32
BAB II PEMERIKSAAN PAJAK TERHADAP WAJIB PAJAK BADAN
A. Alasan Filosofis Pemeriksaan Pajak terhadap Wajib Pajak Badan Sejak diberlakukannya sistem Self Asessment System di Indonesia, wajib pajak diberi kepercayaan penuh untuk menghitung, memperhitungkan dan membayar sendiri pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Dengan demikian penentuan besarnya pajak yang terutang berada pada Wajib Pajak sendiri.62 Fiskus, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak berkewajiban untuk memberikan pelayanan, pengawasan dan pembinaan terhadap wajib pajak, dalam rangka pelaksanaan sistem perpajakan tersebut diatas, sehingga wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya diupayakan agar tetap berada pada ruang lingkup peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.63 Sekalipun pejabat pajak hanya memberi bimbingan kepada Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban dan menjalankan haknya, kalau terjadi pelanggaran dalam pemenuhan kewajiban dan hak, pejabat pajak berwenang mengenakan sanksi hukum berdasarkan tingkat pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Pejabat pajak tidak terlibat dalam penentuan jumlah pajak yang terutang sebagai beban yang dipikul oleh Wajib Pajak, melainkan hanya mengarahkan cara bagaimana Wajib
62
Djamaluddin Gede, Hukum Pajak, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Indonesia, 2002), hal 32. 63
Hanantha Bwoga, et.al., Pemeriksaan Pajak di Indonesia, (Jakarta:PT. Grasindo, 2005), hal 1.
32
Universitas Sumatera Utara
33
Pajak memenuhi kewajiban dan menjalankan hak agar tidak terjadi pelanggaran hukum.64 Di dalam pelaksanaan undang-undang perpajakan, fungsi pengawasan sekaligus pembinaan merupakan konsekuensi dari pemberian kepercayaan itu kepada wajib pajak. Oleh karena itu, selain fungsi pengawasan dan pembinaan yang harus dijalankan oleh Direktorat Jenderal Pajak, perlu juga dibarengi dengan upaya penegakan hukum yang diwujudkan dalam pengenaan sanksi di bidang perpajakan, tujuannya untuk mencapai suatu tingkat keadilan yang diharapkan dalam pemungutan pajak. Penegakan hukum dalam pemungutan pajak meliputi: 1. Pemeriksaan 2. Penyidikan 3. Penagihan Penegakan hukum dalam arti khusus berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang tata cara pemeriksaan pajak, yang bertujuan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan kepastian hukum,keadilan dan pembinaan kepada wajib pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pemeriksaan merupakan salah satu pilar utama dalam penegakan hukum selain penyidikan dan penagihan. 64
Muhammad Djafar Saidi, Pembaruan Hukum Pajak, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2007), hal 201.
Universitas Sumatera Utara
34
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan.65 Penyidikan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi, serta menemukan tersangkanya. Penyidikan pajak dilakukan oleh pejabat pegawai negeri di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.66 Penyidikan pajak dilakukan sebagai akibat tindak lanjut dari pemeriksaan bukti permulaan. Pemeriksaan bukti permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.67 Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan
65
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak, Pasal 1 angka 2. 66 Thomas Sumarsan, Perpajakan Indonesia: Konsep, Aplikasi dan Kasus Pembahasan Berdasarkan Undang-Undang Terbaru, (Bogor: EsiaMedia, 2009), hal 119. 67 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 47/PJ/2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan terhadap Wajib Pajak Yang Diduga Melakukan Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan, Pasal 1 angka 8.
Universitas Sumatera Utara
35
surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.68 Dengan adanya penegakan hukum, diharapkan sistem self assessment tidak diselewengkan oleh wajib pajak, Fiskus hanya melakukan pengawasan melalui prosedur pemeriksaan. Sistem self assessment menuntut ke ikut sertaan aktif wajib pajak dalam menyelenggarakan perpajakannya yang membutuhkan kepatuhan wajib pajak yang tinggi. Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela / valuntary of comlience merupakan tulang punggung self assessment system, dimana wajib pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakan dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajaknya tersebut. Demikian halnya Y.Sri Pudyatmoko mengatakan bahwa sistem Self Asessment ini umumnya diterapkan pada jenis pajak yang memandang Wajib Pajaknya cukup mampu untuk diserahi tanggung jawab untuk menghitung dan menetapkan utang pajaknya sendiri.69 Self assessment system memberikan kepercayaan penuh kepada wajib pajak untuk menghitung sendiri jumlah pajak yang harus dibayar ke negara, bukan berarti
68
angka 9.
