KOMPAK (Komunikasi Pemersatu Antar Kita)
Buletin LA3201BI April 2003
Kompak
Prakata
Satu
semester
lagi
sudah
berlalu.
Waktu
kita
menoleh
kebelakang, kita merasa kita telah memperkaya pengetahuan bahasa Indonesia kita dan waktu berjalan cepat penuh kegembiraan. Dengan pimpinan dari ibu-ibu kita, kita mempelajari Bahasa Indonesia dengan lebih dalam dan bisa menghargai budaya dan kehidupan Indonesia dengan lebih baik.
Buletin
Komunikasi
Pemersatu
Antar
Kita
(Kompak)
itu
menyajikan pekerjaan rumah yang bagus dari siswa-siswa yang terpilih.
Semua laporan proyek ada di sini juga.
Mudah-mudahan
buletin ini akan membantu kita untuk mengingat pengalaman kita yang patut menjadi kenang-kenangan dan pemersatu antar kita.
Selamat membaca!
i
Kompak
- Isi Pekerjaan Rumah Ibu Ideal Alice Khong Seth Tan Viknesh s/o M.Pasupathi
1 3 5
Pengalaman Yang Tak Terlupakan Alice Khong Esther Stella Tan
6 8
Langitku, Rumahku Alicia Mak Tee See Yin
10 12
Laporan Kunjungan ke Tanjung Pinang Am, Jeff dan Vicky Alice, Alicia dan Lena Maybeline, Yanchun dan Yee Farn Seth dan Song Wee Le Phing, Wei Ling dan Wenxin Denise, Esther dan Ice
14 17 25 28 31 36
Liburan di Batam Adrian Tay
39
Dua Minggu di Jakarta Junjun
41
ii
Kompak
Ibu Ideal - Alice Khong Saya ingat, waktu saya masih kecil, guru saya di sekolah selalu mengajar saya menyanyi lagu “Ibu saya yang paling baik”. Pada waktu itu, saya tidak tahu arti ibu ideal. Saya kira ibu saya yang paling baik, pasti lebih baik dari pada orang yang lain, dan karena itu, ibu saya pasti adalah ibu ideal. Tapi, sekarang saya tahu susah menjadi ibu ideal, karena ada banyak persyaratan untuk menjadi ibu ideal. Saya pernah menonton film seperti ini. Dahulu kala, ada satu keluarga yang kaya sekali. Itu keluarga ada bapak, ibu dan satu anak laki-laki. Meskipun keluarga itu kaya, tapi tidak bahagia. Bapak selalu berkerja, dan ibu selalu memarahi anak dia karena ibu itu mau anak dia menjadi orang yang pandai dan baik. Anak itu sedih karena dia selalu dimarahi oleh ibu. Dia tidak berani berkata dengan ibu karena dia tahu ibu tidak bisa mengerti dia. Akhirnya, anak itu sedih sampai jatuh sakit. Pada waktu itu, ibu itu akhirnya mengerti mengapa anak dia selalu sedih. Dia tidak selalu memarahi anak dia lagi dan selalu omong-omong dengan dia, supaya hubungan ibu dan anak menjadi lebih baik. Anak itu sembuh cepat dan kehidupan keluarga itu menjadi bahagia. Sesudah menonton film ini, saya pikir pesan film ini adalah ibu seharusnya mengerti anak-anak, dan tidak bisa selalu memarahi anak. Meskipun ibu itu cinta anak dia, anak itu tidak bisa merasa rasa sayang dari ibu. Jadi saya pikir ibu ideal seharusnya memakai cara yang cocok dan betul untuk mencintai anak dia. Ibu itu di dalam film itu memakai cara yang salah pada mulanya. Persyaratan ini yang paling penting untuk menjadi ibu ideal. Ibu saya rajin untuk melakukan pekerjaan di rumah. Saya merasa ini persyaratan yang penting sekali, dan juga adalah persyaratan untuk menjadi ibu ideal. Kalau rumah bersih dan rapi, semua orang juga senang pulang, dan senang tinggal di rumah. Tapi persyaratan ini susah karena ada banyak pekerjaan di rumah, contohnya mencuci pakaian, menyapu lantai dan merapikan kamar. Ibu saya ibu rumah tangga, jadi dia ada waktu
1
Kompak untuk pekerjaan di rumah. Tapi sekarang di Singapura ada banyak wanita karier yang tidak ada waktu untuk membuat pekerjaan di rumah, atau mereka tidak tahu bagaimana membuat pekerjaan di rumah. Pendapat saya, meskipun mereka punya sukses untuk karier dan hidup di rumah juga bahagia, mereka bukan ibu ideal karena mereka tidak memenuhi persyaratan ini yang penting sekali. Ibu ideal harus melek huruf, supaya bisa mengajar anak-anak pekerjaan rumah kalau mereka ada pertanyaan. Ibu tidak perlu lulus kuliah dari universitas, tapi seharusnya pernah belajar di sekolah supaya dia mempunyai pengetahuan. Kalau ibu adalah buta huruf, mungkin anak-anak tidak menghormati ibunya. Meskipun ibu saya tidak pernah belajar di universitas, dia masih bisa membantu saya dengan pekerjaan rumah, terutama kuliah Bahasa Cina, karena dia dari sekolah Cina. Sejak saya masih kecil, saya sudah menghormati ibu saya, dan pikir dia pandai sekali. Saya ingat waktu saya pergi ke rumah teman saya, saya merasa teman saya untung sekali karena makanan yang dimasak oleh ibu teman saya enak sekali. Ibu saya juga bisa memasak, tapi dia tidak pandai memasak. Karena itu, keluarga saya selalu makan di luar. Tapi seperti ini tidak sehat. Saya pikir ibu ideal seharusnya pandai memasak, supaya suaminya dan anak-anaknya senang pulang dan tidak perlu makan di luar. Saya menyebut empat persyaratan yang seharusnya dipunyai oleh ibu ideal. Wah, ibu saya sudah mempunyai tiga persyaratan ini. Dia hampir menjadi ibu ideal kan? Saya pikir, setiap orang mempunyai persyaratan yang tidak sama untuk ibu ideal. Tapi, saya juga pikir ibu saya tidak perlu menjadi ibu ideal, karena saya merasa dia sudah baik, dan saya mencintai dan menghormati dia. Meskipun dia tidak bisa memasak makanan yang enak, keluarga saya juga senang makanan yang dimasak oleh dia. Kalau begitu, mengapa masih mau menjadi ibu ideal menurut persyaratan orang yang lain? Pendapat saya, dia sudah ibu ideal saya!
2
Kompak
Ibu Ideal - Seth Tan Lagu, “Ibu, Ibu, Engkaulah Ratu hatiku…” dari iklan televisi susu “KLIM” adalah sebuah lagu populer antara banyak orang dewasa. Hampir setiap orang, waktu mereka mendengarkan lagu ini, akan merasa bersyukur kepada orang yang memberikan mereka begitu banyak karunia dalam kehidupan mereka – Ibu mereka. Dalam esei ini, akan saya diskusikan sebuah topic mengenai “Ibu Ideal” dan menceritakan suatu contoh nyata dari seorang Ibu ideal. Bukan suatu kejutan kalau banyak orang memikir Ibu mereka sebagai pemberi dan pemelihara dalam kehidupan mereka. Ini sangat benar selama tahun-tahun pertumbuhan. Sejak kecil, setelah kita dilahirkan, Ibu-Ibu kita bermain peranan yang penting dalam pendidikan kita. Seperti kata peribahasa, “Siapa kita tergantung pada siapa yang membentuk kita.” Ibu-Ibu kita tidak hanya mengajarkan kita tentang hal-hal kehidupan, tapi juga mengajarkan kita bagaimana mempunyai suatu kehidupan yang berhasil dan baik. Saya tidak bisa membayangkan seseorang yang tidak mempunyai Ibu yang mengajarkan mereka bagaimana hidup. Tanpa pimpinan serta disiplin dari Ibunya, dia mungkin menjadi seorang yang kekurangan tabiat dan semangat. Jadi, kita bisa melihat bagaimana penting peranan yang dimainkan oleh Ibu-Ibu kita. Peranan Ibu dalam kehidupan anak-anak boleh diillustrasikan dengan sebuah cerita. Cerita ini tentang seorang Ibu yang terlalu “mencintai” anak laki-lakinya. Ibu ini tidak tahu bagaimana mendisiplin anaknya waktu anaknya melakukan kesalahan. Dia terlalu bersifat melindungi anaknya bahkan membela anaknya waktu dia salah. Sering, dia mengalah pada setiap permohonan anaknya, meskipun permohonan-permohonan itu tidak masuk akal. Karena didikan buruk dari Ibu, anak itu menjadi perampok dan melakukan banyak aktifitas yang jahat. Akhirnya, anak Ibu ditangkap polisi dan dipenjarakan karena dia membunuh seorang dalam sebuah perkelahian. Apa yang terjadi sesudah itu? Di rumah penjara, sebelum anak itu mengalami hukuman gantung, dia menemui Ibunya untuk saat terakhirnya. Anak itu meminta Ibunya mendekatinya. Tiba-tiba, dia menggigit telinga Ibu sampai telinga Ibu putus. Sambil menangis karena sakit sekali, Ibunya bertanya kepada dia mengapa dia melakukan itu. Dia menjawab dengan marah bahwa itu karena Ibu tidak mengajarkan dan mendisciplinkannya ketika dia masih kecil, jadi menyebabkan dia menjadi jahat. Pada saat itu, Ibu merasa sedih sekali. Perasaan sakit patah hatinya lebih besar daripada kesakitan fisiknya.
3
Kompak Dari cerita ini, bisa kita mempelajari banyak pelajaran tentang pengaruh Ibu dalam kehidupan anaknya. Dari salah satu pelajaran itu menunjukkan kepada kita bahwa kalau kita sungguh mencintai seseorang, kita tidak akan khwatir mengatakan dan mengajar kebenaran. Dalam cerita itu, Ibu itu tidak memenuhi peranannya sebagai seorang Ibu yang baik. Dia selalu memperbolehkan anaknya melakukan apa saja yang anaknya ingin. Karena itu, anaknya menjadi seorang yang memberontak dan memikirkan diri sendiri. Menurut pendapat saya, Ibu itu bukan seorang Ibu ideal, sebaliknya dia adalah seorang Ibu buruk. Jadi, bagaimana Ibu ideal itu? Apa sifat yang dipunyainya? Saya mempercayai dia adalah seseorang yang mencintai orang lain lebih dari dirinya, teristimewa kepada keluarganya. Juga, dia harus rajin, baik hati dan bisa merawat rumah, anak dan suaminya dengan penuh hati dan jiwanya. Pandangan luarnya tidak begitu penting kalau dibandingkan dengan kecantikan dalamnya. Lebih penting adalah janjinya kepada keluarganya. Ada beberapa kalimat dalam Alkitab yang menyebut sifat-sifat seorang Ibu ideal. Kata Alkitab, “Pakaiannya adalah kekuatan dan kemuliaan. Ia membuka mulutnya dengan nikmat, pengajaran yang lemah lembut ada di lidahnya. Ia mengawasi segala perbuatan rumah tangganya, makanan kemalasan tidak dimakannya. Anak-anaknya bangun, dan menyebutnya berbahagia, pula suaminya memuji dia.” Sungguh, kalimat-kalimat ini dari Alkitab ini mendiskripsikan seorang Ibu ideal. Tetapi apa ada apa contoh nyata dalam dunia kita? Tentu saja. Ada seorang Suster Katolik yaitu Ibu Teresa yang adalah contoh klasik untuk seorang Ibu ideal. Ibu Teresa melayani orang miskin di India sejak dia berumur 24 tahun. Setiap hari, dia akan pergi keluar dari gerejanya ke jalan-jalan untuk mencari seorang anak yatim piatu. Lalu, dia akan membawa anak itu pulang dan merawat dia dengan baik. Ibu Teresa juga memberi makan kepada banyak orang miskin dan mengajarkan mereka tentang kecintaan Tuhan dan pengharapan yang ditemukan dalam kehidupan. Dia melakukan perbuatan baik ini pada setiap hari, kecuali pada hari-hari itu dia jatuh sakit. Karena sumbangannya untuk manusia, dia menerima sebuah “Nobel Laurette Prize”. Walaupun dia menjadi seorang juara Nobel, dia tidak menghentikan pelayanannya kepada orang miskin di India. Sesudah dia meninggal, dia dipanggil sebagai “Ibu India” dan banyak orang mengikuti langkah kakinya. Ceritanya tentang Ibu Teresa sungguh indah. Kehidupannya penuh dengan cinta dan kasih kepada “anak”nya. Dia adalah seorang model untuk Ibu ideal yang banyak dicintai orang.
