaman karena merasa bahwa kasus sebelumnya sebenarnya telah diselesaikan. Selain itu, data profil Wajib Pajak dalam Approweb menjadi sangat penting sebagai bahan penyusunan Program Pemeriksaan oleh Pemeriksa sehingga diperlukan data profil yang juga lebih terkini.
2.
Kurangnya Tenaga Fungsional Pemeriksa Pajak Dari sisi pemeriksaan, para pemeriksa menghadapi jumlah data yang sangat banyak sedangkan aplikasi pengolah data yang digunakan juga terbatas kemampuannya dalam mengolah data tersebut. Sebagai contoh dari salah satu pemeriksa yang memeriksa perbankan, jumlah transaksi debit dan kredit bank dalam 1 bulan dapat sampai 5 juta baris. Jika pemeriksaan untuk 1 tahun pajak, terdapat 60 juta baris dan kemampuan aplikasi data untuk mengolah data yang begitu banyak cukup terbatas. Belum lagi jika ditambah dengan jumlah cabang dari Wajib Pajak yang diperiksa cukup banyak khususnya perbankan sehingga terkadang beberapa konfirmasi yang dikirim oleh Pemeriksa ke cabang-cabang tersebut membutuhkan waktu lebih banyak untuk dapat dikompilasi seluruhnya. Untuk setiap 1 tim pemeriksa, biasanya mendapatkan 12-15 Surat Perintah Pemeriksaan dan jumlah itu dirasakan sudah cukup banyak apalagi jika melihat karakteristik proses bisnis Wajib Pajak yang cukup kompleks. Hal inilah yang
Analisis atas..., Supriadi, FE UI, 2014
membuat pemeriksa melakukan perpanjangan jangka waktu pengujian sehingga saldo tunggakan pemeriksaan juga menjadi semakin banyak di tahun berjalan.
Analisis Upaya untuk Mengatasi Kendala atas Kegiatan Kegiatan Pengawasan dan Konsultasi serta Pemeriksaan 1.
Pengawasan terhadap Pemuktahiran Data Approweb Data Approweb yang lebih mutakhir menjadi sangat penting untuk penggalian potensi Wajib Pajak dari sisi pengawasan dan konsultasi. Dalam hal ini, Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi beserta Kepala Kantor diharapkan dapat mengawasi kegiatan pemuktahiran data Approweb sehingga dapat diperoleh data terkini.
2.
Penambahan jumlah pemeriksa pajak Saat ini jumlah pemeriksa pajak yang ada di KPP Wajib Pajak Besar Satu sebanyak 56 orang dengan total 266 Wajib Pajak terdaftar. Jumlah pemeriksa ini masih dirasa kurang dan mengakibatkan masih banyaknya saldo tunggakan pemeriksaan pajak yang belum diselesaikan. Oleh karena itu perlu penambahan pemeriksa pajak melalui usulan ke Kantor Pusat DJP sehingga tunggakan pemeriksaan dapat berkurang. Adapun sumber data yang dapat digunakan adalah melalui Analisis Beban Kerja (ABK).
3.
Melakukan kerjasama dengan Instansi lain dalam memperoleh data yang dibutuhkan Kerjasama dengan pihak eksternal sangat diperlukan mengingat data Wajib Pajak terkait kegiatan bisnisnya tersebar di beberapa instansi lain. Untuk itu diperlukan suatu kesepakatan antara DJP dan instansi lain sehingga mereka dapat memberikan data-data yang diperlukan dalam penggalian potensi Wajib Pajak. Dengan data yang ada, pemeriksa dapat melakukan pemeriksaan yang lebih mendalam serta dapat menjadi bahan bagi Account Representative untuk melakukan penggalian potensi dan pencocokan data dengan SPT yang dilaporkan Wajib Pajak. Dengan ini diharapkan DJP akan memperoleh supply data yang cukup dan memadai sehingga dapat dilakukan pengujian secara andal bagaimana omzet atau produksi dari Wajib Pajak, maupun realisasi ekspor yang sebenarnya.
4.
Penggalian Pajak Sektor Lain oleh DJP Saat ini sangat sulit untuk mengandalkan penerimaan pajak dari sektor pertambangan dan penggalian. Terlebih lagi tahun 2014 akan menjadi lebih sulit lagi karena adanya aturan pelarangan ekspor bahan mineral mentah serta kewajiban Wajib Pajak pertambangan untuk membangun smelter. Tentunya pembangunan smelter ini akan memerlukan dana yang cukup besar dan pada akhirnya cukup menguras kas perusahaan. Sehingga bisa jadi
Analisis atas..., Supriadi, FE UI, 2014
Wajib Pajak akan kembali mengajukan pembayaran angsuran PPh Pasal 25. Disisi lain, diprediksi bahwa harga komoditas tambang khususnya batubara masih sulit untuk membaik. Oleh karena itu, dalam hal ini DJP dapat melakukan penggalian pajak sektor lainnya yang selama ini belum tergarap dengan baik diantaranya sektor properti dan Wajib Pajak orang Pribadi melalui ekstensifikasi, penyuluhan, pengawasan dan pemeriksaan secara lebih terfokus dan terkoordinasi. Lebih lanjut lagi, dalam membuat prognosa penerimaan atas himbauan/konseling agar lebih memperhatikan kondisi perekonomian di tahun tersebut sehingga dalam menetapkan progonosa tidak terlalu tinggi sehingga tidak dapat dicapai. 5.