69
Undang-Undang No.19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, Pasal 1 Y.Sri Pudyatmoko, Pengantar Hukum Pajak, (Yogyakarta: Lembaga Penerbit Andi, 2009),
hal 145.
Universitas Sumatera Utara
36
pemerintah tidak boleh memeriksa wajib pajak. Oleh karena segala sesuatu yang dilaporkan oleh wajib pajak baru sebatas dianggap benar, bukan pasti benar.70 Setelah melaksanakan pencatatan atau pembukuan sebagai dasar pelaksanaan menghitung pajak yang terutang, menyetor pajak ke kantor pos atau bank persepsi, serta melaporkan penghitungan pajak ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak tersebut terdaftar dengan menggunakan SPT baik SPT Masa maupun SPT Tahunan, maka secara formal Wajib Pajak tersebut telah melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai sistem Self Assesment.71 Ciri-ciri self assessment sistem: a. Wewenang menghitung dan menentukan jumlah utang pajak ada pada pihak Wajib Pajak dan hasilnya dituangkan dalam Surat Pemberitahuan. b. Wajib Pajak harus aktif melaporkan, membayar, dan menyetor jumlah pajak yang terutang ke Direktorat Jenderal Pajak. c. Pemerintah sebagai pihak pemungut pajak tidak ikut campur dalam menghitung dan
menentukan
jumlah
pajak,
tetapi
hanya
bertugas
melaksanakan
pengawasan.72 Tidak tertutup kemungkinan, kepercayaan penuh yang diberikan undangundang tidak dilaksanakan dengan benar oleh wajib pajak. Ada kemungkinan jumlah pajak yang harus dibayar tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
70
Pardiat, Op.Cit., hal 25. Rudy Suhartono dan Wirawan B.Ilyas, Panduan Komprehensif dan Praktis Ketetntuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ( KUP ), (Jakarta:Salemba Empat, 2010), Hal 81. 72 Mardiasmo, Perpajakan, (Yogyakarta: Andi, 2000), hal 8. 71
Universitas Sumatera Utara
37
undangan perpajakan. Jika demikian adanya, maka pemerintah bisa melakukan pemeriksaan sesuai perintah undang-undang. Apalagi pemerintah mendapatkan bukti bahwa jumlah pajak yang terutang atau harus dibayar wajib pajak diketahui tidak benar menurut surat pemberitahuan , maka Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan jumlah pajak yang terutang dengan surat pemberitahuan sebagai sarana (formulir) yang digunakan untuk melaporkan pajak yang terutang.73 Berdasarkan alasan filosofis ini, pemberian kepercayaan dengan sistem self assessment dapat berjalan dengan baik, maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang tidak patuh terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan. Apabila Wajib Pajak yang tidak patuh tidak diperiksa, Wajib Pajak lain akan mengikuti modus penggelapan pajak yang sama untuk menghindari pajak, maka sistem self Assessment tidak dapat berjalan sehingga mengakibatkan kerugian bagi negara, mengingat pajak yang telah dibayar oleh wajib pajak akan digunakan untuk pembangunan nasional. Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations yang dikutip Rochmat Soemitro memberikan pedoman bahwa supaya peraturan pajak itu memenuhi rasa keadilan, harus memenuhi empat syarat sebagai berikut: 1.
Equality dan Equity (kesamaan dan kepatuhan) Equality atau kesamaan mengandung arti bahwa keadaan yang sama atau
orang yang berada dalam keadaan yang sama harus dikenakan pajak yang sama. 73
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pasal 12 Ayat (3).
Universitas Sumatera Utara
38
Equity dalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan dengan kata “keadilan” tetapi sebenarnya ini kurang tepat sebab dalam bahasa Jerman ada pengertian gerechtigkeit dan billigkeit. Rochmat Soemitro membedakan arti untuk kedua istilah itu dengan menggunakan kata keadilan untuk gerechtigkeit dan kata kepatutan untuk billigkeit. 74 2.
Certainty (kepastian hukum) Certainty atau kepastian hukum, dalam membuat undang-undang dan
peraturan-peraturan yang mengikat umum harus diupayakan supaya ketentuan yang dimuat dalam undang-undang adalah jelas, tegas dan tidak mengandung arti ganda atau memberikan peluang untuk ditafsirkan lain. 3.
Convenience of payment (kemudahan dalam membayar) Convenience of payment maksudnya pajak harus dipungut pada saat yang
tepat yaitu pada saat wajib pajak mempunyai uang. 4.