4
Kompak
Ibu Ideal Viknesh s/o M.Pasupathi Benda yang paling berharga dalam hidup adalah kasih sayang Ibu. Kasih saying Ibu sangat penting untuk membesarkan anak. Dulu saya ada banyak kondisi untuk Ibu yang Ideal. Di bawah adalah persyatan untuk “Ibu Ideal”. Saya suka makan banyak. Karena itu saya ingin Ibu saya pandai dalam masak. Memang betul , Ibu saya pandai dalam masak, karena sekarang saya gemuk sekali. Teman-teman saya selalu ketawa tentang ukuran badan saya dan dedikasiitu pada masakan Ibu saya.Dia bias masak banyak macam makanan seperti makanan muslim, makanan Indian, Makanan barat. Saya paling suka makanan Muslim bernama “ Nasi Ayam Sambal”. Ibu saya masak pedassekail untuk saya. Persyarata keddua, Ibu saya harus kebiuan. Bapak saya selalu marah pada saudara saya dan saya untyuk perkara kecil. Dia suka marah. Karena itu, saudara saya dan saya akan menjadi sedih. Ibu saya selalu darang mengnibur dan kami akan bahagia. Ibu akan mendengar masahlah kami dan memberi nasihat. Persyarata Ketiga, Ibu saya harus seperti teman kepada saya. Kapan saya kecil, saya sendiri karena saudara saya pergi ke sekolah. Ibu saya akan menemani saya dan bermain masakmasak dengan Ibu saya. Di atas adalah persyratan yang saya cari dalam “Ibu Ideal” saya. Tapi sesudah sebuah kejadian fikiran saya berubah. Kapan saya umurnya tiga belas, kaki Ibu saya harus dipotong karena dia ada sakit “Diabetes”., Namun dia masih memberi kasih sayang. Ini adalah beberarpa contoh. Namun dia masih memasajk dan menggosok baju. Keluarga saya sedih Karena hidup kondisi dia . Dengan satu kaki dia bias membuat kerja seperti orang biasa. Ini menunjukkan bahwa dia “self –determination”. Apa bila saya malas, saya fakir tentang Ibu saya determinasi dan motivasi saya menjadi rajin. Sebulan yang lalu, dia menjadi sedikit buta karena “Kidney” gagal. Namun begitu, dia masih senyum. Dia masih bilang “ saya akan berada di sana apa bila kamu lulus dari universitas dan menikah.Walau saya tidak nampak, dalam hati saya lihat anda”. Sesudah mendengar itu, saya menangis dan akhirnya bilang ini adalah Ibu Ideal saya !
5
Kompak
Pengalaman Yang Tak Terlupakan - Alice Khong Waktu saya masih kecil, kira-kira berumur tujuh tahun, saya selalu pergi ke rumah nenek saya dengan Ibu saya setiap hari Minggu. Pada waktu itu, saya tinggal in Bedok, sedangkan nenek tinggal di Ang Mo Kio. Karena itu, kami harus naik bis nomor dua puluh empat supaya bisa tiba di Ang Mo Kio. Pada suatu hari Minggu, saya seperti biasanya pergi ke rumah nenek saya dengan Ibu saya. Pada hari itu, saya nakal sekali, selalu bertanya “Kapan bisa tiba di rumah nenek?”, sampai Ibu marah sekali. Di dalam bis ke rumah nenek saya, Ibu menyuruh saya diam saja. Kalau tidak, dia akan memberikan hukuman untuk saya di rumah nenek. Meskipun saya tahun Ibu sudah marah sekali, saya tidak takut, dan masih melompatlompat di kursi dan bercakap keras-keras. Tiba-tiba Ibu tidak bisa tahan lagi, dan membentak pada saya “Diam sekarang!”. Semua orang in dalam bis memandangi Ibu saya. Pada saat itu, saya tahu kalau saya masih nakal pasti akan dihukum, jadi saya segera diam. Tapi saya juga marah kepada Ibu saya. Karena Ibu tidak mau saya bercakap lagi, saya juga tidak mau bercakap dengan dia. Dari Bedok ke Ang Mo Kio jauh. Waktu kami melawati Bishan, banyak orang naik bis nomor dua puluh empat, jadi di dalam bis ada banyak orang yang berdiri karena tidak ada kursi lagi. Saya tidak bisa bercakap, jadi saya melihat-lihat pemandangan di luar
6
Kompak bis, dan melihat-lihat orang di dalam bis sedang apa. Tiba-tiba saya melihat dompet Ibu saya di lantai bis, di sebelah kursi kami. Dompetnya sudah terjatuh dari tas dan Ibu tidak tahu. Ada lelaki muda yang berdiri di sebelah kursi kami. Dia juga sudah melihat dompet Ibu saya. Tapi dia tidak memberi tahu Ibu saya. Waktu dia pikir tidak ada orang yang sedang melihat, dia sepak dompet itu, supaya dompetnya tidak bisa kelihatan lagi. Sesudah itu, dia memungut dompet itu dari lantai bis! Dompet Ibu saya sudah dicuri! Saya seharusnya memberi tahu Ibu, tapi saya masih marah, jadi saya tidak mau memberi tahu dia. Lagipula, dia menyuruh saya diam! Meskipun saya masih kecil, tapi sudah picik sekali! Waktu kami tiba di rumah nenek saya, Ibu masih tidak tahu dompet dia sudah dicuri. Saya tahu nenek saya akan membela saya, jadi akhirnya saya bilang keras, “ Lain kali harus berhati-hati. Dompet sudah dicuri masih tidak tahu!” Ibu tidak percaya dan pikir saya bohong dia. Sesudah dia cek tasnya, benar-benar dompetnya sudah tidak ada! Saya masih bilang, “Ibu tidak bisa menyalahkan saya karena adalah Ibu yang tidak memperbolehkan saya berkata!” Meskipun Ibu memandang dengan marah, tapi dia tidak bisa memarahi saya waktu nenek saya di rumah. Meskipun nenek bisa membela saya di rumah dia, tapi dia tidak bisa membela saya waktu kami kembali ke rumah di Bedok. Ibu marah sekali dan memberikan hukuman yang paling saya takuti – tidak bisa menonton televisi untuk sebulan! Meskipun saya sedih sekali pada waktu itu, tapi sekarang waktu saya teringat kejadian itu, saya akan tetawa. Saya adalah anak yang nakal dan lucu ya? Setiap kali saya menyebut kejadian itu, wajah Ibu akan menjadi berwarna hitam! Ini memang pengalaman yang tak terlupakan!
7
Kompak
Pengalaman Yang Tak Terlupankan - Esther Stella Tan Sebelum liburan sekolah yang lalu, saya belum pernah jatuh sakit di luar negeri. Bahkan kalau ada, penyakit itu tidak serius dan keluarga saya mesti di samping saya. Waktu liburan tersebut, saya pergi ke Yogyakarta dengan beberapa mahasiswa yang lain untuk program imersion. Saya jatuh sakit pada waktu menjelang bagian akhir dari program itu. Liburannya pada musim hujan. Saya kira mungkin sebab saya kehujanan jadi sakit. Saya masih ingat ketika saya mulai pilek, kami (semua mahasiswa NUS) sedang di tempat batik. Setelah membatik masih ada banyak acara pada hari berikutnya. Kegiatankegiatan itu termasuk mengunjungi Candi Borobudur, menginap di sebuah losmen di Kaliurang dan naik Gunung Merapi. Betapa menarik acara itu! Saya pikir kalau kehilangan kesempatan pergi ke tempat-tempat itu, akan sayang sekali. Jadi, saya memutuskan bagaimana pun harus menghadiri. Sakit memang tak senang. Sepanjang hari, saya menghabiskan banyak kertas tisu dan merasa lemah. Apalagi, sesudah kami tiba di Borobudur, hujan terus. Tetapi, kami masih menaiki candi itu sampai tingkat yang paling tinggi. Selain hujan, kami benarbenar menikmati perjalanan itu. Pada malam hari, kami menginap di sebuah losmen. Walaupun saya bisa tidur, tetapi tidak dengan nyaman dan bermimpi buruk. Karena itu, saya tidak sengaja
8
Kompak mengigau. Ini menakutkan teman-teman sekamar dengan saya. Membuat mereka khuatir, saya merasa tidak senang. Hari berikutnya, kami bangun jam 2 pagi dan pergi jam 3. Meskipun saya masih pilek, tetap mengikuti semua naik gunung. Mula-mula, saya takut acara itu terlalu berat dan kalau saya tidak bisa bertahan, akan merepotkan orang yang lain. Tapi, sepertinya makin naik, sakit saya makin hilang! Sesudah memanjat sejam, saya sudah tidak memakai kertas tisu lagi. Ketika akhirnya tiba di tempat tujuan, saya merasa sangat gembira dan tentu saja mengambil banyak foto dengan teman-teman. Pemandangan sungguh indah dan luar biasa. Sayangnya, setelah turun Gunung Merapi, pilek saya kembali. Waktu saya tiba di rumah keluarga ‘homestay’ saya, anggota keluarga semua khuatir sekali dan langsung menyuruh saya tidur sesudah memberikan obat pilek. Saya tidur terus sampai malam. Ketika bangun, di meja kecil di sebelah tempat tidur saya, ada kue-kue, teh, air putih dan obatobatan yang ditaruh ‘kakak’ saya. Sebentar kemudian, dia masuk kamar saya, dia mau memberikan makan saya. Sambil dia di samping saya, dia menyadari saya sudah ada demam dan bersikeras membawa saya ke dokter. Beberapa hari setelah saya ke rumah sakit dan minum obat, saya merasa sudah mendingan. Pengalaman ini walaupun tidak begitu baik karena waktu itu saya merasa buruk tetapi apa yang dilakukan teman-teman saya dan keluarga ‘homestay’ saya sangat mengharukan. Saya merasa agak malu waktu itu merepotkan mereka. Jadi, lain kali kalau saya pergi ke luar negeri, akan menjaga kesehatan dengan hati-hati supaya tidak sakit lagi.
