Topik Utama KomUNIKASI SINgKAT: BAgAImANA NASIB ENERgI TERBARUKAN DI INDoNESIA PASCA TURUNNyA hARgA mINyAK DUNIA? verina J. Wargadalam Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi
[email protected]
moTIvASI Saat ini harga minyak mentah anjlok hingga mencapai harga sekitar 30US$/ barel, harga terendah selama satu dekade terakhir. Kondisi ini tentu menimbulkan pertanyaan ‘bagaimana dampaknya bagi perkembangan energi terbarukan khususnya di indonesia’. Tulisan ini mencermati beberapa kemungkinan yang dapat terjadi di sektor energi terbarukan di indonesia, serta beberapa usulan agar tercipta pertumbuhan energi terbarukan yang anjal (resilient).
1. SITUASI gLoBAL Krisis ekonomi global pada tahun 2007-2008 sempat memberi pukulan yang besar bagi laju pengembangan energi terbarukan. investasi global sektor energi bersih (termasuk energi
terbarukan, efisiensi energi dan low-carbon technology) tumbuh dengan laju rata-rata diatas 40% sejak tahun 2004 hingga 2007, tetapi menurun drastis menjadi hanya 0,8% pada tahun 2008-2009 (Gambar 1).
gambar 1. investasi Global Energi Bersih 2004-2015 (Bloomberg New Energy Finance 2016)
M&E, Vol.14, No. 1, Maret 2016
71
Topik Utama isu perubahan iklim merupakan pemicu utama tingginya laju pertumbuhan energi bersih pada kurun waktu 2004-2007, tetapi krisis ekonomi global yang melanda institusi keuangan dunia menyebabkan sulitnya pendanaan proyekproyek baru di tahun 2008. Dampak ini dialami khususnya oleh negara-negara maju di mana energi bersih sudah tumbuh menjadi pasar yang matang. investasi melalui pasar saham dan asset finance mengalami penurunan terbesar akibat terbatasnya dana cair yang dimiliki institusi-institusi keuangan ditambah dengan semakin tingginya risiko premium terutama untuk teknologi-teknologi yang masih dalam tahap awal seperti energi angin offshore. Sementara proyek-proyek yang didanai oleh modal privat tidak begitu terkena dampak karena sumber pendanaan yang biasanya sudah teralokasi dan fokus pada teknologi yang matang, tetapi jumlah investasinya kurang dari 10% total investasi global (UNEP 2009). Setelah investasi energi bersih kembali tumbuh pada tahun 2010, laju investasi global di sektor ini mengalami penurunan dari 318 milyar US$ pada tahun 2011 menjadi 272 US$ tahun 2013 (lihat Gambar 1). Menurut Bloomberg, penyebab utamanya adalah dihentikannya subsidi energi bersih di Eropa dan Cina akibat melemahnya ekonomi di negara-negara tersebut. Tetapi dengan terjadinya kemajuan teknologi khususnya energi surya dan angin dimana biaya produksinya semakin ekonomis dan kompetitif dibanding energi fosil, investasi di sektor ini khususnya negara-negara berkembang terus meningkat, meskipun secara global terjadi perlambatan pada tahun 2015 (lihat Gambar 1) akibat anjloknya harga minyak dunia. Jika dibandingkan dengan kondisi turunnya harga minyak saat ini, situasi pada saat krisis ekonomi 2007-2008 cukup berbeda karena harga minyak pada tahun 2007 masih sekitar 60US$ per barel, bahkan sempat melonjak hingga 140US$ per barel. Lonjakan harga minyak ditengah krisis ekonomi global justru merupakan salah satu faktor yang memicu perkembangan energi bersih. Lalu apakah dengan turunnya harga minyak ke level 30an US$ per barel akan menghambat perkem-
72
bangan energi terbarukan? Berdasarkan informasi yang dikeluarkan oleh US Energy information administration 2016, listrik yang akan diproduksi oleh pembangkit energi terbarukan di US pada tahun 2016 tetap diproyeksikan meningkat dengan laju lebih tinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya yaitu: energi solar 28%, energi angin 16%, energi panas bumi 4% dan energi air 4%. Dari sejarah perkembangan energi bersih global yang diuraikan secara singkat di atas, jelas terlihat kondisi ekonomi global sangat mempengaruhi laju pertumbuhan sektor ini. Dampak signifikan terjadi khususnya pada negara-negara maju termasuk Cina yang memang investasinya sangat besar mengambil porsi sekitar 80% dari total investasi global. Lebih jauh lagi pasar energi bersih di negara-negara maju tersebut telah matang, investasi mengalir tidak hanya melalui proyek pemerintah dan modal privat, tetapi juga melalui asset finance dan pasar saham. Hal ini didorong oleh industri energi bersih di negara-negara tersebut yang berkembang secara utuh tidak hanya industri pemanfaatan teknologi tetapi juga industri manufaktur teknologi. 2. SITUASI INDoNESIA Bagi negara net-importir minyak seperti indonesia, anjloknya harga minyak dunia tentu diharapkan tidak memberi dampak negatif bagi ekonomi domestik. Namun umumnya negara yang perekonomiannya bertumpu pada komoditas, penurunan harga minyak dapat menyebabkan pelemahan mata uang rupiah akibat turunnya harga komoditas di pasar global. Jika kondisi tersebut berkepanjangan, ada 2 faktor utama yang dapat mempengaruhi perkembangan energi terbarukan di indonesia, yaitu: a. peningkatan kompetisi dengan minyak fosil, dalam hal ini tentu dampak terbesar bisa dialami oleh perkembangan biofuel, b. penguatan nilai dolar yang dampaknya bisa terjadi pada sektor pembangkit listik energi terbarukan di mana tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) di sektor ini masih rendah. M&E, Vol.14, No. 1, Maret 2016