Economics of collection (biaya pemungutan) Economics of collection maksudnya biaya pemungutan harus relatif kecil
dibandingkan dengan uang pajak yang masuk.75 Adam Smith seorang ilmuwan dari negara Inggris dengan sistem hukum Anglo Saxon yang sering disebut Common Law dengan sistem unwritten Law (hukum tidak tertulis). Sistem penemuan hukum adalah otonom, dimana peranan hakim sangat luas dalam menafsirkan peraturan hukum yang berlaku bahkan menciptakan prinsip-prinsip hukum baru untuk pegangan hakim-hakim lain dalam perkara yang 74
Rochmat Soemitro dan Dewi Kania Sugiharti, Asas dan Dasar Perpajakan I, (Bandung: Refika Aditama, 2004), hal 14. 75 Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum, (Yogyakarta: Liberty, 2007), hal 45.
Universitas Sumatera Utara
39
sama. Hakim berikutnya harus mendasarkan putusannya pada prinsip hukum yang sudah ada dalam putusan hakim lain dari perkara sejenis sebelumnya. Sedangkan negara Indonesia menganut sistem hukum Eropa Continental yang sering disebut Civil Law dengan peraturan atau undang-undang yang tersusun secara tertulis, sistematis dalam kodifikasi atau kompilasi tertentu. Sistem penemuan hukumnya adalah heteronom dimana hakim tidak bisa bebas dalam menafsirkan undang-undang atau peraturan hukum yang berlaku. Kemudian dalam perkembangannya, kedua sistem hukum itu saling mempengaruhi sehingga dalam penemuan hukum pun tidak lagi murni otonom dan murni heteronom. Antara penemuan hukum yang heteronom dan otonom tidak ada batas yang tajam. Hukum di Indonesia mengenal penemuan hukum heteronom, sepanjang hakim terikat pada undang-undang, tetapi mempunyai unsur otonom yang kuat karena hakim sering kali harus menjelaskan atau melengkapi undang-undang menurut pandangannya sendiri. 76 Prinsip keadilan dibidang perpajakan juga dibedakan antara keadilan horizontal dan keadilan vertikal. Suatu pemungutan pajak dikatakan adil secara horizontal, apabila beban pajaknya adalah sama atas semua Wajib Pajak yang mendapatkan penghasilan yang sama dengan jumlah tanggungan yang sama tanpa membedakan jenis penghasilan atau sumber penghasilan atau biasa disebut equal treatment for the equals.77 Sedangkan pemungutan pajak dikatakan adil secara
76
Ibid. R. Mansury, Panduan Konsep Utama Pajak Penghasilan Indonesia: Perubahan UndangUndang Dalam Tahun 1994, (Jakarta: Bina Rena Pariwara Jilid Tiga, 1996), hal 10. 77
Universitas Sumatera Utara
40
vertikal apabila orang-orang dengan tambahan kemampuan ekonomis yang berbeda dikenakan Pajak Penghasilan yang berbeda setara dengan perbedaannya atau biasa disebut dengan unequal treatment for the unequals.78 Oleh karena itu apabila ada Wajib Pajak yang membayar pajak dan ada wajib pajak yang tidak membayar pajak dengan perolehan penghasilan yang sama maka akan menimbulkan ketidakadilan. Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sesuai falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional.79 B. Alasan Yuridis Pemeriksaan Pajak terhadap Wajib Pajak Badan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan Pemeriksaan pajak menekankan pada pemeriksaan bukti yang berupa bukubuku, dokumen dan catatan yang dilaksanakan secara objektif oleh Pemeriksa Pajak yang professional berdasarkan suatu standar pemeriksaan. Pemeriksaan pajak tidak mencari-cari kesalahan Wajib Pajak tetapi untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan.80 Pemeriksaan terhadap wajib pajak merupakan hal yang lazim dilakukan sepanjang pemerintah memperoleh bukti ketidakbenaran laporan pajak berdasarkan data yang dimiliki pemerintah dari berbagai sumber pemilik data. 78
Ibid. Djoko Slamet Surjoputro, Buku Panduan Hak dan Kewajiban Wajib Pajak, (Jakarta : Direktorat Penyuluhan Pelayanan dan Humas, 2009), hal 3. 80 Pardiat, Pemeriksaan Pajak, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2008), hal 11 79
Universitas Sumatera Utara
41
Kriteria yang merupakan alasan atau dasar dilakukannya pemeriksaan pajak, meliputi : 1. Pemeriksaan Rutin, adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak sehubungan
dengan
pemenuhan
hak
dan/atau
pelaksanaan
kewajiban
perpajakannya atau karena diwajibkan oleh Undang-Undang. Adapun kriteria dilakukan Pemeriksaan Rutin adalah sebagai berikut : a. Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh yang menyatakan lebih bayar restitusi (SPT Tahunan PPh Lebih Bayar Restitusi). Pemeriksaan Rutin dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Dilakukan melalui jenis pemeriksaan kantor apabila :
a) SPT Tahunan PPh Lebih Bayar Restitusi disampaikan oleh Wajib Pajak badan yang pendaftaran emisi sahamnya telah dinyatakan efektif oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (go public) dan menyampaikan SPT Tahunan dengan dilampiri laporan keuangan yang telah diaudit oleh Akuntan Publik dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Kententuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. b) SPT Tahunan PPh Lebih Bayar Restitusi disampaikan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, atau melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas tetapi memilih menggunakan norma penghitungan penghasilan neto.