9
Kompak
Langitku, Rumahku - Alicia Mak Dalam cerita ini, kita bisa melihat bagaimana dua anak laki-laki dari Jakarta bisa menjadi teman yang baik walaupun mereka dari keluarga yang kekayaan dan keadaan berbeda. Salah satu teman adalah Andri. Andri beruntung sekali. Dia anak pedagang yang kaya dan tinggal di rumah yang besar dan indah. Lagipula, dia punya satu pembantu dan sopir. Hubungan Andri dengan mereka baik sekali. Selain itu, Andri ada kesempatan untuk pergi sekolah. Meskipun Andri kelihatannya beruntung, dia tidak merasa senang karena bapak dia selalu bekerja dan kebanyakan waktunya dihabiskan di kantor. Hunbungan Andri dengan kakak perempuan dia juga tidak rapat. Andri ingin menjadi burung supaya bisa mendapat kebebasan. Teman yang lain adalah Gempol. Dia orang miskin dan harus membantu keluarganya menjual kertas dan majalah untuk mendapat uang. Mereka tinggal di rumah yang kecil dan kotor. Gempol mengharapkan dia bisa menjadi orang kaya supaya hidupnya lebih bahagia. Sebenarnya, Gempol ingin sekali bisa pergi belajar di sekolah, tetapi keluarganya telalu miskin. Jadi Gempol harus berdiri di luar kelas dan mengintip ke dalam kelas untuk belajar waktu dia bebas. Tapi sayang sekali, waktu penjaga sekolah melihat Gempol, dia berpikir Gempol adalah pencuri. Dari insiden ini, Andri mengenal Gempol. Lama-kelamaan, kedua anak itu menjadi teman yang baik. Saya merasa Andri berhati tulus dan tidak bersifat mementingkan diri sendiri, karena dia meminjamkan bukunya kepada Gempol untuk belajar dan selalu membawa majalah untuk dijual oleh Gempol. Rupanya, Andri suka sekali membantu teman dia sampai dia mengikuti Gempol ke Surabaya untuk mencari nenek Gempol waktu Gempol ada masalah. Di Surabaya, sesudah tas dan uang mereka dirampok oleh perampok, Andri juga membantu Gempol mendapat uang dengan bekerja sebagai pencuci piring dan tukang parkir. Saya merasa Andri hebat sekali.
10
Kompak Opini saya, sifat Gempol tidak hanya jujur, tapi juga kuat. Sesudah mereka menemukan uang dan dompet seorang wanita yang hilang, mereka mengembalikan uang dan dompet itu kepada wanita itu secepatnya. Sebenarnya, Gempol dan Andri perlu uang untuk kembali ke Jakarta, tetapi mereka tidak menyimpan uang itu untuk sendiri. Jadi saya kira meskipun Gempol miskin, dia jujur. Walaupun Gempol miskin, dia tidak mengeluh bahwa hidupnya keras atau menyalahkan keluarganya. Waktu keluarganya hilang dan rumahnya sudah dibakar, dia tidak kehilangan harapan. Meskipun dia tidak ada rumah, dia berpikir langit seperti atap rumah dia. Akhir ceritanya, Gempol tidak mau bergantung kepada keluarga Andri waktu Andri mengajak Gempol tinggal bersama-sama di rumahnya. Jadi, saya merasa semangat Gempol kuat sekali. Film ini menarik dan memilukan hati sekali. Gempol dan Andri masih kecil tetapi mereka sudah tahu arti persahabatan yang sejati. Cerita ini bisa mengajar orang-orang bahwa walau miskin, tidak perlu merasa tidak berdaya lagi dan harus tekun dan kalau kaya, tidak boleh sombong dan harus membantu orang yang miskin.
11
Kompak
Langitku– Rumahku -
Tee Si Yin
-
Sesudah menonton cerita lagitku-rumahku, saya merasa nasib saya baik sekali. Saya ada peluang untuk belajar, ada makanan enak untuk dimakan dan rumah kuat supaya tidak kehujanan. Tapi, tidak banyak anak-anak di Jakarta bernasib baik. Contohnya, Gempol, nasibnya kurang baik. Dia tinggal di rumah yang kecil and kotor. Selain itu, dia harus bekerja keras setiap hari untuk mencari nafkah, untuk ongkos hidup. Tiap-tiap hari, dia harus mengumpulkan koran untuk dijual. Meskipun dia bekerja keras tapi pendapatan rendah sekali. Gempol ingin ke sekolah lagi di desa, tapi bapaknya bilang jangan mimpi pergi ke sekolah karena mereka miskin sekali. Jadi, Gempol belajar di luar kelas. Oleh karena itu, orang di sekolah mencurigai Gempol seorang pencuri karena pakaiannya robek-robek and seluruh badabnya kotor. Gempol tidak berputus asa, dia belajar sendiri apabila dia ada waktu. Sebaliknya, Andri seorang anak kaya. Bapaknya kaya sekali tapi Andri tidak gembira karena bapaknya selalu tidak ada di rumah. Jadi, Andri selalu bicara dengan pembantunya. Hubungan antara Andri dan pembantunya dekat sekali. Pembantunya Demik dan Balung sayang pada Andri karena ibu Andri sudah meninggal. Meskipun Andri seorang anak kaya, tapi dia tidak sombong. Andri tidak memandang rendah terhadap Gempol dan berteman baik dengannya. Selain itu, Andri tidak hanya ramah, tapi juga suka menolong. Dia selalu memberi koran dari rumah kepada Gempol supaya Gempol bisa menjual koran dan mendapat lebih banyak uang. Andri tidak bisa membayangkan rumah Gempol kecil and kotor. Dia merasa nasibnya baik dan juga merasa kasihan terhadap orang yang miskin. 12
Kompak Hati Andri baik sekali. Dia menolong Gempol untuk mencari neneknya. Waktu di Surabaya, kehidupan mereka susah sekali. Mereka tidak bisa menemukan nenek Gempol karena neneknya sudah pindah ke kota lain. Tapi, dia tidak bias pulang ke Jakarta karena uang mereka sudah habis. Jadi, mereka bekerja di Surabaya sebagai pencuci piring di warung kopi dan menjadi tukang parkin untuk mendapatkan uang supaya bias membeli tiket keretapi untuk pulang. Walaupun Andri sering dimarahi oleh bosnya tapi dia tidak menyesal menolong Gempol. Pengalaman mereka tidak enak di Surabaya, uang mereka dirampok oleh perampok, tidur kedinginan di tepi jalan dan tidak punya cukup makanan untuk makan. Meskipun mereka tidak cukup uang, tapi Gempol dan Andri tidak mencuri atau berbohong untuk mendapatkan uang karena mereka anak yang jujur. Waktu mereka menemukan dompet, mereka tidak ambil uang di dalam dompet itu, sebaliknya, mereka mengembalikan dompet itu kepada pemiliknya. Selain itu, Gempol dan Andri juga anak yang berani. Mereka berkelahi dengan perampok itu
untuk
mendapatkan
uang
mereka.
Seharusnya,
saya
merasa
lebih
baik
memberitahukan hal itu kepada polisi karena bahaya sekali kalau berkalahi sendiri dengan perampok. Menurut saya, cerita tentang langkitku-rumahku menarik sekali. Saya bisa melihat pebedaan antara kehidupan di Indonesia dan Singapura. Orang Singapura harus menhargai kehidupan mereka di sini kerana tidak banyak orang bernasib baik seperti kami. Kalau kita menjadi orang miskin juga jangan berputus asa karena cerita ini memang betul mengatakan: Selama masa ada langit, tidak perlu menangis, Artinya kita masih ada rumah. Rumah kita besar, langitku-rumahku. Langit kita, rumah kita semuanya.
13
Kompak
Kunjungan ke Tanjong Pinang Am, Jeff, Vicky
Pada tanggal 28 Februari 2003, kami ikut serta dengan kelas Bahasa Indonesia ke Tanjong Pinang. Kami harus berkumpul di terminal kapal tambang Tanah Merah pada jam 9. Wah! Pagi sekali. / Rupanya semua mahasiswa bersemangat sekali, sampai tidak ada orang yang terlambat. Wah, kalau semuanya tidak terlambat seperti itu untuk kelas, ibu akan senang. Di tempat berkumpul tidak hanya ada mahasiswa dari Bahasa Indonesia3, tapi juga ada mahasiswa dari tingkat 4 dan tingkat 6, jadi kami merasa sedikit rendah diri. Karena kami menyangka sudah lama kami belajar bahasa Indonesia, tapi ternyata, kalau dibandingkan, tingkat kami paling rendah! Tapi tidak apa-apa lah, kami hanya mau menikmati perjalanan itu. Kapal tambang kami berangkat dari Singapura jam 10.20 dan kira-kira jam 12:45 siang, kami tiba di Tanjung Pinang. Tapi waktu sudah di sana jam dinding kiri kapal tambang memperlihatkan jam 11.45.karena kalau dibandingkan dengan waktu Singapura, waktu Indonesia 1 jam lebih terlambat.
Jam bedanya tidak begitu besar, karena
Singapura adalah dekat Tanjong Pinang. Sesudah meninggalkan pemeriksaan immigrasi, kami mendapt sambutan yang meriah dari pemadu wisata. Ada dua pemadu wisata yang menjemput kami dengan 2 truk
14
Kompak kecil. Mereka berbicara cepat-cepat sekali sampai kami kadang-kadang tidak tahu apa yang dibicarakan. Waktu mereka bertanya kalau kami ada pertanyaan atau tidak mengerti apa yang dikatakan, kami selalu hanya tersenyum karena tidak begitu mengerti, jadi tidak tahu apa yang terjadi pada saat itu, paling baik diam saja. =P Untuk rencana perjalanan ada banyak aktivitas. Yang pertama, kami pergi ke restoran untuk makan siang. Perasaan kami, restoran itu mungkin hanya ada turis yang berlangganan karena kami tidak melihat orang Indonesia biasa makan di sana. Barangkali makananya mahal untuk orang lokal.
Sebenarnya, menurut kami, lebih
menarik kalau bisa makan siang di warung di pinggir jalan, karena bisa mengalami makanan yang asli. Tetapi kalau takut akan kena sakit perut oleh sebabnya makanan tidak bersih, bisa hati-hati memilih warung yang kelihatan bersih dan ada standart baik. Sesudah makan siang, kami pergi ke pabrik tempe. Di sana, kami melihat proses untuk membuat keripik tempe. Selain itu, kami juga berkesempatan untuk berbicara dengan pegawai yang sedang bekerja. Perasaan kami, waktu mendengar orang Indonesia berbicara, susah sekali mengerti mereka! Mungkin kami masih tidak mempunyai cukup kecakapan untuk berkomunikasi dengan orang Indonesia.
Contohnya, waktu kami
mewawancarai pegawai, kami tidak begitu mengerti apa yang mereka jawab, dan kami juga merasa mereka tidak begitu tahu apa yang kami tanya! Untunglah, ada mahasiswa dari bahasa Indonesia 4 dan 6 yang membantu kami untuk menterjemahkan kata-kata yang kami tidak tahu. Barangkali, kami harus menlanjutkan mengambil Bahasa Indonesia supaya bisa berkomunikasi lebih lancar. =) Selain pabrik tempe, kami juga mengunjungi pabrik bunga plastik, pabrik teh, pabrik saos dan akhirnya, mal ‘Ramayana’. Pokoknya, mahasiswa melihat proses hasil dan menwawancarai pegawai dan pemilik di pabrik-pabrik yang dikunjungi. Banyak orang membeli oleh-oleh seperti tempe, makanan kecil, bunga plastik dan lain-lain dari pabrik. Sesudah semua kunjungan, kami meninggalkan Tanjong Pinang sekitar jam 6.30 sore (waktu Indonesia) dan datang di Singapura kira-kira jam 10.30 malam (waktu Singapura.) Dari observasi kami, ibu-ibu kelihatan senang sekali, terutama waktu belanja karena kami melihat mereka membeli banyak barang-barang dan makanan-makanan. 15
Kompak Kami juga mengamati bawah Ibu Johanna senang sekali mengambil foto, karena dia selalu berputar-putar dengan kamera! Kami sangat senang dan menikmati perjalanan itu, karena ada banyak aktivitas yang kami lalukan, ada banyak tempat yang kami kunjungi, dan ada banyak teman baru yang kami dapat.