Topik Utama Saat ini biodiesel yang berasal dari CPO merupakan satu-satunya bahan bakar nabati yang tersedia secara komersial di indonesia dan industri ini telah berkembang menjadi industri matang baik dari sisi pemanfaatan maupun sisi teknologi dengan TKDN lebih dari 95%. Dengan demikian pengaruh eksternal seperti krisis ekonomi global dapat diminimalkan. Tetapi dalam halnya penurunan harga minyak mentah yang berkepanjangan dapat menjadi ancaman. ini disebabkan karena subsidi biodiesel dari pemerintah didasarkan pada perbedaan harga fosil dengan Harga indeks Pasar biodiesel, dengan turunnya harga fosil maka subsidi yang harus dikeluarkan Pemerintah menjadi lebih besar, terlebih lagi jumlah suplai biodiesel diproyeksikan terus meningkat hingga 30% konsumsi nasional pada tahun 2025. Dan lebih jauh, penurun harga minyak fosil yang biasanya berkorelasi dengan penurunan harga CPO dapat memberi dampak negatif pada harga keekonomian industri CPO itu sendiri. Pada sektor pembangkit listrik energi terbarukan, penguatan nilai dolar akibat penurunan harga minyak dunia, dapat melemahkan kemampuan kompetisi keekonomian beberapa jenis teknologi terhadap pembangit listrik fosil seperti batubara, gas dan air skala besar. Di antara jenis teknologi energi terbarukan itu sendiri juga akan berkompetisi berdasarkan keekonomiannya. Tetapi saat ini pembangunan pembangkit listrik energi terbarukan di indonesia masih didorong sepenuhnya oleh kebijakan FiT (Feed-in Tariff) yang disertai program-program pembangunan oleh Pemerintah, sehingga dapat diperkirakan dalam jangka pendek penguatan nilai dolar tidak memberi pengaruh selama Pemerintah mampu menyediakan dana investasi energi terbarukan. Sehingga dapat dikatakan dengan pertumbuhan volume investasi pembangkit listrik energi terbarukan di indonesia yang masih rendah, porsi subsidi disektor belum membebani anggaran negara. indonesia telah menentukan target kontribusi energi terbarukan sebesar 23% dari total energi suplai pada tahun 2025. Selama kurun waktu 10 tahun menuju tahun 2025, volume investasi energi terbarukan untuk memenuhi target M&E, Vol.14, No. 1, Maret 2016
tersebut diperkirakan akan semakin besar, akibatnya berbagai situasi ekonomi global termasuk fluktuasi harga minyak dapat berdampak signifikan bagi perkembangan energi terbarukan di indonesia. Untuk mengantisipasi situasi tersebut, keanjalan perkembangan energi terbarukan perlu ditingkatkan menghadapi fluktuasi harga minyak. Beberapa hal berikut dapat menjadi bagian dari strategi tersebut: a. Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dalam bidang-bidang terkait pengembangan proyek dan pendanaan agar dapat menciptakan proyek-proyek yang bankable sehingga mudah mendapatkan dan menyalurkan dana-dana investasi b. Mendorong pembangunan industri lokal teknologi pembangkit listrik energi terbarukan, baik melalui direct investment maupun komersialisasi unit-unit percontohan c. Mengutamakan penggunaan teknologi energi terbarukan yang matang dan mempunyai TKDN yang tinggi seperti mikro-hidro dan biogas khususnya dalam program-program pembangunan milik pemerintah. d. Memprioritaskan sudsidi bagi sistem off-grid dibanding on-grid untuk pembangkit energi terbarukan skala kecil di daerah-daerah yang tidak terjangkau jaringan, sehingga akan memberi manfaat sosial yang besar untuk mengimbangi subsidi yang sudah dikeluarkan pemerintah. e. Meningkatkan porsi riset energi terbarukan didalam program energi terbarukan nasional, karena teknologi energi terbarukan masih terus berkembang, dan kemampuan institusi riset energi baru terbarukan yang sudah berdiri perlu diperkuat dengan sungguh-sungguh sehingga mampu memperbaiki TKDN pembangkit listrik energi terbarukan seperti energi surya dan energi angin, dan juga mampu meningkatkan efisiensi kilang bahan bakar nabati baik CPO dan mengembangkan sumber-sumber bahan bakar nabati lainnya
73