Universitas Sumatera Utara
42
2) Dilakukan melalui jenis Pemeriksaan Lapangan apabila :
a) SPT Tahunan PPh Lebih Bayar Restitusi disampaikan oleh Wajib Pajak Badan yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang menyelenggarakan pembukuan. b) SPT Tahunan PPh Lebih Bayar Restitusi disampaikan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang menyelenggarakan pembukuan. 3) Ruang lingkup pemeriksaan terhadap SPT Tahunan Lebih Bayar Restitusi
meliputi seluruh jenis pajak (All Taxes). b. Wajib Pajak menyampaikan SPT Masa PPN yang menyatakan lebih bayar restitusi (SPT Masa PPN Lebih Bayar Restitusi). Pemeriksaan Rutin dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Dapat dilakukan melalui jenis Pemeriksaan Kantor atau Pemeriksaan Lapangan tergantung pada hasil analisis risiko dalam rangka pemeriksaan atas SPT Masa PPN Lebih Bayar. 2) Dalam hal pemeriksaan dilakukan terhadap SPT Masa PPN Lebih Bayar Restitusi terdapat kompensasi dari masa pajak-masa pajak sebelumnya, maka pemeriksaan harus mencakup seluruh Masa Pajak yang menyatakan Lebih Bayar Kompensasi tersebut dengan menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan untuk Masa Pajak yang menyatakan Lebih Bayar Restitusi dan
Surat
Perintah
Pemeriksaan
untuk
Masa
Pajak
lainnya
yang menyatakan Lebih Bayar Kompensasi.
Universitas Sumatera Utara
43
3) Dalam hal masa pajak lainnya yang menyatakan Lebih Bayar Kompensasi mencakup lebih dari 1 (satu) Tahun Pajak, maka Surat Perintah Pemeriksaan yang diterbitkan adalah 1 (satu) Surat Perintah Pemeriksaan untuk setiap Tahun Pajak. 4) Mengingat hanya Pengusaha Kena Pajak (PKP) tertentu saja yang dapat mengajukan restitusi pada setiap Masa Pajak, maka pengusulan dan penugasan
Pemeriksaan
Rutin
harus
memperhatikan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4a) dan ayat (4b) UndangUndang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). c. Wajib Pajak menyampaikan SPT Masa PPN Lebih Bayar Kompensasi. Pemeriksaan Rutin dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Dapat dilakukan melalui jenis Pemeriksaan Kantor atau Pemeriksaan Lapangan tergantung pada hasil analisis risiko dalam rangka pemeriksaan atas SPT Masa PPN Lebih Bayar; 2) Terhadap SPT Masa PPN Lebih Bayar Kompensasi, pemeriksaannya ditunda sampai dengan kompensasi tersebut direstitusi, atau apabila Wajib Pajak tetap tidak mengajukan restitusi maka pemeriksaannya sudah harus dilakukan sebelum jatuh tempo daluwarsa penetapan pajaknya. 3) Dalam hal SPT Masa PPN yang diperiksa mencakup lebih dari 1 (satu) Tahun Pajak, maka Surat Perintah Pemeriksaan yang diterbitkan adalah 1 (satu) Surat Perintah Pemeriksaan untuk tiap-tiap Tahun Pajak.