Kami juga menghargai segala-galanya(semuanya?) yang ibu-ibu
lakukan untuk kami, contohnya pasti ada salah satu ibu mengikut di belakang waktu kami berjalan. Meskipun kami sudah ‘besar’, tetapi ibu-ibu masih kuatir tentang keselamatan kami. Hebat sekali, mereka benar-benar seperti ibu kami di rumah! Kalau ada kesempatan dalam masa depan, kami pasti mau berkungjung ke Tanjung Pinang lagi. Tetapi kalau bisa, kami tidak begitu mau pergi ke tempat turis atau tempat belanja, lebih menarik mengunjungi tempat sejarah atau kampung, supaya bisa tahu lebih banyak tentang kebudayaan Indonesia. Akhirnya, kami mengharapkan bisa menginap beberapa hari di sana supaya ada lebih waktu dan tidak harus cepat-cepat meninggalkan tempat-tempat seperti perjalanan ini (kecuali waktu di mal yang lama sekali kami belanja di sana).
Lagipula, kami bisa mengunjungi lebih tempat yang
menarik dan pelajari tempat dan orang lokal dengan tepat. Selain itu, kalau menginap di sana, bisa pulang waktu pagi atau siang yang ombak di laut tidak begitu besar, supaya akan tidak ada masalah mabuk laut. =P Kami ingin terima kasih ibu-ibu yang memberi kami kesempatan untuk perjalanan itu. Dari perjalanan itu, kami bisa berlatih berbahasa Indonesia dan tahu bagaimana tingkatan kecakapan kami. Kami juga bisa melihat cara kehidupan yang berbeda dari Singapura.
Menurut kami, padahal Indonesia tidak begitu modern atau ada banyak
fasilitas yang baik sama dengan Singapura, kehidupan orang Indonesia lebih sederhana dan santai. Orang di sana bisa hidup dengan biasa tanpa fasilitas modern, seperti listrik yang stabil dan ‘internet’. Contohnya, di Singapura , kami bisa menoton permainan sepak bola secara langsung dari televisi atau dari ‘internet’. Kalau dibandingkan dengan Tanjung Pinang, mereka hanya bisa menonton permainan itu sesudah beberapa hari. Karena itu, apa yang orang Singapura pikirkan penting dan memang perlu, mungkin itu untuk orang Indonesia dianggap kemewahan jadi kita tidak boleh menyia-nyiakan sesuatu.
16
Kompak
Kunjungan Ke Tanjong Pinang Lim Loo Peng, Lena Khong Alice Mak Yuen Wan, Alicia Introduksi Setiap module Bahasa Indonesia pasti ada acara yang menarik sekali. Sesudah EKSPO MINI INDONESIA INDAH dan KUNJUNGAN KE SEKOLAH INDONESIA SINGAPURA, kali ini, kami pergi ke Tanjung Pinang! Sesudah Ibu memberitahu kami tentang kunjungan ini, hampir semua mahasiswa sangat senang, walaupun kunjungan ini hanya selama satu hari. Memang kesempatan ini cocok untuk berteman kawan sekelas lebih baik karena setiap kali, sesudah kelas, semua teman akan pergi ke tempat-tempat berbeda, selalu tidak ada waktu luang supaya bisa saling mengenal lebih baik. Kami merasa perjalanan ini juga sesuai untuk istirahat atau berlibur untuk kami karena sudah lama belajar dengan rajin, dan pertama kali ke Tanjung Pinang, kami bisa mempraktekkan bahasa Indonesia sambil berbelanja, berkunjung ke pabrik tempe, pabrik bunga-bungaan dan seterusnya. Selain itu, kami juga bisa berlibur dengan ibu gurunya dan mahasiswa dari BI4 dan BI6, jadi kami gembira sekali!
Perjalanan ke Bintan Pada tanggal 28 Maret 2003, sesudah kami bangun, kami secepatnya mempersiapkan semua hal-hal, berisi tas dengan kamera, air botol dan banyak uang Indonesia (membaca: banyak karena kalau dibandingkan dengan uang Singapura, uang Indonesia memang sejumlah lebih besar!) yang harus kami bawa. Waktu kami tiba di Terminal tambungan di Tanah Merah, masih pagi, sehingga ada waktu untuk ngobrol dan berfoto dengan teman-teman. Kelihatannya, semua kawan sekelas pandai dalam teknologi, karena hampir setiap kamera yang dibawa oleh mereka adalah kamera digital. 17
Kompak Di sana kami melihat ada dua orang asing mau mengikuti kami ke Bintan. O, ternyata, mereka dari BI6. Wah, mereka pandai dan berbahasa Indonesia dengan lancar sekali! Kami berpikir kapan kami bisa seperti mereka. Jeff adalah orang yang berhati baik karena dia mempersiapkan makanan untuk kami sehari sebelum hari itu di rumah Ibu Fanny. Wah, nasi itu benar-benar enak sekali. Meskipun kami naik tambungan, makan waktu untuk ke sana masih perlu satu setengah jam. Waktu kami tiba di Bintan, sudah merasa lapar lagi, jadi tempat pertama yang kami pergi adalah restoran! Di dalam tambungan ada banyak acara antara kawan sekelas. Selain sesuatu omong-omong, juga ada sesuatu mengeluh bahwa masih ada banyak pekerjaan rumah yang belum selesai. Teman-teman tidak hanya perlu selesai pekerjaan rumah, tapi juga perlu belajar untuk ujian module yang lain, kasihan ya…tentu saja, ada seorang teman tidur di dalam tambungan. Akhirnya kami tiba di Tanjung Pinang pada sekitar jam 12:00 waktu Singapura. Terminal tambangan Tanjung Pinang ramai sekali, dan kami harus antre sehingga bisa memasuki Bintan. Sesudah ada cap pada passport kami, kami dibawa jalan oleh dua pemandu wisata. Nama salah satu pemandu wisata adalah Ariyanto, bukan Arigato, dia bilang. Bahasa Indonesia dia lancar dan dia selalu senyum, jadi kami berpikir dia ramah sekali. Dia akan mengantar kami ke mana-mana, tentu saja perhentian pertama pasti adalah restoran Sangkuriang. Kami naik bis wisata ke sana. Bis itu kecil tapi ada AC. Cuaca di Tanjung Pinang panas sekali, jadi kami harus minum air terus supaya tidak kena heat-stroke.
Makan di Restoran Sangkuriang... Di restoran itu, kami merasa senang karena bisa mencoba makanan Indonesia. Memang ibu gurunya pandai sekali, karena mereka sudah memesan makanan untuk kami, karena kalau kami harus praktek berbahasa Indonesia dan memesan sendiri, pasti membuang banyak waktu. Wah, makanan di sana enak sekali, khususnya kangkong sambal dan sotong goreng. Kami senang makanan yang pedas dan asin, namun kebanyakan makanan itu digoreng dan tidak begitu sehat, jadi teh mawar yang sudah kami minum bisa membantu dengan pencernakan, yang paling effektif. Karena teh mawar itu ada wangi yang seperti mawar, jadi teh itu popular sekali.
18
Kompak Kami makan cepat sampai kenyang, barangkali benar lapar, atau makanan itu terlalu sedap. Kemudian, kami melanjutkan perjalanan ke pabrik tempe.
Di Pabrik Tempe... Pabrik di Tanjung Pinang memang berbeda dengan pabrik di Singapura. Pabrik tempe itu kecil dan sangat panas tapi tukang masak di sana masih senang bekerja di sana. Tempe dan kerupuk yang lain terjual di ruang depan, dan turis-turis bisa mencoba dulu sebelum membeli. Kami merasa makanan di sana tidak hanya enak sekali tapi juga murah. Sekali-sekali makan kerupuk tidak apa apa, tidak akan menjadi gemuk! Di sana, kelompok kami ada kesempatan mewawancarai Mas Ariyanto, memang Mas Ariyanto enak diajak ngomong. Dia berkata, meskipun tempat yang lain juga menjual kerupuk, kerupuk yang dijual di sana paling enak. Pernah ada banyak VIP di sana, seperti wali kota Bintan, semua VIP bisa terlihat di foto-foto yang tergantung pada dinding.
Di Pabrik Bunga-Bungaan... Sesudah perjalanan di pabrik tempe, kami naik bis wisata ke pabrik bungabungaan. Waktu kami turun dari bis, atasan pabrik itu sudah berdiri di sana. Orang dia ramah sekali, dan selalu ada senyum, jadi kami tidak takut bertanya kepada dia. Pabrik itu sangat besar. Bukan main besarnya pabrik itu. Di dalam pabrik itu ada banyak pegawai, tapi kami hanya melihat pegawai perempuan. Mungkin perempuan lebih hati-hati, jadi lebih cocok dari pada laki-laki untuk membuat bunga-bungaan! Wah, hampir semua perempuan di dalam pabrik itu cantik sekali dan muda. Kami mewawancarai seorang perempuan yang sedang memakai mesin untuk menyetrika kain berwarna-warni. Kain itu akan menjadi daun bunga sesudah disetrika. Perempuan itu sibuk sekali, dan tidak mau omong-omong waktu dia sedang bekerja, karena pekerjaan dia bahaya sekali. Kalau tidak berhati-hati, nanti akan terluka oleh mesin. Dia berkata, dia senang pekerjaan dia, tapi waktu dia sedang mengerjakan, dia harus konsentrasi. Wah dia hebat sekali, karena tidak takut temperatur tinggi mesin itu. Dia berkata, hari demi hari, dia memakai mesin itu, sampai sekarang sudah biasa.
19
Kompak Kami mengikuti atasan mengelilingi pabrik itu. Pabrik itu ada beberapa bagian. Waktu kami baru memasuki pabrik itu ada bagian manual. Tadi, sesudah kami melihat mesin untuk menyetrika daun bunga, kami berpikir, sesudah daun bunga sudah siap akan diapakan? Sekarang kami tahu, daun bunga akan dikirim ke bagian ini, supaya bisa menjadi bunga-bungaan yang lengkap.Di bagian ini ada banyak perempuan yang sedang membuat bunga-bungaan tanpa mesin. Mereka hanya memakai tangan untuk membuat bunga-bungaan. Mereka membuat cepat sekali, seperti sudah lama sebagai pegawai di pabrik itu. Sesudah itu, kami melihat bagian mesin. Di situ bahaya sekali karena ada banyak mesin, contohnya mesin untuk membuat daun bunga, mesin jahit, dan mesin untuk menyetrika. Di sana ramai sekali dan berisik, tapi semua pegawai rupanya sudah biasa terhadap bunyi berisik itu. Kami tidak bisa mendengar atasan sedang berkata apa, jadi cepat-cepat pergi ke bagian yang lain. Kami tiba di bagian untuk mewarnai kain supaya bisa menjadi bunga-bungaan. Di sana tidak ada bunyi berisik, tapi ada sedikit bau. Di sana juga ada mesin yang besar untuk mewarnai kain. Di sebelah mesin juga ada banyak macam bunga-bungaan yang sudah siap. Wah, cantik sekali ya. Setiap bunga ada warnanya yang tidak sama. Sesudah itu, kami cepat-cepat pergi ke toko di dalam pabrik untuk membeli bunga-bungaan. Bunga itu tidak hanya cantik, tapi harganya juga murah. Tapi di toko itu hanya bisa membayar dengan uang kontan, tidak ada cara pembayaran yang lain. Atasan itu masih muda, dan mahir sekali. Dia tidak hanya mempunyai pabrik bunga-bungaan itu, tapi juga mempunyai pabrik teh dan pabrik kecap. Pabrik teh di sebelah pabrik bunga-bungaan.