Relokasi Wajib Pajak yang sudah Non Efektif ke KPP Lokasi (KPP Madya/Pratama) Sebelumnya telah dijelaskan bahwa Wajib Pajak yang terdaftar di KPP Wajib Pajak sebagian besar merupakan Wajib Pajak pindahan dari KPP Lokasi. Setelah dilakukan pengawasan, ternyata beberapa Wajib Pajak tersebut sudah masuk dalam kategori Wajib Pajak Non Efektif. Sesuai dengan PER-08/PJ/2012, KPP dapat mengusulkan agar Wajib Pajak tersebut dipindahkan ke KPP lainnya. Dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa Direktur Jenderal Pajak melakukan evaluasi terhadap Wajib Pajak yang telah dipindahkan tersebut dan evaluasi tersebut dilakukan setiap 3 tahun. Sehingga pada tahun 2014 ini, KPP Wajib Pajak Besar Satu sudah dapat mulai menginvetarisir Wajib Pajak yang nantinya akan diusulkan dipindah ke KPP Lokasi. Hal ini agar para Account Representatif maupun Pemeriksa dapat lebih fokus untuk melakukan pengawasan terhadap Wajib Pajak lainnya.
6.
Optimalisasi Pengawasan Wajib Pajak Walaupun di tahun 2014 sepertinya pesimis untuk dapat mencapai target penerimaan, pengawasan kewajiban perpajakan tetap wajib dilakukan secara optimal. Termasuk dalam hal pengawasan pembayaran masa, tindak lanjut atas himbauan dan konseling. Jika ternyata dalam konseling, Wajib Pajak masih belum setuju atas himbauan dari Account Representative, dapat diusulkan untuk dilakukan pemeriksaan khusus dengan analisis risiko atas Wajib Pajak. Dengan demikian, baik kegiatan pengawasan maupun pemeriksaan dapat bersinergi dalam mengamankan penerimaan negara.
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada Bab 4, penulis menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
Analisis atas..., Supriadi, FE UI, 2014
1.
Pencapaian penerimaan pajak di KPP Wajib Pajak Besar Satu untuk tahun 2012 dan 2013 tidak mencapai target yang ditentukan yaitu sebesar 83,43% tahun 2012 dan 67,63% di tahun 2013. Jika membandingkan penerimaan pajak antara tahun 2012 dan 2013, terjadi pertumbuhan yang negatif sebesar -28,66%.
2.
Kegiatan penggalian potensi Wajib Pajak dapat dilakukan melalui kegiatan pemeriksaan dan pengawasan dan konsultasi. Dari kegiatan pemeriksaan dapat meliputi pemeriksaan rutin, pemeriksaan khusus, maupun pemeriksaan untuk tujuan lain. Sedangkan dari pengawasan dan konsultasi melalui pengawasan kepatuhan, bimbingan, himbauan, konsultasi teknis perpajakan, rekonsiliasi data, dinamisasi, penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP), dan usulan pemeriksaan. Termasuk juga didalamnya adalah penetapan status Wajib Pajak non efektif.
3.
Kegiatan pengawasan dan konsultasi melalui himbauan dan konseling untuk tahun 2012 belum efektif karena tidak mencapai target IKU atas persentase pemenuhan pembetulan SPT Tahunan PPh hasil himbauan. Namun, di tahun 2013 kegiatan himbauan dan konseling telah efektif dilakukan dan realisasinya melampaui target IKU.
4.
Pelaksanaan kegiatan pemeriksaan di KPP Wajib Pajak Besar Satu secara umum sudah efektif. Realisasi IKU pemeriksaan yang terdiri dari persentase realisasi penyelesaian pemeriksaan dan realisasi penerimaan dari kegiatan pemeriksaan telah melampaui target IKU untuk tahun 2012 dan 2013. Namun, masih terdapat tunggakan pemeriksaan pajak yang cukup tinggi yang perlu menjadi perhatian untuk dapat diselesaikan oleh pemeriksa.
5.
Beberapa kendala yang dihadapi dalam melakukan penggalian potensi melalui kegiatan pemeriksaan dan himbauan/konseling antara lain: a.
Keterbatasan jumlah pemeriksa mengakibatkan banyaknya saldo tunggakan SP2 yang belum selesai. Untuk itu, perlu diusulkan penambahan pemeriksa ke Kantor Pusat DJP agar kegiatan pemeriksaan bisa diselesaikan dan dengan demikian dapat lebih memberikan kontribusi lagi bagi penerimaan KPP.
b.