Universitas Sumatera Utara
44
d. Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh Rugi Tidak Lebih Bayar. Pemeriksaan Rutin dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Tahunan PPh Rugi Tidak Lebih Bayar yang kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan neto pada SPT Tahunan PPh tahun-tahun pajak berikutnya; 2) Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Tahunan PPh Rugi Tidak Lebih Bayar paling sedikit selama 3 (tiga) tahun berturut-turut. 3) Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Tahunan PPh Rugi Tidak Lebih Bayar, yang berdasarkan SPT Tahunan PPh tersebut terdapat transaksi signifikan dengan pihak lain yang memiliki hubungan istimewa. e. Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh untuk Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak sebagai akibat adanya perubahan tahun buku atau metode pembukuan atau karena dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap yang telah mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak. Pemeriksaan Rutin dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Pemeriksaan dilakukan melalui Pemeriksaan Lapangan, kecuali terhadap Wajib Pajak badan yang pendaftaran emisi sahamnya telah dinyatakan efektif oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (go public) dan menyampaikan SPT Tahunan dengan dilampiri laporan keuangan yang telah diaudit oleh Akuntan Publik dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dapat dilakukan melalui Pemeriksaan Kantor.
Universitas Sumatera Utara
45
2) Dalam hal pemeriksaan dilakukan karena Wajib Pajak mengajukan permohonan perubahan tahun buku, maka pemeriksaannya dilakukan atas Bagian Tahun Pajak sampai dengan perubahan tahun buku dilakukan. Misalnya, tahun buku Wajib Pajak adalah bulan Januari sampai dengan bulan Desember tahun 2012 diubah menjadi bulan Oktober tahun 2012 sampai dengan bulan September tahun 2013, maka pemeriksaannya dilakukan untuk Bagian Tahun Pajak bulan Januari sampai dengan bulan September tahun 2012. 3) Pemeriksaan dilakukan dengan ruang lingkup seluruh jenis pajak (All Taxes). f. Wajib Pajak Badan melakukan penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha,
pemecahan
usaha,
likuidasi/penutupan
usaha,
pengambilalihan usaha, atau Wajib Pajak orang pribadi akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya. Pemeriksaan Rutin dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Pemeriksaan dilakukan berdasarkan informasi dari media massa atau pihak lain, atau karena Wajib Pajak mengajukan permohonan sehubungan dengan
penggabungan usaha,
peleburan
usaha,
pemekaran
usaha,
pemecahan usaha, likuidasi/penutupan usaha, pengambilalihan usaha, atau Wajib Pajak orang pribadi akan meninggalkan Indonesia untuk selamalamanya.
Universitas Sumatera Utara
46
2) Pemeriksaan dilakukan untuk Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak dilakukannya penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, pemecahan usaha, likuidasi/penutupan usaha, pengambilalihan usaha, atau Wajib Pajak orang pribadi akan meninggalkan Indonesia untuk selamalamanya. 3) Terhadap tahun-tahun pajak sebelumnya dapat dilakukan pemeriksaan sepanjang : a) Terdapat potensi berdasarkan hasil analisis risiko Wajib Pajak. b) Wajib Pajak belum pernah dilakukan pemeriksaan untuk tahun-tahun
tersebut. 4) Pemeriksaan terhadap tahun-tahun pajak sebelumnya dilakukan dengan prosedur Pemeriksaan Khusus. 5) Pemeriksaan dilakukan melalui Pemeriksaan Lapangan, kecuali terhadap Wajib Pajak badan yang pendaftaran emisi sahamnya telah dinyatakan efektif oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Go Public) dan menyampaikan SPT Tahunan dengan dilampiri laporan keuangan yang telah diaudit oleh Akuntan Publik dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian, dapat dilakukan melalui Pemeriksaan Kantor. 6) Pemeriksaan dilakukan dengan ruang lingkup seluruh jenis pajak (All Taxes). 2. Pemeriksaan Khusus, Merupakan pemeriksaan yang dilakukan berdasarkan sebab-sebab khusus pemeriksaan yang dilakukan berdasarkan hasil analisis
Universitas Sumatera Utara
47
risiko terhadap ketidakpatuhan Wajib Pajak. Pemeriksaan Khusus dapat dilakukan berdasarkan: a. Adanya analisis risiko yang dibuat oleh Account Representative (AR) secara manual atas persetujuan Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Pajak. b. Terdapat hasil analisis dan pengembangan atas informasi, data laporan, dan pengaduan (IDLP) yang dilakukan oleh Direktorat Intelijen dan Penyidikan yang perlu ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan Khusus. c. Adanya analisis risiko secara manual yang dibuat oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan. d. Terdapat hasil analisis risiko secara komputerisasi yang berupa skor risiko ketidakpatuhan dengan memperhatikan variabel-variabel tertentu serta adanya data dan informasi.81 Pemeriksaan terhadap wajib pajak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pemungutan pajak yang dianut dalam undang-undang perpajakan. Pemeriksaan pajak pada dasarnya dilakukan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan serta untuk tujuan lain terkait dengan berbagai kewajiban perpajakan yang diperlukan dalam rangka tertib administrasi perpajakan. Oleh karenanya, pemeriksaan pajak merupakan hal yang wajar sebagai wujud transparansi kebenaran pembayaran pajak sesuai aturan perundang-undangan perpajakan.82
81
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor 85/PJ/2011 tentang Kebijakan Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan. 82 Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton, Op.Cit., hal 24.