Di Pabrik Teh... Pabrik teh juga besar sekali seperti pabrik bunga-bungaan. Di pabrik ini juga hanya perempuan, dan mereka memakai seragam berwarna biru. Kami mewawancarai satu perempuan yang sedang membungkus teh ke dalam kotak. Dia merasa malu, dan pada mulanya dia tidak mau diwawancarai. Namun setelah kami berulang kali membujukkan dia, akhirnya dia setuju. Nama dia Ani dan baru bekerja
20
Kompak di sini untuk enam bulan. Dia tinggal di Bintan dengan kakak sepupu dia. Bintan bukan kota kelahiran dia, jadi keluarga dia tidak di Bintan. Umur dia baru 20 tahun. Sesudah mendengarkan ini, kami merasa malu, karena kami lebih tua dari pada dia. Waktu dia sedang bekerja dengan rajin, kami mengeluarkan uang untuk makanan yang mahal dan pakaian yang mewah. Sesudah berbicara dengan dia, kami berjanji tidak bisa membuang uang seperti dulu lagi. Hampir semua perempuan di pabrik itu sedang membungkus teh ke dalam kotak. Ani berkata, sesudah teh dibungkus, teh itu akan dikirim ke bagian packaging. Kami membeli dua kotak teh dari toko. Nama teh itu Prendjak. Tadi kami sudah mencoba Teh Prendjak di restoran, dan berpikir teh itu rasanya enak, jadi membeli dua kotak supaya keluarga di Singapura bisa mencoba teh itu.
Di Pabrik Kecap... Pabrik ketiga adalah pabrik saus tomat. Kalau mau dibandingkan dengan kedua pabrik yang sudah kami kunjungi, pabrik ini lebih kecil. Di pabrik ini ada mesin yang besar dan ada kira-kira lima pegawai yang sedang memakai mesin itu untuk memasukkan saus tomat ke dalam botol. Pemandu wisata berkata, botol saus kecap akan didaur-ulang sesudah saus tomat di dalam botol habis. Kami mendengar saus tomat ini di Indonesia populer sekali. Pada mulanya kami mau membeli saus tomat itu, tapi barang-barang kami terlalu berat, jadi tidak bisa membeli lagi. Kami bertanya pemandu wisata, apa dia tahu pegawai di pabrik ini gajinya berapa. Sayangnya, dia kurang tahu. Tapi dia berkata sekarang di Indonesia, pemerintah
memberi tahu
pengusaha harus mengikuti Upah Minimum. Artinya, pengusaha di Indonesia harus memberi gaji kepada pegawai paling tidak 510.000 rupiah sebulan. Wah, pandai betul undang-undang ini yang diberikan oleh pemerintah. Kalau seperti ini, atasan yang jelek tidak bisa memberikan gaji yang terlalu kecil kepada pegawai. 510.000 rupiah seperti 100 sing dollar. Kami berpikir, kalau dibandingkan dengan Singapura, gaji pegawai di Indonesia benar-benar kecil. Sesudah melihat pekerjaan di tiga pabrik itu, kami merasa, mungkin atasan pabrik seharusnya membeli asuransi kepada pegawai dia, karena pekerjaan memang bahaya,
21
Kompak contohnya pegawai yang sedang menyetrika kain untuk membuat daun bunga. Kalau membeli asuransi, pegawai yang terluka dan atasannya tidak perlu kuatir tidak ada uang untuk membayar ongkos doktor. Waktu pegawai sedang bekerja, mereka juga akan merasa lebih selamat. Kami sangat mengharapkan pegawai di sini bisa bekerja di suasana yang lebih selamat. Pokoknya, hal yang paling penting adalah keselamatan pegawai.
Berbelanja dan Makan Malam di Mal Ramayana Sekitar jam 16:00 di dalam waktu Singapura, kami tiba Mal Ramayana. kami hanya ada satu setengah jam untuk berbelanja di sana dan harus berkumpul lagi jam 17:30. Mal itu hampir sama dengan malnya di Singapura. Di sana juga ada toko buku, toko pakaian, toko musik, salon, supermarket, restoran dan lain-lain. Mal Ramayana lebih kecil daripada malnya di Singapura karena hanya ada dua tingkat tetapi mal itu bersih dan barang-barang yang dijual di sana murah sekali. Tadi di bis, Mas Ariyanto bilang,
"Singapura
ada
satu
mal
namanya
Takashimaya,
mal
ini
namanya
'Takashimurah'!" Iya, rupanya, barang-barang di sana amat murah, sampai kami membeli banyak oleh-oleh dan merasa berbelanja untuk satu setengah jam tidak cukup. Akhirnya, pemandu wisata memperpanjang waktu berbelanja di mal itu sampai jam 18:30. Setelah kami selesai berbelanja, kami merasa lapar, haus dan kakinya juga merasa capai, jadi kami makan di Restoran Ayam Charlie yang sudah kami temukan di malnya. Restoran itu seperti Restoran Ayam Goreng Kentucky (KFC). Salah satu perbedaan adalah Restoran Ayam Charlie menjual nasi tetapi Restoran KFC tidak. Kami mendengar alasan itu adalah orang Indonesia biasanya makan nasi karena banyak tanah di desa Indonesia ditanami dengan padi. Pegawai restoran juga tidak memberi alat-alat makanan karena kebanyakan langganan restoran orang Muslim dan mereka tidak memakai sendok untuk makan nasi. Jadi, kami harus meminta alat-alat makanan dari pegawai itu. Makanan di sana enak sekali, khususnya ayam goreng, nasi goreng dan es teh yang semua sudah kami coba. Kami makan sambil omong-omong dan beristirahat di sana sampai jam 18:30.
22
Kompak
Kembali ke Singapura Kami naik bis wisata lagi dari Mal Ramayana kira-kira jam 18:45 dan harus tiba terminal tambangan Tanjung Pinang secepatnya karena kami sudah terlambat. Kalau tidak cepat sampai ke sana, tambangan yang terakhir akan berangkat tanpa kami. Pemandu wisata, Mas Ariyanto, juga merasa tegang. Tapi, kami beruntung sekali, karena perjalanan dari Mal ke terminal tambangan tidak begitu jauh, hanya sepuluh menit, jadi kami masih bisa sampai ke sana sebelum tambangan berangkat. Dari tambangan itu, Tanjung Pinang kelihatannya indah sekali. Kami ingin sekali bisa di sana lebih lama. Waktu di tambangan itu, makin lama langitnya makin gelap. Ada beberapa mahasiswa berdiri bersama-sama di tingkat tambangan yang paling tinggi dan menikmati angin laut dan bintang di atas langit. Wah, rasanya enak sekali. Tetapi, pada malam itu, ombak lautnya amat besar sampai tambangannya tergoyang-goyang. Karena itu, ada beberapa mahasiswa dan ibu guru badannya tidak merasa enak. Kepala mereka pusing dan ingin muntah juga. Kasihan sekali! Tapi tidak ada pilihan, kami harus bertahan sampai tiba di Singpura. Akhirnya, kami tiba terminal tambangan Tanah Merah jam 21:15. Wah, semua orang sudah capai dan ngantuk. Tetapi, kami masih merasa puas karena kunjungan itu menarik sekali! Kalau ada kesempatan, kami akan pergi ke sana lagi.
Kesan, Opini dan Saran Kami Kami merasa cuaca di Tanjung Pinang panas sekali karena sekarang musim panas. Meskipun restoran Sangkuriang ada AC, kami masih merasa panas dan ingin sekali temperaturnya bisa turun lagi. Namun lama-kelamaan, kami sudah lupa merasa panas karena makanan di sana enak sekali. Makanan yang kami paling suka adalah kangkung sambal dan sotong goreng. Di Mal Ramayana, pada saat ada barang-barang yang harus kami bayar di kasir, kami merasa agak kacau karena perhitungan uang Indonesia terlalu besar dan ada banyak angka. Kami tidak biasa memakai uang yang begini banyak. Waktu kami bertanya tentang harga barangnya, pegawai di sana menjawab terlalu cepat dan kami harus meminta pegawai itu mengulangi jawaban. Wah, malu sekali. Tetapi, semua pegawai di
23
Kompak sana ramah dan sabar waktu membantu kami. Kami merasa puas dengan pelayanan mereka. Sepanjang perjalannya, kami melewati banyak rumah dan orang-orang. Kelihatannya, kehidupan orang-orang dan rumahnya sederhana dan tenang. Kehidupan mereka benar tidak sama dengan orang Singapura. Kebanyakan orang Singapura bekerja di kantor yang sudah ada AC. Sebaliknya, orang Tanjung Pinang menjadi petani atau bekerja di pabrik dan kantor yang tidak semua ada AC. Kalau dibandingkan keadaan pekerjaan di Singapura, keadaan pekerjaan di Tanjung Pinang lebih keras. Meskipun kehidupan mereka keras, kami tidak mendengar mereka mengeluh ketika kami mewawancarai mereka. Kami merasa sifat mereka kuat sekali. Kami setuju bahwa pemandu wisata kami, Mas Ariyanto, bagus sekali. Dia tidak hanya tampan, tapi juga ramah dan suka menolong. Lagipula, Bahasa Indonesia dia jelas, jadi kami bisa mengerti dia berkata apa. Selain itu, dia tahu banyak tentang tempat yang menarik di Tanjung Pinang. Kami sudah belajar lebih banyak mengenai Tanjung Pinang dari dia. Tapi sayang sekali kami tidak kesempatan berbicara dengan sopir bis wisata. Mungkin dia ada banyak pengalaman yang bisa diceritakan kepada kami, contohnya bagaimana bisa tahu yang mana jalan dia bisa pergi karena kami menyadari jalannya tidak ada tanda. Dari kunjungan itu, kami sudah mengerti lebih banyak tentang ibu guru dan teman kami. Pokoknya, kami bisa melatih Bahasa Indonesia karena kunjungan itu adalah kesempatan untuk berbicara
dengan
banyak
orang
Indonesia,
contohnya, pemandu wisata, pegawai toko dan pekerja di pabrik. Tapi sayang, kami hanya di sana untuk enam jam, kunjungan terlalu pendek. Karena tidak cukup waktu, kami tidak berkunjung ke pabrik kerajinan tangan Nuansa Seni dan pasar yang sudah ada di daftar acara. Saran kami, mungkin bisa berkunjung ke dua-dua tempat ini sebelum ke mal karena di Singapura juga ada mal tapi tidak ada pabrik pekerjaan tangan. Lagipula, kami kira duadua tempat ini adalah tempat khas Tanjung Pinang. Mudah-mudahan kami bisa mengunjungi Tanjung Pinang lagi! 24
Kompak
Kunjungan ke Tanjong Pinang Chen Yee Farn Chia Kit Mun, Maybeline Ong Yanchun Kami, mahasiswa dari BI3, berkunjung ke Tanjung Pinang, salah satu kota di Pulau Bintan. Kelas kami berkumpul di Tanah Merah Ferry Terminal dulu. Kami pergi ke Tanjung Pinang naik ferry dari sana. Kota yang kami kunjungi, namanya Tanjung Pinang, adalah kota yang terpenting di Bintan. Dulu, Tanjung Pinang menjadi Ibukota Propinsi Riau, tetapi Ibukota dipindahkan ke Pekanbaru waktu tahun 1959. Sekarang, Tanjung Pinang masih pusat perekonomian dan administrasi, teristimewa sejak Puala Bintan menjadi lokasi wisata.