Aplikasi Approweb belum sepenuhnya mencerminkan data yang terbaru sehingga kurang andal untuk dijadikan patokan dalam penggalian potensi. Dalam hal ini, Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi maupun Kepala Kantor diharapkan terus melakukan pengawasan penggunaan data profil Wajib Pajak sehingga setiap ada data baru, dapat diunggah kedalam Approweb.
c.
Kendala lainnya adalah keterbatasan akses data khususnya data eksternal dari instansi lain. Beberapa instansi sangat sulit untuk memberikan data-data yang diminta sehingga penggalian potensi Wajib Pajak menjadi tidak optimal.
Analisis atas..., Supriadi, FE UI, 2014
6.
Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala tersebut antara lain: a.
Melakukan pengawasan terhadap pemuktahiran data-data yang ada di Approweb. Dalam hal ini Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi sebagai atasan langsung Account Representative dan Kepala Kantor dapat mengawasi kegiatan ini sehingga akan diperoleh data yang terbaru yang dapat dijadikan bahan untuk penggalian potensi maupun bahan profil untuk pemeriksaan Wajib Pajak.
b.
Usul penambahan tenaga Pemeriksa sehingga dapat mengoptimalkan penyelesaian pemeriksaan baik yang berupa tunggakan atau pemeriksaan yang sedang dilakukan.
c.
Melakukan dan memperkuat kerjasama atau kesepakatan dengan pihak eksternal yang dapat menyediakan sumber-sumber data yang dibutuhkan dalam penggalian potensi Wajib Pajak. Pihak eksternal dapat meliputi Kementerian ESDM, Kementerian Perdagangan, pihak Surveyor, dan pihak-pihak lainnya.
Saran Dalam melakukan penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan yang penulis dapatkan. Penulis belum mendapatkan data Analisis Beban Kerja terkait kebutuhan riil dari pemeriksa pajak di KPP Wajib Pajak Besar Satu. Keterbatasan yang lain adalah tidak adanya data lebih rinci mengenai hal apa saja yang selama ini menjadi bahan himbauan dan konseling ke Wajib Pajak. Berdasarkan keterbatasan penelitian yang ada maka penulis memberikan saran bagi penelitian selanjutnya sebagai berikut: 1.
Mendapatkan data Analisis Beban Kerja untuk mengetahui jumlah pemeriksa pajak yang sebenarnya dibutuhkan di KPP Wajib Pajak Besar Satu.
2.
Terkait himbauan dan konseling, mengecek secara manual ke masing-masing Account Representative untuk mengetahui jumlah sebenarnya dan jenis dari himbauan dan konseling yang dilakukan.
Analisis atas..., Supriadi, FE UI, 2014
Daftar Referensi Buku: Brotodihardjo, R. Santoso. (2003). Pengantar ilmu hukum pajak (edisi keempat). Bandung: Refika Aditama. Gunadi. (2004). Bunga rampai pemeriksaan penyidikan dan penagihan pajak. Jakarta: PT Multi Utama Indojasa Mansury, R. 2003. Perpajakan atas Penghasilan dari Transaksi-Transaksi Khusus. Jakarta: Yayasan Pengembangan dan Penyebaran Pengetahuan Perpajakan Modul Panduan Penggalian Potensi Pajak Berbasis Modul Data & Analisis Approweb, Direktorat Jenderal Pajak Sutedi, Adrian. 2011. Hukum Pajak. Jakarta: Sinar Grafika
Jurnal Husen, Sharifuddin. 1999. Pemeriksaan Pajak Sebagai Tindakan Pengawasan Atas Pelaksanaan Sistem Self Assessment Dan Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak. Jurnal Kipas, vol.2 no. 14 (p. 5-11) Hutagaol, John. 2007. Strategi Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak. Jurnal Akuntabilitas, vol 6 no.2 (p. 186193) OECD, Compliance Measurement – Practical Note dalam OECD Committee of Fiscal Affairs Forum on Strategic Management, Centre for Tax Policy and Administration, 10 Mei 2001
Laporan Buku Silent Revolution Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2009 Buku Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2012 Buku Profil KPP Wajib Pajak Besar Satu Tahun 2012
Peraturan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-26/PJ./2012 Tanggal 31 januari 2012 tentang Pemindahan Wajib Pajak dari Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, dan kantor Pelayanan Pajak Madya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-170/PJ/2007 Tanggal 11 Desember 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Konseling Terhadap Wajib Pajak Sebagai Tindak Lanjut Surat Himbauan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-28/PJ/2012 tentang Tempat Pendaftaran dan/atau Pelaporan Usaha bagi Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, dan Kantor Pelayanan Pajak Madya Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 17/PMK.03/2013 Tanggal 7 Januari 2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
Analisis atas..., Supriadi, FE UI, 2014