Universitas Sumatera Utara
48
Berdasarkan alasan yuridis dalam pemeriksaan pajak diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yaitu: 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum danTata Cara Perpajakan. 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan. 4. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak. 5. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 8/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi dan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak. 6. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER – 34/PJ/2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.
7. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 85/PJ/2011 tentang Kebijakan Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan. Berdasarkan alasan yuridis diatas, tujuan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat dilakukan antara lain :
Universitas Sumatera Utara
49
a. Wajib Pajak menyampaikan SPT yang menyatakan Lebih Bayar b. Wajib Pajak menyampaikan SPT yang menyatakan Rugi c. Wajib Pajak tidak menyampaikan / menyampaikan SPT tetapi melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan dalam Surat Teguran. d. Wajib Pajak melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran atau akan meninggalkan Indonesia selama-lamanya. e. menyampaikan SPT yang memenuhi kriteria seleksi berdasarkan hasil analisis risiko. Wajib Pajak menyampaikan SPT yang menyatakan Lebih Bayar, setiap SPT yang menunjukkan lebih bayar wajib hukumnya untuk diperiksa 12 (dua belas) bulan sejak SPT lebih bayar diterima oleh kantor pajak. Kemudian Kantor Pajak melakukan pemeriksaan untuk mengeluarkan surat ketetapan pajak, bahkan SPT Lebih Bayar langsung diasingkan oleh Kantor Pelayanan Pajak untuk diproses pemeriksaan. Adapun maksud SPT yang menyatakan Lebih Bayar adalah perhitungan akhir Surat Pemberitahuan yang menunjukan Pajak yang telah dibayar lebih besar daripada PPh terhutang. Contoh : PT. AAA telah membayar angsuran PPh Bulan Januari Tahun 2012 sampai dengan Bulan Desember Tahun 2012 sebesar Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), memiliki kredit pajak berupa PPh Pasal 22 & PPh Pasal 23 sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan berdasarkan akhir perhitungan SPT Tahunan Tahun 2012 PPh terutang PT. AAA sebesar Rp.120.000.000,- (seratus dua puluh juta rupiah) maka status pajak PT. AAA adalah SPT Lebih bayar sebesar Rp. 180.000.000,- (seratus delapan puluh juta rupiah) dengan perhitungan PPh terutang –
Universitas Sumatera Utara
50
Kredit Pajak-PPh yang telah dibayar yaitu (120.000.000-200.000.000-100.000.000). Atas kelebihan pembayaran pajak sebesar Rp. 180.000.000,- (seratus delapan puluh juta) ini Direktur Jenderal Pajak memeriksa/menelusuri apakah PT. AAA telah melaporkan SPT Tahunan Tahun 2012 sudah sesuai keadaan sebenarnya ? Apabila setelah diperiksa dan telah sesuai dengan keadaan sebenarnya oleh Dirjen Pajak, ternyata hasil pemeriksaan menunjukan bahwa PT. AAA hanya kelebihan pembayaran pajak Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) maka keluarlah Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebesar Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah). Wajib Pajak menyampaikan SPT yang menyatakan Rugi, setiap SPT yang menunjukkan lebih bayar wajib hukumnya untuk diperiksa 12 (dua belas) bulan sejak SPT rugi diterima oleh kantor pajak, bahkan SPT Rugi langsung diasingkan oleh Kantor Pelayanan Pajak untuk diproses pemeriksaan. Adapun maksud SPT yang menyatakan Rugi adalah perhitungan akhir SPT yang menunjukan kerugian Fiskal, maksud kerugian Fiskal adalah perhitungan laporan keuangan rugi secara Fiskal. Contoh : PT. AAA melaporkan perhitungan akhir SPT Tahunan Badan Tahun 2012 dengan status Rugi sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) untuk dikompensasikan ke tahun berikutnya atas laporan PT. AAA tersebut Dirjen Pajak melakukan pemeriksaan sesuai keadaan sebenarnya, ternyata hasil pemeriksaan menunjukan bahwa PT. AAA hanya mengalami kerugian sebesar Rp. 125.000.000,(seratus dua puluh lima juta rupiah) maka kompensasi kerugian fiskal yang diakui
Universitas Sumatera Utara
51