Di Tanjung Pinang, kami bisa
melihat situasi moderen dan tradisional. Ada
banyak gedung baru dan moderen, seperti bank, wartel dan perusahaan-perusahaan, sedangkan ada juga rumah-rumah dan toko-toko yang tua. Waktu tiba Tanjung Pinang, kita merasa bergairah. Cuacanya bersama dengan Singapura, juga panas. Kami naik dua bis berkeciling bukit itu. Pertama cara untuk hari itu adalah makan siang di Restoran Sangkuriang. Makanan di sana kebanyakan digoreng, 25
Kompak pedas dan asam serperti kangkong sambal makanan khas di restoran adalah sup sayur asam. Menurut kami, mereka senang makanan goreng dan pedas sebaiknya orang-orang di Singapura sadar tentang kesehatan, hanya makan sedikit makanan itu karena takut kalau makan banyak, nanti kolestrol tinggi atau kena masalah hati dan kebanyankan wanita di sini juga takut gemuk. Orang Indonesia juga senang makan buah-buahan seperti semangak dan nanas karena cuaca di sana pana sekali jadi makan buahan supaya badanya dingin. Sesudah makan siang, kami pergi ke Pabrik Tempe. Diluar pabrik itu juga ada toko kecil untuk menjual makanan yang dibuat mereka serperti keripik pisang, tapioca, tempe dan lain lain. Keripik yang paling banyak adalah Tempe goreng. Ada empat proses dalam cara untuk membuat Tempe goreng. Pertama, pegawai memotong tempe. Kedua adonan akan diggoreng. Sesudah itu, tempe ditimbang dan dibungkus dalam paket. Selain Tempe itu, mereka juga menggoreng dan menjual makanan yang lain seperti keripik pisang, tapioca, tempe dan lain lain. Waktu teman-teman makan itu, semua berkata bukan main enaknya! Bisa kelihatan, Pabrik Tempe kebanyakan memakai dengan tangan. Lingkungan di sana tidak begitu bersih dan tidak cukup peredaran udara. Waktu kami sampai di Pabrik Bunga Plastik, kami melihat kebanyakan pegawai perempuan. Kata pegawai, karena pekerjaan di sana ringan jadi cocok untuk perempuan. Dulu, kami kira membuat bunga plastik mudah, tetapi susah sekali sebenarnya. Proses tidak hanya banyak tapi juga susah. Mula-mula, bahan-bahan untuk membuat bunga plastik akan diwarnai dengan zat warna. Habis itu, pegwai akan memotong bahan-bahan itu dengan rupa yang cocok. Kemudian, bunga akan ditekan memakai catakan. Lalu, pegawai menghubungkan bunga dengan batang. Akhirnya, bunga harus dibungkus dalam paket untuk ekspor ke Malaysia, Singapura dan Indonesia. Keistimewaan di Pabrik Teh adalah kerbersihan dan kesehatan. Pegawai tidak hanya harus memakai serangam pabrik dan tutup kepala, tapi juga harus membersihkan halaman pabrik sesudah kerja. Beberapa mengerjakan pegawai berdua atau sendirian. Cara di sana adalah membungkuskan teh dan kopi bubuk dengan mesin. Semua paket dimasukkan dalam kotak kecil dengan tangan pegawai.
26
Kompak Pabrik Saus Tomat yang paling kecil. Di sana, pegawai juga memakai seragan paberik. Pendapat kami pekerjaan di sana yang paling ringan. Karena mereka punya orang yang lain untuk memasak saus. Jadi pegawai di sana hanya memasukkan saus dalam botol khusus dengan tangan. Pabrik itu membuat kira-kira 500 botol setiap hari. Mereka juga memakai botol kosong lagi jadi bisa daur luang dan melestarikan lingkungan.
Kami kira penduduk di Bintan bangun pagi-pagi setiap hari karena orang-orang mulai bekerja di pabrik dari jam tujuh , pagi sekali yah. Mereka bekerja sampai jam tiga siang, mungkin tidur pagi-pagi juga. Kalau dibandingkan dengan Singapura, mereka di sana tidak ada banyak “hidup malam”, karena mereka harus bangun pagi untuk bekerja. Meskipun kami hanya di Bintan sehari, kami merasa hidup(Langkah) lebih pelan. Mungkin kehidupan di sana cukup sederhana dan tidak banyak kemauan yang tinggi, jadi orang-orang di sana lebih bahagia. Kalau dibandingkan dengan Bintan, kehidupan di Singapura sering cepat dan kami merasa ‘stress’ atau cemas masalah di perkerjaan atau keluarga, gaji, pendidikan dan lain-lain. Ongkosnya kehidupan mereka lebih rendah. Harga makanan, baju, rokok dan barang-barang yang lain juga lebih murah dari pada itu di Singapura. Barangkali rokok murah, jadi di sana banyak orang merokok, mereka tidak sadar tentang kesehatan. Acara untuk hari itu sampai kira-kira jam tujuh malam. Meskipun capai tetapi kami menikmati sekali . Dari kunjungan ini, kami sudah mengetahui banyak tentang kehidupan di Tanjung Pinang. Kagum sekali, kami hanya beberapa jam di sana. Kalau ada kunjungan lain kali, lebih baik kalau bisa menginap di sana.
27
Kompak
Kunjungan ke Bintan (Tanjung Pinang) Seth Tan Sim Song Wee
Pada tanggal 28 Februari waktu liburan, kami sama teman-teman kami mengunjungi Pulau Bintan. Itu adalah “perjalanan lapangan” untuk para mahasiswa dari kelas Bahasa Indonesia 3. Pagi-pagi, kami berkumpul di Terminal Feri Tanah Merah untuk naik feri dari Singapura ke Pulau Bintan. Perjalanannya makan waktu kira-kira dua jam kurang seperempat. Kami tiba di Pulau Bintan pada jam 12.15 siang. Ketika kami sampai di sana, di Terminal Feri Tanjong Pinang, kami diterima oleh seorang pemandu wisata, bernama Mas Ariyanto. Dia mengantar kami ke tempat-tempat seluruhnya hari itu dengan naik dua bis kecil. Mas Ariyanto bersabar sekali kepada kami dan berusaha menjawab apa pertanyaan yang kami punya tentang tempat itu. Di dalam bis, dia menerangkan tempat-tempat sekeliling Kota Tanjung Pinang yang kami lewati. Menurutnya, Pulau Bintan ada di Kepulauan Riau dan Kota Tanjung Pinang adalah kota yang terbesar di Kepulauan Riau. Luas daerah Bintan 1100 ribu km2. Jumlah penduduk di Tanjung Pinang 90,000 orang. Cuacanya di Pulau Bintan seperti di Singapura. Di sana, ada dua musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Waktu musim kemarau, penduduk-penduduk yang tinggal di tempat perbukitan sulit sekali mendapat air minum. Waktu ditanyakan tentang keadaan penduduk lokal, Mas Ariyanto bilang bahwa kebanyakan penduduk di Bintan bekerja sebagai tukang kilang. Pengurus dan pemilik perusahaan harus pergi ke Pekan Baru naik pesawat karena tempat ini sepi dan masih tidak moderen. Bangunan-bangunan di Bintan tidak tinggi kalau dibandingkan dengan bangunan-bangunan di Singapura. Tetapi, di bandingkan kontras dengan harga memilik bangunan (perumahan atau pengusahaan) di Singapura, harganya di Bintan lebih murah.
28
Kompak Contohnya, sebuah rumah kedai di Bintan yang termasuk tanah kira-kira berharga 250 sampai 300 juta rupiah, padahal sebuah perumahan pemerintah Singapura
berharga
paling tidak 20 kali harga itu. Wah, biaya hidup di Bintan sungguh lebih murah daripada biaya hidup di Singapura! Pantas banyak orang Singapura suka membeli properti di Bintan.
Tempat pertama yang kami kunjungi adalah Restoran Sangkuriang. Kami diantar langsung ke restoran itu dari terminal ferinya. Walaupun beberapa dari kami tidak begitu lapar karena sudah makan banyak di atas feri, kami masih bisa menghabiskan semua makanan yang dihidangkan kepada kami. Restoran itu menyediakan makanan Sunda. Rasa makanannya lumayan enak dan tidak begitu bagus seperti yang dibayangkan. Lepas makan, kami mengantuk sekali dan tidak semangat. Kami mempunyai kesempatan untuk omong-omong dan santai sebelum berangkat ke Pabrik Keripik Tempe, yang adalah perhentian kami yang berikutnya. Di
Pabrik
Keripik
Tempe,
kami
diberitahu bahwa pengurus pabriknya berasal dari Jawa barat. Kata pengurus itu, bahan kasar untuk proses produksi keripik dibeli dari pabrik lain yang di dekat pabriknya. Lalu, tukangtukang goreng bahan kasar itu sampai itu menjadi keripik goreng. Setelah itu, keripiknya akan dibungkus dan dikirim ke daerah lain untuk dijual. Selepas waktunya di pabrik Tempe, kami berangkat ke pabrik bunga plastik dan teh. Kedua pabrik ini memakai tiga ratus tukang dan mesin bunga. Menurut menejer pabrik, itu adalah syarat pemerintah paling tidak memakai beberapa orang untuk memproduksi. Sebabnya kalau hanya pakai mesin, ongkos akan lebih mahal dan orang-orang yang tinggal di daerah itu akan susah dapat pekerjaan. Kalau begitu, kehidupan mereka akan lebih sulit. Perbuatan bunga plastik dan teh diekspor ke luar negeri, seperti ke Amerika.
29
Kompak Kemudian itu, kami juga mengunjungi pabrik kecap. Kecap memakai botol kaca karena bisa disimpan lama dan tidak mudah rusak. Botol kaca yang terisi dengan kecap akan dikirim ke mana-mana untuk jualan. Sekalinya beres, botol kaca ini akan dikumpul balik ke pabrik dan dipakai lagi. Waktu kami di pabrik itu, kami melihat-lihat proses membuat ketcup. Kami terkejut dan merasa mual ketika kami mendengar seorang tukang pabrik bilang bahwa kadang-kadang ada ular di dalam mesin yang dipakai untuk membuat ketcup. Tetapi menurut menejer pabrik, cap ketcup itu terkenal di daerah Bintan. Penduduk-penduduk suka makan hasil ketcup dari pabrik itu. Mereka lebih senang membeli buatan tempatan karena uang tidak akan dikeluarkan ke luar negeri dan tempat ini akan maju lebih cepat. Tempat akhirnya yang kami kunjungi adalah Mal Bintan. Kami diberikan kira-kira satu setengah jam untuk berbelanja. Pemandu wisata mengatakan bahwa mal itu adalah seperti Mal Takashimaya di Singapura. Barang-barang di Mal Bintan tidak begitu murah. Waktu kami mau memilih dan menbeli apa oleh-oleh, kami harus memikirkan berapa harga barang itu kalau ditukar ke dollar Singapura. Sakit sekali kepala kami karena nilai uang Indonesia tinggi sekali. Setelah memuaskan hati kami dengan berbelanja, kami pulang ke Singapura pada waktu sore. Semua mahasiswa sudah capai tetapi merasa gembira. Kami mengharapkan kelas bahasa Indonesia akan mengorganis lain tur-tur seperti ini ke tempat asyik di Indonesia.
30
Kompak
Foo Wenxin Lim Wei Ling Tiong Le Phing
Tanjung Pinang, salah satu kota di Bintan, merupakan kota pelabuhan terbesar di kepulauan Riau. Di sana ada dua musim, kemarau dan hujan. Suhunya biasa 34-35 derajat. Kalau dibandingkan dengan Singapura, cuaca di Tanjong Pinang lebih panas dan pemandangan tidak begitu indah. Perjalanan ke sana dari Singapura makan waktu dua jam naik ferry.
Sangkuriang Restoran Waktu Stasiun
Ferry
kami
sampai
Tanjung
di
Pinang,
tempat yang kami kunjungi pertama adalah Sangkuriang Restoran untuk makan
siang.
Wah,
pelayan
di
restoran itu efisien sekali karena kami baru duduk di kursi, makanan sudah ditaruh dengan cepat di depan kami. Walaupun di sana ada AC, kami Makanan di restoran..hmm...sedap!
masih tidak merasa dingin, mungkin udara terlalu panas sampai ada AC juga tak berguna.