oleh Dirjen Pajak untuk tahun berikutnya sebesar Rp. 125.000.000,- (seratus dua puluh lima juta rupiah). Wajib Pajak tidak menyampaikan / menyampaikan SPT tetapi melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan dalam Surat Teguran. Alasan pemeriksaan ini juga tidak otomatis artinya, banyak wajib pajak yang tidak menyampaikan SPT tetapi tidak diperiksa kecuali jika telah diberikan Surat Teguran oleh Dirjen Pajak namun tidak ditanggapi oleh Wajib Pajak maka dalam hal tersebut Wajib Pajak tersebut dapat diperiksa. Contoh : PT. AAA terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak XYZ, berdasarkan data informasi perpajakan yang ada bahwa PT. AAA belum menyampaikan SPT Tahunan selama 3 Tahun berturut-turut maka KPP XYZ memberikan Surat Teguran kepada PT. AAA untuk segera menyampaikan SPT Tahunan. Apabila Surat Teguran ini tidak ditanggapi/dipenuhi oleh PT.AAA maka KPP XYZ memeriksa PT.AAA untuk menguji tingkat kepatuhannya. Apabila PT. AAA
tersebut
tidak
diperiksa
oleh
KPP
XYZ
maka
timbulah
ketidakadilan/ketidakpastian hukum karena PT. AAA tersebut telah melanggar aturan-aturan perpajakan yang ada sehingga dapat menyebabkan Wajib Pajak lain juga tidak melaporkan SPT Tahunan. Wajib Pajak melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran atau akan meninggalkan Indonesia selama-lamanya. Dalam hal wajib pajak yang melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran atau akan meninggalkan Indonesia selama-lamanya merupakan salah satu analisis terhadap kriteria seleksi Wajib Pajak tertentu atau pengelompokkan wajib pajak
Universitas Sumatera Utara
52
menurut risiko ketidakpatuhannya yaitu risiko bahwa ada pajak yang tidak dibayar karena wajib pajak tidak patuh,sehingga dapat digunakan untuk memprediksi kecenderungan wajib pajak sesuai dengan risiko ketidakpatuhan rendah, menengah dan tinggi. Contoh : PT. AAA melaporkan kepada Kantor Pelayanan Pajak XYZ dimana dia terdaftar, bahwa perusahaan tersebut akan dibubarkan/ditutup selamalamanya maka PT. AAA langsung diperiksa oleh KPP XYZ. Adapun pemeriksaan pajak terhadap PT. AAA untuk menguji kebenaran dan penelitian terhadap penutupan usahanya, apakah alasan yang menyebabkan PT. AAA tersebut ditutup? Apakah memang PT. AAA mengalami kerugian yang terus-menerus sehingga PT. AAA enggan meneruskan usahanya? Apakah ada sesuatu hal yang menyebabkan tutupnya usaha tersebut? Atau apakah ada penggelapan pajak yang dilakukan oleh PT. AAA sehingga menutup usahanya? Untuk mengetahui kebenaran dan kepastian hukum yang ada maka PT. AAA harus diperiksa, jika tidak Wajib Pajak lain akan mengikuti modus penggelapan pajak yang sama dan langsung menutup usahanya, hal ini dapat menyebabkan kerugian negara yang sangat besar dan menggangu penerimaan negara. Menyampaikan SPT yang memenuhi kriteria seleksi berdasarkan hasil analisis risiko, mengindikasikan adanya kewajiban perpajakan yang tidak dipenuhi sesuai ketentuan peraturan perpajakan. Contoh : PT. AAA menyampaikan SPT Tahunan 2012 dengan pembayaran pajak yang sangat kecil dan tidak masuk akal, maka berdasarkan analisis risiko dari Kantor Pelayanan Pajak dimana PT. AAA terdaftar bahwa ada pelanggaran / penggelapan pajak yang telah diatur maka Dirjen Pajak dapat memeriksa PT. AAA tanpa Surat Teguran. Apabila PT. AAA tidak diperiksa sudah tentu sangat tidak adil bagi Wajib Pajak lain yang telah membayar pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Universitas Sumatera Utara
53
Berdasarkan uraian diatas, maka ketentuan perpajakan yang mengatur tentang Pemeriksaan Wajib Pajak Badan tidak bertentangan dengan peraturan diatasnya, karena apa yang diamanatkan oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum danTata Cara Perpajakan Pasal 17B ayat 1 yang menyebutkan bahwa Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak harus menerbitkan surat ketetapan pajak paling lama 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap diadopsi kedalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak Pasal 60 ayat 4 yang menyebutkan bahwa : Dalam hal Pemeriksaan yang dilanjutkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkait dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B ayat (1) Undang-Undang KUP, Pemeriksaan dilanjutkan dengan penerbitan: a. Surat Ketetapan Pajak sesuai dengan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan apabila jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B ayat (1) Undang-Undang KUP belum terlewati; atau b. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sesuai dengan Surat Pemberitahuan apabila jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B ayat (1) Undang- Undang KUP terlewati. C. Alasan Sosiologis Pemeriksaan Pajak Badan.