31
Kompak Sebenarnya kami tidak merasa lapar karena masih kena mabuk laut, tetapi secepatnya melihat makanan yang kelihatan enak dan menarik, kami lapar sekali! Semua makanan seperti nasi, goreng ikan cumi-cumi, goreng ikan, kangkung tumis dan ayam enak sekali, terutama teh yang dibuat setempat! Walaupun makanan itu bisa dicari di Singapura, tetapi rasanya lebih enak dan unik. Sedikit demi sedikit semua makanan dihabiskan masuk ke perut kami.
Paberik Keripik Tempe
Wah, banyak barang-barang murah ya!
Sesudah makan, kami langsung ke Paberik Keripik Tempe. Paberiknya tidak hanya membuat tempe, tapi juga menjual banyak macam-macam keripik di sana. Kami pergi ke dapur yang di belakang paberiknya untuk melihat tempe digoreng, semuanya buatan tangan. Kami merasa tertarik sekali karena di Singapura biasanya tidak bisa melihat keadaan yang begini. Di Singapura, hampir semuanya dibuat oleh mesin. Wah bukan main panasnya di dapur! Tidak tahu bagaimana pegawai di sana bisa tahan, mungkin mereka sudah biasa. Selain itu, kami juga coba keripiknya, semuanya enak!
Menurut bosnya, perusahaannya adalah urusan keluarga, jadi semua pegawai di sana adalah saudaranya. Memang bagus kalau begini karena hari demi hari, hubungan mereka akan lebih baik kalau mereka selalu bersama-sama. Waktu kami berangkat dari paberiknya, kami sudah basah dengan keringat karena tempatnya memang panas. Tetapi, kami merasa senang karena sudah membeli banyak tempe dan keripik yang enak dan juga menikmati omong-omong dengan pegawai di sana.
32
Kompak
Paberik Bunga Buatan Anda
pernah
berpikir
bunga buatan yang berwarnawarni
bagaimana
dibuatnya?
Sesudah pergi ke paberik bunga buatan,
kami
mengetahui
jawaban ini. Mula-mula, kain yang warna susu dipotong oleh mesin-mesin
diubah
menjadi
macam-macam bentuk. Habis itu, kain itu akan dicelupkan dan dikukus supaya warnanya tidak luntur. Tambahan pula, pegawai Bunga yang diselesaikan, cantik ya?
harus
melipat
kain
dan
menambatkan tangkai supaya bisa membuat satu tangkai bunga. Bunga yang diselesaikan akan diekspor ke Honolulu atau negara yang lain. Kebanyakan laki-laki biasanya memberikan bunga segar kepada pacar mereka. Kami kira kalau sesudah mereka berkunjung ke paberik itu mungkin akan merubah pendapat mereka karena bunga buatan di sana kelihatan sangat asli dan berwarna-warni seperti bunga segar. Kami merasa kaget waktu kami tahu semua bunga itu dibuat oleh pegawai dengan tangan.
Tempe yang dipotong dan digoreng.
33
Kompak Menurut kami, kebanyakan paberik di Singapura memakai mesin untuk membuat produk supaya buatan diselesaikan lebih cepat. Kalau dibandingkan dengan Indonesia, mungkin kehidupan di Indonesia lebih pelan jadi bisa membuat buatan dengan tangan. Pegawai di sana juga sabar sekali karena mereka bisa duduk di sana setiap hari melipat bunga, seandainya kami di dalam keadaan mereka, kami akan merasa sangat bosan dan capai!
Paberik teh dan saus tomat Ini pertama kali kami pergi ke paberik teh dan saus tomat. Perkunjungan ke sana memperluas
pengetahuan
kami. Di paberik teh, kami bisa melihat teh dibungkus dalam
kotak
atau
paket.
Waktu kami sampai di sana, serta merta Teh yang dibungkus oleh pegawai.
bisa membaui keharuman teh itu! Wah, sedap sekali! Kami juga mendengar dari pegawai teh itu sebenarnya untuk dijual di Bandung tapi dibuat di Bintan saja, apalagi teh itu hanya dijual di Indonesia dan tidak diekspor ke negeri yang lain.
Paberik saus tomat tidak hanya membuat tomat tapi juga membuat sambal. Pegawai di sana berkata kalau sos tomat yang dibeli oleh langganan sudah habis, langganan hanya perlu mengembalikan botol kosong itu ke paberik dan mereka akan menerima satu botol dengan harganya yang lebih murah. Kami
merasa
kaget
waktu
kami
mendengar semua paberik milik satu keluarga ya! Kalau kami bisa bekerja di sana, siapa tahu mungkin kami bisa menjadi jutawan! 34
Kompak Kami juga merasa ganjil kenapa kebanyakan pegawai yang bekerja di paberik itu adalah perempuan? Pekerjaan di paberik seharusnya lebih cocok untuk laki-laki. Mungkin pekerjaan di paberik itu tidak begitu berat jadi perempuan juga bisa kerjakan.
Mal Tanjung Pinang Sesudah
berkunjung
ke
tempat-
tempat tersebut, pemandu wisata kami yang bernama Ariyanto, membawa kami ke mal Ramayana (“Takashimurah”), mal yang paling besar di Tanjong Pinang. Semua barang-barang dijual di sana lebih murah dibandingkan dengan
barang-
barang di Singapura. Sesudah berbelanja dan makan malam, kami berkumpul untuk naik bis kembali ke Stasiun Ferry. Wah, malnya benar-benar menarik sampai kami tidak terasa sudah dua jam di sana!
Benar-benar, perjalanan ke Tanjung Pinang memang adalah perjalanan yang sangat bagus untuk kami. Kami belajar banyak tentang kehidupan orang-orang Indonesia dan kebudayaan mereka. Kami mau berkata terima kasih kepada banyak orang-orang terutama pemandu wisata kami karena dia bercerita banyak infomasi tentang Tanjung Pinang kepada kami dan selalu sabar dengan pertanyaan kami. Selain itu, apa yang juga menyenangkan kami adalah kami menyadari kami bisa berkomunikasi dengan orang-orang di sana! Meskipun tidak bisa mengerti semua percakapannya, tapi sudah cukup. Kami senang karena semuanya kami belajar dalam Bahasa Indonesia adalah berguna. Terima kasih juga kepada guru-guru kami untuk mengajar kami! Kami mengharapkan bisa ke Indonesia lagi dan mudah-mudahan lain kali kami ke sana bahasa Indonesia kami akan lebih lancar!
35
Kompak
MARI KITA MENGUNJUNGI TANJUNG PINANG! ESTHER, DENISE DAN ICE Pada pagi hari jam 9, tanggal 28 Februari, kami berkumpul di Terminal Feri Tanah Merah. Siswa-siswa dari kelas BI 3, BI 4 & BI 6 akan pergi ke Pulau Bintan sehari, mengunjungi kota utamanya, kota Tanjung Pinang. Setelah prosedur-prosedur yang lancar di pabean, kami naik feri selama 2 jam dan sambil itu, kami lewat beberapa pulau yang saling mirip. Cuaca hari itu baik sekali dan juga cerah. Tapi di geladak kapal, angin agak kencang sampai rambut orang yang ke geladak semua berantakan. Tiba di Pelabuhan Tanjung Pinang (Port Sri Bintan Pura), pemandu wisata kami, Ariyanto, pertama-tama berkata untuk menyimpan paspor dengan hati-hati. Sesudah semua siswa berkumpul, kami menuju ke tempat penitipan mobil naik bis wisata ke Restoran Sangkuriang makan siang. Kelompok mahasiswa NUS mengisi separuh restoran yang kami datangi. Pelayan di sana ramah dan makanannya bermacam-macam dan enak. Masakan-masakan termasuk sayur tumis, sayur asam, ayam goreng, ikan, cumi-cumi dan tahu. Banyak sekali! Kami makan sampai kenyang. Lalu, kami naik bis wisata lagi ke pabrik tempe. Sekitar jam 1:30 (jam Indonesia), kami tiba di toko Keripik tempe. Toko tempe itu dibuka sejak 1996. Sekarang, ada 16 orang pekerja bekerja di toko tempe itu. Setiap hari, toko tempe bukanya jam tujuh pagi dan tutupnya jam empat sore kecuali hari minggu. Di toko tempe ada banyak macam-macam tempe seperti keripik bayang, keripik kacang, tempe pisang dan lain-lain lagi. Harga tempenya tidak mahal, kira-kira Rp10,000 sebungkus, lagipula tempenya enak sekali. Oleh karena itu, banyak turis senang membeli tempe sebagai oleh-oleh. Terutama ibu-ibu kelas kami membeli banyak bungkus tempe. Tapi, ingat Ibu, tempe itu tidak sehat karena kolesterolnya tinggi!
36
Kompak Di belakang toko ada sebuah dapur untuk membuat tempe. Toko tempe itu adalah perusahaan keluarga, jadi kebanyakan pekerjanya dari keluarga sama. Contohnya, Nani dan Tempu, mereka adalah sepupu dan sudah bekerja di toko tempe itu selama tiga tahun. Menurut mereka, mereka senang bekerja di toko tempe karena pekerjaan di toko tempe tidak sulit. Lagipula, mereka tidak perlu membuat tempe sendiri, mereka hanya memotong dan menggoreng saja. Untuk ibu-ibu yang bekerja di sana, mereka senang sebab suka makan tempe. Bos toko tempe masih muda dan orangnya ramah sekali. Dia bilang, mula-mula perusahaannya susah sekali. Mereka menjual tempe di toko kecil dan tidak laku karena tempenya tebal dan keras. Meskipun perusahaannya susah, dia tidak berputus asa. Jadi dia coba membuat tempe yang lebih enak. Dia memotong tempenya sampai tipis supaya itu lebih lembut dan juga lebih mudah digoreng. Sekarang, tempenya tidak hanya tipis, lembut dan enak tapi juga laku sekali di luar negeri. Setelah kunjungan pabrik tempe, kami berkunjung ke pabrik bunga plastik, teh dan kecap. Semua pabrik diolah sama satu pemilik pabrik. Dari kunjungan, kami belajar cara-cara memproduksikan bunga plastik dan membungkus teh dan kecap. Kami juga diberitahu oleh pegawai bagaimana bikin bunga itu yang akan diekspor ke luar negeri ke tempat-tempat seperti Singapura dan Hawaii. Kami mendapat informasi tentang pabrik dan cara-cara produksi dari wawancara dengan pegawaipegawai. Kebanyakan yang bekerja di situ adalah wanita karena pekerjaannya tidak berat. Pegawai lelaki yang kerja di situ mengangkuti kardus yang berat. Yang kerja di situ rata-rata masih muda. Salah satu yang kami wawancarai adalah seorang pegawai yang bernama Murima. Umurnya tujuh belas tahun dan menyatakan bahwa dia sudah bekerja di pabrik bunga plastik tiga tahun. Mereka senang bekerja di pabrik itu karena merasa santai dan tidak bosan, sebab mereka sering berganti tugas setiap bulan. Gaji mereka rata-rata dua ribu empat ratus sehari. Pekerjaan mulai jam delapan pagi sampai jam tiga sore; enam hari seminggu dari Senin sampai Sabtu. 37
Kompak Waktu kami tahu gajinya hanya dua ribu empat ratus sehari, kami merasa kaget. Kok gajinya sedikit sekali? Murima bilang gajinya cukup karena biaya hidup di sana tidak tinggi. Dari observasi kami, pegawai pabrik selalu mempraktekan
ilmu
kesehatan.
Contohnya
adalah
pegawai pabrik harus memakai seragam yang bersih. Selain itu, kalau rambutnya panjang, harus diikat. Setelah mengunjungi pabrik, kami boleh beli barang-barang yang dibikin di pabrik. Kami tidak begitu tertarik pada barang-barang itu jadi tidak belanja banyak. Tempat berikut ini adalah Mal Ramayana. Mal Ramayana rupanya agak sepi. Barangkali hari itu hari Jum’at, orang-orang masih sedang bekerja. Mal itu luasnya besar dan ada dua lantai. Toko-tokonya banyak – ada yang menjual baju, buku, makanan, tas, VCD, dan lain lain. Dan juga ada arcade, salon, dan sebuah tempat untuk memotret orang! Walaupun barang-barang di mal itu murah, tapi qualitasnya tidak begitu baik. Kebanyakan mahasiswa NUS langsung pergi ke toko buku di sana untuk membeli kamus Bahasa Indonesia. Kalau dibandingkan dengan kamus Bahasa Indonesia yang dijual di Singapura, kamus dijual di mal itu lebih murah dan pilihannya lebih banyak. Kami tinggal di mal itu agak lama – orang Singapura memang senang berbelanja. Pada jam 6:30, kami berangkat secara buru-buru supaya naik feri terakhir hari itu. Ketika naik feri, langit sudah agak gelap. Malam itu laut berombak besar, membuat kapal laut tergoyang-goyang dan beberapa orang mabuk laut. Akhirnya, waktu kembali ke Terminal Feri Tanah Merah lagi, sudah jam 9 lebih. Semua orang sudah merasa lelah. Kami merasa senang bisa mengunjungi Tanjung Pinang walaupun perjalanan itu sedikit tergesa-gesa. Tapi, kami masih mengharapkan kesempatan pergi ke tempat yang lain di Indonesia yang indah.
38
Kompak
Liburan Di Batam - Adrian Tay -
Liburan saya ke Batam Juni yang lalu adalah kunjungan pertama saya ke Indonesia. Baru-baru itu, beberapa teman saya lulus dari universitas jadi ingin ke luar negeri sebelum mendapat pekerjaannya. Sebenarnya kami tidak punya banyak uang. Namun demikian, kami justru mau libur bersama soalnya kami takut kalau tidak ada kesempatan lagi. Kebetulan ada salah satu iklan di surat kabar mengenai paket tur ke Batam ongkosnya hanya enam puluh lebih Singapura dollar untuk dua hari. Apalagi, penginapan semalam, makanan pagi dan pulang karcis dengan ferry juga termasuk. Bukan main murah ongkos liburan itu. Secepatnya tanpa membuang waktu lagi, kami berusaha meminjam uang dari orang tua atau saudara. Perjalanan ke Batam melalui ferry tidak begitu lama, kira-kira hanya tigaperempat jam. Waktu datang di hotel itu yang kelihatan mewah dari luar, perasaan saya asyik sekali, seperti ada banyak hal yang menunggu untuk saya temukan. Tapi kami sedikit putus asa waktu pemintaan kami untuk menginap di kamar yang di lantai tinggi tidak bisa dipenuhi. Sayang sekali semua kamar dengan pemandangan yang terbaik sudah habis. Biarpun, kamar yang diberi kepada kami juga cukup enak untuk semua lima orang. Sesudah membereskan barang kami di kamar hotel, kami ikut bis yang disediakan hotel ke kota. Di sana ramai sekali, ada banyak warung sepanjang jalan utama. Segala macam barang dijual di pasar seperti makanan, minuman, pakaian, mainan, sepatu, alat rumah tangga dan lain-lain. Meskipun beberapa orang di antara kami sudah ikut kursus bahasa Indonesia, kami masih terlalu takut dan malu untuk melanjutkan percakapan. Soalnya kebanyakan orang lokal tidak bisa berbahasa Inggris, kami hanya bisa memesan
39
Kompak makanan melalui gambar. Yang lucu lagi adalah waktu kami menawar harga barang yang kami inginkan. Saya merasa seakan-akan ayam bercakap dengan angsa. Makanan pagi gratis yang termasuk di paket tur adalah hal penting dalam liburanitu. Waktu kami diberitahui bahwa segala macam makanan lokal akan disajikan,kami tiba-tiba berubah menjadi binatang tamak. Saya tidak membayangkan bagaimana cara kami menyelesaikan semua makanan yang ditaruh di piring kami. Rupanya kami terlalu kenyang sampai susah berjalan kembali kamar. Selain makanan gratis itu, fasilitas hotel yang lain juga hebat sekali, seperti kolam renang, Jacuzzi dan Karaoke. Saya yakin kami menikmati semuanya dengan sempurna Baru dua hari di Batam, kami sudah merasa capai. Alasannya selama dua hari, kami belanja dan mengunjungi tempat-tempat yang menarik, hanya berhenti waktu harus naik ferry kembali. Meskipun liburan itu amat pendek, pengalaman itu tidak mudah dilupakan. Batam mengingatkan saya pada Singapura dahulu dan membawa banyak ingatan masa anak-anak saya. Saya pasti menceritakan semua kebagiaan-kebahagiaan yang dialami sepanjang liburan ini kepada teman akrab saya waktu pulang. Barangkali saya bisa datang lagi lain kali.
40
Kompak
Dua Minggu di Jakarta - Junjun Juni yang lalu, saya mengikuti kamp di Indonesia. Kami tinggal di sana untuk dua minggu di rumah teman kami yang terletak di Green Garden, Jakarta Barat. Kami pergi ke sana untuk mencat dua gedung Sekolah Dasar. Lagipula kami mengajar bahasa Inggris dasar dan memberi alat-alat pelajaran kepada murid-murid di sana. Kebanyakan kami yang mengikuti jasa kemasyarakatan itu adalah mahasiswa yang belajar di NUS. Saya terkesan dengan mereka karena mereka memutuskan untuk membuang dua minggu dari liburan mereka untuk membantu orang-orang miskin di luar negeri. Sebaliknya, orang biasa tidak repot-repot. Pasti mereka mempunyai sifat-sifat baik yang bisa dicontoh. Bilang salah satu dari mereka: lebih menyenangkan memberi daripada menerima. Kami bekerja di sana dengan beberapa sukarelawan lokal. Mereka mahasiswa di universitas di Jakarta. Hanya ada dua orang yang baru lulus dan sedang mencari pekerjaan. Sebenarnya, semuanya ada kelas waktu itu. Saya kagum mereka soalnya meskipun mereka sibuk dengan pelajaran mereka, masih mau membantu kami. Mereka sangat bermanfaat terutama karena kami tidak bisa berbicara dalam Bahasa Indonesia. Jadi kami perlu mereka untuk penterjemahan. Minggu pertama kami pergi ke Sekolah Dasar di Teluk Naga yaitu di sebelah utara dari Jakarta. Itu daerah squatters dekat pabrik baja. Jadi sekelilingnya kotor sekali, anginnya tidak segar dan baunya tidak enak. Semua rumah di sana hanya sementara dan tidak bagus. Lagipula ada sungai di sana tidak bisa mengalir lagi karena sangat kotor dengan banyak sampah yang dibuang di sana. Teman-teman saya heran melihat tempat seperti itu. Mereka tidak bisa membayangkan bekerja di sana. Namun demikian mereka tidak mengeluh. Untuk saya, saya sudah biasa tempat-tempat seperti itu karena ada banyak tempat di Filipina yang keadaannya sama dengan tempat itu. Negara saya dan Indonesia masih ada banyak masalah jadi seluruh masyarakat harus membantu mengubahnya. Saya yakin kalau ada orang seperti sukarelawan yang membantu kami, masih ada harapan untuk perubahan meskipun sepertinya tidak mungkin.
41
Kompak Sekolah itu terlalu kecil. Ada hanya dua ruang kelas.
Kalau saya tidak salah, bangunannya
hanya lima belas meter persegi. Murid-murid yang belajar di sana adalah orang miskin yang tidak mampu belajar di sekolah umum yang dijalankan oleh pemerintah Indonesia. Ada hanya satu guru yang mengajar semuanya.
Guru itu bilang,
kebanyakan murid-murid di sana mencari pekerjaan sesudah mereka lulus.
Tidak melanjutkan untuk
Foto kelompok dengan murid-murid di sebuah sekolah dasar di Teluk Naga
Sekolah Menengah karena sebaiknya kalau mereka bisa membantu orang tua mereka mendapat uang untuk nafkah.
Kasihan sekali bahwa mereka tidak bisa mendapat
pendidikan yang bagus seperti di sini. Soalnya, saya percaya bahwa semua orang harus mendapat pendidikan paling tidak sampai Sekolah Menengah. Meskipun pendidikan yang tinggi tidak perlu untuk berhasil, itu lebih baik supaya lebih mudah ketika mencari pekerjaan. Minggu kedua, kami pergi ke desa di Teluk Gong.
Itu ada di sebelah selatan dari
Jakarta kalau saya ingat benar.
Kami juga
membantu mencat sebuah sekolah dasar di sana. Kalau dibandingkan di Teluk Naga, di sana lebih bersih dan pemandangannya lebih indah. Saya menikmati bekerja dan mengajar dengan anakMengajar Bahasa Inggris kepada murid-murid di Teluk Gong
anak di sana. Sambil satu kelompok berkerja, kelompok yang lain mengajar Bahasa Inggeris dasar atau bermain dengan murid-murid di sana.
Kadang-kadang mereka membantu kami mencat juga. Perjalanan ke kedua sekolah meletihkan sekali. Paling tidak satu dan setengah jam dari rumah yang kami tinggal dalam bagian pinggir kota di Jakarta Barat. Lagipula supaya sampai di sana, kami harus melewati jalan yang tidak diaspal. Jadi perjalanannya penuh lonjakani. Kami mengalami hal ini setiap hari kapan saja kami pergi ke sana atau pulang dari sana. Saya kagum semua orang Singapura. Karena mereka tidak mengeluh
42
Kompak sama sekali. Mungkin mereka sudah biasa perjalanan yang keras waktu mereka di tentara Sinapura untuk servis nasional. Kami pergi ke sana naik mobil dan van dari teman sukarela Indonesia kami. Bukan main mereka tahu bagaimana menyetir. Teman orang Singapura saya kagum mereka bisa menyetir meskipun lalu lintas di sana tidak baik. Orang-orang Singapura tidak bisa membayangkan jalan seperti di sana.
Bilang mereka, kalau Anda tahu
bagaimana menyetir di Indonesia, Anda bisa menyetir di mana saja. Sesudah bekerja kami pergi ke Bandung untuk berekskursi. Bukan main jauh dari Jakarta. Di sana kami berbelanja dalam beberapa factory outlets. Kami senang karena harga barang-barang di sana murah sekali dan kualitasnya bagus juga. Sebelum datang ke sana, kami melawati Puncak. Cuacua di sana sejuk dan segar sekali merasa seakan-akan semuanya diperlengkapi dengan alat pendingin. Kami pergi ke Taman Mini Indonesia Indah juga.
Namun demikian kami tidak bisa
melihat semua tempat menarik di sana karena sudah sore waktu kami datang ke sana. Meskipun begitu, kami masih mengunjungi beberapa acara yang bagus. Itu cara yang baik untuk mempunyai gambaran di daerah Indonesia yang lain.
Jalan-jalan dengan teman-teman saya di Taman Mini Indonesia
Wah, pengalaman saya di sana hebat sekali!
Saya mempelajari beberapa
pelajaran yang penting dalam kehidupan seperti kepentingan dan tidak memikir hanya sendiri.
Pandangan saya juga menjadikan terang sesudah saya bekerja dan tinggal
bersama orang-orang baik hati dan bermurah hati. Pasti masih ada harapan bahwa dunia kami akan berubah. Pasti saya akan pergi ke sana lagi kalau ada kesempatan. Mudah-mudahan waktu itu, saya sudah lancar dalam bahasa Indonesia supaya saya bisa beromong-omong dengan orang biasa merasa seakan-akan saya orang lokal juga! penampilan saya seperti orang Indonesia. :p
43
Bagaimanapun,