Pajak terhadap Kepatuhan Wajib
Pada prinsipnya pemeriksaan dapat dilakukan terhadap semua Wajib Pajak, namun karena keterbatasan sumber daya manusia atau tenaga pemeriksa di Direktorat
Universitas Sumatera Utara
54
Jenderal Pajak, maka pemeriksaan tidak dapat dilakukan terhadap semua Wajib Pajak. Pemeriksaan hanya akan dilakukan terutama terhadap Wajib Pajak yang SPTnya menyatakan Lebih Bayar / Rugi karena hal ini telah diatur dalam UU KUP. Disamping itu pemeriksaan dilakukan juga terhadap Wajib Pajak tertentu dan Wajib Pajak yang tingkat kepatuhannya dianggap rendah. Untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, fiskus melakukan pemeriksaan. Wajib Pajak yang diperiksa adalah Wajib Pajak yang tidak patuh terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan dan secara sengaja melakukan pelanggaran/penggelapan pajak. Menurut Deviano dan Rahayu mengatakan bahwa kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakan ada terdapat 2 macam kepatuhan yaitu: 1. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan. 2. Kepatuhan material, adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantif atau hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan. Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan formal.83
83
Deviano dan Rahayu, “Kepatuhan http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=42331, diakses tanggal 30 Mei 2013.
Perpajakan,”
Universitas Sumatera Utara
55
Kepatuhan Wajib Pajak dalam tertib administrasi perpajakan diwujudkan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT). SPT merupakan sarana untuk melaporkan penghitungan dan penyetoran pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Penghitungan dan penyetoran pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak tersebut dapat sesuai atau tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan. UU KUP memberikan wewenang kepada Dirjen Pajak untuk melakukan pengawasan kepada Wajib Pajak agar kewajiban formal dan material perpajakan sesuai dengan ketetentuan perpajakan.84 Kepatuhan formal dan kepatuhan material perpajakan diwujudkan oleh Direktorat Jenderal Pajak dengan melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak. Tidak semua Wajib Pajak diperiksa, Wajib pajak yang diperiksa adalah Wajib Pajak yang tidak patuh dan melanggar peraturan perundang-undangan perpajakan. Berdasarkan teori kepatuhan (compliance theory) yang dikemukakan oleh Tyler, terdapat dua perspektif mengenai kepatuhan hukum, yang disebut instrumental dan normatif. Perspektif instrumental mengasumsikan individu secara utuh didorong oleh kepentingan pribadi dan tanggapan terhadap perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perilaku. Perspektif normatif berhubungan dengan apa yang orang anggap sebagai moral
dan
berlawanan
dengan
kepentingan
pribadi
mereka.
Seorang individu cenderung mematuhi hukum yang mereka anggap sesuai dan 84
Rudy Suhartono dan Wirawan B. Ilyas, Op.Cit., hal 12.
Universitas Sumatera Utara
56
konsisten dengan norma-norma internal mereka. Komitmen normatif melalui moralitas personal (normative commitment through morality) berarti mematuhi hukum karena hukum tersebut dianggap sebagai suatu keharusan, sedangkan komitmen normatif melalui legitimasi (normative commitment through legitimacy) berarti mematuhi peraturan karena otoritas penyusun hukum tersebut memiliki hak untuk mendikte perilaku.85 Berdasarkan alasan sosiologis terhadap pemeriksaan pajak, bahwa baik kepatuhan formal maupun material sangat penting, mengingat pembayaran pajak adalah untuk kesejahteraan rakyat. Ketidakpatuhan masyarakat akan pembayaran pajak dapat menimbulkan masyarakat yang lain juga tidak patuh akan pajak yang berdampak pada kerugian negara yang sangat besar, sehingga terjadilah sengketa pajak antara wajib pajak dengan fiskus.
85
R. Saleh, Pengertian Teori Kepatuhan Menurut Para Ahli (Complience Theory), diakses tanggal 27 Juli 2013.
Universitas Sumatera Utara